Upload
petrickpangau
View
247
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
1/55
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
2/55
KATA PENGANTAR KETUA DEWAN RISET NASIONAL
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha
Esa atas terbitnya buku IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA,
BERDAULAT & BERMARTABAT : Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan
Riset Nasional 2014. Buku ini merupakan salah satu wadah bagi Anggota Dewan
Riset Nasional (DRN) untuk menuangkan ide dan pemikiran tentang
pengembangan dan pemanfaatan IPTEK untuk pembangunan nasional, yang
diterbitkan setiap akhir tahun. DRN merupakan Lembaga Non Struktural yang
membantu pemerintah dalam merumuskan arah, prioritas utama, dan kebijakan
strategis pembangunan nasional IPTEK. Dalam melaksanakan tugas tersebut,
anggota DRN 2012-2014 yang terdiri dari 56 anggota dari unsur akademisi, bisnis
dan pemerintah melaksanakan berbagai diskusi, FGD, Seminar dan pengamatan
lapangan. Kegiatan lintas disiplin ilmu dan lintas unsur kelembagaan IPTEK dalamwadah DRN telah melahirkan ide-ide terobosan yang dituangkan dalam bentuk
tulisan dalam buku ini. Sesuai dengan Komisi Teknis (Komtek) yang ada di DRN
yaitu bidang Pangan, Energi, Transportasi, TIK, Hankam, Kesehatan dan Obat,
Material Maju, dan Sosial Humaniora, artikel yang dituangkan dalam buku ini
diwarnai oleh latar belakang tersebut. Meskipu demikian, sejalan dengan
perkembangan situasi di tingkat nasional yang baru saja mengalami pergantian
pemerintahan baru, maka beberapa tulisan mengulas pemikiran tentang kebijakan
pembangunan IPTEK, revolusi karakter bangsa, dan pengembangan IPTEK untuk
daya saig dan kesejahteraan bangsa. Penerbitan buku ini dapat terwujud ataspartisipasi aktif para anggota DRN dan kerja keras Sekretariat DRN yang terus
memfasilitasi kegiatan DRN. Atas jerih payah yang telah dilakukan, kami
mengucapkan terima kasih. Kami berharap buku ini dapat bermanfaat sebagai
referensi sekaligus pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan DRN pada periode
2014, khususnya dalam memberikan masukan bagi pembangunan IPTEK
khususnya penguatan kegiatan riset untuk Indonesia yang lebih sejahtera, berdaulat
dan bermartabat.
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
3/55
IPTEK UNTUK PEMBANGUNAN
PENGEMBANGAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI: ENAM
CATATAN PINGGIR...... 1
Oleh Prof. Carunia Mulia Firdausy, MA,Ph.D
TINJAUAN KEBIJAKAN IPTEK INDONESIA......9
Oleh Dr. Ir. Utama Padmadinata.
MEWUJUDKAN INDONESIA YANG SEJAHTERA DAN BERDAULAT
DENGAN DUKUNGAN IPTEK...... 19
Oleh Dr. Ir. Iding Chaidir.M.Sc
MEMASARKAN PRODUK-PRODUK HASIL RISET...... 27
Oleh Ir.Said Firman.
SEKTOR INDUSTRI DITUNTUT UNTUK PRO-AKTIF DALAM
PERCEPATAN PENGEMBANGAN IPTEK UNTUK KEDAULATAN DAN
KESEJAHTERAAN BANGSA...... 37
Oleh Drs. Iskandar, Apt.,MM
ERA BARU PENDIDIKAN TINGGI DAN RISET INDONESIA DENGAN
MENGUATNYA UNIVERSITAS-UNIVERSITAS RISET INDONESIA
BERKELAS DUNIA...... 45Oleh Prof. Dr. Leonardus Broto Sugeng Kardono, Apt
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
4/55
PENGEMBANGAN RISET, TEKNOLOGI &
PENDIDIKAN TINGGI : ENAM CATATAN PINGGIR
Prof.CaruniaMulya Firdausy, MA, Ph.D1
Ketua Komisi Teknis Teknologi Transportasi DRN 2012-2014.
ABSTRAK
Penggabungan Kementerian Riset dan Teknologi dengan Pendidikan Tinggi diharapkan dapat
membawa kepastian dalam upaya menjadikan luaran pendidikan tinggi dan hasil penelitian Iptek
nasional bermanfaat bagi kesejahteraan bangsa Indonesia khususnya dan umat manusia
umumnya. Pentingnya kepastian tersebut bukan saja karena kinerja luaran pendidikan tinggi dan
hasil penelitian Iptek nasional masih berada dalam titik nadir,melainkan juga karena
penggabungan kedua institusi ini tidak bebas biaya. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan
beberapa catatan pinggir yang diyakini berguna untuk Kementerian Riset dan Teknologi dan
Pendidikan Tinggi dalam mengisi dan memaknai penggabungan tersebut bagi peningkatan
kualitas pendidikan tinggi di satu pihak, dan hasil penelitian Iptek nasional di lain pihak. Sumber
informasi dan data dalam mendukung catatan pinggir ini diambil dari literatur dan pengalaman
bergelut dalam dunia pendidikan tinggi dan penelitian. Beberapa catatan pinggir dimaksud
adalah sebagai berikut. Pertama, dengan menyatukan perbedaan pilar atau payung antara
pendidikan tinggi dengan pilar penelitian. Kedua, membangun kualitas dan kebersamaan SDM
(dosen, peneliti dan staf pendukung). Ketiga,meningkatkan kuantitas dan kualitas prasarana dan
sarana pelayanan pendukung pendidikan tinggi dan riset. Keempat, mengembangkan sistem
insentif atau disinsentif bagi perguruan tinggi dan lembaga riset. Kelima, membentuk lembaga
keuangan atau Bank pendidikan tinggi dan riset. Keenam, sistem remunerasi dosen, peneliti dan
staf pendukung berbasis produktivitas individu yang terukur dalam periode satu tahun.
Singkatnya, strategi, kebijakan dan program supply push dalam mengembangkan pendidikan
tinggi dan riset dan teknologi di atas memang perlu (necessary), namun harus (must) disesuaikan
dengan kebutuhan dinamis industri dan masyarakat. Hal ini karena hukum supply creates its own
demand dalam pengembangan riset, teknologi dan pendidikan tinggi terbukti sudah tidak dapat
diterapkan lagi di Indonesia.
1.
PENDAHULUAN
Kementerian Riset dan Teknologi kini telah digabung dengan Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Muhamad Jusuf Kalla atau
lebih dikenal Jokowi-JK. Penggabungan tersebut diberi nama Kementerian Riset dan Teknologi
dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Tentu penggabungan kedua institusi tersebut sudah
saatnya untuk disikapi secara positif dan optimis (thinking out of the box), walaupun memang
harus diakui pikiran yang menolak penggabungan tersebut perlu juga diapresiasi dan dijadikan
bahan koreksi penetapan strategi, kebijakan dan program riset, teknologi dan pendidikan tinggi
yang akan dirumuskan ke depan (Kompas, 17 Oktober 2014). Pasalnya, banyak fakta empirik
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
5/55
yang menunjukkan apa yang dilakukan institusi pendidikan tinggi banyak yang kurang
nyambung dengan apa yang dilakukan Kementerian Ristek beserta Lembaga Pemerintah Non-
Kementerian (LPNK) maupun Lembaga Pemerintah Kementerian (LPK), dan sebaliknya.
Bahkan lebih parah lagi, koordinasi sesama LPNK maupun dengan Kementerian Ristek dan
LPK masih berjalan sendiri-sendiri tanpa arah. Hal ini, misalnya, terlihat dari rumusan payung
Agenda Riset Nasional (ARN), Kebijakan Strategis nasional (Jakstranas) Ilmu Pengetahuan danTeknologi (Iptek) dan buku putih Iptek yang dibuat Dewan Riset Nasional (DRN) untuk
Kementerian Ristek yang selama ini nyaris tidak pernah digubris oleh LPNK dan apalagi oleh
lembaga penelitian dan pengembangan di dalam tiap kementerian (LPK) maupun institusi
pendidikan tinggi. Masalah lemahnya koordinasi tersebut, diyakini juga terjadi di lingkungan
institusi pendidikan tinggi. Belum lagi menyangkut kinerja Perguruan Tinggi dalam
melaksanakan Tri Dharma maupun kinerja hasil penelitian dan pengembangan Iptek oleh
Kementerian Ristek beserta LPNKdan LPKnya yang masih berstabilo merah. Belum lagi
bicara bagaimana keterkaitan hasil riset dan teknologi maupun perguruan tinggi yang tidak
dimanfaatkan oleh dunia industri dan masyarakat. Tentu, salah satu tugas Kementerian baru ini
nantinya mendobrak arogansi di lingkungan institusi pendidikan tinggi dan riset dan teknologidi satu pihak dan memperbaiki kinerja kedua institusi ini di lain pihak, disamping juga mencari
solusi agar hasil riset, teknologi dan lulusan perguruan tinggi dapat diserap secara optimal oleh
industri dan masyarakat. Persoalannya, bagaimana cara yang harus ditempuh untuk
memperbaiki semua hal tersebut? Tulisan singkat ini bertujuan utama untuk memberikan
beberapa catatan pinggir menyangkut upaya yang harus dilakukan Kementerian Riset dan
Teknologi dan Pendidikan Tinggi dalam mengembangkan Iptek dan Pendidikan Tinggi di
Indonesia. Namun sebelum focus tujuan tersebut dibahas, berikut ini diungkapkan terlebih
dahulu apa keterkaitan Riset dengan pendidikan tinggi di bagian kedua. Kemudian, di bagian ke
tiga diungkapkan faktor penyebab mengapa hasil riset belum dimanfaatkan industri dan
masyarakat. Akhirnya, beberapa catatan pinggir dalam mengembangkan riset, teknologi dan
pendidikan tinggi diberikan pada bagian ke empat dari tulisan ini.
2. APA KETERKAITAN RISET DENGAN PENDIDIKAN TINGGI ?
Seperti diketahui, fungsi riset dalam pendidikan tinggi paling tidak dapat dikategorikan dalam
tiga hal. Pertama, sebagai pengajaran dan pelatihan metode ilmiah untuk mencari dan
mengungkap pengetahuan baru. Kedua, riset dapat digunakan staf pengajar untuk
mengembangkan bidang ilmu dan senantiasa mengasah daya pemikiran dan pengetahuannya.
Ketiga, riset dapat ditujukan untuk mencari jawaban bagi permasalahan yang terdapat di
masyarakat. Untuk meningkatkan kualitas riset, maka kualitas pendidikan tinggi mutlak perlu
ditingkatkan. Hubungan antara riset dan pendidikan tinggi telah diatur dalam UU No. 18 Tahun.
2002 tentang Sistim Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan (SisNas LitBangRap)
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa
kelembagaan riset terdiri atas perguruan tinggi, lembaga litbang, badan usaha, dan lembaga
penunjang maupun unsur sumberdaya dan jaringan iptek lainnya. Adapun fungsi dan tanggung
jawab masing-masing kelembagaan tersebut terdiri dari dua hal. Pertama adalah
mengorganisasikan pembentukan sumberdaya manusia, penelitian, pengembangan,
perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi, .dan kedua yaitu membentuk iklim dan memberikan
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
6/55
dukungan yang diperlukan bagi penyelenggaraan penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan iptek.
