26
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 1 KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH UNTUK MENGHASILKAN BERAS KUALITAS PREMIUM DAN PRODUKTIVITAS DI ATAS 7 T/HA GKG DI SULAWESI SELATAN. Suriany, dkk ABSTRAK Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu padi sawah untuk menghasilkan beras premium merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah pendapatan petani. Beras premium adalah beras dengan kualitas setara kelas II dan III dalam Standar Nasional Indonesia (SNI). Tujuan pengkajian ini adalah (1) mendapatkan teknologi budidaya PTT meliputi varietas dan dosis pemupukan pada usahatani padi untuk produksi beras berkualitas premium dengan produktivitas >7 t/ha GKG di Sulawesi Selatan, (2) mendapatkan jenis mesin penggilingan padi untuk produksi beras berkualitas premium di Sulawesi Selatan, (3) meningkatkan nilai tambah komoditas dengan menerapkan teknologi pengelolaan tanaman terpadu pada usahatani padi dan (4) sebagai acuan dan rekomendasi bagi pemda dalam menetapkan kebijaksanaan pengembangan usahatani padi untuk produksi beras premium. Dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Desember 2011 di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan pada lahan sawah irigasi dan meliputi dua tahap kegiatan yaitu budidaya dan pasca panen. Kegiatan budidaya paket teknologi yang dikaji adalah varietas sebanyak 3 jenis yaitu Inpari 4 (A1), inpari 7 (A2), dan Inpari 13 (A3) dan pemupukan sebanyak 3 perlakuan yaitu bahan organic + 300 kg/ha Urea (B1), pupuk anorganik berdasarkan uji PUTS (B2) dan pemupukan berdasarkan kebiasaan petani (B3). Kegiatan pasca panen, hasil kegiatan budidaya digiling menjadi beras dengan menggunakan jenis mesin penggilingan yaitu single pass (C1) dan double pass (C2). Luas lahan seluruhnya yang digunakan sekitar 1,7 ha. Hasil penelitian menunjukkan bahwa varietas inpari 13 dengan dengan dosis pemupukan 5 ton pupuk organik + 300 kg urea menghasilkan gabah kering giling sebesar 7,5ton ha GKG dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Baik penggilingan single pass maupun double pass untuk semua varietas dengan dosis pemupukan 5 ton pupuk organik + 300 kg Urea (B1) dan 150 kg urea + 200 kg phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA (B2) dapat menghasilkan beras dalam kelas mutu III. Rata-rata perlakuan mempunyai R/C rasio berkisar 3,08 5,66 untuk gabah dan 3,26 3,78 untuk produk beras > 1 sehingga layak untuk dikembangkan. Kata kunci: Beras premium, usahatani, panen, pasca panen, RMU, Sawah irigasi

KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 1

KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH UNTUK MENGHASILKAN

BERAS KUALITAS PREMIUM DAN PRODUKTIVITAS DI ATAS 7 T/HA GKG

DI SULAWESI SELATAN.

Suriany, dkk

ABSTRAK

Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu padi sawah untuk menghasilkan beras premium

merupakan salah satu cara untuk meningkatkan nilai tambah pendapatan petani. Beras

premium adalah beras dengan kualitas setara kelas II dan III dalam Standar Nasional

Indonesia (SNI). Tujuan pengkajian ini adalah (1) mendapatkan teknologi budidaya PTT

meliputi varietas dan dosis pemupukan pada usahatani padi untuk produksi beras berkualitas

premium dengan produktivitas >7 t/ha GKG di Sulawesi Selatan, (2) mendapatkan jenis mesin

penggilingan padi untuk produksi beras berkualitas premium di Sulawesi Selatan, (3)

meningkatkan nilai tambah komoditas dengan menerapkan teknologi pengelolaan tanaman

terpadu pada usahatani padi dan (4) sebagai acuan dan rekomendasi bagi pemda dalam

menetapkan kebijaksanaan pengembangan usahatani padi untuk produksi beras premium.

Dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Desember 2011 di Kabupaten Pinrang

Sulawesi Selatan pada lahan sawah irigasi dan meliputi dua tahap kegiatan yaitu budidaya

dan pasca panen. Kegiatan budidaya paket teknologi yang dikaji adalah varietas sebanyak 3

jenis yaitu Inpari 4 (A1), inpari 7 (A2), dan Inpari 13 (A3) dan pemupukan sebanyak 3

perlakuan yaitu bahan organic + 300 kg/ha Urea (B1), pupuk anorganik berdasarkan uji PUTS

(B2) dan pemupukan berdasarkan kebiasaan petani (B3). Kegiatan pasca panen, hasil kegiatan

budidaya digiling menjadi beras dengan menggunakan jenis mesin penggilingan yaitu single

pass (C1) dan double pass (C2). Luas lahan seluruhnya yang digunakan sekitar 1,7 ha. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa varietas inpari 13 dengan dengan dosis pemupukan 5 ton pupuk

organik + 300 kg urea menghasilkan gabah kering giling sebesar 7,5ton ha GKG dan berbeda

nyata dengan perlakuan lainnya. Baik penggilingan single pass maupun double pass untuk

semua varietas dengan dosis pemupukan 5 ton pupuk organik + 300 kg Urea (B1) dan 150 kg

urea + 200 kg phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA (B2) dapat menghasilkan beras dalam kelas

mutu III. Rata-rata perlakuan mempunyai R/C rasio berkisar 3,08 –5,66 untuk gabah dan 3,26

– 3,78 untuk produk beras > 1 sehingga layak untuk dikembangkan.

Kata kunci: Beras premium, usahatani, panen, pasca panen, RMU, Sawah irigasi

Page 2: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 2

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemerintah Sulawesi Selatan sedang berupaya mengembangkan usahatani padi untuk

menghasilkan beras berkualitas premium terutama tujuan ekspor. Hal ini dimotivasi oleh

banyaknya permintaan dari luar negeri yang berminat membeli beras premium dari daerah ini.

Salah satu Negara yang berminat dan telah menjajaki kerjasama untuk membeli beras

premium dari Sulawesi Selatan adalah Malaysia sebanyak 400 ton per bulan.

Beras berkualitas premium adalah beras berkualitas tinggi setara dengan mutu kelas

II dan III dalam BSN-Standar Nasional Indonesia ( SNI) No. 6128:2008 dengan kriteria : (1)

derajat sosoh minimal 100 -95%, (2) kadar air maksimum 14 %, (3) butir kepala minimum 89-

78 %, (4) butir patah maksimum 10-20 %, (5) butir menir maksimum 1-2 %, (6) butir merah

maksimum 1-2 %, (7) butir kuning atau rusak maksimum 1-2%, (8) butir mengapur maksimum

1-2 %, (9) benda asing maksimum 0,02 %, (10) dan butir gabah maksimum 1%/100 g beras,

(BSN, 2008 dan Bulog, 2006).

Untuk menghasilkan beras berkualitas premium untuk tujuan ekspor, selain peningkatan

produksi perbaikan mutu beras giling juga mutlak diperlukan agar memberi nilai tambah bagi

petani.

Sulawesi Selatan mempunyai lahan sawah seluas 581.200 ha dengan produktivitas

gabah 4,6 t/ha gabah kering giling (GKG) atau rata-rata 4,8 t/ha GKG (Distan Sulawesi Selatan,

2009). Tingkat produktivitas usahatani padi tersebut masih rendah dibanding potensi yang

ada. Rendahnya tingkat produktivitas disebabkan teknik budidaya belum diterapkan dengan

tepat seperti penggunaan varietas unggul baru padi secara spesifik, penggunaan pupuk yang

belum mengacu pada tingkat kesuburan tanah dan kebutuhan tanaman, serta pengendalian

hama dan penyakit . Penggunaan dosis pupuk yang tidak tepat seperti dosis pupuk KCl yang

terlalu tinggi, akan menghasilkan beras yang mudah patah sehingga berasnya bermutu rendah.

