Upload
buinhan
View
243
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
JUAL BELI HEWAN LANGKA UNTUK BAHAN BAKU KESENIAN REOG
PONOROGO DALAM PERSPEKTIF FIQH MUAMALAH
SKRIPSI
Oleh
DAMAS SEPTIAWAN
NIM 210214234
Pembimbing:
IZA HANIFUDDIN, Ph.D.
NIP 196906241998031002
JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO
2018
ii
iii
iv
ABSTRAK
Damas Septiawan. Jual Beli Hewan Langka Untuk Bahan Baku Kesenian Reog
Ponorogo Dalam Perspektif Fiqh Muamalah. Skripsi. Jurusan Muamalah,
Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Pembimbing Iza
Hanifuddin, Ph.D.
Kata Kunci : Fiqh Muamalah, jual beli hewan langka,jual beli dilarang, harga,
tadlis.
Dalam masyarakat masih banyak dijumpai mengenai jual beli yang dilarang
dalam islam dan bertentangan dengan fiqh muamalah, salah satunya terjadi pada
jual beli hewan langka untuk pemanfaatan bahan baku kesenian Reog Ponorogo
dianggap bertentangan dengan fiqh muamalah. Para perajin Reog menggunakan
kulit harimau dan burung merak sebagai bahan baku utama dalam pembuatan
barongan dan dadak merak. Selain itu terjadi penetapan harga yang lebih dan
ketidak sesuaian barang ketika terdapat event grebeg suro yang setiap tahunya
dirayakan oleh masyarakat Ponorogo dan adanya pencampuran dan penyamaran
bahan baku dalam pembuatan Reog. Berangkat dari latar belakang masalah
tersebut penulis tertarik untuk mengadakan penelitian lebih lanjut mengenai “Jual
Beli Hewan Langka Untuk Bahan Baku Kesenian Reog Ponorogo Dalam
Perspektif Fiqh Muamalah”. Dengan rumusan masalah meliputi hukum jual beli
hewan langka sebagai bahan baku kesenian Reog, tinjauan fiqh muamalah
terhadap penetapan harga yang dilakukan oleh perajin Reog, dan isu pencampuran
dan penyamaran bahan baku dalam pembuatan Reog.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) yang
menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pengumpulan data melalui
wawancara dan observasi. Analisa data menggunakan metode deduktif. Analisis
yang digunakan menggunakan pendekatan fiqh.
Dalam skripsi ini dapat ditarik kesimpulan (1) Jual beli hewan hewan langka
yaitu harimau yang diambil kulitnya dan burung merak dalam fiqh dilarang, akan
tetapi menurut Hanafiyah jika pemanfaatan benar- benar digunakan untuk
kesenian Reog dan menurut Shafi’i >yah dan Hanabi>lah, pengolahan kulit harus
dilakukakan penyamakan untuk menjadikan kulit tersebut suci dan bersih maka
menjadi sah, karna pemanfaatanya betul-betul digunakan untuk melesetarikan
budaya dan menjaga kearifan lokal.(2) penetapan harga yang dilakukan perajin
Reog dikatakan tidak sah karna terjadi penipuan pada proses yang memperbesar
kulit untuk mendapatkan ukuran yang lebih besar. Sedangkan penetapan harga
yang diterapkan para penjual dan perajin ketika event Grebeg Suro, juga
dikatakan tidak sesuai dalam islam karna mereka melakukan penambahan harga
yang berlebih kepada para pembeli.(3)praktik penyamaran dan pencampuran
bahan yang kualitas rendah dan bagus juga tidak sah karna terdapat unsur
penipuan yang dilakukan oleh perajin yang pembeli tidak mengetahui hal itu.
v
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Pedoman transiliterasi yang digunakan adalah:
arab ind. Arab ind. arab ind. arab ind.
ءˬ
k ك }d ض d د
l ل {t ط dh ذ b ب
m م }z ظ r ر t ت
n ن ’ ع z ز th ث
h ه gh غ s س j ج
w و f ف sh ش }h ح
y ي q ق {s ص kh خ
2. Untuk menunjukkan bunyi hidup panjang caranya dengan menuliskan
coretan horisontal di atas huruf a>, i<, u>.
3. Bunyi hidup dobel (diftong) Arab ditransliterasikan dengan menggabung
dua huruf “ay” dan “aw”
Contoh: Bayna, ‘alayhim, qawl, mawd}u>’ah
4. Kata yang ditransliterasikan dan kata-kata dalam bahasa asing yang belum
terserap menjadi bahasa baku Indonesia harus dicetak miring.
5. Bunyi huruf hidup akhir sebuah kata pada umumnya tidak dinyatakan
dalam transliterasi. Transliterasi hanya berlaku pada huruf konsonan akhir.
Contoh:
Ibn Taymi<yah bukan Ibnu Taymi<yah. Inna al-di<nˬinda Alla>h al-Isla>m
bukan Inna al-di<na ‘inda Alla>hi al-Isla>mu. …. Fahuwa wa>jib bukan fahuwa
wa<jibun.
vi
6. Kata yang berakhir dengan ta>’ marbu>t}ah dan berkedudukan sebagai sifat
(na’at) dan id{a>fah ditransiliterasikan dengan “ah”. Sedangkan mud}a>f
ditransliterasikan dengan “at”.
Contoh:
a. Na’t dan Mud}a>f ilayh : Sunnah sayyi’ah, al-maktabah al-mis}riyah.
b. Mud}a>f : mat}ba’at al-‘ a>mmah.
7. Kata yang berakhir dengan ya’ mushaddadah (ya’ bertashdi<d)
ditransliterasikan dengan i<. Jika i< diikuti dengan ta>’ marbu>t}ah maka
transliterasinya adalah i<yah. Jika ya’ bertashdi<d berada di tengah kata
ditransliterasikan dengan yy.
Contoh:
a. al- Ghaza>li<, al-Nawa>wi<
b. Ibn Taymi<yah, al-Jawzi<yah.
c. Sayyid, mu’ayyid, muqayyid.1
1 Buku Pedoman Penulisan Skripsi (Ponorogo: Jurusan Muamalah Fakultas Syariah Institut
Agama Islam Negeri (IAIN), 2018), 57-58.
38
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iv
HALAMAN MOTTO ......................................................................................... v
HALAMAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vi
ABSTRAK ………... ........................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................ x
HALAMAN DAFTAR ISI ................................................................................. xii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar belakang Masalah ........................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 7
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis ................................................................................ 8
2. Secara Praktis ................................................................................. 8
E. Kajian Pustaka ....................................................................................... 8
F. Metoda Penelitian.................................................................................. 11
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian ..................................................... 11
viii
2. Kehadiran Peneliti ........................................................................... 13
3. Lokasi Penelitian ............................................................................. 13
4. Sumber Data ................................................................................... 14
5. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 15
6. Analisis Data .................................................................................. 17
7. Pengecekan Keabsahan Temuan .................................................... 20
G. Sistematika Pembahasan ...................................................................... 21
BAB II : JUAL BELI HEWAN DAN PEMANFAATANYA UNTUK SENI
MENURUT FIQH MUAMALAH
A. Konsep Jual Beli Dalam Islam .............................................................. 23
1. Pengertian Bai’ ................................................................................ 24
2. Batasan – Batasan Bai’ ................................................................... 25
B. Jual Beli Yang di Larang Dalam Islam ................................................ 27
C. Pandangan Ulama Tentang Jual Beli Hewan ........................................ 29
D. Penetapan Harga Dalam Islam .............................................................. 34
E. Jual Beli Tadlis ...................................................................................... 39
BAB III : PRAKTIK JUAL BELI HEWAN LANGKA DAN
PEMANFAATANYA UNTUK BAHAN BAKU KESENIAN REOG
PONOROGO
A. Gambaran umum Kabupaten Ponoro dan Reog Ponorogo .................. 44
1. Praktik Jual Beli Hewan Langka Untuk Bahan Baku Reog ............ 50
2. Praktik Penetapan Harga ................................................................ 57
ix
3. Praktik Pencampuran dan Pemalsuan Bahan Baku Reog .............. 60
BAB IV : ANALISA FIQH TENTANG JUAL BELI HEWAN LANGKA
UNTUK BAHAN BAKU KESENIAN REOG
A. Analisa Fiqh Muamalah Terhadap Hukum Jual Beli Hewan Langka
Untuk Bahan Baku Kesenian Reog. ...................................................... 64
B. Analisa Fiqh Muamalah Terhadap Penetapan Harga Yang Dilakukan
Perajin Reog Ponorogo. ........................................................................ 77
C. Analisa Fiqh Muamalah Terhadap Pemalsuan dan Pencampuran Bahan
baku Pembuatan Reog ........................................................................... 81
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................... 87
B. Saran .................................................................................................... 88
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
1
BAB I
JUAL BELI HEWAN LANGKA UNTUK PEMANFAATAN KESENIAN
REOG PONOROGO DALAM PERSPEKTIF FIQH MUAMALAH
A. Latar Belakang Masalah
Dalam kehidupan ber Muamalat, islam telah memberikan garis
kebijakan yang jelas, salah satu contoh kegiatan bermuamalat adalah
transaksi jual beli atau bisnis. Transaksi bisnis adalah hal yang sangat
diperhatikan dan sangat dimuliakan dalam islam. Perdagangan yang jujur
sangat disukai oleh Allah dan memberi rahmat bagi orang yang berbuat
demikian. Perdagangan bisa saja dilakukan oleh individu atau perusahaan dan
berbagai lembaga yang serupa. Jual beli merupakan salah satu kegiatan tolong
menolong. Prinsip dasar yang telah ditetapkan dalam islam mengenai jual beli
adalah tolok ukur kejujuran, kepercayaan, dan ketulusan. jual beli adalah
salah satu kegiatan yang paling mutlak digunakan manusia untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya.
Jual beli merupakan salah satu jalan rezeki yang Allah tunjukan
kepada manusia dan satu bentuk ibadah dalam rangka pemenuhan kebutuhan
hidup yang tidak terlepas dari hubungan sosial, namun yang dimaksud adalah
jual beli yang berlandaskan syari’at Islam yaitu jual beli yang tidak mengan
dung penipuan, kekerasan, kesamaran, riba, dan jual beli lain yang dapat
menyebabkan kerugian dan penyesalan pada pihak lain. Dalam praktiknya
jual beli harus dilaksanakan sacara konsekuen agar terhindar dari
2
kemudhorotan dan tipu daya dan menguntungkan serta mendatangkan
kemaslahatan.2
Bentuk mu’āmalah seperti jual beli ada karena didasarkan atas rasa
saling membutuhkan. Dalam hal ini penjual membutuhkan pembeli agar
membeli barangnya sehingga memperoleh uang. Sedangkan pembeli
melakukan jual beli untuk memperoleh barang yang dibutuhkan. Akibat dari
saling membutuhkan ini maka rasa persaudaraan semakin meningkat.
Islam memandang kegiatan transaksi bisnis sebagai satu aktivitas yang
memiliki nilai ganda bagi kehidupan individu dan masyarakat dalam
memenuhi hajat material dan spiritualnya. Dalam aktivitas perdagangan,
islam mensyaratkan batasan- batasan tegas dan kejelasan obyek (barang) yang
akan dijual belikan, yaitu (1) barang tersebut tidak bertentangan dengan
anjuran syariah islam, memenuhi unsur halal baik dari sisi substansi (dhātihi)
maupun halal dari sisi memperolehnya (ghairu dhātihi), (2) obyek dari barang
tersebut harus benar-benar nyata dan bukan tipuan. Barang tersebut memang
benar-benar bermanfaat dengan wujud yang tetap. Apabila barang itu
meliputi kebutuhan konsumsi, maka barang tersebut harus pula secara explisit
mencantumkan informasi tentang manfaat seperti informasi mutu dan gizi,
komposisi bahan dan masa kadaluwarsa, (3) barang yang dijual belikan
memerlukan media pengiriman dan distribusi yang tidak hanya tepat, tetapi
juga memenuhi standar yang baik menurut islam, dan (4) kualitas dan nilai
yang dijual itu harus sesuai dan melekat dengan barang yang akan diperjual
2 Nazar Bakry, Problema Pelaksanaan Fiqh Islam (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), 34.
3
belikan. Tidak diperbolehkan menjual barang yang tidak sesuai dengan apa
yang diinformasikan.3
Terkait dengan batasan dan kejelasan obyek barang yang dijual
belikan, yaitu berkaitan tentang praktik jual beli hewan langka yaitu harimau
yang diambil kulitnya untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan
Reog Ponorogo. Kesenian Reog sebagai budaya asli Ponorogo, dengan
perkembangan budaya sebagai asset daerah akan berdampak pada kegiatan
industri / pengrajin Reog. Sebagai pelaku seni yang harus tetap melestarikan
dan mengembangkan kesenian reog mereka juga harus mempertimbangkan
kegiatan – kegiatan yang dapat merugikan dan merusak sumber daya alam
yang semakin langka. Mereka yang memproduksi semua atribut Reog
sehingga dapat ditampilkan dengan mempesona. Potensi pasar terhadap
permintaan Reog diwilayah Indonesia bahkan Internasional cukup
menjanjikan, tentunya dapat membawa pertumbuhan ekonomi daerah, yang
juga harus didukung dengan produktivitas pengrajin Reog yang semakin
maju, berkualitas dan kompetitif juga akan berdampak pada penyerapan
tenaga kerja. Untuk itu maka diperlukan informasi bagaimana kondisi
pengrajin Reog di Ponorogo ini, bagaimana permasalahan dan kendala yang
dihadapi para pengrajin Reog, yang pada akhirnya berkelanjutan terhadap
manajemen usaha agar tetap survive untuk jangka panjang.
Salah satu pengrajin Reog di Ponorogo mengatakan bahwa sebagian
kulit harimau yang di perjual belikan adalah hasil buruan oleh para pemburu
3 Muhammad, Aspek Hukum Dalam Muamalat (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007),93.
4
yang berasal dari berbagai daerah. Kegiatan jual beli ini menggunakan sistem
pesanan, dan pesanan ini biasanya dilakukan sebulan sebelumnya. Kulit
harimau yang dijual belikan digunakan sebagai bahan utama pembuatan
kepala Reog (barongan). Kegiatan jual beli ini tentunya dilakukan dengan
gelap, agar tidak tercium oleh petugas, dikarenakan barang yang dijual
belikan adalah hewan yang dilindungi dan bisa terancam hukuman. Alasan
penggunaan kulit harimau sebagai bahan baku utama dalam pembuatan
kepala Reog adalah selain memilki corak yang indah tapi juga mengikuti
kebiasaan orang terdahulu yang sudah menggunakan kulit harimau sebagai
bahan dalam pembuatan barongan/ kepala reog.4
Tidak hanya kegiatan penggunaan bagian tubuh hewan langka, tetapi
terdapat praktik – praktik yang dilakukan oleh perajin Reog di Ponorogo yang
dinilai bermasalah dan merugikan salah satu pihak yaitu pembeli, mereka
melakukan pencampuran bahan kulit dan bulu merak yang memiliki kualitas
rendah dengan yang kualitas baik. Serta petapan harga yang tinggi ketika
terdapat suatu event dan ketidak sesuaian barang dengan harga yang
ditawarkan.
Pemanfaatan satwa semakin meningkat seiring dengan berkembang-
nya ilmu pengetahuan, teknologi, arus informasi dan tingkat ekonomi
masyarakat. Namun pemanfaatan tersebut sering tidak terkendali yang
mengakibatkan beberapa spesies menjadi langka dan terancam punah. Fiqh
secara tegas telah memberikan penjagaan terhadap species flora dan fauna
4 SB, Pengrajin Reog, Grandtour, Dirumahnya, Sumoroto, kamis 28 Desember 2017.
5
dengan cara melindunginya dari pemusnahan dan penjualan. Di dalam fiqh
terdapat ajaran, salah satunya, larangan membunuh hewan dan mencabut
rumput ketika ihram. Larangan ini memiliki sanksi tegas, yaitu batalnya
ibadah kecuali dengan membayar dam. Dam ialah darah, maksudnya yang
bersangkutan harus menyembelih hewan (kambing) sebagai denda yang
diperuntukkan bagi kaum fakir miskin. Artinya, Islam sangat perhatian dalam
melindungi flora dan fauna, bahkan perlindungan terus berlanjut ketika terjadi
pelanggaran, yaitu dendanya untuk menjamin perlindungan sosial. Namun,
melihat fenomena seni Reog Ponorogo yang begitu masiv digalakkan oleh
pemerintah dan masyarakat Ponorogo, proses jual beli hewan langka untuk
kebutuhan karya seni reog menjadi hal yang perlu dikaji ulang.5
Menurut Erwandi, dijelaskan dalam bukunya bahwa Para ulama
berbeda pendapat tentang hukum jual beli kulit hewan. Madzhab Hanafiyah
dan Ma>liki>yah membolehkan menjualnya, dan uang hasil penjualannya halal.
Sedangkan para ulama madzhab Shafi’i >yah dan Hanabi>lah mengharamkan
jual beli kulit hewan tersebut, bukan karena najis, tetapi karena penggunaan
kulit tersebut dilarang oleh Nabi Saw, menyerupai orang-orang kafir dan
dapat mendatangkan keangkuhan, dengan demikian tidak boleh dijual dan
hasil penjualannya termasuk harta haram. 6
5 Wahyu, Penjual Asesoris Reog, Grandtour, Di Rumahnya, Brotonegaran, Senin 4
November 2017, Jam 10.00 WIB. Bagi Wahyu, untuk di Ponorogo aturan tersebut mesti dibuat fleksibel atau diatur sedemikian rupa dengan sepengetahuan aparat agar pelaksanaan seni reog terus berkembang meskipun di sisi lain dianggap telah melanggar aturan oleh pemerintah. Dilema
6 Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer (Bogor: PT Berkat Mulia
Insani, 2017), 80.
6
Dengan dalil:
ب عن أبى المليح عن أبيه أن النبي صلى هللا عليه وسلم نهى عن جلود الس
Artinya : dari Abu Malih dari Ayahnya, bahwasanya Rasulullah SAW telah
melarang menggunakan kulit binatang buas”. (HR.An Nasa>’iy).7
Di Kabupaten ponorogo tempat dimana Reog berasal dan sekaligus
menjadi produsen Reog yang dilakukan oleh para pengrajin, terdapat
permasalahan yang mengakibatkan berkurangnya populasi hewan langka
khususnya harimau yang dimanfaatkan kulitnya sebagai bahan baku
pembuatan kepala barongan dan penggunaan burung merak sebagai bahan
untuk pembuatan dadak merak. Penggunaan kulit harimau dan burung merak
ini dilakukan sejak dahulu karena sudah menjadi ciri khas dari reog dan
menjadi kebiasaan sampai saat ini. Hal ini tentu mengakibatkan rusaknya
sumber daya alam khususnya populasi harimau dan burung merak yang
semakin berkurang. Tentu dari penjualan dan pemanfaatan kulit harimau dan
burung merak ini melanggar aturan undang-undang yang telah ditetapkan
oleh pemerintah, akan tetapi hal ini dilakukan untuk melestarikan dan
mengembangkan kesenian Reog agar tidak tergerus oleh kemajuan zaman.
Para pengrajin dan masyarakat pelaku seni tentunya telah memikirkan
bagaimana penggunaan dari bahan – bahan yang diambil dari hewan yang
semakin langka dan kini diperlukan upaya bagaimana untuk berinovasi
menciptakan pengganti dari bahan yang semakin sulit agar seni Reog terus
7 Abu Abdur Rahman Ahmad An Nasa’iy, Sunan An Nasa’iy VII (Semarang: CV. Asy Syifa’,2004),274.
7
berkembang dan lestari dan menjadi warisan luhur dari nenek moyang yang
tetap terjaga.8
Mengenai jual beli hewan langka yang diambil kulit dan bulunya ini,
sebagai umat muslim kita mempertanyakan bagaimana hukum mengenai jual
beli hewan langka yang dilindungi tersebut. Berangkat dari latar belakang
tersebut maka dengan maksut penulis ingin meneliti masalah ini dengan judul
penelitian”Jual Beli Hewan Langka Untuk Pemanfaatan Kesenian Reog
Ponorogo perspektif Fiqh Muamalah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hukum jual beli hewan langka untuk objek seni Reog
Ponorogo?
