71
Jumlah istri Rasulullah yang lebih dari 1 membawa hikmah yang sangat mendalam di masa kini yaitu semakin banyaknya sumber-sumber ajaran Islam terutama yang berkaitan dengan fiqih wanita, karena memang dari sanalah umumnya pelajaran Rasulullah SAW tentang wanita itu berasal. Seandainya Rasulullah SAW hanya beristrikan satu orang saja, maka kajian fiqih wanita sekarang ini akan menjadi sangat sempit karena sumbernya terbatas hanya dari satu orang. Dengan beristri sampai 11 orang, maka sumber itu menjadi cukup banyak. Maka purnalah Islam sebagai agama yang syamil mutakamil. Berikut adalah nama nama dan alasan alasan beliau memperistri : 1. Khodijah binti Khuwailid RA,ia dinikahi oleh Rasulullah SAW di Mekkah ketika usia beliau 25 tahun dan Khodijah 40 tahun. Dari pernikahnnya dengan Khodijah Rasulullah SAW memiliki sejumlah anak laki-laki dan perempuan. Akan tetapi semua anak laki-laki beliau meninggal. Sedangkan yang anak-anak perempuan beliau adalah: Zainab, Ruqoyyah, Ummu Kultsum dan Fatimah. Rasulullah SAW tidak menikah dengan wanita lain selama Khodijah masih hidup. 2. Saudah binti Zam’ah RA, dinikahi oleh Rasulullah SAW pada bulan Syawwal tahun kesepuluh dari kenabian beberapa hari setelah wafatnya Khodijah. Ia adalah seorang janda yang ditinggal mati oleh suaminya yang bernama As-Sakron bin Amr. 3. Aisyah binti Abu Bakar RA, dinikahi oleh Rasulullah SAW bulan Syawal tahun kesebelas dari kenabian, setahun setelah beliau menikahi Saudah atau dua tahun dan lima bulan sebelum Hijrah. Ia dinikahi ketika berusia 6 tahun dan tinggal serumah di bulan Syawwal 6 bulan setelah hijrah pada saat usia beliau 9 tahun. Ia adalah seorang gadis dan Rasulullah SAW tidak pernah menikahi seorang gadis selain Aisyah. Dengan menikahi Aisyah, maka hubungan beliau dengan Abu Bakar menjadi sangat kuat dan mereka memiliki ikatan emosional yang khusus. Posisi Abu Bakar sendiri sangat pending dalam dakwah Rasulullah SAW baik selama beliau masih hidup dan setelah wafat. Abu Bakar adalah khalifah Rasulullah yang pertama yang di bawahnya semua bentuk perpecahan menjadi sirna. Selain itu Aisyah ra adalah sosok wanita yang cerdas dan memiliki ilmu yang sangat tinggi dimana begitu banyak ajaran Islam terutama masalah rumah tangga dan urusan wanita yang sumbernya berasal dari sosok ibunda muslimin ini.

istri rosululah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: istri rosululah

Jumlah istri Rasulullah yang lebih dari 1 membawa hikmah yang sangat mendalam di masa kini

yaitu semakin banyaknya sumber-sumber ajaran Islam terutama yang berkaitan dengan fiqih

wanita, karena memang dari sanalah umumnya pelajaran Rasulullah SAW tentang wanita itu

berasal. Seandainya Rasulullah SAW hanya beristrikan satu orang saja, maka kajian fiqih

wanita sekarang ini akan menjadi sangat sempit karena sumbernya terbatas hanya dari satu

orang. Dengan beristri sampai 11 orang, maka sumber itu menjadi cukup banyak. Maka

purnalah Islam sebagai agama yang syamil mutakamil.

Berikut adalah nama nama dan alasan alasan beliau memperistri :

1. Khodijah binti Khuwailid RA,ia dinikahi oleh Rasulullah SAW di Mekkah ketika usia beliau

25 tahun dan Khodijah 40 tahun. Dari pernikahnnya dengan Khodijah Rasulullah SAW memiliki

sejumlah anak laki-laki dan perempuan. Akan tetapi semua anak laki-laki beliau meninggal.

Sedangkan yang anak-anak perempuan beliau adalah: Zainab, Ruqoyyah, Ummu Kultsum dan

Fatimah. Rasulullah SAW tidak menikah dengan wanita lain selama Khodijah masih hidup.

2. Saudah binti Zam’ah RA, dinikahi oleh Rasulullah SAW pada bulan Syawwal tahun

kesepuluh dari kenabian beberapa hari setelah wafatnya Khodijah. Ia adalah seorang janda

yang ditinggal mati oleh suaminya yang bernama As-Sakron bin Amr.

3. Aisyah binti Abu Bakar RA, dinikahi oleh Rasulullah SAW bulan Syawal tahun kesebelas

dari kenabian, setahun setelah beliau menikahi Saudah atau dua tahun dan lima bulan sebelum

Hijrah. Ia dinikahi ketika berusia 6 tahun dan tinggal serumah di bulan Syawwal 6 bulan setelah

hijrah pada saat usia beliau 9 tahun. Ia adalah seorang gadis dan Rasulullah SAW tidak

pernah menikahi seorang gadis selain Aisyah.

Dengan menikahi Aisyah, maka hubungan beliau dengan Abu Bakar menjadi sangat kuat dan

mereka memiliki ikatan emosional yang khusus. Posisi Abu Bakar sendiri sangat pending dalam

dakwah Rasulullah SAW baik selama beliau masih hidup dan setelah wafat. Abu Bakar adalah

khalifah Rasulullah yang pertama yang di bawahnya semua bentuk perpecahan menjadi sirna.

Selain itu Aisyah ra adalah sosok wanita yang cerdas dan memiliki ilmu yang sangat tinggi

dimana begitu banyak ajaran Islam terutama masalah rumah tangga dan urusan wanita yang

sumbernya berasal dari sosok ibunda muslimin ini.

4. Hafsoh binti Umar bin Al-Khotob RA, beliau ditinggal mati oleh suaminya Khunais bin

Hudzafah As-Sahmi, kemudian dinikahi oleh Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriyah. Beliau

menikahinya untuk menghormati bapaknya Umar bin Al-Khotob.

Dengan menikahi hafshah putri Umar, maka hubungan emosional antara Rasulullah SAW

dengan Umar menjadi sedemikian akrab, kuat dan tak tergoyahkan. Tidak heran karena Umar

memiliki pernanan sangant penting dalam dakwah baik ketika fajar Islam baru mulai merekah

maupun saat perluasan Islam ke tiga peradaban besar dunia. Di tangan Umar, Islam berhasil

membuktikan hampir semua kabar gembira di masa Rasulullah SAW bahwa Islam akan

mengalahkan semua agama di dunia.

5. Zainab binti Khuzaimah RA, dari Bani Hilal bin Amir bin Sho?sho?ah dan dikenal sebagai

Ummul Masakin karena ia sangat menyayangi mereka. Sebelumnya ia bersuamikan Abdulloh

Page 2: istri rosululah

bin Jahsy akan tetapi suaminya syahid di Uhud, kemudian Rasulullah SAW menikahinya pada

tahun keempat Hijriyyah. Ia meninggal dua atau tiga bulan setelah pernikahannya dengan

Rasulullah SAW .

6. Ummu Salamah Hindun binti Abu Umayyah RA, sebelumnya menikah dengan Abu

salamah, akan tetapi suaminya tersebut meninggal di bulan Jumada Akhir tahun 4 Hijriyah

dengan menngalkan dua anak laki-laki dan dua anak perempuan. Ia dinikahi oleh Rasulullah

SAW pada bulan Syawwal di tahun yang sama.

Alasan beliau menikahinya adalah untuk menghormati Ummu Salamah dan memelihara anak-

anak yatim tersebut.

7. Zainab binti Jahsyi bin Royab RA, dari Bani Asad bin Khuzaimah dan merupakan puteri

bibi Rasulullah SAW. Sebelumnya ia menikahi dengan Zaid bin Harits kemudian diceraikan oleh

suaminya tersebut. Ia dinikahi oleh Rasulullah SAW di bulan Dzul Qo?dah tahun kelima dari

Hijrah.

Pernikahan tersebut adalah atas perintah Alloh SWT untuk menghapus kebiasaan Jahiliyah

dalam hal pengangkatan anak dan juga menghapus segala konskuensi pengangkatan anak

tersebut.

8. Juwairiyah binti Al-Harits RA, pemimpin Bani Mustholiq dari Khuza?ah. Ia merupakan

tawanan perang yang sahamnya dimiliki oleh Tsabit bin Qais bin Syimas, kemudian ditebus

oleh Rasulullah SAW dan dinikahi oleh beliau pada bulan Sya?ban tahun ke 6 Hijrah.

Alasan beliau menikahinya adalah untuk menghormatinya dan meraih simpati dari kabilhnya

(karena ia adalah anak pemimpin kabilah tersebut) dan membebaskan tawanan perang.

9. Ummu Habibah Ramlah binti Abu Sufyan RA, sebelumnya ia dinikahi oleh Ubaidillah bin

Jahsy dan hijrah bersamanya ke Habsyah. Suaminya tersebut murtad dan menjadi nashroni

dan meninggal di sana. Ummu Habibbah tetap istiqomah terhadap agamanya. Ketika

Rasulullah SAW mengirim Amr bin Umayyah Adh-Dhomari untuk menyampaikan surat kepada

raja Najasy pada bulan Muharrom tahun 7 Hijrah. Nabi mengkhitbah Ummu Habibah melalu

raja tersebut dan dinikahkan serta dipulangkan kembali ke Madinah bersama Surahbil bin

Hasanah.

Sehingga alasan yang paling kuat adalah untuk menghibur beliau dan memberikan sosok

pengganti yang lebih baik baginya. Serta penghargaan kepada mereka yang hijrah ke

Habasyah karena mereka sebelumnya telah mengalami siksaan dan tekanan yang berat di

Mekkah.

10. Shofiyyah binti Huyay bin Akhtob RA, dari Bani Israel, ia merupakan tawan perang

Khoibar lalu Rasulullah SAW memilihnya dan dimeredekakan serta dinikahinya setelah

menaklukan Khoibar tahun 7 Hijriyyah.

Pernakahan tersebut bertujuan untuk menjaga kedudukan beliau sebagai anak dari pemuka

kabilah.

Page 3: istri rosululah

11. Maimunah binti Al- Harits RA , saudarinya Ummu Al-Fadhl Lubabah binti Al-Harits. Ia

adalah seorang janda yang sudah berusia lanjut, dinikahi di bulan Dzul Qa?dah tahun 7 Hijrah

pada saat melaksanakan Umroh Qadho.

Dari kesemua wanita yang dinikahi Rasulullah SAW, tak satupun dari mereka yang melahirkan

anak hasil perkawinan mereka dengan Rasulullah SAW, kecuali Khadijatul Kubra seperti yang

disebutkan di atas. Namun Rasulullah SAW pernah memiliki anak laki-laki selain dari Khadijah

yaitu dari seorang budak wanita yang bernama Mariah Al-Qibthiyah yang merupakan hadiah

dari Muqauqis pembesar Mesir. Anak itu bernama Ibrahim namun meninggal saat masih kecil.

Demikianlah sekelumit data singkat para istri Rasulullah SAW yang mulia, dimana secara

khusus Rasulullah SAW diizinkan mengawini mereka dan julah mereka lebih dari 4 orang, batas

maksimal poligami dalam Islam.

Dari kesemuanya itu, umumnya Rasulullah SAW menikahi mereka karena pertimbangan

kemanusiaan dan kelancaran urusan dakwah.

Buat para pejuang hak asasi manusia, para pejuang hak hak perempuan, para penentang

poligami, para pejuang feminis, para pejuang kesetaraan gender,  dan para pendakwah islam

silahkan baca  Surat Untuk Pejuang Hak-Hak Wanita  .  Bagaimana perasaan anda jika ada di

posisi mereka

Page 4: istri rosululah

Khadijah Binti KhuwailidKhodijah merupakan sayyidah wanita sedunia pada zamannya. Dia adalah putri dari Khuwailid

bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab al-Qurasyiyah al-Asadiyah. Dijuluki ath-Thahiryah

yakni yang bersih dan suci. Sayyidah Quraisy ini dilahirkan di rumah yang mulia dan terhormat

kira-kira 15 tahun sebelum tahun fill (tahun gajah).

Ia tumbuh dalam lingkungan keluarga yang mulia dan pada gilirannya beliau menjadi seorang

wanita yang cerdas dan agung. ia dikenal sebagai seorang wanita yang teguh dan cerdik

bahkan memiliki perangai yang amat luhur. Karena itu tidak heran jika banyak laki-laki dari

kaumnya (pada waktu itu) yang menaruh simpati kepadanya.

Pada mulanya, khodijah dinikah oleh Abu Halah bin Zurarah at-Tamimi yang membuahkan dua

orang anak bernama Halah dan Hindun. Tatkala Abu Halah wafat, beliau dinikah oleh Atiq bin

‘A’id bin Abdullah al-Makhzumi hingga beberapa waktu lamanya, namun akhirnya mereka

bercerai.

Setelah itu, banyak dari para pemuka-pemuka Quraisy yang menginginkan khodijah agar

menajdi istri mereka, namun seperti yang tercatat dalam buku sejarah, ia selalu

memprioritaskan perhatiannya dalam mendidik putra-putrinya, menyibukkan diri mengurusi

perniagaan yang -bahkan- membuatnya menjadi wanita janda yang kaya raya.

Suatu hari, ia berhasrat mencari seseorang yang dapat menjual dagangannya, tatkala khodijah

mendengar tentang Muhammad sebelum bi’tsah (diangkat menjadi Nabi), terkenal memiliki sifat

jujur, amanah dan berakhlak mulia, maka khodijah meminta kepada Muhammad untuk

menjualkan dagangannya bersama seorang  pembantu laki-laki yang bernama Maisarah.

Beliau memberikan barang dagangan kepada Muhammad melebihi dari apa yang dibawa oleh

selainnya. Muhammad al-Amin pun menyetujui tawaran Khodijah sehingga berangkatlah

Muhammad bersama Maisarah dan Allah menjadikan perdagangan tersebut menghasilkan laba

yang sangat banyak. Khadijah merasa gembira dengan hasil yang amat memuaskan itu, akan

tetapi dalam kenyataannya, khodijah malah lebih tertarik dan takjub akan pribadi luhur yang di

tonjolkan Muhammad melebihi hasil dagang yang dibawanya dari perniagaan.

Maka mulailah muncul perasaan-perasaan aneh yang berbaur dibenaknya, sesuatu yang

sangat abstrak dan belum pernah ia rasakan sebelumnya. Akan tetapi dia merasa pesimis;

kemungkinan pemuda seperti Muhammad tidaklah mau menikahi seorang wanita janda yang

sudha berumur lebih tua daripadanya, mengingat umurnya sudah mencapai 40 tahun sedngkan

Muhammad saat itu sudha baru berusia 25 tahun. Apa nanti kata orang karena ia telah

menutup pintu bagi para pemuka Quraisy yang melamarnya?

Page 5: istri rosululah

Saat kebingungan dan kegelisahan menerobos sendi perasannya itu yang sangat halus, tiba-

tiba saja muncul pada waktu itu seorang sahabat karib yang bernama Nafisah binti Munabbih

yang member banyak informasi sehingga kecerdikan Nafisah mampu menyibak rahasia yang

disembuyikan oleh Khodijah tentang problematika hidup yang dihadapinya.

Nafisah membesarkan hati Khadijah dan menenangkan perasaannya dengan mengatakan

bahwa Khadijah merupakan seorang wanita pilihan yang memiliki martabat, keturunan orang

terhormat, memiliki harta dan berparas cantik. Terbukti dengan banyaknya para pemuka

Quraisy yang begitu getol melamar dirinya.

Setelah itu, tatkala Nafisah keluar dari rumah Khadijah, dia langsung menemui Muhammad al-

Amin hingga terjadilah dialog yang menunjukan kelihaian dan kecerdikannya:

Nafisah : Apakah yang menghalangimu untuk menikah wahai Muhammad?

Muhammad : Aku tidak memiliki apa-apa untuk menikah.

Nafisah : (Dengan tersenyum berkata) Jika aku pilihkan untukmu seorang wanita yang kaya

raya, cantik dan berkecukupan, maka apakah kamu mau menerimanya?

Muhammad : Siapa dia ?

Nafisah : (Dengan cepat dia menjawab) Dia adalah Khadijah binti Khuwailid

Muhammad : Jika dia setuju maka akupun setuju.

Nafisah pergi menemui Khadijah untuk menyampaikan kabar gembira tersebut, sedangkan

Muhammad al-Amin memberitahukan kepada paman-paman beliau tentang keinginannya untuk

menikahi sayyidah Khadijah. Saat itu juga, berangkatlah Abu Tholib, Hamzah dan yang lain

menemui paman Khadijah yang bernama Amru bin Asad untuk melamar Khadijah bagi putra

saudaranya, dan selanjutnya menyerahkan mahar.

Setelah usai akad nikah, disembelih beberapa ekor hewan kemudian dibagikan kepada orang-

orang fakir. Khadijah membuka pintu bagi keluarga dan handai taulan yang salah satu diantara

mereka terdapat Halimah as-Sa’diyah yang dating menyaksikan pernikahan anak susuannya.

Setelah itu dia kembali ke kampungnya dengan membawa 40 ekor kambing sebagai hadiah

perkawinan yang mulia dari Khadijah, karena dahulu dia telah menyusui Muhammad yang

sekarang telah menjadi suami tercinta.

Akhirnya Sayyidah Quraisy menjadi istri dari Muhammad al-Amin dan jadilah dirinya sebagai

contoh yang paling utama dan paling baik dalam hal mencintai suami yang selalu

mengutamakan kepentingan suami dari pada kepentingan pribadi. Manakala Muhammad

mengharapkan Zaid bin Haritsah, maka dihadiahkanlah oleh Khadijah kepada Muhammad.

Demikian juga tatkala Muhammad ingin mengambil salah seorang dari putra pamannya, Abu

Tholib, maka Khadijah menyediakan suatu ruangan bagi Ali bin Abi Tholib radhiallâhu ‘anhu

agar dia dapat mencontoh akhlak suaminya, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam .

Page 6: istri rosululah

Allah memberikan karunia pada rumah tangga yang penuh kasing saying ini-berupa

kebahagaiaan dan kenikmatan yang berlimpah-ruah, dan mengkaruniakan kepada mereka

putra-putri yang amat baik bernama al-Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqqayah, Ummi Kultsum dan

Fatimah.

Allah akhirnya menjadikan Muhammad al-Amin ash-Shiddiq (pada wkatu itu) menyukai Khalwat

(menyendiri), bahkan tiada suatu aktifitas yang lebih ia sukai dari pada menyendiri. Beliau

menggunakan waktunya untuk beribadah kepada Allah di Gua Hira’ sebulan penuh pada setiap

tahunnya. Beliau tinggal didalamnya beberapa malam dengan bekal yang sedikit dan jauh dari

perbuatan sia-sia yang dilakukan oleh orang-orang Makkah yakni menyembah berhala dan lain

–lain.

Sayyidah ath-Thahirah ini tidak merasa tertekan dengan tindakan Muhammad yang terkadang

harus berpisah jauh darinya, tidak pula beliau mengusir kegalauannya dengan banyak

pertanyaan maupun mengobrol yang tidak berguna, bahkan beliau mencurahkan segala

kemampuannya untuk membantu suaminya dengan cara menjaga dan menyelesaikan tugas

yang harus dia kerjakan dirumah.

Apabila dia melihat Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam pergi ke gua, kedua matanya senantiasa

mengikuti suaminya yang terkasih itu dari jauh. Bahkan –kerapkali tanpa sepengetahuan

Muhammad- dia juga menyuruh orang-orang untuk menjaga beliau tanpa mengganggu

suaminya yang sedang menyendiri itu.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tinggal di dalam gua tersebut hingga batas waktu yang

Allah kehendaki, kemudian datanglah Jibril dengan membawa kemuliaan dari Allah sedangkan

beliau di dalam gua Hira’ pada bulan Ramadhan. Jibril datang dengan membawa wahyu. Di

waktu fajar Nabi Saw keluar dari gua menuju rumahnya dalam keadaaan takut, khawatir dan

menggigil seraya berkata: “Selimutilah aku ….selimutilah aku …”.

