40
1 kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013 Mei - Juni 2013 TOKOH Kem u d i KONSULTASI HUKUM PERNAK PERNIK DAP U R UDANG Ikan Kudu-kudu dari Sulawesi Panganan Gapit Pemakai Trawl, Hukum Seberat-beratnya Kesungguhan dan Konsistensi Berbuah Manis

Kabar Bahari III

Embed Size (px)

DESCRIPTION

KABAR BAHARI adalah Buletin dua bulanan terbitan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) yang mengangkat dinamika isu kenelayanan dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan.

Citation preview

Page 1: Kabar Bahari III

1kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Mei - Juni 2013

TOKOH

Kemudi

KONSULTASI HUKUM

PERNAK PERNIK

DAPUR

UDANG

Ikan Kudu-kudu dari Sulawesi

Panganan Gapit

Pemakai Trawl, Hukum Seberat-beratnya

Kesungguhan dan Konsistensi Berbuah Manis

Page 2: Kabar Bahari III

2kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Pertama, pentingnya Negara mengedepankan prinsip-prinsip keberlanjutan sumber daya ikan tanpa hutang, dengan tetap memprioritaskan pada pemenuhan kebutuhan pangan nasional secara berdikari.

Kedua, pentingnya Negara memberikan dan memastikan terpenuhinya hak-hak nelayan sebagai warga Negara maupun hak-hak istimewa mereka sebagai nelayan tradisional, serta memberikan perlindungan maksimal atas wilayan perairan tradisionalnya.

Ketiga, pentingnya Negara memahami kegiatan perikanan sebagai sumber pangan, pengembangan budaya nasional, dan sumber ekonomi kerakyatan.

Keempat, pentingnya Negara memahami kegiatan perikanan secara utuh, dengan memaknai keterlibatan perempuan nelayan di dalam kegiatan perikanan sebagai subjek yang teramat penting.

Empat Prinsip Keadilan Perikanan

Page 3: Kabar Bahari III

3kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Page 4: Kabar Bahari III

Mei - Juni 2013

UDANG, Primadona

yang diperebutkan

"Lestarikan laut dengan kearifan lokal, bukan hutang/ bantuan asing"

Kesungguhan dan Konsistensi Berbuah Manis

Ikan Kudu-kudu dari Sulawesi

Panganan Gapit

Pejuang Lingkungan, Hak anak dan perempuan Roban, Batang

Mengapa Nelayan dan Perempuan Nelayan Batang Menolak PLTU

Si Celurit Emas Pencinta Laut

Pemakai Trawl, Hukum Seberat-beratnya

6

12

17

20

24

25

30

34

35

DAF TAR ISI

Kebijakan

Kemudi

Setara

Jelajah

Nama dan Peristiwa

Konsultasi Hukum

Tokoh

Dapur

Pernak Pernik

Page 5: Kabar Bahari III

J Udang, Primadona yang Diperebutkan

Pembaca yang budiman, saat memesan menu khas laut (seafood) di rumah makan atau memasak di dapur, udang menjadi hidangan utama, kecuali bagi mereka yang menderita alergi.

Lezatnya udang sebanding dengan kandungan protein, vitamin B12, vitamin D, Omega 3, seng, asam lemak, zat besi, tembaga, niasin, dan magnesium, yang ikut larut dan bermanfaat bagi kesehatan. Di Indonesia, udang bak primadona. Tak heran, dari tahun ke tahun, masyarakat Amerika Serikat, Jepang, China, dan negara-negara Eropa amat menggandrunginya.

Tingginya khasiat udang bagi kesehatan, di antaranya membantu meningkatkan kecerdasan dan pertumbuhan anak dengan kandungan vitamin D, B12 dan Omega 3, membuat spesies ini diperebutkan oleh banyak negara.

Pusat Data dan Informasi KIARA (Juni 2013), misalnya, menyebutkan bahwa ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat, dari tahun ke tahun mengalami kenaikan nilai: USD426,99 pada 2009, USD443,2 pada 2010, USD616,0 pada 2011, dan USD500,3 juta pada 2012.

Kenaikan nilai ekspor udang Indonesia (anehnya) tidak dibarengi dengan upaya serius untuk menyejahterakan masyarakat nelayan/pembudidaya tradisional. Bahkan terkadang memberi dampak negatif terhadap lingkungan pesisir.

Dalam KABAR BAHARI edisi ketiga ini, udang dikupas tuntas. Semoga bermanfaat.

KABAR BAHARI adalah Buletin dua bulanan terbitan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) yang mengangkat dinamika isu kenelayanan dalam pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan.

DEWAN REDAKSI

Pemimpin Redaksi : Abdul Halim Redaktur Pelaksana : Selamet DaroyniSidang Redaksi : Susan HerawatiAhmad Marthin HadiwinataNing Swatama PutridhantiDesain Grafis :DodoFoto Cover :Arie/P3UW

Alamat Redaksi:Jl Manggis Blok B Nomor 4 Perumahan Kalibata Indah Jakarta 12750 Telp./Faks: +62 21799 3528 Email: [email protected]

CatatanREDAKSI

Page 6: Kabar Bahari III

Kemudi

Anda penyuka makanan laut? Tentu kurang lengkap rasanya jika belum menikmati udang. Kandungan gizi dalam udang sangat banyak. Saat menyantapnya, protein, vitamin B12, vitamin D, Omega 3, seng, asam

lemak, zat besi, tembaga, niasin, dan magnesium, ikut larut dalam tubuh kita. Tak mengherankan jika udang banyak memberi manfaat bagi kesehatan (lihat Tabel 1).

Primadona yang Diperebutkan

Page 7: Kabar Bahari III

7kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Manfaat Udang

1. Menjaga kesehatan kardiovaskular ( jantung) karena kandungan asam lemak esensialnya akan menurunkan kolesterol jahat dan mencegah penggumpalan kepingan darah atau ateroskeloris

2. Memenuhi kebutuhan protein dengan asam amino berprofil lengkap yang mudah diserap tubuh. Baik dikonsumsi bagi Anda yang ingin menambah massa otot

3. Sangat cocok untuk menu diet karena tinggi protein dan rendah kalori

4. Memaksimalkan berbagai fungsi organ-organ vital tubuh karena berbagai kandungan vitaminnya

5. Sebagai antioksidan yang mampu menjaga kesehatan fungsi kekebalan tubuh, anti radikal bebas penyebab 50

macam penyakit degeneratif dan membantu produksi antibodi dengan kandungan selenium yang sangat tinggi

6. Membantu bekerjanya lebih dari 70 macam enzim, hormon, dan proses biosintesa dalam tubuh dengan kandungan zinc-nya

7. Membantu meningkatkan kecerdasan dan pertumbuhan anak dengan kandungan vitamin D, B12 dan Omega 3

8. Mencegah penyakit darah rendah (anemia) dan berperan dalam pembentukan sel darah merah karena kandungan besi dan zinc-nya yang tinggi

9. Menjaga kesehatan mata dengan kandungan vitamin A

10. Menjaga kesehatan kulit dan mencegah penyakit pellagra (kulit burik dan bersisik) dengan kandungan vitamin E (alpha tocopherol) dan niasin yang tinggi

11. Menjaga kesehatan tulang, gigi dan sendi dengan kandungan vitamin D, kalsium dan potassium yang tinggi

Tabel 1. Manfaat Udang bagi Kesehatan

Sum

ber:

Pusa

t Dat

a da

n In

form

asi K

IARA

(Jun

i 201

3), d

iola

h da

ri pe

lbag

ai s

umbe

r

Page 8: Kabar Bahari III

8kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Tingginya khasiat udang bagi kesehatan, membuat spesies ini diperebutkan oleh banyak negara. Terdapat sedikitnya 5 jenis udang (lihat Tabel 2) yang tersebar di perairan lintas negara.

Tabel 2. Jenis-jenis Udang

NoJenis

UdangKeterangan

1Indian White Prawn

Udang Jenis ini banyak terdapat di perairan Laut China Selatan, Laut India, Laut Australia, perairan Asia tenggara, Laut Natuna, dan perairan Indonesia lainnya.

Udang ini memiliki ukuran maksimal 228 mm dan berat 35 gr. Udang jenis ini banyak diminati untuk produk-produk: utuh (whole) dan udang tanpa kepala (headless shell on).

Pasar produk udang ini tersebar di China, Jepang, Taiwan, Amerika Serikat (AS), dan Eropa.

Dalam bahasa Indonesia, udang jenis ini disebut Udang Putih atau Bai ci (Bahasa China).

