69

ISSN: 2085-546X

  • Upload
    others

  • View
    14

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ISSN: 2085-546X
Page 2: ISSN: 2085-546X
Page 3: ISSN: 2085-546X

ISSN: 2085-546X

CAKRADONYA DENTAL JOURNAL

Alamat Redaksi:Fakultas Kedokteran Gigi Unsyiah

Darussalam Banda Aceh 23111. Tel. 0651-7555183Website: cdj.pskg.fk.unsyiah.ac.id

email: [email protected]

Pelindung:Dekan Fakultas Kedokteran Gigi Unsyiah

Penanggung Jawab:Pembantu Dekan I FKG Unsyiah

Ketua Penyunting:Sunnati, drg, Sp.Perio

Wakil Ketua Penyunting:Rafinus Arifin, drg, Sp.Ort

Penyunting Ahli:Prof. drg. Bambang Irawan, PhD (FKG UI)

Prof. Dr. drg. Narlan Sumawinata, Sp.KG (FKG UI)Prof. Dr. drg. Elza Ibrahim Auekari, M. Biomed (FKG UI)Prof. Dr. drg. Eki S. Soemantri, Sp. Ortho (FKG UNPAD)

Prof. drg. Ismet Danial Nasution, Sp. Prostho, Ph.D (FKG USU)Prof. Dr. drg. Benny S Latief, Sp.BM (K) (UI)

Prof. Dr. drg. Dewi Nurul, MS, Sp. Perio (FKG UI)drg. Gus Permana Subita, PhD, Sp.PM (FGK UI)

Prof. Dr. drg. Hanna B. Iskandar, Sp.RKG (FKG UI)Prof. Dr. drg. Retno Hayati, Sp.KGA (K) (FKG UI)

Dr. Syahrul, Sp.S (FK Unsyiah)drg. Zaki Mubarak, MS (FKG Unsyiah)

Penyunting Pelaksana:Liana Rahmayani, drg, Sp.Pros

Abdillah Imron Nasution, drh, M.SiViona Dian Sari, S.si, M.Si

Diana Setya Ningsih, drg, M.Si

Pelaksana Tata Usaha:Nurmalawati, STAulia Azmi, SE

Page 4: ISSN: 2085-546X

ISSN: 2085-546X

EDITORIAL

Cakradonya Dental Journal (CDJ) yang diterbitkan oleh Fakultas Kedokteran Gigi

Universitas Syiah Kuala merupakan media komunikasi ilmiah antar intelektual yang akan

menjadi referensi bagi mahasiswa dan praktisi Kedokteran Gigi. Sebagaimana volume

sebelumnya, volume ini masih mengangkat isu seputar teknologi pengembangan ilmu

kedokteran gigi, aplikasi, dan korelasi ilmu kesehatan terintegrasi. Pada volume 6 nomor 2

ini mencakup penelitian, laporan kasus, dan tinjauan pustaka yang di dalamnya mencukup

bidang Ortodonsia, Bedah Mulut, Konservasi, Periodonsia, Pedodonsia, Ilmu Kesehatan

Masyarakat, Biologi Oral, dan Dental Material.

Tulisan yang tersaji dari berbagai artikel tersebut secara keilmiahan telah

dilakukan pengeditan oleh tim ahli sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing, namun jika

pada artikel tersebut masih terjadi kesalahan, maka akan dijadikan referensi kami untuk

perbaikan edisi selanjutnya. Secara keseluruhan informasi yang tersampaikan dalam jurnal

CDJ volume 6 nomor 2 telah mewakili pengembangan ilmu kedokteran gigi.

Ucapan terima kasih kepada penulis atas kepercayaan memilih CDJ sebagai wadah

publikasi ilmiah. Kepercayaan anda ini akan menjadi tantangan bagi kami untuk selalu

memperbaharui dan memperbaiki sistem dan manajemen pengelolaan jurnal CDJ menjadi

lebih baik.

Banda Aceh, Juni 2015

Ketua Penyunting

Sunnati, drg, Sp.Perio

Page 5: ISSN: 2085-546X

ISSN 2085-546X

DAFTAR ISI

Perawatan Kebiasaan Buruk Mengisap Ibu Jari (Thumb Sucking)Dengan Alat Orto Trainer .........................................................................................................745Dewi Elianora

Pengaruh Perawatan Aktivator Pada Maloklusi Klas IIDitinjau Dari Radiografi Sefalometri Lateral........................................................................754Hilda Fitria Lubis

Hubungan Tingkat Kesulitan Dengan Komplikasi Post Odontektomi GigiImpaksi Molar Ketiga Rahang Bawah Pada Pasien Di InstalasiGigi Dan Mulut RSUDZA Banda Aceh ..................................................................................761Fakhrurrazi, Rachmi Fanani Hakim, Rizki Rifani

Direct Veneer Composite Pada Gigi Premolar Satu KiriRahang Atas: Laporan Kasus..................................................................................................768Maulidar

Perawatan Periodontal Pada Pasien Dengan PeriodontitisAgresif: Laporan Kasus ...........................................................................................................773Dewi Saputri, Sri Lelyati C. Masulili

Space Maintainer Tipe Crown And Loop: Suatu Perawatan KasusTanggal Dini Gigi Sulung.........................................................................................................778Vera Yulina, Amila Yumna, Dharli Syafriza

Perawatan Kesehatan Gigi Dengan Pengunyahan PermenKaret Yang Mengandung Xilitol .............................................................................................783Cut Fera Novita

Pengaruh Minuman Kopi Luwak Terhadap Perubahan WarnaResin Komposit Nanohibrid.....................................................................................................790Viona Diansari, Diana Setya Ningsih, Teuku Alfian Arbie

Tingkat Sensitivitas Dentin Sebelum Dan Setelah Paparan Minuman BersodaPada Usia Remaja Berdasarkan Metode Visual Analog Scale..............................................796Santi Chismirina, Basri A. Gani, Mizwan Fachry Harahap

Perdarahan Gingiva Pada Masa Sebelum Menstruasi..........................................................802Sunnati, Ridha Andayani, Nurul Samin

Page 6: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

745

PERAWATAN KEBIASAAN BURUK MENGISAP IBU JARI (THUMB SUCKING)DENGAN ALAT ORTO TRAINER

Dewi Elianora

Departemen Kedokteran Gigi AnakFakultas Kedokteran Gigi Universitas Baiturrahmah

ABSTRAKKebiasaan buruk (oral habit) mengisap ibu jari dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkanterjadinya maloklusi. Oral habit wajar terjadi pada usia kurang dari enam tahun, namun dapatberlanjut pada usia lebih dari enam tahun yang dapat menyebabkan kelainan pada struktur dentofasial.Tingkat keparahannya tergantung dengan frekuensi dan durasinya yang lama. Perawatan perludilakukan, mengingat akibat yang dapat ditimbulkannya. Laporan kasus seorang anak umur 9 tahun 6bulan mempunyai kebiasaan mengisap ibu jari (thumb sucking) sejak kecil dan kebiasaan tersebutberlanjut sampai sekarang. Anak tersebut tidak mempunyai riwayat penyakit sistemik. Pemeriksaanintraoral gigi anterior rahang atas terlihat proklinasi. Penanganan awal yang dilakukan pada anaktersebut adalah dengan pemakaian alat orto trainer. Kesimpulan pemakaian alat orto trainer dalammasa tumbuh kembang diharapkan dengan hilangnya bad habit maka deep bite yang disebabkan olehkebiasaan buruk akan kembali normal seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan rahang.

Kata kunci: Mengisap ibu jari (thumb sucking), orto trainer

ABSTRACTThe bad habit (oral habit) like thumb sucking in a long period of time can cause the onset ofmalocclusion. Oral habit naturally occurs in the age less than six years, but can be continued on oversix years that can cause abnormalities in the structure of dentofacial. The extent of damage caused bythis habit is dependent on the duration, frequency and intensity. The treatment is needs to prevent theconsequences of the bad habit. Case report of a child aged 9 years and 6 months have had the habit ofthumb sucking since childhood and it continues until now. The child does not have a history ofsystemic disease. Intraoral examination of the anterior maxillary teeth shows proclination. Initialtreatment done on the child is with the use of tool ortho trainer. Conclusion the use of tool orthotrainer grew swell is expected with the loss of bad habit so deep bite that caused by bad habits willreturn to normal in growth and development along with the jaw.

Key words: Thumb sucking, ortho trainer

Page 7: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

746

PENDAHULUANMengisap ibu jari memerlukan waktu

yang panjang dan pengobatan yang mahaluntuk memperbaikinya. Sementara banyakmaloklusi diyakini disebabkan oleh faktorgenetik (diwariskan), beberapa dapatdisebabkan oleh faktor lingkungan, khususnyaperilaku mengisap nonnutritive. Oral habityang berlanjut tersebut dapat dikarenakanadanya kelainan fungsi tubuh dan gangguanpsikologis. Kebiasaan mengisap ibu jarimerupakan kebiasaan yang menyenangkanbagi anak-anak sehingga sering menimbulkanterjadinya maloklusi.1 Maloklusi mendudukiperingkat ketiga dalam masalah kesehatan gigimasyarakat di seluruh dunia, setelah karies danpenyakit periodontal.2,3 Prevalensi maloklusiakibat mengisap ibu jari pada usia 3–12 tahuncukup tinggi.4–6 Maloklusi yang disebabkanoleh kebiasaan buruk meningkat dari 21,5%pada usia 3–4 tahun hingga 41,9% pada usia12 tahun.7 Dilaporkan insidennya bervariasiantara 39%–93%, ini membuktikan bahwamayoritas anak-anak memiliki gigi yang tidakberaturan dan hubungan oklusal yang kurangideal.7,8

Anak yang melakukan kebiasaanmengisap jari secara intermittent denganintensitas yang tinggi, pergerakan gigi yangterjadi tidaklah banyak, tetapi anak yangmengisap jari secara terus-menerus (lebih dari6 jam) akan menyebabkan perubahan gigiyang signifikan.9 Bukti klinis daneksperimental menyatakan bahwa daya selama4–6 jam setiap hari merupakan waktuminimum yang menyebabkan pergerakangigi.9 Hal ini dipengaruhi oleh frekuensi,intensitas, dan durasi kebiasaan mengisap jariyang dapat mempengaruhi jaringan keras danlunak di dalam mulut.10,11 Durasi memegangperanan paling penting dalam pergerakan gigiakibat kebiasaan mengisap jari.11

Akibat yang ditimbulkan oleh kebiasaanmengisap ibu jari dapat terjadinya anomaliletak gigi dan hubungan rahang, dapatmempengaruhi pertumbuhan normal darirahang, mengganggu pertumbuhan kranial,fisiologi oklusi sampai interaksi sosial.12,13

Mengingat cukup tingginya insiden maloklusiyang terjadi akibat yang ditimbulkan olehkebiasaan buruk akibat mengisap ibu jari(thumb sucking), diperlukan pemahaman orangtua dan anak akan akibat yang ditimbulkanoleh kebiasaan jelek tersebut sehingga tidakmemperparah kondisi gigi dan mulut anaknya.

Permasalahan akan muncul ketikakebiasaan buruk tersebut terus berlanjuthingga anak mulai memasuki usia sekolahdimana kebiasaan ini terus dilakukan karenaorang tua yang kurang memperhatikananaknya. Etiologi dan cara menghentikan ataumengoreksi kebiasaan buruk yang telahmenjadi pola perilaku si anak tersebut perludilakukan sedini mungkin sehingga tidakterjadi penyimpangan yang lebih lanjut.Laporan kasus ini melaporkan pengunaan alatorto trainer untuk perawatan kebiasaanmengisap ibu jari (thumb sucking) diikutidengan pemeriksaan lengkap pasien.

LAPORAN KASUSSeorang anak laki-laki umur 9 tahun 6

bulan datang atas kemauan orang tuanya dananak mengeluh gigi-geliginya berlubangsehingga orang tua menginginkan semuagiginya ditambal. Saat itu anak tidak mengeluhsakit. Sebelumnya gigi belakang kanan dankiri bawah pernah sakit berdenyut, kemudiandiberi analgesik. Anak tidak pernah menderitapenyakit sistemik. Dari anamnesis diketahuianak mempunyai kebiasaan mengisap ibu jari.Keadaan gigi kedua orang tua berjejal dan adakaries. Anak menyikat gigi dua kali seharipagi dan sore hari disaat mandi. Sebelumnyabelum pernah diberikan fluor. Air minumyang digunakan di rumah bersumber darisumur.

Pemeriksaan objektif diketahui databahwa pasien kooperatif, BB / TB: 26 cm /150 kg, pemeriksaan ekstraoral: bentuk mukalonjong, bibir tebal dan pipi simetris, kelenjarlimfe tidak teraba, pemeriksaan intraoral: padajaringan lunak tidak ditemukan adanyakelainan, pada gingiva anterior terdapatpigmentasi rasial, oklusi Angle Klas I. IndeksPHP-M 2,2 dengan status kebersihan gigi danmulut baik.

Pemeriksaan Penunjang

a. Rontgen OPG

Page 8: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

747

b. Rontgen periapikal

c. Rontgen cephaloGambar 1. Foto rontgen

a. Tampak depan

b. Tampak sampingGambar 2. Model studi

Gambar 3. Gambaran jari tangan

Page 9: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

748

Diagnosis Gigi Geligi

V V : karies telah mengenai pulpaDental age (Barnett): 2 (gigi bercampur)

Gambar 4. Dental arch shape; a. Upper: ellips, b.Lower: ellips

Gambar 5. Occlusion

Anterior Teeth: Deep bite: gigi III 2 1 1 2 III

2 1 1 2 Overjet: 8,20 mm (sebelah mesial insisivus

sentral) Overbite: 5,90 mm Midline: RA segaris

RB tidak segaris, bergeser kekanan sebesar 4,1 mm

Posterior Teeth: Normal Terminal plane (m2) R (distal step) L

(distal step) Permanen first molar: fully erupted Angle class: Klas I R (klas I) L (klas I) Intraoral anomali: tidak ada

Analisis Rontgen SefalometriAnalisis skeletal menurut Downs di Tabel 1: Facial angle: artinya derajat protusi/ retrusi

mandibula dalam batas normal Angle of convexity: negatif dihubungkan

dengan wajah prognatik, dalam batasnormal

Bidang A-B: artinya tidak dijumpaikesulitan dalam menentukan kedudukaninsisivus yang betul karena inklinasi axialyang cukup baik dari gigi di regio insisivus

Tabel 1. Analisis skeletal menurut Downs

No. Analisis Skeletal Min Rata-rata Max Pasien Keterangan1.2.3.4.5.

Facial angleAngle of convexityBidang A-BFMPA-FHPY-Aksis

82º-8,5º-9º17º53º

87,8º0º

-4,6º22º54º

95º+10º

0º28º66º

91º-2º-6º26º57º

NormalNormalNormalNormalNormal

a.

b.

Page 10: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

749

Tabel 2. Analisis dental menurut Downs

No. Analisis Dental Min Rata-rata Max Pasien Keterangan1.2.3.4.5.

Inklinasi bidang oklusalSudut 1 & 1IMPA1 terhadap bidang oklusalProtusi terhadap 1

+1,5º130º81,5º93,5º

-1 mm

+9,3º135º

+91,4º109,5º

+2,7 mm

+14º150º+97º110º5 mm

12º115º96º105º7º

Normal< NormalNormalNormal

> Normal

Tabel 3. Analisis Steiner

No. Parameter Normal Pasien Keterangan1. SNA 82º 92º > Normal2. SNB 80º 90º > Normal3. ANB 2º 2º Normal

FMPA-FHP: artinya perkembangan dibeberapa bagian muka dalam batas normal

Y-Aksis: artinya pertumbuhan muka kearah bawah dan depan dalam batas normal

Analisis Dental menurut Downs di Tabel 2: Inklinasi bidang oklusal: artinya hubungan

anguler dari bidang oklusal dalam batasnormal

Sudut 1 & 1: artinya kedudukan gigiinsisivus terhadap mandibula kurang darinormal

IMPA: artinya inklinasi insisivus bawahterhadap mandibula dalam batas normal

1 terhadap bidang oklusal: artinyakemiringan insisivus terhadap bidangoklusal adalah dalam batas normal

Protrusi terhadap 1: artinya gigi insisivuslebih dari batas normal

Analisis Steiner di Tabel 3: SNA = Normal: artinya pertumbuhan

maksila ke arah anterior adalah lebih darinormal

SNB = Normal: artinya pertumbuhanmandibula ke arah anterior adalah lebihdari normal

ANB: artinya hubungan basis mandibulaterhadap maksila normal. SNA-SNB(ANB) = 2º maka hubungan mandibulaterhadap maksila dalam relasi skeletal klasI Angle

Perhitungan-Perhitungan

Metode Moyers:Jumlah lebar mesiodistal 2 1 1 2 RB: tidakbisa dihitung karena 2 tidak ada.

Determinasi Lengkung Gigi:Overjet awal: 1 : 8,20 mm.

1

RA:Lengkung perimeter (mesial 6 sampai 6):88,90 mm.Ruang untuk erupsi gigi 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 :84,37 mm.Diskrepansi: 4,53 mm.

RB:Lengkung perimeter (mesial 6 sampai 6):71,11 mm.Ruang untuk erupsi 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5 :70,28 mm.Diskrepansi: 0,83 mm.

DiagnosisMaloklusi skeletal Klas I Angle, dengan

tipe dental protrusif dan deep bite pada gigi:III 2 1 1 2 III

2 1 1 2

Rencana Perawatan1. Dilakukan DHE.2. Melakukan perawatan endo pada gigi

IV IV3. Menghilangkan bad habit yang dapat

dilakukan dengan:a. Pendekatan secara psikologis pada anak.

Instruksi untuk menghilangkankebiasaan buruk, pasien diberipengertian dan penjelasan agarmenghilangkan kebiasaan buruknyamengisap ibu jari.

b. Pemakaian alat orto trainer denganmelakukan slicing pada gigi kaninusatas desidui kiri dan kanan.

Page 11: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

750

Karena dalam masa tumbuh kembangdiharapkan dengan hilangnya bad habitmaka deep bite yang di sebabkan olehkebiasaan buruk akan kembali normalseiring dengan pertumbuhan danperkembangan rahang.

4. Aplikasi topikal dengan fluor pada seluruhpermukaan gigi.

5. Kontrol periodik 2 bulan sekali.

Penatalaksanaan KasusTahap I: Kunjungan I

Dilakukan pengambilan foto rontgen OPGdan periapikal. Dilakukan pencetakan RAdan RB untuk model studi. Pengambilanfoto jari tangan. Melakukan pendekatansecara psikologis pada anak. Instruksiuntuk menghilangkan kebiasaan buruk,pasien diberi pengertian dan penjelasanagar menghilangkan kebiasaan buruknyamengisap ibu jari dan mengigit bibirbawah.

Kunjungan IIDilakukan perawatan pulpotomi satu kalikunjungan pada gigi IV bawah kanandengan formokresol + fletcher dan eugenol.Dilakukan DHE kepada pasien anak danorang tuanya. Melakukan pendekatansecara psikologis pada anak. Kepada orangtua pasien diberikan penjelasan danpengertian tentang perlunya menghilangkankebiasaan buruk mengisap ibu jari danmengigit bibir bawah. Sebab keberhasilanperawatan tergantung dari diri anak sendiridan motivasi serta pengawasan orang tua.

Kunjungan IIIKontrol perawatan pulpotomi pada gigi IVbawah kanan. Perawatan pulpotomi padagigi IV kiri bawah satu kali kunjungandengan formokresol + fletcher dan eugenol.Pencetakan rahang atas dan rahang bawahuntuk work model.

Kunjungan IVKontrol, tidak ada keluhan. Dilakukanscaling RA dan RB. Pemasangan SSC padagigi IV dan IV bawah. Pemasangan alatorto trainer, pasien diinstruksikanbagaimana cara memakainya dandiberitahukan berapa lama pemakaiannya.Diberitahukan kepada anak bahwakeberhasilan perawatan ini tergantung daridirinya sendiri dan kontrol orang tua dalampemakaiannya. Di samping itu, harusmenjaga kebersihan gigi dan alat ortonya.

Kunjungan VKontrol, saat ini orang tua dan pasienmelaporkan bahwa sudah jarang mengisapibu jari lagi. Pencabutan gigi IV dan IVbawah yang sudah mobiliti.

Kunjungan VIKontrol, pencabutan gigi III kiri atas danIII kanan bawah.

Kunjungan VIIKontrol, kebiasaan mengisap ibu jari sudahberhenti. Gigi 13 mobiliti III dan dilakukanpencabutan. Gigi 23 atas sudah mulaierupsi, gigi 4 dan 4 sudah erupsi sempurna.

Tahap II:Perawatan dilanjutkan dengan pemakaian alatremovable.

Hasil Perawatan

a. Sebelum perawatan

Page 12: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

751

b. Sesudah perawatanGambar 6. Gambaran jari tangan

a. Sebelum perawatan

b. Sesudah perawatanGambar 6. Foto oklusi

a. Sebelum perawatan

Page 13: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

752

b. Sesudah perawatanGambar 7. Foto model studi

PEMBAHASANMengisap ibu jari bukanlah suatu

penyebab atau gejala dari masalah fisik ataupsikologis. Estetika yang kurang baik dapatditimbulkan karena kebiasaan buruk mengisapjari sejak kecil dimana terjadi penyimpanganfungsi dan perilaku yang dapat menyebabkangangguan pertumbuhan dan perkembanganstruktur gigi dan rahang. Kebiasaan mengisapibu jari dapat menjadi masalah karena adakemungkinan terjadinya misalignment gigipermanen jika seorang anak yang berusia limaatau enam tahun masih melakukan kebiasaanmengisap ibu jari sehingga dapatmenyebabkan perubahan bidang insisal gigiseri, retroklinasi pada gigi insisivus rahangbawah dan proklinasi pada gigi insisivusrahang atas sehingga meningkatkan overjet.Hal tersebut juga dapat mengubah rasio antarabagian atas dan bawah ketinggian wajahanterior. Akibatnya posisi gigi depan jauhlebih maju dari gigi bawah. Keparahankelainan gigi dan rahang akibat mengisap jaritergantung dari durasi, frekuensi, danintensitas kebiasaan mengisap ibu jari.

Anak yang secara aktif mengisap jarimenghasilkan daya yang cukup pada ujunggigi insisivus rahang atas. Gigi insisivus atasterlihat lebih protrusif dan gigi insisivusbawah lebih retrusif dan overjet menjadi lebihbesar. Hal ini sesuai dengan yangdikemukakan Dewi (2007) maloklusi dapatmenyebabkan bertambahnya overjet menjadilebih besar.13 Warreny et al (2005)8, danOnyeaso (2004)12 mengatakan mengisap ibujari yang lama menunjukan procline gigi seriatas dan gigi seri bawah retrocline yangmenyebabkan peningkatan overjet. Pemakaianalat orto trainer pada kasus kebiasaanmengisap ibu jari (thumb sucking) perlu

dilakukan di samping untuk menghentikankebiasaan buruk diperlukan juga memperbaikiproklinasi gigi. Pemakaian alat orto trainerdalam masa tumbuh kembang diharapkandengan hilangnya bad habit maka deep biteyang disebabkan oleh kebiasaan buruk akankembali normal seiring dengan pertumbuhandan perkembangan rahang. Pada kasus di atasakibat mengisap ibu jari overjet sebelumperawatan > 4 mm dan setelah pemakaian alatorto trainer menjadi berkurang. Slicingdilakukan pada gigi kaninus atas desidui kiridan kanan.

American Dental Association danAmerican Academy of Pediatrics setuju danpercaya bahwa sampai usia 6 tahun, kebiasaanmengisap jempol biasanya hanya sedikit atautidak ada kerusakan gigi geligi atau strukturorofacial.1 Warren et al (2005)8 menyimpulkanbahwa setelah usia 6 tahun, kebiasaanmengisap jempol/ jari kronis dapat mulaimenyebabkan kerusakan dan harus ditangani.Sama halnya yang terjadi pada kasus di atasdimana usia anak sudah 9 tahun 6 bulan.

Gambaran klinis maloklusi yang terjadipada anak dengan kebiasaan mengisap ibu jarigigi anterior rahang atas terlihat protrusif,retrusi gigi insisif bawah atau sedikitberdesakan, prognatik segmen premaksila,retrognatik mandibula, overjet besar, palatumtinggi, lengkung rahang atas yang menyempit(berbentuk V), serta bilateral crossbiteposterior. Terdapat pula kalus pada punggungibu jari atau jari lain yang diisap, seperti yangterlihat pada kasus di atas.

Pada saat seorang anak menempatkanibu jari atau jari di antara gigi, biasanyadiposisikan pada sudut sehingga menekanlingual terhadap gigi seri bawah dan labialterhadap gigi seri atas, dan anterior open biteyang terkait dengan mengisap ibu jari munculdengan kombinasi gangguan pada erupsinormal gigi seri dan erupsi berlebihan gigiposterior.14 Perpindahan ringan dari gigi seriprimer sering dicatat pada kebiasaan mengisapibu jari di usia 3 atau 4 tahun, tetapi jikamengisap berhenti pada tahap ini, bibir normaldan tekanan pipi segera mengembalikan gigike posisi yang biasa.15 Risiko maloklusimeningkat dengan durasi kebiasaan yang lebihlama sehingga dalam beberapa kasusmaloklusi dihentikan segera setelah kebiasaandihentikan, dalam kasus lain maloklusi tetapbertahan. Jika kebiasaan itu terus berlanjutsetelah gigi seri permanen mulai erupsi,

Page 14: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

753

perawatan ortodontik diperlukan untukmengatasi perpindahan gigi yang dihasilkan.3

KESIMPULANPemakaian alat orto trainer dalam masa

tumbuh kembang diharapkan denganhilangnya bad habit maka deep bite yangdisebabkan oleh kebiasaan buruk akan kembalinormal seiring dengan pertumbuhan danperkembangan rahang. Pada kasus di atasakibat mengisap ibu jari overjet sebelumperawatan > 4 mm dan setelah pemakaian alatorto trainer menjadi berkurang.

DAFTAR PUSTAKA1. Viggiano D, Fasano D, Monaco G,

Strohmenger L. Breast feeding, bottlefeeding, and non-nutritive sucking:effects on occlusion in deciduousdentition. Arch Dis Child 2004; 89:1121–1123.

2. Cameron AC, Widmer RP. Handbook ofpediatric dentistry. 3th ed. Edinburg:Mosby Elsevier. 2008: 341–368.

3. Millett D, Welbury R. Clinical problemsolving in orthodontics and pediatricdentistry. Edinburg: Elsevier ChurchillLivingstone. 2005: 29,69.

4. Artenio J, Paulo C, Clea A, Luiz F.Malocclusion prevalence and comparisonbetween the Angle classification anddental aesthetics index in scholars in theinterior of Sao Paulo State, Brazil. DentalPress J Orthod 2010; 15(4):94–102.

5. Gildasya, Riyanti E, Hidayat. Prevalenceof oral habits in homeless children undercare of Yayasan Bahtera Bandung.Available at: Http://resources.unpad.ac.id-content. Accessed May 10, 2011.

6. Hassan M, Hani D, Ayman N. Frequencyof malocclusion in an orthodonticallyreferred Jordanian population. Journal ofthe Royal Medical Services 2010;17(4):19–23.

7. Jabur SF, Nisayif DH. The effect of badoral habits on malocclusions and itsrelation with age, gender and type offeeding. MDJ 2007; 4(2):152–156.

8. Warren. Effects of nonnutritive suckinghabits on occlusal characteristics in themixed dentition. Pediatric Dentistry2005; 27:6.

