66
ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 Volume 19, Nomor 1, Juni 2017 Diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Perhubungan Jurnal Penelitian Transportasi Laut Volume 19, Nomor 1, Juni 2017 Hal : 1-57 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN LAUT Jl. Merdeka Timur No.5 Telp.34832943, Fax. 34832967 Email : [email protected] JAKARTA 10110 Evaluasi Pengembangan Pelabuhan Sibolga DEDY ARIANTO Kebutuhan Pengembangan Pelabuhan Laut Jailolo Halmahera Barat BAMBANG SISWOYO Identifikasi Fasilitas 24 Pelabuhan di Indonesia Menggunakan Analisis Cluster dan Analysis Hierarchy Proccess FITRI INDRIASTIWI Revitalisasi Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur WAHYU PRASETYA ANGGRAHINI Penerapan Regulation for Prevention Collisions at Sea (Colreg 72) Pada Kapal Berbendera Indonesia di Pelabuhan Bitung DEWI INDIRA BIASANE

ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999

Volume 19, Nomor 1, Juni 2017

Diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Laut Badan Penelitian dan Pengembangan, Kementerian Perhubungan

Jurn

al P

en

elitia

n T

ransp

orta

si La

ut V

olu

me 1

9, N

om

or 1

, Jun

i 2017

Ha

l : 1-57

KEMENTERIAN PERHUBUNGAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERHUBUNGAN LAUT Jl. Merdeka Timur No.5 Telp.34832943, Fax. 34832967

Email : [email protected]

JAKARTA 10110

Evaluasi Pengembangan Pelabuhan Sibolga

DEDY ARIANTO

Kebutuhan Pengembangan Pelabuhan Laut Jailolo Halmahera Barat

BAMBANG SISWOYO

Identifikasi Fasilitas 24 Pelabuhan di Indonesia Menggunakan Analisis Cluster dan Analysis Hierarchy Proccess

FITRI INDRIASTIWI

Revitalisasi Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur

WAHYU PRASETYA ANGGRAHINI

Penerapan Regulation for Prevention Collisions at Sea (Colreg 72) Pada Kapal Berbendera Indonesia di Pelabuhan Bitung

DEWI INDIRA BIASANE

Page 2: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Volume 19, Nomor 1, Juni 2017 ISSN No.1411-0504 STT No.2532-1999

DAFTAR ISI / TABLE OF CONTENS

DEDY ARIANTO Evaluasi Pengembangan Pelabuhan Sibolga .................................................................... 1-13

BAMBANG SISWOYO Kebutuhan Pengembangan Pelabuhan Laut Jailolo Halmahera Barat ............................. 14-24

FITRI INDRIASTIWI Identifikasi Fasilitas 24 Pelabuhan di Indonesia Menggunakan Analisis Cluster dan Analysis Hierarchy Proccess ........................................................................................... 25-39

WAHYU PRASETYA ANGGRAHINI

Revitalisasi Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur ................................................ 40-48

DEWI INDIRA BIASANE

Penerapan Regulation for Prevention Collisions at Sea (Colreg 72) Pada Kapal Berbendera Indonesia di Pelabuhan Bitung ..................................................................... 49-57

Page 3: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Volume 19, Nomor 1, Juni 2017 ISSN N0.1411-0504

KATA PENGANTAR

Pembaca yang Budiman,

Jurnal Penelitian Transportasi Laut Terbitan Volume 19 Nomor 1 , Juni 2017 menampilkan lima tulisan, yang pertama“Evaluasi Pengembangan Pelabuhan Sibolga” oleh Dedy Arianto Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kebutuhanpengembangan Pelabuhan Sibolga dari berbagai aspek yang meliputi aspek kinerja pelayanan, potensi demand danpotensi hinterland. Metode pendekatan yang dilakukan yaitu melalui analisis deskriptif komparatif dan analisispertumbuhan. Hasil analisis menyatakan bahwa kinerja pelayanan kapal, kinerja pelayanan barang dan utilisasi fasilitasbaik untuk cargo, penumpang dan petikemas masih belum optimal. Selanjutnya makalah dari Bambang Siswoyo denganjudul “Kebutuhan Pengembangan Pelabuhan Laut Jailolo Halmahera Barat“ maksud penelitian untuk melakukanevaluasi kebutuhan fasilitas pelabuhan Jailolo dan bertujuan memberikan masukan kepada instansi pada pembangunandan pengembangan tahap selanjutnya di Kabupaten Halmahera Barat.

Makalah yang ketiga dengan judul “Identifikasi Fasilitas 24 Pelabuhan di Indonesia Menggunakan AnalisisCluster dan Analysis Hierarchy Process”oleh Fitri Indriastiwi, penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasipelabuhan yang memiliki fasilitas dan peralatan yang paling baik. Analisis menggunakan analisis cluster dan AHP. Daripembagian cluster atau kelompok untuk beberapa variabel yaitu panjang alur, Kedalaman alur, luas kolam pelabuhan,Kedalaman kolam maksimum, panjang dermaga, kedalaman dermaga, luas gudang. Pelabuhan yang dianalisis adalah 24pelabuhan yang akan direncanakan untuk melayani pergerakan tol laut.

Selanjutnya “Revitalisasi Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur” oleh Wahyu Prasetya Anggrahini , Pendekatanyang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwapermasalahan yang menyebabkan Pelabuhan Labuhan Haji belum beroperasi adalah kedalaman kolam pelabuhan belummemadai, belum tersedianya peralatan navigasi di sepanjang alur masuk pelabuhan, serta belum adanya izinpengoperasian. Makalah terakhir oleh Dewi Indira Biasane dengan judul “Penerapan Regulation For PreventionCollisions At Sea (Colreg 72) Pada Kapal Berbendera Indonesia di Pelabuhan Bitung” Penelitian ini dimaksudkanuntuk menganalisis tingkat efektifitas dan efisiensi kinerja pelabuhan laut dan pelabuhan perikanan Kendari, yangditinjau dari aspek kelembagaan dan kewenangan masing-masing instansi. Efektifitas dan efisiensi dalam lembagapenting adanya agar tujuan dari didirikannya lembaga tersebut dapat terpenuhi. Salah satu indikasi adanya tidak efektifdan efisiensi dari kedua lembaga tersebut bahwa sama-sama mengeluarkan Surat Persetujuan Berlayar.

Dewan Redaksi mengucapkan selamat membaca dan semoga dapat mengambil manfaat dari kelima makalah tersebut.Akhir kata, kepada semua pihak yang telah membantu dalam penerbitan edisi ini, termasuk para“ Mitra Bestari “ Dewanredaksi Jurnal Penelitian Transportasi Laut mengucapkan terima kasih atas peran sertanya. Semoga kerja sama ini terusterjalin lebih erat lagi.

Jakarta, Juni 2017

Salam, Dewan Redaksi

Page 4: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Lembar abstrak ini boleh diperbanyak/di-copy tanpa seizin dan biaya

Volume 19, Nomor 1, Juni 2017 ISSN N0.1411-0504

Evaluasi Pengembangan Pelabuhan SibolgaDedy AriantoJurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 1-13.

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kebutuhan pengembangan Pelabuhan Sibolga dari berbagai aspekyang meliputi aspek kinerja pelayanan, potensi demand dan potensi hinterland. Metode pendekatan yang dilakukanyaitu melalui analisis deskriptif komparatif dan analisis pertumbuhan. Hasil analisis menyatakan bahwa kinerjapelayanan kapal, kinerja pelayanan barang dan utilisasi fasilitas baik untuk cargo, penumpang dan petikemas masihbelum optimal. Dalam mengantisipasi perkembangan trafik dan sesuai kondisi teknis lahan pengembangan yangtersedia, maka arah pengembangan pelabuhan Sibolga sebaiknya adalah dengan memanfaatkan lahan pelabuhanyang tersedia dan yang belum optimal pemanfaatannya, dan kemudian mengadakan perluasan area melaluirekonfigurasi pelabuhan dan mengadakan reklamasi perairan. Rencana pengembangan jangka panjang yang disiapkan,dengan zoning dan tata letak melalui pemisahan secara fisik dan operasional antara terminal barang general cargo,terminal petikemas konvensional dan terminal penumpang.Kata Kunci :Kinerja Pelayanan, Potensi demand, hinterland, serta forecasting

Kebutuhan Pengembangan Pelabuhan Laut Jailolo Halmahera BaratBambang SiswoyoJurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 14-24.

Dalam rangka mendukung program Pemerintah meningkatkan pelayanan transportasi laut di Kabupaten HalmaheraBarat dengan mengembangkan Pelabuhan Jailolo, menjadi kebutuhan dalam jangka pendek dan menengah, selanjutnyauntuk jangka panjang di Kabupaten Halmahera Barat telah disiapkan Pelabuhan Matui untuk mengantisipasi muatanbarang. Untuk pengembangan jangka pendek Pelabuhan Jailolo masih bisa dipakai untuk angkutan barang danpenumpang, untuk jangka menengah harus dilihat besaran bongkar muat barang dan penumpang terlebih dahulu.Untuk pengembangan jangka panjang disiapkan Pelabuhan Laut Matui yang berjarak sekitar 10 km. Langkah penelitianuntuk pengembangan Pelabuhan Jailolo dengan pengambilan data tahun terakhir pada Pelabuhan Jailolo, kemudiandata tersebut dikompilasi dan dianalisa. Kebutuhan pengembangan fasilitas pelabuhan Jailolo dilakukan berdasarkanhasil dari ramalan jumlah penduduk, kenaikan PDRB, arus naik-turun penumpang, arus bongkar-muat barang, dankunjungan kapal dengan menggunakan metode regresi linier dan metode regresi non linier. Hasil perhitungan sebagaiberikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah panjang 40 m, sehingga panjang menjadi 122 m, untuk tahunberikutnya tidak ada tambahan, karena untuk pelabuhan pengumpan regional maksimal panjang dermaga 120 m,sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. KP 414 tahun 2013. Terminal penumpang saat ini seluas (10x20)m2, dilakukan revitalisasi dengan membangun baru, untuk gudang penyimpanan seluas 113 m2 sudah ada danlapangan penumpukan seluas 1.040 m2 untuk saat ini tidak penambahan.Kata Kunci : Transportasi Laut, Pelabuhan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara.

Identifikasi Fasilitas 24 Pelabuhan di Indonesia Menggunakan Analisis Cluster dan Analysis Hierarchy ProcessFitri IndriastiwiJurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 25-39

Kajian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi pelabuhan yang memiliki fasilitas dan peralatan yang paling baik.Analisis menggunakan analisis cluster dan AHP. Dari pembagian cluster atau kelompok untuk beberapa variabelyaitu panjang alur, Kedalaman alur, luas kolam pelabuhan, Kedalaman kolam maksimum, panjang dermaga, kedalamandermaga, luas gudang. Pelabuhan yang dianalisis adalah 24 pelabuhan yang akan direncanakan untuk melayanipergerakan tol laut. Menurut data dari Ditjen Perhubungan laut maka ke-24 pelabuhan tersebut adalah: Malahayati,Belawan, Batam (batu ampar) Jambi, Boom Baru, Teluk Bayur, Panjang, Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak,Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, Kupang, Bitung, Pantoloan, Makassar, Bau-bau, Ternate, Ambon,Sorong, Jayapura, Merauke.

Page 5: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Dari hasil analisis cluster rata-rata terbagi menjadi 3 kelompok, hanya variabel kedalaman dermaga yang terbagimenjadi 4 kelompok. Hasil dari AHP menunjukkan Pelabuhan yang memiliki bobot yang paling tinggi adalah PelabuhanTanjung Priok, Belawan, Tanjung Perak, Makassar, dan Batam. Pelabuhan tersebut menempati posisi lima teratasyang memiliki bobot paling besar. Kelima pelabuhan tersebut untuk kondisi saat ini sudah merupakan pelabuhanyang memiliki kedalaman alur laut, luas kolam,kedalaman kolam maks, Panjang Dermaga, Kedalaman Dermaga, LuasGudang, Luas Lapangan Penumpukan, serta Luas Container yard yang paling baik dari 24 pelabuhan yang dianalisis.Kata Kunci: analisis cluster, AHP, pelabuhan

Revitalisasi Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok TimurWahyu Prasetya AnggrahiniJurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 40-48

Pelabuhan Labuhan Haji mulai dibangun tahun 2007 dan selesai tahun 2009 dengan dana APBD. Namun, sejak selesaidibangun, Pelabuhan Labuhan Haji ini belum beroperasi hingga saat ini. Oleh sebab itu perlu dilakukan kajianrevitalisasi Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur. Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatandeskriptif kualitatif. Hasil kajian menunjukkan bahwa permasalahan yang menyebabkan Pelabuhan Labuhan Hajibelum beroperasi adalah kedalaman kolam pelabuhan belum memadai, belum tersedianya peralatan navigasi disepanjang alur masuk pelabuhan, serta belum adanya izin pengoperasian. Rencana pengerukan sebagai salah satuupaya revitalisasi dapat mengoptimalkan pengoperasian kolam pelabuhan, karena ruang gerak untuk kapal masihterbatas dengan adanya breakwater utara dan selatan serta karang di dalam kolam pelabuhan.Kata Kunci : revitalisasi, pengerukan, Labuhan Haji.

Penerapan Regulation For Prevention Collisions At Sea (Colreg 72) Pada Kapal Berbendera Indonesia di Pelabuhan BitungDewi Indira BiasaneJurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 49-57

Penelitian ini dimaksudkan untuk menganalisis tingkat efektifitas dan efisiensi kinerja pelabuhan laut dan pelabuhanperikanan Kendari, yang ditinjau dari aspek kelembagaan dan kewenangan masing-masing instansi. Efektifitas danefisiensi dalam lembaga penting adanya agar tujuan dari didirikannya lembaga tersebut dapat terpenuhi. Salah satuindikasi adanya tidak efektif dan efisiensi dari kedua lembaga tersebut bahwa sama-sama mengeluarkan Surat PersetujuanBerlayar. Metode analisis menggunakan analisis SWOT dan analisis perbandingan normatif. Hasil analisis menunjukkanbahwa peningkatan kinerja pengelolaan pelabuhan laut dan pelabuhan perikanan di Kendari semakin meningkat,namun demikian di salah satu sisi terjadi peningkatan tuntutan akan pertambahan sarana dan prasarana sebagi akibatmeningkatnya permintaan pelayanan baik kualitas maupun kuantitas oleh pengguna pelabuhan laut dan pelabuhanperikanan. Penataan kelembagaan pelabuhan laut dan pelabuhan perikanan di Kota Kendari perlu dilakukan dengancara inventarisasi dan harmonisasi pasal demi pasal dari peraturan perundang-undangan yang menyangkut pelaksanaanpengelolaan pelabuhan laut dan pelabuhan perikanan, antara lain: Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentangPelayaran, dan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentangPerikanan.

Kata Kunci: pelabuhan, perikanan, analisis SWOT, normatifEvaluation Of The Development Port of Sibolga

Page 6: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

The abstract sheet may reproduced/copied without permission or charge

Volume 19, Nomor 1, Juni 2017 ISSN N0.1411-0504

Dedy AriantoJurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 1-13.

This report is aimed to evaluate the development of Sibolga port from various aspects including the aspects ofservice performance, demand and hinterland potential. Approaching method of this study is using comparativedescriptive analysis and growth analysis. The results of the analysis stated that the performance of the service aship, the performance of the service goods and the utilization facilities good for cargo, passengers and containeris not optimal yet. In anticipation of the development of traffic and according to the conditions technical land thedevelopment of which available , so the development port of Sibolga should be using available land port and thosewho had not optimal its use , and ran the expansion of area through reconfiguration port and hold reclamationwaters. Development plan long-term prepared, with zoning and layouts through separation physically andoperational between terminal goods general cargo, container terminal conventional and passenger terminal.Key word: Level of Service, hinterland and demand potential and forecasting

The Needs of Jailolo Sea Port Development West HalmaheraBambang SiswoyoJurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 14-24

In order to support the Government’s program to improve services in the sea transport West Halmahera to develop thePort Jailolo, a necessity in the short and medium term, further to the long-term in West Halmahera Port Matuiprepared in anticipation of the cargo. For short-term development of the Port Jailolo can still be used for thetransport of goods and passengers, for the medium term must be massive unloading of goods and passengers inadvance. For the long-term development of sea port Matui prepared within approximately 10 km. Step study for thedevelopment of the Port Jailolo with data collection last year at the Port Jailolo, then the data is compiled andanalyzed. Needs development of port facilities Jailolo conducted on the basis of forecasts of population, the increasein the GDP, the current up and down passengers, the current loading and unloading goods, and ship visits by usinglinear regression and nonlinear regression methods. The result of the calculation as follows: Pier until 2020 plus thelength of 40 m, so that the length to 122 m, for the next year no extra, due to the maximum regional feeder port quaylength of 120 m, in accordance with Decree No. K 414 in 2013. The passenger terminal is currently measuring(10x20) m2, revitalized with a new building, for storage facilities covering an area of 113 m2 existing and yard areaof 1,040 m2 is currently and does not need addition.Keywords: Maritime Transportation, Jailolo Port, West Halmahera, North Maluku.

Facility Identification of 24 Sea Ports in Indonesia Using Cluster Analysis and Analysis Hierarchy ProcessFitri IndriastiwiJurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 40-48

This research is aimed to identify sea ports in Indonesia which have good facility and equipment. The analysis is using clusteranalysis and AHP. As the cluster division or grouping for several variable which are the length of path, the deep of path, the largeof port pond, maximum deep of the pond, the length of bay, the deep of bay, and the large of storage building. This research willanalyze 24 sea ports that will be planed to serve the sea toll movement. Based on Sea Transportation Directorate General data thesea ports are Malahayati, Belawan, Batam (batu ampar) Jambi, Boom Baru, Teluk Bayur, Panjang, Tanjung Priok, Tanjung Emas,Tanjung Perak, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, Kupang, Bitung, Pantoloan, Makassar, Bau-bau, Ternate,Ambon, Sorong, Jayapura, Merauke.As the result of cluster analysis can be divided into three groups, but the deep of bay is dividedinto four groups. The result of AHP shows that the sea port which has the best value is Tanjung Priok Port, Belawan, TanjungPerak, Makassar, and Batam. Those sea ports sitting in the five best positions which have best value. This five sea ports are the portthat have best condition of the deep of sea path, the large of pond, deep of maximum pond, the length of bay, the deep of bay, the largeof storage building, the large of staking yard, and the large of container yard between the 24 analyzed sea port.Keywords: cluster analysis, AHP, sea port.

Page 7: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Revitalization of The Labuhan Haji Port In East LombokWahyu Prasetya AnggrahiniJurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 40-48

Labuhan Haji port was built in 2007 and completed in 2009 by the local government funds. However, since theconstruction of the port is completed, the Port Labuhan Haji has not been operated until now. Therefore it isnecessary to study the revitalization of the Port of Labuhan Haji in East Lombok. The approach used in this studyis a qualitative descriptive approach. The results show that the Port Labuhan Haji has not been able to operatebecause of the depth of the pool is still lacking, no navigation equipment on the flow along the harbor entrance,and there is no operating license from the governor. Dredging plan as one of the revitalization efforts has not beenable to optimize the operation of the port basin, because the space for the ship is still limited. The existence of thenorth and south breakwater and rock in the basin make the ships difficult to move.Keyword: revitalization, dredging, Labuhan Haji.

Regulation for Prevention Collisions at Sea (Colreg 72) Enforcement for Indonesian Flag Ship in Port of BitungDewi Indira BiasaneJurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 49-57

This study is to analyze the effectiveness and efficiency of seaports and fisheries harbors of Kendari, reviewed fromthe institution and authority of each institution. Effectiveness and efficiency are essential for the achievement ofaim of the organization’s purpose. One of ineffective indication and inefficiency of the two institutions that areissued the approval of clearance. This study is using SWOT analysis and legal normative. The results of analysisshowing that performance of seaport and fisheries harbors increase, however, on one side there was an increase inthe number of facilities and infrastructures due to the rising demand of the good quality and quantity by users.Structuring of organization could be done by inventarization and harmonization the article related to the sea portand fisheries harbor management, such as Shipping Act and Fisheries Act.Key words: port, fisheries, SWOT analysis, legal normative

Page 8: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Lembar Penulis

Volume 19, Nomor 1, Juni 2017 ISSN N0.1411-0504

BBambang Siswoyo “Kebutuhan Pengembangan Pelabuhan Laut Jailolo Halmahera Barat” Jurnal Penelitian TransportasiLaut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 1-13.

DDedy Arianto “Evaluasi Pengembangan Pelabuhan Sibolga “Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni2017, Hal 14-24Dewi Indira Biasane “Penerapan Regulation For Prevention Collisions At Sea (Colreg 72) Pada Kapal BerbenderaIndonesia di Pelabuhan Bitung” Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 25-39

FFitri Indriastiwi “Identifikasi Fasilitas 24 Pelabuhan di Indonesia Menggunakan Analisis Cluster dan AnalysisHierarchy Process” Jurnal Penelitian Transportasi Laut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 40-48

WWahyu Prasetya Anggrahini “Revitalisasi Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur”Jurnal Penelitian TransportasiLaut Vol. 19 N0.1 Juni 2017, Hal 49-57

Page 9: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

PEDOMAN BAGI PENULIS DALAM

JURNAL PENELITIAN TRANSPORTASI LAUT

1. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris. Belum pernah dipublikasikan atau tidak akan diterbitkan dalam

media lain dengan isi yang identik.

2. Judul : diketik dengan huruf kapital tebal (bold) pada halam pertama maksimal 13 kata. Judul mencerminkan inti tulisan.

3. Nama penulis : Nama lengkap ditulis di bawah judul, diikuti dengan alamat lengkap lembaga penulis termasuk alamat pos

elektronik (email).

4. Abstrak : dalam bahasa Indonesia dengan biasa dan bahasa Inggris, diketik dengan huruf miring (italic) berjarak 1 spasi,

menyajikan maksimal 250 kata yang merangkum tujuan, metode, hasil dan pembahasan, serta kesimpulan. Abstrak harus

berdiri sendiri tanpa catatan kaki.

5. Kata kunci : 2-5 kata.

6. Kerangka tulisan : tulisan hasil riset tersusun menurut sebagai berikut persentase bagian-bagiannya:

a. Pendahuluan maksimal 10%

b. Metode maksimal 30%

c. Hasil dan Pembahasan minimal 55%

d. Kesimpulan maksimal 5%

e. Ucapan terima kasih

f. Daftar pustaka

7. Cara Penulisan Sumber Kutipan:

a. Sumber Kutipan ditulis di awal kalimat atau awal teks:

Satu sumber kutipan dengan satu penulis : Mukidi (2015) menyatakan bahwa......;Jika disertai dengan halaman:

Mukidi (2015:289) menyatakan bahwa.....; Menurut Mukidi (2015:289)..............

Satu sumber kutipam dengan dua penulis:.........(Mukidi dan Achmad, 2015:24)

Satu sumber kutipan lebih dari dua penulis:........(Mukidi et al., 2015:32).

b. Dua sumber kutipan dengan penulis yang sama: Mukidi (2014, 2015); jika tahun publikasi sama Mukidi (2015a, 2015b).

c. Sumber kutipan nerupa banyak pustaka dengan penulis yang berbeda-beda: (Mukidi,2013;achmad dan arianto, 2000;

Dananjoyo et al., 2000).

d. Sumber kutipan tidak menyebut nama penulis, tetapi menyebut suatu lembaga atau badan tertenu: Badan Litbang

Kementerian Perhubungan (2006).

e. Sumber kutipan tidak menyebut nama penulis, tetapi menyebut suatu peraturan atau undang-undang: Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008.....; Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009..............

f. Kutipan berasal dari sumber kedua: Mukidi (2000) dalam Arianto (2009:3).........; Mukidi (lihat Arianto, 2008:12)........:

Mukidi (2002) seperti dikutip Arianto (2009:16)....[catatan: daftar pustaka hanya mencantumkan referensi yang merupakan

sumber kedua].

8. Aturan Penulisan Daftar Pustaka

a. Sumber kutipan yang dinyatakan dalam karya ilmiah harus ada dalam Daftar Pustaka, dan sebaliknya.

b. Literatur yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka hanya literatur yang menjadi rujukan dan dikutip dalam karya ilmiah.

c. Daftar pustaka ditulis/diketik satu spasi, berurutan secara alfabetis dengan nomor.

d. Jika literatur ditulis oleh satu orang, nama penulis ditulis nama belakangnya lebih dulu, kemudian diikuti singkatan

(inisial) nama depan dan nama tengah, dilanjutkan penulisan tahun, judul dan identitas lain dari literatur/pustaka yang

dirujuk.

e. Penulisan daftar pustaka tidak boleh menggunakan et al. sebagai pengganti nama penulis kedua dan seterusnya (berbeda

dengan penulisan sumber kutipan seperti dijelaskan pada aturan 2.1 huruf e)

f. Kata penghubung seorang/beberapa penulis dengan penulis terakhir menggunakan kata “dan” (tidak menggunakan simbol

“&”; serta tidak menggunakan kata penghubung“and” walaupun literaturnya berbahasa Inggris, kecuali seluruh naskah

ditulis menggunakan bahasa Inggris).

9. Penulisan daftar pustaka ditulis menggunakan APA Style dan disusun berdasarkan abjad,

10. Format tulisan : 15-20 halaman yang diketik dengan menggunakan MS Word (tidak termasuk daftar pustaka dan lampiran),

pada kertas ukuran A4, dengan font Times New Roman 12, spasi 1. Batas atas 3 cm dan bawah 2,5 cm, tepi kiri 3 cm dan

tepi kanan 2,5 cm.

11. Kelengkapan tulisan, tabel, grafik, dan kelengkapan lain disipkan dalam media yang dapat diedit. Foto : hitam-putih aslinya,

kecuali bila warna menentukan arti.

12. Tabel dan gambar, untuk taben dan gambar (grafik) sebagai lampiran dicantumkan pada halaman sesudah teks. Sedangkan

tabel atau gambar baik di dalam naskah maupun bukan harus diberi nomor urut.

a. Tabel atau gambar harus disertai judul. Judul tabel diletakkan di atas tabel, sedangkan judul gambar diletakkan di

bawah gambar.

b. Sumber acuan tabel atau gambar dicantumkan di bawah tabel atau gambar.

c. Garis tabel yang dimunculkan hanya garis horizontal, sedangkan garis-garis vertikal pemisah kolom tidak

dimunculkan.

Volume 19, Nomor 1, Juni 2017

Jurnal Penelitian Transportasi Laut merupakan majalah ilmiah yang mempublikasikan hasil penelitian atau kajian ilmiah

dalam bidang transportasi laut yang diterbitkan berkala dua kali setahun pada bulan Juni, dan Desember oleh Pusat

Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Laut, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Perhubungan. Semua

naskah yang diterbitkan Jurnal Penelitian Tansportasi Laut akan ditayangkan dalam website Badan Litbang Perhubungan http://www.balitbanghub.dephub.go.id/ojs

Pembina : Ir. Umiyatun Hayati Triastuti, Msc Pemimpin Umum : Drs. Nelson Barus, MM

Pemimpin Redaksi : Drs. Sunarto, MM

Redaktur Pelaksana : Rosita Sinaga, SH, MM

Redaktur Pelaksana : Ir. Bambang Siswoyo, MSTr

Dewan Redaksi

Ketua : Drs. Dedy Arianto, MSTr (Kepelabuhanan, Kemenhub)

Anggota : Dr. Ir. Imbang Danandjojo, MT (Transportasi Laut, Kemenhub)

Drs. Syafril, KA, MM (Angkutan Laut, Kemenhub)

Dra. Tri Kusumaning Utami, MMTr (Lingkungan Maritim, Kemenhub)

Fitri Indriastiwi, ST, MT(Kepelabuhanan, Kemenhub)

Wahyu Prasetya Anggrahini, SSi, MT (Angkutan Laut, Kemenhub)

Penyunting Editor : Teguh Himawan, SE, MSc (Angkutan Laut, Kemenhub)

Dienda Rieski Pramita, ST, MT (Kepelabuhanan, Kemenhub)

Dewi Indira Biasane, SH, Msi (Hukum Laut, Kemenhub)

Mitra Bestari : Dr. Eka Oktariyanto N., ST, MT (Kepelabuhanan ITB)

Drs. Osman Arofat, MBA, MM (Manajemen dan Transportasi STMT Trisakti)

Ir. Arif Fadilah, Ph.D. MEng (Kepelabuhan, Dosen Pasca Sarjana IPB)

Tinton Dwi Atmaja, MT (Tenaga Listrik dan Mekatronik LIPI Bandung)

Agustinus Pusaka, ST, MSi (Teknik Perkapalan, Universitas Persada)

Desain Grafis : Achmad Sopan, Sujarwanto, MA

Sekreteriat : Teguh Himawan, SE, MSc, Erna Mei Lestari, SE, Drs Nasril, Khafendi, SH,

Kris Ferdiyanto, SE, Herwan Yulizarsyah, Wiwit Trisnawati, S.H,

Penerjemah : Rio Haryadi

Alamat Sekretariat :

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Laut, Badan Litbang Perhubungan, Jl.Medan Merdeka Timur No. 5

Jakarta, Telp. (021) 34832943, fax (021) 34832967.

e-mail :[email protected].

Jurnal Penelitian Transportasi Laut dicetak oleh CV. KEKAL KARYA MANDIRI

Jl. Utama VI N0. 8 RT 007/004 Cengkareng – Jakarta Barat 11730 Telp. (021) 54398690

PENGIRIMAN

Penulis diminta mengirimkan satu eksemplar naskah asli beserta dokumennya (file) di dalam compact disk (CD) yang baru

disiapkan dengan program Microsoft Word. Pada CD dituliskan nama penulis dan nama dokumen. Naskah akan ditolak tanpa

proses jika persyaratan ini tidak dipenuhi. Naskah agar dikirmkan kepada :

Redaksi Jurnal Penelitian Transportasi Laut

Pusat Penelitian dan Pengembangan Perhubungan Laut

Jl. Merdeka Timur No. 5 Jakarta Pusat

Pengiriman naskah harus disertai dengan surat resmi dari penulis penanggung jawab/korespondensi (corres-ponsing author)

yang harus berisikan dengan jelas nama penulis korespondensi, alamat lengkap untuk surat-menyurat, nomor telepon dan faxs,

serta alamat e-mail dan telepon genggam jika memiliki. Penulis korespondensi bertanggung jawab atas isi naskah dan legalitas

pengiriman naskah yang bersangkutan. Naskah juga harus diketahui dan disetujui oleh seluruh anggota penulis dengan

pernyataan secara tertulis.

ISSN No.1441- 0504

STT No. 2532-1999

Page 10: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13

Jurnal Penelitian Transportasi Laut pISSN 1411-0504 / eISSN 2548-4087

Journal Homepage: http://balitbanghub.dephub.go.id/ojs/index.php/jurnallaut

* Corresponding author. Tel: +62 21 3483 2967 E-mail: [email protected],

doi: https://dx.doi.org/10.25104/transla.v19i1.320 1411-0504 / 2548-4087 ©2017 Jurnal Penelitian Transportasi Laut.

Diterbitkan oleh Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Balitbang Perhubungan, Kementerian Perhubungan

Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC (https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/)

Evaluasi Pengembangan Pelabuhan Sibolga

Dedy Arianto

Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Badan Litbang Perhubungan

Jalan Merdeka Timur No. 5, Jakarta Pusat, 10110

Diterima 18 April 2017; Disetujui 14 Juli 2017; Diterbitkan 13 September 2017

Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kebutuhan pengembangan Pelabuhan Sibolga dari berbagai aspek yang

meliputi aspek kinerja pelayanan, potensi demand dan potensi hinterland. Metode pendekatan yang dilakukan yaitu melalui

analisis deskriptif komparatif dan analisis pertumbuhan. Hasil analisis menyatakan bahwa kinerja pelayanan kapal, kinerja

pelayanan barang dan utilisasi fasilitas baik untuk cargo, penumpang dan petikemas masih belum optimal. Dalam mengantisipasi

perkembangan trafik dan sesuai kondisi teknis lahan pengembangan yang tersedia, maka arah pengembangan pelabuhan Sibolga

sebaiknya adalah dengan memanfaatkan lahan pelabuhan yang tersedia dan yang belum optimal pemanfaatannya, dan kemudian

mengadakan perluasan area melalui rekonfigurasi pelabuhan dan mengadakan reklamasi perairan. Rencana pengembangan

jangka panjang yang disiapkan, dengan zoning dan tata letak melalui pemisahan secara fisik dan operasional antara terminal

barang general cargo, terminal petikemas konvensional dan terminal penumpang.

Kata kunci: kinerja pelayanan; potensi demand dan hinterland; forecasting

Abstract Evaluation of The Development Port of Sibolga: This report aims to evaluate the development of Sibolga port from

various aspects of covering the aspects of service performance, demand, and hinterland potential. A method of the approach that

was undertaken for example through descriptive analysis comparative and analysis growth. The results of the analysis stated that

the performance of the service a ship, the performance of the service goods and the utilization facilities good for cargo,

passengers and container is not yet optimal. In anticipation of the development of traffic and according to the conditions

technical land the development of which available, so the development port sibolga should is by using land port available and

those who had not optimal its use, and ran through the expansion of area reconfigures port and hold reclamation waters.

Development plan long-term prepared, with zoning and layouts through separation physically and operational between terminal

goods general cargo, container terminal conventional and passenger terminal.

