22
H Thabrany 1 Persiapan RS dalam AKN Jaminanan Kesehatan Nasional Dalam SJSN 1 Hasbullah Thabrany 2 Pendahuluan Setelah lebih dari tiga tahun menjadi teka-teki, akhirnya pada tanggal 26 Januari 2004 RUU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dibahas dan disiapkan sebagai Uundang-undang SJSN. Sesungguhnya RUU SJSN bukan sekedar keinginan Presiden untuk mempersiapkan sebuah program kesejahteraan dalam rangka mempersiapkan pemilihan Presiden, akan tetapi RUU tersebut merupakan amanat Tap MPR tahun 2001 dan amandemen UUD45 tahun 2002. Pasal 34 ayat 2 UUD45 berbunyi ‘Negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan penduduk yang tidak mampu..”. Sebelum Tap MPR dan Amandemen tersebut memang telah terbentuk Tim SJSN yang mula-mula dibentuk di bawah Kantor Menko Kesra kemudian ketika Kantor itu dibubarkan di Jaman Gus Dur menjadi Presiden, tim tersebut dilaksanakan dibawah koordinasi Sekretaris Wapres. Selanjutnya Presiden melalui Kepres No 20/2002 (yang kemudian diteruskan dengan Kepres 101/2003) membentuk Tim SJSN dengan tugas menyusun Konsep, Naskah Akademik, dan RUU SJSN. Gonjang-ganjing politik memang telah menelurkan berbagai isu yang mengaitkan SJSN dengan target-target politik baik yang menduga SJSN sebagai kendaraan politik Presiden maupun Wakil Presiden, karena kebetulan sekretariat Tim SJSN berkantor di Sekretariat Kantor Wapres. Keberadaan Sekretariat di Kantor Wapres sebetulnya hanya karena kebetulan yang ditunjuk sebagai Ketua Tim pertama kali adalah Almarhumah Prof. Yaumil Agus Achir yang kala itu menjabat Deputi Wakil Presiden bidang Kesejahteraan Rakyat. 1 Disampaikan pada Temu Ilmiah Public Health in the New Millenium, FKMUI, tanggal 18-20 Agustus 2004, Kompleks Bidakara, Jakarta 2 Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

Embed Size (px)

DESCRIPTION

 

Citation preview

Page 1: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 1 Persiapan RS dalam AKN

Jaminanan Kesehatan Nasional Dalam SJSN1

Hasbullah Thabrany2

Pendahuluan Setelah lebih dari tiga tahun menjadi teka-teki, akhirnya pada tanggal 26 Januari

2004 RUU Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) diajukan oleh Presiden kepada

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk dibahas dan disiapkan sebagai Uundang-undang

SJSN. Sesungguhnya RUU SJSN bukan sekedar keinginan Presiden untuk

mempersiapkan sebuah program kesejahteraan dalam rangka mempersiapkan pemilihan

Presiden, akan tetapi RUU tersebut merupakan amanat Tap MPR tahun 2001 dan

amandemen UUD45 tahun 2002. Pasal 34 ayat 2 UUD45 berbunyi ‘Negara

mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan

penduduk yang tidak mampu..”. Sebelum Tap MPR dan Amandemen tersebut memang

telah terbentuk Tim SJSN yang mula-mula dibentuk di bawah Kantor Menko Kesra

kemudian ketika Kantor itu dibubarkan di Jaman Gus Dur menjadi Presiden, tim tersebut

dilaksanakan dibawah koordinasi Sekretaris Wapres. Selanjutnya Presiden melalui

Kepres No 20/2002 (yang kemudian diteruskan dengan Kepres 101/2003) membentuk

Tim SJSN dengan tugas menyusun Konsep, Naskah Akademik, dan RUU SJSN.

Gonjang-ganjing politik memang telah menelurkan berbagai isu yang mengaitkan SJSN

dengan target-target politik baik yang menduga SJSN sebagai kendaraan politik Presiden

maupun Wakil Presiden, karena kebetulan sekretariat Tim SJSN berkantor di Sekretariat

Kantor Wapres. Keberadaan Sekretariat di Kantor Wapres sebetulnya hanya karena

kebetulan yang ditunjuk sebagai Ketua Tim pertama kali adalah Almarhumah Prof.

Yaumil Agus Achir yang kala itu menjabat Deputi Wakil Presiden bidang Kesejahteraan

Rakyat.

1 Disampaikan pada Temu Ilmiah Public Health in the New Millenium, FKMUI, tanggal 18-20 Agustus 2004, Kompleks Bidakara, Jakarta 2 Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

Page 2: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 2 Persiapan RS dalam AKN

Konsep dasar SJSN mengambil prinsip-prinsip universal sistem jaminan sosial

berpola social security yang lazim diperkenalkan oleh Organisasi Buruh Sedunia (ILO)

dalam rangka mewujudkan Konvensi ILO nomor 152. Konsep dasar SJSN adalah

memberikan jaminan dasar kepada seluruh penduduk, yang dimulai dari penjaminan

tenaga kerja di sektor formal dan penduduk miskin kemudian diperluas ke tenaga kerja di

sektor informal. Pentahapan ini mengikuti pola umum yang dilakukan negara-negara

yang lebih maju dari Indonesia dalam bidang pengembangan jaminan sosial dan

merupakan tahapan rasional mengingat mobilisasi dana dari sektor informal sangat sulit

dilakukan. Pendaan dari SJSN bertumpu pada tiga pilar utama yaitu (1) asuransi sosial

dan (2) tabungan wajib (provident fund) bagi peserta yang memiliki penghasilan serta (3)

bantuan sosial (bantuan iuran) bagi penduduk miskin dan kurang mampu.