9. Suwwon YI. Longitudinal effect of habit-breaking appliances on tongue and dento-alveolar relations and speech in children

with oral habit. Toronto: Faculty ofDentistry University of Toronto. Thesis2008: 14,33,36.

10. Gartika M. The effect of oral habits in theoral cavity of children and its treatment.Padj J Dent 2008; 20(2):124,126–127.

11. Indushekar GB, Gupta B, Indushekar KR.Childhood thumb sucking habit: theburden of a preventable problem. J DentMedicine and Medical Sciences 2012;2(1):1–4.

12. Onyeaso CO. Oral habits among 7–10years old school children in Ibadan,Nigeria. East Afr Med J 2004; 81(1):16–21.

13. Dewi O. Analisis hubungan maloklusidengan kualitas hidup pada remaja SMUkota Medan tahun 2007. Medan: ProgramPascasarjana Universitas Sumatera Utara.Tesis 2007.

14. Winny Y, Eriska R. Gambaran oral habitpada anak usia 6–12 tahun di SekolahDasar Laboratorium PercontohanUniversitas Pendidikan IndonesiaKampus Cibiru Bandung. Bandung:Fakultas Kedokteran Gigi UniversitasPadjadjaran. Skripsi 2007.

15. Cozza P, Baccetti T, Franchi L, MucederoM, Polimeni A. Sucking habits and facialhyperdivergency as risk factor for anterioropen bite in the mixed dentition. AJO-DO2005; 128(4):517–519.

Page 15: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

754

PENGARUH PERAWATAN AKTIVATOR PADA MALOKLUSI KLAS IIDITINJAU DARI RADIOGRAFI SEFALOMETRI LATERAL

Hilda Fitria Lubis

Departemen OrtodonsiaFakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara

ABSTRAKMaloklusi Klas II sering dijumpai pada masyarakat dan menjadi alasan penting untuk mencariperawatan. Maloklusi Klas II sangat efektif dirawat pada masa tumbuh kembang dengan berbagai tipepesawat fungsional. Salah satunya dengan aktivator, yang memiliki efek dentofasial orthopaedic.Pengaruh perawatan aktivator secara radiografi sefalometri lateral, dijumpai adanya perubahan padaskeletal mandibula yang signifikan daripada dental dan juga berpengaruh pada pertumbuhan kondilusserta posisi dagu. Aktivator dapat mengoreksi anomali dalam arah sagital, transversal, dan vertikal.Dua laporan kasus mengenai hasil perawatan dengan aktivator secara sefalometri akan dibahas.

Kata kunci: Maloklusi Klas II, aktivator, radiografi sefalometri lateral, usia tumbuh kembang

ABSTRACTClass II malocclusion often encountered in community and is an important reason to seek for anorthodontic treatment. The most effective period for the treatment of class II Malocclusion is duringthe period of growth and development with various type of functional appliances. One of thefunctional appliances with an activator, which has the effect of dentofacial orthopaedic. From thetreatment with activator, there is a significant changes of dental at mandibular skeletal and also affectthe growth of condyle and chin position via lateral cephalometric radiography. The activator can alsocorrect the abnormalities of sagittal, transversal, and vertical direction. Two case reports about thetreatment result using the activator via cephalometric will be discussed.

Key words: Clas II malocclusion, activator, lateral cephalometric radiography, growth period

Page 16: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

755

PENDAHULUANPerawatan ortodonti maloklusi klas II

pada masa tumbuh kembang dinilai tepat olehkarena beberapa alasan diantaranya: untukmencegah trauma pada insisivus maksila,disfungsi psikososial dan memperbaikiprognosis hasil perawatan pada masa remaja.1,2

Beberapa pilihan perawatan pesawatfungsional diantaranya aktivator, bionator,Frankel, twin block, dan lain-lain. Andresenmenyatakan bahwa aktivator sering menjadipilihan karena hasilnya yang dramatis padaperawatan maloklusi Klas II. Aktivator adalahpesawat ortodonti yang sangat efisien untukmemperbaiki hubungan rahang serta mudahdilepas dari dalam mulut. Aktivator dalamperawatannya melakukan perubahan denganmengaitkan tiga komponen, yakni aksi otot,perubahan kedudukan rahang dan gigi dalammencapai oklusi. Aktivator dapat dimodifikasidengan menambahkan beberapa elemen aktifdan pesawat ortopedi ekstraoral.1,3,4

Aktivator berpengaruh pada strukturskeletal wajah pada masa tumbuh kembang,retroklinasi insisivus maksila, proklinasiinsisivus mandibula dan posisi lengkungmandibula. Banyak penelitian sebelumnyamenyatakan bahwa aktivator dapatmenghambat perkembangan maksila yangberlebihan.2,5 Opini lain menyatakan bahwaaktivator menstimulasi pertumbuhan kondilusdan berpengaruh pada glenoid fossa.2,6,7,8

Aktivator secara radiologi sefalometrilateral mengakibatkan perubahan pada skeletaldan dental. Moss (1962) menganalisis hasilperawatan dengan aktivator secara sefalometri.Pada 30 kasus maloklusi Klas II divisi 1ditemukan 76% kasus yang memilikiperbedaan pertumbuhan mandibula ke anteriordalam hubungannya dengan maksila, selain itumandibula tumbuh ke anterior lebih cepatdaripada maksila sebesar 1 mm per tahun.Aelbers dan Dermaut melaporkan mengenaipengurangan sudut ANB yang signifikansebesar 86% selama perawatan.3,4

Berdasarkan keterangan di atas akandibahas tentang maloklusi dan etiologimaloklusi Klas II divisi 1, prinsip kerja danmekanisme aktivator, modifikasi aktivatorserta hasil perawatan aktivator secarasefalometri. Dua laporan kasus mengenai hasilperawatan dengan aktivator secara sefalometriakan diuraikan dalam sari pustaka ini.

TINJAUAN PUSTAKAMaloklusi Klas II Secara Sefalometri

Kategorisasi maloklusi klas II diperolehdengan bantuan sefalometri. Denganmenggunakan sefalometri dikategorikan limakelompok maloklusi Klas II:1. Maloklusi Klas II tanpa ada kelainan

skeletal dalam hubungan sagital. SudutANB dapat normal oleh karena basismaksila dan mandibula sama-samaretrognasi, kemungkinan ditandainyadengan tipping gigi insisivus maksila kelabial; gigi insisivus mandibula tipping kelingual tergantung pada kompensasineuromuskular di sekitar mulut yangmengakibatkan overjet besar. Gigi insisivusmandibula yang tipping ke labial akanmemperkecil overjet namun menyebabkanperbaikan ortodonti menjadi lebih sulit bilatidak ada ruang.

2. Maloklusi Klas II yang terjadi secarafungsional, dengan retrusi mandibula yangdipaksakan dalam oklusi habitual, tetapimemiliki hubungan istirahat yang normal.Jalur penutupan yang abnormal, ataudipaksakan biasanya disertai denganoverbite yang besar dan infraoklusi gigisegmen bukal. Basis mandibula berukurannormal dan tidak ada defisiensipertumbuhan. Pada kasus demikian terapifungsional interseptif secara dini adalahmetode pilihan.

3. Maloklusi Klas II dengan kesalahan padamaksila. Basal maksila prognasi (dengansudut SNA yang besar), basal mandibulaortognasi, dentoalveolar (dengan sudut S-N-Pr yang meningkat), atau dental (dengansudut gigi insisivus ke dataran SN yangmeningkat, ditandai dengan tipping insisalinsisivus ke labial). Mekanisme dankemungkinan perawatannya tergantungpada inklinasi aksial gigi insisivus dan tipeprognasi maksila. Jika maksila prognasidisertai inklinasi gigi insisivus ke anteriordibutuhkan perawatan kombinasi aktivator-headgear.

4. Maloklusi Klas II dengan kesalahan padamandibula. Dijumpai retrognasi mandibula(sudut SNB lebih kecil). Mandibula yangretrognasi dapat berukuran kecil ataunormal, dan terletak di posterior padatulang wajah. Jika ukurannya normal, sudutsaddle (S-N-Ar) lebih besar dan lebih datar,dengan fossa kondilus dalam posisi yangrelatif ke posterior. Kemungkinan

Page 17: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

756

perawatannya tergantung pada masa danarah pertumbuhan. Pada kasus denganvektor pertumbuhan horizontal atau netral,perawatan aktivator konvensionalkemungkinan akan berhasil. Dengan vektorpertumbuhan yang vertikal, penempatanmandibula ke anterior tidak dapat terjadisecara permanen, walaupun pada kasus-kasus tertentu dapat digunakan aktivatorvertikal (aktivator-headgear).

5. Kombinasi dari empat pola sebelumnyamungkin dapat terjadi, terutama kombinasi3 dan 4. Selain itu, juga ada kemungkinanmaloklusi Klas II dengan maksila danmandibula retrognasi. Pada kasus demikianperawatannya merupakan kombinasipesawat fungsional dan cekat, dankeberhasilannya tergantung pada arahpertumbuhan selama pemakaian pesawat.

Etiologi Maloklusi Klas IIMenurut Mills dan Foster etiologi

maloklusi Klas II adalah:1. Pola dan hubungan skeletal

Pola skeletal yang sederhana padamaloklusi Klas II divisi 1 adalah individuyang memiliki maksila besar danmandibula kecil menyebabkan diskrepansianteroposterior antara kedua basis-basisgiginya.

2. Jaringan lunakBentuk dan fungsi otot dapat menimbulkanvariasi yang lebih kompleks terutama padaskeletal dan gigi. Pada maloklusi Klas IIdivisi 1 dijumpai bibir inkompeten ditandaidengan kesulitan menutup bibir sehinggapenutupan bibir dihasilkan denganmembuat kontak antara bibir bawah denganlidah mengakibatkan gigi insisivus maksilaproklinasi dan gigi insisivus mandibularetroklinasi.

3. Bentuk dan ukuran gigiPenyimpangan dalam ukuran gigi adalahpenyebab paling umum dalam maloklusidentofasial.

AktivatorPada tahun 1902 Robin pertama kali

memperkenalkan bentuk umum pesawatmonoblok, dan pada tahun 1963 Andresenjuga memperkenalkan pesawat fungsionalmonoblok aktivator. Aktivator mengubahfungsi otot-otot wajah dan rahang dengantujuan:4

Memberikan lingkungan yang lebihmenguntungkan untuk perkembangan gigidan pertumbuhan tulang-tulang.

Mengoptimumkan potensial pertumbuhan. Mengubah vektor pertumbuhan. Memandu perkembangan gigi ke posisi

yang lebih baik.

Gambar 1. Aktivator 4

Prinsip dan Mekanisme Kerja AktivatorAktivator bekerja dengan prinsip

menyalurkan, mengubah atau mengarahkandaya-daya alami, seperti aktivitas otot danjaringan sekitarnya untuk diteruskan kerahang, kondilus, gigi dan jaringan pendukunggigi sewaktu aktivator berada dalam mulutatau sewaktu otot melaksanakan fungsinya,seperti berbicara, menelan, dan lain-lain.1,3,4,5

Mekanisme perawatan aktivator padamaloklusi Klas II divisi 1 dalam tiga dataransecara menyeluruh:1,3,5

1. Dalam arah transversalEkspansi maksila, dilakukan untukmelebarkan lengkung maksila yang sempit.

2. Dalam arah sagital Menggerakkan gigi-gigi anterior

maksila ke palatal. Menggerakkan mandibula ke anterior

dan gigi posterior maksila ke distal. Menggerakkan gigi-gigi posterior

mandibula bergerak ke mesial.3. Dalam arah vertikal

Gigi posterior maksila dan mandibula di-ekstrusi.

Aktivator dapat mempengaruhilingkungan gaya pada gigi sehinggamenghasilkan migrasi adaptif. Aktivatormemperoleh gaya dari mandibula,menghantarkan tekanan pada gigi.9

Aktivator tidak dipakai sebagian besarpada waktu siang hari supaya organ mastikasiberfungsi bebas dan sepenuhnya. Transmisi

Page 18: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

757

gaya dari aktivator ke gigi dapat dicapaimelalui elemen penuntun yang keras maupunelastis.9

Modifikasi AktivatorDalam perkembangan pemakaian

aktivator, para ahli telah merancang denganmembuat modifikasi pesawat aktivator sesuaidengan kasus yang dirawat. Modifikasiaktivator dari Herren dengan membuat clapske gigi maksila untuk memperkuat kedudukanaktivator sewaktu dipakai pasien tidursehingga tidak mengurangi keefektivannya(Gambar 2).1,7

Gambar 2. Modifikasi aktivator dari Herren 1,7

Ada juga bow aktivator dari Schwarz,aktivator secara horizontal dibagi dua dandihubungkan dengan sekrup, bagian atas danbawah bow aktivator dihubungkan denganlengkung elastis. Pesawat ini digunakan untuklengkung yang sempit. Namun, daripengalaman penggunaan pesawat inimenunjukan hasil yang diperoleh tidak sesuaiharapan karena pesawat ini mudah mengalamipenyimpangan dan lengkung tersebut mudahpatah (Gambar 3).1

Gambar 3. Bow aktivator dari Schwarz 1

Aktivator juga dapat dikombinasikandengan pesawat cekat atau ekstraoral, sepertiyang diperlihatkan oleh aktivator Schmuth(reduced activator atau cybernator). Pesawatini memiliki pelat akrilik lebih kecil daripada

pelat akrilik monoblok dan biasanyaditambahkan lengkung labial. Ada 3 tipe diantaranya tipe pertama dengan dua lengkunglabial tanpa spring Coffin dan tanpa pemisahanakrilik karena tidak dilakukan ekspansi(Gambar 4a).1

Gambar 4a. Tipe pertama aktivator Schmuth 1

Tipe kedua dengan satu lengkung labialuntuk maksila dan bentuk spring Coffin yanghampir sama dengan pesawat Frankel (Gambar4b).1

Gambar 4b. Tipe kedua aktivator Schmuth 1

Tipe ketiga dengan dua lengkung labialditambah spring Coffin tanpa pemisahanakrilik. Penambahan loops atau spring Coffinuntuk retensi dalam mencegah pergerakan gigimolar permanen ke anterior selama pergantiangigi molar desidui atau menahan gigi posteriorsetelah pencabutan (Gambar 4c).1

Gambar 4c. Tipe ketiga aktivator Schmuth 1

Page 19: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

758

Selain itu, ada bentuk modifikasiaktivator Karwetzky, yakni terdiri dari pelataktif maksila dan mandibula yangdihubungkan oleh sebuah lengkung U padaregio molar pertama permanen serta pelatmeliputi bagian lingual jaringan gingiva, gigi(Gambar 5).1

Gambar 5. Aktivator Karwetzky 1

Aktivator Van Beek memiliki dua bowuntuk dikaitkan dengan high-pull headgearforce dan bow tertanam di dalam akrilik dibagian anterior dan lebih pendek. Titik tarikanberada pada kaninus maksila. Digunakan padakasus dimensi vertikal tinggi dan menghambatpola pertumbuhan maksila dalam arahvertikal.7

Menurut Deguchi (1991) aktivator yangdimodifikasi dengan high-pull facebowdiindikasi untuk pasien dengan dimensivertikal tinggi dan intrusi gigi insisivusmaksila. Titik tarikan headgear berada di gigimolar. Selain itu, untuk memacu pertumbuhanskeletal yang lebih besar dibanding aktivatoritu sendiri (Gambar 6).8

Gambar 6. Aktivator-headgear 8

Laporan Kasus Perawatan Maloklusi KlasII Dengan Aktivator

Dilaporkan dua kasus anak laki-lakidengan maloklusi Klas II yang telah dirawatdengan aktivator dari penelitian Pancherz.12

Kasus 1Pasien berusia 12 tahun dan telah

dirawat dengan aktivator selama 3 tahun.Perbaikan Klas II terutama dicapai dalamperubahan skeletal. Pertumbuhan mandibulamelebihi pertumbuhan maksila dalam arahsagital sebesar 4,0 mm. Perubahan dentalberupa overjet 2,0 mm dan pergerakan gigiinsisivus maksila dan mandibula ke posteriorsebesar 3,5 mm dan 1,5 mm. Penegakan gigiinsisivus mandibula kemungkinan disebabkanoleh reaksi kompensasi terhadap besarnyapertumbuhan mandibula yang dijumpai. Selainitu, perubahan dental juga meliputi perubahanhubungan molar mencapai 1,0 mm disertaipergerakan gigi molar maksila dan mandibulake anterior sebesar 1,0 mm dan 2,0 mm.

Gambar 7. Foto ekstraoral dan model studisebelum (kiri) dan setelah (kanan)perawatan aktivator. SuperimposisiTracing sefalometri pada NSL di sella.Garis panduan OL dan OLp 12

Keterangan:NSL : Garis nasion - sellaOL : Garis oklusalOLp : Garis perpendikular oklusa

Kasus 2Pasien berusia 9 tahun 8 bulan dan telah

dirawat dengan aktivator selama 3 tahun.Perbaikan Klas II dicapai terutama perubahandental. Pertumbuhan mandibula melebihi

Page 20: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

759

pertumbuhan maksila dalam arah sagitalsebesar 1,5 mm. Perubahan dentalmenghasilkan overjet 3,5 mm dan pergerakangigi insisivus maksila ke posterior sebesar 3,0mm, insisivus mandibula ke anterior sebesar0,5 mm. Perubahan dental lainnya diantaranyaperubahan hubungan molar mencapai 3,0 mmdisertai pergerakan gigi molar maksila danmandibula ke anterior sejauh 1,0 mm dan 4,0mm.

Gambar 8. Foto ekstraoral dan model studisebelum (kiri) dan setelah (kanan)perawatan aktivator. SuperimposisiTracing sefalometri pada NSL di sella.Garis panduan OL dan OLp 12

Perawatan dengan aktivator tidakselamanya memberikan hasil perawatan yangdiinginkan. Hal ini dipengaruhi oleh masatumbuh kembang dan pola pertumbuhan.Pentingnya pola pertumbuhan dalam arah yangbaik ditekankan sebagai faktor penting untukmendapatkan hasil baik. Aktivator memilikiefek stimulasi pada pertumbuhan mandibula.Pesawat hanya dipakai di malam hari sehinggabatas ambang untuk proses remodeling adaptifpada kondilus mungkin tidak tercapai padakasus-kasus tertentu. Bila mandibula secaraterus menerus dipertahankan pada posisiprotrusi 24 jam sehari, seperti pada pesawatHerbst, pertumbuhan mandibula tampaknyaakan meningkat.13

KESIMPULANPerubahan skeletal dan dental dapat

dicapai dengan perawatan pesawat fungsional,yaitu aktivator. Aktivator dapat dikombinasidengan sekrup dan pesawat ekstraoral,tergantung kasus dan hasil perawatan yangdiinginkan. Aktivator dapat mempengaruhipertumbuhan mandibula, yang terlihat jelasdalam perawatan maloklusi Klas II,diantaranya perubahan pada mandibula denganbertambahnya kecepatan endochondralossification di kondilus menghasilkanpertambahan panjang mandibula. Keberhasilanpesawat fungsional tergantung dalam hal:masa tumbuh kembang pasien, kelainanskeletal, dan kerja sama pasien.

SARAN1. Operator harus mampu menciptakan

hubungan yang baik dengan pasien danmampu memotivasi pasien untuk dapatbekerja sama dalam melaksanakanperawatan sehingga dapat menghasilkanperawatan yang sesuai dengan harapan.

2. Operator harus dapat memanfaatkan masatumbuh kembang pasien sehinggamaloklusi dapat berhasil dirawat.

3. Operator harus memperhatikan desainpesawat dan dataran petunjuk sehinggaaktivator dapat efektif selama perawatan.

DAFTAR PUSTAKA1. Graber TM, Rakosi T, Petrovic AG.

Dentofacial orthopedics with functionalappliances. St. Louis: Mosby Co. 1985:150–155,157–158,206–208,346–352.

2. Cozza P, Toffol LD, Lacopini L. Ananalysis of the corrective contribution inactivator treatment. Angle Orthod 2004;74(6):741–748.

3. Foster TD. Buku ajar ortodonsi. Alihbahasa: Yuwono L. Edisi 3. Jakarta:EGC. 1999: 70–72,253–270.

4. Adams CP. Desain, konstruksi dankegunaan pesawat ortodonti lepas. Alihbahasa: Yuwono L. Jakarta: WidyaMedika. 1991: 116–136.

5. Oeripto A, Susanto F. Aktivator sebagaialat fungsional ortopedi dalam perawatanortodonti. Medan: LaboratoriumOrtodonti Fakultas Kedokteran gigiUniversitas Sumatera Utara. 1994: 1–10.

6. Cozza P, Toffol LD, Colagrossi S.Dentoskeletal effects and facial profile

Page 21: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

760

changes during activator therapy. Euro JOrthop 2004; 26(3):293–301.

7. Altenburger E, Ingervall B. The initialeffect of treatment of Class II division 1malocclusions with the van Beekactivator compared with the effects of theHerren activator and an activator-headgear combination. Euro J Orthop1998; 20:389–397.

8. Turkkahraman H, Sayin MO. Effects ofactivator and activator headgeartreatment: comparison with untreatedClass II subjects. Euro J Orthop 2006;28:27–34.

9. Herren P. The activator’s mode of action.Am J Orthod 1959; 45(7):512–527.

10. Basciftci FA, Uysal T, Buyukerkmen A,Sari Z. The effects of activator treatmenton craniofacial structures of Class IIdivision 1 patients. Euro J Orthop 2003;25:87–93.

11. Baltromejus S, Ruf S, Pancherz H.Effective temporomandibular jointgrowth and chin position changes:Activator versus Herbst treatment. Acephalometric roentgenogrphic study.Euro J Orthop 2002; 24:627–637.

12. Pancherz H. A cephalometric analysis ofskeletal and dental changes contributingto Class II correction in activatortreatment. Am J Orthod 1984; 125–134.

Page 22: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

761

HUBUNGAN TINGKAT KESULITAN DENGAN KOMPLIKASIPOST ODONTEKTOMI GIGI IMPAKSI MOLAR KETIGA RAHANG BAWAH

PADA PASIEN DI INSTALASI GIGI DAN MULUT RSUDZA BANDA ACEH

Fakhrurrazi, Rachmi Fanani Hakim, Rizki Rifani

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

ABSTRAKGigi molar ketiga rahang bawah sering memiliki gangguan erupsi, seperti gigi impaksi. Gigi impaksidapat diakibatkan adanya halangan gigi tetangga, lapisan tulang yang padat atau jaringan lunak yangtebal. Gigi impaksi dapat mengganggu fungsi pengunyahan dan sering menyebabkan berbagaikomplikasi. Oleh karena itu, diperlukan tindakan pembedahan yang disebut odontektomi. Tindakanodontektomi sering menyebabkan komplikasi post odontektomi berupa perdarahan, trismus, edema,dry socket dan paraestesi. Derajat tingkat kesulitan diduga sebagai salah satu penyebab terjadinyakomplikasi post odontektomi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara derajat tingkatkesulitan odotektomi dengan komplikasi post odontektomi gigi impaksi molar ketiga rahang bawahpada pasien di Instalasi Gigi dan Mulut RSUDZA Banda Aceh. Penelitian ini merupakan penelitiananalitik melibatkan 58 subjek pada gigi impaksi yang telah dilakukan pemeriksaan radiologis,kemudian dilakukan tindakan odontektomi dan pemeriksaan klinis untuk menilai komplikasi postodontektomi. Tingkat kesulitan odontektomi ringan, sedang, dan sulit ditentukan berdasarkanhubungan posisi molar ketiga, kedalaman dan ruang yang tersedia. Berdasarkan hasil uji chi-squaretidak terdapat hubungan antara tingkat kesulitan pencabutan dengan komplikasi post odontektomi gigiimpaksi molar ketiga rahang bawah (p>0,05). Kesimpulan pada penelitian ini tidak terdapat hubunganyang bermakna antara tingkat kesulitan pencabutan dengan komplikasi post odontektomi.

Kata kunci: Tingkat kesulitan, odontektomi, komplikasi post odontektomi, gigi impaksi molar ketigarahang bawah

ABSTRACTLower third molar teeth had interference in eruption frequently like impaction. Impacted teeth iscaused by obstruction of neighboring teeth, compact bone or soft-tissue thickness. Impacted teeth caninterfere masticatory function and often cause various complications. Therefore, it will requiresurgery called odontectomy. Odontectomy often causes post odontectomy complications i.e. bleeding,trismus, edema, dry socket, and paraesthesia. The difficulty level is suspected as a cause of postodontectomy complications. The purposed of this study was to find out the relationship betweendifficulty level of tooth extraction and post odontectomy complications on lower third molar teethimpaction in patient in Zainoel Abidin General Hospital of Banda Aceh. It was an analytical researchinvolved 58 subjects on impacted tooth that had radiological examinations and clinical examination toobserved post odontectomy complications. The difficulty level of mild, moderate, and difficult basedon lower third molar position, the depth and available space. Based on the result of chi-square test,there was no link between difficulty level of tooth extraction and post odontectomy complications onlower third molar teeth impaction (p>0.05). Conclusion in this study, there was no significantrelationship between difficulty level of tooth extraction and post odontectomy complications.

Key words: Difficulty level, odontectomy, post odontectomy complications, lower third molar teethimpaction

Page 23: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

762

PENDAHULUANGigi impaksi merupakan gigi yang gagal

erupsi ke dalam lengkung rahang pada kisaranwaktu yg diperkirakan. Gigi impaksi dapatdiakibatkan oleh halangan gigi tetangga,lapisan tulang yang padat, atau jaringan lunakyang tebal.1 Gejala-gejala yang biasanyatimbul jika gigi terjadi impaksi adalah migren,kepala pusing, sakit saat membuka mulut dantelinga berdengung.2

Gigi molar rahang bawah impaksi dapatmenggangu fungsi pengunyahan dan seringmenyebabkan berbagai komplikasi.Komplikasi yang terjadi dapat berupa resorbsipatologis gigi yang berdekatan, terbentuknyakista folikular, rasa sakit neuralgik,perikoronitis, bahaya fraktur rahang akibatlemahnya rahang dan berdesakan gigi anteriorakibat tekanan gigi impaksi ke anterior. Dapatpula terjadi periostitis, neoplasma, dankomplikasi lainnya. Oleh karena itu,diperlukan tindakan pencabutan untukmencegah terjadinya komplikasi. Pencabutandianjurkan jika ditemukan akibat yangmerusak atau kemungkinan terjadinyakerusakan pada struktur sekitarnya dan jikagigi benar-benar tidak berfungsi. Upayamengeluarkan gigi impaksi terutama padamolar ketiga rahang bawah dilakukan dengantindakan pembedahan yang disebut sebagaiodontektomi. Odontektomi sebaiknyadilakukan pada saat pasien masih muda, yaitupada usia 25–26 tahun sebagai tindakanprofilaktik atau pencegahan terhadapterjadinya patologi.3,4

Pencabutan molar ketiga rahang bawahsecara pembedahan sering menyebabkan rasasakit, trismus dan pembengkakan. Kebanyakandari operasi molar ketiga dilakukan tanpakesulitan intraoperasi atau pascaoperasi,namun kadang-kadang umumnya dapatmengakibatkan beberapa komplikasi.Komplikasi yang paling umum setelah operasimolar ketiga meliputi: kerusakan saraf sensori,dry socket, infeksi, perdarahan, dan nyeri.Komplikasi kurang umum meliputi: trismusparah, kerusakan iatrogenik pada molar keduayang berdekatan, serta fraktur mandibulariatrogenik.5,6

Faktor-faktor yang dilaporkan terkaitdengan komplikasi pada pencabutan molarketiga meliputi usia, riwayat medis,kontrasepsi oral, adanya perikoronitis, keadaanoral hygiene yang buruk, jenis impaksi,hubungan molar ketiga pada saraf alveolaris

inferior, waktu dan teknik pembedahan,pengalaman dari dokter bedah, jumlah gigiyang diekstraksi, tingkat kesulitan pencabutan,dan teknik anestesi.5,7

Analisis kesulitan sebelum pencabutangigi molar ketiga impaksi juga sangatdiperlukan untuk memperkirakan tingkatkesulitan pencabutan gigi impaksi. Secaraumum, semakin dalam letak gigi impaksi dansemakin banyak tulang yang menutupinyaserta semakin besar penyimpangan angulasigigi impaksi dari kesejajaran terhadap sumbupanjang molar kedua maka semakin sulitpencabutannya. Tingkat kesulitan dilihatberdasarkan klasifikasi gigi impaksi baiksecara vertikal, mesioangular, horizontal, dandistoangular.8

Kemampuan untuk memprediksikesulitan operasi pada pencabutan molarketiga bawah sangat penting saat merancangrencana perawatan. Dalam hal ini, membantuuntuk menilai kompetensi dokter gigi untukoperasi tertentu, meminimalkan komplikasi,mengoptimalkan persiapan pasien, danmembantu dalam hal pengelolaan pascaoperasiperadangan dan nyeri.9

Oleh karena itu, dilakukan penelitianyang bertujuan untuk mengetahui hubunganantara tingkat kesulitan dengan komplikasiyang terjadi post odontektomi molar ketigarahang bawah impaksi di Rumah Sakit UmumDaerah dr. Zainoel Abidin Banda Acehdimana akan dibandingkan berdasar analisistingkat kesulitan, yang nantinya dapatdijadikan bahan pertimbangan dalampencegahan terjadinya komplikasi yang lebihberat dan penanganan lebih lanjut darikomplikasi yang sering terjadi postodontektomi.

