8
http://Jurnal.Unsyiah.ac.id/TIPI Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Open Access Journal I N F O A R T I K E L Submit: Perbaikan: Diterima: Keywords: ABSTRACT JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA Vol. , No. , ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala DOI: ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL AGROINDUSTRI BUBUK CINCAU HITAM (MESONA PALUSTRIS) https://doi.org/10.17969/jtipi.v10i2.9683 Irvan Adhin Cholilie* Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Industri dan Agroindustri, Universitas Internasional Semen Indonesia, Jalan Veteran, Kompleks PT Semen Indonesia, 61122. Gresik, Indonesia *Email: [email protected] BLACK GRAS JELLY POWDER (MESONA PALUSTRIS) FOR AGROINDUSTRY : A FEASIBILITY STUDY Irvan Adhin Cholilie Potential of black grass jelly plant in Indonesia is very prospective. These plants grow in areas such as Malang East Java, Pacitan, Magetan and Ponorogo. In 2010 the production of dried black grass jelly of 568 tons with a total productivity of 8.6 tons/year. Based on calculation of financial analysis, it was found that the establishment of black grass jelly powder factory with eligilbility criteria. The calculation result shows that by using dry leafs of black grass jelly can produce B/C ratio value of 2.01. With a project life of 20 years, this project need total investment capital of Rp 72.641.348.806,03 and production cost in the first year is Rp 25.644.493.112,79. From the calculation results obtained the cost of production amounted to Rp 1.043,48/sachet then the product sold at a price of Rp 2.000,- including 10% VAT. The amount of investment capital the establishment of the factory can be covered in the payback period for 3 years and 5 months. Total revenue is earned by the company reached Rp 49.152.000.000,- with Net Present Value (NPV) value of Rp 124.948.645.377,15; Internal Rate of Return (IRR) of 44%; And Profitability Index of 3,54. BEP is achieved at the level of production of black grass jelly powder of 849.831 sachets or equal to Rp 1.699.661.968,36. Based on the overall criteria of eligibility, the unit of black grass jelly powder agroindustry can be said worthy to be realized. Black grass jelly powder, feasibility study, net present calue, internal rate of return. 19 Januari 2018 14 Mei 2018 21 Mei 2018 1. PENDAHULUAN Potensi tanaman cincau hitam atau janggelan di Indonesia sangat prospektif. Tanaman ini banyak tumbuh di daerah Jawa Timur seperti Malang, Pacitan, Magetan dan Ponorogo. Pada tahun 2010 hasil produksi cincau hitam kering (janggelan) sebesar 568 ton dengan produktivitas total sebesar 8,6 ton/tahun. Tanaman ini merupakan komoditas tanaman budidaya yang potensial untuk dikembangkan. Janggelan dapat dimanfaatkan sebagai produk minuman segar, cincau hitam juga dapat digunakan sebagai obat dari segala penyakit seperti demam, diare, dan tekanan darah tinggi. Di Indonesia, janggelan hanya diolah menjadi minuman segar (jelly/cao) dan UKM yang bergerak di minuman tersebut sangat terbatas sehingga perkembangan produk cincau hitam kurang menggembirakan. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar masyarakat yang tidak mengetahui potensi dan kandungan nutrisi yang terdapat dalam cincau hitam. Cincau hitam (Mesona palustris) mengandung berbagai macam senyawa bioaktif seperti antioksidan, antibakterial, antimutagen, dan antihipertensi (Yen et al., 2001; Yen et al., 2004; Yen et al., 2008). Hal ini didukung oleh penelitian Widyaningsih (2012) yang menyatakan bahwa didalam cincau hitam terdapat beberapa komponen aktif yang memiliki nilai fungsional diantaranya adalah golongan polifenol, saponin, flavonoid, maupun alkaloid lainnya. Kandungan polifenol yang terdapat dalam daun cincau selain berfungsi sebagai antioksidan dapat mencegah dan mematikan mikroba, sehingga daun cincau berpotensi sebagai antibakteri (Ruhnayat, 2002). 10 02 2018

Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia · Rumus umum yang digunakan untuk menghitung payback period adalah sebagai berikut: x bulan d c b c PP t » 12 ¼ º « ¬ ª 4

  • Upload
    others

  • View
    26

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

http://Jurnal.Unsyiah.ac.id/TIPI

Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Open Access Journal

I N F O A R T I K E L Submit: Perbaikan: Diterima:

Keywords:

ABSTRACT

JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. , No. , ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala

DOI:

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL AGROINDUSTRI BUBUK CINCAU HITAM (MESONA PALUSTRIS)

https://doi.org/10.17969/jtipi.v10i2.9683

Irvan Adhin Cholilie* Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Industri dan Agroindustri, Universitas Internasional Semen Indonesia, Jalan Veteran, Kompleks PT Semen Indonesia, 61122. Gresik, Indonesia *Email: [email protected]

BLACK GRAS JELLY POWDER (MESONA PALUSTRIS) FOR AGROINDUSTRY :

