47
i LAPORAN AKHIR PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEKS IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM) KERAJINAN EMAS DAN PERAK DI KELURAHAN BERATAN YANG MENGHADAPI MASALAH ERGONOMI DAN PEMASARAN Oleh: Prof. Dr. I Made Sutajaya, M.Kes. (Ketua) (NIP. 196812171993031003) Prof. Dr. Ni Putu Ristiati, M.Pd. (Anggota) (NIP. 195001041980032001) Drs. I Ketut Artawan, M.Si. (Anggota) (NIP. 195111241979031001) Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Universitas Pendidikan Ganesha SPK No. 023.04.2.552581/2015 Tanggal 5 Pebruari 2015 JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA 2015

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS MIPA …lppm.undiksha.ac.id/p2m/document/Laporan_Akhir_196812171993031003... · ... timbul rasa nyeri pada tulang belakang, karena ... terjadi

  • Upload
    hacong

  • View
    225

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

i

LAPORAN AKHIR

PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEKS

IPTEKS BAGI MASYARAKAT (IbM)

KERAJINAN EMAS DAN PERAK

DI KELURAHAN BERATAN YANG MENGHADAPI

MASALAH ERGONOMI DAN PEMASARAN

Oleh:

Prof. Dr. I Made Sutajaya, M.Kes. (Ketua)

(NIP. 196812171993031003)

Prof. Dr. Ni Putu Ristiati, M.Pd. (Anggota)

(NIP. 195001041980032001)

Drs. I Ketut Artawan, M.Si. (Anggota)

(NIP. 195111241979031001)

Dibiayai dari Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA)

Universitas Pendidikan Ganesha

SPK No. 023.04.2.552581/2015 Tanggal 5 Pebruari 2015

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI

FAKULTAS MIPA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA

2015

ii

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Ida Sang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha

Kuasa, karena berkat rahmat’Nyalah maka pengabdian pada masyarakat yang berjudul:

IPTEKS bagi Masyarakat (IbM) Kerajinan Emas dan Perak di Kelurahan Beratan yang

Menghadapi Masalah Ergonomi dan Pemasaran dapat diselesaikan sesuai rencana. Dalam

kegiatan ini, kami banyak mendapat masukan-masukan atau saran-saran dari berbagai pihak.

Untuk itu kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah

berkontribusi dalam kegiatan Pengabdian pada Masyarakat ini.

Kami menyadari sepenuhnya akan kekurangan kegiatan ini, sehingga dengan

kerendahan hati kami mohon kritik dan saran untuk kelengkapan dan kesempurnaan kegiatan

ini. Sebagai akhir kata kami berharap semoga kegiatan ini bermanfaat bagi para perajin perak

khususnya dan para pekerja di industri kecil atau industri rumah tangga umumnya yang

mempunyai masalah ergonomi dan pemasaran serta stakeholders lainnya yang tertarik dengan

prinsip-prinsip ergonomi yang relevan diterapkan di tempat kerja.

Tim Pelaksana P2M

Jurusan Pendidikan Biologi

iv

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Sampul.................................................................................................... i

Halaman Pengesahan............................................................................................. ii

Kata Pengantar........................................................................................................ iii

Daftar Isi................................................................................................................... iv

Daftar Tabel.............................................................................................................. v

Daftar Gambar........................................................................................................... vi

Daftar Lampiran......................................................................................................... vii

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1

1.1 Analisis Situasi......................................................................................... 1

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah.................................................... 3

1.3 Tujuan Kegiatan...................................................................................... 4

1.4 Manfaat Kegiatan.................................................................................... 5

BAB II METODE PELAKSANAAN....................................................................... 6

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN..................................................................... 11

BAB IV PENUTUP..................................................................................................... 31

4.1 Simpulan..................................................................................................... 31

4.2 Saran........................................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 32

LAMPIRAN................................................................................................................. 34

v

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Kerangka Pemecahan Masalah melalui Penerapan IPTEKS...................... 7

Tabel 3.1. Hasil Penerapan IPTEKS dengan Kajian Ergonomi.................................. 11

Tabel 3.2 Hasil Analisis Kualitas Kesehatan Perajin Dilihat dari

Indikator Keluhan Muskuloskeletal, Kelelahan, dan Beban Kerja

(Denyut Nadi) (n = 10)...................................................................................... 14

vi

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 3.1 Sikap Kerja Membungkuk yang Berpotensi Menimbulkan

Penyakit Akibat Kerja ............................................................................. 14

Gambar 3.2 Sikap Kerja Fisiologis dan Kondisi Lingkungan di Tempat Kerja........ 15

Gambar 3.3 Produk dalam Bentuk Cincin, Gelang, dan Giwang yang Dihasilkan

Perajin dan Siap Dipasarkan.................................................................... 16

Gambar 3.4 Produk dalam Bentuk Bokoran yang Dihasilkan Perajin

dan Siap Dipasarkan................................................................................ 16

Gambar 3.5. Tempat Pemasaran Produk Kerajinan Emas dan Perak

di Kawasan Wisata................................................................................... 17

Gambar 3.6. Proses Tawar-menawar Produk Berupa Cincin, Giwang, dan Gelang... 18

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Absensi Peserta Kegiatan…………………………………………. 34

Lampiran 2. Hasil Analisis Kualitas Kesehatan Perajin………………………….. 35

Lampiran 3. Foto-foto Kegiatan……………………………………..…………… 37

Lampiran 4. Peta Lokasi Daerah Sasaran................................................................. 39

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Analisis Situasi

Kelurahan Beratan merupakan salah satu pusat kerajinan perak yang berlokasi di

Kabupaten Buleleng, karena sebagian besar penduduknya berkecimpung dalam bidang

kerajinan emas dan perak. Produk yang dihasilkan dari kerajinan tersebut adalah berupa

cincin, gelang, giwang, danganan, bokoran, dan cendera mata lainnya. Pada situasi krisis

seperti sekarang ini, ternyata banyak bermunculan perajin-perajin muda yang tidak mampu

melanjutkan sekolahnya dan mencoba mengais rejeki pada usaha ini, karena pekerjaan ini

dianggap cukup mudah dipelajari dan relatif cepat untuk menghasilkan uang, dibandingkan

dengan jenis kerajinan lainnya. Para perajin muda inilah yang cukup potensial untuk diberi

pembianaan mengenai cara-cara mengatasi dampak negatif kondisi kerja yang tidak ergonomis

terhadap kesehatannya dan teknik-teknik pemasaran.

Ergonomi merupakan ilmu, teknologi dan seni untuk menserasikan alat, cara kerja dan

lingkungan pada kemampuan, kebolehan dan batasan manusia sehingga diperoleh kondisi

kerja dan lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan efisien sehingga tercapai produktivitas

yang setinggi-tingginya (Manuaba, 2008), memang sangat diperlukan di dalam suatu kegiatan

yang mempekerjakan manusia di dalamnya. Dengan ergonomi dapat ditekan dampak negatif

pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEKS), karena dengan ergonomi berbagai

penyakit akibat kerja, kecelakaan, pencemaran, keracunan, ketidak-puasan kerja, kesalahan

unsur manusia, bisa dihindari atau ditekan sekecil-kecilnya (Manuaba, 2008). Dilihat dari

kondisi kerja yang menyertai para perajin ternyata sangat berisiko memunculkan penyakit

akibat kerja yang akan bedampak buruk terhadap kualitas kesehatannya.

Kendala pemasaran produk kerajinan emas dan perak sangat dirasakan oleh para perajin

di Kelurahan Beratan Buleleng. Pembinaan tentang cara-cara pemasaran yang efektif dan

efiisien sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan perajin. Dalam hal ini

akan ditempuh cara pemasaran melalui kerjasama industri kerajinan dengan pemilik toko

perhiasan di sentra pariwisata yang memberikan peluang pemasaran cukup tinggi. Upaya

promosi melalui turis asing yang berdomisili di daerah pariwisata juga dinilai sangat efektif

dalam memperluas pemasaran produk yang dihasilkan oleh para perajin.

2

Pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal dan eksternal. Tanpa

mengecilkan arti dan peranan salah satu faktor, sebenarnya kedua faktor tersebut saling

berkontribusi dan mempengaruhi secara sinergis dan dinamis. Meskipun dari beberapa contoh

kasus yang disebutkan sebelumnya faktor internal sangat penting sebagai salah satu wujud

self-organizing dari masyarakat namun juga perlu memberikan perhatian pada faktor

eksternalnya (Anonim, 2012). Dalam hal ini Cook (1994) dalam Anonim (2012) menyatakan

pembangunan masyarakat merupakan konsep yang berkaitan dengan upaya peningkatan atau

pengembangan masyarakat menuju ke arah yang positif. Itu berarti usaha yang dilakukan

melalui kerjasama antara pihak perajin atau penghasil produk dengan pihak pemasaran,

khususnya yang berlokasi di daerah pariwisata merupakan salah satu bentuk pemberdayaan

masyarakat yang akan sangat dirasakan manfaatnya oleh pihak yang berkecimpung di dalam

bidang usaha tersebut.

Perlunya diberikan pembinaan tersebut, karena umumnya para perajin dalam bekerja

selama kurang lebih delapan jam selalu berada pada sikap kerja yang tidak alamiah, seperti

misalnya: (a) duduk membungkuk di lantai pada saat memahat; (b) berdiri membungkuk saat

menghaluskan (mengikir) produk; (c) duduk di dingklik yang tidak ergonomik saat membuat

ukiran pada produk tersebut; dan (d) jongkok pada saat mengasah alat-alat kerja. Umumnya

mereka belum menyadari dampak yang ditimbulkan oleh sikap kerja tersebut terhadap

kesehatannya, terutama terhadap sistem muskuloskeletalnya (otot-otot rangkanya), kelelahan,

dan beban kerjanya. Sikap kerja yang tidak alamiah dapat menimbulkan berbagai keluhan

pada sistem muskuloskeletal.

Di samping itu paparan kebisingan dan vibrasi dari alat kerja berupa gerinda listrik dan

bor listrik juga bertindak sebagai penyebab munculnya penyakit akibat kerja dan peningkatan

beban kerja serta kelelahan. Jika ini dibiarkan berarti kinerja para perajin akan semakin

menurun dan konsekuensinya produktivitas yang setinggi-tingginya tidak akan tercapai. Untuk

itu diperlukan aplikasi ergonomi dalam mengatasi siakp kerja yang tidak fisiologis,

lingkungan kerja yang tidak aman dan tidak nyaman serta organisasi kerja yang tidak

kondusif.