Keywords: level of service; hinterland and demand potential; forecasting

1. Pendahuluan

Pelabuhan Sibolga terletak di Teluk Tapian Nauli pada pantai Barat Propinsi Sumatera Utara dan secara

administratif berada di Kotamadya Sibolga dengan letak geografis pada posisi 01°44'23" LU dan 98°46'04" BT.

Kota Sibolga terletak di Pantai Barat Provinsi Sumatera Utara, berjarak 344 km dari Pusat pemerintahan Provinsi

Sumatera Utara yaitu Kota Medan. Untuk menuju Kota Sibolga dapat ditempuh melalui jalan darat dari Kota Medan

yang membutuhkan waktu +10 jam perjalanan. Batas administratif pemerintahan sebagai berikut:

Sebelah Utara Berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah

Sebelah Timur Berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah

Sebelah Selatan Berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah

Sebelah Barat Berbatasan dengan Teluk Tapian Nauli/Kabupaten Tapanuli Tengah.

Page 11: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

2 Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13

Luas wilayah administrasi Kota Sibolga adalah sebesar 3.536 hektare, yang terdiri dari wilayah daratan dan

pulau-pulau kecil, dan wilayah lautan. Masing-masing wilayah daratan seluas lebih kurang 1.126 hektar atau 31,87%

dari seluruh wilayah administrasi Kota, wilayah daratan pulau-pulau kecil seluas lebih kurang 238 hektar atau 6,7%,

wilayah laut seluas lebih kurang 2.171 hektare atau 61,39%.

Saat ini masyarakat produsen dan pedagang kolektor tidak mendapat keuntungan yang memadai, karena ongkos

angkut ke kota-kota tersebut relatif mahal. Jarak Medan dengan daerah kantong produksi berkisar antara 200–600

km, sedangkan jarak Sibolga dengan kantong produksi hanya berkisar antara 0–200 km. Kenyataannya pemilik

perkebunan rakyat atau pedagang pengumpul dari Tapanuli Selatan sebagian lebih menyukai barang dagangannya

diangkut ke Padang atau Pekan Baru.

Keadaan yang demikian juga telah mengakibatkan merosotnya produksi perkebunan dan peternakan masyarakat

di wilayah sekitar Sibolga, yang sekaligus juga turut mendorong masyarakat mempertinggi arus migrasi ke Wilayah

pantai Timur Sumatera Utara. Di lain pihak perusahaan angkutan laut yang menyelenggarakan pelayaransamudra

enggan singgah secara teratur di pelabuhan Sibolga dengan alasan kargo tidak tersedia secukupnya.

Masalah yang dihadapi pelabuhan Sibolga dalam menjalankan aktivitasnya bersumber dari faktor intern dan

faktor ekstern di antaranya adalah:

Sebagian fasilitas yang ada pada saat ini belum sepenuhnya mendukung aktifitas pelabuhan.

Belum semua peralatan pokok dan penunjang telah dimiliki oleh pelabuhan.

Sebagian daerah lingkungan kerja yang ada saat ini masih terancam akan digunakan oleh pihak lain untuk

kepentingan yang bukan bersifat kepelabuhanan.

Selain hambatan-hambatan intern pelabuhan, terdapat juga hambatan-hambatan lain yang dianggap sebagai

hambatan ekstern, di antaranya adalah:

Kondisi jalan raya yang menghubungkan pelabuhan dengan daerah hinterland-nya belum sepenuhnya

mendukung.

Tidak semua instansi pemerintah yang berkaitan dengan masalah perizinan atau penyelesaian dokumen terdapat

di Sibolga.

Belum adanya koordinasi yang terpadu dalam pemanfaatan pelabuhan dengan instansi terkait.

Dari uraian di atas dapat diperkirakan bahwa hambatan tersebut juga merupakan penyebab para pengguna jasa

pelabuhan enggan memanfaatkan pelabuhan Sibolga dan memilih pelabuhan Belawan yang memiliki fasilitas yang

lebih baik dan lengkap walaupun jaraknya cukup jauh dari hinterland pelabuhan ini.

Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini mencoba untuk mengetahui lebih dalam tentang penyebab

keterbatasan penyediaan fasilitas dan peralatan bongkar muat dengan merumuskan permasalahan sebagai berikut:

Bagaimana pertumbuhan arus barang dan penumpang di pelabuhan Sibolga?

Bagaimana kebutuhan pengembangan kapasitas dan fasilitas sertaperalatan di pelabuhan Sibolga untuk kurun

waktu tahun 2030 ke depan?

Berdasarkan rumusan permasalahan yang diuraikan di atas, maka tujuan penelitian adalah mengevaluasi

pengembangan kapasitas dan fasilitas serta peralatan pelabuhan sampai kurun waktu tahun 2030.

2. Metode

Pengembangan pelabuhan diatur dalamPeraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan,

diuraikan secara rinci dalam pasal-pasalnya, hal-hal yang berkaitan dengan pengembangan pelabuhan pasal 89 s.d 93

serta Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut yang

disempurnakan melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 146 Tahun 2016 tentang Perubahan atas

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut, yang dirinci

dalam pasal 74 s.d. 78, yang pada intinya bahwa Pengembangan pelabuhan hanya dapat dilakukan berdasarkan

Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan. Pengembangan pelabuhan oleh penyelenggara

pelabuhan dilakukan setelah diperolehnya izinyang diajukan oleh penyelenggara pelabuhan kepada: Menteri untuk

pelabuhan utama dan pelabuhan pengumpul; Gubernur untuk pelabuhan pengumpan regional; dan Bupati/Walikota

untuk pelabuhan pengumpan lokal serta pelabuhan sungai dan danau. Permohonan izin pengembangan pelabuhan

yang diajukan oleh penyelenggara pelabuhan harus disertai dokumen yang terdiri atas: rencana induk pelabuhan,

dokumen kelayakan, dokumen desian teknis dan dokumen lingkungan.

Dalam perhitungan pengembangan pelabuhan terlebih dahulu mengupayakan optimalisasi kinerja operasional

pelabuhan yang meliputi kinerja waktu pelayanan terhadap kapal (ET, BT, NOT, TRT) dan kinerja waktu pelayanan

terhadap barang (produktivitas TGH, BC, BCH) dan tahap selanjutnya menganalisis kebutuhan perencanaan

pengembangan pelabuhan, yang rumusannya sebagian tertuang dalam Lampiran Keputusan Menteri Perhubungan

Nomor 53 Tahun 2002 tentang Tatanan Kepelabuhanan Nasional.

Page 12: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13 3

Sebagai bahan perbandingan dalam Evaluasi Pengembangan Pelabuhan Sibolga di antaranya yaitu :

1. Beberapa pandangan yang mendukung gagasan dalam penelitian ini, yaitu sebagaimana yang diungkapkan oleh

General Manager PT Pelindo I (Persero) Cabang Sibolga, bahwa sudah saatnya dermaga Pelabuhan Sibolga

tersebut diperpanjang, sehingga dapat memperlancar kegiatan bongkar muat di Pelabuhan Sibolga yang

nantinya dapat memberikan efek dominan terhadap pertumbuhan perekonomian di daerah Kota Sibolga dan

sekitarnya. (Metrosiantar.com 15 Nov 2012).

2. “Pengembangan Pelabuhan Sibolga yang merupakan aspirasi pemerintah daerah ini, akan bisa dikembangkan

dari 24.000 TEU’s menjadi 60.000 TEU’s. Disisi lain, Pelabuhan Sibolga memerlukan pengembangan untuk

memperkuat jalur transportasi laut di wilayah pantai barat Sumatera Utara, khususunya Sibolga – Nias, yang

akan terbagi dalam 4 kluster yaitu cargo, penumpang, petikemas dan curah cair”. (Tempo.Co, Sibolga, Sabtu 20

Agustus 2016).

3. “Pengembangan Pelabuhan Sambas Sibolga menelan dana Rp. 289 miliar. Saat ini fokus pemerintah yaitu pada

pengembangan infrastruktur seperti jalan tol, pelabuhan, listrik dan airport untuk mengejar ketertinggalan

dengan negara tetangga. Biaya transportasi 2,5 kali lipat dibanding Malaysia, biaya logistik 2 sampai 2,5 kali

lipat dibanding Singapura dan Malaysia”. (PojokSumut.com, Sibolga, Sabtu 20 Agustus 2016).

4. “Pengembangan Pelabuhan Sibolga akan dilakukan beberapa tahap yang akan dimulai dari tahun ini hingga

2017, dimana untuk tahap awal akan dibangun terminal penumpang seluas 500 m2, perluasan lapangan

penumpukan petikemas dan perkuatan dermaga, trestle & breasting dolpin.Untuk tahap kedua, akan dilakukan

perpanjangan dermaga ferry sepanjang 40 m, pembangunan Breasting Dolpin sebanyak tujuh unit, pengadaan

alat bongkar muat (fix crane), penataan perkantoran dan lingkungan, pembangunan dermaga multi purpose,

trestle dan terminal petikemas kapasitas 60.000 Teus dan tahap ketiga yaitu pembangunan jetty curah cair dan

tank storage kapasitas total 12.000 m3, pengerukan seluas 20.000 m

2 dan pengadaan reachstaker”.

(BUMNInsight.co.id, Sibolga, Sabtu 20 Agustus 2016).

Hasil penelusuran terhadap jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penelitian ini, diantaranya yaitu:

1. “Dwelling time bagi peti kemas yang masuk di Jakarta International Container Terminal (JICT) Tanjung Priok

pada bulan Juli 2013 adalah 9.68 hari meningkat 42 persen dari dwelling time yang diukur bulan April 2013

(6,81 hari) dan cukup mengkhawatirkan, mengingat Tanjung Priok menangani lebih dari dua-per-tiga seluruh

perdagangan internasional Indonesia, sedangkan jumlah lalu lintas peti kemas diramalkan bertumbuh 160

persen pada tahun 2015. Permasalahan yang dihadapi kelihatannya sangat komprehensif.Perkembangan

dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok, posisi tahun Juli 2013 sebesar 9,68 hari adalah terburuk

dibandingkan beberapa negara di kawasan Asia Tenggara. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan simulasi

perhitungan YOR dan Dwelling Time. Berdasarkan perhitungan JICT sebenarnya mampu menampung

petikemas impor dengan kapasitas terpasang sebesar 2.279.308, dengan YOR ideal 65% dan dwelling time 4,46

hari. Upaya secara terus menerus untuk mengeluarkan petikemas yang longstay. Strategi yang mendesak untuk

segera dilakukan adalah menekan jumlah petikemas yang longstay di pelabuhan dan mempertahankan YOR

ideal pada posisi 65% sehingga dwelling time 4 hari bisa diimplementasikan, penerapan tarif progresif yang

tinggi, dan penghapusan masa 1 yaitu hari pertama sampai dengan hari ketiga free charge (Strategi Menekan

Tingginya Dwelling Time di Pelabuhan Tanjung Priok, Dedy Arianto, Puslitbang Transportasi Laut, Sungai,

Danau dan Penyeberangan, 2013).

2. “Pelabuhan Cabang Biak yang berada di lingkungan PT. (Perseo) Pelabuhan Indonesia IV dalam 3 tahun

terakhir terus mengalami peningkatan dalam arus barang dan petikemas maupun kunjungan kapalnya, sehingga

memerlukan kajian untuk pengembangan fasilitasnya. Dalam rangka mengantisipasi kebutuhan fasilitas

digunakan pendekatan demand forecast untuk periode 20 tahun ke depan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

Pada tahun 2030 sampai dengan tahun 2035, Pelabuhan Biak memerlukan tambahan 1unit tambatan dermaga

baru sepanjang 130 meter, karena berdasarkan prediksi volume bongkar muat petikemas tidak bisa dihandle

dengan fasilitas dan peralatan yang ada dan harus bekerja dengan menggunakan 3 shift. Tambahan dengan 1

unit tambatan sepanjang 130 meter ini yang dapat melayani kapal-kapal dengan LOA antara 100 sampai

dengan 120 meter dan berbobot rata-rata 10.000 DWT” (Kebutuhan Pengembangan Dermaga Petikemasm

Pelabuhan Biak, Dedy Arianto, Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau dan Penyeberangan, 2014).

3. “Arus Penumpang di pelabuhan Ambon, secara rata-rata dalam 5 tahun terakhir mengalami peningkatan yang

cukup tajam, oleh karena itu perlu diantisipasi melalui perbaikan kualitas pelayanan kepada para penumpang.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kualitas pelayanan di pelabuhan Ambon melalui pendekatan

analisis CSI. Hasil analisis menunjukkan bahwa ada 4 hal pokok dalam pelayanan yang harus diperbaiki yaitu :

aspek kenyamanan dilokasi pemberhentian, halte atau terminal angkutan umum, disekitar pelabuhan dan

kenyamanan ruang terminal penumpang; aspek keselamatan di lokasi pemberhentian, halte, atau terminal

angkutan umum, disekitar pelabuhan dan keselamatan berjalan kaki dari lokasi pemberhentian, halte, atau

terminal angkutan umum, di sekitar pelabuhan, menuju lokasi terminal penumpang di pelabuhan, atau

sebaliknya; aspek keamanan berjalan kaki dari lokasi pemberhentian, halte, atau terminal angkutan umum, di

Page 13: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

4 Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13

sekitar pelabuhan, menuju lokasi terminal penumpang di pelabuhan, atau sebaliknya;serta aspek kemudahan

menemukan lokasi fasilitas terminal penumpang dan kemudahan menemukan petunjuk arah menuju lokasi

pintu masuk ke kapal atau dari kapal ke terminal penumpang” (Peningkatan Kualitas Pelayanan Terminal

Penumpang Di Pelabuhan Ambon, Dedy Arianto, Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau dan

Penyeberangan, 2014).

4. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur dan mengevaluasi pencapaian standar pelayanan di pelabuhan

Balikpapan. Metode yang digunakan yaitu analisis deskriptif, analisis regresi dan analisis trend. Hasil

penelitian menyatakan bahwa hasil analisis terhadap standar pelayanan (level of service) kapal, khususnya

terkait dengan : sistem dan prosedur pelayanan kapal masuk; sistem dan prosedur perubahan dan pembatalan

kedatangan kapal; sistem dan prosedur kapal pindah tambatan (shifting); sistem dan prosedur perpanjangan dan

pengurangan waktu tambat; serta sistem dan prosedur pelayanan kapal keluar, secara berturut-turut rata-rata

lama waktu pelayanan adalah sebesar : 69.61 menit; 15.45 menit; 83.87 menit; 51.41 menit; dan 86.24 menit,

yang semuanya dalam kategori pelayanannya mengandung makna pelayanan yang biasa saja, tidak cepat dan

juga tidak lambat, upaya peningkatan pelayanan dapat dilakukan dengan konsekuensi perlunya penyederhanaan

sistem dan prosedur pelayanan kapal (Evaluasi Pencapaian Standar Pelayanan di Pelabuhan Balikpapan, Dedy

Arianto, Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau dan Penyeberangan, 2014).

Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan di Pelabuhan Sibolga.Data sekunder yang dibutuhkan

yaitu: RTRW Propinsi dan Kabupaten/Kota; Rencana Induk Pelabuhan Nasional dan Rencana Induk Pelabuhan

Sibolga; Data Fasilitas dan Peralatan; Data Kinerja Waktu Pelayanan Kapal; Data Kinerja Pelayanan Produktivitas

dan Utilisasi; dan Data Potensi Ekonomi Hinterland. Data primer ditujukan untuk menghimpun masukan-masukan

terkait dengan kualitas pelayanan di Pelabuhan Sibolga.

Metode yang digunakan adalah dengan pendekatan forecasting untuk meramalkan kebutuhan pengembangan

kapasitas dan fasilitas pelabuhan Sibolga. Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, yang lebih ditujukan untuk

menganalisis fenomena-fenomena dalam kegiatan pengembangan tersebut dan kemudian mendeskripsikan hasil

analisis secara sistematis sesuai kaidah-kaidah penulisan.

Proses analisisdan evaluasi, dilakukan secara komprehensif melalui pendekatan deskriptif. Data yang telah

dikumpulkan dengan studi kepustakaan tersebut selanjutnya dianalisis dengan menggunakan model peramalan dan

evaluasi kinerja pelayanan kapal dan barang.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Kondisi Pelabuhan Sibolga Saat Ini

3.1.1. Perairan Pelabuhan

Perairan Pelabuhan Sibolga dankondisi hidrooceanografi perairan Pelabuhan Sibolga adalah sebagaimana

Tabel 1. Kondisi perairan Pelabuhan Sibolga yang luas dan relatif dalam serta terlindung secara alami, tidak

menjadi permasalahan navigasi untuk masa mendatang.

Tabel 1.

Perairan Pelabuhan dan Kondisi Hidrooceanografi

No Uraian Sat. Jumlah Keterangan

Perairan pelabuhan

1 DLKr perairan Ha 3.573,5

2 DLKp perairan Ha 2.046,5

Kondisi hidrooceanografi

3 Pasang surut

Pasang tertinggi (HWL) MLWS + 1,40

Duduk tengah (MSL) MLWS + 0,70

Muka air terendah (LWS) MLWS + 0,00

4 Kedalaman dasar laut lumpur dan pasir MLWS - 12,00 Pantai sekitar pelabuhan terbentuk dari batuan dan

karang dengan kelandaian yang relatif curam.

5 Arus

Kecepatan arus rata-rata cm/detik 4,40

Kecepatan arus maksimum cm/detik 11,30 – 11,80

6 Gelombang

Tinggi gelombang di perairan dalam meter 0,2 – 0,3

Tinggi gelombang di perairan luar meter 0,5 – 0,7

7 Kecepatan Angin rata-rata knot 5 – 6 Juli – Desember arah barat laut/tenggara dan Desember – Juli arah Barat/Timur

Sumber: data diolah, 2017

Page 14: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13 5

3.1.2. FasilitasPelabuhan

Fasilitas Pelabuhan Sibolga meliputi alur pelayaran, kolam pelabuhan, tambatan / dermaga, gudang, lapangan

penumpukan, gedung terminal penumpang dan fasilitas penunjang seperti gedung kantor, jalan, lapangan parkir.

Selain fasilitas, terdapat pula peralatan pelabuhan adalah terutama untuk kegiatan bongkar muat, dan utilitas

pelabuhan yang meliputi jaringan air bersih, jaringan listrik dan sarana telekomunikasi, saluran pembuangan,

instalasi limbah dan sampah. Secara rinci fasilitas Pelabuhan Sibolga ditunjukkan dalam Tabel 2 dan Gambar 1

sampai dengan Gambar 5.

Selain dermaga umum tersebut, terdapat pula DUKS milik Pertamina untuk kegiatan distribusi BBM dan

DUKS milik PT Mujur Timber untuk kegiatan pengapalan kayu. Adapun DUKS milik 4 (empat) perusahaan kayu

yang lain saat ini tidak beroperasi lagi. Gambaran kondisi saat ini fasilitas pelabahuan Sibolga sebagaimana terlihat

pada Gambar 1 sampai dengan Gambar 5.

Tabel 2.

Data Fasilitas Pelabuhan Sibolga

No Uraian Sat. Jumlah

Pelabuhan Umum

1 Dermaga Cargo

Panjang meter 103.50

Lebar meter 15.50

Luas m2 1,604.25

2 Trestle

Panjang meter 129.00

Lebar meter 10.00

Luas m2 1,290.00

3 Gudang tertutup

Panjang meter 45.00

Lebar meter 20.00

Luas m2 900.00

4 Lapangan penumpukan

Trans container m2 3,500.00

Umum m2 2,000.00

Sumber: data diolah, 2017

Gambar 1. Kondisi dermaga di Pelabuhan Sibolga

Page 15: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

6 Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13

Gambar 2. Terminal Penumpang (300 M2)

Gambar 3. Lapangan Penumpukan Trans Continent (Luas = 3.500 m2 )

Gambar 4. Lapangan Penumpukan Umum (Luas = 2.000 m2 )

Gambar 5. Gudang Pelabuhan (Luas = 20 m X 45 m)

Page 16: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13 7

3.2. Data Aktual dan Proyeksi

3.2.1. Data Trafik Arus Penumpang, Barang dan Kunjungan Kapal

Arus penumpang yang di Tahun 2015 sebanyak 465.647 orang,diperkirakan akan meningkat di masa datang

dalam proyeksi dengan pendekatan terpilih model exponential, dimana pada Tahun 2030 diperkirakan akan

mencapai 587.931 orang. Arus barang padaTahun 2015 sebanyak 2.903.109 ton, diproyeksikan pada Tahun 2030

akan mencapai 6.232.545 ton.

Kunjungan kapal juga meningkat baik dalam call maupun GT, sejalan dengan pertumbuhan arus barang dan

penumpang. Ukuran GT kapal barang yang berkunjung di Pelabuhan Sibolga periode Januari – Maret 2016

didominasi oleh kapal cargo berukuran kecil GT 488 sampai dengan GT 3.256. Sedangkan kapal penumpang, terdiri

dari kapal penumpang PT PELNI, kapal Ro-Ro PT ASDP, dan kapal ferry swasta. Diproyeksikan pada Tahun 2030

mencapai GT 9.677.663, sedangkan untuk kunjungan kapal dalam satuan unit pada Tahun 2030 diperkirakan

mencapai 5.069 unit kapal.Hasil selengkapnya sebagaimana terdapat dalam tabel 3 berikut. Arus petikemas pada

tahun 2016 sebanyak 6.503 box, diproyeksikan pada tahun 2030 akan mencapai55.360 box. Hasil selengkapnya

sebagaimana terdapat dalam Tabel 4.

Sementara itu, saat ini kapal yang berkunjung di Pelabuhan Sibolga periode Januari – Maret 2016, yang sandar

di Tambatan kapal di dermaga dengan memanfaatkan dermaga sisi luar (103 m) dan sisi dalam (2 x 46 m) pada

umumnya di dominasi kapal jenis general cargo, dan jenis kemasan general cargo dan bag cargo serta jenis komoditi

semen, beras, dan container. Hasil selengkapnya sebagaimana terdapat dalam Tabel 5.

Tabel 3.

Hasil Proyeksi Pertumbuhan Kunjungan Kapal, Arus Barang dan Arus Penumpang, di Wilayah Pantai Barat Sumatera Utara sebagai Daerah Hinterland Pelabuhan Sibolga

Tahun KAPAL (Call) KAPAL (GT) BRG (Ton) PNP (Orang)

DA

TA

AK

TU

AL

2001 2.046 1.687.966 630.760 242.431

2002 2.051 1.563.209 685.097 254.382

2003 2.253 1.199.826 641.997 238.767

2004 2.132 1.265.959 723.711 239.690

2005 2.272 1.459.766 859.223 259.672

2006 2.220 1.122.345 1.087.924 238.366

2007 2.929 1.530.563 1.420.622 246.618

2008 1.866 1.179.596 1.106.317 245.866

2009 1.810 1.347.545 1.168.528 244.499

2010 1.646 1.521.465 1.780.184 215.840

2011 1.431 1.525.714 2.025.572 242.866

2012 2.482 3.077.344 2.928.246 380.351

2013 2.393 2.508.581 3.011.513 428.853

2014 447 585.472 3.345.436 392.022

2015 10.852 13.105.222 2.903.109 465.647

DA

TA

PR

OY

EK

SI

2016 3.566 4.114.532 3.306.301 397.739

2017 3.673 4.511.898 3.515.318 411.324

2018 3.780 4.909.265 3.724.335 424.909

2019 3.888 5.306.631 3.933.353 438.494

2020 3.995 5.703.998 4.142.370 452.080

2021 4.103 6.101.364 4.351.388 465.665

2022 4.210 6.498.731 4.560.405 479.250

2023 4.317 6.896.097 4.769.423 492.835

2024 4.425 7.293.464 4.978.440 506.420

2025 4.532 7.690.830 5.187.458 520.005

2026 4.639 8.088.197 5.396.475 533.590

2027 4.747 8.485.563 5.605.493 547.176

2028 4.854 8.882.930 5.814.510 560.761

2029 4.961 9.280.296 6.023.528 574.346

2030 5.069 9.677.663 6.232.545 587.931

Sumber: hasil perhitungan, 2017

Page 17: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

8 Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13

3.2.2. Perkembangan Wilayah Belakang (Daerah Hinterland)

Pelabuhan Sibolga memiliki peran strategis sebagai pintu gerbang sekaligus transit untuk pergerakan orang dan

barang di Sumatera Utara Pantai Barat. Wilayah belakang (hinterland) pelabuhan Sibolga mencakup Kota Sibolga,

Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Tapanuli Utara, Nias, Mandailing Natal, Toba

Samosir dan Dairi, sebagaimana Tabel 6.

Hasil perhitungan proyeksi jumlah penduduk hinterland pelabuhan Sibolga, ditunjukkan oleh persamaan

terpilih Model Power.Untuk Tahun 2030 diperkirakan mencapai 2.657.798 jiwa. Hasil perhitunganproyeksi Besaran

PDRB per Kapita atas Dasar Harga Konstan hinterland pelabuhan Sibolga, ditunjukkan oleh persamaan terpilih

Model Linier Untuk Tahun 2030 sebesar Rp. 92.210.227,00.

Tabel 4.

Hasil Proyeksi Pertumbuhan Arus Petikemas di Wilayah Pantai Barat Sumatera Utara sebagai Daerah Hinterland Pelabuhan Sibolga

Tahun Data PK (box) Proyeksi PK

2014 4,789

2015 5,927

2016 6,503

2017

7,578

2018

8,830

2019

10,290

2020

11,991

2021

13,973

2022

16,282

2023

18,974

2024

22,110

2025

25,765

2026

30,023

2027

34,986

2028

40,769

2029

47,507

2030

55,360

Sumber: hasil perhitungan, 2017

Tabel 5.

Perbandingan Ukuran Kapal, Jenis Kemasan, Jenis Komoditi dan Total Bongkar Muat Bulan januari 2016 s.d Maret 2016

Jenis Kapal Ukuran Kapal (GT) Panjang Kapal (Meter) Jenis Kemasan Jenis Komoditi Total Bongkar Muat

General Cargo 1,430 72 General Cargo Semen 2,300

General Cargo 597 45 Bag Cargo Semen 650

General Cargo 3,256 92 General Cargo Kontainer 149

General Cargo 488 45 Bag Cargo Semen 1,100

General Cargo 1,430 72 General Cargo Semen 2,300

General Cargo 3,256 92 General Cargo Kontainer 173

General Cargo 597 45 Bag Cargo Semen/beras 650

General Cargo 1,291 66 Bag Cargo Semen/beras 2,850

General Cargo 3,256 92 General Cargo Kontainer 191

General Cargo 597 45 Bag Cargo Semen 600

General Cargo 1,430 72 General Cargo Semen 2,300

General Cargo 597 45 Bag Cargo Semen 600

General Cargo 3,256 92 General Cargo Kontainer 190

General Cargo 1,291 66 Bag Cargo Semen/beras 1,850

General Cargo 633 48 Bag Cargo Semen 950

General Cargo 1,291 66 Bag Cargo Semen/beras 1,850

General Cargo 3,256 98 General Cargo Kontainer 190

General Cargo 900 60 pipa Aspal 1,047

General Cargo 3,256 98 General Cargo Kontainer 197

General Cargo 597 51 Bag Cargo Semen 600

General Cargo 686 87 Bag Cargo Semen 1,100

General Cargo 597 51 Bag Cargo Semen 600

General Cargo 3,256 98 General Cargo Kontainer 193

Sumber: data diolah, 2017

Page 18: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13 9

Sektor perekonomian yang berperan besar saat ini di Pantai Barat Sumatera Utara adalah perikanan, perkebunan

dan kehutanan.Sedangkan yang potensial berkembang di masa mendatang adalah perikanan, perkebunan dan

industri serta pariwisata. Hasil perhitungan proyeksi jumlah produksi perikananyang menjadi hinterland pelabuhan

Sibolga Tahun 2030 diperkirakan mencapai 394.778 ton.

Hasil perhitungan proyeksi jumlah produksi perkebunan yang menjadi hinterland pelabuhan Sibolga Tahun

2030 diperkirakan mencapai 408.626 ton. Hasil perhitungan proyeksi jumlah produksi padi yang menjadi hinterland

pelabuhan SibolgaTahun 2030 diperkirakan mencapai 967.384 ton.Hasil selengkapnya sebagaimana terdapat dalam

Tabel 7.

Tabel 6.

Luas Wilayah Administrasi di wilayah Pantai Barat Sumatera

No. Kabupaten/Kota Luas /Area (km2) Persentase (%)

1. Kota Sibolga 10,77 0,02

2. Kab. Tapteng 2.158,00 3,01

3. Kab. Tapsel 4.352,86 6,07

4. Kab. Taput 3.764,65 5,25

5. Kab. Nias 3.495,39 4,88

6. Kab. Mandailing Natal 6.620,70 9,24

7. Kab. Toba Samosir 2.352,35 3,28

8. Kab. Dairi 1.927,80 2,69

Sumatera Utara 71.680,68 100

Sumber: BPS Propinsi Sumatera Utara Dalam Angka

Tabel 7.

Hasil Proyeksi Pertumbuhan Jumlah Penduduk, Jumlah PDRB, Produksi Perikanan, Produksi Perkebunan dan Produksi Padi di Wilayah

Pantai Barat Sumatera Utara sebagai Daerah Hinterland Pelabuhan Sibolga

Tahun Penduduk (Orang) PDRB (Rp dalam ribuan) Perikanan (Ton) Perkebunan Padi

DA

TA

AK

TU

AL

2001 3.159.780 14.975 103.760 384.826 1.150.615

2002 3.253.258 15.528 107.755 385.576 1.154.067

2003 2.543.418 16.311 102.333 386.423 1.147.778

2004 2.470.194 39.400 100.174 1.011.088 1.075.240

2005 2.502.576 40.585 112.365 1.078.651 1.052.502

2006 2.567.954 41.294 112.953 1.252.647 911.109

2007 2.598.408 43.138 138.152 1.189.672 913.387

2008 2.251.673 46.487 145.815 393.207 1.018.351

2009 2.279.621 48.354 156.610 190.324 842.989

2010 1.918.289 50.650 122.792 394.756 809.563

2011 2.105.409 52.660 178.812 392.861 922.557

2012 2.131.502 54.742 190.229 393.676 924.864

2013 2.157.906 56.823 201.641 394.492 927.176

2014 2.184.623 58.905 213.047 395.309 929.495

2015 2.211.658 60.987 224.447 396.129 931.819

DA

TA

PR

OY

EK

SI

2016 2.239.013 63.068 235.842 396.950 934.148

2017 2.266.693 65.150 247.231 397.773 936.484

2018 2.294.701 67.231 258.615 398.597 938.825

2019 2.323.041 69.313 269.992 399.423 941.173

2020 2.351.717 71.394 281.365 400.251 943.526

2021 2.380.732 73.476 292.731 401.081 945.885

2022 2.410.091 75.558 304.092 401.912 948.250

2023 2.439.797 77.639 315.447 402.745 950.621

2024 2.469.854 79.721 326.797 403.580 952.998

2025 2.500.266 81.802 338.141 404.417 955.380

2026 2.531.038 83.884 349.480 405.255 957.769

2027 2.562.173 85.966 360.812 406.095 960.164

2028 2.593.675 88.047 372.140 406.937 962.564

2029 2.625.548 90.129 383.461 407.780 964.971

2030 2.657.798 92.210 394.778 408.626 967.384

Sumber : hasil perhitungan, 2017

Page 19: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

10 Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13

3.3. Analisis Kinerja Operasional Pelabuhan

Sebelum mengevaluasi rencana pengembangan pelabuhan, terlebih dahulu dianalisis sejauhmana kinerja

pelayanan kapal dan kinerja pelayanan barang dapat optimal. Kinerja pelayanan kapal selama periode 2011 sampai

dengan 2015 pada umumnya pelayanan pemanduan, pelayanan waktu labuh dan waktu tunggu kapal seperti waktu

Waiting Time, Approach Time dan Postphone Time menunjukkan kinerja pelayanan yang baik, hal ini disebabkan

bahwa Pelabuhan Sibolga bukan merupakan pelabuhan wajib pandu. Namun untuk waktu selama kapal berada di

tambatan Berthing Time(BT) masih cukup tinggi yaitu berkisar antara 64 jam sampai dengan 185 jam yang

dipengaruhi oleh waktu Non Operating Time (NOT) yang juga tinggi, berkisar antara 58 jam sampai dengan 112

jam. Proporsi Effective Time (ET) dibandingkan BT dibawah standar (70%) yaitu antara 8% sampai dengan 40%,

yang berartibahwa kebanyakan kapal hanya nongkrong di dermaga sandar tanpa melakukan aktivitas bongkar muat.

Produktivitas bongkar muat relatif cukup bagus, dimana pada Tahun 2015, produktivitas GC sebesar 29,13

TGH dan Bag Cargo (BC) sebesar 26,95 TGH, serta produktivitas petikemas konvensional sebesar 12,02 BCH.

Sedangkan utilisasi BOR pada periode 2013 – 2015 berkisar antara 120,71% hingga menurun di tahun 2015 menjadi

95,67% yang berkecenderungan dianggap belum baik, dikarenakan masih diatas standar. Dari data operasional yang

diperoleh di Pelabuhan Sibolga Tahun 2016periode Januari – Maret, terungkap bahwa Turn Round Time (TRT) yang

merupakan jangka waktu lamanya kapal berada di pelabuhan pada periode Januari – Maret 2016 adalah rata-rata

121,12 jam dan waktu Berthing Time (jangka waktu kapal di tambatan) rata-rata 120,12 jam yang dipengaruhi oleh

waktu Non Operating Time (NOT) yang juga tinggi, rata-rata 68,95 jam. Proporsi Effective Time (ET) dibandingkan

BT dibawah standar (70%) yaitu antara 35% sampai dengan 40%, yang berarti bahwa kebanyakan kapal hanya

nongkrong di dermaga sandar tanpa melakukan aktivitas bongkar muat.

