Author
others
View
10
Download
0
Embed Size (px)
i
PENINGKATAN KETERAMPILAN PROSES DAN HASIL
BELAJAR SISWA KELAS X SMA NEGERI 1 REMBANG,
PURBALINGGA MELALUI MODEL PEMBELAJARAN
KOOPERATIF TIPE JIGSAW
skripsi
disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Pendidikan Program Studi Pendidikan Fisika
oleh
Rachmi Musta’adah
4201408015
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2012
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Skripsi dengan judul “Peningkatan Keterampilan Proses dan Hasil Belajar
Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga Melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw” telah disetujui oleh dosen pembimbing
untuk diajukan ke Sidang Panitia Ujian Skripsi Jurusan Fisika FMIPA Unnes pada
hari : Jumat
tanggal : 5 Oktober 2012
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dra. Siti Khanafiyah, M.Si. Isa Akhlis, S.Si.,M.Si.
NIP. 195205211976032001 NIP. 197001021999031002
Mengetahui,
Ketua Jurusan Fisika
Dr. Khumaedi, M.Si.
NIP. 196306101989011002
iii
PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul Peningkatan Keterampilan Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA
Negeri 1 Rembang, Purbalingga Melalui Model Pembelajaran Kooperatif
Tipe Jigsaw
disusun oleh
Rachmi Musta’adah
4201408015
telah dipertahankan di hadapan Sidang Panitia Ujian Skripsi FMIPA UNNES
pada tanggal 5 Oktober 2012.
Panitia :
Ketua Sekretaris
Prof. Dr. Wiyanto, M.Si. Dr. Khumaedi, M.Si.
NIP. 196310121988031001 NIP. 196306101989011002
Ketua Penguji
Dr. Achmad Sopyan, M.Pd.
NIP. 196006111984031001
Anggota Penguji/ Anggota Penguji/
Pembimbing Utama Pembimbing Pendamping
Dra. Siti Khanafiyah, M.Si. Isa Akhlis, S.Si.,M.Si.
NIP. 195205211976032001 NIP. 197001021999031002
iv
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa yang tertulis dalam skripsi ini benar-benar hasil
karya sendiri, bukan jiplakan dari karya orang lain, baik sebagian atau seluruhnya.
Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau
dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.
Semarang, Oktober 2012
Penulis
Rachmi Musta’adah
4201408015
v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Motto:
Kunci dari segala kunci adalah restu orang tua.
Jadikanlah sabar dan sholat sebagai penolongmu (Q.S Al Baqarah: 53), karena Allah
tidak akan memberikan cobaan melebihi batas kemampuan umatNya.
Mimpikan, kerjakan, doa.
Persembahan:
Ibu dan ayahku tercinta. Terima kasih atas kasih sayang, nasihat dan doa yang selalu
mengalir.
Mas Eko, mas Wiwi, dek Ardhan, Attaya, dan semua keluargaku yang selalu memberi
dukungan.
Uyuttku, yang selalu menemani, mengingatkan, dan memberikan motivasi dalam
penyusunan skripsi ini. Terima kasih banyak.
Para dosen dan guruku.
Sahabatku, iva, gilang, nindita, nurul, via, mbak nia, mbak hani, mala. Terima kasih atas
segalanya.
Keluargaku di wisma gadiza dan kos pelangi.
Teman-teman Fisika Unnes 2008 yang telah bersama-sama berjuang.
Almamaterku.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunia-Nya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Peningkatan Keterampilan Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri
1 Rembang, Purbalingga Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw”
dengan baik.
Skripsi ini dapat terselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak. Maka
dari itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmojo, M.Si. selaku Rektor UNNES.
2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si. selaku Dekan FMIPA UNNES.
3. Dr. Khumaedi, M.Si. selaku Ketua Jurusan Fisika FMIPA UNNES.
4. Dra. Siti Khanafiyah, M.Si. dan Isa Akhlis, S.Si., M.Si. selaku dosen
pembimbing yang telah membimbing penyusunan skripsi.
5. Dr. Ngurah Made Dharma Putra, M.Si., selaku dosen wali yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi.
6. Segenap Bapak dan Ibu dosen jurusan Fisika FMIPA UNNES yang telah
memberikan bekal ilmu.
7. Bapak Joko Mulyanto, S.Pd. selaku Kepala SMA Negeri 1 Rembang,
Purbalingga yang telah berkenan memberikan izin penelitian.
8. Ibu Divi Hendra Damayanti, S.Pd. selaku guru Fisika SMA Negeri 1
Rembang, Purbalingga yang telah berkenan membantu pelaksanaan penelitian.
vii
9. Uyutt dan sahabat-sahabat seperjuangan Fisika angkatan 2008 yang telah
banyak membantu dan memberikan motivasi.
10. Seluruh siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga selaku subjek
penelitian.
Penulis menyadari adanya keterbatasan dalam skripsi ini. Semoga skripsi
ini dapat memberikan manfaat kepada semua pihak.
Semarang, Oktober 2012
Penulis
viii
ABSTRAK
Musta’adah, Rachmi. 2012: Peningkatan Keterampilan Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas X SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. Skripsi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Utama Dra. Siti Khanafiyah, M.Si. Pembimbing Pendamping Isa Akhlis, S.Si., M.Si.
Kata Kunci: Keterampilan Proses Sains, Model Kooperatif Jigsaw, Eksperimen.
Berdasarkan hasil observasi di kelas X-7 SMA N 1 Rembang, Purbalingga diketahui bahwa pelaksanaan proses pembelajaran fisika di kelas tersebut belum menggunakan metode yang mengutamakan keterlibatan langsung siswa secara maksimal, seperti eksperimen dan diskusi kelompok. Hal ini menyebabkan penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa rendah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dimodifikasi dengan kegiatan eksperimen dalam meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa kelas X-7.
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dimodifikasi dengan metode eksperimen memberi kesempatan kepada siswa untuk lebih terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran. Bentuk keterlibatan langsung siswa yang ditekankan dalam model pembelajaran ini adalah kegiatan eksperimen dan diskusi kelompok. Melalui model pembelajaran ini siswa dapat meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajarnya.
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang dilaksanakan dalam tiga siklus. Tiap siklus terdiri dari empat tahap kegiatan, yaitu perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi. Subjek penelitian adalah siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi dan tes. Peningkatan penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa tiap siklusnya diketahui melalui uji gain.
Dari hasil analisis data dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dimodifikasi dengan metode eksperimen pada pokok bahasan listrik dinamis dapat meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa kelas X-7. Oleh karena itu, model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dimodifikasi dengan metode eksperimen dapat diterapkan oleh guru sebagai model pembelajaran untuk meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa.
ix
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ……………………………………………………… vi
ABSTRAK …………………………………………………………………. viii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. ix
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. xi
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. xii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………... xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………………... 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………………….. 4
1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………………… 5
1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………………. 5
1.5 Penegasan Istilah ……………………………………………………… 6
1.6 Sistematika Penulisan Skripsi ………………………………………… 7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………...……. 9
2.1 Belajar dan Pembelajaran Fisika ……………………………………… 9
2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw …………………………. 13
2.3 Keterampilan Proses Sains ……………………………………………. 23
2.4 Metode Pembelajaran Eksperimen ……………………………………. 29
2.5 Materi Listrik Dinamis …………………………………………..…… 30
2.6 Kerangka Berpikir …………………………………………………….. 45
BAB 3 METODE PENELITIAN …………………………………………… 48
x
3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian …………………………………………. 48
3.2 Waktu Penelitian ……………………………………………………… 48
3.3 Faktor yang Diteliti …………………………………………………… 48
3.4 Desain Penelitian ……………………………………………………… 49
3.5 Metode Pengumpulan Data …………………………………………… 54
3.6 Metode Analisis Data …………………………………………………. 60
3.7 Indikator Keberhasilan ………………………………………………… 63
BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ……………………… 64
4.1 Hasil dan Pembahasan ………………………………………………… 64
4.2 Keterbatasan Penelitian ……………………………………………….. 77
BAB 5 PENUTUP ……………………………………………………..…… 79
5.1 Simpulan ……………………………………………………………… 79
5.2 Saran …………………………………………………………..……… 80
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………. 81
LAMPIRAN ………………………………………………………………… 83
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif ………………………….. 18
Tabel 2.2 Nilai Hambatan Jenis Berbagai Bahan …………………………… 39
Tabel 3.1 Rentang Persentase dan Kriteria Keterampilan Proses ………….. 62
Tabel 4.1 Penguasaan Keterampilan Proses Sains Siswa ………………….. 69
Tabel 4.2 Hasil Belajar Ranah Kognitif Siswa ……………………………… 72
Tabel 4.3 Hasil Belajar Ranah Psikomotorik Siswa ……………………….. 75
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
Gambar 2.1 Ilustrasi Kelompok Jigsaw ……………………………………… 22
Gambar 2.2 Skema Proses Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ………….. 23
Gambar 2.3 (a) Rangkaian Listrik Terbuka ………………………………… 30
Gambar 2.3 (b) Rangkaian Listrik Tertutup ……………………………….. 30
Gambar 2.4 Segmen Kawat Penghantar Berarus ………………………… 31
Gambar 2.5 Simbol Amperemeter Pada Rangkaian Listrik ………………… 32
Gambar 2.6 Simbol Voltmeter Pada Rangkaian Listrik …………………….. 32
Gambar 2.7 Amperemeter dan Voltmeter Dalam Rangkaian Listrik ..……… 33
Gambar 2.8 (a) Multimeter Digital …………………………………..…….. 33
Gambar 2.8 (b) Multimeter Analog ………………………………………….. 33
Gambar 2.9 (a) Bagian-bagian Multimeter Digital ………………………… 34
Gambar 2.9 (b) Bagian-bagian Multimeter Analog ……………………….. 34
Gambar 2.10 Pengukuran Kuat Arus Listrik Menggunakan Amperemeter….. 35
Gambar 2.11 Grafik I-V Komponen Ohmik dan Non Ohmik ………………. 37
Gambar 2.12 Penampang Melintang Kawat Penghantar …………………… 38
Gambar 2.13 Dua Buah Komponen yang Dihubungkan Secara Seri ……….. 40
Gambar 2.14 Rangkaian Pengganti Hubungan Seri …………………….….. 41