2Western King Prawn

Udang jenis ini banyak terdapat di perairan Laut China Selatan, Laut India, Laut Arab, perairan Asia Tenggara, Laut Natuna, dan perairan Indonesia lainnya.

Udang ini memiliki ukuran maksimal 200 mm dan berat 60 gram. Udang jenis ini banyak diminati untuk produk: utuh.

Pasar produk udang ini tersebar di ASEAN dan China.

Dalam bahasa Indonesia, udang jenis ini disebut Udang Susu atau Sha ma (bahasa China).

3Banan Prawn

Udang jenis ini banyak terdapat di perairan Laut China Selatan, Laut Arab, Pakistan, Australia, dan Kepulauan Indonesia.

Udang ini memiliki panjang 240 mm dan berat 50 gram. Udang jenis ini banyak diminati untuk produk-produk: utuh dan udang tanpa kepala.

Pasar produk udang ini tersebar di Singapura, Malaysia, Amerika Serikat, Jepang, Australia, dan Indonesia.

Dalam bahasa Indonesia, udang jenis ini disebut Udang Putih atau Bai ci hong jiao (bahasa China).

Page 9: Kabar Bahari III

9kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

4Kuruma Prawn

Udang jenis ini banyak terdapat di perairan Laut China Selatan, Laut Korea dan Jepang, Afrika Selatan, Laut Australia utara, dan perairan Asia Tenggara.

Udang ini memiliki ukuran panjang 225 mm dan berat 80gr. Udang jenis ini banyak diminati untuk produk-produk: utuh dan udang tanpa kepala.

Pasar produk udang ini tersebar di Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, dan ASEAN.

Dalam bahasa Indonesia, udang jenis ini disebut Udang Harimau atau Lao hu xia (bahasa China).

5Giant Tiger Prawn

Udang jenis ini banyak terdapat di perairan Indo Pasifik, bagian timur Afrika, Laut Gulf, perairan India, dan perairan ASEAN.

Udang ini memiliki ukuran panjang 330 mm dan berat 250 gram. Udang jenis ini banyak diminati untuk produk-produk: utuh (whole), udang tanpa kepala, dan udang dengan ekor.

Pasar produk udang ini tersebar di Amerika Serikat, Jepang, China, Uni Eropa dan ASEAN.

Dalam bahasa Indonesia, udang jenis ini disebut Udang Harimau atau Jiu Jie Xia (bahasa China).

6Green Tiger Prawn

Udang jenis ini banyak terdapat di perairan Laut Indo Pasifik, Afrika tenggara, Laut India, Laut Jepang, Laut Australia dan Kepulauan Indonesia.

Udang ini memiliki ukuran panjang 228 mm dan berat 130gram. Udang jenis ini banyak diminati untuk produk-produk: utuh, udang kupas (peeled), tanpa udang kepala.

Pasar produk udang ini tersebar di Amerika Serikat, Uni Eropa, dan ASEAN.

Dalam bahasa Indonesia, udang jenis ini disebut Udang Harimau atau Xi jiao (bahasa China).

Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA (Juni 2013), diolah dari pelbagai sumber

Perebutan udang sebagai komoditas perdagangan dunia memicu ekspor besar-besaran. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP, 2013) menyebutkan bahwa, hingga semester I/2013, ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat mencapai 36.528 ton atau senilai USD334,53 juta. Nilainya meningkat 12,21 persen dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang tercatat USD298,13 juta.

Page 10: Kabar Bahari III

10kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Amerika Serikat adalah salah satu tujuan utama ekspor udang dunia. Pada tahun 2012, nilai impor udang bekunya dari tujuh negara, yakni China, India, Indonesia, Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Ekuador mencapai USD1,9 miliar (lihat Tabel 3). Thailand merupakan eksportir udang terbesar ke AS.

Adapun ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat, dari tahun ke tahun mengalami kenaikan nilai: USD426,99 pada 2009, USD443,2 pada 2010, USD616,0 pada 2011, dan USD500,3 juta pada 2012. Sayangnya, kenaikan nilai ekspor udang Indonesia tidak dibarengi dengan upaya serius untuk menyejahterakan masyarakat nelayan/pembudidaya tradisional. Bahkan terkadang memberi dampak negatif terhadap lingkungan pesisir.

Sejarah mencatat, pertambakan udang berada di Negara-negara Selatan, khususnya Asia dan Amerika Latin. Ekspansi dan industrialisasi perikanan, khususnya udang, di Negara-negara Selatan berkaitan dengan program bantuan pembangunan, yakni Revolusi Biru (Environmental Justice Foundation, 2003). Program ini mendorong perluasan dan

intensifikasi pertambakan udang. Selain meningkatkan pendapatan Negara-negara Selatan dan memuaskan permintaan udang di Negara-negara Utara, dampak negatifnya juga meluas, seperti pengrusakan hutan mangrove, salinisasi pesisir dan lahan, hilangnya spesies alami, konflik dan kekerasan terhadap hak atas tanah-air, dan akses kepada sumber daya alam.

Pada saat yang sama, juga terjadi peningkatan kecelakaan keamanan pangan yang diakibatkan oleh udang hasil budidaya, seperti residu kimiawi dan anti-biotik, serta terkontaminasi akibat aktivitas yang tidak higienis dari perusahaan (Cato & Subasinge, 2003). Alhasil, muncul gerakan sertifikasi pangan di Negara-negara Utara. Inggris misalnya mendirikan Soil Association, Jerman dengan Naturland, dan International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) yang masing-masing anggotanya juga memiliki standar budidaya udang.

Tak hanya di level negara, kalangan industri juga membentuk asosiasi dagang udang internasional, seperti Global Aquaculture Alliance (GAA) yang didirikan dengan misi budidaya

Tabel 3. Eksportir Udang Beku ke Amerika Serikat

No Nama Negara Nilai Ekspor Udang1 Thailand USD1,1 miliar2 Indonesia USD634 juta3 India USD551,2 juta4 Vietnam USD426,2 juta5 Ekuador USD499,7 juta6 China USD101,9 juta7 Malaysia USD142 juta

Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2013

10kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Page 11: Kabar Bahari III

11kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

yang bertanggung jawab secara lingkungan dan sosial (environmentally and socially responsible aquaculture). GAA mengembangkan standar-standar praktek budidaya yang baik (Best Aquaculture Practices/BAP) dengan jasa lembaga sertifikasi: Aquaculture Certification Cuncil, Inc. (ACC). Demikian pula distributor-distributor besar dunia, seperti Carrefour dengan Carrefour Quality Line, Wal-Mart, Darden Restaurants Inc., dan GlobalGAP. Bagaimana Indonesia mengatasi gempuran sertifikasi udang ini?

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menerapkan Cara Berbudidaya Ikan yang Baik (CBIB) untuk merespons desakan dunia agar produk perikanan budidaya yang dihasilkan ramah lingkungan dan sosial. Bagi penikmat (konsumen) udang, tuntutan ini jelas menguntungkan.

Sertifikasi udang adalah alat sekaligus arena asosiasi produsen, penjual (retailers), dan konsumen di Negara-negara Utara untuk menegosiasikan kepentingannya. Pertanyaannya, adilkah bagi nelayan/pembudidaya tradisional selaku produsen? Di tengah minimnya kepedulian pemerintah, pemenuhan hak-hak konstitusional nelayan/pembudidaya skala kecil haruslah diutamakan. Karena inilah sejatinya perwujudan tujuan didirikannya Pemerintah Republik Indonesia. Bukan justru mementingkan kepentingan pasar.

11kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Sum

ber f

oto:

Arie

/P3U

W

Page 12: Kabar Bahari III

Pengelolaan sumber daya laut yang lestari dan berkelanjutan sudah diterapkan sejak abad ke-16 oleh masyarakat adat yang tersebar di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan

(KIARA) mencatat di antaranya Sasi di Maluku, Bapongka di Sulawesi Tengah, Awig-awig di Bali dan Nusa Tenggara Barat, serta Ola Nua di Nusa Tenggara Timur. Model pengelolaan ini dilakukan secara swadaya (tanpa dipesan oleh pihak luar) dengan partisipasi aktif seluruh anggota masyarakat. Bahkan tidak membutuhkan dana utang.

Kebijakan

Page 13: Kabar Bahari III

13kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Masyarakat perikanan tradisional menyadari bahwa kelestarian dan keberlanjutan sumber daya ikan merupakan prasyarat terwujudnya kehidupan yang sejahtera dan adil. Apalagi mereka mendapati betapa besarnya manfaat sumber daya laut bagi kehidupannya. Berbeda dengan kawasan konservasi perairan yang ditetapkan semau pemerintah semata-mata untuk mendapatkan pinjaman asing dan citra positif di level internasional.

