View
115
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Nervus Optikus
Citation preview
JEANYANTY Y. DJARANJOERA (1008012016)
NERVUS OPTIKUS
1. Anatomi
Nervus optikus merupakan bagian dari Sistem Saraf Pusat (SSP) yang memiliki lebih
sedikit sel neuron dan terisolasi dari sel lain yang umumnya berada di otak. Nervus optikus
terdiri dari akson sel ganglion retina dan sel glia. Jumlah akson cenderung tetap, sedangkan
jumlah sel glia dan myelin relatif bervariasi di berbagai tempat dibandingkan akson.
Nervus optikus membentang dari retina melewati foramen sklera posterior hingga
ganglion genikulatum lateral di thalamus.
Pada manusia, panjang nervus optikus yang terbentang dari belakang bola mata
hingga kiasma optikum adalah sekitar 50 mm dan terdiri dari empat bagian:
a) Bagian intraokuler (head nervus optikus) memiliki panjang sekitar 1 sampai 1.5
mm dengan diameter transversal terhadap sklera sebesar 1,5 mm.
b) Bagian intraorbital dimulai dari bagian posterior permukaan sklera, memiliki
panjang sekitar 30-40 dan diameter 3-4 mm. Bagian ini memiliki sinous course
sehingga tetap memungkinkan gerakan excursi bola mata. Sekitar 8-15 mm
dibelakang bola mata, a.centralis retina berpenetrasi kedalam nervus optikus.
c) Bagian intrakanalikuler yang memiliki panjang sekitar 5-8 mm terfiksasi erat di
dalam kanalis optikus.
d) Bagian intrakranial memiliki panjang sekitar 10 mm dan bergabung dengan
nervus kontralateral membentuk kiasma optikum. Karena merupakan bagian dari
SSP, bagian intarorbita nervus optikus diselubungi pula oleh lapisan piamater,
araknoid, dan duramater.
JEANYANTY Y. DJARANJOERA (1008012016)
2. Fisiologi
Retina merupakan reseptor permukaan untuk informasi visual. Retina berfungsi
menerima cahaya dan merubahnya menjadi sinyal fotokimia, untuk selanjutnya
meneruskan sinyal tersebut ke otak. Retina terdiri dari 3 macam sel saraf (neuron), yaitu
sel-sel reseptor sensoris atau fotoreseptor (batang dan kerucut), sel bipolar, serta sel
ganglion. Sel batang bertanggungjawab untuk penglihatan pada daerah kurang cahaya dan
sel kerucut bertanggungjawab untuk penglihatan pada daerah cukup cahaya dan warna.
Gambar 2. Lapisan neuron retina
Cahaya yang masuk ke mata diubah menjadi sinyal elektrik di retina. Cahaya
tersebut mencetuskan reaksi fotokimiawi di sel batang dan kerucut, yang mengakibatkan
pembentukan impuls yang akhirnya dihantarkan ke korteks visual. Sel-sel bipolar retina
menerima input pada dendritnya dari sel batang dan kerucut, kemudian menghantarkan
impuls lebih jauh ke arah sentral pada lapisan sel ganglion. Akson panjang sel ganglion
melewati papilla optika (diskus nervi optica) dan meninggalkan mata sebagai nervus
optikus, yang mengandung sekitar 1 juta serabut. Pada bagian tengah kaput nervus optikus
tersebut keluar cabang-cabang dari arteri centralis retina yang merupakan cabang dari A.
oftalmika.
Nervus optikus memasuki ruang intrakranial melalui foramen optikum. Di depan
tuber sinerium (tangkai hipofisis) nervus optikus kiri dan kanan bergabung menjadi satu
berkas membentuk kiasma optikum, dimana serabut bagian nasal dari masing-masing mata
akan bersilangan dan kemudian menyatu dengan serabut temporal mata yang lain
JEANYANTY Y. DJARANJOERA (1008012016)
membentuk traktus optikus dan melanjutkan perjalanan untuk ke korpus genikulatum
lateral dan nucleus pretektalis.
Gambar 3. Perjalanan serabut saraf nervus optikus (tampak basal)
Serabut saraf yang bersinaps di korpus genikulatum lateral merupakan jaras visual
sedangkan serabut saraf yang berakhir di nukleus pretektalis di batang otak menghantarkan
impuls visual (saraf afferent) yang membangkitkan refleks visual seperti refleks
pupil.Selanjutnya, dari korpus genikulatum lateral, jaras visual terus melalui traktus
genikulokalkarina (radiasio optik) ke korteks visual. Daerah berakhirnya serabut di korteks
disebut korteks striatum (area 17/area Brodmann). Ini merupakan pusat persepsi cahaya.
