13
0 Pengujian Tahan Gempa Sistem Pracetak untuk Bangunan Bertingkat Tinggi dan Penerapan pada Program Pembangunan 1000 Tower Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi DR.Ir Hari Nugraha Nurjaman,MT; Ir. HR Sidjabat, MPCI 1. Pendahuluan Penerapan konstruksi beton pracetak dan prategang telah mengalami perkembangan yang sangat pesat di dunia dalam dekade terakhir ini. Hal ini disebabkan konstruksi ini memiliki banyak keunggulan dibanding sistem konvensional seperti : kontrol kualitas yang baik sehingga lebih menjamin kualitas struktur dan konstruksi, lebih ekonomis terhadap biaya karena adanya reduksi dalam penggunaan cetakan, perancah, maupun tenaga kerja di lapangan, serta lebih singkat dalam pelaksanaan dan juga lebih ramah lingkungan [11]. Sejak pembangunan rumah susun sederhana menjadi program nasional untuk mengatasi masalah permukiman di perkotaan pada tahun 1995 dan ditegaskan lagi dalam Gerakan Nasional Pengembangan Sejuta Rumah (GN-PSR) pada tahun 2003, pemerintah mengajak para pakar konstruksi untuk mengembangkan sistem konstruksi untuk pembangunan rumah susun secara massal. Uji coba penerapan dilakukan pada pembangunan Rumah Susun Cengkareng (1995), dan sejak waktu itu lahirlah berbagai sistem konstruksi yang merupakan hasil karya putra-putri bangsa Indonesia. Selama kurun waktu 1995 – 2006, telah sekitar 22 sistem pracetak yang sudah dikembangkan, dipatenkan, diuji ketahanannnya terhadap gempa dan diterapkan berbagai pembangunan rusunawa di Indonesia. Sejak tahun 1979 – 2008 telah dibangun rusunawa dengan teknologi pracetak sebanyak 24.244 unit (kurang lebih 75% dari seluruh rusuna yang dibangun di Indonesia, atau 99% dari rusuna yang dibangun selama 4 tahun terakhir) Sampai tahun 2006, rumah susun sederhana yang dikembangkan adalah berbentuk bangunan bertingkat sedang (4 - 6 lantai). Jumlah rata-rata pembangunan selama Gerakan Nasional Pengembangan Sejuta Rumah (GNPSR) dicanangkan pada tahun 2003 adalah 50 blok/tahun. Pada program Kabinet Indonesia Bersatu, ditargetkan dalam Rencana Jangka Panjang dan Menengah (RJPM) dibangun sebanyak 60.000 unit rumah susun sederhana sewa (rusunawa) dan 25.000 unit rumah susun sederhana milik (rusunami). Pada medio tahun 2006, Pemerintah menggagas percepatan pembangunan rumah susun sederhana yang dikenal dengan program 1000 tower, yang dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 22 tahun 2006. Ditargetkan dalam sisa waktu sampai 2009 dibangun rusunawa berupa bangunan bertingkat sedang sekitar 150 blok/tahun dan (rusunami) berupa bangunan bertingkat tinggi sebanyak 300 blok sampai tahun 2011. Jumlah ini adalah luar biasa, sehingga perlu ada usaha sistematis agar pembangunan dapat dilakukan secara efisien dengan tetap memenuhi persyaratan teknis dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan [18].

Iv4 Hari Nugraha Iappi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

dgfhddhfh

Citation preview

  • 0

    Pengujian Tahan Gempa Sistem Pracetak untuk Bangunan Bertingkat Tinggi dan Penerapan pada Program Pembangunan

    1000 Tower Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi DR.Ir Hari Nugraha Nurjaman,MT; Ir. HR Sidjabat, MPCI

    1. Pendahuluan

    Penerapan konstruksi beton pracetak dan prategang telah mengalami perkembangan yang sangat pesat di dunia dalam dekade terakhir ini. Hal ini disebabkan konstruksi ini memiliki banyak keunggulan dibanding sistem konvensional seperti : kontrol kualitas yang baik sehingga lebih menjamin kualitas struktur dan konstruksi, lebih ekonomis terhadap biaya karena adanya reduksi dalam penggunaan cetakan, perancah, maupun tenaga kerja di lapangan, serta lebih singkat dalam pelaksanaan dan juga lebih ramah lingkungan [11].