A FEASIBILITY STUDY

Irvan Adhin Cholilie

Potential of black grass jelly plant in Indonesia is very prospective. These plants grow in areas such as Malang East Java, Pacitan, Magetan and Ponorogo. In 2010 the production of dried black grass jelly of 568 tons with a total productivity of 8.6 tons/year. Based on calculation of financial analysis, it was found that the establishment of black grass jelly powder factory with eligilbility criteria. The calculation result shows that by using dry leafs of black grass jelly can produce B/C ratio value of 2.01. With a project life of 20 years, this project need total investment capital of Rp 72.641.348.806,03 and production cost in the first year is Rp 25.644.493.112,79. From the calculation results obtained the cost of production amounted to Rp 1.043,48/sachet then the product sold at a price of Rp 2.000,- including 10% VAT. The amount of investment capital the establishment of the factory can be covered in the payback period for 3 years and 5 months. Total revenue is earned by the company reached Rp 49.152.000.000,- with Net Present Value (NPV) value of Rp 124.948.645.377,15; Internal Rate of Return (IRR) of 44%; And Profitability Index of 3,54. BEP is achieved at the level of production of black grass jelly powder of 849.831 sachets or equal to Rp 1.699.661.968,36. Based on the overall criteria of eligibility, the unit of black grass jelly powder agroindustry can be said worthy to be realized.

Black grass jelly powder, feasibility study, net present calue, internal rate of return.

19 Januari 2018 14 Mei 2018

21 Mei 2018

1. PENDAHULUAN

Potensi tanaman cincau hitam atau janggelan di Indonesia sangat prospektif. Tanaman ini banyak tumbuh di daerah Jawa Timur seperti Malang, Pacitan, Magetan dan Ponorogo. Pada tahun 2010 hasil produksi cincau hitam kering (janggelan) sebesar 568 ton dengan produktivitas total sebesar 8,6 ton/tahun. Tanaman ini merupakan komoditas tanaman budidaya yang potensial untuk dikembangkan. Janggelan dapat dimanfaatkan sebagai produk minuman segar, cincau hitam juga dapat digunakan sebagai obat dari segala penyakit seperti demam, diare, dan tekanan darah tinggi.

Di Indonesia, janggelan hanya diolah menjadi minuman segar (jelly/cao) dan UKM yang bergerak di minuman tersebut sangat terbatas sehingga perkembangan produk cincau hitam kurang menggembirakan. Hal ini disebabkan oleh sebagian besar masyarakat yang tidak mengetahui potensi dan kandungan nutrisi yang terdapat dalam cincau hitam. Cincau hitam (Mesona palustris) mengandung berbagai macam senyawa bioaktif seperti antioksidan, antibakterial, antimutagen, dan antihipertensi (Yen et al., 2001; Yen et al., 2004; Yen et al., 2008). Hal ini didukung oleh penelitian Widyaningsih (2012) yang menyatakan bahwa didalam cincau hitam terdapat beberapa komponen aktif yang memiliki nilai fungsional diantaranya adalah golongan polifenol, saponin, flavonoid, maupun alkaloid lainnya. Kandungan polifenol yang terdapat dalam daun cincau selain berfungsi sebagai antioksidan dapat mencegah dan mematikan mikroba, sehingga daun cincau berpotensi sebagai antibakteri (Ruhnayat, 2002).

10 02 2018

JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. , No. ,

©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Kualitas produk bubuk cincau hitam dari hasil penelitian Cholilie (2014) menunjukkan bahwa bubuk memiliki kadar air, karbohidrat, serat kasar, dan rendemen masing-masing sebesar 12,25%, 43,7%, 5,89%, dan 16,28%. Selain itu, tablet effervescent juga merupakan hasil turunan produk cincau hitam yang telah diteliti oleh Maulidy (2014) menyebutkan bahwa tablet tersebut memiliki aktivitas antioksidan sebesar 94,59 ppm, kecepatan larut 0,02 g/detik, dan kadar air sebesar 9,40%. Prospek luar biasa dari produk cincau hitam ini menjadi peluang menarik dan perlu segera dikembangkan. Hal tersebut didukung oleh Widyaningsih (2007) yang menyatakan bahwa di Indonesia produk baru cincau belum banyak diproduksi, padahal permintaan terus meningkat.

Bahan baku cincau hitam yang berasal dari Indonesia digunakan untuk berbagai produk olahan cincau di supermarket dengan harga yang sangat mahal sebagai produk impor dari Taiwan, Singapura, dan Malaysia. Sejauh ini, belum ada penelitian yang menganalisis kelayakan cincau hitam untuk dikembangkan dalam skala industri. Oleh karena itu, dengan adanya penelitian ini maka diharapkan dapat memberikan informasi mengenai pendirian pabrik agroindustri terpadu cincau hitam dengan metode pengeringan yang optimal dan pola kemitraan yang efektif dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan produk impor dan untuk memenuhi kebutuhan cincau hitam di dalam negeri.

Dalam memenuhi kebutuhan cincau hitam di dalam negeri, dapat dilakukan dengan mendirikan pabrik skala industri. Inisiasi ini dilakukan dengan melakukan analisis finansial untuk membuktikan kelayakan dari proyek tersebut. Analisis finansial merupakan analisis ekonomis terhadap suatu proyek yang ditekankan pada manfaat finansial yang berarti apakah proyek itu dipandang cukup menguntungkan apabila dibandingkan dengan resiko proyek tersebut. Analisa tersebut biasanya digunakan untuk menilai usulan investasi atau proyek sehingga layak untuk dilaksanakan yang dilihat dari aspek profitabilitas komersial (Husnan dan Suwarsono, 2000).

