21
Risiko Meningitis Bakterial pada Anak dengan kejang Pertama dalam Konteks Demam : Sebuah pengamatan sistematis dan Meta – Analisis Abolfazl Najaf-Zadeh1,2, Franc¸ois Dubos1,2,3, Vale´ rie Hue1,2, Isabelle Pruvost1,2, Ania Bennour1,2, Alain Martinot1,2,3* Abstrak Latar Belakang : Perhatian utama pada anak dengan demam yang mengalami kejang adalah kemungkinan meningitis bakteri ( BM ) . Kami melakukan pengamatan sistematis untuk memperkirakan risiko BM antara berbagai sub kelompok anak-anak dengan kejang pertama dalam konteks demam , dan untuk menilai manfaat pungsi lumbal rutin ( LP ) pada anak-anak dengan kejang demam pertama . Metode / Temuan Utama : Pencarian data dari MEDLINE, INIST, dan perpustakaan Cochrane dari awal sampai Desember 2011 pada studi yang telah diterbitkan, ditambah dengan pencarian manual bibliografi artikel yang relevan berpotensi dan meninjau artikel tersebut. Studi melaporkan prevalensi BM pada anak- anak yang datang ke Istitusi Gawat darurat dengan pertama: i) '' kejang dan demam '', ii) kejang demam sederhana , dan iii) kejang demam kompleks dimasukkan. Empat belas studi termasuk kriteria inklusi. Pada anak-anak dengan pertama '' kejang dan demam '', prevalensi BM adalah 2,6% (95% CI 0,9-5,1); diagnosis suspek BM berdasarkan pemeriksaan klinis pada 95% anak-anak yang berumur > 6 bulan. Pada anak-anak dengan

jurnal prevalensi bakterial meningitis pada kejang demam

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jurnal prevalensi bakterial meningitis pada kejang demam

Citation preview

Page 1: jurnal prevalensi bakterial meningitis pada kejang demam

Risiko Meningitis Bakterial pada Anak dengan kejang Pertama dalam

Konteks Demam : Sebuah pengamatan sistematis dan Meta – AnalisisAbolfazl Najaf-Zadeh1,2, Franc¸ois Dubos1,2,3, Vale´ rie Hue1,2, Isabelle Pruvost1,2, Ania Bennour1,2, Alain

Martinot1,2,3*

Abstrak

Latar Belakang : Perhatian utama pada anak dengan demam yang mengalami kejang adalah

kemungkinan meningitis bakteri ( BM ) . Kami melakukan pengamatan sistematis untuk

memperkirakan risiko BM antara berbagai sub kelompok anak-anak dengan kejang pertama

dalam konteks demam , dan untuk menilai manfaat pungsi lumbal rutin ( LP ) pada anak-anak

dengan kejang demam pertama .

Metode / Temuan Utama : Pencarian data dari MEDLINE, INIST, dan perpustakaan

Cochrane dari awal sampai Desember 2011 pada studi yang telah diterbitkan, ditambah

dengan pencarian manual bibliografi artikel yang relevan berpotensi dan meninjau artikel

tersebut. Studi melaporkan prevalensi BM pada anak-anak yang datang ke Istitusi Gawat

darurat dengan pertama: i) '' kejang dan demam '', ii) kejang demam sederhana , dan iii)

kejang demam kompleks dimasukkan. Empat belas studi termasuk kriteria inklusi. Pada

anak-anak dengan pertama '' kejang dan demam '', prevalensi BM adalah 2,6% (95% CI 0,9-

5,1); diagnosis suspek BM berdasarkan pemeriksaan klinis pada 95% anak-anak yang

berumur > 6 bulan. Pada anak-anak dengan kejang demam sederhana , prevalensi rata-rata

BM adalah 0,2% (rentang 0-1%). Prevalensi BM pada anak-anak dengan kejang demam

kompleks adalah 0,6% (95% CI 0,2-1,4). Utilitas LP rutin untuk diagnosis infeksi SSP yang

membutuhkan pengobatan segera pada anak-anak dengan kejang demam pertama rendah:

jumlah pasien yang diperlukan untuk mengidentifikasi satu kasus seperti Infeksi adalah

1.109 pada anak-anak dengan kejang demam sederhana, dan 180 pada mereka dengan kejang

demam kompleks.

Kesimpulan : Nilai-nilai yang diperoleh dari penelitian ini memberikan dasar pendekatan

berbasis bukti untuk pengelolaan subkelompok yang berbeda dari anak-anak yang datang ke

institusi gawat darurat dengan kejang pertama dalam konteks demam .

