Jurnal Indonesia (IPTEK)

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    1/55

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    2/55

    KATA PENGANTAR KETUA DEWAN RISET NASIONAL

    Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha

    Esa atas terbitnya buku IPTEK UNTUK INDONESIA SEJAHTERA,

    BERDAULAT & BERMARTABAT : Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan

    Riset Nasional 2014. Buku ini merupakan salah satu wadah bagi Anggota Dewan

    Riset Nasional (DRN) untuk menuangkan ide dan pemikiran tentang

    pengembangan dan pemanfaatan IPTEK untuk pembangunan nasional, yang

    diterbitkan setiap akhir tahun. DRN merupakan Lembaga Non Struktural yang

    membantu pemerintah dalam merumuskan arah, prioritas utama, dan kebijakan

    strategis pembangunan nasional IPTEK. Dalam melaksanakan tugas tersebut,

    anggota DRN 2012-2014 yang terdiri dari 56 anggota dari unsur akademisi, bisnis

    dan pemerintah melaksanakan berbagai diskusi, FGD, Seminar dan pengamatan

    lapangan. Kegiatan lintas disiplin ilmu dan lintas unsur kelembagaan IPTEK dalamwadah DRN telah melahirkan ide-ide terobosan yang dituangkan dalam bentuk

    tulisan dalam buku ini. Sesuai dengan Komisi Teknis (Komtek) yang ada di DRN

    yaitu bidang Pangan, Energi, Transportasi, TIK, Hankam, Kesehatan dan Obat,

    Material Maju, dan Sosial Humaniora, artikel yang dituangkan dalam buku ini

    diwarnai oleh latar belakang tersebut. Meskipu demikian, sejalan dengan

    perkembangan situasi di tingkat nasional yang baru saja mengalami pergantian

    pemerintahan baru, maka beberapa tulisan mengulas pemikiran tentang kebijakan

    pembangunan IPTEK, revolusi karakter bangsa, dan pengembangan IPTEK untuk

    daya saig dan kesejahteraan bangsa. Penerbitan buku ini dapat terwujud ataspartisipasi aktif para anggota DRN dan kerja keras Sekretariat DRN yang terus

    memfasilitasi kegiatan DRN. Atas jerih payah yang telah dilakukan, kami

    mengucapkan terima kasih. Kami berharap buku ini dapat bermanfaat sebagai

    referensi sekaligus pertanggungjawaban pelaksanaan kegiatan DRN pada periode

    2014, khususnya dalam memberikan masukan bagi pembangunan IPTEK

    khususnya penguatan kegiatan riset untuk Indonesia yang lebih sejahtera, berdaulat

    dan bermartabat.

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    3/55

    IPTEK UNTUK PEMBANGUNAN

    PENGEMBANGAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI: ENAM

    CATATAN PINGGIR...... 1

    Oleh Prof. Carunia Mulia Firdausy, MA,Ph.D

    TINJAUAN KEBIJAKAN IPTEK INDONESIA......9

    Oleh Dr. Ir. Utama Padmadinata.

    MEWUJUDKAN INDONESIA YANG SEJAHTERA DAN BERDAULAT

    DENGAN DUKUNGAN IPTEK...... 19

    Oleh Dr. Ir. Iding Chaidir.M.Sc

    MEMASARKAN PRODUK-PRODUK HASIL RISET...... 27

    Oleh Ir.Said Firman.

    SEKTOR INDUSTRI DITUNTUT UNTUK PRO-AKTIF DALAM

    PERCEPATAN PENGEMBANGAN IPTEK UNTUK KEDAULATAN DAN

    KESEJAHTERAAN BANGSA...... 37

    Oleh Drs. Iskandar, Apt.,MM

    ERA BARU PENDIDIKAN TINGGI DAN RISET INDONESIA DENGAN

    MENGUATNYA UNIVERSITAS-UNIVERSITAS RISET INDONESIA

    BERKELAS DUNIA...... 45Oleh Prof. Dr. Leonardus Broto Sugeng Kardono, Apt

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    4/55

    PENGEMBANGAN RISET, TEKNOLOGI &

    PENDIDIKAN TINGGI : ENAM CATATAN PINGGIR

    Prof.CaruniaMulya Firdausy, MA, Ph.D1

    Ketua Komisi Teknis Teknologi Transportasi DRN 2012-2014.

    ABSTRAK

    Penggabungan Kementerian Riset dan Teknologi dengan Pendidikan Tinggi diharapkan dapat

    membawa kepastian dalam upaya menjadikan luaran pendidikan tinggi dan hasil penelitian Iptek

    nasional bermanfaat bagi kesejahteraan bangsa Indonesia khususnya dan umat manusia

    umumnya. Pentingnya kepastian tersebut bukan saja karena kinerja luaran pendidikan tinggi dan

    hasil penelitian Iptek nasional masih berada dalam titik nadir,melainkan juga karena

    penggabungan kedua institusi ini tidak bebas biaya. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan

    beberapa catatan pinggir yang diyakini berguna untuk Kementerian Riset dan Teknologi dan

    Pendidikan Tinggi dalam mengisi dan memaknai penggabungan tersebut bagi peningkatan

    kualitas pendidikan tinggi di satu pihak, dan hasil penelitian Iptek nasional di lain pihak. Sumber

    informasi dan data dalam mendukung catatan pinggir ini diambil dari literatur dan pengalaman

    bergelut dalam dunia pendidikan tinggi dan penelitian. Beberapa catatan pinggir dimaksud

    adalah sebagai berikut. Pertama, dengan menyatukan perbedaan pilar atau payung antara

    pendidikan tinggi dengan pilar penelitian. Kedua, membangun kualitas dan kebersamaan SDM

    (dosen, peneliti dan staf pendukung). Ketiga,meningkatkan kuantitas dan kualitas prasarana dan

    sarana pelayanan pendukung pendidikan tinggi dan riset. Keempat, mengembangkan sistem

    insentif atau disinsentif bagi perguruan tinggi dan lembaga riset. Kelima, membentuk lembaga

    keuangan atau Bank pendidikan tinggi dan riset. Keenam, sistem remunerasi dosen, peneliti dan

    staf pendukung berbasis produktivitas individu yang terukur dalam periode satu tahun.

    Singkatnya, strategi, kebijakan dan program supply push dalam mengembangkan pendidikan

    tinggi dan riset dan teknologi di atas memang perlu (necessary), namun harus (must) disesuaikan

    dengan kebutuhan dinamis industri dan masyarakat. Hal ini karena hukum supply creates its own

    demand dalam pengembangan riset, teknologi dan pendidikan tinggi terbukti sudah tidak dapat

    diterapkan lagi di Indonesia.

    1.

    PENDAHULUAN

    Kementerian Riset dan Teknologi kini telah digabung dengan Direktorat Jenderal Pendidikan

    Tinggi oleh Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Muhamad Jusuf Kalla atau

    lebih dikenal Jokowi-JK. Penggabungan tersebut diberi nama Kementerian Riset dan Teknologi

    dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti). Tentu penggabungan kedua institusi tersebut sudah

    saatnya untuk disikapi secara positif dan optimis (thinking out of the box), walaupun memang

    harus diakui pikiran yang menolak penggabungan tersebut perlu juga diapresiasi dan dijadikan

    bahan koreksi penetapan strategi, kebijakan dan program riset, teknologi dan pendidikan tinggi

    yang akan dirumuskan ke depan (Kompas, 17 Oktober 2014). Pasalnya, banyak fakta empirik

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    5/55

    yang menunjukkan apa yang dilakukan institusi pendidikan tinggi banyak yang kurang

    nyambung dengan apa yang dilakukan Kementerian Ristek beserta Lembaga Pemerintah Non-

    Kementerian (LPNK) maupun Lembaga Pemerintah Kementerian (LPK), dan sebaliknya.

    Bahkan lebih parah lagi, koordinasi sesama LPNK maupun dengan Kementerian Ristek dan

    LPK masih berjalan sendiri-sendiri tanpa arah. Hal ini, misalnya, terlihat dari rumusan payung

    Agenda Riset Nasional (ARN), Kebijakan Strategis nasional (Jakstranas) Ilmu Pengetahuan danTeknologi (Iptek) dan buku putih Iptek yang dibuat Dewan Riset Nasional (DRN) untuk

    Kementerian Ristek yang selama ini nyaris tidak pernah digubris oleh LPNK dan apalagi oleh

    lembaga penelitian dan pengembangan di dalam tiap kementerian (LPK) maupun institusi

    pendidikan tinggi. Masalah lemahnya koordinasi tersebut, diyakini juga terjadi di lingkungan

    institusi pendidikan tinggi. Belum lagi menyangkut kinerja Perguruan Tinggi dalam

    melaksanakan Tri Dharma maupun kinerja hasil penelitian dan pengembangan Iptek oleh

    Kementerian Ristek beserta LPNKdan LPKnya yang masih berstabilo merah. Belum lagi

    bicara bagaimana keterkaitan hasil riset dan teknologi maupun perguruan tinggi yang tidak

    dimanfaatkan oleh dunia industri dan masyarakat. Tentu, salah satu tugas Kementerian baru ini

    nantinya mendobrak arogansi di lingkungan institusi pendidikan tinggi dan riset dan teknologidi satu pihak dan memperbaiki kinerja kedua institusi ini di lain pihak, disamping juga mencari

    solusi agar hasil riset, teknologi dan lulusan perguruan tinggi dapat diserap secara optimal oleh

    industri dan masyarakat. Persoalannya, bagaimana cara yang harus ditempuh untuk

    memperbaiki semua hal tersebut? Tulisan singkat ini bertujuan utama untuk memberikan

    beberapa catatan pinggir menyangkut upaya yang harus dilakukan Kementerian Riset dan

    Teknologi dan Pendidikan Tinggi dalam mengembangkan Iptek dan Pendidikan Tinggi di

    Indonesia. Namun sebelum focus tujuan tersebut dibahas, berikut ini diungkapkan terlebih

    dahulu apa keterkaitan Riset dengan pendidikan tinggi di bagian kedua. Kemudian, di bagian ke

    tiga diungkapkan faktor penyebab mengapa hasil riset belum dimanfaatkan industri dan

    masyarakat. Akhirnya, beberapa catatan pinggir dalam mengembangkan riset, teknologi dan

    pendidikan tinggi diberikan pada bagian ke empat dari tulisan ini.

    2. APA KETERKAITAN RISET DENGAN PENDIDIKAN TINGGI ?

    Seperti diketahui, fungsi riset dalam pendidikan tinggi paling tidak dapat dikategorikan dalam

    tiga hal. Pertama, sebagai pengajaran dan pelatihan metode ilmiah untuk mencari dan

    mengungkap pengetahuan baru. Kedua, riset dapat digunakan staf pengajar untuk

    mengembangkan bidang ilmu dan senantiasa mengasah daya pemikiran dan pengetahuannya.

    Ketiga, riset dapat ditujukan untuk mencari jawaban bagi permasalahan yang terdapat di

    masyarakat. Untuk meningkatkan kualitas riset, maka kualitas pendidikan tinggi mutlak perlu

    ditingkatkan. Hubungan antara riset dan pendidikan tinggi telah diatur dalam UU No. 18 Tahun.

    2002 tentang Sistim Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan (SisNas LitBangRap)

    Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). Dalam undang-undang ini dinyatakan bahwa

    kelembagaan riset terdiri atas perguruan tinggi, lembaga litbang, badan usaha, dan lembaga

    penunjang maupun unsur sumberdaya dan jaringan iptek lainnya. Adapun fungsi dan tanggung

    jawab masing-masing kelembagaan tersebut terdiri dari dua hal. Pertama adalah

    mengorganisasikan pembentukan sumberdaya manusia, penelitian, pengembangan,

    perekayasaan, inovasi, dan difusi teknologi, .dan kedua yaitu membentuk iklim dan memberikan

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    6/55

    dukungan yang diperlukan bagi penyelenggaraan penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan iptek.

    Khusus untuk Perguruan Tinggi, misi yang ditekankan di dalam Sistem Nasional Iptek yakni

    membentuk sumberdaya manusia sesuai dengan keahlian, kepakaran, dan kompetensi di bidang

    iptek. Adapun yang dimaksud dengan Perguruan Tinggi menurut Pasal 20 Undang Undang

    Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yaitu meliputi akademi, politeknik, sekolah tinggi,

    institut, atau universitas. Lembaga ini berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian,dan pengabdian pada masyarakat atau lebih dikenal dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi.