    Sejak pembangunan rumah susun sederhana menjadi program nasional untuk mengatasi masalah permukiman di perkotaan pada tahun 1995 dan ditegaskan lagi dalam Gerakan Nasional Pengembangan Sejuta Rumah (GN-PSR) pada tahun 2003, pemerintah mengajak para pakar konstruksi untuk mengembangkan sistem konstruksi untuk pembangunan rumah susun secara massal. Uji coba penerapan dilakukan pada pembangunan Rumah Susun Cengkareng (1995), dan sejak waktu itu lahirlah berbagai sistem konstruksi yang merupakan hasil karya putra-putri bangsa Indonesia. Selama kurun waktu 1995 2006, telah sekitar 22 sistem pracetak yang sudah dikembangkan, dipatenkan, diuji ketahanannnya terhadap gempa dan diterapkan berbagai pembangunan rusunawa di Indonesia. Sejak tahun 1979 2008 telah dibangun rusunawa dengan teknologi pracetak sebanyak 24.244 unit (kurang lebih 75% dari seluruh rusuna yang dibangun di Indonesia, atau 99% dari rusuna yang dibangun selama 4 tahun terakhir)

    Sampai tahun 2006, rumah susun sederhana yang dikembangkan adalah berbentuk bangunan bertingkat sedang (4 - 6 lantai). Jumlah rata-rata pembangunan selama Gerakan Nasional Pengembangan Sejuta Rumah (GNPSR) dicanangkan pada tahun 2003 adalah 50 blok/tahun. Pada program Kabinet Indonesia Bersatu, ditargetkan dalam Rencana Jangka Panjang dan Menengah (RJPM) dibangun sebanyak 60.000 unit rumah susun sederhana sewa (rusunawa) dan 25.000 unit rumah susun sederhana milik (rusunami). Pada medio tahun 2006, Pemerintah menggagas percepatan pembangunan rumah susun sederhana yang dikenal dengan program 1000 tower, yang dituangkan dalam Keputusan Presiden (Keppres) No. 22 tahun 2006. Ditargetkan dalam sisa waktu sampai 2009 dibangun rusunawa berupa bangunan bertingkat sedang sekitar 150 blok/tahun dan (rusunami) berupa bangunan bertingkat tinggi sebanyak 300 blok sampai tahun 2011. Jumlah ini adalah luar biasa, sehingga perlu ada usaha sistematis agar pembangunan dapat dilakukan secara efisien dengan tetap memenuhi persyaratan teknis dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan [18].

  • 1

    Dengan memperhatikan keberhasilan penerapan sistem pracetak pada rumah susun sederhana bertingkat sedang, maka diharapkan sistem ini juga dapat diterapkan dengan baik dan ekonomis pada rumah susun sederhana bertingkat tinggi. Pemerintah pada bulan Maret 2007 mengeluarkan Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi melalui Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2007 [5]. Pada pedoman tersebut, disamping menegaskan kembali konsensus-konsensus teknis mengenai rumah susun sederhana, ada pasal tambahan untuk sistem konstruksi rumah susun bertingkat tinggi. Pada pasal I.4 Kriteria Perencanaan Ayat 2 mengenai kriteria khusus ditegaskan dalam (2j) Sistem konstruksi rusuna bertingkat tinggi harus lebih baik, dari segi kualitas, kecepatan dan ekonomis (seperti sistem formwork dan sistem pracetak) dibanding sistem konvensional) dan (2k) Dinding luar rusuna bertingkat tinggi menggunakan beton pracetak sedangkan dinding pembatas antar unit/sarusun menggunakan beton ringan, sehingga beban struktur dapat lebih ringan dan menghemat biaya pembangunan.