METODE PENELITIANJenis penelitian yang digunakan pada

penelitian ini adalah jenis penelitianobservasional analitik, yaitu penelitimelakukan pengamatan langsung kepadaresponden dengan melakukan penyebarankuisioner untuk dianalisis.10 Denganpendekatan cross sectional, yaitu suatu metodeyang pengukuran dan pengamatannyadilakukan hanya pada suatu saat (sekaliwaktu).11

Penelitian ini akan dilakukan di InstalasiGigi dan Mulut Rumah Sakit Umum Daerahdr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Populasiadalah keseluruhan subjek yang diteliti.10 Dari

Page 24: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

763

penelitian ini adalah pasien odontektomi gigiimpaksi molar ketiga rahang bawah yangberkunjung ke Instalasi Gigi dan MulutRumah Sakit Umum Daerah dr. ZainoelAbidin Banda Aceh. Sampel adalah sebagiandari keseluruhan subjek yang diteliti dandianggap mewakili seluruh populasi.12 Sampeldalam penelitian ini adalah pasien yangmendapatkan tindakan odontektomi gigi molarketiga rahang bawah impaksi di Instalasi Gigidan Mulut Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh.

Metode pengambilan sampel yangdilakukan bukan secara acak (non probabilitysampling) dengan teknik accidental sampling.Selanjutnya pada pengambilan sampel secaraaccidental ini dilakukan dengan mengambilkasus atau responden yang kebetulan ada atautersedia.13 Dari penghitungan sampel makadidapatkan jumlah sampel sebanyak 58 orang.

Kriteria inklusi penelitian ini adalahPasien yang datang ke Instalasi Gigi RumahSakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin BandaAceh pada waktu dilakukan penelitian. Pasienyang mendapatkan tindakan odontektomi gigimolar ketiga rahang bawah impaksi. UntukKriteria eksklusi, yaitu pasien yang mengalamiimpaksi, tetapi tidak dilakukan pemeriksaanradiologi, pasien yang mengalami infeksi,abses dan perikoronitis, pasien yangmengalami trismus, pasien yang menggunakankontrasepsi oral, pasien yang sedangmengalami menstruasi.

Peneliti mencari subjek penelitian sesuaidengan kriteria inklusi, lalu memintakesediaan subjek untuk mengisi lembarinformed consent, setelah mendapatpersetujuan maka peneliti akan mengamatisubjek sesuai dengan perhitungan yang telahditentukan. Pemeriksaan dilakukan pada haripertama dan hari keempat setelah dilakukantindakan odontektomi dengan mengamatitanda-tanda dari komplikasi.3

Perdarahan adalah keluarnya darah daripembuluh darah yang tidak dapat berhentisendiri tanpa suatu perawatan. Pada penelitianini pengukuran perdarahan dinilai denganmelihat ada atau tidaknya perdarahan postodontektomi, (+/-).14

Dry socket ditentukan dengan melihattanda-tanda atau gejala dari terjadinya drysocket, antara lain terdapat rasa sakit yangkonstan 2–4 hari pascaoperasi yang tidakhilang meskipun telah menggunakananalgesik, tidak terbentuknya bekuan darah

baik total maupun sebagian, dan adanya baumulut yang tidak normal atau malodour.15,16

Edema atau pembengkakan diukursecara ekstraoral maupun intraoral. Secaraekstraoral edema diukur jarak antara ujungtragus dan ujung bibir pada sisi yang sama dandihitung menggunakan edema coefficient (EC)menggunakan formula dari Carillo et al(1990).

Pengukuran juga dilakukan secaraintraoral, yaitu dengan melihat ada atautidaknya buccal fold yang terangkat, (+/-).14

Pengukuran trismus dinilaimenggunakan Maximum Interincisal OpeningDistances (MID), yaitu mengukur jarak antarainsisal gigi insisif RA dan gigi insisif RB.Menurut Osmani (2001), parameter derajattrismus adalah sebagai berikut:15

Tabel 1. Parameter derajat trismus 15

DerajatTrismus

JarakInterinsisal Keterangan

I 0,09 cm -II 1–1,9 cm -III 2–3 cm -

Paraestesi ditentukan secara subjektifdari pasien dengan melihat tanda-tanda dariterjadinya paraestesi berupa rasa kebas yangmenetap, panas, kesemutan bahkan rasa sakit.Keluhan-keluhan tersebut dapat terjadi didaerah sudut mulut, bibir bawah satu sisi,dagu, mukosa bagian dalam dari bibir, dangingival sebelah labial.17

Penelitian ini menggunakan subjekpenelitian berupa data primer yang diperolehdari pasien yang mengalami komplikasi postodontektomi gigi molar ketiga rahang bawahimpaksi di Instalasi Gigi dan Mulut RumahSakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin BandaAceh. Data yang didapat akan ditabulasi dankemudian dianalisis secara statistikmenggunakan uji chi-square.

HASIL PENELITIANPengambilan data pada penelitian ini

dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh, dimulai padatanggal 3 Maret 2013 sampai dengan 3 Mei2013. Subjek penelitian sebanyak 58 orangpasien yang mendapat tindakan odontektomi.Subjek penelitian terlebih dahulu diberipenjelasan mengenai prosedur penelitian,subjek yang menyetujui untuk berpartisipasidalam penelitian ini mengisi informed consent.

Page 25: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

764

Setelah mendapat persetujuan, dilakukan fotorontgent dan tindakan odontektomi. Setelahpasien dilakukan tindakan odontektomi makadilakukan pemeriksaan komplikasi berupaperdarahan, trismus, dry socket, edema, danparaestesi.

Tabel 2. Distribusi tingkat kesulitan pencabutangigi impaksi M3 bawah di RSUDZA

Variabel Jumlah (N) Persentase (%)Tingkat kesulitan:

- Ringan 2 3,4- Sedang 54 93,1- Sulit 2 3,4

Total 58 100

Dari Tabel 2 di atas menunjukkanbahwa dari 58 subjek yang mengalami gigiimpaksi, tingkat kesulitan dengan kategorisedang memiliki jumlah terbanyak, yaitu 54orang (93,1%).

Tabel 3. Distribusi frekuensi komplikasi postodontektomi pasien RSUDZA

Variabel Jumlah (N) Persentase (%)Komplikasi:

- Ada 53 91,4- Tidak ada 5 8,6

Total 58 100

Dari Tabel 3 di atas menunjukkanbahwa secara keseluruhan, dari 58 pasien yangdilakukan tindakan odontektomi yangmengalami komplikasi adalah sebanyak 53pasien (91,4%).

Tabel 4. Analisis hubungan antara tingkatkesulitan dengan komplikasi postodontektomi

Variabel Nilai pTingkat kesulitan pencabutan–komplikasipost odontektomi *1,000

Keterangan * = Uji chi-square; p<0,05

Gambar 1 memperlihatkan diagrambatang tabulasi silang antara derajat tingkatkesulitan dengan komplikasi post odontektomipada subjek penelitian. Pada Gambar 1 terlihatbahwa pada derajat tingkat kesulitan ringan,jumlah pasien yang mengalami komplikasiadalah sebanyak 2 pasien (3,4%). Pada derajattingkat kesulitan sedang/ sulit, jumlah pasienyang mengalami komplikasi post odontektomiadalah sebanyak 51 pasien (91,1%).

Gambar 1. Diagram batang tabulasi silang antaraderajat tingkat kesulitan dengankomplikasi post odontektomi padasubjek penelitian

PEMBAHASANGigi impaksi merupakan gigi yang gagal

erupsi ke dalam lengkung rahang pada kisaranwaktu yang telah diperkirakan. Gigi impaksidapat diakibatkan oleh halangan gigi tetangga,lapisan tulang yang padat, atau jaringan lunakyang tebal.1 Gigi molar rahang bawah impaksidapat mengganggu fungsi pengunyahan dansering menyebabkan berbagai komplikasi.Oleh karena itu, diperlukan tindakanpencabutan untuk mencegah terjadinyakomplikasi. Pencabutan dianjurkan jikaditemukan akibat yang merusak ataukemungkinan terjadinya kerusakan padastruktur disekitarnya dan jika gigi benar-benartidak berfungsi.3,4

Pencabutan molar ketiga rahang bawahsecara pembedahan sering menyebabkan rasasakit, trismus, dry socket, dan pembengkakan.6Salah satu faktor yang dilaporkan terkaitdengan komplikasi pada pencabutan molarketiga, yaitu tingkat kesulitan pencabutan.5,7

Tingkat kesulitan pencabutan gigi molar ketigarahang bawah yang impaksi dinilaiberdasarkan kedalaman letak gigi impaksi,banyaknya tulang yang menutupi gigi impaksi,dan besarnya penyimpangan angulasi gigiimpaksi dari kesejajaran terhadap sumbupanjang molar kedua.4 Penilaian tingkatkesulitan ini tidak hanya penting bagi doktergigi yang membutuhkannya untukmemutuskan apakah pasien harus dirujuk kedokter spesialis atau tidak, tetapi juga pentingdalam memprediksi kemungkinan terjadinyakomplikasi post odontektomi.18 Derajat tingkatkesulitan ini dinilai oleh Pederson berdasarkanklasifikasi gigi impaksi oleh Winter dan Pell-Gregory.19

Penelitian ini bertujuan melihathubungan tingkat kesulitan dengan komplikasi

Page 26: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

765

post odontektotmi gigi impaksi molar ketigarahang bawah berdasarkan derajat tingkatkesulitan yang diklasifikasikan oleh Winterdan Pell-Gregory.4 Hasil penelitian diperolehjumlah pasien yang mengalami derajat tingkatkesulitan sedang merupakan jumlah terbanyak,yaitu 54 pasien (93,1%). Pasien yangmengalami komplikasi post odontektomiadalah sebanyak 53 pasien (91,4%).

Berdasarkan uji chi-square, padapenelitian ini menunjukkan bahwa tidakterdapat hubungan antara derajat tingkatkesulitan pencabutan dengan komplikasi postodontektomi pada pasien di Rumah SakitDaerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh(p>0,05). Hal ini diduga karena perbedaanjumlah subjek antara pasien dengan derajattingkat kesulitan sedang dan ringan serta sulitterlalu besar. Pada hasil penelitian ini pasiendengan derajat tingkat kesulitan sedang adalahjumlah tertinggi, yaitu 54 pasien (93,1%). Halini disebabkan oleh sebagian besar pasienyang berkunjung ke Instalasi Gigi dan mulutRumah Sakit Daerah dr.Zainoel Abidin BandaAceh adalah pasien gigi impaksi molar ketigarahang bawah dengan tingkat kesulitansedang, sedangkan pasien gigi impaksi molarketiga rahang bawah yang memiliki derajattingkat kesulitan ringan dan sulit hanyasebagian kecil. Hal ini juga sesuai denganpenelitian Adisti dkk (2009) yangmengemukakan bahwa tidak terdapathubungan antara derajat tingkat kesulitandengan komplikasi post odontektomi, padapenelitian Adisti dijelaskan tidak adanyahubungan tersebut diakibatkan sebagian besarpenderita yang mereka dapatkan berada padaderajat kesulitan ringan dan sedang.3

Penelitian ini juga menunjukkan bahwaposisi gigi molar ketiga rahang bawahterbanyak, yaitu pada posisi IA, IIA, dan IIIA.Hal ini sesuai dengan penelitian Othman(2009) yang menyatakan bahwa tidak terdapathubungan antara kedalaman letak gigi impaksidan arah gigi impaksi dengan komplikasi yangterjadi setelah tindakan odontektomidisebabkan oleh komplikasi yang palingbanyak terjadi berada pada posisi IIA. Othmanmenjelaskan bahwa hal itu dikarenakan jarakantara molar kedua dan ramus mandibula lebihsedikit dari pada diameter mesiodistal gigimolar ketiga yang menyebabkan berkurangnyajarak elevasi.5 Rebellato dkk (2011) jugamengungkapkan hal yang sama bahwa merekatidak menemukan hubungan antara posisi gigi

impaksi dengan terjadinya komplikasi postodontektomi.20

Hasil dari penelitian ini jugamenunjukkan dari 58 pasien yang melakukantindakan odontetokmi, pasien yang mengalamikomplikasi sebanyak 53 pasien (91,4%).Komplikasi post odontektomi yang palingsering terjadi adalah perdarahan pada haripertama dengan persentase sebesar 96,6% danedema 94,8% disertai trismus 100%.Perdarahan ringan dari alveolar adalah normalapabila terjadi pada 12–24 jam pertamasesudah pencabutan atau pembedahan gigi.Penekanan oklusal dengan menggunakan kasaadalah jalan terbaik untuk mengontrolnya dandapat merangsang pembentukan bekuan darahyang stabil.4 Pada hari keempat komplikasipost odontektomi yang paling sering terjadiadalah edema dan trismus dengan persentase91,4%. Edema sebagai akibat traumasetempat, seperti odontektomi terjadi sebagaiproses radang dengan disertai kemerahan danrasa sakit. Pada saat terjadi cedera jaringan,ditemukan vasodilatasi yang menghasilkanpeningkatan volume darah di tempat cedera.Volume darah yang meningkat di jaringandapat menimbulkan perdarahan. Permeabilitasvaskular yang meningkat menimbulkankebocoran cairan pembuluh darah yangmenimbulkan edema. Adanya pembengkakanmenyebabkan terjadinya tegangan dan tekananpada sel saraf sehingga menimbulkan rasanyeri.21 Trismus dapat disebabkan oleh edemapascabedah.3 Hal ini didukung oleh pendapatOsmani (2001) bahwa edema di sekitar bekaspembedahan molar ketiga akan menyebabkanperubahan jaringan disekitarnya dan muskuluspengunyahan mengalami kontraksi sehinggaakan menimbulkan trismus.22 Vriezenmenjelaskan hal berbeda, menurut Vreizentrismus tidak terjadi karena meningkatnyavolume dari muskulus karena edema daninfiltrate, tetapi lebih disebabkan karena reaksiatas rasa sakit yang disebabkan oleh gerakanrahang.3 Trismus merupakan gangguan fungsi(functio laesa) pada proses peradangan,gangguan fungsi ini disebabkan karenapenumpukan cairan pada tempat cederajaringan dan karena rasa nyeri yangmengurangi mobilitas pada daerah cedera.22

Gbotolorun dkk (2007) padapenelitiannya menjelaskan bahwa sebagianbesar peneliti setuju komplikasi pascaoperasilebih sering dikaitkan dengan penilaian tingkatkesulitan pencabutan gigi impaksi.18 Berbeda

Page 27: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

766

dengan hasil penelitian ini yang menyatakantidak terdapat hubungan antara tingkatkesulitan dengan komplikasi postodontektomi, penelitian Blondeau dan Daniel(2007) menunjukkan hasil yang berbedadisimpulkan bahwa terdapat hubungan antaraposisi gigi impaksi berdasarkan klasifikasiWinter dan Pell-Gregory terhadap komplikasipost odontektomi. Blondeau dan Danielmenyatakan bahwa impaksi mesioangular dandistoangular dikaitkan dengan timbulnyakomplikasi yang lebih besar daripada arah gigiimpaksi lainnya. Pada penelitiannya, Blondeaudan Daniel juga menemukan gigi impaksidengan klasifikasi IC, IIC, dan IIICmenimbulkan lebih banyak komplikasi daripada klasifikasi impaksi dengan posisi A atauB. Blondeau dan Daniel setuju posisi molarketiga rahang bawah mempengaruhi timbulnyakomplikasi post odontektomi.23 Bui dkk(2003) juga menjelaskan bahwa meningkatnyakomplikasi post odontektomi dipengaruhi olehsalah satu faktor, yaitu posisi gigi impaksi.Pada penelitiannya dijelaskan bahwa gigiimpaksi dengan arah vertikal lebih mungkinterkait dengan komplikasi pascaoperasi,sedangkan gigi impaksi dengan arah horizontallebih cenderung mengakibatkan komplikasiinflamasi.7

Secara umum terjadi penurunan jumlahkomplikasi pada hari pertama dan keempatpost odontektomi seiring dengan prosespenyembuhan. Proses penyembuhan dapatterhambat karena adanya komplikasi terutamatrismus. Keterbatasan membuka mulutmenyebabkan penurunan nutrisi, kesulitanmenelan dan kebersihan mulut yang buruk.Nutrisi berperan terhadap prosespenyembuhan.3

KESIMPULANBerdasarkan penelitian yang telah

dilakukan dapat disimpulkan bahwa tidakterdapat hubungan antara derajat tingkatkesulitan pencabutan dengan komplikasi postodontektomi pada pasien di Instalasi Gigi danMulut Rumah Sakit Daerah dr. Zainoel AbidinBanda Aceh.

DAFTAR PUSTAKA1. Peterson LJ, Ellis E, Hupp JR.

Contemporary oral and maxillofacialsurgery. 4th ed. St. Louis: Mosby Co.2004: 184–212.

2. Coulthard P, Horner K, Sloan P. Masterdentistry: oral and maxillofacial surgery,radiology, pathology and oral medicine.England: Elsevier Science LimitedChurchill Livingstone. 2003: 84–87.

3. Dwipayanti A, Adriatmoko W, Rochim,A. Komplikasi post odontektomi gigimolar ketiga rahang bawah impaksi.Jurnal PDGI 2009; 58:20–24.

4. Pedersen GW. Buku ajar praktis bedahmulut (oral surgery). Jakarta: EGC. 1996:47–81.

5. Othman. Impacted mandibular thirdmolar among patients attending HospitalUniversity Sains Malaysia. Archives ofOrofacial Sciences 2009; 4:7–12.

6. Woldenberg Y, Gatot I, Bodner L.Iatrogenic mandibular fracture associatedwith third molar removal: Can it beprevented?. Med Oral Patol Oral CirBucal 2007; 12:70–72e.

7. Bui CH, Seldin EB, Dodson TB. Types,frequencies, and risk factors forcomplications after third molar extraction.J Oral Maxillofac Surg 2003; 61:1379–1389.

8. Balaji SM. Oral and maxillofacialsurgery. Delhi: Elsevier. 2009: 230–242.

9. Torres JB, Diniz FM, Lago ML, Gude SF.Evaluation of the surgical difficulty inlower third molar extraction. Med OralPatol Oral Cir Bucal 2010; 15(6):e869–e874.

10. Anonymous. Metode penelitian. Availableat: http://www.damandiri.or.id/file/isaunairbab4.pdf. Accessed March 1,2012.

11. Budiarto E. Metodologi penelitiankedokteran. Jakarta: EGC. 2003: 58–62.

12. Sharma WCA. Role of hypebaric oxygentherapy in dental surgery. IJASM 2003;47(1);23–29.

13. Notoatmodjo S. Metodologi penelitiankesehatan. Jakarta: Rineka Chipta. 2005:138–139.

14. Santoso EN. Perbedaan kecepatanpenyembuhan luka pasca odontektomimolar ketiga rahang bawah antara pasiendengan inklinasi gigi molar ketigavertikal dan pasien dengan inklinasi gigimolar ketiga mesioangular. Available at:http://www.scribd.com/doc/47164753/perbedaan-kecepatan-penyembuhan-luka-paska-odontektomi-molar-ketiga.Accessed December 14, 2012.

Page 28: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

767

15. Fragiskos FD. Oral surgery. In: SchroderGM, eds. Alih bahasa: Tsitsogianis H.Berlin: Springer. 2007: 126–127.

16. Sulistyati E, Barid I, Isnaini K. Pengaruhstresor rasa nyeri pada waktu perdarahantikus wistar jantan. Dental JurnalKedokteran Gigi FKG-UHT 2007; 1:81.

17. Hendaya H, Kasim A. Parestesi sebagaikomplikasi pascabedah molar tiga bawahimpaksi. Jurnal Kedokteran Gigi 2004;93–94.

18. Gbotolorun OM, Arotiba GT, LadeindeAL. Assessment of factors associatedwith surgical difficulty in impactedmandibular third molar extraction. J OralMaxillofac Surg 2007; 65:1980.

19. Susarla SM, Dodson TB. Risk factors forthird molar extraction difficulty. J OralMaxillofac Surg 2004; 62:1366.

20. Rebellato NLB, Thome AC, Maciel CC,Oliveira J, Scariot R. Factors associatedwith complications of removal of thirdmolars: A transversal study. Med OralPatol Oral Cir Bucal 2011; 16(3):e379.

21. Baratawidjaja KG, Rengganis I.Imunologi dasar. 9th ed. Jakarta: BalaiPenerbit Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia. 2010: 259–283.

22. Osmani S. Efek pemberian dexamethasonuntuk mencegah terjadinya trismuspascaodontektomi molar ketiga rahangbawah terpendam. Dentika DentalJournal 2001; 6:260.

23. Blondeau F, Daniel NG. Extraction ofimpacted mandibular third molars:Postoperative complications and their riskfactors. JCDA 2007; 73(4):325d.

Page 29: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

768

DIRECT VENEER COMPOSITE PADA GIGI PREMOLAR SATU KIRIRAHANG ATAS(Laporan Kasus)

Maulidar

Staf Medis RSUD Jantho Kabupaten Aceh Besar

ABSTRAKVeneer diindikasikan untuk keadaan gigi yang mengalami malformasi, perubahan warna, abrasi, erosidan restorasi yang tidak memadai atau mengalami kerusakan. Penderita seorang wanita umur 21tahun, mengeluh gigi belakang kiri atas keropos, berwarna kehitaman, mengganggu penampilan daningin ditambal. Pemeriksaan subjektif tidak ada rasa sakit pada gigi belakang kiri atas. Pemeriksaanklinis terlihat gigi berbentuk lekukan, seperti karies, terjadi pada satu elemen gigi, dijumpai padapermukaan vestibular dan sebagian besar email hilang. Tidak ada riwayat kelainan yang samadikeluarga. Pemeriksaan objektif dilakukan tes dingin kloretil positif, perkusi negatif dan jaringanlunak disekitar gigi normal. Perawatan pilihan pada kasus ini adalah direct veneer composite. Directveneer composite dilakukan dengan cara membentuk sesuai bentuk anatomis gigi premolar, lapisdemi lapis dengan ketebalan yang cukup. Hasil perawatan terlihat cukup baik. Tiga bulan kemudiandikontrol, hasil direct veneer composite tidak menimbulkan kelainan dan masih beradaptasi denganbaik.

Kata kunci: Veneer, komposit, gigi premolar

ABSTRACTVeneer are indicated to teeth with malformations, discolorations, abrasion, erosion and restoration ofteeth with wide caries. Patient 21 years old, female, posterior teeth with caries, stain, unesthetic andneed to restoration. Subjectif examination, teeth with caries is not feel pain and clinical examinationits showing textures on vestibular site, demineralisasi appeared and no herediter caused. Objectifexamination; thermal tes, percution and periodontal tissue tes are normal. Treatment of the case reportin this paper is direct veneer composite by contouring of premolar teeth anatomi layer by layer withcomposite resin material. Treatment result is very good and three months later direct veneercomposite is still adaptation perfectly.

Key words: Veneer, composite, premolar teeth

Page 30: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

769

PENDAHULUANPengaruh gigi pada penampilan sudah

terlihat dalam berbagai cara sepanjang sejarah.Gigi-gigi dimodifikasi oleh perubahan bentukatau warna dan oleh penambahan permata atauemas dalam upaya meningkatkan penampilan.1

Veneering artinya menutupi gigi yangmengalami kelainan dengan sebuah pelapisagar mempunyai kualitas penampilan yanglebih baik. Veneering komposit dapat dibagike dalam dua teknik, yaitu veneer komposittidak langsung (indirect veneer) dan veneerkomposit langsung (direct veneer).2

Veneer diindikasikan untuk keadaangigi yang mengalami malformasi, perubahanwarna, abrasi, erosi, dan restorasi yang tidakmemadai atau mengalami kerusakan.Pemakaian restorasi veneer komposit langsungadalah untuk gigi-gigi anterior dan posteriordengan warna atau bentuk yang mengalamiperubahan, restorasi yang tidak memadai atauketidakteraturan merupakan perawatan yangpopular dilakukan.1,2

Pemilihan bahan untuk pembuatanveneer komposit langsung adalah microfillcomposite resin karena bahan ini dapat dipolesdemikian baiknya sehingga dapat menyerupaiemail yang sesungguhnya dan hasil pemolesanbertahan untuk jangka waktu cukup lama.2

Veneer komposit langsung sebaiknya tidakdibuat bila menghendaki hasil akhir yangsangat baik dan berdaya tahan cukup lama,bila pasien memiliki kebiasaan yang dapatmerubah warna veneer, seperti merokok,minum anggur merah, dan lain-lain.2

Pada kasus ini terdapat pewarnaan gigi24 akibat terjadinya hipoplasia, pada kasus iniperlu dilakukan restorasi veneer kompositlangsung.

LAPORAN KASUSSeorang wanita umur 21 tahun diantar

oleh mahasiswi FKG ke klinik spesialiskonservasi gigi RSGM Unpad. Dari anamnesispasien mengeluh gigi belakang kiri ataskeropos, berwarna kehitaman, mengganggupenampilan dan ingin ditambal. Daripemeriksaan subjektif tidak ada rasa sakit padagigi 24. Pemeriksaan klinis terlihat gigiberbentuk lekukan, seperti karies, terjadi padasatu elemen gigi, dijumpai pada permukaanvestibular dan sebagian besar email hilang.Tidak ada riwayat kelainan yang samadikeluarga.

Pemeriksaan objektif dilakukanekskavasi untuk melihat penetrasi karies,hanya sebatas email. Tes dingin kloretilpositif, perkusi negatif dan jaringan lunakdisekitar gigi normal. Diagnosis pulpitisreversibel, prognosisnya baik karena kariesbelum terlalu jauh, kebersihan mulut baik dankooperatif. Rencana perawatan untuk gigi 24,yaitu dengan cara melapisi langsung bagianbukal dengan bahan tambal yang sewarna gigi(direct veneer composite).