Setelah Khadijah meminta keterangan perihal peristiwa yang menimpa Rasulullah Shallallahu

‘alaihi wasallam, Nabi menjawab “Wahai Khadijah sesungguhnya aku khawatir terhadap diriku”.

Maka Istri yang dicintainya dan yang cerdas itu menghiburnya dengan percaya diri dan penuh

keyakinan “Allah akan menjaga kita wahai Abu Qasim, bergembiralah wahai putra pamanku

dan teguhkanlah hatimu. Demi yang jiwaku ada ditangan-Nya, sugguh aku berharap agar anda

menjadi Nabi bagi umat ini. Demi Allah, Dia tidak akan menghinakanmu selamanya,

sesungguhnya anda telah menyambung silaturahmi, memikul beban orang yang memerlukan,

memuliakan tamu dan menolong para pelaku kebenaran.

Maka menjadi tentramlah hati Nabi berkat dukungan ini dan kembalilah ketenangan beliau

karena pembenaran dari istrinya dan keimanannya terhadap apa yang beliau bawa.

Page 7: istri rosululah

Namun hal itu belum cukup bagi seorang istri yang cerdas dan bijaksana, bahkan Khodijah

dengan segera pergi menemui putra pamannya yang bernama Waraqah bin Naufal, ia

menceritakan perihal yang terjadi pada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka tiada

ucapan yang keluar dari mulut Waraqah selain perkataan: “Qudus….Qudus…..Demi yang jiwa

Waraqah ada ditangan-Nya, jika apa yang engkau ceritakan kepadaku benar, maka sungguh

telah datang kepadanya Namus Al-Kubra sebagaimana yang telah datang kepada Musa dan

Isa, dan Nuh alaihi sallam secara langsung”.

Tatkala melihat kedatangan Nabi, sekonyong-konyong Waraqah berkata: “Demi yang jiwaku

ada ditangan-Nya, Sesungguhnya engkau adalah seorang Nabi bagi umat ini, pastilah mereka

akan mendustakanmu, menyakitimu, mengusir bahkan memerangimu. Seandainya aku masih

menemui hari itu sungguh aku akan menolong agama Allah “.

Kemudian ia mendekat kepada Nabi dan mencium ubun-ubunnya. Maka Nabi Shallallahu ‘alaihi

wasallam bersabda: ” Apakah mereka akan mengusirku?”. Waraqah menjawab: “Betul, tiada

seorang pun yang membawa sebagaimana yang engkau bawa melainkan pasti ada yang

menentangnya. Kalau saja aku masih mendapatkan masa itu …kalau saja aku masih hidup…”.

Tidak beberapa lama kemudian Waraqah wafat.

Menjadi tenanglah jiwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tatkala mendengar penuturan

Waraqah, dan beliau mengetahui bahwa akan ada kendala-kendala di saat permulaan

berdakwah, banyak rintangan dan beban. Beliau juga menyadari bahwa itu merupakan

sunnatullah bagi para Nabi dan orang-orang yang mendakwahkan agama Allah. Maka beliau

menapaki jalan dakwah dengan ikhlas semata-mata karena Allah Rabbul Alamin, dan beliau

mendapatkan banyak gangguan dan intimidasi.

Adapun Khadijah adalah seorang yang pertama kali beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan

yang pertama kali masuk Islam. Seorang istri Nabi yang mencintai suaminya dan juga beriman,

berdiri mendampingi Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam yang dicintainya untuk menolong,

menguatkan dan membantunya serta menolong beliau dalam menghadapi kerasnya gangguan

dan ancaman sehingga dengan hal itulah Allah meringankan beban Nabi-Nya. Tidaklah beliau

mendapatkan sesuatu yang tidak disukai, baik penolakan maupun pendustaan yang

menyedihkan Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam kecuali Allah melapangkan dadanya

melalui istri saat Muhammad Saw kembali ke rumahnya. Khadijah meneguhkan pendiriannya,

menghiburnya, membenarkan dan mengingatkan bahwa celaan manusia tidak akan

berpengaruh pada beliau Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam.

Apalagi Allah selalu mendukung dan menyemangatinya dengan ayat-ayat Al-Qur’an “Hai orang-

orang yang berkemul (berselimut), bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan agungkanlah Rabb-

Mu, dan bersihkanlah pakaianmu, tinggalkanlah perbuatan dosa, dan janganlah kamu memberi

Page 8: istri rosululah

(dengan maksud) memperoleh (belasan) yang lebih banyak. Dan untuk (memenuhi perintah)

Rabb-Mu, bersabarlah!”(Al-Muddatstsir:1-7).

Sehingga sejak saat itu Rasulullah yang mulia memulai lembaran hidup baru yang penuh

barakah dan bersusah payah. Beliau katakan kepada sang istri yang beriman bahwa masa

untuk tidur dan bersenang-senang sudah habis. Khadijah radhiallâhu ‘anha turut

mendakwahkan Islam disamping suaminya -semoga shalawat dan salam terlimpahkan

kepadanya. Diantara buah yang pertama adalah Islamnya Zaid bin Haritsah dan juga keempat

putrinya semoga Allah meridhai mereka seluruhnya.

Mulailah ujian yang keras menimpa kaum muslimin dengan berbagai macam bentuknya, akan

tetapi Khadijah tetap berdiri kokoh bak sebuah gunung yang tegar kokoh dan kuat. Mengenai

hal ini Allah berfirman:

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: ‘Kami telah beriman’

, sedangkan mereka tidak diuji lagi?” . (Al-’Ankabut:1-2).

Allah memilih kedua putranya yang pertama Abdullah dan al-Qasim untuk menghadap Allah

tatkala keduanya masih kanak-kanak, sedangkan Khadijah tetap bersabar. Ia melihat dengan

mata kepalanya bagaimana syahidah pertama dalam Islam yang bernama Sumayyah tatkala

menghadapi sakaratul maut karena siksaan para thaghut hingga jiwanya menghadap sang

pencipta dengan penuh kemuliaan.

Khodijah harus berpisah pula dengan putri dan buah hatinya yang bernama Ruqayyah istri dari

Utsman bin Affan radhiallâhu ‘anhu karena putrinya hijrah ke negeri Habsyah untuk

menyelamatkan agamanya dari gangguan orang-orang musyrik. Ia menyaksikan dari waktu ke

waktu yang penuh dengan kejadian besar dan permusuhan. Akan tetapi tidak ada kata putus

asa bagi seorang Mujahidah sekaliber Khodijah. Ia laksanakan setiap saat apa yang

difirmankan Allah Ta’ala :

“Kamu sungguh-sungguh akan duji terhadap hartamu dan dirimu. Dan (juga) kamu sungguh-

sungguh akan mendengar dari orang-orang yang diberikan kitab sebelum kamu dan dari orang-

orang yang mempersekutukan Allah, ganguan yang banyak yang menyakitkan hati. Jika kamu

bersabar dan bertakwa, maka sesungguhnya yang demikian itu termasuk urusan yang di

utamakan “. (Ali Imran:186).

Sebelumnya, Khodijah juga telah menyaksikan seluruh kejadian yang menimpa suaminya al-

Amin ash-Shiddiq saat berdakwah di jalan Allah, namun Muhammad Saw menghadapi segala

musibah dengan kesabaran. Semakin bertambah berat ujian semakin bertambahlah kesabaran

dan kekuatannya. Muhammad Saw mencampakkan seluruh bujukan kesanangan dunia yang

menipu yang hendak ditawarkan dengan aqidahnya. Dan pada saat-saat itu pula, Muhammad

bersumpah dengan sumpah yang menunjukkan keteguhan dalam memantapkan kebenaran

Page 9: istri rosululah

yang belum pernah dikenal orang sebelumnya, Beliau bersabda: “Demi Allah wahai paman!

seandainya mereka mampu meletakkan matahari di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku

agar aku meninggalkan urusan dakwah ini, maka sekali-kali aku tidak akan meninggalkannya

hingga Allah memenangkannya atau aku yang binasa karenannya”.

Saat orang-orang Quraisy mengumumkan pemboikotan mereka terhadap kaum muslimin untuk

menekan kaum muslimin dalam bidang politik, ekonomi dan kemasyarakatan dan mereka tulis

naskah pemboikotan tersebut kemudian mereka tempel pada dinding ka’bah; Khadijah tidak

ragu bergabung dengan kaum muslimin dan rela meninggalkan kampung halaman guna

menempa kesabaran selama tiga tahun bersama Rasul dan orang-orang yang menyertainya,

Khodijah menghadapi beratnya pemboikotan yang penuh dengan kesusahan dan menghadapi

kesewenang-wenangan para penyembah berhala. Hingga berakhirlah pemboikotan dengan

keimanan yang tulus dan tekad baja tak kenal lelah. Sungguh Sayyidah Khadijah telah

mencurahkan segala kemampuannya untuk menghadapi ujian tersebut di usia 65 tahun. Selang

enam bulan setelah berakhirnya pemboikotan itu wafatlah Abu Thalib, kemudian menyusul

Khodijah yang sabar tiga tahun sebelum hijrah.

Dengan wafatnya Khadijah maka meningkatlah musibah yang dihadapi Roasulullah. Karena

bagi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam, Khadijah merupakan teman yang tulus dalam

memperjuangkan Islam.

Begitulah Nafsul Muthmainnah telah pergi menghadap Rabbnya setelah sampai pada waktu

yang telah ditetapkan, setelah berhasil menjadi teladan terbaik dan paling tulus dalam

berdakwah di jalan Allah SWT dan berjihad dijalan-Nya. Dalalm hubungannya, beliau menjadi

istri yang bijaksana, maka tidak aneh jika Khodijah mampu meletakkan urusan sesuai dengan

tempatnya dan mencurahkan segala kemampuan untuk mendatangkan keridhaan Allah dan

Rasul-Nya. Karena itulah beliau berhak mendapat salam dari Rabb-nya dan mendapat kabar

gembira dengan rumah di surga yang terbuat dari emas, tidak ada kesusahan didalamnya dan

tidak ada pula keributan didalamnya. Karena itu pula Rasulullah melambangkan keistimewaan

Khodijah dengan sabdanya “Sebaik-baik wanita adalah Maryam binti Imran, sebaik-baik wanita

adalah Khadijah binti Khuwailid”.

Page 10: istri rosululah

Saudah binti Zam’ah

Walaupun Saudah binti Zam’ah tidak terlalu populer dibandingkan dengan

istri Rasulullah lainnya, dia tetap termasuk wanita yang memiliki martabat

yang mulia dan kedudukan yang tinggi di sisi Allah dan Rasul-Nya. Dia telah

ikut berjihad di jalan Allah dan termasuk wanita yang pertama kali hijrah ke

Madinah. Perjalanan hidupnya penuh dengan teladan yang baik, terutama

bagi wanita-wanita sesudahnya. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam

menikahinya bukan semata-mata karena harta dan kecantikannya, karena

memang dia tidak tergolong wanita cantik dan kaya. Yang dilihat Rasulullah

adalah semangat jihadnya di jalan Allah, kecerdasan otaknya, perjalanan

hidupnya yang senantiasa baik, keimanan, serta keikhlasannya kepada Allah

dan Rasul-Nya.

Dia adalah Seorang Janda

Telah kita ketahui bahwa pada tahun-tahun kesedihan karena ditinggal wafat

oleh Abu Thalib dan Khadijah, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam tengah

mengalami masa sulit. Kondisi seperti itu dimanfaatkan olah orang-orang

Quraisy untuk menyiksa Rasulullah dan kaum muslimin. Pada tahun-tahun

ini, terasa cobaan dan kesedihan datang sangat besar dan silih berganti.

Ketika itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam berpikir untuk kembali ke

Tsaqif atau Thaif, dengan harapan agar orang-orang di Thaif memperoleh

hidayah untuk masuk Islam dan membantu beliau. Akan tetapi, masyarakat

Tsaqif menolak mentah-mentah kehadiran beliau, bahkan mereka

memerintahkan anak-anak mereka melempari beliau dengan batu, hingga

kedua tumit beliau luka dan berdarah. Walaupun begitu, beliau tetap sabar,

bahkan tetap mendoakan mereka agar memperoleh hidayah.

Dalam keadaan kesepian sesudah kematian Khadijah, terjadilah peristiwa

Isra’ Mi’raj. Malaikat Jibril membawa Rasulullah ke Baitul Maqdis dengan

kendaraan Buraq, kemudian menuju langit ke tujuh, dan di sana beliau

menyaksikan tanda-tanda kebesaran Allah. Ketika kembali ke Mekah, beliau

Page 11: istri rosululah

menuju Ka’bah dan mengumpulkan orang-orang untuk mendengarkan kisah

perjalanan beliau yang sangat menakjubkan itu. Kaum musyrikin yang

mendengar kisah itu tidak memercayainya, bahkan mengolok-olok beliau,

Bertambahlah hambatan dan rintangan yang harus beliau hadapi. Dalam

kondisi seperti itu, tampillah Saudah binti Zam’ah yang ikut berjuang dan

senantiasa mendukung Rasulullah, kemudian dia menjadi istri Rasulullah

yang kedua setelah Khadijah.

Terdapat beberapa kisah yang menyertai pernikahan Rasulullah dengan

Saudah binti Zum’ah. Tersebutlah Khaulah binti Hakim, salah seorang

mujahid wanita yang pertama masuk Islam. Khaulah adalah istri Ustman bin

Madh’um. Dia yang dikenal sebagai wanita yang berpendirian kuat, berani,

dan cerdas, sehingga dia memiliki nilai tersendiri bagi Rasulullah. Melalui

kehalusan perasaan dan kelembutan fitrahnya, Khaulah sangat memahami

kondisi Rasulullah yang sangat membutuhkan pendamping, yang nantinya

akan menjaga dan mengawasi urusan beliau serta mengasuh Ummu Kultsum

dan Fathimah setelah Zainab dan Ruqayah menikah. Pada mulanya, Utsman

bin Madh’um kurang sepakat dengan pemikiran Khaulah, karena khawatir

hal itu akan menambah beban Rasulullah, namun dia tetap pada

pendiriannya.

Kemudian Khaulah menemui Rasulullah dan bertanya langsung tentang

orang yang akan mengurus rumah tangga beliau. Dengan saksama, beliau

mendengarkan seluruh pernyataan Khaulah karena baru pertama kali ini ada

orang yang memperhatikan masalah rumah tangganya dalam kondisi beliau

yang sangat sibuk dalam menyebarkan agama Allah. Beliau melihat bahwa

apa yang diungkapkan Khaulah mengandung kebenaran, sehingga beliau

pun bertanya, “Siapakah yang kau pilih untukku?” Dia menjawab, “Jika

engkau menginginkan seorang gadis, dia adalah Aisyah binti Abu Bakar, dan

jika yang engkau inginkan adalah seorang janda, dia adalah Saudah binti

Zam’ah.” Rasulullah mengingat nama Saudah binti Zam’ah, yang sejak

keislamannya begitu banyak memikul beban perjuangan menyebarkan

Islam, sehingga pilihan beliau jatuh pada Saudah. Rasulullah Shallallahu

‘alaihi wasallam memilih janda yang namanya hanya dikenal oleh beberapa

orang. Pernikahan beliau dengannya tidak didorong oleh keinginan untuk

memenuhi nafsu duniawi, tetapi lebih karena Rasulullah yakin bahwa Saudah

Page 12: istri rosululah

dapat ikut serta menjaga keluarga dan rumah tangga beliau setelah Khadijah

wafat.

Jika kita rajin menyimak beberapa catatan sejarah tentang kehidupan

Rasulullah yang berkaitan dengan Saudah binti Zam’ah, kita akan

menemukan beberapa keterangan tentang sosok Saudah. Saudah adalah

seorang wanita yang tinggi besar, berbadan gemuk, tidak cantik, juga tidak

kaya. Dia adalah janda yang ditinggal mati suaminya. Rasulullah memilihnya

sebagai istri karena kadar keimanannya yang kokoh. Dia termasuk wanita

pertama yang masuk Islam dan sabar menanggung kesulitan hidup.

Nasab dan Keislamannya

Saudah binti Zam’ah yang bernama lengkap Saudah binti Zam’ah bin Abdi

Syamsin bin Abdud dari Suku Quraisy Amiriyah. Nasabnya ini bertemu

dengan Rasulullah pada Luay bin Ghalib. Di antara keluarganya, dia dikenal

memiliki otak cemerlang dan berpandangan luas. Pertama kali dia menikah

dengan anak pamannya, Syukran bin Amr, dan menjadi istri yang setia dan

tulus. Ketika Rasulullah menyebarkan Islam dengan terang-terangan,

suaminya, Syukran, termasuk orang yang pertama kali menerima hidayah

Allah. Dia memeluk Islam bersama kelompok orang dari Bani Qais bin Abdu

Syamsin. Setelah berbai’at di hadapan Nabi, dia segera menemui istrinya,

Saudah, dan memberitakan tentang keislaman serta agama baru yang

dianutnya. Kecemerlangan pikiran dan hatinya menyebabkan Saudah cepat

memahami ajaran Islam untuk selanjutnya mengikuti suami menjadi seorang

muslimah.

Hijrah ke Habbasyah

Keislaman Syukran, Saudah, dan beberapa orang yang mengikuti jejak

mereka berakibat cemoohan, penganiayaan, dan pengasingan dari keluarga

terdekat mereka. Karena itu, Syukran menemui Rasulullah beserta beberapa

keluarganya yang sudah memeluk Islam, seperti saudaranya (Saud dan

Hatib), keponakannya (Abdullah bin Sahil bin Amr), ditambah saudara

kandung Saudah (Malik bin Zum’ah). Rasulullah menasihati agar mereka

tetap kokoh berpegang pada akidah dan menyarankan agar mereka hijrah

ke Habasyah, mengikuti saudara-saudara seiman yang telah terlebih dahulu

hijrah, seperti Utsman bin Affan dan istrinya, Ruqayah binti Muhammad.

Akhirnya, kaum muslimin memutuskan untuk hijrah. Di antara kaum

Page 13: istri rosululah

muslimin yang hijrah ke dua ke Habasyah, terdapat Saudah yang turut

merasakan pedihnya meninggalkan kampung halaman serta sulitnya

menempuh perjalanan dan cuaca buruk demi menegakkan agama yang

diyakininya.

Di Habasyah mereka disambut dan diperlakukan baik oleh Raja Habasyah

walaupun keyakinan mereka berbeda, sehingga beberapa hari lamanya

mereka menjadi tamu raja. Akan tetapi, rasa rindu mereka dan keinginan

untuk melihat wajah Rasulullah mendera mereka. Sambil menunggu waktu

yang tepat untuk kembali ke Mekah, mereka mengisi waktu dengan

mengenang kehangatan berkumpul dengan Rasulullah dan saudara-saudara

seiman di Mekah. Ketika mendengar keislaman Umar bin Khaththab, mereka

menyambut dengan suka cita. Betapa tidak, Umar bin Khaththab adalah

pemuka Quraisy yang disegani. Karena itu, mereka memutuskan untuk

kembali ke Mekah dengan harapan Umar dapat menjamin keselamatan

mereka dan gangguan kaum Quraisy. Di antara mereka yang ikut kembali

adalah Syukran bin Amr. Akan tetapi, dalam perjalanan, Syukran jatuh sakit

karena kelaparan sejak kakinya menginjak tanah Habasyah. Akhirnya dia

meninggal di tengah perjalanan menuju Mekah.

Betapa sedih perasaan Saudah binti Zum’ah ketika mendengar suaminya

meninggal dunia. Baru saja dia mengalami betapa sedihnya meninggalkan

kampung halaman, sulitnya perjalanan ke Habasyah, cemoohan, dan

penganiayaan orang-orang Quraisy, sekarang dia harus merasakan sedihnya

ditinggal suami. Dia merasa kehilangan orang yang senantiasa bersamanya

dalam jihad di jalan Allah.

Rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala

Saudah binti Zam’ah menanggung semua derita itu dengan kepasrahan dan

ketabahan, serta menyerahkan semuanya kepada Allah dengan senantiasa

mengharapkan keridhaan-Nya. Dia kembali ke Mekah sebagai satu-satunya

janda, dengan perkiraan bahwa keadaan kaum muslimin di Mekah sudah

membaik setelah beberapa pemuka Quraisy menyatakan memeluk Islam.

