40
Nama : PUTRI BEAUTY OKTOVIA NIM : 04121401037 Kelompok B ANALISIS MASALAH Apa saja resiko kehamilan pada usia 39 tahun? 1, 4 Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun, fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih besar (Faisal, 2008). Pada usia 35-39 tahun resiko keguguran lebih tinggi yaitu sekitar 20%. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun (Wiknjosastro, 2005) Hamil di usia yang telah matang memiliki banyak resiko jika dibandingkan hamil pada usia lebih muda (sekitar 20 tahun). Beberapa resiko tersebut adalah: 1. Down Syndrome, Ibu yang hamil di usia tua yaitu di atas 35 tahun memiliki resiko kehamilan yang tidak sempurna. Sering sekali terjadi down syndrome pada bayi yang dilahirkan yang

Jawaban Anmal Dan LI Ske f

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tutorial

Citation preview

Nama: PUTRI BEAUTY OKTOVIANIM: 04121401037Kelompok B

ANALISIS MASALAHApa saja resiko kehamilan pada usia 39 tahun?1, 4Wanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun, fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih besar (Faisal, 2008).Pada usia 35-39 tahun resiko keguguran lebih tinggi yaitu sekitar 20%. Kematian maternal pada wanita hamil dan melahirkan pada usia di bawah 20 tahun ternyata 2-5 kali lebih tinggi daripada kematian maternal yang terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat kembali sesudah usia 30-35 tahun (Wiknjosastro, 2005)Hamil di usia yang telah matang memiliki banyak resiko jika dibandingkan hamil pada usia lebih muda (sekitar 20 tahun).Beberapa resiko tersebut adalah:1. Down Syndrome, Ibu yang hamil di usia tua yaitu di atas 35 tahun memiliki resiko kehamilan yang tidak sempurna. Sering sekali terjadi down syndrome pada bayi yang dilahirkan yang dicirikan dengan berbagai penyakit keterbelakangan mental dan wajah yang khas. Down syndrome ini terjadi karena sel telur yang telah tua dan dipertajam pula dengan pengaruh konsumsi obat-obatan danradiasi. Beberapa penelitian telah berhasil menghubungkan pengaruh usia terhadap resiko terjadinya sindroma down. Ibu yang hamil pada usia 35 sampai dengan 39 tahun memiliki resiko melahirkan bayi dengan sindroma down sebayak 6-8 per mil, dan meningkat hingga 10 sampai 15 per mil pada usia ditas 40 tahun. Pemeriksaan timbulnya sindroma down dapat dilakukan dengan cara aminosentesis dan kordosentesis, namun biayanya sangatlah mahal.2. Stillbirth,Pada kehamilan diusia 35 tahun keatas sangat beresiko terjadi stillbirth, yaitu bayi sudah meninggal sebelum dilahirkan. Pada kasus hamil di usia tua, kondisi kandungan seringkali sangat lemah sehingga sering terjadi kegagalan dalam melahirkan.3. Low-birth Weight,Pada usia tua, organ-organ dalam tubuh sudah berkurang kinerjanya. Hal tersebut dapatmengurangi kemampuan dalam mensuplai kebutuhan Janin sehingga sering terjadi kelahiran dengan bobot tubuh bayi yang sangat rendah atau low birth weight.4. Operasi Cesar,Stamina wanita pada usia tua pasti telah jauh menurun. Menurunnya stamina tersebut akan meningkatkan potensi melahirkan dengan cara operasi cesar karena tidak mampu melahirkan secara normal.

Bagaimana mekanisme anemia pada kehamilan? 1, 6Anemia terjadi akibat banyaknya darah yang keluar dan menyebabkan perubahan hemostasis dalam darah, juga termasuk hematokrit darah. Anemia dapat berlanjut menjadi masalah apabila tidak ditangani, yaitu pusing dan tidak bergairah dan juga akan berdampak juga pada asupan ASI bayi.Anemia pada kehamilan adalah suatu keadaan dimana terjadi kekurangan darah merah dan menurunnya hemoglobin kurang dari 11 gr/dl. Pada trimester I dan III kadar Hemoglobin kurang dari 11 gr/dl, pada trimester II kadar hemoglobin kurang dari 10,5 gr/dl. Pada ibu hamil anemia yang sering terjadi yaitu anemia defisiensi besi, defisiensi asam folat (Tarwoto, 2007).Pada kehamilan terjadi ekspansi volume plasma relatif lebih besar dibandingkan dengan peningkatan jumlah sel darah merah. Volume plasma naik sebanyak 40-45%. Disproporsi ini paling besar saat trimester kedua. Pada trimester ketiga, volume plasma menurun dan massa Hb meningkat. Diperkirakan volum plasma meningkat 3kali lebih banyak dibandingkan peningkatan eritrosit. Selama kehamilan kebutuhan tubuh akan zat besi meningkat sekitar 800-1000 mg untuk mencukupi kebutuhan seperti terjadi peningkatan sel darah merah membutuhkan 300-400 mg zat besi dan mencapai puncak pada usia kehamilan 32 minggu, janin membutuhkan zat besi sekitar 100-200 mg dan sekitar 190 mg terbuang selama melahirkan.Anemia adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin (Hb) dalam darahnya kurang dari 12 gr%.Anemia dalam kehamilan adalah kondisi ibu dengan kadar haemoglobin di bawah 11 gr% pada trimester 1 dan 3 atau kadar haemoglobin kurang dari 10,5 gr% pada trimester 2. Nilai batas tersebut dan perbedaannya dengan wanita tidak hamil terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester 2.Darah akan bertambah banyak dalam kehamilan yang lazim disebut hidremia atau hipervolemia.Akan tetapi, bertambahnya sel darah kurang dibandingkan dengan bertambahnya plasma sehingga terjadi pengenceran darah. Perbandingan tersebut adalah sebagai berikut: plasma 30%, sel darah 18% dan haemoglobin 19%. Bertambahnya darah dalam kehamilan sudah dimulai sejak kehamilan 10 minggu dan mencapai puncaknya dalam kehamilan antara 32 dan 36 minggu. Secara fisiologis, pengenceran darah ini untuk membantu meringankan kerja jantung yang semakin berat dengan adanya kehamilan.

