25
Perencanaan Kebutuhan dan Pengadaan Material Pesawat Telepon Tipe PTE 991 N-3 INFOMATEK Volume 5 Nomor 4 Desember 2003 PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGADAAN MATERIAL PESAWAT TELEPON TIPE PTE 991 N-3 Sutarman dan Wahyu Katon Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik-Universitas Pasundan Abstrak : Saat ini sudah semakin banyak perusahaan yang menyadari perlunya analisis yang seksama terhadap jenis-jenis material yang bernilai tinggi (High Cost) dan penggunaan dalam jumlah banyak (High Usage), dan kebijakan persediaan harus menghasilkan jumlah dan saat yang tepat dalam melakukan pemesanan, selanjutnya juga harus memperoleh material yang sesuai dengan spesifikasi, dan akhirnya disertai dengan biaya yang wajar, berdasarkan pemikiran tersebut, maka masalah pokok dalam penelitian ini diformulasikan antara lain; (1) bagaimana melakukan perencanan persediaan yang baik agar pihak perusahaan tidak mengalami stockout maupun overstock, dan (2) bagaimana melakukan seleksi pemasok, agar memperoleh pemasok yang mampu mengirim material secara tepat waktu, sesuai dengan spesifikasi, dan harga yang wajar. Upaya untuk menjawab masalah tersebut, peneliti menggunakan Material Requirement Planning, dengan metode Lotting Algoritma Wagner Within, dan untuk melakukan seleksi pemasok menggunakan Multy Criteria Decision Making dengan metode Analytical Hierarchy Process. Berdasarkan penggunaan kedua metode tersebut menghasilkan ukuran dan saat pemesanan material yang optimum, sehingga memperoleh ongkos persediaan yang minimum, sedangkan pemasok yang mampu memenuhi kriteria yang ditetapkan perusahaan adalah pemasok A. Kata Kunci : MRP, Wagner Within, Pair-wise comparison, Eigen Value, Consistency Ratio 187

Jbptunpaspp Gdl Sutarmanda 3708 1 Sutarman 4

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kl;k;kll

Citation preview

PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGADAAN MATERIAL

Infomatek Volume 5 Nomor 4 Desember 2003 : 187-202Infomatek Volume 5 Nomor 4 Desember 2003 : 187-202Perencanaan Kebutuhan dan Pengadaan Material

Pesawat Telepon Tipe PTE 991 N-3

INFOMATEK

Volume 5 Nomor 4 Desember 2003

PERENCANAAN KEBUTUHAN DAN PENGADAAN MATERIAL PESAWAT TELEPON TIPE PTE 991 N-3

Sutarman dan Wahyu Katon

Jurusan Teknik Industri

Fakultas Teknik-Universitas Pasundan

Abstrak : Saat ini sudah semakin banyak perusahaan yang menyadari perlunya analisis yang seksama terhadap jenis-jenis material yang bernilai tinggi (High Cost) dan penggunaan dalam jumlah banyak (High Usage), dan kebijakan persediaan harus menghasilkan jumlah dan saat yang tepat dalam melakukan pemesanan, selanjutnya juga harus memperoleh material yang sesuai dengan spesifikasi, dan akhirnya disertai dengan biaya yang wajar, berdasarkan pemikiran tersebut, maka masalah pokok dalam penelitian ini diformulasikan antara lain; (1) bagaimana melakukan perencanan persediaan yang baik agar pihak perusahaan tidak mengalami stockout maupun overstock, dan (2) bagaimana melakukan seleksi pemasok, agar memperoleh pemasok yang mampu mengirim material secara tepat waktu, sesuai dengan spesifikasi, dan harga yang wajar. Upaya untuk menjawab masalah tersebut, peneliti menggunakan Material Requirement Planning, dengan metode Lotting Algoritma Wagner Within, dan untuk melakukan seleksi pemasok menggunakan Multy Criteria Decision Making dengan metode Analytical Hierarchy Process.Berdasarkan penggunaan kedua metode tersebut menghasilkan ukuran dan saat pemesanan material yang optimum, sehingga memperoleh ongkos persediaan yang minimum, sedangkan pemasok yang mampu memenuhi kriteria yang ditetapkan perusahaan adalah pemasok A.

Kata Kunci : MRP, Wagner Within, Pair-wise comparison, Eigen Value, Consistency RatioI. PENDAHULUANPT. X(Persero) adalah merupakan Badan Usaha Milik Negara yang bergerak dalam produksi alat telekomunikasi, mempunyai wilayah pemasaran dalam dan luar negeri, saat ini perusahaan selalu berusaha untuk melayani pelanggan secara baik, dan salah satu faktor yang harus diperhatikan adalah bagaimana menjaga kelancaran prosedur dan pelaksanaan bidang operasional terutama dalam melakukan perencanaan dan pengendalian persediaan, oleh karena itu, peranan logistik sangatlah diperlukan.