2. Bagaimana pandangan fiqh muamalah terhadap pelaksanaan penetapan
harga yang dilakukan oleh perajin Reog Ponorogo?
3. Bagaimana pandangan fiqh muamalah dengan adanya isu pemalsuan dan
pencampuran pada bahan baku pembuatan Reog?
C. Tujuan Penelitian
1. Dapat mendeskripsikan hukum terhadap jual beli hewan langka untuk
objek kesenian Reog Ponorogo.
2. Dapat mengetahui pandangan fiqh muamalah terhadap pelaksanaan
penetapan harga yang dilakukan oleh perajin Reog Ponorogo
8 Y, Pengrajin Reog, Grandtour, Dirumahnya, Sumoroto, kamis 28 Desember 2017.
8
3. Dapat mengetahui pandangan fiqh muamalah terhadap adanya isu
pemalsuan dan pencampuran bahan baku pembuatan Reog Ponorogo.
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat teoritis
Penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat memberikan gambaran
yang jelas mengenai tinjauan fiqh muamalah terhadap jual beli hewan
langka untuk pemanfaatan kesenian Reog Ponorogo di Ponorogo.
2. Manfaat praktis
a. Memberikan tambahan pengetahuan tentang fiqh muamalah khususnya
di lingkup jual beli terhadap praktik jual beli hewan langka untuk
pemanfaatan kesenian Reog Ponorogo.
b. Sebagai sumbangan pemikiran dalam bentuk karya tulis agar dapat
dikembangkan dikemudian hari.
c. Sebagai karya ilmiah untuk melengkapi syarat-syarat guna memperoleh
gelar Strata satu (S-1) di Institut Agama Islam Negeri Ponorogo.
E. Kajian Pustaka
Berdasarkan hasil penelaahan yang dilakukan penulis terhadap
sejumlah karya tentang jual beli hewan langka, terdapat karya penelitian yang
sedikit menyangkut mengenai permasalahan ini. Penelitian tersebut harus
diakui memberikan kontribusi terhadap penulisan karya skripsi ini, antara lain
Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Kadafi dengan judul “ hukum
perburuan satwa (dalam perspektif hukum islam dan positif diindonesia)”
9
dalam penelitian ini menjelaskan mengenai permasalahan hukum perburuan
satwa dalam perspektif hukum islam dan hukum positif di Indonesia.
Penelitan ini menggunakan pendekatan normatif yang diperoleh dari
observasi dan wawancara langsung yang kemudian dianalisis berdasarkan
norma-norma yang berlaku dalam hukum islam mengenai hal jual beli dan
hukum positif di Indonesia. Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian
dokumentasi yaitu jenis penelitian yang data – data nya diperoleh dari dari
data dokumentasi berupa Undang- undang, peraturan pemerintah dan
keputusan presiden dan lain sebagainya. Hasil kesimpulan dari penelitian ini
adalah pelaksanaan jual beli satwa liar di pasar satwa Yogyakarta tidak
memenuhi ketentuan hukum jual beli karna satwa yang dijual tidak termasuk
pada objek dan syarat syarat yang telah ditetapkan oleh hukum islam dan
dilarang dalam undang undang.9
Selanjutya Skripsi karya lutfi dengan judul “ tinjauan sosiologis
hukum islam terhadap jual beli tokek (studi kasus di desa Sinduharjo
Ngaglik Kabupaten Sleman)”. Dalam penelitian ini menjelaskan
permasalahan mengenai jual beli tokek di sardonoharjo kec Ngaglik Sleman.
jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan dengan langsung
ke masyarakat sehingga diperoleh data yang jelas dengan teknik
pengumpulan data yang bersifat wawancara bebas terpimpin, observasi dan
dokumentasi. Dianalisis dengan menggunakan pendekatan sosiologis
normatif. hasil penelitianya menjelaskan bahwa jual beli tokek diperbolehkan
9 Muhammad Kadafi, “Hukum Perburuan Satwa (Dalam Perspektif Hukum Islam Dan
Positif di Indonesia)”, Skripsi(Semarang:IAIN WALISONGO, 2014).
10
dan tergolong dalam kebiasaan yang buruk hal itu disebabkan karena
kurangnya pemahaman terhadap hukum islam dan beberapa faktor yang
mempengaruhi pada masyarakat tersebut.10
Selanjutnya skripsi karya fadhilah musryid dengan judul “ tinjauan
hukum islam terhadap jual beli hewan yang diharamkan sebagai obat".
Permasalahan dalam penelitian ini adalah penjualan hewan dan bahan yang
diharamkan sebagai obat. Jenis penelitian ini adalah penelitian pustaka.
Dengan teori yang digunakan adalah teori hukum islam tentang ma’qu>d
‘alaih, teori huku makanan, minuman, dan obat-obatan haram dan teori
daru>ra>t. skripsi ini menggunakan deskriptif analitik dan hasil penelitianya
menjelaskan bahwa memperjualbelikan hewan dengan bahan – bahan yang
diharamkan sebagai obat adalah tidak dibenarkan dan dilarang (haram) jika
memang masih terdapat obat-obat alternatif lain yang dari segi kehalalan serta
manfaatnya masih dapat menyembuhkan.11
Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian yang terdahulu
adalah mengenai objek jual beli yaitu hewan buas dan burung merak yang
dimanfaatkan untuk bahan pembuatan kesenian bukan untuk dimanfaatkan
sebagai konsumsi dan bahan obat, dengan jenis penelitian lapangan dan
ditinjau dari perspektif Fiqh Muamalah mengenai jual beli.
10 Lutfi, “Tinjauan Sosiologis Hukum Islam Terhadap Jual Beli Tokek (Studi Kasus di
Desa Sinduharjo, Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman”, Skripsi (Yogyakarta: UIN SUNAN
KALIJAGA, 2013). 11 Fadhilah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Hewan Yang Di Haramkan Sebagai
Obat”, Skripsi (Yogyakarta: UIN SUNAN KALIJAGA, 2014).
11
F. Metode Penelitian
Untuk mengetahui dan menjelaskan hubungan pokok permasalahan
diperlukan suatu pedoman penelitian yang disebut metodologi penelitian,
yaitu cara melukiskan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara seksama
untuk mencapai suatu tujuan.12
Dengan metode penelitian sebagai cara yang dipakai untuk mencari,
merumuskan dan menganalisa sampai menyusun laporan guna mencapai
suatu tujuan. Untuk mencapai sasaran yang tepat dalam penelitian ini, penulis
menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
1. Jenis dan Pendekatan Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian lapangan (field
research) dan penelitian kualitatif. Penelitian lapangan (field
research) yaitu penelitian di bidang ilmu sosial dan kemanusiaan
dengan aktivitas yang berdasarkan disiplin ilmiah untuk
menyimpulkan, menganalisis fakta-fakta hubungan antara fakta-fakta
alam, masyarakat, kelakuan dan rohani manusia.13
Sedangkan, penelitian kualitatif adalah penelitian yang
dilakukan berdasarkan paradigma, strategi, dan implementasi model
secara kualitatif. Penelitian kualitatif bertujuan untuk mendapatkan
pemahaman yang sifatnya umum terhadap kenyataan sosial dari
12 Cholid Narbuko dan Abu Achmadi, Metode Penelitian (Jakarta: Bumi Pustaka, 2013),
1. 13 Imron Arifin, Penelitian Kualitatif Dalam Ilmu-Ilmu Sosial dan Keagamaan (Malang:
Kalimasahada Press, 1996), 12.
12
prespektif partisipan. Pemahaman tersebut tidak ditentukan terlebih
dahulu tetapi didapat setelah melakukan analisis terhadap kenyataan
sosial yang menjadi fokus penelitian. Berdasarkan analisis tersebut
kemudian ditarik kesimpulan berupa pemahaman umum yang sifatnya
abstrak tentang kenyataan-kenyataan. Penelitian kualitatif lebih
mementingkan proses daripada hasil. Hal ini terjadi karena, hubungan
bagian-bagian yang sedang diteliti akan jauh lebih jelas apabila
diamati dalam proses.14
Dikatakan penelitian kualitatif karena penelitian ini dilakukan
dalam kancah kehidupan yang alamiah yaitu kondisi yang terjadi di
lingkup perajin Reog di Ponorogo. Dengan kata lain, penelitian
lapangan ini pada umumnya bertujuan untuk memecahkan masalah-
masalah praktis dalam kehidupan sehari-hari.15
b. Pendekatan Penelitian
Pendekatan masalah yang digunakan dalam penelitian ini
adalah pendekatan fiqh (normatif) yang memandang masalah dari
sudut legal formal dan atau normatifnya. Maksud legal formal adalah
hubungannya dengan halal-haram, boleh atau tidak, sah atau tidak sah
dan sejenisnya. Sementara normatifnya adalah seluruh ajaran yang
terkandung dalam nash.16
14 Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2008),
11, dan 20-23. 15 Aji Damanuri, Metodologi Penelitian Muamalah (Yogyakarta: STAIN Ponorogo Press,
2010), 6. 16 Khoiruddin Nasution, Pengantar Studi Islam (Yogyakarta: Academia, 2010), 190.
13
Dikatakan pendekatan normatif dikarenakan fakta yang terjadi
di lapangan yaitu di Ponorogo para perajin menggunakan hewan
langka yaitu bagian tubuhnya, harimau diambil kulitnya dan merak
diambil bulu dan badanya secara utuh. Para perajin memanfaatkan
bahan bahan tersebut untuk pembuatan kepala Reog dan dadak merak.
Disitu terdapat objek yang mengandung najis atau terdapat larangan
didalam islam. Hal tersebut dianalisis dengan menggunakan norma-
norma dalam ajaran Islam sebagaimana yang terdapat dalam al-Qur’an
dan hadith.
2. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian kualitatif, kehadiran peneliti bertindak sebagai
instrument sekaligus pengumpulan data. Kehadiran peneliti mutlak
diperlukan, karena disamping itu kehadiran peneliti juga sebagai
pengumpul data. Sebagaimana salah satu ciri penelitian kualitatif dalam
pengumpulan data dilakukan sendiri oleh peneliti. Sedangkan kehadiran
peneliti dalam penelitian ini sebagai partisipan/berperan serta, artinya
dalam proses pengumpulan data peneliti mengadakan pengamatan dan
mendengarkan secermat mungkin.17
3. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian adalah pemilihan tempat tertentu yang
berhubungan secara langsung dengan kasus dan situasi masalah yang akan
diteliti. Dalam penelitian ini, lokasi yang diambil oleh peneliti dalam
17 Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2005), 117.
14
penulisan untuk menyusun skripsi yaitu penelitian dilakukan di rumah atau
tempat produksi kerajinan Reog, tepatnya di beberapa tempat perajin Reog
dan toko accesoris Reog di Kabupaten Ponorogo. Lokasi ini dipilih karena
merupakan tempat dimana kegiatan produksi Reog muali dari kepala Reog
atau barongan dan dadak merak di produksi dan dipasarkan.
4. Data dan Sumber Data
Dalam penyusunan skripsi ini diperlukan data dan sumber data
yang relevan dengan permasalahan yang ada, sehingga hasilnya dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya.
a. Data Penelitian
Data secara umum dapat diartikan sebagai fakta atau keterangan dari
obyek yang akan diteliti. Adapun data yang diperlukan oleh penulis dalam
penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut:
1) Data tentang ma’qu>d ‘alayh dalam praktik jual beli hewan langka untuk
bahan baku kesenian Reog Ponorogo.
2) Data tentang penetapan harga dalam jual beli hewan langka untuk
bahan baku kesenian Reog Ponorogo.
3) Data tentang pencampuran bahan baku jual beli hewan langka untuk
bahan baku kesenian Reog Ponorogo.
b. Sumber Data
Sumber data adalah subyek dari mana data dapat diperoleh.
Adapun sumber data yang diperlukan penulis yaitu:
15
1) Sumber data primer dalam penelitian ini adalah kata-kata atau informasi
yang penulis dapatkan dari informan. Data primer adalah sumber
penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (tidak
melalui perantara). Sumber penelitian primer diperoleh para peneliti
untuk menjawab pertanyaan penelitian.18 Informan yang diwawancarai
antara lain para perajin Reog (Bapak HS, YH, MJ, NO, J), dan para
penjual (Bapak Mahfud, Wahyu, BG), penggiat seni (Bapak Shodiq
Pristiwanto). Sumber data sekunder dalam penelitian ini adalah data
yang umumnya tidak dirancang secara spesifik untuk memenuhi
kebutuhan penelitian tertentu. Seluruh atau sebagian aspek data
sekunder kemungkinan tidak sesuai dengan kebutuhan suatu
penelitian.19
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis lakukan dalam penulisan
skripsi ini, antara lain:
a. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang dilakukan
melalui suatu pengamatan, dengan disertai pencatatan-pencatatan
terhadap keadaan atau perilaku objek sasaran. Orang yang melakukan
observasi disebut pengobservasi (observer) dan pihak yang
18 Etta Mamang Sangajadi dan Sopiah, Metode Penelitian Pendekatan Praktis Dalam
Penelitian (Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2010), 171. 19 Ibid., 172.
16
diobservasi disebut terobservasi (observe).20 Dari segi proses
pelaksanaannya, observasi yang dilakukan oleh penulis di tempat
produksi Reog, yaitu ditempat para perajin Reog di Kabupaten
Ponorogo dengan menggunakan observasi nonpartisipan. Dalam
observasi nonpartisipan ini penulis tidak terlibat langsung namun
hanya sebagai pengamat independen.21 Misalnya penulis mengamati
bagaimana proses jual beli hewan yang dilakukan oleh para perajin
Reog di Ponorogo, mulai dari proses dari pemasok sampai pada
perajin dan antar perajin, proses penetapan harga yang dilakukan oleh
para perajin terhadap barang yang dijual dan ketika perayaan Grebeg
suro, dan proses pengolahan dan pembuatan Reog dari yang benar –
benar menggunakan bahan yang baik, samapai dengan bahan yang
dicampur dengan kualitas bahan yang rendah, di dalam proses ini
terjadi unsur penyamaran dan penipuan yang dilakukan oleh perajin
Reog yang hanya mementingkan keuntungan yang berlebih saja.
b. Wawancara (Interview)
Wawancara adalah bentuk komunikasi antara dua orang,
melibatkan seseorang yang memperoleh informasi dari seseorang
lainnya dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan, berdasarkan
tujuan tertentu.22 Jadi dengan wawancara, maka peneliti akan
mengetahui hal-hal yang lebih mendalam tentang partisipan dalam
20 Abdurrahman Fathoni, Metode Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi (Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 2006), 104. 21 Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, 109. 22 Deddy Mulyaba, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2004), 180.
17
menginterpretasikan situasi dan fenomena yang terjadi, di mana hal ini
tidak bisa ditemukan melalui observasi.23 Di dalam teknik wawancara
ini, penulis akan bertanya langsung kepada perajin Reog mengenai
proses jual beli dan pengolahan bahan baku sampai dengan keadaan
Reog yang sudah jadi secara utuh, proses terjadinya pencampuran dan
penyamaran bahan bak, serta penetapan harga Reognya, penjual
aksesoris Reog mengenai proses jual beli dan penetapan harga ketika
perayaan Grebeg suro. dan pengamat seni Reog di Kabupaten
Ponorogo.
c. Dokumentasi
Suatu cara pengumpulan data yang menghasilkan catatan-
catatan penting yang berhubungan dengan masalah yang diteliti,
sehingga akan memperoleh data yang lengkap, sah dan bukan
berdasarkan perkiraan.24 Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar,
atau karya-karya monumental dari seseorang untuk mencari data
terkait deengan jual beli hewan langka yang digunakan untuk objek
bahan baku kesenian Reog, penetapan harga yang dilakukan oleh
perajin Reog, dan adanya isu pencampuran dan penyamaran bahan
baku pembuatan Reog.
6. Analisa Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-
23 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D (Bandung: Alfabeta,
2013), 232. 24 Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, 158.
18
bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat
diinformasikan kepada orang lain. Analisis digunakan untuk memahami
hubungan dan konsep dalam data sehingga hipotesis dapat dikembangkan
dan dievaluasi.25 Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada
saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data
dalam periode tertentu. Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis
data dari Miles dan Huberman yang mengemukakan bahwa aktivitas
dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung
secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.26 Data
jenuh artinya kapan dan dimana pun pertanyaan pada informan, dan pada
siapa pun pertanyaan sama diajukan, hasil jawaban yang diperoleh tetap
konsisten sama.
Teknik analisis data menurut Miles dan Huberman terdiri dari tiga
alur yaitu kegiatan yang dilakukan secara bersamaan, yaitu reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan.27
a. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data diartikan sebagai suatu proses pemilihan,
pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstraksian, dan
transformasi data kasar yang muncul dari catatan-catatan tertulis di
lapangan. Kegiatan ini dilakukan secara terus menerus, dan selama
25 Sugiyono, Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods) (Bandung: Alfabeta, 2013),
332. 26 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, 246. 27 Ulber Silalahi, Metode Penelitian Sosial (Bandung: PT Refika Aditama, 2012), 339.
19
proses pengumpulan berlangsung maka terjadi tahapan reduksi.28 Pada
penelitian ini reduksi data dilakukan untuk memfokuskan data
mengenai praktik jual beli hewan langka untuk bahan baku kesenian
Reog Ponorogo. Semua data yang didapatkan dari observasi dan
wawancara dikelompokkan dan diklasifikasikan sesuai dengan
kategorinya. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran
yang lebih tajam tentang hasil pengamatan, juga mempermudah peneliti
untuk mencari kembali data yang diperoleh apabila diperlukan.
b. Data Display (Penyajian Data)
Penyajian data yaitu sebagai suatu sekumpulan informasi yang
tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan
pengambilan tindakan.29 Menurut Sugiyono, yang paling sering
digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah
dengan teks yang bersifat naratif.30 Dalam penelitian ini penyajian data
berupa teks naratif yang memaparkan praktik jual beli hewan langka
untuk bahan baku kesenian Reog Ponorogo serta objek jual beli yang
ditinjau dari bahan dan manfaat di Kabupaten Ponorogo. Tujuan dari
penyajian data adalah untuk memudahkan membaca dan menarik
kesimpulan.31
28 Ibid., 340-341. 29 Ibid., 340-341. 30 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, 249. 31 Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, 209.
20
c. Conclusion Drawing&Verification (Menarik Kesimpulan dan
Verifikasi)
Langkah terakhir dalam analisis data menurut Miles dan
Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan
awal dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila
tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan data berikutnya. Kesimpulan dalam penelitian kualitatif
merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan
dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya
masih remang-remang atau gelap sehingga setelah diteliti menjadi jelas,
dapat berupa hubungan kausal atau interaktif.32
Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian
berlangsung. Makna-makna yang muncul dari data harus selalu diuji
kebenaran dan kesesuaiannya sehingga validitasnya terjamin.33 Proses
verifikasi hasil pada temuan ini dapat berlangsung singkat yaitu
dilakukan secara selintas dengan mengingat hasil temuan terdahulu dan
melakukan cek silang (cross check) dengan temuan yang lainnya.34
Peneliti kualitatif melakukan verifikasi agar dapat mempertahankan dan
menjamin validitas dan reliabilitas hasil temuannya, sehingga
kesimpulan penelitian bersifat kokoh.
32 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R & D, 252-253. 33 Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif, 210. 34 Muhammad Idris, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitaf
(Jakarta: Erlangga, 2009), 151.
21
7. Pengecekan Keabsahan Temuan
Keabsahan data merupakan konsep yang penting yang diperbaharui
dari konsep keshahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas).35 Dalam
penelitian ini akan menggunakan teknik pengecekan keabsahan data
dengan teknik triangulasi yaitu peneliti akan menguji kredibilitas dengan
cara mengecak data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber. Teknik
ini salah satunya dapat dicapai dengan membandingkan data hasil
pengamatan dengan data hasil wawancara.
Peneliti melakukan pemilahan yaitu dengan cara membandingkan
data hasil pengamatan langsung di perajin Reog Ponorogo dengan para
penikmat seni atau pembeli Reog.
G. Sistematika Pembahasan
Bab I : Pendahuluan. Bab ini merupakan pendahuluan atau gambaran
umum untuk memberikan pola pemikiran keseluruhan skripsi ini yang
meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat
penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab II : Konsep jual beli, penetapan harga dan tadlisndalam fiqh
muamalah, Bab ini merupakan serangkaian teori sebagai landasan teori yang
digunakan untuk menganalisa permasalahan-permasalahan pada Bab III.
Dalam bab ini diungkapkan mengenai jual beli, rukun dan syarat jual beli,
macam –macam jual beli, dan ketentuan objek yang dijual belikan dalam
35 Sutrisno Hadi, Metodologi Research Jilid 1 (Yogyakarta: Andi Offset, 2004), 42.
22
islam, penetapan harga dalam islam, dan jual beli yang mengandung tadlis
atau penyamaran.
Bab III : Praktik jual beli hewan langka yang digunakan sebagai bahan
baku pembuatan Reog, mengenai mauqud alaih, proses jual beli, dan proses
pembuatan kepala reog yang terbuat dari kulit binatang buas dan burung
merak, praktik penetapan harga dan isu penyamaran dan pencampuran bahan
baku dalam pembuatan Reog Ponorogo.
Bab IV : Analisa fiqh muamalah terhadap jual beli hewan langka
untuk pemanfaatan kesenian reog Ponorogo di ponorogo, penetapan harga
pada barang dan ketika perayaan Grebeg suro, serta isu pencampuran dan
penyamaran bahan baku Reog .
Bab V : Penutup. Bab ini merupakan bab yang paling akhir dari
pembahasan skripsi ini, yang berisi kesimpulan sebagai jawaban dari pokok
permasalahan dan saran-saran.
23
BAB II
Jual Beli Hewan Dan Pemanfaatanya Untuk Seni menurut Fiqh Muamalah
A. Konsep Jual Beli Dalam Islam
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya manusia dianjurkan untuk
mencari rezeki yang halal sesuai dengan syariat dan ketentuan hukum islam
yang ada, kegiatan yang paling sering dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
hidup manusia adalah berbisnis dan berdagang. Bisnis dan perdagangan
merupakan proses tukar menukar yang didasarkan atas kehendak sukarela dari
masing-masing pihak. Kedua belah pihak yang terlibat dalam transaksi bisnis
secara bebas menentukan untung rugi pertukaran tersebut. Bisnis dan
perdagangan terjadi apabila tidak ada satu pihak yang memperoleh keuntungan
atau manfaat tidak ada pihak lain yang merasa dirugikan dalam kegiatan
tersebut. Islam secara jelas memberikan resep transaksi bisnis yang mampu
menghindarkan orang lain dari kerugian. Norma-norma syari’ah dalam Islam
ditempatkan sebagai kerangka dasar yang paling utama yang dapat dijadikan
payung strategis bagi pelaku bisnis. Dengan sinaran nilai-nilai syari’ah, maka
bisnis yang dilakukan seseorang diarahkan untuk mencapai empat hal: (1)
profit: materi dan non materi, (2) pertumbuhan, artinya terus meningkat, (3)
keberlangsungan dalam kurun waktu yang selama mungkin, dan (4)
keberkahan dan keridaan Allah.36 Keempat hal tersebut menjadi suatu karakter
dasar yang membedakan tujuan bisnis dan dan perdagangan dalam perspektif
36 Muhammad Ismail Yusanto dan M. Karebat Widjajakusuma, Menggagas Bisnis Islam (Jakarta:
GIP,2000),17-18.
23
24
Islam dengan tujuan bisnis secara umum. Kegiatan bisnis dalam kerangka
pemahaman umum mengarahkan individu atau organisasi pada pencapain
profit yang tampak wujudnya (tangible). Berbeda bisnis dengan pandangan
Islam yang menempatkan profit dalam dua sisi yang saling menyatu yaitu,
material dan non material (spiritual).37 Islam memandang kegiatan transaksi
bisnis sebagai suatu aktivitas yang memiliki nilai ganda bagi kehidupan
individu dan masyarakat dalam memenuhi hajat meterial dan spritualnya.
Melalui interaksi dan transaksi antara penjual dan pembeli yang kemudian apa
yang dikenal dengan pasar, yaitu tempat dimana antara penjual dan pembeli
bertemu dalam rangka melaksanakan aktivitas jual beli, atau tempat dimana
penjual menawarkan barang maupun jasa kepada pembeli, mendapat apresiasi
positif dalam Islam selama tidak dilakukan di luar konteks yang digariskan
Islam.38
Secara etimologis, bai’ berarti tukar menukar secara mutlak. Adalah
mengambil sesuatu meskipun dalam bentuk ‘a>riyah (sewa) dan wadi’ah
(penitipan). Secara terminologis para fuqaha berbeda pendapat mengenai
definisi bai’. Definisi yang dipilih adalah tukar menukar (barter) harta dengan
harta, atau manfaat (jasa) yang mubah meskipun dalam tanggungan. Penjelasan
definisi diatas adalah sebagai berikut :
1. Tukar menukar (barter) harta dengan harta. Harta mencakup semua bentuk
benda yang boleh dimanfaatkan meskipun tanpa hajat (ada kebutuhan),
37 ibid 38 Muhammad, Merekonstruksi Ekonomi Moderen dengan Paradigma Syari’ah. Himmah
Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan, vol. VIII No. (2ḥ1 Januari April 2007), 71
25
seperti emas, perak, jagung, gandum, kurma, garam, kedaraan, dan lain
sebagainya.
2. Atau manfaat (jasa) yang mubah. Maksudnya tukar menukar harta dengan
manfaat (jasa) yang diperbolehkan. Syarat mubah dimasukan sebagai
proteksi terhadap manfaat (jasa) yang tidak halal.
3. Meskipun dalam tanggungan. Kata meskipun (lau) disini tidak berfungsi
sebagai indikasi adanya perbedaan, tetapi menunjukan arti bahwa harta yang
ditransaksikan ada kalanya telah ada (saat transaksi) da nada kalanya berada
dalam tanggungan (jaminan). Kedua hal ini dapat terjadi dalam bai’.39
Dalam Islam melakukan jual beli harus melihat batasan-batasan dalam
melakukan aktivitas jual beli, termasuk dalam kejelasan objek yang
diperjualbelikan, batasan – batasan dan syarat benda yang menjadi objek ialah
sebagai berikut :
1. Barangnya suci atau mungkin untuk disucikan sehingga tidak sah penjualan
benda-benda najis seperti anjing, babi, dan yang lainya.
2. Memberi manfaat menurut shara>’ . tidaklah sah memperjualbelikan
jangkrik, ular, semut, atau binatang buas. Akan tetapi boleh dijual kalau
hendak diambil kulitnya untuk disamak, dijadikan sepatu, tas, dan
dimanfaatkan untuk kebaikan lainya. Namun tidak sah bila digunakan untuk
permainan karena menurut shara>’ tidak ada manfaatnya. Begitu juga alat –
alat permainan yang digunakan untuk melakukan perbuatan yang haram
39 Miftahul Khairi, Ensikopledi Fiqih Muamalah Dalam Pandangan 4 Madzab,
(Yogyakarta: Maktabah Al-hanif,2014), 1-2.
26
atau untuk meninggalkan kewajiban kita terhadap Allah.40 Perbuatan itu
digolongkan mubazir (sia-sia) dn dilarang keras oleh agama. Firman Allah
swt dalam surat al-Israa’ 27 :
رينل ٱإن ي ٱنو إخ ا كنو مبذ ي ٱوكنطينلش اكفور ۦلرب هنط لش
Artinya: “sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan
dan syaitan adalah sangat ingkar kepada Tuhanya.41 (QS. Al-Israa’: 27)
3. Jangan ditaklikan, yaitu dikaitkan atau digantungkan kepada hal-hal lain,
seperti jika ayahku pergi, kujual motor ini kepadamu.
4. Tidak dibatasi waktunya.
5. Dapat diserahkan dengan cepat maupun lambat tidaklah sah menjual
binatang yang sedang berlari dan tidak dapat ditangkap lagi. Barang yang
sudah hilangatau barang yang sulit diperoleh kembali karena samar.
6. Milik sendiri, tidaklah sah menjual barang orang lain dengan tidak seizing
pemiliknya atau barang-barang yang baru akan jadi miliknya.
7. Diketahui (dilihat), barang yang dijual belikan harus dapat diketahui
banyaknya, beratnya, takaranya, maka tidaklah sah jual beli yang
menimbulkan keraguan salah satu pihak.42
Secara umum rambu-rambu perdagangan yang harus dihindari pelaku
pasar adalah memperdagangkan barang dan jasa yang membawa mafsadat atau
kerusakan bagi konsumen maupun pembeli. Dengan kata lain objek yang
diperdagangkan adalah komoditas yang tidak mendatangkan mudarat bagi
40 Ibn Mas’ud, Fiqh Madzab Syafi’I (Bandung: Pustaka Setia, 2007), 31. 41 Al-Qur’an, 17:27. 42 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), 72-73.
27
dirinya sendiri maupun orang lain (harmfullness dan impurity), sepanjang
komoditas yang diperdagangkan itu tidak mengandung mudarat, maka
sepanjang itu pula transaksi perdagangan diperbolehkan dalam Islam.43
B. Jual Beli Yang Dilarang Dalam Islam
Adapun jual beli yang dilarang dalam islam dan batal hukumnya
adalah sebagai berikut :
1. Barang yang dihukumkan najis oleh agama, seperti anjing, babi, hewan
buas, berhala, bangkai, dan khamr. Tidak diperbolehkan membeli binatang
buas kecuali yang memungkinkan untuk dijadikan sebagai hewan
pemburu. Sedangkan hewan yang tidak mungkin dijadikan sebagai hewan
pemburu, tidak boleh menjualnya atau pun membelinya, karena tidak ada
manfaat mubah yang bisa diambil darinya. Para ulama mengatakan bahwa
hewan buas itu tidak bisa dijadikan sebagai hewan pemburu dan tidak
boleh diperjualbelikan. An Nawawi Asy Syafii dalam Al-Majmu 9:286
mengatakan, “Binatang yang tidak mungkin diambil manfaatnya itu tidak
sah diperjualbelikan contohnya kumbang, kalajengking, ular, serangga,
tikus, semut dan berbagai serangga yang lain serta binatang yang semisal.
Para ulama Syafi’iyyah mengatakan bahwa segelintir manfaat yang ada
pada hewan tersebut karena karakter khas hewan tersebut tidaklah
teranggap karena manfaat tersebut adalah manfaat yang tergolong remeh.
2. Jual beli mani hewan (sperma). Seperti mengawinkan seekor domba jantan
dengan betina agar dapat memperoleh turunan.
43 Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam (Jakarta : Kencana,
2006), 173.
28
3. Jual beli anak binatang yang masih dalam kandungan induknya. Jual beli
ini dilarang karena barangnya belum ada dan tidak nampak.
4. Jual beli dengan muh>{aqalah, menjual tanaman yang masih diladangnya.
Baqalah berarti tanah, sawah, dan kebun. Hal ini dilarang agama sebab
ada persangkaan riba didalamnya.
5. Jual beli dengan mukh>ad{arah, menjual buah-buahan yang belum pantas
untuk dipanen. Seperti menjual rambutan yang masih hijau, manga yang
masih kecil. Hal ini dilarang dalam islam karena masih samar.
6. Jual beli dengan mula>masah, jual beli secara sentuh menyentuh. Hal ini
dilarang karena dapat merugikan salah satu pihak dan mengandung unsur
penipuan.
7. Jual beli dengan muna>badhah, jual beli secara lempar melempar.
8. Jual beli dengan muza>banah, menjual buah yang basah dengan buah yang
kering
9. Menentukan dua harga untuk satu barang yang dijual belikan.
10. Jual beli dengan syarat. Jual beli seperti ini sama dengan jual beli dengan
menentukan dua harga, hanya saja disini dianggap sebagai syarat, seperti
seorang berkata “aku jual rumahku yang butut ini kepadamu dengan syarat
kamu mau menjual mobilmu kepadaku”.
11. Jual beli dengan gha>rar. Jual beli yang samar, kemungkinan terjadi
penipuan, seperti penjualan ikan yang masih di kolam atau menjual kacang
tanah yang atasnya kelihatan bagus tetapi didalamnya jelek.
12. Jual beli dengan mengecualikan sebagian benda yang dijual.
29
13. Larangan menjual makanan hingga dua kali ditakar. Hal ini menunjukan
kurangnya saling percaya antara penjual dan pembeli. Jumhur ulama
berpendapat bahwa seseorang yang membeli sesuatu dengan takaran dan ia
telah menerimanya, kemudian ia menjual kembali, maka ia tidak boleh
menyerahkan kepada pembeli kedua dengan takaran yang pertama
sehingga ia harus menakar lagi untuk pembeli yang kedua itu.44
C. Pandangan Para Ulama Mengenai Jual Beli Hewan
Menurut Hanafiyah, semua jenis hewan yang memiliki gigi taring bisa
saja dijual, seperti anjing, harimau, singa, serigala, dan kucing. Kerena, anjing
dan semacamnya adalah sesuatu yang bernilai sebab bisa dimanfaatkan dan
islam membolehkan untuk menggunakanya dalam hal penjagaan dan berburu.
Boleh juga jual beli serangga dan binatang melata seperti ular dan
kalajengking, kalau memang bisa dimanfaatkan.
Menjual barang bernajis boleh, begitu pula memanfaatkanya selain
untuk dimakan, seperti dipakai untuk menyamak, mengecat, dan dibuat lampu
selain di masjid. Namun tidak boleh memanfaatkan minyak yang terbuat dari
bangkai karena tidak sah secara shara>’ untuk memanfaatkanya. Ketentuanya
menurut Hanafiyah, semua yang bisa dimanfaatkan dan halal menurut agama
maka boleh saja menjualnya, karena pada dasarnya semua benda diciptakan
untuk kepentingan manusia, berdasarkan firman- Nya,
44 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), 78-81.
30
رج بهۦ من ٱلث ماء ماء فأخأ ماء بناء وأنزل من ٱلس شا وٱلس ض فر رأ ت مر ٱلذي جعل لكم ٱلأ
لمون أندادا وأنتمأ تعأ علوا لل فل تجأ قا لكمأ رزأ
Artinya : Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu45(QS. Al-Baqarah:22)
Adapun Ma>liki>yah mengatakan bahwa jual beli minuman keras,
babi, dan bangkai adalah batal, ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda,
“Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli minuman keras, bangkai, babi,
dan patung berhala. Untuk jual beli anjing, meskipun bersih, baik sebagai
penjaga maupun anjing buruan dianggap batal, karena adanya menjual anjing. “
Nabi Saw melarang menjual anjing, pemberian mahar wanita pelacur, dan uang
dukun. Begitu pula yang dianggap batal jual beli barang bernajis yang tidak
bisa dibersihkan, seperti minyak, madu, dan minyak mentega yang terkena
najis. Adapun sesuatu yang bernajis dan bisa dibersihkan seperti pakaian maka
boleh saja dijual.
Tidak sah jual beli benda yang memang najis seperti kotoran hewan
yang tidak bisa dimakan dagingnya, kotoran manusia, tulang bangkai, dan
kulitnya. Akan tetapi, boleh saja jual beli kotoran sapi, domba unta, dan
semacamnya karena dibutuhkan untuk tanaman dan bentuk- bentuk
pemanfaatan lainya.
Adapun Shafi’i >yah dan Hanabi>lah berpendapat bahwa tidak boleh
menjual barang yang tidak ada manfaatnya, seperti serangga dan binatang buas
45 Al-Qur’an, 2:22.
31
yang tidak bisa digunakan untuk berburu, singa, serigala misalnya. Juga
burung-burung yang tidak dimakan dan tidak pula untuk berburu, seperti
burung gagak, rajawali, dan nasar. Karena sesuatu yang tidak punya manfaat
tidak ada nilainya, maka menerima uang atau imbalan dari barang tersebut
termasuk memakan harta orang dengan bathil. Begitupun sebaliknya, memberi
imbalan atas barang seperti itu termasuk perilaku yang bodoh.
Kesimpulanya, Hanafiyah dan Za>hiri>yah membolehkan jual beli
hewan yang bisa dimanfaatkan. Bolehnya dijual suatu barang tergantung pada
bermanfaat atau tidaknya barang itu. Maka menurut kelompok ini, semua yang
bisa dimanfaatkan bisa pula dijual. Namun, Shafi’i >yah, Hanabi>lah, dan
pendapat yang mahsyur dalam pengikut Hanafiyah, tidak membolehkan jual
beli yang tidak ada manfaatnya, karena boleh tidaknya dijual suatu barang
tergantun pada manfaat dan bersih tidaknya barang itu. Dengan demikian,
semua barang yang bermanfaat dan bersih artinya barang yang dibolehkan oleh
agama untuk digunakan maka bisa dijual, menurut Shafi’i >yah.46
Menurut Erwandi, dijelaskan dalam bukunya bahwa Para ulama
berbeda pendapat tentang hukum jual beli kulit hewan. Madzhab Hanafiyah
dan Ma>liki>yah membolehkan menjualnya, dan uang hasil penjualannya halal.
Sedangkan para ulama madzhab Shafi’i >yah dan Hanabi>lah mengharamkan jual
beli kulit hewan tersebut, bukan karena najis, tetapi karena penggunaan kulit
tersebut dilarang oleh Nabi Saw. menyerupai orang-orang kafir dan dapat
46 Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam 5, terj. Abdul Hayyie al - Kattani (Jakarta: Gema Insani,
2011), 116-118.
32
mendatangkan keangkuhan, dengan demikian tidak boleh dijual dan hasil
penjualannya termasuk harta haram.47 Dengan dalil
ب ن أبيه أن النبي صلى هللا عليه وسلم نهى عن جلود الس عن أبى المليح ع
Artinya : dari Abu Malih dari Ayahnya, bahwasanya Rasulullah SAW telah
melarang menggunakan kulit binatang buas”. (HR.An Nasa>’iy).48
Dalam Al-qur’an dan hadis sudah dijelaskan aturan mengenai jual beli
yang berkaitan dengan ‘a>qidayn, s{ighat, dan ma’qu>d ‘alayh, para fuqaha
sepakat bahwa sesuatu yang tidak dapat menerima hukum akad tidak dapat
menjadi objek akad. Dalam jual beli, barang yang diperjualbelikan harus benda
bernilai dan mengandung manfaat bagi pihak-pihak yang mengadakan akad
jual beli. Seperti contoh minuman keras adalah barang yang tidak bernilai bagi
kaum muslimin, maka ia tidak memenuhi syarat sebagai objek akad jual beli.49
Sedangkan pengertian manfaat dalam hal ini adalah nilai guna bagi kebaikan
dan keselamatan lima pokok tujuan syara’ atau dikenal dengan istilah al-
maqāṣid al-syarī’at al-khamsah. Yaitu keselamatan agama, jiwa, benda, akal,
dan keturunan. Maka, tidak dapat disebut manfaat barang yang memabukkan
meskipun secara ekonomis mendatangkan keuntungan.50
Mengenai perihal pengharaman bangkai yang dimanfaatkan, yang
dimaksud hanyalah soal memakanya. Adapun memanfaatkan kulit, tanduk,
tulang, atau rambutnya tidaklah terlarang. Bahkan, satu hal yang terpuji karena
47 Erwandi Tarmizi, Harta Haram Muamalat Kontemporer (Bogor: PT Berkat Mulia
Insani, 2017), 80. 48 Abu Abdur Rahman Ahmad An Nasa’iy, Sunan An Nasa’iy VII (Semarang: CV. Asy
Syifa’,2004),274. 49 Muhammad, Etika Bisnis Islam (Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004), 80. 50 M.Yazid Affandi, Fiqh Muamalah (Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009), 53.
33
barang-barang tersebut masih mungkin dipergunakan. Oleh karena itu, tidak
boleh disia-siakan.