Bagaimana mekanisme kerja asam folat sebagai profilaksis anemia? 1, 7Asam folat ( asam pteroilmonoglutamat, pmGA ) terdiri atas bagian-bagian pteridin, asam paraaminobenzoat dan asam glutamat. Kebutuhan asam folat meningkat pada wanta hamil, dan dapat menyebabkan defisiensi asam folat bila tidak atau kurang mendapatkan asupan asam folat dari makananya. Beberapa penelitian mendapat adanya hubungan kuat antara defisiensi asam folat pada ibu dengan insisens defek neural tube, seperti sapina bifida dan anensefalus, pada bayi yang dilahirkan. Wanita hamil membutuhkan sekurang-kurangnya 500 mg asam folat per hari suplementasi asam folat di butuhkan untuk memenuhi kebutuhan tersebut, untuk mengurangi insidens defek neuran tube.Senyawa biokimia folic acid yang bersifat inaktif dikonversi oleh enzim dihydrofolate reductase menjadi tetrahydrofolic acid dan methyltetrahydrofolate. Senyawa ini ditransport ke dalam sel melalui reseptor dengan cara endositosis. Hasil reduksi folic acid dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi normal eritropoesis, yaitu berperan dalam reaksi-reaksi biokimia esensial yang menyediakan prekursor-prekursor untuk sintesis asam amino, purine dan DNA.Dalam proses sintesis suatu DNA dibutuhkan senyawa dTMP dimana dalam reaksi pembentukannya enzim thymidylate sintase mengkatalisasi transfer satu unit karbon dari N5-N10methyltetrahydrofolate menjadi deoxyuridine monophosphate (dUMP) untuk membentuk dTMP. Setiap 1 mole dTMP yang dihasilkan, diperlukan 1 mole tetrahydrofolate. Dan dalam proses proliferasi jaringan yang, sintesis DNA akan menbutuhkan sejumlah besar tetrahydrofolat. Terjadilah regenerasi tetrahydrofolate melalui reduksi dihydrofolate yang dikatalisis enzim dihydrofolat reductase. Tetrahydrofolat yang diproduksi tersebut akan mengubah kofaktor N5-N10methyltetrahydrofolate melalui kerja serine transhydroxymethylase sehingga memungkinkan untuk melanjutkan proses sintesi dTMP. Siklus ini sering disebut sebagai siklus sintesis dTMP.Mekanisme Kerja Lain-lain : Senyawa N5-methyltetrahydrofolate diperlukan untuk mengkonversi homosistein menjadi metionin. Gagalnya sintesis N5-methyltetrahydrofolate berakibat pada peningkatan konsentrasi serum homosistein. Dari data sumber terdapat korelasi positif antara homosistein serum yang meningat dengan penyakit-penyakit vaskular oklusif seperti jantung iskemik dan stroke. Oleh karena itu suplementasi folic acid bermanfaat untuk memperbaiki satus folat dan mengurangi prevalensi hiperhomosisteinemia.asam folat diperlukan untuk pembentukan koenzim dlm proses sistem metabolisme terutama sintesis purin dan pirimidin, sintesis nukleoprotein dan pemeliharaan eritropoesis, menstimulasi produksi sel darah putih dan platelet pada anemia defesiensi folat.Folic acid di konsumsi wanita sampai usia kehamilan 12 minggu. Karna akan membantu perkembangan system syaraf dan untuk mencegah kelainan kongenital.

Apa yang terjadi jika plasenta tidak terlahir komplit? 1, 4Tertinggalnya sebagian plasenta sewaktu suatu bagian dari plasenta (satu atau lebih lobus) tertinggal, maka uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini dapat menimbulkan perdarahan.Plasenta yang tidak segera dikeluarkan atau masih ada yang tertinggal dapat menimbulkan bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadi plasenta inkarserata dapat terjadi polip plasenta, dan terjadi degenerasi ganas korio karsinoma.

Bagaimana mekanisme PPH pada kasus ini? 1, 6Faktor resiko (kehamilan kembar, primipara, usia ekstrim >36 tahun) distensi uterus yang berlebihan penurunan fungsi miometrium (akibat kelelahan) rangsangan serabut-serabut otot miometrium kegagalan kontraksi uterus atonia uteri (pada saat plasenta lepas dari dinding uterus) arteri yang rupture gagal di konstriksi perdarahan terus menerus perdarahan hebat yang bercampur dengan lochia perdarahan hebat dan pengeluaran gumpalan darah.