Aspek finansial merupakan bagian terpenting yang harus diperhatikan dalam studi kelayakan bisnis. Analisa terhadap aspek finansial dari suatu studi kelayakan proyek bertujuan untuk menentukan rencana investasi berdasarkan perhitungan biaya dan manfaat yang di harapkan. Hal ini dilakukan dengan cara membandingkan antara pengeluaran dan pendapatan, seperti ketersediaan dana, biaya modal awal, kemampuan

proyek untuk membayar kembali dana tersebut dalam waktu yang telah ditentukan dan menilai apakah proyek akan dapat berkembang terus. Beberapa asumsi perhitungan yang digunakan diantaranya:

1. Umur pabrik diperkirakan selama 20 tahun

dengan masa kontruksi perusahaan selama 1

tahun.

2. suku bunga efektif efektif 11% dan laju

inflasi 10%.

3. Tarif pajak pendapatan sesuai pasal 17 UU

nomor 7 tahun 1984.

a) Penghasilan Kena Pajak (PKP) sampai

dengan Rp 10.000.000,- 15%.

b) PKP lebih dari Rp 10.000.000,- sampai

dengan Rp 50.000.000,- 25%.

c) PKP lebih dari Rp 50.000.000,- 35%.

4. Tahun ke-1 dilakukan produksi selama 8

bulan, tahun ke-2 produksi selama 10 bulan

dan tahun selanjutnya produksi tetap selama

12 bulan.

2. MATERIAL DAN METODE

Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan adalah penelitian

kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kuantitatif adalah penelitian yang dilakukan dengan melakukan perhitungan kelayakan finansial pabrik yang akan didirikan.

Asumsi Penelitian

Beberapa asumsi yang digunakan dalam penelitian studi kelayakan ini adalah: 1. Bahan baku janggelan yang digunakan

memiliki kualitas yang stabil. 2. Umur pabrik selama 20 tahun. 3. Harga dan biaya perhitungan analisis

kelayakan finansial berlaku saat perhitungan 4. Suku bunga pinjaman 11%. 5. Penelitian skala ganda yang digunakan

mengacu pada penelitian Cholilie (2014) tentang Analisis Efisiensi Produksi Bubuk Cincau Hitam (Mesona palustris) pada Skala Ganda.

Metode Analisis Kelayakan Bisnis Analisis ekonomi merupakan tahapan dalam

perancangan pabrik untuk menentukan layak tidaknya pembangunan pabrik cincau hitam ini untuk direalisasikan dengan memperhitungkan : 1. HPP (Harga Pokok Produksi)

Penetapan HPP dihitung berdasarkan biaya produksi selama satu periode tertentu pada proses/kegiatan produksi kemudian dibagi dalam

10 02 2018 2

JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. , No. , ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala

jumlah produk yang dihasilkan selama periode tersebut. HPP merupakan akumulasi dari biaya-biaya yang dibebankan pada produk yang dihasilkan oleh perusahaan, dapat dihitung dengan rumus (Kusnadi, 1999):

)/( unitRpdihasilkanyangbarangjumlah

biayajumlahHPP

2. BEP (Break Event Point)

Titik impas dapat menunjukkan hubungan volume produksi, harga satuan, dan laba. Selain itu, bagi manajemen dapat memberikan informasi mengenai biaya variabel yang dapat digunakan untuk mempertimbangan tentang pengadaan bahan baku, pemilihan peralatan, dan mengikuti perkembangan proses teknologi (Soeharto, 1997). Penentuan Break Event Point (BEP), secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

VCP

FCunitBEP

)(

)(1

)(

P

VC

FCpriceBEP

Keterangan: FC = Fixed Cost (Biaya Tetap) (Rp/th) VC = Variable Cost (Biaya Variabel) (Rp/unit; Rp/kg) P = Price (Harga Jual) (Rp/kg; Rp/unit)

Biaya tetap adalah total biaya yang tidak akan

mengalami perubahan apabila terjadi perubahan volume produksi. Biaya tetap secara total akan selalu konstan sampai tingkat kapasitas penuh. Biaya tetap merupakan biaya yang akan selalu terjadi walaupun perusahaan tidak berproduksi. Biaya variabel adalah total biaya yang berubah-ubah tergantung dengan perubahan volume penjualan/produksi. Biaya variabel akan berubah secara proposional dengan perubahan volume produksi.