Page 2: jurnal prevalensi bakterial meningitis pada kejang demam

Pendahuluan

Kejang bisa terjadi pada berbagai penyakit pada anak, dan terhitung sekitar 1-5%

kasus yang ada di Institusi Gawat Darurat (IGD). Kejang Demam merupakan bentuk penyakit

kejang pada anak yang paling sering dijumpai, sekitar 2-5% pada bayi dan anak-anak di

Eropa dan Amerika Utara, serta 8% di Jepang. Penyakit ini dijelaskan sebagai kejang yang

disertai demam tanpa adanya bukti infeksi dari Sistem Saraf Pusat ,yang terjadi pada anak

berusia 6 bulan hingga 5 tahun.

Hubungan antara kejang dan meningitis bakterial (BM) sangat erat hubungannya.

Karenanya sangat penting untuk menyingkirkan BM sebelum menegakkan diagnosa kejang

demam. Namun diagnosa dari kejang demam pada beberapa kelompok anak tergolong sulit

sehingga menjadi tantangan tersendiri: kejang demam dapat menunjukkan manifestasi yang

menyerupai BM pada bayi; gambaran kompleks dari kejang dapat meningkatkan resiko BM

pada anak lainnya. Berdasarkan hal ini, ketika anak mengalami kejang demam, dokter harus

memastikan tentang resiko terjadinya BM. Pada situasi akut, masalah yang menjadi tantangan

tersendiri adalah membuat keputusan apakah pemeriksaan punksi lumbal (Lumbal Puncture

[LP]) penting untuk menyingkirkan BM. Pengetahuan tentang prevalensi BM diantara

berbagai kelompok anak dengan kejang demam dapat membantu dokter untuk membuat

keputusan klinis yang penting pada situasi menantang lainnya.

Berbagai penelitian klinis melaporkan tentang prevalensi dari BM diantara anak yang

mengalami kejang demam sudah dilakukan di seluruh dunia. Terdapat empat literatur

tinjauan artikel (dipublikasikan di tahun 1980, 2001, 2003, dan 2011) yang meneliti tentang

prevalensi BM pada anak dengan gejala kejang demam di negara berkembang. Namun, tiga

tinjauan pertama dimana subjek terlihat bias karena berbagai kelompok pasien yang

digabungkan dalam penelitian ini (cth., anak dengan “kejang dan demam”),, pasien yang

memperlihatkan gejala kejang demam, dan pasien dengan kejang demam). Tinjauan tahun

2011 terbatas pada sekelompok anak saja, berusia 18 bulan dengan gejala kejang demam

sederhana dan dimasukkan pada saat era post-vaksinasi (Cth., imunisasi terhadap

Haemophilus influezae tipe B (Hib) dan Streptococcus pneumoniae.

Dengan menggunakan metodologi yang lebih ketat dibandingkan penelitian

sebelumnya, dan memperbaharui publikasi terbaru, peneliti mengambil tinjauan sistematik

dan meta-analisis, yang sesuai, dan relevan dengan literatur untuk menyediakan perkiraan

akurat dari prevalensi BM pada anak-anak yang mengalami kejang serta demam. Pertanyaan

Page 3: jurnal prevalensi bakterial meningitis pada kejang demam

utama dari tinjauan ini adalah: apakah prevalensi BM pada anak-anak juga terjadi bersamaan

dengan: (i) “kejang dan demam” pertama kali, (ii) kejang demam pertama kali, dan (iii)

kejang demam kompleks yang terjadi pertama kali? Peneliti juga mencari cara untuk

mengevaluasi pentingnya pemeriksaan LP rutin untuk diagnosa infeksi SSP yang

membutuhkan pengobatan segera diantara anak dengna kejang demam yang terjadi pertama

kali.

Metode

Peneliti melakukan dan melaporkan tinjauan sistematis berdasarkan dari pernyataan

PRISMA (Preferred Reporting Items for Systematic reviews and Meta-Analyses) (Teks S1).