Akan tetapi, ternyata kezaliman orang-orang Quraisy tetap merajalela.

Dalam kondisi seperti itu, tidak ada pilihan lain baginya selain kembali ke

rumah ayahnya, Zam’ah bin Qais yang masih memeluk agama nenek

moyang. Akan tetapi, Zam’ah bin Qais tetap menerima dan menghormati

Page 14: istri rosululah

putrinya. Tidak sedikit pun dia berusaha membujuk agar putrinya

meninggalkan Islam dan kembali menganut kepercayaan nenek moyang.

Ketika Khaulah binti Hakim berusaha mencarikan istri untuk Rasulullah, dia

menyebut nama Saudah. Dalam diri Saudah, Rasulullah tidak meihat

kecantikannya, tetapi lebih melihat bahwa Saudah adalah sosok wanita yang

sabar, mujahidah yang hijrah bersama kaum muslimin, dan mampu menjadi

pemimpin di rumah ayahnya yang masih musyrik. Karena itulah, Rasulullah

tergerak menikahinya dan menjadikannya sebagai istri yang akan

meringankan beban hidupnya. Khaulah menemui Saudah dan

menyampaikan kabar gembira bahwa tidak semua wanita dianugerahi Allah

menjadi istri Rasulullah serta menjadi istri manusia yang paling mulia dan

hamba pilihan-Nya. Ketika bertemu dengan Saudah, Khaulah berteriak, “Apa

gerangan yang telah engkau perbuat sehingga Allah memberkahimu dengan

nikmat yahg sebesar ini?

Rasulullah mengutusku untuk meminang engkau baginya.” Sungguh, hal itu

merupakan berita besar. Saudah tidak pernah memimpikan kehormatan

sebesar itu, terutama setelah orang-orang mencampakkannya karena

kematian suaminya. Rasulullah yang mulia benar-benar akan menjadikannya

sebagai istri. Dengan perasaan terharu dia menyetujui permintaan itu dan

meminta Khaulah menemui ayahnya. Setelah Zam’ah bin Qais mengetahui

siapa yang akan meminang putrinya, dan Saudah pun sudah setuju, lamaran

itu langsung diterimanya, kemudian meminta Rasulullah Muhammad datang

ke rumahnya. Rasulullah memenuhi undangan tersebut bersama Khaulah,

dan perkawinan itu terlaksana dengan baik.

Berada di Rumah Rasulullah

Saudah mulai memasuki rumah tangga Rasulullah, dan di dalamnya dia

merasakan kehormatan yang sangat besar sebagai wanita. Dia merawat

Ummu Kultsum dan Fathimah seperti merawat anaknya sendiri. Ummu

Kultsum dan Fathimah pun menghargai dan memperlakukan Saudah dengan

baik.

Saudah memiliki kelembutan dan kesabaran yang dapat menghibur hati

Rasulullah, sekaligus memberi semangat. Dia tidak terlalu berharap dirinya

dapat sejajar dengan Khadijah di hati Rasulullah. Dia cukup puas dengan

Page 15: istri rosululah

posisinya sebagai istri Rasulullah dan Ummul-Mukminin. Kelembutan dan

kemanisan tutur katanya dapat menggantikan wajahnya yang tidak begitu

cantik, tubuhnya yang gemuk, dan umurnya yang sudah tua. Apa pun yang

dia lakukan semata-mata untuk menghilangkan kesedihan Rasulullah.

Sewaktu-waktu dia meriwayatkan hadits-hadits beliau untuk menunjukkan

suka citanya di hadapan Nabi.

Beberapa bulan lamanya Saudah berada di tengah-tengah keluarga

Rasulullah. Keakraban dan keharmonisan mulai terjalin antara dirinya dan

Rasulullah. Dia tidak pernah melakukan apa pun yang dapat menyakitkan

Rasulullah. Akan tetapi, pada dasarnya, dia belum mampu mengisi

kekosongan hati Rasulullah, walaupun dia telah memperoleh limpahan kasih

dari beliau, sehingga beberapa saat kemudian turun wahyu Allah yang

memerintahkan Rasulullah menikahi Aisyah binti Abu Bakar yang masih

sangat belia. Rasulullah menemui Abu Bakar dan menjelaskan makna wahyu

Allah kepadanya. Dengan kerelaan hati, Abu Bakar menerima putrinya

menikah dengan Rasulullah, dan disuruhnya Aisyah menemui beliau. Setelah

melihat Aisyah, beliau mengumumkan pinangan terhadap Aisyah.

Lantas, sikap apa yang dilakukan Saudah ketika mengetahui pertunangan

tersebut? Dia rela dan tidak sedikit pun memiliki perasaan cemburu. Dia

merelakan madunya berada di tengah keluarga Rasulullah. Dia merasa

cukup bangga menyandang gelar Ummul-Mukminin, dapat menyayangi

Rasulullah, dan dapat meyakini ajarannya, sehingga dia tidak terpengaruh

oleh kepentingan duniawi.

Hijrahnya ke Madinah

Pertama kali Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam hijrah ke Madinah tanpa

keluarga. Setelah menetap di sebuah rumah, beliau mengutus seseorang

membawa keluarganya, termasuk Saudah binti Zam’ah. Bersama Ummu

Kultsum dan Fathimah, Saudah menuju Madinah, dan itu merupakan

hijrahnya yang kedua setelah ke Habasyah. Bedanya, sekarang ini dia hijrah

menuju negeri muslim yang masyarakatnya sudah berbai’at setia kepada

Rasulullah.

Setelah masjid Nabawi di Yatsrib selesai dibangun, dibangunlah rumah

Rasulullah di samping masjid tersebut. Di rumah itulah Saudah dan putri-

Page 16: istri rosululah

putri Nabi tinggal, hingga Ummu Kultsum dan Fathimah menyayangi Saudah

seperti kepada ibu kandung sendiri. Setelah masyarakat Islam di Yatsrib

terbentuk dan sarana ibadah selesai dibangun, Abu Bakar mengingatkan

Rasulullah agar segera menikahi putrinya, “Bukankah engkau hendak

membangun keluargamu, ya Rasul?” Ketika itu kehidupan Rasulullah

tersibukkan oleh dakwah dan jihad di jalan Allah, sehingga kepentingan

pribadinya tidak sempat terpikirkan. Ketika Abu Bakar mengingatkannya,

barulah beliau sadar dan segera menikahi Aisyah. Kemudian beliau

membangun kamar untuk Aisyah yang bersebelahan dengan kamar Saudah.

Sikap Hidupnya

Sejarah banyak mencatat sikap Saudah terhadap Aisyah binti Abu Bakar.

Wajahnya senantiasa ceria dan tutur katanya selalu lembut, bahkan dia

sering membantu menyelesaikan urusan-urusan Aisyah, sehingga Aisyah

sangat mencintai Saudah. Begitulah kecintaannya kepada Rasulullah sangat

melekat erat di dasar hati. Segala sesuatunya dia niatkan untuk memperoleh

kerelaan Rasulullah melalui pengabdian yang tulus terhadap keluarga beliau,

tanpa keluh kesah. Baginya, kenikmatan yang paling besar di dunia ini

adalah melihat Rasulullah senang dan tertawa. Aisyah berkata, “Tidak ada

wanita yang lebih aku cintai untuk berkumpul bersamanya selain Saudah

binti Zam’ah, karena dia memiliki keistimewaan yang tidak dimiiki wanita

lain.” Itu merupakan pengakuan Aisyah, wanita yang pikirannya cerdas dan

senantiasa jernih, yang selalu ingin bersama Saudah dalam jihad, keyakinan,

kesabaran, dan keteguhannya. Saudah merelakan malam-malam gilirannya

untuk Aisyah semata-mata untuk memperoleh keridhaan Rasulullah. Aisyah

mengisahkan, ketika usia Saudah semakin uzur dan Rasulullah ingin

menceraikannya, Saudah berkata, “Aku mohon jangan ceraikan diriku. Aku

ingin selalu berkumpul dengan istri-istrimu. Aku rela menyerahkan malam-

malamku untuk Aisyah. Aku sudah tidak menginginkan lagi apa pun yang

biasa diinginkan kaum wanita.” Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam pun

mengurungkan niatnya. Sebenarnya Rasulullah ingin menceraikan Saudah

dengan baik-baik agar Saudah tidak bermasalah dengan istri-istri beliau

yang lainnya. Akan tetapi, Saudah menginginkan Rasulullah tetap

mengikatnya hingga akhir hayatnya agar dia dapat berkumpul dengan istri-

istri Rasulullah. Alasan itulah yang menyebabkan Rasulullah tetap

mempertahankan pernikahannya dengan Saudah.

Page 17: istri rosululah

Saudah mendampingi Rasulullah dalam Perang Khaibar. Biasanya, sebelum

berangkat berperang, Rasulullah mengundi dahulu istri yang akan menyertai

beliau. Dalam Perang Khaibar, undian jatuh pada diri Saudah, dan kali ini

Rasulullah disertai pendamping yang sabar. Dalam perang ini banyak sekali

kesulitan yang dialami Saudah, karena banyak juga kaum muslimin yang

syahid sebelum Allah memberikan kemenangan kepada mereka. Dalam

kemenangannya, kaum muslimin memperoleh banyak rampasan perang

yang belum pernah mereka alami pada peperangan lainnya. Saudah pun

mendapatkan bagian rampasan perang ini. Pada peperangan ini pula

Rasulullah menikahi Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab. Mendengar hal itu

pun Saudah tetap rela dan menerima kehadiran Shafiyyah karena hatinya

bersih dari sifat iri dan cemburu.

Saudah menunaikan haji wada’ bersama istri-istri Rasul lainnya. Setelah

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wassalm. meninggal, Saudah tidak pernah lagi

menunaikan ibadah haji karena khawatir melanggar ketentuan beliau.

Beberapa saat setelah haji wada’, Shallallahu ‘alaihi wasallam sakit keras.

Beliau meminta persetujuan istri-istri beliau yang lain untuk tinggal di rumah

Aisyah. Ketika Nabi sakit, Saudah tidak pernah putus-putusnya menjenguk

beliau dan membantu Aisyah sampai beliau wafat. Setelah beliau wafat, dia

memutuskan untuk beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah. Harta

bagiannya dan BaitulMal sebagian besar dia salurkan di jalan Allah dengan

semata-mata mengharapkan keridhaan-Nya. Dia tidak pemah meninggalkan

kamarnya kecuali untuk kebutuhan yang mendesak. Pada saat-saat seperti

itu Abu Bakar selalu menjenguknya karena dia tahu bahwa Saudah sangat

mencintai putrinya.

Pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab, Saudah tetap menyendiri

untuk beribadah hingga ajal menjemputnya. Sebagian riwayat menyebutkan

bahwa dia meninggal pada tahun ke-19 Hijrah, sementara itu ada juga

riwayat yang mengatakan bahwa dia meninggal pada tahun ke-54 Hijrah.

Yang lebih mendekati kebenaran adalah pendapat pertama, karena pada

masa Rasulullah pun Saudah sudah termasuk tua.

Sifat dan Keutamaannya

Hal istimewa yang dimiliki Saudah adalah kekuatannya dan keteguhannya

dalam menanggung derita, seperti pengusiran, penganiayian, dan bentuk

Page 18: istri rosululah

kezaliman lainnya, baik yang datangnya dari kaum Quraisy maupun dan

keluarganya sendiri. Hal seperti itu tidak mudah dia lakukan, karena

perjalanan yang harus ditempuhnya itu sangat sulit serta perasaan yang

berat ketika harus meninggalkan keluarga dan kampung halaman.

Sifat mulia yang juga menonjol darinya adalah kesabaran dan keridhaannya

menerima takdir Allah ketika suaminya meninggal, harus kembali ke rumah

orang tua yang masih musyrik, hingga Rasulullah memilihnya menjadi istri.

Selama berada di tengah-tengah Rasulullah, keimanan dan ketakwaannya

bertambah. Dia pun bertambah rajin beribadah. Jelasnya, kadar

keimanannya berada di atas manusia rata-rata. Di dalam hatinya tidak

pernah ada perasaan cemburu terhadap istri-istri Rasulullah lainnya.

Saudah pun dikenal dengan kemurahan hatinya dan suka bersedekah. Pada

sebagian riwayat dikatakan bahwa Saudah paling gemar bersedekah di jalan

Allah, baik ketika Rasulullah masih hidup maupun pada masa berikutnya,

yaitu pada masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar.

Pembawaan yang ceria dan menyenangkan dia curahkan untuk menghibur

Rasulullah. Karakter seperti itu merupakan teladan yang baik bagi setiap istri

hingga saat ini. Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Sayyidah

Saudah binti Zam’ah dan semoga Allah memberinya tempat yang layak di

sisi-Nya. Amin.

Sumber: Buku Dzaujatur-Rasulullah, karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-

Sa’abu, Riyadh

Tambahan kisah lainnya:

Dia adalah wanita pertama yang dinikahi oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi

wa Sallam sepeninggal khadijah, kemudian menjadi istri satu-satunya bagi

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam sampai Rasulullah Shalllallahu ‘Alaihi

wa Sallam masuk berumah tangga dengan Aisyah.

Sebelum menikah dengan Rasulullloh Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, Saudah

telah menikah dengan Sakran bin Amr Al-Amiry, mereka berdua masuk islam

dan kemudian berhijrah ke Habasyah bersama dengan rombongan shahabat

yang lain.

Page 19: istri rosululah

Ketika Sakran dan istrinya Saudah tiba di Habasyah maka Sakran jatuh sakit

dan meninggal. Maka jadilah Saudah menjanda. Kemudian datanglah

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meminang saudah dan diterima oleh

saudah dan menikahlah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan

Saudah pada bulan Ramadhan.

Saudah adalah tipe seorang istri yang menyenangkan suaminya dengan

kesegaran candanya, sebagaimana kisah yang diriwayatkan oleh Ibrahim an-

Nakha’i bahwasannya saudah berkata kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi

wa Sallam, Wahai Rasulullah, tadi malam aku shalat di belakangmu, ketika

ruku’ punggungmu menyentuh hidungku dengan keras, maka aku pegang

hidungku karena aku takut keluar darah, Maka tertawalah Rasulullah.

Ibrahim berkata: Saudah biasa membuat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa

Sallam tertawa dengan candanya. (Thabaqoh Kubra 8/54).

Ketika Saudah sudah tua Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berniat

hendak mencerainya, maka saudah berkata kepada Rasulullah shallallahu

‘Alaihi wa Sallam. Wahai Rasulullah janganlah engkau menceraikanku,

bukanlah aku masih menghendaki laki-laki, tetapi karena aku ingin

dibangkitkan dalam keadaan menjadi istrimu, maka tetapkanlah aku menjadi

istrimu dan aku berikan hari giliranku kepada Aisyah. Maka Rasulullah

Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengabulkan permohonannya dan tetap

menjadikannya menjadi salah satu dari seorang istrinya sampai Rasulullah

Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam meninggal. Dalam hal ini turunlah ayat Al-

Qur’an, yang artinya: “Dan jika seorang wanita kuatir akan nusyuz atau sikap

tidak acuh dari suaminya, maka tidak mengapa bagi keduanya mengadakan

perdamaian yang sebenar-benarnya, dan perdamaian itu lebih baik..” (QS.

An-Nisa’:128). (Sunan Tirmidzi 8/320 dengan sanad yang dihasankan Ibnu

Hajar dalam Al-Ishabah 7/720).

Aisyah berkata: Saudah meminta izin kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi

wa Sallam pada waktu malam Muzdalifah untuk berangkat ke Mina sebelum

berdesak-desakkannya manusia, adalah dia perempuan yang berat jika

berjalan, sungguh kalau aku meminta izin kepadanya sungguh lebih aku

sukai daripada orang yang dilapangkan. (Thabaqah Qubra 8/54).

Aisyah berkata: Aku tidak pernah melihat seorang wanita yang paling aku

ingin sekali menjadi dia daripada Saudah binti Zam’ah, ketika dia tua dia

Page 20: istri rosululah

berikan gilirannya dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada

Aisyah. ( Shahih Muslim 2/1085).

Di antara keutamaan Saudah adalah ketaatan dan kesetiaannya yang sangat

kepada Rasulullah. Ketika haji wada’ Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

bersabda kepada para istri-istrinya: Ini adalah saat haji bagi kalian kemudian

setelah ini hendaknya kalian menahan diri di rumah-rumah kalian, maka

sepeninggal Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa sallam, Saudah selalu di

rumahnya dan tidak berangkat haji lagi sampai dia meninggal. (Sunan Abu

Dawud 2/140).

Aisyah berkata: Sesudah turun ayat tentang hijab, keluarlah saudah di waktu

malam untuk menunaikan hajatnya, dia adalah wanita yang perawakannya

tinggi besar sehingga mudah sekali dibedakan dari wanita lainnya pada saat

itu. Saat itu umar melihatnya dan berkata :wahai saudah demi Allah kami

tetap bisa mengenalimu, maka lihatlah bagaimana engkau keluar, maka

Saudah segera kembali dan menuju kepada Rasulullah yang pada waktu itu

di rumah Aisyah, ketika itu Rasulullah sedang makan malam, di tangannya

ada sepotong daging, maka masuklah Saudah seraya berkata kepadanya:

Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku keluar untuk sebagai keperluanku

dalam keadaan berhijab tetapi Umar mengatakan ini dan itu, maka saat itu

turunlah wahyu kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan

kemudian beliau bersabda: Sesungguhnya telah diizinkan bagi kalian para

wanita untuk keluar menunaikan hajatmu.. (Shahih Bukhari dan Muslim).

Saudah terkenal juga dengan kezuhudannya, ketika umar mengirin

kepadanya satu wadah berisi dirham, ketika sampai kepadanya maka dibagi-

bagikannya (Thabaqah kubra 8/56 dan dishahihkan sanadnya oleh Ibnu Hajar

dalam al-Ishobah 7/721).

Saudah termasuk deretan istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam

yang menjaga dan menyamapaikan sunnah-sunnah Rasulullah Shallallahu

‘Alaihi wa Sallam. Hadits-haditsnya diriwayatkan oleh para imam yang

terkemuka seperti Imam Ahmad, Imam Bukhari, Abu Dawud dan Nasa’i.

Saudah meninggal di akhir kekhalifahan Umar di Madinah pada tahun 54

Hijriyah. Sebelum dia meninggal dia mewariskan rumahnya kepada Aisyah.

Page 21: istri rosululah

Semoga Allah meridhainya dan membalasnya dengan kebaikan yang

melimpah.

Aisyah binti abu bakar

Dia adalah gurunya kaum laki-laki, seorang wanita yang suka kebenaran,

putri dari seorang laki-laki yang suka kebenaran, yaitu Khalifah Abu Bakar

dari suku Quraisy At-Taimiyyah di Makkah, ibunda kaum mukmin, istri

pemimpin seluruh manusia, istri Nabi yang paling dicintai, sekaligus putri

dari laki-laki yang paling dicintai Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam

. Ini terdapat dalam Shahih Bukhari dan Muslim, bahwa ‘Amr bin ‘Ash

Rodhiallahu ‘anhu pernah bertanya kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam:

“Siapakah orang yang paling engkau cintai, wahai Rasulullah?" Rasul

menjawab: '''Aisyah.'' 'Amr bertanya lagi: "Kalau laki-laki?" Rasul menjawab:

"Ayahnya.

Selain itu Aisyah adalah wanita yang dibersihkan namanya langsung dari

atas langit ketujuh. Dia juga adalah wanita yang telah membuktikan kepada

dunia sejak 14 abad yang lalu bahwa seorang wanita memungkinkan untuk

lebih pandai daripada kaum laki-laki dalam bidang politik atau strategi

perang.

Wanita ini bukan lulusan perguruan tinggi dan juga tidak pernah belajar dari

para orientalis dan dunia Barat. Ia adalah murid dan alumni madrasah

kenabian dan madrasah iman. Sejak kecil ia sudah diasuh oleh seorang yang

paling utama, yaitu ayahnya, Abu Bakar. Ketika menginjak dewasa ia diasuh

oleh seorang nabi dan guru umat manusia, yaitu suaminya sendiri.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam. Dengan demikian, terkumpullah

dalam dirinya ilmu, keutamaan, dan keterangan-keterangan yang menjadi

Page 22: istri rosululah

referensi manusia sampai saat ini. Teks hadits-hadits yang diriwayatkannya

selalu menjadi bahan kajian di fakultas-fakultas sastra, sebagai kalimat yang

begitu tinggi nilai sastranya. Ucapan dan fatwanya selalu menjadi bahan

kajian di fakultas-fakultas agama, sedang tindakan-tindakannya menjadi

materi penting bagi setiap pengajar mata pelajaran/mata kuliah sejarah

bangsa Arab dan Islam.

