62
11 BAB II KAJIAN TEORETIS A. Hakikat Membaca Pada hakikatnya membaca merupakan proses memahami dan merekonstruksi makna yang terkandung dalam bahan bacaan. Pesan atau makna yang terkandung dalam teks bacaan merupakan interaksi timbal balik, interaksi aktif, dan interaksi dinamis antara pengetahuan dasar yang dimiliki pembaca dengan kalimat-kalimat, fakta, dan informasi yang tertuang dalam teks bacaan. Informasi yang terdapat dalam bacaan merupakan informasi yang kasat mata atau dapat disebut dengan sumber informasi visual. Pengetahuan dasar yang sebelumnya telah dimiliki pembaca merupakan informasi yang tersimpan dalam memori otak/pikiran pembaca atau dapat disebut dengan sumber informasi nonvisual. Kedua macam sumber informasi tersebut perlu dimiliki secara berimbang oleh pembaca. Artinya kemampuan mengenal informasi visual perlu diikuti dengan pengetahuan dasar yang diperlukan untuk memahami suatu teks bacaan. Demikian pula sebaliknya, pengetahuan dasar yang telah dimiliki perlu dilanjutkan dengan kemampuan memahami informasi visual yang ada pada teks bacaan. Kemampuan penunjang lain yang perlu dimiliki pembaca yaitu kemampuan menghubungkan gagasan yang dimiliki dengan materi bacaan. Dalam kaitannya 11

KAJIAN TEORETIS A. Hakikat Membacaa-research.upi.edu/operator/upload/t_pd_0704912_chapter2(1).pdf · dalam teks bacaan merupakan interaksi timbal balik, interaksi aktif, dan interaksi

Embed Size (px)

Citation preview

11

BAB II

KAJIAN TEORETIS

A. Hakikat Membaca

Pada hakikatnya membaca merupakan proses memahami dan merekonstruksi

makna yang terkandung dalam bahan bacaan. Pesan atau makna yang terkandung

dalam teks bacaan merupakan interaksi timbal balik, interaksi aktif, dan interaksi

dinamis antara pengetahuan dasar yang dimiliki pembaca dengan kalimat-kalimat,

fakta, dan informasi yang tertuang dalam teks bacaan. Informasi yang terdapat dalam

bacaan merupakan informasi yang kasat mata atau dapat disebut dengan sumber

informasi visual. Pengetahuan dasar yang sebelumnya telah dimiliki pembaca

merupakan informasi yang tersimpan dalam memori otak/pikiran pembaca atau dapat

disebut dengan sumber informasi nonvisual. Kedua macam sumber informasi tersebut

perlu dimiliki secara berimbang oleh pembaca. Artinya kemampuan mengenal

informasi visual perlu diikuti dengan pengetahuan dasar yang diperlukan untuk

memahami suatu teks bacaan.

Demikian pula sebaliknya, pengetahuan dasar yang telah dimiliki perlu

dilanjutkan dengan kemampuan memahami informasi visual yang ada pada teks

bacaan. Kemampuan penunjang lain yang perlu dimiliki pembaca yaitu kemampuan

menghubungkan gagasan yang dimiliki dengan materi bacaan. Dalam kaitannya

11

12

dengan pemahaman dan perekonstruksian pesan atau makna yang terkandung dalam

teks bacaan, Harris dan Sipay (1980) menyatakan bahwa membaca merupakan proses

menafsirkan makna bahasa tulis secara tepat. Pengenalan makna kata sesuai dengan

konteksnya merupakan prasyarat yang diperlukan untuk memahami pesan yang

terdapat pada bahan bacaan.

Membaca merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang

bersifat reseptif. Disebut reseptif karena dengan membaca seseorang akan

memperoleh informasi, memperoleh ilmu dan pengetahuan serta pengalaman-

pengalaman baru. Semua yang diperoleh melalui bacaan akan memungkinkan

seseorang mampu mempertinggi daya pikirnya, mempertajam pandangannya, dan

memperluas wawasannya (Zuchdi dan Budiasih, 1996/1997:49). Pendapat tersebut

menekankan tentang pentingnya membaca bagi peningkatan kualitas diri seseorang.

Seseorang akan ‘gagap teknologi’ dan ‘gagap informasi’ apabila jarang atau tidak

pernah melakukan kegiatan membaca. Informasi tentang ilmu pengetahuan,

teknologi, budaya, politik, sosial kemasyarakatan dan berbagai informasi aktual

lainnya senantiasa berkembang pesat dari hari ke hari. Segala macam informasi dan

perkembangan zaman tersebut selain dapat diikuti dari media elektronik (misalnya

TV), juga dapat diikuti melalui media cetak dengan cara membaca. Kedua macam

media informasi tersebut masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Media elektronik dapat diakses dengan cara yang lebih santai karena tinggal

menonton suatu tayangan di TV. Kelemahannya, tayangan tersebut tidak dapat

13

ditonton ulang apabila kita membutuhkan informasi tersebut. Media cetak yang

diakses dengan cara membaca mempunyai kekurangan dari segi pembaca, yakni

ketersediaan waktu yang kurang mencukupi dalam membaca, kurangnya kemampuan

memahami teks bacaan, rendahnya motivasi dalam membaca, kurangnya kebiasaan

membaca, dsb. Namun demikian, apabila dibandingkan dengan media elektronik

(misalnya TV), kegiatan membaca mempunyai kelebihan yakni teks bacaan tersebut

dapat dibaca ulang apabila informasi dalam teks bacaan tersebut sewaktu-waktu

diperlukan.

Dari hakikat membaca yang telah diuraikan tersebut dapat dikemukakan

bahwa kegiatan membaca mempunyai berbagai macam tujuan dan manfaat dalam

kehidupan sehari-hari. Setiap orang yang akan melakukan kegiatan membaca tentu

mempunyai maksud mengapa dia perlu membaca teks tersebut yang selanjutnya

dapat mengambil manfaat setelah kegiatan membaca berlangsung. Manfaat kegiatan

membaca antara lain (1) sebagai media rekreatif; (2) media aktualisasi diri; (3) media

informatif; (4) media penambah wawasan; (5) media untuk mempertajam penalaran;

(6) media belajar suatu keterampilan, (7) media pembentuk kecerdasan emosi dan

spiritual; dsb.

Oleh karena kegiatan membaca mempunyai berbagai manfaat dalam

kehidupan, maka kegiatan membaca perlu dilatihkan secara intensif dalam

pembelajaran di sekolah, utamanya dimulai dari jenjang SD/MI. Pembelajaran

membaca di SD/MI secara intensif dilatihkan dalam mata pelajaran Bahasa Indonesia.

14

Secara umum pembelajaran membaca di SD/MI dikelompokkan menjadi dua macam,

yaitu membaca permulaan dan membaca lanjut. Dalam bahasan berikut ini

selanjutnya difokuskan tentang pembelajaran membaca permulaan serta bagaimana

mendiagnosis kesulitannya apabila dalam pelaksanaannya ternyata siswa SD/MI

mengalami hambatan dalam belajar membaca. Hakikat membaca mencakup pokok

bahasan sebagai berikut.

1. Definisi Membaca

Membaca merupakan kegiatan yang sangat penting dalam proses belajar.

Meski bukan satu-satunya, daya serap saat membaca sangat menentukan hasil akhir

dari proses belajar yang kita lakukan.

Membaca pada hakikatnya adalah suatu yang rumit yang melibatkan banyak

hal, tidak hanya sekedar melafalkan tulisan, tetapi juga melibatkan aktivitas visual,

berpikir, psikolinguistik, dan metakognitif. Sebagai proses visual membaca

merupakan proses menerjemahkan simbol tulis (huruf) ke dalam kata-kata lisan.

Sebagai suatu proses berpikir, membaca mencakup aktivitas pengenalan kata,

pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis, dan pemahaman kreatif. Pengenalan

kata bisa berupa aktivitas membaca kata-kata dengan menggunakan kamus (Crawley

dan Mountain, 1995).

15

Tiga istilah sering digunakan untuk memberikan komponen dasar dari proses

membaca, yaitu recording, decoding dan meaning. Recording merujuk pada kata-kata

dan kalimat, kemudian mengasosiasikannya dengan bunyi-bunyinya sesuai dengan

sistem tulisan yang digunakan, sedangkan proses decoding (penyandian) merujuk

pada proses penerjemahan rangkaian grafis ke dalam kata-kata. Proses recording dan

decoding biasanya berlangsung pada kelas-kelas awal, yaitu SD kelas (I, II, dan III)

yang dikenl dengan istilah membaca permulaan. Penekanan membaca pada tahap ini

ialah proses perseptual, yaitu pengenalan korespondensi rangkaian huruf dengan

bunyi-bunyi bahasa. Sementara itu proses memahami makna (meaning) lebih

ditekankan di kelas-kelas tinggi SD (Syafi’I, 1999).

Di samping keterampilan decoding, pembaca juga harus memiliki

keterampilan memahai makna (meaning). Pemahaman makna berlangsung melalui

berbagai tingkat, mulai dari tingkat pemahaman literal sampai kepada pemahaman

interpretatif, kreatif, dan evaluatif. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

membaca merupakan gabungan proses perseptual dan kognitif, seperti dikemukakan

oleh Crawley dan Mountain (1995).

Menurut pandangan tersebut, membaca sebagai proses visual merupakan

proses menerjemahkan simbol tulis ke dalam bunyi. Sebagai suatu proses berpikir,

membaca mencakup pengenalan kata, pemahaman literal, interpretasi, membaca kritis

(critical reading), dan membaca kreatif (creative reading). Membaca sebagai proses

linguistik, skemata pembaca membantunya membangun makna, sedangkan fonologis,

16

semantik, dan fitus sintaksis membantunya mengomunikasikan dan

menginterpretasikan pesan-pesan. Proses metakognitif melibatkan perencanaan,

pembetulan suatu strategi, pemonitoran, dan pengevaluasian. Pembaca pada tahap ini

mengidentifikasi tugas membaca untuk membentuk strategi membaca yang sesuai,

memonitor pemahamannya, dan menilai hasilnya.

Sedangkan Klien, dkk. (1996) mengemukakan bahwa definisi membaca

mencakup (1) membaca merupakan suatu proses. (2) membaca adalah strategis, dan

(3) membaca merupakan interaktif. Membaca merupakan suatu proses dimaksudkan

informasi dari teks dan dan pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca mempunyai

peranan yang utama dalam membentuk makna.

Membaca juga merupakan suatu strategis. Pembaca yang efektif

menggunakan berbagai strategi membaca yang sesuai dengan teks dan konteks dalam

rangka mengonstruk makna ketika membaca. Strategi ini bervariasi sesuai dengan

jenis teks dan tujuan membaca.

Membaca adalah interaktif. Keterlibatan pembaca dengan teks tergantung

pada konteks. Orang yang senang membaca suatu teks yang bermanfaat, akan

menemui beberapa tujuan yang ingin dicapainya, teks yang dibaca seseorang harus

mudah dipahami (readable) sehingga terjadi interaksi antara pembaca dan teks.

Membaca adalah sebuah aktivitas konstruktif dalam proses membaca makna.

Carter (dalam Wiryodijoyo, 1989:10) menyebutnya sebagai proses berpikir yang

meliputi proses mengartikan, menafsirkan arti, dan menerapkan ide – ide dari

17

lambing. Miler V. Zints (dalam Wiryodijoyo, 1989:10) ada empat tahap dalam proses

membaca : persepsi, pemahaman, reaksi, dan integrasi. Persepsi adalah kemampuan

untuk membaca kata sebagai kesatuan yang berarti. Pemahaman adalah kemampuan

untuk membuat kata – kata penulis menimbulkan pikiran – pikiran yang berguna

seperti yang terbaca dalam konteks. Reaksi adalah tindakan yang memerlukan

pertimbangan berkenaan dengan apa yang telah dikatakan oeh penulis. Integrasi

adalah kemampuan untuk memahamkan atau konsep terhadap latar belakang

pengalaman penulis sehingga berguna sebagai bagian dari pengalaman keseluruhan

bagi pembaca.

