36
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu faktor yang penting dalam terlaksananya kegiatan perusahaan. Setiap karyawan akan bekerja secara maksimal apabila terdapat jaminan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Adapun pengertian dari keselamatan dan kesehatan kerja itu sendiri menurut para ahli adalah sebagai berikut : Menurut Bennett N.B. Silalahi dan Rumondang (1991:22 dan 139) menyatakan : ”Keselamatan merupakan suatu usaha untuk mencegah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Sedangkan kesehatan kerja yaitu terhindarnya daru penyakit yang mungkin akan timbul setelah memulai pekerjaannya”. Setiap aktivitas yang melibatkan faktor manusia, mesin dan bahan serta melalui tahap-tahap proses memiliki risiko bahaya dengan tingkat risiko yang berbeda-beda yang memungkinkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Risiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja tersebut disebabkan karena adanya sumber-sumber bahaya akibat dari aktivitas kerja di tempat kerja. Tenaga kerja merupakan aset perusahaan yang sangat penting dalam proses produksi, sehingga perlu diupayakan agar tingkat kesehatan tenaga kerja selalu dalam keadaan optimal. Kecelakaan kerja dapat terjadi sewaktu-waktu

k3 RSIA Kendangsari

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah k3

Citation preview

Page 1: k3 RSIA Kendangsari

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan suatu faktor yang penting dalam

terlaksananya kegiatan perusahaan. Setiap karyawan akan bekerja secara maksimal apabila

terdapat jaminan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja karyawan. Adapun pengertian

dari keselamatan dan kesehatan kerja itu sendiri menurut para ahli adalah sebagai berikut :

Menurut Bennett N.B. Silalahi dan Rumondang (1991:22 dan 139) menyatakan :

”Keselamatan merupakan suatu usaha untuk mencegah setiap perbuatan atau kondisi tidak

selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan. Sedangkan kesehatan kerja yaitu

terhindarnya daru penyakit yang mungkin akan timbul setelah memulai pekerjaannya”.

Setiap aktivitas yang melibatkan faktor manusia, mesin dan bahan serta melalui tahap-

tahap proses memiliki risiko bahaya dengan tingkat risiko yang berbeda-beda yang

memungkinkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Risiko kecelakaan dan

penyakit akibat kerja tersebut disebabkan karena adanya sumber-sumber bahaya akibat dari

aktivitas kerja di tempat kerja. Tenaga kerja merupakan aset perusahaan yang sangat

penting dalam proses produksi, sehingga perlu diupayakan agar tingkat kesehatan tenaga

kerja selalu dalam keadaan optimal. Kecelakaan kerja dapat terjadi sewaktu-waktu dan

tidak terduga. Setiap tempat kerja terdapat berbagai macam kondisi yang tidak pernah

luput dari risiko bahaya.

Rumah sakit merupakan tempat kerja yang unik dan kompleks untuk menyediakan

pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi rumah

sakit tersebut, maka akan semakin komplek peralatan dan fasilitas yang dibutuhkan.

Kerumitan tersebut menyebabkan rumah sakit mempunyai potensi bahaya yang sangat

besar, tidak hanya bagi pasien dan tenaga medis, tetapi juga pengunjung rumah sakit.

Potensi bahaya di RS, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya

lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di RS, yaitu kecelakaan (peledakan,

kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber

Page 2: k3 RSIA Kendangsari

cidera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anastesi, gangguan

psikososial dan ergonomi.

RSIA Kendangsari Surabaya menerapkan upaya-upaya K3, agar penyelenggaraan K3

lebih efektif, efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik

bagi pengelola maupun karyawan RS. Penyelangaraan K3 dapat menciptakan lingkungan

kerja di RSIA Kendangsari Surabaya dengan nyaman dan aman bagi seluruh dokter, staf

dan karyawan.

Page 3: k3 RSIA Kendangsari

1.2. Rumusan Masalah

1. Bahaya keselamatan kerja apa saja yang mungkin ditemui di RSIA Kendangsari

Surabaya?

2. Bagaimana bentuk manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di RSIA

Kendangsari Surabaya?

1.3. Tujuan

1. Mengetahui bahaya keselamatan kerja yang mungkin ditemui di RSIA

Kendangsari Surabaya.

2. Mengetahui bentuk manajemen kesehatan dan keselamatan kerja di RSIA

Kendangsari Surabaya.

Page 4: k3 RSIA Kendangsari

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan, Pasal 23

dinyatakan bahwa upaya Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) harus diselenggarakan di

semua tempat kerja, khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan,

mudah terjangkit penyakit atau mempunyai karyawan paling sedikit 10 orang. Maka

Rumah Sakit (RS) juga termasuk dalam kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman

bahaya yang dapat menimbulkan dampak kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku

langsung yang bekerja di RS, tapi juga terhadap pasien maupun pengunjung RS.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah

suatu kondisi kerja yang terbebas dari ancaman bahaya yang mengganggu proses aktivitas

dan mengakibatkan terjadinya cedera, penyakit, kerusakan harta benda, serta gangguan

lingkungan. Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan peralatan

pada tempat kerja pada lingkungan, serta cara-cara melakukan pekerjaan. Tujuan adanya

keselamatan kerja adalah :

a.    Melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dalam melaksanakan pekerjaan.

b.    Menjamin keselamatan setiap orang yang ditempat kerja.

c.    Sumber produksi dipelihara dan dipergunakan secara aman dan efisiensi.