Program jaminan dikelompokan menjadi 5 (lima) program yaitu jaminan

kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan hari tua, jaminan pensiun, dan jaminan

kematian. Jaminan hari tua dan jaminan pensiun pada hakikatnya sama-sama old age

benefits, hanya saja mengingat pola JHT sudah dimulai dengan Jamsostek dan Taspen,

maka pola ini dipertahankan. Program JHT membayarkan uang tunai menjelang seorang

tenaga kerja memasuki masa pensiun dengan tujuan memberikan bantuan dana bagi

penyediaan rumah tinggal ataupun modal usaha. Program jaminan pensiun membayarkan

uang pensiun bulanan guna memenuhi kebutuhan dasar hidup (diluar kesehatan yang

dijaminan oleh program jaminan kesehatan). Dengan skenario ini, nantinya baik pegawai

negeri maupun pegawai swasta akan memiliki program jaminan kesehatan dan pensiun

yang sama. Semua program pertanggungan penghasilan selama terkena pemutusan

hubungan kerja (PHK) dipersiapkan oleh SJSN. Namun demikian, karena keterlambatan

selesainya RUU, UU Nomor 13/2003 tentang Ketenaga Kerjaan telah mewajibkan

pengusaha membayar pesangon apabila terjadi PHK. Untuk menghindari program ganda,

maka program pertanggungan penghasilan selama terkena PHK dikeluarkan dari RUU

SJSN. Sesungguhnya untuk pengusaha, keluarnya program pertanggungan PHK dari

RUU SJSN lebih memberatkan dan menempatkan pengusaha pada situasi ketidak-

pastian.

Page 3: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 3 Persiapan RS dalam AKN

Esensi SJSN dan AKN Apa sebenarnya esensi RUU SJSN? Orang-orang yang mau berfikir jernih dan

mempelajari dengan seksama RUU SJSN, dapat menarik kesimpulan bahwa RUU SJSN

sesungguhnya mengusulkan perbaikan dan perluasan sistem jaminan sosial di Indonesia.

Konsep RUU SJSN mengatur program jaminan kesehatan, kecelakaan kerja, jaminan hari

tua termasuk pensiun, dan jaminan kematian kematian yang labih adil dan merata bagi

semua golongan penduduk. Konsep SJSN merupakan upaya membuat platform yang

sama bagi pegawai negeri, pegawai swasta, dan pekerja di sektor informal dalam

menerima jaminan sosial. RUU SJSN mengatur agar setiap penduduk nantinya memiliki

jaminan hari tua/pensiun, termasuk di kala ia menderita disabilitas ataupun jaminan bagi

ahli waris jika seorang pencari nafkah meninggal dunia. Penjelasan RUU menyatakan

bahwa “Presiden mensinkronkan penyelenggaraan jaminan sosial”. Saat ini, hanya

pegawai negeri dan kurang dari satu juta pegawai swasta yang memiliki jaminan pensiun.

Apabila RUU SJSN disetujui tahun ini, maka pegawai yang pensiun 15 tahun lagi, akan

menikmati uang pensiun bulanan dan jaminan kesehatan sampai ia meninggal dunia.

Sementara bagi tenaga kerja yang aktif bekerja akan mendapat jaminan kesehatan yang

sama, tanpa memandang status kepegawaiannya apakan ia bekerja pada majikan swasta

ataupun pemerintah. Tenaga kerja atau pensiunan tidak perlu bingung mencari uang

untuk membayar biaya berobat karena sakit kanker, jantung, atau cuci darah, yang kini

tidak dijamin oleh Jamsostek. Penyediaan jaminan yang adil dan merata itulah yang akan

dicapai oleh SJSN.

Esensi kedua dari SJSN adalah mengubah status badan hukum Badan

Penyelenggara yang ada sekarang, PT Taspen, PT ASABRI, PT Askes dan PT Jamsostek,

menjadi badan jaminan sosial yang tidak mencari laba (not for profit). Bukan berarti

merugi, tetapi seluruh nilai tambah harus dikembalikan kepada peserta, bukan ke

pemegang saham (dalam hal ini, pemerintah). Disini, usulan RUU SJSN sama dengan

usulan revisi RUU Jamsostek yang menjadi inisiatif DPR yang dituntut Forum Bipartit.

Hakikatnya RUU SJSN meluruskan kekeliruan pengelolaan jaminan sosial, yang menurut

UU No 2/1992 tentang Asuransi harus dikelola oleh BUMN. Mengapa tidak swasta?

Pengalaman di seluruh dunia membuktikan bahwa swasta gagal menyelenggarakan

jaminan kesehatan yang adil dan merata (equity) karena memang terjadi market failure

Page 4: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 4 Persiapan RS dalam AKN

yang diakibatkan oleh uniknya kebutuhan pelayanan kesehatan. Hal ini akan dikupas

lebih dalam pada akhir makalah ini.

Esensi ketiga dari SJSN adalah memastikan bahwa dana yang terkumpul dari

iuran dan hasil pengembangannya dikelola HANYA untuk kepentingan peserta (Pasal 1).

Iuran, akumulasi iuran, dan hasil pengembangannya adalah dana titipan peserta dan

bukan penerimaan (revenue) atau aset badan penyelenggara. Ini adalah prinsip Dana

Amanat (Trust Fund, Pasal 41) yang dituntut forum bipartit dan juga sesuai dengan

Revisi UU Jamsostek. Esensi keempat adalah memastikan agar pihak kontributor atau

pengiur atau tripartit (yaitu tenaga kerja, majikan, dan pemerintah) memiliki kendali

kebijakan tertinggi yang diwujudkan dalam bentuk Dewan Jaminan Sosial Nasional

(Majelis Wali Amanat) yang diwakili masing-masing 5 (lima) orang dan dewan

pengawas dari setiap unsur tripartit tersebut. Dalam penyelenggaraan yang ada sekarang,

pengendalian tripartit ini tidak ada.

