Upload
others
View
18
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
KAMPANYE SEKSI PEMBERDAYAAN ORGANISASI SOSIAL DAN
KEMASYARAKATAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
(BPOM)
(Studi Deskriptif: Edukasi Keamanan Pangan Oleh Direktorat
Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku Usaha (PMPU))
Clara Anggraini
Program Studi D-III Hubungan Masyarakat, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri
Jakarta
E-mail: [email protected]
ABSTRACT
The issue of food safety continues to be a classic problem in Indonesia. The problem is food
poisoning due to hygiene in the management and presentation of food. BPOM through the
Directorate of Community Empowerment and Business Actors (PMPU) conducted a Food Safety
campaign to educate the public in order to create self-awareness in maintaining food safety and
quality.The author uses the concept of public relations, public relations campaigns, Ostergaard
Model which includes (planning, management, and evaluation), campaign actors, target audiences,
Campaign Messages and Campaign Channels. This study uses a descriptive qualitative method
approach, using interview and observation techniques to obtain primary data sources and conduct
literature studies and documentation as secondary data sources. The study began in April until July
2019, and located in the office of the Food and Drug Supervisory Agency (BPOM). Based on the
results of the study note that from the campaign planning carried out by BPOM to adapt
Ostergaard's model. This was obtained from an interview with Key Informants who described the
first step, conducting research to support planning, implementation and evaluation. Food Safety
Campaign is a campaign that is designed to make social changes that are continuing. The
conclusion of this research is the campaign carried out by adapting Ostergaard's campaign model.
The objectives of the socialization are: (1) increasing individual understanding of food safety, and
(2) increasing the capacity of individuals in the community to adopt food safety practices. The
campaign was called the Food Conscious Community Movement. The perpetrators of this campaign
are the Directorate of Community Empowerment and Business Actors. The target audience of this
campaign is the community, especially housewives and business people. The communication used is
anatrpersonal communication, Using leaflet channels, and 5 manual books for food safety and 100
food safety tips.
Keywords: Public Relations, Campaign, Campaign Model.
ABSTRAK
Permasalahan keamanan pangan masih terus menjadi masalah klasik di Indonesia. Permasalahan
tersebut ialah keracunan pangan akibat ketidak higienis dalam pengelolaan dan penyajian makanan.
BPOM melalui Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku Usaha (PMPU) melakukan
sebuah kampanye Keamanan Pangan dalam megedukasi masyarakat agar menciptakan kesadaran
diri menjaga kemanan dan mutu pangan. Penulis menggunakan konsep public relations, kampanye
public relations, Model Ostergaard yang meliputi (perencanaan, pengelolaan, dan evaluasi), Pelaku
2
kampanye, Khalayak sasaran, Pesan Kampanye dan Saluran Kampanye. Penelitian ini
menggunakan pendekatan metode kualitatif deskriptif, menggunakan teknik wawancara dan
observasi untuk mendapatkan sumber data primer dan melakukan studi pustaka dan dokumentasi
sebagai sumber data sekunder. Penelitian dimulai pada bulan April sampai July 2019, dan
bertempatan di kantor Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). Berdasarkan Hasil penelitian
diketahui bahwa dari perencanan kampanye yang dilakukan BPOM mengadaptasi model
Ostergaard. Hal tersebut didapatkan dari wawancara dengan Informan Kunci yang menjabarkan
langkah pertama, mengadakan riset untuk mendukung perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Kampanye Keamanan Pangan merupakan kampanye yang disusun untuk melakukan perubahan
social yang bersifat continue. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu kampanye dilakukan dengan
mengadaptasi model kampanye Ostergaard. Diketahui tujuan sosialisasi tersebut yakni (1)
meningkatkan pemahaman individu terhadap keamanan pangan, dan (2) meningkatkan kapasitas
individu dalam komunitas masyarakat untuk mengadopsi praktik keamanan pangan. Kampanye
tersebut bernama Gerakan Masyarakat Sadar Pangan. Pelaku kampanye ini adalah Direktorat
Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku Usaha, Khalayak sasaran dari kampanye ini adalah
masyarakat terkhusus ibu rumah tangga dan pelaku usaha. Komunikasi yang digunakan adalah
komunikasi anatrpersona, Menggunakan Saluran leaflet, dan buku manual 5 kunci kemanan pangan
dan 100 Tips keamanan pangan.
Kata kunci : Public Relations, Kampanye, Model Kampanye.
PENDAHULUAN
Pada Konferensi Internasional Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) dan Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1992 tentang gizi, dideklarasikan bahwa masalah
keamanan pangan telah menjadi keprihatinan dunia. Ratusan juta manusia di dunia
menderita penyakit menular maupun tidak menular karena pangan yang tercemar. Deklarasi
tersebut juga menegaskan bahwa memperoleh pangan yang cukup, bergizi dan aman
dikonsumsi adalah hak setiap orang.
Keamanan pangan (Food Safety) adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk
mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, fisik dan kimia, yang dapat
menganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia. Dalam Peraturan
Pemerintah No. 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan, dikatakan
bahwa keamanan pangan merupakan persyarat utama yang harus dipenuhi oleh setiap
produk pangan yang diedarkan atupun dikonsumsi masyarakat.
Pengawasan terhadap keamanan pangan di Indonesia yang dijalakan oleh
pemerintah hingga saat ini belum berjalan maksimal. Permasalahan keamanan pangan yang
masih dijumpai adalah keamanan dan mutu mikrobiologis yang tidak memunuhi syarat,
karena kondisi hygiene dan sanitasi yang buruk. Masyarakat, terkhusus ibu rumah tangga
dan pelaku usaha kurang memperhatikan kemanan pangan. Hal ini dibuktikan dengan
ditemukan bahan pewarna berbahaya dalam makanan. Keadaan seperti ini dapat terjadi
karena kurangnya pengetahuan mengenai dampak dari penggunaan bahan berbahaya seperti
pewarna dan pemanis yang tidak diperbolehkan.
3
Kurangnya perhatian terhadap keamanan pangan dapat berdampak bagi kesehatan
tubuh. Gejala gangguan kesehatan yang dapat muncul akibat pangan yang tercemar serta
ketidak higienisan proses penyajian makanan dapat berupa mual, keracunan makanan,
muntah kembung, sakit perut, dan konstipasi cair (mencret) ataupun gangguan pencernaan
yang terdiagnosa seperti diare, gastritis, demam tifoid, dan lain sebaginya. Hingga risiko
paling tinggi ialah terjangkitnya penyakit kanker akibat penggunaan bahan kimia yang
berbahaya.
Salah satu kejadian dari permasalahan keamnaan pangan dapat dilihat dariberita
yang dilansir dari Detiknews.com, Kepala Bidang Penanganan Penyakit dan Masalah
Kesehatan (P2MK) Dinas Kesehatan Blitar, Dr. Christine Indrawati, mengatakan siswa SD
di Blitar keracunan usai konsumsi es goreo karena mengandung bakteri. Faktor pengelolaan
makanan yang kurang higienis serta tidak memenuhi standart prosedur menjadi penyebab
utama bakteri mudah berkembang. Sumber air yang digunakan saat pengelolaan makanan,
menjadi faktor utama bakteri tersebut tidak bisa mati saat dilakukan proses pengelolaan.
Kasus tersebut merupakan satu dari sekian banyak permasalahan keamanan pangan. Oleh
karena itu keamanan pangan di sepanjang rantai pangan merupakan tanggung jawab
bersama antara kementerian/lembaga dan pemerintah serta masyarakat.
Dalam permasalah tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagi lembaga
pemerintah memiliki tugas dan tanggung jawab dalam mengawasi masalah keamanan
pangan sesuai dengan amanat Undang-Undang No. 18 tahun 2012 tentang pangan, bahwa
negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi
pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional
maupun daerah hingga perorangan secara merata di seluruh Indonesia. Terkait hal tersebut,
diperlukan suatu program yang konsisten dan berkesinambungan sehingga pangan yang
aman, bermutu, dan bergizi menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat
Indonesia.
Untuk itu Badan POM melalui Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku
Usaha (PMPU) melakukan sebuah kampanye Keamanan Pangan bagi masyarakat terkhusus
ibu rumah tangga dan pelaku usaha dalam suatu program untuk membangun saling
pengertian dan pemahaman melalui persuasi kepada khalayak. Hal ini dilakukan agar
permasalahan keamanan pangan dapat mudah dikendalikan.