Pengertian secara keilmuan adalah suatu ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam

usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) tidak dapat dipisahkan dengan proses produksi baik

jasa maupun industri. Perkembangan pembangunan setelah Indonesia merdeka

menimbulkan konsekuensi meningkatkan intensitas kerja yang mengakibatkan pula

meningkatnya resiko kecelakaan di lingkungan kerja.

Segala hal yang menyangkut penyelenggaraan K3 di rumah sakit diatur di dalam

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 432 tentang Pedoman Kesehatan dan Keselamatan

Kerja (K3) di Rumah Sakit termasuk pengertian dan ruang lingkup kesehatan dan

keselamatan kerja di Rumah Sakit.

a. Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Page 5: k3 RSIA Kendangsari

1. Kesehatan Kerja Menurut WHO / ILO (1995)

Kesehatan kerja bertujuan untuk peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan

fisik, mental, dan sosial yang setinggi-tingginya bagi pekerja di semua jenis pekerjaan,

pencegahan terhadap gangguan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi pekerjaan;

perlindungan bagi pekerja dalam pekerjaannya dari risiko akibat faktor yang merugikan

kesehatan; dan penempatan serta pemeliharaan pekerja dalam suatu lingkungan kerja yang

disesuaikan dengan kondisi fisiologi dan psikologisnya. Secara ringkas merupakan

penyesuaian pekerjaan kepada manusia dan setiap manusia kepada pekerjaan atau

jabatannya.

2. Kesehatan dan keselamatan kerja

Upaya untuk memberikan jaminan keselamatan dan meningkatkan derajat kesehatan

para pekerja/buruh dengan cara pencegahan kecelakaan dan penyakit akibat kerja,

pengendalian bahaya di tempat kerja, promosi kesehatan, pengobatan, dan rehabilitasi.

3. Konsep Dasar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit adalah upaya

terpadu seluruh pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit untuk

menciptakan lingkungan kerja, tempat kerja rumah sakit yang sehat, aman dan nyaman

baik bagi pekerja rumah sakit, pasien, pengunjung/pengantar orang sakit, maupun bagi

masyarakat dan lingkungan sekitar rumah sakit.

b. Ruang Lingkup

1. Prinsip, Kebijakan Pelaksanaan dan Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Rumah Sakit (K3RS)

a) Prinsip K3RS

Agar Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit (K3RS) dapat dipahami secara

utuh, perlu diketahui pengertian 3 komponen yang saling berinteraksi, yaitu :

(1) Kapasitas kerja adalah status kesehtan kerja dan gizi kerja yang baik serta

kemampuan fisik yang prima setiap pekerja agar dapat melakukan pekerjaannya dengan

baik.

(2) Beban kerja adalah beban fisik dan mental yang harus ditanggung oleh pekerja

dalam melaksankan tugasnya.

(3) Lingkungan kerja adalah lingkungan terdekat dari seorang pekerja

Page 6: k3 RSIA Kendangsari

b) Program K3RS

Program K3 di rumah sakit bertujuan untuk melindungi keselamatan dan kesehatan

serta meningkatkan produktifitas pekerja, melindungi keselamatan pasien, pengunjung, dan

masyarakat serta lingkungan sekitar Rumah Sakit. Kinerja setiap petugas petugas

kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen yaitu kapasitas

kerja, beban kerja, dan lingkungan kerja. Program K3RS yang harus diterapkan adalah :

(1) Pengembangan kebijakan K3RS

(2) Pembudayaan perilaku K3RS

(3) Pengembangan Sumber Daya Manusia K3RS

(4) Pengembangan Pedoman dan Standard Operational Procedure (SOP) K3RS

(5) Pemantauan dan evaluasi kesehatan lingkungan tempat kerja

(6) Pelayanan kesehatan kerja

(7) Pelayanan keselamatan kerja

(8) Pengembangan program pemeliharaan pengelolaan limbah padat, cair, gas

(9) Pengelolaan jasa, bahan beracun berbahaya dan barang berbahaya

(10) Pengembangan manajemen tanggap darurat

(11) Pengumpulan, pengolahan, dokumentasi data dan pelaporan kegiatan K3

(12) Review program tahunan

c) Kebijakan pelaksanaan K3

Rumah sakit merupakan tempat kerja yang padat karya, pakar, modal, dan teknologi,

namun keberadaan rumah sakit juga memiliki dampak negatif terhadap timbulnya penyakit

dan kecelakaan akibat kerja, bila rumah sakit tersebut tidak melaksanakan prosedur K3.

Oleh sebab itu perlu dilaksanakan kebijakan sebagai berikut :

(1) Membuat kebijakan tertulis dari pimpinan rumah sakit

(2) Menyediakan Organisasi K3 di Rumah Sakit sesuai dengan Kepmenkes Nomor

432/Menkes/SK/IV/2007 tentang Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit

(3) Melakukan sosialisasi K3 di rumah sakit pada seluruh jajaran rumah sakit

(4) Membudayakan perilaku k3 di rumah sakit

(5) Meningkatkan SDM yang professional dalam bidang K3 di masing-masing unit

kerja di rumah sakit

(6) Meningkatkan Sistem Informasi K3 di rumah sakit

Page 7: k3 RSIA Kendangsari

2. Standar Pelayanan K3 di Rumah Sakit

Pelayanan K3RS harus dilaksanakan secara terpadu melibatkan berbagai komponen

yang ada di rumah sakit. Pelayanan K3 di rumah sakit sampai saat ini dirasakan belum

maksimal. Hal ini dikarenakan masih banyak rumah sakit yang belum menerapkan Sistem

