10
KALIGRAFI ISLAM (Pergulatan antara Saktalitas dan Profanitas) Syamsudin Asyrofi 1 Abstract The art of beautiful writing (Kaligrafi) has a very high position in the history ofislamic civilization. The art ofkaligrafi are merely seen in some papers, cover of books, stones, wood and also glasses and another things either small or big as decoration. The ventures ofislamic kaligrafi has been appreciated by artists around the world. However, there is fundamental problems whether the art ofkaligrafi is a sacred thing or profane ones, and what our attitude towards the problem of justification on the prohibition ofsclupture and painting which its objects is lived creatures. These forementioned problem will be discuss futther in this paper. Key words: Kaligrafi, Sakralitas, Profanitas. Pendahuluan Seni tulis indah (kaligrafi) dalam sejarah peradaban Islam mendapat tempat yang istimewa di samping seni resitasi (baca: al- Qur'an). Di sisi lain, seni patung dan seni lukis, terutama yang menjadi hewan dan manusia sebagai objeknya, mendapat tantang- an keras dari kalangan ulama dengan alasan purifikasi (pemur- nian) ajaran tauhid (pengesaan Tuhan). Dalam konteks historisi- tasnya, sikap seperti itu mungkin masih dapat dipahami, karena merupakan reaksi terhadap orang-orang yang menjadikan patung dan sejenisnya sebagai berhala-berhala yang dikultuskan. Memang sikap seperti itu mendapatkan justifikasi dari tradisi (hadis Nabi, tetapi sebenarnya tidak ada satu ayat pun (al-Qur'an) yang secara eksplisit melarang kegiatan berkesenian patung sebagai pure art. ' Dosen Fakultas Tarbiyah.

KALIGRAFI ISLAM (Pergulatan antara Saktalitas dan Profanitas)digilib.uin-suka.ac.id/8005/1/SYAMSUDIN ASYROFI KALIGRAFI ISLAM...perkembangan kaligrafi Islam yang pada awalnya lebih

Embed Size (px)

Citation preview

KALIGRAFI ISLAM(Pergulatan antara Saktalitas dan Profanitas)

Syamsudin Asyrofi1

Abstract

The art of beautiful writing (Kaligrafi) has a very high position inthe history ofislamic civilization. The art ofkaligrafi are merely seen insome papers, cover of books, stones, wood and also glasses and anotherthings either small or big as decoration. The ventures ofislamic kaligrafihas been appreciated by artists around the world. However, there isfundamental problems whether the art ofkaligrafi is a sacred thing orprofane ones, and what our attitude towards the problem of justificationon the prohibition ofsclupture and painting which its objects is livedcreatures. These forementioned problem will be discuss futther in thispaper.

Key words: Kaligrafi, Sakralitas, Profanitas.

Pendahuluan

Seni tulis indah (kaligrafi) dalam sejarah peradaban Islammendapat tempat yang istimewa di samping seni resitasi (baca: al-Qur'an). Di sisi lain, seni patung dan seni lukis, terutama yangmenjadi hewan dan manusia sebagai objeknya, mendapat tantang-an keras dari kalangan ulama dengan alasan purifikasi (pemur-nian) ajaran tauhid (pengesaan Tuhan). Dalam konteks historisi-tasnya, sikap seperti itu mungkin masih dapat dipahami, karenamerupakan reaksi terhadap orang-orang yang menjadikan patungdan sejenisnya sebagai berhala-berhala yang dikultuskan. Memangsikap seperti itu mendapatkan justifikasi dari tradisi (hadis Nabi,tetapi sebenarnya tidak ada satu ayat pun (al-Qur'an) yang secaraeksplisit melarang kegiatan berkesenian patung sebagai pure art.

' Dosen Fakultas Tarbiyah.