Dalam hal Jaminan/Asuransi Kesehatan, RUU SJSN menggariskan

penyelenggaraan asuransi kesehatan bagi semua penduduk, dan karenanya disebut

Asuransi Kesehatan Nasional (AKN). Rancangan SJSN mempersiapkan jaminan

kesehatan yang sama antara pegawai swasta, pegawai negeri maupun yang bekerja

mandiri beserta anggota keluarganya. Jaminan kesehatan tidak lagi dibatasi sampai anak

kedua atau ketiga, karena pada hakikatnya setiap penduduk Indonesia mempunyai hak

yang sama. Guna mempercepat cakupan kepada seluruh penuduk, RUU memungkinkan

seorang tenaga kerja menjamin orang tuanya dengan menambah iuran sebesar 1% dari

upah/gaji kotornya sebulan. Dengan paket jaminan yang sama (pelayanan medis) untuk

semua orang, RUU SJSN akan sangat memudahkan dokter dan fasilitas kesehatan

memahami berbagai aspek administrasi dan jaminan kesehatan. Hal ini akan menghemat

tenaga dan waktu bagi para dokter dan fasilitas kesehatan lain.

Berbeda dengan sistem askes pegawai negeri saat ini, dalam rancangan RUU

SJSN disebutkan bahwa sistem pelayanan dan pembayaran kepada fasilitas kesehatan

(termasuk dokter keluarga dan dokter spasialis praktek perorangan atau di rumah sakit)

dinegosiasikan di tingkat wilayah antara badan penyelenggara dengan asosiasi fasilitas

kesehatan. Apabila UU SJSN disetujui, nantinya tidak ada lagi SK Menkes atau SKB

Menkes dengan Mendagri yang mengatur tarif RS untuk peserta Askes. Dengan jumlah

Page 5: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 5 Persiapan RS dalam AKN

peserta yang semakin besar dan pembayaran yang sama di suatu wilayah, maka peserta

dapat dibebaskan untuk memilih rumah sakit yang disukainya—apabila ia memerlukan

perawatan di rumah sakit. Namun demikian, sebelum ia berobat di rumah sakit, ia harus

mendapatkan pemeriksaan dari dokter keluarganya dulu. Jika diperlukan perawatan

spesialis lebih lanjut, maka dokter keluarganya harus merujuk. Jika tidak diperlukan,

maka peserta harus diberi pemahaman bahwa pemeriksaan ke spesialis tidak ada manfaat

tambahan, kecuali pemborosan uang bersama. Hal ini merupakan peluang besar bagi

fasilitas kesehatan untuk menunjukan kemampuannya memberikan pelayanan yang

memuaskan dan sekaligus meningkatkan efisiensi. Rancangan SJSN juga memungkinkan

rumah sakit beraliansi dengan dokter keluarga untuk mengelola pelayanan termasuk obat-

obat yang diperlukan di klinik atau rumah sakit sehingga akan memudahkan peserta yang

tidak perlu menebus obat di apotik di luar klinik/rumah sakit.

Yang paling penting barangkali adalah bahwa RUU SJSN secara sepesifik

mengharuskan badan penyelenggara membayar klaim (bersih) paling lambat 15 hari

setelah klaim diajukan. Apabila pembayaran fasilitas kesehatan dilakukan secara kapitasi,

badan penyelenggara harus membayarkannya paling lambat tanggal 5 setiap bulan. Guna

menjamin efisiensi dan optimalnya penyelenggaraan asuransi kesehatan, biaya

administasi atau biaya operasional badan penyelenggara nantinya dibatasi maksimal

hanya 5% dari iuran yang terkumpul. Dalam masa transisi, dimana jumlah peserta belum

memenuhi pool yang besar, tentu dimungkinkan biaya operasional diatas 5%. Dengan

batasan biaya operasional maksium tersebut, maka fasilitas kesehatan akan lebih mudah

memperkirakan besarnya dana yang dapat digunakan untuk membiayai pelayanan yang

diberikannya.

Mengapa Tidak Diserahkan ke Bapel Swasta? Bapel atau perusahaan asuransi swasta diberikan peluang untuk menjual produk

asuransi kesehatan/JPKM sebagai suplemen atau asuransi tambahan. Tetapi untuk paket

dasar, harus dikelola oleh Badan Nirlaba yang disebut BPJS. Penjelasan berikut akan

memudahkan kita memahami mengapa harus badan pemerintah atau semi pemerintah

yang nirlaba.

Karena sifat unvertainty mengundang usaha asuransi, maka kini banyak pemain

baru. Kolusi antara dokter-rumah sakit dan perusahaan farmasi menyebabkan harga

Page 6: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 6 Persiapan RS dalam AKN

pelayanan kesehatan terus semakin mahal. Risiko sakit perorangan semakin mahal, maka

demand baru terbentuk; membeli asuransi kesehatan. Bagaimana pentaripan asuransi?

Tidak bisa dilepaskan dari harga harga dokter, rumah sakit, obat, laboratorium, dan alat-

alat medis lainnya. Bisakan asuransi mendapatkan harga yang pantas (fair)? Sulit!

Meskipun perusahaan asuransi/bapel JPKM dapat memperoleh harga yang lebih murah,

mereka juga punya interes untuk mendapatkan untung. Sementara fasilitas kesehatan

masih tetap memiliki market power yang kuat. Tidak banyak pilihan bagi perusahaan

asuransi, kecuali mengeruk keuntungannya dari pihak pasien/konsumen. Tentu saja

sebagai perantara perusahaan asuransi/bapel JPKM akan mencari untung dari kedua

pihak, pihak peserta/pemegang polis dan pihak fasilitas kesehatan (provider). Maka kini,

seorang pasien/konsumen/peserta mendapatkan pelaku baru yang juga melirik kantong

mereka, yaitu perusahaan asuransi/bapel dengan menawarkan berbagai produk asuransi

kesehatan yang menarik, tetapi belum tentu dibutuhkan peserta.

Akankah konsumen mampu untuk memilih produk asuransi dan harga sesuai

kebutuhanya? Hampir tidak mungkin! Karena disini juga terjadi informasi asimetri.