Manajemen Kesehatan dan Keselamatan kerja (SMK3).

a. Standar Pelayanan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit

Setiap Rumah Sakit wajib melaksanakan pelayanan kesehatan kerja seperti tercantum

pada pasal 23 UU kesehatan no.36 tahun 2009 dan peraturan Menteri tenaga kerja dan

Transmigrasi RI No.03/men/1982 tentang pelayanan kesehatan kerja. Adapun bentuk

pelayanan kesehatan kerja yang perlu dilakukan, sebagai berikut:

(1) Melakukan pemeriksaan kesehatan sebekum kerja bagi pekerja

(2) Melakukan pendidikan dan penyuluhan/pelatihan tentang kesehatan kerja dan

memberikan bantuan kepada pekerja di rumah sakit dalam penyesuaian diri baik fisik

maupun mental terhadap pekerjanya.

(3) Melakukan pemeriksaan berkala dan pemeriksaan khusus sesuai dengan pajanan

di rumah sakit

(4) Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental (rohani) dan kemampuan fisik

pekerja

(5) Memberikan pengobatan dan perawatan serta rehabilitasi bagi pekerja yang

menderita sakit

(6) Melakukan pemeriksaan kesehatan khusus pada pekerja rumah sakit yang akan

pension atau pindah kerja

(7) Melakukan koordinasi dengan tim Panitia Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

mengenai penularan infeksi terhadap pekerja dan pasien

(8) Melaksanakan kegiatan surveilans kesehatan kerja

(9) Melaksanakan pemantauan lingkungan kerja dan ergonomi yang berkaitan dengan

kesehatan kerja (Pemantauan/pengukuran terhadap faktor fisik, kimia, biologi, psikososial,

dan ergonomi)

(10) Membuat evaluasi, pencatatan dan pelaporan kegiatan kesehatan kerja yang

disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit teknis terkait di wilayah kerja Rumah

Sakit

Page 8: k3 RSIA Kendangsari

b. Standar pelayanan Keselamatan kerja di Rumah Sakit

Pada prinsipnya pelayanan keselamatan kerja berkaitan erat dengan sarana, prasarana,

dan peralatan kerja. Bentuk pelayanan keselamatan kerja yang dilakukan :

(1) Pembinaan dan pengawasan keselamatan/keamanan sarana, prasarana, dan

peralatan kesehatan

(2) Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian peralatan kerja terhadap pekerja

(3) Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja

(4) Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitair

(5) Pembinaan dan pengawasan perlengkapan keselamatan kerja

(6) Pelatihan/penyuluhan keselamatan kerja untuk semua pekerja

(7) Member rekomendasi/masukan mengenai perencanaan, pembuatan tempat kerja

dan pemilihan alat serta pengadaannya terkait keselamatan/keamanan

(8) Membuat sistem pelaporan kejadian dan tindak lanjutnya

(9) Pembinaan dan pengawasan Manajemen Sistem Penanggulangan Kebakaran

(MSPK)

(10) Membuat evaluasi, pencatatan, dan pelaporan kegiatan pelayanan keselamatan

kerja yang disampaikan kepada Direktur Rumah Sakit dan Unit teknis terkait di wilayah

kerja kerja Rumah Sakit

3. Standar K3 Sarana, Prasarana, dan Peralatan di Rumah Sakit

Sarana didefinisikan sebagai segala sesuatu benda fisik yang dapat tervisualisasi oleh

mata maupun teraba panca indera dan dengan mudah dapat dikenali oleh pasien dan

umumnya merupakan bagian dari suatu bangunan gedung (pintu, lantai, dinding, tiang,

kolong gedung, jendela) ataupun bangunan itu sendiri. Sedangakan prasarana adalah

seluruh jaringan/instansi yang membuat suatu sarana bisa berfungsi sesuai dengan tujuan

yang diharapkan, antara lain: instalasi air bersih dan air kotor, instalasi listrik, gas medis,

komunikasi, dan pengkondisian udara, dan lain-lain.

Page 9: k3 RSIA Kendangsari

4. Pengelolaan Jasa dan Barang Berbahaya

Barang Berbahaya dan Beracun (B3) adalah bahan yang karena sifat dan atau

konsentrasinya dan atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat

mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup, dan atau dapat membahayakan

lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta makhluk hidup lainnya.

a) Kategori B3

Memancarkan radiasi, Mudah meledak, Mudah menyala atau terbakar, Oksidator,

Racun, Korosif, Karsinogenik, Iritasi, Teratogenik, Mutagenic, Arus listrik.

b) Prinsip dasar pencegahan dan pengendalian B3

(1) Identifikasi semua B3 dan instalasi yang akan ditangani untuk mengenal ciri-ciri

dan karakteristiknya.

(2) Evaluasi, untuk menentukan langkah-langkah atau tindakan yang diperlukan

sesuai sifat dan karakteristik dari bahan atau instalasi yang ditangani sekaligus

memprediksi risiko yang mungkin terjadi apabila kecelakaan terjadi

(3) Pengendalian sebagai alternatif berdasarkan identifikasi dan evaluasi yang

dilakukan meliputi pengendalian operasional, pengendalian organisasi administrasi,

inspeksi dan pemeliharaan sarana prosedur dan proses kerja yang aman, pembatasan

keberadaan B3 di tempat kerja sesuai jumlah ambang.