Seni sebagai seni pada dasarnya adalah netral (tidak harus terpautnilai, kecuali nilai estetis itu sendiri). Seni harus terpaut nilai, ketikaseni itu sudah menjadi produk yang akan dipergunakan manusiasesuai dengan kepentingannya. Seni kaligrafi sebagai bentuk akti-vitas kreatif manusia tentu saja sangat terkait dengan tahap-tahapperkembangan pemikiran manusia. Secara evolusionistik hal itusejalan dengan 'grand theory' nya Auguste Comte (1798-1857) bahwatahap perkembangan pemikiran yakni tahap teologis atau fiktif,tahap metafisik atau abstrak menuju tahap positif atau real.2 TeoriComte ini agaknya sejalan atau dapat dipakai untuk menelaahperkembangan kaligrafi Islam yang pada awalnya lebih bersifatsakral atau transendental, namun pada perkembangannya meng-arah pada sifat prof an dengan tanpa meninggalkan sakralitasnya.Telaah sementara juga menunjukkan bahwa kedua-duanya jugamendapatkan justifikasi dari tradisi Nabi Muhammad apalagi padasaat sekarang, ketika umat Islam sudah hidup pada jaman modernyang cenderung berpikir rasional positivistik, justifikasi agamayang cenderung memasung kreatifitas seniman, perlu adanya telaahulang yang lebih substantifistik terhadap konsep aliran tersebutuntuk disesuaikan dengan tuntutan historisitas dan sosialitas ke-hidupan masyarakat pada umumnya.

Tulisan ini tentu tidak berpretensi akan menelaah masalahtersebut secara lengkap, namun hanya akan memfokuskan padatelaah, pertama; dinamika kaligrafi Islam, kedua; arabesk sebagaitrend kaligrafi Islam kontemporer, ketiga; kritik atas pergulatanantara sakralitas dan profanitas dalam kaligrafi Islam, dan terakhirkesimpulan.

Dinamika Kaligrafi Islam

Seni menulis huruf Arab yang dalam bahasa Arabnya 'Khatii',biasa juga disebut 'Kaligrafi' (Calligraphy) yang berasal dari bahasaLatin 'Kalios' yang berarti 'Indah' dan 'Graph' yangberarti 'Tulisan".3

2 (Thayibi, 1994;p.l6).5 Abdul Karim Husein, Khath: Seni Kaligmfi, (Kudus: Menara, 1971), hal. 6.

62 Syamsuddin Asyrofi, Kaligrafi Islam...

Jadi kaligrafi berarti tulisan (Arab) yang indah. Indah dalam artihalus dan mengandung nilai estetis.

Tulisan Arab yang secara historik berasal dan merupakanproses terakhir dari tulisan Mesir Kuno, Hieroglyph, mendapatkankesempurnaannya pada masa Islam dan mempunyai makna yangtinggi setelah dijadikan tulisan untuk kitab suci umat Islam (al-Qur'an). Artinya kaligrafi Islam itu pada awalnya lebih bersifatagamis, teologis atau teosentris. Ayat al-Qur'an pertama (al-'Alaq:1-5) yang diturunkan pada Nabi Muhammad secara tegas mena-matkan dua hal yang cukup penting yakni membaca dan menulisdalam rangka mengagungkan asma Allah dan mengenal jati dirimanusia sebagai makhluk Tuhan yang diciptakan dari segumpaldarah dan tidak tahu apa-apa. Pesan wahyu itu ternyata mempu-nyai implikasi yang jauh pada perkembangan seni resitasi (membacaal-Qur'an) dan seni kaligrafi Arab. Belajar dan mengajarkan al-Qur'an baik membaca dengan benar dan indah maupun menulis-kannya dengan benar dan artistik ternyata mendapat justifikasidari Nabi dengan sabdanya, "Sebaik-baik kamu sekalian adalah orangyang sudi belajar dan mengajarkan al-Qur'an" (Hadis Bukhari danMuslim).

Faktor lain yang bersifat doktriner yaitu adanya larangan(haram) melukis dan menggambar patung, baik objeknya manusiaatau hewan, justru menjadikan seniman muslim menumpahkanunek-unek dan kreatifitasnya secara habis-habisan pada seni kali-grafi Arab sebagai medianya. Kasus ini justru menguntungkan senitulis kaligrafi Arab sehingga menjadi berkembang pesat dan me-nyebar ke seluruh pelosok dunia seirama dengan tersebarnya Islamdan al-Qur'an. Lahirlah berbagai ragam, bentuk dan desain mushafal-Qur'an yang sangat menambah sakralitas terhadap kitab sucitersebut.

