Upload
ruly-mfi
View
894
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
TREND PPP BARU DALAM SEKTOR PERAIRAN & SANITASI
Aileen Anderson dan Jan G. Janssens (April 2011)
Paper ini mengulas tentang perubahan dalam pendekatan Public-Private
Partnership (PPP) di sektor air & sanitasi. Berdasarkan wawancara dengan 21
profesional yang aktif terlibat di lapangan, analisis difokuskan ke empat area,
yaitu kontrak, regulasi, keuangan dan keterlibatan stakeholder. Meski ada
batasan dalam penggunaan wawancara sebagai sebuah metodologi, tujuan kita
adalah menentukan persepsi pakar dimana trend PPP mengarah.
Meski ada penurunan dalam jumlah kontrak skala-besar yang dibuat
perusahaan sektor privat internasional sejak 2001, PPP, khususnya di sektor
privat lokal dan nasional, masih aktif di dalam sektor air dan melayani
banyak populasi. Pemain lokal baru memainkan peran lebih besar dan utilitas
publik bahkan dikontrak untuk bekerja di jurisdiksi lain. Emphasis di
beberapa tahun terakhir berpindah dari konsesi jangka-panjang dan kontrak
sewa ke kontrak manajemen dan layanan basis-kinerja yang lebih pendek dan
lebih bertarget. Penyesuaian monitoring dengan target kinerja ini
membutuhkan instrumen regulasi yang jelas. Meski begitu, ini minim dalam
negara berkembang karena kurangnya otonomi dan informasi tentang
keputusan regulasi yang harus dibuat. Ketika interferensi politik berhasil
membuat level tarif menjadi rendah, pendanaan mulai sulit, tapi opsi
pendanaan inovatif baru malah mengurangi batasan antara publik dan privat.
Keterlibatan stakeholder muncul sebagai sebuah prioritas kuat, sedangkan
akuntabilitas semua penyedia layanan perlu peningkatan akuntabilitas. Tiga
area baru yang merubah lansekap PPP adalah PPP dengan perusahaan lokal,
PPP di kota kecil dan area rural, dan keterlibatan sektor privat lebih besar di
dalam pengolahan sanitasi dan air limbah.
1
PENDAHULUAN
Selama beberapa tahun terakhir, Building Partnerships for Development in
Water and Sanitation (BPD) menggunakan seperangkat alat yang mendukung
perencanaan dan implementasi public private partnership (PPP) di dalam
sektor air & sanitasi. Perangkat ini dibuat di tahun 2005 oleh konsorsium
Swiss, termasuk SDC, SECO dan Swiss Re. Sejak dibuat, ada evolusi di
konteks PPP, dan BPD mencoba memahami bagaimana perangkat ini
memenuhi kebutuhan praktisi dan pembuat kebijakan di dunia berkembang.
Paper ini mensinthesis opini pakar tentang trend terbaru dalam PPP,
khususnya di empat area: kontrak, regulasi, keuangan dan keterlibatan
stakeholder.
METODOLOGI
Tiga peneliti melakukan 21 wawancara telepon dengan profesional yang aktif
terlibat di sektor air & sanitasi, tepatnya dengan format wawancara semi-
terstruktur. Interviewee (terwawancara) diminta memberikan komentar
tentang trend baru dan tantangan masa depan, atau diminta mendiskusikan
perkembangan terkait kontrak, regulasi, keuangan dan keterlibatan
stakeholder. Wawancara dijalankan antara bulan Juli dan Nopember 2010
dengan wakil dari berbagai organisasi, termasuk bank pembangunan, operator
sektor privat, lembaga pembangunan dan institusi akademis, dan sejumlah
konsultan independen yang aktif di area tersebut. Untuk menghasilkan
interpretasi yang akurat, semua interviewee diminta memberikan komentar
tentang draft awal dari paper.
Nama-Nama Interviewee: …….
ULASAN PPP
Sejak tahun 2001, ada penurunan dalam jumlah tahunan kontrak PPP yang
2
dibuat di sektor air & sanitasi. Banyak dari penurunan ini disebabkan oleh
gagalnya kontrak beresiko yang dibuat selama 1990-an, khususnya di
Amerika Latin dan Afrika. Banyak kontrak yang diterminasi cenderung
bernada politis dan menghasilkan susutan investasi signifikan bagi sektor
privat (dan juga sektor publik). Hasil dari ini adalah bahwa ada sebuah
pendekatan oleh semua stakeholder ke kontrak PPP, yang menganggap
kontrak sebagai satu opsi untuk reformasi infrastruktur. Tantangannya adalah
bahwa penyedia layanan (baik publik dan privat) tidak dimintai
tanggungjawab, dan diskusi transparan tentang siapa yang membayar biaya
layanan penuh dan ekspansi yang dibutuhkan bisa dikatakan masih minim.
Pada dasarnya, PPP adalah persoalan politk. Cerita suksesnya masih minim.
Karena itu, sektor privat tidak lagi mau terlibat di pasar ini. World Bank juga
merubah kebijakannya dan tidak lagi menjadikan PPP sebagai syarat.
Sekarang, World Bank lebih fokus ke perusahaan publik. PPP seperti
melemah.
Meski begitu, bahkan dengan mayoritas utilitas yang ada di manajemen sektor
publik, PPP adalah satu hal di masa lalu. Sektor harus digerakkan keluar dari
debat tentang publik versus privat menjadi diskusi konkrit tentang cara
memastikan layanan terbaik dalam set batasan sumberdaya. Elemen kunci
sudah dipasang, termasuk dukungan politik dan strategi untuk mengatasi
batasan operasi dan layanan seperti regulasi efektif, pendanaan kontinyu,
monitoring transparan dan keterlibatan stakeholder. Layanan berkualitas baik
pastinya bisa dicapai, apapun model layanannya.
Generasi kedua dari kontrak PPP muncul, dan ini mencerminkan
banyak pelajaran yang diambil di tahun 1990-an dan awal 2000-an. Kontrak
yang terbaru berisi pendekatan yang spesifik-konteks dan lebih inovatif, dan
3
karena itu, lebih cocok untuk negara berkembang. Meski tidak mudah
digeneralisasikan ke dalam trend global atau regional, beberapa tema besar
mulai muncul, dan diringkas di paper ini, ditata seputar isu kontrak,
pendanaan, regulasi dan keterlibatan stakeholder.