Pengendalian hama dan penyakit yang kurang baik juga akan menghasilkan beras bermutu

rendah.

Untuk mendapatkan beras bermutu baik maka harus dilaksanakan perbaikan dari hulu

sampai hilir Artinya harus dilakukan perbaikan (1) aspek budidaya, (2) aspek penanganan

Page 3: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 3

panen dan pasca panen, (3) aspek teknik penggilngan, (4) aspek mesin penggilngan dan (5)

aspek sumber daya manusia.

Penggunaan pupuk organic dalam budidaya padi untuk produksi beras premium sangat

tepat karena mempunyai multifungsi dalam memperbaiki sifat kimia, biologi dan fisik tanah.

Tetapi penggunaan pupuk anorganik tetap diperlukan dalam rangka menghasilkan tingkat

produktvitas yang tinggi diatas 7 t/ha GKG. Kadar unsure hara dalam pupuk organic umumnya

jauh lebih rendah dibanding dengan pupuk anorganik seperti Urea. Varietas unggul baru

(VUB) padi umumnya mempunyai potensi hasil tinggi dan sangat respon terhadap

pemupukan dosis tinggi dibanding varietas local. Oleh karena itu untuk mendapatkan

produktivitas yang tinggi sesuai potensi hasil dalam pengembangan VUB harus didukung

dengan ketersediaan unsure hara yang tinggi dalam tanah dan hal tersebut hanya dapat

dilakukan pemberian pupuk anorganik seperti urea dan pupuk anorganik lainnya. Untuk

mendapatkan kualitas pertumbuhan tanaman dan hasil gabah / beras yang tinggi sangat

dipengaruhi oleh pemupukan yang tepat dosis, tepat jenis, tepat waktu dan tepat cara.

Setyono (2006) mengemukakan bahwa bahan baku untuk menghasilkan beras adalah

gabah. Untuk mendapatkan beras berkualitas tinggi harus berasal dari gabah berkualitas tinggi,

yaitu (1) berkadar air maksimum 14%, (2) gabah hampa maksimum 1-3%, (3) butir rusak/butir

kuning maksimum 2-7%, (4) butir mengapur/gabah muda maksimum 1-10%, (5) butir merah

maksimum 1 – 4 %, (6) benda asing maksimum 0,5-1%, (7) gabah varietas lain maksimum 2 -

10% (SNI, 1993). Gabah berkualitas tinggi diperoleh dari tanaman padi yang sehat dengan

teknik budidaya yang baik dengan memperhatikan pengelolaan LATO yaitu (1) kesehatan

lahan, (2) pengelolaan air irigasi, (3) penggunaan varietas unggul dengan benih bersertifikat,

dan (4) pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pengelolaan LATO tersebut dapat

dilaksanakan secara efektif melalui pendekatan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi

Oleh karena itu perlu dikaji pengelolaan tanaman terpadu padi sawah untuk

menghasilkan beras berkualitas premium (SNI) dengan produktivitas diatas 7 t/ha serta disukai

konsumen

Perumusan Masalah

Dalam usahatani padi produk akhir yang diharapkan adalah produktivitas tinggi dengan

mutu gabah dan beras yang berkualitas agar pendapatan dan kesejahteraan petani dapat

meningkat. Sampai sekarang usahatani padi di Sulawesi Selatan belum memberikan

pendapatan dan kesejahteraan yang memadai bagi petani. Tingkat produktivitas yang

Page 4: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 4

dihasilkan baru berkisar 4,6 t/ha dengan kualitas gabah dan beras yang dihasilkan masih

rendah bila dibandingkan dengan potensi yang ada. Rendahnya tingkat produktivitas dan

mutu gabah dan beras yang dihasilkan ini disebabkan teknologi budidaya belum diterapkan

dengan tepat seperti penggunaan varietas unggul baru padi secara spesifik, penggunaan

pupuk yang belum mengacu pada tingkat kesuburan tanah dan kebutuhan tanaman,

penanganan panen dan pasca panen serta tingkat keterampilan petani yang masih perlu

ditingkatkan seperti teknik penjemuran gabah secara benar belum dikuasai petani pada

umumnya. Penanganan panen dan pasca panen sangat berpengaruh terhadap tingkat kualitas

beras yang akan dihasilkan seperti ketepatan waktu panen berdasarkan kematangan dan kadar

air gabah selama dalam pertanaman, penjemuran gabah untuk menurunkan kadar air sampai

batas tertentu, dan kualitas mesin penggilingan gabah yang digunakan. Dimotivasi oleh

banyaknya permintaan luar negeri untuk mau membeli berkualitas tinggi (premium) di

Sulawesi Selatan maka sejak tahun 2009 Pemerintah daerah ini melakukan pengembangan

usahatani padi spesifik lokasi untuk produksi beras premium. Untuk itu diperlukan teknologi

inovasi yang efektif untuk mendukung dihasilkannya beras premium sehingga harapan untuk

mengekspor beras premium minimal 400 ton per bulan dapat terwujud didaerah ini

Tujuan

Mendapatkan teknologi budidaya PTT meliputi varietas dan dosis pemupukan pada

usahatani padi untuk produksi beras berkualitas premium dengan produktivitas >7 t/ha

GKG di Sulawesi Selatan.

Mendapatkan jenis mesin penggilingan padi untuk produksi beras berkualitas premium

di Sulawesi Selatan

Meningkatkan nilai tambah komoditas dengan menerapkan teknologi pengelolaan

tanaman terpadu pada usahatani padi.

Sebagai acuan dan rekomendasi bagi pemda dalam menetapkan kebijaksanaan

pengembangan usahatani padi untuk prdoduksi beras premium

Keluaran

Dihasilkannya/didapatkannya teknologi budidaya PTT meliputi varietas dan dosis

pemupukan pada usahatani padi sawah untuk produksi beras berkualitas premium

dengan produktivitas >7 t/ha GKG

Diketahuinya jenis mesin penggilingan padi untuk produksi beras berkualitas premium di

Sulawesi Selatan

Page 5: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 5

Diperolehnya nilai tambah optimal komoditi melalui penerapan teknologi pengelolaan

tanaman terpadu usahatani padi

Diperolehnya acuan dan rekomendasi bagi pemda dalam kebijaksanaan pengembangan

usahatani padi untuk produksi beras premium.

Perkiraan Outcome

Teradopsinya teknologi budidaya PTT meliputi varietas dan dosis pemupukan pada

usahatani padi sawah untuk menghasilkan beras berkualitas premium dengan luasan

penerapan minimal 0,5 ha dan 3 petani adaptor .

Teradopsinya jenis mesin penggilingan padi yang menghasilkan beras berkualitas

premium.

Perkiraan Manfaat

Meningkatnya produksi beras berkualitas premium dan pendapatan petani akibat

mengadopsi teknologi pengelolaan tanaman terpadu dan menggunakan mesin

penggilingan yang berkualitas.

Perkiraan Dampak

Meningkatnya produksi beras berkualitas premium di Sulawesi Selatan.

Berkembangnya kegiatan ekspor beras berkualitas premium ke Negara tetangga

Page 6: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 6

TINJAUAN PUSTAKA

Pengelolaan tanaman terpadu padi dapat dijadikan model pengembangan usahatani

padi sawah untuk meningkatkan produktivitas padi (Endrizal dan Jumakir, 2007). Penerapan

teknologi dalam pola PTT padi mampu meningkatkan hasil gabah dan pendapatan petani. Hasil

yang diperoleh adalah sebanyak 8,2 t/ha GKG dengan memakai varietas Fatmawati dan 7,6 t/ha

GKG dengan memakai varietas Way Apo Buru. Jumlah anakan berkorelasi positif dengan

anakan produktif dan jumlah gabah per malai berkorelasi dengan gabah isi. Karakter tersebut

sangat penting untuk mendapatkan tanaman dengan hasil tinggi (Lestari, A.P., dan Y. Nugraha,

2007). Tiap galur/varietas mempunyai tanggap yang berbeda terhadap lingkungan (Siregar,

dkk., 1993).