Apa makna klinis lochia heavy setelah persalinan? 1, 7Lochia adalah sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas. Locia terdiri dari darah, jaringan yang terkelupas dari pinggiran uterus dan bakteri. Pada hari pertama dan kedua, lokia rubra atau lokia kruenta, terdiri atas darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium. Hari berikutnya, darah bercampur lender dan disebut lokia sanguinolenta. Setelah satu minggu, lokia cair tidak berdarah lagi, warnanya agak kuning, disebut lokia serosa. Setelah 2 minggu, lokia hanya merupakan cairan putih disebut sebagai lokia alba. Biasanya lokia berbau agak sedikit amis, kecuali bila terdapat infeksi; dan akan berbau busuk, umpamanya pada adanya lokiostasis (lokia tidak lancar keluar) dan infeksi.Dalam kasus ini, terjadi pengeluaran lochia yang banyak (dapat juga dikatakan normal karena secara fisiologis lochia paling banyak keluar segera setelah plasenta lahir). Yang patologis kemungkinan terjadi akibat kegagalan penutupan arteri yang rupture setelah pelepasan plasenta (akibat atonia uteri) pengeluaran darah yang berlebihan bercampur dengan gumpalan lochia lochia has been heavy since delivery

Total jumlah rata-rata pengeluaran Lochia 240 hingga 270 ml. Pada kasus terjadi pengeluaran lochia yang berat dan mengindikasikan banyak komponen darah pada lochia tersebut sehingga menyebabkan anemia dan syok hipovolemik.

Interpretasi The peripheral extremities are cold 1, 4Interpretasi: abnormalPPH kehilangan banyak vol. darah vasokontriksi perifer aliran darah ke kulit panas berkurang (dingin)

Bagaimana mekanisme involusi uteri? 1, 6Mekanisme terjadinya involusi uterus (Hellen, 1999): 1. Autolisis merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot rahim, enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang sempit. 2. Terdapat polymorpholitik dan makrofag di dalam sistem vaskular sistem limfatik 3. Efek oksitosin, penyebab kontraksi dan relaksasi otot uterus sehingga akan mengkompresi pembuluh darah yang akan menyebabkan akan berkurangnya suplai darah ke uterus.Tinggi fundus diukur serta dicatat setiap hari dan fundus dipalpasi dua kali sehari untuk memastikan bahwa uterus mengalami kotraksi dengan kuat serta terletak ditengah. Ibu harus mengosongkan kandung kemihnya sebelum pemeriksaan fundus dilakukan. kandung kemih yang penuh akan mendorong uterus ke atas dan menghalangi kontraksi uterus yang kuat. Tinggi fundus berkurang sebanyak kurang lebih satu centimeter per hari sampai fundus uteri tidak teraba lagi lewat abdomen yang biasanya pada hari ke-11 atau ke-12

Interpretasi Mean cell volume 99.0/fL 1, 7N: 80-100 fLInterpretasi = Normal.Hal ini menyingkirkan diagnosis banding adanya anemia defisiensi besi sebelumnya. Karena pada anemia defisiensi besi umumnya didapat nilai MCV yang rendah (mikrositik). Maka, anemia pada kasus ini adalah karena perdahan akut, yang gambarannya adalah normositik (MCV normal).

Interpretasi Activated partial thromboplastin time (APTT ) 39s 1, 4N: 20-35sMemanjangGangguan pembekuan darah (trombosit,platelet, dan faktor pembekuan yang lain menurun)

Interpretasi Creatinin64 mol/L 1, 6Normal (34-82 mol/L)

TEMPLATEEtiologi 1, 7Atonia uteriAtonia uteri merupakan penyebab utama terjadinya perdarahan pascapersalinan. Pada atonia uteri, uterus gagal berkontraksi dengan baik setelah persalinan.Faktor presdisposisi terjadinya antonia uteri adalah: Persalinan yang terlalu cepat (partus precipitatus). Kontrak uterus yang terlalu kuat dan terus menerus selama kala I dan kala II persalinan (kontraksi yang hiperernik), maka otot-otot uterus akan kekurangan kemampuannya untuk beretraksi setelah bayi lahir Umur telalu muda atau terlalu tua (kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35tahun) Perietas sering terjadi atau dijumpai pada grande multipara dan multipara Partus lama, dapat menyebabkan terjadinya inersia uteri karena kelelahan pada otot-otot uterus (Dep Kes RI,1999). Uterus terlalu tegang dan besar misalnya pada (gemeli, hidramnion, atau janin besar). Pada kondisi ini miometrium teregang dengan hebat sehingga kontraksinya setelah kelahiran bayi menjadi tidak efisien. (Varley, 2000) Riwayat perdarahan post partum atau retensio plasenta pada persalinan terdahulu. pada kondisi ini akan timbul resiko terjadinya hal yang sama pada persalinan yang sekarang. Stimulasi dengan oksitoksin atau protaklandin. Dapat menyebabkan terjadinya inersia sekunder karena kelelahan pada otot-otot uterus (Cunningham, 2000). Perut bekas seksio sesaria, miomektomi atau histerorafia. Keadaan tersebut akan mengganggu kontraksi rahim (Arias, 1999). Anemia. Wanita yang mengalami anemia dalam persalinan dengan kadar hemoglobin 10g/dl,akan dengan cepat terganggu kondisinya bila terjadi kehilangan darah meskipun hanya sedikit. Anemia dihubungkan dengan kelemahan yang dapat dianggap sebagai penyebab langsung atonia uteri (Dep Kes RI, 1999), sedangkan penyebab anemia dalam kehamilan adalah:a. Kurang gizi(malnutrisi).b. Kurang zat besi.c. Malabsorbsi.d. Kehilangan darah yang banyak pada persalinan yang lalu, dan haid. Sisa ketuban dan selaput ketuban Jalan lahir seperti robekan perineum, robekan vagina, robekan serviks, forniks dan rahim Penyakit darah, kelainan pembekuan darah atau hipofibrinogenia dan sering dijumpai pada:a. Solusio plasentab. Kematian janin yang lama dalam kandunganc. Pre eklamasi dan eklamasid. Infeksi, hepatitis, dan septik syok.

