62
KARYA TULIS KE MONJALI YOGYAKARTA Disusun Oleh : 1. MALIK KHOERUL ANAM /19 (2E) (3F) 2. NURUL FAOZI / 27 (2E) (3C) 3. SITI MAHMUDAH / 33 (2E) (3F) 4. TEGUH SAPUTRA / 37 (2E) (3B) 5. VICTOR ARIYANTO / 39 (2E) (3B) 6. YANU AMIROTUN / 41 (2E) (3A)

Jogja kembali

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Jogja kembali

KARYA TULIS

KE MONJALI YOGYAKARTA

Disusun Oleh :

1. MALIK KHOERUL ANAM /19 (2E) (3F)

2. NURUL FAOZI / 27 (2E) (3C)

3. SITI MAHMUDAH / 33 (2E) (3F)

4. TEGUH SAPUTRA / 37 (2E) (3B)

5. VICTOR ARIYANTO / 39 (2E) (3B)

6. YANU AMIROTUN / 41 (2E) (3A)

MTs N MODEL KEBUMEN I

Jalan Tentara Pelajar No. 29 Telp. (0287) 381229

KEBUMEN

Page 2: Jogja kembali

PENGESAHAN

Karya tulis ini disetujui dan disahkan oleh guru pembimbing Madrasah

Tsanawiyah (MTs) N Model Kebumen 1 pada :

Hari :

Tanggal :

Wali Kelas 2E

Bapak Ja’far Mudzakir

NIP. hvcdsafhhd

Pembimbing

Dra. Sri Suhartiningsih

NIP. 150303033

Mengetahui

Kepala Mts Model Kebumen 1

Drs. Moh. Dawamudin, M.Ag

NIP. 150232557

Page 3: Jogja kembali

MOTTO

1. Capailah cita-citamu setinggi langit.

2. Kita hidup harus sadar, bahwa di atas langit masih ada langit.

3. Ilmu tidak bisa dicari dengan kekayaan, tapi kekayaan bisa dicari dengan ilmu.

4. Tingginya gunung dapat didaki, tepinya ilmu tidak dapat ditandingi.

Page 4: Jogja kembali

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan

hidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik. Karya

tulis kami susun berdasarkan data-data dan informasi yang kami peroleh selama

Study Tour di Yogyakarta.

Study Tour merupakan salah satu program sekolah yang tertuang dalam

kurikulum Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP). Dan diakhiri dengan

penyusunan karya tulis yang merupakan salah satu syarat agar bisa mengikuti

EBTA/EBTANAS tahun ajaran 2004/2005.

Tidak lupa kami ucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Drs. Moh. Dawamudin, M.Ag, selaku kepala sekolah MTs N Model

Kebumen 1 yang telah memberikan izin, sehingga kami dapat melaksanakan

Study Tour ke Yogyakarta.

2. Bapak dan Ibu guru serta pembimbing yang telah berkenan memberikan

bimbingan dan motivasi selama melaksanakan Study Tour.

3. Dan semua pihak yang telah membantu demi kelancaran karya tulis ini.

Dan mudah-mudahan amal baiknya diterima oleh Allah SWT Amin.

Kami menyadari bahwa sebagai manusia biasa tidak luput dari kesalahan dan

kekurangan, sehingga karya tulis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu

kami sangat mengharapkan saran dan kritik dari pembaca agar dapat membangun

kesempurnaan dalam menyusun karya tulis ini dan yang lainnya. Atas saran dan

kritiknya kami ucapkan terima kasih.

Penyusun

Kelompok VII

Page 5: Jogja kembali

DAFTAR ISI

Halaman Judul ………………………………………………………………………..

Halaman Pengesahan ……………………………………………………….………...

Halaman Motto ……………………………………………………………….………

Kata Pengantar ………………………………………………………………………..

Daftar Isi ……………………………………………………………………………...

I. Pendahuluan ………………………………………………………………..

II. Taman dan Sekitarnya ……………………………………………………..

III. Koleksi Hall Lantai I (Satu) ………………………………………………..

IV. Koleksi Museum ……………………………………………………………

A. Ruang Museum I (Satu) ………………………………………………..

B. Ruang Museum II (Dua) …………………………………………….….

C. Ruang Museum III (Tiga) ………………………………………………

D. Ruang Museum IV (Empat) …………………………………………….

V. Koleksi Relief dan Diorama ………………………………….…………….

VI. Garbha Graha ……………………………………………………………….

VII. Foto-Foto ……………………………………………………………………

i

ii

iii

iv

v

1

3

4

5

5

10

16

21

26

36

37

Page 6: Jogja kembali

BAB I

PENDAHULUAN

Monumen ini dibangun pada tanggal 29 Juni 1985, dengan Upacara Tradisional

Penanaman Kepala Kerbau dan Peletakan Batu Pertama oleh Sri Sultan Hamengku

Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII.

Semula gagasan untuk mendirikan Monumen yang berskala Nasional ini dilontarkan

oleh Bapak Kolonel Soegiarto selaku Wali Kotamadya Yogyakarta, dalam peringatan

Yogya Kembali yang diselenggarakan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta pada

tanggal 29 Juni 1983. Atas saran/usulan Bapak DR. Ruslan Abdulgani dan Bapak Marsudi.

Dipilihnya nama “Yogya Kembali” dengan pengertian yang luas, berfungsinya

pemerintah Republik Indonesia dan sebagai tetenger peristiwa sejarah ditarik mundurnya

tentara Belanda dari Ibukota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni 1949 dan kembalinya

presiden Soekarno , wakil presiden, pimpinan negara yang lain pada 6 Juli 1949 di

Yogyakarta. Hal ini dapat dipandang sebagai titik awal Bangsa Indonesia secara nyata

bebas dari cengkeraman penjajah khususnya Belanda dan merupakan tonggak sejarah yang

menentukan bagi kelangsungan hidup negara Indonesia yang merdeka dan berdaulat.

Dilihat dari bentuknya monumen ini berbentuk kerucut / gunungan dengan ketinggian

31,80 meter adalah sebuah gambaran “Gunung Kecil” ditempatkan disebuah lereng

Gunung Merapi. Gunung ini sangat berarti bagi Yogyakarta baik secara faktual maupun

simbolik. Muntahan lava Gunung Merapi memberikan kesuburan bagi cakrawala

Yogyakarta dimanapun seseorang berada, dari Gunung Merapi pula sungai Winongo dan

Code yang mengalir melalui kota Yogyakarta.

Secara simbolik bersama laut selatan (Istana Ratu Kidul) yang berfungsi sebagai

“Yoni” dan Gunung Merapi sebagai “Lingga” merupakan suatu kepercayaan yang sangat

tua dan berlaku sepanjang masa. Bahkan sementara orang menyebut monumen ini sebagai

tumpeng raksasa bertutup warna putih mengkilat dalam tradisi Jawa tumpeng seolah-olah

sebagai bentuk gunung yang dapat dihubungkan dengan kakayun atau gunungan dalam

wayang kulit, yang melambangkan kebahagiaan/kekayaan kesucian, dan sebagai penutup

setiap episode.

Monumen ini terletak di Jalan Lingkar Utara, Dusun Jongkang, Desa Sariharja

Kecamatan Ngaglik, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Didirikan di atas lahan seluas 49-

920m2. Lokasi ini ditetapkan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dengan alternatif

diantaranya terletak di garis poros antara Gunung Merapi – Monjali – Tugu Pal Putih –

Kraton – Panggung Krapak – Laut Selatan merupakan “Sumbu Imajiner” yang pada

kenyataannya sampai sekarang masih dihormati oleh masyarakat Yogyakarta, dan menurut

kepercayaan bersatunya Lingga dan Yoni akan menimbulkan kemakmuran di tempat ini

sebagai batas akhir ditariknya mundur tentara Belanda ke arah utara; usaha kesinambungan

tata kota kegiatan dan keserasian Daerah Yogyakarta.

Monumen ini diresmikan pembukaannya oleh Presiden Soeharto pada tanggal 06 Juli

1989 dengan penandatanganan prasasti. Adapun tujuan pembangunan monumen ini adalah

sebagai berikut :

Page 7: Jogja kembali

a. Mengabadikan peristiwa kembalinya Ibukota Yogyakarta ke tangan bangsa Indonesia.

Perjuangan tersebut tidak melalui jalan yang mudah, tetapi dengan berbagai cara baik

bersenjata, diplomasi maupun perang urat saraf dan sebagainya.

b. Memperingati kembalinya Ibukota RI Yogyakarta ke tangan bangsa Indonesia sekaligus

berakhirnya kolonialis Belanda di Indonesia.

c. Merupakan ungkapan penghargaan dan rasa terima kasih kepada para pahlawan yang

telah mengorbankan jiwanya dalam merebut kembali Yogyakarta sebagai Ibukota RI.

d. Mewariskan dan melestarikan jiwa, semangat nilai-nilai luhur perjuangan bangsa

Indonesia kepada generasi penerus, sebagai wahana pendidikan, mempertebal identitas

dan watak bangsa Indonesia yang patriotik, luhur, harga diri, ulet dan tahan menderita

dalam memperjuangkan cita-cita bangsa.

Sebagai bangunan monumental diharapkan Monjali dapat digunakan sebagai sarana

rekreasi, sarana pendidikan dan penelitian akan kronik sejarah perjuangan. Secara nyata

bisa dilihat, dirasakan dan diresapi oleh generasi penerus dengan demikian kecintaan akan

tanah air dan sejarah perjuangan bangsanya tidak akan larut oleh situasi, kondisi, arus

informasi, dan globalisasi serta meningkatkan ketahanan nasional. Keberadaan Monjali di

tengah-tengah khasanah museum perjuangan yang lainnya di seluruh Nusantara dapat kita

simak dan kita pahami penyajian koleksi berikut ini.

BAB II

Page 8: Jogja kembali

TAMAN DAN SEKITARNYA

Bila pengunjung masuk Monjali melalui pintu timur dapat diamati koleksi antara lain:

1. Replika Pesawat Cureng terletak di taman bermain sebelah utara portir timur.

2. Meriam PSU-S60 kaliber 57 mm dan meriam PSU Bofors L-60 kaliber 40 mm, di sudut

Plaza Timur.

3. Bila pengunjung masuk melalui pintu Portir Barat dapat diamati koleksi antara lain :

Replika Pesawat Guntai yang terletak di taman sebelah area parkir.

4. Meriam PSU-S60 Kal 57 mm dan PSU Bofors L-60 kal. 40 mm.

5. Logo/lambang

Di tengah plaza berdiri tiang bendera merah-putih sebagai tanda bahwa plaza ini

berfungsi sebagai tempat upacara. Juga berfungsi untuk menikmati pemandangan

Monjali dengan latar belakang Gunung Merapi. Di hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha

dimanfaatkan pula oleh masyarakat sekitar untuk melaksanakan ibadah sholat Ied.

Sebagai pembatas plaza dan halaman dalam dibangun dinding rana yang

memanjang dari timur ke barat, tinggi 3 m dan panjang 60 m di tengah-tengah dinding

rana bagian luar dipasang logo. Lambang Monjali yang berbentuk lingkaran dengan

garis silang yang membelah dan dihiasi dengan ornamen gapuro berjumlah empat.

Yang dibaca “Gapuro Papat Ambuka Jagad” yang ditulis dengan huruf Jawa, hal ini

Surya Sengkala yang dapat diartikan sebagai angka tahun terjadinya peristiwa Yogya

Kembali. Gapuro = 9, Papat = 4, Ambuka = 9, Jagad = 1, bacanya dibalik menjadi

tahun Masehi 1949.

6. Daftar Nama-Nama Pahlawan

Nama pahlawan yang gugur di Daerah Wehrkreis III pada tanggal 19 Desember 1948 –

tanggal 28 Juni 1949, sejumlah 422 antara lain : 168 orang AD, 30 orang AL, 42 orang

AU, 32 orang Polisi Negara, 8 orang Cadet Militer Akademi, 37 orang TNI Brigade

XVII/TP, 10 orang PNS dan Gerilyawan/Rakyat pejuang 122 Orang, sedangkan untuk

pahlawan yang tidak dikenal disediakan satu bidang khusus di tengah-tengah rana

dengan dituliskan kalimat “Pahlawan Tidak Dikenal” dan di bawahnya dikutip syair

Chairil Anwar berjudul “Kerawang – Bekasi”

“ …………………………………………………………

Kami Cuma tulang-tulang berserakan

Tapi adalah kepunyaanmu

Kaulah lagi yang tentukan nilai tulang-tulang berserakan

Atau kau jiwa kami melayang untuk kemerdekaan

Kemenangan dan harapan atau tidak untuk apa-apa

Kami tidak tahu, kami tidak lagi bisa berkata

Kaulah sekarang yang berkata

……………………………………………………………”

BAB III

KOLEKSI HALL LANTAI SATU

Page 9: Jogja kembali

Dari halaman dalam ini kita amati bangunan induk MONJALI yang berdiri kokoh,

dan terlihat pintu masuk lantai II menghadap ke selatan. Bangunan induk ini dikelilingi

dengan kolam yang berfungsi sebagai pengaman dan dalam tradisi Jawa dapat diartikan

sebagai penolak balak. Namun sebelum ke lantai II, pengunjung terlebih dahulu menuju

lantai I dengan mengelilingi kolam sebelah barat, pintu masuk lantai I berada di sebelah

barat.

Lantai pertama terdiri dari :

- Ruang Pengelaola atau ruang bagian umum yang berfungsi sebagai ruang kerja, yang

dilengkapi dengan ruang informasi.

- Ruang perpustakaan berada di sebelah kiri pintu keluar lantai satu, perpustakaan

MONJALI merupakan perpustakaan khusus yang menyediakan bahan-bahan referensi

sejarah perjuangan bangsa Indonesia dan dapat dimanfaatkan oleh umum.

- Ruang serbaguna terletak di tengah-tengah bangunan lantai I yang dilengkapi dengan

panggung terbuka.

- Ruang bagian operasional.

- Ruang souvenir terletak di samping kanan pintu keluar lantai I (pintu sebelah timur).

Hall Lantai I dipamerkan koleksi diantaranya :

1. Patung Dada Panglima Besar Jendral Soedirman dan Letnan Jendral Oerip Soemoharjo.

2. Panil foto pelaksanaan Pembangnan MONJALI berada disamping kanan patung dada

Pangsar Jendral Soedirman.

