27
METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Diterbitkan: FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA METAFORA Vol. 2 No.2 HALAMAN 91 - 194 Surabaya, April 2016 ISSN: 2407-1757 ISSN: 2407-1757

ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL

Diterbitkan:

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

METAFORA

Vol. 2

No.2

HALAMAN

91 - 194

Surabaya, April 2016

ISSN:

2407-1757

ISSN: 2407-1757

Page 2: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL

Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN : 2407-1757

Jurnal METAFORA Education, Social Sciences, and Humanities adalah wadah informasi bidang pendidikan, ilmu sosial, dan humaniora berupa hasil penelitian, hasil studi kepustakaan, maupun tulisan

ilmiah terkait. Terbit pertama kali tahun 2014 dengan frekuensi terbit dua kali setahun pada bulan November dan bulan April.

Pelindung

Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya

Penanggung Jawab

Pembantu Dekan I Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya

Pemimpin Redaksi

Agus Suprijono

Redaksi Pelaksana

Sugeng Harianto Ari Wahyudi

M. Jacky Moh. Mudzakir Arief Sudrajat

Pelaksana Tata Usaha

Tri Joko Martono, S.Kom

Alamat Redaksi :

Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Surabaya Kampus Ketintang, Jalan Ketintang Surabaya 60291

Telp. 8280009 Pes.400/410 Fax. 031 8281466

Laman : http://www.fis.unesa.ac.id E-mail : [email protected]

Page 3: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL

Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN : 2407-1757

DAFTAR ISI

Internalisasi Nilai-Nilai Karakter dalam Pembelajaran IPS pada Siswa SMP

Negeri Model Terpadu Bojonegoro

Eko Prasetyo Utomo (SMP Negeri Model Terpadu Bojonegoro)

91 - 104

Penerapan Model Pembelajaran Discovery”Triple B-Net” pada Pelajaran

Karakteristik Negara Maju dan Negara Berkembang Dunia sebagai Upaya

Meningkatkan Kreativitas Belajar Siswa

Endang Purwaningsih (SMPN 4 Tanggul Jember)

105 - 114

Meningkatkan Kemampuan Belajar dan Motivasi Siswa dalam Membuat

Jurnal Umum dengan Menggunakan Metode Kooperatif Learning

(Berpasangan)

Ifta Zuroidah (SMA Muhammadiyah 2 Sidoarjo)

115 - 124

Meningkatkan Motivasi dan Hasil Belajar Siswa melalui Penggunaan Media

Popilink Berkarakter pada Mata Pelajaran IPS

Ahmad Taufik (SMPN 2 Jogoroto)

125 - 132

Penerapan Model Pembelajaran Tipe Jigsaw Learning dalam Meningkatkan

Hasil Belajar IPS

Rina Ningsih ( SMP Negeri 2 Ngoro Mojokerto)

133 - 144

Peningkatan Hasil Belajar IPS melalui Pembelajar -An Kooperatif Teknik

Jigsaw pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Ra’as

Syaiful Rijal Alinata (SMP Negeri 2 Ra’as)

145 – 156

Model Pembelajaran Berkirim Salam dan Soal dengan Media Bus Untuk

Meningkatkan Hasil Belajar IPS

Mamik Setiawati ( SMP Negeri 2 Tekung Lumajang)

157 - 170

Peningkatan Hasil Belajar Materi Bangun Ruang Sisi Lengkung

Menggunakan Media Benda Asli

Susi Rahayu Ningtiyas (SMP Negeri 1 Paciran Lamongan)

171 - 176

Upaya Meningkatkan Hasil Belajar melalui Pembelajaran Bermain Peran

dengan Memainkan Drama Singkat pada Materi Gerak terhadap Siswa Kelas

VIIb

Ninik Sri Utami (SMP Negeri 1 Babat Lamongan)

177 - 184

Peningkatan Keterampilan Menulis Puisi dengan Media Film Kritik Sosial

Uni Purwaningsih (SMA Negeri 1 Paciran Lamongan) 185 - 194

Page 4: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

91

INTERNALISASI NILAI-NILAI KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN IPS

PADA SISWA SMP NEGERI MODEL TERPADU BOJONEGORO

Eko Prasetyo Utomo

Pengajar IPS di SMP Negeri Model Terpadu Bojonegoro

email: [email protected]

Abstrak; Fokus penelitian ini adalah menggali proses internalisasi nilai-nilai

karakter dalam pembelajaran IPS pada siswa dengan aspek-aspek meliputi pertama

mengidentifikasi proses internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS

pada diri siswa dan kedua mengidentifikasi makna internalisasi niali-nilai karakter

dalam pembelajaran IPS. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan

desain penelitian fenomenologi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pertama

internalisasi nilai-nilai karakter pada dasarnya adalah proses penanaman nilai-nilai

karakter ke dalam diri seseorang sehingga nilai-nilai tersebut menjadi bagian dalam

dirinya, menjiwai pola pikir, pola sikap, dan perilakunya serta membangun kesadaran

diri untuk mengaplikasikan nilai-nilai tersebut. Kedua nilai-nilai karakter

diinternalisasikan dalam tiga tahap yang mewakili proses atau tahap terjadinya

internalisasi yaitu tahap transformasi nilai, tahap transaksi nilai, dan terakhir tahap

transisternalisasi. Proses internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS

melalui keteladanan guru dan kegiatan praktik langsung pengalaman belajar melalui

model pembelajaran, metode pembelajaran, bahan ajar, dan evaluasi pembelajaran.

Perilaku berkarakter yang diaktualisasikan oleh siswa SMP Negeri Model Terpadu

Bojonegoro dalam kehidupan sehari-hari dalam pembelajaran IPS di kelas yaitu

disiplin, jujur, gemar membaca, peduli lingkungan, toleransi, peduli sosial,

bersahabat/ komunikatif, tanggung jawab.

Kata Kunci: Internalisasi, Nilai-nilai Karakter, Pembelajaran IPS

Abstract; The focus of this study is to explore the process of internalizing the

character values in social studies learning in students with aspects of the

internalization process includes first identifying character values in social studies

learning on students and second-niali identify meaning internalization of the

character values in social studies learning. This study used a qualitative approach

with a phenomenological research design. The results of this study indicate that the

first internalization of the values of character is essentially a process of cultivation of

character values into one's self so that these values become part of him, animating

mindset, attitude, and behavior and build self-awareness to apply the value the value.

Second values are internalized characters in three stages or phases representing the

internalization process that phase transformation of values, stages of the transaction

value, and the last stage trans internalization. The process of internalization of

character values in social studies learning by example and practice activities teachers

direct learning experiences through learning model, learning methods, learning

materials, and evaluation. Behavior characterized actualized by students of SMP

Negeri Model Terpadu Bojonegoro in everyday life in a social studies lesson in class

that is disciplined, honest, likes to read, care for the environment, tolerance, social

care, friends/ communicative responsibility.

Keywords: Internalization, Values Character, Social Studies

Page 5: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (91-104)

92

PENDAHULUAN

Masyarakat akhir-akhir ini sering dibuat miris melihat berbagai kasus yang

dilakukan kalangan pelajar akhir-akhir ini seperti kekerasan yang dilakukan anak-anak

usia sekolah (bullying), lunturnya kesopanan anak pada orang tua, narkoba, free sex dan

kasus aborsi pada remaja. Pernyataan ini dibuktikan dengan beberapa berita baik

melalui media cetak maupun elektronik. Salah satu kasus yang akhir-akhir ini

diberitakan yaitu tentang kekerasan (bullying) dan tawuran.

Nampaknya apa yang membuat masyarakat miris akhir-akhir ini seperti yang telah

di ungkapakan di atas merupakan kekuatiran yang telah diungkapkan juga oleh Lickona

(2013, p. 13-18) bahwa terdapat sepuluh karakteristik jaman yang harus diwaspadai

karena jika karakteristik tersebut ada di kalangan remaja berarti sebuah bangsa sedang

menuju jurang kehancuran. Kesepuluh karakteristik tersebut adalah 1) meningkatnya

kekerasan dan pengrusakan (Viollencen and vandalisme); 2) meningkatnya pencurian

yang dilakukan siswa (Stealing); 3) maraknya penjiplakan/ketidakjujuran (Cheating); 4)

semakin rendahnya rasa hormat kepada orang tua atau yang dituakan (disrespect of

outhority); 5) pengaruh peer group yang kuat dalam tindakan kekerasan (peer cruelty);

6) berprasangka buruk, intoleransi, dan memusuhi orang-orang dari keyakinan yang

berbeda (Bigotry); 7) penggunaan bahasa dan kata-kata yang semakin memburuk (bad

language); 8) kebebasan sexualitas dan adanya rasa saling curiga dan kebencian di

antara sesama (sexual precocity and abuse); 9) semakin rendahnya tanggung jawab

individu dan warga negara (Increasing self-centeredness and declining civic

resposibility); dan 10) meningkatnya perilaku merusak diri, seperti: penggunaan

narkoba, alkohol, dan lain-lain (self-destructive behavior).

Menurunnya kualitas moral seperti yang telah dikemukakan oleh Lickona diatas

serta dan yang telah terjadi dalam kehidupan manusia Indonesia dewasa ini, terutama di

kalangan pelajar sudah pada tingkat yang sangat memprihatinkan. Dekadensi moral

pada generasi muda merupakan cerminan krisis karakter sehingga membutuhkan

komitmen bersama dalam membentuk karakter generasi muda kita saat ini.

Komitmen perbaikan generasi melalui pendidikan telah tertuang dalam UU No. 20

Tahun 2003. Dalam Pasal 3 UU Sisdiknas disebutkan bahwa Pendidikan nasional

berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang

bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan

menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan konsep pendidikan karakter di

Indonesia saat ini yang lahir sebagai hasil Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya dan

karakter bangsa yang dilaksanakan di Jakarta tanggal 14 Januari 2010. Kegiatan tersebut

menghasilkan Grand Design Pendidikan Karakter yang memuat kerangka proses

pembudayaan dan pemberdayaan karakter yang akan dilaksanakan dengan strategi

makro berskala nasional dan mikro terkait pengembangan karakter pada suatu satuan

pendidikan. Salah satu dampak dari kegiatan tersebut, sejak tahun 2010 yang lalu

pendidikan karakter digalakkan kembali dalam pembelajaran di Indonesia

Pendidikan budaya dan karakter bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang

mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga

mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai

tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang

Page 6: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

Utomo, Internalisasi Nilai-nilai Karakter….