Prosedur Perawatan Kunjungan pertama tanggal 14 Desember

2005Setelah dilakukan anamnesis,

pemeriksaan klinis, subjektif dan objektif.Kemudian dilakukan perawatan veneerkomposit langsung. Prosedur klinis restorasiveneer komposit langsung pada gigi 24 secarabertahap.

Prosedur klinis dalam perawatan veneerkomposit langsung, yaitu pemilihan warna.Untuk menentukan warna gigi yangsebenarnya, tahapan pertama yang harusdilakukan adalah seluruh permukaan gigiharus dibersihkan terlebih dahulu dengan baikmenggunakan rotary brush dan pumice yangdicampur dengan air atau bahan lain yangsejenis, tetapi yang tidak mengandung minyakagar kelak tidak menyulitkan waktumelakukan proses etsa. Prosedur ini sangatberguna agar dapat melihat warna gigi yangsesungguhnya tanpa dipengaruhi warnaekstrinsik dan agar pada proses bonding kelakdidapatkan hasil yang maksimal. Warna yangdipilih harus kesepakatan kedua belah pihak,antara dokter dan pasien.2 Pada kasus inipemilihan warna gigi dilakukan denganbantuan penuntun warna (shade guide)disesuaikan dengan gigi sebelahnya dandidapatkan warna gigi A2 (Esthet-X, densply).Cara lain menentukan warna adalahmelakukan mock-up tanpa proses etsa danbonding, tetapi dengan menggunakan lapisan-lapisan warna dari bahan yang sesungguhnyaakan digunakan pada lapisan gigi. Warna yangdipilih harus merupakan kesepakatan darikedua belah pihak, dokter dan pasien. Seringsekali warna yang menurut dokter gigi alamidan bagus, berbeda dengan kehendak pasien.Selain hal tersebut di atas, suatu hal yangdapat menjadi catatan adalah sebaiknya kitamengenal karakter bahan yang dipergunakan.Banyak bahan akan berubah warna dalam

Page 31: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

770

waktu yang singkat dan umumnya bahan resinkomposit mengalaminya.2

Tahap selanjutnya adalah untukmencapai hasil yang kuat secara fisiologis danestetis perlu dilakukan preparasi. Preparasigigi untuk veneer komposit secara langsungtergantung derajat pewarnaan gigi, posisi gigi,ruangan atau ketidakteraturan gigi dan tinggigaris senyum.3 Bur yang ideal adalahveneering preparation set yang dirancangkhusus untuk preparasi veneer dan dapat pulamenggunakan bur berbentuk torpedo mediumgrade yang ujungnya membulat. Penggunaanbur dengan kekasaran medium grade denganmaksud agar tidak terjadi pengambilanjaringan gigi yang berlebihan karena kekuatanperekatan yang utama didapat dari perekatanresin komposit dengan email.2 Preparasi yangdilakukan bentuk akhiran chamfer denganmenggunakan diamond bur berbentuk fissureyang ujungnya membulat. Preparasi padakasus ini dilakukan lebih dalam untukmemberikan tempat yang cukup untukketebalan komposit resin untuk menutupiwarna gigi yang gelap.3

Setelah preparasi selesai, lalu dilakukanprosedur bonding. Pada saat ini phosphoricacid dengan konsentrasi sekitar 30%merupakan bahan etsa yang menjadi pilihan.Lamanya bahan etsa yang diberikan padaseluruh permukaan gigi yang akan dibondingbaik email maupun dentin selama 15 detik,kemudian bahan etsa dicuci menggunakansemprotan air sampai bersih selama kuranglebih 10 detik. Kemudian dilakukan bonding,semprot udara pelan lalu disinar dengan lighcuring selama 10 detik, lalu diulangi sekalilagi prosedur bonding. Selanjutnya dilakukanprosedur pelapisan menggunakan bahankomposit. Pada kasus ini dengan daerah gigibagian dentin yang keras dan gelap tidak dapatdibuang lagi oleh karena itu dilakukan

pemberian warna opaquers untuk menutupibagian dentin gigi yang sangat gelap denganketebalan yang cukup. Kemudian selanjutnyaditutupi dengan resin komposit warna dentinyang baik lapis demi lapis dengan ketebalanyang cukup. Warna selanjutnya dipakai warnainsisal, lalu disinar dengan light curing.

Pada tahap akhir dilakukan penyelesaianveneer komposit langsung menggunakan burpolish diamond atau extra fine grade diamondbur. Haluskan seluruh permukaan danhilangkan batas tepi yang tampak denganabrasive silicon. Setelah selesai pasiendiperlihatkan hasil akhir veneer kompositlangsung dan pasien merasa cukup puas.

Gambar 1. Keadaan awal gigi

Gambar 2. Alat preparasi veneer

Gambar 3. Teknik preparasi veneer

Page 32: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

771

Gambar 4. Lapisan komposit resin

Kunjungan kedua tanggal 8 Maret 2006Tiga bulan setelah direct veneer

composite dilakukan kontrol, tidak adakeluhan pada gigi yang sudah dilakukanveneer komposit langsung. Secara kliniskeadaan veneer komposit langsung masihberadaptasi dengan baik.

Gambar 5. Foto sebelum (atas) dan setelah(bawah) perawatan

PEMBAHASANAda dua macam teknik pelapisan gigi,

yaitu veneer tidak langsung (indirect veneer)dan veneer langsung (direct veneer). Veneertidak langsung dibuat di luar mulut dandirekatkan dengan menggunakan kompositresin. Veneer langsung dibuat secara langsung,biasanya terdiri dari satu atau beberapa lapisandari komposit ligh curing. Veneer langsung initerutama sekali sangat berguna untuk anak-

anak atau pasien usia remaja dan menjadipopular sebagai kosmetik tambahan padapasien orang dewasa.4

Veneer komposit langsung mempunyaisejumlah keuntungan, seperti preparasi gigiyang minimal dan tidak memerlukan kerjalaboratorium. Sebagai tambahan tekniknyasangat fleksibel dan dokter gigi dapatmengkontrol semua aspek dari prosedurpekerjaan. Kerugian dari veneer kompositlangsung adalah meningkatnya waktupengerjaan dan keterbatasan fisik dari bahanrestorasi langsung. Keterbatasan fisik dariveneer komposit langsung rata-rata empatsampai delapan tahun.4

Pada kasus gigi 24 ini karies media.Pasien merasa terganggu estetik karena padasaat tersenyum agak lebar, gigi 24 terlihat danpasien merasa tidak nyaman. Untuk merawatkasus tersebut dilakukan pelapisan seluruhpermukaan gigi 24 dengan bahan sewarnadengan gigi. Teknik yang digunakan dalamkasus ini, yaitu restorasi resin kompositlangsung (direct veneer composite). Perawatandengan teknik ini memberikan hasil yangcukup maksimal, bentuk dan warnadisesuaikan dengan keadaan gigi normal.

Komposit dapat tahan dalam kavitasbaik dengan retensi mekanis konvensional didalam dentin atau dengan ikatanmikromekanis dari tag resin di dalam email,bila email dietsa dengan asam. Kemampuankomposit etsa asam untuk berikatan denganemail ini sudah dimanfaatkan untukbermacam-macam kasus, salah satunyamemperbaiki tampilan dari gigi-gigi yangbentuknya kurang baik atau gigi denganperubahan warna intrinsik.5

Jenis komposit untuk veneer kompositlangsung adalah microfill komposit resin(contohnya: renamel microfill, dll) karenabahan ini dapat dipoles demikian baiknyasehingga dapat menyerupai enamel yangsesungguhnya dan hasil pemolesan bertahanuntuk jangka waktu yang cukup lama.2

Pada kasus ini dibuat full veneer karenakerusakannya meliputi seluruh bagian bukalgigi 24, veneer komposit dibuat secaralangsung di dalam mulut. Pada kasus inidipakai microhybrid komposit resin (Esthet-X)dengan hasil sebaik menggunakan microfillkomposit resin, hanya saja hasil pemolesankurang baik dibandingkan microfill, tetapibahan ini lebih kuat dibandingkan denganmicrofill komposit resin.2

Page 33: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

772

Aplikasi langsung resin ke permukaanemail merupakan cara yang baik untukmemodifikasi morfologi gigi atau penambahanbagian fasial dengan memperbaiki posisi gigi.Aplikasi ini juga dapat digunakan untukmenutupi warna yang tidak diinginkan,walaupun kadang-kadang perlu mengasahsedikit email bagian labial untuk tempat resin.Pada kasus ini untuk keberhasilan modifikasiwarna yang baik akan memberi hasil yangcukup memuaskan. Resin diaplikasikanpertama harus berwarna opak karena daerahemail yang keras dari gigi mempunyai warnagelap sehingga digunakan warna opeker untukmelapisi daerah email ini. Kemudian barudipergunakan warna body, servikal dan insisal.Lapisan yang dipergunakan merupakan setipismungkin namun bisa menutupi warna yangtidak diinginkan. Ketebalan email yangdiambil tidak kurang dari 0,5 mm pada daerahservikal, oleh karenanya kehati-hatian dalampreparasi sangat diperlukan, hindaripengambilan yang terlalu berlebihan padadaerah dentin.3,6

KESIMPULANDirect veneer composite merupakan

salah satu cara yang sangat baik dilakukanuntuk memperbaiki keadaan gigi yangmengalami perubahan. Perubahan dapatberupa mengalami malformasi, perubahanwarna, abrasi, erosi, dan restorasi yang tidakmemadai atau mengalami kerusakan.

Penggunaan bahan komposit resindengan microhybrid komposit pada kasus inidapat menghasilkan direct veneer compositeyang baik. Bahan ini dapat dipoles sedemikianbaiknya sehingga dapat menyerupai emailyang sesungguhnya dan hasil pemolesanbertahan untuk jangka waktu yang cukuplama.

SARANPemahaman secara baik tentang bahan

komposit akan menghasilkan direct veneercomposite yang lebih baik pula.

DAFTAR PUSTAKA1. Baum L. Textbook of operative dentistry.

Dalam: Ilmu konservasi gigi. Alih bahasa:Tarigan R. Edisi 3. Jakarta: EGC. 1995:305–314.

2. Dharma RH. Veneer. Jakarta: DentalLintas Mediatama. 2001: 3–16.

3. Baratieri LN. Esthetics. In: Directadhesive restorasi on fractured anteriorteeth. 2nd ed. Brasil: Quintessence Books.1998: 266–313.

4. Albers HF. Tooth-colored restorativesprinciples and techniques. 9th ed. London:BC Decker Inc. 2002: 237–269.

5. Eccles JD, Green RM. The conservationof teeth. Dalam: Konservasi gigi. Alihbahasa: Yuwono L. Edisi 2. Jakarta:Widya Medika. 1994: 113–114.

6. Kidd EAM, Smith BGN, Pickard HM.Operative dentistry. 6th ed. New York:Oxford University Press. 1990: 152.

Page 34: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

773

PERAWATAN PERIODONTAL PADA PASIEN DENGANPERIODONTITIS AGRESIF

(Laporan Kasus)

Dewi Saputri*, Sri Lelyati C. Masulili**

*Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala**Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

ABSTRAKPeriodontitis agresif merupakan penyakit periodontitis yang laju perkembangan dan kerusakannyaterjadi sangat cepat. Penyakit ini biasanya menyerang dewasa muda yang berumur di bawah 30 tahun.Secara klinis ditandai dengan kerusakan jaringan periodontal berupa kehilangan perlekatan padaligamen periodontal dan kerusakan tulang alveolar secara cepat. Pada tahap awal, tidak terjadiinflamasi yang parah, gingiva terlihat normal dan sehat, tetapi terjadi perdarahan saat probing ketikadilakukan pemeriksaan poket periodontal dan jumlah plak pada gigi yang terlibat biasanya sedikit.Pemeriksaan radiograf memperlihatkan kehilangan tulang alveolar secara vertikal. Laporan kasus inibertujuan memperlihatkan bahwa kerusakan periodontal yang terjadi pada pasien dengan periodontitisagresif dapat dirawat dengan perawatan yang tepat sehingga penyebab penyakit dapat dihilangkan danmeningkatkan kualitas hidup pasien. Pasien seorang wanita berusia 24 tahun, mengalami kegoyangangigi anterior pada rahang atas dan rahang bawah dengan kebersihan mulut baik. Gambaran radiografmemperlihatkan kerusakan tulang alveolar yang parah mencapai 1/3 apikal. Kasus ini dirawat denganbedah flap menggunakan bone graft. Kerusakan yang dirawat dengan bone graft memperlihatkanpeningkatan level tulang dan epitel penyatu dan pengurangan kedalaman poket. Kesimpulanperawatan periodontal dapat mengurangi kerusakan periodontal yang lebih lanjut, meskipun padapasien yang telah mengalami kehilangan dukungan jaringan periodontal yang parah.

Kata kunci: Periodontitis agresif, perawatan periodontal, level tulang

ABSTRACTAggressive periodontitis is the diseases that represent a severe and rapidly progressive form ofperiodontitis. This diseases usually affects young adult less than 30 years old. Clinically characterizedby destruction on periodontal tissue in the form of attachment loss on periodontal ligament andrapidly alveolar bone destruction. In the early stage, does not show severe inflammation, gingivallooks like normal and healthy but bleeding on probing when examination of the periodontal pocketand the amount of plaque on the affected teeth is minimal. Radiographic showing vertical loss ofalveolar bone. The aim of this case report is to show that periodontal defects that occurs in patientwith aggressive periodontitis can be treated with proper treatment, so the course of the diseases can beelliminated and improve quality of life. A 24 years old female patient with mobility at anterior teethmaxilla and mandibula and good oral hygiene. Radiographic showing severe alveolar bonedestruction achieve 1/3 apically. This case was treated by flap debridement surgery using bone grafts.The defects treated with bone graft exhibited increased of the bone level, increase epithelialattachment and decrease of probing depth. Conclusion the periodontal therapy also reduces furtherprogression of periodontal destruction, even in patients with severely reduced periodontal support.

Key words: Aggressive periodontitis, periodontal therapy, bone level

Page 35: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

774

PENDAHULUANPeriodontitis agresif merupakan salah

satu bentuk penyakit periodontal yangumumnya menyerang individu pada usia dibawah 30 tahun tapi bisa juga pada usia yanglebih tua. Penyakit ini dapat dibedakan dariperiodontitis kronis berdasarkan usia pasien,aktivitas penyakit yang cepat dimanakerusakan tulang dan kehilangan perlekatanterjadi sangat cepat dengan jumlah plaksedikit, bakteri yang banyak ditemukan padadaerah yang terinfeksi adalah Aggregatibacteractinomycetemcomitans dan Porphyromonasgingivalis, perubahan respon imun pada hostdan dihubungkan dengan riwayat keluarga.1,2

Penderita periodontitis agresif biasanya tidakmenunjukkan gejala atau tanda-tanda daripenyakit sistemik dan memberi respon yangkurang baik terhadap perawatan mekaniskonvensional.3,4

Periodontitis agresif dapat terjadi secaralokal (LAP) atau menyeluruh (GAP). LAP(Localized Aggressive Periodontitis) biasanyaterjadi pada usia pubertas dan menyerang gigimolar pertama serta gigi insisivus yangditandai dengan penambahan kedalaman poketdan kehilangan tulang yang parah. Rata-ratakehilangan tulang 3 hingga 5 kali lebih cepatdaripada yang terlihat pada periodontitiskronis.2

Generalized Aggressive Periodontitis(GAP) biasanya terjadi pada usia di bawah 30tahun, tapi pasien dengan usia yang lebih tuajuga bisa terkena. Pada penderita GAPdijumpai respon antibodi yang lemah terhadapbakteri patogen yang ada. Secara klinis, GAPdikarakteristikkan dengan kehilanganperlekatan interproksimal secara menyeluruhpada sedikitnya tiga gigi permanen selainmolar pertama dan inisisivus. Kerusakanperiodontal terjadi secara episodik, yaituperiode kerusakan yang parah diikuti denganperiode pasif penyakit.2

Prevalensi periodontitis agresifdilaporkan lebih sedikit terjadi dibandingkanperiodontitis kronis, tetapi penyakit ini dapatmenyebabkan kehilangan gigi yang lebih cepatpada individu yang terkena jika tidakdidiagnosis lebih awal dan dirawat secarabenar.5 Pasien yang didiagnosis menderitaperiodontitis agresif secara dini akan memberihasil perawatan yang lebih baik daripadapasien yang didiagnosis menderitaperiodontitis agresif pada tahap lanjut.Perawatan yang bisa dilakukan dalam merawat

pasien dengan periodontitis agresif adalahmelalui tindakan nonbedah, bedah, danperawatan antimikroba.3

LAPORAN KASUSPada awal Maret 2011, seorang pasien

wanita berusia 24 tahun datang ke bagianPeriodontologi Rumah Sakit Gigi dan MulutUniversitas Indonesia dengan keluhan gigidepan rahang bawah terasa goyang. Gusisering berdarah sewaktu menyikat gigi sejak 2tahun yang lalu, gusi juga sering bengkak tapikemudian hilang sendiri. Pasien mengakualergi terhadap cuaca panas dan dingin, pasienmenyangkal memiliki penyakit sistemik.Pasien mengaku menyikat gigi 3x sehari,sewaktu mandi pagi, mandi sore, dan malamsebelum tidur. Pasien mengaku tidak adaanggota keluarganya yang memiliki riwayatgigi lepas sendiri dari rongga mulut.Pemeriksaan klinis intraoral terlihat gingivamengalami udem dan hiperemi, 23 malposisi,11 dan 21 resesi di bagian palatal, status oralhygiene pasien baik sesuai dengan indeks oralhygiene (OHIS 0,7). Terjadi perdarahan saatprobing dengan skor PBI sebesar 1,5. Gigianterior rahang bawah dan rahang atas mobiliti°2 dengan kedalaman poket berkisar antara 5–10 mm. Gigi 22, 34, 32 tidak ada titik kontak.Tidak ada gigi yang mengalami karies dantidak ada gigi yang hilang. Dari hasil rontgenfoto terlihat bahwa pada gigi 32, 31 dan 42terjadi kehilangan tulang berbentuk vertikalyang mencapai 1/3 apikal. Pemeriksaanekstraoral tidak terlihat adanya kelainan.

Gambar 1. Foto klinis intraoral memperlihatkanjumlah akumulasi plak sedikit

Page 36: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

775

Gambar 2. Foto rontgen periapikal terlihat kehilangan tulang mencapai 1/3 apikal pada gigi 41, 31, 32

Penatalaksanaan KasusPerawatan yang dilakukan terdiri dari

perawatan periodontal inisial, dimana pasiendiberi edukasi dan motivasi mengenai caramenjaga kebersihan rongga mulut, skelingsupragingiva dan subgingiva dilakukan untukmengurangi patogen periodontal yangdijumpai pada plak gigi. Pemberian antibiotikasistemik (amoxicillin dan metronidazole)selama 8 hari. Pasien dievaluasi untuk melihatsejauh mana terjadi perbaikan setelahperawatan inisial selesai dilakukan. Perawatanbedah dilakukan sebulan kemudian setelahtidak terlihat adanya pengurangan kedalamanpoket. Pada pasien ini dilakukan bedah flapperiodontal pada regio 32, 31, 41, 42 denganteknik insisi sulkular. Flap direfleksikansehingga daerah yang akan dibersihkan terlihatdengan jelas. Jaringan granulasi dibersihkanmenggunakan kuret Gracey’s #3 dan #4 dandilakukan skeling serta penyerutan akar padapermukaan akar yang terekspos sehinggapermukaan akar gigi licin, rata dan keras.Decalcified freeze-dried bone allograft(DFDBA) yang mempunyai sifatosteostimulasi/ osteoinduksi ditempatkan padadaerah tulang alveolar yang mengalamikerusakan serta distabilkan denganmenggunakan membran GTR. Flap kemudianditutup dan dijahit menggunakan monosofnonresorbable (4-0) dengan teknik interruptedsuture. Setelah pembedahan pasiendiinstruksikan untuk menjaga kebersihanmulutnya dengan baik dan berkumur denganchlorhexidine 0,12% dua kali sehari selama 2minggu. Jahitan dibuka setelah 10 hari. Pasien

melakukan kontrol secara berkala, tetapi padadaerah graf tidak dilakukan probing palingsedikit selama 3 bulan. Setelah 7 bulandilakukan rontgen foto periapikal dan terlihatadanya penambahan tinggi tulang alveolarmencapai 1/3 tengah akar. Kedalaman poketberkurang hingga mencapai 3–4 mm dan tidakdijumpai lagi kegoyangan gigi.

Gambar 3. Foto klinis intraoral setelah dilakukanpembedahan, terlihat adanya diastema

Gambar 4. Terjadi penambahan tinggi tulangalveolar mencapai 1/3 tengah akar

Page 37: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

776

PEMBAHASANSebagai klinisi kita harus mengetahui

bahwa diagnosis dini terhadap suatu penyakitakan menentukan keberhasilan perawatan.Diagnosis dini akan membantu mencegahaktifitas penyakit lebih lanjut sehinggakerusakan jaringan dan kehilangan tulangalveolar yang lebih parah dapat dihindari.Periodontitis agresif memiliki hubungan yangkuat dengan faktor genetik, kerentanan pasienterhadap bakteri patogen pada plak gigimemegang peranan penting dalam aktivitaspenyakit.6 Keberhasilan perawatanperiodontitis agresif tergantung padakeberhasilan mengurangi patogen periodontalyang terlibat, terutama Agregatibacteractynomycetemcommitans. Kontrol plak yangoptimal penting untuk dilakukan, baik olehpasien sendiri ataupun profesional. Jumlahplak yang minimal pada penderitaperiodontitis agresif sudah bisa menyebabkanrespon host yang tidak menguntungkan.

Kontrol plak secara mekanis dapattercapai melalui edukasi dan motivasi terhadappasien, jika diperlukan disclosing solutiondapat digunakan untuk memaksimalkankontrol plak. Pasien diajarkan cara penyikatangigi yang benar, pada kasus ini pasiendiajarkan menyikat gigi dengan teknikmodifikasi Stillman. Teknik modifikasiStillman biasanya sering digunakan padapasien yang mengalami resesi gingiva.Penggunaan teknik ini dapat menghindarikerusakan yang lebih parah pada jaringanperiodontal.7 Penggunaan pembersihinterdental berupa dental floss dan sikat gigiinterdental diindikasikan karena ada beberapaelemen gigi pasien yang tidak memiliki titikkontak dan diastema bertambah besar setelahtindakan bedah. Kontrol secara berkala perludilakukan untuk memonitor keberhasilanpasien melakukan kontrol plak.

Pemberian antibiotik secara sistemikmutlak diperlukan karena bakteriAggregatibacter actinomycetemcomitans danPorphyromonas gingivalis yang dijumpai padapenderita periodontitis agresif dapat berinvasike dalam jaringan sehingga terapi secaramekanis saja tidak cukup untuk mengurangijumlah bakteri.8 Pemberian antibiotikkombinasi berupa amoxicillin 250 mg 3xsehari dan metronidazole 250 mg 2x sehariselama 8 hari sebagai perawatan tambahanpada terapi inisial dapat meningkatkan hasilperawatan secara signifikan.9

Tujuan utama dari tindakan bedah flapadalah untuk mendapatkan akses danvisibilitas pada daerah permukaan akar gigisehingga instrumentasi dan debridemen mudahdilakukan. Flap insisi sulkular atau flappreservasi papila merupakan teknik yang idealuntuk meminimalkan resesi pada daerahanterior. Flap preservasi papilamenguntungkan bagi penggunaan bone graftjika ada diastema di antara gigi sehinggapenutupan material graft pada daerahinterdental lebih maksimal dan mencegahpenyusutan papila ketika masapenyembuhan.10 Penggunaan bone graftdiindikasikan pada kerusakan tulang secaravertikal dan kesuksesan prosedur tergantungdari jenis kerusakan. Kerusakan tulang tigadinding atau intraboni merupakan kerusakanyang ideal bagi penggunaan bone graftsehingga tingkat keberhasilan perawatan lebihbaik jika dibandingkan dengan kerusakantulang dua dinding dan satu dinding. Adabeberapa jenis bone graft yang bisadigunakan, yaitu autograft, allograft,xenograft atau alloplastic. Autograftmerupakan bone graft yang paling baikdigunakan karena memberi banyakkeuntungan dengan reaksi jaringan yangminimal.11 Pada laporan kasus ini bone graftyang digunakan adalah jenis allograft yaitudecalcified freeze-dried bone allografts(DFDBA) yang memiliki kemampuanmenginduksi regenerasi tulang. Sifatosteoinduksi yang dimiliki oleh DFDBA dapatmemberi hasil perawatan yang lebih baikdaripada bahan alloplastic yang hanyamemiliki sifat osteokonduksi, meskipundemikian semua jenis bone graft kecualiautograft pada dasarnya memberi hasil klinisyang sama, yaitu pengisian cacat intrabonisekitar 60–70%.12

Gambar 5. Foto rontgen sebelum (kiri) dan setelah(kanan) dilakukan tindakan bedah flap

Penggunaan membran sebagai bahanGuided Tissue Regeneration (GTR) baik yang

Page 38: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

777

resorbable atau nonresorbable dapatmemandu arah pertumbuhan epitel danjaringan ikat sehingga terbentuk jaringanregeneratif yang optimal.13 Penelitianmemperlihatkan bahwa GTR yang digunakanbersama-sama dengan bone graft dapatmeningkatkan level tulang dan levelperlekatan klinis secara signifikan sertamengurangi kedalaman poket dibandingkanprosedur bedah flap saja.14 Pada kasus ini,perawatan bedah menggunakan bone graft danGTR memberi hasil perawatan yang baik,dimana terjadi penambahan tinggi tulangalveolar mencapai 1/3 tengah akar dan tidakdijumpai lagi kegoyangan gigi pada daerahanterior rahang bawah (Gambar 5).

Perawatan pemeliharaan pada pasienperiodontitis agresif akan berlangsung seumurhidup untuk mencegah rekurensi penyakit,menjaga hasil pembedahan dan juga karenaadanya keterlibatan faktor genetik padapenyakit ini yang mempengaruhi kerentananindividu. Bila terlihat ada daerah yangmemperlihatkan tanda-tanda rekurensipenyakit, seperti perdarahan saat probing yangmerupakan tanda klinis awal dari inflamasimaka harus segera dilakukan perawatan.

KESIMPULANPerawatan periodontitis agresif memberi

tantangan yang besar bagi klinisi karenaadanya keterlibatan faktor genetik. Perawatanperiodontal yang menyeluruh meliputitindakan mekanis, bedah, pemberian antibiotiksecara sistemik dapat meningkatkan kesehatanjaringan periodontal. Penggunaan bahanregenerasi dapat meningkatkan hasilperawatan menjadi lebih baik, terutama padapasien dengan dukungan jaringan periodontalyang kurang. Keberhasilan perawatan terutamahilangnya kegoyangan gigi pada kasus inidapat memperbaiki kualitas hidup dari pasien.

DAFTAR PUSTAKA1. Lang NP, Bartold PM, Cullinan M,

Jeffcoat M, Mombelli A, et al. Consessusreport: Aggressive periodontitis. AnnPeriodontol 1999; 4:53.

2. Novak KF, Novak MJ. AggressivePeriodontitis: Clinical periodontology.10th ed. Saunders. 2006: 506–511.

3. Klokkevold PR, Nagy RJ. Treatment ofaggressive and atypical forms ofperiodontitis: Clinical periodontology.10th ed. Saunders. 2006: 693.