Konsumen tidak mengetahui tingkat risiko dirinya dan hampir tidak mungkin mengetahui

apakah harga premi yang dibelinya pantas, terlalu murah, atau terlalu mahal. Sementara

penjual (perusahaan asuransi/bapel JPKM) dapat menciptakan produk dan cara

pamasaran yang menggiurkan sampai menakutkan sehingga konsumen, jika ia

mempunyai kemampuan keuangan, memilih untuk membeli. Bagaimana dengan

konsumen yang tidak mampu? Sejauh pasar belum jenuh, asuradur akan memusatkan

pada perhatian kepada pasar yang mampu membeli dan profitable. Karena dalam pasar

asuransi (swasta/sukarela) asuradur akan menetapkan premi atas dasar risiko yang akan

ditanggung (paket jaminan), atau disebut risk-based premium, maka besarnya premi tidak

dapat disesuaikan dengan daya beli seseorang. Maka sudah dapat dipastikan bahwa

penduduk yang miskin atau pekerja ekonomi lemah tidak akan mampu membeli premi.

Oleh karenanya, asuransi kesehatan swasta/sukarela/komersial tidak akan mampu

mencakup seluruh penduduk. Keinginan mencakup seluruh penduduk dengan mekanisme

asuransi kesehatan swasta (apakah itu perusahaan asuransi atau bapel JPKM) hanyalah

sebuah impian belaka. Hal ini dapat dibuktikan di Amerika, yang menghabiskan lebih

Page 7: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 7 Persiapan RS dalam AKN

dari US$ 5.000 per kapita per tahun, akan tetapi lebih dari 50 juta penduduknya (17%)

tidak memiliki asuransi.

Dengan terbatasnya pasar dan persaingan yang tinggi, volume penjualan tidak

bisa mencapai jumlah yang besar. Persaingan antara asuradur (persuahaan asuransi atau

bapel) akan memaksa asuradur membuat produk spesifik yang juga menyebabkan pool

tidak optimal untuk mencakup berbagai pelayanan. Persaingan menjual produk spesifik

dan volume penjualan untuk masing-masing produk yang relatif kecil menyebabkan

contigency dan profit margin yang relatif besar. Perusahaan asuransi Amerika

menghabiskan rata-rata 12% faktor loading (biaya operasional, laba, dan berbagai biaya

non medis lainnya) (Shalala dan Reinhart, 1999). Bapel JPKM boleh menarik biaya

loading sampai 30%.i Asuradur swasta di Indonesia memiliki rasio klaim yang bervariasi

antara 40-70%, tergantung jenis produknya, sehingga menyebabkan biaya tambahan bagi

konsumen sebesar 30-60%. Dari berbagai skenario dan fakta yang terjadi, sudah dapat

dipastikan bahwa asuransi kesehatan swasta tidak bisa menurunkan biaya pelayanan

kesehatan (meskipun dengan konsep managed care) dan tidak akan mampu mencakup

seluruh penduduk.

Jelaslah ketergantungan pada sistem asuransi kesehatan swasta/komersial

(termasuk disini sistem JPKM yang sekarang berlaku) akan gagal menciptakan cakupan

universal dan mencapai efisiensi makro. Trade off antara risk pooling dan biaya yang

ditanggung konsumen tidak seimbang. Sementara itu, hampir semua negara

menginginkan cakupan universal. Oleh karenanya, jika kedua komponen tujuan,

universal dan efisensi makro, ingin dicapai; maka rancangan asuransi kesehatan

swasta/komersial akan gagal mencapai tujuan tersebut. Sebaliknya, rancangan asuransi

kesehatan sosial yang terdapat dalam sebuah sistem jaminan sosial, dimanapun di dunia,

akan mampu mencakup seluruh penduduk dengan biaya yang jauh lebih efisien.

Semua negara-negara maju telah meratifikasi konvensi PBB tentang hak asasi

manusia dan Konvensi ILO nomor 152 tentang jaminan sosial serta menempatkan

pelayanan kesehatan sebagai salah satu hak dasar penduduk (fundamental human right).

Sebagai konsekuensi peletakkan hak dasar ini pemerintah mengusahakan suatu sistem

kesehatan yang mampu mencakup seluruh penduduk (universal) secara adil dan merata

(equity). Negara-negara maju pada umumnya mewujudkan peran serta masyarakat dalam

Page 8: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 8 Persiapan RS dalam AKN

pembiayaan dan penyediaan kesehatan publik yang diatur oleh suatu undang-undang.

Pembiayaan publik dimaksudkan adalah pembiayaan oleh negara dari dana APBN atau

didanai oleh sistem asuransi kesehatan sosial yang didasarkan oleh undang-undang.

Seringkali sistem asuransi kesehatan sosial ini adalah sebuah sistem jaminan sosial

(social security). Penyelenggara pendanaan publik dapat suatu badan pemerintah dapat

pula badan swasta yang nirlaba. Penyediaan pelayanan kesehatan publik adalah

penyediaan rumah sakit, klinik, pusat kesehatan, dan sebagainya yang disediakan oleh

negara yang dapat diselenggarakan secara otonom (terlepas dari birokrasi pemerintahan)

ataupun tidak otonom.

Dengan menempatkan salah satu atau kedua faktor pendanaan dan atau

penyediaan oleh publik (public not for profit enterprise) memungkinkan terselenggaranya

cakupan universal dan pemerataan yang adil. Penempatan kesehatan sebagai hak asasi

tidak selalu berarti bahwa pemerintah harus menyediakan seluruh pelayanan dengan

cuma-cuma. Di Indonesia, banyak orang mengkhawatirkan penempatan kesehatan

sebagai hak asasi akan menyebabkan beban pemerintah menjadi sangat berat. Pada

hakikatnya, pendanaan maupun penyediaan pelayanan dapat dilakukan oleh pemerintah

bersama swasta yang secara umum dapat dilihat dari gambar-1 .

Gambar-1.