93

religius, nasionalis, produktif dan kreatif Kemdiknas (2010, p. 4). Pendidikan budaya

dan karakter bangsa dilakukan melalui pendidikan nilai-nilai atau kebajikan yang

menjadi nilai dasar budaya dan karakter bangsa.

Nilai-nilai karakter yang dikembangkan bersumber dari agama, Pancasila, budaya,

dan tujuan pendidikan nasional. Nilai-nilai karakter tersebut yaitu 1) religious; 2) jujur;

3) toleransi; 4) disiplin; 5) kerja keras; 6) kreatif; 7) mandiri; 8) demokratis; 9) rasa

ingin tahu; 10) semangat kebangsaan; 11) cinta tanah air; 12) menghargai prestasi; 13)

bersahabat/komunikatif; 14) cinta damai; 15) gemar membaca; 16) peduli lingkungan;

17) peduli sosial; dan 18) tanggung jawab.

Prinsip implementasi di satuan pendidikan, pengembangan budaya dan karakter

bangsa tidak dimasukkan sebagai pokok bahasan tersendiri tetapi terintegrasi ke dalam

mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah. Oleh karena itu, guru dan

sekolah perlu mengintegrasikan nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan

budaya dan karakter bangsa ke dalam Kurikulum, Silabus dan Rencana Program

Pembelajaran (RPP) yang sudah ada.

Pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya membawa siswa ke

pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke

pengamalan nilai secara nyata. Inilah rancangan pendidikan karakter (moral) yang oleh

Thomas Lickona disebut moral knowing, moral feeling, dan moral action (Lickona,

2013, p. 81).

Gambar 1

Komponen Pendidikan Karakter Yang Baik (Lickona, 2013, p. 86)

Moral knowing yang meliputi kesadaran moral, pengetahuan nilai-moral,

pandangan ke depan, penalaran moral, pengambilan keputusan dan pengetahuan diri,

adalah hal esensial yang perlu diajarkan kepada siswa. Namun, pendidikan karakter

sebatas moral knowing tidaklah cukup. Untuk itu perlu berlanjut sampai pada moral

feeling yang meliputi kata hati, rasa percaya diri, empati, cinta kebaikan, pengendalian

Desiring the good

Moral Feeling

1. Hati nurani 2. Harga diri

3. Empati

4. Mencintai kebaikan 5. Control diri

6. Kerendahan hati

Knowing the good

Moral Knowing

1. Kesadaran moral 2. Memahami nilai moral

3. Mengambil perspektif

4. Alasan moral 5. Pengambilan keputusan

6. Pengetahuan diri

Acting the good Moral Feeling

1. Kompetensi 2. Kemauan

3. Habit

Page 7: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (91-104)

94

diri dan kerendahan hati. Bahkan terus berlanjut pada tahap yang paling penting, yakni

moral action. Disebut penting karena pada tahap ini motif dorongan seseorang untuk

berbuat baik, tampak pada aspek kompetensi, keinginan dan kebiasaan yang

ditampilkannya. Ketersusunan tiga komponen moral yang saling berhubungan secara

sinergis, menjadi syarat aktualisasi pendidikan karakter dalam mengembangkan

kecerdasan moral siswa.

Lebih lanjut pendidikan karakter yang diintegrasikan ke semua matapelajaran dapat

memberikan pengalaman yang bermakna bagi murid-murid karena mereka memahami,

menginternalisasi, dan mengaktualisasikannya melalui poses pembelajaran sehingga

nilai-nilai tersebut dapat terserap secara alami lewat kegiatan sehari-hari. Apabila nilai-

nilai tersebut juga dikembangan melalui kultur sekolah, maka kemungkinan besar

pendidikan karakter lebih efektif. Pembentukan karakter harus menjadi prioritas utama

karena sudah terbukti bahwa dalam kehidupan masyarakat sangat banyak masalah yang

ditimbulkan oleh karakter yang tidak baik.

Ilmu Pengetahuan Sosial atau selanjutnya disebut dengan IPS merupakan salah satu

mata pelajaran yang diberikan mulai SD/ MI/ SDLB sampai SMP/ MTs/ SMPLB.

Dalam Permendiknas No.26 tahun 2007 tentang Standar isi, Mata pelajaran IPS pada

jenjang SMP/ MTs mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi

yang berkaitan dengan isu sosial sehingga siswa diharapkan dapat menjadi warga

negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab serta warga dunia yang cinta

damai.

Mata pelajaran IPS pada jenjang SMP/MTs mempunyai karakteristik tersendiri

yang berbeda dengan mata pelajaran lainnya yaitu merupakan perpaduan disiplin ilmu

sosial yaitu Sosiologi, Geografi, Sejarah, dan Ekonomi. Sehingga ruang lingkup yang

dikaji pada mata pelajaran ini sangatlah luas karena masing-masing disiplin ilmu

mempunyai dimensi yang berbeda sebagai objek kajian yang dipelajari, tetapi dari ke

empat disiplin ilmu tadi terdapat relasi, relevansi, dan fungsi yang cukup signifikan

antara satu dengan yang lain.

Bila ditinjau dari karakteristik IPS yang telah diuraikan diatas, ternyata mata

pelajaran ini mempunyai peranan yang lebih besar. Hal ini berkenaan kemampuan

pribadi dan sosial dalam penguasaan karakteristik nilai-nilai sebagai pribadi dan sebagai

warga masyarakat serta kemampuan untuk hidup bermasyarakat. Melalui pendidikan

IPS, siswa dibina dan dikembangkan kemampuan mental-intelektualnya menjadi warga

negara yang berketerampilan dan berkepedulian sosial serta bertanggung jawab sesuai

dengan nilai-nilai yang terkandung dalamnya.

Atas dasar pemikiran di atas, untuk membentuk karakter yang baik dalam mata

pelajaran IPS, maka seharusnya pendidikan karakter bukan sekedar mengenalkan nilai-

nilai kepada siswa tetapi juga harus mampu menginternalisasikan nilai-nilai karakter

tersebut agar tertanam sebagai muatan hati nurani yang mampu membangkitkan

penghayatan tentang nilai-nilai, dan bahkan sampai pada pengamalanya dalam

kehidupan sehari-hari. Nilai-nilai yang telah menjadi muatan hati nurani inilah yang

nantinya akan berfungsi sebagai penyaring ketika terjadi pertemuan antar nilai yang

saling berbenturan.

Para siswa dapat dikatakan berkarakter apabila selalu berupaya taat dan disiplin

terhadap peraturan yang berlaku di sekolah yang bersangkutan. Perilaku taat dan

disiplin terhadap peraturan ini kiranya dapat diwujudkan dalam kehidupan keseharian di

Page 8: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

Utomo, Internalisasi Nilai-nilai Karakter….

95

luar lingkungan sekolah, yakni di lingkungan keluarga maupun di lingkungan

masyarakat.

Fenomena dekadensi moral yang ditunjukkan oleh siswa SMP sebagai pelajar

akhir-akhir ini menunjukkan bahwa siswa belum mampu menginternalisasi nilai-nilai

karakter agar tertanam dan berfungsi sebagai muatan hati nurani sehingga mampu

membengkitkan penghayatan tentang nilai-nilai karakter. Berdasarkan fokus penelitian

yang telah ditetapkan tersebut di atas, maka tujuan dari penelitian adalah

mengidentifikasi proses dan makna internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran

IPS pada diri siswa di SMP Negeri Model Terpadu Bojonegoro.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan desain penelitian

fenomenologi. Subjek penelitian adalah siswa kelas VIII SMP Negeri Model Terpadu

Bojonegoro. Penentuan subjek penelitian dengan menggunakan teknik purposive

sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara, observasi, dan

kuesioner. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini berupa manusia, yaitu

peneliti sendiri. Untuk menjaga keabsahan data, digunakan teknik perpanjangan waktu

penelitian, triangulasi, dan expert opinion. Teknik analisis data mengacu pada langkah-

langkah analisis data kualitatif Creswell (2013) sebagai berikut: (1) mengolah dan

mempersiapkan data untuk dianalisis, (2) membaca keseluruhan data dengan

membangun general sense atas informasi yang diperoleh dan merefleksikan maknanya

secara keseluruhan, (3) menganalisis lebih detail dengan meng-coding data, (4)

melakukan proses coding untuk mendiskripsikan setting, orang-orang, kategori-

kategori, dan tema-tema yang akan di analisis, (5) menyusun diskripsi dari tema-tema

dan disajikan kembali dalam narasi/laporan kualitatif, dan (6) mengintepretasi atau

memaknai data.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Internalisasi Nilai-nilai Karakter dalam pembelajaran IPS

Internalisasi diartikan sebagai proses penanaman nilai kedalam jiwa seseorang

sehingga nilai tersebut tercermin pada sikap dan prilaku yang ditampakkan dalam

kehidupan sehari-hari (menyatu dengan pribadi). Internalisasi nilai-nilai karakter dalam

pembelajaran IPS melalui tiga tahap yang mewakili proses atau tahap terjadinya

internalisasi yaitu tahap transformasi nilai, tahap transaksi nilai, dan terakhir tahap

transisternalisasi.

Proses internalisasi dimulai dari tahap tranformasi nilai diperoleh siswa ketika

mereka mendengar secara langsung guru mereka menginformasikan kebaikan dari nilai-

nilai karakter dan keburukannya apabila tidak memiliki nilai-nilai katakter tersebut.