Beberapa varietas unggul baru telah menghasilkan produktivitas diatas 7 t/ha GKG

seperti Inpari 4 dan 7 dengan kualitas beras yang bagus setara kelas II SNI dan rendemen 68

% (Imran, 2009). Varietas inpari 9 dilepas tahun 2009, dengan potensi hasil 9,3 t/ha GKG,

bentuk gabah panjang dan ramping yang umumnya disukai konsumen di Asia Tenggara, tekstur

nasi pulen, kadar amilosa 20,46 g, bobot 1000 butir 22,8 g, tahan terhadap penyakit hawar

daun bakteri, tungro dan kurang disukai oleh hama penggerek batang. ( BBLITPA, 2009).

Pengembangan usahatani padi organic SRI mempunyai produktivitas dan keuntungan

pendapatan yang lebih tinggi dua kali lipat dibandingkan dengan cara usahatani padi

konvensional (Fitriadi dan Nurmalina, 2008).

Pengunaan pupuk kandang dikombinasi Urea 300 kg/ha dengan bibit muda 15 hari

memberikan produktivitas lebih tinggi dibanding tanpa pupuk kandang (Sirappa, dkk., 2006).

Produktivitas usahatani padi yang tinggi sebanyak 8,2 t/ha GKG dapat dicapai dengan

menerapkan teknologi spesifik lokasi seperti prinsip pemupukan 6 tepat, disertai pemeliharaan

intensif, dan penggunaan varietas yang benar dan tepat sesuai kondisi agroekosistem (Imran,

dkk., 2006). Produktivitas dan keuntungan usahatani padi tanpa penggunaan pupuk KCl dapat

memberikan hasil gabah yang tinggi asalkan jerami hasil panen dikembalikan kedalam tanah

dalam bentuk pupuk kompos. Kelayakan pendapatan yang dicapai sebanyak B/C ratio 3,37

(Wahid, dkk., 2000).

Penanganan pasca panen sangat berpengaruh terhadap tingkat kualitas beras yang

akan dihasilkan. Adapun komponen-komponen pasca penen yang perlu diperhatikan adalah

Page 7: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 7

ketepatan waktu panen berdasarkan kematangan dan kadar air gabah selama dalam

pertanaman, penjemuran gabah untuk menurunkan kadar air sampai batas tertentu, dan

kualitas mesin penggilingan gabah yang digunakan. Pengalaman dilapangan menunjukkan

salah satu cara untuk mendapatkan beras berkualitas tinggi pada tahap pasca panen adalah

menghindari penggilingan gabah segera setelah penjemuran. Umumnya diperlukan proses

pendinginan gabah setelah dijemur selama 2 x 24 jam untuk mengurangi tingkat kepatahan

beras

Setyono (2009), mengemukakan bahwa secara biologis gabah yang baru dipanen masih

hidup dan masih berlangsung proses respirasi yang menghasilkan CO2, uap air dan panas,

sehingga proses biokimia berjalan cepat Jika tidak segera dikendalikan, maka gabah menjadi

rusak dan beras bermutu rendah. Salah satu cara perawatan gabah adalah melalui proses

pengeringan dengan cara dijemur atau menggunakan mesin pengering. Ditingkat petani,

gabah umumnya dijemur diatas anyaman bambu atau terpal plsrtik, sedangkan di unit

penggilinghan padi pada lantai beton, lantai semen atau menggunakan mesin pengering Pada

tahun 1990 telah dicoba perawatan gabah hasil panen dengan menggunakan mesin pengering

vortexe. Cara ini menghasilkan gabah berkualitas baik, tetapi waktu pengeringan lebih dari 10

hari (Rahmat, dkk., 1990 dalam Setyono 2009). Perbaikan pengeringan gabah juga dapat

dilakukan dengan cara mengatur ketebalan gabah pada saat penjemuran (Thahir dkk., 1995).

Penggunaan box dryer menghasilkan beras bermutu baik dan kehilangan hasil kurang dari 1 %

lebih rendah dibandingkan dengan penjemuran. Kehilangan hasil pada tahapan penjemuran

relative tinggi, 1,5 – 2.2 %. Hal ini disebabkan oleh sebagian gabah tercecer, dimakan ayam

atau burung, sedangkan dengan mesin pengering kehilangan hasil kurang dari 1 % (Dinas

Pertanian Lampung, 2006., Dinas Pertanian Jawa Tengah, 2006 ; Dinas Pertanian Bali, 2006 :

Dinas Pertanian Kalimantan Selatan, 2006 dalam Setyono, 2009).

Teknik pengeringan yang tidak benar akan menghasilkan beras dengan butir patah

tinggi. Penjemuran gabah yang terlalu tipis pada lantai penjemuran dari lantai semen

menyebabkan gabah sangat cepat kuning. Akibatnya terjadi banyak butir retak, dan jika

digiling berasnya menjadi patah (Setyono, 2006).

Indrasari, dkk., (2007) mengemukakan bahwa kadar air 14% pada gabah merupakan

syarat mutlak untuk mendapatkan mutu gabah terbaik untuk semua kelas mutu gabah. Kadar

air yang tinggi dari 14% memicu kerusakan gabah yang cepat. Rendemen beras dipengaruhi

densitas gabah yaitu ukuran yang menggambarkan bobot gabah persatuan volume dalam

Page 8: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 8

g/liter. Densitas rata-rata varietas padi di Indonesia 454,4-577 g/l. Tingkat prosentase yang

tinggi beras kepala disukai konsumen. Kriteria warna beras secara fisik diukur secara relative,

dibandingkan dengan warna kristal putih BaSO4 yang mempunyai derajat putih 87%.

Dalam usahatani padi produk akhir yang diharapkan adalah beras yang bermutu baik.

Beras dikatakan bermutu baik, jika beras tersebut telah memenuhi standar mutu beras yang

telah ditetapkan sesuai dengan kelas mutu beras. Artinya setiap komponen mutu beras harus

memenuhi standar beras yang telah ditetapkan termasuk persyaratan umum (Setyono, 2006).

BSN (2008) menetapkan klasifikasi mutu beras dalam 5 kelas mutu yaitu I, II, III, IV,

dan V. Syarat mutu beras terdiri atas: syarat umum yaitu (1) bebas hama dan penyakit; (2)

bebas bau apek, asam atau bau asing lainnya; (3) bebas dari campuran dedak dan bekatul; (4)

bebas dari bahan kimia yang membahayakan dan merugikan konsumen. Sedangkan syarat

khusus mutu beras terdiri atas 10 komponen fisik. Mutu kelas II dan III itulah yang disetarakan

dengan beras kualitas premium.

Tabel 1. Komponen beberapa mutu kelas beras.

No. Komponen Mutu Satuan Mutu kelas

I II III IV V

1. Derajat Sosoh (min) (%) 100 100 95 85 85

2. Kadar Air (maks) (%) 14 14 14 14 15

3. Beras Kepala (Min) (%) 95 89 78 73 60

4. Butir patah (maks) (%) 5 10 20 25 35

5. Butir menir (maks) (%) 0 1 2 2 5

6. Butir merah (maks) (%) 0 1 2 3 3

7. Butir Kuning / rusak (maks) (%) 0 1 2 3 5

8. Butir mengapur (maks) (%) 0 1 2 3 5

9. Benda asing (maks) (%) 0 0,02 0,02 0,05 0,2

Page 9: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 9

METODOLOGI

Ruang Lingkup Pengkajian

Pelaksanaan pengkajian meliputi ruang lingkup lapangan dan laboratorium.