Rencana Pencarian

Pencarian literatur ditujukan untuk mengidentifikasi semua penelitian dan mencari

prevalensi BM pada anak-anak yang datang ke Istitusi Gawat Darurat dengan kejang pertama

berdasarkan konteks demamnya. Untuk mengidentifikasi artikel original yang sesuai, peneliti

mencari database elektronik dari awal hingga Desember 2011: MEDLINE via PUBMED,

INIST (Insitutsi Scienctific dan Technical Information) via artikel @inist, dan perpustakaan

COCHRANE. Pada setiap database eletrkonik, berbagai kombinasi dari kriteria pencarian

dengan tema: “kejang demam [febrile seizure], “febrile convulsion”, “demam [fever]”,

“kejang [seizure], “convulsion”, “meningitis”, dan “infeksi sistem saraf pusat”. Daftar

referensi yang berpotensial untuk artikel dan tinjauan artikel juga dipantau untuk artikel

tambahan dalam penelitian. Rencana penelitian yang lebih lengkap untuk semua database

elektronik dapat ditemukan di Text S2.

Kriteria Eligibilitas

Kriteria utama untuk inklusi dan ekslusi digunakan dalam penelitian. Penelitian

kohort, pada anak yang dipublikasikan sebelum tanggal 30 Desember 2011 dapat dimasukkan

ke dalam penelitian dengan kriteria inklusi berupa: (1) penelitian itu melaporkan data tentang

prevalensi BM pada anak yang masuk ke IGD atau pasien rawat inap untuk mengevaluasi

periode “kejang dan demam” yang pertama, kejang demam yang pertama kali terjadi, atau

kejang demam kompleks, (2) definisi dari FS (sederhana atau kompleks) pada penelitian

mereka terbilang sama atau sangat serupa dengan istilah yang digunakan dalam literatur, (3)

penelitian melaporkan data dari sumber di negara yang maju (penelitian dari negara

berkembang dikeluarkan karena prevalensi BM yang terglong lebih tinggi dan perbedaan

Page 4: jurnal prevalensi bakterial meningitis pada kejang demam

kondisi lainnya (Cth., malaria, HIV dengan infeksi SSP, dan Tuberkulosis SSP) yang

mungkin terjadi pada kasus kejang dan demam di negara berkembang, dan (4) penelitian

tertulis dalam bahasa Inggtid atau Prancis. Ketika ada berbagai artikel yang melaporkan

populasi penelitian yang sama, peneliti akan memasukkan penelitian dengan data paling

lengkap dan memenuhi kriteria inklusi. Ketika penelitian sudah diidentifikasi dan tidak terdiri

dari data yang dibutuhkan (cth. Penelitian memasukkan anak dengan FS pertama kali, namun

tidak membedakan antara FS sederhana dan kompleks), peneliti akan menghubungi penulis

dan meminta data yang kurang. Jika tidak ada respon dan data kasar dari penelitian awal

dapat membantu peneliti untuk membedakan diantara kedua kelompok pasien, maka artikel

dapat dimasukkan ke dalam penelitian; jika tidak maka artikel dikeluarkan. Karena banyak

penelitian kecil yang terlalu melebihkan tingkat outcome dalam penelitiannya, dimana artikel

hanya memasukkan 20 pasien atau kurang, akan dikeluarkan dari penelitian. Laporan kasus,

tinjauan artikel, editorial, komentar, dan panduan klinis tidak dimasukkan ke dalam

penelitian.

Proses Pemilihan Penelitian

Pemilihan penelitian dilakukan secara independen oleh dua peninjau (reviewers) (AN,

AM) dalam dua siklus. Siklus pertama, dimana dilakukan pengumpulan dan indetifikasi dari

semua judul dan abstrak. Kedua, artikel yang potensial akan ditinjau dari semua artikel yang

ada. Setiap peneliti akan membuat suatu rekomendasi untuk artikel sesuai kriteria inklusi dan

ekslusi. Ketidaksepahaman akan diselesaikan berdasarkan kosensus yang ada.‘

Hasil Pengukuran dan Definisi

Hasil utama dari pengukuran penelitian ini adalah prevalensi BM diantara anak

dengan kejang pertama pada saat terjadinya demam. Hasil lain yang diamati adalah: (1)

prevalensi infeksi SSP secara keseluruhan (termasuk meningitis (Viral dan bakterial),

“kemungkinan BM”, Herpes Simpleks Virus (HVS) enchepalitis, dan enchepalitis karena

etiologi lainnya) diantara anak dengan kejang pertama disertai dengan demam, dan (2)

penggunaan pemeriksaan LP rutin untuk diagnosa infeksi SSP yang membutuhkan

penanganan segera pada anak dengan kemungkinan FS pertama kali. Infeksi SSP

membutuhkan penanganan secepatnya, termasuk BM dan HSV encephalitis. BM dijelaskan

sebagai adanya hasil positif dari kultur Cairan Serebrospinal (CSS) yang menunjukkan

adanya patogen bakteri relevan, pewarnaan gram positif dari CSS dengan hasil kultur CSS

negatif, Pleocytosis CSS dengan hasil kultur darah positif terhadap patogen bakterial, atau