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada delapan responden menunjukkan

bahwa kedelapan siswa tersebut secara berbeda-beda memaknai nilai-nilai karakter

yang disampaikan oleh guru mereka. Adapun nilai-nilai karakter yang sering

disampaikan oleh guru mereka yaitu nilai disiplin, jujur, gemar membaca, peduli

lingkungan, toleransi, bersahabat/ komunikatif, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Selanjutnya setelah tahapan transformasi nilai yaitu tahap transaksi nilai. Dalam

tahap ini terjadi komunikasi dua arah atau komunikasi antar peserta didik dengan

pendidik yang bersifat interaksi timbal balik. Dalam tahap ini antara responden satu

Page 9: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (91-104)

96

dengan yang lain memberikan makna yang berbeda-beda dari kegiatan pembelajaran

IPS yang mereka ikuti selama ini. Nilai-nilai karakter, seperti dari hasil wawancara yang

telah dilakukan dapat diketahui bahwa intenalisasi nilai-nilai karakter melalui

pembelajaran IPS melalui praktik langsung dalam memperoleh pengalaman belajar

melalui model pembelajaran, metode pembelajaran, bahan ajar, dan evaluasi

pembelajaran.

Model pembelajaran yang digunakan oleh guru IPS adalah model Project Based

Learning, dan model Cooperative learning tipe Jigsaw. Berdasarkan hasil wawancara

model pembelajaran yang digunakan oleh guru IPS dimaknai oleh siswa sebagai

komunikasi dua arah yang mengandung nilai-nilai karakter bersahabat/ komunikatif

melalui kerjasama, tanggung jawab, dan toleransi. Metode pembelajaran yang dipakai

oleh guru IPS berdasarkan hasil wawancara oleh siswa yaitu metode ceramah, diskusi

dan Role Playing, metode ceramah digunakan untuk menyampaikan informasi tentang

nilai-nilai karakter sedangkan metode diskusi dan Role Playing digunakan untuk

menanamkan nilai bersahabat/ komunikatif melalui kerjasama, tanggung jawab, dan

toleransi.

Bahan ajar dalam proses transaksi nilai karakter sebagai media menanamkan nilai

disiplin dan gemar membaca yang dilakukan secara rutin sebelum pembelajaran IPS

dimulai. Sedangkan evaluasi pembelajaran untuk menanamkan nilai jujur saat ulangan

harian dan tugas-tugas pelajaran IPS yang harus diselesaikan secara individu.

Tahap terakhir dari proses internalisasi nilai-nilai karakter yaitu tahap

transinternalisasi. Tahap ini tidak hanya dilakukan dengan komunikasi verbal tetapi juga

dengan sikap mental dan kepribadian. Dalam tahap ini masing-masing responden

mempunyai kesamaan dalam proses transinternalisasi yaitu melalui komunikasi

kepribadian yang melibatkan guru IPS sebagai teladan bagi siswa dalam proses

internalisasi selanjutnya. Komunikasi kepribadian diwujudkan dalam melihat secarang

langsung kepribadian guru dalam menerapkan nilai-nilai karakter secara konsisten.

Proses komunikasi kepribadian yang dilakukan dengan melihat secara langsung

kepribadian guru dan mendengar nasehat berupa kebaikan nilai-nilai karakter dan

keburukan jika tidak/ kurang memiliki nilai-nilai karakter tersebut munculah kesadaran

dalam diri siswa tentang kebaikan nilai-nilai karakter tersebut. Selanjutnya dari

kesadaran diri yang terbentuk pada siswa munculah upaya untuk menginternalisasi

nilai-nilai karakter tersebut ke dalam diri mereka untuk menjadi bagian dalam diri

mereka yang akhirnya diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Page 10: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

Utomo, Internalisasi Nilai-nilai Karakter….

97

Gambar 2

Proses Internalisasi Nilai-nilai Karakter dalam Pembelajaran IPS

(Sumber: Diolah Peneliti)

Pentingnya internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS Pentingnya pendidikan karakter sebagai upaya memfasilitasi nilai-nilai karakter

dalam pembelajaran IPS. Meskipun sama tetapi setiap subjek penelitian memiliki sudut

pandang yang berbeda.

SEV memaknai internalisasi sebagai berikut.

“Ketika guru memberikan nasehat kita harus mendengarkan, jangan masuk telinga

kiri keluar telinga kanan. Kita harus memasukannya dalam hati, kemudian

memahaminya, dan selanjutnya mulai melakukannya dimulai dari hal yang terkecil

misalnya.”

SEV memaknai internalisasi sebagai sebuah proses memasukkan nilai-nilai dalm hati,

memahami nilai-nilai karakter tersebut dan selanjutnya melakukan nilai-nilai tersebut

dalam kehidupannya. Ketika guru memberikan nasehat, anjuran, atau perintah untuk

melakukan suatu kebaikan dalam hal ini membentuk pribadi siswa yang lebih baik

maka siswa harus mencerna nasehat, anjuran, maupun perintah yang diberikan

kepadanya, tidak sekedar mendengarkannya karen apabila siswa tidak mencerna dengan

baik maka dia akan melupan nasehat tersebut dan tidak pernah tertanam dalam ingatan,

pikiran, dan hatinya.

PSH memberikan pemaknaan internalisasi sebagai berikut.

“Nilai-nilai karakter yang disampaikan oleh guru dalam pembelajaran IPS membuat

saya instrospeksi diri apakah saya mempunyai nilai tersebut atau tidak kalau belum

saya lalu berusaha untuk melakukannya dari yang terkecil, karena susah bila harus

menerapkannya semua.”

Perilaku

Pembelajaran

IPS

Model

Pembelajaran Guru

Metode

Pembelajaran Bahan Ajar

Evaluasi

Pembelajaran

Proses Internalisasi

dalam pembelajaran

IPS

Transformasi nilai

Transaksi nilai

Transinternalisasi nilai

Page 11: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (91-104)

98

PSH memaknai internalisasi nilai-nilai karakter sebagai upaya membentuk kesadaran

diri tentang nilai-nilai karakter. Kesadaran diri tersebut terkait dengan sudah atau belum

dalam memiliki nilai-nilai tersebut dalam diri mereka. Dengan kesadaran diri siswa

akan melakukan nilai-nilai karakter tersebut dimulai dari melakukan hal-hal yang

terkecil.

FNA memaknai internalisasi sebagai berikut.

“Ada banyak nilai karakter yang disampaikan oleh guru ketika pembelajaran IPS.

Saya sadar bahwa ternyata ada benarnya juga nilai-nilai karakter itu dibiasakan

kepada kami seperti membaca misalnya. Jadi mulai saat ini mencoba

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

FNA memaknai internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS sebagai upaya

guru dalam membiasakan nilai-nilai karakter tersebut di kelas untuk menjadikannya

milik siswa. Dengan pembiasaan tersebut akan membentuk kesadaran pada diri siswa

untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari mereka.

ADP memaknai internalisasi sebagai berikut.

“Nasehat dari guru ketika pembelajaran IPS membuat saya sadar kalau kita

melaksanakan nasehat itu akan menguntungkan kita. Dari situ saya mencoba

memahami keuntungan dari nasehat-nasehat yang diberikan dan mulai

melakukannya mulai dari hal yang sederhana.”

ADP memaknai internalisasi nilai-nilai karakter melalui nasehat yang diberikan oleh

guru dalam pembelajaran membentuk kesadaran pada dirinya tentang keuntungan-

keuntungan dari nilai-nilai karakter tersebut yang selanjutnya menerapkannya dari hal

yang sederhana.

TWI memaknai internalisasi sebagai berikut

“Penting untuk memiliki nilai-nilai karakter itu. Guru IPS kami beberapa kali

menyampaikan pentingnya nilai-nilai karakter itu, dari situ saya sadar untuk mulai

melakuakanya dalam kehidupan sehari-hari.”

TWI memaknai internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS sebagai

sesuatu yang penting untuk memiliki nilai-nilai karakter itu dan menanamkannya dalam

hati sehingga membentuk kesadaran diri untuk menerapkannya dalam kehidupan sehari-

hari. Nilai-nilai karakter itu diperoleh melalui kesadaran diri yang dibentuk dari

nasehat-nasehat yang diperoleh dari guru di kelas.

TAP memaknai internalisasi sebagai berikut.

“Saya sadar, nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS yang saya ikuti

menjadikan kita lebih berkarakter. Ada banyak nilai-nilai karakter yang

disampaikan guru ketika pembelajaran. Selanjutnya saya mulai saya lakukan

dalam kehidupan sehari-hari mulai dari hal-hal yang terkecil.”

TAP memaknai internalisasi nilai-nilai karakter yang disampaikan oleh guru dalam

pembelajaran IPS untuk membentuk siswa berkarakter. Nilai-nilai yang karakter

tersebut disampaikan ketika pembelajaran IPS di kelas. Selanjutnya nilai-nilai karakter

yang diterima kemudian diterapkan dalam kehidupan sehari-hari mulai dari hal-hal yang

terkecil.

Page 12: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

Utomo, Internalisasi Nilai-nilai Karakter….

99

EDM memaknai internalisasi sebagai berikut.

“Nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS diberikan agar kita menjadi

berkarakter. Nilai-nilai karakter itu menurut saya sangat penting untuk ditanamkan

pada siswa. Saya sendiri sadar kadang terpengaruh teman untuk berbuat hal-hal

yang jelek.”

EDM memaknai internalisasi nilai-nilai karakter penting untuk ditanamkan agar

menjadi siswa yang berkarakter. Kesadaran siswa terbentuk dikarenakan merasa bahawa

teman bisa berpengaruh untuk berbuat hal-hal yang negatif.

STG memaknai internalisasi sebagai berikut.

“Saya tahu, nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS yang diberikan oleh guru

agar siswanya berperilaku berkarakter. Saya sadar bila nilai-nilai karakter itu saya

terapkan dalam kehidupan sehari-hari akan memberikan keuntungan untuk saya.”

STG memaknai internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS sebagai upaya

yang diberikan oleh guru agar siswanya berperilaku berkarakter. Siswa sadar bila nilai-

nilai karakter tersebut diterapkan dalam kehiduapn sehari-hari akan memberikan

keuntungan buat dia.

