21
1 JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME ALTERNATIF UNTUK PERDAMAIAN Oleh: Andy Corry Wardhani ( Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Lampung) ABSTRAK Jurnalisme perang cenderung fokus pada peristiwa kekerasan sebagai penyebab konflik, tidak berupaya menyelami struktur asal muasal konflik, cenderung memusatkan pada akibat langsung yang bisa dilihat-terbunuh, terluka dan kerugian material, bukannya kerugian psikologis, struktur dan kultur masyarakat. Ia juga cenderung mereduksi kompleksitas persoalan menjadi siapa kawan, lawan, pemenang dan pecundang. Jurnalisme perang memainkan peran meningkatkan konflik karena itu, perlu perubahan dalam menangani peristiwa konflik dengan melaksanakan jurnalisme alternatif yang berorientasi kepada perdamaian, lebih menonjolkan aspek-aspek apa yang mendorong bagi penyelesaian konflik, yang diangkat adalah hal-hal yang sifatnya mendorong kearah perdamaian. Jurnalis perlu mempedomani suatu standar ideal dalam meliput konflik, yang merupakan pedoman ideal bagi praktek jurnalisme yang bertanggung jawab. Kata Kunci: Jurnalisme Perang, Jurnalisme Alternatif, Perdamaian.

JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

  • Upload
    ledan

  • View
    235

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

1

JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI

JURNALISME ALTERNATIF UNTUK PERDAMAIAN

Oleh:

Andy Corry Wardhani

( Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Lampung)

ABSTRAK

Jurnalisme perang cenderung fokus pada peristiwa kekerasan sebagai penyebab konflik,

tidak berupaya menyelami struktur asal muasal konflik, cenderung memusatkan pada akibat

langsung yang bisa dilihat-terbunuh, terluka dan kerugian material, bukannya kerugian

psikologis, struktur dan kultur masyarakat. Ia juga cenderung mereduksi kompleksitas persoalan

menjadi siapa kawan, lawan, pemenang dan pecundang. Jurnalisme perang memainkan peran

meningkatkan konflik karena itu, perlu perubahan dalam menangani peristiwa konflik dengan

melaksanakan jurnalisme alternatif yang berorientasi kepada perdamaian, lebih menonjolkan

aspek-aspek apa yang mendorong bagi penyelesaian konflik, yang diangkat adalah hal-hal yang

sifatnya mendorong kearah perdamaian. Jurnalis perlu mempedomani suatu standar ideal

dalam meliput konflik, yang merupakan pedoman ideal bagi praktek jurnalisme yang

bertanggung jawab.

Kata Kunci: Jurnalisme Perang, Jurnalisme Alternatif, Perdamaian.

Page 2: JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

2

Pendahuluan

Berita-berita di media, selalu diwarnai dengan berita konflik ataupun pertentangan. Berita

yang banyak mewarnai media kita akhir-akhir ini adalah konflik di berbagai daerah di Indonesia,

seperti di Bima, Mesuji, Maluku dan berbagai unjuk rasa yang berakhir dengan tindakan

anarkistis. Di belahan duniapun, kita dapat menyaksikan berbagai konflik yang terjadi melalui

media massa seperti konflik di Suriah, pertentangan antara Amerika Serikat dengan Iran yang

mempersoalkan senjata nuklir dan baru-baru ini terjadi konflik Israel dengan Palestina yang pada

tanggal 10 Maret 2012 lalu, menewaskan 14 warga Palestina.

Berita tentang perang di Sudan, dapat juga diambil sebagai contoh. Pada tanggal 26

Maret 2012, surat kabar Kompas, mengutip tulisan dari kantor berita AP/AFP/REUTERS yang

menceritakan tentang kematian seorang anak laki-laki di Sudan Selatan. Disebutkan seorang

anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru, lalu menyeruput

secangkir teh manis dan bersiap pulang ketika satu pesawat tempur MiG-29 Sudan mengebom

pasar Rubkona, Bentiu. Anak laki-laki berusia 12 tahun itu tewas seketika dan tubuhnya gosong.

Tentang Presiden Sudan Omar Al-Bashir, wartawan Kompas menulis, …saat pertikaian

mendidih selama dua pekan di Heglig, Bashir ingin agar perang tidak boleh berakhir di kota

minyak itu saja, tetapi juga harus sampai menusuk Juba, ibu kota Sudan Selatan… Selanjutnya

Bashir mengatakan pasukan Selatan sebagai “serangga” yang harus dibasmi tuntas. (Kompas 26

Maret 2012).

Jika kita telaah pemilihan kata-kata dalam contoh perang di Sudan, seperti “tewas

seketika dan tubuhnya gosong”, “Bashir ingin agar perang tidak boleh berakhir”, “pasukan

Selatan sebagai “serangga” yang harus dibasmi tuntas”. Pemilihan kata seperti ini dapat

mengarah kepada perang yang berkepanjangan. Jurnalisme seperti ini, dapat disebut sebagai

jurnalisme perang atau jurnalisme konflik yakni jurnalisme yang tidak memperhatikan aspek-

aspek kemanusiaan dalam peliputan fakta-fakta di lapangan. Mereka yang berkonflik, salah

Page 3: JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

3

satunya ingin ditempatkan pada posisi tidak bersalah oleh media. Media yang tidak memberikan

persentasi secara adil bagi mereka yang terlibat, dapat mendorong munculnya konflik atau

perang. Pertikaian bertambah parah ketika wartawan atau media tertentu ikut terlibat dalam

konflik karena mempunyai hubungan khusus dengan salah satu pihak yang terlibat, misalnya

pada waktu terjadi konflik di Maluku, surat kabar Suara Maluku memberitakan kepentingan

kelompok Kristen, sedangkan kepentingan kelompok Islam diwadahi oleh surat kabar Ambon

Ekspres. Mengorbankan kebencian antar pemeluk agama, merupakan perilaku pers yang tidak

menjunjung tinggi jurnalisme kemanusiaan (Harsono dan Setiyono, 2005).