4. Purucker P, Mertes H, Goodson JM,Bernimoulin JP. Local versus systemicadjunctive antibiotic therapy in 28patients with generalized aggressiveperiodontitis. J Periodontol 2001;72:1241–1245.

5. Demmer RT, Papapanou PN.Epidemiologic patterns of chronic andaggressive periodontitis. Periodontology2000 2010; 53(1):28–44.

6. De Carvalho FM, Tinoco EMB, Govil M,Marazita ML, Vieira AR. Agressiveperiodontitis is likely influenced by a fewsmall effect genes. Journal of ClinicalPeriodontology 2009; 36(6):468–473.

7. Daliemunthe SH. Kontrol plak: Terapiperiodontal. 2nd ed. Medan: USU Press.2006: 140.

8. Saglie FR, Carranza FA, Newman MG,Cheng L, Lewin KJ. Identification oftissue invading bacteria in humanperiodontal disease. Journal ofPeriodontal Research 1982; 17(5):452–455.

9. Griffiths GS, Ayob R, Guerrero.Amoxicillin and metronidazole as anadjunctive treatment in generalizedaggressive periodontitis at initial therapyor re-treatment: a randomized controlledclinical trial. Journal of ClinicalPeriodontology 2011; 38(1):43–49.

10. Carranza FA, Takei HH. The flaptechnique for pocket therapy: Clinicalperiodontology. 10th ed. Saunders. 2006:948.

11. Klokkevold PR. Localized boneaugmentation and implant sitedevelopment: Clinical periodontology.10th ed. Saunders. 2006: 1135.

12. Yukna RA. Penatalaksanaan cacattulang: Graft pengganti tulang, Silabusperiodonti. 4th ed. Jakarta: EGC. 2004:167–171.

13. Karring T, Lindhe J. Concepts inperiodontal tissue regeneration: Clinicalperiodontology and implant dentistry. 5th

ed. Elsevier Mosby. 2008: 541–567.14. Reynolds MA, Aichelmann-Reidy ME,

Branch-Mays GL, Gunsolley JC. Theefficacy of bone replacement grafts in thetreatment of periodontal osseous defects:A systematic review. Ann Periodontol2003; 8:227–265.

Page 39: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

778

SPACE MAINTAINER TIPE CROWN AND LOOP: SUATU PERAWATAN KASUSTANGGAL DINI GIGI SULUNG

Vera Yulina*, Amila Yumna**, Dharli Syafriza*

*Departemen Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala**Dokter Gigi di Banda Aceh

ABSTRAKGigi sulung yang mengalami lesi karies luas dengan keterlibatan furkasi merupakan salah satuindikasi dilakukannya ekstraksi. Jika pencabutan terjadi ketika benih gigi permanen masih terletakjauh dan belum waktunya erupsi maka ekstraksi atau tanggal dini gigi sulung harus diikuti denganpemasangan suatu alat untuk menjaga ruang erupsi gigi permanen pengganti, yaitu space maintainer.Laporan kasus ini menjelaskan pemasangan space maintainer tipe crown and loop pada kasustanggal dini gigi molar pertama sulung. Kesimpulan Space maintainer tipe crown and loop efektifsebagai alat yang digunakan untuk menjaga dan mempertahankan ruang erupsi gigi permanen padakasus tanggal dini gigi molar pertama sulung.

Kata kunci: Crown and loop, space maintainer, tanggal dini gigi sulung

ABSTRACTPrimary teeth with a wide caries and furcation attained is indicated to be extracted. If it is removedwhilst the successor teeth is bone covered and left a long term to exfoliate, the extraction should befollowed by an appliance that maintains the space for permanent successor to erupt, it is called spacemaintainer. The case report describes the using of crown and loop space maintainer with earlymissing of first primary molar. Conclusion crown and loop space maintainer is an effective applianceto keep and maintain the space for permanent teeth eruption with an early missing of first primarymolar.

Key words: Crown and loop, space maintainer, premature loss

Page 40: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

779

PENDAHULUANGigi sulung yang mengalami tanggal

dini merupakan hal yang sering terjadi padaanak-anak baik akibat trauma maupun lesikaries luas sehingga gigi tersebut tidak dapatdipertahankan lagi. Kondisi seperti ini dapatmengakibatkan penyempitan atau hilangnyaruang untuk erupsi gigi permanenpenggantinya yang akhirnya dapatmenyebabkan maloklusi. Penanganan yangpaling aman untuk mencegah komplikasitersebut adalah dengan menggunakan suatuspace maintainer yang berfungsi untukmenjaga ruang erupsi gigi permanenpenggantinya.1–3

Space maintainer adalah suatu alat yangdigunakan untuk menjaga danmempertahankan ruang untuk erupsi gigipermanent pengganti pada kasus kehilangandini gigi sulung.2 Indikasi penggunaan suatuspace maintainer adalah ketika gigi molarpertama atau kedua sulung tanggal sebelumerupsi gigi permanen penggantinya. Selain itu,juga untuk mempertahankan leeway spaceketika terdapat semua gigi geligi sulungposterior, tetapi dengan kondisi maloklusiringan.3,4

Terdapat banyak tipe space maintaineryang digunakan dalam bidang kedokteran gigianak, salah satunya adalah crown and loop.Crown and loop adalah space maintainersemifixed unilateral yang digunakan pada areaedentulous untuk mencegah bergesernya gigitetangga. Alat ini digunakan pada gigi sulungketika terdapat gigi molar kedua sulung yangdigunakan sebagai abutment untukmempertahankan ruang agar gigi premolarpertama dapat erupsi. Setelah dilakukanpemasangan crown pada gigi molar keduasulung, selanjutnya suatu kawat berukuran 0,3atau 0,36 inci dipatri pada crown tersebut.2,3,5

LAPORAN KASUSSeorang anak perempuan berusia 10

tahun datang ke Rumah Sakit Gigi dan MulutUnsyiah dengan kondisi lesi karies luasmencapai furkasi pada gigi molar pertamasulung rahang bawah kanan atau pada gigi 84(Gambar 1).

Setelah dilakukan pemeriksaan danriwayat keluhan utama secara lengkap.Selanjutnya dilakukan pemeriksaan intraoraldan pemeriksaan radiografi dengan fotoperiapikal maka diputuskan untuk melakukanpencabutan pada gigi 84 yang tidak dapat

Gambar 1. Lesi karies luas pada gigi 84

Gambar 2. Cetakan awal rahang bawah

Gambar 3. Anestesi sebelum preparasi

Page 41: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

780

dipertahankan lagi dan dibuatkan suatu spacemaintainer tipe crown and loop untuk menjagaruang bagi gigi pengganti yang akan erupsi.Sebelum dilakukan ekstraksi, terlebih dahuludilakukan pencetakan awal rahang bawah(Gambar 2). Selanjutnya dilakukan anestesilokal untuk persiapan preparasi gigi 85 yangdigunakan sebagai abutment (Gambar 3).

Preparasi gigi 85 dilakukan denganmengurangi permukaan proksimal bagianmesial dan distal menggunakan high speeddiamond bur #69 L (Gambar 4). Tahap iniharus dilakukan secara hati-hati agar tidakmerusak gigi tetangga saat melakukanpembuangan permukaan proksimal gigi.Pengurangan bagian proksimal ini meluashingga di bawah tepi gingiva ± 0,5 mm.Kontak dengan gigi tetangga harus dipastikanbebas dengan menggunakan sonde half moon.Tepi proksimal bagian servikal atau dekatmargin gingiva harus bebas dan halus tanpaadanya ledge atau shoulder (Gambar 5).

Gambar 4. Pengurangan permukaan proksimal

Gambar 5. Area servikal halus dan bebas

Setelah pengurangan permukaanproksimal selesai, lalu dilakukan pembuanganpermukaan oklusal dengan menggunakan high

speed flame diamond bur (Gambar 6).Pengurangan bagian oklusal mengikuti bentukanatomis cusp hingga kira-kira 1 mm bebasdari gigi antagonis (Gambar 7).

Gambar 6. Pengurangan bagian oklusal

Gambar 7. Permukaan oklusal bebas ± 1 mm

High speed diamond bur #69 L jugadapat digunakan untuk menghaluskan sudut-sudut yang tajam pada preparasi akhir.Pengurangan permukaan bukal dan lingualbiasanya tidak diperlukan karena bagian ini

Gambar 8. Crown dengan ukuran paling kecilyang dapat menutupi secara sempurnagigi yang telah dipreparasi

Page 42: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

781

diperlukan untuk memperoleh undercut yangberguna sebagai retensi crown. Namun,terkadang pengurangan permukaan inidibutuhkan khususnya pada molar pertamasulung. Setelah semua preparasi berhasildilakukan dan semua sudut yang tajam telahdibulatkan, tahap selanjutnya adalah pemilihancrown dengan ukuran paling kecil yang dapatmenutupi dengan sempurna gigi yang telahdipreparasi (Gambar 8).

Sebelum dilakukan sementasi, terlebihdahulu dilakukan pencetakan akhir denganposisi crown berada di dalam rongga mulut.Selanjutnya crown ikut terlepas saat cetakandiangkat dari dalam rongga mulut, dan posisicrown berada dalam cetakan (Gambar 9) sertadilakukan pengecoran model cetakan tersebut(Gambar 10). Dilakukan penutupan sementarapada gigi yang telah dipreparasi dan pasiendijadwalkan kembali untuk pencabutan elemen84.

Gambar 9. Cetakan akhir

Gambar 10. Hasil pengecoran cetakan akhir

Tahap selanjutnya adalah dilakukanpemotongan model stone die gigi 84 yangakan diekstraksi pada bagian servikal sebelum

dikirim ke laboratorium dental untukdilakukan pembuatan loop (Gambar 11).

Gambar 11. Pemotongan pada bagian servikalstone die elemen 84 sebelum dikirimke laboratoruim

Setelah diperoleh space maintainerdengan loop yang dipatrikan pada crown olehteknisi laboratorium (Gambar 12). Tahapselanjutnya adalah menjadwalkan pasien untukdilakukan ekstraksi elemen 84 sehari sebelumdilakukan uji coba dan sementasi crown andloop (Gambar 13).

Gambar 12. Space maintainer crown and loop

Page 43: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

782

Gambar 13. Sementasi crown and loop

PEMBAHASANTanggalnya gigi sulung sebelum

terjadinya eksfoliasi fisiologis normal dapatmenyebabkan hilangnya hubungan oklusalvertikal dan horizontal pada gigi geligi sulungdan permanen. Hal ini pada akhirnya dapatmenyebabkan maloklusi gigi. Untuk alasan inimaka perlu dilakukan penjagaan ruang akibattanggal dini gigi sulung.5

Dibutuhkan pengetahuan tentang prosesperkembangan gigi geligi untuk melakukanfabrikasi dan penggunaan space maintainer.Terdapat faktor-faktor penting yang perludipertimbangkan ketika diputuskanmenggunakan suatu space maintainer.6 Faktorpertama adalah waktu tanggal atau hilangnyagigi sulung, space maintainer harus digunakansesegera mungkin setelah ekstraksi. Kedua,usia kronologis gigi pasien. Ketiga, ketebalantulang yang menutupi gigi permanenpengganti. Dan faktor terakhir adalah urutanerupsi gigi.2

Band atau crown and loop merupakantipe space maintainer yang paling seringdigunakan pada kasus tanggal dini gigi sulungunilateral.6 Pada laporan kasus yang kamipresentasikan di sini, digunakan spacemaintainer tipe crown and loop pada kasustanggal dini elemen 84 dengan abutment padaelemen 85.

Crown and loop mudah dalam halfabrikasi dan membutuhkan waktu pengerjaanyang singkat di praktik dental. Tipe spacemaintainer ini dapat digunakan pada kasusgigi abutment dengan lesi karies luas danmembutuhkan terapi pulpa vital denganpenutupan penuh mahkota gigi. Crown andloop membutuhkan suatu proyeksi vertikaldimana fabrikasi loop harus berkontak dengan

gigi abutment. Hal ini dapat mencegah loopmeluncur di bawah tinggi proksimal konturgigi, yang pada akhirnya dapat mengakibatkantertanamnya wire kedalam jaringan gingivabeberapa minggu atau beberapa bulan setelahpemasangan.2,5

Setelah dilakukan pemasangan spacemaintainer maka pasien harus diinstruksikanuntuk menjaga kebersihan rongga mulutdengan baik dan benar, menyikat gigi palingkurang dua kali sehari. crown and loopditempatkan dengan semen dental khusus,namun perlu diinstruksikan pasien jika alatterlepas, ia harus segera mungkin kembaliuntuk dilakukan pemasangan kembali olehdokter gigi. Pasien juga perlu diinstruksikanuntuk menghindari makanan-makanan yangbersifat lengket dan keras. Orang tua pasienharus diinformasikan bahwa space maintainerharus diperiksa secara periodik untukstabilitasnya dan erupsi gigi permanentpengganti.3

KESIMPULANSpace maintainer tipe crown and loop

efektif sebagai alat yang digunakan untukmenjaga dan mempertahankan ruang erupsigigi permanen pada kasus tanggal dini gigimolar pertama sulung.

DAFTAR PUSTAKA1. Yeluri R, Munshi AK. Fiber reinforced

composit loop space maintainer: analternative to the conventional band andloop. Contemporary Clinical Dentistry2012; 3:26–28.

2. McDonald RE, Avery DE. Dentistry forthe child and adolescent. 7th ed. St. Louis:Mosby. 2000: 686–689.

3. Indian Health Service. Dental specialitiesreference guide. Pediatric Dentistry 2003;4:41–47.

4. Gallao S. Space management duringdentition development: A case report. JHealth Sci Inst 2010; 28(1):87–8.

5. Yilmaz Y, Kocogullari ME, Belduz N.Fixed space maintainer combine withopen-face stainless steel crown. TheJournal of Contemporary Dental Practice2006; 7(2):1–9.

6. Verma KG, Verma P. Estetic in spacemanagement - Demand of new era. IJDA2011; 3(2):549–551.

Page 44: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

783

PERAWATAN KESEHATAN GIGI DENGAN PENGUNYAHANPERMEN KARET YANG MENGANDUNG XILITOL

Cut Fera Novita

Departemen Ilmu Kesehatan Gigi Masyarakat dan PencegahanFakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

ABSTRAKKaries gigi adalah penyakit dengan prevalensi terbesar di seluruh dunia dan disebabkan oleh interaksikompleks dari kerentanan gigi, nutrisi dan bakteri rongga mulut. Dilain sisi, perawatan penyakit gigidan mulut memerlukan biaya yang tidak sedikit, bahkan ia merupakan jenis perawatan penyakit ke-4yang termahal di negara-negara berkembang. Oleh karena itu, untuk mengantisipasi masalah ini kitaperlu menitikberatkan perhatian kearah pencegahan karies gigi. Beberapa negara dengan status low-income telah memperkenalkan program pencegahan dengan program pengunyahan permen karetbebas gula di sekolah-sekolah. Permen karet yang diperkenalkan pada anak-anak termasuk sorbitoldan xilitol. Evaluasi awal dari program kesehatan ini telah memberikan hasil yang memuaskan diBelize, namun kurang baik di Madagaskar. Efektifitas xilitol dalam hal reduksi karies gigi yangberbeda di beberapa negara mungkin saja terjadi karena adanya perbedaan profil epidemiologis dankeadaan sosial budaya yang berbeda pula. Hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanis inibersifat nonkariogenik dan bahkan dianggap sebagai bahan antikariogenik. Penggunaan permen karetyang mengandung xilitol telah dievaluasi dalam berbagai penelitian longitudinal, dan hasilnyamenunjukkan bahwa pengunyahan permen karet yang mengandung xilitol dapat memberikan efekinhibitor jangka panjang terhadap karies bila digunakan dengan dosis, durasi, frekuensi, dan waktuyang tepat.

Kata kunci: Karies gigi, xilitol, program pengunyahan permen karet bebas gula

ABSTRACTDental caries is an illness which the biggest prevalence in the world and caused by a complexinteraction between tooth risk, nutrition and mouth bacteria. Beside, dental and oral treatment is not alow cost treatment, it is a fourth of the most expensive treatment in the world. Therefore we need tosolve this problem and focus on a preventive method. Low-income countries used a preventiveprogram which using sugar-free chewing gum at schools. These include of sorbitol and xilitolchewing gum. First evaluation of a health program in Belize showed a satisfied result, but not inMadagaskar. The effectivity of xylitol in reducing dental caries might be different at severalcountries, perhaps it caused by differences of epidemiologyc profile and culture. The results ofxylitol’s studies showed that xylitol is one of noncariogenic sweetener even it can be as ananticariogenic substance. Longitudinal studies which using xylitol has been evaluated, and the resultsshowed that xylitol chewing gum program cause a long term inhibitor effect on caries prevention,when it used in a right time, dosis, duration, and frequency.

Key words: Dental caries, xylitol, sugar-free chewing gum program

Page 45: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

784

PENDAHULUANKaries gigi diderita oleh hampir semua

orang di seluruh dunia. Di beberapa negara,karies gigi anak merupakan salah satupenyakit kronis yang mempunyai prevalensitertinggi. Penyakit ini merupakan penyakityang melibatkan berbagai faktor, yaitu faktor-faktor yang berhubungan langsung denganinisiasi karies gigi yang disebut dengan faktorrisiko dan faktor-faktor yang tidak mempunyaihubungan langsung dengan inisiasi karies gigiyang disebut dengan indikator risiko karies.Faktor risiko karies adalah plak, pola makan,faktor host, sedangkan indikator risiko kariesadalah faktor sosial, perilaku, budaya,kepedulian terhadap kesehatan gigi, ilmupengetahuan, dan lain-lain. Dilain sisi,perawatan penyakit gigi dan mulutmemerlukan biaya yang tidak sedikit, bahkania merupakan jenis perawatan penyakit ke-4yang termahal di negara-negara berkembang.Oleh karena itu, untuk mengantisipasi masalahini kita perlu menitikberatkan perhatian kearah pencegahan karies.1–5

Beberapa negara dengan status low-income telah memperkenalkan programpencegahan dengan penggunaan permen karetbebas gula. Permen karet yang diperkenalkanpada anak-anak termasuk sorbitol dan xilitol.Evaluasi awal dari program kesehatan ini telahmemberikan hasil yang memuaskan di Belize,6

namun kurang baik di Madagaskar. MenurutPeng et al (2004), efektifitas xilitol dalam halreduksi karies yang berbeda di beberapanegara mungkin saja terjadi karena adanyaperbedaan profil epidemiologis dan keadaansosial budaya yang berbeda pula.7

TINJAUAN PUSTAKAKaries Gigi

Karies gigi adalah penyakit infeksi gigiyang terjadi karena adanya ketidakseimbanganinteraksi antara faktor patologis yangmenyebabkan demineralisasi dengan faktorprotektif yang menyebabkan remineralisasi.Yang termasuk ke dalam faktor-faktorpatologis adalah mikroorganisme kariogenikdan karbohidrat yang dapat difermentasikan,sedangkan yang termasuk kedalam faktor-faktor protektif adalah saliva, fluoride sertafaktor-faktor protektif alami lainnya. Dalamjangka waktu tertentu, faktor-faktor tersebutakan menyebabkan inisiasi karies yang akanterus berkembang bila tanpa perawatan.Konsumsi makanan yang mengandung gula

dapat meningkatkan risiko karies karenaadanya kontak karbohidrat (gula) yang lebihlama dan dapat digunakan oleh bakteri untukmenghasilkan asam dan merusak gigi.1,2,8,9

Oleh karena itu, perlu adanya suatu intervensiguna menghilangkan salah satu faktor risikoyang dapat menghambat terjadinya karies,salah satunya adalah dengan menurunkanjumlah mikroorganisme kariogenik ataumencari alternatif produk pengganti pemanissukrosa.

Faktor Risiko KariesDi antara sekian banyak faktor-faktor

risiko yang dapat menyebabkan karies, adaplak, saliva dan sukrosa yang berperan pentingdalam inisiasi karies. Plak gigi bersifatkariogenik karena ada bakteri yangberkolonisasi di dalamnya, namun tidak semuajenis bakteri mampu memetabolismekarbohidrat menjadi asam. Jenis dankemampuan bakteri kariogenik dalammenghasilkan asam lebih memegang perananpenting terhadap inisiasi karies dibandingkandengan banyaknya plak yang ada. Beberapabakteri, seperti S. mutans sangat berperanterhadap terjadinya karies gigi karenakemampuannya dalam memproduksi sejumlahbesar asam. Selain itu, bakteri ini juga mampumensintesis polisakarida ekstraseluler yangdapat meningkatkan adhesi plak padapermukaan gigi.8,9

Saliva memegang peranan pentingdalam hal perlindungan gigi terhadap karies.Saliva terlibat dalam proses remineralisasi gigikarena konsentrasi kalsium dan fosfat di dalamsaliva dapat menghambat prosesdemineralisasi pada permukaan luar gigi.Adanya enzim dan kapasitas buffer salivadapat menetralisir asam dan membantu prosesremineralisasi. Beberapa jenis makanan,seperti permen karet dapat menstimulasisekresi saliva dan menambah kapasitas buffersaliva karena konsentrasi bikarbonat yanglebih tinggi.2,8

Sukrosa merupakan faktor diet utamapenyebab karies gigi. Peningkatan jumlah danfrekuensi pengkonsumsian sukrosa selaludihubungkan dengan peningkatan insidenkaries. Makanan yang kaya akan gula danbertekstur lunak dianggap berperan dalampeningkatan insiden karies (Kandelman,1997). Pembatasan persediaan gula selamaperang dunia ke-2 dan penggantian gula

Page 46: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

785

dengan xilitol telah menunjukkan adanyareduksi insiden karies yang berarti.8

Indikator Risiko KariesYang termasuk ke dalam indikator

risiko karies adalah perilaku anak dan orangtua, kesadaran akan pentingnya kesehatan gigi,ilmu pengetahuan, dan lain-lain. Jika faktorrisiko berperan langsung dalam inisiasi kariesgigi maka indikator risiko karies mempunyaihubungan secara tidak langsung terhadapinisiasi karies gigi. Meskipun begitu, indikatorrisiko karies merupakan unsur yang sangatpenting dan menentukan keberhasilan suatuprogram pencegahan karies gigi anak. Namun,justru faktor ini cukup sulit untuk diintervensi,tidak seperti faktor risiko yang bisa diatasisecara langsung dengan menghilangkan salahsatu faktor etiologinya.2,4

XilitolXilitol yang juga sering disebut dengan

”gula birch” termasuk dalam golongan gulaalkohol yang mempunyai 5 rantai karbon dansering digunakan sebagai pemanis. Banyakbakteri yang tidak dapat menggunakan xilitolsebagai sumber energi, selain itu xilitol jugadianggap berbahaya bagi beberapa jenisbakteri. Beberapa penelitian telahmenyebutkan bahwa xilitol dapat menurunkanpertumbuhan S. mutans.8,11,12

Selama 20 tahun terakhir telahdilakukan begitu banyak penelitian klinismengenai xilitol baik terhadap hewan maupunpada manusia. Hasil-hasil penelitianmenunjukkan bahwa pemanis ini bersifatnonkariogenik dan bahkan dianggap sebagaibahan antikariogenik. Penggunaan permenkaret yang mengandung xilitol telah dievaluasidalam berbagai penelitian longitudinal, danhasilnya menunjukkan bahwa efek inhibitorterhadap karies disebabkan oleh: Peran xilitol dalam proses remineralisasi Kemampuan xilitol dalam mengurangi

jumlah plak Kemampuan xilitol dalam mengurangi

jumlah koloni S. mutans Pengaruh xilitol terhadap pH plak dan

kapasitas buffer salivaBila seseorang dihadapkan pada kondisi

yang tidak memungkinkan untuk menyikatgigi atau menggunakan benang gigi setelahmakan makanan yang mengandungkarbohidrat yang dapat difermentasikan makapengunyahan permen karet yang mengandung

xilitol sangat membantu dalam mengurangiplak dan karies gigi.8 Meskipun demikian,penggunaan permen karet yang mengandungxilitol tetap tidak bisa menggantikan peranansikat gigi sebagai metode utama dalam usahapembersihan gigi.

Karena efek xilitol terhadap biologi oralsangat baik maka xilitol dapat digunakansebagai usaha pencegahan karies gigi.Kebiasaan mengunyah permen karet yangmengandung xilitol secara rutin dalam jangkawaktu lama dapat memberikan efek reduksikaries sampai beberapa tahun kedepanmeskipun kebiasaan tersebut sudah dihentikan.Efek protektif yang maksimal akan dicapaibila kebiasaan mengunyah permen karet yangmengandung xilitol ini dilakukan paling tidak1 tahun sebelum gigi permanen erupsi.10,13

Penelitian yang dilakukan oleh Hujoel etal (1999) menunjukkan hasil bahwa padaanak-anak yang telah melakukan pengunyahanpermen karet yang mengandung xilitol selama2 tahun, mereka tetap bebas karies sampai 5tahun setelah program pengunyahandihentikan.10,14

Program Pengunyahan Permen KaretXilitol

Berikut ini adalah beberapa penelitianmengenai program pengunyahan permen karetyang mengandung xilitol berbasis sekolahyang dilakukan di beberapa negara. Penelitian-penelitian tersebut telah menunjukkan hasilyang memuaskan dalam hal reduksi karies.