Kegiatan kampanye yang dilakukan yaitu dengan publikasi buku manual yang
dibagiakan kepada peserta sosialisasi mengenai 5 kunci keamanan pangan dan 100 tips
keamanan pangan. Selain menggunakan saluran langsung (tatap muka) dan berdialog,
saluran bermedia juga dilakukan dalam menyebarkan informasi mengenai keamanan
pangan kepada khalayak ramai. Namun dalam pelaksanaan ditemukan sebuah
permasalahan dalam kampanye tersebut. Dari hasil wawancara penulis dengan salah satu
informan, diketahui bahwa penyampaian pesan yang dibawakan komunikator dalam
sosialisasi, kurang menumbuhkan rasa simpati audience terkait keamanan pangan. Hal
tersebut disampaikan oleh Suryani, pelaku usaha mie ayam yang mengikuti edukasi
tersebut:
4
“Beliau dengan jelas manyampaikan informasi yang berkaitan dengan pangan dan
sangat lancar berbicara. Namum membosankan, karena penyampaiannya terlalu resmi gitu,
jadi kaya nggak santai gitu pembawaannya. Lalu pesan yang disampikan dapat diterima
oleh saya sendiri tapi kurang menarik. Karena semua yang dibicarakan sama dengan
booklet yang diberikan pada saat kampanye berlangsung. Jadi kaya nggak ada bedanya,
bukunya kan bisa dibaca dirumah juga”
Selain permasalahan dalam penyampaian pesan oleh komunikator, Kampanye yang
diadakan lebih dari 7 tahun tersebut masih minim akan kesadaran khalayak sasaran untuk
mengikuti kampanye tersebut. Permasalahan tersebut dibahas lebih lanjut oleh Informan
kunci, sebagai berikut:
“Masalah pada kampanye yang kami lakukan yaitu masyarakat masih kurang paham
dan kurang peduli dengan kegiatan kampanye ini. Pada sesi penyampaian materi khalayak
sasaran tidak focus dalam menerima pesan yang saat it sedang berlangsung sehingga pesan
penting dalam kampanye terabaikan. Sepertinya, Audience acuh dengan kegiatan ini. Selain
itu dalam mencari khalayak sasaran saja kami mengalami kesulitan, sehingga harus dibantu
oleh tokoh masyarakat sekitar. Masih kurang kesadaran bagi para pelaku usaha untuk
langsung datang ke kampanye ini dari kemauannya sendiri. Biasanya kami berkordinasi
kepada kelurahan atau RT/RW setempat sebelum menggelar kampanye di titik-titik
tertentu”
Efek atau dampak merupakan respon setelah proses komunikasi tersebut
berlangsung yang bisa menimbulkan feedback berupa berbentuk positif atau sebaliknya
negative. Komunikator dalam menyampaikan pesan harus dapat menghasilkan efek atau
perubahan kepada komunikan atau khalayak sasaran. Bila komunikator kurang menguasai
teknik berkomunikasi, pesan akan kurang dimengerti, dan bila pesan yang disampikan tidak
mempunyai arti, maka pesan akan mudah terabaikan oleh khalayak sasaran. Jika saluran
komunikasi yang digunakan berkampanye kurang tepat bagi khalayak sasaran, maka tidak
akan efektif khalyak menyerap pesan yang dimaksud. Begitupun sebaliknya, Jika
Komunikan yang menjadi khalyak sasaran tidak jelas dan terfokus, akibatnya dapat
menimbulkan zero feedback atau negative feedback.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas yang telah diuraikan, penulis tertarik
untuk meneliti mengenai bagaimana Kampanye Seksi Pemberdayaan Organisasi Sosial dan
Kemasyarakatan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Direktorat
Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku Usaha (PMPU) dalam mengedukasi Keamanan
Pangan.
MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perumusan masalah yang penulis ambil adalah
bagaimana Kampanye Seksi Pemberdayaan Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan
Pelaku Usaha (PMPU) dalam mengedukasi Keamanan Pangan?
5
TUJUAN
Maka berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah tersebut, tujuan diadakannya
penelitian ini ialah, sebagai berikut: Untuk mengetahui program, tujuan, sumber kampanye,
model kamapanye, jenis kampanye, khalayk sasaran dan bagaimana Kampanye yang
dilakukan oleh Seksi Pemberdayaan Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dalam mengedukasi Keamanan Pangan.
KAJIAN TEORI
Definisi Public Relations
Public Relations merupakan fungsi manajemen yang khas dan mendukung
pembinaan, pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dengan publiknya, menyangkut
aktivitas komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerjasama, melibatkan manajemen dalam
menghadapi persoalan/permasalahan, membantu manajemen untuk mampu menanggapi
opini publik, mendukung manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan
secara efektif.1
Frank Jefkins (1992) menyatakan bahwa PR adalah “sesuatu yang merangkum
keseluruhan komunikasi yang terencana, baik ke dalam maupun ke luar, antara suatu
organisasi dengan khalayaknya dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang spesifik
berlandaskan saling pengertian”. Menurutnya, PR pada intinya senantiasa berkenaan
dengan kegiatan penciptaan pemahaman melalui informasi dan membagi pengetahuan.
Melalui kegiatan tersebut diharapkan akan muncul suatu dampak perubahan yang positif.2
Dalam bukunya Public Relations in word Marketing, Frank juga mengatakan bahwa PR
adalah suatu sistem komunikasi untuk menciptakan kemauan baik. L.Bernays dalam
bukunya Public Relations menyebutkan bahwa PR mempunyai tiga arti: (1) sebagai
penerang kepada public, (2) persuasi ditunjukan kepada publik untuk mengubah sikap dan
tingkah laku publik, (3) upaya untuk menyatukan sikap dan perilaku suatu lembaga.3
Dalam pelaksanaannya public relations menggunakan komunikasi untuk
memberitahu, mempengaruhi, dan mengubah pengetahuan, sikap, dan perilaku publik
sasarannya. Hasil yang ingin dicapai dalam kegiatan public relations pada intinya adalah
good image (citra baik), goodwill (itikad baik), mutual understanding (saling pengertian),
mutual confidence (saling mempercayai), mutual appreciation (saling menghargai), dan
tolerance (toleransi). 4
Public Relations sangat dibutuhkan dalam suatu organisasi yang bertujuan untuk
memperoleh kepercayaan dan pengertian serta citra baik dari public atau masyarakat umum
1 Rosady Ruslan, Manajeman Public Relations & Media Komunikasi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2016,
hlm.16. 2 Syarifuddin Gassing, dan Suryanto. Public Relations, Yogyakarta: C.V Andi Offset, 2016, hlm.9.
3 Soleh Soemirat dan Elvinaro Ardianto, Dasar-dasar Public Relations, Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2010, hlm.13. 4 Ibid.,hlm.14
6
serta menciptakan opini publik yang bisa diterima dan menguntungkan semua pihak.5
Salah satu program kerja public relations ialah melakukan kampanye.
Kampanye Public Relations
Kampanye humas merupakan aktivitas komunikasi yang terencana untuk mencapai
tujuan tertentu dan berupaya mempengaruhi khalayak sebagai target sasarannya.6
Kampanye public relations dalam arti sempit bertujuan meningkatkan kesadaran dan
pengetahuan kahalayak sasaran (target audience) untuk merebut perhatian serta
menumbuhkan persepsi atau opini positif terhadap suatu kegiatan dari suatu lembaga atau
organisasi (corporate activities) agar tercipta suatu kepercayaan dan citra yang baik dari
masyarakat melalui penyampaian pesan secara intensif dengan proses komunikasi dan
jangka waktu tertentu yang berkelanjutan.
Sedangkan dalam arti yang lebih luas atau umum, kampanye public relations
tersebut memberikan penerangan terus-menerus serta pengertian dan motivasi masyarakat
terhadap suatu kegiatan atau program tertentu melalui proses dan teknik komunikasi yang
berkesinambungan dan terencana untuk mencapai publisitas dan citra yang positif.
Melakukan kampanye (PR campaign) disini lebih menitik beratkan untuk membangun
suatu saling pengertian dan pemahaman (soft selling) melalui persuasi dari khalayak
sasaran. 7
Kampanye hubungan masyarakat (public relations campaign) menurut Ross,
merupakan jenis kampanye yang bersifat khas karena tujuannya adalah untuk membangun
citra atau reputasi organisasi, mengatasi krisis organisasi, serta membentuk saling
pengertian antara organisasi dan publiknya.8
Tujuan Kampanye
Penyelenggara kampanye umumnya bukanlah individu melainkan lembaga atau
organisasi. Lembaga tersebut dapat berasal dari lingkungan pemerintahan, kalangan swasta
atau lembaga swadaya masyarakat (LSM). Terlepas siapa pun penyelenggaranya,
kampanye selalu memiliki tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Tujuan tersebut sangat
beragam dan berbeda antara satu organisasi dengan organisasi lainnya.