Berdasarkan pendapat delapan subyek penelitian yang sudah dikemukakan oleh

SEV, PSH, FNA, ADP, TWI, TAP, EDM, dan STG, dapat dimaknai bahwa internalisasi

nilai-nilai karakter pada dasarnya adalah proses penanaman nilai-nilai karakter ke dalam

diri seseorang sehingga nilai-nilai tersebut menjadi bagian dalam dirinya, menjiwai pola

pikir, pola sikap, dan perilakunya serta membangun kesadaran diri untuk

mengaplikasikan nilai-nilai tersebut.

Sintesis

Berdasarkan temuan hasil penelitian, dapat disintesiskan bagaimana hubungan

antara: 1) proses internalisasi nilai-nilai karakter; 2) makna internalisasi nilai-nilai

karakter pada dasarnya adalah proses penanaman nilai-nilai karakter ke dalam diri

seseorang sehingga nilai-nilai tersebut menjadi bagian dalam dirinya, menjiwai pola

pikir, pola sikap, dan perilakunya serta membangun kesadaran diri untuk

mengaplikasikan nilai-nilai tersebut; dan 3) perilaku berkarakter yang diaktualisasikan

dalam kehidupan sehari-hari.

Pentingnya nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS untuk di internalisasikan

pada diri siswa membuat siswa berperilaku berkarakter sesuai dengan nilai-nilai yang

dia yakini. Namun perilaku berkarakter tersebut tidak bisa muncul dengan sendirinya

tanpa adanya proses internalisasi dan proses internalisasi tidak bisa berjalan tanpa

adanya penyampaian informasi melalui pembelajaran.

Proses internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS melalui keteladanan

guru dan kegiatan praktik langsung pengalaman belajar melalui model pembelajaran,

metode pembelajaran, bahan ajar, dan evaluasi pembelajaran. Nilai-nilai karakter

diinternalisasikan dalam tiga tahap yang mewakili proses atau tahap terjadinya

internalisasi yaitu tahap transformasi nilai, tahap transaksi nilai, dan terakhir tahap

transisternalisasi.

Perilaku berkarakter yang diaktualisasikan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari

dalam pembelajaran IPS mereka yaitu disiplin, jujur, gemar membaca, peduli

Page 13: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (91-104)

100

lingkungan, toleransi, peduli sosial, bersahabat/ komunikatif, tanggung jawab. Nilai

karakter yang sering muncul yaitu disiplin, gemar membaca, peduli lingkungan.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dua proposisi yaitu: 1) internalisasi nilai-

nilai karakter dalam pembelajaran IPS mempunyai peran dalam membentuk perilaku

berkarakter; dan 2) internalisasi nilai-nilai karakter dalam membentuk perilaku berkarakter

melalui pembelajaran IPS dengan mediator guru, dan melalui praktik pengalaman melalui

model pembelajaran, metode pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan bahan ajar.

Gambar 3 Sintesis Hasil Penelitian

(Sumber: Temuan Penelitian, diolah peneliti)

Pembahasan

Internalisasi Nilai-nilai Karakter dalam pembelajaran IPS

Internalisasi diartikan sebagai proses prnanaman nilai kedalam jiwa seseorang

sehingga nilai tersebut tercermin pada sikap dan perilaku yang ditampakkan dalam

kehidupan sehari-hari (menyatu dengan pribadi). Proses internalisasi yang dikaitkan

dengan pembinaan peserta didik atau anak asuh ada tiga tahap yang mewakili proses

atau tahap terjadinya internalisasi yaitu: a) Tahap transformasi nilai, tahap ini

merupakan suatu proses yang dilakukan oleh pendidik dalam menginformasikan nilai-

Perilaku

Pembelajaran

IPS

Model

Pembelajaran Guru

Metode

Pembelajaran Bahan Ajar

Evaluasi

Pembelajaran

Internalisasi dalam

pembelajaran IPS

PROPOSISI:

1. Internalisasi Nilai-nilai Karakter dalam Pembelajaran IPS Mempunyai Peran dalam

Membentuk Perilaku Berkarakter

2. Internalisasi nilai-nilai karakter dalam membentuk perilaku berkarakter melalui

pembelajaran IPS dengan mediator guru, dan melalui praktik pengalaman melalui model

pembelajaran, metode pembelajaran, evaluasi pembelajaran dan bahan ajar

Perilaku berkarakter: Disiplin,

jujur, gemar membaca, peduli

lingkungan, toleransi, peduli sosial,

bersahabat/ komunikatif, tanggung

jawab

Pentingnya nilai-nilai

Karakter

Page 14: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

Utomo, Internalisasi Nilai-nilai Karakter….

101

nilai yang baik dan kurang baik. Komunikasi yang terjadi dalam tahap ini adalah

komunikasi verbal antara pendidik dan peserta didik atau anak asuh; b) Tahap transaksi

nilai, adalah suatu tahap pendidikan nilai dengan jalan melakukan komunikasi dua arah

atau komunikasi antar peserta didik dengan pendidik yang bersifat interaksi timbal

balik; dan c) Tahap transisternalisasi, tahap ini jauh lebih mendalam dari tahap

transaksi. Tahap ini tidak hanya dilakukan dengan komunikasi verbal tetapi juga dengan

sikap mental dan kepribadian. Jadi pada tahap ini, komunikasi kepribadian berperan

secara aktif (Muhaimin, 1996, p. 153).

Dalam proses internalisasi terjadi proses identifikasi pada diri siswa yaitu suatu

kecenderungan yang ada dalam diri seseorang untuk menyamakan (menjadi sama) diri

dengan orang lain. Karena adanya kecenderungan tersebut individu melakukakan suatu

usaha yang disebut tindakan sosial untuk menjadikan dirinya sama dengan orang yang

dimaksudnya. Berger dan Luckman (1990, p. 185) mengemukakan bahwa dengan kata

lain terjadi pengidentifikasian dalam diri orang yang melakukan internalisasi. Si anak

mengidentifikasikan dirinya dengan orang-orang yang mempengaruhinya dengan

berbagai cara emosional. Internalisasi hanya akan berlangsung dengan berlangsungnya

identifikasi.

Dalam proses identifikasi, faktor keteladanan guru yang mempunyai peran pada

siswa untuk menjadi sama dengan gurunya. Hal ini sebagaimana yang dinyatakan dalam

teori perkembangan moral Kohlberg (Adisusilo, 2012, p. 24) bahwa tingkat

perkembangan moral siswa SMP berada pada tahap konvensional. Pada tahap ini secara

aktif siswa mengidentifikasikan diri dengan orang-orang dan kelompok yang terlibat di

dalamnya.

Towaf (2014) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa pendidikan karakter

dalam mata pelajaran IPS tidak terlepas dari karakter total sebagai tujuan dari

sekolah/madrasah, lingkungan sekolah menjadi pendukung kuat dalam menanamkan

karakter dan implementasi karakter dalam matapelajaran IPS. Pembelajaran IPS melatih

siswa toleran. bergotong royong, peduli sosial, peduli lingkungan, mengasah kreativitas,

dan kemandirian.

Proses internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS, guru mempunyai

peran dalam proses internalisasi nilai-nilai karakter pada siswa yang pada akhirnya

membentuk perilaku siswa yang berkarakter. Guru menggunakan berbagai macam cara

dalam menanamkan nilai-nilai karakter pada diri siswa. Dimulai dari cara paling umum

yang digunakan yaitu metode ceramah yang digunakan oleh guru dalam

menginformasikan kebaikan nilai-nilai karakter serta keburukannya apabila tidak/

kurang memiliki nilai-nilai karakter tersebut.

Selanjutnya selain dengan ceramah, guru sebagai symbol keteladanan bagi siswa

dalam proses intenalisasi nilai-nilai karakter. Komunikasi kepribadian antara guru dan

siswa menjadi begitu penting ketika siswa melihat secara langsung kepribadian guru

dalam menerapkan nilai-nilai karakter tersebut. Towaf (2014) dalam hasil penelitiannya

menyatakan bahwa guru adalah adalah role model atau living example bagi siswa dalam

menumbuh kembangkan nilai-nilai dan karakter dalam diri mereka.

Dalam pembelajaran IPS selain keteladanan dari guru dalam proses internalisasi,

praktik pengamalaman langsung dalam menerapkan nilai-nilai karakter juga ikut

berperan dalam membentuk perilaku berkarakter pada siswa. Praktik pengalaman

langsung tersebut melalui aktivitas siswa dalam menggunakan model pembelajaran,

metode pembelajaran, bahan ajar, dan evaluasi pembelajaran yang di desain oleh guru.

Ramdani dan Zamroni (2014) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa untuk

Page 15: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (91-104)

102

mengoptimalkan integrasi pendidikan karakter, maka para guru harus dapat mendesain

model pembelajaran yang relevan agar para siswa tidak hanya mendapatkan materi saja

dalam pembelajaran IPS tetapi mendapatkan nilai/makna sekaligus dari materi yang

dipelajari.

Praktik pengalaman langsung sebagai wujud dari strategi pendidikan karakter

melalui kegiatan pembiasaan dan pengkondisian dalam kelas untuk menumbuhkan

kesadaran diri pada siswa yang selanjutnya nilai-nilai karakter tersebut diinternalisasi

oleh siswa dan pada muaranya diaktualisasikan siswa pada kehidupan sehari-hari

sebagai wujud perilaku berkarakter. Innayah (2012) dibutuhkan strategi dalam

pendidikan karakter. Strategi dalam pendidikan karakter dapat dilakukan melalui sikap

yaitu keteladanan, penanaman kedisiplinan, pembiasaan, penciptaan suasana yang

kondusif, integrasi, dan internalisasi. Selain itu, hendaknya terdapat penanaman

paradigma bagi siswa tentang pentingnya pengembangan karakter diri karena

keberhasilan pengembangan karakter juga bergantung kesadaran diri anak.

