of 229 /229
i PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 REMBANG, PURBALINGGA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW skripsi disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika oleh Rachmi Musta’adah 4201408015 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2012

JURUSAN FISIKAsemester gasal mata pelajaran fisika kelas X-7 tahun ajaran 2011/ 2012 menunjukkan nilai yang rendah. KKM fisika yang ditetapkan 70, sementara nilai rata-rata UAS semester

  • Author
    others

  • View
    10

  • Download
    0

Embed Size (px)

Text of JURUSAN FISIKAsemester gasal mata pelajaran fisika kelas X-7 tahun ajaran 2011/ 2012 menunjukkan...

  • i  

    PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL

    BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 REMBANG,

    PURBALINGGA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN

    KOOPERATIF TIPE JIGSAW

    skripsi

    disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

    Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika

    oleh

    Rachmi Musta’adah

    4201408015

    JURUSAN FISIKA

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

    2012

  • ii  

    PERSETUJUAN PEMBIMBING

    Skripsi dengan judul “Peningkatan Keterampilan Proses dan Hasil Belajar

    Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga Melalui Model

    Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw” telah disetujui oleh dosen pembimbing

    untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Fisika FMIPA Unnes pada

    hari : Jumat

    tanggal : 5 Oktober 2012

    Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

    Dra. Siti Khanafiyah, M.Si. Isa Akhlis, S.Si.,M.Si.

    NIP. 195205211976032001 NIP. 197001021999031002

    Mengetahui,

    Ketua Jurusan Fisika

    Dr. Khumaedi, M.Si.

    NIP. 196306101989011002

  • iii  

    PENGESAHAN

    Skripsi yang berjudul Peningkatan Keterampilan Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA

    Negeri 1 Rembang, Purbalingga Melalui Model Pembelajaran Kooperatif

    Tipe Jigsaw

    disusun oleh

    Rachmi Musta’adah

    4201408015

    telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES

    pada tanggal 5 Oktober 2012.

    Panitia :

    Ketua Sekretaris

    Prof. Dr. Wiyanto, M.Si. Dr. Khumaedi, M.Si.

    NIP. 196310121988031001 NIP. 196306101989011002

    Ketua Penguji

    Dr. Achmad Sopyan, M.Pd.

    NIP. 196006111984031001

    Anggota Penguji/ Anggota Penguji/

    Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping

    Dra. Siti Khanafiyah, M.Si. Isa Akhlis, S.Si.,M.Si.

    NIP. 195205211976032001 NIP. 197001021999031002

  • iv  

    PERNYATAAN

    Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil

    karya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya.

    Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau

    dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

    Semarang, Oktober 2012

    Penulis

    Rachmi Musta’adah

    4201408015

  • v  

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN

    Motto:

    Kunci dari segala kunci adalah restu orang tua.

    Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu (Q.S Al Baqarah: 53), karena Allah

    tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan umatNya.

    Mimpikan, kerjakan, doa.

    Persembahan:

    Ibu dan ayahku tercinta. Terima kasih atas kasih sayang, nasihat dan doa yang selalu

    mengalir.

    Mas Eko, mas Wiwi, dek Ardhan, Attaya, dan semua keluargaku yang selalu memberi

    dukungan.

    Uyuttku, yang selalu menemani, mengingatkan, dan memberikan motivasi dalam

    penyusunan skripsi ini. Terima kasih banyak.

    Para dosen dan guruku.

    Sahabatku, iva, gilang, nindita, nurul, via, mbak nia, mbak hani, mala. Terima kasih atas

    segalanya.

    Keluargaku di wisma gadiza dan kos pelangi.

    Teman-teman Fisika Unnes 2008 yang telah bersama-sama berjuang.

    Almamaterku.

  • vi  

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya

    kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

    “Peningkatan Keterampilan Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri

    1 Rembang, Purbalingga Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw”

    dengan baik.

    Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Maka

    dari itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:

    1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmojo, M.Si. selaku Rektor UNNES.

    2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si. selaku Dekan FMIPA UNNES.

    3. Dr. Khumaedi, M.Si. selaku Ketua Jurusan Fisika FMIPA UNNES.

    4. Dra. Siti Khanafiyah, M.Si. dan Isa Akhlis, S.Si., M.Si. selaku dosen

    pembimbing yang telah membimbing penyusunan skripsi.

    5. Dr. Ngurah Made Dharma Putra, M.Si., selaku dosen wali yang telah

    memberikan bimbingan dan motivasi.

    6. Segenap Bapak dan Ibu dosen jurusan Fisika FMIPA UNNES yang telah

    memberikan bekal ilmu.

    7. Bapak Joko Mulyanto, S.Pd. selaku Kepala SMA Negeri 1 Rembang,

    Purbalingga yang telah berkenan memberikan izin penelitian.

    8. Ibu Divi Hendra Damayanti, S.Pd. selaku guru Fisika SMA Negeri 1

    Rembang, Purbalingga yang telah berkenan membantu pelaksanaan penelitian.

  • vii  

    9. Uyutt dan sahabat-sahabat seperjuangan Fisika angkatan 2008 yang telah

    banyak membantu dan memberikan motivasi.

    10. Seluruh siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga selaku subjek

    penelitian.

    Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam skripsi ini. Semoga skripsi

    ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.

    Semarang, Oktober 2012

    Penulis

  • viii  

    ABSTRAK

    Musta’adah, Rachmi. 2012: Peningkatan Keterampilan Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. Skripsi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dra. Siti Khanafiyah, M.Si. Pembimbing Pendamping Isa Akhlis, S.Si., M.Si.

    Kata Kunci: Keterampilan Proses Sains, Model Kooperatif Jigsaw, Eksperimen.

    Berdasarkan hasil observasi di kelas X-7 SMA N 1 Rembang, Purbalingga diketahui bahwa pelaksanaan proses pembelajaran fisika di kelas tersebut belum menggunakan metode yang mengutamakan keterlibatan langsung siswa secara maksimal, seperti eksperimen dan diskusi kelompok. Hal ini menyebabkan penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dimodifikasi dengan kegiatan eksperimen dalam meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa kelas X-7.

    Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dimodifikasi dengan metode eksperimen memberi kesempatan kepada siswa untuk lebih terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran. Bentuk keterlibatan langsung siswa yang ditekankan dalam model pembelajaran ini adalah kegiatan eksperimen dan diskusi kelompok. Melalui model pembelajaran ini siswa dapat meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajarnya.

    Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam tiga siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahap kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan tes. Peningkatan penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa tiap siklusnya diketahui melalui uji gain.

    Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dimodifikasi dengan metode eksperimen pada pokok bahasan listrik dinamis dapat meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa kelas X-7. Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dimodifikasi dengan metode eksperimen dapat diterapkan oleh guru sebagai model pembelajaran untuk meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa.

  • ix  

    DAFTAR ISI

    Halaman

    KATA PENGANTAR ……………………………………………………… vi

    ABSTRAK …………………………………………………………………. viii

    DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. ix

    DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. xi

    DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. xii

    DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………... xiii

    BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1

    1.1 Latar Belakang ………………………………………………………... 1

    1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………….. 4

    1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………… 5

    1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………………. 5

    1.5 Penegasan Istilah ……………………………………………………… 6

    1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ………………………………………… 7

    BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………...……. 9

    2.1 Belajar dan Pembelajaran Fisika ……………………………………… 9

    2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw …………………………. 13

    2.3 Keterampilan Proses Sains ……………………………………………. 23

    2.4 Metode Pembelajaran Eksperimen ……………………………………. 29

    2.5 Materi Listrik Dinamis …………………………………………..…… 30

    2.6 Kerangka Berpikir …………………………………………………….. 45

    BAB 3 METODE PENELITIAN …………………………………………… 48

  • x  

    3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian …………………………………………. 48

    3.2 Waktu Penelitian ……………………………………………………… 48

    3.3 Faktor yang Diteliti …………………………………………………… 48

    3.4 Desain Penelitian ……………………………………………………… 49

    3.5 Metode Pengumpulan Data …………………………………………… 54

    3.6 Metode Analisis Data …………………………………………………. 60

    3.7 Indikator Keberhasilan ………………………………………………… 63

    BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………………… 64

    4.1 Hasil dan Pembahasan ………………………………………………… 64

    4.2 Keterbatasan Penelitian ……………………………………………….. 77

    BAB 5 PENUTUP ……………………………………………………..…… 79

    5.1 Simpulan ……………………………………………………………… 79

    5.2 Saran …………………………………………………………..……… 80

    DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 81

    LAMPIRAN ………………………………………………………………… 83

  • xi  

    DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif ………………………….. 18

    Tabel 2.2 Nilai Hambatan Jenis Berbagai Bahan …………………………… 39

    Tabel 3.1 Rentang Persentase dan Kriteria Keterampilan Proses ………….. 62

    Tabel 4.1 Penguasaan Keterampilan Proses Sains Siswa ………………….. 69

    Tabel 4.2 Hasil Belajar Ranah Kognitif Siswa ……………………………… 72

    Tabel 4.3 Hasil Belajar Ranah Psikomotorik Siswa ……………………….. 75

  • xii  

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    Gambar 2.1 Ilustrasi Kelompok Jigsaw ……………………………………… 22

    Gambar 2.2 Skema Proses Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ………….. 23

    Gambar 2.3 (a) Rangkaian Listrik Terbuka ………………………………… 30

    Gambar 2.3 (b) Rangkaian Listrik Tertutup ……………………………….. 30

    Gambar 2.4 Segmen Kawat Penghantar Berarus ………………………… 31

    Gambar 2.5 Simbol Amperemeter Pada Rangkaian Listrik ………………… 32

    Gambar 2.6 Simbol Voltmeter Pada Rangkaian Listrik …………………….. 32

    Gambar 2.7 Amperemeter dan Voltmeter Dalam Rangkaian Listrik ..……… 33

    Gambar 2.8 (a) Multimeter Digital …………………………………..…….. 33

    Gambar 2.8 (b) Multimeter Analog ………………………………………….. 33

    Gambar 2.9 (a) Bagian-bagian Multimeter Digital ………………………… 34

    Gambar 2.9 (b) Bagian-bagian Multimeter Analog ……………………….. 34

    Gambar 2.10 Pengukuran Kuat Arus Listrik Menggunakan Amperemeter….. 35

    Gambar 2.11 Grafik I-V Komponen Ohmik dan Non Ohmik ………………. 37

    Gambar 2.12 Penampang Melintang Kawat Penghantar …………………… 38

    Gambar 2.13 Dua Buah Komponen yang Dihubungkan Secara Seri ……….. 40

    Gambar 2.14 Rangkaian Pengganti Hubungan Seri …………………….….. 41

    Gambar 2.15 Dua Buah Komponen yang Dihubungkan Secara Paralel ..…… 43

    Gambar 2.16 Rangkaian Pengganti Hubungan Paralel ……………………… 43

    Gambar 3.1 Skema Prosedur Pelaksanaan PTK …………………………….. 50

  • xiii  

    DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran Halaman

    Lampiran 1 Daftar Nama Siswa Kelas X-7 ………………………….... 83

    Lampiran 2 Daftar Nama Siswa Kelas Uji Coba ……………………… 84

    Lampiran 3 Daftar Pembagian Kelompok Asal dan Kelompok Ahli

    Siklus I …………………………………………………… 85

    Lampiran 4 Daftar Pembagian Kelompok Asal dan Kelompok Ahli

    Siklus II …………………………………………………… 86

    Lampiran 5 Daftar Pembagian Kelompok Asal dan Kelompok Ahli

    Siklus III …………………………………………………. 87

    Lampiran 6 Silabus …………………………………………………….. 88

    Lampiran 7 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I …..………… 89

    Lampiran 8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II .……….…… 93

    Lampiran 9 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III …………… 98

    Lampiran 10 Lembar Kegiatan Siswa Siklus I ………………………… 102

    Lampiran 11 Lembar Kegiatan Siswa Siklus II ………………………… 106

    Lampiran 12 Lembar Kegiatan Siswa Siklus III ……………………….. 112

    Lampiran 13 Kisi-kisi Soal Uji Coba Instrumen Penelitian Siklus I ........ 116

    Lampiran 14 Kisi-kisi Soal Uji Coba Instrumen Penelitian Siklus II …… 129

    Lampiran 15 Kisi-kisi Soal Uji Coba Instrumen Penelitian Siklus III ..… 138

    Lampiran 16 Soal Evaluasi Siklus I ……………………….………..….. 149

    Lampiran 17 Soal Evaluasi Siklus II ………..………………………….. 153

    Lampiran 18 Soal Evaluasi Siklus III ………………………………...… 157

  • xiv  

    Lampiran 19 Kunci Jawaban Soal Evaluasi ………………………….…. 162

    Lampiran 20 Lembar Observasi Keterampilan Proses ………………….. 167

    Lampiran 21 Kriteria Penilaian Keterampilan Proses Siklus I ………….. 171

    Lampiran 22 Kriteria Penilaian Keterampilan Proses Siklus II …….….. 175

    Lampiran 23 Kriteria Penilaian Keterampilan Proses Siklus III ……..… 178

    Lampiran 24 Lembar Observasi Hasil Belajar Psikomotorik …………… 182

    Lampiran 25 Kriteria Penilaian Hasil Belajar Psikomotorik ………..…. 183

    Lampiran 26 Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan

    Daya Pembeda Soal Uji Coba Siklus I …………….…….. 184

    Lampiran 27 Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan

    Daya Pembeda Soal Uji Coba Siklus II …..…..………….. 186

    Lampiran 28 Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan

    Daya Pembeda Soal Uji Coba Siklus III ..……………….. 188

    Lampiran 29 Contoh Perhitungan Validitas Butir Soal …..……………. 190

    Lampiran 30 Contoh Perhitungan Reliabilitas Instrumen ………………. 191

    Lampiran 31 Contoh Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal …………… 192

    Lampiran 32 Contoh Perhitungan Daya Pembeda Soal ………………… 193

    Lampiran 33 Analisis Penguasaan Keterampilan Proses Siklus I .….…. 194

    Lampiran 34 Analisis Penguasaan Keterampilan Proses Siklus II ….…. 196

    Lampiran 35 Analisis Penguasaan Keterampilan Proses Siklus III ……. 198

    Lampiran 36 Analisis Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus I ……….….. 200

    Lampiran 37 Analisis Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus II …………. 201

    Lampiran 38 Analisis Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus III ..….……. 202

  • xv  

    Lampiran 39 Analisis Hasil Belajar Psikomotorik Siswa Siklus I ……… 203

    Lampiran 40 Analisis Hasil Belajar Psikomotorik Siswa Siklus II ..…… 204

    Lampiran 41 Analisis Hasil Belajar Psikomotorik Siswa Siklus III .…… 205

    Lampiran 42 Penguasaan Keterampilan Proses Sains Siswa Siklus I, II

    dan III ……………….…………………………………… 206

    Lampiran 43 Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus I, II dan III …………. 207

    Lampiran 44 Hasil Belajar Psikomotorik Siswa Siklus I, II dan III .……. 208

    Lampiran 45 Perhitungan Gain Score …………………………………… 209

    Lampiran 46 Surat Penetapan Dosen Pembimbing …………………….. 211

    Lampiran 47 Surat Ijin Penelitian ……………………………………… 212

    Lampiran 48 Surat Keterangan Penelitian ………………………………. 213

    Lampiran 49 Dokumentasi Penelitian …………………………………. 214

  • 1  

     

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru fisika SMA

    Negeri 1 Rembang, Purbalingga, diketahui bahwa nilai rata-rata ujian akhir

    semester gasal mata pelajaran fisika kelas X-7 tahun ajaran 2011/ 2012

    menunjukkan nilai yang rendah. KKM fisika yang ditetapkan 70, sementara nilai

    rata-rata UAS semester gasal kelas X-7 hanya 58,94 dengan ketuntasan klasikal

    sebesar 18,18 %.

    Proses pembelajaran fisika yang diterapkan di SMA Negeri 1 Rembang,

    Purbalingga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu proses pembelajaran di dalam

    kelas dan proses pembelajaran di dalam laboratorium. Proses pembelajaran yang

    berlangsung di dalam kelas biasanya menggunakan model direct instruction,

    ceramah, dan mengerjakan soal-soal latihan, sehingga keterlibatan siswa secara

    langsung dalam proses pembelajaran masih sangat rendah. Proses pembelajaran di

    dalam laboratorium yang menggunakan metode eksperimen juga telah diterapkan,

    namun intensitas pelaksanaannya masih sangat rendah. Selama satu tahun

    terakhir, siswa kelas X-7 melakukan kegiatan laboratorium sebanyak satu kali,

    yaitu pada materi alat-alat optik. Hal ini menyebabkan penguasaan keterampilan

    proses siswa rendah.

    1

  • 2  

     

    Rendahnya penguasaan keterampilan proses siswa kelas X-7 berpengaruh

    terhadap rendahnya nilai UAS siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudibyo

    (2003: 5) yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran fisika, agar diperoleh hasil

    belajar yang optimal, siswa sebagai subjek belajar seharusnya dilibatkan secara

    fisik dan mental dalam pemecahan-pemecahan masalah.

    Menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 45), belajar adalah mengalami. Saat

    siswa melakukan kegiatan laboratorium, maka saat itulah penguasaan

    keterampilan proses siswa dilatihkan. Menurut Roestiyah (1985: 82), salah satu

    keunggulan metode eksperimen selain memperoleh ilmu pengetahuan adalah

    siswa juga menemukan pengalaman praktis serta keterampilan dalam

    menggunakan alat-alat percobaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian

    Widayanto (2009) yang menyimpulkan bahwa faktor penting dalam peningkatan

    keterampilan proses sains dan pemahaman adalah keterlibatan siswa dalam

    kegiatan praktikum. Semakin tinggi keterlibatan siswa dalam kegiatan praktikum

    maka semakin tinggi pula pencapaian pemahaman dan keterampilan proses sains

    siswa.

    Eggen & Kauchak menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan

    sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara

    berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Trianto, 2007: 42). Menurut

    Sudibyo (2003: 14), selain dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik,

    model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan

    sosial siswa. Hal tersebut didukung oleh penelitian Subratha (2007) yang

    menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif dan strategi

  • 3  

     

    pemecahan masalah dapat meningkatkan interaksi dan pencapaian kompetensi

    dasar fisika siswa SMP Negeri 1 Sukasada.

    Model pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tipe, salah satunya

    adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Menurut Trianto (2002: 56),

    dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa ditempatkan dalam

    kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5-6 anggota. Setiap kelompok diberi

    informasi yang membahas salah satu topik yang dibahas pada materi itu. Dalam

    model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, siswa tidak hanya bertanggung jawab

    menguasai materi pelajaran untuk dirinya sendiri, tetapi siswa juga bertanggung

    jawab untuk mengajarkan materi yang telah dipelajari kepada anggota

    kelompoknya. Menurut Huda (2011: 121), dalam model pembelajaran kooperatif

    tipe jigsaw siswa bekerja kelompok dan melakukan diskusi sebanyak dua kali,

    yakni dalam kelompok asal dan kelompok ahli. Dengan demikian, dengan

    diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa dapat

    meningkatkan interaksinya dengan siswa lain sehingga akan terjadi banyak

    pertukaran informasi, ide maupun pendapat tentang materi pelajaran. Selain itu

    siswa juga semakin terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran melalui

    diskusi yang dilakukannya.

    Penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Hertiavi, et.al (2010)

    menunjukkan bahwa hasil belajar kognitif siswa mengalami peningkatan secara

    signifikan setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan

    memenuhi indikator keberhasilan. Penelitian serupa dilakukan oleh Killic (2008)

    yang menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang

  • 4  

     

    signifikan ketika diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw daripada

    ketika diterapkan model pembelajaran konvensional.

    Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan metode

    eksperimen dirasa cocok untuk mengatasi permasalahan kelas X-7. Melalui model

    pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dikombinasi dengan metode

    eksperimen, diharapkan penguasaan keterampilan proses dan hasil belajar siswa

    mengalami peningkatan.

    Berdasarkan uraian di atas, maka topik yang diambil dalam penelitian ini

    adalah Peningkatan Keterampilan Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas X

    SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga Melalui Model Pembelajaran

    Kooperatif Tipe Jigsaw.

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka

    permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah:

    Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada

    pembelajaran fisika dalam meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar

    siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga?

    Apakah dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat

    meningkatkan keterampilan proses siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang,

    Purbalingga?

  • 5  

     

    Apakah dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat

    meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang,

    Purbalingga?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah:

    Mendeskripsikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada

    pembelajaran fisika dalam meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar

    siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga.

    Untuk mengetahui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

    dalam meningkatkan keterampilan proses siswa kelas X-7 SMA Negeri 1

    Rembang, Purbalingga.

    Untuk mengetahui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw

    dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang,

    Purbalingga.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Bagi guru

    Memberikan masukan dan menjadi bahan pertimbangan dalam hal penentuan

    model dan metode pembelajaran fisika.

  • 6  

     

    Bagi sekolah

    Memberikan masukan dan menjadi bahan pertimbangan untuk perbaikan

    kualitas proses pembelajaran IPA, khususnya fisika.

    1.5 Penegasan Istilah

    Keterampilan Proses

    Keterampilan proses dalam penelitian ini adalah keterampilan proses sains

    yang dibutuhkan ketika siswa melakukan kegiatan eksperimen fisika. Menurut

    Mundilarto (2002: 13), keterampilan proses merupakan langkah-langkah yang

    dikerjakan saintis ketika melakukan penelitian ilmiah. Dalam penelitian ini,

    keterampilan proses yang diteliti meliputi keterampilan mengamati, mengukur,

    mengolah data, menyimpulkan, dan mengomunikasikan.

    Hasil Belajar

    Gerlach dan Ely menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan perubahan

    perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar (Rifa’i

    & Anni, 2010: 85). Benyamin S. Bloom menyampaikan tiga taksonomi yang

    disebut dengan ranah belajar, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah

    psikomotorik (Anni, 2007: 7). Hasil belajar dalam penelitian ini adalah hasil

    belajar ranah kognitif dan psikomotorik. Hasil belajar ranah psikomotorik

    diketahui melalui pengamatan aktivitas yang dilakukan siswa selama kegiatan

    eksperimen.

  • 7  

     

    Peningkatan

    Peningkatan dalam penelitian ini yaitu kenaikan nilai rata-rata penguasaan

    keterampilan proses dan hasil belajar siswa secara signifikan pada setiap akhir

    siklus.

    1.6 Sistematika Penulisan Skripsi

    Sistematika penulisan skripsi ini meliputi tiga bagian, yaitu:

    Bagian pendahuluan

    Bagian pendahuluan skripsi berisi halaman judul, halaman pengesahan,

    halaman motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel,

    daftar gambar, dan daftar lampiran.

    Bagian isi

    Bagian isi skripsi dibagi menjadi lima bab, yaitu:

    Bab 1 Pendahuluan

    Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,

    penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi.

    Bab 2 Tinjauan Pustaka

    Berisi tentang kajian teori yang mendasari penulisan skripsi yang meliputi belajar

    dan pembelajaran fisika, model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, keterampilan

    proses sains, metode pembelajaran eksperimen, materi listrik dinamis, dan

    kerangka berpikir.

  • 8  

     

    Bab 3 Metode Penelitian

    Berisi tentang lokasi dan subjek penelitian, waktu penelitian, faktor yang diteliti,

    desain penelitian, metode pengumpulan data, uji coba instrumen penelitian,

    metode analisis data, dan indikator keberhasilan.

    Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan

    Berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan. Hasil penelitian meliputi deskripsi

    proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe

    jigsaw yang dapat meningkatkan penguasaan keterampilan proses dan hasil

    belajar siswa serta mengetahui besar peningkatannya pada setiap siklus yang

    disajikan dalam bentuk tabel. Selanjutnya dilakukan pembahasan yang berisi

    penafsiran terhadap hasil penelitian yang diperoleh kemudian diintegrasikan

    dengan teori yang sudah ada.

    Bab 5 Penutup

    Berisi simpulan dan saran yang perlu diberikan kepada pembaca dan pihak-pihak

    yang terkait dalam penelitian.

    Bagian akhir

    Bagian ini berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang melengkapi

    uraian pada bagian isi.

  • 9  

     

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Belajar dan Pembelajaran Fisika

    Belajar dan pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat

    dipisahkan dari kehidupan manusia. Hamalik (2003: 27) menyatakan bahwa

    belajar merupakan suatu proses, kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.

    Sedangkan Sudjana (2005: 28) menyatakan bahwa belajar adalah proses yang

    diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman.

    Dari definisi-definisi belajar yang diungkapkan oleh para ahli, maka dapat

    disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang

    dilakukan oleh individu dan disertai interaksi dengan individu lain dimana semua

    yang dilakukan diarahkan untuk mencapai suatu perubahan yang lebih baik.

    Perubahan tersebut dapat berupa perubahan sikap dan tingkah laku, pengetahuan,

    keterampilan, kecakapan, cara berpikir, dan sebagainya.

    Menurut Hamalik (2004: 162) pembelajaran adalah suatu proses terjadinya

    interaksi antara pelajar dan pengajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran

    yang berlangsung di tempat tertentu pada jangka waktu tertentu. Briggs

    menyatakan bahwa pembelajaran adalah seperangkat peristiwa (events) yang

    mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik itu

    memperoleh kemudahan (Rifa’i & Anni, 2010:191).

    9

     

  • 10  

     

    Dari beberapa definisi yang diberikan oleh para ahli tentang pembelajaran,

    maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses interaksi

    antara pelajar dan lingkungannya yang terjadi pada tempat dan jangka waktu

    tertentu untuk memperoleh suatu hasil belajar.

    Nasoetion berpendapat bahwa sains, termasuk fisika, merupakan ilmu

    dasar yang wajib diketahui oleh setiap manusia sampai taraf penguasaan tertentu

    yang memungkinkan digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya

    (Wiyanto, 2008: 13). Menurut Wiyanto (2008: 11), pembelajaran fisika

    merupakan suatu wahana untuk mengembangkan penguasaan konsep-konsep

    fisika serta keterampilan proses dalam meningkatkan hasil belajar yang berguna

    bagi kehidupan peserta didik, masyarakat dan lingkungannya.

    Pembelajaran fisika tidak hanya memperlakukan fisika sebagai kumpulan

    pengetahuan yang hanya mengandalkan pada olah pikir saja, tetapi ditekankan

    pada penguasaan konsep-konsep fisika dan perolehan keterampilan proses.

    Sebagai implikasi dari teori Piaget terhadap pembelajaran Fisika, Mundilarto

    (2002: 3) menyatakan bahwa guru harus memberikan kesempatan sebanyak

    mungkin kepada siswa untuk berpikir dan menggunakan akalnya. Hal tersebut

    dapat dilakukan dengan jalan terlibat langsung dalam berbagai kegiatan seperti

    diskusi kelas, pemecahan soal-soal, maupun bereksperimen.

    Anni (2007: 5) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan

    perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar.

    Sementara Suprijono (2010: 5) menyatakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola

  • 11  

     

    perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan

    keterampilan.

    Berdasarkan definisi yang disampaikan para ahli, dapat disimpulkan

    bahwa hasil belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi pada setiap individu

    yang telah melakukan kegiatan belajar dan merupakan bukti keberhasilan yang

    telah dicapai seseorang dalam belajar. Menurut Gagne, hasil belajar dapat berupa:

    Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk

    bahasa, baik lisan maupun tertulis.

    Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan

    lambang.

    Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas

    kognitifnya sendiri.

    Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak

    jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak

    jasmani.

    Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

    penilaian terhadap objek tersebut (Suprijono, 2010: 5-6).

    Benyamin S. Bloom mengusulkan tiga taksonomi yang disebut dengan

    ranah belajar, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik (Anni, 2007: 7).

    1) Ranah Kognitif (cognitive domain)

    Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan

    dan kemahiran intelektual. Menurut Bloom, ranah kognitif terdiri dari enam jenis

    perilaku, yaitu:

  • 12  

     

    Pengetahuan (knowledge), mencakup kemampuan ingatan tentang hal yang

    telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan

    dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode.

    Pemahaman (comprehension), mencakup kemampuan menangkap arti dan

    makna hal yang dipelajari.

    Penerapan (application), mencakup kemampuan menerapkan metode dan

    kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.

    Analisis (analysis), mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam

    bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.

    Sintesis (synthesis), mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.

    Misalnya, kemampuan menyusun suatu program kerja.

    Evaluasi (evaluation), mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang

    beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu (Dimyati & Mudjiono, 2009: 26-

    27).

    2) Ranah Afektif (affective domain)

    Tujuan pembelajaran ranah afektif berhubungan dengan perasaan, sikap,

    minat, dan nilai (Anni, 2007: 8). Ranah afektif mencakup kategori penerimaan

    (receiving), penanggapan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian

    (organization), pembentukan pola hidup (organization by a value complex).

    3) Ranah Psikomotorik (psychomotoric domain)

    Tujuan pembelajaran ranah psikomotorik menunjukkan adanya

    kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan

    koordinasi syaraf. Menurut Elizabeth Simpson, kategori untuk ranah psikomotorik

  • 13  

     

    meliputi persepsi (perception), kesiapan (set), gerakan terbimbing (guided

    response), gerakan terbiasa (mechanism), gerakan kompleks (complex overt

    response), penyesuaian (adaption), dan kreativitas (Anni, 2007: 10).

    Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar fisika

    merupakan suatu perubahan yang terjadi pada setiap individu sekaligus sebagai

    bukti keberhasilan yang telah dicapai seseorang setelah mengalami kegiatan

    belajar fisika.

    2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw

    Trianto (2007: 41) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif muncul

    dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep

    yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin

    bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah

    yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi

    aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.

    Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif adalah suatu model

    pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil

    secara kolaboratif yang terdiri dari 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen

    (Isjoni, 2011: 15). Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling

    bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.

    Menurut Sudibyo (2003: 13), belajar belum selesai jika salah satu teman dalam

    kelompok belum menguasai bahan pembelajaran.

  • 14  

     

    Trianto (2007: 42) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan

    sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara

    berkolaborasi mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun dalam

    sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan

    pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta

    memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama

    siswa yang berbeda latar belakangnya. Menurut Slavin (2010: 4) dalam

    pembelajaran kooperatif para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling

    mendiskusikan dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka

    kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.

    Sudibyo (2003: 14) menjelaskan bahwa selain dikembangkan untuk

    mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif

    untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat

    bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang

    sulit. Selanjutnya Stahl menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan

    belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolong-menolong dalam perilaku

    sosial (Isjoni, 2011: 15).

    Menurut Isjoni (2011: 27), beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif

    adalah:

    Setiap anggota memiliki peran.

    Setiap anggota kelompok mendapatkan dan mengerjakan tugas dalam

    kelompok. Sebagai contoh, pada eksperimen hukum Ohm, satu kelompok

    terdiri dari empat siswa. Maka keempat siswa tersebut harus terlibat dalam

  • 15  

     

    serangkaian kegiatan percobaan yang dilakukan, misalnya terlibat dalam

    proses perangkaian alat, pengamatan, maupun penyusunan laporan.

    Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa.

    Contoh bentuk interaksi langsung antar siswa yaitu adanya kerjasama antar

    siswa. Kerjasama siswa dapat diketahui pada saat siswa melakukan percobaan

    maupun diskusi kelompok.

    Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman

    sekelompoknya.

    Pada pembelajaran kooperatif, setiap siswa berperan sebagai anggota

    kelompok. Setiap anggota kelompok tidak hanya mengupayakan keberhasilan

    belajarnya, tapi mereka juga mengupayakan keberhasilan belajar anggota

    kelompoknya. Jika masih terdapat salah satu anggota dalam suatu kelompok

    yang belum mencapai keberhasilan dalam belajar, maka proses belajar dalam

    kelompok tersebut dikatakan belum selesai. Jika hal tersebut terjadi, maka

    proses belajar harus dilanjutkan.

    Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal

    kelompok.

    Keterampilan-keterampilan interpersonal yaitu keterampilan-keterampilan

    yang pada dasarnya telah dimiliki oleh setiap anggota kelompok. Contoh

    keterampilan interpersonal siswa yaitu keterampilan berkomunikasi. Dalam

    pembelajaran kooperatif, guru berperan sebagai fasilitator. Jadi, guru hanya

    mengupayakan cara dan strategi pembelajaran yang dapat membantu siswa

    mengembangkan keterampilan interpersonalnya.

  • 16  

     

    Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.

    Guru tidak setiap saat berinteraksi dengan kelompok. Dalam pembelajaran

    kooperatif, yang diutamakan adalah interaksi antar siswa dalam kelompok.

    Guru akan melakukan interaksi dengan kelompok pada saat kelompok benar-

    benar membutuhkan arahan dan bimbingan guru.

    Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam

    kelompok. Menurut Lie (2004: 29), ada unsur-unsur dasar cooperative learning

    yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.

    Roger & David Johnson mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa

    dianggap pembelajaran kooperatif (Suprijono, 2010: 58). Untuk mencapai hasil

    yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus

    diterapkan. Lima unsur tersebut adalah:

    Positive interdependence (saling ketergantungan positif)

    Dalam pembelajaran kooperatif, usaha yang dilakukan oleh anggota

    kelompok sangat menentukan keberhasilan penyelesaian tugas kelompok.

    Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota

    kelompok. Oleh karena itu, siswa benar-benar memahami bahwa kesuksesan

    kelompok tergantung pada kesuksesan anggota kelompok dan semua anggota

    dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan.

    Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)

    Keberhasilan kelompok sangat bergantung pada masing-masing anggota

    kelompoknya. Maksud dari tanggung jawab perseorangan menurut Rusman

    (2010: 204) adalah kelompok tergantung pada cara belajar perseorangan seluruh

  • 17  

     

    anggota kelompok. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas

    dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.

    Face to face promotive interaction (interaksi promotif)

    Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan yang sangat luas kepada

    setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi

    untuk saling bertukar informasi dengan anggota kelompok yang lain. Menurut

    Suprijono (2010: 60), unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling

    ketergantungan positif.

    Interpersonal skill (komunikasi antar anggota)

    Komunikasi merupakan modal utama dalam suatu kelompok. Suprijono

    (2010: 61) menjelaskan bahwa untuk mengoordinasikan kegiatan peserta didik

    dalam pencapaian tujuan, peserta didik harus saling mengenal dan memercayai,

    mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima dan

    saling mendukung, serta mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.

    Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan

    berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.

    Group processing (pemrosesan kelompok)

    Menurut Suprijono (2010: 61), tujuan pemrosesan kelompok adalah

    meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan

    kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok. Pemrosesan kelompok

    menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja

    kelompok dan hasil kerja sama mereka, sehingga mereka bisa bekerja sama

    dengan lebih efektif.

  • 18  

     

    Menurut Trianto (2007: 44-45), pembelajaran kooperatif sangat tepat

    digunakan untuk melatihkan keterampilan-keterampilan kerjasama dan kolaborasi,

    dan juga keterampilan-keterampilan tanya jawab. Menurut Slavin (2010: 33),

    tujuan yang paling penting dari pembelajaran kooperatif adalah untuk

    memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang

    mereka butuhkan agar dapat menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan

    memberikan kontribusi.

    Adapun sintaks model pembelajaran kooperatif menurut Suprijono (2010:

    65) adalah sebagai berikut.

    Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif

    Fase-fase Perilaku Guru

    Fase 1: Present goals and set

    (Menyampaikan tujuan dan

    mempersiapkan peserta didik)

    Fase 2: Present information

    (Menyajikan informasi)

    Fase 3: Organize students into learning

    teams

    (Mengorganisasikan peserta didik ke

    dalam tim-tim belajar)

    Guru menyampaikan tujuan yang akan

    dicapai pada kegiatan pembelajaran dan

    menekankan pentingnya topik yang

    akan dipelajari serta memberikan

    motivasi belajar kepada siswa.

    Guru mempresentasikan informasi atau

    materi kepada peserta didik secara

    verbal.

    Guru memberikan penjelasan kepada

    peserta didik tentang tata cara

    pembentukan tim belajar dan

    membimbing tim agar melakukan

  • 19  

     

    Fase 4: Assist team work and study

    (Membimbing tim bekerja dan belajar)

    Fase 5: Test on the materials

    (Mengevaluasi)

    Fase 6: Provide recognition

    (Memberikan pengakuan atau

    penghargaan)

    transisi secara efektif dan efisien.

    Guru membimbing tim-tim belajar pada

    saat mereka mengerjakan tugas mereka.

    Guru mengevaluasi kemampuan peserta

    didik tentang materi pembelajaran atau

    kelompok-kelompok

    mempreserntasikan hasil kerjanya.

    Guru mempersiapkan cara untuk

    mengakui usaha dan prestasi individu

    maupun kelompok.

    Joyce menyatakan model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau

    suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran

    di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-

    perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer,

    kurikulum, dan lain-lain (Trianto, 2007: 5).

    Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran

    kooperatif tipe jigsaw. Menurut Rusman (2010: 218), model pembelajaran

    kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif yang

    menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam kelompok kecil. Selanjutnya,

    Lie (2004: 69) menegaskan bahwa dalam jigsaw siswa bekerja dengan sesama

    siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk

    mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.

  • 20  

     

    Dalam jigsaw, para siswa diberi tugas untuk membaca beberapa bab atau

    unit, dan diberikan lembar ahli yang terdiri dari topik-topik yang berbeda yang

    harus menjadi fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka membaca.

    Setelah semua anak selesai membaca, siswa-siswa dari tim yang berbeda yang

    mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam ”kelompok ahli” untuk

    mendiskusikan topik mereka. Para ahli tersebut kemudian kembali kepada tim

    mereka dan secara bergantian mengajari teman satu timnya mengenai topik

    mereka (Slavin, 2010: 237).

    Jadi, para anggota dari tim-tim yang berbeda, tetapi membicarakan topik

    yang sama bertemu untuk belajar dan saling membantu dalam mempelajari topik

    tersebut. Setelah itu, siswa kembali ke tim asalnya dan mengajarkan materi yang

    telah mereka pelajari dalam tim ahli. Setiap ahli secara bergiliran mengajarkan

    keahliannya kepada tim asal.

    Menurut Huda (2011: 121), dalam model pembelajaran kooperatif tipe

    jigsaw siswa bekerja kelompok selama dua kali, yakni dalam kelompok mereka

    sendiri dan dalam kelompok ahli. Setelah masing-masing anggota menjelaskan

    bagiannya masing-masing kepada teman satu kelompoknya, mereka siap untuk

    diuji secara individu.

    Menurut Slavin (2010: 246), jigsaw adalah salah satu metode kooperatif

    yang paling fleksibel. Beberapa modifikasi dapat membuatnya tetap pada model

    dasarnya tetapi mengubah beberapa detil implementasinya. Terkait dengan hal

    tersebut, Lie menambahkan bahwa siswa yang terlibat di dalam pembelajaran

    model kooperatif tipe jigsaw ini memperoleh prestasi yang lebih baik, mempunyai

  • 21  

     

    sikap yang lebih baik dan lebih positif terhadap pembelajaran, selain saling

    menghargai perbedaan dan pendapat orang lain (Rusman, 2010: 218).

    Adapun langkah-langkah dalam penerapan model pembelajaran kooperatif

    tipe jigsaw menurut Rusman (2010: 218) yaitu:

    Siswa dikelompokkan dengan anggota ± 4 orang yang bersifat heterogen,

    misalnya ras yang berbeda, jenis kelamin yang berbeda, tingkat intelektual

    yang berbeda, dan sebagainya. Selanjutnya kelompok ini disebut dengan

    kelompok asal.

    Tiap siswa dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda.

    Misalnya, suatu kelompok terdiri dari empat siswa. Maka kepada kelompok

    tersebut diberikan empat materi yang berbeda, misalnya materi hukum Ohm,

    materi hambatan kawat penghantar, materi rangkaian hambatan seri, dan

    materi rangkaian hambatan paralel.

    Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk

    kelompok baru (kelompok ahli).

    Misalnya, dalam suatu kelas terdapat enam kelompok asal dengan empat

    materi yang berbeda. Maka, siswa dari kelompok 1 – 6 yang mendapatkan

    materi hukum Ohm berkumpul membentuk kelompok baru. Kemudian siswa

    dari kelompok 1 – 6 yang mendapatkan materi hambatan kawat penghantar

    juga membentuk kelompok baru. Begitu seterusnya sehingga terbentuk empat

    kelompok ahli, yaitu kelompok ahli materi hukum Ohm, materi hambatan

    kawat penghantar, materi rangkaian hambatan seri, dan materi rangkaian

    hambatan paralel.

  • 22  

     

    Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan

    menjelaskan kepada anggota kelompok tentang materi yang mereka kuasai.

    Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.

    Misalnya, tim ahli materi hukum Ohm mempresentasikan hasil diskusi

    mereka, kemudian siswa lain memberikan tanggapannya.

    Pembahasan.

    Guru membimbing siswa untuk melakukan pembahasan terkait materi yang

    telah dipelajari siswa.

    Penutup.

    Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil diskusi yang telah

    dilakukan. Setelah itu, diadakan tes evaluasi untuk mengetahui tingkat

    pemahaman siswa.

    Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli ditunjukkan pada

    Gambar 2.1, sedangkan proses pembelajarannya ditunjukkan pada Gambar 2.2.

    Gambar 2.1 Ilustrasi Kelompok Jigsaw

    +  = X  * 

    +  =X  * 

    + =X  * 

    + =X  * 

    +  + +  + 

    =  = =  = 

    X  X X  X 

    *  * *  * 

    Kelompok Asal

    Kelompok Ahli

  • 23  

     

    2.3 Keterampilan Proses Sains

    Sudibyo (2003: 1) menyatakan bahwa belajar sains tidak sekedar belajar

    informasi sains tentang fakta, konsep, prinsip, serta hukum dalam wujud

    pengetahuan deklaratif (declarative knowledge). Namun, belajar sains juga belajar

    tentang cara memperoleh informasi sains, cara sains dan teknologi (terapan sains)

    bekerja dalam wujud pengetahuan prosedural (procedural knowledge), termasuk

    kebiasaan bekerja ilmiah dengan menerapkan metode ilmiah dan sikap ilmiah.

    Belajar sains seharusnya memfokuskan pada pemberian pengalaman

    secara langsung (hands on activity) dengan memanfaatkan dan menerapkan

    konsep, prinsip, serta fakta sains temuan saintis. Dalam konteks ini, Sudibyo

    (2003: 1) menerangkan bahwa siswa perlu dilatih untuk mengembangkan

    sejumlah keterampilan ilmiah yang disebut sebagai keterampilan proses sains

    untuk memahami perilaku alam. Menurut Mundilarto (2002: 13), keterampilan

    proses merupakan langkah-langkah yang dikerjakan saintis ketika melakukan

    penelitian ilmiah.

    +  = X *

    +  = X *

    +  = X *

    +  = X *

    +  + + +

    =  == =

    X XX X

    * ** *

    +  = X *

    +  =X *

    + =X *

    + =X *

    Kelompok Asal

    Kelompok Ahli

    Kelompok Asal

    Gambar 2.2 Skema Proses Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw 

  • 24  

     

    Menurut Sudibyo (2003: 4), pada dasarnya sains merupakan produk dan

    proses yang tidak terpisahkan. Produk berupa kumpulan pengetahuan, sedangkan

    proses berupa langkah-langkah yang harus ditempuh untuk memperoleh

    pengetahuan atau mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Funk

    menjelaskan bahwa menggunakan keterampilan proses untuk mengajar ilmu

    pengetahuan, membuat siswa belajar proses dan produk ilmu pengetahuan

    sekaligus (Dimyati & Mudjiono, 2009: 139).

    Sebagai bagian dari sains, fisika juga memiliki karakteristik yang tidak

    berbeda dengan karakteristik sains pada umumnya. Fisika juga merupakan produk

    dan proses yang tidak terpisahkan. Menurut Sudibyo (2003: 5) ini berarti bahwa

    dalam pembelajaran fisika, agar diperoleh hasil belajar yang optimal, siswa

    sebagai subjek belajar seharusnya dilibatkan secara fisik dan mental dalam

    pemecahan-pemecahan masalah.

    Funk menyebutkan ada berbagai keterampilan dalam keterampilan proses,

    keterampilan tersebut terdiri dari basic skills dan integrated skills (Dimyati &

    Mudjiono, 2009: 140). Basic skills terdiri dari enam keterampilan, yaitu

    keterampilan mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur,

    menyimpulkan, dan mengomunikasikan. Sedangkan integrated skills terdiri dari

    mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk

    grafik, menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengolah

    data, menganalisa penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel secara

    operasional, merancang penelitian dan melaksanakan ekperimen.

  • 25  

     

    Sedangkan menurut Mundilarto (2002: 14), keterampilan proses sains

    dapat dikelompokkan menjadi keterampilan proses sains dasar dan keterampilan

    proses sains terpadu. Keterampilan proses sains dasar meliputi: mengamati,

    mengklasifikasi, berkomunikasi, mengukur, memprediksi, dan membuat inferensi.

    Keterampilan proses sains terpadu meliputi: mengidentifikasi variabel,

    merumuskan definisi operasional dari variabel, menyusun hipotesis, merancang

    penyelidikan, mengumpulkan dan mengolah data, menyusun tabel data, menyusun

    grafik, mendeskripsikan hubungan antar variabel, menganalisis, melakukan

    penyelidikan, dan melakukan eksperimen.

    Dimyati & Mudjiono (2009: 141) menegaskan bahwa keterampilan-

    keterampilan proses suatu saat dapat dikembangkan secara terpisah, tetapi saat

    yang lain harus dikembangkan secara terintegrasi satu dengan yang lain.

    Adapun penjelasan dari beberapa aspek keterampilan proses adalah

    sebagai berikut:

    Mengamati

    Usman (2008: 42) menyatakan bahwa mengamati yaitu keterampilan

    mengumpulkan data atau informasi melalui penerapan dengan indera. Lebih lanjut

    Dimyati & Mudjiono (2009: 142) mengemukakan bahwa kemampuan mengamati

    merupakan keterampilan paling dasar dalam memproses dan memperoleh ilmu

    pengetahuan serta merupakan hal terpenting untuk mengembangkan keterampilan-

    keterampilan proses yang lain. Mengamati memilki dua sifat utama, yakni sifat

    kualitatif dan sifat kuantitatif. Mengamati bersifat kualitatif apabila dalam

    pelaksanaannya hanya menggunakan panca indera untuk memperoleh informasi.

  • 26  

     

    Mengamati bersifat kuantitatif apabila dalam pelaksanaannya selain menggunakan

    panca indera, juga menggunakan peralatan lain yang memberikan informasi yang

    khusus dan tepat.

    Mengklasifikasikan

    Mengklasifikasikan menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 143) merupakan

    keterampilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-

    sifat khususnya, sehingga didapatkan golongan/ kelompok yang sejenis dari objek

    peristiwa yang dimaksud. Usman (2008: 42) menyatakan bahwa

    mengklasifikasikan merupakan keterampilan menggolongkan benda, kenyataan,

    konsep, nilai, atau kepentingan tertentu. Untuk membuat penggolongan perlu

    ditinjau persamaan dan perbedaan antara benda, kenyataan, atau konsep sebagai

    dasar penggolongan. Pada penelitian ini, aspek mengklasifikasi tidak diteliti

    karena aspek tersebut tidak dijumpai pada proses percobaan materi listrik dinamis.

    Mengomunikasikan

    Mengomunikasikan merupakan keterampilan menyampaikan perolehan

    atau hasil belajar kepada orang lain dalam bentuk tulisan, gambar, gerak,

    tindakan, atau penampilan (Usman, 2008: 43). Kemampuan berkomunikasi

    dengan orang lain merupakan dasar untuk segala yang kita kerjakan. Selanjutnya

    dijelaskan pula oleh Dimyati & Mudjiono (2009: 143) bahwa mengomunikasikan

    dapat diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep dan prinsip

    ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara visual.

    Mengukur

  • 27  

     

    Menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 144), mengukur dapat diartikan

    sebagai membandingkan sesuatu yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang

    telah ditetapkan sebelumnya. Aspek mengukur sangat erat kaitannya dengan

    penggunaan alat ukur.

    Memprediksi/ meramalkan

    Mundilarto (2002: 16) menyatakan bahwa prediksi adalah suatu perkiraan

    tentang hasil pengamatan yang dilakukan pada suatu waktu di masa yang akan

    datang. Selanjutnya Dimyati & Mudjiono (2009: 144) menyatakan bahwa

    memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan

    tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan

    perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta,

    konsep dan prinsip dalam ilmu pengetahuan. Pada penelitian ini aspek

    memprediksi tidak diteliti. Hal ini disebabkan karena kemampuan memprediksi

    siswa telah dilatihkan melalui pertanyaan dalam LKS.

    Menyimpulkan

    Dimyati & Mudjiono (2009: 144) menyatakan bahwa menyimpulkan dapat

    diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau

    peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang diketahui.

    Membuat tabel data

    Menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 146), pembuatan tabel data perlu

    dibelajarkan karena memiliki fungsi yang penting, yaitu menyajikan data yang

    diperlukan dalam penelitian.

    Membuat grafik

  • 28  

     

    Menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 147), keterampilan membuat grafik

    merupakan kemampuan mengolah data untuk disajikan dalam bentuk visualisasi

    garis atau bidang datar dengan variabel termanipulasi selalu pada sumbu datar dan

    variabel hasil selalu ditulis sepanjang sumbu vertikal.

    Karena aspek membuat tabel data dan membuat grafik merupakan

    keterampilan siswa dalam mengolah data hasil penelitian, maka dalam penelitian

    ini kedua aspek tersebut dilebur menjadi aspek mengolah data.

    Jadi, pada penelitian ini keterampilan proses yang dikembangkan adalah

    keterampilan mengamati, mengukur, mengolah data, menyimpulkan, dan

    mengomunikasikan.

    Usman (2008: 44) menjelaskan bahwa untuk dapat menilai keterampilan

    proses dapat digunakan cara nontes dengan menggunakan lembar pengamatan.

    Dalam membuat lembar pengamatan, maka perlu diperhatikan penentuan

    keterampilan yang akan diamati dan kriteria penilaian untuk masing-masing

    keterampilan.

    Selain itu, Usman (2008: 44) juga menambahkan bahwa penilaian

    terhadap keterampilan proses dapat pula dilakukan dengan cara tes tertulis, namun

    tidak dapat menjangkau semua kemampuan karena menggunakan indera

    pendengaran dan perabaan tidak mungkin dinilai dengan tes tertulis. Di samping

    itu, penilaian keterampilan proses dapat pula dilakukan dengan tes perbuatan,

    tetapi dalam hal ini diperlukan lembar pengamatan yang lebih rinci untuk menilai

    tingkah laku yang diharapkan.

  • 29  

     

    2.4 Metode Pembelajaran Eksperimen

    Ditinjau dari metode penyelenggaraannya, kegiatan laboratorium dapat

    dibedakan menjadi dua, yaitu demonstrasi dan percobaan atau eksperimen.

    Menurut Wiyanto (2008: 30), percobaan atau eksperimen adalah proses

    memecahkan masalah melalui kegiatan manipulasi variabel dan pengamatan atau

    pengukuran. Dalam percobaan, proses kegiatan dilakukan oleh semua siswa.

    Percobaan biasanya dilakukan secara berkelompok yang terdiri dari beberapa

    siswa bergantung pada jenis percobaannya dan alat-alat laboratorium yang

    tersedia di sekolah.

    Roestiyah (1985: 80) menyatakan bahwa eksperimen adalah salah satu

    cara mengajar. Dalam metode tersebut, siswa melakukan percobaan tentang

    sesuatu hal, yaitu mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya,

    kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru.

    Penggunaan teknik eksperimen mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan

    menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya

    dengan mengadakan percobaan sendiri. Selain itu, siswa juga dapat terlatih dalam

    cara berpikir yang ilmiah (scientific thinking). Dengan eksperimen, siswa

    menemukan bukti kebenaran dari suatu teori yang sedang dipelajarinya.

    Seperti yang dijelaskan oleh Roestiyah (1985: 82), teknik eksperimen

    kerap kali digunakan karena memiliki beberapa keunggulan. Adapun keunggulan

    eksperimen adalah sebagai berikut:

  • 30  

     

    Dengan eksperimen siswa terlatih menggunakan metode ilmiah dalam

    menghadapi segala masalah, sehingga tidak mudah percaya pada sesuatu yang

    belum pasti kebenarannya.

    Siswa lebih aktif dalam berpikir dan berbuat. Siswa lebih banyak aktif belajar

    sendiri, sementara guru hanya bertindak sebagai fasilitator.

    Siswa dalam melaksanakan proses eksperimen di samping memperoleh ilmu

    pengetahuan, juga menemukan pengalaman praktis serta berbagai

    keterampilan, misalnya keterampilan menggunakan alat-alat percobaan.

    Dengan eksperimen, siswa membuktikan sendiri kebenaran suatu teori,

    sehingga akan mengubah sikap mereka terhadap peristiwa-peristiwa yang

    tidak masuk akal.

    2.5 Materi Listrik Dinamis

    2.5.1 Kuat Arus Listrik Pada Rangkaian Tertutup

    Rangkaian listrik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu rangkaian listrik

    terbuka dan rangkaian listrik tertutup. Arus listrik hanya dapat mengalir pada

    rangkaian listrik tertutup.

    +  ‐ 

    Gambar 2.3 (a) Rangkaian Listrik Terbuka (b) Rangkaian Listrik Tertutup

    lampu

    S

    lampu

    S + ‐ 

    I

    (a) (b)

  • 31  

     

    Pada Gambar 2.3(a), lampu pada rangkaian listrik terbuka tidak menyala

    sedangkan pada Gambar 2.3(b), lampu pada rangkaian listrik tertutup menyala.

    Hal ini disebabkan arus listrik hanya dapat mengalir pada rangkaian listrik

    tertutup. Rangkaian listrik tertutup yaitu suatu rangkaian yang bermula dari suatu

    titik, berkeliling dan akhirnya kembali lagi ke titik tersebut.

    Arus listrik adalah gerakan atau aliran muatan listrik. Pergerakan muatan

    ini terjadi pada bahan yang disebut konduktor. Konduktor bisa berupa logam, gas,

    atau larutan, sedangkan pembawa muatannya sendiri tergantung pada jenis

    konduktor, yaitu pada:

    logam, pembawa muatannya adalah elektron-elektron,

    gas, pembawa muatannya adalah ion positif dan elektron,

    larutan, pembawa muatannya adalah ion positif dan ion negatif.

    Kuat arus listrik adalah jumlah total muatan yang mengalir melalui suatu

    penampang persatuan waktu pada suatu titik.

    Jika dalam waktu t mengalir muatan listrik sebesar Q, maka kuat arus listrik I

    adalah:

    Keterangan:

    I : kuat arus listrik ( coulomb/ sekon = ampere = A)

    Q : muatan listrik (coulomb)

    Aqq

    qq

    Gambar 2.4 Segmen Kawat Penghantar Berarus

  • 32  

     

    t : waktu (sekon)

    Arus listrik dapat terjadi karena muatan positif yang bergerak ataupun

    karena muatan negatif yang bergerak. Arah arus listrik adalah arah aliran muatan

    positif. Jika muatan yang bergerak adalah muatan negatif seperti elektron dalam

    logam misalnya, maka arah arus listrik berlawanan dengan arah aliran elektron.

    Arus listrik mengalir karena adanya beda potensial antara dua titik pada

    suatu rangkaian tertutup. Beda potensial yaitu selisih potensial antara dua terminal

    (ujung) rangkaian listrik. Arah arus listrik adalah dari titik berpotensial listrik

    tinggi ke titik berpotensial listrik rendah. Alat yang digunakan untuk mengukur

    kuat arus listrik yang mengalir melalui suatu komponen listrik adalah

    amperemeter. Sedangkan alat yang digunakan untuk mengukur beda potensial

    listrik yang mengalir melalui suatu komponen listrik adalah voltmeter.

    Amperemeter harus dihubungkan seri dengan komponen listrik yang akan diukur

    kuat arus listriknya, sedangkan voltmeter harus dihubungkan paralel dengan

    komponen listrik yang akan diukur beda potensialnya.

    A

    Gambar 2.5 Simbol Amperemeter Pada Rangkaian Listrik

    V

    Gambar 2.6 Simbol Voltmeter Pada Rangkaian Listrik

  • 33  

     

    Umumnya alat yang digunakan untuk mengukur kuat arus listrik dan beda

    potensial listrik adalah sebuah multimeter. Terdapat dua jenis multimeter, yaitu

    multimeter digital dan multimeter analog. Pada multimeter digital, hasil

    pengukuran dapat langsung terbaca pada layar multimeter. Namun pada

    multimeter analog, hasil pengukuran tidak dapat langsung terbaca pada layar

    multimeter.

    Adapun diagram bagian-bagian dari multimeter digital dan multimeter analog

    adalah sebagai berikut:

    A

    V

    I

    + ‐

    Gambar 2.7 Amperemeter dan Voltmeter Dalam Rangkaian Listrik

    Gambar 2.8 (a) Multimeter Digital (b) Multimeter Analog

    (a) (b)

  • 34  

     

    Untuk nilai kuat arus listrik atau beda potensial yang terukur dapat diketahui

    dengan persamaan:

    nilai terukurskala yang ditunjuk

    skala maksimum batas ukur

    Contoh:

    Pengukuran terhadap kuat arus listrik pada suatu komponen listrik menggunakan

    amperemeter ditunjukkan oleh Gambar 2.10 berikut ini.

    Gambar 2.9 (a) Bagian-bagian Multimeter Digital 

    Keterangan:

    1 : layar tampilan

    2 : tombol range

    3 : saklar putar

    4 : terminal

    1

    3

    4

    2

    (a)

    Gambar 2.9 (b) Bagian-bagian Multimeter Analog

    Keterangan:

    1 : papan skala

    2 : jarum penunjuk skala

    3 : pengatur jarum skala

    4 : knop pengatur nol ohm

    5 : batas ukur ohmmeter

    6 : batas ukur DC volt

    7 : batas ukur AC

    8 : batas ukur amperemeter

    9 : saklar pemilih

    10 : test pin positif

    11 : test pin negatif

    (b)

  • 35  

     

    Dari Gambar 2.10 diketahui bahwa,

    • skala yang ditunjuk = 2,5

    • skala maksimum = 5

    • batas ukur = 2 A

    Dengan demikian, nilai kuat arus listrik yang terukur adalah,

    2,55 2 1

    Jadi, nilai kuat arus listrik yang terukur adalah 1 A.

    2.5.2 Hukum Ohm

    George Simon Ohm (1787 – 1854) adalah ilmuwan yang pertama kali

    menjelaskan hubungan antara kuat arus listrik dan beda potensial listrik.

    Hasil eksperimen Ohm menunjukkan bahwa arus listrik yang mengalir

    pada kawat penghantar sebanding dengan beda potensial yang diberikan pada

    ujung-ujung penghantar itu. Artinya, jika beda potensial diperbesar, maka arus

    listrik yang mengalir juga semakin besar. Sebaliknya, jika beda potensial

     

          0     1    2   3   4   5 

    2 A

    0

    10 A

    Skala yang ditunjuk

    Skala maksimum

    Batas ukur

    Gambar 2.10 Pengukuran Kuat Arus Listrik Menggunakan Amperemeter

    A B I I

  • 36  

     

    diperkecil, maka arus listrik yang mengalir juga semakin kecil. Hubungan ini

    dapat dirumuskan sebagai:

    Besar arus listrik pada suatu rangkaian listrik dipengaruhi oleh besar

    hambatan listrik. Untuk nilai tegangan tertentu, semakin besar hambatan, maka

    semakin kecil arus listrik yang mengalir. Ini berarti kuat arus listrik berbanding

    terbalik dengan besar hambatan listrik dan dapat dirumuskan dengan:

    1

    Berdasarkan eksperimennya, Ohm memperoleh kesimpulan penting yang

    selanjutnya dikenal sebagai hukum Ohm, yang menyatakan bahwa: ”Kuat arus

    listrik yang mengalir pada suatu penghantar sebanding dengan beda potensial

    antara ujung-ujung penghantar dan berbanding terbalik dengan hambatan

    listriknya, dengan syarat suhunya konstan”.