Page 5: jurnal prevalensi bakterial meningitis pada kejang demam

pleocytosis CSS dengan hasil uji agglutinasi latex positif pada CSS. “Kemungkinan BM

[Possible BM]” dijelaskan sebagai adanya pleocytosis CSS dengan pewarnaan Gram negatif

dan hasil negatif dari kultur bakterial darah serta CSS pada anak yang diobati dengan

pemberian antibiotik awal. Pleocytosis dijelaskan sebagai hasil penghitungan leukosit >5 per

ml. HSV encephalitis dijelaskan sebagai hasil positif dari peeriksaan HSV polymerase chain

reaction (PCR) dari CSS. Definisi dari FS dijelaskan dalam bagian pendahuluan (lihat di

atas). “Kejang dan demam” termasuk semua kejang yang terjadi pada anak dengan demam

karena berbagai penyebab yang ada. Apparent FS dijelaskan sebagai kejadian yang

memenuhi kriteria yang digunakan untuk FS, namun dengan adanya kemungkinan infeksi

SSP yang masih belum bisa disingkirkan dari LP ataupun pemantauan. FS sederhana (Kejang

Demam Sederhana) dijelaskan sebagai kejang generalisata yang terjadi pertama kali dan tidak

lebih dari 15 menit, dan juga tidak akan terjadi dalam 24 jam berikutya. FS kompleks

(Kejang Demam Kompleks) merupakan kejang yang terjadi satu kali atau lebih disertai

dengan gambaran klinis berikut: onset partial (focal) yang menunjukkan adanya kejang focal

pada saat serangan, durasi yang lebih lama (lebih lama dari 10-15 menit), dan bisa terjadi

serangan ulang dalam 24 jam atau dengan penyakit demam yang sama. Untuk setiap

penelitian, periode dari pemeriksaan Hib rutin dan pemakaian vaksin S.pneumoniae

dipertimbangkan dalam era pre-vaksinasi dan juga dalam periode era post-vaksinasi.

Ekstraksi data dan penilaian kualitas

Ekstraksi data dan penilaian kualitas dari penelitian yang dimasukkan akan dilakukan

secara independen oleh dua pninjau (AN, A) dengan menggunakan formulir pengumpulan

data standar. Semua ketidaksepahaman akan diselesaikan dengan pembahasan. Informasi

yang tersedia dan diambil dari setiap penelitian berdasarkan: penulis utama, asal negara,

tanggal dari penelitian, tipe (prospektif vs retrospektif), clinical setting, jumlah pasien,

kriteria inklusi dan eklusi, metode dari pemastian hasil (latar belakang klinis, pemantauan,

LP), jumlah kasus (Infeksi SSP, BM), definisi dari FS (untuk penelitian terhadap FS

sederhana, dan FS kompleks), jumlah dan hasil dari pasien yang diobati dengan pemberian

antibiotik awal, dan era pada saat dilakukan perekrutan pasien (pre-vaksinasi versus

postvaksinasi). Peneliti mengadaptasi kualitas dari sistem penilaian untuk menilai prevalensi

artikel. Setiap artikel akan ditinjau untuk menentukan apaka: (!) rancangan penelitian sesuai

dengan perkiraan prevalensi yang didapatkan, (2) sampel merupakan wakil dari populasi

yang diharapkan dengan karakteristik kunci yang sesuai (usia, kondisi kesehatan), (3) definisi

penyakit yang jelas dan dapat diterima sesuai dengan hasil penelitian, dan (4) metode

Page 6: jurnal prevalensi bakterial meningitis pada kejang demam

pembakuan hasil dijelaskan secara lengkapdan adekuat. Pneliti akan menilai indikator

kualitas ini secara terpisah untuk setiap artikel; total skor kualitas tidak akan dihitung.