3. PP (Payback Period)

Rumus umum yang digunakan untuk menghitung payback period adalah sebagai berikut:

bulanxcd

cbtPP 12

4. Efisiensi Usaha Analisa efisiensi usaha dilakukan dengan

perhitungan Return Cost Ratio atau R/C ratio (Soekartawi, 1995). R/C ratio merupakan perbandingan antara Total Revenue (TR) atau total penerimaan dengan Total Cost (TC) atau total biaya produksi. R/C dirumuskan sebagai berikut:

TC

TRCR /

Dengan TR = P x Q TC = TFC + TVC

Dimana: TR = Total Revenue (jumlah seluruh penerimaan yang diperoleh) (Rp) P = Price (harga) (Rp) Q = Quantity (jumlah unit) (unit) TC = Total Cost (jumlah seluruh biaya yang dikeluarkan) (Rp)

Adapun kriteria pengujian dengan

menggunakan R/C ratio adalah : R/C < 1 : Usaha tidak efisien dan merugikan R/C = 1 : Usaha tidak menguntungkan dan tidak merugikan R/C > 1 : Usaha efisien dan menguntungkan. 5. Net Present Value (NPV)

Net Present Value digunakan untuk mengukur nilai dari perancangan pabrik yang akan dibangun, yang diperoleh berdasarkan selisih antara cash flow yang dihasilkan terhadap investasi yang dikeluarkan. Kriteria kelayakan dari NPV adalah nilai NPV lebih dari Rp 0,- sehingga proyek dapat diterima.

6. Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return merupakan tingkat diskon rate yang menghasilkan nilai NPV sama dengan nol. Perancangan pabrik yang direncanakan dapat dikatakan layak apabila nilai IRR yang diperoleh lebih besar dari discount cash flow, sedangkan perancangan tidak layak apabila nilai IRR yang diperoleh lebih kecil dari discount cash flow.

7. Profitability Index (PI)

Profitaility Index digunakan untuk menganalisis suatu investasi dengan cara membandingkan antara nilai penerimaan-penerimaan sekarang cash flow di masa yang akan datang dengan nilai sekarang investasi. Perancangan pabrik dikatakan layak apabila nilai

10 02 2018 3

JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. , No. , ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala

PI yang diperoleh lebih besar dari 1.

8. B/C ratio B/C ratio digunakan untuk membandingkan

total PV positif yang diterima pabrik dengan total PV negatif yang dikeluarkan selama umur proyek. Perancangan pabrik yang direncanakan dapat dikatakan layak apabila nilai B/C > 1.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kapasitas Produksi Secara teoritis dalam penentuan kapasitas

produksi tergantung kemampuan persediaan bahan baku (daun cincau hitam kering), kapasitas mesin dalam proses produksi dan kemampuan finansial dari industri yang direncanakan. Penentuan kapasitas produksi dalam penelitian ini didasarkan pada jumlah ketersediaan bahan baku, penyerapan pasar, permintaan pasar dalam dan luar negeri serta dari spesifikasi mesin pengolahan bubuk cincau hitam. Permintaan pasar dalam dan luar negeri sebanyak 51,2 ton daun cincau hitam kering/bulan (Taryono, 2002). Perusahaan yang menempatkan posisi sebagai challenger. Berdasarkan Kotler (2000), posisi ini dipilih dikarenakan perusahaan tergolong dalam perusahaan baru dan mendorong produk masuk ke dalam pasar dengan harga yang lebih murah, sampel (percobaan produk) gratis dan sesuatu yang baru sehingga mengambil porsi sebanyak 30% dari jumlah total ketersediaan bahan baku yakni 15,36 ton daun cincau hitam kering/bulan. Berdasarkan pada Tabel 1, pada tahap awal kapasitas produksi rata-rata yang direncanakan sebesar 94348,89 kg/bulan daun cincau kering yang dapat menghasilkan bubuk cincau hitam cincau kering yang diprediksi sebanyak 15360 kg/bulan bubuk cincau hitam. Asumsi yang digunakan yakni mesin beroperasi selama 16 jam per-hari dengan jumlah hari kerja 300 hari per tahun sehingga diperoleh kapasitas produksi daun cincau kering 3773,95 kg/hari dan dihasilkan bubuk cincau hitam sebanyak 614,4 kg/hari.

Analisis Segmentasi Pasar

Permintaan pasar daun cincau hitam kering baik dalam maupun luar negeri sangat tinggi, hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat telah mengerti dan mengetahui potensi dan manfaat yang ada di dalamnya sangat berpengaruh bagi kesehatan. Negara-negara pengimpor daun cincau kering atau pasar luar negeri cincau kering yakni Cina, Jepang, Taiwan, Hongkong, Korea dan Asia Tenggara. Permintaan yang sangat besar dari negara-negara tersebut menyebabkan

ketersediaan bahan baku cincau kering menipis dan berakibat pada perubahan harga daun cincau kering yang fluktuatif.

Pasar produk bubuk cincau hitam secara umum dapat dibagi menjadi ke dalam dua pasar (Taryono, 2002) : 1. Pasar dalam negeri

Kebutuhan pasar dalam negeri per tahun mencapai 58,58 – 268, 53 ton bubuk cincau hitam kering. 2. Pasar luar negeri

Kebutuhan ekspor luar negeri bubuk cincau hitam kering mencapai lebih dari 120 ton/triwulan.