Pernikahan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam dengannya merupakan

perintah langsung dari Allah 'Azza wa jalla setelah wafatnya Khadijah.

Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam Shahihnya, dari 'Aisyah

Rodhiallahu ‘anha, dia berkata: "Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam

pernah bersabda: 'Aku pernah melihat engkau dalam mimpiku tiga hari

berturut-turut (sebelum aku menikahimu). Ada malaikat yang datang

kepadaku dengan membawa gambarmu yang ditutup dengan secarik kain

sutera. Malaikat itu berkata: 'Ini adalah istrimu'. Aku pun lalu membuka kain

yang menutupi wajahmu. Ketika ternyata wanita tersebut adalah engkau

('Aisyah), aku lalu berkata: 'Jika mimpi ini benar dari Allah, kelak pasti akan

menjadi kenyataan.''’

Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam menikahi 'Aisyah dan Saudah pada

waktu yang bersamaan. Hanya saja pada saat itu Rasulullah Sholallahu

‘alaihi wasallam tidak langsung hidup serumah dengan 'Aisyah. Setelah

kurang lebih tiga tahun hidup serumah dengan Saudah, tepatnya pada bulan

Syawal setelah perang Badar, barulah beliau hidup serumah dengan 'Aisyah.

'Aisyah menempati salah satu kamar yang terletak di komplek Masjid

Nabawi. yang terbuat dari batu bata dan beratapkan pelepah kurma. Alas

tidurnya hanyalah kulit hewan yang diisi rumput kering; alas duduknya

berupa tikar; sedang tirai kamarnya terbuat dari bulu hewan. Di rumah yang

sederhana itulah 'Aisyah memulai kehidupan sebagai istri yang kelak akan

Page 23: istri rosululah

menjadi perbincangan dalam sejarah.

Pernikahan bagi seorang wanita adalah sesuatu yang utama dan penting.

Setelah menikah, seorang wanita akan menjadi istri dan selanjutnya akan

menjadi seorang ibu. Kekayaan dunia sebanyak apa pun, kemuliaan setinggi

awan, kepandaian yang tak tertandingi, dan jabatan yang begitu tinggi,

sekali-kali tidak akan ada artinya bagi seorang wanita jika tidak menikah dan

tidak mempunyai suami, sebab tidaklah mungkin bahagia seseorang yang

berpaling dari fitrahnya.

Dalam kehidupan berumah tangga, 'Aisyah merupakan guru bagi setiap

wanita di dunia sepanjang masa. Ia adalah sebaik-baik istri dalam bersikap

ramah kepada suami, menghibur hatinya, dan menghilangkan derita suami

yang berasal dari luar rumah, baik yang disebabkan karena pahitnya

kehidupan maupun karena rintangan dan hambatan yarig ditemui ketika

menjalankan tugas agama.

'Aisyah adalah seorang istri yang paling berjiwa mulia, dermawan, dan sabar

dalam mengarungi kehidupan bersama Rasulullah Sholallahu ‘alaihi

wasallam yang serba kekurangan, hingga pernah dalam jangka waktu yang

lama di dapurnya tidak terlihat adanya api untuk pemanggangan roti atau

keperluan masak lainnya. Selama itu mereka hanya makan kurma dan

minum air putih.

Ketika kaum muslim telah menguasai berbagai pelosok negeri dan kekayaan

datang melimpah, 'Aisyah pernah diberi uang seratus ribu dirham. Uang itu

langsung ia bagikan kepada orang-orang hingga tak tersisa sekeping pun di

tangannya, padahal pada waktu itu di rumahnya tidak ada apa-apa dan saat

itu ia sedang berpuasa. Salah seorang pelayannya berkata: "Alangkah

Page 24: istri rosululah

baiknya kalau engkau membeli sekerat daging meskipun satu dirham saja

untuk berbuka puasa!" Ia menjawab: "Seandainya engkau katakan hal itu

dari tadi, niscaya aku melakukannya.

Dia adalah wanita yang tidak disengsarakan oleh kemiskinan dan tidak

dilalaikan oleh kekayaan. Ia selalu menjaga kemuliaan dirinya, sehingga

dunia dalam pandangannya adalah rendah nilainya. Datang dan perginya

dunia tidaklah dihiraukannya.

Dia adalah sebaik-baik istri yang amat memperhatikan dan memanfaatkan

pertemuan langsung dengan Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam,

sehingga dia menguasai berbagai ilmu dan memiliki kefasihan berbicara

yang menjadikan dirinya sebagai guru para shahabat dan sebagai rujukan

untuk memahami Hadits, sunnah, dan fiqih. Az-Zuhri berkata: "Seandainya

ilmu semua wanita disatukan, lalu dibandingkan dengan ilmu 'Aisyah,

tentulah ilmu 'Aisyah lebih utama daripada ilmu mereka."1

Hisyam bin 'Urwah meriwayatkan dari ayahnya, ia berkata: "Sungguh aku

telah banyak belajar dari 'Aisyah. Belum pernah aku melihat seorang pun

yang lebih pandai daripada 'Aisyah tentang ayat-ayat Al-Qur'an yang sudah

diturunkan, hukum fardhu dan sunnah, syair, permasalahan yang ditanyakan

kepadanya, hari-hari yang digunakan di tanah Arab, nasab, hukum, serta

pengobatan. Aku bertanya kepadanya: 'Wahai bibi, dari manakah engkau

mengetahui ilmu pengobatan?' 'Aisyah menjawab: 'Aku sakit, lalu aku diobati

dengan sesuatu; ada orang lain sakit juga diobati dengan sesuatu; dan aku

juga mendengar orang banyak, sebagian mereka mengobati sebagian yang

lain, sehingga aku mengetahui dan menghafalnya. "'2

Dalam riwayat lain dari A'masy, dari Abu Dhuha dari Masruq, Abud Dhuha

Page 25: istri rosululah

berkata: "Kami pernah bertanya kepada Masruq: 'Apakah 'Aisyah juga

menguasai ilmu faraidh?' Dia menjawab: 'Demi Allah, aku pernah melihat

para shahabat Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam yang senior biasa bertanya

kepada 'Aisyah tentang faraidh. "'3 

Selain memiliki berbagai keutamaan dan kemuliaan, 'Aisyah juga memiliki

kekurangan, yakni memiliki sifat gampang cemburu. Bahkan dia termasuk

istri Nabi Sholallahu ‘alaihi wasallam yang paling besar rasa cemburunya.

Rasa cemburu memang termasuk sifat pembawaan seorang wanita. Namun

demikian, perasaan cemburu yang ada pada 'Aisyah masih berada dalam

batas yang wajar dan selalu mendapat bimbingan dari Nabi, sehingga tidak

sampai melampaui batas dan tidak sampai menyakiti istri Nabi Sholallahu

‘alaihi wasallam yang lain.

Di antara kejadian paling menggelisahkan yang pernah menimpa 'Aisyah

adalah tuduhan keji yang terkenal dengan sebutan Haditsul ifki (berita

bohong-Insyaa Allah akan dibahas diKIS.com di pembahasan yang lain) yang

dituduhkan kepadanya, padahal diri 'Aisyah sangat jauh dengan apa yang

dituduhkan itu. Akhirnya, turunlah ayat Al-Qur'an yang menerangkan

kesucian dirinya. Cobaan yang menimpa wanita yang amat utama ini

merupakan pelajaran berharga bagi setiap wanita, karena tidak ada wanita

di dunia ini yang bebas dari tuduhan buruk.

Ketika Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam sakit sekembalinya dari haji

Wada' dan merasa bahwa ajalnya sudah dekat, setelah dirasa selesai dalam

menunaikan amanat dan menyampaikan risalah, beliau lalu berkeliling

kepada istri-istrinya sebagaimana biasa. Pada saat membagi jatah giliran

kepada istri-istrinya itu beliau selalu bertanya: "Di mana saya besok? Di

mana saya lusa?" Hal ini mengisyaratkan bahwa beliau ingin segera sampai

Page 26: istri rosululah

pada hari giliran 'Aisyah. Para istri Nabi yang lain pun bisa mengerti hal itu

dan merelakan Nabi untuk tinggal di tempat istri yang mana yang beliau

sukai selama sakit, sehingga mereka semuanya berkata: "Ya Rasulullah,

kami rela memberikan jatah giliran, kami kepada 'Aisyah.4

Kekasih Allah itu pun pindah ke rumah istri tercintanya. Di sana 'Aisyah

dengan setia menjaga dan merawat beliau. Bahkan saking cintanya, sakit

yang diderita Nabi itu rela 'Aisyah tebus dengan dirinya kalau memang hal

itu memungkinkan. 'Aisyah berkata: "Aku rela menjadikan diriku, ayahku,

dan ibuku sebagai tebusanmu, wahai Rasulullah." Tak lama kemudian Rasul

pun wafat di atas pangkuan 'Aisyah.

'Aisyah melukiskan detik-detik terakhir dari kehidupan Rasulullah Sholallahu

‘alaihi wasallam sebagai berikut: "Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam

meninggal dunia di rumahku, pada hari giliranku, dan beliau bersandar di

dadaku. Sesaat sebelum beliau wafat, 'Abdur Rahman bin Abu Bakar

(saudaraku) datang menemuiku sambil membawa siwak, kemudian

Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam melihat siwak tersebut, sehingga aku

mengira bahwa beliau menginginkannya. Siwak itu pun aku minta, lalu

kukunyah (supaya halus), kukebutkan, dan kubereskan sebaik-baiknya

sehingga siap dipakai. Selanjutnya, siwak itu kuberikan kepada Nabi

Sholallahu ‘alaihi wasallam. Beliau pun bersiwak dengan sebaik-baiknya,

sehingga belum pernah aku melihat cara bersiwak beliau sebaik itu. Setelah

itu beliau bermaksud memberikannya kembali kepadaku, namun tangan

beliau lemas. Aku pun mendo'akan beliau dengan do'a yang biasa diucapkan

Jibril untuk beliau dan yang selalu beliau baca bila beliau sedang sakit.

(Alloohumma robban naasi... dst.) Akan tetapi, saat itu beliau tidak membaca

do'a tersebut, melainkan beliau mengarahkan pandangannya ke atas, lalu

membaca do'a: 'Arrofiiqol a'laa (Ya Allah, kumpulkanlah aku di surga

Page 27: istri rosululah

bersama mereka yang derajatnya paling tinggi: para nabi, shiddiqin,

syuhada', dan shalihin). Segala puji bagi Allah yang telah menyatukan air

liurku dengan air liur beliau pada penghabisan hari beliau di dunia.5

Rasulullah Sholallahu ‘alaihi wasallam dimakamkan di kamar 'Aisyah, tepat

di tempat beliau meninggal. Sepeninggal Rasulullah, 'Aisyah banyak

menghabiskan waktunya untuk memberikan ta'lim. baik kepada kaum laki-

laki maupun wanita (di rumahnya) dan banyak berperan serta dalam

mengukir sejarah Islam sampai wafatnya. 'Aisyah wafat pada malam Selasa

bulan Ramadhan tahun 57 Hijriyah pada usia 66 tahun.6

Para generasi sepeninggal 'Aisyah selalu mengkaji dan meneliti detail

kehidupannya sejak usia 6 tahun, dengan harapan bisa mengambil hikmah

dan ibrah dari model tarbiyyah (pendidikan) yang telah membentuk pribadi

beliau menjadi figur tunggal yang belum ada duanya sejak empat belas abad

silam.

1) Baca Al-Mustadrak IV/11, pembahasan tentang Pengetahuan para

shahabat, oleh Al-Hakim; dan Majma'uz Zawaa'id IX/245 oleh Al-Haitsami. Al-

Haitsami berkata: "Hadits ini juga diriwayatkan oleh Ath-Thabarani dengan

rawi yang tepercaya." 

2) Baca Hilyatul Auliya' II/49. Riwayat ini memiliki rawi yang tsiqqah. 

3) Hadits ini diriwayatkan oleh Darimi dalam As-Sunan II/342, Ibnu Sa'd

dalam At-Thabaqat VIII/66, dan Hakim dalam Al-Mustadrak IV/11.

4) Baca Shahih Muslim, kitab Keutamaan Para Shahabat, bab Keutamaan

Aisyah Rodhiallahu ‘anha. 

5) Hadits ini dikeluarkan oleh Ahmad (Al-Musnad V1/48) dan Hakim (Al-

Mustadrak 1V/7). Hakim berkata: "Hadits ini shahih berdasarkan syarat yang

ditetapkan Bukhari dan Muslim." Adz-Dzahabi juga sepakat atas keshahihan

Page 28: istri rosululah

Hadits ini. 

6) Baca Al-Istii'aab IV/1885 dan Taariikhut Thabari (Peristiwa-peristiwa pada

tahun 58 Hijriyah).

Hafsah ra binti Umar bin Khattab (Istri rasulullah yang hafal al-Qura'an)

Beliau adl Hafsah putri dari Umar bin Khaththab seorang shahabat agung yg melalui perantara beliau-lah Islam memiliki wibawa. Hafshoh adl seorang wanita yg masih muda dan berparas cantik bertaqwa dan wanita yg disegani. Pada mulanya beliau dinikahi salah seorang shahabat yg mulia bernama Khunais bin Khudzafah bin Qais As-Sahmi Al-Quraisy yg pernah berhijrah dua kali ikut dalam perang Badar dan perang Uhud namun setelah itu beliau wafat di negeri hijrah krn sakit yg beliau alami waktu perang Uhud. Beliau meninggalkan seorang janda yg masih muda dan bertaqwa yakni Hafshoh yg ketika itu masih berumur 18 tahun. Umar benar-benar merasakan gelisah dgn adanya keadaan putrinya yg menjanda dalam keadaan masih muda dan beliau masih merasakan kesedihan dgn wafatnya menantunya yg dia adl seorang muhajir dan mujahid. Beliau mulai merasakan kesedihan tiap kali masuk rumah melihat putrinya dalam keadaan berduka. Setelah berfikir panjang maka Umar berkesimpulan utk mencarikan suami utk putrinya sehingga dia dapat bergaul dengannya dan agar

Page 29: istri rosululah

kebahagiaan yg telah hilang tatkala dia menjadi seorang istri selama kurang lbh enam bulan dapat kembali. Akhirnya pilihan Umar jatuh pada Abu Bakar Ash-Shidiq radhiallaahu ‘anhu orang yg paling dicintai Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam krn Abu Bakar dgn sifat tenggang rasa dan kelembutannya dapat diharapkan membimbing Hafshoh yg mewarisi watak bapaknya yakni bersemangat tinggi dan berwatak tegas. Maka segeralah Umar menemui Abu Bakar dan menceritakan perihal Hafshoh berserta ujian yg menimpa dirinya yakni berstatus janda. Sedangkan ash-Shiddiq memperhatikan dgn rasa iba dan belas kasihan. Kemudian barulah Umar menawari Abu Bakar agar mau memperistri putrinya. Dalam hatinya dia tidak ragu bahwa Abu Bakar mau menerima seorang yg masih muda dan bertakwa putri dari seorang laki-laki yg dijadikan oleh Allah penyebab utk menguatkan Islam. Namun ternyata Abu Bakar tidak menjawab apa-apa. Maka berpalinglah Umar dgn membawa kekecewaan hatinya yg hampir-hampir dia tidak percaya . Kemudian dia melangkahkan kakinya menuju rumah Utsman bin Affan yg mana ketika itu istri beliau yg bernama Ruqqayah binti Rasulullah telah wafat krn sakit yg dideritanya. Umar menceritakan perihal putrinya kepada Utsman dan menawari agar mau menikahi putrinya namun beliau menjawab “Aku belum ingin menikah saat ini”. Semakin bertambahlah kesedihan Umar atas penolakan Utsman tersebut setelah ditolak oleh Abu Bakar. Dan beliau merasa malu utk bertemu dgn salah seorang dari kedua shahabatnya tersebut padahal mereka berdua adl kawan karibnya dan teman kepercayaannya yg faham betul tentang kedudukannya. Kemudian beliau menghadap Rasulullah SAW dan mengadukan keadaan dan sikap Abu Bakar maupun Utsman. Maka tersenyumlah Rasulllah SAW seraya berkata “Hafshoh akan dinikahi oleh orang yg lbh baik dari Abu Bakar dan Utsman sedangkan Ustman akan menikahi wanita yg lbh baik daripada Hafshoh ” Wajah Umar bin Khaththab berseri-seri krn kemuliaan yg agung ini yg mana belum pernah terlintas dalam angan-angannya. Hilanglah segala kesusahan hatinya maka dgn segera dia menyampaikan kabar gembira tersebut kepada tiap orang yg dicintainya sedangkan Abu Bakar adl orang yg pertama kali beliau temui. Maka tatkala Abu Bakar melihat Umar dalam keadaan gembira dan suka cita maka beliau mengucapkan selamat kepada Umar dan meminta maaf kepada Umar sambil berkata “janganlah engkau marah kepadaku wahai Umar krn aku telah mendengar Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam menyebut-nyebut Hafshoh. Hanya saja aku tidak ingin membuka rahasia Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam; seandainya beliau menolak Hafshoh maka pastilah aku akan menikahinya. Maka Madinah mendapat barokah dgn indahnya pernikahan Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam dgn Hafshoh binti Umar pada bulan Sya’ban tahun ketiga Hijriyah. Begitu pula barokah dari pernikahan Utsman bin Affan dgn Ummu Kultsum binti Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Jumadil Akhir tahun ketiga Hijriyah juga. Begitulah Hafshoh bergabung dgn istri-istri Rasulullah dan Ummahatul mukminin yg suci. Di dalam rumah tangga Nubuwwah ada istri selain beliau yakni Saudah dan Aisyah. Maka tatkala ada

Page 30: istri rosululah

kecemburuan beliau mendekati Aisyah krn dia lbh pantas dan lbh layak utk cemburu. Beliau senantiasa mendekati dan mengalah dgn Aisyah mengikuti pesan bapaknya yg berkata “Betapa kerdilnya engkau bila dibanding dgn Aisyah dan betapa kerdilnya ayahmu ini apabila dibandingkan dgn ayahnya”. Hafshoh dan Aisyah pernah menyusahkan Nabi maka turunlah ayat “Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong utk menerima kebaikan dan jika kamu berdua bantu membantu menyusahkan Nabimaka sesungguhnya Allah adl pelindungnya dan Jibril” . Telah diriwayatkan bahwa Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam telah mentalak sekali utk Hafshoh tatkala Hafshoh dianggap menyusahkan Nabi namun beliau rujuk kembali dgn perintah yg dibawa oleh Jibril ‘alaihissalam yg mana dia berkata “Dia adl seorang wanita yg rajin shaum rajin shalat dan dia adl istrimu di surga.” Hafshoh pernah merasa bersalah krn menyebabkan kesusahan dan penderitaan Nabi dgn menyebarkan rahasianya namun akhirnya menjadi tenang setelah Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa sallam memaafkan beliau. Kemudian Hafshoh hidup bersama Nabi dgn hubungan yg harmonis sebagai seorang istri bersama suaminya. Manakala Rasul yg mulia menghadap Ar-Rafiiq Al-A’la dan Khalifah dipegang oleh Abu Bakar Ash-Shiddiq maka Hafshoh-lah yg dipercaya diantara Ummahatul Mukminin termasuk Aisyah didalamnya utk menjaga mushaf Al-Qur’an yg pertama. Hafshoh radhiallaahu ‘anha mengisi hidupnya sebagai seorang ahli ibadah dan ta’at kepada Allah rajin shaum dan juga shalat satu-satunya orang yg dipercaya utk menjaga keamanan dari undang-undang umat ini dan kitabnya yg paling utama yg sebagai mukjizat yg kekal sumber hukum yg lurus dan ‘aqidahnya yg utuh. Ketika ayah beliau yg ketika itu adl Amirul mukminin merasakan dekatnya ajal setelah ditikam oleh Abu Lu’lu’ah seorang Majusi pada bulan Dzulhijjah tahun 13 hijriyah maka Hafshoh adl putri beliau yg mendapat wasiat yg beliau tinggalkan. Hafshoh wafat pada masa Mu’awiyah bin Abu Sufyan radhiallaahu ‘anhu setelah memberikan wasiat kepada saudaranya yg bernama Abdullah dgn wasiat yg diwasiatkan oleh ayahnya radhiallaahu ‘anhu. Semoga Allah meridhai beliau krn beliau telah menjaga al-Qur’an al- Karim dan beliau adl wanita yg disebut Jibril sebagai Shawwamah dan Qawwamah dan bahwa beliau adl istri Nabi Shallallaahu ‘alaihi wa sallam di surga. Sumber Al-Sofwa Al-Islam Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia

Page 31: istri rosululah

Wanita-Wanita Terkemuka: Zainab binti Khuzaimah, Ibu Orang-Orang Miskin

REPUBLIKA.CO.ID, Zainab binti Khuzaimah adalah istri Rasulullah yang dikenal

dengan kebaikan, kedermawanan, dan sifat santunnya terhadap orang miskin. Dia

adalah istri Rasulullah kedua yang wafat setelah Khadijah Al-Kubra. Untuk

memuliakan dan mengagungkannya, Rasulullah mengurus mayat Zainab dengan

tangan beliau sendiri.