Sintesis data dan analisa

Semua analisa akan dilakukan secara terpisah untuk setiap kelompok pasien: anak

dengan “kejang dan demam”, pasien yang tampaknya (apparent) mengalami FS sederhana,

dan pasien yang mengalami FS kompleks pertama kali. Penelitian, pasien, dan metode

pembakuan hasil, serta data hasil akan ditinjau dengan menggunakan statistik deskriptif dasar

(hitungan dan proporsi sederhana). Prevalensi rata-rata dari infeksi SSP dan BM akan

dihitung dengan membagi jumlah anak dengan hasil target dari jumlah anak yang

dimasukkan ke dalam penelitian. Prevalensi BM adalah fokus utama dari penelitian ini,

jumlah kumpulan kasus BM akan disintesa dengan emnggunakan teknik meta-analisis.

Proporsi ini kemudian akan diubah menjadi kuantitas berdasarkan variant Freeman-Turkey

dari arcsine square root untuk mengubah proporsi menjadi jumlaj yang sesuai dengan efek

kesimpulan yang terfinksir dan acak. Jumlah dari proporsi ini akan dihitung dengan dengan

mengubah nilai rata-rata dari proporsi yang sudah diubah, dengna menggunakan varian

arcsine untuk efek terfiksi dan DerSimonian weights untuk efek acak. Perbedaan statsitik

disemua penelitian akan diukur dengan menggunakan Cochran chi-square test (p < 0.1

dipertimbangkan bermakna), dan dinilai secara visual menggunakan Galbraith plot untuk

heterogenitas. Untuk menentukan persentase persentase perbedaan diantara semua penelitian,

I-squared (I2) statistik akan dinilai. Untuk mengevaluasi jumlah dari artikel dari perkiraan

yang ada, peneliti akan melakukan analisa lainnya Metode ini akan menghitung ulang jumla

perkiraan prevalensi yang ada dalam satu penelitian. Metaregression analisis dan penilaian

bias publikasi tidak akan dilakukan pada peneltiian dengan jumlah sampel kecil. Utilitas dari

penggunaan LP untuk diagnosa infeksi SSP membutuhkan pengobatan segera akan dihitung

sebagai”jumlah yang dibutuhkan untuk menguji penayakit (number needed to test [NNT]),

yang menggambarkan sejumlah pasien yang membutuhkan pemeriksaan LP untuk

mendeteksi suatu kasus infeksi. NNT akan dihitung dengan membagi jumlah pasien yang

dimasukkan dalam penelitiandengan jumlah pasien yang mengalami infeksi SSP dan

membutuhkan pengobatan segera setelah didiagnosa berdasarkan pemeriksaan LP rutin.

Semua uji statsitik akan dilakukan dengan menggunakanSTATA versi 11.1 (Stata Corp,

College Station, Texas) dan StatsDirect versi 2.7.9 (StatsDirect, Ltd, UK).

Page 7: jurnal prevalensi bakterial meningitis pada kejang demam

Hasil

Hasil Pencarian

734 artikel diidentifikasi berdasarkan pencarian database elektronik, dimana 20

menunjukkan hasil yang sesuai dengan tinjauan teks penuh. 17 artikel tambahan lainnya akan

diidentifikasi dengan menggunakan screening berdasarkan daftar referensi yang sesuai

dengan artikel serta tinjauan artikel. Dari keseluruhan 37 artikel, 14 memenuhi kriteria

inklusi. Semua artikel dari pencarian literatur dan proses screening, dan alasan untuk ekslusi

dari identifikasi penelitian diilustrasikan dalam Gambar 1.

Anak dengan “kejang dan demam”

Hasil data dari anak dengan “kejang dan demam” akan dimasukkan dalam 5 penelitian

yang mengevaluasi 1996 pasien. Karaktersitik, hasil, dan rancangan metodologi dari

penelitian akan disimpulkan di Tabel 1 dan Tabel 2. Dari semua penelitian, sampel

merupakan wakil dari popoulasi yang menjadi karaktersitik kunci (Tabel 2). Hasil dari

pemeriksaan LP dan pemeriksaan klinis akan dicatat dengan pemantauan 100% pada pasien

di seluruh penelitian (Tabel 2). Diantara 1996 anak, 77 didiagnosa dengan infeksi SSP,

dimana 41 diantaranya mengalami BM. Dari 41 anak dengan BM, 4 diantaranya berusia < 6

bulan dan >37.6 bulan. Diagnosa dari BM dapat dicurigai dari pemeriksaan klinis pada 95%