Gambar 2.15 Dua Buah Komponen yang Dihubungkan Secara Paralel ..…… 43
Gambar 2.16 Rangkaian Pengganti Hubungan Paralel ……………………… 43
Gambar 3.1 Skema Prosedur Pelaksanaan PTK …………………………….. 50
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
Lampiran 1 Daftar Nama Siswa Kelas X-7 ………………………….... 83
Lampiran 2 Daftar Nama Siswa Kelas Uji Coba ……………………… 84
Lampiran 3 Daftar Pembagian Kelompok Asal dan Kelompok Ahli
Siklus I …………………………………………………… 85
Lampiran 4 Daftar Pembagian Kelompok Asal dan Kelompok Ahli
Siklus II …………………………………………………… 86
Lampiran 5 Daftar Pembagian Kelompok Asal dan Kelompok Ahli
Siklus III …………………………………………………. 87
Lampiran 6 Silabus …………………………………………………….. 88
Lampiran 7 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus I …..………… 89
Lampiran 8 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus II .……….…… 93
Lampiran 9 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran Siklus III …………… 98
Lampiran 10 Lembar Kegiatan Siswa Siklus I ………………………… 102
Lampiran 11 Lembar Kegiatan Siswa Siklus II ………………………… 106
Lampiran 12 Lembar Kegiatan Siswa Siklus III ……………………….. 112
Lampiran 13 Kisi-kisi Soal Uji Coba Instrumen Penelitian Siklus I ........ 116
Lampiran 14 Kisi-kisi Soal Uji Coba Instrumen Penelitian Siklus II …… 129
Lampiran 15 Kisi-kisi Soal Uji Coba Instrumen Penelitian Siklus III ..… 138
Lampiran 16 Soal Evaluasi Siklus I ……………………….………..….. 149
Lampiran 17 Soal Evaluasi Siklus II ………..………………………….. 153
Lampiran 18 Soal Evaluasi Siklus III ………………………………...… 157
xiv
Lampiran 19 Kunci Jawaban Soal Evaluasi ………………………….…. 162
Lampiran 20 Lembar Observasi Keterampilan Proses ………………….. 167
Lampiran 21 Kriteria Penilaian Keterampilan Proses Siklus I ………….. 171
Lampiran 22 Kriteria Penilaian Keterampilan Proses Siklus II …….….. 175
Lampiran 23 Kriteria Penilaian Keterampilan Proses Siklus III ……..… 178
Lampiran 24 Lembar Observasi Hasil Belajar Psikomotorik …………… 182
Lampiran 25 Kriteria Penilaian Hasil Belajar Psikomotorik ………..…. 183
Lampiran 26 Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan
Daya Pembeda Soal Uji Coba Siklus I …………….…….. 184
Lampiran 27 Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan
Daya Pembeda Soal Uji Coba Siklus II …..…..………….. 186
Lampiran 28 Analisis Validitas, Reliabilitas, Tingkat Kesukaran dan
Daya Pembeda Soal Uji Coba Siklus III ..……………….. 188
Lampiran 29 Contoh Perhitungan Validitas Butir Soal …..……………. 190
Lampiran 30 Contoh Perhitungan Reliabilitas Instrumen ………………. 191
Lampiran 31 Contoh Perhitungan Tingkat Kesukaran Soal …………… 192
Lampiran 32 Contoh Perhitungan Daya Pembeda Soal ………………… 193
Lampiran 33 Analisis Penguasaan Keterampilan Proses Siklus I .….…. 194
Lampiran 34 Analisis Penguasaan Keterampilan Proses Siklus II ….…. 196
Lampiran 35 Analisis Penguasaan Keterampilan Proses Siklus III ……. 198
Lampiran 36 Analisis Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus I ……….….. 200
Lampiran 37 Analisis Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus II …………. 201
Lampiran 38 Analisis Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus III ..….……. 202
xv
Lampiran 39 Analisis Hasil Belajar Psikomotorik Siswa Siklus I ……… 203
Lampiran 40 Analisis Hasil Belajar Psikomotorik Siswa Siklus II ..…… 204
Lampiran 41 Analisis Hasil Belajar Psikomotorik Siswa Siklus III .…… 205
Lampiran 42 Penguasaan Keterampilan Proses Sains Siswa Siklus I, II
dan III ……………….…………………………………… 206
Lampiran 43 Hasil Belajar Kognitif Siswa Siklus I, II dan III …………. 207
Lampiran 44 Hasil Belajar Psikomotorik Siswa Siklus I, II dan III .……. 208
Lampiran 45 Perhitungan Gain Score …………………………………… 209
Lampiran 46 Surat Penetapan Dosen Pembimbing …………………….. 211
Lampiran 47 Surat Ijin Penelitian ……………………………………… 212
Lampiran 48 Surat Keterangan Penelitian ………………………………. 213
Lampiran 49 Dokumentasi Penelitian …………………………………. 214
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru fisika SMA
Negeri 1 Rembang, Purbalingga, diketahui bahwa nilai rata-rata ujian akhir
semester gasal mata pelajaran fisika kelas X-7 tahun ajaran 2011/ 2012
menunjukkan nilai yang rendah. KKM fisika yang ditetapkan 70, sementara nilai
rata-rata UAS semester gasal kelas X-7 hanya 58,94 dengan ketuntasan klasikal
sebesar 18,18 %.
Proses pembelajaran fisika yang diterapkan di SMA Negeri 1 Rembang,
Purbalingga dapat dibedakan menjadi dua, yaitu proses pembelajaran di dalam
kelas dan proses pembelajaran di dalam laboratorium. Proses pembelajaran yang
berlangsung di dalam kelas biasanya menggunakan model direct instruction,
ceramah, dan mengerjakan soal-soal latihan, sehingga keterlibatan siswa secara
langsung dalam proses pembelajaran masih sangat rendah. Proses pembelajaran di
dalam laboratorium yang menggunakan metode eksperimen juga telah diterapkan,
namun intensitas pelaksanaannya masih sangat rendah. Selama satu tahun
terakhir, siswa kelas X-7 melakukan kegiatan laboratorium sebanyak satu kali,
yaitu pada materi alat-alat optik. Hal ini menyebabkan penguasaan keterampilan
proses siswa rendah.
1
2
Rendahnya penguasaan keterampilan proses siswa kelas X-7 berpengaruh
terhadap rendahnya nilai UAS siswa. Hal ini sejalan dengan pendapat Sudibyo
(2003: 5) yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran fisika, agar diperoleh hasil
belajar yang optimal, siswa sebagai subjek belajar seharusnya dilibatkan secara
fisik dan mental dalam pemecahan-pemecahan masalah.
Menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 45), belajar adalah mengalami. Saat
siswa melakukan kegiatan laboratorium, maka saat itulah penguasaan
keterampilan proses siswa dilatihkan. Menurut Roestiyah (1985: 82), salah satu
keunggulan metode eksperimen selain memperoleh ilmu pengetahuan adalah
siswa juga menemukan pengalaman praktis serta keterampilan dalam
menggunakan alat-alat percobaan. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
Widayanto (2009) yang menyimpulkan bahwa faktor penting dalam peningkatan
keterampilan proses sains dan pemahaman adalah keterlibatan siswa dalam
kegiatan praktikum. Semakin tinggi keterlibatan siswa dalam kegiatan praktikum
maka semakin tinggi pula pencapaian pemahaman dan keterampilan proses sains
siswa.
Eggen & Kauchak menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan
sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara
berkolaborasi untuk mencapai tujuan bersama (Trianto, 2007: 42). Menurut
Sudibyo (2003: 14), selain dikembangkan untuk mencapai hasil belajar akademik,
model pembelajaran kooperatif juga efektif untuk mengembangkan keterampilan
sosial siswa. Hal tersebut didukung oleh penelitian Subratha (2007) yang
menyimpulkan bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif dan strategi
3
pemecahan masalah dapat meningkatkan interaksi dan pencapaian kompetensi
dasar fisika siswa SMP Negeri 1 Sukasada.
Model pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa tipe, salah satunya
adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Menurut Trianto (2002: 56),
dalam model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa ditempatkan dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 5-6 anggota. Setiap kelompok diberi
informasi yang membahas salah satu topik yang dibahas pada materi itu. Dalam
model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, siswa tidak hanya bertanggung jawab
menguasai materi pelajaran untuk dirinya sendiri, tetapi siswa juga bertanggung
jawab untuk mengajarkan materi yang telah dipelajari kepada anggota
kelompoknya. Menurut Huda (2011: 121), dalam model pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw siswa bekerja kelompok dan melakukan diskusi sebanyak dua kali,
yakni dalam kelompok asal dan kelompok ahli. Dengan demikian, dengan
diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw siswa dapat
meningkatkan interaksinya dengan siswa lain sehingga akan terjadi banyak
pertukaran informasi, ide maupun pendapat tentang materi pelajaran. Selain itu
siswa juga semakin terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran melalui
diskusi yang dilakukannya.
Penelitian tindakan kelas yang dilakukan oleh Hertiavi, et.al (2010)
menunjukkan bahwa hasil belajar kognitif siswa mengalami peningkatan secara
signifikan setelah menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dan
memenuhi indikator keberhasilan. Penelitian serupa dilakukan oleh Killic (2008)
yang menyimpulkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan yang
4
signifikan ketika diterapkan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw daripada
ketika diterapkan model pembelajaran konvensional.
Penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan metode
eksperimen dirasa cocok untuk mengatasi permasalahan kelas X-7. Melalui model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dikombinasi dengan metode
eksperimen, diharapkan penguasaan keterampilan proses dan hasil belajar siswa
mengalami peningkatan.
Berdasarkan uraian di atas, maka topik yang diambil dalam penelitian ini
adalah Peningkatan Keterampilan Proses dan Hasil Belajar Siswa Kelas X
SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga Melalui Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka
permasalahan yang dapat dirumuskan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah:
Bagaimana penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada
pembelajaran fisika dalam meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar
siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga?
Apakah dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat
meningkatkan keterampilan proses siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang,
Purbalingga?
5
Apakah dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dapat
meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang,
Purbalingga?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
Mendeskripsikan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada
pembelajaran fisika dalam meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar
siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga.
Untuk mengetahui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
dalam meningkatkan keterampilan proses siswa kelas X-7 SMA Negeri 1
Rembang, Purbalingga.