Matriks Pendanaan dan Penyediaan (delivery) Pelayanan Kesehatan Penyediaan

Pendanaan Publik Swasta

Publik Inggris, Malaysia, Hongkong, Australia, dll

Indonesia dan negara berkembang lainnya

Swasta Kanada, Jerman, Jepang dan Taiwan

Amerika

* Jepang dan Jerman menyerahkan sebagian besar pembiayaan dan penyediaan kepada sektor swasta, akan tetapi bersifat sosial (nirlaba) yang diatur oleh pemerintah, sementara Amerika menyerahkan kepada mekanisme pasar (for profit dan not for profit).

Apabila pendanaan diserahkan kepada sektor publik, yang bersifat sosial atau

nirlaba, maka terdapat dua pilihan utama yaitu pendanaan dari penerimaan pajak (general

tax revenue) atau APBN seperti yang dilakukan Inggris dan Malaysia dan pendanaan

melalui mekanisme asuransi sosial seperti yang dilakukan Kanada, Taiwan, Jepang,

Page 9: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 9 Persiapan RS dalam AKN

Jerman, Korea, Muangtai, Filipina, dll. Kanada, Korea, Filipina, Muangtai, Australia dan

Taiwan memberlakukan sistem monopoli Propinsi atau Negara dengan hanya

menggunakan satu badan penyelenggara. Sementara Jerman dan Jepang menggunakan

undang-undang wajib asuransi sosial kesehatan dengan banyak penyelenggara dari pihak

swasta yang nirlaba.

Di Indonesia, pengertian asuransi sosial sangat sering disalah artikan dengan

pengertian derma atau pelayanan cuma-cuma. Sementara penyelenggaraan asuransi sosial

kesehatan yang sudah ada, program JPK PNS/Askes dan program JPK Jamsostek,

diselenggarakan oleh perusahaan publik yang berbentuk badan hukum berorientasi laba

PT (Persero) sehingga menimbulkan conflict of interest. Hal ini menyebabkan semakin

kecaunya pemahaman asuransi sosial. Distorsi pemahaman ini menyebabkan sulitnya

usaha-usaha mengusahakan suatu sistem asuransi sosial yang konsisten. Itulah sebabnya

RUU SJSN meluruskan distorsi ini.

Asuransi sosial adalah asuransi yang diselenggarakan atau diatur oleh pemerintah

yang melindungi golongan ekonomi lemah dan yang tidak lemah yang menjamin

keadilan yang merata (equity). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka suatu asuransi

sosial haruslah didasari pada suatu undang-undang dengan pembayaran iuran/premi dan

paket jaminan yang memungkinkan terjadinya pemerataan. Dalam penyelenggaraanya,

pada asuransi sosial mempunyai ciri (a) kepesertaan wajib bagi sekelompok atau seluruh

penduduk, (b) besaran iuran/premi ditetapkan oleh undang-undang/peraturan pemerintah,

umumnya proporsional terhadap pendapatan/gaji, dan (c) paketnya ditetapkan sama untuk

semua golongan pendapatan, yang biasanya sesuai dengan kebutuhan medis (Thabrany,

1999)ii. Dengan mekanisme ini, maka dimungkinkan tercapainya keadilan sosial yang

egaliter.

Dari segi pendanaan, asuransi sosial mempunyai keunggulan dalam mencapai

efisiensi makro karena tidak memerlukan biaya perancangan produk, pemasaran, dan

pencapaian skala ekonomi yang optimal. Taiwan misalnya hanya menghabiskan kurang

dari 3% premi untuk biaya administrasi (Depkes Taiwan, 1997)iii. Program Medicare di

Amerika hanya menghabiskan biaya administrasi sebesar 3-4% sementra asuransi

komersial swasta di Amerika menghabiskan rata-rata 12% (Shalala dan Reinhardt,

1999)iv

Page 10: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 10 Persiapan RS dalam AKN

Asuransi Sosial Kesehatan di Berbagai Negara dan Berbagai Indikator Makro Kesehatan

Seperti telah disampaikan diatas, negara-negara yang lebih konsisten mencari

cakupan universal dan efisiensi makro (biaya kesehatan nasional yang rendah) tidak

menggantungkan sistemnya pada asuransi kesehatan swasta, baik dalam bentuk

tradisional-indemnitas maupun dalam bentuk managed care (HMO, PPO, maupun POS).

Tentu saja argumen teoritis yang dikemukan diatas tidak cukup meyakinkan tanpa adanya

data empirik. Data empirik yang menyajikan cakupan universal dan efisiensi makro saja,

juga tidak cukup meyakinkan manfaat asuransi sosial kesehatan. Oleh karena itu kita

harus juga melihat indikator outcome (keluaran) secara makro. Tujuan cakupan universal

dan efisiensi saja tidak memadai jika pelayanan yang diberikan tidak cukup berkualitas.

Untuk menentukan pelayanan yang berkualitas, antara lain, kita bisa melihatnya dari

keluaran yaitu status kesehatan. Pengukuran status kesehatan yang lazim digunakan

adalah angka kematian bayi dan umur harapan hidup. Memang kedua indikator ini tidak

hanya dipengaruhi oleh sistem kesehatan, akan tetapi berbagai analisis menunjukkan

bahwa sistem tersebut mempunyai korelasi yang kuat terhadap keluaran status kesehatan.

Dalam Tabel-1 disajikan perbandingan data empirik yang diolah dari karya Anderson dan

Paullier, 1999v.

Tabel 1

Perbandingan model asuransi, cakupan, biaya dan status kesehatan di

berbagai negara maju (dengan data tahun 1996-1997).