(n = 35) dari anak berusia > 6 bulan (Tabel 1). Secara keseluruhan, prevalensi rata-rata dari

infeksi SSP adalah 3.9% (berkisar dari 2.3-7.4%. Jumlah prevalensi BM dengan

menggunakan model efek acak adalah2.6% (95% CI 0.9-5.1) (Gambar 2). Ketika penelitian

individu dikombinasikan dengan meta-analysis, terdapat adanya perbedaan bermakna antara

perkiraan prevalensi BM dari penelitian (I2 = 87%, p < 0.001). Galbraith plot akan

mengidentifikasi populasi penelitian yang diteliti oleh Offringa et al. Dan Joffe et al sebagai

sumbe dari perbedaan ini; namun, eklusi dari satu atau dua penelitian ini tidak menunjukkan

perubahan bermakna dair hasil yang ada (p = 0.4). Selain itu, analisa menunjukkan bahwa

tidak ada penelitian, termasuk dua penelitian ini, yang berpengaruh secara langsung terhadap

perkiraan prevalensi.

Anak pada penelitian dengan FS sederhana terdiri dari 1869 pasien dan dilaporkan dari

hasl data terhadap anak dengan kejang demam sederhana pertama kali. Karakteristik, hasil,

dan rancangan metodologis dari penelitian akan disimpulkan di Tabel 1 dan Tabel 2. Dari

semua penelitian, sampel merupakan wakil dari populasi dari karaktersitik kunci yang ada

Page 8: jurnal prevalensi bakterial meningitis pada kejang demam

(Tabel 2). Hasil akan dicatat berdasarkan LP atau pemeriksaan klinis dengan pemantauan

100% pada pasien dalam 3 penelitian. Meta analysis formal tidak dilakuan krena jumlah

kejadian yang tidak melebihi sampel. Prevalensi rata-rata keseluruhan dari infeksi SSP pada

anak berusia 6-72 tahun (4 penelitian, n = 911) adalah 0.2% (berkisar dari 0.0-1.4%) dan BM

(5 penelitian, n = 1109) adalah 0.2% (berkisar dari 0.0-1.0%). NNT untuk mendeteksi satu

kasus dari infeksi SSP yang membutuhkan pengobatan segera pada anak berusia 6-72 bulan

adalah 1109 (dari dua kasus BM, satu didiagnosa setelah LP rutin dan lainnya dengan SSP

normal setelah LP rutin, namun diulangi LP 24 jam setelah BM terlihat) (Tabel 1).

Anak dengan FS kompleks

Hasil data untuk anak dengan FS kompleks perdana akan dibedakan dari dua penelitian

dengan perkiraan jumlah 718 pasien. Karakterisitik, hasil, dan rancangan metodologis dari

penelitian akan ditinjau di Tabel 1 dan Tabel 2. Dari semua penelitian, sampel merupakan

wakil dari populasi dengan karaktersitik yang sesuai (Tabel 2). Prevalensi rata-rata dari

infeksi SSP adalah 2.2% (berkisar dari 0.5-2.9%). Prevalensi dari BM dengan menggunakan

model efek adalah 0.6% (95% CI 0.2-1.5). Ketika penelitian individu digabungkan dalam

meta-analysis, tidak terdapat perbedaan bermakna diantar aperkiraan prevalensi BM pada

penelitian (I2 = 0.0%, p = 0.9%). NNT untuk mendeteksi satu kasus dari infeksi SSP yang

membutuhkan penanganan segera adalah 180 (Tabel 1).

Diskusi

Studi kami merupakan review sistematis yang pertama dan meta-analisis yang mencoba

untuk mengukur risiko BM di subkelompok yang berbeda dari anak-anak dengan kejang

dalam konteks demam, dan untuk mengevaluasi kegunaan LP rutin pada anak-anak dengan

FS pertama. Risiko keseluruhan BM rendah, mulai dari 0,2% pada anak-anak dengan FS

sederhana pertama sampai 2,6% pada mereka dengan '' kejang dan demam '' pertama.

Penggunaan LP rutin untuk diagnosis infeksi SSP yang memerlukan penanganan segera di

antara anak-anak dengan FS pertama rendah: NNT adalah 1.109 pada anak-anak dengan FS

sederhana pertama, dan 180 pada mereka dengan kompleks FS pertama.