(4) Untuk mengurangi resiko karena penanganan bahan berbahaya

c) Pengadaan Jasa dan Bahan Berbahaya

Rumah sakit harus melakukan seleksi rekanan berdasarkan barang yang diperlukan.

Rekanan yang akan diseleksi diminta memberikan proposal berikut company profile.

Informasi yang diperlukan menyangkut spesifikasi lengkap dari material atau produk,

kapabilitas rekanan, harga, pelayanan, persyaratan K3 dan lingkungan serta informasi lain

yang dibutuhkan oleh rumah sakit.

Setiap unit kerja/instalasi/satker yang menggunakan, menyimpan, mengelola B3 harus

menginformasikan kepada instalasi logistic sebagai unit pengadaan barang setiap kali

mengajukan permintaan bahwa barang yang diminta termasuk jenis B3. Untuk

memudahkan melakukan proses seleksi, dibuat form seleksi yang memuat kriteria wajib

yang harus dipenuhi oleh rekanan serta sistem penilaian untuk masing-masing criteria yang

ditentukan.

Page 10: k3 RSIA Kendangsari

5. Standar SDM K3 di Rumah Sakit

Kriteria tenaga K3:

a) Rumah Sakit Kelas A

(1) S3/S2 K3 minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi

mengenai K3 RS

(2) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi

mengenai K3 RS

(3) Dokter Spesialis Kedokteran Okupasi (SpOk) dan S2 Kedokteran Okupasi

minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS

(4) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 2 orang yang mendapat

pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS

(5) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan

sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS

(6) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang mendapat

pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS

(7) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai

K3 RS minimal 2 orang

(8) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat pelatihan

khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang

(9) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS

minimal 2 orang

b) Rumah Sakit Kelas B

(1) S2 kesehatan minimal 1 orang yang mendapat pelatihan khusus terakreditasi

mengenai K3 RS

(2) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang mendapat

pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS

(3) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan

sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS

Page 11: k3 RSIA Kendangsari

(4) Tenaga paramedis dengan sertifikasi dalam bidang K3 (informal) yang mendapat

pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang

(5) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai

K3 RS minimal 1 orang

(6) Tanaga teknis lainnya dengan sertifikasi K3 (informal) mendapat pelatihan

khusus terakreditasi mengenai K3 RS minimal 1 orang

(7) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS

minimal 1 orang

c) Rumah Sakit kelas C

(1) Tenaga Kesehatan Masyarakat K3 DIII dan S1 minimal 1 orang yang mendapat

pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS

(2) Dokter/dokter gigi spesialis dan dokter umum/dokter gigi minimal 1 orang dengan

sertifikasi K3 dan mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai K3 RS

(3) Tenaga paramedis yang mendapat pelatihan khusus yang terakreditasi mengenai

K3 RS minimal 1 orang

(4) Tenaga teknis lainnya mendapat pelatihan khusus terakreditasi mengenai K3 RS

minimal 1 orang

6. Pembinaan, Pengawasan, Pencatatan, dan Pelaporan

a) Pembinaan dan pengawasan

Pembinaan dan pengawasan dilakukan melalui sistem berjenjang. Pembinaan dan

pengawasan tertinggi dilakukan oleh Departemen Kesehatan. Pembinaan dapat

dilaksanakan antara lain dengan melalui pelatihan, penyuluhan, bimbingan teknis, dan

temu konsultasi.

Pengawasan pelaksanaan Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di rumah sakit

dibedakan dalam dua macam, yakni pengawasan internal, yang dilakukan oleh pimpinan

langsung rumah sakit yang bersangkutan, dan pengawasan eksternal, yang dilakukan oleh

Menteri kesehatan dan Dinas Kesehatan setempat, sesuai dengan fungsi dan tugasnya

masing-masing.

b) Pencatatan dan pelaporan

Page 12: k3 RSIA Kendangsari

Pencatatan dan pelaporan adalah pendokumentasian kegiatan K3 secara tertulis dari

masing-masing unit kerja rumah sakit dan kegiatan K3RS secara keseluruhan yang

dilakukan oleh organisasi K3RS, yang dikumpulkan dan dilaporkan /diinformasikan oleh

organisasi K3RS, ke Direktur Rumah Sakit dan unit teknis terkait di wilayah Rumah Sakit.

Tujuan kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan k3 adalah menghimpun dan

menyediakan data dan informasi kegiatan K3, mendokumentasikan hasil-hasil pelaksanaan

kegiatan K3; mencatat dan melaporkan setiap kejadian/kasus K3, dan menyusun dan

melaksanakan pelaporan kegiatan K3.

Pelaporan terdiri dari; pelaporan berkala (bulanan, semester, dan tahunan) dilakukan

sesuai dengan jadual yang telah ditetapkan dan pelaporan sesaat/insidentil, yaitu pelaporan

yang dilakukan sewaktu-waktu pada saat kejadian atau terjadi kasus yang berkaitan dengan

K3. Sasaran kegiatan pencatatan dan pelaporan kegiatan k3 adalah mencatat dan

melaporkan pelaksanaan seluruh kegiatan K3, yang tercakup di dalam :

(1) Program K3, termasuk penanggulangan kebakaran dan kesehatan lingkungan

rumah sakit.

(2) Kejadian/kasus yang berkaitan dengan K3 serta upaya penanggulangan dan tindak

lanjutnya.