Berita tentang konflik, permusuhan, pertentangan bahkan perang merupakan berita yang

menarik oleh media untuk diberitakan karena mengandung unsur news value. Konflik

merupakan unsur yang menarik untuk diangkat sebagai berita dibanding dengan keharmonisan.

Keadaan Perang

Pada saat terjadinya perubahan pada realitas struktur dan kultur dalam masyarakat yang

menyebabkan kesenjangan atau ketimpangan struktural-kultural yang mencolok, maka

munculah konflik. Situasi seperti ini, mudah menciptakan persepsi saling curiga, tidak percaya,

sikap permusuhan antar kelompok dan berakhir dengan perilaku konflik terbuka, bentrok dan

kekerasan. Perang terjadi ketika perilaku konflik berlangsung. Dengan demikian, perang dapat

dipahami sebagai pecahnya potensi konflik bersifat laten menjadi konflik kekerasan yang

bersifat terbuka. Konflik akan semakin mendalam bila timbul kerusakan atau korban jiwa.

Situasi ini akan terus berlangsung jika tidak ada perbaikan yang berarti. Pecahnya perang sipil

antar etnis di Kalimantan Barat yang sering berulang, menandakan resolusi yang gagal.

Kegagalan ini dapat disebabkan belum diketahui secara tuntas akar penyebab konflik itu. Tidak

adanya informasi ilmiah yang cukup dan mendalam tentang konflik menyebabkan terjadinya

konflik yang berkepanjangan.

Page 4: JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

4

Jurnalisme Perang

Media merupakan instrumen atau saluran yang bisa mempengaruhi opini masyarakat.

Pernyataan ini menunjukkan betapa pentingnya media dalam mengolah isu-isu yang berkembang

dalam masyarakat. Konflik akan menjadi intensitas yang besar atau kecil ketika ada dalam

pemberitaan media. Pada sisi ini seringkali media berpihak pada suatu kelompok yang

mengusung isu yang dianggapnya menguntungkan.

Berita yang ada di media merupakan produk dari aktivitas yang dinamakan jurnalisme.

Jurnalisme itu lebih berkaitan dengan kewartawanan. Jurnalisme juga diartikan sebagai suatu

kegiatan mengumpulkan, memeriksa, menganalisis informasi yang diperoleh dan

melaporkannya. Informasi diperoleh dari peristiwa aktual, menyangkut isu atau orang-orang

yang dijadikan subjek berita. Jurnalisme merupakan suatu proses yang mencakup pengumpulan,

penyiapan dan menyebarkan berita melalui media massa. Berdasarkan definisi tersebut,

jurnalisme dapat dijelaskan sebagai tugas seseorang yang terlibat dalam proses kebijakan

kewartawanan.

Bill Kovach dan Tom Rosenstiel (2004), mengungkapkan elemen-elemen jurnalisme

yang harus dipraktikkan wartawan, antara lain:

1. Kewajiban pertama jurnalis adalah pada kebenaran.

2. Loyalitas pertama jurnalis adalah kepada warga.

3. Intisari jurnalisme adalah disiplin dan verifikasi.

4. Menjaga independensi dari sumber berita.

5. Jurnalisme harus berlaku sebagai pemantau kekuasaan.

6. Jurnalisme harus menyediakan forum publik untuk kritik atau dukungan warga.

7. Jurnalisme harus berupaya membuat hal yang penting, menarik dan relevan.

8. Jurnalisme harus menjaga agar berita komprehensif dan proporsional.

9. Para praktisinya harus diperbolehkan mengikuti nurani mereka.

Page 5: JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

5

Dengan demikian jika berpedoman pada pendapat Kovach dan Rosentiel, kegiatan

jurnalistik yang memberitakan kekejaman perang dengan akibat semakin jauhnya perdamaian

dapat dikatakan sebagai jurnalisme yang merendahkan martabat manusia karena loyalitas

jurnalisme bukan pada warga. Praktek kewartawanan yang tidak memperhatikan aspek-aspek

kemanusiaan dalam peliputan fakta-fakta dilapangan disebut sebagai jurnalisme perang atau

jurnalisme konflik.

Dalam jurnalisme perang atau jurnalisme konflik, cara pemilihan kata-kata bisa

mengarah pada konflik misalnya “pembasmi”, “perang salib kedua”, “jihad”, “pembunuh” dan

sebagainya yang memberi julukan pada kelompok tertentu. Media yang tidak memberikan

persentasi secara adil bagi mereka yang terlibat, juga ikut mendorong munculnya konflik atau

perang. Menurut Algooth Putranto (2004), Jurnalisme perang cenderung mereduksi kompleksitas

persoalan menjadi siapa kawan, lawan, pemenang dan pecundang. Jurnalisme perang,

memanfaatkan berita oleh sebagian pihak untuk kepentingannya saja. Alhasil bukan perdamaian

dan berita sesungguhnya yang diperoleh oleh penonton tetapi propaganda, kampanye politik dan

perang sebagai sebuah TV Show. Berita lebih berorientasi pada kekerasan, elit dan kemenangan

sehingga tidak menekankan pada proses pencapaian perdamaian. Dedy N. Hidayat dalam

kumpulan tulisannya (2011), menyatakan bahwa media dapat berperan sebagai penabuh

genderang perang, berisi tidak saja kecaman terhadap arogansi dan kesewenangan negara

adikuasa, tetapi juga seruan jihad bila negara adikuasa menyerang negara lain yang sedang

bertikai dengan negara adikuasa tersebut.