Vibrasi yang merupakan getaran mekanis secara periodik yang bersifat reguler dan

irreguler dapat bertindak sebagai beban kerja, dengan parameter yang digunakan untuk

menentukan tingkat vibrasi adalah frekuensi dan percepatannya. Perajin di Kelurahan Beratan

3

Singaraja tidak terlepas dari permasalahan tersebut saat menggunakan alat-alat bermesin.

Beberapa keluhan yang disebabkan oleh vibrasi antara lain: (1) terjadi gangguan pernapasan;

(2) nyeri dada dan perut serta dagu bergetar; (3) sakit pada punggung; (4) otot-otot menjadi

tegang, sakit kepala, penglihatan terganggu, nyeri pada tenggorokan, gangguan bicara,

rangsangan pada usus dan kantung kencing; (5) timbul rasa nyeri pada tulang belakang, karena

terjadi degenerasi; (6) terjadi degenerasi pada tendon, tulang dan persendian sehingga timbul

rasa nyeri; (7) terjadi dekalsifikasi pada tulang, sehingga tulang mudah patah; dan (8) terjadi

dead fingers atau Raynoud’s disease.

Bising dapat bertindak sebagai beban kerja, karena dapat menimbulkan: (1) tekanan

darah meningkat; (2) denyut jantung dipercepat; (3) terjadi kontriksi pembuluh darah kulit; (4)

meningkatkan metabolisme; (5) menurunnya aktivitas alat pencernaan; dan (6) tensi otot

bertambah. Dengan mencermati dampak negatif yang ditimbulkan oleh vibrasi dan kebisingan

dari alat-alat bermesin berarti aplikasi ergonomi sangat diperlukan dalam mengatasi masalah

tersebut terutama melalui pendekatan makroergonomik.

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah

Bertolak dari analisis situasi yang telah diungkapkan di atas dan hasil diskusi dengan

perajin dan observasi terhadap kondisi kerja perajin teridentifikasi permasalahan sebagai

berikut.

1. Masalah yang berkaitan dengan ergonomi atau kesehatan kerja

a. Masalah sikap kerja saat beraktivitas yang selalu disertai dengan sikap kerja

yang tidak fisiologi sehingga berisiko memunculkan keluhan muskuloskeletal

dan kelelahan serta beban kerja yang lebih tinggi.

b. Proses kerja statis yang menyertai perajin berisiko terhadap gangguan sirkulasi

darah pada ekstremitas bawah.

c. Kebisingan alat kerja berisiko meningkatkan tekanan darah, menambah tonus

otot, dan dapat bertindak sebagai faktor penyebab gangguan tidur.

d. Vibrasi alat kerja juga berisiko terhadap munculnya gangguan otot dan nyeri

tulang belakang

2. Masalah yang berkaitan dengan pemasaran produk

4

a. Perajin tidak memiliki kerjasama dengan pihak lain dalam memasarkan dan

mempropmosikan produknya.

b. Pemasaran terhadap produk yang dihasilkan masih terbatas pada pemajangan di

tempat kerja saja yang sangat jarang dikunjungi pembeli.

c. Belum pernah diupayakan pemasaran melalui kerjasama dengan toko penjual

produk emas dan perak di daerah pariwisata.

d. Belum pernah diupayakan promosi melalui turis asing yang berdomisili di Bali.

Bertolak dari identifikasi permasalahan di atas dapat dibuat rumusan masalah sebagai

berikut.

1. Perlunya penanganan terhadap permasalahann ergonomi yang dihadapi oleh perajin

emas dan perak di Kelurahan Beratan Buleleng berisiko terhadap kualitas

kesehatannnya.

2. Perlunya penanganan terhadap permasalahan pemasaran produk yang dihadapi oleh

oleh perajin emas dan perak di Kelurahan Beratan Buleleng.

3. Perlu disosialisasikan berbgai upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi

permasalahan ergonomi dan pemasaran yang dihadapi oleh perajin emas dan perak di

Kelurahan Beratan Buleleng.

1.3 Tujuan Kegiatan

Tujuan yang telah dicapai dalam kegiatan pengabdian masyarakat melalui penerapan

IPTEKS ini adalah sebagai berikut.

1. Diketahui permasalahann ergonomi yang dihdappi oleh perajin emas dan perak di

Kelurahan Beratan Buleleng berisiko terhadap kualitas kesehatannnya.

2. Diketahui cara mengatasi permasalahan ergonomi yang diihadapi oleh oleh perajin

emas dan perak di Kelurahan Beratan Buleleng.

3. Ditawarkan solusi yang dapat dilakukan untuk mengatasi permasalahan di bidang

pemasaran yang dihadapi oleh perajin emas dan perak di Kelurahan Beratan

Buleleng.

5

1.4 Manfaat Kegiatan

Manfaat dari hasil kegiatan pengabdian masyarakat melalui penerapan IPTEKS ini

adalah sebagai berikut

1. Dimanfaatkan sebagai acuan di dalam mengatsi kondisi kerja yang tidak ergonomis

sehingga tidak berdampak buruk terhadap kualitas kesehatan.

2. Dimanfaatkan sebagai sumbangan pemikirran bagi pekerja dan instansi terkait

berkenaan dengan upaya mengatasi masalah ergonomi di tempat kerja.

3. Dimanfaatkan sebagai suatu alternatif solusi yang efektif dan efisien di dalam

mengatasi masalah pemasaran yang dihadapi oleh perajin.

6

BAB II

METODE PELAKSANAAN

2.1 Kerangka Pemecahan Masalah

Kerangka pemecahan masalah yang diterapkan dalam pelaksanaan kegiatan pengabdian

masyarakat adalah sebagai berikut.

a. Melalui implementasi Teknologi Tepat Guna yang menekankan pada upaya

perbaikan kondisi kerja yang berisiko terhadap kesehatan pekerja yaitu: (1) secara

teknis perbaikan tersebut dapat dikalukan; (b) secara ekonomis dapat dibiayai; (3)

secara kesehatan dapat dipertanggung-jawabkan; (4) secara sosial budaya tidak

bertentangan; (5) hemat energi; dan (6) tidak merusak lingkungan (Manuaba, 2008)

b. Melalui implementasi pendekatan SHIP (Sistemik, Holistik, Interdisipliner, dan

Partisipatori) yang mengupayakan perbaikan secara kombinasi atau melalui

pendekatan sistemik, dimana semua faktor yang berada di dalam satu sistem dan

diperkirakan dapat menimbulkan masalah harus ikut diperhitungkan sehingga tidak

ada lagi masalah yang tertinggal atau munculnya masalah baru sebagai akibat dari

keterkaitan sistem; holistik artinya semua faktor atau sistem yang terkait atau

diperkirakan terkait dengan masalah yang ada, haruslah dipecahkan secara proaktif

dan menyeluruh; interdisipliner artinya semua disiplin terkait harus dimanfaatkan,

karena makin kompleksnya permasalahan yang ada diasumsikan tidak akan

terpecahkan secara maksimal jika hanya dikaji melalui satu disiplin ilmu, sehingga

perlu dilakukan pengkajian melalui lintas disiplin ilmu; dan partisipatori artinya

semua orang yang terlibat dalam pemecahan masalah tersebut harus dilibatkan sejak

awal secara maksimal agar dapat diwujudkan mekanisme kerja yang kondusif dan

diperoleh produk yang berkualitas sesuai dengan tuntutan jaman (Manuaba, 2008)

c. Melalui model Enthrepreneurship Capasity Building (ECP) yang diterapkan melalui

awareness program sebagai upaya untuk meningkatkan wawasan mitra tentang

kewirausahaan dan pemasaran serta cara memonitoring dan mengevaluasi

perkembangan usahanya.

d. Melalui kerjasama usaha antara daerah produsen dengan daerah konsumen di

kawasan wisata yang akan memberi peluang cukup besar untuk pemasaran produk.

7

Secara rinci kerangka pemecahan masalah melalui penerapan IPTEKS dapat dicermati

pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Kerangka Pemecahan Masalah melalui Penerapan IPTEKS

NO KEGIATAN PENERAPAN IPTEKS

1 Identifikasi dan Pemecahan

Masalah Ergonomi

a. Kondisi kerja secara

umum

Melalui kajian ergonomi ditelusuri kondisi kerja yang

berpotensi memunculkan penyakit akibat kerja

b. Posisi dan sikap kerja

perajin

Dilakukan sosialisasi tentang posisi dan sikap kerja yang

fisiologis sehingga tidak berisiko memunculkan penyakit

akibat kerja atau kecelakaan kerja dan diredesain stasiun

kerja yang ergonomis

c. Kondisi lingkungan di

tempat kerja

Dososialisasikan tentang prinsip-prinsip lingkungan kerja

yang ergonomis (aman, nyaman, dan sehat) serta cara

mengaplikasikan ergonomi dalam mengatasi kondisi

lingkungan yang berisiko memunculkan penyakit akibat

kerja

d. Organisasi kerja Disosialisasikan tentang penerapan organisasi kerja yang

mengacu kepada pendekatan SHIP (Sistemik, Holistik,

Interdisipliner, dan Partisipatori)

2 Diskusi interaktif dalam

menelusuri kendala yang

dijumpai dan alternatif

solusinya terkait dengan

aplikasi ergonomi

Secara partisipatori semua stakeholders yang terkait

diajak berdiskusi, sehingga kendala yang ada betul-betul

merupakan kendala bersama dan alternatif solusi yang

ditawarkan merupakan hasil pemikiran bersama

3 Pelatihan singkat

penyusunan action plan

(rencana aksi)

Setelah dipilah dan dipilih permasalahan yang

teridentifikasi dan berorientasi kepada kendala yang ada,

dilakukan pelatihan membuat rumusan action plan yang

mengacu kepada unsur 5 W, 2 H, dan 1 R (what: apa

yang akan dikerjakan); why: mengapa itu yang

dikerjakan; when: kapan

dikerjakan; who: siapa yang mengerjakan: where: dimana

dikerjakan; How: bagaimana caranya; How much: berapa

biayanya; dan Regulation: apa dasar hukum atau

peraturan yang digunakan

4 Kerjasama dengan pihak

pemasaran

Difasilitasi kerjasama pemasaran dengan toko perhiasan

di daerah wisata Ubud.