Kegiatan kampanye secara umum merupakan kegiatan persuasi (komunikasi
persuasif) yang bertujuan mempengaruhi pola berpikir, mengajak dan mendorong publik
untuk menerima atau melakukan sesuatu yang dianjurkan atas dasar kesukarelaan. Sebagai
salah satu bentuk komunikasi persuasif, yang secara umum berarti suatu kegiatan
5 Sr. Maria Assumpta Rumanti, Dasar Dasar Public Relations, Jakarta: Grasindo, 2009, hlm.32.
6 Rosady Rusalan, Kiat dan Strategi Kampanye Public Relations, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2015,
hlm.22 7 Ibid, hlm 66.
8 Antara Venus, Manajeman Kampanye Panduan Teoritis dan Praktis Dalam Mengefektifkan Kampanye
Komunikasi Publik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2018, hlm. 19
7
psikologis, yang bertujuan mengubah sikap dan perilaku, yang dilakukan secara halus dan
lebih mengandung unsur manusiawi.9
Apapun ragam dan tujuannya, upaya perubahan yang dilakukan kampanye selalu
terkait dengan aspek pengetahuan (knowledge), sikap (attitude) dan perilaku (behavioral),
(Pfau dan Parrot, 1993). Ostergaard (2002) menyebut ketiga aspek tersebut dengan istilah
“3A” sebagai kependekan dari awareness, attitude, dan action. Ketiga aspek ini bersifat
saling terkait dan merupakan sasaran pengaruh (target of influences) yang mesti dicapai
secara bertahap agar suatu kondisi perubahan dapat tercipta.10
Jenis- Jenis Kampanye
Membicarakan jenis-jenis kampanye pada prinsipnya adalah membicarakan
motivasi yang melatar belakangi diselenggarakannya sebuah program kampanye. Motivasi
tersebut pada gilirannnya akan menentukan ke arah mana kampanye akan digerakkan dan
tujuan yang akan dicapai. Jadi, secara inheren ada keterkaitan antara motivasi dan tujuan
kampanye.
Bertolak dari keterkaitan tersebut, menurut Charles U. Larson (1992) membagi jenis
kampanye ke dalam tiga kategori yakni: product oriented campaigns, candidate-oriented
campaigns dan ideologically or cause oriented campaigns.
Product-oriented campaigns atau kampanye yang berorientasi pada produk
umumnya terjadi di lingkungan bisnis. Istilah lain yang sering dipertukarkan dengan
kampanye jenis ini adalah commercial campaigns atau corporate campaign. Motivasi yang
mendasarinya adalah memperoleh keuntungan finansial.11
Candidate-oriented campaigns atau kampanye yang berorientasi pada kandidat
umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekuasaan politik. karena itu jenis
kampanye ini dapat pula disebut sebagai political campaigns (kampanye politik).
Tujuannya antara lain adalah untuk memenangkan dukungan masyarakat terhadap
kandidat-kandidat yang diajukan partai politik agar dapat menduduki jabatan-jabatan
politik yang diperebutkan lewat proses pemilihan umum.12
Ideologically or caused oriented campaigns adalah jenis kampanye yang
berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan seringkali berdimensi perubahan
sosial. Karena itu, kampanye jenis ini dalam istilah Kotler disebut sebagai social change
campaigns, yakni kampanye yang ditujukan untuk menangani masalah-masalah sosial
melalui perubahan sikap dan perilaku publik yang terkait.13
9 Ibid, hlm. 15
10 Ibid, hlm. 14
11 Ibid, hlm 16
12 Ibid, hlm 17
13 Ibid, hlm 18
8
Model Kampanye Ostergaard
Kampanye adalah sebuah kegiatan komunikasi yang bersifat kompleks dan
beraneka segi (multifaceted). Untuk memahami bagaimana proses berlangsungnya aktivitas
kampanye, diperlukan model yang secara deskriptif akan menggambarkan kesaling
terkaitan antara berbagai aspek yang menjadi bagian dan alur dari praktik kampanye.
Beragam model kampanye yang ada diantaranya meliputi model kompensial kampanye,
model proses pengaruh kampanye, model kampanye ostergaard, the five functional stages
development model, the communicative functions model, model kampanye Nowak dan
Warneryd, the diffusion of innovations model, model kampanye komunikasi kesehatan
strategis, model komponen dan tahapan kampanye Simon, dan model manajemen
kampanye.14
Dalam penelitian ini penulis menggunakan model kampanye Ostergaard. Model ini
dikembangkan oleh Leon Ostergaard, seorang teoritikus dan praktisis kampanye kawakan
dari Jerman (Klingemann, 2002). Sepanjang hidupnya, Ostergaard telah terlibat dalam
puluhan program kampanye perubahan sosial di negaranya. Menurut Ostergaard, agar efek
kampanye dapat berpengaruh pada perubahan sosial, maka sebuah rancangan program
kampanye harus didukung oleh temuan-temuan ilmiah.
Di antara berbagai model kampanye yang ada, model ini dianggap paling pekat
sentuhan ilmiahnya. Hal ini bisa dilihat dari kata kunci yang digunakan di dalamnya,
seperti kuantifikasi, cause and effect analysis, data, dan theoretical evidence.
Menurut Ostergaard, sebuah rancangan program kampanye untuk perubahan sosial
yang tidak didukung oleh temuan-temuan ilmiah tidak layak untuk dilaksanakan.
Alasannya karena program semacam itu tidak akan menimbulkan efek apapun dalam
menanggulangi masalah sosial yang di hadapi. Karena itu, sebuah program kampanye
haruslah dimulai dari identifikasi masalah secara jernih.15
Langkah pertama yang harus dilakukan sumber kampanye (campign makers atau
decision maker) adalah mengidentifikasi masalah faktual yang dirasakan. Identifikasi
masalah tersebut kemudian dicari hubungan sebab-akibat (cause and effect relationship)
dengan fakta-fakta yang ada. Harus dapat dipastikan bahwa analisis sebab-akibat yang
dilakukan betul-betul benar, baik seacara nalar maupun menurut temuan-temuan ilmiah.16
Langkah kedua adalah pengelolaan kampanye yang dimulai dari perancangan,
pelaksanaan hingga evaluasi. Dalam tahap ini, riset perlu dilakukan untuk mengidentifikasi
karakteristik khalayak sasaran agar dapat merumuskan pesan, aktor kampanye, saluran
hingga teknis pelaksanaan kampanye yang sesuai. Pada tahap pengelolaan, seluruh isi
program kampanye (campaign content) diarahkan untuk membekali dan mempengaruhi
aspek pengetahuan, sikap, dan keterampilan khalayak sasaran. Ketiga aspek tersebut dalam
literatur ilmiah dipercaya menjadi prasyarat untuk terjadinya perubahan perilaku. Dengan
14
Ibid, hlm.24 15
Ibid, hlm 29 16
Ibid, hlm 30.
9
kata lain, perubahan dalam pengetahuan, sikap, dan keterampilan khalayak akan memberi
pengaruh pada perubahan perilaku. 17
Tahap akhir dari model ini adalah tahap evaluasi pada penanggulangan masalah
(reduced problem). Tahap ini disebut juga pasca kampanye. Evaluasi diarahkan pada
keefektifan kampanye dalam menghilangkan atau mengurangi masalah sebagaimana yang
telah diidentifikasi pada tahap prakampanye. 18
Pelaku Kampanye
Berdasarkan pembahasan diatas, dalam pengelolaan kampanye terdapat aktor
kampanye pada model Ostergaard. Dalam hal ini pelaku kampanye merupakan aktor
kampanye. Secara umum, siapa pun yang terlibat dalam menggagas, merancang,
mengorganisasikan dan menyampaikan pesan dalam sebuah kegiatan kampanye dapat
disebut pelaku kampanye. Ini berarti kegiatan kampanye tidak dikerjakan oleh pelaku
tunggal, melainkan oleh sebuah tim kerja (teamwork).
Zalmant dkk. (1982) membagi tim kerja kampanye (social change campign)
menjadi dalam dua kelompok. Kelompok pertama yakni leaders (Pemimpin atau tokoh-
tokoh), yaitu coordinator pelaksana, penyandang dana, petugas administrasi kampanye serta
pelaksanaan teknis dan kelompok kedua adalah supporters (pendukung di tingkat akar
rumput), yaitu lapangan kader, simpatisan, penyumbang, yang meramaikan acara
kampanye. Pengelompokan pelaku kampanye dianggap penting untuk mengidentifikasi
orang-orang yang baik langsung maupun tidak, terlibat dalam kampanye.
Pelaku kampanye dalam hal ini akan dipersempit menjadi sumber pesan atau
penyampaian pesan yag secara operasional langsung berkomunikasi dengan khalayak.
Dalam kaitan ini, pelaku kampanye adalah seorang pembicara atau narasumber. Thayer
(Signntzer, et. Al, 1986) membedakan juga dua jenis pelaku kampanye (atau mediator),
yakni Instrumental Mediator yang berfungsi sebagai komunikator anonim, dan
Consumentory Mediator yang mempresentasikan lingkungan nyata dari situasi atau
gagasan yang dikampanyekan.19
Konsumatori komunikator terdiri atas orang-orang yang
pernah mengalami hal-hal yang dianjurkan atau yang memiliki pengetahuan mendalam
tentang hal tersebut atau yang memiliki simpati dan keterlibatan mendalam tentang hal
yang dikampanyekan.
