23
1 KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN KEMASYARAKATAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) (Studi Deskriptif: Edukasi Keamanan Pangan Oleh Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku Usaha (PMPU)) Clara Anggraini Program Studi D-III Hubungan Masyarakat, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta E-mail: [email protected] ABSTRACT The issue of food safety continues to be a classic problem in Indonesia. The problem is food poisoning due to hygiene in the management and presentation of food. BPOM through the Directorate of Community Empowerment and Business Actors (PMPU) conducted a Food Safety campaign to educate the public in order to create self-awareness in maintaining food safety and quality.The author uses the concept of public relations, public relations campaigns, Ostergaard Model which includes (planning, management, and evaluation), campaign actors, target audiences, Campaign Messages and Campaign Channels. This study uses a descriptive qualitative method approach, using interview and observation techniques to obtain primary data sources and conduct literature studies and documentation as secondary data sources. The study began in April until July 2019, and located in the office of the Food and Drug Supervisory Agency (BPOM). Based on the results of the study note that from the campaign planning carried out by BPOM to adapt Ostergaard's model. This was obtained from an interview with Key Informants who described the first step, conducting research to support planning, implementation and evaluation. Food Safety Campaign is a campaign that is designed to make social changes that are continuing. The conclusion of this research is the campaign carried out by adapting Ostergaard's campaign model. The objectives of the socialization are: (1) increasing individual understanding of food safety, and (2) increasing the capacity of individuals in the community to adopt food safety practices. The campaign was called the Food Conscious Community Movement. The perpetrators of this campaign are the Directorate of Community Empowerment and Business Actors. The target audience of this campaign is the community, especially housewives and business people. The communication used is anatrpersonal communication, Using leaflet channels, and 5 manual books for food safety and 100 food safety tips. Keywords: Public Relations, Campaign, Campaign Model. ABSTRAK Permasalahan keamanan pangan masih terus menjadi masalah klasik di Indonesia. Permasalahan tersebut ialah keracunan pangan akibat ketidak higienis dalam pengelolaan dan penyajian makanan. BPOM melalui Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku Usaha (PMPU) melakukan sebuah kampanye Keamanan Pangan dalam megedukasi masyarakat agar menciptakan kesadaran diri menjaga kemanan dan mutu pangan. Penulis menggunakan konsep public relations, kampanye public relations, Model Ostergaard yang meliputi (perencanaan, pengelolaan, dan evaluasi), Pelaku

KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

  • Upload
    others

  • View
    18

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

1

KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN

KEMASYARAKATAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

(BPOM)

(Studi Deskriptif: Edukasi Keamanan Pangan Oleh Direktorat

Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku Usaha (PMPU))

Clara Anggraini

Program Studi D-III Hubungan Masyarakat, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri

Jakarta

E-mail: [email protected]

ABSTRACT

The issue of food safety continues to be a classic problem in Indonesia. The problem is food

poisoning due to hygiene in the management and presentation of food. BPOM through the

Directorate of Community Empowerment and Business Actors (PMPU) conducted a Food Safety

campaign to educate the public in order to create self-awareness in maintaining food safety and

quality.The author uses the concept of public relations, public relations campaigns, Ostergaard

Model which includes (planning, management, and evaluation), campaign actors, target audiences,

Campaign Messages and Campaign Channels. This study uses a descriptive qualitative method

approach, using interview and observation techniques to obtain primary data sources and conduct

literature studies and documentation as secondary data sources. The study began in April until July

2019, and located in the office of the Food and Drug Supervisory Agency (BPOM). Based on the

results of the study note that from the campaign planning carried out by BPOM to adapt

Ostergaard's model. This was obtained from an interview with Key Informants who described the

first step, conducting research to support planning, implementation and evaluation. Food Safety

Campaign is a campaign that is designed to make social changes that are continuing. The

conclusion of this research is the campaign carried out by adapting Ostergaard's campaign model.

The objectives of the socialization are: (1) increasing individual understanding of food safety, and

(2) increasing the capacity of individuals in the community to adopt food safety practices. The

campaign was called the Food Conscious Community Movement. The perpetrators of this campaign

are the Directorate of Community Empowerment and Business Actors. The target audience of this

campaign is the community, especially housewives and business people. The communication used is

anatrpersonal communication, Using leaflet channels, and 5 manual books for food safety and 100

food safety tips.

Keywords: Public Relations, Campaign, Campaign Model.

ABSTRAK

Permasalahan keamanan pangan masih terus menjadi masalah klasik di Indonesia. Permasalahan

tersebut ialah keracunan pangan akibat ketidak higienis dalam pengelolaan dan penyajian makanan.

BPOM melalui Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku Usaha (PMPU) melakukan

sebuah kampanye Keamanan Pangan dalam megedukasi masyarakat agar menciptakan kesadaran

diri menjaga kemanan dan mutu pangan. Penulis menggunakan konsep public relations, kampanye

public relations, Model Ostergaard yang meliputi (perencanaan, pengelolaan, dan evaluasi), Pelaku

Page 2: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

2

kampanye, Khalayak sasaran, Pesan Kampanye dan Saluran Kampanye. Penelitian ini

menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan teknik wawancara dan

observasi untuk mendapatkan sumber data primer dan melakukan studi pustaka dan dokumentasi

sebagai sumber data sekunder. Penelitian dimulai pada bulan April sampai July 2019, dan

bertempatan di kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Berdasarkan Hasil penelitian

diketahui bahwa dari perencanan kampanye yang dilakukan BPOM mengadaptasi model

Ostergaard. Hal tersebut didapatkan dari wawancara dengan Informan Kunci yang menjabarkan

langkah pertama, mengadakan riset untuk mendukung perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Kampanye Keamanan Pangan merupakan kampanye yang disusun untuk melakukan perubahan

social yang bersifat continue. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu kampanye dilakukan dengan

mengadaptasi model kampanye Ostergaard. Diketahui tujuan sosialisasi tersebut yakni (1)

meningkatkan pemahaman individu terhadap keamanan pangan, dan (2) meningkatkan kapasitas

individu dalam komunitas masyarakat untuk mengadopsi praktik keamanan pangan. Kampanye

tersebut bernama Gerakan Masyarakat Sadar Pangan. Pelaku kampanye ini adalah Direktorat

Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku Usaha, Khalayak sasaran dari kampanye ini adalah

masyarakat terkhusus ibu rumah tangga dan pelaku usaha. Komunikasi yang digunakan adalah

komunikasi anatrpersona, Menggunakan Saluran leaflet, dan buku manual 5 kunci kemanan pangan

dan 100 Tips keamanan pangan.

Kata kunci : Public Relations, Kampanye, Model Kampanye.

PENDAHULUAN

Pada Konferensi Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) dan Organisasi

Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992 tentang gizi, dideklarasikan bahwa masalah

keamanan pangan telah menjadi keprihatinan dunia. Ratusan juta manusia di dunia

menderita penyakit menular maupun tidak menular karena pangan yang tercemar. Deklarasi

tersebut juga menegaskan bahwa memperoleh pangan yang cukup, bergizi dan aman

dikonsumsi adalah hak setiap orang.

Keamanan pangan (Food Safety) adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk

mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, fisik dan kimia, yang dapat

menganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Dalam Peraturan

Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, dikatakan

bahwa keamanan pangan merupakan persyarat utama yang harus dipenuhi oleh setiap

produk pangan yang diedarkan atupun dikonsumsi masyarakat.

Pengawasan terhadap keamanan pangan di Indonesia yang dijalakan oleh

pemerintah hingga saat ini belum berjalan maksimal. Permasalahan keamanan pangan yang

masih dijumpai adalah keamanan dan mutu mikrobiologis yang tidak memunuhi syarat,

karena kondisi hygiene dan sanitasi yang buruk. Masyarakat, terkhusus ibu rumah tangga

dan pelaku usaha kurang memperhatikan kemanan pangan. Hal ini dibuktikan dengan

ditemukan bahan pewarna berbahaya dalam makanan. Keadaan seperti ini dapat terjadi

karena kurangnya pengetahuan mengenai dampak dari penggunaan bahan berbahaya seperti

pewarna dan pemanis yang tidak diperbolehkan.

Page 3: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

3

Kurangnya perhatian terhadap keamanan pangan dapat berdampak bagi kesehatan

tubuh. Gejala gangguan kesehatan yang dapat muncul akibat pangan yang tercemar serta

ketidak higienisan proses penyajian makanan dapat berupa mual, keracunan makanan,

muntah kembung, sakit perut, dan konstipasi cair (mencret) ataupun gangguan pencernaan

yang terdiagnosa seperti diare, gastritis, demam tifoid, dan lain sebaginya. Hingga risiko

paling tinggi ialah terjangkitnya penyakit kanker akibat penggunaan bahan kimia yang

berbahaya.