Pada kasus ini terjadi perdarahan akibat atonia uteri, penyebab atonia:a. Oversdistensi uterus: uterus mengalami distensi yang berlebihan karena kehamilan kembar, hal ini akan menyebabkan daya kontraksi menjadi jelek.b. Karena melahirkan anak kembar, kemungkinan proses partus berlangsung lebih lama yang menyebabkan kelelahan otot untuk berkontraksi lagi setelah janin lahir sehingga terjadi perdarahan.c. Pada kasus juga terdapat anemia yang menyebabkan daya kontraksi uterus menjadi lebih lemah.

Pemeriksaan Penunjang 1, 4a. Golongan darah: menentukan Rh, ABO, dan percocokan silang.b. Jumlah darah lengkap: menunjukkan penurunan Hb/Ht dan peningkatan jumlah sel darah putuih (SDP). (Hb saat tidak hamil: 12-16 gr/dl, saat hamil: 10-14 gr/dl. Ht saat tidak hamil: 37%-47%, saat hamil: 32%-42%. Total SDP saat tidak hamil 4.500-10.000/mm3, saat hamil 5.000-15.000).c. Kultur uterus dan vagina: mengesampingkan infeksi pascapartum.d. Urinalisis: memastikan kerusakan kandung kemih.e. Profil koagulasi: peningkatan degradasi, kadar produk fibrin/produk split fibrin (FDP/FSP), penurunan kadar fibrinogen: masa tromboplastin partial diaktivasi, masa tromboplastin partial (APT/PTT), masa protrombin memanjang pada KID Sonografi: menentukan adanya jaringan plasenta yang tertahan.

Kompetensi Dokter Umum 1, 6Perdarahan post partum:3B. Gawat daruratLulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkan nyawa atau mencegah keparahan dan/atau kecacatan pada pasien. Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah kembali dari rujukan.

LEARNING ISSUEPOST PARTUM HEMORRHAGE 1, 2, 3A. DEFINISIPerdarahan postpartum adalah perdarahan pervaginam 500 cc atau lebih setelah kala III selesai (setelah plasenta lahir) (Wiknjosastro, 2000).Fase dalam persalinan dimulai dari kala I yaitu serviks membuka kurang dari 4 cm sampai penurunan kepala dimulai, kemudian kala II dimana serviks sudah membuka lengkap sampai 10 cm atau kepala janin sudah tampak, kemudian dilanjutkan dengan kala III persalinan yang dimulai dengan lahirnya bayi dan berakhir dengan pengeluaran plasenta. Perdarahan postpartum terjadi setelah kala III persalinan selesai (Saifuddin, 2002).Perdarahan postpartum ada kalanya merupakan perdarahan yang hebat dan menakutkan sehingga dalam waktu singkat wanita jatuh ke dalam syok, ataupun merupakan perdarahan yang menetes perlahan-lahan tetapi terus menerus dan ini juga berbahaya karena akhirnya jumlah perdarahan menjadi banyak yang mengakibatkan wanita menjadi lemas dan juga jatuh dalam syok (Mochtar, 1995).

B. ETIOLOGIPenyebab perdarahan postpartum antara lain:a. Atonia uteri 50% - 60%b. Retensio plasenta 16% - 17%c. Sisa plasenta 23% - 24%d. Laserasi jalan lahir 4% - 5%e. 5. Kelainan darah 0,5% - 0,8% (Mochtar, 1995).

C. EPIDEMIOLOGI InsidenAngka kejadian perdarahan postpartum setelah persalinan pervaginam yaitu 5 8 %. Perdarahan postpartum adalah penyebab paling umum perdarahan yang berlebihan pada kehamilan, dan hampir semua tranfusi pada wanita hamil dilakukan untuk menggantikan darah yang hilang setelah persalinan. Peningkatan angka kematian di Negara berkembangDi negara kurang berkembang merupakan penyebab utama dari kematian maternal, hal ini disebabkan kurangnya tenaga kesehatan yang memadai, kurangnya layanan transfusi, kurangnya layanan operasi.

D. KLASIFIKASIKlasifikasi klinis perdarahan postpartum yaitu (Manuaba, 1998):1. Perdarahan Postpartum Primer yaitu perdarahan pasca persalinan yang terjadi dalam 24 jam pertama kelahiran. Penyebab utama perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri, retensio plasenta, sisa plasenta, robekan jalan lahir dan inversio uteri. Terbanyak dalam 2 jam pertama.2. Perdarahan Postpartum Sekunder yaitu perdarahan pascapersalinan yang terjadi setelah 24 jam pertama kelahiran. Perdarahan postpartum sekunder disebabkan oleh infeksi, penyusutan rahim yang tidak baik, atau sisa plasenta yang tertinggal.