2.2. Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja Rumah Sakit

a. Menurut Pengertian Manajemen K3 RS

Manajemen K3 RS merupakan upaya terpadu dari seluruh SDM RS, pasien, serta

pengunjung atau pengantar orang sakit untuk menciptakan lingkungan kerja RS yang sehat,

aman dan nyaman termasuk pemukiman masyarakat sekitarnya.

b. Sistem Manajemen K3 RS

SMK3 adalah bagian dari sistem manajemen yang meliputi: struktur organisasi,

perencanaan, pelaksanaan, prosedur, sumber daya, dan tanggungjawab organisasi. Tujuan

dari SMK3 RS adalah menciptakan tempat kerja yang aman dan sehat supaya tenaga kerja

produktif disamping dalam rangka akreditasi rumah sakit itu sendiri. Prinsip yang

digunakan dalam SMK3 adalah AREC (Anticipation, Recognition, Evaluation dan

Control) dari metode kerja, pekerjaan dan lingkungan kerja.

c. Langkah manajemen:

Page 13: k3 RSIA Kendangsari

1. Komitmen dan Kebijakan

Komitmen diwujudkan dalam bentuk kebijakan (policy) tertulis, jelas dan mudah

dimengerti serta diketahui oleh seluruh karyawan RS. Manajemen RS mengidentifikasi dan

menyediakan semua sumber daya esensial seperti pendanaan, tenaga K3 dan sarana untuk

terlaksananya program K3 di RS.

Kebijakan K3 di RS diwujudkan dalam bentuk wadah K3 RS dalam struktur

organisasi RS. Untuk melaksanakan komitmen dan kebijakan K3 RS, perlu disusun strategi

antara lain :

a) Advokasi sosialisasi program K3 RS.

b) Menetapkan tujuan yang jelas.

c) Organisasi dan penugasan yang jelas.

d) Meningkatkan SDM profesional di bidang K3 RS pada setiap unit kerja di

lingkungan RS.

e) Sumberdaya yang harus didukung oleh manajemen puncak

f) Kajian risiko (risk assessment) secara kualitatif dan kuantitatif

g) Membuat program kerja K3 RS yang mengutamakan upaya peningkatan dan

pencegahan.

h) Monitoring dan evaluasi secara internal dan eksternal secara berkala.

2. Perencanaan

RS harus membuat perencanaan yang efektif agar tercapai keberhasilan penerapan

sistem manajemen K3 dengan sasaran yang jelas dan dapat diukur. Perencanaan meliputi:

a) Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian faktor risiko.

Identifikasi sumber bahaya yang ada di RS berguna untuk menentukan tingkat risiko

yang merupakan tolok ukur kemungkinan terjadinya kecelakaan dan PAK (penyakit akibat

kerja). Sedangkan penilaian faktor risiko merupakan proses untuk menentukan ada

tidaknya risiko dengan jalan melakukan penilaian bahaya potensial yang menimbulkan

risiko kesehatan dan keselamatan.

Pengendalian faktor risiko di RS dilaksanakan melalui 4 tingkatan yakni

menghilangkan bahaya, menggantikan sumber risiko dengan sarana atau peralatan lain

yang tingkat risikonya lebih rendah bahkan tidak ada risiko sama sekali, administrasi, dan

alat pelindung pribadi (APP).

Page 14: k3 RSIA Kendangsari

b) Membuat peraturan. Peraturan yang dibuat tersebut merupakan Standar

Operasional Prosedur yang harus dilaksanakan, dievaluasi, diperbaharui, serta harus

dikomunikasikan dan disosialisasikan kepada karyawan dan pihak yang terkait.

c) Menentukan tujuan (sasaran dan jangka waktu pencapaian)

d) Indikator kinerja yang harus diukur sebagai dasar penilaian kinerja K3 dan

sekaligus merupakan informasi mengenai keberhasilan pencapaian SMK3 RS.

e) Program K3 ditetapkan, dilaksanakan, dimonitoring, dievaluasi dan dicatat serta

dilaporkan.

3. Pengorganisasian

Pelaksanaan K3 di RS sangat tergantung dari rasa tanggung jawab manajemen dan

petugas, terhadap tugas dan kewajiban masing-masing serta kerja sama dalam pelaksanaan

K3. Tanggung jawab ini harus ditanamkan melalui adanya aturan yang jelas. Pola

pembagian tanggung jawab, penyuluhan kepada semua petugas, bimbingan dan latihan

serta penegakkan disiplin.

a) Tugas pokok unit pelaksana K3 RS

1) Memberi rekomendasi dan pertimbangan kepada direktur RS mengenai masalah-

masalah yang berkaitan dengan K3.

2) Merumuskan kebijakan, peraturan, pedoman, petunjuk pelaksanaan dan prosedur.

3) Membuat program K3 RS

b) Fungsi unit pelaksana K3 RS

1) Mengumpulkan dan mengolah seluruh data dan informasi serta permasalahan

yang berhubungan dengan K3.

2) Membantu direktur RS mengadakan dan meningkatkan upaya promosi K3,

pelatihan dan penelitian K3 di RS.

3) Pengawasan terhadap pelaksanaan program K3.

4) Memberikan saran dan pertimbangan berkaitan dengan tindakan korektif.

5) Koordinasi dengan unit-unit lain yang menjadi anggota K3RS.

6) Memberi nasehat tentang manajemen k3 di tempat kerja, kontrol bahaya,

mengeluarkan peraturan dan inisiatif pencegahan.

Page 15: k3 RSIA Kendangsari

7) Investigasi dan melaporkan kecelakaan, dan merekomendasikan sesuai

kegiatannya.