Cara peliputan dalam jurnalisme perang, hanya berorientasi pada kekerasan, elit dan

kemenangan. Karakteristik pembertitaannya adalah pemberitaan konflik yang terjadi di

masyarakat, diliput dengan menonjolkan pada peristiwa kekerasannya. Seolah-olah kekerasan

yang terjadi akibat dari kekerasan itu sendiri. Memberi porsi yang lebih pada dampak yang

terjadi pada aspek fisik, seperti korban jiwa, cidera, sampai pada kerugian materi.

Page 6: JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

6

Dalam jurnalisme perang, jurnalis mengeksploitasi kekerasan yang tampak dibanding

kekerasan yang tidak tampak. Ketika jurnalis menyampaikan berita perang dengan dengan

jurnalisme perang, khalayak akan mudah terbawa dalam emosi dan memihak salah satu pihak

yang berkonflik. Media dalam jurnalisme perang akan mereduksi pihak yang bertikai hanya pada

dua kelompok yakni “u and them” (kita dan mereka). Kemudian, mediapun akan memberi

penilaian, pihak mana yang menjadi pemenang dan pihak mana yang menjadi pecundang

(Puspawati, 2004).

Secara lengkap berikut ini, disampaikan orientasi pemberitaan jurnalis perang yang

dibagi menjadi empat yaitu, jurnalis berorientasi pada perang atau kekerasan, jurnalis yang

berorientasi propaganda, jurnalis yang berorientasi elit dan jurnalis yang berorientasi pada

kemenangan. (Lynch dan Mc. Goldrick, 2005):

Ciri-ciri jurnalis yang berorientasi pada perang atau kekerasan adalah

1. Hanya menyoroti daerah-daerah konflik, biasanya hanya melihat dua pihak yang

bertikai dengan satu tujuan (kemenangan), konflik direduksi menjadi sebuah perang

yang tidak mungkin mencapai titik temu.

2. Melihat waktu dan konflik secara tertutup, hanya menyoroti tempat-tempat kejadian.

Melihat sebab dan akibat hanya sebatas peristiwa, seperti siapa yang pertama kali

membunuh, bagaimana pihak lain membalasnya dan sebagainya.

3. Membuat konflik bersifat rahasia.

4. Menggunakan kerangka “kita-mereka” dan hanya menyuarakan kita.

5. Melihat keberadaan mereka sebagai masalah dan selalu menyoroti kemenangan atau

kekalahan dari mereka yang terlibat konflik.

6. Menciptakan kesan tentang musuh yang biadab, terutama jika ada yang menggunakan

senjata.

Page 7: JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

7

7. Reaktif: Hanya membuat laporan atau berita ketika kekerasan terjadi.

8. Hanya menyoroti akibat-akibat yang terlihat dari kekerasan, seperti korban

pembunuhan, luka-luka, kerusakan bangunan dan sebagainya.

Adapun jurnalis berorientasi propaganda, cirinya adalah :

1. Mengekspose kebenaran mereka.

2. Memahami kebenaran dari satu sisi saja.

Jurnalis yang berorientasi pada elit, cirinya adalah:

1. Menyoroti kesengsaraan rakyat kita, menggunakan kalangan elit, umumnya laki-laki

sebagai corong.

2. Hanya menyebut pelaku kekerasan dari pihak mereka.

3. Hanya menyoroti usaha perdamaian yang dilakukan kalangan elit.

Jurnalis berorientasi pada kemenangan, cirinya adalah:

1. Perdamaian adalah kemenangan dan gencatan senjata berarti musuh berhasil

dikalahkan.

2. Menutupi semua usaha perdamaian sampai kemenangan tercapai.

3. Menyoroti kesepakatan damai yang formal, lembaga dan masyarakat yang terkendali.

4. Kelanjutan tetap mengorbarkan semangat perang jika sewaktu-waktu masalah timbul

lagi.

Berita sebenarnya dapat memegang peran lain. Melalui jurnalisnya, berita dapat berperan

sebagai pemain sentral dalam menyebarkan perdamaian. Berita dapat dibuat dengan menekankan

manfaat penting dari perdamaian. Dalam perang, perlu diungkapkan kebenaran. Ketika meliput

Page 8: JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

8

dan mengabarkan berita, jurnalis memiliki andil yang besar dalam membentuk berita. Pandangan

jurnalis yang melakukan konstruksi realitas inilah yang dapat mengarahkan suatu berita dalam

arah jurnalisme perang atau jurnalisme damai. Apabila konstruksi realitas jurnalis lebih

mengarah pada konsep jurnalisme perang, asumsinya si jurnalis akan menggambarkan realitas ke

arah tindak kekerasan saja. Sebaliknya apabila konstruksi realitas jurnalis sesuai dengan konsep

jurnalisme damai, asumsinya si jurnalis akan menggambarkan realitas dengan menjunjung tinggi

prinsip-prinsip perdamaian dalam penyajian beritanya.

Meskipun demikian, proses produksi berita ini tidak bisa lepas dari organisasi, tempat

bekerjanya jurnalis tersebut. Teks pemberitaan adalah sesuatu yang tidak berdiri sendiri, ia tidak

lepas dari redaksional organisasi dan proses produksi. Dengan demikian bukan hanya reporter

saja yang mengambil keputusan bagaimana berita akan dipaparkan tapi ada pula peran organisasi

dan media di sini (Eriyanto, 2007).

Jurnalis dan Konstruksi Realitas Sosial Media

Dalam proses pemuatan berita, seperti yang telah disebutkan dimuka, tidak hanya jurnalis

yang menentukan berita yang akan dimunculkan, tetapi juga ada peran organisasi dan media.