E. FAKTOR RISIKO UmurWanita yang melahirkan anak pada usia dibawah 20 tahun atau lebih dari 35 tahun merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Hal ini dikarenakan pada usia dibawah 20 tahun fungsi reproduksi seorang wanita belum berkembang dengan sempurna, sedangkan pada usia diatas 35 tahun fungsi reproduksi seorang wanita sudah mengalami penurunan dibandingkan fungsi reproduksi normal sehingga kemungkinan untuk terjadinya komplikasi pasca persalinan terutama perdarahan akan lebih besar (Faisal, 2008).

PendidikanMenurut Depkes RI (2002), pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada peningkatan kemampuan berfikir, dimana seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang berpendidikan lebih rendah. Wanita dengan pendidikan lebih tinggi cenderung untuk menikah pada usia yang lebih tua, menunda kehamilan, mau mengikuti Keluarga Berencana (KB), dan mencari pelayanan antenatal dan persalinan. Selain itu, mereka juga tidak akan mencari pertolongan dukun bila hamil atau bersalin dan juga dapat memilih makanan yang bergizi. ParitasParitas merupakan faktor risiko yang memengaruhi perdarahan postpartum primer. Pada paritas yang rendah (paritas 1) dapat menyebabkan ketidaksiapan ibu dalam menghadapi persalinan sehingga ibu hamil tidak mampu dalam menangani komplikasi yang terjadi selama kehamilan, persalinan dan nifas. Sedangkan semakin sering wanita mengalami kehamilan dan melahirkan (paritas lebih dari 3) maka uterus semakin lemah sehingga besar risiko komplikasi kehamilan (Manuaba, 1998). Paritas 2-3 merupakan paritas paling aman ditinjau dari sudut perdarahan pascapersalinan yang dapat mengakibatkan kematian maternal. Paritas satu dan paritas tinggi (lebih dari tiga) mempunyai angka kejadian perdarahan pascapersalinan lebih tinggi. Jarak antar kelahiranJarak antar kelahiran adalah waktu sejak kelahiran sebelumnya sampai terjadinya kelahiran berikutnya. Jarak antar kelahiran yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya komplikasi kehamilan. Menurut Moir dan Meyerscough (1972) yang dikutip Suryani (2008) menyebutkan jarak antar kelahiran sebagai faktor predisposisi perdarahan postpartum karena persalinan yang berturut-turut dalam jangka waktu yang singkat akan mengakibatkan kontraksi uterus menjadi kurang baik. Selama kehamilan berikutnya dibutuhkan 2-4 tahun agar kondisi tubuh ibu kembali seperti kondisi sebelumnya. Bila jarak antar kelahiran dengan anak sebelumnya kurang dari 2 tahun, rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik. Kehamilan dalam keadaan ini perlu diwaspadai karena ada kemungkinan terjadinya perdarahan pasca persalinan. Riwayat persalinan buruk sebelumnyaRiwayat persalinan di masa lampau sangat berhubungan dengan hasil kehamilan dan persalinan berikutnya. Bila riwayat persalinan yang lalu buruk petugas harus waspada terhadap terjadinya komplikasi dalam persalinan yang akan berlangsung. Riwayat persalinan buruk ini dapat berupa abortus, kematian janin, eklampsi dan preeklampsi, sectio caesarea, persalinan sulit atau lama, janin besar, infeksi dan pernah mengalami perdarahan antepartum dan postpartum. AnemiaAnemia dapat mengurangi daya tahan tubuh ibu dan meninggikan frekuensi komplikasi kehamilan serta persalinan. Anemia juga menyebabkan peningkatan risiko perdarahan pasca persalinan. Rasa cepat lelah pada penderita anemia disebabkan metabolisme energi oleh otot tidak berjalan secara sempurna karena kekurangan oksigen. Selama hamil diperlukan lebih banyak zat besi untuk menghasilkan sel darah merah karena ibu harus memenuhi kebutuhan janin dan dirinya sendiri dan saat bersalin ibu membutuhkan hemoglobin untuk memberikan energi agar otot-otot uterus dapat berkontraksi dengan baik.

F. MANIFESTASI KLINISSeorang wanita hamil yang sehat dapat kehilangan darah sebanyak 10% dari volume total tanpa mengalami gejala-gejala klinik, gejala-gejala baru tampak pada kehilangan darah sebanyak 20%. Gejala klinik berupa perdarahan pervaginam yang terus-menerus setelah bayi lahir. Kehilangan banyak darah tersebut menimbulkan tanda-tanda syok yaitu penderita pucat, tekanan darah rendah, denyut nadi cepat dan kecil, ekstrimitas dingin, dan lain-lain (Wiknjosastro, 2005).

G. DIAGNOSIS PERDARAHAN POST PARTUMa. Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uterib. Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidakc. Lakukan ekplorasi kavum uteri untuk mencari : Sisa plasenta dan ketuban Robekan rahim Plasenta succenturiatad. Inspekulo : untuk melihat robekan pada cervix, vagina, dan varises yang pecah.e. Pemeriksaan laboratorium : bleeding time, Hb, Clot Observation test dan lain lain.