Saat ini kebijakan persediaan material yang dilakukan pihak perusahaan masih belum

memperhitungkan ukuran pemesanan optimum, akan tetapi perusahaan melakukan pemesanan material pada saat akan dimulai produksi dengan jumlah sekali pesan. Gejala ini berakibat terjadinya pembengkakkan ongkos persediaan, hal ini diperkuat dengan adanya kondisi objektif bahwa ternyata dana yang diinvestasikan untuk persediaan di perusahaan mencapai 66 % dari keseluruhan biaya operasional.

Oleh karena itu, perusahaan sangat menyadari perlunya analisis yang seksama terhadap jenis-jenis material yang bernilai tinggi (High Cost) dan penggunaan dalam jumlah banyak (High Usage), karena kebijakan persediaan harus menghasilkan jumlah dan saat yang tepat dalam melakukan pemesanan, selanjutnya juga harus memperoleh material yang sesuai dengan spesifikasi, dan akhirnya disertatai dengan biaya yang wajar.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka masalah pokok dalam penelitian ini diformulasikan antara lain; (1) bagaimana melakukan perencanan persediaan yang baik agar pihak perusahaan tidak mengalami stockout maupun overstock, dan (2) bagaimana melakukan seleksi pemasok, agar memperoleh pemasok yang mampu mengirim material secara tepat waktu, sesuai dengan spesifikasi, dan harga yang wajar.

Apabila persediaan material yang diperlukan dapat mendukung terselenggaranya aktivitas produksi sehingga mampu memenuhi permintaan pelanggan, maka langkah selanjutnya perusahaan harus melakukan seleksi terhadap para pemasok yang bersedia untuk mendukung terciptanya kominmen perusahaan kepada para pelanggannya.

II. MANAJEMEN LOGISTIKProses kegiatan logistik tidak akan lepas dari proses bisnis, baik manufaktur maupun jasa, karena logistik akan selalu melibatkan kegiatan-kegiatan pelayanan kepada pelanggan, transportasi, persediaan, pemrosesan pesanan, pergudangan, pemindahan bahan, dan pemeliharaan informasi, sehingga merupakan kegiatan yang tak mungkin terhindar dari proses bisnis, maka kegiatan logistik adalah keniscayaan yang perlu diperhatikan, agar pelayanan kepada pelanggan dapat dipelihara secara konsisten.

Definisi yang dikemukakan oleh pakar manajemen logistik, Bowersox [1] sebagai berikut : The process of strategically managing the movement and storage of materials, part and finished inventory from supplier, between enterprise facilities, and to customers.Selain dari hal tersebut ia pun mengemukakan bahwa terdapat 5 komponen yang bergabung untuk membentuk sistem logistik, yaitu, (1) struktur lokasi fasilitas, (2)transportasi, (3)

persediaan,(4) komunikasi,(5) penanganan dan (6) penyimpananSedangkan lembaga swadaya masyarakat Amerika Serikat yang bergerak dalam manajemen logistik (The Council of Logistics Management), dalam Ballou [2] mendefinisikan bahwa logistik adalah : The process of planning, implementing, and controlling the efficient, cost-effective flow and storage of raw material, in process inventory, finished goods, and related information from the point of origin to the point of consumption for the purpose of conforming to customer requirements. Mengingat logistik akan selalu melibatkan unsur pemasok, manufaktur, distribusi dan para pelanggan, maka misi logistik harus dapat melaksanakan kegiatan pengiriman barang dan jasa yang diperlukan pelanggan secara efisien, maka misi logistik yang dimaksud menurut Ballou [2] adalah:

The mission of logistics is to get the right goods, or services to the right place, at the right time, and in the desired condition, while making the greatest contribution to the firm

Sehubungan sistem logistik mengalami perkembangan yang pesat, maka organisasi profesi tersebut menambahkan unsur jasa (services) dalam definisinya, yang dikemukakan oleh Johnson [3] adalah menjadi:

The process of planning, implementing, and controlling the efficient, effective flow and storage of goods, services, and related information from the point of origin to the point of consumption for the purpose of conforming to customer requirement.

Sedangkan peranan logistik apabila dilihat dari perspektif Supply Chains menurut Chopra [4], adalah: Inventory exists in the supply chains because of a miss match between supply and demand. This mismatch is intentional at a steel manufacturer, where it is economical to manufacture in large lot than are then stored for future sales. The missmatch is also intentional at a retail store, when inventory is held in anticipation of future demand. An important role that inventory plays in supply chains is to increase amount of demandthat can be satisfied by having the product ready and available when the customer wants it. Another significant role inventory plays is to reduce cost by exploiting ani economies of scale that may exist during both production and distribution.

