Upload
duongtruc
View
236
Download
5
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Jembatan Beton Pratekan / Prategang
Jembatan merupakan komponen infrastruktur yang sangat penting karena
berfungsi sebagai penghubung dua tempat yang terpisah akibat beberapa kondisi.
Komponen – komponen yang membentuk jembatan diantaranya adalah sebagai
berikut :
Gambar 2.1 Komponen – Komponen Jembatan
- Girder atau gelagar merupakan balok yang membentang secara memanjang
maupun melintang yang berfungsi untuk menerima dan menyebarkan beban
yang bekerja dari atas jembatan dan meneruskannya ke bagian struktur bawah
jembatan.
6
- Abutment atau lebih dikenal dengan perletakan jembatan berfungsi sebagai
pendukung struktur jembatan sekaligus penerima beban dari gelagar dan
meneruskannya ke tanah dasar.
- Railing atau tiang sandaran pada jembatan berfungsi sebagai pembatas dan
keperluan keamanan untuk pengguna jembatan.
- Plat lantai jembatan merupakan bagian dari struktur atas jembatan dimana
merupakan tempat kendaraan untuk lewat. Secara fungsi, plat lantai jembatan
merupakan struktur pertama yang menerima beban dan meneruskannya ke
gelagar utama.
Beton prategang atau beton pratekan merupakan beton bertulang yang telah
diberikan tegangan tekan dalam untuk mengurangi tegangan tarik potensial dalam
beton akibat beban kerja (Manual Perencanaan Beton Pratekan Untuk Jembatan
Dirjen Bina Marga, 2011).
Jembatan beton pratekan atau yang dikenal dengan PSC Bridge merupakan
salah satu jenis jembatan dengan material konstruksi beton pratekan atau beton yang
berisi kabel baja dengan tujuan untuk memberikan tegangan awal berupa tegangan
tarik terhadap beton akibat sifat beton yang tidak mampu menahan gaya tarik. Dalam
hal ini, beton pratekan sebagai solusi untuk mengatasi besarnya tegangan tarik yang
timbul pada struktur beton khususnya pada struktur dengan bentang yang besar.
Material yang digunakan untuk sistem ini adalah material beton dan sistem
kabel. Sistem kabel terdiri dari kabel (wire, strand, bar), selongsong dan angkur
(angkur hidup, angkur mati).
7
Dalam perkembangannya ada tiga (3) konsep beton pratekan yang menjelaskan
bagaimana suatu sistem pratekan membantu menahan gaya luar, yaitu :
a. Sistim pratekan yang bisa menjadikan beton sebagai bahan elastis yang bisa
menahan tegangan tarik akibat dari beban luar. Konsep ini diperkenalkan oleh
Eugene Freyssinet, dimana menurut teorinya beton yang telah diberikan
tegangan awal terlebih dahulu dapat bertransformasi menjadi bahan yang
elastis. Kondisi ini menunjukan bahwa tegangan tarik pada beton tidak ada.
Pada kondisi ini pun, beton akan mengalami dua (2) kondisi yaitu :
- Gaya pratekan berada pada garis penampang atau dikenal dengan kondisi
dimana c.g.c dan c.g.c saling berhimpit. Kondisi seperti ini disebut gaya
pratekan kosentris.
Gambar 2.2 Konsep Beton Kosentris
8
- Serat Atas
Akibat gaya luar : f1t = - M. ya
I ………..………………..
(2.1)
Akibat gaya pratekan : f 2t= - PA ………..…………………..
(2.2)
Tegangan total : f t = - PA
- M.ya
I ………..……………..
(2.3)
- Serat Bawah
Akibat gaya luar : f1 b= M.yb
I ………..…………………
(2.4)
Akibat gaya pratekan : f 2b= - PA ………..…………………..
(2.5)
Tegangan total : f b= - PA
+ M.y b
I ………..……………
(2.6)
- Kondisi lainnya adalah gaya pratekan tidak berada atau tidak bekerja pada
garis penampang sehingga dapat disimpulkan bahwa c.g.c dan c.g.s tidak
berhimpit. Kondisi ini dikenal dengan gaya pratekan eksentris.
