28
C. KEBANGKITAN DUNIA BARU ISLAM Benih pembaharuan dalam dunia Islam sesungguhnya telah muncul di sekitar abad XIII Masehi, suatu masa yang pada saat itu dunia Islam tengah mengalami kemunduran dalam berbagai bidang dengan sangat drastisnya. Di tengah-tengah kemelut yang melanda Bagdad disebabkan karena invasi yang dilakukan oleh tentara Mongol dibawah komando Holagu han, pada saat itu lahirlah di kota Harran !"iria! seorang bayi yang diberi nama #a$iyuddin %bul %bbas bin %bdul Halim bin %bdus-"alam bin #aimiyyah al-Harran al-Hambaly, yang kelak namanya lebih dikenal dengan singkatan #a$iyuddin ibnu #aimiyah &'()*-'*(+ . elak setelah Ibnu #imiyah ini berkembang men adi seorang yang alim yang sangat peduli terhadap nasib umat Islam, tokoh ini didukung sepenuhnya oleh murid beliau yang bernama Muhammad bin %bu Bakar bin %yyub bin "aad bin Harits a -/uhri ad-imasy$i %bu %bdillah "amsudin atau lebih terkenal dengan sebutan Ibnu 0ayyim al- 1au iyah&)2'-34' H . edua tokoh ini dikenal sebagai tokoh yang pertama kali berusaha memurnikan a aran Islam &#a di5du 6l Isla5mi dari berbagai keyakinan, sikap dan perbuatan yang akan merusak sendi-sendi Islam, dan merupa- kan barang yang sangat asing dalam kamus Islam. edua tokoh ini ingin mengembalikan pemahaman keagamaan umat Islam kepada pemahaman dan pengamalan 7asulullah saw dan generasi "ala8, yang meliputi generasi para "ahabat, #abi9un dan #abi9ut #abi9in. arena kedua ulama ini ber- tekad akan mengikuti cara-cara pemahanan ulama "ala8, maka gerakan yang mereka pimpinan disebut :erakan "ala6yah %dapun ciri-ciri khas aliran as-"ala8 yang dikembangkan kedua tokoh di atas, yang kemudian uga akan men adi ciri khas dari seluruh :erakan ;embaharuan dalam Islam &:erakan 7e8ormasi9 Islam di seluruh dunia Islam adalah5 a. Memberi ruang dan peluang i tihad di dalam berbagai ka ian keagamaan. b. #idak terikatsecara mutlak dengan pendapat ulama-ulama ter- dahulu. c. Memerangi orang-orang yang menyimpang dari a$idah kaum "ala8, seperti kemusyrikan, khura8at, bid9ah, ta$lid, dan tawasul. 1uga ter- hadap orang-orang yang mengaku sebagai orang "u6 dan <ilosu8 yang terang-terangan sudah menyalahi dan menyimpang dari prinsip-prinsip a$idah Islamiyah. d. embali kepada al-0ur9an dan as-"unnah sebagai sumber utama a aran Islam.

Jofan Muhammadiyah

  • Upload
    hka

  • View
    271

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

C. KEBANGKITAN DUNIA BARU ISLAMBenih pembaharuan dalam dunia Islam sesungguhnya telah muncul di sekitar abad XIII Masehi, suatu masa yang pada saat itu dunia Islam tengah mengalami kemunduran dalam berbagai bidang dengan sangat drastisnya. Di tengah-tengah kemelut yang melanda Bagdad disebabkan karena invasi yang dilakukan oleh tentara Mongol dibawah komando Holagu Khan, pada saat itu lahirlah di kota Harran Siria seorang bayi yang diberi nama Taqiyuddin Abul Abbas bin Abdul Halim bin Abdus-Salam bin Taimiyyah al-Harran al-Hambaly, yang kelak namanya lebih dikenal dengan singkatan Taqiyuddin ibnu Taimiyah (1263-1328). Kelak setelah Ibnu Timiyah ini berkembang menjadi seorang yang alim yang sangat peduli terhadap nasib umat Islam, tokoh ini didukung sepenuhnya oleh murid beliau yang bernama Muhammad bin Abu Bakar bin Ayyub bin Saad bin Harits az-Zuhri ad-imasyqi Abu Abdillah Samsudin atau lebih terkenal dengan sebutan Ibnu Qayyim al-Jauziyah(691-751 H).Kedua tokoh ini dikenal sebagai tokoh yang pertama kali berusaha memurnikan ajaran Islam (Tajdi:du fil Isla:mi) dari berbagai keyakinan, sikap dan perbuatan yang akan merusak sendi-sendi Islam, dan merupa- kan barang yang sangat asing dalam kamus Islam. Kedua tokoh ini ingin mengembalikan pemahaman keagamaan umat Islam kepada pemahaman dan pengamalan Rasulullah saw dan generasi Salaf, yang meliputi generasi para Sahabat, Tabi'un dan Tabi'ut Tabi'in. Karena kedua ulama ini ber- tekad akan mengikuti cara-cara pemahanan ulama Salaf, maka gerakan yang mereka pimpinan disebut Gerakan SalafiyahAdapun ciri-ciri khas aliran as-Salaf yang dikembangkan kedua tokoh di atas, yang kemudian juga akan menjadi ciri khas dari seluruh Gerakan Pembaharuan dalam Islam (Gerakan Reformasi' Islam) di seluruh dunia Islam adalah:a. Memberi ruang dan peluang ijtihad di dalam berbagai kajian keagamaan.b. Tidak terikat secara mutlak dengan pendapat ulama-ulama ter- dahulu.c. Memerangi orang-orang yang menyimpang dari aqidah kaum Salaf, seperti kemusyrikan, khurafat, bid'ah, taqlid, dan tawasul. Juga ter- hadap orang-orang yang mengaku sebagai orang Sufi dan Filosuf yang terang-terangan sudah menyalahi dan menyimpang dari prinsip-prinsip aqidah Islamiyah.d. Kembali kepada al-Qur'an dan as-Sunnah sebagai sumber utama ajaran Islam.D. TAQIYUDDIN IBNU TAIMIYAH 1. Kelahiran dan Pendidikannya Ibnu Taimiyah yang nama lengkapnya Taqiyuddin Abdul Abbas bin Abdul Halim bin Abdus Salam bin Taimiyah al-Harrani al-Hanbaly atau sering disingkat dengan Taqiyuddin ibnu Taimiyah lahir pada tanggal 10 Rabiul Awal 661 Hijriyah, bertepatan dengan tanggal 22 Januari 1263 Miladiyah di kota Al-Harran, Siria. Ia lahir kurang lebih lima tahun kemudian setelah tentara Barbar dan Mongolia, yang oleh Lothrop Stoddard bangsa ini digambarkan sebagai bangsa biadab yang meng- getarkan, yang pernah dia'iarni dunia. Di bawah pimpinan Jenderal

Hulako Khan bangsa Mongol menaklukkan kota Bagdad, lbukota pusat kekuasaan dinasti Abbasiyah (Leopold Weiss: 22).Ibnu Taimiyah pertama kali belajar llmu agama kepada ayahnya sendiri Syihabuddin yang terkenal alim dalam llmu Hadis dan khaub terkenal di Masjid Damaskus, Siria. Kemudian dilanjutkan belajar kepada beberapa ulama terkenal seperti Zainuddin al-Muqaddasvi, Najamuddin Ibnus Syakir, Zainab bind Makky dan ulama lain di Kota Damaskus, yang dapat dikatakan hampir semuanva termasuk ulama mazhab Hanbali. Justru karena itu dapat difahami kalau pemahaman agama yang diserap oleh Ibnu Taimiyah pada awalnva diwarnai oleh doktnn mazhab Hanbali, yaitu suatu aliran dalam bidang svari'ah vang terkenal karena besarnya menaruh hadis setelah Al-Qur'an dalam menentukan hukum svara' * ;Dalam usianya yang reladf masih sangat belia sekitar umur 21 tahun Ibnu Taimiyah telah tumbuh dan berkembang sebagai seorang yang alim, cerdas, mempunvai wawasan dan pengertian yang mcndalam tcntang agama Islam. Ibnu Taimivah seorang cendekiawan muslim vang mampu menangkap getaran-getaran penvakit vang diidap oleh umat Islam pada umumnya sekaligus dengan penderitaan hidupnya. Bcrbagai gejala penyimpangan hidup yang dikerjakan oleh kebanyakan umat di dunia Islam sudah sangat menyolok. Ketauhidan vang menjadi inn ajaran Islam dan vang ditekan-tekankan oleh Rasulullah telah terselubungi oleh bcrbagai macam khurafat (tahavul), svirik dan faham kesufian vang telah jauh menyimpang dari prinsip ajaran Islam. Kaum mushmin mulai sibuk menghias din dengan berbagai macam azimat, penangkal penvakit. Mereka sangat menggemari ziarah ke kubur-kubur orang 'keramat' bukan dengan makud unruk mgat mad (H d^ikn al-maut) sebaimana yjyig dituntunkan oleh Rasulullah, melainkan untuk meminta barakah dan syafaat. Mereka puja sebaian orang-orang vang sudah mati sebagai manusia suci dan diyakini dapat menjadi perantara (was hi Lib) antara dirinya dengan Allah keuka mereka sedang berdoa. Sementara itu pula kaum mushmin sudah acuh tak acuh dan ddak menaruh kepedukan sama sekali tentang nasibnya di dunia ini. Gejala semacam itu mt- nampilkan wajah Islam vang udak sedap dan menawan. Padahal di dalam Al-Qur'an surat All Imran 139 Allah menvatakan: "Janganlab kalian bersikap iemah dan janganlah (pn/a) kalian bersedib had, padahal kalian orang- orano beriman".

Ibnu Taimiyah digambarkan sebagai pemikir yang paling cemerlang dan konsisten, ahli dalam bidang ilmu hadis, ilmu bahasa, ilmu tafsir, ilmu kalam serta ahli juga dalam bidang filsafat. Dan terlebih lagi dalam bidang hukum Islam ia menempati kedudukan paling puncak yang oleh karena itu ia telah menyandang gelar IMAM MUJTAHID MUTLAK, atau oleh Profesor H.A.R Gibb disebutnya sebagai .. asprofesor of Hanbali Law " (Taqiyuddin Ibnu Taimiyah, 1967:9).Kecemerlangan pikiran Ibnu Taimiyah tercermin dalam beberapa rams karya tulisnya, termasuk beberapa hal yang sangat menonjol seperti kitab "Minhajus Sunnahan-Nabawiyahfi naqdilkalam asy-Syi'ah wal Qadanyah (Jalan Sunnah Nabi dalam menyangkal keyakinan kaum Syi'ah dan Qadariyah). Di dalam kitab ini Ibnu Taimiyah menjelaskan tentang ide-ide politik negara. Kitab keduayang berjudul "as-Siasabas-Syari'ah (SistemPolitik Syari'ah) merupakan karya yang sangat ekslusif mengenai pemikiran politik yang lebih rinci yang di dalamnya memuat juga fungsi- fungsi dari organisasi negara.Sedangkan karyanya yang ketiga adalah kitab 'al-Hisbahfil Islam' yang di dalamnya menguraikan penggunaan prinsip menyerukan kebajikan mencegah kejahatan, terutama sekali dalam hubungannya dengan administrasi negara. Karya-karyanya yang lain di antaranya 'al- Fataiva'at-Tawashnlwal Washilab\ 'majmu'aturRasailRubra',al-Qiyasfi- Syari'ilIslamy', 'al-IqtidausShiratilMustaqim'danlain-lainnya.Sikap dan pendirian Ibnu Taimiyah yang sangat gigih berpnnsip pada ajaran tauhid yang bersih dan murni, jauh dari berbagai ragam syink, khurafat dan bid'ah dan disampaikan secara terus terang dan lugas kepada siapa pun juga seringkali fihak-fihak lain, terutama para penguasa merasa tersinggung.Sebagai akibat lebih jauh dengan menggunakan kekuasaannya, penguasa menangkap dan memenjarakan Ibnu Taimiyah. Penjara bagi Ibnu Taimiyah merupakan salah satu tempat yang paling sering dihuni. Sekalipun demikian bukan berarti dengan dipenjarakan tubuh Ibnu Taimiyah, ikut terpenjara juga rohaninya. Dengan semangat yang tetap berkobar-kobar, ia berdua dengan saudaranya selalu terlibat dalam diskusi dengan topik-topik yang sangat luas. Komentar dan fatwanya selalu dicatat oleh saudaranya, sementara gagasan-gagasan/ide-idenya ia tulis dengan teliti. Semangat berfatwa dan menulis dari Ibnu Taimiyah yang tidak kendor sekalipun sudah ada dalam penjara seperti ini membuat pemerintah mengambil sikap lain untuk memojokkannya.

Dengan serta-merta semua alat tulis-menulis yang selama ini disediakan untuk Ibnu Taimiyah disita dan untuk selanjutnya Ibnu Taimiyah dilarang menulis. Hal ini dirasakan olehnya sebagai siksaan yang tak terperikan pedihnya yang mengakibatkan Ibnu Taimiyah jatuh sakit yang sangat parah dan tak ada obat penyembuhnya. Dua puluh hari kemudian, ulama besar yang berjuang dengan lisan, dengan mata pena dan mata pedangnya yang ketiga-tiganya sangat tajam itu berpulang ke rahmatullah, me- ninggalkan dunia yang fana ini dalam penjara yang sangat sempit, ter- sungkur di atas sajadah shalatnya setelah beliau membaca sepotong ayat Al-Qur'an al-Qamar ayat 54: Innal muttaqiinafi jannaatin wa nahbarin (sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu di dalam taman-taman dan sungai-sungai) pada tanggal 20 Dzulqaidah 728 Hijriyah bertepatan dengan tanggal 26/27 September 1328 Miladiyah.

Profesor HAR Gibb dalam bukunya "The Shorter Encyclopedia of Islam" menggambarkan saat penguburan Ibnu Taimiyah, di mana sebanyak 300.000 pria dan 15.000 wanita telah turut menghantarkan jenazahnya ke taman peristirahatannya yang terakhir. Sedang Ibnu Wardy, seorang ulama yang terkemuka di Siria telah mengucapkan kata- kata perpisahannya di atas pusara di tengah-tengah lautan ta'ziyin dengan mengenangkan jasa-jasa beliau selaku pelopor yang dengan kesungguhan dan keberaniannya mengajak umat Islam untuk kembali kepada ajaran Al-Qur'an dan As Sunnah.

2. Pokok-pokok Ajaran Ibnu TaimiyahIbnu Taimiyah yang dikenal sebagai tokoh yang berhak menyandang gelar sebagai 'mujtahid' dalam berbagai tulisan atau pun dalam kuliah- kuliahnya dengan lantang menyeru dan mengajak umat Islam di seluruh dunia Islam untuk kembali berpegang teguh pada jaran Al-Qur'anul Karim dan as-Sunnah as-Syarif dengan murni dan penuh tanggung jawab dalam menata seluruh aspek kehidupannya, baik untuk orang seorang, berkeluarga, bermasyarakat maupun dalam kehidupan bernegara. Dan bersamaan dengan seruannya tersebut ia mengajak umat Islam untuk membuang jauh-jauh berbagai praktek yang asing dan aneh dalam ajaran Islam semacam perbuatan syirik atau menyekutukan Tuhan, bid'ah khurafat (tahayul), taqlid, tawashul dan sebangsanya. Kuliah-kuliahnya mencakup semua subyek di dalam pengetahuan Islam, namun semuanya mempunyai tema yang sama yaitu menghidupkan kembali semangatNabi beserta sahabat-sahabatnya sewaktu Islam masih murni dan belum dicemari oleh ide-ide yang asing dan bid'ah 11.Di antara tema-tema pokok yang dibahasnya secara serius terlihat secara jelas bahwa bidang aqidah ternyata merupakan bidang pem- bahasan yang paling menonjol dan dominan. Sebenarnya ajaran Ibnu Taimiyah yang paling pokok adalah dalam rangka mensucikan iktikad (aqidah keyakinan) umat Islam agar betul-betul seujung rambut pun tidak berubah dan tidak menyimpang dari ajaran al-Qur'an dan Sunnah Rasul. Dan karena itu pula berbagai ragam praktek amal ibadah maupun berupa pemikiran, filsafat dan cara mengurai dan mendudukkan sesuatu masalah yang tidak sesuai dengan sumbernya yang asli dari siapapun datangnva, ditentang oleh Ibnu Taimiyah (Taqiyuddin Ibnu Taimiyah, 12).Ibnu Taimiyah adalah tokoh Mujadid, reformer atau pembaharu dalam Islam yang pertama-tama di dunia Islam yang dengan penuh semangat menyatakan bahwa pintu ijtihad tetap terbuka. Pernyataan semacam ini berarti menghapus pemahaman di kalangan umat yang telah sekian lama mengendap bahwa pintu ijtihad sudah tertutup rapat. Umat Islam tidak perlu lagi berijtihad kata mereka melainkan mencukupkan saja seluruh pemecahan masalah yang menyangkut berbagai aspek kehidupan umat Islam sepanjang zaman pada pendapat para imam mazhab yaitu Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad bin Hanbal.Ijtihad dalam ajaran agama Islam memegang peranan yang sangat besar, karena hanya dengan prinsip inilah Islam akan selalu menjadi dinamis, hidup dan maju serta cidak akan pernah ketinggalan zaman. Dengan ijtihad Islam akan dapat menjawab berbagai tantangan dan problematika masyarakat yang secara terus-menerus muncul sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan zaman. Tegasnya hanya dengan ijtihad yang senantiasa terbuka Islam akan dapat menunjukkan eksistensi dirinya sebagai pembawa rahmat bagi seluruh alam. Dengan prinsip ijtihad inilah yang memungkinkan perkembangan dan kemajuan yang berkesinambungan di dalam syari'ah. Oleh karena itu pada awal sejarahnya, ketika Islam berkembang dengan sangat pesat di dunia dan menghadapi beribu-ribu persoalan, ahli-ahli hukum muslim yang harus menghadapi tantangan ini dan mengintegrasikan kehidupan politik. scsial, dan ekonomi pada masa itu menjadi kehidupan religius Islam dan telah berhasil secara cemerlang. Sesungguhnya prinsip ke-

dinamisan dan pertumbuhan inilah yang membuat syari'ah tetap hidup dan dapat diterapkan secara universal (Qamaruuddin Khan, Pemikiran Politiklbnu Taimiyah-. 174).Adapun dalil untuk melakukan ijtihad dalam menghadapi berbagai persoalan yang muncul di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat adalah hadis Nabi sebagai berikut: Ketika Rasulullah saw akan mengutus Mu'adz bin Jabal ke Yaman untuk bertindak sebagai hakim, beliau ber- tanya kepadanya: "Apakahyangakan kamu lakukan jika kepadamu diajukan suatu perkara yang diputuskan Mu'adz menjawab: "akuakan memutuskan berdasarketentuanyangtermaktubdi dalam Kitab Allah. Beliau bersabda: "Jika tidak ada di dalam Kitab Allah", ia menjawab "Dengan berdasarkan sunnah Rasul". Nabi bertanyalagi: "'Bagaimanakahkalauketentuan tersebut tidak terdapat juga di dalam Sunnah Rasul?". Mu'adz menjawab:11 Akuakan benjtihad dengan pikiranku, aku tidak akan membiarkan satu perkarapun tanpa putusan ". Lalu Mu'adz mengatakan, bahwa Rasulullah saw kemudian menepuk dadaku seraya mengatakan: "Segalapuji bagi Allah yang telah memberikan taufiq kepada utusanku untuk halyang melegakanku ". (HR at-Turmudzi).E. MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB1. Riwayat Hidup dan GerakannyaMuhammad bin Abdul Wahab (1703-1787) dilahirkan di Uyainah yaitu sebuah dusun di Najed, bagian Timur dari negeri Saudi Arabia. Ia dibesarkan dalam lingkungan kehidupan beragama yang ketat di bawah pengaruh mazhab Hanbali, yaitu suatu mazhab yang memperkenalkan dirinya sebagai aliran Salafiyah. Dari latar belakang kehidupan Muhammad bin Abdul Wahab seperti itu dapat dipahami bahwa ternyata ada garis kesamaan latar belakang antara tokoh ini dengan tokoh pendahulunya, Ibnu Taimiyah. Kedua-duanya ada di bawah bayang- bayang pengaruh mazhab Hanbali, sekalipun pada akhirnya kedua tokoh ini mampu melepaskan dirinya dari berbagai keterikatan formal dari mazhab tersebut.Mula-mula ia belajar agama di lingkungan keluarganya sendiri, kemudian dilanjutkan belajar kepada beberapa ulama di kota Madinah. Selanjutnya ia berkelana untuk menimba ilmu ke berbagai kota., dariBasrah, Baghdad, Kurdistan, Hamazan, Isfahan, Qumm dan Kairo. Setelah sekian puluh tahun berkelana ke berbagai kota, akhirnya pulang kembali ke daerah asalnya, dengan satu tekad yang bulat, yaitu meng- abdikan diri sepenuhnya untuk mengajarkan agama Islam sebagaimana yang difahaminya.Gerakan Muhammad bin Abdul Wahab dalam menyampaikan ajaran Islam dilakukan dengan cara yang lugas, keras dan tidak mengenal kompromi sama sekali, terlebih lagi kalau sudah menyangkut tauhid serta berbagai penyakit iman yang sangat berbahaya, seperti syirik, khurafat, bid'ah dan tawashul. Sikapnya yang seperti ini akhirnya banyak menimbulkan rasa tidak senang dari pihak-pihak tertentu, khususnya para penguasa setempat, hingga pada puncaknya ia dengan keluarganya diusir dari negerinya sendiri. Dengan serta-merta mereka terpaksa meninggalkan daerah kelahirannya dan pindah ke Dar'iyah sebuah wilayah tempat tinggal Muhammad bin Su'ud (pendiri wangsa Su'udiyah) yang beberapa waktu sebelumnya telah mengikuti faham dan ajaran-ajarannya, bahkan akhirnya menjadi sahabat karib sekaligus menjadi pelindungnya.Gerakan yang dipelopori oleh Muhammad bin Abdul Wahab ini oleh pendirinya sendiri dinamakan Gerakan Muwahidin yaitu suatu gerakan yang bertujuan untuk mensucikan dan meng-Esa-kan Allah dengan semurni-murninya yang mudah dan gampang dipahami dan diamalkan persis seperti Islam pada masa permulaan sejarahnya. "It was puritanical, vigorous, simple. It's massage was straightforward: return to classical Islam "demikian digambarkan oleh Wilfred Cantwell Smith. Sedang All Merat melukiskan tujuan Gerakan Muwahidin sebagai berikut "Which aimedat restonnglslamic morality andpiety to its originalpurity and deudopinga sort ofidealization ofthe primeval Moslem city, that ofthe Pious Forefathers (al- Salaf) (Smith,^/.Q,Islam in Modern Islam, 1961:49). Jelaslah bahwa dakwah yang dilakukan oleh Muhammad bin Abdul Wahab bertujuan hanya untuk mengembalikan Islam sebagai suatu addien yang murni, yang gampang dimengerti dan diamalkan seperti terbukti pada masa permulaan IslamAjaran tauhid yang digerakkan oleh Muhammad bin Abdul Wahab disampaikan secara ketat sekali, yang oleh karenanya terhadap berbagai macam keinusyrikan dan khurafat yang justu akan merusak kemurnian- nya tauhid diperanginya dengan keras pula. Di seputar kota Madinah dan Mekah ada beberapa tempat yang oleh sebagian umat Islamanggap sebagai tempat yang mubarakah, yang oleh karenanya pula dapat dijadikan tempat untuk memohon barakah. Tempat-tempat itu antara lain seperti makam Nabi Muhammad saw beserta Abu Bakar dan Umar bin Khatab di dalam masjid Nabawi (Madinah), kubur sahabat Hamzah dan para syuhada' lainnya di perbukitan Uhud, di maqam (tempat beranjak) Nabi Ibrahim as di dekat Ka'bah, Kain Kiswah penutup Ka'bah, sumur zamzam dan sebagainya. Untuk mencegah mereka yang mencoba mendekat-dekati tempat tersebut oleh Raja Ibnu Su'ud selaku pendukung setia gerakan Muwahidin ditempatkan beberapa asykar (tentara). Sikap seperti ini sudah barang tentu meng- undang sikap reaktif, terutama mereka yang meyakini bahwa tempat- tempat tersebut dapat dijadikan tempat untuk meminta berkah. Mereka menunjukkan sikap yang tidak senang, atau bahkan sikap benci dan marah. Dan untuk melampiaskan kebencian dan kemarahannya tersebut mereka menamakan Gerakan yang dipimpin Muhammad bin Abdul Wahab ini dengan nama 'Gerakan Wahabi', suatu nama ejekan atau olok- olokan yang dilontarkan oleh lawan-lawan fahamnya. Mereka mencoba menjatuhkan martabat dari Gerakan Muwahidin ini dengan meng- hubungkan nama pendirinya. Dan anehnya kini justru nama Wahabi lebih populer dan tetap terpatri dalam setiap pembahasan sejarah gerakan pembaharuan dunia Islam.Gerakan Wahabi ini disebut sebagai mata rantai yang kedua dalam jajaran gerakan pembaharuan dalam Islam. Ia disebut demikian karena ia memiliki bahkan mengaktualisasikan secara konkret ruh, jiwa dan semangat gerakan kebangkitan Islam yang ditokohi oleh Mujaddid, Mujtahid dan Mujahid besar yang muncul di abad 14, yaitu Taqiyuddin Ibnu Taimiyah. Bahkan sesungguhnya dapat pula dikatakan bahwa kalau ide besar dari Ibnu Taimiyah sendiri belum sepenuhnya dapat direalisasi- kan secara konkret pada zamannya, justru pada Gerakan Muhammad bin Abdul Wahab inilah ide-ide tersebut dapat diwujudkan di tengah- tengah kehidupan secara konkret. Mohammad Iabal sendiri menvatakan bahwa "Semangat dari ajaran Ibnu Taimiyah telah memperoleh mazhar (pernyataan) yang lebih nyata dalam sebuah gerakan berkekuatan hebat yang muncul di abad ke -18 di Padang Najed yang dilukiskan oleh Mc.Donald sebagai tempat yang paling bersih dalam dunia Islam yang seaang merosot itu {the cleanest spot in the decadent world of Islam). Ia sesungguhnya adalah denyutan hidup pertama dalam dunia Islam modern, kepada inspirasi dari gerakan ini dapat ditarik garis jejak,langsung atau tidak langsung dari hampir semua gerakan modern yang besar-besar dari umat Islam di Asia dan Afrika. (Muhammad Iqbal, 1996: 2C9)Kembali kepada Al Qur-an dan as-Sunnah merupakan semboyan induk bagi semua gerakan pembaharuan dalam dunia Islam, yang pada hakekatnya merupakan upaya menghidupkan kembali pesan terakhir Rasulullah saw seperti yang diriwayatkan oleh Al-Hakim dan Ibnu Abbas ra sebagai berikut:"Sesungguhnya aku telah meninggalkan buat kalian semua duaperkara, apabila kalian herpegang teguh kepada keduanya kalian tidak akan sesat selama-lamanya, yaitu Kitab Allah (Al-Qur'an) dan Sunnahnya (al- Hadis)". MenurutMubammadbin Abdul Wahabyangdimaksudkan dengan kembali kepada Al-Qur'an dan as-Sunnah adalah kembali menghayati dan mengamalkansecara nyatadansun^ih-sun^Joterhadapsermiapennt^ Nya. Sedangkan makna kembali pada Sunnah Rasul tidak lain adalah ketnbali menggalisemangatdanjivxt Sunnah Rasulguna dijadikan pedoman operasional terhadap sikap dan kegiatan hidup setiap muslim. Kembali kepada Al-Qur'an dan as-Sunnah menurut Muhammad bin A bdul Wahab dirumuskan secarapadat sekali oleh W. C. Smith "Back to the Qur'an and back to the Sunnah have meant 'Backt to the Qur'an dan His Commands: back to the spirit of the Sunnah and its exhilaration". (Smith, W.C: 50)2. Pokok-pokok AjarannyaGerakan Wahabi adalah suatu gerakan pemurnian Islam yang pertama kali berdiri dalam rangka menyambut seruan dan ajakan Imam Taqiyuddin Ibnu Taimiyah. Seruan kembali pada Al-Qur'an dan as-Sunnah secara murni dan konsekuen, membuang segala bentuk kemusyrikan, khurafat (tahayul atau gugon tuhon; Jawa), berbagai macam bid'ah dan taqlid, serta menumbuhkan sikap berani berijtihad sebagaimana yang diajarkan oleh Imam Taqiyuddin Ibnu Taimiyah merupakan prinsip yang dipegang teguh dan diperjuangkan dengan segala daya dan kemampuan oleh gerakan Wahabi.Satu hal yang tidak kalah pentingnya, yang dijadikan tema pokok pembahasan dan perjuangannya adalah hal ihwal yang bersangkut-paut dengan masalah tauhid. Ia berusaha untuk memurnikan iman dari berbagai macam kemusyrikan, seperti menziarahi kubur Nabi Muhammadsaw dan orang-orang yang dianggap keramat dengan tata cara yang tak berbeda dengan penyembahan.Hal-hal yang berkisar di seputar masalah memurnikan tauhid inilah yang sangat ditekankan, antara lain:e. Penyembahan kepada selain Tuhan adalah salah, dan siapa yang berbuat demikian ia dibunuh.f. Orang yang mencari ampunan Tuhan dengan mengunjungi kuburan orang-orang saleh, termasuk golongan musyrikin.g. Termasuk perbuatan musyrik memberikan pengantar dalam shalat terhadap nama Nabi-nabi atau wali atau Malaekat (seperti sayidina Muhammad).h. Termasuk kufur memberikan suatu ilmu yang tidak didasarkan atas Qur'an dan Sunnah, atau ilmu yang bersumber kepada akal pikiran semata-mata.i. Termasuk kufur dan ilhad juga mengingkari "Qadar" dalam semua perbuatan dan penafsiran Qur'an dengan jalan ta'wil.j. Dilarang memakai buah tasbih dalam mengucapkan nama Tuhan dan do'a-do'a (wirid) cukup menghitung dengan keratan jari.k. Sumber syariat Islam dalam soal halal dan haram hanya Qur'an semata-mata dan sumber lain sesudahnya ialah sunnah Rasul. Perkataan ulama mutakallimin dan fuqaha tentang haram dan halal tidak menjadi pegangan, selama tidak didasarkan atas kedua sumber tersebut.l. Pintu Ijtihad tetap terbuka dan siapapun juga boleh melakukan Ijtihad, asal sudah memenuhi syarat-syaratnya. (A.Hanafi, 1967: 143)Sifat gerakan Wahabi yang keras, lugas dan sederhana benar-benar merupakan tenaga yang sanggup menggoncangkan dan membangkitkan kembali kesadaran kaum muslimin yang sedang lelap tidur dalam alam kegelapan. Bersama dengan Ibnu Su'ud, pendiri dinasti Su'udiyah (Saudi Arabia) mereka berdua berjuang dengan sikap pantang menyerah demi mewujudkan cita-cita dan pemikirannya. Ajaran-ajaran Muhammad bin Abdul Wahab telah banyak mengilhami Ibnu Su'ud dalam menjalankan roda pemerintahannya yang semakin hari semakin bertambah luas, yang dikenal dengan nama kerajaan Saudi Arabia (al-Mamlakab al- Arabiyab as-Su'udiyah). Sistem ajaran Muhammad bin Abdul Wahab yang hanya menekankan pada pengamalan agama persis seperti yang dituntunkanoleh Nabi Muhammad saw tanpa tambahan yang aneh-aneh dan asing seperti di atas sering disebut juga dengan sebutan "Muhammadiyah".F. GERAKAN SALAFIYAHGerakan Salafiyah lahir di Mesir pada sekitar abad XIX, dan dipelopori oleh tiga pendekar pemikir dalam Islam yang namanya sangat harum di tengah masyarakat dunia Islam sampai ini. Ketiga tokoh tersebut adalah:l. Sayid Jamaluddin al-Afghany (1838 -1897)l. Syekh Muhammad Abduh (1849 -1905)l. RasyidRidla (1856- 1935).Gerakan Islam yang muncul di Mesir dengan ketiga tokohnya seperti di atas menamakan gerakannya dengan nama gerakan Salafiyah, suatu penamaan yang pada hakekatnya meneruskan dan melestarikan gerakan yang dikobarkan oleh Ibnu Taimiyah beberapa abad sebelumnya. Ibnu Taimiyah menamakan gerakan pemikiran/ide yang didengungkannya dengan nama "Mubyi atsaris Salaf', yaitu membangkitkan kembali ajaran- ajaran lama (yang dimaksudkan di sini ialah para sahabat Rasul dan Tabi'in), ditonjolkannya ajaran Ibnu Hambal yang senantiasa gemar mempraktekkan ijtihad dan sangat anti kemusyrikan serta bid'ah, pedoman satu-satunya yang dipakai ialah Al-Qur'an dan Sunnah Rasul (L.Stoddard: 297). Nama Salafiyah dihubungkan dengan ulama angkatan pertama (Periode sahabat, periode tabi'in dan periode tabi'it tabi'in) yang ditengarai dengan tidak terlalu menonjolkan akal pikiran mereka dalam memahami isi Al-Qur'an sebagaimana bunyi teksnya, atau memahami secara harfiyah. Dengan demikian yang dimaksudkan dengan gerakan Salaf yaitu gerakan yang berusaha untuk memahami dan meng- amalkan ajaran Islam sebagaimana cara-cara pemahaman dan peng- amaiam Islam yang dilakukan oleh para ulama Salaf.Gerakan Salafiyah termasuk mata rantai kedua setelah gerakan Muwahidin atau yang lebih terkenal dengan gerakan Wahabi. Keduanya berusaha mengadakan pembaharuan cara berpikir dan berjuang demi tegaknya kembali kejayaan Islam serta kemuliaan umat Islam dengan jalan kembali kepada Al-Qur'an dan as-Sunnah dengan semurni-murni- nya. Justru oleh karena itu semboyan yang mereka dengungkan sama dengan semboyan yang pernah dicanangkan oleh Ibnu Taimiyah, yaitukembali kepada Al-Qur'an dan as-Sunnah secara murni dan penuh tanggung jawab, membersihkan berbagai macam penyakit yang dapat mengaburkan kebagusan Islam {mahasinul Islam), seperti taqlid, bid'ah, khurafat dan syirik dalam segala bentuk dan manifestasinya, serta mendorong semangat jihad.1. Teori Perjuangan Gerakan SalafiyahDalam memancangkan tujuan perjuangan yang dicita-citakan, ketiga tokoh gerakan ini telah sepakat bulat, yaitu memperjuangkan tegaknya agama Islam sehingga terwujud kejayaan agama Islam dan kemuliaan umat Islam secara konkret, riil di negeri Mesir khususnya, dan di seluruh 'alam Islamy pada umumnya. Namun dalam perkembangannya lebih jauh, ketika mereka membicarakan dan menegaskan bagaimanakah cara-cara yang harus ditempuh guna memwujudkan gagasan tersebut, ternyata mereka berbeda pandangan.Jamaluddin al-Afghany berpendapat bahwa langkah yang pertama kali harus diambil oleh umat Islam ialah jihad, berjuang dengan segala resiko dan pengorbanannya, dengan menggunakan cara apa pun yang di'benarkan oleh ajaran Islam, agar kekuasaan politik kenegaraan dapat direbut dan dikuasai kembali oleh umat Islam dari tangan penjajah bangsa-bangsa Eropa yang telah menginjak-injak negeri-negeri Islam berabad-abad lamanya. Jamaluddin Al-Afghany yakin bahwa sumber kehinaan hidup dan kehidupan umat Islam di seluruh negeri-negeri Islam adalah akibat dari kekotoran politik induk {grandpolitic) divide et empera, dan di lain fihak mereka menciptakan secara sistematik politik pembodohan dan pemiskinan terhadap anak negeri jajahannya.Berbeda dengan teori perjuangannya Jamaludin al-Afghany, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridla berpendirian bahwa langkah pertama kali yang harus ditempuh umat Islam di samping merebut kekuasaan politik kenegaraan adalah memperbaharui lembaga- lembaga pendidikan sebagai sumber tempat digodognya para calon mujtahid, mujaddid dan mujahid Islam yang tangguh dan militan, yang siap mengorbankan apapun yang ada pada dii inya demi kejayaan Islam. Menurut Muhammad Abduh sepak terjang orang-orang yang bergerak dalam dunia politik pada umumnya cenderung menggunakan prinsip Machiavellis, di mana dalam upaya untuk mencapai tujuannya mereka tidak lagi mengindahkan norma-norma etika. Mereka dengan lantang

mengkumandangkan semboyan Tujuan mengbalalkan semua jalan'. Men- sikapi perilaku politik seperti ini Abduh sama sekali tidak menyetujuinya, dan dengan lantang ia menyatakan 'La'natullabi 'alaassyiasab\ laknat Allah terhadap politik. Namun demikian bukan berarti Abduh menjadi orang yang alergi terhadap dunia politik. Menurutnya perjuangan bidang politik akan diberkati dan diridlai Allah selama dalam menjalankannya senantiasa berpijak pada norma-norma Islam sebagaimana yang di- ajarkan oleh al-Qur'an maupun yang dipraktekkan oleh Rasulullah saw.Lewat lembaga-lembaga pendidikan yang ditata demikian rupa, akan lahir kader-kader pembaharu Islam yang akan menyebar ke seluruh penjuru dunia Islam sebagai pelopor, penggerak dan pionir kemerdeka- an berpikir serta menentukan langkah pembaharuan masyarakat Islam yang penuh harga dan percaya diri, berdiri tegak berdampingan dengan bangsa-bangsa dan agama lain dengan penuh tenggang rasa dan saling hormat menghormati.G. SAYID JAMALUDIN AL-AFGHANY1. Riwayat Hidup dan PendidikannyaSayid Jamaludin al-Afghany dilahirkan pada tahun 1939 di As'ad Abad, Afghanistan. Ia berkebangsaan Afghanistan, justru karena itu di belakang namanya dicantumkan nisbah negeri tumpah darahnya "Al-Afghany". Sementara gelar Sayid menunjukkan bahwa pada dirinya mengalir darah bangsawan yang bermuara pada Fatimah binti Muhammad saw dan Ali bin Abi Thalib. Jamaludin Al-Afghany oleh sementara penulis dijuluki sebagai tokoh Renaissance Islam abad 19. Ia dikenal sebagai seorang Mujadid (Reformer) dalam dunia Islam, se- kaligus sebagai seorang mujahid (pejuang) yang terus menerus mengobarkan api semangat menegakkan "Kalimatulbaq" kepada siapa- pun, sampai pun kepada penguasa yang sangat zalim. Ia sangat menonjol sekali sebagai tokoh pejuang Islam dalam dunia politik, tetapi sekaligus dikenal juga sebagai seorang pemikir dan filosof. Inilah sebabnya Ernest Renan, seorang tokoh pemikir dari Perancis sewaktu bertemu dengan Jamaludin ia berkomentar "bahwa kemerdekaan pikirannya, kemuliaan dan kejujuran budi pekertinya menyebabkan saya percaya kepadanya sewaktu saya bercakap-cakap dengannya. Ketika ia berada di hadapan saya, seolah-olah rasanya hidup Ibnu Sina dan Ibnu Rusyd yang ber-cakap-cakap dengan saya, yang selama tenggang masa lima ratus tahun telah memimpin jiwa manusia" (Oemar Amin Husein: 158).Sementara itu Blunt menamakan Sayid Jamaludin Al-Afghany sebagai"the wild man of genius", orang pintar yang liar, karena sikapnya yang selalu menolak uang dan kehormatan dengan secara kontan, guna memelihara kemerdekaan tindakannya yang menjadi pujaannya yaitu melahirkan kembali dunia Islam yang telah pikun (Ihid., 157).Sayid Jamaludin Al-Afghany terkenal juga sebagai pengembara tangguh, bukan saja mengembara di negeri-negeri Islam seperti India, Arab Saudi, Iran, Mesir, Turki dan lain-lainnya, akan tetapi juga melaku- kan pengembaraan ke negeri-negeri non muslim daratan Eropa seperti Inggris, Perancis, Jerman serta Rusia. Pengembaraannya ke berbagai negeri tersebut terutama di negeri-negeri Eropa tidak ada maksud lain kecuali untuk menjelaskan hakekat dinulIslam serta meluruskan pe- ngertian dan persepsi yang keliru tentang hal-ihwal Islam. Sedang terhadap negeri- negeri Islam Jamaludin berusaha untuk mengobarkan semangat jihad menegakkan kebenaran dan keadilan serta mengobarkan semangat jihad melawan dan menumbangkan kaum penjajah.Sayid Jamaludin Al-Afghany pertama kali belajar agama dari ayahnya sendiri yang bernama Sayid Shaffar, seorang pengusaha terkenal sekaligus sebagai seorang yang alim. Ia dididik oleh ayahnya tentang berbagai ilmu, seperti Bahasa Arab, Ilmu Fikih dan Tauhid, Hadis dan Tafsir serta Akhlak dan Tasawuf. Pada usia 16 tahun ia dikirim ke India untuk belajar pada ulama-ulama terkenal. Berbagai ilmu pengetahuan baik ilmu agama, ilmu umum, bahasa Arab maupun filsafat dipelajarinya dengan tekun. Di sisi lain, ketika ia tengah belajar di India yang saat itu dijajah InggrisJamaludin menyaksikan betapa kejamnya Inggris terhadap anak negeri jajahannya. Sikap semena-mena, ketidakadilan dan sikap yang arogan menjadi tontonan umum di mana-mana. Apa yang disaksikannya itu akhirnya menimbulkan sikap muak dan benci terhadap kaum penjajah tanpa kecuali, termasuk juga terhadap bangsa Inggris yang saat itu menjajah negeri Afghanistan maupun negeri India.Ketika Jamaludin pulang ke Afghanistan segera ia menerjunkan din ke kancah perjuangan politik. Dan dalam waktu relatif singkat ia telah menjadi tokoh yang cukup populer di tengah-tengah masyarakat. Sebaliknya nama Jamaludin membuata para penguasa mulai berhitung, begitu juga kaum penjajah. Kondisi politik negeri Afghanistan seperti ini hampir sama dengan kondisi politik yang ada di negeri-negeri Islamlainnya. Inilah sebabnya sejarah akan mencatat diri Jamaludin sebagai tokoh yang setiap hadir di negeri Islam pertama kali, ia disambut oleh penguasa dengan penuh kehormatan suatu kehormatan semu karena dibalik penyambutan yang seperti itu ada maksud agar Jamaludin mendukung penguasa zalim yang didukung oleh kaum penjajah. Sementara Jamaludin Al-Afghany adalah tokoh yang dikenal sebagai pejuang yang pantang melacurkan prinsip-prinsip Islam betapa pun akan ditukar dengan kemilaunya kemewahan dunia. Dengan sikap seperti inilah ia tidak akan dapat bertahan lama hidup di suatu negeri. Para penguasa dengan segala tipu dayanya akan membuat Jamaludin tidak betah tinggal di negeri itu atau dengan terang-terangan penguasa itu akan mengusirnya dari negeri itu.Pada waktu Jamaludin Al-Afghany berada di negeri Mesir kebetulan dapat bertemu dengan seorang tokoh muda yang brilian otaknya, yaitu Muhammad Abduh yang kelak akan menjadi mujadid pula dalam Renaissance Islam. Pertemuan kedua tokoh ini kemudian melahirkan persahabatan yang sangat kental sekali yang kemudian hari akan menjadi pioner sekaligus stimulator dari lahirnya gerakan pembaharuan dalam Islam di Alam Islamy (dunia Islam).Dan pengembaraan di berbagai negara Islam, India adalah negara yang terakhir sekali disinggahi. Atas perlakuan pemerintah Inggris yang tidak dapat diterimanya, akhirnya ia meminta untuk dapat pergi ke Eropa atau negeri Inggris. Permintaan tersebut diluluskan oleh fihak penjajah Inggris dengan catatan asal Jamaludin tidak singgah di negeri Islam yang dilewatinya.Pada tanggal 23 September 1883 Jamaludin berangkat ke London dan bersamaan dengan keberangkatannya ia berkinm surat kepada Syekh Muhammad Abduh yang pada saat itu tengah menjalani pengasingan di Beirut (Siria) dan memberitahukan bahwa dirinya kini tengah dalam perjalanan menuju Inggris. Ternyata setelah beberapa saat menetap di London, Jamaludin tidak merasa kerasan. Oleh karena itu ia segera pindah ke Paris (Perancis), suatu negeri yang dikenal luas sebagai tempat yang ideal bagi setiap pelarian politik dari berbagai negara yang pemerintahannya sangat otoriter dan despotis. Negara Perancis dikenal sebagai negara yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai demokrasi dan hak-hak asasi manusia.Di kota Paris inilah Jamaludin Al-Afghany bermaksud menerbitkan suatu majalah guna menyebar luaskan ide-ide pembaharuannya keseluruh penjuru dunia Islam. Lewat majalah yang hendak diterbitkannya itu diharapkan dapat menjadi media pembentuk opini masyarakat muslim di seluruh dunia Islam akan hak-hak yang harus direbut kembali dan diperjuangkan sekuat mungkin dari tangan kaum penjajah. Demikian pula lewat majalah tersebut akan dapat digunakan sebagai media pembinaan umat Islam di dunia Islam dalam kesatuan ideologi, politik serta strategi perjuangan mencapai cita-cita.Cita-cita Al-Afghany untuk menggalang persatuan dan kesatuan umat Islam di seluruh dunia dengan semangat dan tali Islam inilah yang dinamakan Pan Islamisme.Guna mewujudkan cita-citanya tersebut ia bertekat untuk me- nerbitkan sebuah majalah. Untuk itu dipanggilnya Syekh Muhammad Abduh, salah seorang murid dan sahabatnya yang sangat setia, yang pada saat itu masih berada di Beirut. Dengan kehadirannya Muhammad Abduh di kota Paris menjadikan Al-Afghany dapat merealisasikan gagasannya menerbitkan majalah yang ia cita-citakan dengan diberi nama "Al-Urwatul Wustqa" atau tali yang kokoh. Nama itu diambil dari istilah Al-Qur'an sebagaimana yang tercantum dalam surat al-Baqarah ayat 256 dan surat Luqman ayat 22. Dengan demikian jelaslah bahwa maksud Jamaludin menerbitkan majalah ini adalah untuk memberikan penggerak dan bimbingan kepada seluruh umat Islam agar mereka dapat memahami dan melaksanakan ajaran Islam, mampu bersatu dan memperbaiki nasib- nya dan selanjutnya memegang peranan di dalam memakmurkan dunia material maupun spiritual, sehingga memberikan kesejahteraan bagi seluruh umat manusia. Dan yang terpenting harus dicapai terlebih dahulu ialah bagiamana umat Islam dapat bersatu dan menjadi kuat. (Djarnawi Hadikusuma: 16-17) Majalah Al- 'urwatul Wustqa yang terbit secara berkala segera mendapatkan sambutan yang cukup bagus di kalangan umat Islam. Dengan segera majalah ini telah beredar di berbagai negeri Islam seperti Mesir, Iran, Afghanistan, Turki, India, bahkan kelak sampai juga di Indonesia daiam bentuk jilid tahunan. Sementara reaksi dari Inggris terlihat mulai dilarangnya majalah tersebut beredar di negeri-negeri jajahannya atau mempengaruhi kepada para penguasa negeri Islam lainnya agar ikut serta melarangnya. Oleh karena kehilangan pasaran, maka ketika al- 'Urwatul Wustqa terbit yang ke 18 ternyata menandai lonceng kematiannya.Pada akhirnya Jamaludin al-Afghany kembali dari Perancis dan mula- mula negeri yang dituiu adalah Nejed, kemudian pindah ke Iran dan negeri persinggahan terakhir adalah Turki. Dalam usianya yang meng-injak tua 58 tahun ia terkena penyakit kanker, suatu penyakit yang sangat sulit disembuhkan. Tubuh yang kurus kesakitan terpenjara dalam kamar tahanan yang tanpa sanak keluarga, anak dan istri dilaluinya dengan penuh tawakal. Tepat pada tanggal 9 Maret 1897 Sayid Jamaludin al-Afghany meninggalkan dunia yang fana untuk menghadap ke Ilahi Rabbi.2. Pemikiran Jamaludin al-Afghanya. Dalam bidang filsafatJamaludin al-Afghany adalah tokoh muslim pertama kali yang memperingatkan kepada dunia Islam khususnya akan bahaya faham Materialisme (sarwa benda). Peringatan ini ditulis dalam sebuah buku karangannya yang berjudul "Al-Raddu 'alaal-Dahnyyin "atau penolakan terhadap faham Materialisme. Dalam salah satu tulisannya ia mengatakan "kadang-kadang ia menonjolkan dirinya kepada kita, sebagai sahabat bagi yang lemah (kaum miskin) dan menjadi pembela orang-orang yang tertindas. Akan tetapi, apapun yang dikatakan mereka, segala tindak- annya menggoncangkan suasana dan merusakkan sendi-sendi masya- rakat dan memusnahkan jasa peluh keringat yang telah dikerjakan orang, sebagai pekerjaannya. Perkataannya menusuk jantung hati dan pikiran- pikiran yang mulia, cita-cita mereka meracuni jiwa kita, segala gerakan mereka menjadikan kerusuhan yang sambung menyambung yang dikatakannya mendirikan susunan baru".(Oemar Amin Husein: 161)Selanjutnya Jamaludin al-Afghany menunjukkan dengan jelas, "perbedaan antara sosialisme Islam yang didasarkan kepada cinta dan kasih sayang, penalaran dan kebebasan, dengan sosialisme komunis, yang didasarkan kepada kebendaan (materi), yang mandul dari kasih sayang, yang akhirnya menimbulkan perasaan benci-membenci. Komunisme, ganti berganti saling menjatuhkan kawan karena sifat keakuan (selfishness) yang tak dapat dikekang, dan memang mereka tidak mempunyai alat pengekang itu, karena tidak beragama dan memecah belah masya- rakat mereka, tirani yang diselimuti atas nama rakyat" (Oemar Amin Hoesein, loc.cit.).Sayid Jamaludin al-Afghany termasuk tokoh yang mengagungkan akal pikiran. Akal menjadi dasar pokok bagi kehidupan orang Islam, sebab hilangnya agama bagai orang kehilangan akal. Justru karena itu ia termasuk pendukung pendapat golongan yang membebaskan diri darifaham takdir yang berkonotasi al-jabr yang di dalam terminologi modern akhirnya dikenal dengan istilah fatalisme, yaitu suatu faham yang percaya pada suatu takdir dengan mengesampingkan kekuatan akal untuk meng- hindarkan diri dari setiap mara bahaya. Faham fatalisme adalah faham asing dalam ajaran Islam (lihat surat ar-Ra'du 11, al-Anfal 53). Jamaludin al-Afghany menegaskan bahwa yang dikatakan 'al-qadla' walqadar' sesungguhnya semakna dengan \siAah. predestination yaitu suatu kepercaya- an yang menguatkan akal pikiran untuk mengambil keputusan. Dengan kepercayaan seperti itu seorang muslim akan meningkatkan energi moralnya dan mendorongnya untuk bertawakal dan bersabar dalam usaha mencapai suatu tujuan. Dengan kata lain Jamaludin al-Afghany mempunyai faham bahwa memang benar bahwa setiap manusia atau bangsa ada di dalam kekuasaan dan takdir Allah, namun kepercayaan tersebut tidak berakibat menimbulkan sikap apatisme, bahkan justru akan membina sikap tawakal sepenuhnya kepada kekuatan Allah dan mendorong dirinya semakin giat untuk berjuang dan berikhtiar.

b. Dalam bidang kebudayaanDalam upaya membangun ilmu pengetahuan, peradaban dan kebudayaan Islam, Jamaludin al-Afghany sangat menganjurkan agar umat Islam berjuang dengan sekeras-kerasnya untuk menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi seperti yang telah dilakukan oleh negara- negara Barat. Nasib umat Islam di dunia ini sepenuhnya terletak di tangan umat Islam sendiri. Oleh sebab itu umat Islam harus bangkit dari zaman kebodohannya.Jamaludin al-Afghany sama sekali tidak memusuhi kebudayaan Barat yang maju. Bahkan ia sangat memuji dan memberikan pemlaian yang positif terhadap kebudayaan yang telah mereka capai, khususnva dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Namun dalam hal ini Jamaludin al-Afghany mengingatkan umat Islam bahwa bersamaan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, umat Islam harus tetap konsisten terhadap prinsip-prinsip ajaran Islam. Dalam hal ini ia sampai pada kesimpulan bahwa faktor kebudayaan dan peradaban yang sebenarnya harus didasarkan pada etika dan agama, bukan peradaban yang didasarkan kepada kemajuan material, seperti pem- bangunan kota-kota besar, pendirian perusahaan raksasa, atau menciptamesin-mesin ultra modern yang dipergunakan untuk membunuh dan menOemar AminHusein: 162)Dalam membangun kebudayaan dan peradaban Islam Jamaludin al-Afghany juga menyinggung masalah pengembangan bahasa sebagai salah satu unsur terpokok dalam suatu kebudayaan. Ia menegaskan bahwa suatu bangsa yang tidak menggunakan bahasanya sendiri, mereka tidak mungkin dapat mengembangkan perasaan yang baik dalam masyarakat. Habislah harga diri sebagai bangsa, apabila mereka tidak memiliki sejarah bangsanya sendiri. Di sinilah Jamaludin al-Afghany berusaha mengembalikan harga diri dan menumbuhkan kebanggaan berbangs ( national pride dan n ational dignity ) yang telah hilang dan berbagai negeri Islam akibat mereka memandang tinggi dan mulia terhadap segala apa pun yang datang dari Barat, sementara mereka memandang hina

C. Dalam bidang politikDalam membangun bidang politik dunia Islam yang dikerjakan oleh Jamaludin al-Afghany, Lothrop Stoddard menggambarkannya dengan tepat sekali sebagaimana dalam kutipan benkut ini : Duma Nasrani, seKau.dan kebanesaan, manakala menghadapi Timur, khususnya Islam, mereka menghancurkan negara Islam. Perang Salib masih tetap bersatu mengnan semangat fanatik pertapa Petrus.Dalam hatinyaNasram sihteup memandang Islam dengan dendam fanatik dan kutukan. Ini diperlihatkan dalam banyak hal seperti dalam hukum mempmperlakukan umat Islam sama denean umatInternational yang tidaK men & Nasrani. Negara-negara Nasrani membela serangan-serangan dan hinaan yang dilontarkan kepada negara-negara Islam dengan mengatakan bahwa mereka terbelakang dan berada dalam kondisi biadab. Tetapi negara- Negara itu pulalah dengan seratus satu macam cara kalau perlu denganPerang merintangi setiap usaha yang dilakukan untuk perbaikan dan i-negen Islam. Kebencian terhadap Islam tidak hanya pada sebagian umat Nasrani, tetapi kepada seluruh mereka yang berakibat kepada usaha mereka yang sembunyi-sembunyi dan terus- menerus untuk menghancurkanIslam

Tiap perasaan dan aspirasi Muslim diejek dan difitnah oleh Nasrani. Apa yang disebut oleh orang -orang Eropa di negerinya sebagai'nasio-nalisme' dan 'patriotisme' di Timur disebutnya 'fanatisme'. Dan apa yang di Barat disebutnya dengan 'harga diri', 'kehormatan' dan 'kemulian bangsa' di Timur disebut'chauvinism?. Apa yang di Barat dinilainya sebagai sentimen kebangsaan, di Timur dipandangnya sebagai 'penyakit- benci kepada orang asing".Dari semua itu dijelaskan bahwa seluruh dunia Islam harus bersatu dalam persekutuan pertahanan yang kokoh untuk mempertahankan diri dari keruntuhan. Dan untuk mencapai tujuan itu haruslah dimiliki teknik kemajuan Barat dan mempelajari rahasia kekuasaan Eropa. (Oemar Amin Husein: 62). Sayid Jamaludin al-Afghany di mana pun juga senantiasa mengobarkan semangat solidaritas antara negara-negara Islam sesuai dengan jiwa Pan Islamisme untuk membina kekuatan mengimbangi pengaruh Barat. Diajarkannya tauhid yang mutlak hanya mengakui kekuasaan Allah. Dianjurkannya persatuan dan mengesampingkan pertentangan mazhab, dipropagandakan hak-hak asasi rakyat dan demokrasi yang harus berlaku di semua negara Islam. (Djarnawi Hadikusuma: 25)d. Bidang TasawufJamaludin al-Afghany termasuk orang yang berusaha dengan sungguh-sungguh untuk senantiasa dapat melakukan 'tazkiyatun-na/si' atau mensucikan pribadi, antara lain di mana dan kapan pun juga selalu menyebut Asma Allah (dzikrullahi) dengan menghitung-hitung biji tasbihnya yang tidak pernah lepas dari jari-jemarinya sekali pun ia tengah menghadap dan berbincang-bincang dengan seorang raja. Sementara mengenai ajaran menuju "fana" dalam ilmu tasawuf yaitu meniadakan diri untuk hidup berzuhud yang bersih dari segala pamrih keduniawian oleh al-Afghan)' ditafsirkan lain. Pengertian menuju "fana" itu tidak lain mengandung pengertian melebur kepentingan diri pribadi bagi ke- pentingan dan perjuangan bersama. Tasawuf semacam inilah yang di- tuntunkan Allah dan Rasulnya dan hal seperti inilah yang dibuktikan sendiri oleh Jamaludin al-Afghany sampai akhir hayatnya. (D. Hadikusuma: 11)

a. SYEKH MUHAMMAD ABDUHb. Riwayat Hidup dan PendidikannyaSyekh Muhammad Abduh lahir pada tahun 1849 di Gharbiyah Mesir. Pada usia 13 tahun ia telah hafal Al-Qur'an. Muhammad Abduh menamatkan pendidikan tingginya di Universitas Al-Azhar pada tahun 1876 dengan mendapat ijazah Alimiyyah. Dalam perkembangannya lebih jauh Syekh Muhmmad Abduh dikenal sebagai seorang tokoh ahli tafsir, hukum Islam, bahasa Arab dan kesusasteraan, logika, ahli ilmu kalam, filsafaf dan soal-soal kemasyarakatan. Ia seorang ulama besar, penulis kenamaan dan pendidik yang berhasil, pembaharu Mesir modern yang bergerak dalam lapangan kemasyarakatan, seorang pembela Islam yang gigih, seorang wartawan yang tajam penanya, seorang hakim yang jauh pandangannya, pemimpin dan politikus ulung, dan akhirnya seorang mufti, suatu jabatan keagamaan yang tertinggi di Mesir. (A.Hanafi, 1967:149). Oleh Prof. Ishak M. Husaini dilukiskannya sebagai berikut "Muhammad Abduh sungguh orang luar biasa, bakatnva meliputi hampir seluruh bidang kehidupan dan kegiatan-kegiatannya mempengaruhi banyak negeri Islam. Dia menolak serangan-serangan sarjana Barat terhadap Islam dengan menunjukkan bahwa tak ada pertentangan antara Islam dan akal; malah bagi Islam akal ialah anak kunci keimanan akan Tuhan" (Kenneth W. Morgan, Islam Jalan Mutlak II: 12).Pada tahun 1877 seorang tokoh Islam; Jamaludin al-Afghany datang ke Mesir. Ia dikenal sebagai tokoh mujadid, mujahid serta ulama fslam yang sangat berwibawa. Kehadiran al-Afghany ini dipergunakan oleh seorang mahasiswa al-Azhar Muhammad Abduh untuk menemui- nya. Pertemuan pertama kali antara kedua orang ini sudah melibatkan suatu diskusi yang amat menarik, terutama di sekitar masalah ilmu tasawuf dan masalah tafsir Al-Qur'an. Muhammad Abduh yang di- karunia Allah dengan akal pikiran yang cemerlang merasa kagum akan luasnya ilmu yang dimiliki oleh Jamaludin, serta sangat tertarik terhadap cara-cara berpikirnya yang sangat modern. Sejak saat itulah Muhammad Abduh senantiasa berada di samping Al-Afghany yang diakui sebagai guru besarnya yang paling utama. Kedua tokoh ini dikatakan oleh Ishak M. Husaini dengan ungkapan "selama abad yang lalu muncul dua orang yang ditakdirkan merubah arah tujuan kebudayaan Islam. Jamaludinal-Afghany ialah tokoh yang membangkitkan kesadaran kerohanian ke mana saja dia pergi di dunia Islam. Dia mengarahkan perhatian orang pada warisan Islam dalam filsafat dan pada benturan kebudayaan Barat. Tetapi masalah politik lebih menguasai pikirannya. Sang murid mengikuti jejakanya dengan memulai jalan hidupnya di bidang politik, tetapi segera beralih ke bidang-bidang kebudayaan". (Ibid)Dua serangkai, Sayid Jamaludin al-Afghany dan Syekh Muhammad Abduh berjuang dan bercita-cita terwujudnya 'Izzul Islam WalMuslimiri', terwujudnya kejayaan Islam dan kemuliaan umat Islam di negeri muslim mana pun juga, termasuk negeri Mesir. Namun dalam perjalanan sejarah- nya, kalau semula kedua tokoh ini menggunakan kegiatan politik sebagai sarana dan strateginya, akan tetapi kemudian antara keduanya mem- punyai pandangan yang berbeda. Kalau Jamaludin lebih menitik- beratkan pada perjuangan dalam bidang politik kenegaraan dalam bentuk merebut kekuasaan dari tangan penjajah. Dan untuk itu satu- satunya cara adalah dengan jalan revolusi. Sementara Muhammad Abduh menegaskan bahwa revolusi dalam bidang politik tidak akan ada artinya, sebelum ada perubahan mental secara besar-besaran dan dilalui secara berangsur-angsur atau secara evolusi. Tegasnya bagi Muhammad Abduh dalam rangka memperjuangkan terwujudnya'Izzul Islam WalMuslimiri' di sampingumat Islam berani merebut kekuasaan politik kenegaraan, maka terlebih dahulu yangperlu dibenahi adalah mulai dari perjuangan memperbaharui sumber-sumber tempat timbul- nya para mujadid dan ulama. Lewat sumber inilah akan lahir kader- kader pembaharu yang menyebar ke seluruh penjuru dunia sebagai pelopor kemerdekaan berpikir dan menentukan langkah pembaharuan masyarakat Islam yang penuh harga diri.Pada tahun 1882 Muhammad Abduh diusir oleh pemerintah Mesir karena dianggap ada hubungan dengan pemberontakan yang dipimpin oleh Ahmad 'Arabi Pasya. Pertama kali ia pergi ke Beirut, Siria kemudian dua tahun berikutnya ia pergi ke Paris memenuhi ajakan dan panggilan guru dan tokoh idolanya Sayid Jamaludin al-Afghany yang telah terlebih dahulu menetap di kota Paris. Kedua tokoh ini lalu mendirikan suatu perhimpunan yang dinamakan al-Urwatul Wutsqa atau tali persaudaraan yang kokoh. Dan agar bisa menyalurkan semua aspirasinya dalam rangka membangun 'Izzul Islam wal Muslimin kedua tokoh ini menerbitkan majalah dengan nama yang sama dengan per- himpunannya, yaitu "al-Urwatul Wutsqa".Muhammad Abduh menetap di kota Paris tidak terlalu lama. Majalah al-Urwatul Wutsqa dipandang sangat berbahaya bagi negara- negara Barat karena dapat menggoyahkan politik penjajahannya, maka akhirnya pemerintah Perancis dengan serta-merta melarang diterbit- kannya majalah tersebut. Pada saat itu Muhammad Abduh mengambil sikap lebih baik segera meninggalkan Perancis dan memulai perjuangan dengan cara dan pola yang lain. Ia segera menuju ke kota Beirut melewati Tunisia dan sempat tinggal beberapa saat di kota ini.Di Kota Beirut inilah Muhammad Abduh memulai babakan perjuangan baru. Kalau semula ia aktif di bidang politik, mengikuti pola perjuangan guru besarnya al-Afghany maka mulai dari kota Beirut ini ia mengaktifkan diri dalam bidang sosial pendidikan. Ia diterima sebagai guru di Madrasah Sultaniyah. Di antara murid-muridnya di Madrasah tersebut tercatat nama Amir Syakib Arsian, seorang siswa berotak cemerlang dan mempunyai bakat menulis. Kelak dari tokoh ini lahirlah buah karangannya yang terkenal berjudul "Limadza Taakhkbaral Muslimuna wa taqaddamaghairubum" atau "Mengapa orang Islam menjadi mundur sementara orang lain maju? Karya yang sangat bagus ini hakekatnya adalah hasil diskusi dengan Muhammad Abduh maupun Sayid Jamaludin al-Afghany. Lewat analisis yang cukup teliti Amir menyimpulkan bahwa sebab musabab orang Barat menjadi maju karena meninggalkan agamanya, sedangkan umat Islam menjadi mundur karena meninggalkan ajaran agamanya. Adapun mata kuliah yang disampaikan Muhammad Abduh di Madrasah Sultaniyah antara lain adalah mata kuliah tauhid. Kelak di kemudian hari dari kumpulan kuliah-kuliahnya di sekitar masalah tauhid ini dikumpulkan menjadi sebuah buku yang berjudul "Risalah Tauhid" sebuah buku yang cukup terkenal di dunia Islam sampai hari ini.Pada tahun 1889 Muhammad Abduh kembali ke Mesir. Jabatan yang pertama-tama diberikan oleh pemerintah kepadanya adalah jabatan hakim. Setelah menekuni jabatan ini sekitar 2 tahun, ia dipromosikan sebagai hakim tinggi pada Pengadilan Tinggi Mesir (Court D'appel). Sebagai seorang cendekiawan, sekalipun jabatan hakim dijalani hanya dalam waktu yang sangat singkat namun ia telah dapat memberikan masukan dan usulan untuk perbaikan dunia peradilan agama di Mesir. Masukan itu dibuatnya dalam sebuah karangan y:mg berbentuk buku dengan judul" Taqrim fi Ishlahd Mahakimis syar'iyah".Tahun 1894 Muhammad Abduh diangkat sebgai anggota pimpinan tertinggi Universitas Al-Azhar (conseil superieur) yang dibentuk atas anjurannya juga. Di samping itu ia pun memberikan kuliah sebagai guru besar di Al-Azhar. Kesempatan emas ini dipergunakan sebaik mungkin. Abduh mulai melancarkan ide-ide pembaharuan kampus, baik dalam bidang administrasi, kurikulum dan peningkatan mutu kuliah. Juga tidak dilupakan upaya peningkatan kesejahteraan mahasiswa dan dosen, pem- bangunan asrama dan ruang kuliah serta lain-lainnya. Bahkan ia telah memberikan sesuatu yang belum pernah dilakukan oleh orang lain yaitu memberikan kuliah tambahan tentang ilmu pengetahuan yang diperlukan mahasiswa bagi perkembangannya di kemudian hari, seperti sejarah, ilmu bumi, ilmu pasti dan filsafat.(Oemar Amin Husein: 175-176) Tepat- lah apa yang dikatakan oleh Stoddard bahwa Syekh Muhammad Abduh adalah seorang pembawa perbaikan pada Universitas Al-Azhar. (Kenneth W.Morgan: 34)Rasyid Ridla, salah seorang murid Muhammad Abduh sewaktu mengajar di Madrasah Sultaniyah sesaat mendengar bahwa gurunya kini telah mengajar di Al-Azhar, dengan cepat ia berangkat ke Mesir dengan satu tujuan, yaitu masuk ke Universitas Al-Azhar sebagai seorang mahasiswa agar bisa selalu mendengar kuliah yang disampaikan Abduh. Rasyid Ridla adalah seorang pemuda yang berotak cemerlang, mobilitasnya tinggi dan mempunyai bakat mengarang dan menulis. Dengan bakatnya ini ia catat semua kuliah tafsir Muhammad Abduh secara teliti dan rapi.Dan menyadari bahwa isi dari kuliah tafsir Muhammad A.bduh tersebut sangat bangus dan sangat tinggi nilainya guna membangkitkan semangat ber-Islam. Atas persetujuan dari Muhammad Abduh juga diterbitkanlah satu majalah kampus bernama Al-Manar dengan Rasyid Ridla sebagai ketua redaksinya. Kuliah tafsir dari Muhammad Abduh yang demikian cemerlang diakui bukan saja dari kalangan umat Islam sendiri, akan tetapi orang luar pun mengakuinya juga. Dalam hal ini Goldziher menyatakan "Pelajaran Muhammad Abduh adalah didasarkan bahwa Islam itu adalah agama yang bersifat universal, cocok untuk segala bangsa, dalam segala waktu dan segala kebudayaan. Tafsir Muhammad Abduh lebih merupakan dasar-dasar baru untuk membentuk kembali masyarakat Islam. Konsepsinya tentang Islam merupakan suatu filsafat sejarah agama atau lebih tepat agaknya jikalau dikatakan kepada sejarah pembangunan Islam". (Kenneth. W. Morgan: 41)Majalah Al-Manar dalam waktu yang relatif singkat telah banyak menarik perhatian, baik di kalangan mahasiswa Al-Azhar sendiri maupun dari kalangan luar kampus. Bahkan setelah beberapa kali terbit majalah ini telah menjadi bacaan angkatan muda Islam di berbagai negeri Islam.Sementara itu tafsir Al-Qur'an dari hasil kuliah Muhammad Abduh yang dimuat dalam salah satu rubrik Al-Manar secara bersambung sudah dirasakan cukup memadai. Akhirnya oleh Rasyid Ridla kemudian di- terbitkan menjadi kitab Tafsir. Dan untuk mengabadikan nama majalah yang sebelumnya telah memuat tafsir tersebut, nama kitab tafsir Muhammad Abduh yang disunting oleh Rasyid Ridla dinamakan tafsir Al-Manar. Namun sayangnya Al-Manar ini ketika baru terselesaikan sampai juz ke sepuluh telah keburu Muhammad Abduh wafat.

Karier terpuncak Muhammad Abduh didapatkan pada tahun 1899, ketika ia diangkat sebagai mufti kerajaan Mesir, suatu jabatan keagamaan tertinggi di Mesir. Jabatan ini tetap dipangkunya hingga ia wafat pada tahun 1905. Pada masa memangku jabatan mufti, Muhammad Abduh sempat pergi ke Eropa untuk kedua kalinya. Pertama kali ia menuju ke Paris guna memenuhi undangan dari seorang filosof Gustaf le Bon, akan tetapi tidak dapat bertemu, oleh karena itu perjalanannya diteruskan ke Inggris untuk menemui Herbert Spencer, seorang filosof terkenal dari Inggris. Dalam pertemuan tersebut keduanya terlibat dalam pem- bicaraan yang hangat, di mana Spencer menyatakan bahwa ilmu pengetahuan dan agama tidaklah bertentangan, bahkan bersesuaian. Keduanya harus berdampingan guna keselamatan umat manusia. Ia mengatakan iuga bahwa bangsa Eropa pada umumnya dan bangsa Inggris khususnya sedang mengalami kemunduran karena pengaruh jalan pikiran yang materialistis. Kesan Muhammad Abduh terhadap tokoh ini diwujudkan dalam bentuk diterjemahkannya buku karangan Herbert Spencer yang berjudul L'education oleh Muhammad Abduh dalam bahasa Arab. (D.Hadikusuma: 38)Syekh Muhammad Abduh meninggal dunia dalam usia yang relatif belum terlalu tua. Pada tanggal 11 Juli 1905 ketika mencapai usia 55 tahun Syekh Muhammad Abduh dipanggil Allah untuk menghadap dan mempertanggung jawabkan semua amal dan periuangannva. Seluruh dunia Islam meratapi akan kebepergian ulama besar ini, bukan saja karena ikatan emosional sebagai sesama muslim, akan tetapi orang lain pun ikut meratapinya, seperti yang dikemukakan oleh Prof. E.G. Bro wn, seorang alim agama Kristen dari Inggris menuliskan kesan sebagai berikut:"Selama umur saya, sudah banyak negeri-negeri dan bangsa-bangsa yang saya lihat, tetapi belum pernah saya melihat seorang juga pun seperti almarhum itu, baik di Timur maupun di Barat. Karena tidak ada bandingannya dalam ilmu pengetahuan, dalam kesalehan, ketajaman pikiran, kejauhan pandangan, kedalaman pengertian tentang sesuatu tidak saja mengenal lahir tetapi juga batin. Tiada bandingannya dalam kesabaran, kejujuran, kepandaian berbicara, gemar beramal dan berbuat kebaikan, takut kepada Tuhan dan senantiasa berjuang di jalan-Nya, pencinta ilmu, dan tempat berlindung orang-orang fakir dan miskin. (Muhammad Abduh, Risalah tauhid: 13)/2. Pemikiran Muhammad Abduha. Bidang Ijtihad dan TaqlidSebab-musabab yang membawa kemunduran umat Islam dalam A lam Islamy adalah dikarenakan adanya kejumudan atau kebekuan berpikir di kalangan umat Islam yaitu kebekuan dalam memahami ajaran Islam yang bersumber kepada Al-Qur'an dan Al-Hadis. Para ulama masa kemunduran Islam menfatwakan kepada umatnya agar dalam beragama mencukupkan kepada pendapat para Imam Mujtahid besar, semacam Imam Malik, Imam Syafi'i, Imam Hanafi, Imam Hanbal dan seb'againya. Sementara itu para ulama masa itu menanamkan satu keyakinan bahwa hakekatnya pintu ijtihad telah tertutup rapat dan tidak mungkin dibuka lagi. Akibat dari ajaran semacam itu wajah Islam menjadi dekil dan buram. Di sinilah Muhammad Abduh dengan tepat sekali menggambarkan kondisi Islam yang dipeluk oleh umat zaman itu dengan ungkapan "Al-Islam mabjuhun biimuslimmin'' artinya (kebenaran, kesempurnaan dan keindahan) Islam itu tertutup oleh (perilaku) orang Islam sendiri. Gerakan 1'aqlid ini merupakan suatu gerakan penutupan akal umat Islam dan oleh karena itu ia termasuk bid'ah, barang yang tidak pernah diajarkan dalam ajaran Islam itu sendiri. Islam adalah agama yang sangat memuliakan akal. Betapa banyak ayat-ayat Al-Qur'an yang diserukan hanya kepada orang berakal saja, dengan ungkapan "Ya Ulil Albab", "Ya UlilAbshar", "Afala latafakkarun", "Afala taqilun", "Afala tatadzakkarun" dan sebagainya. Islam sangat mencela dan melarangdengan keras sikap-sikap seorang muslim yang mengikuti pendapat orang lain tanpa mengetahui dasar dan alasannya. Karena hakekatnya dengan sikap taqlid berarti ia dengan sengaja mengingkari akan eksis- tensi dirinya selaku mahluk yang terbaik dan terbagus, makhluk yang "ahsanu taqwim, atau makhluk rasional.Syekh Muhammad Abduh sangat menekankan arti pentingnya ijtihad. Ajaran Islam telah menegaskan bahwa Islam diturunkan kepada umat manusia tidak lain kecuali untuk meyebarluaskan rahmat Allah ke seluruh alam semesta. Penegasan seperti ini memberikan pengertian bahwa fungsi utama agama Islam adalah sebagai pengayom bagi hidup dan kehidupan umat manusia sepanjang zaman, di mana dan kapan pun juga.

Satu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri oleh siapa pun juga, bahwa pada diri manusia terdapat ciri yang menyolok dan khas, yaitu senantiasa berkembang maiu, dinamis. Dalam kehidupan yang seperti ini manusia dan masyarakat akan selalu menemui berbagai perkara, problema baru yang ditimbulkan oleh adanya tuntutan masyarakat seita adanya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di sini peranan agama akan diuji. Ia akan dimintai jawaban yang pasti terhadap problema yang dihadapi oleh umat. Dan manakala para ulama mencoba mencari jawabannya atas hasil Ijtihad para Imam Mujtahid masa lalu, jelas tidak mungkin bisa menjawabnya. Hal ini dapat dipahami karena situasi dan kondisinya sudah jauh berbeda. Oleh karena itu satu-satunya jalan yang terbaik untuk menjawab berbagai masalah yang timbul di sepaniang zaman yang dilalui oleh umat adalah terus-menerus me- ngembangkan ijtihad.

Meskipun Ijtihad merupakan jalan yang terbaik dan merupakan suatu keharusan pula untuk memberikan corak keislaman terhadap kejadian-kejadian masyarakat dalam lingkungan Islam, namun ijtihad itu hanya boleh dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai sifat-sifat keilmuan, seperti yang dimiliki oleh seorang mujtahid pada masa tiga abad pertama Hijrah. Karena itu Syekh Muhammad Abduh mensyarat- kan kebolehan ijtihad dengan syarat tersebut baik untuk masanya atau masa sesudahnya dan ia juga berhati-hati sekali dalam soal syarat ini, tidak kurang ketelitian dengan orang-orang terdahulu. (A.Hanafi: 167

b. Bidang PendidikanSebagaimana telah jelas di muka bahwa seketika Muhammad Abduh memasuki Universitas Al-Azhar, maka tanpa menunggu terlalu lama beliau mulai melakukan berbagai pembaharuan terhadap per- guruan Islam yang tertua ini, baik yang menyangkut bidang administrasi, bidang kurikulum maupun bidang peningkatan mutu kuliah. Tegasnya pembaharuan Abduh tidak terbatas dalam masalah yang berhubungan langsung dengan pendidikan saja. Bahkan prasarana untuk mencapai ke arah itu juga disempurnakan. Berbagai macam ilmu pengetahuan yang selama ini dianak tirikan seperti ilmu hisab, aljabar, geografi, filsafat dan sebagainya dimasukkan ke dalam kurikulum al-Azhar.I. GERAKAN REFORMASI ISLAM DI INDIA (PAKISTAN)India termasuk salah satu negeri yang memiliki kebudayaan kuno, sejajar dengan negari Cina, Msir, Babilonia dan Yunani. Ia termasuk negeri di Asia yang di masa-masa lampau sangat besar memberikan pengaruhnya terhadap peradaban dan kebudayaan bangsa-bangsa Asia lainnya. Bahkan dapat dikatakan hampir di seluruh Asia dapat dijumpai peninggalan pengaruh budaya India Kuno, yang bercirikan kebudayaan Hindu - Budha.Dengan segala kejayaan dan kemegahannya India menampakkan wajahnya kepada dunia luar sebagai negeri yang dijiwai oleh agama dan budaya Hindu dalam segala aspeknya. Dan ketika Islam masuk ke anak benua Asia di sekitar abad VII Masehi, segala kebudayaan India yang telah tinggi ini semakin diperkaya oleh datangnya Islam yang penuh dinamika, yang mendorong umatnya untuk menciptakan dan memajukan dunia dengan karya-karya kemanusiaan.Sesungguhnya sejarah Islam sendiri memasuki India dalam arti yang sebenarnya baru pada sekitar tahun 1001 Masehi. Islam masuk ke India untuk pertama kalinya di bawah pimpinan Mahmujl ad-Ghazn seorang kepala sebuah daerah Turki di Afghanistan yang telah membebas- kan diri dari pemerintah Pusat Samaniyah yang mengalami keruntuhan.Di bawah kekuasaan Islam yang panjang dan silih berganti antara wangsa (dinasti) yang satu ke wangsa yang lainnya, India bangun dengan kebudayaan baru sebagai hasil perpaduan antara kebudayaan Hindudengan kebudayaan Islam dan juga kebudayaan Persi. Sebagai salah satu