J Membebani keuangan Negara

Pusat Data dan Informasi KIARA (Juni 2013) mencatat proyek konservasi yang dilangsungkan di laut Indonesia didanai asing, di antaranya pada periode 2004-2011, Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (COREMAP II) mencapai lebih dari Rp1,3 triliun yang sebagian besarnya bersumber dari utang luar negeri Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB); dan kedua, Pemerintah AS melalui lembaga USAID memberikan bantuan hibah kepada Indonesia senilai USD 23 juta. Rencananya, dana hibah diberikan dalam jangka waktu empat tahun yang terdiri dari kawasan konservasi senilai USD 6 juta dan penguatan industriliasasi perikanan senilai USD 17 juta.

Dalam pelaksanaannya, misalnya, program konservasi terumbu karang justru gagal/tidak efektif dan terjadi kebocoran dana berdasarkan Laporan BPK 2013. Sudah terbukti gagal, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) malah ingin melanjutkan proyek

COREMAP III periode 2014-2019 dengan menambah utang konservasi baru sebesar USD80 juta dari Bank Dunia dan ADB. Setali tiga uang, penetapan kawasan konservasi perairan juga memicu konflik horisontal.

Program yang awalnya dilakukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ini dinilai sarat utang luar negeri, terindikasi terjadi kebocoran dana, dan tidak menyejahterakan nelayan tradisional.

Total anggaran Coremap II 2004-2011 mencapai lebih dari Rp1,3 triliun. Di antaranya berupa utang luar negeri dari Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB). Dalam pelaksanaannya, program konservasi terumbu karang ini justru berjalan tidak efektif/gagal dan rawan kebocoran dana.

Hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) berjudul "Laporan Hasil Pemeriksaan Kinerja atas Perlindungan Ekosistem Terumbu Karang Tahun 2011" sampai dengan semester I-2012. Di situ, BPK menemukan fakta, di antaranya: pertama, desain dan pelaksanaan kegiatan pengelolaan terumbu karang melalui program COREMAP II, antara lain mata pencaharian alternatif, dana bergulir (seed fund), pembangunan dan pemanfaatan prasarana sosial belum seluruhnya sesuai dengan desain yang benar-benar dibutuhkan oleh masyarakat pesisir.

Kedua, BPK RI mengeluarkan hasil audit terhadap indikator kondisi biofisik yang meluputi terumbu karang dan tutupan karang hidup yang dibandingkan dengan kondisi setelah program dampak produksi (EoP/

13kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Page 14: Kabar Bahari III

14kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Effect on Production) tidak mengalami perubahan signifikan atau cenderung mengalami penurunan dibandingkan kondisi awal (baseline).

Ketiga, pelaksanaan COREMAP II pada beberapa kabupaten tidak memiliki dampak yang signifikan atas peningkatan kelestarian terumbu karang dan kondisi sosial ekonomi masyarakat di wilayah COREMAP II.

Keempat, pengelolaan dana bergulir (seed fund) tidak berdasarkan prinsip akuntabilitas dan pertanggungjawaban yang semestinya. Kelima, pengawasan dan evaluasi pelaksanaan atas penggunaan dan pelaporan dana bergulir tidak dapat dipakai sebagai ukuran atas pencapaian program tersebut. Keenam, penggunaan dan pelaporan dana bergulir tidak efektif dan tidak optimal.

Selain menggunakan hasil audit BPK, KIARA juga menunjukkan kajiannya pada 2009 di Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara. KIARA menemukan fakta rogram konservasi terumbu karang tersebut membatasi akses nelayan tradisional dan mengabaikan kearifan lokal dalam mengelola dan memanfaatkan sumber daya laut.

Dengan kata lain, sejak perencanaannya masyarakat nelayan tidak dilibatkan dalam menentukan bentuk pengelolaan konservasi wilayah pesisir. Ironisnya, KKP malah ingin melanjutkan proyek Coremap ke-3 periode 2014-2019 dengan kembali menambah utang konservasi baru sebesar 80 juta dollar AS dari Bank Dunia dan ADB.

J Target 20 Juta HektarDi samping Coremap, saat ini juga terdapat skema dan praktek perluasan kawasan konservasi perairan seluas 20 juta hektar hingga tahun 2020 yang dilakukan dengan menggunakan dana utang luar negeri dan mengenyampingkan partisipasi aktif nelayan tradisional dan masyarakat adat, serta mengubur kearifan lokal yang sudah dijalankan secara turun-temurun di Indonesia.

KKP terang-terangan mendapatkan bantuan Pemerintah Amerika Serikat untuk mengembangkan program Marine Protected Areas Governance (MPAG) dengan mencaplok kawasan laut adat nelayan.

Dari temuan KIARA di lapangan, 15,5 juta hektare area wilayah laut yang ditetapkan sebagai wilayah konservasi ditetapkan tanpa dialog terlebih dahulu dengan masyarakat sekitar, yang rata-rata bekerja sebagai nelayan. Akibatnya, banyak permasalahan yang timbul di lapangan.

Salah satunya konflik nelayan dengan pemerintah karena ketidaktahuan nelayan bahwa wilayah tempat mereka biasa melaut kini dilarang pemerintah untuk dijamah.

Permasalahan lainnya yaitu berupa ketidaksetujuan masyarakat yang merasa wilayah adatnya merupakan wilayah konservasi sejak dulu. Mereka merasa sudah melakukan konservasi secara adat jauh sebelum pemerintah menetapkan wilayah adat mereka sebagai wilayah konservasi.

Page 15: Kabar Bahari III

15kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Pusat Data dan Informasi KIARA (Januari 2013) mencatat sedikitnya 16 nelayan tradisional tewas ditembaki aparat keamanan karena melanggar batas wilayah konservasi sejak 1960 hingga 2012.

J Mengebiri hak nelayanMPAG adalah bentuk kerja sama antara pemerintah Indonesia dan Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat untuk mendukung upaya Indonesia dalam pengembangan kebijakan konservasi perairan di Indonesia. Targetnya, Indonesia memiliki 20 juta hektare wilayah laut yang dijadikan kawasan konservasi.

“Bagi kami, kawasan konservasi yang ditetapkan pemerintah menjadi tidak penting, karena selama ini kami bisa melakukan perlindungan yang baik terhadap keberlangsungan terumbu karang dan ekosistem laut lainnya. Kami melihat bahwa MPA (marine protected areas) hanyalah akal–akalan yang menghabiskan anggaran negara dan perlahan–lahan akan mengancam tata-cara kami melakukan penangkapan,” kata Lamane, Laki-laki, 37 Tahun, Nelayan, Kecamatan Kaledupa, Kabupaten Wakatobi, Sulawesi Tenggara.

Senada dengan Lamane, Wa Masa, ibu rumah tangga/istri nelayan di Kecamatan Tomia, mengatakan, “Kalau semuanya sudah dibatasi, apalagi wilayah tangkapan sudah tidak bisa lagi dimasuki, kemana lagi kami harus mencari ikan dan dengan apalagi kami harus memenuhi kebutuhan hidup kami?”

“Penetapan Zonasi, Daerah Perlindungan Laut atau apapun namanya yang berakibat pada pengurangan atau pembatasan wilayah tangkap nelayan merupakan kebijakan yang tidak berpihak pada masyarakat/nelayan. Yang pasti bahwa jika hasil tangkapan nelayan berkurang, maka hal ini akan berimplikasi terhadap berkurangnya keinginan nelayan menyekolahkan anak–anaknya,” tambah La Jamudin, S.Pd, Laki -laki, 29 Tahun, PNS -Guru SMP Tomia, Kabupaten Wakatobi.

Oleh karena itu, KIARA mendesak Presiden SBY untuk menghentikan program konservasi laut, termasuk di dalamnya Coremap, karena terbukti tidak efektif/gagal menyelamatkan lingkungan dan menyejahterakan

Page 16: Kabar Bahari III

16kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

masyarakat nelayan. Sebaliknya, justru membebani negara dengan utang luar negeri.

Dalam upaya itulah, KIARA menggalang dukungan masyarakat Indonesia melalui petisi berjudul ”Lestarikan Laut dengan Kearifan Lokal; Bukan Utang atau Bantuan Asing” yang disebarkan secara daring oleh Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA). Isi petisi tersebut, menyebutkan bahwa kearifan masyarakat lokal dalam mengelola sumber daya pesisirnya terbukti selama turun-temurun mampu menjamin keberlanjutan kehidupannya.