    Dengan adanya program 1000 tower, yang mengamanatkan bahwa jumlah lantai rumah susun sederhana adalah sampai 20 lantai, maka pada tahun 2007 dilakukan penelitian dan pengembangan sistem pracetak untuk bangunan bertingkat tinggi. Sampai saat ini telah dihasilkan 7 sistem pracetak yang sudah diuji ketahanan gempanya dan salah satu sistem tersebut saat ini sedang diterapkan pada pembangunan rumah susun sederhana bertingkat tinggi pertama di Pulogebang, Jakarta Timur. Paparan ini akan menyampaikan detail sistem yang dikembangkan, pengujian tahan gempa serta beberapa contoh penerapan yang dilakukan di lapangan.

    2. Deskripsi Sistem Pracetak yang Dikembangkan

    Selama kurun waktu 2007 2008 telah dikembangkan 7 sistem pracetak untuk bangunan gedung bertingkat tinggi yang dikembangkan oleh inventor dalam negeri. 6 diantaranya adalah struktur rangka pemikul momen (SRPM) dan 1 berupa struktur dinding pemikul. Keseluruhan sistem telah di uji tahan gempa, dan beberapa diantaranya sudah diterapkan pada rumah susun sederhana bertingkat tinggi.

    2.1 Sistem SRPM Pracetak Beton Type 1 (SRPM PB1)

    Komponen utama sistem adalah balok, kolom pracetak dan sistem join. Ciri khas dari sistem ini terletak pada sambungan antar balok di join, yang diberi nama sistem sambungan tarik ulur [15]. Pada`balok pracetak, dipersiapkan selongsong untuk tempat tulangan utama balok, untuk selanjutnya digrouting. Selongsong tulangan sepanjang 2X40D+penampang kolom, seperti terlihat pada Gambar 1

    Gambar 1 Sistem SRPM PB 1

  • 2

    2.2 Sistem SRPM Pracetak Beton Type 2 (SRPM PB2)

    Komponen utama sistem adalah balok, kolom pracetak dan sistem join. Ciri khas dari sistem ini terletak pada sambungan antar tulangan balok di join. Pada tulangan positif, tulangan ditekuk pada pertengan join lalu disambung dengan ring, sedangkan pada tulangan negatif sambungan dilakukan dengan serangkaian pelat penjepit [17], seperti terlihat pada Gambar 2.

    BALOK B1 (25x35cm)

    BALOK K1(35x35cm)

    Sambungan tulangan positif Sambungan tulangan negatif Gambar 2 Sistem SRPM PB2

    2.3 Sistem SRPM Pracetak Beton Type 3 (SRPM PB3)

    Komponen utama sistem adalah balok, kolom pracetak dan sistem join. Ciri khas dari sistem ini terletak pada sambungan antar tulangan balok di join. Pada tulangan positif, tulangan ditekuk pada pertengan join lalu disambung dengan ring, sedangkan pada tulangan negatif sambungan dilakukan dengan sabuk tulangan [13], seperti terlihat pada Gambar 3

    BALOK B1 (25x35cm)

    BALOK K1(35x35cm)

    Sambungan tulangan positif Sambungan tulangan negatif Gambar 3 Sistem SRPM PB3

    2.4 Sistem SRPM Pracetak Beton Type 4 (SRPM PB4)

    Komponen utama sistem adalah balok, kolom pracetak dan sistem join. Ciri khas dari sistem ini terletak pada sambungan antar tulangan balok di join. Pada tulangan positif, tulangan diangkurkan ke pipa quarter, lalu di join diikatkan dengan pengikat yang terbuat dari material strand prategang yang fleksibel [6]. Tulangan negatif dipasangkan secara menerus di atas balok. Detail sambungan dapat dilihat pada Gambar 4