Jual Beli Hewan Langka Dalam Islam
Pada dasarnya jual-beli diperbolehkan dan legal menurut syara', dalam
konteks jual-beli satwa langka hukum jual-belinya tidak berlaku lagi. Jika kita
kembali ke hukum berburu satwa langka yang sudah jelas hukumnya haram,
maka pemanfaatannya pun akan menjadi haram. Praktek jual-beli yang
awalnya halal diperbolehkan akan menjadi haram menjadi tidak diperbolehkan
karena termasuk dalam kategori tolong-menolong dalam hal kemaksiatan dan
hal ini juga melanggar undang-undang yang telah dibuat oleh pemerintah. Ada
unsur jual beli hewan yang tidak ada manfaatnya menurut syariat, walaupun
sebagian kecil individu ada yang menganggapnya barang bermanfaat. Bahkan
dampak kepunahannya lebih jelas, dan akan berdampak terhadap ketidak-
seimbangannya alam, sehingga jual beli demikian adalah termasuk larangan
syara'. Disisi lain pemerintah juga sudah menetapkan undang-undang tentang
dilarangnya perburuan satwa langka yang dilindungi. Hal ini menjadi penguat
tentang hukum keharaman berburu satwa langka dan perdagangannya.51
Berkaitan dengan keseimbangan kehidupan di alam ini Allah Swt,
dalam Al-Qur’an Surat Al-Mulk, ayat 3 berfirman:
بصر هلأ ترى جع ٱلأ وت فٱرأ ن من تف م حأ ق ٱلر ا ترى في خلأ ت طباقا م و ع سم من فطور ٱلذي خلق سبأ
51 Profauna Indonesia. “Islam Peduli Terhadap Satwa.”, Malang: Profauna, 2010: 24
34
Artinya : "Yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Tidak akan kamu
lihat sesuatu yang tidak seimbang pada ciptaan Tuhan Yang
Maha Pengasih. Maka lihatlah sekali lagi, adakah kamu lihat
sesuatu yang cacat?52
Berdasarkan Firman Allah ini, maka sebenarnya manusia tidak
mempunyai hak untuk mengurangi dan menghilangkan suatu spesies
hewan, karena semua spesies mempunyai fungsi sebagai penyeimbang
kehidupan dalam lingkungan. Selanjutnya Rasulullah SAW juga melarang
membunuh binatang dengan cara menganiaya yaitu dengan cara menahan
(mengurung) dalam keadaan hidup kemudian melemparnya sampai mati.
Nabi pun menganjurkan bila akan menyembelih hewan harus menyembelihnya
dengan pisau yang tajam agar tidak menyiksa atau menyebabkan hewan itu
lama dalam kesakitan.53
Secara tidak disadari memperjual belikan hewan liar yang dilindungi
dapat berdampak buruk terhadap pelestarian lingkungan, salah satu diantaranya
adalah mengakibatkan ketidak stabilan ekosistem di bumi ini. Banyak hewan –
hewan liar menjadi langka dan punah sehingga ekosistem dibumi ini menjadi
terganggu. Padahal islam melarang merusak lingkungan dan dianjurkan untuk
selalu memelihara bumi ini dn berbuat kebajikan antar sesame makhluk hidup.
D. Penetapan harga dalam islam
Sudah menjadi kelaziman bahwa harga suatu barang ditentukan oleh
kedua belah pihak, akan tetapi para pihak yang terlibat dalam perjanjian dapat
52 Al-Qur’an, 67:3 53 Efendi,”Perlindungan Sumber Daya Alam Dalam Islam,”Kanun Jurnal Ilmu Hukum, 55(2011), 27.
35
pula meminta pendapat/perkiraan pihak ketiga. Pembayaran harga barang pada
umumnya dilakukan secara tunai bersamaan dengan penyerahan barang. Akan
tetapi dalam beberapa jenis perjanjian harga tersebut tidak dilakukan secara
tunai, akan tetapi dilakukan dengan secara angsuran.54
Nilai-nilai syariat mengajak orang muslim untuk menerapakan konsep
tas’ir dalam kehidupan ekonomi yaitu menetapkan harga sesuai dengan nilai
yang terkandung dalam komoditas yang dijadikan objek transaksi, serta dapat
dijangkau oleh masyarakat. Bila konsep ini diterapkan dalam setiap kondisi
ekonomi, bukan hanya karena dipaksa dalam suatu kondisi ekonomi yang
sedang mengalami krisis atau pun paceklik. Dengan adanya tas’i>r maka akan
menghilangkan beban ekonomi yang mungkin tidak dapat dijangkau oleh
masyarakat, menghilangkan praktik penipuan, serta memungkinkan ekonomi
dapat berjalan dengan mudah dan penuh dengan kerelaan hati. Dalam
menetapkan harga sebuah barang, harus disesuaikan dengan nilai yang
terkandung didalamnya.55
Secara etimologis tas’i>r adalah menetapkan harga. Adapun tas’i>r
secara terminologis adalah penetapan harga standar pasar yang ditetapkan oleh
pemerintah atau yang berwenang untuk disosialisasikan secara paksa kepada
masyarakat dalam jual beli.56 Unsur terpenting dalam jual beli adalah nilai
tukar dari barang yang dijual (untuk zaman sekarang adalah uang). Terkait
dengan masalah nilai tukar ini para ulama fiqh membedakan al-thaman dengan
54 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Bernuansa Islam (Jakarta: Rajawali Press, 2012), 143. 55 Abdul Sami’ Al Mishri, Terj. Dimyauddin Djuwaini, Pilar-Pilar Ekonomi Islam
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006), 95. 56Abdullah Bin Muhammad Ath-Thayyar, Ensikopledi Fiqh Mauamalah Dalam
Pandangan 4 Madzhab, (Yogyakarta, Maktabah Al-Hanif: 2004), 72.
36
al-si’r. menurut mereka, al-thaman adalah harga pasar yang berlaku ditengah-
tengah masyarakat secara actual, sedangkan al-si’r adalah modal barang yang
seharusnya diterima oleh para pedagang sebelum dijual kekonsumen. Dengan
demikian, harga barang itu ada dua, yaitu harga antara pedagang dan harga
antara pedagang dengan konsumen (harga jual pasar). Oleh sebab itu, harga
yang dapat dipermainkan oleh para pedagang adalah al-thaman .57
Para ulama fiqh menegemukakan syarat-syarat al-thaman sebagain
berikut :
1. Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.
2. Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum seperti
pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila harga barang itu dibayar
kemudian (berutang) maka waktau pembayarannya harus jelas.
3. Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling memempertukarkan barang
(Al-muqa>yada) maka barang yang dijadikan nilai tukar barang yang
diharamkan oleh Shara>’, seperti babi dan khamr, karna kedua jenis benda
ini tidak bernilai menurut Shara>’.58
Para ulama menyimpulkan bahwa haram bagi penguasa untuk
menentukan harga barang-barang karena hal itu adalah sumber kedzaliman.
Masyarakat bebas untuk melakukan transaksi dan pembatasan terhadap mereka
bertentangan dengan kebebasan ini. Penetapan harga menurut Rasulullah
merupakan suatu tindakan yang menzalimi kepentingan para pedagang, karena
para pedagang dipasar akan merasa terpaksa untuk menjual barangnya dengan
57 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak,143. 58 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamallah, (Jakarta:Kencana,2010), 76-77.
37
harga patokan, yang tidak sesuai dengan keridhaanya.59 Harga harus
mencerminkan manfaat bagi pembeli dan penjualnya secara adil, yaitu penjual
memperoleh keuntungan yang normal dan pembeli memperoleh manfaat yang
setara dengan harga yang dibayarkan.60Sehingga tidak boleh mementingkan
pembeli dalam penetapan harga, tetapi harus ada keadilan diantara keduanya.
Hal ini dijelaskan dalam Al-Qur’an surat an nisa’ 29
هاي يينٱأ لءامنوا ل
م ا كلو تأ
نكمبي لكمو أ ٱب
نإل طلب ل عنرة تج تكونأ تراض
نكم نفسكم ا تلو تق ولم ٱإن أ ارحيم بكم كنلل
Artinya : hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah maha penyayang
.61kepadamu
Dalam fiqh Islam dikenal dua istilah berbeda mengenai harga suatu
barang, yaitu al-thaman dan al-si’r. al-thaman adalah patokan harga satuan
barang, sedangkan al-si’r adalah harga yang berlaku secara aktual dipasar.
Ulama fiqh menyatakan bahwa fluktuasi harga suatu komoditas berkaitan erat
dengan al-si’r bukan al-thaman .62
59 Mustafa Edwin Nasution, Pengenalan Ekslusif Ekonomi Islam (Jakarta:kencana,
2006),161. 60 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam (Jakarta:PT Raja
Grafindo Persada),322. 61 Al-Qur’an, 4:29. 62 Setiawan Budi Utomo, Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer (Jakarta:
Gema Insani Press, 2003),90.
38
Adanya suatu harga yang adil telah menjadi pegangan yang mendasar
dari transaksi yang Islam. Pada prinsipnya transaksi bisnis harus dilakukan
pada harga yang adil sebab ia adalah cerminan dari komitmen syariat Islam
terhadap keadilan yang menyeluruh. Secara umum, harga yang adil ini adalah
harga yang tidak menimbulkan eksploitasi atau penindasan sehingga
merugikan salah satu dan menguntungkan pihak yang lain.63 Dalam
kenyataanya seringkali penjual menawarkan dagangan dengan harga yang
terlalu tinggi, sementara konsumen menginginkan terlalu rendah. Jika proses
tawar – menawar diantara keduanya tidak dapat terjadi, maka dapat dipastikan
mekanisme pasar akan terganggu.
Harga sebuah komoditas (barang) ditentukan oleh penawaran dan
permintaan, perubahan yang terjadi pada harga berlaku juga ditentukan oleh
terjadinya perubahan permintaan dan perubahan penawaran.64 Dalam ekonomi
Islam siapapun boleh berbisnis. Namun, para pelaku usaha tidak boleh
melakukan ikhikar. Ikhtikar adalah secara sengaja menahan atau menimbun
barang.
Menurut ulama fiqh, pematokan harga oleh pihak pemerintah harus
memenuhi persyaratan syariah, yaitu :
1. Komoditas atau jasa itu sangat dibutuhkan masyarakat luas.
2. Terbukti bahwa produsen, pedagang, dan sepekulan melakukan manipulasi,
sepekulasi, penimbunan, ataupun rekayasa keji dalam menentukan harga
komoditas dan tarif jasa mereka.
63 Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi, 332. 64 Nasution, Pengenalan Eksklusif, 160.
39
3. Pemerintah tersebut adalah pemerintah yang adil.
4. Pihak pemerintah harus melakukan studi kelayakan harga dan kajian pasar
dengan berkonsultasi kepada para ahlinya.
5. Pematokan harga tersebut dengan mengacu kepada prinsip keadilan bagi
semua pihak.
6. Pemerintah secara proaktif harus melakukan control dan pengawasan yang
kontinu terhadap kegiatan pasar, baik menyangkut stok barang, harga,
maupun indikator dan variabel lainya sehingga tidak terjadi praktik
penimbunan barang dan monopoli jasa yang berakibat kesewenangan harga
dan tarif.65
E. Jual Beli Tadlis
Menurut Abdul Halim Mahmud al-Ba’ly, yang dimaksud dengan
penipuan (tadli>s) adalah suatu upaya untuk menyembunyikan cacat pada
objek kontrak dan menjelaskan dengan gambaran yang tidak sesuai dengan
kenyataanya untuk menyesatkan pihak yang berkontrak dan berakibatkan
merugikan salah satu pihak yang berkontrak tersebut. Lebih lanjut, al-ba’ly
menjelaskan bahwa penipuan (tadli>s) ada tiga macam yakni : pertama,
penipuan yang bentuk perbuatanya yaitu menyebutkan sifat yang tidak nyata
pada objek. Kedua, penipuan yang berupa ucapan, seperti berbohong yang
dilakukan oleh seorang yang berkontrak untuk mendorong agar pihak lain
mau melakukan kontrak. Penipuan juga dapat terjadi pada harga barang yang
65 Utomo, fiqh aktual, 93-94.
40
dijual dengan menipu memberi penjelasan yang menyesatkan, dan ketiga,
penipu menyembunyian cacat pada objek kontrak, padahal ia sudah
mengetahui kecacatan tersebut.
Kontrak yang mengandung tipuan (tadli>s) dilarang dalam syariat
Islam. Oleh Karena itu, seandainya dalam kontrak itu terdapat tipuan yang
besar, maka pihak yang kena tipu itu berhak membatalkan kontrak itu kepada
pihak yang berwenang atau pengadilan. Sebagai pihak yang ditipu, ia berhak
untuk membatalkan kontrak (jual beli) yang di buatnya. Dengan demikian,
kontrak yang dibuatnya tidak terlaksanakan sebagaimana mestinya, sebab ia
sebagai pihak yang ditipu sudah menderita rugi dengan adanya kontrak
tersebut. Dalam praktik muamalat dalam masyarakat sering ditemukan tipu
muslihat terutama dalam kontrak bisnis, terutama pada barang yang dijual
dipasaran. Penipuan yang terjadi dalam masyarakat itu, betapapun bentuknya
merupakan tindakan yang diharamkan oleh syariat islam. Para ahli hukum
islam sepakat bahwa pihak yang ditipu berhak membatalkan kontrak yan
telah dibuatnya.66
Disamping hal tersebut, kontrak dalam islam juga dikenal dengan
ketidakseimbangan objek kontrak (ghabn) yang disertai dengan tipuan
(taghri>r). ghabn menurut para ahli hukum islam adalah tidak terwujudnya
keseimbangan antara objek kontrak (barang) dengan harganya, seperti
harganya lebih rendah atau lebih tinggi dari harga yang seesungguhnya.
Adapun taghri>r (penipuan) adalah menyebutkan keunggulan pada barangnya
66 Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta, PT Fajar Interpratama Mandiri :
2012), 94-97.
41
yang tidak sesuai dengan sebenarnya. Terhadap ghabn yang sedikit (yasir)
tidak boleh dijadikan alasan untuk membatalkan kontrak yang telah
dilakukanya, karna hal ini sulit untuk menghindarinya, tetapi jika ghabn
sangat menyolok (fahisy) biasanya berpengaruh terhadap asas sukarela yang
ada pada kontrak tersebut. Tentang hal yang terakhir ini dikalangan para ahli
hukum islam berbeda pendapat, tetapi sebagaian dari mereka membenarkan
bahwa pihak yang tertipu berhak membatalkan kontraknya.67
Praktik penipuan tersebut bisa berbentuk perbuatan, ucapan, dan
menyembunyikan cacat pada barang.
1. Contoh bentuk perbuatan, seperti mengikat pentil susu hewan agar tampak
isinya banyak.
2. Contoh bentuk ucapan, seperti penjuual berbohong kepada pembeli
mengenai keberadaan kualitas barang yang diperjual belikan.
3. Contoh bentuk menyembunyikan cacat pada barang, seperti menjual kain
yang sobek, yang tidak diketahui oleh pembeli.
Kemudian para ulama sepakat bahwa pembeli apabila dia mengetahui
cacat yang disembunyikan oleh penjual, maka jual beli tersebut hukumnya
sah. Akan tetapi perbedaan pendapat diantara mereka muncul apabila
pembeli tidak mengetahuinya, apakah jual beli tersebut fasid (rusak) atau
sah ?
Hanafiyah berpendapat menyembunyikan cacat yang ada pada barang
hukumnya haram. Barang siapa menemukan cacat pada barang, maka dia
67 Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta, PT Fajar Interpratama Mandiri :
2012), 94-97.
42
harus menyerahkan kembali barang yang sudah dibeli dan mengambil
kembali uang yang sudah diserahkan kepada penjual, karena kemutlakan
sahnya akad itu barang yang diperjual belikan harus terbebas dari cacat.
Syafi’i >yah berpendapat barang siapa yang memiliki barang dan dia
mengetahui barang tersebut terdapat cacat, maka dia tidak boleh
menjualnya, sampai dia sendiri menjelaskan kepada pembeli bahwa barang
tersebut ada cacatnya. Namun jika dia tetap saja menjualnya dan tidak
menjelaskan cacat pada barang tersebut, maka sah jual belinya. Karena Nabi
Saw. Menasahkan jual beli susu dari hewan yang pentil susunya diikat agar
tampak isinya banyak (bai’ al-misrah) yang mengandung penipuan. Jika dia
(pembeli) tidak mengetahui cacat pada barang tersebut dan membelinya,
kemudian setelahnya mengetahuinya bahwa yang dibeli itu ternyata ada
cacatnya, maka dia mempunyai hak khiyar, yaitu apakah dia mau
meneruskannya jual beli itu atau mau membatalkanya.
Hanabi>lah berpendapat bahwa setiap penipuan dapat mempengaruhi
harga barang yang dijual, misalnya bai’al-misrah (pengertianya diatas dalam
pendapat Syafi’i >yah). Dalam keadaan demikian, maka dia berhak khiyar.
Adapun apabila tidak mempengaruhi harga, maka tidak mempunyai hak
khiyar. Alasanya adalah karena tidak ada kemudaratan didalamnya.
Ma>liki>yah berpendapat tidak diperbolehkan penipuan dalam bai’al-
mura>bahah (jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan
yang disepakati ) dan yang lainya. Jika hal ini terjadi, maka bagi pembeli
ada hak khiyar antara meneruskanya atau membatalkanya akad jual beli.
43
Akan tetapi jika apabila si pembeli tidak mengetahui bahwa barang yang
dibelinya itu ada cacatnya, maka jual beli dapat diteruskan.
Za>hiri>yah berpendapat jika penjual tidak menjelaskan perihal cacatnya
barang yang dijual kepada pembeli, kemudian si pembeli menemukanya,
maka baginya ada hak khiyar antara meneruskan atau membatalkan akad
jual beli. Jika ternyata si pembeli tidak menghiraukanya, maka akad dapat
diteruskanya. Karena alasanya si pembeli rela terhadap hal demikian.
Adapun perbedaan pendapat diantara mereka terjadi bilamana si
penjual menyembunyikan cacat pada barang, sedangkan si pembeli tidak
mengetahuinya. Maka dalam hal ini terdapat dua pendapat: 1.
Sesungguhnya jual beli tersebut hukumnya batal. Ini adalah pendapat Daud
al-Zhahiri dan Abu bakar dari ulama Hanabi>lah, 2. Jual beli itu hukumnya
sah, tapi berdosa. Tapi bagi si pembeli ada hak khiyar, jika cacat tersebut
dapat menyebabkan berkurangnya harga barang. Ini adalah pendapat
Hanafiyah, Syafi’i >yah, Imam Ahmad, dan Ma>liki>yah. Akan tetapi mereka
berbeda pendapat apabila cacatnya barang tersebut tidak menyebabkan
berkurangnya harga. Menurut Ma>liki>yah, dalam hal ini bagi pembeli ada
hak khiyar, sedangkan menurut ulama lainya tidak ada hak khiyar.68
68 Enang Hidayat, Fiqh Jual Beli (Bandung, PT Remaja Rosdakarya:2015), 139-144.
44
BAB III
FENOMENA JUAL BELI HEWAN LANGKA DAN PEMANFAATANNYA
UNTUK BAHAN BAKU KESENIAN REOG
A. Gambaran Umum Kabupaten Ponorogo
Kabupaten Ponorogo mempunyai luas 1.371,78 km. yang berbatasan
dengan, sebelah utara kabupaten Madiun, Magetan, Nganjuk, sebelah timur
Kabupateen Tulungagung,dan Trenggalek, sebelah selatan Kabupaten Pacitan
serta sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pacitan dan Wonogiri
(jawa tengah). Ditinjau berdasarkan geografisnya, Kabupaten Ponorogo
dibagi menjadi dua sub area, yaitu area dataran tinggi yang meliputi
kecamatan Ngrayun, Sooko, Pudak, dan Ngebel. Sisanya merupakan dataran
rendah. Sungai yang melewati sebanyak 17 sungai dengan panjang antara 4
sampai dengan 58 km, yang digunakan sebagai sumber pengairan bagi
pertanian yang mayoritas menanam padi. Di Ponorogo sebagian besar
wilayahnya berupa area kehutanan dan lahan persawahan sedangkan sisanya
digunakan untuk tegal dan perkarangan. 69
B. Gambaran Umum Tentang Reog Ponorogo
Ponorogo yang dikenal sebagai kota yang berbudaya memiliki
kesenian asli daerah yaitu kesenian Reog, kesenian tradisional yang telah
lama hidup di daerah Ponorogo. Kesenian ini berkembang seiring dengan
perkembangan masyarakat di Ponorogo. Kesenian Reog berupa tarian yang
dimainkan oleh sekelompok orang. Ada yang membawa dadak merak,
69 Badan Perencanaan Daerah Ponorogo,Ponorogo Dalam Angka.2011
44
45
pemain jatil, penabuh gamelan, dan kelompok senggakan. Mereka bermain
dengan iringan gamelan dan teriakan senggakan. Kesenian khas ponorogo ini
dibawakan dengan sangat riang oleh pemainya. Ada beberapa versi
sehubungan dengan asal mula lahirnya Reog, namun secara umum legenda
Reog mengacu pada beberapa tokoh yang pernah berkuasa diwilayah
Ponorogo zaman dahulu. Legenda versi Bantarangin yang menyebutkan
empat tokoh penting dalam kesenian reog Ponorogo, yaitu Raja Kerajaan
Bantarangin bernama Klana Sewandana, patih kerajaan Bantarangin yang
bernama Pujangga Anom, sekelompok prajurit berkuda kerajaan Bantarangin,
dan Singa Barong yang merupakan penguasa hutan Lodaya.