Dinamika kaligrafi Islam itu juga tidak bisa lepas darikarakteristik tulisan atau huruf Arab itu sendiri. Huruf Arab me-mang dikenal paling fleksibel, elastis, luwes dan gampang di-bentuk sesuai dengan ruang dan tempat dengan tanpa kehilang-an orisinalitasnya. Lebih-lebih kalau tulisan Arab itu ditulis olehseorang seniman naturalis, dia akan menjadi indah sebagaimana

ftl-'ARABIYftH Vol. 1, No. 2 Januari 2005 63

indahnya jagat raya ini. Indah dengan segala variasinya yanghidup.4

Oleh karena itu, tulisan Arab yang semula sederhana itu,pada masa Islam menjadi sangat variatif seperti munculnya gayanaskh, Riq'i, Tsulusi, Fan's;, Diwani, Roikhani, Khufi dan Diwani Jali.Gaya Naskh biasanya untuk menulis al-Qur'an standart padaumumnya di dunia Islam. Sedangkan gaya selebihnya sudah mulaipada bentuk-bentuk artistik dan dekoratif dengan yang elastis,rumit tapi kehilangan orisinalitasnya tak ubahnya seni lukis masaklasik II yakni masa Renaisance yang sempat melahirkan aliran-allran baru dalam seni Barok (abad 17) dan Rokoko (abad 18) yangmemiliki karakteristik lebih rumit namun artistik jika dibanding-kan dengan masa-masa sebelumnya.5

Kejayaan Islam pada abad pertengahan yang ditandaidengan kemajuan ilmu pengetahuan, lahirnya filsuf-filsuf besarsemisal al-Farabi, al-Kindi, Ibn Sina, al Khawarizmi, Imam al-Ghazali dan lain sebagainya, maupun terjadinya gerakan pener-jemahan besar-besaran karya-karya puncak dalam segala bidangilmu dari Yunani ke dalam bahasa Arab yang disertai imbalan atauhadiah yang melimpah dari pemerintah (Khalifah) kepada paraseniman, sastrawan dan ilmuwan bahasa Arab, juga memacudinamika menjadi berkembang luar biasa.

Masjid sebagai pusat peribadatan umat Islam juga dijadikanmedia ekspresi kreatifitas para kaligrafer muslim yang berusahamenghiasi qubah, menara, mimbar, dinding-dindingnya dengankaligrafi yang sangat artistik. Begitu juga istana-istana khalifah,kerajaan-kerajaan, sultan-sultan muslim, perguruan tinggi ataumadrasah-madrasah, perpustakaan-perpustakaan, bahkan sampainisan dan makam pun banyak dihiasi dengan kaligrafi Islam. Atri-but-atribut pemerintahan Islam termasuk uang logam, logo, per-madani, cover buku-buku agama atau ilmu pengetahuan ilmiahlainnya juga banyak didesain dengan kaligrafi Arab yang cukupmenakjubkan.

' Ibid., hal. 16s Soedarsono, R.M., Sejarah Kesenim I, (Yogyakarta: ISI, 1995), hal.

64 Syamsuddin Asyrofi, Kaligrafi Islam...

Bukti arkeologis yang masih tertinggal di Spanyol (Alham-bra), Tajmahal di India, Istambul Turki dan masih banyak lainnyatennasuk di Indonesia, cukup dapat menjadi bukti yang meng-esankan tentang dinamika kaligrafi Islam. Tampaknya tidak terlalusalah ungkapan Ekmeleddin Ihsanoglu, Direktur umum ResearchCenter for Islamic History, Art an Culture (IRQCA) yang dikutip olehD. Sirajuddin AR, yang mengatakan The Holy Qur'an was reveleatedin Hijaz recited in Eqypt an written in Istambul.6

Di sini jelas sekali hubungan agama dalam hal ini Islamdengan kaligrafi Arab. Seni seperti ini memang pada awalnyabersifat teosentris, karena diabdikan untuk kepentingan agama,namun ketika peradaban telah maju dan pemeluk agama mulaiberpikir tentang dirinya (antroposentris) dan pada fase berikutnyamanusia mulai berpikir pragmatis, maka senipun termasuk senikaligrafi Islam dihadapkan pada pergeseran nilai ke arah profa-nitas dan mungkin pada akhirnya juga akan terjadi seni sebagaikegiatan produktif yang bersifat komoditas. Dalam konteks Islam,kaligrafi Islam sebagai fenomena kebudayaan, menurut Kunto-wijoyo, sistem nilai dalam hal ini Islam (al-Qur'an) mempengaruhipeinbentukan sistem sosial (simbol) yang pada akhirnya akanmempengharuhi sistem kultural.7