8) Berpartisipasi dalam perencanaan pembelian peralatan baru, pembangunan

gedung dan proses.

2.3 Struktur Organisasi K3 di RS

Berdasarkan pada Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 432 tahun 2007 bahwa

Organisasi K3 berada 1 tingkat di bawah direktur, bukan kerja rangkap dan merupakan unit

organisasi yang bertanggung jawab langsung kepada Direktur RS. Hal ini dikarenakan

organisasi K3 RS berkaitan langsung dengan regulasi, kebijakan, biaya, logistik dan SDM

di rumah sakit. Nama organisasinya adalah unit pelaksana K3 RS, yang dibantu oleh unit

K3 yang beranggotakan seluruh unit kerja di RS. Keanggotaan:

a. Unit pelaksana K3 RS beranggotakan unsur-unsur dari petugas dan jajaran direksi

RS. Akan sangat efektif bila ada yang berlatarbelakang pendidikan K3.

b. Unit pelaksana K3 RS terdiri dari sekurang-kurangnya ketua, sekretaris dan

anggota. Pelaksanaan tugas ketua dibantu oleh wakil ketua dan sekretaris serta anggota.

c. Ketua unit pelaksana K3 RS sebaiknya adalah salah satu manajemen tertinggi di

RS atau sekurang-kurangnya manajemen dibawah langsung direktur RS.

Sedang sekretaris unit pelaksana K3 RS adalah seorang tenaga profesional K3 RS,

yaitu manajer K3 RS atau ahli K3 (berlatarbelakang pendidikan K3).

2.4 Bahaya Yang Dihadapi Dalam Rumah Sakit Atau Instansi Kesehatan

Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-bahaya

tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik, peralatan listrik maupun

peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit atau

instansi kesehatan dapat digolongkan dalam:

1.    Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak

(obat– obatan).

2.    Bahan beracun, korosif dan kaustik.

3.    Bahaya radiasi.

Page 16: k3 RSIA Kendangsari

4.    Luka bakar.

5.    Syok akibat aliran listrik.

6.    Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam.

7.    Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

 Pada umumnya bahaya tersebut dapat dihindari dengan usaha-usaha pengamanan,

antara lain dengan penjelasan, peraturan serta penerapan disiplin kerja. Pada kesempatan

ini akan dikemukakan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja di rumah sakit /

instansi kesehatan.

Hasil laporan National Safety Council (NSC) tahun 2008 menunjukkan bahwa

terjadinya kecelakaan di RS 41% lebih besar dari pekerja di industri lain. Kasus yang

sering terjadi adalah tertusuk jarum, terkilir, sakit pinggang, tergores/terpotong, luka bakar,

dan penyakit infeksi dan lain-lain. Sejumlah kasus dilaporkan mendapatkan kompensasi

pada pekerja RS, yaitusprains, strains: 52%; contussion, crushing, bruising: 11%; cuts,

laceration, punctures: 10.8%; fractures: 5.6%; multiple injuries: 2.1%; thermal burns:

2%; scratches, abrasions: 1.9%; infections: 1.3%; dermatitis: 1.2%; dan lain-lain: 12.4%

(US Department of Laboratorium, Bureau of Laboratorium Statistics, 1983).

Laporan lainnya yakni di Israel, angka prevalensi cedera punggung tertinggi pada

perawat (16.8%) dibandingkan pekerja sektor industri lain. Di Australia, diantara 813

perawat, 87% pernah low back pain, prevalensi 42% dan di AS, insiden

cedera musculoskeletal 4.62/100 perawat per tahun. Cedera punggung menghabiskan biaya

kompensasi terbesar, yaitu lebih dari 1 milliar $ per tahun. Khusus di Indonesia, data

penelitian sehubungan dengan bahaya-bahaya di RS belum tergambar dengan jelas, namun

diyakini bahwa banyak keluhan-keluhan dari para petugas di RS, sehubungan dengan

bahaya-bahaya yang ada di RS.

Selain itu, tercatat bahwa terdapat beberapa kasus penyakit kronis yang diderita

petugas RS, yakni hipertensi, varises, anemia (kebanyakan wanita), penyakit ginjal dan

saluran kemih (69% wanita), dermatitis dan urtikaria (57% wanita) serta nyeri tulang

belakang dan pergeseran diskus intervertebrae.

Page 17: k3 RSIA Kendangsari

Ditambahkan juga bahwa terdapat beberapa kasus penyakit akut yang diderita petugas

RS lebih besar 1.5 kali dari petugas atau pekerja lain, yaitu penyakit infeksi dan parasit,

saluran pernafasan, saluran cerna dan keluhan lain, seperti sakit telinga, sakit kepala,

gangguan saluran kemih, masalah kelahiran anak, gangguan pada saat kehamilan, penyakit

kulit dan sistem otot dan tulang rangka. Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu

upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh

karena itu K3 RS perlu dikelola dengan baik. Agar penyelenggaraan K3 RS lebih efektif,

efisien dan terpadu, diperlukan sebuah pedoman manajemen K3 di RS, baik bagi pengelola

maupun karyawan RS.