Nama lengkap Zainab adalah Zainab binti Khuzaimah bin Haris bin Abdillah bin

Amru bin Abdi Manaf bin Hilal bin Amir bin Sha’shaah Al-Hilaliyah. Ibunya bemama

Hindun binti Auf bin Harits bin Hamatsah.

Berdasarkan asal-usul keturunannya, dia termasuk keluarga yang dihormati dan

disegani. Tanggal lahirnya tidak diketahui dengan pasti, namun ada riwayat yang

rnenyebutkan bahwa dia lahir sebelum tahun ketiga belas kenabian. 

Sebelum memeluk Islam dia sudah dikenal dengan gelar Ummul Masakin (ibu

orang-orang miskin) sebagaimana telah dijelaskan dalam kitab Thabaqat ibnu

Sa'ad. Gelar tersebut disandangnya sejak masa Jahiliyah. Ath-Thabari, dalam

kitab As-Samthus-Samin fi Manaqibi Ummahatil Mu’minin pun menerangkan bahwa

Page 32: istri rosululah

Rasulullah SAW menikahinya sebelum beliau menikah dengan Maimunah, dan

ketika itu dia sudah dikenal dengan sebutan Ummul Masakin sejak zaman Jahiliyah. 

Berdasarkan hal itu dapat disimpulkan bahwa Zainab binti Khuzaimah terkenal

dengan sifat pemurahnya, kedermawanannya, dan sifat santunnya terhadap orang-

orang miskin yang dia utamakan daripada kepada dirinya sendiri. Sifat tersebut

sudah tertanam dalam dirinya sejak memeluk Islam, walaupun pada saat itu dia

belum mengetahui bahwa orang-orang yang baik, penyantun, dan penderma akan

memperoleh pahala di sisi Allah.

Zainab binti Khuzaimah termasuk kelompok orang yang pertama-tama masuk Islam

dari kalangan wanita. Yang mendorongnya masuk Islam adalah akal dan pikirannya

yang baik, menolak syirik dan penyembahan berhala dan selalu menjauhkan diri

dari perbuatan Jahiliyah.

Para perawi berbeda pendapat tentang nama-nama suami pertama dan kedua

sebelum dia menikah dengan Rasulullah. Sebagian perawi mengatakan bahwa

suami pertama Zainab adalah Thufail bin Harits bin Abdul Muthalib, yang kemudian

menceraikannya. 

Dia menikah lagi dengan Ubaidah bin Harits, namun dia terbunuh pada Perang

Badar atau Perang Uhud. Sebagian perawi mengatakan suami keduanya adalah

Abdullah bin Jahsy. Sebenarnya masih banyak perawi yang mengemukakan

pendapat yang berbeda-beda. Akan tetapi, dari berbagai pendapat itu, pendapat

yang paling kuat adalah riwayat yang mengatakan bahwa suami pertamanya

adalah Thufail bin Harits bin Abdul Muthalib. 

Oleh karena Zainab tidak dapat melahirkan (mandul), Thufail menceraikannya

ketika mereka hijrah ke Madinah. Untuk memuliakan Zainab, Ubaidah bin Harits

(saudara laki-laki Thufail) menikahinya. Sebagaimana kita ketahui, Ubaidah bin

Harits adalah salah seorang prajurit penunggang kuda yang paling perkasa setelah

Hamzah bin Abdul Muthalib dan Ali bin Abi Thalib. Mereka bertiga ikut melawan

orang-orang Quraisy dalam Perang Badar, dan akhirnya Ubaidah mati syahid dalam

perang tersebut.

Setelah Ubaidah wafat, tidak ada riwayat yang menjelaskan tentang kehidupannya

hingga Rasulullah saw menikahinya. Rasulullah menikahi Zainab karena beliau ingin

melindungi dan meringankan beban hidup yang dialaminya. Hati beliau menjadi

luluh melihat Zainab hidup menjanda, sementara sejak kecil dia sudah dikenal

dengan kelemah-lembutannya terhadap orang-orang miskin. 

Sebagai Rasul yang membawa rahmat bagi alam semesta, beliau rela

mendahulukan kepentingan kaum Muslimin, termasuk kepentingan Zainab. Beliau

senantiasa memohon kepada Allah agar hidup miskin dan mati dalam keadaan

miskin dan dikumpulkan di Padang Mahsyar bersama orang-orang miskin.

Page 33: istri rosululah

Selain dikenal sebagai wanita yang welas asih, Zainab juga dikenal sebagai istri

Rasulullah SAW yang senang meringankan beban saudara-saudaranya.

Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Atha bin Yasir, bahwa Zainab mempunyai

seorang budak hitam dari Habasyah. Ia sangat menyayangi budak itu, hingga budak

dari Habasyah itu tidak diperlakukan layaknya seorang budak, Zainab malah

memperlakukan layaknya seorang kerabat dekat.

Dalam salah satu haditsnya, Rasulullah SAW pernah menyatakan pujian kepada

Ummul Mukminin Zainab binti Khuzaimah dengan sabdanya, "Ia benar-benar

menjadi ibunda bagi orang-orang miskin, karena selalu memberikan makan dan

bersedekah kepada mereka."

Tidak diketahui dengan pasti masuknya Zainab binti Khuzaimah ke dalam rumah

tangga Nabi SAW, apakah sebelum Perang Uhud atau sesudahnya. Yang jelas,

Rasulullah menikahinya karena kasih sayang terhadap umatya walaupun wajah

Zainab tidak begitu cantik dan tidak seorang pun dari kalangan sahabat yang

bersedia menikahinya. 

Tentang lamanya Zainab berada dalam kehidupan rumah tangga Rasulullah pun

banyak terdapat perbedaan pendapat. Salah satu pendapat mengatakan bahwa

Zainab memasuki rumah tangga Rasulullah selama tiga bulan, dan pendapat lain

delapan bulan. Akan tetapi, yang pasti, prosesnya sangat singkat karena Zainab

meninggal semasa Rasulullah hidup. Di dalam kitab sirah pun tidak dijelaskan

penyebab kematiannya. Zainab meninggal pada usia relatif muda, kurang dari 30

tahun, dan Rasulullah yang menyalatinya. 

Page 34: istri rosululah

Ummu Salamah Ummul Mukminin (Hindun binti Abu Umayyah Al

Makhzumiyah)

Beliau adalah seorang wanita yang sangat terlindungi dan suci. Dia adalah

Hindun binti Abu Umayyah Al Makhzumiyah, keponakan Saifulloh Khalid bin

Walid dan Abu Jahal bin Hisyam. Termasuk wanita yang hijrah pertama kali.

Sebelum menjadi istri Nabi, dia menjadi istri saudara sepersusuan beliau,

yaitu Abu Salamah bin Abdul Asad Al Makhzumi, seorang lelaki sholih. Nabi

Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam menikahinya pada tahun 4 Hijriyah dan dia

termasuk wanita yang paling cantik serta paling mulia nasabnya.

Dia istri Nabi yang terakhir kali meninggal dunia. Diberi umur panjang dan

mengetahui pembunuhan Husain Asy Syahid, sehingga membuatnya

pingsan karena sangat bersedih. Tidak berselang lama setelah peristiwa itu,

dia pun meninggal dunia.

Ummu Salamah memiliki anak dan para sahabat, yaitu Umar, Salamah dan

Zainab. Selain itu juga memiliki sejumlah hadits. Beliau berusia kurang lebih

90 tahun. Ayahnya adalah seorang penunggang kuda terbaik dan seorang

dermawan bernama Hudzaifah.

Ada yang menamakan Ummu Salamah dengan Ramlah, yaitu Ummu

Habibah. Beliau juga termasuk salah seorang shohabiyah yang faqih.

Diriwayatkan dari Ziyad bin Abu Maryam, dia berkata, “Ummu Salamah

berkata kepada Abu Salamah,

“Aku mendapat berita bahwa wanita yang memiliki suami yang dijamin

masuk surga, kemudian dia tidak menikah lagi, maka Alloh akan

Page 35: istri rosululah

mengumpulkan mereka kembali di surga. Oleh karena itu, aku memintamu

berjanji agar tidak menikah lagi sesudahku dan aku tidak menikah lagi

sesudahmu. ” Abu Salamah menjawab, “Apakah kamu akan menantiku?”

Ummu Salamah berkata, “Ya.” Abu Salamah berkata, “Jika aku mati maka

menikahlah. Ya Alloh, berilah Ummu Salamah orang yang lebih baik dariku,

yang tidak membuatnya sedih dan tidak menganiayanya.”

Setelah Abu Salamah meninggal, Ummu Salamah berkata, “Siapa yang lebih

baik dari Abu Salamah? Aku menunggu.” Tiba-tiba Rosululloh Shollallohu

‘Alaihi Wa Sallam muncul sambil berdiri di depan pintu lalu menyatakan

pinangannya kepada dirinya. Ummu Salamah menjawab, “Aku ingin

mendatangi sendiri Rosululloh atau mendatangi beliau bersama keluargaku.”

Keesokan harinya Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam melamarnya.

Diriwayatkan dari Tsabit, bahwa Ibnu Umar bin Abu Salamah menceritakan

kepadaku dari ayahnya ketika masa iddah (penantian bagi istri yang ditalak

atau ditinggal mati oleh suaminya) Ummu Salamah habis, dia dilamar oleh

Abu Bakar, tetapi dia menolak, kemudian dilamar Umar, namun dia menolak.

Setelah itu Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam mengutus seseorang

untuk melamarnya, dan dia berkata,

“Selamat datang, katakan kepada Rosululloh aku adalah seorang yang

pencemburu dan aku mempunyai anak kecil. Aku juga tidak mempunyai wali

yang menyaksikan.”

Setelah itu Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam mengirim seorang utusan

kepadanya untuk menyampaikan jawaban mengenai perkataannya,

“Mengenai perkataanmu bahwa kamu mempunyai anak kecil, maka Alloh

akan mencukupi anakmu. Mengenai perkataanmu bahwa kamu seorang

pencemburu, maka aku akan berdo’a kepada Alloh agar menghilangkan

kecemburuanmu. Sedangkan para wali, tidak ada seorang pun diantara

mereka kecuali akan ridha kepadaku.”

Ummu Salamah kemudian berkata, “Wahai Umar, berdirilah dan nikahkanlah

Rosululloh denganku.”

Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda, “Sedangkan aku tidak

akan mengurangi apa yang aku berikan kepada si fulanah.” Beliau

menikahinya tepat pada bulan Syawwal tahun 4 Hijriyah.

Diriwayatkan dari Muththalib bin Abdullah bin Hanthab, dia berkata,

“Ada seorang janda Arab menghadap pemimpin kaum muslimin pada awal

Isya sebagai pengantin, lalu dia berdiri pada akhir malam untuk membuat

Page 36: istri rosululah

adonan.”

Maksudnya adalah Ummu Salamah.

Diriwayatkan dari Ummu Salamah, dia berkata, “Ketika Abu Salamah

meninggal dunia, aku mendatangi Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam dan

berkata,

“Apa yang harus aku katakan?” Beliau bersabda, “Katakan, ‘Ya Alloh,

ampunilah kami dan dia dan gantilah untukku seorang pengganti yang

baik.’” Aku lalu membacanya dan Alloh menggantikannya dengan

Muhammad Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam.

Diriwayatkan dari Hudzaifah, bahwa Rosululloh Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam

pernah bersabda kepada istri-istrinya,

“Jika kamu menjadi istriku di surga maka janganlah menikah sesudahku,

karena wanita yang akan menjadi istri seseorang di surga adalah yang

menjadi istri terakhirnya di dunia.”

Oleh karena itu, Beliau mengharamkan istri-istrinya untuk menikah

sepeninggal beliau, karena mereka akan menjadi istri-istri beliau di surga.

Ummu Salamah wafat pada tahun 61 Hijriyah.

Sumber: Ringkasan Siyar A’lam An Nubala (Imam Adz Dzahabi).

Posted by Aditya at 5:03 AM

Labels: Shahabiyah (Sahabat Wanita)

Page 37: istri rosululah

Ummu Salamah

Dicelah-celah kita mengkaji sirah tentang kehebatan kehidupan insan agung bernama

Muhammad bin Abdulllah, Rasul utusan Allah kepada kita , kesetiaan Abu Bakar As-

siddiq, ketegasan Umar Al-Khatab dan kisah Saidina Ali yang bersemangat, terselit

kisah-kisah wanita hebat dizaman Rasulullah s.a.w. Mungkin kisah-kisah sahabiah ini

jarang kita dengar, namun disebalik kisah sahabiah ini terselit seribu satu pengajaran

untuk menjadi contoh ikutan buat kita yang mendamba syurga dan redha Allah.

Kali ini saya memilih kisah Ummu Salamah r.a, mari kita membaca dan menghayati

kisah hidup wanita mulia ini. Wanita yang kesabaran dan ketabahannya membuahkan

balasan yang agung.

Imam Adz-Dzahabi menjelaskan identiti Ummu Salamah;

“ Ummu Salamah adalah wanita terhormat, berhijab dan suci. Namanya Hindun binti

Abu Umayyah bin Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum bin Yaqzhah bin

Murrah Al-Makhzumiyah. Ummu Salamah merupakan sepupu kepada Khalid bin Walid

yang digelar Pedang Allah dan Abu Jahal bin Hisyam. Dia termasuk wanita yang

pertama kali berhijrah. Sebelum menjadi isteri Nabi Muhammad s.a.w, Ummu Salamah

menikah dengan Abu Salamah bin Abdul Asad Aal-Makhzumi, seorang lelaki yang

soleh.”

Mari kita melirik sejenak kehidupan Ummu Salamah sebelum kedatangan islam. Ummu

Salamah adalah seorang wanita yang sangat terhormat dan mulia, berasal dari

keluarga yang terhormat kerana beliau berasal dari bani Makhzum. Ayahnya juga

Page 38: istri rosululah

adalah seorang tokoh Quraisy yang dermawan dan pemurah dan selalu memberi bekal

kepada musafir yang kehabisan bekal. Dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang

dermawan membuatkan Ummu Salamah menjadi seorang yang dermawan, mempunyai

hati yang bersih serta sangat menghayati erti belas kasihan sehingga memancarlah

kebaikan dan kemurahan hatinya kepada manusia.

Sejak kecil lagi Ummu Salamah sudah menampakkan keperibadian yang kuat untuk

menjadi wanita terhormat. Beliau juga memiliki rupa paras yang cantik jelita. Setelah

meningkat dewasa, Ummu Salamah dipinang oleh Abdullah(Abu Salamah) bin Abdul

Asad bin Hilal bin Abdullah bin Umar bin Makhzum. Abu Salamah merupakan seorang

pemuda Quraisy yang terkenal dengan kesatriaan beliau menunggang kuda, beliau

juga saudara sesusu Nabi Muhammad s.a.w. Pernikahan Hindun (Ummu Salamah) dan

Abu Salamah dilangsungkan dan mereka hidup bahagia. Setelah Islam tersebar ke

Mekah, Ummu Salamah dan suaminya termasuk antara yang segera beriman kepada

Allah s.w.t.

Ketika hendak berhijrah ke Madinah, Ummu Salamah dan suaminya mengalami

peristiwa yang amat memilukan. Ketika Abu Salamah, Ummu Salamah dan putera

mereka, Salamah bin Abu Salamah sedang bersiap sedia mahu ke Madinah, berlaku

pergaduhan antara keluarga bani Asad dan Bani Mughirah. Keluarga bani Mughirah

(keluarga Ummu Salamah) tidak membenarkan Abu Salamah membawa Ummu

Salamah pergi ke Madinah manakala bani Asad ( keluarga Abu Salamah) pula tidak

membenarkan anak  mereka ( Salamah)  bersama Ummu Salamah. Setelah itu

keluarga bani Mughirah dan bani Asad merebut putera mereka dan keluarga bani Asad

berjaya mendapatkan putera Ummu Salamah. Ummu Salamah dibawa pulang oleh

keluarganya ( bani Mughirah), anaknya dibawa oleh keluarga suaminya (bani Asad)

manakala suaminya, Abu Salamah meneruskan perhijrahan ke Madinah. Maka Ummu

Salamah terpisah dengan anak dan suaminya. Namun begitu Ummu Salamah diberi

kesabaran yang tinggi untuk terus sabar melalui ujian itu.

Sejak terpisah dengan suami dan anaknya, setiap pagi Ummu Salamah akan pergi ke

tanah lapang dan duduk sambil menangis. Hal itu dilakukan selama setahun sehingga

pada suatu hari seorang sepupunya dari bani Mughirah melihatnya dan berkata kepada

keluarga bani Mughirah yang lainya;

“ Tidakkan kalian merasa simpati terhadap wanita malang itu? Kalian telah

memisahkannya dari suami dan anaknya.”

Page 39: istri rosululah

Tidak lama selepas itu keluarga bani Mughirah membenarkan Ummu Salamah pergi

mencari suaminya di Madinah. Keluarga bani Asad juga mengembalikan puteranya,

Salamah kepada Ummu Salamah. Lalu Ummu Salamah mengeluarkan untanya dan

membawa bersama  puteranya keluar mencari suaminya. Beliau memulakan perjalanan

sendirian bertemankan puteranya yang masih kecil, namun pergantungannya kepada

Allah sentiasa melebihi segala-galanya.Di dalam perjalanan, beliau bertemu dengan

Utsman bin Thalhah dan Utsman membantu perjalanannya sehingga beliau bertemu

dengan suami tercinta, Abu Salamah. Setelah bertemu dengan suaminya di Madinah,

Ummu Salamah hidup bahagia dan dapat beribadah dengan tenang dan bertaqwa serta

menggali setiap bentuk kebaikan daripada Rasulullah s.a.w.  Ummu Salamah berusaha

keras mendidik empat anaknya ( Zainab, Umar, Salamah dan Durrah) dengan

menanamkan kecintaan kepada Allah dan Rasulullah.

Ummu Salamah sangat menyokong suaminya untuk berjuang di medan jihad. Beliau

setia menyembuhkan luka-luka pada badan suaminya seusai peperangan,sehinggalah

suaminya mengalami kecederaan teruk ketika perang Uhud. Ketika terbaring menanti

detik kematian, terjadilah perbualan yang sangat mengharukan antara Abu Salamah

dan Ummu Salamah. Ziyad bin Abu Maryam menuturkan, saat itu Ummu Salamah

berkata,

“Aku mendengar bahawa jika seorang isteri ditinggal mati oleh suaminya, sementara

suaminya itu menjadi penghuni syurga, lalu isterinya tidak menikah lagi, maka Allah

akan mengumpulkan mereka kembali di dalam syurga. Kerana itu aku bersumpah

bahawa engkau tidak akan menikah lagi (seandainya aku yang mati terlebih dahulu)

dan aku tidak akan menikah lagi setelah engkau mati.”

Abu Salamah berkata, “Adakah engkau mahu taat kepadaku?”

Ummu Salamah menjawab, “ya.”