Produktivitas bongkar muat relatif cukup bagus, dimana pada Tahun 2016periode Januari – Maret, produktivitas

GC sebesar 29,13 TGH, namun untuk produktivitas petikemas konvensional masih berada dibawah standar yaitu

rata-rata sebesar 4,81 BCH. Sedangkan utilisasi BOR pada periode Tahun 2016periode Januari – Maret, rata-rata

sebesar 53,14% yang berkecenderungan dianggap baik. Beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas

pelayanan diantaranya yaitu:

Jam kerja TKBM untuk kapal yang bermuatan general cargo, pukul 08.00 WIB s/d 17.00 WIB (8 jam

kerja/hari), sehingga kapal yang masuk pada saat subuh/malam hari tidak langsung dibongkar/dimuat;

Jam kerja kapal yang bermuatan petikemas pukul 08.00 WIB s/d 21.00 WIB (11 jam kerja/hari);

Kapal tidak bisa keluar pada malam hari karena kondisi alam sehingga menunggu sampai pagi;

Curah hujan yang tinggi di Sibolga sehingga kapal tidak bisa melakukan kegiatan bongkar/ muat;

Tambatan kapal di dermaga dengan memanfaatkan dermaga sisi luar (103 m) dan sisi dalam (2 x 46 m);

Kapal cargo yang melakukan kegiatan bongkar semen dan beras langsung melakukan pengiriman ke pembeli,

tidak ditumpuk di gudang.

Tabel 8.

Rekapitulasi Hasil Kinerja Pelayanan Periode Januari – Maret 2016

Uraian Satuan Januari 2016 Februari 2016 Maret 2016

Call Unit 8.00 8.00 8.00

Rata-rata LOA Meter 63.50 65.75 76.13

Jumlah BM Ton 7,650.00 9,150.00 5,197.00

Jumlah BM petikemas Box 322.00 381.00 580.00

ET/BT % 34.87 39.83 37.53

BOR % 52.02 64.66 42.73

BTP Ton/M 39.23 46.92 26.65

BTP Petikemas Box/M 3.13 3.70 5.63

PT Jam 0.00 0.00 0.00

AT Jam 1.00 1.00 1.00

WT Jam 0.00 0.00 0.00

BWT Jam 48.50 68.88 36.13

ET Jam 43.38 59.63 32.38

IT Jam 5.13 9.25 3.75

NOT Jam 75.89 80.83 50.15

BT Jam 124.39 149.71 86.27

TRT Jam 125.39 150.71 87.27

TGH T/G/H 24.17 24.83 38.40

TSH T/S/H 8.33 9.33 11.40

BCH B/C/H 5.25 4.50 4.67

BSH B/S/H 4.50 5.00 5.33

Sumber: PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia I Cabang Sibolga

Page 20: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13 11

3.4. Evaluasi terhadap Perencanaan dan Pengembangan Pelabuhan

3.4.1. Rencana Operasional Terminal Barang

Dengan penyediaan terminal barang yang dilengkapi dengan dermaga, gudang dan lapangan penumpukan,

peralatan bongkar muat, maka di masa mendatang pelayanan terminal akan meliputi pelayanan dermaga, pelayanan

penumpukan, dan pelayanan bongkar muat. Peningkatan operasional pelayanan barang yang direncanakan untuk

terminal barang adalah dengan menyediakan gudang dan lapangan penumpukan yang memadai sehingga memberikan

pilihan bagi pemilik barang untuk memanfaatkan fasilitas penumpukan tersebut sehingga tidak selalu harus truck-

lossing.Karena pola operasional truck-loosing tanpa didukung kesiapan armada pengangkutan dalam jumlah yang

memadai, justru berbiaya tinggi terhadap biaya angkutan secara keseluruhan. Hal tersebut akan memungkinkan Pelabuhan

Sibolga mendekati pelabuhan lain di Indonesia yang sekelas dalam hal produktivitas bongkar-muat. Pada pelabuhan

dengan fasilitas serupa, maka produktivitas bongkar-muat pada kapal pelayaran lokal nasional, adalah sebesar 20 ton per

gang per jam untuk general cargo, dan 25 ton per gang per jam untuk bag cargo.Angka produktivitas tersebut dapat dicapai

oleh kapal barang. Tidak demikian halnya dengan kegiatan bongkar muat barang pada kapal ferry, yang diperkirakan akan

tetap rendah dengan pola operasional yang sama di masa mendatang.

Untuk lebih mengoptimalkan fasilitas, maka jam kerja bongkar-muat perlu diperpanjang. Kalau pada saat ini

hanya berlangsung dari jam 08.00 WIB pagi hingga jam 18.00 WIB sore dengan 1 jam istirahat siang, maka jam

kerja bongkar muat rata-rata 9 jam per hari. Untuk meningkatkan jam kerja, maka diterapkan 2 shift per hari, dimana

shift pertama bekerja dari jam 08.00 WIB s/d jam 16.00 WIB dan dilanjutkan dengan shift kedua dari jam 16.00

WlB s/d jam 24.00 WlB. Dikurangi istirahat 1 jam masing-masing shift, diperoleh rata-rata 14 jam per hari.

3.4.2. Rencana OperasionalTerminal Penumpang

Secara umum pola pelayanan di terminal penumpang akan tetap berlangsung sebagaimana sekarang, tetapi

dengan penataan operasional yang memisahkan pelayanan penumpang dari kegiatan pelayanan barang dan

meningkatkan kelengkapan gedung terminal, maka kenyamanan, kelancaran dan ketertiban dalam pelayanan

penumpang dapat ditingkatkan. Apabila dengan fasilitas dan pelayanan yang sekarang ini, terminal penumpang di

Pelabuhan Sibolga ditetapkan sebagai kelas C, maka dengan peningkatan fasilitas dan pelayanan di masa mendatang,

kelas ditingkatkan menjadi Kelas B. Rata-rata pelayanan tambat 4 jam untuk kapal Pelni dinilai cukup baik.

Sedangkan untuk kapal Roro milik PT ASDP ( KMP Poncan dan KMP Cucut ) bertambat sejak kedatangan pagi /

siang hari sampai waktu keberangkatan jam 20.00 WIB. Adapun kapal ferry swasta rata-rata berangkat jam 21.00

WIB. Pola pelayanan penumpang terbagi dalam dua kelompok, yaitu yang turun dari kapal atau yang naik ke kapal

Untuk penumpang kapal Pelni, penumpang dapat dibedakan menurut kelas tiket.Jalur sirkulasi keberangkatan

dipisahkan dari sirkulasi kedatangan khususnya pada bangunan terminal sedangkan pada ruas luar bangunan (koridor

luar bangunan dan dermaga) tidak dipisah.

3.5. Analisis Kebutuhan Pengembangan Pelabuhan

3.5.1. Rencana Kebutuhan Fasilitas Terminal Penumpang

Kebutuhan fasilitas pelabuhan untuk Terminal Penumpang dan Terminal Barang dihitung berdasarkan

perkembangan arus penumpang, arus barang dan kunjungan kapalpada tahun 2020 (jangka pendek), tahun 2025

(jangka menengah ) dan tahun 2030 (jangka panjang ).

a) Tambatan

Kebutuhan tambatan untuk kapal PELNI sampai dengan tahun 2030 mendatang cukup 1 (satu) tambatan.

Mengingat kapal ini hanya memerlukan waktu Berthing Time rata-rata 3.2 jam setiap kunjungan. Dengan

perkembangan arus penumpang, maka diperkirakan PT PELNI akan meningkatkan frekuensi kunjungan

kapalnya, dari 3 kali per bulan pada saat ini menjadi 6 kali setiap bulan. Peningkatan frekuensi tersebut

diperhitungkan tidak memerlukan tambahan tambatan. Bahkan, tambatan yang dialokasikan untuk melayani

kapal PELNI pada saat- saat kosong akan tetap dipergunakan untuk kapal lainnya termasuk kapal cargo yang

berukuran besar. Namun demikian, apabila dermaga yang ada nantinya pada jangka panjang telah sibuk melayani

kapal cargo berukuran besar, maka perlu penambahan tambatan baru 1 unit untuk kapal PELNI.

Jumlah kapal ferry penumpangswasta yang melayani Sibolga – Gunung Sitoli sebanyak 4 unit dan yang melayani

Sibolga – Sinabang sebanyak 1 unit. Seperti halnya kapal Ro-Ro PT. ASDP, kapal ferry penumpang ini juga datang

pagi atau siang kemudian baru berangkat malam harinya agar sampai ke tujuan pada pagi hari berikutnya yang pada

umumnya dilayani oleh dermaga sisi dalam seluas 2 x 46 meter. Dengan kebutuhan tambatan tersebut maka untuk

Kapal PELNI tetap menggunakan dermaga Aek Habil bagian depan sebagaimana sekarang. Dengan tambatan baru

tersebut, maka akan memberi tambahan tambatan di dermaga Aek Habil untuk kapal cargo kecil.

b) Bangunan Gedung Terminal

Luas bangunan terminal penumpang ditentukan oleh jumlah penumpang yang menunggu keberangkatan.

Menurut standar yang ditetapkan Ernst Neufert kebutuhan ruang terminal penumpang tiap penumpang adalah 1,0

– 2,0 m2.Untuk ruang terminal penumpang domestik ditetapkan sebesar 1,0 m

2. Penumpang kapal PELNI yang

naik rata-rata 300 – 400 orang, kapal Ro-Ro PT. ASDP rata-rata 350 – 400 orang, demikian pula penumpang

kapal ferry swasta rata-rata 150 – 200 orang.

Page 21: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

12 Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13

Kondisi yang diperhitungkan adalah bahwa pola keberangkatan kapal PELNI yang hanya beberapa kali setiap

bulan dan pada pagi/siang/sore hari, sedangkan kapal Ro-Ro PT. ASDP datang pagi dan berangkat setiap

(sekitar) jam 20.00 WIB. Adapun kapal penumpang ferry swasta datang pagi dan berangkat setiap jam 21.00

WIB, maka para penumpang tersebut tidak secara bersamaan memerlukan ruang tunggu. Pada saat penumpang

kapal Ro-Ro PT. ASDP menunggu keberangkatan kapalnya, maka ada sebagian penumpang kapal ferry yang

telah mulai datang, diasumsikan bahwa pola penataan pengaturan manajemen kedatangan dan keberangkatan

kapal dilakukan secara kontinyu dan berkelanjutan, sehingga kebutuhan ruang terminal belum begitu mendesak.

3.5.2. Rencana Kebutuhan Fasilitas Terminal Barang

a) Tambatan

Kebutuhan tambatan untuk terminal barang dihitung berdasarkan perkembangan arus barang dan kapal

pengangkutnya yang melalui dermaga umum pada tahun 2020 (jangka pendek), 2025 (jangka menengah), dan

2030 (jangka panjang). Sebagian besar kapal yang berkunjung adalah kapal yang menghubungkan Sibolga

dengan pulau sekitarnya yang berukuran rata-rata 150 GT (LOA 68 meter) dan yang terbesar sampai dengan

3.256 GT (LOA 98 meter). Selain itu berkunjung pula kapal yang melayari short sea routes yang berukuran

terbesar 2.000 DWT yang ber LOA 80 meter dan memerlukan panjang tambatan 90 meter.

Untuk kapal yang berukuran besar yang mengangkut petikemas, tetapi freukensi kunjungan kapalnya relatif

jarang yaitu sebanyak 28 call pada Tahun 2016 dan diproyeksikan meningkat menjadi 300 call kapal petikemas

pada Tahun 2030 untuk jangka panjang. Sebagian besar kapal cargo besar adalah perdagangan dalam negeri

adalah kapal pengangkut semen dan beras yang hanya berkunjung 4 – 7 kali sebulan. Untuk kapal ini

dialokasikan pada dermaga yang digunakan oleh kapal PELNI, sekalipun tetap menempatkan kapal penumpang

dalam urutan prioritas yang lebih tinggi. Sesuai perhitungan, terlihat bahwa penggunaan dermaga eksisting

bagian depan oleh kapal cargo besar sudah cukup sibuk pada jangka panjang, sehingga saat itu tidak

memungkinkan penggunaan bersama lagi dengan kapal PELNI. Pada saat itu, dermaga exisiting bagian depan

dialokasikan khusus untuk kapal cargo besar.

Adapun tambatan untuk kapal cargo kecil yang frekuensi kunjungan kapalnya cukup tinggi dan secara rutin

melayari Sibolga dengan pulau sekitarnya dilayani di sisi utara dermaga Aek Habil (dapat bertambat 4 kapal

sekaligus) atau di dermaga bagian depan (dapat bertambat 4 kapal sekaligus), atau di dekat dermaga ferry (dapat

bertambat 3 kapal sekaligus), dikurangi 2 unit tambatan untuk kapal ferry swasta, maka tersedia 9 unit tambatan

untuk kapal cargo kecil saat ini.

Saat ini rata-rata kunjungan kapal adalah 2000-an unit kapal per tahun dengan rata-rata bertambat selama 81

jam atau 3.25 hari. Sesuai perhitungan, maka belum diperlukan penambahan tambatan. Dengan

memperhitungkan tambahan tambatan dengan telah disediakannya tambatan baru untuk kapal ferry PT. ASDP

dan kapal ferry swasta menjelang tahun 2030, maka praktis tambatan yang ada pada dermaga existing telah

mencukupi. Namun untuk antisipasi terhadap perkembangan volume petikemas yang semakin meningkat maka

diperlukan satu unit tambatan untuk back up area sampai tahun 2030.

b) Gudang

Saat ini tersedia gudang seluas 900 m2

sehingga mampu melayani 30,600 ton per tahun. Dengan kondisi

masih truck lossing maka belum perlu penambahan gudang sampai tahun 2030.

c) Lapangan Penumpukan

Saat ini praktis tersedia lapangan penumpukan seluas 5.500 m2

yang memadai.Sebagian barang ditumpuk di

atas permukaan tanah atau sepanjang pinggiran jalan di dalam pelabuhan. Dengan kondisi masih truck lossing

maka belum perlu penambahan lapangan penumpukan sampai tahun 2030.

4. Kesimpulan

Pelabuhan Sibolga memiliki peran strategis sebagai pintu gerbang sekaligus transit untuk pergerakan orang dan

barang di wilayah pantai barat Sumatera Utara. Wilayah belakang (hinterland) pelabuhan Sibolga mencakup : Kota

Sibolga, Kabupaten Tapanuli Tengah, Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Tapanuli Utara, Kabupaten

Kepulauan Nias, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Toba Samosir, dan Kabupaten Dairi.

Dalam mengantisipasi perkembangan trafik dan sesuai kondisi teknis lahan pengembangan yang tersedia, maka

arah pengembangan pelabuhan Sibolga adalah dengan memanfaatkan lahan pelabuhan yang tersedia dan yang belum

optimal pemanfaatannya, dan kemudian mengadakan perluasan area melalui rekonfigurasi pelabuhan.

Rencana pengembangan jangka panjang yang disiapkan, dengan zoning dan tata letak sebagai berikut:

Pemisahan secara fisik dan operasional antara terminal barang general cargo, terminal petikemas konvensional dan

terminal penumpang. Terminal barang pada lokasi sebelah selatan termasuk dermaga Aek Habil sampai dengan

dermaga Sambas. Dermaga Aek Habil bagian depan untuk kapal cargo besar dan kapal Pelni (sampai dibangun

dermaga sendiri). Adapun bagian lain dari dermaga Aek Habil termasuk dermaga ferry yang ada, dialokasikan untuk

kapal cargo kecil Sedangkan Terminal Penumpang pada lokasi sebelah utara dermaga Aek Habil.

Page 22: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Dedy Arianto / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 1–13 13

Ucapan Terima Kasih

Disampaikan penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya pada Puslitbang Transportasi Laut, Sungai,

Danau dan Penyeberangan, serta KSOP Pelabuhan Sibolga atas partisipasi dan bantuannya dalam menyelesaikan

penelitian ini.

Daftar Pustaka

Arianto, Dedy, 2013, Strategi Menekan Tingginya Dwelling Time Di Pelabuhan Tanjung Priok, Jurnal Transportasi Laut Volume 15, Nomor 3

September 2013, Jakarta.

Arianto, Dedy, 2014, Evaluasi Pencapaian Standar Pelayanan Di Pelabuhan Balikpapan, Jurnal Transportasi Laut Volume 16, Nomor 4 Desember 2014, Jakarta.

Arianto, Dedy, 2014, Kebutuhan Pengembangan Dermaga Petikemas (Studi Kasus Pelabuhan Biak), Jurnal Transportasi Laut Volume 16, Nomor 3 September 2014, Jakarta.

Arianto, Dedy, 2014, Peningkatan Kualitas Pelayanan Terminal Penumpang Di Pelabuhan Ambon, Warta Penelitian Perhubungan Volume 26,

Nomor 10 Oktober 2014, Jakarta.

http://ksp.go.id/perluasan-pelabuhan-sibolga-selesai-akhir-2017/ diunduh tanggal 09/02/2017 pukul 10.51.

http://sumut.pojoksatu.id/2016/08/21/jokowi-targetkan-pengembangan-pelabuhan-sibolga-wajib-selesai-akhir-2017/ diunduh tanggal 09/02/2017

pukul 10.42.

http://www.bumninsight.co.id/industri/infrastruktur/pengembangan-pelabuhan-sibolga-dimulai diunduh tanggal 09/02/2017 pukul 10.44.

http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2016/08/20/252277/pelabuhan-sibolga-pacu-ekonomi-pantai-barat/#.WJvnqRoxWM8 diunduh

tanggal 09/02/2017 pukul 10.55.

http://www.metrosiantar.com/news/tapanuli/2012/11/15/23262/perpanjangan-dermaga-pelabuhan-sibolga-mendesak/10.52

http://www.metrosiantar.com/news/tapanuli/2012/11/16/23554/bongkar-muat-petikemas-di-pelabuhan-sibolga-kembali-aktif/ tgl 10/02/2017

pukul 10.45.

http://www.metrosiantar.com/news/tapanuli/2014/01/27/120130/pelabuhan-sibolga-layak-diperpanjang/ 10.49.

https://m.tempo.co/read/news/2016/08/20/090797473/jokowi-targetkan-pengembangan-pelabuhan-sibolga-rampung-2017 diunduh tanggal

09/02/2017 pukul 10.36.

Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut yang disempurnakan melalui Peraturan

Menteri Perhubungan Nomor PM 146 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun 2015

tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan, Biro Hukum dan Kerjasama Luar Negeri,

Kementerian Perhubungan, Jakarta.

Page 23: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24

Jurnal Penelitian Transportasi Laut pISSN 1411-0504 / eISSN 2548-4087

Journal Homepage: http://balitbanghub.dephub.go.id/ojs/index.php/jurnallaut

* Corresponding author. Tel: +62 21 3483 2967 E-mail: [email protected]

doi: https://dx.doi.org/10.25104/transla.v19i1.347 1411-0504 / 2548-4087 ©2017 Jurnal Penelitian Transportasi Laut.

Diterbitkan oleh Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Balitbang Perhubungan, Kementerian Perhubungan

Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC (https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/)

Evaluasi Pengembangan Fasilitas Pelabuhan Laut Jailolo,

Halmahera Barat

Bambang Siswoyo Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Badan Litbang Perhubungan

Jalan Merdeka Timur No. 5, Jakarta Pusat, 10110

Diterima 15 Mei 2017; Disetujui 14 Juli 2017; Diterbitkan 13 September 2017

Abstrak Dalam rangka mendukung pelayanan transportasi laut di Kabupaten Halmahera Barat diperlukan pengembangan fasilitas

pelabuhan laut Jailolo. Pengembangan fasilitas ditingkatkan berdasarkan tahapan dalam jangka pendek, jangka menengah, dan

jangka panjang. Pelabuhan Laut Jailolo kedepan disiapkan menjadi pelabuhan penumpang, selanjutnya Pelabuhan Matui

digunakan mengantisipasi muatan barang. Pengembangan jangka pendek Pelabuhan Jailolo masih mampu untuk angkutan barang

dan penumpang, pada jangka menengah harus dilihat besaran bongkar muat barang dan penumpang terlebih dahulu.

Pengembangan jangka panjang disiapkan Pelabuhan Laut Matui yang berjarak sekitar 7 km. Maksud penelitian untuk

pengembangan Pelabuhan Jailolo kedepan. Pengambilan data dilakukan di Pelabuhan Jailolo, kemudian data tersebut dikompilasi

dan dianalisa. Kebutuhan pengembangan fasilitas pelabuhan Jailolo dilakukan berdasarkan hasil dari prediksi jumlah penduduk,

kenaikan PDRB, arus naik-turun penumpang, arus bongkar-muat barang, dan kunjungan kapal dengan menggunakan metode

regresi linier.Hasil perhitungan bahwadermaga sampai dengan tahun 2020 perlu ditambah panjang 40 m, sehingga panjang

menjadi 122 m, untuk tahun berikutnya tidak ada tambahan, karena ini pelabuhan pengumpan regional dengan maksimal panjang

dermaga 120 m, sesuai dengan Keputusan Menteri Perhubungan No. KP 414 tahun 2013. Terminal penumpang saat ini seluas

(10x20) m2, dilakukan revitalisasi dengan membangun baru, untuk gudang penyimpanan seluas 113 m2 sudah ada dan lapangan

penumpukan seluas 1.040 m2 untuk saat ini tidakada penambahan.

Kata Kunci: Transportasi Laut; Pelabuhan Jailolo; Kabupaten Halmahera Barat; Maluku Utara

Abstract Evaluation of Jailolo Sea Port Facility Development, West Halmahera: In order to support the sea transportation service

in West Halmahera Regency is needed the development of Jailolo sea port facility. Facility development is enhanced based on

short, medium and long term stages. Jailolo seaport fore is prepared to become a passenger port, then Matui Port is used to

anticipate the load of goods. Short-term development Jailolo port is still able to transport goods and passengers, in the medium

term should be seen the amount of loading and unloading goods and passengers first. Long-term development is prepared by

Matui Seaport which is about 7 km. The purpose of research for the development of the Port of Jailolo in the future. Data

collection is done at Port of Jailolo, then the data is compiled and analyzed. The need for development of Jailolo harbor facility

is based on the result of population prediction, GDP increase, passenger flows, loading and unloading of goods, and ship visits

using linear regression method. The calculation results that the docks until 2020 need to be added 40 m long, so the length

becomes 122 m, for the next year there is no addition, because this regional feeder harbors with a maximum of 120 m long quay,

in accordance with the Minister of Transportation Decree no. KP 414 year 2013. The current passenger terminal (10x20) m2, is

being revitalized with a new build, for a 113 m2 existing storage area and a 1,040 m2 stockpile field for the moment there is no

addition.

Keywords: Maritime Transport; Ports Jailolo; West Halmahera; North Maluku

Page 24: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Bambang Siswoyo / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24 15

1. Pendahuluan

Secara geografis Provinsi Maluku Utara terletak di antara 3° LU sampai 3° LS dan 124°–129° BT serta

terbentang dari utara keselatan sepanjang 770 km dan dari barat ketimur sepanjang 660 km. Luas wilayah Provinsi

Maluku Utara secara keseluruhan sebesar 145.801,1 km2

meliputi luas wilayah daratan 45.069,66 km2 (23,72%) dan

wilayah perairan seluas 100.731,44 km2 (76,28 %) dengan panjang garis pantai sepanjang 3.104 km.

Kabupaten Halmahera Barat secara geografis terletak diantara 1°48’LU - 0°48’LU dan 127°16’BT -

127°16’BT. Luas Kabupaten Halmahera Barat tercatat seluas 14.823,16 km2 dengan luas daratan 2.361,56 km

2 dan

luas lautan 12.461,60 km2. Karena letaknya di sekitar garis khatulistiwa, Kabupaten Halmahera Barat beriklim tropis

dengan suhu rata-rata 28,05°C dan kelembaban 73-82%, serta curah hujan 1500 mm/tahun. Kabupaten Halmahera

Barat mempunyai ketinggian 0-700 mdpl (meter diatas permukaan laut), dengan batas wilayah sebagai berikut:

1. Sebelah utara : Kec. Loloda Utara (Kab. Halmahera Utara) dan Samudera Pasifik.

2. Sebelah selatan : Kota Tidore Kepulauan dan Ka. Halmahera Timur.

3. Sebelah timur : Kabupaten Halmahera Utara.

4. Sebelah barat : Kota Ternate dan Laut Maluku.

Pelabuhan Jailolo merupakan salah satu infrastruktur yang melayani jasa transportasi laut yang sangat berarti

bagi perkembangan dan peningkatan sumber daya alam dan taraf hidup penduduk di daerah Halmahera Barat.

Bertitik tolak dari kondisi dermaga pelabuhan Jailolo yang tidak cukup dalam menampung barang dan penumpang

yang semakin meningkat sehingga kapal yang lain harus menunggu untuk bertambat, membuat keadaan dermaga

kurang nyaman, dengan demikian pelabuhan Jailolo sudah harus dilakukan penataan.Peranan transportasi laut bukan

hanya untuk melancarkan arus barang, manusia, akan tetapi juga membantu menciptakan peningkatan kesejahteraan

dan perekonomian suatu wilayah. Fungsi transportasi adalah untuk menggerakkan atau memindahkan orang dan/atau

barang dari satu tempat ke tempat lain dengan menggunakan sistem tertentu untuk tujuan tertentu (Bambang

Siswoyo dan Abdi Kurniawan, 2014).

Kapal laut sebagai salah satu alat angkutan yang berguna untuk memindahkan penumpang, barang, maupun

hewan antar pulau, dimana perlu ditunjang dengan sarana, prasarana, dan fasilitas pendukung untuk melakukan

bongkar muat. Transportasi laut merupakan salah satu alat transportasi yang sangat penting dalam menunjang

perekonomian dan pembangunan nasional suatu bangsa.Kabupaten Halmahera Barat dengan adanya dukungan

transportasi lautdapat mengembangan kelancaran mobilitas penduduk dan barang dari beberapa kecamatan yang ada

disekitarnya, yang masih terbatas angkutan jalannya, untukmemudahan pelayanan. Sarana dan prasarana transportasi

dikatakan memadai apabila dari sisi pengoperasiannya dapat melaksanakan fungsinya secara optimal sehingga

terjadi kelancaran arus barang maupun penumpang (Tebiary Lepius, dkk., 2010).

Dengan adanya pelabuhan Jailolo sebagai pelabuhan umum sangat membantu konektivitas dan mobilisasi

penumpang maupun barang. Maksud penelitian untuk melakukan evaluasi kebutuhan fasilitas pelabuhan Jailolo.

Selanjutnya tujuan memberikan masukan kepada instansi terkait.

2. Metode

Metode proyeksi yang digunakan untuk memperkirakan trafik di pelabuhan pada penelitian ini peramalan

dengan metode sederhana yang biasa dilakukan dengan metode regresi. Dasar dari metode ini adalah data historis

dari aspek yang ditinjau, sedangkan analisis dilakukan dengan memperhatikan kecenderungan perkembangan data

yang ada dengan menganggap data tersebut yang menentukan variasi lalu lintas akan terus menunjukkan hubungan-

hubungan yang serupa pada masa depan.

2.1. Konsep Transportasi

Transportasi merupakan faktor penunjang dan perangsang pembangunan (the promoting sector) serta pemberi

jasa (the servicing sector) bagi perkembangan ekonomi. Kenyataan menunjukkan bahwa ada hubungan antara

tingkatan dari kegiatan ekonomi dengan kebutuhan menyeluruh angkutan, dengan kata lain kalau aktivitas ekonomi

meningkat maka kebutuhan angkutan meningkat pula. Untuk itu, guna menunjang perkembangan ekonomi yang

mantap, perlu dicapai keseimbangan antara penyediaan (supply) dan permintaan (demand) jasa angkutan(Nasution:

2004).Perilaku perjalanan pengguna transportasi laut dengan melihat preferensi pemilihan moda akibat perubahan

biaya perjalanan, waktu perjalanan, frekuensi perjalanan, jadwal keberangkatan, kenyamanan kapal, dan

keamanan/keselamatan kapal (Achmad Afandi Tanjung, 2010). Peningkatan akivitas transportasi tanpa didukung

dengan penyediaan sarana, prasarana dan sistem pengoperasian transportasi yang handal telah menimbulkan

berbagai permasalahan (Subiakto, 2009).

Dalam pengembangan angkutan antarpulau, dilakukan peningkatan sistem transportasi laut yang telah ada dan

penambahan jalur pelayaran/penyeberangan baru pada daerah yang dianggap berpotensi untuk dikembangkan.

Peningkatan dapat berupa penambahan atau peningkatan sarana angkut (kapal) yang sesuai untuk melayani rute.

Penambahan kapal belum tentu penambahan dermaga, karena bisa menggunakan pelabuhan laut yang telah ada

(Hanok Mandaku, 2010).

Page 25: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

16 Bambang Siswoyo / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24

2.2. Kebutuhan dan Ketersediaan Infrastruktur

Dalam upaya peningkatan jasa pelayanan prasarana transportasi harus ditempuh melalui kebijakan rehabilitasi,

perbaikan dan penambahan prasarana yang dimiliki, berdasarkan pertimbangan perekonomian. Tujuan utama adalah

agar diarahkan pada langkah-langkah penyediaan jasa prasarana transportasi yang mendukung kegiatan produksi dan

peningkatan ekspor serta memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha, terutama bagi golongan ekonomi

lemah. Sasaran langsung adalah perbaikan jaringan prasarana transportasi, peningkatan jasa pelayanan transportasi

baik diperkotaan maupun di pedesaan. Prioritas selanjutnya ditujukan pada peningkatan kapasitas prasarana

transportasi serta perluasan jaringan dan jangkauan pelayanan yang sangat dibutuhkanoleh masyarakat terutama

didaerah-daerah terisolasi, terpencil dan perbatasan. Sarana dan prasarana transportasi dikatakan memadai apabila

dari sisi pengoperasiannya dapat melaksanakan fungsinya secara optimal sehingga terjadi kelancaran arus barang

maupun penumpang (Cahyo Eko Putranto, 2011).

3. Hasil dan Pembahasan

Pelabuhan Jailolo merupakan pelabuhan Kelas IV yang sudah beroperasi cukup lama dalam memenuhi

kebutuhan pelayaran masyarakat sekitar. Pelabuhan Jailolo terletak di Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera

Barat, Provinsi Maluku Utara, terletak di Teluk Jailolo yang cukup tenang. Posisi pelabuhan saat ini berada di

kawasan perkotaan, sehingga menyulitkan untuk pengembangan disisi daratnya. Fasilitas pelabuhan yang ada saat

ini merupakan lahan hasil reklamasi perairan, dimana tidak ada bangunan pelabuhan yang berdiri diatas tanah asli.

Kondisi perairan disekitar pelabuhan pun sangat terbatas, karena adanya terumbu karang yang mengitarinya

sehingga kolam pelabuhan menjadi sangat terbatas untuk manuver kapal.Keterbatasan lahandaratan dan perairan

menyebabkan pengembangan Pelabuhan Jailolo mengarah ke Pelabuhan Matui yang berada 10 km seberang

Pelabuhan Jailolo. Rencananya Terminal Pelabuhan Matui menjadi satu pengelolaan (Wilayah Kerja) dari Pelabuhan

Jailolo. Dermaga yang ada terletak pada posisi koordinat 1°3’27. 35” LU - 127°28’10,99” BT hingga 1°3’24.75” LU

- 127°28’11,52” BT. Kepemilikan lahan dikembangkan oleh Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat dengan

pengelolanya adalah KUPP sesuai dengan PM No. 62 tahun 2010 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Kantor Unit

Penyelenggara Pelabuhan. Pelabuhan Jailolo saat ini merupakan pelabuhan Pengumpan Regional sesuai dengan

Keputusan Menteri Perhubungan KP 414 Tahun 2013 tentang Penetapan Rencana Induk Pelabuhan Nasional.

Pelabuhan Jailolo dengan status Kantor Pelabuhan Kelas IV mempunyai panjang dermaga yang memanjang

sekitar 82 meter dengan konstruksi beton. Pelabuhan ini sebagai tempat bongkar muat memiliki areal pergudangan

seluas 113 m2 dan lokasi penumpukan sekitar 1.040 m

2 namun belum memiliki forklift. Kegiatan bongkar dan muat

di pelabuhan ini relatif seimbang yakni bongkar rata-rata 1.761 ton per bulan dan muat rata-rata sebesar 1.005 ton

per bulan. Ditinjau dari segi pengusahaan Pelabuhan Jailolo termasuk kedalam pelabuhan yang tidak diusahakan,

dimana pelabuhan ini hanya merupakan tempat singgahan kapal/perahu tanpa fasilitas bongkar-muat, bea cukai, dan

sebagainya. Jenis kapal yang berlabuh di pelabuhan ini terdiri dari kapal penumpang maupun kapal barang dengan

ukuran kecil, dengan dimana bobot kapal sebagian besar dibawah 500 GRT. Untuk pelayaran rakyat armada semut

(speedboat)mendominasi pelayanan angkutan penumpang berupa kapal dengan ukuran kurang dari 7 GT. Lebih dari

50% jumlah ship callberupa armada semut dan jumlah penumpang yang naik turun dari armada ini hampir

mendekati 50 persen. Jumlah kapal, penumpang dan barang yang bongkar muat di Pelabuhan Jailolo seperti pada

tabel 1.