Targeting merupakan sebuah proses yang sangat penting karena perusahaan akan membidik dan menentukan siapa pembeli produk yang diciptakan perusahaan. Targeting yang dilakukan untuk perusahaan bubuk cincau hitam ini adalah 30% dengan perhitungan penjumlahan data dari kebutuhan pasar bubuk cincau hitam kering dalam negeri 134,365 ton/tahun (50% dari kebutuhan maksimal) menjadi 11,2 ton/bulan dengan kebutuhan ekspor luar negeri sebesar 40 ton/bulan sehingga diperoleh nilai 51,2 ton/bulan. Jumlah data tersebut dikalikan dengan 30% sebab perusahaan yang akan dibangun diposisikan sebagai challenger, perusahaan tergolong dalam perusahaan baru dan mendorong produk masuk ke dalam pasar dengan harga yang lebih murah, sampel (percobaan produk) gratis dan sesuatu yang baru. Dari hasil tersebut maka diperoleh data sebesar 15,36 ton/bulan. Kebutuhan daun cincau kering dan produksi bubuk cincau hitam secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.Kebutuhan Daun Cincau Kering dan Produksi Bubuk Cincau Hitam

No. Kapasitas Daun Cincau Hitam Kering

(Ton)

Bubuk Cincau Hitam (Ton)

1 Jam 0,235 0,038 2 Hari (16

Jam) 3,773 0,614

3 Bulan (25 Hari)

94,348 15,36

4 Tahun (12 Bulan)

1.132,185 184,32

Sumber : Data diolah (2014).

Pasar bubuk cincau hitam merupakan pasar oligopoli, dimana pasar yang terdiri atas beberapa perusahaan yang menawarkan suatu barang sehingga antara perusahaan yang satu dan yang

10 02 2018 4

JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. , No. , ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala

lainnya dapat mempengaruhi harga dan kemungkinan terdapat perusahaan lain yang masuk pasar masih terbuka. Perusahaan yang akan masuk ke dalam pasar produk bubuk cincau hitam akan berkembang, dikarenakan masih sedikit perusahaan yang bergerak di bidang produk sejenis. Berikut ini analisis deskriptif dari masing-masing persaingan tersebut 1) Persaingan Memperoleh Bahan Baku

Perusahaan akan menjalin kerjasama dengan petani daun cincau hitam kering untuk memasok dan menyediakan bahan baku cincau hitam untuk keperluan produksi. Untuk mendirikan perusahaan dengan kapasitas produksi 1.132,18 ton/tahun, dibutuhkan daun cincau hitam kering sebanyak 184,32 ton. Sedangkan proyeksi ketersediaan daun cincau hitam kering di sekitar 230 ton dengan tingkat produktivitas 2,771 ton/tahun pada tahun 2010 (Dinas Perkebunan Jatim, 2010). 2) Persaingan Antar Produk per Merek per

Perusahaan Kompetitor utama dari produksi bubuk cincau

hitam adalah perusahaan-perusahaan yang mempunyai kapasitas produksi serta efisiensi yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang direncanakan.

Total ketersediaan bahan baku janggelan/daun

cincau hitam kering berjumlah 568 ton/tahun (Dinas Perkebunan Jawa Timur, 2010). Estimasi kebutuhan daun cincau kering oleh perusahaan pesaing (leader) sebesar 40% sehingga dari total kebutuhan bahan baku cincau kering tersisa sebanyak 227,2 ton/tahun. Jumlah daun cincau kering sebanyak 227,2 ton/tahun tidak dapat memenuhi kebutuhan bahan baku cincau kering perusahaan sebesar 1132,18 ton/tahun sehingga untuk menutupi kekurangan bahan baku cincau kering sebesar 904,98 ton/tahun perusahaan menyediakan bahan baku dari daerah Wonogiri (Jawa Tengah) dengan potensi sebesar 5329 ton/tahun (Pemkab Wonogiri, 2010).

Bubuk cincau hitam adalah hasil ekstrak daun cincau hitam kering (Mesona palustris) yang dikeringkan. Tanaman cincau hitam dapat diolah menjadi dua produk yakni gel cincau hitam dan bubuk cincau hitam. Berdasarkan Gambar 1, produk akhir yang diperoleh dari proses pembuatan bubuk cincau hitam adalah 814 gram dari bahan baku sebesar 5 kg. Proses pembuatannya adalah dimulai dengan merebus daun cincau hitam kering. Setelah perebusan selesai, maka hasil rebusan disaring dan diambil cairan ekstraknya. Cairan ekstrak cincau hitam

tersebut dicampur dengan tepung tapioka untuk membentuk gel cincau hitam. Urutan proses pembuatan bubuk cincau hitam terdapat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tahapan Produksi Bubuk Cincau

Hitam (Cholilie, 2014)

Dalam proses pembuatan bubuk cincau hitam tersebut, cairan ekstrak direbus kembali hingga memiliki kadar kekentalan yang cukup tinggi. Setelah direbus, cairan yang kental tersebut dikeringkan agar untuk mengurangi kadar air bahan sehingga dihasilkan bubuk cincau hitam.Sebelum diolah daun cincau hitam basah yang telah dipanen dikeringkan terlebih dahulu. Proses pengeringan menjadikan kadar air daun cincau hitam yang tersisa sebesar 15-25%. Bila daun telah kering maka masuk ke dalam tahapan proses produksi bubuk cincau hitam. Analisis Aspek Kelayakan Finansial