  • 3

    Gambar 4 Sistem SRPM PB4

    2.5 Sistem SRPM Pracetak Beton Type 5 (SRPM PB5)

    Komponen utama sistem adalah balok, kolom pracetak dan sistem join. Ciri khas dari sistem ini terletak pada sambungan antar tulangan balok di join, yang menggunakan elemen pelat [16] seperti terlihat pada Gambar 5

    Gambar 5 Sistem SRPM PB5

    2.6 Sistem SRPM Pracetak Beton Type 6 (SRPM PB6)

    Komponen utama sistem adalah balok, kolom pracetak dan sistem join. Ciri khas dari sistem ini terletak pada sambungan antar kolom dan balok. Pada komponen kolom, angkur ditanam di kolom atas, yang dimasukkan ke lubang-lubang kolom bawah. Pada komponen balok, untuk tulangan positif, pada bagian ujung balok dibuat shell sebagai tempat untuk meletakkan tulangan positif. Untuk tulangan negatif, tulangan diletakkan di atas balok, menembus kolom atas yang diberi profil khusus. Detail titik kumpul [2] dapat dilihat pada pada Gambar 6.

  • 4

    Gambar 6 Sistem SRPM PB6 2.7 Sistem Dinding Penumpu Beton Pracetak Type 1 (SDP BP1)

    Komponen utama sistem adalah dinding pemikul dan komponen hollow core, Pada arah utama sistem terdiri dari dinding pemikul konvensional dengan elemen batas, sedangkan pada arah orthogonal menggunakan dinding hollow core [14]. Sistem lantai menggunakan komponen hollow core. Detail sistem dapat dilihat pada pada Gambar 6

    Gambar 6 Sistem SDP BP1

    3. Standar Pengujian

    Untuk desain struktur tahan gempa, SNI 03-2847-06 [4] mensyaratkan pada pasal 23.2.1.5 bahwa Sistem struktur beton bertulang yang tidak memenuhi ketentuan pasal 23 boleh digunakan bila dapat ditunjukkan dengan pengujian dan analisis bahwa sistem yang diusulkan akan mempunyai kekuatan dan ketegaran yang minimal sama dengan yang dimiliki oleh struktur beton bertulang monolit setara yang memenuhi ketentuan pasal 23.

    Metoda uji ini yang memberikan persyaratan minimum yang harus disediakan dalam bentuk uji validasi sistem struktur rangka pemikul momen beton bertulang pracetak yang diusulkan mengacu pada ACI 374.1-05 Acceptance Criteria for moment frames based on structural testing [1]. Metoda ini akan menjadi dasar bagi Standar Nasional Indonesia tentang Metode uji sistem struktur rangka pemikul momen beton bertulang pracetak untuk bangunan gedung yang saat ini sedang disusun di Pusat Litbang Permukiman Departemen Pekerjaan Umum [8].

    Untuk struktur dinding pemikul, uji mengacu pada kriteria NEHRP 2000 [7], dimana ada beberapa penyesuaian dari kriteria penerimaan uji struktur rangka pemikul momen.

    3.1 Struktur Rangka Pemikul Momen

    Beberapa prinsip persyaratan metoda uji untuk struktur rangka pemikul momen [1,8] adalah :

    1. Rangka pemikul momen beton pracetak, yang dirancang atas dasar penerapan konsepkolom kuat balok lemah harus memiliki perilaku yang minimal ekivalen dengan

  • 5

    perilaku portal monolit yang dirancang sesuai dengan SNI 03-2847-06, pasal 23.2 hingga 23.5, bilamana kedua kondisi berikut dipenuhi :

    a) Pengujian pada modul sistem rangka pemikul momen beton bertulang pracetak, sesuai dengan metoda uji ini, menetapkan parameter kekuatan yang dapat diharapkan dan diprediksi, kapasitas rasio drift, disipasi energi relatif dan kekakuan yang disyaratkan oleh kriteria penerimaan pasal 6.

    b) Sistem struktur rangka pemikul momen beton bertulang pracetak secara keseluruhan, berdasarkan hasil uji pasal 1a diatas dan hasil analisis, harus memperlihatkan kemampuan untuk mempertahankan integritas struktur dan memikul beban gravitasi yang bekerja disaat struktur mengalami perpindahan puncak yang mencapai rasio drift minimum 0,035.