Hinterland Pelabuhan Jailolo hampir seluruh wilayah Kabupaten Halmahera Barat. Pelabuhan disekitar

Pelabuhan Jailolo antara lain : Pelabuhan Bataka, Pelabuhan Babana Igo, Pelabuhan Ibu, Pelabuhan Kedi/Loloda,

Pelabuhan Matui, Pelabuhan Sidangoli, dan Pelabuhan Susupu. Di antara pelabuhan tersebut merupakan pelabuhan

pengumpul lokal wilayah kerja Pelabuhan Jailolo.

Data SBNP di Pelabuhan Jailolo tidak banyak, SBNP yang terdapat di pelabuhan Jailolo berupa tanda lateral.

Tanda Lateral dipakai untuk membatasi alur yang sudah tertentu. Tanda Lateral menunjukkan sisi kiri dan kanan

kapal sepanjang alur. Kondisi Fasilitas eksisting pelabuhan Jailolo dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1.

Data Kunjungan Kapal, Penumpang, dan Barang di Pelabuhan Jailolo

No Tahun Jmlh KPL

(unit) GT

Debarkasi

(pnp)

Embarkasi

(pnp)

Bongkar

(ton/m3)

Muat

(ton/m3)

1 2009 1.004 113.785 56.224 55.180 21.028 12.004

2 2010 960 135.819 58.785 59.289 17.710 9.108

3 2011 971 120.712 63.116 61.299 18.667 11.460

4 2012 931 203.717 59.301 63.383 19.738 15.442

5 2013 970 143.887 56.208 55.180 21.128 12.054

6 2014 935 160.805 69.748 71.079 20.330 7.553

Sumber: Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Jailolo, 2015

Page 26: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Bambang Siswoyo / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24 17

Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa terjadi kenaikan dan penurunan jumlah penduduk dari tahun ke tahun,

hal ini diduga adanya warga yang masuk maupun keluar dari wilayah tersebut. Proyeksi Pertumbuhan penduduk

dihitung berdasarkan pertumbuhan selama kurun waktu 2010 s/d 2014 yaitu sebesar 2%, maka proyeksi jumlah

penduduk Kabupaten Halmahera Barat dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 2.

Fasilitas Pelabuhan Jailolo dan Matui

Kondisi Pelabuhan Jailolo Matui

1 Dermaga Panjang 82 m 75 m

Lebar 8 m 8 m

Kedalaman 12 LWS 12 HWS

2 Alur Pelabuhan Panjang 4.3 km 4 km

Lebar 200 m 200 m

Kedalaman 40-30 m 60-80 m

3 Kolam Pelabuhan Luas 855 m2 855 m2

Kedalaman Min 10 m 20 m

Kedalaman Mak 12 m 25 m

4 Luas Areal Pelabuhan 2 Ha 6 Ha

5 Terminal Penumpang 1 Unit 1 Unit

(10 x 20) m (10 x 20) m

6 Gudang 1 Unit (10 x 20) m 1 Unit (10 x 20) m

7 Fasilitas Lain Pos Jaga 1 Unit 1 Unit

Penerangan PLN

8 Tambatan Armada Semut Panjang 10 m 10 m

Lebar 3 m 3 m

Kedalaman 4 m 7 m

Sumber : Pelabuhan Jailolo dan Matui, Tahun 2015

Tabel 3.

Jumlah Penduduk di Kab Halmaera Barat tahun 2009 – 2014

No Tahun Pria Wanita Total

1 2009 55.943 53.480 109.423

2 2010 51.477 48.947 100.424

3 2011 52.717 50.128 102.845

4 2012 52.862 50.266 103.128

5 2013 54.261 52.230 106.791

6 2014 55.568 53.201 108.769

Sumber BPS Halbar, 2015.

Gambar 1. Kondisi Pelabuhan Jailolo

Page 27: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

18 Bambang Siswoyo / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24

3.1. Analisis dan Proyeksi Penduduk

Berdasarkan analisis dan proyeksi penduduk wilayah Kabupaten Halmahera Barat, dimana sebagai wilayah

yang relatif dekat dengan pusat kegiatan wilayah Maluku Utara yang terletak di Ternate, Kabupaten Halmahera

Barat relatif ramai (Tabel 4). Jumlah proyeksi Penduduk sampai dengan tahun 2035 (Gambar 3).

3.2. Analisis dan Proyeksi Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Halmahera Barat

Pertumbuhan ekonomi suatu daerah dapat menggunakan indikasi PDRB daerah yang bersangkutan. Tabel 5

menunjukkan kondisi eksisting PDRB Kab Halmaera Barat dan Proyeksinya selama 20 tahun ke depan.

Untuk membuat Proyeksi dengan pendekatan metode regresi dimana Y = PDRB berlaku dan X = PDRB

Konstan, dimana Proyeksi PDRB Konstan menggunakan pertumbuhan rata-rata yaitu sebesar 4%, diperoleh

persamaan : Y = 123.667,57 + 0,40. PDRB Konstan, maka proyeksi PDRB Harga berlaku seperti Table 6. Gambar 4

menunjukkan grafik proyeksi PDRB Kabupaten Halmahera Barat.

Tabel 4

Proyeksi Penduduk

No Tahun Jumlah Proyeksi Penduduk

1 2015 108.948

2 2016 111.149

3 2017 113.394

4 2018 115.685

5 2019 118.022

6 2020 120.406

7 2021 122.838

8 2022 125.319

9 2023 127.851

10 2024 130.433

11 2025 133.068

12 2026 135.756

13 2027 138.498

14 2028 141.296

15 2029 144.150

16 2030 147.062

17 2031 150.032

18 2032 153.063

19 2033 156.155

20 2034 159.309

21 2035 162.527

22 2035 162.527

Sumber : Hasil Analisa 2015

Gambar 3. Grafik Proyeksi Jumlah Penduduk di Kab Halbar tahun 2015-2035

Page 28: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Bambang Siswoyo / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24 19

Tabel 5

Data PDRB Kabupaten Halmahera Barat

No Tahun PDRB Harga Berlaku (juta Rp) PDRB Harga Konstan (juta Rp)

1 2010 942,543.59 942,543.59

2 2011 1,059,957.02 999,334.94

3 2012 1,185,471.03 1,058,316.71

4 2013 1,311,255.11 1,119,119.98

5 2014 1,463,987.78 1,179,568.58

Sumber BPS Kab Halmaera Barat 2014

Tabel 6

Proyeksi PDRB Kab. Halmahera Barat tahun 2015-2035

No Tahun PDRB Harga Berlaku (juta Rp) PDRB Harga Konstan (juta Rp)

1 2015 1,595,746.68 1,226,751.32

2 2016 1,739,363.88 1,275,821.38

3 2017 1,895,906.63 1,326,854.23

4 2018 2,066,538.23 1,379,928.40

5 2019 2,252,526.67 1,435,125.54

6 2020 2,455,254.07 1,492,530.56

7 2021 2,676,226.93 1,552,231.78

8 2022 2,917,087.36 1,614,321.05

9 2023 3,179,625.22 1,678,893.89

10 2024 3,465,791.49 1,746,049.65

11 2025 3,777,712.72 1,815,891.64

12 2026 4,117,706.87 1,888,527.30

13 2027 4,488,300.49 1,964,068.39

14 2028 4,892,247.53 2,042,631.13

15 2029 5,332,549.81 2,124,336.37

16 2030 5,812,479.29 2,209,309.83

17 2031 6,335,602.43 2,297,682.22

18 2032 6,905,806.65 2,389,589.51

19 2033 7,527,329.25 2,485,173.09

20 2034 8,204,788.88 2,584,580.01

21 2035 8,943,219.88 2,687,963.22

Sumber : Hasil Analisa 2015

Gambar 4. Grafik Proyeksi PDRB Kab Halmahera Barat tahun 2015-2035

Page 29: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

20 Bambang Siswoyo / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24

Volume pergerakan barang secara keseluruhan di Kabupaten Halmaera Barat dapat dilihat seperti pada tabel

berikut.Untuk membuat proyeksi arus barang yang akan melalui pelabuhan Jailolo, menggunakan metode regresi

dari data yang ada dimana dimana Y = muatan yang di bongkar dan X = PDRB harga berlaku diperoleh persamaan :

Y = 8.925,37 + 0,03 PDRB harga berlaku, dengan rata- rata muatan sesuai data yang dimuat sebesar 36 % dari

jumlah muatan atau 57 % dari muatan yang di bongkar, maka proyeksi arus barang di Pelabuhan Jailolo ditunjukkan

pada Tabel 7 dan Gambar 5 menunjukkan grafik proyeksi arus barang tersebut.

Asal barang yang masuk di Pelabuhan Jailolo adalah pelabuhan hinterland sekitarnya terutama dari

Ternate.Proyeksi jumlah arus penumpang angkutan laut menggunakan rata-rata pertumbuhan selama tahun 2015 ~

2035 yaitu sebesar 5%, maka proyeksi penumpang angkutan laut ditunjukkan pada Tabel 8 dan Gambar 6. Asal

penumpang yang masuk di Pelabuhan Jailolo adalah pelabuhan hinterland sekitarnya terutama dari Ternate.

Tabel 7

Data Proyeksi Bongkar Muat

Tahun Bongkar (Ton/m3) Muat (Ton/m3) Jumlah (Ton/m3)

2015 22.389 12.762 35.151

2016 23.103 13.169 36.272

2017 23.838 13.588 37.426

2018 24.596 14.019 38.615

2019 25.376 14.464 39.840

2020 26.179 14.922 41.101

2021 27.006 15.394 42.400

2022 27.859 15.879 43.738

2023 28.736 16.380 45.116

2024 29.641 16.895 46.536

2025 30.572 17.426 47.998

2026 31.531 17.973 49.504

2027 32.519 18.536 51.055

2028 33.537 19.116 52.653

2029 34.585 19.714 54.299

2030 35.665 20.329 55.994

2031 36.777 20.963 57.740

2032 37.922 21.616 59.538

2033 39.102 22.288 61.390

2034 40.317 22.981 63.298

2035 41.569 23.694 65.263

Sumber : Hasil Analisa 2015

Gambar 5. Grafik Data Proyeksi Bongkar Muat tahun 2015-2035

Page 30: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Bambang Siswoyo / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24 21

3.3. Analisis Pergerakan Kapal

Untuk meninghitung proyeksi kunjungan kapal, menggunakan pendekatan dari data tahun 2009 sampai dengan

2014 dimana rata-rata per GT kapal melakukan pemuatan sebesar 0,15 Ton/M3,

dengan besar per kapal rata-rata 153

GT, maka dari proyeksi Bongkar didapat proyeksi kunjungan kapal dan unit kapal ditunjukkan pada Table 9,

Sedangkan grafik Data Proyeksi Kunjungan Kapal di Kabupaten Halmahera Barat dapat dilihat pada Gambar 7.

Memperhatikan fungsi dan perannya serta persyaratan teknis, tentunya memerlukan lahan darat untuk

menempatkan fasilitas sisi darat cukup luas. Persyaratan teknis lainnya yaitu kedalaman pelabuhan -7 m LWS atau

setidaknya kolam dan alur pelayaran mampu melayani kapal sampai dengan ukuran 3000 DWT.

Tabel 8

Data Proyeksi Arus Penumpang (orang)

No Tahun Penumpang

1 2015 147.868

2 2016 155.262

3 2017 163.025

4 2018 171.176

5 2019 179.735

6 2020 188.722

7 2021 198.158

8 2022 208.066

9 2023 218.469

10 2024 229.392

11 2025 240.862

12 2026 252.905

13 2027 265.550

14 2028 278.828

15 2029 292.769

16 2030 307.408

17 2031 322.778

18 2032 338.917

19 2033 355.863

20 2034 373.656

21 2035 392.339

22 2035 411.956

Sumber : Hasil Analisa 2015

Gambar 6. Grafik Proyeksi Arus Penumpang tahun 2015-2035

Page 31: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

22 Bambang Siswoyo / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24

Memperhatikan kondisi tersebut sangat sulit mengembangkan Pelabuhan Jailolo sesuai kebutuhan yaitu menjadi

Pelabuhan Pengumpan Regional. Berdasarkan survey dan analisis kondisi lapangan, terdapat beberapa kendala :

1. Daratan pelabuhan Jailolo merupakan hasil reklamasi karena keterbatasan lahan yang landai mengingat

topografi di sekitar pelabuhan merupakan bukit dan gunung.

2. Memiliki luas perairan terutama untuk kolam tambat dan kolam putar yang terbatas.

3. Berpotensi mengganggu kelestarian tanaman mangrove disekitarnya.

Tabel 9

Data Proyeksi Kunjungan Kapal

No Tahun Bongkar (ton/M3) GT Kapal Unit Kapal

1 2015 22.389 144.783 946

2 2016 23.103 149.399 976

3 2017 23.838 154.153 1.007

4 2018 24.596 159.050 1.039

5 2019 25.376 164.094 1.072

6 2020 26.179 169.289 1.106

7 2021 27.006 174.639 1.141

8 2022 27.859 180.151 1.177

9 2023 28.736 185.827 1.214

10 2024 29.641 191.674 1.252

11 2025 30.572 197.697 1.292

12 2026 31.531 203.900 1.332

13 2027 32.519 210.289 1.374

14 2028 33.537 216.870 1.417

15 2029 34.585 223.648 1.461

16 2030 35.665 230.630 1.507

17 2031 36.777 237.821 1.554

18 2032 37.922 245.227 1.602

19 2033 39.102 252.856 1.652

20 2034 40.317 260.714 1.704

21 2035 41.569 268.808 1.756

Sumber: Hasil Analisa 2015

Gambar 7. Grafik Proyeksi Kunjungan Kapal tahun 2015-2035

Page 32: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Bambang Siswoyo / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24 23

Memperhatikan kondisi tersebut, usulan pengembangan Pelabuhan Jailolo adalah:

1. Melakukan revitalisasi sarana dan prasarana yang ada;

2. Bentuk revitalisasi berupa meningkatkan seluruh fasilitas khususnya fasilitas sisi darat dan laut;

3. Melaksanakan perluasan lahan darat berupa reklamasi;

4. Mempertimbangkan status pengusahaan pelabuhan.

Rencana pengembangan Pelabuhan Jailolo adalah sebagai berikut:

1. Difungsikan sebagai feeder bagi Pelabuhan Ternate;

2. Diarahkan untuk melayani penumpang dan barang yang bersifat lokal.

3. Melaksanakan pembangunan fasilitas pelabuhan berupa:

(a) Fasilitas Pokok, meliputi: pembangunan dermaga multipurpose; trestle; pembangunan gudang;

pembangunan lapangan penumpukan; pembangunan lahan parkir; pembangunan terminal penumpang;

pembangunan bunker; Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran (SBNP); reklamasi lahan darat; pembangunan

revetmenttalud.

(b) Fasilitas Penunjang, meliputi : pembangunan pos jaga; pembangunan jalan lingkungan; pembangunan

rumah genset; pembangunan gapura.

Secara tahapan pengembangan Pelabuhan Jailolo ke depan dapat dikelompokkan seperti pada Tabel 10:

Sebagai pelabuhan pengumpan regional yang membawahi 7 wilayah kerja di Halmahera Barat, pengembangan

fisik pelabuhan Jailolo sangat strategis. Namun demikian dengan kendala keterbatasan lahan pengembangan areal

daratan dan perairan. Fasilitas pelabuhan yang ada saat ini merupakan lahan hasil reklamasi perairan, dimana tidak

ada bangunan pelabuhan yang berdiri diatas tanah asli. Kondisi perairan disekitar pelabuhan pun sangat terbatas,

karena adanya dermaga speedboad sehingga kolam pelabuhan menjadi terbatas untuk manuver kapal yang berukuran

besar. Keterbatasan lahan daratan dan perairan menyebabkan pengembangan Pelabuhan Jailolo mengarahkan

pengembangan ke Pelabuhan Matui yang berada 7 km seberang Pelabuhan Jailolo. Rencananya Terminal Matui

menjadi satu pengelolaan (wilayah kerja) dari Pelabuhan Jailolo.Usaha yang dapat dilakukan untuk mengoptimalkan

pelabuhan Jailolo di sisi darat antara lain :

1. Membangun dan meningkatkan jalan akses ke pelabuhan;

2. Memperluas ruang tunggu;

3. Memindahkan dan memperluas kantor pelabuhan;

4. Melengkapi terminal penumpang dengan fasilitas penunjang seperti toilet yang bersih, fasilitas travel dan

ticketting, kantin, bussiness centre, mini market, toko cinderamata dan lain-lain.

5. Membangun taman di pelabuhan.

Pengembangan Pelabuhan Jailolo ke depan dikhususkan sebagai pelabuhan penumpang. Adapun angkutan

barang dialihkan ke pelabuhan Matui. Dengan demikian fasilitas yang harus dipenuhi baik di darat maupun di

perairan dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Fasilitas Pokok Pelabuhan, meliputi: pembangunan dermaga multipurpose; trestle; pembangunan/peningkatan

terminal penumpang; pembangunan bunker; Sarana Bantu Navigasi Pelayaran (SBNP). Sarana Bantu Navigasi

Pelayaran (SBNP) yang telah ada di pelabuhan Jailolo adalah berupa tanda lateral. Tanda Lateral menunjukkan

sisi kiri dan kanan kapal sepanjang alur.

2. Fasilitas Penunjang Pelabuhan, meliputi: pembangunan pos jaga; pembangunan jalan lingkungan;

pembangunan rumah genset; pembangunan gapura.

3. Penambahan dermaga dengan dimensi panjang 30 m x lebar 8 m dimaksudkan untuk menambah tambatan

kapal dalam mengantisipasi kenaikan jumlah penumpang.

4. Trestle (8 x 100) m menjadi satu dengan dermaga dengan kontruksi beton yang permanen serta ditambah dengan fender.

Tabel 10

Tahapan pengembangan Pelabuhan Jailolo

No. Tahapan Rencana Pengembangan

1 Jangka Pendek

(Tahun 2016-Tahun 2020)

a. Optimalisasi arus penumpang dan barang melalui pembangunan

jalan lingkar dermaga b. Pengembangan lembaga dan SDM Pelabuhan Jailolo

2 Jangka Menengah

(Tahun 2016-Tahun 2025)

a. Optimalisasi Pelabuhan melalui pemindahan dan perluasan

kantor pelabuhan dan ruang peralatan

b. Optimalisasi gudang dan lapangan penumpukan c. Pengembangan dermaga kapal penumpang dan speedboat

3 Jangka Panjang

(Tahun 2016-Tahun 2035)

a. Perluasan dan pengembangan ruang tunggu penumpang

b. Pengembangan fasilitas bisnis, tour and travel dan rest area

c. Penyediaan fasilitas parkir yang memadai

Sumber: Hasil Analisa 2015

Page 33: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

24 Bambang Siswoyo / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 14–24

5. Area Labuh Kapal Wisata (Yacht) disesuaikan dengan ukuran kapal yang pernah berkunjung dan ada di

Indonesia. Kapal Yach terpanjang yang pernah berkunjung pada Sail di Indonesia sepanjang 52,3 meter.

6. Terminal penumpang dan fasilitas umum saat ini menyatu dengan kantor pelabuhan dengan luas 10x20 m.

Mengingat keterbatasan lahan maka pengembangannya dilakukan secara vertikal, dibuat 2 lantai. Lantai 1

untuk terminal penumpang dan lantai 2 untuk kantor. Adapun fasilitas umum pada terminal penumpang berupa

:loket tiket (ticketing); kantin; toilet; fasilitas telekomunikasi; rest area; musholla.

7. Pagar beton dimaksudkan untuk meningkatkan keamanan di pelabuhan. Rencana pagar beton dibangun dengan

panjang 475 meter dengan ketinggian 1,5 meter di pelabuhan Jailolo Kabupaten Halmahera Barat.

8. Pemasangan paving blok, rencana seluas ( ) m untuk meningkatkan pelayanan di lapangan

penumpukan.

9. Pemasangan lampu jalan solar cell, kebutuhan ada 10 titik di area pelabuhan Jailolo.

10. Peningkatan jalan/pengaspalan jalan masuk direncakan untuk diaspal sepanjang 450 m dengan lebar 6,8 m.

4. Kesimpulan

Pengembangan kedepan Pelabuhan Laut Jailolo denganadanya keterbatasan lahan perlu dilakukan reklamasi

dan perpanjangan dermaga, untuk 5-10 tahun mendatang. Kedepan perlu mengembangkan Pelabuhan Laut Matui

untuk angkutan barang,namun dengan terlebih dahulu menyelesaikan prasarana jalan dan jembatan. Pelabuhan

Jailolo kedepan sebagai pelabuhan penumpang, sedangkan angkutan barang melalui Pelabuhan Laut Matui.

Perlu pembangunan prasaranajalan dan jembatan, serta pelayanan angkutanuntuk mendukung akses ke dan

menuju Pelabuhan Laut Matui. Pelabuhan Laut Jailolo perlu menyediakan ruang tunggu yang nyaman, ruang kantor

yang terpisah dengan ruang tunggu, pengembangan fasilitas darat, pembangunan toilet di ruang tunggu, kantin,

mushola, gapura masuk ke areal pelabuhan, dan lain-lain. Pengelolaan parkir kendaraan roda empatdan roda dua,

perlu dikelola lebih baik oleh Pemerintah Daerah ataupun Pengelola Pelabuhan Jailolo.

Disarankan pada pelabuhan laut Jailolo bila dijadikan sebagai pelabuhan khusus untuk penumpang dengan

membangun water front, perlu dikaji lebih lanjut karena akan membutuhkan anggaran yang cukup besar.Keberadaan

pelabuhan laut Jailolo cukup strategis apabila dijadikan pelabuhan khusus kapal wisata, dimana letaknya

bersebelahan dengan lapangan yang setiap tahun diadakan festival Sail Jailolo. Untuk lokasi parkir kendaraan roda

empat dan roda dua, perlu dikelola lebih baik, baik oleh Pemerintah Daerah ataupun Pengelola Pelabuhan Jailolo.

Untuk meningkatkan mobilitas pengguna jasa angkutan laut yang akan melanjutkan perjalanan ke wilayah

kecamatan maupun kabupaten sekitarnya perlu didukung oleh akses jaringan jalan dan angkutan jalan yang

memadai.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih penulis ucapkan kepada Kapuslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan,

Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan Jailolo, dan Kepala Dinas Perhubungan dan Informatika, Kabupaten

Halmahera Baratyang telah memberikan waktu, data-data sekunder,dan data primer yang diperlukan dalam

penelitian ini.

Daftar Pustaka

Achmad Afandi Tanjung, Model Pemilihan Moda Angkutan Penumpang Kapal Feri (PT.ASDP) & Kapal Cepat (Swasta) Rute Sibolga – Gunung

Sitoli (Dengan Metode Stated Preference), 2010, Medan

Anonim, Kabupaten Halmahera Barat Dalam Angka Tahun 2014, BPS Kabupaten Halmahera Barat, 2014, Jailolo

Bambang Siswoyo, Abdi kurniawan, Preferensi Rencana Angkutan Laut Kapal Cepat Padang-Kepulauan Mentawai, Warta Penelitian

Perhubungan, Volume 26, Nomor 11, November 2014, Jakarta

Cahyo Eko Putranto, Studi Kemitraan Pemerintah dan Swasta Dalam Pengelolaan Alur Pelayaran Barat Surabaya, Fakultas Tehnik, Program Pasca Sarjana UI, Juli 2011, Depok

Hanok Mandaku, Analisis Kebutuhan Transportasi Penyeberangan Pada Lintasan Waipirit-Hunimua,ARIKA, Vol. 04, No. 2, Agustus 2010,

ISSN: 1978-1105

Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2002, Tentang Tatanan Kepelabuhanan Nasional

Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia Nomor KP 414 Tahun 2013 tentang Penetapan Rencana Induk Pelabuhan Nasional;

Nasution. M. N., (2004), Manajemen Transportasi, Ghalia Indonesia, Jakarta

Subiakto, Preferensi Pengguna Dan Penyedia Jasa Terhadap Sistem Jaringan Transportasi Jalan (JTJ) Yang Mendukung Pelabuhan Di

Kabupaten Belitung (Studi Kasus: Pelabuhan Tanjungpandan Dan Pelabuhan Tanjung Ru), 2009, Semarang;

Sudjana. 2005. Metoda Statistika,Tarsito, Bandung

Tebiary Lepius, Setijo Prajudo, dan Edwin Matatulla, Analisa Kinerja Fasilitas Pelabuhan Amahai Dalam Rangka Memenuhi Kebutuhan

Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu (Kapet) Pulau Seram, Program Pascasarjana Teknologi Kelautan, FTK-ITS, Surabaya *Email:

[email protected] 2 Jurusan Teknik Perkapalan, FTK-ITS, Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 9-10 Desember 2010

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, Jakarta.

Page 34: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39

Jurnal Penelitian Transportasi Laut pISSN 1411-0504 / eISSN 2548-4087

Journal Homepage: http://balitbanghub.dephub.go.id/ojs/index.php/jurnallaut

* Corresponding author. Tel: +62 21 3483 2967 E-mail: [email protected]

doi: https://dx.doi.org/10.25104/transla.v19i1.322 1411-0504 / 2548-4087 ©2017 Jurnal Penelitian Transportasi Laut.

Diterbitkan oleh Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Balitbang Perhubungan, Kementerian Perhubungan

Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC (https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/)

Identifikasi Fasilitas 24 Pelabuhan di Indonesia Menggunakan Analisis

Cluster dan Analysis Hierarchy Process

Fitri Indriastiwi

Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Badan Litbang Perhubungan

Jalan Merdeka Timur No. 5, Jakarta Pusat, 10110

Diterima 18 April 2017; Disetujui 14 Juli 2017; Diterbitkan 13 September 2017

Abstrak Kajian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi pelabuhan yang memiliki fasilitas yang paling baik. Analisis menggunakan

analisis cluster dan AHP. Dari pembagian cluster atau kelompok untuk beberapa variabel yaitu panjang alur, Kedalaman alur,

luas kolam pelabuhan, Kedalaman kolam maksimum, panjang dermaga, kedalaman dermaga, luas gudang. Pelabuhan yang

dianalisis adalah 24 pelabuhan yang akan direncanakan untuk melayani pergerakan tol laut. Menurut data dari Ditjen

Perhubungan laut maka ke-24 pelabuhan tersebut adalah: Malahayati, Belawan, Batam (batu ampar) Jambi, Boom Baru, Teluk

Bayur, Panjang, Tanjung Priok, Tanjung Emas, Tanjung Perak, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, Kupang,

Bitung, Pantoloan, Makassar, Bau-bau, Ternate, Ambon, Sorong, Jayapura, Merauke. Hasil analisis cluster dengan menggunakan

variabel yang ada, rata-rata 24 pelabuhan terbagi menjadi 3 kelompok, hanya variabel kedalaman dermaga yang membagi

pelabuhan menjadi 4 kelompok. Hasil dari AHP menunjukkan Pelabuhan yang memiliki bobot yang paling tinggi adalah

Pelabuhan Tanjung Priok yaitu sebesar 0,7560, Belawan sebesar 0,6837, Tanjung Perak sebesar 0,6428, Makassar sebesar

0,5737, dan Batam sebesar 0,4614. Pelabuhan tersebut menempati posisi lima teratas yang memiliki bobot paling besar. Kelima

pelabuhan tersebut untuk kondisi saat ini sudah merupakan pelabuhan yang memiliki kedalaman alur laut, luas kolam, kedalaman

kolam maksimal, panjang dermaga, kedalaman dermaga, luas gudang, luas lapangan penumpukan, serta luas kontainer yard yang

paling baik dari 24 pelabuhan yang dianalisis.

Kata Kunci: analisis cluster; AHP; fasilitas; 24 pelabuhan; Indonesia

Abstract Facility Identification of 24 Sea Ports in Indonesia using Cluster Analysis and Analysis Hierarchy Process: This

research is aimed to identify sea ports in Indonesia which have good facility and equipment. The analysis is using cluster

analysis and AHP. As the cluster division or grouping for several variables which are the length of path, the deep of path, the

large of port pond, maximum deep of pond, the length of bay, the deep of bay, and the large of storage building. This research

will analyze 24 sea ports that will be planed to serve the sea toll movement. Based on Sea Transportation Directorate General

data the sea ports are Malahayati, Belawan, Batam (batu ampar) Jambi, Boom Baru, Teluk Bayur, Panjang, Tanjung Priok,

Tanjung Emas, Tanjung Perak, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, Kupang, Bitung, Pantoloan, Makassar, Bau-

bau, Ternate, Ambon, Sorong, Jayapura, Merauke. As the result of cluster analysis can be divided into three groups, but the deep

of bay is divided into four groups. The result of AHP shows that the sea port which has the best value is Tanjung Priok Port,

Belawan, Tanjung Perak, Makassar, and Batam. Those sea ports are sitting in the five best positions which have the best value.

This five sea ports are the port that have the best condition of the deep of sea path, the large of pond, deep of maximum pond, the

length of bay, the deep of bay, the large of storage building, the large of staking yard, and the large of container yard between

the 24 analyzed sea port.

Keywords: cluster analysis; AHP; facility; sea port; Indonesia

Page 35: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

26 Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39

1. Pendahuluan

Berdasarkan hasil Kajian Evaluasi dan Optimalisasi Trayek Angkutan Laut Peti Kemas Dalam Negeri (Ditjen

Hubla, 2013), dibandingkan dengan beberapa negara kepulauan di dunia, seperti Jepang dan Filipina, jumlah

pelabuhan di Indonesia relatif masih sedikit. Rasio pelabuhan Indonesia terhadap luas wilayah adalah 2,93 km2 per

pelabuhan, sedangkan Jepang 0,34 km2 per pelabuhan dan Filipina 0,46 km

2 per pelabuhan. Berdasarkan jumlah

penduduk, rasio pelabuhan di Indonesia hanya 0,3 juta orang per pelabuhan, di Jepang 0,11 juta orang per pelabuhan,

dan Filipina 0,11 juta orang per pelabuhan.

Kondisi infrastruktur pelabuhan di Indonesia dinilai masih belum dapat memberikan pelayanan yang optimal,

karena kapasitas pelabuhan saat ini masih belum sesuai dengan kebutuhan.Pengusaha pelayaran sering mengeluhkan

masalah pelayanan kapal dan barang, karena kualitas pelayanan pelabuhan masih rendah, sebagai akibat keterbatasan

fasilitas dan peralatan serta belum mampu menangani kapal besar generasi terbaru. Bappenas (2015) kedalaman

draft untuk pelabuhan komersial di Indonesia masih berkisar antara 6-10 meter dengan ukuran kapal peti kemas yang

dapat dilayani maksimal antara 700-1600 Teus. Dalam laporan UNCTAD 2014, jumlah akumulasi berat kapal

berbendera Indonesia ,menempati urutan ke 20 sementara dari jumlah unit kapal menempati posisi ketujuh. Hal

tersebut menunjukkan bahwa kapal yang beroperasi untuk pergerakan domestik di Indonesia umumnya kapal ukuran

kecil.

Menurut Ircha (2006) ukuran kapal kontainer semakin meningkat dikarenakan perusahaan pelayaran mencari

economics of scale pada market yang saat ini sangat kompetitif. Kapal dapat mengangkut 5000 s.d. 7000 TEUs,

merupakan hal yang umum pada rute perdagangan Asia. Kapal yang besar tentunya memerlukan kedalaman alur dan

dermaga yang lebih dalam, alur dan kolam pelabuhan yang lebih besar, terminal yang lebih besar dengan gudang

serta peralatan yang dapat menangani volume kontainer yang lebih besar, tenaga kerja bongkar muat yang bekerja

lebih efisien.

Jika dibandingkan dengan kapasitas pelabuhan di tiga negara anggota ASEAN, Indonesia jauh ketinggalan.

Pelabuhan Singapura memiliki kapasitas yang telah mencapai 29,9 juta TEU’s dengan kedalaman kolam pelabuhan

–16 MLWS, sehingga mampu menangani kapal–kapal generasi ULCV. Kapasitas Pelabuhan Laem Chabang

Thailand mencapai 10,5 juta TEU’s dengan kedalaman kolam pelabuhan mencapai –16 MLWS, sehingga mampu

menangani kapal generasi terbaru ULCV, dan kapasitas Pelabuhan Port Klang mencapai 8,4 juta TEU’s, dengan

kedalaman kolam pelabuhan –15 MLWS, sehingga mampu menangani kapal generasi New Panamax. Keadaan

inilah yang menyebabkan pelabuhan Indonesia selalu menjadi feederport Pelabuhan Singapura.

Jika mengacu pada konsep pelabuhan hub dan feedermenurut Bappenas (2015), maka distribusi logistik di

wilayah depan (pelabuhan hub internasional) akan dihubungkan ke wilayah dalam melalui pelabuhan-pelabuhan hub

nasional (pelabuhan pengumpul) kemudian diteruskan ke pelabuhan feeder (pengumpan) dan diteruskan ke sub-

feeder. Jika mengacu pada rencana tol laut Bappenas (2015), menetapkan 24 pelabuhan strategis unuk

merealisasikan konsep tol laut yang terdiri dari 5 Pelabuhan hub serta 19 pelabuhan feeder. ke-24 pelabuhan tersebut

adalah: Malahayati, Belawan, Batam (batu ampar) Jambi, Boom Baru, Teluk Bayur, Panjang, Tanjung Priok,

Tanjung Emas, Tanjung Perak, Pontianak, Banjarmasin, Balikpapan, Samarinda, Kupang, Bitung, Pantoloan,

Makassar, Bau-bau, Ternate, Ambon, Sorong, Jayapura, Merauke.