Instrumental komunikator pada prinsipnya meliputi semua orang yang dijadikan
“penyambung lidah” sumber atau penyelenggara kampanye (campign markers). Mereka
bisa jadi orang yang mendukung gagasan atau tujuan yang dikampanyekan, atau
sepenuhnya orang netral yang sekedar melakukan kewajibannya karena terikat kontrak
kerja dengan penyelenggara kampanye.
17
Ibid, hlm 31. 18
Ibid, hlm. 32. 19
Ibid., hlm. 83
10
Aspek yang Memengaruhi Kredibilitas Sumber Kampanye
Sumber kampanye harus memilki kredibilitas, agar pesan yang disampikan dapat
ditangkap baik oleh khalayak. Kredibilitas berkaitan dengan persepsi khalayak tentang
keefektifan seseorang sebagai pembicara. Demikian dengan pelaku kampanye, ia harus
memperhitungkan kredibilitas dirinya di mata khalayak bila ingin pesan-pesan yang
disampaikan di dengarkan (received) dan diterima (accepted).20
Pada kenyataanya,
penerimaan pesan seseorang terhadap sebuah pesan bergantung pada kredibilitas sumber
yang menigrimkan pesan tersebut. Semakin tinggi tingkat kredibilitas sumber, semakin
besar pula kemampuan sumber tersebut dalam memengaruhi khalayak.21
Berdasarkan
pertimbangan ini, dalam kegiatan kampanye, kredibilitas pelaku sebagai sumber pesan
harus benar-benar diperhitungkan agar aktivitas kampanye yang dilakukan tidak sia-sia.
Idealnya ada kesesuaian antara pelaku kampanye (komunikator), objek kampanye,
khalayak penerima, pesan, dan media yang digunakan. Hovaland, Janis, dan Kelly
(Windahl, Signitizer & Olson, 1983) menemukan tiga aspek yang mempengaruhi
kredibilitas sumber, yakni keterpercayaan (trustworthiness), keahlian (expertixe), dan daya
Tarik (attractiveness). Pada tahun 1973, Mc Croskey, Jensen dan Velencia
mengidentifikasikan tiga faktor pendukung lainnya yang mempengaruhi kredibilitas sumber
yaitu keterbukaan (extroversion), ketenangan (composure), kemampuan bersosialisasi
(Socialibility), dan karisma. Aspek mana yang lebih dominan dalam meningkatkan
keefektifan penyampaian pesan bergantung pada jenis dan setting kampanye yang dihadapi.
a. Keterpercayaan (Trusthworthiness)
Truthworthiness berkaitan dengan penelitian khalayak bahwa sumber informasi
dianggap tulus, jujur, baik, dan adil, objektif, memiliki integritas pribadi, serta memiliki
tanggung jawab social yang tinggi. Khalayak akan menilai apakah pelaku kampanye dapat
dipercaya atau apakah secara moral mereka dapat diandalkan. Track record seseorang akan
menjadi acuan apakah yang bersangkutan dianggap memiliki keterpercayaan atau tidak.
Faktor keterpercayaan merupakan faktor yang paling penting dalam kredibilitas sumber.22
b. Keahlian (Expertise)
Faktor keahlian berhubungan dengan penilaian dimana sumber dianggap
berpengetahuan, cerdas, berpengalaman, memiliki kewenangan tertentu dan menguasai skill
yang bisa diandalkan. Dalam konteks kampanye, keahlian pelaku kampanye di mata
khalyak dapat merentang dari kategori ahli hingga tidak ahli, mereka cenderung bersedia
mendengarkan, mempelajari, dan menerima isi pesan yang disampaikan. Sebaliknya bila
komunikator dipandang tidak memiliki keahlian, khalayak akan mengabaikan pesan
tersebut.23
20
Ibid., hlm. 85 21
Bettinghaus, E.P., Persuasive Communication, New York: Holt, Rinehart dan Winston, Inc, 1973, hlm. 388. 22
Antara Venus, Op.cit., hlm 87 23
Ibid., hlm. 89
11
c. Daya Tarik Sumber (Attractiveness)
Daya tarik sumber termasuk variable yang paling banyak dimanfaatkan oleh kalangan
praktisi periklanan, kampanye politik, dan public relations dalam mengefektifkan pesan-
pesan yang mereka sampaikan. Secara umum, konsep ini meliputi penampilan fisik dan
identifikasi psikologis.
a) Daya tarik fisik
Penampilan fisik seseorang akan memengaruhi bagaimana khalayak mempresespi
sumber. Daya tarik mampu menciptakan karakteristik kepribadian yang berbeda. Daya tarik
fisik bersifat preseptual dalam artinya bergantung pada presepsi orang yang melihatnya.
b) Daya tarik psikologis
Salah satu komponen daya tarik psikologis adalah kesamaan (similarity). Dalam
banyak hal, kemiripan antara pembicara dan khalayak dapat meningkatkan daya tarik yang
membuat upaya persuasi menjadi lebih efektif.24
Khalayak Sasaran
Dalam aktivitas kampanye dibutuhkan khalayak yang berperan penting dalam
menentukan fokus dan efektivitas suatu kampanye. McQuail & Windahl (1993)
mendefinisikan khalayak sasaran merupakan sejumlah besar orang yang memiliki
kesadaran, pengetahuan, sikap, dan perilaku yang beragam dan akan diubah melalui
kegiatan kampanye. Pelaku kampanye umumnya menyadari bahwa khalayak kampanye
merupakan titik tolak bagi setiap kegiatan kampanye. Besarnya jumlah khalayak sasaran
mengindikasikan bahwa mereka memiliki karakteristik yang beragam. Akibatnya, cara
khalayak merespons pesan kampanye juga akan berbeda-beda25
.
Pesan Kampanye
Kampanye selalu bermula dari gagasan, apapun latar belakangnya suatu gagasan
pada akhirnya akan dikontruksi dalam bentuk pesan yang dapat disampaikan kepada
khalayak. Pesan-pesan tersebut pada akhirnya akan dipresepsi, ditanggapi, diterima, atau
ditolak oleh khalayak. Jadi, inti dari kampanye tidak lain adalah pesan. Kampanye
mengandalkan kekuatannya untuk memengaruhi khalayak melalui pesan-pesan yang
dirancang secara kreatif, sistematis, dan efektif. Meski disadari bahwa terpaan pesan semata
(mere-exposure) jarang mengubah sikap dan perilaku khalayak secara signifikan.26
Dalam kegiatan kampanye, posisi pesan tetap yang utama. Sedangkan aspek lainnya
seperti fasilitas tempat, pengunaan brand ambassador, pemilihan saluran komunikasi,
hanya menjadi faktor pendukung semata yang akan mempercepat dan memperkuat efek
serta dampak kampanye. Penyampaian pesan kampanye dapat disampaikan dalam berbagai
bentuk, mulai dari poster, spanduk, baliho (billboard), motion graphic, film, berita, pidato,
24
Ibid., hlm. 94 25
Ibid, hlm 170 26
Ibid., hlm. 100
12
diskusi, iklan, press release, hingga selembaran. Apa pun bentuknya, pesan selalu
menggunakan symbol, baik verbal maupun non-verbal, yang diharapkan memancing
respons tertentu dari khalayak.
Tujuan kampanye hanya dapat dicapai bila khalayak memahami pesan-pesan yang
ditunjukan kepada mereka. Oleh karena itu, titik tolak kampanye pada prinsipnya adalah
khalayak sasaran yang akan menerima pesan mereka. Kharakteristik khalyak sasaran akan
menjadi patokan bagaimana pesan harus dirancang. Ketidak mampuan mendesain pesan
sesuai dengan khalayak sasaran yang dihadapi merupakan awal dari kegagalan sebuah
program kampanye.27
Saluran Kampanye
Kampanye pada prinsipnya merupakan kegiatan yang ditunjukan untuk
memengaruhi khalayak sasaran melalui pesan-pesan yang disampaikan. Sampai-tidaknya
atau dipahami-tidaknya pesan tersebut oleh khalayak sangat dipengaruhi oleh saluran
komunikasi yang dipilih dan digunakan dalam menyampaikan pesan.