    Perguruan tinggi juga merupakan unsur kelembagaan dalam sistem pendidikan, sehingga dapat

    dikatakan perguruan tinggi merupakan simpul yang mengaitkan Sistem Nasional Iptek dengan

    Sistem Pendidikan1 . Keterkaitan ini tampak jelas dari tanggung jawab perguruan tinggi yang

    menurut UU No. 18 Tahun 2002 mencakup pendidikan dan pengajaran, penelitian dan

    pengembangan, serta pengabdian pada masyarakat. Tanggung jawab dalam pengajaran dan

    pengembangan yang tidak tercakup dalam UU Sisdiknas ini merupakan upaya untuk

    meningkatkan kemampuan penelitian, pengembangan, perekayasaan, inovasi, dan difusi

    teknologi bagi sumberdaya yang dihasilkan. Dengan demikian, Sistem Nasional Iptek

    merupakan upaya terintegrasi untuk mendifusikan hasil penelitian yang dicapai, sekaligusmenghasilkan lulusan universitas yang lebih siap di pasar. Sebagai upaya peningkatan

    kemampuan IPTEK di perguruan tinggi dikembangkan keterkaitan kegiatan penelitian,

    pengembangan dan penerapan Iptek di universitas, industri dan pemerintah. Hal ini, misalnya,

    dapat dilakukan melalui peningkatan alih teknologi, kemitraan riset dengan pihak industri dan

    peneliti asing. Selain itu, kebijakan insentif dalam kegiatan penelitian di berbagai universitas

    maupun lembaga litbang juga dimaksudkan untuk meningkatkan kemitraan dan alih teknologi

    dengan pengguna di industri maupun masyarakat. Sebagai contohnya yakni sistim insentif Riset

    Unggulan Strategis Nasional dan Program Insentif Riset di Kementerian Negara Riset dan

    Teknologi yang pernah dilakukan pada periode 2005-2014. 1 Lihat Penjelasan Pasal 7 UU No.

    18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, & Penerapan IPTEK.

    Kebijakan tersebut didukung peraturan perundang-undangan, yaitu PP No 20 Tahun 2005

    tentang Alih Teknologi Kekayaan Intelektual serta Hasil Penelitian dan Pengembangan oleh

    Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan, PP No 41 Tahun 2006 tentang

    Perizinan Melakukan Kegiatan Penelitian dan Pengembangan bagi Perguruan Tinggi Asing,

    Lembaga Penelitian dan Pengembangan Asing, Badan Usaha dan Orang Asing, dan PP No 35

    Tahun 2007 Pengalokasian Sebagian Pendapatan Badan Usaha untuk Peningkatan Kemampuan

    Perekayasaan, Inovasi, dan Difusi Teknologi (lihat Kadiman, 2009). Dari uraian singkat diatas

    jelas bahwa pendidikan tinggi dan riset merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan atau

    tidak memiliki hierarki satu sama lain. Riset merupakan bagian penting dari pendidikan tinggi.

    Demikian pula Pendidikan tanpa riset akan terasa kering. Dengan demikian, upaya pemerintah

    untuk memberikan perhatian tinggi pada sektor pendidikan tinggi hanya akan berarti jika dan

    hanya jika kegiatan riset juga mendapat perhatian yang sama, vice versa.

    3. MENGAPA HASIL RISET DAN TEKNOLOGI BELUM DIMANFAATKAN ?

    Pentingnya riset, teknologi dan pendidikan tinggi telah banyak diungkapkan dalam literature.

    Paul Romer dalam Resosudarmo dan Arief A. Yusuf. (2009), misalnya, menyatakan bahwa

    pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat dicapai melalui investasi dalam sumberdaya manusia,

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    7/55

    penelitian dan pengembangan teknologi. Pikiran Romer tersebut juga didukung fakta yang dapat

    dilihat di berbagai negara baik di lingungan Asia, Eropa dan Amerika Serikat. Bahkan Ohmae

    (2005) mencatat kemajuan beberapa negara-negara di Asia terjadi karena adanya kemajuan riset,

    teknologi dan pendidikan tinggi. Bahkan beberapa negara di Asia dimaksud mampu

    memenangkan persaingan global vis a vis kemajuan negara Barat. Kisah keberhasilan Negara-

    negara yang memadukan riset dan pendidikan tinggi rasanya tidak sulit untuk diperoleh. Negaraseperti Finlandia, Jepang dan Korea Selatan, merupakan tiga contoh Negara yang berhasil

    membangun perekonomiannnya melalui Iptek dan pendidikan tinggi (Zuhal, 2008, Stiglitz,

    1999). Namun dalam konteks Indonesia, sangat disayangkan pengembangan riset, teknologi dan

    pendidikan tinggi yang dilakukan pemerintah dan akademisi dikaitkan dengan kebutuhan

    industri dan masyarakat (quadhelix) relative masih jauh dari yang diharapkan. Hal ini terjadi

    antara lain karena adanya ketidakpaduan (mismatch) antara pilihan substansi riset yang

    dilakukan pada lembaga-lembaga riset dan teknologi maupun pendidikan tinggi dengan

    kebutuhan industri dan masyarakat. Pilihan substansi riset yang dilakukan di perguruan tinggi

    maupun lembaga riset pemerintah selama ini masih terlalu diwarnai oleh selera individual para

    periset dan hanya menggunakan ukuran akademik sebagai alat seleksi dalam penentuankelayakan pembiayaannya. Bahkan, walaupun belakangan ini sudah mulai dilakukan upaya

    untuk menggiring agar riset tersebut terkait dengan kebutuhan industri dan masyarakat, tetapi

    realitanya substansi riset masih belum bergeser jauh dari kenikmatan para akademisi dan para

    peneliti (Kompas, 2012). Selain itu, walaupun ekspektasi pemerintah telah mengarah pada

    peningkatan kontribusi teknologi terhadap pembangunan perekonomian nasional, namun

    kegiatan riset yang dibiaya pemerintah tidak dikawal agar secara konsisten menuju ke arah

    tersebut. Kegiatan riset di perguruan tinggi masih dibiarkan sepenuhnya bebas tanpa harus

    menyentuh permasalah nyata. Riset lebih diposisikan sebagai media untuk pembelajaran dan

    peningkatan ketrampilan tenaga akademis dan mahasiswa. Dengan kata lain, penelitian di

    perguruan tinggi tidak secara sungguh-sungguh dituntut untuk menghasilkan produk teknologi

    yang bermanfaat bagi masyarakat, apalagi bagi kebutuhan paten maupun pertumbuhan ekonomi.

    Pelaksanaan riset masih diorientasikan pada upaya menggeser kurva suplai (jumlah penenlitian)

    ke kanan, tanpa disesuaikan dengan kebutuhan permintaan. Demikian pula, riset yang dilakukan

    di lembaga riset pemerintah, termasuk badanbadan penelitian dan pengembangan pada berbagai

    kementerian, juga tidak berbeda banyak dengan riset yang dilakukan di perguruan tinggi.

    Orientasi yang berlaku adalah lembaga riset dan perguruan tinggi tugasnya melaksanakan riset

    dan mengembangkan teknologi, sedangkan pemanfaatannya dianggap menjadi domain industri

    dan masyarakat. Akibatnya, upaya supply-push ini gagal dalam menjadikan hasil riset dan

    teknologi dimanfaatkan oleh pihak industri dan masyarakat. Singkatnya, upaya supply push baik

    yang dilakukan Perguruan tinggi dan lembaga riset masih jauh diarahkan pada kesesuaiannya

    dengan kebutuhan permintaan (demand needs) industri dan masyarakat. Keadaan di atas berbeda

    dengan riset yang dilakukan oleh industri (non pemerintah). Pihak industri cenderung

    melakukan riset dan pengembangan teknologi lebih berorientasi pada kebutuhan

    publik/konsumen. Namun sayangnya, bentuk riset yang dilakukan secara umum masih pada

    tataran peningkatan efisiensi proses produksi atau adaptasi produk agar lebih sesuai dengan

    preferensi konsumen Indonesia, bukan pada upaya untuk menghasilkan produk inovatif dan

    berdaya saing (Lakitan, 2009). Benang kusut penyebab rendahnya kualitas pelaksanaan riset

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    8/55

    dan pemanfaatan hasilhasil riset yang terjadi selama ini suka atau tidak suka juga berkorelasi

    dengan rendahnya biaya yang dianggarkan pemerintah. Hal ini berbeda dengan apa yang

    dilakukan oleh negaranegara maju dan industri yang umumnya di atas 1 persen dari besarnya

    Produk Domestik Bruto negara tersebut. Oleh karena itu, pembenahan benang kusut dari hulu

    sampai hilir yang masih terjadi dalam upaya mengembangkan riset, teknologi dan pendidikan

    tinggi tidak saja wajib diuraikan sedemikian rupa, melainkan juga harus dicarikan solusi yangtepat dan efektif.

    4. BEBERAPA CATATAN PINGGIR

    Tentu banyak hal yang perlu dan harus mendapat perhatian tinggi dengan hadirnya

    Kementerian Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Paling tidak enam pikiran dari hasil

    bacaan literature dan pengalaman berikut ini perlu dijadikan catatan pinggir dalam

    memastikan kinerja kehadiran kementerian ini.

    Pertama, yakni dengan menyatukan perbedaan pilar atau payung antara pendidikan tinggi

    dengan pilar penelitian. Hal ini dapat dilakukan, misalnya, dengan melakukan penyesuaian danatau perubahan bab, pasal dan ayat terkait yang tersurat dalam UndangUndang Sistem

    Pendidikan Nasional No. 20/2003 dan Undang-Undang Sistem Nasional Penelitian,

    Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) No. 18/2002. Dengan

    adanya penyatuan pilar ini tidak saja kebijakan pendidikan tinggi dan riset dan teknologi

    menjadi lebih fokus dan tajam, tetapi juga sekaligus menggiring koordinasi antar lembaga

    terkait pada satu pilar.

    Kedua, membangun kualitas dan kebersamaan SDM (dosen, peneliti dan staf pendukung).

    Kualitas SDM dibangun, misalnya, melalui program 1000 Doktor per tahun khususnya di luar

    negeri dalam bidang ilmu dasar dan tekhnik. Sedangkan dalam hal membangun kebersamaan

    SDM dapat dilakukan, misalnya, melalui penyatuan pusat penelitian di lembaga pendidikan

    tinggi dan lembaga riset berbasis inovasi, pengembangan pusat penelitian berkaliber dunia,

    pelaksanan program riset multi dan interdisiplin ilmu/bidang dan penggunaan prasarana dan

    sarana bersama yang dimiliki oleh Pendidikan Tinggi dan institusi riset.

    Ketiga, meningkatkan kuantitas dan kualitas prasarana dan sarana pelayanan pendukung

    pendidikan tinggi dan riset. Langkah ini penting tidak saja untuk mengurangi migrasi dari para

    peneliti atau akademisi bekerja di luar bidangnya, tetapi juga dapat mengurangi arus hijrah

    peneliti atau akademisi untuk bekerja di luar negeri. Selain itu, lulusan perguruan tinggi dapat

    menjadi lebih berkualitas dan mudah diterima pasar kerja.

    Keempat, mengembangkan sistem insentif atau disinsentif bagi perguruan tinggi dan lembaga

    riset. Perguruan tinggi dan lembaga riset yang tercatat didalam ranking dunia diberikan

    dukungan dana atau bantuan lebih sejenisnya. Sebaliknya, yang belum atau tidak tercatat,

    disupervisi dalam tenggat waktu tertentu sebelum disatukan ke institusi yang lebih baik. Tentu

    kementerian ini harus jemput bola dan bukan dengan duduk di menara gading.

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    9/55

    Kelima, membentuk lembaga keuangan atau Bank pendidikan tinggi dan riset. Tujuan dari

    pembentukan bank tersebut untuk mengurangi ketergantungan pendidikan tinggi dan lembaga

    riset terhadap sumber dana yang berasal dari APBN dan APBD serta sekaligus mendorong

    kerjasama dengan pihak swasta dalam dan luar negeri.