Untuk itu diperlukan analisis identifikasipelabuhan-pelabuhan yang telah memiliki fasilitas paling baik untuk

direncanakan menjadi pelabuhan hub nasional dan dilalui jalur utama (trunk) pelayaran. Pelabuhan yang saat ini

sudah direncanakan sebagai pelabuhan hub nasional namun ternyata dari hasil analisis tidak memiliki fasilitas yang

baik, maka pelabuhan tersebut perlu ditingkatkan fasilitasnya agar layah menjadi pelabuhan hub.

2. Metode

Menurut subagyo (2001) untuk menentukan pelabuhan hubung internasional Indonesia dengan preferensi

variabel-variabel karakteristik terminal kontainer 15 (lima belas) International Hub Port utama di dunia. Metode

analisis yang dipakai adalah Analisis Komponen Utama.

Dari data 30 variabel yang dipakai dihasilkan 6 (enam) komponen utama dengan total variansi 94,969%. Dari

enam komponen utama tersebut menghasilkan 7 (tujuh) kriteria alur pikir pengambilan keputusan, matrix batasan

preferensi dan kurva preferensi score evaluasi dalam penentuan pelabuhan hubung internasional yaitu: Kriteria-1

adalah kapasitas dermaga kontainer, Kriteria-2 adalah kapasitas lapangan penumpukan kontainer, Kriteria-3 adalah

karakteristik armada kapal kontainer yang dilayani, Kriteria-4 adalah kapasitas fasilitas penunjang pelabuhan,

Kriteria-5 adalah jaringan kerjasama operasional, Kriteria-6 adalah kinerja operasional terminal kontainer dan

Kriteria-7 adalah kondisi sosio-ekonomi negara setempat.

Pada penelitian ini akan menggunakan analisys Hierarchy Proccess dan Cluster analysis. Cluster analysis

digunakan untuk pemetaan pelabuhan berdasarkanvariabel yang digunakan yaitu panjang alur, Kedalaman alur, luas

kolam pelabuhan, Kedalaman kolam maksimum, panjang dermaga, kedalaman dermaga, luas gudang.

Menurut Ediyanto (2013) Pengelompokan objek (objek clustering) adalah salah satu proses dari objek mining

yang bertujuan untuk mempartisi objek yang ada kedalam satu atau lebih cluster objek berdasarkan karakteristiknya.

Page 36: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39 27

Definisi data mining adalah satu set teknik yang digunakan secara otomatis untuk mengeksplorasi secara menyeluruh

dan membawa ke permukaan relasi-relasi yang kompleks pada set data yang sangat besar.Objek dengan karakteristik

yang sama dikelompokkan dalam satu cluster dan objek dengan karakteristik berbeda dikelompokkan kedalam

cluster yang lain. Algoritma K-Means Cluster Analysis termasuk dalam kelompok metode cluster analysis non

hirarki, dimana jumlah kelompok yang akan dibentuk sudah terlebih dahulu diketahui atau ditetapkan jumlahnya.

Algoritma K-Means Cluster Analysis menggunakan metode perhitungan jarak (distance) untuk mengukur tingkat

kedekatan antara objek dengan titik tengah (centroid). Algoritma K-Means tidak terpengaruh terhadap urutan obyek

yang digunakan.Jumlah keanggotaan cluster yang dihasilkan berjumlah sama ketika menggunakan obyek yang lain

sebagai titik awal pusat cluster tersebut. Namun, hal ini hanya berpengaruh pada jumlah iterasi yang dilakukan.

Untuk analisys Hierarchy Proccess digunakan untuk menganalisis bobot masing-masing variabel sehingga

diketahui pelabuhan mana saja yang memiliki bobot yang tertinggi jika ditinjau dari beberapa variabel yang

digunakan untuk analisi diantaranya adalah kedalaman alur laut, luas kolam, kedalaman kolam maks, Panjang

Dermaga, Kedalaman Dermaga, Luas Gudang, Luas Lapangan Penumpukan, serta Luas Kontainer yard.

Data yang digunakan untuk analisis merupakan data sekunder meliputi Data Fasilitas pelabuhan yang memuat

data kedalaman alur laut, luas kolam, kedalaman kolam maks, Panjang Dermaga, Kedalaman Dermaga, Luas

Gudang, Luas Lapangan Penumpukan, serta Luas Kontainer yard.

3. Hasil dan Pembahasan

Dari hasil pengumpulan data maka didapatkan data fasilitas dari 24 pelabuhan. Data tersebut dapat dilihat pada

tabel 1 dan 2. Analisis cluster digunakan untuk memetakan posisi ke 24 pelabuhan kedalam kelompok-kelompok

menurut variabel-variabel dari fasilitas pelabuhan, sehingga diketahui pelabuhan-pelabuhan mana yang memiliki

karakteristik yan hampir sama. Variabel yang digunakan untuk analisis cluster adalah panjang alur, kedalaman alur,

luas kolam, kedalaman kolam, panjang dermaga, kedalaman dermaga, luas gudang, luas lapangan penumpukan, serta

luas container yard. Uraian analisis untuk masing-masing variabel adalah sebagai berikut.

Tabel 1

Rekapitulasi data fasilitas pelabuhan berdasar alur masuk pelabuhan

No Pelabuhan

Alur Masuk Pelabuhan

Panjang Lebar Kedalaman

Min

Kedalaman

Max

km m m LWS m LWS

1 Malahayati 0.8 400 20

2 Belawan 13.5 100 8 10

3 Batam (batu ampar) 25600 350 9 19

4 Jambi 128 250 5 12

5 Boom Baru 108 100 5 7

6 Teluk Bayur 9 11.5

7 Panjang 1318 105.5 14 27

8 Tanjung Priok 16853 7.5 14

9 Tanjung Emas 3000 150 10

10 Tanjung Perak 25 100 9.7 12

11 Pontianak 28.8 80 4.5

12 Banjarmasin 1540 20 5

13 Balikpapan 19.2 150 13 27

14 Samarinda 60 60 6 18

15 Kupang 20.8 1000 12 100

16 Bitung 9 600 16

17 Pantoloan 19.2 150 11

18 Makassar 40 150 10

19 Bau-bau 10.08 28

20 Ternate 6.4 1000 27

21 Ambon 24 1000 10

22 Sorong 5.6 926 13

23 Jayapura 2.592 500 27

24 Merauke 10.4 420 1.5

Page 37: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

28 Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39

Ta

bel

2.

Rek

apit

ula

si d

ata

fasi

lita

s p

elab

uhan

ber

das

ar k

ola

m, d

erm

aga,

lu

as g

ud

ang,

lap

angan

pen

um

puk

an,

sert

a co

nta

iner

yar

d

No

Pela

bu

ha

n

Ko

lam

Pela

bu

ha

n

Derm

ag

a

gu

da

ng

La

pa

nga

n

Pen

um

pu

ka

n

Ko

nta

iner

Ya

rd

Lu

as

K

edala

m

Min

Ked

ala

ma

n

Ma

x

Pa

nja

ng

Ked

ala

ma

n

Min

Ked

ala

ma

n

Ma

x

Lu

as

Lu

as

Lu

as

m2

m L

WS

m

LW

S

m

m L

WS

m

LW

S

m2

m2

m2

1

Mal

ahay

ati

156

3

20

409

.5

7

80

0

2,0

00

2

Bel

awan

4

,428

,50

0.0

0

6

10

68

8.7

1

3.0

0

7

60

,490

.11

3

24,4

49

.91

45

,402

.00

3

Bat

am (

bat

u a

mp

ar)

1,0

00

.00

12

12

1250

8

12

2335

00

4

Jam

bi

240

,00

0.0

0

5

12

200

.4

5

12

2040

3380

5

1230

0

5

Boom

Bar

u

600

,00

0.0

0

6

12

370

9,7

85

8,1

73

47

,100

6

Tel

uk

Bay

ur

308

,90

0.0

0

11.5

9

7

Pan

jan

g

168

,58

0.0

0

14

27

8602

7

11

8

Tan

jun

g P

riok

424

,00

0.0

0

7

7

6,3

72

5

12

1019

72

.27

36

1,6

27

1

567

00

9

Tan

jun

g E

mas

9

25

,00

0.0

0

4

10

1250

4

9

8000

4750

0

7770

0

10

Tan

jun

g P

erak

1

6,3

40

,300

.00

7

9.5

7

850

8

9.5

9

091

1

9396

0

11

Pon

tian

ak

348

,00

0.0

0

4.5

9

125

4

.2

1750

3334

2

12

Ban

jarm

asin

3

0,0

00

.00

9

12

1605

5

9

1045

0

4445

00

5330

0

13

Bal

ikpap

an

2,6

20

,00

0.0

0

13

30

489

2

1

2450

1000

14

Sam

arin

da

150

,00

0.0

0

5.5

2

0

876

5

7

1,2

00

35,9

17

8700

0

15

Ku

pan

g

8

17

670

8

17

16

Bit

un

g

43,2

00

.00

6

12

1563

7

1296

0

3000

0

3000

0

17

Pan

tolo

an

2,0

00

,00

0.0

0

9

13

250

2

0

2000

8500

18

Mak

assa

r 1

5,2

00

,000

.00

9.7

1

6

2210

9

2380

0

5888

3

1257

94

19

Bau

-bau

4

0,0

00

.00

7

10

280

7

10

2

400

20

Ter

nat

e 9

2,5

00

.00

14

2

48

9

2332

1520

3650

21

Am

bon

6

3,5

00

.00

10

12

799

1

0

4632

.5

8400

22

Soro

ng

1

10

,00

0.0

0

11

20

280

6

1950

6400

23

Jayap

ura

5

0,0

00

.00

30

30

303

7

4175

8000

24

Mer

auk

e 5

0,0

00

.00

3

7

158

4

5

3090

2450

Page 38: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39 29

Untuk panjang alur, dari 24 pelabuhan hanya 23 pelabuhan yang valid, dan satu pelabuhan yang missing karena

tidak memiliki data. Sedangkan dari gambar dendogram dapat diketahui pembagian kelompok untuk ke 22

pelabuhan (Gambar 1). Dari gambar 1 dapat dilihat bahwa jika ke 24 pelabuhan dibagi menjadi tiga cluster atau tiga

kelompok maka susunannya dapat dilihat pada Tabel 3.

Dari hasil analisis dapat dilihat bahwa Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Batam masuk dalam satu

kelompok karena merupakan pelabuhan yang memiliki panjang alur yang lebih panjang jika dibanding ke 22

pelabuhan yang lain yaitu lebih dari 16 km.

Gambar 1. Dendogram untuk variabel panjang alur

Tabel 3.

Pengelompokan beradasarkan variabel panjang alur

No Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

1 Tanjung Priok Banjarmasin Boom Baru

2 Batam (Batu ampar) Panjang Jambi

3 Makassar

4 Samarinda

5 Jayapura

6 Malahayati

7 Sorong

8 Ternate

9 Belawan

10 Bitung

11 Merauke

12 Bau-bau

13 Pontianak

14 Ambon

15 Tanjung Perak

16 Kupang

17 Pantoloan

18 Balikapapan

Sumber: Hasil analisis

Page 39: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

30 Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39

Pelabuhan Banjarmasin dan Panjang berada dalam satu kelompok dengan panjang alur berkisar 1,3 km sampai

dengan lebih dari 1,5 km. Sedangkan Pelabuhan sisanya berada dalam satu kelompok dengan panjang alur berkisar

0,8 km sampai dengan 1,2 km.

Untuk kedalaman alur, dari hasil analisis cluster untuk 24 pelabuhan semuanya dinyatakan valid. Gambar

dendogram untuk ke 24 pelabuhan dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa jika ke 24

pelabuhan dibagi menjadi tiga cluster atau tiga kelompok maka susunannya dapat dilihat pada Tabel 4.

Gambar 2: Dendogram untuk variabel kedalaman alur

Tabel 4.

Pengelompokan beradasarkan variabel kedalaman alur

No Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

1 Kupang Bau-Bau Bitung

2 Balikpapan Sorong

3 Panjang Tanjung Priok

4 Jayapura Pantoloan

5 Ternate Teluk Bayur

6 Tanjung Perak

7 Jambi

8 Tanjung Emas

9 Belawan

10 Ambon

11 Makassar

12 Malahayati

13 Samarinda

14 Batam

15 Merauke

16 Boom Baru

17 Banjarmasin

18 Pontianak

19 Merauke

Sumber: Hasil analisis

Page 40: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39 31

Pelabuhan Kupang berada dalam cluster tersendiri dikarenakan menurut data memiliki kedalaman alur

mencapai 30 MLWS. Pelabuhan Bau-Bau, Balikpapan, Panjang, Jayapura, Ternate berada dalam satu kelompok

dengan kedalaman berkisar 28 MLWS s.d. 27 MLWS.

Pelabuhan Bitung, Sorong, Tanjung Priok, Pantoloan, Teluk Bayur, Tanjung Perak, Jambi, Tanjung Emas,

Belawan, Ambon, Makassar, Malahayati, Samarinda, Batam, Merauke, Boom Baru, Banjarmasin, Merauke memiliki

kedalaman berkisar 1.5 MLWS sampai dengan 20 MLWS.

Untuk variabel luas kolam dari 24 pelabuhan hanya 23 pelabuhan yang valid, dan 1 pelabuhan yang missing

karena tidak memiliki data. Gambar dendogram untuk ke 22 pelabuhan dilihat pada Gambar 3. Dari gambar tersebut

dapat dilihat bahwa jika ke 24 pelabuhan dapat dibagi menjadi tiga cluster atau tiga kelompok maka susunannya

dapat dilihat pada tabel 5.

Gambar 3. Dendogram untuk variabel luas kolam

Tabel 5.

Pengelompokan berdasarkan variabel luas kolam

No Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

1 Makassar Belawan Tanjung Priok

2 Tanjung Perak Pantoloan Jambi

3 Balikapapan Pontianak

4 Boom Baru Teluk Bayur

5 Tanjung Emas Samarinda

6 Panjang

7 Sorong

8 Ternate

9 Batam

10 Malahayati

11 Ambon

12 Banjarmasin

13 Bau-bau

14 Bitung

15 Merauke

16 Jayapura

Sumber: Hasil analisis

Page 41: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

32 Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39

Pelabuhan Makassar dan Tanjung Perak berada dalam satu kelompok dikarenakan memiliki luas kolam

mencapai 15000 ha sampai dengan sekitar 16.340 ha. Pelabuhan Belawan, Pantoloan, Balikapapan, Boom Baru, dan

Pelabuhan Tanjung Emas berada dalam satu kelompok dengan luas kolam 600 ha sampai sekitar 4.428 ha.

Sedangkan sisanya masuk ke dalam kelompok yang sama dengan luas kolam berkisar 156 ha sampai dengan 424 ha.

Untuk variabel kedalaman kolam dari 24 pelabuhan hanya 23 pelabuhan yang valid, dan 1 pelabuhan yang

missing karena tidak memiliki data. Gambar dendogram untuk ke 22 pelabuhan dilihat pada Gambar 4. Dari gambar

tersebut dapat dilihat bahwa jika ke 24 pelabuhan dapat dibagi menjadi tiga cluster atau tiga kelompok maka

susunannya dapat dilihat pada tabel 6.

Untuk Kedalaman kolam, Pelabuhan panjang, Jayapura, Balikapapan berada dalam satu kelompok dengan

kedalaman kolam maksimum berkisar antara 27 MLWS sampai dengan 30 MLWS. Pelabuhan Makassar, Kupang,

dan Malahayati, Pelabuhan Sorong, Samarinda berada dalam satu kelompok dengan kedalaman berkisar 16 s.d. 20

MLWS. Pelabuhan Pantoloan, Jambi, Banjarmasin, Boom Baru Batam, Ambon, Bitung, Pontianak, Teluk Bayur,

Gambar4. Dendogram untuk variabel kedalamn kolam

.

Tabel 6.

Pengelompokan beradasarkan variabel kedalaman kolam

No Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

1 Panjang Makassar Pantoloan

2 Jayapura Kupang Jambi

3 Balikapapan Malahayati Banjarmasin

4 Sorong Boom Baru

5 Samarinda Batam

6 Ambon

7 Bitung

8 Tanjung Perak

9 Pontianak

10 Teluk Bayur

11 Belawan

12 Bau-bau

13 Tanjung Emas

14 Merauke

15 Tanjung Priok

Sumber: Hasil analisis

Page 42: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39 33

Tanjung Perak, Pelabuhan Belawan, Bau-bau, Tanjung Emas, Merauke, dan Tanjung Priok memiliki kedalaman

memiliki kedalaman sekitar 7 s.d 13 MLWS.

Untuk variabel panjang dermaga dari 24 pelabuhan, data dari 24 pelabuhan dinyatakan valid. Gambar

dendogram untuk ke 24 pelabuhan dilihat pada Gambar 5. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa jika ke 24

pelabuhan dapat dibagi menjadi tiga cluster atau tiga kelompok maka susunannya dapat dilihat pada Tabel 7.

Pelabuhan Tanjung Perak dan Tanjung Priok berada dalam satu kelompok yang sama dengan panjang dermaga

berkisar 6000 sampai dengan 7850 m. Pelabuhan Panjang, Makassar, Bitung, Banjarmasin, Ambon, Samarinda, dan

Tanjung Emas memiliki panjang dermaga berkisar antara 800 m sampai dengan sekitar 1200 m. Pelabuhan

Kupang,Belawan, Teluk Bayur, Balikapapan, Boom Baru, Malahayati, Jambi, Merauke, Pontianak, Ternate,

Pantoloan, Jayapura, Sorong, Bau-bau memiliki panjang dermaga berkisar antara 125 m sampai dengan 280 m.

Gambar 5. Dendogram untuk variabel panjang dermaga

Tabel 7.

Pengelompokan beradasarkan variabel panjang dermaga

No Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

1 Tanjung Perak Panjang Kupang

2 Tanjung Priok Makassar Belawan

3 Bitung Teluk Bayur

4 Banjarmasin Balikapapan

5 Ambon Boom Baru

6 Samarinda Malahayati

7 Tanjung Emas Jambi

8 Merauke

9 Pontianak

10 Ternate

11 Pantoloan

12 Jayapura

13 Sorong

14 Bau-bau

Sumber: Hasil analisis

Page 43: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

34 Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39

Untuk variabel kedalaman dermaga dari 24 pelabuhan, data dari 22 pelabuhan dinyatakan valid. Gambar

dendogram untuk ke 22 pelabuhan dilihat pada Gambar 6. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa jika ke 24

pelabuhan dapat dibagi menjadi empat cluster atau empat kelompok maka susunannya dapat dilihat pada tabel 8.

Pelabuhan Pantoloan, Kupang, Balikpapan berada dalam satu kelompok yang sama dengan kedalaman

maksimum di dermaga berkisar 17 s.d 20 MLWS. Pelabuhan Panjang, Batam, Tanjung Priok berada dalam satu

kelompok dengan kedalaman maksimum di dermaga berkisar 11 s.d 12 MLWS. Pelabuhan Tanjung Perak, Ambon,

Bau-bau, Banjarmasin, Tanjung Emas, Ternate, Makassar dengan kedalaman maksimum di dermaga berkisar 9 s.d

10 Belawan, Samarinda, Malahayati, Jayapura, Bitung, Merauke, Pontianak, Sorong berada dalam satu kelompok

dengan kedalaman 4,2 s.d 7 MLWS. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kedalaman dermaga dari ke-24 pelabuhan

tersebut kedalaman maksimum adalah 20 MLWS.

Untuk variabel luas gudang dari 24 pelabuhan, data dari 22 pelabuhan dinyatakan valid. Gambar dendogram

untuk ke 22 pelabuhan dilihat pada Gambar 7. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa jika ke 24 pelabuhan dapat

dibagi menjadi tiga cluster atau tiga kelompok maka susunannya dapat dilihat pada tabel 9.

Pelabuhan Batam berada pada satu kelompok dengan luas gudang sebesar 233.500 m2. Pelabuhan Belawan,

Tanjung Perak, Tanjung Priok, Bitung, dan Makassar berada pada kelompok yang sama dengan luas gudang berkisar

antara 12.900 m2 s.d 101.972 m

2. Pelabuhan Tanjung Emas, Banjarmasin, Boom Baru, Jayapura, Ambon, Merauke,

Pontianak, Sorong, Pantoloan, Jambi, Ternate, Balikapapan, Samarinda, Malahayati, Kupang, dan Panjang berada

dalam satu kelompok dengan luas gudang berkisar antara 800 m2 s.d 10.450 m

2.

Gambar6. dendogram untuk variabel kedalaman di dermaga

Tabel 8.

Pengelompokan beradasarkan variabel kedalaman di dermaga

No Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3 Kelompok 4

1 Pantoloan Panjang Tanjung Perak Belawan

2 Kupang Batam Ambon Samarinda

3 Balikpapan Tanjung Priok Bau-bau Malahayati

4 Banjarmasin Jayapura

5 Tanjung Emas Bitung

6 Ternate Merauke

7 Makassar Pontianak

8 Sorong

Sumber: Hasil analisis

Page 44: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39 35

Untuk variabel luas lapangan penumpukan dari 24 pelabuhan, data dari 21 pelabuhan dinyatakan valid. Gambar

dendogram untuk ke 21 pelabuhan dilihat pada Gambar 8. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa jika ke 24

pelabuhan dapat dibagi menjadi tiga cluster atau tiga kelompok maka susunannya dapat dilihat pada tabel 10.

Pelabuhan Banjarmasin berada dalam satu kelompok tersendiri dengan luas lapangan peumpukan 444.500 m2.

Pelabuhan Tanjung Priok, Belawan, Tanjung Perak, Makassar, dan Tanjung Emas berada pada satu kelompok

dengan luas lapangan penumpukan berkisar antara 47.500 m2 s.d 324.450 m

2. Sedangkan sisanya yaitu Pelabuhan

Bitung, Samarinda, Pontianak, Jambi, Sorong, Jayapura, Boom Baru, Ambon, Pantoloan, Ternate, Malahayati,

Balikapapan, dan Merauke memiliki luas lapangan penumpukan berkisar antara 1000 m2 s.d. 35.917 m

2.

Gambar7. Dendogram untuk variabel luas gudang

Tabel 9.

Pengelompokan beradasarkan variabel panjang dermaga

No Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

1 Batam Belawan Tanjung Emas

2 Tanjung Perak Banjarmasin

3 Tanjung Priok Boom Baru

4 Bitung Jayapura

5 Makassar Ambon

6 Merauke

7 Pontianak

8 Sorong

9 Pantoloan

10 Jambi

11 Ternate

12 Balikapapan

13 Samarinda

14 Malahayati

15 Kupang

16 Panjang

Sumber: Hasil analisis

Page 45: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

36 Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39

3.1. Analysis Hierarchy Proccess

Analisis ini digunakan untuk pembobotan 24 pelabuhan ditinjau dari fasilitas pelabuhan. Pelabuhan yang

memiliki bobot paling tinggi, maka memiliki fasilitas yang paling lengkap diantara ke-24 pelabuhan. Pelabuhan yang

memiliki bobot yang lebih kecil maka, diprioritaskan untuk dilakukan perbaikan terutatama terkait dengan fasilitas

pelabuhan. Variabel yang digunakan dalam analisis ini adalah kedalaman maksimal alur, kedalaman kolam

maksimal, kedalaman dermaga, luas lapangan penumpukan, luas kolam, panjang dermaga, luas gudang, luas

container yard. Adapun bobot dari masing-masing variabel dapat dilihat pada Gambar 9.

Bobot kedalaman maksimal alur laut adalah 13%,bobot untuk kedalaman kolam maksimal adalah 12%, bobot

untuk kedalaman dermaga adalah 13%, luas lapangan penumpukan adalah 11,5%, sedangkan bobot untuk luas

kolam adalah 11%, bobot untuk panjang dermaga adalah 15%, bobot untuk luas gudang adalah 12%, dan bobot

untuk luas kontainer yard adalah 12,5%. Hasil perhitungan untuk analisis pembobotan AHP dapat dilihat pada Tabel

11.

Gambar8. Dendogram untuk variabel luas lapangan penumpukan

Tabel 10.

Pengelompokan beradasarkan variabel panjang dermaga

No Kelompok 1 Kelompok 2 Kelompok 3

1 Banjarmasin Tanjung Priok Bitung

2 Belawan Samarinda

3 Tanjung Perak Pontianak

4 Makassar Jambi

5 Tanjung Emas Sorong

6 Jayapura

7 Boom Baru

8 Ambon

9 Pantoloan

10 Ternate

11 Malahayati

12 Balikapapan

13 Merauke

Sumber: Hasil analisis

Page 46: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39 37

Dari hasil analisis pembobotan didapatkan, bahwa Pelabuhan yang memiliki bobot lima tertinggi adalah

Pelabuhan Tanjung Priok, Belawan, Tanjung Perak, Makassar, dan Batam. Pelabuhan-pelabuhan tersebut menempati

posisi lima teratas yang memiliki bobot paling besar. Kelima pelabuhan tersebut merupakan Pelabuhan yang akan

dilewati tol laut atau marine highway. Kelima pelabuhan tersebut untuk kondisi saat ini sudah merupakan pelabuhan

yang memiliki kedalaman alur laut, luas kolam, kedalamankolam maks, Panjang Dermaga, Kedalaman Dermaga,

Luas Gudang, Luas Lapangan Penumpukan, serta Luas Kontainer yard yang paling baik jika dibandingkan

pelabuhan lainnya. Secara lengkap hasil pembobotan dapat dilihat pada tabel 12.

Gambar 9. Bobot untuk masing-masing variabel

Tabel 11.

Perhitungan pembobotan dua puluh empat pelabuhan di Indonesia

No Pelabuhan

Bobot Komponen

SKOR

kedalaman

alur laut

luas

kolam

kedalaman

kolam

maks

Panjang

Dermaga

Kedalaman

Dermaga

Luas

Gudang

Luas

Lapangan

Penumpukan

Luas

CY

0.130 0.110 0.120 0.150 0.130 0.120 0.115 0.125

1 Malahayati 1.0000 0.0000 1.0000 0.0522 0.4375 0.0078 0.0055 0.0000 0.3163

2 Belawan 0.6250 1.0000 0.6250 1.0000 0.4375 0.5932 0.8972 0.2897 0.6837

3 Batam (batu ampar)

1.0000 0.0002 0.7500 0.1592 0.7500 1.0000 0.0000 0.0000 0.4614

4 Jambi 0.7500 0.0542 0.7500 0.0255 0.7500 0.0200 0.0935 0.0785 0.3178

5 Boom Baru 0.4375 0.1355 0.7500 0.0471 0.0000 0.0960 0.0226 0.3006 0.2205

6 Teluk Bayur 0.7188 0.0698 0.5625 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.1686

7 Panjang 1.0000 0.0381 1.0000 0.0157 0.6875 0.0000 0.0000 0.0000 0.3459

8 Tanjung

Priok 0.8750 0.0957 0.4375 0.8117 0.7500 1.0000 1.0000 1.0000 0.7560

9 Tanjung

Emas 0.6250 0.2089 0.6250 0.1592 0.5625 0.0785 0.1314 0.4959 0.3627

10 Tanjung Perak

0.7500 1.0000 0.5938 1.0000 0.5938 0.8915 0.2598 0.0000 0.6428

11 Pontianak 0.2813 0.0786 0.5625 0.0159 0.2625 0.0172 0.0922 0.0000 0.1619

12 Banjarmasin 0.3125 0.0068 0.7500 0.2045 0.5625 0.1025 1.0000 0.3401 0.4050

13 Balikpapan 1.0000 0.5916 1.0000 0.0623 1.0000 0.0240 0.0028 0.0000 0.4576

14 Samarinda 1.0000 0.0339 1.0000 0.1116 0.4375 0.0118 0.0993 0.5552 0.4096

15 Kupang 1.0000 0.0000 1.0000 0.0854 1.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.3928

16 Bitung 1.0000 0.0098 0.7500 0.1991 0.4375 0.1271 0.0830 0.1914 0.3565

17 Pantoloan 0.6875 0.4516 0.8125 0.0318 1.0000 0.0196 0.0235 0.0000 0.3764

18 Makassar 0.6250 1.0000 1.0000 0.2815 0.5625 0.2334 0.1628 0.8028 0.5737

19 Bau-bau 1.0000 0.0090 0.6250 0.0357 1.0000 0.0000 0.0066 0.0000 0.3421

20 Ternate 1.0000 0.0209 0.0000 0.0316 0.5625 0.0229 0.0042 0.0233 0.2163

21 Ambon 0.6250 0.0143 0.7500 0.1018 0.6250 0.0454 0.0232 0.0000 0.2775

22 Sorong 0.8125 0.0248 1.0000 0.0357 0.3750 0.0191 0.0177 0.0000 0.2868

23 Jayapura 1.0000 0.0113 1.0000 0.0386 0.4375 0.0409 0.0221 0.0000 0.3214

24 Merauke 0.0938 0.0113 0.4375 0.0201 0.3125 0.0303 0.0068 0.0000 0.1140

Page 47: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

38 Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39

4. Kesimpulan

Pembagian cluster atau kelompok untuk beberapa variabel panjang alur, kedalaman alur, luas kolam pelabuhan,

kedalaman kolam maksimum, panjang dermaga, kedalaman dermaga, luas gudang, rata-rata terbagi menjadi 3

kelompok, hanya variabel kedalaman dermaga yang terbagi menjadi 4 kelompok. Pada Masing-masing variabel

untuk kelompok yang memiliki nilai tertinggi mempunyai pelabuhan yang berbeda-beda.

Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Batam dikelompokkan dalam satu kelompok karena memiliki panjang

alur lebih dari 16 km. Pelabuhan Banjarmasin dan Panjang berada dalam satu kelompok dengan panjang alur

berkisar 13 km sampai dengan lebih dari 15 km. Sedangkan Pelabuhan sisanya berada dalam satu kelompok dengan

panjang alur berkisar 0.8 km sampai dengan 12,8 km.

Pelabuhan Kupang berada dalam cluster tersendiri dikarenakan menurut data memiliki kedalaman alur

mencapai 100 MLWS. Pelabuhan Bau-Bau, Balikpapan, Panjang, Jayapura, Ternate berada dalam satu kelompok

dengan kedalaman berkisar 28 MLWS s.d. 27 MLWS. Pelabuhan Bitung, Sorong, Tanjung Priok, Pantoloan, Teluk

Bayur, Tanjung Perak, Jambi, Tanjung Emas, Belawan, Ambon, Makassar, Malahayati, Samarinda, Batam,

Merauke, Boom Baru, Banjarmasin, Merauke memiliki kedalaman berkisar 1.5 MLWS sampai dengan 20 MLWS.

Pelabuhan Makassar dan Tanjung Perak berada dalam satu kelompok dikarenakan memiliki luas kolam

mencapai 15000 ha sampai dengan sekitar 16.340 ha. Pelabuhan Belawan, Pantoloan, Balikapapan, Boom Baru, dan

Pelabuhan Tanjung Emas berada dalam satu kelompok dengan luas kolam 600 ha sampai sekitar 4.428 ha.

Sedangkan sisanya masuk ke dalam kelompok yang sama dengan luas kolam berkisar 156 ha sampai dengan 424 ha.

Pelabuhan panjang, Jayapura, Balikapapan berada dalam satu kelompok dengan kedalaman kolam maksimum

berkisar antara 27 MLWS sampai dengan 30 MLWS. Pelabuhan Makassar, Kupang, dan Malahayati, Pelabuhan

Sorong, Samarinda berada dalam satu kelompok dengan kedalaman berkisar 16 s.d. 20 MLWS.Pelabuhan Pantoloan,

Jambi, Banjarmasin, Boom Baru Batam, Ambon, Bitung, Pontianak, Teluk Bayur, Tanjung Perak, Pelabuhan

Belawan, Bau-bau, Tanjung Emas, Merauke, dan Tanjung Priok memiliki kedalaman memiliki kedalaman sekitar 7

s.d 13 MLWS.

Pelabuhan Tanjung Perak dan Tanjung Priok berada dalam satu kelompok yang sama dengan panjang dermaga

berkisar 6.000 sampai dengan 7.850 m. Pelabuhan Panjang, Makassar, Bitung, Banjarmasin, Ambon, Samarinda, dan

Tanjung Emas memiliki panjang dermaga berkisar antara 800 m sampai dengan sekitar 1.200m. Pelabuhan Kupang,

Belawan, Teluk Bayur, Balikapapan, Boom Baru, Malahayati, Jambi, Merauke, Pontianak, Ternate, Pantoloan,

Jayapura, Sorong, Bau-bau memiliki panjang dermaga berkisar antara 125 m sampai dengan 280 m.

Tabel 12.