Pelaksanaannya terdiri atas beberapa tahap yaitu survey lokasi, penentuan petani kooperator,

apresiasi kepada pemda dan kelompok tani, kegiatan budidaya, temu lapang, panen dan pasca

panen, pelaporan dan seminar hasil penelitian.

Survey dilakukan pada beberapa daerah sentra pengembangan padi sebagai tahap awal

kegiatan dilapangan dengan tujuan untuk menentukan lokasi yang memenuhi syarat untuk

penelitian.

Petani kooperator adalah petani yang aktif berusahatani setiap musim tanam,

mempunyai semangat yang tinggi dalam berusahatani, aktif mencari dan mudah menerima

inovasi teknologi baru, secara partisipatif bersedia melaksanakan seluruh petunjuk-petunjuk

teknis yang dianjurkan, dan bersifat kooperatif mendukung seluruh tahapan pelaksanaan

penelitian.

Apresiasi dilakukan untuk tujuan sosialisasi kepada pemerintah daerah dan masyarakat

mengenai tujuan dan manfaat kegiatan penelitian. Dalam pertemuan tersebut diharapkan ada

umpan balik pemda dan masyarakat yang bersifat saran untuk kelancaran pelaksanaan

penelitian.

Kegiatan budidaya terdiri atas pengolahan tanah, pesemaian, plotting, penanaman,

pemupukan, dan pengendalian OPT.

Temu lapang dilakukan dalam bentuk pertemuan yang dihadiri oleh peneliti, penyuluh,

kelompok tani, tokoh masyarakat, dan pemda. Dalam temu lapang tersebut dilakukan diskusi

mengenai pelaksanaan penelitian, dan kunjungan lapangan untuk melihat dan menilai langsung

pertanaman dilapangan.

Panen dan pasca panen meliputi kegiatan panen, perontokan gabah, pengeringan

gabah, dan penggilingan gabah menjadi beras.

Pelaporan terdiri atas tabulasi dan analisis data, penyusunan laporan hasil pengkajian

dan seminar hasil.

10. Butir gabah (maks) (butir/100 g) 0 1 1 2 3

Page 10: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 10

Waktu dan Lokasi Pengkajian

Pengkajian dilaksanakan pada lahan sawah irigasi di sentra pengembangan usahatani

padi Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan dengan dukungan akses jalan

yang bagus, dan lahan berdrainase baik. Kegiatan dilaksanakan pada bulan Maret sampai

dengan Desember 2011.

Rancangan pengkajian

Pengkajian dilaksanakan di lahan petani dengan kriteria memiliki motivasi untuk maju

dan bersedia menggunakan inovasi teknologi, bersemangat, aktif, terampil dan tekun dalam

berusaha tani padi, mempunyai komitmen yang tinggi dalam memajukan usahatani padi, serta

mau mengikuti petunjuk yang ditetapkan peneliti.

Pelaksanaan penelitian akan dibagi menjadi 2 unit kegiatan. Kegiatan Pertama:

Penerapan teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) untuk menghasilkan beras premium.

Tiga varietas padi sawah yang dikaji dan tiga dosis pemupukan yang disusun dalam rancangan

factorial dua faktor. Faktor pertama adalah perlakuan varietas (A) dan faktor kedua adalah

perlakuan pemupukan (B). Adapun perlakuan pada masing-masing faktor adalah sebagai

berikut:

Faktor Pertama :

A1 : Varietas Inpari 4

A2 : Varietas Inpari 7

A3 : Varietas Inpari 13

Faktor kedua :

B1 : Dosis Bahan Organik (pupuk kandang) + Urea 300 kg/ha

B2 : Dosis Pupuk anorganik berdasarkan Uji PUTS

B3 : Dosis Kebiasaan petani

Sehingga kombinasi perlakuannya ada 9 perlakuan adalah A1B1; A1B2; A1B3;; A2B1; A2B2;

A2B3;; A3B1; A3B2; dan A3B3. Setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Dengan demikian ada

36 plot. Ukuran plot perlakuan seluas ± 10 x 10 m. Adapun tahap kegiatan tersebut antara lain

pengolahan tanah sempurna, semai benih, tanam pindah, jarak tanam 20 cm x 20 cm. Aplikasi

pupuk organik dilakukan setelah lahan diolah dan siap tanam. Pupuk anorganik diaplikasi 3 kali

yaitu umur 10 hari setelah tanam (HST) aplikasi 30% urea + 50% SP18 + 50% ZA. Umur 25

Page 11: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 11

HST aplikasi Urea 40%+50% SP18+50% Za+50% Phonska 15-15-15-10. Umur 45 HST

aplikasi Urea 30% + 50% Phonska 15-15-15-10. Aplikasi pestisida sintetik untuk perlakuan

yang menggunakan pestisida dilakukan jika terjadi serangan hama/penyakit. Untuk

pengendalian gulma, semua perlakuan diberikan herbisida purna tumbuh.

Kegiatan Kedua. Penerapan teknologi pascapanen padi menuju kualitas premium.

Penelitian ini untuk menghasilkan beras premium dari perlakuan pada kegiatan pertama digiling

menjadi beras dengan menggunakan mesin penggilingan sebagai perlakuan. Adapun

perlakuannya sebagai berikut :

C1 : Mesin penggilingan single pass

C2 : Mesin penggilingan double pass

Kombinasi perlakuannya adalah A1B1C1; A1B2C1; A1B3C1;; A2B1C1; A2B2C1; A2B3C1;

A3B1C1; A3B2C1; A3B3C1;; A1B1C2; A1B2C2; A1B3C2; A2B1C2; A2B2C2; A2B3C2; A2B4C2;

A3B1C2; A3B2C2; A3B3C2; dan A3B4C2. Tahapan kedua panen dan pasca panen terdiri atas

panen pada saat malai matang dan menguning dengan kadar air 22-36% atau 90-95 % gabah

pada malai menguning, perontokan gabah bertujuan untuk melepas gabah dari malainya

setelah panen dengan menggunakan alat dan mesin perontok, penjemuran gabah hasil panen

dan penggilingan gabah menjadi beras.

Penggilingan gabah menjadi beras (RMU) yang digunakan adalah yang mempunyai

kualitas yang baik dan terbukti dapat menghasilkan beras yang berkualitas tinggi sesuai tujuan

penelitian. Penetapan penggilingan (RMU) terpilih dilakukan berdasarkan survey untuk

beberapa penggilingan di Sulawesi Selatan.

Pengumpulan data dikelompokkan menjadi tiga, yaitu; a) pengamatan pertumbuhan

tanaman, b) pengamatan produksi dan c) pengamatan pascapanen.

Pengamatan / pengolahan dan analisis data

Data yang dikumpulkan dalam kegiatan ini meliputi data pertumbuhan tanaman,

produksi, penggunaan tenaga kerja dan sarana produksi, dan pengamatan kualitas fisik beras.

Pengamatan kualitas fisik beras mengikuti kualitas beras kelas II dan III SNI No. 01-

6128-1999 meliputi (1) derajat sosoh, (2) kadar air, (3) beras kepala/butir utuh, (4) butir

patah, (5) menir, (6) butir merah, (7) butir kuning/butir rusak, (8) butir kapur/butir hijau, (9)

benda asing, (10) butir gabah, (11) campuran varietas lain.

Page 12: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 12

Data tersebut ditabulasi dan selanjutnya dianalisis statistik dengan menggunakan

program irristat dengan uji Duncan untuk menetahui perbedaan antar perlakuan.

Untuk mengukur tingkat kemampuan pengembalian atas biaya usahatani padi dengan

penerapan teknologi PTT digunakan tolok ukur nisbah penerimaan atas biaya produksi (Gross

R/C). Sedangkan untuk mengetahui seberapa jauh teknologi introduksi mampu meningkatkan

keuntungan petani digunakan tolok ukur nisbah peningkatan keuntungan bersih.