3. Patung foto Imam Bonjol (1722 – 1864)

4. Meriam Jugo M-48

5. Dokar Tentara Pelajar

6. Patung Nyi Ageng Serang

7. Meriam PSU Akan Bofors

8. Patung Tengku Umar (1854 – 1899)

9. Patung Tjut Nyak Dien (1850 – 1908)

10. Meriam PSU Ourlikon Kal – 20 mm

11. Meriam Jugo M-48 Kal. –76 mm

12. Panil dinding foto kegiatan Tentara Pelajar

13. Dinding Ruang Serbagunan

BAB IV

KOLEKSI MUSEUM

Page 10: Jogja kembali

Museum MONJALI merupakan museum khusus dalam kategori museum sejarah

perjuangan bangsa Indonesia, kurun waktu perang kemerdekaan tahun 1945 –1949.

Museum ini berada di lantai pertama dan menggunakan empat ruang masing-masing

berukuran 146 m2.

Adapun koleksi museum ini adalah benda-benda visual, audiovisual, korporil, replika

dan bagan-bagan struktur organisasi yang tata pamerannya disusun kronologis tematis,

kronologis tipelogis sesuai alur sejarah perjuangan bangsa Indonesia selama perang

kemerdekaan dengan maksud untuk memudahkan memahami perjalanan sejarah dimasa

revolusi phisik. Dalam penyajiannya dilengkapi dengan sarana tata pameran berupa panil di

dinding, schutsel, boxsistim dan vitrin (tengah, sudut dan dinding) yang dijabarkan berikut

ini :

A. RUANG MUSEUM

Merupakan ruang pamer tetap dengan Thema “SEKITAR PROKLAMASI

KEMERDEKAAN” di ruang museum I disajikan benda-benda koleksi yang

mendukung perjuangan bangsa Indonesia dari peristiwa sekitar Proklamasi

Kemerdekaan hingga penumpasan PKI di Madiun tahun 1948, sebagaimana penyajian

di bawah ini :

1. Panil Tegak I

Pada panil ini disajikan dokumen foto-foto peristiwa sekitar proklamasi

kemerdekaan 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta terdiri dari :

a. Ibu Fatmawati ketika menjahit Sang Saka Merah Putih yang dikibarkan saat

Proklamasi 17 Agustus 1945.

b. Pembacaan Teks Proklamasi oleh Ir. Soekarno atas nama bangsa Indonesia pada

tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta jam 10.00.

c. Upacara pengibaran Bendera Merah Putih oleh Latief Hindraningrat dan Suhud

Martakusuma.

d. Sebagian dari anggota Kabinet Indonesia Pertama setelah pelantikan tanggal 14

Nopember 1945 (3 bulan).

2. Panil Dinding I

Disajikan 4 bingkai dokumen foto peristiwa sewaktu rakyat Jakarta dalam

menyambut Gema Proklamasi di lapangan Ikada pada tanggal 19 September 1945

terdiri dari :

a. Rakyat Jakarta berbondong-bondong menuju lapangan Ikada untuk menyambut

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.

b. Presiden Soekarno ketika menyampaikan pesan singkat, beliau tidak jadi

berpidato hanya menyampaikan pesan kepada rakyat Indonesia agar tetap

percaya kepada para pemimpinnya.

c. Suasana rapat umum di lapangan Ikada yang dijaga oleh bala Tentara Jepang.

Sebagaian rakyat yang hadir di lapangan Ikada, nampak spanduk yang mereka bawa

antara lain berbunyi “SATU TANAH AIR SATU BANGSA DAN SATU TEKAD

TETAP MERDEKA”

3. Vitrin Sudut I

Page 11: Jogja kembali

Dalam Vitrin ini dilestarikan benda-benda koleksi yang mendukung perjuangan

phisik bersenjata rakyat Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan yang

berupa :

a. Mikrophone, dilengkapi dengan ilustrasi masyarakat Yogyakarta dalam

menyambut Gema Proklamasi.

b. Sabil Morsose 2 buah milik Prajurit Indonesia yang telah mengikuti pendidikan

militer Jepang.

c. Bambu runcing, dilengkapi dengan potret diri Kyai Haji Subchi.

4. Panil Dinding 2

Disajikan 4 bingkai dokumen foto situasi rakyat Yogyakarta sewaktu menyambut

Gema Proklamasi tanggal 17 Agustus 1945, terdiri dari :

a. Sri Sultan Hamengku Buwana IX, usai menyatakan bahwa Negeri

Ngayogyakarta Hadiningrat yang bersifat kerajaan merupakan bagian dari

Daerah Istimewa dalam Negara Indonesia, 5 September 1945.

b. Sebagian jenazah korban dari pertempuran Kotabaru, Yogyakarta pada tanggal 7

Oktober 1945.

c. Suasana Konggres Pemuda yang pertama yang bertempat di Gedung Senisono

Yogyakarta pada tanggal 10 November 1945.

d. AURI dengan pesawat Cureng yang baru saja berhasil diperbaiki,

berdemonstrasi di atas kota Yogyakarta untuk memeriahkan jalannya Konggres

Pemuda yang pertama.

5. Panil Dinding 3

Disajikan sebuah bagan susunan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta setelah

Proklamasi 17 Agustus 1945 yang dilengkapi peta timbul Wilayah DIY.

6. Panil Dinding 4

Disajikan 6 bingkai foto perjuangan bangsa Indonesia dalam bidang politik

diplomasi, ekonomi, pendidikan dan sosial budaya setelah Ibukota RI berkedudukan

di kota Yogyakarta antara lain :

a. Berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gajah Mada di Pagelaran Kraton

Yogyakarta.

b. Kegiatan APWI

c. PERESMIAN DAN PEMBUKAAN Bank Negara Indonesia di bekas Gedung

Javasche Bank Yogyakarta.

d. Contoh uang ORI, sebagai pengganti mata uang NICA.

e. Barisan bambu runcing.

f. Gerakan pemberantasan buta huruf di Yogyakarta.

7. Panil Dinding 5

Disajikan 6 bingkai foto sebagai kelanjutan dari penyajian Panil Dinding 5 terdiri

dari :

a. Pelantikan BPKNIP, di Gedung Kesenian Pasar Baru, Jakarta.

Page 12: Jogja kembali

b. Suasana pelantikan laskar-laskar perjuangan rakyat dalam memperkokoh TRI di

Yogyakarta.

c. Kegiatan para seniman patung Yogyakarta.

d. Penurunan bantuan obat-obatan dari India.

e. Suasana demonstrasi rakyat Pasundan di Yogyakarta.

f. Presiden Soekarno membuka pemberantasan buta huruf di alun-alun utara

Keraton Yogyakarta.

8. Teras Sudut Ruang Museum

Dalam teras sudut ruang museum ini dilestarikan senjata-senjata revolusi phisik

hasil rampasan Jepang dan Sekutu selanjutnya digunakan sebagai modal dasar

rakyat Indonesia dalam merebut, mempertahankan dan menegakkan kemerdekaan

antara lain : Senapan Brouwning, Senapan Mesin Ringan MKI, Mortir 80, Senapan

masin Berat HBEL, Water Matel, dan Replika Kekikanyu serta Leuwis. Disamping

itu juga dilestarikan unsur-unsur pendukung kekuatan bersenjata yang berupa

replika pakaian seragam antara lain :

a. HEIHO

b. PETA

c. LASWI

d. POLISI ISTIMEWA

e. GERILYA

f. T.P.

g. CADET VAANDRIGT

9. Vitrin Dinding I

Didalam vitrin dilestarikan berbagai jenis senjata tajam milik pejuang yang

digunakan selama perang kemerdekaan berupa : 3 buah keris, 2 buah samurai, 2

buah tombak, kudi dan golok serta replika perlengkapan prajurit PETA : Hango dan

Syuitho.

10. Vitrin Dinding 2

Dilestarikan beberapa pucuk senjata api hasil rampasan dari Jepang, Sekutu dan

Belanda yang selanjutnya digunakan untuk perang kemerdekaan. Terdiri dari :

sepucuk senapan mesin ringan MKI dan mortir 50 serta 2 buah peluru mortir.

11. Vitrin Tengah I

Disajikan 2 buah miniatur perahu, perahu Jungkung dan perahu Mayang sebagai

visualisasi peranan M/TKR AL RI dalam Operasi Lintas Laut Jawa Bali selama

perang kemerdekaan. Kedua perahu ini sumbangan dari Bp Laksamana Pertama

Haji Abdul Majid tanggal 13 September 1995.

12. Vitrin Tengah 2

Disajikan 2 buah miniatur kapal, kapal Pinisi sebagai visualisasi peranan ALRI

dalam mendukung sejarah kebaharian khususnya di Pangkalan Teluk Palembang.

Kapal Gajahmada I yang digunakan ALRI dalam pertempuran melawan kapal

Perang Belanda di teluk Cirebon yang menyebabkan gugurnya Kapten Laut

Page 13: Jogja kembali

Samadikun beserta anak buahnya tanggal 5 Januari 1947. Miniatur kapal ini

sumbangan dari Sub Dinas Sejarah dan Tradisi ABRI. Dinas Penerangan AL,

Jakarta 16 Februari 1996.

13. Panil Tegak 2

Disajikan 4 bingkai dokumen foto peristiwa pertempuran rakyat Indonesia melawan

Sekutu di Surabaya terdiri dari :

a. Suasana pertempuran Surabaya oleh Bung Tomo 10 November 1945.

b. Suasana pejuang arek-arek Surabaya waktu menghadapi Tentara Sekutu/NICA.

c. Panglima Divisi Mayor Jendral Sungkono saat melapor kepada Panglima

Jendral Soedirman tentang peristiwa gencatan senjata di Surabaya.

d. Upacara Pemberian Ijasah lulusan Militer Akademi Yogyakarta oleh Presiden

Soekarno di Istana Kepresidenan Yogyakarta.

14. Panil Dinding 6

Disajikan sebuah bagan Struktur Organisasi PETA wilayah Jawa Tengah.

15. Panil Dinding 7

Disajikan sebuah bagan Struktur Organisasi Badan Keamanan Rakyat (BKR)

16. Panil Dinding 8

Disajikan sebuah Bagan Struktur Organisasi Tentara Kemanan Rakyat (TKR)

17. Vitrin tengah 3

Dalam vitrin ini dilestarikan duplikat Panji-Panji Divisi Angkatan Perang RI yang

diserahkan oleh Soekarno kepada para Panglima Divisi tanggal 5 Oktober 1946,

bertepatan dengan HUT APRI yang pertama di alun-alun Yogyakarta sebagai

berikut :

1) Panji Divisi Siliwangi, kepada Jendral Mayor A.H. Nasution

2) Panji Divisi Sunan Gunung Jati, kepada Jenderal Mayor Abdul Kadir

3) Panji Divisi Diponegoro kepada Jenderal Mayor R. Susalit

4) Panji Divisi Panembahan Senopati Kepada Jenderal Mayor Soetarto

5) Panji Divisi Ronggolawe, kepada Jenderal Mayor Djati Kusuma

6) Panji Divisi Noratama, kepada Jenderal Mayor Yono Sewoyo

7) Panji Divisi Untung Suropati, kepada Jenderal Mayor Imam Suja’i

8) Panji Divisi Sapu Jagad, kepada Jenderal Mayor Santoso

9) Panji Brigade XVII/Tentara Pelajar

10) Panji kelaskaran Kalimantan

18. Vitrin Tengah 4

Dalam vitrin ini dilestarikan Duplikat Panji-panji Resimen Angkatan Perang RI

khususunya Divisi Diponegoro antara lain :

a. Panji Resimen 17/DDN di Pekalongan

b. Panji Resimen 18/DDN di Wonosobo

c. Panji Resimen 19/DDN di Magelang

d. Panji Resimen 20/DDN di Purworejo

e. Panji Resimen 21 DDN di Yogyakarta

f. Panji Resimen 22/DDN di Yogyakarta

g. Panji PETA

Page 14: Jogja kembali

h. Panji Hisbullah

i. Panji Kelaskaran KRIS

j. Panji Kelaskaran TRM

19. Panil Dinding 9

Disajikan sebuah Struktur Organisasi Tentara Rakyat Indonesia (TRI) Wilayah

Jawa dan Sumatera

20. Vitrin Dinding 3

Dalam vitrin ini dilestarikan visualsisasi kesatuan BKR yang terdiri dari 3 Matra

Seragam APRI

a. BKR – Darat

b. BKR – Laut

c. BKR – Udara

21. Vitrin Dinding 4

Disajikan koleksi Visualisasi peranan Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia

(BPRI) Mataram selama Perang Kemerdekaan oleh Bp. H. Turmudzi. Antara lain

benda-benda sejarah :

a. Bendera Merah Putih yang selalu dikibarkan di Markas BPRI Jl. Gondomanan

13, Yogyakarta

b. Duplikat Panji BPRI Mataram

c. Mesin tulis merk Remington milik kompi I BPRI Mataram.

d. Guci keramik, tempat air minum di markas BPRI Mataram Cabang Bantul.

22. Vitrin Sudut 2

Dilestarikan koleksi visualisasi peranan AURI dalam mempertahankan, membela

dan menegakkan kemerdekaan bangsa Indonesia, antara lain :

a. Miniatur replika Pesawat Cureng.

b. Sebuah dokumen foto para penerbang

23. Panil Dinding 10

Disajikan 4 bingkai dokumen foto perjuangan politik diplomasi antara lain :

a. Suasana Perundingan Indonesia Belanda di Jakarta.

b. Penandatanganan Perjanjian Renville.

c. Suasana hijrah TNI dari divisi Siliwangi di stasiun kereta api Gombong

d. Divisi Siliwangi melanjutkan perjalanan menuju Ibukota Yogyakarta dari

S KAG.

24. Vitrin Dinding 5

Dilestarikan berbagai jenis senjata api ringan yang dipakai saat perang kemerdekaan

antara lain :

a. 3 buah granat nanas dan sebuah granat gombyok.

b. Sebuah granat pelontar 31

c. Sebuah granat asap

d. Replika bom molotov

e. Replika ranjau karet

f. Sepucuk pistol revolver 45

g. 3 pucuk pistol kecepek

Page 15: Jogja kembali

h. Ilustrasi perangkap rumah tawon

25. Panil Dinding 11

Disajikan 4 bingkai dokumen foto pemberontakan PKI di Madiun antara lain :

a. Para korban keganasan PKI di Madiun

b. Salah satu kondisi korban kebiadaban PKI di Madiun

c. Gerakan pembersihan TNI di Gunung Lawu

d. TNI telah berhasil mengambil situasi ketentraman di Kota Madiun.