Arabesk sebagai trend kaligrafi Islam Kontemporer

Seni kaligrafi Islam itu kalau dicermati tidak hanya terlibatpada kertas atau sampul buku (al-Qur'an dan buku-buku agama)tetapi juga pada batu, kaca, kayu dan benda-benda lain baik kecilmaupun besar yang bersifat dekoratif. Huruf-huruf Arab yangdigunakan untuk tujuan dekoratif seperti itu disebut Arabesk(Arabesque).6 Arabesk yang anggun ini dibuat dalam bentuk ganda

6 D. Sirajuddin, al Qur'an dm Re/brmasi Kalirafi Arab, (Jakarta: LSAF, UlumulQur'an, 1989, No. 3), hal 58.

7 Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Atei, Cet. Ketiga, (Bandung:Mizan, 1991), hal. 228.

•RianaS., 1.989; hal. ,85.

Al-'ARABIYAH Vol. 1, No. 2 Jmuari 2005 65

untuk menghiasi kubah-kubah, menara-menara dan dinding-dindingatau buat menjadi suatu monogram yang indah.

Karya kaligrafi Islam dalam bentuk Arabesk juga menghiasimutiara, uang logam, segel, cap, logam, porselin, tembikar, keramik,dan barang-barang pabrik tekstil gaya dunia luas bahkan meng-hiasi bangunan-bangunan milik non-muslim. Hal ini dapat dilihatpada pintu-pintu, kayu-kayu, jendela-jendela, papan-papan danperabot rumah tangga. Bila kita berkunjung ke Alhambra (Al-Hamra)di Spanyol, akan terlihat perhiasan-perhiasan yang megah danwarna seperti permadani, gorden dan sulaman-sulaman. Arabeskini menunjukkan sumbangan umat Islam pada kesenian. Di Spanyol,kesenian ini berkembang yang berkilauan dalam berbagai bentuk.Huruf-huruf pada batu penghias dinding yang semuanya berupakaligrafi Arabesk yang sangat indah.9

Pada sisi lain, pengaruh Arabesk juga tersebar luas sampaike Eropa Barat, bahkan sampai beberapa gereja Kristen menyalinsesuatu seperti huruf-huruf Arab untuk menghiasi bangunan mereka,jendela-jendela bahkan bahan pakaian mereka. Di Spanyol, Italia,Yunani dan Malta dapat dijumpai bukti-bukti yang banyak sekalitentang Arabesk ini. Kini, umat Islam sedunia, mulai secara ber-lahan-lahan bangun dari tidurnya. Mata mereka kembali terbukauntuk menghargai hal-hal yang memang sartgat berharga sebagaiwarisan kultural dari generasi pendahulunya yakni kaligrafi Islam.Memang sudah cenderung profan dan kurang atau tidak sakraldan transendental lagi namun hal itu memang tuntutan sejarah ke-manusiaan sebagaimana telah diisyaratkan oleh Auguste Comte diatas.

Karya-karya kaligrafi Islam kini telah mulai dihargai oleh paraseniman dan peminat seni dunia, menemukan tempat yang baikdalam kesenian Barat. Karya kaligrafi Islam telah masuk di rumahbergengsi di London yakni di pusat pasar seni internasional. Jelassudah dengan realitas di atas bahwa kaligrafi Islam dalam bentukArabesk sedang mulai menjadi trend pada dunia seni kontem-porer.

'Ibid.