Abu Salamah berkata, “ Jika aku mati terlebih dahulu maka menikahlah lagi. Ya Allah,

jika aku mati maka berilah Ummu Salamah seorang suami yang lebih baik dariku yang

tidak akan membuatnya sedih dan tidak akan menyakitinya.”

Tidak lama selepas itu, Abu Salamah meninggal dunia. Allah memakbulkan doa Abu

Salamah apabila setelah kematian Abu Salamah, Allah mendatangkan insan paling

mulia kepada Ummu Salamah. Setelah kematian suaminya, Rasulullah s.a.w telah

datang meminang Ummu Salamah. Ummu Salamah berkahwin dengan Rasulullah

s..a.w dan termasuk dalam keluarga yang mulia dan suci. Betapa Allah mengagungkan

Ummu Salamah, keagungan yang tiada tolak bandingnya dengan dunia dan seluruh isi

dunia. Ummu Salamah menjalani kehidupan yang sangat bahagia dan barakah

Page 40: istri rosululah

bersama Rasulullah s.a.w. Ummu Salamah menjadi seorang isteri yang sangat baik

kepada Rasulullah s.a.w. Beliau banyak membantu dakwah Rasulullah s.a.w kerana

beliau memiliki pemikiran yang bernas. Diceritakan dalam satu kisah ketika perjanjian

Hudaibiyah, setelah  selesai menandatangani perjanjian damai dengan kaum musyrik,

Rasulullah s.a.w berkata kepada para sahabatnya,

“ Bersiap-siaplah, sembelihlah haiwan-haiwan korban kalian dan cukurlah rambut

kalian.”

Namun, saat itu tidak ada seorang pun sahabat yang berdiri dan melaksanakan

perintah baginda walaupun perintah itu diulang sebanyak tiga kali oleh Rasulullah s.a.w.

Melihat tidak ada tindakan dari pihak sahabatnya, Rasulullah lantas masuk ke khemah

dan menemui Ummu Salamah, menceritakan kejadian tersebut. Disinilah Ummu

Salamah memainkan peranannya dengan baik sekali. Wanita yang punya pemikiran

yang hebat ini menyelamatkan para sahabat dari derhaka kepada Rasulullah s.a.w.

Ummu Salamah berkata;

“ Wahai Nabi Allah, apakah engkau ingin sahabat-sahabatmu mengerjakan

perintahmu? Keluarlah dan jangan berbicara dengan siapa pun sebelum engkau

menyembelih haiwan korbanmu, memanggil pencukur untuk mencukur rambutmu.”

Rasulullah s.a.w mengikut saranan Ummu Salamah. Baginda keluar tanpa berbicara

dengan siapa pun lalu menyembelih haiwan korbannya serta mencukur rambutnya.

Ketika para sahabat melihat tindakan baginda, para sahabat lantas bangkit dan

menyembelih haiwan korban mereka serta mencukur rambut mereka.

Ummu Salamah juga sangat menyayangi orang-orang yang ada disekelilingnya. Beliau

akan sentiasa bahagia jika dapat memberi khabar gembira kepada orang sekelilingnya.

Beliau juga yang menyampaikan khabar kepada Abu Lubabah bahawa Allah telah

menerima taubatnya. Ummu Salamah juga pernah memujuk Rasulullah untuk

memaafkan Abu Sufyan bin Harits dan Abdullah bin Abu Umayyah. Ketika mereka

berdua ingin menemui Rasulullah s.a.w di Abwa’, mereka berusaha mengadap baginda

namun ketika melihat kedatangan mereka, Rasulullah lantas memalingkan muka

kerana tidak dapat menerima perlakuan mereka selama ini yang sangat menyakitkan

baginda. Namun Ummu Salamah bertindak memujuk Rasulullah dengan berkata;

“ Wahai Rasulullah, bagaimanapun mereka bukanlah orang yang paling menyakitimu

selama ini.”

Imam Adz-Dzahabi menyebut sifat Ummu Salamah;

Page 41: istri rosululah

“ Dia dianggap salah seorang ulama generasi sahabat.”

Bagaimana Ummu Salamah tidak mencapai darjat setinggi itu, setiap saat beliau

mendengar langsung bacaan al-quran daripada Rasulullah dan mendengar kata-kata

Nabi s.a.w dari lisan baginda. Ummu Salamah juga menjadi rujukan para sahabat

dalam beberapa persoalan hukum dan fatwa, terutama persoalan yang berkaitan

dengan wanita. Ummu Salamah juga meriwayat 378 hadis yang dihafalnya dengan

baik.

Ummu Salamah meninggal dunia ketika usianya sekitar 90 tahun dan sempat berada

dalam dalam pemerintahan Khulafah ar-Rasyidin hingga pemerintahan Yazid bin

Mu’awiyyah. Imam Adz-Dzahabi berkata;

“ Dia adalah Ummul Mukminin yang paling akhir meninggal dunia.”

Demikianlah diceritakan kisah hidup wanita agung, Hindun atau dikenali sebagai Ummu

Salamah. Betapa kemuliaan akhlaknya, kesucian hatinya  dan ketabahannya menjalani

ujian kehidupan menjadikan beliau insan yang diagungkan darjatnya oleh Allah s.w.t.

sehingga diberi tempat oleh Allah s.w.t. menjalani kehidupan yang barakah bersama

insan semulia Rasulullah s.a.w. Betapa kematangan pemikiran beliau menyumbang

kepada kejayaan dakwah Rasulullah s.a.w.Semoga ketabahan hatinya, kesetiaannya

kepada insan tersayang, kesuciaan hatinya, kesungguhannya mendidik sifat taqwa

dalam diri, kesungguhannya menanamkan rasa cinta anak-anaknya kepada Allah dan

Rasullah menjadi teladan buat kita yang sentiasa mendamba redha Ilahi. Semoga Allah

meredhai Ummu Salamah dan menjadikan syurga firdaus sebagai tempat persinggahan

terakhir buat beliau.

Page 42: istri rosululah

ZAINAB binti Jahsy Pernikahan Rasulullah saw. dengan Zainab binti Jahsy r.a. didasarkan pada perintah Allah sebagai jawaban terhadap tradisi jahiliah. Zainab binti Jahsy adalah istri Rasulullah yang berasal dan kalangan kerabat sendiri. Zainab adalah anak perempuan dan bibi Rasulullah, Umaimah binti Abdul Muththalib. Beliau sangat mencintai Zainab. A. Nasab dan Masa Pertumbuhannya Nama lengkap Zainab adalah Zainab binti Jahsy bin Ri’ab bin Ya’mar bin Sharah bin Murrah bin Kabir bin Gham bin Dauran bin Asad bin Khuzaimah. Sebelum menikah dengan Rasulullah, namanya adalah Barrah, kemudian diganti oleh Rasulullah menjadi Zainab setelah menikah dengan beliau. Ibu dari Zainab bernama Umaimah binti Abdul-Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushai. Zainab dilahirkan di Mekah dua puluh tahun sebelurn kenabian. Ayahnya adalah Jahsy bin Ri’ab. Dia tergolong pernimpin Quraisy yang dermawan dan berakhlak baik. Zainab yang cantik dibesarkan di tengah keluarga yang terhormat, sehingga tidak heran jika orang-orang Quraisy rnenyebutnya dengan perempuan Quraisy yang cantik. Zainab termasuk wanita pertarna yang memeluk Islam. Allah pun telah menerangi hati ayah dan keluarganya sehingga memeluk Islam. Dia hijrah ke Madinah bersama keluarganya. Ketika itu dia masih gadis walaupun usianya sudah layak menikah. B. Pernikahannya dengan Zaid bin Haritsah Terdapat beberapa ayat A1-Qur’an yang mernerintahkan Zainab dan Zaid melangsungkan pernikahan. Zainab berasal dan golongan terhormat, sedangkan Zaid bin Haritsah adalah budak Rasulullah yang sangat beliau sayangi, sehingga kaum muslimin menyebutnya sebagai orang kesayangan Rasulullah. Zaid berasal dari keluarga Arab yang kedua orang tuanya beragama Nasrani. Ketika masih kecil, dia berpisah dengan kedua orang tuanya karena diculik, kemudian dia dibeli oleh Hakam bin Hizam untuk bibinya, Khadijah binti Khuwailid r.a., lalu dihadiahkannya kepada Rasulullah saw. Ayah Zaid, Haritsah bin Syarahil, senantiasa mencarinya hingga dia mendengar bahwa Zaid berada di rumah Rasulullah. Ketika Rasulullah menyuruh Zaid memilih antara tetap bersama beliau atau kembali pada orang tua dan pamannya, Zaid berkata, “Aku tidak menginginkan mereka berdua, juga tidak menginginkan orang lain yang engkau pilihkan untukku. Engkau bagiku adalah ayah sekaligus paman.” Setelah itu, Rasulullah mengumumkan pembebasan Zaid dan pengangkatannya sebagai anak. Ketika Islam datang, Zaid adalah orang yang pertama kali

Page 43: istri rosululah

memeluk Islam dari kalangan budak. Dia senantiasa berada di dekat Nabi, terutama setelah dia rneninggalkan Mekah, sehingga beliau sangat mencintainya, bahkan beliau pernah bersabda tentang Zaid, “Orang yang aku cintai adalah orang yang telah Allah dan aku beri nikmat. (HR. Ahmad) Allah telah memberikan nikmat kepada Zaid dengan keislamannya dan Nabi telah memberinya nikmat dengan kebebasannya. Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau mempersaudarakan Zaid dengan Hamzah bin Abdul Muththalib. Dalam banyak peperangan, Zaid selalu bersama Rasulullah, dan tidak jarang pula dia ditunjuk untuk menjadi komandan pasukan. Tentang Zaid, Aisyah pernah berkata, “Rasulullah tidak mengirimkan Zaid ke medan perang kecuali selalu menjadikannya sebagai komandan pasukan, Seandainya dia tetap hidup, beliau pasti menjadikannya sebagai pengganti beliau.” Masih banyak riwayat yang menerangkan kedudukan Zaid di sisi Nabi saw.. Sesampainya di Madinah beliau meminang Zainab binti Jahsy untuk Zaid bin Haritsah. Semula Zainab membenci Zaid dan menentang menikah dengannya, begitu juga dengan saudara laki-lakinya. Menurut mereka, bagaimana mungkin seorang gadis cantik dan terhormat menikah dengan seorang budak? Rasulullah menasihati mereka berdua dan menerangkan kedudukan Zaid di hati beliau, sehingga turunlah ayat kepada mereka: “Dan tidaklah patut bagi laki -laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.“ (Q.S. Al-Ahzab: 36) Akhirnya Zainab menikah dengan Zaid sebagai pelaksanaan atas perintah Allah, meskipun sebenarnya Zainab tidak menyukai Zaid. Melalui pernikahan itu Nabi saw. ingin menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan di antara manusia kecuali dalam ketakwaan dan amal perbuatan mereka yang baik. Pernikahan itu pun bertujuan untuk menghilangkan tradisi jahiliah yang senang membanggakan diri dan keturunan. Akan tetapi, Zainab tetap tidak dapat menerima pernikahan tersebut karena ada perbedaan yang jauh di antara mereka berdua. Di depan Zaid, Zainab selalu membangga-banggakan dirinya sehingga menyakiti hati Zaid. Zaid menghadap Rasulullah untuk mengadukan perlakukan Zainab terhadap dirinya. Rasulullah saw. menyuruhnya untuk bersabar, dan Zaid pun mengikuti nasihat beliau. Akan tetapi, dia kembali menghadap Rasulullah dan menyatakan bahwa dirinya tidak mampu lagi hidup bersama Zainab. Mendengar itu, beliau bersabda, “Pertahankan terus istrimu itu dan bertakwalah kepada Allah.” Kemudian beliau mengingatkan bahwa pernikahan itu merupakan perintah Allah. Beberapa saat kemudian turunlah ayat, “Pertahankan terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah.” Zaid berusaha menenangkan din dan bersabar, namun tingkah laku Zainab sudah tidak dapat dikendalikan, akhirnya terjadilah talak. Selanjutnya, Zainab dinikahi Rasulullah. Prinsip dasar yang melatarbelakangi pernikahan Rasulullah dengan Zainab binti Jahsy adalah untuk menghapuskan tradisi pengangkatan anak yang berlaku pada zaman jahiliah. Artinya, Rasulullah ingin menjelaskan bahwa anak angkat tidak sama dengan anak kandung, seperti halnya Zaid bin Haritsah yang sebelum turun ayat Al-Qur’an telah diangkat sebagai anak oleh beliau. Allah SWT berfirman, “Panggillah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka,’ itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggillah mereka sebagai) saudara-saudara seagama dan maula-maulamu.” (QS. Al-Ahzab:5) Karena itu, seseorang tidak berhak mengakui hubungan darah dan meminta hak waris dan orang tua angkat (bukan kandung). Karena itulah Rasulullah menikahi Zainab setelah bercerai dengan Zaid yang sudah dianggap oleh orang banyak sebagai anak Muhammad. Allah telah menurunkan wahyu agar Zaid menceraikan istrinya kemudian dinikahi oleh Rasulullah. Pada mulanya Rasulullab tidak memperhatikan perintah tersebut, bahkan meminta Zaid mempertahankan istrinya. Allah memberikan peringatan sekali lagi dalam ayat:

Page 44: istri rosululah

 “Dan (ingatlah), ketika kamu berkata kepada orang yang Allah telah melimpahkan nikmat kepadanya dan kamu (juga) telah memberi nikmat kepadanya, ‘Tahanlah terus istrimu dan bertakwalah kepada Allah, ‘sedang kamu menyembunyikan dalam hatimu apa yang Allah akan menyatakannya, dan kamu takut kepada manusia, sedang Allah- lah yang lebih berhak untuk kamu takuti. Maka tatkala Zaid telah mengakhiri keperluan terhadap istrinya (menceraikannya), Kami kawinkan kamu dengan dia supaya tidak ada keberatan bagi orang mukmin untuk (mengawini) istri-istri anak- anak angkat mereka, apabila anak-anak angkat itu telah menyelesaikan keperluan daripada istrinya. Dan adalah ketetapan Allah itu pasti terjadi.“ (QS. Al-Ahzab:37) Ayat di atas merupakan perintah Allah agar Nabi saw. menikahi Zainab dengan tujuan meluruskan pemahaman keliru tentang kedudukan anak angkat. C. Menjadi Ummul-Mukminin Rasulullah saw. mengutus seseorang untuk mengabari Zainab tentang perintah Allah tersebut. Betapa gembiranya hati Zainab mendengar berita tersebut, dan pesta pernikahan pun segera dilaksanakan serta dihadiri warga Madinah. Zainab mulai memasuki rurnah tangga Rasulullah dengan dasar wahyu Allah. Dialah satu-satunya istri Nabi yang berasal dan kerabat dekatnya. Rasulullah tidak perlu meminta izin jika memasuki rumah Zainab sedangkan kepada istri-istri lainnya beliau selalu meminta izin. Kebiasaan seperti itu ternyata menimbulkan kecemburuan di hati istri Rasul lainnya. Orang-orang munafik yang tidak senang dengan perkembangan Islam membesar-besarkan fitnah bahwa Rasulullah telah menikahi istri anaknya sendiri. Karena itu, turunlah ayat yang berbunyi, “Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu, tetapi dia adalah Rasulullah dan penutup nabi-nabi…. “ (Qs. Al-Ahzab: 40) Zainab berkata kepada Nabi, “Aku adalah istrimu yang terbesar haknya atasmu, aku utusan yang terbaik di antara mereka, dan aku pula kerabat paling dekat di antara mereka. Allah menikahkanku denganmu atas perintah dan langit, dan Jibril yang membawa perintah tersebut. Aku adalah anak bibimu. Engkau tidak memiliki hubungan kerabat dengan mereka seperti halnya denganku.” Zainab sangat mencintai Rasulullah dan merasakan hidupnya sangat bahagia. Akan tetapi, dia sangat pencemburu terhadap istri Rasul lainnya, sehingga Rasulullah pernah tidak tidur bersamanya selama dua atau tiga bulan sebagai hukuman atas perkataannya yang menyakitkan hati Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab r.a., wanita Yahudiyah itu. Zainab bertangan terampil, menyamak kulit dan menjualnya, juga mengerjakan kerajinan sulaman, dan hasilnya diinfakkan di jalan Allah. D. Saat Wafatnya Zainab binti Jahsy adalah istri Rasulullah yang pertama kali wafat menyusul beliau, yaitu pada tahun kedua puluh hijrah, pada masa kekhalifahan Umar bin Khattab, dalarn usianya yang ke-53, dan dimakamkan di Baqi. Dalarn sebuah riwayat dikatakan bahwa Zainab berkata menjelang ajalnya, “Aku telah rnenyiapkan kain kafanku, tetapi Umar akan mengirim untukku kain kafan, maka bersedekahlah dengan salah satunya. Jika kalian dapat bersedekah dengan sernua hak-hakku, kerjakanlah dari sisi yang lain.” Sernasa hidupnya, Zainab banyak mengeluarkan sedekah di jalan Allah. Tentang Zainab, Aisyah berkata, “Semoga Allah mengasihi Zainab. Dia banyak menyamaiku dalarn kedudukannya di hati Rasulullah. Aku belum pernah melihat wanita yang lebih baik agamanya daripada Zainab. Dia sangat bertakwa kepada Allah, perkataannya paling jujur, paling suka menyambung tali silaturahmi, paling banyak bersedekah, banyak mengorbankan diri dalam bekerja untuk dapat

Page 45: istri rosululah

bersedekah, dan selalu mendekatkan diri kepada Allah. Selain Saudah, dia yang memiliki tabiat yang keras.” Semoga Allah memberikan kemuliaan kepadanya (Sayyidah Zainab Binti Jahsy) di akhirat dan ditempatkan bersama hamba-hamba yang saleh. Amin. (Dinukil dari buku Dzaujatur-Rasulullah SAW, karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh, [ed. Indonesia: Istri Rasulullah, Contoh dan Teladan, penerjemah: Ghufron Hasan, penerbit Gema Insani Press, Cet. Ketiga, Jumadil Akhir 1420H)]

Kisah-kisah teladan : Juwairiyah Binti al-Harits

Beliau adalah Juwairiyah Binti al-Harits Bin Abi Dhirar bin al-Habib al-Khuza’iyah al-Mushthaliqiyyah.Beliau adalah secantik-cantik seorang wanita. Beliau termasuk wanita yang ditawan tatkala kaum muslimin mengalahkan Bani Mushthaliq pada saat perang Muraisi’.Hasil Undian Juwairiyyah adalah bagian untuk Tsabit Bin Qais bin syamas atau anak pamannya, tatkala itu Juwairiyyah berumur 20 tahun. Dan akhirnya beliau selamat dari kehinaan sebagai tawanan/rampasan perang dan kerendahannya.

Beliau menulis untuk Tsabit bin Qais (bahwa beliau hendak menebus dirinya), kemudian mendatangi Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam agar mau menolong untuk menebus dirinya. Maka menjadi iba-lah hati Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa sallam melihat kondis seorang wanita yang mulanya adalah seorang sayyidah merdeka yang mana dia memohon beliau untuk mengentaskan ujian yang menimpa dirinya. Maka beliau bertanya kepada Juwairiyyah: ”Maukah engkau mendapatkan hal yang

Page 46: istri rosululah

lebih baik dari itu ?”. Maka dia menjawab dengan sopan: ”Apakah itu Ya Rasulullah ?”. Beliau menjawab: ”Aku tebus dirimu kemudian aku nikahi dirimu!”. Maka tersiratlah pada wajahnya yang cantik suatu kebahagiaan sedangkan dia hampir-hampir tidak perduli dengan kemerdekaan dia karena remehnya. Beliau menjawab:”Mau Ya Rasulullah”. Maka Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:” Aku telah melakukannya”.‘Aisyah, Ummul Mukmini berkata:”Tersebarlah berita kepada manusia bahwa Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam telah menikahi Juwairiyyah binti al-Harits bin Abi Dhirar. Maka orang-orang berkata:”Kerabat Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam! Maka mereka lepaskan tawanan perang yang mereka bawa, maka sungguh dengan pernikahan beliau Shallallâhu ‘alaihi wa sallam dengan Juwairiyyah manjadi sebab dibebaskannya seratus keluarga dari Bani Mushthaliq. Maka aku tidak pernah mengetahui seorang wanita yang lebih berkah bagi kaumnya daripada Juwairiyyah.Dan Ummul Mukminin ‘Aisyah menceritakan perihal pribadi Juwairiyyah:”Juwairiyyah adalah seorang wanita yang manis dan cantik, tiada seorangpun yang melihatnya melainkan akan jatuh hati kepadanya. Tatkala Juwairiyyah meminta kepada Rasulullah untuk membebaskan dirinya sedangkan -demi Allah- aku telah melihatnya melalui pintu kamarku, maka aku merasa cemburu karena menduga bahwa Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam akan melihat sebagaimana yang aku lihat.Maka masuklah pengantin wanita, Sayyidah Bani Mushthaliq kedalam rumah tangga Nubuwwah. Pada Mulanya, nama Beliau adalah Burrah namun Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam menggantinya dengan Juwairiyyah karena khawatir dia dikatakan keluar dari biji gandum.Ibnu Hajar menyebutkan di dalam kitabnya, al-Ishabah tentang kuatnya keimanan Juwairiyyah radhiallaahu ‘anha. Beliau berkata: ”Ayah Juwairiyyah mendatangi Rasul dan berkata: ”Sesungguhnya anakku tidak berhak ditawan karena terlalu mulia dari hal itu. Maka Nabi Shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Bagaimana pendapatmu seandainya anakmu disuruh memilih di antara kita; apakah anda setuju?”.“Baiklah”, katanya. Kemudian ayahnya mendatangi Juwairiyyah dan menyuruhnya untuk memilih antara dirinya dengan Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam. Maka beliau menjawab:”Aku memilih Allah dan Rasul-Nya”.Ibnu Hasyim meriwayatkan bahwa akhirnya ayah beliau yang bernama al-Harits masuk Islam bersama kedua putranya dan beberapa orang dari kaumnya. Ummul Mukminin, Juwairiyyah wafat pada tahun 50 H. Ada pula yang mengatakan tahun 56 H.Semoga Allah merahmati Ummul Mukminin, Juwairiyyah karena pernikahannya dengan Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam membawa berkah dan kebaikan yang menyebabkan kaumnya, keluarganya dan orang-orang yang dicintainya berpindah dari memalingkan ibadah untuk selian Allah dan kesyirikan menuju kebebasan dan cahaya Islam beserta kewibawaannya. Hal itu merupakan pelajaran bagi mereka yang bertanya-tanya tentang hikmah Rasulullah Shallallâhu ‘alaihi wa sallam beristri lebih dari satu.

Page 47: istri rosululah

JUWAIRIYAH BINTI AL-HARITS SEBAGAI ASBAB HIDAYAH BAGI KAUMNYAJanuary 26, 2011 · by aan · in Ummul Mukminin

Parasnya begitu cantik, luas ilmunya dan mulia akhlaknya. Begitulah sejarah Islam melukiskan Juwairiyah binti Al-Harits. Sejatinya, ia bernama Barrah.Wanita itu berasal dari Bani Musthaliq yang menyembah berhala. Ayahnya, Al-Harits, adalah pemimpin kaumnya yang gemar menyembah patung dan sangat memusuhi Islam.

Barrah sempat menikah dengan seorang pemuda yang bernama Musafi’ bin Shafwan. Ayahnya berencana untuk menyerang kaum Muslimin di Madinah. Bani Musthaliq sangat bernafsu untuk mengalahkan pasukan tentara Islam dan mengambil alih kekuasaan di antara suku-suku Arab. Rencana itupun sampai ke telinga Rasulullah SAW.

Untuk memastikan kabar itu, Nabi SAW lalu menugaskan Buraidah bin Al-Hushaid untuk memastikan kebenaran informasi itu. Ternyata, rencana penyerangan yang akan dilakukan Bani Musthaliq itu tak sekedar isu melainkan kenyataan. Rasulullah pun menyusun kekuatan dan menyerang terlebih dahulu.

Pertempuran tentara Islam melawan kaum kafir dari Bani Musthaliq itu dikenal sebagai perang Perang Muraisi’ dan terjadi pada bulan Sya’ban tahun kelima Hijrah. Dalam pertempuran itu, umat Islam meraih kemenangan. Pemimpin bani Musthaliq, Al-Harits melarikan diri dari medan peperangan dan suami Barrah tewas terbunuh.

Seluruh penduduk yang selamat, termasuk Barrah menjadi tawanan. Sebagai seorang terpelajar, mengetahui dirinya menjadi tawanan, Barrah mengajukan tawaran untuk membebaskan diri. Ia lalu mencoba bernegosiasi dan meminta bertemu dengan Nabi SAW. Upayanya membuahkan hasil.

Page 48: istri rosululah

“Ya Rasulullah, aku Barrah, putri dari Al Harits. Ayahku adalah pemimpin kaumku. Sekarang aku ditimpa kemalangan dengan menjadi tawanan perang dan jatuh ke tangan Tsabit bin Qais. Ia memang lelaki baik, tidak pernah berlaku buruk padaku. Namun ketika kukatakan aku ingin menebus diri, ia membebaniku dengan sembilan keping emas. Maka kupikir lebih baik minta perlindungan padamu. Tolong, bebaskan aku!” ujarnya.

Nabi SAW berpikir sejenak. Lalu Rasulullah SAW balik bertanya, “Maukah engkau yang lebih baik dari itu?”

Seketika Barrah tercengang dan balik bertanya, “Apakah gerangan itu, wahai Rasulullah?

Lalu Nabi SAW berkata, “Aku tebus dirimu, lalu kunikahi engkau.”

Mendengar jawaban Nabi SAW, wajah Barrah pun berubah berseri-seri.

“Baiklah, wahai Rasulullah,” tutur Burdah. Lalu Rasulullah SAW menikahinya dan nama Barrah pun diganti menjadi Juwairiyah.

Seperti diriwayatkan Aisyah RA, kabar pernikahan Rasulullah dan Juwairiyah menyebar cepat di kalangan kaum Muslimin. Secara tak terduga, pernikahan itu menjadi berkah bagi kaum Bani Musthaliq yang tertawan dan menjadi budak. Para sahabat membebaskan semua tawanan yang masih memiliki hubungan kekerabatan dengan Juwairiyah. Dan makin banyak yang berbondong-bondong masuk agama islam

Page 49: istri rosululah

kisah istri rosulullah Maimunah Binti Harits al-Hilaliyah (Wafat 50 H)

Maimunah binti al-Harits al-Hilaliyah adalah istri Nabi yang sangat mencintai beliau dengan tulus selama

mengarungi bahtera numah tangga bersama. Dialah satu-satunya wanita yang dengan ikhlas

menyerahkan dirnya kepada kepada Rasulullah ketika keluarganya hidup dalam kebiasaan jahiliah. Allah

telah menurunkan ayat yang berhubungan dengan dirinya:

“.. dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau mengawininya,

sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukminin…” (QS. Al-Ahzab:50)

Ayat di atas merupakan kesaksian Allah terhadap ke ikhlasan Maimunah kepada Allah dan Rasul-Nya.

Bagaimana rnungkin Rasulullah menolak wanita yang dengan suka rela menyerahkan dirinya. Hal itu

menunjukkan kadar ketakwaan dan keirnanan Maimunah. Selain itu, wanita itu berasal dari keturunan

yang baik. Kakak kandungnya, Ummul-Fadhal, adalah istri Abbas bin Abdul-Muththalib (paman Nabi) dan

wanita yang pertarna kali merneluk Islam setelah Khadijah. Saudara perempuan seibunya adalah Zainab

binti Khuzaimah (istri Nabi Shallallahu alaihi wassalam.), Asma binti Urnais (istri Ja’far bin Abu Thalib),

dan Salma binti Umais (istri Hamzah bin Abdul-Muththalib).

Nasab, Masa Pertumbuhan, dan Pernikahan

Nama lengkap Mairmnah adalah Barrah binti al-Harits bin Hazm bin Bujair bin Hazm bin Rabiah bin

Abdullah bin Hilal bin Amir bin Sha’shaah. Ibunya bernama Hindun binti Aus bin Zubai bin Harits bin

Hamathah bin Jarsy.

Dalam keluarganya, Maimunah termasuk dalam tiga bersaudara yang memeluk Islam. Ibnu Abbas

meriwayatkan dari Rasulullah, “Al-Mu’minah adalah tiga bersaudara, yaitu Maimunah, Ummu-Fadhal, dan

Asma’.” Maimunah dilahirkan enam tahun sebelum masa kenabian, sehingga dia mengetahui saat-saat

orang-orang hijrah ke Madinah. Dia banyak terpengaruh oleh peristiwa hijrah tersebut, dan juga banyak

Page 50: istri rosululah

dipengaruhi kakak perempuannya, Ummul-Fadhal, yang telah lebih dahulu memeluk Islam, namun dia

menyembunyikan keislamannya karena merasa bahwa lingkungannya tidak mendukung.

Tentang suaminya, banyak riwayat yang memperselisihkannya, namun ada juga kesepakatan mereka

tentang asal-usul suaminya yang berasal dan keluarga Abdul-Uzza (Abu Lahab). Sebagian besar riwayat

mengatakan bahwa nama suaminya adalah Abu Rahm bin Abdul-Uzza, seorang muysrik yang mati

dalam keadaan syirik. Suaminya meninggalkan Maimunah sebagai janda pada usia 26 tahun.

Kekokohan Iman

Setelah suaminya meninggal, dengan leluasa Maimunah dapat menyatakan keimanan dan kecintaannya

kepada Rasulullah. Sehingga dengan suka rela dia menyerahkan dirinya kepada Rasulullah untuk

dinikahi sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Hisyam dalam A1-Ishabah-nya Ibnu Hajar dari referensi az-

Zuhri.

Tentang penyerahan Maimunah kepada Nabi Shallallahu alaihi wassalam. ini telah dinyatakan dalam Al-

Qur’an surat al-Ahzab:50. Maimunah tinggal bersama saudara perempuannya, Ummul Fadhal, istri

Abbas bin Abdul Muththalib. Suatu ketika, kepada kakaknya, Maimunah menyatakan niat penyerahan

dirinya kepada Rasulullah. Ummul-Fadhi menyampaikan berita itu kepada suaminya sehingga Abbas pun

mengabarkannya kepada Rasulullah. Rasulullah mengutus seseorang kepada Abbas untuk meminang

Maimunah. Betapa gembiranya perasaan Maimunah setelah mengetahui kesediaan Rasulullah menikahi

dirinya.

Mimpi yang Menjadi Kenyataan

Pada tahun berikutnya, setelah perjanjian Hudaibiyah, Rasulullah bersama kaum muslimin memasuki

Mekah untuk melaksanakan ibadah umrah. Sesuai dengan isi perjanjian Hudaibiyah, Nabi diizinkan untuk

menetap di sana selama riga hari, namun orang-orang Quraisy menolak permintaan Nabi dan kaum

muslimin untuk berdiam di sana lebih dari tiga hari. Kesempatan itu digunakan Rasulullah Shallallahu

alaihi wassalam. Untuk melangsungkan pernikahan dengan Maimunah. Setelah pernikahan itu, beliau

dan kaum muslirnin rneninggalkan Mekah.

Maimunah mulai memasuki kehidupan rumah tangga Rasulullah dan beliau menempatkannya di kamar

tersendiri. Maimunah memperlakukan istri-istri beliau yang lain dengan baik dan penuh hormat dengan

tujuan mendapatkan kerelaan hati beliau semata.

Tentang Maimunah, Aisyah menggambarkannya sebagai berikut. “Demi Allah, Maimunah adalah wanita

yang baik kepada kami dan selalu menjaga silaturahmi di antara kami.” Dia dikenal dengan

kezuhudannya, ketakwaannya, dan sikapnya yang selalu ingin mendekatkan diri kepada Allah. Riwayat-

riwayat pun menceritakan penguasaan ilmunya yang luas.

Saat Wafatnya

Page 51: istri rosululah

Pada masa pemerintahan Khalifah Mu’awiyah bin Abi Sufyan, bertepatan dengan perjalanan kembali dari

haji, di suatu tempat dekat Saraf, Maimunah merasa ajalnya menjelang tiba. Ketika itu dia berusia

delapan puluh tahun, bertepatan dengan tahun ke-61 hijriah. Dia dimakamkan di tempat itu juga

sebagaimana wasiat yang dia sampaikan. Menurut sebagian riwayat, dia adalah istri Nabi yang terakhir

meninggal. Semoga Allah memberi tempat yang layak di sisi-Nya. Amin.

Ummu HabibahUmmu Habibah atau nama sebenarnya Ramlah Binti Abu Sufyan. Inilah

serikandi islam yang patut dijadikan teladan bagi muslimah zaman

sekarang. Bagaimana tidak? orang-orang terdekat dan dicintainya

merupakan musuh baginya. Mereka berusaha memurtadkan dan

memalingkannya dari jalan kebenaran. Dialah salah seorang ummul

mukminin yang banyak diuji keimanannya.

Ramlah Binti Abu Sufyan merupakan puteri kepada seorang pemimpin

Quraisy dan orang-orang musyrik hingga penaklukan Mekah. Namun,

Ramlah binti Abu Sufyan tetap beriman sekalipun ayahnya memaksa

dirinya untuk kafir ketika itu. Abu Sufyan tidak mampu memaksa

anaknya ketika itu kerana anaknya menunjukkan pendirian yang kuat

dan semangat yang tekad. Ramlah Binti Abu Sufyan rela menanggung

beban yang melelahkan dan berat kerana memperjuangkan

akidahnya.

Pada mulanya, beliau menikah dengan Ubaidullah bin Jahsy, seorang

muslim seperti beliau. Tatkala kekejaman kaum kafir terhadap kaum

muslimin, Ramlah berhijrah menuju Habsyah bersama suaminya.

Disanalah beliau melahirkan seorang anak perempuan, yang diberi

nama Habibah. Dengan nama anaknya inilah beliau digelar

dengan Kun` yah Ummu Habibah.

Ummu habibah senantiasa bersabar dalam memikul beban lantaran

memperjuangkan dirinya yang dalam keterasingan dan hanya seorang

diri, jauh dari keluarga dan kampung halaman. Bahkan terjadi musibah

Page 52: istri rosululah

yang tidak dia sangka sebelumnya.

Beliau bercerita,

"Aku melihat dalam mimpi, suamiku dengan bentuk yang sangat buruk

dan menakutkan. Aku pun terperanjat dan bangun, kemudian aku

memohon perlindungan kepada Allah SWT dari hal itu. Ternyata

tatkala pagi suamiku telah memeluk agama Nasrani. Kuceritakan

mimpiku kepadanya, namun ia tidak mengubah pendiriannya." 

Suaminya mencuba dengan segala kemampuan untuk

memurtadkannya, namun Ummu Habibah tetap istiqamah. Bahkan

beliau berusaha mengajak suaminya untuk kembali ke Islam, walaupun

ditolak mentah-mentah dan malah suaminya semakin asyik dengan

khamr. Hal ini berterusan hingga ia meninggal. Hari-hari berlalu di

bumi hijrah, dengan ujian-ujian berat menemani Ummu Habibah.

Tetapi dengan keimanan yang dikaruniakan Allah SWT, dirinya mampu

menghadapinya.

Suatu malam, dia melihat dalam mimpinya ada yang memanggilnya;

"Wahai ummu mukminin...!"

Beliaupun terperanjat bangun. Beliau menakwilkan mimpi tersebut

bahwa Rasulullah SAW kelak akan menikahinya. Setelah selesai masa

iddah-nya, tiba-tiba ada seorang budak wanita (jariyah) dari Raja

Najasyi yang memberitahukan kepada beliau bahwa Rasulullah SAW

telah meminangnya.

Alangkah bahagianya beliau mendengar khabar gembira tersebut.

Sehingga beliau berkata;

"Semoga Allah memberikan khabar gembira untukmu" 

Kerana terlalu gembira dengan khabar itu, beliau menanggalkan

gelang kakinya lalu diberikan kepada budak wanita yang membawakan

Page 53: istri rosululah

perkhabaran tersebut. Setelah itu, beliau meminta Khalid bin Sa'id bin

Al-‘Ash untuk menjadi wakil baginya menerima lamaran Raja Najasy.

Rasulullah bertemu dengannya pada tahun ke enam atau ke tujuh

Hijriyah. Ketika itu Ummu Habibah berumur 40 tahun. Ummu Habibah

menempatkan urusan agama pada tempat yang pertama. Beliau

utamakan akidahnya daripada keluarga. Beliau menyatakan bahwa

kesetiaan beliau adalah tidak berbelah bahagi untuk Allah dan Rasul-

Nya bukan untuk seorang pun selain keduanya.

Ummu Habibah Binti Abu Sufyan (Wafat 44 H/664 M)Posted on 20 Juni 2008. Filed under: Isteri-isteri Nabi, Wanita | Kaitkata:Biografi, Hadits, Ibu, isteri-isteri rasulullah, istri nabi, Jejak, Kisah,Motivasi, Muslim, Muslimah, Perempuan, Salaf, Sejarah, Tauladan, Ulama, ummul mukminin, Wanita, Wanita Sholehah |

Dalam perjalanan hidupnya, Ummu Habibah banyak mengalami penderitaan

dan cobaan yang berat. Setelah memeluk Islam, dia bersama suaminya

hijrah ke Habasyah. Di sana, ternyata suaminya murtad dari agama Islam

dan beralih memeluk Nasrani. Suaminya kecanduan minuman keras, dan

meninggal tidak dalam agama Islam. Dalam kesunyian hidupnya, Ummu

Habibah selalu diliputi kesedihan dan kebimbangan karena dia tidak dapat

berkumpul dengan keluarganya sendiri di Mekah maupun keluarga suaminya

karena mereka sudah menjauhkannya. Apakah dia harus tinggal dan hidup

di negeri asing sampai wafat?

Allah tidak akan membiarkan hamba-Nya dalam kesedihan terus-menerus.

Ketika mendengar penderitaan Ummu Habibah, hati Rasulullah sangat

tergerak sehingga beliau menikahinya dan Ummu Habibah tidak lagi berada

dalam kesedihan yang berkepanjangan. Hal itu sesuai dengan firman Allah

bahwa: Nabi itu lebih utama daripada orang lain yang beriman, dan istri-istri

beliau adalah ibu bagi orang yang beriman.

Keistimewaan Ummu Habibah di antara istri-istri Nabi lainnya adalah

kedudukannya sebagai putri seorang pemimpin kaum musyrik Mekah yang

Page 54: istri rosululah

memelopori pernentangan terhadap dakwah Rasulullah dan kaum muslimin,

yaitu Abu Sufyan.

Masa Kecil dan Nasab Pertumbuhannya

Ummu Habibah dilahirkan tiga belas tahun sebelum kerasulan Muhammad

Shalalahu ‘Alaihi Wasallam dengan nama Ramlah binti Shakhar bin Harb bin

Unayyah bin Abdi Syams. Ayahnya dikenal dengan sebutan Abu Sufyan.

Ibunya bernama Shafiyyah binti Abil Ashi bin Umayyah bin Abdi Syams, yang

merupakan bibi sahabat Rasulullah, yaitu Utsman bin Affan radhiyallahu

‘anhu. Sejak kecil Ummu Habibah terkenal memiliki kepribadian yang kuat,

kefasihan dalam berbicara, sangat cerdas, dan sangat cantik.

Pernikahan, Hijrah, dan Penderitaannya

Ketika usia Ramlah sudah cukup untuk menikah, Ubaidillah bin Jahsy

mempersunting- nya, dan Abu Sufyan pun menikahkan mereka. Ubaidillah

terkenal sebagai pemuda yang teguh memegang agama Ibrahirn

‘alaihissalam. Dia berusaha menjauhi minuman keras dan judi, serta berjanji

untuk memerangi agama berhala. Ramlah sadar bahwa dirinya telah

menikah dengan seseorang yang bukan penyembah berhala, tidak seperti

kaumnya yang membuat dan menyembah patung-patung. Di dalam hatinya

terbesit keinginan untuk mengikuti suaminya memeluk agama Ibrahim

‘alaihissalam.