Hasil pembobotan secara berurutan dari yang memiliki bobot terkecil sampai terbesar

No Pelabuhan Nilai Bobot

1 Merauke 0.1140

2 Pontianak 0.1619

3 Teluk Bayur 0.1686

4 Ternate 0.2163

5 Boom Baru 0.2205

6 Ambon 0.2775

7 Sorong 0.2868

8 Malahayati 0.3163

9 Jambi 0.3178

10 Jayapura 0.3214

11 Bau-bau 0.3421

12 Panjang 0.3459

13 Bitung 0.3565

14 Tanjung Emas 0.3627

15 Pantoloan 0.3764

16 Kupang 0.3928

17 Banjarmasin 0.4050

18 Samarinda 0.4096

19 Balikpapan 0.4576

20 Batam (batu ampar) 0.4614

21 Makassar 0.5737

22 Tanjung Perak 0.6428

23 Belawan 0.6837

24 Tanjung Priok 0.7560

Sumber: Hasil analisis

Page 48: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Fitri Indriastiwi / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 25–39 39

Pelabuhan Pantoloan, Kupang, Balikpapan berada dalam satu kelompok yang sama dengan kedalaman

maksimum di dermaga berkisar 17 s.d 20 MLWS. Pelabuhan Panjang, Batam, Tanjung Priok berada dalam satu

kelompok dengan kedalaman maksimum di dermaga berkisar 11 s.d. 12 MLWS. Pelabuhan Tanjung Perak, Ambon,

Bau-bau, Banjarmasin, Tanjung Emas, Ternate, Makassar dengan kedalaman maksimum di dermaga berkisar 9 s.d

10 Belawan, Samarinda, Malahayati, Jayapura, Bitung, Merauke, Pontianak, Sorong berada dalam satu kelompok

dengan kedalaman 4.2 s.d 7 MLWS.

Pelabuhan Batam berada pada satu kelompok dengan luas gudang sebesar 233.500 m2. Pelabuhan Belawan,

Tanjung Perak, Tanjung Priok, Bitung, dan Makassar berada pada kelompok yang sama dengan luas gudang berkisar

antara 12.900 m2 s.d 101.972 m

2. Pelabuhan Tanjung Emas, Banjarmasin, Boom Baru, Jayapura, Ambon, Merauke,

Pontianak, Sorong, Pantoloan, Jambi, Ternate, Balikapapan, Samarinda, Malahayati, Kupang, dan Panjang berada

dalam satu kelompok, luas gudang berkisar antara 800 m2 s.d 10.450 m

2.

Pelabuhan Banjarmasin berada dalam satu kelompok tersendiri dengan luas lapangan peumpukan 444.500 m2.

Pelabuhan Tanjung Priok, Belawan, Tanjung Perak, Makassar, dan Tanjung Emas berada pada satu kelompok

dengan luas lapangan penumpukan berkisar antara 47.500 m2 s.d 324.450 m

2. Sedangkan sisanya yaitu Pelabuhan

Bitung, Samarinda, Pontianak, Jambi, Sorong, Jayapura, Boom Baru, Ambon, Pantoloan, Ternate, Malahayati,

Balikapapan, dan Merauke memiliki luas lapangan penumpukan berkisar antara 1000 m2 s.d. 35.917 m

2.

Hasil analisis AHP menempatkan Pelabuhan Tanjung Priok, Belawan, Tanjung Perak, Makassar, dan Batam

adalahpelabuhan yang memiliki bobot yang paling tinggi. Pelabuhan-pelabuhan tersebut menempati posisi lima

teratas yang memiliki bobot paling besar. Kelima pelabuhan tersebut merupakan Pelabuhan yang layak jika dilewati

jaringan trunk. Kelima pelabuhan tersebut untuk kondisi saat ini sudah merupakan pelabuhan yang memiliki

kedalaman alur laut, luas kolam,kedalaman kolam maksimal, Panjang Dermaga, Kedalaman Dermaga, Luas Gudang,

Luas Lapangan Penumpukan, serta Luas container yard yang paling baik jika dibandingkan pelabuhan lainnya.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih yang sebesar-besarnya pada Kapuslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau dan Penyeberangan,

serta seluruh peneliti atas partisipasi dan bantuannya dalam menyelesaikan penelitian ini.

Daftar Pustaka

Ditjen Perhubungan Laut.Kementerian perhubungan.2013.Studi Rencana Induk Pelabuhan Benoa, Jakarta;

Informasi 25 Pelabuhan Strategis Indonesia, www.dephub.go.id, tanggal download 4 Januari 2013, Jakarta;

Indriastiwi, Fitri, dkk. 2010.Kajian Pengembangan Kapasitas dan Fasilitas Pelabuhan Tanjung Wangi dalam Mengantisipasi Pertumbuhan

Industri dan Perdagangan daerah hinterland, Puslitbang Perhubungan Laut, Jakarta;

Keputusan Menteri Perhubungan No KP 414 Tahun 2013 tentang Rencana Induk Pelabuhan Nasional, 17 April 2013. Kementerian Perhubungan.

Jakarta;

Puslitbang Perhubungan Laut. 2010. Studi Penetapan Pelabuhan Yang Dapat Melayani Kapal-Kapal Cruise (Kapal Wisata). Jakarta;

Puslitbang Perhubungan LautKementerian Perhubungan. 2010. Penelitian Optimalisasi Dan Pengembangan 25 Pelabuhan Strategis. Jakarta;

Peraturan Pemerintah No 69 Tahun 2009 Tentang Kepelabuhanan. 22 Oktober 2009. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151. Jakarta;

PT. (Persero) Pelabuhan Indonesia III. 2002. Penelitian Sistem Bongkar Muat Barang di Terminal Konvensional Pelabuhan Tanjung Perak

Surabaya, Surabaya;

Solossa, A.Y. 2013.Perencanaan Pengembangan Pelabuhan Laut Sorong di Kota Sorong, Jurnal Sipil Statik 1(10). Jakarta;

Sjafrrudin, Ade, dkk. 2010. Perancangan Dermaga Khusus Kapal Penumpang Di Pelabuhan Benoa – Pulau Bali, Simposium III FSTPT, ISBN

no. 979 -96241-0-X.

Subgayo.2001. Analisa Preferensi International Hub Port Terhadap Kebijakan Penentuan Pelabuhan Hubung Internasional Indonesia,

tesis.Program S2 Transportasi. ITB. Bandung;

Sugiana Ugan, dkk,1999. Analisis Kebutuhan Dermaga Khusus Kapal Penumpang Dan Fasilitasnya Dalam Mengantisipasi Kenaikan Permintaan Di Pelabuhan Tanjung Priok, Tesis. Architecture, Planning and Policy Development, ITB. Bandung;

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. 7 Mei 2008.Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

Nomor 64. Jakarta.

Page 49: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 40–48

Jurnal Penelitian Transportasi Laut pISSN 1411-0504 / eISSN 2548-4087

Journal Homepage: http://balitbanghub.dephub.go.id/ojs/index.php/jurnallaut

* Corresponding author. Tel: +62 21 3483 2967 E-mail: [email protected]

doi: https://dx.doi.org/10.25104/transla.v19i1.345 1411-0504 / 2548-4087 ©2017 Jurnal Penelitian Transportasi Laut.

Diterbitkan oleh Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Balitbang Perhubungan, Kementerian Perhubungan

Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC (https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/)

Revitalisasi Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur

Wahyu Prasetya Anggrahini

Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Badan Litbang Perhubungan

Jalan Merdeka Timur No. 5, Jakarta Pusat, 10110

Diterima 15 Mei 2017; Disetujui 17 Juli 2017; Diterbitkan 13 September 2017

Abstrak Pelabuhan Labuhan Haji mulai dibangun tahun 2007 dan selesai tahun 2009 dengan dana APBD. Namun, sejak selesai

dibangun, Pelabuhan Labuhan Haji ini belum beroperasi hingga saat ini. Oleh sebab itu perlu dilakukan kajian revitalisasi

Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur. Pendekatan yang digunakan dalam kajian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif.

Hasil kajian menunjukkan bahwa permasalahan yang menyebabkan Pelabuhan Labuhan Haji belum beroperasi secara optimal

adalah kedalaman kolam pelabuhan belum memadai, belum tersedianya peralatan navigasi di sepanjang alur masuk pelabuhan,

serta belum adanya izin pengoperasian. Rencana pengerukan sebagai salah satu upaya revitalisasi dapat mengoptimalkan

pengoperasian kolam pelabuhan, karena ruang gerak untuk kapal masih terbatas dengan adanya breakwater utara dan selatan

serta karang di dalam kolam pelabuhan.

Kata Kunci: revitalisasi; pengerukan Labuhan Haji

Abstract Revitalization of the Labuhan Haji Port in East Lombok: Labuhan Haji port was built in 2007 and completed in 2009 by

the local government funds. However, since the construction of the port is completed, the Port Labuhan Haji has not been

operated until now. Therefore it is necessary to study the revitalization of the Port of Labuhan Haji in East Lombok. The

approach used in this study is a qualitative descriptive approach. The results show that the Port Labuhan Haji has not been able

to operate optimally because of the depth of the pool is still lacking, no navigation equipment on the flow along the harbor

entrance, and there is no operating license from the governor. Dredging plan as one of the revitalization efforts has not been

able to optimize the operation of the port basin, because the space for the ship is still limited. The existence of the north and

south breakwater and rock in the basin make the ships difficult to move.

Keywords: revitalization; dredging; Labuhan Haji

1. Pendahuluan

Lombok Timur sebagai salah satu Kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara BaratKabupaten Lombok Timur

adalah salah satu Kabupaten diantara sembilan Kabupaten/Kota di Propinsi Nusa Tenggara Barat, berada di sebelah

timur Pulau Lombok, dengan letak geografis antara 1160 -1170 Bujur Timur dan 80-90 Lintang Selatan. Luas

wilayahnya tercatat 2.679,88 km2, terdiri atas daratan seluas 1.605,55 km

2 atau (59,91%) dan lautan seluas 1.074,33

km2 (40,09 %). Secara administratif Kabupaten Lombok Timur terdiri dari 20 Kecamatan, 13 kelurahan, 106 Desa,

772 lingkungan/dusun. Pelabuhan yang ada di Kabupaten Lombok Timur diantaranya Pelabuhan Labuhan Lombok,

Kayangan, dan Labuhan Haji. Di samping itu terdapat dermaga yang tidak beroperasi yakni Tanjung Luar,

sedangkan dermaga lainnya yakni dermaga Telong Elong belum selesai pembangunannya.

Pelabuhan Labuhan Lombok merupakan pelabuhan laut yang letaknya berdekatan dengan pelabuhan

penyeberangan Kayangan. Kedua pelabuhan tersebut cukup ramai aktivitasnya. Padatnya aktivitas kapal

penyeberangan yang melayani lintas Kayangan Poto Tano menyebabkan terjadinya antrian di dermaga Kayangan

maupun Poto Tano. Oleh sebab itu, dibangunlah Pelabuhan Labuhan Haji ini yang salah satu tujuannya dalah untuk

Page 50: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Wahyu P. Anggrahini / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 40–48 41

mengantisipasi padatnya aktivitas di Pelabuhan Lembar yang terletak di Lombok Barat dan pelabuhan Kayangan di

Lombok Timur.

Saat ini barang-barang kebutuhan masyarakat Lombok Timur bergantung pada kegiatan bongkar muat di

Pelabuhan Lembar. Begitu pula dengan kebutuhan masyarakat Kabupaten Sumbawa Barat yang bergantung pada

Lombok Timur. Pemanfaatan Pelabuhan Labuhan Haji ini diharapkan dapat menekan harga barang-barang di

Lombok Timur dan Sumbawa Barat. Pelabuhan Labuhan Hajiyang terletak di pesisir timur wilayah Kabupaten

Lombok Timur dibangun dengan dana APBD Kabupaten Lombok Timur sejak tahun 2007 dan selesai tahun 2009.

Namun, Pelabuhan Labuhan Haji ini belum dapat beroperasi secara maksimal hingga saat ini. Oleh sebab itu perlu

dilakukan peninjauan terhadap permasalahan yang ada di Pelabuhan Labuhan Haji dan upaya revitalisasi Pelabuhan

Labuhan Haji di Lombok Timur. Kajian ini bertujuan untuk meninjau rencana revitalisasi yang akan dilakukan

terhadap Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur.

2. Metode

Obyek yang akan dianalisis adalahPelabuhan Labuhan Haji. Data yang dibutuhkan dalam kajian ini terdiri dari

data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam dengan pihak terkait seperti

Dishubkominfo Kabupaten Lombok Timur, Bappeda Lombok Timur, UPP Labuhan Haji dan UPP Labuhan

Lombok. Data primer diperlukan untuk mengidentifikasi permasalahan dan potensi yang dimiliki Pelabuhan

Labuhan Haji supaya dapat termanfaatkan. Data sekunder meliputi dokumen perencanaan Pelabuhan Labuhan Haji

dan data fasilitas eksisting Pelabuhan Labuhan Haji. Kajian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif.

Metode penelitian kualitatif adalah metode untuk menyelidiki obyek yang tidak dapat diukur dengan angka-angka

ataupun ukuran lain yang bersifat eksak (UGM, 1984). Pengertian penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai

penelitian yang menghasilkan data deskriptif mengenai kata-kata lisan maupun tertulis, dan tingkah laku yang dapat

diamati dari orang-orang yang diteliti (Taylor dan Bogdan, 1984).

Setidaknya, terdapat lima jenis metode penelitian kualitatif yang banyak dipergunakan, yaituobservasi terlibat,

analisis percakapan, analisiswacana, analisis isi dan pengambilan data ethnografis. Penelitian kualitatif berusaha

untuk mengangkat secara ideografis berbagai fenomena dan realitas sosial. Pembangunan dan pengembangan teori

sosial khususnya sosiologi dapat dibentuk dari empiri melalui berbagai fenomena atau kasus yang diteliti (Somantri,

2005).

Beberapa kajian sebelumnya terkait dengan revitalisasi diantaranya adalah revitalisasi pelayaran rakyat.

Kemunduran aktivitas pelra terjadi karena armada kapal pelra kalah bersaing dengan armada kapal pelnas.

Kekalahan ini terjadi karena para pengguna jasa pengiriman barang lebih memilih menggunakan kapal pelnas dari

pada kapal pelra. Revitalisasi dalam kajian ini adalah untuk membuat pelra kembali bangkit dari keterpurukan yang

sedang dialaminya. Dalam hal merevitalisasi pelra, maka kebijakan yang direkomendasikan adalah diberlakukannya

peraturan yang mewajibkan kapal pelra untuk diklasifikasikan, adanya peraturan yang mewajibkan pelatihan bagi

ABK armada kapal pelra, dan adanya kebijakan untuk mengasuransikan muatan bagi pengguna jasa pelra

(Romadhoni dan Tri Achmadi, 2016).

Penelitian lain adalah bagaimana merevitalisasi pelabuhan lama di tepi Sungai Siak. Pelabuhan Lama di tepi

Sungai Siak Pekanbaru menjadi tidak termanfaatkan setelah terjadi relokasi fungsi pelabuhan. Namun begitu,

Pelabuhan Lama memiliki nilai historis sebagai kawasan cikal bakal Kota Pekanbaru. Oleh karena itu, pemanfaatan

karakter tempat menjadi acuan untuk menghidupkan kembali lahan bekas Pelabuhan Lama. Pentahapan upaya

revitalisasi Pelabuhan Lamaadalah dengan menunjukkan pemanfaatan karakter tempat untuk merumuskan fungsi

sebagai upaya revitalisasi kawasan tepi air (Pandiangan, 2015).

Revitalisasi Kawasan adalah rangkaian upaya menghidupkan kembali kawasan yang cenderung mati, dan

mengembangkan kawasan untuk menemukan kembali potensi yang dimiliki, sehingga diharapkan dapat memberikan

peningkatan kualitas lingkungan yang pada akhirnya berdampak pada kualitas kehidupan masyarakat. Revitalisasi

kawasan bertujuan untuk meningkatkan vitalitas kawasan lama melalui program usulan dan pelaksanaan yang

mampu menciptakan kualitas ruang publik dan pertumbuhan ekonomi masyarakat pada kawasan (Budiarsa, 2011).

Revitalisasi berarti membuat agar lebih hidup dan lebih giat kembali (Pusat Bahasa Departemen Pendidikan

Nasional, 2008). Sebenarnya revitalisasi berarti menjadikan sesuatu atau perbuatan menjadi vital. Pengertian

revitalisasi ini secara umum adalah usaha-usaha untuk menjadikan sesuatu itu menjadi penting dan perlu sekali

(Romadhono dan Tri Achmadi, 2016). Dalam kajian ini, revitalisasi yang dimaksud adalah usaha untuk membuat

Pelabuhan Labuhan Haji dapat segera dioperasikan dan dimanfaatkan oleh masyarakat, khususnya pengguna jasa

pelabuhan.

3. Hasil dan Pembahasan

Kabupaten Lombok Timur berada pada lintas jalan negara antar provinsi dan merupakan jalur ekonomi yang

sangat penting yang mneghubungkan antar kota di wilayah provinsi NTB dengan kota-kota di Provinsi Bali dan

NTT. Labuhan Haji merupakan lokasi pelabuhan yang masuk dalam sub satuan wilayah pengembangan tengah

Page 51: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

42 Wahyu P. Anggrahini / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 40–48

dengan pusat pengembangan di Kota Selong. Secara administrasi, Kecamatan Labuhan Haji termasuk dalam

kawasan perkotaan Selong yang juga merupakan ibu kota Kabupaten Lombok Timur.

Daya dukung hinterland yang paling dominan bagi Pelabuhan Labuhan Haji adalah wilayah administrasi kota

Selong sebagian pusat pengembangan dan ibu kota Kabupaten Lombok Timur, di samping wilayah lain di luar

Kabupaten Lombok Timur untuk mendatangkan atau mengirimkan barang-barang baik berupa hasil bumi, hasil

industri maupun bahan-bahan mentah. Secara keseluruhan, pemanfaatan lahan hinterland Pelabuhan Labuhan Haji

didominasi oleh hutan dan persawahan, kawasan perumahan, bisnis, perkebunan dan perikanan. Pada beberapa

wilayah juga terdapat kegiatan industri kecil, industri sedang maupun industri besar. Sektor pertambangan juga

menjadi potensi andalan dengan bahan galian yang memiliki nilai ekspor, sektor peternakan dengan potensi sapi

lokal dalam mendukung program bumi sejuta sapi Pemerintah Provinsi NTB dan potensi andalan lain seperti

tembakau. Kebutuhan batu bara sebagai bahan bakar open tembakau yang sangat besar perlu didatangkan dari luar

daerah, seperti Jawa, Sumatera dan Kalimantan yang tentunya sangat memerlukan sarana transportasi laut dengan

prasarana pelabuhan yang memiliki daya dukung tinggi.

Pemerintah Kabupaten Lombok Timur akan mengembangkan Kawasan Industri Terpadu yang merupakan

kawasan terpadu yang didalamnya akan dikembangkan sistem jaringan transportasi dan Kawasan Pelabuhan

Labuhan Haji masuk dalam terminal point sistem jaringan transportasi dan berfungsi sebagai main in outlet dari/ke

kawasan industri di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat pada khususnya dan wilayah Indonesia pada umumnya.

Potensi perikanan yang ada di Kabupaten Lombok Timur ditandai dengan adanya desa-desa nelayan yang

berkembang sepanjang atau berdekatan dengan daerah pantai. Kabupaten Lombok Timur yang sebagian wilayahnya

adalah daerah pantai, maka terdapat beberapa desa pesisir.

Kabupaten Lombok Timur berada pada lintas jalan negara antar provinsi dan merupakan jalur ekonomi yang

sangat penting yang menghubungkan antar kota di wilayah provinsi NTB maupun kota-kota di NTB dengan kota-

kota di Provinsi Bali dan NTT.

Sesuai dengan KP 414 tahun 2013 tentang Tatanan Kepelabuhanan Nasional, Pelabuhan Labuhan Haji masuk

dalam hirarkhi Pelabuhan Pengumpan Regional.Pengembangan Pelabuhan Haji sebagai Pelabuhan Pengumpan

Regional juga sudah tertuang dalam RTRW Provinsi NTB dan RTRW Kabupaten Lombok Timur. Jika dilihat

hirarkhinya sebagai pelabuhan pengumpan regional, maka kewenangan pengelolaannya berada di bawah Pemerintah

Provinsi. Pemerintah Kabupaten Lombok Timur sudah menyerahkan urusan pelabuhan kepada Pemerintah Provinsi

NTB, tetapi hingga saat ini Pemerintah Provinsi masih menyerahkan urusan pengelolaan Pelabuhan Labuhan Haji

kepada Pemerintah Kabupaten Lombok Timur karena semua biaya pembangunan berasal dari APBD Kabupaten

Lombok Timur.

Sesuai dengan persyaratan administrasi,Pelabuhan Labuhan Haji Lombok Timur sudah ada dalam Rencana

Induk Pelabuhan Nasional sebagai pelabuhan pengumpan regional. Pemenuhan persyaratan Pelabuhan Labuhan Haji

sebagai pelabuhan pengumpan regional dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Berpedoman pada tata ruang wilayah provinsi dan pemerataan pembangunan antar provinsi

Pelabuhan Labuhan Haji sudah masuk dalam RTRW Provinsi dengan hirarkhi pelabuhan pengumpan regional.

2. Berpedoman pada tata ruang wilayah kabupaten/kota serta pemerataan dan peningkatan pembangunan

kabupaten/kota.

Pelabuhan Labuhan Haji sudah masuk dalam RTRW Kabupaten dengan hirarkhi pelabuhan pengumpan

regional.

3. Berada di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi wilayah provinsi

Kawasan Labuhan Haji berada di sekitar pusat pertumbuhan ekonomi wilayah Provinsi, yakni Mataram dan

Praya. Jarak tempuh dari Labuhan Haji ke Mataram atau ke Praya ±1,5 jam. Kecamatan Labuhan Haji yang

merupakan lokasi pelabuhan masuk dalam sub satuan wilayah pengembangan tengah dengan pusat

pengembangan di Kota Selong. Hal tesebut menunjukkan bahwa secara administrasi, Kecamatan Labuhan Haji

termasuk dalam kawasan perkotaan Selong yang juga merupakan ibu kota Kabupaten Lombok Timur.

4. Berperan sebagai pengumpan terhadap pelabuhan pengumpul dan pelabuhan utama

Kriteria lain sebagai pelabuhan pengumpan regional adalah berperan sebagai pelabuhan pengumpan terhadap

pelabuhan pengumpul atau pelabuhan utama. Pelabuhan pengumpul di wilayah Nusa Tenggara Barat berada di

Lembar, Labuhan Lombok, Bima dan Badas.

Pelabuhan Lembar merupakan pintu masuk keluar penumpang dan barang melalui laut dari dan ke arah barat

(Jawa, Kalimantan, Sulawesi). Pelabuhan Labuhan Lombok merupakan pintu masuk keluar penumpang dan

barang melalui laut dari dan ke arah timur (Sulawesi, NTT, Maluku, Irian Barat, Papua). Pelabuhan Badas

merupakan pintu masuk keluar barang melalui laut dari dan ke arah timur (Sulawesi, NTT, Irian Barat, Papua).

Pelabuhan Bima merupakan pintu masuk keluar penumpang dan barang melalui laut dari dan ke arah timur

(Sulawesi, Maluku, NTT, Irian Barat, Papua).

5. Berperan sebagai tempat alih muat penumpang dan barang dari dan ke pelabuhan pengumpul dan/atau

pelabuhan pengumpan lainnya. Pelabuhan Labuhan Haji ini direncanakan untuk kegiatan bongkar muat barang

di Lombok selain Pelabuhan Carik yang berada di Lombok Utara. Kegiatan penumpang sudah dilaksanakan di

pelabuhan Labuhan Lombok dan Kahyangan.

Page 52: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Wahyu P. Anggrahini / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 40–48 43

6. Berperan melayani angkutan laut antar kabupaten/kota dalam provinsi

Akses jalan dari Pelabuhan Labuhan Lombok ke Labuhan Haji juga sudah bagus. Rencananya akan ada rute

pelayaran yang melayani antar kabupaten dalam satu provinsi, yakni dari Lombok Timur ke Sumbawa Barat.

7. Memiliki luas daratan dan perairan tertentu serta terlindung dari gelombang

Fasilitas break water sepanjang 950 meter sudah tersedia di Pelabuhan Labuhan Haji yang berfungsi untuk

melindungi perairan kolam pelabuhan dari gelombang, dengan panjang.

8. Melayani penumpang dan barang antar kabupaten/kota dan/atau antar kecamatan dalam satu provinsi.

Pelabuhan Labuhan Haji direncanakan untuk melayani angkutan laut barang dari dan ke Lombok Timur.

9. Berada dekat dengan jalur pelayaran antar pulau

Pelabuhan Labuhan Haji terletak di Selat Alas sebagai jalur pelayaran antar pulau yang menghubungkan Pulau

Lombok dengan Pulau Sumbawa.

10. Memiliki kedalaman kolam pelabuhan maksimal -7 mLWS

Kedalaman Pelabuhan Haji saat ini hanya 3-4 mLWS, dan sudah dapat disandari kapal tongkang dengan ukuran

rata-rata GT 3000. Namun, kedalaman saat ini masih belum memadai untuk sandar kapal berukuran 5000GT ke

atas.

11. Memiliki dermaga dengan panjang maksimal 120 meter

Pelabuhan Labuhan Haji sudah memiliki fasilitas dermaga niaga sepanjang 100 meter. Di samping itu, juga

tersedia 2 dermaga untuk pelabuhan rakyat dan 1 (satu) dermaga untuk penyeberangan.

12. Memiliki jarak dengan pelabuhan pengumpan regional lainnya 20-50 mil.

Dalam hal lokasi pelabuhan, di Lombok Timur terdapat pelabuhan laut lainnya, yakni Pelabuhan Labuhan

Lombok, dermaga Telong Elong dan dermaga Tanjung Luar. Sesuai dengan KP 414 Tahun 2013, Pelabuhan

Labuhan Lombok merupakan pelabuhan pengumpul, Telong Elong merupakan pelabuhan regional dan Tanjung

Luar merupakan pelabuhan lokal. Jika dilihat dari jarak dengan pelabuhan pengumpan regional lainnya, maka

jarak Pelabuhan Labuhan Haji dengan Telong Elong 7.8 mil, sedangkan persyaratan minimal adalah berjarak

20 mil. Begitu pula jarak dengan pelabuhan pengumpul yakni Labuhan Lombok yang relatif dekat, karena

hanya 13,5 mil saja.

Melihat persyaratan diatas, maka Pelabuhan Labuhan Haji dinilai sudah cukup memenuhi persyaratan sebagai

pelabuhan pengumpan regional. Hanya persyaratan kedekatan dengan pelabuhan pengumpan regional lainnya yang

belum terpenuhi. Jarak Pelabuhan Labuhan Haji dengan dermaga Telong Elong sebagai pelabuhan pengumpan

regional hanya berjarak 7 mil saja. Namun, sampai saat ini dermaga Telong Elong juga belum beroperasi.

Sebelumnya, dermaga Telong Elong pernah digunakan untuk New Mount sama seperti Pelabuhan Labuhan Haji

tetapi saat ini tidak digunakan lagi.

Pelabuhan yang masih beroperasi dan sibuk sampai saat ini adalah pelabuhan penyeberangan di Kahyangan

untuk melayani penyeberangan dari Lombok ke Poto Tano di Sumbawa Barat. Melihat kondisi beberapa dermaga

yang ada di Lombok Timur, maka Pelabuhan Labuhan Haji diharapkan dapat segera dimanfaatkan oleh masyarakat

Lombok Timur sebagai pelabuhan pengumpan regional. Oleh sebab itu Pelabuhan Labuhan Haji ini nantinya

direncanakan akan dimanfaatkan untuk melayani kapal dari dan ke Sumbawa Barat dan juga bongkar muat dari

provinsi lain.

Persyaratan dokumen teknis yang sudah dipenuhi Pelabuhan Labuhan Haji adalah dokumen Feasibility Study

dan AMDAL, sedangkan dokumen Rencana Induk Pelabuhan (RIP) sudah dibuat tetapi belum disahkan hingga saat

ini. Berdasarkan hasil studi RIP yang sudah dilakukan tahun 2009, masih terdapat beberapa hal yang belum ada

dalam RIP seperti hasil survei teknis, tahapan pengembangan pelabuhan jangka pendek, menengah dan

panjang(Dishubkominfo Kabupaten Lombok Timur, 2009). Layout pelabuhan Labuhan Haji yang saat ini dibangun

sudah sesuai dengan apa yang disarankan dalam FS yang dibuat tahun 2005. Melihat perairan yang ada di Labuhan

Haji, adanya gelombang yang tinggi pada musim angin barat dan tenggara, pelabuhan memang membutuhkan

breakwater untuk penahan gelombang(LPPM ITS, 2005). Namun, pemilihan alternatif layout pelabuhan yang dipilih

masih dinilai belum bisa membuat pelabuhan beroperasi dengan maksimal, karena pembangunanbreakwater sisi

utara dan selatan dengan karang di sekitar kolam membuat kolam menjadi lebih sempit untuk olah gerak kapal.

Pasal 79 Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 tahun 2015 menyatakan bahwa pengoperasian

pelabuhan dilakukan setelah pembangunan pelabuhan selesai dilaksanakan. Selanjutnya pasal 80 menyatakan bahwa

pengoperasian fasilitas pelabuhan dilakukan setelah pemeriksaan fisik yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal

dan uji coba pengoperasian yang diawasi oleh Syahbandar bersama penyelenggara pelabuhan.Pemeriksaan fisik

dilakukan oleh tim terpadu yang melibatkan unsur Sekretariat Jenderal, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut,

Syahbandar, Penyelenggara Pelabuhan, Distrik Navigasi dan pengelola terminal yang bersangkutan. Namun, sampai

saat ini belum ada pemeriksaan secara fisik oleh tim terpadu.

Jika dilihat dari sisi keselamatan pelayaran, Pelabuhan Labuhan Haji masih belum memenuhi persyaratan

keselamatan dan keamanan pelayaran, karena kolam masih dangkal dan belum aman untuk keluar masuk kapal. Di

samping itu, Pelabuhan Labuhan Haji belum memiliki peralatan navigasi untuk keselamatan pelayaran. Belum ada

SDM yang ikut bimbingan teknis lalu lintas angkutan laut, sehingga SDM di Pelabuhan Labuhan Haji dinilai belum

memadai.

Page 53: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

44 Wahyu P. Anggrahini / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 40–48

Sampai saat ini, ijin pengoperasian Pelabuhan Haji belum ada. Namun, beberapa kapal sudah pernah sandar di

dermaga Pelabuhan Labuhan Haji. Kunjungan kapal yang telah melakukan bongkar muat di Pelabuhan Labuhan Haji

dapat dilihat pada Tabel 1.

Saat ini, Pelabuhan Labuhan Haji memiliki fasilitas pelabuhan sebagai berikut:

Reklamasi Darat : 9 Ha

Perkantoran : 200 m2

Terminal Penumpang : 100 m2

Break Water : 380 x 540 m

Dermaga Nusantara : 2 x 10 x 50 m

Dermaga Pelayaran Rakyat : 6 x 25 m

Dermaga Penyeberangan : 6 x 25 m

Dermaga Pelayaran Rakyat : 8 x 25 m

Lapangan Penumpukan : 4 x 60 x 144 m

Alur Pelayaran : 464,99 m2

Perairan tempat labuh : 13,6 Ha

Tabel 1.

Kunjungan Kapal di Pelabuhan Labuhan Haji 2010-2016

No Tanggal Nama Kapal Jenis Kapal Tonase Kotor

(GT)

Barang Yang Diangkut/ Kapasitas

1 14 Juni 2010 Jaya Utama I KLM 119 Kayu kelapa / 120 m3

2 14 Agustus 2010 KM. Sabang Marindo II Kapal Cepat 140 Penumpang (Newmount)

3 15 Agustus 2010 Sinar Borneo Tongkang Batu bara / 500 ton (Kalimantan)

4 18 Oktober 2010 CB. 108/ BG.CB.2201 Tug Boat 1256 Batubara / 3500 ton (Kalimantan)

5 15 Februari 2011 Ayu 78 LC 1229 Mesin jenset 719,89 MT (Suarabaya)

6 7 Juni 2013 TB SM

TK. Abadi Sakti V

TB

Tongkang

154

1716

Cangkang Kelapa Sawit 1.777.920 Mt (Jambi)

7 28 Juni 2013 TB SM III

Tk. Abadi Sakti V

TB

Tongkang

154

1716

Cangkang Kelapa Sawit 1.969.250 Mt (Jambi)

8 22 Agustus 2013 TB Navarep Tk. Antivia

TB Tongkang

225 3065

Cangkang Kelapa Sawit 5.012.060 Mt (Riau)

9 23 April 2014 TB Olivia

BG. Naomi

TB

Tongkang

192

3145

Cangkang Kelapa Sawit 5.559.592 Mt

10 25 April 2014 TB Mega Lestari

Bg Bangga

TB

Tongkang

141

1201

Cangkang Kelapa Sawit 4500 Mt (Bengkulu)

11 17 Mei 2014 KLM Karya Buana 03 Vinisi 45 Cangkang Kemiri 118 ton (Flores)

12 26 Juni 2014 TB BMP 1242 TK Bungah Pertiwi

TB Tongkang

147 1702

Cangkang Kelapa Sawit 4.047,47 Mt (Kaltim)

13 25 Juli 2014 KLM Bintang Samudra Vinisi 172 Cangkang Kemiri 246 T (Flores)

14 15 Agustus 2014 TB Top 25

TK Manna Lines 9001

TB

Tongkang

165

2944

Cangkang Kelapa Sawit 4.545.114 Mt (Grogot

Kaltim)

15 3 April 2015 KLM Darma Jaya Vinisi 30 Kayu kelapa 75m3 (Sulsel)

16 Mei 2015 TB Samudra Pratama I

Bg. SPA-27002

TB

Tongkang

183

2085

Cangkang Kelapa Sawit 5.009.700 Mt

(Mamuju/Sulawesi)

17 7 Juni 2015 TB Samudra Pratama I Bg. SPA-27002

TB Tongkang

183 2085

Cangkang Kelapa Sawit 5.0030.630 Mt (Mamuju/Sulawesi)

18 20 Juni 2015 TB Buana Express 8

Tk. Golden Way 3308

TB

Tongkang

272

4270

Cangkang Kelapa Sawit 3.867.189 Mt (Grogot

Kaltim)

19 14 Agustus 2015 Tb. SDS 42

Bg. SMS 20 03

TB

Tongkang

121

1329

Cangkang Kelapa Sawit 1.851.040 Mt (Kaltim)

20 14 Agustus 2015 TB Barokah

TK Camar

Tk. Bokor

TB

Tongkang

Tongkang

119

302

766

Pengisian Air & BBM (Kupang)

21 29 September 2015 Tb Samudra Pratama Tk. SPA 27002

TB Tongkang

183 2091

Cangkang Kelapa Sawit 5.176.440 Mt (Kaltim)

22 12 November 2015 TB Samudra Pratama I

Bg. SPA-27002

TB

Tongkang

183

2085

Cangkang Kelapa Sawit 4.404.920 Mt (Kaltim)

23 19 Januari 2016 Mina Maritim 087 Kapal Motor

Nelayan (KMN)

29 Mamuju/Sulawesi

24 24 Februari 2016 Tb. Arlyyn Tk. SPA 27007

TB Tongkang

152 2414

Cangkang Kelapa Sawit 5.037.820 Mt (Sulawesi Tenggara)

Sumber : UPP Labuhan Haji LombokTimur, 2016

Page 54: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Wahyu P. Anggrahini / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 40–48 45

Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKR) Lahan darat 10 Ha dan Lahan Laut 13,6 Ha. Daerah Lingkungan

Kepentingan Pelabuhan (DLKP) meliputi Semua perairan di Selat Alas. Alur Pelayaran Menuju Kolam Labuh

dengan lebar alur 120 m. Lay out Pelabuhan Labuhan Haji dapat dilihat pada Gambar 1.