Berdasarkan definisi logistik yang diutarakan di atas, menyatakan bahwa kegiatan logistik tidak akan pernah terpisah dari menajemen persediaan, dan manajemen persediaan merupakan aktivitas kunci dari kegiatan logistik Maka dengan demikian Tersine [5], mengemukakan tentang definisi, tujuan persediaan dan tujuan manajemen persediaan sebagai berikut: Inventory as a material held an idle or incomplete state awaiting future sales, use, or transformation.

Tujuan persediaan adalah : Inventory exist because supply and demand are difficult to synchronized perfectly and it take time to perform material related operations. For several reason, supply and demand frequently differ in the rate at which they respectively provide and require stock. These reason can be best explained by four functional factors of inventory, that is Time, discontinuity, uncertainly, and economy.

Sedangkan tujuan manajemen persediaan adalah :

The objective of inventory management is to have the appropriate amounts of material in the right place, at the right time and at low cost. Inventory costs are associated with the operation of an inventory system and result from action or lack of action on the part of management in establishing the system. They are the basic economic parameters to any inventory decision model, and the more relevant ones to most systems are itemized as follows. Sedangkan Yamit [6] telah mencoba mendefinisikan bahwa :Persediaan adalah jumlah bahan-bahan, bagian-bagian yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi atau produk yang disediakan untuk memenuhi permintan dari pelanggan atau langganan setiap waktu.Rangkuti [7], menyatakan bahwa :

Persediaan timbul oleh tidak singkronnya permintaan dan waktu yang digunakan untuk memproses material.Sehubungan dengan tujuan persediaan tersebut, maka komponen biaya persediaan adalah terdiri dari 4 komponen, yaitu (1) biaya pembelian, (2) biaya pemesanan, (3) biaya simpan dan (4) biaya kekurangan persediaan, komponen biaya persediaan tersebut merupakan variable yang dapat menentukan tingkat pemesanan optimum, sehingga ongkos total persediaan menjadi minimum. 3. Material Requirement Planning

Material Requirement Planning adalah suatu set teknik yang dipakai untuk merencanakan pembuatan atau pembelian Sub-Assembly, komponen dan bahan baku yang diperlukan untuk melaksanakan Master Production Schedule (MPS).

MRP merupakan sistem yang dirancang secara khusus untuk situasi permintaan bergelombang, yang secara tipikal karena permintaan tersebut dependen. Sedangkan tujuan MRP adalah (1) menjamin tersedianya material, item atau komponen saat dibutuhkan untuk memenuhi jadwal produksi, dan menjamin tersedianya produk jadi bagi konsumen, (2) menjaga tingkat persediaan pada kondisi minimum, dan (3) merencanakan aktivitas pengiriman, jadwal dan aktifitas pembelian.

Agar proses MRP dapat beroperasi, maka ia membutuhkan lima sumber informasi utama yaitu (1) Master Production Schedule (MPS) yang merupakan pernyataan definitif, tentang produk akhir apa yang direncanakan perusahaan untuk diproduksi, berapa kuantitas yang dibutuhkan, pada waktu kapan dibutuhkan dan bilamana produk tersebut akan diproduksi, (2) Bill of Material (BOM), adalah daftar dari semua material, parts dan sub-assemblies, serta kuantitas dari masing-masing yang diperlukan untuk memproduksi satu unit produk, (3) Item master merupakan suatu file yang berisi informasi status tentang material, parts, sub-assemblies dan produk-produk yang menunjukkan kuantitas yang dialokasikan, waktu tunggu yang direncanakan, ukuran lot, stock pengaman, kriteria lot sizing, toleransi untuk hasil dan berbagai informasi penting lainnya yang berkaitan dengan suatu item, (4) Pesanan-pesanan, yang akan memberitahukan tentang berapa banyak dari setiap item yang akan diperoleh sehingga akan meningkatkan stock on hand di masa yang akan datang dan (5) kebutuhan-kebutuhan akan memberitahukan tentang berapa banyak dari setiap item itu dibutuhkan sehingga akan mengurangi stock on hand di masa yang akan datang.1) Langkah-langkah MRPSistem MRP memiliki 4 langkah utama yang selanjutnya keempat langkah ini harus diterapkan satu per satu pada periode perencanaan dan pada setiap item Langkah-langkah tersebut adalah (1) Neeting, adalah menentukan kebutuhan bersih, merupakan selisih antara kebutuhan kotor dengan keadaan persediaan atau on hand yang sedang diperiksa, (2) Lotting, yaitu menentukan besarnya pesanan individu yang optimal berdasarkan kebutuhan bersih, (3) Offsetting, yaitu menentukan saat yang tepat untuk melakukan pesanan dalam rangka memenuhi kebutuhan bersih, rencana pemesanan ditentukan dengan mengurangkan saat awal tersedianya ukuran yang diinginkan dengan besarnya waktu ancang-ancang, (4) Exploding, adalah perhitungan untuk kebutuhan kotor untuk tingkat yang lebih rendah dalam struktur produk berdasarkan rencana pemesanan.2) Teknik LottingTeknik lotting adalah proses menentukan ukuran pemesanan. Pemesanan ini harus tersedia di awal periode produksi. Adapun permintaan yang terjadi tidak setiap periode.