Contoh beras adalah sejumlah beras yang mewakili atau menggambarkan sifat dan ciri-

ciri populasi beras dari partai yang diperiksa kualitasnya. Besarnya contoh kerja minimal 1000

gram beras. Contoh analisis adalah contoh terkecil yang diambil dari contoh kerja dengan

mengunakan sample devider atau dengan system quartering untuk keperluan analisis

komponen kualitas beras, dengan berat minimum 100 g.

Page 13: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 13

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Wilayah

Kabupaten Pinrang merupakan salah satu daerah sentra produksi beras di Sulawesi

Selatan. Luas lahan sawah 48.709 ha, yang terdiri atas lahan sawah irigasi seluas 43.987 ha,

dan sawah tadah hujan 4.722 ha.

Berdasarkan peta agroklimat Kabupaten Pinrang menurut Oldeman et al (1980)

termasuk tipe iklim B dan C. Periode musim hujan terjadi pada bulan Nopember sampai Juni

dengan puncak curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Nopember – Desember dan musim

kemarau terjadi pada bulan Agustus sampai dengan September.

Pertumbuhan dan Produksi Tanaman

Secara umum pertumbuhan tanaman untuk semua perlakuan sampai panen cukup

bagus. Meskipun pada umur 40 hst terjadi serangan hama penggerek batang, tapi masih dapat

dikendalikan dan pada saat panen keadaan cuaca tidak mendukung karena curah hujn yang

cukup tinggi.

Tinggi Tanaman

Dari 3 (tiga) jenis varietas yang dikaji, varietas Inpari 4 menampilkan tanaman yang

lebih tinggi rata-rata (110 cm) dan berbeda nyata dengan varietas inpari 7 rata-rata (105 cm)

yang menampilkan tanaman terendah. Untuk perlakuan pemupukan (B1) dengan dosis 5 ton

/ha pupuk organic + 300 kg/ha Urea tinggi tanaman rata-rata 109 cm berbeda nyata dengan

perlakuan (B2) pemupukan dengan dosis 150 kg Urea + 250 kg Phonska + 50 kg SP 18 + 25

kg ZA per ha tinggi tanaman rata-rata 105 cm.

Berdasarkan hasil analisis statistic (Tabel 2) ada pengaruh varietas, pemupukan dan

kombinasi antara varietas dan pemupukan terhadap tinggi tanaman. Kombinasi perlakuan

varietas Inpari 4 dengan dosis pemupukan 200 kg Urea + 100 kg Phonska + 100 kg SP 18 per

ha menampilkan tanaman tertinggi rata-rata 114 cm dan terendah inpari 7 dengan pemupukan

dosis 150 kg Urea + 250 kg Phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA per ha rata-rata 101 cm.

Pertumbuhan tanaman terhadap tinggi tanaman pada semua perlakuan lebih tinggi

dibandingkan dengan potensi varietas. Ini diduga karena kemampuan beradaptasi masing-

masing varietas dengan lingkungan tempat tumbuh dan pengaruh perlakuan pemupukan.

Page 14: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 14

Tabel 2 : Tinggi Tanaman (cm) Pada Kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Untuk Menghasilkan Beras Premium Di Kabupaten Pinrang, Kecamatan

Cempa, Sulawesi Selatan Tahun 2011

Varietas Tinggi Tanaman (cm)

Rata-rata

B1 B2 B3

1. Inpari 4 (A1) 109 107 115 110 A

2. Inpari 7 (A2) 110 101 105 105 B

3. Inpari 13 (A3) 110 107 104 107 Ab

Rata-rata 109 A 105 b 108 ab 107

Keterangan : * Angka pada kolom dan lajur yan g diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5 %

B1 = 5 ton pupuk organic + 300 kg Urea per ha

B2 = 150 kg Urea + 250 kg Phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA per ha

B3 = 200 kg Urea + 100 kg Phonska + 100 kg SP 18 per ha

Jumlah Malai per rumpun

Jumlah malai (anakan produktif) per rumpun tanaman dihitung pada umur 45 hst juga

cukup bervariasi antar varietas dan pemupukan. Rata-rata jumlah malai terbanyak diperoleh

pada varietas Inpari 7 (17,8 batang) dan berbeda nyata dengan varietas Inpari 13 (16,6

batang).

Untuk 3 (tiga) dosis pemupukan, perlakuan pemupukan (B3) 200 kg Urea + 100 kg

Phonska + 100 kg SP 18 per ha memberikan rata-rata jumlah malai / anakan produktif per

rumpun terbanyak yaitu 18, 2 batang dan berbeda nyata dengan pemupukan 5 ton /ha pupuk

organic + 300 kg/ha Urea yaitu 15,6 batang (terendah).

Berdasarkan hasil analisis statistic ada pengaruh pemupukan, dan kombinasi antara

varietas dan pemupukan terhadap jumlah malai/anakan produktif. Namun yang sangat

berpengaruh terhadap jumlah malai / anakan produktif per rumpun adalah pemupukan.

Kombinasi perlakuan varietas Inpari 7 dengan dosis pemupukan 200 kg Urea + 100 kg Phonska

+ 100 kg SP 18 per ha memberikan rata-rata jumlah malai / anakan produktif terbanyak yaitu

19,6 batang dan terendah (14,7 batang) Inpari 13 dengan dosis pemupukan 5 ton /ha pupuk

organic + 300 kg/ha Urea.

Page 15: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 15

Tabel 3 : Jumlah Malai / Anakan Produktif per rumpun (batang) Pada Kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Untuk Menghasilkan Beras Premium Di

Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan Tahun 2011

Varietas Jumlah Malai /Anakan Produktif (batang)

Rata-rata

B1 B2 B3

1. Inpari 4 (A1) 17 17 17 16.8 Ab

2. Inpari 7 (A2) 15 19 20 17.8 A

3. Inpari 13 (A3) 15 17 18 16.6 B

Rata-rata 15.5 b 17.6 a 18.2 a 17.1

Keterangan : * Angka pada kolom dan lajur yan g diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5 %

B1 = 5 ton pupuk organic + 300 kg Urea per ha

B2 = 150 kg Urea + 250 kg Phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA per ha

B3 = 200 kg Urea + 100 kg Phonska + 100 kg SP 18 per ha

Pembentukan anakan produktif terutama dipengaruhi oleh keberadaan unsur hara N

(Vergara, 1995) dan ketersediaan air. Tisdale dan Nelsone (1975), mengatakan pemberian N

yang cukup akan mempercepat sintesa karbohidrat yang diubah menjadi protein, memperbesar

volume dan jumlah protoplasma yang terbentuk sehingga memperlihatkan pertumbuhan yang

lebih baik. Selama penelitian berlangsung ketersediaan air cukup menunjang pertumbuhan

tanaman, dan mendekati masa panen curah hujan cukup tinggi.

Persentase Gabah Hampa

Dari 3 varietas yang dikaji, varietas Inpari 4 memiliki persentase gabah hampa terbesar

yaitu 10,15 % tidak berbeda nyata dengan varietas lainnya.

Persentase gabah hampa terkecil (8,99 %) diperoleh pada dosis pemupukan 5 ton /ha

pupuk organic + 300 kg/ha Urea dan berbeda nyata dengan dosis pemupukan 150 kg Urea +

250 kg Phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA per ha (10,34 %) dan 200 kg Urea + 100 kg

Phonska + 100 kg SP 18 per ha (10,20 %).