Pelabuhan Labuhan Haji dibangun sejak 2007 oleh Pemerintah Kabupaten Lombok Timur dan selesai tahun

2009, tetapi sampai saat ini belum bisa dioperasikan secara optimal karena terkendala oleh beberapa faktor, antara

lain:

1. Kedalaman kolam pelabuhan belum memadai, hanya ± 4 mLWS, sehingga kapal berukuran besar belum bisa

sandar. Sesuai dengan hirarkhinya, persyaratan kedalaman kolam pelabuhan adalah ±7 mLWS. Kedalaman

pelabuhan surut terendah : 2,5 m, pasang tertinggi : 4,5 m sehingga pada waktu surut terendah kapal-kapal

tidak bisa langsung merapat sandar di dermaga.

2. Peralatan navigasi belum tersedia di sepanjang alur masuk pelabuhan padahal terdapat banyak gugusan karang,

sehingga perlu dipasang SBNP di sepanjang alur masuk pelabuhan untuk keselamatan pelayaran.Saat ini, baru

ada lampu suar yang belum sesuai dengan standar IALA di pintu alur masuk kolam pelabuhan.

3. Kapal kesulitan masuk ke kolam pelabuhan akibat pengaruh angin (ombak). Kapal kesulitan masuk ke kolam

pelabuhan pada musim tertentu (angin barat dan tenggara). Di samping itu, kolam pelabuhan yang tersedia saat

ini hanya bisa digunakan untuk manuver satu kapal saja.

4. Pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji terkendala dengan masalah kewenangan dan regulasi. Hal ini

mengingat hirarkhi Pelabuhan Labuhan Haji sebagai pelabuhan pengumpan regional, tetapi Pemerintah

Provinsi masih menyerahkan kewenangan pengelolaan pelabuhan kepada Pemkab Lombok Timur.

5. SDM untuk Kepelabuhanan ada tetapi masih terbatas sedangkan untuk SDM teknis belum ada.

Dalam rangka revitalisasi, Pemerintah Kabupaten Lombok Timur berencana mengembangkan Pelabuhan

Labuhan Haji dengan membangun berbagai fasilitas sebagai berikut:

1. Pengerukan kolam pelabuhan 13,6 Ha seluas 20.961 m2

2. Pembangunan gudang ukuran 30 x 50 m

3. Pembangunan trestle seluas 210 m2.

4. Penambahan panjang dermaga sepanjang 25 m (seluas 500 m3).

5. Pembangunan dermaga apung tipe modular.

Pengerukan kolam pelabuhan sebagai salah satu upaya revitalisasi dilaksanakan mengingat kedalaman kolam

pelabuhan yang kurang memadai untuk kapal-kapal yang akan sandar di dermaga. Namun, sebelum melakukan

pekerjaan pengerukan sebaiknya harus memenuhi persyaratan teknis. Sesuai dengan Peraturan Menteri Perhubungan

Nomor PM. 52 Tahun 2015 Tentang Pengerukan dan Reklamasi pasal 4 menyebutkan bahwa persyaratan teknis

pekerjaan pengerukan meliputi keselamatan dan keamanan pelayaran, kelestarian lingkungan, dan tata ruang

perairan. Persyaratan kelestarian lingkungan berupa studi kelayakan lingkungan yang dilakukan sesuai dengan

ketentuan perundang-undangan di bidang lingkungan hidup. Dengan demikian sebelum dilakukan pekerjaan

Gambar 1. Layout Pelabuhan Labuhan Haji

Page 55: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

46 Wahyu P. Anggrahini / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 40–48

pengerukan, sebaiknya dilakukan studi AMDAL untuk pekerjaan pengerukan dan juga SID pengerukan. SID

pengerukan paling sedikit memuat:

1. layout (peta bathimetri);

2. profil memanjang dan melintang;

3. lebar alur, luas kolam dan kedalaman sesuai ukuran kapal yang akan melewati alur pelayaran;

4. alignment alur pelayaran;

5. kemiringan alur pelayaran;

6. hasil survei jenis material keruk;

7. lokasi dan titik koordinat geografis area yang akan dikeruk;

8. volume keruk.

Oleh sebab itu, pekerjaan pengerukan sebagai salah satu upaya revitalisasi perlu dikaji lebih komprehensif

sebelum mengajukan izin ke Gubernur sebagai pejabat yang berwewenang memberikan ijin untuk pelabuhan

pengumpan regional.Rata-rata pengendapan atau sedimentasi yang terjadi di Pelabuhan Labuhan Haji sebesar 0,0432

m/tahun. Prediksi per 10 tahunan terjadi pengendapan 0,432 m dengan posisi open channel. Dengan demikian,

secara periodik per 10 tahunan perlu dilakukan maintenance untuk mempertahankan kedalaman kolam labuh.

Mengingat mahalnya biaya pengerukan dan perlunya kehati-hatian dalam pekerjaan pengerukan serta dampak yang

ditimbulkan, maka hasil kajian ini menyarankan untuk mengkaji pengerukan yang akan dilakukan agar upaya

revitalisasi ini benar-benar bermanfaat.

Permasalahan yang dihadapi saat ini adalah kedalaman kolam pelabuhan yang belum memadai untuk sandar

kapal-kapal berukuran besar. Selain lebar dan kedalaman alur pelayaran, kedalaman kolam pelabuhan menjadi

persyaratan kelayakan suatu pelabuhan (Wulansari, 2016). Saat ini, kedalaman kolam pelabuhan baru 3 mLWS s/d 4

mLWS, sedangkan berdasarkan hasil FS, maka kedalaman kolam bisa direncanakan 5,5 – 6 mLWS.

Menurut Tenri dan Ani Murlina (2007), kedalaman air di alurmasuk harus cukup besar untuk memungkinkan

pelayanan pada muka air terendahdengan kapal bermuatan penuh untuk mendapatkan kondisi operasi yang ideal.

Persamaan yang digunakan untuk mendapatkan kedalaman alur ideal menurut Triadmodjo (2009), yaitu:

H = d + G + R + P + S + K

dengan H adalah Kedalaman alur pelayaran (meter), d adalah Draft kapal (meter), G adalah Gerak vertikal kapal

karena gelombang (toleransi max 0,5 m), R adalah Ruang kebebasan bersih, minimum 0,5 m untuk dasar laut

berpasir dan 1,0 m untuk dasar karang), P adalah Ketelitian pengukuran (meter), S adalah Pengendalian sedimen

antara dua pengerukan (meter), dan K adalah Toleransi pengerukan (meter)

Dalam hal rencana pengerukan kolam pelabuhan, jka kapal yang sandar adalah kapal antar pulau yang memiliki

bobot 3000-5000 DWT dengan panjang kapal 92-109 meter, lebar kapal 14,2 – 16,4 m dan full draft5,7 – 6,8 m,

makakebutuhan kolam jika untuk kapal berbobot s/d 5.000 DWT:

Lebar Alur: 7 x Lebar kapal = 7 x 16,4 m =114,8 m ~ 115 m

Lebar Kolam: 2 x panjang kapal = 2 x 109 m = 208 m

Kedalaman alur pelayaran: (6,8 + 0,5 + 1) m = 8,3 m LWS

Rata-rata kedalaman kolam Labuhan haji saat ini : 3m LWS

Kebutuhan pengerukan rata-rata dengan ketebalan 5,3 m untuk mencapai kedalaman yang dibutuhkan pada

posisi: - 8,3 m LWS

Rencana pengerukan yang akan dilakukan berdasarkan hasil studi dari Universitas Mataram menunjukkan

bahwa batu karang yang ada di dalam kolam Pelabuhan Labuhan Haji bukan merupakan karang hidup, tapi berupa

karang kompak, sehingga pengerukan kolam dapat diperluas hingga 10,6 Ha, dengan jarak keruk dari breakwater 10

meter dan jarak keruk dari tiang pancang dermaga 10 meter. Namun, jarak 10 meter dari tiang pancang dermaga

akan mengakibatkan kapal sulit untuk sandar di dermaga karena keterbatasan luas kolam pelabuhan.Jarak 10 meter

dari tiang pancang dermaga menyebabkan kapal tidak bisa sandar di dermaga dan kegiatan bongkar muat barang

sulit dilakukan.

Berkaitan dengan ruang gerak kapal, maka selanjutnya akan dibahas mengenai kebutuhan ukuran kolam putar

Pelabuhan Labuhan Haji. Kolam pelabuhan adalah lokasi perairan tempat kapal berlabuh, mengisi perbekalan, atau

melakukan aktivitas bongkar muat. Kondisi kolam pelabuhan yang tenang dan luas, menjamin efisiensi operasi

pelabuhan. Ukuran kolam putar tergantung pada ukuran kapal dan kemudahan gerak berputar kapal. Ukuran kolam

putar pelabuhan menurut Design and Construction of Port and Marine Structure, Alonzo Def. Quinn, 1972:

1. Ukuran ruang optimum untuk dapat berputar dengan mudah memerlukan diameter empat kali panjang kapal

(Loa) yang menggunakannya.

2. Ukuran menengah ruang putar mempunyai diameter dua kali dari Loa terbesar yang menggunakannya,manuver

kapal saat berputar lebih sulit dan membutuhkan waktu yang lebih lama.

3. Ukuran diameter turning basin kecil adalah < 2 x Loa, untuk turning basin tipe ini, manuver kapal akan dibantu

dengan jangkar dan tugboat/kapal pandu.

Page 56: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Wahyu P. Anggrahini / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 40–48 47

4. Ukuran diameter turning basin minimum adalah 1,2 x Loa, manuver kapal harus dibantu dengan tugboat,

jangkar dan dolphin. Kapal ini harus memiliki titik-titik yang pasti sebagai pola pergerakannya saat

berputarKenyamanan dan ketenangan kolam pelabuhan dapat dipenuhi apabila memenuhi syarat:

Jika diperhatikan kolam pelabuhan yang akan dikeruk awalnya seluas 7,6 Ha dengan lebar ± 200 meter dan

panjang ±380 meter serta melihat posisi dermaga niaga yang ada saat ini, maka radius putar kolam dapat digunakan

untuk kapal berukuran panjang 100 meter. Perkiraan rencana kapal yang akan sandar berdasar hasil studi yang telah

dilakukan menunjukkan bahwa panjang kapal rata-rata yang akan sandar adalah 92-109 meter. Kapal dengan

panjang 109 meter minimal membutuhkan ruang gerak dengan lebar 208 meter. Berdasarkan rencana pengerukan

yang ada yang diperluas hingga 10,6 Ha, maka lebar kolam yang tersedia masih memenuhi kebutuhan ruang gerak

kapal.

Jika tidak dilakukan pengerukan dan memanfaatkan fasilitas saat ini serta untuk mendapatkan ruang putar yang

leluasa, maka hanya kapal-kapal dengan ukuran 1000 DWT dengan panjang kapal 67 meter dan draft kapal 3,9 m

yang bisa sandar di Pelabuhan Labuhan Haji. Pada saat pasang tertinggi, pelabuhan masih dapat disandari untuk

kapal berukuran 1500 DWT untuk mendapatkan ruang gerak yang optimum. Sedangkan untuk ruang gerak

menengah dengan sedikit kesulitan dalam berputar, Pelabuhan Labuhan Haji dapat disandari kapal berukuran 3000

DWT. Menurut OCDI (2009), kapal berukuran 300 DWT memiliki panjang kapal pada umumnya 94 meter dan full

load draft 5,6 meter.

Masih adanya karang di sekitar breakwater dan kolam pelabuhan menyebabkan kapal harus berhati-hati untuk

olah gerak kapal di kolam pelabuhan, sehingga perlu dipasang rambu-rambu navigasi pada alur masuk kolam

pelabuhan untuk keselamatan kapal. Jika kapal yang masuk ke kolam pelabuhan berukuran besar, maka kapal yang

yang bisa sandar di dermaga hanya satu kapal saja. Akan tetapi, jika kapal berukuran kecil masuk atau draft kapal 2

m saja, maka keempat dermaga yang tersedia dapat dimanfaatkan secara bersama-sama.

Hasil FS dari LPPM ITS (2005) juga menyebutkan bahwa kedalaman kolam pelabuhan memang direncanakan

untuk kedalaman -5 s/d -6 mLWS, tidak bisa dikeruk sampai kedalaman -8 mLWS. Desain dermaga yang dibuat

memang direncanakan untuk kedalaman hingga -6 mLWS, tetapi bila dikeruk hingga -8 mLWS dikhawatirkan akan

membahayakan tiang pancang dermaga. Jika Pemerintah Daerah tetap ingin melakukan pengerukan kolam

pelabuhan, maka perlu kehati-hatian dalam melakukan pengerukan karena tanahnya merupakan tanah keras pada

kedalaman 6 m dan terdapat karang kompak. Dengan demikian sebelum melakukan pekerjaan pengerukan perlu

dilakukan AMDAL pengerukan dan SID pengerukan. Pekerjaan pengerukan perlu dikaji lebih lanjut dan dikaji

kembali seberapa efektif hasil pekerjaan pengerukan yang akan dilakukan.

Studi Rencana Induk Pelabuhan sudah pernah dikerjakan pada tahun 2009 yang didalamnya baru mencakup

data hinterland, kondisi eksisting pelabuhan, prediksi arus kapal dan arus barang serta analisis teknik pelabuhan.

Analisis teknik tersebut hanya menggambarkan kebutuhan dermaga dan lapangan penumpukan hingga tahun 2025

dan zonasi kawasan pelabuhan maupun layoutnya saja. Belum dinyatakan secara jelas program jangka pendek,

menengah dan panjang terkait pengembangan Pelabuhan Labuhan Haji. Hasil studi RIP ini juga belum pernah

disahkan menjadi peraturan daerah.

Melihat apa yang ada dalam buku RIP yang sudah disusun, masih banyak hal yang masih perlu diperbaiki

terutama untuk survey teknis dan tahapan perencanaan pelabuhan ke depan. Disamping itu, dalam penyusunan

review RIP Pelabuhan Labuhan Haji perlu juga dikaji aspek non teknis agar Pelabuhan Labuhan Haji dapat

dimanfaatkan. Dengan demikian, perlu dilakukan kembali studi perencanaan teknis seperti penyusunan Rencana

Induk Pelabuhan dan tinjau ulang terhadap DED.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa rencana pengembangan Pelabuhan Labuhan Haji

perlu dikaji lagi melalui penyusunan Rencana Induk Pelabuhan Labuhan Haji dengan memperhatikan petunjuk

teknis dari Ditjen Perhubungan Laut. Penyusunan rencana induk pelabuhan harus melihat sisi teknis maupun non

teknis dan dikaji secara komprehensif untuk memprediksi supply dan demand Pelabuhan Labuhan Haji secara tepat,

sehingga rencana pengembangan ke depan sesuai dengan kebutuhan. Upaya revitalisasi melalui kegiatan pengerukan

juga perlu dikaji kembali untuk melihat efektivitasnya. Penambahan rencana panjang dermaga sebaiknya belum

dapat dilakukan sebelum ada dokumen RIP yang baru untuk merencanakan kebutuhan fasilitas pelabuhan ke depan.

Namun demikian, Pelabuhan Labuhan Haji dengan nilai investasi di atas 87 M tetap bisa dioptimalkan

pemanfaatannya untuk kapal-kapal yang sesuai dengan kondisi eksisting yakni kapal berukuran 1500 DWT yang

cukup membutuhkan dermaga sepanjang ± 82 meter.

4. Kesimpulan

Fasilitas yang tersedia di Pelabuhan Labuhan Haji saat ini dinilai sudah memenuhi persyaratan sebagai

pelabuhanpengumpan regional, sehingga belum perlu dilakukan pengembangan fasilitas. Rencana revitalisasi

pelabuhan dengan kegiatan pengerukan belum dapat mengoptimalkan pengoperasian kolam pelabuhan. Kapal

berukuran besar tidak memungkinkan untuk sandar di dermaga meskipun telah dilakukan pengerukan karena ruang

olah gerak kapal yang sempit mengingat layout pelabuhan dengan adanya breakwater utara dan selatan serta karang

yang ada di dalam kolam pelabuhan. Rencana pengerukan sebagai upaya revitalisasi Pelabuhan Labuhan Haji dinilai

Page 57: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

48 Wahyu P. Anggrahini / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 40–48

belum dapat mengoptimalkan pengoperasian kolam pelabuhan, karena ruang gerak untuk kapal masih terbatas.

Adanya karang di sekitar kolam pelabuhan dan dua breakwater di sisi utara dan selatan menyebabkan kapal

berukuran besar tidak memungkinkan untuk sandar di dermaga. Rencana pengerukan dengan jarak 10 meter dari

tiang pancang dermaga masih menyebabkan kapal tidak dapat sandar di dermaga. Sebelum melakukan pekerjaan

pengerukan, sebaiknya dilakukan kajian teknis yang lebih komprehensif terlebih dahulu seperti SID pengerukan dan

UKL/UPL. Rencana revitalisasi Pelabuhan Labuhan Haji perlu dikoordinasikan kembali dengan Direktorat Jenderal

Perhubungan Laut agar keselamatan pelayaran tetap terjamin. Namun demikian, Pelabuhan Labuhan Haji masih bisa

dimanfaatkan apabila kapal yang berkunjung ke Pelabuhan Labuhan Haji adalah kapal-kapal berukuran rata-rata

1000-1500 DWT.

Ucapan Terima Kasih

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dinas Perhubungan Kabupaten Lombok Timuryang telah memberikan

data dan informasiyang diperlukan dalam kajian ini. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada peneliti

Puslitbang Transportasi Laut dan SDPyang membantu dalam kajian ini.

Daftar Pustaka

Budiarsa, IK. Pengaruh revitalisasi kawasan terhadap kualitas ruang publik dan peningkatan ekonomi masyarakat di wilayah Pelabuhan

Padangbai Kabupaten Karangasem. Thesis. 2011. www.pps.unud.ac.id, diunduh 13 April 2016.

Dishubkominfo Kabupaten Lombok Timur. Rencana Induk Pelabuhan Labuhan Haji. 2009.

Lembaga Pendidikan Doktor, Universitas Gajah Mada, Metodologi Penelitian - Analisis Kuantitatif, , Yogyakarta - Indonesia, 1984.

Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Penyusunan Feasibility Study Dermaga Labuhan Haji Lombok Timur. 2005.

Overseas Coastal Area Development of Japan (OCDI), Technical Standard and Commantaries for Port and Harbour in Japan, Japan. 2009.

Pandiangan, ML. Revitalisasi Pelabuhan Lama di Tepi Sungai Siak Pekanbaru. 2015. www.temuilmiah.iplbi.co.id, diunduh tanggal 13 April 2016.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta, 2008.

Romadhoni KR dan Tri Achmadi. Model Evaluasi Kebijakan Publik untuk Revitalisasi Pelayaran Rakyat (Studi Kasus: Pelabuhan Rakyat Gresik). www.digilib.its.ac.id, diunduh 13 April 2016.

Somantri, GR. Memahami Metode Kualitatif. Makara, Sosial Humaniora, Vol. 9, No. 2, Desember 2005: 57-65. Taylor dan Bogdan. Penghantar

Penelitian Ilmiah. Tarsito, Bandung,1984.

Tenri, AA dan Ani Murlina. Perencanaan Dermaga Kapal Barang Di Pelabuhan Tegal. Fakultas Teknik Universitas Diponegoro. 2007. www.

eprints.undip.ac.id, diunduh 13 April 2016.

Quinn, Alonso Def. Design and Construction of Port and Marine Structures. Mc Graww Hill, New York, 1972.

Wulansari, NZ. Analisis Kelayakan Pelabuhan Hub Nasional Guna Mendukung Konsep Tol Laut Indonesia. Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL.

2016. www.dishidros.go.id, diunduh 2 Februari 2017.

Page 58: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 49–57

Jurnal Penelitian Transportasi Laut pISSN 1411-0504 / eISSN 2548-4087

Journal Homepage: http://balitbanghub.dephub.go.id/ojs/index.php/jurnallaut

* Corresponding author. Tel: +62 21 3483 2967 E-mail: [email protected]

doi: https://dx.doi.org/10.25104/transla.v19i1.331 1411-0504 / 2548-4087 ©2017 Jurnal Penelitian Transportasi Laut.

Diterbitkan oleh Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Balitbang Perhubungan, Kementerian Perhubungan

Artikel ini disebarluaskan di bawah lisensi CC BY-NC (https://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/)

Penerapan Regulation for Prevention Collisions at Sea (COLREG 1972)

pada Kapal Berbendera Indonesia di Pelabuhan Bitung

Dewi Indira Biasane

Puslitbang Transportasi Laut, Sungai, Danau, dan Penyeberangan, Badan Litbang Perhubungan

Jalan Merdeka Timur No. 5, Jakarta Pusat, 10110

Diterima 18 April 2017; Disetujui 14 Juli 2017; Diterbitkan 13 September 2017

Abstrak Penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan masukan terhadap penerapan COLREG 1972 dalam upaya meminimalisir

kejadian tubrukan kapal di laut yang disebabkan oleh faktor manusia, antara lain faktor kurang pemahaman aturan oleh pemilik

kapal, nahkoda dan awak kapal, faktor tidak diterapkannya COLREG 1972 dengan baik, faktor kurangnya ketersediaan peralatan

navigasi diatas kapal, faktor kurangnya kompetensi dan keahlian nahkoda dan awak kapal dan faktor kurangnya pengawasan dari

Syahbandar. Dengan ditetapkannya Pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan hub internasional, lalu lintas kapal di wilayah kerja

pelabuhan pun akan semakin meningkat. Menurut Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT), perairan sebelah utara

Pulau Sulawesi dan perairan Laut Maluku cenderung menjadi perairan dengan tingkat kecelakaan kapal yang rendah

dibandingkan dengan perairan di Pulau Jawa. Perlu diketahui apakah penerapan persyaratan kelaiklautan kapal telah dipahami

dengan baik oleh Nahkoda, Syahbandar, perwira kapal, anak buah kapal (ABK) sehingga kecelakaan kapal dapat diminimalisir

Pendekatan analisis yang digunakan untuk menjawab atau membahas variabel penelitian menggunakan pendekatan deskriptif

kualitatif dan analisis gap. Hasil analisis menunjukkan bahwa ketentuan COLREG 1972 yang dianggap masih rendah dan

memerlukan peningkatan, yaitu pemahaman nahkoda, awak kapal dan pemilik kapal; kesesuaian kompetensi nahkoda dan awak

kapal; pengetahuan nahkoda dan awak kapal tentang komputerisasi; ketersediaan fasilitas alat navigasi diatas kapal; dan kondisi

alat navigasi diatas kapal.

Kata Kunci: keselamatan pelayaran; COLREG 1972; analisis gap

Abstract Regulation for Prevention Collisions at Sea (COLREG 1972) Enforcement for Indonesian Flag Ship in Port of Bitung:

This study is conducted to give input on the implementation of COLREG 1972 in order to minimize ship collisions which caused

by human factor, such as lack of rules understanding by shipowner, helmsman, and crew, not applying COLREG 1972 well, lack

of navigation tools availability, lack of competency and expertise of helmsman and crew also lack of supervision from harbour

master. By implementing Port of Bitung as an international hub port, ship traffic becomes increase. According to National

Committee of Transportation Accident, the northern waters of Sulawesi Island and Laut Maluku water become the highest

accident compared to Java Island water. It is eager to know whether the condition of feasible ship implementation has been

understand well by the helmsman and crew so ship collision could be minimized. This study using gap analysis method and

qualitative descriptive. The results of an analysis showing that COLREG 1972 rules which consider low are helmsman

understanding, crew, and shipowner; suitability of helmsman and crew’s competency; helmsman and crew’s computer

knowledge; availability of navigation tools facility on ship and condition of navigation tools on the ship.

Keywords: safety navigation; COLREG 1972; gap analysis

1. Pendahuluan

Dalam rangka menjamin keselamatan di laut, International Maritime Organization (IMO) mengeluarkan

Convention on The International Regulations for Preventing Collisions at Sea 1972 yang secara umum disebut

Page 59: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

50 Dewi I. Biasane / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 49–57

sebagai Collision Regulation 1972 atau disingkat dengan COLREG 1972, yang dalam Bahasa Indonesia dikenal

sebagai Peraturan Internasional Mencegah Tubrukan di Laut (PIMTL) tahun 1972. COLREG 1972 adalah Resolusi

IMO Nomor A. 464 (XII) tentang peraturan yang berlaku secara internasional dan harus dipatuhi serta dilaksanakan

secara utuh oleh semua kapal, pemilik kapal, Nakhoda, dan awak kapal agar tidak terjadi kecelakaan di laut.

COLREG 1972 ditandatangani oleh semua anggota IMO pada bulan Oktober 1972 di London. Indonesia, sebagai

negara kepulauan terbesar di dunia, kemudian menjadi salah satu dari 47 negara yang ikut serta dalam

penandatanganan tersebut.

Dengan predikat negara kepulauan terbesar di dunia serta merupakan negara yang berada diantara Samudera

Hindia dan Samudera Pasifik, memungkinkan Indonesia menjadi lintas yang dilewati kapal-kapal yang berlayar di

dunia. Pelabuhan utama di Indonesia pun dipersiapan sebagai pelabuhan yang dapat melayani pergerakan arus

barang dan penumpang dari luar negeri, termasuk salah satunya Pelabuhan Bitung. Pelabuhan ini merupakan salah

satu pelabuhan yang akan ditetapkan sebagai hub internasional, yang disinggahi baik kapal-kapal niaga berbendera

asing yang bertonase besar dan kapal-kapal pelayaran rakyat. Dengan ditetapkannya Pelabuhan Bitung sebagai

pelabuhan hub internasional, lalu lintas kapal di wilayah kerja pelabuhan pun akan semakin meningkat.

Menurut Komite Nasional Kecelakaan Transportasi (KNKT), perairan sebelah utara Pulau Sulawesi dan

perairan Laut Maluku cenderung menjadi perairan dengan tingkat kecelakaan kapal yang rendah dibandingkan

dengan perairan di Pulau Jawa. Hal ini dapat diperkirakan terjadi karena perairan Laut Jawa merupakan jalur lalu

lintas pelayaran yang paling padat, sementara bulan januari kondisi perairan dalam keadaan relatif buruk. Hal lain

yang dapat diperkirakan apakah penerapan persyaratan kelaiklautan kapal telah dipahami dengan baik oleh Nahkoda,

Syahbandar, perwira kapal, anak buah kapal (ABK) sehingga kecelakaan kapal dapat diminimalisir.

2. Metode

Proses pemahaman dalam penyelesaian “Kajian Penerapan Regulation for Preventing Collissions at Sea

(COLREG 72) pada Kapal Berbendera Indonesia di Pelabuhan Bitung” akan dilaksanakan dengan penjelasan pola

pikir dan alur pikir pemecahan masalah, dengan penjelasan sebagai berikut.

2.1. Input

Tingkat pemahaman dan penerapan suatu aturan keselamatan yang dilaksanakan oleh operator, regulator,

nahkoda dan awak kapal sangat menentukan tingkat keselamatan kapal. Namun, menurut beberapa sumber dan

bahan bacaan, kecenderungan penyebab kecelakaan kapal disebabkan oleh faktor manusia, baik itu faktor kurang

paham, faktor tidak diterapkan, faktor kurangnya ketersediaan peralatan navigasi diatas kapal, faktor kurangnya

kompetensi dan keahlian nahkoda dan awak kapal dan faktor kurangnya pengawasan dari regulator.

2.2. Proses (Transformasi)

Untuk menjawab kondisi penerapan COLREG 1972 terhadap kapal-kapal yang berlabuh di Pelabuhan Bitung,

apakah telah dipahami dan diterapkan dengan baik, adapun tahapannya adalah sebagai berikut:

a. Subyek

Mencari masukan guna menjawab permasalahan atau kendala yang dirasakan oleh pemilik barang dan

pengguna jasa transportasi terhadap ancaman tubrukan kapal di laut. Selain itu, dalam usaha menemukenali

permasalahan yang dihadapi dalam rangka penerapan COLREG 1972, maka Pemerintah sebagai penanggung

jawab aspek keselamatan dan keamanan pelayaran juga turut memegang peranan dalam keberhasilan penerapan

aturan keselamatan dan meminimalisir ancaman tubrukan di laut.

b. Obyek

Variabel penelitian terkait dengan faktor yang diduga dapat mempengaruhi penerapan COLREG 1972, seperti

faktor kurang pemahaman aturan oleh pemilik kapal, nahkoda dan awak kapal, faktor tidak diterapkannya

COLREG 1972 dengan baik, faktor kurangnya ketersediaan peralatan navigasi diatas kapal, faktor kurangnya

kompetensi dan keahlian nahkoda dan awak kapal dan faktor kurangnya pengawasan dari Syahbandar.

c. Metode

Pendekatan analisis yang digunakan untuk menjawab atau membahas variabel penelitian menggunakan

pendekatan deskriptif kualitatif dan analisis gap.

2.3. Instrumental Input dan Environmental Input

Pada kajian ini, peraturan perundang-undangan dan kebijakan pemerintah yang menjadi dasar hukum penerapan

keselamatan pelayaran merupakan instrumental input. Sedangkan environmental input yang memperngaruhi kajian

ini adalah perkembangan IPTEK yang dapat mempengaruhi aturan keselamatan diatas kapal.

2.4. Output dan Outcome

Output dari kajian ini adalah tersusunnya rekomendasi mengenai tingkat penerapan COLREG 1972. Outcome

dari kajian ini adalah terciptanya pelayaran dengan ancaman tubrukan kapal di laut yang dapat diminimalisir.

Page 60: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Dewi I. Biasane / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 49–57 51

2.5. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan masukan terhadap penerapan COLREG 1972 dalam upaya

meminimalisir kejadian tubrukan kapal di laut yang disebabkan oleh faktor manusia, antara lain faktor kurang

pemahaman aturan oleh pemilik kapal, nahkoda dan awak kapal, faktor tidak diterapkannya COLREG 1972 dengan

baik, faktor kurangnya ketersediaan peralatan navigasi diatas kapal, faktor kurangnya kompetensi dan keahlian

nahkoda dan awak kapal dan faktor kurangnya pengawasan dari Syahbandar. Faktor-faktor tersebut akan menjadi

variabel yang digunakan dalam analisi gap pada kajian ini. Analisis yang akan dilakukan adalah mengetahui

penerapan ketentuan-ketentuan yang dipersyaratkan dalam COLREG 1972, dengan menganalisis mengenai tingkat

kesenjangan antara keadaan saat ini dengan keadaan yang diharapkan, baik oleh pemilik kapal dan nahkoda maupun

Syahbandar selaku regulator dan penanggung jawab bidang keselamatan dan keamanan pelayaran. Oleh sebab itu

alat analisis yang digunakan dalam studi ini adalah analisis gap yang diuraikan lebih lanjut sebagai berikut. Analisis

Gap bertujuan untuk melihat perbedaan antara kondisi yang dirasakan oleh konsumen dengan apa yang menjadi

harapan dari konsumen. Langkah-langkah utama dalam melakukan analisis gap antara lain:

1. Identifikasi komponen yang akan dianalisis;

2. Penyebaran kuesioner atau wawancara terfokus pada komponen yang yang diamati;

3. Untuk memudahkan pengukuran secara kuantitatif, setiap komponen diberikan nilai berupa skor;

4. Analisis data menggunakan statistik deskriptif yaitu:

(a) Perhitungan rata-rata skor untuk setiap pasangan komponen yang dikalkulasi kesenjangannya.