Terdapat banyak alternatif untuk menghitung ukuran lot. Beberapa teknik diarahkan untuk menyeimbangkan ongkos set up dan ongkos simpan, ada juga yang bersifat sederhana dengan menggunakan konsep jumlah atau periode pemesanan yang tetap. Beberapa alternatif dar teknik lotting yang biasa digunakan, antara lain (Zulian Zamit 2003) adalah (1) Lot For Lot (LFL), (2) Economic Order Quantity (EOQ), (3) Periodic Order Quantity (POQ), (4) Fixed Period Requirement (FPR), (5) Least Unit Cost (LUC), (6) Wagner Within (WW), (7) Silver Meal (SM), (8) Part Period Balancing (PBB).

Namun dalam penelitian ini metode lotting yang digunakan adalah Algoritma Wagner Within, dengan alas an bahwa algoritma ini memberikan solusi optimum bagi persoalan ukuran pemesanan Dinamis-deterministik pada suatu kurun waktu tertentu dimana kebutuhan pada seluruh periode harus terpenuhi.Adapun prosedur perhitungan Algoritma Wagner Within aterdiri dari 3 langkah berikut :

Langkah 1: (a) hitung matriks ongkos total variabel untuk seluruh alternatif pemesanan yang dapat dilakukan selama kurun waktu yang terdiri dari N periode, (b) ongkos total variabel ini meliputi ongkos pemesanan dari ongkos simpan, dan (c) definisikan Zce sebagai ongkos total variabel pada periode c hingga e sebagai akibat melakukan pemesanan pada periode c yang akan memenuhi kebutuhan pada periode c hingga e.

..(1) untuk i c e N

Qce= ..(2)

Dimana : C = ongkos per sekali pesan, F = % ongkos simpan per periode, P = ongkos pembelian per unit, Rk = tingkat kebutuhan pada periode k

Langkah 2: (a) Definisikan fe sebagai ongkos minimum yang mungkin terjadi pada periode 1 hingga e, dimana tingkat persediaan pada akhir periode e adalah nol, (b) Algoritma dimulai dengan fo = 0, kemudian hitung f1,f2,,fN berturut-turut. fe dihitung pada urutan yang menaik dengan menggunakan rumus :

fe = min (Zce + fc-1)

..(3)

Untuk c = 1,2, ., e

(c) Artinya, pada setiap periode seluruh kombinasi dari alternatif pemesanan dengan strategi fe dibandingkan kombinasi terbaik yaitu yang memberikan ongkos terendah dinyatakan sebagai strategi untuk memenuhi kebutuhan pada periode 1 hingga e, (d) Nilai fN adalah ongkos dari jadwal pemesanan yang optimal.

Langkah 3: Terjemahkan solusi optimum (fN) yang diperoleh dari algoritma ini untuk menentukan ukuran pemesanan sebagai berikut : fN = ZwN + fw-1 .(4) pemesanan terakhir terjadi padaperiode w dan dapat memenuhi kebutuhan pada periode w hingga N

fw-1 = Zv(w-1)+.fv-1 ......(5)pemesanan yang mendahului pemesanan terakhir terjadi pada periode v dan dapat memenuhi kebutuhan pada periode v hingga (w-1)

fu-1=Z1(u-1) + fo ..(6)pemesanan pertama terjadi pada periode 1 dan memenuhi kebutuhan pada periode 1 hingga (u-1) 4. Metode Pengambilan Keputusan

Sehubungan pentingnya peran pemasok dalam sistem produksi, maka diperlukan proses evaluasi dan seleksi karena perusahaan pembeli dihadapkan terhadap jumlah pemasok potensial yang banyak, dengan demikian perusahaan sebagai pihak pembeli harus menentukan prioritas, agar memperoleh pemasok yang mampu memenuhi kriteria yang ditentukan.