Ada kecenderungan bahwa World Bank dan donor lain melihat sektor privat
sebagai obat, tapi mereka memilih pendekatan yang lebih seimbang. Ada
kesan bahwa kontrak dengan operator privat hanyalah satu alat, tapi ini bukan
satu-satunya.
Tidak peduli apakah utilitas dijalankan oleh publik atau privat, ini harus
diperkenalkan sebagai bisnis dengan agent perairan bebas mencari dana dari
sumber berbeda.
KONTRAK
Batasan antara publik dan privat semakin minim. Utilitas publik bisa
membuat kontrak internasional dengan negara lain. Contoh, ONEP (Maroko)
memenangkan kontrak di Kamerun dan Vitens Evides Int (Belanda) bisa
membuat kontrak di Ghana. Ada juga joint venture dan perjanjian perusahaan
campuran dimana operator privat akan membagi andilnya dengan utilitas
publik atau municipality (seperti di kasus Cartagena, Kolombia dengan Aguas
de Barcelona). Selain itu, ketika utilitas publik menginvestigasi opsi
pendanaan inovatif, ownership menjadi lebih kompleks. Contoh, menjual
andil ke pasar saham di sebuah kasus beberapa tahun lalu memberikan
peluang bagi utilitas publik Sao Paulo, SABESP, untuk menambah dana bagi
pengeluaran modal. Pendekatan ini telah dicoba di Kolombia (Canal Isabel II)
dan dengan Phnom Penh Water di Kamboja. Tatanan ini mendapat
kesuksesan, tapi ini merumitkan garis akuntabilitas antara utilitas publik,
shareholder, dan konsumen.
4
Negara tertentu juga membuat kontrak PPP lebih banyak dibanding
lainnya. Contoh, China, Rusia, sebagian Eropa Timur, dan Kolombia, telah
memperluas penggunaan PPP, sedangkan negara Amerika Selatan (seperti
Bolivia dan Venezuela) malah melawan tipe tertentu dari perjanjian PPP.
Meski begitu, secara general, ada perubahan global yang menjauh dari
kontrak konsesi dan semakin mendekat ke kontrak dengan investasi finansial
lebih sedikit, seperti sewa dan kontrak manajemen dengan insentif basis-
kinerja yang jelas. Meski ada sedikit investasi dalam perjanjian dengan sektor
privat, jumlah orang yang dilayani lewat PPP ternyata meningkat.
Ada banyak jumlah PPP tapi jumlah yang diinvestasikan menurun. Ini terjadi
karena ada lebih banyak kontrak manajemen dan lebih sedikit konsesi. Meski
begitu, jika anda melihat angka populasi yang dilayani semua tipe kontrak,
anda bisa lihat bahwa ada peningkatan dalam jumlah orang yang dilayani.
PPP masih digunakan secara luas.
Kontrak Generasi Baru
Banyak PPP adalah kontrak manajemen 3-5 tahun seperti yang terjadi di
Ghana, Algeria, Armenia dan Johannesburg. Dalam perjanjian ini, ownership
dan manajemen aset tetap berada di otoritas publik, dan sektor privat
membawa keahlian spesifik guna meningkatkan efisiensi, meningkatkan
struktur manajemen, dan membangun kapasitas. Di beberapa kasus, kontrak
adalah stimulus perubahan dan membuka pintu pendekatan baru. Kontrak
mungkin juga hanya spesifik ke satu bagian rantai. Contoh, di Jordana,
kontrak privat hanya difokuskan ke peningkatan rasio tagihan. Di situasi lain,
PPP berisi reformasi lebih luas, seperti PPP di Ghana. Kontrak manajemen
bisa didukung oleh pendana sektor privat dan dianggap kurang beresiko
karena imbas ketidakpastian ekonomi, ketidakstabilan politik, dan devaluasi
5
mata uang. Meski begitu, karena investasi finansial bisa lebih rendah, ongkos
manajemen bisa berisi kadar resiko tinggi, tergantung cara keterkaitannya
dengan peningkatan kinerja. Dengan kata lain, level resiko finansial bisa
signifikan tergantung cara pengaturan pembayaran insentif dan berapa banyak
kontrak yang didasarkan pada ongkos tetap.
Interest untuk menciptakan kontrak manajemen antar entitas publik
mulai meningkat, dan operator publik yang berkinerja baik mulai
menggunakan kontrak manajemen untuk meningkatkan kinerja operator
publik lainnya. Contoh dari ini meliputi kontrak manajemen terbaru antara
Vitens Evides International dan operator nasional di Ghana, atau diskusi
antara Phnom Penh Water di Kamboja dan Vientiane di Laos. Bila ditata
dengan benar, maka beberapa pendekatan tersebut memberikan peluang untuk
membangun kapasitas di area manajemen kunci.
Kontrak manajemen, meski begitu, memiliki batasan yang membatasi
tipe reformasi tersebut. Kontrak tersebut sering dibuat untuk menghasilkan
perubahan cepat dan “menang-cepat” di periode 3-5 tahun, dan cenderung
difokuskan ke reformasi lebih mudah, seperti sistem informasi atau sistem
tagihan. Di beberapa kasus, contohnya di Algeria, ini berisi “transfer target
know-how”, yang dimaksudkan untuk mengembangkan kompetensi dan alat
untuk menjaminkan manajemen layanan jangka panjang yang lebih efektif. Di
kasus lain, ini tidak berisi reformasi institusional besar seperti restrukturisasi
manajemen, pelatihan staff, atau perencanaan investasi jangka panjang, yang
sering dibutuhkan untuk mendukung keberlanjutan utilitas dalam jangka
panjang. Dalam hal ini, kontrak manajemen membatasi otoritas yang dimiliki
operator privat terhadap operasi utilitas selama kontrak. Meski jika ini diatur
dalam kerangka waktu yang lebih lama, operator privat jarang memiliki
otoritas politik dalam keputusan penting yang meningkatkan kinerja. Lebih
jauh, isu yang lebih penting adalah apakah peningkatan yang dihasilkan lewat
kontrak bisa berkelanjutan ketika manajemen publik diserahkan kembali.
6
Beberapa penelitian menyatakan bahwa situasi governance untuk utilitas
publik (contohnya di Johannesburg) menjadi merosot setelah akhir kontrak
manajemen.
Semua orang ingin “menang-cepat”, tapi preferensi ke operator privat
haruslah ke kontrak jangka panjang untuk meningkatkan siklus investasi.