Olehnya, Presiden SBY selaku Kepala Pemerintahan Republik Indonesia harus mengedepankan dan memastikan pengelolaan sumber daya laut berdasarkan kearifan lokal yang sudah dilakoni masyarakat adat dan nelayan tradisional di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia

Pada tanggal 1 Agustus 2013, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) akan menyerahkan Petisi Bersama “Lestarikan Laut dengan Kearifan Lokal, Bukan Hutang/Bantuan Asing” kepada Presiden Republik Indonesia melalui Sekretaris Negara di Jl. Veteran No. 17–18, Jakarta 10110. Petisi yang diluncurkan dan disebarluaskan melalui media jejaring sosial, telah didukung sedikitnya 123 organisasi dan atau individu.

Dari kasus ini, kita belajar bahwa:

"Negara tidak akan pernah memberikan hak konstitusional nelayan secara gratis, kecuali kita memperjuangkannya!".

Page 17: Kabar Bahari III

17kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Sutiamah

PEJUANG LINGKUNGAN,

HAK ANAK dan PEREMPUAN ROBAN,

BATANG

Setara

Sutiamah merapikan buku-buku yang diperolehnya dari pertemuan perempuan nelayan dan pelatihan

yang ia hadiri. Buku-buku itu disusun di atas lemari sederhana yang terbuat dari kayu berbentuk kotak. Tidak lebih dari 40 buku yang sudah dikumpulkan untuk mencapai cita-cita sederhana: memiliki perpustakaan untuk anak-anak Roban.

Page 18: Kabar Bahari III

18kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Sutiamah atau lebih dikenal dengan panggilan Mbak Tia, lahir di Garut, Jawa Barat pada tahun 1972 dan menikah dengan Wagino tujuh tahun lalu. Baru empat tahun terakhir, Mbak Tia pindah ke Roban mengikuti suaminya. Bapak Wagino berprofesi sebagai nelayan di Roban, Kabupaten Batang, Provinsi Jawa Tengah.

Cita-cita sederhana untuk memiliki perpustakaan didasari atas keprihatinan Tia melihat kampungnya yang akan terkena dampak pembangunan PLTU. Olehnya, ia menolak secara tegas pembangunan PLTU Batang.

J Menjaga lingkunganProyek PLTU Batang dengan kapasitas 2x1000 MW rencananya akan dibangun di lahan seluas 700 hektar. Proyek ini akan menggusur warga di enam desa, yaitu Ponowareng, Karanggeneng, Wonokerso, Ujungnegoro, Sengon (Roban Timur) dan Kedung Segog (Roban Barat), Kabupaten Batang, Jawa Tengah, dan mengancam kelestarian lingkungan dan keberlanjutan sumber daya perikanan, seperti udang, rajungan, cumi, kepiting dan kerang.

Sejak tahun 2011 rencana pembangunan PLTU Batang diumumkan oleh pemerintah, warga sekitar sering mendapatkan perlakuan yang kurang baik. Contohnya, ketika sosialisasi dan konsultasi publik diadakan oleh pemerintah dan PT. Bimasena Power Indonesia (selaku kontraktor), pengamanan ekstra dikerahkan selama acara tersebut berlangsung.

Proses konsultasi pembuatan dokumen Kerangka Acuan Analisis mengenai

Dampak Lingkungan (KA. ANDAL) dilaksanakan di Batang pada Desember 2012. Untuk menjaga kelancaran proses konsultasi, pemerintah mengerahkan lebih dari 1.000 orang aparat dari Kepolisian dan Kodim Kabupaten Batang. Pembangunan PLTU menuai pro dan kontra dari masyarakat. Hal inilah yang membuat Tia menjadi sedih dan khawatir; warga Batang menjadi terpecah. Kini ia harus melihat kecurigaan antarwarga. Padahal, sebelumnya tidak pernah terjadi.

“Dulu kami kuat sekali gotong royongnya, kalau ada nelayan yang kapalnya butuh dicat, kami bisa urunan untuk beli cat dan membantu. Tapi sekarang, semua jadi tidak peduli satu sama lain. Kalau ada yang sakit dari pihak yang pro PLTU, otomatis pihak yang kontra tidak mau menjenguk,” ujar Tia.

Tanpa disadari rencana pembangunan PLTU telah memberikan dampak buruk, baik bagi orang dewasa maupun anak-anak.

Di sekolah, misalnya, sering kali terjadi perang mulut antar-anak. Hal ini dipicu oleh posisi orang tua yang menolak dan sebagian kecilnya mendukung. Anak-anak yang awalnya tidak mengerti, terpaksa menjadi terlibat dalam konflik ini. Apalagi mereka melihat truk pengangkut tanah, tentara, polisi hingga preman berseliweran di kampung.

Anak-anak Batang tidak bisa main seperti dahulu. Karena rasa takut telah membuat mereka lebih menikmati waktu di rumah sambil bermain telepon genggam atau menonton

18kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Page 19: Kabar Bahari III

19kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013 19kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

televisi. Aktivitas mereka sebagai anak-anak terampas oleh rasa curiga yang ditimbulkan akibat adanya proyek PLTU.

“Anak-anak yang masih polos pun ikut ribut. Saling ejek menjadi fenomena baru di antara anak-anak penolak dan pendukung PLTU. Inilah bentuk pemberangusan hak anak untuk mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat. Saya prihatin melihatnya,” tambah Tia.

J Mewujudkan impianMbak Tia tanpa mengenal lelah selalu ikut terlibat dalam kegiatan-kegiatan penolakan PLTU Batang. Di antara kerumunan laki-laki yang sedang berdemo menolak PLTU, Mbak Tia pasti berdiri di antaranya. Dalam forum-forum diskusi pun, Tia tidak pernah terlewat untuk hadir dan berperan aktif. Menurutnya, perjuangan tidak mengenal batas.

“Semuanya saya lakukan untuk anak-anak Roban, supaya mereka bisa hidup lebih baik seperti dahulu,” kata Tia.

Di awal tahun 2012, Tia mulai aktif terlibat dalam kegiatan-kegiatan PPNI (Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia). Keikutsertaannya merupakan salah satu upaya mewujudkan mimpi-mimpinya. Dari pertemuan ke pertemuan lainnya, Mbak Tia menunjukkan permasalahan yang terjadi di kampungnya dan menyampaikan mimpinya untuk anak-anak Roban.

“Membangun perpustakaan mini tidaklah mudah. Dengan mengikuti kegiatan PPNI, saya bisa memperbanyak

teman, berani mengutarakan dan mewujudkan cita-cita perjuangan masyarakat Roban. Saya yakin, lewat buku anak-anak bisa melihat dunia di luar kampungnya sendiri,” imbuh Tia.

PPNI menjadi gerbong perjuangan Tia melunasi mimpinya. Ia wujudkan mimpi itu lewat buku, seperti dipesankan oleh Bung Hatta (Wakil Presiden Pertama Republik Indonesia) bahwa, “Aku rela dipenjara asalkan bersama buku. Karena dengan buku, aku bebas”.

Tia ingin anak-anak Roban memiliki kebebasan untuk bermimpi, termasuk tentang lingkungan lestari dan hidup lebih baik. Untuk itulah, Tia terus berjuang hingga detik ini.

Page 20: Kabar Bahari III

20kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Menolak

PLTU?

Cukup nelayan Probolinggo, Jawa Timur, yang kehilangan hasil tangkapan ikan dan

harus mencari ikan lebih jauh atau beralih profesi akibat adanya aktivitas PLTU Paiton. Aktivitas PLTU Paiton Probolinggo telah mengakibatkan terumbu karang rusak dan laut tercemar hingga berdampak terhadap hilangnya ikan di wilayah mereka.

Keresahan warga Batang bukan tanpa alasan. Sejak pertama kali proyek dicanangkan, warga sudah mendapatkan perlakuan yang tidak mengenakkan. Pada saat digelar forum sosialisasi dan konsultasi publik, pemerintah dan pihak PT. Bimasena Power Indonesia (PT BPI) mengerahkan pengamanan yang tidak sewajarnya.

Sebagai contoh, proses konsultasi pembuatan dokumen Kerangka Acuan

Mengapa Nelayan dan Perempuan Nelayan Batang

Jelajah

Page 21: Kabar Bahari III

21kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Analisis mengenai Dampak Lingkungan (KA. ANDAL) pada tanggal 12 Desember 2012 yang diikuti oleh 200 orang dan didominasi oleh pihak yang pro. Pihak PT. Bimasena Power Indonesia (pelaksana proyek) dan pemerintah mengerahkan lebih dari 1.000 orang personil, baik dari Kepolisian maupun TNI dari Kodim Kabupaten Batang. Sedangkan pembebasan lahan, pihak pelaksana proyek menggunakan aparat keamanan untuk mengintimidasi agar tanah yang dimiliki warga dijual kepada perusahaan pelaksana proyek.