Untuk mengetahui penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw
dalam meningkatkan hasil belajar siswa kelas X-7 SMA Negeri 1 Rembang,
Purbalingga.
1.4 Manfaat Penelitian
Bagi guru
Memberikan masukan dan menjadi bahan pertimbangan dalam hal penentuan
model dan metode pembelajaran fisika.
6
Bagi sekolah
Memberikan masukan dan menjadi bahan pertimbangan untuk perbaikan
kualitas proses pembelajaran IPA, khususnya fisika.
1.5 Penegasan Istilah
Keterampilan Proses
Keterampilan proses dalam penelitian ini adalah keterampilan proses sains
yang dibutuhkan ketika siswa melakukan kegiatan eksperimen fisika. Menurut
Mundilarto (2002: 13), keterampilan proses merupakan langkah-langkah yang
dikerjakan saintis ketika melakukan penelitian ilmiah. Dalam penelitian ini,
keterampilan proses yang diteliti meliputi keterampilan mengamati, mengukur,
mengolah data, menyimpulkan, dan mengomunikasikan.
Hasil Belajar
Gerlach dan Ely menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan perubahan
perilaku yang diperoleh peserta didik setelah mengalami kegiatan belajar (Rifa’i
& Anni, 2010: 85). Benyamin S. Bloom menyampaikan tiga taksonomi yang
disebut dengan ranah belajar, yaitu ranah kognitif, ranah afektif dan ranah
psikomotorik (Anni, 2007: 7). Hasil belajar dalam penelitian ini adalah hasil
belajar ranah kognitif dan psikomotorik. Hasil belajar ranah psikomotorik
diketahui melalui pengamatan aktivitas yang dilakukan siswa selama kegiatan
eksperimen.
7
Peningkatan
Peningkatan dalam penelitian ini yaitu kenaikan nilai rata-rata penguasaan
keterampilan proses dan hasil belajar siswa secara signifikan pada setiap akhir
siklus.
1.6 Sistematika Penulisan Skripsi
Sistematika penulisan skripsi ini meliputi tiga bagian, yaitu:
Bagian pendahuluan
Bagian pendahuluan skripsi berisi halaman judul, halaman pengesahan,
halaman motto dan persembahan, kata pengantar, abstrak, daftar isi, daftar tabel,
daftar gambar, dan daftar lampiran.
Bagian isi
Bagian isi skripsi dibagi menjadi lima bab, yaitu:
Bab 1 Pendahuluan
Berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
penegasan istilah, dan sistematika penulisan skripsi.
Bab 2 Tinjauan Pustaka
Berisi tentang kajian teori yang mendasari penulisan skripsi yang meliputi belajar
dan pembelajaran fisika, model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw, keterampilan
proses sains, metode pembelajaran eksperimen, materi listrik dinamis, dan
kerangka berpikir.
8
Bab 3 Metode Penelitian
Berisi tentang lokasi dan subjek penelitian, waktu penelitian, faktor yang diteliti,
desain penelitian, metode pengumpulan data, uji coba instrumen penelitian,
metode analisis data, dan indikator keberhasilan.
Bab 4 Hasil Penelitian dan Pembahasan
Berisi tentang hasil penelitian dan pembahasan. Hasil penelitian meliputi deskripsi
proses pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw yang dapat meningkatkan penguasaan keterampilan proses dan hasil
belajar siswa serta mengetahui besar peningkatannya pada setiap siklus yang
disajikan dalam bentuk tabel. Selanjutnya dilakukan pembahasan yang berisi
penafsiran terhadap hasil penelitian yang diperoleh kemudian diintegrasikan
dengan teori yang sudah ada.
Bab 5 Penutup
Berisi simpulan dan saran yang perlu diberikan kepada pembaca dan pihak-pihak
yang terkait dalam penelitian.
Bagian akhir
Bagian ini berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran yang melengkapi
uraian pada bagian isi.
9
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Belajar dan Pembelajaran Fisika
Belajar dan pembelajaran merupakan suatu kegiatan yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Hamalik (2003: 27) menyatakan bahwa
belajar merupakan suatu proses, kegiatan dan bukan suatu hasil atau tujuan.
Sedangkan Sudjana (2005: 28) menyatakan bahwa belajar adalah proses yang
diarahkan kepada tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman.
Dari definisi-definisi belajar yang diungkapkan oleh para ahli, maka dapat
disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang kompleks yang
dilakukan oleh individu dan disertai interaksi dengan individu lain dimana semua
yang dilakukan diarahkan untuk mencapai suatu perubahan yang lebih baik.
Perubahan tersebut dapat berupa perubahan sikap dan tingkah laku, pengetahuan,
keterampilan, kecakapan, cara berpikir, dan sebagainya.
Menurut Hamalik (2004: 162) pembelajaran adalah suatu proses terjadinya
interaksi antara pelajar dan pengajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran
yang berlangsung di tempat tertentu pada jangka waktu tertentu. Briggs
menyatakan bahwa pembelajaran adalah seperangkat peristiwa (events) yang
mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik itu
memperoleh kemudahan (Rifa’i & Anni, 2010:191).
9
10
Dari beberapa definisi yang diberikan oleh para ahli tentang pembelajaran,
maka dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan suatu proses interaksi
antara pelajar dan lingkungannya yang terjadi pada tempat dan jangka waktu
tertentu untuk memperoleh suatu hasil belajar.
Nasoetion berpendapat bahwa sains, termasuk fisika, merupakan ilmu
dasar yang wajib diketahui oleh setiap manusia sampai taraf penguasaan tertentu
yang memungkinkan digunakan untuk memecahkan masalah yang dihadapinya
(Wiyanto, 2008: 13). Menurut Wiyanto (2008: 11), pembelajaran fisika
merupakan suatu wahana untuk mengembangkan penguasaan konsep-konsep
fisika serta keterampilan proses dalam meningkatkan hasil belajar yang berguna
bagi kehidupan peserta didik, masyarakat dan lingkungannya.
Pembelajaran fisika tidak hanya memperlakukan fisika sebagai kumpulan
pengetahuan yang hanya mengandalkan pada olah pikir saja, tetapi ditekankan
pada penguasaan konsep-konsep fisika dan perolehan keterampilan proses.
Sebagai implikasi dari teori Piaget terhadap pembelajaran Fisika, Mundilarto
(2002: 3) menyatakan bahwa guru harus memberikan kesempatan sebanyak
mungkin kepada siswa untuk berpikir dan menggunakan akalnya. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan jalan terlibat langsung dalam berbagai kegiatan seperti
diskusi kelas, pemecahan soal-soal, maupun bereksperimen.
Anni (2007: 5) menyatakan bahwa hasil belajar merupakan perubahan
perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar.
Sementara Suprijono (2010: 5) menyatakan bahwa hasil belajar adalah pola-pola
11
perbuatan, nilai-nilai, pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan
keterampilan.
Berdasarkan definisi yang disampaikan para ahli, dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi pada setiap individu
yang telah melakukan kegiatan belajar dan merupakan bukti keberhasilan yang
telah dicapai seseorang dalam belajar. Menurut Gagne, hasil belajar dapat berupa:
Informasi verbal yaitu kapabilitas mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk
bahasa, baik lisan maupun tertulis.
Keterampilan intelektual yaitu kemampuan mempresentasikan konsep dan
lambang.
Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas
kognitifnya sendiri.
Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak
jasmani.
Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut (Suprijono, 2010: 5-6).
Benyamin S. Bloom mengusulkan tiga taksonomi yang disebut dengan
ranah belajar, yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik (Anni, 2007: 7).
1) Ranah Kognitif (cognitive domain)
Ranah kognitif berkaitan dengan hasil berupa pengetahuan, kemampuan
dan kemahiran intelektual. Menurut Bloom, ranah kognitif terdiri dari enam jenis
perilaku, yaitu:
12
Pengetahuan (knowledge), mencakup kemampuan ingatan tentang hal yang
telah dipelajari dan tersimpan dalam ingatan. Pengetahuan itu berkenaan
dengan fakta, peristiwa, pengertian, kaidah, teori, prinsip, atau metode.
Pemahaman (comprehension), mencakup kemampuan menangkap arti dan
makna hal yang dipelajari.
Penerapan (application), mencakup kemampuan menerapkan metode dan
kaidah untuk menghadapi masalah yang nyata dan baru.
Analisis (analysis), mencakup kemampuan merinci suatu kesatuan ke dalam
bagian-bagian sehingga struktur keseluruhan dapat dipahami dengan baik.
Sintesis (synthesis), mencakup kemampuan membentuk suatu pola baru.
Misalnya, kemampuan menyusun suatu program kerja.
Evaluasi (evaluation), mencakup kemampuan membentuk pendapat tentang
beberapa hal berdasarkan kriteria tertentu (Dimyati & Mudjiono, 2009: 26-
27).
2) Ranah Afektif (affective domain)
Tujuan pembelajaran ranah afektif berhubungan dengan perasaan, sikap,
minat, dan nilai (Anni, 2007: 8). Ranah afektif mencakup kategori penerimaan
(receiving), penanggapan (responding), penilaian (valuing), pengorganisasian
(organization), pembentukan pola hidup (organization by a value complex).
3) Ranah Psikomotorik (psychomotoric domain)
Tujuan pembelajaran ranah psikomotorik menunjukkan adanya
kemampuan fisik seperti keterampilan motorik dan syaraf, manipulasi objek, dan
koordinasi syaraf. Menurut Elizabeth Simpson, kategori untuk ranah psikomotorik
13
meliputi persepsi (perception), kesiapan (set), gerakan terbimbing (guided
response), gerakan terbiasa (mechanism), gerakan kompleks (complex overt
response), penyesuaian (adaption), dan kreativitas (Anni, 2007: 10).
Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar fisika
merupakan suatu perubahan yang terjadi pada setiap individu sekaligus sebagai
bukti keberhasilan yang telah dicapai seseorang setelah mengalami kegiatan
belajar fisika.
2.2 Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Trianto (2007: 41) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif muncul
dari konsep bahwa siswa akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep
yang sulit jika mereka saling berdiskusi dengan temannya. Siswa secara rutin
bekerja dalam kelompok untuk saling membantu memecahkan masalah-masalah
yang kompleks. Jadi, hakikat sosial dan penggunaan kelompok sejawat menjadi
aspek utama dalam pembelajaran kooperatif.