Salah satu metode yang mampu mengakomodasikan persoalan di atas adalah metode Analytical Hierarchy Process (AHP), yaitu sebuah metode yang dibentuk secara hiraraki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia [8].

4.1 Tahapan Proses Pengambilan Keputusan

Pengambilan keputusan dengan menggunakan AHP memerlukan tahapan baku, sehingga diperoleh keputusan yang rasional dan konsisten, adapun tahapan yang dimaksud adalah (1) mendefinisikan masalah dan menentukan solusi yang diinginkan, (2) membuat struktur hirarki yang diawali dengan tujuan umum, dilanjutkan dengan subtujuan-subtujuan, kriteria dan kemungkinan alternatif-alternatif pada tingkatan kriteria yang paling bawah, (3) membuat matriks perbandingan berpasangan yang menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap elemen terhadap masing-masing tujuan atau kriteria yang setingkat diatasnya. Perbandingan dilakukan berdasarkan judgment dari pengambil keputusan dengan menilai tingkat kepentingan suatu elemen dibandingkan elemen lainnya, (4) melakukan perbandingan berpasangan sehingga diperoleh judgment seluruhnya sebanyak n x [(n-1)/2] buah, dengan n adalah banyaknya elemen yang dibandingkan, (5) menghitung nilai eigen dan menguji konsistensinya, jika tidak konsisten maka pengambilan data diulangi, (6) mengulangi langkah 3, 4, dan 5 untuk seluruh tingkat hirarki.

Membuat matriks perbandingan berpasangan memerlukan besaran-besar yang mampu mencerminkan beda antara faktor satu dengan lainnya, dan secara naluri, manusia dapat mengestimasi besaran sederhana melalui inderanya. Proses yang paling mudah adalah membandingkan dua hal dengan keakuratan perbandingan tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Untuk itu Saaty menetapkan skala kuantitatif 1 sampai 9 untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen lain.

4.2 Penyusunan Prioritas

Menentukan susunan prioritas elemen adalah dengan menyusun perbandingan berpasangan yaitu membandingkan dalam bentuk berpasangan seluruh elemen untuk setiap sub sistem hirarki. Perbandingan tersebut kemudian ditransformasikan dalam bentuk matriks untuk analisis numerik. Misalkan terdapat n objek yang dinotasikan dengan A1, A2, , An yang akan dinilai tingkat kepentingannya antara lain Ai dan Aj dipresentasikan dalam matriks A dengan ukuran n x n. Matriks ini disebut perbandingan berpasangan.

Tabel 1Matriks Perbandingan Berpasangan

CA1A2A3An

A1a11a12a13a1n

A2a21a22a23a2n

Anan1an2an3ann

Sumber : Kadarsah Suryadi dan Ali Ramdhani, 2000Bila diketahui nilai perbandingan elemen Ai terhadap elemen Aj adalah aij maka secara teoritis mempunyai nilai (aij = 1/aij), dan nilai aij dalam situasi i = j adalah mutlak I.

Bobot yang dicari dinyatakan dalam vektor W = (W1, W2,, Wn). Nilai Wn menyatakan bobot relative kriteria An terhadap keseluruhan set kriteria pada sub sistem tersebut. Pada situasi penilaian yang konsisten sempurna (teoritis) maka didapatkan hubungan :

aik = aij x ajk untuk semua i, j, k .......(7)

Dan matriks yang didapatkan adalah matriks yang konsisten. Dengan demikian nilai perbandingan yang didapatkan dari partisipan berdasarkan penilaian Tabel 2.2 yaitu aij dapat dinyatakan dalam vektor W sebagai :

....... (8)

Dari persamaan diatas dapat dibuat persamaan sebagi berikut :

...... (9)

Dan dengan demikian didapatkan :

.......(10)

.......(11)

....... (12)

Yang ekivalen dengan persamaan :

AW = nW

. (13)

Dalam teori tentang matriks, formula tersbut menyatakan bahwa W adalah eigen vector dari matriks A dengan eigen value n. Bisa ditulis secara lengkap maka persamaan terssebut akan terlihat pada persamaan dibawah ini :

Variabel n pada persamaan diatas dapat digantikan, dengan sebuah vektor sebagai berikut :

AW = W

.......(14)

Dimana = (1, 2, , n). Setiap n yang memenuhi persamaan diatas dinamakan eigen value, sedangkan vektor W yang memenuhi persamaan tersebut, eigen vector.