Anda tidak bisa hanya mengeluarkan uang saat reformasi utilitas, dan lalu
pergi. Ini adalah pendekatan jangka panjang. Sepuluh tahun belum cukup.
Waktu yang dibutuhkan bisa mencapai 20 tahun.
Kontrak manajemen sulit karena ini tidak memudahkan orang untuk merekrut
dan memecat orang, dan mencegah perusahaan manajemen dari memiliki
otoritas atas operasi utilitas, sehingga ini menyulitkan perbaikan kinerja.
Karena batasan kontrak manajemen, yaitu rendahnya kontrol di pihak
operator privat, maka kontrak sewa lebih disukai. Dalam kontrak ini, operator
privat memiliki otonomi lebih banyak untuk melakukan perbaikan besar untuk
efisiensi manajemen utilitas. Meski begitu, operator privat juga memikul
lebih banyak resiko ketika pendapatan harus dibagi dengan pemilik publik
(yang tetap bertanggungjawab atas investasi). Terminasi beberapa kontrak
sewa selama 1990-an memunculkan pemahaman tentang kontrak yang
bagaimana yang bagus.
Kontrak generasi kedua mulai lebih maju dan bisa disesuaikan dengan
konteks politik lokal, dan berisi target lebih kompleks untuk meningkatkan
kinerja, agar bisa membuat kontrak lebih banyak, termasuk kontrak sewa di
Senegal yang berisi insentif ke formula remunerasi. Dua parameter
dimasukkan ke kontrak tersebut, yaitu air non-pendapatan dan efisiensi
penagihan, yang memberikan emphasis ke tindak lanjut terhadap batasan
operasional. Kapan ini bisa dipenuhi secara langsung akan mempengaruhi
7
remunerasi perusahaan privat. Kemajuan pada kontrak Senegal berisi kontrak
sewa yang ditandatangani di Kamerun (2007), dan perjanjian kota kecil di
Niger.
Kontrak Basis-Kinerja
Indikator berbasis-kinerja adalah sebuah proses penting untuk memastikan
bahwa kewajiban kontrak harus dipenuhi. Interviewee (terwawancara)
berpendapat bahwa kontrak basis-kinerja tidak memberikan janji besar ke
stakeholder. Contoh, jika dibuat dengan benar, ini bisa membantu memastikan
bahwa perbaikan layanan bisa mencapai komunitas marjinal dan yang lebih
miskin. Penurunan pendapatan di area yang lebih miskin membuat sektor
privat ragu untuk berekspansi ke area tersebut. Kontrak basis-kinerja bisa
mengatasi ini dengan membangun insentif finansial guna memastikan bahwa
layanan telah diberikan secara adil antar semua kelompok penghasilan.
Masyarakat miskin tidak begitu paham dengan kontrak sebelumnya.
Sekarang, ada beberapa klausa yang menjelaskan cara menghubungkan
masyarakat miskin dengan target spesifik, khususnya yang berkaitan dengan
mekanisme pendanaan OBA.
Kontrak dan pendekatan basis-kinerja, yang awalnya diperkenalkan di
pertengahan 1990-an di dalam sektor daya dan listrik, memberikan potensi
besar bagi peningkatan layanan. Meski begitu, di banyak situasi, terlalu awal
untuk menilai seberapa efektif ini dijalankan di jangka panjang. Pengalaman
dari sektor public service lainnya menjelaskan dua masalah yang terjadi
ketika pemberian layanan didasarkan pada target kinerja. Ini digambarkan
sebagai “subversi reaktif” seperti mencapai target tapi tidak mencapai goal,
atau mengurangi kinerja bila target tidak cocok. Situasi pertama terjadi ketika
8
indikator yang dipilih bukan ukuran sebenarnya dari standar kinerja yang
diinginkan. Contoh sederhana dari kontrak buruk (diadaptasi dari kasus riil),
kontrak basis-kinerja mengharuskan agar set point pemberian air dibangun.
Pencapaian target ini bisa dihubungkan dengan dana donor, sehingga utilitas
bisa diinsentifkan untuk memindah sumberdaya dari tim publik agar
memastikan bahwa semakin banyak point air yang bisa dibangun. Bila
perhatian ke partisipasi masyarakat tidak mencukupi, maka vandalisme
masyarakat dan penolakan proyek bisa muncul.
Pengurangan kinerja ketika targetnya tidak cocok berkaitan dengan
cara aktor dalam merespon indikator. Bukti dari sektor lain memperlihatkan
bahwa penyedia akan merubah fokus tergantung data apa yang digunakan
untuk melinsensi, meregulasi atau mengawasinya. Ini bisa memiliki hasil
positif tapi ini juga menimbulkan ketidakpedulian ke area tertentu yang sulit
diukur. Contoh, jika kinerja diukur dengan indikator yang mudah dihitung,
seperti berapa banyak koneksi yang didapat atau jumlah meteran yang
dipasang, maka area lain yang sulit dihitung akan diabaikan, seperti
bagaimana keluhan konsumen diatasi atau bagaimana keterlibatan dan
kesadaran masyarakat ditindaklanjuti. Meski masalah ini umumnya dipahami
di sektor air & sanitasi, ketika kontrak kinerja menjadi lebih mature, dampak
kontrak perlu dinilai dengan hati-hati untuk memastikan bahwa target kinerja
kontrak bisa dicapai dan menghasilkan peningkatan layanan.
BOT (Build-Operate-Transfer)
Beberapa tahun terakhir memperlihatkan sebuah pertumbuhan signifikan di
jumlah kontrak BOT (build-operate-transfer) untuk proyek infrastruktur
diskrit, seperti tempat pengolahan air limbah dan tempat desalinasi. Tipe
proyek ini membuat investasi modal signifikan tapi ini didukung oleh sektor
prviat karena ini memberikan range resiko lebih sempit bagi perusahaan.
Proyek ini difokuskan ke klien tunggal, bukan operasi utilitas yang
9
membutuhkan keterlibatan berkelanjutan dengan beragam konsumen dan
stakeholder. Skema ini menghapus sektor privat dari kontak langsung dengan
konsumen, dan akan lebih mudah bagi sektor privat untuk mendapat dana
ketika memprediksi “whole life costing”, sebagian dengan membuat
perjanjian beli air dengan utilitas publik. BOT juga membantu utilitas publik
dalam memenuhi standar lingkungan yang lebih ketat dalam hal pengolahan
limbah. Kontrak di Kanada menjadi bentuk baru dari public-private
partnership di jenis infrastruktur ini, yang melihat sektor privat kurang
berperan dalam manajemen dan pembuatan keputusan, tapi ini memberikan
kontribusi keahlian teknis dan operasional dalam basis kinerja.