Menurut Slavin, pembelajaran kooperatif adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil
secara kolaboratif yang terdiri dari 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen
(Isjoni, 2011: 15). Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling
bekerja sama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran.
Menurut Sudibyo (2003: 13), belajar belum selesai jika salah satu teman dalam
kelompok belum menguasai bahan pembelajaran.
14
Trianto (2007: 42) menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan
sebuah kelompok strategi pengajaran yang melibatkan siswa bekerja secara
berkolaborasi mencapai tujuan bersama. Pembelajaran kooperatif disusun dalam
sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa, memfasilitasi siswa dengan
pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok, serta
memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan belajar bersama-sama
siswa yang berbeda latar belakangnya. Menurut Slavin (2010: 4) dalam
pembelajaran kooperatif para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling
mendiskusikan dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka
kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
Sudibyo (2003: 14) menjelaskan bahwa selain dikembangkan untuk
mencapai hasil belajar akademik, model pembelajaran kooperatif juga efektif
untuk mengembangkan keterampilan sosial siswa. Beberapa ahli berpendapat
bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep yang
sulit. Selanjutnya Stahl menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan
belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap tolong-menolong dalam perilaku
sosial (Isjoni, 2011: 15).
Menurut Isjoni (2011: 27), beberapa ciri dari pembelajaran kooperatif
adalah:
Setiap anggota memiliki peran.
Setiap anggota kelompok mendapatkan dan mengerjakan tugas dalam
kelompok. Sebagai contoh, pada eksperimen hukum Ohm, satu kelompok
terdiri dari empat siswa. Maka keempat siswa tersebut harus terlibat dalam
15
serangkaian kegiatan percobaan yang dilakukan, misalnya terlibat dalam
proses perangkaian alat, pengamatan, maupun penyusunan laporan.
Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa.
Contoh bentuk interaksi langsung antar siswa yaitu adanya kerjasama antar
siswa. Kerjasama siswa dapat diketahui pada saat siswa melakukan percobaan
maupun diskusi kelompok.
Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman
sekelompoknya.
Pada pembelajaran kooperatif, setiap siswa berperan sebagai anggota
kelompok. Setiap anggota kelompok tidak hanya mengupayakan keberhasilan
belajarnya, tapi mereka juga mengupayakan keberhasilan belajar anggota
kelompoknya. Jika masih terdapat salah satu anggota dalam suatu kelompok
yang belum mencapai keberhasilan dalam belajar, maka proses belajar dalam
kelompok tersebut dikatakan belum selesai. Jika hal tersebut terjadi, maka
proses belajar harus dilanjutkan.
Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal
kelompok.
Keterampilan-keterampilan interpersonal yaitu keterampilan-keterampilan
yang pada dasarnya telah dimiliki oleh setiap anggota kelompok. Contoh
keterampilan interpersonal siswa yaitu keterampilan berkomunikasi. Dalam
pembelajaran kooperatif, guru berperan sebagai fasilitator. Jadi, guru hanya
mengupayakan cara dan strategi pembelajaran yang dapat membantu siswa
mengembangkan keterampilan interpersonalnya.
16
Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
Guru tidak setiap saat berinteraksi dengan kelompok. Dalam pembelajaran
kooperatif, yang diutamakan adalah interaksi antar siswa dalam kelompok.
Guru akan melakukan interaksi dengan kelompok pada saat kelompok benar-
benar membutuhkan arahan dan bimbingan guru.
Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekadar belajar dalam
kelompok. Menurut Lie (2004: 29), ada unsur-unsur dasar cooperative learning
yang membedakannya dengan pembagian kelompok yang dilakukan asal-asalan.
Roger & David Johnson mengatakan bahwa tidak semua belajar kelompok bisa
dianggap pembelajaran kooperatif (Suprijono, 2010: 58). Untuk mencapai hasil
yang maksimal, lima unsur dalam model pembelajaran kooperatif harus
diterapkan. Lima unsur tersebut adalah:
Positive interdependence (saling ketergantungan positif)
Dalam pembelajaran kooperatif, usaha yang dilakukan oleh anggota
kelompok sangat menentukan keberhasilan penyelesaian tugas kelompok.
Keberhasilan kerja kelompok ditentukan oleh kinerja masing-masing anggota
kelompok. Oleh karena itu, siswa benar-benar memahami bahwa kesuksesan
kelompok tergantung pada kesuksesan anggota kelompok dan semua anggota
dalam kelompok akan merasakan saling ketergantungan.
Personal responsibility (tanggung jawab perseorangan)
Keberhasilan kelompok sangat bergantung pada masing-masing anggota
kelompoknya. Maksud dari tanggung jawab perseorangan menurut Rusman
(2010: 204) adalah kelompok tergantung pada cara belajar perseorangan seluruh
17
anggota kelompok. Oleh karena itu, setiap anggota kelompok mempunyai tugas
dan tanggung jawab yang harus dikerjakan dalam kelompok tersebut.
Face to face promotive interaction (interaksi promotif)
Pembelajaran kooperatif memberikan kesempatan yang sangat luas kepada
setiap anggota kelompok untuk bertatap muka melakukan interaksi dan diskusi
untuk saling bertukar informasi dengan anggota kelompok yang lain. Menurut
Suprijono (2010: 60), unsur ini penting karena dapat menghasilkan saling
ketergantungan positif.
Interpersonal skill (komunikasi antar anggota)
Komunikasi merupakan modal utama dalam suatu kelompok. Suprijono
(2010: 61) menjelaskan bahwa untuk mengoordinasikan kegiatan peserta didik
dalam pencapaian tujuan, peserta didik harus saling mengenal dan memercayai,
mampu berkomunikasi secara akurat dan tidak ambisius, saling menerima dan
saling mendukung, serta mampu menyelesaikan konflik secara konstruktif.
Pembelajaran kooperatif melatih siswa untuk dapat berpartisipasi aktif dan
berkomunikasi dalam kegiatan pembelajaran.
Group processing (pemrosesan kelompok)
Menurut Suprijono (2010: 61), tujuan pemrosesan kelompok adalah
meningkatkan efektivitas anggota dalam memberikan kontribusi terhadap kegiatan
kolaboratif untuk mencapai tujuan kelompok. Pemrosesan kelompok
menjadwalkan waktu khusus bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja
kelompok dan hasil kerja sama mereka, sehingga mereka bisa bekerja sama
dengan lebih efektif.
18
Menurut Trianto (2007: 44-45), pembelajaran kooperatif sangat tepat
digunakan untuk melatihkan keterampilan-keterampilan kerjasama dan kolaborasi,
dan juga keterampilan-keterampilan tanya jawab. Menurut Slavin (2010: 33),
tujuan yang paling penting dari pembelajaran kooperatif adalah untuk
memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang
mereka butuhkan agar dapat menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan
memberikan kontribusi.
Adapun sintaks model pembelajaran kooperatif menurut Suprijono (2010:
65) adalah sebagai berikut.
Tabel 2.1 Sintaks Model Pembelajaran Kooperatif
Fase-fase Perilaku Guru
Fase 1: Present goals and set
(Menyampaikan tujuan dan
mempersiapkan peserta didik)
Fase 2: Present information
(Menyajikan informasi)
Fase 3: Organize students into learning
teams
(Mengorganisasikan peserta didik ke
dalam tim-tim belajar)
Guru menyampaikan tujuan yang akan
dicapai pada kegiatan pembelajaran dan
menekankan pentingnya topik yang
akan dipelajari serta memberikan
motivasi belajar kepada siswa.
Guru mempresentasikan informasi atau
materi kepada peserta didik secara
verbal.
Guru memberikan penjelasan kepada
peserta didik tentang tata cara
pembentukan tim belajar dan
membimbing tim agar melakukan
19
Fase 4: Assist team work and study
(Membimbing tim bekerja dan belajar)
Fase 5: Test on the materials
(Mengevaluasi)
Fase 6: Provide recognition
(Memberikan pengakuan atau
penghargaan)
transisi secara efektif dan efisien.
Guru membimbing tim-tim belajar pada
saat mereka mengerjakan tugas mereka.
Guru mengevaluasi kemampuan peserta
didik tentang materi pembelajaran atau
kelompok-kelompok
mempreserntasikan hasil kerjanya.
Guru mempersiapkan cara untuk
mengakui usaha dan prestasi individu
maupun kelompok.
Joyce menyatakan model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau
suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran
di kelas atau pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-
perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya buku-buku, film, komputer,
kurikulum, dan lain-lain (Trianto, 2007: 5).
Salah satu model pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw. Menurut Rusman (2010: 218), model pembelajaran
kooperatif tipe jigsaw merupakan model pembelajaran kooperatif yang
menitikberatkan pada kerja kelompok siswa dalam kelompok kecil. Selanjutnya,
Lie (2004: 69) menegaskan bahwa dalam jigsaw siswa bekerja dengan sesama
siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak kesempatan untuk
mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi.
20
Dalam jigsaw, para siswa diberi tugas untuk membaca beberapa bab atau
unit, dan diberikan lembar ahli yang terdiri dari topik-topik yang berbeda yang
harus menjadi fokus perhatian masing-masing anggota tim saat mereka membaca.
Setelah semua anak selesai membaca, siswa-siswa dari tim yang berbeda yang
mempunyai fokus topik yang sama bertemu dalam ”kelompok ahli” untuk
mendiskusikan topik mereka. Para ahli tersebut kemudian kembali kepada tim
mereka dan secara bergantian mengajari teman satu timnya mengenai topik
mereka (Slavin, 2010: 237).
Jadi, para anggota dari tim-tim yang berbeda, tetapi membicarakan topik
yang sama bertemu untuk belajar dan saling membantu dalam mempelajari topik
tersebut. Setelah itu, siswa kembali ke tim asalnya dan mengajarkan materi yang
telah mereka pelajari dalam tim ahli. Setiap ahli secara bergiliran mengajarkan
keahliannya kepada tim asal.
Menurut Huda (2011: 121), dalam model pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw siswa bekerja kelompok selama dua kali, yakni dalam kelompok mereka
sendiri dan dalam kelompok ahli. Setelah masing-masing anggota menjelaskan
bagiannya masing-masing kepada teman satu kelompoknya, mereka siap untuk
diuji secara individu.