    2. Sebelum pengujian, prosedur desain harus sudah dikembangkan untuk sistem struktur rangka pemikul momen beton bertulang pracetak prototipe yang akan diuji. Prosedur tersebut harus memperhitungkan pengaruh faktor nonlinear material, termasuk retak, deformasi komponen struktur dan join, dan pembebanan siklik penuh. Prosedur desain tersebut harus digunakan untuk merancang benda uji.

    3. Nilai faktor kuat lebih yang digunakan untuk merancang kolom portal prototipe tidak boleh kurang dari pada yang ditetapkan pada pasal 23.4.2.2 SNI 03-2847-06.

    4. Jumlah benda uji yang diuji sekurang-kurangnya dua unit benda uji terdiri dari satu unit join interior dan satu unit join ekterior seperti figurasi join balok-kolom pada gambar 7. Benda uji harus memiliki skala tidak kurang daripada sepertiga ukuran penuh (sesungguhnya) sehingga mampu mewakili secara penuh kompleksitas dan perilaku material aktual serta mekanisme transfer beban pada sistem struktur rangka pemikul momen beton bertulang pracetak prototipe. Panjang benda uji di sisi-sisi join balok-kolom menggambarkan jarak antara titik-titik belok yang terdekat dengan join tersebut, baik untuk balok maupun kolom. Titik belok tersebut diperoleh berdasarkan analisis elastik linear sistem struktur rangka pemikul momen beton bertulang pracetak prototipe yang diberi beban lateral.

    5. Benda uji harus dibebani oleh rangkaian urutan siklus kontrol perpindahan yang mewakili drift yang diharapkan terjadi pada join disaat gempa. Tiga siklus penuh harus diaplikasikan pada setiap rasio drift (Lihat gambar 8). Rasio drift awal harus berada dalam rentang perilaku elastik linear benda uji. Rasio drift berikutnya harus bernilai tidak kurang daripada 1 1/4 kali, dan tidak lebih daripada 1 1/2 kali, rasio drift sebelumnya. Pengujian harus dilanjutkan dengan meningkatkan rasio drift secara bertahap hingga tercapai nilai rasio drift minimum 0,035.

  • 6

    Gambar 7 Konfigurasi join Gambar 8 Program pembebanan

    6 . Kriteria Penerimaan

    a) Benda uji dikatakan berkinerja memuaskan bilamana semua kriteria berikut ini dipenuhi di kedua arah responnya:

    1) Benda uji harus mencapai tahanan lateral minimum sebesar nE sebelum rasio driftnya (2%) melebihi nilai yang konsisten dengan batasan rasio drift yang diijinkan peraturan gempa yang berlaku (Gambar 4).

    2) Tahanan lateral maksimum maxE yang tercatat pada pengujian tidak boleh melebihi nilai

    nE , dimana adalah faktor kuat lebih kolom uji yang disyaratkan. 3) Untuk beban siklik pada level drift maksimum yang harus dicapai sebagai acuan

    untuk penerimaan hasil tes, dimana nilainya tidak boleh kurang daripada 0,035, karakteristik siklus penuh ketiga pada level drift tersebut harus memenuhi hal-hal berikut ini :

    i) Gaya puncak pada arah beban yang diberikan tidak boleh kurang daripada 0,75 maxE pada arah beban yang sama (Gambar 9a).

    ii) Disipasi energi relatif tidak boleh kurang daripada 1/8 (Gambar 9b). iii) Kekakuan sekan garis yang menghubunkan titik rasio drift 0.0035 ke rasio drift

    +0.0035 harus tidak kurang dari 0.05 kali kekakuan awal (Gambar 9c)

    4) Benda uji yang memenuhi kriteria 6a butir 1) sampai dengan butir 3) dapat digunakan pada sistem struktur rangka pemikul momen beton bertulang pracetak dengan R (faktor modifikasi respon) maksimum 8.5 [3]