Sementara itu, di Mekah mulai tersebar berita bahwa Muhammad datang

membawa agama baru, yaitu agama Samawi yang berbeda dengan agama

orang Quraisy pada umumnya. Mendengar kabar itu, hati Ubaidillah

tergugah, kemudian menyatakan dirinya memeluk agama baru itu. Dia pun

mengajak istrinya, Ramlah, untuk memeluk Islam bersamanya.

Mendengar misi Muhammad berhasil dan maju pesat, orang-orang Quraisy

menyatakan perang terhadap kaum muslimin sehingga Rasulullah

memerintahkan kaum muslimin untuk berhijrah ke Habasyah. Di antara

mereka terdapat Ramlah dan suaminya, Ubaidillah bin Jahsy. Setelah

beberapa lama mereka menanggung penderitaan berupa penganiayaan,

pengasingan, bahkan pengusiran dan keluarga yang terus mendesak agar

mereka kembali kepada agama nenek moyang. Ketika itu Ramlah tengah

mengandung bayinya yang pertama. Setibanya di Habasyah, bayi Ramlah

Page 55: istri rosululah

lahir yang kemudian diberi nama Habibah. Dari nama bayi inilah kemudian

nama Ramlah berubah menjadi Ummu Habibah.

Selama mereka di Habasyah terdengar kabar bahwa kaum muslimin di

Mekah semakin kuat dan jumlahnya bertambah sehingga mereka

menetapkan untuk kembali ke negeri asal mereka. Sementara itu, Ummu

Habibah dan suaminya memilih untuk menetap di Habasyah. Di tengah

perjalanan, rombongan kaum muslimin yang akan kembali ke Mekah

mendengar kabar bahwa keadaan di Mekah masih gawat dan orang-orang

musyrik semakin meningkatkan tekanan dan boikot terhadap kaum

muslimin. Akhirnya mereka memutuskan untuk kembali ke Habasyah.

Beberapa tahun tinggal di Habasyah, kaum muslimin sangat mengharapkan

kesedihan akan cepat berlalu dan barisan kaum muslimin menjadi kuat,

namun kesedihan belum habis. Kondisi itulah yang menyebabkan Ubaidillah

memiliki keyakinan bahwa kaum muslimin tidak akan pernah kuat.

Tampaknya dia sudah putus asa sehingga sedikit demi sedikit hatinya mulai

condong pada agama Nasrani, agama orang Habasyah.

Ummu Habibah mengatakan bahwa dia memimpikan sesuatu, “Aku melihat

suamiku berubah menjadi manusia paling jelek bentuknya. Aku terkejut dan

berkata, ‘Demi Allah, keadaannya telah berubah.’ Pagi harinya Ubaidillah

berkata, ‘Wahai Ummu Habibah, aku melihat tidak ada agama yang lebih

baik daripada agama Nasrani, dan aku telah menyatakan diri untuk

memeluknya. Setelah aku memeluk agama Muhammad, aku akan memeluk

agama Nasrani.’ Aku berkata, ‘Sungguhkah hal itu baik bagimu?’ Kemudian

aku ceritakan kepadanya tentang mimpi yang aku lihat, namun dia tidak

mempedulikannya. Akhirnya dia terus-menerus meminum minuman keras

sehingga merenggut nyawanya.”

Demikianlah, Ubaidillah keluar dari agama Islam yang telah dia pertaruhkan

dengan hijrah ke Habasyah, dengan menanggung derita, meninggalkan

kampung halaman bersama istri dan anaknya yang masih kecil. Ubaidillah

pun berusaha mengajak istrinya untuk keluar dari Islam, namun usahanya

sia-sia karena Ummu Habibah tetap kokoh dalam Islam dan

mempertahankannya hingga suaminya meninggal. Ummu Habibah merasa

terasing di tengah kaum muslimin karena merasa malu atas kemurtadan

suaminya. Baginya tidak ada pilihan lain kecuali kembali ke Mekah, padahal

Page 56: istri rosululah

orang tuanya, Abu Sufyan, sedang gencar menyerang Nabi dan kaum

muslimin. Dalam keadaan seperti itu, Ummu Habibah merasa rumahnya

tidak aman lagi baginya, sementara keluarga suaminya telah meninggalkan

rumah mereka karena telah bergabung dengan Rasulullah. Akhirnya, dia

kembali ke Habasyah dengan tanggungan derita yang berkepanjangan dan

menanti takdir dari Allah.

Menjadi Ummul-Mukminin

Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam selalu memantau keadaan umat

Islam, tidak saja yang berada di Mekah dan Madinah, tetapi juga yang di

Habasyah. Ketika memantau Habasyahlah beliau mendengar kisah tentang

Ummu Habibah yang ditinggalkan Ubaidillah dengan derita yang

ditanggungnya selama ini. Hati beliau terketuk dan berniat menikahinya.

Ummu Habibah menceritakan mimpi dan kehidupannya yang suram. Dia

berkata, “Dalam tidurku aku melihat seseorang menjumpaiku dan

memanggilku dengan sebutan Ummul-Mukminin. Aku terkejut. Kemudian

aku mentakwilkan bahwa Rasulullah akan menikahiku.” Dia melanjutkan,

“Hal itu aku lihat setelah masa iddahku habis. Tanpa aku sadari seorang

utusan Najasyi mendatangiku dan meminta izin, dia adalah Abrahah,

seorang budak wanita yang bertugas mencuci dan memberi harum-haruman

pada pakaian raja. Dia berkata, ‘Raja berkata kepadamu, ‘Rasulullah

mengirimku surat agar aku mengawinkan kamu dengan beliau.” Aku

menjawab, ‘Allah memberimu kabar gembira dengan membawa kebaikan.’

Dia berkata lagi, ‘Raja menyuruhmu menunjuk seorang wali yang hendak

mengawinkanmu’. Aku menunjuk Khalid bin Said bin Ash sebagai waliku,

kemudian aku memberi Abrahah dua gelang perak, gelang kaki yang ada di

kakiku, dan cincin perak yang ada di jari kakiku atas kegembiraanku karena

kabar yang dibawanya.” Ummu Habibah kembali dan Habasyah bersama

Syarahbil bin Hasanah dengan membawa hadiah-hadiah dari Najasyi, Raja

Habasyah.

Berita pernikahan Ummu Habibah dengan Rasulullah merupakan pukulan

keras bagi Abu Sufyan. Tentang hal itu, Ibnu Abbas meriwayatkan firman

Allah, “Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan

orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. …“ (QS. Al-Mumtahanah:

Page 57: istri rosululah

7). Ayat ini turun ketika Nabi Shalalahu ‘Alaihi Wassalam. menikahi Ummu

Habibah binti Abi Sufyan.

Hidup bersama Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam

Rasululullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam mengutus Amru bin Umayyah ke

Habasyah dengan membawa dua tugas, yaitu mengabari kaum Muhajirin

untuk kembali ke negeri mereka (Madinah) karena posisi kaum muslimin

sudah kuat serta untuk meminang Ummu Habibah untuk Rasulullah. Di

tengah perjalanan kembali ke Madinah mereka mendengar berita

kemenangan kaum muslimin atas kaum Yahudi di Khaibar. Kegembiraan itu

pun mereka rasakan di Madinah karena saudara mereka telah kembali dari

Habasyah. Rasulullah menyambut mereka yang kembali dengan suka cita,

terlebih dengan kedatangan Ummu Habibah. Beliau mengajak Ummu

Habibah ke dalam rumah, yang ketika itu bersamaan juga dengan

pernikahan beliau dengan Shafiyyah binti Huyay bin Akhtab, putri salah

seorang pimpinan Yahudi Khaibar yang ditawan tentara Islam. Ketika itu Nabi

membebaskan dan menikahinya. Istri-istri Rasulullah lainnya menyambut

kedatangan Ummu Habibah dengan hangat dan rasa hormat, berbeda

dengan penyambutan mereka terhadap Shafiyyah.

Perjalanan hidup Ummu Habibah di tengah keluarga Rasulullah tidak banyak

menimbulkan konflik antar istri atau mengundang amarah beliau. Selain itu,

belum juga ada riwayat yang mengisahkan tingkah laku Ummu Habibah

yang menunjukkan rasa cemburu.

Posisi yang Sulit

Telah kita sebutkan di atas tentang posisi Ummu Habibah yang istimewa di

antara istri-istri Rasulullah. Ayahnya adalah seorang pemimpin kaum

musyrik ketika Ummu Habibah mendapat cahaya keimanan, dan dia

menghadapi kesulitan ketika harus menjelaskan keyakinan itu kepada orang

tuanya.

Orang-orang Quraisy mengingkari perjanjian yang telah mereka tanda-

tangani di Hudaibiyah bersama Rasulullah. Mereka menyerang dan

membantai Bani Qazaah yang telah terikat perjanjian perlindungan dengan

kaum muslimin. Untuk mengantisipasi hal itu, Rasulullah berinisiatif

menyerbu Mekah yang di dalamnya tinggal Abu Sufyan dan keluarga Ummu

Page 58: istri rosululah

Habibah. Orang-orang Quraisy Mekah sudah mengira bahwa kaum muslimin

akan menyerang mereka sebagai balasan atas pembantaian atas Bani

Qazaah yang mereka lakukan. Mereka sudah mengetahui kekuatan pasukan

kaum muslimin sehingga mereka memilih jalan damai. Diutuslah Abu Sufyan

yang dikenal dengan kemampuan dan kepintarannya dalam berdiplomasi

untuk berdamai dengan Rasulullah.

Sesampainya di Madinah, Abu Sufyan tidak langsung menemui Rasulullah,

tetapi terlebih dahulu menemui Ummu Habibah dan berusaha memperalat

putrinya itu untuk kepentingannya. Betapa terkejutnya Ummu Habibah

ketika melihat ayahnya berada di dekatnya setelah sekian tahun tidak

berjumpa karena dia hijrah ke Habasyah. Di sinilah tampak keteguhan iman

dan cinta Ummu Habibah kepada Rasulullah. Abu Sufyan menyadari

keheranan dan kebingungan putrinya, sehingga dia tidak berbicara. Akhirnya

Abu Sufyan masuk ke kamar dan duduk di atas tikar. Melihat itu, Ummu

Habibah segera melipat tikar (kasur) sehingga tidak diduduki oleh Abu

Sufyan. Abu Sufyan sangat kecewa melihat sikap putrinya, kemudian

berkata, “Apakah kau melipat tikar itu agar aku tidak duduk di atasnya atau

menyingkirkannya dariku?” Ummu Habibah menjawab, “Tikar ini adalah alas

duduk Rasulullah, sedangkan engkau adalah orang musyrik yang najis. Aku

tidak suka engkau duduk di atasnya.” Setelah itu Abu Sufyan pulang dengan

merasakan pukulan berat yang tidak diduga dari putrinya. Dia merasa bahwa

usahanya untuk menggagalkan serangan kaum muslimin ke Mekah telah

gagal. Ummu Habibah telah menyadari apa yang akan terjadi. Dia yakin

akan tiba saatnya pasukan muslim menyerbu Mekah yang di dalamnya

terdapat keluarganya, namun yang dia ingat hanya Rasulullah. Dia

mendoakan kaum muslimin agar memperoleh kemenangan.

Allah mengizinkan kaum muslimin untuk membebaskan Mekah. Rasulullah

bersama ribuan tentara Islam memasuki Mekah. Abu Sufyan merasa dirinya

sudah terkepung puluhan ribu tentara. Dia merasa bahwa telah tiba saatnya

kaum muslimin membalas sikapnya yang selama ini menganiaya dan

menindas mereka. Rasulullah sangat kasihan dan mengajaknya memeluk

Islam. Abu Sufyan menerima ajakan tersebut dan menyatakan keislamannya

dengan kerendahan diri. Abbas, paman Rasulullah, meminta beliau

menghormati Abu Sufyan agar dirinya merasa tersanjung atas

kebesarannya. Abbas berkata, “Sesungguhnya Abu Sufyan itu seorang yang

Page 59: istri rosululah

sangat suka disanjung.” Di sini tampaklah kepandaian dan kebijakan

Rasulullah. Beliau menjawab, “Barang siapa yang memasuki rumah Abu

Sufyan, dia akan selamat. Barang siapa yang menutup pintu rumahnya, dia

pun akan selamat. Dan barang siapa yang memasuki Masjidil Haram, dia

akan selamat.” Begitulah Rasulullah menghormati kebesaran seseorang, dan

Allah telah memberi jalan keluar yang baik untuk menghilangkan kesedihan

Ummu Habibah dengan keislaman ayahnya.

Akhir sebuah Perjalanan

Setelah Rasulullah Shalalahu ‘Alaihi Wassalam. wafat, Ummu Habibah hidup

menyendiri di rumahnya hanya untuk beribadah dan mendekatkan diri

kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dalam kejadian fitnah besar atas

kematian Utsman bin Affan, dia tidak berpihak kepada siapa pun. Bahkan

ketika saudaranya, Mu’awiyah bin Abu Sufyan, berkuasa, sedikit pun dia

tidak berusaha mengambil kesempatan untuk menduduki posisi tertentu. Dia

juga tidak pernah menyindir Ali bin Abi Thalib lewat sepatah kata pun ketika

bermusuhan dengan saudaranya itu. Dia pun banyak meriwayatkan hadits

Nabi yang kemudian diriwayatkan kembali oleh para sahabat. Di antara

hadits yang diriwayatkannya adalah: “Aku mendengar Rasulullah bersabda,

“Barang siapa yang shalat sebanyak dua belas rakaat sehari semalam,

niscaya Allah akan membangun baginya rumah di surga.’ Ummu Habibah

berkata, “Sungguh aku tidakpernah meninggalkannya setelab aku

mendengar dari Rasulullah Shalalahu ‘Alaihi Wassalam.” (HR. Muslim)

Ummu Habibah wafat pada tahun ke-44 hijrah dalam usia tujuh puluh tahun.

Jenazahnya dikuburkan di Baqi’ bersama istri-istri Rasulullah yang lain.

Semoga Allah memberinya kehormatan di sisi-Nya dan menempatkannya di

tempat yang layak penuh berkah. Amin.

Page 60: istri rosululah

Shofiyyah binti Huyay bin Akhtob RA. (628–672 M)

Status ketika menikah: Janda dari Kinanah, salah seorang tokoh Yahudi yang

terbunuh dalam perang Khaibar.

Periode menikah: 628 M, tahun ke-7 Hijriyah.

Anak: tidak ada.

Fakta penting: Shafiyah adalah istri Rasulullah SAW yang berlatar belakang

etnis Yahudi. Sukunya diserang karena telah melanggar perjanjian yang sudah

mereka sepakati dengan kaum Muslimin. Shafiyyah termasuk salah seorang

tawanan saat itu. Nabi berjanji menikahinya jika ia masuk Islam. Maka masuklah

ia dalam Islam.

RAIHANAHPara perawi hadits berselisih pendapat tentang kehidupan Raihanah. Selain itu, tidak banyak riwayat yang menjelaskan istri Rasulullah yang satu ini. Permasalahan berpusat pada data apakah Rasulullah membebaskannya kemudian menikahinya atau beliau hanya menjadikannya sebagai budak? Sebagian riwayat mengatakan bahwa Raihanah termasuk salah seorang istri beliau, namun riwayat lain mengatakan bahwa dia bukan istri beliau. Agar permalahannya jelas, berikut ini dipaparkan perjalanan hidup Raihanah. Di dalam Thabaqat yang diriwayatkan Ibnu Saad, dikatakan bahwa Raihanah sendiri berkata, “Ketika Bani Quraizhah ditawan, saya termasuk yang dihadapkan kepada Rasulullah. Beliau menyuruhku menyendiri karena Rasulullah saw. memiliki hak sebagai pemilih pertama atas rampasan perang yang diperoleh kaum muslimin. Ketika aku menyendiri, Allah memberiku petunjuk. Beliau mengirirnku ke rumah Urnrnul-Mundzir binti Qais untuk beberapa hari. Beliau mernanggilku dan rnenyuruhku duduk di hadapannya seraya herkata, ‘Jika engkau memilih Allah dan Rasul-Nya maka Rasul-Nya akan memilihmu untuk dirinya.’ Aku menjawab, ‘Aku telah memilih Allah dan Rasul-Nya.’ Ketika aku memeluk Islam, beliau membebaskan dan menikahiku. Kernudian beliau memberiku dua belas uqiyah dan satu nasya sebagaimana beliau berikan kepada istri-istri lainnya, kemudian melangsungkan pernikahan denganku di rumah Ummul-Mundzir. Beliau memberi bagian kepadaku sebagaimana terhadap istri-istri lainnya, dan beliau menyuruhku memakai hijab.” Nama lengkap Raihanah adalah Raihanah binti Zaid bin Amru Khunaqah bin Syam’un bin Zaid dan Bani Nadhir. Suaminya, al-Hakam, berasal dan Bani Quraizhah. Di dalam kitab As-Samthust-Tsamin fii Manaqih Ummahatul-Mukminin (Perangkai Mutiara Berharga dalam Keunggulan Istri-istri Nabi), Ath-Thabari rneriwayatkan, “Muhammad bin Umar mengabarkan kepada kami bahwa Abdullah bin Ja’far bin Yazid ibnul-Haad mengabarkan kepada kami, dari Tsa’labah bin Abi Malik, ‘Raihanah binti Zaid bin Amru bin Khunaqah dari Bani Nadhir bersuarnikan seseorang dari kalangan mereka yang bernama al-Hakam. Ketika Bani Quraizhah ditawan, Rasulullah rnenawannya, kemudian membebaskannya dan menikahinya hingga dia meninggal di sisinya.” Di dalam kitab ini pun disebutkan bahwa Muhammad bin Umar mengabarkan kepada karni, Shaleh

Page 61: istri rosululah

bin Ja’far mengabarkan dari Muhammad bin Kaab, “Raihanah termasuk yang Allah bebaskan. Dia adalah wanita cantik dan menawan. Ketika suaminya terbunuh, dia berada dalam tawanan. Dia menjadi bagian Rasulullah pada hari penaklukan Bani Quraizhah. Rasululah saw. memberinya pilihan antara Islam dan tetap dalam agamanya, dan ternyata dia memilih Islam. Rasulullah membebaskannya kemudian menikahi dan memberikannya hijab. Suatu waktu dia sangat cemburu kepada Rasulullah sehingga beliau menceraikannya. Akibat percerainnya, dia tidak dapat tidur dan sangat bersedih. Rasulullah saw. menemui dan merujuknya kembali sehingga dia tetap bersama Rasulullah hingga meninggal dunia sebelum Rasulullah wafat.” Di dalam riwayat lain dalam buku yang sama disebutkan bahwa Raihanah tidak termasuk istri-istri Rasulullah. Abdul Malik bin Sulaiman mengabarkan kepada kami, dari Ayyub bin Abdur-Rahman bin Sha’shaah, dari Ayyub bin Basyir al-Mu’awy, “Ketika Bani Quraizhah ditawan, Rasulullah saw. mengirim Raihanah ke rumah Salma binti Qais atau yang dikenal dengan sebutan Ummul-Mundzir. Dia tinggal bersamanya hingga datang haid sekali lalu suci dari haidnya itu. Ummul-Mundzir memberi kabar kepada Rasulullah. Beliau mendatanginya di rumah Ummul Mundzir, dan berkata, ‘Jika kamu suka, aku akan membebaskanmu lalu menikahimu, niscaya akan aku lakukan. Dan jika kamu suka, aku akan menjadikanmu sebagai budakku.’ Dia menjawab, ‘Ya Rasulullah, aku lebih suka menjadi budakmu. Hal itu lebih meringankan bagiku dan bagimu.’ Lalu dia tetap menjadi budak beliau dan digauli sebagai budak hingga akhir hayatnya.” Demikianlah sekilas riwayat Raihanah binti Zaid bin Amru. Dalam hal kami (penulis buku) tidak terlalu menganalisis riwayat-riwayat yang lain, hanya saja kami sudah meyakini kesepakatan para perawi hadits tentang wafatnya Raihanah semasa hidup Nabi saw. Semoga Allah SWT mengasihi dan meridhainya. Amin. (Dinukil dari buku Dzaujatur-Rasulullah SAW, karya Amru Yusuf, Penerbit Darus-Sa’abu, Riyadh, [ed. Indonesia: Istri Rasulullah, Contoh dan Teladan, penerjemah: Ghufron Hasan, penerbit Gema Insani Press, Cet. Ketiga, Jumadil Akhir 1420H)