Harris ( 1993) mengungkapkan membaca adalah interaksi antara pembaca dan

pesan tertulis melalui langkah – langkah berpikir secara operasional dengan dituntun

oleh tujuan membacanya. Adapun kemampuan membaca adalah ketempilan dalam

ketepatan dan kecepatan memproses teks, dalam menafsirkannya dan dalam

menggunakannya.

Carrol dalam Haris (1981:264-265) memepertegas lagi bahwa “membaca

merupakan proses interaksi antara latar belakang pengalaman kejiwaan pembaca

dengan informasi leksikal dan gramatikal yang terkandung dalam simbol – simbol

grafis dalam upaya memperoleh pesan penulis. “Dikatakan demikian, karena untuk

dapat menangkap makna yang terkandung dalam suatu bacaan, salah satunya

dipengaruhi oleh faktor pengalaman pembaca, baik itu situasi atau hal – hal tertentu

maupun pemahaman terhadap struktur kebahasaan.

18

Membaca dapat juga dianggap suatu proses untuk memahami yang tersirat

dan tersurat, melihat pikiran yang terkandung di dalam kata – kata yang tertulis.

Tingkatan hubungan antara makna yang hendak dikemukakan oleh penulis dan

penafsiran atau interpretasi pembaca turut menentukan ketepatan pembaca.

Demikianlah makna itu akan berubah, karena setiap pembaca memiliki pengalaman

yang berbeda – beda yang dia pergunakan sebagai alat untuk menginterpretasi kata –

kata tersebut (Anderson, 1972).

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa membaca

merupakan aktivitas untuk memperoleh informasi dari bahan tertulis melalui suatu

interaksi antara pembaca dengan penulis yang diwakili oleh tulisannya. Dalam

interaksi tersebut terjdi kontak antara karakteristik yang dimiliki pembaca dan

karakteristik yang dimiliki penulis. Kontak antara karakteristik itu akan melahirkan

pemahaman pembaca terhadap ide atau gagasan penulis. Hal ini bararti, membaca

bukan semata – mata menyuarakan bahasa tulis dan mengikuti baris demi baris

tulisan tersebut, tetapi berusaha untuk memperoleh pesan, amanat dan makna yang

disampaikan penulis melalui media bacaan secara utuh dan menyeluruh.

Membaca merupakan suatu proses yang sangat kompleks, karena melibatkan

berbagai komponen yang ada dalam diri pembaca. Dikatakan demikian, karena dalam

proses ini terlibat berbagai unsur seperti ingatan, pengalaman, otak, pengetahuan,

kompetensi bahasa, keadaan psikologis, emosional, dan panca indra (mata). Semua

19

unsur atau komponen tersebut saling bekerja sama dengan maksud untuk memehami

makna bacaan.

Dari berbagai macam teori di atas secara singkat dapat dikatakan bahwa

membaca adalah “ bringing meaning to and getting meaning from printed or written

material” memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung dalam suatu

wacana.

2. Tujuan Membaca

Membaca hendaknya mempunyai tujuan, karena seorang yang membaca suatu

tujuan, cenderung lebih memahami dibandingkan dengan orang yang tidak

mempunyai tujuan. Dalam kegiatan membaca di kelas, guru seharusnya menyusun

tujuan membaca dengan menyediakan tujuan khusus yang sesuai atau dengan

membantu mereka menyusun tujuan membaca siswa itu sendiri.

Tujuan membaca menurut Paul S. Anderson dalam Widyamartaya (1992:90)

adalah di bawah ini.

a. membaca untuk memperoleh fakta atau perincian – perincian (reading of

details and fact), yaitu membaca untuk mengetahui penemuan – penemuan

yang telah dilakukan oleh tokoh, apa yang telah terjadi pada tokoh, dan lain –

lain;

20

b. membaca untuk memperoleh ide – ide utama ( reading for main ideas), yaitu

membaca untuk mengetahui masalah, apa yang dialami tokoh, dan

merangkum hal – hal yang dilakukan tokoh untuk mencapai tujuannya;

c. membaca untuk mengetahui urutan atau organisasi cerita (reading for

sequence ar organization), yaitu membaca untuk mengetahui setiap bagian

cerita;

d. membaca untuk menyimpulkan (reading for inference), yaitu membaca untuk

mengetahui mengapa tokoh berbuat demikian, apa yang dimaksudkan

pengarang dengan cerita atau bacaan itu, mengapa terjadi perubahan pada

tokoh;

e. membaca untuk mengelompokkan (reading for classify), yaitu membaca

untuk menemukan dan mengetahui hal – hal yang tidak biasa, apa yang lucu

dalam cerita atau bacaan, apakah cerita itu benar atau tidak;

f. membaca untuk menilai (reading for evaluate), yaitu membaca untuk

mengetahui apakah tokoh berhasil, apakah baik kita berbuat seperti tokoh;

g. membaca untuk membandingkan atau mempertentangkan (reading for

compare or contest), yaitu membaca untuk mengetahui bagaimana caranya

tokoh berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kebiasaan hidup yang kita

kenal, bagimana dua buah cerita mempunyai kesamaan.

21

Sedangkan menurut Blaton, dkk. dan Irwin dalam Burns dkk., (1996)

mengemukakan bahwa tujuan membaca mencakup:

a. kesenangan;

b. menyempurnakan membaca nyaring;

c. mengunakan strategi tertentu;

d. memperbaharui pengetahuanya tentang suatu topic;

e. mengaitkan informasi baru dengan informasi yang telah diketahuinya;

f. memperoleh informasi untuk laporan lisan atau tertulis;

g. mengkonfirmasikan atau menolak prediksi;

h. menampilkan suatu eksperimen atau mengaplikasikan informasi yang

diperoleh dari suatu teks dalam beberapa cara lain dan mempelajari tentang

strukstur teks;

i. menjawab pertanyaan-pertanyaan yang spesifik.

3. Komponen Kegiatan Membaca

Pada dasarnya kegiatan membaca terdiri dari atas dua bagian, yaitu proses dan

produk (Syafe’ie, 1993, Burn dkk 1996). Proses membaca mencakup sembilan aspek

untuk menghasilkan produk.

22

a. Proses membaca

Membaca merupakan proses yang kompleks. Proses ini melibatkan sejumlah

kegiatan fisik dan mental. Menurut Burns dkk. (1997), proses membaca terdiri atas

sembilan aspek, yaitu sensori, perseptual, urutan, pengalaman, pikiran, pembelajaran,

asosiasi, sikap dan gagasan.

Proses membaca dimulai dengan sensori visual yang diperoleh melalui

ungkapan simbol-simbol grafis melalui indera penglihatan. Anak-anak belajar

membedakan secara visual di antara simbol-simbol grafis (huruf atau kata) yang

digunakan untuk mempresentasikan bahasa lisan.

Kegiatan berikutnya adalah tindakan perseptual, yaitu aktivitas mengenal

suatu kata sampai pada suatu makna berdasarkan pengalaman yang lalu. Kegiatan

persepsi melibatkan kesan sensor yang masuk ke otak. Ketika seseorang membaca,

otak menerima gambaran kata-kata, kemudian mengungkapkannya dari halaman

cetak berdasarkan pengalaman pembaca sebelumnya dengan objek, gagasan, atau

emosi yang dipresentasikan oleh suatu kelas. Pembaca mengenali rangkaian simbol-

simbol tertulis, baik yang berupa kata, frasa, maupun kalimat. Kemudian pembaca

memberi makna dengan menginterpretasikan teks yang dibacanya. Pembaca satu

dengan lainnya dalam mempersepsi suatu teks mungkin saja tidak sama. Walaupun

membaca teks yang sama, mungkin mereka memberikan makna yang berbeda. Aspek

urutan dalam proses membaca merupakan kegiatan mengikuti rangkaian tulisan yang

23

tersusun secara linear, yang umumnya tampil pada satu halaman dari kiri ke kanan

atau dari atas ke bawah (Burns dkk., 1996).

Pengalaman merupakan aspek penting dalam proses membaca. Anak-anak

yang memiliki pengalaman yang banyak akan mempunyai kesempatan yang lebih

luas dalam mengembangkan pemahaman kosakata dan konsep yang mereka hadapi

dalam membaca dibandingkan dengan anak-anak yang mempunyai pengalaman

terbatas. Oleh sebab itu, guru atau orang tua sebaiknya memberikan pengalaman

langsung atau tidak langsung kepada anak-anaknya, misalnya pengalaman tentang

tempat, benda, dan proses yang dideskripsikan dalam materi bacaan sehingga materi

bacaan akan lebih mudah mereka serap. Pengalaman konkrit (pengalaman langsung)

dan pengalaman tidak langsung akan meningkatkan perkembangan konseptual anak,

namun pengalaman langsung lebi efektif daripada pengalaman tidak langsung. Guru

dan orang tua bisa membantu anak belajar bahasa baku yang umumnya ditemukan

pada buku-buku dengan menceritakan dan membacakan cerita, mendorong kegiatan

show all and tell, mendorong diskusi kelas, menggunakan pengalaman bahasa

melalui cerita, dan mendorong permainan drama (Burns dkk, 1996).

Membaca merupakan proses berpikir. Untuk dapat memahami bacaan,

pembaca terlebih dahulu harus memahami kata-kata dan kalimat yang dihadapinya

melalui proses asosiasi dan eksperimental sebagimana dijelaskan sebelumnya.

Kemudian ia membuat simpulan dengan menghubungkan isi preposisi yang terdapat

dalam materi bacaan. Untuk itu, dia harus mampu berpikir secara sistematis, logis,

24

dan kreatif. Bertitik tolak dari kesimpulan itu, pembaca dapat menilai bacaan.

Kegiatan menilai menuntut kemampuan berpikir kritis (syafe’ie, 1993:44).

Peningkatan kemampuan berpikir melalui membaca seharusnya dimulai sejak

dini. Guru SD dapat membimbing siswanya dengan memberikan pertanyaan-

pertanyaan yang memungkinkan mereka dapat meningkatkan kemampuan

berpikirnya. Pertanyaan-pertanyaan yang dajukan guru hendaknya merangsang siswa

berpikir, seperti pertanyaan mengapa dan bagaimana. Jadi pertanyaan yang diajukan

sehubungan dengan bacaan tidak hanya pertanyaan yang menghasilkan jawaban

berupa fakta.

Mengenal hubungan antara simbol dengan bunyi bahasa dan makna

merupakan aspek asosiasi dalam membaca. Anak-anak belajar menghubungkan

simbol-simbol grafis dengan bunyi bahasa dan makna. Tanpa kedua kemampuan

asosiasi tersebut siswa tidak mungkin dapat memahami teks.

Aspek afektif merupakan proses membaca yang berkenaan dengan kegiatan

memusatkan perhatian, membangkitkan kegemaran membaca (sesuai dengan

minatnya), dan menumbuhkan motivasi membaca ketika sedang membaca (Burn

dkk., 1996). Pemusatan perhatian, kesenangan dan motivasi yang tinggi diperlukan

dalam membaca. Anak-anak SD seharusnya terlatih memusatkan perhatiannya pada

bahan bacaan yang dibacanya. Guru SD bisa melatih siswanya terbiasa memusatkan

perhatiannya dengan memberikan bacaan yang menjadi minat mereka. Tanpa

perhatian yang penuh ketika membaca, siswa sulit mendapatkan sesuatu dari bacaan.

25

Motivasi dan kesenangan membaca sangat membantu siswa untuk memusatkan

perhatian pada bacaan.

Aspek terakhir adalah aspek pemberian gagasan. Aspek gagasan dimulai

dengan penggunaan sensori dan perseptual dengan latar belakang pengalaman dan

tanggapan afektif serta membangun makna teks yang dibacanya secara pribadi.