Dalam konstruksi sosial terhadap realitas memang ada beberapa faktor yang sangat dominan

dalam proses konstruksi sebuah berita. Faktor itu adalah individual level (tingkat individual),

media routines level (level rutinitas media) dan organizational level (tingkat organisasi)

(Shoemaker dan Reese, 1991).

Individual Level

Pada tingkat level individu, ada beberapa hal yang menjadi perhatian yaitu faktor

intrinsik pekerja media. Faktor ini terdiri dari tiga hal, pertama, karakteristik komunikator dan

latar belakang personal serta profesional pekerja media, misalnya tingkat pendidikan si jurnalis.

Page 9: JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

9

Pada level kedua, tingkah laku personal dan pekerja media, dan nilai serta kepercayaan yang

dianut, dicontohkan dengan sikap politik dan agama jurnalis. Ketiga, orientasi professional dan

konsep peran yang terkait dengan pekerjaannya, contoh apakah jurnalis menganggap dirinya

netral atau tidak dalam membuat beritanya.

Media Routines Level.

Rutinitas media terkait dengan organisasi dalam media massa. Pada dasarnya rutinitas

organisasi berbeda, namun media memiliki kemiripan dengan efisiensi aktifitas media. Efisiensi

adalah adalah upaya yang dilakukan oleh organisasi media untuk menghasilkan produk yang

paling dapat diterima oleh khalayak dalam waktu dan ruang yang terbatas guna mendapat

keuntungan. Dalam menentukan isi media, ada tiga hal yang menjadi pertimbangan yakni cerita

dari sumber yang ada, selera dan keinginan khalayak dan kebutuhan organisasi media itu sendiri.

Untuk mengetahui keinginan khalayak, informasi ratting yang dibuat oleh lembaga survey yang

memuat tentang pembagian penonton dari program-program televisi serta karakteristik

demografinya dibutuhkan oleh media. Rating inilah yang akan memungkinkan pengiklan untuk

memutuskan akan memasang iklan di program televisi.

Organizational Level

Pada tingkat ini, yang menjadi sorotan adalah pengaruh organisasi media terhadap isi

media yang berhubungan dengan bagaimana organisasi menyelesaikan masalah produksinya. Hal

ini berkaitan dengan peran organisasi, struktur internal, tujuan, teknologi dan pasar. Organisasi

merupakan suatu kesatuan sosial, formal, ekonomi yang memperkerjakan pekerja media untuk

menghasilkan isi media yang memiliki tujuan tertentu. Terdapat tiga tingkat pekerja media,

pertama, pekerja garis depan misalnya dalam organisasi media jurnalistik seperti reporter.

Page 10: JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

10

Kedua, tingkat menengah contoh produser atau editor. Ketiga, tingkat atas yang terdiri dari para

eksekutif yang membuat kebijakan organisasi.

Berdasarkan pembahasan tentang level yang dominan dalam kontruksi media, terlihat

bahwa jurnalis bukanlah satu-satunya komponen yang mengkontruksi berita. Ada unsur lain

dalam media yang mengkonstruksi realitas yaitu rutinitas media dan organisasi media. Dengan

demikian, berita bukan saja dilihat dari pandangan jurnalis saja, tetapi juga ada kepentingan dan

bias dari media dan organisasi tempat jurnalis itu bekerja. Pada saat jurnalis, media dan

organisasi media memiliki pandangan yang sama bahwa jurnalisme perang merupakan hal yang

penting sebagai landasan peliputan perang, maka konsep ini akan digunakan sebagai ideologi

dalam pemberitaan tentang perang.

Kepentingan merupakan komponen yang dominan ketika mengkonstruksi realitas.

Seorang jurnalis tidak akan membuat berita berdasarkan pandangannya sendiri. Jurnalis bekerja

dalam media yang memiliki kepentingan-kepentingan tertentu. Kepentingan yang menonjol

antara lain adalah mendapatkan keuntungan ekonomi. Berita dibuat berdasarkan keinginan pasar,

menarik banyak penonton dengan memuat fakta dan gambar yang menimbulkan sensasi.

Sebagai agen konstruksi sosial, media melakukan interpretasi terhadap fakta dan

peristiwa perang yang terjadi. Di lapangan ketika melihat fakta dan peristiwa perang, jurnalis

sebagai bagian dari media seringkali mengalami hambatan dalam meliput berita yang dilihatnya,

mengingat medan yang sulit dijangkau. Akhirnya berita yang disampaikan hanya terbatas pada

salah satu pihak yang berkonflik. Efek yang ditimbulkannya tentu saja berita yang diperoleh

tidak seimbang.

Kontribusi Jurnalisme Alternatif

Saat ini, banyak orang di dunia merasa prihatin tentang bahaya perang, terutama kalau

dalam perang, pihak yang berkonflik menggunakan senjata nuklir ataupun senjata kimia. Jelas

Page 11: JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

11

jika ini terjadi maka kehancuran dunia tidak bisa ditunda lagi. Loeffelholz, menyebut perang

sebenarnya merupakan produk dari proses-proses sosial yang sangat terpengaruh oleh berbagai

macam kondisi, sarana dan efek komunikasi. Konflik-konflik disebabkan tidak hanya oleh

perbedaan kepentingan, namun juga oleh kesalahan komunikasi dan kesalahpahaman diantara

berbagai bagian masyarakat ( Loeffelholz, 2002).