Khusus untuk Perguruan Tinggi, misi yang ditekankan di dalam Sistem Nasional Iptek yakni
membentuk sumberdaya manusia sesuai dengan keahlian, kepakaran, dan kompetensi di bidang
iptek. Adapun yang dimaksud dengan Perguruan Tinggi menurut Pasal 20 Undang Undang
Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yaitu meliputi akademi, politeknik, sekolah tinggi,
institut, atau universitas. Lembaga ini berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian,dan pengabdian pada masyarakat atau lebih dikenal dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Perguruan tinggi juga merupakan unsur kelembagaan dalam sistem pendidikan, sehingga dapat
dikatakan perguruan tinggi merupakan simpul yang mengaitkan Sistem Nasional Iptek dengan
Sistem Pendidikan1 . Keterkaitan ini tampak jelas dari tanggung jawab perguruan tinggi yang
menurut UU No. 18 Tahun 2002 mencakup pendidikan dan pengajaran, penelitian dan
pengembangan, serta pengabdian pada masyarakat. Tanggung jawab dalam pengajaran dan
pengembangan yang tidak tercakup dalam UU Sisdiknas ini merupakan upaya untuk
meningkatkan kemampuan penelitian, pengembangan, perekayasaan, inovasi, dan difusi
teknologi bagi sumberdaya yang dihasilkan. Dengan demikian, Sistem Nasional Iptek
merupakan upaya terintegrasi untuk mendifusikan hasil penelitian yang dicapai, sekaligusmenghasilkan lulusan universitas yang lebih siap di pasar. Sebagai upaya peningkatan
kemampuan IPTEK di perguruan tinggi dikembangkan keterkaitan kegiatan penelitian,
pengembangan dan penerapan Iptek di universitas, industri dan pemerintah. Hal ini, misalnya,
dapat dilakukan melalui peningkatan alih teknologi, kemitraan riset dengan pihak industri dan
peneliti asing. Selain itu, kebijakan insentif dalam kegiatan penelitian di berbagai universitas
maupun lembaga litbang juga dimaksudkan untuk meningkatkan kemitraan dan alih teknologi
dengan pengguna di industri maupun masyarakat. Sebagai contohnya yakni sistim insentif Riset
Unggulan Strategis Nasional dan Program Insentif Riset di Kementerian Negara Riset dan
Teknologi yang pernah dilakukan pada periode 2005-2014. 1 Lihat Penjelasan Pasal 7 UU No.
18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, & Penerapan IPTEK.
Kebijakan tersebut didukung peraturan perundang-undangan, yaitu PP No 20 Tahun 2005
tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Penelitian dan Pengembangan oleh
Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan, PP No 41 Tahun 2006 tentang
Perizinan Melakukan Kegiatan Penelitian dan Pengembangan bagi Perguruan Tinggi Asing,
Lembaga Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha dan Orang Asing, dan PP No 35
Tahun 2007 Pengalokasian Sebagian Pendapatan Badan Usaha untuk Peningkatan Kemampuan
Perekayasaan, Inovasi, dan Difusi Teknologi (lihat Kadiman, 2009). Dari uraian singkat diatas
jelas bahwa pendidikan tinggi dan riset merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan atau
tidak memiliki hierarki satu sama lain. Riset merupakan bagian penting dari pendidikan tinggi.
Demikian pula Pendidikan tanpa riset akan terasa kering. Dengan demikian, upaya pemerintah
untuk memberikan perhatian tinggi pada sektor pendidikan tinggi hanya akan berarti jika dan
hanya jika kegiatan riset juga mendapat perhatian yang sama, vice versa.
3. MENGAPA HASIL RISET DAN TEKNOLOGI BELUM DIMANFAATKAN ?
Pentingnya riset, teknologi dan pendidikan tinggi telah banyak diungkapkan dalam literature.
Paul Romer dalam Resosudarmo dan Arief A. Yusuf. (2009), misalnya, menyatakan bahwa
pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dicapai melalui investasi dalam sumberdaya manusia,
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
7/55
penelitian dan pengembangan teknologi. Pikiran Romer tersebut juga didukung fakta yang dapat
dilihat di berbagai negara baik di lingungan Asia, Eropa dan Amerika Serikat. Bahkan Ohmae
(2005) mencatat kemajuan beberapa negara-negara di Asia terjadi karena adanya kemajuan riset,
teknologi dan pendidikan tinggi. Bahkan beberapa negara di Asia dimaksud mampu
memenangkan persaingan global vis a vis kemajuan negara Barat. Kisah keberhasilan Negara-
negara yang memadukan riset dan pendidikan tinggi rasanya tidak sulit untuk diperoleh. Negaraseperti Finlandia, Jepang dan Korea Selatan, merupakan tiga contoh Negara yang berhasil
membangun perekonomiannnya melalui Iptek dan pendidikan tinggi (Zuhal, 2008, Stiglitz,
1999). Namun dalam konteks Indonesia, sangat disayangkan pengembangan riset, teknologi dan
pendidikan tinggi yang dilakukan pemerintah dan akademisi dikaitkan dengan kebutuhan
industri dan masyarakat (quadhelix) relative masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini terjadi
antara lain karena adanya ketidakpaduan (mismatch) antara pilihan substansi riset yang
dilakukan pada lembaga-lembaga riset dan teknologi maupun pendidikan tinggi dengan
kebutuhan industri dan masyarakat. Pilihan substansi riset yang dilakukan di perguruan tinggi
maupun lembaga riset pemerintah selama ini masih terlalu diwarnai oleh selera individual para
periset dan hanya menggunakan ukuran akademik sebagai alat seleksi dalam penentuankelayakan pembiayaannya. Bahkan, walaupun belakangan ini sudah mulai dilakukan upaya
untuk menggiring agar riset tersebut terkait dengan kebutuhan industri dan masyarakat, tetapi
realitanya substansi riset masih belum bergeser jauh dari kenikmatan para akademisi dan para
peneliti (Kompas, 2012). Selain itu, walaupun ekspektasi pemerintah telah mengarah pada
peningkatan kontribusi teknologi terhadap pembangunan perekonomian nasional, namun
kegiatan riset yang dibiaya pemerintah tidak dikawal agar secara konsisten menuju ke arah
tersebut. Kegiatan riset di perguruan tinggi masih dibiarkan sepenuhnya bebas tanpa harus
menyentuh permasalah nyata. Riset lebih diposisikan sebagai media untuk pembelajaran dan
peningkatan ketrampilan tenaga akademis dan mahasiswa. Dengan kata lain, penelitian di
perguruan tinggi tidak secara sungguh-sungguh dituntut untuk menghasilkan produk teknologi
yang bermanfaat bagi masyarakat, apalagi bagi kebutuhan paten maupun pertumbuhan ekonomi.
Pelaksanaan riset masih diorientasikan pada upaya menggeser kurva suplai (jumlah penenlitian)
ke kanan, tanpa disesuaikan dengan kebutuhan permintaan. Demikian pula, riset yang dilakukan
di lembaga riset pemerintah, termasuk badanbadan penelitian dan pengembangan pada berbagai
kementerian, juga tidak berbeda banyak dengan riset yang dilakukan di perguruan tinggi.
Orientasi yang berlaku adalah lembaga riset dan perguruan tinggi tugasnya melaksanakan riset
dan mengembangkan teknologi, sedangkan pemanfaatannya dianggap menjadi domain industri
dan masyarakat. Akibatnya, upaya supply-push ini gagal dalam menjadikan hasil riset dan
teknologi dimanfaatkan oleh pihak industri dan masyarakat. Singkatnya, upaya supply push baik
yang dilakukan Perguruan tinggi dan lembaga riset masih jauh diarahkan pada kesesuaiannya
dengan kebutuhan permintaan (demand needs) industri dan masyarakat. Keadaan di atas berbeda
dengan riset yang dilakukan oleh industri (non pemerintah). Pihak industri cenderung
melakukan riset dan pengembangan teknologi lebih berorientasi pada kebutuhan
publik/konsumen. Namun sayangnya, bentuk riset yang dilakukan secara umum masih pada
tataran peningkatan efisiensi proses produksi atau adaptasi produk agar lebih sesuai dengan
preferensi konsumen Indonesia, bukan pada upaya untuk menghasilkan produk inovatif dan
berdaya saing (Lakitan, 2009). Benang kusut penyebab rendahnya kualitas pelaksanaan riset
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
8/55
dan pemanfaatan hasilhasil riset yang terjadi selama ini suka atau tidak suka juga berkorelasi
dengan rendahnya biaya yang dianggarkan pemerintah. Hal ini berbeda dengan apa yang
dilakukan oleh negaranegara maju dan industri yang umumnya di atas 1 persen dari besarnya
Produk Domestik Bruto negara tersebut. Oleh karena itu, pembenahan benang kusut dari hulu
sampai hilir yang masih terjadi dalam upaya mengembangkan riset, teknologi dan pendidikan
tinggi tidak saja wajib diuraikan sedemikian rupa, melainkan juga harus dicarikan solusi yangtepat dan efektif.
4. BEBERAPA CATATAN PINGGIR
Tentu banyak hal yang perlu dan harus mendapat perhatian tinggi dengan hadirnya
Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Paling tidak enam pikiran dari hasil
bacaan literature dan pengalaman berikut ini perlu dijadikan catatan pinggir dalam
memastikan kinerja kehadiran kementerian ini.
Pertama, yakni dengan menyatukan perbedaan pilar atau payung antara pendidikan tinggi
dengan pilar penelitian. Hal ini dapat dilakukan, misalnya, dengan melakukan penyesuaian danatau perubahan bab, pasal dan ayat terkait yang tersurat dalam UndangUndang Sistem
Pendidikan Nasional No. 20/2003 dan Undang-Undang Sistem Nasional Penelitian,
Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) No. 18/2002. Dengan
adanya penyatuan pilar ini tidak saja kebijakan pendidikan tinggi dan riset dan teknologi
menjadi lebih fokus dan tajam, tetapi juga sekaligus menggiring koordinasi antar lembaga
terkait pada satu pilar.
Kedua, membangun kualitas dan kebersamaan SDM (dosen, peneliti dan staf pendukung).
Kualitas SDM dibangun, misalnya, melalui program 1000 Doktor per tahun khususnya di luar
negeri dalam bidang ilmu dasar dan tekhnik. Sedangkan dalam hal membangun kebersamaan
SDM dapat dilakukan, misalnya, melalui penyatuan pusat penelitian di lembaga pendidikan
tinggi dan lembaga riset berbasis inovasi, pengembangan pusat penelitian berkaliber dunia,
pelaksanan program riset multi dan interdisiplin ilmu/bidang dan penggunaan prasarana dan
sarana bersama yang dimiliki oleh Pendidikan Tinggi dan institusi riset.
Ketiga, meningkatkan kuantitas dan kualitas prasarana dan sarana pelayanan pendukung
pendidikan tinggi dan riset. Langkah ini penting tidak saja untuk mengurangi migrasi dari para
peneliti atau akademisi bekerja di luar bidangnya, tetapi juga dapat mengurangi arus hijrah
peneliti atau akademisi untuk bekerja di luar negeri. Selain itu, lulusan perguruan tinggi dapat
menjadi lebih berkualitas dan mudah diterima pasar kerja.
Keempat, mengembangkan sistem insentif atau disinsentif bagi perguruan tinggi dan lembaga
riset. Perguruan tinggi dan lembaga riset yang tercatat didalam ranking dunia diberikan
dukungan dana atau bantuan lebih sejenisnya. Sebaliknya, yang belum atau tidak tercatat,
disupervisi dalam tenggat waktu tertentu sebelum disatukan ke institusi yang lebih baik. Tentu
kementerian ini harus jemput bola dan bukan dengan duduk di menara gading.
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
9/55
Kelima, membentuk lembaga keuangan atau Bank pendidikan tinggi dan riset. Tujuan dari
pembentukan bank tersebut untuk mengurangi ketergantungan pendidikan tinggi dan lembaga
riset terhadap sumber dana yang berasal dari APBN dan APBD serta sekaligus mendorong
kerjasama dengan pihak swasta dalam dan luar negeri.