Salah satu kejadian dari permasalahan keamnaan pangan dapat dilihat dariberita

yang dilansir dari Detiknews.com, Kepala Bidang Penanganan Penyakit dan Masalah

Kesehatan (P2MK) Dinas Kesehatan Blitar, Dr. Christine Indrawati, mengatakan siswa SD

di Blitar keracunan usai konsumsi es goreo karena mengandung bakteri. Faktor pengelolaan

makanan yang kurang higienis serta tidak memenuhi standart prosedur menjadi penyebab

utama bakteri mudah berkembang. Sumber air yang digunakan saat pengelolaan makanan,

menjadi faktor utama bakteri tersebut tidak bisa mati saat dilakukan proses pengelolaan.

Kasus tersebut merupakan satu dari sekian banyak permasalahan keamanan pangan. Oleh

karena itu keamanan pangan di sepanjang rantai pangan merupakan tanggung jawab

bersama antara kementerian/lembaga dan pemerintah serta masyarakat.

Dalam permasalah tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagi lembaga

pemerintah memiliki tugas dan tanggung jawab dalam mengawasi masalah keamanan

pangan sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang pangan, bahwa

negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi

pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional

maupun daerah hingga perorangan secara merata di seluruh Indonesia. Terkait hal tersebut,

diperlukan suatu program yang konsisten dan berkesinambungan sehingga pangan yang

aman, bermutu, dan bergizi menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat

Indonesia.

Untuk itu Badan POM melalui Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku

Usaha (PMPU) melakukan sebuah kampanye Keamanan Pangan bagi masyarakat terkhusus

ibu rumah tangga dan pelaku usaha dalam suatu program untuk membangun saling

pengertian dan pemahaman melalui persuasi kepada khalayak. Hal ini dilakukan agar

permasalahan keamanan pangan dapat mudah dikendalikan.

Kegiatan kampanye yang dilakukan yaitu dengan publikasi buku manual yang

dibagiakan kepada peserta sosialisasi mengenai 5 kunci keamanan pangan dan 100 tips

keamanan pangan. Selain menggunakan saluran langsung (tatap muka) dan berdialog,

saluran bermedia juga dilakukan dalam menyebarkan informasi mengenai keamanan

pangan kepada khalayak ramai. Namun dalam pelaksanaan ditemukan sebuah

permasalahan dalam kampanye tersebut. Dari hasil wawancara penulis dengan salah satu

informan, diketahui bahwa penyampaian pesan yang dibawakan komunikator dalam

sosialisasi, kurang menumbuhkan rasa simpati audience terkait keamanan pangan. Hal

tersebut disampaikan oleh Suryani, pelaku usaha mie ayam yang mengikuti edukasi

tersebut:

Page 4: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

4

“Beliau dengan jelas manyampaikan informasi yang berkaitan dengan pangan dan

sangat lancar berbicara. Namum membosankan, karena penyampaiannya terlalu resmi gitu,

jadi kaya nggak santai gitu pembawaannya. Lalu pesan yang disampikan dapat diterima

oleh saya sendiri tapi kurang menarik. Karena semua yang dibicarakan sama dengan

booklet yang diberikan pada saat kampanye berlangsung. Jadi kaya nggak ada bedanya,

bukunya kan bisa dibaca dirumah juga”

Selain permasalahan dalam penyampaian pesan oleh komunikator, Kampanye yang

diadakan lebih dari 7 tahun tersebut masih minim akan kesadaran khalayak sasaran untuk

mengikuti kampanye tersebut. Permasalahan tersebut dibahas lebih lanjut oleh Informan

kunci, sebagai berikut:

“Masalah pada kampanye yang kami lakukan yaitu masyarakat masih kurang paham

dan kurang peduli dengan kegiatan kampanye ini. Pada sesi penyampaian materi khalayak

sasaran tidak focus dalam menerima pesan yang saat it sedang berlangsung sehingga pesan

penting dalam kampanye terabaikan. Sepertinya, Audience acuh dengan kegiatan ini. Selain

itu dalam mencari khalayak sasaran saja kami mengalami kesulitan, sehingga harus dibantu

oleh tokoh masyarakat sekitar. Masih kurang kesadaran bagi para pelaku usaha untuk

langsung datang ke kampanye ini dari kemauannya sendiri. Biasanya kami berkordinasi

kepada kelurahan atau RT/RW setempat sebelum menggelar kampanye di titik-titik

tertentu”

Efek atau dampak merupakan respon setelah proses komunikasi tersebut

berlangsung yang bisa menimbulkan feedback berupa berbentuk positif atau sebaliknya

negative. Komunikator dalam menyampaikan pesan harus dapat menghasilkan efek atau

perubahan kepada komunikan atau khalayak sasaran. Bila komunikator kurang menguasai

teknik berkomunikasi, pesan akan kurang dimengerti, dan bila pesan yang disampikan tidak

mempunyai arti, maka pesan akan mudah terabaikan oleh khalayak sasaran. Jika saluran

komunikasi yang digunakan berkampanye kurang tepat bagi khalayak sasaran, maka tidak

akan efektif khalyak menyerap pesan yang dimaksud. Begitupun sebaliknya, Jika

Komunikan yang menjadi khalyak sasaran tidak jelas dan terfokus, akibatnya dapat

menimbulkan zero feedback atau negative feedback.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas yang telah diuraikan, penulis tertarik

untuk meneliti mengenai bagaimana Kampanye Seksi Pemberdayaan Organisasi Sosial dan

Kemasyarakatan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Direktorat

Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku Usaha (PMPU) dalam mengedukasi Keamanan

Pangan.

MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perumusan masalah yang penulis ambil adalah

bagaimana Kampanye Seksi Pemberdayaan Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan

Pelaku Usaha (PMPU) dalam mengedukasi Keamanan Pangan?

Page 5: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

5

TUJUAN

Maka berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, tujuan diadakannya

penelitian ini ialah, sebagai berikut: Untuk mengetahui program, tujuan, sumber kampanye,

model kamapanye, jenis kampanye, khalayk sasaran dan bagaimana Kampanye yang

dilakukan oleh Seksi Pemberdayaan Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam mengedukasi Keamanan Pangan.

KAJIAN TEORI

Definisi Public Relations

Public Relations merupakan fungsi manajemen yang khas dan mendukung

pembinaan, pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dengan publiknya, menyangkut

aktivitas komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerjasama, melibatkan manajemen dalam

menghadapi persoalan/permasalahan, membantu manajemen untuk mampu menanggapi

opini publik, mendukung manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan

secara efektif.1

Frank Jefkins (1992) menyatakan bahwa PR adalah “sesuatu yang merangkum

keseluruhan komunikasi yang terencana, baik ke dalam maupun ke luar, antara suatu

organisasi dengan khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang spesifik

berlandaskan saling pengertian”. Menurutnya, PR pada intinya senantiasa berkenaan

dengan kegiatan penciptaan pemahaman melalui informasi dan membagi pengetahuan.

Melalui kegiatan tersebut diharapkan akan muncul suatu dampak perubahan yang positif.2

Dalam bukunya Public Relations in word Marketing, Frank juga mengatakan bahwa PR

adalah suatu sistem komunikasi untuk menciptakan kemauan baik. L.Bernays dalam

bukunya Public Relations menyebutkan bahwa PR mempunyai tiga arti: (1) sebagai

penerang kepada public, (2) persuasi ditunjukan kepada publik untuk mengubah sikap dan

tingkah laku publik, (3) upaya untuk menyatukan sikap dan perilaku suatu lembaga.3

Dalam pelaksanaannya public relations menggunakan komunikasi untuk

memberitahu, mempengaruhi, dan mengubah pengetahuan, sikap, dan perilaku publik

sasarannya. Hasil yang ingin dicapai dalam kegiatan public relations pada intinya adalah

good image (citra baik), goodwill (itikad baik), mutual understanding (saling pengertian),

mutual confidence (saling mempercayai), mutual appreciation (saling menghargai), dan

tolerance (toleransi). 4

Public Relations sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi yang bertujuan untuk

memperoleh kepercayaan dan pengertian serta citra baik dari public atau masyarakat umum

1 Rosady Ruslan, Manajeman Public Relations & Media Komunikasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016,

hlm.16. 2 Syarifuddin Gassing, dan Suryanto. Public Relations, Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2016, hlm.9.

3 Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar-dasar Public Relations, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,

2010, hlm.13. 4 Ibid.,hlm.14

Page 6: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

6

serta menciptakan opini publik yang bisa diterima dan menguntungkan semua pihak.5

Salah satu program kerja public relations ialah melakukan kampanye.

Kampanye Public Relations

Kampanye humas merupakan aktivitas komunikasi yang terencana untuk mencapai

tujuan tertentu dan berupaya mempengaruhi khalayak sebagai target sasarannya.6

Kampanye public relations dalam arti sempit bertujuan meningkatkan kesadaran dan

pengetahuan kahalayak sasaran (target audience) untuk merebut perhatian serta

menumbuhkan persepsi atau opini positif terhadap suatu kegiatan dari suatu lembaga atau

organisasi (corporate activities) agar tercipta suatu kepercayaan dan citra yang baik dari

masyarakat melalui penyampaian pesan secara intensif dengan proses komunikasi dan

jangka waktu tertentu yang berkelanjutan.