Page 18: k3 RSIA Kendangsari

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Bahaya keselamatan kerja di RSIA Kendangsari Surabaya

Page 19: k3 RSIA Kendangsari

3.2. Penerapan Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Rumah Sakit

Ibu dan Anak Kendangsari

a) Pemeliharaan Kesehatan Petugas Rumah Sakit

Pemeliharaan kesehatan petugas Rumah Sakit adalah upaya untuk menjaga petugas

agar tetap dalam kondisi yang terkontrol kesehatannya. Tujuan dari pelaksanaan

pemeliharaan kesehatan ini agar petugas dapat bekerja dengan baik. Setiap petugas

mendapatkan pemeliharaan sebagaimana telah diungkapkan responden sebagai berikut:

“Adanya jaminan kesehatan dari rumah sakit, jaminan kesehatan berupa asuransi

kesehatan dari rumah sakit seperti asuransi taqaful keluarga yang diberikan oleh pihak

rumah sakit. Asuransi taqaful keluarga mencakup karyawan dan keluarganya, screening

kesehatan tiap tahun yang diberikan oleh pihak rumah sakit kepada petugas instalasi gawat

darurat meliputi ronsen paru, rekam jantung sama tes darah lengkap, pemberian vaksin

hepatitis B dilakukan dalam jangka wangku 5 tahun sekali, jamsostek pada petugas

instalasi gawat darurat yang diberikan yaitu asuransi tenaga kerja, semua karyawan

didaftarkan diasuransi jamsostek”

“Pemeriksaan berkala tiap tahun, setahun sekali rutin, bias juga akhir-akhir ini pada

petugas yang sering sakit, vaksin hepatitis B seperti suntik”

“Screening kesehatan, hepatitis B”

“Taqaful, screening tiap tahun, vaksin hepatitis B, jamsostek disini sudah disediakan

oleh pihak rumah sakit termasuk petugas yang magang atau hanya dikontrak didaftarkan

juga menjadi peserta jamsostek”

b) Pemakaian Alat Pelindung Diri

Pemakaian alat pelindung diri adalah ketentuan yang harus digunakan sebagai

pelindung saat bekerja. Setiap petugas diwajibkan mengenakan alat pelindung diri saat

melakukan pekerjaan. Tujuan pemakaian alat pelindung diri adalah untuk melindungi

petugas dari bahaya penularan penyakit dan kontak langsung atau terpapar dengan pasien

yang sedang diperiksa. Penggunaan alat pelindung diri sudah cukup baik. Hal itu terungkap

dari hasil wawancara dengan responden, diantaranya sebagai berikut:

“Di OK (Operation Kammer) pemakaian Alat Pelindung Diri sudah di terapkan

dengan cukup baik” Alat Pelindung Diri yang tersedia di Instalasi Kamar Operasi: masker,

kacamata dan baju kerja”

Page 20: k3 RSIA Kendangsari

Pernyataan di atas, menunjukan bahwa faktor kebiasaanlah yang menyebabkan para

petugas lalai menggunakan alat pelindung diri. Keterbatasan alat pelindung diri merupakan

penyebab ketidakdisiplinan petugas dalam mengenakan alat pelindung diri pada waktu

melakukan pekerjaan seperti dijelaskan oleh responden sebagai berikut:

“APD Sudah dilakukan tapi belum maksimal, alasannya karena kesadaran dari

masing-masing petugas kurang”

Berdasarkan penjelasan di atas menunjukkan bahwa penggunaan alat pelindung diri

yang merupakan kewajiban bagi setiap petugas terutama di Instalasi Gawat Darurat belum

digunakan secara baik dikarenakan kesadaran petugas masing-masing belum cukup baik

untuk digunakan pada waktu pekerjaan kecuali pada waktu-waktu tertentu saja atau dalam

keadaan darurat saja.

c) Pencegahan Bahaya atau Kecelakaan Kerja

Pencegahan bahaya atau kecelakaan kerja adalah upaya perlindungan diri dari bahaya

infeksi dan kecelakaan kerja akibat dari pekerjaan itu sendiri. Setiap petugas pasti pernah

mengalami kecelakaan kerja baik kecelakaan yang ringan ataupun yang besar. Untuk

menghindari kecelakkan kerja tersebut petugas harus mengikuti prosedur yang ada,

sebagaimana yang di ungkapkan oleh responden sbagai berikut :

“Untuk menghindari kecelakan kerja pada karyawan hal yang harus dilakukan yaitu

kerja sesuai dengan prosedur maka tidak akan terjadi kecelakaan kerja”

Pencegahan bahaya atau kecelakaan kerja juga dilakukan di Instalasi gawat Darurat

agar petugas terhindar dari kecelakaan yang terjadi pada saat memeriksa pasien. Upaya

yang dilakukan sudah semaksimal mungkin, agar terhindar dari kecelakaan yang mungkin

terjadi pada saat melakukan pekerjaan sebagaimana yang di jelaskan oleh responden

sebagai berikut :

“Sudah ada, sesuai protap”

“Upaya pencegahan bahaya atau kecelakaan kerja di IGD : penggunaan APD,

pelaksanaan SOP, pemeliharaan dan kaliburasi alat-alat secara berkala,pemeriksaan

kesehatan secara berkala, pelatihan penanggulangan bahaya kebakaran”

“Secara garis besar apa yang dilakukan harus sesuai SOP”

“alat harus diperiksa secara rutin dan di cek kondisi masing-masing, dan juga sudah

dilaksanakan program pengecekan suhu, kelembaban, sterilisasi biasanya dilaksanakan

Page 21: k3 RSIA Kendangsari

pada waktu malam hari, alat-alatnya dikeluarkan terlebih dahulu dekat poliklinik biasanya

program tersebut dalam waktu 1 sampai 2 jam dengan menggunakan ozon”

d) Pemeriksaan Kesehatan Berkala

Pemeriksaan Kesehatan Berkala adalah pemeriksaan kesehatan rutin yang

dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh dokter.