Keenam, sistem remunerasi dosen, peneliti dan staf pendukung berbasis produktivitas individuyang terukur dalam periode satu tahun. Pemberian tunjangan kinerja (tukin) yang berbasis
absen setiap hari yang kini diperlakukan bagi dosen dan peneliti harus dievaluasi
efektivitasnya. Pasalnya, sistem ini dirasakan memasung produktivitas dan kreativitas dosen
dan peneliti yang memiliki mobilitas tinggi. Untuk kategori ini diperlukan sistem absen
tersendiri. Tentu catatan pinggir dari enam pikiran di atas dalam pelaksanaannya tidak dapat
lepas dari penyesuaian terhadap dinamika yang terus terjadi dalam dunia pendidikan tinggi,
riset, teknologi dan kebutuhan pasar. Jika hal ini tidak dilakukan, maka apapun upaya yang
dilakukan dalam mengembangkan riset, teknologi dan pendidikan tinggi akan selalu berjalan di
tempat seperti layaknya roller coaster yang terus berjalan, namun berjalan di lintasan yang
sama.
DAFTAR PUSTAKA
Firdausy, C.M. 2012. Agenda Riset Nasional, Kompas 5 April 2012. _____________, 2012.
Pembangunan Iptek tidak Bergaira, Kompas 16 Mei 2012.
Kadiman, K., 2009. Memposisikan Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kemente-
rian Riset dan Teknologi, Jakarta.
Lakitan, B., 2009. Sistim Inovasi Nasional, Jurnal Dinamika Masyarakat, Kedeputian
Dina- mika Masyarakat, Kementerian Riset dan Teknologi, Jakarta.
Ohmae, Kenichi, 2005. The Next Global Stage, Mc Millan, USA.
Resosudarmo, B. P. and Arief A. Yusuf. Survey of Recent Development, Bulletin of
Indo- nesian Economic Studies, vol. 45. no. 3 (2009): 287-315.
Romer, Paul, 2002. Investment in Human Resources, Research and Technology
Development for Development, Elsevier Publication.
Stiglitz, J. 1999. Globalization and Its Discontents, Penguin Books.
Zuhal, 2010. Knowlegde dan Innovation : Platform Kekuatan Daya Saing, PT Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
10/55
TINJAUAN KEBIJAKAN IPTEK INDONESIA
Dr. Ir. Utama H. Padmadinata1,2
Deputi Kepala BPPT Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi, tahun 2005-2010
Ketua Komisi Teknis Teknologi Material Maju DRN 2012-2014.
Email :[email protected]
ABSTRAK
Kebijkan iptek nasional dikaji dari berbagai contoh kasus yang terjadi untuk diidentifikasi
kelemahannya, dan dicarikan solusi dengan mengambil contoh yang baik dari luar negeri
seperti Vietnam dan Jerman. Kelemahan yang nyata terletak pada Kebijakan dinyatakan sebagaipernyataan umum yang tidak merefleksikan rencana aksi dan penganggaran. Pentingya sistem
inovasi yang melibatkan berbagai institusi dalam jejaring masih perlu diperkuat, hal ini sejalan
dengan permintaan Presiden untuk tidak ego sektoral dan mengembangkan tradisi bekerja
lintas Kementerian. Selain itu juga ditemukan kebijakan yang sudah baik namun tidak dijalankan
secara konsisten.
1.
PENDAHULUAN
Dalam era persaingan global yang sangat ketat dewasa ini, maka semua negara
berupaya untuk meningkatkan daya saing nasionalnya, sementara Indonesia masih
didominasi oleh produk-produk dengan kandungan teknologi rendah atau menjualbahan mentah. Neraca perdagangan Indonesia dalam kurun waktu tahun 1990 sampai
dengan tahun 2011, untuk produk industri dengan teknologi rendah mengalami
peningkatan, sementara untuk produk industri dengan teknologi menengah dan tinggi
cenderung mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan kenyataan bahwa hasil Litbang
IPTEK belum banyak mendukung industri. Gambaran industri manufaktur nasional mulai
terjadi penurunan nilai tambah sejak tahun 2004 [1], hal ini pertanda awal de-
industrilisasi. Prospek pertumbuhan ekonomi nasional menghadapi resiko, karena
industri mengalami produktivitas rendah, keterbatasan kapasitas produksi, masalah
dalam infrastruktur, adanya skill gap, lemahnya pemanfaatan teknologi dalam industri,
kurangnya inovasi dan peningkatan kapasitas teknologi serta permasalahan sektorkeuangan [1]. Sementara lembaga litbang nasional belum sepenuhnya mampu
menyediakan teknologi yang diperlukan oleh industri. Akibatnya ketergantungan
semakin besar pada negara asing penghasil teknologi dan kurangnya pemanfaatan
teknologi hasil litbang dalam negeri. Dalam sistem inovasi terdapat 3 pihak
mempengaruhi aliran teknologi bagi industri, yaitu penghasil teknologi, pengguna
teknologi dan intermediasi. Lembaga Litbang sebagai penghasil teknologi harus dapat
mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
11/55
memenuhi perkembangan kebutuhan industri yang harus terus bersaing. Industri
sebagai pengguna teknologi perlu terus distimulasi untuk meningkatkan inovasi dan
perbaikan yang berkelanjutan. Diantara keduanya perlu ada intermediator yang bisa
memahami kebutuhan Litbang dan Industri agar perbedaan sudut pandang bisa
dipertemukan. Kemampuan Lembaga Litbang sangat dipengaruhi oleh besarnya
anggaran Iptek, kualitas SDM, kemampuan inovasi dan manejemen iptek. Dalam industri
manufaktur masih terlihat tingginya impor bahan baku penolong yang hampir mencapai
80% dan barang modal mendekati 17%. Besarnya impor dan kurangnya ekspor tentu
akan menekan rupiah. Peran iptek selain untuk menunjang industri manufaktur juga
untuk mengolah dan meningkatkan nilai tambah potensi sumberdaya mineral dan
hayati potensi daerah yang sangat beragam dari produk pertanian, maritim, kerajinan
dan manufaktur untuk memenuhi kebutuhan daerahnya dan untuk dijual keluar.
Indonesia belum dapat memperoleh manfaat yang maksimal dalam pengolahan sumber
daya alam melalui pemanfaatan Iptek untuk mendapatkan nilai tambah, seperti contoh
dalam pengolahan bijih besi. Disinilah pentingnya iptek untuk peningkatan daya saingindustri untuk menuju kedaulatan dan kesejahteraan bangsa. Melalui pengolahan bahan
baku mineral dan hayati nasional, maka bahan baku penolong dan pembuatan barang
modal nasional sebagai subsitusi impor dapat diproduksi dalam negeri. Permasalahan
iptek tentu tidak hanya dalam masalah teknis belaka, namun harus juga ditunjang
dengan unsur kebijakan, atau bahkan kebijakan lebih penting dibanding persoalan
teknisnya untuk meningkatkan daya saing nasional. Persoalan kebijakan telah
disinggung diatas menyangkut seperti antara lain rendahnya kualitas SDM, rendahnya
kemampuan inovasi, anggaran iptek yang tidak memadai, manejemen iptek dan lain
sebagainya. Dalam tulisan ini akan disampaikan beberapa contoh kasus implementasi
kebijakan iptek yang tidak mencerminkan fokus dan target yang terarah. Solusinyadiberikan bagaimana negara lain menangani perencanaan dan implementasi kebijakan
penelitian, pengembangan dan penerapan iptek. Kasus serupa juga dialami oleh
Vietnam, yang kemudian bekerjasama dengan Korea Selatan untuk melakukan
perbaikan perencanaan dan penerapan ipteknya.
2. PRAKTEK PELASANAAN KEBIJAKAN IPTEK
Beberapa contoh bagaimana iptek dijalankan di Indonesia, akan disajikan dalam 4 kasus
antara lain a) Apa isi Agenda Riset Nasional, b) Penyusunan Program di Lembaga
Litbang, c) Apa dan bagaimana Insentif Riset Sinas dan d) Kelemahan dalam pencapaian
skala prioritas dari RPJM 2 (2010-2014). Dengan contoh-contoh tersebut dapat dilihat
kelemahan dalam implementasi kebijakan penelitian, pengembangan dan penerapan
iptek. Kasus pertama Agenda Riset Nasional (ARN), pertanyaan yang muncul apa isi ARN,
apa tujuan ARN, siapa yang menjalankan ARN, bagaimana memeneje ARN untuk
mencapai target. Ini semua membutuhkan dukungan kebijakan yang kuat agar dapat
benar-benar www.drn.go.id Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional
2014 11 terlaksana dan mencapai sasaran dengan baik. Kalau kita lihat lebih jauh isi
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
12/55
ARN, yang berisi Tema, Subtema dan Topik riset, maka isinya hanya berupa daftar
kegiatan riset dari bidang prioritas. Apakah agenda riset seperti ini, bisa menjamin
Indonesia bisa maju di tahun 2019, karena tidak jelas siapa yang akan menjalankan ARN,
bagaimana kemampuan Litbangnya, bagaimana membagi kegiatan risetnya dan
bagaimana sumber anggarannya. Kasus kedua terkait dengan penyusunan
program/kegiatan di lembaga Litbang. Program di Lembaga Litbang disusun berdasarkan
Rencana Strategis (RENSTRA) yang diturunkan dari Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM). Dalam menyusun program tersebut akan sangat dipengaruhi oleh
visi lembaga dan kebijakan pimpinan lembaga Litbang tersebut. Dalam penyusunan
program / Kegiatan pun sangat beragam ada yang lebih cenderung top-down atau
buttom-up, atau perimbangan tertentu antara top-down dan buttom-up. Makin besar
buttom-up, maka arah kegiatan Litbang dalam suatu institusi akan semakin tidak fokus
karena terlalu mengakomodir keinginan banyak pegawainya. Apakah dengan cara
seperti ini dapat dijamin Lembaga-lembaga Litbang sudah dapat meningkatkan daya
saing industri. Kalau di Indonesia mempunyai banyak lembaga Litbang yang menyusunprogramnya seperti itu, apakah bisa diharap ada kesamaan visi dalam membangun iptek
Indonesia yang mengkerucut mengarah pada sasaran yang sama. Menurut hemat
penulis hal tersebut akan sulit dicapai, karena faktor selera dan kebebasannya sangat
besar. Belum lagi kalau diperhatikan persoalan sinergi dan koordinasi antar lembaga dan
antar kementerian termasuk barang langka di tanah air. Hal ini dapat dirasakan bahwa
manfaat hasil litbang sangat sedikit bagi industri. Kasus ketiga pelaksanaan Insentif Riset
Sinas. Insentif Riset ini dibagi dalam 3 skema yaitu riset dasar, riset terapan dan riset
peningkatan kapasitas iptek sistem produksi. Pelaksanaan pendanaan kegiatan
dibedakan dalam 2 bentuk yaitu bentuk individu dan bentuk konsorsium. Topik riset
mengacu pada 7 bidang prioritas iptek. Sasaran Insentif Riset Sinas adalah untukpeningkatan produktivitas dan pendayagunaan hasil litbang nasional. Biasanya proposal
yang masuk topiknya sangat bebas sesuai 7 bidang prioritas dan dinilai berdasarkan
kriteria yang sudah ditentukan. Namun 7 bidang prioritas tadi masih sangat luas,
sehingga proposal yang didanai materinya masih sangat beragam, tidak mencerminkan
fokus pada suatu aktivitas riset yang terintegrasi. Hal ini terjadi khususnya pada insentif
yg berbentuk individu. Sementara pada bentuk konsorsium seharusnya sudah lebih
fokus pada suatu kegiatan tertentu dengan melibatkan beberapa institusi dan industri.