Terdapat beragam saluran yang digunakan dalam kegiatan kampanye. Secara
umum, saluran kampanye dapat dikelompokan ke dalam saluran langsung (nonmediated)
dan saluran bermedia (mediated). Saluran langsung, misalnya kunjungan lapangan
(blusukan), penyuluhan, dialog publik, dan penyelenggaraan event. Sementara saluran tidak
langsung umumnya meliputi media umum (selembaran, newsletter, poster, banner,
spanduk), saluran media massa (televisi, radio, majalah, surat kabar, dan film bioskop),
serta saluran media social (facebook, twitter, whatsapp, youtube, line, Instagram, dll).28
Di lingkungan ahli kampanye komersial, beragam saluran tersebut umumnya
dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yakni saluran lini atas (above the line), lini tengah
(through the line), dan lini bawah (below the line). Saluran seperti tatap muka, penyuluhan,
dialog public, pameran, dan event dikategorikan sebagai saluran below the line atau
nonmedium. Sedangkan koran, majalah, televisi, dan film adalah saluran above the line
atau mediated. Diantara kedua kategori tersebut terdapat saluran through the line, yakni
saluran bentuk media social yang digunakan sebagi pertukaran pesam di kalangan
khalayak. Melihat kategorisasi tersebut dan banyaknya ragam media, kita menyadari
bertapa saluran bermedia (mediated channel) mejadi sangat penting dalam kampanye.
Saluran kampanye memberikan pengaruh pada keberhasilan kampanye.29
Schram (1973) mendefinisikan saluran kampanye sebagai “perantara apapun yang
memungkinkan pesan-pesan sampai kepada penerima.” Namun tidak hanya menurut
Schram, para ahli lainnya seperti Klingemann dan Rommele (2002) juga mendefinisikan
27
Ibid., hlm. 101. 28
Ibid., hlm. 139 29
Ibid., hlm. 140
13
saluran kampanye tersebut menjadi lebih spesifik, yang dimana saluran kampanye sebagai
bentuk media yang digunakan untuk menyampaikan pesan kepada khalayak.30
METODOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian
Penulis dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan jenis
pendekatan penelitian ini adalah deskriptif. Pendekatan penelitian kualitatif menurut
Bogdan dan Taylor adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati, yang
diarahkan pada latar dan individu secara holistic (utuh).31
Pada ini, Penulis menggunakan
pendekatan kualitatif karena mampu menghasilkan uraian yang mendalam tentang ucapan,
tulisan dan perilaku yang diamati dari suatu individu, kelompok, masyarakat ataupun
organisasi tertentu dalam suatu keadaan konteks tertentu yang dikaji dari sudut pandang
yang utuh.
Teknik Penelitian
Penelitian deskriptif (descriptive research) adalah penelitian yang tujuan utamanya
adalah untuk memberikan gambaran dengan menggunakan kata-kata dan angka serrta untuk
menyajikan profil (persoalan), klasifikasi jenis, atau garis besar tahapan guna menjawab
pertanyaan seperti siapa, kapan, dimana, dan bagaimana.32
Penelitian deskriptif melakukan
analisis hanya sampai deskripsi, yaitu menganalisis dan menyajikan fakta secara sistematik
sehingga dapat lebih mudah dipahami dan disimpulkan. Kesimpulannya memiliki dasar
faktual yang jelas sehingga dapat dikembalikan langsung pada data yang diperoleh. Data
yang dikumpulkan semata-mata bersifat deskriptif sehingga tidak bermaksud mecari
penjelasan, menguji hipotesis, membuat prediksi, ataupun mempelajari implikasi.33
Dalam
penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian deskriptif, karena dalam penelitian ini
penulis hanya membuat deskripsi secara sistematis yang relatif sederhana dan tidak
memerlukan landasan teoritis, rumit, hanya menggambarkan dan menjelaskan mengenai
kampanye Seksi Pemberdayaan Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan Badan Pengawas
Obat dan Makanan dalam mengedukasi Keamanan Pangan.
Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan pelaksanaan penelitian dimulai sejak diterima usul penelitian
sampai selesai, yaitu dari bulan April sampai July 2019, dan bertempatan di kantor Badan
Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) yang beralamat di Jl. Percetakan Negara No.29,
RT.23/RW.07 Johar Baru, Jakarta Pusat 10560.
30
Ibid., hlm. 141 31
Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kuallitatif, Edisis Revisi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010, hlm.6 32
Samiaji Sarosa, Penelitian Kualtitatif: Dasar-Dasar, Edisi 2, Jakarta: PT Indeks, 2017, hlm.8 33
Yusuf Zainal Abisin, Metodelogi Komunikasi Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi, Bandung: CV Pustaka Setia, 2015, hlm.28.
14
Key Informan dan Informan
Informan penelitian utama (key informan) adalah orang yang paling tahu banyak
informasi mengenai objek yang sedang diteliti atau data yang dikumpulkan oleh peneliti
langsung dari sumber utama.34
Informan penelitian adalah subyek yang memahami
informasi objek penelitian sebagai pelaku maupun orang yang memahami objek
penelitian.35
Dalam hal ini yang menjadi informan penelitian utama (key informan) adalah
Mu’min Ibnu Hidayat, SE, Staff Seksi Pemberdayaan Organisasi Sosial dan
Kemasyarakatan Dit.PMPU BPOM RI, karena merupakan orang yang memiliki peranan
penting dalam pengadaan program, serta berkontribusi langsung dalam praktik aktivitas
kampanye public relations. Selain menggunakan key informan, penelitian ini juga
menggunakan informan yaitu Titin (Informan I) dan Suryani (Informan II) ibu rumah
tangga dan pelaku usaha, karena merupakan orang yang berkontribusi langsung dalam
praktik aktivitas kampanye public relations.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah teknik atau cara-cara yang dapat digunakan periset
untuk mengumpulkan data. Kegiatan pengumpulan data adalah prosedur yang sangat
menentukan baik tidaknya riset.36
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang
paling strategis dalam sebuah penelitian, sebab tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data yang akurat, sehingga tanpa mengetahui teknik pengumpulan data
peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi standar yang ditetapkan.37
Pada
penelitian ini, terdapat dua teknik pengumpulan data yaitu data primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung dari objek penelitian
perorangan, kelompok dan organisasi.38
Data primer diperoleh dari sumber data pertama
atau tangan pertama di lapangan. Sumber data primer dapat dikumpulkan dengan
melakukan observasi dan wawancara.39
Pada penelitian ini, penulis menggunakan data
primer berupa wawancara dan observasi lapangan.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang dikumpulkan oleh peneliti dari bahan kepustakaan
sebagai penunjang dari data utama, data referensi yang terkait dengan penelitian.40
Untuk
memperoleh data yang sesuai dengan penelitian ini, maka diperlukan sumber data,
34
Burhan Bungin, Pendelitian Kualtiatif, Jakarta: Kencan Prenada Media Group, 2009, hlm.76 35
Ibid., hlm.77 36
Rachmat Kriyantono, Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012, hlm.93 37
Sugyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods), Bandung:Alfabeta, 2016, hlm. 224 38
Rosady Ruslan, Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, Edisi 1, Cet.3. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006, hlm.29 39
Bambang Rustanto, Penelitian Kualtitatif Pekerjaan Sosial, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2016, hlm. 103. 40
Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009, hlm.88.
15
diantaranya berupa catatan, transkrip, dokumen-dokumen sebagainya. Sumber data tertulis
dalam penelitian ini adalah buku-buku atau literature dan data penunjang, yaitu buku,
makalah, jurnal dan sumber ilmiah lainnya yang berhubungan dengan penelitian yang
penulis lakukan.41
Penulis menggunakan data sekunder yaitu dokumentasi.
Uji Keabsahan Data
Keabsahaan data digunakan untuk menjamin bahwa semua data yang telah diamati
dan diteliti relevan dengan yang sesungguhnya, agar penelitian ini menjadi sempurna.
Untuk keabsahaan data penulis menggunakan teknik Triangulasi.42
Penulis memilih uji
keabsahan data yang dapat dicapai dengan menggunakan proses pengumpulan data yang
tepat, salah satu caranya yaitu dengan proses triangulasi sumber. Dengan teknik triangulasi
sumber data, peneliti membandingkan hasil wawancara yang diperoleh dari masing-masing
sumber atau informan penelitian sebagai pembanding untuk mengecek kebenaran informasi
yang didapatkan. Selain itu peneliti juga melakukan pengecekan hasil penelitian dengan
teknik pengumpulan data yang berbeda yakni wawancara, observasi dan dokumentasi
sehingga derajat kepercayaan data dapat valid.
Teknik Analisis Data
Menurut Miles dan Huberman, terdapat tiga langkah dalam analisis data,
diantaranya reduksi data, display data, dan verifikasi data.43
Langkah-langkah tersebut
meliputi:
1. Reduksi data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, dan mencari tema serta polanya.44
2. Display data
Miles dan Huberman mengatakan bahwa yang paling sering digunakan untuk
menyajikan data dalam penulisan kualitatif adalah dengan naratif.45
3. Kesimpulan atau verifikasi
Langkah terakhir dalam analisis data kualtitatif adalah penarikan kesimpulan atau
verifikasi. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada.46
Penulis menggunakan teknik analisis data tersebut dilakukan untuk memberikan
kemudahan pembaca dalam memahami proses dan hasil penelitian tentang aktivitas
kampanye BPOM.