    Keenam, sistem remunerasi dosen, peneliti dan staf pendukung berbasis produktivitas individuyang terukur dalam periode satu tahun. Pemberian tunjangan kinerja (tukin) yang berbasis

    absen setiap hari yang kini diperlakukan bagi dosen dan peneliti harus dievaluasi

    efektivitasnya. Pasalnya, sistem ini dirasakan memasung produktivitas dan kreativitas dosen

    dan peneliti yang memiliki mobilitas tinggi. Untuk kategori ini diperlukan sistem absen

    tersendiri. Tentu catatan pinggir dari enam pikiran di atas dalam pelaksanaannya tidak dapat

    lepas dari penyesuaian terhadap dinamika yang terus terjadi dalam dunia pendidikan tinggi,

    riset, teknologi dan kebutuhan pasar. Jika hal ini tidak dilakukan, maka apapun upaya yang

    dilakukan dalam mengembangkan riset, teknologi dan pendidikan tinggi akan selalu berjalan di

    tempat seperti layaknya roller coaster yang terus berjalan, namun berjalan di lintasan yang

    sama.

    DAFTAR PUSTAKA

    Firdausy, C.M. 2012. Agenda Riset Nasional, Kompas 5 April 2012. _____________, 2012.

    Pembangunan Iptek tidak Bergaira, Kompas 16 Mei 2012.

    Kadiman, K., 2009. Memposisikan Riset dan Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Kemente-

    rian Riset dan Teknologi, Jakarta.

    Lakitan, B., 2009. Sistim Inovasi Nasional, Jurnal Dinamika Masyarakat, Kedeputian

    Dina- mika Masyarakat, Kementerian Riset dan Teknologi, Jakarta.

    Ohmae, Kenichi, 2005. The Next Global Stage, Mc Millan, USA.

    Resosudarmo, B. P. and Arief A. Yusuf. Survey of Recent Development, Bulletin of

    Indo- nesian Economic Studies, vol. 45. no. 3 (2009): 287-315.

    Romer, Paul, 2002. Investment in Human Resources, Research and Technology

    Development for Development, Elsevier Publication.

    Stiglitz, J. 1999. Globalization and Its Discontents, Penguin Books.

    Zuhal, 2010. Knowlegde dan Innovation : Platform Kekuatan Daya Saing, PT Gramedia

    Pustaka Utama, Jakarta

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    10/55

    TINJAUAN KEBIJAKAN IPTEK INDONESIA

    Dr. Ir. Utama H. Padmadinata1,2

    Deputi Kepala BPPT Bidang Pengkajian Kebijakan Teknologi, tahun 2005-2010

    Ketua Komisi Teknis Teknologi Material Maju DRN 2012-2014.

    Email :[email protected]

    ABSTRAK

    Kebijkan iptek nasional dikaji dari berbagai contoh kasus yang terjadi untuk diidentifikasi

    kelemahannya, dan dicarikan solusi dengan mengambil contoh yang baik dari luar negeri

    seperti Vietnam dan Jerman. Kelemahan yang nyata terletak pada Kebijakan dinyatakan sebagaipernyataan umum yang tidak merefleksikan rencana aksi dan penganggaran. Pentingya sistem

    inovasi yang melibatkan berbagai institusi dalam jejaring masih perlu diperkuat, hal ini sejalan

    dengan permintaan Presiden untuk tidak ego sektoral dan mengembangkan tradisi bekerja

    lintas Kementerian. Selain itu juga ditemukan kebijakan yang sudah baik namun tidak dijalankan

    secara konsisten.

    1.

    PENDAHULUAN

    Dalam era persaingan global yang sangat ketat dewasa ini, maka semua negara

    berupaya untuk meningkatkan daya saing nasionalnya, sementara Indonesia masih

    didominasi oleh produk-produk dengan kandungan teknologi rendah atau menjualbahan mentah. Neraca perdagangan Indonesia dalam kurun waktu tahun 1990 sampai

    dengan tahun 2011, untuk produk industri dengan teknologi rendah mengalami

    peningkatan, sementara untuk produk industri dengan teknologi menengah dan tinggi

    cenderung mengalami penurunan. Hal ini menunjukkan kenyataan bahwa hasil Litbang

    IPTEK belum banyak mendukung industri. Gambaran industri manufaktur nasional mulai

    terjadi penurunan nilai tambah sejak tahun 2004 [1], hal ini pertanda awal de-

    industrilisasi. Prospek pertumbuhan ekonomi nasional menghadapi resiko, karena

    industri mengalami produktivitas rendah, keterbatasan kapasitas produksi, masalah

    dalam infrastruktur, adanya skill gap, lemahnya pemanfaatan teknologi dalam industri,

    kurangnya inovasi dan peningkatan kapasitas teknologi serta permasalahan sektorkeuangan [1]. Sementara lembaga litbang nasional belum sepenuhnya mampu

    menyediakan teknologi yang diperlukan oleh industri. Akibatnya ketergantungan

    semakin besar pada negara asing penghasil teknologi dan kurangnya pemanfaatan

    teknologi hasil litbang dalam negeri. Dalam sistem inovasi terdapat 3 pihak

    mempengaruhi aliran teknologi bagi industri, yaitu penghasil teknologi, pengguna

    teknologi dan intermediasi. Lembaga Litbang sebagai penghasil teknologi harus dapat

    mailto:[email protected]:[email protected]:[email protected]:[email protected]
  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    11/55

    memenuhi perkembangan kebutuhan industri yang harus terus bersaing. Industri

    sebagai pengguna teknologi perlu terus distimulasi untuk meningkatkan inovasi dan

    perbaikan yang berkelanjutan. Diantara keduanya perlu ada intermediator yang bisa

    memahami kebutuhan Litbang dan Industri agar perbedaan sudut pandang bisa

    dipertemukan. Kemampuan Lembaga Litbang sangat dipengaruhi oleh besarnya

    anggaran Iptek, kualitas SDM, kemampuan inovasi dan manejemen iptek. Dalam industri

    manufaktur masih terlihat tingginya impor bahan baku penolong yang hampir mencapai

    80% dan barang modal mendekati 17%. Besarnya impor dan kurangnya ekspor tentu

    akan menekan rupiah. Peran iptek selain untuk menunjang industri manufaktur juga

    untuk mengolah dan meningkatkan nilai tambah potensi sumberdaya mineral dan

    hayati potensi daerah yang sangat beragam dari produk pertanian, maritim, kerajinan

    dan manufaktur untuk memenuhi kebutuhan daerahnya dan untuk dijual keluar.

    Indonesia belum dapat memperoleh manfaat yang maksimal dalam pengolahan sumber

    daya alam melalui pemanfaatan Iptek untuk mendapatkan nilai tambah, seperti contoh

    dalam pengolahan bijih besi. Disinilah pentingnya iptek untuk peningkatan daya saingindustri untuk menuju kedaulatan dan kesejahteraan bangsa. Melalui pengolahan bahan

    baku mineral dan hayati nasional, maka bahan baku penolong dan pembuatan barang

    modal nasional sebagai subsitusi impor dapat diproduksi dalam negeri. Permasalahan

    iptek tentu tidak hanya dalam masalah teknis belaka, namun harus juga ditunjang

    dengan unsur kebijakan, atau bahkan kebijakan lebih penting dibanding persoalan

    teknisnya untuk meningkatkan daya saing nasional. Persoalan kebijakan telah

    disinggung diatas menyangkut seperti antara lain rendahnya kualitas SDM, rendahnya

    kemampuan inovasi, anggaran iptek yang tidak memadai, manejemen iptek dan lain

    sebagainya. Dalam tulisan ini akan disampaikan beberapa contoh kasus implementasi

    kebijakan iptek yang tidak mencerminkan fokus dan target yang terarah. Solusinyadiberikan bagaimana negara lain menangani perencanaan dan implementasi kebijakan

    penelitian, pengembangan dan penerapan iptek. Kasus serupa juga dialami oleh

    Vietnam, yang kemudian bekerjasama dengan Korea Selatan untuk melakukan

    perbaikan perencanaan dan penerapan ipteknya.

    2. PRAKTEK PELASANAAN KEBIJAKAN IPTEK

    Beberapa contoh bagaimana iptek dijalankan di Indonesia, akan disajikan dalam 4 kasus

    antara lain a) Apa isi Agenda Riset Nasional, b) Penyusunan Program di Lembaga

    Litbang, c) Apa dan bagaimana Insentif Riset Sinas dan d) Kelemahan dalam pencapaian

    skala prioritas dari RPJM 2 (2010-2014). Dengan contoh-contoh tersebut dapat dilihat

    kelemahan dalam implementasi kebijakan penelitian, pengembangan dan penerapan

    iptek. Kasus pertama Agenda Riset Nasional (ARN), pertanyaan yang muncul apa isi ARN,

    apa tujuan ARN, siapa yang menjalankan ARN, bagaimana memeneje ARN untuk

    mencapai target. Ini semua membutuhkan dukungan kebijakan yang kuat agar dapat

    benar-benar www.drn.go.id Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan Riset Nasional

    2014 11 terlaksana dan mencapai sasaran dengan baik. Kalau kita lihat lebih jauh isi

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    12/55

    ARN, yang berisi Tema, Subtema dan Topik riset, maka isinya hanya berupa daftar

    kegiatan riset dari bidang prioritas. Apakah agenda riset seperti ini, bisa menjamin

    Indonesia bisa maju di tahun 2019, karena tidak jelas siapa yang akan menjalankan ARN,

    bagaimana kemampuan Litbangnya, bagaimana membagi kegiatan risetnya dan

    bagaimana sumber anggarannya. Kasus kedua terkait dengan penyusunan

    program/kegiatan di lembaga Litbang. Program di Lembaga Litbang disusun berdasarkan

    Rencana Strategis (RENSTRA) yang diturunkan dari Rencana Pembangunan Jangka

    Menengah (RPJM). Dalam menyusun program tersebut akan sangat dipengaruhi oleh

    visi lembaga dan kebijakan pimpinan lembaga Litbang tersebut. Dalam penyusunan

    program / Kegiatan pun sangat beragam ada yang lebih cenderung top-down atau

    buttom-up, atau perimbangan tertentu antara top-down dan buttom-up. Makin besar

    buttom-up, maka arah kegiatan Litbang dalam suatu institusi akan semakin tidak fokus

    karena terlalu mengakomodir keinginan banyak pegawainya. Apakah dengan cara

    seperti ini dapat dijamin Lembaga-lembaga Litbang sudah dapat meningkatkan daya

    saing industri. Kalau di Indonesia mempunyai banyak lembaga Litbang yang menyusunprogramnya seperti itu, apakah bisa diharap ada kesamaan visi dalam membangun iptek

    Indonesia yang mengkerucut mengarah pada sasaran yang sama. Menurut hemat

    penulis hal tersebut akan sulit dicapai, karena faktor selera dan kebebasannya sangat

    besar. Belum lagi kalau diperhatikan persoalan sinergi dan koordinasi antar lembaga dan

    antar kementerian termasuk barang langka di tanah air. Hal ini dapat dirasakan bahwa

    manfaat hasil litbang sangat sedikit bagi industri. Kasus ketiga pelaksanaan Insentif Riset

    Sinas. Insentif Riset ini dibagi dalam 3 skema yaitu riset dasar, riset terapan dan riset

    peningkatan kapasitas iptek sistem produksi. Pelaksanaan pendanaan kegiatan

    dibedakan dalam 2 bentuk yaitu bentuk individu dan bentuk konsorsium. Topik riset

    mengacu pada 7 bidang prioritas iptek. Sasaran Insentif Riset Sinas adalah untukpeningkatan produktivitas dan pendayagunaan hasil litbang nasional. Biasanya proposal

    yang masuk topiknya sangat bebas sesuai 7 bidang prioritas dan dinilai berdasarkan

    kriteria yang sudah ditentukan. Namun 7 bidang prioritas tadi masih sangat luas,

    sehingga proposal yang didanai materinya masih sangat beragam, tidak mencerminkan

    fokus pada suatu aktivitas riset yang terintegrasi. Hal ini terjadi khususnya pada insentif

    yg berbentuk individu. Sementara pada bentuk konsorsium seharusnya sudah lebih

    fokus pada suatu kegiatan tertentu dengan melibatkan beberapa institusi dan industri.