Makinen et al (1995) telah melakukansebuah penelitian double-blind cohort selama40 bulan untuk mengetahui efek pengunyahanpermen karet yang mengandung xilitolterhadap karies pada 1277 orang anak Belize,Amerika Tengah dari tahun 1989–1993.Sebanyak 416 orang anak di droup out daripenelitian karena tidak dapat mengikutipenelitian sampai akhir masa studi. Subjekdibagi kedalam 9 kelompok, yaitu satukelompok kontrol (tidak mengunyah permenkaret), empat kelompok xilitol (diberikanpermen karet yang mengandung xilitol dengandosis antara 4,3 sampai 9,0 gr/hari), duakelompok xilitol-sorbitol (diberikan permenkaret poliol antara 8,0 sampai 9,7 gr/hari), dansatu kelompok sukrosa (diberikan gula 9,0gr/hari). Penelitian ini diawasi oleh empatorang dokter gigi yang telah dikalibrasi.Pemeriksa memeriksa dan mencatat statuskaries gigi pada seluruh subjek yang nantinya

Page 47: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

786

akan dievaluasi, apakah terjadi perkembangankaries dan terbentuk lesi karies baru. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa biladibandingkan dengan kelompok kontrol,dijumpai peningkatan karies marginal padakelompok sukrosa (risiko relatif 1,20; c.i 95%,0,96 sampai 1,49; p = 0,1128). Kelompoksorbitol dapat menurunkan laju karies (risikorelatif 0,74; c.i 95%, 0,6 sampai 0,92; p =0,0074). Kelompok yang paling efektif dalammenurunkan laju karies adalah empatkelompok xilitol dan yang paling efektifadalah dengan pengunyahan permen karetyang mengandung xilitol 100% (risiko relatif0,27; c.i 95%, 0,20 sampai 0,36; p = 0,0001).Berdasarkan hasil penelitian tersebut terbuktibahwa permen karet yang mengandung xilitollebih unggul dibandingkan dengan permenkaret lainnya. Permen karet xilitol-sorbitolmasih kurang efektif bila dibandingkan denganxilitol, namun tetap dapat menurunkan lajukaries bila dibandingkan dengan kelompokkontrol.6

Autio et al (2000) telah melakukanpenelitian terhadap 35 orang anak prasekolahpada program Head Start di Starke, Florida.Semua subjek diminta untuk mengunyahpermen karet yang mengandung xilitol 100%tiga kali sehari dalam jangka waktu tigaminggu selama masa sekolah. Lima orangguru yang berpartisipasi dalam program inidiberikan tanggung jawab untuk memberikaninstruksi, mendistribusikan permen karet, danmengawasi program. Pendistribusian permenkaret diberikan setelah makan pagi (jam 8),setelah makan siang (jam 11), dan setelahsnack (jam 1), masing-masing 1 butir permen.Sikap para guru selama masa studi dinilaidengan kuisioner untuk mengetahui pendapatmereka mengenai penerimaan anak-anakterhadap program ini. Selain itu, anak-anakjuga diberikan kuisioner bergambar untukmengetahui apakah mereka cukup senangmengikuti program ini. Hasil penelitianmenunjukkan semua guru berpendapat bahwaanak-anak menikmati program ini danprogram berjalan dengan lancar. Dua orangguru berpendapat bahwa program ini tidakmenganggu rutinitas belajar, namun tiga orangguru berpendapat sebaliknya. Empat orangguru menyatakan tidak mau mengikutiprogram ini pada tahun berikutnya. Tiga orangguru berpendapat bahwa anak-anak tidak akanmau mengikuti program ini pada tahunberikutnya sementara dua guru lainnya

berpendapat sebaliknya. Data yang diperolehdari penelitian tersebut menunjukkan bahwapenerimaan anak-anak terhadap programpengunyahan permen karet yang mengandungxilitol seperti ini sangat baik (sebesar 94% dan86%).13

Peng et al (2004) telah melakukanpenelitian selama 2 tahun terhadap 1143 oranganak sekolah usia 6–7 tahun pada 9 sekolahdasar tingkat pertama di Cina. Seluruh subjekdibagi dalam 3 kelompok, yaitu kelompokyang mendapatkan Oral Health Education(OHE) (Kelompok E), kelompok OHE yangmengunyah permen karet bebas gula(mengandung 55,5% sorbitol, 4,3% xilitol, dan2,3% carbamide dengan berat permen masing-masing sebesar 0,8 gr) (Kelompok G), dankelompok kontrol (Kelompok C). OHEdilakukan sesuai dengan standar WHO HealthPromoting Schools Project. OHE diberikansetiap bulan sekali dan kegiatan menyikat gigibersama setiap hari diawasi oleh para guruyang sudah dilatih terlebih dahulu selama 2hari. Kelompok G menerima 4 butir permenkaret bebas gula setiap harinya kecuali harilibur. Mereka mengunyah satu butir padapukul 8 pagi, satu butir pada pukul 9.30 pagi,satu butir setelah makan siang dan satu butirsetelah makan malam di rumah. Para orang tuatelah setuju untuk mengawasi anak-anaknyadalam mengunyah permen karet di rumah.Kelompok C tidak mendapatkan perlakuanapapun. Hasil penelitian menunjukkan bahwaDMFS pada Kelompok G 42% lebih rendahdaripada Kelompok E dan C. Skor perdarahangingiva juga menunjukkan hasil yangsignifikan diantara ketiga kelompok. Biladibandingkan dengan Kelompok C, nilai rata-rata skor perdarahan gingiva pada KelompokG lebih rendah 71% (p<0,01) dan padaKelompok E lebih rendah 42% (p<0,05).Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapatdisimpulkan bahwa OHE telah memberikanpengaruh yang baik terhadap peningkatankesehatan rongga mulut anak-anak, namununtuk mendapatkan hasil yang lebih baik dapatdiberikan intervensi tambahan berupapengunyahan permen karet bebas gula.7

Efek Xilitol Terhadap Karies GigiPenggantian gula dengan xilitol akan

mempengaruhi kolonisasi bakteri S. mutans didalam mulut. Semua penelitian menyatakanbahwa xilitol dapat menurunkan kolonisasibakteri secara signifikan.10,11 Selain itu,

Page 48: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

787

pengunyahan permen karet bebas gula ini jugadapat meningkatkan laju produksi saliva, yangnantinya akan meningkatkan kualitas salivadengan kandungan permen karet tersebut.13,15

Efektifitas pengunyahan permen karet yangmengandung xilitol akan dicapai biladilakukan secara rutin dengan dosis harianyang cukup. Deshpande et al (2008)mengatakan bahwa efek penurunan laju kariesoleh poliol bergantung pada frekuensipengunyahan, dosis poliol per butir, dan durasipengunyahan permen karet.15

Efek protektif pengunyahan permenkaret yang mengandung xilitol bergantungpada masa erupsi gigi. Gigi yang erupsi satudan dua tahun setelah program pengunyahanpermen karet selama 2 tahun akan memberikanefek reduksi karies jangka panjang yang palingbaik (berkisar antara 93% dan 88%). Efekjangka panjang ini dapat berlangsung hingga 5tahun setelah masa 2 tahun programpengunyahan permen karet yang mengandungxilitol berakhir.10

Dosis XilitolDalam penelitiannya, Autio et al (2000)

menggunakan xilitol dengan dosis 4,05 gr (3kali x 1,35 gr). Kandelman et al (1997)menggunakan dosis xilitol 3,4 gr/hari dalampenelitiannya. Sementara dalam literatur laindisebutkan bahwa dosis efektif minimumuntuk mendapatkan aksi protektif xilitoladalah 6 gr/hari. Menurut Akerblom anak-anak dapat bertoleransi dengan dosis xilitolhingga 45 gr tanpa menimbulkan efeksamping. Ly et al (2008) menyatakan bahwadosis xilitol di bawah 3,4 gr/hari tidak akanefektif dan dosis yang melebihi 10 gr/hari jugatidak akan memberikan efek yang lebih besarterhadap reduksi S. mutans.13,16,17

Durasi MastikasiDalam penelitiannya, Makinen et al

(1995) menggunakan durasi pengunyahanselama 5 menit. Survei menyarankan durasipengunyahan permen karet yang mengandungxilitol selama 10 sampai 30 menit.Berdasarkan data yang didapatkan darilaboratorium, umumnya karbohidrat akandilepaskan ke dalam saliva dalam waktu 5menit, sedangkan berdasarkan literatur,dikatakan bahwa waktu maksimal untukpermen karet yang mengandung xilitol agardapat menurunkan pH plak akibatpengkonsumsian karbohidrat yang telah

difermentasikan berkisar antara 3 sampai 7menit.6

Frekuensi PenggunaanLy et al (2008) menemukan respon

linear reduksi S. mutans terhadap pertambahanfrekuensi penggunaan permen karet yangmengandung xilitol dari 2 kali/hari, 3 kali/hari,dan 4 kali/hari dibandingkan dengan kelompokkontrol yang mengunyah permen karet tanpaxilitol sebanyak 4 kali/hari. Namun, tidakdijumpai perbedaan yang signifikan terhadaphasil reduksi S. mutans antara kelompokkontrol dengan kelompok yang mengunyahpermen karet xilitol sebanyak 2 kali/hari. Olehkarena itu, disimpulkan bahwa efektifitaspengunyahan permen karet yang mengandungxilitol akan dicapai dengan frekuensipenggunaan sebanyak 3 kali/hari ataulebih.17,18

Pasta gigi yang mengandung xilitol jugapernah dipakai oleh beberapa peneliti(Svanberg et al, 1991; Sintes et al, 2002) yangingin membandingkan efek pasta gigi yangmengandung xilitol dengan pasta gigi ber-fluoride. Hasil yang didapat dalam penelitianini cukup memuaskan dimana dijumpaipenurunan tingkat risiko S. mutans di dalamsaliva yang secara signifikan lebih baikdaripada pasta gigi yang ber-fluoride. Namun,hasil tersebut tetap diragukan karena belumdiketahui apakah xilitol dan fluoride dapatbekerja secara sinergis atau tidak, selain itupasta gigi mengandung sodium lauryl sulfateyang berfungsi sebagai deterjen dan dapatmelemahkan efektifitas xilitol.17

Efektifitas pengunaan permen karetyang mengandung xilitol bergantung padadosis, frekuensi, dan durasi penggunaanya.Dalam penelitian ini digunakan dosis xilitolsebanyak 4,068 gr/hari, frekuensi penggunaan3 kali sehari dengan durasi pengunyahanselama 5 menit. Hasil yang didapat cukupmemuaskan terutama dalam hal penurunantingkat risiko S. mutans dalam saliva. Hal inisesuai dengan hasil-hasil penelitian terdahulu(Autio et al, 2000), bahkan Kandelman et al(1990) menggunakan dosis xilitol sebanyak3,4 gr/hari dalam penelitiannya danmenunjukkan hasil yang signifikan dalam halmenghambat perkembangan karies danpenumpukan plak. Meskipun dalam literaturlain, (Milgrom et al, 2009) mengatakan bahwadosis dibawah 6,88 mg/hari tidak akanmemberikan efek yang signifikan dalam

Page 49: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

788

menurunkan jumlah S. mutans.13,15,19

Penggunaan permen karet menjadi kurangefektif bila dikaitkan dengan pribadi anakyang tidak bisa bekerjasama atau tidak patuhdalam mengikuti aturan penggunaan permenkaret dengan frekuensi dan durasi yang telahditentukan.15,17 Frekuensi penggunaan permenkaret dalam penelitian ini adalah 3 kali seharidengan durasi pengunyahan selama 5 menitkarena menurut referensi yang didapat (Ly etal, 2006; Milgrom et al, 2009), penggunaanpermen karet yang mengandung xilitol hanyaakan memberikan efek positif yang signifikanbila digunakan lebih dari 2 kali sehari.Peningkatan efektifitas akan terlihat lebih baiksecara linear seiring dengan penambahanfrekuensi penggunaannya, sedangkan untukdurasi pengunyahan, peneliti menggunakandurasi yang sama dengan penelitian Makinen,Autio, Milgrom, dan lain-lain, yaitu 5menit.17,18

Dalam hal keterbatasan kemampuanuntuk menggunakan xilitol dalam bentukpermen karet, xilitol dapat digunakan dalambentuk permen dan pasta gigi. Penelitian yangdilakukan oleh Alanen et al (2000)membandingkan efektifitas penggunaanpermen xilitol dengan bentuk sediaan permenkaret dalam dosis dan frekuensi penggunaanyang sama. Hasil yang didapat adalah tidakdijumpai perbedaan yang signifikan diantarakedua produk tersebut dalam hal reduksiinsiden karies gigi. Pasta gigi yangmengandung xilitol juga pernah dipakai olehbeberapa peneliti (Svanberg et al, 1991; Sinteset al, 2002) yang ingin membandingkan efekpasta gigi yang mengandung xilitol denganpasta gigi ber-fluoride. Hasil yang didapatdalam penelitian ini cukup memuaskan dimanadijumpai penurunan tingkat risiko S. mutans didalam saliva yang secara signifikan lebih baikdaripada pasta gigi yang ber-fluoride. Namun,hasil tersebut tetap diragukan karena belumdiketahui apakah xilitol dan fluoride dapatbekerja secara sinergis atau tidak, selain itupasta gigi mengandung sodium lauryl sulfateyang berfungsi sebagai deterjen dan dapatmelemahkan efektifitas xilitol.17

KESIMPULANPengunyahan permen karet xilitol dapat

digunakan sebagai salah satu cara yang efektifuntuk pencegahan karies gigi. Pengunyahanpermen karet xilitol dapat membantu prosesremineralisasi gigi, mengurangi jumlah plak,

mengurangi jumlah koloni S. mutans danmeningkatkan pH plak dan kapasitas buffersaliva. Pengunyahan permen karet xilitolsecara rutin selama 2 tahun dapat memberikanefek pencegahan karies jangka panjang, yaitusampai dengan 5 tahun setelah masapengunyahan permen karet xilitol berakhir.

Efek protektif pengunyahan permenkaret xilitol terhadap gigi bergantung padafrekuensi pengunyahan, durasi dan dosis.Frekuensi pengunyahan yang optimal adalah 3kali/hari, dengan durasi pengunyahan 5 menit,dan dosis 3,4 gr/hari (dibagi dalam 3 kalifrekuensi pengunyahan dalam 1 hari).

DAFTAR PUSTAKA1. Mohebbi SZ. Early childhood caries and a

community trial of its prevention inTehran, Iran. Finlandia: University ofHelsinki. Tesis 2008.

2. Koch G. Caries prevention in child dentalcare. In: Koch G, Poulsen S, eds.Pediatric dentistry - A clinical approach.1st ed. Copenhagen: BlackwellMunksgaard. 2001: 119–145.

3. Yoder KM, Edelstein BL. The child incontexts of family community, andsociety. In: Dean JA, Avery DR,McDonald RE, eds. Dentistry for thechild and adolescent. 10th ed. Missouri:Mosby Elsevier. 2011: 663–671.

4. Harahap AA. Peran berbagai faktor risikokaries terhadap kejadian karies pada anakusia 4–5 tahun. Jakarta: UniversitasIndonesia. Tesis 2008.

5. Ngo H, Gaffney S. Risk assessement inthe diagnosis and management of caries.In: Mount GJ, Hume WR, eds.Preservation and restoration of toothstructure. Queensland: Knowledge Booksand Software. 2005: 61–82.

6. Makinen KK. Xylitol chewing gums andcaries rates: A 40-month cohort study. JDent Res 1995; 74(12):1904–1913.

7. Peng B. Can school-based oral healtheducation and a sugar-free cheewing gumprogram improve oral health? Resultsfrom a two-year study in PR china. ActaOdontol Scand 2004; 62:328–332.

8. Kandelman D. Sugar, Alternativesweeteners and meal frequency in relationto caries prevention: New perspectives.British J Nutr 1997; 77(1):121–128.

9. McIntyre JM. Dental caries - The majorcause of tooth damage. In: Mount GJ,

Page 50: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

789

Hume WR, eds. Preservation andrestoration of tooth structure.Queensland: Knowledge Books andSoftware. 2005: 21–34.

10. Hujoel PP. The optimum time to initiatehabitual xylitol gum-chewing forobtaining long-term caries prevention. JDent Res 1999; 78(3):797–803.

11. Taipiainen T. Microbiological effects andclinical use of xylitol in preventing acuteotitis media. Oulu: Oulu UniversityLibrary. Tesis 2002.

12. Trahan L, Mouton C. Selection forstreptococcus mutans with an alteredxylitol transport capacity in chronicxylitol consumer. J Dent Res 1987;66(5):982–988.

13. Autio JT, Courts FJ. Acceptance of thexylitol chewing gum regimen bypreschool children and teachers in a headstart program: A pilot study. Pediatr Dent2000; 23:71–74.

14. Straetemans MME. Colonization withmutans streptococci and lactobacilli andthe caries experience of children after theage of five. J Dent Res 1998;77(10):1851–1855.

15. Deshpande A, Jadad AR. The impact ofpolyol-containing chewing gums ondental caries. JADA 2008; 139(12):1602–1614.

16. Ly KA. Xylitol gummy bear snacks: Aschool–based randomized clinical trial.BMC Oral Health 2008; 8(20):1–11.

17. Milgrom P. Xylitol and its vehicles forpublic health needs. Adv Dent Res 2009;21:44–47.

18. Ly KA. Linear response of mutansstreptococci to increasing frequency ofxylitol chewing gum use: A randomizedcontrolled trial [ISRCTN43479664].BMC Oral Health 2006; 6(6):1–6.

19. Kandelman D, Gagnon G. A 24-monthclinical study of the incidence andprogression of dental caries in relation toconsumption of chewing gum containingxylitol in school preventive programs. JDent Res 1990; 69(11):1771–1775.

Page 51: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

790

PENGARUH MINUMAN KOPI LUWAK TERHADAP PERUBAHAN WARNARESIN KOMPOSIT NANOHIBRID

Viona Diansari, Diana Setya Ningsih, Teuku Alfian Arbie

Departemen Ilmu Material Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

ABSTRAKResin komposit memiliki sifat yang dapat menyerap air sehingga dapat menyebabkan perubahanwarna. Pemaparan minuman kopi yang lama dan berlanjut dapat mempengaruhi stabilitas warna padaresin makrofiller, mikrofiller, hibrid, nanofiller, minifiller, dan nanohibrid. Resin komposit jenisterbaru dan sering digunakan saat ini, yaitu resin komposit nanohibrid, resin komposit jenis inimemiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan resin komposit jenis lain; seperti kekuatan danketahanan terhadap perubahan warna. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi perubahan warnapada resin komposit nanohibrid antara sebelum dan setelah perendaman dalam minuman kopi luwakselama 5 hari. Penelitian ini menggunakan 10 spesimen resin komposit nanohibrid yang direndamdalam 5 ml minuman kopi luwak dan setiap harinya diganti. Perubahan warna setelah perendamandiukur menggunakan shade guide. Data hasil pengukuran dianalisis menggunakan uji statistiknonparametrik Wilcoxon. Berdasarkan hasil uji nonparametrik Wilcoxon menunjukkan terjadiperubahan warna resin komposit nanohibrid yang signifikan (p<0,05) antara sebelum dan sesudahperendaman dalam minuman kopi luwak. Dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh minuman kopiluwak terhadap perubahan warna resin komposit nanohibrid.

Kata kunci: Resin komposit nanohibrid, minuman kopi luwak, perubahan warna

ABSTRACTComposite resin have properties that can absorb water, so it can cause discoloration. Immersion incoffee drinks and continued can be affect to color stability of resin macrofiller, microfiller, hybrid,nanofiller, minifiller, and nanohybrid. The newest kinds of composite resin and that often used todayis nanohybrid composite resin. Composite resin of this kind have some excess than the otherscomposite resin, like strength and resistance of discoloration. The objective of this study was toevaluate the nanohybrid composite resin discoloration between before and after immersed in theluwak coffee drinks during 5 days. This research used 10 specimens of nanohybrid composite resinthat were immersed in 5 ml luwak coffee drinks and replaced every day. Discoloration afterimmersion was measured by using a shade guide and statistical analysis using nonparametricWilcoxon test. Based on nonparametric Wilcoxon test results showed that the discoloration wassignificant (p<0,05) between before and after immersed in luwak coffee. In conclusion there was theeffect of luwak coffee to nanohybrid composite resin discoloration.

Key words: Nanohybrid composite resin, luwak coffee, discoloration

Page 52: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

791

PENDAHULUANResin komposit merupakan bahan

restorasi yang paling banyak digunakan saatini karena memiliki berbagai kelebihan, sepertiresistensi yang baik, dapat merekat denganemail dan dentin secara mikromekanis, estetik,mudah dimanipulasi, serta dapat digunakansebagai restorasi gigi anterior maupunposterior. Resin komposit terdiri darimonomer dasar sebagai matriks yang berasaldari material organik, pengisi (filler) yangberasal dari material anorganik, dan pengikat(coupling agent) antara filler dan matriks.Dewasa ini resin komposit nanohibridmerupakan salah satu bahan restorasi gigiyang sering digunakan karena memilikikekuatan yang baik serta permukaan yanghalus sehingga dapat memberikan hasil yangbaik dari segi ketahanan maupun estetik.1–4

Resin komposit nanohibrid merupakanperpaduan antara resin komposit nanofiller danminifiller. Resin komposit nanofiller memilikikeunggulan dalam hal estetika, sedangkanresin komposit minifiller memiliki keunggulandalam hal kekuatan jika dibandingkan denganresin komposit nanofiller.

Resin komposit nanohibrid mengandungmonomer dimetakrilat, seperti TCD-DI-HEAdan UDMA yang bersifat hidrofilik sehinggadapat menyerap air. Kemampuan penyerapanair ini dapat menyebabkan perubahan warna.Perubahan warna resin komposit dapat terjadimelalui faktor intrinsik maupun ekstrinsik.Faktor intrinsik yang menyebabkan perubahanwarna resin terjadi akibat dari perubahan padaikatan matriks dan filler, akibat dari prosesoksidasi atau hidrolisis di dalam matriks resin,sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah akibatdari kontaminasi bahan pewarna dalammakanan atau minuman, seperti tembakau,minuman kopi, teh, anggur, kunyit, dan cola.4,5

Hasil penelitian Poggio (2012) menunjukkanperubahan warna yang signifikan terjadi antararesin komposit nanohibrid dan mikrohibridsetelah direndam dalam minuman teh.5

Penelitian Jannah (2011) menunjukkan adanyaperubahan warna yang signifikan antara resinkomposit hibrid dan nanofiller yang direndamdalam minuman kopi Ulee Kareng jenisRobusta.6

Salah satu makanan dan minuman yangdapat menyebabkan perubahan warna adalahkopi. Kopi merupakan minuman yang paling

digemari oleh masyarakat Aceh. Salah satukopi yang digemari saat ini adalah kopi luwak.Kopi luwak merupakan jenis kopi seduh daribiji kopi yang telah dimakan dan melewatisaluran pencernaan musang, yang olehmasyarakat Jawa biasa disebut luwak(Paradoxurus hermaphroditus). Kopi inimemiliki rasa yang berbeda dan spesialdikalangan para penggemar kopi. Kopi luwakmemiliki kandungan utama kafein, namunkandungan kafein dan protein dalam kopiluwak lebih rendah dibandingkan dengan kopipada umumnya karena kopi luwakdifermentasi dengan cara yang berbeda.Kandungan kafein dalam kopi dapat menutrisiotak serta meningkatkan stamina. Dalambidang kesehatan kopi dipercaya dapatmelembutkan kulit dan menurunkan risikoberbagai jenis kanker,7,8 tetapi penggunaanberlebih dalam jangka waktu yang lama dapatmenyebabkan insomnia, jantung berdebar, danmasalah kesehatan lain.9 Meminum kopi jugadapat menyebabkan perubahan warna padaresin komposit karena adanya akumulasipenempelan pigmen warna pada permukaandan absorbsi air yang masuk ke celah antarafiller dan matriks. Oleh karena itu, penelitiingin mengetahui pengaruh minuman kopiluwak terhadap perubahan warna pada resinkomposit nanohibrid.

Tujuan dari penelitian ini adalah untukmengevaluasi perubahan warna pada resinkomposit nanohibrid setelah dilakukanperendaman dalam minuman kopi luwak.

BAHAN DAN METODEPenelitian ini bersifat eksperimental

laboratories yang dilakukan di LaboratoriumProgram Studi Pendidikan Dokter GigiFakultas Kedokteran Gigi dan MikrobiologiFakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala.Spesimen yang digunakan adalah resinkomposit jenis nanohibrid (merekCHARISMA) dengan komposisi terdapat padaTabel 1. Kriteria spesimen memiliki ukuran,bentuk, ketebalan dan warna yang sama sertapermukaan yang halus dan rata. Pembuatanspesimen berbentuk silinder dengan ukurandiameter 5 mm dan tebal 2 mm dilakukandengan teknik bulk menggunakan cetakan(mould) stainless steel. Spesimen disinaridengan light curing PM LED 03 selama 20detik dan jarak penyinaran 1 mm. Setelah satu

Page 53: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

792

jam spesimen dilepas dari cetakan dandirendam dalam aquades pada suhu 37 ºC

(disimpan dalam inkubator) selama 24 jam.Jumlah total spesimen yang dipersiapkan

Tabel 1. Komposisi resin komposit jenis nanohibrid

Komposisi %Filler

Ukuran PartikelFiller Warna Produk

TCD-DI-HEA dan UDMA, Bariumalumunium fluoride dan nanofiller 64% 5 nm – 20 µm A2 Heraeus Kulzer, GmbH,

Hanau, Germany

sebanyak 10 buah untuk dilakukanperendaman selama dalam minuman kopiluwak selama 5 hari.

Sebelum perendaman spesimendilakukan, kopi luwak diseduh terlebih dahuludalam satu wadah dengan cara sebanyak 38gram bubuk kopi luwak diseduh dalam 250 mlair mendidih. Kemudian minuman kopi luwakdidiamkan hingga mencapai suhu ruang (25ºC). Setiap spesimen direndam dalam 5 mlminuman kopi luwak dan masing-masingspesimen ditempatkan pada vial plastik.Spesimen direndam dalam minuman kopiluwak selama 5 hari dan setiap hari digantiminuman kopinya. Kemudian disimpan dalaminkubator pada suhu 37 ºC. Bila seseorangmengkonsumsi kopi sebanyak dua cangkirdalam sehari dengan waktu 10 menit percangkirnya maka dalam sehari orang tersebutmeminum kopi selama 20 menit. Oleh karenaitu, 1 jam (60 menit) perendaman equivalendengan mengkonsumsi kopi selama 3 hari.Perendaman 5 hari (120 jam) equivalendengan 120 jam x 3 hari (360 hari) atau lebihkurang 1 tahun. Spesimen diukur warnaawalnya terlebih dahulu sebelum dilakukanperendaman dalam minuman kopi luwak.

Pengukuran perubahan warna dilakukansecara visual dan dicatat menggunakan shadeguide (Tabel 2), yaitu: A1, A2, A3, A3.5, A4

(kemerahan – kecoklatan) B1, B2, B3, B4

(kemerahan – kekuningan) C1, C2, C3, C4

(kelabu) D2, D3, D4

(kemerahan – kelabu)Spesimen ditempatkan di bawah air

mengalir selama 30 detik dan dikeringkandengan tisu sebelum dilakukan pengamatanterhadap perubahan warna. Pengamatan inidilakukan oleh 5 pengamat yang telah

dikalibrasi. Untuk mencegah bias dalampengukuran warna maka spesimen diamati didalam ruangan dengan cahaya yang bersumberdari cahaya alami. Pengamat memiliki matayang normal, tidak lelah, dan tidak buta warna.Pengamatan terhadap spesimen dilakukandengan jarak 50 cm dan dengan sudut pandang40º–45º. Data hasil penelitian dianalisisdengan Statistical Package for the SocialSciences (SPSS) 16 menggunakan ujinonparametrik Wilcoxon (p<0,05).

HASIL PENELITIANHasil penelitian yang diperoleh dapat

dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif.Secara kualitatif dapat dilihat pada Tabel 3.Perubahan warna pada spesimen yangdirendam dalam minuman kopi luwakmengalami perubahan warna yang signifikan.Sebanyak 10 spesimen yang direndam dalamminuman kopi luwak mengalami perubahanwarna dari warna awal A2(5) berubah menjadilima spesimen berwarna B4(13), empatspesimen berwarna B3(11), dan satu spesimenberwarna A4(15).

Tabel 3. Data kualitatif warna spesimen resinkomposit nanohibrid sebelum dansesudah perendaman dalam minumankopi luwak

No.Perendaman Dalam Kopi Luwak

Sebelum Skor Sesudah Skor1. A2 5 B4 132. A2 5 A4 153. A2 5 B3 114. A2 5 B3 115. A2 5 B3 116. A2 5 B4 137. A2 5 B4 138. A2 5 B4 139. A2 5 B3 1110. A2 5 B4 13

Page 54: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

793

Tabel 2. Heraeus Kulzer Shade Guide Score dari terang ke gelap dalam urutan angka

Terang GelapB1 A1 B2 D2 A2 C1 C2 D4 A3 D3 B3 A3.5 B4 C3 A4 C41 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Hasil pengamatan perubahan warnapada spesimen resin komposit nanohibrid yangtelah direndam dalam minuman kopi luwakjuga dapat dianalisis secara kuantitatif (Tabel4). Rata-rata warna spesimen sebelumperendaman dalam kopi luwak adalah 5,sedangkan rata-rata warna spesimen sesudahperendaman adalah 12,4.