Sedangkan dalam arti yang lebih luas atau umum, kampanye public relations

tersebut memberikan penerangan terus-menerus serta pengertian dan motivasi masyarakat

terhadap suatu kegiatan atau program tertentu melalui proses dan teknik komunikasi yang

berkesinambungan dan terencana untuk mencapai publisitas dan citra yang positif.

Melakukan kampanye (PR campaign) disini lebih menitik beratkan untuk membangun

suatu saling pengertian dan pemahaman (soft selling) melalui persuasi dari khalayak

sasaran. 7

Kampanye hubungan masyarakat (public relations campaign) menurut Ross,

merupakan jenis kampanye yang bersifat khas karena tujuannya adalah untuk membangun

citra atau reputasi organisasi, mengatasi krisis organisasi, serta membentuk saling

pengertian antara organisasi dan publiknya.8

Tujuan Kampanye

Penyelenggara kampanye umumnya bukanlah individu melainkan lembaga atau

organisasi. Lembaga tersebut dapat berasal dari lingkungan pemerintahan, kalangan swasta

atau lembaga swadaya masyarakat (LSM). Terlepas siapa pun penyelenggaranya,

kampanye selalu memiliki tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan tersebut sangat

beragam dan berbeda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya.

Kegiatan kampanye secara umum merupakan kegiatan persuasi (komunikasi

persuasif) yang bertujuan mempengaruhi pola berpikir, mengajak dan mendorong publik

untuk menerima atau melakukan sesuatu yang dianjurkan atas dasar kesukarelaan. Sebagai

salah satu bentuk komunikasi persuasif, yang secara umum berarti suatu kegiatan

5 Sr. Maria Assumpta Rumanti, Dasar Dasar Public Relations, Jakarta: Grasindo, 2009, hlm.32.

6 Rosady Rusalan, Kiat dan Strategi Kampanye Public Relations, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2015,

hlm.22 7 Ibid, hlm 66.

8 Antara Venus, Manajeman Kampanye Panduan Teoritis dan Praktis Dalam Mengefektifkan Kampanye

Komunikasi Publik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2018, hlm. 19

Page 7: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

7

psikologis, yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku, yang dilakukan secara halus dan

lebih mengandung unsur manusiawi.9

Apapun ragam dan tujuannya, upaya perubahan yang dilakukan kampanye selalu

terkait dengan aspek pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan perilaku (behavioral),

(Pfau dan Parrot, 1993). Ostergaard (2002) menyebut ketiga aspek tersebut dengan istilah

“3A” sebagai kependekan dari awareness, attitude, dan action. Ketiga aspek ini bersifat

saling terkait dan merupakan sasaran pengaruh (target of influences) yang mesti dicapai

secara bertahap agar suatu kondisi perubahan dapat tercipta.10

Jenis- Jenis Kampanye

Membicarakan jenis-jenis kampanye pada prinsipnya adalah membicarakan

motivasi yang melatar belakangi diselenggarakannya sebuah program kampanye. Motivasi

tersebut pada gilirannnya akan menentukan ke arah mana kampanye akan digerakkan dan

tujuan yang akan dicapai. Jadi, secara inheren ada keterkaitan antara motivasi dan tujuan

kampanye.

Bertolak dari keterkaitan tersebut, menurut Charles U. Larson (1992) membagi jenis

kampanye ke dalam tiga kategori yakni: product oriented campaigns, candidate-oriented

campaigns dan ideologically or cause oriented campaigns.

Product-oriented campaigns atau kampanye yang berorientasi pada produk

umumnya terjadi di lingkungan bisnis. Istilah lain yang sering dipertukarkan dengan

kampanye jenis ini adalah commercial campaigns atau corporate campaign. Motivasi yang

mendasarinya adalah memperoleh keuntungan finansial.11

Candidate-oriented campaigns atau kampanye yang berorientasi pada kandidat

umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekuasaan politik. karena itu jenis

kampanye ini dapat pula disebut sebagai political campaigns (kampanye politik).

Tujuannya antara lain adalah untuk memenangkan dukungan masyarakat terhadap

kandidat-kandidat yang diajukan partai politik agar dapat menduduki jabatan-jabatan

politik yang diperebutkan lewat proses pemilihan umum.12

Ideologically or caused oriented campaigns adalah jenis kampanye yang

berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan seringkali berdimensi perubahan

sosial. Karena itu, kampanye jenis ini dalam istilah Kotler disebut sebagai social change

campaigns, yakni kampanye yang ditujukan untuk menangani masalah-masalah sosial

melalui perubahan sikap dan perilaku publik yang terkait.13

9 Ibid, hlm. 15

10 Ibid, hlm. 14

11 Ibid, hlm 16

12 Ibid, hlm 17

13 Ibid, hlm 18

Page 8: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

8

Model Kampanye Ostergaard

Kampanye adalah sebuah kegiatan komunikasi yang bersifat kompleks dan

beraneka segi (multifaceted). Untuk memahami bagaimana proses berlangsungnya aktivitas

kampanye, diperlukan model yang secara deskriptif akan menggambarkan kesaling

terkaitan antara berbagai aspek yang menjadi bagian dan alur dari praktik kampanye.

Beragam model kampanye yang ada diantaranya meliputi model kompensial kampanye,

model proses pengaruh kampanye, model kampanye ostergaard, the five functional stages

development model, the communicative functions model, model kampanye Nowak dan

Warneryd, the diffusion of innovations model, model kampanye komunikasi kesehatan

strategis, model komponen dan tahapan kampanye Simon, dan model manajemen

kampanye.14

Dalam penelitian ini penulis menggunakan model kampanye Ostergaard. Model ini

dikembangkan oleh Leon Ostergaard, seorang teoritikus dan praktisis kampanye kawakan

dari Jerman (Klingemann, 2002). Sepanjang hidupnya, Ostergaard telah terlibat dalam

puluhan program kampanye perubahan sosial di negaranya. Menurut Ostergaard, agar efek

kampanye dapat berpengaruh pada perubahan sosial, maka sebuah rancangan program

kampanye harus didukung oleh temuan-temuan ilmiah.

Di antara berbagai model kampanye yang ada, model ini dianggap paling pekat

sentuhan ilmiahnya. Hal ini bisa dilihat dari kata kunci yang digunakan di dalamnya,

seperti kuantifikasi, cause and effect analysis, data, dan theoretical evidence.

Menurut Ostergaard, sebuah rancangan program kampanye untuk perubahan sosial

yang tidak didukung oleh temuan-temuan ilmiah tidak layak untuk dilaksanakan.

Alasannya karena program semacam itu tidak akan menimbulkan efek apapun dalam

menanggulangi masalah sosial yang di hadapi. Karena itu, sebuah program kampanye

haruslah dimulai dari identifikasi masalah secara jernih.15

Langkah pertama yang harus dilakukan sumber kampanye (campign makers atau

decision maker) adalah mengidentifikasi masalah faktual yang dirasakan. Identifikasi

masalah tersebut kemudian dicari hubungan sebab-akibat (cause and effect relationship)

dengan fakta-fakta yang ada. Harus dapat dipastikan bahwa analisis sebab-akibat yang

dilakukan betul-betul benar, baik seacara nalar maupun menurut temuan-temuan ilmiah.16

Langkah kedua adalah pengelolaan kampanye yang dimulai dari perancangan,

pelaksanaan hingga evaluasi. Dalam tahap ini, riset perlu dilakukan untuk mengidentifikasi

karakteristik khalayak sasaran agar dapat merumuskan pesan, aktor kampanye, saluran

hingga teknis pelaksanaan kampanye yang sesuai. Pada tahap pengelolaan, seluruh isi

program kampanye (campaign content) diarahkan untuk membekali dan mempengaruhi

aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan khalayak sasaran. Ketiga aspek tersebut dalam

literatur ilmiah dipercaya menjadi prasyarat untuk terjadinya perubahan perilaku. Dengan

14

Ibid, hlm.24 15

Ibid, hlm 29 16

Ibid, hlm 30.

Page 9: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

9

kata lain, perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan khalayak akan memberi

pengaruh pada perubahan perilaku. 17

Tahap akhir dari model ini adalah tahap evaluasi pada penanggulangan masalah

(reduced problem). Tahap ini disebut juga pasca kampanye. Evaluasi diarahkan pada

keefektifan kampanye dalam menghilangkan atau mengurangi masalah sebagaimana yang

telah diidentifikasi pada tahap prakampanye. 18

Pelaku Kampanye

Berdasarkan pembahasan diatas, dalam pengelolaan kampanye terdapat aktor

kampanye pada model Ostergaard. Dalam hal ini pelaku kampanye merupakan aktor

kampanye. Secara umum, siapa pun yang terlibat dalam menggagas, merancang,

mengorganisasikan dan menyampaikan pesan dalam sebuah kegiatan kampanye dapat

disebut pelaku kampanye. Ini berarti kegiatan kampanye tidak dikerjakan oleh pelaku

tunggal, melainkan oleh sebuah tim kerja (teamwork).