Makna dibangun berdasarkan pada teks yang dibacanya, tetapi tidak seluruhnya

ditemui dalam teks. Teks tersebut ditransformasikan oleh pembaca dari informasi

yang diambil dari teks. Pembaca dengan latar belakang pengalaman yang berbeda dan

reaksi afektif yang berbeda akan menghasilkan makna yang berbeda dari teks yang

sama.

b. Produk membaca

Produk membaca merupakan komunikasi dari pemikiran dan emosi antara

penulis dan pembaca. Komunikasi juga bisa terjadi dari konstruksi pembaca melalui

integrasi pengetahuan yang telah dimiliki pembaca dengan informasi yang disajikan

dalam teks. Komunikasi dalam membaca tergantung pada pemahaman yang

dipengaruhi oleh seluruh aspek proses membaca.

Lebih lanjut Burns, dkk. (1996) mengemukakan bahwa strategi pengenalan

kata, sebagai bagian dari aspek asosiasi dalam proses membaca merupakan sesuatu

yang esensial. Pemahaman bacaan tidak hanya berupa aktivitas menyandi (decoding)

26

simbol-simbol ke dalam bunyi bahasa, tetapi juga membangun (construct) makna

ketika berinteraksi dengan halaman cetak.

Pemahaman terhadap bacaan sangat bergantung pada semua aspek yang

terlibat dalam proses membaca. Di samping kemampuan yang dituntut dalam

melaksanakan kegiatan, berbagai aspek proses membaca pun harus dipenuhi oleh

pembaca. Aspek gagasan akan diperoleh apabila aspek-aspek proses membaca yang

lain telah bekerja secara harmonis.

Agar hasil membaca dapat tercapai secara maksimal, pembaca harus

menguasai kegiatan-kegiatan dalam proses membaca tersebut (Syafe’ie, 1993:46).

Oleh sebab itu, guru –guru SD memegang peranan penting dalam membimbing para

siswa agar mereka mampu menguasai kegiatan-kegiatan dalam proses membaca

tersebut dengan baik.

B. Pembelajaran Membaca

1. Prinsip-prinsip Pengajaran Membaca

Oka melalui Kusdiana (2002:18) mengatakan bahwa “pengajaran membaca

memiliki kedudukan sebagai bagian integral dalam pendidikan, yaitu sebagai bagian

yang tak terpisahkan dari kedudukan pendidikan, serta sebagai alat dan media

fungsional dari keseluruhan kegiatan pendidikan. “Sejalan dengan kedudukan ini

maka kedudukan membaca memiliki fungsi utama edukatif, yaitu menjaga keutuhan

kehadiran pendidikan dan pengajaran bahasa, khususnya membina siswa dalam

27

bidang membaca, serta memiliki fungsi pelengkap instrumental dan social, yaitu

sebagai alat untuk mempertahankan kehadiran membaca dalam kehidupan

bermasyarakat. Oleh karena itu berdasarkan pengertian, kedudukan dan fungsi

pengajaran membaca, ia mengemukakan bahwa tujuan umum pengajaran membaca

diperinci sebagai berikut.

1) Tujuan pokok ialah membina siswa agar mereka memiliki.

a) kemampuan/keterampilan yang baik dalam membaca yang tersurat dan

tersirat dari macam–macam wacana tertulis yang dibacanya.

b) pengetahuan yang shahih tentang nilai dan fungsi membaca dan teknik

membaca untuk memcapai tujuan tertentu.

c) sikap yang positif terhadap membaca dan belajar membaca. Jiga tujuan pokok

ini tercapai, maka pengajaran membaca mewujudkan apa yang belakangan ini

sering diungkapkan dengan semboyan “ belajar untuk dapat

membaca”(learning to read), dan “ membaca untuk dapat belajar” (reading to

learn).

2) Tujuan tambahan ialah berpartisipasi dalam:

a) usaha memasyarakatkan dan membudayakan membaca;

b) memanfaatkan serta merangsang studi dan penelitian membaca

28

Atas dasar pendapat Oka tersebut, maka tujuan pokok pengajaran membaca di

sekolah adalah membina siswa membaca agar mereka memiliki pengetahuan,

keterampilan, serta sikap positif terhadap kegiatan membaca.

Beberapa prinsip yang dapat diambil dari uraian diatas yang mendasari

kegiatan pengajaran membaca adalah sebagai berikut.

1. Ketahui latar pengetahuan siswa. Latar pengetahuan pembaca bisa

mempengaruhi pemahaman siswa dalam membaca. Latar pengetahuan ini

meliputi semua pengalaman yang ia bawa ke sebuah teks, misalnya,

pengalaman hidup, pendidikan, pengetahuan mengenai bagaimana teks bisa

diatur secara retorikal, pengetahuan bagaimana bahasa pertama atau kedua

itu bekerja, serta latar belakang budaya. Pemahaman membaca dapat lebih

ditingkatkan jika latar pengetahuannya itu diaktifkan melalui tujuan,

pertanyaan, prediksi, struktur teks, dan sebagainya. Jika siswa membaca

sebuah topik yang tidak familiar, maka guru perlu memulai proses bacaan

dengan membangun latar pengetahuan.

2. Membangun dasar kosakata yang kuat kosakata mendapat tempat paling

tinggi dalam pembelajaran bahasa. Banyak penelitian yang menekankan

pentingnya kosakata dalam kesuksesan membaca. Menurut Anderson

(2003), kosakata menjadi penting untuk diajarkan baik bagi siswa L1

maupun siswa L2 dan penggunaannya dalam konteks agar mereka dapat

menebak makna suatu kosakata yang jarang muncul.

29

3. Ajari pemahaman. Pada beberapa program istruksi membaca, penekanan

kebanyakan pada pengetesan pemahaman membaca, alih-alih pada

mengajarkan siswa bagaimana untuk paham. Memonitor pemahaman adalah

penting untuk mencapai sukses membaca. Salah satu hal yang terkait dalam

proses monitoring ini ialah memeriksa prediksi yang dihasilkan itu sudah

benar dan mengecek apakah siswa telah menyesuaikan apa yang diperlukan

ketika makna dalam bacaan itu belum diperoleh.

4. Usahakan meningkatkan kecepatan (kelancaran) membaca

salah satu kendala bagi siswa L2 dalam hal membaca adalah meski mereka

bisa baca tetapi bacaannya kurang lancar. Dalam hal ini, prinsipnya ialah

bahwa guru harus seimbang baik posisinya sebagai pendamping siswa

maupun pengembang keterampilan siswa dalam pemahaman bacaan. Yang

paling penting untuk dicatat bahwa fokusnya itu bukan pada pengembangan

kecepatan siswa dalam membaca, tapi pada kelancaran membaca. Seseorang

dikatakan lancar membaca jika ia mampu membaca 200 kata per menit

dengan sedikitnya 70% memahami bacaan itu (Anderson, 2003: 76).

5. Ajarkan strategi membaca guna meraih hasil yang diinginkan, siswa perlu

belajar menggunakan strategi-strategi membaca yang sesuai dengan

tujuannya. Mengajarkan mereka akan hal ini dapat menjadi pertimbangan

utama dalam kelas membaca.

6. Dorong siswa menjelmakan strategi menjadi keterampilan

ada perbedaan antara strategi dan keterampilan. Yang pertama merujuk pada

30

tindak kesadaran untuk meraih tujuan atau sasaran. Yang kedua adalah

strategi yang telah menjadi otomatis. Hal ini menekankan peran aktif yang

dimainkan oleh siswa dalam strategi membaca. Sebagai pelajar yang secara

sadar belajar dan mempraktikkan strategi membaca secara khusus, strategi

itu berpindah dari kesadaran menuju ketaksadaran, yakni dari strategi

menuju keterampilan.

7. Buat penilaian dan evaluasi penilaian dan evaluasi bisa secara kuantitatif

atau kualitatif. Keduanya bisa diterapkan dalam kelas membaca. Penilaian

kuantitatif meliputi informasi dari ujian pemahaman baca dan juga data

kelancaran membaca. Informasi kualitatif diperoleh dari respon bacaan

jurnal, survei, dan respon terhadap daftar cek yang dibuat untuk strategi

membaca.

2. Pelaksanaan Pembelajaran Membaca

Untuk mendorong siswa dapat memahami berbagai bahan bacaan, guru

seharusnya menggabungkan kegiatan prabaca, saat baca, dan pascabaca dalam

pembelajaran membaca. Beberapa teknik lebih umum dan mencakup lebih dari satu

kegiatan, dalam satu pembelajaran. Berikut ini dijelaskan berbagai kegiatan yang bisa

dilakukan dalam prabaca, saat baca, dan pascabaca.

31

a. Kegiatan Prabaca

Guru yang efektif harus mampu mengarahkan siswa kepada topik pelajaran

yang akan dipelajari siswa. Burn, dkk. (1996) serta Rubin (1993) mengemukakan

bahwa pengajaran membaca dilandasi oleh pandangan teori skemata. Berdasarkan

pandangan teori skemata, membaca adalah proses pembentukan skemata makna

terhadap teks.

Sehubungan dengan teori membaca ini, guru yang efektif seharusnya mampu

mengarahkan siswa agar lebih banyak menggunakan pegetahuan topik untuk

memproses ide dan pesan suatu teks. Oleh karena itu, guru perlu memperhatikan

kegiatan prabaca, saat baca, dan pascabaca dalam penyajian pengajaran membaca.

Kegiatan prabaca adalah kegiatan pengajaran yang dilaksanakan sebelum

siswa melakukan kegiatan membaca. Dalam kegiatan prabaca, guru mengarahkan

perhatian pada pengaktifan skemata siswa yang berhubungan dengan topik bacaan.

Pengaktifan skemata siswa dapat diakukan dengan berbagai cara, misalnya dengan

peninjauan awal, pedoman antisipasi, pemetaan makna, menulis sebelum membaca,

dan drama kreatif (Burns, dkk.,1996).

Menurut Farida (2007) Skemata ialah latar belakang pengetahuan dan

pengalaman yang telah dimiliki siswa tentang suatu informasi atau konsep tentang

sesuatu. Skemata menggambarkan sekelompok konsep yang tersusun dalam diri

seseorang yang dihubungkan dengan objek, tempat-tempat, tindakan, atau peristiwa.

32

Untuk menjadi pembaca yang sukses siswa membutuhkan berbagai skemata.

Mereka harus memiliki konsep-konsep tentang tujuan bahan cetakan dan tentang

hubungan bahasa bicara dan bahasa tertulis. Mereka juga membutuhkan kosakata dan

pola kalimat yang umumnya tidak ditemukan dalam bahasa lisan dan dengan gaya

menulis yang berbeda dengan berbagai aliran sastra.

Disamping itu, untuk membangkitkan skemata siswa, guru juga bisa

menugaskan siswa menulis tentang pengalaman pribadi yang relevan sebelum mereka

membca teks bacaan yang telah ditentukan guru, yang akan mengasilkan tingkah laku

siswa yang lebih memerhatikan tugasnya, lebih sempurna menanggapi watak pelaku,

dan lebih memperlihatkan reaksi yang positif tentang membaca yang sudah

ditentukan guru.

b. Kegiatan Saat baca

Setelah kegiatan prabaca, kegiatan berikutnya ialah kegiatan saat baca.

Beberapa strategi dan kegiatan bisa digunakan dalam saat baca untuk meningkatkan

pemahaman siswa tergantung teknik pembelajaran yang digunakan. Kegiatan ini

dilakukan dengan mendiskusikan isi teks.

c. Kegiatan Pascabaca

Kegiatan pascabaca digunakan untuk membantu siswa memadukan informasi

baru yang dibacanya ke dalam skemata yang telah dimilikinya sehingga diperoleh

tingkat pemahaman yang lebih tinggi (Burn, dkk.,1996). Strategi yang dapat

33

digunakan pada tahap pascabaca adalah belajar mengembangkan bahan bacaan

pengajaran, memberikan pertanyaan, menceritakan kembali, dan presentasi visual.