Menurut Slavin (2010: 246), jigsaw adalah salah satu metode kooperatif
yang paling fleksibel. Beberapa modifikasi dapat membuatnya tetap pada model
dasarnya tetapi mengubah beberapa detil implementasinya. Terkait dengan hal
tersebut, Lie menambahkan bahwa siswa yang terlibat di dalam pembelajaran
model kooperatif tipe jigsaw ini memperoleh prestasi yang lebih baik, mempunyai
21
sikap yang lebih baik dan lebih positif terhadap pembelajaran, selain saling
menghargai perbedaan dan pendapat orang lain (Rusman, 2010: 218).
Adapun langkah-langkah dalam penerapan model pembelajaran kooperatif
tipe jigsaw menurut Rusman (2010: 218) yaitu:
Siswa dikelompokkan dengan anggota ± 4 orang yang bersifat heterogen,
misalnya ras yang berbeda, jenis kelamin yang berbeda, tingkat intelektual
yang berbeda, dan sebagainya. Selanjutnya kelompok ini disebut dengan
kelompok asal.
Tiap siswa dalam tim diberi materi dan tugas yang berbeda.
Misalnya, suatu kelompok terdiri dari empat siswa. Maka kepada kelompok
tersebut diberikan empat materi yang berbeda, misalnya materi hukum Ohm,
materi hambatan kawat penghantar, materi rangkaian hambatan seri, dan
materi rangkaian hambatan paralel.
Anggota dari tim yang berbeda dengan penugasan yang sama membentuk
kelompok baru (kelompok ahli).
Misalnya, dalam suatu kelas terdapat enam kelompok asal dengan empat
materi yang berbeda. Maka, siswa dari kelompok 1 – 6 yang mendapatkan
materi hukum Ohm berkumpul membentuk kelompok baru. Kemudian siswa
dari kelompok 1 – 6 yang mendapatkan materi hambatan kawat penghantar
juga membentuk kelompok baru. Begitu seterusnya sehingga terbentuk empat
kelompok ahli, yaitu kelompok ahli materi hukum Ohm, materi hambatan
kawat penghantar, materi rangkaian hambatan seri, dan materi rangkaian
hambatan paralel.
22
Setelah kelompok ahli berdiskusi, tiap anggota kembali ke kelompok asal dan
menjelaskan kepada anggota kelompok tentang materi yang mereka kuasai.
Tiap tim ahli mempresentasikan hasil diskusi.
Misalnya, tim ahli materi hukum Ohm mempresentasikan hasil diskusi
mereka, kemudian siswa lain memberikan tanggapannya.
Pembahasan.
Guru membimbing siswa untuk melakukan pembahasan terkait materi yang
telah dipelajari siswa.
Penutup.
Guru membimbing siswa untuk menyimpulkan hasil diskusi yang telah
dilakukan. Setelah itu, diadakan tes evaluasi untuk mengetahui tingkat
pemahaman siswa.
Hubungan antara kelompok asal dan kelompok ahli ditunjukkan pada
Gambar 2.1, sedangkan proses pembelajarannya ditunjukkan pada Gambar 2.2.
Gambar 2.1 Ilustrasi Kelompok Jigsaw
+ = X *
+ =X *
+ =X *
+ =X *
+ + + +
= = = =
X X X X
* * * *
Kelompok Asal
Kelompok Ahli
23
2.3 Keterampilan Proses Sains
Sudibyo (2003: 1) menyatakan bahwa belajar sains tidak sekedar belajar
informasi sains tentang fakta, konsep, prinsip, serta hukum dalam wujud
pengetahuan deklaratif (declarative knowledge). Namun, belajar sains juga belajar
tentang cara memperoleh informasi sains, cara sains dan teknologi (terapan sains)
bekerja dalam wujud pengetahuan prosedural (procedural knowledge), termasuk
kebiasaan bekerja ilmiah dengan menerapkan metode ilmiah dan sikap ilmiah.
Belajar sains seharusnya memfokuskan pada pemberian pengalaman
secara langsung (hands on activity) dengan memanfaatkan dan menerapkan
konsep, prinsip, serta fakta sains temuan saintis. Dalam konteks ini, Sudibyo
(2003: 1) menerangkan bahwa siswa perlu dilatih untuk mengembangkan
sejumlah keterampilan ilmiah yang disebut sebagai keterampilan proses sains
untuk memahami perilaku alam. Menurut Mundilarto (2002: 13), keterampilan
proses merupakan langkah-langkah yang dikerjakan saintis ketika melakukan
penelitian ilmiah.
+ = X *
+ = X *
+ = X *
+ = X *
+ + + +
= == =
X XX X
* ** *
+ = X *
+ =X *
+ =X *
+ =X *
Kelompok Asal
Kelompok Ahli
Kelompok Asal
Gambar 2.2 Skema Proses Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
24
Menurut Sudibyo (2003: 4), pada dasarnya sains merupakan produk dan
proses yang tidak terpisahkan. Produk berupa kumpulan pengetahuan, sedangkan
proses berupa langkah-langkah yang harus ditempuh untuk memperoleh
pengetahuan atau mencari penjelasan tentang gejala-gejala alam. Funk
menjelaskan bahwa menggunakan keterampilan proses untuk mengajar ilmu
pengetahuan, membuat siswa belajar proses dan produk ilmu pengetahuan
sekaligus (Dimyati & Mudjiono, 2009: 139).
Sebagai bagian dari sains, fisika juga memiliki karakteristik yang tidak
berbeda dengan karakteristik sains pada umumnya. Fisika juga merupakan produk
dan proses yang tidak terpisahkan. Menurut Sudibyo (2003: 5) ini berarti bahwa
dalam pembelajaran fisika, agar diperoleh hasil belajar yang optimal, siswa
sebagai subjek belajar seharusnya dilibatkan secara fisik dan mental dalam
pemecahan-pemecahan masalah.
Funk menyebutkan ada berbagai keterampilan dalam keterampilan proses,
keterampilan tersebut terdiri dari basic skills dan integrated skills (Dimyati &
Mudjiono, 2009: 140). Basic skills terdiri dari enam keterampilan, yaitu
keterampilan mengamati, mengklasifikasi, memprediksi, mengukur,
menyimpulkan, dan mengomunikasikan. Sedangkan integrated skills terdiri dari
mengidentifikasi variabel, membuat tabulasi data, menyajikan data dalam bentuk
grafik, menggambarkan hubungan antar variabel, mengumpulkan dan mengolah
data, menganalisa penelitian, menyusun hipotesis, mendefinisikan variabel secara
operasional, merancang penelitian dan melaksanakan ekperimen.
25
Sedangkan menurut Mundilarto (2002: 14), keterampilan proses sains
dapat dikelompokkan menjadi keterampilan proses sains dasar dan keterampilan
proses sains terpadu. Keterampilan proses sains dasar meliputi: mengamati,
mengklasifikasi, berkomunikasi, mengukur, memprediksi, dan membuat inferensi.
Keterampilan proses sains terpadu meliputi: mengidentifikasi variabel,
merumuskan definisi operasional dari variabel, menyusun hipotesis, merancang
penyelidikan, mengumpulkan dan mengolah data, menyusun tabel data, menyusun
grafik, mendeskripsikan hubungan antar variabel, menganalisis, melakukan
penyelidikan, dan melakukan eksperimen.
Dimyati & Mudjiono (2009: 141) menegaskan bahwa keterampilan-
keterampilan proses suatu saat dapat dikembangkan secara terpisah, tetapi saat
yang lain harus dikembangkan secara terintegrasi satu dengan yang lain.
Adapun penjelasan dari beberapa aspek keterampilan proses adalah
sebagai berikut:
Mengamati
Usman (2008: 42) menyatakan bahwa mengamati yaitu keterampilan
mengumpulkan data atau informasi melalui penerapan dengan indera. Lebih lanjut
Dimyati & Mudjiono (2009: 142) mengemukakan bahwa kemampuan mengamati
merupakan keterampilan paling dasar dalam memproses dan memperoleh ilmu
pengetahuan serta merupakan hal terpenting untuk mengembangkan keterampilan-
keterampilan proses yang lain. Mengamati memilki dua sifat utama, yakni sifat
kualitatif dan sifat kuantitatif. Mengamati bersifat kualitatif apabila dalam
pelaksanaannya hanya menggunakan panca indera untuk memperoleh informasi.
26
Mengamati bersifat kuantitatif apabila dalam pelaksanaannya selain menggunakan
panca indera, juga menggunakan peralatan lain yang memberikan informasi yang
khusus dan tepat.
Mengklasifikasikan
Mengklasifikasikan menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 143) merupakan
keterampilan proses untuk memilah berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-
sifat khususnya, sehingga didapatkan golongan/ kelompok yang sejenis dari objek
peristiwa yang dimaksud. Usman (2008: 42) menyatakan bahwa
mengklasifikasikan merupakan keterampilan menggolongkan benda, kenyataan,
konsep, nilai, atau kepentingan tertentu. Untuk membuat penggolongan perlu
ditinjau persamaan dan perbedaan antara benda, kenyataan, atau konsep sebagai
dasar penggolongan. Pada penelitian ini, aspek mengklasifikasi tidak diteliti
karena aspek tersebut tidak dijumpai pada proses percobaan materi listrik dinamis.
Mengomunikasikan
Mengomunikasikan merupakan keterampilan menyampaikan perolehan
atau hasil belajar kepada orang lain dalam bentuk tulisan, gambar, gerak,
tindakan, atau penampilan (Usman, 2008: 43). Kemampuan berkomunikasi
dengan orang lain merupakan dasar untuk segala yang kita kerjakan. Selanjutnya
dijelaskan pula oleh Dimyati & Mudjiono (2009: 143) bahwa mengomunikasikan
dapat diartikan sebagai menyampaikan dan memperoleh fakta, konsep dan prinsip
ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara visual.
Mengukur
27
Menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 144), mengukur dapat diartikan
sebagai membandingkan sesuatu yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang
telah ditetapkan sebelumnya. Aspek mengukur sangat erat kaitannya dengan
penggunaan alat ukur.