Dari lahirnya kesenian Reog Ponorogo munculah sekelompok
masyarakat yang berprofesi sebagai pengrajin Reog yang turut serta
membangun pereonomian masyarakat Ponorogo. Pengrajin Reog ini memiliki
keunikan tersendiri yang menghasilkan seperangkat alat Reog dengan segala
accesoris yang juga mendorong petumbuhan ekonomi dan mengurangi
pengangguran. Selain itu juga berperan dalam pelestarian kesenian Reog yang
membawa nama Ponorogo sehingga dikenal masyarakat Indonesia hingga
masyarakat mancanegara. Perajin Reog, sebagai pelaku UKM penghasil reog
tentunya harus diperhatikan perkembangan usahanya baik secara kualitas dan
kuantitas, yang mampu memberikan sumbangan pada pertumbuhan ekonomi
daerah terbukti kerajinan Reog tersebut telah dapat diekspor ke berbagai
negara seperti Australia, Bangladesh, Filipina, dan lain-lain. Prospek
kerajinan Reog ini semakin menggembirakan karena seni Reog sekarang ini
46
merupakan salah satu andalan pariwisata Ponorogo berskala nasional bahkan
internasional. Kesuksesan reog sangat didukung oleh pengrajin reog, karena
merekalah yang membentuk dan mendesain reog dengan indah dan
mempesona. Jumlah pengrajin reog dari tahun ke tahun semakin bertambah
meskipun tidak terlalu besar.
Keadaan tersebut telah membawa angin segar bagi pengrajin Reog di
Ponorogo bagi kemajuan kerajinan Reog. Pemakaian bulu merak dan kulit
harimau asli sebagai bahan dasar pembuatan Dadak Merak merupakan
sifatnya yang khas. Satu unit Reog Ponorogo terdiri dari: Dadak Merak,
topeng reog (kepala macan), topeng klanasewandono, topeng bujangganong,
jaran kepang, pecut samandiman serta ragam busana penari dan penabuh
gamelan dengan segala atributnya. Harga satu unit Reog Ponorogo ini
berkisar 20 sampai 25 juta rupiah.
Kesenian Reog Ponorogo tidak hanya dipandang sebagai bentuk
kesenian pertunjukan semata, tetapi juga terkandung nilai filosofi yang
mendalam. Kesenian Reog Ponorogo mempunyai nilai – nilai sebagai berikut:
1. Nilai kerohanian yang meliputi nilai dakwah, nilai kelestarian, nilai
kepercayaan, dan nilai magis.
a. Nilai dakwah, nilai ini digambarkan pada gamelan reog. Gamelan
dipakai saat Batara Katong menyebarkan agama islam ke masyarakat
Ponorogo yang mayoritas pada zaman dahulu beragama Hindu.
Gamelan Reog pada zaman wengker dahulu digunakan sebagai
pengiring pasukan perang dalam berlatih. Cara Raden Batara Katong
47
dalam menyebarkan agama islam tampak sama dengan cara yang
digunakan wali songo dalam berdakwah, khususnya Sunan Kalijogo
yang menggunakan media kesenian dalam dakwahnya.
b. Nilai kelestarian, yang mana nilai ini dapat dilihat dari strategi Batara
Katong untuk menakhlukan Ki Ageng Kutu, yaitu dengan melakukan
pendekatan kultural.
c. Nilai kepercayaan, yang mana nilai ini terlihat jelas pada perlengkapan
sembahyang dan doa yang telah menjadi tradisi dan persyaratan
sebelum dimulainya pertunjukan Reog.
d. Nilai kesejarahan, yang mana nilai ini terdapat pada sejarah dan asal-
usul berdirinya kabupaten Ponorogo yang menyatu dengan tokoh Batara
Katong yang melegenda. Keberadaan kesenian Reog dan wilayah
ponorogo tidak bisa terlepas dari tokoh sentral yaitu Raden Batara
Katong.
e. Nilai magis, yang mana nilai ini terlihat pada pemberian unsur magis
dalam setiap pertunjukan Reog. Unsur magis ini terutama terlihat pada
Barongan. Tujuan pemberian unsur magis ini adalah untuk menambah
daya kekuatan pembarong dan jga memberikan daya pijat bagi
masyarakat yang menonton.
2. Nilai spiritual.
a. Nilai budaya, yang mana didalam nilai ini terdapat unsur spiritual
kesenian reog yang memuat nilai-nilai jawa yang adiluhung. Kesenian
reog menjadi tontonan sekaligus tuntunan bagi masyarakat.
48
b. Nilai keindahan, yang mana terlihat pada gerakan tari para pemain reog
pada saat memainkannya, keindahan dadak merak yang terbuat dari
bulu merak dan kepala barongan harimau, serta iringan gamelan yang
menambah suasana menjadi lebih indah.
c. Nilai moral, yang terungakap pada kesenian Reog , yang membangun
jiwa kebersamaan, menjalin kerukunan, menciptakan kegotong
royongan.
d. Nilai seni, yang dapat dilihat pada kesenian reog yang merupakan hasil
seni budaya masyarakat ponorogo. Dipandang sebagai seni panggung
dan pentas yang terus dikembangkan melalui pembinaan dan pengadaan
festival setiap tahunya.
e. Nilai simbolik, yang dapat dilihat dari suatu lambing peristiwa, dimana
pada saat itu Klono Sewandono melamar Dewi Songgolangit.
f. Nilai superioritas, terlihat pada kesenian Reog pada Warok yang sakti,
dan memiliki ilmu kanuragan serta mempunyai daya linuwih
dibandingkan orang lain.
3. Nilai kehidupan
a. Nilai kepahlawanan, terdapat pada warok yang dipandang sebagai
tokoh masyarakat yang memiliki beberapa kelebihan. Warok memiliki
ilmu yang tinggi, memiliki kesaktian/ kanuragan mempunyai sifat rela
berkorban, bertindak sebagai pengayom, dan tanpa pamrih.
49
b. Nilai keadilan, terdapat pada hakikat yang menjadi tujuan akhir
kesenian Reog. Pelaku kesenian mempunyai misi adil, tidak memihak
atau berat sebelah.
c. Nilai kesejahteraan, terlihat pada semua pemain dan semua pihak yang
terlibat pada kesenian Reog ini yang selalu menekankan nilai
kesejahteraan yang dimaknai dengan kehidupan yang tentram, aman,
dan makmur.
4. Nilai kesenangan
a. Nilai hiburan, terdapat pada kesenian reog yang memiliki daya tarik
yang menghibur penontonya. Reog yang dinamis, lucu, dan kadang kala
mendebarkan mampu memberikan kepuasan bagi penonton.
b. Nilai kompetisi, Reog mampu menghadirkan kemauan untuk
berkompetisi bagi grup Reog dalam suatu kesempatan yang saat ini
setiap tahunya diselenggarakan oleh pemerintah Ponorogo melalui
event Grebeg Suro.
c. Nilai material, terdapat pada cara membuat perangkat Reog yang
membutuhkan berbagai macam material. Yaitu sperti dadak merak,
barongan, kuda kepang, dan pakaian pemain yang jumlahnya cukup
banyak.
d. Nilai pertunjukan, dimana nilai ini terdapat pada kesenian Reog yang
memiliki dua jenis pertunjukan, yaitu pertunjukan dipanggung dan di
50
luar panggung seperti diacara hajatan, syukuran, yang disebut sebagai
Reog Obyogan.70
C. PRAKTIK JUAL BELI HEWAN LANGKA UNTUK BAHAN BAKU
SENI REOG
Menurut bapak HS dan para perajin Reog yang ada di Ponorogo
mengatakan bahwa, bahan baku yang digunakan untuk pembuatan kepala
Reog atau Barongan adalah terbuat dari kayu dadap dan rotan yang telah
dibentuk menjadi kerangka dengan dihiasi kulit kepala harimau dan rambut
sapi yang ditata menyerupai kepala singa, sedangkan untuk pembuatan dadak
merak nya terbuat dari bambu yang dianyam dan burung merak beserta bulu-
bulunya yang ditata untuk menghasilkan keindahan.71 Penggunaan bahan
baku dalam pembuatan Reog ini haruslah jelas, karna dalam islam disebutkan
bahwa penggunaan dan pemanfaatan bahan baku menjadi tolok ukur sah
tidaknya dalam pelaksanaan jual beli dari objek atau bahan baku yang
digunakan tersebut.
Menurut bapak YH dan perajin Reog lain mengatakan bahwa, bahan
baku utama yaitu kulit harimau dan burung merak didapatkan dengan cara
tersembunyi atau terselubung diantara para perajin Reog yang ada di
Ponorogo saja, asal dari bahan tersebut didapatkan biasanya dari seorang
diluar daerah yang masih terdapat banyak hewan tersebut yang sudah bekerja
sama dengan para perajin di Ponorogo, seorang yang bertugas mencari hewan
70Shodiq Pristiwanto, Hasil Wawancara, 22 Maret 2018. 71HS, YH, NO, Hasil Wawancara, 20 Maret 2018.
51
tersebut menerima pesanan untuk dikirim ke Ponorogo yang digunakan untuk
bahan baku kesenia Reog.72 Cara tersebut dilakukan semata-mata hanya
untuk melestarikan kesenian Reog yang harus kita jaga, sementara kejelasan
dari cara mendapatkan kedua bahan baku tersebut haruslah dipertimbangkan
dan dipertanyakan kejelasanya supaya agar terus berjalan beriringan antara
pelestarian kesenian Reog dan keseimbangan Ekosistem dialam.
Menurut bapak NO dan para perajin Reog lainya di Ponorogo
mengatakan bahwa, Transaksi dari jual beli bahan baku tersebut dilakukan
secara biasa, seperti jual beli pada umumnya, kebanyakan melalui proses
pemesanan terlebih dahulu dikarenakan bahan yang sulit untuk dicari,
sedangkan jual beli dikalangan perajin di Ponorogo dilakukan seperti biasa
sama sama saling cocok antara barang dan harga.73 Proses transaksi jual beli
dilaksanakan harus dengan kejelasan dan saling cocok antara penjual dan
pembeli, kejelasan objek merupakan unsur utama dalam proses jual beli.
Melalui pemesanan juga harus didasari rasa saling percaya antara kedua belah
pihak, yaitu penjual dan pembeli. Disatu sisi pembeli atau perajin Reog yang
ada disini belum mengetahui keadaan barang atau bahan baku yang dipesan
kepada seorang penjual diluar daerah, hanya mengetahui bahwa ada objek
bahan dan siap untuk dikirim.
Menurut bapak JN mengatakan bahwa, Tidak ada penjelasan dan
perjanjian ketika proses jual beli bahan baku tersebut berlangsung, saya
melakukan jual beli tersebut secara langsung kepada para perajin lain atas
72 YH, HS, M, Hasil Wawancara, 20 Maret 2018. 73 NO, Hasil Wawancara, 20 Maret 2018.
52
dasar saling percaya.74 Dalam sebuah perjanjian jual beli haruslah dijelaskan
pula bagaimana semua keadaan yang ada pada objek dan semua resiko yang
akan diterima setelah penyerahan barang tersebut. Di dalam praktik jual beli
ini hanya dilandaskan rasa saling percaya antara perajin satu dengan perajin
lainya. Tanpa adanya kejelasan ketika perjanjian jual beli tersebut
berlangsung.
Menurut bapak HS mengatakan bahwa, untuk pengolahan bahan baku
yang berasal dari kulit harimau bisa diolah terlebih dahulu dengan cara
disamak agar lebih awet dan bisa langsung dipasang hanya dengan pencucian
kulit agar dapat di tarik menjadi ukuran lebih besar. Sedangkan untuk
pengolahan burungnya hanya diawetkan / dikeringkan dengan dijemur
matahari sampai tidak membusuk.75
Menurut bapak YH mengatakan bahwa, Bahan baku tersebut berasal
dari berbagai daerah di Indonesia yang masih terdapat hewan hewan tersebut.
Untuk kulit harimau berasal dari seorang yang berada diluar daerah seperti
Sumatra yang ditampung oleh seorang yang memiliki izin di daerah ponorogo
untuk menggunakan atau memanfaatkan kulit tersebut untuk digunakan
sebagai bahan baku pembuatan Reog.76 Di Indonesia sering terjadi perburuan
hewan yang dimanfaatkan untuk diambil kulitnya atau pemanfaatan yang
lainya, para pemburu tidak memikirkan akan keseimbangan alam yang
semakin menua ini, mereka hanya mementingkan kebutuhan bagaimana esok
harinya mereka bisa bertahan hidup dari cara penjualan barang larangan
74 JN, Hasil Wawancara, 21 Maret 2018. 75 HS, Hasil Wawancara, 20 Maret 2018. 76 YH, Hasil Wawancara, 20 Maret 2018.
53
tersebut. Para perajin pun juga berpikiran bahwa kulit tersebut atau bahan
baku lainya digunakan atau dimanfaatkan untuk pembuatan Reog yang disatu
sisi harus terus dilestarikan dan dikembangkan agar tidak termakan oleh
zaman.
Menurut bapak HS dan perajin Reog lain di Ponorogo mengatakan
bahwa, Penerapan harga bahan baku yang berasal dari hewan langka tersebut
berdasarkan besar kecilnya kulit dari hewan tersebut dan besar kecilnya
burung merak yang dipakai.77 Untuk penetapan harga sebaiknya harus
diperjelas dan di lakukan penetapan berdasarkan semua keadaan atau
kejelasan dari objek yang dijual belikan, baik itu ukuran maupun semua
secara terperinci mengenai objek yang dijual tersebut.
Menurut Wahyu mengatakan bahwa, dengan adanya larangan jual beli
hewan langka ini saya merasa agak kurang nyaman, karna saya sebagai
produsen Reog juga pekerja dalam seni tersebut sangat menyayangkan terkait
dengan pelarangan penggunaan barang tersebut.78 Para pelaku dan pekerja
seni dalam Reog Ponorogo merasa kurang nyaman dan dihantui rasa takut
karna dalam usahanya melestarikan kesenian daerah dengan pemanfaatan
barang- barang langka tersebut merasa was – was dan takut akan jerat hukum
yang berlaku di Indonesia ini. Para Perajin menggunakan bahan tersebut
untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan Reog dan tidak untuk
kepentingan lainya.
77 HS, Hasil Wawancara, 20 Maret 2018. 78 Wahyu, Hasil Wawancara, 22 Maret 2018.
54
Menurut bapak NO mengatakan bahwa, Di lingkup Ponorogo hanya
sebatas dikalangan perajin Reog saja, dikarenakan para perajin membutuhkan
barang tersebut untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan Reog.79
Meskipun penjualan barang tersebut hanya dilingkup perajin Reog Ponorogo,
tidak menuntut kemungkinan barang tersebut sampai ketangan lain yang
secara tertutup dilakukan transaksi oleh perajin lain dengan masyarakat biasa.
Dikalangan perajin bahan tersebut hanya dimanfaatkan untuk pembuatan
kepala reog dan dadak merak yang utama, sedangkan lainya atau bahan kulit
lianya digunakan sebagai accesoris Reog lainya seperti sabuk otok, dompet,
dan tas. Sedangkan bulu merak digunakan sebagai hiasan dindidng atau
keperluan kostum lainnya.
Menurut bapak YH mengatakan bahwa, Ketika bahan baku sudah
menjadi Reog utuh saya menjual kepada pembeli seperti biasa, para pembeli
datang dirumah, melihat kondisi keadaan Reog yang sudah jadi yaitu dadak
merak dan barongannya. Mereka cocok langsung dilakukan
pembayaran.80transaksi dalam islam haruslah jelas mengenai objek dan semua
karakteristik barang yang diperjual belikan. Penjualan reog ini dilakukan
dengan cara seperti biasa pada umumnya jual beli, tetapi ada juga perajin
yang menjualnya melalui Online ataupun secara pesanan terlebih dahulu.
Menurut bapak YH mengatakan bahwa, pembeli mengetahui bahwa
Reog yang dibelinya menggunakan bahan baku dari hewan langka, karna
kebanyakan pembeli terlebih dahulu memesan Reog dengan menggunakan
79 NO, Hasil Wawancara, 20 Maret 2018. 80 YH, Hasil Wawancara, 20 Maret 2018.
55
bahan dari hewan langka yang asli. Kadang kala saya juga membuat dengan
bahan baku yang asli tanpa pesanan pembeli.81 Dalam pembuatan Reog bisa
menggunakan bahan baku alternative seperti kulitnya diganti dengan
menggunakan kulit kambing yang telah di beri corak dan warna yang
menyerupai harimau, dan penggunaan mote yang telah dibentuk menyerupai
burung merak. Untuk pembeli yang masih awam tentunya kesulitan untuk
membedakan bahan dari Reog tersebut apakah menggunakan kulit asli apa
kambing.
Menurut bapak wahyu, dan bapak mahfud mengatakan bahwa, pembeli
Reog berasal dari seluruh penjuru di Indonesia maupun di luar negeri, bukan
hanya dari kalangan masyarakat Ponorogo saja.82 Diluar Ponorogo banyak
sekali berdiri komunitas-komunitas Reog. Para seniman diluar daerah sering
berdatangan ke Ponorogo untuk berbelanja perlengkapan perlengkapan
kesenian reog, mulai bagian reog yang terkecil seperti kostum, topeng, dan
barongan serta dadak meraknya.
Menurut bapak HS mengatakan bahwa, penerapan harga untuk kepala
barongan ditetapkan menurut corak atau loreng harimau dan ukuran besar
kecilnya kulit yang digunakan, sedangkan untuk dadak merak ditentukan dari
berapa banyak bulu merak dan pemakaian burung asli atau penggunaan
hiasan boneka burung dari mote.83 Dengan penerapan harga seperti ini
penjual bisa meraup keuntungan lebih banyak dari penjualan kepala barongan
ini, mereka mendapatkan bahan dengan harga yang sama dari seorang penjual
81 YH, Hasil Wawancara, 20 Maret 2018. 82 Wahyu dan bapak mahfud, Hasil Wawancara, 22 Maret 2018. 83 HS, Hasil Wawancara, 20 Maret 2018.
56
kulit yang belum mengetahui bagaimana ukuran dan corak dari harimaunya.
Penjual akan merasa beruntung jika mendapatkan corak dan ukuran yang
besar karna akan berpengaruh pada harga jual pada barongan tersebut.
Menurut bapak HS mengatakan bahwa, harga reog yang sudah jadi
sekitar 20 juta sampai 30 jt komplit dadak merak dengan barongan,
sedangkan untuk yang second dadak merak kisaran 8-10 juta, sedangkan
barongan sekitar 5-8 juta.84 Sedangkan bapak Mahfud menjual dengan harga
sekitar 30 jutaan dan untuk yang barongan dari kulit kambing yang diberi
corak saya jual dengan harga 2.5 juta. Semua penjual standar memberikan
harga untuk Reog baik dari Barongan dan Dadak meraknya. Perajin dan
penjual memberikan harga tersebut berdasarkan bahan bahan yang dipakai
dan mngenai corak dan ukuran memang dibedakan harganya.