9
Gambar 2.3 Konsep Beton Eksentris
10
Adapun besarnya tegangan yang diperhitungkan dalam kondisi ini adalah
sebagai berikut :
- Serat Atas
Akibat gaya luar : f1a = - M.ya
I ………..……………..…
(2.7)
Akibat gaya pratekan : f 2a= - PA
+ Mp . ya
I ………..…………..
(2.8)
Tegangan total : f a = - PA
+ Mp . ya
I-
M.ya
I ………..
……..(2.9)
- Serat Bawah
Akibat gaya luar : f1 b= M.yb
I ………..………………..
(2.10)
Akibat gaya pratekan : f 2b= - PA
−Mp. yb
I ………..………...
(2.11)
Tegangan total : f b= - PA
−Mp . yb
I+
M. yb
I ………..…..
(2.12)
b. Sistem pratekan yang merupakan kombinasi baja mutu tinggi dengan beton
mutu tinggi. Konsep ini merupakan kombinasi dua material yang
menggambarkan bahwa beton merupakan material yang menahan gaya tekan
dan baja merupakan material yang menahan gaya tarik. Kedua gaya tersebut
membentuk kopel gaya yang berfungsi untuk menahan gaya eksternal.
11
Gambar 2.4 Kombinasi Baja Mutu Tinggi dan Beton Mutu Tinggi
(Konstruksi Beton Pratekan, Ir.Soetoyo)
12
c. Sistem pratekan untuk mencapai keseimbangan beban atau yang dikenal
dengan metode Load Balancing. Dalam konsep ini dijelaskan bahwa gaya
pratekan berperan untuk menyeimbangkan gaya luar. Konsep ini diperkenalkan
pertama kalinya oleh T.Y.Lin yang menganggap bahwa beton sebagai benda
bebas dimana tendon dan gaya pratekan berfungsi untuk melawan beban yang
bekerja.
Beban merata akibat gaya pratekan pada kondisi ini dinyatakan dalam :
wb = 8. F .h
L2 ……………………………………………….……..…..…..(2.13)
Dimana :
Wb : beban merata akibat gaya pratekan
h : tinggi lintasan kabel pratekan
L : panjang bentang balok
F : gaya pratekan
Berdasarkan konsepnya, beton diberikan gaya pratekan berbentuk tendon atau
kabel baja. Pemberian gaya pratekan pada beton terdiri dari dua (2) cara, yaitu :
- Pra Tarik (Pre-Tension)
Prinsip kerja metode ini adalah kabel baja diregangkan terlebih dahulu sebelum
beton dicetak. Awalnya tendon prategang ditarik kemudian dilakukan
pengangkuran pada abutment. Setelah tendon terpasang, maka beton dapat
dicetak. Setelah itu, tendon dapat dipotong sehingga gaya prategang dapat
ditransfer ke beton. Pada kondisi ini, kuat tekan beton harus sesuai dengan
yang disyaratkan. Konsep ini digambarkan sebagai berikut :
13
(Sumber: http://dc435.4shared.com/doc/WewLITgl/preview_html_m72a6766d.gif)
Gambar 2.5 Konsep Pra Tarik
- Pasca Tarik (Post-Tension)
Prinsip kerja metode ini adalah beton dicetak terlebih dahulu, kemudian setelah
beton kering kabel ditarik. Awalnya beton dicetak mengelilingi selongsong
atau selubung tendon dimana kabel prategang berada didalam selongsong
selama pengecoran kemudian setalah beton mengeras diberi gaya prategang
dengan cara mengangkur kabel prategang ke abutment. Pada saat itu gaya
prategang ditransfer ke beton sehingga beton akan tertekan. Konsep ini
digambarkan sebagai berikut :
14
(Sumber: http://dc435.4shared.com/doc/WewLITgl/preview_html_m806b4cc.gif)
Gambar 2.6 Konsep Pasca Tarik
Adapun batas – batas tegangan ijin sistem pratekan berdasarkan SNI–T–12-
2004 tentang Perencanaan Struktur Jembatan Beton adalah sebagai berikut :
a. Pada kondisi transfer yaitu kondisi dimana belum terjadi kehilangan gaya
pratekan, tegangan yang diijinkan adalah sebagai berikut :
a.1 Tegangan serat tekan terluar = 0.6 f 'ci …..……………..(2.14)
a.2 Tegangan serat terluar kecuali a.3 = 14 √f '
ci …..………...…...(2.15)
a.3 Tegangan tarik diujung elemen = 12 √f '
ci …..……...……....(2.16)
Dimana :
f 'ci = kuat tekan beton pada saat transfer atau saat penarikan kabel
15
b. Pada kondisi beban layan yaitu kondisi dimana telah terjadi kehilangan gaya
pratekan, tegangan yang diijinkan adalah sebagai berikut :
b.1 Teg. Tekan ijin akibat beban hidup tetap = 0.45 f 'c ….……………..(2.17)
b.2 Teg. tekan ijin beban hidup total = 0.6 f 'c ….....…………....(2.18)
b.3 Tegangan tarik = 12 √ f '
c …..……......……..(2.19)
Dimana :
f 'c = kuat tekan beton
2.2 Standar Pembebanan Jembatan
Faktor beban merupakan hal terpenting dalam perencanaan jembatan.