Page 16: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 16

Berdasarkan hasil analisis statistic ada pengaruh perlakuan pemupukan terhadap

persentase gabah hampa. Persentase gabah hampa tertinggi (10,81 %) diperoleh pada inpari 4

dengan dosis pemupukan 200 kg Urea + 100 kg Phonska + 100 kg SP 18 per ha dan terendah

(8,53 %) inpari 13 dengan dosis pemupukan 5 ton /ha pupuk organic + 300 kg/ha Urea. Secara

umum persentase gabah hampa pada semua perlakuan relative rendah, ini didukung

ketersediaan air yang cukup mendukung pertumbuhan tanaman pada fase vegetative dan

generative sehingga pengisian bulir gabah dapat optimal. Selain itu, tingkat kehampaan yang

rendah pada semua perlakuan juga dapat disebabkan dosis pemupukan yang diuji dapat

memperbaiki pertumbuhan dan produktivitas tanaman. Menurut Vergara (1995), tingkat

kehampan gabah suatu varietas dipengaruhi oleh factor genetic dan system budidaya seperti

pemupukan yang tepat, pengairan yang cukup dan pengendalian hama/penyakit yang terpadu

Tabel 4 : Persentase gabah hampa pada Kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah Untuk Menghasilkan Beras Premium Di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan Tahun 2011

Varietas Gabah Hampa (%)

Rata-rata

B1 B2 B3

1. Inpari 4 (A1) 9.39 10.26 10.82 10.16 A

2. Inpari 7 (A2) 9.06 10.02 10.53 9.87 A

3. Inpari 13 (A3) 8.53 10.33 9.67 9.51 A

Rata-rata 8.99 b 10.26 a 10.34 a 9.85

Keterangan : * Angka pada kolom dan lajur yan g diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5 %

B1 = 5 ton pupuk organic + 300 kg Urea per ha

B2 = 150 kg Urea + 250 kg Phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA per ha

B3 = 200 kg Urea + 100 kg Phonska + 100 kg SP 18 per ha

Bobot 1000 butir gabah

Varietas inpari 7 dan 13 memiliki rata-rata berat 1000 butir gabah sebesar 25,11 gr dan

tidak berbeda nyata dengan varietas lainnya. Demikian pula halnya dengan perlakuan terhadap

dosis pemupukan. Hasil analisis statistic tidak ada pengaruh perlakuan varietas, pemupukn,

kombinasi antara varietas dan pemupukan terhadap bobot 1000 butir gabah.

Page 17: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 17

Tabel 5 : Bobot 1000 butir gabah KA 14 % pada Kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu

Padi Sawah Untuk Menghasilkan Beras Premium Di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan Tahun 2011

Varietas Gabah Hampa (%)

Rata-rata

B1 B2 B3

4. Inpari 4 (A1) 25 25 24 24.56 A

5. Inpari 7 (A2) 26 25 25 25.11 A

6. Inpari 13 (A3) 26 25 25 25.11 A

Rata-rata 25.33 a 24.78 a 24.67 a 24.93

Keterangan : * Angka pada kolom dan lajur yan g diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5 %

B1 = 5 ton pupuk organic + 300 kg Urea per ha

B2 = 150 kg Urea + 250 kg Phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA per ha

B3 = 200 kg Urea + 100 kg Phonska + 100 kg SP 18 per ha

Hasil Gabah

Data hasil produksi diperoleh berdasarkan hasil ubinan yaitu 10 x 10 m. Varietas inpari

13 memberikan rata-rata hasil ubinan tertinggi ( 82 kg/100 m) berbeda nyata dengan varietas

lainnya yaitu terendah inpari 4 (72 kg) dan inpari 7 (77 kg).

Perlakuan dengan menggunakan 5 ton /ha pupuk organic + 300 kg/ha Urea

memberikan hasil gabah tertinggi rata-rata (86 kg) berbeda nyata dengan perlakuan

pemupukan 150 kg Urea + 250 kg Phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA per ha ( 78 kg) dan 200

kg Urea + 100 kg Phonska + 100 kg SP 18 per ha terendah (67 kg).

Berdasarkan hasil analisis statistic ada pengaruh varietas, dan perlakuan pemupukan

terhadap produksi. Varietas Inpari 13 dengan dosis pemupukan 5 ton /ha pupuk organic + 300

kg/ha Urea memberikan hasil tertinggi (94 kg) dan terendah yaitu pada perlakuan varietas

Inpari 4 dengan dosis pemupukan 200 kg Urea + 100 kg Phonska + 100 kg SP 18 per ha (62

kg). Hasil kajian menunjukkan bahwa penggunaan varietas unggul dengan pemberian pupuk

yang tepat takarannya ternyata dapat memberikan hasil gabah yang lebih tinggi dibandingkan

dengan hasil yang diperoleh petani selama ini.

Varietas mempunyai peranan cukup penting dalam meningkatkan hasil tanaman.

Menurut hasil kajian FAO yang dilaporkan Las (2003), secara partial, varietas memberikan

Page 18: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 18

kontribusi sebesar 16 %, tetapi jika diintegrasikan dengan pupuk dan irigasi peningkatan

produksi dapat mencapai 75%. Pemupukan juga mempunyai peran penting dalam

meningkatkan hasil gabah. Penggunaan pupuk yang berimbang sangat penting dalam upaya

meningkatkan hasil gabah. Penggunaan pupuk organic yang dikombinasikan dengan pupuk

urea memberikan hasil gabah lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan pemupukan lainnya.

Penambahan bahan organic pada lahan sawah mempunyai fungsi, diantaranya adalah

membentuk dan menyebabkan stabilitas agregat tanah menjadi mantap, meningkatkan

kapasitas menahan air, meningkatkan porositas tanah, serta mempengaruhi permeabilitas dan

laju infiltrasi tanah.

Tabel 6 : Hasil Gabah (t/ha) GKG pada Kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi

Sawah Untuk Menghasilkan Beras Premium Di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan Tahun 2011

Varietas Gabah Hampa (%)

Rata-rata

B1 B2 B3

7. Inpari 4 (A1) 7.9 7.5 6.3 7.2 A

8. Inpari 7 (A2) 8.5 8.0 6.7 7.7 B

9. Inpari 13 (A3) 9.4 8.1 7.2 8.2 C

Rata-rata 8.6 a 7.8 b 6.7 c 7.7

Keterangan : * Angka pada kolom dan lajur yan g diikuti huruf yang sama tidak berbeda pada taraf uji Duncan 5 %

B1 = 5 ton pupuk organic + 300 kg Urea per ha

B2 = 150 kg Urea + 250 kg Phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA per ha

B3 = 200 kg Urea + 100 kg Phonska + 100 kg SP 18 per ha

Kualitas Fisik Beras

Kualitas beras merupakan salah satu factor yang menentukan tingkat penerimaan

konsumen terhadap suatu varietas. Karakter kualitas beras sangat dipengaruhi oleh factor

genetik dan interaksi faktor genetiknya dengan factor lingkungan. Selain itu juga ditentukan

oleh penanganan pasca panen.

Page 19: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 19

Inpari 4

Kadar air beras yang dihasilkan baik penggilingan single pass (C1) maupun double pass

(C2) untuk semua perlakuan pemupukan yaitu 14 % termasuk beras kualitas baik. Sedangkan

derajat sosoh untuk mesin penggilingan single pass (satu kali penyosohan) 95 % dan untuk

mesin penggilingan double pass (dua kali penyosohan) 100 %. Persentase beras kapala yang

dihasilkan berkisar 73,47 – 88,21 % dan persentase beras pecah berkisar 11,33 – 25,71%.

Sedangkan persentase menir dan butir kapur sangat rendah kurang dari 1 % (berkisar 0.09 –

0,57 %). Penentuan kelas mutu beras sangat ditentukan oleh persentase beras kepala dan

persentase menir, sehingga beras yang dihasilkan hanya termasuk dalam kelas mutu III

berdasarkan BSN – Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk perlakuan pemupukan 5 ton pupuk

organic + 300 kg pupuk urea (B1) dan pemupukan 150 kg Urea + 250 kg phonska + 50 kg SP

18 + 25 kg ZA pr ha (B2) dengan menggunakan mesin penggilingan single pass (C1) maupun

double pass (C2). Sedangkan untuk perlakuan pemupukan 200 kg urea + 100 kg phonska +

100 kg SP 18 per ha (B3) dengan menggunakan mesin penggilingan single maupun double pass

beras yang dihasilkan hanya masuk dalam kelas mutu IV.