    Namun pada kenyataannya misal konsorsium Logam Tanah Jarang (LTJ) tidak

    mendapatkan anggaran dari insentif Riset Sinas, karena tidak lolos dalam seleksi. Disini

    terlihat tidak adanya pemihakan untuk mendukung program prioritas, sehingga

    Konsorsium LTJ harus bersaha mencari anggaran di institusi masing-masing dalam

    jumlah yang kurang memadai. Kasus ke empat, terkait dengan Skala Prioritas RPJM 2

    (2010-2014) : Memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualias SDM,

    membangun kemampuan iptek, memperkuat daya saing perekonomian. Skala Prioritas

    RPJM 3 (2015-2019) : Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan

    menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis SDA

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    13/55

    yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan Iptek. Dari penjelasan tersebut

    tersurat bahwa pada periode 2010-2014 meningkatkan kualias SDM, membangun

    kemampuan iptek, memperkuat daya saing perekonomian dan pada periode RPJM ke 3

    telah tersedia SDM yang berkualitas dan mempunyai kemampuan iptek untuk

    membangun keunggulan kompetitif ekonomi berbasis SDA. Dilihat realitasnya tidak

    terlihat dukungan kebijakan yang sistematis dan hasil yang terukur terkait dengan

    peningkatan kualitas SDM, pembangunan kemapuan iptek dan memperkuat daya saing

    ekonomi. Disini terlihat Kebijakan dinyatakan sebagai pernyataan umum yang tidak

    merefleksikan rencana aksi dan penganggaran. Empat contoh kasus diatas menunjukkan

    bahwa Pelaksanaan ARN, Penyusunan program di Lembaga Litbang, Kegiatan riset

    dalam program insentif menunjukkan kebebasan yang cukup besar, sehingga tidak

    terlihat arahan yang konkrit baik substansi riset maupun kebijakan implementasinya

    untuk mencapai suatu tujuan yang ingin dicapai. Selanjutnya dari Skala Prioritas RPJM 2

    dan RPJM 3, tidak terlihat kebijakan yang sistematis yang direfleksikan dengan rencana

    aksi, penganggaran dan pengukuran performance yang jelas, padahal setiap tahapanRPJM diharapkan sebagai pijakan untuk kemajuan pada tahap berikutnya untuk

    peningkatan kemampuan yang berkesinambungan.

    3.

    KONSEP JAKSTRANAS

    Dalam rancangan (draft) Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek tahun 2015-

    2019 [2]. Penelitian, pengembangan, dan penerapan Iptek ditujukan untuk menggali

    kekayaan dan potensi sumber daya alam hayati endemik Indonesia dan nir hayatinya

    serta mencari terobosan dan menghasilkan berbagai invensi yang tidak saja

    memperkaya khazanah Iptek, tapi juga memberi peluang baru bagi pelaku ekonomi

    untuk mengembangkan berbagai inovasi yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi [2].

    Kelemahan dalam Penelitian, pengembangan, dan penerapan Iptek teridentifikasisebagai berikut :1) kapasitas dan kapabilitas kelembagaan Iptek untuk menjamin

    terjadinya proses penciptaan dan pemanfaatan Iptek; 2) kapasitas dan kapabilitas

    sumber daya Iptek untuk menghasilkan produk litbang yang berdayaguna bagi industri;

    3) jaringan kelembagaan dan jaringan peneliti pada lingkup nasional dan internasional

    untuk mendukung peningkatan produktivitas litbang dan peningkatan pendayagunaan

    litbang nasional; 4) produktivitas litbang nasional untuk memenuhi kebutuhan teknologi

    di dunia industri; dan 5) pendayagunaan Iptek nasional untuk penciptaan nilai tambah

    pada sumber daya alam dan produk inovasi nasional dalam rangka meningkatkan daya

    saing ekonomi. Untuk meningkatkan produktivitas litbang Iptek, dilakukan strategi

    sebagai berikut ada 17 strategi [2] secara ringkas sebagai berikut a) Peningkatan

    kapasitas dan kapabilitas SDM ; b) Sistem pendanaan riset ; c) Block grant dalam

    pembiayaan litbang ; d) Sistem pengaturan www.drn.go.id Bunga Rampai Pemikiran

    Anggota Dewan Riset Nasional 2014 13 tentang brain gain dan brain circulation ; e)

    Sistem evaluasi kinerja lembaga Iptek ; f) Sistem insentif ; g) Puspiptek menjadi Science

    and Techno Park (STP) ; h) Sistem pembayaran royalti ; i) Sistem investasi Iptek ; j)

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    14/55

    Revitalisasi sarana dan prasarana Iptek ; k) Sistem manajemen data dan informasi Iptek ;

    l) Sistem pengaturan resource sharing ; m) Sistem pengaturan mobilitas SDM ; n) Sistem

    pengaturan mobilitas SDM antara lembaga Iptek nasional dan internasional ; o) Sistem

    penyelenggaraan kerjasama internasional : p) Sistem insentif bagi industri yang

    melakukan kegiatan litbang ; q) Infrastruktur mutu untuk fasilitasi komersialisasi hasil

    invensi. Yang menjadi pertanyaan apakah 5 (lima) Kelemahan dalam Penelitian,

    Pengembangan, dan Penerapan Iptek diatas dapat dijawab dengan 17 (tujuh belas)

    strategi diatas. Terlihat 17 strategi diatas hanya untuk kelembagaan iptek saja tanpa

    melibatkan aktor lain seperti Akademisi, Bisnis dan Government (ABG) sebagai suatu

    sistem. Kalau kita simak isi Inpres 4/2003 tentang Pengkoordinasian, Perumusan dan

    Pelaksanaan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek, maka Inpres 4/2003

    isinya sudah lengkap dan bagus, namun tidak sepenuhnya dilaksanakan. Jadi kebijakan

    yang sudah bagus, namun implementasinya masih jauh dari memadai. Dengan contoh-

    contoh kasus diatas, Indonesia masih kurang baik dalam mengelola penelitian,

    pengembangan dan penerapan iptek. Oleh karenanya perlu juga melihat cara negaralain mengelola persoalan serupa.

    4. CONTOH NEGARA LAIN

    Vietnam[3] Vietnam mengakui kelemahan dalam penyusunan rencana kebijakan iptek 5

    tahunan sebagai berikut : a) Kebijakan dinyatakan sebagai pernyataan umum yang tidak

    merefleksikan rencana aksi dan penganggaran, b) Tidak dilakukan diagnosis terhadap

    kondisi dan kapabilitas lembaga Litbang, kurang perhatian terhadap aktivitas teknologi

    di sektor industri, c) Kegiatan Litbang tidak terkait dengan kebutuhan riil industri.

    Kebutuhan industri tidak nyambung dengan perencanaan iptek dan kegiatan prioritas

    Litbang, d) Dokumen perencanaan yang tidak lengkap, tidak ada rencana aksi

    implementasi, sedikit perhatian terhadap mobilisasi sumberdaya, terbatasnyapenyertaan kebijakan iptek kepada kementerian terkait, e) Akibatnya kebijakan iptek

    tidak bisa menjadi platform yang dapat menggerakkan investasi Litbang dan kebijakan

    inovasi terkait yang bisa berkontribusi terhadap pengembangan ekonomi Vietnam.

    Untuk mempromosikan industri domestik dan mencapai sukses transformasi menjadi

    negara industri padat modal dan teknologi, maka Vietnam harus mendesain kebijakan

    iptek yang komprehensif untuk mencapai target industri, dengan menentukan prioritas

    iptek, pengembangan sumberdaya manusia yang fokus dan teknologi transfer yang

    strategic. Perencanaan iptek untuk mencapai industrialisasi seharusnya : a) Menentukan

    langkah yang jelas untuk men-trigger transformasi ekonomi, pengembangan SDM dan

    peningkatan teknologi yang lebih canggih, khususnya bagaimana mentransformasikan

    dari industri padat sumberdaya alam dan tenaga kerja berubah menjadi industri yang

    padat modal dan teknologi b) Mekanisme yang handal untuk membangun jejaring bagi

    semua aktor inovasi dan model yang strategis untuk mengintegrasikan kapasitas iptek

    domestik dan pemanfaatan teknologi yang berasal dari luar. (Kerjasama STEPI - Korea

    and VISTEC - MOST Vietnam co-project 2007-2008) Jerman[4] Kebijakan Pemerintah

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    15/55

    Jerman menekankan pentingnya bridging atau konektivitas antara Pengguna dan

    Penghasil iptek. Dalam sistem inovasinya terdapat 4 pilar subsistem yang terdiri dari

    Pengguna dan Penghasil iptek yang berasal dari Pemerintah dan Swasta. Pengguna Iptek

    Pihak Pemerintah : Modal SDM dan Sosial oleh Institusi Pendidikan, Akademi,

    Pendidikan teknik dan training Pihak Swasta : Kemampuan menyerap iptek oleh

    perusahaan, kastemer, pasar produk dan jasa Penghasil Iptek Pihak Pemerintah :

    Kemampuan Riset oleh Universitas, Lembaga Litbang, think tanks Pihak Swasta :

    Kemampuan teknologi dan inovasi berupa kegiatan litbang di industri, aplikasi proses

    dan pengembangan produk. Kelemahan dalam 4 pilar tersebut terletak pada kemapuan

    penyerapan iptek dan kemapuan pengembangan teknologi; lemahnya konektivitas

    antara litbang dan industri dan kelemahan pada framework conditions berupa lemahnya

    inovasi, budaya wirausaha dan regulasi. Bangunan Sistem Inovasi Nasional Jerman

    dibagi dalam level Makro, Meso dan Mikro [5], membagi habis kegiatan sistem inovasi

    baik kebijakan, implementasi dan pelakunya. www.drn.go.id Bunga Rampai Pemikiran

    Anggota Dewan Riset Nasional 2014 15 Contoh serupa juga terjadi di Malaysia untukmewujudkan sistem inovasinya dibentuk lembaga-lembaga yang menjalankan fungsi

    konektivitas sesuai fungsi yang diperlukan.

    5.

    DISKUSI

    Penjelasan dalam bab diatas menunjukkan berbagai kelemahan dalam kebijakan

    penelitian, pengembangan dan penerapan iptek untuk mendukung industri dan

    pembangunan ekonomi di Indonesia. Dalam perencanaan perlu memahami konsep

    sistem inovasi yang menjadi ruh dari Undang-undang 18 tahun 2002. Banyak negara

    sudah menggunakan konsep ini, pengalaman mereka bisa menjadi acuan agar kita tidak

    memulai lagi dari nol, karena mereka pada awalnya juga membuat kesalahan.

    Kelemahan ditandai dengan : a) Kebijakan / aturan yang tidak dilaksanakan secarapenuh dan konsisten seperti pelaksanaan Inpres 4/2003 isinya sudah lengkap dan bagus,

    namun tidak sepenuhnya dilaksanakan seperti : Penguatan kemampuan rekayasa dan

    inovasi pada kegiatan industri yang daya saing produksinya sangat dipengaruhi oleh

    faktor teknologi ; Penguatan kemampuan audit teknologi yang dilaksanakan sejalan

    dengan pemberdayaan Standardisasi Nasional Indonesia serta penumbuhan kecintaan

    produk dalam negeri ; dan Melakukan pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan

    Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang

    hasilnya dilaporkan secara berkala atau sewaktu-waktu apabila diperlukan kepada

    Presiden. b) Kurangnya fokus dan arah yang jelas dalam kebijakan seperti terlihat pada

    empat contoh kasus diatas menunjukkan bahwa Topik riset dan kebijakan ARN,

    Penyusunan program di Lembaga Litbang, Kegiatan riset program insentif menunjukkan

    kebebasan yang besar, tidak terlihat arah yang jelas baik substansi riset maupun

    kebijakan implementasinya. Skala Prioritas RPJM 2 dan RPJM 3, tidak terlihat kebijakan

    konkrit yang direfleksikan dengan rencana aksi, penganggaran dan pengukuran

    performance yang jelas, padahal setiap tahapan RPJM diharapkan menjadi pijakan dan

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    16/55

    peningkatan kemampuan yang berkesinambungan c) Dari contoh negara lain, penting

    sekali kebijakan dilengkapi dengan rencana aksi dan penganggaran. Pentingnya men-

    trigger transformasi ekonomi, pengembangan SDM dan peningkatan teknologi yang

    lebih canggih, bagi pengembangan industri dan ekonomi. Contoh dari Vietnam, Korea

    dan Jerman perlu dikaji lebih lanjut d) Membangun sistem inovasi yang handal dengan

    melibatkan semua aktor dari akademisi, bisnis dan pemerintah dalam suatu jejaring dan

    mengintegrasikan kapasitas iptek domestik dan pemanfaatan teknologi yang berasal

    dari luar. Menyusun kebijakan sistem inovasi dalam level makro, meso dan mikro.