Menurut bapak Wahyu mengatakan bahwa, ada perbedaan harga antara
kualitas bahan yang sedang dan kualitas yang super.85 Terkadang kualitas
sedang bisa setara dengan kualitas bahan yang super. Seperti contoh kualitas
burung merak lokal dan merak dari luar itu bisa dilihat dari warna dan
kualitas sudah berbeda tentu harganya berbeda. Untuk bahan barongan dilihat
dari besar kecilnya kulit atau bahan yang digunakan serta kondisi bahannya.
Para perajin terkadang ada pula yang menggunakan bahan dari bekas kulit
patung yang telah diolah dan di poles menjadi baru lagi. Mereka bisa menjual
barang tersebut setara dengan bahan kulit yang baru.
84 HS, Hasil Wawancara, 20 Maret 2018. 85 Wahyu, Hasil Wawancara, 22 Maret 2018.
57
D. PRAKTIK PENETAPAN HARGA
Menurut bapak NO mengatakan bahwa, untuk harganya saya tetapkan
berdasarkan ukuran dan bahan baku yang digunakan, untuk yang kualitas
sedang saya menjual nya dengan harga yang sedang dan yang kualitas bahan
baik saya jual dengan harga yang tinggi pula. Semua tergantung permintaan
pembeli dan bahan bahan yang digunakan.86 Para pembeli biasanya memesan
Reog kepada perajin dengan spesifikasi yang telah dijelaskan sesuai dengan
permintaanya. Tetapi para perajin bisa melayani pesanan tersebut dengan
menggunakan bahan bahan yang tersedia, mereka bisa menggunakan bahan
dari kulit bekas patung yang telah dipoles seperti baru lagi dan bisa
menggunakan kulit baru yang benar benar bagus. Untuk harganya perajin dan
penjual memiliki patokan berbeda beda, mereka menjual dengan harga tinggi
ada pula yang dengan harga standart tergantung dengan kualitas dari Reog
yang dijualnya. Perajin yang nakal bisa mencampur bahan bahan yang jelek
dan bahan yang bagus untuk mendapatkan keuntungan yang lebih.
Menurut bapak MJ mengatakan bahwa, Perubahan harga terjadi ketika
bahan tersebut dicampur, atau dioplos supaya bahan-bahan yang kualitas
rendah juga ikut terjual. Kadang harga bisa naik tinggi kadang kala juga
standart.87 Para perajin dan penjual melaksanakan hal tersebut agar bahan
yang kualitas rendah bisa terjual, tetapi para pembeli tidak mengetahui bahwa
Reog yang dibelinya menggunakan bahan asli yang baru atau bahan yang
dicampur dengan bahan yang kualitas rendah.
86 NO, Hasil Wawancara, 20 Maret 2018. 87 MJ, Hasil Wawancara, 21 Maret 2018.
58
Menurut bapak Wahyu mengatakan bahwa, saya menawarkan harga
seperti biasa pada umumnya jual beli, untuk pembeli yang dari luar daerah
biasa saya tawarkan dengan harga yang tinggi agar mendongkrak harga jual
kesenian Reog, sedangkan ditoko toko biasa saya tawarkan dengan harga
standart yang sesuai dengan kualitas bahan yang saya gunakan.88 Untuk
penjualan kepada pembeli yang berasal dari luar daerah biasanya memang
ditinggikan harganya, sedangkan harga standart di daerah Ponorogo harganya
tidak sampai stinggi yang dtawarkan kepada pembeli yang dari luar daerah.
Mereka meninggikan harga hanya untuk mendongkrak harga jual Reog yang
semakin lama bahan-bahan sulit dicari dan semakin mahal.
Menurut bapak NO mengatakan bahwa, Biasanya harga yang saya jual
tidak pasti, kadang bisa melambung tinggi tergantung pembelinya, seumpama
bahan kulit / bulu yang saya gunakan seharga 5 juta, ketika sudah menjadi
wujud barongan saya bisa menjual dengan harga 10- 12 juta. Karna ketika
sudah menjadi barongan kulit tersebut terlihat menjadi lebih bagus dan jika
ada bahan yang robek / rusak bisa diperbaiki atau dikalangan perajin
disulami.89 Memang jika dilihat berdasarkan bahan baku dan harga jual tidak
sepadan, perajin bisa mendapatkan keuntungan yang lebih berdasarkan harga
jual Reognya. Tetapi disisi lain ada suatu proses yang dilalui oleh perajin
untuk menjadikan bahan bahan tersebut menjadi suatu Reog utuh yang
mengandung nilai seni tinggi. Sedangkan untuk pengolahan bahan bahan
kualitas rendah dan rusak pembeli tidak mengetahui sebelumnya.
88 Bapak Wahyu, Hasil Wawancara, 22 Maret 2018. 89 NO, Hasil Wawancara, 20 Maret 2018.
59
Menurut Bapak BG mengatakan bahwa, Khusus untuk pembeli
Barongan, kebanyakan untuk para pembeli yang masih pemula belum
mengetahui bahan yang digunakan. 90 pembeli yang masih awam atau pemula
dalam Reog biasanya memang belum mengetahui atau sulit membedakan
bahan- bahan yang digunakan dalam pembuatan barongan khususnya, mereka
hanya sekilas mengenal bahwa itu wujud barongan reog saja, tanpa
mengetahui bahwa bahan kulit yang digunakan tersebut berasal dari kulit
kambinf yang dipoles atau kulit harimau, sedangkan untuk bahan lainya juga
belum mengetahui secara detail. Untuk yang sudah hafal sekilas bisa
mengetahui bahan yang digunakan untuk pembuatan barongan dan dadak
merak.
Menurut Bapak BG mengatakan bahwa, untuk harga pada saat event
Grebeg suro saya biasa menaikan untuk semua jenis peralatan reog. Semua
pedagang baik yang di kaki lima maupun di toko toko pasti menaikan harga
diatas standart biasanya.91 Pada saat event grebeg suro memang banyak para
pendatang khususnya pecinta seni Reog dari luar daerah yang datang dan
berkumpul di pusat kota untuk mengikuti dan memeriahkan acara festifal
Reog Nasional. Kebanyakan para pedagang menaikan harga semua peralatan
mulai dari kaos sampai dengan reog dan dadak meraknya. Hal ini dilakukan
hanya untuk meraup keuntungan yang lebih banyak dari biasanya.
90 BG, Hasil Wawancara, 21 Maret 2018. 91 BG, Hasil Wawancara, 21 Maret 2018.
60
E. PRAKTIK PENCAMPURAN DAN PEMALSUAN BAHAN BAKU
REOG
Menurut bapak HS mengatakan bahwa, untuk bahan baku Ada bahan
bahan bulu merak dan kulit harimau yang rusak atau mempunyai kualitas
yang rendah.92 Bahan- bahan yang memiliki kualitas rendah ataau rusak
tersebut berasal dari seorang pengepul yang berada diluar daerah. Para perajin
di wilayah Ponorogo mendapatkan bahan tersebut sudah dalam keadaan
kualitas rendah.
Menurut bapak Wahyu mengatakan bahwa, bahan baku yang rusak bisa
dimanfaatkan menjadi bahan tambahan, untuk bulu merak bisa dicampurkan
dengan bulu yang bagus, sedangkan kulit yang rusak bisa dipoles kembali
menjadi bagus.93 Pemanfaatan bahan baku yang memiliki kualitas rendah
memamg dilakukan oleh kebanyakan para perajin di Ponorogo, mereka
mengolah bahan tersebut untuk dijadikan barongan atau accesoris Reog
lainya dan dadak merak. Dimana hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan
keuntungan yang banyak.
Menurut bapak YH mengatakan bahwa, cara mengolah bahan baku
yang memiliki kualitas rendah atau rusak untuk kulit dengan cara dipoles lagi
menggunakan semir, di lem dan disulam untuk yang sobek atau rusak,
sedangkan untuk bulu merak dicampur dengan bulu lain yang bagus, dan di
cuci bersih atau diberi pewarna agar warna kembali cerah seperti baru.94
Pengolahan ini dilakukan karna jika bahan bahan tersebut tidak digunakan
92 HS, Hasil Wawancara, 20 Maret 2018. 93 Wahyu, Hasil Wawancara, 22 Maret 2018. 94 YH, Hasil Wawancara, 20 Maret 2018.
61
akan percuma dan mengakibatkan kerugian pada perajin yang telah membeli
bahan tersebut. Ketika sudah menjadi Barongan dan dadak merak, pembeli
tidak mengetahui atau sulit mengatahui bahwa Reog yang terdiri dari
barongan dan merak yang sudah di poles tersebut merupakan terbuat dari
bahan-bahan yang memiliki kualitas rendah atau bisa jadi rusak, seperti
penggunaan kulit bekas patung yang memiliki warna cenderung lebih gelap.
Menurutu bapak HS mengatakan bahwa, penggunaan atau pemanfaatan
bahan baku yang memiliki kualita rendah, Untuk bulu merak yang memiliki
kualitas rendah saya gunakan untuk pembuatan Reog mini yang dipakai
sebagai hiasan dinding, dan digunaan untuk campuran pembuatan dadak
merak besar. Sedangkan untuk kulit yang memiliki kualitas rendah saya
gunakan sebagai barongan tapi diolah terlebih dahulu.95 Pemanfaatan bahan-
bahan yang berkualitas rendah atau rusak ini selain digunakan untuk
pencampuran bahan pada pembuatan dadak merak dan barongan juga
digunakan untuk pembuatan accecoris Rog lainya, seperti sabuk otok,
dompet, gelang yang terbuat dari kulit harimau bekas yang telah dipoles dan
di olah sedemikian rupa tanpa pengetahuan pembeli.
Menurut bapak HS mengatakan bahwa, pencampuran bahan dilakukan
supaya barang atau bahan yang memiliki kualitas rendah dapat terjual, dan
saya sebagai perajin tidak rugi.96 Dalam hal ini pencampuran dilakukan oleh
para perajin di daerah Ponorogo untuk mencukupi kebutuhan dalam
pemakaian bahan Reog, khususnya dalam pembuatan barongan dan dadak
95 HS, Hasil Wawancara, 20 Maret 2018. 96 HS, Hasil Wawancara, 20 Maret 2018.
62
merak, akan tetapi hal ini banyak disalah gunakan oleh para perajin untuk
meraup keuntungan yang berlebih, bisa dikatakan sebuah barongan yang
terbuat dari bahan kulit harimau bekas patung, setelah dipoles dan diolah
kembali bisa laku dengan harga yang melejit tinggi, juga dalam pembuatan
dadak merak, bulu yang pendek atau rusak dicampurkan dan diisikan pada
kerangka di bawah dan ditutupi atau disamarkan dengan bulu merak yang
baru. Hal ini dalam proses jual beli, pembeli tidak bisa membedakan ketika
bahan tersebut sudah diolah dan masih dalam keadaan belum menjadi Reog.
Menurut Wahyu mengatakan bahwa, Kebanyakan para pembeli tidak
mengetahui tentang adanya pencampuran bahan tersebut.97 Sekilas bulu
merak yang sudah diolah bisa sama menyerupai dengan bulu yang bagus atau
baru, sedangkan pada kulit tidak bisa dicampurkan tetapi diolah kembali atau
di proses kembali menjadi lebih bagus lagi tanpa sepengetahuan pembeli.
Para perajin mengolah kuit dengan cara mereka sendiri-sendiri, mereka
memoles, menyulam, dan mewarna kulit menjadi bagus lagi dan supaya harga
jual melambung tinggi serta mendapatkan keuntungan yang banyak.
Menurut bapak HS mengatakan bahwa, ada bahan lain dalam
pencampran itu, misalnya penggunaan rotan sebagai ganti dari batang bulu
merak, pewarnaan kerangka reog mini.98 Hal ini dilakukan oleh para perajin
supaya penggunaan bulu merak berkurang. Ada sebagian para perajin yang
menggunakan bahan bahan tambahan seperti tersebut hanya untuk
mendapatkan keuntungan yang lebih banyak.
97 Wahyu, Hasil Wawancara, 22 Maret 2018. 98 HS, Hasil Wawancara, 20 Maret 2018.
63
Menurut bapak HS mengatakan bahwa, Bahan yang baik bisa dilihat
dari warna yang cendeung cerah dan memiliki tekstur bulu halus dan masih
kelihatan utuh.99 Pada bahan bahan yang baik bisa terlihat dari warna dan
kondisi nya yang utuh, akan tetapi proses pengolahan di awal mulai dari
pencucian dan dilakukan penyamakan pada bahan kulit itu juga berpengaruh,
kebanyakan para perajin tidak menyamak terlebih dahulu bahan kulit
tersebut, supaya kulit tersebut bisa di tarik dan ukuranya menjadi besar ,
dengan daya rentang bisa mencapai 10- 15 cm.
Menurut bapak HS mengatakan bahwa, Cara mencampurkan bahan
yang memiliki kualitas rendah, untuk bulu merak di taruh pada dasaran
belakang dadak merak agar kelihatan penuh, pewarnaan rotan menyerupai
warna batang bulu, pewarnaan kerangka seperti warna bulu merak. Untuk
kulit pencampuran terjadi pada kulit yang memiliki kualitas rendah atau
bahan bekas patung, dipoles atau disulam dan di beri pewarnaan sesuai warna
asli agar terlihat baru, pencampuran pada pembuatan accesoris lain seperti
sabuk, dompet, gelang.100
99 HS, Hasil Wawancara, 20 Maret 2018. 100 HS, Hasil Wawancara, 20 Maret 2018.
64
BAB IV
Analisis Fiqh tentang Jual Beli Hewan Langka
Untuk Bahan Baku Kesenian Reog
A. Analisis Fiqh Terhadap Hukum Jual Beli Hewan Langka Untuk Objek
Kesenian Reog Ponorogo
Secara etimologis, bai’ berarti tukar menukar secara mutlak. Adalah
mengambil sesuatu meskipun dalam bentuk ‘a>riyah (sewa) dan wadi’ah
(penitipan). Secara terminologis para fuqaha berbeda pendapat mengenai
definisi bay’. Definisi yang dipilih adalah tukar menukar (barter) harta dengan
harta, atau manfaat (jasa) yang mubah meskipun dalam tanggungan. Dalam
Islam melakukan jual beli harus melihat batasan-batasan dalam melakukan
aktivitas jual beli, termasuk dalam kejelasan objek yang diperjualbelikan,
batasan – batasan dan syarat benda yang menjadi objek ialah sebagai berikut :
8. Barangnya suci atau mungkin untuk disucikan sehingga tidak sah penjualan
benda-benda najis seperti anjing, babi, dan yang lainya.
Memberi manfaat menurut shara>’. tidaklah sah memperjualbelikan jangkrik,
ular, semut, atau binatang buas. Akan tetapi boleh dijual kalau hendak
diambil kulitnya untuk disamak, dijadikan sepatu, tas, dan dimanfaatkan
untuk kebaikan lainya. Namun tidak sah bila digunakan untuk permainan
karena menurut shara>’ tidak ada manfaatnya. Begitu juga alat – alat
permainan yang digunakan untuk melakukan perbuatan yang haram
64
65
2. atau untuk meninggalkan kewajiban kita terhadap Allah.101 Perbuatan
itu digolongkan mubazir (sia-sia) dan dilarang keras oleh agama.
Firman Allah swt dalam surat al-Israa’ 27 :
رينل ٱإن ي ٱنو إخ ا كنو مبذ ي ٱوكنطينلش اكفور ۦلرب هنط لش
Artinya: “sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara
syaitan dan syaitan adalah sangat ingkar kepada Tuhanya. (QS.
Al-Israa’: 27)102
3. Jangan ditaklikan, yaitu dikaitkan atau digantungkan kepada hal-hal
lain, seperti jika ayahku pergi, kujual motor ini kepadamu.
4. Tidak dibatasi waktunya.
5. Dapat diserahkan dengan cepat maupun lambat tidaklah sah menjual
binatang yang sedang berlari dan tidak dapat ditangkap lagi. Barang
yang sudah hilang atau barang yang sulit diperoleh kembali karena
samar.
6. Milik sendiri, tidaklah sah menjual baarang orang lain dengan tidak
seizing pemiliknya atau barang-barang yang baru akan jadi miliknya.
7. Diketahui (dilihat), barang yang dijual belikan harus dapat diketahui
banyaknya, beratnya, takaranya, maka tidaklah sah jual beli yang
menimbulkan keraguan salah satu pihak.103
Adapun praktik jual beli yang dilakukan oleh para perajin Reog di
Ponorogo ini adalah menggunakan objek yaitu hewan langka, dimana hewan
101 Ibn Mas’ud, Fiqh Madzab Syafi’I (Bandung: Pustaka Setia, 2007), 31. 102 Al-Qur’an,17:27. 103 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), 72-73.
66
tersebut terdiri dari Harimau (hewan buas) yang dimanfaatkan kulitnya sebagai
bahan baku pembuatan kepala Barongan atau Reog, dan Burung Merak yang
dimanfaatkan bulu dan badanya sebagai bahan pembuatan dadak merak. Untuk
proses transaksi dilakukan seperti transaksi jual beli pada umumnya, para
pembeli yang merupakan para perajin Reog melakukan transaksi langsung
kepada seorang penjual atau bisa dilakukan antar perajin di Ponorogo.
Mengenai praktik pemesanan barang tersebut perajin melakukan pesanan
dengan dasar saling percaya antar perajin Reog di Ponorogo ini.
Dalam suatu transaksi jual beli haruslah jelas mengenai keterangan
objek yang diperjualbelikan. Kejelasan objek jual beli menjadi salah satu syarat
sah atau tidaknya jual beli tersebut, jika kejelasan objek tidak terpenuhi atau
menyalahi syariat islam dan fiqh muamalah maka jual beli tersebut dikatakan
tidak sah dan hasil dari jual beli tersebut bisa haram.
Untuk melihat status kejelasan dan hasil dari jual beli yang
dilaksanakan oleh para perajin tersebut, maka terlebih dahulu dilihat dari
beberapa jenis jual beli yang dilarang oleh islam. Ada beberapa macam jaul
beli yang dilarang dalam fiqh muamalah, yaitu :
14. Barang yang dihukumkan najis oleh agama, seperti anjing, babi, hewan
buas, berhala, bangkai, dan khamr. Tidak diperbolehkan membeli binatang
buas kecuali yang memungkinkan untuk dijadikan sebagai hewan
pemburu. Sedangkan hewan yang tidak mungkin dijadikan sebagai hewan
pemburu, tidak boleh menjualnya atau pun membelinya, karena tidak ada
manfaat mubah yang bisa diambil darinya. Para ulama mengatakan bahwa
67
hewan buas itu tidak bisa dijadikan sebagai hewan pemburu dan tidak
boleh diperjualbelikan. An Nawawi Asy Syafii dalam Al-Majmu 9:286
mengatakan, “Binatang yang tidak mungkin diambil manfaatnya itu tidak
sah diperjualbelikan contohnya kumbang, kalajengking, ular, serangga,
tikus, semut dan berbagai serangga yang lain serta binatang yang semisal.
Para ulama Syafi’iyyah mengatakan bahwa segelintir manfaat yang ada
pada hewan tersebut karena karakter khas hewan tersebut tidaklah
teranggap karena manfaat tersebut adalah manfaat yang tergolong remeh.
15. Jual beli mani hewan (sperma). Seperti mengawinkan seekor domba jantan
dengan betina agar dapat memperoleh turunan.
16. Jual beli anak binatang yang masih dalam kandungan induknya. Jual beli
ini dilarang karena barangnya belum ada dan tidak nampak.
17. Jual beli dengan muh>{aqalah, menjual tanaman yang masih diladangnya.
Baqalah berarti tanah, sawah, dan kebun. Hal ini dilarang agama sebab
ada persangkaan riba didalamnya.
18. Jual beli dengan mukh>ad{arah, menjual buah-buahan yang belum pantas
untuk dipanen. Seperti menjual rambutan yang masih hijau, manga yang
masih kecil. Hal ini dilarang dalam islam karena masih samar.