Dalam kegiatan pascabaca, anak-anak diberikan kesempatan mengembangkan

belajar mereka dengan menyuruh siswa mempertimbangkan apakah siswa tersebut

membutuhkan/menginginkan informasi lebih lanjut tentang topik tersebut dan di

mana mereka bisa menemukan informasi lebih lanjut. Setelah itu mereka membaca

tentang topik dan berbagai temuannya dengan teman-temannya (Burn, dkk., 1996).

3. Membaca Terbimbing (guided reading)

Teknik pembelajaran membaca terbimbing (guided reading) adalah kegiatan

membaca terbimbing dimana guru menjadi pengamat dan fasilitator. Dalam

terbimbing penekanannya bukan dalam cara membaca itu sendiri melainkan lebih

pada membaca pemahaman. Dalam guided reading semua siswa membaca dan

mendiskusikan buku yang sama. Guru melemparkan pertanyaan yang meminta siswa

menjawab dengan kritis, bukan sekedar pertanyaan pemahaman. Teknik guided

reading sangat mudah untuk dilaksanakan di dalam ruang kelas. Teknik ini akan

dapat melatih para siswa untuk menjadi pembelajar mandiri dan aktif (active

learners), lebih fokus pada persoalan yang dihadapi, dan tentunya membuat para

siswa tidak bosan. Teknik-teknik tersebut juga sangat efektif, variatif dan mampu

memacu kreatifitas guru dan siswa. Pembelajaran di kelas menjadi lebih

menyenangkan dan lebih berkesan.

34

Teknik Guided Reading bertujuan membantu siswa dalam menggunakan

strategi belajar membaca secara mandiri;

“The ultimate goal of guided reading is to help children learn how to use

independent reading strategies successfully.”(Fountas and Su Pinnell) (1996).

Teknik ini bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut: Pemilihan dan

penentuan teks yang akan dibaca. Siswa dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil

(4/5 orang). Setiap siswa membaca teks yang sudah ditentukan dengan tiga tahapan;

dibaca sendiri satu kali, dibaca pelan/lembut, dan dibaca di dalam hati. Siswa mencari

informasi lebih lanjut tentang cara membaca beberapa kata kepada temannya sebagai

diskusi awal dengan kelompoknya. Guru mengadakan diskusi kecil sebagai

eksplorasi yang meliputi phonic concept dan whole-language learning. Selanjutnya

guru memonitor kemampuan reading dengan cara rereading/repetition. Guru

menggunakan gambar sebagai penunjang arti.

Teknik pembelajaran membaca terbimbing (guided reading) disusun oleh

Betts (1946). dan dikembangkan oleh Manzo 1975 sebagai metode pembelajaran

membaca. Langkah-langkah guided reading terdiri atas panduan persiapan bagi siswa

sebelum kegiatan membaca, panduan bagi siswa selama kativitas kegiatan membaca

dalam hati, dan siswa membuat pertanyaan dari bacaan sampai pada tahap guru

memberikan pertanyaan pada siswa tentang isi bacaan.

Strategi ini disusun untuk memberikan bimbingan dalam pembelajaran

membaca dan lebih sesuai untuk kelas tinggi awal (kelas III dan VI), karena strategi

35

ini tidak terlalu menuntut siswa untuk melakukan prediksi terhadap isi bacaan.

Melalui strategi ini siswa akan dihadapkan pada tiga tahapan, yaitu (1) tahap

persiapan sebelum membaca, (2) pemberian bimbingan selama membaca dalam hati,

dan (3) pengecekan pemahaman dan keterampilan. Ketiga tahapan tersebut

memperlihatkan kepada kita bahwa dalam strategi DRA ada tahap (1 )pramembaca,

(2) membaca dalam hati, dan (3) tahap pascamembaca.

Secara rinci tujuan dari guided reading procedure adalah sebagai berikut:

1. Membantu daya ingat siswa tanpa bantuan membaca secara khusus

2. Meningkatkan kemampuan siswa untuk membuat pertanyaan dari yang

telah mereka baca.

3. Mengembangkan pemahaman siswa akan pentingnya memperbaiki

pertanyaan yang mereka buat.

4. Meningkatkan kemampuan siswa untuk mengelompokkan informasi dari

pertanyaan yang telah dibuatnya.

Komponen-komponen teknik pembelajaran membaca terbimbing (guided

reading) dibagi dalam enam fase berikut:

1. Guru menyiapkan siswa untuk membaca cerita dengan mengembangkan

latar belakang pengetahuan, memperkenalkan kosa kata dan menentukan

tujuan membaca.

36

2. Siswa membaca dalam hati dan guru mengawasi mereka. Setelah siswa

selesai membaca, guru meminta para siswa untuk menjelaskan secara

detail apa yng mereka ingat, dan guru mencatat informasi di papan tulis.

3. Setelah semua informasi diingat siswa, siswa kembali membaca materi

untuk membuat koreksi dan menambahkan informasi, guru mengarahkan

yang kurang tepat.

4. Guru memberikan pilihan lebih dari satu pendapat kepada siswa untuk

mengelompokkan informasi.

5. Guru membuat pertanyaan yang dapat menimbulkan siswa

menghubungkan informasi yang baru dengan pengetahuan sebelumnya,

agar siswa berpikiran kritis.

6. Langkah terakhir yaitu menguji para siswa dengan mengaitkan pertanyaan

pendek sebagai penguatan.

Evaluasi pembelajarn membaca guided reading dilakukan dengan cara

menilai pembelajaran membaca melalui mengukur jenis tes membaca

pemahaman. Jenis tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam

memperoleh makna dari wacana tulis.

Menurut taksonomi Barret, dalam Mulayadriyah (2004:45) tes

keterampilan memahami isi bacaan terdiri atas komponen-komponen berikut.

37

1. Pemahaman literal (mengenal dan mengingat) antara lain 1) ide pokok, 2)

ide penjelas, 3) urutan, 4) perbandingan, 5) hubungan sebab akibat dan 6)

sifat/karakter.

2. pemahaman inferensial antar lain; 1) ramalan hasil, 2) menafsirkan bahasa

figurative, 3) pembentukan hipotesis tentang isi cerita berdasarkan

hubungan sebab akibat dan 4) mengidentifikasi dan membandingkan

karakter.

3. Pemahaman evaluative dan kritis antara lain 1) realitas dan fantasi 2) fakta

dan opini, 3) ketepatan dan informasi dan 4) keinginan.

4. Pemahamanan apresiasif. Penyusunan ulang harian yang berfokus pada

kemampuan pemahaman dapat dilakukan dengan langkah-langkah

berikut; 1) guru memilih teks bacaan 2) menentukan model jawaban yang

dikehendaki, 3) pertanyaan untuk setiap bacaan antara lima sampai

sepuluh buah pertanyaan dan, 4) isi pertanyaan dapat mengacu pada

pemahaman literal (mengenal dan mengingat), inferensial, evaluative, dan

pemahaman apresiasif.

38

C. Kemampuan Membaca Pemahaman

1. Pengertian Kemampuan Membaca Pemahaman

Suatu wacana bila kita amati terdiri atas rentetan huruf dan tanda baca yang

membentuk kata atau kelompok kata. Rentetan kata atau kelompok kata tersebut

membentuk suatu kalimat. Kumpulan kalimat membentuk paragraf, dan paragraf

membentuk suatu karangan atau wacana yang utuh dan mengandung arti.

Membaca merupakan suatu proses yang kompleks dan rumit. Dikatakan

demikian karena dalam proses membaca terlibat berbagai faktor, baik internal

maupun eksternal. Faktor internal meliputi intelegensi, minat, sikap, bakat, motivasi,

tujuan membaca dan sebagainya. Faktor eksternal meliputi sarana bacaan, tingkat

keterbacaan, lingkungan, kebiasaan, dan tradisi membaca (Nurhadi, 1990:13).

Dengan kata lain, dalam proses membaca terlibat aspek-aspek berpikir seperti

mengingat, memahami, membandingkan, membedakan, menganalisis, dan

mengorganisasi dalam menangkap makna bacaan secara utuh. Selain itu, seorang

pembaca dituntut untuk mampu mengenal aksara, tanda-tanda baca dan

mengkorelasikannya dengan unsur-unsur linguistik yang formal, misalnya dengan

makna. Tanpa memiliki perangkat komponen di atas, tidak mungkin seseorang dapat

melakukan kegiatan membaca dengan sempurna. Oleh karena itu, tergambarlah

dengan jelas bahwa membaca merupakan suatu kemampuan yang perlu dipelajari,

dibina, dan dikembangkan oleh setiap individu.

39

Membaca dapat diartikan sebagai suatu proses berpikir, mengevaluasi,

membayangkan, dan memecahkan masalah (Zints, 1980:9). Artinya, dalam proses

membaca terjadi asimilasi, dan atau akomodasi antara fakta, konsep dan generalisasi

sesuatu yang baru dengan keseluruhan khazanah kejiwaan yang telah dimiliki oleh

pembaca. Implikasinya, membaca merupakan suatu proses aktif bukan pasif

dikatakan demikian karena pembaca dituntut untuk mampu menginterprestasikan apa

yang dibaca dengan didasarkan pada pengetahuan atau pengalaman yang telah

dimilikinya tentang topik yang disajikan dalam suatu wacana. Uraian tersebut sejalan

dengan pendapat Smith dan Robinson (1980:6) bahwa, “membaca merupakan

kegiatan aktif untuk dapat mengerti pesan atau informasi yang hendak disampaikan

penulis”.

Selanjutnya Harris (1981:170) mengatakan bahwa, “membaca adalah interaksi

antara pembaca dengan penulis melalui pesan tertulis dalam suatu rangkaian berfikir

dengan tuntutan tujuan membaca.” Artinya, membaca bukan saja kegiatan mencari

dan merima pesan penulis, tetapi lebih jauh dari itu, yaitu adanya penyusunan

kembali dan pengolahan pesan tersebut melalui proses berfikir oleh pembaca. Oleh

karena itu, dikatakan bahwa membaca adalah suatu proses psikolinguistik yang

berawal dari penyandian oleh penulis dan berakhir dengan pemberian makna oleh

pembaca. Dengan demikian, terdapat suatu proses yang berlawanan yaitu suatu

proses pemaparan isi pikiran dalam bentuk struktur lahir bahasa (tulisan) yang

kemudian direkonstruksi kembali oleh pembaca untuk menemukan isi pikiran

40

penulis. Dengan kata lain, membaca merupakan suatu proses pengubahan struktur

lahir menjadi struktur batin.

Nurhadi (1990:3) mengatakan bahwa “ membaca merupakan proses

penjembatanan antara sesuatu yang baru dengan yang telah diketahui pembaca.”

Dengan demikian, membaca dapat dikategorikan sebagai suatu usaha untuk

memperoleh informasi dari bahan tertulis yang berlangsung melalui interaksi antara

pembaca dan penulis yang diwakili oleh tulisannya. Dalam proses interaksi tersebut

akan terjadi kontak antara karakteristik yang dimiliki penulis. Kontak antara kedua

karakteristik tersebut akan melahirkan dua kemungkinan, yaitu kelancaran atau

hambatan komunikasi antara pembaca sebagai penerima pesan dan penulis sebagai

pengirim pesan. Oleh karena itu, agar terjadi komunikasi yang lancar, baik penulis

maupun pembaca perlu memiliki kemampuan menulis dan kemampuan membaca.

Uraian di atas, memperlihatkan pengertian membaca yang mengarah pada

pemahaman isi wacana. Dikatakan demikian, karena terdapat upaya-upaya aktif yang

dilakukan pembaca dalam memahami berbagai informasi yang diasampaikan penulis

melalui bacaan yang dibacanya.