5 Pemantauan keberlanjutan

penerapan ergonomic dalam

mengatasi penyakit akibat

kerja

Dijajagi kembali kelompok perajin yang mendapat

kesempatan mengikuti program IbM untuk mencermati

sejauhmana prinsip-prinsip ergonomi sudah diterapkan

terutama dalam hal (1) penggunaan alat-alat bermesin

(gerinda listrik, bor listrik, dll); (2) pemanfaatan sikap

kerja yang fisiologis; (3) penerapan organisasi kerja yang

mengacu kepada pendekatan SHIP; dan (4) realisasi dari

8

action plan yang sudah dirumuskan.

6 Pemantauan keberlanjutan

pemasaran

Selalu diupayakan kerjasama mutualisme antara perajin

dengan pemilik toko perhiasan di kawasan wisata Ubud

2.2 Khalayak Sasaran

Khalayak sasaran yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan pengabdian masyarakat ini

adalah sebagai berikut.

1. Perajin emas dan perak di Kelurahan Beratan Buleleng yang saat ini mengalami

perrmasalahan ergonomi saat bekerja dan masalah pemasaran ketika ingin

memasarkan produknya.

2. Para generasi muda di Kelurahan Beratan Buleleng yang tertarik untuk menekuni

kerajinan emas dan perak yang sudah terbukti dapat menopang penghasilan keluarga.

3. Pedagang emas dan perak di kawasan wisata Ubud yang bersedia menjadi

perpanjangaan tangan para perajin di Kelurahan Beratan Buleleng terkait dengan

pemasaran produk.

2.3 Keterkaitan

Lembaga terkait yang dilibatkan dalam kegiatan pengabdian masyarakat melalui

penerapan IPTEKS ini adalah sebagai berikut.

1. Undiksha dengan Pemda Kabupaten Buleleng dan Pemda Kabupaten Gianyar yang

bisa secara kolaboratif dapat membantu perajin dalam mengatasi kondisi kerjanya

dan masalah pemasaran.

2. Pemerintahan Desa Peliatan melalui Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM)

dapat merintis kerjasama dengan Kelurahan Beratan Buleleng khususnya dalam hal

penyaluran produk kerajinan emas dan perak.

2.4 Tahapan Pelaksanaan Kegiatan

Tahapan pelaksanaan kegiatan pengabdian masyarakat melalui penerapan IPTEKS ini

adalah sebagai berikut.

a. Tahap persiapan

Pada tahap persiapan dilakukan kegiatan sebagai berikut.

1. Sosialisasi program pengabdian masyarakat kepada mitra.

9

2. Penyusunan indikator dan instrumen program pengabdian masyarakat yang berkaitan

dengan upaya pemecahan masalah ergonomi yang dihadapi perajin (mitra)

3. Penetapan tim pelaksana program pengabdian masyarakat sesuai dengan

kepakarannya masing-masing

4. Pelatihan terhadap tim pelaksana tentang konsep-konsep ergonomi yang dapat

diaplikasikan di kerajian emas dan perak.

b. Tahap Pelaksanaan

Pada tahap pelaksanaan program dilakukan kegiatan sebagai berikut.

1. Pendataan kualitas kesehatan pekerja yang dinilai dari indikator beban kerja, keluhan

muskuloskeletal, dan kelelahan perajin.

2. Dilakukan ceramah dan diskusi (tanya-jawab) mengenai dampak yang diakibatkan

oleh kondisi kerja yang tidak fisiologis terhadap kesehatan perajin.

3. Mensosialisasikan cara-cara aplikasi ergonomi dalam mengatasi kondisi kerja yang

tidak fisiologis.

4. Menyampaikan kepada perajin (mitra) tentang prinsip-prinsip ergonomi yang layak

dan tepat diterapkan di tempat mereka.

5. Melalui diskusi interaktif, ditelususi kendala yang mungkin terjadi terkait dengan

aplikasi ergonomi dalam mengatasi kondisi kerja yang tidak fisiologis.

6. Melalui pendekatan partisipatori ditawarkan beberapa alternatif solusi dalam

mengatasi kondisi kerja yang tidak fisiologis.

7. Memfasilitasi kerjasama antara perajin dengan pemilik toko perhiasan di kawasan

wisata Ubud untuk pemasaran produk.

c. Tahap Pemantauan

Pada tahap pemantauan terhadap program pengabdian masyarakat dilakukan kegiatan

sebagai berikut.

1. Pemantauan terhadap pendataan kualitas kesehatan perajin yang menggunakan

stasiun kerja tanpa aplikasi ergonomi.

2. Pemantauan terhadap perbaikan stasiun kerja yang mengacu kepada perubahan sikap

dan posisi kerja perajin

3. Pemantauan terhadap proses adaptasi perajin di stasiun kerja yang ergonomis.

10

4. Pemantauan terhadap pendataan kualitas kesehatan perajin yang menggunakan

stasiun kerja yang sudah diperbaiki melalui implementasi konsep-konsep ergonomi

yang dipadukan dengan kearifan lokal.

5. Pemantauan terhadap pemasaran produk melalui kerjasama dengan toko perhiasan di

kawasan wisata Ubud.

2.5 Rancangan Evaluasi

Rancangan evaluasi yang akan dilakukan dalam menilai keberhasilan kegiatan

pengabdian masyarrakat adalah sebagai berikut.

1. Evaluasi terhadap kualitas kesehatan perajin (mitra) yang dinilai dari indikator beban

kerja, keluhan muskuloskeletal, dan kelelahan sebelum diberi pelatihan tentang

prinsip ergonomi di temppat kerja.

2. Evaluasi terhadap hasil perbaikan stasiun kerja perajin (mitra) yang mengacu kepada

prinsip-prinsip ergonomi terutama dilihat dari perubahan sikap dan posisi kerja

perajin.

3. Evaluasi terhadap keberhasilan perbaikan stasiun kerja yang dinilai dari peningkatan

kualitas kesehatan perajin melalui indikator penurunan beban kerja, keluhan

muskuloskeletal, dan kelelahan perajin.

4. Evaluasi terhadap keberhasilan kerjasama usaha antara mitra dengan pemilik toko

perhiasan di kawasan wisata Ubud yang dinilai dari jumlah produk yang berhasil

dipasarkan.

11

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil Penerapan IPTEKS dengan Kajian Ergonomi

Penerapan IPTEKS dalam pengabdian masyarakat yang berupaya untuk memfasilitasi

antara perajin dan pemasaran dinilai cukup berhasil. Hasil yang dicapai dalam kegiatan

pengabdian masyarakat bertajuk penerapan IPTEKS di kerajinan emas dan perak yang

mempunyai masalah ergonomi dan pemasaran dapat dicermati pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Hasil Penerapan IPTEKS dengan Kajian Ergonomi

NO KEGIATAN PENERAPAN

IPTEKS

HASIL YANG DICAPAI

1 Identifikasi dan

Pemecahan Masalah

Ergonomi

a. Kondisi kerja

secara umum

Melalui kajian ergonomi

ditelusuri kondisi kerja

yang berpotensi

memunculkan penyakit

akibat kerja

Ditemukan penyakit akibat kerja,

khususnya sakit pinggang,

punggung, dan bahu pada pekerja

setelah meraka memahat selama

kurang lebih 4 jam

b. Posisi dan

sikap kerja

perajin

Dilakukan sosialisasi

tentang posisi dan sikap

kerja yang fisiologis

sehingga tidak berisiko

memunculkan penyakit

akibat kerja atau

kecelakaan kerja dan

diredesain stasiun kerja

yang ergonomis

Setelah ditunjukkan sikap dan

posisi kerja yang ergonomis, para

pekerja secara proaktif mengikuti

petunjuk tersebut, akan tetapi masih

ada yang belum konsisten

melaksanakannya karena mereka

cenderung kembali ke sikap atau

posisi kerja yang sebelumnya.

c. Kondisi

lingkungan di

tempat kerja

Dososialisasikan tentang

prinsip-prinsip

lingkungan kerja yang

ergonomis (aman,

nyaman, dan sehat) serta

cara mengaplikasikan

ergonomi dalam

mengatasi kondisi

lingkungan yang

berisiko memunculkan

penyakit akibat kerja

Setelah disosialisasikan prinsip-

prinsip lingkungan kerja yang

ergonomis, para pekerja mulai

menyadari bahwa lingkungan kerja

sangat berpengaruh terhadap

produktivitasnya. Akan tetapi

mereka belum sepenuhnya dapat

memperhatikan atau pemperbaiki

lingkungan kerjanya yang belum

memadai

d. Organisasi Disosialisasikan tentang Mulai dilakukan organisasi kerja

12

kerja penerapan organisasi

kerja yang mengacu

kepada pendekatan

SHIP (Sistemik,

Holistik, Interdisipliner,

dan Partisipatori)

dengan dibentuknya kelompok

usaha bersama yang merupakan

realisasi dari program pemerintah.

Dalam hal ini mereka lebih

memilih pendekatan partisipatori

atau sistem ngayah yang umumnya

diterapkan di Bali.

2 Diskusi interaktif

dalam menelusuri

kendala yang

dijumpai dan

alternatif solusinya

terkait dengan

aplikasi ergonomi

Secara partisipatori

semua stakeholders

yang terkait diajak

berdiskusi, sehingga

kendala yang ada betul-

betul merupakan

kendala bersama dan

alternatif solusi yang

ditawarkan merupakan

hasil pemikiran bersama

Kendala yang dijumpai dalam

penerapan IPTEKS ini adalah: (1)

belum terbiasa melakukan kerja

kelompok; (2) belum menyadari

bahwa kondisi lingkungan yang

tidak aman, tidak nyaman, dan

tidak sehat dapat mempengaruhi

produktivitas; (3) belum dipahami

tentang peranan ppenting suatu

organisasi di dalam mekanisme

pemasaran; (4) sikap dan posisi

kerja yang tidak adekuat diangggap

sebagai konsekuensi dari pekerjaan

yang dilakukannya, sehingga

pekerja sering mengabaikannya; (5)

3 Pelatihan singkat

penyusunan action

plan (rencana aksi)

Setelah dipilah dan

dipilih permasalahan

yang teridentifikasi dan

berorientasi kepada

kendala yang ada,

dilakukan pelatihan

membuat rumusan

action plan yang

mengacu kepada unsur 5

W, 2 H, dan 1 R (what:

apa yang akan

dikerjakan); why:

mengapa itu yang

dikerjakan; when: kapan

dikerjakan; who: siapa

yang mengerjakan:

where: dimana

dikerjakan; How:

bagaimana caranya;

How much: berapa

biayanya; dan

Regulation: apa dasar

hukum atau peraturan

yang digunakan

Melalui pembinaan yang intensif

dan pembuatan pola sederhana

dalam membuat rencana aksi, para

pekerja menyadari bahwa apapun

yang mereka rencanakan wajib

ditulis atau didokumentasinya

dalam sebuah catatan sehingga bisa

digunakan sebagai acuan di dalam

bertindak atau bisa dimanfaatkan

untuk evaluasi hasil kegiatan.

13

4 Kerjasama dengan

pihak pemasaran

Difasilitasi kerjasama

pemasaran dengan toko

perhiasan di daerah

wisata Ubud.

Dapat dirintis pemasaran cincin,

giwang, bokoran, dan tempat

pemuspan di kawasan wisata Ubud

dngan cara mengontrak took di

kawasan tersebut selama satu

bulan, walaupun hasilnya belum

memadai.

5 Pemantauan

keberlanjutan

penerapan ergonomic

dalam mengatasi

penyakit akibat kerja

Dijajagi kembali

kelompok perajin yang

mendapat kesempatan

mengikuti program IbM

untuk mencermati

sejauhmana prinsip-

prinsip ergonomi sudah

diterapkan terutama

dalam hal (1)

penggunaan alat-alat

bermesin (gerinda

listrik, bor listrik, dll);

(2) pemanfaatan sikap

kerja yang fisiologis; (3)

penerapan organisasi

kerja yang mengacu

kepada pendekatan

SHIP; dan (4) realisasi

dari action plan yang

sudah dirumuskan.

Keberlanjutan dari upaya perbaikan

kondisi kerja dan kerjasama

pemasaran tampaknya sangat perlu

dilakukan mengingat produk yang

dihasilkan oleh para perajin sangat

diminati oleh para wisatawan. Akan

tetapi karena terbatasnya biaya

untuk mengontrak took di kawasan

wisata menjadi kendala dalam

pemasaran selanjutnya. Hal ini

dipecahkan melalui kerjasama

mutualisme dengan menggunakan

sistem persentase pihak pada (50 %

perajin dan 50% pemilik toko)

dalam membagi keuntungan yang

merupakan kearifan lokal orang

Bali yang telah diwariskan secara

turun temurun.

6 Pemantauan

keberlanjutan

pemasaran

Selalu diupayakan

kerjasama mutualisme

antara perajin dengan

pemilik toko perhiasan

di kawasan wisata Ubud

Kerjasama mutualisme ini

diharapkan terus berlanjut dan

difasilitasi oleh pihak LPM

Undiskha bekerja sama dengan

LPM di desa tempat produksi

kerajinan dan LPM di desa tempat

pemasaran

Perubahan kualitas kesehatan perajin yang dilihat dari indikator keluhan

muskuloskeletal, kelelahan, dan beban kerja dapat dilihat pada Tabel 3.2

14

Tabel 3.2 Hasil Analisis Kualitas Kesehatan Perajin Dilihat dari Indikator Keluhan

Muskuloskeletal, Kelelahan, dan Beban Kerja (Denyut Nadi) (n = 10)

Variabel Periode I Periode II Nilai t Nilai p Keterangan

Rerata SB Rerata SB

Keluhan

muskuloskeletal

sebelum kerja

28,80 0,79 29,00 0,82 0,612 0,555 Komparabel

Keluhan

muskuloskeletal

sesudah kerja

39,40 1,65 35,50 1,08 8,093 0,0001 Turun 9,90%

Kelelahan

sebelum kerja

30,70 0,82 30,90 0,58 0,802 0,443 Komparabel

Kelelahan

sesudah kerja

41,80 1,81 36,40 1,17 9,291 0,0001 Turun 12,92%

Denyut nadi

istirahat (dpm)

81,80 3,71 80,80 3,16 1,861 0,096 Komparabel

Denyut nadi kerja

(dpm)

96,38 4,50 90,13 3,96 3,695 0,005 Turun 6,48%

3.2 Hasil Pengamatan terhadap Kondisi Kerja dan Produk Perajin Emas dan Perak

Hasil pengamatan terhadap kondisi kerja dan produk perajin emas dan perak di

Kelurahan Beratan Singaraja dapat dilihat pada Gambar 3.1; 3.2; 3.3; dan 3.4.

Gambar 3.1 Sikap Kerja Membungkuk yang Berpotensi Menimbulkan Penyakit Akibat Kerja

15

Gambar 3.2 Sikap Kerja Fisiologis dan Kondisi Lingkungan di Tempat Kerja

16

Gambar 3.3 Produk dalam Bentuk Cincin, Gelang, dan Giwang yang Dihasilkan

Perajin dan Siap Dipasarkan

Gambar 3.4 Produk dalam Bentuk Bokoran yang Dihasilkan Perajin dan Siap

Dipasarkan

17

3.3 Hasil Pengamatan terhadap Tempat Pemasaran di Kawasan Wisata

Hasil pengamatan terhadap mekanisme pemasaran produk di kawasan wisata dapat

dilihat pada Gambar 3.5 dan 3.6.

Gambar 3.5. Tempat Pemasaran Produk Kerajinan Emas dan Perak di Kawasan Wisata

18

Gambar 3.6. Proses Tawar-menawar Produk Berupa Cincin, Giwang, dan Gelang

3.4 Pembahasan

3.4.1 Kajian Ergonomi dalam Pemberdayaan Masyarakat

Ergonomi berasal dari kata Yunani yaitu ergon (kerja) dan nomos (aturan). Definisi

ergonomi adalah ilmu, teknologi dan seni untuk menyerasikan alat, cara kerja dan lingkungan

pada kemampuan, kebolehan dan batasan manusia sehingga diperoleh kondisi kerja dan

lingkungan yang sehat, aman, nyaman dan efisien sehingga tercapai produktivitas yang

setinggi-tingginya (Manuaba, 2008). Ergonomi sangat diperlukan di dalam suatu kegiatan

yang melibatkan manusia di dalamnya dengan memperhitungkan kemampuan dan tuntutan

tugas.

Kemampuan manusia sangat ditentukan oleh faktor-faktor profil, kapasitas fisiologi,

kapasitas psikologi dan kapasitas biomekanik, sedangkan tuntutan tugas dipengaruhi oleh

karakteristik dari materi pekerjaan, tugas yang harus dilakukan, organisasi dan lingkungan

dimana pekerjaan itu dilakukan (Manuaba, 2008). Dengan ergonomi dapat ditekan dampak

19

negatif pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena dengan ergonomi berbagai

penyakit akibat kerja, kecelakaan, pencemaran, keracunan, ketidak-puasan kerja, kesalahan

unsur manusia, bisa dihindari atau ditekan sekecil-kecilnya (Manuaba, 2008). Dalam hal ini

ergo-entrepreneurship dimaknai sebagai konsep-konsep ergonomi yang dapat

diimplementasikan di dalam pengembangan pengetahuan dan sikap kewirausahaan seseorang

sehingga mereka mampu bersaing di era global.

Sumber kerja diartikan sebagai aspek-aspek fisik, social atau organisasional dari

pekerjaan yang dapat: (a) menurunkan tuntutan pekerjaan dan biaya yang berkaitan dengan

faktor fisiologis dan psikologis; (b) berfungsi dalam pencapaian tujuan kerja; (c) menstimulasi

pertumbuhan, pembelajaran, dan perkembangan individu. Sumber kerja merupakan predictor

terpenting dari engagement, karena mampu memprediksi komitmen suatu organisasi. Sumber

kerja berperan dalam pembentukan proses motivasi karena karyawan mampu memenuhi

kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan ekonomi, kompetensi, dan berhubungan dengan orang

lain. Penelitian terkini menyatakan bahwa suber kerja termasuk pada level tugas sebagai

umpan balik kinerja, level interpersonal sebagai dukungan dari rekan kerja, dan level

organisasi sebagai pembinaan supervisor (Bakker & Leiter, 2010: .Bakker, 2010; Bakker, et

al, 2011 ; Bakker, et al, 2008; Shimazu, et al, 2010)

Pemanfaatan prinsip-prinsip ergonomi dalam mendesain suatu produk membuat produk

tersebut menjadi lebih sesuai dengan pemakai (users friendly), memuaskan, nyaman dan aman

(Manuaba 2008; Fam, et al, 2007; Limerick, et al, 2007). Untuk memudahkan dan mengurangi

dampak negatif yang mungkin timbul, penerapan ergonomi hendaknya menggunakan bahasa

yang sederhana, bahasa perusahaan atau bahasa masyarakat. Pendekatan sistemik, holistik,

interdisipliner dan partisipatori (SHIP) hendaknya selalu dimanfaatkan dalam setiap

pemecahan masalah atau merencanakan sesuatu sehingga tidak ada lagi masalah yang

tertinggal atau muncul di kemudian hari (Manuaba, 2008; Azadeh, et al, 2007). Di samping itu

pendekatan SHIP hendaknya diterapkan dalam pemilihan dan alih teknologi sehingga menjadi

tepat guna, dengan persyaratan: (a) secara teknik hasilnya lebih baik; (b) secara ekonomi lebih

menguntungkan; (c) secara sosial budaya dapat diterima; (d) kesehatan dapat dijamin dan

dipertanggungjawabkan; (e) hemat dalam pemakaian energi; dan (f) tidak merusak lingkungan

(Manuaba, 2008; Munaf, et al., 2008). Dari beberapa perbaikan ergonomi terbukti bahwa

dengan penerapan ergonomi mampu memberikan keuntungan secara ekonomi, meningkatkan

20

keselamatan dan kenyamanan kerja. Malah telah sampai pada simpulan good ergonomi is

good economic yang merupakan acuan utama konsep ergo-entrepreneurship (Sutjana, et al.,

2008).

Pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal dan eksternal. Tanpa

mengecilkan arti dan peranan salah satu faktor, sebenarnya kedua faktor tersebut saling

berkontribusi dan mempengaruhi secara sinergis dan dinamis. Meskipun dari beberapa contoh

kasus yang disebutkan sebelumnya faktor internal sangat penting sebagai salah satu wujud

self-organizing dari masyarakat namun juga perlu memberikan perhatian pada faktor

eksternalnya (Anonim, 2012). Cook (1994) dalam Anonim (2012) menyatakan pembangunan

masyarakat merupakan konsep yang berkaitan dengan upaya peningkatan atau pengembangan

masyarakat menuju ke arah yang positif.

Giarci (2001) (dalam Anonim, 2012) memandang community development sebagai suatu

hal yang memiliki pusat perhatian dalam membantu masyarakat pada berbagai tingkatan umur

untuk tumbuh dan berkembang melalui berbagai fasilitasi dan dukungan agar mereka mampu

memutuskan, merencanakan dan mengambil tindakan untuk mengelola dan mengembangkan

lingkungan fisiknya serta kesejahteraan sosialnya. Proses ini berlangsung dengan dukungan

collective action dan networking yang dikembangkan masyarakat. Itu berarti pemberdayaan

masyarakat melalui pelatihan ergonomi sesungguhnya mengupayakan agar masyarakat

menyadari betapa pentingnya kesehatan dan kebugaran dalam bekerja. Di sisi lain melalui

pelatihan ergonomi dapat diwujudkan pembangunan berkelanjutan, karena akan tercipta

pekerja-pekerja yang tangguh tanpa terpapar oleh kondisi kerja yang tidak aman, tidak sehat,

dan tidak nyaman. Pada akhirnya akan diperoleh mekanisme kerja yang efektif, efisien, dan

produktif.

3.4.2 Pertimbangan Kearifan Lokal dalam Pemberdayaan Masyarakat

Kearifan lokal adalah unsur kebudayaan tradisional yang telah memiliki sejarah yang

panjang dan hidup dalam kesadaran kesadaran kolektif manusia dan masyarakat sejagat,

terkait dengan sumber daya alam, sumber daya kebudayaan, sumber daya manusia, ekonomi,

hokum dan keamanan (Geriya, 2007). Secara konseptual kearrifan lokal merupakan bagian

dari sistem pengetahuan sederhana (Sarna, 2008). Di antara keanekaragaman jenis kearifan

lokal, ditemukan beberapa kearifan lokal yang memiliki kualitas dan keunggulan dengan

21

kandungan nilai-nilai universal seperti historis, religius, etika, estetika, sains dan teknologi

yang disebut lokal genius.

Tri Hita Karana sebagai warisan budaya Bali ternyata memiliki banyak keterkaitan

dengan ergonomi karena kaya dengan filosofi, nilai, etika lokal, dan dengan focus berupa

konfigurasi nilai harmoni. Dalam hal ini prinsip ergonomi yang mengutamakan unsur

kenyamanan, kesehatan, keamanan, efisiensi, dan efektivitas serta produktivitas kerja amat

terkait dengan konsep Tri Hita Karana yang sangat mempengaruhi perilaku orang Bali dalam

beraktivitas. Di samping itu warisan leluhur tentang konsep keseimbangan yang dikenal

dengan istilah Tri Hita Karana tersebut selalu menjadi inspirasi bagi pengelolaan sumber daya

alam di Bali. Dalam hal ini penerapan ergonomi di industri kecil yang berbasis kearifan lokal

sesungguhnya adalah beruasaha agar terjadi keseimbangan antara aktivitas manusia dengan

daya dukung alam di sekitarnya. Penanganan limbah perusahaan dan pembatasan waktu kerja

merupakan upaya ergonomi untuk menserasikan antara tuntutan tugas dengan kemampuan

manusia dan faktor lingkungan yang menyertai para pekerja saat beraktivitas.

Budaya Bali sangat menekankan keseimbangan dari pola relasi hubungan dengan

Tuhan, manusia, dan lingkungan. Kedinamisan keseimbangan pola relasi ini sangat terkait

dengan dinamika perjalanan waktu dan keadaan yang terjadi (desa, kala, patra). Konsep desa

kala patra juga menjadi acuan dalam perbaikan stasiun dan proses kerja di industri kecil,

karena konsep ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan intervensi ergonomi di suatu

daerah (Sutajaya & Ristiati, 2011).

Ajaran Catur Purusartha (Dharma, Artha, Kama, Moksa) diarahkan untuk mencapai

tujuan kebebasan yang abadi dan kesejahteraan seantero alam semesta dengan istilah

mokshartam jagadhita. Tujuan untuk mencapainya adalah dengan Catur Marga (Karma,

Bhakti, Jnana, Raja). Konsep ini amat terkait dengan prinsip ergonomi yang menekankan

kepada upaya manusia untuk meningkatkan produktivitas kerjanya dalam mencapai

kesejahteraan hidup dan tetap terjaganya kualitas kesehatan jasmani dan rohani.

3.4.3 Pertimbangan Faktor Sosial Budaya dalam Pemberdayaan Masyarakat

Geriya (2007) menyatakan bahwa kristalisasi nilai-nilai budaya yang digali dari bumi

Indonesia adalah: (a) unsur ke-Tuhanan yang diungkapkan dengan bhinneka tunggal ika tan

hana dharma mangrua yang artinya berbeda-beda tetapi satu dan tidak ada agama yang

22

memiliki tujuan berbeda dimana unsur kerukunan dan toleransi agama menjadi bingkai

pemersatu; (b) unsur kemanusiaan yang egaliter dapat dijumpai pada tata kehidupan

bermasyarakat yakni menghargai sesama umat dan saling membantu jika tertimpa musiba;, (c)

unsur persatuan yang terihat jelas dengan adanya kebersamaan (collectives), kekeluargaan,

persatuan dan kesatuan serta kegotong-royongan; (d) unsur kerakyatan sebagai ciri demokrasi

terlihat dalam pengambilan keputusan dilakukan melalui jalan musyawarah mufakat; dan (e)

unsur keadilan tercermin dalam kehidupan hukum adat sebagai salah satu aspek budaya yang

mengatur secara adil dan merupakan kewajiban warga masyarakat setempat. Pendapat ini

sangat berkaitan dengan unsur-unsur yang perlu dipertimbangkan dalam penerapan ergonomi

khususnya di Bali yaitu: (a) bekerja diyakini sebagai suatu darma seseorang dan hasilnya akan

dipertanggung-jawabkan kepada Tuhan (Ida Sang Hyang Widhi Wasa) melalui pelaksanaan

karma marga sebagai wujud bakti kepadaNya; (b) melalui penerapan ergonomi sejak dini

diharapkan dicapai kondisi kerja yang lebih manusiawi dan tidak memaksa seseorang untuk

bekerja di luar batasan, kemampuan dan kebolehannya; (c) suatu pekerjaan akan bisa

dilakukan secara efektif dan efisien dengan hasil maksimal jika dikerjakan secara bersama-

sama melalui tim kerja yang kondusif; (d) unsur kerakyatan sebagai ciri demokrasi sangat

kentara di dalam suatu organisasi kerja yang menerapkan pendekatan SHIP (sistemik, holistik,

interdisipliner dan partisipatori) karena pendekatan tersebut memberi peluang kepada setiap

orang untuk berkontribusi sama dalam setiap mengambil keputusan dan mereka yang ingin

menang sendiri dan otoriter akan tereliminasi; dan (e) unsur keadilan dapat dilihat pada sistem

pengupahan di mana prinsip ergonomi selalu menekankan kepada sistem pengupahan yang

proporsional sesuai dengan beban kerja atau risiko yang dihadapi pekerja.

Penelitian pemberdayaan masyarakat yang berorientasi ergonomi yang menyentuh unsur

tubuh manusia yaitu: bayu (kekuatan), sabda (suara) dan idep (pikiran) dapat dijelaskan

sebagai berikut (Sutajaya, et al, 2009).

1. Dalam menentukan permasalahan di tempat kerja hendaknya memperhatikan status

nutrisi atau energi dan pemanfaatan tenaga otot (bayu) terkait dengan subjek yang

akan dilibatkan dan intervensi ergonomi yang dikenakan terhadap subjek penelitian.

2. Dalam membuat protokol penelitian unsur sabda atau pendapat (suara) subjek perlu

diperhatikan, karena apa yang diinginkan peneliti belum tentu sesuai dengan

keinginan subjek.

23

3. Saat memperbaiki kondisi kerjanya diharuskan untuk mengajak subjek secara

partisipatori turut berpikir atau memanfaatkan idep mereka demi tercapainya

kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak.

Penelitian pemberdayaan masyarakat yang berorientasi ergonomi yang menyentuh unsur

sarana berlogika yaitu desa (tempat), kala (waktu) dan patra (kebiasaan) dapat dijelaskan

sebagai berikut (Sutajaya, et al, 2009).

1. Pada proses penelitian karateristik lokasi (tempat) penelitian sangat menentukan

keberhasilan suatu penelitian karena terkait dengan cara pemilihan sampel, rancangan

yang digunakan, dan strategi pendataan. Untuk itu perlu diketahui karakteristik suatu

wilayah yang akan dijadikan objek penelitian sehingga penelitian dapat berlangsung

lancar dengan hasil yang maksimal.

2. Waktu penelitian juga sangat menentukan validitas dan reliabilitas data yang

diperoleh karena jika salah menentukan alokasi waktu penelitian bisa berakibat fatal

atau penelitian mengalami kegagalan, misalnya: penelitian dilakukan saat ada upacara

agama, ini tentu akan mempengaruhi kondisi subjek.

3. Kebiasaan setempat perlu dipertimbangkan agar diperoleh data yang akurat karena

kebiasaan seseorang yang mungkin sudah dilakukan selama bertahun-tahun atau

bahkan berabad-abad lamanya tidak bertindak sebagai variabel pengganggu atau

menjadi masking effect dalam analisis data.

Penelitian pemberdayaan masyarakat yang berorientasi ergonomi yang menyentuh unsur

peradilan yaitu bukti, saksi dan ilikita (logika) dapat dijelaskan sebagai berikut (Sutajaya, et al,

2009).