66 Syamsuddin Asyrofi, Kaligrafi Islam...

Kritik atas Pergulatan antara Sakralitas dan Profanitas

Justifikasi tradisi Nabi Muhammad yang diyakini oleh parapenerusnya (ulama) Islam tentang haramnya seni lukis dan patungyang menjadikan hewan dan manusia sebagai objek materialnya,memang dalam sejarah telah terbukti mampu mengantarkan per-kembangan seni kaligrafi menjadi sangat maju dan mengagumkan.Realitas ini tentu saja juga melahirkan problema baru yakni terjadi-nya pergulatan orientasi kaligrafi Islam itu apa harus sakral tran-sendental atau profan. Kedua orientasi tersebut sebenarnya tidakperlu dijadikan pilihan yang dikhotomik, sebab secara historis me-mang pada mulanya kaligrafi Islam itu bercorak teosentris karenaperintah agama, namun pada perjalanan sejarah berikumya lebihcenderung pada gabungan antara yang sakral dan profan dan pun-caknya ketika kaligrafi Islam itu dalam gaya dekoratif (arabesk), corakprofanitasnya lebih kentara, karena yang memakai maupun yangmemproduksi sudah meluas ke lingkungan-lingkungan yang me-miliki latar belakang agama dan budaya yang non Islami. Orientasisakralitas pada kaligrafi Islam betapapun modernnya umat Islamtetap tidak bisa dilepaskan sama sekali, terutama kalau berkaitanlangsung dengan penuHsan al-Qur'an. Kasus dua orang trend Asy'-ariyah Kalibeber, Bumiayu, santri dari pesantren yang dipimpinoleh seorang ulama besar al-Qur'an K.H. Muntaha adalah buktikongkrit betapa sakralnya pekerjaan kaligrafer al-Qur'an itu tampaksekali, seperti selama menulis ayat-ayat al-Qur'an yang memerlu-kan waktu lebih satu tahun itu, kedua santri tersebut selalu mem-biasakan diri puasa dan menjaga kesucian lahir batinnya. Hal iniakan berbeda sekali dengan kaligrafer dalam arabesk. Nilai-nilaisakralitas dan transendetalnya dapat dipastikan sudah mulai ber-kurang dan kecenderungan profanitasnya menjadi lebih menonjol,sebab arabesk sebagai seni kaligrafi yang cenderung bersifat de-koratif, pada jaman sekarang, mau tak mau mulai menjadi barangdagangan (komoditas). Hal ini tidak mungkin ditolak.

Persoalan yang lebih mendasar pada saat ini sebenarnyabukan pada pergulatan antara yang sakrali dan profani dalam bi-dang kaligrafi, tetapi bagaimana mensikapi justifikasi tentang

AL-'JUUBIYAH Vol. 1, No. 2 Januari 2005 67

haramnya seni patung dan seni lukis yang menggunakan objekmaterialnya makhluk bernyawa seperti hewan dan manusia. Dalamkonteks historis, justifikasi seperti itu mestinya tidak harus absolutdan berlaku sepanjang masa, karena justifikasi seperti itu memangbenar dalam kaitannya dengan proses purifikasi tauhid padawaktu itu, yang pada saat sekarang tentu saja aktualitasnya sudahharus berabah dan berbeda karena problema yang dihadapi sudahberbeda dan berubah. Masalah ini mendapat tanggapan dariJalaluddin Rahmat. Dia menegaskan bahwa sebenarnya tak adasatu ayat pun yang menyebutkan bahwa patung sejauh tidakdijadikan hiasan. Dalam hal patung harus dipandang sebagai pro-duk kesenian, dan bukan sebagai objek sesembahan.10

Penjernihan persoalan ini menjadi penting, para senimanmuslim ada kejelasan dalam hal sakralitas dan profanitas ini,sehingga kreativitas mereka tidak tertekan oleh sakralitas (AgamaIslam) yang sebenarnya masih sangat mungkin untuk dikaji ulangatau diberi interpretasi baru sesuai dengan konteks sosialitas danhistoritasnya. Persoalan 'Ikonoklasme'- pada kalangan senimanmuslim sering masih menjadi ganjalan, dan langkah alternatifuntuk mensikapinya dengan kreasi arabesk yang sebenarnyabentuk penyamaran dari lukisan yang berkaitan dengan manusiadan hewan.

Pandangan Nabi Muhammad secara substansial perihal senisebenarnya didasarkan pada motivasi dan justifikasi tradisi Nabiorientasinya seni untuk dakwah, menggunakan Tuhan, mengko-kohkan persatuan dan dalam konteks amar makruf nahi munkar,jelas sangat dianjurkan oleh Rasulullah, namun seni yang ber-orientasi sebaliknya dikritik habis-habisan." Seni yang mempu-nyai motivasi dan orientasi pertama di atas itulah, menurut A.Mukti Ali., hidup menjadi halus dan sedangkan dengan ilmu,hidup menjadi maju dan enak adapun dengan din hidup menjadi