No. Gejala dan tanda yang selalu ada Gejala dan tanda yang kadang-kadang ada Diagnosis kemungkinan

1. - Uterus tidak berkontraksi dan lembek - Perdarahan segera setelah anak lahir (Perdarahan Pascapersalinan Primer atau P3)

- Syok

- Atonia Uteri

2. - Perdarahan segera (P3) - Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir (P3) - Uterus kontraksi baik - Plasenta lengkap

- Pucat - Lemah - Menggigil

- Robekan jalan lahir

3. - Plasenta belum lahir setelah 30 menit - Perdarahan segera (P3) - Uterus kontraksi baik

- Tali pusat putus akibat traksi berlebihan - Inversio uteri akibat tarikan - Perdarahan lanjutan

- Retensio Plasenta

4. - Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah) tidak lengkap - Perdarahan segera (P3)

- Uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang

- Tertinggalnya sebagian plasenta

5. - Uterus tidak teraba - Lumen vagina terisi massa - Tampak tali pusat (jika plasenta belum lahir) - Perdarahan segera (P3) - Nyeri sedikit atau berat

- Syok neurogenik - Pucat dan limbung

- Inversio uteri

6. - Sub-involusi uterus - Nyeri tekan perut bawah - Perdarahan lebih dari 24 jam setelah persalinan. Perdarahan sekunder atau P2S. - Perdarahan bervariasi (ringan atau berat, terus menerus atau tidak teratur) dan berbau (jika disertai infeksi)

- Anemia - Demam

- Perdarahan terlambat - Endometritis atau sisa plasenta (terinfeksi atau tidak)

7. - Perdarahan segera (P3) (Perdarahan intraabdominal dan atau vaginum) - Nyeri perut berat

- Syok - Nyeri tekan perut - Denyut nadi ibu cepat

- Robekan dinding uterus (ruptura uteri)

H. PENANGANAN PERDARAHAN POSTPARTUMa. Pencegahan Perdarahan Postpartum PrimerPenanganan terbaik perdarahan postpartum adalah pencegahan. Mencegah atau sekurang-kurangnya bersiap siaga pada kasus-kasus yang disangka akan terjadi perdarahan adalah penting. Tindakan pencegahan tidak saja dilakukan sewaktu bersalin, namun sudah dimulai sejak wanita hamil dengan antenatal care yang baik. Pengawasan antenatal memberikan manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan secara dini, sehingga dapat diperhitungkan dan dipersiapkan langkah-langkah dalam pertolongan persalinannya. Kunjungan pelayanan antenatal bagi ibu hamil paling sedikit 4 kali kunjungan dengan distribusi sekali pada trimester I, sekali trimester II, dan dua kali pada trimester III.

Anemia dalam kehamilan harus diobati karena perdarahan dalam batas-batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah anemia. Kadar fibrinogen perlu diperiksa pada perdarahan yang banyak, kematian janin dalam uterus dan solusio plasenta. Apabila sebelumnya penderita sudah mengalami perdarahan postpartum, persalinan harus berlangsung di rumah sakit. Di rumah sakit diperiksa keadaan fisik, keadaan umum, kadar Hb, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim (uterus tonikum). Setelah ketuban pecah kepala janin mulai membuka vulva, infus dipasang dan sewaktu bayi lahir diberikan ampul methergin atau kombinasi 5 satuan sintosinon (sintometrin intravena) (Mochtar, 1995).

Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong ke bawah sebelum plasenta lepas dari dindingnya. Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan postpartum. Sepuluh satuan oksitosin diberikan intramuskulus segera setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta. Sesudah plasenta lahir hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin intramuskulus. Kadang-kadang pemberian ergometrin, setelah bahu depan bayi lahir dengan tekanan pada fundus uteri plasenta dapat dikeluarkan dengan segera tanpa banyak perdarahan. Namun salah satu kerugian dari pemberian ergometrin setelah bahu depan bayi lahir adalah kemungkinan terjadinya jepitan (trapping) terhadap bayi kedua pada persalinan gemelli yang tidak diketahui sebelumnya (Wiknjosastro, 2005).

Pada perdarahan yang timbul setelah anak lahir dua hal harus dilakukan, yakni menghentikan perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat perdarahan. Setelah plasenta lahir perlu ditentukan apakah disini dihadapi perdarahan karena atonia uteri atau karena perlukaan jalan lahir. Jika plasenta belum lahir (retensio plasenta), segera dilakukan tindakan untuk mengeluarkannya (Wiknjosastro, 2005).

b. Manajemen Aktif Kala IIIManajemen aktif persalinan kala III terdiri atas intervensi yang direncanakan untuk mempercepat pelepasan plasenta dengan meningkatkan kontraksi rahim dan untuk mencegah perdarahan pasca persalinan dengan menghindari atonia uteri, komponennya adalah (Shane, 2002): Memberikan obat uterotonika (untuk kontraksi rahim) dalam waktu dua menit setelah kelahiran bayiPenyuntikan obat uterotonika segera setelah melahirkan bayi adalah salah satu intervensi paling penting yang digunakan untuk mencegah perdarahan pasca persalinan. Obat uterotonika yang paling umum digunakan adalah oxytocin yang terbukti sangat efektif dalam mengurangi kasus perdarahan pasca persalinan dan persalinan lama. Syntometrine (campuran ergometrine dan oxytocin) ternyata lebih efektif dari oxytocin saja. Namun, syntometrine dikaitkan dengan lebih banyak efek samping seperti sakit kepala, mual, muntah, dan tekanan darah tinggi. Prostaglandin juga efektif untuk mengendalikan perdarahan, tetapi secara umum lebih mahal dan memiliki bebagai efek samping termasuk diarrhea, muntah dan sakit perut.