Sebagai contoh, apabila sedang menghitung kesenjangan antara tingkat pelayanan yang diharapkan

dengan kinerja pelayanan aktual yang diberikan, maka dilakukan perhitungan rata-rata tingkat pelayanan

yang diharapkan (expected service) dan perhitungan rata-rata untuk kinerja pelayanan aktual yang

diberikan atau pelayanan yang dirasakan (perceived service).

Perhitungan rata-rata skor dilakukan dengan formula:

(1)

Keterangan: adalah nilai rata-rata, X adalah komponen/variabel yang diukur, dan n adalah jumlah

observasi. Perhitungan tersebut dilakukan pada masing-masing dimensi yang telah ditentukan.

(b) Perhitungan kesenjangan untuk masing-masing dimensi

Kesenjangan untuk setiap dimensi (Gi) dihitung melalui formula:

Gi = Rata-rata expected servicei – Rata-rata perceived servicei

(c) Perhitungan Rata-rata Kesenjangan

Untuk mengetahui kesenjangan pelayanan secara umum, maka dilakukan perhitungan rata-rata

kesenjangan sebagai berikut:

i. Apabila masing-masing dimensi memiliki tingkat kepentingan yang sama (bobot yang sama), maka

rata-rata kesenjangan dihitung sesuai dengan Persamaan (1) diatas;

ii. Apabila masing-masing dimensi memiliki tingkat kepentingan yang bebeda (bobot yang berbeda),

maka rata-rata kesenjangan dihitung berdasarkan formula rata-rata tertimbang (weighted average)

sebagai berikut.

∑ (2)

dimana adalah bobot dimensi i, dan adalah rata-rata skor kesenjangan untuk dimensi i.

(d) Analisis Kesenjangan

i. Apabila > 0, maka kualitas yang diharapkan lebih tinggi daripada kualitas pelayanan yang

dirasakan. Dengan demikian, perlu peningkatkan kinerja dan kualitas pelayanan.

ii. Apabila < 0, maka kualitas yang diharapkan lebih rendah daripada kualitas dirasakan. Dengan

demikian, dapat dianggap telah memberikan pelayanan yang baik.

iii. Apabila = 0, maka kualitas yang diharapkan sama dengan kualitas pelayanan yang dirasakan.

Dengan demikian, dapat dianggap telah diberikan pelayanan yang baik namun tetap perlu

ditingkatkan.

(e) Hasil dari perhitungan dapat dikategorikan menurut nilai-nilai berikut ini, yaitu apabila:

i. nilai gap < 60% termasuk pada kategori kurang;

ii. nilai gap antara 60 - < 80% termasuk kategori cukup;

iii. nilai gap > 80 - <100% termasuk kategori baik dan

iv. nilai gap > 100% termasuk kategori sangat baik.

(f) Kriteria status gap digolongkan sebagai berikut, yaitu jika:

i. kisaran gap -1< < -0,4 atau 0 < (1+ ) x 100% < 60 maka kategori gap termasuk pada kategori

kurang;

ii. kisaran gap -0,4 < < -0,2 atau 60 < (1+ ) x 100% < 80 maka kategori gap termasuk pada kategori

cukup;

Page 61: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

52 Dewi I. Biasane / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 49–57

iii. kisaran gap -0,2 < < 0 atau 80 < (1+ ) x 100% < 100 maka kategori gap termasuk pada kategori

baik;

iv. kisaran gap ≥ 0 atau (1+ ) x 100% ≥ 100 maka kategori gap termasuk pada kategori sangat baik.

3. Hasil dan Pembahasan

Analisis gap dilakukan untuk mengetahui sejauh mana perbedaan kepentingan terhadap penerapan COLREG

1972 dan keadaan pencegahan tubrukan di laut oleh Syahbandar, nahkoda dan awak kapal dibandingkan dengan

tingkat kinerja yang dirasakannya. Nilai rata-rata penilaian tingkat kepentingan atau harapan dengan nilai rata-rata

tingkat kinerja dijadikan dasar perhitungan. Apabila nilai rata-rata harapan lebih rendah daripada nilai rata-rata

tingkat kepuasan yang dirasakan hal tersebut dapat dikatakan bahwa kondisi kinerja operasional pemeriksaan kapal

sudah dianggap memuaskan.

Sebaliknya, apabila nilai rata-rata tingkat kinerja lebih rendah dapat disimpulkan bahwa kepentingan

pelaksaannya belum terpenuhi. Analisis gap akan dilakukan dalam 2 (dua) bagian, yaitu untuk mengetahui penilaian

tingkat penerapan COLREG 1972 yang dipahami dan dilaksanakan oleh pemilik kapal, nahkoda dan awak kapal,

serta untuk mengetahui penilaian tingkat penerapan COLREG 1972 yang dipahami dan dilaksanakan oleh

Syahbandar. Penilaian pelayanan kapal dan barang dinyatakan dalam Skala Likert, dimana:

a. Sangat kurang = 1

b. Kurang = 2

c. Cukup = 3

d. Baik = 4

e. Sangat Baik = 5

Variabel-variabel diatas kemudian dihitung menggunakan analisis gap, dimana akan diketahui nilai gap dari

penerapan tersebut. Hasil perhitungan analisis gap dapat dilihat pada tabel 1.Setelah dilakukan analisis gap, maka

diketahui nilai gap untuk masing-masing pelayanan. Kategori yang diberikan untuk masing-masing pelayanan adalah

sebagai berikut:

a. Nilai gap < 60% termasuk pada kategori kurang;

b. Nilai gap antara 60 - < 80% termasuk kategori cukup;

c. Nilai gap > 80 - <100% termasuk kategori baik dan

d. Nilai gap > 100% termasuk kategori sangat baik.

Dengan kategori diatas, secara umum dapat didapatkan hasil bahwa pelayanan kapal dan barang menurut

responden dinilai baik, dengan nilai gap untuk keseluruhan variabel berada di nilai 83,3%. Untuk kriteria status gap,

seluruh variabel dalam analisis masuk kedalam kriteria cukup dengan kisaran gap -0,2 < < 0 atau 80 < (1+ ) x

100% < 100. Analisis juga akan dilakukan terhadap kondisi penerapan ketentuan dalam COLREG 1972 yang

dilakukan oleh pemilik kapal dan nahkoda serta awak kapal saat ini dengan harapan dari pemerintah. Hasil

perhitungan analisis gap dapat dilihat pada Tabel 2.

Setelah dilakukan analisis gap, maka diketahui nilai gap untuk masing-masing pelayanan. Kategori yang

diberikan untuk masing-masing pelayanan adalah sebagai berikut:

a. Nilai gap < 60% termasuk pada kategori kurang;

b. Nilai gap antara 60 - < 80% termasuk kategori cukup;

c. Nilai gap > 80 - <100% termasuk kategori baik dan

d. Nilai gap > 100% termasuk kategori sangat baik.

Tabel 1.

Hasil Perhitungan Analisis Gap terhadap Opini Respinden terhadap Penerapan COLREG 1972 oleh Syahbandar Pelabuhan Bitung

No. Pernyataan Rata-rata

Saat Ini

Rata-rata

Harapan

Gap %

1. Pemahaman Syahbandar mengenai ketentuan COLREG 1972 3,75 4,5 -0,17 83,3

2. Kompetensi Syahbandar mengenai ketentuan COLREG 1972 3,75 4,5 -0,17 83,3

3. Ketelitian Syahbandar dalam memeriksa persyaratan yang diperintahkan dalam

COLREG 1972 saat akan mengeluarkan Surat Persetujuan Berlayar (SPB);

3,75 4,5 -0,17 83,3

4. Ketegasan Syahbandar dalam memeriksa persyaratan yang diperintahkan dalam COLREG 1972 saat akan mengeluarkan SPB apabila ditemui kapal tidak

mematuhi aturan COLREG 1972;

3,75 4,5 -0,17 83,3

5. Pengetahuan Syahbandar tentang komputerisasi yang berkaitan dengan peralatan bantu navigasi yang diatur dalam COLREG 1972;

3,75 4,5 -0,17 83,3

6. Kemampuan Syahbandar dan petugas pandu menghadapi kondisi darurat; 3,75 4,5 -0,17 83,3

7. Jumlah petugas pandu; 3,75 4,5 -0,17 83,3

8. Kompetensi dan kualitas petugas pandu. 3,75 4,5 -0,17 83,3

Page 62: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Dewi I. Biasane / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 49–57 53

Dengan kategori diatas, secara umum dapat didapatkan hasil bahwa pelayanan kapal dan barang menurut

responden dinilai cukup dan baik, dengan nilai gap untuk keseluruhan variabel berada di nilai antara 60% untuk nilai

terendah dan 80% untuk nilai tertinggi. Untuk kriteria status gap, seluruh variabel dalam analisis masuk kedalam

kriteria cukup dengan kisaran gap -0,4 < < -0,2 atau 60 < (1+ ) x 100% < 80.

Analisis mengenai penerapan ketentuan-ketentuan COLREG 1972 diatas kapal dilakukan terhadap kapal

berbendera Indonesia yang singgah di Pelabuhan Bitung. Aspek-aspek yang akan dianalisis meliputi prosedur

pengelolaan kapal, aturan sistem kemudi dan pelayaran, lampu dan bentuk lampu, sinyal bunyi dan lampu, serta

penempatan dan perincian teknis isyarat bunyi dan lampu. Berikut disampaikan tabel perbandingan antara ketentuan

yang diwajibkan dalam COLREG 1972 dengan penerapan oleh pemilik kapal dan nahkoda.

3.1. Prosedur Pengelolaan Kapal

Dalam Tabel 3 disampaikan prosedur yang dilakukan oleh nahkoda atau perwira jaga untuk menjaga agar kapal

terhindar dari ancaman tubrukan di laut, serta bagaimana ketentuan-ketentuan yang diatur dalam COLREG 1972.

Tabel 2.

Hasil Perhitungan Analisis Gap Opini Responden terhadap Penerapan COLREG 1972 oleh Pemilik Kapal, Nahkoda dan Awak Kapal

No. Pernyataan Rata-rata Saat

Ini

Rata-rata

Harapan

Gap %

1. Pemahaman nahkoda, awak kapal dan pemilik kapal tentang ketentuan COLREG 1972

3,00 5 -0,40 60

2. Kompetensi nahkoda dan awak kapal sesuai dengan ketentuan

COLREG 1972

3,00 5 -0,40 60

3. Pengetahuan nahkoda dan awak kapal tentang komputerisasi yang

berkaitan dengan peralatan bantu navigasi yang diatur dalam COLREG 1972

3,00 5 -0,40 60

4. Ketersediaan fasilitas alat navigasi diatas kapal 3 5 -0,40 60

5. Kondisi alat navigasi diatas kapal 3 5 -0,40 60

6. Profesionalisme dan kualitas nahkoda dan awak kapal sesuai dengan

ketentuan STCW

4,00 5 -0,20 80

7. Rata-rata jumlah awak kapal yang bertugas diatas kapal 3 5 -0,40 60

8. Pengaturan pengawakan anjungan diatas kapal 4 5 -0,20 80

9. Prosedur pengawasan keliling diatas kapal 4 5 -0,2 80

10. Kemampuan nahkoda dan awak kapal menghadapi kondisi darurat 4 5 -0,2 80

Sumber: Data diolah

Tabel 3.

Prosedur pengelolaan kapal terhadap kapal yang menjadi objek survei

No. Posisi Kapal Prosedur Ketentuan dalam COLREG 1972

1. Jika dua kapal sedang berlayar

saling mendekat dari arah berlawanan

a. Membunyikan suling pendek

atau menggunakan lampu jalan kapal;

b. Mengarahkan kapal menghindar

dari kecelakaan dengan saling memberikan tanda isyarat;

c. Memberikan komunikasi radio

CN16 Pasing Port Send 1 STDU BOR said kanan atau kiri.

a. Apabila masing-masing kapal nebdapat angin pada sisi yang

berbeda, maka kapal yang mendapat angin pada sisi kiri harus menjaga jarak;

b. Apabila kedua kapal mendapat angin pada sisi yang sama, maka

kapal yang bergerak searah dengan angin harus menjada jarak dengan kapal yang bergerak berlawanan dengan angin;

c. Apabila kapal yang mendapat angin pada sisi kiri melihat kapal

lain bergerak searah dengan angin dan tidak dapat memastikan apakah kapal lain tersebut mendapat angin pada sisi kiri atau

kanan, maka kapal tersebut harus menjaga jarak.

2. Jika satu kapal mendahului

kapal lain

a. Menggunakan isyarat bunyi;

b. Memberikan kesempatan bagi kapal untuk mendahului;

c. Memberikan isyarat dua tiupan

panjang dan satu tiupan pendek.

Tidak dijelaskan secara detail, namun kapal yang mendahului harus

menjaga jarak dengan kapal yang didahului

3. Jika dua kapal berada pada arah yang hampir berhadapan

sehingga menghadapi resiko

bertubrukan

a. Menggunakan lampu sorot panjang dan tiga suling panjang;

b. Diantara kapal harus

menyimpang dari garis haluan.

a. Masing-masing kapal harus berubah arahnya ke sebelah kanan sehingga keduanya akan bersimpangan pada sisi kiri masing-

masing;

b. Apabila kapal mengalami keraguan apakah situasi bertubrukan akan terjadi maka kapal tersebut harus yakin bahwa itu akan

terjadi dan melakukan upaya perubahan arah.

4. Jika dua kapal bersimpangan a. Menggunakan isyarat bahaya

dan meniup dua suling pendek selama satu detik;

b. Memperhatikan haluan dengan

kecepatan kapal yang menyimpang.

Kapal yang sisi kanannya menghadap kapal lainnya harus menjaga

jarak atau jika keadaan memungkinkan maka menghindari persimpangan dengan kapal tersebut.

Sumber: Hasil survei

Page 63: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

54 Dewi I. Biasane / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 49–57

3.2. Isyarat Bunyi, Lampu serta Penempatannya

Dalam Tabel 4 dan Tabel 5 disampaikan perlengkapan-perlengkapan pencegahan terjadinya potensi tubrukan

yang berada diatas kapal serta perbandingannya dengan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam COLREG 1972.

Selain itu juga disampaikan mengenai upaya-upaya yang dilakukan nahkoda atau perwira jaga untuk menjaga kapal

tidak terlibat tubrukan dengan kapal lain apabila kapal saling bertemu satu sama lain.

Setelah dilakukan analisis gap terhadap untuk mengetahui penilaian tingkat penerapan COLREG 1972 yang

dipahami dan dilaksanakan oleh pemilik kapal, nahkoda dan awak kapal, serta untuk mengetahui penilaian tingkat

penerapan COLREG 1972 yang dipahami dan dilaksanakan oleh Syahbandar selaku regulator, maka penerapan

COLREG 1972 oleh Syahbandar di Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Bitung telah dianggap baik,

namun perlu dilakukan peningkatan. Hal ini ditunjukan dari masih adanya gap akan pelayanan yang dirasakan oleh

dengan harapan yang diinginkan. Angka gap untuk keseluruhan aspek yang dinilai berkisar di -0,17 dengan

presentase sebesar 83,3%. Meski telah menunjukkan hasil yang baik, namun Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas

Pelabuhan Bitung perlu meningkatkan performa kinerja dan kompetensinya untuk dapat melakukan pelayanan

kepada pengguna jasa dengan tidak ada kesenjangan yang dirasakan.

Mengenai analisis gap yang dilakukan terhadap pengguna jasa, dalam hal ini nahkoda dan awak kapal, yang

dilakukan oleh Syahbandar selaku regulator menunjukkan bahwa secara umum penerapan terhadap COLREG 1972

yang dilaksanakan oleh nahkoda dan awak kapal dikategorikan sebagai cukup dan baik. Terdapat beberapa aspek

yang dianggap telah baik, dengan nilai gap rata-rata -0,20 adalah:

1. Profesionalisme dan kualitas nahkoda dan awak kapal sesuai dengan ketentuan STCW;

2. Pengaturan pengawakan anjungan diatas kapal;

3. Prosedur pengawasan keliling diatas kapal; dan

4. Kemampuan nahkoda dan awak kapal menghadapi kondisi darurat.

Tabel 4.

Isyarat bunyi serta penempatannya

Peralatan Keterangan Diatas Kapal Ketentuan dalam COLREG 1972

Isyarat lampu: Dari 9 kapal yang menjadi objek survei, seluruhnya

memiliki perlengkapan lampu

Setiap kapal wajib memiliki lampu antara lain lampu tiang tengah ke

arah depan, lampu tiang pendukung yang terletak di belakang, lampu

lambung dan lampu buritan.

a. Jangkauan lampu Dari 9 kapal yang menjadi objek survei tidak

seluruhnya mencantumkan ukuran panjang kapal,

namun untuk sampel kapal terdapat dua kapal yang mencantumkan ukuran yaitu kapal dengan panjang

123 meter dan 36 meter. Untuk kapal yang disurvei

dengan panjang 123 meter, jangkauan lampunya adalah 1 (satu) mil, sedangkan untuk kapal yang

disurvei dengan panjang 36 meter, jangkauan

lampunya juga 1 (satu) mil

a. Panjang kapal ≥ 50 m:

1) lampu tengah 6 mil

2) lampu lambung, buritan, tandu dan keliling 3 mil b. Panjang kapal 12 – 50 m:

1) lampu tengah 5 mil, kecuali kapal yang panjangnya kurang

dari 20 m, 3 mil 2) lampu lambung, buritan, tandu dan keliling 2 mil

c. Panjang kapal < 12 m:

1) lampu tengah 2 mil 2) lampu lambung 1mil

3) lampu buritan dan tandu 2 mil

b. Jumlah Setiap kapal bervariasi dari 5 (lima) buah hingga 20

buah

Setidaknya terdapat 4 (empat) lampu yang harus dinyalakan oleh

kapal yang sedang berlayar, yaitu lampu tiang tengah ke arah depan, lampu tiang pendukung yang terletak di belakang, lampu lambung

dan lampu buritan. Untuk kapal < 20 meter, lampu-lampu tersebut

dapat digabungkan menjadi satu sinar yang ditempatkan di atau

dekat puncak tiang.

c. Penempatan Lampu-lampu pada kapal yang menjadi objek survei

pada umumnya ditempatkan di sebelah kiri kapal, kanan kapal, jalan, tiang, belakang atas, belakang

bawah, haluan, buritan, dek, mesin dan anjungan.

Lampu-lampu pada kapal ditempatkan di atas dek tengah kapal,

haluan (di kanan dan kiri) dan buritan.

d. Warna a. Warna hijau ditempatkan di sebelah kiri kapal;

b. Warna merah ditempatkan di sebelah kanan kapal; c. Warna merah untuk lampu jalan;

d. Warna biru untuk lampu tiang;

e. Beberapa kapal menempatkan lampu untuk anjungan berwarna merah dan hijau;

f. Beberapa kapal menempatkan lampu untuk buritan

berwarna merah dan putih; g. Beberapa kapal menempatkan lampu untuk haluan

berwarna merah dan hijau;

h. Beberapa kapal menempatkan lampu untuk dek berwarna putih dan hijau.

a. Lampu yang dipasang di atas dek tengah kapal berwarna putih;

b. Lampu yang dipasang di haluan (di kanan dan kiri) berwarna hijau;

c. Lampu yang dipasang di buritan berwarna putih.

Page 64: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Dewi I. Biasane / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 49–57 55

Sedangkan aspek yang penerapannya dianggap rendah dan perlu ditingkatkan dengan nilai gap -0,40 adalah:

1. Pemahaman nahkoda, awak kapal dan pemilik kapal tentang ketentuan COLREG 1972;

2. Kompetensi nahkoda dan awak kapal sesuai dengan ketentuan COLREG 1972;

3. Pengetahuan nahkoda dan awak kapal tentang komputerisasi yang berkaitan dengan peralatan bantu navigasi

yang diatur dalam COLREG 1972;

4. Ketersediaan fasilitas alat navigasi diatas kapal;

5. Kondisi alat navigasi diatas kapal; dan

6. Rata-rata jumlah awak kapal yang bertugas diatas kapal.

Dapat dilihat dari analisis diatas bahwa aspek yang telah dinilai baik adalah aspek yang terkait dengan SDM dan

prosedur pengawasan keliling diatas kapal. Sedangkan aspek yang dianggap masih rendah dan perlu ditingkatkan

adalah aspek yang terkait dengan implementasi COLREG 1972, baik mengenai pemahaman, kompetensi,

pengetahuan serta peralatan diatas kapal. Terkait dengan aspek yang dianggap telah baik tersebut masih perlu

peningkatan karena masih terdapat unsur kesenjangan, namun perlu digarisbawahi bahwa nahkoda dan awak kapal

yang melakukan singgah di Pelabuhan Bitung telah dianggap profesional dan sesuai dengan yang dipersyaratkan

dalam STCW. Kesenjangan yang masih terjadi dapat diatasi dengan melaksanakan pendidikan dan pelatihan lanjutan

dan lebih profesional terhadap nahkoda dan awak kapal, termasuk yang perlu mendapat perhatian adalah pelatihan

dalam menghadapi kondisi darurat, seperti bahaya dan ancaman tubrukan kapal. Aspek yang telah dianggap cukup

baik juga adalah aspek pengaturan pengawakan anjungan diatas kapal dan prosedur pengawasan keliling diatas

kapal.

Berdasarkan hasil ini dapat disampaikan bahwa pengaturan pengawakan anjungan diatas kapal telah dianggap

baik, namun masih diperlukan peningkatan. Dalam rangka itu, peningkatan yang dimaksud dapat dilakukan dengan

Tabel 5.

Isyarat lampu serta penempatannya

Peralatan Keterangan Diatas Kapal Ketentuan dalam COLREG 1972

Isyarat bunyi:

a. Suling Dari 8 (delapan) kapal yang menjadi objek survei, sebanyak 4 (empat) kapal yang memiliki suling, 3

(tiga) kapal yang tidak memiliki suling dan 1 (satu)

kapal tidak menjawab.

Setiap kapal dengan panjang 12 meter atau lebih harus dilengkapi dengan suling (kurang dari 12 meter tidak diwajibkan namun bila

tidak memasangnya, harus dilengkapi dengan alat lain yang

menghasilkan bunyi yang sama, kapal dengan panjang ≥ 20 meter harus dilengkapi dengan suling dan genta dan kapal dengan panjang

≥ 100 meter harus dilengkapi dengan gong atau dapat diganti dengan

perlengkapan lain yang mempunyai ciri bunyi yang sama.

b. Jumlah Setiap kapal yang menjadi objek survei rata-rata memiliki 1 (satu) suling diatas kapal.

Setiap kapal diwajibkan untuk melengkapi dengan sebuah suling/genta/gong.

c. Frekuensi dasar Dari seluruh kapal yang menjadi objek survei,

sebanyak 2 (dua) kapal yang memberikan keterangan

frekuensi, yaitu 17 – 27 Hz (baik untuk kapal ukuran 123 meter dan 36 meter).

a. 70 – 200 Hz bagi kapal dengan panjang 2000 meter atau lebih;

b. 130 – 350 Hz bagi kapal dengan panjang 75 – 200 meter;

c. 250 – 700 Hz bagi kapal yang panjangnya kurang dari 75 meter.

d. Penempatan Secara umum, semua kapal yang menjadi objek survei

menempatkan suling di haluan tiang/anjungan atau

depan komando.

Arah lurus ke depan.

e. Isyarat bunyi jika kapal saling melihat

satu sama lain dalam

keadaan normal

f. Isyarat bunyi kapal saling bertemu:

1) Keadaan normal Satu suling pendek dan tiupan panjang. a. Satu tiupan pendek berarti “saya sedang merubah haluan ke kanan”;

b. Dua tiupan pendek berarti “saya sedang merubah haluan ke kiri”;

c. Tiga tiupan pendek berarti “mesin saya sedang bergerak mundur”.

2) Dalam alur

pelayaran yang

sempit

Dua tiupan suling panjang dan satu tiupan suling

pendek.

a. Dua tiupan panjang diikuti satu tiupan pendek berarti “saya

hendak menyusul dari sisi kanan”

b. Dua tiupan panjang diikuti satu tiupan pendek berarti “saya

hendak menyusul dari sisi kiri”

c. Persetujuan kapal yang akan disusul adalah satu tiupan panjang,

satu tiupan pendek, satu tiupan pendek secara berurutan.

3) Dalam penglihatan

terbatas

Dua sampai tiga tiupan suling panjang dan satu tiupan suling pendek.

Satu tiupan panjang.

4) Bahaya atau

membutuhkan pertolongan

Isyarat bahaya yang digunakan adalah parasut, smoke,

rerdhand, sirine dan tiga tiupan suling pendek dan satu tiupan suling panjang.

Beberapa isyarat seperti tembakan senjata, telegrap radio (SOS),

telepon radio (MAYDAY), NC, bendera segi empat yang dibawah atau diatasnya sebuah bola atau sesuatu yang berupa bola, nyala api,

asap warna jingga, dan lain-lain.

Page 65: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

56 Dewi I. Biasane / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 49–57

cara pemilik kapal menganalisis kembali kebutuhan perwira yang dibutuhkan diatas kapal, serta menganalisis

kembali prosedu-prosedur diatas kapal, agar lebih efektif dan efisien, sehingga memudahkan nahkoda dan awak

kapal dalam menjalankan tugasnya. Terkait dengan aspek yang dianggap masih rendah dan perlu ditingkatkan adalah

aspek yang terkait dengan implementasi COLREG 1972, dalam hal ini perlu perhatian besar baik dari pemilik kapal,

selaku yang bertanggung jawab atas tersedianya perlengkapan standar pencegahan tubrukan di laut dan pemerintah

dalam hal ini yang membidangi pendidikan dan pelatihan untuk dapat melaksanakan diklat yang terkait dengan

COLREG 1972. Selain itu juga dapat dilaksanakan sosialisasi COLREG 1972 kepada pemilik kapal, nahkoda dan

awak kapal, terlebih pada mereka yang berada di daerah, sehingga seluruh pelaku keselamatan pelayaran mengetahui

ketentuan ini.

Aspek dengan nilai gap yang cukup tinggi dan perlu perbaikan adalah rata-rata jumlah awak kapal yang

bertugas diatas kapal. Hal ini perlu diperhatikan oleh pemilik kapal untuk menyediakan jumlah awak kapal yang

sesuai dengan kebutuhan, serta pengawasan yang lebih intensif oleh Syahbandar terhadap rata-rata jumlah awak

kapal yang bertugas diatas kapal.

Dari tabel 3 telah dijelaskan mengenai prosedur pengelolaan kapal yang dilakukan oleh nahkoda atau perwira

jaga dibandingkan dengan ketentuan yang diatur dalam COLREG 1972. Terkait dengan pencegahan tubrukan kapal

di laut dalam kondisi dua kapal berada pada arah yang hampir berhadapan sehingga menghadapi resiko bertubrukan,

maka yang harus dilakukan adalah masing-masing kapal harus berubah arahnya ke sebelah kanan sehingga keduanya

akan bersimpangan pada sisi kiri masing-masing dan apabila kapal mengalami keraguan apakah situasi bertubrukan

akan terjadi maka kapal tersebut harus yakin bahwa itu akan terjadi dan melakukan upaya perubahan arah,

memperdengarkan sekurang-kurangnya 5 (lima) tiupan pendek dan tiupan panjang dan ditambah dengan isyarat

cahaya paling sedikit 5 (lima) perling pendek dan cepat. Pada jawaban yang diberikan oleh nahkoda menjadi objek

survei adalah menggunakan lampu sorot panjang dan tiga suling panjang dan diantara kapal harus menyimpang dari

garis haluan. Dari hal tersebut dapat dilihat bahwa pemahaman nahkoda dan awak kapal terhadap prosedur

pencegahan resiko tubrukan yang diatur dalam COLREG 1972 perlu ditingkatkan. Dapat dilihat bahwa nahkoda dan

awak kapal belum dapat mengimplementasikan langkah yang harus dilakukan dalam mencegah tubrukan. Oleh

karena itu, sosialisasi dan diklat penting untuk meningkatkan pemahaman dan kompetensi nahkoda dan awak kapal

mengenai hal tersebut.

Dari Tabel 4 dan 5 dapat diketahui bahwa beberapa kapal telah mematuhi perlengkapan pencegahan tubrukan di

laut yang disyaratkan dalam COLREG 1972, seperti penempatan, pemasangan dan jumlah lampu, penyediaan suling

atau isyarat bunyi lainnya. Namun, perlu ditingkatkan lagi terkait dengan jangkauan lampu beserta warna yang tepat.

Terkait dengan penyediaan suling, dari 8 (delapan) kapal yang menjadi objek survei, sebanyak 4 (empat) kapal

memiliki suling, 3 (tiga) kapal tidak memiliki suling dan 1 (satu) kapal tidak menjawab. Namun, tidak terdapat

informasi lebih lanjut mengenai pengganti suling pada kapal yang tidak dilengkapi dengan suling karena sesuai

dengan ketentuan COLREG 1972 bahwa kapal dengan ukuran kurang dari 12 meter tidak diwajibkan namun bila

tidak memasangnya, harus dilengkapi dengan alat lain yang menghasilkan bunyi yang sama Terkait dengan

jangkauan lampu, terdapat kapal yang jangkauan lampunya masih tergolong sangat pendek dibandingkan dengan

ukuran kapalnya yang panjang. Selain itu, warna lampu juga belum diterapkan secara tepat sesuai dengan ketentuan

yang disyaratkan dalam COLREG 1972. Seperti lampu yang dipasang di atas dek tengah kapal harus berwarna putih,

namun beberapa kapal masih menempatkan lampu warna hijau di dek. Lampu yang dipasang di haluan (kanan dan

kiri) harus berwarna hijau, namun beberapa kapal masih menempakan lampu warna merah. Lampu yang dipasang di

buritan harus berwarna putih, namun beberapa kapal masih menempatkan lampu warna merah. Hal yang harus

dilakukan adalah pemilik kapal perlu memperbaiki perlengkapan isyarat bunyi dan lampu untuk mencegah

terjadinya tubrukan yang disebabkan oleh perbedaan pemahaman antara satu kapal dengan kapal lain.

4. Kesimpulan

Aspek yang telah dinilai baik adalah aspek yang terkait dengan SDM dan prosedur pengawasan keliling diatas

kapal. Sedangkan aspek yang dianggap masih rendah dan perlu ditingkatkan adalah aspek yang terkait dengan

implementasi COLREG 1972, baik mengenai pemahaman, kompetensi, pengetahuan serta peralatan diatas kapal.

Penerapan ketentuan dalam COLREG 1972 telah dianggap baik, namun masih diperlukan peningkatan, aspek yang

telah diterapkan dengan baik, antara lain:

1. Profesionalisme dan kualitas nahkoda dan awak kapal sesuai dengan ketentuan STCW;

2. Pengaturan pengawakan anjungan diatas kapal;

3. Prosedur pengawasan keliling diatas kapal; dan

4. Kemampuan nahkoda dan awak kapal menghadapi kondisi darurat.

Sedangkan yang dianggap masih rendah dan memerlukan peningkatan, yaitu:

1. Pemahaman nahkoda, awak kapal dan pemilik kapal tentang ketentuan COLREG 1972;

2. Kompetensi nahkoda dan awak kapal sesuai dengan ketentuan COLREG 1972;

3. Pengetahuan nahkoda dan awak kapal tentang komputerisasi yang berkaitan dengan peralatan bantu navigasi

yang diatur dalam COLREG 1972;

Page 66: ISSN No.1411- 0504 STT No. 2532-1999 - ppid.dephub.go.idppid.dephub.go.id/files/datalitbang/Full-JUNI.pdf · Hasil perhitungan sebagai berikut : Dermaga sampai dengan tahun 2020 ditambah

Dewi I. Biasane / Jurnal Penelitian Transportasi Laut 19 (2017) 49–57 57

4. Ketersediaan fasilitas alat navigasi diatas kapal;

5. Kondisi alat navigasi diatas kapal; dan

6. Rata-rata jumlah awak kapal yang bertugas diatas kapal.

Nahkoda dan awak kapal belum dapat mengimplementasikan langkah yang harus dilakukan dalam mencegah

tubrukan, seperti yang disyaratkan dalam COLREG 1972. Namun, sesuai dengan hasil pengamatan, beberapa kapal

telah mematuhi perlengkapan pencegahan tubrukan di laut yang disyaratkan dalam COLREG 1972, seperti

penempatan, pemasangan dan jumlah lampu, penyediaan suling atau isyarat bunyi lainnya. Namun, perlu

ditingkatkan lagi terkait dengan jangkauan lampu beserta warna yang tepat.

Ucapan Terima Kasih

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada seluruh peneliti Puslitbang Transportasi Laut dan SDP yang

membantu dalam kajian ini.

Daftar Pustaka

Hobbystar H, Parlin. Analisis Penerapan Collision Regulation 1972 Terhadap Keselamatan Pelayaran Kapal Milik PT Serunting Sriwijaya

Palembang Tahun 2007. http://expressclass.blogspot.com/2009/02/analisis-penerapan-collision-regulation.html

Jinca, M. Yamin. Transportasi Laut Analisis Sistem dan Studi Kasus. 2011. Surabaya: Brilian Internasional.

Malisan, Johny. Analisis Kecenderungan Kecelakaan Kapal di Indonesia. Dalam Warta Penelitian Perhubungan. 2009. Jakarta: Badan Litbang

Perhubungan.

Riduwan. Metode dan Tehnik Menyusun Proposal Penelitian. 2009. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Sugiyono. Metode Penelitian Administrasi. 2009. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran.