4
5. Bagaimanakah tindakan dan dan pengobatan yang harus dilakukan pada kasus II? Terapi pneumonia dibagi menjadi dua, yakni terapi suportif dan terapi etiologi. Terapi suportif meliputi nutrisi yang mencukupi, koreksi cairan dan sam basa, dan terapi oksigen. Sedangkan terapi etiologi yang biasa digunakan ialah ampisilin untuk kuman gram positif (Streptococcus pneumonia dan pneumococcus) dan kloramfenicol untuk gram negatif (Haemofilus). (supriyatno, 2006) 6. Adakah hubungan onset kasus I dan II dengan keluhan? Kasus I onset 4 hari artinya selesma yang 1 minggu Kasus II hari ke 2 adalah fase hepatisasi merah 7. Pemeriksaan penunjang apa sajakah yang diperlukan pada kasus II? Pemeriksaan penunjang dengan diagnosis banding Pneumonia, di antaranya adalah: A. Pemeriksaan Foto Polos Dada Pemeriksaan dibuat untuk menunjang diagnosis, disamping untuk melihat luasnya kelainan patologi secara lebih akurat. Foto posisi anteroposterior (AP) dan lateral (L) diperlukan untuk menentukan luas lokasi anatomik dalam paru, luas kelainan dan kemungkinan adanya komplikasi. B. Pemeriksaan Darah Lengkap 1) Leukosit

Jump 7 Skenario 2 Blok Pedoatri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

jump7

Citation preview

Page 1: Jump 7 Skenario 2 Blok Pedoatri

5. Bagaimanakah tindakan dan dan pengobatan yang harus dilakukan pada kasus II?

Terapi pneumonia dibagi menjadi dua, yakni terapi suportif dan terapi etiologi. Terapi

suportif meliputi nutrisi yang mencukupi, koreksi cairan dan sam basa, dan terapi

oksigen. Sedangkan terapi etiologi yang biasa digunakan ialah ampisilin untuk kuman

gram positif (Streptococcus pneumonia dan pneumococcus) dan kloramfenicol untuk

gram negatif (Haemofilus). (supriyatno, 2006)

6. Adakah hubungan onset kasus I dan II dengan keluhan?

Kasus I onset 4 hari artinya selesma yang 1 minggu

Kasus II hari ke 2 adalah fase hepatisasi merah

7. Pemeriksaan penunjang apa sajakah yang diperlukan pada kasus II?

Pemeriksaan penunjang dengan diagnosis banding Pneumonia, di antaranya adalah:

A. Pemeriksaan Foto Polos Dada

Pemeriksaan dibuat untuk menunjang diagnosis, disamping untuk melihat luasnya

kelainan patologi secara lebih akurat.

Foto posisi anteroposterior (AP) dan lateral (L) diperlukan untuk menentukan luas

lokasi anatomik dalam paru, luas kelainan dan kemungkinan adanya komplikasi.

B. Pemeriksaan Darah Lengkap

1) Leukosit

Leukosit >15.000/UL sering dijumpai. Dominasi netrofil pada hitung jenis

atau adanya pergeseran ke kiri menunjukkan bakteri sebagai penyebab. Leukosit

>30.000/UL dengan dominasi netrofil mengarah ke pneumonia Streptococcus sp.

dan Staphylococcus sp.

2) Laju endap darah

Indikator inflamasi yang tidak khas, sifatnya membantu

C. Pemeriksaan C-reaktif protein (CRP)

Adanya CRP yang positif dapat mengarah kepada infeksi bakteri. Kadar CRP

yang lebih tinggi ditemukan pada pasien dengan pneumonia alveolar

dibandingkan pasien dengan pneumonia intersitial. Begitu pula pada kasus

pneumonia oleh Streptococcus pneumoniae menunjukkan kadar CRP lebih tinggi

secara signifikan dibanding non pneumococcal pneumonia.

Page 2: Jump 7 Skenario 2 Blok Pedoatri

D. Kultur Darah

Kultur darah, atau biakan darah merupakan cara spesifik untuk diagnostik tapi

hanya positif pada 10-15% kasus terutama pada anak kecil. Kultur darah

direkomendasikan pada kasus pneumonia oleh Staphylococcus sp., Pneumococcus

sp. dan pneumonia berat pada bayi umur kurang dari 3 bulan.

E. Pemeriksaan Polymerase Chain Reaction (PCR)

PCR bermanfaat untuk diagnosis Streptococcus pneumoniae dan infeksi karena

mikoplasma, namun pemeriksaan ini tidak direkomendasikan.

F. Pemeriksaan Aspirat Nasofaringeal

Guna pemeriksaan aspirat nasofaringeal yaitu pada pemeriksaan imunofluoresen

virus dan deteksi antigen virus. Pemeriksaan ini mempunyai sensitifitas tinggi dan

sangat membantu diagnosis anak dengan infeksi RSV.

G. Analisis Gas Darah

Analisis ini menunjukkan keadaan hipoksemia pada penderita pneumonia. Kadar

PaCO2 dapat rendah, normal atau meningkat tergantung kelainannya. Dapat

terjadi asidosis respiratorik, asidosis metabolik dan gagal nafas.

8. Bagaimana mekanisme pembentukan dahak pada anak?

Orang dewasa normal bisa memproduksi mukus sejumlah 100 ml dalam saluran napas

setiap hari. Mukus ini digiring ke faring dengan mekanisme pembersihan silia dari epitel

yang melapisi saluran pernapasan. Keadaan abnormal produksi mukus yang berlebihan

(karena gangguan fisik, kimiawi atau infeksi yang terjadi pada membran mukosa),

menyebabkan proses pembersihan tidak berjalan secara normal sehingga mukus ini

banyak tertimbun. Bila hal ini terjadi membran mukosa akan terangsang dan mukus akan

dikeluarkan dengan tekanan intra thorakal dan intra abdominal yang tinggi, dibatukkan

udara keluar dengan akselerasi yang cepat beserta membawa sekret mukus yang

tertimbun tadi. Mukus tersebut akan keluar sebagai sputum. Sputum yang dikeluarkan

oleh seorang pasien hendaknya dapat dievaluasi sumber, warna, volume dan

konsistensinya, kondisi sputum biasanya memperlihatkan secara spesifik proses kejadian

patologik pada pembentukan sputum itu sendiri (Price Wilson, 2005).

Page 3: Jump 7 Skenario 2 Blok Pedoatri

Price, S.A & Wilson, L.M. (2005). Patofisiologis konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi 6 volume 2. Jakarta: EGC

(Supriyatno, Bambang.. 2006. Infeksi Respiratorik Bawah Akut pada Anak.

Sari Pediatri, Vol 8, No.2, September 2006: 100-106)

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2008). Panduan Manajemen Tatalaksana Bayi

Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

World Heatlh Organization (2009). Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit, Pedoman

Bagi Rumah Sakit Rujukan Tingkat Pertama di Kabupaten/Kota. Jakarta: WHO

Indonesia.