Zalmant dkk. (1982) membagi tim kerja kampanye (social change campign)

menjadi dalam dua kelompok. Kelompok pertama yakni leaders (Pemimpin atau tokoh-

tokoh), yaitu coordinator pelaksana, penyandang dana, petugas administrasi kampanye serta

pelaksanaan teknis dan kelompok kedua adalah supporters (pendukung di tingkat akar

rumput), yaitu lapangan kader, simpatisan, penyumbang, yang meramaikan acara

kampanye. Pengelompokan pelaku kampanye dianggap penting untuk mengidentifikasi

orang-orang yang baik langsung maupun tidak, terlibat dalam kampanye.

Pelaku kampanye dalam hal ini akan dipersempit menjadi sumber pesan atau

penyampaian pesan yag secara operasional langsung berkomunikasi dengan khalayak.

Dalam kaitan ini, pelaku kampanye adalah seorang pembicara atau narasumber. Thayer

(Signntzer, et. Al, 1986) membedakan juga dua jenis pelaku kampanye (atau mediator),

yakni Instrumental Mediator yang berfungsi sebagai komunikator anonim, dan

Consumentory Mediator yang mempresentasikan lingkungan nyata dari situasi atau

gagasan yang dikampanyekan.19

Konsumatori komunikator terdiri atas orang-orang yang

pernah mengalami hal-hal yang dianjurkan atau yang memiliki pengetahuan mendalam

tentang hal tersebut atau yang memiliki simpati dan keterlibatan mendalam tentang hal

yang dikampanyekan.

Instrumental komunikator pada prinsipnya meliputi semua orang yang dijadikan

“penyambung lidah” sumber atau penyelenggara kampanye (campign markers). Mereka

bisa jadi orang yang mendukung gagasan atau tujuan yang dikampanyekan, atau

sepenuhnya orang netral yang sekedar melakukan kewajibannya karena terikat kontrak

kerja dengan penyelenggara kampanye.

17

Ibid, hlm 31. 18

Ibid, hlm. 32. 19

Ibid., hlm. 83

Page 10: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

10

Aspek yang Memengaruhi Kredibilitas Sumber Kampanye

Sumber kampanye harus memilki kredibilitas, agar pesan yang disampikan dapat

ditangkap baik oleh khalayak. Kredibilitas berkaitan dengan persepsi khalayak tentang

keefektifan seseorang sebagai pembicara. Demikian dengan pelaku kampanye, ia harus

memperhitungkan kredibilitas dirinya di mata khalayak bila ingin pesan-pesan yang

disampaikan di dengarkan (received) dan diterima (accepted).20

Pada kenyataanya,

penerimaan pesan seseorang terhadap sebuah pesan bergantung pada kredibilitas sumber

yang menigrimkan pesan tersebut. Semakin tinggi tingkat kredibilitas sumber, semakin

besar pula kemampuan sumber tersebut dalam memengaruhi khalayak.21

Berdasarkan

pertimbangan ini, dalam kegiatan kampanye, kredibilitas pelaku sebagai sumber pesan

harus benar-benar diperhitungkan agar aktivitas kampanye yang dilakukan tidak sia-sia.

Idealnya ada kesesuaian antara pelaku kampanye (komunikator), objek kampanye,

khalayak penerima, pesan, dan media yang digunakan. Hovaland, Janis, dan Kelly

(Windahl, Signitizer & Olson, 1983) menemukan tiga aspek yang mempengaruhi

kredibilitas sumber, yakni keterpercayaan (trustworthiness), keahlian (expertixe), dan daya

Tarik (attractiveness). Pada tahun 1973, Mc Croskey, Jensen dan Velencia

mengidentifikasikan tiga faktor pendukung lainnya yang mempengaruhi kredibilitas sumber

yaitu keterbukaan (extroversion), ketenangan (composure), kemampuan bersosialisasi

(Socialibility), dan karisma. Aspek mana yang lebih dominan dalam meningkatkan

keefektifan penyampaian pesan bergantung pada jenis dan setting kampanye yang dihadapi.

a. Keterpercayaan (Trusthworthiness)

Truthworthiness berkaitan dengan penelitian khalayak bahwa sumber informasi

dianggap tulus, jujur, baik, dan adil, objektif, memiliki integritas pribadi, serta memiliki

tanggung jawab social yang tinggi. Khalayak akan menilai apakah pelaku kampanye dapat

dipercaya atau apakah secara moral mereka dapat diandalkan. Track record seseorang akan

menjadi acuan apakah yang bersangkutan dianggap memiliki keterpercayaan atau tidak.

Faktor keterpercayaan merupakan faktor yang paling penting dalam kredibilitas sumber.22

b. Keahlian (Expertise)

Faktor keahlian berhubungan dengan penilaian dimana sumber dianggap

berpengetahuan, cerdas, berpengalaman, memiliki kewenangan tertentu dan menguasai skill

yang bisa diandalkan. Dalam konteks kampanye, keahlian pelaku kampanye di mata

khalyak dapat merentang dari kategori ahli hingga tidak ahli, mereka cenderung bersedia

mendengarkan, mempelajari, dan menerima isi pesan yang disampaikan. Sebaliknya bila

komunikator dipandang tidak memiliki keahlian, khalayak akan mengabaikan pesan

tersebut.23

20

Ibid., hlm. 85 21

Bettinghaus, E.P., Persuasive Communication, New York: Holt, Rinehart dan Winston, Inc, 1973, hlm. 388. 22

Antara Venus, Op.cit., hlm 87 23

Ibid., hlm. 89

Page 11: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

11

c. Daya Tarik Sumber (Attractiveness)

Daya tarik sumber termasuk variable yang paling banyak dimanfaatkan oleh kalangan

praktisi periklanan, kampanye politik, dan public relations dalam mengefektifkan pesan-

pesan yang mereka sampaikan. Secara umum, konsep ini meliputi penampilan fisik dan

identifikasi psikologis.

a) Daya tarik fisik

Penampilan fisik seseorang akan memengaruhi bagaimana khalayak mempresespi

sumber. Daya tarik mampu menciptakan karakteristik kepribadian yang berbeda. Daya tarik

fisik bersifat preseptual dalam artinya bergantung pada presepsi orang yang melihatnya.

b) Daya tarik psikologis

Salah satu komponen daya tarik psikologis adalah kesamaan (similarity). Dalam

banyak hal, kemiripan antara pembicara dan khalayak dapat meningkatkan daya tarik yang

membuat upaya persuasi menjadi lebih efektif.24

Khalayak Sasaran

Dalam aktivitas kampanye dibutuhkan khalayak yang berperan penting dalam

menentukan fokus dan efektivitas suatu kampanye. McQuail & Windahl (1993)

mendefinisikan khalayak sasaran merupakan sejumlah besar orang yang memiliki

kesadaran, pengetahuan, sikap, dan perilaku yang beragam dan akan diubah melalui

kegiatan kampanye. Pelaku kampanye umumnya menyadari bahwa khalayak kampanye

merupakan titik tolak bagi setiap kegiatan kampanye. Besarnya jumlah khalayak sasaran

mengindikasikan bahwa mereka memiliki karakteristik yang beragam. Akibatnya, cara

khalayak merespons pesan kampanye juga akan berbeda-beda25

.

Pesan Kampanye

Kampanye selalu bermula dari gagasan, apapun latar belakangnya suatu gagasan

pada akhirnya akan dikontruksi dalam bentuk pesan yang dapat disampaikan kepada

khalayak. Pesan-pesan tersebut pada akhirnya akan dipresepsi, ditanggapi, diterima, atau

ditolak oleh khalayak. Jadi, inti dari kampanye tidak lain adalah pesan. Kampanye

mengandalkan kekuatannya untuk memengaruhi khalayak melalui pesan-pesan yang

dirancang secara kreatif, sistematis, dan efektif. Meski disadari bahwa terpaan pesan semata

(mere-exposure) jarang mengubah sikap dan perilaku khalayak secara signifikan.26

Dalam kegiatan kampanye, posisi pesan tetap yang utama. Sedangkan aspek lainnya

seperti fasilitas tempat, pengunaan brand ambassador, pemilihan saluran komunikasi,

hanya menjadi faktor pendukung semata yang akan mempercepat dan memperkuat efek

serta dampak kampanye. Penyampaian pesan kampanye dapat disampaikan dalam berbagai

bentuk, mulai dari poster, spanduk, baliho (billboard), motion graphic, film, berita, pidato,

24

Ibid., hlm. 94 25

Ibid, hlm 170 26

Ibid., hlm. 100

Page 12: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

12

diskusi, iklan, press release, hingga selembaran. Apa pun bentuknya, pesan selalu

menggunakan symbol, baik verbal maupun non-verbal, yang diharapkan memancing

respons tertentu dari khalayak.