Karena matriks A adalah suatu matriks resiprokal dengan nilai aij = 1 untuk semua i, maka = n = jumlah elemen-elemen diagonal matriks A, artinya apabila matriks A adalah matriks yang konsisten maka semua eigen value bernilai nol kecuali satu yang disebut maks yang bernilai sama dengan n. Bila matriks A adalah matriks yang tak konsisten, variasi kecil atas aij akan membuat nilai eigen value terbesar, maks tetap dekat dengan n, dengan nilai eigen value lainnya mendekati nol.

Nilai maks dapat dicari dengan persamaan berikut :

AW = maks W

.(15)

(A - maks I) W = 0....... (16)

Dimana I adalah matriks identitas dan 0 adalah matriks nol.

4.3 Perhitungan Konsistensi Indeks

Pada keadaan sebenarnya akan terjadi ketidakkonsistenan dalam preferensi seseorang. Hal ini dapat dibuktikan bahwa suatu perubahan kecil dapat dibuktikan dimana menyebabkan perubahan tidak berarti pada eigen vector-nya, sehingga dapat dikatakan bahwa eigen vector tidak terpengaruh oleh perubahan kecil pada penilaian. Dengan menggunakan nilai pertimbangan, maka sejauh mana nilai W dapat diperkirakan Thomas L. Saaty telah membuktikan bahwa A konsisten (jika dan hanya jika) nilai maks > n, hal ini dapat dinyatakan sebagai berikut :

.........(17)

Penyimpangan dari konsistensi dinyatakan dengan rumus :

........ (18)

4.4 Perhitungan Konsistensi Rasio

Untuk mengetahui konsistensi dari hasil analisis dikembangkan konsep konsistensi rasio (CR), menurut Thomas L. Saaty nilai CR didapat dari persamaan berikut :

....... (19)

Hasil penilaian dapat diterima apabila nilai rasio konsistensi (CR) 0,1. Jika CR > dari harga itu, maka penilaian yang telah dilakukan adalah tidak konsisten, dengan demikian perlu diulang atau diperbaiki.Nilai Random Indeks untuk beberapa orde matriks, disajikan nilai rata-rata RI pada Tabel 2 sebagai berikut :Tabel 2 Random Indeks

N123456789101112131415

RC000,580,901,121,241,321,411,451,491,511,481,561,571,59

Sumber : Kadarsah Suryadi dan Ali Ramdhani, 2000

4.5 Pengujian Konsistensi Hirarki

Untuk menguji keknsistensian dari tingkat hirarki adalah dengan mengetahui hasil konsistensi dan eigen vector dari suatu matriks perbandingan berpasangan pada tingkat hirarki tertentu. Hirarki yang disusun harus konsisten, yang dapat dinyatakan dengan konsistensi hirarki. Menurut Thomas L. Saaty konsistensi hirarki dapat dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut :

.......(20)

CH1 = CI + (B1)(CI2).......(21)

CH2 = RI1 + (B1)(RI2)...... (22)

5. Aplikasi Numerik

Dalam upaya untuk mengetahui jumlah dan saat pemesanan material dimana produknya bersifat dependent dan diskrit, maka pada kondisi ini memerlukan metode material requirement planning (MRP), sedangkan masukan dari metode ini adalah meliputi (1) bill of material, (2) jadwal induk produksi (MPS), dan (3) status persediaan. 5.1 Menentukan ukuran dan saat pemesanan

Bill of material dari produk pesawat telepon tipe PTE 991-N3, yang menjelaskan tentang struktur dan komponen yang melekat pada produk tersebut adalah seperti tertera pada Tabel 3. Tabel 3 Bill Of Material (BOM) PTE 991-N3LevelKomponenJumlahLead TimeSumber

0PTE 991-N3-1Buat

1Head Set13Buat

2((Casing12Buat

3(((Biji Plastik11Beli

2((Microphone12Beli

2((Speaker12Beli

2((Connector12Beli

2((Baut 1062Beli

2((Plastik Tutup Baut22Beli

1Label13Beli

1Kabel Input13Beli

1Kabel Spiral13Beli

1Styrofoam13Beli

1Plastik13Beli

1Box13Beli

Sedangkan Master Production Schedule, yang menggambarkan tentang jumlah produk yang akan diproduksi berdasarkan hasil ramalan, dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Master Production Schedule (MPS)Bulan123456789101112Total

Ramalan Produksi39553171345439363282429846404223376828732715273843018

Dengan melalui proses dan langkah-langkah baku dari metode MRP, yang terdiri dari 4 langkah, yaitu (1) Netting, (2) Lotting,( menggunakan algoritma Wagner-Within), (3) offsetting dan (4) exploding, dan keempat langkah ini harus diterapkan satu per satu pada periode perencanaan dan pada setiap item. Dengan menggunakan persamaan-persamaan 1, 2, 3, 4, 5 dan 6, untuk menentukan jumlah, saat pemesanan material optimum dengan ongkos yang optimum untuk setiap level seperti pada Bill of Material, dengan sample khusus pada item label, diperoleh tabel Lotting untuk item tersebut, seperti dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5Hasil Lotting untuk Part Label