Memprediksi/ meramalkan
Mundilarto (2002: 16) menyatakan bahwa prediksi adalah suatu perkiraan
tentang hasil pengamatan yang dilakukan pada suatu waktu di masa yang akan
datang. Selanjutnya Dimyati & Mudjiono (2009: 144) menyatakan bahwa
memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan
tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan
perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta,
konsep dan prinsip dalam ilmu pengetahuan. Pada penelitian ini aspek
memprediksi tidak diteliti. Hal ini disebabkan karena kemampuan memprediksi
siswa telah dilatihkan melalui pertanyaan dalam LKS.
Menyimpulkan
Dimyati & Mudjiono (2009: 144) menyatakan bahwa menyimpulkan dapat
diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau
peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang diketahui.
Membuat tabel data
Menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 146), pembuatan tabel data perlu
dibelajarkan karena memiliki fungsi yang penting, yaitu menyajikan data yang
diperlukan dalam penelitian.
Membuat grafik
28
Menurut Dimyati & Mudjiono (2009: 147), keterampilan membuat grafik
merupakan kemampuan mengolah data untuk disajikan dalam bentuk visualisasi
garis atau bidang datar dengan variabel termanipulasi selalu pada sumbu datar dan
variabel hasil selalu ditulis sepanjang sumbu vertikal.
Karena aspek membuat tabel data dan membuat grafik merupakan
keterampilan siswa dalam mengolah data hasil penelitian, maka dalam penelitian
ini kedua aspek tersebut dilebur menjadi aspek mengolah data.
Jadi, pada penelitian ini keterampilan proses yang dikembangkan adalah
keterampilan mengamati, mengukur, mengolah data, menyimpulkan, dan
mengomunikasikan.
Usman (2008: 44) menjelaskan bahwa untuk dapat menilai keterampilan
proses dapat digunakan cara nontes dengan menggunakan lembar pengamatan.
Dalam membuat lembar pengamatan, maka perlu diperhatikan penentuan
keterampilan yang akan diamati dan kriteria penilaian untuk masing-masing
keterampilan.
Selain itu, Usman (2008: 44) juga menambahkan bahwa penilaian
terhadap keterampilan proses dapat pula dilakukan dengan cara tes tertulis, namun
tidak dapat menjangkau semua kemampuan karena menggunakan indera
pendengaran dan perabaan tidak mungkin dinilai dengan tes tertulis. Di samping
itu, penilaian keterampilan proses dapat pula dilakukan dengan tes perbuatan,
tetapi dalam hal ini diperlukan lembar pengamatan yang lebih rinci untuk menilai
tingkah laku yang diharapkan.
29
2.4 Metode Pembelajaran Eksperimen
Ditinjau dari metode penyelenggaraannya, kegiatan laboratorium dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu demonstrasi dan percobaan atau eksperimen.
Menurut Wiyanto (2008: 30), percobaan atau eksperimen adalah proses
memecahkan masalah melalui kegiatan manipulasi variabel dan pengamatan atau
pengukuran. Dalam percobaan, proses kegiatan dilakukan oleh semua siswa.
Percobaan biasanya dilakukan secara berkelompok yang terdiri dari beberapa
siswa bergantung pada jenis percobaannya dan alat-alat laboratorium yang
tersedia di sekolah.
Roestiyah (1985: 80) menyatakan bahwa eksperimen adalah salah satu
cara mengajar. Dalam metode tersebut, siswa melakukan percobaan tentang
sesuatu hal, yaitu mengamati prosesnya serta menuliskan hasil percobaannya,
kemudian hasil pengamatan itu disampaikan ke kelas dan dievaluasi oleh guru.
Penggunaan teknik eksperimen mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan
menemukan sendiri berbagai jawaban atas persoalan-persoalan yang dihadapinya
dengan mengadakan percobaan sendiri. Selain itu, siswa juga dapat terlatih dalam
cara berpikir yang ilmiah (scientific thinking). Dengan eksperimen, siswa
menemukan bukti kebenaran dari suatu teori yang sedang dipelajarinya.
Seperti yang dijelaskan oleh Roestiyah (1985: 82), teknik eksperimen
kerap kali digunakan karena memiliki beberapa keunggulan. Adapun keunggulan
eksperimen adalah sebagai berikut:
30
Dengan eksperimen siswa terlatih menggunakan metode ilmiah dalam
menghadapi segala masalah, sehingga tidak mudah percaya pada sesuatu yang
belum pasti kebenarannya.
Siswa lebih aktif dalam berpikir dan berbuat. Siswa lebih banyak aktif belajar
sendiri, sementara guru hanya bertindak sebagai fasilitator.
Siswa dalam melaksanakan proses eksperimen di samping memperoleh ilmu
pengetahuan, juga menemukan pengalaman praktis serta berbagai
keterampilan, misalnya keterampilan menggunakan alat-alat percobaan.
Dengan eksperimen, siswa membuktikan sendiri kebenaran suatu teori,
sehingga akan mengubah sikap mereka terhadap peristiwa-peristiwa yang
tidak masuk akal.
2.5 Materi Listrik Dinamis
2.5.1 Kuat Arus Listrik Pada Rangkaian Tertutup
Rangkaian listrik dapat dibedakan menjadi dua, yaitu rangkaian listrik
terbuka dan rangkaian listrik tertutup. Arus listrik hanya dapat mengalir pada
rangkaian listrik tertutup.
+ ‐
Gambar 2.3 (a) Rangkaian Listrik Terbuka (b) Rangkaian Listrik Tertutup
lampu
S
lampu
S + ‐
I
(a) (b)
31
Pada Gambar 2.3(a), lampu pada rangkaian listrik terbuka tidak menyala
sedangkan pada Gambar 2.3(b), lampu pada rangkaian listrik tertutup menyala.
Hal ini disebabkan arus listrik hanya dapat mengalir pada rangkaian listrik
tertutup. Rangkaian listrik tertutup yaitu suatu rangkaian yang bermula dari suatu
titik, berkeliling dan akhirnya kembali lagi ke titik tersebut.
Arus listrik adalah gerakan atau aliran muatan listrik. Pergerakan muatan
ini terjadi pada bahan yang disebut konduktor. Konduktor bisa berupa logam, gas,
atau larutan, sedangkan pembawa muatannya sendiri tergantung pada jenis
konduktor, yaitu pada:
logam, pembawa muatannya adalah elektron-elektron,
gas, pembawa muatannya adalah ion positif dan elektron,
larutan, pembawa muatannya adalah ion positif dan ion negatif.
Kuat arus listrik adalah jumlah total muatan yang mengalir melalui suatu
penampang persatuan waktu pada suatu titik.
Jika dalam waktu t mengalir muatan listrik sebesar Q, maka kuat arus listrik I
adalah:
Keterangan:
I : kuat arus listrik ( coulomb/ sekon = ampere = A)
Q : muatan listrik (coulomb)
Aqq
Gambar 2.4 Segmen Kawat Penghantar Berarus
32
t : waktu (sekon)
Arus listrik dapat terjadi karena muatan positif yang bergerak ataupun
karena muatan negatif yang bergerak. Arah arus listrik adalah arah aliran muatan
positif. Jika muatan yang bergerak adalah muatan negatif seperti elektron dalam
logam misalnya, maka arah arus listrik berlawanan dengan arah aliran elektron.
Arus listrik mengalir karena adanya beda potensial antara dua titik pada
suatu rangkaian tertutup. Beda potensial yaitu selisih potensial antara dua terminal
(ujung) rangkaian listrik. Arah arus listrik adalah dari titik berpotensial listrik
tinggi ke titik berpotensial listrik rendah. Alat yang digunakan untuk mengukur
kuat arus listrik yang mengalir melalui suatu komponen listrik adalah
amperemeter. Sedangkan alat yang digunakan untuk mengukur beda potensial
listrik yang mengalir melalui suatu komponen listrik adalah voltmeter.
Amperemeter harus dihubungkan seri dengan komponen listrik yang akan diukur
kuat arus listriknya, sedangkan voltmeter harus dihubungkan paralel dengan
komponen listrik yang akan diukur beda potensialnya.
A
Gambar 2.5 Simbol Amperemeter Pada Rangkaian Listrik
V
Gambar 2.6 Simbol Voltmeter Pada Rangkaian Listrik
33
Umumnya alat yang digunakan untuk mengukur kuat arus listrik dan beda
potensial listrik adalah sebuah multimeter. Terdapat dua jenis multimeter, yaitu
multimeter digital dan multimeter analog. Pada multimeter digital, hasil
pengukuran dapat langsung terbaca pada layar multimeter. Namun pada
multimeter analog, hasil pengukuran tidak dapat langsung terbaca pada layar
multimeter.
Adapun diagram bagian-bagian dari multimeter digital dan multimeter analog
adalah sebagai berikut:
A
V
I
+ ‐
Gambar 2.7 Amperemeter dan Voltmeter Dalam Rangkaian Listrik
Gambar 2.8 (a) Multimeter Digital (b) Multimeter Analog
(a) (b)
34
Untuk nilai kuat arus listrik atau beda potensial yang terukur dapat diketahui
dengan persamaan:
nilai terukurskala yang ditunjuk
skala maksimum batas ukur
Contoh:
Pengukuran terhadap kuat arus listrik pada suatu komponen listrik menggunakan
amperemeter ditunjukkan oleh Gambar 2.10 berikut ini.
Gambar 2.9 (a) Bagian-bagian Multimeter Digital
Keterangan:
1 : layar tampilan
2 : tombol range
3 : saklar putar
4 : terminal
1
3
4
2
(a)
Gambar 2.9 (b) Bagian-bagian Multimeter Analog
Keterangan:
1 : papan skala
2 : jarum penunjuk skala
3 : pengatur jarum skala
4 : knop pengatur nol ohm
5 : batas ukur ohmmeter
6 : batas ukur DC volt
7 : batas ukur AC
8 : batas ukur amperemeter
9 : saklar pemilih
10 : test pin positif
11 : test pin negatif
(b)
35
Dari Gambar 2.10 diketahui bahwa,
• skala yang ditunjuk = 2,5
• skala maksimum = 5
• batas ukur = 2 A
Dengan demikian, nilai kuat arus listrik yang terukur adalah,
2,55 2 1
Jadi, nilai kuat arus listrik yang terukur adalah 1 A.