41
Husaini Usman, dan Purnomo Setiady Akbar, Metodologi Penelitian Sosial, Edisi Ketiga, Jakarta PT Bumi Aksara,2013, hlm.106. 42
Joko Subagyo, Metode Penelitian: Dalam Teori dan Praktik, Jakarta: Rinerka Cipta, 2011, hlm. 178. 43
Mattew B. Miles dan A. Michael Huberman, Analisis Data Kualitatif , (terj. Tjejep Rohendi Rohidi, Jakarta: UI-Press, 1992, hlm.19. 44
Djam’an Satori dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif , Bandung : Alfabeta, 2009, hlm. 11 45
Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuanititatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta, 2010, cet.6, hlm.341. 46
Ibid., hlm. 342
16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada model kampanye Ostergaard, sebuah rancangan program kampanye dilakukan
untuk perubahan sosial. Dalam perencanaannya dibagi ke berbagai kategori, yaitu problem,
campaign, attitudes, skills, behavior, reduced problems. Berbagai perencanaan tersebut,
dimakusd untuk memengaruhi pengetahuan, sikap, keterampilan, serta perubahan perilaku
audience.
Permasalahan Keamanan Pangan
Keamanan Pangan merupakan salah satu isu sentral yang berkembang di
masyarakat. Baik karena masih banyak kasus atau kejadian luar biasa akibat pangan yang
tercemar, hingga semakin rendahnya kepedulain masyarakat dalam menjaga keamanan dan
mutu pangan. Permasalahan ini semakin lama, semakin menjadi. Hal itu membuat Food
and Argiculture Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO),
mendeklarasikan permasalahan keamanan pangan menjadi kerpihatinan dunia. Ratusan juta
manusia di dunia menderita penyakit menular dan tidak menular akibat pangan yang
tercemar. Selain itu, Keracunan pangan tidak hanya merugikan sektor ekonomi dan sosial
yang tidak sedikit, tetapi juga menyebabkan banyak korban menderita sakit hingga
meninggal dunia.
Berdasarkan masalah tersebut, Badan Pengawas Obat dan Makanan yang
merupakan lembaga pemerintah dalam mengawasai peredaran makanan dan obat, harus
melakukan perannya untuk mengurangi angka kejadian luar biasa yang saat ini masih
marak terjadi di Indonesia. Hal tersebut juga sesuai dengan peraturan pemerintah UU No.
18 Tahun 2012, tentang pangan. Peran yang dilakukan BPOM disini ialah dengan
melakukan kampanye sebagai suatu kegiatan untuk menciptakan efek tertentu pada jumlah
khalayak yang besar.
Badan POM selalu melakukan riset sebelum melakukan kegiatan kampanye yang
bertujuan melihat kefektifan dari kampanye yang akan dilaksanakan. Riset tersebut dibuat
untuk melihat perlu atau tidaknya program kampanye ini diadakan. BPOM
mengidentifikasi permasalahan yang dilakukan oleh sumber kampanye, yaitu Deputi
Pengawas Pangan Olahan. Permasalahan keracunan makanan akan berdampak luas
terhadap kesehatan, sosial, dan ekonomi. BPOM mencatat kasus keracunan yang terjadi di
Indonesia pada tahun 2004 sebanyak 411.500 kasus, dengan perkiraan kerugian negara
sebesar 2,9 Miliar rupiah.
Identifikasi masalah juga diperkuat dari data serta fakta-fakta yang ada di lapangan.
Berdasarkan jenis pangan penyebab keracuanan makanan paling banyak diakibatkan oleh
masakan rumah tangga (43%) dan urutan kedua disebabkan oleh jajanan pangan siap saji
yang dijual pelaku usaha (34%). Dari data diatas menunjukkan bahwa harus diadakannya
edukasi keamanan pangan bagi Ibu rumah tangga dan pelaku usaha guna meringankan
presentase yang ada saat ini dan agar permasalahan tersebut dapat secepatnya terkontrol.
Program Kampanye Keamanan Pangan
Kampanye merupakan kegiatan yang memberikan efek tertentu pada jumlah
khalyak yang besar. Kampanye sebagi salah satu bentuk komunikasi persuasif yang
bertujuan mengubah sikap dan perilaku masyarakat secara halus. Kampanye Keamanan
17
Pangan dilakukan BPOM dalam rangka memberikan edukasi kepada masyarakat agar
permasalahan keamanan pangan akibat keracunan dapat secepatnya terkendali.
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melalui Direktorat Pemberdayaan
Masyarakat dan Pelaku Usaha (PMPU) melakukan program kampanye dalam mengedukasi
Keamanan Pangan bagi masyarkat terkhusus ibu rumah tangga dan pelaku usaha. Melalui
kegiatan publikasi dengan buku manual yang dibagiakan kepada peserta sosialisasi
mengenai 5 kunci keamanan pangan dan 100 tips keamanan pangan.
Program kampanye yang dilakukan bernama GEMARSAPA “Gerakan Masyarakat
Sadar Pangan Aman”, yang bertujuan mengajak seluruh komponen masyarakat untuk hidup
sehat. Aksi nasional Gemarsapa ini dirancang secara resmi oleh Menteri Koordinaor
Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI, Puan Maharani. Gerakan ini dirancang
untuk intervensi yang lebih ke hulu dalam rangka peningkatan kualitas hidup manusia.
Lebih bersifat preventif, promotive, dan preemtif terhadap perilaku masyarakat dalam
memproduksi, menyediakan, dan mengonsumsi pangan yang aman, pangan yang terbebas
dari cemaran fisik, kima, dan mikrobiologi.
Selain itu, untuk memastikan obat dan makanan yang aman Badan Pengawas Obat
dan Makanan memiliki sebuah tips dengan cara Cek KLIK. Kepala pusat Data dan
Informasi Obat dan Makanan, Roby Darmawan, M.Eng, menjelaskan dalam mengedukasi
masyarakat untuk dapat memastikan keamanan produk obat dan makanan dengan
menerapkan Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin Edar, dan Kadaluwarsa). Masyarakat
dapat memastikan produk yang akan dikonsumsui adalah produk aman bisa melalui
aplikasi CEK BPOM, serta dengan mengakses website Badan POM di www.pom.go.id,
dalam laman tersebut masyarakat dapat memperoleh informasi yang actual terkait
pengawasan obat dan makanan. Cek KLIK dilakukan sebagai pengedukasian masyarakat
dalam mengetahui keaslian sebuah produk pangan yang baik di gunakan. Sehingga dapat
menjaga diri dari produk pangan buruk yang banyak beredar.
Melalui berbagai upaya tersebut, diharapkan selain akan memberikan pemahaman
dan kesadaran kepada konsumen untuk menjaga kebersihan dan mutu pangan, juga
meminimalkan pihak-pihak tertentu untuk mengeruk keuntungan, tanpa memperhitungkan
dampak kerugiannya. Badan Pengawas Obat dan Makanan secara aktif melakukan
sosialisasi edukasi terkait keamanan pangan bagi masyarakat terkhusus ibu rumah tangga
dan pelaku usaha. Penyelenggaraan Keamanan Pangan harus dilakukan komprehensif
sepanjang rantai pangan. Dalam kegiatan ini, BPOM mengajak semua pihak, bersinergi
mengawal keamanan pangan melalui pembinaan dan pengawasan.
Perencanaan Pesan Untuk Menambah Pengetahuan
Pada kegiatan sosialisasi yang diadakan di keluarahan Rawamangun, pada 15 Juli
2019. Pesan disampaikan melalui presentasi dengan menggunakan power point. Untuk
menambah pengetahuan peserta mengenai isu yang diangkat pada kampanye tersebut,
terdapat beberapa pesan yang disampaikan oleh tim kampanye Kemanan pangan BPOM.
Pesan pertama yang disampaikan adalah mengenai 5 (lima) kunci keamanan pangan yang
harus diperhatikan. Data tersebut didapatkan berdasarkan hasil riset yang dilakukan oleh
tim riset dari Badan Pengawas Obat dan Makanan.
18
Materi yang disampaikan selanjutnya adalah dampak yang timbul akibat
penggunaan bahan pangan berbahaya, yang dapat menyebabkan berbagai penyakit hingga
risiko kematian dan 100 tips kemanan pangan melalui booklet yang diberikan pada saat
kegiatan sosialisasi dilakukan. Setelah itu tim dari BPOM mengajarkan kepada peserta
mengenai bagiamana cara untuk mencegah terjadinya pencemaran pangan, dengan
melakukan cek kebersihan alat secara berkala.