Melalui proses yang sama, saling terkait dan bertahap antar level, maka diperoleh jumlah dan saat pemesanan material optimum dengan ongkos minimum pada level 0 dari produk pesawat telepon tipe PTE 991-N3, seperti dapat dilihat pada Tabel 6.Tabel 6 MRP untuk Part No. 1 (PTE 991-N3)

5.2. Menentukan Supplier PrioritasRencana Kebutuhan Material dibuat dengan maksud untuk dapat menyediakan material yang diperlukan untuk aktivitas produksi, agar produksi dapat dilaksanakan secara tepat waktu dan tepat jumlah, dengan tujuan untuk memenuhi jumlah permintaan pelanggan yang besarnya sesuai dengan Master Production Schedule. Untuk dapat mewujudkan tujuan tersebut, perlu komitmen para supplier, karena pada prinsipnya pengadaan material bersumber dari para supplier tersebut, untuk maksud tersebut diperlukan penilaian kinerjanya agar pabrik selalu mendapatkan pelayanan yang terbaik. Jika perusahaan dituntut untuk mampu melayani pelanggannya, maka pihak perusahaan pun harus mendapatkan pelayanan yang baik dari para supplier.

5.2.1 Struktur Hirarki

Kriteria penilaian perusahaan terhadap para supplier adalah terdiri dari (1) Price, terdiri dari sub kriteria (a) price of material, dan (b) financing terms, (2) Quality, terdiri dari sub kriteria (a) overall supplier reputation, (b) product reliability, dan (c) technical specification, (3) Service, terdiri dari sub kriteria (a) reliability service, (b) ordering convenience, dan (c) flexibility, dan (4) Delivery, terdiri dari sub kriteria (a) reliability of delivery, dan (b) total transit time. Sedangkan pihak perusahaan selama ini dipasok oleh 3 supplier, yaitu suppleir A, B dan C, Persoalannya adalah bagaimana menentukan supplier prioritas agar perusahaan memperoleh supplier yang mampu melayani perusahaan secara baik. Langkah pertama dalam menyelesaikan persoalan tersebut diformulasikan pada struktur hirarki seperti pada Gambar 1.

Gambar 1Struktur Hirarki Penentuan Supplier PrioritasBerdasarkan struktur hirarki pada Gambar 1, persoalan pengambilan keputusan untuk menentukan prioritas supplier terbaik, dan dalam persoalan ini terdiri dari 4 level, yang dibentuk melalui 15 buah matriks, dengan rincian sebagai berikut ; (a) level 2 terhadap level 1 sebuah matriks berorde 4x4, (b) level 3 terhadap level 2, terdiri dari 2 buah matriks orde 2x2, 2 buah matriks orde 3x3, sedangkan (c) level 4 terhadap level 3, terdiri 10 buah matriks berorde 3x3.

Semua matriks perbandingan berpasangan dari struktur hirarki tersebut diproses melalui tahapan berikut (1) membuat matriks data mentah, (2) matriks normalisasi, (3) menghitung , (4) menghitung Indeks konsistensi (CI) dan (5) menghitung rasio konsistensi (CR).

5.2.2 Matriks Data Mentah Matriks data mentah diperoleh setelah mengisi matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison), yang diisi oleh beberapa responden, selanjutnya diperoleh nilai geomentric mean, dan nilai inilah yang masuk dalam matriks data mentah, seperti pada Tabel 7.Dari 15 buah matriks dalam persoalan ini, diambil sebuah sample matriks perbandingan berpasangan untuk alternatif supplier A, B dan C terhadap subkriteria price of material, seperti pada Tabel 7.Tabel 7Matriks Data Mentah

Price of MaterialABC

A120,44

B0,510,35

C2,272,861

Total3,775,861,79

5.2.3 Matriks NormalisasiSetiap sel pada matriks data mentah dibagi dengan total pada setiap kolomnya, maka diperoleh matrik data normal, karena setiap sel mendapat perlakuan atau dibagi dengan bilangan yang sama, dari matriks data normal tersebut dapat diperoleh bobot prioritas pada matriks tersebut, seperti terlihat pada Tabel 8.Tabel 8Tabel Matriks Normalisasi