    6.

    PENUTUP

    Telah disampaikan berbagai kelemahan kebijakan yang terjadi dan telah disampaikan

    berbagai usulan perbaikan bagi pembuatan kebijakan penelitian, pengembangan dan

    penerapan iptek di Indonesia untuk mendukung pengembangan industri dan

    pertumbuhan ekonomi. Bagaimana pengalaman negara lain membuat kebijakan

    ipteknya dapat dijadikan acuan sebagai pertimbangan. Penting untuk membuat

    kebijakan yang komprehensif dengan konsep sistem inovasi, dengan pengawasan dalamperencanaan dan monitoring dan evaluasi pada saat pelaksanaan. Kebijakan Presiden

    Joko Widodo yang menegaskan bahwa Visi dan Misi Menteri harus sama dengan Visi

    dan Misi Presiden. Sesuai semangat presiden Jokowi untuk menghilangkan ego sektoral

    dan mengembangkan tradisi bekerja lintas Kementerian. Dengan demikian akan mudah

    dibangun jejaring kerja untuk peningkatan sinergi dan koordinasi semua institusi dan

    aktor yang terkait. Jika dikelola dengan benar, maka kemampuan teknologi akan dapat

    mewujudkan berdikari secara ekonomi, untuk mencapai kedaulatan dan kesejahteraan

    bangsa. Melalui sinergi dan manajemen kebijakan iptek yang baik, semoga Indonesia

    dapat mendorong kemajuan industri nasional dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.

    DAFTAR PUSTAKA

    [1] Bambang PS Brodjonegoro, Growth strategies for a rising Indonesia Rapporteur,

    10 Oktober 2014

    [2] Draft 4, Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan

    Teknologi, tahun 2015-2019, Kementerian Riset dan Teknologi

    [3] Ta Doan Trinh, S&T Planning and Priority Setting in Vietnam. APEC Symposium

    on Research and Innovation, Setember 2008

    [4] Daniel Bagwitz, Stefanie Bauer, The Imporance of Bridging. A Model for

    innovation system promotion. Based on the work of Bernd Kadura. Seminar

    Strengthening Innovation System, Dortmund Germany Oktober 2009

    [5] Gerd Meier zu Kocker, Analysing supra-national and sectoral innovation systems.

    Experiences from VDI/VDE-IT. Seminar Strengthening Innovation System, Dortmund

    Germany Oktober 2009.

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    17/55

    MEWUJUDKAN INDONESIA YANG SEJAHTERA DAN BERDAULAT DENGAN DUKUNGAN

    IPTEK

    Dr. Ir. Iding Chaidir, M.Sc1,2

    Sekretaris DRN 2012-2014

    Anggota Komisi Teknis Pangan dan Pertanian DRN 2012-2014

    ABSTRACT

    Science and technology is the key to a successful modern economy. There is a positive

    correlation between competitiveness and the ability to produce science and technology

    which are represented by the size of the budget allocated to R&D. The budget allocation

    for R&D in Indonesia is only 0.08% of GDP which indicates a lack of attention to the

    importance of science and technology as a determinant of the competitiveness of

    nations. Entering the Medium Term Development Plan III, along with the ASEAN

    Economic Community and the era of a new government in 2015, Indonesia needs a new

    paradigm by put forward the development of science and technology as the primemover. For this reason it is necessary to develop an new concept of development and

    utilization of science and technology in order to realize a prosperous Indonesia.

    1.

    PENDAHULUAN

    Pembangunan nasional ditujukan untuk memajukan kesejahteraan umum,

    mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia sebagaimana

    tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Keberhasilan Indonesia dalam pencapaian

    tujuan pembangunan nasional dapat dilihat dari berbagai tolok ukur, ada yang

    menunjukkan keberhasilan dan ada pula yang masih menggambarkan ketertinggalankita dari negara lain. Dari segi pertumbuhan ekonomi, Indonesia menunjukkan

    keberhasilan yang menggembirakan karena dilihat dari besarnya PDB telah menempati

    peringkat ke-16, sehingga masuk dalam kelompok G-20 dan menjadi satu-satunya wakil

    ASEAN. Apabila kecenderungan pertumbuhan ini terus berlanjut, maka diprediksikan

    ekonomi Indonesia akan menempati 7 besar dunia pada tahun 2030. Meskipun dilihat

    dari segi makro cukup menggembirakan, apabila diukur dari tingkat pendapatan dan

    kesejahteraan masyarakatnya Indonesia masih tertinggal diantara negara-negara di

    dunia. Dilihat dari capaian tolok ukur tingkat pendapatan per kapita, maka Indonesia

    pada tahun 2013 mencapai angka sebesar US$ 3,700, atau pada posisi ke 158 dari 229

    negara di dunia, atau termasuk dalam kelompok sepertiga terbawah. Selain itu, apabila

    dilihat dari indeks pembangunan manusia (HDI) tahun 2012, maka Indonesia berada

    pada posisi 121 dari 187 negara. Kondisi ini menunjukkan bahwa untuk mewujudkan

    tujuan pembangunan nasional maka Indonesia harus berupaya lebih keras lagi. Ilmu

    pengetahuan dan teknologi (iptek) merupakan kunci sukses perekonomian moderen.

    Negara-negara yang perekonomiannya maju dan masyarakatnya sejahtera selalu

    didukung oleh tingginya intensitas iptek yang dihasilkan oleh penelitian dan

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    18/55

    pengembangan (R&D) baik oleh sektor industri, pemerintah maupun perguruan

    tingginya. Ada korelasi yang sangat positif antara peringkat daya saing negara-negara

    dunia dengan kemampuan menghasilkan iptek yang direpresentasikan dengan besarnya

    alokasi anggaran untuk R&D. Negara-negara yang berada pada peringkat tertinggi daya

    saing global umumnya mengalokasikan lebih dari 2% PDBnya untuk R&D. Sementara itu,

    Indonesia hanya mengalokasikan sekitar 0,08% dari PDBnya untuk R&D. Alokasi

    anggaran R&D yang masih rendah mengindikasikan minimnya perhatian terhadap

    pentingnya iptek sebagai penentu daya saing bangsa. Indonesia sebagai negara yang

    memiliki modal kekayaan sumber daya alam (SDA) dan potensi sumber daya manusia

    (SDM) yang besar sangat mungkin menjadi negara maju yang sejahtera apabila

    mengedepankan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kekayaan SDA yang

    selama ini dimanfaatkan dengan kandungan iptek rendah hanya memberikan kontribusi

    nilai tambah yang kecil, sehingga perlu peningkatan intensitas iptek dalam sektor

    produksi untuk dapat meningatkan nilai tambah, daya saing dan pendapatan

    masyarakatnya. Indonesia akan memasuki Rencana Pembangunan Jangka Menengah(RPJMN) ke III, bersamaan dengan mulai berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean dan era

    pemerintahan baru pada tahun 2015. Diperlukan paradigma baru dalam pelaksanaan

    pembangunan nasional yaitu dengan lebih mengedepankan iptek sebagai penggerak

    utama seperti berlangsung di berbagai negara yang mencapai keberhasilan dalam

    pembangunannya. Untuk itu perlu disusun konsep pembangunan dan pendayagunaan

    iptek dalam rangka mewujudkan Indonesia yang sejahtera dan berdaulat.

    2.

    KONSEP PEMBANGUNAN DAN PENDAYAGUNAAN IPTEK

    Konsep pembangunan dan pendayagunaan iptek untuk lima tahun ke depan perlu

    disusun dengan berlandaskan pemikiran bahwa iptek perlu lebih berperan nyata dan

    menjadi arus utama dalam pelaksanaan pembangunan nasional. Iptek harus pula dapat

    membantu menjawab permasalahan nasional yang selama ini menjadi beban

    pembangunan seperti masalah impor energi, subsidi BBM, impor pangan dan industri

    yang masih bertumpu pada ekspor bahan mentah. Konsep yang selama ini lebih

    terfokus pada pembangunan iptek perlu diperluas pada pendayagunaan iptek (iptek

    untuk pembangunan) dan pembangunan budaya iptek masyarakat. Pembangunan dan

    pendayagunaan iptek perlu difokuskan pada pencapaian visi yaitu terrwujudnya

    Indonesia yang lebih sejahtera dan berdaulat yang didukung oleh peran nyata iptek. Visi

    tersebut dapat dicapai melalui penyelenggaraan 4 misi utama yaitu (1) Mempercepat

    peningkatan kemampuan dan keunggulan iptek nasional; (2) Memaksimalkan

    pendayagunaan iptek untuk kedaulatan dan pertumbuhan ekonomi nasional; (3)

    Memaksimalkan pendayagunaan iptek untuk kesejahteraan masyarakat; dan (4)

    Mempercepat perwujudan masyarakat berkarakter unggul dan berbudaya iptek. Uraian

    lebih lanjut tentang permasala- www.drn.go.id Bunga Rampai Pemikiran Anggota

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    19/55

    Dewan Riset Nasional 2014 21 han dan langkah-langkah pemecahan yang dituangkan

    dalam program pembangunan dan pendayagunaan iptek disampaikan di bawah ini.

    2.1

    PENINGKATAN KEMAMPUAN DAN KEUNGGULAN IPTEK

    Pembangunan kemampuan dan keunggulan iptek ditujukan untuk meningkatkan

    kemampuan sumberdaya manusia, sumberdaya fasilitas, kelembagaan, dan jaringaniptek. Sasaran yang ingin dicapai selain meningkatkan kemampuan menghasilkan

    iptek bagipembangunan, juga untuk meningkatkan prestasi bangsa di mata

    dunia.Kemampuan menghasilkan iptek dapat dilihat terutama dari jumlah publikasi

    ilmiah internasional,jumlah aplikasi paten dan terwujudnya Indonesia sebagai

    referensi (acuan) dunia untuk iptek di bidang tertentu. Ditinjau dari kemampuan

    menghasilkan iptek, Indonesia masih tertinggal dibanding negara-negaratetangga.

    Jumlah publikasi internasional para peneliti Indonesia selama kurun 2001-2010

    hanya 7.843 publikasi, sedangkan Singapura, Thailand dan Malaysia masing-masing

    sudah mencapai di atas 30.000 publikasi. Dalam hal pendaftaran paten di USPTO,

    selama kurun 2000-2007 Indonesia hanya mendaftarkan 85 paten, jauh tertinggaldari Malaysia (901 paten), Thailand (310 paten), Philipina (256 paten) dan

    Singapura(3.644 paten). Perlu dilakukan pembenahan terhadap data base iptek

    nasional dan insentif bagi para peneliti dan dosen untuk meningkatkan publikasi

    internasional dan pendaftaran paten. Jumlah peneliti Indonesia secara proporsional

    terhadap jumlah angkatan kerja masih tertinggal diantara negara-negara Asean.