Penentuan total modal investasi dilakukan dengan mengakumulasikan keseluruhan biaya investasi yang digunakan baik biaya langsung maupun biaya tidak langsung. Total modal investasi merupakan keseluruhan modal yang digunakan untuk pengadaan aset perusahaan baik modal pribadi maupun modal pinjaman. Pada pembahasan ini, analisa kelayakan yang dibahas merupakan perhitungan dan analisis terhadap biaya yang dikeluarkan untuk masa investasi perusahaan dan keseluruhan biaya yang digunakan pada tahun produksi ke-1. Berdasarkan hasil perhitungan pada Tabel 2, diperoleh total

10 02 2018 5

6 JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. , No. ,

©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala

modal investasi sebesar Rp 72.641.348.806,03. Rincian total biaya produksi selama satu tahun diantaranya terdiri dari:

a. Biaya Tetap Rp 858.335.814,92 b. Biaya Langsung Rp 21.965.263.055,46 c. Biaya Overhead Rp 1.282.224.655,64 d. Pengeluaran Umum Rp 1.538.669.586,77

Total biaya produksi Rp 25.644.493.112,79

Dryer

Mixer

Daun

Cincau 5 kg

Air

75 liter

Cairan

Cincau

67 kg

Ampas daun

25,62 kg

Serpihan Cincau

0,82 kg

Bubuk Cincau

0,814 kg

E-17

Filtrat

41,38 kg / 43,1 liter

Cairan Pekat

12,77 kg / 13,3 liter

1

2

3

4

5

Keterangan : 1. Perebusan 2. Penirisan 3. Pemekatan 4. Pengeringan 5. Penggilingan

Gambar 2. Diagram Alir Neraca Massa Kuantitatif

Proses Pembuatan Bubuk Cincau Hitam Skala Ganda (Cholilie, 2014).

Tabel 2. Rincian Total Laba Kotor Tahun ke-1

No Uraian Tahun ke-1

1 TPC Rp 25.644.493.112,79 2 Produksi (sachet) 24.576.000 3 HPP Rp 1.043,48 4 Mark Up 92% 5 Harga jual + PPN Rp 2.000,- 6 Harga jual tanpa PPN Rp 1.904,35 7 Laba per kg produk Rp 860,87 8 Total Pendapatan Rp 49.152.000.000,-

9 Total PPN Rp 2.350.750.688,72 10 Total laba kotor Rp 21.156.756.198,49

Tabel 2. Rincian Total Laba Kotor Tahun ke-2 No Uraian Tahun ke-2

1 TPC Rp 31.063.031.095,52 2 Produksi (sachet) 30.720.000 3 HPP Rp 1.011,17 4 Mark Up 98% 5 Harga jual + PPN Rp 2.000,- 6 Harga jual tanpa PPN Rp 1.901,12 7 Laba per kg produk Rp 889,95 8 Total Pendapatan Rp 61.440.000.000,-

9 Total PPN Rp 3.037.696.890,45 10 Total laba kotor Rp 27.339.272.014,03

Tabel 3. Rincian Total Laba Kotor Tahun ke-3

No Uraian Tahun ke-3

1 TPC Rp 36.481.569.078,26 2 Produksi (sachet) 36.864.000 3 HPP Rp 989,63 4 Mark Up 102% 5 Harga jual + PPN Rp 2.000,- 6 Harga jual tanpa PPN Rp 1.898,96 7 Laba per kg produk Rp 909,34 8 Total Pendapatan Rp 73.728.000.000,-

9 Total PPN Rp 3.724.643.092,17 10 Total laba kotor Rp 33.521.787.829,57

Data lain yang diperlukan dalam menganalisa kelayakan suatu proyek adalah harga pokok produksi (HPP). Harga ini diperoleh dengan cara membandingkan keseluruhan biaya produksi yang dikeluarkan dengan jumlah produk yang dihasilkan. Pada tahun produksi ke-1, perusahaan direncanakan beroperasi selama 8 bulan dan tahun produksi ke-2, perusahaan direncanakan beroperasi selama 10 bulan dan untuk tahun berikutnya diterapkan masa produksi selama 12 bulan. Pada tahun produksi ke-1 dihasilkan bubuk cincau hitam sebanyak 122.880 kg sehingga diperoleh harga pokok produksi sebesar Rp 1.043,48,-/sachet/30 g. Harga pokok produksi tersebut terbilang cukup rendah dibandingkan dengan harga bubuk cincau hitam dipasaran yang mencapai Rp 2.500 per sachet. Perhitungan harga pokok produksi diperoleh dari berikut: Biaya produksi total tahun ke-1 (TPC) = Rp 25.644.493.112,79

a) Produksi bubuk cincau hitam pada operasi tahun ke-1 (Q)

= 614,4 kg x 25 hari x 8 bulan = 122.880 kg = 122.880.000 gram

b) Tepung tapioka = 3072 kg x 25 hari x 8 bulan = 614.400 kg = 614.400.000 gram

Total sachet = (122.880.000 gram + 614.400.000 gram) / 30 gram = 24.576.000 sachet

c) Harga Pokok Produksi (HPP) = TPC / Q = Rp 25.644.493.112,79 / 24.576.000 sachet

10 02 2018

JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. , No. , ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala

= Rp 1.043,48,- /sachet d) Harga jual bubuk cincau hitam di pasaran per

Oktober 2014 = Rp 2.500,- /sachet e) Harga jual bubuk cincau hitam termasuk PPN

diasumsikan sebesar Rp 2.000,- /sachet

Harga jual bubuk cincau hitam dapat dihitung dengan menetapkan persentase keuntungan yang diperkirakan oleh perusahaan berdasarkan survei pasar dan perkiraan keuntungan untuk distributor produk. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut, perusahaan merencanakan harga jual produk sebesar Rp 2000,-/sachet/30 gram. Harga tersebut diambil sebagai patokan harga pabrik yang dapat digunakan oleh distributor dalam mempertimbangkan penentuan harga konsumen.