Namun pada kenyataannya misal konsorsium Logam Tanah Jarang (LTJ) tidak
mendapatkan anggaran dari insentif Riset Sinas, karena tidak lolos dalam seleksi. Disini
terlihat tidak adanya pemihakan untuk mendukung program prioritas, sehingga
Konsorsium LTJ harus bersaha mencari anggaran di institusi masing-masing dalam
jumlah yang kurang memadai. Kasus ke empat, terkait dengan Skala Prioritas RPJM 2
(2010-2014) : Memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualias SDM,
membangun kemampuan iptek, memperkuat daya saing perekonomian. Skala Prioritas
RPJM 3 (2015-2019) : Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan
menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis SDA
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
13/55
yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan Iptek. Dari penjelasan tersebut
tersurat bahwa pada periode 2010-2014 meningkatkan kualias SDM, membangun
kemampuan iptek, memperkuat daya saing perekonomian dan pada periode RPJM ke 3
telah tersedia SDM yang berkualitas dan mempunyai kemampuan iptek untuk
membangun keunggulan kompetitif ekonomi berbasis SDA. Dilihat realitasnya tidak
terlihat dukungan kebijakan yang sistematis dan hasil yang terukur terkait dengan
peningkatan kualitas SDM, pembangunan kemapuan iptek dan memperkuat daya saing
ekonomi. Disini terlihat Kebijakan dinyatakan sebagai pernyataan umum yang tidak
merefleksikan rencana aksi dan penganggaran. Empat contoh kasus diatas menunjukkan
bahwa Pelaksanaan ARN, Penyusunan program di Lembaga Litbang, Kegiatan riset
dalam program insentif menunjukkan kebebasan yang cukup besar, sehingga tidak
terlihat arahan yang konkrit baik substansi riset maupun kebijakan implementasinya
untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai. Selanjutnya dari Skala Prioritas RPJM 2
dan RPJM 3, tidak terlihat kebijakan yang sistematis yang direfleksikan dengan rencana
aksi, penganggaran dan pengukuran performance yang jelas, padahal setiap tahapanRPJM diharapkan sebagai pijakan untuk kemajuan pada tahap berikutnya untuk
peningkatan kemampuan yang berkesinambungan.
3.
KONSEP JAKSTRANAS
Dalam rancangan (draft) Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek tahun 2015-
2019 [2]. Penelitian, pengembangan, dan penerapan Iptek ditujukan untuk menggali
kekayaan dan potensi sumber daya alam hayati endemik Indonesia dan nir hayatinya
serta mencari terobosan dan menghasilkan berbagai invensi yang tidak saja
memperkaya khazanah Iptek, tapi juga memberi peluang baru bagi pelaku ekonomi
untuk mengembangkan berbagai inovasi yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi [2].
Kelemahan dalam Penelitian, pengembangan, dan penerapan Iptek teridentifikasisebagai berikut :1) kapasitas dan kapabilitas kelembagaan Iptek untuk menjamin
terjadinya proses penciptaan dan pemanfaatan Iptek; 2) kapasitas dan kapabilitas
sumber daya Iptek untuk menghasilkan produk litbang yang berdayaguna bagi industri;
3) jaringan kelembagaan dan jaringan peneliti pada lingkup nasional dan internasional
untuk mendukung peningkatan produktivitas litbang dan peningkatan pendayagunaan
litbang nasional; 4) produktivitas litbang nasional untuk memenuhi kebutuhan teknologi
di dunia industri; dan 5) pendayagunaan Iptek nasional untuk penciptaan nilai tambah
pada sumber daya alam dan produk inovasi nasional dalam rangka meningkatkan daya
saing ekonomi. Untuk meningkatkan produktivitas litbang Iptek, dilakukan strategi
sebagai berikut ada 17 strategi [2] secara ringkas sebagai berikut a) Peningkatan
kapasitas dan kapabilitas SDM ; b) Sistem pendanaan riset ; c) Block grant dalam
pembiayaan litbang ; d) Sistem pengaturan www.drn.go.id Bunga Rampai Pemikiran
Anggota Dewan Riset Nasional 2014 13 tentang brain gain dan brain circulation ; e)
Sistem evaluasi kinerja lembaga Iptek ; f) Sistem insentif ; g) Puspiptek menjadi Science
and Techno Park (STP) ; h) Sistem pembayaran royalti ; i) Sistem investasi Iptek ; j)
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
14/55
Revitalisasi sarana dan prasarana Iptek ; k) Sistem manajemen data dan informasi Iptek ;
l) Sistem pengaturan resource sharing ; m) Sistem pengaturan mobilitas SDM ; n) Sistem
pengaturan mobilitas SDM antara lembaga Iptek nasional dan internasional ; o) Sistem
penyelenggaraan kerjasama internasional : p) Sistem insentif bagi industri yang
melakukan kegiatan litbang ; q) Infrastruktur mutu untuk fasilitasi komersialisasi hasil
invensi. Yang menjadi pertanyaan apakah 5 (lima) Kelemahan dalam Penelitian,
Pengembangan, dan Penerapan Iptek diatas dapat dijawab dengan 17 (tujuh belas)
strategi diatas. Terlihat 17 strategi diatas hanya untuk kelembagaan iptek saja tanpa
melibatkan aktor lain seperti Akademisi, Bisnis dan Government (ABG) sebagai suatu
sistem. Kalau kita simak isi Inpres 4/2003 tentang Pengkoordinasian, Perumusan dan
Pelaksanaan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek, maka Inpres 4/2003
isinya sudah lengkap dan bagus, namun tidak sepenuhnya dilaksanakan. Jadi kebijakan
yang sudah bagus, namun implementasinya masih jauh dari memadai. Dengan contoh-
contoh kasus diatas, Indonesia masih kurang baik dalam mengelola penelitian,
pengembangan dan penerapan iptek. Oleh karenanya perlu juga melihat cara negaralain mengelola persoalan serupa.
4. CONTOH NEGARA LAIN
Vietnam[3] Vietnam mengakui kelemahan dalam penyusunan rencana kebijakan iptek 5
tahunan sebagai berikut : a) Kebijakan dinyatakan sebagai pernyataan umum yang tidak
merefleksikan rencana aksi dan penganggaran, b) Tidak dilakukan diagnosis terhadap
kondisi dan kapabilitas lembaga Litbang, kurang perhatian terhadap aktivitas teknologi
di sektor industri, c) Kegiatan Litbang tidak terkait dengan kebutuhan riil industri.
Kebutuhan industri tidak nyambung dengan perencanaan iptek dan kegiatan prioritas
Litbang, d) Dokumen perencanaan yang tidak lengkap, tidak ada rencana aksi
implementasi, sedikit perhatian terhadap mobilisasi sumberdaya, terbatasnyapenyertaan kebijakan iptek kepada kementerian terkait, e) Akibatnya kebijakan iptek
tidak bisa menjadi platform yang dapat menggerakkan investasi Litbang dan kebijakan
inovasi terkait yang bisa berkontribusi terhadap pengembangan ekonomi Vietnam.
Untuk mempromosikan industri domestik dan mencapai sukses transformasi menjadi
negara industri padat modal dan teknologi, maka Vietnam harus mendesain kebijakan
iptek yang komprehensif untuk mencapai target industri, dengan menentukan prioritas
iptek, pengembangan sumberdaya manusia yang fokus dan teknologi transfer yang
strategic. Perencanaan iptek untuk mencapai industrialisasi seharusnya : a) Menentukan
langkah yang jelas untuk men-trigger transformasi ekonomi, pengembangan SDM dan
peningkatan teknologi yang lebih canggih, khususnya bagaimana mentransformasikan
dari industri padat sumberdaya alam dan tenaga kerja berubah menjadi industri yang
padat modal dan teknologi b) Mekanisme yang handal untuk membangun jejaring bagi
semua aktor inovasi dan model yang strategis untuk mengintegrasikan kapasitas iptek
domestik dan pemanfaatan teknologi yang berasal dari luar. (Kerjasama STEPI - Korea
and VISTEC - MOST Vietnam co-project 2007-2008) Jerman[4] Kebijakan Pemerintah
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
15/55
Jerman menekankan pentingnya bridging atau konektivitas antara Pengguna dan
Penghasil iptek. Dalam sistem inovasinya terdapat 4 pilar subsistem yang terdiri dari
Pengguna dan Penghasil iptek yang berasal dari Pemerintah dan Swasta. Pengguna Iptek
Pihak Pemerintah : Modal SDM dan Sosial oleh Institusi Pendidikan, Akademi,
Pendidikan teknik dan training Pihak Swasta : Kemampuan menyerap iptek oleh
perusahaan, kastemer, pasar produk dan jasa Penghasil Iptek Pihak Pemerintah :
Kemampuan Riset oleh Universitas, Lembaga Litbang, think tanks Pihak Swasta :
Kemampuan teknologi dan inovasi berupa kegiatan litbang di industri, aplikasi proses
dan pengembangan produk. Kelemahan dalam 4 pilar tersebut terletak pada kemapuan
penyerapan iptek dan kemapuan pengembangan teknologi; lemahnya konektivitas
antara litbang dan industri dan kelemahan pada framework conditions berupa lemahnya
inovasi, budaya wirausaha dan regulasi. Bangunan Sistem Inovasi Nasional Jerman
dibagi dalam level Makro, Meso dan Mikro [5], membagi habis kegiatan sistem inovasi
baik kebijakan, implementasi dan pelakunya. www.drn.go.id Bunga Rampai Pemikiran
Anggota Dewan Riset Nasional 2014 15 Contoh serupa juga terjadi di Malaysia untukmewujudkan sistem inovasinya dibentuk lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi
konektivitas sesuai fungsi yang diperlukan.
5.
DISKUSI
Penjelasan dalam bab diatas menunjukkan berbagai kelemahan dalam kebijakan
penelitian, pengembangan dan penerapan iptek untuk mendukung industri dan
pembangunan ekonomi di Indonesia. Dalam perencanaan perlu memahami konsep
sistem inovasi yang menjadi ruh dari Undang-undang 18 tahun 2002. Banyak negara
sudah menggunakan konsep ini, pengalaman mereka bisa menjadi acuan agar kita tidak
memulai lagi dari nol, karena mereka pada awalnya juga membuat kesalahan.
Kelemahan ditandai dengan : a) Kebijakan / aturan yang tidak dilaksanakan secarapenuh dan konsisten seperti pelaksanaan Inpres 4/2003 isinya sudah lengkap dan bagus,
namun tidak sepenuhnya dilaksanakan seperti : Penguatan kemampuan rekayasa dan
inovasi pada kegiatan industri yang daya saing produksinya sangat dipengaruhi oleh
faktor teknologi ; Penguatan kemampuan audit teknologi yang dilaksanakan sejalan
dengan pemberdayaan Standardisasi Nasional Indonesia serta penumbuhan kecintaan
produk dalam negeri ; dan Melakukan pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan
Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang
hasilnya dilaporkan secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan kepada
Presiden. b) Kurangnya fokus dan arah yang jelas dalam kebijakan seperti terlihat pada
empat contoh kasus diatas menunjukkan bahwa Topik riset dan kebijakan ARN,
Penyusunan program di Lembaga Litbang, Kegiatan riset program insentif menunjukkan
kebebasan yang besar, tidak terlihat arah yang jelas baik substansi riset maupun
kebijakan implementasinya. Skala Prioritas RPJM 2 dan RPJM 3, tidak terlihat kebijakan
konkrit yang direfleksikan dengan rencana aksi, penganggaran dan pengukuran
performance yang jelas, padahal setiap tahapan RPJM diharapkan menjadi pijakan dan
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
16/55
peningkatan kemampuan yang berkesinambungan c) Dari contoh negara lain, penting
sekali kebijakan dilengkapi dengan rencana aksi dan penganggaran. Pentingnya men-
trigger transformasi ekonomi, pengembangan SDM dan peningkatan teknologi yang
lebih canggih, bagi pengembangan industri dan ekonomi. Contoh dari Vietnam, Korea
dan Jerman perlu dikaji lebih lanjut d) Membangun sistem inovasi yang handal dengan
melibatkan semua aktor dari akademisi, bisnis dan pemerintah dalam suatu jejaring dan
mengintegrasikan kapasitas iptek domestik dan pemanfaatan teknologi yang berasal
dari luar. Menyusun kebijakan sistem inovasi dalam level makro, meso dan mikro.