Standar lingkungan terkesan lebih ketat, dan utilitas jarang mengolah air
limbah. Ini bisa ditindaklanjuti dengan membuat BOT dengan konsesi privat.
Perusahaan membangun tempat pengolahan limbah dan ini dibayar
berdasarkan jumlah air yang diolah. Semua network dan pipa masih dikelola
oleh utilitas. Perusahaan menagih utilitas dan tidak harus bertemu konsumen.
Perjanjian Build-Operate-Transfer (BOT) adalah cara baik untuk mendapat
layanan efisien dengan investasi privat. Meski begitu, ini bukan solusi yang
baik jika sistem distribusi memiliki bentuk buruk, dan perusahaan berkinerja
buruk. Jika beberapa masalah mengalami kinerja distribusi buruk, BOT jarang
menjadi solusi dan bahkan memperburuknya karena sumberdaya dibawa jauh
dari batasan sisi-suplai. Gap dana dalam proses rehabilitasi distribusi dan
perbaikan harus dihubungkan dulu karena ini berimplikasi ke kesuksesan
kontrak PPP dan penggunaan optimal investasi kapasitas (tempat pengolahan,
saluran transmisi, distribusi bulk).
PENDANAAN
Di tahun 1990-an, kurangnya dana murah menjadi tantangan besar bagi sektor
10
publik. Sebagian, ini disebabkan oleh berbagai krisis finansial, tapi juga
disebabkan oleh keletihan untuk memberikan pinjaman ke sektor yang tidak
mampu meningkatkan efisiensi dan pemberian layanan. Statistik World Bank
memperlihatkan bahwa sektor privat membantu meningkatkan pemberian
layanan (Marin, 2009), tapi ada kesan bahwa investasi finansial sering
berlebihan, dan tidak terrealisasi secara penuh. Sektor privat tidak bisa
memberikan pendanaan yang diharapkan sesuai kebutuhan tahun 1990-an.
Sebagian kawasan Eropa Timur tetap melihat sektor privat sebagai sumber
potensial bagi pendanaan pengembangan infrastruktur tapi, secara
keseluruhan, ada kesan bahwa dana jangka panjang infrastruktur dari sektor
privat jarang bisa didapatkan. Karena itu, sektor air & sanitasi tetap
menghadapi kesulitan dalam mencari dana. Satu aspek pendanaannya
berhubungan dengan resiko valuta asing dan pemastian apakah ini ditanggung
oleh negara atau perusahaan. Meski begitu, perusahaan sektor privat mampu
mengakses valuta lokal untuk mendapatkan investasi. Institusi keuangan
multilateral juga perlu mempelajari bentuk garansi berbeda di sistem
perbankan lokal agar mempermudah investasi jangka panjang.
Di Afrika, China berhasil menambah investasi dalam infrastruktur
sektor air & sanitasi. Meski begitu, ada persoalan, yaitu bahwa pendanaan
tidak disertai dengan reformasi manajemen dan restrukturisasi agar
meningkatkan pemberian layanan.
Di tahun 1990-an, World Bank mendukung keterlibatan sektor privat karena
sektor tersebut, pertama, memberikan mobilisasi dana, kedua, meningkatkan
efisiensi bisnis, dan ketiga, menguatkan know-how dan pengalaman. Selain
itu, ada juga perubahan. Mobilisasi dana tidak tercapai, tapi dua dan tiga
gerakan dana bisa tercapai.
Berdasarkan perspektif Bank (EBRD), manfaat utama dari keterlibatan sektor
11
privat berada di keuntungan efisiensi dan bukan dalam keuntungan
pendanaan. Kita sering melakukan banyak pendidikan sektor publik agar bisa
membantu memahami manfaat keterlibatan sektor privat dan untuk
mengkomunikasikan bahwa pendanaan tidak selalu terrealisasi.
Tantangan Tariff
Persoalan finansial sering dihubungkan dengan gejolak politik dan ideologi di
tahun 1990-an. Ini menciptakan sensitivitas politik ke peningkatan tariff di
layanan air dan ini melemahkan pengadaan layanan di sektor tersebut. Meski
ada kesan dimana sektor privat meminta kenaikan tariff tanpa pertimbangan,
interviewee (terwawancara) menyatakan bahwa ada kasus dimana
peningkatan tariff malah dibenarkan dan didukung stakeholder tapi kemudian
ditolak karena ada interferensi politik.
Institusi ada tapi tidak ada investasi ke sana sehingga wajar bila tidak ada
perbaikan. Ada peningkatan tariff. Peningkatan tariff telah sukses seperti
yagndiharapkan, tapi butuh peningkatan infrastruktur.
Keterjangkauan level tariff adalah isu penting bagi investasi sektor privat.
Peningkatan tariff bukan berbicara tentang keterjangkauan, tapi juga
berbicara tentang resistansi politik, khususnya menggunakan subsidi silang
untuk menutup biaya.
Beberapa interviewee (terwawancara) berpendapat bahwa sektor infrastruktur
lainnya (seperti listrik, transport dan telekom) lebih terbuka ke perbaikan
efisiensi dan ini bisa dibawa masuk lewat keterlibatan sektor privat. Meski
begitu di sektor air, dimensi politik menunjukkan trend sama, dan berdampak
ke level investasi yang siap diberikan aktor sektor privat.
12
Akibatnya, sektor yang sekarang membutuhkan opsi dana yang lebih
kreatif untuk mengatasi level tariff rendah dan backlog di dalam
perkembangan dan perawatan infrastruktur. Laporan lain memberikan analisis
ke opsi baru, dan menjelaskan peluang dalam memobilisasi “market-based
repayable financing (seperti pinjaman, obligasi dan ekuitas)”.
Air cenderung paling sulit karena orang tidak ingin membayarnya. Listrik
bisa berbeda karena orang setuju untuk membayarnya. Meski begitu, beberapa
menteri berkata bahwa air adalah dari Tuhan dan bahwa tidak seorang pun
harus membayar air.