Pada pelaksanaan soialisasi, pesan tersebut disampaikan oleh pembicara yang di
siapkan oleh Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku Usaha (PMPU) BPOM RI,
Deputi Pengawasan Pangan Olahan yang merupaka orang-orang yang sudah biasa menjadi
pembicara dalam kegiatan sosialiasi. Pembicara pada sosialsiasi tersebut adalah Dra. Dewi
Prawitasari, Apt,M.Kes, selaku Direktur Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku Usaha serta
Yustina Muliani,S.Si, M.Si,Apt selaku Kasie Pemberdayaan Organisasi Sosial dan
Kemasyarakatan. Mereka semua adalah orang yang sangat professional di bidangnya.
Berlatar belakang pendidikan yang mumpuni dengan tema pembicaraan sesuai dengan
background yang sumber kampanye miliki.
Perencanaan Pesan Untuk Mengubah Sikap
Menurut Ostergaard, aspek kedua yang harus diperhatikan saat merancang
kampanye yang bertujuan mengubah perilaku adalah mengubah sikap target sasaran. Riset
dasar membuktikan bahwa perubahan sikap dalam keadaan tertentu akan diikuti oleh
perubahan perilaku. BPOM merancang pesan untuk mengubah sikap ibu rumah tangga dan
pelaku usaha yang semula belum memperhatikan kemanan pangan, secara perlahan mulai
sadar dan mengerti mengenai menjaga serta memperhatikan keamanan pangan.
Perancangan pesan tersebut tidak berbeda dengan perancangan pesan untuk
menambah pengetahuan target sasaran yaitu dengan melakukan brainstorming. Inti pesan
yang akan disampaikan pun sama hanya saja konstruksi pesannya berbeda. Pesan tersebut
disampaikan melalui kedua strategi yang sama yaitu offline berbentuk sosialisasi dan online
melalui media sosial. Pesan untuk mengubah sikap peserta kampanye pada kegiatan
sosialisasi disampaikan dengan media power point dengan desain yang dibuat semenarik
mungkin. Penggunaan bahasa yang dipilih juga sangat ringan disesuaikan dengan target
sasaran agar mudah dipahami. Pesan tersebut mempersuasi audience untuk lebih peduli
dalam mengelola pangan yang hendak di konsumsi untuk individu maupun dijual kembali
dengan menekankan dampak yang terjadi jika permaslahan keamann pangan diabaikan.
Perencanaan Pesan Untuk Mengubah Kemampuan
Setelah menyentuh aspek pengetahuan dan sikap, aspek terakhir yang harus
dibentuk untuk mengubah perilaku adalah keterampilan atau kemampuan. Untuk
menambah kemampuan khalayak sasaran dalam memahami kemanan pangan, BPOM
merancang kegiatan berupa pengujian sampel makanan yang dibawa oleh para ibu rumah
tangga dan pelaku usaha untuk di cek kandungannya di mobil keliling BPOM.
Peserta diberikan materi terlebih dahulu untuk memahami permasalahan dan
bagaimana untuk menanggulangi permasalah tersebut. Kemudian peserta diajak untuk
praktik langsung dengan mengikuti kegiatan pengecekan bahan makanan, uji kandungan
pangan mobil keliling. Kegiatan ini diperuntukan bagi peserta yang hadir, sehingga
pengetahuan yang disampaikan dalam materi bisa diaplikasikan langsung.
19
Menurut Venus, keterampilan dapat mengubah aspek sikap khalayak sasaran yang
bersangkutan.47
Pada model Ostergaard pun sikap dan keterampilan adalah prasyarat dalam
pembentukan perilaku. Melihat strategi yang dilakukan oleh BPOM untuk mengajak para
peserta mengikuti kegiatan uji kandungan bahan pangan melalui mobil keliling, diharapkan
para peserta dapat memperhatkan kembali kandungan pangan olahan untuk dikonsumsi
secara individu ataupun di pasarkan. Hal ini akan berpengaruh terhadap perubahan sikap
peserta sosialisasi tersebut.
Perubahan Perilaku Masyarakat
Pada bagian ini, mengubah perilaku khalayak secara konkrit dan terukur. Tahapan
ini menghendaki adanya tindakan tertentu yang dilakukan oleh sasaran kampanye. Pada
tahap pertama kegiatan kampanye biasanya diarahkan untuk menciptakan perubahan pada
tataran pengetahuan atau kognitif. Pada tahap ini pengaruh yang diharapkan adalah
munculnya kesadaran, berubahnya keyakinan atau meningkatnya pengetahuan khalayak
tentang isu tertentu. Dalam kampanye keamanan pangan, target sasaran diberikan berbagai
asupan materi yang penting untuk diketahui para target sasaran. Sehingga menambah
pengetahuan baru terkait keamnaan pangan. Pelaksanaan yang harus dilakukan dengan zero
mistake (sempurna), agar tujuan yang ditetapkan dapat terlaksana. Sehingga beragam
informasi yang disampaikan dapat diaplikasikan oleh target sasaran setelah kampanye
selesai. Disini pengemasan pesan yang disampaikan sangat penting mendorong perubahan
sikap.
Setelah itu, tahapan berikutnya diarahkan pada perubahan dalam ranah sikap atau
attitude. Sasarannya adalah untuk memunculkan simpati, rasa suka, kepedulian atau
keberpihakan khalayak pada isu-isu yang menjadi tema kampanye. Untuk perubahan sikap
mungkin tidak bisa terjadi secara singkat. Namun disini kegiatan pemberian edukasi dan
informasi dapat membuka pikiran khalayak mengenai keamanan pangan. Dalam hal ini,
sikap khalayak akan semikin positif dalam mengaplikasikan keamanan pangan bagi dirinya
sendiri dan juga diri konsumen setelah menyerap informasi yang kami berikan.
Sementara pada tahap terakhir ini kegiatan kampanye ditujukan untuk mengubah
perilaku khalayak secara konkrit dan terukur. Tahap ini menghendaki adanya tindakan
tertentu yang dilakukan oleh sasaran kampanye. Untuk perubahan perilaku, BPOM tidak
dapat menjamin. Karena hal itu menyangkut masing-masing individu. Upaya telah
dilakukan untuk mengubah pengetahuan. Namun sikap serta perilaku semunya balik lagi
pada diri individu masing-masing.
Penangulangan Masalah Keamanan Pangan
Setelah berbagai tahapan dilakukan untuk memberikan pengetahuan hingga
mendorong seseorang dalam perubahan sikap dan keterampilan. Penangulangan masalah
diperuntukan demi melihat apakah kampanye yang tadi sudah berlangsung termasuk
kegiatan yang aktif dan efektif atau malah sebaliknya. Jika efek dari kampanye ini dapat
merubah suatu hal pada sikap, pengetahuan, dan tindakan, maka kampanye ini harus sering
BPOM lakukan, namun jika tidak, maka harus melakukan kegiatan lain yang dinilai mampu
47
Ibid
20
memberikan manfaat serta perubahan dalam masyarakat terkhusus keamanan pangan.
Evaluasi yang dilakukan dengan wawancara terhadap pihak yang terlibat, melakukan
observasi, atau melalui interpretasi terhadap data statistik yang terkait dengan proses
kegiatan yang dilakukan.
Setelah mengidentifikasi masalah yang terjadi, tahap terakhir adalah penangulangan
masalah. Dari permasalahan yang sudah di paparkan, dapat diberikan solusi sebagai
berikut:
1. Masalah kasus keracunan, Pemahaman mengenai keamanan pangan harus dapat
diedukasi demi terciptanya peningkatan pengetahuan terkait permasalahan
pangan.
2. Badan Pengawas Obat dan Makanan harus lebih memperhatikan hal tersebut
sebagai lembaga pemerintah yang bertugas dalam pengawas obat dan makanan.
3. Masalah edukasi, Masyarakat atau peserta kampanye harus dapat memupuk diri,
agar pengetahuan yang di dapat bisa diaplikasikan dalam kehidupan sehari hari.
4. Kegiatan sosialisasi harus dilakukan secara berkala, agar hasil yang diharapkan
dapat maksimal.
5. Jangkauan dari sosialisasi perlu diperluas untuk menjangkau khalyak ramai.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dari penelitian Kampanye Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan
dalam mengedukasi Keamanan Pangan Bagi Pelaku Usaha oleh Direktorat Pemberdayaan
Masyarakat dan Pelaku Usaha, dapat ditarik kesimpulan yaitu:
1. Badan Pengawas Obat dan Makanan memiliki program kampanye bernama
Gerakan Masyarakat Sadar Pangan dan Cek KLIK (Cek Kemasan, Label, Izin
Edar, dan Kadaluwarsa), dalam mengedukasi masyarakat terkait keamanan
pangan.
2. Kampanye Keamanan Pangan bertujuan untuk menyadarkan masyarakat
menganai arti penting kemanan pangan, sehingga dampak buruk yang saat ini
terjadi dapat terminimalisir dengan adanya penyebaran informasi melalui
kampanye.