Pemahaman isi wacana merupakan esensi dari penelitian ini. Setiap aktivitas

membaca senantiasa melibatkan pemahaman dan aktivitas membaca yang tidak

disertai dengan pemahaman tidak dapat digolongkan pada kegiatan membaca

(Williams, melalui Mulyati 1995:47). Istilah pemahaman isi wacana merujuk pada

kemampuan pembaca dalam memproses kegiatan membacanya sehingga dapat

41

melakukan interaksi dengan materi cetak (masukan grafis) dalam upaya

merekonstruksi pesan yang disampaikan penulis (Goodman, dalam Mulyati,

1995:47). Dalam upaya tersebut pembaca berusaha untuk mengerahkan segenap

pengetahuan, kompetensi bahasa, dan khasanah pengalaman konseptualnya untuk

memproses tiga jenis informasi: (a) Informasi grafonik yang berkenaan dengan

hubungan antara lambang grafis dengan bunyi bahsa; (b) Informasi sintaksis

berkenaan dengan informasi implisit di dalam struktural gramatikal bahasa; dan (c)

informasi semantik yang merujuk pada aspek makna. Kemampuan memahami wacara

bukan hanya sekedar kemampuan mengambil dan memetik makna bacaan dari materi

cetak, melainkan juga menyusun konteks yang tersedia guna membentuk makna.

Pernyataan tersebut mengimplisitkan tentang peran skema/skemata dalam proses

membaca. Latar belakang pengetahuan dan pengalaman membaca akan memberi

warna terhadap kualitas pemahaman bacaannya. Inilah yang disebut Smith sebagai

informasi nonvisual. Bagi Smith, pemahaman bacaan mengandung arti proses

penghubungan bahan tertulis dengan apa yang telah diketahui dan ingin diketahui

pembaca. Dengan demikian, dalam kegiatan membaca proses pemahaman bacaan

diperoleh melalui informasi visual dan informasi nonvisual.

Menurut Burns (1984:45), “membaca merupakan suatu proses memahami

wacana tertulis.” Proses dimaksud bersifat interaktif, yaitu suatu proses yang

menuntut pembaca melakukan pertukan ide dengan penulis melalui teks. Ide – ide

atau gagasan – gagasan penulis dituangkan dalam bentuk tulisan yang berbentuk teks.

42

Sebuah teks dibentuk oleh runtutan kosa kata, kalimat – kalimat, dan paragraf –

paragraf. Oleh karena itu, untuk dapat memahami dan bertukar pikiran dengan

penulis mengenai gagasan/ide yang ditulisnya, para pembaca perlu menguasai

perangkat bahasa yang digunakan penulis guna menyampaikan maksudnya tersebut.

Diakui oleh Williams, memang sulit untuk membuat batasan membaca yang

benar – benar akurat. Dia memberi batasan membaca sebagai suatu proses yang

dilakukan seseorang untuk mencari dan memahami apa – apa yang tertulis dalam

materi cetak. Menurutnya, yang terpenting dari batasan membaca yang

disodorkannya adalah “understanding”, sebab membaca yang tidak disertai

pemahaman tidak dianggap sebagai membaca (William,1984:2). Tampaknya,

memang harus kita akui bahwa esensi dari kegiatan membaca adalah pemahaman

bacaan. Jika pemahaman dipandang sebagai esensi dalam kegiatan membaca, maka

langkah selanjutnya adalah memikirkan upaya – upaya yang bisa dilakukan untuk

mencetak pembaca – pembaca yang mahir menemukan esensi membaca tersebut.

Pemahaman juga merupakan suatu proses mental sebagai perwujudan dari

aktivitas kognisi yang tidak bisa dilihat. Produk dari pemahaman adalah perilaku

yang dihasilkan setelah proses pemahaman itu terjadi, misalnya menjawab

pertanyaan, baik secara lisan maupun tertulis (Simon, 1971; Burnes, 1985 melalui

Mulyati 1995:50).

43

Menurut Wainer melalui Saepurokhman (2002”64) bahwa “membaca

pemahaman merupakan suatu proses yang rumit yang berlangsung dari diri seorang

pembaca.” Dikatakan demikian, karena dalam proses tersebut pembaca berupaya

untuk mendayagunakan segala kapasitas mental yang dimilikinya untuk memperoleh

makna (pemahaman) dari bahan yang dibacanya. Perlu kita ketahui, bahwa sebuah

pemahaman akan terjadi bila pembaca memiliki sarana pemahaman seperti mengenal

dan memahami kata – kata, kalimat, dan mampu menghubungkan ide – ide yang

terdapat dalam bahan bacaan dengan pengetahuan yang dimilikinya. Pendapat

tersebut sejalan dengan Tampubolon (1990:6) bahwa, “membaca pemahaman

merupakan suatu proses yang melibatkan penalaran dan ingatan dalam upaya

menemukan dan memahami informasi yang dikomunikasikan pengarang.”

Dalam proses membaca pemahaman, pembaca juga mempelajari cara – cara

pengarang dalam menyajikan pikirannya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa

dalam membaca pemahaman, pembaca memperoleh dua jenis pengetahuan, yaitu

informasi – informasi dan cara penyajian pikiran pengarang. Oleh karena itu, selain

memperkaya pengetahuan, membaca pemahaman juga dapat meningkatkan daya nilai

pembaca.

Kriteria pemahaman isi bacaan dapat diukur melalui pertanyaan tentang

gagasan pokok (Haris dalam Akil, 1993:58). Pendapat ini mengisyaratkan tentang

esensi kegiatan membaca yang harus mengutamakan pemahaman. Pemahaman

terhadap sejumlah gagasan pokok yang ada dalam teks bacaan merupakan inti dari

44

kegiatan membaca. Dua hal yang menjadi prinsip dalam kegiatan membaca adalah

teks itu sendiri dan kemampuan membaca memaknai apa yang ada di dalam teks.

Kegiatan membaca bukan hanya proses milihat dan menyerap lambang –

lambang visual melainkan juga merupakan sintesis antara faktor visual dan nonvisual.

Smith (1986) menyatakan bahwa tingkat pemahaman bacaan mengandung arti proses

menggeneralisasikan antara lambang – lambang tertulis dengan latar belakang

pengetahuannya.

Kemampuan membaca pemahaman berhubungan dengan proses berpikir.

Dalam hal ini, seorang tokoh psikologi yang terkenal, yaitu Piaget menyatakan bahwa

perkembangan berpikir manusia itu bertahap – tahap dan semakin kompleks pada

tahap yang lebih lanjut. Pada setiap tahap ditandai oleh terbentuknya struktur konsep

atau intelektual tertentu yang disebut skema. Skema menjadi mediator antara

seseorang dengan lingkungannya. Berdasarkan berbagai pengertian di atas terhadap

perkembangan kegiatan membaca, muncul definisi baru terhadap proses membaca.

Proses membaca dihubungkan dengan strategi memahami teks dan pemahaman teks

(Arsha, 2002:1). Strategi maksudnya adalah persiapan – persiapan yang diatur secara

tersusun oleh pembaca dalam usaha memberikan makna terhadap teks yang

dibacanya. Pemahaman teks berhubungan dengan proses pembentukan makna.

45

Dari beberapa teori dan uraian diatas dapat dipahami bahwa arti pemahaman

adalah kemampuan atau keterampilan menangkap pengetahuan dari informsai yang

disajikan dalam bentuk tertulis. Kegiatan membaca pemahaman pun berarti

keterampilan dalam memperoleh arti dari teks yang dibaca.

Selanjutnya dapat kita katakan bahwa membaca pemahaman merupakan suatu

proses berpikir yang melalui membaca siswa menyadari dan mengerti gagasan-

gagasan yang sesuai dengan latar belakang pengalaman mereka dan

menginterpretasikannya sesuai dengan kebutuhan dan tujuan mereka membaca teks

dalam hal ini Kennedy (1981: 192) mengemukakan bahwa membaca pemahaman

dapat didefinisikan sebagai suatu proses berpikir dengan cara para pembaca

menyeleksi fakta, informasi atau gagasan dari barang cetakan. Oleh karena itu, dalam

membaca pemahaman harus ada proses berpikir dalam rangka menginterpretasikan

informasi dan hasil interpretasi itu harus tepat dan sesuai dengan makna kata dalam

bacaan.

Kegiatan membaca pemahaman dilandasi oleh aspek psikologis pemahaman

yang terdiri dari (a) kapasitas tulisan, (b) pengalaman pendidikan, (c) kemampuan

untuk berkonsentrasi dan (d) tujuan yang ingin diharapkan oleh pembaca (Kennedy,

1981:193). Kapasitas lisan, yaitu kemampuan bawaan untuk mempelajari bahasa

simbolik dan kemampuan untuk mengetahui konsep-konsep abstrak. Pengalaman

pendidikan, yaitu keseluruhan gagasan, pengertian, dan pengetahuan praktis yang

didapatkan melalui kontak pribadi dengan lingkungan. Kemampuan untuk

46

berkonsentrasi sangat diperlukan sebagai landasan psikologis; karena jika pikiran

pembaca tidak diarahkan pada masalah pengetahuan tertentu, maka gagasan-gagasan

dan informasi yang berhubungan dengan pemecahannya tidak dapat dikumpulkan ,

dikuasai, dan dianilisis. Tujuan adalah landasan psikologis keempat yang diperlukan

untuk memperoleh pemahaman, karena pemahaman jarang diperoleh secara

kebetulan, akan tetapi dilakukan dengan sengaja dan direncanakan.

2. Prinsip-prinsip Kemampuan Membaca Pemahaman

Roger Farr (Prana, 1997:3) memandang bahwa kegiatan membaca sebagai

jantungnya pendidikan. Lebih jelas lagi, membaca itu bisa diumpamakan sebagai urat

nadinya pendidikan. Hal ini berarti bahwa tidak ada kegiatan pendidikan tanpa

kegiatan membaca. Coba kita bayangkan, suatu lembaga tidak ada kegiatan membaca

sama sekali, apa yang akan terjadi? Dari pendapat ahli tersebut di atas, dapat

diperoleh gambaran bahwa betapa pentingnya kegiatan membaca dalam suatu

lembaga pendidikan. Karena membaca merupakan salah satu indikator penting yang

turut menentukan kualitas lembaga pendidikan itu. Jika output kita ingin baik dan

berkualitas, mari kita perbaiki peringkat membaca anak didik kita khususnya

pemahaman membaca. Kemampuan pemahaman membaca sebenarnya dapat kita

tingkatkan dengan berbagai cara. Salah satunya dengan pembiasaan dan latihan. Agar

membaca dapat tumbuh subur dalam diri anak itu, maka yang harus dilakukan adalah

memotivasi dan memberikan contoh yang bijaksana. Cara sekolah membangkitkan

47

motivasi membaca, salah satunya dengan mengadakan lomba sinopsis yang diikuti

oleh semua siswa dan guru, sehingga warga sekolah betul-betul terlibat dalam

suasana membaca dan bersaing memperoleh reward dari sekolah. Tetapi ingat, bukan

reward yang menjadi tujuan utama tetapi menciptakan iklim membaca. Selain

sinopsis dapat pula bercerita, yaitu menceritakan kembali isi bacaan dari salah satu

wacana yang telah dibaca. Dari pelajaran ini siswa memperoleh pelajaran ganda,

yaitu membaca dan menulis bahkan bercerita.

Beberapa penelitian memperlihatkan bahwa banyak faktor yang

mempengaruhi keberhasilan membaca. Menurut McLaughlin & Allen (2002),

prinsip-prinsip membaca yang didasarkan pada penelitian yang paling mempengaruhi

pemahaman membaca ialah seperti yang dikemukakan berikut ini.

a. Pemahaman merupakan proses konstruktivis sosial.

b. Keseimbangan kemahiraksaraan adalah kerangka kerja kurikulum yang

membantu perkembangan pemahaman.

c. Guru membaca yang profesional (unggul) mempengaruhi belajar siswa.

d. Pembaca yang baik memegang peranan yang strategis dan berperan aktif

dalam proses membaca.

e. Membaca hendaknya terjadi dalam konteks yang bermakna.

f. Siswa menemukan manfaat membaca yang berasal dari berbagai teks pada

berbagai tingkat kelas.