Tujuan kampanye hanya dapat dicapai bila khalayak memahami pesan-pesan yang

ditunjukan kepada mereka. Oleh karena itu, titik tolak kampanye pada prinsipnya adalah

khalayak sasaran yang akan menerima pesan mereka. Kharakteristik khalyak sasaran akan

menjadi patokan bagaimana pesan harus dirancang. Ketidak mampuan mendesain pesan

sesuai dengan khalayak sasaran yang dihadapi merupakan awal dari kegagalan sebuah

program kampanye.27

Saluran Kampanye

Kampanye pada prinsipnya merupakan kegiatan yang ditunjukan untuk

memengaruhi khalayak sasaran melalui pesan-pesan yang disampaikan. Sampai-tidaknya

atau dipahami-tidaknya pesan tersebut oleh khalayak sangat dipengaruhi oleh saluran

komunikasi yang dipilih dan digunakan dalam menyampaikan pesan.

Terdapat beragam saluran yang digunakan dalam kegiatan kampanye. Secara

umum, saluran kampanye dapat dikelompokan ke dalam saluran langsung (nonmediated)

dan saluran bermedia (mediated). Saluran langsung, misalnya kunjungan lapangan

(blusukan), penyuluhan, dialog publik, dan penyelenggaraan event. Sementara saluran tidak

langsung umumnya meliputi media umum (selembaran, newsletter, poster, banner,

spanduk), saluran media massa (televisi, radio, majalah, surat kabar, dan film bioskop),

serta saluran media social (facebook, twitter, whatsapp, youtube, line, Instagram, dll).28

Di lingkungan ahli kampanye komersial, beragam saluran tersebut umumnya

dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yakni saluran lini atas (above the line), lini tengah

(through the line), dan lini bawah (below the line). Saluran seperti tatap muka, penyuluhan,

dialog public, pameran, dan event dikategorikan sebagai saluran below the line atau

nonmedium. Sedangkan koran, majalah, televisi, dan film adalah saluran above the line

atau mediated. Diantara kedua kategori tersebut terdapat saluran through the line, yakni

saluran bentuk media social yang digunakan sebagi pertukaran pesam di kalangan

khalayak. Melihat kategorisasi tersebut dan banyaknya ragam media, kita menyadari

bertapa saluran bermedia (mediated channel) mejadi sangat penting dalam kampanye.

Saluran kampanye memberikan pengaruh pada keberhasilan kampanye.29

Schram (1973) mendefinisikan saluran kampanye sebagai “perantara apapun yang

memungkinkan pesan-pesan sampai kepada penerima.” Namun tidak hanya menurut

Schram, para ahli lainnya seperti Klingemann dan Rommele (2002) juga mendefinisikan

27

Ibid., hlm. 101. 28

Ibid., hlm. 139 29

Ibid., hlm. 140

Page 13: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

13

saluran kampanye tersebut menjadi lebih spesifik, yang dimana saluran kampanye sebagai

bentuk media yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada khalayak.30

METODOLOGI PENELITIAN

Metode Penelitian

Penulis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis

pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Pendekatan penelitian kualitatif menurut

Bogdan dan Taylor adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, yang

diarahkan pada latar dan individu secara holistic (utuh).31

Pada ini, Penulis menggunakan

pendekatan kualitatif karena mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan,

tulisan dan perilaku yang diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat ataupun

organisasi tertentu dalam suatu keadaan konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang

yang utuh.

Teknik Penelitian

Penelitian deskriptif (descriptive research) adalah penelitian yang tujuan utamanya

adalah untuk memberikan gambaran dengan menggunakan kata-kata dan angka serrta untuk

menyajikan profil (persoalan), klasifikasi jenis, atau garis besar tahapan guna menjawab

pertanyaan seperti siapa, kapan, dimana, dan bagaimana.32

Penelitian deskriptif melakukan

analisis hanya sampai deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik

sehingga dapat lebih mudah dipahami dan disimpulkan. Kesimpulannya memiliki dasar

faktual yang jelas sehingga dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh. Data

yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif sehingga tidak bermaksud mecari

penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi, ataupun mempelajari implikasi.33

Dalam

penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif, karena dalam penelitian ini

penulis hanya membuat deskripsi secara sistematis yang relatif sederhana dan tidak

memerlukan landasan teoritis, rumit, hanya menggambarkan dan menjelaskan mengenai

kampanye Seksi Pemberdayaan Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan Badan Pengawas

Obat dan Makanan dalam mengedukasi Keamanan Pangan.

Waktu dan Tempat

Adapun waktu dan pelaksanaan penelitian dimulai sejak diterima usul penelitian

sampai selesai, yaitu dari bulan April sampai July 2019, dan bertempatan di kantor Badan

Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang beralamat di Jl. Percetakan Negara No.29,

RT.23/RW.07 Johar Baru, Jakarta Pusat 10560.

30

Ibid., hlm. 141 31

Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kuallitatif, Edisis Revisi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010, hlm.6 32

Samiaji Sarosa, Penelitian Kualtitatif: Dasar-Dasar, Edisi 2, Jakarta: PT Indeks, 2017, hlm.8 33

Yusuf Zainal Abisin, Metodelogi Komunikasi Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi, Bandung: CV Pustaka Setia, 2015, hlm.28.

Page 14: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

14

Key Informan dan Informan

Informan penelitian utama (key informan) adalah orang yang paling tahu banyak

informasi mengenai objek yang sedang diteliti atau data yang dikumpulkan oleh peneliti

langsung dari sumber utama.34

Informan penelitian adalah subyek yang memahami

informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang yang memahami objek

penelitian.35

Dalam hal ini yang menjadi informan penelitian utama (key informan) adalah

Mu’min Ibnu Hidayat, SE, Staff Seksi Pemberdayaan Organisasi Sosial dan

Kemasyarakatan Dit.PMPU BPOM RI, karena merupakan orang yang memiliki peranan

penting dalam pengadaan program, serta berkontribusi langsung dalam praktik aktivitas

kampanye public relations. Selain menggunakan key informan, penelitian ini juga

menggunakan informan yaitu Titin (Informan I) dan Suryani (Informan II) ibu rumah

tangga dan pelaku usaha, karena merupakan orang yang berkontribusi langsung dalam

praktik aktivitas kampanye public relations.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan periset

untuk mengumpulkan data. Kegiatan pengumpulan data adalah prosedur yang sangat

menentukan baik tidaknya riset.36

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang

paling strategis dalam sebuah penelitian, sebab tujuan utama dari penelitian adalah

mendapatkan data yang akurat, sehingga tanpa mengetahui teknik pengumpulan data

peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar yang ditetapkan.37

Pada

penelitian ini, terdapat dua teknik pengumpulan data yaitu data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian

perorangan, kelompok dan organisasi.38

Data primer diperoleh dari sumber data pertama

atau tangan pertama di lapangan. Sumber data primer dapat dikumpulkan dengan

melakukan observasi dan wawancara.39

Pada penelitian ini, penulis menggunakan data

primer berupa wawancara dan observasi lapangan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti dari bahan kepustakaan

sebagai penunjang dari data utama, data referensi yang terkait dengan penelitian.40

Untuk

memperoleh data yang sesuai dengan penelitian ini, maka diperlukan sumber data,

34

Burhan Bungin, Pendelitian Kualtiatif, Jakarta: Kencan Prenada Media Group, 2009, hlm.76 35

Ibid., hlm.77 36

Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012, hlm.93 37

Sugyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods), Bandung:Alfabeta, 2016, hlm. 224 38

Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, Edisi 1, Cet.3. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006, hlm.29 39

Bambang Rustanto, Penelitian Kualtitatif Pekerjaan Sosial, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2016, hlm. 103. 40

Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009, hlm.88.

Page 15: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

15

diantaranya berupa catatan, transkrip, dokumen-dokumen sebagainya. Sumber data tertulis

dalam penelitian ini adalah buku-buku atau literature dan data penunjang, yaitu buku,

makalah, jurnal dan sumber ilmiah lainnya yang berhubungan dengan penelitian yang

penulis lakukan.41

Penulis menggunakan data sekunder yaitu dokumentasi.

Uji Keabsahan Data

Keabsahaan data digunakan untuk menjamin bahwa semua data yang telah diamati

dan diteliti relevan dengan yang sesungguhnya, agar penelitian ini menjadi sempurna.

Untuk keabsahaan data penulis menggunakan teknik Triangulasi.42

Penulis memilih uji

keabsahan data yang dapat dicapai dengan menggunakan proses pengumpulan data yang

tepat, salah satu caranya yaitu dengan proses triangulasi sumber. Dengan teknik triangulasi

sumber data, peneliti membandingkan hasil wawancara yang diperoleh dari masing-masing

sumber atau informan penelitian sebagai pembanding untuk mengecek kebenaran informasi

yang didapatkan. Selain itu peneliti juga melakukan pengecekan hasil penelitian dengan

teknik pengumpulan data yang berbeda yakni wawancara, observasi dan dokumentasi

sehingga derajat kepercayaan data dapat valid.