Kesalahan dan kesalahpahaman ini tidak terlepas dari peran jurnalis dalam membuat

berita. Jurnalis memegang peran penting dalam membuat berita yaitu sebagai interpreter yang

menginterpretasikan fakta yang ia lihat dan ia dengar menjadi sebuah berita. Fakta dalam

pendekatan konstruksionis dianggap sebagai realitas yang dikonstruksikan. Dalam hal ini

manusia secara aktif memberi definisi dan memberikan makna terhadap suatu peristiwa. Dengan

demikian fakta itu ada dalam kosepsi pikiran orang.

Jurnalis bukanlah pemulung yang mengambil fakta begitu saja. Karena dalam

kenyataannya, tidak ada realitas yang bersifat eksternal dan objektif yang berada di luar diri

jurnalis. Realitas bukanlah sesuatu yang “berada di luar” yang objektif, yang benar, yang seakan-

akan ada sebelum diliput oleh jurnalis. Sebaliknya, realitas itu dibentuk dan diproduksi

tergantung pada bagaimana proses konstruksi berlangsung. Realitas itu sebaliknya, bersifat

subjektif, yang terbentuk lewat pemahaman dan pemaknaan subjektif dari jurnalis.(Eriyanto,

2007).

Jurnalisme yang dijalankan media memegang peranan penting, dalam situasi konflik,

perang maupun situasi krisis. Ia bisa berdampak positif maupun negatif. Pada satu sisi bisa

mendorong terjadinya peperangan, di satu sisi lain dapat mendorong perdamaian. Jurnalisme

perang memainkan peran meningkatkan konflik. Sedangkan jurnalisme damai bisa menurunkan

konflik.

Pertanyaan besar yang harus terjawab adalah, bagaimana mencegah perang, konflik atau

mengurangi dampak negatif yang terjadi akibat perang, konflik melalui kegiatan jurnalisme ?.

Page 12: JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

12

Jawaban dari pertanyaan ini tidak mudah, diperlukan komitmen yang tinggi untuk menjalankan

jurnalisme alternatif yang berorientasi perdamaian. Jurnalisme yang berorientasi kepada

perdamaian memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Menelusuri unsur dalam konflik, misalnya berapa pihak yang terlibat, apa tujuannya,

apa yang menjadi isu atau masalah yang diperdebatkan dengan perspektif mencari

penyelesaian.

2. Melihat waktu dan tempat konflik secara terbuka, tidak dibatasi oleh kejadian-

kejadian yang baru berlangsung. Melihat sebab dan akibat di berbagai tempat dan

waktu serta menelusuri sejarah konflik dan lain sebagainya.

3. Membuat konflik bersifat transparan.

4. Memberi suara kepada semua pihak dengan empati dan pemahaman.

5. Melihat konflik atau perang sebagai masalah dan melihat bentuk-bentuk lain dari

konflik yang tidak menggunakan kekerasan.

6. Melihat pihak-pihak yang berkonflik sebagai manusia. Terutama jika ada yang

menggunakan senjata.

7. Proaktif, mencegah terjadinya perang dan kekerasan tanpa harus menutupi konflik.

8. Menyoroti akibat kekerasan yang tidak terlihat, seperti trauma dan demam

kemenangan, kehancuran struktur masyarakat dan budaya. (Lynch dan Mc. Goldrick,

2005).

Media massa memegang peranan penting dalam menjalankan jurnalisme perdamaian,

mengingat media massa punya potensi besar menciptakan perbedaan tajam konflik antar

golongan di tengah masyarakat. Media massa yang tidak dikelola dengan semangat menegakkan

jurnalisme perdamaian, akan berubah menjadi agen utama dalam menciptakan survival of the

fittest (siapa yang kuat akan menang) di sekitar kita.

Page 13: JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

13

Sebagaimana telah dijelaskan bahwa jurnalisme alternatif, berorientasi perdamaian. Pada

dasarnya jurnalisme perdamaian merupakan upaya meluruskan kembali apa yang menyimpang

dari jurnalisme dalam praktek. Pada hakekatnya jurnalisme bertujuan untuk kebaikan

masyarakat. Apabila suatu pemberitaan media tidak memberi pertimbangan penyelesaian konflik

atau pemberitaannya itu malah memicu konflik, maka jelas jurnalisme seperti itu bukanlah

memberikan kebaikan pada masyarakat. Jurnalisme damai lebih menonjolkan aspek-aspek apa

yang mendorong bagi penyelesaian konflik, yang diangkat adalah hal-hal yang sifatnya

mendorong kearah perdamaian. Lynch dan Mc. Goldrick, (2005), mengemukakan jurnalisme

damai terwujud ketika redaktur dan reporter menetapkan pilihan-pilihan bersifat damai tentang

berita apa yang akan dilaporkan dan bagaimana cara melaporkannya. Bersifat damai berarti

bentuk pemberitaan yang menciptakan peluang bagi sebagian besar masyarakat untuk

mempertimbangkan dan menghargai tanggapan tanpa kekerasan terhadap konflik yang

bersangkutan.

Pers dapat menjalankan perannya sebagai provokator tetapi bukan sebagai provakotor

eskalasi konflik, melainkan sebagai provokator yang menjalankan tugas memprovokasi pihak-

pihak yang bersengketa untuk mencari jalan keluar mengatasi konflik. Pendekatan dilakukan

pada pendekatan win-win solution, bukan siapa yang menang atau kalah dan memberikan

kesempatan yang lebih banyak kepada kedua belah pihak untuk berdamai. Ketika terjadi

kerusuhan misalnya, media hendaknya menempatkan kerusuhan itu dalam bingkai yang lebih

luas dan akurat dan berdasarkan pada informasi pada konflik serta perubahan-perubahan yang

terjadi. Untuk menghindari konflik yang lebih luas pada peristiwa kerusuhan, media perlu

menyembunyikan suatu informasi yang kalau diberitakan dapat memperluas konflik. Jurnalisme

yang dilaksanakan seperti ini, perlu dipahami para jurnalis.