48

g. Perkembangan kosakata dan pembelajaran memengaruhi pemahaman

membaca.

h. Pengikutsertaan adalah suatu faktor kunci pada proses pemahaman.

i. Strategi dan keterampilan membaca bisa diajarkan.

j. Asesmen yang dinamis menginformasikan pembelajaran membaca

pemahaman.

a. Pemahaman Merupakan Proses Konstruktivis Sosial

Teori konstruktivis memandang pemahaman dan penyusunan bahasa sebagai

suatu proses membangun. Menurut Cox (1999) anak-anak terus menerus membangun

makna baru pada dasar pengetahuan sebelumnya yang mereka miliki untuk proses

komunikasi. Sebagai metafor untuk belajar bahasa, maksud konstruktivisme ialah

pemakai bahasa adalah pembangun makna, apa yang mereka bangun dan

pengetahuan sebelumnya adalah bahan untuk membangun makna (Spivey dalam Cox,

1999)

Sedangkan Andersen (dalam McLaughlin & Allen, 2002) mengemukakan

bahwa kaum konstruktivis yakin bahwa siswa membangun pengetahuan dengan

menghubungkan pengetahuan dengan pengetahuan yang telah diketahuinya. Dalam

membaca, konsep ini direfleksikan pada perkembangan belajar yang meyakini bahwa

belajar terjadi apabila informasi baru diintegrasikan dengan apa yang diketahui.

Seorang siswa yang mempunyai lebih banyak pengalaman dalam suatu topik tertentu,

49

lebih mudah membuat hubungan antara apa yang diketahuinya dengan apa yang akan

dipelajarinya.

Selain itu, McLaughlin & Allen (2002) menjelaskan konstruktivisme

dimanifestasikan dalam kelas yang dicirikan oleh siswa, yang bisa membangkitkan

gagasan-gagasan, pemilihan sendiri, kreativitas, interaksi, berpikir kritis, dan

konstruksi makna pribadi. Dalam konteks ini tugas kemahiraksaraan autentik

mengasimilasikannya dengan pengalaman dunia nyata, menyediakan suatu tujuan

belajar dan mendorong siswa agar belajar merupakan miliknya.

Menurut Cox (1999) konstruktivisme mengaplikasikan belajar bahasa dalam

empat cara berkut ini.

1) Pembaca membangun makna dengan aktif ketika mereka membaca daripada

hanya menerima pesan secara pasif.

2) Teks tidak mengatakan semuanya; pembacalah yang mengambil informasi

dari teks.

3) Satu teks tunggal bisa mempunyai makna yang banyak karena adanya

perbedaan antara pembaca dan konteks.

4) Membaca dan menulis merupakan proses konstruktif.

50

Lebih lanjut konstruktivisme juga mengaplikasikan pengajaran bahasa. Guru bisa

membantu siswa belajar empat keterampilan berikut.

1) Membuat gabungan antara apa yang mereka ketahui dan apa yang mereka

pelajari.

2) Menggunakan strategi untuk membaca (misalnya membuat prediksi) dan

menulis (misalnya, menggambarkan pengalaman sebelumnya).

3) Berpikir tentang proses membaca dan menulis mereka sendiri.

4) Mendiskusikan tenggapan-tanggapan mereka tentang teks yang mereka baca

dan tulis.

b. Keseimbangan Kemahiraksaraan Merupakan Kerangka Kerja yang Membantu

Perkembangan Pemahaman

Keseimbangan kemahiraksaraan merupakan kerangka kerja kurikulum yang

memberikan kedudukan yang sama antara membaca dan menulis serta mengenal

pentingnya dimensi kognitif dan afektif kemahiraksaraan. Kemahiraksaraan makna

membuatnya terlibat dalam proses membaca dan menulis secara penuh, walaupun

mengenal pentingnya strategi dan keterampilan yang digunakan oleh pembaca dan

penulis yang ahli (Carlos & Schen dalam McLaughlin dan Allen, 2002).

Pearson (2001) menyarankan bahwa model pembelajaran pemahaman yang

didukung oleh penelitian terakhir sebenarnya lebih dari keseimbangan antara

51

kesempatan belajar, menghubungkannya, dan mengintegrasikannya. Keseimbangan

kemahiraksaraan memilih dimensi kognitif sosial dan afektif serta mempromosikan

urutan berpikir, interaksi tanggapan pribadi, dan pemahaman yang lebih tinggi.

Meletakkan belajar mengajar dalam kerangka kerja kurikulum berarti menciptakan

sesuatu lingkungan yang optimal untuk pelaksanaan belajar.

c. Guru Membaca yang Unggul Memengaruhi Belajar Siswa

Guru yang unggul sadar apa yang dikerjakan dengan baik dan apa yang

dibutuhkan siswa untuk berhasil. Guru yang unggul mengetahui pentingnya setiap

siswa memiliki pegalaman kemahiraksaraan. Guru yang ahli ialah guru yang

membuat perbedaan pada keberhasilan siswa.

Peranan guru dalam proses membaca, antara lain menciptakan pengalaman

yang memperkenalkan, memelihara, atau memperluas kemampuan siswa untuk

memahami teks. Hal ini mempersyaratkan guru melaksanakan pembelajaran dengan

langsung, memodelkan, membantu meningkatkan, memfasilitasi, dan

mengikutsertakan dalam pembelajaran (Ann & Raphael dalam McLaughlin & Allen,

2002).

Guru yang unggul yakin bahwa semua anak bisa belajar. Mereka mendasarkan

pengajarannya pada kebutuhan siswa secara pribadi. Guru tersebut tau bahwa

motivasi merupakan unsur penting dari belajar mengajar. Guru yang profesional juga

memahami bahwa membaca adalah proses sosial konstruktivis yang paling berfungsi

52

dalam situasi nyata. Mereka mengajar dengan cara kaya dengan bahan cetakan, serta

lingkungan yang kaya dengan konsep.

Guru-guru seperti itu mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang

berbagai aspek kemahiraksaraan, memcakup membaca dan menulis. Mereka

mengajar untuk berbagai tujuan, menggunakan metode yang berbeda-beda, bahan

pelajaran dan pengelompokan pola-pola untuk memfokuskan pada kebutuhan

individu, minat dan gaya belajar. Mereka juga mengetahui strategi yang digunakan

pembaca yang baik dan mereka mampu mengajar siswa bagaimana menggunakan

strategi-strategi tersebut.

d. Pembaca yang Baik Memegang Peranan yang Strategis dan Berperan Aktif

dalam Proses Membaca

Dalam paradigma baru, kurikulum menekankan hubungan yang kuat antara

kemahiraksaraan dan isi. Siswa belajar pentingnya membaca, menulis, dan berpikir

kritis untuk keefektifan belajar mandiri. Mereka belajar bagaimana menggunakan

kemahiraksaraan sebagai salah satu alat menemukan dan menguasai isi bacaan.

Strategi yang berdasarkan kemahiraksaraan mendukung kurikulum baru dengan

menekankan proses belajar, berpikir kritis, dan memonitor diri sendiri (Cox, 1999).

Melalui suatu proses menilai diri sendiri dan perbaikan yang terus-menerus,

siswa harus belajar mengontrol belajar mereka sendiri. Karena penekanan pada

proaktif dan bertanggung jawab, kemahiraksaraan mata pelajaran menjadi alat yang

53

bermakna bagi siswa. Siswa yang mempunyai sikap positif terhadap belajar mereka

sendiri dengan sendirinya juga menjadi pembaca yang baik.

Sedangkan menurut McLaughlin & Allen (2002), banyak peneliti yang

meneliti tentang pembaca yang baik. Menurutnya, pembaca yang baik ialah pembaca

yang berpartisipasi aktif dalam proses membaca. Mereka mempunyai tujuan yang

jelas serta memonitor tujuan membaca mereka dari teks yang mereka baca. Pembaca

yang baik menggunakan strategi pemahaman untuk mempermudah membangun

makna. Strategi ini mencakup tujuan, membuat pertanyaan sendiri, membuat

hubungan, memvisualisasikan, mengetahui bagaimana kata-kata membentuk makna,

memonitor, meringkas, dan mengevaluasi. Peneliti yakin bahwa dengan

menggunakan strategi tersebut siswa menjadi pembaca yang metakognitif (Keene &

Zimmerman, 1997); (Palincsar & Brown, 1984; Roehler & Duffy, 1984, dalam

McLaughlin & Allen, 2002).

Sedangkan menurut Anderson (dalam Burn, dkk.1996) pembaca yang baik

bisa mengintegrasikan informasi dengan terampil dalam teks dengan pengetahuan

sebelumnya tentang topik. Sebaliknya, pembaca yang tidak baik mungkin terlampau

menekankan simbol-simbol dalam teks atau terlampau yakin pada pengetahuan

sebelumnya tentang topik. Pembaca yang tidak baik, dengan fokus utamanya pada

teks mungkin menghasilkan kata-kata yang bertele-tele yang secara grafis sama

dengan yang ada dalam teks. Ini terjadi karena pembaca tidak berusaha

menghubungkan apa yang mereka baca dengan pengalaman mereka. Pembaca yang

54

tidak baik yang sangat tergantung pada pengalaman sebelumnya mungkin gagal

menggunakan petunjuk yang memadai yang terdapat dalam teks untuk sampai pada

pesan yang dimaksudkan.

e. Membaca Hendaknya Terjadi dalam Konteks yang Bermakna

Siswa perlu setiap hari mengakrabi teks dalam berbagai tingkat kesukaran.

Ketika tingkat teks yang sedang digunakan maka guru membantu siswa

meningkatkan pengalaman belajar dan siswa menerima berbagai tingkat dukungan,

tergantung pada tujuan dan setting pengajaran. Sebagai contoh, apabila teks tersebut

merupakan tantangan, guru bisa menggunakan membaca nyaring untuk memberikan

dukungan yang penuh pada siswa. Apabila teks itu tepat untuk pembelajaran, siswa

mempunyai dukungan seperti yang diperlukan, dengan dorongan guru atau tanggapan

apabila dipersyaratkan. Terakhir, apabila teks tepat untuk membaca mandiri,

dibutuhkan sedikit atau tanpa dukungan (McLaughlin and Allan, 2002).

Sedangkan Gambrell (2001) yang dikutip oleh McLaughlin and Allan, (2002)

mengemukakan bahwa transaksi berbagai aliran secara luas mencakup biografi, fiksi

sejarah, legenda, puisi, dan brosur meningkatkan pemahaman membaca siswa.

55

f. Siswa Menemukan Manfaat dari Bertransaksi dengan Berbagai Teks pada

Berbagai Tingkat

Siswa perlu membaca setiap hari teks dari tingkat yang berbeda. Apabila

tingkat teks akan digunakan, guru hendaknya memberikan bantuan untuk

meningatkan dan memprluas pengalaman belajar siswa, seterusnya siswa menerima

berbagai tingkat dukungan tergantung pada tujuan dan setting pengajaran.

Bertransaksi dengan berbagai jenis materi bacaan akan meningkatkan

pemahaman siswa. Pengalaman membaca berbagai jenis materi bacaan memberikan

siswa pengetahuan sejumlah struktur teks dan meningkatkan proses memahami sutu

teks. Gambell (dalam McLaughlin and Allan, 2002) mengemukakan bahwa dengan

bertransaksi dengan berbagai jenis teks-mencakup biografi fiksi sejarah, legenda,

puisi, dan brosur-meningkatkan kinerja membaca siswa.

g. Perkembangan Kosakata dan Pengajaran Mempengaruhi Pemahaman Membaca

Teori konstruktivis sosial memainkan peranan yang penting pada

perkembangan kosakata. Menurut Burns, Roe, dan Ross (1996) sukar menentukan

usia yang tepat untuk belajar makna yang tepat dari kata. Awal pada proses

perkembangan bahasa, mereka belajar membedakan antara antonim, sinonim, makna

ganda, definisi abstrak, dan seterusnya. Selain itu, Snow, Griffin dan Burns (dalam

McLaughlin and Allan, 2002) mengamati “belajar konsep-konsep baru dan kata-kata

yang menyandikanya merupakan perkembangan pemahaman yang penting.”