Negara

Askes domi-nan

% penddk dijamin ASK

Biaya RI per hari (US$), 1996

Biaya Kes per kapita (US$), 1997

IMR, 1996

LE, wnt/pria, 1996

Amerika Komers 33,3 1.128 3.925 7,8 79,4/72,7 Australia Sosial 100 242 1.805 5,8 81,1/75,2 Austria Sosial 99 109 1.793 5,1 80,2/73,9 Belanda Sosial 72 225 1.838 5,2 80,4/74,7 Belgia Sosial 99 263 1.747 6,0 81,0/74,3 Ceko Sosial 100 75 904 6,0 77,2/70,5

Page 11: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 11 Persiapan RS dalam AKN

Denmark Sosial 100 632 1.848 5,2 78,0/72,8 Finlandia Sosial 100 168 1.447 4,0 80,5/73,0 Inggris Negara,

NHS 100 320 1.347 6,1 79,3/74,4

Islandia Sosial 100 192 2.005 5,5 80,6/76,2 Itali Sosial 100 339 1.589 5,8 81,3/74,9 Jepang Sosial 100 83 1.741 3,8 83,6/77,0 Jerman Sosial 92,2 228 2.339 5,0 79,9/73,6 Kanada Nasio-

nal 100 489 2.095 6,0 81,5/75,4

Korea Sosial 100 110 587 9,0 77,4/69,5 Luksemberg Sosial 100 180 2.340 4,9 80,0/73,0 Norwegia Sosial 100 123 1.814 4,0 81,1/75,4 Perancis Sosial 99,5 284 2.051 4,9 82,0/74,1 Portugal Sosial 100 249 1.125 6,9 78,5/71,2 Selandia Baru Nasio-

nal 100 254 1.352 7,4 79,8/74,3

Spanyol Sosial 99,8 343 1.168 5,0 81,6/74,4 Turki Sosial 66 73 260 42,2 70,5/65,9 Yunani Sosial 100 144 974 7,3 80,4/75,1

Catatan: RI= rawat inap, IMR=infant mortality rate, LE=life expectancy.

Dari tabel tersebut dapat kita lihat bahwa Amerika yang merupakan satu-satunya

negara maju yang menggantungkan sistem asuransinya pada asuransi komersial

mempunyai kinerja keuangan yang sangat mahal, hampir dua kali biaya termahal di

negara lain, dan lebih dari dua kali dari biaya kesehatan di Jepang dan Jerman yang sama-

sama memiliki banyak badan penyelenggara asuransi kesehatan. Bahkan biaya rawat inap

perhari di Amerika mencapai 5-10 kali lebih mahal dibandingkan negara-negara maju

lainnya yang memiliki pendapatan per kapita yang tidak jauh berbeda. Jika dilihat

cakupan asuransinya, Amerika masih memiliki 17% penduduk (43 juta jiwa) yang tidak

mempunyai jaminan (uninsured). Sementara indikator makro kesehatan, IMR dan LE,

tidak menjunjukan status yang lebih baik dari banyak negara atau dari tetangganya

Kanada.

Data diatas menunjukkan angka-angka cross sectional yang dapat menunjukkan

bias waktu. Apakah tingginya biaya kesehatan di Amerika konsisten dari waktu ke

waktu? Berbagai literatur ekonomi kesehatan menunjukkan konsistensi tersebut. Tentu

saja, kita tidak bisa membandingkan angka-angka nilai nominal dolar tersebut dengan

Page 12: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 12 Persiapan RS dalam AKN

keadaan di Indonesia. Negara yang kaya memang akan mengeluarkan biaya besar karena

memang biaya hidup tinggi. Suatu ukuran yang dapat memantau beban finansial adalah

besarnya biaya kesehatan dibandingkan dengan produk domestik bruto (PDB).

Perkembangan persentase biaya kesehatan terhadap PDB di enam negara OECD, 1970-

1997 telah dilakukan oleh Ikegami dan Campbell (1999)vi. Hasil penelitian tersebut

disajikan pada Gambar-2.

Penelitian kedua orang tersebut menunjukkan bahwa Amerika secara konsisten

menghabiskan biaya kesehatan sebagai prosentasi terhadap PDB yang terus meningkat

tak terkendali. Dibandingkan dengan Jepang dan Inggris yang memiliki sistem

pembiyaan dan penyediaan kesehatan yang terkendali (bukan managed care) ternyata

Amerika menghabiskan jauh lebih besar, baik dalam nilai nominal dolar maupun dalam

prosentase terhadap PDB. Dari enam negara yang dibandingkan, hanya Amerikalah yang

menggantungkan pembiayaan kesehatan yang dominan kepada mekanisme pasar asuransi

kesehatan komersial/swasta, termasuk berbagai bentuk managed care seperti HMO, PPO,

dan POS.

Page 13: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 13 Persiapan RS dalam AKN

Gambar-2

Perkembangan Biaya Kesehatan (% PDB) di Enam Negara Maju, 1970-1997

Kesimpulan Pemerintah kini sedang mengembangkan Sistem Jaminan Sosial Nasional yang

mencakup jaminan kesehatan yang akan berlaku secara nasional dan untuk menjamin

portabilitas, maka penyelenggaraanya haruslah oleh suatu badan yang bersifat nasional.

Sistem ini, yang UU nya sedang dibahas pada tahap akhir saat ini, merupakan solusi

rasional untuk menjamin agar kelak seluruh penduduk memiliki jaminan/asuransi

kesehatan dan mendapatkan pelayanan kesehatan, terlepas dari ras, agama, kemampuan

ekonomi, dan faktor-faktor lain. SJSN pada hakikatnya akan meluruskan kekeliruan

penyelenggaraan sistem asuransi kesehatan sosial yang selama ini dijalankan dan akan

membentuk platform yang sama bagi semua penduduk. Inilah hakikat dari rumusan

“Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat”. SJSN juga sekaligus akan menyediakan kondisi

yang memungkinkan terselenggaranya sistem dokter keluarga.

02468

10121416

1970 1975 1980 1985 1990 1997

Amerika JermanKanada PerancisJepang Inggris

Page 14: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 14 Persiapan RS dalam AKN

Lampiran. Kutipan pasal-pasal tentang AKN

Bagian Kedua

Program Jaminan Kesehatan

Paragraf 1

Prinsip Program Jaminan Kesehatan

Pasal 10

Program JK merupakan program jaminan kesehatan yang

diselenggarakan secara nasional berdasarkan mekanisme

Asuransi Sosial.

Program JK diselenggarakan berdasarkan prinsip ekuitas.