2.5.2 Hukum Ohm
George Simon Ohm (1787 – 1854) adalah ilmuwan yang pertama kali
menjelaskan hubungan antara kuat arus listrik dan beda potensial listrik.
Hasil eksperimen Ohm menunjukkan bahwa arus listrik yang mengalir
pada kawat penghantar sebanding dengan beda potensial yang diberikan pada
ujung-ujung penghantar itu. Artinya, jika beda potensial diperbesar, maka arus
listrik yang mengalir juga semakin besar. Sebaliknya, jika beda potensial
0 1 2 3 4 5
2 A
0
10 A
Skala yang ditunjuk
Skala maksimum
Batas ukur
Gambar 2.10 Pengukuran Kuat Arus Listrik Menggunakan Amperemeter
A B I I
36
diperkecil, maka arus listrik yang mengalir juga semakin kecil. Hubungan ini
dapat dirumuskan sebagai:
Besar arus listrik pada suatu rangkaian listrik dipengaruhi oleh besar
hambatan listrik. Untuk nilai tegangan tertentu, semakin besar hambatan, maka
semakin kecil arus listrik yang mengalir. Ini berarti kuat arus listrik berbanding
terbalik dengan besar hambatan listrik dan dapat dirumuskan dengan:
1
Berdasarkan eksperimennya, Ohm memperoleh kesimpulan penting yang
selanjutnya dikenal sebagai hukum Ohm, yang menyatakan bahwa: ”Kuat arus
listrik yang mengalir pada suatu penghantar sebanding dengan beda potensial
antara ujung-ujung penghantar dan berbanding terbalik dengan hambatan
listriknya, dengan syarat suhunya konstan”.
Secara matematis, hukum Ohm dapat dirumuskan dengan:
Berdasarkan persamaan di atas, besar hambatan listrik adalah:
Jadi, satuan hambatan juga dapat diturunkan dari satuan beda potensial
listrik dibagi dengan satuan kuat arus listrik atau volt/ampere. Satuan ini setara
dengan satuan SI untuk hambatan yaitu ohm (Ω), dimana:
1 1
1
37
Jadi, satu ohm adalah hambatan bagi suatu konduktor dimana ketika beda
potensial satu volt diberikan pada ujung-ujung konduktor maka kuat arus satu
ampere mengalir melalui konduktor tersebut.
Hukum Ohm bukan merupakan pernyataan yang universal, tapi hanya
sekedar hukum empiris yang menyediakan deskripsi (gambaran) yang baik bagi
sebagian materi tertentu yang mengikuti hukum Ohm yang disebut komponen
ohmik. Nilai hambatan R untuk komponen ohmik selalu konstan asalkan suhunya
konstan. Sebagian besar jenis logam merupakan contoh komponen ohmik, seperti
tembaga, nikrom, perak, dan lain-lain. Untuk materi yang tidak memenuhi hukum
Ohm yang disebut komponen non-ohmik, hambatan R tergantung pada beda
potensial V, jadi tidak konstan. Yang termasuk komponen non-ohmik antara lain
dioda semikonduktor, transistor dan tabung-tabung vakum.
Grafik I sebagai fungsi V untuk komponen ohmik dan non-ohmik dapat
dilihat pada Gambar 2.11 berikut ini.
Gambar 2.11 Grafik I-V Komponen Ohmik dan Non-Ohmik
I
V
Ohmik (gradient = 1/R)
non-ohmik
non-ohmik
(R bertambah saat V naik)
(R berkurang saat V naik)
38
2.5.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hambatan Suatu Penghantar
Untuk suatu penghantar dari kawat logam, jika suhu dan sifat-sifat fisik
lainnya dijaga konstan, maka hambatan kawat R adalah konstan. Secara umum
untuk kawat-kawat logam, makin besar suhu maka makin besar pula hambatan
listriknya. Namun untuk kebanyakan logam paduan, hambatannya hanya sedikit
dipengaruhi oleh perubahan suhu.
Setiap bahan memiliki nilai hambatan jenis masing-masing. Semakin besar
hambatan jenis kawat (ρ) maka semakin besar pula hambatan listriknya (R). Atau
sebaliknya, semakin kecil nilai hambatan jenis kawat, maka semakin kecil pula
hambatan listriknya. Jadi dapat dituliskan,
........................... (1)
Kawat penghantar memiliki elemen panjang (l). Semakin panjang suatu
kawat penghantar, maka hambatan listriknya (R) juga semakin besar. Sebaliknya,
semakin pendek suatu kawat penghantar, maka hambatan listriknya juga semakin
kecil. Jadi dapat dituliskan,
........................... (2)
A
Gambar 2.12 Penampang Melintang Kawat Penghantar
l
39
Semakin besar luas penampang kawat (A), maka hambatan listriknya (R)
semakin kecil. Sebaliknya, semakin kecil luas penampang kawat, maka hambatan
listriknya semakin besar. Jadi dapat dituliskan,
............................ (3)
Dari persamaan 1, 2 dan 3 dapat diketahui bahwa nilai hambatan listrik
suatu kawat penghantar (R) dapat diketahui melalui persamaan:
Keterangan: R : hambatan listrik (Ω)
: hambatan jenis bahan kawat (Ωm)
l : panjang kawat (m)
A : luas penampang kawat (m2)
Hambatan jenis bahan kawat ( merupakan sifat khas bahan kawat dan
tidak bergantung pada ukuran atau bentuk kawat. Berikut ditunjukkan nilai
hambatan jenis dari berbagai bahan.
Tabel 2.2 Nilai Hambatan Jenis Berbagai Bahan
Bahan Hambatan jenis bahan
pada suhu 200C (Ωm)
Konduktor:
Alumunium
Tembaga
Emas
Besi
2,82 x 10-8
1,68 x 10-8
2,44 x 10-8
9,71 x 10-8
40
Konstantan
Nikrom
Nikelin
Platina
Perak
Tungsten
Semikonduktor:
Karbon (grafit)
Germanium (murni)
Silikon (murni)
Isolator:
Kaca
Kuarsa
49 x 10-8
100 x 10-8
7,80 x 10-8
10,6 x 10-8
1,59 x 10-8
5,65 x 10-8
3,5 x 10-5
5,0 x 10-1
6,4 x 102
1010 – 1014
7,5 x 1017
2.5.4 Rangkaian Hambatan Seri
Rangkaian seri merupakan suatu penyusunan komponen-komponen listrik
di mana semua arus listrik melewati komponen-komponen tersebut secara
berurutan. Hubungan seri komponen-komponen listrik serta rangkaian
penggantinya dapat dilihat pada Gambar 2.13 dan Gambar 2.14 berikut.
Gambar 2.13 Dua Buah Komponen yang Dihubungkan Secara Seri
+ ‐
a b c
R1 R2
V
41
Pada rangkaian seri, komponen-komponen listrik dialiri oleh arus listrik
yang sama besar.
…………… (1)
Tegangan antara a dan c adalah
…………… (2)
Karena V = I Rac, maka
…………… (3)
Jika terdapat n buah hambatan yang terhubung seri, maka
…………… (4)
Rangkaian seri sebagai pembagi tegangan
Bila diterapkan hukum Ohm pada rangkaian maka akan diperoleh
sehingga,
atau
Gambar 2.14 Rangkaian Pengganti Hubungan Seri
+ ‐
a c
Rs
V
42
…………… (5)
Prinsip rangkaian hambatan seri yaitu:
1. Rangkaian hambatan seri bertujuan untuk memperbesar hambatan suatu
rangkaian.
2. Kuat arus listrik yang melalui tiap-tiap penghambat sama besar, yaitu sama
dengan kuat arus listrik yang melalui hambatan penggantinya.
I1 = I2 = I3 = … = Iseri
3. Tegangan listrik pada ujung-ujung hambatan pengganti seri sama dengan
jumlah tegangan pada ujung-ujung tiap penghambat.
Vseri = V1 + V2 + V3 + …
4. Rangkaian hambatan seri berfungsi sebagai pembagi tegangan, di mana
tegangan pada ujung-ujung tiap penghambat sebanding dengan hambatannya.
V1 : V2 : V3 : … = R1 : R2 : R3 : …
Jika V1 + V2 + V3 + … = V, maka
…
…
3 …
2.5.5 Rangkaian Hambatan Paralel
Rangkaian paralel merupakan suatu penyusunan komponen-komponen di
mana arus listrik terbagi untuk melewati masing-masing komponen secara
43
serentak. Hubungan paralel komponen-komponen listrik serta rangkaian
penggantinya dapat dilihat pada Gambar 2.15 dan Gambar 2.16 berikut.
Pada rangkaian paralel, komponen-komponen listrik mendapatkan beda
potensial yang sama besar. Dengan menggunakan hukum I Kirchoff diperoleh
I = I1 + I2
atau
1 1
Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa hambatan gabungan (Rgab) beberapa
hambatan yang terhubung secara paralel dapat dituliskan sebagai
1 1 1
atau
Gambar 2.15 Dua Komponen yang Dihubungkan Secara Paralel
+ ‐I
I1I2 I2
I1
I
V
R1
R2
a b
Gambar 2.16 Rangkaian Pengganti Hubungan Paralel
+ ‐I I
V
Rp
a b
44
Apabila terdapat n buah hambatan yang dihubungkan secara paralel, hambatan
penggantinya akan memenuhi persamaan
1 1 1 1
Jika ada n buah resistor yang sama besar dihubungkan secara paralel, maka
Prinsip rangkaian hambatan paralel yaitu:
1. Rangkaian paralel bertujuan untuk memperkecil hambatan suatu rangkaian.
2. Tegangan pada ujung-ujung tiap komponen sama besar, yaitu sama dengan
tegangan pada ujung-ujung hambatan pengganti paralelnya.
V1 = V2 = V3 = … = Vparalel
3. Kuat arus listrik yang melalui hambatan pengganti paralel sama dengan
jumlah kuat arus listrik yang melalui tiap-tiap komponen.
Iparalel = I1 + I2 + I3 + …
4. Rangkaian paralel berfungsi sebagai pembagi arus listrik di mana kuat arus
listrik yang melalui tiap-tiap komponen sebanding dengan kebalikan nilai
hambatannya.