Dalam suatu tulisan Jehan Perera (dalam Ispandriarno, Hanitzch, Loeffelholz, 2002),

mengemukakan perlunya jurnalis mempedomani suatu standar ideal dalam meliput konflik, dia

Page 14: JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

14

menyebutkan sebagai Conflict Management Group yang merupakan pedoman ideal bagi praktek

jurnalisme yang bertanggung jawab.

Pedoman pertama adalah meliput kedua sisi dari konflik tersebut. Tentu saja ini

merupakan aturan standar dalam kode etik perilaku apapun bagi para jurnalis. Pedoman ini

mengatur liputan yang akurat, adil dan seimbang dari seluruh pihak yang terlibat dalam sebuah

isu. Bila tampaknya ada lebih dari dua sisi, haruslah dilakukan usaha agar pihak-pihak utama

lainnya mengemukakan pandangan mereka sendiri. Hal ini penting karena disinformasi dapat

diumpankan secara sangat profesional kepada para jurnalis, bukan hanya oleh badan-badan

pemerintah melainkan juga oleh oposisi.

Kadang sulit mendapatkan suatu pemahaman yang jelas mengenai situasi objektifnya.

Jurnalis harus mempresentasikan atau paling tidak merujuk ke berbagai persepsi dan

menjelaskan mengapa satu persepsi lebih disukai daripada yang lain. Suatu anjuran yang praktis,

bila mau mendapatkan liputan yang akurat dari seluruh pihak yang terlibat dalam suatu konflik,

adalah dengan meliput orang-orang yang mengetahui kedua sisi konflik seperti para sejarawan,

aktivis warga dan siapa saja yang mempelajari kedua sisi konflik tersebut. Suatu ciri umum

dalam situasi konflik etnis di sejumlah negara adalah berbagai macam persepsi telah

terpolarisasi. Karena realitasnya begitu kompleks, dari seluruh totalitasnya kita hanya menyaring

hal-hal yang tampaknya relevan bagi kita. Kalau kita tidak hati-hati, ini berbahaya.

Pedoman kedua, menyarankan agar para jurnalis mempresentasikan orang-orang tanpa

memberikan label terhadap mereka. Studi komparatif tentang konflik menunjukkan bahwa

persepsi tentang kelompok-kelompok lain sebagai entitas-entitas yang monolitik dan

mengancam, sedang kelompok sendiri sebagai entitas yang lemah, tertindih dan diadu domba

memainkan peranan penting dalam memobilisasi orang untuk berkonflik. Lantas mereka siap

melakukan tindakan kekerasan. Para jurnalis mungkin ingin meliput semua sudut dengan

mencari para politisi atau para pemimpin etnis individual yang mengangkat diri mereka sendiri

Page 15: JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

15

yang komentar-komentarnya dapat digunakan untuk mempresentasikan perasaan dan sudut

pandang kelompok. Kuncinya bagi jurnalis adalah jangan mengasumsikan komentar-komentar

itu sebagai mewakili harapan dan kepentingan kelompok secara keseluruhan dan perbuatan yang

dilakukan adalah sebagai individu-individu dan bukan dilakukan oleh seluruh kelompok.

Pedoman ketiga menyarankan agar para jurnalis memberikan konteks, bukan sekedar

liputan peristiwa saja. Konflik kerap terjadi berlawanan dengan latar belakang historis yang

kompleks dengan berbagai interpretasi yang berbeda-beda tentang identitas kelompok klaim atas

wilayah. Sebagian besar sejarah etnis relatif baru-baru ini saja muncul, dan berbagai pandangan

tentang sejarah dikedepankan oleh berbagai individu dalam suatu kelompok untuk membenarkan

agenda-agenda mereka di masa sekarang. Para jurnalis hendaknya berusaha dan memfokuskan

kepada manipulasi sejarah oleh para politisi untuk mengorbarkan semangat supaya memperkuat

dukungan mereka sendiri. Selain itu jurnalis hendaknya juga meluangkan lebih banyak waktu

untuk mengeskplorasi usaha-usaha berbagai kelompok untuk melakukan mediasi dan

perundingan. Jadi bukan berasumsi bahwa peristiwa-peristiwa kekerasan merupakan suatu

ukuran yang akurat dari keadaan hubungan-hubungan antarkelompok.

Pedoman keempat mengharap para jurnalis mendidik para pembaca bahwa konflik-

konflik etnis bersifat global dan dapat dikelola. Konflik-konflik etnis terjadi di seluruh dunia.

Untuk menghidari suatu perasaan apati, media hendaknya memfokuskan pada kenyataan bahwa

sejumlah konflik etnis sudah berhasil dekelola dengan efektif. Kunci lain untuk mendidik

tentang pengelolaan konflik adalah memperlihatkan bahwa keanekaragaman etnis tidak hanya

terjadi diantara kelompok dengan kelompok, melainkan juga di dalam kelompok itu sendiri.

Dapat dilakukan generalisasi luas tentang sejarah atau aspirasi suatu kelompok, namun

generalisasi itu harus disertai dengan informasi berbagai opini di dalam kelopmpok yang

bersangkutan.