10 Jalaluddin Rahmad, Seni Patung: Haram, Tidak Haram, (Jakarta: MajalahAmanah, 1992, No. 154), hal. 110.

11 Jurji Zaedan, Tarikh Adah al-Lugltah al-'Aratiyah, Jilid I, Kairo: Dar al-Hilal, t.t..),hal. 193-194.

68 Syamsuddin Asyrofi, Kaligrafi Islam...

bermakna bahagia.12 Sebenarnya, persoalan sakralitas dalam bidangkaligrafi itu tak lain juga ulah manusia itu sendiri yang bertujuaningin memberi makna sakral pada karyanya. Pemberian maknayang sakral dan transendental tentu dikandung maksud agarkaryanya itu mendapatkan perlakuan lebih dan tidak dipandangdari sisi rasionalitas dan pragmatis saja. Oleh karena itu, esensi seniitu keunggulannya dalam artistik tidaknya karya tersebut, makaorientasi sakralitas dalam dunia yang semakin rasional dan kritistentu dia akan ditinggalkan peminatnya dan akan sangat terbatasjangkauannya. Namun demikian spiritualitas yang terkandung da-lam karya seni tetap mutlak diperlukan, sebab bila tidak, karya itubisa sangat kering, kurang sempurna dan kurang bermakna bagikehidupan umat manusia.

Penutup

Dari berbagai pandangan di atas, dapat disimpulkan beber-apa hal sebagai berikut: Pertama, seni kaligrafi Arab itu menemu-kan kesempurnaannya dalam sejarah peradaban Islam corakkaligrafi Arab tersebut pada mulanya teosentris transendentalkarena sangat terkait dengan kitab suci al-Qur'an, namun padaperkembangan selanjutnya lebih bercorak antroposentris dan pro-fanis. Kedua, dinamika kaligrafi Islam itu terletak pada karak-teristik huruf Arab itu sendiri yang bersifat fleksibel, elastis, luwesdan mudah dibentuk dengan tanpa kehilangan orisinalitasnya,maupun karena berkembang pesatnya Islam dan tersebar luasnyaal-Qur'an. Ketiga, ragam kaligrafi Islam baik Naskh, Riq'i, Roi-khani, Tsulusi, Diwani, Farisi, Khufy dan Diwani Jali, pada perkem-bangan terakhir justru arabesk yang menjadi trend kaligrafikontemporer. Keempat, arabesk yang cenderung bercorak dekora-tif dan sebagai bentuk terobosan dalam mensikapi justifikasiagama, yang melahirkan seni lukis dan patung, memang merupa-kan puncak kreatifitas seni kaligrafi seniman muslim, menjadialternatif bentuk seni pada masa modern yang cenderung kering

n Lihat, Mukti All, Seni, Ilmu dm Agama, (Yogyakarta: yayasan Nida, 1972).

U-'ARABIYAH Vol. 1, No. 2 Janwri 2005 69

dan sekularistik. Kettma, sakralitas seni sebenarnya diciptakan olehseniman sendiri agar karya meniiliki makna lebih dan tidak hanyadipandang dari artistik maupun pragmatis semata, namun sejalandengan perkembangan pemikiran manusia yang cenderung rasio-nalistik dan pragmatis serta berorientasi pada manusia dan otoritasakal pikirannya, maka kaligrafi Islam mau tak mau sebagiannyapasti akan berorientasi pada seni sebagai komoditas yang selalumelihat kecenderungan peminat (marketable). Keenam, nilai nilaiagamis sebagai fenomena budaya akan mewarnai simbol-simbolbudaya yang ini juga termasuk fenomena kaligrafi (Islam).

Daftar Pustaka

Ali, A. Mukti, Seni, Ilmu dan Agama, Yogyakarta: yayasan Nida, 1972.

Beardsley, Monroe C, Schueller, Herbert M., Aesthetic Inquiry: Essayson Art Criticismanda the Philosophy of Art, California: DickensonPublishing Company, Inc., 1967.

Husain, Abdul K., Khath: Seni Kaligrafi, Kudus: Menara,1971.

Kuntowijoyo, Paradigma Islam: Interpretasi untuk Aksi, Cet. Ketiga,Bandung: Mizan, 1991.

Rahmat, Jalaluddin, Seni Patung: Haram, Tidak Haram, Jakarta: Maja-lah Amanah, 1992, No. 154.

Sirajuddin, D., al Qur'an dan Reformasi Kalirafi Arab, Jakarta: LSAF,Ulumul Qur'an, 1989, No. 3.

Soedarsono,R. M., Sejarah Kesenian I, Yogyakarta: ISI, 1995.

Sutrisno, Mudi Fx., Estetika: Filsafat Keindahan, Cet. Kedua, Yogyakarta:Kanisius, 1994.

Zaedan, Jurji, Tankh Adah al-Lughah al-'Arabiyah, Jilid I, Kairo: DSr al-Hilal, t.t..

70 Syamsuddin Asyrofi, Kaligrafi Islam...