… 1
1
1
…
Jika I1 + I2 + I3 + … = I, maka
1
1 1 1
1
1 1 1
45
2.6 Kerangka Berpikir
Suatu proses pembelajaran akan lebih bermakna apabila siswa banyak
terlibat secara langsung dalam proses pembelajaran. Keterlibatan tersebut dapat
berupa diskusi maupun kegiatan laboratorium. Proses pembelajaran fisika yang
berlangsung di SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga kurang memperhatikan
prinsip keterlibatan langsung siswa, sehingga siswa tidak memperoleh
kebermaknaan proses pembelajaran. Hal ini berpengaruh terhadap rendahnya
penguasaan keterampilan proses sains siswa.
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw merupakan model
pembelajaran kooperatif yang didesain untuk meningkatkan rasa tanggung jawab
siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan pembelajaran orang lain. Dalam
setiap siklus pembelajaran kooperatif jigsaw, siswa melakukan diskusi sebanyak
dua kali, yaitu diskusi dalam kelompok asal dan kelompok ahli. Kegiatan diskusi
yang dilakukan oleh siswa merupakan salah satu bentuk prinsip keterlibatan
langsung siswa selama proses pembelajaran. Jadi, semakin banyak siswa
melakukan kegiatan diskusi, maka siswa akan semakin banyak terlibat langsung
dalam proses pembelajaran.
Selain kegiatan diskusi dalam pembelajaran kooperatif, contoh perilaku
yang merupakan bentuk prinsip keterlibatan langsung bagi siswa adalah kegiatan
laboratorium. Wiyanto (2008: 29) menyebutkan bahwa kegiatan laboratorium
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu demonstrasi dan eksperimen. Pada saat
melakukan kegiatan laboratorium, siswa melakukan langkah-langkah tertentu
yang bersifat runtut dan terarah. Menurut Mundilarto (2002: 13), keterampilan
46
proses merupakan langkah-langkah yang dikerjakan saintis ketika melakukan
penelitian ilmiah. Jadi, saat siswa melakukan kegiatan laboratorium, maka saat
itulah penguasaan keterampilan proses sains dilatihkan.
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan menggunakan metode
eksperimen dirancang untuk melibatkan siswa secara langsung dalam proses
pembelajaran. Metode tersebut memberikan kesempatan kepada siswa untuk
meningkatkan penguasaan keterampilan proses sains yang dimilikinya. Kegiatan
kooperatif yang dilakukan diharapkan mampu melibatkan siswa secara maksimal
selama proses pembelajaran. Melalui kegiatan ini siswa akan aktif bekerja sama
selama proses pembelajaran. Sudibyo (2003: 5) menyatakan bahwa dalam
pembelajaran fisika, agar diperoleh hasil belajar yang optimal siswa sebagai
subjek belajar seharusnya dilibatkan secara fisik dan mental dalam pemecahan-
pemecahan masalah. Keterlibatan siswa secara langsung melalui kegiatan
eksperimen diharapkan dapat meningkatkan penguasaan keterampilan proses
siswa. Lebih lanjut Funk menambahkan bahwa menggunakan keterampilan proses
untuk mengajar ilmu pengetahuan membuat siswa belajar proses dan produk ilmu
pengetahuan sekaligus (Dimyati & Mudjiono, 2009: 139). Dengan demikian,
diharapkan ketika keterampilan proses yang dimiliki siswa meningkat, maka hasil
belajar yang dimiliki siswa juga akan meningkat.
Pada penelitian ini, keterampilan proses yang dikembangkan meliputi
keterampilan mengamati, mengukur, mengolah data, menyimpulkan, dan
mengomunikasikan. Sementara hasil belajar ranah kognitif yang dikembangkan
meliputi pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi.
47
Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dimodifikasi dengan
metode eksperimen sesuai untuk pembelajaran listrik dinamis, karena dalam
materi listrik dinamis terdapat sub-sub materi yang tepat jika diterapkan metode
eksperimen. Hal tersebut disebabkan peralatan yang digunakan dalam kegiatan
eksperimen materi listrik dinamis banyak tersedia di sekolah dan penggunaannya
aman.
Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dikombinasi
dengan metode eksperimen dalam pembelajaran materi listrik dinamis ditunjang
dengan RPP, LKS, dan lembar observasi yang disesuaikan dengan model
pembelajaran. Penguasaan keterampilan proses dilatihkan dalam model
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw melalui kegiatan eksperimen sesuai dengan
petunjuk pelaksanaan eksperimen pada LKS. Sementara pertanyaan dalam LKS
dan laporan kegiatan eksperimen digunakan sebagai bahan diskusi siswa.
Penguasaan keterampilan proses dapat diamati selama proses pembelajaran
melalui lembar observasi, mulai dari siswa melakukan persiapan percobaan
sampai mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Hasil belajar ranah
psikomotorik siswa dapat diketahui melalui lembar observasi, sementara hasil
belajar ranah kognitif siswa dapat diketahui melalui tes evaluasi di setiap akhir
siklus yang berbentuk pilihan ganda dan uraian.
48
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Subjek Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMA Negeri 1 Rembang, Purbalingga yang
beralamat di Jalan Jenderal Soedirman, desa Bantarbarang, kecamatan Rembang,
kabupaten Purbalingga. Subjek penelitian adalah siswa kelas X-7 semester genap
tahun ajaran 2011/2012 yang berjumlah 33 orang, terdiri dari 13 laki-laki dan 20
perempuan. Data siswa kelas X-7 terdapat pada Lampiran 1.
3.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama tiga minggu, mulai tanggal 7 Mei 2012
sampai dengan 28 Mei 2012.
3.3 Faktor yang Diteliti
Faktor yang diteliti dalam penelitian ini adalah pelaksanaan proses
pembelajaran menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw untuk
meningkatkan keterampilan proses dan hasil belajar siswa kelas X-7 SMA Negeri
1 Rembang, Purbalingga. Selain itu, faktor lain yang diteliti adalah penguasaan
keterampilan proses sains dan hasil belajar siswa. Keterampilan proses sains siswa
yang diteliti meliputi keterampilan mengamati, mengukur, mengolah data,
48
49
menyimpulkan, dan mengomunikasikan. Sedangkan hasil belajar siswa yang
diteliti meliputi hasil belajar kognitif setelah proses pembelajaran dan hasil belajar
psikomotorik selama proses pembelajaran.
3.4 Desain Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian yang ingin dicapai, maka penelitian ini
menggunakan desain penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang
terbagi dalam tiga siklus. Model pembelajaran yang digunakan dalam siklus I, II,
dan III adalah model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw yang dikombinasi
dengan metode eksperimen. Pada setiap siklus, guru menyampaikan materi yang
berbeda-beda namun masih dalam satu pokok bahasan, yaitu listrik dinamis. Pada
siklus I, guru menyampaikan materi hukum Ohm. Pada siklus II, guru
menyampaikan materi hambatan kawat penghantar, sedangkan pada siklus III
guru menyampaikan materi rangkaian hambatan seri dan paralel. Menurut Asrori
(2007: 68), pada penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) setiap
siklus terdiri dari empat tahap, yaitu tahap perencanaan (planning), tahap
pelaksanaan tindakan (action), tahap pengamatan (observation), dan tahap refleksi
(reflection).
50
Identifikasi Masalah
Kurangnya keterlibatan siswa secara langsung dalam proses pembelajaran. Siswa tidak dibiasakan melakukan kegiatan laboratorium maupun diskusi.
Rendahnya intensitas kegiatan laboratorium menyebabkan penguasaan keterampilan proses siswa kurang terlatih.
Rendahnya penguasaan keterampilan proses sain siswa Rendahnya hasil belajar fisika siswa kelas X-7.
Planning
Melakukan observasi awal dan menyiapkan instrumen pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dengan metode eksperimen.
Action
Melaksanakan kegiatan pembelajaran model kooperatif tipe jigsaw dengan metode eksperimen.
Observation
Melakukan pengamatan terhadap penguasaan keterampilan proses siswa, hasil belajar psikomotorik siswa, serta hasil pengajaran agar dapat dievaluasi
Reflection
Melakukan analisis terhadap pelaksanaan proses pembelajaran, hasil, dan hambatan yang dijumpai. Hasil refleksi siklus I menjadi acuan tindakan pada siklus II.
SIKLUS I
SIKLUS II SIKLUS III
Gambar 3.1 Skema Prosedur Pelaksanaan PTK
51
Langkah-langkah untuk setiap tahap pada setiap siklus secara umum
hampir sama, yaitu sebagai berikut:
1. Perencanaan (Planning)
Kegiatan yang dilakukan dalam tahap perencanaan adalah:
Observasi awal
Kegiatan observasi awal dilakukan untuk mengidentifikasi masalah yang
dihadapi oleh siswa. Identifikasi masalah siswa dilakukan dengan menganalisis
hasil ulangan akhir semester gasal kelas X-7 tahun ajaran 2011/2012 mata
pelajaran fisika. Selain itu, wawancara dengan guru mata pelajaran fisika juga
dilakukan untuk mengetahui model dan metode pembelajaran yang biasa
digunakan oleh guru. Observasi pelaksanaan proses pembelajaran di dalam kelas
juga dilakukan untuk mengetahui kegiatan siswa selama mengikuti proses
pembelajaran. Wawancara terhadap laboran dan siswa juga dilakukan, hal ini
bertujuan untuk melakukan cross check data yang diperoleh serta untuk
mengetahui ketersediaan alat-alat laboratorium SMA Negeri 1 Rembang,
Purbalingga.
Penyusunan RPP
RPP siklus I, II, dan III disusun berdasarkan silabus SMA Negeri 1
Rembang, Purbalingga dan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw. Silabus
pembelajaran terdapat pada Lampiran 6, sedangkan RPP siklus I, II dan III
terdapat pada Lampiran 7, 8 dan 9.
52
Penyusunan Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
Lembar Kegiatan Siswa (LKS) berisi petunjuk percobaan dan beberapa
pertanyaan sebagai bahan diskusi. Pada LKS juga terdapat petunjuk penyusunan
laporan eksperimen. LKS siklus I, II dan III terdapat pada Lampiran 10, 11 dan
12.
Penyusunan soal evaluasi
Soal evaluasi digunakan untuk mengukur hasil belajar kognitif siswa
setelah pelaksanaan proses pembelajaran. Penyusunan soal evaluasi diawali
dengan penyusunan kisi-kisi soal terlebih dahulu, kemudian soal tersebut