Berdasarkan hasil diskusi di atas diketahui bahwa dalam proses internalisasi nilai-

nilai karakter pada masing-masing individu tidaklah sama. Dalam hal ini ada perbedaan

sikap, persepsi, dan partisipasi masing-masing individu dalam keterlibatan memproleh

pengalaman secara langsung. Nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS yang berhasil

diaktualisasikan oleh siswa yaitu disiplin, jujur, gemar membaca, peduli lingkungan,

toleransi, peduli sosial, bersahabat/ komunikatif, tanggung jawab. Nilai karakter yang

sering muncul yaitu disiplin, gemar membaca, peduli lingkungan.

Nilai-nilai karakter tersebut dalam pembelajaran IPS diperoleh melalui.

1. Keteladanan guru melalui kepribadian guru dalam menerapkan nilai-nilai karakter

dalam pembelajaran IPS setiap harinya.

2. Praktik pengalaman langsung dalam aktivitas siswa. Aktivitas-aktivitas siswa

tersebut meliputi.

a. Model pembelajaran melalui Project Based Learning dan Cooperative Learning

tipe Jigsaw.

b. Metode pembelajaran kegiatan diskusi kelompok dan Role Playing

c. Bahan ajar melalui buku IPS

d. Evaluasi pembelajaran melalui kegiatan

e. Ulangan harian matapelajaran IPS.

Pentingnya internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS

Pendidikan budaya dan karakter bangsa dimaknai sebagai pendidikan yang

mengembangkan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada diri peserta didik sehingga

mereka memiliki nilai dan karakter sebagai karakter dirinya, menerapkan nilai-nilai

tersebut dalam kehidupan dirinya, sebagai anggota masyarakat, dan warganegara yang

religius, nasionalis, produktif dan kreatif (Kemdiknas, 2010, p. 4). Pelaksanaan

pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut: 1) program pengembangan diri

melalui kegiatan rutin sekolah, kegiatan spontan, kegiatan keteladanan, dan

pengkondisian; 2) pengintegrasian dalam mata pelajaran; dan 3) budaya sekolah.

Integrasi pendidikan karakter dalam proses pembelajaran IPS dilakukan dengan

cara mengenalkan nilai-nilai, memfasilitasi nilai-nilai untuk menumbuhkan kesadaran

pada diri peserta didik, dan menginternalisasikan nilai-nilai dalam perilaku sehari-hari.

Nilai-nilai karakter yang diinternalisasikan pada peserta didik melalui proses

pembelajaran, oleh sekolah dapat diidentifikasi nilai-nilai utama sebagai fokus

internalisasi.

Page 16: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

Utomo, Internalisasi Nilai-nilai Karakter….

103

Pentingnya nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS untuk di internalisasikan

pada diri siswa membuat siswa berperilaku berkarakter sesuai dengan nilai-nilai yang

dia yakini. Namun perilaku berkarakter tersebut tidak bisa muncul dengan sendirinya

tanpa adanya proses internalisasi. Internalisasi menurut Berger dan Luckman (1990, p.

185) yaitu sebagai bentuk pemahaman atau penafsiran yang langsung dari suatu

peristiwa objektif sebagai pengungkapan suatu makna, artinya sebagai suatu manifestasi

dari proses subjektif orang lain sehingga menjadi bermakna secara subjektif bagi saya

sendiri. Internalisasi nilai-nilai karakter pada dasarnya adalah proses penanaman nilai-

nilai karakter ke dalam diri seseorang sehingga nilai-nilai tersebut menjadi bagian

dalam dirinya, menjiwai pola pikir, pola sikap, dan perilakunya serta membangun

kesadaran diri untuk mengaplikasikan nilai-nilai tersebut.

PENUTUP

Simpulan

Internalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS melalui tiga tahap yang

mewakili proses atau tahap terjadinya internalisasi yaitu tahap transformasi nilai, tahap

transaksi nilai, dan terakhir tahap transisternalisasi. Nilai-nilai karakter

diinternalisasikan dalam tiga tahap yang mewakili proses atau tahap terjadinya

internalisasi sebagai berikut.

Tahap pertama ditunjukkan dengan siswa menerima langsung nilai-nilai karakter

yang diinformasikan oleh guru mereka. Pada tahap ini dalam pembelajaran IPS, guru

menggunakan metode ceramah ketika menginformasikan kebaikan nilai-nilai karakter

dan kejelekkan apabila tidak atau kurang mempunyai nilai-nilai karakter tersebut.

Tahap kedua yaitu komunikasi dua arah antara guru dan siswa dalam pembelajaran

IPS melalui kegiatan praktik langsung untuk memperoleh pengalaman belajar. Praktik

pengalaman langsung dalam aktivitas siswa. Aktivitas-aktivitas siswa tersebut meliputi:

1) Model pembelajaran melalui Project Based Learning dan Cooperative Learning tipe

Jigsaw; 2) Metode pembelajaran kegiatan diskusi kelompok dan Role Playing; 3) Bahan

ajar melalui buku IPS; dan 4) Evaluasi pembelajaran melalui kegiatan Ulangan harian

matapelajaran IPS.

Tahap ketiga yaitu melalui komunikasi kepribadian. Guru mempunyai pernanan

penting dalam memberikan keteladanan bagi siswa. Pada tahap ini siswa melihat secara

langsung kepribadian guru dalam menerapkan nilai-nilai karakter. Setelah melihat

secara langsung kepribadian guru dan mendengar nasehat berupa kebaikan nilai-nilai

karakter dan keburukan jika tidak/ kurang memiliki nilai-nilai karakter tersebut

munculah kesadaran dalam diri siswa tentang kebaikan nilai-nilai karakter tersebut.

Selanjutnya dari kesadaran diri yang terbentuk pada siswa munculah upaya untuk

menginternalisasi nilai-nilai karakter tersebut ke dalam diri mereka untuk menjadi

bagian dalam diri mereka yang akhirnya diaktualisasikan dalam kehidupan sehari-hari

mereka.

Dari proses intenalisasi nilai-nilai karakter dalam pembelajaran IPS, perilaku

berkarakter yang diaktualisasikan oleh siswa SMP Negeri Model Terpadu Bojonegoro

dalam kehidupan sehari-hari di kelas yaitu disiplin, jujur, gemar membaca, peduli

lingkungan, toleransi, peduli sosial, bersahabat/ komunikatif, tanggung jawab. Nilai

karakter yang sering muncul yaitu disiplin, gemar membaca, peduli lingkungan.

Internalisasi nilai-nilai karakter pada dasarnya adalah proses penanaman nilai-nilai

karakter ke dalam diri seseorang sehingga nilai-nilai tersebut menjadi bagian dalam

Page 17: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (91-104)

104

dirinya, menjiwai pola pikir, pola sikap, dan perilakunya serta membangun kesadaran

diri untuk mengaplikasikan nilai-nilai tersebut.

Saran

Berdasarkan simpulan hasil penelitian, maka saran penelitian ini sebagai berikut: 1)

Nilai-nilai karakter yang berhasil diinternalisasikan oleh siswa sebaiknya tetap

dipertahankan keberadaannya dengan cara tetap melakukan pembiasaan dan

keteladanan sehingga nilai-nilai tersebut tidak luntur dan hilang; 2) Pentingnya

kesadaran guru bahwa pendidikan karakter merupakan “hidden curriculum”, dengan

guru sebagai instrument kunci. Kurikulum tersembunyi ini ada perilaku guru,

khususnya dalam berinteraksi dengan para peserta didik, yang disadari atau tidak akan

berpengaruh besar pada diri peserta didik; 3) Perlu dikembangkan model-model

pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan atau biasa disebut

PAIKEM dengan berbagai program pembiasaan; 4) Perlu dilakukan sinergi antara guru

dengan orang tua/wali dan masyarakat sekitar dalam upaya menanamkan nilai-nilai

karakter; dan 5) Menciptaan lingkungan pendidikan yang kondusif-edukatif, misalnya

dipajang berbagai slogan-slogan yang mampu memberikan motivasi kepada seluruh

warga sekolah dalam semangat untuk kehidupan yang lebih berkarakter.

DAFTAR PUSTAKA

Adisusilo, Sutarjo R. (2013). Pembelajaran Nilai Karakter-Konstruktivisme dan VCT

Sebagai Inovasi Pendekatan Pembelajaran Afektif. Jakarta: Rajawali Pers.

Berger, Peter. L dan Luckmann, Thomas (1990). Tafsir Sosial atas Kenyataan. Risalah

tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta : LP3ES

Creswell, John W. (2013). Penelitian Kualitatif dan Desain Riset: Memilih di antara

Lima Pendekatan. Jakarta: Pustaka Pelajar.

Innayah. (2012). “Dongeng Anak Nusantara radio Edukasi (RE) sebagai Media untuk

Penanaman Karakter Bangsa”. Jurnal Teknodik: Terakreditasi LIPI No. 464/AU1/P2MI-LIPI/08/ 2012.

Kemdiknas. (2010). Bahan Pelatihan: Penguatan Metodologi Pembelajaran

Berdasarkan Nilai-Nilai Budaya Untuk Membentuk Daya Saing dan Karakter

Bangsa. Jakarta: Kemdiknas.

Lickona, Thomas. (2013). Educating for Character: Mendidik untk Membentuk

Karakter, terj. Juma Wadu Wamaungu dan Editor Uyu Wahyuddin dan

Suryani. Jakarta: Bumi Aksara.

Muhaimin. (2001). Paradigma Pendidikan Islam: Upaya Mengefektifkan Pendidikan

Agama Islam di sekolah. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Ramdani, Zuhud dan Zamroni (2014). “Integrasi Pendidikan Karakter dalam

Pembelajaran IPS di MTsN Model Selong Lombok Timur”. Jurnal ilmu-ilmu

sosial Mei 2014 , Vol. 11, No. 1. Halm. 104-117.

Towaf, Siti Malikhah. (2014). “Pendidikan karakter pada mata pelajaran IPS”. Jurnal

Ilmu Pendidikan, Jilid 20, Nomor 1, Juni 2014. Halm. 75-85.