BM dapat hadir pada kejang yang berhubungan dengan demam. Dalam penelitian kami, 2,6%

dari anak-anak dengan '' kejang dan demam '' ditemukan memiliki BM; diagnosis BM

mungkin diduga dari pemeriksaan klinis pada 95% anak-anak (Tabel 1). Angka ini

menggambarkan kemampuan pemeriksaan klinis untuk mengidentifikasi hampir semua anak

dengan '' kejang dan demam '' pertama yang paling mungkin untuk mendapatkan keuntungan

Page 9: jurnal prevalensi bakterial meningitis pada kejang demam

dari LP, sehingga dapat menghindari LP rutin yang tidak perlu. Namun, mengingat sifat

retrospektif dari mayoritas penelitian, temuan ini perlu validasi klinis lebih lanjut.

Kuatir pada hilangnya BM telah menyebabkan beberapa penulis untuk mengadvokasi LP

rutin pada bayi dengan FS sederhana [26,40,49]. Dalam penelitian kami, kami tidak bisa

menilai kegunaan dari LP rutin pada bayi, karena 4 dari 7 studi (totaliter 654 anak-anak) tidak

menentukan jumlah anak-anak tersebut (tiga penelitian lain termasuk 303 bayi) (Tabel 1) .

Dalam studi Trainor dkk., 13% dari anak-anak termasuk bayi. Ekstrapolasi data ini

menunjukkan bahwa sekitar 85 dari 654 anak-anak adalah bayi. Oleh karena itu, jumlah bayi

dengan FS sederhana pertama dalam penelitian kami bisa diperkirakan 388 (di antaranya 223

yang terdaftar selama era vaksin pra dan 165 selama era pasca-vaksin) (Tabel 1). Karena

hanya satu bayi dengan FS sederhana pertama ditemukan memiliki infeksi SSP yang

memerlukan penanganan segera dalam penelitian kami (Tabel 1), NNT untuk mendeteksi

satu kasus infeksi pada 388 anak-anak. Temuan ini membahas kegunaan dari LP rutin pada

bayi dengan FS sederhana. Namun, BM adalah penyakit dengan progresifitas cepat dan akan

menunjukkan dirinya dalam waktu singkat, ketika sebuah LP dilakukan. Pengamatan klinis

yang cermat diperlukan pada anak-anak tersebut selama beberapa jam pertama setelah

kejang.

Sejak diperkenalkannya vaksin Hib dan S. pneumoniae, kejadian BM telah menurun secara

drastis di kalangan anak-anak. Dengan demikian, pedoman AAP direvisi untuk evaluasi

neurodiagnostic anak dengan FS sederhana pada tahun 2011. Pedoman AAP tidak lagi

direvisi mendukung LP rutin  diimunisasi lengkap terhadap Hib dan S. pneumoniae bayi

dengan FS sederhana, tapi merekomendasikan LP sebagai opsional dalam setiap bayi dengan

FS sederhana yang imunisasi hilang atau memiliki status imunisasi tidak jelas. Dalam

penelitian kami, 223 bayi dengan FS sederhanapertama yang terdaftar selama era pra-vaksin,

di antaranya satu ditemukan memiliki BM (Tabel 1). NNT untuk mendeteksi satu kasus

infeksi SSP yang membutuhkan perawatan segera diperkirakan menjadi 223 pada anak-anak

tersebut. Dengan demikian, pengamatan klinis yang cermat sebelum memutuskan untuk

melakukan LP dapat diterima pada bayi dengan tanpa imunisasi atau memiliki status

imunisasi tidak jelas.

Page 10: jurnal prevalensi bakterial meningitis pada kejang demam

*skrining daftar referensi dari artikel yang relevan dan pengamatan artikel

Gambar 1. Diagram uraian proses seleksi penelitian

FS Kompleks telah disebutkan sebagai faktor risiko dari BM. Dengan demikian, LP rutin

sering direkomendasikan dalam evaluasi anak-anak tersebut. Namun, dalam penelitian kami,

penggunaan LP rutin pada anak-anak dengan FS kompleks pertama adalah rendah (NNT =

180). Selain itu, LP rutin mengikuti FS tanpa risiko. Hal ini kadang-kadang dikaitkan dengan

sindrom pasca-LP yang sering terjadi ketika LP tidak berguna pada sakit kepala dan kadang-

kadang muntah, dan kadang-kadang dapat menyebabkan coning serebelar fatal atau

Pencarian database (n=813), PUBMED (n=620), INIST

(n=101),COCHRANE (n=92)

Artikel ful teks ekslusi (n=23)

Bukan kejang demam (n=13) Sulit membedakan kejang demam

sederhana dan kompleks (n=5) Tidak ada data prevalensi meningitis

bakterial (n=1) Dari negara resourches rendah (n=2) Pasien < 20 (n=1) Data disajikan ditempat lain (n=1)