  • 7

    (a) Kekuatan (b) Energi Disipasi (c) Kekakuan Gambar 9 Besaran untuk evaluasi kriteria penerimaan

    b) Bilamana kriteria pada 6a butir 3) tidak dipenuhi pada tingkat rasio drift 3,5 %, tapi dapat dipenuhi pada tingkat rasio drift 2,5 %, maka benda uji dapat digunakan pada sistem struktur rangka pemikul momen beton bertulang prcetak menengah dengan nilai R (faktor modifikasi respon) maksimum 6.

    c) Nilai R (faktor modifikasi respon) dapat ditetapkan lain dari pasal 6a dan 6b diatas selama dapat dibuktikan dengan metode eksperimental dan analisis yang dapat dipertanggung jawabkan.

    3.2 Struktur Dinding Pemikul

    Beberapa prinsip persyaratan metoda uji untuk struktur dinding pemikul adalah [7] : 1. Benda uji sedikitnya mempunyai ketinggian 2 lantai 2. Rasio drift minimum mengacu pada formula

    1.0 /hw (%) = 0.67 [ hw /lw ] 3.0 (1)

    dimana hw adalah tinggi dari benda uji dan lw adalah panjang benda uji. 3. Untuk beban siklik pada level drift maksimum yang harus dicapai sebagai acuan untuk

    penerimaan hasil tes, dimana nilainya tidak boleh kurang daripada (1) karakteristik siklus penuh ketiga pada level drift tersebut harus memenuhi hal-hal berikut ini :

  • 8

    a. Gaya puncak pada arah beban yang diberikan tidak boleh kurang daripada 0,8 maxE pada arah beban yang sama (Gambar 9a).

    b. Disipasi energi relatif tidak boleh kurang daripada 15% (Gambar 9b). c. Kekakuan sekan garis yang menghubungkan titik rasio drift minimum ke rasio drift

    maksimum dari (1) harus tidak kurang dari 0.05 kali kekakuan awal (Gambar 9c)

    4. Hasil-hasil Pengujian

    Pengujian dari sistem-sistem tersebut dilakukan di Balai Struktur Pusat Litbang Permukiman pada kurun waktu 2007 2008 seperti terlihat pada Gambar 10 [12]. Prototype yang digunakan adalah prototype rusuna bertingkat tinggi dalam Permen PU No. 05/PRT/M/2007

    Gambar 10 Pengujian Sistem Pracetak Suatu contoh analisis pengujian yang diturunkan dari riwayat histeresis pengujian untuk sistem SRPM PB6 dapat dilihat pada Gambar 11. Pola retak sudah menunjukkan dipenuhinya konsep strong column weak beam, namun dari analisis kriteria penerimaan, hanya sedikit saja kurang untuk memenuhi persyaratan sebagai Struktur Rangka Penahan Momen Khusus (SRPMK).

    (a) Riwayat histeresis pengujian (b) Pola retak

  • 9

    (c) Analisis Penerimaan Kriteria Join Interior

    (d) Analisis Penerimaan Kriteria Join Eksterior Gambar 11 Analisis karakteristik sistem pracetak SRPM PB6

    Jika tidak dilakukan analisis lanjut, sistem termasuk katagori Struktur Rangka Penahan Momen Menengah (SRPMM) dengan faktor reduksi gaya gempa R =6. Analisis lanjut dilakukan dengan menggunakan metoda pushover, berdasarkan input data-data momen-kurvature yang disesuaikan dengan hasil uji titik kumpul, lalu dibandingkan dengan pushover sistem monolit yang setara seperti terlihat pada Tabel 2. Disimpulkan sistem ini mempunyai faktor reduksi gaya gempa R = 7.11 .

    Tabel 1 Rekapitulasi parameter hasil analisis pushover sistem SRPM PB6

    Metoda ini digunakan untuk seluruh sistem yang diuji, yang ringkasannya dapat dilihat pada Tabel 2.

    Tabel 2 Ringkasan parameter hasil pengujian dan analisis

    No Sistem Katagori Reduksi

    Kekakuan %

    Daktilitas () Faktor Reduksi

    Gaya (R)

    Faktor Kuat

    Lebih ()

    1 SRPM PB1 SRPMM 35.47 2.03 4.05 2.45

    2 SRPM PB2 SRPMM 20.22 3.4 7.76 2.56

    3 SRPM PB3 SRPMM 24.78 2.24 6.74 2.23

    4 SRPM PB4 SRPMM 40.75 2.81 4.89 2.43

    5 SRPM PB5 SRPMM 37,76 2.66 7.61 2.44

    6 SRPM PB6 SRPMM 60.76 3.31 7.11 2.84

    7 SDP PB1 SDSK 54 4.00 6.4 2.92

  • 10

    5. Contoh Penerapan

    Penerapan sistem pracetak untuk bangunan rusuna bertingkat tinggi pertama kali dilakukan pada rusunami Pulogebang. Saat ini sedang dibangun rusunami bertingkat 16 dengan sistem SRPM PB4 seperti terlihat pada Gambar 12. Pada kawasan Pulogebang juga menyusul dibangun Kawasan Sentra Timur dengan berpusat pada hunian rusuna 20 24 lantai yang akan menggunakan sistem SRPM PB6 seperti terlihat pada Gambar 13

    Gambar 12 Rusunami Pulogebang 16 lantai dengan Sistem SRPM PB4 dan 20- 24 lantai dengan Sistem SRPM PB6

    6. Penutup

    Konstruksi beton pracetak telah mengalami perkembangan yang sangat pesat di dunia, termasuk di Indonesia dalam dekade terakhir ini, karena sistem ini mempunyai banyak keunggulan dibanding sistem konvensional. Khusus di bidang gedung bertingkat medium seperti Rumah Susun Sederhana, Sistem Pracetak telah terbukti dapat mendukung pembangunan rumah susun dan rumah sederhana yang berkualitas, cepat dan ekonomis. Sinergi antara pemerintah, perguruan tinggi, peneliti, penemu, lembaga penelitian, dan industri pada bidang ini telah menghasilkan puluhan sistem bangunan baru hasil karya putra-putra bangsa yang telah dipatenkan dan diterapkan secara aktif.

    Sehubungan dengan adanya Program Percepatan Pembangunan Rumah Susun yang digagas Pemerintah pada tahun 2006, para pihak yang terkait dengan industri pracetak pada tahun 2007 telah mengembangkan dan menguji tahan gempa sistem pracetak untuk

  • 11

    rumah susun sederhana bertingkat tinggi yang telah siap digunakan untuk mendukung program tersebut.

    DAFTAR PUSTAKA

    1. ACI 374.1-05 (2005) Acceptance Criteria for moment frames based on structural testing. Portland Cement Association, USA

    2. Aziz, A.(2007), Sistem HK Precast, dalam Workshop Value Engineering Rumah Susun Sederhana Bertingkat Sedang dan Bertingkat Tinggi dengan Sistem Pracetak dan Prategang, IAPPI Kementerian Negara Perumahan Rakyat Departemen Pekerjaan Umum Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta.

    3. Badan Standardisasi Nasional (2002), Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa untuk Bangunan Gedung, SNI 03-1726-2002, Jakarta,Indonesia.

    4. Badan Standardisasi Nasional (2006), Tata Cara Struktur Beton untuk Bangunan Gedung, SNI 03-2847-2006, Jakarta,Indonesia.

    5. Departemen Pekerjaan Umum (2007), Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 05/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi, Jakarta Indonesia,3

    6. Doloksaribu,J. (2007), Sistem Modified JHS Column Beam Slab, dalam Workshop Value Engineering Rumah Susun Sederhana Bertingkat Sedang dan Bertingkat Tinggi dengan Sistem Pracetak dan Prategang, IAPPI Kementerian Negara Perumahan Rakyat Departemen Pekerjaan Umum Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta.