Page 18: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

105

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY”TRIPLE B-NET”

PADA PELAJARAN KARAKTERISTIK NEGARA MAJU DAN NEGARA

BERKEMBANG DUNIA SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

KREATIVITAS BELAJAR SISWA

Endang Purwaningsih

Guru SMPN 4 Tanggul Jember, email: [email protected]

Abstrak; Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prestasi

hasil belajar dari 75% menjadi 90 % atau terjadi kenaikan sebesar 15%.,

sehingga peneliti berharap agar metode pembelajaran Discovry “TRIPLE B-

NET” dapat digunakan sebagai kontribusi untuk pembelajaran mata pelajaran

IPS Terpadu khususnya dan mata pelajaran lain secara umum

PenelitianTindakan Kelas ini dilaksanakan dengan tujuan meliputi (1)

Meningkatkan partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar.(2). upaya

meningkatkan kualitas metode yang dikembangkan dalam pembelajaran.

(3).Memberi motivasi kepada siswa untuk meningkatkan kreativitasnya.

(4).Menciptakan suasana kelas yang lebih kondusif terhadap pembelajaran.

Manfaat penelitian ini adalah sebagai upaya untuk memudahkan siswa dalam

memahami konsep geografi dengan cara belajar mandiri dan berpikir kreatif

demi tercapainya peningkatan kreativitas secara maksimal.

Kata kunci : model pembelajaran Discovery “TRIPLE B-NET”, dan IPS

Terpadu. kreativitas belajar.

Abstract;The results of this study showed that an increase in achievement of

learning outcomes from 75% to 90% or an increase of 15%., So researchers

hope that learning methods Discovry "TRIPLE B-NET" can be used as a

contribution to the learning subjects Integrated IPS particular and other

subjects generally PenelitianTindakan this class is implemented with the aim of

covering (1) Increase student participation in the learning process. (2). efforts

to improve the quality of the methods developed in learning. (3) .Memberi

motivation to students to improve their creativity. (4) .Menciptakan the

classroom atmosphere more conducive to learning. The benefits of this research

is an attempt to help students understand the concept of geography by way of

self-learning and creative thinking in order to achieve an increase in creativity

to the fullest.

Keywords: Discovery learning model "TRIPLE B-NET", and Integrated IPS.

creativity in learning.

PENDAHULUAN

Berdasarkan pengamatan di sekolah peneliti melihat bahwa dalam proses

pembelajaran yang di kelas yang selama ini ditunjang oleh buku-buku di perpustakaan,

pada saat ini mengalami kecenderungan penurunan pengunjung perpustakaan yang

merupakan dampak dari semakin menurunnya minat baca siswa. Hal tersebut karena

masuknya teknologi media sosial berbasis internet yang lebih menarik perhatian siswa

termasuk dalam mencari sumber belajar yang lebih menarik dan mudah untuk dipahami.

Page 19: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (105-114)

106

Beralihnya sumber bahan ajar dari media cetak (buku, surat kabar, tabloid dll) ke media

elektronik berbasis internet inilah yang menarik minat peneliti untuk mengadakan

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini.

IPS diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan

manusia melalui pemecahan masalah-masalah yang dapat didefinisikan.Penerapan IPS

perlu dilakukan secara bijaksan agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan Sosial

dan Lingkungan alam. Diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas ( Sains,

lingkungan, teknologi dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk

merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPS dan kompetensi

belajar secara ilmiah dan bijaksana.

Pembelajaran IPS sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific

inquiry)untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta

mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu

pembelajaran IPS menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung

melalui penggunaan dan bpengembangan ketrampilan proses dan sikap ilmiah.

Perkembangan disegala sector diberbagai dunia berkembang secara cepat.Indonesia

sebagai Negara berkembang sedang mengadakan pembangunan di segala bidang,

melakukan perbaikan- perbaikan di segala bidang termasuk perbaikan- perbaikan pada

sistim pendidikan yang selama ini telah berlaku.Langkah dalam dinamika pendidikan

nasional yang telah dilakukan oleh Depdiknas salah satunya dengan diterbitkannya

kurikulum secara berkala.Pembaharuan kurikulum sekarang ini berbeda dengan masa

lalu .Khususnya mata pelajaran IPS seiring dengan tuntutan masyarakat yang mengikuti

perkembangan teknologi modern.

Pendidikan di Indonesia memasuki era reformasi dengan pembaharuan secara

cepat dan mendasar. Hal ini sejalan dengan diberlakukannya UU no.22 tahun 1997

tentang otonomi daerah dan UU no.20 tahun 2003 tentang Sistim Pendidikan Nasional,

yaitu pendelegasian otoritas pendidikan pada daerah dan mendorong otonominasi di

tingkat sekolah, serta pelibatan masyarakat dalam pengembangan sekolah Rosyanda,

2004; 1). Dalam UU no.20 tahun 2003 tentang pendidikan Nasional pasal 1 ;dijelaskan

bahwa pendidikan adalah salah satu usaha yang sadar dan terencana untuk mewujudkan

suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, keribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara (Depdiknas, 2003 a;5).

Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) IPS merupakan standart

minimum yang secara nasional harus dicapai oleh peserta didik dan menjadi acuan

dalam pengembangan kurikulum di setiap satuan pendidikan.Pencapaian SK dan KD

didasarkan pada pemberdayaan peeserta didik untuk membangun kemampuan, bekerja

ilmiah, dan pengetahuan sendiri yang difasilitasi oleh guru.

Kuranganya minat IPS dalam pembelajran IPS di karenakan oleh ketidak tepatan

guru dalam memilih metodologi pembelajran. Pada umunya setelah bel masuk guru

biasanya memulai pelajaran dengan bercerita atu bahkan membaca apa yang ditulis

dalam di buku ajar dan akhirnya menutup pelajaran setelah bel berbunyi. Hal ini hanya

membuat siswa bosan karena guru hanya memaparkan fakta krnologis dan peristiwa,

sehingga pelajran IPS di rasa murid hanyalah mengulang hal-hal yans sama dari tingkat

sekolah dasar sampai pendidikan menengah. Dan juga disebabkan minat baca siswa

terlalu rendah dan juga kemampuan.Maka kondisi tersebut mendukung bahwa

Page 20: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

Purwaningsih, Penerapan Model Pembelajaran Discovery….

107

pentingnya manfaat dari pelajaran IPS tidak mungkin dengan mudah dapat

terwujud.Oleh karena itu, diperlukan strategi pembelajaran atau metode pembelajaran

yang tepat sesuai dengan kondisi siswa dimana proses pembelajaran diupayakan dapat

mengaktifkan siswa serta mengikutsertakan siswa dalam proses belajar mengajar.

Salah satu alternatif untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dipaparkan

di atas adalah model pembelajaran yang tepat bagi siswa serta dapat memecahkan

masalah yang dihadapi. Hudojo (Purmiasa, 2002: 104) mengatakan bahwa model

pembelajaran akan menentukan terjadinya proses belajar mengajar yang selanjutnya

menentukan hasil belajar. Berhasil tidaknya proses belajar mengajar tergantung pada

pendekatan, metode, serta teknik mengajar yang dilakukan oleh guru. Untuk itu, guru

diharapkan selektif dalam menentukan dan menggunakan model pembelajaran. Dalam

proses belajar mengajar guru harus menguasai prinsip–prinsip belajar mengajar serta

mampu menerapkan dalam proses belajar mengajar. Prinsip – prinsip belajar mengajar

dalam hal ini adalah model pembelajaran yang tepat untuk suatu materi pelajaran

tertentu.

Pembelajaran melalui penerapan model Discovery “TRIPLE B-NET” (Baca

Buku & Browshing Internet) diharapkan dapat menjadi salah satu alternatif untuk

membuat suasana yang menyenangkan diri sehingga pembelajaran lebih bermakna,

tidak membosankan dan nyaman. Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas,

maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan menjadi permasalahan sebagai berikut: (1)

Apakah penerapan model pembelajaran Discovery “TRIPLE B-NET’ (Baca Buku &

Browshing Internet) pada Pembelajaran Karakteristik Negara Maju Dan Negara

Berkembang Dunia, dapat meningkatkan kreativitas Siswa Kelas IX C Semester Ganjil

Di SMPN 4 Tanggul Kabupaten Jember Tahun 2014 – 2015?, (2) Apakah dengan

menggunakan model pembelajaran Discovery “TRIPLE B-NET’ (Baca Buku &

Browshing Internet) pada pembelajaran Karakteristik Negara Maju dan Negara

Berkembang dapat meningkatkan antara nilai dari sebelum dilaksanakan dengan

sesudah dilaksanakan ?. Sedangkan tujuannya; (a) mengetahui dan mengkaji tentang

apakah penerapan model pembelajaran Discovery “TRIPLE B-NET” pada

Pembelajaran IPS Terpadu dapat meningkatkan Kreativitas Siswa Kelas IX C Semester

Ganjil Di SMPN 4 Tanggul Kab.Jember Tahun 2014- 2015, (b) mengetahui dan

mengkaji tentang apakah dengan menggunakan model pembelajaran Discovery

“TRIPLE B-NET’ (Baca Buku & Browshing Internet) pada pembelajaran Karakteristik

Negara Maju dan Negara Berkembang dapat meningkatkan antara nilai mata pelajaran

IPS Terpadu dari sebelum dilaksanakan dengan sesudah dilaksanakan..