Paragraf 2

Kepesertaan

Program Jaminan Kesehatan

Pasal 11

Peserta JK adalah Pekerja yang telah membayar Iuran sesuai

dengan Undang-undang ini.

Anggota keluarga Peserta berhak menerima Manfaat Jaminan

Kesehatan.

Setiap Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga lain

dengan penambahan Iuran.

Pasal 12 ...

Page 15: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 15 Persiapan RS dalam AKN

Pasal 12

Kepesertaan tetap berlaku selama 6 (enam) bulan sejak seorang

Peserta mengalami pemutusan hubungan kerja atau

mengalami Cacat Total Tetap.

Ketentuan lebih lanjut yang mengatur hak Peserta atau anggota

keluarganya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur

dengan Peraturan Pemerintah.

Paragraf 3

Manfaat Program Jaminan

Kesehatan

Pasal 13

Manfaat program JK bersifat pelayanan perseorangan yang

berupa pelayanan kesehatan komprehensif mencakup

pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif,

termasuk obat dan bahan medis habis pakai yang

diperlukan.

(2) Untuk jenis-jenis pelayanan tertentu, Peserta dikenakan

urun biaya.

(3) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat

(1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 14

(1) Manfaat program JK diberikan pada fasilitas kesehatan

milik pemerintah maupun swasta yang memenuhi syarat

tertentu, yang menjalin kerjasama dengan BPJS.

(2) Dalam keadaan darurat, pelayanan sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1), dapat diberikan pada fasilitas

yang tidak menjalin kerjasama dengan BPJS.

Page 16: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 16 Persiapan RS dalam AKN

(3) Dalam …

(3) Dalam hal di suatu daerah belum tersedia fasilitas

kesehatan yang memenuhi syarat guna memenuhi

kebutuhan medik sejumlah Peserta, BPJS wajib

memberikan kompensasi.

(4) Dalam hal Peserta membutuhkan rawat inap di rumah

sakit, maka kelas pelayanan di rumah sakit diberikan

berdasarkan kelas standar.

(5) Ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam ayat

(3) dan ayat (4) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 15

(1) Besarnya pembayaran kepada fasilitas kesehatan untuk

setiap wilayah ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara

BPJS dan asosiasi fasilitas kesehatan di wilayah tersebut,

yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

(2) BPJS wajib membayar fasilitas kesehatan atas pelayanan

yang telah diberikan kepada Peserta paling lambat 15

(lima belas) hari sejak permintaan pembayaran diterima.

(3) BPJS mengembangkan sistem pelayanan kesehatan, sistem

kendali mutu pelayanan dan sistem pembayaran

pelayanan kesehatan untuk meningkatkan efisiensi dan

efektivitas program JK.

Pasal 16

Daftar dan harga tertinggi obat-obatan serta bahan medis habis

pakai yang dijamin oleh BPJS ditetapkan sesuai dengan

Page 17: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 17 Persiapan RS dalam AKN

peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan

mempertimbangkan perkembangan kebutuhan medik,

ketersediaan, serta efektifitas dan efisiensi obat atau bahan

medis habis pakai.

Pasal 17 …

Pasal 17

Jenis-jenis pelayanan yang tidak dijamin BPJS akan ditetapkan

dengan Peraturan Pemerintah.

Paragraf 4

Iuran

Program Jaminan Kesehatan

Pasal 18

Besarnya Iuran adalah persentase tertentu dari Upah atau

Penghasilan atau suatu jumlah nominal tertentu yang

ditanggung bersama antara Pekerja dan Pemberi Kerja

masing-masing sebesar 50% (lima puluh persen) sampai

dengan batas Upah tertentu.

Batas Upah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),

ditetapkan setiap dua tahun.

Besarnya Iuran yang harus dibayarkan oleh Pemerintah

untuk Penerima Bantuan Sosial ditetapkan secara berkala

dengan mempertimbangkan tingkat kemahalan biaya

kesehatan.

Batas Upah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), besarnya

Iuran yang harus dibayarkan oleh Pemerintah untuk

Page 18: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 18 Persiapan RS dalam AKN

Penerima Bantuan Sosial sebagaimana dimaksud dalam

ayat (3), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 19

(1) Pekerja yang memiliki anggota keluarga lebih dari 5

(lima) orang wajib membayar tambahan Iuran sebesar 1%

(satu persen) dari Upah untuk setiap tambahan 1 (satu)

anggota keluarga, yang diambil sepenuhnya dari Upah

Pekerja.

(2) Peserta …

(2) Peserta dapat mengikutsertakan anggota keluarga lain

yang belum menjadi Peserta program JK dengan

menambah Iuran sebesar 1% (satu persen) dari Upah

untuk tiap orang.

Pasal 20

Peserta yang mengalami pemutusan hubungan kerja atau

mengalami Cacat Total Tetap dibebaskan dari kewajiban

pembayaran Iuran selama 6 (enam) bulan.

Setelah lewat jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1), Iuran dibayarkan oleh Pemerintah dalam hal

Peserta tersebut masih belum mendapatkan pekerjaan; dan

termasuk kelompok Penerima Bantuan Sosial.

PENJELASAN PASAL DEMI PASAL

Pasal 10 Ayat (1)

Page 19: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 19 Persiapan RS dalam AKN

Pelayanan kesehatan merupakan kebutuhan yang sewaktu-waktu dapat terjadi, sementara tidak semua warga masyarakat yang membutuhkannya memiliki uang untuk membiayainya. Oleh karenanya program JK diselenggarakan secara nasional dengan menggunakan mekanisme Asuransi Sosial. Dengan cara tersebut program JK menjamin terselenggaranya solidaritas sosial dalam bidang kesehatan, antara yang kaya dengan yang miskin, yang muda dengan yang tua, dan yang sehat dengan yang sakit.

Ayat (2) ...

Ayat (2) Yang dimaksud dengan prinsip ekuitas adalah Peserta mendapatkan

pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan mediknya dan tidak terikat dengan besaran Iuran yang telah dibayarkannya.