Teknik Analisis Data

Menurut Miles dan Huberman, terdapat tiga langkah dalam analisis data,

diantaranya reduksi data, display data, dan verifikasi data.43

Langkah-langkah tersebut

meliputi:

1. Reduksi data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan

pada hal-hal yang penting, dan mencari tema serta polanya.44

2. Display data

Miles dan Huberman mengatakan bahwa yang paling sering digunakan untuk

menyajikan data dalam penulisan kualitatif adalah dengan naratif.45

3. Kesimpulan atau verifikasi

Langkah terakhir dalam analisis data kualtitatif adalah penarikan kesimpulan atau

verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang

sebelumnya belum pernah ada.46

Penulis menggunakan teknik analisis data tersebut dilakukan untuk memberikan

kemudahan pembaca dalam memahami proses dan hasil penelitian tentang aktivitas

kampanye BPOM.

41

Husaini Usman, dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Edisi Ketiga, Jakarta PT Bumi Aksara,2013, hlm.106. 42

Joko Subagyo, Metode Penelitian: Dalam Teori dan Praktik, Jakarta: Rinerka Cipta, 2011, hlm. 178. 43

Mattew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif , (terj. Tjejep Rohendi Rohidi, Jakarta: UI-Press, 1992, hlm.19. 44

Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif , Bandung : Alfabeta, 2009, hlm. 11 45

Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuanititatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2010, cet.6, hlm.341. 46

Ibid., hlm. 342

Page 16: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

16

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada model kampanye Ostergaard, sebuah rancangan program kampanye dilakukan

untuk perubahan sosial. Dalam perencanaannya dibagi ke berbagai kategori, yaitu problem,

campaign, attitudes, skills, behavior, reduced problems. Berbagai perencanaan tersebut,

dimakusd untuk memengaruhi pengetahuan, sikap, keterampilan, serta perubahan perilaku

audience.

Permasalahan Keamanan Pangan

Keamanan Pangan merupakan salah satu isu sentral yang berkembang di

masyarakat. Baik karena masih banyak kasus atau kejadian luar biasa akibat pangan yang

tercemar, hingga semakin rendahnya kepedulain masyarakat dalam menjaga keamanan dan

mutu pangan. Permasalahan ini semakin lama, semakin menjadi. Hal itu membuat Food

and Argiculture Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO),

mendeklarasikan permasalahan keamanan pangan menjadi kerpihatinan dunia. Ratusan juta

manusia di dunia menderita penyakit menular dan tidak menular akibat pangan yang

tercemar. Selain itu, Keracunan pangan tidak hanya merugikan sektor ekonomi dan sosial

yang tidak sedikit, tetapi juga menyebabkan banyak korban menderita sakit hingga

meninggal dunia.

Berdasarkan masalah tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan yang

merupakan lembaga pemerintah dalam mengawasai peredaran makanan dan obat, harus

melakukan perannya untuk mengurangi angka kejadian luar biasa yang saat ini masih

marak terjadi di Indonesia. Hal tersebut juga sesuai dengan peraturan pemerintah UU No.

18 Tahun 2012, tentang pangan. Peran yang dilakukan BPOM disini ialah dengan

melakukan kampanye sebagai suatu kegiatan untuk menciptakan efek tertentu pada jumlah

khalayak yang besar.

Badan POM selalu melakukan riset sebelum melakukan kegiatan kampanye yang

bertujuan melihat kefektifan dari kampanye yang akan dilaksanakan. Riset tersebut dibuat

untuk melihat perlu atau tidaknya program kampanye ini diadakan. BPOM

mengidentifikasi permasalahan yang dilakukan oleh sumber kampanye, yaitu Deputi

Pengawas Pangan Olahan. Permasalahan keracunan makanan akan berdampak luas

terhadap kesehatan, sosial, dan ekonomi. BPOM mencatat kasus keracunan yang terjadi di

Indonesia pada tahun 2004 sebanyak 411.500 kasus, dengan perkiraan kerugian negara

sebesar 2,9 Miliar rupiah.

Identifikasi masalah juga diperkuat dari data serta fakta-fakta yang ada di lapangan.

Berdasarkan jenis pangan penyebab keracuanan makanan paling banyak diakibatkan oleh

masakan rumah tangga (43%) dan urutan kedua disebabkan oleh jajanan pangan siap saji

yang dijual pelaku usaha (34%). Dari data diatas menunjukkan bahwa harus diadakannya

edukasi keamanan pangan bagi Ibu rumah tangga dan pelaku usaha guna meringankan

presentase yang ada saat ini dan agar permasalahan tersebut dapat secepatnya terkontrol.

Program Kampanye Keamanan Pangan

Kampanye merupakan kegiatan yang memberikan efek tertentu pada jumlah

khalyak yang besar. Kampanye sebagi salah satu bentuk komunikasi persuasif yang

bertujuan mengubah sikap dan perilaku masyarakat secara halus. Kampanye Keamanan

Page 17: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

17

Pangan dilakukan BPOM dalam rangka memberikan edukasi kepada masyarakat agar

permasalahan keamanan pangan akibat keracunan dapat secepatnya terkendali.

Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Direktorat Pemberdayaan

Masyarakat dan Pelaku Usaha (PMPU) melakukan program kampanye dalam mengedukasi

Keamanan Pangan bagi masyarkat terkhusus ibu rumah tangga dan pelaku usaha. Melalui

kegiatan publikasi dengan buku manual yang dibagiakan kepada peserta sosialisasi

mengenai 5 kunci keamanan pangan dan 100 tips keamanan pangan.

Program kampanye yang dilakukan bernama GEMARSAPA “Gerakan Masyarakat

Sadar Pangan Aman”, yang bertujuan mengajak seluruh komponen masyarakat untuk hidup

sehat. Aksi nasional Gemarsapa ini dirancang secara resmi oleh Menteri Koordinaor

Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Puan Maharani. Gerakan ini dirancang

untuk intervensi yang lebih ke hulu dalam rangka peningkatan kualitas hidup manusia.

Lebih bersifat preventif, promotive, dan preemtif terhadap perilaku masyarakat dalam

memproduksi, menyediakan, dan mengonsumsi pangan yang aman, pangan yang terbebas

dari cemaran fisik, kima, dan mikrobiologi.

Selain itu, untuk memastikan obat dan makanan yang aman Badan Pengawas Obat

dan Makanan memiliki sebuah tips dengan cara Cek KLIK. Kepala pusat Data dan

Informasi Obat dan Makanan, Roby Darmawan, M.Eng, menjelaskan dalam mengedukasi

masyarakat untuk dapat memastikan keamanan produk obat dan makanan dengan

menerapkan Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kadaluwarsa). Masyarakat

dapat memastikan produk yang akan dikonsumsui adalah produk aman bisa melalui

aplikasi CEK BPOM, serta dengan mengakses website Badan POM di www.pom.go.id,

dalam laman tersebut masyarakat dapat memperoleh informasi yang actual terkait

pengawasan obat dan makanan. Cek KLIK dilakukan sebagai pengedukasian masyarakat

dalam mengetahui keaslian sebuah produk pangan yang baik di gunakan. Sehingga dapat

menjaga diri dari produk pangan buruk yang banyak beredar.

Melalui berbagai upaya tersebut, diharapkan selain akan memberikan pemahaman

dan kesadaran kepada konsumen untuk menjaga kebersihan dan mutu pangan, juga

meminimalkan pihak-pihak tertentu untuk mengeruk keuntungan, tanpa memperhitungkan

dampak kerugiannya. Badan Pengawas Obat dan Makanan secara aktif melakukan

sosialisasi edukasi terkait keamanan pangan bagi masyarakat terkhusus ibu rumah tangga

dan pelaku usaha. Penyelenggaraan Keamanan Pangan harus dilakukan komprehensif

sepanjang rantai pangan. Dalam kegiatan ini, BPOM mengajak semua pihak, bersinergi

mengawal keamanan pangan melalui pembinaan dan pengawasan.

Perencanaan Pesan Untuk Menambah Pengetahuan

Pada kegiatan sosialisasi yang diadakan di keluarahan Rawamangun, pada 15 Juli

2019. Pesan disampaikan melalui presentasi dengan menggunakan power point. Untuk

menambah pengetahuan peserta mengenai isu yang diangkat pada kampanye tersebut,

terdapat beberapa pesan yang disampaikan oleh tim kampanye Kemanan pangan BPOM.

Pesan pertama yang disampaikan adalah mengenai 5 (lima) kunci keamanan pangan yang

harus diperhatikan. Data tersebut didapatkan berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh

tim riset dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Page 18: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

18

Materi yang disampaikan selanjutnya adalah dampak yang timbul akibat

penggunaan bahan pangan berbahaya, yang dapat menyebabkan berbagai penyakit hingga

risiko kematian dan 100 tips kemanan pangan melalui booklet yang diberikan pada saat

kegiatan sosialisasi dilakukan. Setelah itu tim dari BPOM mengajarkan kepada peserta

mengenai bagiamana cara untuk mencegah terjadinya pencemaran pangan, dengan

melakukan cek kebersihan alat secara berkala.