Cara lain untuk memuluskan jalan proyek fasilitas infrastruktur Master Plant Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) ini, pelaksana proyek menghadirkan konsultan dan LSM yang bisa melegitimasi berdirinya proyek hingga membayar pihak-pihak tertentu untuk melakukan penghasutan. Hasutan dari pihak pro PLTU telah berdampak tidak harmonisnya hubungan kekeluargaan yang seharusnya menjadi ciri khas kehidupan warga di pesisir. Konflik sosial antarwarga bermunculan, bahkan antara keluarga yang memiliki hubungan darah.

Proyek PLTU berkapasitas 2x1000 MW yang membutuhkan lahan seluas 700 ha ini dipastikan akan mengusur sumber penghidupan nelayan dan petani di (6) enam Desa, yaitu Ponowareng, Karanggeneng, Wonokerso, Ujungnegoro, Sengon (Roban Timur) dan Kedung Segog (Roban Barat) Kabupaten Batang Jawa Tengah.

Padahal dari sisi kuantitas, saat ini jumlah nelayan Kabupaten Batang mencapai 10.961 orang, dan bila dihitung bersama istri dan anak-anak mereka, maka terdapat sekitar 54.805 jiwa yang hidup dari sektor perikanan. Jika tetap dilanjutkan pembangunannya, maka nelayan tradisional dan 5 TPI/Tempat Pelelangan Ikan (lihat Tabel 1) yang tersebar di 6 desa tersebut dipastikan tergusur. Padahal, nelayan tradisional Demak, Pati, Jepara, Kendal, Semarang, Tawang, dan bahkan dari Wonoboyo, Surabaya, Gresik, Pemalang, Gebang dan Indramayu juga mencari ikan di kawasan pesisir Batang.

Besarnya potensi perikanan (ikan, udang, cumi, ranjungan, kepinting dan kerang) menjadi sumber penghidupan masyarakat Batang dan sekitarnya. Selain menggusur 6 desa

Tabel 1. Sebaran TPI di Lokasi PLTU BatangNo Nama TPI Jumlah Perahu Sandar Jumlah Nelayan1 TPI Roban Barat 128 buah 450 orang2 TPI Seturi 201 buah 602 orang3 TPI Celong 143 buah 300 orang4 TPI Seklayu 205 buah 398 orang5 TPI Roban Timur 120 buah 361 orang TOTAL 797 buah 2.111

Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA (Juni 2013), dihimpun dari keterangan nelayan tradisional Kabupaten Batang

21kabar bahari III Mei-Juni 2013

Page 22: Kabar Bahari III

22kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

di atas, rencana pembangunan PLTU di Batang berpotensi mengganggu perekonomian serta keberlanjutan lingkungan hidup di 12 desa sekitar lokasi proyek, yakni Desa Juragan, Sumur, Sendang, Wonokerto, Bakalan, Seprih, Tulis, Karang Talon, Simbang Desa, Jeragah Payang, Simbar Jati, dan Gedong Segog.

Ibu Sutiyamah, perempuan nelayan Batang yang tergabung di dalam Persaudaraan Perempuan Nelayan Indonesia (PPNI) mengatakan bahwa, “Saking produktifnya perairan Batang (lihat Tabel 2), dalam rentang waktu 5-6 jam nelayan tradisional melaut bisa membawa pulang pendapatan berkisar Rp400.000-Rp500.000. Sementara dalam kondisi baik, nelayan bisa berpendapatan sebesar Rp2.000.000-Rp3.000.000. Dengan anugerah ini, keluarga nelayan di Batang bisa hidup layak”.

J Mengabaikan Hak Nelayan dan Lingkungan hidup

Di tengah pemaksaan kehendak dari pemerintah untuk tetap melanjutkan proyek PLTU terbesar di Asia Tenggara ini, ternyata banyak kejanggalan. Kepala Badan Lingkungan Hidup Jawa Tengah Djoko Soetrisno menyatakan bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang

Rencana Tata Ruang Wilayah nasional, telah ditetapkan Taman Wisata Alam Laut Daerah Pantai Ujungnegoro–Roban sebagai kawasan lindung. Begitu pula Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009-2029 yang menetapkan Daerah Pantai Ujungnegoro–Roban di Kabupaten Batang sebagai Taman Wisata Alam Laut (Suara Merdeka, 22/03/2012).

Proyek ini akan mengubah lahan pertanian produktif dan kawasan konservasi laut daerah (KKLD) yang menjadi sumber pangan perikanan masyarakat Batang dan Jawa Tengah. Dalam konteks ini, Bupati Batang justru mengeluarkan Surat Keputusan Bupati Batang Nomor 523/194/2012 tentang Pencadangan Kawasan Taman Pesisir Ujung Negoro-Roban dan Sekitarnya yang menganulir SK Bupati Batang Nomor 523/283/2005 tanggal 15 Desember 2005 dengan luas mencapai 6.893,75 ha dengan panjang bentang pantai sejauh 7 km. Empat desa yang termasuk dalam kawasan KKLD Ujungnegoro-Roban Kabupaten Batang meliputi Desa Ujungnegoro, Desa Karanggeneng, Desa Ponowareng dan Desa Kedung Segog, Kecamatan Roban.

Padahal, berdasarkan Pasal 11 ayat 2 Undang-Udang Nomor 27 Tahun

Tabel 2. Volume Produksi Perikanan Laut Kabupaten Batang 2005-2011

Kabupaten/Kota

Tahun 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011

Batang 12.049 20.293 18.455 22.854 23.296 29.932 31.244Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Jawa Tengah (2012)

Page 23: Kabar Bahari III

23kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

2007 dinyatakan bahwa, “Penyusunan RZWP-3K sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diwajibkan mengikuti dan memadukan rencana pemerintah dan pemerintah daerah dengan memperhatikan kawasan, zona, dan/atau Alur Laut yang telah diterapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Fakta lain menunjukkan bahwa landasan penentapan Kawasan Konservasi Laut Daerah Pantai Ujungnegoro–Roban sebagai KKLD dikarenakan kawasan ini melindungi 3 obyek penting dalam menjaga ekosistem, yaitu: (1) kawasan Karang Kretek yang memiliki peran penting melindungi potensi sumberdaya ikan bagi nelayan tradisional; (2) kawasan situs Syekh Maulana Maghribi yang berperan dalam penyebaran agama Islam di Batang; dan (3) kawasan wisata pantai Ujungnegoro yang memberikan andil pada perkembangan industri pariwisata dan kebudayaan Kabupaten Batang (DKP Kabupaten Batang, 2009).

Bagi Indonesia, PLTU (mengunakan bahan bakar batu bara) bukanlah pilihan yang tepat untuk memenuhi energi di masa mendatang. Secara global, 60 persen pemicu pemanasan global berasal dari emisi karbon yang dihasilkan oleh batubara. lebih ironis lagi, pembangunan proyek ini sangat berseberangan dengan komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dari Indonesia pada tahun 2020 sebesar 26 persen.

Bagi nelayan dan perempuan nelayan Batang, laut merupakan warisan

nenek moyang yang harus mereka lestarikan sekaligus menjadi satu-satunya tumpuan hidup mereka sehingga tak heran bila mereka secara tegas dan konsisten menolak rencana pembangunan PLTU Batang.

Page 24: Kabar Bahari III

kehidupan laut dan tradisi masyarakat maritim.

Pada Temu Akbar Nelayan 2011, Zawawi juga menyerahkan sebuah lukisan Perahu Janggolan yang dibuatnya pada tahun 2009. Janggolan sendiri berarti perhubungan. Tidak heran jika perahu ini digunakan untuk berniaga untuk jarak sedang. Perahu Janggolan banyak dijumpai di Pantai Camplong, Sampang, dan Kamal bagian selatan, Bangkalan, Madura.

SI CELURIT EMASPENCINTA LAUTSelalu Laut

Mengapa selalu lautyang kusebut dalam nyanyian?Dalam kabut yang gelapkulihat rohku seperti ikanYang berenang tak punya rumahHanya airasal mula dan akhir perjalanandan perang telah berlangsungdalam sajak atau kehendakkemudian ditiru ombak

Petikan puisi Selalu Laut karya D. Zawawi Imron atau dikenal dengan sebutan Si Celurit Emas pernah dibacakan dalam Temu Akbar Nelayan 2011 yang diselenggarakan di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Di depan khalayak ramai, ia seakan ingin membawa pengunjung yang hadir merasakan suasana di antara debur dan ombak lautan luas.