6.
PENUTUP
Telah disampaikan berbagai kelemahan kebijakan yang terjadi dan telah disampaikan
berbagai usulan perbaikan bagi pembuatan kebijakan penelitian, pengembangan dan
penerapan iptek di Indonesia untuk mendukung pengembangan industri dan
pertumbuhan ekonomi. Bagaimana pengalaman negara lain membuat kebijakan
ipteknya dapat dijadikan acuan sebagai pertimbangan. Penting untuk membuat
kebijakan yang komprehensif dengan konsep sistem inovasi, dengan pengawasan dalamperencanaan dan monitoring dan evaluasi pada saat pelaksanaan. Kebijakan Presiden
Joko Widodo yang menegaskan bahwa Visi dan Misi Menteri harus sama dengan Visi
dan Misi Presiden. Sesuai semangat presiden Jokowi untuk menghilangkan ego sektoral
dan mengembangkan tradisi bekerja lintas Kementerian. Dengan demikian akan mudah
dibangun jejaring kerja untuk peningkatan sinergi dan koordinasi semua institusi dan
aktor yang terkait. Jika dikelola dengan benar, maka kemampuan teknologi akan dapat
mewujudkan berdikari secara ekonomi, untuk mencapai kedaulatan dan kesejahteraan
bangsa. Melalui sinergi dan manajemen kebijakan iptek yang baik, semoga Indonesia
dapat mendorong kemajuan industri nasional dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Bambang PS Brodjonegoro, Growth strategies for a rising Indonesia Rapporteur,
10 Oktober 2014
[2] Draft 4, Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, tahun 2015-2019, Kementerian Riset dan Teknologi
[3] Ta Doan Trinh, S&T Planning and Priority Setting in Vietnam. APEC Symposium
on Research and Innovation, Setember 2008
[4] Daniel Bagwitz, Stefanie Bauer, The Imporance of Bridging. A Model for
innovation system promotion. Based on the work of Bernd Kadura. Seminar
Strengthening Innovation System, Dortmund Germany Oktober 2009
[5] Gerd Meier zu Kocker, Analysing supra-national and sectoral innovation systems.
Experiences from VDI/VDE-IT. Seminar Strengthening Innovation System, Dortmund
Germany Oktober 2009.
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
17/55
MEWUJUDKAN INDONESIA YANG SEJAHTERA DAN BERDAULAT DENGAN DUKUNGAN
IPTEK
Dr. Ir. Iding Chaidir, M.Sc1,2
Sekretaris DRN 2012-2014
Anggota Komisi Teknis Pangan dan Pertanian DRN 2012-2014
ABSTRACT
Science and technology is the key to a successful modern economy. There is a positive
correlation between competitiveness and the ability to produce science and technology
which are represented by the size of the budget allocated to R&D. The budget allocation
for R&D in Indonesia is only 0.08% of GDP which indicates a lack of attention to the
importance of science and technology as a determinant of the competitiveness of
nations. Entering the Medium Term Development Plan III, along with the ASEAN
Economic Community and the era of a new government in 2015, Indonesia needs a new
paradigm by put forward the development of science and technology as the primemover. For this reason it is necessary to develop an new concept of development and
utilization of science and technology in order to realize a prosperous Indonesia.
1.
PENDAHULUAN
Pembangunan nasional ditujukan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia sebagaimana
tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Keberhasilan Indonesia dalam pencapaian
tujuan pembangunan nasional dapat dilihat dari berbagai tolok ukur, ada yang
menunjukkan keberhasilan dan ada pula yang masih menggambarkan ketertinggalankita dari negara lain. Dari segi pertumbuhan ekonomi, Indonesia menunjukkan
keberhasilan yang menggembirakan karena dilihat dari besarnya PDB telah menempati
peringkat ke-16, sehingga masuk dalam kelompok G-20 dan menjadi satu-satunya wakil
ASEAN. Apabila kecenderungan pertumbuhan ini terus berlanjut, maka diprediksikan
ekonomi Indonesia akan menempati 7 besar dunia pada tahun 2030. Meskipun dilihat
dari segi makro cukup menggembirakan, apabila diukur dari tingkat pendapatan dan
kesejahteraan masyarakatnya Indonesia masih tertinggal diantara negara-negara di
dunia. Dilihat dari capaian tolok ukur tingkat pendapatan per kapita, maka Indonesia
pada tahun 2013 mencapai angka sebesar US$ 3,700, atau pada posisi ke 158 dari 229
negara di dunia, atau termasuk dalam kelompok sepertiga terbawah. Selain itu, apabila
dilihat dari indeks pembangunan manusia (HDI) tahun 2012, maka Indonesia berada
pada posisi 121 dari 187 negara. Kondisi ini menunjukkan bahwa untuk mewujudkan
tujuan pembangunan nasional maka Indonesia harus berupaya lebih keras lagi. Ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) merupakan kunci sukses perekonomian moderen.
Negara-negara yang perekonomiannya maju dan masyarakatnya sejahtera selalu
didukung oleh tingginya intensitas iptek yang dihasilkan oleh penelitian dan
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
18/55
pengembangan (R&D) baik oleh sektor industri, pemerintah maupun perguruan
tingginya. Ada korelasi yang sangat positif antara peringkat daya saing negara-negara
dunia dengan kemampuan menghasilkan iptek yang direpresentasikan dengan besarnya
alokasi anggaran untuk R&D. Negara-negara yang berada pada peringkat tertinggi daya
saing global umumnya mengalokasikan lebih dari 2% PDBnya untuk R&D. Sementara itu,
Indonesia hanya mengalokasikan sekitar 0,08% dari PDBnya untuk R&D. Alokasi
anggaran R&D yang masih rendah mengindikasikan minimnya perhatian terhadap
pentingnya iptek sebagai penentu daya saing bangsa. Indonesia sebagai negara yang
memiliki modal kekayaan sumber daya alam (SDA) dan potensi sumber daya manusia
(SDM) yang besar sangat mungkin menjadi negara maju yang sejahtera apabila
mengedepankan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kekayaan SDA yang
selama ini dimanfaatkan dengan kandungan iptek rendah hanya memberikan kontribusi
nilai tambah yang kecil, sehingga perlu peningkatan intensitas iptek dalam sektor
produksi untuk dapat meningatkan nilai tambah, daya saing dan pendapatan
masyarakatnya. Indonesia akan memasuki Rencana Pembangunan Jangka Menengah(RPJMN) ke III, bersamaan dengan mulai berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean dan era
pemerintahan baru pada tahun 2015. Diperlukan paradigma baru dalam pelaksanaan
pembangunan nasional yaitu dengan lebih mengedepankan iptek sebagai penggerak
utama seperti berlangsung di berbagai negara yang mencapai keberhasilan dalam
pembangunannya. Untuk itu perlu disusun konsep pembangunan dan pendayagunaan
iptek dalam rangka mewujudkan Indonesia yang sejahtera dan berdaulat.
2.
KONSEP PEMBANGUNAN DAN PENDAYAGUNAAN IPTEK
Konsep pembangunan dan pendayagunaan iptek untuk lima tahun ke depan perlu
disusun dengan berlandaskan pemikiran bahwa iptek perlu lebih berperan nyata dan
menjadi arus utama dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Iptek harus pula dapat
membantu menjawab permasalahan nasional yang selama ini menjadi beban
pembangunan seperti masalah impor energi, subsidi BBM, impor pangan dan industri
yang masih bertumpu pada ekspor bahan mentah. Konsep yang selama ini lebih
terfokus pada pembangunan iptek perlu diperluas pada pendayagunaan iptek (iptek
untuk pembangunan) dan pembangunan budaya iptek masyarakat. Pembangunan dan
pendayagunaan iptek perlu difokuskan pada pencapaian visi yaitu terrwujudnya
Indonesia yang lebih sejahtera dan berdaulat yang didukung oleh peran nyata iptek. Visi
tersebut dapat dicapai melalui penyelenggaraan 4 misi utama yaitu (1) Mempercepat
peningkatan kemampuan dan keunggulan iptek nasional; (2) Memaksimalkan
pendayagunaan iptek untuk kedaulatan dan pertumbuhan ekonomi nasional; (3)
Memaksimalkan pendayagunaan iptek untuk kesejahteraan masyarakat; dan (4)
Mempercepat perwujudan masyarakat berkarakter unggul dan berbudaya iptek. Uraian
lebih lanjut tentang permasala- www.drn.go.id Bunga Rampai Pemikiran Anggota
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
19/55
Dewan Riset Nasional 2014 21 han dan langkah-langkah pemecahan yang dituangkan
dalam program pembangunan dan pendayagunaan iptek disampaikan di bawah ini.
2.1
PENINGKATAN KEMAMPUAN DAN KEUNGGULAN IPTEK
Pembangunan kemampuan dan keunggulan iptek ditujukan untuk meningkatkan
kemampuan sumberdaya manusia, sumberdaya fasilitas, kelembagaan, dan jaringaniptek. Sasaran yang ingin dicapai selain meningkatkan kemampuan menghasilkan
iptek bagipembangunan, juga untuk meningkatkan prestasi bangsa di mata
dunia.Kemampuan menghasilkan iptek dapat dilihat terutama dari jumlah publikasi
ilmiah internasional,jumlah aplikasi paten dan terwujudnya Indonesia sebagai
referensi (acuan) dunia untuk iptek di bidang tertentu. Ditinjau dari kemampuan
menghasilkan iptek, Indonesia masih tertinggal dibanding negara-negaratetangga.
Jumlah publikasi internasional para peneliti Indonesia selama kurun 2001-2010
hanya 7.843 publikasi, sedangkan Singapura, Thailand dan Malaysia masing-masing
sudah mencapai di atas 30.000 publikasi. Dalam hal pendaftaran paten di USPTO,
selama kurun 2000-2007 Indonesia hanya mendaftarkan 85 paten, jauh tertinggaldari Malaysia (901 paten), Thailand (310 paten), Philipina (256 paten) dan
Singapura(3.644 paten). Perlu dilakukan pembenahan terhadap data base iptek
nasional dan insentif bagi para peneliti dan dosen untuk meningkatkan publikasi
internasional dan pendaftaran paten. Jumlah peneliti Indonesia secara proporsional
terhadap jumlah angkatan kerja masih tertinggal diantara negara-negara Asean.