Dengan menetapkan harga jual produk bubuk cincau hitam, maka dapat dihitung perkiraan total pendapatan yang akan diterima oleh perusahaan. Berdasarkan Tabel 2, total pendapatan yang diterima oleh perusahaan pada tahun produksi ke-1 adalah sebesar Rp 49.152.000.000,- dengan total produksi sebanyak 24.576.000 sachet, total pendapatan pada tahun ke-2 adalah Rp 61.440.000.000,- dan total produksi pada tahun ke-2 sebanyak 30.720.000 sachet. Pendapatan perusahaan akan konstan pada tahun ke-3 hingga tahun selanjutnya sebesar Rp 73.728.000.000,- karena total produksi bubuk cincau hitam yang dihasilkan jumlahnya konstan sebanyak 36.864.000 sachet.

Untuk menilai kelayakan industri bubuk cincau hitam yang direncanakan, maka dilakukan analisa menggunakan beberapa indikator kelayakan perancangan pabrik. Berikut ini hasil perhitungan dari setiap indikator kelayakan aspek finansial:

a. Net Present Value (NPV)

Net Present Value digunakan untuk mengukur nilai dari perancangan pabrik yang akan dibangun, yang diperoleh berdasarkan selisih antara cash flow yang dihasilkan terhadap investasi yang dikeluarkan. Kriteria kelayakan dari NPV adalah nilai NPV lebih dari Rp 0,- sehingga proyek dapat diterima. Besarnya nilai NPV dari pabrik bubuk cincau hitam yang direncanakan adalah sebesar Rp 124.948.645.377,15.

b. Internal Rate of Return (IRR) Internal Rate of Return merupakan tingkat diskon rate yang menghasilkan nilai NPV sama dengan nol. Perancangan pabrik yang direncanakan dapat dikatakan layak apabila nilai IRR yang diperoleh lebih besar dari discount cash flow, sedangkan perancangan tidak layak apabila nilai IRR yang diperoleh lebih kecil dari discount

cash flow. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh nilai IRR sebesar 44%. Nilai yang diperoleh tersebut lebih besar dari suku bunga yaitu 11%. Dengan demikian pabrik bubuk cincau hitam yang dirancang dapat dikatakan layak dibangun. c. Profitability Index (PI)

Profitaility Index digunakan untuk menganalisis suatu investasi dengan cara membandingkan antara nilai penerimaan-penerimaan sekarang cash flow di masa yang akan datang dengan nilai sekarang investasi. Perancangan pabrik dikatakan layak apabila nilai PI yang diperoleh lebih besar dari 1. Berdasarkan hasil perhitungan yang pada Lampiran 1, didapatkan nilai PI sebesar 3,54 sehingga pabrik yang direncanakan dapat dikatakan layak.

d. Payback Periode (PP) Penilaian Payback Periode dilakukan untuk menilai jangka waktu pengembalian investasi proyek yang dikeluarkan perusahaan. Berdasarkan hasil perhitungan dapat diketahui bahwa PP untuk pabrik bubuk cincau hitam yang direncanakan ialah selama 2 tahun 4 bulan, dimana nilai ini lebih kecil dari umur proyek yang direncanakan sehingga pendirian pabrik ini dapat dinyatakan layak. e. Benefit Cost Ratio (B/C Ratio) B/C ratio digunakan untuk membandingkan total PV positif yang diterima pabrik dengan total PV negatif yang dikeluarkan selama umur proyek. Perancangan pabrik yang direncanakan dapat dikatakan layak apabila nilai B/C > 1. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh nilai B/C ratio sebesar 2,01. Nilai ini menunjukkan bahwa B/C ratio yang diperoleh lebih besar dari 1, sehingga proyek dapat dikatakan layak. f. Break Event Point (BEP) Analisa titik impas digunakan untuk mengetahui besarnya kapasitas produksi dimana total biaya produksi sama dengan total pendapatan. Pada umumnya BEP bernilai tidak lebih dari 50%. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh persen BEP sebesar 3,46% dengan nilai BEP unit sebesar 849.831 sachet bubuk cincau hitam per tahun atau dicapai dengan tingkat penjualan sebesar Rp 1.699.661.968,36. Hasil perhitungan analisa kelayakan aspek finansial pendirian pabrik bubuk cincau hitam secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 4.