Pemeriksaan kesehatan dilakukan setahun sekali oleh TIM K3 dari Rumah Sakit. Hal

tersebut dinyatakan oleh responden, diantaranya sebagai berikut :

“ Ada, dilaksanakan setahun sekali”

“ Sudah punya K3, bagian TIM K3”

“Pemeriksaan kesehatan secara berkala berkoordinasi dengan TIM K3,

e) Pelatihan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Program pelatihan K3 dilaksanakan oleh bagian pemeliharaan dan bagian diklat.

Program ini merupakan upaya untuk mengantisipasi setiap kecelakaan kerja dan bahaya

yang sering terjadi di RSIA, materi yang disampaikan juga sangat bervariasi.

Pencegahan bahaya atau kecelakaan kerja adalah keamanan petugas terhadap bahaya

kecelakaan fisik yang terjadi selama pemeriksaan dan selama melakukan pekerjaan. Semua

petugas wajib mengikuti prosedur atau pedoman yang telah ditetapkan.

Berdasarkan hasil penelitian, upaya pencegahan bahaya atau kecelakaan kerja yang

terjadi di RSIA Kendangsari antara lain :

a) Tersedianya alat pemadam kebakaran

b) Pelatihan penaggulangan bahaya kebakaran

c) Bed-bed pasien dilengkapi dengan pengaman

d) Pemeriksaan kesehatan secara berkala

e) Pemantauan aspek-aspek lingungan kerja seperti pengecekan suhu, kelembaban,

pencahayaan ruangan, kebersihan ruangan-ruangan (toilet, tempat cuci alat-alat)

Berdasarkan Buku Pedoman Penyelenggaraan Keselamatan Kerja, Kebakaran, dan

Kewaspadaan Bencana di Rumah Sakit Ibu dan Anak Kendangsari Tahun 2005 lebih

menjelaskan tentang upaya pencegahan dan penanggulangan bahaya kebakaran tetapi di

RSIA Kendangsari sudah melaksanakan dengan baik mengenai pencegahan bahaya atau

kecelakaan kerja seperti pembersihan alat secara rutin sudah baik.

Page 22: k3 RSIA Kendangsari

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, maka proses penerapan manajemen

keselamatan dan kesehatan kerja (MK3) di RSIA Kendangsari Surabaya dapat disimpulkan

sebagai berikut :

1) Pemeliharaan kesehatan petugas sudah baik dilaksanakan sesuai dengan prosedur

yang telah ditetapkan RSIA Kendangsari Surabaya.

2) Pemakaian alat pelindung diri sudah dilaksanakan dengan baik oleh petugas darurat

sesuai dengan prosedur yang ditetapkan RSIA Kendangsari Surabaya.

3) Pencegahan bahaya dan kecelakaan kerja sudah dilaksanakan dengan baik oleh

petugas instalalasi gawat darurat RSIA Kendangsari Surabaya.

4) Pemeriksaan kesehatan berkala sudah sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan

RSIA Kendangsari Surabaya.

5) Pelatihan keselamatan dan kesehatan kerja tidak dijelaskan didalam buku pedoman

penyelenggaraan keselamatan kerja, kebakaran, dan kewaspadaan bencana tetapi pihak

rumah sakit khususnya instalasi gawat darurat sudah melaksanakan dengan baik pelatihan

keselamatan dan kesehatan kerja tersebut.

Page 23: k3 RSIA Kendangsari

DAFTAR PUSTAKA

Susilo, Agus, 2010. IMPLEMENTASI IDENTIFIKASI BAHAYA DAN

PENILAIAN RISIKO PADA PROSES PENGOPERASIAN MESIN CUT OFF DI

DEPARTEMEN COUPLING PT. SEAMLESS PIPE INDONESIA JAYA

CILEGON-BANTEN. Surakarta:hiperkes UNS

Sahab Syukri, 1997. Tehnik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

Jakarta: PT. Bina Sumber Daya Manusia.

Suardi Rudi, 2005. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:

PT. Bina Sumber Daya Manusia.

Suma’mur P.K., 1999, Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: CV Haji

Mas Agung.

Suma’mur P.K., 1989, Keselamatan dan Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: CV Haji

Mas Agung.

Tarwaka, 2008. Manajemen dan Implementasi K3 Di Tempat Kerja. Surakarta:

Harapan Press.

Tarwaka, Solichul Bakri, Lilik Sudiajeng. 2004. Ergonomi untuk K3 dan

Produktivitas. Cetakan pertama. Surakarta: UNIBA Press.

Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 2007. Himpunan

Peraturan Perundang-Undangan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta:

Depnakertrans RI

http://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com/2013/09/

pengendalianresikobahaya.html

http://wahedlabstechnologies.blogspot.com/2012/06/prinsip-pengendalian-potensi-

bahaya.html

http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-NonDegree-22832-BAB%20II_fero.pdf

Page 24: k3 RSIA Kendangsari

TUGAS KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA

MAKALAH RESIKO DAN FAKTOR TERJADINYA

KECELAKAAN SERTA PENGENDALIAN RESIKO KECELAKAAN

KERJA DI PT. SEAMLESS PIPE INDONESIA JAYA

Disusun oleh :

Mohammad Yusuf Rakhmatullah

081017046

S-1 Teknobiomedik

Departemen Fisika

Fakultas Sains dan Teknologi

Universitas Airlangga

2014