Si Celurit Emas lahir di Desa Batang-Batang, ujung timur Pulau Madura pada tanggal 21 September 1943. Terlahir di Madura, tema puisi D. Zawawi Imron sangat diwarnai oleh

Kecintaannya kepada laut dan budaya maritimlah yang membuat Zawawi melahirkan karya sastra berupa

kumpulan puisi berjudul “Kelenjar Laut” (The Glands of the Sea).

Pada tahun 2011, kumpulan puisinya memenangkan

hadiah sastra South East Asia Write Award 2011 di Bangkok, Thailand.

“Lautlah yang menjadi pengikat satu wilayah dan wilayah lain. Seharusnya kita

bangga dan menjaga laut Indonesia lebih baik

lagi. Negeri bahari adalah identitas Indonesia, jangan pernah lupa itu,” pesan

Zawawi di penutup Temu Akbar Nelayan 2011.

Nama dan Peristiwa

Page 25: Kabar Bahari III

Konsultasi Hukum

Bentrok antara nelayan tradisional dengan pemakai alat tangkap trawl di Langkat, Sumatera Utara, berujung pada hilangnya nyawa 2 nelayan, yakni Suparman dan Safruddin alias Udin. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 23

Januari 2013. Sayangnya, hingga kini penegakan hukum terhadap pemakai trawl masih nihil.

Bagaimana pengaturan trawl di Indonesia? Apa yang bisa dilakukan oleh masyarakat nelayan tradisional?

Peraturan perundangan telah nyata dan jelas melarang penggunaan trawl. Hal tersebut dapat dilihat dari Undang-Undang Perikanan No. 31 Tahun 2004 dan UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan UU 31/2004 tentang Perikanan, serta peraturan perundang-undangan lain yang masih berlaku dan sah.

J Definisi TrawlTrawl atau pukat harimau bermacam-macam bentuknya di Indonesia. Di Sumatera Utara, sebagian masyarakat menyebut trawl dengan istilah pukat grandong, pukat hela di timur Kalimantan, jaring arad di Jawa Tengah, dan pukat katrol di Aceh bagian barat. Sebagian lainnya menamai trawl dengan sebutan pukat layang dan pukat setan.

PEMAKAI TRAWL

Konsultasi dipandu oleh: Ahmad Marthin Hadiwinata, SH(Divisi Advokasi Hukum dan Kebijakan)

Redaksi Kabar Bahari membuka forum diskusi dan tanya jawab tentang hukum kelautan dan perikanan. Pertanyaan atau topik diskusi dapat disampaikan ke alamat Redaksi Kabar Bahari, Jl. Lengkeng Blok J No. 5, Perumahan Kalibata Indah, Jakarta 12750, atau email [email protected]

HUKUM SEBERAT-BERATNYA!

Page 26: Kabar Bahari III

26kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Penyebutan yang berbeda-beda di berbagai daerah menunjukkan tidak adanya definisi secara jelas mengenai trawl dan jenisnya. Dari beberapa putusan Mahkamah Agung yang memutus terdakwa pemakai trawl terbukti bersalah dengan tindak pidana pukat harimau, dapat ditarik definisi umum terhadap trawl, yakni alat penangkapan ikan yang menggunakan jaring dan berbentuk kantong, menggunakan papan pembuka mulut jaring di sisi kiri dan kanan, menggunakan rantai pengejut dan beroperasi di dasar laut, serta ditarik dengan menggunakan kapal bermotor.

J UU Perikanan melarangTercantum secara tegas di dalam Pasal 9 ayat (1) UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan bahwa, “Setiap orang (perorangan atau badan hukum) dilarang memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia”.

Di bagian penjelasan Pasal 9, disebutkan bahwa yang dimaksud dengan alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan termasuk di antaranya jaring trawl atau pukat harimau, dan/atau kompresor.

Dengan adanya pelarangan dan dikategorikannya trawl sebagai tindak pidana kejahatan perikanan, maka

orang atau badan hukum yang terbukti bersalah akan mendapat sanksi penjara dan denda.

Pada Pasal 85 Undang-Undang No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan ditegaskan, “Setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pelarangan trawl dilakukan agar ekosistem pesisir dan sumber daya perikanan yang tersebar di perairan dangkal tidak rusak. Bagi nelayan kecil yang melanggar ketentuan Pasal 9, dapat dikenakan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

Dalam hal tindak pidana trawl yang dilakukan oleh nelayan kecil dan/atau pembudidaya ikan kecil, Pasal 100B tegas mengatur dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).

J Mengapa dilarang?Sebelum Undang-Undang Perikanan mengalami revisi sebanyak 3 kali: dari UU No. 9 Tahun 1985 dicabut dan digantikan UU No. 31 Tahun 2004 dan

Page 27: Kabar Bahari III

27kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

diperbaharui UU No. 45 Tahun 2009, trawl sejak tahun 1980 telah dilarang pemakaiannya di perairan Indonesia. Keputusan Presiden No. 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl telah melarang penggunaan trawl di seluruh perairan Indonesia. Pasal 1 menyebutkan, “menghapuskan kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan jaring trawl secara bertahap”.

Dasar pertimbangan dikeluarkannya kebijakan ini adalah sebagai berikut:

1. Pembinaan kelestarian sumber perikanan dasar,

2. Mendorong peningkatan produksi nelayan tradisional, dan

3. Menghindarkan ketegangan sosial.

Keputusan Presiden tersebut melarang penggunaan alat tangkap trawl secara bertahap sejak 1 Juli 1980 sampai dengan 30 September 1980, khususnya yang berdomisili dan beroperasi di sekitar Jawa dan Bali. Kemudian terhitung sejak tanggal 1 Oktober 1980, trawl dilarang untuk semua kegiatan penangkapan ikan di perairan laut yang mengelilingi Pulau Jawa dan Bali.

Sementara bagi nelayan yang berdomisili dan beroperasi di sekitar Pulau Sumatera, larangan tersebut selambat-lambatnya mulai berlaku pada 1 Januari 1981. Terhitung mulai 1 Oktober 1980 di perairan laut di luar Pulau Sumatera, Jawa dan Bali, jumlah kapal perikanan yang menggunakan jaring trawl dikurangi secara bertahap hingga pada tanggal 1 Juli 1981. Saat itu, jumlah kapal trawl mencapai 1.000 buah.

Selain aturan perundangan di atas, juga terdapat sedikitnya 11 peraturan yang terkait dengan penggunaan trawl di Indonesia yang dibuat pada masa pemerintahan Orde Baru, di antaranya:

1. Keputusan Presiden No. 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl.

2. SK Menteri Pertanian No. 503/Kpts/Um/7/1980 tentang Langkah-langkah Penghapusan Pukat Hela (trawl) Tahap Pertama.

3. Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian, Menteri Dalam Negeri, Menteri Perdagangan dan Koperasi No. 596/Kpts/Um/8/1980; 183

Page 28: Kabar Bahari III

28kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

tahun 1980 dan 345/Kpb/VIII/80 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengalihan Kapal-kapal Eks Pukat Hela (trawl).

4. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 633/Kpts/Um/9/1980 tentang Petunjuk Pelaksanaan Keputusan Presiden RI No. 39 Tahun 1980

5. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 694/Kpts/Um/9/1980 tentang Pembatasan Daerah Penangkapan Ikan Bagi Usaha Perikanan yang Menggunakan Jaring Pukat Hela (trawl)

6. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 542/Kpts/Um/6/1981 tentang Penetapan Jumlah Kapal Trawl di Daerah Tk I di Luar Jawa, Bali, dan Sumatera.

7. Instruksi Presiden No. 11 Tahun 1982 tentang Pelaksanaan

Sumber:• UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan • UU No. 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 2004

tentang Perikanan • Keputusan Presiden No. 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl• Putusan Mahkamah Agung No. 186 K/Pid.Sus/2010• Putusan Mahkamah Agung No. 1377 K / Pid.Sus / 2010• Putusan Mahkamah Agung No. 632 K/Pid.Sus/2010• Putusan Mahkamah Agung No. 264.K/Pid.Sus/2008

Catatan Redaksi:

*Disarankan untuk mengecek kembali dasar hukum dan daftar sumber bacaan yang digunakan dalam rubrik ini untuk memastikan peraturan perundang-undangan yang digunakan masih berlaku.