Pasal 11 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Anggota keluarga adalah istri/suami yang sah, anak kandung, anak

tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang sah. Ayat (3) Yang dimaksud dengan anggota keluarga lain adalah selain anggota

keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), misalnya orang tua. Pengikutsertaan anggota keluarga lain (dengan penambahan Iuran)

dimaksudkan untuk memperluas kepesertaan Jaminan Kesehatan terutama untuk menjangkau para lanjut usia, sehingga kepesertaan secara nasional dapat lebih cepat dicapai.

Pasal 12 Ayat (1) Pada prinsipnya kepesertaan JK bersifat permanen. Dengan demikian,

jika seorang Peserta mengalami pemutusan hubungan kerja, maka ia dan keluarganya tetap dapat menerima Jaminan Kesehatan sampai 6 (enam) bulan berikutnya tanpa mengiur, dengan pertimbangan paling lambat pada akhir jangka waktu tersebut Peserta sudah mendapatkan pekerjaan baru dan mengiur untuk masa kepesertaan selanjutnya. Apabila jangka waktu tersebut terlewati dan Peserta belum mendapat pekerjaan baru, maka Iuran selanjutnya dibayarkan oleh pemerintah sebagai Bantuan Sosial apabila Peserta tersebut termasuk kelompok Penerima Bantuan Sosial. Peserta yang menderita Cacat Total Tetap tergolong Penerima Bantuan Sosial.

Ayat (2) ... Ayat (2)

Page 20: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 20 Persiapan RS dalam AKN

Cukup jelas Pasal 13 Ayat (1) Pelayanan kesehatan komprehensif yang dimaksud dalam ketentuan

ini meliputi penyuluhan kesehatan, imunisasi, keluarga berencana, rawat jalan, rawat inap dan tindakan medik lainnya termasuk cuci darah dan operasi jantung. Pelayanan tersebut diberikan secara memadai baik mutu maupun jenis pelayanannya dalam rangka menjamin kesinambungan program dan kepuasan Peserta. Luasnya pelayanan kesehatan disesuaikan dengan kebutuhan Peserta yang dapat berubah dan kemampuan keuangan BPJS.

Ayat (2) Yang dimaksud dengan urun biaya adalah sejumlah tertentu biaya

yang harus ditanggung Peserta dalam menerima pelayanan tertentu, diluar Iuran yang telah dibayar Peserta tersebut.

Ayat (3) Cukup jelas Pasal 14 Ayat ( 1) Fasilitas kesehatan meliputi rumah sakit, dokter praktek (termasuk

dokter keluarga), klinik, laboratorium, apotik dan fasilitas kesehatan lainnya. Fasilitas kesehatan memenuhi syarat tertentu apabila fasilitas kesehatan tersebut diakui dan memiliki izin dari instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang kesehatan.

Ayat (2) Cukup jelas Ayat (3) Cukup jelas

Ayat (4) ... Ayat (4) Peserta yang menginginkan kelas yang lebih tinggi dari pada haknya

(kelas standar), dapat meningkatkan haknya dengan mengikuti asuransi kesehatan tambahan, atau membayar sendiri selisih antara biaya yang dijamin oleh BPJS dengan biaya yang harus dibayar akibat peningkatan kelas perawatan.

Ayat (5) Cukup jelas Pasal 15 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)

Page 21: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 21 Persiapan RS dalam AKN

Cukup jelas Ayat (3) Dalam sistem pembayaran pelayanan kesehatan yang dikembangkan

BPJS, pada hakikatnya BPJS harus membayar fasilitas kesehatan secara efektif dan efisien dengan besaran yang relatif sama untuk tiap fasilitas kesehatan di suatu wilayah. Misalnya, BPJS dapat memberikan bujet tertentu kepada suatu rumah sakit di suatu daerah untuk melayani sejumlah Peserta, atau membayar sejumlah tetap tertentu per kapita per bulan (kapitasi). Bujet tersebut sudah mencakup jasa medik, biaya perawatan, biaya penunjang, dan biaya obat-obatan yang penggunaan rincinya diatur sendiri oleh pimpinan rumah sakit. Dengan demikian, sebuah rumah sakit akan lebih leluasa menggunakan dana seefektif dan seefisien mungkin.

Pasal 16 Penetapan daftar dan plafon harga dimaksudkan untuk menjamin bahwa

yang diberikan kepada Peserta adalah obat-obat dan bahan medis yang efektif, bermutu, dan efisien.

Pasal 17 ...

Pasal 17 Cukup jelas Pasal 18 Ayat (1) Iuran yang harus dibayarkan oleh Pekerja dan Pemberi Kerja tanpa

mempertimbangkan status perkawinan guna memudahkan administrasi dan meningkatkan kegotong-royongan .

Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas Ayat (4) Cukup jelas Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2) Cukup jelas Pasal 20 Ayat (1) Cukup jelas Ayat (2)

Page 22: Jaminan Kesehatan Nasional dalam Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)-Hasbullah Thabrany

H Thabrany 22 Persiapan RS dalam AKN

Besarnya Iuran yang dibayarkan Pemerintah sesuai dengan Iuran bagi Penerima Bantuan Sosial.

i Depkes RI. Pembinaan Bapel JPKM: Kumpulan Materi. Depkes RI, Jakarta, 1995. ii Thabrany, H. Introduksi Asuransi Kesehatan. Yayasan Penerbit Ikatan Dokter

Indonesia, Jakarta, 1999. iii Depkes Taiwan. Public Health in Taiwan, ROC. Taipei, 1997 iv Shalala, DE dan Reinhardt UE. Interview: Viewing the US Health Care System from

Within: Candid Talk from HHS. Health Affairs 18(3): 47-55, 1999 v Anderson, GF. And Paullier, JP. Health Spending, Access, and Outcomes: Trends in

Industrialized Countries. Health Affairs, 18(3):178-192 vi Ikegami, N dan Campbell, JC. Health Care Reform in Japan: The Virtue of Muddling

Trhough. Health Affairs 18(3):56-75.