Catatan yang diidentifikasi dari sumber lain (n=117)*

Eksklusi record (n=714)

Artikel ful teks yg dinilai untuk eliqibility (n=37)

Duplikat catatan (n=79)

Pengamatan abstrak/judul (n=734)

Artikel inklusi di analisis (n=14)

Kejang dengan demam pertama (n=5) Nyata kejang demam sederhana pertama (n=7) Nyata kejang demam kompleks pertama (n=2)

Page 11: jurnal prevalensi bakterial meningitis pada kejang demam

kemunculan organisme dari aliran darah ke dalam CSF. Fakta tesis membahasa kegunaan

dari strategi ini pada anak-anak tersebut. Jadi LP rutin, hanya berdasarkan kejang kompleks,

tampaknya tidak perlu. Masuk rumah sakit untuk observasi juga bisa menjadi strategi yang

beralasan pada anak-anak tersebut.

Penelitian kami memiliki beberapa keterbatasan yang perlu dipertimbangkan. Pertama,

mayoritas penelitian kami adalah retrospektif dan subjek memiliki bias yang berbeda-beda

pada metode ini. Kedua, dalam kasus FS sederhana dan FS kompleks, BM dikesampingkan

berdasarkan alasan klinis saja tanpa pemeriksaan CSF atau pemeriksaan klinis dengan tindak

lanjut di 43% dan 18% dari pasien, masing-masing. Ada kemungkinan bahwa sejumlah besar

anak-anak ini yang dipulangkan tapi menjadi meningitis dan pergi ke rumah sakit yang

berbeda mungkin terjadi. Namun, keterbatasan analisis pada kasus BM oleh pemeriksaan

CSF atau pemeriksaan klinis dengan tindak lanjut tidak mengubah hasil secara signifikan.

Ketiga, risiko BM pada anak-anak sebelum diobati dengan antibiotik merupakan tantangan

diagnostik. Seperti pengobatan antimikroba tersebut telah dilaporkan mengaburkan tanda-

tanda awal dan gejala BM, dan untuk mengurangi tingkat kultur CSF positif. Karena

mayoritas penelitian yang termasuk dalam ulasan ini tidak memberikan data secara terpisah

pada anak-anak diobati dengan antibiotik, kita menghitung prevalensi BM terlepas dari

ketiadaan atau adanya pengobatan antimikroba. Hal ini membatasi penerapan hasil untuk

pasien sebelum diobati dengan antibiotik. Keempat, sementara mayoritas FS jinak dan aman

dikelola di rumah oleh dokter umum [58], kasus yang lebih rumit dari FS dengan risiko yang

lebih tinggi dari infeksi serius dirujuk ke rumah sakit. Sebagai penelitian kami termasuk

anak-anak kami ditemui di UGD atau bangsal rawat inap, temuan kami mungkin hanya

berlaku untuk anak-anak dengan pengaturan yang serupa. Akhirnya, penelitian ini dibatasi

untuk anak-anak dari negara-negara sumber daya yang tinggi, sehingga temuan kami

mungkin tidak digeneralisasikan untuk orang-orang dari negara-negara rendah-sumber daya

rendah.

Page 12: jurnal prevalensi bakterial meningitis pada kejang demam

Tabel 2. Indikator kualitas pada studi yang melaporkan prevalensi BM pada anak dengan

kejang pertama dalam konteks demam.

Page 13: jurnal prevalensi bakterial meningitis pada kejang demam

Gambar 2. Plot hutan menampilkan prevalensi meningitis bakteri pada anak -anak yang mengalami "demam dan kejang “ pertama

Kesimpulan

Risiko terjadinya BM pada kasus FS jesangat kecil, berapapun usia atau jenis dari kejang

(sederhana atau kompleks). Oleh karena itu, melakukan LP rutin dengan tidak adanya tanda-

tanda lain dan gejala sugestif dari BM mungkin kecil kemungkinan pada demam, pada anak-

anak yang mengalami kejang pertama. Temuan kami membahas kegunaan dari LP rutin pada

anak-anak dengan FS kompleks, dan pada bayi, imunisasi lengkap atau tidak terhadap Hib

dan S. pneumoniae, dengan FS sederhana. Pengamatan klinis yang hati-hati selama beberapa

jam pertama setelah kejang bisa menjadi strategi yang dapat diterima pada anak-anak.