**Seluruh informasi dan data yang disediakan dalam Rubrik Konsultasi Hukum Kelautan dan Perikanan KABAR BAHARI ini adalah bersifat umum dan diperuntukkan bagi tujuan pendidikan dan advokasi.

Keputusan Presiden No. 39 Tahun 1980.

8. Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 545/Kpts/Um/8/1982 tentang Pelaksanaan Instruksi Presiden No. 11 Tahun 1982.

9. Surat Keputusan Direktorat Jenderal Perikanan No. 420/S3.4946/82K tanggal 30 Agustus 1982 tentang JukLak Instruksi Presiden No. 11 Tahun 1982.

10. Surat Edaran Mahkamah Agung No. 3 Tahun 1988 tentang Penafsiran Secara Luas Terhadap Istilah "menggunakan" Dalam Keputusan Presiden No. 39 Tahun 1980.

11. Keputusan Direktur Jenderal Perikanan No. IK340/DJ.10106/97 tentang Petunjuk Pelaksanaan SK Menteri Pertanian No. 503/Kpts/Um/7/1980.

Page 29: Kabar Bahari III

29kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Tabel Angka Pencurian Ikan di Perairan Indonesia

No Tahun Jumlah1 2001 155 kasus2 2002 210 kasus3 2003 522 kasus4 2004 200 kasus5 2005 174 kasus6 2006 216 kasus7 2007 184 kasus8 2008 243 kasus9 2009 203 kasus10 2010 183 kasus11 2011 104 kasus

122012 (hingga

Agustus)75 kasus

Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA (2012) diolah dari Kelautan dan Perikanan dalam Angka 2011 (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2011) dan pelbagai sumber.

Page 30: Kabar Bahari III

30kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Nafian Faiz

KESUNGGUHANDANKONSISTENSIBERBUAHMANIS

Usianya 46 tahun. Tapi semangatnya untuk berbuat baik dan mendorong kemajuan masyarakat tak kalah dari anak muda. Jiwa kepemimpinan yang ia tunjukkan menjadikan masyarakat

petambak di Bumi Dipasena, Kecamatan Rawajitu Timur, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung, memanggilnya dengan sebutan juragan. Nama lengkapnya Nafian Faiz.

Tokoh

Page 31: Kabar Bahari III

31kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Terlahir sebagai anak seorang petani, Nafian tergerak untuk menghadirkan Negara demi kemakmuran petani di Bumi Dipasena. Ia tinggal di Bumi Dipasena Jaya bersama istri dan putranya, yakni Lana Kahut Andanni, Muhammad Rosichon Mumpuni, dan Najwa Nur Fatihah.

Sejak tahun 2007, ia memperoleh kepercayaan masyarakat Bumi Dipasena yang tergabung di dalam Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) sebagai ketua/pimpinan organisasi yang menaungi sedikitnya 7.512 petambak. Amanah ini bukanlah hal mudah untuk dijalankan. Namun, kesungguhan dan konsistensi Nafian pada akhirnya berbuah manis.

J Kesungguhan Perjuangan

Akhir Agustus 2013, raut wajah sumringah dan penuh semangat warga mudah ditemui di Bumi Dipasena. Apa penyebabnya? Ternyata mereka tengah menikmati kegairahan ekonomi. Hampir semua orang asyik berbudidaya udang dengan hasil panen mencapai 30-70 ton per hari. Dalam sehari, sedikitnya uang senilai Rp17-30 miliar berputar di Bumi Dipasena dan sekitarnya.

Keasyikan berbudidaya ini kian lengkap saat proses hukum yang melibatkan sedikitnya 400 petambak dimenangi. Tepatnya, pada tanggal 17 Januari 2013. Inilah momentum bersejarah bagi 7.512 petambak dan 33.705 jiwa penduduk Indonesia yang hidup di 8 kampung Bumi Dipasena: Sentosa, Utama, Agung, Jaya, Mulya, Makmur, Sejahtera, dan Abadi (Rawajitu Timur dalam Angka 2010); dan tanpa kenal

lelah berjuang membumikan cita-cita kemerdekaan Republik di ujung utara Provinsi Lampung. Di hari itu, putusan Pengadilan Negeri Menggala menolak gugatan PT. Aruna Wijaya Sakti (AWS), anak perusahaan PT Central Proteinaprima (CPP).

Sebelumnya, PT. AWS/CPP tidak menunjukkan itikad baik dengan memaksakan adanya upaya hukum gugatan ke Pengadilan Negeri Menggala. PT. AWS/CPP menggugat 400 Petambak Plasma dengan masing-masing 200 petambak sebagai tergugat dalam gugatan dengan nomor perkara: 01/PDT.G/2012/PN.MGL dan 04/PDT.G/2012/PN.MGL. Gugatan tersebut didaftarkan pada awal Januari 2012 lalu dan putusannya telah dibacakan di depan publik pada tanggal 17 Januari 2013. Padahal, Komnas HAM tengah memediasi penyelesaian kasus tersebut.

Sejak infrastruktur listrik dimatikan sepihak oleh PT Aruna Wijaya Sakti (AWS) pada tanggal 7 Mei 2011, anak perusahaan PT Central Proteinaprima (CPP), asa untuk hidup bahagia dan makmur tidak serta-merta padam.

Dalam penyelesaian sengketa eks Dipasena, belakangan terkuak kejahatan finansial perusahaan, di antaranya sejak akad-kredit petambak tidak sekalipun mengetahui buku tabungan yang mencatat alur transaksi budidaya udang selama kemitraan inti-plasma berlangsung. Sementara pihak perbankan mengonfirmasi sudah memberikannya melalui perusahaan. Anehnya, tiba-tiba petambak digugat ratusan hingga miliaran rupiah, tanpa pernah menerima Sisa Hasil Usahanya

Page 32: Kabar Bahari III

32kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

(SHU) senilai Rp36 miliar. Inilah buah keculasan.

Perjuangan jasmani dan rohani petambak Bumi Dipasena yang tergabung di dalam Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu (P3UW) mendapatkan jalan terangnya: Majelis Hakim yang dipimpin oleh Ojo Sumarna, SH. MH., dengan anggota majelis Estiono, SH. MH. dan Hj. Siti Yutistia Akuan, SH. MH., memutuskan bahwa gugatan PT. AWS/CPP tidak dapat diterima/ditolak.

Meski belum berkekuatan hukum tetap, karena keputusan Pengadilan Negeri Menggala ini disambut upaya hukum banding oleh PT AWS/CPP pada tanggal 20 Februari 2013, kemenangan ini adalah sebentuk koreksi rakyat: Negara haruslah memihak kepada warganya, bukan malah membiarkan warganya bertempur melawan ketidakadilan korporasi di meja hijau.

Sayangnya, pemerintah terkadang lamban hadir dan merespons laiknya lakon polisi di film-film Bollywood. Hal ini disebabkan oleh minimnya pemahaman penyelenggara negara atas Pembukaan UUD 1945 yang terang memberikan panduan:

“...membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ...”.

J Kemitraan BaruDalam 4 tahun terakhir, produksi udang nasional mengalami peningkatan:

409.590 ton pada tahun 2008 menjadi 414.000 ton pada tahun 2011 (Pusdatin KKP, 28 Mei 2012). Lampung menjadi penghasil utama udang dengan produksi per tahun mencapai 168 ribu ton atau 40% dari total produksi udang nasional.

Di Provinsi Lampung, produksi udang pada tahun 2011 naik dibandingkan dengan tahun sebelumnya: 352 ribu ton (2010) menjadi 381.288 ton (2011). Luas potensi perikanan, khususnya produksi udang di provinsi ini mencapai 440 ribu ton dengan pencapaian sekitar 40%—50% produksi nasional (Lampung Post, 27/03/2012). Pertambakan Dipasena adalah satu di antara sentra produksi udang terbesar di Indonesia yang memberi kontribusi, meski belum difasilitasi secara menyeluruh oleh Negara.

Mengusung pola kemitraan baru, pertambakan Dipasena terus bergairah. Dengan prinsip 2 M (modal kerja dan sarana produksi murah dan baik) dan 1 T (pembelian hasil panen tinggi dan adil), petambak dan mitranya tidak saling mengeksploitasi, melainkan menguntungkan satu sama lain (lihat Tabel 1). Tanpa terasa, pola kemitraan baru ini telah bergulir dalam 2 fase dan memproduksi kebahagiaan dan kemakmuran bagi masyarakat Bumi Dipasena.