    SDM Iptek Indonesia yang melakukan R&D pada tahun 2009 ada sebanyak 70.431

    orang, yang terdiri dari 40.930 peneliti, dan sisanya merupakan teknisidanstaf

    pendukung. Proporsi jumlah peneliti per 1 juta angkatankerja Indonesia pada tahun

    2009 hanya mencapai angka 360. Dibandingkandengan Malaysia (710), Thailand

    (399) apalagi Singapura (5.818) angka ini masih sangat rendah, sehingga

    belummencapai critical mass untukmembangunipteknasional. Diperlukan

    peningkatan jumlah tenaga peneliti dengan mendorong dan memberi insentif

    kepada para siswa dan mahasiswa menekuni bidang iptek. Kegiatan R&D di sektor

    pemerintah menghadapikendala lemahnya koordinasi yang disebabkan terlalu

    banyaknya unit riset. Kegiatan R&D di sektor pemerintahdilaksanakan oleh 11.051

    peneliti yang tersebar di 199 unit setingkat eselon 2 di Badan Litbang Kementerian

    dan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK). Kegiatan R&D tersebut sangat

    terfragmentasi dan sulit menyamakan arah dan prioritas bersama. Kementerian

    Riset dan Teknologi yang seharusnya mengkoordinir riset hanya memiliki aksesterhadap LPNK, sedangkan Litbang Kementerian melaksanakan R&Dnya sesuai

    dengan Renstra Kementerian masing-masing. Akibatnya, dengan alokasi anggaran

    yang sedikit, dan tidak adanya fokus, maka R&D di sektor pemerintah tidak

    memberikan dampak besar bagi perekonomian nasional. Diperlukan pembenahan

    untuk terciptanya koordinasi riset satu pintu dan bila diperlukan reformasi struktur

    lembaga litbang pemerintah. DEWAN RISET NASIONAL 22 IPTEK UNTUK INDONESIA

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    20/55

    SEJAHTERA, BERDAULAT DAN BERMARTABAT Kegiatan R&D yang dilakukan oleh

    perguruan tinggi pelaksanaannya tidak terintegrasi dengan R&D sektor pemerintah.

    Terdapatsekitar 83 perguruan tinggi negeri (PTN) dan 2.928 PTS yang tersebar di

    seluruh Indonesia danmasing-masingmelakukan kegiatan litbang. Jumlah peneliti di

    sektor perguruan tinggi ada sebanyak 22.102, jauh melebihi peneliti di sektor

    pemerintah. Berbeda dengan lembaga litbang sektor pemerintah, tema dan topik

    R&D di perguruan tinggi lebih berorientasi akademis. Meskipun banyak diantara

    dosen yang mengerjakan proyek litbang dari kementerian, namun belum ada

    sinkronisasi antara arah R&D sektor pemerintah dengan arah R&D di perguruan

    tinggi, karena perguruan tinggi berada di bawah koordinasi Kementerian Pendidikan

    dan Kebudayaan. Diperlukan koordinasi dan integrasiantara litbang perguruan tinggi

    dan litbang pemerintah baik dari segi perencanaan maupun pembiayaannya.

    Partisipasi industri dalam kegiatan R&D di Indonesia maih rendah, yaitu kurang dari

    20%. Kondisi ini berbanding terbalik dengan Singapura dan Korea bahkan Malaysia,

    yang lebih dari 80% R&D nya berasal dari industri swasta, sehingga iptek yangdihasilkan lebih berorientasi pasar dan efektif mendorong pertumbuhan ekonomi.

    Meskipun didukung oleh 7.777 orang peneliti yang malakukan R&D di sektor

    industri, masih diperlukan upaya yang cukup besar untuk meningkatkan minat

    industri melakukan R&D sehingga iptek secara nyata mendorong pertumbuhan

    ekonomi. Untuk itu perlu ditingkatkan insentif fiskal atau pajak bagi industri yang

    melaksanakan R&D dan peningkatan kemitraan dengan lembaga litbang pemerintah

    dan perguruan tinggi. Diperlukan revolusi dalam membenahi kemampuan R&D dan

    Iptek Indonesia untuk mengungguli negara-negara lain. Selain perlu peningkatan

    anggaran sektor iptek perlu pula pembenahan sumberdaya, kelembagaan dan

    jaringan iptek. Sumber daya dan lembaga R&D yang tersebar di berbagaikementerian, LPNK, dan perguruan tinggi perlu dibuat lebih terpadu dan bersinergi

    sehingga terwujud efisiensi penggunaan anggaran, menghindari duplikasi, dan

    mencapai sasaran yang diharapkan. Untuk mewujudkan sinergi sumberdaya iptek,

    maka perencanaan, pengorganisasian, pengawasan dan evaluasi perlu dilakukan

    secara terpadu dan bersinergi lintas kelembagaan, dibawah koordinasi dan

    pembinaan satu pintu. Untuk lebih memadukan kegiatan riset antar berbagai pelaku

    R&D perlu ditetapkan prioritas riset secara nasional sebagai acuan bersama.

    Prioritas riset tersebut perlu didasarkan pada keunikan Indonesia yang tidak dimiliki

    negara lain, seperti negara kepulauan dengan 75% laut, berada di daerah tropis /

    katulistiwa, dengan jajaran cincin vulkanik (ring of fire), kekayaan biodiversitas,

    beraneka budaya, etnis, dan tradisi. Prioritas riset nasional tersebut dapat

    dilaksanakan dalam bentuk konsorsium riset dan membangun pusat-pusat unggulan

    iptek nasional di berbagai daerah.

    2.2PENDAYAGUNAAN IPTEK UNTUK PEMBANGUNAN EKONOMI

    Kontribusi iptek dalam pembangunan nasional masih rendah, hal ini dapat dilihat

    dari angka Total Factor Productivity (TFP) yang kecil. Lemahnyakemampuan

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    21/55

    sumberdaya dan sistempengelolaanipteknasionalsebagaimana dijelaskan pada bab

    terdahulu, merupakan faktor

    penyebabrendahnyakontribusiiptekdalampembangunansektoral. Di sektor industri,

    Indonesia masih didominasi oleh industri yang memproduksi barang dengan

    kandungan teknologi rendah (79%), skala usaha menengah dengan tenaga kerja 10

    99 orang (74%), & memiliki rata-rata penjualan per tahun kurang dari 50 M (92%).

    Industri tersebut rata-rata tidak melakukan aktivitas R&D untuk menghasilkan

    inovasi produk dalam rangka peningkatan daya saing. Kalaupun ada kegiatan R&D

    maka kegiatan yang dilakukan adalah dalam rangka inovasi pemasaran (pengenalan

    produk atau purna jual). Diperlukan skema insentif (fiskal atau pajak) dari

    pemerintah untuk mendorong pihak industri swasta melakukan R&D untuk

    meningkatkan daya saing produk. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan

    meningkatkan kerjasama antara lembaga litbang dengan swasta melalui insentif

    riset kemitraan. Indikasi lain dari rendahnya kontribusi iptek dalam pembangunan

    sektor riil adalah masih tingginya ketergantungan Indonesia terhadap teknologi dariluar. Hal ini terjadi pada industri energi yaitu produksi produksi BBM, meskipun

    Indonesia merupakan produsen bahan baku, namun masih harus mengimpor bahan

    jadi karena ketidakmampuan menguasai teknologi refinery. Mesin-mesin

    pembangkit listrik yang digunakan oleh PLN sebagian besar masih diimpor termasuk

    komponennya, sehingga sangat rentan terhadap perubahan lingkungan global.

    Sudah saatnya Indonesia membangun kemampuan enjiniring anak bangsa melalui

    dukungan R&D sektor industri manufaktur. Ketergantungan pada teknologi impor

    juga dihadapi pada sektor industri mineral dan batubara (Minerba). Penerbitan UU

    Minerba masih menghadapi kendala ketidak-siapan industri menguasai teknologi

    pengolahan mineral, sehingga UU yang tersebut tidak efektif mnendorongkemampuan penguasaan teknologi secara nasional. Untuk itu diperlukan dukungan

    konsorsium riset yang ditujukan untuk menguasai hilirisasi produk minerba. Dalam

    hal barang-barang konsumsi (consumers goods), produk-produk lokal selalu kalah

    bersaing dengan produk impor. Demikian pula halnya di bidang pertanian dan

    pangan, pasar domestik banyak dikuasai oleh produk impor yang kualitasnya lebih

    baik dan harga lebih murah. Perkebunan kelapa sawit Indonesia yang produksinya

    nomor 1 di dunia, lebih memilih CPO sebagai produk akhir, sementara produk

    hilirnya yang memiliki nilai tambah tinggi lebih dikuasai negara tetangga. Industri

    farmasi/ obat masih sangat bergantung pada lisensi asing dan industri alat

    kesehatan masih sulit berkembang karena kalah bersaing. Secara umum dapat

    disimpulkan bahwa hasil R&D dan Iptek di dalam negeri belum mampu berkontribusi

    terhadap peningkatan daya saing industri nasional.

    2.3

    PENDAYAGUNAAN IPTEK UNTUK KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

    Kontribusi iptek juga belum juga dirasakan terhadap peningkatan kesejahteraan

    masyarakat. Iptek belum banyak pengaruhnyai terhadap penyediaan lapangan

    pekerjaan dan pendapatan bagi masyarakat. Demikian pula dalam hal penyediaan

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    22/55

    sarana dan prasarana pemenuhan kebutuhan primer masyarakat seperti pangan, air

    bersih, listrik, fasilitas umum yang terjangkau baik dari segi lokasi maupun harga.

    Kemajuaniptekjugabelumdapatmengatasipermasalahankebencanaan (banjir,

    kekeringan, longsor, tsunami dll) dan dampak pemanasan global dan degradasi

    lingkungan. Indonesia yang berada di kawasan yang rentan terhadap bencana alam

    perlu menguasai teknologi mitigasi dan penanganan bencana alam.

    2.4

    PEMBANGUNAN MASYARAKAT BERBUDAYA IPTEK

    Terlepas dari peran pemerintah dalam pembangunan dan pendayagunaan iptek,

    permasalahanbesar yang perluditanganiadalah penyiapan masyarakat berkarakter

    unggul dan berbudaya iptek, karenahalini merupakan persyaratan untuk

    menciptakan Indonesia yang maju dan berdaya saing. Untuk dapat menciptakan

    keunggulan, kemandirian dan daya saing nasional diperlukan perubahan mentalitas

    bangsa yang lebih mencintai produk dalam negeri, disiplin, kerjakeras dan percaya

    diri. Kemampuan penguasaan dan pendayagunaan iptek dalam negeri merupakan

    kunci sukses Indonesia menuju bangsa yang maju, sejahtera dan berdaulat.Meskipuin demikian pembangunan iptek perlu disertai dengan penyiapan

    masyarakat untuk menyesuaikan dengan kemajuan iptek. Pendayagunaan iptek di

    segala bidang akan dapat mencapai hasil yang maksimal apabila masyarakatnya

    memiliki perilaku dan sikap mental yang dibutuhkan (disiplin, mementingkan

    kualitas, kreatif, inovatif). Penyiapan masyarakat menyangkut aspek pendidikan dan

    pelatihan sejak usia dini. Kementerian Riset dan Teknologi melalui dukungan Dewan

    Riset Nasional setiap 5 tahun menyusun Kebijakan Strategis Nasional Pembangunan

    Iptek (Jakstranas Iptek) dan Agenda Riset Nasional (ARN) yang diharapkan menjadi

    acuan R&D nasional. Namun lemahnya dukungan aspek hukum dan tidak

    dikaitkannya ARN dengan pengalokasian anggaran riset pemerintah, maka dokumenini tidak efektif memfokuskan riset nasional. Diperlukan amandemen terhadap UU

    18/2002 tentang Sistem Nasional Litbangrap Iptek yang dikaitkan dengan

    Sisrenbangnas.

    3.

    PENUTUP

    Kemampuan penguasaan dan pendayagunaan iptek dalam negeri merupakan kunci

    sukses Indonesia menuju bangsa yang maju, sejahtera dan berdaulat. Oleh karena

    itu, pembangunan dan pendayagunaan iptek harus menjadi prioritas pembangunan

    nasionaldengan menempatkan alokasi anggaran yang lebih besar dibandingkan

    tahun-tahun sebelumnya www.drn.go.id Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan

    Riset Nasional 2014 25 (0,08% dari PDB). Pembangunan Iptek meliputi tiga aspek,

    yaitu (1) peningkatan kemampuan menghasilkan iptek, dan (2) peningkatan

    kemampuan mendayagunakan iptek untuk pembangunan dankesejahteraan

    masyarakat, dan (3) penyiapan masyarakat berbudaya iptek. Peningkatan

    kemampuan menghasilkan iptek menyangkut peningkatan sumberdaya manusia,

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    23/55

    sumberdaya fasilitas, kelembagaan, dan jaringan iptek. Sasaran yang ingin dicapai

    selain meningkatkan kemampuan menghasilkan iptek bagipembangunan, juga

    untukmemperbaiki prestasi bangsa di mata dunia. Pendayagunaan iptek untuk

    pembangunan meliputi pemanfaatan iptek dan inovasi hasil karya anak bangsa, ke

    dalam berbagai sektor pembangunan, sehingga meningkatkan kemandirian,

    dayasaing dan kedaulatan di berbagai bidang (pangan, energi, kesehatan,

    transportasi, hankam, TIK, dan manufaktur). Pendayagunaan iptek harus pula

    ditujukan untukpeningkatan kesejahteraanmasyarakat melalui penyediaan lapangan

    kerja, pengentasan kemiskinan dan penyediaan kebutuhan dasar (air bersih,

    kesehatan dll). Pembangunan iptek perlu disertai dengan penyiapan masyarakat

    untuk menyesuaikan dengan kemajuan iptek. Pendayagunaan iptek di segala bidang

    akan dapat mencapai hasil yang maksimal apabila mayarakatnya memiliki prilaku

    dan sikap mental yang dibutuhkan (disiplin, mementingkan kualitas, kreatif,

    inovatif). Penyiapan masyarakat menyangkut aspek pendidikan dan pelatihan sejak

    usia dini.