26. Peta Timbul Wilayah RI Setelah Perjanjian Renville

Akibat perjanjian ini wilayah RI menjadi semakin sempit yang terdiri dari sebagian

wilayah di Pulau Sumatera dan sebagian wilayah berada di Jawa Tengah.

27. Vitrin Sudut 3

Dilestarikan sarana sistim komunikasi Merpati Pos selama Perang Kemerdekaan

terdiri dari :

a. 3 lembar panil segitiga, dan 4 lembar panel persegi

b. Replika burung Merpati Pos

c. Ilustrasi sistim pengiriman antar Pos Komando dengan kelebihan burung

merpati pos

28. Panil Dinding 12

Disajikan sebuah bagan sejarah pertumbuhan dan perkembangan ABRI dari

Proklamasi kemerdekaan.

B. RUANG MUSEUM II

Merupakan ruang pamer tetap dengan thema “PERANG GERILYA DENGAN SISTIM

PERTAHANAN RAKYAT SEMESTA”. Disini disajikan benda-benda koleksi yang

mendukung visualisasi Perjuangan Bangsa Indonesia dalam membela, menegakkan dan

mempertahankan kemerdekaan pada waktu Agresi Militer Belanda II, sebagaimana

dijelaskan dibawah ini :

1. Panil Tegak 1

Disajikan 2 bingkai dokumen foto suasana perundingan antara Komisi Tiga Negara

dengan Indonesia di Kaliurang.

2. Panil Dinding 1

Disajikan 4 bingkai dokumen foto suasana kota Yogyakarta setelah Agresi Militer

Belanda. Antara lain :

a. Kesibukan Pasukan Belanda di sekitar Tugu Pal Putih Yogyakarta.

b. Para pemuda Tionghoa dengan senjata bambu runcing.

c. Penghancuran jembatan kali Pentung, Gunung Kidul

d. Presiden, Wapres dan beberapa pejabat lainnya di tawan Belanda.

3. Vitrin Sudut 1

Dalam vitrin ini dilestarikan beberapa peralatan Komunikasi yang diperoleh secara

tidak langsung dari Singapura, selanjutnya selama perang kemerdekaan digunakan

oleh TNI bidang Perhubungan Angkatan Darat yang ditempatkan di pemancar

darurat di Desa Balong, Jenawi, Karanganyar untuk memperlancar komunikasi

antara Pemerintah Militer/Markas Besar Komando Jawa dengan Pemerintah Darurat

Page 16: Jogja kembali

Republik Indonesia di Sumatera. Peralatan tersebut merupakan sumbangan dari

Dinas PHB Kodam IV Diponegoro pada tanggal 29 Juni 1989, antara lain : Unit

Pesawat SCR 284 A buatan USA tahun 1944, Pesawat UNA; Unit Penguat WB BD

5001 dan 2 (dua) Unit Telepone Lapangan DPA 1001.

4. Panil Dinding 2

Disajikan 4 (empat) bingkai dokumen foto peranan Pelajar Pejuang selama Agresi

Militer kedua di Yogyakarta, terdiri dari :

a. Markas TGP bidang kesehatan pimpinan dr. Mustopo di Cangkringan, Yogya

Utara Kabupaten Sleman, masa Agresi Militer Belanda kedua.

b. Pandu dengan peralatan klethek mengangkut korban Agresi Militer Belanda

kedua melintas Malioboro.

c. PMI yang bermarkas di rumah penduduk membantu pelayanan kesehatan di

Segoroyoso, Kabupaten Bantul selama berlangsungnya Agresi Militer Belanda

keuda.

d. Seorang Petugas PMI merawat korban perang Agresi Militer Belanda kedua.

5. Vitrin Dinding 1

Dilestarikan juga beberapa peralatan Perhubungan Tentara Nasional Indonesia

Angkatan Darat yang digunakan selama perang gerilya. Peralatan ini sumbangan

dari PHB 4102 Yogyakarta pada tanggal 29 Desember 1989. Terdiri dari 2 buah

Walky Talky buatan USA tahun 1942; Pesawat BC 375, Hand Crank sebagai

sumber tenaga DC buatan USA tahun 1943 dan Tilpun Lapangan EE 8 serta tilpun

Jet MK 3.

6. Panil Dinding 3

a. Pertemuan Pelajar Pejuang di rumah makan “Prasodjo” tahun 1948.

b. Suasana pasar darurat di Yogyakarta pada masa Agresi Militer Belanda Kedua.

c. Pelaksanaan perang Gerilya Tentara Pelajar di Godean menghadapi Agresi

Militer Belanda kedua.

d. Suasana Perang Gerilya.

7. Panil Dinding 4

Disajikan enam bingkai dokumen foto peranan media massa maupun Laskar Wanita

Yogyakarta dalam mendukung Perjuangan Bangsa Indonesia untuk merebut, dan

mempertahankan Kedaulatan Republik Indonesia yang terdiri dari :

a. Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat sebagai salah satu media Pers di

Yogyakarta yang diterbitkan sejak tanggal 27 September 1945 selalu menjadi

tumpukan masyarakat.

b. Latihan Laskar Wanita di Borobudur dalam menghadapi perang Gerilya.

c. Barisan Laskar Wanita Yogyakarta, terkenal dengan nama Wanita Pembantu

Perjuangan (WAPP).

d. Suasana perundingan Roem Roijen Statement di Hotel Des Indes, Jakarta pada

tanggal 14 April 1949.

e. Yulius Tahiya, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Moh. Roem membahas

pelaksanaan pengembalian Kota Yogyakarta.

f. Laskar Rakyat/Pejuang masuk kota Yogyarta pada tanggal 29 Juni 1949.

Page 17: Jogja kembali

8. Vitrin Dinding 2

Dilestarikan peralatan milik Laskar Wanita Yogyakarta yang digunakan selama

Perang Kemerdekaan, terdiri dari :

a. Seperangkat Mesin Jahit Merk Singer milik Laskar/Pejuang-pejuang Wanita

dalam benteng Keraton yang digunakan untuk membuat Badge dan Pakaian

Seragam TNI menjelang masuk Ibukota Yogyakarta, dilengkapi dengan sebuah

lukisan suasana pembuatan pakaian seragam TNI oleh Laskar Wanita.

b. Sebuah Mesin Ketik dan Lampu Petromak milik Wanita Pembantu Perjuangan

(WAPP) Yogyakarta yang digunakan selama perang kemerdekaan khususnya

bidang administrasi organisasi. Peralatan ini merupakan sumbangan dari Ibu

Hajah Kamsirah (Pengurus WAPP Yogyakarta) pada tanggal 29 Juni 1996.

9. Panil Dinding 5

Disajikan sebuah bagan Sejarah Perjuangan Bangsa Indonesia sejak Proklamasi

Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 hingga Perjuangan Pengembalian

Kedaulatan Negara Republik Indonesia Tahun 1949.

10. Vitrin Dinding 3

Dilestarikan dokumen benda Sejarah milik Almarhum Kanjeng Raden Tumenggung

Honggowongso, beliau adalah Bupati Paniradyopati Jawatan Praja Daerah Istimewa

Yogakarta merangkap sekretaris pribadi Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Koleksi

ini merupakan sumbangan dari Ibu Raden Ayu Honggowongso pada tanggal 30 Mei

1993 yang terdiri dari : Potret diri KRT. Honggowongso, Tanda Jasa Pahlawan

Gelar Kehormatan Bintang Gerilya, Tongkat, Songkok Langenastran, Badge Ha-Ba

dan sebuah kaca mata baca.

11. Vitrin Tengah 1

Disajikan 4 pucuk senjata api jenis senjata pinggang lintas datar yang digunakan

semasa Perang Gerilya. Senjata ini penyerahan dari Kodam IV Diponegoro pada

tanggal 29 Juni 1989, terdiri dari : Sepucuk Pistol Mitraliur Madsen P 56 buatan

Denmark; Senapan Jungle buatan USA tahun 1945, Senapan Karaben Mouser

buatan Jerman tahun 1942 dan Pistol Mitraliur Carl Gustaf buatan Swedia tahun

1945.

12. Peta Timbul Route Gerilya

Di dalam ruang ini disajikan pula peta timbul route Gerilya Panglima Besar Jendral

Soedirman dari tanggal 19 Desember 1948 hingga 10 Juli 1949.

13. Panil Dinding 6

Di Panil ini disajikan sebuah ilustrasi dan 2 bingkai kata Amanat dari

Panglima Besar Jenderal Soedirman terdiri dari :

a. Ilustrasi sistim komunikasi Pemancar Radio PC 2 Banaran, Gunung Kidul

dalam memancarkan berita keberhasilan Serangan Umum 1 Maret 1949 yang

secara berantai dapat diterima Pemerintah Darurat Republik Indonesia di

Sumatera dan diteruskan hinga dapat diterima oleh Pemancar Radio Rangoon,

Birma diteruskan ke New Delhi, India dan dipancarkan ke seluruh dunia.

Page 18: Jogja kembali

b. Amanat Panglima Besar Jendral Soedirman “Jangan bimbang menghadapi

bermacam-macam penderitaan, karena makin dekat cita-cita kita capai makin

berat penderitaan yang harus kita alami”

c. Amanat Panglima Besar Jenderal Soedirman “Percayalah dan yakinlah bahwa

Kemerdekaan sesuatu negara yang didirikan diatas timbunan, runtuhan ribuan

korban jiwa, harta benda dari rakyat dan bangsanya tidak akan dapat

dilenyapkan oleh manusia apapun juga”.

14. Teras Sudut Ruangan Museum II

Dalam teras sudut Museum II ini dilestarikan pula perlengkapan dan peralatan

yang digunakan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman dalam memimpin Gerilya

(Wiralelana) antara lain berupa :

a. Tandu yang digunakan Panglima Besar Jenderal Soedirman di Desa Sidorejo,

Ponjong, Gunung Kidul.

b. Sepasang Selop, sumbangan Ibu Soedirman.

c. Dokar, digunakan Panglima Besar Jenderal Soedirman dari Semanu menuju

Wonosari, persiapan masuk kota.

d. Amben, Meja, Kursi dan seperangkat peralatan untuk menjamu Panglima Besar

Jenderal Soedirman, Gunung Kidul peralatan ini sumbangan Ibu Mangun

Hardjo pada tanggal 29 Juni1 989.

15. Vitrin Tengah 2

Dilestarikan 4 pucuk senjata api, jenis senjata pinggang yang digunakan selama

Perang Kemerdekaan terutama dalam perang gerilya. Senjata ini sumbangan dari

Kodam IV Diponegoro pada tanggal 29 Juni 1989, terdiri dari : Sepucuk Pistol

Mitraliur Sten RI, buatan Pabrik Senjata Demak Ijo Yogyakarta tahun 1945,

sepucuk Pistol Mitraulir Thomson buatan Swedia tahun 1945 dan sepucuk Pistol

Mitraulir Sten MK II, buatan Inggris tahun 1945.

16. Panil Dinding 7

Disajikan sebuah lukisan potret diri Panglima Besar Jenderal Soedirman sewaktu

wiralelana dan satu bingkai dokumen foto Panglima Besar Jenderal Soedirman

ditandu sewaktu memimpin Perang Gerilya.

17. Vitrin Sudut 2

Dilestarikan benda koleksi yang dipakai selama Perang Kemerdekaan oleh Sri

Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII serta dua bingkai

dokumen foto, terdiri dari :

a. Kursi makan yang dipakai Sri Sultan Hamengku Buwono IX sewaktu meninjau

markas gerilyawan di warung makan “PUAS”.

b. Baju kerja milik Sri Paduka Paku Alam VIII yang dipakai dalam pengawasan

penarikan mundur Tentara Belanda dari Kota Yogyakarta pada tanggal 29 Juni

1949.

c. Dua bingkai foto Sri Sultan Hamengku Buwono IX sewaktu meninjau markas

gerilyawan di warung “PUAS” dan pertemuan antara Sri Paduka Paku Alam

Page 19: Jogja kembali

VIII dengan Kolonel Djatikusumo serta Letnan Kolonel Soeharto setelah Yogya

Kembali.

18. Panil Dinding 8

Disajikan 6 bingkai dokumen foto peristiwa sekitar penarikan mundur Tentara

belanda dari Ibukota Yogyakarta yang terdiri dari :

a. Letnan Kolonel Soeharto dan Letnan Wiyogo Atmodarminto lapor kepada Sri

Paduka Paku Alam VIII, bahwa penarikan mundur pasukan Belanda di Yogya

Utara telah selesai dilaksanakan.

b. Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjemput SWK 102 dibawah pimpinan

Mayor Sardjono untuk masuk kota Yogyakarta, 29 Juni 1949.

c. Sri Paduka Paku Alam VIII, Kolonel Djatikusumo dan Letnan Kolonel Soeharto

bersama pasukan TNI setelah masuk kota tanggal 29 Juni 1949 melaksanakan

Upacara Pengibaran Bendera Merah Putih di halaman RS. Bethesda.

d. Presiden, Wakil Presiden dan beberapa menteri kembali ke Ibukota Yogyakarta,

tanggal 6 Juli 1949 nampak Presiden Soekarno setibanya di Lapangan Terbang

Adisucipto segera menyerahkan Bendera Merah Putih yang selalu dibawa dalam

pengasingannya.

e. Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai Menteri Koordinator Keamanan

berkenan menjemput Presiden Soekarno beserta rombongan di lapangan terbang

Adisucipto.

f. Sri Sultan Hamengku Buwono IX beserta Arnold C Brahman, wartawan United

Press berada di garis demakrasi Prambanan.

19. Panil Dinding 9

Disajikan 6 (enam) bingkai dokumen foto peristiwa kembalinya para pemimpin

Republik Indonesia terdiri dari :

a. Presiden Soekarno bersama Sri Sultan Hamengku Buwono IX dengan Mobil

terbuka dari Lapangan terbang Adisucipto menuju Istana Kepresidenan

Yogyakarta, 6 Juli 1949.

b. Rakyat sepanjang jalan menyambut kembalinya Presiden Soekarno.

c. Perjalanan Panglima Besar Jenderal Soedirman dari medan gerilya.

d. Parade Militer TNI di Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta pada tangal 10 Juli

1949 menyambut kedatangan Panglima Besar Jenderal Soedirman.

e. Panglima Besar Jenderal Soedirman berkenan memeriksa Pasukan TNI.

f. Panglima Besar Jenderal Soedirman didampingi Letnan Kolonel Soeharto dan

Kapten Supardjo Rustam menghadap Presiden dan Wakil Presiden di Istana

Kepresidenan, tanggal 10 Juli 1949.

20. Vitrin Sudut 3

Dalam vitrin ini dilestarikan benda koleksi dan dokumen arsip Sri Sultan Hamengku

Buwono IX yang terdiri dari :

a. Sebuah kursi kerja ukir di Kepatihan, Yogyakarta yang semasa Perang

Kemerdekaan dipakai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

b. Potret diri Sri Sultan Hamengku Buwono IX.

Page 20: Jogja kembali

c. Dokumen arsip dari Presiden Soekarno untuk Menteri Negara Koordinator

Keamanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX diberi kekuasaan untuk mengatur

pengembalian kekuasaan atas Daerah Istimewa Yogyakarta dari tangan Belanda,

yang dikeluarkan di Manumbing pada tanggal 1 Mei 1949.

d. Arsip penetapan Presiden Nomer : 3 tahun 1949 yang dikeluarkan di

Manumbing pada tanggal 30 Juni 1949 tentang pencabutan kembali kekuasaan

penuh yang diserahkan kepada Menteri Negara Koordinator Keamanan Sri

Sultan Hamengku Buwono IX.

21. Panjil Dinding 10

Disajikan 4 bingkai dokumen foto peristiwa setelah kembalinya kekuasaan penuh

atas Ibukota Yogyakarta dari pendudukan Tentara Belanda, terdiri dari :

a. Suasana pembukaan Konfrensi Meja Bundar di Rider Zaal, Den Haag pada

tanggl 23 Agustus 1949.

b. Sidang Dewan Pemilihan Presiden Nasional yang dipimpin oleh Mr. Moch.

Roem pada tanggal 16 Desember 1949.

c. Suasana Pelantikan Presiden RIS, tanggal 17 Desember 1949.

d. Penandatanganan Naskah Pengakuan Kedaulatan Republik Indonesia di Jakarta

pada tanggal 27 Desember 1949.

22. Peta Timbul Wilayah Republik Indonesia Serikat

Sebagai Visualisasi Wilayah Republik Indonesia Serikat setelah Pengakuan

Kedaulatan Republik Indonesia dari Belanda.

23. Panil Dinding 11

Disajikan lima buah bingkai dokumen foto pelantikan Presiden Republik Indonesia

Serikat bertempat di Sitihinggil, Keraton Yogyakarta pada tanggal 17 Desember

1949 terdiri dari :

a. Suasana Pelantikan Presiden RIS.

b. Upacara Pelantikan Presiden RIS.

c. Presiden Soekarno, selaku Presiden RIS beserta tamu undangan meninggalkan

bangsal Sitihinggil.

d. Presiden Soekarno menuju mimbar kehormatan.

e. Defille Angkatan Perang Republik Indonesia menyambut pelantikan Presiden

RIS.

24. Panil Dinding 12

Disajikan sebuah potret diri Presiden Soekarno sewaktu dilantik sebagai Presiden

Republik Indonesia Serikat.

25. Panil Tegak 2

Disajikan sebuah foto dokumen sewaktu Presiden Soekarno ziarah di Taman

Makam Pahlawan Kusuma Negara pada tanggal 28 Desember 1949 (setelah

Pelantikan Presiden Republik Indonesia Serikat).

26. Panil Tegak 3

Disajikan dua bingkai dokumen foto yang terdiri dari :

Page 21: Jogja kembali

a. Presiden Soekarno dengan Pesawat Garuda Indonesia Airways siap

meninggalkan Yogyakarta untuk segera kembali ke Jakarta memangku jabatan

sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat pada tanggal 28 Desember 1949.

b. Kesan dan Pesan Presiden Soekarno terhadap Yogyakarta sebelum kembali ke

Jakarta “Djokjakarta menjadi termasyur oleh karena djiwa kemerdekaannya,

hiduplah terus jiwa Kemerdekaan itu”.

27. Panil Dinding 13

Disajikan lima bingkai dokumen foto wafatnya Panglima Besar Jenderal Soedirman

di Badakan, Magelang pada tanggal 29 Januari 1959 terdiri dari :

a. Letnan Kolonel A. Yani memberikan penghormatan terakhir kepada Almarhum

Panglima Besar Jenderal Soedirman di rumah duka.

b. Menteri Pertahanan Sri Sultan Hamengku Buwono IX memberikan

penghormatan terakhir kepada Almarhum Panglima Besar Jenderal Soedriman.

c. Jenasah Almarhum Panglima Besar Jenderal Soedirman di Sholatkan di Masjid

Agung Keraton, Yogyakarta.

d. Upacara pemberangkatan Jenasah Almarhum Panglima Besar Jenderal

Soedirman dengan Inspektur Upacara Mayor Jenderal Suhardjo.

e. Ibu Alfiah Soedirman bersama pada takziah.

28. Panil Tegak 4

Disajikan sebuah bingkai para takziah dalam upacara pemakamam Almarhum

Panglima Besar Jenderal Soedriman, nampak Perdana Menteri A. Halim, Sri Sultan

Hamengku Buwono IX dan Jenderal Mayor Molinger dari Pemerintahan Belanda.

C. RUANG MUSEUM III (TIGA)

Merupakan ruang pamer tetap Thema “Seputar Pelaksanaan Serangan Umum 1

Maret 1949” hal ini merupakan puncak dari perang gerilya rakyat semesta dalam

menghadapi Agresi Militer Belanda.

Adapun wujud dari materi pameran yang disajikan adalah berupa foto-foto para

tokoh pelaku Serangan Umum 1 Maret 1949, benda-benda bersejarah, replika-replika,

maupun evokatif yang merupakan bukti sejarah perjuangan masyarakat Yogyakarta

khususnya dan bangsa Indonesia umumnya semasa Revolusi Phisik yang dapat

diuraikan sebagai berikut :

1. Evokatif Dapur Umum

Agresi Militer Belanda Kedua pada tanggal 19 Desember 1948, Lapangan

terbang Maguwo dan Ibukota Republik Indonesia Yogyakarta diduduki, bahkan

para pemimpin negara berhasil diasingkan. Sementara nampak Republik nampak

tak berdaya, tetapi dengan Perintah kilat Panglima Besar Jenderal Soedirman untuk

menghadapi Belanda dilaksanakan “Perang Rakyat Semesta” sehingga TNI, para

gerilyawan, Para pejuang, dalam mempertahankan Kemerdekaan menyatu dengan

seluruh lapisan masyarakat Indonesia, dalam arti rakyat ikut bertanggung jawab

juga. Keperluan akomodasi, tempat, bahan makanan, bahkan tugas penghubung

(Caraka) tidak jarang rkyat berperan serta. Untuk keperluan konsumsi didirikan

Page 22: Jogja kembali

“Dapur Umum” di Daerah Gerilya. Evokatif ini memberikan gambaran suasana

kegiatan “Dapur Umum” di Daerah gerilya Kecamatan Karangmojo, Kabupaten

Gunung Kidul semasa Agresi Militer Belanda Kedua. Dimana perlengkapannya

dilestarikan dalam Evokatif Dapur Umum ini.

2. Evokatif Palang Merang Indonesia

Dalam usaha mempertahankan Kemerdekaan Indonesia banyak terjadi

pertempuran-pertempuran yang menelan korban jiwa. Melihat koraban pertempuran

yang semakin besar, maka di Daerah Sub Wehrkreis 103 A. Selman Barat tepatnya

di rumah Bapak Sastro Admojo, Dusun Plembon, Desa Sendangsari, Kecamatan

Minggir, Kabupaten Selman selama Clash kedua didirikan Pos Palang Merah

Indonesia. Dibawah pimpinan dr. Amino yang dibantu dengan beberapa tenaga

medis lainnya membuka pelayanan kesehatan masyarakat khususnya bagi

gerilyawan dan prajurit TNI korban perang yang memerlukan perawatan untuk

dievakuasikan ke MBKD Pos X-2 Desa Boro, Kulon Progo.

Dalam Evokatif ini dilestarikan seperangkat alat kesehatan milik kesatuan

Wehrkreis III yang diserahkan oleh Kapten Sugiyo pada tanggal 23 Oktober 1993;

kursi evakuasi milik Bapak Sastro Admojo; serta beberapa peralatan rumah tangga

lainnya disumbangkan pada tanggal 12 Nopember 1994.

3. Peta Timbul Route Konsolidasi Komandan WK III

Sore hari tanggal 19 Desember 1948 Komandan Brigade X Letnan Kolonel

Soeharto beserta beberapa perwira stafnya memindahkan markas Komando ke

Ngotho, Bantul. Dari tempat ini Letnan Kolonel Soeharto dengan beberapa stafnya

melakukan perjalanan untuk mengkonsolidasikan pasukan dan membentuk sektor-

sektor pertahanan di sekitar Yogyakarta, perjalanan dimulai pada tanggal 20

Desember 1948 ke arah barat dengan rute Godean-Cebongan-Rejodani-

Cangkringan-Manisrenggo-Prambanan-Pereng-Piyungan-kembali ke Ngotho.

Setelah memakan waktu lima hari, tangal 26 Desember 1948 Letnan Kolonel

Soeharto di Markas pertahanan Ngotho memberikan breifing kepada para perwira

stafnya Mayor Rekosiswo, Letnan Sudibyo dan Letnan Soegiyono. Dalam

pertempuran ini disusun rencana untuk menyerang kedudukan Belanda dalam Kota

Yogyakarta, Serangan Pertama dilancarkan pada tanggal 29 Desember 1948.

Dilengkapi dengan sebuah lukisan situasi “Serangan Umum 1 Maret 1949” dengan

lokasi sekitar Alun-alun Utara Keraton Yogyakarta. Lukisan ini merupakan

sumbangan Dewan Harian Nasional Angkatan ’45 Jakarta pada tanggal 12 April

1992.

4. Peta Timbul Pembagian Wilayah Wehrkreis III

Komandan Wehrkreis III Letnan Kolonel Soeharto dengan tujuan lebih

meningkatkan komunikasi dengan pasukannya maka pada tanggal 6 Januari 1949 di

markas Komando Desa Segoroyoso mengadakan perubahan Wilayah Wehrkreis III

yang semula 6 Sub Wehrkreis menjadi 7 Sub Wehrkreis dengan rincian sebagai

berikut :

a. SWK 101, Kota Yogyakarta dengan Komandan Letnan Marsoedi

b. SWK 102, Bantul dengan Komandan Mayor Sardjono

Page 23: Jogja kembali

c. SWK 103, Gamping dengan Komandan Letnan Kolonel Suhud

d. SWK 103 A, Godean dengan Komandan Mayor HN Ventje Sumual

e. SWK 104, Sleman dengan Komandan Mayor Sukasno

f. SWK 105, Yogya Timur termasuk Gunung Kidul dengan Komandan Mayor J.

Soedjono

g. SWK 106, Kulon Progo dengan Komandan Letnan Kolonel Sudarto

5. Alat Cetak Proef

Milik percetakan Surat Kabar Kedaulatan Rakyat, sewaktu Agresi Militer

Belanda II tanggal 19 Desember berhasil diungsikan ke luar kota oleh Drono

Hardjosuwongso, selanjutnya dipakai oleh organisai Pemuda yang dipimpin oleh

Komanda Kie Widodo dan Sub Wehrkreis 101 dibantu saudara Drono

Hardjosuwongso, untuk mencetak pamflet-pamflet yang mendukung perjuangan

dan disebarkan keluar kota Yogyakarta.

6. Unit Caraka

Unit Caraka terdiri dari Replika Caraka, tas kebo dan sepeda merk simplex

milik Ibu Roeswo tokoh dapur umum di Yogyakarta, yang selanjutnya digunakan

oleh Komandan SWK 101 Letnan Marsudi dalam penyamaran tugas untuk

melancarkan hubungan antar sektor dalam kota dari Sri Sultan Hamengku Buwono

IX kepada Panglima Besar Jenderal Soedirman maupun Komandan WK III Letkol

Soeharto. Surat penting tersebut biasanya diselipkan di bawah sadel, didalam setang

atau diantara tas kebo yang dijahit lagi.

7. Seperangkat Meja Kursi Tamu

Seperangkat Meja kursi Tamu milik Bapak Djojo Pawiro, mantan bekel

Sendangsari yang digunakan Komandan SWK 103 A Mayor Ventje Sumual selama

Clash kedua di Markas gerilya Desa Sendangsari, Minggir Sleman, koleksi tersebut

disumbangkan pada tanggal 17 Agustus 1994.

8. Peta Timbul Serangan Umum 1 Maret 1949

Serangan Umum 1 Maret dilancarkan pada waktu siang hari mulai jam 06.00

s.d jam 12.00. berdasarkan saran/usulan Sri Sultan Hamengku Buwono IX selaku

Menteri Koordinator Keamanan yang mendapat persetujuan Panglima Besar

Jenderal Soedirman, pelaksanaannya diserahkan sepenuhnya kepada Letnan

Kolonel Soeharto, selaku penanggung jawab keamanan daerah Wehrkreis III

dengan sasaran lokasi konsentrasi musuh, antara lain : Benteng Vredeburg; Kantor

Pos; Istana Kepresidenan; Hotel Garuda; Stasiun Kereta Api; Bekas Markas Besar

Tentara; Komplek Kotabaru dan lain-lainnya. Dalam pelaksanaan Serangan Umum

1 Maret 1949 Komandon Wehrkreis II dibantu Komandan Sub Wehrkreis 101,

Letnan Marsudi, untuk menyusupkan pasukan masuk kota. Untuk lebih

memudahkan gerak pasukan dalam kota yang dikoordinasikan dengan seluruh

pasukan gerilya SWK 102 sampai dengan SWK 106, maka Komandan SWK 101

Letnan Marsudi membagi pertahanan kota Yogyakarta menjadi 6 sektor pertahanan,

sebagai berikut :

Page 24: Jogja kembali

a. Sektor I meliputi daerah Keraton sebelah barat hingga jalan Ngabean dengan

Komandan Letnan Wuston.

b. Sektor II meliputi daerah Keraton sebelah Timur hingga jalan Secodiningratan

dengan Komandan Sudomo.

c. Sektor III meliputi dari Jalan Ngabean ke Utara, jalan Malioboro ke Barat dan

rel Kereta Api ke Selatan dengan Komandan Mokhtar.

d. Sektor IV meliputi dari jalan Secodiningratan, Pakualaman ke Utara, Jalan

Malioboro ke Timur dan Rel Kereta Api ke Selatan dengan Komandan Rakido.

e. Sektor V meliputi daerah rel kereta api ke Utara dan Tugu ke Timur dengan

Komandan Supriyo.

f. Sektor VI meliputi daerah rel Kereta Api ke Utara dan Jalan Tugu ke Barat

dengan Komandan Sudarno.

9. Potret Diri Para Komandan Wehrkreis III

Pada dinding Museum atau tepatnya di atas Peta Timbul Serangan Umum 1

Maret 1949 diabadikan Potret Diri Komandan Wehrkreis dan Para Komandan Sub

Wehrkreis diantaranya :

a. Letnan Kolonel Soeharto, Komandan Wehrkreis III

b. Letnan Marsudi, Komandan Sub Wehrkreis 101

c. Mayor Sardjono Komandan Sub Wehrkreis 102

d. Letnan Kolonel Suhud, Komandan Sub Wehrkreis 103

e. Mayor HN Ventje Sumual Komandan Sub Wehrkreis 103 A

f. Mayor Sukasno, Komandan Sub Wehrkreis 104

g. Mayor Sudjono, Komandan sub Wehrkreis 105

h. Letnan Kolonel Sudarto, Komandan Sub Wehrkreis 108

10. Seperangkat Meja Kursi

Seperangkat meja kursi, dilengkapi dengan sentir (lampu penerangan) milik

Bapak R. Sukapsir yang dipergunakan untuk kegiatan belajar mengajar para siswa

Kepolisian Negara Republik Indonesia selama Clash Kedua tanggal 28 April s/d

Juni 1949. Asrama Siswa Kepolisian di rumah Bapak R. Sukapsir di Dusun

Nanggulan, Desa Sendang Agung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman.

11. Vitirin Sudut

Dalam vitrin sudut ini dilestarikan koleksi yang mendukung perjuangan

bangsa Indonesia khsusnya dalam melaksanakan Serangan Umum 1 Maret 1949 di

Yogyakarta antara lain :

a. Sepucuk senjata Owen Gun semacam yang dipergunakan oleh Komandan WK

III Letnan Kolonel Soeharto dalam Serangan Umum 1 Maret 1949 di

Yogyakarta.

b. Baret milik Komandan SWK 101. Letnan Marsudi yang dipakai sewaktu

melaksanakan Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta.

c. Sebilah Samurai dan Danso milik Soepanoto anggota Brigade XVII Tentara

Pelajar yang digunakan selama Perang Kemerdekaan di Yogyakarta.

d. Topi Baja tembus Peluru yang dipakai Soepanoto dalam pertempuran di

Rejodani tanggal 29 Mei 1949 yang menyebabkan gugurnya pejuang Soepanoto.

Page 25: Jogja kembali

e. Potret diri pejuang Soepanoto anggota Brigade XVII/Tentara Pelajar yang gugur

melawan tentara Belanda pada tanggal 29 Mei 1949 di Palagan Rejodani untuk

mengenang jasanya namanya dipahatkan dalam koleksi Daftar Nama Pahlawan

Nomer 416.

f. Potret diri Pejuang Harsono anggota Brigade XVII/Tentara Pelajar yang gugur

melawan Belanda pada tanggal 29 Mei 1949 di Palagan Rejodani untuk

mengenang jasanya namanya dipahatkan dalam koleksi Daftar Nama Pahlawan

Nomer 418.

12. Dinding Ruang Museum Sebelah Utara

Dilestarikan beberapa lembar dokumen arsip Surat Perintah Harian

Komandan Wehrkreis III, antara lain Surat Perintah kepada Kepala Persenjataan

WK III/Brigade 10/III untuk dipersiapkan dan penempatan bahan peledak yang

dikeluarkan pada tanggal 26 Juli 1949.

Di dinding dilestarikan 5 buah pamflet perjuangan yang dikeluarkan oleh

jawatan Penerangan Kabupaten Kulon Progo dan Kapanewon Galur, Kulon Progo

pada tahun 1946 – 1948 dalam mendukung semangat perjuangan rakyat selama

perang kemerdekaan di Yogyakarta.

Dilestarikan notes Kisah Perjuangan anggota Brigade XVII/Tentara Pelajar

selama Perang Kemerdekaan di Daerah Sleman, sebagai hasil karya dari Saudara

Daenuri Nur Hamzah (Staf Pengajar IKIP Negeri Yogyakarta) sewaktu bergerilya.

Notes ini diserahkan sebagai koleksi Museum Monumen Yogya Kembali pada

tanggal 30 Mei 1993.

13. Meja Kerja Sri Sultan Hamengku Buwono IX

Meja kursi ini diapakai oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dalam

menyelesaikan tugas-tugas kenegaraan antara lain sebagai Menteri Negara

Koordinator Keamanan Dalam Negeri dalam rangka membela, menegakkan dan

mempertahankan Kemerdekaan dari tahun 1945 – 1949 di Gedung Wilis Kepatihan

Yogyakarta.

14. Meja Kerja Sri Paduka Paku Alam VIII

Meja Kerja ini dipakai Sri Paduka Paku Alam VIII dalam menyelesaikan

tugas-tugas kenegaraan dalam rangka membela, menegakkan dan mempertahankan

Kemerdekaan dari tahun 1945 – 1949 di Gedung Wilis Kepatihan Yogyakarta.

Dilengkapi pula dengan penyajian sebuah bagan Susunan Pemerintahan

Kasultanan dan Pakualaman pada masa Pendudukan Belanda, Jepang dan

Kemerdekaan.

15. Bagan Susunan Pemerintahan

Diatas koleksi meja kursi Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka

Paku Alam VIII dilestarikan satu bagan Susunan Pemerintahan Kasultanan dan

Pakualaman di Jaman Belanda, Jepang dan Kemerdekaan sebagai berikut

Pemerintah Kasultanan

SP Kanjeng Sultan

Pemerintah Kadipaten Pakualam

SP Kanjeng Gusti Paku Alam

Page 26: Jogja kembali

Pepatih Dalem

(Ryksbestuurder)

Buparti Patih Kepatihan

(Sekretaris I)

Bupati Prentah

(Sekretaris II)

Kabupaten-Kabupaten

Kepanewon-Kepanewon

Kalurahan-Kalurahan

Bupati Patih

Asisten Wedono Merangkap Sekt

Kabupaten (Adikarta)

Kapanewon-Kapanewon

Kalurahan-Kalurahan

D. RUANG MUSEUM IV

Merupakan ruang pamer tetap dengan thema “YOGYA SEBAGAI IBU KOTA

NEGARA REPUBLIK INDONESIA”. Peristiwa besar yang terjadi pada masa revolusi

berupa perpindahan ibukota dari Jakarta Ke Yogyakarta, memiliki sebab dan akibat

yang sangat penting bagi kelangsungan pemerintahan Negara Republik Indonesia.

Yogyakarta sebagai Ibu Kota Republik Indonesia otomatis memainkan peran

sentral sekaligus sebagai pengendali roda revolusi sehingga kelangsungan Negara

Republik Indonesia dapat dipertahankan. Banyak peristiwa besar terjadi di

Yogayakarta, bagaimana situasi dan kondisi Yogayakarta pada masa itu diuangkapkan

dalam penyajian di Ruang Museum IV ini berupa.

1. Patung Dada Ir. Soekarno

Ir Soekarno dikenal sebagai Proklamator dan Presiden Republik Indonesia

Pertama sejak 18 Agustus 1945 s/d 20 Februari 1967. Beliau dilahirkan pada

tanggal 06 Juni 1901 di Surabaya dan wafat di Jakarta pada tanggal 21 Juni 1970

dimakamkan di Blitar. Semasa perjuangan sempat beberapa kali ditangkap Belanda,

antara lain pada tahun 1930 dipenjarakan di Penjara Sukamiskin dan pembelaannya

yang terkenal dengan judul “ INDONESIA MENGGUGAT”. Di Jaman Jepang

beliau mendirikan Organisasi PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) bersama Ki Hajar

Dewantara, Kyai Haji Mas Mansyur dan Drs. Moh. Hatta, hingga dikenal dengan

sebutan 4 serangkai.

Page 27: Jogja kembali

Tanggal 17 Agustus 1945 atas nama Bangsa Indonesia memproklamirkan

Kemerdekaan Indonesia, tepat pada pukul 10.00 di Pegangsaan Timur No. 56

Jakarta.

2. Patung Dada Drs. Moh. Hatta

Drs. Mohammad Hatta dikenal sebagai Proklamator dan Wakil Presiden

pertama sejak 18 Agustus 1945 s/d tahun 1956 beliau dilahirkan di Batuampar, 12

Agustus 1902 dan meninggal di Jakarta pada tanggal 14 Maret 1980. Pada tahun

1927 – 1928 oleh karena perjuangannya beliau ditangkap dan dijatuhi hukuman

penjara oleh pemerintah Belanda di Penjara di Den Haag bersama Nasir Pamuncak,

Abdul Majid dan Ali Sastroamidjoyo, di Jaman Jepang bersama Ir. Soekarno, Ki

Hajar Dewantara dan Kyai Haji Mas Mansyur mendirikan Organisasi PUTERA,

hingga dikenal dengan sebutan 4 serangkai. Tanggal 17 Agustus 1945 mendampingi

Ir. Soekarno memproklamirkan Kemerdekaan Indonesia bertempat di Pegangsaan

Timur No. 56 Jakarta.

3. Teks Proklamasi

Teks Proklamasi Bangsa Indonesia yang otentik setelah selesai dikonsep oleh

Ir. Soekarno dan diadakan beberapa kata perubahan, selanjutnya diketik oleh Sayuti

dan ditandatangani oleh Soekarno – Hatta atas nama Bangsa Indonesia.

4. Foto Dokumen kegiatan Presiden dan Wakil Presiden di Yogyakarta pada

dinding Ruang Museum IV bagian Timur ini disajikan 6 foto dokumen terdiri

dari :

a. Ir. Soekarno, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paduka Paku Alam VIII

dalam pembukaan konggres Pemuda I di Balai Mataram Yogyakarta pada

tanggal 10 Nopember 1945.

b. Istana Kepresidenan Yogyakarta, gedung ini dijadikan tempat tinggal resmi

Presiden Soekarno sekaligus kantor untuk melaksanakan tugas-tugas kenegaraan

sewaktu Ibukota Republik Indonesia di Yogyakarta tahun 1946 – 1949.

c. Ibu Fatmawati memberikan sambutan dalam Konfrensi Wanita pada bulan

Agustus 1946, di Istana Kepresidenan Yogyakarta.

d. Presiden Soekarno, Ibu Fatmawati, Wakil Presiden Moh. Hatta beserta Ibu

Rahmi, sewaktu menghadiri Peringatan Hari Kebangkitan Nasional ke 40

tanggal 20 Mei 1948 di Istana Kepresidenan Yogyakarta.

e. Wakikl Presiden Moh. Hatta menerima Tamu Delegasi Belanda yang dipimpin

Mr. Can Royen pada bulan Juli 1949 di rumah dinas Jalan Reksobayan.

f. Presiden Soekarno, Ibu Fatmawati, Wakil Presiden Moh. Hatta dan Ibu Rahmi

dalam pembukaan Konfrensi Ekonomi di Istana Kepresidenan Yogyakarta

tanggal 2 Desember 1949.

5. Tempat tidur Presiden Soekarno

Seperangkat tempat tidur yang dipakai Presiden Soekarno, berisitirahat

beberapa hari waktu beliau baru saja di Yogyakarta tanggal 4 Januari 1946.

Dan Gedung Agung baru dipersiapkan sebagai Istana Negara sekaligus tempat

kediaman Presiden dan Pusat Pemerintahan Republik Indonesia.

Page 28: Jogja kembali

6. Foto Dokumen kegiatan Presiden bersama keluarga dan Wakil Presiden di

Ibukota Yogyakarta, pada dinding Ruang Museum IV bagian Utara ini

disajikan 6 bingkai foto dokumen terdiri dari :

a. Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta tiba di Stasiun Tugu

Yogyakarta, pada 4 Januari 1946.

b. Rumah Dinas Jalan Reksobayan adalah tempat tinggal resmi Wakil Presiden

Moh. Hatta sekaligus kantor beliau dalam melaksanakan tugas-tugas kenegaraan

sewaktu ibukota Negara Republik Indonesia di Yogyakarta.

c. Potret diri Presiden Soekarno

d. Potret diri Wakil Presiden Moh. Hatta

e. Agresi Militer Belanda Kedua telah berakhir, Presiden Soekarno kembali

berkumpul bersama Ibu Fatmawati, Guntur dan Megawati, 6 Juli 1949.

f. Wakil Presiden Drs. Moh. Hatta bersama Ibu Rahmi pada tanggal 06 Juni 1949

di Istana Kepresidenan Yogyakarta.

7. Patung Dada Ki Hajar Dewantara

Ki Hajar Dewantara tokoh Pergerakan Nasional yang lahir tanggal 2 Mei 1889

di Yogyakarta dengan nama RM. Soewardi Suryaningrat. Perjuangannya dimulai

sejak tahun 1912 dengan mendirikan Partai Politik “INDISCHE PARTY” bersama

dengan Douwes Deker dan Dr. Tjipto Mangunkusumo, terkenal dengan 3 serangkai.

Pada tanggal 3 Juli 1922 mendirikan Perguruan Tamansiswa, diJaman Jepang pada

tanggal 8 Maret 1943 bersama Ir. Soekarno, Moh. Hatta dan Kyai Haji Mas

Mansyur mendirikan Organisasi PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat), terkenal dengan

sebutan 4 serangkai. Pada tangal 17 Agustus 1945 Ki Hadjar Dewantara memimpin

pawai sepeda murid-murid Tamansiswa keliling kota Yogyakarta untuk

menyebarkan berita Proklamasi Kemerdekaan. Beliau wafat pada tanggal 26 April

1959.

8. Patung Dada Kyai Haji Mas Mansyur

Patung dada Kyai Mas Mansyur, tokoh Pergerakan Nasional yang lahir pada

tanggal 25 Juni 1986 di Surabaya, beliau ahli dalam ilmu Tasawuf, Ilmu Tauhid dan

Falsafah, perjuangannya dimulai pada tahun 1937 sebagai ketua Pimpinan Pusat

Muhammadiyah di Jawa Timur. Di Jaman Jepang pada tanggal 8 Maret 1943

mendirikan Organisai Politik PUTERA bersama Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan

Ki Hajar Dewantara. Beliau wafat pada tahun 1946 dan mendapat gelar Pahlawan

Kemerdekaan Nasional.

9. Peta Timbul Wilayah RIS

Setelah Konfrensi Meja Bundar (KMB) berlangsung pada tanggal 29 Oktober

1949 dilakukan penandatanganan persrtujuan konstitusi RIS di Kota Scheveningen,

Nederland, selanjutnya pada tanggal 2 Nopember 1949 dilangsungkan upacara

penutupan KMB di Den Haag, maka Wilayah Republik Indonesia Serikat (RIS)

divisualisasikan sebagaimana terdapat dalam peta timbul ini.

10. Meja dan Kursi Tamu Wakil Presiden Moh. Hatta

Seperangkat Meja dan Kursi Tamu ini dipakai oleh Wakil Presiden Moh.

Hatta selaku Wakil Presiden untuk meenemui tamu-tamu beliau dan tamu

Page 29: Jogja kembali

kenegaraaan di rumah dinas, jalan Reksobayan, Yogyakarta selama Ibukota

Republik Indonesia berkedudukan di Yogyakarta tahun 1946 – 1949.

11. Potret diri tokoh pimpinan Republik Indonesia sebagai latar belakang

penyajian Meja, Kursi tamu Wakil Presiden disajikan potret diri para tokoh

pemimpin Republik Indonesia, antara lain :

a. Panglima Besar Jenderal Soedirman, perintis dan pendiri TNI serta pemimpin

perang gerilya.

b. Letnan Jenderal Oerip Soemahardjo, Perintis dan pendiri TNI serta tokoh

pendiri Sekolah Militer Akademi Yogyakarta yang sekarang menjadi Akademi

Militer di Magelang.

c. Mayor Jenderal Gatot Subroto, Panglima Divisi II Sunan Gunung Jati,

merangkap Gubernur Militer Daerah Militer Isitimewa II pada tahun 1947 –

1949, dan tahun 1949 menjadi Panglima Divisi III Diponegoro.

d. Komisaris Besar Polisi R. Soekanto, Kepala Kepolisian Republik Indonesia

tahun 1945 – 1949 dan sebagai perintis Sekolah Tinggi Kepolisian Mertoyudan,

Magelang

e. Komodor Udara S. Suryadarma Kepala Staf Angkatan Udara Republik

Indonesia yang pertama tahun 1946 – 1948 dan perintis penerbangan dan

navigasi Republik Indonesia, juga sebagai salah satu delegasi Republik

Indonesia dalam Konfrensi Meja Bundar di Den Haag. Beliau dilahirkan di

Banyuwangi 6 Desember 1912 dan wafat di Jakarta pada tanggal 16 Agustus

1975.

f. Laksamana Muda M. Nazir, perintis Angkatan Laut Republik Indonesia dan

Kepala Staf Angkatan Laut Republik Indonesia Pertama tahun 1946 – 1949

beliau dilahirkan di Maninjau Sumatera Barat pada tanggal 10 Juli 1910 dan

wafat di Jakarta pada tanggal 30 Agustus 1982.

g. Mr. Mohammad Roem, Politikus dan Perintis Kemerdekaan serta Menteri Luar

Negeri Republik Indonesia tahun 1947 – 1949 , lahir di Bukit Tinggi 8 Oktober

1884 dan Wafat di Jakarta pada tanggal 4 Nopember 1954.

h. Haji Agus Salim, Politikus dan Pejuang Kemerdekaan Perdana Menteri

Republik Indonesia tahun 1945 – 1947 juga sebagai Delegasi Republik

Indonesua Dalam Sidang Dewan Keamanan PBB. Beliau lahir di Bukit Tinggi

pada tanggal 5 Maret 1909 dan wafat di Swiss pada tanggal 9 April 1966.

12. Kursi Kerja Komite Nasional Indonesia Daerah

Disajikan dua buah kursi kerja yang pernah dipakai untuk rapat atau sidang

KNID. Semula KNID berkantor di jalan K.H.A Dahlan menempati bekas kantor

Hokokai, setelah Gedung Cokan kantai (Gedung Agung) berhasil direbut dari

tangan Jepang tanggal 21 September 1945, maka KNID berkantor disini. Namun

sehubungan Kota Yogyakarta sejak tanggal 4 Januari 1946 sebagai Ibukota dan

Gedung Agung menjadi pusat pemerintahan, maka KNID pindah ke jalan

Malioboro menempati gedung DPRD sekarang ini.

13. Foto Dokumen kegiatan KNID dan KNIP di bagian dinding selatan Museum

ini disajikan beberapa dokumen foto kegiatan Komite Nasional Indonesia

Page 30: Jogja kembali

Pusat dalam mendukung mempertahankan, membela dan menagakkan

kemerdekaan antara lain sebagai berikut :

a. Ketua Komite Nasional Indonesia Pusat, Mr Assat.

b. Ketu Komite Nasional Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta, Mohammad

Saleh Werdisastro.

c. Suasana sidang KNIP pertama di Gedung Kesenian Pasar Baru Jakarta pada

tangal 24 Agustus 1945.

d. Mr. Asaat sewaktu memimpin sidang KNIP ketiga di Surakarta pada tanggal 28

Pebruari 1946.

e. Suasana sidang KNIP di Surakarta

f. Presiden Soekarno membuka sidang KNIP di Keraton Yogyakarta pada tanggal

7 Desember 1949.

g. Suasana sidang KNIP di keraton Yogyakarta.

BAB V

KOLEKSI RELIEF DAN DIORAMA

Koleksi Monumen Yogya Kembali pada lantai II diwujudkan dalam bentuk relief dan

diorama, untuk mengenang sejarah pada masa 1945- 1949. Episode ini mengambarkan

perjuangan melalui Meja Perundingan dan Thematis Phisik.

A. Koleksi Relief

Relief Monumen Yogya Kembali menggunakan cor berwarna batu alam (Andesit)

dengan teknik pahatan candi “Bas Relief”, di dinding lapik pagar langkan lantai II

empat sisi yang melingkari tubuh monumen berukuran 1,6 x 4 x 80 m dengan adegan

sebanyak 40 episode dan masing-masing tinggi 30 Cm. Dengan bingkai 20 Cm sebelah

kanan bawah dan 10 Cm sebelah kanan atas.

Episode perjuangan phisik dan diplomasi dimulai sejak tanggal 17 Agustus 1945

hingga 28 Desember 1949 dimana Presiden Soekarno berangkat ke Jakarta

meninggalkan kota Yogyakarta Ibukota Revolusi. Relief yang berjumlah 40 buah dapat

diamati secara paradaksina (Arah jarum jam) yang diuraikan sebagai berikut :

1. Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945.

Tahun 1942 RI dikuasai Jepang, setelah Hirosima dan Nagasaki di bom

sekutu Jepang Menyerah tanggal 14 Agustus 1945, sehingga di Indonesia facum

kekuasaan, keadaan ini dimanfaatkan oleh tokoh-tokoh Nasional untuk

Page 31: Jogja kembali

memproklamirkan kemerdekaan yang dikumandangkan pukul 10.00 tanggal 17.00

Agustus 1945 di Pegangsaan Timur 56 Jakarta.

2. Gema Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Yogyakarta 05 September 1945

Proklamasi Kemerdekaan disambut positif oleh seluruh Pelosok tanah ari,

begitu pula Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII, pada tanggal

5 September 1945 menyatakan kerajaannya termasuk wilayah Republik Indonesia.

3. Pertempuran Kota Baru, 07 Oktober 1945 di Butai Kotabaru, Yogyakarta

Seperti di tempat lain, di Yogyakartapun pemuda berusaha merebut senjata

dari pihak Jepang. Setelah pada tanggal 07 Oktober 1945, Satuan BKR, Polisi

Istimewa dan massa pemuda bekas PETA, bekas KNIL, bekas HEIHO,

Pelajar/Mahasiswa menyerang Markas Jepang (Butai) di Kotabaru.

Kesatuan BKR dipimpin oleh Suharto, Bardosono, Oemar Slamet, Soenjoyo,

Polisi Istimewa dipimpin oleh Inspektur Polisi Oni Sastroatmojo, Pasukan Jepang

dan senjata-senjata yang ada di markas dikuasai oleh pihak Indonesia pada jam

10.00 dan telah dirampas kurang lebih senjata yang dimiliki oleh 4 Batalyon, gugur

21 Pahlawan, luka luka 22 pejuang, Jepang meninggal 27 orang.

4. Konggres Pemuda di Balai Mataram Yogyakarta, 10 November 1945.

Tanggal 10 November 1945 di Balai Mataram Senisono berlangsung

Konggres Pemuda yang dihadiri wakil organisai perjuangan. Konggres ini juga

dihadiri oleh pejabat pemerintahan : Ir. Soekarno, Sri Sultan Hamengku Buwono

IX, Paduka Paku Alam VIII. Sewaktu konggres ini berlangsung di Surabaya terjadi

pertempuran melawan sekutu, sehingga wakil-wakil Surabaya terpaksa

meninggalkan konggres.

5. Pemilihan Panglima Besar TKR di Yogyakarta, 12 November 1945.

Pada tanggal 5 Oktober 1945, membentuk TKR (Tentara Keamanan Rakyat).

Akan tetapi segala sesuatunya masih jauh dari sempurna, Supriyadi yang diangkat

sebagai pimpinan TKR tidak pernah muncul. Untuk mengadakan konsolidasi

tanggal 12 November 1945 bertempat di Markas Besar Tentara Jalan

Gondokusuman (sekarang Jalan Jenderal Soedirman 47), dilangsungkan Konfrensi

TKR yang dihadiri oleh utusan-utusan dari berbagai daerah. Dalam konferensi ini

Kolonel Soedirman, Panglima Divisi V, terpilih sebagai Panglima Besar Tentara

Keamanan Rakyat dan Bapak Oerip Soemohardjo sebagai kepala Staf.

6. Serangan Udara Sekutu, 27 November 1945

Dalam masa perjuangan mempertahankan Kemerdekaan, Radio Republik

Indonesia memegang peranan penting. RRI Yogyakarta berulang kali menyiarkan

berita kecurangan sekutu, antara lain mengikutsertakan Belanda dan

mempersenjatai orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari tahanan. Karena

siaran itu dianggap merugikan, tanggal 25 dan 27 November 1945 pesawat sekutu

(Royal Air Force) mengebom gedung RRI Yogyakarta (Gedung Nillmij; (sekarang

gedung BNI 46) tetapi Sonobudoyo, gedung sositeit ikut jadi sasaran.

7. Yogyakarta menjadi Ibukota Republik Indonesia, 4 Januari 1946.

Kedatangan Pasukan Belanda yang membonceng Pasukan Sekutu membuat

keamanan Jakarta menjadi terganggu, terbukti dengan gagalnya penembakan

Page 32: Jogja kembali

Perdana Menteri Syahrir. Berdasarkan pertimbangan Presiden dan Wakil Presiden

dipindahkan ke Yogyakarta, tanggal 4 Januari 1946. di Yogyakarta diterima oleh Sri

Sutan Hamengku Buwono IX dan Sri Paku Alam VIII serta tokoh-tokoh masyarakat

di Gedung Agung. Dan selanjutnya Yogyakarta dijadikan Ibukota RI.

8. Berdirinya Balai Perguruan Tinggi Gadjah Mada di Yogyakarta, 3 Maret

1946.

Sekalipun masih menghadapi ancaman bersenjata dari pihak asing maupun

dalam negeri, Pemerintah tetap berusaha meningkatkan kecerdasan bangsa. Dengan

mengikutsertakan cendekiawan, tanggal 3 Maret 1946 didirikan Perguruan Tinggi

Kebangsaan Gadjah Mada. Dengan fasilitas yang terbatas dan bertempat di

Pagelaran Keraton Yogyakarta. Dan Perguruan ini sekarang menjadi Universitas

Gadjah Mada.

9. Pengawalan, Pengangkutan tawanan Jepang di Yogya, 28 April 1946

Republik Indonesia walaupun masih muda dipercaya melaksanakan tugas

internasional mengangkut tawanan Jepang dari Yogyakarta ke Jakarta dan

kemudian di pulangkan ke negara masing-masing. Pengangkutan ini dilaksanakan

oleh TRI oleh Kompi Widodo.

10. Peringtatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama di Yogyakarta,

17 Agustus 1946.

Peringatan ulang tahun RI ke 1 dilaksanakan di halaman Gedung Agung.

Dengan acara pengibaran bendera pusaka merah putih. Upacara ini diikuti APRI,

Polisi, Laskar-laskar dan massa rakyat.

11. HUT Pertama Angkatan Perang RI, 5 Oktober 1956.

HUT Angkatan Perang pertama RI dilaksanakan tanggal 5 Oktober 1946.

dalam kesempatan ini Presiden Soekarno menyerahkan panji-panji kepada para

Panglima Divisi TRI sebanyak 7 untuk Jawa dan 1 untuk Polisi Tentara.

12. Peringatan 6 bulan berdirinya Militer Akademi, 6 Oktober 1946.

Angkatan Perang RI anggotanya terdiri dari para laskar-laskar, banyak yang

sudah mendapat pendidikan militer pada Jaman Jepang maupun Hindia Belanda,

tapi ada pula yang belum pernah mengenyam pendidikan militer. Atas prakarsa

Kepala Staf TKR Letjend Oerip Soemohardjo pada bulan April 1946 didirikan

Akademi Militer yang terkenal dengan MA. Tanggal 6 Oktober 1946 di Gedung

Chritelijke Mulo, Kota Baru diadakan peringatan 6 bulan berdirinya Militer

Akademi.

13. Perjanjian Linggarjati, 15 November 1947.

Untuk menyelesaikan sengketa antara Indonesia-Belanda, dengan jasa para

diplomat Inggris di Linggarjati, daerah Cirebon tanggal 10 November diadakan

perundingan. Yang hasilnya ditandatangani tanggal 15 November 1946 tapi

ratifikasinya baru dilaksanakan tanggal 25 Maret 1947.

14. Pelantikan Pucuk Pimpinan TNI, 28 Juni 1947

Page 33: Jogja kembali

Sambil bertempur Angkatan Perang Indonesia berusha menyempurnakan

organisasinya, dengan menggabungkan laskar-laskar yang dimulai tahun 1946. akan

tetapi baru berhasil dengan terbentuknya TNI (Tentara Nasional Indonesia) yang

merupakan gabungan TRI dan Laskar-laskar pada tanggal 3 Juni 1947. sesudah

pembentukan, pemerintah mengangkat pucuk pimpinan di Gedung Kepresidenan

Yogyakarta, 28 Juni 1947.

15. Persiapan Serangan balas Angkatan Udara, 29 Juli 1947

Tanggal 21 Juli 1947 Belanda melancarkan Agresi Militer I. Beberapa kota

berhasil mereka rebut. Angakatan Perang berusaha mengadakan serangan balik,

terhadap kedudukan Belanda di kota Semarang, Ambarawa, dan Salatiga. Persiapan

yang dilakukan oleh AURI di Lapangan Terbang Adisucipto, mereka yang berperan

ialah Soetardjo, Kaput, Abdurrachman sebagai Gunner, Moeljono, Soetardjo Sigit

dan Soeharnoko Harbani sebagai Pilot.

16. Kapal selam pertama RI, Juli 1947.

Salah satu Kesulitan Angkatan Perang adalah kekurangan senjata. Usaha

membuat senjata sendiri dilakukan di berbagai tempat, Demak Ijo, Medari, Gedong

Kuning oleh berbagai kesatuan. Salah satunya usaha membuat kapal selam mini

oleh anggota ALRI dipimpin oleh D.Ginagan di Purosani. Kapal selam ini panjang

7 meter, lebar 1 meter dan berat 5 ton diucicoba di Kalibayem, Yogyakarta.

17. Notulen Kaliurang, 13 Januari 1948

21 Juli Belanda melancarkan Agresi Militer, dan mendapat kecaman dunia

internasional. Dewan Keamanan PBB membentuk KTN guna mereda peperangan.

Karena rumitnya masalah yang dihadapi KTN mengadakan perundingan dengan RI

di Kaliruang tanggal 13 Januari 1948. dalam perundingan ini Frank Graham wakil

dari Amerika Serikat dalam KTN mengucapkan “You are what you are, from the

bullets to the ballot”. Hasil perundingan ini dikenal dengan “Notulen Kaliurang”

18. Penandatangan Perjanjian Renville, 17 Januari 1948.

Perundingan Indonesia-Belanda dengan perantara KTN dimulai tanggal 8

Agustus 1947 di atas kapal perang Amerika “Renville” yang berlabuh di Teluk

Jakarta. Banyak tuntutan Belanda yang tidak dapat dipenuhi Indonesia. Setelah

Notulen Kaliurang, Indonesia banyak mengalah sehingga tanggal 17 Januari

Perjanjian Renville dapat ditandatangani. Perjanjian Renville banyak merugikan

pihak Indonesia. Nampak Perdana Menteri Amir Syarifudin menandatangani

Perjanjian Renville yang disaksikan oleh Haji Agus Salim, Dr. J. Letimena, Mr. Ali

Sastroamijoyo dan anggota delegasi lainnya.

19. Suasana Hijrah tiba di Yogyakarta, Februari 1948.

Salah satu keputusan Perjanjian Renville adalah menarik pasukan dari

kantong-kantong kekuasaan Belanda. Walaupun terjadi protes dari angkatan perang

yaitu pengunduran diri Letjend Oerip Soemahardjo, namun pemerintah tetap

melaksanakan keputusan itu. Pasukan yang paling banyak meninggalkan

wilayahnya adalah Divisi Siliwangi. Mereka diharuskan mengosongkan Jawa Barat.

Ditaksir berjumlah 35.000 orang, Panglima Besar Jenderal Soedirman menyebut

Page 34: Jogja kembali

mereka sebagai pasukan hijrah, Rombongan pertama masuk di Stasiun Tugu pada

bulan Februari 1948.

20. Bantuan obat-obatan dari Mesir, 5 Maret 1948

Perjuangan Indonesia mendapat simpati dari dunia internasional terutama

negara timur tengah yang dipelopori Nehru. India pun mengirim obat-obatan untuk

Palang Merah Indonesia, begitu pula Mesir mengirimkan Bantuan obat-obatan yang

dibongkar dari pesawat Dakota di Lapangan Terbang Maguwo.

21. Pemberantasan buta huruf di Yogyakarta, April 1948

Salah satu pesan UUD 1945 adalah “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa”.

Sekalipun masih perang, presiden Soekarno tetap bertekad melaksanakan pesan

tersebut. Bulan April 1948 di Alun-laun Utara Yogyakarta Presiden Soekarno

membuka Uapacara Pembukaan Pemberantasan buta huruf.

22. Penumpasan Pemberontakan PKI Madiun, 18-30 September 1948

Sewaktu masih menghadapi kemungkinan Agresi Militer Belanda tanggal 18

September 1948 PKI Madiun mengadakan pemberontakan dengan mendirikan

Republik Sovyet Indonesia. Rakyat disuruh memilih Soekarno-Hatta atau Muso-

Amir Syarifuddin dengan PKInya. Angkatan Perang segera menumpas

pemberontakan tersebut. Dalam penumpasan itu Muso terbunuh dan Amir

Syarifuddin tertangkap di Desa Klamu, Purwodadi dan selanjutnya di bawa ke

Yogyakarta.

23. Panglima Besar Jenderal Soedirman menyusun surat perintah kilat, 19

Desember 1948.

Tanggal 19 Desember Belanda memulai Agresi Militer Kedua. Pagi itu

Pasukan Para Belanda Korp. Spesial Troepen (KST) diterjunkan di Maguwo.

Setelah mendapat laporan Panglima Besar Jenderal Soedirman yang dalam keadaan

sakit membuat surat perintah kilat yang isinya memerintahkan Angkatan Perang

agar melaksanakan rencana yang sudah di tetapkan. Surat ini disampaikan ke RRI

melalui telepon oleh seseorang staf Panglima Besar dan kemudian dipancar luaskan

ke seluruh pelosok tanah air.

24. Perlawanan TNI dan Polisi di Desa Jati, 19 Desember 1948

Sewaktu Agresi Militer Belanda Kedua, pasukan di Yogyakarta jumlahnya

sedikit, karena diperkirakan Belanda melancarkan serangan melalui poros

Gombong, Purworejo. Kekuatan yang sedikit ini dimanfaatkan Brigade 10 untuk

melakukan penghadangan. Salah satu usahanya adalah di Desa Jati, Yogyakarta

dengan harapan rencana pengungsian dan pembumihangusan dapat dilaksanakan.

25. Serangan Balas Terhadap Kedudukan Tentara Belanda di Kota Yogyakarta,

29 Desember 1948

Sekalipun Belanda berhasil menduduki Kota Yogyakarta, tetapi gagal

menghanucrkan TNI. Sesuai perintah siasat kesatuan TNI bergerak ke luar kota.

Dari luar kota melakukan serangan ke dalam kota. Serangan pertama tanggal 29

Desember 1948 sasarannya adalah Gedung MBT, Hotel Tugu, Benteng Vredeburg,

Gedung Agung, Kantor Post dll. Serangan serupa dilancarkan 4 kali 29/30

Desember 1948, 9 Januari 1949, 16 Januari 1949, dan 4 Februari 1949 adalah

Page 35: Jogja kembali

serangan yang dilakukan pada malam hari dan mencapai puncaknya dalam serangan

siang hari pada tanggal 1 Maret 1949 yang dikenal serangan 6 jam di Yogya.

26. Markas Besar Komando Jawa di Desa Boro, Kabupaten Kulon Progo, Januari

1949

Tanggal 19 Desember 1948 Panglima Tentara da Teritorium Jawa (PTTD)

dan beberapa anggota inti staf melakukan perjalan ke Jawa Timur. Setelah

mendengar serangan Belanda mereka segera kembali, karena Yogya dikuasai

Belanda PTTD dan rombongan menuju Desa Kepurun yang dijadikan markas

sementara. Di Desa inilah instruksi kerja pemerintah militer seluruh Jawa yang

merupakan pegangan bagi pelaksanaan keamanan MBKD. Pada bulan Januari 1949

karena alasan Pertahanan kemanan MBKD pindah ke Desa Boro.

27. Pengahncuran Jembatan Kalipentung, Februari 1949

Untuk menghadapi Agresi Militer Belanda, TNI melancarkan gerilya bersama

rakyat. Taktik gerilya termasuk usaha membumihanguskan obyek vital agar tidak

dapat dimanfaatkan oleh Belanda, salah satunya adalah penghancuran Jembatan

Kalipentung Patuk Gunung Kidul yang dilakukan TNI bersama rakyat pada bulan

Februari 1949.

28. Serangan Umum 1 Maret 1949 di Kota Baru

Serangan balas TNI malam hari kurang berhasil. Atas perintah Sri Sultan

Hamengku Buwono selaku Menteri Koordinator Keamanan dan mendapat

persetujuan Panglima Besar Jenderal Soedirman, serangan besar-besaran dilakukan

pada siang hari guna mendukung diplomat Bapak Palar di PBB yang membicarakan

masalah Indonesia, bahwa TNI masih mempunyai kekuatan. Tepat pukul 06.00

Komandan WK III mengadakan serangan ke dalam Kota Yogya. Sampai tengah

hari kota Yogyakarta berhasil dikuasai. Sesuai dengan perintah pasukan kembali ke

basis masing-masing.

29. Serangan Umum 1 Maret 1949 di depan Hotel Merdeka (sekarang Hotel

Garuda)

Malam hari satuan dari SWK 103 dan 103 A sudah berada di daerah tugu dan

hotel merdeka. Sasaran utama ialah memperlihatkan kepada anggota UNCI (United

Nations Commissions for Indonesia) yang sedang menginap di Hotel Merdeka,

bahwa TNI masih sanggup melaksanakan serangan besar-besaran. Tepat pukul

06.00 TNI melakukan serangan dan siang hari mereka kembali ke pos masing-

masing.

30. Serangan Umum 1 Maret 1949 di Sekitar Instalasi Listrik dan Jembatan

Wirobrajan Yogyakarta.

Untuk mengimbangi dan mendukung serangan sektor lain SWK 103 di bawah

pimpinan Letnan Kolonel Soehoed bersama pasukan sektor III dan sektor IV SWK

101 menyerang dan menduduki pos penjagaan di Jembatan Wirobrajan dan pasukan

Belanda mundur ke Benteng Vredeburg.

31. Peranan rakyat dalam perang gerilya, 1 Maret 1949

Selama perang kemerdekaan TNI dan rakyat telah menjalin hubungan yang

sangat erat. Banyak bantaun yang telah diberikan, peranan rakyat antara lain

Page 36: Jogja kembali

Segoroyoso, Mboro, Kulon Progo, Rejodani Sleman, Nglanggran Gunung Kidul,

Jeron Beteng, Kodya Yogya dalam membantu gerilyawan. Mereka rela memberikan

makanan dan bertindak sebagai kurir atau penyampai informasi dan tidak

ketinggalan remaja putri pun ikut dalam Palang Merah Indonesia.

32. Jenderal Mayor Meiyer Mengancam Sri Sultan Hamengku Buwono IX, 3

Maret 1949

Peranan Sri Sultan Hamengku Buwono IX cukup besar dalam membantu

perjuangan. Pihak Belanda selalu membujuk agar dapat bekerja sama. Tetapi Sultan

selalu menolak. 3 Maret 1949 Jenderal Meiyer beserta rombongannya datang ke

Keraton Yogyakarta, Meiyer mengancam Sultan agar menghentikan bantuannya

terhadap TNI/Gerilyawan, Sultan menerima Meiyer dengan sikap dingin dan

menolak semua tuduhan.

33. Penghadangan Konvoi Tentara Belanda di Desa Serut, Prambanan, 15 Maret

1949

Belanda berhasil menduduki Kota Yogyakarta akan tetapi mereka sering

mengalami serangan TNI/Gerilyawan sewaktu mengadakan konvoi di jalan raya.

Salah satunya adalah tanggal 15 Maret 1949 konvoi Belanda yang lewat di Desa

Serut Kelurahan Ngadirejo, Kecamatan Prambanan dihadang oleh satuan Tentara

Pelajar, Batalyon 151, Peleton Zahid Husein dan Rakyat. Akibat serangan ini

sebuah Bren carier Belanda meledak terlempar 7 m dan menggilas trek bom.

34. Penarikan mundur Tentara Belanda dari Kota Yogyakarta, 29 Juni 1949

Serangan Umum 1 Maret membuka perundingan yang disebut Roem Roijen

Statement. Salah satu isinya adalah Yogyakarta dikembalikan ke RI dan pasukan

Belanda di tarik mundur dari Yogyakarta. Penarikan pertama 24 Juni 1949 di

Wonosari. Penarikan ini disaksikan oleh wakil-wakil UNCI. Nampak situasi

penarikan pasukan Belanda di sekitar Tugu Pal Putih tanggal 29 Juni 1949.

35. TNI dan Gerilyawan Masuk Kota Yogyakarta, 29 Juni 1949

Pagi hari tanggal 29 Juni 1949 kesatuan TNI/Gerilyawan sudah dipersiapkan

memasuki Kota Yogyakarta. Pasukan Mayor Sarjono masuk dari Selatan, SWK 104

dari Utara menuju tempat yang sudah ditentukan, nampak pasukan TNI/Gerilyawan

masuk di kampung Pengok, Gondokusuman, Yogyakarta di jemput Sri Sultan Paku

Alam VIII, tampak Bapak Djatikusuma, Bapak Soesilo Soedarman, Bapak Wiyogo

dl.