Opsi Pendanaan Inovatif
Investasi finansial masa depan di sektor WS (water & sanitation) perlu
disalurkan lewat sektor publik. Tantangan kunci bagi sektor ini adalah
menemukan cara inovatif dalam menggabung dana publik dengan keahlian
sektor privat. Pendanaan untuk investasi modal jarang bisa diakses lewat
sektor privat. Manajer utilitas melakukan eksperimen dengan pendekatan
berbeda ke akses repayable bridging finance. Contoh dari ini meliputi
bantuan basis-output, blending grant dan repayable finance, microfinance,
garansi, kendaraan keuangan, direct lending, ekuitas, rating kredit dan
fasilitas persiapan proyek. Resesi finansial membatasi peluang untuk
mendapat dana, sehingga ini menimbulkan kesulitan dalam memastikan opsi
pendanaan yang tersedia sebelum terjadi krisis.
Untuk memastikan kelayakan komersil dari sektor terkait, anda perlu
memastikan dana lewat opsi pajak, transfer dan tariff. Anda harus mencari
campuran yang tepat. Jika anda tidak mendapat yang benar, maka anda tidak
13
bisa menjamin kelayakan finansial dari sektor yang ada, dan tidak ada cara
untuk menarik sektor privat sampai anda mendapatkan yang benar.
OBA memberikan subsidi publik bagi operator privat. Tidak ada banyak hal
yang bisa dilakukan sebelumnya. Sekarang, kita perlu menjelaskan bagaimana
model alternatif bisa digunakan bila ada ownership campuran.
Satu arah untuk menjamin investasi privat adalah lewat penciptaan obligasi
munisipal atau obligasi utilitas air & sanitasi. Di tahun 2008, studi yang
didanai oleh PPIAF-African Development Bank menilai keterlayakan kredit
regional dari tujuh utilitas Afrika. Studi mempelajari ukuran besaran,
efisiensi, hutang dan likuiditas, dan juga ukuran proteksi kredit detail dari
utilitas. Temuan ini berisi keberlanjutan finansial dari utilitas, dan menjadi
tahap untuk masuk ke pasar modal internasional. Keuangan obligasi
menciptakan stakeholder lain, yaitu investor obligasi, dan memberikan
tekanan ke manajer untuk memikul biaya dan memenuhi harapan kualitas
konsumen. Below-Cost Pricing oleh banyak utilitas air mungkin
memperburuk masalah, tapi beberapa utilitas sudah bisa menciptakan
keberlanjutan finansial sehingga opsi ini masih bisa digunakan. Tentu saja,
jika pembuatan obligasi grade komersi mengurangi atau menghapus sumber
dana lainnya (dari organisasi multilateral), utilitas cenderung menunda
langkah untuk memperluas sumber modal. Ini berarti bahwa disiplin tekanan
pasar modal bisa hilang.
Lebih Dari Sekadar Pendanaan
Meski kurang pendanaan adalah batasan penting dari sektor yang ada,
pendanaan tidak cukup mampu menghasilkan reformasi yang dibutuhkan. Di
banyak kasus, sektor terkait terkesan lapar suntikan modal sehingga dana
tambahan harus dibutuhkan untuk meningkatkan level layanan. Meski begitu,
14
untuk menghasilkan keberlanjutan finansial jangka panjang, dimana
perbaikan awalnya tidak perlu terhambat oleh ketiadaan reformasi
manajemen, operator utilitas membutuhkan keahlian lebih besar dalam
perencanaan finansial dan manajemen aset. Sektor privat bisa menawarkan
bantuan yang sering diimplementasikan lewat beragam jenis perjanjian PPP.
Keahlian dalam manajemen finansial publik juga dibutuhkan, termasuk
dimensi politik dalam budgeting publik, pajak ring-fencing, dan akuntansi
publik untuk pengeluaran. Munculnya kontrak manajemen publik-publik bisa
membantu utilitas dalam menguatkan kapasitasnya di area tersebut. Meski
begitu, perjanjian ini juga perlu dicermati agar bisa memastikan bahwa
reformasi yang direkomendasikan bisa cocok untuk konteks lokal, bukan ke
situasi di organisasi sektor publik.
Para menteri sering membutuhkan lebih banyak keahlian keuangan publik.
Ada beberapa kebijakan dan fungsi baru di atas kertas tapi tidak ada staff atau
skill untuk menjalankan fungsi ini.
Ini bukan sekadar persoalan menaikkan tariff tapi juga memastikan bahwa
uang diinvestasikan dalam tempat yang benar.
REGULASI
Kontrak yang lebih komprehensif dan maju membutuhkan cara baru dalam
mengukur kinerja PPP, dan karena itu, perlu mekanisme regulasi dalam
memonitor kepatuhan. Bentuk regulasi bisa berbeda dalam model yang
diterapkan dan instrumen yang digunakan. Beberapa interviewee
(terwawancara) menyatakan bahwa meski ada persepsi dua model, yaitu
regulasi berdasarkan kontrak (berdasarkan model Perancis) atau regulasi
lewat regulator independen (berdasarkan model Anglo-Saxon), maka
tantangan difokuskan ke cara terbaik untuk mencampur dua pendekatan yang
15
dimaksud. Instrumen yang ada meliputi statuta, kontrak, lisensi atau aturan
eksekutif. Apapun model atau instrumen yang digunakan, regulasi yang jelas
didefinisikan dengan meliputi kriteria berikut: kejelasan distribusi peran,
otonomi, akuntabilitas, partisipasi, transparansi dan prediktabilitas. Penelitian
akan menjelaskan beberapa alasan mengapa regulasi air & sanitasi di negara
berkembang melemah.
Pertama, ada dimensi politik kompleks yang menghambat pelaksanaan
regulasi yang efektif. Ketika regulasi diperkenalkan pertama kali di tahun
1990-an, ada kesan bahwa ini muncul ketika sebuah hukum ditetapkan. Proses
transfer power pembuatan keputusan ke lembaga terpisah, meski begitu,
membutuhkan peralihan power politik, dan ini sering sulit bila melihat waktu
dan sumberdayanya. Banyak badan regulasi cenderung gagal karena donor
tidak peduli dengan perpindahan politik yang harus ada bila pemerintah ingin
mentransfer power pembuatan keputusan ke sebuah lembaga terpisah.
Peralihan power ini tidak terjadi dengan cepat, dan ini bisa unik di setiap
negara dengan proses politik berbeda, tapi ini adalah langkah penting dalam
menciptakan regulasi infrastruktur efektif. Dimensi politik selalu mengurangi
otonomi dari banyak lembaga regulasi. Badan regulasi yang sukses adalah
badan yang bisa mengatasi tantangan politik dan menggunakan proses legal
dan politik untuk menciptakan otonomi, baik itu untuk meregulasi operator
publik atau privat.