Pada pelaksanaan soialisasi, pesan tersebut disampaikan oleh pembicara yang di

siapkan oleh Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku Usaha (PMPU) BPOM RI,

Deputi Pengawasan Pangan Olahan yang merupaka orang-orang yang sudah biasa menjadi

pembicara dalam kegiatan sosialiasi. Pembicara pada sosialsiasi tersebut adalah Dra. Dewi

Prawitasari, Apt,M.Kes, selaku Direktur Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku Usaha serta

Yustina Muliani,S.Si, M.Si,Apt selaku Kasie Pemberdayaan Organisasi Sosial dan

Kemasyarakatan. Mereka semua adalah orang yang sangat professional di bidangnya.

Berlatar belakang pendidikan yang mumpuni dengan tema pembicaraan sesuai dengan

background yang sumber kampanye miliki.

Perencanaan Pesan Untuk Mengubah Sikap

Menurut Ostergaard, aspek kedua yang harus diperhatikan saat merancang

kampanye yang bertujuan mengubah perilaku adalah mengubah sikap target sasaran. Riset

dasar membuktikan bahwa perubahan sikap dalam keadaan tertentu akan diikuti oleh

perubahan perilaku. BPOM merancang pesan untuk mengubah sikap ibu rumah tangga dan

pelaku usaha yang semula belum memperhatikan kemanan pangan, secara perlahan mulai

sadar dan mengerti mengenai menjaga serta memperhatikan keamanan pangan.

Perancangan pesan tersebut tidak berbeda dengan perancangan pesan untuk

menambah pengetahuan target sasaran yaitu dengan melakukan brainstorming. Inti pesan

yang akan disampaikan pun sama hanya saja konstruksi pesannya berbeda. Pesan tersebut

disampaikan melalui kedua strategi yang sama yaitu offline berbentuk sosialisasi dan online

melalui media sosial. Pesan untuk mengubah sikap peserta kampanye pada kegiatan

sosialisasi disampaikan dengan media power point dengan desain yang dibuat semenarik

mungkin. Penggunaan bahasa yang dipilih juga sangat ringan disesuaikan dengan target

sasaran agar mudah dipahami. Pesan tersebut mempersuasi audience untuk lebih peduli

dalam mengelola pangan yang hendak di konsumsi untuk individu maupun dijual kembali

dengan menekankan dampak yang terjadi jika permaslahan keamann pangan diabaikan.

Perencanaan Pesan Untuk Mengubah Kemampuan

Setelah menyentuh aspek pengetahuan dan sikap, aspek terakhir yang harus

dibentuk untuk mengubah perilaku adalah keterampilan atau kemampuan. Untuk

menambah kemampuan khalayak sasaran dalam memahami kemanan pangan, BPOM

merancang kegiatan berupa pengujian sampel makanan yang dibawa oleh para ibu rumah

tangga dan pelaku usaha untuk di cek kandungannya di mobil keliling BPOM.

Peserta diberikan materi terlebih dahulu untuk memahami permasalahan dan

bagaimana untuk menanggulangi permasalah tersebut. Kemudian peserta diajak untuk

praktik langsung dengan mengikuti kegiatan pengecekan bahan makanan, uji kandungan

pangan mobil keliling. Kegiatan ini diperuntukan bagi peserta yang hadir, sehingga

pengetahuan yang disampaikan dalam materi bisa diaplikasikan langsung.

Page 19: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

19

Menurut Venus, keterampilan dapat mengubah aspek sikap khalayak sasaran yang

bersangkutan.47

Pada model Ostergaard pun sikap dan keterampilan adalah prasyarat dalam

pembentukan perilaku. Melihat strategi yang dilakukan oleh BPOM untuk mengajak para

peserta mengikuti kegiatan uji kandungan bahan pangan melalui mobil keliling, diharapkan

para peserta dapat memperhatkan kembali kandungan pangan olahan untuk dikonsumsi

secara individu ataupun di pasarkan. Hal ini akan berpengaruh terhadap perubahan sikap

peserta sosialisasi tersebut.

Perubahan Perilaku Masyarakat

Pada bagian ini, mengubah perilaku khalayak secara konkrit dan terukur. Tahapan

ini menghendaki adanya tindakan tertentu yang dilakukan oleh sasaran kampanye. Pada

tahap pertama kegiatan kampanye biasanya diarahkan untuk menciptakan perubahan pada

tataran pengetahuan atau kognitif. Pada tahap ini pengaruh yang diharapkan adalah

munculnya kesadaran, berubahnya keyakinan atau meningkatnya pengetahuan khalayak

tentang isu tertentu. Dalam kampanye keamanan pangan, target sasaran diberikan berbagai

asupan materi yang penting untuk diketahui para target sasaran. Sehingga menambah

pengetahuan baru terkait keamnaan pangan. Pelaksanaan yang harus dilakukan dengan zero

mistake (sempurna), agar tujuan yang ditetapkan dapat terlaksana. Sehingga beragam

informasi yang disampaikan dapat diaplikasikan oleh target sasaran setelah kampanye

selesai. Disini pengemasan pesan yang disampaikan sangat penting mendorong perubahan

sikap.

Setelah itu, tahapan berikutnya diarahkan pada perubahan dalam ranah sikap atau

attitude. Sasarannya adalah untuk memunculkan simpati, rasa suka, kepedulian atau

keberpihakan khalayak pada isu-isu yang menjadi tema kampanye. Untuk perubahan sikap

mungkin tidak bisa terjadi secara singkat. Namun disini kegiatan pemberian edukasi dan

informasi dapat membuka pikiran khalayak mengenai keamanan pangan. Dalam hal ini,

sikap khalayak akan semikin positif dalam mengaplikasikan keamanan pangan bagi dirinya

sendiri dan juga diri konsumen setelah menyerap informasi yang kami berikan.

Sementara pada tahap terakhir ini kegiatan kampanye ditujukan untuk mengubah

perilaku khalayak secara konkrit dan terukur. Tahap ini menghendaki adanya tindakan

tertentu yang dilakukan oleh sasaran kampanye. Untuk perubahan perilaku, BPOM tidak

dapat menjamin. Karena hal itu menyangkut masing-masing individu. Upaya telah

dilakukan untuk mengubah pengetahuan. Namun sikap serta perilaku semunya balik lagi

pada diri individu masing-masing.

Penangulangan Masalah Keamanan Pangan

Setelah berbagai tahapan dilakukan untuk memberikan pengetahuan hingga

mendorong seseorang dalam perubahan sikap dan keterampilan. Penangulangan masalah

diperuntukan demi melihat apakah kampanye yang tadi sudah berlangsung termasuk

kegiatan yang aktif dan efektif atau malah sebaliknya. Jika efek dari kampanye ini dapat

merubah suatu hal pada sikap, pengetahuan, dan tindakan, maka kampanye ini harus sering

BPOM lakukan, namun jika tidak, maka harus melakukan kegiatan lain yang dinilai mampu

47

Ibid

Page 20: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

20

memberikan manfaat serta perubahan dalam masyarakat terkhusus keamanan pangan.

Evaluasi yang dilakukan dengan wawancara terhadap pihak yang terlibat, melakukan

observasi, atau melalui interpretasi terhadap data statistik yang terkait dengan proses

kegiatan yang dilakukan.

Setelah mengidentifikasi masalah yang terjadi, tahap terakhir adalah penangulangan

masalah. Dari permasalahan yang sudah di paparkan, dapat diberikan solusi sebagai

berikut:

1. Masalah kasus keracunan, Pemahaman mengenai keamanan pangan harus dapat

diedukasi demi terciptanya peningkatan pengetahuan terkait permasalahan

pangan.

2. Badan Pengawas Obat dan Makanan harus lebih memperhatikan hal tersebut

sebagai lembaga pemerintah yang bertugas dalam pengawas obat dan makanan.

3. Masalah edukasi, Masyarakat atau peserta kampanye harus dapat memupuk diri,

agar pengetahuan yang di dapat bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari hari.

4. Kegiatan sosialisasi harus dilakukan secara berkala, agar hasil yang diharapkan

dapat maksimal.

5. Jangkauan dari sosialisasi perlu diperluas untuk menjangkau khalyak ramai.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dari penelitian Kampanye Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan

dalam mengedukasi Keamanan Pangan Bagi Pelaku Usaha oleh Direktorat Pemberdayaan

Masyarakat dan Pelaku Usaha, dapat ditarik kesimpulan yaitu:

1. Badan Pengawas Obat dan Makanan memiliki program kampanye bernama

Gerakan Masyarakat Sadar Pangan dan Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin

Edar, dan Kadaluwarsa), dalam mengedukasi masyarakat terkait keamanan

pangan.