Di sekitar area 17, terdapat area yang berfungsi untuk asosiasi rangsang visual, yaitu area
18 dan 19.
Setelah sampai di korpus genikulatum lateral, serabut saraf yang membawa impuls
penglihatan akan berlanjut melalui radiatio optika (optic radiation) atau traktus
genikulokalkarina ke korteks penglihatan primer di girus kalkarina. Korteks penglihatan
primer tersebut mendapat vaskularisasi dari a. kalkarina yang merupakan cabang dari a.
serebri posterior. Serabut yang berasal dari bagian parietal korpus genikulatum lateral
membawa impuls lapang pandang bawah sedangkan serabut yang berasal dari temporal
membawa impuls dari lapang pandang atas.
JEANYANTY Y. DJARANJOERA (1008012016)
3. Histologi
Head nervus optikus meluas dari permukaan diskus optikus sampai ke permukaan
posterior sklera, dimana dimana axon dari sel ganglion retina membentuk sebuah bundle
sebelum keluar dari bola mata. Head nervus optikus ini terbagi menjadi tiga bagian:
(1) Permukaaan Retinal Nerve Fiber Layer (RNFL). (2) bagian Prelaminar, dan (3)
Lamina Cribrosa.
a) Permukaaan RNFL terdiri dari akson sel ganglion retina yang tidak bermilein.
Lapisan ini dipisahkan dengan vitreus oleh lapisan astrosit (membran limitan
interna Elschnig). Jumlah serabut saraf retina sekitar 1 juta serabut saraf tiap mata
pada awal gestasi dan akan berkurang dengan semakin bertambahnya usia. Akson
yang berasal adari daerah makula akan langsung menuju nervus optikus dan
membentuk berkas papilomakuler. Berkas papilomakuler memiliki densitas akson
atau neural retinal rim paling tebal dibandingkan tempat yang lain, dimana polus
superior dan inferior dari nervus optikus memiliki jumlah akson terbanyak.
Ketebalan lapisan ini dipengaruhi oleh ukuran dari papil. Pada mata dengan papil
kecil umumnya memiliki lapisan yang tebal, sebaliknya mata dengan papil yang
besar biasanya memiliki lapisaan RNFL yang tipis.
Gambar 4. Potongan memanjang nervus optikus. Keterangan : NFL: Nerve Fibre Layer, RA:
Arterola retina, PLR: regio Prelaminar, LC: Lamina cribrosa, R: Retina, C: Koroid, S :Sklera,
PCA : Arteri siliaris posterior,P: piamater,ON: nervus optikus.
JEANYANTY Y. DJARANJOERA (1008012016)
b) Bagian prelaminar terdiri dari axon yang tidak bermielin, astrosit, kapiler, dan
jaringan ikat disekitarnya. Akson tersusun dalam ikatan yang dikelilingi oleh
astrosit. Pada tepi lateral dari bagian prelaminar, axonal bundle dipisahkan dari
retina oleh jaringan glia (jaringan intermedia Kuhnt) dan dipisahkan dari koroid
oleh lapisan jaringan kolagen Elschnig. Bagian Prelaminar ini mengandung
jaringan kolagen yang sangat sedikit bila dibandingkan dengan jaringan sekitar
yang mengelilingi arteri sentralis dan kapiler pembuluh darah pada diskus optikus.
c) Lamina kribrosa memiliki karakteristik khas, yaitu tersusun seperti sieve dengan
lubang-lubang berbentuk bulat dan oval yang ditembus oleh serabut saraf dan arteri
centralis. Lamina kribrosa ini terdiri atas lapisan kolagen yang padat dan tebal dari
sklera serta jaringan glia. Jaringan ikat elastis dijumpai pula pada bagian ini.
Astrosit yang terletak pada lubang dari lamina kribrosa membentuk lapisan
glia yang menyelubungi setiap bundle saraf dan memisahkan bundle saraf
tersebut dari jaringan ikat disekitarnya.
Mitokondria yang tedapat dalam sitoplasma sangat penting bagi fungsi normal
saraf optik. Keadaan yang menyebabkan berkurangnya jumlah mitokondria ataupun
penurunan fungsi mitokondria secara langsung berakibat gangguan pada saraf optik. Salah
satu hipotesis apoptosis atau kematian sel yang terprogram adalah akibat dari defek DNA
mitokondria saat terjadi mitosis dan aging process dari sel. Di saraf optik terdapat densitas
mitokondria yang sangat tinggi seperti tampak pada gambar 2 di bawah ini:
Gambar 5. Diagram sel ganglion retina. Mitokondria terakumulasi di vena nerve fiber layer,
bagian laminer dan prelaminer nervus optikus, nodus Ranvier, dan axon terminal
JEANYANTY Y. DJARANJOERA (1008012016)
Kelainan Pada Pemeriksaan Lapangan Pandang
Lesi di sepanjang lintasan nervus optikus (N.II) hingga korteks sensorik, akan
menunjukkan gejala gangguan penglihatan yaitu pada lapang pandang atau medan penglihatan.