    7. Hawkins,N.M. and Ghosh, S.K. (2000), Proposed revisions to 1997 NEHRP Recommended Provisions for Seismic Regulation for Precast Concrete Structures Part 2 - Seismic Force Resisting Systems,PCI Journal, 45(3),36-44.

    8. Imran, I. (2007), Draft SNI Metoda Pengujian Konstruksi Beton Pracetak tahan Gempa dalam Workshop Value Engineering Rumah Susun Sederhana Bertingkat Sedang dan Bertingkat Tinggi dengan Sistem Pracetak dan Prategang, IAPPI Kementerian Negara Perumahan Rakyat Departemen Pekerjaan Umum Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta.

    9. Nurjaman, H.N. (2002), Penentuan Model dan Parameter untuk Analisis dan Perencanaan Tahan Gempa Struktur Pracetak Rangka Beton, Disertasi Doktor,Institut Teknologi Bandung, Bandung, Indonesia.

    10. Nurjaman, H.N. (2002), Determination of Model and Parameter for Precast Concrete Frame Structure Analysis and Design, Proceeding of International Conference on Advancement in Design, Construction, Construction Management and Maintenance of Building Strutures, Ministry of Settlements and Regional Infrastructure,Bali,Indonesia,I-204 I-205.

    11. Nurjaman, H.N.(2005).Sistem Pracetak Beton di Indonesia, Prosiding Seminar Nasional Rekayasa Material & Konstruksi Beton 2005, Jurusan Teknik Sipil ITENAS & Departemen Teknik Sipil ITB, Bandung, Indonesia.

    12. Pudjasukmana,N.(2008), Analisis Pengujian Sistem Pracetak untuk Bangunan Bertingkat Tinggi, dalam Workshop Value Engineering Rumah Susun Sederhana Bertingkat Sedang dan Bertingkat Tinggi dengan Sistem Pracetak dan Prategang, IAPPI Kementerian Negara Perumahan Rakyat Departemen Pekerjaan Umum Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta.

  • 12

    13. Prijasambada (2007), Sistem Diamond Belt, dalam Workshop Value Engineering Rumah Susun Sederhana Bertingkat Sedang dan Bertingkat Tinggi dengan Sistem Pracetak dan Prategang, IAPPI Kementerian Negara Perumahan Rakyat Departemen Pekerjaan Umum Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta.

    14. Pusat Litbang Permukiman (2008), Pengujian Struktur Sistem Precon HBS 15. Simanjuntak,T.(2007), Sistem Tricon 10 dan 20, dalam Workshop Value Engineering

    Rumah Susun Sederhana Bertingkat Sedang dan Bertingkat Tinggi dengan Sistem Pracetak dan Prategang, IAPPI Kementerian Negara Perumahan Rakyat Departemen Pekerjaan Umum Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta.

    16. Situmorang,R.(2007), Sistem Platcon, dalam Workshop Value Engineering Rumah Susun Sederhana Bertingkat Sedang dan Bertingkat Tinggi dengan Sistem Pracetak dan Prategang, IAPPI Kementerian Negara Perumahan Rakyat Departemen Pekerjaan Umum Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta.

    17. Waskita Karya,PT (2007), Sistem Waskita Precast 07, dalam Workshop Value Engineering Rumah Susun Sederhana Bertingkat Sedang dan Bertingkat Tinggi dengan Sistem Pracetak dan Prategang, IAPPI Kementerian Negara Perumahan Rakyat Departemen Pekerjaan Umum Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta.

    18. Widjanarko,A.(2007),Sambutan Workshop, dalam Workshop Value Engineering Rumah Susun Sederhana Bertingkat Sedang dan Bertingkat Tinggi dengan Sistem Pracetak dan Prategang, IAPPI Kementerian Negara Perumahan Rakyat Departemen Pekerjaan Umum Pemerintah Daerah Propinsi DKI Jakarta.