Regulator harus otonom. Struktur pelaporan adalah salahsatu alasan penting
mengapa NWASCO di Zambia berfungsi semestinya. Bila tidak ada
independensi, maka terjadi kekacauan.
Di tahun 1990-an, pemerintah dan donor berpikir bahwa hukum bisa dibuat
untuk menciptakan regulator. Ini tidak mudah terjadi. Kompleksitas
16
penciptaan organisasi sering tidak dipahami. Politisi butuh waktu untuk
melepas power area strategisnya. Ini tidak bisa dilakukan dalam semalam.
Kedua, pendekatan regulasi yang efektif sejauh ini adalah pendekatan yang
dihibridisasikan dan diadaptasikan ke konteks lokal. Contoh, di Senegal,
kontrak sewa (affermage) tidak cocok dengan model Perancis tradisional, tapi
bisa disesuaikan ke kondisi lokal dan berisi dua kontrak manajemen kinerja
selain kontrak affermage. Di Zambia, regulator independen dibentuk dengan
mengambil pelajaran dari UK, Bolivia, Chili dan Australia. Dua kasus di
Afrika tersebut bercerita tentang kesuksesan karena ini mencerminkan realita
bahwa operator di negara berkembang merasakan tantangan sangat berbeda
dari tantangan yang dirasakan operator di negara maju. Dalam menciptakan
lembaga dan instrumen regulasi baru, ada kecenderungan untuk mentransfer
model dari area yang membuahkan kesuksesan (yaitu Zambia, Mozambique,
Senegal, Chili). Pendekatan tersebut jarang membuahkan kesuksesan.
Ketiga, regulasi dihambat oleh kurangnya informasi yang mendasari
keputusan. Regulasi bisa tidak efektif jika ini tidak didasarkan pada informasi
kinerja akurat. Sebuah database yang akurat tentang status network (termasuk
koneksi yang ada, kualitas air, rasio tagihan, dsb) dibutuhkan sebelum
progress bisa dimonitor dan pencapaian bisa direward atau penalty bisa
ditetapkan. Ini membutuhkan protokol monitoring dan staff terlatih yang bisa
mengimplementasikan protokol ini. Di banyak negara, informasi baseline
yang penting bagi sektor (seperti pertumbuhan populasi, level penghasilan,
kebutuhan air, dsb) sulit didapatkan, khususnya di area miskin seperti
kampung urban besar. Ini membawa tantangan teknis dalam mensetup
database monitoring dan ini menjadi pertimbangan penting dalam menetapkan
dan meregulasi target lewat kontrak.
17
Apapun modenya, pengumpulan informasi dan penegakan kontrak perlu
dipisahkan. Di Niger dan Kamerun, satu pihak netral diangkat untuk
mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Tanpa informasi tersebut, tidak ada
basis untuk keputusan regulasi.
Regulator hanya melakukan kerjanya jika mereka memiliki informasi yang
baik tentang kinerjanya. Inilah cara orang dalam memahami cara maju ke
depan. Seringkali, utilitas sering menerapkan aturan, tapi tidak ada
pandangan luas tentang dimana ini harus dijalankan. Karena itu, dibutuhkan
benchmarking kinerja.
Keempat, otoritas regulasi perlu memberikan perhatian ke cara mereka dalam
berkomunikasi dan berhubungan dengan stakeholder. Ada trend ke arah
hubungan konsumen lewat kartu laporan dan survey. Pelajaran bisa diambil
dari pengalaman baru di Tanzania, Mozambique, dan India (Bangalore),
dimana survey kepuasan konsumen dijalankan di sana. Cara survey
dimasukkan ke kerangka regulasi menjadi perhatian besar khususnya terkait
dengan cara menarik informasi dari komunitas marjinal. Keterlibatan
stakeholder adalah sebuah faktor penting dalam meregulasi utilitas, baik
publik atau privat.
Anda membutuhkan regulator yang jelas secara teknologi dan independen
secara politik, dan mampu survive. Jika anda sudah mendapatkan itu, maka
anda masih perlu memastikan bahwa komunikasi anda harus jelas. Ini adalah
area kunci yang harus dipertimbangkan.
Terakhir, beberapa penyedia formal dan informal skala kecil juga
memberikan kontribusi tapi bukan fokus dari model regulasi. Di
Mozambique, penyedia yang kecil dibawa masuk ke sektor formal lewat
18
kontrak dengan utilitas besar, dan karena itu, mereka disebut dalam regulasi
sebagai subkontraktor. Di Ghana, otoritas telah mengimplementasikan
pendekatan “light-hand” (ringan tangan) ke regulasi tanker yang memberikan
air ke area urban dan area yang belum terlayani. Meski sulit meregulasi
penyedia skala kecil, emphasis mulai diarahkan ke pencarian cara untuk
meregulasi penyedia ini tanpa memperhatikan kontribusinya ke sektor. Tanpa
regulasi terhadap aktivitas mereka, seorang interviewee (terwawancara)
menyatakan bahwa “ini akan menimbulkan privatisasi layanan dalam arti
sebenarnya, yang jelas melemahkan populasi”. Perspektif ini berpangkal dari
perubahan di tahun 1990-an ketika penyedia informal sering disebut “ilegal”
dan merugikan, yang memberikan tantangan ke opsi penyediaan layanan lain
yang dianggap “tepat”. Ada kesan bahwa backlog di penyediaan air dan
layanan menganggap penyedia informal bisa memberikan layanan vital ke
komunitas sampai beberapa tahun mendatang. Perubahan fokus ini terlihat
saat harus menemukan cara efektif dan tepat untuk mendukung dan
meregulasi layanan, bukan membatasi keterlibatannya dalam penyediaan
layanan.
Kita tidak memiliki banyak contoh tentang regulator yang bisa berhadapan
dengan operator informal. Anda perlu tipe kerangka regulasi baru bagi
penyedia ini.
Pola pikir sekarang telah berubah, yaitu ke cara melibatkan penyedia
informal, bukan menyangkal keberadaannya. Di tahun 1990-an, pendekatan
yang diambil adalah bahwa utilitas air adalah penyedia utama dan setiap
penyedia lain dianggap ilegal. Ada kesan bahwa penyedia yang dialami ilegal
ini masih ada dan tetap ada dan melayani masyarakat besar, sehingga kita
perlu mencari cara untuk menjadikannya sebagai bagian solusi.