J Buah KonsistensiGeliat ekonomi di Bumi Dipasena bukan tanpa pengorbanan. Nafian selaku Ketua P3UW harus merelakan sebagian hidupnya dihabiskan di Rutan Klas llB Kecamatan Menggala, Kabupaten

Page 33: Kabar Bahari III

33kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Tulang Bawang, Lampung. Ia jalani masa nyantri ini sejak 1 Oktober 2010 – September 2012.

Di dalam rutan, kehadirannya memberikan manfaat bagi orang lain. Kelebihannya dalam penguasaan khazanah Keislaman, mendorongnya menjadi ustadz, guru mengaji dan sembahyang. Tak pelak, saat ia bebas, banyak orang merasa kehilangan. Sebagian kisahnya ia tuliskan di laman http://nafianfaiz.blogspot.com/.

Konsistensi Nafian berbuah manis. Bersama dengan KIARA, ia mewakili P3UW menghadiri undangan Southeast Asia Fish for Justice Network (SEAFish) di Hanoi, Vietnam. Di forum internasional ini, ia mempresentasikan prestasi petambak Bumi Dipasena, baik dalam memperjuangkan hak-hak konstitusionalnya melawan kesewenang-wenangan Negara dan PT Aruna Wijaya Sakti/Central

Tabel 1. Manfaat Kemitraan Baru Pertambakan Udang Bumi Dipasena

No Peran Keterangan

1 PetambakBiaya produksi lebih rendah 15-25%

Harga jual panen lebih tinggi dan stabil

2Pemasok Sarana Produksi

Pembelian barang secara tunai

Menerima uang lebih dahulu sebelum barang diterima

3 Investor

Modal tidak akan hilang. Karena terdapat mekanisme pengamanan investasi atau biasa disebut petambak CRU (Cadangan Resiko Usaha).

Keuntungan investasi sama dengan 4 kali standard investasi di bank-bank Indonesia (standar deposito di bank Indonesia 5-7%)

4Pemilik Kamar Pendingin (Cold Storage)

Mendapat jaminan pasokan barang

Kondisi udang lebih segarSumber: Perhimpunan Petambak Plasma Udang Windu/P3UW (Juni 2013)

Proteinaprima (anak perusahaan Charoen Phokpand asal Thailand) maupun menghidupkan kembali aktivitas ekonomi masyarakat. Tak hanya membuat peserta tercengang-cengang atas capaian petambak, mereka pun menaruh minat untuk melakukan studi banding, di antaranya petambak Vietnam bersama MCD (Centre for Marinelife Conservation and Community Development) dan Oxfam Jepang, keduanya lembaga swadaya masyarakat di Vietnam dan Jepang.

Di tingkat nasional, ia membagikan pengalaman perjuangannya bersama petambak Bumi Dipasena kepada nelayan dan petambak lainnya di Indonesia. Baginya, hidup adalah perjuangan yang harus ditempuh dengan kesungguhan dan konsistensi. Atas kontribusinya, KIARA memberinya Penghargaan Nelayan/Petambak Berdedikasi di tahun 2011.

Page 34: Kabar Bahari III

34kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Ikan kudu-kudu (Ostracion Cubicus) adalah ikan khas perairan Sulawesi. Jika dilihat, ikan kudu-kudu terlihat cukup menyeramkan. Ikan kudu-kudu berbentuk kotak, tidak heran jika ikan ini juga dikenal sebagai Boxfish atau ikan kotak.

Kulit ikan ini sangat keras, hampir serupa dengan cangkang kepiting. Sisiknya besar dan bertotol, sepintas lalu ikan kudu-kudu seperti tidak bersisik. Duri ikan kudu-kudu hanya sedikit dan besar. Soal rasa, ikan kudu-kudu juaranya. Daging ikan kudu-kudu berserat seperti daging ayam dan agak kasar. Pun rasanya seperti daging ayam.

Dapur

Cara memotong

Cara mengolahSum

ber foto: http://ww

w.dinarseafood.com

Page 35: Kabar Bahari III

35kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Gapit Ketan"Villa Jaya"

Makanan Ringan, renyah dan enak, cocok untuk menemani waktu

santai keluarga.

Ayo dipesan langsung ke Ibu Salmi Rodli di nomor 0857 4591 9794.

#Dengan membeli Gapit ketan "Villa Jaya", kita sudah berkontribusi untuk PPNI region Gresik dalam memajukan perempuan nelayan agar lebih mandiri.

#Hasil olahan perempuan nelayan dari Gresik

Asli ProdukPPNI Gresik

Pernak Pernik

Page 36: Kabar Bahari III

36kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Pengelolaan sumber daya laut yang lestari dan berkelanjutan sudah diterapkan sejak abad ke-16 oleh masyarakat adat yang tersebar di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia. Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) mencatat di antaranya Sasi di Maluku, Bapongka di Sulawesi Tengah, Awig-awig di Bali dan Nusa Tenggara Barat, serta Ola Nua di Nusa Tenggara Timur. Model pengelolaan ini dilakukan secara swadaya (tanpa dipesan oleh pihak luar) dengan partisipasi aktif seluruh anggota masyarakat. Bahkan tidak membutuhkan dana utang.

Masyarakat perikanan tradisional menyadari bahwa kelestarian dan keberlanjutan sumber daya ikan merupakan prasyarat terwujudnya kehidupan yang sejahtera dan adil. Apalagi mereka mendapati betapa besarnya manfaat sumber daya laut bagi kehidupannya. Berbeda dengan kawasan konservasi perairan yang ditetapkan semau pemerintah semata-mata untuk mendapatkan pinjaman asing dan citra positif di level internasional.

Pusat Data dan Informasi KIARA (Juni 2013) mencatat proyek konservasi yang dilangsungkan di laut Indonesia didanai asing, di antaranya:

1. Pada periode 2004-2011, Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang (COREMAP II) mencapai lebih dari Rp1,3 triliun yang sebagian besarnya bersumber dari utang luar negeri Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB);

2. Pemerintah AS melalui lembaga USAID memberikan bantuan hibah kepada Indonesia senilai USD 23 juta. Rencananya, dana hibah diberikan dalam jangka waktu empat tahun yang terdiri dari kawasan konservasi senilai USD 6 juta dan penguatan industriliasasi perikanan senilai USD 17 juta.

Dalam pelaksanaannya, misalnya, program konservasi terumbu karang justru gagal/tidak efektif dan terjadi kebocoran dana berdasarkan Laporan BPK 2013.

Lestarikan Laut dengan Kearifan Lokal,

Bukan Hutang/Bantuan Asing

Page 37: Kabar Bahari III

37kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013

Sudah terbukti gagal, KKP malah ingin melanjutkan proyek COREMAP III periode 2014-2019 dengan menambah utang konservasi baru sebesar US$80 juta dari Bank Dunia dan ADB. Setali tiga uang, penetapan kawasan konservasi perairan juga memicu konflik horisontal.

Saat ini terdapat skema dan praktek perluasan kawasan konservasi perairan seluas 20 juta hektar di tahun 2020 dilakukan dengan menggunakan dana utang luar negeri dan mengenyampingkan partisipasi aktif nelayan tradisional dan masyarakat adat, serta mengubur kearifan lokal yang sudah dijalankan secara turun-temurun di Indonesia.

Berkenanan dengan hal tersebut, KIARA mengajak Warga Negara Republik Indonesia mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar:

1. Mengedepankan dan memastikan pengelolaan sumber daya laut berdasarkan kearifan lokal yang sudah dilakoni oleh masyarakat adat dan nelayan tradisional di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Indonesia;

2. Mengevaluasi proyek konservasi laut yang terbukti membebani keuangan Negara, gagal, dan mengebiri hak masyarakat adat dan nelayan tradisional; dan

3. Menghentikan skema pembiayaan konservasi laut berbasis utang.

Page 38: Kabar Bahari III
Page 39: Kabar Bahari III

Tabel Volume dan Nilai Impor Hasil Perikanan 2004-2012

No TahunVolume Impor Hasil

PerikananNilai Impor Hasil

Perikanan (1000 US$)1 2004 157.616 165.5572 2005 151.086 127.2563 2006 184.240 165.7204 2007 145.227 142.7505 2008 280.179 267.6596 2009 331.893 300.2617 2010 369.282 391.8158 2011 431.871 488.3519 2012 441.000 1,08 Juta

Sumber: Pusat Data dan Informasi KIARA (Juni 2013)

Page 40: Kabar Bahari III

40kabar bahari III 1 Mei-Juni 2013 www.kiara.or.idF: kiaraT: @sahabatkiara