SDM Iptek Indonesia yang melakukan R&D pada tahun 2009 ada sebanyak 70.431
orang, yang terdiri dari 40.930 peneliti, dan sisanya merupakan teknisidanstaf
pendukung. Proporsi jumlah peneliti per 1 juta angkatankerja Indonesia pada tahun
2009 hanya mencapai angka 360. Dibandingkandengan Malaysia (710), Thailand
(399) apalagi Singapura (5.818) angka ini masih sangat rendah, sehingga
belummencapai critical mass untukmembangunipteknasional. Diperlukan
peningkatan jumlah tenaga peneliti dengan mendorong dan memberi insentif
kepada para siswa dan mahasiswa menekuni bidang iptek. Kegiatan R&D di sektor
pemerintah menghadapikendala lemahnya koordinasi yang disebabkan terlalu
banyaknya unit riset. Kegiatan R&D di sektor pemerintahdilaksanakan oleh 11.051
peneliti yang tersebar di 199 unit setingkat eselon 2 di Badan Litbang Kementerian
dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK). Kegiatan R&D tersebut sangat
terfragmentasi dan sulit menyamakan arah dan prioritas bersama. Kementerian
Riset dan Teknologi yang seharusnya mengkoordinir riset hanya memiliki aksesterhadap LPNK, sedangkan Litbang Kementerian melaksanakan R&Dnya sesuai
dengan Renstra Kementerian masing-masing. Akibatnya, dengan alokasi anggaran
yang sedikit, dan tidak adanya fokus, maka R&D di sektor pemerintah tidak
memberikan dampak besar bagi perekonomian nasional. Diperlukan pembenahan
untuk terciptanya koordinasi riset satu pintu dan bila diperlukan reformasi struktur
lembaga litbang pemerintah. DEWAN RISET NASIONAL 22 IPTEK UNTUK INDONESIA
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
20/55
SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT Kegiatan R&D yang dilakukan oleh
perguruan tinggi pelaksanaannya tidak terintegrasi dengan R&D sektor pemerintah.
Terdapatsekitar 83 perguruan tinggi negeri (PTN) dan 2.928 PTS yang tersebar di
seluruh Indonesia danmasing-masingmelakukan kegiatan litbang. Jumlah peneliti di
sektor perguruan tinggi ada sebanyak 22.102, jauh melebihi peneliti di sektor
pemerintah. Berbeda dengan lembaga litbang sektor pemerintah, tema dan topik
R&D di perguruan tinggi lebih berorientasi akademis. Meskipun banyak diantara
dosen yang mengerjakan proyek litbang dari kementerian, namun belum ada
sinkronisasi antara arah R&D sektor pemerintah dengan arah R&D di perguruan
tinggi, karena perguruan tinggi berada di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. Diperlukan koordinasi dan integrasiantara litbang perguruan tinggi
dan litbang pemerintah baik dari segi perencanaan maupun pembiayaannya.
Partisipasi industri dalam kegiatan R&D di Indonesia maih rendah, yaitu kurang dari
20%. Kondisi ini berbanding terbalik dengan Singapura dan Korea bahkan Malaysia,
yang lebih dari 80% R&D nya berasal dari industri swasta, sehingga iptek yangdihasilkan lebih berorientasi pasar dan efektif mendorong pertumbuhan ekonomi.
Meskipun didukung oleh 7.777 orang peneliti yang malakukan R&D di sektor
industri, masih diperlukan upaya yang cukup besar untuk meningkatkan minat
industri melakukan R&D sehingga iptek secara nyata mendorong pertumbuhan
ekonomi. Untuk itu perlu ditingkatkan insentif fiskal atau pajak bagi industri yang
melaksanakan R&D dan peningkatan kemitraan dengan lembaga litbang pemerintah
dan perguruan tinggi. Diperlukan revolusi dalam membenahi kemampuan R&D dan
Iptek Indonesia untuk mengungguli negara-negara lain. Selain perlu peningkatan
anggaran sektor iptek perlu pula pembenahan sumberdaya, kelembagaan dan
jaringan iptek. Sumber daya dan lembaga R&D yang tersebar di berbagaikementerian, LPNK, dan perguruan tinggi perlu dibuat lebih terpadu dan bersinergi
sehingga terwujud efisiensi penggunaan anggaran, menghindari duplikasi, dan
mencapai sasaran yang diharapkan. Untuk mewujudkan sinergi sumberdaya iptek,
maka perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan evaluasi perlu dilakukan
secara terpadu dan bersinergi lintas kelembagaan, dibawah koordinasi dan
pembinaan satu pintu. Untuk lebih memadukan kegiatan riset antar berbagai pelaku
R&D perlu ditetapkan prioritas riset secara nasional sebagai acuan bersama.
Prioritas riset tersebut perlu didasarkan pada keunikan Indonesia yang tidak dimiliki
negara lain, seperti negara kepulauan dengan 75% laut, berada di daerah tropis /
katulistiwa, dengan jajaran cincin vulkanik (ring of fire), kekayaan biodiversitas,
beraneka budaya, etnis, dan tradisi. Prioritas riset nasional tersebut dapat
dilaksanakan dalam bentuk konsorsium riset dan membangun pusat-pusat unggulan
iptek nasional di berbagai daerah.
2.2PENDAYAGUNAAN IPTEK UNTUK PEMBANGUNAN EKONOMI
Kontribusi iptek dalam pembangunan nasional masih rendah, hal ini dapat dilihat
dari angka Total Factor Productivity (TFP) yang kecil. Lemahnyakemampuan
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
21/55
sumberdaya dan sistempengelolaanipteknasionalsebagaimana dijelaskan pada bab
terdahulu, merupakan faktor
penyebabrendahnyakontribusiiptekdalampembangunansektoral. Di sektor industri,
Indonesia masih didominasi oleh industri yang memproduksi barang dengan
kandungan teknologi rendah (79%), skala usaha menengah dengan tenaga kerja 10
99 orang (74%), & memiliki rata-rata penjualan per tahun kurang dari 50 M (92%).
Industri tersebut rata-rata tidak melakukan aktivitas R&D untuk menghasilkan
inovasi produk dalam rangka peningkatan daya saing. Kalaupun ada kegiatan R&D
maka kegiatan yang dilakukan adalah dalam rangka inovasi pemasaran (pengenalan
produk atau purna jual). Diperlukan skema insentif (fiskal atau pajak) dari
pemerintah untuk mendorong pihak industri swasta melakukan R&D untuk
meningkatkan daya saing produk. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan
meningkatkan kerjasama antara lembaga litbang dengan swasta melalui insentif
riset kemitraan. Indikasi lain dari rendahnya kontribusi iptek dalam pembangunan
sektor riil adalah masih tingginya ketergantungan Indonesia terhadap teknologi dariluar. Hal ini terjadi pada industri energi yaitu produksi produksi BBM, meskipun
Indonesia merupakan produsen bahan baku, namun masih harus mengimpor bahan
jadi karena ketidakmampuan menguasai teknologi refinery. Mesin-mesin
pembangkit listrik yang digunakan oleh PLN sebagian besar masih diimpor termasuk
komponennya, sehingga sangat rentan terhadap perubahan lingkungan global.
Sudah saatnya Indonesia membangun kemampuan enjiniring anak bangsa melalui
dukungan R&D sektor industri manufaktur. Ketergantungan pada teknologi impor
juga dihadapi pada sektor industri mineral dan batubara (Minerba). Penerbitan UU
Minerba masih menghadapi kendala ketidak-siapan industri menguasai teknologi
pengolahan mineral, sehingga UU yang tersebut tidak efektif mnendorongkemampuan penguasaan teknologi secara nasional. Untuk itu diperlukan dukungan
konsorsium riset yang ditujukan untuk menguasai hilirisasi produk minerba. Dalam
hal barang-barang konsumsi (consumers goods), produk-produk lokal selalu kalah
bersaing dengan produk impor. Demikian pula halnya di bidang pertanian dan
pangan, pasar domestik banyak dikuasai oleh produk impor yang kualitasnya lebih
baik dan harga lebih murah. Perkebunan kelapa sawit Indonesia yang produksinya
nomor 1 di dunia, lebih memilih CPO sebagai produk akhir, sementara produk
hilirnya yang memiliki nilai tambah tinggi lebih dikuasai negara tetangga. Industri
farmasi/ obat masih sangat bergantung pada lisensi asing dan industri alat
kesehatan masih sulit berkembang karena kalah bersaing. Secara umum dapat
disimpulkan bahwa hasil R&D dan Iptek di dalam negeri belum mampu berkontribusi
terhadap peningkatan daya saing industri nasional.
2.3
PENDAYAGUNAAN IPTEK UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT
Kontribusi iptek juga belum juga dirasakan terhadap peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Iptek belum banyak pengaruhnyai terhadap penyediaan lapangan
pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat. Demikian pula dalam hal penyediaan
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
22/55
sarana dan prasarana pemenuhan kebutuhan primer masyarakat seperti pangan, air
bersih, listrik, fasilitas umum yang terjangkau baik dari segi lokasi maupun harga.
Kemajuaniptekjugabelumdapatmengatasipermasalahankebencanaan (banjir,
kekeringan, longsor, tsunami dll) dan dampak pemanasan global dan degradasi
lingkungan. Indonesia yang berada di kawasan yang rentan terhadap bencana alam
perlu menguasai teknologi mitigasi dan penanganan bencana alam.
2.4
PEMBANGUNAN MASYARAKAT BERBUDAYA IPTEK
Terlepas dari peran pemerintah dalam pembangunan dan pendayagunaan iptek,
permasalahanbesar yang perluditanganiadalah penyiapan masyarakat berkarakter
unggul dan berbudaya iptek, karenahalini merupakan persyaratan untuk
menciptakan Indonesia yang maju dan berdaya saing. Untuk dapat menciptakan
keunggulan, kemandirian dan daya saing nasional diperlukan perubahan mentalitas
bangsa yang lebih mencintai produk dalam negeri, disiplin, kerjakeras dan percaya
diri. Kemampuan penguasaan dan pendayagunaan iptek dalam negeri merupakan
kunci sukses Indonesia menuju bangsa yang maju, sejahtera dan berdaulat.Meskipuin demikian pembangunan iptek perlu disertai dengan penyiapan
masyarakat untuk menyesuaikan dengan kemajuan iptek. Pendayagunaan iptek di
segala bidang akan dapat mencapai hasil yang maksimal apabila masyarakatnya
memiliki perilaku dan sikap mental yang dibutuhkan (disiplin, mementingkan
kualitas, kreatif, inovatif). Penyiapan masyarakat menyangkut aspek pendidikan dan
pelatihan sejak usia dini. Kementerian Riset dan Teknologi melalui dukungan Dewan
Riset Nasional setiap 5 tahun menyusun Kebijakan Strategis Nasional Pembangunan
Iptek (Jakstranas Iptek) dan Agenda Riset Nasional (ARN) yang diharapkan menjadi
acuan R&D nasional. Namun lemahnya dukungan aspek hukum dan tidak
dikaitkannya ARN dengan pengalokasian anggaran riset pemerintah, maka dokumenini tidak efektif memfokuskan riset nasional. Diperlukan amandemen terhadap UU
18/2002 tentang Sistem Nasional Litbangrap Iptek yang dikaitkan dengan
Sisrenbangnas.
3.
PENUTUP
Kemampuan penguasaan dan pendayagunaan iptek dalam negeri merupakan kunci
sukses Indonesia menuju bangsa yang maju, sejahtera dan berdaulat. Oleh karena
itu, pembangunan dan pendayagunaan iptek harus menjadi prioritas pembangunan
nasionaldengan menempatkan alokasi anggaran yang lebih besar dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya www.drn.go.id Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan
Riset Nasional 2014 25 (0,08% dari PDB). Pembangunan Iptek meliputi tiga aspek,
yaitu (1) peningkatan kemampuan menghasilkan iptek, dan (2) peningkatan
kemampuan mendayagunakan iptek untuk pembangunan dankesejahteraan
masyarakat, dan (3) penyiapan masyarakat berbudaya iptek. Peningkatan
kemampuan menghasilkan iptek menyangkut peningkatan sumberdaya manusia,
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
23/55
sumberdaya fasilitas, kelembagaan, dan jaringan iptek. Sasaran yang ingin dicapai
selain meningkatkan kemampuan menghasilkan iptek bagipembangunan, juga
untukmemperbaiki prestasi bangsa di mata dunia. Pendayagunaan iptek untuk
pembangunan meliputi pemanfaatan iptek dan inovasi hasil karya anak bangsa, ke
dalam berbagai sektor pembangunan, sehingga meningkatkan kemandirian,
dayasaing dan kedaulatan di berbagai bidang (pangan, energi, kesehatan,
transportasi, hankam, TIK, dan manufaktur). Pendayagunaan iptek harus pula
ditujukan untukpeningkatan kesejahteraanmasyarakat melalui penyediaan lapangan
kerja, pengentasan kemiskinan dan penyediaan kebutuhan dasar (air bersih,
kesehatan dll). Pembangunan iptek perlu disertai dengan penyiapan masyarakat
untuk menyesuaikan dengan kemajuan iptek. Pendayagunaan iptek di segala bidang
akan dapat mencapai hasil yang maksimal apabila mayarakatnya memiliki prilaku
dan sikap mental yang dibutuhkan (disiplin, mementingkan kualitas, kreatif,
inovatif). Penyiapan masyarakat menyangkut aspek pendidikan dan pelatihan sejak
usia dini.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013. Review on Innovation Policy. Innovation in Souteast Asia.
Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
Anonim, Agenda Riset Nasional 2010-2014. Dewan Riset Nasional.
LIPI, 2011. Indikator Iptek Indonesia 2011. Pusat PenelitianPerkembangan Iptek (PAPPITEKLIPI). Jakarta, 2011.
SCHWAB K, 2013. The Global Competitiveness Report 20132014, World
Economic Forum. Geneva
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 20052025
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
24/55
MEMASARKAN PRODUKPRODUK HASIL RISET Ir.
Said Firman1 1 Anggota Komisi Teknis Teknologi Informasi &
Komunikasi DRN 2012-2014. ABSTRAK Memasarkan produk-
produk hasil riset dengan menelaah struktur biaya, tingkatkompetisi di pasar dan strategi untuk memenangkan persaingan.
Dibahas dalam bentuk aliran aktifitas mulai dari identifikasi
kebutuhan pelanggan , proses riset dan pengembangan , uji coba
lapangan ,produksi sampai pada proses penjualan produk ke
tangan pembeli.
1.
PENDAHULUAN
Banyak orang yang mengatakan kita sudah bisa disebut
sukses bila sudah berhasil meriset dan mengembangkan suatu
teknologi atau produk baru tertentu , namun apalah artinya
hasil riset dan pengembangan apabila teknologi atau produk
tersebut tidak bisa dipasarkan , tidak digunakan dan tidak bisa
dirasakan manfaatnya oleh orang lain. Pemasaran adalah
suatu rangkaian proses dari mulai mengenalkan produkkepada calon pelanggan , menawarkan dan membujuk calon
pelanggan sehingga mau memutuskan untuk membeli ,
sampai kepada memberikan layanan purna jual dalam rangka
untuk menjamin kepuasan pelanggan. Memasarkan produk
hasil riset biasanya lebih berat dibandingkan dengan
memasarkan produk yang sudah biasa dipakai atau merek
yang sudah dikenal oleh pelanggan. Pelanggan yang sudahbiasa dan merasa nyaman dengan produk yang biasa ia pakai
tentu akan resisten untuk menerima produk yang baru . Dalam
tulisan ini akan dikupas tentang riset dan pengembangan suatu
produk tertentu berdasarkan pesanan pasar (Market pull) , hal
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
25/55
ini dipilih karena prosesnya lebih komplek , lebih ideal dan
lebih banyak diterapkan . Tentu ada juga kemungkinan yang
lain yaitu Technology Push , namun hal ini sangat jarang
terjadi kecuali kita benar benar telah mengusai pangsa pasardan menjadi Product Leader dari teknolgi tersebut.
2. LINGKUP TUGAS PEMASARAN
2.1. Identifikasi Kebutuhan Pelanggan Proses identifikasi
kebutuhan pelanggan atau market survey dapat dilakukan
dengan cara menanyakan langsung kepada pelanggan atau
bisa juga melalui kuesioner. Tergantung Produk jenis produkyang akan di riset dan dikembangkan serta keadaan pasar
yang akan dimasuki , apabila itu adalah pasar tunggal maka
metoda menayakan langsung kepada pelanggan adalah yang
paling tepat , namun bila produk tersebut adalah produk ritail
dan pasarnya majemuk maka metoda kuesioner lebih efektif.
Proses identifikasi kebutuhan pelanggan adalah proses yang
sangat penting dan krusial , ini adalah awal proses dari sebuahrangkaian proses yang panjang, apabila awalnya salah, maka
bisa dipastikan langkah berikutnya akan salah dan sasaran
tidak akan tercapai. Tantangan yang harus dihadapi dalam
proses ini adalah bila berhadapan dengan pelanggan yang
tidak bisa mengungkapkan kebutuhannya , dalam hal ini
kecerdikan dari orang marketing yang melakukan survei
tersebut untuk memancing dan menggunakan bahasa yangbiasa digunakan pelanggan sehingga pelanggan bisa
mengungkapkan keinginannya dengan bahasa atau caranya
nya sendiri Output dari Proses Identifikasi Kebutuhan
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
26/55
Pelanggan adalah dokumen kebutuhan pelanggan ( Customer
Requirement Document)
2.2. Menjembatani antara Pelanggan dengan Tim Periset ,
Pengembang dan Produksi Proses selanjutnya adalahmembawa dokumen kebutuhan pelanggan ( Customer
Requierement Document) tersebut ke dapur ,
dikomunikasikan ke tim Periset , pengembang dan Produksi,
sebaiknya dilakukan didalam suatu rapat khusus , dimana
orang pemasaran menyampaikan keinginan pelanggan sambil
menyampaikan informasi kira kira bagaimana keadaan
persaingan dipasar saat itu. Didalam pertemuan tersebut
kemudian disepakati kebutuhan sistem (sytem requirement) ,
spesifikasi teknis, jadual kapan produk tersebut harus selesai
diriset dan berapa plafon biaya riset.
2.3. Peran Pemasaran dalam Uji Coba Prototype di Lapangan
Setelah Tim Periset, Pengembang dan Produksi selesai
mengembangkan prototipe produk yang dipesan , maka tibasaatnya untuk melakukan uji coba dilapangan. Apabila produk
tersebut berbentuk system dan memerlukan integrasi dengan
system yang telah terpasang dilapangan , maka diperlukan ijin
Uji coba lapangan dari pihak Regulator , ini adalah tugas dari
orang Pemasaran untuk mengurusnya .Demikian juga kadang
diperlukan ijin dari pihak pelanggan untuk memasang atau
menggunakan produk tersebut di tempat pelanggan , maka inijuga jelas tugas orang pemasaran untuk mengurusnya. Output
dari Uji Coba Lapangan adalah Dokumen Hasil Uji Coba
Lapangan , dimana semua hasil pengukuran dan unjuk kerja
dari Produk dicatat dan disaksikan bersama baik oleh Periset,
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
27/55
Pihak Pelanggan dan Pihak Regulator serta ditandatangani
bersama. Apabila Hasil Uji coba lapangan tersebut belum
sesuai dengan spesifikasi yang direncanakan semula , maka
produk tersebut akan kembali ke tangan tim periset danpengembang untuk penyempurnaan , namun bila sudah
sesuai,dengan yang direncanakan maka prototipe akan dibawa
oleh Pemasaran untuk proses sertifikasi.
2.4Sertifikasi , Pengurusan Paten / HAKI , dan Penamaan
Produk Jual Orang Pemasaran akan mengurus sertifikasi dari
produk tersebut ke pihak yang berwenang mengadakan
pengujian dan sertifikasi , biasanya adalah pihak regulator.
Termasuk mengurus Tipe Produk , Ijin Produksi dan
penghitungan Tingkat Kandungan dalam Negeri (TKDN ) ke
Kementerian Perindustrian. Apabila pada Produk tersebut
juga ada Paten yang akan diajukan , maka orang pemasaran
akan mengurus untuk pengajuan patennya . Dalam banyak hal
, misalnya pada produk TIK dimana perkembangan
teknologinya cepat sekali , lebih cepat dari proses mengurus
paten sampai keluar , maka produsen lebih memilih rahasia
pasar ( Market Secret) daripada Paten . Penentuan nama
Produk Jual adalah proses yang penting. Nama komersil dari
produk demikian penting, karena dibalik nama tersebut ada
spesifikasi dan versi tertentu. Misalnya kita menyebut nama
Toyota Avanza G , maka semua spesifikasi detail yang terkaitdengan nama tersebut sudah ada, demikian juga jika kita
menyebut Samsung Galaxy Note 4 maka spesifikasi detail dan
versi produknya sudah tertentu.. Nama Komersil ini akan
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
28/55
menjadi sangat penting nantinya pada proses pemeliharaan
pada purna jual dan penyediaan suku cadang.
2.5. Analisis Posisi Produk dan Kemampuan Kompetisi di
Pasar Analisis Posisi Produk diperlukan sebelum produktersebut diluncurkan dan dikenalkan ke pasar. Siapa saja yang
menjadi pesaing, apa keunggulan dan kekurangan dari produk
kita dibanding pesaing sangat penting untuk diketahui , agar
produk kita sukses untuk dijual dipasar. Apabila produk kita
banyak unggulnya dibanding produk pesaing maka kita bisa
mengambil posisi leader , kita sedikit lebih leluasa untuk
menentukan harga jual , sebaliknya bila banyak
kekurangannya dibanding produk pesaing maka kita
mengambil posisi follower dan tentu tidak banyak ruang
untuk menentukan harga jual. Yang dimaksud ruang disini
adalah selisih antara harga pokok pemasaran dengan harga
produk pesaing sejenis dipasar Analisis Posisi produk dan
kemampuan kompetisi di pasar adalah pekerjaan yang
sifatnya rutin, paling tidak harus dilakukan tiap 6 bulan sekali
atau lebih cepat lagi, tergantung jenis produknya , sebagai
contoh untuk produk Smart Phone harus dilakukan tiap bulan,
karena setiap bulan selalu ada muncul pesaing baru yang lebih
bagus dan selalu lebih murah Market share adalah ukuran
seberapa banyak produk kita terjual dipasar dibandingkan
dengan seluruh produk sejenis . Biasanya angka Market Sharebiasa digunakan untuk menunjukkan dominasi pasar sekaligus
sebagai bahan promosi untuk terus mempertahankan tingkat
loyalitas pembeli.
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
29/55
2.6. Product Leadership , Operational Excellence dan
Customer Intimacy Product Leadership Operational
Excellence Customer Intimacy Tingkat Rata2 Pesaing
Konsultan Strategi AT Kearney , mengembangkan trilogydiatas, dimana apabila suatu produk akan dipasarkan , maka
ada tiga hal yang musti harus diperhatikan , yaitu : Product
Leadership , apakah produk tersebut unggul dibandingkan
dengan produk pesaing , baik secara spesifikasi teknis , lebih
awet, lebih murah , dan segala jenis keunggulan lainnya
Lingkaran besar menggambarkan tingkat keunggulan rata rata
produk pesaing Operational Excellence , apakah produk kitaitu lebih efisien dan mudah dalam penggunaannya Customer
Intimacy, apakah produk kita tersebut sudah dikenal dan
sudah akrab ditelinga pelanggan Setidaknya kita harus
mempunyai satu keunggulan melebihi pesaing kita , disini
digambarkan produk kita mempunyai keunggulan di Product
leadership, sedangkan untuk operational excellence sama
dengan pesaing dan kurang dalam customer intimacy . dalamhal demikian masih dimungkinkan produk kita untuk masuk
dan diterima oleh pasar.