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim, 2013. Review on Innovation Policy. Innovation in Souteast Asia.

    Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

    Anonim, Agenda Riset Nasional 2010-2014. Dewan Riset Nasional.

    LIPI, 2011. Indikator Iptek Indonesia 2011. Pusat PenelitianPerkembangan Iptek (PAPPITEKLIPI). Jakarta, 2011.

    SCHWAB K, 2013. The Global Competitiveness Report 20132014, World

    Economic Forum. Geneva

    Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2007 tentang

    Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 20052025

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    24/55

    MEMASARKAN PRODUKPRODUK HASIL RISET Ir.

    Said Firman1 1 Anggota Komisi Teknis Teknologi Informasi &

    Komunikasi DRN 2012-2014. ABSTRAK Memasarkan produk-

    produk hasil riset dengan menelaah struktur biaya, tingkatkompetisi di pasar dan strategi untuk memenangkan persaingan.

    Dibahas dalam bentuk aliran aktifitas mulai dari identifikasi

    kebutuhan pelanggan , proses riset dan pengembangan , uji coba

    lapangan ,produksi sampai pada proses penjualan produk ke

    tangan pembeli.

    1.

    PENDAHULUAN

    Banyak orang yang mengatakan kita sudah bisa disebut

    sukses bila sudah berhasil meriset dan mengembangkan suatu

    teknologi atau produk baru tertentu , namun apalah artinya

    hasil riset dan pengembangan apabila teknologi atau produk

    tersebut tidak bisa dipasarkan , tidak digunakan dan tidak bisa

    dirasakan manfaatnya oleh orang lain. Pemasaran adalah

    suatu rangkaian proses dari mulai mengenalkan produkkepada calon pelanggan , menawarkan dan membujuk calon

    pelanggan sehingga mau memutuskan untuk membeli ,

    sampai kepada memberikan layanan purna jual dalam rangka

    untuk menjamin kepuasan pelanggan. Memasarkan produk

    hasil riset biasanya lebih berat dibandingkan dengan

    memasarkan produk yang sudah biasa dipakai atau merek

    yang sudah dikenal oleh pelanggan. Pelanggan yang sudahbiasa dan merasa nyaman dengan produk yang biasa ia pakai

    tentu akan resisten untuk menerima produk yang baru . Dalam

    tulisan ini akan dikupas tentang riset dan pengembangan suatu

    produk tertentu berdasarkan pesanan pasar (Market pull) , hal

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    25/55

    ini dipilih karena prosesnya lebih komplek , lebih ideal dan

    lebih banyak diterapkan . Tentu ada juga kemungkinan yang

    lain yaitu Technology Push , namun hal ini sangat jarang

    terjadi kecuali kita benar benar telah mengusai pangsa pasardan menjadi Product Leader dari teknolgi tersebut.

    2. LINGKUP TUGAS PEMASARAN

    2.1. Identifikasi Kebutuhan Pelanggan Proses identifikasi

    kebutuhan pelanggan atau market survey dapat dilakukan

    dengan cara menanyakan langsung kepada pelanggan atau

    bisa juga melalui kuesioner. Tergantung Produk jenis produkyang akan di riset dan dikembangkan serta keadaan pasar

    yang akan dimasuki , apabila itu adalah pasar tunggal maka

    metoda menayakan langsung kepada pelanggan adalah yang

    paling tepat , namun bila produk tersebut adalah produk ritail

    dan pasarnya majemuk maka metoda kuesioner lebih efektif.

    Proses identifikasi kebutuhan pelanggan adalah proses yang

    sangat penting dan krusial , ini adalah awal proses dari sebuahrangkaian proses yang panjang, apabila awalnya salah, maka

    bisa dipastikan langkah berikutnya akan salah dan sasaran

    tidak akan tercapai. Tantangan yang harus dihadapi dalam

    proses ini adalah bila berhadapan dengan pelanggan yang

    tidak bisa mengungkapkan kebutuhannya , dalam hal ini

    kecerdikan dari orang marketing yang melakukan survei

    tersebut untuk memancing dan menggunakan bahasa yangbiasa digunakan pelanggan sehingga pelanggan bisa

    mengungkapkan keinginannya dengan bahasa atau caranya

    nya sendiri Output dari Proses Identifikasi Kebutuhan

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    26/55

    Pelanggan adalah dokumen kebutuhan pelanggan ( Customer

    Requirement Document)

    2.2. Menjembatani antara Pelanggan dengan Tim Periset ,

    Pengembang dan Produksi Proses selanjutnya adalahmembawa dokumen kebutuhan pelanggan ( Customer

    Requierement Document) tersebut ke dapur ,

    dikomunikasikan ke tim Periset , pengembang dan Produksi,

    sebaiknya dilakukan didalam suatu rapat khusus , dimana

    orang pemasaran menyampaikan keinginan pelanggan sambil

    menyampaikan informasi kira kira bagaimana keadaan

    persaingan dipasar saat itu. Didalam pertemuan tersebut

    kemudian disepakati kebutuhan sistem (sytem requirement) ,

    spesifikasi teknis, jadual kapan produk tersebut harus selesai

    diriset dan berapa plafon biaya riset.

    2.3. Peran Pemasaran dalam Uji Coba Prototype di Lapangan

    Setelah Tim Periset, Pengembang dan Produksi selesai

    mengembangkan prototipe produk yang dipesan , maka tibasaatnya untuk melakukan uji coba dilapangan. Apabila produk

    tersebut berbentuk system dan memerlukan integrasi dengan

    system yang telah terpasang dilapangan , maka diperlukan ijin

    Uji coba lapangan dari pihak Regulator , ini adalah tugas dari

    orang Pemasaran untuk mengurusnya .Demikian juga kadang

    diperlukan ijin dari pihak pelanggan untuk memasang atau

    menggunakan produk tersebut di tempat pelanggan , maka inijuga jelas tugas orang pemasaran untuk mengurusnya. Output

    dari Uji Coba Lapangan adalah Dokumen Hasil Uji Coba

    Lapangan , dimana semua hasil pengukuran dan unjuk kerja

    dari Produk dicatat dan disaksikan bersama baik oleh Periset,

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    27/55

    Pihak Pelanggan dan Pihak Regulator serta ditandatangani

    bersama. Apabila Hasil Uji coba lapangan tersebut belum

    sesuai dengan spesifikasi yang direncanakan semula , maka

    produk tersebut akan kembali ke tangan tim periset danpengembang untuk penyempurnaan , namun bila sudah

    sesuai,dengan yang direncanakan maka prototipe akan dibawa

    oleh Pemasaran untuk proses sertifikasi.

    2.4Sertifikasi , Pengurusan Paten / HAKI , dan Penamaan

    Produk Jual Orang Pemasaran akan mengurus sertifikasi dari

    produk tersebut ke pihak yang berwenang mengadakan

    pengujian dan sertifikasi , biasanya adalah pihak regulator.

    Termasuk mengurus Tipe Produk , Ijin Produksi dan

    penghitungan Tingkat Kandungan dalam Negeri (TKDN ) ke

    Kementerian Perindustrian. Apabila pada Produk tersebut

    juga ada Paten yang akan diajukan , maka orang pemasaran

    akan mengurus untuk pengajuan patennya . Dalam banyak hal

    , misalnya pada produk TIK dimana perkembangan

    teknologinya cepat sekali , lebih cepat dari proses mengurus

    paten sampai keluar , maka produsen lebih memilih rahasia

    pasar ( Market Secret) daripada Paten . Penentuan nama

    Produk Jual adalah proses yang penting. Nama komersil dari

    produk demikian penting, karena dibalik nama tersebut ada

    spesifikasi dan versi tertentu. Misalnya kita menyebut nama

    Toyota Avanza G , maka semua spesifikasi detail yang terkaitdengan nama tersebut sudah ada, demikian juga jika kita

    menyebut Samsung Galaxy Note 4 maka spesifikasi detail dan

    versi produknya sudah tertentu.. Nama Komersil ini akan

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    28/55

    menjadi sangat penting nantinya pada proses pemeliharaan

    pada purna jual dan penyediaan suku cadang.

    2.5. Analisis Posisi Produk dan Kemampuan Kompetisi di

    Pasar Analisis Posisi Produk diperlukan sebelum produktersebut diluncurkan dan dikenalkan ke pasar. Siapa saja yang

    menjadi pesaing, apa keunggulan dan kekurangan dari produk

    kita dibanding pesaing sangat penting untuk diketahui , agar

    produk kita sukses untuk dijual dipasar. Apabila produk kita

    banyak unggulnya dibanding produk pesaing maka kita bisa

    mengambil posisi leader , kita sedikit lebih leluasa untuk

    menentukan harga jual , sebaliknya bila banyak

    kekurangannya dibanding produk pesaing maka kita

    mengambil posisi follower dan tentu tidak banyak ruang

    untuk menentukan harga jual. Yang dimaksud ruang disini

    adalah selisih antara harga pokok pemasaran dengan harga

    produk pesaing sejenis dipasar Analisis Posisi produk dan

    kemampuan kompetisi di pasar adalah pekerjaan yang

    sifatnya rutin, paling tidak harus dilakukan tiap 6 bulan sekali

    atau lebih cepat lagi, tergantung jenis produknya , sebagai

    contoh untuk produk Smart Phone harus dilakukan tiap bulan,

    karena setiap bulan selalu ada muncul pesaing baru yang lebih

    bagus dan selalu lebih murah Market share adalah ukuran

    seberapa banyak produk kita terjual dipasar dibandingkan

    dengan seluruh produk sejenis . Biasanya angka Market Sharebiasa digunakan untuk menunjukkan dominasi pasar sekaligus

    sebagai bahan promosi untuk terus mempertahankan tingkat

    loyalitas pembeli.

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    29/55

    2.6. Product Leadership , Operational Excellence dan

    Customer Intimacy Product Leadership Operational

    Excellence Customer Intimacy Tingkat Rata2 Pesaing

    Konsultan Strategi AT Kearney , mengembangkan trilogydiatas, dimana apabila suatu produk akan dipasarkan , maka

    ada tiga hal yang musti harus diperhatikan , yaitu : Product

    Leadership , apakah produk tersebut unggul dibandingkan

    dengan produk pesaing , baik secara spesifikasi teknis , lebih

    awet, lebih murah , dan segala jenis keunggulan lainnya

    Lingkaran besar menggambarkan tingkat keunggulan rata rata

    produk pesaing Operational Excellence , apakah produk kitaitu lebih efisien dan mudah dalam penggunaannya Customer

    Intimacy, apakah produk kita tersebut sudah dikenal dan

    sudah akrab ditelinga pelanggan Setidaknya kita harus

    mempunyai satu keunggulan melebihi pesaing kita , disini

    digambarkan produk kita mempunyai keunggulan di Product

    leadership, sedangkan untuk operational excellence sama

    dengan pesaing dan kurang dalam customer intimacy . dalamhal demikian masih dimungkinkan produk kita untuk masuk

    dan diterima oleh pasar.