    Secara matematis, hukum Ohm dapat dirumuskan dengan:

    Berdasarkan persamaan di atas, besar hambatan listrik adalah:

    Jadi, satuan hambatan juga dapat diturunkan dari satuan beda potensial

    listrik dibagi dengan satuan kuat arus listrik atau volt/ampere. Satuan ini setara

    dengan satuan SI untuk hambatan yaitu ohm (Ω), dimana:

    1 1

    1

  • 37  

     

    Jadi, satu ohm adalah hambatan bagi suatu konduktor dimana ketika beda

    potensial satu volt diberikan pada ujung-ujung konduktor maka kuat arus satu

    ampere mengalir melalui konduktor tersebut.

    Hukum Ohm bukan merupakan pernyataan yang universal, tapi hanya

    sekedar hukum empiris yang menyediakan deskripsi (gambaran) yang baik bagi

    sebagian materi tertentu yang mengikuti hukum Ohm yang disebut komponen

    ohmik. Nilai hambatan R untuk komponen ohmik selalu konstan asalkan suhunya

    konstan. Sebagian besar jenis logam merupakan contoh komponen ohmik, seperti

    tembaga, nikrom, perak, dan lain-lain. Untuk materi yang tidak memenuhi hukum

    Ohm yang disebut komponen non-ohmik, hambatan R tergantung pada beda

    potensial V, jadi tidak konstan. Yang termasuk komponen non-ohmik antara lain

    dioda semikonduktor, transistor dan tabung-tabung vakum.

    Grafik I sebagai fungsi V untuk komponen ohmik dan non-ohmik dapat

    dilihat pada Gambar 2.11 berikut ini.

    Gambar 2.11 Grafik I-V Komponen Ohmik dan Non-Ohmik

    I

    V

    Ohmik (gradient = 1/R)

    non-ohmik

    non-ohmik

    (R bertambah saat V naik)

    (R berkurang saat V naik)

  • 38  

     

    2.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hambatan Suatu Penghantar

    Untuk suatu penghantar dari kawat logam, jika suhu dan sifat-sifat fisik

    lainnya dijaga konstan, maka hambatan kawat R adalah konstan. Secara umum

    untuk kawat-kawat logam, makin besar suhu maka makin besar pula hambatan

    listriknya. Namun untuk kebanyakan logam paduan, hambatannya hanya sedikit

    dipengaruhi oleh perubahan suhu.

    Setiap bahan memiliki nilai hambatan jenis masing-masing. Semakin besar

    hambatan jenis kawat (ρ) maka semakin besar pula hambatan listriknya (R). Atau

    sebaliknya, semakin kecil nilai hambatan jenis kawat, maka semakin kecil pula

    hambatan listriknya. Jadi dapat dituliskan,

    ........................... (1)

    Kawat penghantar memiliki elemen panjang (l). Semakin panjang suatu

    kawat penghantar, maka hambatan listriknya (R) juga semakin besar. Sebaliknya,

    semakin pendek suatu kawat penghantar, maka hambatan listriknya juga semakin

    kecil. Jadi dapat dituliskan,

    ........................... (2)

    A

    Gambar 2.12 Penampang Melintang Kawat Penghantar

    l

  • 39  

     

    Semakin besar luas penampang kawat (A), maka hambatan listriknya (R)

    semakin kecil. Sebaliknya, semakin kecil luas penampang kawat, maka hambatan

    listriknya semakin besar. Jadi dapat dituliskan,

    ............................ (3)

    Dari persamaan 1, 2 dan 3 dapat diketahui bahwa nilai hambatan listrik

    suatu kawat penghantar (R) dapat diketahui melalui persamaan:

    Keterangan: R : hambatan listrik (Ω)

    : hambatan jenis bahan kawat (Ωm)

    l : panjang kawat (m)

    A : luas penampang kawat (m2)

    Hambatan jenis bahan kawat ( merupakan sifat khas bahan kawat dan

    tidak bergantung pada ukuran atau bentuk kawat. Berikut ditunjukkan nilai

    hambatan jenis dari berbagai bahan.

    Tabel 2.2 Nilai Hambatan Jenis Berbagai Bahan

    Bahan Hambatan jenis bahan

    pada suhu 200C (Ωm)

    Konduktor:

    Alumunium

    Tembaga

    Emas

    Besi

    2,82 x 10-8

    1,68 x 10-8

    2,44 x 10-8

    9,71 x 10-8

  • 40  

     

    Konstantan

    Nikrom

    Nikelin

    Platina

    Perak

    Tungsten

    Semikonduktor:

    Karbon (grafit)

    Germanium (murni)

    Silikon (murni)

    Isolator:

    Kaca

    Kuarsa

    49 x 10-8

    100 x 10-8

    7,80 x 10-8

    10,6 x 10-8

    1,59 x 10-8

    5,65 x 10-8

    3,5 x 10-5

    5,0 x 10-1

    6,4 x 102

    1010 – 1014

    7,5 x 1017

    2.5.4 Rangkaian Hambatan Seri

    Rangkaian seri merupakan suatu penyusunan komponen-komponen listrik

    di mana semua arus listrik melewati komponen-komponen tersebut secara

    berurutan. Hubungan seri komponen-komponen listrik serta rangkaian

    penggantinya dapat dilihat pada Gambar 2.13 dan Gambar 2.14 berikut.

    Gambar 2.13 Dua Buah Komponen yang Dihubungkan Secara Seri

    + ‐

    a b c

    R1 R2

    V

  • 41  

     

    Pada rangkaian seri, komponen-komponen listrik dialiri oleh arus listrik

    yang sama besar.

    …………… (1)

    Tegangan antara a dan c adalah

    …………… (2)

    Karena V = I Rac, maka

    …………… (3)

    Jika terdapat n buah hambatan yang terhubung seri, maka

    …………… (4)

    Rangkaian seri sebagai pembagi tegangan

    Bila diterapkan hukum Ohm pada rangkaian maka akan diperoleh

    sehingga,

    atau

    Gambar 2.14 Rangkaian Pengganti Hubungan Seri

    + ‐

    a c

    Rs

    V

  • 42  

     

    …………… (5)

    Prinsip rangkaian hambatan seri yaitu:

    1. Rangkaian hambatan seri bertujuan untuk memperbesar hambatan suatu

    rangkaian.

    2. Kuat arus listrik yang melalui tiap-tiap penghambat sama besar, yaitu sama

    dengan kuat arus listrik yang melalui hambatan penggantinya.

    I1 = I2 = I3 = … = Iseri

    3. Tegangan listrik pada ujung-ujung hambatan pengganti seri sama dengan

    jumlah tegangan pada ujung-ujung tiap penghambat.

    Vseri = V1 + V2 + V3 + …

    4. Rangkaian hambatan seri berfungsi sebagai pembagi tegangan, di mana

    tegangan pada ujung-ujung tiap penghambat sebanding dengan hambatannya.

    V1 : V2 : V3 : … = R1 : R2 : R3 : …

    Jika V1 + V2 + V3 + … = V, maka

    3 …

    2.5.5 Rangkaian Hambatan Paralel

    Rangkaian paralel merupakan suatu penyusunan komponen-komponen di

    mana arus listrik terbagi untuk melewati masing-masing komponen secara

  • 43  

     

    serentak. Hubungan paralel komponen-komponen listrik serta rangkaian

    penggantinya dapat dilihat pada Gambar 2.15 dan Gambar 2.16 berikut.

    Pada rangkaian paralel, komponen-komponen listrik mendapatkan beda

    potensial yang sama besar. Dengan menggunakan hukum I Kirchoff diperoleh

    I = I1 + I2

    atau

    1 1

    Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa hambatan gabungan (Rgab) beberapa

    hambatan yang terhubung secara paralel dapat dituliskan sebagai

    1 1 1

    atau

    Gambar 2.15 Dua Komponen yang Dihubungkan Secara Paralel

    + ‐I

    I1I2 I2

    I1

    I

    V

    R1

    R2

    a b

    Gambar 2.16 Rangkaian Pengganti Hubungan Paralel

    + ‐I I

    V

    Rp

    a b

  • 44  

     

    Apabila terdapat n buah hambatan yang dihubungkan secara paralel, hambatan

    penggantinya akan memenuhi persamaan

    1 1 1 1

    Jika ada n buah resistor yang sama besar dihubungkan secara paralel, maka

    Prinsip rangkaian hambatan paralel yaitu:

    1. Rangkaian paralel bertujuan untuk memperkecil hambatan suatu rangkaian.

    2. Tegangan pada ujung-ujung tiap komponen sama besar, yaitu sama dengan

    tegangan pada ujung-ujung hambatan pengganti paralelnya.

    V1 = V2 = V3 = … = Vparalel

    3. Kuat arus listrik yang melalui hambatan pengganti paralel sama dengan

    jumlah kuat arus listrik yang melalui tiap-tiap komponen.

    Iparalel = I1 + I2 + I3 + …

    4. Rangkaian paralel berfungsi sebagai pembagi arus listrik di mana kuat arus

    listrik yang melalui tiap-tiap komponen sebanding dengan kebalikan nilai

    hambatannya.

    … 1

    1

    1

    Jika I1 + I2 + I3 + … = I, maka

    1

    1 1 1

    1

    1 1 1

  • 45  

     

    2.6 Kerangka Berpikir

    Suatu proses pembelajaran akan lebih bermakna apabila siswa banyak

    terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran. Keterlibatan tersebut dapat

    berupa diskusi maupun kegiatan laboratorium. Proses pembelajaran fisika yang

    berlangsung di SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga kurang memperhatikan

    prinsip keterlibatan langsung siswa, sehingga siswa tidak memperoleh

    kebermaknaan proses pembelajaran. Hal ini berpengaruh terhadap rendahnya

    penguasaan keterampilan proses sains siswa.

    Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model

    pembelajaran kooperatif yang didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab

    siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan pembelajaran orang lain. Dalam

    setiap siklus pembelajaran kooperatif jigsaw, siswa melakukan diskusi sebanyak

    dua kali, yaitu diskusi dalam kelompok asal dan kelompok ahli. Kegiatan diskusi

    yang dilakukan oleh siswa merupakan salah satu bentuk prinsip keterlibatan

    langsung siswa selama proses pembelajaran. Jadi, semakin banyak siswa

    melakukan kegiatan diskusi, maka siswa akan semakin banyak terlibat langsung

    dalam proses pembelajaran.

    Selain kegiatan diskusi dalam pembelajaran kooperatif, contoh perilaku

    yang merupakan bentuk prinsip keterlibatan langsung bagi siswa adalah kegiatan

    laboratorium. Wiyanto (2008: 29) menyebutkan bahwa kegiatan laboratorium

    dapat dibedakan menjadi dua, yaitu demonstrasi dan eksperimen. Pada saat

    melakukan kegiatan laboratorium, siswa melakukan langkah-langkah tertentu

    yang bersifat runtut dan terarah. Menurut Mundilarto (2002: 13), keterampilan

  • 46  

     

    proses merupakan langkah-langkah yang dikerjakan saintis ketika melakukan

    penelitian ilmiah. Jadi, saat siswa melakukan kegiatan laboratorium, maka saat

    itulah penguasaan keterampilan proses sains dilatihkan.

    Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan menggunakan metode

    eksperimen dirancang untuk melibatkan siswa secara langsung dalam proses

    pembelajaran. Metode tersebut memberikan kesempatan kepada siswa untuk

    meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains yang dimilikinya. Kegiatan

    kooperatif yang dilakukan diharapkan mampu melibatkan siswa secara maksimal

    selama proses pembelajaran. Melalui kegiatan ini siswa akan aktif bekerja sama

    selama proses pembelajaran. Sudibyo (2003: 5) menyatakan bahwa dalam

    pembelajaran fisika, agar diperoleh hasil belajar yang optimal siswa sebagai

    subjek belajar seharusnya dilibatkan secara fisik dan mental dalam pemecahan-

    pemecahan masalah. Keterlibatan siswa secara langsung melalui kegiatan

    eksperimen diharapkan dapat meningkatkan penguasaan keterampilan proses

    siswa. Lebih lanjut Funk menambahkan bahwa menggunakan keterampilan proses

    untuk mengajar ilmu pengetahuan membuat siswa belajar proses dan produk ilmu

    pengetahuan sekaligus (Dimyati & Mudjiono, 2009: 139). Dengan demikian,

    diharapkan ketika keterampilan proses yang dimiliki siswa meningkat, maka hasil

    belajar yang dimiliki siswa juga akan meningkat.

    Pada penelitian ini, keterampilan proses yang dikembangkan meliputi

    keterampilan mengamati, mengukur, mengolah data, menyimpulkan, dan

    mengomunikasikan. Sementara hasil belajar ranah kognitif yang dikembangkan

    meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.

  • 47  

     

    Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dimodifikasi dengan

    metode eksperimen sesuai untuk pembelajaran listrik dinamis, karena dalam

    materi listrik dinamis terdapat sub-sub materi yang tepat jika diterapkan metode

    eksperimen. Hal tersebut disebabkan peralatan yang digunakan dalam kegiatan

    eksperimen materi listrik dinamis banyak tersedia di sekolah dan penggunaannya

    aman.

    Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dikombinasi

    dengan metode eksperimen dalam pembelajaran materi listrik dinamis ditunjang

    dengan RPP, LKS, dan lembar observasi yang disesuaikan dengan model

    pembelajaran. Penguasaan keterampilan proses dilatihkan dalam model

    pembelajaran kooperatif tipe jigsaw melalui kegiatan eksperimen sesuai dengan

    petunjuk pelaksanaan eksperimen pada LKS. Sementara pertanyaan dalam LKS

    dan laporan kegiatan eksperimen digunakan sebagai bahan diskusi siswa.

    Penguasaan keterampilan proses dapat diamati selama proses pembelajaran

    melalui lembar observasi, mulai dari siswa melakukan persiapan percobaan

    sampai mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Hasil belajar ranah

    psikomotorik siswa dapat diketahui melalui lembar observasi, sementara hasil

    belajar ranah kognitif siswa dapat diketahui melalui tes evaluasi di setiap akhir

    siklus yang berbentuk pilihan ganda dan uraian.

  • 48 

     

    BAB 3

    METODE PENELITIAN

    3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga yang

    beralamat di Jalan Jenderal Soedirman, desa Bantarbarang, kecamatan Rembang,

    kabupaten Purbalingga. Subjek penelitian adalah siswa kelas X-7 semester genap

    tahun ajaran 2011/2012 yang berjumlah 33 orang, terdiri dari 13 laki-laki dan 20

    perempuan. Data siswa kelas X-7 terdapat pada Lampiran 1.

    3.2 Waktu Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan selama tiga minggu, mulai tanggal 7 Mei 2012

    sampai dengan 28 Mei 2012.

    3.3 Faktor yang Diteliti

    Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah pelaksanaan proses

    pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk

    meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa kelas X-7 SMA Negeri

    1 Rembang, Purbalingga. Selain itu, faktor lain yang diteliti adalah penguasaan

    keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa. Keterampilan proses sains siswa

    yang diteliti meliputi keterampilan mengamati, mengukur, mengolah data,

     

    48

  • 49 

     

    menyimpulkan, dan mengomunikasikan. Sedangkan hasil belajar siswa yang

    diteliti meliputi hasil belajar kognitif setelah proses pembelajaran dan hasil belajar

    psikomotorik selama proses pembelajaran.

    3.4 Desain Penelitian

    Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka penelitian ini

    menggunakan desain penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang

    terbagi dalam tiga siklus. Model pembelajaran yang digunakan dalam siklus I, II,

    dan III adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dikombinasi

    dengan metode eksperimen. Pada setiap siklus, guru menyampaikan materi yang

    berbeda-beda namun masih dalam satu pokok bahasan, yaitu listrik dinamis. Pada

    siklus I, guru menyampaikan materi hukum Ohm. Pada siklus II, guru

    menyampaikan materi hambatan kawat penghantar, sedangkan pada siklus III

    guru menyampaikan materi rangkaian hambatan seri dan paralel. Menurut Asrori

    (2007: 68), pada penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) setiap

    siklus terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan (planning), tahap

    pelaksanaan tindakan (action), tahap pengamatan (observation), dan tahap refleksi

    (reflection).

  • 50 

     

    Identifikasi Masalah

    Kurangnya keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Siswa tidak dibiasakan melakukan kegiatan laboratorium maupun diskusi.

    Rendahnya intensitas kegiatan laboratorium menyebabkan penguasaan keterampilan proses siswa kurang terlatih.

    Rendahnya penguasaan keterampilan proses sain siswa Rendahnya hasil belajar fisika siswa kelas X-7.

    Planning

    Melakukan observasi awal dan menyiapkan instrumen pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan metode eksperimen.

    Action

    Melaksanakan kegiatan pembelajaran model kooperatif tipe jigsaw dengan metode eksperimen.

    Observation

    Melakukan pengamatan terhadap penguasaan keterampilan proses siswa, hasil belajar psikomotorik siswa, serta hasil pengajaran agar dapat dievaluasi

    Reflection

    Melakukan analisis terhadap pelaksanaan proses pembelajaran, hasil, dan hambatan yang dijumpai. Hasil refleksi siklus I menjadi acuan tindakan pada siklus II.

    SIKLUS I

    SIKLUS II SIKLUS III

    Gambar 3.1 Skema Prosedur Pelaksanaan PTK

  • 51 

     

    Langkah-langkah untuk setiap tahap pada setiap siklus secara umum

    hampir sama, yaitu sebagai berikut:

    1. Perencanaan (Planning)

    Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan adalah:

    Observasi awal

    Kegiatan observasi awal dilakukan untuk mengidentifikasi masalah yang

    dihadapi oleh siswa. Identifikasi masalah siswa dilakukan dengan menganalisis

    hasil ulangan akhir semester gasal kelas X-7 tahun ajaran 2011/2012 mata

    pelajaran fisika. Selain itu, wawancara dengan guru mata pelajaran fisika juga

    dilakukan untuk mengetahui model dan metode pembelajaran yang biasa

    digunakan oleh guru. Observasi pelaksanaan proses pembelajaran di dalam kelas

    juga dilakukan untuk mengetahui kegiatan siswa selama mengikuti proses

    pembelajaran. Wawancara terhadap laboran dan siswa juga dilakukan, hal ini

    bertujuan untuk melakukan cross check data yang diperoleh serta untuk

    mengetahui ketersediaan alat-alat laboratorium SMA Negeri 1 Rembang,

    Purbalingga.

    Penyusunan RPP

    RPP siklus I, II, dan III disusun berdasarkan silabus SMA Negeri 1

    Rembang, Purbalingga dan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Silabus

    pembelajaran terdapat pada Lampiran 6, sedangkan RPP siklus I, II dan III

    terdapat pada Lampiran 7, 8 dan 9.

  • 52 

     

    Penyusunan Lembar Kegiatan Siswa (LKS)

    Lembar Kegiatan Siswa (LKS) berisi petunjuk percobaan dan beberapa

    pertanyaan sebagai bahan diskusi. Pada LKS juga terdapat petunjuk penyusunan

    laporan eksperimen. LKS siklus I, II dan III terdapat pada Lampiran 10, 11 dan

    12.

    Penyusunan soal evaluasi

    Soal evaluasi digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa

    setelah pelaksanaan proses pembelajaran. Penyusunan soal evaluasi diawali

    dengan penyusunan kisi-kisi soal terlebih dahulu, kemudian soal tersebut