Diperlukan standar khusus untuk perencanaan pembebanan yang nantinya menjadi
dasar dan patokan perencanaan pembebanan. Di Indonesia, standar perencanaan
pembebanan untuk jembatan mengacu pada Bridge Management System tahun 1992
tentang Panduan Perencanaan Jembatan dan SNI-T-02-2005 tentang Standar
Pembebanan Untuk Jembatan.
Berdasarkan SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan,
beban pada jembatan terbagi atas :
a. Aksi Tetap
Aksi tetap pada jembatan dipengaruhi oleh berat sendiri elemen – elemen
struktural jembatan, beban mati tambahan berupa utilitas, dan pengaruh dari
penyusutan dan rangkak. Adapun faktor beban untuk berat sendiri adalah sebagai
berikut :
16
Tabel 2.1 Faktor Beban untuk Berat Sendiri
Jangka
Waktu
Faktor Beban
K S ; MS
K U ; MS
Biasa Terkurangi
Tetap
Baja, aluminium 1.0 1.1 0.9
Beton pracetak 1.0 1.2 0.85
Beton dicor ditempat 1.0 1.3 0.75
Kayu 1.0 1.4 0.7(Sumber: SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan)
Berdasarkan SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan untuk Jembatan bagian 3
tentang Istilah dan Definisi dan bagian 5 tentang Aksi dan Beban Tetap, maka tabel
diatas dapat dijelaskan sebagai berikut :
- Jangka waktu tetap adalah kondisi dimana beban bekerja sepanjang waktu dan
beban tersebut bersumber dari beban tetap yang berada di sekitar jembatan.
- Faktor beban biasa adalah faktor beban yang digunakan apabila pengaruh dari
aksi rencana untuk mengurangi keamanan.
- Faktor beban terkurangi adalah faktor beban yang digunakan apabila pengaruh
dari aksi rencana untuk menambah keamanan.
- Faktor beban terkurangi biasanya digunakan untuk mengatasi apabila kerapatan
masa struktur sangat besar. Secara batas kerapatan masa yang besar akan
sangat aman untuk struktur tetapi tidak untuk kondisi lainnya sehingga harus
digunakan faktor beban terkurangi.
- Sebaliknya, apabila kerapatan masa kecil maka dapat digunakan faktor beban
biasa dimana keadaan ini merupakan keadaan paling kritis dari kondisi
struktur.
- Nilai dari faktor beban diatas tidak bisa diubah.
17
Tabel 2.2 Berat Isi untuk Beban Mati
No Bahan Berat / Satuan Isi Kerapatan Masa(kN/m3) (kg/m3)
1 Campuran aluminium 26.7 27202 Lapisan permukaan beraspal 22.0 22403 Besi tuang 71.0 72004 Timbunan tanah dipadatkan 17.2 17605 Kerikil dipadatkan 18.8 – 22.7 1920-23206 Aspal beton 22.0 22407 Beton ringan 12.25 – 19.6 1250-20008 Beton 22.0-25.0 2240-25609 Beton prategang 25.0-26.0 2560-264010 Beton bertulang 23.5-25.5 2400-260011 Timbal 111 1140012 Lempung lepas 12.5 128013 Batu pasangan 23.5 240014 Neoprin 11.3 115015 Pasir kering 15.7 – 17.2 1600 – 176016 Pasir basah 18.0 – 18.8 1840 – 192017 Lumpur lunak 17.2 176018 Baja 77.0 785019 Kayu (ringan) 7.8 80020 Kayu (keras) 11.0 112021 Air murni 9.8 100022 Air garam 10.0 102523 Besi tempa 75.5 7680
(Sumber: SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan)
b. Beban Lalu Lintas
Beban lalu lintas pada sistim pembebanan jembatan terdiri atas beban lajur "D"
dan beban truk "T". Beban lajur bekerja pada seluruh lebar jembatan sedangkan
beban truk ditempatkan pada lajur lalu lintas rencana yang ada dilapangan.