Menjepit dan memotong tali pusat segera setelah melahirkanPada manajemen aktif persalinan kala III, tali pusat segera dijepit dan dipotong setelah persalinan, untuk memungkinkan intervensi manajemen aktif lain. Penjepitan segera dapat mengurangi jumlah darah plasenta yang dialirkan pada bayi yang baru lahir. Diperkirakan penjepitan tali pusat secara dini dapat mencegah 20% sampai 50% darah janin mengalir dari plasenta ke bayi. Berkurangnya aliran darah mengakibatkan tingkat hematokrit dan hemoglobin yang lebih rendah pada bayi baru lahir, dan dapat mempunyai pengaruh anemia zat besi pada pertumbuhan bayi. Satu kemungkinan manfaat bagi bayi pada penjepitan dini adalah potensi berkurangnya penularan penyakit dari darah pada kelahiran seperti HIV.

Melakukan penegangan tali pusat terkendali sambil secara bersamaan melakukan tekanan terhadap rahim melalui perut Penegangan tali pusat terkendali mencakup menarik tali pusat ke bawah dengan sangat hati-hati begitu rahim telah berkontraksi, sambil secara bersamaan memberikan tekanan ke atas pada rahim dengan mendorong perut sedikit di atas tulang pinggang. Dengan melakukannya hanya selama kontraksi rahim, maka mendorong tali pusat secara hati-hati ini membantu plasenta untuk keluar. Tegangan pada tali pusat harus dihentikan setelah 30 atau 40 detik bila plasenta tidak turun, tetapi tegangan dapat diusahakan lagi pada kontraksi rahim yang berikut.

1. Syok hipovolemikSyok hipovolemik disebut juga syok preload yang ditamdai dengan menurunnya volume intravaskuler oleh karena perdarahan. Syok hipovolemik juga bisa terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain. Menurunnya volume intravaskuler menyebabkan penurunan volume intraventrikel kiri pada akhir distol yang akibatnya juga menyebabkan menurunnya curah jantung (cardiac output). Keadaan ini juga menyebabkan terjadinya mekanisme kompensasi dari pembuluh darah dimana terjadi vasokonstriksi oleh katekolamin sehingga perfusi makin memburuk. Pada luka bakar yang luas, terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan cairan intravaskuler. Pada obstruksi, ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di dalam usus. Pada diabetes atau penggunaan diuretic kuat dapat terjadi kehilangan cairan karena dieresis yang berlebihan. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada sepsis berat, pancreatitis akut, atau peritonitis purulenta difus. Pada syok hipovolemik, jantung akan tetap sehat dan kuat, kecuali jika miokard sudah mengalami hipoksia karena perfusi yang sangat berkurang. Respon tubuh terhadap perdarahan tergantung pada volume, kecepatan dan lama perdarahan. Bila volume intravaskuler berkurang, tubuh akan selalu berusaha mempertahankan perfusi organ-organ vital (jantung dan otak) dengan mengorbankan perfusi organ yang lain seperti ginjal, hati dan kulit akan terjadi perubahan-perubahan hormonal melalui system rennin-angiotensin-aldosteron, system ADH, dan system saraf simpatis. Cairan interstitial akan masuk ke dalam pembuluh darah untuk mengembalikan volume intravascular, dengan akibat terjadi hemodilusi (dilusi plasma protein dan hematokrit) dan dehidrasi interstitial. Dengan demikian tujuan utama dalam mengatasi syok perdarahan adalah menormalkan kembali volume intravascular dan interstitial. Bila deficit volume intravascular hanya dikoreksi dengan memberikan darah maka masih tetap terjadi deficit interstistial, dengan akibatnya tanda-tanda vital yang masih belum stabil dan produksi urin yang berkurang. Pengambilan volume plasma dan interstitial ini hanya mungkin bila diberikan kombinasi cairan koloid (darah, plasma, dextran, dan sebagainya) dan cairan garam seimbang.PATOFISIOLOGIBila terjadi hipovolemi maka tubuh akan melakukan kompensasi melalui mekanisme neurohumoral yang akan meningkatkan kemampuan kardiovaskuler sehingga tekanan darah bisa dipertahankan. Akibat kompensasi ini maka terjadi takikardia, vasokonstriksi, penyempitan tekanan nadi, akral dingin dan penurunan produksi urin. Fase KompensasiPenurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.

Fase ProgresifTerjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan vena, vena balik (venous return) menurun. Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC = Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung). Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis, DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam karbonat di jaringan.