19. Jual beli dengan mula>masah, jual beli secara sentuh menyentuh. Hal ini
dilarang karena dapat merugikan salah satu pihak dan mengandung unsur
penipuan.
20. Jual beli dengan muna>badhah, jual beli secara lempar melempar.
68
21. Jual beli dengan muza>banah, menjual buah yang basah dengan buah yang
kering
22. Menentukan dua harga untuk satu barang yang dijual belikan.
23. Jual beli dengan syarat. Jual beli seperti ini sama dengan jual beli dengan
menentukan dua harga, hanya saja disini dianggap sebagai syarat, seperti
seorang berkata “aku jual rumahku yang butut ini kepadamu dengan syarat
kamu mau menjual mobilmu kepadaku”.
24. Jual beli dengan gha>rar. Jual beli yang samar, kemungkinan terjadi
penipuan, seperti penjualan ikan yang masih di kolam atau menjual kacang
tanah yang atasnya kelihatan bagus tetapi didalamnya jelek.
25. Jual beli dengan mengecualikan sebagian benda yang dijual.
26. Larangan menjual makanan hingga dua kali ditakar. Hal ini menunjukan
kurangnya saling percaya antara penjual dan pembeli. Jumhur ulama
berpendapat bahwa seseorang yang membeli sesuatu dengan takaran dan ia
telah menerimanya, kemudian ia menjual kembali, maka ia tidak boleh
menyerahkan kepada pembeli kedua dengan takaran yang pertama
sehingga ia harus menakar lagi untuk pembeli yang kedua itu.104
Menurut Erwandi, dijelaskan dalam bukunya bahwa Para ulama
berbeda pendapat tentang hukum jual beli kulit hewan. Madzhab Hanafiyah
dan Ma>liki>yah membolehkan menjualnya, dan uang hasil penjualannya halal.
Sedangkan para ulama madzhab Shafi’i >yah dan Hanabi>lah mengharamkan jual
beli kulit hewan tersebut, bukan karena najis, tetapi karena penggunaan kulit
104 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), 78-81.
69
tersebut dilarang oleh Nabi Saw. menyerupai orang-orang kafir dan dapat
mendatangkan keangkuhan, dengan demikian tidak boleh dijual dan hasil
penjualannya termasuk harta haram. Dengan dalil:
ب عن أبى المليح عن أبيه أن النبي صلى هللا عليه وسلم نهى عن جلود الس
Artinya : dari Abu Malih dari Ayahnya, bahwasanya Rasulullah SAW
telah melarang menggunakan kulit binatang buas”. (HR.An Nasa>’iy).105
Kejelasan objek yang diperjual belikan dalam praktik ini adalah
penjualan hewan langka yaitu harimau yang diambil kulitnya untuk bahan baku
pembuatan Reog dan burung merak yang dimanfaatkan bulu dan bagian
tubuhnya untuk pembuatan dadak merak. Cara memperoleh barang tersebut
dengan cara dari hasil perburuan yang dilakukan oleh para pemburu diluar
daerah yang masih banyak terdapat kedua hewan ini, mereka hanya
mengirimkan barang tersebut sudah berupa kulit yang telah terpisah dari
anggota tubuh lainya. Para perajin dalam pengolahan tersebut ada yang diolah
dengan penyamakan dan ada juga yang hanya dilakukan pencucian agar kulit
bersih dan terpisah dari lemak dan bisa dilakukan penarikan kulit supaya
menjadi lebih besar ukuranya.
Adapun praktik jual beli dilingkup para perajin Reog di Ponorogo ini
mereka melaksanakan secara tertutup dan hanya dilakukan dikalangan para
perajin saja, para perajin melakukan jual beli kedua hewan tersebut hanya
dengan dasar rasa saling percaya dan hanya ingin tetap melestarikan kesenian
Reog saja. Mereka hanya menggunakan atau memanfaatkan objek tersebut
105 Abu Abdur Rahman Ahmad An Nasa’iy, Sunan An Nasa’iy VII (Semarang: CV. Asy Syifa’,2004),274.
70
untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan Reog saja. Karena terdapat
larangan mengenai penggunaan kulit hewan tersebut yang diatur pemerintah
juga. Para perajin ada juga yang terlebih dahulu mengurus izin di pemerintahan
dan dinas terkait untuk melakukan penggunaan atau pemanfaatan dari bagian
hewan tubuh tersebut untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan Reog
saja, bukan untuk keperluan lain.
Para pembeli melakukan jual beli Reog yang sudah jadi tentunya juga
sudah mengetahui bahwa bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan reog
ini, mereka kebanyakan terlebih dahulu memesan dan meminta untuk Reog nya
menggunakan bahan dari kedua bagian tubuh hewan tersebut.
Menurut Hanafiyah, semua jenis binatang yang memiliki gigi taring
bisa saja dijual, seperti anjing, harimau, singa, serigala, dan kucing. Kerena,
anjing dan semacamnya adalah sesuatu yang bernilai sebab bisa dimanfaatkan
dan islam membolehkan untuk menggunakanya dalam hal penjagaan dan
berburu. Boleh juga jual beli serangga dan binatang melata seperti ular dan
kalajengking, kalau memang bisa dimanfaatkan.
Menjual barang bernajis boleh, begitu pula memanfaatkanya selain
untuk dimakan, seperti dipakai untuk menyamak, mengecat, dan dibuat lampu
selain di masjid. Namun tidak boleh memanfaatkan minyak yang terbuat dari
bangkai karena tidak sah secara shara>’ untuk memanfaatkanya. Ketentuanya
menurut Hanafiyah, semua yang bisa dimanfaatkan maka boleh saja
menjualnya, karena pada dasarnya semua benda diciptakan untuk kepentingan
manusia, berdasarkan firman- Nya,
71
رج بهۦ من ٱلث ماء ماء فأخأ ماء بناء وأنزل من ٱلس شا وٱلس ض فر رأ ت ر ٱلذي جعل لكم ٱلأ قا مر زأ
أ علوا لل فل تجأ لمون لكمأ ندادا وأنتمأ تعأ
Artinya : Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu
106
(QS. Al-Baqarah:22)
Adapun Ma>liki>yah mengatakan bahwa jual beli minuman keras,
babi, dan bangkai adalah batal, ia mengatakan bahwa Rasulullah bersabda,
“Allah dan Rasul-Nya mengharamkan jual beli minuman keras, bangkai, babi,
dan patung berhala. Untuk jual beli anjing, meskipun bersih, baik sebagai
penjaga maupun anjing buruan dianggap batal, karena adanya menjual anjing. “
Nabi Saw melarang menjual anjing, pemberian mahar wanita pelacur, dan uang
dukun. Begitu pula yang dianggap batal jual beli barang bernajis yang tidak
bisa dibersihkan, seperti minyak, madu, dan minyak mentega yang terkena
najis. Adapun sesuatu yang bernajis dan bisa dibersihkan seperti pakaian maka
boleh saja dijual.
Tidak sah jual beli benda yang memang najis seperti kotoran hewan
yang tidak bisa dimakan dagingnya, kotoran manusia, tulang bangkai, dan
kulitnya. Akan tetapi, boleh saja jual beli kotoran sapi, domba unta, dan
semacamnya karena dibutuhkan untuk tanaman dan bentuk- bentuk
pemanfaatan lainya.
106 Al-Qur’an,2:22.
72
Adapun Shafi’i >yah dan Hanabi>lah berpendapat bahwa tidak boleh
menjual barang yang tidak ada manfaatnya, seperti serangga dan binatang buas
yang tidak bisa digunakan untuk berburu, singa, serigala misalnya. Juga
burung-burung yang tidak dimakan dan tidak pula untuk berburu, seperti
burung gagak, rajawali, dan nasar. Karena sesuatu yang tidak punya manfaat
tidak ada nilainya, maka menerima uang atau imbalan dari barang tersebut
termasuk memakan harta orang dengan bathil. Begitupun sebaliknya, memberi
imbalan atas barang seperti itu termasuk perilaku yang bodoh.
Kesimpulanya, Hanafiyah dan Za>hiri>yah membolehkan jual beli najis
yang bisa dimanfaatkan, kecuali najis yang dilarang. Bolehnya dijual suatu
barang tergantung pada bermanfaat atau tidaknya barang itu. Maka menurut
kelompok ini, semua yang bisa dimanfaatkan bisa pula dijual. Namun,
Shafi’i >yah, Hanabi>lah, dan pendapat yang mahsyur dalam pengikut Hanafiyah,
tidak membolehkan jual beli semua benda najis, karena boleh tidaknya dijual
suatu barang tergantung pada bersih tidaknya barang itu. Dengan demikian,
semua barang yang bersih artinya barang yang dibolehkan oleh agama untuk
digunakan maka bisa dijual, menurut Shafi’i >yah.107
Shafi’i >yah sepakat tidak memperbolehkan memeperjualbelikan kulit
bangkai sebelum disamak, namun apabila disamak hukumnya diperbolehkan.
Alasanya karena suci dan bisa dimanfaatkanya. Hanabilah sepakat mengenai
tidak diperbolehkanya memperjualbelikan kulit bangkai sebelum disamak.
107 Wahbah az-Zuhaili, Fiqh Islam 5, terj. Abdul Hayyie al - Kattani (Jakarta: Gema Insani, 2011), 116-118.
73
Pengharaman bangkai yang dimaksud hanyalah soal memakanya. Adapun
memanfaatkan kulit, tanduk, tulang, atau rambutnya tidaklah terlarang.
Bahkan, satu hal yang terpuji karena barang-barang tersebut masih mungkin
dipergunakan. Oleh karena itu, tidak boleh disia-siakan. Rasulullah SAW
menerangkan cara membersihkan yaitu dengan jalan disamak.
Pada dasarnya jual-beli diperbolehkan dan legal menurut syara', dalam
konteks jual-beli satwa langka hukum jual-belinya tidak berlaku lagi. Jika kita
kembali ke hukum berburu satwa langka yang sudah jelas hukumnya haram,
maka pemanfaatannya pun akan menjadi haram. Praktek jual-beli yang
awalnya halal diperbolehkan akan menjadi haram menjadi tidak diperbolehkan
karena termasuk dalam kategori tolong-menolong dalam hal kemaksiatan dan
hal ini juga melanggar undang-undang yang telah dibuat oleh pemerintah. Ada
unsur jual beli hewan yang tidak ada manfaatnya menurut syariat, walaupun
sebagian kecil individu ada yang menganggapnya barang bermanfaat. Bahkan
dampak kepunahannya lebih jelas, dan akan berdampak terhadap ketidak-
seimbangannya alam, sehingga jual beli demikian adalah termasuk larangan
syara'. Disisi lain pemerintah juga sudah menetapkan undang-undang tentang
dilarangnya perburuan satwa langka yang dilindungi. Hal ini menjadi penguat
tentang hukum keharaman berburu satwa langka dan perdagangannya.108
Berkaitan dengan keseimbangan kehidupan di alam ini Allah Swt,
dalam Al-Qur’an Surat Al-Mulk, ayat 3 berfirman:
108 Profauna Indonesia. “Islam Peduli Terhadap Satwa.”, Malang: Profauna, 2010: 24
74
ت طب و ع سم بصر هلأ ترى من فطور ٱلذي خلق سبأ جع ٱلأ وت فٱرأ ن من تف م حأ ق ٱلر ا ترى في خلأ اقا م
Artinya : "Yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Tidak akan kamu
lihat sesuatu yang tidak seimbang pada ciptaan Tuhan Yang
Maha Pengasih. Maka lihatlah sekali lagi, adakah kamu lihat
sesuatu yang cacat?109
Berdasarkan Firman Allah ini, maka sebenarnya manusia tidak
mempunyai hak untuk mengurangi dan menghilangkan suatu spesies
hewan, karena semua spesies mempunyai fungsi sebagai penyeimbang
kehidupan dalam lingkungan. Selanjutnya Rasulullah SAW juga melarang
membunuh binatang dengan cara menganiaya yaitu dengan cara menahan
(mengurung) dalam keadaan hidup kemudian melemparnya sampai mati.
Nabi pun menganjurkan bila akan menyembelih hewan harus menyembelihnya
dengan pisau yang tajam agar tidak menyiksa atau menyebabkan hewan itu
lama dalam kesakitan.110
Dengan demikian dari analisis diatas penulis dapat menyimpulkan
bahwa jual beli yang dilakukan oleh perajin Reog di Ponorogo bertentangan
dengan fiqh muamalah, karena mereka menggunakan objek yaitu harimau yang
diambil kulitnya yang termasuk dalam larangan untuk diperjualbelikan karna
termasuk dalam binatang buas dan penggunaan burung merak juga tidak
diperbolehkan dalam islam, karena dalam islam kita dianjurkan untuk tetap
109 Al-Qur’an,67:3. 110 Efendi,”Perlindungan Sumber Daya Alam Dalam Islam,”Kanun Jurnal Ilmu Hukum, 55(2011), 27.
75
menjaga keseimbangan alam dan ekosistem yang sudah diciptakan oleh Allah
swt. Akan tetapi menurut Hanafiyah dibolehkan melakukan jual beli nya,
dikarenakan dalam penggunaanya betul-betul dimanfaatkan untuk bahanbaku
kesenian Reog, dan menurut Shafi’i >yah dan Hanabi>lah membolehkan jual beli
kulit bangkai atau hewan buas tersebut apabila pengolahan dari kulit tersebut
dilakukan penyamakan terlebih dahulu, alasanya menjadi suci dan bisa
dimanfaatkan. Pengharaman bangkai yang dimaksud hanyalah soal
memakanya. Adapun memanfaatkan kulit, tanduk, tulang, atau rambutnya
tidaklah terlarang. jika pengolahan kulit dilakukan dengan cara penyamakan
terlebih dahulu untuk menghilangkan zat yang mengalir baik itu darah atau
kotoran lainya serta dijelaskan manfaat atau kegunaan dari kulit hewan tersebut
digunakan untuk kebaikan yaitu sebagai bahan baku pembuatan Reog yang
juga untuk melestarikan kesenian dan kearifan lokal daerah Ponorogo maka
jual beli tersebut menjadi sah atau diperbolehkan, begitu juga mengenai
penggunaan burung merak yang dimanfaatkan untuk bahan baku pembuatan
dadak merak. Jika pengolahan kulit yang hanya dicuci untuk membersihkan
dari kotoran, tanpa mereka menyamaknya atau menyucikan terlebih dulu untuk
menghilangkan darah dan zat yang mengalir lainya, supaya bisa dilakukan
penarikan agar kulit semakin besar ukuranya, maka hal tersebut tidak
diperbolehkan.
Mahdzab Hanafiyah dan Za>hiri>yah membolehkan jual beli najis yang
bisa dimanfaatkan, kecuali najis yang dilarang. Bolehnya dijual suatu barang
tergantung pada bermanfaat atau tidaknya barang itu. Dalam hal ini
76
penggunaan kulit harimau yang diperjual belikan untuk pemanfaatan bahan
baku kesenian Reog dan untuk melestarikan serta menjaga kearifan local
daerah yaitu kesenian Reog agar tidak punah dan termakan oleh zaman. Maka
menurut kelompok ini, semua yang bisa dimanfaatkan bisa pula dijual. Namun,
Shafi’i >yah, Hanabi>lah, dan pendapat yang mahsyur dalam pengikut Hanafiyah,
tidak membolehkan jual beli semua benda najis, karena boleh tidaknya dijual
suatu barang tergantung pada bersih tidaknya barang itu. Dengan demikian,
semua barang yang bersih artinya barang yang dibolehkan oleh agama untuk
digunakan maka bisa dijual, menurut Shafi’i >yah.
Shafi’i >yah dan Hanabi>lah membolehkan jual beli kulit hewan buas
tersebut apabila pengolahan dari kulit tersebut dilakukan penyamakan terlebih
dahulu, alasanya menjadi suci dan bisa dimanfaatkan. Pengharaman bangkai
yang dimaksud hanyalah soal memakanya. Adapun memanfaatkan kulit,
tanduk, tulang, atau rambutnya tidaklah terlarang. Bahkan, satu hal yang terpuji
karena barang-barang tersebut masih mungkin dipergunakan. Oleh karena itu,
tidak boleh disia-siakan. Rasulullah SAW menerangkan cara membersihkan
yaitu dengan jalan disamak.
Penggunaan bahan dari kulit harimau dan burung merak ini menjadi
suatu kebutuhan oleh para perajin yang mereka gunakan untuk membuat Reog
dan salah satu jalan untuk melestarikan kesenian Reog ponorogo, dapat
dikatakan jika dengan penggunaan bahan lain seperti kulit sapi atau burung
boneka merasa kurang ada kemantapan dalam hati oleh para pelaku seni dan
perajin sendiri.
77
B. Analisis Penetapan Harga Terhadap Perajin Reog Ponorogo
Nilai-nilai syariat mengajak orang muslim untuk menerapakan konsep
tas’ir dalam kehidupan ekonomi yaitu menetapkan harga sesuai dengan nilai
yang terkandung dalam komoditas yang dijadikan objek transaksi, serta dapat
dijangkau oleh masyarakat. Secara etimologis tas’i>r adalah menetapkan harga.
Adapun tas’i>r secara terminologis adalah penetapan harga standar pasar yang
ditetapkan oleh pemerintah atau yang berwenang untuk disosialisasikan secara
paksa kepada masyarakat dalam jual beli.111
Para ulama fiqh mengemukakan syarat-syarat al-tsama>n sebagain berikut :
4. Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas jumlahnya.
5. Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum seperti
pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila harga barang itu dibayar
kemudian (berutang) maka waktau pembayarannya harus jelas.
6. Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling memempertukarkan barang
(Al-muqa>yada) maka barang yang dijadikan nilai tukar barang yang
diharamkan oleh Shara>’, seperti babi dan khamr, karna kedua jenis benda ini
tidak bernilai menurut Shara>’.112
Adapun praktik penetapan harga yang terjadi pada jual beli Reog ini
mereka menetapkan harga berdasarkan ukuran dan corak pada kulit harimau
yang digunakan dan penggunaan burung merak asli atau buatan dari mote.
111Abdullah Bin Muhammad Ath-Thayyar, Ensikopledi Fiqh Mauamalah Dalam Pandangan 4
Madzhab, (Yogyakarta, Maktabah Al-Hanif: 2004), 72. 112 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamallah, (Jakarta:Kencana,2010), 76-77.
78
Untuk ukuran kulit para perajin melakukan praktik penarikan kulit ketika
masih basah supaya kulit yang aslinya ukuran kecil bisa menjadi lebih besar.
Dari praktik – praktik yang dilakukan oleh para perajin tersebut dapat diraup
keuntungan yang sangat berlebih, karna mereka mendapatkan bahan dengan
harga yang umum dan ditambah dengan proses dan bahan lain yang tidak
terlalu mahal. Untuk corak dari loreng harimau dan ukuran kulit yang besar
para perajin mematok harga dengan harga yang tinggi, sedangkan untuk reog
yang ukuran kecil dan memiliki corak yang biasa dipatok harga standart.
Harga harus mencerminkan manfaat bagi pembeli dan penjualnya
secara adil, yaitu penjual memperoleh keuntungan yang normal dan pembeli
memperoleh manfaat yang setara dengan harga yang dibayarkan.113 Sehingga
tidak boleh mementingkan pembeli atau penjual dalam penetapan harga, tetapi
harus ada keadilan diantara keduanya.
Hal ini dijelaskan dalam al Qur’an surat an nisaa’ 29
هاي يينٱأ لءامنوا ل
م ا كلو تأ
نكمبي لكمو أ ٱب
نإل طلب ل عنرة تج تكونأ تراض
نكم نفسكم ا تلو تق ولم ٱإن أ ارحيم بكم كنلل
Artinya : hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu
113 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam (Jakarta:PT Raja
Grafindo Persada),322.