Tabel 7. Pengaruh perlakuan pemupukan dan penggunaan mesin penggilingan terhadap kualitas beras varietas Inpari 4 pada kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman

Terpadu Padi Sawah untuk menghasilkan beras berkualitas premium dengan produktivitas diatas 7 ton per ha Gabah Kering Giling di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan, Tahun 2011.

No. Komponen Hasil

Dosis Pemupukan/ mesin penggilingan

B1 B2 B3

C1 C2 C1 C2 C1 C2

1. Kadar air (%) 14 14 14 14 14 14

2. Derajat sosoh (%) 95 100 95 100 95 100

3. Beras Kepala (%) 88.21 84.19 84.17 80.17 75.87 73.47

4. Beras Pecah (%) 11.33 15.07 15.53 18.91 23.91 25.71

5. Menir (%) 0.14 0.43 0.20 0.47 0.22 0.57

6. Butir kapur (%) 0.15 0.19 0.14 0.17 0.09 0.19

7. Kelas Mutu III III III III IV IV

Page 20: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 20

Inpari 7

Kadar air beras yang dihasilkan untuk semua perlakuan pemupukan yaitu 14 % dan

termasuk dalam kualitas baik. Demikan pula halnya dengan derajat sosoh yang dihasilkan

untuk semua perlakuan berkisar 95 – 100 % berdasarkan BSN Standar Nasional Indonesi

termasuk dalam kualitas baik. Persentase beras kapala yang dihasilkan berkisar 73,51 – 81.38

% dan persentase beras pecah berkisar 18.18 – 24.94 %. Sedangkan persentase menir dan

butir kapur sangat rendah kurang dari 1 % (berkisar 0.15 – 0,57 %). Beras yang dihasilkan

hanya termasuk dalam kelas mutu III dan IV berdasarkan BSN – Standar Nasional Indonesia

(SNI).

Tabel 8. Pengaruh perlakuan pemupukan dan penggunaan mesin penggilingan terhadap

kualitas beras varietas Inpari 7 pada kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah untuk menghasilkan beras berkualitas premium dengan produktivitas diatas 7 ton per ha Gabah Kering Giling di Kabupaten Pinrang,

Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan, Tahun 2011.

No. Komponen Hasil

Dosis Pemupukan/ mesin penggilingan

B1 B2 B3

C1 C2 C1 C2 C1 C2

1. Kadar air (%) 14 14 14 14 14 14

2. Derajat sosoh (%) 95 100 95 100 95 100

3. Beras Kepala (%) 81.38 77.78 79.68 76.04 76.86 73.51

4. Beras Pecah (%) 18.18 21.03 19.97 21.67 22.78 24.95

5. Menir (%) 0.16 0.57 0.26 0.56 0.21 0.45

6. Butir kapur (%) 0.17 0.20 0.15 0.19 0.18 0.21

7. Kelas mutu III IV III IV IV IV

Inpari 13

Kadar air beras yang dihasilkan untuk semua perlakuan pemupukan dan mesin

penggilingan yang digunakan yaitu 14 % dengan derajat sosoh berkisar 95 – 100 %

berdasarkan BSN Standar Nasional Indonesi termasuk dalam kualitas baik. Persentase beras

Page 21: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 21

kepala yang dihasilkan berkisar 73,89 – 89.03 % dan persentase beras pecah berkisar10.64 –

25.78 %. Sedangkan persentase menir dan butir kapur juga sangat rendah kurang dari 1 %

(berkisar 0.13 – 0,47 %). Berdasarkan hasil pengamatan terhadap beberapa komponen

kualitas beras, maka beras yang dihasilkan hanya termasuk dalam kelas mutu III dan IV

berdasarkan BSN – Standar Nasional Indonesia (SNI).

Tabel 9. Pengaruh perlakuan pemupukan dan penggunaan mesin penggilingan terhadap kualitas beras varietas Inpari 13 pada kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah untuk menghasilkan beras berkualitas premium dengan

produktivitas diatas 7 ton per ha Gabah Kering Giling di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan, Tahun 2011.

No. Komponen Hasil

Dosis Pemupukan/ mesin penggilingan

B1 B2 B3

C1 C2 C1 C2 C1 C2

1. Kadar air (%) 14 14 14 14 14 14

2. Derajat sosoh (%) 95 100 95 100 95 100

3. Beras Kepala (%) 89.03 84.03 83.78 78.78 77.04 73.89

4. Beras Pecah (%) 10.64 15.75 15.86 20.12 22.73 25.78

5. Menir (%) 0.15 0.35 0.18 0.29 0.23 0.47

6. Butir kapur (%) 0.14 0.18 0.13 0.17 0.14 0.18

7. Kelas Mutu III III III III IV IV

Rendah persentase beras kepala yang dihasilkan dapat dipengaruhi oleh banyak factor

mulai dari factor budidaya, perlakuan pasca panen seperti cara dan alat perontokan, cara dan

alat pengeringan maupun factor pengolahan baik alat maupun cara penggilingan.

Keterlambatan proses pengeringan atau penjemuran dapat menyebabkan butir gabah retak

atau craking, sehingga butir beras akan lebih mudah pecah pada saat proses penggilingan.

Pada saat panen curah hujan dilokasi penelitian cukup tinggi , sehingga proses perontokan dan

penjemuran gabah tidak segera dilakukan.

Analisis Usahatani

Analisis kelayakan financial dilakukan untuk mengetahui tingkat kelayakan usahatani

padi. Tabel 10 dan 11, menunjukkan bahwa berdasarkan hasil analisis usahatani padi baik

dalam bentuk gabah maupun setelah digiling menjadi beras semua perlakuan layak untuk

Page 22: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 22

direkomendasikan karena R/C >1. Keuntungan terbesar Rp. 19.908.530,- dengan R/C 3,68

dalam bentuk gabah dan kentungan Rp.32.539.530,- dengan R/C 3,70 dalam bentuk beras,

diperoleh pada perlakuan varietas inpari 13 dengan perlakuan pemupukan 5 ton pupuk organic

+ 300 kg Urea per ha.

Tabel 10. Analisis usahatani Gabah Kering Giling pada kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Sawah untuk menghasilkan beras berkualitas premium dengan

produktivitas diatas 7 ton per ha Gabah Kering Giling di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan, Tahun 2011.

Uraian B1 B2 B3

Upah tenaga kerja

Pengolahan tanah (Rp.) 800.000,- 800.000,- 800.000,-

Tanam (Rp.) 800.000,- 800.000,- 800.000,-

Pemupukan (Rp.) 100.000,- 100.000,- 100.000,-

Panen ( Rp.) 800.000,- 800.000,- 800.000,-

Sarana Produksi

Benih (Rp.) 125.000,- 125.000,- 125.000,-

Pupuk (Rp.) 4.230.000,- 955.000,- 750.000,-

Herbisida (Rp.) 108.235,- 108.235,- 108.235,-

Pestisida (Rp.) 503.235,- 503.235,- 503.235,-

Total Pengeluaran (Rp.) 7.466.470,- 4.191.470,- 3.986 470,-

Penerimaan (Rp.)

Inpari 4 22.995.000,- 21.900.000,- 18.250.000,-

Inpari 7 24.820.000,- 23.360.000,- 19.710.000,-

Inpari 13 27.375.000,- 23.725.000,- 21.170.000,-

Keutungan

Inpari 4 15.528.530,- 17.708.530,- 14.263.530,-

Inpari 7 17.353.530,- 19.168.530,- 15.723.530,-

Inpari 13 19.908.530,- 19.533.530,- 17.183.530,-

R/C

Inpari 4 3.08 5.22 4.58

Inpari 7 3.32 5.57 4.94

Inpari 13 3.68 5.66 5.31

Page 23: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 23

Tabel 11. Analisis usahatani Beras pada kegiatan Kajian Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi

Sawah untuk menghasilkan beras berkualitas premium dengan produktivitas diatas 7 ton per ha Gabah Kering Giling di Kabupaten Pinrang, Kecamatan Cempa, Sulawesi Selatan, Tahun 2011.

Uraian B1 B2 B3

Upah tenaga kerja (Pengolahan tanah, tanam, pemeliharaan, panen, pengilingan gabah jadi

beras)

Inpari 4 6.100.000,- 5.830.000,- 4.708.000,-

Inpari 7 6.272.500,- 5.860.000,- 4.690.000,-

Inpari 13 7.050.000,- 6.190.000,- 4.918.000,-

Sarana Produksi 4.966.470,- 1.691.470,- 1.486.470,-

Total Pengeluaran (Rp.)

Inpari 4 11.066.470,- 7.521.470,- 6.194.470,-

Inpari 7 11.238.470,- 7.551.470,- 6.176.470,-

Inpari 13 12.016.470,- 7.881.470,- 6.404.470,-

Penerimaan (Rp.)

Inpari 4 36.024.000,- 33.300.000,- 20.260.800,-

Inpari 7 37.740.000,- 33.600.000,- 21.868.800,-

Inpari 13 44.556.000,- 36.936.000,- 24.192.800,-

Keutungan

Inpari 4 24.957.530,- 25.778.530,- 14.066.330,-

Inpari 7 26.501.030,- 26.048.530,- 15.692.330,-

Inpari 13 32.539.530,- 29.054.060,- 17.788.330,-

R/C

Inpari 4 3,26 4,43 3,27

Inpari 7 3,36 4,45 3,54

Inpari 13 3,70 4,69 3,78

Page 24: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 24

KESIMPULAN

Varietas inpari 13 dengan dosis pemupukan 5 ton pupuk organic + 300 kg Urea per ha

yang menghasilkan gabah kering giling diatas 7,5 ton per ha di Kecamatan Cempa, Kabupaten

Pinrang, Sulawesi Selatan.

Semua mesin penggilingan yang digunakan baik single pass maupun double pass pada

varietas inpari 4, inpari 7 dan inpari 13 dapat menghasilkan beras berkualitas premium dalam

kelas mutu III berdasarkan BSN – Standar Nsional Indonesia (SNI) dengan dosis pemupukan 5

ton pupuk organic + 300 kg urea dan 150 kg urea + 200 kg phonska + 50 kg SP 18 + 25 kg ZA

per ha di Kecamatan Cempa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.

Semua perlakuan mempunyai R/C rasio > 1 baik dalam bentuk gabah maupun beras,

sehingga layak untuk dikembangkan.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Urusan Logistik (Bulog), 2006. Pedoman Umum Pengadaan Gabah/Beras Dalam Negeri Tahun 2006 di Lingkungan Perum Bulog

Badan Standarisasi Nasional (BSN), 2008. Beras. Standar Nasional Indonesia. SNI 6128 :

2008. ICS 67. 060.

Badan Standarisasi Nasional (BSN), 2008. Beras Giling. Standar Nasional Indonesia No. 01-

6128-1999.

Departemen Pertanian (Deptan), 2008. Panduan Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan

Tanaman Terpadu Padi.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura (Distan) Sulawesi Selatan, 2009. Statistik

Pertanian Tahun 2008. Laporan Tahunan.

Endrizal dan Jumakir, 2007. Keragaan Beberapa Varietas Padi Unggul Baru dan Kelayakan

Usahatani Padi Pada Lahan Sawah Irigasi di Propinsi Jambi. Balai Pengkajian Teknologi

Pertanian Jambi. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 10 (3) : 199-206.

Fitriadi, F., dan R. Nurmalina., 2008. Analisis Pendapatan Pemasaran Padi Organik Metode System of Rice Intensification (SRI) (Kasus di Desa Sukagalih, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya). Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen

IPB. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Besar Pengkajian

Page 25: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 25

dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 11 (1) : 94-103.

Imran, A., Suriani dan Sahardi, 2006. Kajian Tanam Padi Hambur Benih Langsung di

Kabupaten Bone Sulawesi Selatan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi

Selatan. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 9 (2) : 111-117.

Imran, A., dan Suriany, 2010. Uji Adaptasi Varietas Unggul Baru Padi Sawah Irigasi untuk

Produktivitas diatas 7 t/ha GKG di Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian Bogor. Badan Litbang Pertanian Departemen Pertanian (Laporan internal, belum dipublikasikan).

Indrasari, S.D., A, Daradjat, I. Hanarida, dan Komari, 2007. Evaluasi Karakteristik Nutu Giling,

Tanak, dan Kandungan Protein Besi Kompleks Pada Beberapa Genotipe Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Pusat

Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 26 (1) : 62-68

Lestari, A.P., dan Y. Nugraha, 2007. Keragaman Genetik Hasil dan Komponen Hasil Galur-galur Padi Hasil Kultur Anter. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 26 (1) : 8-13

Sarwono, A.B., Surono, dan Z. Harahap, 1982. Hubungan Antara Kadar Amilosa Beras dengan Rasa Nasi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Bogor. Badan Penelitian dan Pengemangan Pertanian. Jurnal Penelitian Pertanian. 2 (1) : 33-37

Setyono, A, 2006. Perbaikan Mutu Beras di Tingkat Rice Milling Unit (RMU) dan Metode

Penilaiannya. Makalah disampaikan pada Training Karakteristik dan Daerah Adaptasi

Padi Hibrida Maro bagi Agronomis PT. DuPont Indonesia pada tanggal 23 Maret 2006.

Setyono, A., Suismono, Jumali dan Sutrisno, 2006b. Studi Penerapan Teknik Penggilingan Mutu

untuk Produksi Beras Bersertifikat. Inovasi Teknologi Padi Menuju Swasembada Beras Berkelsnjutsan. Buku 2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Setyono, A., 2009. Perbaikan Teknologi Pasca Panen Dalam Upaya Menekan Kehilangan Hasil

Panen. Orasi Pengukuhan Propesor Riset Bidang Pengolahan Hasil (Teknologi dan

Mekanisasi Pertanian) Badan Penelitian dan Pengembangan Pertnian. Departemen Pertanian. Bogor, 26 Nopember 2009. Kerjasama Deptan – LIPI.

Page 26: KAJIAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU PADI SAWAH …

www.sulsel.litbang.deptan.go.id 26

Sirappa, M. P., Andriko, N.S., dan Yakob, T., 2006. Kajian Usahatani Padi Varietas Unggul Tipe

Baru dengan Pendekatan PTT. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Departemen Pertanian. 9 (10) : 18-28. Siregar, H., E. Suparman, dan B. Siregar, 1993. Daya Hasil Galur-galur Harapan Padi Sawah

dan Interaksinya dengan Lingkungan. Penelitian Pertanian. Agricultural Research. Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Indonesia. Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 13 (1) : 12-15

Standar Nasional Indonesia (SNI), 1993. Standar Mutu Gabah. Pusat Standarisasi dan

Akreditasi. Badan Agribisnis Departemen Pertanian. SNI 0224-1987-0/SPI-

TAN/01/01/1993 Thahir, R. Sueharmadi dan A. Setyono, 1995. Usaha Perbaikan Pengeringan Padi di Tingkat

Petani. Prosiding Simposium Penelitian Tanaman Pangan III. Kinerja Penelitian

Tanaman Pangan. Buku 3. Padi. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan – Jakarta/Bogor, 23 – 25 Agustus 1995.

Wahid, S., L. Wiradjaswadi, S. Piay, dan M. Rahayu, 2000. Kajian Efisiensi Pemupukan Kalium Padi Sawah di Nusa Tenggara Barat. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Pusat

Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 2 (2) : 75-83.