19
Keterlibatan Stakeholder
Kegagalan sejumlah PPP di tahun 1990-an dihubungkan dengan kegagalan
meningkatkan keterlibatan efektif dengan stakeholder (termasuk konsumen,
civil society, trade union). Banyak pihak berdalih bahwa PPP gagal karena
stakeholder tidak terlibat dalam proses pembuatan keputusan kunci, seperti
peningkatan tariff dan demarkasi area konsesi. Tapi, stakeholder cenderung
menjadi target dari komunikasi atau kampanye hubungan masyarakat, bukan
bagian dari dialog dan saluran keterlibatan. Beberapa PPP kontroversial
terkesan kurang beresiko jika keterlibatan dibentuk dan diimplementasikan
dari awal dengan proses yang lebih responsif.
Kasus kontroversial dari Cochabamba bisa menjadi contoh bagaimana sesuatu
bisa gagal karena kurangnya keterlibatan stakeholder. Jika user terlibat dalam
keputusan tariff dan jika ada perbaikan dalam layanan, maka mereka akan
menerima keputusan. Banyak kesulitan bisa dihindari lewat persiapan dan
dialog yang tepat dari awal.
Banyak pelajaran bisa diambil dari pengalaman masa lalu, dan keterlibatan
stakeholder menjadi bagian integral dari banyak proyek infrastruktur.
Stakeholder menuntut informasi yang lebih transparan tentang level layanan
dan kenaikan tariff. Banyak perusahaan privat besar menjadi lebih paham
tentang pentingnya transparansi. Meski begitu, mengumpulkan informasi dari
utilitas publik, di banyak hal, menimbulkan tantangan besar karena informasi
tidak bisa diambil atau ini bisa dihambat karena alasan politik. Banyak
pemerintah, khususnya di Amerika Latin, mentakeover PPP yang gagal di
awal 1990-an (seperti di Argentina dan Bolivia). Karena alasan politik, ada
keraguan dalam merelease informasi terbaru tentang apakah utilitas bisa
20
meraih peningkatan di level layanan. Kurangnya informasi ini menyulitkan
perbandingan efektivitas antar model berbeda.
Jika sektor air berkomitmen ke pemberian layanan pragmatis, maka
semua utilitas, apapun perjanjian ownership atau kontraktualnya, harus
dipaksa merelease informasi pada standar layanan. Pemerintah bisa memutus
kontrak yang dibuat dengan perusahaan privat bila perusahaan tersebut tidak
memenuhi syarat kontrak, tapi sulit menghukum utilitas pemerintah bila
mereka tidak memenuhi standar kinerja.
Selama 10 tahun terakhir, di Bolivia dan Argentina, banyak utilitas telah di-
renasional-kan. Apa dampak dari efisiensi ini? Dalam manajemen privat, ada
banyak tekanan untuk merelease informasi tentang kinerja tapi sekarang
manajemen tidak merelease informasi. Anda tidak bisa memonitor kinerja
karena ini terlalu politik.
Stakeholder perlu diekspos ke tipe alat berbeda yang akan membangun
akuntabilitas antara user dan utilitas publik. Alat yang dimaksud meliputi
survey konsumen, budgeting partisipatif, keanggotaan badan advisor, tindak
lanjut legal dan ganti rugi. Di banyak kasus, beberapa alat dibutuhkan yang
harus bisa memenuhi kebutuhan semua user, dan beberapa alat spesifik
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan wanita, kelompok minoritas, dan
masyarakat miskin. Penelitian lebih banyak dibutuhkan untuk membantu
stakeholder dalam mengakses peluang partisipatif dan karena itu, membuat
penyedia layanan lebih bertanggungjawab langsung.
Untuk mendapatkan manajemen sebuah network yang baik, anda harus
memastikan bahwa ada ownership di pihak pemerintah. Anda harus memiliki
21
informasi yang baik, transparansi yang baik, dan proses pembuatan keputusan
konsultatif.
TREND LAIN
Selain trend di atas, ada tiga aspek tambahan dari hasil wawancara,
khususnya area PPP yang mengalami pertumbuhan baik.
Peningkatan Keterlibatan Perusahaan Sektor Privat Lokal
Dibanding dengan dominansi perusahaan multinasional yang menggambarkan
lansekap PPP di tahun 1990-an, maka ada fokus kuat ke perusahaan lokal. Di
tahun 2007, diestimasikan bahwa 42 pesen populasi yang dilayani oleh sektor
privat adalah perusahaan “home-grown” yang ada di negara berkembang,
bukan perusahaan asing yang dibutuhkan untuk menciptakan perusahaan lokal
sebagai subsidiernya (Marin, 2009). Perusahaan ini memberikan peluang
untuk menciptakan kapasitas jangka panjang lokal bagi sektor tersebut.
Penyedia eksternal dibutuhkan untuk menghasilkan skill spesifik, tapi
penyedia lokal harus memberikan komitmen dan keberlanjutan jangka
panjang. Penyedia lokal harus cocok dengan iklim politik dan mampu
menghibridisasi model agar cocok dengan kondisi politik dan ekonomi.
Operator privat dari negara berkembang mulai bisa mengganti operator
negara maju. Sekitar 40 % pasar keseluruhan sekarang dilayani oleh operator
nasional.
Penciptaan kapasitas lokal dan dukungan ke kemunculan sektor privat lokal
adalah satu-satunya cara untuk meraih pengadaan yang berkelanjutan dan
terjangkau.
Peningkatan Minat Dalam Area Rural Dan Kota Kecil
Keterlibatan PPP di kota kecil dan area rural mulai diperhatikan ketika ada
22
kebutuhan untuk meningkatkan layanan di area tersebut. Banyak manajer
municipal terbebani oleh beragam tanggungjawab pemberian layanan dan
lebih terbuka dalam mendelegasikan fungsi ke pihak lain. Selain itu, kota
kecil jarang mengalami interferensi politik di level nasional. Meski begitu, di
banyak area rural dan kota kecil, infrastruktur tradisional semakin mahal
untuk dibangun karena perumahan menjadi lebih menyebar, yang
menghambat ekonomi skala, dan level penghasilan menjadi lebih rendah.
Manajer municipal juga sering minim skill dan pengetahuan untuk mengelola
kontrak. Untuk memperluas layanan ke area tersebut, pendekatan PPP perlu
mengatasi tantangan tersebut sehingga sektor privat tertarik ke sana tapi
otoritas lokal tetap bisa mengelolanya.