1. Bukti keberhasilan intervensi ergonomi sering digunakan sebagai acuan di dalam

melaksanakan intervensi berikutnya, karena bukti yang bisa dilihat dan dirasakan

oleh pekerja dapat bertindak sebagai pemicu motivasi pihak terkait untuk

memperbaiki kondisi kerjanya.

2. Saksi juga diperlukan untuk mempromosikan keberhasilan intervensi ergonomi

karena apa yang dikatakan atau dilaporkan oleh saksi yang dalam hal ini adalah

subjek dan peneliti dapat mempengaruhi minat pekerja atau orang lain yang tertarik

dengan intervensi tersebut untuk diterapkan di tempat mereka.

24

3. Ilikita atau logika sangat berpengaruh dalam mengambil suatu keputusan terkait

dengan upaya perbaikan yang akan dilakukan, karena dalam penerapan ergonomi

diawali dengan perbaikan yang sifatnya mudah dikerjakan, murah biayanya dan

masuk akal. Itu berarti secara logis apa yang diterapkan dalam penelitian ergonomi

hendaknya masuk akal dan bisa berlanjut atau tidak hanya terbatas sebagai penelitian

saja.

3.4.4 Sikap Kewirausahaan sebagai Penunjang Pemasaran

Wirausaha adalah kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk melihat dan menilai

kesempatan-kesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-sumber daya yang dibutuhkan

untuk mengambil tindakan yang tepat dan mengambil keuntungan dalam rangka meraih

sukses. Kewirausahaan pada hakekatnya adalah sifat, ciri dan watak seseorang yang memiliki

kemauan dalam mewujudkan gagasan inovatif ke dalam dunia nyata secara kreatif. Sedangkan

yang dimaksudkan dengan seorang wirausahawan adalah orang-orang yang memiliki

kemampuan melihat dan menilai kesempatankesempatan bisnis; mengumpulkan sumber daya-

sumber daya yang dibutuhkan untuk mengambil tindakan yang tepat, mengambil keuntungan

serta memiliki sifat, watak dan kemauan untuk mewujudkan gagasan inovatif kedalam dunia

nyata secara kreatif dalam rangka meraih sukses/meningkatkan pendapatan (Amperaningrum

& Ichyaudin, 2009).

Orang-orang yang memiliki kreativitas dan inovasi yang tinggi dalam hidupnya. Secara

epistimologis, sebenarnya kewirausahaan hakikatnya adalah suatu kemampuan dalam berpikir

kreatif dan berperilaku inovatif yang dijadikan dasar, sumber daya, tenaga penggerak, tujuan,

siasat dan kiat dalam menghadapi tantangan hidup. Seorang wirausahawan tidak hanya dapat

berencana, berkata-kata tetapi juga berbuat, merealisasikan rencana-rencana dalam pikirannya

ke dalam suatu tindakan yang berorientasi pada sukses. Maka dibutuhkan kreatifitas, yaitu

pola pikir tentang sesuatu yang baru, serta inovasi, yaitu tindakan dalam melakukan sesuatu

yang baru.

Beberapa konsep kewirausahaan seolah identik dengan kemampuan para wirausahawan

dalam dunia usaha (business). Padahal, dalam kenyataannya, kewirausahaan tidak selalu

identik dengan watak/ciri wirausahawan semata, karena sifat-sifat wirausahawan pun dimiliki

oleh seorang yang bukan wirausahawan. Wirausaha mencakup semua aspek pekerjaan, baik

25

karyawan swasta maupun pemerintahan (Soeparman Soemahamidjaja, 1980 dalam

Amperaningrum & Ichyaudin, 2009).

Wirausahawan adalah mereka yang melakukan upaya-upaya kreatif dan inovatif dengan

jalan mengembangkan ide, dan meramu sumber daya untuk menemukan peluang (opportunity)

dan perbaikan (preparation) hidup (Prawirokusumo, 1997 dalam Amperaningrum &

Ichyaudin, 2009). Kewirausahaan (entrepreneurship) muncul apabila seseorang individu

berani mengembangkan usaha-usaha dan ide-ide barunya. Proses kewirausahaan meliputi

semua fungsi, aktivitas dan tindakan yang berhubungan dengan perolehan peluang dan

penciptaan organisasi usaha (Suryana, 2001 dalam Amperaningrum & Ichyaudin, 2009 ).

Esensi dari kewirausahaan adalah menciptakan nilai tambah di pasar melalui proses

pengkombinasian sumber daya dengan cara-cara baru dan berbeda agar dapat bersaing.

Menurut Zimmerer (1996) dalam Amperaningrum & Ichyaudin (2009), nilai tambah

tersebut dapat diciptakan melalui cara-cara sebagai berikut:

1. Pengembangan teknologi baru (developing new technology)

2. Penemuan pengetahuan baru (discovering new knowledge)

3. Perbaikan produk (barang dan jasa) yang sudah ada (improving existing products or

services)

4. Penemuan cara-cara yang berbeda untuk menghasilkan barang dan jasa yang lebih

banyak dengan sumber daya yang lebih sedikit (finding different ways of providing

more goods and services with fewer resources)

Walaupun di antara para ahli ada yang lebih menekankan kewirausahaan pada peran

pengusaha kecil, namun sifat inipun sebenarnya dimiliki oleh orang-orang yang berprofesi di

luar wirausahawan. Jiwa kewirausahaan ada pada setiap orang yang menyukai perubahan,

pembaharuan, kemajuan dan tantangan, apapun profesinya. Dengan demikian, ada enam

hakekat pentingnya kewirausahaan dengan penjelasan sebagai berikut (Amperaningrum &

Ichyaudin, 2009).

1. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang diwujudkan dalam perilaku yang dijadikan

sumber daya, tenaga penggerak, tujuan, siasat, kiat, proses dan hasil bisnis (Ahmad

Sanusi, 1994 dalam Amperaningrum & Ichyaudin, 2009)

26

2. Kewirausahaan adalah suatu nilai yang dibutuhkan untuk memulai sebuah usaha dan

mengembangkan usaha (Soeharto Prawiro, 1997 dalam Amperaningrum &

Ichyaudin, 2009)

3. Kewirausahaan adalah suatu proses dalam mengerjakan sesuatu yang baru (kreatif)

dan berbeda (inovatif) yang bermanfaat dalam memberikan nilai lebih.

4. Kewirausahaan adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dan

berbeda (Drucker, 1959 dalam Amperaningrum & Ichyaudin, 2009)

5. Kewirausahaan adalah suatu proses penerapan kreatifitas dan keinovasian dalam

memecahkan persoalan dan menemukan peluang untuk memperbaiki kehidupan

usaha (Zimmerer, 1996 dalam Amperaningrum & Ichyaudin, 2009)

6. Kewirausahaan adalah usaha menciptakan nilai tambah dengan jalan

mengkombinasikan sumber-sumber melalui cara-cara baru dan berbeda untuk

memenangkan persaingan.

Untuk dapat mencapai tujuan yang diharapkan, maka setiap orang memerlukan ciri-ciri

dan juga memiliki sifat-sifat dalam kewirausahaan. Ciri-ciri seorang wirausaha adalah: (a)

percaya diri; (b) berorientasikan tugas dan hasil; (c) pengambil risiko; (d) kepemimpinan; (d)

keorisinilan; (e) berorientasi ke masa depan; dan (f) jujur dan tekun (Wikipedia, 2012)

Sifat-sifat seorang wirausaha adalah sebagai berikut (Wikipedia, 2012).

1. Memiliki sifat keyakinan, kemandirian, individualitas, optimisme.

2. Selalu berusaha untuk berprestasi, berorientasi pada laba, memiliki ketekunan dan

ketabahan, memiliki tekad yang kuat, suka bekerja keras, energik ddan memiliki

inisiatif.

3. Memiliki kemampuan mengambil risiko dan suka pada tantangan.

4. Bertingkah laku sebagai pemimpin, dapat bergaul dengan orang lain dan suka

terhadap saran dan kritik yang membangun.

5. Memiliki inovasi dan kreativitas tinggi, fleksibel, serba bisa dan memiliki jaringan

bisnis yang luas.

6. Memiliki persepsi dan cara pandang yang berorientasi pada masa depan.

7. Memiliki keyakinan bahwa hidup itu sama dengan kerja keras.

27

Bertolak dari ciri dan sifat watak seorang wirausahawan dapat diidentifikasi sikap

seorang wirausahawan yang dapat diangkat dari kegiatannya sehari-hari, sebagai berikut

(Wikipedia, 2012)

1. Disiplin

Dalam melaksanakan kegiatannya, seorang wirausahawan harus memiliki kedisiplinan

yang tinggi Arti dari kata disiplin adalah ketepatan komitmen wirausahawan terhadap tugas

dan pekerjaannya. Ketepatan yang dimaksud bersifat menyeluruh, yaitu ketepatan terhadap

waktu, kualitas pekerjaan, sistem kerja dan sebagainya. Ketepatan terhadap waktu, dapat

dibina dalam diri seseorang dengan berusaha menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan waktu

yang direncanakan. Sifat sering menunda pekerjaan dengan berbagai macam alasan, adalah

kendala yang dapat menghambat seorang wirausahawan meraih keberhasilan Kedisiplinan

terhadap komitmen akan kualitas pekerjaan dapat dibina dengan ketaatan wirausahawan akan

komitmen tersebut. Wirausahawan harus taat azas. Hal tersebut akan dapat tercapai jika

wirausahawan memiliki kedisiplinan yang tinggi terhadap sistem kerja yang telah ditetapkan.

Ketaatan wirausahawan akan kesepakatan-kesepakatan yang dibuatnya adalah contoh dari

kedisiplinan akan kualitas pekerjaan dan sistem kerja.

2. Komitmen Tinggi

Komitmen adalah kesepakatan mengenai sesuatu hal yang dibuat oleh seseorang, baik

terhadap dirinya sendiri maupun orang lain. Dalam melaksanakan kegiatannya, seorang

wirausahawan harus memiliki komitmen yang jelas, terarah dan bersifat progresif (berorientasi

pada kemajuan). Komitmen terhadap dirinya sendiri dapat dibuat dengan identifikasi cita-cita,

harapan dan target-target yang direncanakan dalam hidupnya. Sedangkan contoh komitmen

wirausahawan terhadap orang lain terutama konsumennya adalah pelayanan prima yang

berorientasi pada kepuasan konsumen, kualitas produk yang sesuai dengan harga produk yang

ditawarkan, penyelesaian bagi masalah konsumen, dan sebagainya.Seorang wirausahawan

yang teguh menjaga komitmennya terhadapkonsumen, akan memiliki nama baik di mata

konsumen yang akhirnya wirausahawan tersebut akan mendapatkan kepercayaan dari

konsumen, dengan dampak pembelian terus meningkat sehingga pada akhirnya tercapai target

perusahaan yaitu memperoleh laba yang diharapkan.