3. Kampanye Keamanan Pangan oleh Seksi Pemberdayaan Organisasi dan
Kemasyarakatan BPOM ini termasuk dalam jenis kampanye Ideologically or
cause oriented Campaigns, memiliki orientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat
khusus dan umumnya berdimensi pada perubahan social.
4. Kampanye Keamanan Pangan BPOM mengunakan model Kampanye
Ostergaard. Hal tersebut di temukan setelah penulis melakukan wacara dengan
keyinforman, bahwa tahapan kampanye ini dimulai dari mengidentifikasi
masalah, melakukan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi, yang masing-
masing dari tahapan tersebut dapat merubah pengetahuan, sikap, dan tindakan.
5. Pelaku kampanye kemanan pangan disini ialah Direktorat Pemberdayaan
Masyarakat dan Pelaku Usaha BPOM RI, Deputi Pengawasan Pangan Olahan.
6. Khalayak Sasaran dari kampanye keamanan pangan adalah masyarakat
terkhusus para ibu rumah tangga dan pelaku usaha, karena mereka yang
berhubungan langsung dengan dapur pengelolaan pangan untuk dikonsumsi
individu maupun di jual kembali. Sehingga perlu diadakannya kegiatan yang
21
mengedukasi. Agar menciptakan kebiasaan peduli kemanan dan mutu pangan
sejak dini.
7. Saluran yang digunakan dalam kampanye keamanan pangan adalah saluran
langssung berupa tatap muka dan dialog yang dilakukan Pelaku kampanye
dengan khalyak sasaran. Saluran ini dipilih untuk memungkinkan munculnya
interkasi langsung (timbal balik). Saluran mediated channel seperti Instagram,
Twitter, dan Facebook juga digunakan untuk menjangkau khalayak ramai yang
tidak bisa mengikuti kampanye secara langsung, agar informasinya dapat
tersampaikan. Saluran tersebut bersifat pendukung.
SARAN Berdasarkan hasil kesimpulan tersebut, maka penulis menyarankan Direktorat
Pemberdayaan Masyarakat dan Pelaku Usaha BPOM perlu:
1. mengadakan kegaiatan kampanye ini ke berbagai pelosok daerah yang akses
informasinya minim. Karena Keamanan Pangan merupakan hal sensitive yang
berdekatan dengan kehidupan kita setiap harinya. Dampak dari kurangnya
perhatian khusus kepada kemanan pangan dapat menyebabkan risiko hingga
mengingal dunia. Selain merugikan diri secara rohani dan jasmani,
permaslahaan ini juga merugikan berbagai tingkatan sektor, dari sosial dan
ekonomi. Penerapan edukasi keamanan pangan dapat meminimalisir angka
kercaunan pangan yang ada di Indoensia.
2. Selain itu, penulis memberi saran terhadap penyamapain pesan harus
diperhatikan kembali. Karena dari hasil wawancara yang penuli lakukan dengan
Informan. Masih ada yang menyayangkan pembawaan pesan yang terlalu kaku,
sehingga terkesan membosankan. Penyampaian pesan bersifat krusial karena
dari sini peubahan pengetahuan, sikap hingga tindakan dapat terjadi. Maka
diperlukan sentuhan yang ramah dalam penyampaiannya.
DAFTAR PUSTAKA
Buku.
Bettinghaus, E.P., 1973. Persuasive Communication, New York: Holt, Rinehart dan
Winston, Inc,
Bungin, Burhan. 2009. Pendelitian Kualtiatif, Jakarta: Kencan Prenada Media Group,
Gassing, Syarifuddin, dan Suryanto. 2016.Public Relations, Yogyakarta: C.V Andi
Offset.
Kriyantono, Rachmat. 2012. Teknik Praktis Riset Komunikasi, Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Lawrence W, Neuman. 2016. Metodologi Penelitian Sosial: Pendekatan Kualitatif dan
Kuantitatif, Edisi VII, Jakarta: PT Indeks.
22
Maria Sr. Assumpta Rumanti.2009.Dasar Dasar Public Relations, Jakarta: Grasindo.
Miles B.Mattew dan A. Michael Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif (terj. Tjejep
Rohendi Rohidi, Jakarta: UI-Press.
Moloeng, J Lexy . 2010. Metodologi Penelitian Kuallitatif, Edisis Revisi, Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Ruslan, Rosady. 2015. Kiat dan Strategi Kampanye Public Relations, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Ruslan, Rosady. 2008. Kiat dan Strategi: Kampanye Public Relations. Edisi Revisi, cet.3,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Ruslan, Rosady, 2016.Manajeman Public Relations & Media Komunikasi, Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada.
Ruslan, Rosady. 2016. Metode Penelitian Public Relations dan Komunikasi, Edisi 1, Cet.3.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Rustanto, Bambang. 2016. Penelitian Kualtitatif Pekerjaan Sosial, Bandung: Remaja
Rosdakarya,
Satori, Djam’an dan Aan Komariah.2009.Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung :
Alfabeta.
Subagyo, Joko. 2011. Metode Penelitian: Dalam Teori dan Praktik, Jakarta: Rinerka Cipta.
Sugiono, 2010. Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuanititatif, Kualitatif dan
R&D, Bandung: Alfabeta.
Sugyono, 2016. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan Kombinasi (Mixed Methods),
Bandung:Alfabeta.
Usman, Husaini dan Purnomo Setiady Akbar. 2013. Metodologi Penelitian Sosial, Edisi
Ketiga, Jakarta PT Bumi Aksara.
Venus, Antara. 2018. Manajeman Kampanye Panduan Teoritis dan Praktis Dalam
Mengefektifkan Kampanye Komunikasi Publik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Zainal Abisin, Yusuf. 2015. Metodelogi Komunikasi Penelitian Kuantitatif: Teori dan
Aplikasi, Bandung: CV Pustaka Setia.
23
Jurnal Anggani, Hardiana Calisca. 2014. “PENGARUH PROGRAM KAMPANYE “SAY NO TO
PLASTIC BAG” OLEH THE BODY SHOP TERHADAP PARTISIPASI
MASYARAKAT”. Jurnal Wacana. 8(2):155-176.
http://journal.moestopo.ac.id/index.php/wacana/article/view/141. Diakses pada 25 Juni
2019 pukul 11:43 WIB.
Rike Septiyana Dwi Putri, dan Maulina Larasati. 2014. Kampanye Program Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), (Survey Deskriptif:
Rendahnya Partisipasi Kampanye Program Generasi Berencana (GenRe) Terkait
Pendewasaan Usia Perkawinan Pada Pendekatan Pusat Informasi Konseling (PIK)
Remaja SMAN 105). Jurnal Communicology. 2(1):1.
http://journal.unj.ac.id/unj/index.php/communicology/view/13 dan
https://doi.org/10.210009/communicology.021.04. Diakses pada 25 Juni 2019 pukul
10:30 WIB.
Nur Fitriana Salima, Syamsuddin, dan Dono Darsono. 2018. Kampanye Public Relations
dalam Mensosialisasikan Makanan Halal kepada Masyarakat. Jurnal Ilmu Hubungan
Masyarakat. 3(3):60-79. https://jurnal.fdk.uinsgd.ac.id/index.php/humas/view/405.
Diakses pada 24 Juni 2019 pukul 00:21 WIB.
Online
Siswa SD di Blitar Keracunan Usai Konsumsi Es Goreo Karena Mengandung Bakteri,
https://m.detik.com/news/beita-jawa-timur/d-3367084/siswa-sd-di-blitar-keracunan-
usai-konsumsi-es-goreo-karena-mengandung-bakteri, diakses pada 20 Juli 2019, pukul
17:24 WIB.
Sosialisasi Keamanan Pangan Individu,
https://pom.go.id/new/view/more/berita/14232/SOSIALISASI-KEAMANAN-
PANGANKEPADA-INDIVIDU.html, diakses pada 20 Juni 2019, pukul 16:36 WIB.
Sumber lain.
Amalia Nur Fithry. 2012. Skripsi: Kampanye Public Relations Dalam Membentuk Sikap
Khalayak (Studi pada Kampanye Stop the Trafficking of Children and Young People
yang diselenggarakan oleh The Body Shop Indonesia), Depok: Universitas Indonesia.
Hasil wawancara dengan Mu’min Ibnu Hidayat, staff Seksi Pemberdayaan Organisasi
Sosial dan Kemasyarakatan, pada 22 Juli 2019, Pukul 11.00 WIB.
Hasil wawancara penulis dengan peserta kampanye, Titin, Ibu rumah tangga dan pelaku
usaha. pada 23 Juli 2019, Pukul 17.00 WIB.
Hasil wawancara penulis dengan Suryani, Pelaku usaha mie ayam, pada 24 Juli 2019,
Pukul 13.00 WIB.