Sesuai dengan uraian tujuan penelitian diatas, manfaat yang akan dicapai dari

penelitian ini adalah : bagi peneliti, dapat dijadikan sebagai salah satu media untuk

memperluas suatu wawasan tentang disiplin ilmu yang ditekuni. Bagi guru secara

umum, sebagai bahan masukan dalam menetukan model pembelajaran yang tepat

dalam rangka meningkatkan kualitas proses belajar mengajar khususnya mata pelajaran

IPS, sedangkan bagi lembaga pendidikan dan sekolah yang terkait, diharakan dapat

memberikan sumbangan pemikiran demi peningkatan mutu pendidikan dan bagi peneliti

yang lain, dapat bermanfaat sebagai referensi dalam kegiatan penelitian yang sejenis

Model Pembelajaran Discovery “TRIPLE B-NET” (Baca Buku & Browshing

Internet) adalah suatu prosedur pembelajaran yang menitik beratkan pada keaktfan

siswa untuk dapat menemukan sendiri konsep atau prinsip - prinsip dalam pembelajaran

melalui aktivitas bacabuku dan aktif Browshing informasi yang up to date melalui

Page 21: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (105-114)

108

internet. Kreativitas siswa adalah bentuk proses belajar mengajar yang lebih

mengutamakan berfikir secara kreatif dalam memahami konsep-konsep pembelajaran

METODE

Penelitian Tindakan Kelas (PTK) ini dilakukan pada siswa kelas IX-C Kelas uji

coba dan kelas IX-D ( kelas control) di SMP Negeri 4 Tanggul Jember, pada semester

Ganjil Tahun Pelajaran 2014-2015 yang terdiri dari 2 (dua) siklus. Dalam pelaksanaan

penelitian ini, peneliti berusaha mengkaji, merefleksi secara mendalam terhadap proses

pembelajaran yang menggunakan model Discovery “TRIPLE B-NET” sebagai upaya

meningkatkan kreativitas siswa. Instrument yang digunakan dalam penelitian ini antara

lain : (1) Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran, (2) alat bantu belajar, yang

berupa peta, atlas dan globe, (3) daftar siswa sesuai dengan kemapuannya berdasar atas

nilai ulangan harian sebagai acuan dalam membentuk kelompok diskusi siswa, (4)

lembar observasi untuk mengamati kreativitas siswa, (5) lembar pertanyaan –

pertanyaan yang akan digunakan pada saat wawancara terhadap siswa mengenai

tanggapan siswa pada kegiatan belajar dalam model pembelajaran discovery “TRIPLE

B-NET”dan metode tes tertulis yang hasilnya dapat dilihat pada nilai pada raport yang

dijadikan pada sasaran penelitian yaitu pada kelas uji coba (kelas IX-C) dan kelas

kontrol (kelas IX-D).

Penggunaan metode observasi, wawancara dan metode tes dalam penelitian ini

karena antara metode-metode tersebut satu dengan yang lain memiliki keterbatasan

misalnya tes memiliki kelemahan tidak mampu menghubungkan value (nilai), namun

metode tes mampu mengukur pencapaian kompetensi kognitif siswa dengan tepat.

Peneliti menggunakan metode observasi karena dapat digunakan untuk

mengamati perilaku siswa ( afektif), minat dan motivasi ketika pembelajaran sedang

berlangsung, dan menggunakan metode wawancara untuk menggali secara mendalam

minat dan motivasi siswa untuk peningkatan pembelajaran umumnya dan mapel IPS

Terpadu khususnya, serta menggunakan metode tes untuk mengetahui nilai antara kelas

uji coba dan nilai kelas kontrol antara sebelum dilaksanakan dan setelah dilaksanakan

penerapan metode Discovery ““TRIPLE B-NET”.

Metode pengumpulan data adalah cara- cara yang digunakan untuk

mengumpulkan data ( Arikunto. 1993: 136) . Pengumpulan data dalam penelitian

iniadalah untuk memperoleh bahan-bahan yang relevan, akurat dan dapat digunakan

dengan tepat sesuai dengan tujuan penelitian. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode observasi, wawancara, dan metode tes.

Analisis data merupakan cara yang paling menetukan untuk menyusun dan

mengolah data yang terkumpul, sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang

dapat dipertanggungjawabkan. Analisa data pada penelitian ini adalah deskriptif

kualitatif terhadap dat yang di dapat dari hasil wawancara dan observasi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang

dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan

pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu,

melalui keterlibatan siswa ssecara aktif dalam proses pembelajaran.

Page 22: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

Purwaningsih, Penerapan Model Pembelajaran Discovery….

109

Menurut Wilcox (Slavin, 1977), dalam pembelajaran dengan penemuan siswa

didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan

konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki

pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan

prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.

Pengertian discovery learning menurut Jerome Bruner adalah metode belajar

yang mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan dan menarik kesimpulan dari

prinsip-prinsip umum praktis contoh pengalaman. Dan yang menjadi dasar ide J. Bruner

ialah pendapat dari piaget yang menyatakan bahwa anak harus berperan secara aktif

didalam belajar di kelas. Untuk itu Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya

discovery learning, yaitu dimana murid mengorganisasikan bahan yang dipelajari

dengan suatu bentuk akhir.

Menurut Bell (1978) belajar penemuan adalah belajar yang terjadi sebagia hasil

dari siswa memanipulasi, membuat struktur dan mentransformasikan informasi

sedemikian sehingga ie menemukan informasi baru. Dalam belajar penemuan, siswa

dapat membuat perkiraan (conjucture), merumuskan suatu hipotesis dan menemukan

kebenaran dengan menggunakan prose induktif atau proses dedukatif, melakukan

observasi dan membuat ekstrapolasi.

Pembelajaran penemuan merupakan salah satu model pembelajaran yang

digunakan dalam pendekatan konstruktivis modern. Pada pembelajaran penemuan,

siswa didorong untuk terutama belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-

konsep dan prinsip-prinsip. Guru mendorong siswa agar mempunyai pengalaman dan

melakukan eksperimen dengan memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip atau

konsep-konsep bagi diri mereka sendiri.

Pembelajaran Discovery learning adalah model pembelajaran yang mengatur

sedemikian rupa sehingga anak memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya itu

tidak melalui pemberitahuan, sebagian atau seluruhnya ditemukan sendiri.

Dalam pembelajaran discovery learning, mulai dari strategi sampai dengan jalan

dan hasil penemuan ditentukan oleh siswa sendiri. Hal ini sejalan dengan pendapat

Maier (Winddiharto:2004) yang menyatakan bahwa, apa yang ditemukan, jalan, atau

proses semata – mata ditemukan oleh siswa sendiri.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

pembelajaran discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara

belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang

diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa.

Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berfikir analisis dan mencoba

memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan di transfer dalam

kehidupan bermasyarakat.

Hasil Penelitian Pada Siklus I

Hal – hal yang diamati terhadap aktivitas siswa adalah mengenai perubahan

tingkah laku yang berhubungan dengan kreativitas diantaranya adalah mengenai hasrat

keingintahuan, partisipasi siswa dalam melaksanakan tugas, dan cara siswa menanggapi

pertanyaan yang diajukan guru.

Tabel 1. Hasil Observasi Kreativitas Siswa Kelas IX-C (kelas uji coba). Setelah

PelaksanaanTindakan Siklus I Terhadap Indikator Hasrat Keingintahuan Siswa,

Page 23: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (105-114)

110

Partisipasi Siswa Dalam Melaksanakan Tugas Dan Cara Siswa Menanggapi Pertanyaan

Guru.

No. Indikator

Jumlah siswa yang

mendapat skor Skor

rata - rata 1 2 3 4 5

1. Hasrat keingintahuan siswa 2 3 20 10 7 3,4

2. Partisipasi siswa dalam

melaksanakan tugas 3 5 15 9 10 3,4

3.

Kemampuan siswa

menanggapi pertanyaan yang

diajukan guru

4 6 16 6 10 3,3

Skor rata – rata kreativitas 3,4

Tabel 2. Hasil Angket Kreativitas Siswa Kelas IX – C (kelas uji coba) Setelah

Pelaksanaan Tindakan Siklus I Terhadap Indikator : Latar Belakang Kegiatan Membaca

Siswa

No. Indikator Aspek yang ingin diketahui Jumlah

siswa %

1.

Latar belakang

kegiatan

membaca

siswa

a. Mencari informasi dari berbagai

buku dan sumber lainnya (

Browshing Internet)

b. Mencari informasi dari satu buku

c. Tidak berusaha mencari buku

apapun selain buku paket.

7

13

22

17%

31%

52%

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan bahwa kreativitas siswa pada kelas kontrol

menunjukkan skor rata – rata sebesar 3,4. Pada beberapa aspek dalam indikator

kreativitas belum mencapai standar yang telah ditetapkan peneliti, yaitu peningkatan

kreativitas siswa.Selain itu, masih banyak siswa yang memiliki kreativitas sangat

rendah pada semua indikator yang diteliti. Demikian pula dengan hasil angket pada

table 2 menunjukkan bahwa kreativitas siswa masih rendah karena lebih dari 50% siswa

tidak mau mencari informasi dari buku apapun yang berkaitan dengan pelajaran.

Berdasarkan tindakan pada siklus I, baik yang dilihat dari hasil observasi

maupun angket belum memenuhi standar yang ditetapkan peneliti. Hal tersebut

dikarenakan oleh kekurangan – kekurangan yang terdapat pada siklus I diantaranya

adalah :

1. Siswa kurang siap dalam menerima pelajaran, hal tersebut nampak pada saat

kegiatan belajar mengajar berlangsung masih banyak siswa yang ramai di kelas

akhirnya kurang fokus terhadap pelajaran.

2. Banyak diantara siswa yang tidak membawa buku penunjang, sehingga kegiatan

discovery kurang berjalan efektif karena banyak siswa yang masih mondar – mandir

ke kelompok lain.

Hal tersebut merupakan masalah dalam kegiatan belajar mengajar yang perlu

diadakan tindakan perbaikan pada siklus II.

Hasil Penelitian Pada Siklus II Pelaksanaan tindakan perbaikan pada siklus II sama dengan pelaksanaan

tindakan pada siklus I, namun pada pelaksanaan siklus II peneliti lebih mengoptimalkan

penggunaan model pembelajaran discovery “TRIPLE B-NET”, yaitu dengan

Page 24: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

Purwaningsih, Penerapan Model Pembelajaran Discovery….

111

memperbaiki semua kekurangan yang terdapat pada siklus I diantaranya adalah ketika

siklus I berakhir, guru mensosialisasikan kepada siswa mengenai metode pembelajaran

discovery”TRIPLE B-NET” sehingga siswa termotivasi untuk meningkatkan

kreativitasnya. Selain itu, saat mengawali pelajaran, guru membangun motivasi siswa

dengan mengajukan beberapa pertanyaan tentang materi yang lalu, dan ketika kegiatan

discovery”TRIPLE B-NET” berlangsung, guru memberikan penegasan dan pengarahan

terhadap tugas yang akan dikerjakan siswa.