Tabel 4. Analisis statistik perubahan warna resinkomposit nanohibrid antara sebelum dansesudah perendaman dalam minumankopi luwak

Rerata Perubahan Warna (x ± SD)pSebelum

PerendamanSesudah

Perendaman5,0 ± 0,000 12,4 ± 1,350 0,004*

*Signifikansi (Wilcoxon p<0,05)

Perbedaan ini kemudian dianalisismenggunakan Wilcoxon (nilai uji normalitasmenunjukkan p<0,05). Hasil analisis ujinonparametrik Wilcoxon menunjukkanterdapat perubahan warna yang signifikanantara sebelum dan sesudah perendamandalam minuman kopi luwak dimana nilaip<0,05 (Tabel 4).

PEMBAHASANBerdasarkan hasil analisis Wilcoxon

(Tabel 4) menunjukkan bahwa adanyaperubahan warna yang signifikan antara resinkomposit nanohibrid sebelum dan sesudahperendaman dalam minuman kopi luwak.Perubahan warna ini diduga berkaitan dengankomposisi dari resin komposit nanohibrid itusendiri, seperti pada matriks. Pada penelitianini digunakan resin komposit nanohibridmerek CHARISMA® yang mengandungurethane dimethacrylate (UDMA) sebagaimonomer dasar. UDMA mempunyai gugusurethane (RNHCOOR-) yang memiliki gugushidrofilik. Gugus hidrofilik ini terjadi olehadanya unsur NH dalam matriks resinkomposit. Unsur ini memiliki sifatelektronegatif sehingga cenderung menarikelektron dari air, yaitu gugus OH-. Air dapatmasuk ke dalam polimer melalui area yangberporus. Sesuai dengan penelitian yangdilakukan Ferracane (2006) yang menyatakan

bahwa, penyerapan air pada resin sangatbergantung pada kandungan kimia dari resinitu sendiri.10

Gugus hidroksil (OH) juga terdapat didalam asam galat. Perubahan warna pada resinkomposit nanohibrid diduga akibat pengaruhdari asam galat. Asam galat merupakansenyawa golongan tanin yang memiliki guguskromofor (penyerap warna) berupa ikatanrangkap terkonjugasi atau cincin benzena yangdapat menyebabkan suatu zat atau molekulterlihat berwarna, serta adanya gugus (OH)sebagai autosokrom (pengikat warna).11

Perubahan warna pada resin kompositnanohibrid diduga juga disebabkan olehukuran molekul asam galat. Asam galatmemiliki berat molekul 170,12 g/mol, lebihkecil dari kafein yang memiliki berat molekul194,19 g/mol.12 Ukuran molekulmempengaruhi penyerapan yang terjadi. Beratmolekul yang lebih kecil memungkinkanmudahnya terjadi penyerapan.11

Pewarnaan diduga juga dipengaruhioleh ruang antar filler yang terjadi. Ruangantar filler pada resin disebabkan oleh ukuranfiller yang dikandungnya. Semakin besarukuran filler maka semakin banyak pula ruangantar filler yang terjadi. Resin kompositnanohibrid memiliki ukuran partikel (5 nm –20 µm). Filler pada resin komposit yangterlepas akibat perendaman di dalam kopiluwak maka akan meninggalkan ruang atauporus yang sesuai dengan ukuran filler-nya.Ukuran ruang atau porus yang terjadi didugadapat mempengaruhi mudah atau tidaknyasuatu pigmen warna melekat pada permukaanresin komposit. Hal ini juga mempengaruhitingkat kekasarannya, semakin besar ukuranfiller maka tingkat kekasaran semakin tinggiyang dapat menyebabkan mudahnya pigmenwarna melekat pada permukaan resinkomposit. Penelitian Endo (2010) menyatakanbahwa ukuran dan jenis filler yang terkandungdalam resin dapat mempengaruhi perubahanwarna yang terjadi.13

Waktu perendaman diduga menjadifaktor yang dapat meningkatkan perubahanwarna pada resin komposit nanohibrid.Semakin lama resin terpapar dengan minumankopi luwak maka semakin banyak pula

Page 55: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

794

penyerapan yang terjadi pada matriks resin.Proses penyerapan larutan oleh matriks dapatmengganggu ikatan silane dengan partikelpengisi atau filler (siloxane bond). Elektrondari larutan tertarik ke dalam matriks sehinggamemutus ikatan Si-O-Si pada siloxane bond.Reaksi ini dinamakan hidrolisis. Hal ini padaakhirnya dapat menyebabkan lepasnya partikelpengisi dari resin komposit. Pada proseshidrolisis terjadi reaksi autokatalitik yangmenyebabkan terlepasnya filler. Reaksi inidipicu oleh molekul dari larutan, seperti air.

Pada reaksi ini air terurai menjadi H+

dan OH- karena adanya unsur N dalam matriksresin. Kemudian OH- dari air diserap masuk kedalam matriks serta menyerang ikatan siloksan(siloxan bond), yaitu ikatan yangmenghubungkan antara matriks dan filler. Halini menyebabkan terputusnya ikatan siloksansehingga terbentuk senyawa silanol dan Si-O.Pada Si-O terjadi disorientasi elektronsehingga Si-O dapat bereaksi bila berkontakdengan minuman kopi luwak. Reaksi inimenghasilkan Si-O dan OH-. Kemudian OH-

kembali akan memutuskan ikatan siloksansehingga reaksi ini pun terjadi terus menerusselama resin komposit berada dalamperendaman larutan. Semakin lama reaksi initerjadi, semakin banyak pula filler yangterlepas dari resin komposit sehingga semakinbesar pula penyerapan air yang terjadi. Seiringterjadinya penyerapan air pada resin, pigmenwarna pada minuman kopi juga ikut terserapsehingga menyebabkan perubahan warna yangterjadi semakin meningkat seiring lamanyaresin terpapar minuman kopi. Sesuai denganpenelitian yang dilakukan oleh Poggio (2012)menunjukkan semakin lama perendamandalam minuman teh maka perubahan warnayang terjadi pada resin komposit nanohibridsemakin meningkat.5

Data hasil penelitian juga menunjukkanvariasi warna pada tiap-tiap spesimen, yaituA4(15), B4(13), dan B3(11). Variasi warnayang terjadi pada spesimen diduga berkaitandengan cara pengamatan. Cara pengamatandalam penelitian ini hanya menggunakanvisual manusia, dari masing-masing pengamatmemiliki persepsi warna yang berbeda,keadaan mata pengamat yang mungkin lelah,dan berbedanya sudut pencahayaan pada tiappengamat juga diduga menjadi salah satupenyebab variasi warna yang terlihat padatiap-tiap spesimen. Namun, semua spesimenbila diperhatikan memiliki warna yang seolah-

olah serupa. Penelitian Imamura (2008)menyatakan bahwa spesimen resin memilikiwarna yang seolah-olah serupa bila dilihatmenggunakan visual mata manusia.Penggunaan alat ukur warna, sepertikolorimeter dapat menghasilkan data yanglebih akurat.14

KESIMPULANDapat disimpulkan bahwa terdapat

pengaruh perendaman dalam minuman kopiluwak terhadap perubahan warna resinkomposit nanohibrid. Terjadi perubahan warnayang signifikan pada spesimen resin kompositnanohibrid antara sebelum dan setelahperendaman selama 5 hari dalam minumankopi luwak. Bagi pasien yang menggunakanresin komposit nanohibrid disarankan untuktidak terlalu banyak terpapar langsung denganminuman kopi, misalnya dapat menggunakansedotan minuman.

DAFTAR PUSTAKA1. Alexandra A. Effects of materials

thickness and length of light exposure onthe surface hardness light-curedcomposite resins. Maj Ked Gigi (Dent J)2005; 38(1):32–35.

2. Anusavice KJ. Philip’s science of dentalmaterial. Alih bahasa: Budiman JA.Jakarta: EGC. 2003; 228–241.

3. Mount GJ, Hume WR. Preservation andrestoration of tooth structure.Queensland: Knowledge Books andSoftware. 2005; 199–213.

4. Adhita HD. Restorasi resin kompositdengan teknik laminasi. FakultasKedokteran Gigi Universitas Padjadjaran2010; 2.

5. Poggio C, Beltrami R. Surfacediscoloration of composite resins: Effectsof staining and bleaching. DentalResearch Journal 2012; 5(9):570–571.

6. Jannah M. Pengaruh minuman kopi UleeKareng terhadap perubahan warna padaresin komposit hibrid dan nanofiller.Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala.Skripsi 2011: 5–15.

7. Hartono E. Penetapan kadar kafein dalambiji kopi secara kromatografi cair kinerjatinggi. Biomedika 2009; 2(1):73–75.

Page 56: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

795

8. Israyanti. Perbandingan karakteristikkimia kopi luwak dan kopi biasa darijenis kopi arabika (Cafeea arabica. L)dan robusta (Cafeea canephora. L).Makassar: Universitas Hasanuddin.Skripsi 2012: 4–6.

9. Manfaat kopi. Available at: http://www.infosehatz.info/2012/09/manfaat-kopi-dandampak-negatif-kopi.html. AccessedFebruary, 2013.

10. Ferracane JL, Hygroscopic and hydrolyticeffects in dental polymer networks.Dental Material Journal 2006; 22:211–213.

11. Widjoseno TM. Pengaruh penetrasiminuman teh dan kopi pada transmisibahan resilient denture liner. MajalahKedokteran Gigi (Dent J) 2002;35(1):52–53.

12. Asam galat. Available at: http://awii–textile–chemistry.blogspot.com/2011_11_01_archive.html. Accessed June, 2013.

13. Endo T, Finger WJ. Surface texture androughness of polished nanofill andnanohybrid resin composite. DentalMaterial Journal 2010; 29(2):213–223.

14. Imamura S. Effect of filler type andpolishing on the discoloration ofcomposite resin artificial teeth. DentalMaterial Journal 2008; 27(6):206–808.

Page 57: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

796

TINGKAT SENSITIVITAS DENTIN SEBELUM DAN SETELAH PAPARANMINUMAN BERSODA PADA USIA REMAJA BERDASARKAN

METODE VISUAL ANALOG SCALE

Santi Chismirina, Basri A. Gani, Mizwan Fachry Harahap

Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

ABSTRAKHipersensitivitas dentin terjadi karena terpaparnya dentin akibat terkikisnya email yang disebabkanproses demineralisasi email. Minuman bersoda merupakan salah satu minuman yang dapatmenyebabkan demineralisasi email. Remaja merupakan salah satu pengkonsumsi minuman bersodaterbanyak. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat sensitivitas dentinsebelum dan setelah paparan minuman bersoda pada usia remaja berdasarkan metode Visual AnalogScale (VAS). Metode yang digunakan adalah Garis Linier dan Faces Pain Scales. Tahap pertama daripenelitian ini dimulai dengan seleksi subjek yang dilanjutkan pemeriksaan hipersensitivitas dentinsebelum paparan minuman bersoda dan pemeriksaan sensitivitas dentin setelah paparan minumanbersoda. Dari hasil pemeriksaan 39 subjek penelitian, 25 subjek menderita sensitif ringan sebelumdipaparkan minuman bersoda dan 23 subjek penelitian menderita sensitif sedang setelah dipaparkanminuman. Dari hasil uji statistik menunjukan perbedaan tingkat sensitivitas dentin yang signifikansebelum dan setelah paparan minuman bersoda. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkanbahwa paparan minuman bersoda dapat mempengaruhi tingkat sensitivitas dentin.

Kata kunci: Hipersensitivitas dentin, minuman bersoda, visual analog scale

ABSTRACTDentin hypersensitivity occurs because the exposure of dentin due to erosion caused by the enameldemineralization process. Soft drinks is one of the drinks that can cause enamel demineralization.Teenager is one of the most population that consuming soft drinks. Therefore, this study was aims todetermine the level of dentin sensitivity before and after exposure to soft drinks during adolescencebased on Visual Analog Scale (VAS) methods. The research was approached by Linear Line and theFaces Pain Scales methods. The first phase of this study began with the selection subjects thencontinued dentin hypersensitivity eximination before exposure to soft drinks and examination ofdentin sensitivity after exposure to soft drinks. From the results of 39 subjects, 25 subjects sufferedmild sensitivity before being exposed drinks and 23 subjects suffered moderate sensitivity after beingexposed drinks. Statistic test showed the significant differences of dentin sensitivity levels before andafter exposure to soft drinks. Based on this study concluded that the exposure to soft drinks can affectthe sensitivity of dentin.

Key words: Hypersensitivity dentin, soft drink, visual analog scale

Page 58: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

797

PENDAHULUANGigi merupakan satu kesatuan dengan

anggota tubuh kita yang lainnya. Gigi adalahjaringan yang paling keras dibanding yanglainnya. Strukturnya berlapis-lapis. Terdiridari email yang paling keras, dentin yangterdapat di dalamnya dan pulpa yang berisipembuluh darah, pembuluh saraf dan bagianlain yang memperkokoh gigi.1,2

Gigi adalah bagian terkeras dari tubuhmanusia yang komposisinya bahan organikdengan sedikit air, sebagian besar terdiri daribahan anorganik sehingga tidak mudah rusak,terletak di dalam rongga mulut yangterlindung dan basah oleh air liur.3

Hipersensitivitas dentin merupakansalah satu masalah yang sering dikeluhkanoleh pasien kepada praktisi kesehatan gigi.4

Hipersensitivitas dentin dapat digambarkansebagai rasa sakit yang berlangsung pendekdan tajam yang terjadi secara tiba-tiba akibatadanya rangsangan terhadap dentin.Rangsangan atau stimulus yang dapat memicuterjadinya hipersenstivitas dentin dapat berupataktil atau sentuhan, uap, kimiawi danrangsangan panas atau dingin.4–6 Padadasarnya dentin normal terlindungi oleh emailsehingga tidak terpengaruh oleh stimulus-stimulus yang berasal dari luar, akan tetapipada kondisi dimana email dan sementumhilang akibat atrisi, abrasi, dan erosi makadentin menjadi responsif.4

Konsumsi makanan dan minuman asamyang berlebihan merupakan salah satupenyebab terjadinya erosi gigi yang dapatmemicu timbulnya hipersensitivitas dentin.Salah satu minuman yang mengandung asamadalah minuman bersoda (soft drink).7,8 Softdrink merupakan minuman berkarbonasi yangdiberi tambahan berupa bahan perasa danpemanis, seperti gula. Selain mengandungpemanis, minuman bersoda juga mengandungair soda, kafein, dan asam. Soft drink dapatdibedakan menjadi 2 jenis, yaitu yangmengandung zat pemanis yang berasal darigula (sugar-sweetened soft drink) dan yangmengandung zat pemanis yang berasal daripemanis buatan (non-sugar soft drink).Kandungan dalam soft drink ini menyebabkanterjadinya dimineralisasi pada email sehinggamenyebabkan erosi gigi sehingga gigi menjadilebih sensitif.9,10

Salah satu konsumen soft drink terbesaradalah remaja, remaja menurut WHO adalahusia 12–18 tahun. Sementara itu, menurut

BKKBN batasan usia remaja adalah 10–21tahun. Menurut Jacobson (2003), sebuahpenelitian yang telah memperhitungkankorelasi positif antara frekuensi konsumsi softdrink dengan tingkat keparahan kerusakangigi, terutama pada remaja.9 Erosi gigi inimeningkatkan sensitivitas dari dentin sehinggagigi menjadi lebih sensitif saat terpaparrangsangan. Keadaan ini disebuthipersensitivitas dentin.11 Hipersensitivitasdentin ini diketahui berdasarkan intensitasnyeri yang dihasilkan. Semakin beratintensitas nyeri yang dihasilkan maka semakinberat pula hipersensitivitas yang terjadi.

Terjadinya hipersensitivitas dentinseseorang dapat ditentukan denganmenggunakan indeks Visual Analog Scale(VAS). Indeks VAS merupakan indeks yangdigunakan untuk mengetahui tingkat rasa nyeriseseorang secara visual dengan melihat secaraobjektif dan subjektif. Indeks VAS telahdigunakan sejak abad ke-20 sebagai penilaianpsikologi dan kemudian telah berhasil dalampenilaian berbagai bidang tentang kesehatantermasuk rasa sakit, kualitas hidup, dansuasana hati.12,13

Berdasarkan latar belakang di atas,kasus hipersensitivitas dentin banyak dialamipada usia remaja. Mahasiswa Kedokteran GigiUniversitas Syiah Kuala angkatan 2012 dipilihkarena berada pada usia remaja dan belumbanyak melakukan tindakan perawatan gigisehingga dapat dilakukan penelitian. Tujuanpenelitian ini adalah untuk mengetahui tingkatsensitivitas dentin akibat paparan minumanbersoda pada usia remaja berdasarkan metodeVisual Analog Scale.

BAHAN DAN METODEJenis penelitian ini merupakan

penelitian eksperimental klinis yang dilakukandi Laboratorium Gigi Fakultas KedokteranGigi Universitas Syiah Kuala (FKG Unsyiah).Seluruh mahasiswa FKG Unsyiah yangterdaftar secara administrasi tahun 2012dilibatkan sebagai subjek penelitian. Penelitiandiawali dengan pengisian informed concentoleh subjek yang telah memenuhi kriteriainklusi setelah izin laik etik diperoleh dariKomisi Etik Fakultas Kedokteran GigiUnsyiah. Selanjutnya subjek diminta untukmengisi formulir pemeriksaan meliputi nama,umur, jenis kelamin, dan tanggal pemeriksaan.

Pada langkah selanjutnya, pasiendiintruksikan untuk membuka mulut dan

Page 59: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

798

diperiksa gigi 14 dan 24 pada bagian bukal diservikal gigi dengan menggunakan sondedengan cara disondasi dari bagian mesial kedistal. Hasil proses pemeriksaan tersebutkemudian disesuaikan dengan indeks VASDengan garis linier Visual Analog Scale danFaces Pain Scales.

Selanjutnya subjek dipaparkan minumanbersoda (soft drink) dengan merek X sebanyak20 ml selama 30 detik bersuhu dingin.Kemudian dilakukan pemeriksaan setelahpaparan minuman bersoda. Pemeriksaandilakukan sama seperti pemeriksaan sebelumterpapar minuman bersoda. Hasil pemeriksaandicatat dalam formulir pemeriksaan.Kemudian ditentukan sensitifitas dentin dariskor VAS yang didapat.

Tabel 1. Visual analog scale dan tingkatsensitivitas

SkorVAS Derajat Nyeri Skala Sensitivitas

Dentin0 Tidak ada nyeri Tidak sensitif

1–3 Ringan Sensitif ringan4–6 Sedang Sensitif sedang7–9 Berat Sensitif berat10 Sangat berat Sangat sensitif

Data yang dikumpulkan melaluipemeriksaan klinis dan kuesioner yangdiberikan pada subjek penelitian diolah dandianalisis dengan uji t berpasangan.14

HASIL PENELITIANDari hasil seleksi subjek penelitian

menggunakan kuesioner diperoleh 39 subjekpenelitian yang memenuhi kriteria inklusimenjadi subjek penelitian. Distribusi subjekpenelitian menunjukkan subjek perempuanlebih banyak dibandingkan subjek laki-laki,seperti yang ditunjukan pada Tabel 2 danTabel 3 menunjukkan distribusi frekuensisubjek sebelum dipaparkan minuman bersoda.

Tabel 2. Distribusi frekuensi subjek berdasarkanjenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah(Orang)

Persentase(%)

Laki-laki 9 23,07Perempuan 30 76,93Jumlah 39 100

Dari hasil pemeriksaan sensitivitasdentin sebelum paparan minuman bersodamenunjukkan dari 39 subjek penelitian yang

dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah bahwasubjek penelitian terbanyak adalah sensititfringan dan tidak ada ditemukan sangat sensitif.

Tabel 3. Distribusi frekuensi subjek sebelumpaparan minuman bersoda

Tingkat SensitivitasDentin

Jumlah(Orang)

Persentase(%)

Tidak sensitif 4 10,26Sensitif ringan 25 64,10Sensitif sedang 9 23,08Sensitif berat 1 2,56Sangat sensitif 0 0Jumlah 39 100

Gambar 1. Distribusi frekuensi subjek sebelumpaparan minuman bersoda berdasarkanjenis kelamin

Gambar 1 di atas menunjukkan tingkatsensitivitas dentin sebelum paparan minumanbersoda berdasarkan jenis kelamin. Pada jeniskelamin laki-laki menunjukkan subjekpenelitian terbanyak adalah sensitif ringandemikian halnya pada jenis kelaminperempuan. Sementara itu, hasil paparansubjek dengan minuman bersoda (soft drink)merek X sebanyak 20 ml selama 30 detikbersuhu dingin dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Distribusi frekuensi subjek setelahpaparan minuman bersoda

Tingkat SensitivitasDentin

Jumlah(Orang)

Persentase(%)

Tidak sensitif 2 5,13Sensitif ringan 12 30,77Sensitif sedang 23 58,97Sensitif berat 2 5,13Sangat sensitif 0 0Jumlah 39 100

024681012141618

Laki-laki Perempuan

1 38

17

09

0 10 0Tidak sensitif Sensitif ringanSensitif sedang Sensitif beratSangat sensitif

Page 60: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

799

Dari hasil pemeriksaan sensitivitasdentin setelah paparan minuman bersodamenunjukkan dari 39 subjek penelitian yangdapat dilihat pada Tabel 4 di atas bahwasubjek penelitian terbanyak adalah sensitifsedang dan tidak ada ditemukan sangatsensitif.

Gambar 2. Distribusi frekuensi subjek setelahpaparan minuman bersoda berdasarkanjenis kelamin

Gambar 2 menunjukkan tingkatsensitivitas dentin setelah paparan minumanbersoda berdasarkan jenis kelamin. Pada jeniskelamin laki-laki menunjukkan subjekpenelitian terbanyak adalah sensitif ringan,sedangkan pada jenis kelamin perempuanmenunjukkan subjek penelitian terbanyakadalah sensitif sedang.

PEMBAHASANHasil pemeriksaan tingkat sensitivitas

dentin pada 39 subjek penelitian sebelumpaparan minuman bersoda (Tabel 3)menunjukkan tingkat sensitivitas dentinterbanyak adalah sensitif ringan, yaitu 25subjek. Subjek penelitian yang diambilmerupakan subjek yang tidak seringmengkonsumsi minuman bersoda namunsebelum dipaparkan minuman bersoda, subjekpenelitian telah merasa nyeri pada giginya. Halini dikarenakan proses demineralisasi sudahterjadi pada gigi subjek penelitian akibatpemakaian gigi dalam proses mencernamakanan dan minuman yang dikonsumsisehari-hari sehingga ketika dilakukan sondasipada gigi, subjek telah merasa ngilu yangringan. Hasil penelitian ini analog dengan hasilpenelitian yang dilakukan oleh Kowalczyk et

al (2006) yang juga meneliti tingkatsensitivitas dentin pada umur yang berbeda,yaitu pada umur 23–48 tahun. Pada penelitiantersebut sebelum diberi paparan subjekmenderita sensitif ringan dan setelah paparansensitif sedang. Hal tersebut menunjukanbahwa sebelum paparan, gigi telah mengalamidemineralisasi gigi akibat prosespengunyahan.15

Hasil pemeriksaan tingkat sensitivitasdentin pada 39 subjek penelitian setelahpaparan minuman bersoda (Tabel 4)menunjukkan tingkat sensitivitas dentinterbanyak adalah sensitif sedang, yaitu 23subjek. Hasil ini menunjukkan peningkatantingkat sensitivitas dentin dari sebelumpaparan minuman bersoda dan setelah paparanminuman bersoda. Peningkatan sensitivitas initerjadi karena gigi subjek penelitian yang telahmengalami demineralisasi email sehinggapada saat subjek dipaparkan minumanbersoda, subjek yang sebelum dipaparkanminuman bersoda, tingkat sensitivitasdentinnya tidak sensitif menjadi sensitifringan, subjek yang sensitif ringan menjadisensitif sedang, demikian halnya dengansensitif sedang menjadi sensitif berat. Kondisitersebut diperparah dengan suhu minumanbersoda yang diberikan. Pada penelitian iniminuman bersoda yang diberikan dalamkondisi dingin sehingga akan mempercepatdan memperparah hantaran stimulus ngilupada dentin16. Penelitian yang dilakulan Eralpet al (2006) tentang perbandingan tingkatsensitivitas dentin juga menunjukan adanyapeningkatan tingkat sensitivitas dentinsebelum dan setelah dipaparkan fluoride. Halini menunjukan bahwa terjadi perbedaantingkat sensitivitas dentin sebelum dan setelahdiberikan suatu jenis rangsangan.17

Hasil uji statistik yang terlihat padaTabel 3 dan Tabel 4 menunjukkan adanyapeningkatan tingkat sensitivitas dentinsebelum dan setelah paparan minumanbersoda. Peningkatan sensitivitas dentintersebut terjadi akibat adanya erosi email. Halini diperparah karena pada saat seleksi subjek,subjek yang mengalami abrasi tidakdieksklusikan pada penelitian ini. Salah satufaktor yang menyebabkan terjadinyademineralisasi adalah keasaman rongga mulut.Keasaman rongga mulut sangat dipengaruhioleh makanan dan minuman yang dikonsumsi,salah satunya minuman bersoda. Minumanbersoda yang dikonsumsi dalam jangka waktu

05

101520

Laki-laki Perempuan

0 25 74

19

0 20 0Tidak sensitif Sensitif ringanSensitif sedang Sensitif beratSangat sensitif

Page 61: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

800

tertentu dapat menurunkan pH rongga mulutsehingga dapat mempermudah demineralisasigigi. Kandungan di dalam minuman bersoda,yaitu asam dan gula dapat menyebabkan erosidan karies gigi. Asam terutama asam fosformenurunkan pH didalam mulut sehinggaterjadi demineralisasi gigi. Pada penelitianyang dilakukan oleh Nisha (2010)menyebutkan bahwa setiap mengkonsumsiminuman bersoda memerlukan waktu 20 detikuntuk bereaksi terhadap gigi.16 Penelitian dariSouthern Illinois University menyebutkanbahwa dalam 3 menit setelah mengkonsumsiminuman bersoda akan terjadi pengikisanemail 10 kali lebih cepat dibandingmengkonumsi jus buah.19

Demineralisasi email merupakan faktorpenting yang berperan dalam terjadinyahipersensitivitas dentin. Demineralisasi emailyang berlangsung secara terus-menerus akanmenyebabkan erosi gigi. Pada banyak kasus,erosi gigi baru dapat disadari pada saat tampakpengikisan email secara makroskopik.Pengikisan email secara mikroskopik seringluput dari perhatian karena belum terlihatmata, namun pada pengikisan tahap awal inibiasanya banyak dikeluhkan rasa nyeri akibatrangsangan suhu panas maupun dingin.

Keadaan linu inilah yang disebuthipersensitivitas dentin yang merupakanvariabel dalam penelitian ini.13,20 Rasa nyeripada dentin terjadi dikarenakan pergerakancairan tubulus dentin yang akan menyebabkanstimulus pada saraf pulpa yang kemudianmelakukan pengiriman rangsangan ke otak dantimbul persepsi rasa nyeri. Pada penelitian inidigunakan dua variabel VAS, yaitu GarisLinier dan Faces Pain Scale. Penggabungankedua variabel ini bertujuan untuk mencegahterjadinya kesalahan data yang diperoleh.Variabel Garis Linier bersifat subjektif karenadata yang didapat berasal dari subjekpenelitian tersebut sehingga digunakan FacesPain Scale untuk memperkuat hasil yangdidapat pada variabel Garis Linier.