79
membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah maha penyayang
114kepadamu
Adanya suatu harga yang adil telah menjadi pegangan yang mendasar
dari transaksi yang Islam. Secara umum, harga yang adil ini adalah harga yang
tidak menimbulkan eksploitasi atau penindasan sehingga merugikan salah satu
dan menguntungkan pihak yang lain.115
Dalam praktik jual beli Reog ini juga terjadi penetapan harga yang
tidak seimbang dan tidak adil antara penjual atau perajin dengan pembeli,
mereka terkadang juga bisa menggunakan bahan-bahan yang kualitas rendah
atau bahan kulit harimau bekas patung, yang diolah dan dipasang ke kerangka
barongan lalu disulam dan diwarna menyerupai kulit yang baru, penarikan
keuntungan yang lebih disini terjadi ketika para penjual dan perajin
mendapatkan pembeli yang berasal dari luar kota atau yang belum paham
mengenai Reog, mereka bisa menetapkan harga tinggi atau sama dengan bahan
kulit yang baru.
Harga sebuah komoditas (barang) ditentukan oleh penawaran dan
permintaan, perubahan yang terjadi pada harga berlaku juga ditentukan oleh
terjadinya perubahan permintaan dan perubahan penawaran. 116 Dalam
ekonomi Islam siapapun boleh berbisnis. Namun, para pelaku usaha tidak
114 Al-Qur’an,4:29. 115 Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi, 332. 116 Nasution, Pengenalan Eksklusif, 160.
80
boleh melakukan ikhikar. Ikhtikar adalah secara sengaja menahan atau
menimbun barang.
Dalam praktiknya, penetapan harga di lingkup jual beli Reog ini
terjadi pada waktu event Grebeg Suro, dimana para perajin dan penjual di area
Ponorogo menaikan harga untuk mendapatkan keuntungan yang berlebih,
karna banyak para pendatang yang berdatangan ke Ponorogo untuk menghadiri
dan mengikuti event Grebeg Suro yang semakin tahun semakin semarak dan
ramai.
Dengan demikian dari analisis diatas penulis dapat menyimpulkan
bahwa penetapan harga yang dilakukan oleh para perajin dan penjual Reog di
Ponorogo untuk penetapan harga yang berdasarkan ukuran kulit dan corak pada
harimau, dan pencampuran kulit kualitas rendah dan baik dikatakan tidak sah
dalam islam karna terjadi manipulasi pada prosesnya yang memperbesar
ukuran kulit untuk mendapatkan ukuran yang lebih besar. Sehingga
keuntungan yang didapat oleh para penjual dan perajin menjadi besar dan
mengandung unsur riba, karna dari harga bahan awal dan prosesnya bisa
didapat keuntungan yang melebihi batasan dan terjadi ketidak adilan antara
penjual dan pembeli.
Untuk penetapan harga yang diterapkan para penjual dan perajin
ketika event Grebeg Suro, juga dikatakan tidak sesuai dalam islam karna
mereka melakukan penambahan harga yang berlebih kepada para pembeli.
Pembeli merasa dirugikan dan tidak adil ketika proses transaksi, mereka yang
81
berasal dari luar daerah tidak mengetahui seluk beluk dan harga pasaran yang
biasanya. Ketidak adilan antara penjual dan pembeli terjadi lagi pada praktik
jual beli ini, para penjual mendapatkan keuntungan yang berlebih pada
perayaan Grebeg Suro ini. Mereka bisa menjual produk – produk dengan harga
yang dilonjakan
C. Analisis Terhadap Pemalsuan dan Pencampuran Bahan Baku Pembuatan
Reog
Menurut Abdul Halim Mahmud al-Ba’ly, yang dimaksud dengan
penipuan (tadli>s) adalah suatu upaya untuk menyembunyikan cacat pada objek
kontrak dan menjelaskan dengan gambaran yang tidak sesuai dengan
kenyataanya untuk menyesatkan pihak yang berkontrak dan berakibatkan
merugikan salah satu pihak yang berkontrak tersebut. Penipuan juga dapat
terjadi pada harga barang yang dijual dengan menipu memberi penjelasan yang
menyesatkan, dan ketiga, penipu menyembunyian cacat pada objek kontrak,
padahal ia sudah mengetahui kecacatan tersebut.
Kontrak yang mengandung tipuan (tadli>s) dilarang dalam syariat
Islam. Oleh Karena itu, seandainya dalam kontrak itu terdapat tipuan yang
besar, maka pihak yang kena tipu itu berhak membatalkan kontrak itu kepada
pihak yang berwenang atau pengadilan. Sebagai pihak yang ditipu, ia berhak
untuk membatalkan kontrak (jual beli) yang di buatnya. Dengan demikian,
kontrak yang dibuatnya tidak terlaksanakan sebagaimana mestinya, sebab ia
sebagai pihak yang ditipu sudah menderita rugi dengan adanya kontrak
82
tersebut. Dalam praktik muamalat dalam masyarakat sering ditemukan tipu
muslihat terutama dalam kontrak bisnis, terutama pada barang yang dijual
dipasaran.
Adapun dalam praktinya, terdapat bahan bahan Reog yang memiliki
kualitas rendah dan kualitas baik, mereka memanfaatkan kedua bahan tersebut
untuk pembuatan Reognya. Para perajin menggunakan bahan yang berkualitas
rendah sebagai bahan tambahan dan campuran. Para perajin terkadang
menggunakan bahan dari kulit bekas patung yang dipoles dengan prosesnya
untuk mendapatkan hasil Reog yang bagus dan sama seperti baru, penggunaan
bahan lain selain kedua bahan tersebut juga terjadi pada pembuatan dadak
merak mini yang digunakan sebagai hiasan dan penggunaan rotan sebagai ganti
batang bulu merak pada dadak merak.
Disamping hal tersebut, kontrak dalam islam juga dikenal dengan
ketidakseimbangan objek kontrak (ghabn) yang disertai dengan tipuan
(taghri>r). Ghaban menurut para ahli hukum islam adalah tidak terwujudnya
keseimbangan antara objek kontrak (barang) dengan harganya, seperti
harganya lebih rendah atau lebih tinggi dari harga yang seesungguhnya.
Adapun taghrir (penipuan) adalah menyebutkan keunggulan pada barangnya
yang tidak sesuai dengan sebenarnya.117
Kemudian para ulama sepakat bahwa pembeli apabila dia mengetahui
cacat yang disembunyikan oleh penjual, maka jual beli tersebut hukumnya sah.
117 Abdul Manan, Hukum Ekonomi Syariah, (Jakarta, PT Fajar Interpratama Mandiri : 2012), 94-97.
83
Akan tetapi perbedaan pendapat diantara mereka muncul apabila pembeli tidak
mengetahuinya, apakah jual beli tersebut fasid (rusak) atau sah ?
Hanafiyah berpendapat menyembunyikan cacat yang ada pada barang
hukumnya haram. Karna kemutlakanya objek yang diperjual belikan iti
haruslah terbebas dari cacat. Syafi’i >yah berpendapat barang siapa yang
memiliki barang dan dia mengetahui barang tersebut terdapat cacat, maka dia
tidak boleh menjualnya, sampai dia sendiri menjelaskan kepada pembeli bahwa
barang tersebut ada cacatnya. Namun jika dia tetap saja menjualnya dan tidak
menjelaskan cacat pada barang tersebut, maka sah jual belinya. Karena Nabi
Saw. Menasahkan jual beli susu dari hewan yang pentil susunya diikat agar
tampak isinya banyak (bai’ al-misrah) yang mengandung penipuan. Jika dia
(pembeli) tidak mengetahui cacat pada barang tersebut dan membelinya,
kemudian setelahnya mengetahuinya bahwa yang dibeli itu ternyata ada
cacatnya, maka dia mempunyai hak khiyar, yaitu apakah dia mau
meneruskannya jual beli itu atau mau membatalkanya.
Hanabi>lah berpendapat bahwa setiap penipuan dapat mempengaruhi
harga barang yang dijual, misalnya bai’al-misrah (pengertianya diatas dalam
pendapat Syafi’i >yah). Dalam keadaan demikian, maka dia berhak khiyar.
Adapun apabila tidak mempengaruhi harga, maka tidak mempunyai hak
khiyar. Alasanya adalah karena tidak ada kemudaratan didalamnya.
Ma>liki>yah berpendapat tidak diperbolehkan penipuan dalam bai’al-
mura>bahah (jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan
84
yang disepakati ) dan yang lainya. Jika hal ini terjadi, maka bagi pembeli ada
hak khiyar antara meneruskanya atau membatalkanya akad jual beli. Akan
tetapi jika apabila si pembeli tidak mengetahui bahwa barang yang dibelinya
itu ada cacatnya, maka jual beli dapat diteruskan.
Za>hiri>yah berpendapat jika penjual tidak menjelaskan perihal cacatnya
barang yang dijual kepada pembeli, kemudian si pembeli menemukanya, maka
baginya ada hak khiyar antara meneruskan atau membatalkan akad jual beli.
Jika ternyata si pembeli tidak menghiraukanya, maka akad dapat diteruskanya.
Karena alasanya si pembeli rela terhadap hal demikian.
Adapun perbedaan pendapat diantara mereka terjadi bilamana si
penjual menyembunyikan cacat pada barang, sedangkan si pembeli tidak
mengetahuinya. Maka dalam hal ini terdapat dua pendapat: 1. Sesungguhnya
jual beli tersebut hukumnya batal. Ini adalah pendapat Daud al-Zhahiri dan
Abu bakar dari ulama Hanabi>lah, 2. Jual beli itu hukumnya sah, tapi berdosa.
Tapi bagi si pembeli ada hak khiyar, jika cacat tersebut dapat menyebabkan
berkurangnya harga barang. Ini adalah pendapat Hanafiyah, Syafi’i>yah, Imam
Ahmad, dan Ma>liki>yah. Akan tetapi mereka berbeda pendapat apabila
cacatnya barang tersebut tidak menyebabkan berkurangnya harga. Menurut
Ma>liki>yah, dalam hal ini bagi pembeli ada hak khiyar, sedangkan menurut
ulama lainya tidak ada hak khiyar.118
118 Fiqh Jual Beli, Enang Hidayat, (Bandung, PT Remaja Rosdakarya:2015), 139-144.
85
Dalam praktiknya para perajin melakukan praktik tersebut semata-
mata ingin mendapatkan keuntungan yang berlebih, para pembeli yang belum
mengetahui Reog secara mendalam tidak mengetahui bahwa terdapat
pencampuran bahan – bahan yang kualitas rendah tersebut dengan kualitas
yang baru. Mereka hanya membeli Reog secara utuh dan komplit, dengan
hanya mengatahui bahwa bahan yang digunakan tersebut menggunakan bahan
dari kulit harimau yang asli dan bulu merak asli itu saja.
Para pembeli bisa dikatakan tidak mengetahui bahwa barang-barang
Reog yang dibelinya tersebut menggunakan bahan kualitas rendah. Pada
praktik pemolesan kulit bekas patung, pembeli yang masih awam mengenai
Reog tidak dapat mengetahui bahwa terdapat proses pemolesan mulai dari bulu
kulit dan warna kulitnya, sehingga barongan atau kepala Reog tersebut menjadi
lebih baru lagi.
Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa pada proses
pencampuran bahan dan penyembunyian cacat pada barang dikatakan tidak sah
dan jual belinya rusak, karena pembeli tidak mengetahui cacat pada barang dan
penjual juga telah melakukan manipulasi pada barang dengan cara proses
pemolesan dan pencampuran bahan tersebut. Para pembeli yang masih awam
mengenai Reog menjadi tertipu dengan adanya penyamaran tersebut. Kualitas
barang dan harga menjadi tidak sesuai, mereka para perajin dan penjual hanya
mementingkan keuntungan yang berlebih saja. Akan tetapi penggunaan bahan
bahan tersebut dilakukan agar tidak terjadi kerugian pada usahanya, dan tetap
melestarikan kesenian Reog, karna jika penggunaan bahan – bahan lain seperti
86
kulit kambing dan boneka merak dari mote terasa kurang pada kemantapan hati
pekerja seni dan penikmat seni.
Reog yang menggunakan bahan bahan dari kulit harimau dan burung
merak. Mereka tetap menggunakan bahan bahan tersebut hanya untuk
memperoleh hasil dan kemantapan hati penikmat seni dan melestarikan
kesenian Reog. Para perajin mendapatkan bahan bahan tersebut secara
terselubung dan dalam lingkup perajin saja. Terdapat seorang diponorogo yang
telah memiliki izin tertulis dari pemerintah dan dinas terkait untuk
menggunakan bahan bahan dari hewan langka tersebut.
87
BAB V
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
1. Jual beli binatang langka yang didalamnya termasuk binatang buas
termasuk haram, karena telah dijelaskan oleh nabi bahwa penjualan
binatang buas tersebut dilarang dan dijelaskan dalam undang-undang
bahwa jual beli mengenai hewan langka tersebut dilarang. Akan tetapi
tidak dijelaskan menganai segi manfaat penggunaan hewan tersebut,
hewan buas yaitu harimau yang diambil kulitnya dan burung merak yang
dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan reog yang secara tidak
langsung juga untuk melestarikan kesenian Reog dan menjaga kearifan
lokal Ponorogo, maka menurut ulama Hanafiyah jual beli tersebut menjadi
sah dan diperbolehkan, asal tidak untuk pemanfaatan diluar untuk
kebaikan, sedangkan menurut Shafi’i >yah sepakat tidak memperbolehkan
jual beli kulitnya sebelum disamak, namun apabila disamak hukumnya
diperbolehkan, Alasanya karena suci dan bisa dimanfaatkan. Hanabilah
sepakat mengenai tidak diperbolehkanya memperjualbelikan kulit sebelum
disamak. Pengharaman yang dimaksud hanyalah soal memakanya.
Penjualan kulit harimau tersebut haruslah diolah dan di samak terlebih
dahulu agar suci dan bisa dimanfaatkan bukan hanya sekedar dibersihkan
saja.
2. Penetapan harga dalam islam haruslah mencerminkan keadilan bagi para
pembeli dan penjual. Penetapan harga yang dilakukan oleh para perajin
87
88
dan penjual Reog di Ponorogo untuk penetapan harga yang berdasarkan
ukuran kulit dan corak pada harimau, dan pencampuran kulit kualitas
rendah dan baik dikatakan tidak sesuai dalam islam karna terjadi proses
penipuan pada proses pembuatanya yang memperbesar kulit untuk
mendapatkan ukuran yang lebih besar. Sedangkan penetapan harga yang
diterapkan para penjual dan perajin ketika perayaan Grebeg Suro, juga
dikatakan tidak sesuai dan dilarang dalam islam karna mereka melakukan
penambahan harga yang berlebih kepada para pembeli. Pembeli merasa
dirugikan dan tidak adil ketika proses transaksi. mereka yang berasal dari
luar daerah tidak mengetahui seluk beluk dan harga pasaran yang
biasanya.
3. Praktik jual beli tadlis atau penyamaran dikatakan tidak sah dan
menyembunyikan cacat pada objek barang. Proses pencampuran bahan
dan penyembunyian cacat pada barang dikatakan tidak sah dan jual
belinya rusak, karena pembeli tidak mengetahui cacat pada barang dan
penjual juga telah melakukan manipulasi pada barang dengan cara proses
pemolesan dan pencampuran bahan tersebut.
B. SARAN
1. Penggunaan bagian tubuh hewan langka sebaiknya dikurangi oleh para
perajin Reog di Ponorogo ini, hal tersebut semata – mata hanya untuk
membantu melestarikan alam dan menjaga keseimbangan ekosistem yang
ada.
89
2. Para perajin seharusnya lebih mempertimbangkan penggunaan bahan baku
alternative pengganti dari hewan langka tersebut dengan cara penggunaan
kulit kambing yang di gambar sedemikian persis agar tercipta rasa
kemantapan dalam jiwa dan batin bagi pecinta dan penikmat seni Reog.
3. Peran dari pemerintah dalam pengawasan harga ketika event grebeg suro
yang harus lebih giat mengawasi dan memantau kegiatan pasar.
Khususnya jual beli perlengkapan Reog dan Accecorisnya ketika event
tersebut terjadi penaikan harga oleh para pedagang (oknum).
4. Bagi pemerintah harusnya lebih memberi perlindungan dan upaya bagi
para perajin agar lebih aman dalam penggunaan bahan baku Reog yang
asli yaitu penggunaan kulit harimau dan burung merak, meskipun dibatasi
dan telah dilarang, karna pemanfaatanya di Ponorogo hanya digunakan
untuk pembuatan Reog dan melestarikanya.
90
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, M Yazid. Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Logung Pustaka, 2009.
Arifin, Imron. Penelitian Kualitatif dalam Ilmu Sosial dan Keagamaan. Malang:
Kalimasadha Press, 1996.
Abdur Rahman An Nasa’I, Abu. Sunan An- Nasa’iy VII. Semarang: CV. Asy
Syifa’I, 2004.
Budi Utomo, Setiawan. Fiqh Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer.
Jakarta: Gema Insani Press, 2003.
Basrowi, Suwandi. Memahami Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Badan Perencanaan Daerah Ponorogo.Ponorogo Dalam Angka. 2011.
Bakri, Nazar. Problema Fiqh Islam. Jakarta: PT. Raja Gafindo Persada, 1994.
Damanuri, Aji. Metodologi Penelitian Muamalah. Yogyakarta: STAIN Ponorogo
Press, 2010.
Efendi. Perlindungan Sumber Daya Alam dalam Islam. Kanun Jurnal Ilmu
Hukum, 55,2011.
Fadhilah. Tinjauan Hukum Islam Terhadap Jual Beli Hewan Yang Diharamkan
Sebagai Obat. Sripsi: UIN Sunan Kalijaga,2014.
Fathoni, Abdurrahman. Metode Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi.
Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
90
91
Ghazaly, Abdul Rahman. Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana,2010.
Hidayat, Enang. Fiqh Jual Beli. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015.
Idris, Muhammad. Metode Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif.
Jakarta: Erlangga, 2009.
Kadafi, Muhammad. Hukum Perburuan Satwa (Dalam Perspektif Hukum Islam
Dan Positif di Indonesia). Skripsi: IAIN Walisongo, 2014.
Khairi, Miftahul. Ensiklopedi Fiqh Muamalah dalam Pamdangan 4 Mahdzab.
Yogyakarta: Maktabah Al-Hanif, 2014.
Lutfi. Tinjauan Sosiologis Hukum Islam terhadap Jual Beli Tokek . Studi Kasus di
Desa Sinduharjo, Ngaglik, Sleman. Skripsi: UIN Sunan Kalijaga,2013.
Manan, Abdul. Hukum Ekonomi Syariah. Jakarta: PT. Fajar Interpratama
Mandiri,2012.
Mas’ud, Ibn. Fiqh Mahdzab Syafi’i. Bandung: Pustaka Setia, 2007.
Miru, Ahmad. Hukum Kontrak Bernuansa Islam. Jakarta: Rajawali Press, 2012.
Moleong J, Lexy. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2005.
Mulyadi, Deddy. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2004.
Muhammad. Etika Bisnis Islam. Yogyakarta: UPP AMP YKPN, 2004.
92
Muhammad Ath-Thayyar, Abdullah. Ensiklopedi Fiqh Muamalah dalam
Pandangan 4 Mahdzab. Yogyakarta: Maktabah Al Hanif, 2004.
Muhammad. Merekonstruksi Ekonomi Modern dengan Paradigma Syari’ah.
Himmah. Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan, Vol. VII No.(2h1
Januari April 2007).
Nasution, Mustafa Edwin. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta:
Kencana, 2006.
Nasution, Khairudin. Pengantar Studi Islam. Yogyakarta: Academia, 2010.
Narbuko, Kolid. Metode Penelitian. Jakarta: Bumi Pustaka, 2013.
Sangajadi, Etta Mamang. Metode Penelitian Pendekatan Praktis dalam
Penelitian. Yogyakarta: Andi Yogya, 2010.
Sami’ Al- Mishri, Abdul. Pilar – Pilar Ekonomi Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar,2006.
Suhendi, Hendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
Sugiyono. Metode Penelitian Kualitatif R&D. Bandung: Alfabeta, 2013.
Tirmizi, Erwandi. Harta Haram Muamalat Kontemporer. Bogor: PT. Berkat
Mulia Insan, 2017.
Wahbah Az- Zuhaily. Fiqh Islam 5 Terj Abdul Hayyie. Jakarta: Gema Insani,
2011.
93
Yunanto, M Ismail. Menggagas Bisnis Islam. Jakarta: GIP, 2007.