Hal – hal yang diamati terhadap aktivitas siswa adalah mengenai perubahan

tingkah laku yang berhubungan dengan kreativitas diantaranya adalah mengenai hasrat

keingintahuan, partisipasi siswa dalam melaksanakan tugas dan cara siswa menanggapi

pertanyaan yang diajukan oleh guru. Berikut adalah hasil observasi terhadap siswa dan

angket setelah pelaksanaan tindakan siklus II :

Tabel 3. Hasil Observasi Kreativitas Siswa Kelas IX-D (kelas kontrol) Setelah

Pelaksanaan Tindakan Siklus II Terhadap Indikator : Hasrat Keingintahuan Siswa,

Partisipasi Siswa Dalam Melaksanakan Tugas Dan Cara Siswa Menanggapi Pertanyaan

Guru

No. Indikator

Jumlah siswa yang mendapat

skor Skor rata

- rata 1 2 3 4 5

1. Hasrat keingintahuan siswa - 2 13 10 17 4,0

2. Partisipasi siswa dalam

melaksanakan tugas - 1 11 12 18 4,1

3.

Kemampuan siswa

menanggapi pertanyaan

yang diajukan guru

- 2 9 11 20 4,2

Skor rata – rata kreativitas 4,1

Tabel 4. Hasil Angket Kreativitas Siswa Kelas IX – D (kelas kontrol) Setelah

Pelaksanaan Tindakan Siklus II Terhadap Indikator : Latar Belakang Kegiatan

Membaca Siswa

No. Indikator Aspek yang ingin

diketahui

Jumlah

siswa %

1.

Latar belakang kegiatan

membaca siswa

a. Mencari informasi

dari berbagai buku

dan sumber lainnya

(Browshing

Internet)

b. Mencari informasi

dari satu buku

c. Tidak berusaha

mencari buku

apapun selain buku

paket

25

12

5

60%

28%

12%

Berdasarkan tabel 3 diatas menunjukkan bahwa kreativitas siswa pada siklus II

sudah mengalami peningkatan yang signifikan bila dibandingkan dengan skor rata – rata

kreativitas pada siklus I yaitu sebesar 0,7.Pada beberapa aspek dalam indikator

Page 25: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (105-114)

112

kreativitas sudah mencapai standar yang telah ditetapkan peneliti, yaitu peningkatan

kreativitas siswa. Demikian pula dengan hasil angket tabel 4 menunjukkan bahwa

kreativitas siswa sudah mengalami peningkatan karena lebih dari 50% siswa tidak

hanya mencari dari satu buku bahkan untuk memenuhi keingintahuan mereka, para

siswa mencari informasi yang terbaru (up to date) melalui media internet yang bisa di

akses di sekolah.

Sebelum diadakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dengan menggunakan

discovery, kreativitas siswa masih rendah yaitu sebesar 2,7. Tetapi setelah diadakan

tindakan kelas dengan teknik – teknik yang benar, kreativitaas siswa cenderung

meningkat. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Tabel 5. Perbandingan Tingkat kreativitas Siswa

No. Indikator Tingkat Kreativitas Siswa

Sebelum

PTK

Siklus I Siklus II

1. Hasrat Keingintahuan Siswa 2,7 3,4 4,0

2. Partisipasi siswa dalam

melaksanakan tugas

2,7 3,4 4,1

3. Kemampuan siswa

menanggapi pertanyaan yang

diajukan guru

2,8 3,3 4,2

Sedangkan bila kreativitas siswa dilihat dari indikator latar belakang

membaca siswa, dapat dilihat pada tabel berikut ini :

Table 6. Perbandingan Tingkat Kreativitas Siswa

No. Indikator Aspek yang ingin

diketahui

Sebelum

PTK Siklus I

Siklus II

1. Latar

belakang

membaca

siswa

a. Mencari informasi

dari berbagai buku

dan sumber lainnya

(Browshing

Internet)

b. Mencari informasi

dari satu buku

c. Tidak berusaha

mencari buku

apapun selain buku

paket

17%

22%

60%

17%

31%

52%

60%

28%

12%

Pembahasan Dari tabel 5.1 diatas dapat dilihat bahwa kreativitas siswa terus mengalami

peningkatan. Pada ketiga indikator yaitu hasrat keingintahuan siswa, partisipasi siswa

dalam melaksanakan tugas dan cara siswa menanggapi pertanyaan guru rata – rata

setelah dilakukan siklus I mengalami peningkatan sebesar 0,7. Hal yang sama juga

terjadi pada siklus II yaitu kreativitas siswa mengalami peningkatan yang cukup

Page 26: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

Purwaningsih, Penerapan Model Pembelajaran Discovery….

113

signifikan yaitu dari skor rata – rata kreativitas pada siklus I sebesar 3,4 menjadi 4,1

pada siklus II yaitu mengalami peningkatan sebesar 0,7.

Pada tabel 5.2 terlihat bahwa dengan indikator latar belakang membaca siswa,

kreativitas siswa untuk mencari informasi yang relevan dengan mata pelajaran selalu

mengalami peningkatan.Sebelum PTK terlihat bahwa minat baca siswa sangat rendah

namun hal tersebut mengalami peningkatan pada siklus I dimana telah ada siswa yang

berinisiatif untuk membaca buku walaupun presentasenya belum memenuhi harapan

peneliti. Namun pada siklus II terjadi peningkatan yang sangat mengejutkan, dimana

minat baca siswa menjadi berbanding terbalik bila dibandingkan pada siklus I. Para

siswa malah tidak hanya mencari materi dari buku penunjang saja mereka bahkan

berusaha untuk meningkatkan pengetahuan mereka terhadap materi melalui media

internet.

Dari hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa terjadi peningkatan prestasi hasil

belajar dari 75% menjadi 90 % atau terjadi kenaikan sebesar 15%., sehingga peneliti

berharap agar metode pembelajaran Discovry “TRIPLE B-NET” dapat digunakan

sebagai kontribusi untuk pembelajaran mata pelajaran IPS Terpadu khususnya dan

mata pelajaran lain secara umum.

Ternyara dari uji coba dan riset yang dilaksanakan oleh peneliti tidak

bertentangan, sehingga hipotesis terjawab, dan dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

peneliti yang lain demikian juga memiliki kesetaraan pada hasil yang telah disimpulkan

(Elvira-yunita-utami.Penerapan Metode Dicsovery Learning pada Pembelajaran

Matematika dalam Usaha Peningkatan Motivasi Pembelajaran Matematika Siswa Kelas

VIII SMP Neg 2 Pengasih Kabupatan.Kulon Progo).

SIMPULAN Dari hasil pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas melalui analisis data maka

dapat disimpulkan bahwa: penerapan Model Pembelajaran Discovery”TRIPLE B-NET”

PenelitianTindakan Kelas ini dilaksanakan dengan tujuan meliputi (1) Meningkatkan

partisipasi siswa dalam proses belajar mengajar.(2). upaya meningkatkan kualitas

metode yang dikembangkan dalam pembelajaran. (3).Memberi motivasi kepada siswa

untuk meningkatkan kreativitasnya. (4).Menciptakan suasana kelas yang lebih kondusif

terhadap proses belajar mengajar. siklus 2 yang dilakukan. minat baca siswa juga

mengalami peningkatan secara signifikan bahkan siswa juga berinisiatif untuk mencari

tambahan informasi untuk melengkapi materi pelajarannya dari browshing internet. Hal

ini menunjukkan bahwa hipotesa dalam penelitian ini telah terajawab dengan model

discovery”TRIPLE B-NET” selain meningkatkan kreativitas siswa, juga dapat

meningkatkan pola berpikir kritis dan kontruktif dan menciptakan suasana kelas lebih

kondusif terhadap proses belajar mengajar.

Dengan demikian penerapan dari metode Discovery”TRIPLE B-NET” dapat

meningkatkan prestasi hasil belajar siswa dari 75% menjadi 90.% sehingga terjadi

kenaikan prestasi hasil belajar pada nilai rapot. Untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran atau meningkatkan kreativitas siswa maka peneliti dapat memberikan

saran sebagai berikut : (a) Bagi Pengajar IPS khususnya dan pengajar mata pelajaran

lain pada umumnya sebaiknya menggunakan model pembelajaran Dicovery”TRIPLE B-

NET” dalam proses pembelajaran sebagai salah satu variasi model pembelajaran, (c)

Untuk meningkatkan ketertarikan siswa pada materi dan peningkatan penghayatan

terhadap materi pembelajran guru dapat dilakukan dengan menerapkan model

pembelajaran Discovery “TRIPLE B-NET”.

Page 27: ISSN: 2407-1757 METAFORAfish.unesa.ac.id/download/Cover-Eko Prasetyo-Endang.pdf · METAFORA EDUCATION, SOCIAL SCIENCES, AND HUMANITIES JOURNAL Volume 2, Nomor 2, April 2016. ISSN

METAFORA, VOLUME 2, NOMOR 2, APRIL 2016 (105-114)

114

Bagi lembaga pendidikan dan lembaga lain yang terkait, hasil penelitian dapat

merupakan bahan masukkan yang berguna dan juga sebagai umpan balik bagi

kebijaksanaan yang diambil dalam rangka peningkatan kualitas pembelajaran dan perlu

dilakukan penelitian sebagai kelanjutan dari kajian ini demi tercapainya pembelajaran

yang berkualitas.

DAFTAR PUSTAKA

Ardi-lamadi.blogspot.com/2010/02/peningkatan-hasil-belajar-matematika

Elvira-yunita-utami.Penerapan Metode Dicsovery Learning pada Pembelajaran

Matematika dalam Usaha Peningkatan Motivasi Pembelajaran Matematika

Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Pengasih Kabupatan.Kulon Progo

http-3A-2Findex-of-ppt.com-2FMetode-2Pembelajaran-2FDiscovery-2FLearning-2F

Ratumanan, T. G. 2004. Belajar dan Pembelajaran edisi kedua.Unesa University Press.

Diposkan oleh Marry di 06.18