56

Dalam tinjauanya pada penelitian yang sudah ada Blachowies dan Fisher

(dalam McLaughlin and Allan, 2002) mengidentifikasikan empat petunjuk (guide

lines) untuk pengajaran kosakata. Mereka mengemukakan bahwa (1) siswa

hendaknya diperkenalkan secara aktif dalam memahami kata-kata dan dihubungkan

dengan strategi-strategi, (2) belajar kosakata hendaknya sesuai dengan selera

(keinginan) siswa, (3) diajarkan mengakrabi kata-kata, dan (4) mengembangkan kosa

katanya melalui wacana-wacana yang diulang penggunaanya dari berbagai sumber

informasi.

Sedangkan menurut Bauman dan Kameenui (dalam McLaughlin and Allan,

2002) menyarankan bahwa pegajaran kosakata secara langsung dan belajar dari

konteks sebaiknya seimbang. Pengajaran sebaiknya bermakna bagi siswa,

mencakup kata-kata dari bacaan siswa dan memfokuskan pada berbagai strategi

untuk menentukan mana kata-kata yang tidak dikenal siswa.

h. Pengikutsertaan Merupakan Faktor Kunci dalam Proses Pemahaman

Keterlibatan pembaca bertransaksi dengan cetakan membangun pemahaman

berdasarkan pada hubungan antara pengetahuan sebelumnya dengan informasi baru.

Tierry (dalam MC Laughlin & Allen, 2002) menggambarkan proses berpikir

dan menyarankan menjadi bagian dari cerita dalam pikiran mereka. Guru bisa

mempertahankan.

57

Dan mengembangkanya dengan mendorong siswa membaca untuk tujuan

yang jelas dan nyata dan merespons dengan cara-cara yang bermakna, selalu

memutuskan pada pemahaman, hubungan pribadi, dan tanggapan pembaca. Baker

dan Wigfield (dalam Mc laguhlin & Allen, 2002) menjelaskan bahwa keterlibatan

membaca termotivasi untuk membaca dengan berbagai tujuan, memanfaatkan

pengetahuan yang diperoleh dari pengalaman sebelumnya untuk membangkitkan

pemahaman baru serta berpartisipasi dalam interaksi sosial yang bermakna tentang

bahan bacaan.

i. Strategi dan Keterampilan Pemahaman bisa Diajarkan

Penelitian terakhir mendemontrasikan bahwa ketika siswa mengalami strategi

pengajaran pemahaman langsung, strategi tersebut meningkatkan pemahaman teks

tentang topik baru. Pertanyaan-pertanyaan pemahaman sering timbul pada tingkat

pemahaman literal, ditegaskan dan kemudian dikoreksi, pemahaman dinilai, tetapi

tidak diajarkan (Hubert dkk, 1998). Menurut Mc laguhlin & Allen, (2002) strategi

pemahaman mencakup sebagai berikut.

1) peninjauan-mengaktifkan latar belakang pengetahuan memprediksi dan

menyusun tujuan;

2) membuat pertanyaan sendiri-membuat pertanyaan untuk memandu membaca;

3) membuat hubungan, menghubungkan membaca dengan dirinya sendiri, teks,

dan lain-lain;

58

4) memvisualisasikan-menciptakan gambaran secara mental sambil membaca;

5) mengetahui bagaimana kata-kata menjadi kalimat bermakna, memahami kata-

kata melalui perkembangan kosakata yang strategis, mencakup penggunaan

sintaksis, yang memeri petunjuk makna kata untuk menemukan kata-kata

yang tidak dikenal;

6) memonitor-menanyakan “bisakah ini dipahami?”, serta memperjelas dengan

mengadaptasi proses strategis untuk mengakomodasi tanggapan;

7) meringkas-menyintesiskan gagasan-gagasan yang penting;

8) mengevaluasi-membuat pertimbangan-pertimbangan.

Mengaitkan keterampilan dan strategi-strategi bisa mempermudah siswa

memahami strategi pemahaman yang umumnya lebih kompleks dari keterampilan

pemahaman.

j. Asesmen Dinamis Menginformasikan Pengajaran Pemahaman

Assesmen merupakan koleksi data, seperti nilai tes dan catatan-catatan

informal untuk mengukur hasil belajar siswa, sedangkan evaluasi adalah interpretasi

dan analisis dari data. Menilai kemajuan siswa penting karena memungkinkan guru

menemukan kelebihan dan kekurangan, merencanakan pengajaran dengan tepat,

mengomunikasikan kemajuan siswa kepada orang tua, dan untuk mengevaluasi

keefektifan strategi mengajar.

59

Terkait dengan pernyataan diatas, menurut Mc laguhlin & Allen, (2002)

assesmen dinamis yang biasanya informal alamiah, bisa digunakan dalam berbagai

setting pengajaran. Assesmen ini mencakup membantu meningkatkan pengalaman

belajar siswa yang mempunyai berbagai tingkat dukungan guru. Menilai dalam

konteks ini menangkap kemampuan siswa yang muncul dan menyediakan pandangan

yang mungkin tidak sedikit dikumpulkan pada portofolio karena menyediakan

pandangan terhadap pertumbuhan secara terus menerus.

3. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kemampuan Membaca Pemahaman

Banyak faktor yang mempengaruhi kemampuan membaca baik membaca

permulaan maupun membaca lanjut (membaca pemahaman). Faktor-faktor yang

mempengaruhi kemampuan membaca menurut Lemb dan Arnold (1976) ialah faktor

fisiologis, intelektual, lingkungan, dan psikologis.

a. Faktor Fisiologis

Faktor fisiologis mencakup kesehatan fisik, pertimbangan neurologis

dan jenis kelamin. Kelelahan juga merupakan kondisi yang tidak menguntungkan

bagi anak untuk belajar, khususnya belajar membaca. Para ahli mengemukakan

bahwa keterbatanan neurologis (misalnya berbagai cacat otak) dan kekurang

matangan secara fisik merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan

anak gagal dalam meningkatkan kemampuan membaca pemahaman mereka.

Guru hendaknya cepat menemukan tanda-tanda yang disebutkan diatas.

60

Gangguan pada alat bicara, alat pendengaran, dan alat penglihatan bsa

memperlambat kemajuan belajar membaca anak. Analisis bunyi, misalnya,

mungkin sukar bagi anak yang mempunyai masalah pada alat bicara dan alat

pendengaran. Guru harus waspada terhadap beberapa kebiasaan anak seperti,

anak sering menggosok-gosok matanya, dan mengerjap-ngerjapkan matanya

ketika membaca. Jika menemukan siswa seperti diatas, guru harus menyarankan

kepada orang tuanya untuk membawa si anak ke dokter spesialis mata. Dengan

kata lain, guru harus sensitif terhadap gangguan yang dialami oleh seorang anak,

makin cepat guru mengetahuinya, makin cepat pula masalah anak diselesaikan.

Sebaiknya, anak-anak diperiksa matanya terlebih dahulu sebelum ia mulai

membaca (Lam dan Arnold, 1976).

Walaupun tidak mempunyai gangguan pada alat penglihatannya,

beberapa anak mengalami kesukaran belajar membaca. Hal itu dapat terjadi

karena belum berkembangnya kemampuan mereka dalam membedakan simbol-

simbol cetakan, seperti huruf-huruf, angka-angka, dan kata-kata, misalnya anak

belum bisa membedakan b, p, dan d. Perbedaan pendengaran (auditory

discrimination) adalah kemampuan mendengarkan kemiripan dan perbedaan

bunyi bahasa sebagai faktor penting dalam menentukan kesiapan membaca anak

(Lamb dan Arnold, 1976).

61

b. Faktor Intelektual

Istilah inteligensi didefinisikan oleh Heinz sebagai suatu kegiatan berpikir

yang terdiri dari pemahaman yang esensial tentang situasi yang diberikan dan

meresponya secara tepat (Page dkk., 1980). Hal ini senada dengan apa yang

diungkapkan Wechster (dalam harris dan Sipay, 1980) mengemukakan bahwa

inteligensi ialah kemampuan global individu untuk bertindak sesuai dengan

tujuan, berpikir rasional, dan berbuat secara efektif terhadap lingkungan.

Penelitian Ehansky (1963) DAN Muehl dan Forrell (1973) yang dikutip

oleh Harris dan Sipay (1980) menunjukan bahwa secara umum ada hubungan

positif (tetapi rendah) antara kecerdasan yang diindikasikan oleh IQ dengan rata-

rata peningkatan remedial membaca. Pendapat ini sesuai dengan yang

dikemukakan oleh Rubin (1993) bahwa banyak hasil penelitian memperlihatkan

tidak semua siswa yang mempunyai kemampuan inteligensi tinggi menjadi

pembaca yang baik.

Secara umum, inteligensi anak tidak sepenuhnya memengaruhi berhasil

atau tidaknya anak dalam membaca pemahaman. Faktor metode mengajar guru,

prosedur, dan kemampuan guru juga turut mempengaruhi kemampuan membaca

pemahaman anak (Farida, 2007)

c. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan juga mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca

siswa. Faktor lingkungan itu mencakup (1) latar belakang dan pengalaman siswa

di rumah, dan (2) sosial ekonomi keluarga siswa.

62

d. Faktor Psikologis

Faktor lain yang juga mempengaruhi kemajuan kemampuan membaca

anak adalah faktor psikologis. Faktor ini mencakup (1) motivasi. (2) minat, dan

(3) kematangan sosial, emosi, dan penyesuaian diri.

4. Tingkat Kemampuan Membaca Pemahaman

Menurut Broughton (dalam Tarigan, 1987:11-12) tingkat kemampuan

membaca pemahaman terdiri atas dua jenis, yaitu kemampuan yang bersifat mekanik

dan kemampuan membaca yang bersifat pemahaman. Kemampuan membaca yang

bersifat mekanik merupakan keterampilan membaca tingkat rendah. Indikator yang

dapat digunakan untuk menentukan apakah seseorang pembaca berada pada tingkat

mekanik ini adalah berikut di bawah ini.

Pengetahuan pembaca baru hanya sekedar mengenal bentuk-bentuk huruf,

angka dan tanda-tanda yang lain.

1. Pembaca baru hanya mengenal bentuk-bentuk linguistik, misalnya:

fonem/grafem, kata, frase, klausa dan kalimat.

2. Pembaca baru hanya mengenal hubungan/korespondensi pola ejaan dan bunyi,

atau hanya sekedar mampu menyerupakan apa yang ditulis.

3. Biasanya kecepatan membaca masih lambat.

Menurut Herbert H. Clark & Eva V. Clark (1977:43) membaca pemahaman

merupakan suatu proses pembentukan interpretasi atau pengertian. Pemahaman lahir

63

setelah pembaca mengerti apa yang dibacanya. Pengertian ini merupakan jawaban

atas pertanyaan yang diajukan pada bacaan. Sejalan dengan pendapat di atas, Smith

(1982:62) mengemukakan bahwa pemahaman berarti jawaban-jawaban yang

diperoleh dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan terhadap suatu bacaan.

Dari kedua pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemahaman

merupakan suatu kegiatan membaca untuk memperoleh pengertian yang mendalam

dari informasi yang disampaikan penulis. Pengertian yang baik ini akan memudahkan

pembaca untuk menginterpretasikan dan menilai permasalahan yang terdapat dalam

bacaan, sehingga apabila diajukan pertanyaan-pertanyaan kepada pembaca tersebut

dengan mudah akan mudah dijawabnya. Lebih dari itu, pemahaman terhadap suatu

bacaan dapat menimbulkan perubahan-perubahan yang positif dari pembaca, baik

perubahan dalam bentuk pengetahuan, sikap maupun perubahan dalam bentuk

keterampilan.