Page 16: JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

16

Pedoman kelima menuntut agar para jurnalis mempraktekkan jurnalisme yang

bertanggung jawab. Pernyataan saling menyalahkan, benar dan salah dalam suatu konflik dan

laporan kekerasan haruslah ditangani dengan amat hati-hati. Apa yang dibutuhkan bukanlah

sensor atas fakta, melainkan usaha yang lebih besar dalam menjelaskan fakta ketika konflik itu

dilaporkan. Kecenderungan sensor resmi adalah memperluas lingkup materi dan pandangan yang

akan mereka sensor. Sensor juga mengurangi kredibilitas berita dan membuka ruang bagi desas

desus. Oleh karena itu para jurnalis, menyadari bahwa mereka mempunyai peran konstruktif

yang harus mereka mainkan dalam mengurangi tingkat kekerasan etnis, namun mereka hanya

dapat mengurangi peran ini, bila mereka secara konsisten jujur dan terbuka dengan para pembaca

atau pemirsa mereka.

Pedoman bagi para jurnalis yang meliput konflik, terlihat penting sekali pada negara yang

masyarakatnya multikultur. Dalam masyarakat seperti ini, jurnalisme hendaknya memberikan

perhatian kepada kepentingan masyarakat multikultur untuk memelihara kondisi damai dan

menjalankan usaha-usaha konstruktif dalam pembangunan masyarakat multikultur. Hal yang

perlu diperhatikan adalah menghindari berita yang dapat menyentuh sensitivitas hubungan

multikultur.

Penutup

Beberapa hal yang dipandang urgen dalam jurnalisme ketika berhadapan dengan

peristiwa konflik adalah:

1. Para jurnalis perlu senantiasa mendorong masyarakat untuk mengakui realitas

perbedaan, agar perbedaan itu tidak dianggap sebagai ancaman. Penting memberikan

pemahaman yang benar tentang perbedaan itu. Perbedaan perlu dianggap sebagai

realitas yang mesti diterima secara bersama-sama sehingga perbedaan itu tidak

menyebabkan konflik.

Page 17: JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

17

2. Pemberitaan yang berkaitan dengan etnis dan agama, dianggap sangat sensitif pada

masyarakat multikultur. Pada masyarakat seperti ini, mereka mudah didorong untuk

terlibat dalam konflik yang berkaitan dengan etnis dan agama. Masih banyak

kelompok yang menganggap kebenaran hanya berada dalam kelompoknya sendiri

sedangkan kelompok di luar kelompok dia, dianggap tidak benar. Dalam situasi

seperti ini para jurnalis sangat perlu mempertimbangkan aspek sensitivitas dalam

pemberitaannya. Pertimbangan dalam penentuan berita, bukan berarti jurnalis

menyembunyikan peristiwa yang terjadi. Jurnalis bisa menyampaikan berita konflik,

tetapi cara penyampaiannya harus benar-benar mempertimbangkan kepentingan

perdamaian bagi masyarakat.

3. Walaupun jurnalis melaporkan tentang konflik, mereka dapat mendorong terciptanya

perdamaian dengan cara memfokuskan pemberitaannya dalam upaya-upaya

perdamaian yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bertikai. Jurnalis dapat juga

mengambil fokus pemberitaan akibat yang ditimbulkan oleh konflik. Dengan

demikian diharapkan pihak yang bertikai menyadari akibat yang ditimbulkan dari

konflik itu.

4. Media berfungsi sebagai ruang publik untuk membuka ruang dialog, membicarakan

kepentingan dan gagasan yang berbeda. Indonesia misalnya, termasuk negara

demokrasi sehingga ruang dialog perlu disediakan.

5. Jurnalis hendaknya selalu menjadikan kode etik jurnalistik sebagai asas dalam

melakukan aktivitas pemberitaan. Jurnalis benar-benar mempertimbangkan apa yang

bermanfaat dan apa yang tidak bermanfaat bagi khalayak. Jurnalis harus

melaksanakan proses pendalaman terhadap suatu berita untuk menghindari terjadinya

kesalahan dalam menyampaikan informasi kepada khalayak. Kesalahan dalam

penyampaian informasi dapat menyebabkan salah pengertian, salah pemahaman yang

Page 18: JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

18

berakhir dengan konflik. Sikap menahan diri perlu dilakukan oleh jurnalis agar

pemberitaan yang disampaikan tidak menimbulkan konflik atau merugikan

masyarakat.

6. Kebebasan pers yang dijalankan jurnalis hendaknya tidak disalahgunakan, misalnya

digunakan untuk meningkatkan penjualan atau keuntungan ekonomi atau untuk

menimbulkan sensasi. Pemberitaan tentang konflik yang bertujuan seperti itu, justru

akan menimbulkan dampak negatif terhadap media itu sendiri sebab etnis atau

pemeluk agama yang tersinggung akan memberi reaksi keras kepada media tersebut.

Pemberitaan seperti ini juga akan memberikan dampak negatif terhadap masyarakat

sebab dapat menimbulkan provokasi untuk melakukan tindakan yang mengarah

kepada prasangka etnis dan agama tertentu. (Junaidi, 2010).

Informasi yang jelas dan akurat tentang konflik merupakan suatu kebutuhan yang mutlak

ada ketika para jurnalis meliput berita. Tanpa informasi yang memadai, akurat dan jelas tidak

mungkin penanganan dan penyelesaian konflik dapat dilakukan secara efektif. Pada saat konflik

terjadi seringkali informasi yang diperoleh jurnalis sangat banyak bahkan dapat dikatakan

melimpah. Namun informasi yang banyak ini sulit dijadikan pegangan dalam pemberitaan

karena informasinya bersifat sepotong-potong, tidak proporsional. Informasi yang berkualitas

buruk ini memberikan dampak pada situasi konflik yang semakin memburuk.

Masalah yang dihadapi jurnalis tentang informasi tersebut, dapat dicarikan solusinya

yaitu:

1. Menambah dan terus menerus membuka saluran (channel) komunikasi sehingga

arus informasi terus mengalir dan ketersediaan informasi bisa diperoleh secara

memadai.