28

3. Jujur

Kejujuran merupakan landasan moral yang kadang-kadang dilupakan oleh seorang

wirausahawan Kejujuran dalam berperilaku bersifat kompleks Kejujuran mengenai

karakteristik produk (barang dan jasa) yang ditawarkan, kejujuran mengenai promosi yang

dilakukan, kejujuran mengenai pelayanan purnajual yang dijanjikan dan kejujuran mengenai

segala kegiatan yang terkait dengan penjualan produk yang dilakukan olehwirausahawan.

4. Kreatif dan Inovatif

Untuk memenangkan persaingan, maka seorang wirausahawan harus memiliki daya

kreativitas yang tinggi.

Daya kreativitas tersebut sebaiknya dilandasi oleh cara berpikir yang

maju, penuh dengan gagasan-gagasan baru yang berbeda dengan produk-produk yang telah

ada selama ini di pasar Gagasan-gagasan yang kreatif umumnya tidak dapat dibatasi oleh

ruang, bentuk ataupun waktu Justru seringkali ide-ide jenius yangmemberikan terobosan-

terobosan baru dalam dunia usaha awalnya adalah dilandasi oleh gagasan-gagasan kreatif yang

kelihatannya mustahil

5. Mandiri

Seseorang dikatakan mandiri apabila orang tersebut dapat melakukan keinginan

dengan baik tanpa adanya ketergantungan pihak lain dalammengambil keputusan atau

bertindak, termasuk mencukupi kebutuhan hidupnya, tanpa adanya ketergantungan dengan

pihak lain Kemandirian merupakan sifat mutlak yang harus dimiliki oleh seorang

wirausahawan Pada prinsipnya seorang wirausahawan harus memiliki sikap mandiri dalam

memenuhi kegiatan usahanya.

6. Realistis

Seseorang dikatakan realistis bila orang tersebut mampu menggunakan fakta/realita

sebagai landasan berpikir yang rasional dalam setiap pengambilan keputusan maupun

tindakan/ perbuatannya. ]Banyak seorang calon wirausahawan yang berpotensi tinggi, namun

pada akhirnya mengalami kegagalan hanya karena wirausahawan tersebut tidak realistis,

obyektif dan rasional dalam pengambilan keputusan bisnisnya. Karena itu dibutuhkan

29

kecerdasan dalam melakukan seleksi terhadap masukan-masukan/ sumbang saran yang ada

keterkaitan erat dengan tingkat keberhasilan usaha yang sedang dirintis.

3.4.5 Perlunya Pelatihan Kewirausahaan Berbasis Ergonomi

Pelatihan kewirausahaan dinilai sangat diperlukan bagi para perajin, karena saat ini

sikap kewirausahaan mereka dinilai belum memadai. Dikatakan demikia karena terbukti

bahwa selama kurang lebih satu bulan proses pemasaran produk di kawasan wisata, ternyata

belum menghasilkan keuntungan yang diharapkan. Ini membuat para perajin merasa gagal

untuk melanjutkan pemasaran tersebut, terlebih lagi biaya kontrak toko yang relatif mahal.

Perlunya dibentuk sikap kewirausahaan yang tangguh, karena orang Bali saat ini

merasa kalah bersaing dengan rekan-rekan seprofesi yang berasal dari luar Bali.

Ketidaktangguhan dan ketidakuletan orang Bali sering menjadi kendala dalam berwirausaha.

Rencana ke depan untuk melaksanakan pelatihan kewirausahaan bagi para perajin emas dan

perak tampaknya sangat urgen untuk dilaksanakan. Dikatakan demikian, karena saat ini para

generasi muda yang akan menerima tongkat estafet orang tuanya yang berharap agar mereka

juga bekerja di bidang tersebut ternyata tidak tertarik dengan pekerjaan tersebut.

3.4.6 Kualitas Kesehatan Perajin

Kualitas kesehatan perajin sangat menentukan produktivitasnya. Dalam hal ini didata

tiga indikator kualitas kesehatan yaitu: (1) keluhan muskuloskeletal; (2) kelelahan; dan (3)

beban kerja yang diniilai berdasarkan perubahan denyut nadi perajin. Dari ketiga indikator ini

tampaknya sangat dimungkinkan untuk dievaluasi secara berkelanjutan, sebagai gambaran

bahwa kualitas kesehatan perajin dalam kondisi baik atau tidak. Dari hasil analisis terhadap

kualitas kesehatan tersebut dapat digunakan sebagai acuan di dalam memperbaiki kondisi

kerja para perajin.

Pengabdian masyarakat yang diilakukan di Kelurahan Beratan Singaraja dengan

menerapkan IPTEKS berbasis ergonomi tampaknya sangat relevan untuk mengatasi kondisi

kerja perajin, karena melalui penerapan prinsip-prinsip ergonomi kualitas kesehatan perajin

dapat ditingkatkan yang pada akhirnya akan dapat meningkatkan produktivitas kerja.

Senadainya produktivitas dapat ditingkatkan berarti produk yang siap dipasarkan akan

semakin banyak dan tentu akan bisa merambah pasar yng lebih luas. Dengan demikian

30

pemasaran produk yang dirintis dalam pengabdian ini dapat dilaksanakan secara berkelanjutan

dengan menerapkan kerjasama mutualisme atau dengan konsep kearifan lokal Bali yaitu pihak

pada (keuntungan dibagi dengan ketentuan 50% untuk perajin dan 50% untuk pemilik toko).

3.4.7 Melanjutkan dan Memperluas Pemasaran di Kawasan Wisata

Hasil amatan terhadap mekanisme pemasaran yang dinilai belum memadai perlu

dicarikan solusi yang efektif dan efisien. Kendala yang dihadapi saat ini adalah biaya kontrak

toko yang relatif mahal dan belum sepadan dengan hasil yang dicapai. Kendala tersebut dapat

diatasi dengan negosiasi antara pemilik toko dan perajin yang bisa difasilitasi oleh pihak LPM

Undiksha, sehingga tercapai kesepakatan yang saling menguntungkan dan kerjasama bisa

berlanjut.

Jika usaha ke arah itu belum tampak, maka LPM Undiksha bisa menjadi motivator

sekaligus fasilitator yang dapat menjembatani kerjasama mutualisme antara peraajin dengan

pemilik toko di kawasan wisata. Unuk sementara pihak LPM Undiksha bisa mensubsidi dana

melalui keberlanjutan pengabdian ini, dengan harapan agar rintisan pemasaran ini tidak

mandeg sampai pengabdian ini berakhir. Di pihak lain para pelaku pemasaran hendaknya bisa

bekerjasama dengan toko-toko lainnya untuk memasarkan pproduk yang dihasilkan oleh ppara

perajin.

31

BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Bertolak dari hasil analisis dan pembahasan yang dikaji berdasarkan acuan yang

relevan dapat dibuat simpulan sebagai berikut.

1. Kegiatan pengabdian masyarakat melalui penerapan IPTEKS berbasis ergonomi telah

berhasil mengatasi masalah ergonomi pada perajin emas dan perak di Kelurahan

Beratan Singaraja.

2. Telah berhasil dibangun kerjasama mutualisme antara pihak perajin dengan pemilik

toko di kawasan wisata terkait dengan pemasaran produk.

4.2 Saran

Saran yang tampaknya penting untuk disampaikan dalam laporan ini demi

keberlanjutan program penerapan IPTEKS berbasis ergonomi dalam mengatasi masalah di

tempat kerja dan pemasaran adalah sebagai berikut.

1. Disarankan kepada para perajin agar selalu memperhatikan kualitas kesehatannya,

karena dengan kualitas kesehatan yang baik akan berimplikasi terhadap produktivitas

kerja.

2. Disarankan kepada pemilik toko di kawasan wisata, hendaknya siap bekerjasama

secara mutualisme dengan pihak perajin demi tercapainya pemasaran yang memadai

dan menguntungkan kedua belah pihak.

3. Disarankan kepada LPM Undiksha agar tetap memfasilitasi kegiatan pengabdian

dengan model seperti karena dampaknya sangat dirasakan oleh perajin yang

mempunyai masalah di bidang ergonomi dan pemasaran.

32

DAFTAR PUSTAKA

Amperaningrum & Ichyaudin, 2009. Hakekat Kewirausahaan. [Cited 2012 September 10]

Available From http://adesyams.blogspot.com/2009/09/hakekat-kewirausahaan.html

Anonim, 2009, Pemberdayaan Masyarakat dan Pembangunan Berkelanjutan [Cited

2012 March 29] Available at

http://www.pemberdayaan.com/pembangunan/pemberdayaan-masyarakat-dan-

pembangunan-berkelanjutan.html.

Azadeh, A., Fam, M., Garakani,M.M. 2007. A Total Ergonomis Design Approach to Enhance

the Productivity in A Complicated Control System. Journal of Information Technology.

6 (7): 1036 – 1042.

Bakker, A.B., Schaufeli, W.B., Leiter, M.P. & Taris, T.W. 2008. Work Engagement: An

Emerging Concept in Occupational Health Psychology. Work and Strees Journal,

Vol.22. No. 3., 187-200.

Bakker, A.B. & Leiter, M.P. 2010. Where to Go from Here: Integration and Future Research

on Work Engagement; In: Bakker, A.B. & Leiter, M.P. Editor: Work Engagement, A

Handbook of Essential Theory and Research. New York: Psychology Press.

Bakker, A.B. 2010. Engagement and Job Crafting: Engaged Employees Create Their Own

Great Place to Work, In: Albrecht,S. Editor. Handbook of Employee Engagement

Perspectives, Issues, Researches and Practices. USA: Edward Elgar.

Bakker, A.B. Albrecht, S.L. & Leiter,M.P. 2011. Key Question Regarding Work Engagement,

European Journal of Work and Organizational Psychology. 20 (1), 4-28

Fam, M., Azadeh, A., Azam, A. 2007. Modeling an Integrated Health, Safety, and Ergonomis

Management System: Application to Power Plants. Journal of Res Health Sciences.