36. Polisi dan Polisi Tentara Masuk Kota Yogyakarta, 29 Juni 1949

Kesatuan Polisi dan Polisi Tentara masuk kota dari daerah Godean langsung

menempati asrama Pathuk. Pimpinan Kesatuan Polisi antara lain Djen. Mohammad,

Suryopranoto, Subagyo dan Subroto. Sedangkan Polisi Tentara dipimpin oleh

Norman Sasono dan Mus Subagyo.

37. Pimpinan Negara Kembali Ke Ibukota Yogyakarta, 6 Juli 1949

Salah satu isi Roem Roijen Statement adalah dikembalikannya pimpinan

Pemerintah RI ke Yogyakarta. Semingu setelah penarikan Pasukan Belanda, 6 Juli

1949 Presiden Soekarno, Mohammad Hatta dan beberapa pejabat tinggi lainnya tiba

di Yogyakarta. Setelah itu tiba Pimpinan Pemerintah Darurat RI Syafruddin

Page 37: Jogja kembali

Prawiranegara dan Panglima Tentara Teritorium Sumatera Kolonel Hidayat pada

tanggal 10 Juli 1949.

38. Panglima Besar Jenderal Soedirman tiba di Yogyakarta, 10 Juli 1949

Sekalipun pimpinan pemerintah sudah kembali ke Yogyakarta, Panglima

Besar Jenderal Soedirman menolak masuk ke kota Yogyakarta dengan alasan

angkatan perang sedang terlibat pertempuran melawan Belanda. Sikap Panglima

Besar Jenderal Soedirman melunak setelah surat dari Kolonel Gatot Soebroto dan

pendekatan-pendekatan Letnan Kolonel Soeharto, akhirnya 10 Juli 1949 Panglima

Besar Bersedia meninggalkan daerah gerilya dan menuju Yogyakarta. Suasana haru

pertemuan antara Panglima Besar Jenderal Soedirman dengan Presiden Soekarno di

Gedung Agung.

39. Konfrensi Inter Indonesia di Yogyakarta, 19 Juli 1949

Sebelum Konfrensi Meja Bundar diadakan di Den Haag Belanda, Pemerintah

RI dan BFO terlebih dahulu mengadakan konfrensi inter Indonesia dengan tujuan

menyatukan pendapat dalam menghadapi Belanda. Konfrensi ini diadakan dua kali

pertama di Yogyakarta dan kedua di Jakarta. Dalam konfrensi ini disepakati antara

lain pembentukan Angkatan Perang RI Serikat dengan Tentara Nasional Indonesia

sebagai intinya.

40. Presiden Soekarno Kembali ke Jakarta, 28 Desember 1949

Kota Yogyakarta menjadi Ibukota Perjuangan sejak 4 Januari 1946, dengan

terbentuknya Republik Indonesia Serikat pada bulan Desember 1949 dan

ditetapkannya Jakarta sebagai Ibukota, maka tangal 28 Desember 1949 Presiden

Soekarno meninggalkan kota Yogyakarta pindah ke Jakarta. Presiden Soekanro siap

meninggalkan lapangan terbang Maguwo berangkat ke Jakarta untuk memangku

jabatan Presiden RIS dengan meninggalkan kata-kata mutiara Yogyakarta menjadi

termasyur oleh karena djiwa kemerdekaannya, hiduplah terus jiwa Kemerdekaan

itu”. Dengan demikian berakhirlah peranan Yogyakarta sebagai Ibukota Republik

Indonesia.

B. Diorama

Diorama Monumen Yogyakarta Kembali dibuat di ruang lantai II dengan ukuran

besar (Life size) sebanyak 10 diorama. Episode perjuangan fisik dan diplomasi yang

digambarkan dalam diorama dipilih dari kurun waktu sejak 19 Desember 1948 oleh

karena jiwa Kemerdekaan itu sebagai (tonggak sejarah penyerbuan Tenatara Belanda ke

Ibukota Republik Indonesia Yogyakarta), hingga 17 Agustus 1949 sebagai peringatan

hari ulang tahun Republik Indonesia yang ke empat tahun 1949 yang sekaligus pesta

kemenangan Bangsa Indonesia dalam mengusir kolonialisme Belanda dari Bumi

Indonesia. Sesuai dengan jalannya arus pengunjung, diorama dapat dicermati dengan

menyebelah kanankan bangunan secara pradaksina.

1. Penyerbuan Tentara Belanda Terhadap Lapangan Terbang Maguwo, 19

Desember 1948

Page 38: Jogja kembali

Perjanjian Renville ternyata gagal menyelesaikan sengketa Indonesia –

Belanda. 19 Desemper 1948 Belanda melancarkan Agresi Militer Kedua dengan

menyerang Lapangan Udara Maguwo. Perlawanan yang dilakukan oleh Kadet

Udara Kasmiran, Sersan Mayor Tanumiharjo dan Kopral Tohir, yang bertugas piket

gagal dan mereka gugur sebagai pahlawan. Tepat pukul 10.00 Maguwo berhasil

dikuasai oleh Belanda.

2. Panglima Besar Jenderal Soedirman melapor kepada Presiden Soekarno

untuk memimpin perang gerilya, 19 Desember 1948

Hari Minggu pukul 09.00, 19 Desember 1948 walaupun masih dalam keadaan

sakit Panglima Besar Jenderal Soedirman melapor kepada Presiden Soekarno

bertekad untuk memimpin gerilya dari luar kota.

3. Presiden, Wakil Pressiden dan Para Pemimpin lainnya diasingkan ke

Sumatera, 22 Desember 1948

Dalam sidang darurat Kabinet RI, 19 Desember 1948 diputuskan bahwa

pimpinan Pemerintahan akan tetap tinggal di dalam kota. Pada hari itu juga mereka

ditawan oleh Belanda. 22 Desember 1948 mereka diasingkan ke Bangka.

diantaranya Bung Hatta, Suryadarma, H. Agus Salim dan tokoh-tokoh lainnya ke

Brastagi Sumatarea Uatara, Bung Karno dan Syahrir.

4. Perlawanan rakyat bersama TNI terhadap Belanda, 23 Desember 1948

Sesuai perintah siasat nomo 1 dalam menghadapi Agresi Militer Belanda

Kedua, TNI melakukan kerjasama dengan rakyat. Termasuk diantaranya

perlawanan rakyat semesta, sebelum bantul dikuasai Belanda, mereka sudah

menghacurkan Pabrik gula dan perumahan pegawai agar tidak dimanfaatkan oleh

pihak Belanda, tanggal 23 Desember 1948

5. Konsolidasi dan Pembentukan Sektor Pertahanan di Ngotho, 23 dan 26

Desember 1948

Sore ahri 19 Desember 1948 Komandan Brigade X Letnan Kolonel Soeharto

memindahkan markas ke Ngotho, dan berputar untuk mengadakan konsolidasi,

sekembalinya tanggal 26 Desember 1948 ia memberikan breifing di Ngotho kepada

Mayor Reksosiswo, Letnan Sudobyo dan Letnan Sugiyono. Dalam pertemuan ini

disusun rencana untuk menyerang balas. Serangan dilakukan tanggal 29 Desember

1948.

6. Serangan Umum 1 Maret 1949

Untuk memperkuat posisi kedudukan Indonesia dalam perdebatan di PBB,

sesuai perintah Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan persetujuan Panglima Besar

Jenderal Soedirman diadakan serangan siang hari dan di serahkan sepenuhnya

kepada Letnan Kolonel Soeharto selaku komandan Wehrkreis III. Serangan ini

dilaksanakan tepat pukul 06.00 pada waktu sirine berakhirnya jam malam

dibunyikan diakhiri pukul 12.00. pertempuran terjadi di seluruh kota, dalam

pertempuran di Jalan Pangurakan (Jalan Trikora) dekan Alun-alun Utara, Pasukan

TNI dan Gerilyawan yang dipimpim oleh Mayor Sardjono berhasil membungkam

kedudukan Belanda di Vredeburg Kantor Pos dan Gedung Agung.

7. Penandatanganan Roem Roijen Statement, 29 Juni 1949

Page 39: Jogja kembali

Serangan TNI yang meningkat dan puncaknya dalam Serangan Umum 1

Maret 1949, memaksa Belanda untuk membuka perundingan dengan Indonesia.

Perundingan diadakan di Hotel Des Indes, Jakarta di bawah pengawasan UNCI.

Pada tanggal 7 Mei 1949 ditandatangani perjanjian yang disebut Roem Roijen, yang

isinya Belanda akan mengembalikan pimpinan Pemerintah RI ke Yogyakarta dan

bersedia mengadakan Konfrensi Meja Bundar untuk mengakui Kedaulatan Republik

Indonesia.

8. Penarikan Tentara Belanda dari Yogyakarta, 29 Juni 1949

Dalam rangka mengembalikan Pemerintah Republik Indonesia ke

Yogyakarta, Pasukan Belanda di tarik mundur tanggal 24 Juni 1949 dari Wonosari,

Gunung Kidul. Penarikan dari Kota Yogyakarta berlangsung tanggal 29 Juni 1949

dibawah pengawasan UNCI, di depan hotel Merdeka, Jalan Malioboro Sri Sultan

Hamengku Buwono IX dan Letnan Kolonel Soeharto beberapa kali membicarakan

dengan wakil-wakil UNCI untuk membahas masalah-masalah tehnis

pelaksanaannya.

9. Panglima Besar Jenderal Soedirman Tiba Kembali di Yogyakarta, 10 Juli 1949

Pada mulanya Panglima Besar Jenderal Soedirman tidak menyetujui

perjanjian Roem Roijen Statement sebab persetujuan itu diadakan pada saat TNI

sudah mampu untuk mengalahkan Belanda secara militer. Hal itulah yang

menyebabkan Panglima Besar Jenderal Soedirman menolak kembali ke Yogyakarta.

Oleh karenanya Kolonel Gatot Soebroto mengirim surat melalui Komandan

Wehrkreis III Letnan Kolonel Soeharto, sikap Panglima Besar Jenderal Soedirman

pun jadi lunak. 10 Juli 1949 beliau tiba di Yogyakarta dan diterima di ruang tamu

Kepresidenan oleh Soekarno, dan Bung Hatta

10. Peringatan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia di Yogyakarta, 17 Agustus

1949

Secara resmi permusuhan Republik Indonesia-Belanda telah berakhir, sejak

diumumkan penghentian tembak menembak, 15 Agustus 1945. Antara Pemerintah

RI dengan BFO (Bijeenkomst Voor Federal Overleg) sudah dicoba kesepakatan

untuk menghadapi Belanda pada Konfrensi Meja Bundar. Dalam suasana ini

diperingati HUT RI ke empat yang dipusatkan di Halam Istana Kepresidenan

Gedung Agung, yang dihadiri, Presiden, para menteri dan tokoh perang antara lain,

Panglima Besar Jenderal Soedirman, Kolonel A.H. Nasution, Kolonel T.B

Simatupang dan Letnan Kolonel Soeharto dan Pimpinan Masyarakat, Organisasi

Partai Politik.

Page 40: Jogja kembali

BAB VI

GARBHA GRAHA

Setelah mencermati lanti II, pengujung sampai di lantai III, puncak dari bangunan

induk yang disebut dengan Garbha Graha, atau Ruang Hening. Dengan luas 1.21 M2 bentuk

kerucut terpancung dengan dua lapik (kulit) dengan kemiringan 45 derajat. Garis tengah

ruangan 28.50 meter. Bagian puncak yang tingginya 14 meter dari lantai terdpat lubang

cahaya dengan garis tengah 1,40 m. sehingga membentuk mirip kerucut terpancung. Lampu

penerangan dari alam dan lampu listrik hanya berfungsi sebagai pencahayaan pendukung,

yang memberikan suasana hening atau syahdu. Disamping itu ruang Garbha Graha

dilengkapi denga sarana antara lain :

1. Unit Bendera Pusaka

Tepat ditengah ruangan dipasang Tiang Bendera dilapisi kayu cendana setinggi 5

meter. Tiang bendera berdiri di atas alas berupa lingkaran terbuat dari batu bintang,

sehingga memantulkan sinar alam dengan berbagai warna alam. Duplikat Bendera

Pusaka yang diserahkan oleh Bapak Presiden Soeharto kepada Ketua Panitia Bapak

Soegiarto, berkibar dengan megah di tiang bendera Ruang Garbha Graha. Secara

simbolik kita menghadap kepada genarasi penerus dalam mengisi Kemerdekaan hasil

perjuangan dari pendahulu kita dengan cucuran keringat, air mata, darah, bahkan

mempertaruhkan jiwa raga tulus ikhlas dipersembahkan demi Nusa, Bangsa dan

Republik Indonesia tercinta.

2. Unit Relief Simbolik

Pada dinding kulit kerucut terdapat relief memegang granggang yang

melambangkan perjuangan fisik (bersenjata) dari tangan memegang pulpen

melambangkan perjuangan diplomatik, lukisan perjuangan yang secara simbolik

mengandung arti bahwa keberhasilan untuk merebut dan mempertahankan

Kemerdekaan Republik Indonesia, melalui semangat persatuan dan kesatuan

perjuangan fisik yang didukung Perjuangan Diplomatik.

Diantara bagian dalam bas relief dinding ini diterangi lampu temaram sehingga

nampak lebih artistik dan enak dipandang.

Page 41: Jogja kembali

3. Unit Kata Mutiara (Pesan Pelaku Pejuang)

Ruang Garbha Graha juga dilengkapi dengan pesan wakil para pelaku kepada

generasi penerus dalam mengukir Sejarah Perjuangan bangsa Indonesia dan mengisi

Kemerdekaan. Pesan pelaku ini diwakili oleh Bapak Jenderal Purnawirawan Soeharto.

Pesan tersebut dipahatkan pada rana bagian Garbha Graha yang dilengkapi dengan

marmer hitam, tinggi 2 meter dan panjang 8 meter. Ditulis sesuai tulisan tangan beliau

dengan tinta emas sebagi berikut :

Rakyat dan Abri selalu manunggal,

Perjuangan dan Cita-ciat pantang gagal,

Negara Pancasila tetap jaya dan kekal,

Berkat Ridho Tuhan Yang Maha Tunggal.