2.7. Struktur Harga dan Pricing Policy a) Struktur Biaya
Harga Bahan Baku (Free On Board / FOB) = $ a Ongkos
kirim ( Freight) = $ b (sekitar 0.253% dari a tergantung
jenis barang) + CIF (Cost In Freight) = $ a+b CIF dalambentuk rupiah = Rp c ( kurs $ x (a+b)) Bea Masuk = Rp d
(tergantung jenis barang) + Landed Cost = Rp c+d Biaya
Produksi = Rp e (biaya tenaga kerja,listrik, air, gas,by amorti
- sasi investasi mesin , bunga bank dll) Amortisasi biaya Riset
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
30/55
dan Pengembangan = Rp f Biaya Pemasaran (iklan, promosi,
brosur dll) = Rp g + Harga Pokok Pemasaran (HPP) = Rp c +
d + e + f+ g Harga Pokok Pemasaran adalah jumlah biaya
bahan baku (Free on Board / FOB- bila bahan baku diimpordari luar) + ditambah Ongkos kirim (Freight) + Bea Masuk +
biaya produksi+ biaya pemasaran + biaya riset dan
pengembangan perproduk. Biaya bahan baku adalah seluruh
biaya untuk membeli bahan baku , transportasinya, pajaknya ,
dan biaya sewa gudang penyimpanan bahan baku. Biaya
Produksi adalah biaya untuk memproduksi dari bahan baku
menjadi barang jadi ,didalamnya ada biaya tenaga kerja ,depresiasi investasi mesin , biaya operasional pabrik berupa
listerik, air , gas dan lain lain, termasuk biaya premi asuransi,
Biaya Transportasi adalah biaya transportasi produk jual dari
lokasi pabrik ke lokasi pembeli. Biaya Pemasaran meliputi
biaya uji coba lapangan , pemasangan iklan, pencetakan
brosur , jamuan tamu , dll Apabila dalam proses riset atau
produksi ada meminjam uang dari bank, maka ditambah lagibiaya bunga bank Semua biaya tersebut dijumlah, maka itu
disebut sebagai harga pokok pemasaran , bila kita menjual
produk dibawah harga tersebut maka disebut rugi , apabila
menjual diatas harga tersebut disebut laba. Sekarang kita
bandingkan antara harga jual produk pesaing dengan harga
pokok pemasaran kita , apakah masih ada ruang bagi kita
untuk mencetak laba?. Bila Harga Pokok pemasaran kita
masih tinggi, maka mulailah untuk berusaha mengurangi
biaya biaya dan melakukan penghematan disetiap lini ,
termasuk mempercepat proses penelitian dan pengembangan
produk itu sendiri Jangan lupa, bahwa harga selalu berubah,
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
31/55
apabila produk kita terlambat masuk pasar karena proses riset
yang lama, maka bisa jadi harga pasar sudah jatuh dan harga
pokok pemasaran kita sudah diatas harga pesaing, dalam hal
ini akan menjadi dilemma, apabila diteruskan maka akanmenjadi rugi, apabila di hentikan juga sudah pasti rugi, Untuk
Produk TIK , khususnya produk Smart Phone, dalam waktu 3
bulan harga akan turun sekitar 25% bahkan bisa lebih. Bisa
dibayangkan bagaimana tingkat kompetisi produk smartphone
saat ini, dan terbayang bagaimana para periset harus bekerja
dengan waktu yang sudah sangat dibatasi. b) Pricing Policy
Apabila kita telah membuat analisis posisi produk dankemampuan kompetisi di pasar, termasuk melihat posisi
produk kita dengan cara trilogy AT Kearney , selanjutnya kita
sudah bisa tahu bagaimana kebijakan harga (pricing policy)
kita. Pricing Policy adalah harga yang kita tawarkan dipasar
dalam rangka memenangkan persaingan , untuk pertama kali
masuk pasar, walaupun produk kita unggul, biasanya
produsen selalu menawarkan sejumlah discount untukmenarik minat pembeli , seiring berjalannya waktu, apabila
sudah terlihat minat pembeli banyak dan trend pemasarannya
baik, maka discount akan dihilangkan dan bahkan harga akan
dinaikkan, hal demikian ini banyak dipratekkan oleh
pengembang property , yang terkenal dengan slogan bulan
depan harga naik , yang akan memicu emosi pembeli untuk
segera membeli . Pricing Policy pada umumnya juga diiringi
dengan model atau strategi pemasaran tertentu , mungkin kita
masih ingat bagaimana Nokia meluncurkan produk
Communicator , RIM dengan produk Black Berry Z10 ,dan
Yamaha R25 di Indonesia beberapa waktu yang lalu , yang
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
32/55
membuat pelanggan mengantri dan bersedia membayar uang
muka terlebih dahulu, padahal produknya baru akan diberikan
beberapa bulan yang akan datang. Beberapa produsen china
bahkan mempunyai pricing policy yang aneh dan cukupberani , mereka menawarkan harga awal jauh dibawah harga
pokok pemasaran , sehingga mereka berhasil memenangkan
kompetisi, namun mereka telah menghitung, nanti biaya
perawatan ,sparepart dan purna jualnya akan tinggi , sehingga
secara keseluruhan jatuhnya ya mahal juga tapi yang penting
produk mereka telah laku dipasar.
2.8. Pemilihan Strategi Pemasaran Disebut Strategi karena
disini mencerminkan adanya kompetisi dan persaingan dalam
upaya merebut pasar. Kesalahan dalam menerapkan strategi
dapat mengakibatkan produk gagal total untuk bisa masuk ke
pasar , walaupun produk tersebut secara teknis bagus dan
unggul . Sebaliknya dengan strategi yang tepat suatu produk
yang biasabiasa saja bisa sukses diterima pasar. Problem
utama yang dihadapai dalam memasarkan produk hasil riset
adalah resistensi dari pelanggan. Pelanggan sudah terlalu
terbiasa dengan produk lain yang lebih dahulu ia gunakan dan
ia kenal , maka seorang marketer sejati harus sudah tahu
karakteristik produk pesaing tersebut, apa kelebihan dan
kekurangannya- dari sisi kacamata pelanggan- dan dari situ
celah masuk untuk menawarkan produk kita . Rasa terlalupercaya diri secara berlebihan pada keunggulan produk kita
dan mengabaikan persepsi pelanggan pada produk pesaing,
bisa mengakibatkan kegagalan dalam pemasaran. Contohnya
sekali lagi adalah pemasaran produk smartphone Black Berry
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
33/55
yang gagal karena mengabaikan persepsi pelanggan bahwa
smartphone itu harus Android. Ada beberapa cara strategi
pemasaran yang biasa dikenal saat ini : a) Strategi Pemasaran
Langsung secara Tradisional , yaitu produsen mendatangisecara langsung pelanggan di pasar dan mengenalkan
produknya, , berkampanye apa kelebihannya dan selanjutnya
menunggu kedatangan pelanggan membeli produk tersebut b)
Strategi Pemasaran Langsung secara Online , saat ini mulai
marak dipilih , dengan memanfaatkan kemajuan teknologi
TIK, sebagaimana pemasaran secara tradisional ,maka
produsen mendatangi pelanggan melalui komputer atautelepon genggamnya , cara ini lebih murah dan efisien ,
terutama untuk produk yang memang memiliki keunggulan ,
cara online ini bisa memberikan kemudahan dan kenyamanan
bagi pelanggan untuk menyimak, membandingkan ,
menimbang dan akhirnya memutuskan untuk membeli produk
yang lebih unggul dan sesuai seleranya. c) Strategi Pemasaran
Tidak Langsung , dengan system distributor dan keagenan .Disini produsen tidak bertemu secara langsung dengan
pelanggan , tapi menjalin kerjasama dengan distributor aau
agen untuk menjual produk tersebut ke pelanggan. Hal ini
dilakukan karena pihak produsen biasanya tidak mempunyai
tenaga pemasaran yang memadai atau tidak mempunyai
jaringan pemasaran yang memadai. Distributor berbeda
dengan agen , dimana distributor tidak membeli barang dari
produsen (stok barang di distributor adalah milik produsen),
menjual barang ke pelanggan untuk dan atas nama produsen
dengan harga yang sudah ditentukan oleh produsen ,
distributor mendapatkan fee dari produsen ( biasanya dalam
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
34/55
bentuk rabat) atas pekerjaannya. Sedangkan Agen atau
Reseller membeli barang dari produsen atau distributor dan
menjual barang ke pelanggan dengan menentukan harga
sendiri. Perlu dicermati , untuk menjual produk hasil riset ,hindari menunjuk distributor tunggal atau agen tunggal ,
karena hal ini bisa berakibat fatal , distributor dan agen
tersebut justru disewa juga oleh produk pesaing dan mereka
dibayar secara diam diam untuk membunuh produk kita
dengan cara menyimpannya di gudang dan tidak pernah
dipasarkan, bila ada pelanggan yang datang untuk membeli,
mereka mengatakan bahwa stok habis dan kemudianmenawarkan produk pesaing sebagai gantinya , dengan
demikian produk kita tidak pernah bisa masuk ke pasar.
2.9. Strategi Promosi Promosi adalah adalah bagian kegiatan
pemasaran yang tujuannya adalah mengenalkan produk kita
ke calon pelanggan , menerangkan keunggulannya, tanpa
perlu harus mengungkap kelemahannya. Dengan strategi
promosi yang tepat maka persepsi pelanggan terhadap produk
kita akan terbentuk dan hal ini kemudian akan diingat oleh
pelanggan , nanti pada saat ia memutuskan untuk membeli
maka ia akan memilih produk kita untuk dibeli.Untuk jenis
pasar yang sudah fragmented , misalnya produk smart phone ,
dimana ada banyak merek , banyak plihan dan banyak
pembeli , maka peran promosi untuk membentuk persepsipelanggan adalah sangat penting. Perlu diketahui bahwa
pelanggan Indonesia pada umumnya adalah jenis pelanggan
emosi bukan pelanggan rasional, maka proses pembentukan
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
35/55
persepsi untuk menggerakkan emosi pelanggan itu yang
menjadi sasaran promosi.
2.10. Tahap Penjualan Penjualan (sales) adalah proses
transaksi terjadinya jual beli yaitu berpindahnya kepemilikanbarang dari penjual ke pembeli dan berpindahnya kepemilikan
uang dari pembeli ke penjual. Untuk produk yang bersifat
retail atau eceran maka bisa dilakukan dengan cara cash and
carry , namun untuk transaksi dengan jumlah yang besar dan
nilainya besar atau untukproduk yang berupa system yang
besar biasanya transaksi penjualan dilakukan dengan cara
kontrak penjualan , namun sebelum sampai pada tahap
kontrak penjualan , biasanya ada beberapa tahap yang dilalui,
misalnya : a) Tahap Pengikatan awal berupa Letter of Intent
(LoI) atau Memorandum Of Understanding ( MoU) , adalah
dokumen yang dibuat sebagai tanda berminatnya calon
pembeli untuk membeli produk kita. LoI dan MoU secara
hukum masih lemah karena memang isinya biasanya belum
ada komitmen pembelian atau pembayaran b) Pihak
marketing selanjutnya menindaklanjuti dengan mengirimkan
surat penawaran harga (SPH) ke calon pembeli , yang berisi
penawaran jumlah , harga , cara pembayaran , serta waktu
penyerahan. SPH biasanya berbatas waktu karena memang
biasanya terjadi fluktuasi harga bahan baku dan biaya biaya
lain, sehingga harga penawaranpun ikut terdampak berubah.c) Negosiasi adalah proses tawar menawar harga dan lainnya,
dan apabila terlah dicapai kesepakatan , biasanya dibuatkan
Berita Acara Negosiasi yang ditandatatangani kedua belah
www.drn.go.id Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan
7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)
36/55
Riset Nasional 2014 35 pihak. d) Kontrak Penjualan adalah
dokumen yang ditandatangani oleh kedua belah pihak yang
berisi semua perihal perikatan