Vol 7 (2): 1 – 10.

Geriya. 2007. Konsep dan Strategi Revitalisasi Kearifan Lokal dalam Penataan Lingkungan

Hidup di Bali. Denpasar: Universitas Udayana.

Limerick, L.B. Straker, L., Pollock, C. Dennis, G., Leveritt, S., Johnson, S. 2007.

Implementation of the Participative Ergonomis for Manual Tasks (PErforM)

Programme at Four Australian Underground Coal Mines. International Journal of

Industrial Ergonomis. Vol. 37, No. 2. February: 145 – 155.

Manuaba, A. 2008. Membangun Bali atau Membangun di Bali. Bali-HESG. Denpasar.

Muchtar, 2007. Pemberdayaan Masyarakat Melalui Program Pengembangan Distrik (Kajian

Kebijakan dan Implementasinya di Provinsi Papua) Jurnal Penelitian dan

Pengembangan Kesejahteraan Sosial. Vol.12.No.02, Mei-Agustus 2007.

Munaf, D.R., Suseno, T., Janu, R.I., Badar, A.M. 2008. Peran teknologi Tepat Guna untuk

Masyarakat Daerah Perbatasan. Jurnal Sosioteknologi No. 13 Tahun 7, April.

PLPBK, 2011. Pengembangan Potensi Seni dan Budaya Melalui Penataan Lingkungan

Permukiman Berbasis Komunitas sebagai Upaya untuk Meningkatkan Peluang Kerja

Bagi Warga Miskin di Desa Peliatan Ubud Gianyar Bali. PLPBK Desa Peliatan,

Kecamatan Ubud. Kabupaten Gianyar.

RPJM, 2011, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (RPJM-DES) Desa Peliatan

Tahun 2011-2015. RPJM Desa Peliatan, Kec. Ubud. Kabupaten Gianyar.

Sarna, K. 2008. Pengembangan Bahan Ajar Biologi Berbasis Lokal Genius. Makalah

disampaikan dalam Seminar Jurusan Pendidikan Biologi Undiksha, Singaraja.

33

Shimazu, A. Miyanaka,D. Schaufeli,W.B. 2010. Work Engagement from A Culture

Perspective: In: Albrecht,S. editor. Handbook of Employee Engagement Perspectives,

Issue, Researches and Practices. USA: Edward Elgar

Sutajaya, I M. Ristiati, N.P, Setiabudi, G. I. 2009. Penerapan Ergonomi Berbasis Kearifan Lokal

untuk Meningkatkan Kualitas Kesehatan dan Produktivitas Pekerja di Industri Kecil. Laporan

Penelitan Strategis Nasional. Jurusan Pendidikan Biologi. F MIPA. UNDIKSHA.

Sutajaya, I M., & Ristiati, N.P. 2011. Perbaikan Kondisi Kerja Berbasis Kearifan Lokal yang

Relevan dengan Konsep Ergonomi untuk Meningkatkan Kualitas Kesehatan dan

Produktivitas Pematung di Desa Peliatan Ubud Gianyar. Jurnal Penelitian dan

Pengembangan Sains dan Humaniora ISSN 1979-7095. Volume 5, No.3, Desember

2011

Sutjana, I D.P. Sutajaya, I M., Purnawati, S. Adiamika, P, Tunas, K. Suardana, E, &

Swamardika, I.B.A. 2008. Preliminary Anthropometric Data of Medical Students for

Equipment Applications. Journal of Human Ergology Vol. 37. No 1.: 45 – 48.

Wikipedia, 2012. Kewirausahaan. [Cited 2012 September 10] Available at

http://id.wikipedia.org/wiki/Kewirausahaan

34

LAMPIRAN

Lampiran 1. Absensi Peserta Kegiatan

No Nama Tanda Tangan Peserta

1 I Ketut Dibya

2 I Ketut Widiana

3 I Nyoman Sweden

4 Pande Made Sadguna Artha

5 Pande Nyoman Sedana Artha

6 Ni Ketut Sukarni

7 Ni Made Sinta

8 Ni Made Desy Lestari

9 Ni Made Reni

10 Ni Wayan Kasni

35

Lampiran 2. Hasil Analisis Kualitas Kesehatan Perajin dan Pedagang

Descriptive Statistics

N Mean Std. Deviation Minimum Maximum

MSDSebPI 10 28.8000 .78881 28.00 30.00

MSDSedPI 10 39.4000 1.64655 38.00 43.00

KelSebPI 10 30.7000 .82327 30.00 32.00

KelSedPI 10 41.8000 1.81353 39.00 44.00

DNIstPI 10 81.8000 3.70585 78.00 88.00

DNKPI 10 96.3810 4.49659 90.99 102.26

MSDSebPII 10 29.0000 .81650 28.00 30.00

MSDSedPII 10 35.5000 1.08012 34.00 37.00

KelSebPII 10 30.9000 .56765 30.00 32.00

KelSedPII 10 36.4000 1.17379 35.00 38.00

DNIstPII 10 80.8000 3.15524 78.00 88.00

DNKPII 10 90.1300 3.95990 85.00 97.00

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

MSDSebPI MSDSedPI KelSebPI KelSedPI DNIstPI DNKPI

N 10 10 10 10 10 10 Normal Parameters(a,b)

Mean 28.8000 39.4000 30.7000 41.8000 81.8000 96.3810

Std. Deviation .78881 1.64655 .82327 1.81353 3.70585 4.49659 Most Extreme Differences

Absolute .245 .202 .302 .146 .286 .205

Positive .245 .202 .302 .139 .286 .205 Negative -.200 -.198 -.198 -.146 -.153 -.186 Kolmogorov-Smirnov Z .774 .640 .956 .461 .906 .648 Asymp. Sig. (2-tailed) .587 .807 .320 .983 .385 .795

MSDSebPII MSDSedPII KelSebPII KelSedPII DNIstPII DNKPII

10 10 10 10 10 10 29.0000 35.5000 30.9000 36.4000 80.8000 90.1300

.81650 1.08012 .56765 1.17379 3.15524 3.95990 .200 .178 .370 .195 .300 .190 .200 .178 .330 .184 .300 .185

-.200 -.178 -.370 -.195 -.187 -.190 .632 .564 1.170 .618 .949 .601 .819 .908 .130 .840 .329 .864

a Test distribution is Normal. b Calculated from data.

36

Paired Samples Statistics

Mean N Std. Deviation Std. Error Mean

Pair 1 MSDSebPI 28.8000 10 .78881 .24944

MSDSebPII 29.0000 10 .81650 .25820

Pair 2 MSDSedPI 39.4000 10 1.64655 .52068

MSDSedPII 35.5000 10 1.08012 .34157

Pair 3 KelSebPI 30.7000 10 .82327 .26034

KelSebPII 30.9000 10 .56765 .17951

Pair 4 KelSedPI 41.8000 10 1.81353 .57349

KelSedPII 36.4000 10 1.17379 .37118

Pair 5 DNIstPI 81.8000 10 3.70585 1.17189

DNIstPII 80.8000 10 3.15524 .99778

Pair 6 DNKPI 96.3810 10 4.49659 1.42195

DNKPII 90.1300 10 3.95990 1.25223

Paired Samples Correlations

N Correlation Sig.

Pair 1 MSDSebPI & MSDSebPII 10 .173 .634

Pair 2 MSDSedPI & MSDSedPII 10 .437 .206

Pair 3 KelSebPI & KelSebPII 10 .404 .247

Pair 4 KelSedPI & KelSedPII 10 .303 .395

Pair 5 DNIstPI & DNIstPII 10 .889 .001

Pair 6 DNKPI & DNKPII 10 .205 .571

Paired Samples Test

Paired Differences t df Sig. (2-tailed)

Mean

Std. Deviatio

n

Std. Error Mean

95% Confidence Interval of the

Difference

Lower Upper

Pair 1 MSDSebPI - MSDSebPII

-.20000 1.03280 .32660 -.93882 .53882 -.612 9 .555

Pair 2 MSDSedPI - MSDSedPII

3.90000 1.52388 .48189 2.80988 4.99012 8.093 9 .000

Pair 3 KelSebPI - KelSebPII

-.20000 .78881 .24944 -.76428 .36428 -.802 9 .443

Pair 4 KelSedPI - KelSedPII

5.40000 1.83787 .58119 4.08526 6.71474 9.291 9 .000

Pair 5 DNIstPI - DNIstPII 1.00000 1.69967 .53748 -.21587 2.21587 1.861 9 .096 Pair 6 DNKPI - DNKPII 6.25100 5.34918 1.69156 2.42443 10.07757 3.695 9 .005

37

Lampiran 3. Foto-foto Kegiatan

Foto-foto hasil pengamatan terhadap kondisi kerja dan produk perajin emas dan perak

di Kelurahan Beratan Singaraja dapat dilihat pada Gambar 01; 02; 03; dan 04.

Gambar 03. Produk Cincin, Giwang, dan Gelang

yang Siap Dipasarkan

Gambar 04. Produk Bokoran yang Siap

Dipasarkan

Gambar 01. Sikap Kerja Membungkuk yang

Berpotensi Menimbulkan Penyakit Akibat Kerja

Gambar 02. Sikap Kerja Fisiologis

38

Foto-foto hasil pengamatan terhadap mekanisme pemasaran produk di kawasan wisata

dapat dilihat pada Gambar 05 dan 06.

Gambar 05. Tempat Pemasaran Produk Kerajinan Emas

dan Perak di Kawasan Wisata Gambar 06. Proses Tawar-menawar Produk

Berupa Cincin, Giwang, dan Gelang

39

Lampiran 4. Peta Lokasi Daerah Sasaran

Peta Kawasan Wisata Ubud yang Dijadikan Tempat Pemasaran Produk Kerajian Emas

dan Perak yang dihasilkan oleh Para Perajin di Kelurahan Beratan Singaraja

Sumber: http://www.google.co.id/search, diakses 23 Agustus 2014

Lokasi

Pemasaran

40

Peta Kota Singaraja dengan Lokasi Perajin di Kelurahan Beratan

Sumber: http://www.google.co.id/search, Diakses: 23 Agustus 2014

Lokasi Perajin