- Beban Lajur "D"
Beban lajur merupakan gabungan dari beban merata dan beban garis yang
bekerja pada jembatan. Adapun gambaran beban yang bekerja seperti pada
gambar berikut.
18
Gambar 2.7 Beban Lajur "D"
- Beban Truk "T"
Beban truk merupakan kendaraan berat yang ditempatkan di lajur lalu lintas
rencana. Di setiap satu lajur lalu lintas hanya bisa ditempatkan satu buah truk.
Adapun jumlah lajur lalu lintas rencana adalah sebagai berikut :
Tabel 2.3 Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana
Jenis Jembatan Lebar Jalan Kendaraan Jembatan (m)
Jumlah Lajur Lalu Lintas Rencana
Lajur tunggal 4.0 – 5.0 1Dua arah, tanpa median
5.5 – 8.2511.25 – 15.0
24
Jalan kendaraan majemuk
10.0 – 12.911.25 – 15.015.1 – 18.7518.8 – 22.5
3456
(Sumber: SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan)
Berdasarkan SNI-T-02-2005 tentang Standar Pembebanan Untuk Jembatan,
susunan dan berat as dari truk yang digunakan untuk pembebanan jembatan seperti
gambar berikut.
19
Gambar 2.8 Pembebanan Truk (SNI-T-02-2005)
Pada kasus tertentu, seperti truk yang digunakan untuk pembebanan hanya
terdapat 2 as saja maka berat yang di distribusikan oleh truk disesuaikan dengan
berat aktual dari truk tersebut. Berdasarkan prinsipnya, distribusi beban truk ini
bertujuan untuk memperoleh momen dan geser pada gelagar jembatan. Faktor beban
dinamik untuk beban truk adalah 30%.
Pada pembebanan truk momen lentur ijin rencana akibat beban truk dapat
digunakan untuk pelat yang membentangi gelagar atau balok dalam arah melintang
dengan panjang bentang antara 0.6 m dan 7.4 m. Benteng efektif yang digunakan
adalah sebagai berikut :
- Pelat lantai yang bersatu dengan balok atau dinding tanpa dilakukan
peninggian, bentang efektif sama dengan bentang bersih.
- Pelat lantai yang didukung pada gelagar dari bahan yang berbeda atau tidak
dicor bersama, bentang efektif merupakan penjumlahan dari bentang bersih dan
setengah lebar dudukan tumpuan.
20
c. Aksi Lingkungan
Faktor lingkungan yang mempengaruhi sistim pembebanan jembatan adalah
suhu dari struktur jembatan, drainase atau aliran air, beban angina, beban
gempa dan tekanan tanah. Faktor – faktor diatas mempengaruhi pembebanan
suatu jembatan tetapi untuk penelitian ini tidak memperhitungkan akibat beban
dari lingkungan.
d. Aksi Lainnya
Beban – beban yang termasuk dalam aksi lainnya adalah akibat gesekan pada
tumpuan dan akibat getaran yang terjadi pada jembatan.Faktor – faktor ini juga
diperhitungkan di lapangan.
Dari beberapa faktor pembebanan yang telah dijelaskan diatas, penelitian ini
hanya mempertimbangkan beban akibat beban lalu lintas secara spesifik yaitu beban
truk "T". Ini dikarenakan pengujian pembebanan yang dilakukan dilapangan hanya
memperhitungkan akibat beban hidup yang bekerja dalam hal ini beban truk. Beban
truk yang digunakan tidak melebihi beban yang distandarkan. Beban truk yang
digunakan memiliki berat sebesar 27 ton.