    2.7. Struktur Harga dan Pricing Policy a) Struktur Biaya

    Harga Bahan Baku (Free On Board / FOB) = $ a Ongkos

    kirim ( Freight) = $ b (sekitar 0.253% dari a tergantung

    jenis barang) + CIF (Cost In Freight) = $ a+b CIF dalambentuk rupiah = Rp c ( kurs $ x (a+b)) Bea Masuk = Rp d

    (tergantung jenis barang) + Landed Cost = Rp c+d Biaya

    Produksi = Rp e (biaya tenaga kerja,listrik, air, gas,by amorti

    - sasi investasi mesin , bunga bank dll) Amortisasi biaya Riset

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    30/55

    dan Pengembangan = Rp f Biaya Pemasaran (iklan, promosi,

    brosur dll) = Rp g + Harga Pokok Pemasaran (HPP) = Rp c +

    d + e + f+ g Harga Pokok Pemasaran adalah jumlah biaya

    bahan baku (Free on Board / FOB- bila bahan baku diimpordari luar) + ditambah Ongkos kirim (Freight) + Bea Masuk +

    biaya produksi+ biaya pemasaran + biaya riset dan

    pengembangan perproduk. Biaya bahan baku adalah seluruh

    biaya untuk membeli bahan baku , transportasinya, pajaknya ,

    dan biaya sewa gudang penyimpanan bahan baku. Biaya

    Produksi adalah biaya untuk memproduksi dari bahan baku

    menjadi barang jadi ,didalamnya ada biaya tenaga kerja ,depresiasi investasi mesin , biaya operasional pabrik berupa

    listerik, air , gas dan lain lain, termasuk biaya premi asuransi,

    Biaya Transportasi adalah biaya transportasi produk jual dari

    lokasi pabrik ke lokasi pembeli. Biaya Pemasaran meliputi

    biaya uji coba lapangan , pemasangan iklan, pencetakan

    brosur , jamuan tamu , dll Apabila dalam proses riset atau

    produksi ada meminjam uang dari bank, maka ditambah lagibiaya bunga bank Semua biaya tersebut dijumlah, maka itu

    disebut sebagai harga pokok pemasaran , bila kita menjual

    produk dibawah harga tersebut maka disebut rugi , apabila

    menjual diatas harga tersebut disebut laba. Sekarang kita

    bandingkan antara harga jual produk pesaing dengan harga

    pokok pemasaran kita , apakah masih ada ruang bagi kita

    untuk mencetak laba?. Bila Harga Pokok pemasaran kita

    masih tinggi, maka mulailah untuk berusaha mengurangi

    biaya biaya dan melakukan penghematan disetiap lini ,

    termasuk mempercepat proses penelitian dan pengembangan

    produk itu sendiri Jangan lupa, bahwa harga selalu berubah,

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    31/55

    apabila produk kita terlambat masuk pasar karena proses riset

    yang lama, maka bisa jadi harga pasar sudah jatuh dan harga

    pokok pemasaran kita sudah diatas harga pesaing, dalam hal

    ini akan menjadi dilemma, apabila diteruskan maka akanmenjadi rugi, apabila di hentikan juga sudah pasti rugi, Untuk

    Produk TIK , khususnya produk Smart Phone, dalam waktu 3

    bulan harga akan turun sekitar 25% bahkan bisa lebih. Bisa

    dibayangkan bagaimana tingkat kompetisi produk smartphone

    saat ini, dan terbayang bagaimana para periset harus bekerja

    dengan waktu yang sudah sangat dibatasi. b) Pricing Policy

    Apabila kita telah membuat analisis posisi produk dankemampuan kompetisi di pasar, termasuk melihat posisi

    produk kita dengan cara trilogy AT Kearney , selanjutnya kita

    sudah bisa tahu bagaimana kebijakan harga (pricing policy)

    kita. Pricing Policy adalah harga yang kita tawarkan dipasar

    dalam rangka memenangkan persaingan , untuk pertama kali

    masuk pasar, walaupun produk kita unggul, biasanya

    produsen selalu menawarkan sejumlah discount untukmenarik minat pembeli , seiring berjalannya waktu, apabila

    sudah terlihat minat pembeli banyak dan trend pemasarannya

    baik, maka discount akan dihilangkan dan bahkan harga akan

    dinaikkan, hal demikian ini banyak dipratekkan oleh

    pengembang property , yang terkenal dengan slogan bulan

    depan harga naik , yang akan memicu emosi pembeli untuk

    segera membeli . Pricing Policy pada umumnya juga diiringi

    dengan model atau strategi pemasaran tertentu , mungkin kita

    masih ingat bagaimana Nokia meluncurkan produk

    Communicator , RIM dengan produk Black Berry Z10 ,dan

    Yamaha R25 di Indonesia beberapa waktu yang lalu , yang

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    32/55

    membuat pelanggan mengantri dan bersedia membayar uang

    muka terlebih dahulu, padahal produknya baru akan diberikan

    beberapa bulan yang akan datang. Beberapa produsen china

    bahkan mempunyai pricing policy yang aneh dan cukupberani , mereka menawarkan harga awal jauh dibawah harga

    pokok pemasaran , sehingga mereka berhasil memenangkan

    kompetisi, namun mereka telah menghitung, nanti biaya

    perawatan ,sparepart dan purna jualnya akan tinggi , sehingga

    secara keseluruhan jatuhnya ya mahal juga tapi yang penting

    produk mereka telah laku dipasar.

    2.8. Pemilihan Strategi Pemasaran Disebut Strategi karena

    disini mencerminkan adanya kompetisi dan persaingan dalam

    upaya merebut pasar. Kesalahan dalam menerapkan strategi

    dapat mengakibatkan produk gagal total untuk bisa masuk ke

    pasar , walaupun produk tersebut secara teknis bagus dan

    unggul . Sebaliknya dengan strategi yang tepat suatu produk

    yang biasabiasa saja bisa sukses diterima pasar. Problem

    utama yang dihadapai dalam memasarkan produk hasil riset

    adalah resistensi dari pelanggan. Pelanggan sudah terlalu

    terbiasa dengan produk lain yang lebih dahulu ia gunakan dan

    ia kenal , maka seorang marketer sejati harus sudah tahu

    karakteristik produk pesaing tersebut, apa kelebihan dan

    kekurangannya- dari sisi kacamata pelanggan- dan dari situ

    celah masuk untuk menawarkan produk kita . Rasa terlalupercaya diri secara berlebihan pada keunggulan produk kita

    dan mengabaikan persepsi pelanggan pada produk pesaing,

    bisa mengakibatkan kegagalan dalam pemasaran. Contohnya

    sekali lagi adalah pemasaran produk smartphone Black Berry

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    33/55

    yang gagal karena mengabaikan persepsi pelanggan bahwa

    smartphone itu harus Android. Ada beberapa cara strategi

    pemasaran yang biasa dikenal saat ini : a) Strategi Pemasaran

    Langsung secara Tradisional , yaitu produsen mendatangisecara langsung pelanggan di pasar dan mengenalkan

    produknya, , berkampanye apa kelebihannya dan selanjutnya

    menunggu kedatangan pelanggan membeli produk tersebut b)

    Strategi Pemasaran Langsung secara Online , saat ini mulai

    marak dipilih , dengan memanfaatkan kemajuan teknologi

    TIK, sebagaimana pemasaran secara tradisional ,maka

    produsen mendatangi pelanggan melalui komputer atautelepon genggamnya , cara ini lebih murah dan efisien ,

    terutama untuk produk yang memang memiliki keunggulan ,

    cara online ini bisa memberikan kemudahan dan kenyamanan

    bagi pelanggan untuk menyimak, membandingkan ,

    menimbang dan akhirnya memutuskan untuk membeli produk

    yang lebih unggul dan sesuai seleranya. c) Strategi Pemasaran

    Tidak Langsung , dengan system distributor dan keagenan .Disini produsen tidak bertemu secara langsung dengan

    pelanggan , tapi menjalin kerjasama dengan distributor aau

    agen untuk menjual produk tersebut ke pelanggan. Hal ini

    dilakukan karena pihak produsen biasanya tidak mempunyai

    tenaga pemasaran yang memadai atau tidak mempunyai

    jaringan pemasaran yang memadai. Distributor berbeda

    dengan agen , dimana distributor tidak membeli barang dari

    produsen (stok barang di distributor adalah milik produsen),

    menjual barang ke pelanggan untuk dan atas nama produsen

    dengan harga yang sudah ditentukan oleh produsen ,

    distributor mendapatkan fee dari produsen ( biasanya dalam

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    34/55

    bentuk rabat) atas pekerjaannya. Sedangkan Agen atau

    Reseller membeli barang dari produsen atau distributor dan

    menjual barang ke pelanggan dengan menentukan harga

    sendiri. Perlu dicermati , untuk menjual produk hasil riset ,hindari menunjuk distributor tunggal atau agen tunggal ,

    karena hal ini bisa berakibat fatal , distributor dan agen

    tersebut justru disewa juga oleh produk pesaing dan mereka

    dibayar secara diam diam untuk membunuh produk kita

    dengan cara menyimpannya di gudang dan tidak pernah

    dipasarkan, bila ada pelanggan yang datang untuk membeli,

    mereka mengatakan bahwa stok habis dan kemudianmenawarkan produk pesaing sebagai gantinya , dengan

    demikian produk kita tidak pernah bisa masuk ke pasar.

    2.9. Strategi Promosi Promosi adalah adalah bagian kegiatan

    pemasaran yang tujuannya adalah mengenalkan produk kita

    ke calon pelanggan , menerangkan keunggulannya, tanpa

    perlu harus mengungkap kelemahannya. Dengan strategi

    promosi yang tepat maka persepsi pelanggan terhadap produk

    kita akan terbentuk dan hal ini kemudian akan diingat oleh

    pelanggan , nanti pada saat ia memutuskan untuk membeli

    maka ia akan memilih produk kita untuk dibeli.Untuk jenis

    pasar yang sudah fragmented , misalnya produk smart phone ,

    dimana ada banyak merek , banyak plihan dan banyak

    pembeli , maka peran promosi untuk membentuk persepsipelanggan adalah sangat penting. Perlu diketahui bahwa

    pelanggan Indonesia pada umumnya adalah jenis pelanggan

    emosi bukan pelanggan rasional, maka proses pembentukan

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    35/55

    persepsi untuk menggerakkan emosi pelanggan itu yang

    menjadi sasaran promosi.

    2.10. Tahap Penjualan Penjualan (sales) adalah proses

    transaksi terjadinya jual beli yaitu berpindahnya kepemilikanbarang dari penjual ke pembeli dan berpindahnya kepemilikan

    uang dari pembeli ke penjual. Untuk produk yang bersifat

    retail atau eceran maka bisa dilakukan dengan cara cash and

    carry , namun untuk transaksi dengan jumlah yang besar dan

    nilainya besar atau untukproduk yang berupa system yang

    besar biasanya transaksi penjualan dilakukan dengan cara

    kontrak penjualan , namun sebelum sampai pada tahap

    kontrak penjualan , biasanya ada beberapa tahap yang dilalui,

    misalnya : a) Tahap Pengikatan awal berupa Letter of Intent

    (LoI) atau Memorandum Of Understanding ( MoU) , adalah

    dokumen yang dibuat sebagai tanda berminatnya calon

    pembeli untuk membeli produk kita. LoI dan MoU secara

    hukum masih lemah karena memang isinya biasanya belum

    ada komitmen pembelian atau pembayaran b) Pihak

    marketing selanjutnya menindaklanjuti dengan mengirimkan

    surat penawaran harga (SPH) ke calon pembeli , yang berisi

    penawaran jumlah , harga , cara pembayaran , serta waktu

    penyerahan. SPH biasanya berbatas waktu karena memang

    biasanya terjadi fluktuasi harga bahan baku dan biaya biaya

    lain, sehingga harga penawaranpun ikut terdampak berubah.c) Negosiasi adalah proses tawar menawar harga dan lainnya,

    dan apabila terlah dicapai kesepakatan , biasanya dibuatkan

    Berita Acara Negosiasi yang ditandatatangani kedua belah

    www.drn.go.id Bunga Rampai Pemikiran Anggota Dewan

  • 7/25/2019 Jurnal Indonesia (IPTEK)

    36/55

    Riset Nasional 2014 35 pihak. d) Kontrak Penjualan adalah

    dokumen yang ditandatangani oleh kedua belah pihak yang

    berisi semua perihal perikatan