Page 19: JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

19

2. Meningkatkan kualitas informasi tentang konflik yang ada sehingga bisa

diperoleh informasi yang bermakna dan berguna secara memadai bagi

kepentingan publik secara luas.

3. Fokus pada penyajian informasi dan proses komunikasi yang mengarah pada isu-

isu yang spesifik dari situasi konflik dan setiap dimensi krisis secara mendalam

sehingga tidak memperluas dan semakin membuat ruwet interpretasi dan

pemaknaan publik yang bisa semakin mengacaukan situasi krisis (Chang dalam

Trijono, 2002).

Selanjutnya dikatakan bahwa dalam perspektif peran komunikasi dan informasi pada

resolusi konflik, alternatif pertama dikemukakan oleh pendekatan yang disebut sebagai

pendekatan saluran informasi yang mengemukakan bahwa jumlah informasi yang memadai

sangat menentukan bagi berhasilnya intervensi dan resolusi konflik. Pendekatan ini memandang

pentingnya transmisi informasi berlangsung secara lancar, cukup memadai, mengalir dan

disebarluaskan oleh berbagai saluran media massa serta saluran-saluran informasi yang ada.

Agar bisa menghasilkan keputusan yang tepat, menurut pandangan ini, sejumlah informasi yang

cukup sangat diperlukan. Hal ini hanya dapat dilakukan bila saluran-saluran informasi dan media

massa sebanyak-banyaknya dibiarkan tetap terbuka sehingga informasi dapat mengalir dan

tersikulasikan secara luas.

Alternatif kedua dan ketiga seringkali ditekankan oleh pendekatan memori dalam teori

komunikasi untuk resolusi konflik. Pendekatan ini memandang proses komunikasi secara

interpretatif dan hermeneutik, menekankan pada kualitas dan isi informasi daripada sekedar

jumlah. Bagaimana informasi dan pesan-pesan yang ada dimaknai dan dipersepsi dan disikapi

oleh berbagai pihak para pengambil keputusan terutama pihak ketiga, sangat menentukan

berhasil tidaknya penanganan konflik. Hal ini sangat tergantung pada jenis dan kualitas

Page 20: JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

20

informasi tentang konflik dan pesan perdamaian yang ada. Informasi tentang konflik yang

mengandung muatan lengkap mengenai dimensi-dimensi konflik secara utuh, dapat memperbaiki

persepsi, sikap dan perilaku konflik, bahkan dalam jangka panjang bisa mendukung perbaikan

situasi konflik yang ada.

Informasi yang hanya menekankan pada satu aspek saja, terutama aspek perilaku konflik

yang tampak nyata, tidak memuat situasi atau akar konflik serta persepsi apa adanya dari pihak-

pihak yang berkonflik, akan menghasilkan informasi yang bias, tidak seimbang dan tidak

proporsional yang bisa mengganggu penanganan konflik yang dilakukan. Hal inilah yang harus

dihindari.

Page 21: JURNALISME PERANG DAN KONTRIBUSI JURNALISME …digilib.unila.ac.id/1916/1/JURNALISME PERANG-ANDY CORRY W.pdf · anak laki-laki yang bernama Gatkuoth Duop telah membeli sepatu baru,

21

Daftar Referensi

Eriyanto (2007). Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi dan Politik Media. Yogyakarta: LKiS.

Harsono, Andreas dan Setiyono, Budi. (Ed). (2005). Jurnalisme Sastrawi, Antologi Liputan

Mendalam dan Memikat. Jakarta: Pantau.

Hidayat. N, Dedy. (2011). Self-Originated Being. Jakarta. Jakarta: Departemen Ilmu Komunikasi

FISIP UI.

Ispandriarno, S. Lukas, Hanitzsch, T, Loeffelholz. M.(Ed). (2002). Media-Militer-Politik, Crisis

Communication: Perspektif Indonesia dan Internasional. Yogyakarta: Friedrich E.S dan

Galang Press.

Junaidi. (2010). Pandangan Editor Surat Kabar Indonesia dan Malaysia terhadap Jurnalisme

Multikultural. Jurnal Ilmu Komunikasi UPN Yogyakarta. Vol.8.No.2 Tahun 2010.

Kovack, Bill dan Tom Rosenstiel. (2004).Terjemahan. Elemen-Elemen Jurnalisme, Apa yang

Seharusnya Diketahui Wartawan dan Diharapkan Publik. Jakarta: ISAI.

Lynch, Jake, dan McGoldrick, Anabel. (2005). “Peace Journalism: How To Do It” ?, Jurnalisme

Damai: Bagaiamana Melakukannya ? .LSPP dan The British Council.

Puspawati. D.H. (2004). Framing Jurnalisme Damai dan Jurnalisme Perang di Media (Analisis

Framing Berita Harian Kompas dan Republika Selama Pemberlakuan Darurat Militer I

Pada Tanggal 18 Mei 2003 s/d 16 November 2003 di Aceh. Tesis. Program Pascasarjana

FISIP UI. Jakarta: Jurnal Thesis. Vol.VIII/No. 3/2009.

Putranto, Algooth. (2004). “Jurnalisme Damai dan Jurnalisme Perang”. (Artikel). Kompas

9 Februari 2004.

Shoemaker, P.J dan Reese, S.D. (1991). Mediating the Message: Theories of Influences on

Media Content. New York: Logman Publisher.

Trijono, Lambang dalam Ispandriarno, S. Lukas, Hanitzsch, T, Loeffelholz. M.(Ed). (2002).

Media-Militer-Politik, Crisis Communication: Perspektif Indonesia dan Internasional.

Yogyakarta: Friedrich E.S dan Galang Press.