Lesi pada nervus optikus akan mengakibatkan kebutaan atau anopsia pada mata yang
disarafinya. Hal ini disebabkan karena penyumbatan arteri centralis retina yang memperdarahi
retina tanpa kolateral, ataupun arteri karotis interna yang akan bercabang menjadi arteri
oftalmika yang kemudian menjadi arteri centralis retina. Kebutaan tersebut terjadi tiba-tiba dan
disebut amaurosis fugax.
Lesi pada bagian medial kiasma akan menghilangkan medan penglihatan temporal yang
disebut hemianopsia bitemporal, sedangkan lesi pada kedua bagian lateralnya akan
menimbulkan hemianopsia binasal. Lesi pada traktus optikus akan menyebabkan hemianopsia
homonim kontralateral. Lesi pada radiasio optika bagian temporal akan menyebabkan
quadroanopsia superior homonim kontralateral, sedangkan lesi pada serabut parietal akan
menyebabkan quadroanopsia inferior homonim kontralateral.
Gambar 6. Lintasan Impuls visual dan Gangguan Medan Penglihatan Akibat Berbagai Lesi di
Lintasan Visual
JEANYANTY Y. DJARANJOERA (1008012016)
ETIOLOGI BUTA WARNA
Buta warna dapat terjadi secara kongenital atau didapat akibat penyakit tertentu. Buta warna
yang diturunkan tidak bersifat progresif dan tidak dapat diobati. Pada kelainan macula (retinitis
sentral dan degenerasi makula sentral), sering terdapat kelainan pada penglihatan warna biru
dan kuning, sedang pada kelainan saraf optik akan terlihat gangguan penglihatan warna merah
dan hijau.
Gambar 7. Pola penurunan kromosom 7 X’: kromosom abnormal, kotak kuning: karier
genetik, kotak merah: orang dengan defi siensi penglihatan warna
Buta warna umumnya dianggap lebih banyak terdapat pada laki-laki dibanding
perempuan dengan perbandingan 20:1. Buta warna herediter merupakan kelainan genetik
sexlinked pada kromosom X ayah dan ibu. Anak perempuan menerima satu kromosom X dari
ibu dan satu dari ayah. Dibutuhkan hanya satu gen untuk penglihatan warna normal. Anak laki-
laki, menerima kromosom X dari ibu dan Y dari ayah, jika gen X tunggal tidak mempunyai
gen fotopigmen maka akan terjadi buta warna.
JEANYANTY Y. DJARANJOERA (1008012016)
Dikenal hukum Kollner yang menyatakan defek penglihatan warna merah hijau
merupakan lesi saraf optik ataupun jalur penglihatan, sedangkan defek penglihatan biru kuning
akibat kelainan pada epitel sensori retina atau lapis kerucut dan batang retina. Terdapat
pengecualian Hukum Kollner:
Neuropati optik iskemik, atrofi optic pada glaukoma, atrofi optik diturunkan secara
dominan, atrofi saraf optik tertentu memberikan cacat biru kuning.
Defek penglihatan merah hijau pada degenerasi makula, mungkin akibat kerusakan retina
yang terletak pada sel ganglionnya.
Pada degenerasi makula juvenile terdapat buta biru kuning, merah hijau atau buta warna
total, sedangkan degenerasi makula stardgart dan fundus flavimakulatus mengakibatkan
gangguan pada warna merah hijau.
Defek penglihatan warna biru dapat pula terjadi pada peningkatan tekanan intraokular.
Gangguan penglihatan biru kuning terdapat pada glaukoma, ablasio retina, degenerasi
pigmen retina, degenerasi makula senilis dini, myopia, korioretinitis, oklusi pembuluh darah
retina, retinopati diabetik dan hipertensi, papil edema, dan keracunan metil alcohol serta pada
penambahan usia. Ganguan penglihatan merah hijau terdapat pada kelainan saraf optik,
keracunan tembakau dan racun, neuritis retrobulbar, atrofi optik, dan lesi kompresi traktus
optikus.
Penyebab lainnya karena kelainan yang didapat, misalnya ; kecelakaan atau trauma
pada retina dan otak. Pada umumnya kelainan ini hanya terjadi pada salah satu mata saja dan
dapat memburuk seiring perjalanan waktu. Defisiensi warna bisa juga disebabkan oleh infeksi
pada masa kehamilan, seperti ; toksoplasma, yang dapat menyebabkan kecacatan pada mata
bayi yang baru dilahirkan.