2. Kampanye Keamanan Pangan bertujuan untuk menyadarkan masyarakat

menganai arti penting kemanan pangan, sehingga dampak buruk yang saat ini

terjadi dapat terminimalisir dengan adanya penyebaran informasi melalui

kampanye.

3. Kampanye Keamanan Pangan oleh Seksi Pemberdayaan Organisasi dan

Kemasyarakatan BPOM ini termasuk dalam jenis kampanye Ideologically or

cause oriented Campaigns, memiliki orientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat

khusus dan umumnya berdimensi pada perubahan social.

4. Kampanye Keamanan Pangan BPOM mengunakan model Kampanye

Ostergaard. Hal tersebut di temukan setelah penulis melakukan wacara dengan

keyinforman, bahwa tahapan kampanye ini dimulai dari mengidentifikasi

masalah, melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, yang masing-

masing dari tahapan tersebut dapat merubah pengetahuan, sikap, dan tindakan.

5. Pelaku kampanye kemanan pangan disini ialah Direktorat Pemberdayaan

Masyarakat dan Pelaku Usaha BPOM RI, Deputi Pengawasan Pangan Olahan.

6. Khalayak Sasaran dari kampanye keamanan pangan adalah masyarakat

terkhusus para ibu rumah tangga dan pelaku usaha, karena mereka yang

berhubungan langsung dengan dapur pengelolaan pangan untuk dikonsumsi

individu maupun di jual kembali. Sehingga perlu diadakannya kegiatan yang

Page 21: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

21

mengedukasi. Agar menciptakan kebiasaan peduli kemanan dan mutu pangan

sejak dini.

7. Saluran yang digunakan dalam kampanye keamanan pangan adalah saluran

langssung berupa tatap muka dan dialog yang dilakukan Pelaku kampanye

dengan khalyak sasaran. Saluran ini dipilih untuk memungkinkan munculnya

interkasi langsung (timbal balik). Saluran mediated channel seperti Instagram,

Twitter, dan Facebook juga digunakan untuk menjangkau khalayak ramai yang

tidak bisa mengikuti kampanye secara langsung, agar informasinya dapat

tersampaikan. Saluran tersebut bersifat pendukung.

SARAN Berdasarkan hasil kesimpulan tersebut, maka penulis menyarankan Direktorat

Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku Usaha BPOM perlu:

1. mengadakan kegaiatan kampanye ini ke berbagai pelosok daerah yang akses

informasinya minim. Karena Keamanan Pangan merupakan hal sensitive yang

berdekatan dengan kehidupan kita setiap harinya. Dampak dari kurangnya

perhatian khusus kepada kemanan pangan dapat menyebabkan risiko hingga

mengingal dunia. Selain merugikan diri secara rohani dan jasmani,

permaslahaan ini juga merugikan berbagai tingkatan sektor, dari sosial dan

ekonomi. Penerapan edukasi keamanan pangan dapat meminimalisir angka

kercaunan pangan yang ada di Indoensia.

2. Selain itu, penulis memberi saran terhadap penyamapain pesan harus

diperhatikan kembali. Karena dari hasil wawancara yang penuli lakukan dengan

Informan. Masih ada yang menyayangkan pembawaan pesan yang terlalu kaku,

sehingga terkesan membosankan. Penyampaian pesan bersifat krusial karena

dari sini peubahan pengetahuan, sikap hingga tindakan dapat terjadi. Maka

diperlukan sentuhan yang ramah dalam penyampaiannya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku.

Bettinghaus, E.P., 1973. Persuasive Communication, New York: Holt, Rinehart dan

Winston, Inc,

Bungin, Burhan. 2009. Pendelitian Kualtiatif, Jakarta: Kencan Prenada Media Group,

Gassing, Syarifuddin, dan Suryanto. 2016.Public Relations, Yogyakarta: C.V Andi

Offset.

Kriyantono, Rachmat. 2012. Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada

Media Group.

Lawrence W, Neuman. 2016. Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan

Kuantitatif, Edisi VII, Jakarta: PT Indeks.

Page 22: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

22

Maria Sr. Assumpta Rumanti.2009.Dasar Dasar Public Relations, Jakarta: Grasindo.

Miles B.Mattew dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif (terj. Tjejep

Rohendi Rohidi, Jakarta: UI-Press.

Moloeng, J Lexy . 2010. Metodologi Penelitian Kuallitatif, Edisis Revisi, Bandung:

Remaja Rosdakarya.

Ruslan, Rosady. 2015. Kiat dan Strategi Kampanye Public Relations, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Ruslan, Rosady. 2008. Kiat dan Strategi: Kampanye Public Relations. Edisi Revisi, cet.3,

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada

Ruslan, Rosady, 2016.Manajeman Public Relations & Media Komunikasi, Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada.

Ruslan, Rosady. 2016. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, Edisi 1, Cet.3.

Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Rustanto, Bambang. 2016. Penelitian Kualtitatif Pekerjaan Sosial, Bandung: Remaja

Rosdakarya,

Satori, Djam’an dan Aan Komariah.2009.Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung :

Alfabeta.

Subagyo, Joko. 2011. Metode Penelitian: Dalam Teori dan Praktik, Jakarta: Rinerka Cipta.

Sugiono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuanititatif, Kualitatif dan

R&D, Bandung: Alfabeta.

Sugyono, 2016. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods),

Bandung:Alfabeta.

Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. 2013. Metodologi Penelitian Sosial, Edisi

Ketiga, Jakarta PT Bumi Aksara.

Venus, Antara. 2018. Manajeman Kampanye Panduan Teoritis dan Praktis Dalam

Mengefektifkan Kampanye Komunikasi Publik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Zainal Abisin, Yusuf. 2015. Metodelogi Komunikasi Penelitian Kuantitatif: Teori dan

Aplikasi, Bandung: CV Pustaka Setia.

Page 23: KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN ...takihumasunj.com/wp-content/uploads/2019/08/CLARA-ANGGRAINI.pdf · menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan

23

Jurnal Anggani, Hardiana Calisca. 2014. “PENGARUH PROGRAM KAMPANYE “SAY NO TO

PLASTIC BAG” OLEH THE BODY SHOP TERHADAP PARTISIPASI

MASYARAKAT”. Jurnal Wacana. 8(2):155-176.

http://journal.moestopo.ac.id/index.php/wacana/article/view/141. Diakses pada 25 Juni

2019 pukul 11:43 WIB.

Rike Septiyana Dwi Putri, dan Maulina Larasati. 2014. Kampanye Program Badan

Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), (Survey Deskriptif:

Rendahnya Partisipasi Kampanye Program Generasi Berencana (GenRe) Terkait

Pendewasaan Usia Perkawinan Pada Pendekatan Pusat Informasi Konseling (PIK)

Remaja SMAN 105). Jurnal Communicology. 2(1):1.

http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/communicology/view/13 dan

https://doi.org/10.210009/communicology.021.04. Diakses pada 25 Juni 2019 pukul

10:30 WIB.

Nur Fitriana Salima, Syamsuddin, dan Dono Darsono. 2018. Kampanye Public Relations

dalam Mensosialisasikan Makanan Halal kepada Masyarakat. Jurnal Ilmu Hubungan

Masyarakat. 3(3):60-79. https://jurnal.fdk.uinsgd.ac.id/index.php/humas/view/405.

Diakses pada 24 Juni 2019 pukul 00:21 WIB.

Online

Siswa SD di Blitar Keracunan Usai Konsumsi Es Goreo Karena Mengandung Bakteri,

https://m.detik.com/news/beita-jawa-timur/d-3367084/siswa-sd-di-blitar-keracunan-

usai-konsumsi-es-goreo-karena-mengandung-bakteri, diakses pada 20 Juli 2019, pukul

17:24 WIB.

Sosialisasi Keamanan Pangan Individu,

https://pom.go.id/new/view/more/berita/14232/SOSIALISASI-KEAMANAN-

PANGANKEPADA-INDIVIDU.html, diakses pada 20 Juni 2019, pukul 16:36 WIB.

Sumber lain.

Amalia Nur Fithry. 2012. Skripsi: Kampanye Public Relations Dalam Membentuk Sikap

Khalayak (Studi pada Kampanye Stop the Trafficking of Children and Young People

yang diselenggarakan oleh The Body Shop Indonesia), Depok: Universitas Indonesia.

Hasil wawancara dengan Mu’min Ibnu Hidayat, staff Seksi Pemberdayaan Organisasi

Sosial dan Kemasyarakatan, pada 22 Juli 2019, Pukul 11.00 WIB.

Hasil wawancara penulis dengan peserta kampanye, Titin, Ibu rumah tangga dan pelaku

usaha. pada 23 Juli 2019, Pukul 17.00 WIB.

Hasil wawancara penulis dengan Suryani, Pelaku usaha mie ayam, pada 24 Juli 2019,

Pukul 13.00 WIB.