Price of MaterialABCTotalBobot Prioritas

A0,2650,3410,2460,8520,284

B0,1330,1710,1960,5000,167

C0,6020,4880,5591,6490,550

5.2.4 Menentukan Nilai maks, Consistency Index, Consistency Ratio, Consistency HierarchyKetiga indikator tersebut berguna untuk menentukan konsistensi dari preferensi para responden, yang telah direpresentasikan dalam 15 buah matriks perbandingan berpasangan, dan proses perhitungan maks dari matriks pada level-4 (alternatif supplier A,B,C terhadap subkriteria Price Of Material ) adalah dengan cara mengalikan elemen-elemen pada vektor bobot prioritas dengan setiap sel pada matriks data mentah (awal), sesuai dengan persamaan (16) , sehingga diperoleh matriks seperti pada Table 9. Tabel 9Proses Perhitungan maks

ABC

0,2840,1670,550

A0,2840,3280,2420,854

B0,1420,1670,1930,452

C0,6450,4780,5501,673

0,854 0,284 3, 007 0,452 : 0,167 = 3, 005 1,643 0,550 3,042 Besarnya maks = 3,018Sedangkan besarnya nilai Consistency Index (CI) = 0,009, dan nilai Consistency Ratio (CR) = 0,016.Sehubungan dengan nilai CI < 10%, maka matriks tersebut dinyatakan konsisten dan keputusan prioritas pada bobot prioritas dapat diberlakukan, dengan menggunakan persamaan (2) maka dapat diperoleh besarnya nilai Consistency Ratio Hierarchy(CRH)= 0,003, karena CRH < 10% maka hirarki keseluruhan dapat dinyatakan konsisten.III. KESIMPULANa. Berdasarkan masalah pokok yang telah diformulasikan, selanjutnya dilakukan analisis dengan Material Requirement Planning, menggunakan metode lotting Algoritma Wagner-Within maka diperoleh jumlah pemesanan material yang optimum serta saat pemesanan yang tepat.b. Setelah mengetahui saat dan jumlah pemesanan yang optimum, selanjutnya menentukan supplier mana yang memiliki prioritas untuk dipilih agar mampu memasok material yang sesuai dengan kriteria yang ditetapkan, maka dengan menggunakan metode Analitical Hierarchy Process diperoleh supplier yang dipastikan memiliki kemampuan lebih, dalam melayani pesanan perusahaan. Dari ketiga alternatif supplier A, B, dan C, maka A merupakan supplier yang memlilki prioritas utama untuk dijadikan rekanan perusahaan.IV. DAFTAR RUJUKAN[1] Bowersox, Donald J 1978: Logistical Management, Second Edition, Mcmillan Publishing Co. Inc. New York

[2] Ballou, Ronald.H 1999 : Logistics Management, Fourth Edition, McGraw-Hill, New Jersey

[3] Johnson, James. C, Donald F. Wood 1990 : Contemporary Logistics, Fifth Edition, Mcmillan Publishing Company New York

[4] Chopra, Sunil 2002 : Supply Chain Logistics Management. Third Edition, McGraw-Hill, New Jersey

[5] Tersine, Richard.J 1994: Inventory and Material Management, 3rd Edition, Elsevier Publishing, USA. [6] Rangkuti Freddy, 1998, : Manajemen Persediaan Aplikasi di Bidang Bisnis,Edisi ketiga, PT Raja Grafindo, Jakarta.

[7] Yamit, Zulian 2003 : Manajemen Persediaan, Penerbit Ekonesia Fakultas Ekonomi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta

[8] Saaty, Thomas, L 1994 : Fundamental of Decision Making And Priority Theory, First Edition RWS Publications 4922 Ellsworth Avenue Pittsburg

188202187

_1165601837.unknown

_1165601889.unknown

_1191569567.unknown

_1191569669.unknown

_1191570044.unknown

_1191593201.vsdSupplier Terbaik

Price of Material

Financing Terms

Overall Supliers reputation

Product Reliability

Technical Spesification

Reliability Service

Ordering Convinience

Flexibility

Reliability of Delivery

Total Transit Time

Price

Quality

Service

Delivery

Supplier A

Supplier B

Supplier C

_1191570012.unknown

_1191569627.unknown

_1165601984.unknown

_1165601986.unknown

_1170145903.unknown

_1171740392.unknown

_1165601985.unknown

_1165601981.unknown

_1165601982.unknown

_1165601980.unknown

_1165601904.unknown

_1165601863.unknown

_1165601874.unknown

_1165601884.unknown

_1165601870.unknown

_1165601849.unknown

_1165601857.unknown

_1165601842.unknown

_973054225.unknown

_1165601694.unknown

_1165601701.unknown

_973054226.unknown

_973054222.unknown

_973054224.unknown

_973054221.unknown