Menurut Barret (dalam Dupuis, 1982:25-27), pada dasarnya tingkat

pemahaman seseorang terhadap bacaan dapat diklasifikasikan atas beberapa tingkat,

yaitu:

1. kemampuan mengingat atau memahami kata-kata secara harfiah;

2. kemampuan membentuk pengertian (apresiasi) berdasarkan pemahaman di

atas;

3. kemampuan menarik kesimpulan; dan

4. kemampuan mengadakan evaluasi

64

Berdasarkan pendapat Barret tersebut, terlihat bahwa kegiatan membaca

pemahaman sangat perlu dilakukan untuk mengungkapkan makna dari seluruh

bacaan. Melalui kegiatan membaca pemahaman maka dengan mudah kita dapat

memperoleh gagasan dan pesan yang terdapat dalam bacaan, sehingga dengan mudah

pula membaca mampu menghubung-menghubungkan gagasan yang satu dengan

gagasan yang lain.

Dari berbagai macam penjelasan diatas, maka penulis dapat jelaskan bahwa

penilaian kemampuan membaca pemahaman meliputi lima tingkatan, yaitu: persepsi

awal yang terdiri dari (a) pemahaman terhadap kosakata, (b) pengenalan struktur

bacaan, (c) memahami dan mengikuti petunjuk yang terdapat dalam bacaan;

1. Pemahaman atau interpretasi terhadap bacaan yang terdiri dari (a) merasakan

atau mengetahui tujuan yang hendak dicapai penulis, (b) menemukan

hubungan sebab akibat yang terdapat dalam bacaan; (c) mengetahui suasana

dan perasaan menulis, (d) menganalisis karakter dan motif yang terdapat

dalam bacaan, (e) mencatat kriteria-kriteria dan hubungan-hubungan yang

terdapat dalam bacaan, (f) membuat kesimpulan bacaan, dan (g) mampu dan

mau berspekulasi dengan peristiwa dan kenyataan;

2. mengadakan evaluasi, yaitu mengukur seberapa jauh pembaca dapat menilai

baik tidaknya bacaan yang dibacanya;

3. memberikan reaksi terhadap apa yang dibacanya. Reaksi ini dapat bersifat

emosional intelektual (penuh pertimbangan baik buruk);

65

4. mengadakan integrasi bacaan dengan latar belakang pembaca

Berhasil tidaknya seseorang dalam melakukan kegiatan membaca pemahaman

dapat dilakukan dari berbagai hal, yaitu berdasarkan kemampuan mengungkap

kembali apa yang telah dibacanya, kemampuan memberikan penilaian terhadap

permasalahan yang dikemukakan penulis, kemampuan menerapkan petunjuk-

petunjuk yang terdapat dalam bacaan, kemampuan menjawab pertanyaan-pertanyaan

yang berkaitan dengan gagasan utama dan gagasan pendukung yang dikemukakan

oleh penulis.

Sedangkan untuk mengukur kemampuan membaca pemahaman dapat

dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan

sudut pandang penulis dan kesimpulan bacaan. Berdasarkan pendapat di atas, maka

dalam penelitian ini tingkat membaca pemahaman responden diukur dengan

mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan:

1. pemahaman terhadap gagasan utama;

2. pemahaman terhadap gagasan pendukung;

3. gagasan terhadap sudut pandang penulis; dan

4. pemahaman terhadap kesimpulan bacaan

66

5. Pengukuran Pemahaman Membaca

Mengukur pemahaman bacaan siswa tidak terlepas dari kecepatan atau waktu

membacanya. Setiap pengukuran yang berkaitan dengan kemampuan membaca ini

tentu mencakup kecepatan dan pemahaman isi bacaan. Tampubolon (1987:7)

mengemukakan bahwa yang dimaksudkan dengan kemampuan membaca adalah

kecepatan membaca dan pemahaman isi secara keseluruhan. Jadi, antara kecepatan

dan pemahaman terhadap bacaan keduanya seiring. Ditambahkan oleh Tampubolon,

cara mengukur kemampuan membaca adalah jumlah kata yang dapat dibaca per

menit dikalikan dengan persentase pemahaman is bacaan. Pemahaman bacaan dapat

diukur melalui pertanyaan yang menanyakan tentang apa yang dimaksud pengarang,

apa yang akan dikatakan pengarang, dan hal-hal apa saja yang tersurat dalam bacaan

tersebut.

Anderson (1981:106-107) mengemukakan bahwa kemampuan pemahaman

bacaan dapat diukur melalui pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:

1) Tingkat pemahaman literal

a) Perbuatan apa pada cerita tersebut ?

b) Siapa yang menjadi karakter-karakter utama ?

c) Dimanakah hal itu berlangsung ?

2) Tingkat interpretasi

a) Apa yang pengarang coba katakan ?

67

b) Apa tema pokoknya?

c) Bagaimana fakta ini cocok dengan apa yang telah diketahui?

3) Tingkat ketiga

a) Simbol-simbol apa yang disampaikan?

b) Apakah saya dapat menyimpulkan dari apa yang dikatakan?

c) Evidensi-evidensi apa untuk generalisasi-generalisasi berikut?

Jadi, Anderson mengungkapkan bahwa pemahaman bacaan dapat diukur

dalam tiga tingkatan, yaitu (1) tingkat pemahaman literal, (2) tingkat interpretasi, dan

(3) tingkat pemahaman di luar wacana. Tingkat literal menanyakan hal-hal yang

tersurat dalam bacaan, tingkat interpretasi menanyakan tentang apa yang dimaksud

mengarang, dan tingkat pemahaman ketiga menanyakan hal-hal yang ada di luar

wacana.

Menurut Harris (1977:59) tes kemampuan pemahaman bacaan mencakup:

1) Bahasa dan lambang tulisannya

a) Kemampuan memahami kata-kata yang terpakai dalam tulisan- tulisan biasa

dan kemampuan memahami istilah-istilah tertulis yang jarang terpakai dalam

tulisan biasa atau kata-kata biasa yang terpakai dalam arti khusus

sebagaimana terdapat dalam bahan bacaan.

68

b) Kemampuan memahami pola-pola kalimat dan bentuk-bentuk kata

sebagaimana terpakai dalam, bahasa tulisan, dan kemampuan mengikuti

bagian-bagian yang kian lama kian panjang dan sulit yang dijumpai dalam

tulisan-tulisan resmi.

c) Kemampuan menafsirkan dengan lambang-lambang atau tanda-tanda yang

terpakai dalam tulisan yaitu tanda-tanda baca, pemakaian huruf besar,

penulisan paragraf, pemakaian cetak miring, cetak tebal, dan sebagainya yang

digunakan untuk memperkuat dan memperjelas pengertian yang terpakai

dalam bacaan.

2) Gagasan

a) Kemampuan mengenal maksud yang ingin disampaikan pengarang dan

gagasan pokok yang dikemukakan dalam karangan itu.

b) Kemampuan memahami gagasan-gagasan yang mendukung pokok yang

dikemukakan pengarang.

c) Kemampuan menarik kesimpulan yang betul dan kecerdasan yang tepat

tentang apa yang dikemukakan pengarang dalam bacaan itu.

69

3) Nada dan Gaya

a) Kemampuan mengenal sikap pengarang terhadap masalah yang

dikemukakannya dan sikap pengarang terhadap pembaca. Kemampuan

memahami nada tulisan yang dikemukakan pengarang.

b) Kemampuan mengenal teknik dan gaya penulisan yang digunakan pengarang

untuk menyampaikan gagasannya dalam bacaan itu.

Secara garis besar, sebenarnya aspek yang dinilai dalam pemahaman bacaan

terdiri atas tiga bagian, yaitu (1) pemahaman bahasa dan lambang tulisannya, (2) gaya

yang terdapat dalam bacaan, dan (3) nada dan teknik yang digunakan pengarang.

Dengan memahami ketiga aspek itu, berarti pembaca memahami keseluruhan isi

bacaan.

Farr (1969:53) mengemukakan bahwa untuk mengukur pemahaman bacaan di

antaranya haruslah berisi pertanyaan tentang pandangan atau maksud pengarang dan

pertanyaan tentang kesimpulan bacaan. Secara terinci Farr membagi pertanyaan itu

menjadi sembilan, yaitu :

1) Pengetahuan tentang makna kata;

2) Kemampuan memilih makna yang dimiliki kata atau frasa dalam latar

kontekstual khusus;

70

3) Kemampuan untuk memilih atau memahami susunan dari bacaan dan

identitas sebelumnya dan kesimpulan-kesimpulan di dalamnya;

4) Kemampuan menyeleksi gagasan pokok melalui bacaan;

5) Kemampuan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dijawab khusus dalam

suatu bacaan;

6) Kemampuan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang dijawab dalam bacaan,

tetapi tidak pada setiap kata-kata yang mana pertanyaan dijawab;

7) Kemampuan menyimpulkan dari bacaan tentang isinya;

8) Kemampuan mengingat apa yang ditulis dalam bacaan dan maksud dan suara

hati pengarang, dan

9) Kemampuan menentukan tujuan-tujuan pengarang, maksud pengarang, dan

pandangan pengarang, yaitu membuat kesimpulan-kesimpulan tentang suatu

tulisan.

Jadi, secara garis besar pertanyaan-pertanyaan tes pemahaman bacaan

menurut Farr dibagi menjadi tiga, yaitu (1) kemampuan memahami makna kata

dalam bacaan (2) kemampuan memahami organisasi karangan dalam bacaan dan ide-

ide pokok serta isi bacaan, dan (3) kemampuan menentukan tujuan-tujuan pengarang,

maksud, pandangan, dan kesimpulan tentang bacaan itu.

Menurut Smith (1978:231-234), kegiatan pemahaman bacaan dapat diukur

dari kemampuan siswa memparafrase arti yang diberikan secara jelas dalam wacana,

71

kemampuan mencari jenis organisasi dari bacaan dan ide-ide informasi yang ada

dalam bacaan, dan kemampuan siswa memahami proses berpikir tentang bacaan

tersebut. Secara terinci pertanyaan-pertanyaan yang ingin mengungkap kemampuan

pemahaman bacaan siswa menurut Smith menyangkut hal-hal sebagai berikut:

1) Pemahaman Literal

a. mengerti kata

b. mengerti kalimat

c. mengerti organisasi rangkaian kata dalam bacaan

d. mengetahui tanda-tanda

e. mengerti informasi dalam bacaan

f. mengikuti aturan-aturan dalam bacaan

g. dapat mendeskripsikan prosedur dan proses kata-kata dalam bacaan.

h. dapat mengingat isi khusus untuk mengungkapkan kembali apa yang telah

dibacanya.

2) Pemahaman Inferensial

a. mengidentifikasikan gagasan-gagasan pokok

b. mengidentifikasikan organisasi paragraf

c. membuat bandingan atau perbedaan

d. mengingat secara nyata hubungan sebab akibat

e. memahami hubungan hirarkhi

72

f. penyeleksian kesimpulan

g. penyimpulan konsep-konsep

h. menanggapi pertanyaan dalam teks

i. membedakan kerelevanan dan ketidakrelevanan informasi

j. menilai pertanyaan-pertanyaan pendukung

k. membedakan informasi objektif dan subjektif

l. menilai keotentikan, kelengkapan, dan kelogisan informasi

m. mengingat elemen-elemen pada gaya dan nada

n. mencari asal bahasa figuratif dan simbolik

o. mengingat pandangan pengarang dan tujuannya, dan mendeteksi kebiasaan

pengarang

p. memprediksi hasil dan pemecahan

q. membandingkan bahan dari teks lain.

Berdasarkan kajian-kajian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa

kemampuan pemahaman bacaan adalah kesanggupan seseorang untuk menangkap

informasi atau ide-ide yang disampaikan oleh penulis melalui bacaan sehingga ia

dapat menginterpretasikan ide-ide yang ditemukan, baik makna yang tersurat

maupun yang tersirat dari teks tersebut. Pemahaman bacaan meliputi pemahaman

literal, pemahaman inferensial, dan pemahaman evaluasi.