Upload
duongcong
View
228
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONALPROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
TRIWULAN III 2015
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONALIIIPROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR2015
Halaman Ini Sengaja Di Kosongkan
KAJIAN EKONOMI DANKEUANGAN REGIONALIIIPROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR2015
Halaman Ini Sengaja Di Kosongkan
Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi
kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap
perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan
kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan
dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder
lainnya.
Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional, Perkembangan
Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek
Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal
Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan
masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran,
kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan
baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.
Kata Pengantar
Kupang, November 2015
Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga
Deputi Direktur
iii
Penerbit :
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT
Telp : [0380] 832-047
Fax : [0380] 822-103
Email : [email protected]
ii
Sejalan dengan salah satu tugas pokok Bank Indonesia, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Timur
di daerah memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan kontribusi secara optimal dalam proses formulasi
kebijakan moneter. Secara triwulanan KPw BI Provinsi NTT melakukan pengkajian dan penelitian terhadap
perkembangan perekonomian daerah sebagai masukan kepada Kantor Pusat Bank Indonesia dalam kaitan perumusan
kebijakan moneter tersebut. Selain itu kajian/analisis ini dimaksudkan untuk memberikan informasi yang diharapkan
dapat bermanfaat bagi eksternal stakeholder setempat, yaitu Pemda, DPRD, akademisi, masyarakat serta stakeholder
lainnya.
Kajian Ekonomi Regional (KER) Provinsi Nusa Tenggara Timur ini mencakup Ekonomi Makro Regional, Perkembangan
Inflasi, Perkembangan Perbankan dan Sistem Pembayaran, Keuangan Pemerintah, Kesejahteraan serta Prospek
Perekonomian Daerah pada periode mendatang. Dalam menyusun kajian ini digunakan data yang berasal dari internal
Bank Indonesia maupun dari eksternal, dalam hal ini dinas/instansi terkait.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan kajian ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kami mengharapkan
masukan dari semua pihak untuk meningkatkan kualitas isi dan penyajian laporan. Akhirnya kami mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, baik dalam bentuk penyampaian data maupun dalam bentuk saran,
kritik, dan masukan sehingga kajian ini dapat diselesaikan. Kami mengharapkan kerjasama yang telah terjalin dengan
baik selama ini, kiranya dapat terus berlanjut di masa yang akan datang.
Kata Pengantar
Kupang, November 2015
Kepala Perwakilan Bank Indonesia
Provinsi Nusa Tenggara Timur
Naek Tigor Sinaga
Deputi Direktur
iii
Penerbit :
KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Unit Asesmen Ekonomi dan Keuangan
Jl. Tom Pello No. 2 Kupang NTT
Telp : [0380] 832-047
Fax : [0380] 822-103
Email : [email protected]
ii
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Grafik
Daftar Tabel
Ringkasan Umum
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1 Kondisi Umum
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
1.2.1. Konsumsi
1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi
1.2.3. Ekspor dan Impor
1.2.3.1 Ekspor dan Impor Antar Daerah
1.2.3.2 Ekspor dan Impor Luar Negeri
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan
1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor
1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya
BOKS 1. Kesiapan Industri Pariwisata di 5 KSPN di NTT
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
2.1. Kondisi Umum
2.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas
2.2.1. Bahan Makanan
2.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
2.2.3. Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
2.2.4. Komoditas Lainnya
2.3. Disagregasi Inflasi NTT
2.3.1 Volatile Foods
2.3.2 Administered Prices
2.3.3 Inflasi Inti (Core)
i
iii
v
vii
xii
xiii
xvii
1
1
2
3
4
6
6
6
7
7
8
9
10
12
15
15
17
17
18
19
19
20
20
21
21
Daftar Isi
Triwulan III 2015 v
Halaman Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Daftar Grafik
Daftar Tabel
Ringkasan Umum
Tabel Indikator Ekonomi Terpilih Provinsi Nusa Tenggara Timur
BAB I EKONOMI MAKRO REGIONAL
1.1 Kondisi Umum
1.2 Perkembangan Ekonomi Sisi Penggunaan
1.2.1. Konsumsi
1.2.2. Pembentukan Modal Tetap Bruto/Investasi
1.2.3. Ekspor dan Impor
1.2.3.1 Ekspor dan Impor Antar Daerah
1.2.3.2 Ekspor dan Impor Luar Negeri
1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Sektoral
1.3.1. Sektor Pertanian, Kehutanan & Perikanan
1.3.2. Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial
1.3.3. Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor
1.3.4. Sektor-Sektor Lainnya
BOKS 1. Kesiapan Industri Pariwisata di 5 KSPN di NTT
BAB II PERKEMBANGAN INFLASI
2.1. Kondisi Umum
2.2. Inflasi Berdasarkan Komoditas
2.2.1. Bahan Makanan
2.2.2. Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
2.2.3. Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar
2.2.4. Komoditas Lainnya
2.3. Disagregasi Inflasi NTT
2.3.1 Volatile Foods
2.3.2 Administered Prices
2.3.3 Inflasi Inti (Core)
i
iii
v
vii
xii
xiii
xvii
1
1
2
3
4
6
6
6
7
7
8
9
10
12
15
15
17
17
18
19
19
20
20
21
21
Daftar Isi
Triwulan III 2015 v
BAB V KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN
5.1 Kondisi Umum
5.2 Perkembangan Ketenagakerjaan
5.2.1 Kondisi Ketenagakerjaan Umum
5.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama
5.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan
5.2.4 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang
5.2.5 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
5.3 Perkembangan Kesejahteraan
5.3.1 Kondisi Kesejahteraan Umum
5.3.2 Tingkat Kemiskinan
5.3.3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
6.1.1 Sisi Ekonomi NTT Triwulan IV
6.1.1.1 Pertumbuhan Sisi Sektoral
6.1.1.2 Pertumbuhan Sisi Penggunaan
6.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sepanjang Tahun 2015
6.2 Inflasi
BOKS 5. Sosialisasi MoU BI-Polda
49
49
49
49
50
50
51
51
51
51
52
53
55
55
55
55
56
57
57
59
Daftar Isi
Triwulan III 2015 vii
2.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota
2.4.1 Inflasi Kota Kupang
2.4.2 Inflasi Kota Maumere
2.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
BOKS 2. Karakteristik Inflasi Komoditas Pada Hari Raya Natal dan Tahun Baru
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
3.1. Kondisi Umum
3.2. Perkembangan Kinerja Bank Umum
3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif
3.2.2. Dana Pihak Ketiga
3.2.3. Penyaluran Kredit Pembiayaan
3.2.4. Kualitas Kredit
3.2.5. Suku Bunga
3.2.6. Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah
3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
3.4. Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
3.4.1. Pulau Flores
3.4.2. Pulau Sumba
3.4.3. Pulau Timor
3.5. Sistem Pembayaran
3.5.1 Transaksi Non Tunai
3.5.1.1. Transaksi Kliring (SKNBI)
3.5.1.2. Transaksi RTGS
3.5.2 Transaksi Tunai
3.5.2.1 Aliran Uang Masuk dan Uang Keluar
3.5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
3.5.2.3 Temuan Uang Palsu (Upal)
BOKS 3. Gerakan Cinta Rupiah di Perbatasan – Atambua Kab. Belu NTT
BOKS 4. Layanan Keuangan Digital di Provinsi NTT
BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH
4.1 Kondisi Umum
4.2 Pendapatan Daerah
4.3 Belanja Daerah
21
21
22
23
25
27
27
28
29
29
30
31
32
32
33
35
35
35
36
36
36
36
37
37
38
38
38
39
41
43
43
43
45
Daftar Isi
Triwulan III 2015vi
BAB V KESEJAHTERAAN DAN KETENAGAKERJAAN
5.1 Kondisi Umum
5.2 Perkembangan Ketenagakerjaan
5.2.1 Kondisi Ketenagakerjaan Umum
5.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama
5.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan
5.2.4 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang
5.2.5 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha
5.3 Perkembangan Kesejahteraan
5.3.1 Kondisi Kesejahteraan Umum
5.3.2 Tingkat Kemiskinan
5.3.3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
BAB VI OUTLOOK PERTUMBUHAN EKONOMI DAN INFLASI DI DAERAH
6.1 Pertumbuhan Ekonomi
6.1.1 Sisi Ekonomi NTT Triwulan IV
6.1.1.1 Pertumbuhan Sisi Sektoral
6.1.1.2 Pertumbuhan Sisi Penggunaan
6.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sepanjang Tahun 2015
6.2 Inflasi
BOKS 5. Sosialisasi MoU BI-Polda
49
49
49
49
50
50
51
51
51
51
52
53
55
55
55
55
56
57
57
59
Daftar Isi
Triwulan III 2015 vii
2.4. Inflasi NTT Berdasarkan Kota
2.4.1 Inflasi Kota Kupang
2.4.2 Inflasi Kota Maumere
2.5. Aktivitas Pengendalian Inflasi oleh TPID
BOKS 2. Karakteristik Inflasi Komoditas Pada Hari Raya Natal dan Tahun Baru
BAB III PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
3.1. Kondisi Umum
3.2. Perkembangan Kinerja Bank Umum
3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif
3.2.2. Dana Pihak Ketiga
3.2.3. Penyaluran Kredit Pembiayaan
3.2.4. Kualitas Kredit
3.2.5. Suku Bunga
3.2.6. Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah
3.3. Perkembangan Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
3.4. Kinerja Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
3.4.1. Pulau Flores
3.4.2. Pulau Sumba
3.4.3. Pulau Timor
3.5. Sistem Pembayaran
3.5.1 Transaksi Non Tunai
3.5.1.1. Transaksi Kliring (SKNBI)
3.5.1.2. Transaksi RTGS
3.5.2 Transaksi Tunai
3.5.2.1 Aliran Uang Masuk dan Uang Keluar
3.5.2.2 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)
3.5.2.3 Temuan Uang Palsu (Upal)
BOKS 3. Gerakan Cinta Rupiah di Perbatasan – Atambua Kab. Belu NTT
BOKS 4. Layanan Keuangan Digital di Provinsi NTT
BAB IV KEUANGAN PEMERINTAH
4.1 Kondisi Umum
4.2 Pendapatan Daerah
4.3 Belanja Daerah
21
21
22
23
25
27
27
28
29
29
30
31
32
32
33
35
35
35
36
36
36
36
37
37
38
38
38
39
41
43
43
43
45
Daftar Isi
Triwulan III 2015vi
Grafik 2.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.8 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 2.9 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.10 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 2.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 2.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan
Grafik 2.14 Inflasi Tahunan Kota Kupang
Grafik 2.15 Inflasi Triwulanan Kota Kupang
Grafik 2.16 Inflasi Bulanan Kota Kupang
Grafik 2.17 Inflasi Tahunan Kota Maumere
Grafik 2.18 Inflasi Triwulanan Kota Maumere
Grafik 2.19 Inflasi Bulanan Kota Maumere
Grafik Boks 2.1 Karakteristik Inflasi di Provinsi NTT
Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan
Grafik 3.2 Perkembangan LDR & NPL
Grafik 3.3 Perkembangan SKNBI
Grafik 3.4 Komposisi Aset Berdasarkan Kelompok Bank
Grafik 3.5 Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu
Grafik 3.6 DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
Grafik 3.7 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK)
Grafik 3.8 Komposisi DPK
Grafik 3.9 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.10 Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.11 Lima Sektor Utama Pendorong Kredit
Grafik 3.12 Perkembangan NPL Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.13 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate
Grafik 3.14 Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga
Grafik 3.15 Komposisi Kredit UMKM
18
18
19
19
20
20
21
22
22
22
23
23
23
25
27
27
28
29
29
29
30
30
30
30
31
31
32
32
32
Daftar Grafik
Triwulan III 2015 ix
Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional
Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional
Grafik 1.3 Indeks Riil Penjualan Eceran Triwulan III 2015
Grafik 1.4 Rincian Pertumbuhan Triwulanan Penjualan Eceran
Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 1.6 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Grafik 1.7 Indeks Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.8 Penyaluran Kredit Konsumsi
Grafik 1.9 Realisasi Investasi PMA & PMDN
Grafik 1.10 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT
Grafik 1.11 Realisasi Dana Masuk/Keluar Provinsi NTT dalam RTGS
Grafik 1.12 Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi
Grafik 1.13 Perkembangan Peti Kemas
Grafik 1.14 Aktivitas Bongkar Muat
Grafik 1.15 Ekspor Impor Antar Negara
Grafik 1.16 Negara Tujuan Ekspor NTT
Grafik 1.17 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Grafik 1.18 Pengiriman Ternak (yoy)
Grafik 1.19 Perkembangan SKDU Pertanian
Grafik 1.20 Perkembangan Kredit Pertanian
Grafik 1.21 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah
Grafik 1.22 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
Grafik 1.23 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
Grafik 1.25 Perkembangan Tamu Hotel
Grafik 1.26 Perkembangan Penumpang Bandara
Grafik 2.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 2.3 Perbandingan Inflasi Tahunan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Grafik 2.4 Perbandingan Inflasi Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Grafik 2.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.6 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas
1
1
3
3
4
4
4
4
5
5
5
5
6
6
6
6
8
8
8
8
9
9
10
10
10
10
15
15
17
17
18
18
Daftar Grafik
Triwulan III 2015viii
Grafik 2.7 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.8 Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 2.9 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar secara Triwulanan,
Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.10 Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok
Komoditas
Grafik 2.11 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 2.12 Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasi Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Grafik 2.13 Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 Bulan ke Depan
Grafik 2.14 Inflasi Tahunan Kota Kupang
Grafik 2.15 Inflasi Triwulanan Kota Kupang
Grafik 2.16 Inflasi Bulanan Kota Kupang
Grafik 2.17 Inflasi Tahunan Kota Maumere
Grafik 2.18 Inflasi Triwulanan Kota Maumere
Grafik 2.19 Inflasi Bulanan Kota Maumere
Grafik Boks 2.1 Karakteristik Inflasi di Provinsi NTT
Grafik 3.1 Perkembangan Kinerja Perbankan
Grafik 3.2 Perkembangan LDR & NPL
Grafik 3.3 Perkembangan SKNBI
Grafik 3.4 Komposisi Aset Berdasarkan Kelompok Bank
Grafik 3.5 Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu
Grafik 3.6 DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
Grafik 3.7 Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK)
Grafik 3.8 Komposisi DPK
Grafik 3.9 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.10 Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.11 Lima Sektor Utama Pendorong Kredit
Grafik 3.12 Perkembangan NPL Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.13 Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate
Grafik 3.14 Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga
Grafik 3.15 Komposisi Kredit UMKM
18
18
19
19
20
20
21
22
22
22
23
23
23
25
27
27
28
29
29
29
30
30
30
30
31
31
32
32
32
Daftar Grafik
Triwulan III 2015 ix
Grafik 1.1 PDRB (ADHB) & Pertumbuhan PDRB Tahunan Provinsi NTT dibandingkan Nasional
Grafik 1.2 PDRB & Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT,Bali, NTB & Nasional
Grafik 1.3 Indeks Riil Penjualan Eceran Triwulan III 2015
Grafik 1.4 Rincian Pertumbuhan Triwulanan Penjualan Eceran
Grafik 1.5 Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 1.6 Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Grafik 1.7 Indeks Kegiatan Dunia Usaha
Grafik 1.8 Penyaluran Kredit Konsumsi
Grafik 1.9 Realisasi Investasi PMA & PMDN
Grafik 1.10 Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT
Grafik 1.11 Realisasi Dana Masuk/Keluar Provinsi NTT dalam RTGS
Grafik 1.12 Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi
Grafik 1.13 Perkembangan Peti Kemas
Grafik 1.14 Aktivitas Bongkar Muat
Grafik 1.15 Ekspor Impor Antar Negara
Grafik 1.16 Negara Tujuan Ekspor NTT
Grafik 1.17 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Grafik 1.18 Pengiriman Ternak (yoy)
Grafik 1.19 Perkembangan SKDU Pertanian
Grafik 1.20 Perkembangan Kredit Pertanian
Grafik 1.21 Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah
Grafik 1.22 Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
Grafik 1.23 Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
Grafik 1.25 Perkembangan Tamu Hotel
Grafik 1.26 Perkembangan Penumpang Bandara
Grafik 2.1 Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 2.2 Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 2.3 Perbandingan Inflasi Tahunan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Grafik 2.4 Perbandingan Inflasi Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Grafik 2.5 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Grafik 2.6 Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas
1
1
3
3
4
4
4
4
5
5
5
5
6
6
6
6
8
8
8
8
9
9
10
10
10
10
15
15
17
17
18
18
Daftar Grafik
Triwulan III 2015viii
Grafik 4.8 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di
Provinsi NTT
Grafik 4.9 Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa
Tenggara Timur
Grafik 4.10 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa
Tenggara Timur
Grafik 5.1 Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka
Grafik 5.2 Perkembangan Angkatan Kerja Sesuai dengan Tingkat Pendidikan
Grafik 5.3 Perkembangan Pengangguran Sesuai Tingkat Pendidikan
Grafik 5.4 Struktur Tenaga Kerja di NTT Agustus 2014 dan 2015
Grafik 5.5 Struktur Tenaga Kerja di NTT Bulan Agustus 2015
Grafik 5.6 Perkembangan Struktur Tenaga Kerja sesuai dengan Status
Grafik 5.7 Perkembangan Status Pekerjaan Masyarakat
Grafik 5.8 Perkembangan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Grafik 5.9 Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Grafik 5.10 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU
Grafik 5.11 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Grafik 5.12 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 5.13 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi
Grafik 5.14 Presentase Penduduk Miskin di NTT
Grafik 5.15 Perkembangan Garis Kemiskinan
Grafik 5.16 Indeks Kedalaman Kemiskinan
Grafik 5.17 Indeks Keparahan Kemiskinan
Grafik 5.18 Sepuluh Provinsi dengan Angka IPM
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV-2015
Grafik 6.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT 2015
Grafik 6.3. Perkembangan SKDU Sektor Pertanian
Grafik 6.4. Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
Grafik 6.5. Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 6.6. Perkembangan Inflasi NTT
46
46
47
49
50
50
50
50
50
50
51
51
51
52
52
52
53
53
53
53
54
55
55
56
56
56
58
Daftar Grafik
Triwulan III 2015 xi
Grafik 3.16 Share Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 3.17 Perkembangan UMKM
Grafik 3.18 Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.19 Komposisi DPK BPR
Grafik 3.20 Pertumbuhan DPK BPR
Grafik 3.21 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 3.22 Share Kredit dan NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 3.23 Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
Grafik 3.24 Komposisi DPK di Pulau Flores
Grafik 3.25 Komposisi Kredit di Pulau Flores
Grafik 3.26 Komposisi DPK di Pulau Sumba
Grafik 3.27 Komposisi Kredit di Pulau Sumba
Grafik 3.28 Komposisi DPK di Pulau Timor
Grafik 3.29 Komposisi Kredit di Pulau Timor
Grafik 3.30 Perkembangan SKNBI NTT
Grafik 3.31 Perkembangan SKNBI Nasional
Grafik 3.32 Perkembangan SKNBI Berdasarkan Kelompok Bank
Grafik 3.33 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Volume
Grafik 3.34 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Nominal
Grafik 3.35 Perkembangan Transaksi Tunai
Grafik 3.36 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)
Grafik 3.37 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di NTT
Grafik 3.38 Perkembangan Uang Palsu (UPAL) di NTT
Grafik 4.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa
Tenggara Timur
Grafik 4.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT
Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT
Grafik 4.4 Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT
Grafik 4.5 Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 4.6 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 4.7 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi
NTT
32
33
33
34
34
34
34
35
35
35
36
36
36
36
37
37
37
37
37
38
38
38
38
43
44
44
44
44
45
46
Daftar Grafik
Triwulan III 2015x
Grafik 4.8 Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di
Provinsi NTT
Grafik 4.9 Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa
Tenggara Timur
Grafik 4.10 Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa
Tenggara Timur
Grafik 5.1 Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka
Grafik 5.2 Perkembangan Angkatan Kerja Sesuai dengan Tingkat Pendidikan
Grafik 5.3 Perkembangan Pengangguran Sesuai Tingkat Pendidikan
Grafik 5.4 Struktur Tenaga Kerja di NTT Agustus 2014 dan 2015
Grafik 5.5 Struktur Tenaga Kerja di NTT Bulan Agustus 2015
Grafik 5.6 Perkembangan Struktur Tenaga Kerja sesuai dengan Status
Grafik 5.7 Perkembangan Status Pekerjaan Masyarakat
Grafik 5.8 Perkembangan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Grafik 5.9 Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Grafik 5.10 Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU
Grafik 5.11 Perkembangan Nilai Tukar Petani
Grafik 5.12 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional
Grafik 5.13 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi
Grafik 5.14 Presentase Penduduk Miskin di NTT
Grafik 5.15 Perkembangan Garis Kemiskinan
Grafik 5.16 Indeks Kedalaman Kemiskinan
Grafik 5.17 Indeks Keparahan Kemiskinan
Grafik 5.18 Sepuluh Provinsi dengan Angka IPM
Grafik 6.1. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV-2015
Grafik 6.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT 2015
Grafik 6.3. Perkembangan SKDU Sektor Pertanian
Grafik 6.4. Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
Grafik 6.5. Indeks Tendensi Konsumen
Grafik 6.6. Perkembangan Inflasi NTT
46
46
47
49
50
50
50
50
50
50
51
51
51
52
52
52
53
53
53
53
54
55
55
56
56
56
58
Daftar Grafik
Triwulan III 2015 xi
Grafik 3.16 Share Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 3.17 Perkembangan UMKM
Grafik 3.18 Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
Grafik 3.19 Komposisi DPK BPR
Grafik 3.20 Pertumbuhan DPK BPR
Grafik 3.21 Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 3.22 Share Kredit dan NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi
Grafik 3.23 Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
Grafik 3.24 Komposisi DPK di Pulau Flores
Grafik 3.25 Komposisi Kredit di Pulau Flores
Grafik 3.26 Komposisi DPK di Pulau Sumba
Grafik 3.27 Komposisi Kredit di Pulau Sumba
Grafik 3.28 Komposisi DPK di Pulau Timor
Grafik 3.29 Komposisi Kredit di Pulau Timor
Grafik 3.30 Perkembangan SKNBI NTT
Grafik 3.31 Perkembangan SKNBI Nasional
Grafik 3.32 Perkembangan SKNBI Berdasarkan Kelompok Bank
Grafik 3.33 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Volume
Grafik 3.34 Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Nominal
Grafik 3.35 Perkembangan Transaksi Tunai
Grafik 3.36 Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)
Grafik 3.37 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) di NTT
Grafik 3.38 Perkembangan Uang Palsu (UPAL) di NTT
Grafik 4.1 Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa
Tenggara Timur
Grafik 4.2 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT
Grafik 4.3 Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT
Grafik 4.4 Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT
Grafik 4.5 Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 4.6 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Grafik 4.7 Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi
NTT
32
33
33
34
34
34
34
35
35
35
36
36
36
36
37
37
37
37
37
38
38
38
38
43
44
44
44
44
45
46
Daftar Grafik
Triwulan III 2015x
Ringkasan UmumEKONOMI MAKRO REGIONAL
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan III-2015 tumbuh sebesar 5,11% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 5,03% (yoy). Angka pertumbuhan pada triwulan III 2015 ini masih lebih tinggi dibandingkan nasional
yang tumbuh hanya sebesar 4,73% (yoy). Sementara itu pertumbuhan ekonomi secara triwulanan juga mengalami
peningkatan. Jika pada triwulan sebelumnya pertumbuhan ekonomi tercatat 4,24% (qtq), maka pada triwulan laporan,
perekonomian tumbuh mencapai angka 5,65% (qtq).
Peningkatan perekonomian terutama didorong oleh kenaikan investasi/Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Di sisi
lain kinerja konsumsi rumah tangga masih menunjukkan angka positif walaupun melambat, sementara konsumsi
pemerintah menunjukkan penurunan. Selanjutnya, perlambatan impor antar daerah juga turut berkontribusi positif
terhadap pertumbuhan ekonomi di triwulan III 2015.
Dari sisi sektoral, semua sektor mengalami pertumbuhan. Dari sektor Administrasi Pemerintahan adanya gaji ke-13
Pegawai Negeri Sipil mendorong peningkatan kinerja sektor administrasi pemerintah, sektor perdagangan besar dan
eceran terpacu oleh adanya musim liburan sekolah, masa ajaran baru dan libur Idul Fitri, sementara sektor konstruksi
terbantu oleh peningkatan investasi pemerintah melalui pembangunan jalan, rehabilitasi bandara, rehabilitasi pelabuhan,
gedung pemerintahan dan jaringan irigasi.
Pada triwulan III 2015, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih mengalami inflasi walaupun tidak sebesar inflasi di
triwulan sebelumnya. Puncak inflasi di Provinsi NTT terjadi pada bulan Juli 2015 seiring dengan adanya libur sekolah dan
perayaan Hari Raya Idul Fitri yang meningkatkan tarif angkutan udara pada level tertinggi di tahun 2015. Pada bulan
Agustus terjadi deflasi sebagai dampak dari kembali normalnya harga-harga terutama angkutan udara di Provinsi NTT. Di
bulan September, Provinsi NTT kembali mengalami inflasi terutama disebabkan oleh meningkatnya harga beras setelah
mengalami penurunan di dua bulan sebelumnya. Secara tahunan, inflasi di Provinsi NTT mengalami kenaikan dibanding
triwulan sebelumnya yang membuat selisih inflasi NTT dengan nasional semakin menyempit. Inflasi tahunan NTT pada
triwulan III 2015 sebesar 6,74% (yoy), hanya sedikit lebih rendah dibanding nasional yang sebesar 6,83% (yoy). Di
sepanjang tahun 2015, inflasi NTT sebesar 1,36% (ytd) masih lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 2,24%
(ytd). Secara triwulanan, inflasi provinsi NTT hanya naik sebesar 0,58% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya, lebih rendah
dibanding inflasi nasional yang sebesar 1,27% (qtq).
Dalam rangka perkembangan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), telah terbentuk 21 TPID yang terdiri dari 1 TPID
Provinsi dan 20 TPID Kabupaten/Kota. Hingga saat ini, hanya Kab. Timor Tengah Selatan (TTS) dan Kab. Malaka yang belum
membentuk TPID. Sementara itu, kegiatan TPID pada triwulan III lebih difokuskan pada pengendalian inflasi komoditas
selama hari raya idul fitri melalui operasi pasar dan pasar murah, serta implementasi GTCK (Gerakan Tanam Cabai di Musim
Kering).
Kinerja perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 relatif meningkat serta pertumbuhannya masih berada di atas
kinerja perbankan Nasional. Peningkatan tercermin dari beberapa indikator perbankan, diantaranya penghimpunan Dana
Pihak Ketiga (DPK) yang meningkat sebesar 18,35% (yoy), lebih tinggi dari Triwulan II sebesar 15,99% (yoy).Kredit
perbankan juga tumbuh sebesar 14,33% (yoy), lebih tinggi dibanding Triwulan II yang hanya mencapai 14,20% (yoy).
Sejalan dengan peningkatan pertumbuhan DPK dan kredit, tingkat intermediasi perbankan juga relatif stabil yang ditandai
dengan LDR sebesar 83,99% hanya sedikit meningkat dari Triwulan II 2015 yang sebesar 83,94%. Satu-satunya indikator
INFLASI REGIONAL
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Triwulan III 2015 xiii
Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Tw-III 2015
Tabel 1.2 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Tw-III 2015
Tabel Boks 1.1 Statistik Kepariwisataan 5 KSPN NTT
Tabel 2.1 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
Tabel 2.2 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT
Tabel 2.3 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 2.4 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 2.5 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel Boks 2.1 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahun 2011-2014 di Kota Kupang
Tabel Boks 2.2 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahun 2011-2014 di Kota Maumere
Tabel 3.1 Perkembangan BI-RTGS
Tabel 3.2 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
Tabel Boks 4.1 Tingkat Penetrasi Tabungan di Provinsi NTT
Tabel Boks 4.2 Hasil Identifikasi Kabupaten yang Berpotensi untuk Penerapan LKD
Tabel Boks 4.3 Indikator Penilaian dalam Kajian Identifikasi Potensi LKD di Provinsi NTT
Tabel 4.1 Realisasi Pendapatan Daerah
Tabel 4.2 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten /Kota di Provinsi NTT
Tabel 4.3 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Tabel 4.4 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di
Provinsi NTT
Gambar Boks 1.1 Kondisi Industri Pariwisata pada 5 KSPN di NTT
Gambar 2.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan III 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID
Gambar Boks 3.1 Formasi Tari Tebe Dilihat dari Ketinggian
Gambar Boks 3.2 Sanksi atas Penggunaan Mata Uang Asing di Wilayah Indonesia
Gambar Boks 4.1. Bank dan Agen yang sudah menyalurkan LKD di Provinsi NTT
Gambar 5.1 IPM Kabupaten/Kota di NTT
Gambar 6.1 Perkiraan Curah Hujan Bulan November 2015
Gambar 6.2 Perkiraan Curah Hujan Bulan Desember 2015
Gambar Boks 5.1. Pembukaan Sosialisasi Nota Kesepahaman dan Pedoman Kerja
Gambar Boks 5.2. Penjabaran Empat Pedoman Kerja PPK BI-Polda NTT
3
7
13
16
16
17
22
23
26
26
28
34
41
42
42
44
45
47
47
12
24
39
39
42
54
55
55
59
59
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Triwulan III 2015xii
Ringkasan UmumEKONOMI MAKRO REGIONAL
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan III-2015 tumbuh sebesar 5,11% (yoy) atau meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 5,03% (yoy). Angka pertumbuhan pada triwulan III 2015 ini masih lebih tinggi dibandingkan nasional
yang tumbuh hanya sebesar 4,73% (yoy). Sementara itu pertumbuhan ekonomi secara triwulanan juga mengalami
peningkatan. Jika pada triwulan sebelumnya pertumbuhan ekonomi tercatat 4,24% (qtq), maka pada triwulan laporan,
perekonomian tumbuh mencapai angka 5,65% (qtq).
Peningkatan perekonomian terutama didorong oleh kenaikan investasi/Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Di sisi
lain kinerja konsumsi rumah tangga masih menunjukkan angka positif walaupun melambat, sementara konsumsi
pemerintah menunjukkan penurunan. Selanjutnya, perlambatan impor antar daerah juga turut berkontribusi positif
terhadap pertumbuhan ekonomi di triwulan III 2015.
Dari sisi sektoral, semua sektor mengalami pertumbuhan. Dari sektor Administrasi Pemerintahan adanya gaji ke-13
Pegawai Negeri Sipil mendorong peningkatan kinerja sektor administrasi pemerintah, sektor perdagangan besar dan
eceran terpacu oleh adanya musim liburan sekolah, masa ajaran baru dan libur Idul Fitri, sementara sektor konstruksi
terbantu oleh peningkatan investasi pemerintah melalui pembangunan jalan, rehabilitasi bandara, rehabilitasi pelabuhan,
gedung pemerintahan dan jaringan irigasi.
Pada triwulan III 2015, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih mengalami inflasi walaupun tidak sebesar inflasi di
triwulan sebelumnya. Puncak inflasi di Provinsi NTT terjadi pada bulan Juli 2015 seiring dengan adanya libur sekolah dan
perayaan Hari Raya Idul Fitri yang meningkatkan tarif angkutan udara pada level tertinggi di tahun 2015. Pada bulan
Agustus terjadi deflasi sebagai dampak dari kembali normalnya harga-harga terutama angkutan udara di Provinsi NTT. Di
bulan September, Provinsi NTT kembali mengalami inflasi terutama disebabkan oleh meningkatnya harga beras setelah
mengalami penurunan di dua bulan sebelumnya. Secara tahunan, inflasi di Provinsi NTT mengalami kenaikan dibanding
triwulan sebelumnya yang membuat selisih inflasi NTT dengan nasional semakin menyempit. Inflasi tahunan NTT pada
triwulan III 2015 sebesar 6,74% (yoy), hanya sedikit lebih rendah dibanding nasional yang sebesar 6,83% (yoy). Di
sepanjang tahun 2015, inflasi NTT sebesar 1,36% (ytd) masih lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 2,24%
(ytd). Secara triwulanan, inflasi provinsi NTT hanya naik sebesar 0,58% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya, lebih rendah
dibanding inflasi nasional yang sebesar 1,27% (qtq).
Dalam rangka perkembangan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID), telah terbentuk 21 TPID yang terdiri dari 1 TPID
Provinsi dan 20 TPID Kabupaten/Kota. Hingga saat ini, hanya Kab. Timor Tengah Selatan (TTS) dan Kab. Malaka yang belum
membentuk TPID. Sementara itu, kegiatan TPID pada triwulan III lebih difokuskan pada pengendalian inflasi komoditas
selama hari raya idul fitri melalui operasi pasar dan pasar murah, serta implementasi GTCK (Gerakan Tanam Cabai di Musim
Kering).
Kinerja perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 relatif meningkat serta pertumbuhannya masih berada di atas
kinerja perbankan Nasional. Peningkatan tercermin dari beberapa indikator perbankan, diantaranya penghimpunan Dana
Pihak Ketiga (DPK) yang meningkat sebesar 18,35% (yoy), lebih tinggi dari Triwulan II sebesar 15,99% (yoy).Kredit
perbankan juga tumbuh sebesar 14,33% (yoy), lebih tinggi dibanding Triwulan II yang hanya mencapai 14,20% (yoy).
Sejalan dengan peningkatan pertumbuhan DPK dan kredit, tingkat intermediasi perbankan juga relatif stabil yang ditandai
dengan LDR sebesar 83,99% hanya sedikit meningkat dari Triwulan II 2015 yang sebesar 83,94%. Satu-satunya indikator
INFLASI REGIONAL
PERKEMBANGAN PERBANKAN DAN SISTEM PEMBAYARAN
Triwulan III 2015 xiii
Tabel 1.1 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Tw-III 2015
Tabel 1.2 PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Tw-III 2015
Tabel Boks 1.1 Statistik Kepariwisataan 5 KSPN NTT
Tabel 2.1 Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
Tabel 2.2 Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT
Tabel 2.3 Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 2.4 Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel 2.5 Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
Tabel Boks 2.1 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahun 2011-2014 di Kota Kupang
Tabel Boks 2.2 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasi Tahun 2011-2014 di Kota Maumere
Tabel 3.1 Perkembangan BI-RTGS
Tabel 3.2 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
Tabel Boks 4.1 Tingkat Penetrasi Tabungan di Provinsi NTT
Tabel Boks 4.2 Hasil Identifikasi Kabupaten yang Berpotensi untuk Penerapan LKD
Tabel Boks 4.3 Indikator Penilaian dalam Kajian Identifikasi Potensi LKD di Provinsi NTT
Tabel 4.1 Realisasi Pendapatan Daerah
Tabel 4.2 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi dan Kabupaten /Kota di Provinsi NTT
Tabel 4.3 Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
Tabel 4.4 Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di
Provinsi NTT
Gambar Boks 1.1 Kondisi Industri Pariwisata pada 5 KSPN di NTT
Gambar 2.1 Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan III 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID
Gambar Boks 3.1 Formasi Tari Tebe Dilihat dari Ketinggian
Gambar Boks 3.2 Sanksi atas Penggunaan Mata Uang Asing di Wilayah Indonesia
Gambar Boks 4.1. Bank dan Agen yang sudah menyalurkan LKD di Provinsi NTT
Gambar 5.1 IPM Kabupaten/Kota di NTT
Gambar 6.1 Perkiraan Curah Hujan Bulan November 2015
Gambar 6.2 Perkiraan Curah Hujan Bulan Desember 2015
Gambar Boks 5.1. Pembukaan Sosialisasi Nota Kesepahaman dan Pedoman Kerja
Gambar Boks 5.2. Penjabaran Empat Pedoman Kerja PPK BI-Polda NTT
3
7
13
16
16
17
22
23
26
26
28
34
41
42
42
44
45
47
47
12
24
39
39
42
54
55
55
59
59
Daftar Tabel
Daftar Gambar
Triwulan III 2015xii
sebesar 19,60%. Peningkatan jumlah penduduk miskin diperkirakan terjadi seiring perlambatan ekonomi Indonesia yang
terjadi di Indonesia. Sementara itu, angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT pada tahun 2014 tercatat 62,26
meningkat dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 61,68 namun masih berada pada peringkat 31 dari 34 Provinsi di
Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-IV 2015 diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Optimisme peningkatan didasarkan oleh berbagai indikator survei dan liaison yang dilakukan. Proyeksi
pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV diperkirakan berada pada rentang 5,0 – 5,4% (yoy), sehingga proyeksi
pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2015 diperkirakan berada pada rentang 4,9 – 5,3 (yoy) diatas proyeksi
pertumbuhan ekonomi nasional yang berada pada rentang 4,7 – 5,1% (yoy). Sektor Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta sektor konstruksi menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di Provinsi
NTT. Pertumbuhan kedua sektor tersebut diperkirakan menjadi pendorong ekonomi NTT, baik di Triwulan IV maupun
secara keseluruhan pada tahun 2015. Pada triwulan IV, pertumbuhan ekonomi terbantu oleh percepatan belanja
pemerintah, realisasi belanja dana desa dan realisasi proyek-proyek. Selain itu, pertumbuhan sektor Pertanian, Kehutanan
dan Perikanan seiring masa panen ke-2 untuk padi irigasi, serta peningkatan sektor Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor seiring perayaan natal dan tahun baru di akhir tahun juga turut mendorong
pertumbuhan ekonomi.
Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2015 diperkirakan mengalami penurunan. Inflasi Provinsi NTT pada
akhir tahun 2015 diperkirakan berada pada kisaran 3,8% - 4,1% (yoy) jauh dibawah inflasi tahun 2014 yang sebesar
7,76% (yoy). Penurunan terutama disebabkan oleh harga BBM bersubsidi yang relatif terjaga pada tahun 2015,
penurunan tarif dasar listrik, penurunan harga solar serta relatif stabilnya harga bahan pangan, seperti ikan segar dan
bumbu-bumbuan. Namun di sisi lain, komoditas yang masih tercatat sebagai penyumbang inflasi tahunan cukup tinggi di
tahun 2015 adalah angkutan udara dan beras. Sementara itu secara triwulanan (qtq), inflasi pada triwulan IV diperkirakan
lebih tinggi dibandingkan triwulan III yang disebabkan oleh momen natal dan tahun baru di akhir tahun. Kenaikan harga
pangan, terutama beras, harga makanan jadi (kue) serta harga sandang akibat peningkatan permintaan di akhir tahun
diperkirakan menjadi penyebab utama.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Triwulan III 2015 xv
perbankan yang melambat hanyalah aset perbankan di Provinsi NTT yang masih tumbuh sebesar 20,90% (yoy), namun
lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 24,20% (yoy). Sementara itu, rasio kredit bermasalah atau Non
Performing Loan (NPL) Gross perbankan mengalami penurunan dari 2,09% pada Triwulan II menjadi 2,00% di Triwulan III.
Angka tersebut masih tetap berada pada level aman yakni dibawah batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu NPL
gross sebesar 5%.
Perkembangan sistem pembayaran Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 masih menunjukkan peningkatan. Sistem
Pembayaran Tunai mengalami net-outflow sebesar Rp.846,35 miliar atau meningkat 46,69% (yoy). Net outflow terutama
disebabkan oleh adanya perayaan Hari Raya Idul Fitri yang membuat konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan
serta meningkatnya pembayaran proyek investasi. Sementara itu, transaksi non tunai juga mengalami perkembangan
positif. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dari sisi volume maupun nominal mengalami peningkatan. Volume
kliring di Provinsi NTT mengalami peningkatan sebesar 28,15% (yoy) dan nominal meningkat sebesar 52,03% (yoy).
Sementara itu, transaksi BI-RTGS masih mengalami net-to-NTT atau transfer uang yang masuk ke dalam Provinsi NTT. Dari
sisi nominal net to NTT meningkat sebesar 39,17% (yoy) atau mencapai Rp.8,02triliun, walaupun dari sisi volume
mengalami penurunan sebesar 51,68% (yoy).
Temuan Uang Palsu yang dilaporkan dan tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan III 2015
mencapai 52 lembar, tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 966 lembar. Temuan uang
palsu tersebut disebabkan karena semakin membaiknya tingkat kepatuhan perbankan dan tingkat kesadaran masyarakat
dalam melaporkan uang yang diragukan keasliannya, serta pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu oleh
kepolisian.
Secara akumulatif, anggaran belanja Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) di Provinsi NTT hingga triwulan
laporan mencapai Rp32,07 triliun atau meningkat Rp0,98 triliun (3,15%) dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan
alokasi anggaran belanja tersebut seiring dengan telah disahkannya APBD-P di beberapa kabupaten/ kota serta
peningkatan pagu belanja pemerintah pusat sebesar 30 miliar. Persentase realisasi belanja daerah di Provinsi NTT hingga
triwulan III 2015 tercatat 46,8% atau sebesar Rp15,02 triliun dari total pagu anggaran belanja. Masih relatif rendahnya
penyerapan anggaran belanja daerah tersebut disebabkan oleh beberapa permasalahan antara lain: belum terlaksananya
proyek pembangunan infrastruktur daerah seperti pembangunan sejumlah rumah sakit umum di Provinsi NTT (RS
Johannes, RSUD Ruteng, RSUD Kota Kupang, RSUD Atambua), pembangunan gedung tiga universitas di kota Kupang dan
beberapa proyek pembangunan infrastruktur daerah yang masih dalam proses pengerjaan.
Sementara itu, realisasi anggaran pendapatan daerah untuk pemerintah di provinsi NTT telah mencapai 80,90% dari
rencana pendapatan APBN dan APBD tahun 2015. Realisasi pendapatan tertinggi pada Dana Alokasi Umum (DAU) kepada
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebesar Rp9,38 triliun (77,96%), realisasi Dana Penyesuaian dan Otonomi
Khusus sebesar Rp1,69 triliun (77,04%) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada triwulan III-2015 sebesar Rp1,48 triliun
(70,31% ).
Pada triwulan III 2015, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT yang tercermin dari data ketenagakerjaan dan kemiskinan
menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan.. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT pada
bulan Agustus 2015 adalah 3,83% (88.446 jiwa) meningkat dibandingkan Agustus 2014 sebesar 3,26%(73.210 jiwa).
Angka kemiskinan hingga Maret 2015 mencapai 22,61%, meningkat dibandingkan periode September 2014 yang
KEUANGAN PEMERINTAH
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Triwulan III 2015xiv
sebesar 19,60%. Peningkatan jumlah penduduk miskin diperkirakan terjadi seiring perlambatan ekonomi Indonesia yang
terjadi di Indonesia. Sementara itu, angka Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT pada tahun 2014 tercatat 62,26
meningkat dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 61,68 namun masih berada pada peringkat 31 dari 34 Provinsi di
Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-IV 2015 diperkirakan mengalami peningkatan dibandingkan triwulan
sebelumnya. Optimisme peningkatan didasarkan oleh berbagai indikator survei dan liaison yang dilakukan. Proyeksi
pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV diperkirakan berada pada rentang 5,0 – 5,4% (yoy), sehingga proyeksi
pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2015 diperkirakan berada pada rentang 4,9 – 5,3 (yoy) diatas proyeksi
pertumbuhan ekonomi nasional yang berada pada rentang 4,7 – 5,1% (yoy). Sektor Administrasi Pemerintahan,
Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta sektor konstruksi menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi di Provinsi
NTT. Pertumbuhan kedua sektor tersebut diperkirakan menjadi pendorong ekonomi NTT, baik di Triwulan IV maupun
secara keseluruhan pada tahun 2015. Pada triwulan IV, pertumbuhan ekonomi terbantu oleh percepatan belanja
pemerintah, realisasi belanja dana desa dan realisasi proyek-proyek. Selain itu, pertumbuhan sektor Pertanian, Kehutanan
dan Perikanan seiring masa panen ke-2 untuk padi irigasi, serta peningkatan sektor Perdagangan Besar dan Eceran;
Reparasi Mobil dan Sepeda Motor seiring perayaan natal dan tahun baru di akhir tahun juga turut mendorong
pertumbuhan ekonomi.
Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2015 diperkirakan mengalami penurunan. Inflasi Provinsi NTT pada
akhir tahun 2015 diperkirakan berada pada kisaran 3,8% - 4,1% (yoy) jauh dibawah inflasi tahun 2014 yang sebesar
7,76% (yoy). Penurunan terutama disebabkan oleh harga BBM bersubsidi yang relatif terjaga pada tahun 2015,
penurunan tarif dasar listrik, penurunan harga solar serta relatif stabilnya harga bahan pangan, seperti ikan segar dan
bumbu-bumbuan. Namun di sisi lain, komoditas yang masih tercatat sebagai penyumbang inflasi tahunan cukup tinggi di
tahun 2015 adalah angkutan udara dan beras. Sementara itu secara triwulanan (qtq), inflasi pada triwulan IV diperkirakan
lebih tinggi dibandingkan triwulan III yang disebabkan oleh momen natal dan tahun baru di akhir tahun. Kenaikan harga
pangan, terutama beras, harga makanan jadi (kue) serta harga sandang akibat peningkatan permintaan di akhir tahun
diperkirakan menjadi penyebab utama.
PROSPEK PEREKONOMIAN
Triwulan III 2015 xv
perbankan yang melambat hanyalah aset perbankan di Provinsi NTT yang masih tumbuh sebesar 20,90% (yoy), namun
lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 24,20% (yoy). Sementara itu, rasio kredit bermasalah atau Non
Performing Loan (NPL) Gross perbankan mengalami penurunan dari 2,09% pada Triwulan II menjadi 2,00% di Triwulan III.
Angka tersebut masih tetap berada pada level aman yakni dibawah batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu NPL
gross sebesar 5%.
Perkembangan sistem pembayaran Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 masih menunjukkan peningkatan. Sistem
Pembayaran Tunai mengalami net-outflow sebesar Rp.846,35 miliar atau meningkat 46,69% (yoy). Net outflow terutama
disebabkan oleh adanya perayaan Hari Raya Idul Fitri yang membuat konsumsi rumah tangga mengalami peningkatan
serta meningkatnya pembayaran proyek investasi. Sementara itu, transaksi non tunai juga mengalami perkembangan
positif. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dari sisi volume maupun nominal mengalami peningkatan. Volume
kliring di Provinsi NTT mengalami peningkatan sebesar 28,15% (yoy) dan nominal meningkat sebesar 52,03% (yoy).
Sementara itu, transaksi BI-RTGS masih mengalami net-to-NTT atau transfer uang yang masuk ke dalam Provinsi NTT. Dari
sisi nominal net to NTT meningkat sebesar 39,17% (yoy) atau mencapai Rp.8,02triliun, walaupun dari sisi volume
mengalami penurunan sebesar 51,68% (yoy).
Temuan Uang Palsu yang dilaporkan dan tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan III 2015
mencapai 52 lembar, tercatat menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 966 lembar. Temuan uang
palsu tersebut disebabkan karena semakin membaiknya tingkat kepatuhan perbankan dan tingkat kesadaran masyarakat
dalam melaporkan uang yang diragukan keasliannya, serta pengungkapan kasus tindak pidana uang palsu oleh
kepolisian.
Secara akumulatif, anggaran belanja Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) di Provinsi NTT hingga triwulan
laporan mencapai Rp32,07 triliun atau meningkat Rp0,98 triliun (3,15%) dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan
alokasi anggaran belanja tersebut seiring dengan telah disahkannya APBD-P di beberapa kabupaten/ kota serta
peningkatan pagu belanja pemerintah pusat sebesar 30 miliar. Persentase realisasi belanja daerah di Provinsi NTT hingga
triwulan III 2015 tercatat 46,8% atau sebesar Rp15,02 triliun dari total pagu anggaran belanja. Masih relatif rendahnya
penyerapan anggaran belanja daerah tersebut disebabkan oleh beberapa permasalahan antara lain: belum terlaksananya
proyek pembangunan infrastruktur daerah seperti pembangunan sejumlah rumah sakit umum di Provinsi NTT (RS
Johannes, RSUD Ruteng, RSUD Kota Kupang, RSUD Atambua), pembangunan gedung tiga universitas di kota Kupang dan
beberapa proyek pembangunan infrastruktur daerah yang masih dalam proses pengerjaan.
Sementara itu, realisasi anggaran pendapatan daerah untuk pemerintah di provinsi NTT telah mencapai 80,90% dari
rencana pendapatan APBN dan APBD tahun 2015. Realisasi pendapatan tertinggi pada Dana Alokasi Umum (DAU) kepada
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota sebesar Rp9,38 triliun (77,96%), realisasi Dana Penyesuaian dan Otonomi
Khusus sebesar Rp1,69 triliun (77,04%) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada triwulan III-2015 sebesar Rp1,48 triliun
(70,31% ).
Pada triwulan III 2015, kondisi kesejahteraan masyarakat NTT yang tercermin dari data ketenagakerjaan dan kemiskinan
menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan.. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT pada
bulan Agustus 2015 adalah 3,83% (88.446 jiwa) meningkat dibandingkan Agustus 2014 sebesar 3,26%(73.210 jiwa).
Angka kemiskinan hingga Maret 2015 mencapai 22,61%, meningkat dibandingkan periode September 2014 yang
KEUANGAN PEMERINTAH
KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN
Triwulan III 2015xiv
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
INDIKATOR
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
1. Konsumsi Rumah Tangga
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)
3. Konsumsi Pemerintah
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
5. Perubahan Inventori
6. Ekspor Luar Negeri
7. Impor Luar Negeri
8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)
Data Ekspor Impor di Provinsi NTT
Ekspor
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)
Volume Ekspor Nonmigas (ton)
Impor
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)
Volume Impor Nonmigas (ton)
2013 2014
61.325,5
18.272,4
894,2
758,8
23,6
41,8
6.344,8
6.570,5
3.195,3
367,8
4.660,2
2.389,3
1.705,5
188,5
7.592,1
5.679,6
1.279,7
1.361,3
61.325,5
47.277,1
1.868,3
16.400,3
20.620,3
1.094,3
1.196,3
923,5
-26.207,7
21.613
52.373
15.437
48.712
68.602,6
20.446,9
1.070,3
843,7
31,5
45,5
7.096,0
7.285,7
3.566,9
422,4
5.134,4
2.714,9
1.860,9
210,9
8.392,7
6.568,2
1.414,6
1.497,0
68.602,6
51.082,8
2.323,8
21.055,6
26.393,0
994,3
1.382,3
1.103,2
-33.526,0
18.410
61.410
26.013
76.708
15.818,0
4.855,1
220,0
193,3
6,9
10,6
1.625,3
1.691,3
808,8
95,0
1.216,2
638,3
433,3
49,2
1.872,0
1.434,2
309,9
358,6
15.818,0
12.403,1
572,1
2.532,0
6.076,8
167,8
309,1
121,7
-6.121,2
4.820
18.179
10.011
1.068
18.059,0
5.042,5
305,6
231,6
9,5
11,9
1.907,5
1.893,6
974,6
116,8
1.337,5
731,9
496,4
55,8
2.278,5
1.880,4
394,6
390,4
18.059,0
13.460,9
580,7
5.676,7
8.070,4
277,4
391,7
452,1
-9.946,7
4.722
13.620
11.736
10.626
II %QTQ* %YOY*II IV
2014
18.483,6
5.695,8
324,3
222,4
9,4
11,5
1.899,0
1.998,3
955,5
116,2
1.322,7
706,4
496,0
57,7
2.161,9
1.707,0
393,3
406,1
18.483,6
13.758,8
603,8
4.922,3
7.841,7
149,7
379,2
141,5
-9.030,4
6.595
17.277
3.653
1.503
5.6%
3.6%
5.6%
7.3%
-3.0%
6.1%
6.3%
6.3%
4.3%
6.5%
7.0%
8.7%
6.1%
4.8%
9.0%
6.2%
0.9%
1.7%
5.65%
3.7%
11.0%
16.5%
8.9%
166.7%
38.4%
-62.2%
15.5%
-5.5%
57.7%
-97.5%
-66.0%
Dalam Rp Miliar*) Pertumbuhan Triwulan II 2015 dibandingkan Triwulan I 2015**) Pertumbuhan Triwulan II 2015 dibandingkan Triwulan II 2014***) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan
2015
5.1%
2.0%
6.2%
5.1%
12.6%
1.1%
6.5%
6.5%
4.8%
6.4%
7.5%
7.9%
4.9%
5.1%
6.8%
6.0%
6.2%
3.6%
5.11%
5.4%
17.5%
-11.1%
16.1%
45.6%
38.4%
-75.9%
7.3%
38.1%
58.4%
-94.8%
-97.4%
II. INFLASI
Indikator2013 2014
I II III IV I II III IV
Indeks Harga Konsumen
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
104.41
104.56
103.39
7.11
7.06
7.38
104.78
104.91
103.96
5.26
5.56
3.73
108.66
108.85
107.42
8.29
8.88
5.32
110.58
110.84
108.85
8.41
8.84
6.24
112.52
112.91
110.00
7.78
7.99
6.39
113.27
113.63
110.93
8.10
8.31
6.70
113,15
113,50
110,85
4,13
4,27
3,19
119,15
120,06
113,20
7,76
8,32
4,00
2015
118.59
119.47
112.81
5.39
5.81
2.55
I II
120,07
121,09
113,42
6,01
6,57
2,24
II
19,981.1
6,009.5
350.6
243.5
9.2
12.3
2,051.7
2,151.5
1,014.8
127.3
1,416.9
781.3
539.7
61.3
2,461.3
1,918.6
413.7
417.8
19,981.1
14,509.5
671.5
7,692.3
9,006.1
417.2
506.8
57.1
-12,765.1
6,249
27,364
93
511
III
120.78
121.54
115.77
6.74
7.08
4.44
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Triwulan III 2015 xvii
I. EKONOMI MAKRO REGIONAL
INDIKATOR
Berdasarkan Sektor/ Lapangan Usaha (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
Berdasarkan Permintaan / Penggunaan (Harga Berlaku)
Produk Domestik Regional Bruto (Harga Berlaku)
1. Konsumsi Rumah Tangga
2. Konsumsi Lembaga Non Profit (LNPRT)
3. Konsumsi Pemerintah
4. Pembentukan Modal Tetap Bruto
5. Perubahan Inventori
6. Ekspor Luar Negeri
7. Impor Luar Negeri
8. Net Ekspor Antar Daerah (Impor)
Data Ekspor Impor di Provinsi NTT
Ekspor
Nilai Ekspor Nonmigas (ribu USD)
Volume Ekspor Nonmigas (ton)
Impor
Nilai Impor Nonmigas (ribu USD)
Volume Impor Nonmigas (ton)
2013 2014
61.325,5
18.272,4
894,2
758,8
23,6
41,8
6.344,8
6.570,5
3.195,3
367,8
4.660,2
2.389,3
1.705,5
188,5
7.592,1
5.679,6
1.279,7
1.361,3
61.325,5
47.277,1
1.868,3
16.400,3
20.620,3
1.094,3
1.196,3
923,5
-26.207,7
21.613
52.373
15.437
48.712
68.602,6
20.446,9
1.070,3
843,7
31,5
45,5
7.096,0
7.285,7
3.566,9
422,4
5.134,4
2.714,9
1.860,9
210,9
8.392,7
6.568,2
1.414,6
1.497,0
68.602,6
51.082,8
2.323,8
21.055,6
26.393,0
994,3
1.382,3
1.103,2
-33.526,0
18.410
61.410
26.013
76.708
15.818,0
4.855,1
220,0
193,3
6,9
10,6
1.625,3
1.691,3
808,8
95,0
1.216,2
638,3
433,3
49,2
1.872,0
1.434,2
309,9
358,6
15.818,0
12.403,1
572,1
2.532,0
6.076,8
167,8
309,1
121,7
-6.121,2
4.820
18.179
10.011
1.068
18.059,0
5.042,5
305,6
231,6
9,5
11,9
1.907,5
1.893,6
974,6
116,8
1.337,5
731,9
496,4
55,8
2.278,5
1.880,4
394,6
390,4
18.059,0
13.460,9
580,7
5.676,7
8.070,4
277,4
391,7
452,1
-9.946,7
4.722
13.620
11.736
10.626
II %QTQ* %YOY*II IV
2014
18.483,6
5.695,8
324,3
222,4
9,4
11,5
1.899,0
1.998,3
955,5
116,2
1.322,7
706,4
496,0
57,7
2.161,9
1.707,0
393,3
406,1
18.483,6
13.758,8
603,8
4.922,3
7.841,7
149,7
379,2
141,5
-9.030,4
6.595
17.277
3.653
1.503
5.6%
3.6%
5.6%
7.3%
-3.0%
6.1%
6.3%
6.3%
4.3%
6.5%
7.0%
8.7%
6.1%
4.8%
9.0%
6.2%
0.9%
1.7%
5.65%
3.7%
11.0%
16.5%
8.9%
166.7%
38.4%
-62.2%
15.5%
-5.5%
57.7%
-97.5%
-66.0%
Dalam Rp Miliar*) Pertumbuhan Triwulan II 2015 dibandingkan Triwulan I 2015**) Pertumbuhan Triwulan II 2015 dibandingkan Triwulan II 2014***) Untuk mengukur pertumbuhan digunakan PDRB Harga Konstan
2015
5.1%
2.0%
6.2%
5.1%
12.6%
1.1%
6.5%
6.5%
4.8%
6.4%
7.5%
7.9%
4.9%
5.1%
6.8%
6.0%
6.2%
3.6%
5.11%
5.4%
17.5%
-11.1%
16.1%
45.6%
38.4%
-75.9%
7.3%
38.1%
58.4%
-94.8%
-97.4%
II. INFLASI
Indikator2013 2014
I II III IV I II III IV
Indeks Harga Konsumen
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
Laju Inflasi Tahunan (yoy %)
NTT
- Kota Kupang
- Maumere
104.41
104.56
103.39
7.11
7.06
7.38
104.78
104.91
103.96
5.26
5.56
3.73
108.66
108.85
107.42
8.29
8.88
5.32
110.58
110.84
108.85
8.41
8.84
6.24
112.52
112.91
110.00
7.78
7.99
6.39
113.27
113.63
110.93
8.10
8.31
6.70
113,15
113,50
110,85
4,13
4,27
3,19
119,15
120,06
113,20
7,76
8,32
4,00
2015
118.59
119.47
112.81
5.39
5.81
2.55
I II
120,07
121,09
113,42
6,01
6,57
2,24
II
19,981.1
6,009.5
350.6
243.5
9.2
12.3
2,051.7
2,151.5
1,014.8
127.3
1,416.9
781.3
539.7
61.3
2,461.3
1,918.6
413.7
417.8
19,981.1
14,509.5
671.5
7,692.3
9,006.1
417.2
506.8
57.1
-12,765.1
6,249
27,364
93
511
III
120.78
121.54
115.77
6.74
7.08
4.44
TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR
Triwulan III 2015 xvii
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-III mengalami kenaikan seiring dengan
peningkatan investasi pemerintah dan swasta. Dari sisi sektoral, peningkatan terutama didorong
oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, sektor
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor serta sektor Konstruksi.
Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT mencapai 5,11% (yoy) meningkat
dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan sebelumnya sebesar 5,03% (yoy) dan
nasional sebesar 4,73% (yoy).
Secara triwulanan, pertumbuhan ekonomi NTT mencapai 5,65% (qtq) terutama didorong
oleh peningkatan sektor Administrasi Pemerintahan.
Ekonomi Makro Regional01
III. PERBANKAN
IV. SISTEM PEMBAYARAN
INDIKATOR
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
1. Total Aset
2. DPK
- Giro
- Tabungan
- Deposito
3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
LDR (%)
Kredit UMKM
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).
Total Aset
Dana Pihak Ketiga
Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
LDR (%)
C. Grand Total (A+B)
1. Total Aset
2. Dana Pihak Ketiga
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
1. Total Aset (%)
2. Dana Pihak Ketiga (%)
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)
2014
I II III IV
2013
I II III IV
20152013 2014
22,434
16,402
2,917
9,933
3,552
15,624
4,447
1,412
9,765
14,918
4,340
1,150
9,427
91.0%
4,007
337
248
256
84.3%
22,771
16,649
15,174
1.5%
1.5%
1.7%
25,600
18,571
3,717
10,385
4,469
17,759
5,316
1,537
10,905
17,094
5,252
1,309
10,534
92.0%
5,162
415
309
319
79.4%
26,016
18,880
17,413
1.6%
1.6%
1.8%
21,017
15,351
3,781
7,575
3,995
13,546
3,480
1,141
8,925
12,844
3,439
831
8,574
83.7%
3,294
254
182
181
81.4%
21,271
15,533
13,025
1.2%
1.2%
1.4%
21,291
15,836
3,999
7,751
4,087
14,528
3,949
1,270
9,309
13,862
3,889
1,008
8,965
87.5%
3,741
263
184
212
84.6%
21,555
16,020
14,074
1.2%
1.1%
1.5%
22,055
15,923
3,903
8,029
3,990
15,276
4,269
1,358
9,649
14,568
4,172
1,095
9,301
91.5%
3,889
303
211
242
83.9%
22,357
16,134
14,810
1.4%
1.3%
1.6%
22,434
16,402
2,917
9,933
3,552
15,624
4,447
1,412
9,765
14,918
4,340
1,150
9,427
91.0%
4,007
337
248
256
84.3%
22,771
16,649
15,174
1.5%
1.5%
1.7%
23,316
17,078
4,137
8,577
4,363
15,756
4,439
1,344
9,972
15,071
4,322
1,115
9,634
88.3%
4,185
343
250
270
82.6%
23,660
17,328
15,341
1.5%
1.4%
1.8%
26,398
18,791
5,516
8,568
4,707
16,652
4,881
1,444
10,326
15,947
4,742
1,201
10,004
84.9%
4,753
355
257
294
85.6%
26,753
19,048
16,241
1.3%
1.4%
1.8%
27,114
19,092
5,091
9,041
4,960
17,220
5,122
1,444
10,654
16,532
5,008
1,235
10,289
86.6%
5,000
374
275
306
84.1%
27,487
19,367
16,838
1.4%
1.4%
1.8%
25,600
18,571
3,717
10,385
4,469
17,759
5,316
1,537
10,905
17,094
5,252
1,309
10,534
92.0%
5,162
415
309
319
79.40%
26,016
18,880
17,413
1.6%
1.6%
1.8%
29,877
19,798
5,474
9,092
5,232
16,907
5,011
1,260
10,636
17,226
5,218
1,318
10,690
87.0%
5,234
437
311
330
80.5%
30,314
20,109
17,556
1.4%
1.5%
1.9%
II
32,778
21,764
6,379
9,149
6,236
17,845
5,392
1,303
11,150
18,198
5,626
1,359
11,212
83.6%
5,611
454
331
349
82.4%
33,232
22,095
18,547
1.4%
1.5%
1.9%
III
32,750
22,568
6,647
9,704
6,217
18,552
5,618
1,286
11,648
18,897
5,848
1,338
11,710
83.7%
5,996
482
353
354
80.5%
33,232
22,921
19,250
1.4%
1.5%
1.8%
3.2
4.7
37
80.03
29,516
91
46,994
-11
-17,478
3.13
139,007
948
3.4
4.6
72
93
33,747
89
42,931
4
-9,184
3.79
152,284
897
1.4
0.4
8
13.31
5,687
22.69
9,704
-9.38
-4,017
0.66
31,839
213
0.6
1.0
7
22.75
6,142
21.88
9,333
0.87
-3,191
0.70
32,715
251
0.8
1.4
15
17.78
8,209
20.72
12,630
-2.94
-4,421
0.81
34,848
228
INDIKATOR2014
I II III IVI II III IV2013 2014
Inflow (Rp. Triliun)
Outflow (Rp. Triliun)
Uang Palsu (lembar)
Transaksi Non Tunai
BI-RTGS
To NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
From NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
Net To-From NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
Kliring
Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)
Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)
Cek/BG Kosong
0.4
1.9
7
26.20
9,478
25.50
15,327
0.70
-5,849
0.96
39,605
256
1.4
0.3
14
14.18
7,809
17.19
10,696
-3.00
-2,887
0.84
34,677
179
0.7
0.8
11
13.05
7,868
20.60
10,475
-7.54
-2,607
0.85
36,188
175
0.8
1.3
39
29.84
8,776
24.09
10,707
5.75
-1,931
0.91
37,809
276
0.5
2.1
8
35.63
9,294
26.83
11,053
8.80
-1,759
1.19
43,610
267
1.8
0.4
27
34.61
5,984
31.69
6,013
2.92
-29
0.99
39,971
300
2013 2015
II
0,5
0,9
22
43,75
6.086
40,04
6567
-3,71
481
0,93
40.708
254
III
0.8
1.7
52
41.55
5,877
33.54
6,812
8.02
-935
1.38
48,453
342
Triwulan III 2015xviii
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-III mengalami kenaikan seiring dengan
peningkatan investasi pemerintah dan swasta. Dari sisi sektoral, peningkatan terutama didorong
oleh sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib, sektor
Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor serta sektor Konstruksi.
Secara tahunan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT mencapai 5,11% (yoy) meningkat
dibandingkan pertumbuhan ekonomi triwulan sebelumnya sebesar 5,03% (yoy) dan
nasional sebesar 4,73% (yoy).
Secara triwulanan, pertumbuhan ekonomi NTT mencapai 5,65% (qtq) terutama didorong
oleh peningkatan sektor Administrasi Pemerintahan.
Ekonomi Makro Regional01
III. PERBANKAN
IV. SISTEM PEMBAYARAN
INDIKATOR
A. Bank Umum Konvensional dan Syariah (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain)
1. Total Aset
2. DPK
- Giro
- Tabungan
- Deposito
3. Kredit Berdasarkan Lokasi Proyek
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
4. Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
- Investasi
- Modal Kerja
- Konsumsi
LDR (%)
Kredit UMKM
B. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) (dalam Rp. Miliar kecuali dinyatakan lain).
Total Aset
Dana Pihak Ketiga
Kredit Berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
LDR (%)
C. Grand Total (A+B)
1. Total Aset
2. Dana Pihak Ketiga
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang
D. Pangsa BPR Terhadap Grand Total
1. Total Aset (%)
2. Dana Pihak Ketiga (%)
3. Pembiayaan berdasarkan Lokasi Kantor Cabang (%)
2014
I II III IV
2013
I II III IV
20152013 2014
22,434
16,402
2,917
9,933
3,552
15,624
4,447
1,412
9,765
14,918
4,340
1,150
9,427
91.0%
4,007
337
248
256
84.3%
22,771
16,649
15,174
1.5%
1.5%
1.7%
25,600
18,571
3,717
10,385
4,469
17,759
5,316
1,537
10,905
17,094
5,252
1,309
10,534
92.0%
5,162
415
309
319
79.4%
26,016
18,880
17,413
1.6%
1.6%
1.8%
21,017
15,351
3,781
7,575
3,995
13,546
3,480
1,141
8,925
12,844
3,439
831
8,574
83.7%
3,294
254
182
181
81.4%
21,271
15,533
13,025
1.2%
1.2%
1.4%
21,291
15,836
3,999
7,751
4,087
14,528
3,949
1,270
9,309
13,862
3,889
1,008
8,965
87.5%
3,741
263
184
212
84.6%
21,555
16,020
14,074
1.2%
1.1%
1.5%
22,055
15,923
3,903
8,029
3,990
15,276
4,269
1,358
9,649
14,568
4,172
1,095
9,301
91.5%
3,889
303
211
242
83.9%
22,357
16,134
14,810
1.4%
1.3%
1.6%
22,434
16,402
2,917
9,933
3,552
15,624
4,447
1,412
9,765
14,918
4,340
1,150
9,427
91.0%
4,007
337
248
256
84.3%
22,771
16,649
15,174
1.5%
1.5%
1.7%
23,316
17,078
4,137
8,577
4,363
15,756
4,439
1,344
9,972
15,071
4,322
1,115
9,634
88.3%
4,185
343
250
270
82.6%
23,660
17,328
15,341
1.5%
1.4%
1.8%
26,398
18,791
5,516
8,568
4,707
16,652
4,881
1,444
10,326
15,947
4,742
1,201
10,004
84.9%
4,753
355
257
294
85.6%
26,753
19,048
16,241
1.3%
1.4%
1.8%
27,114
19,092
5,091
9,041
4,960
17,220
5,122
1,444
10,654
16,532
5,008
1,235
10,289
86.6%
5,000
374
275
306
84.1%
27,487
19,367
16,838
1.4%
1.4%
1.8%
25,600
18,571
3,717
10,385
4,469
17,759
5,316
1,537
10,905
17,094
5,252
1,309
10,534
92.0%
5,162
415
309
319
79.40%
26,016
18,880
17,413
1.6%
1.6%
1.8%
29,877
19,798
5,474
9,092
5,232
16,907
5,011
1,260
10,636
17,226
5,218
1,318
10,690
87.0%
5,234
437
311
330
80.5%
30,314
20,109
17,556
1.4%
1.5%
1.9%
II
32,778
21,764
6,379
9,149
6,236
17,845
5,392
1,303
11,150
18,198
5,626
1,359
11,212
83.6%
5,611
454
331
349
82.4%
33,232
22,095
18,547
1.4%
1.5%
1.9%
III
32,750
22,568
6,647
9,704
6,217
18,552
5,618
1,286
11,648
18,897
5,848
1,338
11,710
83.7%
5,996
482
353
354
80.5%
33,232
22,921
19,250
1.4%
1.5%
1.8%
3.2
4.7
37
80.03
29,516
91
46,994
-11
-17,478
3.13
139,007
948
3.4
4.6
72
93
33,747
89
42,931
4
-9,184
3.79
152,284
897
1.4
0.4
8
13.31
5,687
22.69
9,704
-9.38
-4,017
0.66
31,839
213
0.6
1.0
7
22.75
6,142
21.88
9,333
0.87
-3,191
0.70
32,715
251
0.8
1.4
15
17.78
8,209
20.72
12,630
-2.94
-4,421
0.81
34,848
228
INDIKATOR2014
I II III IVI II III IV2013 2014
Inflow (Rp. Triliun)
Outflow (Rp. Triliun)
Uang Palsu (lembar)
Transaksi Non Tunai
BI-RTGS
To NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
From NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
Net To-From NTT
Nominal Transaksi BI-RTGS (Rp. Triliun)
Volume Transaksi BI-RTGS (lembar warkat)
Kliring
Nominal Kliring Penyerahan (Rp. Triliun)
Volume Perputaran Kliring Penyerahan (lembar warkat)
Cek/BG Kosong
0.4
1.9
7
26.20
9,478
25.50
15,327
0.70
-5,849
0.96
39,605
256
1.4
0.3
14
14.18
7,809
17.19
10,696
-3.00
-2,887
0.84
34,677
179
0.7
0.8
11
13.05
7,868
20.60
10,475
-7.54
-2,607
0.85
36,188
175
0.8
1.3
39
29.84
8,776
24.09
10,707
5.75
-1,931
0.91
37,809
276
0.5
2.1
8
35.63
9,294
26.83
11,053
8.80
-1,759
1.19
43,610
267
1.8
0.4
27
34.61
5,984
31.69
6,013
2.92
-29
0.99
39,971
300
2013 2015
II
0,5
0,9
22
43,75
6.086
40,04
6567
-3,71
481
0,93
40.708
254
III
0.8
1.7
52
41.55
5,877
33.54
6,812
8.02
-935
1.38
48,453
342
Triwulan III 2015xviii
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan III menunjukkan adanya akselerasi pertumbuhan. Ekonomi
mengalami peningkatan hingga 5,11% (yoy), tumbuh dibanding triwulan II 2015 yang sebesar 5,03% (yoy).
Dari sisi penggunaan, peningkatan investasi/ Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) menjadi pendorong utama bagi
pertumbuhan ekonomi. Peningkatan Investasi/PMTB tercermin dari peningkatan belanja modal pemerintah guna
pembangunan sarana jalan, saluran irigasi, dan sarana prasarana publik lainnya. Dari sisi sektoral, perkembangan sektor
administrasi pemerintahan pertahanan dan jaminan sosial wajib terdorong oleh realisasi gaji ke-13 Pegawai Negeri Sipil.
Sementara perkembangan sektor konstruksi sejalan dengan peningkatan investasi/PMTB melalui pembangunan berbagai
infrastruktur publik dan swasta.
Realisasi belanja pemerintah yang masih cukup rendah dan tingginya ketergantungan NTT terhadap impor
dari daerah lain menjadi beberapa permasalahan pengembangan ekonomi di Provinsi NTT. Sampai akhir triwulan
III 2015, realisasi anggaran pemerintah di NTT (APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota) tercatat masih cukup
rendah, yaitu sebesar 46,84% (Rp 15,02 triliun dari total pagu anggaran 2015 sebesar Rp 32,06 triliun). Rendahnya
realisasi juga terjadi pada belanja modal sebagai pendorong pembangunan infrastruktur publik yang dapat
mengakselerasi kegiatan perekonomian dan sosial di NTT. Tercatat realisasi belanja modal hingga akhir triwulan III baru
mencapai 29,74%. Beberapa faktor yang menghambat diantaranya: 1) keterlambatan proses lelang, 2) Penyesuaian pada
aplikasi termin dan penerapan Perpres baru, 3) Kendala penguasaan teknis administrasi di tingkat desa yang masih rendah
(untuk dana desa) hingga 4) keengganan pegawai untuk menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Selain pemasalahan
teknis, beberapa permasalahan di tingkat pelaksanaan pengerjaan proyek juga teridentifikasi, diantaranya: 1) Proses
pelengkapan administrasi (Masterplan dan Amdal) yang cukup lama, serta 2) pemasalahan sengketa lahan.
Dari sisi impor antar daerah, masih terbatasnya produk-produk industri pengolahan di NTT menjadi penyebab utama. Oleh
karena itu, usaha pemerintah dan BUMN (PT. Semen Kupang dan PT. Semen Indonesia) untuk membangun pabrik Semen
Kupang Tiga dengan kapasitas produksi 1,5 juta ton/tahun perlu diapresiasi. Selain itu, beberapa potensi pengembangan
industri lainnya, diantaranya adalah pabrik pengolahan garam di Kab. Kupang dan Nagekeo, serta pengembangan
kawasan industri Bolok sebagai sentra industri.
Di sisi lain, beberapa hal yang perlu dilakukan untuk pengembangan perekonomian di NTT diantaranya: 1) perbaikan
infrastruktur yang perlu terus dilakukan. Permasalahan infrastruktur dan konektivitas membuat NTT menjadi salah satu
daerah dengan biaya hidup yang tinggi, karena tingginya biaya distribusi barang dari satu daerah ke daerah lain, 2)
Pengembangan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta 3) Pengembangan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) guna
membuka lapangan usaha baru di Provinsi NTT.
Sumber: BPS, diolah
18,48
4,00
4,50
5,00
5,50
6,00
6,50
1110
12
13
14
15
16
17
18
19
20 triliun
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Grafik 1.1. PDRB (ADHB) dan Pertumbuhan PDRB TahunanProvinsi NTT dibanding Nasional
5,11
4,47
PDRB NTT (TRILIUN) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)
III
19,98
Sumber: BPS, diolah
NAS NTT NTB BALI NAS NTT NTB BALI
QTQ YOY
Grafik 1.2. PDRB dan Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT, Bali, NTB dan Nasional
19,9827,68
45,39
2.982,6PDRB ADHB(triliun)
NTT NTB BALI NAS
3.21 5.65
9.86
3.00 4.73 5.11
26.12
6.29
1.1 KONDISI UMUM
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 01
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan III menunjukkan adanya akselerasi pertumbuhan. Ekonomi
mengalami peningkatan hingga 5,11% (yoy), tumbuh dibanding triwulan II 2015 yang sebesar 5,03% (yoy).
Dari sisi penggunaan, peningkatan investasi/ Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) menjadi pendorong utama bagi
pertumbuhan ekonomi. Peningkatan Investasi/PMTB tercermin dari peningkatan belanja modal pemerintah guna
pembangunan sarana jalan, saluran irigasi, dan sarana prasarana publik lainnya. Dari sisi sektoral, perkembangan sektor
administrasi pemerintahan pertahanan dan jaminan sosial wajib terdorong oleh realisasi gaji ke-13 Pegawai Negeri Sipil.
Sementara perkembangan sektor konstruksi sejalan dengan peningkatan investasi/PMTB melalui pembangunan berbagai
infrastruktur publik dan swasta.
Realisasi belanja pemerintah yang masih cukup rendah dan tingginya ketergantungan NTT terhadap impor
dari daerah lain menjadi beberapa permasalahan pengembangan ekonomi di Provinsi NTT. Sampai akhir triwulan
III 2015, realisasi anggaran pemerintah di NTT (APBN, APBD Provinsi dan APBD Kabupaten/Kota) tercatat masih cukup
rendah, yaitu sebesar 46,84% (Rp 15,02 triliun dari total pagu anggaran 2015 sebesar Rp 32,06 triliun). Rendahnya
realisasi juga terjadi pada belanja modal sebagai pendorong pembangunan infrastruktur publik yang dapat
mengakselerasi kegiatan perekonomian dan sosial di NTT. Tercatat realisasi belanja modal hingga akhir triwulan III baru
mencapai 29,74%. Beberapa faktor yang menghambat diantaranya: 1) keterlambatan proses lelang, 2) Penyesuaian pada
aplikasi termin dan penerapan Perpres baru, 3) Kendala penguasaan teknis administrasi di tingkat desa yang masih rendah
(untuk dana desa) hingga 4) keengganan pegawai untuk menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Selain pemasalahan
teknis, beberapa permasalahan di tingkat pelaksanaan pengerjaan proyek juga teridentifikasi, diantaranya: 1) Proses
pelengkapan administrasi (Masterplan dan Amdal) yang cukup lama, serta 2) pemasalahan sengketa lahan.
Dari sisi impor antar daerah, masih terbatasnya produk-produk industri pengolahan di NTT menjadi penyebab utama. Oleh
karena itu, usaha pemerintah dan BUMN (PT. Semen Kupang dan PT. Semen Indonesia) untuk membangun pabrik Semen
Kupang Tiga dengan kapasitas produksi 1,5 juta ton/tahun perlu diapresiasi. Selain itu, beberapa potensi pengembangan
industri lainnya, diantaranya adalah pabrik pengolahan garam di Kab. Kupang dan Nagekeo, serta pengembangan
kawasan industri Bolok sebagai sentra industri.
Di sisi lain, beberapa hal yang perlu dilakukan untuk pengembangan perekonomian di NTT diantaranya: 1) perbaikan
infrastruktur yang perlu terus dilakukan. Permasalahan infrastruktur dan konektivitas membuat NTT menjadi salah satu
daerah dengan biaya hidup yang tinggi, karena tingginya biaya distribusi barang dari satu daerah ke daerah lain, 2)
Pengembangan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta 3) Pengembangan jiwa kewirausahaan (entrepreneurship) guna
membuka lapangan usaha baru di Provinsi NTT.
Sumber: BPS, diolah
18,48
4,00
4,50
5,00
5,50
6,00
6,50
1110
12
13
14
15
16
17
18
19
20 triliun
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Grafik 1.1. PDRB (ADHB) dan Pertumbuhan PDRB TahunanProvinsi NTT dibanding Nasional
5,11
4,47
PDRB NTT (TRILIUN) NTT (%YOY) NASIONAL (%YOY)
III
19,98
Sumber: BPS, diolah
NAS NTT NTB BALI NAS NTT NTB BALI
QTQ YOY
Grafik 1.2. PDRB dan Pertumbuhan PDRB Provinsi NTT, Bali, NTB dan Nasional
19,9827,68
45,39
2.982,6PDRB ADHB(triliun)
NTT NTB BALI NAS
3.21 5.65
9.86
3.00 4.73 5.11
26.12
6.29
1.1 KONDISI UMUM
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 01
1.2.1 Konsumsi
Pengeluaran konsumsi pada triwulan III menunjukkan sedikit peningkatan sebesar 0,57% (yoy) dibandingkan
periode yang sama pada tahun 2014. Peningkatan terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga seiring
libur sekolah dan idul fitri, gaji ke-13 PNS serta mulai berjalannya proyek-proyek pemerintah. Peningkatan
konsumsi rumah tangga terlihat dari indeks riil penjualan eceran yang mengalami peningkatan. Berdasarkan rincian
komoditas, mayoritas komoditas juga menunjukkan adanya perbaikan dan peningkatan penjualan. Peningkatan tertinggi
terutama berasal dari komoditas pakaian dan perlengkapannya. Musim liburan sekolah dan libur Idul Fitri diperkirakan
menjadi pendorong meningkatnya penjualan komoditas tersebut.
Peningkatan konsumsi masyarakat juga telihat dari Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang menunjukkan
peningkatan. Tingkat kepercayaan masyarakat menunjukkan peningkatan yang terlihat dari Indeks Tendensi Konsumen
(ITK) yang mengalami kenaikan. Sementara, untuk konsumsi listrik rumah tangga pada triwulan III 2015 mengalami
penurunan sebesar -5,73% (qtq) apabila dibandingkan triwulan II namun bila dibandingkan periode yang sama tahun
2014 mengalami peningkatan cukup tinggi sebesar 13,62% (yoy). Penurunan konsumsi listrik secara triwulanan
diperkirakan lebih terjadi karena masalah teknis, yaitu pemeliharaan PLTU Bolok pada awal bulan Juli dan musibah
terbakarnya PLTU Bolok pada pertengahan Agustus, sehingga berdampak pada berkurangnya kapasitas listrik yang dapat
dialirkan kepada masyarakat. Di sisi lain, Indeks Kegiatan Usaha dari hasil Survei Bank Indonesia menunjukkan adanya
penurunan namun masih dalam batasan positif, sehingga mendukung adanya pertumbuhan yang masih tetap terjadi.
Sementara itu, Penyaluran kredit konsumsi secara triwulanan masih tumbuh positif sebesar 4,4% (qtq) dan secara tahunan
tumbuh sebesar 13,8% (yoy).
Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) menunjukkan adanya peningkatan yang
cukup tinggi sebesar 17,51% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014 (8,64%-
yoy). Peningkatan konsumsi lembaga non profit diperkirakan terjadi seiring makin dekatnya penyelenggaraan pilkada
serentak pada 9 Kabupaten di Provinsi NTT (Kab. Ngada, Kab. Manggarai, Kab. Manggarai Barat, Kab. Sumba Barat, Kab.
Sumba Timur, Kab. Malaka, Kab. Timor Tengah Utara (TTU), Kab. Sabu Raijua dan Kab. Belu).
URAIAN2013
2014qtqBobot yoy ctc
51.246.857
2.323.762
19.250.737
26.336.089
2.934.161
1.453.489
645.729
(34.296.733)
68.602.633
13,232,334
548,673
7,932,731
6,890,180
296,758
383,471
211,016
(10,996,237)
18,076,895
13,879,267
603,754
6,485,299
7,841,736
149,693
379,197
141,513
(10,639,850)
18,557,582
14,509,504
671,518
7,692,259
9,006,069
417,152
506,776
57,095
(12,765,116)
19,981,066
72.6
3.4
38.5
45.1
2.1
2.5
0.3
-63.9
100.0
3.67
10.96
16.51
8.89
166.66
38.45
-62.21
15.51
5.65
5.44
17.51
-11.13
16.05
45.60
38.40
-75.86
7.33
5.11
5.86
-0.83
-2.63
19.57
-16.91
30.97
-64.29
15.45
4.96
47,368,797
1,868,305
16,889,933
20,586,330
946,724
1,196,294
3,733,059
(23,797,857)
61,325,467 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA
PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT
PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH
PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO
PERUBAHAN INVENTORI
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTAR DAERAH
P D R B
2014
YOY
III
2015
IIIII
Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan III 2015
Grafik 1.4. Rincian Pertumbuhan Triwulanan Penjualan Eceran
Sumber: SPE Bank Indonesia, diolah
I II III IV I II
2014 2015
III
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%BAHAN KONSTRUKSI
PERLENGKAPAN RUMAH TANGGASUKU CADANG
BARANG KERAJINAN
MAKANAN DAN TEMBAKAUPAKAIAN DAN PERLENGKAPANNYA BAHAN BAKARTOTAL
Sumber: SPE Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.3. Indeks Riil Penjualan Eceran Triwulan III 2015
IRPE IRPE (QTQ) CRT PDRB (QTQ)
-20,00%
-15,00%
-10,00%
-5,00%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
-
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
140,00
160,00
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
III
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 03
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan III 2015 mencapai 5,11% (yoy), lebih tinggi dibandingkan nasional
yang sebesar 4,73% (yoy). Peningkatan investasi dan PMTB serta realisasi gaji ke-13 menjadi pendorong utama
peningkatan pertumbuhan ekonomi. Total PDRB NTT pada triwulan III mencapai Rp 19,98 triliun. Sementara di tingkat
nasional, perbaikan terutama ditunjang oleh peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah.
Apabila dibandingkan dengan daerah di koridor Bali dan Nusa Tenggara (Balinusra) lainnya, pertumbuhan
ekonomi NTT pada triwulan III tercatat masih yang terendah. Struktur ekonomi NTT yang mayoritas masih
mengandalkan pertanian konvensional, serta terbatasnya industri menjadi faktor penghambat akselerasi perekonomian di
NTT. Ketergantungan impor yang tinggi seiring terbatasnya produk asli lokal dan dibarengi kebutuhan yang tinggi dari >5
juta penduduk NTT (terbanyak ke-2 di Kawasan Timur Indonesia, dibawah Sulawesi Selatan) juga turut menjadi
penghambat. Pertumbuhan ekonomi tertinggi di koridor Balinusra berada di Provinsi NTB sebesar 26,12% (yoy) yang
terutama masih disebabkan oleh peningkatan produksi pertambangan bijih logam oleh PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT)
seiring adanya relaksasi ekspor oleh Pemerintah pusat. Sementara, pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali pada triwulan III
tercatat sebesar 6,29% (yoy) yang terutama bersumber dari peningkatan konsumsi rumah tangga yang tercermin dari
pertumbuhan sektor Perdagangan Besar dan Eceran (8,86%-yoy), selain itu dorongan juga berasal dari peningkatan
investasi/PMTB. Di sisi lain, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum sebagai sektor utama di Bali cenderung
melambat dengan pertumbuhan sebesar 5,35% (yoy). Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT Masih di bawah Prov NTB, namun berada di atas Prov
Bali. Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan III 2015 sebesar 5,65% (qtq), masih dibawah pertumbuhan
ekonomi Provinsi NTB yang sebesar 9,86% (qtq), namun masih diatas Provinsi Bali yang sebesar 3,00% (qtq). Dorongan
perekonomian NTB terutama berasal dari sektor industri pengolahan seiring peningkatan produksi industri pengolahan
tembakau. Sementara pertumbuhan ekonomi NTT lebih disebabkan olah sektor Administrasi Pemerintahan seiring adanya
realisasi gaji ke-13 Pegawai Negeri Sipil.
Secara tahunan, kinerja investasi/PMTB menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi triwulan III.
Pertumbuhan investasi/PMTB yang mencapai 16,05% (yoy) mampu menjadi pendorong kinerja perekonomian secara
keseluruhan. Sementara itu, kinerja konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,44% (yoy) yang menunjukkan masih
cukup baiknya daya beli masyarakat di NTT. Di sisi lain, kinerja konsumsi pemerintah mengalami penurunan sebesar -
11,13% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Selain itu, sebagai imbal balik dari peningkatan
investasi dan masih terbatasnya produksi lokal di NTT, terjadi peningkatan impor antar daerah sebesar 7,33% (yoy).
Secara triwulanan, kinerja perekonomian NTT mengalami peningkatan sebesar 5,65%(qtq). Peningkatan
pertumbuhan ekonomi secara triwulan disebabkan oleh peningkatan konsumsi pemerintah sebesar 16,51% (qtq) yang
terutama didorong oleh realisasi gaji ke-13 PNS, peningkatan realisasi belanja barang dan jasa, serta belanja hibah (dana
desa). Peningkatan juga didorong oleh kenaikan investasi/PMTB sebesar 8,89% (qtq) lebih tinggi dibandingkan triwulan-II
yang sebesar 4,81% (qtq).
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201502
1.2.1 Konsumsi
Pengeluaran konsumsi pada triwulan III menunjukkan sedikit peningkatan sebesar 0,57% (yoy) dibandingkan
periode yang sama pada tahun 2014. Peningkatan terutama didorong oleh konsumsi rumah tangga seiring
libur sekolah dan idul fitri, gaji ke-13 PNS serta mulai berjalannya proyek-proyek pemerintah. Peningkatan
konsumsi rumah tangga terlihat dari indeks riil penjualan eceran yang mengalami peningkatan. Berdasarkan rincian
komoditas, mayoritas komoditas juga menunjukkan adanya perbaikan dan peningkatan penjualan. Peningkatan tertinggi
terutama berasal dari komoditas pakaian dan perlengkapannya. Musim liburan sekolah dan libur Idul Fitri diperkirakan
menjadi pendorong meningkatnya penjualan komoditas tersebut.
Peningkatan konsumsi masyarakat juga telihat dari Indeks Tendensi Konsumen (ITK) yang menunjukkan
peningkatan. Tingkat kepercayaan masyarakat menunjukkan peningkatan yang terlihat dari Indeks Tendensi Konsumen
(ITK) yang mengalami kenaikan. Sementara, untuk konsumsi listrik rumah tangga pada triwulan III 2015 mengalami
penurunan sebesar -5,73% (qtq) apabila dibandingkan triwulan II namun bila dibandingkan periode yang sama tahun
2014 mengalami peningkatan cukup tinggi sebesar 13,62% (yoy). Penurunan konsumsi listrik secara triwulanan
diperkirakan lebih terjadi karena masalah teknis, yaitu pemeliharaan PLTU Bolok pada awal bulan Juli dan musibah
terbakarnya PLTU Bolok pada pertengahan Agustus, sehingga berdampak pada berkurangnya kapasitas listrik yang dapat
dialirkan kepada masyarakat. Di sisi lain, Indeks Kegiatan Usaha dari hasil Survei Bank Indonesia menunjukkan adanya
penurunan namun masih dalam batasan positif, sehingga mendukung adanya pertumbuhan yang masih tetap terjadi.
Sementara itu, Penyaluran kredit konsumsi secara triwulanan masih tumbuh positif sebesar 4,4% (qtq) dan secara tahunan
tumbuh sebesar 13,8% (yoy).
Konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) menunjukkan adanya peningkatan yang
cukup tinggi sebesar 17,51% (yoy), lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014 (8,64%-
yoy). Peningkatan konsumsi lembaga non profit diperkirakan terjadi seiring makin dekatnya penyelenggaraan pilkada
serentak pada 9 Kabupaten di Provinsi NTT (Kab. Ngada, Kab. Manggarai, Kab. Manggarai Barat, Kab. Sumba Barat, Kab.
Sumba Timur, Kab. Malaka, Kab. Timor Tengah Utara (TTU), Kab. Sabu Raijua dan Kab. Belu).
URAIAN2013
2014qtqBobot yoy ctc
51.246.857
2.323.762
19.250.737
26.336.089
2.934.161
1.453.489
645.729
(34.296.733)
68.602.633
13,232,334
548,673
7,932,731
6,890,180
296,758
383,471
211,016
(10,996,237)
18,076,895
13,879,267
603,754
6,485,299
7,841,736
149,693
379,197
141,513
(10,639,850)
18,557,582
14,509,504
671,518
7,692,259
9,006,069
417,152
506,776
57,095
(12,765,116)
19,981,066
72.6
3.4
38.5
45.1
2.1
2.5
0.3
-63.9
100.0
3.67
10.96
16.51
8.89
166.66
38.45
-62.21
15.51
5.65
5.44
17.51
-11.13
16.05
45.60
38.40
-75.86
7.33
5.11
5.86
-0.83
-2.63
19.57
-16.91
30.97
-64.29
15.45
4.96
47,368,797
1,868,305
16,889,933
20,586,330
946,724
1,196,294
3,733,059
(23,797,857)
61,325,467 Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA
PENGELUARAN KONSUMSI LNPRT
PENGELUARAN KONSUMSI PEMERINTAH
PEMBENTUKAN MODAL TETAP BRUTO
PERUBAHAN INVENTORI
EKSPOR LUAR NEGERI
IMPOR LUAR NEGERI
NET EKSPOR ANTAR DAERAH
P D R B
2014
YOY
III
2015
IIIII
Tabel 1.1. PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Pengeluaran Triwulan III 2015
Grafik 1.4. Rincian Pertumbuhan Triwulanan Penjualan Eceran
Sumber: SPE Bank Indonesia, diolah
I II III IV I II
2014 2015
III
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%BAHAN KONSTRUKSI
PERLENGKAPAN RUMAH TANGGASUKU CADANG
BARANG KERAJINAN
MAKANAN DAN TEMBAKAUPAKAIAN DAN PERLENGKAPANNYA BAHAN BAKARTOTAL
Sumber: SPE Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.3. Indeks Riil Penjualan Eceran Triwulan III 2015
IRPE IRPE (QTQ) CRT PDRB (QTQ)
-20,00%
-15,00%
-10,00%
-5,00%
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
-
20,00
40,00
60,00
80,00
100,00
120,00
140,00
160,00
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
III
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 03
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan III 2015 mencapai 5,11% (yoy), lebih tinggi dibandingkan nasional
yang sebesar 4,73% (yoy). Peningkatan investasi dan PMTB serta realisasi gaji ke-13 menjadi pendorong utama
peningkatan pertumbuhan ekonomi. Total PDRB NTT pada triwulan III mencapai Rp 19,98 triliun. Sementara di tingkat
nasional, perbaikan terutama ditunjang oleh peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah.
Apabila dibandingkan dengan daerah di koridor Bali dan Nusa Tenggara (Balinusra) lainnya, pertumbuhan
ekonomi NTT pada triwulan III tercatat masih yang terendah. Struktur ekonomi NTT yang mayoritas masih
mengandalkan pertanian konvensional, serta terbatasnya industri menjadi faktor penghambat akselerasi perekonomian di
NTT. Ketergantungan impor yang tinggi seiring terbatasnya produk asli lokal dan dibarengi kebutuhan yang tinggi dari >5
juta penduduk NTT (terbanyak ke-2 di Kawasan Timur Indonesia, dibawah Sulawesi Selatan) juga turut menjadi
penghambat. Pertumbuhan ekonomi tertinggi di koridor Balinusra berada di Provinsi NTB sebesar 26,12% (yoy) yang
terutama masih disebabkan oleh peningkatan produksi pertambangan bijih logam oleh PT. Newmont Nusa Tenggara (NNT)
seiring adanya relaksasi ekspor oleh Pemerintah pusat. Sementara, pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali pada triwulan III
tercatat sebesar 6,29% (yoy) yang terutama bersumber dari peningkatan konsumsi rumah tangga yang tercermin dari
pertumbuhan sektor Perdagangan Besar dan Eceran (8,86%-yoy), selain itu dorongan juga berasal dari peningkatan
investasi/PMTB. Di sisi lain, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum sebagai sektor utama di Bali cenderung
melambat dengan pertumbuhan sebesar 5,35% (yoy). Secara triwulan, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT Masih di bawah Prov NTB, namun berada di atas Prov
Bali. Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada triwulan III 2015 sebesar 5,65% (qtq), masih dibawah pertumbuhan
ekonomi Provinsi NTB yang sebesar 9,86% (qtq), namun masih diatas Provinsi Bali yang sebesar 3,00% (qtq). Dorongan
perekonomian NTB terutama berasal dari sektor industri pengolahan seiring peningkatan produksi industri pengolahan
tembakau. Sementara pertumbuhan ekonomi NTT lebih disebabkan olah sektor Administrasi Pemerintahan seiring adanya
realisasi gaji ke-13 Pegawai Negeri Sipil.
Secara tahunan, kinerja investasi/PMTB menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi triwulan III.
Pertumbuhan investasi/PMTB yang mencapai 16,05% (yoy) mampu menjadi pendorong kinerja perekonomian secara
keseluruhan. Sementara itu, kinerja konsumsi rumah tangga tumbuh sebesar 5,44% (yoy) yang menunjukkan masih
cukup baiknya daya beli masyarakat di NTT. Di sisi lain, kinerja konsumsi pemerintah mengalami penurunan sebesar -
11,13% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Selain itu, sebagai imbal balik dari peningkatan
investasi dan masih terbatasnya produksi lokal di NTT, terjadi peningkatan impor antar daerah sebesar 7,33% (yoy).
Secara triwulanan, kinerja perekonomian NTT mengalami peningkatan sebesar 5,65%(qtq). Peningkatan
pertumbuhan ekonomi secara triwulan disebabkan oleh peningkatan konsumsi pemerintah sebesar 16,51% (qtq) yang
terutama didorong oleh realisasi gaji ke-13 PNS, peningkatan realisasi belanja barang dan jasa, serta belanja hibah (dana
desa). Peningkatan juga didorong oleh kenaikan investasi/PMTB sebesar 8,89% (qtq) lebih tinggi dibandingkan triwulan-II
yang sebesar 4,81% (qtq).
1.2 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI PENGGUNAAN
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201502
seperti keterlambatan proses lelang dan penerapan Perpres yang baru, serta kendala di lapangan, seperti permasalahan
lahan. Permasalahan hukum yang menjerat beberapa pejabat di tataran pemerintah juga menyebabkan adanya
keengganan untuk menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sehingga menghambat proses lelang. Oleh karena itu,
pemahaman mendalam mengenai prosedur lelang dan pengawasan serta advisory yang baik dari pimpinan satker perlu
untuk ditingkatkan.
Selain proyek pemerintah, beberapa proyek swasta juga sudah dilaksanakan pada triwulan III tahun 2015.
Proyek-proyek yang dikembangankan oleh pihak swasta, diantaranya adalah pembangunan Base Transceiver Station (BTS)
oleh PT. Telkomsel (Persero) di wilayah perbatasan, pembangunan infrastuktur kelistrikan yang terus dilakukan oleh PT. PLN
(Persero), serta pembangunan beberapa hotel baru, seperti di Kota Kupang.
Peningkatan investasi juga terlihat dari data realisasi investasi BKPM dan Penjualan Semen. Berdasarkan data
BKPM, pada triwulan III 2015 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar US$ 21,9 juta atau meningkat
630,2% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2014. Peningkatan juga terlihat dari indikator penjualan semen
yang mengalami peningkatan sebesar 11,4% (qtq).
Dari data sistem pembayaran nontunai juga terlihat adanya peningkatan uang masuk ke NTT. Data Real-Time
Gross Settlement (RTGS) menunjukkan adanya net to NTT sebesar Rp 8,01 triliun atau meningkat 39,42% dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu dari indikator perbankan, pertumbuhan kredit modal kerja sebesar
16,9% (yoy) dan kredit investasi sebesar 8,2% (yoy) cenderung lebih lambat dibandingkan periode yang sama pada tahun
sebelumnya. Namun dengan angka pertumbuhan yang masih cukup tinggi menunjukkan adanya perkembangan
kegiatan investasi di NTT yang cukup baik. Sedangkan rendahnya pertumbuhan kredit investasi kemungkinan besar
disebabkan oleh tingginya bunga kredit investasi, sehingga debitur memilih meminjam menggunakan pilihan kredit yang
lain.
Grafik 1.10. Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
-30,0%
-20,0%
-10,0%
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
-
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
300,00
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
III
RIBU TON YOY QTQ
Grafik 1.9. Realisasi Investasi Penanaman Modal Asing danPenanaman Modal Dalam Negeri
Sumber : BKPM, diolah
PROYEK PMA (JUTA US$) PROYEK PMDN (MILIAR RP)
PMA (%YOY) PMDN (%YOY)
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III0
5
10
15
20
25
Grafik 1.12. Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
60,0%
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
triliun
III
MODAL KERJA INVESTASI MODAL KERJA (YOY) INVESTASI (YOY)
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.11. Realisasi Dana Masuk/ Keluar Provinsi NTT dalam RTGS
RTGS OUT RTGS IN NET RTGS(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
I II III IV I II
2014 2015
triliun
II
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 05
Secara tahunan, konsumsi pemerintah menunjukkan adanya penurunan sebesar -11,13% (yoy) pada triwulan
III 2015. Namun secara triwulan mengalami peningkatan sebesar 16,51% (qtq). Penurunan secara tahunan
tersebut cukup kontradiktif dengan peningkatan pada 17 sektor dalam perhitungan PDRB. Secara nominal (ADHB),
belanja konsumsi pemerintah hingga triwulan III 2015 mengalami kenaikan hingga lebih dari dua triliun rupiah. Namun 1demikian, besarnya deflator PDRB untuk konsumsi pemerintah membuat pertumbuhan ekonomi atas pengeluaran
pemerintah mengalami penurunan. Rendahnya belanja konsumsi terutama terjadi pada realisasi belanja barang dan jasa
(37,27% dari pagu) serta realisasi belanja bantuan sosial (39,10% dari pagu). Namun, penurunan konsumsi pemerintah
dapat tertahan oleh peningkatan belanja pegawai melalui realisasi gaji ke-13 pada bulan Juli.
Pertumbuhan investasi di Provinsi NTT pada triwulan III-2015 mengalami kenaikan cukup tinggi sebesar
16,05% (yoy). Kenaikan investasi diperkirakan berasal dari kegiatan investasi pemerintah yang meningkat,
walaupun realisasi belanja modal pemerintah baru mencapai 29,74%. Beberapa proyek APBN yang sudah mulai
dijalankan diantaranya pembangunan dan rehabilitasi sumber daya air, pembangunan/pelebaran Jalan di Kawasan
Strategis, Perbatasan, Wilayah Terluar dan Terdepan, pengembangan pelabuhan dan dermaga, pengembangan 14
bandara, pengembangan jaringan distribusi listrik, serta pengembangan fasilitasi pendidikan tinggi. Selain itu,
pengembangan investasi juga dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota melalui pembangunan kantor
pemerintahan yang baru. Di akhir tahun 2015, telah direncanakan pula tahap awal pembangunan (groundbreaking)
bendungan Rotiklot di Kabupaten Belu.
Di sisi lain, realisasi belanja modal yang belum optimal masih menjadi hambatan dalam pengembangan
investasi pemerintah. Beberapa permasalahan yang teridentifikasi terutama berupa kendala administrasi dan SDM,
Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Konsumsi
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
25,0%
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
triliun
II0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
KONSUMSI KONSUMSI (YOY) KONSUMSI (QTQ)
Grafik 1.7. Indeks Kegiatan Dunia Usaha
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
III
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi
Grafik 1.5. Indeks Tendensi Konsumen
Sumber : BPS, diolah
80
85
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015
ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK
indeks
Grafik 1.6. Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Sumber : PT PLN, diolah
KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (QTQ) GROWTH (YOY)
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
III
Kenaikan satuan harga pada PDRB1.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201504
seperti keterlambatan proses lelang dan penerapan Perpres yang baru, serta kendala di lapangan, seperti permasalahan
lahan. Permasalahan hukum yang menjerat beberapa pejabat di tataran pemerintah juga menyebabkan adanya
keengganan untuk menjadi Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sehingga menghambat proses lelang. Oleh karena itu,
pemahaman mendalam mengenai prosedur lelang dan pengawasan serta advisory yang baik dari pimpinan satker perlu
untuk ditingkatkan.
Selain proyek pemerintah, beberapa proyek swasta juga sudah dilaksanakan pada triwulan III tahun 2015.
Proyek-proyek yang dikembangankan oleh pihak swasta, diantaranya adalah pembangunan Base Transceiver Station (BTS)
oleh PT. Telkomsel (Persero) di wilayah perbatasan, pembangunan infrastuktur kelistrikan yang terus dilakukan oleh PT. PLN
(Persero), serta pembangunan beberapa hotel baru, seperti di Kota Kupang.
Peningkatan investasi juga terlihat dari data realisasi investasi BKPM dan Penjualan Semen. Berdasarkan data
BKPM, pada triwulan III 2015 telah terealisasi Penanaman Modal Asing (PMA) sebesar US$ 21,9 juta atau meningkat
630,2% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2014. Peningkatan juga terlihat dari indikator penjualan semen
yang mengalami peningkatan sebesar 11,4% (qtq).
Dari data sistem pembayaran nontunai juga terlihat adanya peningkatan uang masuk ke NTT. Data Real-Time
Gross Settlement (RTGS) menunjukkan adanya net to NTT sebesar Rp 8,01 triliun atau meningkat 39,42% dibandingkan
periode yang sama tahun sebelumnya. Sementara itu dari indikator perbankan, pertumbuhan kredit modal kerja sebesar
16,9% (yoy) dan kredit investasi sebesar 8,2% (yoy) cenderung lebih lambat dibandingkan periode yang sama pada tahun
sebelumnya. Namun dengan angka pertumbuhan yang masih cukup tinggi menunjukkan adanya perkembangan
kegiatan investasi di NTT yang cukup baik. Sedangkan rendahnya pertumbuhan kredit investasi kemungkinan besar
disebabkan oleh tingginya bunga kredit investasi, sehingga debitur memilih meminjam menggunakan pilihan kredit yang
lain.
Grafik 1.10. Realisasi Konsumsi Semen Provinsi NTT
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah
-30,0%
-20,0%
-10,0%
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
-
50,00
100,00
150,00
200,00
250,00
300,00
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
III
RIBU TON YOY QTQ
Grafik 1.9. Realisasi Investasi Penanaman Modal Asing danPenanaman Modal Dalam Negeri
Sumber : BKPM, diolah
PROYEK PMA (JUTA US$) PROYEK PMDN (MILIAR RP)
PMA (%YOY) PMDN (%YOY)
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
I II III IV I II III IV I II2013 2014 2015
III0
5
10
15
20
25
Grafik 1.12. Perkembangan Kredit Modal Kerja dan Kredit Investasi
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
0,0%
10,0%
20,0%
30,0%
40,0%
50,0%
60,0%
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
triliun
III
MODAL KERJA INVESTASI MODAL KERJA (YOY) INVESTASI (YOY)
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.11. Realisasi Dana Masuk/ Keluar Provinsi NTT dalam RTGS
RTGS OUT RTGS IN NET RTGS(20)
(10)
-
10
20
30
40
50
I II III IV I II
2014 2015
triliun
II
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 05
Secara tahunan, konsumsi pemerintah menunjukkan adanya penurunan sebesar -11,13% (yoy) pada triwulan
III 2015. Namun secara triwulan mengalami peningkatan sebesar 16,51% (qtq). Penurunan secara tahunan
tersebut cukup kontradiktif dengan peningkatan pada 17 sektor dalam perhitungan PDRB. Secara nominal (ADHB),
belanja konsumsi pemerintah hingga triwulan III 2015 mengalami kenaikan hingga lebih dari dua triliun rupiah. Namun 1demikian, besarnya deflator PDRB untuk konsumsi pemerintah membuat pertumbuhan ekonomi atas pengeluaran
pemerintah mengalami penurunan. Rendahnya belanja konsumsi terutama terjadi pada realisasi belanja barang dan jasa
(37,27% dari pagu) serta realisasi belanja bantuan sosial (39,10% dari pagu). Namun, penurunan konsumsi pemerintah
dapat tertahan oleh peningkatan belanja pegawai melalui realisasi gaji ke-13 pada bulan Juli.
Pertumbuhan investasi di Provinsi NTT pada triwulan III-2015 mengalami kenaikan cukup tinggi sebesar
16,05% (yoy). Kenaikan investasi diperkirakan berasal dari kegiatan investasi pemerintah yang meningkat,
walaupun realisasi belanja modal pemerintah baru mencapai 29,74%. Beberapa proyek APBN yang sudah mulai
dijalankan diantaranya pembangunan dan rehabilitasi sumber daya air, pembangunan/pelebaran Jalan di Kawasan
Strategis, Perbatasan, Wilayah Terluar dan Terdepan, pengembangan pelabuhan dan dermaga, pengembangan 14
bandara, pengembangan jaringan distribusi listrik, serta pengembangan fasilitasi pendidikan tinggi. Selain itu,
pengembangan investasi juga dilakukan oleh Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota melalui pembangunan kantor
pemerintahan yang baru. Di akhir tahun 2015, telah direncanakan pula tahap awal pembangunan (groundbreaking)
bendungan Rotiklot di Kabupaten Belu.
Di sisi lain, realisasi belanja modal yang belum optimal masih menjadi hambatan dalam pengembangan
investasi pemerintah. Beberapa permasalahan yang teridentifikasi terutama berupa kendala administrasi dan SDM,
Grafik 1.8. Penyaluran Kredit Konsumsi
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
0,0%
5,0%
10,0%
15,0%
20,0%
25,0%
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
triliun
II0.00
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
KONSUMSI KONSUMSI (YOY) KONSUMSI (QTQ)
Grafik 1.7. Indeks Kegiatan Dunia Usaha
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
III
1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)/ Investasi
Grafik 1.5. Indeks Tendensi Konsumen
Sumber : BPS, diolah
80
85
90
95
100
105
110
115
I II III IV I II III IV I II III
2013 2014 2015
ITK PENDAPATAN RT PROYEKSI ITK
indeks
Grafik 1.6. Perkembangan Konsumsi Listrik Rumah Tangga
Sumber : PT PLN, diolah
KONSUMSI (RIBU KWH) GROWTH (QTQ) GROWTH (YOY)
-10%
-5%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
140000
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
III
Kenaikan satuan harga pada PDRB1.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201504
Tabel1.2.PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan III 2015
URAIAN
20,446,913
1,070,349
843,708
31,539
45,529
7,095,979
7,285,709
3,566,950
422,443
5,134,426
2,714,850
1,860,878
210,879
8,392,732
6,568,193
1,414,584
1,496,973
68,602,633
5,429,343
279,999
218,019
7,437
12,009
1,851,177
1,914,901
922,291
109,450
1,326,414
682,434
481,490
54,621
2,301,375
1,734,950
370,178
380,809
18,076,895
5,696,653
324,312
222,408
9,348
11,494
1,899,771
1,998,350
955,527
117,133
1,321,882
708,643
499,416
57,442
2,193,833
1,737,853
397,896
405,622
18,557,582
6,009,484
350,556
243,493
9,187
12,347
2,051,698
2,151,550
1,014,761
127,264
1,416,921
781,252
539,727
61,340
2,461,309
1,918,599
413,749
417,829
19,981,066
30.1
1.8
1.2
0.0
0.1
10.3
10.8
5.1
0.6
7.1
3.9
2.7
0.3
12.3
9.6
2.1
2.1
100.0
3.58
5.64
7.25
-3.03
6.14
6.30
6.32
4.28
6.50
7.00
8.75
6.08
4.83
8.98
6.21
0.86
1.70
5.65
2.04
6.21
5.10
12.56
1.08
6.53
6.51
4.85
6.35
7.52
7.93
4.90
5.13
6.79
6.04
6.23
3.65
5.11
2.70
5.67
5.10
13.05
2.64
4.30
6.13
5.64
5.28
6.96
5.70
3.86
4.50
6.82
6.87
5.81
3.85
4.96
18.272.369
894.152
758.818
23.603
41.818
6.344.808
6.570.524
3.195.325
367.820
4.660.243
2.389.329
1.705.495
188.487
7.592.137
5.679.554
1.279.704
1.361.281
61.325.467
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
2013
2014
2014
YOY
III
2015
IIIIIqtqBobot yoy ctc
Sektor sektor pertanian masih mengalami pertumbuhan walaupun melambat dibandingkan periode yang
sama tahun 2014 maupun triwulan-II 2015. Sektor pertanian pada triwulan III 2015 mengalami perlambatan
pertumbuhan sebesar 2,04% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2014 sebesar 4,58% (yoy) dan triwulan-II
2015 sebesar 3,02% (yoy). Peningkatan terutama diperkirakan berasal dari komoditas ternak seiring tingginya kebutuhan
dari daerah lain untuk perayaan Idul Adha. Selain itu, beberapa komoditas perkebunan yang sudah mulai panen, seperti
jambu mete, asam, kopi dan kakao juga menjadi pendorong. Komoditas perikanan juga diperkirakan menjadi pendorong,
hal ini terlihat dari adanya peningkatan nilai ekspor ikan, terutama tuna/tongkol ke luar negeri yang meningkat sebesar
244,7% (yoy). Sementara komoditas padi diperkirakan menurun seiring belum tibanya musim panen ke-2. Di sisi lain,
dampak El-Nino diperkirakan tidak akan begitu besar bagi produksi komoditas pertanian, terutama padi. Dari data Dinas
Pertanian, kerusakan lahan baik dari El Nino, serangan hama dan bencana banjir hanya mencapai 2.988,13 ha dari total
luas tanam padi sebesar 36.402,43 ha. Hal ini juga dikonfirmasi dengan Angka Ramalan-II BPS yang menyebutkan adanya
peningkatan produksi padi sebesar 14,2% pada tahun 2015. Peningkatan diperkirakan turut ditunjang oleh adanya
bantuan Pemerintah melalui anggaran upaya khusus APBN sebanyak Rp 319 miliar guna perbaikan jaringan irigasi,
pembelian traktor, combine harvester, benih, pupuk dan sarana produksi lainnya.
Pertumbuhan sektor pertanian juga terkonfirmasi dari indikator Nilai Tukar Petani (NTP) dan pengiriman
ternak. Indikator nilai tukar petani pada triwulan III menunjukkan peningkatan sebesar 102,2 yang terutama ditunjang
oleh petani di subsektor peternakan dan palawija. Sementara itu, trafik pengiriman ternak dari NTT juga mengalami
kenaikan hingga 50,2% (yoy) atau 9.872 ekor pada triwulan III. Diperkirakan peningkatan kebutuhan sapi menjelang
perayaan Idul Adha di luar NTT menjadi penyebab utama.
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2015 didorong oleh adanya realisasi gaji ke-13 PNS,
peningkatan belanja masyarakat seiring libur sekolah, idul fitri dan tibanya musim ajaran baru, serta
peningkatan kegiatan konstruksi di NTT. Secara tahunan, semua sektor mengalami pertumbuhan pada triwulan III
2015 yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi pada tahun 2015. Sementara pada periode triwulanan,
hanya sektor pengadaaan listrik dan gas yang mengalami penurunan. Permasalahan operasional PLTU Bolok yang sempat
terhambat seiring pemeliharaan dan musibah kebakaran yang terjadi diperkirakan menjadi penyebab utama.
1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah Peningkatan aktivitas ekonomi juga terlihat dari perkembangan aktivitas bongkar muat di pelabuhan. Pada
triwulan III, net impor antar daerah di Provinsi NTT tumbuh sebesar 15,51% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya atau
tumbuh sebesar 7,33% (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Apabila dilihat dari bongkar muat
peti kemas, terjadi peningkatan pertumbuhan sebesar 4,3% (yoy), namun secara triwulanan mengalami penurunan
sebesar -19,6% (qtq). Di sisi lain, bongkar muat curah masih menunjukkan defisit masuk barang ke NTT yang cukup besar.
Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kegiatan ekonomi di NTT berkorelasi postif dengan pasokan barang dari daerah
lain. Terbatasnya industri dan tingginya kebutuhan sumber daya pangan di NTT menyebabkan ketergantungan dengan
daerah lain masih tinggi.
1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri Aktivitas ekspor bersih Provinsi NTT pada triwulan III masih mengikuti perkembangan triwulan sebelumnya
yang meningkat. Peningkatan net ekspor NTT mencapai 292,3% (yoy) pada triwulan III yang disebabkan oleh nilai ekspor
yang meningkat tinggi dan dibarengi dengan impor yang menurun. Ekspor NTT pada triwulan III bernilai US$ 6,24 juta
dengan tujuan utama ekspor adalah Timor Leste. Komoditas utama ekspor adalah semen dan kendaraan bermotor roda 4
dan lebih, sementara ekspor dari sektor pertanian terutama ikan tuna/tongkol. Sementara itu, impor NTT pada triwulan III
hanya sebesar US$ 92.581 dengan komoditas impor utama adalah kopi serta buah/sayur olahan yang berasal dari Timor
Leste.
1.2.3 Ekspor – Impor
-40%-30%-20%-10%0%10%20%30%40%50%60%70%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Teus
III
Grafik 1.13. Perkembangan Peti Kemas
Sumber : Pelindo III, diolah
TEUS PERTUMBUHAN (% YOY) PERTUMBUHAN (% QTQ)
Grafik 1.14. Aktivitas Bongkar Muat
Sumber : Pelindo III, diolah
-100%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
-80.000
-60.000
-40.000
-20.000
0
20.000
40.000
60.000
80.000
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Ton
III
BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)
USA THAILAND INDIA JAPAN RRC TIMOR LESTE
Grafik 1.16. Negara Tujuan Ekspor NTT
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00 Juta USD
I II III IV I III II III IV I II III IV
2012 2014 20152013
III
EKSPOR IMPOR NET EKSPOR
Grafik 1.15. Ekspor Impor Antar Negara
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
-7
-5
-3
-1
1
3
5
7
9
11
13
2013 2014 2015
Juta USD
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 07Triwulan III 201506
Tabel1.2.PDRB Provinsi NTT Berdasarkan Sektor Ekonomi Triwulan III 2015
URAIAN
20,446,913
1,070,349
843,708
31,539
45,529
7,095,979
7,285,709
3,566,950
422,443
5,134,426
2,714,850
1,860,878
210,879
8,392,732
6,568,193
1,414,584
1,496,973
68,602,633
5,429,343
279,999
218,019
7,437
12,009
1,851,177
1,914,901
922,291
109,450
1,326,414
682,434
481,490
54,621
2,301,375
1,734,950
370,178
380,809
18,076,895
5,696,653
324,312
222,408
9,348
11,494
1,899,771
1,998,350
955,527
117,133
1,321,882
708,643
499,416
57,442
2,193,833
1,737,853
397,896
405,622
18,557,582
6,009,484
350,556
243,493
9,187
12,347
2,051,698
2,151,550
1,014,761
127,264
1,416,921
781,252
539,727
61,340
2,461,309
1,918,599
413,749
417,829
19,981,066
30.1
1.8
1.2
0.0
0.1
10.3
10.8
5.1
0.6
7.1
3.9
2.7
0.3
12.3
9.6
2.1
2.1
100.0
3.58
5.64
7.25
-3.03
6.14
6.30
6.32
4.28
6.50
7.00
8.75
6.08
4.83
8.98
6.21
0.86
1.70
5.65
2.04
6.21
5.10
12.56
1.08
6.53
6.51
4.85
6.35
7.52
7.93
4.90
5.13
6.79
6.04
6.23
3.65
5.11
2.70
5.67
5.10
13.05
2.64
4.30
6.13
5.64
5.28
6.96
5.70
3.86
4.50
6.82
6.87
5.81
3.85
4.96
18.272.369
894.152
758.818
23.603
41.818
6.344.808
6.570.524
3.195.325
367.820
4.660.243
2.389.329
1.705.495
188.487
7.592.137
5.679.554
1.279.704
1.361.281
61.325.467
Sumber: BPS Provinsi NTT (diolah)
Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Pengadaan Listrik dan Gas
Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang
Konstruksi
Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
Transportasi dan Pergudangan
Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum
Informasi dan Komunikasi
Jasa Keuangan dan Asuransi
Real Estate
Jasa Perusahaan
Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Jasa Pendidikan
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Jasa lainnya
PDRB
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M,N
O
P
Q
R,S,T,U
2013
2014
2014
YOY
III
2015
IIIIIqtqBobot yoy ctc
Sektor sektor pertanian masih mengalami pertumbuhan walaupun melambat dibandingkan periode yang
sama tahun 2014 maupun triwulan-II 2015. Sektor pertanian pada triwulan III 2015 mengalami perlambatan
pertumbuhan sebesar 2,04% (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun 2014 sebesar 4,58% (yoy) dan triwulan-II
2015 sebesar 3,02% (yoy). Peningkatan terutama diperkirakan berasal dari komoditas ternak seiring tingginya kebutuhan
dari daerah lain untuk perayaan Idul Adha. Selain itu, beberapa komoditas perkebunan yang sudah mulai panen, seperti
jambu mete, asam, kopi dan kakao juga menjadi pendorong. Komoditas perikanan juga diperkirakan menjadi pendorong,
hal ini terlihat dari adanya peningkatan nilai ekspor ikan, terutama tuna/tongkol ke luar negeri yang meningkat sebesar
244,7% (yoy). Sementara komoditas padi diperkirakan menurun seiring belum tibanya musim panen ke-2. Di sisi lain,
dampak El-Nino diperkirakan tidak akan begitu besar bagi produksi komoditas pertanian, terutama padi. Dari data Dinas
Pertanian, kerusakan lahan baik dari El Nino, serangan hama dan bencana banjir hanya mencapai 2.988,13 ha dari total
luas tanam padi sebesar 36.402,43 ha. Hal ini juga dikonfirmasi dengan Angka Ramalan-II BPS yang menyebutkan adanya
peningkatan produksi padi sebesar 14,2% pada tahun 2015. Peningkatan diperkirakan turut ditunjang oleh adanya
bantuan Pemerintah melalui anggaran upaya khusus APBN sebanyak Rp 319 miliar guna perbaikan jaringan irigasi,
pembelian traktor, combine harvester, benih, pupuk dan sarana produksi lainnya.
Pertumbuhan sektor pertanian juga terkonfirmasi dari indikator Nilai Tukar Petani (NTP) dan pengiriman
ternak. Indikator nilai tukar petani pada triwulan III menunjukkan peningkatan sebesar 102,2 yang terutama ditunjang
oleh petani di subsektor peternakan dan palawija. Sementara itu, trafik pengiriman ternak dari NTT juga mengalami
kenaikan hingga 50,2% (yoy) atau 9.872 ekor pada triwulan III. Diperkirakan peningkatan kebutuhan sapi menjelang
perayaan Idul Adha di luar NTT menjadi penyebab utama.
1.3 PERKEMBANGAN EKONOMI SISI SEKTORAL
1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan dan Perikanan
Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada triwulan III 2015 didorong oleh adanya realisasi gaji ke-13 PNS,
peningkatan belanja masyarakat seiring libur sekolah, idul fitri dan tibanya musim ajaran baru, serta
peningkatan kegiatan konstruksi di NTT. Secara tahunan, semua sektor mengalami pertumbuhan pada triwulan III
2015 yang menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi pada tahun 2015. Sementara pada periode triwulanan,
hanya sektor pengadaaan listrik dan gas yang mengalami penurunan. Permasalahan operasional PLTU Bolok yang sempat
terhambat seiring pemeliharaan dan musibah kebakaran yang terjadi diperkirakan menjadi penyebab utama.
1.2.3.1 Ekspor-Impor Antar Daerah Peningkatan aktivitas ekonomi juga terlihat dari perkembangan aktivitas bongkar muat di pelabuhan. Pada
triwulan III, net impor antar daerah di Provinsi NTT tumbuh sebesar 15,51% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya atau
tumbuh sebesar 7,33% (yoy) dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Apabila dilihat dari bongkar muat
peti kemas, terjadi peningkatan pertumbuhan sebesar 4,3% (yoy), namun secara triwulanan mengalami penurunan
sebesar -19,6% (qtq). Di sisi lain, bongkar muat curah masih menunjukkan defisit masuk barang ke NTT yang cukup besar.
Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kegiatan ekonomi di NTT berkorelasi postif dengan pasokan barang dari daerah
lain. Terbatasnya industri dan tingginya kebutuhan sumber daya pangan di NTT menyebabkan ketergantungan dengan
daerah lain masih tinggi.
1.2.3.2 Ekspor-Impor Luar Negeri Aktivitas ekspor bersih Provinsi NTT pada triwulan III masih mengikuti perkembangan triwulan sebelumnya
yang meningkat. Peningkatan net ekspor NTT mencapai 292,3% (yoy) pada triwulan III yang disebabkan oleh nilai ekspor
yang meningkat tinggi dan dibarengi dengan impor yang menurun. Ekspor NTT pada triwulan III bernilai US$ 6,24 juta
dengan tujuan utama ekspor adalah Timor Leste. Komoditas utama ekspor adalah semen dan kendaraan bermotor roda 4
dan lebih, sementara ekspor dari sektor pertanian terutama ikan tuna/tongkol. Sementara itu, impor NTT pada triwulan III
hanya sebesar US$ 92.581 dengan komoditas impor utama adalah kopi serta buah/sayur olahan yang berasal dari Timor
Leste.
1.2.3 Ekspor – Impor
-40%-30%-20%-10%0%10%20%30%40%50%60%70%
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Teus
III
Grafik 1.13. Perkembangan Peti Kemas
Sumber : Pelindo III, diolah
TEUS PERTUMBUHAN (% YOY) PERTUMBUHAN (% QTQ)
Grafik 1.14. Aktivitas Bongkar Muat
Sumber : Pelindo III, diolah
-100%
-80%
-60%
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
-80.000
-60.000
-40.000
-20.000
0
20.000
40.000
60.000
80.000
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Ton
III
BONGKAR MUAT NET NET UNLOADING (% YOY)
USA THAILAND INDIA JAPAN RRC TIMOR LESTE
Grafik 1.16. Negara Tujuan Ekspor NTT
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
0,00
1,00
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
10,00 Juta USD
I II III IV I III II III IV I II III IV
2012 2014 20152013
III
EKSPOR IMPOR NET EKSPOR
Grafik 1.15. Ekspor Impor Antar Negara
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
-7
-5
-3
-1
1
3
5
7
9
11
13
2013 2014 2015
Juta USD
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 07Triwulan III 201506
minim terealisasi. Realisasi belanja pegawai pemerintah kabupaten/kota dinilai masih cukup rendah walaupun relatif
wajar, sedangkan belanja pertahanan dan jaminan sosial wajib relatif cukup bagus yang terlihat dari realisasi belanja
pegawai APBN yang terserap sesuai anggaran.
Lambatnya penyerapan anggaran juga terlihat dari simpanan pemerintah di perbankan yang masih cukup
tinggi. Dana pemerintah yang tersimpan di perbankan NTT hingga akhir Triwulan III 2015 mencapai Rp 7,64 triliun atau
meningkat 3,5% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini merupakan anomali, dibanding tahun-tahun sebelumnya
yang cenderung selalu menurun pada periode yang sama. Peningkatan upaya penyerapan anggaran yang tepat sasaran
bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat di akhir periode anggaran diharapkan dapat menjadi prioritas utama di triwulan
IV 2015.
Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan III 2015
sebesar 6,51% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya maupun pada triwulan II
2015. Pertumbuhan sektor perdagangan terutama didorong oleh perbaikan daya beli masyararakat dan peningkatan
kebutuhan pada waktu liburan sekolah, libur Idul Fitri dan masuknya musim ajaran baru. Peningkatan daya beli masyarakat
diperkirakan turut didorong oleh adanya gaji ke-13 PNS pada bulan Juli dengan pertimbangan jumlah pegawai negeri di 2NTT yang mencapai ribuan orang . Selain itu, dorongan peningkatan belanja pemerintah juga mampu menggerakan
perekonomian secara keseluruhan, baik dalam hal penyediaan tenaga kerja dan perdagangan barang di NTT.
Berdasarkan indikator survei SKDU dan kinerja kredit perdagangan di triwulan II 2015, terlihat adanya
peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Indikator SKDU menunjukkan adanya peningkatan pada indikator
kegiatan usaha dan tenaga kerja, sementara untuk harga jual cenderung tidak berubah terlalu besar. Peningkatan ini
menunjukkan adanya geliat ekonomi dari sektor perdagangan yang ditunjukkan oleh peningkatan kegiatan usaha, baik
dari sisi omset dan kuantitas penjualan serta penyerapan tenaga kerja. Dari sisi kredit perdagangan, terjadi pertumbuhan
kredit mencapai 24,9% (yoy) pada triwulan III 2015, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar 19,1% (yoy).
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
Grafik 1.22. Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
-60,0%
-40,0%
-20,0%
0,0%
20,0%
40,0%
60,0%
80,0%
100,0%
120,0%
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
III
SIMPANAN (RP MILYAR) PERT (%YOY) PERT (%QTQ)
20,109.89
22,418.11
11,48%
5
7
9
11
13
15
17
19
18,500
19,000
19,500
20,000
20,500
21,000
21,500
22,000
22,500
23,000
Grafik 1.21. Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah
Sumber : Biro Keuangan dan Kanwil Ditjen Perbendaharaan, diolah
2014 2015
miliar Realisasi % Real
12.151,7 54.20
TOTAL BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH PERTUMBUHAN BELANJA KONSUMSI
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
data BPS sebanyak 6.447 orang pada tahun 2014, belum termasuk PNS Provinsi dan instansi/Lembaga Pusat di Daerah2.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 09
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di sektor pertanian menunjukkan adanya perlambatan kegiatan
usaha pada triwulan III 2015. Hal ini terlihat dari adanya penurunan nilai indeks kegiatan usaha dan tenaga kerja.
Sementara itu, indeks harga jual justru mengalami kenaikan. Hasil produksi yang masih terbatas, terutama paska panen
untuk komoditas padi menyebabkan melambatnya indeks kegiatan usaha dan tenaga kerja. Sementara indeks harga jual
yang tinggi disebabkan oleh kenaikan harga akibat produksi yang masih terbatas. Dari sisi pembiayaan, kredit pertanian
menunjukkan adanya pertumbuhan sebesar 13,6% (yoy) pada triwulan III -2015 dan cenderung melambat dibandingkan
periode yang sama tahun 2014.
Beberapa permasalahan yang dapat menghambat perkembangan sektor pertanian terutama berasal dari
keterbatasan sarana dan proses produksi. Dari subsektor perikanan, keterbatasan sarana melaut yang masih
menggunakan kapal ukuran kecil, serta sarana cold storage menjadi hambatan. Dari subsektor peternakan, prosedur
kuota pengiriman sapi dan banyaknya sapi betina usia produktif yang dipotong merupakan beberapa hambatan yang
teridentifikasi. Sementara dari sektor pertanian palawija, perlunya jalan usaha tani yang menghubungkan jalan utama ke
areal pertanian serta distribusi pupuk bersubsidi diharapkan dapat menjadi prioritas perbaikan pada periode yang akan
datang. Selain itu, permasalahan lainnya adalah turunnya harga komoditas, terutama rumput laut.
Secara tahunan, pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib pada
triwulan III 2015 sebesar 6,79% (yoy) melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya maupun
triwulan II 2015. Belanja konsumsi pemerintah pada tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 11,48% (yoy)
dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, hingga akhir September, total anggaran yang terealisasi baru mencapai 54,2%.
Realisasi belanja barang dan jasa serta bantuan sosial (dibawah 40%) menjadi beberapa pos anggaran yang masih relatif
Grafik 1.17. Perkembangan Nilai Tukar Petani
99
100
101
102
103
104
80
100
120
140
160
180
95
96
97
98
0
20
40
60
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
III
IT IB NTP - AXIS KANAN
Sumber : BPS, diolah
Grafik 1.18. Pengiriman Ternak (yoy)
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
III
Sumber : PT Pelindo III, diolah
PENGIRIMAN TERNAK BONGKAR PERT (%YOY) PERT (%QTQ)
I II III IV I II
2014 2015
-40,0
-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
I II III IV
2013
III
Grafik 1.19. Perkembangan SKDU Pertanian
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN PERTANIAN (%YOY) PERTANIAN (%QTQ)
Grafik 1.20. Perkembangan Kredit Pertanian
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
0
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Milyar Rp
III
1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201508
minim terealisasi. Realisasi belanja pegawai pemerintah kabupaten/kota dinilai masih cukup rendah walaupun relatif
wajar, sedangkan belanja pertahanan dan jaminan sosial wajib relatif cukup bagus yang terlihat dari realisasi belanja
pegawai APBN yang terserap sesuai anggaran.
Lambatnya penyerapan anggaran juga terlihat dari simpanan pemerintah di perbankan yang masih cukup
tinggi. Dana pemerintah yang tersimpan di perbankan NTT hingga akhir Triwulan III 2015 mencapai Rp 7,64 triliun atau
meningkat 3,5% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini merupakan anomali, dibanding tahun-tahun sebelumnya
yang cenderung selalu menurun pada periode yang sama. Peningkatan upaya penyerapan anggaran yang tepat sasaran
bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat di akhir periode anggaran diharapkan dapat menjadi prioritas utama di triwulan
IV 2015.
Pertumbuhan sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor pada triwulan III 2015
sebesar 6,51% (yoy) lebih tinggi dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya maupun pada triwulan II
2015. Pertumbuhan sektor perdagangan terutama didorong oleh perbaikan daya beli masyararakat dan peningkatan
kebutuhan pada waktu liburan sekolah, libur Idul Fitri dan masuknya musim ajaran baru. Peningkatan daya beli masyarakat
diperkirakan turut didorong oleh adanya gaji ke-13 PNS pada bulan Juli dengan pertimbangan jumlah pegawai negeri di 2NTT yang mencapai ribuan orang . Selain itu, dorongan peningkatan belanja pemerintah juga mampu menggerakan
perekonomian secara keseluruhan, baik dalam hal penyediaan tenaga kerja dan perdagangan barang di NTT.
Berdasarkan indikator survei SKDU dan kinerja kredit perdagangan di triwulan II 2015, terlihat adanya
peningkatan dibandingkan periode sebelumnya. Indikator SKDU menunjukkan adanya peningkatan pada indikator
kegiatan usaha dan tenaga kerja, sementara untuk harga jual cenderung tidak berubah terlalu besar. Peningkatan ini
menunjukkan adanya geliat ekonomi dari sektor perdagangan yang ditunjukkan oleh peningkatan kegiatan usaha, baik
dari sisi omset dan kuantitas penjualan serta penyerapan tenaga kerja. Dari sisi kredit perdagangan, terjadi pertumbuhan
kredit mencapai 24,9% (yoy) pada triwulan III 2015, meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya
sebesar 19,1% (yoy).
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
9,000
Grafik 1.22. Perkembangan Simpanan Pemerintah di Perbankan
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
-60,0%
-40,0%
-20,0%
0,0%
20,0%
40,0%
60,0%
80,0%
100,0%
120,0%
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
III
SIMPANAN (RP MILYAR) PERT (%YOY) PERT (%QTQ)
20,109.89
22,418.11
11,48%
5
7
9
11
13
15
17
19
18,500
19,000
19,500
20,000
20,500
21,000
21,500
22,000
22,500
23,000
Grafik 1.21. Realisasi Belanja Konsumsi Pemerintah
Sumber : Biro Keuangan dan Kanwil Ditjen Perbendaharaan, diolah
2014 2015
miliar Realisasi % Real
12.151,7 54.20
TOTAL BELANJA KONSUMSI PEMERINTAH PERTUMBUHAN BELANJA KONSUMSI
1.3.3 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor
data BPS sebanyak 6.447 orang pada tahun 2014, belum termasuk PNS Provinsi dan instansi/Lembaga Pusat di Daerah2.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 09
Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) di sektor pertanian menunjukkan adanya perlambatan kegiatan
usaha pada triwulan III 2015. Hal ini terlihat dari adanya penurunan nilai indeks kegiatan usaha dan tenaga kerja.
Sementara itu, indeks harga jual justru mengalami kenaikan. Hasil produksi yang masih terbatas, terutama paska panen
untuk komoditas padi menyebabkan melambatnya indeks kegiatan usaha dan tenaga kerja. Sementara indeks harga jual
yang tinggi disebabkan oleh kenaikan harga akibat produksi yang masih terbatas. Dari sisi pembiayaan, kredit pertanian
menunjukkan adanya pertumbuhan sebesar 13,6% (yoy) pada triwulan III -2015 dan cenderung melambat dibandingkan
periode yang sama tahun 2014.
Beberapa permasalahan yang dapat menghambat perkembangan sektor pertanian terutama berasal dari
keterbatasan sarana dan proses produksi. Dari subsektor perikanan, keterbatasan sarana melaut yang masih
menggunakan kapal ukuran kecil, serta sarana cold storage menjadi hambatan. Dari subsektor peternakan, prosedur
kuota pengiriman sapi dan banyaknya sapi betina usia produktif yang dipotong merupakan beberapa hambatan yang
teridentifikasi. Sementara dari sektor pertanian palawija, perlunya jalan usaha tani yang menghubungkan jalan utama ke
areal pertanian serta distribusi pupuk bersubsidi diharapkan dapat menjadi prioritas perbaikan pada periode yang akan
datang. Selain itu, permasalahan lainnya adalah turunnya harga komoditas, terutama rumput laut.
Secara tahunan, pertumbuhan sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib pada
triwulan III 2015 sebesar 6,79% (yoy) melambat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya maupun
triwulan II 2015. Belanja konsumsi pemerintah pada tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 11,48% (yoy)
dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, hingga akhir September, total anggaran yang terealisasi baru mencapai 54,2%.
Realisasi belanja barang dan jasa serta bantuan sosial (dibawah 40%) menjadi beberapa pos anggaran yang masih relatif
Grafik 1.17. Perkembangan Nilai Tukar Petani
99
100
101
102
103
104
80
100
120
140
160
180
95
96
97
98
0
20
40
60
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
III
IT IB NTP - AXIS KANAN
Sumber : BPS, diolah
Grafik 1.18. Pengiriman Ternak (yoy)
-100%
-50%
0%
50%
100%
150%
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
III
Sumber : PT Pelindo III, diolah
PENGIRIMAN TERNAK BONGKAR PERT (%YOY) PERT (%QTQ)
I II III IV I II
2014 2015
-40,0
-30,0
-20,0
-10,0
0,0
10,0
20,0
30,0
I II III IV
2013
III
Grafik 1.19. Perkembangan SKDU Pertanian
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
HARGA JUAL TENAGA KERJAKEGIATAN USAHA PERTANIAN, PERBURUAN DAN KEHUTANAN PERTANIAN (%YOY) PERTANIAN (%QTQ)
Grafik 1.20. Perkembangan Kredit Pertanian
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
0
50
100
150
200
250
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
Milyar Rp
III
1.3.2 Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201508
moratorium tambang di beberapa daerah. Sektor pengadaan listrik dan gas juga cenderung mengalami peningkatan
seiring penambahan daya yang dilakukan. Namun demikian, dibanding triwulan sebelumnya, nilai tambah sektor
pengadaan listrik dan gas mengalami penurunan yang disebabkan oleh adanya gangguan pasokan akibat dari
terbakarnya konveyer batubara pada pembangkit listrik di Bolok.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 11
Grafik 1.23. Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II III
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.24. Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY) PERT (%QTQ)
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
I II III IV I II III IV I II
triliun
2013 2014 2015III
Sektor konstruksi memiliki pertumbuhan sebesar 6,53% (yoy) dan merupakan salah satu sektor yang mampu
tumbuh cukup tinggi pada triwulan III 2015. Peningkatan kegiatan proyek pemerintah, menjadi beberapa faktor
pendorong sektor konstruksi. Dari sisi swasta, pembanguan pusat perbelanjaan dan hotel, serta upaya pembangunan real
estate guna mendukung program 1 juta rumah pemerintah juga menjadi pendorong. Hal ini sejalan dengan kinerja
investasi yang juga mengalami peningkatan.
Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan III 2015 mengalami pertumbuhan hingga
mencapai 6,35% (yoy) yang turut didorong oleh penyelenggaraan beberapa even pariwisata, seperti Amazing
Flobamor dan Pameran Pembangunan di Kota Kupang, serta Festival Adventure Indonesia di Alor. Peningkatan
jumlah wisatawan juga diperkirakan turut disebabkan oleh dampak positif menguatnya dolar terhadap rupiah. Hal ini
terindikasi dari adanya peningkatan jumlah tamu hotel yang berasal dari mancanegara sebesar 12,4% (yoy) dibanding
periode yang sama tahun 2014. Jumlah okupansi dan tamu hotel yang menginap di wilayah Provinsi NTT sendiri pada
triwulan III 2015 mengalami kenaikan hingga 24,5% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Jumlah penumpang yang
terbang dari dan menuju NTT juga menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, mencapai 13,4% (yoy). Penambahan
jumlah maskapai yang melayani penerbangan dari dan ke NTT diperkirakan juga menjadi salah satu pendorong.
Sumber : BPS, diolah
50.82
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
10
20
30
40
50
60 Ribu orang
I II III IV I II2013 2014 2015
I II III IV III
28.4%
24.5%
TAMU HOTEL PERT (%QTQ) PERT (%YOY)
Grafik 1.25. Perkembangan Tamu Hotel Grafik 1.26. Perkembangan Penumpang Bandara
Sumber : BPS, diolah
2013 2014 2015
Ribu orang
I III II III IV I II III IV
715.94
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
II
20.9%
13.4%
PENUMPANG PERT (%QTQ) PERT (%YOY)
Sektor komunikasi dan informasi menjadi salah satu sektor yang tumbuh cukup tinggi pada triwulan III 2015 sebesar
7,52% (yoy). Peningkatan diperkirakan berasal dari adanya pembangunan Base Transceiver Station (BTS) oleh Telkomsel di
beberapa daerah perbatasan. Sektor pendidikan tumbuh positif yang diperkirakan didorong oleh pencairan dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) periode semester II- 2015 dan adanya peningkatan alokasi dana untuk perguruan tinggi. Sektor
pertambangan dan penggalian mengalami kenaikan, walaupun produksi mangan cenderung menurun akibat adanya
1.3.4 Sektor-sektor Lainnya
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201510
moratorium tambang di beberapa daerah. Sektor pengadaan listrik dan gas juga cenderung mengalami peningkatan
seiring penambahan daya yang dilakukan. Namun demikian, dibanding triwulan sebelumnya, nilai tambah sektor
pengadaan listrik dan gas mengalami penurunan yang disebabkan oleh adanya gangguan pasokan akibat dari
terbakarnya konveyer batubara pada pembangkit listrik di Bolok.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 11
Grafik 1.23. Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
-10
-8
-6
-4
-2
0
2
4
6
8
10
2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II III
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
Sumber : SKDU Bank Indonesia, diolah
Grafik 1.24. Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan
Sumber : Cognos Bank Indonesia, diolah
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN PERT (%YOY) PERT (%QTQ)
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
I II III IV I II III IV I II
triliun
2013 2014 2015III
Sektor konstruksi memiliki pertumbuhan sebesar 6,53% (yoy) dan merupakan salah satu sektor yang mampu
tumbuh cukup tinggi pada triwulan III 2015. Peningkatan kegiatan proyek pemerintah, menjadi beberapa faktor
pendorong sektor konstruksi. Dari sisi swasta, pembanguan pusat perbelanjaan dan hotel, serta upaya pembangunan real
estate guna mendukung program 1 juta rumah pemerintah juga menjadi pendorong. Hal ini sejalan dengan kinerja
investasi yang juga mengalami peningkatan.
Sektor penyediaan akomodasi dan makan minum pada triwulan III 2015 mengalami pertumbuhan hingga
mencapai 6,35% (yoy) yang turut didorong oleh penyelenggaraan beberapa even pariwisata, seperti Amazing
Flobamor dan Pameran Pembangunan di Kota Kupang, serta Festival Adventure Indonesia di Alor. Peningkatan
jumlah wisatawan juga diperkirakan turut disebabkan oleh dampak positif menguatnya dolar terhadap rupiah. Hal ini
terindikasi dari adanya peningkatan jumlah tamu hotel yang berasal dari mancanegara sebesar 12,4% (yoy) dibanding
periode yang sama tahun 2014. Jumlah okupansi dan tamu hotel yang menginap di wilayah Provinsi NTT sendiri pada
triwulan III 2015 mengalami kenaikan hingga 24,5% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. Jumlah penumpang yang
terbang dari dan menuju NTT juga menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan, mencapai 13,4% (yoy). Penambahan
jumlah maskapai yang melayani penerbangan dari dan ke NTT diperkirakan juga menjadi salah satu pendorong.
Sumber : BPS, diolah
50.82
-40%
-20%
0%
20%
40%
60%
80%
10
20
30
40
50
60 Ribu orang
I II III IV I II2013 2014 2015
I II III IV III
28.4%
24.5%
TAMU HOTEL PERT (%QTQ) PERT (%YOY)
Grafik 1.25. Perkembangan Tamu Hotel Grafik 1.26. Perkembangan Penumpang Bandara
Sumber : BPS, diolah
2013 2014 2015
Ribu orang
I III II III IV I II III IV
715.94
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
40%
0
100
200
300
400
500
600
700
800
II
20.9%
13.4%
PENUMPANG PERT (%QTQ) PERT (%YOY)
Sektor komunikasi dan informasi menjadi salah satu sektor yang tumbuh cukup tinggi pada triwulan III 2015 sebesar
7,52% (yoy). Peningkatan diperkirakan berasal dari adanya pembangunan Base Transceiver Station (BTS) oleh Telkomsel di
beberapa daerah perbatasan. Sektor pendidikan tumbuh positif yang diperkirakan didorong oleh pencairan dana Bantuan
Operasional Sekolah (BOS) periode semester II- 2015 dan adanya peningkatan alokasi dana untuk perguruan tinggi. Sektor
pertambangan dan penggalian mengalami kenaikan, walaupun produksi mangan cenderung menurun akibat adanya
1.3.4 Sektor-sektor Lainnya
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201510
dan 21 kali penerbangan per minggu ke Sumba Barat, jauh lebih banyak dibanding jadwal penerbangan dari Kupang yang
hanya 28 kali dan 7 kali per minggu. Hanya KSPN Kelimutu yang sarana transportasinya masih relatif berimbang.
Sedangkan KSPN Alor dan Rote Ndao justru hanya ada penerbangan dari Kupang dan rata-rata hanya satu penerbangan
perhari.
Apabila dilakukan simulasi perhitungan, kelima KSPN tersebut per tahun hanya mampu menampung 210 ribu wisatawan
pertahun . Selain itu, jumlah hotel berbintang juga relatif minim yang membuat keinginan berkunjung juga berkurang.
Berdasarkan daya dukung transportasi udara, kapasitas penumpang pesawat terbang untuk kelima KSPN tersebut per
tahun hanya sebanyak 706 ribu penumpang per tahunnya. Apabila penumpang menggunakan pesawat setiap
keberangkatan dan kepulangan, maka kapasitas penumpang hanya sebanyak 353 ribu penumpang. Rasio penggunaan
pesawat oleh wisatawan di tahun 2014 bahkan sudah mencapai 43,86%. Walaupun terlalu tinggi dibanding realitas yang
ada seiring adanya pilihan moda transportasi lain seperti kapal laut dan jalur darat, rasio tersebut menunjukkan kepada kita
betapa minimnya kapasitas angkutan udara di NTT terlebih di 5 KSPN tersebut.
Berdasarkan permasalahan diatas, diketahui bahwa dengan kapasitas infrastruktur sarana dan prasarana yang ada, ke
depan masih dibutuhkan penambahan fasilitas pendukung kepariwisataan seperti jumlah hotel dan frekuensi
penerbangan maupun akses yang menghubungkan tempat-tempat pariwisata di NTT. Selain itu ,program-program
pemerintah terkait pembenahan sarana infrastruktur menjadi fokus utama yang saat ini harus di percepat. Berdasarkan
data Dinas Perhubungan NTT, total anggaran tahun 2015 untuk membenahi 5 Bandara di 5 KSPN NTT mencapai 255
Milyar Rupiah. Sementara itu untuk anggaran sektor pelabuhan di 5 wilayah KSPN mencapai total anggaran sebesar 78
Milyar Rupiah. Saat ini hanya dibutuhkan usaha yang lebih keras dari pemerintah untuk mengembangkan kelima KSPN
yang ada tersebut. Promosi pariwisata yang lumayan gencar setidaknya dapat diimbangi dengan kemudahan dan promosi
investasi yang juga gencar, sehingga adanya peningkatan kunjungan wisatawan dapat langsung dirasakan manfaatnya
berkat kesiapan industri pariwisata di NTT.
asumsi tingkat penghunian kamar sebesar 50% dan rata-rata waktu tinggal tiap wisatawan selama dua hari.2.
Sumber : BPS dan Dinas Pariwisata Provinsi NTT, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 13
Tabel Boks 1.1. Statistik Kepariwisataan 5 KSPN NTT
Kawasan StrategisPariwisata Nasional
MANGGARAI BARAT
ROTE NDAO
ALOR
ENDE
MAUMERE
SUMBA BARAT
SUMBA BARAT DAYA
TOTAL
TOTAL NTT
RASIO WISATAWAN
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
WISMAN WISDOM TOTAL JUMLAHJUMLAHKAMAR
JUMLAHTEMPAT
TIDUR
KAPASITASHOTEL*
JUMLAH RUTE/MINGGU
RUTE/TAHUN
KAPASITASPENUMPANG
/ TAHUN**
RASIOWISATAWAN
/ PESAWAT
Wisatawan Hotel Restoran Pesawat
Kesiapan Industri Pariwisatadi 5 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Nusa Tenggara Timur
01
Kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian dalam menghadapi persaingan MEA di Asia Tenggara diperkirakan
akan mengalami peningkatan signifikan. Di tengah lesunya perekonomian dunia, sektor pariwisata masih mampu tumbuh
melebihi rata-rata pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat terlihat dari PDRB provinsi yang mengandalkan pariwisata sebagai
pendorong perekonomian yang masih tumbuh lebih tinggi dibanding rata-rata nasional. Sebagai contoh : Provinsi Bali,
Nusa Tenggara Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta maupun Nusa Tenggara Timur yang masih mampu tumbuh di atas 5%
di triwulan III 2015. Dalam rangka mendukung program kepariwisataan nasional, pemerintah telah menetapkan provinsi NTT dalam wilayah
kepariwisataan Great Bali. Tujuan dari program tersebut adalah untuk meningkatkan posisi kepariwisataan nasional yang 1saat ini masih berada di peringkat 4 di Asia Tenggara , setelah Malaysia, Thailand dan Singapura. Dengan berbagai macam
keindahan alam dan budaya, seharusnya Indonesia mampu untuk hanya sekedar mengalahkan negara tetangga tersebut.
Dalam rangka menyukseskan program kepariwisataan nasional tersebut, pemerintah telah menetapkan 5 wilayah di
Provinsi NTT sebagai 5 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yaitu KSPN Komodo di Kab. Manggarai Barat, KSPN
Ende-Kelimutu, KSPN Alor-Kalabahi, KSPN Nemberalla di Pulau Rote dan KSPN Waikabubak-Manupeh Tanah Daru di Kab.
Sumba Barat. Kelima wilayah tersebut memiliki karakter wisata yang kuat di masing-masing daerah. Labuan Bajo terkenal
dengan binatang endemik komodo. Ende terkenal dengan danau tiga warna Kelimutu. Alor terkenal dengan taman
lautnya. Pulau Rote terkenal dengan Pantai Nembrala, salah satu spot surfing terbaik di Indonesia. Dan terakhir, KSPN
Waikabubak di Sumba Barat terkenal dengan adat Pasola, bangunan megalitik dan pantai yang sangat Indah.
Dengan karakteristik pesona alam yang kuat tersebut, seharusnya kunjungan wisatawan di Provinsi NTT dapat tumbuh
dengan baik. Namun demikian, banyaknya kendala, baik sarana dan prasarana penunjang pariwisata maupun kondisi
industri pariwisata yang masih sangat terbatas menjadi penghambat utama pengembangan wisata di NTT. Permasalahan
utama pengembangan wisata di NTT saat ini adalah akses penghubung antar wilayah pariwisata yang dapat dikatakan
masih terbatas. Untuk KSPN Komodo dan Waikabubak, wisatawan justru lebih mudah berkunjung melalui Denpasar yang
terlihat dari banyaknya rute penerbangan dari Denpasar yang mencapai 47 kali penerbangan per minggu ke Labuan Bajo
Gambar Boks 1.1. Kondisi Industri Pariwisata pada 5 KSPN di NTT
Sumber : BPS, diolah
Total wisman ke Indonesia sebanyak 9,4 juta orang (Kemenpar, 2015). Sedangkan data wisman di Malaysia
sebanyak 27 juta, Thailand juga 27 juta, Singapura 15 juta dan Vietnam 8 juta wisman (BMI, 2015)
1.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201512
dan 21 kali penerbangan per minggu ke Sumba Barat, jauh lebih banyak dibanding jadwal penerbangan dari Kupang yang
hanya 28 kali dan 7 kali per minggu. Hanya KSPN Kelimutu yang sarana transportasinya masih relatif berimbang.
Sedangkan KSPN Alor dan Rote Ndao justru hanya ada penerbangan dari Kupang dan rata-rata hanya satu penerbangan
perhari.
Apabila dilakukan simulasi perhitungan, kelima KSPN tersebut per tahun hanya mampu menampung 210 ribu wisatawan
pertahun . Selain itu, jumlah hotel berbintang juga relatif minim yang membuat keinginan berkunjung juga berkurang.
Berdasarkan daya dukung transportasi udara, kapasitas penumpang pesawat terbang untuk kelima KSPN tersebut per
tahun hanya sebanyak 706 ribu penumpang per tahunnya. Apabila penumpang menggunakan pesawat setiap
keberangkatan dan kepulangan, maka kapasitas penumpang hanya sebanyak 353 ribu penumpang. Rasio penggunaan
pesawat oleh wisatawan di tahun 2014 bahkan sudah mencapai 43,86%. Walaupun terlalu tinggi dibanding realitas yang
ada seiring adanya pilihan moda transportasi lain seperti kapal laut dan jalur darat, rasio tersebut menunjukkan kepada kita
betapa minimnya kapasitas angkutan udara di NTT terlebih di 5 KSPN tersebut.
Berdasarkan permasalahan diatas, diketahui bahwa dengan kapasitas infrastruktur sarana dan prasarana yang ada, ke
depan masih dibutuhkan penambahan fasilitas pendukung kepariwisataan seperti jumlah hotel dan frekuensi
penerbangan maupun akses yang menghubungkan tempat-tempat pariwisata di NTT. Selain itu ,program-program
pemerintah terkait pembenahan sarana infrastruktur menjadi fokus utama yang saat ini harus di percepat. Berdasarkan
data Dinas Perhubungan NTT, total anggaran tahun 2015 untuk membenahi 5 Bandara di 5 KSPN NTT mencapai 255
Milyar Rupiah. Sementara itu untuk anggaran sektor pelabuhan di 5 wilayah KSPN mencapai total anggaran sebesar 78
Milyar Rupiah. Saat ini hanya dibutuhkan usaha yang lebih keras dari pemerintah untuk mengembangkan kelima KSPN
yang ada tersebut. Promosi pariwisata yang lumayan gencar setidaknya dapat diimbangi dengan kemudahan dan promosi
investasi yang juga gencar, sehingga adanya peningkatan kunjungan wisatawan dapat langsung dirasakan manfaatnya
berkat kesiapan industri pariwisata di NTT.
asumsi tingkat penghunian kamar sebesar 50% dan rata-rata waktu tinggal tiap wisatawan selama dua hari.2.
Sumber : BPS dan Dinas Pariwisata Provinsi NTT, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 13
Tabel Boks 1.1. Statistik Kepariwisataan 5 KSPN NTT
Kawasan StrategisPariwisata Nasional
MANGGARAI BARAT
ROTE NDAO
ALOR
ENDE
MAUMERE
SUMBA BARAT
SUMBA BARAT DAYA
TOTAL
TOTAL NTT
RASIO WISATAWAN
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
43,681
1,400
1,603
13,184
9,230
583
459
70,140
104,491
67.13
WISMAN WISDOM TOTAL JUMLAHJUMLAHKAMAR
JUMLAHTEMPAT
TIDUR
KAPASITASHOTEL*
JUMLAH RUTE/MINGGU
RUTE/TAHUN
KAPASITASPENUMPANG
/ TAHUN**
RASIOWISATAWAN
/ PESAWAT
Wisatawan Hotel Restoran Pesawat
Kesiapan Industri Pariwisatadi 5 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) Nusa Tenggara Timur
01
Kontribusi sektor pariwisata terhadap perekonomian dalam menghadapi persaingan MEA di Asia Tenggara diperkirakan
akan mengalami peningkatan signifikan. Di tengah lesunya perekonomian dunia, sektor pariwisata masih mampu tumbuh
melebihi rata-rata pertumbuhan ekonomi. Hal ini dapat terlihat dari PDRB provinsi yang mengandalkan pariwisata sebagai
pendorong perekonomian yang masih tumbuh lebih tinggi dibanding rata-rata nasional. Sebagai contoh : Provinsi Bali,
Nusa Tenggara Barat, Daerah Istimewa Yogyakarta maupun Nusa Tenggara Timur yang masih mampu tumbuh di atas 5%
di triwulan III 2015. Dalam rangka mendukung program kepariwisataan nasional, pemerintah telah menetapkan provinsi NTT dalam wilayah
kepariwisataan Great Bali. Tujuan dari program tersebut adalah untuk meningkatkan posisi kepariwisataan nasional yang 1saat ini masih berada di peringkat 4 di Asia Tenggara , setelah Malaysia, Thailand dan Singapura. Dengan berbagai macam
keindahan alam dan budaya, seharusnya Indonesia mampu untuk hanya sekedar mengalahkan negara tetangga tersebut.
Dalam rangka menyukseskan program kepariwisataan nasional tersebut, pemerintah telah menetapkan 5 wilayah di
Provinsi NTT sebagai 5 Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) yaitu KSPN Komodo di Kab. Manggarai Barat, KSPN
Ende-Kelimutu, KSPN Alor-Kalabahi, KSPN Nemberalla di Pulau Rote dan KSPN Waikabubak-Manupeh Tanah Daru di Kab.
Sumba Barat. Kelima wilayah tersebut memiliki karakter wisata yang kuat di masing-masing daerah. Labuan Bajo terkenal
dengan binatang endemik komodo. Ende terkenal dengan danau tiga warna Kelimutu. Alor terkenal dengan taman
lautnya. Pulau Rote terkenal dengan Pantai Nembrala, salah satu spot surfing terbaik di Indonesia. Dan terakhir, KSPN
Waikabubak di Sumba Barat terkenal dengan adat Pasola, bangunan megalitik dan pantai yang sangat Indah.
Dengan karakteristik pesona alam yang kuat tersebut, seharusnya kunjungan wisatawan di Provinsi NTT dapat tumbuh
dengan baik. Namun demikian, banyaknya kendala, baik sarana dan prasarana penunjang pariwisata maupun kondisi
industri pariwisata yang masih sangat terbatas menjadi penghambat utama pengembangan wisata di NTT. Permasalahan
utama pengembangan wisata di NTT saat ini adalah akses penghubung antar wilayah pariwisata yang dapat dikatakan
masih terbatas. Untuk KSPN Komodo dan Waikabubak, wisatawan justru lebih mudah berkunjung melalui Denpasar yang
terlihat dari banyaknya rute penerbangan dari Denpasar yang mencapai 47 kali penerbangan per minggu ke Labuan Bajo
Gambar Boks 1.1. Kondisi Industri Pariwisata pada 5 KSPN di NTT
Sumber : BPS, diolah
Total wisman ke Indonesia sebanyak 9,4 juta orang (Kemenpar, 2015). Sedangkan data wisman di Malaysia
sebanyak 27 juta, Thailand juga 27 juta, Singapura 15 juta dan Vietnam 8 juta wisman (BMI, 2015)
1.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201512
Inflasi Provinsi NTT pada triwulan III 2015 relatif terkendali dibanding tahun sebelumnya maupun
rata-rata inflasi nasional. Adanya kenaikan inflasi yang cukup tinggi di bulan Juli 2015, mampu
kembali diredam dengan deflasi di bulan Agustus 2015. Pada bulan September 2015, NTT kembali
mengalami inflasi namun dalam nilai yang cukup rendah.
Kelompok inflasi inti menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT
Inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan bahan makanan dan sandang karena hari raya idul fitri.
Biaya pendidikan juga mengalami kenaikan cukup besar seiring dengan pergantian tahun ajaran baru.
Kota Maumere mengalami inflasi yang lebih besar dari Kota Kupang dikarenakan tingginya inflasi
beras, ayam hidup dan biaya pendidikan.
Fokus TPID di triwulan III adalah pengendalian inflasi menjelang dan selama hari raya Idul Fitri melalui
operasi pasar, pemantauan harga dan stok komoditas maupun pasar murah.
Perkembangan Inflasi02
Inflasi Provinsi NTT pada triwulan III 2015 relatif terkendali dibanding tahun sebelumnya maupun
rata-rata inflasi nasional. Adanya kenaikan inflasi yang cukup tinggi di bulan Juli 2015, mampu
kembali diredam dengan deflasi di bulan Agustus 2015. Pada bulan September 2015, NTT kembali
mengalami inflasi namun dalam nilai yang cukup rendah.
Kelompok inflasi inti menjadi penyumbang utama inflasi di Provinsi NTT
Inflasi terutama disebabkan oleh kenaikan bahan makanan dan sandang karena hari raya idul fitri.
Biaya pendidikan juga mengalami kenaikan cukup besar seiring dengan pergantian tahun ajaran baru.
Kota Maumere mengalami inflasi yang lebih besar dari Kota Kupang dikarenakan tingginya inflasi
beras, ayam hidup dan biaya pendidikan.
Fokus TPID di triwulan III adalah pengendalian inflasi menjelang dan selama hari raya Idul Fitri melalui
operasi pasar, pemantauan harga dan stok komoditas maupun pasar murah.
Perkembangan Inflasi02
Pada triwulan III 2015, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih mengalami inflasi walaupun tidak sebesar
inflasi di triwulan sebelumnya. Puncak inflasi di Provinsi NTT terjadi pada bulan Juli 2015 seiring dengan
adanya libur sekolah dan perayaan Hari Raya Idul Fitri yang meningkatkan tarif angkutan udara pada level
tertinggi di tahun 2015. Pada bulan Agustus terjadi deflasi sebagai dampak dari kembali normalnya harga-
harga terutama angkutan udara di Provinsi NTT. Di bulan September, Provinsi NTT kembali mengalami inflasi
terutama disebabkan oleh meningkatnya harga beras setelah mengalami penurunan di dua bulan
sebelumnya. Secara tahunan, inflasi di Provinsi NTT mengalami kenaikan dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini
membuat jarak inflasi NTT dengan nasional semakin menyempit. Inflasi tahunan NTT pada triwulan III 2015 sebesar 6,74%
(yoy), hanya sedikit lebih rendah dibanding nasional yang sebesar 6,83% (yoy). Di sepanjang tahun 2015, inflasi NTT
sebesar 1,36% (ytd) masih lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 2,24% (ytd). Secara triwulanan, inflasi
provinsi NTT hanya naik sebesar 0,58% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya, lebih rendah dibanding inflasi nasional yang
sebesar 1,27% (qtq).
Secara tahunan, Inflasi di Provinsi NTT masih sedikit lebih rendah dibanding nasional walaupun semakin
mendekati angka inflasi nasional. Inflasi di triwulan III 2015 mencapai 6,74% (yoy) dengan penyumbang
inflasi terbesar pada kelompok komoditas transportasi dan bahan makanan. Adapun komoditas penyumbang
inflasi utama antara lain beras dengan kenaikan dalam setahun mencapai lebih dari 19% (yoy). Tingginya inflasi kelompok
komoditas transportasi lebih disebabkan oleh adanya pengaruh kenaikan BBM di akhir tahun 2014, yang menyebabkan
kenaikan tarif angkutan dalam kota, tarif sewa motor, tarif listrik, dan bensin. Harga tiket angkutan udara juga relatif tinggi
lebih disebabkan oleh relatif kurangnya trafik penerbangan di wilayah NTT, sehingga adanya sedikit gangguan dan
peningkatan permintaan angkutan udara langsung berimbas pada kenaikan harga tiket yang cukup tinggi.
Secara triwulanan, Inflasi di Provinsi NTT masih cukup terkendali dengan inflasi hanya sebesar 0,58% (qtq),
lebih rendah dibanding nasional yang mencapai 1,27% (qtq). Relatif rendahnya inflasi di Provinsi NTT lebih
disebabkan oleh mayoritas masyarakat yang beragama non-muslim, sehingga perayaan Hari Raya yang
biasanya menjadi penyebab kenaikan harga utama tidak terlalu berdampak di NTT. Komoditas utama yang
menyumbang kenaikan dalam 3 bulan terakhir antara lain ikan kembung yang lebih disebabkan oleh harga yang kembali
normal setelah mengalami penurunan yang cukup besar di awal tahun. Beras menjadi penyumbang inflasi terbesar kedua
terutama disebabkan oleh kenaikan harga beras pada bulan September dikarenakan adanya kenaikan harga di tingkat
pedagang besar. Pada triwulan III juga terdapat kenaikan biaya sekolah hingga lebih kurang 10%, kenaikan biaya sewa
dan kontrak rumah, dan kenaikan harga rokok menyesuaikan kenaikan cukai rokok. Tarif angkutan udara justru menjadi
penghambat deflasi terbesar yang lebih disebabkan oleh kembali normalnya tarif setelah mengalami kenaikan tinggi
selama Hari Raya Idul Fitri.
2.1 KONDISI UMUM
I II III IV I II III IV I II III I2012 2013 2014
Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional
Sumber : BPS, diolah
IV2015
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
6,74%
6,83%
II III
NTTNASIONAL
1,27%
0,58%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
I II III IV I II III IV I II III I2012 2013 2014
Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional
Sumber : BPS, diolah
IV2015
II III
NTTNASIONAL
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 15
Pada triwulan III 2015, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) masih mengalami inflasi walaupun tidak sebesar
inflasi di triwulan sebelumnya. Puncak inflasi di Provinsi NTT terjadi pada bulan Juli 2015 seiring dengan
adanya libur sekolah dan perayaan Hari Raya Idul Fitri yang meningkatkan tarif angkutan udara pada level
tertinggi di tahun 2015. Pada bulan Agustus terjadi deflasi sebagai dampak dari kembali normalnya harga-
harga terutama angkutan udara di Provinsi NTT. Di bulan September, Provinsi NTT kembali mengalami inflasi
terutama disebabkan oleh meningkatnya harga beras setelah mengalami penurunan di dua bulan
sebelumnya. Secara tahunan, inflasi di Provinsi NTT mengalami kenaikan dibanding triwulan sebelumnya. Hal ini
membuat jarak inflasi NTT dengan nasional semakin menyempit. Inflasi tahunan NTT pada triwulan III 2015 sebesar 6,74%
(yoy), hanya sedikit lebih rendah dibanding nasional yang sebesar 6,83% (yoy). Di sepanjang tahun 2015, inflasi NTT
sebesar 1,36% (ytd) masih lebih rendah dibanding inflasi nasional yang sebesar 2,24% (ytd). Secara triwulanan, inflasi
provinsi NTT hanya naik sebesar 0,58% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya, lebih rendah dibanding inflasi nasional yang
sebesar 1,27% (qtq).
Secara tahunan, Inflasi di Provinsi NTT masih sedikit lebih rendah dibanding nasional walaupun semakin
mendekati angka inflasi nasional. Inflasi di triwulan III 2015 mencapai 6,74% (yoy) dengan penyumbang
inflasi terbesar pada kelompok komoditas transportasi dan bahan makanan. Adapun komoditas penyumbang
inflasi utama antara lain beras dengan kenaikan dalam setahun mencapai lebih dari 19% (yoy). Tingginya inflasi kelompok
komoditas transportasi lebih disebabkan oleh adanya pengaruh kenaikan BBM di akhir tahun 2014, yang menyebabkan
kenaikan tarif angkutan dalam kota, tarif sewa motor, tarif listrik, dan bensin. Harga tiket angkutan udara juga relatif tinggi
lebih disebabkan oleh relatif kurangnya trafik penerbangan di wilayah NTT, sehingga adanya sedikit gangguan dan
peningkatan permintaan angkutan udara langsung berimbas pada kenaikan harga tiket yang cukup tinggi.
Secara triwulanan, Inflasi di Provinsi NTT masih cukup terkendali dengan inflasi hanya sebesar 0,58% (qtq),
lebih rendah dibanding nasional yang mencapai 1,27% (qtq). Relatif rendahnya inflasi di Provinsi NTT lebih
disebabkan oleh mayoritas masyarakat yang beragama non-muslim, sehingga perayaan Hari Raya yang
biasanya menjadi penyebab kenaikan harga utama tidak terlalu berdampak di NTT. Komoditas utama yang
menyumbang kenaikan dalam 3 bulan terakhir antara lain ikan kembung yang lebih disebabkan oleh harga yang kembali
normal setelah mengalami penurunan yang cukup besar di awal tahun. Beras menjadi penyumbang inflasi terbesar kedua
terutama disebabkan oleh kenaikan harga beras pada bulan September dikarenakan adanya kenaikan harga di tingkat
pedagang besar. Pada triwulan III juga terdapat kenaikan biaya sekolah hingga lebih kurang 10%, kenaikan biaya sewa
dan kontrak rumah, dan kenaikan harga rokok menyesuaikan kenaikan cukai rokok. Tarif angkutan udara justru menjadi
penghambat deflasi terbesar yang lebih disebabkan oleh kembali normalnya tarif setelah mengalami kenaikan tinggi
selama Hari Raya Idul Fitri.
2.1 KONDISI UMUM
I II III IV I II III IV I II III I2012 2013 2014
Grafik 2.1. Inflasi Tahunan Provinsi NTT dan Nasional
Sumber : BPS, diolah
IV2015
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
6,74%
6,83%
II III
NTTNASIONAL
1,27%
0,58%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
I II III IV I II III IV I II III I2012 2013 2014
Grafik 2.2. Inflasi Triwulanan Provinsi NTT dan Nasional
Sumber : BPS, diolah
IV2015
II III
NTTNASIONAL
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 15
Grafik 2. 3. Perbandingan Inflasi Tahunan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Sumber : BPS, diolah
BALI NTB NTT
YOY
6.56
5.41
6.74
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
BALI NTB NTT
QTQ
1.10
1.52
0.58
-
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
Apabila dibandingkan dengan Provinsi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara, inflasi tahunan di Provinsi NTT masih mengalami
kenaikan tertinggi, diikuti Provinsi Bali dan NTB. Namun demikian, secara triwulanan, inflasi di Provinsi NTT menunjukkan
kenaikan terendah, diikuti Provinsi Bali dan Provinsi NTB. Tingginya inflasi di Provinsi NTB dinilai wajar dikarenakan oleh
mayoritas penduduk yang 96% beragama Islam sehingga permintaan komoditas pangan, transportasi maupun sandang
meningkat tinggi dalam rangka menyambut hari raya.
Secara triwulanan, komoditas pendidikan justru menjadi penyumbang inflasi tertinggi seiring dengan adanya
kenaikan biaya pendidikan. Kenaikan inflasi makanan jadi, minuman dan tembakau juga cukup besar seiring dengan
adanya kenaikan harga makanan jadi dan cukai rokok. Komoditas transportasi justru mengalami deflasi terutama di bulan
Agustus dan September 2015.
Secara tahunan, komoditas transportasi masih menjadi penyumbang inflasi tertinggi bersama dengan
komoditas bahan makanan dan makanan jadi, minuman dan tembakau. Namun demikian, inflasi transportasi
sepanjang tahun 2015 justru mengalami deflasi seiring dengan hilangnya efek kenaikan BBM di akhir tahun. Inflasi tinggi
justru terjadi pada komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau serta komoditas pendidikan yang mengalami
kenaikan biaya di semua tingkat pendidikan.
Inflasi komoditas bahan makanan hingga triwulan III 2015 masih relatif terjaga yang terlihat dari kinerja inflasi sepanjang
tahun 2015 yang hanya sebesar 0,15% (ytd). Cukup tingginya inflasi bahan makanan secara tahunan lebih disebabkan
oleh tingginya inflasi pada akhir tahun 2014. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan permintaan menjelang hari raya
natal dan sentimen negatif kenaikan BBM di akhir tahun. Secara triwulanan, inflasi komoditas bahan makanan justru
menunjukkan deflasi. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi bahan makanan tidak mengalami kenaikan berarti selama
hari raya, dan pasokan dapat dipenuhi dengan baik seiring dengan kondisi cuaca yang cukup baik. Kenaikan inflasi bahan
makanan hanya terjadi pada bulan September 2015 terutama disebabkan oleh meningkatnya harga beras, ikan segar dan
sayur-sayuran setelah mengalami deflasi di bulan sebelumnya.
Tabel 2.3. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
IHK 2015
JUL AGUST
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
121.4
112.1
128.9
120.0
119.9
111.0
122.0
135.5
120.5
110.7
129.2
119.6
119.4
111.3
122.8
132.3
SEP
120.8
112.2
130.1
120.0
119.5
111.6
123.1
130.5
YOY
6.74
6.58
9.32
3.92
6.88
5.55
5.29
10.64
MTMYTD
1.36
0.15
6.34
0.88
4.91
4.35
5.54
(3.21)
1.06
(0.10)
0.81
0.48
2.70
0.66
2.10
2.66
(0.73)
(1.21)
0.28
(0.31)
(0.43)
0.29
0.68
(2.36)
0.26
1.30
0.67
0.27
0.11
0.31
0.20
(1.31)
QTQ
0.58
(0.02)
1.77
0.44
2.37
1.27
3.00
(1.07)
JUL AGUST SEP
2.2. INFLASI BERDASARKAN KOMODITAS
2.2.1 Bahan Makanan
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 17
Grafik 2. 4. Perbandingan Inflasi Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Sumber : BPS, diolah
Secara bulanan, inflasi mengalami kenaikan tertinggi di tahun 2015 pada bulan Juli 2015. Tingginya inflasi terutama
disebabkan oleh adanya kenaikan cukup tinggi pada tarif angkutan udara. Di saat bersamaan, Biaya pendidikan, biaya
kontrak rumah juga mengalami kenaikan sesuai dengan ritme kenaikan tarif yang biasanya dilakukan setahun sekali.
Komoditas sandang juga mengalami kenaikan lebih dikarenakan adanya intensi dari pedagang untuk meningkatkan
harga terlebih dahulu sebelum memberikan diskon penjualan. Komoditas bahan makanan justru mengalami deflasi
sehingga mampu menahan inflasi.
Pada bulan Agustus, Provinsi NTT mengalami deflasi yang cukup besar disebabkan oleh kembali normalnya
harga tiket angkutan udara setelah mengalami kenaikan tinggi pada Hari Raya Idul Fitri. Kelompok komoditas
bahan makanan juga mengalami deflasi yang cukup besar seiring dengan melimpahnya pasokan paska hari
raya dan libur sekolah. Kelompok komoditas pendidikan masih mengalami inflasi terutama bersumber dari kenaikan
biaya pendidikan taman kanak-kanak dan kelompok bermain. Komoditas bahan makanan juga mengalami penurunan
terutama pada komoditas sayur-sayuran, padi-padian dan ikan segar yang disebabkan oleh melimpahnya pasokan seiring
dengan kondisi cuaca yang cukup mendukung.
Pada bulan September, Provinsi NTT kembali mengalami inflasi sebesar 0,26% (mtm). Di sisi lain, nasional
justru mengalami deflasi -0,05% (mtm) yang membuat selisih inflasi NTT dan nasional kembali merapat.
Kenaikan harga beras yang cukup tinggi menjadi penyebab utama inflasi pada bulan September 2015. Ikan kembung
masih mengalami kenaikan dikarenakan harga jual yang masih lebih rendah dibanding rata-rata. Harga rokok di bulan
September juga mengalami kenaikan seiring dengan adanya kenaikan cukai rokok di bulan yang sama. Biaya sewa rumah
mengalami kenaikan mengikuti kenaikan biaya kontrak rumah yang sudah meningkat dua bulan sebelumnya. Makanan
jadi juga menyumbang inflasi cukup tinggi walaupun kenaikan harganya tidak terlalu besar.
Tabel 2.1. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
ANGKUTAN UDARA
KEMBUNG
KONTRAK RUMAH
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
SEKOLAH DASAR
CABAI RAWIT
AYAM HIDUP
DAUN SINGKONG
CELANA PANJANG BAHAN DRILL
TONGKOL
16.15
10.61
3.67
12.00
5.41
36.19
7.39
28.55
27.98
8.24
Komoditas
JuliInflasi (%)
0.49
0.10
0.09
0.08
0.05
0.05
0.04
0.04
0.04
0.04
Andil (%)DAGING AYAM RAS
TELUR AYAM RAS
SAWI PUTIH
DAGING BABI
TAMAN KANAK-KANAK
LAYANG/BENGGOL
PUCUK LABU
DAUN SINGKONG
KELOMPOK BERMAIN
LENGKUAS
5.18
6.59
6.56
4.75
17.41
25.28
36.17
10.01
26.61
7.59
Komoditas
AgustusInflasi (%)
0.05
0.05
0.03
0.03
0.02
0.02
0.02
0.02
0.02
0.02
Andil (%)BERAS
KEMBUNG
ROKOK KRETEK FILTER
SEWA RUMAH
SENG
TOMAT SAYUR
SEPATU
BUNGA PEPAYA
KAKAP MERAH
NASI DENGAN LAUK
3.35
8.85
2.63
1.99
2.88
12.83
(0.19)
16.26
9.11
0.93
Komoditas
SeptemberInflasi (%)
0.23
0.09
0.04
0.04
0.03
0.03
0.02
0.02
0.02
0.02
Andil (%)
Tabel 2.2. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT
SEPATU
BAWANG PUTIH
DAGING AYAM RAS
TELUR AYAM RAS
KANGKUNG
SENG
TOMAT SAYUR
BERAS
BAYAM
BAWANG MERAH
2.37
(6.40)
(2.48)
(3.58)
(5.41)
(4.68)
(15.35)
(0.91)
(24.23)
(31.11)
Komoditas Inflasi (%) (0.02)
(0.02)
(0.03)
(0.03)
(0.04)
(0.05)
(0.05)
(0.06)
(0.08)
(0.12)
Andil (%)BUNCIS
BAYAM
AYAM HIDUP
KOL PUTIH/KUBIS
BERAS
BESI BETON
KANGKUNG
TONGKOL
TOMAT SAYUR
ANGKUTAN UDARA
(22.96)
(11.62)
(4.68)
(33.14)
(1.06)
(7.60)
(11.46)
(17.71)
(32.37)
(12.64)
Komoditas Inflasi (%) (0.02)
(0.03)
(0.03)
(0.03)
(0.07)
(0.07)
(0.09)
(0.09)
(0.09)
(0.44)
Andil (%)MINUMAN RINGAN
CELANA PANJANG JEANS
CAKALANG
DAGING SAPI
EKOR KUNING
PISANG
DAGING AYAM RAS
KANGKUNG
BAWANG MERAH
ANGKUTAN UDARA
(2.75)
(6.26)
(15.15)
(4.47)
(12.58)
(6.87)
(3.95)
(7.46)
(22.99)
(8.81)
Komoditas Inflasi (%) (0.01)
(0.01)
(0.02)
(0.02)
(0.02)
(0.03)
(0.04)
(0.05)
(0.06)
(0.27)
Andil (%)
Juli Agustus September
Sumber : BPS diolah
Sumber : BPS diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201516
Grafik 2. 3. Perbandingan Inflasi Tahunan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Sumber : BPS, diolah
BALI NTB NTT
YOY
6.56
5.41
6.74
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
8.00
BALI NTB NTT
QTQ
1.10
1.52
0.58
-
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
Apabila dibandingkan dengan Provinsi di wilayah Bali dan Nusa Tenggara, inflasi tahunan di Provinsi NTT masih mengalami
kenaikan tertinggi, diikuti Provinsi Bali dan NTB. Namun demikian, secara triwulanan, inflasi di Provinsi NTT menunjukkan
kenaikan terendah, diikuti Provinsi Bali dan Provinsi NTB. Tingginya inflasi di Provinsi NTB dinilai wajar dikarenakan oleh
mayoritas penduduk yang 96% beragama Islam sehingga permintaan komoditas pangan, transportasi maupun sandang
meningkat tinggi dalam rangka menyambut hari raya.
Secara triwulanan, komoditas pendidikan justru menjadi penyumbang inflasi tertinggi seiring dengan adanya
kenaikan biaya pendidikan. Kenaikan inflasi makanan jadi, minuman dan tembakau juga cukup besar seiring dengan
adanya kenaikan harga makanan jadi dan cukai rokok. Komoditas transportasi justru mengalami deflasi terutama di bulan
Agustus dan September 2015.
Secara tahunan, komoditas transportasi masih menjadi penyumbang inflasi tertinggi bersama dengan
komoditas bahan makanan dan makanan jadi, minuman dan tembakau. Namun demikian, inflasi transportasi
sepanjang tahun 2015 justru mengalami deflasi seiring dengan hilangnya efek kenaikan BBM di akhir tahun. Inflasi tinggi
justru terjadi pada komoditas makanan jadi, minuman dan tembakau serta komoditas pendidikan yang mengalami
kenaikan biaya di semua tingkat pendidikan.
Inflasi komoditas bahan makanan hingga triwulan III 2015 masih relatif terjaga yang terlihat dari kinerja inflasi sepanjang
tahun 2015 yang hanya sebesar 0,15% (ytd). Cukup tingginya inflasi bahan makanan secara tahunan lebih disebabkan
oleh tingginya inflasi pada akhir tahun 2014. Hal ini dikarenakan adanya peningkatan permintaan menjelang hari raya
natal dan sentimen negatif kenaikan BBM di akhir tahun. Secara triwulanan, inflasi komoditas bahan makanan justru
menunjukkan deflasi. Hal ini menunjukkan bahwa konsumsi bahan makanan tidak mengalami kenaikan berarti selama
hari raya, dan pasokan dapat dipenuhi dengan baik seiring dengan kondisi cuaca yang cukup baik. Kenaikan inflasi bahan
makanan hanya terjadi pada bulan September 2015 terutama disebabkan oleh meningkatnya harga beras, ikan segar dan
sayur-sayuran setelah mengalami deflasi di bulan sebelumnya.
Tabel 2.3. Inflasi di Provinsi NTT berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
IHK 2015
JUL AGUST
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
121.4
112.1
128.9
120.0
119.9
111.0
122.0
135.5
120.5
110.7
129.2
119.6
119.4
111.3
122.8
132.3
SEP
120.8
112.2
130.1
120.0
119.5
111.6
123.1
130.5
YOY
6.74
6.58
9.32
3.92
6.88
5.55
5.29
10.64
MTMYTD
1.36
0.15
6.34
0.88
4.91
4.35
5.54
(3.21)
1.06
(0.10)
0.81
0.48
2.70
0.66
2.10
2.66
(0.73)
(1.21)
0.28
(0.31)
(0.43)
0.29
0.68
(2.36)
0.26
1.30
0.67
0.27
0.11
0.31
0.20
(1.31)
QTQ
0.58
(0.02)
1.77
0.44
2.37
1.27
3.00
(1.07)
JUL AGUST SEP
2.2. INFLASI BERDASARKAN KOMODITAS
2.2.1 Bahan Makanan
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 17
Grafik 2. 4. Perbandingan Inflasi Triwulanan di wilayah Bali dan Nusa Tenggara
Sumber : BPS, diolah
Secara bulanan, inflasi mengalami kenaikan tertinggi di tahun 2015 pada bulan Juli 2015. Tingginya inflasi terutama
disebabkan oleh adanya kenaikan cukup tinggi pada tarif angkutan udara. Di saat bersamaan, Biaya pendidikan, biaya
kontrak rumah juga mengalami kenaikan sesuai dengan ritme kenaikan tarif yang biasanya dilakukan setahun sekali.
Komoditas sandang juga mengalami kenaikan lebih dikarenakan adanya intensi dari pedagang untuk meningkatkan
harga terlebih dahulu sebelum memberikan diskon penjualan. Komoditas bahan makanan justru mengalami deflasi
sehingga mampu menahan inflasi.
Pada bulan Agustus, Provinsi NTT mengalami deflasi yang cukup besar disebabkan oleh kembali normalnya
harga tiket angkutan udara setelah mengalami kenaikan tinggi pada Hari Raya Idul Fitri. Kelompok komoditas
bahan makanan juga mengalami deflasi yang cukup besar seiring dengan melimpahnya pasokan paska hari
raya dan libur sekolah. Kelompok komoditas pendidikan masih mengalami inflasi terutama bersumber dari kenaikan
biaya pendidikan taman kanak-kanak dan kelompok bermain. Komoditas bahan makanan juga mengalami penurunan
terutama pada komoditas sayur-sayuran, padi-padian dan ikan segar yang disebabkan oleh melimpahnya pasokan seiring
dengan kondisi cuaca yang cukup mendukung.
Pada bulan September, Provinsi NTT kembali mengalami inflasi sebesar 0,26% (mtm). Di sisi lain, nasional
justru mengalami deflasi -0,05% (mtm) yang membuat selisih inflasi NTT dan nasional kembali merapat.
Kenaikan harga beras yang cukup tinggi menjadi penyebab utama inflasi pada bulan September 2015. Ikan kembung
masih mengalami kenaikan dikarenakan harga jual yang masih lebih rendah dibanding rata-rata. Harga rokok di bulan
September juga mengalami kenaikan seiring dengan adanya kenaikan cukai rokok di bulan yang sama. Biaya sewa rumah
mengalami kenaikan mengikuti kenaikan biaya kontrak rumah yang sudah meningkat dua bulan sebelumnya. Makanan
jadi juga menyumbang inflasi cukup tinggi walaupun kenaikan harganya tidak terlalu besar.
Tabel 2.1. Komoditas Penyumbang Inflasi Utama di Provinsi NTT
ANGKUTAN UDARA
KEMBUNG
KONTRAK RUMAH
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA
SEKOLAH DASAR
CABAI RAWIT
AYAM HIDUP
DAUN SINGKONG
CELANA PANJANG BAHAN DRILL
TONGKOL
16.15
10.61
3.67
12.00
5.41
36.19
7.39
28.55
27.98
8.24
Komoditas
JuliInflasi (%)
0.49
0.10
0.09
0.08
0.05
0.05
0.04
0.04
0.04
0.04
Andil (%)DAGING AYAM RAS
TELUR AYAM RAS
SAWI PUTIH
DAGING BABI
TAMAN KANAK-KANAK
LAYANG/BENGGOL
PUCUK LABU
DAUN SINGKONG
KELOMPOK BERMAIN
LENGKUAS
5.18
6.59
6.56
4.75
17.41
25.28
36.17
10.01
26.61
7.59
Komoditas
AgustusInflasi (%)
0.05
0.05
0.03
0.03
0.02
0.02
0.02
0.02
0.02
0.02
Andil (%)BERAS
KEMBUNG
ROKOK KRETEK FILTER
SEWA RUMAH
SENG
TOMAT SAYUR
SEPATU
BUNGA PEPAYA
KAKAP MERAH
NASI DENGAN LAUK
3.35
8.85
2.63
1.99
2.88
12.83
(0.19)
16.26
9.11
0.93
Komoditas
SeptemberInflasi (%)
0.23
0.09
0.04
0.04
0.03
0.03
0.02
0.02
0.02
0.02
Andil (%)
Tabel 2.2. Komoditas Penyumbang Deflasi Utama di Provinsi NTT
SEPATU
BAWANG PUTIH
DAGING AYAM RAS
TELUR AYAM RAS
KANGKUNG
SENG
TOMAT SAYUR
BERAS
BAYAM
BAWANG MERAH
2.37
(6.40)
(2.48)
(3.58)
(5.41)
(4.68)
(15.35)
(0.91)
(24.23)
(31.11)
Komoditas Inflasi (%) (0.02)
(0.02)
(0.03)
(0.03)
(0.04)
(0.05)
(0.05)
(0.06)
(0.08)
(0.12)
Andil (%)BUNCIS
BAYAM
AYAM HIDUP
KOL PUTIH/KUBIS
BERAS
BESI BETON
KANGKUNG
TONGKOL
TOMAT SAYUR
ANGKUTAN UDARA
(22.96)
(11.62)
(4.68)
(33.14)
(1.06)
(7.60)
(11.46)
(17.71)
(32.37)
(12.64)
Komoditas Inflasi (%) (0.02)
(0.03)
(0.03)
(0.03)
(0.07)
(0.07)
(0.09)
(0.09)
(0.09)
(0.44)
Andil (%)MINUMAN RINGAN
CELANA PANJANG JEANS
CAKALANG
DAGING SAPI
EKOR KUNING
PISANG
DAGING AYAM RAS
KANGKUNG
BAWANG MERAH
ANGKUTAN UDARA
(2.75)
(6.26)
(15.15)
(4.47)
(12.58)
(6.87)
(3.95)
(7.46)
(22.99)
(8.81)
Komoditas Inflasi (%) (0.01)
(0.01)
(0.02)
(0.02)
(0.02)
(0.03)
(0.04)
(0.05)
(0.06)
(0.27)
Andil (%)
Juli Agustus September
Sumber : BPS diolah
Sumber : BPS diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201516
Inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan III 2015 sebesar 0,44% (qtq). Namun
demikian, dikarenakan bobot komoditas yang cukup tinggi terhadap total inflasi, membuat sumbangan komoditas
terhadap inflasi relatif besar dan mencapai 0,11% (sum qtq) terhadap total inflasi NTT yang sebesar 0,58% (qtq). Kenaikan
inflasi komoditas terutama disebabkan oleh adanya kenaikan biaya kontrak rumah di bulan Juli 2015 yang berimbas pada
kenaikan biaya sewa rumah di bulan September 2015. Inflasi kelompok komoditas perumahan masih dapat tertahan
terutama disumbang oleh penurunan harga komoditas besi beton di bulan Agustus 2015.
Secara tahunan, inflasi kelompok komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar masih terus menunjukkan
adanya penurunan menjadi sebesar 3,92% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. secara tahunan, inflasi tarif listrik masih
menjadi penyumbang inflasi tertinggi lebih disebabkan oleh kenaikan bertahap yang terjadi di tahun sebelumnya. Adapun
sepanjang tahun 2015, inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar hanya sebesar 0,88% (ytd).
Komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi penyumbang inflasi terbesar kedua setelah inflasi komoditas
makanan jadi, minuman dan tembakau. Total inflasi di triwulan III 2015 sebesar 3,00% dan menyumbang inflasi hingga
sebesar 0,24% (sum qtq) dari total inflasi di triwulan III 2015 yang sebesar 0,58% (qtq). Tingginya inflasi pendidikan
terutama disebabkan oleh kenaikan biaya pendidikan di awal tahun ajaran baru.
Komoditas sandang juga menyumbang inflasi cukup besar di triwulan III 2015 seiring dengan kenaikan harga sandang
selama Hari Raya Idul Fitri. Kenaikan tertinggi terjadi pada bulan Juli bertepatan dengan libur sekolah dan perayaan
lebaran. Pada bulan Agustus 2015 harga komoditas sandang mengalami penurunan namun tidak sebesar kenaikan yang
telah terjadi.
Kelompok komoditas makanan, minuman dan tembakau mengalami inflasi yang cukup besar di triwulan III 2015 sebesar
1,77% (qtq) dan menyumbang hingga 0,25% (sum qtq) terhadap total inflasi NTT yang sebesar 0,58% (qtq). Secara
tahunan, kenaikan harga pada kelompok komoditas makanan, minuman dan tembakau mencapai 9,32% (yoy) dan di
sepanjang tahun 2015 terjadi inflasi sebesar 6,34% (ytd). Kenaikan harga rokok dan nasi dengan lauk menjadi penyebab
utama inflasi makanan, minuman dan tembakau di Provinsi NTT. Bahkan banyak komoditas mengalami inflasi lebih dari
10%, seperti buah pinang, biskuit, kopi, air kemasan, kue kering dan pabrikan serta beberapa komoditas lainnya.
Grafik 2. 9. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
3.92
0.44 0.27
(2.00)
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
Apr May Jun Jul Aug Sep
YOY QTQ MTM
Sumber : BPS, diolah
00.020.040.060.08
0.10.120.140.160.18
-1%0%1%2%3%4%5%6%7%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
yoy
qtq
Grafik 2.10. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok Komoditas
Apr May Jun
Perumahan,Air,Listrik,Gas & Bb
Biaya TempatTinggal
Bahan Bakar,Penerangan dan Air
PerlengkapanRumahtangga
PenyelenggaraanRumahtangga
Jul Aug Sep
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep
2014 2015
Sumber : BPS, diolah
2.2.3. Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
2.2.4. Komoditas Lainnya
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 19
Berdasarkan sub kelompok komoditas pembentuknya, kenaikan besar justru terlihat pada kenaikan komoditas padi-
padian yang naik lebih dari 10% baik dibanding tahun sebelumnya maupun di sepanjang tahun 2015. Ikan diawetkan juga
mengalami kenaikan hingga 19,69% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, namun hanya sedikit menyumbang inflasi
dikarenakan bobot konsumsi masyarakat yang relatif rendah. Komoditas daging dan hasil-hasilnya juga menunjukkan
adanya kenaikan cukup tinggi terutama di triwulan III 2015 seiring dengan meningkatnya harga ayam hidup di Kota
Maumere yang saat ini juga berdampak pada meningkatnya harga daging ayam kampung di Kota Kupang dan Maumere
di sepanjang triwulan III 2015. Komoditas ikan segar pada triwulan III 2015 mengalami inflasi yang cukup tinggi mencapai
7,24% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya lebih disebabkan oleh rendahnya harga di awal tahun akibat adanya isu
formalin, sehingga harga jual saat ini sedang kembali menuju pada harga jual normal.
Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan III 2015 justru mengalami deflasi setelah
mengalami inflasi yang cukup tinggi di triwulan sebelumnya. Deflasi terutama disebabkan oleh adanya penurunan
tarif angkutan udara di bulan Agustus dan September setelah mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi di bulan Juli
2015. Meskipun demikian, inflasi secara tahunan masih menunjukkan nilai yang tinggi terutama disebabkan oleh inflasi
pada sub kelompok komoditas transportasi yang masih cukup tinggi. Tingginya inflasi disebabkan oleh masih terimbas
dampak kenaikan BBM di akhir tahun 2014. Berdasarkan kinerja inflasi di sepanjang tahun 2015, komoditas transportasi,
komunikasi dan jasa keuangan justru menunjukkan deflasi -3,22% (ytd) dikarenakan oleh adanya penurunan tarif
angkutan dalam kota.
Komoditas yang perlu dipantau lebih intens adalah inflasi pada komoditas angkutan udara. Di Bulan September 2015,
inflasi angkutan udara di sepanjang tahun 2015 hanya sebesar hampir 5% (ytd). Namun demikian, hal yang perlu
diperhatikan lebih adalah adanya fluktuasi kenaikan/penurunan tarif yang cukup besar. Pada bulan Juli 2015, inflasi
angkutan udara mencapai lebih dari 30% (ytd) dan menjadi kenaikan tarif angkutan udara terbesar di sepanjang tahun
2015.
Grafik 2. 5. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Sumber : BPS (diolah)
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
Apr Mei Jun Jul Aug Sep
6.58
(0.02)
1.30
(8.00)
(6.00)
(4.00)
(2.00)
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
YOY QTQ MTM
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 2.6. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas
Padi padian, Umbi -umbian dan …
Daging dan Hasil-hasilnya
Ikan Segar
Ikan Diawetkan
Telur, Susu dan Hasil -hasilnya
Sayur -sayuranKacang - kacangan
Buah - buahan
Bumbu - bumbuan
Lemak dan Minyak
Bahan Makanan Lainnya
yoy qtq
-15-10-505
101520
2.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Grafik 2. 7. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Sumber : BPS, diolah
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
Apr Mei Jun Jul Aug Sep
10.64
(1.07)
(1.31)
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
20.00
YOY QTQ MTM -0.05
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
-7%
-2%
4%
9%
14%
19%
24%
Sumber : BPS, diolah
Transpor, Komunikasidan Jasa KeuanganTransporKomunikasi Dan PengirimanSarana dan Penunjang TransporJasa Keuangan
qtq
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
Grafik 2.8. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas
Apr May Jun Jul Aug Sep
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
Apr May Jun Jul Aug Sep
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201518
Inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar pada triwulan III 2015 sebesar 0,44% (qtq). Namun
demikian, dikarenakan bobot komoditas yang cukup tinggi terhadap total inflasi, membuat sumbangan komoditas
terhadap inflasi relatif besar dan mencapai 0,11% (sum qtq) terhadap total inflasi NTT yang sebesar 0,58% (qtq). Kenaikan
inflasi komoditas terutama disebabkan oleh adanya kenaikan biaya kontrak rumah di bulan Juli 2015 yang berimbas pada
kenaikan biaya sewa rumah di bulan September 2015. Inflasi kelompok komoditas perumahan masih dapat tertahan
terutama disumbang oleh penurunan harga komoditas besi beton di bulan Agustus 2015.
Secara tahunan, inflasi kelompok komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar masih terus menunjukkan
adanya penurunan menjadi sebesar 3,92% (yoy) dibanding tahun sebelumnya. secara tahunan, inflasi tarif listrik masih
menjadi penyumbang inflasi tertinggi lebih disebabkan oleh kenaikan bertahap yang terjadi di tahun sebelumnya. Adapun
sepanjang tahun 2015, inflasi komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar hanya sebesar 0,88% (ytd).
Komoditas pendidikan, rekreasi dan olah raga menjadi penyumbang inflasi terbesar kedua setelah inflasi komoditas
makanan jadi, minuman dan tembakau. Total inflasi di triwulan III 2015 sebesar 3,00% dan menyumbang inflasi hingga
sebesar 0,24% (sum qtq) dari total inflasi di triwulan III 2015 yang sebesar 0,58% (qtq). Tingginya inflasi pendidikan
terutama disebabkan oleh kenaikan biaya pendidikan di awal tahun ajaran baru.
Komoditas sandang juga menyumbang inflasi cukup besar di triwulan III 2015 seiring dengan kenaikan harga sandang
selama Hari Raya Idul Fitri. Kenaikan tertinggi terjadi pada bulan Juli bertepatan dengan libur sekolah dan perayaan
lebaran. Pada bulan Agustus 2015 harga komoditas sandang mengalami penurunan namun tidak sebesar kenaikan yang
telah terjadi.
Kelompok komoditas makanan, minuman dan tembakau mengalami inflasi yang cukup besar di triwulan III 2015 sebesar
1,77% (qtq) dan menyumbang hingga 0,25% (sum qtq) terhadap total inflasi NTT yang sebesar 0,58% (qtq). Secara
tahunan, kenaikan harga pada kelompok komoditas makanan, minuman dan tembakau mencapai 9,32% (yoy) dan di
sepanjang tahun 2015 terjadi inflasi sebesar 6,34% (ytd). Kenaikan harga rokok dan nasi dengan lauk menjadi penyebab
utama inflasi makanan, minuman dan tembakau di Provinsi NTT. Bahkan banyak komoditas mengalami inflasi lebih dari
10%, seperti buah pinang, biskuit, kopi, air kemasan, kue kering dan pabrikan serta beberapa komoditas lainnya.
Grafik 2. 9. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
3.92
0.44 0.27
(2.00)
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
Apr May Jun Jul Aug Sep
YOY QTQ MTM
Sumber : BPS, diolah
00.020.040.060.08
0.10.120.140.160.18
-1%0%1%2%3%4%5%6%7%
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
yoy
qtq
Grafik 2.10. Inflasi Kelompok Komoditas Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar per Sub Kelompok Komoditas
Apr May Jun
Perumahan,Air,Listrik,Gas & Bb
Biaya TempatTinggal
Bahan Bakar,Penerangan dan Air
PerlengkapanRumahtangga
PenyelenggaraanRumahtangga
Jul Aug Sep
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep
2014 2015
Sumber : BPS, diolah
2.2.3. Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar
2.2.4. Komoditas Lainnya
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 19
Berdasarkan sub kelompok komoditas pembentuknya, kenaikan besar justru terlihat pada kenaikan komoditas padi-
padian yang naik lebih dari 10% baik dibanding tahun sebelumnya maupun di sepanjang tahun 2015. Ikan diawetkan juga
mengalami kenaikan hingga 19,69% (yoy) dibanding tahun sebelumnya, namun hanya sedikit menyumbang inflasi
dikarenakan bobot konsumsi masyarakat yang relatif rendah. Komoditas daging dan hasil-hasilnya juga menunjukkan
adanya kenaikan cukup tinggi terutama di triwulan III 2015 seiring dengan meningkatnya harga ayam hidup di Kota
Maumere yang saat ini juga berdampak pada meningkatnya harga daging ayam kampung di Kota Kupang dan Maumere
di sepanjang triwulan III 2015. Komoditas ikan segar pada triwulan III 2015 mengalami inflasi yang cukup tinggi mencapai
7,24% (qtq) dibanding triwulan sebelumnya lebih disebabkan oleh rendahnya harga di awal tahun akibat adanya isu
formalin, sehingga harga jual saat ini sedang kembali menuju pada harga jual normal.
Komoditas transportasi, komunikasi dan jasa keuangan pada triwulan III 2015 justru mengalami deflasi setelah
mengalami inflasi yang cukup tinggi di triwulan sebelumnya. Deflasi terutama disebabkan oleh adanya penurunan
tarif angkutan udara di bulan Agustus dan September setelah mengalami kenaikan harga yang cukup tinggi di bulan Juli
2015. Meskipun demikian, inflasi secara tahunan masih menunjukkan nilai yang tinggi terutama disebabkan oleh inflasi
pada sub kelompok komoditas transportasi yang masih cukup tinggi. Tingginya inflasi disebabkan oleh masih terimbas
dampak kenaikan BBM di akhir tahun 2014. Berdasarkan kinerja inflasi di sepanjang tahun 2015, komoditas transportasi,
komunikasi dan jasa keuangan justru menunjukkan deflasi -3,22% (ytd) dikarenakan oleh adanya penurunan tarif
angkutan dalam kota.
Komoditas yang perlu dipantau lebih intens adalah inflasi pada komoditas angkutan udara. Di Bulan September 2015,
inflasi angkutan udara di sepanjang tahun 2015 hanya sebesar hampir 5% (ytd). Namun demikian, hal yang perlu
diperhatikan lebih adalah adanya fluktuasi kenaikan/penurunan tarif yang cukup besar. Pada bulan Juli 2015, inflasi
angkutan udara mencapai lebih dari 30% (ytd) dan menjadi kenaikan tarif angkutan udara terbesar di sepanjang tahun
2015.
Grafik 2. 5. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Sumber : BPS (diolah)
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
Apr Mei Jun Jul Aug Sep
6.58
(0.02)
1.30
(8.00)
(6.00)
(4.00)
(2.00)
-
2.00
4.00
6.00
8.00
10.00
12.00
14.00
YOY QTQ MTM
Sumber : BPS (diolah)
Grafik 2.6. Inflasi Kelompok Komoditas Bahan Makanan per Sub Kelompok Komoditas
Padi padian, Umbi -umbian dan …
Daging dan Hasil-hasilnya
Ikan Segar
Ikan Diawetkan
Telur, Susu dan Hasil -hasilnya
Sayur -sayuranKacang - kacangan
Buah - buahan
Bumbu - bumbuan
Lemak dan Minyak
Bahan Makanan Lainnya
yoy qtq
-15-10-505
101520
2.2.2 Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan
Grafik 2. 7. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan secara Triwulanan, Tahunan dan Bulanan
Sumber : BPS, diolah
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
Apr Mei Jun Jul Aug Sep
10.64
(1.07)
(1.31)
(10.00)
(5.00)
-
5.00
10.00
15.00
20.00
YOY QTQ MTM -0.05
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
-7%
-2%
4%
9%
14%
19%
24%
Sumber : BPS, diolah
Transpor, Komunikasidan Jasa KeuanganTransporKomunikasi Dan PengirimanSarana dan Penunjang TransporJasa Keuangan
qtq
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
Grafik 2.8. Inflasi Kelompok Komoditas Transportasi, Komunikasi dan Jasa Keuangan per Sub Kelompok Komoditas
Apr May Jun Jul Aug Sep
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec Jan Feb Mar
2014 2015
Apr May Jun Jul Aug Sep
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201518
Inflasi administered price pada triwulan III 2015 mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya,
terutama disebabkan oleh penurunan tarif angkutan udara pada bulan Agustus dan September setelah
mengalami kenaikan cukup tinggi di bulan Juli 2015. Deflasi kelompok komoditas transportasi dikarenakan oleh
harga yang sudah terlalu tinggi dibanding tahun sebelumnya, sehingga tarif angkutan mengalami penyesuaian kembali.
Secara tahunan, kelompok administered price masih mengalami inflasi sebesar 11,97% (yoy). Tingginya inflasi terutama
disebabkan oleh kenaikan inflasi yang cukup tinggi pada akhir tahun 2014 seiring dengan kenaikan BBM di akhir tahun
2014. Sepanjang tahun 2015, kinerja kelompok administered price justru mengalami deflasi sebesar -0,95% (ytd)
dibanding posisi inflasi di akhir tahun 2014. Kenaikan cukup besar terutama pada komoditas tembakau dan minuman
beralkohol seiring dengan adanya kenaikan harga cukai rokok. Permasalahan lainnya yang sering terjadi adalah inflasi
kelompok komoditas transportasi angkutan udara yang terlalu berfluktuasinya sehingga berdampak pada tingginya
fluktuasi inflasi bulanan di NTT.
Inflasi kelompok inti masih relatif terkendali dalam satu tahun terakhir. Namun demikian, di sepanjang tahun 2015 inflasi
kelompok inti mengalami kenaikan paling besar dibanding inflasi volatile food dan administered price. Inflasi inti di
sepanjang tahun 2015 sebesar 3,25% (ytd) cukup besar bila dibandingkan inflasi volatile food yang sebesar 0,98% (ytd),
maupun inflasi administered price yang sebesar -0,95% (ytd). Kenaikan inflasi inti terutama disebabkan oleh adanya
kenaikan makanan jadi, minuman, biaya pendidikan, sandang dan biaya perawatan jasmani dan kesehatan. .
Inflasi kelompok inti yang cukup besar terjadi pada triwulan III 2015 yang mengalami inflasi hingga 1,27% (qtq) dibanding
triwulan sebelumnya. Adanya momen hari raya idul Fitri telah meningkatkan biaya sandang, makanan jadi dan biaya
perawatan jasmani dan kosmetika. Sedangkan permulaan tahun ajaran baru menjadi kesempatan bagi sekolah untuk
menaikkan biaya pendidikan.
Inflasi Kota Kupang hingga triwulan III 2015 masih relatif terkendali. Pada triwulan III 2015, inflasi kota Kupang
hanya sebesar 0,37% (qtq), relatif rendah walaupun pada periode ini bersamaan dengan perayaan Hari Raya
Idul Fitri, libur panjang sekolah dan hari raya kemerdekaan RI. Secara tahunan, inflasi kota Kupang sebesar 7,08%
(yoy), lebih tinggi dibanding inflasi tahunan di Provinsi NTT yang sebesar 6,74% (yoy). Namun demikian, inflasi Kota
Kupang di sepanjang tahun 2015 hanya sebesar 1,23% (ytd), masih lebih rendah dibandingkan kinerja inflasi NTT yang
2.3.2 Kelompok Administered Prices
2.3.3 Kelompok Inti (core)
Grafik 2.13. Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 bulan ke Depan
Sumber : Bank Indonesia, diolah
INFLASI EKSPEKTASI 3 BULAN YAD EKSPEKTASI 6 BULAN YAD
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
2%
1%
0%
1%
2%
3%
4%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA
2.4.1 Inflasi Kota Kupang
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 21
Berdasarkan disagregasi inflasi, administered price mampu menjadi penghambat inflasi walaupun sempat
mengalami kenaikan yang cukup tinggi di bulan Juli 2015. Inflasi inti menjadi penyumbang inflasi terbesar
dengan penyumbang utama adalah kenaikan biaya pendidikan dan makanan jadi. Volatile food juga
menunjukkan kenaikan walaupun tidak terlalu besar. Secara bulanan, inflasi volatile food mampu menjadi
penghambat inflasi di bulan Juli dan Agustus. Sebaliknya, inflasi administered price justru mengalami kenaikan tinggi di
bulan Juli 2015 seiring dengan kenaikan biaya angkutan udara. Inflasi inti juga mengalami kenaikan yang cukup tinggi
terutama dikarenakan kenaikan harga komoditas pendidikan, sandang, biaya tempat tinggal dan makanan jadi. Di Bulan
Agustus, inflasi inti dan administered price juga mengalami deflasi.
Pada bulan September 2015, inflasi volatile food mengalami kenaikan terutama disebabkan oleh kenaikan harga beras.
Inflasi juga terjadi pada inflasi inti yang terutama disebabkan oleh kenaikan biaya tempat tinggal, makanan jadi dan
sandang. Inflasi administered price masih mengalami deflasi di bulan September 2015 dikarenakan penurunan tarif
angkutan udara yang mengalami kenaikan tertinggi di bulan Juli 2015.
Inflasi pada komoditas yang bergejolak (volatile foods) pada triwulan III 2015 secara umum mengalami
penurunan dibanding triwulan sebelumnya. Deflasi terjadi pada bulan Juli dan agustus 2015 terutama disebabkan
oleh penurunan harga komoditas padi-padian, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Kondisi cuaca yang relatif
mendukung membuat produksi hortikultura cukup melimpah di NTT. Beberapa daerah juga mengalami panen padi,
sehingga pasokan beras cukup banyak di pasar. Inflasi terjadi pada kelompok komoditas daging dan hasil-hasilnya
terutama komoditas ayam hidup dan daging ayam kampung. Kenaikan harga diduga disebabkan oleh tingginya harga
DOC ayam kampung dikarenakan kelangkaan bibit ayam kampung di Masyarakat. Inflasi pada komoditas ikan segar lebih
disebabkan oleh harga yang sudah mengalami penurunan cukup besar di awal tahun, sehingga harga ikan segar saat ini
mulai kembali ke kondisi normal. Pada bulan September, komoditas volatile food kembali mengalami inflasi terutama
didorong oleh meningkatnya harga beras.
Secara tahunan, inflasi volatile food mencapai 7,48% (yoy) yang disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan yang
cukup tinggi di Bulan November dan Desember 2014, serta bulan Januari 2015. Sepanjang tahun 2015, inflasi komoditas
volatile food hanya sebesar 0,98%, terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas ikan segar yang mengalami
penurunan cukup besar antara bulan Februari-Mei 2015 karena isu ikan berformalin.
Sumber : BPS, diolah
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi di NTTGrafik 2.12. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasii Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur
-4.5
-2.5
-0.5
1.5
3.5
5.5
7.5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
SUM AP SUM VF SUM CORE INFLASI (MTM) CORE VOL FOOD ADM PRICE
Grafik 2. 11. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasii Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber : BPS, diolah
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
SUM AP SUM VF SUM CORE INFLASI (YOY) INF CORE INF VF INF AP
2.3. DISAGREGASI INFLASI
2.3.1 Kelompok Volatile Food
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201520
Inflasi administered price pada triwulan III 2015 mengalami penurunan dibanding triwulan sebelumnya,
terutama disebabkan oleh penurunan tarif angkutan udara pada bulan Agustus dan September setelah
mengalami kenaikan cukup tinggi di bulan Juli 2015. Deflasi kelompok komoditas transportasi dikarenakan oleh
harga yang sudah terlalu tinggi dibanding tahun sebelumnya, sehingga tarif angkutan mengalami penyesuaian kembali.
Secara tahunan, kelompok administered price masih mengalami inflasi sebesar 11,97% (yoy). Tingginya inflasi terutama
disebabkan oleh kenaikan inflasi yang cukup tinggi pada akhir tahun 2014 seiring dengan kenaikan BBM di akhir tahun
2014. Sepanjang tahun 2015, kinerja kelompok administered price justru mengalami deflasi sebesar -0,95% (ytd)
dibanding posisi inflasi di akhir tahun 2014. Kenaikan cukup besar terutama pada komoditas tembakau dan minuman
beralkohol seiring dengan adanya kenaikan harga cukai rokok. Permasalahan lainnya yang sering terjadi adalah inflasi
kelompok komoditas transportasi angkutan udara yang terlalu berfluktuasinya sehingga berdampak pada tingginya
fluktuasi inflasi bulanan di NTT.
Inflasi kelompok inti masih relatif terkendali dalam satu tahun terakhir. Namun demikian, di sepanjang tahun 2015 inflasi
kelompok inti mengalami kenaikan paling besar dibanding inflasi volatile food dan administered price. Inflasi inti di
sepanjang tahun 2015 sebesar 3,25% (ytd) cukup besar bila dibandingkan inflasi volatile food yang sebesar 0,98% (ytd),
maupun inflasi administered price yang sebesar -0,95% (ytd). Kenaikan inflasi inti terutama disebabkan oleh adanya
kenaikan makanan jadi, minuman, biaya pendidikan, sandang dan biaya perawatan jasmani dan kesehatan. .
Inflasi kelompok inti yang cukup besar terjadi pada triwulan III 2015 yang mengalami inflasi hingga 1,27% (qtq) dibanding
triwulan sebelumnya. Adanya momen hari raya idul Fitri telah meningkatkan biaya sandang, makanan jadi dan biaya
perawatan jasmani dan kosmetika. Sedangkan permulaan tahun ajaran baru menjadi kesempatan bagi sekolah untuk
menaikkan biaya pendidikan.
Inflasi Kota Kupang hingga triwulan III 2015 masih relatif terkendali. Pada triwulan III 2015, inflasi kota Kupang
hanya sebesar 0,37% (qtq), relatif rendah walaupun pada periode ini bersamaan dengan perayaan Hari Raya
Idul Fitri, libur panjang sekolah dan hari raya kemerdekaan RI. Secara tahunan, inflasi kota Kupang sebesar 7,08%
(yoy), lebih tinggi dibanding inflasi tahunan di Provinsi NTT yang sebesar 6,74% (yoy). Namun demikian, inflasi Kota
Kupang di sepanjang tahun 2015 hanya sebesar 1,23% (ytd), masih lebih rendah dibandingkan kinerja inflasi NTT yang
2.3.2 Kelompok Administered Prices
2.3.3 Kelompok Inti (core)
Grafik 2.13. Ekspektasi Harga Konsumen 3 dan 6 bulan ke Depan
Sumber : Bank Indonesia, diolah
INFLASI EKSPEKTASI 3 BULAN YAD EKSPEKTASI 6 BULAN YAD
155
160
165
170
175
180
185
190
195
200
2%
1%
0%
1%
2%
3%
4%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2.4. INFLASI NTT BERDASARKAN KOTA
2.4.1 Inflasi Kota Kupang
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 21
Berdasarkan disagregasi inflasi, administered price mampu menjadi penghambat inflasi walaupun sempat
mengalami kenaikan yang cukup tinggi di bulan Juli 2015. Inflasi inti menjadi penyumbang inflasi terbesar
dengan penyumbang utama adalah kenaikan biaya pendidikan dan makanan jadi. Volatile food juga
menunjukkan kenaikan walaupun tidak terlalu besar. Secara bulanan, inflasi volatile food mampu menjadi
penghambat inflasi di bulan Juli dan Agustus. Sebaliknya, inflasi administered price justru mengalami kenaikan tinggi di
bulan Juli 2015 seiring dengan kenaikan biaya angkutan udara. Inflasi inti juga mengalami kenaikan yang cukup tinggi
terutama dikarenakan kenaikan harga komoditas pendidikan, sandang, biaya tempat tinggal dan makanan jadi. Di Bulan
Agustus, inflasi inti dan administered price juga mengalami deflasi.
Pada bulan September 2015, inflasi volatile food mengalami kenaikan terutama disebabkan oleh kenaikan harga beras.
Inflasi juga terjadi pada inflasi inti yang terutama disebabkan oleh kenaikan biaya tempat tinggal, makanan jadi dan
sandang. Inflasi administered price masih mengalami deflasi di bulan September 2015 dikarenakan penurunan tarif
angkutan udara yang mengalami kenaikan tertinggi di bulan Juli 2015.
Inflasi pada komoditas yang bergejolak (volatile foods) pada triwulan III 2015 secara umum mengalami
penurunan dibanding triwulan sebelumnya. Deflasi terjadi pada bulan Juli dan agustus 2015 terutama disebabkan
oleh penurunan harga komoditas padi-padian, sayur-sayuran dan bumbu-bumbuan. Kondisi cuaca yang relatif
mendukung membuat produksi hortikultura cukup melimpah di NTT. Beberapa daerah juga mengalami panen padi,
sehingga pasokan beras cukup banyak di pasar. Inflasi terjadi pada kelompok komoditas daging dan hasil-hasilnya
terutama komoditas ayam hidup dan daging ayam kampung. Kenaikan harga diduga disebabkan oleh tingginya harga
DOC ayam kampung dikarenakan kelangkaan bibit ayam kampung di Masyarakat. Inflasi pada komoditas ikan segar lebih
disebabkan oleh harga yang sudah mengalami penurunan cukup besar di awal tahun, sehingga harga ikan segar saat ini
mulai kembali ke kondisi normal. Pada bulan September, komoditas volatile food kembali mengalami inflasi terutama
didorong oleh meningkatnya harga beras.
Secara tahunan, inflasi volatile food mencapai 7,48% (yoy) yang disebabkan oleh kenaikan harga bahan makanan yang
cukup tinggi di Bulan November dan Desember 2014, serta bulan Januari 2015. Sepanjang tahun 2015, inflasi komoditas
volatile food hanya sebesar 0,98%, terutama disebabkan oleh penurunan harga komoditas ikan segar yang mengalami
penurunan cukup besar antara bulan Februari-Mei 2015 karena isu ikan berformalin.
Sumber : BPS, diolah
Grafik 2.1 Perkembangan Inflasi di NTTGrafik 2.12. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasii Bulanan Provinsi Nusa Tenggara Timur
-4.5
-2.5
-0.5
1.5
3.5
5.5
7.5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
SUM AP SUM VF SUM CORE INFLASI (MTM) CORE VOL FOOD ADM PRICE
Grafik 2. 11. Disagregasi Inflasi dan Sumbangan Inflasii Tahunan Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber : BPS, diolah
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9
SUM AP SUM VF SUM CORE INFLASI (YOY) INF CORE INF VF INF AP
2.3. DISAGREGASI INFLASI
2.3.1 Kelompok Volatile Food
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201520
Grafik 2.17. Inflasi Tahunan Kota Maumere
II III IV I II III IV I IIIII IV I2012 2013 2014 2015
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
Sumber : BPS, diolah
I
NTTMAUMERE
III
4.44%
6.74%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
Grafik 2.18. Inflasi Triwulanan Kota Maumere
I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015
Sumber : BPS, diolah
II
NTTMAUMERE
III
2.07%
0.58%
Grafik 2.19. Inflasi Bulanan Kota Maumere
-2.0%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2014 2015
Sumber : BPS, diolah
4 5 6
NTTMAUMERE
7 8 9
1,33%
0,53%0,20%
1,06%
-0,73%0,26%
Sub kelompok komoditas daging dan hasil-hasilnya bahkan mengalami inflasi lebih tinggi hingga 30,50% (ytd) terutama
disebabkan oleh tingginya inflasi ayam hidup, sejak terjadi kelangkaan DOC ayam kampung. Inflasi kelompok komoditas
bahan makanan dapat ditahan berkat deflasi pada sub kelompok komoditas ikan segar dan sayur-sayuran yang mencapai
sebesar -31,70% (ytd) dan -25,05% (ytd).
Pada triwulan III 2015, inflasi di Kota Maumere disebabkan oleh kenaikan harga kelompok komoditas bahan makanan
terutama di bulan Juli 2015, serta kenaikan biaya pendidikan di bulan yang sama. Hampir semua kelompok komoditas
mengalami kenaikan pada triwulan ini. Hanya kelompok komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar yang
relatif tetap dibanding triwulan sebelumnya. Berdasarkan data bulanan, inflasi yang terus terjadi di bulan Juli, Agustus dan
September 2015 dinilai menjadi penyebab utama meningkatnya inflasi di Kota Maumere di triwulan III 2015 ini.
Hingga triwulan III 2015, TPID yang sudah terbentuk di provinsi NTT sebanyak 21 TPID, terdiri dari 1 TPID di
tingkat provinsi dan 20 TPID di tingkat kabupaten/kota. Kegiatan utama TPID di triwulan ini lebih difokuskan
pada pengendalian inflasi komoditas selama hari raya Idul Fitri. Hingga saat ini, hanya tinggal kabupaten Timor
Tengah Selatan dan Malaka yang belum membentuk TPID. Sepanjang tahun 2015, telah dilakukan pembentukan 5 TPID
baru diantaranya TPID kabupaten Sumba Barat Daya, Ngada, Nagekeo, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah
Utara. Rapat konsolidasi atas pembentukan TPID baru belum dapat dilakukan dikarenakan masih fokus pada upaya
pengendalian inflasi sepanjang hari raya.
Tabel 2.5. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
IHK 2015
JUL AGUST
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
114.9
103.2
134.6
112.6
108.8
109.3
138.6
119.8
115.5
104.3
134.6
112.4
108.9
109.7
140.6
120.7
SEP
115.8
104.9
135.2
112.5
109.0
109.7
140.2
120.3
YOY
4.44
(1.26)
10.20
2.03
1.81
2.51
15.83
11.37
MTMYTD
2.27
0.12
6.83
0.78
1.48
2.26
15.44
(2.89)
1.33
2.11
1.04
0.10
(0.13)
-
4.52
1.10
0.53
1.12
0.02
(0.20)
0.12
0.36
1.43
0.76
0.20
0.55
0.44
0.10
0.11
-
(0.26)
(0.38)
QTQ
2.07
3.82
1.50
-
0.10
0.36
5.75
1.48
JUL AGUST SEP
2.5. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 23
sebesar 1,36% (ytd). Secara triwulanan, inflasi kota Kupang juga relatif lebih rendah dengan nilai inflasi sebesar 0,37%
(qtq), bandingkan dengan inflasi provinsi NTT yang sebesar 0,58% (qtq). Peningkatan inflasi terutama terjadi pada bulan
Juli yang disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan udara, harga jual sandang, maupun kenaikan harga makanan jadi. Pada
bulan Agustus 2015, inflasi mengalami penurunan seiring dengan penurunan tarif angkutan udara. Dan pada bulan
September, inflasi sedikit meningkat dikarenakan adanya kenaikan harga kelompok komoditas padi-padian.
Berdasarkan kelompok komoditas, tingginya inflasi lebih disebabkan oleh kenaikan biaya makanan jadi, sandang, dan
kesehatan. Penurunan tarif transportasi baru terjadi setelah hari raya Idul Fitri berakhir. Biaya pendidikan mengalami
kenaikan cukup besar terutama di triwulan III 2015 bersamaan dengan dimulainya tahun ajaran baru sekolah. Pada bulan
September 2015, harga beras mengalami kenaikan cukup tinggi sebagai dampak dari kenaikan harga gabah dan beras di
tingkat produsen dan pedagang besar yang sudah terjadi di bulan sebelumnya.
Secara tahunan, inflasi Kota Maumere relatif rendah hanya sebesar 4,44% (yoy), jauh lebih rendah dibanding
inflasi NTT yang sebesar 6,74% (yoy). Namun demikian, adanya kenaikan bahan makanan dan pendidikan
yang cukup tinggi di triwulan III 2015 membuat inflasi triwulanan di Kota Maumere mengalami inflasi yang
cukup tinggi sebesar 2,07% (qtq), lebih besar dibanding inflasi di Provinsi NTT yang sebesar 0,58% (qtq).
Tingginya inflasi bahan makanan terutama disebabkan oleh kenaikan inflasi padi-padian yang sepanjang tahun 2015 saja
telah mengalami kenaikan hingga 20% (ytd). Biaya pendidikan di Kota Maumere juga mengalami kenaikan yang tinggi. Di
sepanjang tahun 2015 saja telah terjadi kenaikan biaya pendidikan hingga lebih dari 15% (ytd).
Grafik 2.14. Inflasi Tahunan Kota Kupang
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
10.00%
I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015
Grafik 2.15. Inflasi Triwulanan Kota Kupang Grafik 2.16. Inflasi Bulanan Kota Kupang
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
7.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015
-2.0%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2014 2015
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
II II
4 5 6
III
NTTKUPANG
7.08%
6.74%
NTTKUPANG NTTKUPANG
III0.37%
0.58%7 8 9
1,06%
-0,73%
0,26%
1,02%
-0,92%
0,27%
Tabel 2.4. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
IHK 2015
JUL AGUST
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
122.3
113.5
128.0
121.2
121.6
111.2
119.5
137.9
121.2
111.7
128.4
120.8
121.0
111.5
120.1
134.0
SEP
121.5
113.3
129.3
121.1
121.1
111.9
120.5
132.1
YOY
7.08
7.79
9.18
4.19
7.62
6.01
3.61
10.54
MTMYTD
1.23
0.15
6.26
0.89
5.40
4.67
3.95
(3.26)
1.02
(0.40)
0.78
0.54
3.10
0.76
1.69
2.87
(0.92)
(1.53)
0.32
(0.33)
(0.51)
0.28
0.54
(2.77)
0.27
1.41
0.71
0.30
0.11
0.36
0.28
(1.43)
QTQ
0.37
(0.54)
1.82
0.51
2.69
1.40
2.53
(1.42)
JUL AGUST SEP
2.4.2 Inflasi Kota Maumere
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201522
Grafik 2.17. Inflasi Tahunan Kota Maumere
II III IV I II III IV I IIIII IV I2012 2013 2014 2015
2.00%
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
Sumber : BPS, diolah
I
NTTMAUMERE
III
4.44%
6.74%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
Grafik 2.18. Inflasi Triwulanan Kota Maumere
I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015
Sumber : BPS, diolah
II
NTTMAUMERE
III
2.07%
0.58%
Grafik 2.19. Inflasi Bulanan Kota Maumere
-2.0%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2014 2015
Sumber : BPS, diolah
4 5 6
NTTMAUMERE
7 8 9
1,33%
0,53%0,20%
1,06%
-0,73%0,26%
Sub kelompok komoditas daging dan hasil-hasilnya bahkan mengalami inflasi lebih tinggi hingga 30,50% (ytd) terutama
disebabkan oleh tingginya inflasi ayam hidup, sejak terjadi kelangkaan DOC ayam kampung. Inflasi kelompok komoditas
bahan makanan dapat ditahan berkat deflasi pada sub kelompok komoditas ikan segar dan sayur-sayuran yang mencapai
sebesar -31,70% (ytd) dan -25,05% (ytd).
Pada triwulan III 2015, inflasi di Kota Maumere disebabkan oleh kenaikan harga kelompok komoditas bahan makanan
terutama di bulan Juli 2015, serta kenaikan biaya pendidikan di bulan yang sama. Hampir semua kelompok komoditas
mengalami kenaikan pada triwulan ini. Hanya kelompok komoditas perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar yang
relatif tetap dibanding triwulan sebelumnya. Berdasarkan data bulanan, inflasi yang terus terjadi di bulan Juli, Agustus dan
September 2015 dinilai menjadi penyebab utama meningkatnya inflasi di Kota Maumere di triwulan III 2015 ini.
Hingga triwulan III 2015, TPID yang sudah terbentuk di provinsi NTT sebanyak 21 TPID, terdiri dari 1 TPID di
tingkat provinsi dan 20 TPID di tingkat kabupaten/kota. Kegiatan utama TPID di triwulan ini lebih difokuskan
pada pengendalian inflasi komoditas selama hari raya Idul Fitri. Hingga saat ini, hanya tinggal kabupaten Timor
Tengah Selatan dan Malaka yang belum membentuk TPID. Sepanjang tahun 2015, telah dilakukan pembentukan 5 TPID
baru diantaranya TPID kabupaten Sumba Barat Daya, Ngada, Nagekeo, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Timor Tengah
Utara. Rapat konsolidasi atas pembentukan TPID baru belum dapat dilakukan dikarenakan masih fokus pada upaya
pengendalian inflasi sepanjang hari raya.
Tabel 2.5. Inflasi di Kota Maumere berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
IHK 2015
JUL AGUST
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
114.9
103.2
134.6
112.6
108.8
109.3
138.6
119.8
115.5
104.3
134.6
112.4
108.9
109.7
140.6
120.7
SEP
115.8
104.9
135.2
112.5
109.0
109.7
140.2
120.3
YOY
4.44
(1.26)
10.20
2.03
1.81
2.51
15.83
11.37
MTMYTD
2.27
0.12
6.83
0.78
1.48
2.26
15.44
(2.89)
1.33
2.11
1.04
0.10
(0.13)
-
4.52
1.10
0.53
1.12
0.02
(0.20)
0.12
0.36
1.43
0.76
0.20
0.55
0.44
0.10
0.11
-
(0.26)
(0.38)
QTQ
2.07
3.82
1.50
-
0.10
0.36
5.75
1.48
JUL AGUST SEP
2.5. AKTIVITAS PENGENDALIAN INFLASI OLEH TPID
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 23
sebesar 1,36% (ytd). Secara triwulanan, inflasi kota Kupang juga relatif lebih rendah dengan nilai inflasi sebesar 0,37%
(qtq), bandingkan dengan inflasi provinsi NTT yang sebesar 0,58% (qtq). Peningkatan inflasi terutama terjadi pada bulan
Juli yang disebabkan oleh kenaikan tarif angkutan udara, harga jual sandang, maupun kenaikan harga makanan jadi. Pada
bulan Agustus 2015, inflasi mengalami penurunan seiring dengan penurunan tarif angkutan udara. Dan pada bulan
September, inflasi sedikit meningkat dikarenakan adanya kenaikan harga kelompok komoditas padi-padian.
Berdasarkan kelompok komoditas, tingginya inflasi lebih disebabkan oleh kenaikan biaya makanan jadi, sandang, dan
kesehatan. Penurunan tarif transportasi baru terjadi setelah hari raya Idul Fitri berakhir. Biaya pendidikan mengalami
kenaikan cukup besar terutama di triwulan III 2015 bersamaan dengan dimulainya tahun ajaran baru sekolah. Pada bulan
September 2015, harga beras mengalami kenaikan cukup tinggi sebagai dampak dari kenaikan harga gabah dan beras di
tingkat produsen dan pedagang besar yang sudah terjadi di bulan sebelumnya.
Secara tahunan, inflasi Kota Maumere relatif rendah hanya sebesar 4,44% (yoy), jauh lebih rendah dibanding
inflasi NTT yang sebesar 6,74% (yoy). Namun demikian, adanya kenaikan bahan makanan dan pendidikan
yang cukup tinggi di triwulan III 2015 membuat inflasi triwulanan di Kota Maumere mengalami inflasi yang
cukup tinggi sebesar 2,07% (qtq), lebih besar dibanding inflasi di Provinsi NTT yang sebesar 0,58% (qtq).
Tingginya inflasi bahan makanan terutama disebabkan oleh kenaikan inflasi padi-padian yang sepanjang tahun 2015 saja
telah mengalami kenaikan hingga 20% (ytd). Biaya pendidikan di Kota Maumere juga mengalami kenaikan yang tinggi. Di
sepanjang tahun 2015 saja telah terjadi kenaikan biaya pendidikan hingga lebih dari 15% (ytd).
Grafik 2.14. Inflasi Tahunan Kota Kupang
3.00%
4.00%
5.00%
6.00%
7.00%
8.00%
9.00%
10.00%
I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015
Grafik 2.15. Inflasi Triwulanan Kota Kupang Grafik 2.16. Inflasi Bulanan Kota Kupang
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
5.0%
6.0%
7.0%
I II III IV I II III IV I II III IV I2012 2013 2014 2015
-2.0%
-1.0%
0.0%
1.0%
2.0%
3.0%
4.0%
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3
2014 2015
Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah Sumber : BPS, diolah
II II
4 5 6
III
NTTKUPANG
7.08%
6.74%
NTTKUPANG NTTKUPANG
III0.37%
0.58%7 8 9
1,06%
-0,73%
0,26%
1,02%
-0,92%
0,27%
Tabel 2.4. Inflasi di Kota Kupang berdasarkan Kelompok Komoditas
KOMODITAS
Sumber : BPS diolah
IHK 2015
JUL AGUST
INFLASI UMUM
BAHAN MAKANAN
MAKANAN JADI, MINUMAN DAN TEMBAKAU
PERUMAHAN, AIR, LISTRIK, GAS DAN BAHAN BAKAR
SANDANG
KESEHATAN
PENDIDIKAN, REKREASI DAN OLAH RAGA
TRANSPORTASI, KOMUNIKASI DAN JASA
122.3
113.5
128.0
121.2
121.6
111.2
119.5
137.9
121.2
111.7
128.4
120.8
121.0
111.5
120.1
134.0
SEP
121.5
113.3
129.3
121.1
121.1
111.9
120.5
132.1
YOY
7.08
7.79
9.18
4.19
7.62
6.01
3.61
10.54
MTMYTD
1.23
0.15
6.26
0.89
5.40
4.67
3.95
(3.26)
1.02
(0.40)
0.78
0.54
3.10
0.76
1.69
2.87
(0.92)
(1.53)
0.32
(0.33)
(0.51)
0.28
0.54
(2.77)
0.27
1.41
0.71
0.30
0.11
0.36
0.28
(1.43)
QTQ
0.37
(0.54)
1.82
0.51
2.69
1.40
2.53
(1.42)
JUL AGUST SEP
2.4.2 Inflasi Kota Maumere
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201522
Karakteristik inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur relatif berbeda dibanding daerah lain. Ketika sebagian besar provinsi
hanya mengalami puncak inflasi pada saat hari raya Idul Fitri, NTT mengalami dua periode inflasi besar yaitu pada saat Hari
Raya Idul Fitri serta Hari Raya Natal dan Tahun Baru. Perbedaan karakter inflasi lebih disebabkan oleh mayoritas penduduk
yang menganut agama Kristen, sehingga peningkatan permintaan masyarakat terjadi pada saat perayaan Hari Raya Natal
dan Tahun Baru. Tingginya inflasi di Hari Raya Idul Fitri lebih disebabkan oleh tingginya inflasi transportasi dikarenakan
tingginya arus mudik dan balik warga pendatang, sehingga biaya transportasi meningkat signifikan. Adanya gaji ke-13
membuat belanja sandang meningkat signifikan, dan biaya pendidikan biasanya mengalami kenaikan cukup besar seiring
dengan adanya peralihan tahun ajaran baru.
Pada akhir tahun, inflasi Provinsi NTT lebih didominasi oleh meningkatnya harga bahan makanan. Peningkatan harga
bahan makanan selain disebabkan oleh meningkatnya permintaan selama perayaan hari raya Natal, juga disebabkan oleh
kondisi cuaca yang memburuk di akhir tahun, sehingga terjadi gangguan pasokan komoditas. Berdasarkan karakter
pergerakan harga, inflasi selama dua bulan di akhir tahun cukup tinggi yaitu mencapai 1-2%. Anomali inflasi tinggi hanya
terjadi pada akhir tahun 2014 yang lebih disebabkan oleh adanya kenaikan BBM bersubsidi, sehingga mempengaruhi
sentimen inflasi masyarakat.
Berdasarkan analisa data antara tahun 2011-2014 (4 tahun), diketahui bahwa terdapat 9 komoditas yang secara persisten
menjadi penyumbang inflasi tertinggi di Kota Kupang, dan 8 komoditas yang secara persisten menjadi penyumbang inflasi
tertinggi di Kota Maumere. Preferensi konsumsi masyarakat di dua kota perhitungan inflasi ini juga relatif berbeda yang
terlihat dari jenis komoditas tertinggi penyumbang inflasi yang berbeda di masing-masing kota. Hanya komoditas cabe
rawit dan beras yang secara persisten sama-sama menyumbang inflasi tertinggi di dua kota tersebut.
Di Kota Kupang, komoditas yang secara persisten menyumbang inflasi pada bulan November adalah komoditas beras,
sawi putih, daging ayam ras, bawang merah, tarif listrik dan wortel. Sedangkan Komoditas yang persisten menyumbang
inflasi pada bulan Desember adalah komoditas sawi putih, ikan kembung, beras, daging ayam ras, bawang merah, cabe
rawit, dan telur ayam ras. Di Kota Maumere, komoditas yang persisten menyumbang inflasi di bulan November antara lain cabe rawit, kangkung,
tongkol dan labu siam. Sedangkan komoditas yang persisten menyumbang inflasi di bulan Desember adalah sawi hijau,
cabe rawit, ayam hidup, kubis, kangkung, beras, dan ikan selar.
Karakteristik Inflasi KomoditasPada Hari Raya Natal Dan Tahun Baru02
Grafik Boks 2.1. Karakteristik Inflasi di Provinsi NTT
Sumber : BPS, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 25
0.24%
0.93%
-0.66%
1.95%
0.23%
1.23%
0.55%
1.48%1.69%
3.41%
-0.015
-0.005
0.005
0.015
0.025
0.035
0.045
0.055
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Inflasi NTT
Adapun kegiatan pengendalian harga yang dilakukan antara lain pemantauan pasar menjelang hari raya oleh kota
Kupang, operasi pasar dan pasar murah oleh pemerintah provinsi NTT. Sebelumnya, pemerintah provinsi NTT juga
melakukan rapat high level meeting (HLM) TPID yang langsung dipimpin oleh Gubernur Provinsi NTT. Pemerintah Kota
Kupang juga telah melakukan rapat persiapan melalui rapat HLM TPID bahkan telah dilakukan dua kali untuk memastikan
pemantauan komoditas penyumbang inflasi dapat dilakukan dengan baik. Adapun program terkait penyelesaian
permasalahan fundamental juga sudah dilakukan bekerjasama dengan pemerintah provinsi dan TPID Kabupaten Kupang
berupa gerakan tanam cabe di musim kering (GTCK) yang diperkirakan akan memasuki musim panen Perdana pada akhir
November 2015. Rapat konsolidasi dengan TPID Kabupaten Rote Ndao juga telah berhasil dilakukan pada tanggal 2
September 2015.
Gambar 2.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan I 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201524
Karakteristik inflasi di Provinsi Nusa Tenggara Timur relatif berbeda dibanding daerah lain. Ketika sebagian besar provinsi
hanya mengalami puncak inflasi pada saat hari raya Idul Fitri, NTT mengalami dua periode inflasi besar yaitu pada saat Hari
Raya Idul Fitri serta Hari Raya Natal dan Tahun Baru. Perbedaan karakter inflasi lebih disebabkan oleh mayoritas penduduk
yang menganut agama Kristen, sehingga peningkatan permintaan masyarakat terjadi pada saat perayaan Hari Raya Natal
dan Tahun Baru. Tingginya inflasi di Hari Raya Idul Fitri lebih disebabkan oleh tingginya inflasi transportasi dikarenakan
tingginya arus mudik dan balik warga pendatang, sehingga biaya transportasi meningkat signifikan. Adanya gaji ke-13
membuat belanja sandang meningkat signifikan, dan biaya pendidikan biasanya mengalami kenaikan cukup besar seiring
dengan adanya peralihan tahun ajaran baru.
Pada akhir tahun, inflasi Provinsi NTT lebih didominasi oleh meningkatnya harga bahan makanan. Peningkatan harga
bahan makanan selain disebabkan oleh meningkatnya permintaan selama perayaan hari raya Natal, juga disebabkan oleh
kondisi cuaca yang memburuk di akhir tahun, sehingga terjadi gangguan pasokan komoditas. Berdasarkan karakter
pergerakan harga, inflasi selama dua bulan di akhir tahun cukup tinggi yaitu mencapai 1-2%. Anomali inflasi tinggi hanya
terjadi pada akhir tahun 2014 yang lebih disebabkan oleh adanya kenaikan BBM bersubsidi, sehingga mempengaruhi
sentimen inflasi masyarakat.
Berdasarkan analisa data antara tahun 2011-2014 (4 tahun), diketahui bahwa terdapat 9 komoditas yang secara persisten
menjadi penyumbang inflasi tertinggi di Kota Kupang, dan 8 komoditas yang secara persisten menjadi penyumbang inflasi
tertinggi di Kota Maumere. Preferensi konsumsi masyarakat di dua kota perhitungan inflasi ini juga relatif berbeda yang
terlihat dari jenis komoditas tertinggi penyumbang inflasi yang berbeda di masing-masing kota. Hanya komoditas cabe
rawit dan beras yang secara persisten sama-sama menyumbang inflasi tertinggi di dua kota tersebut.
Di Kota Kupang, komoditas yang secara persisten menyumbang inflasi pada bulan November adalah komoditas beras,
sawi putih, daging ayam ras, bawang merah, tarif listrik dan wortel. Sedangkan Komoditas yang persisten menyumbang
inflasi pada bulan Desember adalah komoditas sawi putih, ikan kembung, beras, daging ayam ras, bawang merah, cabe
rawit, dan telur ayam ras. Di Kota Maumere, komoditas yang persisten menyumbang inflasi di bulan November antara lain cabe rawit, kangkung,
tongkol dan labu siam. Sedangkan komoditas yang persisten menyumbang inflasi di bulan Desember adalah sawi hijau,
cabe rawit, ayam hidup, kubis, kangkung, beras, dan ikan selar.
Karakteristik Inflasi KomoditasPada Hari Raya Natal Dan Tahun Baru02
Grafik Boks 2.1. Karakteristik Inflasi di Provinsi NTT
Sumber : BPS, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 25
0.24%
0.93%
-0.66%
1.95%
0.23%
1.23%
0.55%
1.48%1.69%
3.41%
-0.015
-0.005
0.005
0.015
0.025
0.035
0.045
0.055
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Inflasi NTT
Adapun kegiatan pengendalian harga yang dilakukan antara lain pemantauan pasar menjelang hari raya oleh kota
Kupang, operasi pasar dan pasar murah oleh pemerintah provinsi NTT. Sebelumnya, pemerintah provinsi NTT juga
melakukan rapat high level meeting (HLM) TPID yang langsung dipimpin oleh Gubernur Provinsi NTT. Pemerintah Kota
Kupang juga telah melakukan rapat persiapan melalui rapat HLM TPID bahkan telah dilakukan dua kali untuk memastikan
pemantauan komoditas penyumbang inflasi dapat dilakukan dengan baik. Adapun program terkait penyelesaian
permasalahan fundamental juga sudah dilakukan bekerjasama dengan pemerintah provinsi dan TPID Kabupaten Kupang
berupa gerakan tanam cabe di musim kering (GTCK) yang diperkirakan akan memasuki musim panen Perdana pada akhir
November 2015. Rapat konsolidasi dengan TPID Kabupaten Rote Ndao juga telah berhasil dilakukan pada tanggal 2
September 2015.
Gambar 2.1. Kegiatan TPID Provinsi NTT Triwulan I 2015 dan Sebaran Pembentukan TPID
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201524
Kinerja perbankan dan sistem pembayaran mengalami peningkatan.
Indikator kinerja perbankan secara year-on-year (yoy) dan triwulanan (qtq) mengalami peningkatan.
Peningkatan ini juga masih berada di atas pertumbuhan Nasional.
Selain itu, beberapa indikator sistem pembayaran juga masih menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat
menggambarkan adanya perkembangan ekonomi yang positif di Provinsi NTT.
Perkembangan Perbankan DanSistem Pembayaran03
Kenaikan harga beras lebih disebabkan oleh kondisi pasokan yang berkurang. Pasokan diperkirakan akan terus berkurang
hingga musim panen pertama tahun 2016 dilakukan. Adanya impor beras diperkirakan tidak terlalu berdampak
dikarenakan harga sudah terlanjur mengalami kenaikan di tingkat pedagang besar seiring minimnya pasokan.
Kenaikan harga sayur-sayuran selain disebabkan oleh kenaikan permintaan, juga disebabkan oleh penurunan produksi
dikarenakan adanya musim hujan. Penurunan pasokan ikan lebih disebabkan oleh kondisi cuaca yang buruk selama musim
penghujan, sehingga nelayan tidak bisa melaut. Demikian pula dengan penyediaan daging ayam yang terganggu kondisi
cuaca, sehingga pasokan relatif terhambat.
Dengan mengetahui permasalahan yang terjadi, diharapkan pemerintah dapat bergerak aktif untuk mengatasi
permasalahan yang berpotensi terjadi. Penyediaan beras dapat segera ditingkatkan dan dipantau terus kondisinya.
Sebagai contoh, kebutuhan beras di Kota Kupang per hari tidak kurang dari 150 ton beras. Oleh karena itu, stok beras
harus dipastikan selalu tersedia, baik di BULOG maupun di tangan pedagang untuk memasok masyarakat dalam waktu
yang aman. Terkait ketersediaan ikan tangkap, pemerintah dapat mengaktifkan cold storage yang ada. Adanya kondisi El
Nino diharapkan juga dapat dimanfaatkan dengan baik. Mundurnya musim hujan yang diperkirakan baru turun pada
bulan Desember sekiranya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan.
Adapun terkait pemenuhan kebutuhan sayur-mayur, pemerintah dapat memulai dengan melakukan penanaman
menjelang musim hujan, sesuatu yang jarang dilakukan oleh petani. Dengan waktu tanam lebih kurang 30 hari, masih ada
peluang untuk menjaga inflasi agar tidak naik sebagaimana sebelumnya. Adanya keterlambatan musim hujan akibat El
Nino diharapkan dapat sungguh-sungguh dimanfaatkan dalam menjaga pasokan yang biasanya sudah terhambat karena
adanya cuaca buruk pada awal musim penghujan.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201526
KOMODITASPENYUMBANG UTAMA
Count Inflasi
Nov Des
BERAS
SAWI PUTIH
KEMBUNG/GEMBUNG
DAGING AYAM RAS
BAWANG MERAH
CABE RAWIT
TARIP LISTRIK
WORTEL
TELUR AYAM RAS
ANGKUTAN DALAM KOTA
TOT
4
3
1
2
2
1
2
2
1
1
3
4
4
2
2
2
1
1
2
1
7
7
5
4
4
3
3
3
3
2
0.69
0.14
0.09
0.20
0.10
0.09
0.15
0.12
0.03
0.46
0.57
0.60
0.83
0.23
0.30
0.21
0.12
0.14
0.21
0.55
1.25
0.75
0.92
0.43
0.40
0.30
0.27
0.27
0.23
1.01
Count Inflasi
Nov Des TOT
Tabel Boks 2.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasitahun 2011-2014 Kota Kupang
Tabel Boks 2.2. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasitahun 2011-2014 Kota Maumere
KOMODITASPENYUMBANG UTAMA
Count Inflasi
Nov Des
SAWI HIJAU
CABE RAWIT
AYAM HIDUP
KANGKUNG
KOL PUTIH/KUBIS
BERAS
SELAR
TONGKOL
BENSIN
LABU SIAM/JIPANG
TOT
4
3
1
2
2
1
2
2
1
1
3
4
4
2
2
2
1
1
2
1
7
7
5
4
4
3
3
3
3
2
0.69
0.14
0.09
0.20
0.10
0.09
0.15
0.12
0.03
0.46
0.57
0.60
0.83
0.23
0.30
0.21
0.12
0.14
0.21
0.55
1.25
0.75
0.92
0.43
0.40
0.30
0.27
0.27
0.23
1.01
Count Inflasi
Nov Des TOT
Kinerja perbankan dan sistem pembayaran mengalami peningkatan.
Indikator kinerja perbankan secara year-on-year (yoy) dan triwulanan (qtq) mengalami peningkatan.
Peningkatan ini juga masih berada di atas pertumbuhan Nasional.
Selain itu, beberapa indikator sistem pembayaran juga masih menunjukkan peningkatan. Hal ini dapat
menggambarkan adanya perkembangan ekonomi yang positif di Provinsi NTT.
Perkembangan Perbankan DanSistem Pembayaran03
Kenaikan harga beras lebih disebabkan oleh kondisi pasokan yang berkurang. Pasokan diperkirakan akan terus berkurang
hingga musim panen pertama tahun 2016 dilakukan. Adanya impor beras diperkirakan tidak terlalu berdampak
dikarenakan harga sudah terlanjur mengalami kenaikan di tingkat pedagang besar seiring minimnya pasokan.
Kenaikan harga sayur-sayuran selain disebabkan oleh kenaikan permintaan, juga disebabkan oleh penurunan produksi
dikarenakan adanya musim hujan. Penurunan pasokan ikan lebih disebabkan oleh kondisi cuaca yang buruk selama musim
penghujan, sehingga nelayan tidak bisa melaut. Demikian pula dengan penyediaan daging ayam yang terganggu kondisi
cuaca, sehingga pasokan relatif terhambat.
Dengan mengetahui permasalahan yang terjadi, diharapkan pemerintah dapat bergerak aktif untuk mengatasi
permasalahan yang berpotensi terjadi. Penyediaan beras dapat segera ditingkatkan dan dipantau terus kondisinya.
Sebagai contoh, kebutuhan beras di Kota Kupang per hari tidak kurang dari 150 ton beras. Oleh karena itu, stok beras
harus dipastikan selalu tersedia, baik di BULOG maupun di tangan pedagang untuk memasok masyarakat dalam waktu
yang aman. Terkait ketersediaan ikan tangkap, pemerintah dapat mengaktifkan cold storage yang ada. Adanya kondisi El
Nino diharapkan juga dapat dimanfaatkan dengan baik. Mundurnya musim hujan yang diperkirakan baru turun pada
bulan Desember sekiranya dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk meningkatkan hasil tangkapan ikan.
Adapun terkait pemenuhan kebutuhan sayur-mayur, pemerintah dapat memulai dengan melakukan penanaman
menjelang musim hujan, sesuatu yang jarang dilakukan oleh petani. Dengan waktu tanam lebih kurang 30 hari, masih ada
peluang untuk menjaga inflasi agar tidak naik sebagaimana sebelumnya. Adanya keterlambatan musim hujan akibat El
Nino diharapkan dapat sungguh-sungguh dimanfaatkan dalam menjaga pasokan yang biasanya sudah terhambat karena
adanya cuaca buruk pada awal musim penghujan.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201526
KOMODITASPENYUMBANG UTAMA
Count Inflasi
Nov Des
BERAS
SAWI PUTIH
KEMBUNG/GEMBUNG
DAGING AYAM RAS
BAWANG MERAH
CABE RAWIT
TARIP LISTRIK
WORTEL
TELUR AYAM RAS
ANGKUTAN DALAM KOTA
TOT
4
3
1
2
2
1
2
2
1
1
3
4
4
2
2
2
1
1
2
1
7
7
5
4
4
3
3
3
3
2
0.69
0.14
0.09
0.20
0.10
0.09
0.15
0.12
0.03
0.46
0.57
0.60
0.83
0.23
0.30
0.21
0.12
0.14
0.21
0.55
1.25
0.75
0.92
0.43
0.40
0.30
0.27
0.27
0.23
1.01
Count Inflasi
Nov Des TOT
Tabel Boks 2.1. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasitahun 2011-2014 Kota Kupang
Tabel Boks 2.2. 10 Komoditas Utama Penyumbang Inflasitahun 2011-2014 Kota Maumere
KOMODITASPENYUMBANG UTAMA
Count Inflasi
Nov Des
SAWI HIJAU
CABE RAWIT
AYAM HIDUP
KANGKUNG
KOL PUTIH/KUBIS
BERAS
SELAR
TONGKOL
BENSIN
LABU SIAM/JIPANG
TOT
4
3
1
2
2
1
2
2
1
1
3
4
4
2
2
2
1
1
2
1
7
7
5
4
4
3
3
3
3
2
0.69
0.14
0.09
0.20
0.10
0.09
0.15
0.12
0.03
0.46
0.57
0.60
0.83
0.23
0.30
0.21
0.12
0.14
0.21
0.55
1.25
0.75
0.92
0.43
0.40
0.30
0.27
0.27
0.23
1.01
Count Inflasi
Nov Des TOT
Perkembangan kinerja perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 relatif meningkat di atas kinerja
perbankan Nasional. Peningkatan tersebut tercermin oleh beberapa indikator perbankan, diantaranya penghimpunan
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang pada Triwulan III 2015 mengalami peningkatan sebesar 18,35% (yoy), lebih tinggi dari
Triwulan II 2015 sebesar 15,99% (yoy) atau dengan nominal mencapai Rp. 22,92 triliun. Kemudian kredit perbankan pada
Triwulan III 2015 mencapai Rp.19,25 triliun atau tumbuh sebesar 14,33% (yoy), juga lebih tinggi dibanding Triwulan II
2015 yang hanya mencapai 14,20% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan aset perbankan secara umum di Provinsi NTT pada
Triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp. 33,23 triliun atau mengalami perlambatan sebesar 20,90% (yoy), lebih rendah dari
triwulan sebelumnya yang mencapai 24,20% (yoy).
Rasio kredit macet Non Performing Loan (NPL) Gross perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 mengalami
penurunan, dari 2,09% pada Triwulan II 2015 menjadi 2,00% di Triwulan III 2015. Angka tersebut juga masih tetap berada
pada level aman yakni dibawah batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu NPL Nett sebesar 5%. Selain itu, angka
rasio likuiditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan III 2015 sebesar 83,99% sedikit lebih tinggi dari Triwulan II
2015 yang mencapai 83,94%.
Secara umum perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 masih menunjukkan peningkatan.
Sistem Pembayaran Tunai masih mengalami net-outflow sebesar Rp.846,35 miliar atau meningkat 46,69% (yoy). Besarnya
Net Outflow terutama disebabkan oleh adanya perayaan Hari Raya Idul Fitri yang membuat konsumsi rumah tangga
mengalami peningkatan serta meningkatnya pembayaran proyek investasi.
Temuan Uang Palsu yang dilaporkan dan tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan III 2015
mencapai 52 lembar, lebih sedikit apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 966 lembar. Temuan
uang palsu tersebut disebabkan oleh semakin membaiknya tingkat kepatuhan perbankan dan tingkat kesadaran
masyarakat dalam melaporkan uang yang diragukan keasliannya kepada Bank Indonesia, serta pengungkapan kasus
tindak pidana uang palsu oleh kepolisian.
Pada Triwulan III 2015 transaksi non tunai mengalami peningkatan. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dari sisi
volume maupun nominal mengalami peningkatan. Volume kliring di Provinsi NTT mengalami peningkatan sebesar
28,15% (yoy), dan nominalnya meningkat sebesar 52,03% (yoy). Tidak hanya itu, perkembangan SKNBI di Provinsi NTT
juga masih tetap berada di atas pertumbuhan Nasional. Sementara itu, transaksi BI-RTGS pada Triwulan III 2015 masih
mengalami net-to-NTT atau transfer uang yang masuk ke dalam Provinsi NTT lebih besar dari transfer uang yang keluar.
Dari sisi nominal naik sebesar 39,17% (yoy) atau mencapai Rp.8.017,86 miliar, dan dari sisi volume mengalami penurunan
3.1. KONDISI UMUM
Grafik 3.1. Perkembangan Kinerja Perbankan
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
I
2015
II III
ASET (MILIAR) KREDIT (MILIAR) DPK (MILIAR) YOY ASET YOY KREDIT YOY DPK
Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL
LDR NPL
0,0%
0,5%
1,0%
1,5%
78%
80%
82%
84%
86%
88%
90%
92%
94%
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
I
2015
2,0%
2,5%
III II III
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 27
Perkembangan kinerja perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 relatif meningkat di atas kinerja
perbankan Nasional. Peningkatan tersebut tercermin oleh beberapa indikator perbankan, diantaranya penghimpunan
Dana Pihak Ketiga (DPK) yang pada Triwulan III 2015 mengalami peningkatan sebesar 18,35% (yoy), lebih tinggi dari
Triwulan II 2015 sebesar 15,99% (yoy) atau dengan nominal mencapai Rp. 22,92 triliun. Kemudian kredit perbankan pada
Triwulan III 2015 mencapai Rp.19,25 triliun atau tumbuh sebesar 14,33% (yoy), juga lebih tinggi dibanding Triwulan II
2015 yang hanya mencapai 14,20% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan aset perbankan secara umum di Provinsi NTT pada
Triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp. 33,23 triliun atau mengalami perlambatan sebesar 20,90% (yoy), lebih rendah dari
triwulan sebelumnya yang mencapai 24,20% (yoy).
Rasio kredit macet Non Performing Loan (NPL) Gross perbankan di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 mengalami
penurunan, dari 2,09% pada Triwulan II 2015 menjadi 2,00% di Triwulan III 2015. Angka tersebut juga masih tetap berada
pada level aman yakni dibawah batas yang ditetapkan oleh Bank Indonesia yaitu NPL Nett sebesar 5%. Selain itu, angka
rasio likuiditas atau Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan III 2015 sebesar 83,99% sedikit lebih tinggi dari Triwulan II
2015 yang mencapai 83,94%.
Secara umum perkembangan sistem pembayaran di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 masih menunjukkan peningkatan.
Sistem Pembayaran Tunai masih mengalami net-outflow sebesar Rp.846,35 miliar atau meningkat 46,69% (yoy). Besarnya
Net Outflow terutama disebabkan oleh adanya perayaan Hari Raya Idul Fitri yang membuat konsumsi rumah tangga
mengalami peningkatan serta meningkatnya pembayaran proyek investasi.
Temuan Uang Palsu yang dilaporkan dan tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan III 2015
mencapai 52 lembar, lebih sedikit apabila dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 966 lembar. Temuan
uang palsu tersebut disebabkan oleh semakin membaiknya tingkat kepatuhan perbankan dan tingkat kesadaran
masyarakat dalam melaporkan uang yang diragukan keasliannya kepada Bank Indonesia, serta pengungkapan kasus
tindak pidana uang palsu oleh kepolisian.
Pada Triwulan III 2015 transaksi non tunai mengalami peningkatan. Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dari sisi
volume maupun nominal mengalami peningkatan. Volume kliring di Provinsi NTT mengalami peningkatan sebesar
28,15% (yoy), dan nominalnya meningkat sebesar 52,03% (yoy). Tidak hanya itu, perkembangan SKNBI di Provinsi NTT
juga masih tetap berada di atas pertumbuhan Nasional. Sementara itu, transaksi BI-RTGS pada Triwulan III 2015 masih
mengalami net-to-NTT atau transfer uang yang masuk ke dalam Provinsi NTT lebih besar dari transfer uang yang keluar.
Dari sisi nominal naik sebesar 39,17% (yoy) atau mencapai Rp.8.017,86 miliar, dan dari sisi volume mengalami penurunan
3.1. KONDISI UMUM
Grafik 3.1. Perkembangan Kinerja Perbankan
0
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
I
2015
II III
ASET (MILIAR) KREDIT (MILIAR) DPK (MILIAR) YOY ASET YOY KREDIT YOY DPK
Grafik 3.2. Perkembangan LDR dan NPL
LDR NPL
0,0%
0,5%
1,0%
1,5%
78%
80%
82%
84%
86%
88%
90%
92%
94%
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
I
2015
2,0%
2,5%
III II III
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 27
Perkembangan Aset Bank Umum baik di Provinsi NTT maupun secara Nasional pada Triwulan III 2015
mengalami perlambatan. Namun demikian, pertumbuhan Aset di Provinsi NTT masih tetap berada di atas Nasional.
Perlambatan aset perbankan ini disebabkan oleh melambatnya aset bank pemerintah. Walaupun demikian, aset bank
swasta pada triwulan ini masih mengalami peningkatan. Adapun perlambatan aset bank pemerintah yakni dari 25,52%
(yoy) pada Triwulan II 2015 menjadi 21,12% (yoy) di Triwulan III 2015. Sementara itu, pada Triwulan III 2015 Aset bank
Swasta Nasional mengalami peningkatan sebesar 18,34% (yoy) dari 14,30% (yoy) pada Triwulan II 2015.
Walaupun aset bank pemerintah mengalami perlambatan, bila dilihat berdasarkan kelompok bank penyumbang Aset
terbesar, pada Triwulan III 2015 Bank Pemerintah masih menjadi penyumbang aset terbesar yaitu 88,30%, sementara
Bank Swasta Nasional sebesar 11,70%.
Pada Triwulan III 2015 penghimpunan DPK oleh Bank Umum di Provinsi NTT mengalami peningkatan dan masih
berada di atas pertumbuhan Nasional. Peningkatan penghimpunan DPK oleh perbankan dipicu oleh meningkatnya
simpanan Giro dan Tabungan, sementara itu simpanan Deposito mengalami perlambatan. Peningkatan giro lebih
disebabkan oleh adanya peningkatan dana transfer pemerintah yang belum dibelanjakan. Perlambatan deposito diduga
disebabkan oleh adanya pengalihan dana ke rekening giro sebagai persiapan pelaksanaan aktivitas proyek di triwulan IV
2015. Pertumbuhan Giro pada Triwulan III 2015 mencapai 30,56% (yoy), dari 15,64% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Demikian juga dengan Tabungan yang mengalami peningkatan sebesar 7,34% (yoy) pada Triwulan III 2015, lebih tinggi
dibanding Triwulan II 2015 yang hanya sebesar 6,78% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan Deposito pada triwulan ini
melambat sebesar 25,34% (yoy), lebih rendah dibanding Triwulan II 2015 yang berhasil mencapai 32,49% (yoy).
3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif
Grafik 3.4. Komposisi Aset Berdasarkan Kelompok Bank
11,70%
88,30%
BANK PEMERINTAH BANK SWASTA NASIONAL
3.2.2. Dana Pihak Ketiga
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 29
5,5
94
.46
48
4.4
6
55
4.7
1
13
.07
2,7
74
.30
26
4.2
3
3,1
36
.67
42
.03
19
0.7
3
1,0
19
.80
8,4
84
.32
9.5
1
Grafik 3.6. DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
GIRO DEPOSITO TABUNGAN
(RP MILIAR)
PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN LAINNYA
Grafik 3.5. Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu
PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
<=1 BULAN <=3BULAN <=6 BULAN <=12 BULAN >12 BULAN
LAINNYA
sebesar 51,68% (yoy), namun penurunannya tidak sebesar Triwulan II 2015 yang mencapai 81,55% (yoy). Pada triwulan
ini juga pertumbuhan tersebut masih berada di atas pertumbuhan Nasional. Aliran dana yang masuk ke NTT (NettToNTT )
pada Triwulan III 2015, diperkirakan adalah untuk pembayaran gaji ke 13 serta transfer dana pembayaran termin proyek ke
III.
Kinerja Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 mengalami peningkatan dibanding triwulan
sebelumnya. Walaupun pertumbuhan total aset mengalami perlambatan, namun kredit yang disalurkan maupun dana
yang berhasil dihimpun dari masyarakat menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan. Rasio penyaluran kredit relatif
meningkat, dan kredit bermasalah juga relatif berkurang dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan kinerja perbankan
ini terutama disebabkan oleh meningkatnya konsumsi selama perayaan Hari Raya Idul Fitri yang terlihat dari peningkatan
kredit konsumsi di masyarakat. Peningkatan dana pihak ketiga lebih disebabkan oleh adanya peningkatan deposito dan
giro pemerintah, seiring dengan pencairan dana transfer ke pemerintah daerah.
Total Aset pada Triwulan III 2015 tumbuh 20,79% (yoy) atau sebesar Rp.32,75 triliun, lebih rendah dibandingkan Triwulan
II 2015 yang mampu tumbuh mencapai 24,17% (yoy). Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Triwulan III 2015 naik
20,79% (yoy) atau sebesar Rp.22,57 tirliun, meningkat jika dibandingkan Triwulan II 2015 yang hanya tumbuh sebesar
15,82% (yoy). Pertumbuhan kredit hingga Triwulan III 2015 mencapai 14,30% (yoy) atau mencapai Rp.18,90 triliun,
pertumbuhan ini sedikit lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015 yang mencapai 14,11% (yoy). Rasio kredit macet Non
Performing Loan (NPL) pada triwulan ini juga menunjukkan adanya perbaikan yang terlihat dari penurunan nilai dari
2,01% menjadi sebesar 1,93% pada Triwulan III 2015. Selain itu, angka rasio likuiditas perbankan Loan to Deposit Ratio
(LDR) Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 juga sedikit meningkat dari sebesar 83,61% pada Triwulan II 2015,
menjadi 83,73%.
Grafik 3.3. Perkembangan SKNBI
-100.00%
0.00%
100.00%
200.00%
300.00%
400.00%
500.00%
-30.00%
-20.00%
-10.00%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00% YOY
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2012
II III
VOLUME KLIRING NOMINAL KRILING VOLUME CEK/BG KOSONG NOMINAL CEK/BG KOSONG
Tabel 3.1.Perkembangan BI-RTGS
Transaksi RTGS
DARI (FROM) NTT
MENUJU (TO) NTT
20132014
I II III IV2014
NET FROM (TO) NTT
2015
I
Nominal (Rp.Miliar) 90.782,31 17.188,53 20.597,63 24.389,56 26.834,10 89.009,82 31.694,04 40.042,32
Volume (Lbr Warkat) 51.895 10.696 10.475 10.900 11.053 43.124 6.013 6.567
Growth Nominal 14,73% -24,24% -5,85% 17,73% 5,23% -1,95% 84,39% 94,40%
Growth Volume 1,80% -10,63% -12,49% -13,70% -27,89% -16,90% -43,78% -37,31%
Nominal (Rp.Miliar) 80.032,43 14.184,27 13.052,92 30.150,79 35.629,94 93.017,92 34.614,54 43.751,01
Volume (Lbr Warkat) 33.361 7.809 7.868 8.965 9.294 33.936 5.984 6.086
Growth Nominal 22,75% 6,58% -42,61% 69,58% 36,00% 16,23% 144,03% 235,18%
Growth Volume 2,55% 4,90% -4,40% 9,21% -1,94% 1,72% -23,37% -22,65%
Nominal (Rp.Miliar) 22.500,17 4.329,99 4.261,96 13.639,43 19.742,90 41.974,28 25.133,15 29.243,54
Volume (Lbr Warkat) 5.379 1.393 1.231 1.567 1.746 5.937 1.106 1.188
Growth Nominal 325,42% 131,06% -17,11% 114,10% 116,62% 86,55% 480,44% 586,15%
Growth Volume 17,27% 12,61% -9,95% 20,45% 18,45% 10,37% -20,60% -3,49%
Nominal (Rp.Miliar) 10.749,88 3.004,26 7.544,71 -5.761,23 -8.795,84 -4.008,10 -2.920,50 -3.708,69
Volume (Lbr Warkat) 18.534 2.887 2.607 1.935 1.759 9.188 29 481
Growth Nominal -22,79% -67,97% -969,65% -296,19% 1159,36% -137,29% -197,21% -149,16%
Growth Volume 0,47% -36,18% -30,29% -56,23% -69,93% -50,43% -99,00% -81,55%
II
FROM-TO NTT
33.042,78
6.812
37,50%
-37,50%
41.553,64
5,877
37,82%
-34,45%
21.382,63
1.085
56,77%
-30,76%
-8.017,86
935
39,17%
-51,68%
III
3.2. PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201528
Perkembangan Aset Bank Umum baik di Provinsi NTT maupun secara Nasional pada Triwulan III 2015
mengalami perlambatan. Namun demikian, pertumbuhan Aset di Provinsi NTT masih tetap berada di atas Nasional.
Perlambatan aset perbankan ini disebabkan oleh melambatnya aset bank pemerintah. Walaupun demikian, aset bank
swasta pada triwulan ini masih mengalami peningkatan. Adapun perlambatan aset bank pemerintah yakni dari 25,52%
(yoy) pada Triwulan II 2015 menjadi 21,12% (yoy) di Triwulan III 2015. Sementara itu, pada Triwulan III 2015 Aset bank
Swasta Nasional mengalami peningkatan sebesar 18,34% (yoy) dari 14,30% (yoy) pada Triwulan II 2015.
Walaupun aset bank pemerintah mengalami perlambatan, bila dilihat berdasarkan kelompok bank penyumbang Aset
terbesar, pada Triwulan III 2015 Bank Pemerintah masih menjadi penyumbang aset terbesar yaitu 88,30%, sementara
Bank Swasta Nasional sebesar 11,70%.
Pada Triwulan III 2015 penghimpunan DPK oleh Bank Umum di Provinsi NTT mengalami peningkatan dan masih
berada di atas pertumbuhan Nasional. Peningkatan penghimpunan DPK oleh perbankan dipicu oleh meningkatnya
simpanan Giro dan Tabungan, sementara itu simpanan Deposito mengalami perlambatan. Peningkatan giro lebih
disebabkan oleh adanya peningkatan dana transfer pemerintah yang belum dibelanjakan. Perlambatan deposito diduga
disebabkan oleh adanya pengalihan dana ke rekening giro sebagai persiapan pelaksanaan aktivitas proyek di triwulan IV
2015. Pertumbuhan Giro pada Triwulan III 2015 mencapai 30,56% (yoy), dari 15,64% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
Demikian juga dengan Tabungan yang mengalami peningkatan sebesar 7,34% (yoy) pada Triwulan III 2015, lebih tinggi
dibanding Triwulan II 2015 yang hanya sebesar 6,78% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan Deposito pada triwulan ini
melambat sebesar 25,34% (yoy), lebih rendah dibanding Triwulan II 2015 yang berhasil mencapai 32,49% (yoy).
3.2.1. Aset dan Aktiva Produktif
Grafik 3.4. Komposisi Aset Berdasarkan Kelompok Bank
11,70%
88,30%
BANK PEMERINTAH BANK SWASTA NASIONAL
3.2.2. Dana Pihak Ketiga
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 29
5,5
94
.46
48
4.4
6
55
4.7
1
13
.07
2,7
74
.30
26
4.2
3
3,1
36
.67
42
.03
19
0.7
3
1,0
19
.80
8,4
84
.32
9.5
1
Grafik 3.6. DPK Berdasarkan Golongan Nasabah
GIRO DEPOSITO TABUNGAN
(RP MILIAR)
PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN LAINNYA
Grafik 3.5. Share Deposito Berdasarkan Jangka Waktu
PEMERINTAH SWASTA PERORANGAN
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
<=1 BULAN <=3BULAN <=6 BULAN <=12 BULAN >12 BULAN
LAINNYA
sebesar 51,68% (yoy), namun penurunannya tidak sebesar Triwulan II 2015 yang mencapai 81,55% (yoy). Pada triwulan
ini juga pertumbuhan tersebut masih berada di atas pertumbuhan Nasional. Aliran dana yang masuk ke NTT (NettToNTT )
pada Triwulan III 2015, diperkirakan adalah untuk pembayaran gaji ke 13 serta transfer dana pembayaran termin proyek ke
III.
Kinerja Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 mengalami peningkatan dibanding triwulan
sebelumnya. Walaupun pertumbuhan total aset mengalami perlambatan, namun kredit yang disalurkan maupun dana
yang berhasil dihimpun dari masyarakat menunjukkan adanya peningkatan pertumbuhan. Rasio penyaluran kredit relatif
meningkat, dan kredit bermasalah juga relatif berkurang dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan kinerja perbankan
ini terutama disebabkan oleh meningkatnya konsumsi selama perayaan Hari Raya Idul Fitri yang terlihat dari peningkatan
kredit konsumsi di masyarakat. Peningkatan dana pihak ketiga lebih disebabkan oleh adanya peningkatan deposito dan
giro pemerintah, seiring dengan pencairan dana transfer ke pemerintah daerah.
Total Aset pada Triwulan III 2015 tumbuh 20,79% (yoy) atau sebesar Rp.32,75 triliun, lebih rendah dibandingkan Triwulan
II 2015 yang mampu tumbuh mencapai 24,17% (yoy). Sementara itu, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Triwulan III 2015 naik
20,79% (yoy) atau sebesar Rp.22,57 tirliun, meningkat jika dibandingkan Triwulan II 2015 yang hanya tumbuh sebesar
15,82% (yoy). Pertumbuhan kredit hingga Triwulan III 2015 mencapai 14,30% (yoy) atau mencapai Rp.18,90 triliun,
pertumbuhan ini sedikit lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015 yang mencapai 14,11% (yoy). Rasio kredit macet Non
Performing Loan (NPL) pada triwulan ini juga menunjukkan adanya perbaikan yang terlihat dari penurunan nilai dari
2,01% menjadi sebesar 1,93% pada Triwulan III 2015. Selain itu, angka rasio likuiditas perbankan Loan to Deposit Ratio
(LDR) Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 juga sedikit meningkat dari sebesar 83,61% pada Triwulan II 2015,
menjadi 83,73%.
Grafik 3.3. Perkembangan SKNBI
-100.00%
0.00%
100.00%
200.00%
300.00%
400.00%
500.00%
-30.00%
-20.00%
-10.00%
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00% YOY
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
I II III IV2012
II III
VOLUME KLIRING NOMINAL KRILING VOLUME CEK/BG KOSONG NOMINAL CEK/BG KOSONG
Tabel 3.1.Perkembangan BI-RTGS
Transaksi RTGS
DARI (FROM) NTT
MENUJU (TO) NTT
20132014
I II III IV2014
NET FROM (TO) NTT
2015
I
Nominal (Rp.Miliar) 90.782,31 17.188,53 20.597,63 24.389,56 26.834,10 89.009,82 31.694,04 40.042,32
Volume (Lbr Warkat) 51.895 10.696 10.475 10.900 11.053 43.124 6.013 6.567
Growth Nominal 14,73% -24,24% -5,85% 17,73% 5,23% -1,95% 84,39% 94,40%
Growth Volume 1,80% -10,63% -12,49% -13,70% -27,89% -16,90% -43,78% -37,31%
Nominal (Rp.Miliar) 80.032,43 14.184,27 13.052,92 30.150,79 35.629,94 93.017,92 34.614,54 43.751,01
Volume (Lbr Warkat) 33.361 7.809 7.868 8.965 9.294 33.936 5.984 6.086
Growth Nominal 22,75% 6,58% -42,61% 69,58% 36,00% 16,23% 144,03% 235,18%
Growth Volume 2,55% 4,90% -4,40% 9,21% -1,94% 1,72% -23,37% -22,65%
Nominal (Rp.Miliar) 22.500,17 4.329,99 4.261,96 13.639,43 19.742,90 41.974,28 25.133,15 29.243,54
Volume (Lbr Warkat) 5.379 1.393 1.231 1.567 1.746 5.937 1.106 1.188
Growth Nominal 325,42% 131,06% -17,11% 114,10% 116,62% 86,55% 480,44% 586,15%
Growth Volume 17,27% 12,61% -9,95% 20,45% 18,45% 10,37% -20,60% -3,49%
Nominal (Rp.Miliar) 10.749,88 3.004,26 7.544,71 -5.761,23 -8.795,84 -4.008,10 -2.920,50 -3.708,69
Volume (Lbr Warkat) 18.534 2.887 2.607 1.935 1.759 9.188 29 481
Growth Nominal -22,79% -67,97% -969,65% -296,19% 1159,36% -137,29% -197,21% -149,16%
Growth Volume 0,47% -36,18% -30,29% -56,23% -69,93% -50,43% -99,00% -81,55%
II
FROM-TO NTT
33.042,78
6.812
37,50%
-37,50%
41.553,64
5,877
37,82%
-34,45%
21.382,63
1.085
56,77%
-30,76%
-8.017,86
935
39,17%
-51,68%
III
3.2. PERKEMBANGAN KINERJA BANK UMUM
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201528
mengalami pertumbuhan sebesar 8,35% (yoy) di Triwulan III 2015, lebih rendah bila dibanding Triwulan II 2015 yang
mencapai 13,20% (yoy).
Peningkatan pertumbuhan Kredit Konsumsi pada triwulan ini antara lain terjadi pada sektor rumah tangga untuk
keperluan multiguna yang tumbuh sebesar 52,06% (yoy), sedikit lebih rendah dari Triwulan II 2015 yang mencapai
52,90% (yoy). Sektor rumah tangga untuk pemilikan rumah toko (ruko) atau rumah kantor (rukan) juga tumbuh 24,94%
(yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang sebesar 8,27% (yoy). Sektor rumah tangga untuk pemilikan rumah
tinggal tipe 22 s.d 70 pada triwulan ini hanya mampu tumbuh sebesar 15,12% (yoy), lebih rendah dibandingkan Triwulan II
2015 yang tumbuh mencapai 19,15% (yoy).
Sementara itu, perlambatan Kredit Modal Kerja di Triwulan III 2015 terjadi pada sektor pertanian, perburuan dan
kehutanan, sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi serta sektor konstruksi. Perlambatan Kredit Investasi dipicu
oleh melambatnya Kredit Investasi pada sektor listrik, gas dan air, sektor kemasyarakatan, sosial budaya, hiburan dan
perorangan lainnya, serta sektor pertanian, perburuan dan kehutanan.
Berdasarkan sektor usaha, pangsa terbesar penyaluran kredit pada Triwulan III 2015 di Provinsi NTT adalah sektor penerima
kredit bukan lapangan usaha (konsumsi), kemudian sektor pedagang besar dan eceran, serta sektor konstruksi.
Total kredit bermasalah (Non Performing Loan;NPL) Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015
mencapai Rp.364,17 miliar atau dengan rasio sebesar 1,93%, lebih rendah dibanding Triwulan II 2015 yang
mencapai 2,02%. Penurunan rasio kredit macet (NPL) terutama didorong oleh penurunan kredit bermasalah pada kredit
konsumsi serta perbaikan kinerja kredit modal kerja. Sedangkan kinerja kredit investasi masih relatif kurang, terlihat dari
kualitas kredit macet yang mengalami peningkatan.
Grafik 3.11.Lima Sektor Utama Pendorong Kredit
PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
KONSTRUKSI
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA , HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM
65,51%
26,79%
4,39%
1.66%
1.66%
3.2.4. Kualitas Kredit
Grafik 3.12. Perkembangan NPL Berdasarkan Jenis Penggunaan
0.00%0.50%1.00%1.50%2.00%2.50%3.00%3.50%4.00%4.50%5.00%
I IIIII IV
2014
I
2015
II III
NPL MODAL KERJA NPL INVESTASI NPL KONSUMSI NPL KREDIT
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 31
Berdasarkan komposisi, Giro Pemerintah pada Triwulan III 2015 memiliki porsi paling besar, kemudian diikuti oleh swasta
dan perorangan. Selain itu, peningkatan giro yang besar pada Triwulan III 2015 juga disebabkan oleh meningkatnya giro
pemerintah sebesar 32,88% (yoy), giro perorangan 34,26% (yoy), dan giro lainnya 17,77% (yoy) serta giro swasta naik
6,11% (yoy).
Komposisi dana tabungan pada triwulan ini masih dikuasai oleh kelompok perorangan, kemudian swasta dan pemerintah.
Pada Triwulan III 2015 kelompok Tabungan juga ikut meningkat, hal ini disebabkan oleh meningkatnya tabungan
perorangan sebesar 6,71% (yoy), tabungan swasta 12,92% (yoy), dan tabungan pemerintah sebesar 9,77% (yoy).
Sementara itu, tabungan lainnya mengalami penurunan sebesar 12,27% (yoy).
Pada kelompok dana Deposito, triwulan ini mengalami perlambatan karena melambatnya deposito perorangan menjadi
17,34% (yoy), deposito pemerintah sebesar 36,56% (yoy) dan deposito swasta 19,99% (yoy) serta deposito kelompok
lainnya yang melambat sebesar 12,57% (yoy). Hal ini juga diperkirakan karena adanya perpindahan preferensi simpanan
dari deposito menjadi giro yang menunjukkan adanya indikasi penggunaan dana untuk kegiatan ekonomi dalam jangka
pendek.
Penyaluran kredit oleh Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 sedikit meningkat bila dibandingkan
dengan Triwulan II 2015, dan masih tetap berada di atas pertumbuhan Nasional. Pertumbuhan kredit yang sedikit
meningkat karena pertumbuhan kredit Konsumsi yang meningkat selama libur sekolah dan perayaan Hari Raya Idul Fitri
sebesar 13,81% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,08% (yoy).
Sementara itu, pertumbuhan kredit modal kerja dan investasi relatif dijaga untuk menjaga tingkat kesehatan kredit yang
disalurkan. Kredit Modal Kerja pada Triwulan III 2015 mengalami perlambatan sebesar 16,78%(yoy) dibandingkan
Triwulan II 2015 yang mencapai 18,64% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit juga terjadi pada Kredit Investasi, yang
Share
GIRO DEPOSITO TABUNGAN DPK (YOY)
Grafik 3.8.Komposisi DPK
I2015
III II III IV2014
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
50.23%
25.55%
24.23%
45.60%
25.05%
29.35%
47.35%
25.98%
26.67%
55.92%
24.07%
20.02%
45.92%
26.43%
27.65%
42.04%
28.65%
29.31%
Grafik 3.7.Pertumbuhan DPK
GIRO (YOY) DEPOSITO (YOY) TABUNGAN (YOY)
40%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
IV I II III IV20142013
I2015
II
3.2.3. Penyaluran Kredit / Pembiayaan
Grafik 3.9.Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
I
2015
II
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.00III
YOY KREDIT YOY MODAL KERJA YOY INVESTASI YOY KONSUMSI
Grafik 3.10.Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
KONSUMSI
INVESTASI
61,97% 7,08%
MODAL KERJA
30,95%
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201530
mengalami pertumbuhan sebesar 8,35% (yoy) di Triwulan III 2015, lebih rendah bila dibanding Triwulan II 2015 yang
mencapai 13,20% (yoy).
Peningkatan pertumbuhan Kredit Konsumsi pada triwulan ini antara lain terjadi pada sektor rumah tangga untuk
keperluan multiguna yang tumbuh sebesar 52,06% (yoy), sedikit lebih rendah dari Triwulan II 2015 yang mencapai
52,90% (yoy). Sektor rumah tangga untuk pemilikan rumah toko (ruko) atau rumah kantor (rukan) juga tumbuh 24,94%
(yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang sebesar 8,27% (yoy). Sektor rumah tangga untuk pemilikan rumah
tinggal tipe 22 s.d 70 pada triwulan ini hanya mampu tumbuh sebesar 15,12% (yoy), lebih rendah dibandingkan Triwulan II
2015 yang tumbuh mencapai 19,15% (yoy).
Sementara itu, perlambatan Kredit Modal Kerja di Triwulan III 2015 terjadi pada sektor pertanian, perburuan dan
kehutanan, sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi serta sektor konstruksi. Perlambatan Kredit Investasi dipicu
oleh melambatnya Kredit Investasi pada sektor listrik, gas dan air, sektor kemasyarakatan, sosial budaya, hiburan dan
perorangan lainnya, serta sektor pertanian, perburuan dan kehutanan.
Berdasarkan sektor usaha, pangsa terbesar penyaluran kredit pada Triwulan III 2015 di Provinsi NTT adalah sektor penerima
kredit bukan lapangan usaha (konsumsi), kemudian sektor pedagang besar dan eceran, serta sektor konstruksi.
Total kredit bermasalah (Non Performing Loan;NPL) Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015
mencapai Rp.364,17 miliar atau dengan rasio sebesar 1,93%, lebih rendah dibanding Triwulan II 2015 yang
mencapai 2,02%. Penurunan rasio kredit macet (NPL) terutama didorong oleh penurunan kredit bermasalah pada kredit
konsumsi serta perbaikan kinerja kredit modal kerja. Sedangkan kinerja kredit investasi masih relatif kurang, terlihat dari
kualitas kredit macet yang mengalami peningkatan.
Grafik 3.11.Lima Sektor Utama Pendorong Kredit
PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
KONSTRUKSI
JASA KEMASYARAKATAN, SOSIAL BUDAYA , HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM
65,51%
26,79%
4,39%
1.66%
1.66%
3.2.4. Kualitas Kredit
Grafik 3.12. Perkembangan NPL Berdasarkan Jenis Penggunaan
0.00%0.50%1.00%1.50%2.00%2.50%3.00%3.50%4.00%4.50%5.00%
I IIIII IV
2014
I
2015
II III
NPL MODAL KERJA NPL INVESTASI NPL KONSUMSI NPL KREDIT
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 31
Berdasarkan komposisi, Giro Pemerintah pada Triwulan III 2015 memiliki porsi paling besar, kemudian diikuti oleh swasta
dan perorangan. Selain itu, peningkatan giro yang besar pada Triwulan III 2015 juga disebabkan oleh meningkatnya giro
pemerintah sebesar 32,88% (yoy), giro perorangan 34,26% (yoy), dan giro lainnya 17,77% (yoy) serta giro swasta naik
6,11% (yoy).
Komposisi dana tabungan pada triwulan ini masih dikuasai oleh kelompok perorangan, kemudian swasta dan pemerintah.
Pada Triwulan III 2015 kelompok Tabungan juga ikut meningkat, hal ini disebabkan oleh meningkatnya tabungan
perorangan sebesar 6,71% (yoy), tabungan swasta 12,92% (yoy), dan tabungan pemerintah sebesar 9,77% (yoy).
Sementara itu, tabungan lainnya mengalami penurunan sebesar 12,27% (yoy).
Pada kelompok dana Deposito, triwulan ini mengalami perlambatan karena melambatnya deposito perorangan menjadi
17,34% (yoy), deposito pemerintah sebesar 36,56% (yoy) dan deposito swasta 19,99% (yoy) serta deposito kelompok
lainnya yang melambat sebesar 12,57% (yoy). Hal ini juga diperkirakan karena adanya perpindahan preferensi simpanan
dari deposito menjadi giro yang menunjukkan adanya indikasi penggunaan dana untuk kegiatan ekonomi dalam jangka
pendek.
Penyaluran kredit oleh Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 sedikit meningkat bila dibandingkan
dengan Triwulan II 2015, dan masih tetap berada di atas pertumbuhan Nasional. Pertumbuhan kredit yang sedikit
meningkat karena pertumbuhan kredit Konsumsi yang meningkat selama libur sekolah dan perayaan Hari Raya Idul Fitri
sebesar 13,81% (yoy), lebih tinggi dibanding pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mencapai 12,08% (yoy).
Sementara itu, pertumbuhan kredit modal kerja dan investasi relatif dijaga untuk menjaga tingkat kesehatan kredit yang
disalurkan. Kredit Modal Kerja pada Triwulan III 2015 mengalami perlambatan sebesar 16,78%(yoy) dibandingkan
Triwulan II 2015 yang mencapai 18,64% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit juga terjadi pada Kredit Investasi, yang
Share
GIRO DEPOSITO TABUNGAN DPK (YOY)
Grafik 3.8.Komposisi DPK
I2015
III II III IV2014
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
50.23%
25.55%
24.23%
45.60%
25.05%
29.35%
47.35%
25.98%
26.67%
55.92%
24.07%
20.02%
45.92%
26.43%
27.65%
42.04%
28.65%
29.31%
Grafik 3.7.Pertumbuhan DPK
GIRO (YOY) DEPOSITO (YOY) TABUNGAN (YOY)
40%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
IV I II III IV20142013
I2015
II
3.2.3. Penyaluran Kredit / Pembiayaan
Grafik 3.9.Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
I
2015
II
0.05
0.10
0.15
0.20
0.25
0.00III
YOY KREDIT YOY MODAL KERJA YOY INVESTASI YOY KONSUMSI
Grafik 3.10.Komposisi Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan
KONSUMSI
INVESTASI
61,97% 7,08%
MODAL KERJA
30,95%
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201530
Meningkatnya pertumbuhan kredit UMKM pada Triwulan III 2015 didorong oleh meningkatnya pertumbuhan kredit Kecil
dan Menengah dengan pertumbuhan masing-masing 13,64%(yoy) dan 34,97% (yoy). Sementara itu, kredit Mikro pada
triwulan ini mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar 14,32% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan Triwulan II 2015
yang sebesar 19,21% (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaan, baik kredit Modal Kerja maupun Investasi pada Triwulan III 2015 mengalami peningkatan.
Kredit UMKM yang digunakan untuk Modal Kerja pada Triwulan III 2015 mencapai Rp 5,01 triliun atau naik 21,10% (yoy),
lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015 yang hanya tumbuh 19,32% (yoy). Sementara itu, kredit UMKM yang digunakan
untuk Investasi pada triwulan ini mencapai Rp 0,99 triliun, tumbuh 14,22% (yoy) lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015
yang hanya mencapai 12,08% (yoy).
Risiko kredit macet (NPL) UMKM pada Triwulan III 2015 juga menunjukkan perbaikan kinerja yang ditunjukkan oleh
penurunan NPL menjadi sebesar 3,83% menurun dibanding Triwulan II 2015 yang mencapai 4,06%. Rasio kredit macet di
Provinsi NTT juga relatif lebih rendah dibanding nasional yang mencapai 4,78%.
Penurunan rasio kredit macet (NPL) UMKM di Provinsi NTT didorong oleh menurunnya NPL Kredit Mikro dari 3,10% pada
Triwulan II 2015 menjadi 2,55% pada Triwulan III 2015. Selain itu, NPL Kredit Menengah pada Triwulan III 2015 juga
mengalami penurunan yang mencapai 4,53%, lebih rendah dari Triwulan II 2015 yang sebesar 5,34%. Sementara itu, NPL
Kredit Kecil mengalami sedikit peningkatan yaitu dari 3,72% pada Triwulan II 2015 menjadi 4,02% di Triwulan III 2015.
Kredit UMKM pada triwulan ini menunjukkan peningkatan yang menggambarkan peningkatan kinerja di sektor produktif
sebagai pendorong utama ekonomi di Provinsi NTT.
Berdasarkan komposisi kredit UMKM, Kredit Modal Kerja (KMK) mendominasi penyaluran kredit ini dengan porsi sebesar
83,51% dari total kredit UMKM. Sementara itu, kredit Investasi hanya sebesar 16,49% dari total kredit UMKM.
Sampai dengan Triwulan III 2015 pertumbuhan kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mengalami
perlambatan. Perlambatan pertumbuhan terjadi pada pertumbuhan penyaluran kredit dan penghimpunan DPK. Kondisi
aset masih menunjukkan adanya peningkatan. Walaupun terjadi perlambatan, secara umum kinerja BPR masih relatif lebih
baik dibanding kinerja bank umum.
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
Grafik 3.18. Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%IV I II III IV I II III IV I II
2013 20142012 2015
III
MODAL KERJA INVESTASI INVESTASI (YOY)MODAL KERJA (YOY)
0
Grafik 3.17. Perkembangan UMKM
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
I
2015
II III -
1,000.00
2,000.00
3,000.00
4,000.00
5,000.00
6,000.00
7,000.00
KREDIT UMKM NPL KREDIT UMKM KREDIT UMKM (YOY) RATIO NPL UMKM
3.3. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 33
Berdasarkan sektor ekonomi penyaluran kredit, maka kredit di sektor Listrik, Gas dan Air menjadi pendorong utama rasio
kredit macet dengan rasio sebesar 19,56%, diikuti sektor konstruksi dengan rasio sebesar 10,51%, dan sektor
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi sebesar 3,25%.
3.2.5. Suku Bunga
Pada Triwulan III 2015 rata-rata suku bunga kredit Bank Umum di Provinsi NTT sedikit meningkat. Berdasarkan
jenis penggunaan, suku bunga kredit Investasi mengalami peningkatan paling besar, diikuti oleh peningkatan suku bunga
kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Berdasarkan nilai suku bunga, kredit investasi juga memiliki suku bunga tertinggi
dibandingkan suku bunga kredit konsumsi dan modal kerja. Hal ini membuat nasabah kurang tertarik meminjam kredit
investasi yang terlihat dari nilai kredit yang relatif rendah. Adanya peningkatan suku bunga dinilai justru akan
menghambat investasi walaupun dapat dipahami bahwa kenaikan suku bunga saat ini lebih disebabkan oleh adanya
kenaikan bunga DPK dan ketidak pastian ekonomi dunia.
Suku bunga kredit investasi pada Triwulan III 2015 mencapai 15,17% sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya yang
mencapai 14,91%. Kemudian suku bunga kredit Modal Kerja pada triwulan ini juga mengalami sedikit peningkatan yaitu
sebesar 14,13%, lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015 yang hanya sebesar 13,99%. Suku bunga kredit Konsumsi pada
Triwulan III 2015 juga ikut naik menjadi 14,62% dari 14,51% pada Triwulan II 2015.
Penyaluran kredit UMKM pada Triwulan III 2015 mencapai Rp. 6 triliun atau naik 19,91% (yoy) lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 18,04% (yoy). Selain itu, pertumbuhan UMKM di Provinsi NTT juga
berada jauh di atas Nasional, pada Triwulan III 2015 yang hanya tumbuh sebesar 7,41% (yoy). Sementara itu, rasio kredit
UMKM dibandingkan dengan total kredit yang disalurkan Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 mencapai
31,73%, meningkat dibanding Triwulan II 2015 yang hanya sebesar 30,83%.
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
KREDIT (YOY) RATIO NPL BI RATE
IV I II III IV
2013
I IIIII IV
20142012
Grafik 3.13. Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate
I
2015
II III0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
16.00%
18.00%
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI RATA-RATA BI RATE
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.14. Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
I
2015
II III
3.2.6. Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah
Grafik 3.16. Share Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi
PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
KONSTRUKSI
JASA KEMASYARAKATAN,SOSIAL BUDAYA , HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM
70,01%
9,51%
4,86%
2,80%
2,74%
Grafik 3.15. Komposisi Kredit UMKM
MENENGAH
MIKRO
KECIL
43,89%
32,18%
23,93%
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201532
Meningkatnya pertumbuhan kredit UMKM pada Triwulan III 2015 didorong oleh meningkatnya pertumbuhan kredit Kecil
dan Menengah dengan pertumbuhan masing-masing 13,64%(yoy) dan 34,97% (yoy). Sementara itu, kredit Mikro pada
triwulan ini mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar 14,32% (yoy), lebih rendah dari pertumbuhan Triwulan II 2015
yang sebesar 19,21% (yoy).
Berdasarkan jenis penggunaan, baik kredit Modal Kerja maupun Investasi pada Triwulan III 2015 mengalami peningkatan.
Kredit UMKM yang digunakan untuk Modal Kerja pada Triwulan III 2015 mencapai Rp 5,01 triliun atau naik 21,10% (yoy),
lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015 yang hanya tumbuh 19,32% (yoy). Sementara itu, kredit UMKM yang digunakan
untuk Investasi pada triwulan ini mencapai Rp 0,99 triliun, tumbuh 14,22% (yoy) lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015
yang hanya mencapai 12,08% (yoy).
Risiko kredit macet (NPL) UMKM pada Triwulan III 2015 juga menunjukkan perbaikan kinerja yang ditunjukkan oleh
penurunan NPL menjadi sebesar 3,83% menurun dibanding Triwulan II 2015 yang mencapai 4,06%. Rasio kredit macet di
Provinsi NTT juga relatif lebih rendah dibanding nasional yang mencapai 4,78%.
Penurunan rasio kredit macet (NPL) UMKM di Provinsi NTT didorong oleh menurunnya NPL Kredit Mikro dari 3,10% pada
Triwulan II 2015 menjadi 2,55% pada Triwulan III 2015. Selain itu, NPL Kredit Menengah pada Triwulan III 2015 juga
mengalami penurunan yang mencapai 4,53%, lebih rendah dari Triwulan II 2015 yang sebesar 5,34%. Sementara itu, NPL
Kredit Kecil mengalami sedikit peningkatan yaitu dari 3,72% pada Triwulan II 2015 menjadi 4,02% di Triwulan III 2015.
Kredit UMKM pada triwulan ini menunjukkan peningkatan yang menggambarkan peningkatan kinerja di sektor produktif
sebagai pendorong utama ekonomi di Provinsi NTT.
Berdasarkan komposisi kredit UMKM, Kredit Modal Kerja (KMK) mendominasi penyaluran kredit ini dengan porsi sebesar
83,51% dari total kredit UMKM. Sementara itu, kredit Investasi hanya sebesar 16,49% dari total kredit UMKM.
Sampai dengan Triwulan III 2015 pertumbuhan kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) mengalami
perlambatan. Perlambatan pertumbuhan terjadi pada pertumbuhan penyaluran kredit dan penghimpunan DPK. Kondisi
aset masih menunjukkan adanya peningkatan. Walaupun terjadi perlambatan, secara umum kinerja BPR masih relatif lebih
baik dibanding kinerja bank umum.
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
Grafik 3.18. Perkembangan UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
60.00%
50.00%
40.00%
30.00%
20.00%
10.00%
0.00%IV I II III IV I II III IV I II
2013 20142012 2015
III
MODAL KERJA INVESTASI INVESTASI (YOY)MODAL KERJA (YOY)
0
Grafik 3.17. Perkembangan UMKM
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
I
2015
II III -
1,000.00
2,000.00
3,000.00
4,000.00
5,000.00
6,000.00
7,000.00
KREDIT UMKM NPL KREDIT UMKM KREDIT UMKM (YOY) RATIO NPL UMKM
3.3. PERKEMBANGAN BANK PERKREDITAN RAKYAT (BPR)
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 33
Berdasarkan sektor ekonomi penyaluran kredit, maka kredit di sektor Listrik, Gas dan Air menjadi pendorong utama rasio
kredit macet dengan rasio sebesar 19,56%, diikuti sektor konstruksi dengan rasio sebesar 10,51%, dan sektor
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi sebesar 3,25%.
3.2.5. Suku Bunga
Pada Triwulan III 2015 rata-rata suku bunga kredit Bank Umum di Provinsi NTT sedikit meningkat. Berdasarkan
jenis penggunaan, suku bunga kredit Investasi mengalami peningkatan paling besar, diikuti oleh peningkatan suku bunga
kredit modal kerja dan kredit konsumsi. Berdasarkan nilai suku bunga, kredit investasi juga memiliki suku bunga tertinggi
dibandingkan suku bunga kredit konsumsi dan modal kerja. Hal ini membuat nasabah kurang tertarik meminjam kredit
investasi yang terlihat dari nilai kredit yang relatif rendah. Adanya peningkatan suku bunga dinilai justru akan
menghambat investasi walaupun dapat dipahami bahwa kenaikan suku bunga saat ini lebih disebabkan oleh adanya
kenaikan bunga DPK dan ketidak pastian ekonomi dunia.
Suku bunga kredit investasi pada Triwulan III 2015 mencapai 15,17% sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya yang
mencapai 14,91%. Kemudian suku bunga kredit Modal Kerja pada triwulan ini juga mengalami sedikit peningkatan yaitu
sebesar 14,13%, lebih tinggi dibanding Triwulan II 2015 yang hanya sebesar 13,99%. Suku bunga kredit Konsumsi pada
Triwulan III 2015 juga ikut naik menjadi 14,62% dari 14,51% pada Triwulan II 2015.
Penyaluran kredit UMKM pada Triwulan III 2015 mencapai Rp. 6 triliun atau naik 19,91% (yoy) lebih tinggi dari
triwulan sebelumnya yang hanya mencapai 18,04% (yoy). Selain itu, pertumbuhan UMKM di Provinsi NTT juga
berada jauh di atas Nasional, pada Triwulan III 2015 yang hanya tumbuh sebesar 7,41% (yoy). Sementara itu, rasio kredit
UMKM dibandingkan dengan total kredit yang disalurkan Bank Umum di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 mencapai
31,73%, meningkat dibanding Triwulan II 2015 yang hanya sebesar 30,83%.
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
KREDIT (YOY) RATIO NPL BI RATE
IV I II III IV
2013
I IIIII IV
20142012
Grafik 3.13. Perkembangan Kredit, NPL dan BI Rate
I
2015
II III0.00%
2.00%
4.00%
6.00%
8.00%
10.00%
12.00%
14.00%
16.00%
18.00%
MODAL KERJA INVESTASI KONSUMSI RATA-RATA BI RATE
IV I II III IV
2013
I II III IV
20142012
Grafik 3.14. Perkembangan Kredit Berdasarkan Suku Bunga
0%
2%
4%
6%
8%
10%
12%
14%
16%
I
2015
II III
3.2.6. Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah
Grafik 3.16. Share Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi
PENERIMA KREDIT BUKAN LAPANGAN USAHA
PERDAGANGAN BESAR DAN ECERAN
KONSTRUKSI
JASA KEMASYARAKATAN,SOSIAL BUDAYA , HIBURAN DAN PERORANGAN LAINNYA
PENYEDIAAN AKOMODASI DAN PENYEDIAAN MAKAN MINUM
70,01%
9,51%
4,86%
2,80%
2,74%
Grafik 3.15. Komposisi Kredit UMKM
MENENGAH
MIKRO
KECIL
43,89%
32,18%
23,93%
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201532
Perkembangan perbankan berdasarkan sebaran pulau dibagi menjadi tiga pulau, yaitu pulau flores, sumba dan timor.
Dilihat dari sisi pertumbuhan baik itu Asset, Penghimpunan DPK, Penyaluran Kredit dan Rasio NPL, Pulau Sumba pada
triwulan ini tumbuh paling tinggi dari Pulau Flores dan Pulau Timor.
Pada Triwulan III 2015 pertumbuhan kinerja perbankan di pulau Flores mengalami perlambatan. Hal ini tercermin
dari pertumbuhan Aset perbankan di pulau Flores yang hanya sebesar 18,60% (yoy) melambat dibanding pertumbuhan
pada triwulan II 2015 yang mencapai sebesar 32,55% (yoy). Penghimpunan DPK dan penyaluran kredit juga mengalami
perlambatan pertumbuhan. Sementara itu, angka rasio kredit macet (NPL) di pulau flores pada Triwulan III 2015 mengalami
penurunan dari periode sebelumnya, dari 1,83% pada Triwulan II 2015 menjadi 1,80% pada Triwulan III 2015.
Kinerja perbankan di pulau Sumba pada Triwulan III 2015 juga mengalami perlambatan. Perlambatan
pertumbuhan kemungkinan disebabkan oleh relatif tingginya pertumbuhan kredit di periode-periode sebelumnya,
sehingga pertumbuhan kredit terkesan melambat bila dibandingkan dengan tingginya pertumbuhan di waktu
sebelumnya. Aset pada Triwulan III 2015 masih tumbuh sebesar 28,20% (yoy) atau Rp.2,42 triliun walaupun melambat
dibanding pertumbuhan triwulan II yang sebesar 52,91% (yoy). Perlambatan tersebut juga diikuti oleh melambatnya
pertumbuhan DPK dan kredit dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 30,64% (yoy) dan 11,90% (yoy). Sementara
itu, rasio kredit macet di pulau Sumba relatif mengalami penurunan dari 1,01% pada Triwulan II 2915 menjadi 0,83% di
triwulan III 2015.
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
Grafik 3.23. Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
2.50%
2.00%
1.50%
1.00%
0.50%
0.00%TIMOR FLORES SUMBA
ASSET DPK KREDIT NPL
3.4.1. Pulau Flores
3.4. KINERJA PERBANKAN BERDASARKAN SEBARAN PULAU
KONSUMSI
MODAL KERJA
INVESTASI
62,57%
33,62%
3,81%
GIRO DEPOSITO TABUNGAN
Grafik 3.24. Komposisi DPK di Pulau Flores
82.32%
6.18%
10.95%
0.55%
40.94%
3.34%
54.87%
0.85%
2.80%
11.24% 85.82%
0.14%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA
Grafik 3.25. Komposisi Kredit di Pulau Flores
3.4.2. Pulau Sumba
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 35
Tabel 3.2 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
2013
I II III IV
253,67
24,82%
180,85
17,59%
181,93
24,84%
99,41%
7,38%
263,47
23,40%
212,00
27,15%
183,85
17,67%
115,31%
5,71%
302,54
36,44%
242,30
42,07%
211,41
30,29%
114,61%
4,33%
336,87
34,35%
255,73
45,80%
247,60
33,00%
84,26%
2,49%
343,28
35,32%
270,06
49,33%
250,20
37,53%
82,57%
6,63%
355,19
34,81%
294,39
38,87%
323,64
76,04%
85,60%
7,34%
373,58
23,48%
306,28
26,41%
274,78
29,98%
84,13%
8,49%
415.26
23.27%
318.54
24.56%
308.97
24.79%
79.40%
4.76%
2014
I II III IVIndikator Utama
IV
2012
250,74
26,62%
175,40
17,55%
186,17
30,26%
94,21%
4,26%
Aset (miliar)
y-o-y aset
Kredit (miliar)
y-o-y kredit
DPK (miliar)
y-o-y DPK
LDR
NPL
436.99
27.30%
330.21
22.27%
311.39
24.45%
80.46%
5.46%
I
2015
454.41
26.50%
348.80
18.59%
330.86
28.69%
82.38%
5.71%
II
481.56
28.90%
353.59
15.45%
352.91
28.43%
80.52%
6.05%
III
Perlambatan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) didorong oleh melambatnya pertumbuhan Deposito. Di
sisi lain, kinerja tabungan justru menunjukkan adanya perbaikan walaupun besar pertumbuhan
penghimpunan tabungan tidak sebesar pertumbuhan deposito.
Perlambatan penyaluran kredit oleh BPR terutama didorong oleh melambatnya pertumbuhan kredit Investasi dan
konsumsi. Kredit modal kerja masih dapat mengalami kenaikan walaupun hanya sedikit meningkat sebesar 20,65% (yoy)
dari 20,15% (yoy) pada Triwulan II 2015.
Peningkatan penghimpunan dana yang lebih tinggi dibanding penyaluran kredit membuat rasio likuiditas perbankan atau
Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan III 2015 mengalami penurunan menjadi 80,52% dari 82,38% pada Triwulan II
2015. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (NPL) pada triwulan laporan mencapai 6,05%, meningkat dibanding NPL
triwulan II 2015 yang sebesar 5,71%. Hal ini menunjukkan adanya penurunan kualitas kredit yang disalurkan.
Untuk menekan angka rasio kredit macet, perlu adanya kerja sama yang baik antara Otoritas Jasa Keuangan Provinsi NTT
selaku pengawas lembaga keuangan dan BPR sendiri sebagai lembaga penyalur kredit dengan mengedepankan prinsip
kehati-hatian serta selektif terhadap debitur.
DEPOSITOTABUNGAN
Grafik 3.19. Komposisi DPK BPR
33,53%
66,47%
DEPOSITO TABUNGAN YOY DEPOSITO YOY TABUNGAN
Grafik 3.20. Pertumbuhan DPK BPR
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
40,00%
45,00%
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
Grafik 3.22. Share Kredit dan NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%35.00%
30.00%
25.00%
20.00%
15.00%
10.00%
5.00%
0.00%
Pert
ania
n, P
erbu
ruan
...
Perik
anan
Pert
amba
ngan
dan
...
Indu
stri
Peng
olah
an
List
rik, G
as d
an A
ir
Kons
truk
si
Perd
agan
an B
esar
Peny
edia
an...
Tran
spor
tasi,
..
Pera
ntar
a Ke
uang
an
Real
Est
ate
Ads
min
itras
i
Jasa
Pen
didi
kan
Jasa
Kes
ehat
an d
an...
Jasa
Jasa
Per
oran
gan
yang
...
Kegi
atan
usa
ha y
ang.
..
Rum
ah T
angg
a
Buka
n La
pang
an...
SHARE THD NPL SHARE THD KREDIT
Grafik 3.21. Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
2.65%
3.12%
5.35%
5.93%
9.02%
10.54%
22.71%
31.65%
0.08%
0.23%
0.50%
0.66%
0.89%
0.96%
1.26%
1.36%
1.46%
1.61%
Listrik, Gas dan Air
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Industri Pengolahan
Real Estate
Perikanan
Jasa Pendidikan
Perantara Keuangan
Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga
Administrasi Pemerintahan, Pertanahan & Jaminan Sosial…
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan
Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan-minum
Jasa Perorangan yang melayani Rumah Tangga
Kegiatan Usaha yang Belum Jelas Batasannya
Jasa Kemasyarakatan, SosBud, Hiburan & Perseorangan…
Konstruksi
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi
Perdagangan Besar dan Eceran
Bukan Lapangan Usaha - Lainnya
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00%
0.02%Pertambangan dan Penggalian
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201534
Perkembangan perbankan berdasarkan sebaran pulau dibagi menjadi tiga pulau, yaitu pulau flores, sumba dan timor.
Dilihat dari sisi pertumbuhan baik itu Asset, Penghimpunan DPK, Penyaluran Kredit dan Rasio NPL, Pulau Sumba pada
triwulan ini tumbuh paling tinggi dari Pulau Flores dan Pulau Timor.
Pada Triwulan III 2015 pertumbuhan kinerja perbankan di pulau Flores mengalami perlambatan. Hal ini tercermin
dari pertumbuhan Aset perbankan di pulau Flores yang hanya sebesar 18,60% (yoy) melambat dibanding pertumbuhan
pada triwulan II 2015 yang mencapai sebesar 32,55% (yoy). Penghimpunan DPK dan penyaluran kredit juga mengalami
perlambatan pertumbuhan. Sementara itu, angka rasio kredit macet (NPL) di pulau flores pada Triwulan III 2015 mengalami
penurunan dari periode sebelumnya, dari 1,83% pada Triwulan II 2015 menjadi 1,80% pada Triwulan III 2015.
Kinerja perbankan di pulau Sumba pada Triwulan III 2015 juga mengalami perlambatan. Perlambatan
pertumbuhan kemungkinan disebabkan oleh relatif tingginya pertumbuhan kredit di periode-periode sebelumnya,
sehingga pertumbuhan kredit terkesan melambat bila dibandingkan dengan tingginya pertumbuhan di waktu
sebelumnya. Aset pada Triwulan III 2015 masih tumbuh sebesar 28,20% (yoy) atau Rp.2,42 triliun walaupun melambat
dibanding pertumbuhan triwulan II yang sebesar 52,91% (yoy). Perlambatan tersebut juga diikuti oleh melambatnya
pertumbuhan DPK dan kredit dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 30,64% (yoy) dan 11,90% (yoy). Sementara
itu, rasio kredit macet di pulau Sumba relatif mengalami penurunan dari 1,01% pada Triwulan II 2915 menjadi 0,83% di
triwulan III 2015.
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
35.00%
Grafik 3.23. Perkembangan Perbankan Berdasarkan Sebaran Pulau
2.50%
2.00%
1.50%
1.00%
0.50%
0.00%TIMOR FLORES SUMBA
ASSET DPK KREDIT NPL
3.4.1. Pulau Flores
3.4. KINERJA PERBANKAN BERDASARKAN SEBARAN PULAU
KONSUMSI
MODAL KERJA
INVESTASI
62,57%
33,62%
3,81%
GIRO DEPOSITO TABUNGAN
Grafik 3.24. Komposisi DPK di Pulau Flores
82.32%
6.18%
10.95%
0.55%
40.94%
3.34%
54.87%
0.85%
2.80%
11.24% 85.82%
0.14%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA
Grafik 3.25. Komposisi Kredit di Pulau Flores
3.4.2. Pulau Sumba
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 35
Tabel 3.2 Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan
2013
I II III IV
253,67
24,82%
180,85
17,59%
181,93
24,84%
99,41%
7,38%
263,47
23,40%
212,00
27,15%
183,85
17,67%
115,31%
5,71%
302,54
36,44%
242,30
42,07%
211,41
30,29%
114,61%
4,33%
336,87
34,35%
255,73
45,80%
247,60
33,00%
84,26%
2,49%
343,28
35,32%
270,06
49,33%
250,20
37,53%
82,57%
6,63%
355,19
34,81%
294,39
38,87%
323,64
76,04%
85,60%
7,34%
373,58
23,48%
306,28
26,41%
274,78
29,98%
84,13%
8,49%
415.26
23.27%
318.54
24.56%
308.97
24.79%
79.40%
4.76%
2014
I II III IVIndikator Utama
IV
2012
250,74
26,62%
175,40
17,55%
186,17
30,26%
94,21%
4,26%
Aset (miliar)
y-o-y aset
Kredit (miliar)
y-o-y kredit
DPK (miliar)
y-o-y DPK
LDR
NPL
436.99
27.30%
330.21
22.27%
311.39
24.45%
80.46%
5.46%
I
2015
454.41
26.50%
348.80
18.59%
330.86
28.69%
82.38%
5.71%
II
481.56
28.90%
353.59
15.45%
352.91
28.43%
80.52%
6.05%
III
Perlambatan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) didorong oleh melambatnya pertumbuhan Deposito. Di
sisi lain, kinerja tabungan justru menunjukkan adanya perbaikan walaupun besar pertumbuhan
penghimpunan tabungan tidak sebesar pertumbuhan deposito.
Perlambatan penyaluran kredit oleh BPR terutama didorong oleh melambatnya pertumbuhan kredit Investasi dan
konsumsi. Kredit modal kerja masih dapat mengalami kenaikan walaupun hanya sedikit meningkat sebesar 20,65% (yoy)
dari 20,15% (yoy) pada Triwulan II 2015.
Peningkatan penghimpunan dana yang lebih tinggi dibanding penyaluran kredit membuat rasio likuiditas perbankan atau
Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Triwulan III 2015 mengalami penurunan menjadi 80,52% dari 82,38% pada Triwulan II
2015. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (NPL) pada triwulan laporan mencapai 6,05%, meningkat dibanding NPL
triwulan II 2015 yang sebesar 5,71%. Hal ini menunjukkan adanya penurunan kualitas kredit yang disalurkan.
Untuk menekan angka rasio kredit macet, perlu adanya kerja sama yang baik antara Otoritas Jasa Keuangan Provinsi NTT
selaku pengawas lembaga keuangan dan BPR sendiri sebagai lembaga penyalur kredit dengan mengedepankan prinsip
kehati-hatian serta selektif terhadap debitur.
DEPOSITOTABUNGAN
Grafik 3.19. Komposisi DPK BPR
33,53%
66,47%
DEPOSITO TABUNGAN YOY DEPOSITO YOY TABUNGAN
Grafik 3.20. Pertumbuhan DPK BPR
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
40,00%
45,00%
50.00
100.00
150.00
200.00
250.00
I II III IV
2013
I II III IV
2014
I
2015
II III
Grafik 3.22. Share Kredit dan NPL Berdasarkan Sektor Ekonomi
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%35.00%
30.00%
25.00%
20.00%
15.00%
10.00%
5.00%
0.00%
Pert
ania
n, P
erbu
ruan
...
Perik
anan
Pert
amba
ngan
dan
...
Indu
stri
Peng
olah
an
List
rik, G
as d
an A
ir
Kons
truk
si
Perd
agan
an B
esar
Peny
edia
an...
Tran
spor
tasi,
..
Pera
ntar
a Ke
uang
an
Real
Est
ate
Ads
min
itras
i
Jasa
Pen
didi
kan
Jasa
Kes
ehat
an d
an...
Jasa
Jasa
Per
oran
gan
yang
...
Kegi
atan
usa
ha y
ang.
..
Rum
ah T
angg
a
Buka
n La
pang
an...
SHARE THD NPL SHARE THD KREDIT
Grafik 3.21. Kredit BPR Berdasarkan Sektor Ekonomi
2.65%
3.12%
5.35%
5.93%
9.02%
10.54%
22.71%
31.65%
0.08%
0.23%
0.50%
0.66%
0.89%
0.96%
1.26%
1.36%
1.46%
1.61%
Listrik, Gas dan Air
Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial
Industri Pengolahan
Real Estate
Perikanan
Jasa Pendidikan
Perantara Keuangan
Bukan Lapangan Usaha - Rumah Tangga
Administrasi Pemerintahan, Pertanahan & Jaminan Sosial…
Pertanian, Perburuan dan Kehutanan
Penyediaan Akomodasi dan Penyediaan Makan-minum
Jasa Perorangan yang melayani Rumah Tangga
Kegiatan Usaha yang Belum Jelas Batasannya
Jasa Kemasyarakatan, SosBud, Hiburan & Perseorangan…
Konstruksi
Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi
Perdagangan Besar dan Eceran
Bukan Lapangan Usaha - Lainnya
0.00% 5.00% 10.00% 15.00% 20.00% 25.00% 30.00% 35.00%
0.02%Pertambangan dan Penggalian
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201534
3.5.1.2. Transaksi RTGSTransaksi BI-RTGS pada Triwulan III 2015 mengalami peningkatan. Tingginya net inflow RTGS di Provinsi NTT
menggambarkan adanya aliran dana segar atau investasi ke Provinsi NTT, serta tingginya dana transfer pemerintah dalam
rangka penambahan APBN dan persiapan pembayaran gaji ke 13.
Transfer masuk (inflow) menggunakan BI-RTGS ke Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp.41.553,64 miliar,
tumbuh melambat sebesar 37,82% (yoy) dari 235,18% (yoy) pada Triwulan II 2015. Total Nett-Inflow pada triwulan III
Grafik 3.33. Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Volume
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
FROM NTT TO NTT
I2014
IIIII IV I2015
II III
Grafik 3.30. Perkembangan SKNBI NTT
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
NTT
I II III IV
2013 2014 2015
III IV I II III
1.600
NILAI (RP.MILIAR) VOLUME (LBR)
Grafik 3.31. Perkembangan SKNBI Nasional
600.000
620.000
640.000
660.000
680.000
700.000
720.000
740.000
760.000
780.000
Nasional
I II
2013 2014
III IV
NILAI (RP.MILIAR) VOLUME (LBR)
23.000.000
24.000.000
25.000.000
26.000.000
27.000.000
28.000.000
29.000.000
III IV
2015
I II III
Grafik 3.32. Perkembangan SKNBI Berdasarkan Kelompok Bank
BANK SWASTA NASIONAL
BANK
PEMBANGUNAN DAERAH
BANK PEMERINTAH
41.85%
31.07%
27.08%
Grafik 3.34. Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Nominal
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
50.000
FROM NTT TO NTT
I2014
IIIII IV I2015
II0
5.000
III
3.5.2. Transaksi Tunai
Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, diantaranya jumlah aliran uang keluar
dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan
kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 37
Pada Triwulan III 2015 kinerja perbankan di pulau Timor malah tumbuh meningkat. Aset perbankan di pulau Timor
pada triwulan ini mengalami peningkatan sebesar 31,63% (yoy) atau sebesar Rp.22,19 triliun lebih tinggi dibanding
Triwulan II 2015 yang mencapai 19,28% (yoy). Penghimpunan DPK juga meningkat dari 2,32% (yoy) pada Triwulan II 2015
menjadi 16,51% (yoy) pada Triwulan III 2015. Sementara itu, penyaluran kredit pada Triwulan III 2015 mengalami
peningkatan sebesar 9,70% (yoy) lebih tinggi dari Triwulan II 2015 yang mencapai 4,72% (yoy). Rasio kredit macet di pulau
Timor juga menunjukkan adanya penurunan sebesar, dari 2,30% pada Triwulan II 2015 menjadi 2,19% di triwulan III
2015.
Grafik 3.27. Komposisi Kredit di Pulau Sumba
KONSUMSI
MODAL KERJA
INVESTASI
71,83%
26,11%
2,06%
GIRO DEPOSITO TABUNGAN
Grafik 3.26. Komposisi DPK di Pulau Sumba
90.04%
4.61%
5.35%
49.18%
1.37%49.45%
0.00%
2.09%
13.75%84.15%
100.00%
0.00%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA
3.4.3. Pulau Timor
GIRO DEPOSITO TABUNGAN
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA
83.82%
8.50%
7.64% 0.05%
45.63%
4.87%
48.83%
0.67%
1.44%
9.66%
88.81%
0.09%
Grafik 3.28. Komposisi DPK di Pulau Timor Grafik 3.29. Komposisi Kredit di Pulau Timor
KONSUMSI
MODAL KERJA
INVESTASI
59,94%
30,15%
9,91%
3.5. SISTEM PEMBAYARAN3.5.1. Transaksi Non Tunai
3.5.1.1. Transaksi Kliring (SKNBI)Sistem Kliring Nasional Bank Indonsia (SKNBI) di Provinsi NTT Pada Triwulan III 2015 mengalami peningkatan.
Pertumbuhan kliring di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 dari sisi nominal mencapai Rp.1.383,80 miliar, tumbuh 52,03%
(yoy) lebih tinggi dibandingkan Triwulan II 2015 yang hanya mencapai 9,77% (yoy). Sementara itu, dari sisi volume pada
Triwulan III 2015 naik 28,15% (yoy) atau mencapai 48.453 lembar warkat dari 12,49% (yoy) pada Triwulan II 2015.
Berdasarkan komposisi peserta pengirim, transaksi kliring Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 didorong oleh Bank Swasta
Nasional dengan porsi sebesar 42%, kemudian Bank Pembangunan Daerah sebesar 31%, dan Bank Pemerintah sebesar
27%.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201536
3.5.1.2. Transaksi RTGSTransaksi BI-RTGS pada Triwulan III 2015 mengalami peningkatan. Tingginya net inflow RTGS di Provinsi NTT
menggambarkan adanya aliran dana segar atau investasi ke Provinsi NTT, serta tingginya dana transfer pemerintah dalam
rangka penambahan APBN dan persiapan pembayaran gaji ke 13.
Transfer masuk (inflow) menggunakan BI-RTGS ke Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp.41.553,64 miliar,
tumbuh melambat sebesar 37,82% (yoy) dari 235,18% (yoy) pada Triwulan II 2015. Total Nett-Inflow pada triwulan III
Grafik 3.33. Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Volume
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
FROM NTT TO NTT
I2014
IIIII IV I2015
II III
Grafik 3.30. Perkembangan SKNBI NTT
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
NTT
I II III IV
2013 2014 2015
III IV I II III
1.600
NILAI (RP.MILIAR) VOLUME (LBR)
Grafik 3.31. Perkembangan SKNBI Nasional
600.000
620.000
640.000
660.000
680.000
700.000
720.000
740.000
760.000
780.000
Nasional
I II
2013 2014
III IV
NILAI (RP.MILIAR) VOLUME (LBR)
23.000.000
24.000.000
25.000.000
26.000.000
27.000.000
28.000.000
29.000.000
III IV
2015
I II III
Grafik 3.32. Perkembangan SKNBI Berdasarkan Kelompok Bank
BANK SWASTA NASIONAL
BANK
PEMBANGUNAN DAERAH
BANK PEMERINTAH
41.85%
31.07%
27.08%
Grafik 3.34. Perkembangan BI-RTGS Berdasarkan Nominal
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
40.000
45.000
50.000
FROM NTT TO NTT
I2014
IIIII IV I2015
II0
5.000
III
3.5.2. Transaksi Tunai
Transaksi pembayaran tunai di Bank Indonesia tercermin dari beberapa kegiatan, diantaranya jumlah aliran uang keluar
dari Bank Indonesia ke stakeholder (outflow), jumlah aliran uang masuk dari perbankan ke Bank Indonesia (inflow), dan
kegiatan pemusnahan Uang Tidak Layak Edar (UTLE), serta temuan uang palsu (UPAL).
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 37
Pada Triwulan III 2015 kinerja perbankan di pulau Timor malah tumbuh meningkat. Aset perbankan di pulau Timor
pada triwulan ini mengalami peningkatan sebesar 31,63% (yoy) atau sebesar Rp.22,19 triliun lebih tinggi dibanding
Triwulan II 2015 yang mencapai 19,28% (yoy). Penghimpunan DPK juga meningkat dari 2,32% (yoy) pada Triwulan II 2015
menjadi 16,51% (yoy) pada Triwulan III 2015. Sementara itu, penyaluran kredit pada Triwulan III 2015 mengalami
peningkatan sebesar 9,70% (yoy) lebih tinggi dari Triwulan II 2015 yang mencapai 4,72% (yoy). Rasio kredit macet di pulau
Timor juga menunjukkan adanya penurunan sebesar, dari 2,30% pada Triwulan II 2015 menjadi 2,19% di triwulan III
2015.
Grafik 3.27. Komposisi Kredit di Pulau Sumba
KONSUMSI
MODAL KERJA
INVESTASI
71,83%
26,11%
2,06%
GIRO DEPOSITO TABUNGAN
Grafik 3.26. Komposisi DPK di Pulau Sumba
90.04%
4.61%
5.35%
49.18%
1.37%49.45%
0.00%
2.09%
13.75%84.15%
100.00%
0.00%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA
3.4.3. Pulau Timor
GIRO DEPOSITO TABUNGAN
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
PEMERINTAH PERORANGAN SWASTA LAINNYA
83.82%
8.50%
7.64% 0.05%
45.63%
4.87%
48.83%
0.67%
1.44%
9.66%
88.81%
0.09%
Grafik 3.28. Komposisi DPK di Pulau Timor Grafik 3.29. Komposisi Kredit di Pulau Timor
KONSUMSI
MODAL KERJA
INVESTASI
59,94%
30,15%
9,91%
3.5. SISTEM PEMBAYARAN3.5.1. Transaksi Non Tunai
3.5.1.1. Transaksi Kliring (SKNBI)Sistem Kliring Nasional Bank Indonsia (SKNBI) di Provinsi NTT Pada Triwulan III 2015 mengalami peningkatan.
Pertumbuhan kliring di Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 dari sisi nominal mencapai Rp.1.383,80 miliar, tumbuh 52,03%
(yoy) lebih tinggi dibandingkan Triwulan II 2015 yang hanya mencapai 9,77% (yoy). Sementara itu, dari sisi volume pada
Triwulan III 2015 naik 28,15% (yoy) atau mencapai 48.453 lembar warkat dari 12,49% (yoy) pada Triwulan II 2015.
Berdasarkan komposisi peserta pengirim, transaksi kliring Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 didorong oleh Bank Swasta
Nasional dengan porsi sebesar 42%, kemudian Bank Pembangunan Daerah sebesar 31%, dan Bank Pemerintah sebesar
27%.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201536
Gerakan Cinta Rupiahdi Perbatasan – Atambua Kab. Belu NTT03
Jumat, 16 Oktober 2015 di Lapangan Simpang Lima Atambua, pagelaran Tari Tebe Masal dalam rangka “Gerakan Cinta
Rupiah dan Menuju Satu Abad Kota Atambua” berhasil memecahkan rekor baru MURI. Tercatat sebanyak 4.601 orang
ikut terlibat dalam tarian khas Kabupaten Belu tersebut. Ribuan penari mengawali pagelaran tari dengan membentuk
formasi barisan cinta Rupiah yang disimbolkan dengan bentuk “hati ( ) dan Rp” lengkap dengan pertunjukan Brazilian
Wave di setiap barisan. Pagelaran Tari Tebe Masal sekaligus pencatatan Rekor MURI yang pertama kalinya di tanah Belu,
diharapkan dapat menguatkan memorabilia kebanggaan warga perbatasan terhadap Rupiah sebagai simbol kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini sangat relevan, mengingat masih adanya masyarakat di perbatasan
yang menggunakan mata uang asing dalam bertransaksi.
Mengawali acara, Bupati Belu, Wilhelmus Foni, menyampaikan sekapur sirih berpesan kepada seluruh masyarakat yang
hadir untuk selalu menanamkan “Cinta Rupiah” dalam benak mereka. Selain itu dirinya juga mengajak masyarakat untuk
mensyukuri perayaan HUT Kota Atambua yang ke-99. “Kita patut berbangga karena kota ini telah melalui perjalanan
panjang, hampir satu abad lamanya dan menjadi wilayah terdepan NKRI yang berbatasan dengan Republik Demokratis
Timor Leste (RDTL). Oleh karena itu, sebagai warga perbatasan kita harus bangga dengan Rupiah, bukan dollar” ujarnya.
Kepala Perwakilan BI Provinsi NTT, Naek Tigor Sinaga, dalam sambutannya, mengajak warga untuk selalu menggunakan
rupiah sebagai alat untuk melakukan transaksi. “Rupiah merupakan alat pembayaran yang sah sehingga wajib digunakan
dalam kegiatan perekonomian di wilayah NKRI. Bagi yang menolak Rupiah untuk pembayaran akan dihukum dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak 200 juta rupiah” tegas Sinaga. Selain itu,
dirinya mengimbau masyarakat mewaspadai penggunaan mata uang asing di perbatasan, seperti di Kota Atambua yang
berbatasan langsung dengan Timor Leste, karena rawan infiltrasi berupa serangan mata uang asing.
Gambar Boks 3.1. Formasi Tari Tebe Dilihat dari Ketinggian
Gambar Boks 3.2. Sanksi atas Penggunaan Mata Uang Asing di Wilayah Indonesia
SANKSI PELANGGARAN
Kewajiban Penggunaan Rupiah
TUNAISanksi Pidana UU Mata uang (Kurungan Maksimal 1 Tahun & DendaMaksimal 200 juta)
NONTUNAI
BI bewenang mengenakan sanksi administratif:- Teguran tertulis;- Denda berupa kewajiban membayar 1% dari nilai transaksi - maksimal 1 milyar; dan/ atau- Larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 39
3.5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)Perkembangan uang tunai di Provinsi NTT mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh peningkatan outflow
sebesar Rp.1.687,20 miliar yang tumbuh sebesar 25,56% (yoy) pada Triwulan III 2015, naik bila dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencapai 12,83% (yoy). Sementara itu, aliran inflow pada Triwulan III 2015 mencapai Rp.840,86 miliar,
naik 9,65% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan II 2015 yang mengalami penurunan sebesar 33,34% (yoy). Hal ini
menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi di Provinsi NTT.
3.5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)Uang Tidak Layak Edar (UTLE) pada Triwulan III 2015 mengalami penurunan. Hal ini dapat digambarkan oleh
jumlah setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT Pada Triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp. 380,04
miliar, menurun 17,06% (yoy) bila dibandingkan dengan Triwulan II 2015 yang mencapai 15,68% (yoy). Sementara itu,
rasio pemusnahan UTLE di Provinsi NTT dibandingkan Nasional pada Triwulan III 2015 yaitu sebesar 0,38%. Penurunan
UTLE ini disebabkan oleh meningkatnya pemahaman masyarakat dalam menjaga kualitas uang yang dimiliki.
3.5.2.3. Temuan Uang PalsuTemuan uang palsu yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 mengalami
penurunan. Jumlah lembar uang palsu turun dari 966 lembar menjadi 52 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu yang
ditemukan umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,- dan pecahan Rp.50.000,-. Walaupun jumlah uang palsu yang
ditemukan menurun namun kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah masih tetap diperlukan. Peningkatan
pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan tingginya uang palsu yang dilaporkan.
Upaya penanggulangan uang palsu secara represif telah dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menuntut
pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Grafik 3.35. Perkembangan Transaksi Tunai
NET IN/OUT (RP. MILIAR) QTQ YOY
-300%
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
-2000.00
-1500.00
-1000.00
-500.00
0.00
500.00
1000.00
1500.00
2000.00
I II III IV
2013I II III IV
2014II II III IV
2011I II III IV
2012II
2015III
Grafik 3.36. Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)
OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOWINFLOW (RP. MILIAR)
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
I I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV2012
II III -80%
0%
80%
160%
240%
320%
400%
480%
Grafik 3.38. Perkembangan UPAL di Provinsi NTT
0
200
400
600
800
1000
1200
I II2012
LEMBAR UPAL
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
III IV II III
Grafik 3.37. Perkembangan UTLE di Provinsi NTT
-200.00%
0.00%
200.00%
400.00%
600.00%
800.00%
1000.00%
1200.00%
1400.00%
1600.00%
I II III IV2013
I IIIII IV2014
I2015
I II III IV2012
II III
OUTFLOW (RP. MILIAR) QTQ UTLE YOY UTLEINFLOW (RP. MILIAR) UTLE
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201538
Gerakan Cinta Rupiahdi Perbatasan – Atambua Kab. Belu NTT03
Jumat, 16 Oktober 2015 di Lapangan Simpang Lima Atambua, pagelaran Tari Tebe Masal dalam rangka “Gerakan Cinta
Rupiah dan Menuju Satu Abad Kota Atambua” berhasil memecahkan rekor baru MURI. Tercatat sebanyak 4.601 orang
ikut terlibat dalam tarian khas Kabupaten Belu tersebut. Ribuan penari mengawali pagelaran tari dengan membentuk
formasi barisan cinta Rupiah yang disimbolkan dengan bentuk “hati ( ) dan Rp” lengkap dengan pertunjukan Brazilian
Wave di setiap barisan. Pagelaran Tari Tebe Masal sekaligus pencatatan Rekor MURI yang pertama kalinya di tanah Belu,
diharapkan dapat menguatkan memorabilia kebanggaan warga perbatasan terhadap Rupiah sebagai simbol kedaulatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Hal ini sangat relevan, mengingat masih adanya masyarakat di perbatasan
yang menggunakan mata uang asing dalam bertransaksi.
Mengawali acara, Bupati Belu, Wilhelmus Foni, menyampaikan sekapur sirih berpesan kepada seluruh masyarakat yang
hadir untuk selalu menanamkan “Cinta Rupiah” dalam benak mereka. Selain itu dirinya juga mengajak masyarakat untuk
mensyukuri perayaan HUT Kota Atambua yang ke-99. “Kita patut berbangga karena kota ini telah melalui perjalanan
panjang, hampir satu abad lamanya dan menjadi wilayah terdepan NKRI yang berbatasan dengan Republik Demokratis
Timor Leste (RDTL). Oleh karena itu, sebagai warga perbatasan kita harus bangga dengan Rupiah, bukan dollar” ujarnya.
Kepala Perwakilan BI Provinsi NTT, Naek Tigor Sinaga, dalam sambutannya, mengajak warga untuk selalu menggunakan
rupiah sebagai alat untuk melakukan transaksi. “Rupiah merupakan alat pembayaran yang sah sehingga wajib digunakan
dalam kegiatan perekonomian di wilayah NKRI. Bagi yang menolak Rupiah untuk pembayaran akan dihukum dengan
pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan pidana denda paling banyak 200 juta rupiah” tegas Sinaga. Selain itu,
dirinya mengimbau masyarakat mewaspadai penggunaan mata uang asing di perbatasan, seperti di Kota Atambua yang
berbatasan langsung dengan Timor Leste, karena rawan infiltrasi berupa serangan mata uang asing.
Gambar Boks 3.1. Formasi Tari Tebe Dilihat dari Ketinggian
Gambar Boks 3.2. Sanksi atas Penggunaan Mata Uang Asing di Wilayah Indonesia
SANKSI PELANGGARAN
Kewajiban Penggunaan Rupiah
TUNAISanksi Pidana UU Mata uang (Kurungan Maksimal 1 Tahun & DendaMaksimal 200 juta)
NONTUNAI
BI bewenang mengenakan sanksi administratif:- Teguran tertulis;- Denda berupa kewajiban membayar 1% dari nilai transaksi - maksimal 1 milyar; dan/ atau- Larangan untuk ikut dalam lalu lintas pembayaran
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 39
3.5.2.1. Aliran Uang Masuk (inflow) dan Aliran Uang Keluar (outflow)Perkembangan uang tunai di Provinsi NTT mengalami peningkatan. Hal ini didorong oleh peningkatan outflow
sebesar Rp.1.687,20 miliar yang tumbuh sebesar 25,56% (yoy) pada Triwulan III 2015, naik bila dibandingkan triwulan
sebelumnya yang mencapai 12,83% (yoy). Sementara itu, aliran inflow pada Triwulan III 2015 mencapai Rp.840,86 miliar,
naik 9,65% (yoy) dibandingkan dengan Triwulan II 2015 yang mengalami penurunan sebesar 33,34% (yoy). Hal ini
menunjukkan adanya peningkatan aktivitas ekonomi di Provinsi NTT.
3.5.2.2. Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)Uang Tidak Layak Edar (UTLE) pada Triwulan III 2015 mengalami penurunan. Hal ini dapat digambarkan oleh
jumlah setoran UTLE di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT Pada Triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp. 380,04
miliar, menurun 17,06% (yoy) bila dibandingkan dengan Triwulan II 2015 yang mencapai 15,68% (yoy). Sementara itu,
rasio pemusnahan UTLE di Provinsi NTT dibandingkan Nasional pada Triwulan III 2015 yaitu sebesar 0,38%. Penurunan
UTLE ini disebabkan oleh meningkatnya pemahaman masyarakat dalam menjaga kualitas uang yang dimiliki.
3.5.2.3. Temuan Uang PalsuTemuan uang palsu yang tercatat di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi NTT pada Triwulan III 2015 mengalami
penurunan. Jumlah lembar uang palsu turun dari 966 lembar menjadi 52 lembar pada triwulan laporan. Uang palsu yang
ditemukan umumnya uang kertas pecahan Rp.100.000,- dan pecahan Rp.50.000,-. Walaupun jumlah uang palsu yang
ditemukan menurun namun kegiatan pengenalan ciri-ciri keaslian uang rupiah masih tetap diperlukan. Peningkatan
pemahaman masyarakat terhadap temuan uang palsu juga menjadi alasan tingginya uang palsu yang dilaporkan.
Upaya penanggulangan uang palsu secara represif telah dilaksanakan oleh Kepolisian dengan menangkap dan menuntut
pembuat maupun pengedar uang palsu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Grafik 3.35. Perkembangan Transaksi Tunai
NET IN/OUT (RP. MILIAR) QTQ YOY
-300%
-200%
-100%
0%
100%
200%
300%
400%
500%
600%
700%
-2000.00
-1500.00
-1000.00
-500.00
0.00
500.00
1000.00
1500.00
2000.00
I II III IV
2013I II III IV
2014II II III IV
2011I II III IV
2012II
2015III
Grafik 3.36. Perkembangan Arus Uang Tunai (Inflow-Outflow)
OUTFLOW (RP. MILIAR) YOY INFLOW YOY OUTFLOWINFLOW (RP. MILIAR)
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
I I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
II III IV2012
II III -80%
0%
80%
160%
240%
320%
400%
480%
Grafik 3.38. Perkembangan UPAL di Provinsi NTT
0
200
400
600
800
1000
1200
I II2012
LEMBAR UPAL
I II III IV2013
I II III IV2014
I2015
III IV II III
Grafik 3.37. Perkembangan UTLE di Provinsi NTT
-200.00%
0.00%
200.00%
400.00%
600.00%
800.00%
1000.00%
1200.00%
1400.00%
1600.00%
I II III IV2013
I IIIII IV2014
I2015
I II III IV2012
II III
OUTFLOW (RP. MILIAR) QTQ UTLE YOY UTLEINFLOW (RP. MILIAR) UTLE
0.00
500.00
1,000.00
1,500.00
2,000.00
2,500.00
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201538
Layanan K euangan D igital ( LKD) Di Provinsi NTT04
Sektor jasa keuangan merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian suatu wilayah. Keberadaan bank dan
lembaga keuangan akan menopang aktivitas ekonomi masyarakat, serta memudahkan masyarakat untuk menjangkau
sumber modal dan pada akhirnya sektor produktif dapat lebih berkembang. Di Indonesia keterbatasan infrastruktur dan
kondisi alam yang berupa kepulauan, termasuk NTT, menjadi kendala bagi bank dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat terutama yang berada di daerah terpencil maupun pedesaaan. Keterbatasan layanan perbankan ini juga tidak
lepas dari perhitungan skala ekonomis operasional bank di suatu daerah tersebut dan pertimbangan bank mengenai
distribusi penduduk di suatu daerah yang akan dijangkau oleh layanan kantor cabang bank. Akibatnya, terdapat disparitas
layanan perbankan dalam menjangkau seluruh daerah administrasi pemerintahan baik di tingkat provinsi, kabupaten dan
terutama kecamatan.
Sementara itu di NTT, perbandingan jumlah penduduk dewasa dengan jumlah rekening tabungan yang dimiliki oleh
masyarakatnya sudah tergolong besar, yaitu dengan tingkat penetrasi 105%. Namun demikian, tingginya tingkat
penetrasi tersebut lebih dikarenakan oleh adanya kepemilikan rekening tabungan lebih dari 1 rekening oleh 1 penduduk
dewasa di suatu daerah. Kemudian jika dilihat dari persebarannya, masih terdapat perbedaan yang signifikan khususnya
pada Kabupaten yang baru berkembang.
Salah satu penyebab dari rendahnya tingkat penetrasi oleh Kabupaten yang baru berkembang adalah karena masih
minimnya dukungan infrastruktur di daerah. sehingga, sebagian besar perbankan baru dapat menjangkau daerah ibu kota
Kabupaten. Oleh karena itu, dalam rangka memperluas jangkauan layanan keuangan, khususnya bagi masyarakat
unbanked dan underbanked, Bank Indonesia melakukan inovasi dengan menyelenggarakan Layanan Keuangan Digital
(LKD) yang dahulu disebut branchless banking. LKD akan memberikan kesempatan kepada masyarakat marjinal untuk
mendapatkan layanan keuangan dengan aman dan biaya terjangkau, serta tanpa menggunakan kantor cabang bank
tradisional.
LKD merupakan salah satu bagian dari Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang telah dicanangkan oleh Bank Indonesia
pada tanggal 14 Agustus 2014. GNNT sendiri ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap
penggunaan instrumen non tunai, sehingga berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang lebih
menggunakan instrumen non tunai (Less Cash Society/LCS) khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan
ekonominya. Selain LKD, bagian lain dari GNNT adalah:
Tabel Boks 4.1. Tingkat Penetrasi Tabungan di Provinsi NTT
Kupang
Kota Kupang
Sumba Barat
168,10
196,37
209,19
Kabupaten/Kota
Kabupaten dengan Penetrasi Terendah
17,65
35,46
43,68
Manggarai Timur
Sumba Barat Daya
Nagekeo
Tingkat Penetrasi Kabupaten/Kota
Kabupaten dengan Penetrasi Tertinggi
Tingkat Penetrasi
Elektronifikasi keuangan, berupa perubahan metode pembayaran di lingkup pemerintah yang awalnya tunai menjadi
non tunai. Pada saat ini, tengah dilakukan migrasi pembayaran gaji PNS dari tunai menjadi non tunai yang dimulai dari
beberapa SKPD
Uang Elektronik, merupakan alat pembayaran yang saldonya tersimpan secara chip based maupun server based.
Adapun bentuk implementasi dari uang elektronik berupa penyaluran beasiswa kepada mahasiswa Universitas Nusa
Cendana dengan menggunakan uang elektronik serta bantuan yang diberikan oleh Kementrian Sosial kepada
masyarakat dalam Program Keluarga Harapan (PKH)
1.
2.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 41
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Departemen Pengelolaan Uang, Luctor E. Tapiheru, mengatakan bahwa Rupiah
merupakan simbol NKRI dan merupakan alat tukar yang mempersatukan bangsa. “Saat ini dollar AS menguat karena kita
kurang cinta Rupiah untuk transaksi, maka diharapkan masyarakat menggunakan Rupiah dalam bertransaksi di Indonesia.
Di wilayah perbatasan yang rentan dengan penggunaan mata uang asing, harus selalu siaga dan tetap menggunakan
Rupiah untuk bertransaksi agar orang hormat terhadap Rupiah” ujar Luctor. Wakapolda NTT, Kombespol Sumartono
Johana, menambahkan bahwa pihak Polda akan terus berkoordinasi bersama BI mengawal pelaksanaan ketentuan yang
berlaku terkait uang Rupiah.
Rangkaian pembukaan Gerakan Cinta Rupiah dan Menuju Satu Abad Kota Atambua diakhiri oleh sambutan Wakil
Gubernur NTT, Benny Litelnoni, yang sangat mengapresiasi pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan acara. “Saya
ucapkan terima kasih kepada panitia dari Bank Indonesia yang telah menyelenggarakan acara ini. Tidak lupa pula kepada
Bupati Belu yang telah berbuat baik bagi Kab. Belu selama ini” katanya. Selain itu Benny juga berpesan kepada masyarakat
untuk mencintai Rupiah dengan sepenuh hati karena dengan Rupiah yang kuat, bangsa akan bermartabat.
Selain balutan budaya melalui pagelaran Tari Tebe massal, tidak lupa dilakukan sosialisasi ketentuan terkait uang Rupiah
khususnya ciri-ciri keaslian uang rupiah dan kewajiban penggunaan uang Rupiah serta edukasi keuangan yang disambut
antusias peserta. Di samping itu, kas keliling pun digelar untuk memfasilitasi masyarakat yang ingin melakukan penukaran
uang kecil, lusuh, maupun rusak. Acara sosialisasi juga diramaikan dengan kuis-kuis berhadiah yang menambah semangat
peserta untuk lebih memahami materi sosialisasi. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan peran Bank Indonesia
menggerakkan perekonomian perbatasan, disaksikan oleh Kepala Badan Pengelola Perbatasan Provinsi NTT, Paulus B.
Manehat, dilakukan penyerahan secara simbolis Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dalam bentuk bantuan dana
pembangunan rumah tenun kepada Kelompok Tenun Ikat “Suka Maju” di Desa Batnes, Kecamatan Musi, Kabupaten
Timor Tengah Utara, yang juga merupakan wilayah perbatasan RI-RDTL. Acara diakhiri dengan hiburan artis lokal dan
nasional yang menambah semarak Gerakan Cinta Rupiah di Perbatasan.
Kuatlah Rupiah,majulah daerah perbatasan,jayalah NKRI yang berdaulatdan bermartabat…!!!
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201540
Layanan K euangan D igital ( LKD) Di Provinsi NTT04
Sektor jasa keuangan merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian suatu wilayah. Keberadaan bank dan
lembaga keuangan akan menopang aktivitas ekonomi masyarakat, serta memudahkan masyarakat untuk menjangkau
sumber modal dan pada akhirnya sektor produktif dapat lebih berkembang. Di Indonesia keterbatasan infrastruktur dan
kondisi alam yang berupa kepulauan, termasuk NTT, menjadi kendala bagi bank dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat terutama yang berada di daerah terpencil maupun pedesaaan. Keterbatasan layanan perbankan ini juga tidak
lepas dari perhitungan skala ekonomis operasional bank di suatu daerah tersebut dan pertimbangan bank mengenai
distribusi penduduk di suatu daerah yang akan dijangkau oleh layanan kantor cabang bank. Akibatnya, terdapat disparitas
layanan perbankan dalam menjangkau seluruh daerah administrasi pemerintahan baik di tingkat provinsi, kabupaten dan
terutama kecamatan.
Sementara itu di NTT, perbandingan jumlah penduduk dewasa dengan jumlah rekening tabungan yang dimiliki oleh
masyarakatnya sudah tergolong besar, yaitu dengan tingkat penetrasi 105%. Namun demikian, tingginya tingkat
penetrasi tersebut lebih dikarenakan oleh adanya kepemilikan rekening tabungan lebih dari 1 rekening oleh 1 penduduk
dewasa di suatu daerah. Kemudian jika dilihat dari persebarannya, masih terdapat perbedaan yang signifikan khususnya
pada Kabupaten yang baru berkembang.
Salah satu penyebab dari rendahnya tingkat penetrasi oleh Kabupaten yang baru berkembang adalah karena masih
minimnya dukungan infrastruktur di daerah. sehingga, sebagian besar perbankan baru dapat menjangkau daerah ibu kota
Kabupaten. Oleh karena itu, dalam rangka memperluas jangkauan layanan keuangan, khususnya bagi masyarakat
unbanked dan underbanked, Bank Indonesia melakukan inovasi dengan menyelenggarakan Layanan Keuangan Digital
(LKD) yang dahulu disebut branchless banking. LKD akan memberikan kesempatan kepada masyarakat marjinal untuk
mendapatkan layanan keuangan dengan aman dan biaya terjangkau, serta tanpa menggunakan kantor cabang bank
tradisional.
LKD merupakan salah satu bagian dari Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) yang telah dicanangkan oleh Bank Indonesia
pada tanggal 14 Agustus 2014. GNNT sendiri ditujukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap
penggunaan instrumen non tunai, sehingga berangsur-angsur terbentuk suatu komunitas atau masyarakat yang lebih
menggunakan instrumen non tunai (Less Cash Society/LCS) khususnya dalam melakukan transaksi atas kegiatan
ekonominya. Selain LKD, bagian lain dari GNNT adalah:
Tabel Boks 4.1. Tingkat Penetrasi Tabungan di Provinsi NTT
Kupang
Kota Kupang
Sumba Barat
168,10
196,37
209,19
Kabupaten/Kota
Kabupaten dengan Penetrasi Terendah
17,65
35,46
43,68
Manggarai Timur
Sumba Barat Daya
Nagekeo
Tingkat Penetrasi Kabupaten/Kota
Kabupaten dengan Penetrasi Tertinggi
Tingkat Penetrasi
Elektronifikasi keuangan, berupa perubahan metode pembayaran di lingkup pemerintah yang awalnya tunai menjadi
non tunai. Pada saat ini, tengah dilakukan migrasi pembayaran gaji PNS dari tunai menjadi non tunai yang dimulai dari
beberapa SKPD
Uang Elektronik, merupakan alat pembayaran yang saldonya tersimpan secara chip based maupun server based.
Adapun bentuk implementasi dari uang elektronik berupa penyaluran beasiswa kepada mahasiswa Universitas Nusa
Cendana dengan menggunakan uang elektronik serta bantuan yang diberikan oleh Kementrian Sosial kepada
masyarakat dalam Program Keluarga Harapan (PKH)
1.
2.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 41
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Departemen Pengelolaan Uang, Luctor E. Tapiheru, mengatakan bahwa Rupiah
merupakan simbol NKRI dan merupakan alat tukar yang mempersatukan bangsa. “Saat ini dollar AS menguat karena kita
kurang cinta Rupiah untuk transaksi, maka diharapkan masyarakat menggunakan Rupiah dalam bertransaksi di Indonesia.
Di wilayah perbatasan yang rentan dengan penggunaan mata uang asing, harus selalu siaga dan tetap menggunakan
Rupiah untuk bertransaksi agar orang hormat terhadap Rupiah” ujar Luctor. Wakapolda NTT, Kombespol Sumartono
Johana, menambahkan bahwa pihak Polda akan terus berkoordinasi bersama BI mengawal pelaksanaan ketentuan yang
berlaku terkait uang Rupiah.
Rangkaian pembukaan Gerakan Cinta Rupiah dan Menuju Satu Abad Kota Atambua diakhiri oleh sambutan Wakil
Gubernur NTT, Benny Litelnoni, yang sangat mengapresiasi pihak-pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan acara. “Saya
ucapkan terima kasih kepada panitia dari Bank Indonesia yang telah menyelenggarakan acara ini. Tidak lupa pula kepada
Bupati Belu yang telah berbuat baik bagi Kab. Belu selama ini” katanya. Selain itu Benny juga berpesan kepada masyarakat
untuk mencintai Rupiah dengan sepenuh hati karena dengan Rupiah yang kuat, bangsa akan bermartabat.
Selain balutan budaya melalui pagelaran Tari Tebe massal, tidak lupa dilakukan sosialisasi ketentuan terkait uang Rupiah
khususnya ciri-ciri keaslian uang rupiah dan kewajiban penggunaan uang Rupiah serta edukasi keuangan yang disambut
antusias peserta. Di samping itu, kas keliling pun digelar untuk memfasilitasi masyarakat yang ingin melakukan penukaran
uang kecil, lusuh, maupun rusak. Acara sosialisasi juga diramaikan dengan kuis-kuis berhadiah yang menambah semangat
peserta untuk lebih memahami materi sosialisasi. Selanjutnya, dalam rangka meningkatkan peran Bank Indonesia
menggerakkan perekonomian perbatasan, disaksikan oleh Kepala Badan Pengelola Perbatasan Provinsi NTT, Paulus B.
Manehat, dilakukan penyerahan secara simbolis Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) dalam bentuk bantuan dana
pembangunan rumah tenun kepada Kelompok Tenun Ikat “Suka Maju” di Desa Batnes, Kecamatan Musi, Kabupaten
Timor Tengah Utara, yang juga merupakan wilayah perbatasan RI-RDTL. Acara diakhiri dengan hiburan artis lokal dan
nasional yang menambah semarak Gerakan Cinta Rupiah di Perbatasan.
Kuatlah Rupiah,majulah daerah perbatasan,jayalah NKRI yang berdaulatdan bermartabat…!!!
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201540
Realisasi pendapatan pemerintah hingga triwulan III-2015 mencapai 80,9% (Rp16,04 triliun)
dari pagu rencana pendapatan sebesar Rp19,82 triliun.
Realisasi anggaran belanja daerah pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan laporan masih
rendah yaitu hanya sebesar 46,8% dari total anggaran belanja.
Keuangan D aerah04
Dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia No. 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia
No. 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 16/12/DPAU
tentang Penyelenggaraan LKD dalam rangka Keuangan Inklusif Melalui Agen LKD Individu, maka diatur bahwa
penyelenggaraan LKD dapat dilakukan bank dengan agen LKD badan hukum dan agen LKD individu.
Program pemerintahan Jokowi (Nawacita) menargetkan kedaulatan keuangan melalui inklusi keuangan mencapai 50%
penduduk Indonesia. Oleh karena itu, agar akses terhadap layanan keuangan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan
masyarakat di Indonesia, maka LKD harus dapat dilakukan di seluruh daerah, termasuk Provinsi NTT. Untuk mewujudkan
hal tersebut, Bank Indonesia telah melakukan Identifikasi Potensi Layanan Keuangan Digital (LKD) di Provinsi NTT untuk
memperoleh prioritas daerah yang membutuhkan, sehingga perluasan layanan oleh pihak penyelenggara LKD dapat tepat
sasaran dan lebih optimal.
Gambar Boks 4. 1 Bank dan Agenyang sudah menyalurkan LKD di Provinsi NTT
Tabel Boks 4.2 Hasil Identifikasi Kabupatenyang Berpotensi untuk Penerapan LKD
Tabel Boks 4. 3 Indikator Penilaian dalam Kajian Identifikasi Potensi LKD di Provinsi NTT
people adalah masyarakat yang belum terhubung dengan bank.
adalah masyarakat yang sudah menjadi nasabah bank, namun dalam layanan yang terbatas, contohnya hanya
sebagai nasabah tabungan, belum dapat menikmati layanan kredit, internet banking atau layanan perbankan
lainnya secara optimal.
Unbanked people :
Underbanked people :
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201542
No.
TIMOR TENGAH SELATAN
SUMBA BARAT DAYA
MANGGARAI TIMUR
NAGEKEO
MABGGARAI BARAT
TIMOR TENGAH UTARA
SABU RAIJUA
SUMBA TENGAH
Kabupaten
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Realisasi pendapatan pemerintah hingga triwulan III-2015 mencapai 80,9% (Rp16,04 triliun)
dari pagu rencana pendapatan sebesar Rp19,82 triliun.
Realisasi anggaran belanja daerah pemerintah di Provinsi NTT pada triwulan laporan masih
rendah yaitu hanya sebesar 46,8% dari total anggaran belanja.
Keuangan D aerah04
Dengan diterbitkannya Peraturan Bank Indonesia No. 16/8/PBI/2014 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia
No. 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik (Electronic Money) dan Surat Edaran Bank Indonesia No. 16/12/DPAU
tentang Penyelenggaraan LKD dalam rangka Keuangan Inklusif Melalui Agen LKD Individu, maka diatur bahwa
penyelenggaraan LKD dapat dilakukan bank dengan agen LKD badan hukum dan agen LKD individu.
Program pemerintahan Jokowi (Nawacita) menargetkan kedaulatan keuangan melalui inklusi keuangan mencapai 50%
penduduk Indonesia. Oleh karena itu, agar akses terhadap layanan keuangan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan
masyarakat di Indonesia, maka LKD harus dapat dilakukan di seluruh daerah, termasuk Provinsi NTT. Untuk mewujudkan
hal tersebut, Bank Indonesia telah melakukan Identifikasi Potensi Layanan Keuangan Digital (LKD) di Provinsi NTT untuk
memperoleh prioritas daerah yang membutuhkan, sehingga perluasan layanan oleh pihak penyelenggara LKD dapat tepat
sasaran dan lebih optimal.
Gambar Boks 4. 1 Bank dan Agenyang sudah menyalurkan LKD di Provinsi NTT
Tabel Boks 4.2 Hasil Identifikasi Kabupatenyang Berpotensi untuk Penerapan LKD
Tabel Boks 4. 3 Indikator Penilaian dalam Kajian Identifikasi Potensi LKD di Provinsi NTT
people adalah masyarakat yang belum terhubung dengan bank.
adalah masyarakat yang sudah menjadi nasabah bank, namun dalam layanan yang terbatas, contohnya hanya
sebagai nasabah tabungan, belum dapat menikmati layanan kredit, internet banking atau layanan perbankan
lainnya secara optimal.
Unbanked people :
Underbanked people :
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201542
No.
TIMOR TENGAH SELATAN
SUMBA BARAT DAYA
MANGGARAI TIMUR
NAGEKEO
MABGGARAI BARAT
TIMOR TENGAH UTARA
SABU RAIJUA
SUMBA TENGAH
Kabupaten
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
Secara akumulatif, anggaran belanja Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) di Provinsi NTT hingga triwulan
laporan mencapai Rp32,07 triliun atau meningkat Rp0,98 triliun (3,15%) dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan
alokasi anggaran belanja tersebut seiring dengan telah disahkannya APBD-P di beberapa kabupaten/ kota. Adanya
peningkatan rencana belanja pemerintah pusat sebesar Rp.30 miliar lebih disebabkan oleh sudah dibukanya alokasi
anggaran yang sebelumnya masih dalam pembahasan. Alokasi anggaran belanja terbesar pada pos belanja konsumsi
sebesar 69,91% dan alokasi untuk belanja modal sebesar 30,09%.
Persentase realisasi belanja daerah di Provinsi NTT hingga triwulan III 2015 tercatat 46,8% atau sebesar Rp15,02 triliun dari
total pagu anggaran belanja daerah yang sebesar Rp32,07 triliun. Rendahnya penyerapan anggaran belanja daerah
tersebut disebabkan oleh beberapa permasalahan antara lain : belum terlaksananya proyek pembangunan infrastruktur
daerah seperti pembangunan sejumlah rumah sakit umum di Provinsi NTT (RS Johannes, RSUD Ruteng, RSUD Kota
Kupang, RSUD Atambua), pembangunan gedung tiga universitas di kota Kupang dan beberapa proyek pembangunan
infrastruktur daerah masih dalam proses pengerjaan.
Realisasi anggaran pendapatan daerah untuk pemerintah di provinsi NTT mencapai 80,90% dari rencana pendapatan
APBN dan APBD tahun 2015. Realisasi pendapatan tertinggi pada Dana Alokasi Umum (DAU) kepada Pemerintah Provinsi
dan Kabupaten/Kota sebesar Rp9,38 triliun (77,96%), realisasi Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar Rp1,69
triliun (77,04%) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada triwulan III 2015 sebesar Rp1,48 triliun (70,31% ).
Pajak Penghasilan (PPh) merupakan salah satu sumber pendapatan utama APBN di Provinsi NTT. Hal ini tercermin dari data
realisasi pendapatan atas PPh mencapai Rp721,6 milyar hingga posisi triwulan III 2015. Pendapatan dari Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) berada diurutan kedua dengan realisasi sebesar Rp360,75 milyar atau 32,59% dari total
penerimaan sektor perpajakan, sedangkan porsi pendapatan atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Lainnya
masih dibawah 2,5%.
Realisasi dana transfer dari pemerintah pusat untuk provinsi dan kabupaten di NTT hingga triwulan laporan mencapai
76,63% atau sebesar Rp11,14 triliun. Nilai ini memiliki pangsa sebesar 75,94% dari total pendapatan pemerintah daerah.
Adapun komponen pendapatan lain-lain daerah yang sah berada pada urutan kedua dengan pangsa 15,65% (realisasi
75,39%). Hal ini mencerminkan bahwa anggaran pendapatan dan keuangan daerah NTT masih sangat bergantung pada
bantuan dana transfer dari pemerintah pusat dengan pangsa sebesar 85,62%.
4.1. KONDISI UMUM
Grafik 4.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH
ANGGARAN
REALISASI
19,82
32,07
16,04
80,9% 46,8%
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Triliun
APBN
ANGGARAN
KAB PROV
0,31
3,28
12,14
Triliun
REALISASI
APBN KAB PROV
11,04
17,74
3,29
4,67
8,30
2,05
ANGGARAN
REALISASI
Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah Realisasi Belanja Pemerintah
15,02
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
1,38
16,24
2,53
PORSI REALISASI PENDAPATAN
APBN KAB PROV
15,75%16,6% 1,5%
8,59%
81,90% 75,66%
REALISASI
PAGU
PORSI REALISASI BELANJA
APBN KAB PROV
55,3%
REALISASI
PAGU
13,6%
10,3% 34,4%
31,1%
55,3%
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
4.2. PENDAPATAN DAERAH
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 43
Secara akumulatif, anggaran belanja Pemerintah (Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota) di Provinsi NTT hingga triwulan
laporan mencapai Rp32,07 triliun atau meningkat Rp0,98 triliun (3,15%) dibanding triwulan sebelumnya. Peningkatan
alokasi anggaran belanja tersebut seiring dengan telah disahkannya APBD-P di beberapa kabupaten/ kota. Adanya
peningkatan rencana belanja pemerintah pusat sebesar Rp.30 miliar lebih disebabkan oleh sudah dibukanya alokasi
anggaran yang sebelumnya masih dalam pembahasan. Alokasi anggaran belanja terbesar pada pos belanja konsumsi
sebesar 69,91% dan alokasi untuk belanja modal sebesar 30,09%.
Persentase realisasi belanja daerah di Provinsi NTT hingga triwulan III 2015 tercatat 46,8% atau sebesar Rp15,02 triliun dari
total pagu anggaran belanja daerah yang sebesar Rp32,07 triliun. Rendahnya penyerapan anggaran belanja daerah
tersebut disebabkan oleh beberapa permasalahan antara lain : belum terlaksananya proyek pembangunan infrastruktur
daerah seperti pembangunan sejumlah rumah sakit umum di Provinsi NTT (RS Johannes, RSUD Ruteng, RSUD Kota
Kupang, RSUD Atambua), pembangunan gedung tiga universitas di kota Kupang dan beberapa proyek pembangunan
infrastruktur daerah masih dalam proses pengerjaan.
Realisasi anggaran pendapatan daerah untuk pemerintah di provinsi NTT mencapai 80,90% dari rencana pendapatan
APBN dan APBD tahun 2015. Realisasi pendapatan tertinggi pada Dana Alokasi Umum (DAU) kepada Pemerintah Provinsi
dan Kabupaten/Kota sebesar Rp9,38 triliun (77,96%), realisasi Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus sebesar Rp1,69
triliun (77,04%) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) pada triwulan III 2015 sebesar Rp1,48 triliun (70,31% ).
Pajak Penghasilan (PPh) merupakan salah satu sumber pendapatan utama APBN di Provinsi NTT. Hal ini tercermin dari data
realisasi pendapatan atas PPh mencapai Rp721,6 milyar hingga posisi triwulan III 2015. Pendapatan dari Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) berada diurutan kedua dengan realisasi sebesar Rp360,75 milyar atau 32,59% dari total
penerimaan sektor perpajakan, sedangkan porsi pendapatan atas Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Pajak Lainnya
masih dibawah 2,5%.
Realisasi dana transfer dari pemerintah pusat untuk provinsi dan kabupaten di NTT hingga triwulan laporan mencapai
76,63% atau sebesar Rp11,14 triliun. Nilai ini memiliki pangsa sebesar 75,94% dari total pendapatan pemerintah daerah.
Adapun komponen pendapatan lain-lain daerah yang sah berada pada urutan kedua dengan pangsa 15,65% (realisasi
75,39%). Hal ini mencerminkan bahwa anggaran pendapatan dan keuangan daerah NTT masih sangat bergantung pada
bantuan dana transfer dari pemerintah pusat dengan pangsa sebesar 85,62%.
4.1. KONDISI UMUM
Grafik 4.1. Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
PENDAPATAN DAERAH BELANJA DAERAH
ANGGARAN
REALISASI
19,82
32,07
16,04
80,9% 46,8%
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Triliun
APBN
ANGGARAN
KAB PROV
0,31
3,28
12,14
Triliun
REALISASI
APBN KAB PROV
11,04
17,74
3,29
4,67
8,30
2,05
ANGGARAN
REALISASI
Total Pendapatan dan Belanja Pemerintah Realisasi Pendapatan Pemerintah Realisasi Belanja Pemerintah
15,02
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
1,38
16,24
2,53
PORSI REALISASI PENDAPATAN
APBN KAB PROV
15,75%16,6% 1,5%
8,59%
81,90% 75,66%
REALISASI
PAGU
PORSI REALISASI BELANJA
APBN KAB PROV
55,3%
REALISASI
PAGU
13,6%
10,3% 34,4%
31,1%
55,3%
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
4.2. PENDAPATAN DAERAH
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 43
Persentase realisasi pendapatan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi NTT secara rata-rata mencapai 74,27%.
Kabupaten dengan realisasi pendapatan tertinggi yaitu Kabupaten Nagekeo dengan realisasi mencapai 88,17% yang
didorong oleh adanya peningkatan realisasi transfer dana perimbangan pemerintah ke kabupaten ini.
Realisasi anggaran belanja APBN dan APBD pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan III 2015 masih rendah yaitu
46,84% atau baru direalisasikan sebesar Rp15,02 triliun dari total anggaran belanja daerah yang sebesar Rp32,07 triliun.
Rendahnya realisasi belanja di daerah pada triwulan laporan terutama disebabkan oleh rendahnya belanja modal yang
baru terealisasi sebesar 29,74% atau Rp2,87 triliun dari total 9,65 triliun yang telah dialokasikan. Dengan waktu
penyerapan anggaran hanya tersisa 2 bulan anggaran, maka percepatan penyerapan anggaran modal dirasa sudah sangat
mendesak untuk dimonitor perkembangannya. Percepatan realisasi belanja modal pemerintah pusat yang mencapai lebih
dari lima triliun rupiah dinilai perlu monitoring ekstra ketat. Berbeda dengan karakter penyerapan anggaran di APBD yang
dapat dijadikan SILPA di tahun berikutnya, anggarap APBN yang tidak terserap akan otomatis kembali ke kas Negara. Oleh
karena itu, akan sangat disayangkan apabila anggaran yang besar tersebut tidak termanfaatkan secara maksimal.
Serapan anggaran belanja konsumsi saat ini sudah mencapai 54,20% atau Rp12,15 triliun. Realisasi belanja pegawai
menjadi pencapaian realisasi belanja tertinggi kedua yang lebih disebabkan oleh sifat pembayaran gaji yang memang
secara rutin dibayarkan secara bulanan, sehingga tidak memungkinkan adanya penundaan pembayaran. Realisasi
pencapaian belanja konsumsi tertinggi pada belanja hibah terutama pemerintah provinsi yang hingga triwulan III 2014
sudah terealisasi sebesar 75,06% dari total belanja hibah yang sebesar 1,38 triliun.
Berdasarkan jenis pemerintahan, realisasi belanja daerah tertinggi sebesar 62,24% (Rp2,05 triliun) pada pemerintah
provinsi NTT yang didominasi oleh realisasi belanja konsumsi sebesar 66,02% (Rp1,8 triliun) dan realisasi belaja modal
sebesar 43,90% (Rp246,60 milyar).
Realisasi belanja daerah pemerintah kabupaten di provinsi NTT mencapai 46,81% (Rp8,30 triliun) dari total anggaran
belanja sebesar Rp17,73 triliun. Belanja modal pemerintah kabupaten/kota yang rendah hanya sebesar 23,94% menjadi
penyebab utama rendahnya total belanja pemerintah kabupaten/kota. Lambatnya realisasi belanja modal berpotensi
menghambat pencapaian pertumbuhan ekonomi di kabupaten. Selain itu, masih banyaknya kabupaten yang menerapkan
standar akuntansi menggunakan cash basis membuat proyek pembangunan infrastruktur di daerah yang masih dalam
proses pengerjaan tidak tercatat sebagai realisasi belanja modal hingga proyek tersebut sudah selesai dikerjakan. Hal ini
pula yang membuat selalu terjadi lonjakan penyerapan anggaran di akhir tahun yang juga disebabkan oleh karakter
kontraktor yang hanya mau menarik anggaran setelah proyek selesai. Penarikan anggaran sesuai termin pembayaran
sekiranya dapat selalu ditekankan agar progress pembangunan infrastruktur dapat diketahui dengan lebih baik.
4.3. BELANJA DAERAH
Grafik 4.6. Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi danKabupaten/Kota di Provinsi NTT
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
APBN KAB PROV TOTAL
BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI
42,346,8
62,2
46,8
32,8
23,9
43,9
29,7
50,353,6
66,0
54,2
%REALISASI
Nominal %Pangsa
(%)RENCANA
Tabel 4.2 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsidan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
URAIAN
BELANJA DAERAH
BELANJA MODAL
BELANJA KONSUMSI
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL
BANTUAN KEUANGAN
KONSUMSI LAINNYA
BELANJA LAINNYA
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
15,021
2,870
12,152
7,345
2,580
1,037
270
162
729
29
-
46.84
29.74
54.20
62.49
37.27
75.06
39.10
49.46
59.07
26.86
-
19.10
80.90
48.90
17.18
6.90
1.80
1.08
4.85
0.19
-
32,066
9,648
22,418
11,753
6,924
1,381
690
328
1,234
109
-
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 45
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201544
Persentase realisasi pendapatan utama APBD di Provinsi NTT hingga triwulan berjalan masing-masing DAU mencapai
78,00%, Dana Penyesuaian dan Otonomi khusus mencapai 77,00%, realisasi DAK sebesar 70,30%,PAD sebesar 63,50%
dan pendapatan lainnya sebesar 70,70%.
Serapan Dana Penyesuaian dan Otsus di tingkat provinsi dipicu oleh adanya pencairan dana peningkatan kualitas
pendidikan di daerah (a.l : Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahap-III 2015, alokasi tunjangan guru PNS di daerah).
Jumlah PAD Provinsi NTT memiliki pangsa 23,60% (Rp596,4 milyar) dari total pendapatan daerah. Pada tingkat
kabupaten/kota, PAD memiliki pangsa 5,20% dari total pendapatan daerah, selebihnya berasal dari DAU dengan pangsa
mencapai 68,40% (Rp8,3 triliun), dan realisasi DAK dengan pangsa 11,60%. Hal ini menunjukkan tingkat ketergantungan
pemerintah kabupaten/ kota yang jauh lebih tinggi dibanding provinsi dikarenakan realisasi pendapatan asli daerah yang
sangat kecil bila dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan kabupaten/kota per tahunnya.
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.2. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT
PAJAK PENGHASILAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PENDAPATAN PAJAK LAINNYA
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
65,18%
32,59%
0,03%
2,21%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS
Grafik 4.3. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT
kabupaten/kota PROPINSI
5,2%
68,4%
11,6%
8,1%6,7%
23,6%
42,9%
2,9%
28,0%
2,6%
Tabel 4.1 : Realisasi Pendapatan Daerah
REALISASI
Nominal %Pangsa
(%)
14,666
1,232
11,138
275
9,382
1,481
2,296
21
33
357
1,694
112
16
63
75.13
63.51
76.63
69.88
77.96
70.31
75.39
35.39
47.68
62.67
77.04
96.47
48.80
-
8.40
75.94
1.88
63.97
10.10
15.65
0.14
0.23
2.43
11.55
0.76
0.11
0.43
URAIAN RENCANA
19,520
1,940
14,534
394
12,035
2,106
3,045
60
69
569
2,199
116
32
PENDAPATAN DAERAH
PENDAPATAN ASLI DAERAH
DANA PERIMBANGAN
DANA BAGI HASIL
DANA ALOKASI UMUM (DAU)
DANA ALOKASI KHUSUS (DAK)
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YG SAH
DANA HIBAH
DANA DARURAT
" DANA HASIL PAJAK DARI PROV. DAN PEMERINTAH DAERAH LAINNYA"
DANA PENYESUAIAN DAN OTSUS
PENDAPATAN DARI PIHAK KETIGA
BANTUAN KEUANGAN
PENDAPATAN LAINNYA
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
0
10
20
30
40
50
60
PAD DAU DAK OTSUS LAINNYA
71,9
70,7
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
70
80
90
58,3
Grafik 4.4. Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT
100 %
KABUPATENPROVINSI KAB+PROV
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.5. Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
MATIMKOTA KUPANG
FLOTIM
SUMBA BARAT
ENDE
NAGEKEO
MABAR
TTS
SUMBA TIMUR
RONDA
SBD
SUMBA TENGAH
PROV. NTTMALAKA
BELU
LEMBATA
SIKKAKAB. KUPANG
SABURAIJUA
ALOR
NGADA
MANGGARAI
TTU
75,1276,17
80,11
78,75
74,49
88,17
73,60
87,09
81,77
78,90
71,22
48,26
76,9876,47
70,69
82,33
68,0468,06
64,17
77,63
69,39
73,98
69,41
%
Persentase realisasi pendapatan pemerintah kabupaten/kota di Provinsi NTT secara rata-rata mencapai 74,27%.
Kabupaten dengan realisasi pendapatan tertinggi yaitu Kabupaten Nagekeo dengan realisasi mencapai 88,17% yang
didorong oleh adanya peningkatan realisasi transfer dana perimbangan pemerintah ke kabupaten ini.
Realisasi anggaran belanja APBN dan APBD pemerintah di Provinsi NTT hingga triwulan III 2015 masih rendah yaitu
46,84% atau baru direalisasikan sebesar Rp15,02 triliun dari total anggaran belanja daerah yang sebesar Rp32,07 triliun.
Rendahnya realisasi belanja di daerah pada triwulan laporan terutama disebabkan oleh rendahnya belanja modal yang
baru terealisasi sebesar 29,74% atau Rp2,87 triliun dari total 9,65 triliun yang telah dialokasikan. Dengan waktu
penyerapan anggaran hanya tersisa 2 bulan anggaran, maka percepatan penyerapan anggaran modal dirasa sudah sangat
mendesak untuk dimonitor perkembangannya. Percepatan realisasi belanja modal pemerintah pusat yang mencapai lebih
dari lima triliun rupiah dinilai perlu monitoring ekstra ketat. Berbeda dengan karakter penyerapan anggaran di APBD yang
dapat dijadikan SILPA di tahun berikutnya, anggarap APBN yang tidak terserap akan otomatis kembali ke kas Negara. Oleh
karena itu, akan sangat disayangkan apabila anggaran yang besar tersebut tidak termanfaatkan secara maksimal.
Serapan anggaran belanja konsumsi saat ini sudah mencapai 54,20% atau Rp12,15 triliun. Realisasi belanja pegawai
menjadi pencapaian realisasi belanja tertinggi kedua yang lebih disebabkan oleh sifat pembayaran gaji yang memang
secara rutin dibayarkan secara bulanan, sehingga tidak memungkinkan adanya penundaan pembayaran. Realisasi
pencapaian belanja konsumsi tertinggi pada belanja hibah terutama pemerintah provinsi yang hingga triwulan III 2014
sudah terealisasi sebesar 75,06% dari total belanja hibah yang sebesar 1,38 triliun.
Berdasarkan jenis pemerintahan, realisasi belanja daerah tertinggi sebesar 62,24% (Rp2,05 triliun) pada pemerintah
provinsi NTT yang didominasi oleh realisasi belanja konsumsi sebesar 66,02% (Rp1,8 triliun) dan realisasi belaja modal
sebesar 43,90% (Rp246,60 milyar).
Realisasi belanja daerah pemerintah kabupaten di provinsi NTT mencapai 46,81% (Rp8,30 triliun) dari total anggaran
belanja sebesar Rp17,73 triliun. Belanja modal pemerintah kabupaten/kota yang rendah hanya sebesar 23,94% menjadi
penyebab utama rendahnya total belanja pemerintah kabupaten/kota. Lambatnya realisasi belanja modal berpotensi
menghambat pencapaian pertumbuhan ekonomi di kabupaten. Selain itu, masih banyaknya kabupaten yang menerapkan
standar akuntansi menggunakan cash basis membuat proyek pembangunan infrastruktur di daerah yang masih dalam
proses pengerjaan tidak tercatat sebagai realisasi belanja modal hingga proyek tersebut sudah selesai dikerjakan. Hal ini
pula yang membuat selalu terjadi lonjakan penyerapan anggaran di akhir tahun yang juga disebabkan oleh karakter
kontraktor yang hanya mau menarik anggaran setelah proyek selesai. Penarikan anggaran sesuai termin pembayaran
sekiranya dapat selalu ditekankan agar progress pembangunan infrastruktur dapat diketahui dengan lebih baik.
4.3. BELANJA DAERAH
Grafik 4.6. Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsi danKabupaten/Kota di Provinsi NTT
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
APBN KAB PROV TOTAL
BELANJA DAERAH BELANJA MODAL BELANJA KONSUMSI
42,346,8
62,2
46,8
32,8
23,9
43,9
29,7
50,353,6
66,0
54,2
%REALISASI
Nominal %Pangsa
(%)RENCANA
Tabel 4.2 Realisasi Belanja APBN dan APBD Provinsidan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
URAIAN
BELANJA DAERAH
BELANJA MODAL
BELANJA KONSUMSI
BELANJA PEGAWAI
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA HIBAH
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA BAGI HASIL
BANTUAN KEUANGAN
KONSUMSI LAINNYA
BELANJA LAINNYA
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
15,021
2,870
12,152
7,345
2,580
1,037
270
162
729
29
-
46.84
29.74
54.20
62.49
37.27
75.06
39.10
49.46
59.07
26.86
-
19.10
80.90
48.90
17.18
6.90
1.80
1.08
4.85
0.19
-
32,066
9,648
22,418
11,753
6,924
1,381
690
328
1,234
109
-
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 45
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201544
Persentase realisasi pendapatan utama APBD di Provinsi NTT hingga triwulan berjalan masing-masing DAU mencapai
78,00%, Dana Penyesuaian dan Otonomi khusus mencapai 77,00%, realisasi DAK sebesar 70,30%,PAD sebesar 63,50%
dan pendapatan lainnya sebesar 70,70%.
Serapan Dana Penyesuaian dan Otsus di tingkat provinsi dipicu oleh adanya pencairan dana peningkatan kualitas
pendidikan di daerah (a.l : Bantuan Operasional Sekolah (BOS) tahap-III 2015, alokasi tunjangan guru PNS di daerah).
Jumlah PAD Provinsi NTT memiliki pangsa 23,60% (Rp596,4 milyar) dari total pendapatan daerah. Pada tingkat
kabupaten/kota, PAD memiliki pangsa 5,20% dari total pendapatan daerah, selebihnya berasal dari DAU dengan pangsa
mencapai 68,40% (Rp8,3 triliun), dan realisasi DAK dengan pangsa 11,60%. Hal ini menunjukkan tingkat ketergantungan
pemerintah kabupaten/ kota yang jauh lebih tinggi dibanding provinsi dikarenakan realisasi pendapatan asli daerah yang
sangat kecil bila dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan kabupaten/kota per tahunnya.
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.2. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBN di Provinsi NTT
PAJAK PENGHASILAN
PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
PENDAPATAN PAJAK LAINNYA
PAJAK BUMI DAN BANGUNAN
65,18%
32,59%
0,03%
2,21%
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
PAD DAU DAK LAINNYAOTSUS
Grafik 4.3. Pangsa Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota di NTT
kabupaten/kota PROPINSI
5,2%
68,4%
11,6%
8,1%6,7%
23,6%
42,9%
2,9%
28,0%
2,6%
Tabel 4.1 : Realisasi Pendapatan Daerah
REALISASI
Nominal %Pangsa
(%)
14,666
1,232
11,138
275
9,382
1,481
2,296
21
33
357
1,694
112
16
63
75.13
63.51
76.63
69.88
77.96
70.31
75.39
35.39
47.68
62.67
77.04
96.47
48.80
-
8.40
75.94
1.88
63.97
10.10
15.65
0.14
0.23
2.43
11.55
0.76
0.11
0.43
URAIAN RENCANA
19,520
1,940
14,534
394
12,035
2,106
3,045
60
69
569
2,199
116
32
PENDAPATAN DAERAH
PENDAPATAN ASLI DAERAH
DANA PERIMBANGAN
DANA BAGI HASIL
DANA ALOKASI UMUM (DAU)
DANA ALOKASI KHUSUS (DAK)
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YG SAH
DANA HIBAH
DANA DARURAT
" DANA HASIL PAJAK DARI PROV. DAN PEMERINTAH DAERAH LAINNYA"
DANA PENYESUAIAN DAN OTSUS
PENDAPATAN DARI PIHAK KETIGA
BANTUAN KEUANGAN
PENDAPATAN LAINNYA
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
0
10
20
30
40
50
60
PAD DAU DAK OTSUS LAINNYA
71,9
70,7
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
70
80
90
58,3
Grafik 4.4. Realisasi Sumber Pendapatan Utama APBD di Provinsi NTT
100 %
KABUPATENPROVINSI KAB+PROV
Sumber : Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.5. Realisasi Pendapatan Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
MATIMKOTA KUPANG
FLOTIM
SUMBA BARAT
ENDE
NAGEKEO
MABAR
TTS
SUMBA TIMUR
RONDA
SBD
SUMBA TENGAH
PROV. NTTMALAKA
BELU
LEMBATA
SIKKAKAB. KUPANG
SABURAIJUA
ALOR
NGADA
MANGGARAI
TTU
75,1276,17
80,11
78,75
74,49
88,17
73,60
87,09
81,77
78,90
71,22
48,26
76,9876,47
70,69
82,33
68,0468,06
64,17
77,63
69,39
73,98
69,41
%
Tabel 4.4. Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsidan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
APBN / APBD
PENDAPATAN DAERAH
BELANJA DAERAH
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil
Bantuan Keuangan
Konsumsi Lainnya
Belanja Lainnya
SURPLUS/DEFISIT
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan
SILPA Tahun Lalu
Lainnya
Pengeluaran
Penyertaan Modal
Lainnya
PEMBIAYAAN NETTO
SILPA SEKARANG
REALISASI
305,312
11,041,473
5,039,259
6,002,214
2,427,634
3,013,188
-
561,392
-
-
-
-
(10,736,161)
16,237,021
17,735,604
4,046,694
13,688,911
8,724,438
3,329,559
228,218
100,089
7,772
1,197,650
101,185
-
(1,498,583)
1,710,240
1,592,422
117,818
119,400
108,400
11,000
1,590,840
92,257
3,282,665
3,289,126
562,136
2,726,990
600,956
581,066
1,152,778
28,337
320,449
35,903
7,500
-
(6,461)
61,161
53,779
7,382
54,700
50,000
4,700
6,461
-
19,824,999
32,066,204
9,648,089
22,418,115
11,753,028
6,923,812
1,380,997
689,819
328,221
1,233,553
108,685
-
(12,241,205)
1,771,402
1,646,202
125,200
174,100
158,400
15,700
1,597,302
92,257
1,377,575
4,672,419
1,654,115
3,018,304
1,643,253
1,151,535
-
223,517
-
-
-
-
(3,294,844)
-
12,138,823
8,301,810
968,855
7,332,954
5,285,813
1,128,422
147,474
34,071
2,505
706,530
28,140
-
3,837,013
1,499,397
1,423,405
75,992
71,250
69,250
2,000
1,428,147
5,265,160
2,526,935
2,047,033
246,596
1,800,437
415,942
300,206
889,149
12,141
159,848
22,098
1,053
-
479,902
236,992
231,609
5,384
53,526
50,000
3,526
183,466
663,369
16,043,333
15,021,262
2,869,566
12,151,695
7,345,008
2,580,162
1,036,623
269,729
162,353
728,628
29,193
-
1,022,071
1,430,700
1,357,626
73,074
99,163
97,500
1,663
1,331,537
5,648,453
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL
PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK
PUSAT
PROVINSI
KOTA
KABUPATEN
TOTAL
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Tabel 4.3. Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
51.71 3.604 0 65.446
374.315 4.285 334.652 713.252
208.632 32.842 154.982
4.850.323 97.865 1.356.991
549.112 138.596 1.846.625
396.455
6.305.179
7.480.332
Grafik 4.10. Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur
6
5
4
3
2
1
0I II I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV
2012 2013 2014
Sumber : Bank Indonesia, diolah
PUSAT PEMKOTPROVINSI PEMKAB
I2015
8
7
II
7,48
I I I
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 47
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201546
Pangsa realisasi belanja modal pemerintah pusat di Provinsi NTT mencapai 35,40% dan belanja pegawai sebesar 35,17%.
Adapun alokasi belanja konsumsi pemerintah provinsi untuk belanja hibah menjadi alokasi belanja terbesar pemprov
dengan pangsa sebesar 43,44%, diikuti belanja pegawai dengan pangsa sebesar 20,32%. Sedangkan pada pemerintah
kabupaten/kota belanja pegawai memiliki pangsa yang tinggi hingga sebesar 63,67%, diikuti alokasi belanja barang dan
jasa sebesar 13,59% dan alokasi belanja modal sebesar 11,67%.
Secara persentase, realisasi belanja hibah menjadi komponen tertinggi di tingkat kabupten dan provinsi NTT dengan total
75,10%, di ikuti oleh belanja pegawai dengan total realisasi sebesar 62,50%. Pada pemerintah Provinsi NTT, alokasi
belanja konsumsi terbesar pada komponen belanja hibah dengan realisasi tertinggi sebesar 77,10% dan belanja pegawai
69,20%. Di lingkup pemerintah kabupaten, belanja hibah juga menunjukkan realisasi belanja paling tinggi dengan
persentase realisasi 64,60% dan belanja pegawai sebesar 60,60%
Secara spasial, persentase realisasi belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota periode laporan mencapai rata-rata
46,40%, dengan persentase realisasi tertinggi pada Pemerintah Kab. Flores Timur sebesar 61,30% sedangkan Kab. Sumba
Tengah menjadi yang terendah dengan realisasi hanya sebesar 29,80%. Belanja modal rata-rata di tingkat kabupaten baru
mencapai 24,10%. Realisasi tertinggi pada kabupaten Sabu Raijua dengan realisasi 55,20% dan realisasi terendah pada
Kab. Malaka dengan realisasi hanya sebesar 4,80%.
Berdasarkan data perbankan pada bulan September 2015 tercatat Dana Pihak Ketiga (DPK) pemerintah dalam bentuk
simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp7,48 triliun. DPK tersebut meningkat sebesar Rp1,91 triliun atau 34,29%
(yoy) dibandingkan posisi yang sama tahun 2014. Peningkatan DPK tersebut mencerminkan realisasi belanja pemerintah
masih belum terserap secara optimal. Instrumen utama penempatan dana pemerintah di perbankan, terutama dalam
bentuk giro yang mencapai Rp5,49 triliun, sementara sisanya sebesar Rp1,98 triliun ditempatkan dalam bentuk deposito
dan tabungan.
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.8. Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
Pegawai Barang danJasa
Hibah BantuanSosial
Hasil Keuangan Lainnya
APBN KAB PROV TOTAL
67,7
51,7
38,2
39,8
60,6
33,9
64,6
34,0
32,2
59,0
27,8
69,2
77,1
0 49,9
0
62,5
37,3
73,1
39,1
49,5
59,1
26,9
%
42,8
61,5
14,0
Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja Bagi Bantuan Konsumsi
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.7. Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota
KONSUMSI LAINNYA
BANTUAN KEUANGAN
BELANJA BAGI HASIL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA HIBAH
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA PEGAWAI
BELANJA MODAL
35,40
11,67 12,05
35,1763,67
20,32
24.658,51
14,67
43,44
4,78
APBN KAB PROV
13,59
7,81
120
100
80
60
40
20
0
Grafik 4.9. Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
BELANJA DAERAHBELANJA MODAL
70
10
6050403020
0
PRO
V. N
TT
FLO
TIM
SAKK
A
SABU
RAI
JUA
SUM
TIM
ROND
A
KOTA
KUP
ANG
MAB
AR
BELU TT
S
NGAD
A
LEM
BATA
MAT
IM SBD
ALO
R
NAG
EKEO TT
U
KAB.
KUP
ANG
MAN
GG
ARAI
ENDE
SUM
BAR
MAL
AKA
SUM
TENG
1009080
Tabel 4.4. Ringkasan Realisasi Pendapatan dan Belanja Pemerintah Pusat, Provinsidan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
APBN / APBD
PENDAPATAN DAERAH
BELANJA DAERAH
Belanja Modal
Belanja Konsumsi
Belanja Pegawai
Belanja Barang dan Jasa
Belanja Hibah
Belanja Bantuan Sosial
Belanja Bagi Hasil
Bantuan Keuangan
Konsumsi Lainnya
Belanja Lainnya
SURPLUS/DEFISIT
PEMBIAYAAN DAERAH
Penerimaan
SILPA Tahun Lalu
Lainnya
Pengeluaran
Penyertaan Modal
Lainnya
PEMBIAYAAN NETTO
SILPA SEKARANG
REALISASI
305,312
11,041,473
5,039,259
6,002,214
2,427,634
3,013,188
-
561,392
-
-
-
-
(10,736,161)
16,237,021
17,735,604
4,046,694
13,688,911
8,724,438
3,329,559
228,218
100,089
7,772
1,197,650
101,185
-
(1,498,583)
1,710,240
1,592,422
117,818
119,400
108,400
11,000
1,590,840
92,257
3,282,665
3,289,126
562,136
2,726,990
600,956
581,066
1,152,778
28,337
320,449
35,903
7,500
-
(6,461)
61,161
53,779
7,382
54,700
50,000
4,700
6,461
-
19,824,999
32,066,204
9,648,089
22,418,115
11,753,028
6,923,812
1,380,997
689,819
328,221
1,233,553
108,685
-
(12,241,205)
1,771,402
1,646,202
125,200
174,100
158,400
15,700
1,597,302
92,257
1,377,575
4,672,419
1,654,115
3,018,304
1,643,253
1,151,535
-
223,517
-
-
-
-
(3,294,844)
-
12,138,823
8,301,810
968,855
7,332,954
5,285,813
1,128,422
147,474
34,071
2,505
706,530
28,140
-
3,837,013
1,499,397
1,423,405
75,992
71,250
69,250
2,000
1,428,147
5,265,160
2,526,935
2,047,033
246,596
1,800,437
415,942
300,206
889,149
12,141
159,848
22,098
1,053
-
479,902
236,992
231,609
5,384
53,526
50,000
3,526
183,466
663,369
16,043,333
15,021,262
2,869,566
12,151,695
7,345,008
2,580,162
1,036,623
269,729
162,353
728,628
29,193
-
1,022,071
1,430,700
1,357,626
73,074
99,163
97,500
1,663
1,331,537
5,648,453
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
APBN KAB PROV TOTAL APBN KAB PROV TOTAL
PEMERINTAH GIRO TABUNGAN DEPOSITO TOTAL DPK
PUSAT
PROVINSI
KOTA
KABUPATEN
TOTAL
Sumber : Bank Indonesia, diolah
Tabel 4.3. Rincian Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi NTT
51.71 3.604 0 65.446
374.315 4.285 334.652 713.252
208.632 32.842 154.982
4.850.323 97.865 1.356.991
549.112 138.596 1.846.625
396.455
6.305.179
7.480.332
Grafik 4.10. Simpanan Pemerintah Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota pada Perbankan di Wilayah Nusa Tenggara Timur
6
5
4
3
2
1
0I II I I I IV I I I I I I IV I I I I I I IV
2012 2013 2014
Sumber : Bank Indonesia, diolah
PUSAT PEMKOTPROVINSI PEMKAB
I2015
8
7
II
7,48
I I I
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 47
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201546
Pangsa realisasi belanja modal pemerintah pusat di Provinsi NTT mencapai 35,40% dan belanja pegawai sebesar 35,17%.
Adapun alokasi belanja konsumsi pemerintah provinsi untuk belanja hibah menjadi alokasi belanja terbesar pemprov
dengan pangsa sebesar 43,44%, diikuti belanja pegawai dengan pangsa sebesar 20,32%. Sedangkan pada pemerintah
kabupaten/kota belanja pegawai memiliki pangsa yang tinggi hingga sebesar 63,67%, diikuti alokasi belanja barang dan
jasa sebesar 13,59% dan alokasi belanja modal sebesar 11,67%.
Secara persentase, realisasi belanja hibah menjadi komponen tertinggi di tingkat kabupten dan provinsi NTT dengan total
75,10%, di ikuti oleh belanja pegawai dengan total realisasi sebesar 62,50%. Pada pemerintah Provinsi NTT, alokasi
belanja konsumsi terbesar pada komponen belanja hibah dengan realisasi tertinggi sebesar 77,10% dan belanja pegawai
69,20%. Di lingkup pemerintah kabupaten, belanja hibah juga menunjukkan realisasi belanja paling tinggi dengan
persentase realisasi 64,60% dan belanja pegawai sebesar 60,60%
Secara spasial, persentase realisasi belanja pemerintah di tiap Kabupaten/Kota periode laporan mencapai rata-rata
46,40%, dengan persentase realisasi tertinggi pada Pemerintah Kab. Flores Timur sebesar 61,30% sedangkan Kab. Sumba
Tengah menjadi yang terendah dengan realisasi hanya sebesar 29,80%. Belanja modal rata-rata di tingkat kabupaten baru
mencapai 24,10%. Realisasi tertinggi pada kabupaten Sabu Raijua dengan realisasi 55,20% dan realisasi terendah pada
Kab. Malaka dengan realisasi hanya sebesar 4,80%.
Berdasarkan data perbankan pada bulan September 2015 tercatat Dana Pihak Ketiga (DPK) pemerintah dalam bentuk
simpanan pada lembaga perbankan sebesar Rp7,48 triliun. DPK tersebut meningkat sebesar Rp1,91 triliun atau 34,29%
(yoy) dibandingkan posisi yang sama tahun 2014. Peningkatan DPK tersebut mencerminkan realisasi belanja pemerintah
masih belum terserap secara optimal. Instrumen utama penempatan dana pemerintah di perbankan, terutama dalam
bentuk giro yang mencapai Rp5,49 triliun, sementara sisanya sebesar Rp1,98 triliun ditempatkan dalam bentuk deposito
dan tabungan.
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.8. Persentase Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota di Provinsi NTT
Pegawai Barang danJasa
Hibah BantuanSosial
Hasil Keuangan Lainnya
APBN KAB PROV TOTAL
67,7
51,7
38,2
39,8
60,6
33,9
64,6
34,0
32,2
59,0
27,8
69,2
77,1
0 49,9
0
62,5
37,3
73,1
39,1
49,5
59,1
26,9
%
42,8
61,5
14,0
Belanja Belanja Belanja Belanja Belanja Bagi Bantuan Konsumsi
Sumber : Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi NTT dan Biro Keuangan Provinsi NTT, diolah
Grafik 4.7. Pangsa Realisasi Belanja Konsumsi APBN dan APBD Pemerintah Kabupaten dan Kota
KONSUMSI LAINNYA
BANTUAN KEUANGAN
BELANJA BAGI HASIL
BELANJA BANTUAN SOSIAL
BELANJA HIBAH
BELANJA BARANG DAN JASA
BELANJA PEGAWAI
BELANJA MODAL
35,40
11,67 12,05
35,1763,67
20,32
24.658,51
14,67
43,44
4,78
APBN KAB PROV
13,59
7,81
120
100
80
60
40
20
0
Grafik 4.9. Realisasi Belanja dan Belanja Modal Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Timur
Sumber: Biro Keuangan Setda Provinsi NTT, diolah
BELANJA DAERAHBELANJA MODAL
70
10
6050403020
0
PRO
V. N
TT
FLO
TIM
SAKK
A
SABU
RAI
JUA
SUM
TIM
ROND
A
KOTA
KUP
ANG
MAB
AR
BELU TT
S
NGAD
A
LEM
BATA
MAT
IM SBD
ALO
R
NAG
EKEO TT
U
KAB.
KUP
ANG
MAN
GG
ARAI
ENDE
SUM
BAR
MAL
AKA
SUM
TENG
1009080
Perkembangan sektor ketenagakerjaan dan kesejahteraan menunjukkan kondisi perlambatan pada
akhir 2015.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Agustus 2015 mencatat angka 3,83% atau
88,4 ribu Jiwa dari total angkatan kerja, meningkat dibandingkan Februari 2015 sebesar
3,12% atau 75,1 ribu jiwa.
Jumlah penduduk miskin di NTT hingga Maret 2015 mencapai 22,61% dari total penduduk
meningkat dibandingkan periode September 2014 sebesar 19,60%.
Di sisi lain, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT pada tahun 2014 mencatatkan angka
62,26 meningkat dibandingkan 2013 sebesar 61,68.
Ketenagakerjaan & K esejahteraan05
Perkembangan sektor ketenagakerjaan dan kesejahteraan menunjukkan kondisi perlambatan pada
akhir 2015.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada bulan Agustus 2015 mencatat angka 3,83% atau
88,4 ribu Jiwa dari total angkatan kerja, meningkat dibandingkan Februari 2015 sebesar
3,12% atau 75,1 ribu jiwa.
Jumlah penduduk miskin di NTT hingga Maret 2015 mencapai 22,61% dari total penduduk
meningkat dibandingkan periode September 2014 sebesar 19,60%.
Di sisi lain, Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTT pada tahun 2014 mencatatkan angka
62,26 meningkat dibandingkan 2013 sebesar 61,68.
Ketenagakerjaan & K esejahteraan05
Pada triwulan III 2015, kesejahteraan masyarakat NTT yang ditunjukkan pada ketenagakerjaan dan 1kemiskinan menunjukkan perlambatan . Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT pada bulan Agustus 2015
adalah 3,83% (88.446 jiwa) meningkat dibandingkan Agustus 2014 sebesar 3,26%(73.210 jiwa). Hasil tersebut sesuai
dengan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan KPw BI Provinsi NTT pada triwulan IIII-2015 yang 2menunjukkan penurunan indeks ketenagakerjaan (SBT -5.55). Hal ini menunjukkan adanya penurunan penyerapan
tenaga kerja pada periode laporan. Dari indikator kesejahteraan yang lain, angka kemiskinan menunjukkan peningkatan
yang terlihat dari meningkatnya angka presentasi penduduk miskin menjadi 22,61% atau 1,15 juta jiwa pada bulan Maret
2015. Hal ini juga ditunjukkan oleh Nilai Tukar Petani (NTP) pada bulan Maret 2015 yang mengalami perlambatan
dibandingkan September 2014. Perlambatan terutama didorong oleh meningkatnya biaya hidup petani di pedesaan,
terutama biaya transportasi dan bahan makanan. Kenaikan harga BBM pada akhir Maret 2015 diperkirakan menjadi salah
satu penyebab.
Hingga Agustus 2015, perkembangan tenaga kerja di Provinsi NTT menunjukkan perlambatan yang ditunjukkan dengan
peningkatan rasio penduduk menganggur atau yang disebut Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Namun angka TPT NTT
tercatat masih lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 6,18%. Di sisi lain, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) menunjukkan peningkatan dari 68,91% (Agustus 2014) menjadi 69,25% pada Agustus 2015.
Dilihat dari jenis pendidikan tertinggi yang ditamatkan, terjadi peningkatan Angkatan Kerja terdidik untuk tingkat SMP
hingga Universitas, sementara tenaga kerja tingkat SD cenderung menurun. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan
kesadaran masyarakat NTT untuk bersekolah. Namun, peningkatan jumlah tenaga kerja terdidik tersebut tidak dibarengi
peningkatan lapangan kerja yang cukup. Hal ini terlihat dari tingkat pengangguran terdidik yang cukup tinggi. Menurut
data BPS, pengangguran tingkat universitas, SMP, SMK dan SMA cenderung naik, sementara untuk tingkat SD dan
Diploma cenderung turun. Hal ini dimungkinkan terjadi karena masih terbatasnya lapangan pekerjaan sektor formal dan
industri di Provinsi NTT yang membutuhkan pekerja terdidik. Struktur ekonomi NTT yang masih tergantung pada sektor
pertanian membuat penciptaan lapangan kerja lebih menyukai penggunaan tenaga kerja tidak terdidik dikarenakan oleh
upah buruh yang lebih murah. Sementara untuk diploma, kebutuhan perusahaan akan pegawai siap kerja dengan gaji
dibawah strata S1 diperkirakan menjadi salah satu penyebab penyerapan pegawai di tingkat ini cenderung lebih baik.
5.2 . PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN5.2.1. Kondisi Ketenagakerjaan Umum
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.1. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka
74,727
57,999
66,875 70,664 73,210
88,446
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
90,000
100,000
1,900,000
1,950,000
2,000,000
2,050,000
2,100,000
2,150,000
2,200,000
2,250,000
2,300,000
2,350,000
AGUST 2010 AGUST 2011 AGUST 2012 AGUST 2013 AGUST 2014 AGUST 2015
ANGKATAN KERJA KERJA PENGANGGUR
5.1. KONDISI UMUM
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 49
Analisa kesejahteraan pada bab ini akan selalu berbeda penekanan tergantung ketersediaan data terbaru yang ada waktu dilakukan analisa.Angka indeks dihitung dengan metode SBT (Saldo Bersih Tertimbang) yang merupakan selisih dari prosentase jawaban "naik" dengan jawaban "turun" disesuaikan dengan bobot masing-masing sektor
1.
2.
Pada triwulan III 2015, kesejahteraan masyarakat NTT yang ditunjukkan pada ketenagakerjaan dan 1kemiskinan menunjukkan perlambatan . Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Provinsi NTT pada bulan Agustus 2015
adalah 3,83% (88.446 jiwa) meningkat dibandingkan Agustus 2014 sebesar 3,26%(73.210 jiwa). Hasil tersebut sesuai
dengan hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang dilakukan KPw BI Provinsi NTT pada triwulan IIII-2015 yang 2menunjukkan penurunan indeks ketenagakerjaan (SBT -5.55). Hal ini menunjukkan adanya penurunan penyerapan
tenaga kerja pada periode laporan. Dari indikator kesejahteraan yang lain, angka kemiskinan menunjukkan peningkatan
yang terlihat dari meningkatnya angka presentasi penduduk miskin menjadi 22,61% atau 1,15 juta jiwa pada bulan Maret
2015. Hal ini juga ditunjukkan oleh Nilai Tukar Petani (NTP) pada bulan Maret 2015 yang mengalami perlambatan
dibandingkan September 2014. Perlambatan terutama didorong oleh meningkatnya biaya hidup petani di pedesaan,
terutama biaya transportasi dan bahan makanan. Kenaikan harga BBM pada akhir Maret 2015 diperkirakan menjadi salah
satu penyebab.
Hingga Agustus 2015, perkembangan tenaga kerja di Provinsi NTT menunjukkan perlambatan yang ditunjukkan dengan
peningkatan rasio penduduk menganggur atau yang disebut Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Namun angka TPT NTT
tercatat masih lebih rendah dibandingkan nasional yang sebesar 6,18%. Di sisi lain, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) menunjukkan peningkatan dari 68,91% (Agustus 2014) menjadi 69,25% pada Agustus 2015.
Dilihat dari jenis pendidikan tertinggi yang ditamatkan, terjadi peningkatan Angkatan Kerja terdidik untuk tingkat SMP
hingga Universitas, sementara tenaga kerja tingkat SD cenderung menurun. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan
kesadaran masyarakat NTT untuk bersekolah. Namun, peningkatan jumlah tenaga kerja terdidik tersebut tidak dibarengi
peningkatan lapangan kerja yang cukup. Hal ini terlihat dari tingkat pengangguran terdidik yang cukup tinggi. Menurut
data BPS, pengangguran tingkat universitas, SMP, SMK dan SMA cenderung naik, sementara untuk tingkat SD dan
Diploma cenderung turun. Hal ini dimungkinkan terjadi karena masih terbatasnya lapangan pekerjaan sektor formal dan
industri di Provinsi NTT yang membutuhkan pekerja terdidik. Struktur ekonomi NTT yang masih tergantung pada sektor
pertanian membuat penciptaan lapangan kerja lebih menyukai penggunaan tenaga kerja tidak terdidik dikarenakan oleh
upah buruh yang lebih murah. Sementara untuk diploma, kebutuhan perusahaan akan pegawai siap kerja dengan gaji
dibawah strata S1 diperkirakan menjadi salah satu penyebab penyerapan pegawai di tingkat ini cenderung lebih baik.
5.2 . PERKEMBANGAN KETENAGAKERJAAN5.2.1. Kondisi Ketenagakerjaan Umum
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.1. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka
74,727
57,999
66,875 70,664 73,210
88,446
-
10,000
20,000
30,000
40,000
50,000
60,000
70,000
80,000
90,000
100,000
1,900,000
1,950,000
2,000,000
2,050,000
2,100,000
2,150,000
2,200,000
2,250,000
2,300,000
2,350,000
AGUST 2010 AGUST 2011 AGUST 2012 AGUST 2013 AGUST 2014 AGUST 2015
ANGKATAN KERJA KERJA PENGANGGUR
5.1. KONDISI UMUM
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 49
Analisa kesejahteraan pada bab ini akan selalu berbeda penekanan tergantung ketersediaan data terbaru yang ada waktu dilakukan analisa.Angka indeks dihitung dengan metode SBT (Saldo Bersih Tertimbang) yang merupakan selisih dari prosentase jawaban "naik" dengan jawaban "turun" disesuaikan dengan bobot masing-masing sektor
1.
2.
Dari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan III 2015, diketahui bahwa
penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh sektor minuman (39,66%) namun menurun dibandingkan triwulan-II
yang sebesar 44,86%. Di sisi lain, produktivitas tenaga kerja sebesar Rp 6,70 juta/tenaga kerja atau menurun
dibandingkan triwulan III yang sebesar Rp 10,87 juta/tenaga kerja. Penurunan produktivitas terjadi pada seluruh sektor
industri, baik makanan, minuman maupun furnitur. Dari sisi pendorong produktivitas, sektor furnitur menjadi yang
tertinggi sebesar Rp 8,37 juta/ tenaga kerja. Sementara industri makanan menjadi terendah sebesar Rp 5,13 juta/tenaga
kerja.
Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan penurunan pada triwulan III-2015.
Hal ini menunjukkan adanya penurunan dalam penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor ekonomi di Provinsi NTT.
Berdasarkan hasil survei, sektor utama yang mengalami penurunan adalah sektor pertanian. Sementara itu, sektor
bangunan/konstruksi serta pengangkutan dan komunikasi mengalami peningkatan di triwulan III. Untuk periode triwulan
IV 2015, penyerapan tenaga kerja diperkirakan mengalami peningkatan yang terlihat dari peningkatan indeks proyeksi
penggunaan tenaga kerja yang meningkat.
Kondisi kesejahteraan di Provinsi NTT pada periode Maret 2015 tercatat melambat. Hal ini terindikasi dari
peningkatan jumlah penduduk miskin serta penurunan pada Nilai Tukar Petani (NTP) pada Bulan triwulan-I
2015. Hingga Maret 2015, presentasi jumlah penduduk miskin di NTT mencapai 22,61% meningkat dibandingkan
periode September 2014 yang sebesar 19,60%. Peningkatan jumlah penduduk miskin diperkirakan terjadi seiring
Sumber: BPS (diolah)
Grafik 5.10. Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU
IND
EKS
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
*Perkiraan
% SBT
III IV*
INDEKS PROYEKSI TENEGA KERJA INDEKS JUMLAH TENAGA KERJA
5.2.4 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.9. Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang
0
5
10
15
20
25
30
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
I II III IV I2013 2015
I II III IV2014
6,79
II III
INDUSTRI MAKANAN INDUSTRI MINUMAN INDUSTRI FURNITUR TOTAL
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.8. Perkembangan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Besar dan Sedang
32,03
39,66
28,31
15
20
25
30
35
40
45
50
I II III IV I2013 2015
%
I II III IV2014
II II
INDUSTRI MAKANAN INDUSTRI MINUMAN INDUSTRI FURNITURE
5.2.5 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
5.3 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN 5.3.1 Kondisi Kesejahteraan Umum
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 51
Pada rentang Agustus 2014 dan Agustus 2015 terjadi pergeseran struktur tenaga kerja di Provinsi NTT. Sektor Pertanian
dan jasa-jasa mengalami peningkatan, sedangkan sektor industri mengalami penurunan. Semua sub sektor yang
termasuk dalam kelompok sektor industri, yaitu industri, pertambangan, listrik, gas dan air serta konstruksi mengalami
penurunan. Beberapa permasalahan yang teridentifikasi, diantaranya adanya pabrik pengolahan mangan yang berhenti
beroperasi seiring kebijakan moratorium tambang mangan di beberapa Kabupaten/kota di NTT. Sementara untuk
kelompok sektor jasa-jasa, peningkatan terutama berasal dari sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi, sektor
keuangan serta perdagangan. Pembukaan beberapa pusat perbelanjaan baru di Provinsi NTT, pengembangan
infrastruktur telekomunikasi dan sarana perhubungan diperkirakan menjadi beberapa penyebab peningkatan.
Struktur pekerja di NTT berdasarkan status pekerjaan tidak menunjukkan adanya perubahan signfikan pada rentang
Agustus 2014 dan Agustus 2015. Porsi pegawai formal pada periode tersebut masih tetap berada pada kisaran 21%,
sementara pegawai informal masih menjadi mayoritas dengan porsi 79%. Hal menarik dalam pertumbuhan status
pekerjaan adalah tingginya peningkatan jumlah pekerja yang tidak dibayar sebesar 56.600 jiwa atau tumbuh sebesar 9%
(yoy). Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan kualitas lapangan pekerjaan di Provinsi NTT.
0
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000
Berusaha Sendiri Berusaha dibantuburuh tidak tetap
Pekerja bebas Pekerja Tak Dibayar
Berusaha dibantuburuh tetap
Buruh/Karyawan
INFORMAL FORMAL
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.7. Perkembangan Status Pekerjaan Masyarakat
AGUSTUS 2014 AGUSTUS 2015jiwa
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.6. Perkembangan Struktur Tenaga Kerja Sesuai Status Pekerjaan
SERIES 1 SERIES 2
0
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000
1,800,000
2,000,000
FORMAL INFORMAL
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.2. Perkembangan Angkatan Kerja Sesuai Tingkat Pendidikan
AGUSTUS 2014 AGUSTUS 2015
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
SD SMP SMA SMK DIPLOMA UNIVERSITAS
ANGKATAN KERJAribu
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.3. Perkembangan Pengangguran Sesuai Tingkat Pendidikan
AGUSTUS 2014 AGUSTUS 2015
SD SMP SMA SMK DIPLOMA UNIVERSITAS
PENGANGGURjiwa
5.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.4. Struktur Tenaga Kerja di NTT Agustus 2014 dan 2015
AGUSTUS 2014 AGUSTUS 2015
-
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000
PERTANIAN INDUSTRI JASA-JASA
Grafik 5.5. Struktur Tenaga Kerja di NTT Bulan Agustus 2015
62%
1%
6%
0%
3%
9%
5%
1%
13%
PERTANIAN
PERTAMBANGAN
INDUSTRI
LISTRIK, GAS DAN AIR
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN
TRANS, PERGUDANGAN & KOMUNIKASI
KEUANGAN
JASA KEMASYARAKATAN
Sumber : BPS, diolah
5.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201550
Dari data survei Industri Manufaktur Besar dan Sedang (IBS) BPS Provinsi NTT Triwulan III 2015, diketahui bahwa
penyerapan tenaga kerja masih didominasi oleh sektor minuman (39,66%) namun menurun dibandingkan triwulan-II
yang sebesar 44,86%. Di sisi lain, produktivitas tenaga kerja sebesar Rp 6,70 juta/tenaga kerja atau menurun
dibandingkan triwulan III yang sebesar Rp 10,87 juta/tenaga kerja. Penurunan produktivitas terjadi pada seluruh sektor
industri, baik makanan, minuman maupun furnitur. Dari sisi pendorong produktivitas, sektor furnitur menjadi yang
tertinggi sebesar Rp 8,37 juta/ tenaga kerja. Sementara industri makanan menjadi terendah sebesar Rp 5,13 juta/tenaga
kerja.
Dari hasil SKDU di wilayah NTT, terlihat bahwa indikator ketenagakerjaan menunjukkan penurunan pada triwulan III-2015.
Hal ini menunjukkan adanya penurunan dalam penggunaan tenaga kerja di beberapa sektor ekonomi di Provinsi NTT.
Berdasarkan hasil survei, sektor utama yang mengalami penurunan adalah sektor pertanian. Sementara itu, sektor
bangunan/konstruksi serta pengangkutan dan komunikasi mengalami peningkatan di triwulan III. Untuk periode triwulan
IV 2015, penyerapan tenaga kerja diperkirakan mengalami peningkatan yang terlihat dari peningkatan indeks proyeksi
penggunaan tenaga kerja yang meningkat.
Kondisi kesejahteraan di Provinsi NTT pada periode Maret 2015 tercatat melambat. Hal ini terindikasi dari
peningkatan jumlah penduduk miskin serta penurunan pada Nilai Tukar Petani (NTP) pada Bulan triwulan-I
2015. Hingga Maret 2015, presentasi jumlah penduduk miskin di NTT mencapai 22,61% meningkat dibandingkan
periode September 2014 yang sebesar 19,60%. Peningkatan jumlah penduduk miskin diperkirakan terjadi seiring
Sumber: BPS (diolah)
Grafik 5.10. Perkembangan Indeks Tenaga Kerja SKDU
IND
EKS
-15
-10
-5
0
5
10
15
20
25
30
I II III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
*Perkiraan
% SBT
III IV*
INDEKS PROYEKSI TENEGA KERJA INDEKS JUMLAH TENAGA KERJA
5.2.4 Kondisi Tenaga Kerja Sektor Industri Manufaktur Besar dan Sedang
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.9. Perkembangan Produktivitas Industri Manufaktur Besar dan Sedang
0
5
10
15
20
25
30
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
I II III IV I2013 2015
I II III IV2014
6,79
II III
INDUSTRI MAKANAN INDUSTRI MINUMAN INDUSTRI FURNITUR TOTAL
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.8. Perkembangan Tenaga Kerja Industri Manufaktur Besar dan Sedang
32,03
39,66
28,31
15
20
25
30
35
40
45
50
I II III IV I2013 2015
%
I II III IV2014
II II
INDUSTRI MAKANAN INDUSTRI MINUMAN INDUSTRI FURNITURE
5.2.5 Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU)
5.3 PERKEMBANGAN KESEJAHTERAAN 5.3.1 Kondisi Kesejahteraan Umum
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 51
Pada rentang Agustus 2014 dan Agustus 2015 terjadi pergeseran struktur tenaga kerja di Provinsi NTT. Sektor Pertanian
dan jasa-jasa mengalami peningkatan, sedangkan sektor industri mengalami penurunan. Semua sub sektor yang
termasuk dalam kelompok sektor industri, yaitu industri, pertambangan, listrik, gas dan air serta konstruksi mengalami
penurunan. Beberapa permasalahan yang teridentifikasi, diantaranya adanya pabrik pengolahan mangan yang berhenti
beroperasi seiring kebijakan moratorium tambang mangan di beberapa Kabupaten/kota di NTT. Sementara untuk
kelompok sektor jasa-jasa, peningkatan terutama berasal dari sektor transportasi, pergudangan dan komunikasi, sektor
keuangan serta perdagangan. Pembukaan beberapa pusat perbelanjaan baru di Provinsi NTT, pengembangan
infrastruktur telekomunikasi dan sarana perhubungan diperkirakan menjadi beberapa penyebab peningkatan.
Struktur pekerja di NTT berdasarkan status pekerjaan tidak menunjukkan adanya perubahan signfikan pada rentang
Agustus 2014 dan Agustus 2015. Porsi pegawai formal pada periode tersebut masih tetap berada pada kisaran 21%,
sementara pegawai informal masih menjadi mayoritas dengan porsi 79%. Hal menarik dalam pertumbuhan status
pekerjaan adalah tingginya peningkatan jumlah pekerja yang tidak dibayar sebesar 56.600 jiwa atau tumbuh sebesar 9%
(yoy). Hal ini menunjukkan terjadinya penurunan kualitas lapangan pekerjaan di Provinsi NTT.
0
100,000
200,000
300,000
400,000
500,000
600,000
700,000
800,000
Berusaha Sendiri Berusaha dibantuburuh tidak tetap
Pekerja bebas Pekerja Tak Dibayar
Berusaha dibantuburuh tetap
Buruh/Karyawan
INFORMAL FORMAL
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.7. Perkembangan Status Pekerjaan Masyarakat
AGUSTUS 2014 AGUSTUS 2015jiwa
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.6. Perkembangan Struktur Tenaga Kerja Sesuai Status Pekerjaan
SERIES 1 SERIES 2
0
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000
1,800,000
2,000,000
FORMAL INFORMAL
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.2. Perkembangan Angkatan Kerja Sesuai Tingkat Pendidikan
AGUSTUS 2014 AGUSTUS 2015
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
1600
SD SMP SMA SMK DIPLOMA UNIVERSITAS
ANGKATAN KERJAribu
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.3. Perkembangan Pengangguran Sesuai Tingkat Pendidikan
AGUSTUS 2014 AGUSTUS 2015
SD SMP SMA SMK DIPLOMA UNIVERSITAS
PENGANGGURjiwa
5.2.2 Kondisi Ketenagakerjaan Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Utama
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.4. Struktur Tenaga Kerja di NTT Agustus 2014 dan 2015
AGUSTUS 2014 AGUSTUS 2015
-
200,000
400,000
600,000
800,000
1,000,000
1,200,000
1,400,000
1,600,000
PERTANIAN INDUSTRI JASA-JASA
Grafik 5.5. Struktur Tenaga Kerja di NTT Bulan Agustus 2015
62%
1%
6%
0%
3%
9%
5%
1%
13%
PERTANIAN
PERTAMBANGAN
INDUSTRI
LISTRIK, GAS DAN AIR
KONSTRUKSI
PERDAGANGAN
TRANS, PERGUDANGAN & KOMUNIKASI
KEUANGAN
JASA KEMASYARAKATAN
Sumber : BPS, diolah
5.2.3 Kondisi Ketenagakerjaan Menurut Status Pekerjaan
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201550
5.15. Perkembangan Garis Kemiskinan
MAKANAN BUKAN MAKANAN GARIS KEMISKINAN
297.86
0
50
100
150
200
250
300
350
MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15
RIBU
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.14. Presentase Penduduk Miskin di NTT
MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15
1,159.84
8.00
13.00
18.00
23.00
28.00
0
200
400
600
800
1,000
1,200 Ribu %
PERKOTAAN PEDESAAN KOTA+DESA %PERKOTAAN %PEDESAAN %KOTA+DESA
Sumber : BPS, diolah
mendukung hal tersebut dengan adanya peningkatan pada indeks yang dibayar (IB) Petani, terutama dari biaya bahan
makanan, sandang dan transportasi. Peningkatan biaya hidup yang tidak dibarengi dengan peningkatan pendapatan
masyarakat di NTT menjadi penyebab naiknya jumlah penduduk miskin. Mayoritas penduduk yang masih bekerja di sektor
informal (buruh tani) dengan pendapatan yang cukup terbatas menyebabkan peningkatan jumlah masyarakat yang tidak
mampu hidup secara layak.
Indikator lain yang dapat dipergunakan dalam menggambarkan kondisi kemiskinan, diantaranya adalah indeks
kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran
rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin tinggi nilai indeks ini
maka semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan atau dengan kata
lain semakin tinggi nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk. Sedangkan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin, dan
dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan. Indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan di
NTT pada Maret 2015 (P1: 4,06 dan P2: 1,07) tercatat meningkat dibandingkan September 2014 (P1: 3,25 dan P2: 1,07).
Peningkatan keduanya mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin menjauhi garis
kemiskinan dan kesenjangan pengeluaran juga semakin melebar.
Pada tahun 2015, Badan Pusat Statistik (BPS) mengimplementasikan metode baru untuk perhitungan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) sesuai dengan perubahan metode yang diberlakukan oleh United Nations Development
Programme (UNDP). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perhitungan beau adalah: 1) Indikator kesehatan yang
masih menggunakan Angka Harapan Hidup Saat Lahir (AHH), 2) Perubahan pada indikator pendidikan, yaitu penggunaan
Harapan Lama Sekolah (HLS) menggantikan Angka Melek Huruf (AMH), sementara komponen rata-rata lama sekolah
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
5.00
MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15
Grafik 5.16. Indeks Kedalaman Kemiskinan
KOTA DESA KOTA+DESA
1.00
Sumber : BPS, diolah
MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15
Grafik 5.17. Indeks Keparahan Kemiskinan
KOTA DESA KOTA+DESA
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
Sumber : BPS, diolah
5.3.3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 53
perlambatan ekonomi yang terjadi di Indonesia. Hal ini terindikasi dari penurunan Nilai Tukar Petani pada bulan Maret
2015 dibandingkan September 2014 yang disebabkan oleh peningkatan indeks harga yang dibayar petani, terutama dari
komponen sandang, bahan makanan dan transportasi.
.Jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT hingga Maret 2015 mencapai 1,15 juta jiwa, meningkat sebanyak 167,9 ribu jiwa
atau 16,9% dibandingkan bulan September 2014. Berdasarkan data histroris jumlah penduduk miskin, trend peningkatan
jumlah penduduk miskin juga terjadi di tingkat nasional walaupun tidak setinggi di Provinsi NTT. Prosentase jumlah
penduduk miskin di NTT mencapai 22,61% lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 11,22%. Berdasarkan
rangking prosentase penduduk miskin di Indonesia, Provinsi NTT berada di peringkat ke-3 terbawah dan hanya berada di
atas Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua. Oleh karena itu, usaha-usaha peningkatan taraf hidup masyarakat melalui
program pengembangan pendidikan dan pembukaan lapangan usaha baru perlu terus dilakukan guna memperbaiki
posisi perekonomian NTT di tingkat nasional.
Dari sisi komposisi, mayoritas penduduk miskin di NTT berada di pedesaan dengan jumlah mencapai 1,04 juta jiwa atau
21,78% dari total penduduk di pedesaan. Sementara jumlah penduduk miskin di perkotaan hanya sebesar 116,16 ribu
(11,28% dari total penduduk di perkotaan). Berdasarkan pertumbuhannya, jumlah penduduk miskin di pedesaan pada
bulan Maret 2015 meningkat 17,8% dibandingkan September 2014, sementara peningkatan penduduk miskin di
perkotaan hanya sebesar 9,9%.
Adanya inflasi yang tinggi berpotensi menurunkan daya beli dan meningkatkan kemiskinan. Hal ini terlihat dari
peningkatan Garis Kemiskinan (GK) yang mencapai Rp 297.864,-/kapita atau meningkat 10,92% dari bulan September
2014 yang sebesar Rp 268.536,-/kapita. Peningkatan terutama berasal dari komponen bahan makanan yang mencapai
11,6%, sementara non bahan makanan hanya sebesar 8,3%. Data Nilai Tukar Petani (NTP) pada bulan Maret 2015 juga
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
III
102.71
101.16
100
110
120
130
140
150
160
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
Sumber: BPS (diolah)
Grafik 5.11. Perkembangan Nilai Tukar Petani
NTP - AXIS KANAN IT IB
5.3.2 Tingkat Kemiskinan
11.22
22.61
MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15
Grafik 5.12 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional
2523211917151311975
%
NTT Nasional
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.13 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi
%
14,66 14,9117,08 17,10 17,88 18,32
19,51
22,61
25,82
28,17
Lampung DIY Aceh NTB Bengkulu Gorontalo Maluku NTT PapuaBarat
Papua
Sumber : BPS, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201552
5.15. Perkembangan Garis Kemiskinan
MAKANAN BUKAN MAKANAN GARIS KEMISKINAN
297.86
0
50
100
150
200
250
300
350
MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15
RIBU
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.14. Presentase Penduduk Miskin di NTT
MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15
1,159.84
8.00
13.00
18.00
23.00
28.00
0
200
400
600
800
1,000
1,200 Ribu %
PERKOTAAN PEDESAAN KOTA+DESA %PERKOTAAN %PEDESAAN %KOTA+DESA
Sumber : BPS, diolah
mendukung hal tersebut dengan adanya peningkatan pada indeks yang dibayar (IB) Petani, terutama dari biaya bahan
makanan, sandang dan transportasi. Peningkatan biaya hidup yang tidak dibarengi dengan peningkatan pendapatan
masyarakat di NTT menjadi penyebab naiknya jumlah penduduk miskin. Mayoritas penduduk yang masih bekerja di sektor
informal (buruh tani) dengan pendapatan yang cukup terbatas menyebabkan peningkatan jumlah masyarakat yang tidak
mampu hidup secara layak.
Indikator lain yang dapat dipergunakan dalam menggambarkan kondisi kemiskinan, diantaranya adalah indeks
kedalaman kemiskinan (P1) dan indeks keparahan kemiskinan (P2). Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) merupakan ukuran
rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap batas miskin. Semakin tinggi nilai indeks ini
maka semakin besar rata-rata kesenjangan pengeluaran penduduk miskin terhadap garis kemiskinan atau dengan kata
lain semakin tinggi nilai indeks menunjukkan kehidupan ekonomi penduduk miskin semakin terpuruk. Sedangkan Indeks
Keparahan Kemiskinan (P2) memberikan gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin, dan
dapat juga digunakan untuk mengetahui intensitas kemiskinan. Indeks kedalaman dan indeks keparahan kemiskinan di
NTT pada Maret 2015 (P1: 4,06 dan P2: 1,07) tercatat meningkat dibandingkan September 2014 (P1: 3,25 dan P2: 1,07).
Peningkatan keduanya mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin semakin menjauhi garis
kemiskinan dan kesenjangan pengeluaran juga semakin melebar.
Pada tahun 2015, Badan Pusat Statistik (BPS) mengimplementasikan metode baru untuk perhitungan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) sesuai dengan perubahan metode yang diberlakukan oleh United Nations Development
Programme (UNDP). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perhitungan beau adalah: 1) Indikator kesehatan yang
masih menggunakan Angka Harapan Hidup Saat Lahir (AHH), 2) Perubahan pada indikator pendidikan, yaitu penggunaan
Harapan Lama Sekolah (HLS) menggantikan Angka Melek Huruf (AMH), sementara komponen rata-rata lama sekolah
1.50
2.00
2.50
3.00
3.50
4.00
4.50
5.00
MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15
Grafik 5.16. Indeks Kedalaman Kemiskinan
KOTA DESA KOTA+DESA
1.00
Sumber : BPS, diolah
MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15
Grafik 5.17. Indeks Keparahan Kemiskinan
KOTA DESA KOTA+DESA
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
Sumber : BPS, diolah
5.3.3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 53
perlambatan ekonomi yang terjadi di Indonesia. Hal ini terindikasi dari penurunan Nilai Tukar Petani pada bulan Maret
2015 dibandingkan September 2014 yang disebabkan oleh peningkatan indeks harga yang dibayar petani, terutama dari
komponen sandang, bahan makanan dan transportasi.
.Jumlah penduduk miskin di Provinsi NTT hingga Maret 2015 mencapai 1,15 juta jiwa, meningkat sebanyak 167,9 ribu jiwa
atau 16,9% dibandingkan bulan September 2014. Berdasarkan data histroris jumlah penduduk miskin, trend peningkatan
jumlah penduduk miskin juga terjadi di tingkat nasional walaupun tidak setinggi di Provinsi NTT. Prosentase jumlah
penduduk miskin di NTT mencapai 22,61% lebih tinggi dibandingkan nasional yang sebesar 11,22%. Berdasarkan
rangking prosentase penduduk miskin di Indonesia, Provinsi NTT berada di peringkat ke-3 terbawah dan hanya berada di
atas Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua. Oleh karena itu, usaha-usaha peningkatan taraf hidup masyarakat melalui
program pengembangan pendidikan dan pembukaan lapangan usaha baru perlu terus dilakukan guna memperbaiki
posisi perekonomian NTT di tingkat nasional.
Dari sisi komposisi, mayoritas penduduk miskin di NTT berada di pedesaan dengan jumlah mencapai 1,04 juta jiwa atau
21,78% dari total penduduk di pedesaan. Sementara jumlah penduduk miskin di perkotaan hanya sebesar 116,16 ribu
(11,28% dari total penduduk di perkotaan). Berdasarkan pertumbuhannya, jumlah penduduk miskin di pedesaan pada
bulan Maret 2015 meningkat 17,8% dibandingkan September 2014, sementara peningkatan penduduk miskin di
perkotaan hanya sebesar 9,9%.
Adanya inflasi yang tinggi berpotensi menurunkan daya beli dan meningkatkan kemiskinan. Hal ini terlihat dari
peningkatan Garis Kemiskinan (GK) yang mencapai Rp 297.864,-/kapita atau meningkat 10,92% dari bulan September
2014 yang sebesar Rp 268.536,-/kapita. Peningkatan terutama berasal dari komponen bahan makanan yang mencapai
11,6%, sementara non bahan makanan hanya sebesar 8,3%. Data Nilai Tukar Petani (NTP) pada bulan Maret 2015 juga
I II III IV I II III IV I II
2013 2014 2015
III
102.71
101.16
100
110
120
130
140
150
160
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
Sumber: BPS (diolah)
Grafik 5.11. Perkembangan Nilai Tukar Petani
NTP - AXIS KANAN IT IB
5.3.2 Tingkat Kemiskinan
11.22
22.61
MAR 12 SEPT 12 MAR 13 SEPT 13 MAR 14 SEPT 14 MAR 15
Grafik 5.12 Perbandingan Prosentase Kemiskinan Provinsi NTT dan Nasional
2523211917151311975
%
NTT Nasional
Sumber : BPS, diolah
Grafik 5.13 Sepuluh Provinsi dengan Jumlah Prosentase Penduduk Miskin Tertinggi
%
14,66 14,9117,08 17,10 17,88 18,32
19,51
22,61
25,82
28,17
Lampung DIY Aceh NTB Bengkulu Gorontalo Maluku NTT PapuaBarat
Papua
Sumber : BPS, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201552
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan-IV 2015 diperkirakan meningkat dibanding triwulan
sebelumnya. Secara tahunan, perekonomian NTT juga diperkirakan akan sedikit lebih tinggi
dibanding 2014. Di sisi lain, pertumbuhan inflasi pada akhir 2015 diperkirakan lebih rendah
dibanding tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan-IV diperkirakan didorong oleh percepatan belanja pemerintah,
peningkatan kinerja pertanian seiring musim panen padi ke-2, serta dorongan konsumsi seiring
perayaan hari raya natal dan tahun baru. Sementara, peningkatan kinerja perekonomian secara tahunan
pada 2015 terutama berasal dari peningkatan belanja pemerintah, akselerasi sektor perdagangan dan
sektor konstruksi.
Perkembangan inflasi secara triwulan diperkirakan mengalami peningkatan seiring peningkatan
konsumsi masyarakat di waktu natal dan menjelang tahun baru. Di sisi lain, inflasi secara tahunan
diperkirakan lebih rendah dibanding 2014. Stabilnya harga komoditas administered prices (bahan bakar
minyak) menjadi penyebab utama.
Outlook Pertumbuhan E konomi Dan Inflasi Di Daerah06
(RLS) masih digunakan, 3) Perubahan indikator standar hidup yang awalnya menggunakan PDB perkapita menjadi PNB
perkapita, serta 4) Perubahan Agregasi Indeks menjadi rata-rata ukur/geometrik.
Berdasarkan perhitungan angka IPM baru tersebut, IPM NTT tahun 2014 adalah 62,26 berada pada peringkat ke-31 dari
34 Provinsi di Indonesia, diatas Papua (56,75), Papua Barat (61,28) dan Sulawesi Barat (62,24). IPM NTT tersebut
meningkat dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 61,68. Besaran indikator pembentuk IPM di NTT adalah: Angka
Harapan Hidup (AHH): 65,91 tahun, Angka Harapan Lama Sekolah (AHLS): 12,65 tahun, Rata-Rata Lama Sekolah (RLS):
6,85 tahun dan Pengeluaran Per Kapita (PPK) mencapai Rp 6.934.000,-.
Apabila dilihat secara spasial, angka IPM Kota Kupang (77,58) menjadi yang tertinggi, sementara Kab. Sabu Raijua (52,51)
menjadi yang terendah. Dari 22 Kab/Kota di Provinsi NTT, hanya Kota Kupang yang memiliki IPM >70, sementara 11
kabupaten berada pada rentang 60-65 dan 10 Kabupaten berada di bawah 60. Dari indikator pembentuk IPM, indikator
AHH, AHLS,RLS dan PPK tertinggi berada di Kota Kupang, sementara untuk kategori terendah: AHH, RLS dan PPK ada di
Kab. Sabu Raijua, sementara AHLS di Kab. Manggarai Timur dan Kab. Manggarai Barat.
Grafik 5.8. Sepuluh Provinsi dengan Angka IPM terendah
66,43 66,4265,18 66,17 64,89 64,31
62,26 62,2461,28
56,75
SulawesiTengah
Lampung Maluku Utara
Gorontalo KALBAR NTB NTT Sulawesi PapuaBarat
Papua
Sumber : BPS, diolah
Gambar 5.1. IPM Kabupaten/Kota di NTT
Sumber : BPS, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201554
Pertumbuhan ekonomi NTT pada triwulan-IV 2015 diperkirakan meningkat dibanding triwulan
sebelumnya. Secara tahunan, perekonomian NTT juga diperkirakan akan sedikit lebih tinggi
dibanding 2014. Di sisi lain, pertumbuhan inflasi pada akhir 2015 diperkirakan lebih rendah
dibanding tahun sebelumnya.
Pertumbuhan ekonomi pada triwulan-IV diperkirakan didorong oleh percepatan belanja pemerintah,
peningkatan kinerja pertanian seiring musim panen padi ke-2, serta dorongan konsumsi seiring
perayaan hari raya natal dan tahun baru. Sementara, peningkatan kinerja perekonomian secara tahunan
pada 2015 terutama berasal dari peningkatan belanja pemerintah, akselerasi sektor perdagangan dan
sektor konstruksi.
Perkembangan inflasi secara triwulan diperkirakan mengalami peningkatan seiring peningkatan
konsumsi masyarakat di waktu natal dan menjelang tahun baru. Di sisi lain, inflasi secara tahunan
diperkirakan lebih rendah dibanding 2014. Stabilnya harga komoditas administered prices (bahan bakar
minyak) menjadi penyebab utama.
Outlook Pertumbuhan E konomi Dan Inflasi Di Daerah06
(RLS) masih digunakan, 3) Perubahan indikator standar hidup yang awalnya menggunakan PDB perkapita menjadi PNB
perkapita, serta 4) Perubahan Agregasi Indeks menjadi rata-rata ukur/geometrik.
Berdasarkan perhitungan angka IPM baru tersebut, IPM NTT tahun 2014 adalah 62,26 berada pada peringkat ke-31 dari
34 Provinsi di Indonesia, diatas Papua (56,75), Papua Barat (61,28) dan Sulawesi Barat (62,24). IPM NTT tersebut
meningkat dibandingkan tahun 2013 yang sebesar 61,68. Besaran indikator pembentuk IPM di NTT adalah: Angka
Harapan Hidup (AHH): 65,91 tahun, Angka Harapan Lama Sekolah (AHLS): 12,65 tahun, Rata-Rata Lama Sekolah (RLS):
6,85 tahun dan Pengeluaran Per Kapita (PPK) mencapai Rp 6.934.000,-.
Apabila dilihat secara spasial, angka IPM Kota Kupang (77,58) menjadi yang tertinggi, sementara Kab. Sabu Raijua (52,51)
menjadi yang terendah. Dari 22 Kab/Kota di Provinsi NTT, hanya Kota Kupang yang memiliki IPM >70, sementara 11
kabupaten berada pada rentang 60-65 dan 10 Kabupaten berada di bawah 60. Dari indikator pembentuk IPM, indikator
AHH, AHLS,RLS dan PPK tertinggi berada di Kota Kupang, sementara untuk kategori terendah: AHH, RLS dan PPK ada di
Kab. Sabu Raijua, sementara AHLS di Kab. Manggarai Timur dan Kab. Manggarai Barat.
Grafik 5.8. Sepuluh Provinsi dengan Angka IPM terendah
66,43 66,4265,18 66,17 64,89 64,31
62,26 62,2461,28
56,75
SulawesiTengah
Lampung Maluku Utara
Gorontalo KALBAR NTB NTT Sulawesi PapuaBarat
Papua
Sumber : BPS, diolah
Gambar 5.1. IPM Kabupaten/Kota di NTT
Sumber : BPS, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201554
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-IV 2015 diperkirakan mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Optimisme peningkatan didasarkan oleh berbagai indikator survei dan liaison
yang dilakukan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV diperkirakan berada pada rentang 5,0 – 5,4% (yoy),
sehingga proyeksi pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2015 diperkirakan berada pada rentang 4,9 – 5,3 (yoy)
diatas proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional yang berada pada rentang 4,7 – 5,1% (yoy). Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta sektor konstruksi menjadi
pendorong utama pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT. Pertumbuhan kedua sektor tersebut diperkirakan menjadi
pendorong ekonomi NTT, baik di Triwulan IV maupun secara keseluruhan pada tahun 2015. Percepatan belanja
pemerintah, realisasi belanja dana desa dan realisasi proyek-proyek pada triwulan IV diperkirakan menjadi pendorong
utama. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi untuk triwulan IV juga terbantu oleh sektor Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan seiring masa panen ke-2 untuk padi irigasi, serta peningkatan sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor seiring perayaan natal dan tahun baru di akhir tahun.
6.1.1.1 Pertumbuhan Sisi SektoralDari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan IV diperkirakan mengalami peningkatan.
Peningkatan terutama didorong oleh masa panen padi ke-2 untuk sawah irigasi. Beberapa sentra produksi padi di NTT,
seperti Lembor, Kab. Manggarai Barat juga telah memasuki musim panen pada bulan November. Sementara itu, musim
hujan diperkirakan akan secara merata tiba pada bulan Desember, sehingga bertepatan dengan selesainya panen raya padi
dan persiapan masa tanam. Angka ramalan sementara produksi padi sendiri pada musim panen I sebesar 567.243 ton,
proyeksi BPS untuk 2015 angka produksi padi mencapai 943.020 ton
6.1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
Grafik 6.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2015
PDRB (YOY)
PEDAGANG BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)
JASA PENDIDIKAN (YOY)
ADMINITRASI PEMERINTAH (YOY)
4,704,804,905,005,105,205,30
II III I II III
%
-3
-1
1
3
5
7
9
11%
5,405,505,605,705,80
2015
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV-2015
PDRB (YOY)
PEDAGANG BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)
JASA PENDIDIKAN (YOY)
ADMINITRASI PEMERINTAH (YOY)
4,20
4,40
4,60
4,80
5,00
5,20
5,40
II III I II III IV*
%
-3
-1
1
3
5
7
9
11%
2014 2015
6.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV
Sumber: BMKG Stakum Lasiana Sumber: BMKG Stakum Lasiana
Gambar 6.1 Perkiraan Curah Hujan Bulan November Gambar 6.2 Perkiraan Curah Hujan Bulan Desember
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 55
Pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada Triwulan-IV 2015 diperkirakan mengalami peningkatan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Optimisme peningkatan didasarkan oleh berbagai indikator survei dan liaison
yang dilakukan. Proyeksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV diperkirakan berada pada rentang 5,0 – 5,4% (yoy),
sehingga proyeksi pertumbuhan ekonomi NTT sepanjang tahun 2015 diperkirakan berada pada rentang 4,9 – 5,3 (yoy)
diatas proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional yang berada pada rentang 4,7 – 5,1% (yoy). Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib serta sektor konstruksi menjadi
pendorong utama pertumbuhan ekonomi di Provinsi NTT. Pertumbuhan kedua sektor tersebut diperkirakan menjadi
pendorong ekonomi NTT, baik di Triwulan IV maupun secara keseluruhan pada tahun 2015. Percepatan belanja
pemerintah, realisasi belanja dana desa dan realisasi proyek-proyek pada triwulan IV diperkirakan menjadi pendorong
utama. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi untuk triwulan IV juga terbantu oleh sektor Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan seiring masa panen ke-2 untuk padi irigasi, serta peningkatan sektor Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi
Mobil dan Sepeda Motor seiring perayaan natal dan tahun baru di akhir tahun.
6.1.1.1 Pertumbuhan Sisi SektoralDari sisi sektoral, pertumbuhan sektor pertanian pada triwulan IV diperkirakan mengalami peningkatan.
Peningkatan terutama didorong oleh masa panen padi ke-2 untuk sawah irigasi. Beberapa sentra produksi padi di NTT,
seperti Lembor, Kab. Manggarai Barat juga telah memasuki musim panen pada bulan November. Sementara itu, musim
hujan diperkirakan akan secara merata tiba pada bulan Desember, sehingga bertepatan dengan selesainya panen raya padi
dan persiapan masa tanam. Angka ramalan sementara produksi padi sendiri pada musim panen I sebesar 567.243 ton,
proyeksi BPS untuk 2015 angka produksi padi mencapai 943.020 ton
6.1 PERTUMBUHAN EKONOMI
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
Grafik 6.2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Tahun 2015
PDRB (YOY)
PEDAGANG BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)
JASA PENDIDIKAN (YOY)
ADMINITRASI PEMERINTAH (YOY)
4,704,804,905,005,105,205,30
II III I II III
%
-3
-1
1
3
5
7
9
11%
5,405,505,605,705,80
2015
Sumber : BPS dan Bank Indonesia (diolah)
Grafik 6.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV-2015
PDRB (YOY)
PEDAGANG BESAR & ECERAN (YOY) KONSTRUKSI
PERTANIAN, KEHUTANAN & PRKN (YOY)
JASA PENDIDIKAN (YOY)
ADMINITRASI PEMERINTAH (YOY)
4,20
4,40
4,60
4,80
5,00
5,20
5,40
II III I II III IV*
%
-3
-1
1
3
5
7
9
11%
2014 2015
6.1.1 Pertumbuhan Ekonomi NTT Triwulan IV
Sumber: BMKG Stakum Lasiana Sumber: BMKG Stakum Lasiana
Gambar 6.1 Perkiraan Curah Hujan Bulan November Gambar 6.2 Perkiraan Curah Hujan Bulan Desember
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 55
Komponen investasi diperkirakan mengalami peningkatan. Indikasi peningkatan terlihat dari trend peningkatan net
RTGS masuk ke NTT. Pada triwulan III, net RTGS masuk mencapai Rp 8,02 triliun atau tumbuh 39,42% (yoy) dibandingkan
tahun sebelumnya. Peningkatan arus dana masuk tersebut diperkirakan akan digunakan untuk peningkatan kegiatan
investasi. Selain itu, menjelang akhir tahun anggaran, pemerintah juga akan melakukan percepatan investasi agar dana
pembangunan yang sudah dianggarkan dapat terealisasi.
Kinerja ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan IV diperkirakan akan sedikit melambat.
Perlambatan diperkirakan terjadi karena adanya peningkatan kebutuhan konsumsi masyarakat NTT untuk perayaan Natal
dan Tahun Baru, terutama barang-barang pokok seperti beras, tepung terigu dan bahan pangan lainnya. Di sisi lain,
adanya kapal yang dialokasikan untuk mengangkut ternak sapi dari NTT diperkirakan dapat membantu mengurangi gap
net impor antar daerah. Adanya kapal tersebut diharapkan dapat membantu memaksimalkan kuota pengiriman sapi di
NTT. Sementara itu, kinerja ekspor luar negeri diperkirakan masih meningkat seiring trend penguatan dolar terhadap
rupiah yang masih terjadi.
Secara umum, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2015 akan mengalami sedikit peningkatan dibandingkan
tahun 2014. Peningkatan terutama didorong oleh anggaran pemerintah yang naik sebesar Rp 4,73 triliun atau
17,32%(yoy) pada tahun 2015. Namun, upaya peningkatan perekonomian yang lebih tinggi masih terhambat dengan
banyaknya permasalahan realisasi anggaran yang menyebabkan penyerapan tidak optimal. Dorongan pertumbuhan
ekonomi NTT juga diperkirakan berasal dari sektor Pertanian, seiring Angka Ramalan (ARAM-II) produksi komoditas padi
yang menunjukkan adanya peningkatan sebesar 14,2% (yoy), selain itu, produksi komoditas jagung juga diperkirakan
meningkat sebesar 6,74% (yoy). Sektor lainnya yang mengalami pertumbuhan adalah sektor konstruksi seiring
peningkatan proyek-proyek Pemerintah, serta sektor Perdagangan Besar dan Eceran seiring peningkatan pendapatan
masyarakat di sektor pertanian dan pembukaan lapangan kerja di sektor konstruksi. Dari sisi penggunaan, peningkatan
penanaman modal asing hingga 155,07% (yoy) sampai akhir triwulan III 2015 menunjukkan perbaikan kinerja investasi di
tahun 2015.
Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2015 diperkirakan mengalami penurunan. Inflasi Provinsi
NTT pada akhir tahun 2015 diperkirkan berada pada kisaran 3,8% - 4,1% (yoy) jauh dibawah inflasi tahun 2014 yang
sebesar 7,76% (yoy). Penurunan terutama disebabkan oleh tidak adanya gejolak harga BBM bersubsidi pada tahun 2015,
penurunan tarif dasar listrik, penurunan harga solar serta relatif stabilnya harga bahan pangan, seperti ikan segar dan
bumbu-bumbuan. Namun di sisi lain, komoditas yang tercatat sebagai penyumbang inflasi tahunan cukup tinggi di tahun
2015 adalah angkutan udara dan beras. Tingginya tarif angkutan udara diperkirakan terjadi akibat penyesuaian harga
seiring penguatan dolar terhadap rupiah serta permintaan tiket yang cukup tinggi di NTT sebagai dampak dari
peningkatan kondisi perekonomian NTT.
Sementara itu secara triwulanan (qtq), inflasi pada triwulan IV diperkirakan lebih tinggi dibandingkan
triwulan III yang disebabkan oleh momen Natal dan Tahun Baru di akhir tahun. Kenaikan harga pangan, terutama beras,
harga makanan jadi (kue) serta harga sandang akibat peningkatan permintaan di akhir tahun diperkirakan menjadi
penyebab utama.
6.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sepanjang Tahun 2015
6.2 INFLASI
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 57
Peningkatan sektor pertanian juga terlihat dari Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang menunjukkan kenaikan indeks
ekspektasi kegiatan usaha dan tenaga kerja sektor pertanian pada triwulan IV 2015.
Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan akan mengalami
kenaikan. Belanja barang dan jasa pemerintah yang baru terealisasi sebesar 37,27% pada triwulan III 2015 diperkirakan
akan kembali meningkat. Selain itu upaya memaksimalkan belanja bantuan sosial dan belanja pegawai juga diperkirakan
akan terus dilakukan untuk meningkatkan realisasi.
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan juga mengalami
peningkatan. Peningkatan sektor perdagangan terutama didorong oleh belanja masyarakat seiring perayaan hari raya
natal dan tahun baru di bulan Desember. Peningkatan juga terindikasi dari perkembangan indikator kegiatan usaha pada
Survei Kegiatan Dunia Usaha-Bank Indonesia yang menunjukkan peningkatan.
Sektor konstruksi diperkirakan meningkat seiring penyelesaian proyek pemerintah di akhir tahun. Peningkatan
sektor konstruksi terutama berasal dari pengerjaan proyek jalan dan gedung pemerintahan pada akhir tahun, selain itu
penyelesaian proyek rehabilitasi infrastruktur bandara dan perlabuhan juga masih dilakukan di akhir tahun.
6.1.1.2 Pertumbuhan Sisi PenggunaanDari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat seiring optimisme
masyarakat yang tercermin pada angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK). Peningkatan optimisme masyarakat
diperkirakan terjadi seiring perayaan Natal dan Tahun Baru serta dibarengi peningkatan pendapatan pada musim panen
padi ke-2. Selain itu, akselerasi anggaran pemerintah di bidang proyek-proyek infrastruktur diperkirakan dapat pula
mendorong pendapatan masyarakat yang bekerja sebagai buruh harian lepas.
Grafik 6.4. Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II III IVP
Grafik 6.3. Perkembangan SKDU Sektor Pertanian
Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II III IVP
Grafik 6.5. Indeks Tendensi Konsumen
ITK PROYEKSI PEND.RT RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA
80
85
90
95
100
105
110
115
III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
III IV*80
85
90
95
100
105
110
115
Sumber : BPS, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201556
Komponen investasi diperkirakan mengalami peningkatan. Indikasi peningkatan terlihat dari trend peningkatan net
RTGS masuk ke NTT. Pada triwulan III, net RTGS masuk mencapai Rp 8,02 triliun atau tumbuh 39,42% (yoy) dibandingkan
tahun sebelumnya. Peningkatan arus dana masuk tersebut diperkirakan akan digunakan untuk peningkatan kegiatan
investasi. Selain itu, menjelang akhir tahun anggaran, pemerintah juga akan melakukan percepatan investasi agar dana
pembangunan yang sudah dianggarkan dapat terealisasi.
Kinerja ekspor antar daerah dan luar negeri NTT pada triwulan IV diperkirakan akan sedikit melambat.
Perlambatan diperkirakan terjadi karena adanya peningkatan kebutuhan konsumsi masyarakat NTT untuk perayaan Natal
dan Tahun Baru, terutama barang-barang pokok seperti beras, tepung terigu dan bahan pangan lainnya. Di sisi lain,
adanya kapal yang dialokasikan untuk mengangkut ternak sapi dari NTT diperkirakan dapat membantu mengurangi gap
net impor antar daerah. Adanya kapal tersebut diharapkan dapat membantu memaksimalkan kuota pengiriman sapi di
NTT. Sementara itu, kinerja ekspor luar negeri diperkirakan masih meningkat seiring trend penguatan dolar terhadap
rupiah yang masih terjadi.
Secara umum, pertumbuhan ekonomi Provinsi NTT pada tahun 2015 akan mengalami sedikit peningkatan dibandingkan
tahun 2014. Peningkatan terutama didorong oleh anggaran pemerintah yang naik sebesar Rp 4,73 triliun atau
17,32%(yoy) pada tahun 2015. Namun, upaya peningkatan perekonomian yang lebih tinggi masih terhambat dengan
banyaknya permasalahan realisasi anggaran yang menyebabkan penyerapan tidak optimal. Dorongan pertumbuhan
ekonomi NTT juga diperkirakan berasal dari sektor Pertanian, seiring Angka Ramalan (ARAM-II) produksi komoditas padi
yang menunjukkan adanya peningkatan sebesar 14,2% (yoy), selain itu, produksi komoditas jagung juga diperkirakan
meningkat sebesar 6,74% (yoy). Sektor lainnya yang mengalami pertumbuhan adalah sektor konstruksi seiring
peningkatan proyek-proyek Pemerintah, serta sektor Perdagangan Besar dan Eceran seiring peningkatan pendapatan
masyarakat di sektor pertanian dan pembukaan lapangan kerja di sektor konstruksi. Dari sisi penggunaan, peningkatan
penanaman modal asing hingga 155,07% (yoy) sampai akhir triwulan III 2015 menunjukkan perbaikan kinerja investasi di
tahun 2015.
Secara tahunan, pertumbuhan inflasi pada akhir tahun 2015 diperkirakan mengalami penurunan. Inflasi Provinsi
NTT pada akhir tahun 2015 diperkirkan berada pada kisaran 3,8% - 4,1% (yoy) jauh dibawah inflasi tahun 2014 yang
sebesar 7,76% (yoy). Penurunan terutama disebabkan oleh tidak adanya gejolak harga BBM bersubsidi pada tahun 2015,
penurunan tarif dasar listrik, penurunan harga solar serta relatif stabilnya harga bahan pangan, seperti ikan segar dan
bumbu-bumbuan. Namun di sisi lain, komoditas yang tercatat sebagai penyumbang inflasi tahunan cukup tinggi di tahun
2015 adalah angkutan udara dan beras. Tingginya tarif angkutan udara diperkirakan terjadi akibat penyesuaian harga
seiring penguatan dolar terhadap rupiah serta permintaan tiket yang cukup tinggi di NTT sebagai dampak dari
peningkatan kondisi perekonomian NTT.
Sementara itu secara triwulanan (qtq), inflasi pada triwulan IV diperkirakan lebih tinggi dibandingkan
triwulan III yang disebabkan oleh momen Natal dan Tahun Baru di akhir tahun. Kenaikan harga pangan, terutama beras,
harga makanan jadi (kue) serta harga sandang akibat peningkatan permintaan di akhir tahun diperkirakan menjadi
penyebab utama.
6.1.2 Pertumbuhan Ekonomi Sepanjang Tahun 2015
6.2 INFLASI
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 57
Peningkatan sektor pertanian juga terlihat dari Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) yang menunjukkan kenaikan indeks
ekspektasi kegiatan usaha dan tenaga kerja sektor pertanian pada triwulan IV 2015.
Sektor Administrasi Pemerintahan, Pertahanan dan Jaminan Sosial Wajib diperkirakan akan mengalami
kenaikan. Belanja barang dan jasa pemerintah yang baru terealisasi sebesar 37,27% pada triwulan III 2015 diperkirakan
akan kembali meningkat. Selain itu upaya memaksimalkan belanja bantuan sosial dan belanja pegawai juga diperkirakan
akan terus dilakukan untuk meningkatkan realisasi.
Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor diperkirakan juga mengalami
peningkatan. Peningkatan sektor perdagangan terutama didorong oleh belanja masyarakat seiring perayaan hari raya
natal dan tahun baru di bulan Desember. Peningkatan juga terindikasi dari perkembangan indikator kegiatan usaha pada
Survei Kegiatan Dunia Usaha-Bank Indonesia yang menunjukkan peningkatan.
Sektor konstruksi diperkirakan meningkat seiring penyelesaian proyek pemerintah di akhir tahun. Peningkatan
sektor konstruksi terutama berasal dari pengerjaan proyek jalan dan gedung pemerintahan pada akhir tahun, selain itu
penyelesaian proyek rehabilitasi infrastruktur bandara dan perlabuhan juga masih dilakukan di akhir tahun.
6.1.1.2 Pertumbuhan Sisi PenggunaanDari sisi penggunaan, komponen konsumsi rumah tangga diperkirakan meningkat seiring optimisme
masyarakat yang tercermin pada angka Indeks Tendensi Konsumen (ITK). Peningkatan optimisme masyarakat
diperkirakan terjadi seiring perayaan Natal dan Tahun Baru serta dibarengi peningkatan pendapatan pada musim panen
padi ke-2. Selain itu, akselerasi anggaran pemerintah di bidang proyek-proyek infrastruktur diperkirakan dapat pula
mendorong pendapatan masyarakat yang bekerja sebagai buruh harian lepas.
Grafik 6.4. Perkembangan SKDU Sektor Perdagangan
Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II III IVP
Grafik 6.3. Perkembangan SKDU Sektor Pertanian
Sumber: SKDU-Bank Indonesia diolah
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
KEGIATAN USAHA HARGA JUAL TENAGA KERJA
2013 2014 2015
I II III IV I II III IV I II III IVP
Grafik 6.5. Indeks Tendensi Konsumen
ITK PROYEKSI PEND.RT RENCANA PEMBELIAN BARANG TAHAN LAMA
80
85
90
95
100
105
110
115
III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
III IV*80
85
90
95
100
105
110
115
Sumber : BPS, diolah
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201556
Memiliki wilayah yang berupa kepulauan, berbatasan dengan Negara tetangga, terdapat destinasi pariwisata turis
mancanegara, dan kondisi perekonomian yang sedang berkembang, bisa menjadi hal yang positif sekaligus ancaman
pelaksanaan tugas Kantor Perwakilan BI Provinsi NTT di bidang sistem pembayaran, baik tunai maupun non tunai.
Ancaman bisa berupa tindak pidana di bidang sistem pembayaran dan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA),
serta pelanggaran kewajiban penggunaan uang rupiah dan tindak pidana uang Rupiah. Belum lagi risiko membawa uang
Rupiah dalam rangka pengedaran uang ke daerah pelosok. Dibutuhkan sinergi yang kuat antara BI dan institusi kepolisian
untuk menciptakan efektivitas dan tata kelola yang baik di bidang sistem pembayaran.
Untuk membentuk sinergi yang kuat, dibutuhkan pemahaman yang baik akan peran dan tugas masing-masing institusi.
Oleh karena itu, menindaklanjuti penandatanganan Pokok-Pokok Kesepahaman (PPK) KPw BI Provinsi NTT dengan Polda
NTT sebelumnya, pada tanggal 13 Oktober 2015 diselenggarakan kegiatan sosialisasi materi kerjasama antara BI dan Polri
bertempat di Hotel Swiss-belinn Kristal Kupang. Kegiatan ini mengundang peserta dari jajaran Polda khususnya Direktorat
Reserse Kriminal Khusus, Satuan Brimob, dan Direktorat Pembinaan Masyarakat. Selain itu, peserta kegiatan adalah kasat
reskrim dari total 16 (enam belas) Polres/Polresta se-NTT. Sebagai narasumber sosialisasi hadir dari BI Kantor Pusat yaitu
Asral Mashuri-Departemen Pengelolaan Uang (DPU), A. Fathurrohman-Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran
(DKSP), dan Rachmat Daud-Departemen Logistik dan Pengamanan (DLP). Melengkapi komposisi narasumber, hadir pula
Kombespol Syahri gunawan dari Divisi Hukum Mabes Polri.
Perkuat I mplementasi K erjasama BI D engan P olri Di NTT Dalam Rangka Mendukung Pengembangan Kegiatan Perekonomian NTT
05
Gambar Boks 5.1. Pembukaan Sosialisasi Nota Kesepahaman dan Pedoman Kerja
Gambar Boks 5.2. Penjabaran 4 Pedoman Kerja PPK BI – Polda NTT
Tata cara pelaksanaan penangannan dugaan TP SP dan KUPVA
Tata cara pelaksanaanpengamanan BI dan pengawalan barangberharga milik negara
Tata cara pelaksanaan penanganan dugaan pelanggaran kewajibanpenggunaan uang rupiah di NKRI
Tata cara pelaksanaanpembinaan dan pengawasan terhadapBadan Usaha Jasa Pengamanan untuk kawal angkutuang dan pengelolaan uang
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 59
Grafik 6.6. Perkembangan Inflasi NTT
Sumber : BPS, diolah
HARGA JUAL TENAGA KERJA
-1%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
2,64%
4,04%
III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
III IV*
Secara triwulanan, komoditas volatile food diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan IV. Secara
historis, peningkatan harga terutama berasal dari komoditas beras, bawang merah dan ikan kembung. Peningkatan harga
beras diperkirakan terjadi akibat kenaikan permintaan masyarakat dan penurunan produksi secara nasional akibat dampak
El Nino. Walaupun produksi beras di NTT diperkirakan naik, namun belum seimbang dengan kebutuhan masyarakat,
sehingga mayoritas kebutuhan beras masih dipasok dari Makassar dan Jawa Timur. Sementara itu, kenaikan harga
bawang merah diperkirakan terjadi akibat musim tanam yang baru tiba. Di sisi lain, kenaikan harga ikan kembung
disebabkan oleh cuaca buruk di akhir tahun seiring musim hujan yang telah tiba sehingga mendorong penurunan
produksi.
Inflasi administered prices diperkirakan cukup stabil pada bulan Desember. Potensi kenaikan harga hanya berasal
dari harga tiket angkutan udara seiring libur Natal dan Tahun Baru. Namun, berdasarkan data historis yang ada
peningkatan harga tiket tidak terlalu tinggi pada bulan Desember. Tidak adanya rencana kenaikan harga BBM juga
diperkirakan mendorong normalnya inflasi kelompok administered prices.
Komoditas core inflation diperkirakan mengalami peningkatan seiring kenaikan permintaan masyarakat.
Momen hari raya keagamaan seperti Natal dan perayaan Tahun Baru yang identik dengan acara kumpul keluarga yang
diselingi berbagai hidangan dan penggunaan pakaian baru dari anggota keluarga, diperkirakan dapat mendorong
kenaikan inflasi komoditas inti (core). Beberapa komoditas yang diperkirakan naik diantaranya: nasi, kue kering berminyak
dan komoditas sandang.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201558
Memiliki wilayah yang berupa kepulauan, berbatasan dengan Negara tetangga, terdapat destinasi pariwisata turis
mancanegara, dan kondisi perekonomian yang sedang berkembang, bisa menjadi hal yang positif sekaligus ancaman
pelaksanaan tugas Kantor Perwakilan BI Provinsi NTT di bidang sistem pembayaran, baik tunai maupun non tunai.
Ancaman bisa berupa tindak pidana di bidang sistem pembayaran dan Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing (KUPVA),
serta pelanggaran kewajiban penggunaan uang rupiah dan tindak pidana uang Rupiah. Belum lagi risiko membawa uang
Rupiah dalam rangka pengedaran uang ke daerah pelosok. Dibutuhkan sinergi yang kuat antara BI dan institusi kepolisian
untuk menciptakan efektivitas dan tata kelola yang baik di bidang sistem pembayaran.
Untuk membentuk sinergi yang kuat, dibutuhkan pemahaman yang baik akan peran dan tugas masing-masing institusi.
Oleh karena itu, menindaklanjuti penandatanganan Pokok-Pokok Kesepahaman (PPK) KPw BI Provinsi NTT dengan Polda
NTT sebelumnya, pada tanggal 13 Oktober 2015 diselenggarakan kegiatan sosialisasi materi kerjasama antara BI dan Polri
bertempat di Hotel Swiss-belinn Kristal Kupang. Kegiatan ini mengundang peserta dari jajaran Polda khususnya Direktorat
Reserse Kriminal Khusus, Satuan Brimob, dan Direktorat Pembinaan Masyarakat. Selain itu, peserta kegiatan adalah kasat
reskrim dari total 16 (enam belas) Polres/Polresta se-NTT. Sebagai narasumber sosialisasi hadir dari BI Kantor Pusat yaitu
Asral Mashuri-Departemen Pengelolaan Uang (DPU), A. Fathurrohman-Departemen Kebijakan Sistem Pembayaran
(DKSP), dan Rachmat Daud-Departemen Logistik dan Pengamanan (DLP). Melengkapi komposisi narasumber, hadir pula
Kombespol Syahri gunawan dari Divisi Hukum Mabes Polri.
Perkuat I mplementasi K erjasama BI D engan P olri Di NTT Dalam Rangka Mendukung Pengembangan Kegiatan Perekonomian NTT
05
Gambar Boks 5.1. Pembukaan Sosialisasi Nota Kesepahaman dan Pedoman Kerja
Gambar Boks 5.2. Penjabaran 4 Pedoman Kerja PPK BI – Polda NTT
Tata cara pelaksanaan penangannan dugaan TP SP dan KUPVA
Tata cara pelaksanaanpengamanan BI dan pengawalan barangberharga milik negara
Tata cara pelaksanaan penanganan dugaan pelanggaran kewajibanpenggunaan uang rupiah di NKRI
Tata cara pelaksanaanpembinaan dan pengawasan terhadapBadan Usaha Jasa Pengamanan untuk kawal angkutuang dan pengelolaan uang
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 2015 59
Grafik 6.6. Perkembangan Inflasi NTT
Sumber : BPS, diolah
HARGA JUAL TENAGA KERJA
-1%
0%
1%
2%
3%
4%
5%
6%
7%
8%
9%
2,64%
4,04%
III IV I II III IV I II III IV I II
2012 2013 2014 2015
III IV*
Secara triwulanan, komoditas volatile food diperkirakan mengalami peningkatan pada triwulan IV. Secara
historis, peningkatan harga terutama berasal dari komoditas beras, bawang merah dan ikan kembung. Peningkatan harga
beras diperkirakan terjadi akibat kenaikan permintaan masyarakat dan penurunan produksi secara nasional akibat dampak
El Nino. Walaupun produksi beras di NTT diperkirakan naik, namun belum seimbang dengan kebutuhan masyarakat,
sehingga mayoritas kebutuhan beras masih dipasok dari Makassar dan Jawa Timur. Sementara itu, kenaikan harga
bawang merah diperkirakan terjadi akibat musim tanam yang baru tiba. Di sisi lain, kenaikan harga ikan kembung
disebabkan oleh cuaca buruk di akhir tahun seiring musim hujan yang telah tiba sehingga mendorong penurunan
produksi.
Inflasi administered prices diperkirakan cukup stabil pada bulan Desember. Potensi kenaikan harga hanya berasal
dari harga tiket angkutan udara seiring libur Natal dan Tahun Baru. Namun, berdasarkan data historis yang ada
peningkatan harga tiket tidak terlalu tinggi pada bulan Desember. Tidak adanya rencana kenaikan harga BBM juga
diperkirakan mendorong normalnya inflasi kelompok administered prices.
Komoditas core inflation diperkirakan mengalami peningkatan seiring kenaikan permintaan masyarakat.
Momen hari raya keagamaan seperti Natal dan perayaan Tahun Baru yang identik dengan acara kumpul keluarga yang
diselingi berbagai hidangan dan penggunaan pakaian baru dari anggota keluarga, diperkirakan dapat mendorong
kenaikan inflasi komoditas inti (core). Beberapa komoditas yang diperkirakan naik diantaranya: nasi, kue kering berminyak
dan komoditas sandang.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201558
Kepala Perwakilan BI Provinsi NTT, Naek Tigor Sinaga, dalam sambutannya, menekankan pentingnya menjaga kedaulatan
Rupiah sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah NKRI. Penjatuhan hukuman yang cukup berat pada kasus pembuatan
uang palsu di Jember dan pengedaran uang palsu di Merauke diharapkan dapat menjadi jurisprudensi dan rujukan bagi
kasus serupa. Penetapan hukuman penjara hingga 10 tahun penjara dan denda hingga 200 juta seperti kasus temuan
uang palsu di Bajawa, Kabupaten Ngada, diharapkan dapat memberikan efek jera dan peringatan kepada pelaku tindak
pidana uang Rupiah lainnya. Sebagaimana diketahui jumlah peredaran uang palsu di wilayah NTT yang terungkap terus
menunjukan peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu sebanyak 45 lembar pada tahun 2013, 72 lembar pada tahun 2014,
dan 1069 lembar pada tahun 2015 (per 9 Oktober 2015).
Kegiatan sosialisasi ini mendapat apresiasi dari Kapolda NTT, Brigjenpol Endang Sunjaya, yang hadir didampingi oleh
Wakapolda, Irwasda, dan beberapa pejabat utama lainnya dari Polda NTT. Dalam sambutannya, Kapolda menegaskan
bahwa pelaksanaan sosialisasi ini sangat penting dalam rangka mendukung implementasi MoU antara BI dengan Polri,
khususnya penegakan hukum terkait tindak kejahatan keuangan dan berbagai transaksi lainnya. Banyaknya
permasalahan dan kejahatan dalam bidang perbankan seperti peredaran uang palsu dan kejahatan valuta asing. Oleh
karena itu, BI dan Polri bekerjasama untuk mengamankan kejahatan pembayaran, transaksi kiminal serta perdagangan
uang palsu.
Dalam rangka meningkatkan motivasi insan kepolisian dan sebagai bentuk apresiasi BI atas pengungkapan dan penyidikan
kasus pengedaran uang palsu di Bajawa, pada pembukaan acara tersebut dilakukan penyerahan plakat dan piagam
penghargaan kepada Polres Ngada dan insan kepolisian yaitu: Kasat Reskrim Polres Ngada, Kapolsek Golewa, dan Pjs Kanit
Reskrim Polsek Golewa. Hal ini menambah antusiasme peserta yang hadir terlihat dari banyaknya jumlah pertanyaan yang
dilontarkan dan jumlah peserta yang sama sekali tidak berkurang sampai dengan akhir penyampaian materi. Semoga
antusiasme peserta akan terus berlanjut pada semangat dan konsistensi implementasinya di lapangan sehingga tercipta
kondisi sistem pembayaran baik tunai maupun non tunai yang kondusif dan ideal untuk mendukung pengembangan
perekonomian di NTT.
Kajian Ekonomi Dan Keuangan RegionalProvinsi Nusa Tenggara Timur
Triwulan III 201560