10 02 2018 7

JURNAL TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN INDONESIA – Vol. , No. , ©Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Syiah Kuala

Tabel 3. Hasil Perhitungan Analisis Finansial

Produksi Tahun ke-1

No Aspek Ekonomi Nilai Kriteria Keterangan

1 Total modal investasi

Rp72.641.348.806,03

- -

2 Biaya produksi tahun ke-1

Rp25.644.493.112,79

- -

3 Total pendapatan tahun ke-1

Rp49.152.000.000,00

- -

4 Net Present Value Rp124.948.645.377,15

> 0 Layak

5 BEP unit BEP Rp

849.831 sachet Rp1.699.661.968,36

- -

Layak

6 Profitability Index 3,54 > 1 Layak 7 Payback Periode 2 tahun 4

bulan < umur proyek

Layak

8 Internal Rate of Return

44 % > bunga bank

Layak

9 Benifit Ratio Cost 2,01 > 1 Layak

Sumber: Data diolah (2015).

3. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan yang berkaitan dengan studi kelayakan model pengembangan perusahaan bubuk cincau hitam, diantaranya adalah sebagai berikut: 1. Untuk dapat berproduksi secara kontinyu,

industri pengolahan bubuk cincau hitam yang akan dibangun harus mempertimbangkan ketersediaan bahan baku yang digunakan. Potensi bahan baku cincau hitam di Jawa Timur terletak di daerah Malang, Magetan, Ponorogo dan Pacitan. Total hasil produksi daun cincau hitam kering dalam setahun mencapai 568 ton.

2. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa dengan menggunakan bahan baku daun cincau hitam kering untuk produksi dapat menghasilkan nilai B/C ratio sebesar 2,01. Dengan umur proyek selama 20 tahun, dibutuhkan total modal investasi sebesar Rp 72.641.348.806,03 dan biaya produksi pada tahun pertama sebesar Rp 25.644.493.112,79. Dari hasil perhitungan didapatkan harga pokok produksi sebesar Rp 1.043,48 dan kemudian produk dijual dengan harga senilai Rp 2.000,- termasuk PPN 10%. Besarnya modal investasi pendirian pabrik dapat ditutupi dalam masa pengembalian selama 2 tahun 4 bulan. Total pendapatan yang diperoleh perusahaan pada tahun pertama produksi mencapai Rp 49.152.000.000,- dengan nilai Net Present

Value (NPV) sebesar Rp 124.948.645.377,15; Internal Rate of Return (IRR) sebesar 44%; dan Profitability Index sebesar 3,54. BEP dicapai pada tingkat produksi bubuk cincau hitam sebesar 849.831 sachet atau senilai Rp 1.699.661.968,36. Berdasarkan keseluruhan kriteria-kriteria kelayakan tersebut, maka usaha pendirian pabrik bubuk cincau hitam ini dikatakan layak untuk direalisasikan.

DAFTAR PUSTAKA

Cholilie, I.A. 2014. Analisis Efisiensi Produksi Bubuk Cincau Hitam (Mesona palustris) pada Skala Ganda. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Dinas Perkebunan Jawa Timur. 2010. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat di Jawa Timur.www.disbun.jatimprov.go.id. Accessed on March 20th 2017 Time 12.45 WIB.

Husnan, S., Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek Edisi Ketiga. UPP AMP YKPN. Yogyakarta.

Kotler, P. 2000. Marketing, Management, Millenium Edition. Prenctice Hall. Boston.

Kusnadi. 1999. Akuntansi Biaya (Tradisional dan Modern). Fakultas Ekonomi. Universitas Jendral Achmad Yani. Bandung.

Maulidy, L.N. 2014. Pengaruh Jenis Asam terhadap. Kualitas Tablet Effervescent Antioksidan dari Daun. Cincau Hitam (Mesona palustris). Skripsi. Universitas Brawijaya. Malang.

Ruhnayat, A. 2002. Cincau Hitam Tanaman Obat Penyembuh. Penebar Swadaya. Jakarta.

Statistic Center Corporation. 2012. Statistik Angkatan Kerja Surabaya. www.bps.go.id. Accessed on March 22nd 2017 Time 10.00 WIB.

Soeharto. 1997. Manajemen Proyek Industri (Persiapan, Pelaksanaan dan Pengelolaan). PT Erlangga. Jakarta.

Taryono. 2002. Tanaman Cincau Hitam Penghasil Uang. Warta Balitro. 44: 16 – 21.

Yen, C.G., P.D. Duh, Y.L. Hung. 2001. Contributions of Major Components to the Antimutagenic Effect of Hsian-tsao (Mesona procimbens Hemls.). Journal of Agricultural and Food Chemistry 49: 5000 -5004.

Yen, C.G., C.T. Yeh, J.Y. Chen. 2004. Protective Effect of Mesona procumbens Hemls. against tert-Butyl Hydroperoxide-Induced Acute Hepatic Damage in Rats. Journal Agricultural Food Chemistry 52: 4121-4127.

Yen, C.G., C.T.Yeh, Huang. 2008. Anti- hyhipertensive Effect of Hsian-Tsao and its Active Compound in Spontaneously Hipertensive Rats. Journal of Nutritional Biochemistry 24: 321-329.

Widyaningsih, T.D. 2007. Olahan Cincau Hitam. Trubus Agrisarana. Surabaya.

Widyaningsih, T.D. 2012. Cytotoxic Effect of Water, Ethanol and Ethyl Acetate Extract of Black Cincau (Mesona palustris BL) against HeLa Cell Culture. Sciverse Science Direct APCBEE Procedia: 110-114.

10 02 2018 8