2.3 Analisa Tegangan Jembatan
Berdasarkan SNI 03 – 2874 – 2002 tegangan yang terjadi pada suatu konstruksi
jembatan perlu ditinjau dari 2 (dua) kondisi, yaitu :
- Pada kondisi transfer
- Pada kondisi layan
Adapun contoh tahapan perhitungan tegangan pada gelagar jembatan adalah
sebagai berikut :
21
a. Dimensi penampang balok prategang harus jelas dan pasti.
Gambar 2.9 Dimensi Penampang
(M.Noer Ilham, 2008)
Gambar 2.10 Dimensi Penampang Komposit
(M.Noer Ilham, 2008))
b. Gaya prategang / pratekan dinyatakan dengan P dalam satuan Newton (N)
c. Hitunglah luas penampang beton prategang dinyatakan dengan symbol A
dalam satuan mm2. Luas penampang mempengaruhi penentuan titik berat
setiap segmen.
d. Momen inersia penampang dihitung berdasarkan bentuk penampang. Untuk
penampang berbentuk :
- Balok = 112
×b×h3 ........................................................................(2.20)
Gambar 2.11 Momen Inersia Balok
Dimana :
b : lebar balok
h : tinggi balok
22
- Segitiga = 136
×b×h3 .......................................................................(2.21)
Gambar 2.12 Momen Inersia Penampang Segitiga
Dimana :
b : lebar balok
h : tinggi balok
- Lingkaran = 164
× π× D4 ......................................................................(2.22)
Gambar 2.13 Momen Inersia Penampang Lingkaran
Dimana :
D : diameter lingkaran
D
23
e. Momen yang bekerja pada beton ditinjau dari masing – masing bagian
penampang.
f. Perhitungan tegangan harus memperhatikan tegangan ijin tekan dan tegangan
ijin tarik pada beton yang telah disyaratkan. Setelah itu, perhitungan tegangan
mengacu pada sistem pratekan yang digunakan dan memperhitungkan
tegangan pada serata atas dan serata bawah seperti yang dijelaskan sebelumnya
pada bagian jembatan sistem pratekan. Tegangan pada gelagar jembatan
dinyatakan dalam σ dengan satuan N/mm2 atau MPa. Adapun rumus dari
tegangan yang digunakan adalah sebagai berikut :
σ = Mw ..................................................................................................................(2.23)
Dimana :
M = Momen yang diakibatkan oleh beban (Nmm)
w = Tahanan momen (mm3)
2.4 Pengujian Jembatan
Pengujian jembatan memiliki tujuan untuk menentukan kapasitas atau
kemampuan dari suatu jembatan dalam menerima beban. Pada pelaksanaannya, ada 3
(tiga) jenis pengujian jembatan yang sering digunakan di lapangan yaitu :
a. Uji Beban Statik
Pengujian beban statik umumnya dilakukan dengan cara menempatkan beban –
beban di atas jembatan. Pada kondisi ini beban tidak bergerak. Beban yang
digunakan adalah beban truk. Pengujian ini biasanya dilakukan untuk
mengetahui kapasitas jembatan untuk menahan beban yang diterima. Besarnya
beban yang diberikan dilakukan secara bertahap. Proses pemberian beban
disebut dengan tahap loading sedangkan proses dimana beban dikurangi
disebut tahap unloading. Pengujian ini menggunakan alat uji yaitu sensor.
24
b. Uji Beban Dinamik
Pengujian beban dinamik jembatan dilakukan dengan cara melewatkan beban
dalam hal ini kendaraan dari satu sisi ke sisi lain dari jembatan. Sama halnya
dengan uji statik, uji dinamik jembatan juga dibantu dengan alat uji atau sensor
untuk mendapatkan hasil pengujian. Biasanya pengujian ini bertujuan untuk
mengetahui besarnya getaran yang terjadi pada jembatan.
c. Uji Beban dengan Metode Terintegrasi
Pengujian beban jembatan dengan metode terintegrasi sudah banyak dilakukan.
Pengujian ini dilakukan untuk mendapatkan model yang sesuai atau dengan
kata lain pengujian ini bertujuan untuk mengkalibrasi model. Model yang
dimaksud adalah jembatan dimana pemodelan dalam metode ini dibantu oleh
program. Metode ini sendiri merupakan gabungan dari pengujian yang
dilakukan dilapangan dengan pemodelan yang dilakukan pada program.
Pada penelitian ini, pengujian yang dilakukan adalah pengujian dengan metode
terintegrasi. Dalam pelaksanaannya penelitian ini membandingkan hasil yang
berdasarkan pengujian di lapangan dan pemodelan pada program. Beban yang
digunakan adalah beban hidup yang berasal dari beban lalu lintas yaitu beban truk
dengan berat 27 ton. Pengujian dilakukan hanya untuk mendapatkan nilai tegangan.
Untuk mendapatkan nilai tegangan, digunakan alat uji berupa sensor tegangan yang
diletakan pada bagian bawah dari gelagar jembatan. Alat yang digunakan sebagai
sensor tegangan adalah BDI Strain Transducer seperti tampak pada gambar dibawah
ini.
25
Gambar 2.14 BDI Strain Transducers (Campbell Scientific Inc, 2008)
26
Adapun beberapa penjelasan mengenai alat uji tegangan ini adalah sebagai berikut :
a. Gambaran Umum
BDI Strain Transducer merupakan alat uji tegangan yang digunakan untuk
perhitungan akibat beban hidup pada suatu struktur. Alat ini bisa dipasang pada
kondisi apapun dan pada jenis struktur apapun seperti pada beton bertulang,
gelagar dan rangka baja. Alat ini bisa dipasang pada jembatan dan gedung.
Kelebihan dari alat ini adalah sebagai berikut :
- Efektif dari segi biaya
- Dapat dipasang dalam waktu singkat ± 5 menit
- Dapat digunakan kembali
- Tahan terhadap air dan cuaca
- Bisa digunakan untuk semua jenis kabel dan panjang kabel
b. Spesifikasi Alat
- Panjang efektif : 76.2 mm
- Ukuran keseluruhan : 111 mm x 32 mm x 13 mm
- Panjang kabel : 3 meter
- Material : aluminium
- Range tegangan : aluminium ± 4000 με
- Gaya per 1000 με : 76 N
- Sensitivitas : 500 με / mV / V
- Berat : 85 gram
- Suhu : - 50˚ C sampai 120˚ C
27
Gambar 2.15 Spesifikasi ukuran BDI Strain Transducers (Campbell
Scientific Inc, 2008)
c. Cara Kerja Alat
Alat ini didesain hanya untuk menguji struktur yang diakibatkan oleh beban
hidup yang bekerja. Hasil dari alat ini adalah nilai regangan struktur. Pada
pelaksanaannya, ketika alat ini bekerja diasumsikan bahwa tidak terjadi
perubahan suhu pada struktur selama dilakukan pengujian dalam jangka waktu
yang pendek. Contohnya untuk beberapa kasus dimana pengujian selesai dalam
waktu kurang dari 1 menit. Biasanya pada kasus ini tidak cukup waktu untuk
suhu udara mengalami perubahan yang signifikan. Alat uji ini bekerja secara
presisi dan sangat sensitive. Sebelum penggunaan alat ini perlu dilakukan
pengecekan terlebih dahulu menggunakan ohmmeter. Untuk transducer ST350,
resisten yang terjadi antara kawat hitam dan merah dan kemudian putih dan
hijau pada ohmmeter harus 350Ω.
28
Gambar 2.16 Kalibrasi Alat Uji dengan Ohmmeter (Campbell Scientific
Inc, 2008)
d. Cara Pemasangan Alat
Alat uji ini hanya mengukur regangan pada axis oleh karena itu diperlukan
posisi yang akurat di lapangan. Untuk memudahkan pemasangan, maka
diperlukan tanda khusus yang menjadi patokan pengukuran. Contohnya seperti
gambar berikut, dimana lokasi garis tengah dari gage harus berada pada titik
tengah arah longitudinal dan arah transversal.
29
Gambar 2.17 Garis Tengah untuk Pemasangan Alat (Campbell Scientific
Inc, 2008)
Gambar diatas merupakan contoh memberikan tanda untuk mendapatkan lokasi garis
tengah. Dari gambar diatas, garis longitudinal adalah 8 inch dan garis transversal
adalah 4 inch. Setelah itu dibuat garis sepanjang 1.5 inch pada kedua sisi.
.Gambar 2.18 Garis Tengah untuk Pemasangan Alat (Campbell Scientific Inc,
2008)
30
Pada saat terjadi regangan di benda uji maka regangan itu akan dihantarkan
melalui penghantar resistif yang ada di dalam gauge. Penghantar tersebut di
dalam gauge akan mengalami perubahan nilai resistansinya dimana nilai itu
berbanding lurus terhadap regangan.
Sistem kalibrasi dan validasi dari alat ini telah disertifikasi berdasarkan NIST
standar. Apabila sensor yang digunakan diluar sepesifikasi teknis yang
disyaratkan maka sistem kalibrasi mengikuti sistem kalibrasi ulang dari BDI.
Berdasarkan pengalaman di lapangan, sistem kalibrasi ulang terjadi setelah 15
– 25 pemasangan alat uji. Persen kesalahan yang diperbolehkan dalam
penggunaan alat ini sebesar 2με.
e. Hasil Uji
Hasil pengujian yang didapatkan dari alat ini dalam satuan microstrain. Untuk
mendapatkan nilai tegangan maka harus menggunakan rumus :
σ = E ε .........................................................................................................(2.24)
Dimana :
E = Modulus Elastisitas (N/mm2)
ε = regangan (Microstrain = 106 x strain)
σ = tegangan (N/mm2)
Gambar 2.19 Hasil Pengujian Alat Strain Transducer (Campbell Scientific
Inc, 2008)
31
2.5 Program MIDAS/Civil
Program MIDAS/Civil merupakan sebuah program yang dibuat untuk analisa
struktur dan desain struktur dalam bidang ilmu teknik sipil. Program ini dikhususkan
pada pengenalan sistim perencanaan struktur yang termasuk didalamnya analisis dan
cara mengoptimalkan suatu desain secara khusus dalam perencanaan jembatan.
Program ini dikembangkan dari bahasa pemrograman Visual C++ dan dapat bekerja
secara cepat dan sangat mudah untuk dipelajari. Program ini dapat digunakan lebih
dari 5000 proyek dan hasilnya tetap realistis dan efektif. Setiap fungsi dari program
ini telah diverifikasi berdasarkan teori dan hasil dari program – program sejenisnya.
Ada beberapa bagian penting yang perlu diperhatikan dari penggunaan program
MIDAS/Civil, yaitu :
a. Pengenalan Program
Program MIDAS/Civil merupakan solusi untuk mengoptimalkan perencanaan
suatu struktur jembatan dan jenis struktur lainnya. Program ini memiliki
kemampuan untuk menganalisis jenis struktur seperti beton pratekan, jembatan
suspensi, jembatan kabel dan jembatan konvensional lainnya.
.Gambar 2.20 Contoh Pemodelan Jembatan Suspensi
(MIDAS/Civil Tutorial)
32
Aspek teknis yang sangat penting dalam analisa struktur terletak pada proses
perencanaannya. Program ini dapat diaplikasikan untuk beberapa jenis area
atau proyek, seperti :
- Analisa dan perencanaan untuk semua jenis jembatan seperti jembatan
dengan struktur beton bertulang, baja, komposit, pratekan, suspensi, dan
jembatan kabel.
- Analisa panas hidrasi dari masa beton seperti pada abutmen, piers,
breakwater, dan pondasi.
- Struktur bawah tanah
- Fasilitas industri dan pabrik
- Fasilitas umum seperti pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api,
bendungan dan fasilitas transportasi lainnya.
Gambar 2.21 Jenis Proyek yang dapat Diaplikasikan di MIDAS/Civil
(MIDAS/Civil Tutorial)
33
Berikut ini tampilan dari program MIDAS/Civil, yaitu :
Gambar 2.22 Tampilan Program MIDAS/Civil
(MIDAS/Civil Tutorial)
- Main menu berisi perintah yang digunakan dalam program. File berisi
tentang informasi umum seperti cetak, transfer data dan fungsi lainnya
yang berhubungan. Edit berisi tentang cara memperbaiki termasuk
undo/redo. View berisi tentang metode presentasi secara visual,
mengaktifkan fungsi dan tidak, dan lainnya. Model berisi tentang cara
membuat pemodelan, titik, elemen, penampang, kondisi batas, dan lainnya.
Load berisi tentang cara memasukan beban statik, beban dinamik dan
beban lainnya. Analysis berisi tentang cara melakukan analisis pada
program. Result menggambarkan hasil yang didapat dari program. Design
berisi perencanaan otomatis dari struktur baja, dan lainnya. Mode berisi
tentang fungsi pertukaran antara sebelum proses dan setelah proses. Query
menjelaskan status dari verifikasi fungsi elemen, titik dan data yang
berhubungan. Tools merupakan bagian pelengkap dari program. Control
34
merupakan fungsi kontrol untuk setiap tampilan. Help merupakan fungsi
untuk membantu pengguna program.
- Tree menu berisi tentang semua prosedur yang dilakukan pada saat
pemodelan dari pemasukan data, perencanaan, perhitungan dan hasil yang
didapatkan.
- Context menu merupakan cara yang lebih mudah untuk meminimalisasi
pergerakan dari mouse dengan hanya menggunakan klik kanan pada
mouse.
- Model window menampilkan model dalam bentuk window program yang
utuh dan pada kondisi ini diperbolehkan banyak tampilan window dalam
satu screen.
- Table window menampilkan semua tipe data yang dimasukan, dianalisa
dan hasil perencanaan dalam format spread sheet.
- History window berisi tentang rekaman aktivitas dari pengguna yang telah
dilakukan.
- Message window menampilkan semua jenis informasi yang dibutuhkan
untuk pemodelan, warning dan eror.
- Status bar menampilkan sistim koordinat program, sistim satuan yang
digunakan dan semua hal yang digunakan untuk membantu pekerjaan
menjadi lebih efisien.
35
b. Analisis Program
Dasar analisa program ini adalah analisa struktur secara linier dan nonlinier.
Tidak ada batas untuk jumlah titk, elemen dan beban pada pemodelan program
ini. Untuk elemen balok, program ini dapat menganalisis lendutan dan
maksimum tegangan yang terjadi pada akhir titik yang ditinjau. Analisa ini
berdasarkan analisa elemen hingga yang didasarkan pada model analisis
numerik.
Gambar 2.23 Contoh Analisa Jembatan pada Program MIDAS/Civil
(MIDAS/Civil Tutorial)
36
Gambar 2.24 Contoh Hasil berupa Tabel pada Program MIDAS/Civil
(MIDAS/Civil Tutorial)
2.6 Resensi Penelitian Sebelumnya
37
a. Penelitian yang dilakukan oleh Subdit Teknik Jembatan, Dit. Bina Teknik,
Ditjen. Bina Marga, Kementrian PU dengan judul Uji Pembebanan Jembatan
Sebagai Standar Awal Pengoperasian Jembatan Untuk Lalu Lintas Umum,
Kasus : Jembatan Timpah. Pada penelitian ini, pengujian jembatan dilakukan
dengan 2 tahap yaitu uji statik dan uji dinamik. Uji statik dilakukan dengan
menggunakan 24 buah truk dengan berat total 300 ton yang disebar
disepanjang jembatan. Sedangkan uji dinamik dilakukan dengan jumping test
dimana sebuah truk dengan berat 12.5 ton melewati sebuah ganjalan kayu
setinggi 12 cm. Uji statik dilakukan untuk mendapatkan nilai lendutan dan
tegangan, sedangkan uji dinamik dilakukan untuk mendapatkan nilai frekuensi
getaran. Penelitian ini menyimpulkan bahwa nilai tegangan yang didapatkan
dari alat uji melebihi nilai tegangan perhitungan. Perlu dilakukan koreksi
terhadap panjang kabel dan kondisi awal perhitungan.
b. Penelitian yang dilakukan oleh Moussa Issa dan Mohsen Shahawy dari
Departemen Transportasi Florida tentang Dynamic and Static Test of
Prestressed Concrete Girder Bridges in Florida. Metode pengujian yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah pengujian statik dan dinamik. Pada
pengujian ini alat sensor diletakan pada ½ dan ¼ bentang jembatan. Pada
pengujian statik, jembatan diberikan beban maksimum rencana. Setiap tahap
pembebanan hasilnya dibandingkan dengan model analitis. Sedangkan
pengujian dinamik dilakukan dengan menggunakan truk yang bergerak diatas
jembatan dengan kecepatan konstan sebesar 55 MPH, 45 MPH dan 35 MPH.
Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa hasil pengujian dilapangan melebihi
hasil prediksi metode analisis yang dilakukan.