Fase IrevesibelKarena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapneaMANIFESTASI KLINIS Tergantung pada : penyakit primer penyebab renjatan, kecepatan dan jumlah cairan yang hilang, lama renjatan serta kerusakan jaringan yang terjadi, tipe dan stadium renjatan. Manifestasi klinis tergantung pada penyebab syok (kecuali syok neurogenik) yang meliputi :1. Sistim pernafasan : nafas cepat dan dangkal2. Sistim sirkulasi : ekstremitas pucat, dingin, dan berkeringat dingin, na-di cepat dan lemah, tekanan darah turun bila kehilangan darah menca-pai 30%.3. Sistim saraf pusat : keadaan mental atau kesadaran penderita bervariasitergantung derajat syok, dimulai dari gelisah, bingung sampai keadaantidak sadar.4. Sistim pencernaan : mual, muntah5. Sistim ginjal : produksi urin menurun (Normalnya 1/2-1 cc/kgBB/jam)6. Sistim kulit/otot : turgor menurun, mata cowong, mukosa lidah kering.Individu dengan syok neurogenik akan memperlihatkan kecepatan denyut jantung yang normal atau melambat, tetapi akan hangat dan kering apabila kulitnya diraba. (www.medicastore.com) Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:1. Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata-rata) kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih2. Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.3. Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek. Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu: Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan. Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70 mmHg. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam. Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti: (1) Turunnya turgor jaringan; (2) Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta (3) Bola mata cekung. Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi beratSecara klinis perjalanan renjatan dapat dibagi dalam 3 fase yaitu fase kompensasi, dekompensasi, dan ireversibel.PEMERIKSAAN LABORATORIUM Hb dan hematokrit : meningkat pada hipovolumi karena kehilangan cairan atau plasma Urin : produksi urin menurun, lebih gelap dan pekat, BJ meningkat > 1,020 Pemeriksaan gas darah Pemeriksaan elektrolit serum Pemeriksaan fungsi ginjal Pemeriksaan mikrobiologi dilakukan hanya pada penderita yang dicurigai Pemeriksaan faal hemostasis. Pemeriksaan-pemeriksaan lain untuk menentukan penyakit penyebab.PENANGANAN Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi dipertahankan. Beri bantuan ventilator tambahan sesuai kebutuhan.Bebaskan jalan nafas, oksigen 100%. Perbaiki volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat sesuai ketentuan untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki hipotensi, dan mempertahankan perfusi jaringan. Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan untuk bertindak sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan vena sentral kontinu (CVP) memberi petunjuk dan derajat perubahan dari pembacaan data dasar; kateter juga sebagai alat untuk penggantian volume cairan darurat. Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer. Dua atau lebih kateter mungkin perlu untuk penggantikan cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian volume.Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau lebih kateter mungkin perlu untuk penggantian cairan cepat dan pengembalian ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian volume. Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia, golongan darah dan pencocokan silang, dan hemtokrit. Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada tingkat yang memuaskan diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat perbaikan pada kondisi klinis pasien.Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan ini mendekati komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan osmolalitasnya, sediakan waktu untuk pemeriksaan golongan darah dan pencocokkan silang, perbaiki sirkulasi, dan bertindak sebagai tambahan terapi komponen darah. Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat kehilangan darah telah parah atau pasien terus mengalami hemoragi. Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan hematokrit sering bila dicurigai berlanjutnya perdarahan Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan memberi cairan dan darah sesuai ketentuan.1. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30 menit, volume urine menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.2. Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.3. Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien total-tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG, hematokrit, Hb, gambaran koagulasi, elektrolit, haluaran urine-untuk mengkaji respon pasien terhadap tindakan. Pertahankan lembar alur tentang parameter ini; analisis kecenderungan menyatakan perbaikan atau pentimpangan pasien.4. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan mendorong aliran darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi pada pasien dengan cidera kepala). Hindarkan gejala yang tidak perlu.5. Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti dopamen) untuk meningkatkan kerja kardiovaskuler.6. Dukung mekanisme devensif tubuh: Tenangkan dan nyamankan pasien: sedasi mungkin perlu untuk menghilangkan rasa khawatir. Hilangkan nyeri dengan kewaspadaan penggunaan analgesik atau narkotik. Pertahankan suhu tubuh.Terlalu panas menimbulkan vasodilatasi yang merupakan mekanisme kompensasi tubuh dari vasokontriksi dan meningkatnya hilangnya caiiran karena perspirasi. Pasien yang mengalami septik harus dijaga tetap dingin: demam tinggi meningkatkan efek metabolik selular terhadap syok. Infus RL atau koloid 20 ml/kg BB dalam 10-15 menit, dapat diulang 2-3 kali. Bila akses vena sulit pada anak balita bisa dilakukan akses intraosseous di pretibia. Pada renjatan berat pemberian cairan bisa mencapai > 60 ml/kg BB dalam 1 jam. Bila resusitasi cairan sudah mencapai 2-3 kali tapi respon belum adekuat, maka dipertimbangkan untuk intubasi dan bantuan ventilasi.Bila tetap hipotensi sebaiknya dipasang kateter tekanan vena sentral (CVP). Inotropik, indikasi : renjatan refrakter terhadap pemberian cairan, renjatan kardiogenik.1. Dopamin : 2-5 g/kg BB/ menit.2. Epinephrine: 0,1 g/kg BB/ menit IV, dosis bisa ditingkatkan bertahap sampai efek yangdiharapkan, pada kasus-kasus berat bisa sampai 2-3 g/kg BB/ menit.3. Norepinephrine: 0,1 g/kg BB/ menit IV, dapat ditingkatkan sampai efek yang diharapkan. Kortikosteroid : Kortikosteroid yang diberikan adalah hidrokortison dengan dosis 50 mg/kg BB IV bolus dilanjutkan dengan dosis yang sama dalam 24 jam secara continous infusion.KOMPLIKASI Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia jaringan yang berkepanjangan. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat destruksi pertemuan alveolus kapiler karena hipoksia.ARDS (acute respiratory distress syndrome/shock lung) DIC (Koagulasi intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang luas sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi. Gagal ginjal akut Depresi miokard-gagal jantung Gangguan koagulasi/pembekuan SSP dan Organ lain Evaluasi gejala sisa SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat sensitif terhadap hipoksia yang dapat terjadi pada renjatan berkepanjangan. Renjatan irreversible.

DAFTAR PUSTAKAPrawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kebidanan, Ed. IV, cetakan III. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono PrawirohardjoWilliams Obstretics 21 st Ed: F.Gary Cunningham (Editor), Norman F.Grant M, Kenneth J,.,Md Leveno, Larry C.,Iii,Md Gilstrap,John C.,Md Hauth, Katherine D., Clark, Katherine D.Wenstrom, by McGraw-Hill Profesional (April 2, 2001)