Sektor privat bisa masuk tempat kecil yang ada kebutuhannya karena dengan
begitu, mereka bisa mengembangkan bisnis di sana. Tempat tersebut mungkin
tidak rawan politik, dan sektor privat tidak cukup diperhatikan di sana
sehingga sektor privat bisa bekerja di sana dengan baik.
Sanitasi dan Pengolahan Air Limbah
Sanitasi dan pengolahan air limbah jarang menjadi fokus PPP. Meski begitu,
minat ke reuse air limbah dan produk terkaitnya seperti pupuk dan biogas, air
limbah tidak lagi disebut beban, tapi sebagai peluang untuk menciptakan
produk baru. Ini menarik minat investor privat, dan memberikan peluang
untuk membawa investasi ke dalam sektor tersebut. Teknologi ini
memunculkan minat khusus di Amerika Latin dimana kurang dari 20 % air
limbah diolah di sana.
Minat yang terbilang besar adalah mengisi mengisi gap dalam sektor
pengolahan air limbah. Di Amerika Latin, kurang dari 20 % air limbah diolah
23
dan ini bukan persoalan besar. Pemerintah tidak memiliki uang untuk
mengatasi itu sehingga ini menjadi pasar besar bagi operator privat. Ada
kebutuhan investasi riil di sana.
Di banyak negara berkembang, khususnya di Afrika, fokus ke investasi sektor
privat untuk sanitasi diarahkan ke solusi sanitasi skala-kecil. Karena
kebutuhan biaya dan sumberdaya, sistem saluran air limbah jarang mampu
memenuhi kebutuhan sanitasi banyak masyarakat Afrika di beberapa dekade.
Modal untuk membangun sistem limbah yang mahal di kampung urban besar
terbilang minim. Untuk menyelesaikan ini, sektor privat harus bekerja
dengan utilitas dan entrepreneur lokal guna mengembangkan layanan sanitasi
off-grid pasar. Solusi lokal bisa memberikan peluang bisnis non-monopolistik
untuk sektor privat.
Jika kita berpikir tentang cakupan universal, maka sistem saluran kotoran
tidak termasuk. Sistem masih harus dipasarkan ke entrepreneur lokal. Sistem
tersebut membutuhkan sebuah pasar dimana entrepreneur bisa menjual toilet
dan menciptakan model bisnis.
KESIMPULAN
Lansekap PPP baru membutuhkan pendekatan baru ke kontrak, pendanaan,
regulasi dan keterlibatan stakeholder. Beberapa faktor kunci perlu
dipertimbangkan.
Utilitas publik tetap menjadi penyedia layanan dominan di negara
berkembang. Meski begitu, sektor privat memainkan peran penting dalam
mereformasi utilitas publik sehingga mereka bisa secara efisien memberikan
layanan yang bisa berkelanjutan secara finansial, transparan dalam biaya
pelayanan, dan berkaitan dengan mekanisme akuntabilitas yang tepat.
24
Yang juga penting di sini adalah bahwa bahkan dengan hanya sedikit
penyedia privat di sebuah negara, keberadaan penyedia ini bisa menimbulkan
perubahan dalam wacana akuntabilitas sektor keseluruhan. Karena itu,
dampak PPP bisa dirasakan di luar proyek atau municipality yang berkontrak
dengan sektor privat.
Selama 10 tahun terakhir, banyak pelajaran bisa diambil termasuk cara
terbaik membuat kontrak manajemen dan kontrak sewa-affermage. Tatanan
institusional yang mengatur kontrak ini bisa dikembangkan untuk memenuhi
konteks politik dan institusional. Ketika lansekap PPP bergerak cepat, maka
dibutuhkan refleksi kontinyu dan sharing pengalaman tentang cara terbaik
membentuk kontrak. Beberapa orang mempertanyakan apakah ruang ini (yang
dipimpin oleh World Bank) benar-benar ada di sektor WS.
Target kinerja berkembang sebagai fokus penting dari kontrak PPP.
Meski ini menjanjikan, pelajaran yang diambil dari area public service
lainnya memperlihatkan bahwa pemenuhan target kinerja tidak selalu
menjamin peningkatan pemberian layanan. Analisis lebih banyak dibutuhkan
untuk memahami cara target kinerja membentuk pemberian layanan dalam
sektor air & sanitasi.
Dimensi politik dari sektor air dihadapkan dengan tantangan meraih
rekoveri biaya. Sektor perlu menghasilkan mekanisme pendanaan inovatif
yang cocok dengan batasan lunak antara institusi publik dan institusi privat.
Krisis finansial membutuhkan penilaian urgen tentang bagaimana sektor bisa
mendapatkan investasi tambahan.
Penciptaan regulasi yang jelas tetap menjadi tantangan besar bagi
sektor yang bersangkutan. Meski banyak faktor memberikan tantangan ke
regulasi, seperti interferensi politik, prioritas yang jelas diambil adalah
menciptakan cara terbaik dalam mendapatkan data akurat yang dibutuhkan
untuk mendesain kontrak basis-kinerja dan mengatur keputusan regulasi.
Penciptaan protokol monitoring, pembuatan dataset baseline yang akurat, dan
25
implementasi sistem IT yang tepat untuk mendukung ini, selalu menjadi
emphasis dari sektor tersebut.
Terakhir, keterlibatan stakeholder adalah penting bagi pemberian
layanan air & sanitasi yang efektif. Dulu, stakeholder menuntut agar
perusahaan privat memenuhi janjinya untuk meningkatkan pemberian layanan
antar semua kelompok penghasilan. Dengan sektor publik yang dominan
dalam pemberian layanan, maka dibutuhkan alat untuk menjaga institusi
publik agar tetap bertanggungjawab.
Tidak seperti di tahun 1990-an, mekanisme untuk meningkatkan
infrastruktur sekarang lebih didasari oleh pragmatisme dibanding ideologi.
Meski sektor air kadang di belakang sektor infrastruktur lainnya, ada kesan
bahwa fokus pemberian layanan diarahkan ke pemahaman apa yang terbaik
dalam budget yang terbatas. Untuk meraih ini, sektor perlu fokus ke
pengumpulan dan komunikasi informasi kinerja, dan memberikan stakeholder
dengan alat untuk menjaga agar semua utilitas (publik, privat dan apapun di
antaranya) agar lebih akuntabel ke janji pemberian layanan.
26