KESIMPULANTerdapat perbedaan tingkat sensitivitas

dentin sebelum dan setelah paparan minumanbersoda pada subjek penelitian. Sebelumpaparan minuman bersoda, tingkat sensitivitasdentin subjek terbanyak menunjukkan sensitifringan dan setelah paparan minuman bersoda,tingkat sensitivitas dentin subjek terbanyakmenunjukkan sensitif sedang. Tingkat

senstivitas lebih berat terjadi pada subjekberjenis kelamin perempuan dibandingkanlaki-laki dikarenakan jumlah subjekperempuan lebih banyak dibandingkan laki-laki.

DAFTAR PUSTAKA1. Israr YA, Cristopher AP, Rita R. Penyakit

gigi dan mulut. Faculty of Medical,University of Riau. Available at:http://ebookf.com/kl/klasifikasi-karies-gigi-berdasarkan-kedalamannya.book.pdf.Accessed April 28, 2013.

2. Mjor IA, Fejerskov O. Human oralembriology and histology. Alih bahasa:Yuwono L. Jakarta: Penerbit BukuKedokteran Widya Medika. 1991: 42–93.

3. Usysohivu. Karies gigi atau gigiberlubang pada remaja. Available at:http://kariesgigi.blogspot.com/2008/01/Kariesgigi.html Accessed April 28, 2013.

4. Bartold PM. Dentinal hypersensitivity : Areview. Australian Dental Journal 2006;51(3):212–218.

5. Samruddhi DP, Chute M, Gunjikar T,Jonnala J, Dilip GP. Advances in thetreatment of dentinal hypersensitivity.JIDA 2011; 12(5):1249–1250.

6. Porto IC, Andrade KM, Montes JR.Diagnosis and treatment of dentinalhypersensitivity. Journal of Oral Science2009; 51(3):323–332.

7. Bamise CT, Kolawol KA, Oloyede EO.The determinan and control of softdrinks-inceted dental erosion. Rev ClinPesg Odontol 2009; 5(2):141–154.

8. Prasetyo EA. Keasaman minuman ringanmenurunkan kekerasan permukaan gigi.Bagian Ilmu Konservasi Gigi FakultasKedokteran Gigi Universitas Airlangga.2005; 38(2):60–63.

9. Jacobson. Minuman ringan, dibalikkenikmatan ada bencana. Available at:http://umairamultiply.com. AccessedDecember 3, 2012.

10. Australian Beverages Council. What is asoft drinks?. Available at:www.australianbeverages.org. AccessedDecember 3, 2012.

11. Chonistivil K, Chonistivili V. Toothsensitivity and whitening. Annals ofBiomedical Research and Education2005; 5(4):269–270.

12. Elizadiani DS. Pain experiences and painmanagement in postoperative patients.

Page 62: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

801

Majalah Kedokteran Nusantara 2007;40(1):45–51.

13. Ricarte JM, Matoses VF, Fernandes JF.Dentinal sensitivity: Concept andmethodology for its objective evaluation.Med Oral Patol Oral Cir Bucali 2008;13(3):201–206.

14. Kowalczyk A, Botulinski B, Jaworska M,Kierklo A. Evaluation of the productbased on recaldent tecnology in thetreatment of dentin hypersensitivity.Advances in Medical Sciences 2006;51(1):40–42.

15. Erapl AKCA, Suat DDS. Clinicalassessment of bond and fluoride in dentinhypersensitivity. Hacettepe DishekimligiFakultesi Dergisi 2006; 30(4):92–100.

16. Nisha SA. Efek pH minuman ringanterhadap pelepasan kalsium daripermukaan enamel gigi. UniversitasSumatera Utara. 2010: 1–15.

17. Academy of General Dentistry. Soft drinktooth decay. Southern Illinois UniversitySchool of Dental Medicine. Available at:www.klikbrc.com/minuman.bersoda.merusak.gigi. Accessed June 9, 2013.

18. Splieth CH, Tachou A. Epidemiology ofdentin hypersensitivity. Clin Oral Invest2013; 17(1):3–8.

19. Jacobson MF. Liquid candy: How softdrink are harming american’s health.Centre For Science in The Public Interest2002; 1–27.

20. Ergakandly. Kandungan kimia minumanbersoda. Available at: www.ekanblogspot.com. Accessed Januari 28, 2013.

Page 63: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

802

PERDARAHAN GINGIVA PADA MASA SEBELUM MENSTRUASI

Sunnati*, Ridha Andayani**

Departemen Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah KualaDepartemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Syiah Kuala

ABSTRAKGingivitis adalah salah satu penyakit yang paling lazim diderita oleh masyarakat. Gingivitismerupakan inflamasi yang hanya mengenai jaringan gingiva tanpa menyerang tulang alveolar danligamen periodontal (tanpa mengakibatkan kehilangan perlekatan). Perdarahan gingiva adalah salahsatu tanda klinis dari gingivitis. Perdarahan gingiva terjadi satu atau dua hari sebelum terjadinyamenstruasi, yang biasanya hilang setelah dimulainya menstruasi. Salah satu indeks untuk mengukurperdarahan gingiva adalah Papillary Bleeding Index (PBI). Penelitian ini bertujuan untuk melihatindeks perdarahan gingiva pada masa sebelum menstruasi, yaitu 1–2 hari sebelum menstruasi.Penelitian deskriptif ini dilakukan di Program Studi Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran UniversitasSyiah Kuala. Subjek penelitian berjumlah 65 orang yang berasal dari angkatan 2009–2011. Padasubjek diberikan kuesioner dan pemeriksaan klinis, yaitu pemeriksaan Indeks Perdarahan Papila.Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 64 subjek (98,5%) memiliki Indeks Perdarahan Papila0, sebanyak satu subjek (1,5%) memiliki Indeks Perdarahan Papila 1 dan tidak terdapat subjek yangmemiliki Indeks Perdarahan Papila 2 dan 3–4. Disimpulkan bahwa 98,5% pada penelitian inimemiliki gingiva sehat dan 1,5% memiliki gingivitis ringan.

Kata kunci: Perdarahan gingiva, Papillary Bleeding Index (PBI), indeks perdarahan gingiva,menstruasi

ABSTRACTGingivitis is one of the most common human diseases. Gingivitis is inflammation of the gingivaltissue only without attacking the alveolar bone and periodontal ligament (absence of clinicalattachment loss). Gingival bleeding is a clinical sign of gingivitis. Menstruation gingivitis usuallyoccurs one or two day before the start of the period and clears up shortly after the period has started.One of the several methods in order to measure the gingival bleeding is Papillary Bleeding Index(PBI). This study was aimed to describe the gingival bleeding index of the premenstrual one or twodays before the menstrual period. This descriptive study was done in School of Dentistry of MedicalFaculty, Syiah Kuala University. The result shown that 64 subject (98,5%) had Papilla Bleeding Index0, which one subject had Papilla Bleeding Index 1 and there was no subject that had PapillaryBleeding Index 2 and 3–4. It can be concluded that 98,5% of this study that had a healthy gingiva and1,5% had a mild gingivitis.

Key words: Gingival bleeding, Papillary Bleeding Index (PBI), gingival bleeding index, menstruation

Page 64: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

803

PENDAHULUANGingivitis adalah salah satu penyakit

yang paling lazim diderita oleh masyarakatdan merupakan inflamasi yang hanyamengenai jaringan gingiva tanpa menyerangtulang alveolar dan ligamen periodontal (tanpamengakibatkan kehilangan perlekatan).1–3

Gambaran klinis gingivitis, yaitu perdarahansaat diprob, perdarahan spontan, perubahanwarna pada gingiva (kemerahan), perubahankonsistensi, pembengkakan, dan perubahantekstur permukaan gingiva.4–6

Prevalensi gingivitis di Ahmedabadtahun 2011 pada anak usia 12 tahun sebesar12,23% sementara pada usia 15 tahunmenunjukkan gingivitis sebesar 42,73%.7Berdasarkan hasil studi status kesehatan mulutpada anak-anak berusia 6–12 tahun di DeltaDanube Rumania pada tahun 2011menunjukkan perdarahan gingiva sebesar32,8%.8 Berdasarkan hasil survei kesehatangigi dan mulut dengan 1799 remaja tahun2002 di 35 kota Sao Paulo Brazilmenunjukkan perdarahan gingiva sebesar21,5%.9

Plak merupakan penyebab utamagingivitis.6 Faktor lokal lainnya yangmenyebabkan terjadinya inflamasi gingivaantara lain, yaitu restorasi yang kurang baikpada margin gingiva, gigi tiruan, dan alat-alatortodonti.10 Faktor lain dapat jugamempengaruhi gingivitis antara lainperubahan hormon, seperti yang terjadi selamakehamilan, pubertas, dan menstruasi.8

Menstruasi adalah siklus dari peluruhanlapisan dalam rahim atau endometrium yangbanyak mengandung pembuluh darah darirahim melalui vagina dan terjadi di bawahpengaruh hormon hipofisis.11,12 Darah haidterutama berasal dari arteri, dengan hanya 25%darah berasal dari vena.13 Menstruasidisebabkan oleh berkurangnya hormonestrogen dan progesteron, terutama hormonprogesteron, pada akhir siklus menstruasibulanan.14 Periode siklus menstruasi, yaitu 25–30 hari yang dikendalikan oleh sekresi hormonseks (hormon estrogen dan progesteron).15

Perubahan dalam rongga mulut yangmenyertai menstruasi termasuk perdarahangingiva, kemerahan pada jaringan gingiva danpembengkakan.16,17 Pada beberapa wanitaselama siklus menstruasi, jaringan gingivaakan terjadi pembengkakan dan menjadi lebihkemerahan sebelum terjadi menstruasi.17

Perdarahan gingiva terjadi pada hari sebelum

terjadinya menstruasi, yang biasanya hilangsetelah dimulainya menstruasi.16

BAHAN DAN METODEPenelitian ini adalah penelitian

deskriptif cross sectional dengan jumlahsubjek 65 orang. Populasi penelitian adalahseluruh mahasiswi Program Studi KedokteranGigi Fakultas Kedokteran Universitas SyiahKuala. Populasi di atas dipilih subjek, yaitumahasiswi angkatan 2009–2011 ProgramStudi Kedokteran Gigi Fakultas KedokteranUniversitas Syiah Kuala. Kriteria inklusi padapenelitian ini adalah pada saat pemeriksaansubjek dalam keadaan belum menstruasi, yaitupada saat 1–2 hari sebelum menstruasi,mahasiswi angkatan 2009–2011 ProgramStudi Kedokteran gigi Fakultas KedokteranUniversitas Syiah Kuala, dan bersedia menjadisubjek penelitian. Kriteria eksklusi padapenelitian ini adalah mahasiswi yang memakaialat ortodonti cekat, mahasiswi yang memilikiriwayat penyakit sistemik (diabetes melitustipe 1, leukemia), mempunyai kebiasaanbernafas melalui mulut, sedang dalam keadaanmenstruasi, sedang dalam perawatanperiodontal, mengkonsumsi obat-obatan(antikoagulan dan calcium channel blockers),dan mahasiswi dengan gigi yang malposisi(gigi berjejal berat berdasarkan kriteriaPoulton dan Aaronson, 1961).17,18

Cara kerja penelitian dengan melakukanwawancara sekaligus pengisian kuisionerseleksi subjek yang langsung diisi oleh subjek.Pada subjek yang memenuhi kriteria inklusidiberikan informed consent. Kemudian penelitimemberikan kuisioner penelitian untukmendapatkan data yang meliputi tanggalmenstruasi sebelumnya serta pernyataanlainnya. Setelah didapatkan data mengenaitanggal menstruasi bulan sebelumnya,diurutkan berdasarkan tanggal. Selanjutnyadilakukan pemeriksaan perdarahan gingivamenggunakan indeks perdarahan papila (Saxerdan Muhleman, 1975) dengan menggunakanprob periodontal dan kaca mulut.

HASIL PENELITIAN

Tabel 1. Frekuensi perdarahan gingiva

PerdarahanGingiva

JumlahSubjek

Persentase(%)

Ada 63 96,9Tidak 2 3,1Total 65 100

Page 65: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

804

Dari Tabel 1 di atas menunjukkanbahwa mahasiswi yang mengalami perdarahangingiva, yaitu sebanyak 63 orang (96,9%).

Tabel 2. Frekuensi distribusi indeks perdarahanpapila

Indeks PerdarahanPapila

JumlahSubjek

Persentase(%)

Gingiva sehat 64 98,5Gingivitis ringan 1 1,5Gingivitis sedang 0 0Gingivitis berat 0 0

Total 65 100

Gambar 1. Diagram distribusi klasifikasi indeksperdarahan papila mahasiswi angkatan2009–2011 Program Studi KedokteranGigi Fakultas Kedokteran UniversitasKuala

Keterangan:- Indeks perdarahan papila 0=gingiva sehat- Indeks perdarahan papila 1=gingivitis ringan- Indeks perdarahan papila 2=gingivitis sedang- Indeks perdarahan papila 3–4=gingivitis berat

Dari Gambar 1 di atas menunjukkanbahwa mahasiswi angkatan 2009–2011Program Studi Kedokteran Gigi FakultasKedokteran Universitas Syiah Kuala memilikigingiva sehat merupakan tingkatan tertinggi,yaitu sebanyak 64 orang (98,5%).

PEMBAHASANPerdarahan gingiva adalah salah satu

tanda klinis dari gingivitis dan merupakankondisi yang paling umum terjadi.19

Perdarahan gingiva dalam pemeriksaantampak lebih awal dari pada perubahan warna

ataupun tanda visual lainnya.20 Perdarahangingiva dapat disebabkan oleh faktor lokal,yaitu plak dan faktor sistemik, yaitu siklusmenstruasi, diabetes melitus, leukemia, danobat-obatan (antikoagulan dan calciumchannel blockers).21–22 Faktor predisposisiyang dapat menyebabkan terjadinya gingivitisantara lain karies, faktor iatrogenik, gigi yangmalposisi, bernafas melalui mulut dan gigitiruan sebagian, tumpatan yang mengemper(overhangs), dan pemakaian ortodonti.23–24

Pada penelitian ini menunjukkan bahwamahasiswi yang memiliki gingiva yang sehat,yaitu sebanyak 64 subjek (98,5%). Hasilpenelitian ini berbeda dari suatu penelitianyang dilakukan pada pasien di Baqai DentalHospital menunjukkan bahwa prevalensigingivitis pada perempuan sebesar 28,82%.25

Hal ini dapat disebabkan karena mahasiswakedokteran gigi lebih mengerti tentangmenjaga oral hygiene sehingga perdarahanyang terjadi minimal.

Perdarahan gingiva lebih rentan terjadisatu atau dua hari sebelum terjadinyamenstruasi, yang biasanya hilang setelahdimulainya menstruasi, yang disebabkan olehakumulasi plak dan berkaitan denganketidakseimbangan hormon progesteron danestrogen.26–28 Machtei (2004) mengemukakanbahwa perdarahan gingiva lebih rendah terjadipada masa menstruasi dibandingkan pada saatovulasi dan premenstruasi, yaitu 1–2 harisebelum menstruasi.29 Walaupun demikian,pada penelitian ini perdarahan terjadi minimalkarena aktivitas hormon yang tidak seimbang,tetapi diikuti dengan penjagaan oral hygieneyang benar oleh subjek.

Tabel 1 menunjukkan bahwa mahasiswiyang mengalami perdarahan gingiva, yaitusebanyak 63 subjek (96,9%) dan yang tidakmengalami perdarahan gingiva sebanyak 2subjek (3,1%). Hasil penelitian ini berbedadengan penelitian yang dilakukan oleh Balandkk pada 40 subjek yang memiliki siklusmenstruasi normal 28–30 hari pada tahun 2012yang menunjukkan perdarahan gingiva sebesar8%.30 Perdarahan yang terjadi pada penelitianini hanya perdarahan pada beberapa gigi sajasehingga apabila dikalkulasikan hasilnyatermasuk kategori gingiva sehat.

Tabel 2 menunjukkan bahwa subjekyang memiliki gingiva sehat sebanyak 64subjek (98,5%) dan yang memiliki gingivitisringan sebanyak 1 subjek (1,5%). Berbedadengan studi kasus pada tahun 2004 yang

010203040506070

Gingivasehat

Gingivitisringan

Gingivitissedang

Gingivitisberat

64

1 0 0

Jum

lah

Subj

ek

Klasifikasi Indeks Perdarahan Papila

Page 66: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

805

dilakukan di Nihon University Dental HospitalJepang pada wanita usia 35 tahun, yangmenunjukkan indeks perdarahan pada faseovulasi sebesar 18,9%. Telah diamati bahwarata-rata selama fase ovulasi indeksperdarahan gingiva lebih tinggi dibandingkanselama fase menstruasi.31 Pada penelitian inimenunjukkan bahwa sebesar 98,5% mahasiswimemiliki gingiva sehat diduga karenakesadaran subjek yang dapat menjagakebersihan gigi dan mulutnya dengan baik.Penelitian yang dilakukan Shiraz Usman dkkmenunjukkan bahwa mahasiswa kedokterangigi memiliki tingkat pengetahuan kesehatanrongga mulut paling tinggi dibandingkandengan mahasiswa kesehatan lainnya.32

Mahasiswa kedokteran gigi juga mengetahuiakibat dari penumpukan plak yang banyaksehingga lebih memperhatikan kebersihanmulutnya. Hal ini menyebabkan mahasiswakedokteran gigi memiliki gingiva yang sehat.

KESIMPULANIndeks perdarahan gingiva mahasiswi

pada masa sebelum menstruasi menunjukkanbahwa dari 65 subjek pada penelitian ini,sebanyak 64 subjek (98,5%) memiliki gingivasehat.

SARANSubjek pada penelitian ini adalah

mahasiswi kedokteran gigi sehingga tingkatpengetahuan tentang kesehatan gigi lebih baiksehingga perlu dilakukan penelitian denganlatar belakang pengetahuan tentang kesehatangigi yang berbeda.

DAFTAR PUSTAKA1. Jincai Z, Dongying X, Weihua F, Xiong

Z, Serge D, William DV, et al. Severityand prevalence of plaque inducedgingivitis in the chinese population.Compend Contin Educ Dent 2010;31(8):624–629.

2. Widagdo Y, Sulistiawati N, Laksmi D.Kondisi pH saliva penderita gingivitisanak usia gigi bercampur. Denpasar:Fakultas Kedokteran Gigi UniversitasMahasaraswati. Skripsi

3. Paul S. Treatment of plaque-inducedgingivitis, chronic periodontitis, and otherclinical conditions. Pediatr Dent 2004;33(6):307–316.

4. Ababneh KT, Abu Hwaij ZMF, KhaderYS. Prevalence and risk indicators of

gingivitis and periodontitis in a multi-centre study in North Jordan: A crosssectional study. BMC Oral Health 2012;12(1):1–8.

5. Rebelo MAB, Queiroz ACD. Gingivalindices: State of art. In: Gingival diseasestheir aetiology prevention and treatment(Panagakos FS, Davies R, eds). JanezaTrdine: Intech. 2011: 41–43.

6. Lang NP, Schatzle MA, Loe H. Gingivitisas a risk factor in periodontal disease. JClin Periodontol 2009; 36(Suppl. 10):3–8.

7. Patel DR, Parkar SM. Assessment ofgingival and dental caries status among12 and 15 years old school going childrenof Ahmedabad City - A pilot study. TheJournal of Ahmedabad Dental Collegeand Hospital 2011; 2(1):17–21.

8. Jipa IT, Amariei CI. Oral health status ofchildren aged 6–12 years from theDanube Delta Biosphere Reserve. OHDM2012; 11(1):39–45.

9. Antunes JLF, Peres MA, Frias AC,Crosato EM, Biazevic MGH. Gingivalhealth of adolescent and the utilization ofdental services, State of São Paulo,Brazil. Rev Saúde Pública 2008; 42(2):1–8.

10. Dimond B. Gingivitis: Symptoms, causesand treatment. Dental Nursing 2010;7(8):436–439.

11. Aniebue UU, Aniebue PN, Nwankwo TO.The impact of pre-menarcheal training onmenstrual practices and hygiene ofNigerian School Girls. Pan Afr Med J2009; 1–9.

12. Kumalasari I, Andhyantoro I. Kesehatanreproduksi untuk mahasiswa kebidanandan keperawatan. Jakarta: SalembaMedika. 2012: 16.

13. Ganong WF. Buku ajar fisiologikedokteran. Edisi 22. Jakarta: EGC. 2008:454.

14. Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologikedokteran. Edisi 11. Jakarta:EGC. 2007:1072.

15. Markou E, Eleana B, Lazaros T, AntoniosK. The influence of sex steroid hormoneson gingiva of women. Open Dent J 2009;3:114–119.

16. Carpenter W, Glick M, Nelson SR, RoserSR, Patton LL. Women’s oral healthissues. JADA 2006: 1–8.

Page 67: ISSN: 2085-546X

Cakradonya Dent J 2015; 7(1):745-806

806

17. Joan Otomo-Corgel. Periodontal therapyin the female patient. In: Carranza’sclinical periodontology (Newmann MG,Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA,eds). 11th ed. St. Louis, Missouri:Saunders Elsevier. 2012: 414.

18. Melfi RC, Alley KC. Permar’s oralembriology and microscopis anatomy.10th ed. Maryland: Lippicott Williams &Wilkins. 2000: 238.

19. Klukowska M, Grender JM, Goyal CR,Mandi C, Biesbrock AR. 12-week clinicalevaluation of a rotation/ oscillation powertoothbrush versus a new sonic powertoothbrush in reducing gingivitis andplaque. American Journal of Dentistry2012; 25(25):287–292.

20. Yassin H. Plaque induced gingivitis(Chronic gingivitis). Periodontology DeptP.U.A 2012: 1–6.

21. Kluwer W. Lippincott’s guide toinfectious disease. Maryland: LippincottWilliams & Wilkins. 2011: 136.

22. Krishnan V, Rajasekar S, Jacob TS.Periodontal pathology-periodontaldisease. In: Viva voce in periodontics(Jacob TS, Arunmozhi P, eds). NewDelhi: Jaypee. 2008: 50.

23. Fiorellini JP, Kim DM, Uzel NG. Clinicalfeatures of gingivitis. In: Carranza’sclinical periodontology (Newmann MG,Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA,eds). 11th ed. St. Louis, Missouri:Saunders Elsevier. 2012: 76–81.

24. Anonymous. Helping orthodontic patientsachieve optimum oral health. Focus onorthodontics 2003; 5(1):1–4.

25. Nazir S, Arain AH. Gender spesificprevalence of gingival disease among thepatients visiting Baqai Dental Hospital.Pakistan Oral & Dental Journal 2010;30(2):506–510.

26. Newbrun E. Indices to measure gingivalbleeding. J Periodontol 1996; 67(6):555–561.

27. Fehrenbach MJ, Women's oral healthneeds. Young Dental Manufacturing2005; 4(4):1–6.

28. Illyess. An overview of gingival andperiodontal diseases. The University ofTennessee Health Science Center Collegeof Dentistry 2008: 1. Available at:http://www.uthsc.edu/dentistry/CE/forms/OverviewofGingivalandPeriodontalDiseases.pdf. Accessed December 16, 2012.

29. Lund AE. Menstrual cycle affectsperiodontal health. JADA 2004; 135:571–573.

30. Balan U, Gonsalves N, Jose M, GirishKL. Symptomatic changes of oral mucosaduring normal hormonal turnover inhealthy young menstruating women. TheJournal of Contemporary Dental Practice2012; 13(2):178–181.

31. Nobuko K, Yoshihiro I, Mamoru K,Ayako O, Aki K, Naoyuki S, Koichi I.Periodic exacerbation of gingivalinflammation during the menstrual cycle.Journal of Oral Science 2005; 47(3):159–164.

32. Usman S, Bhat SS, Sargod SS. Oralhealth knowledge and behavior of clinicalmedical, dental and paramedical studentin Mangalore. JOHCD 2007; 1(3):46–48.

Page 68: ISSN: 2085-546X

ISSN: 2085-546XPetunjuk Bagi Penulis

Cakradonya Dental Journal (CDJ) adalah jurnal ilmiah yangterbit dua kali setahun, Juni dan Desember. Artikel yangditerima CDJ akan dibahas para pakar dalam bidang keilmuanyang sesuai (peer-review) bersama redaksi. Sekiranya peer-review menyarankan adanya perubahan, maka penulis diberikesempatan untuk memperbaikinya.

CDJ menerima artikel konseptual dari hasil penelitian originalyang relevan dengan bidang kesehatan, kedokteran gigi dankedokteran. CDJ juga menerima tinjauan pustaka, dan laporankasus.

Artikel yang dikirim adalah artikel yang belum pernahdipublikasi, untuk menghindari duplikasi CDJ tidak menerimaartikel yang juga dikirim pada jurnal lain pada waktubersamaan untuk publikasi. Penulis memastikan bahwa seluruhpenulis pembantu telah membaca dan menyetujui isi artikel.

1. Artikel PenelitianTatacara penulisan: Judul dalam bahasa Indonesia Abstrak dibuat dalam bahasa Indonesia & Inggris,

dalam bentuk tidak terstruktur dengan jumlahmaksimal 200 kata, harus mencerminkan isi artikel,ringkas dan jelas, sehingga memungkinkan pembacamemahami tentang aspek baru atau penting tanpaharus membaca seluruh isi artikel. Diketik denganspasi tunggal satu kolom.

Kata Kunci dicantumkan pada halaman yang samadengan abstrak. Pilih 3-5 buah kata yang dapatmembantu penyusunan indek.

Artikel utama ditulis dengan huruf jenis Times NewRoman ukuran 11 point, spasi satu dan dibuat dalambentuk dua lajur (page layout)

Artikel termasuk tabel, daftar pustaka dan gambarharus diketik 1 spasi pada kertas dengan ukuran 21,5x 28 cm (kertas A4) dengan jarak dari tepi 2,5 cm,jumlah halaman maksimum 12. Laporan tentangpenelitian pada manusia harus memperolehpersetujuan tertulis (signed informed consent).

Sistematika penulisan artikel hasil penelitian, adalahsebagai berikut: Judul Nama dan alamat penulis serta alamat email Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris Kata kunci Pendahuluan (tanpa subjudul, memuat latar

belakang masalah dan sedikit tinjauan pustaka, danmasalah/tujuan penelitian). Bahan dan Metode Hasil Pembahasan Kesimpulan dan Saran Ucapan terima kasih Daftar Pustaka.

2. Tinjauan pustaka/artikel konseptual (setara hasilpenelitian) merupakan artikel review dari jurnal dan ataubuku mengenai ilmu kedokteran gigi, kedokteran dankesehatan mutakhir memuat: Judul Nama penulis Abstrak dalam bahasa Indonesia dan Inggris

Pendahuluan (tanpa subjudul) Subjudul-subjudul sesuai kebutuhan Penutup (kesimpulan dan saran) Daftar pustaka

3. Laporan Kasus. Berisi artikel tentang kasus di klinik yangcukup menarik, dan baik untuk disebarluaskan dikalangansejawat lainnya. Format terdiri atas: Pendahuluan,Laporan kasus, Pembahasan dan Daftar pustaka.

4. Gambar dan tabel. Kirimkan gambar yang dibutuhkanbersama makalah. Tabel harus diketik 1 spasi.

5. Metode statistik. Jelaskan tentang metode statistik secararinci pada bagian “metode”. Metode yang tidak lazim,ditulis secara rinci berikut rujukan metode tersebut.

6. Judul ditulis dengan huruf besar 11 point, baik judulsingkat dengan jumlah maksimal 40 karakter termasukhuruf dan spasi. Diletakkan di bagian tengah atas darihalaman pertama. Subjudul dengan huruf 11 point.

7. Nama dan alamat penulis. Nama penulis tanpa gelar danalamat atau lembaga tempat bekerja ditulis lengkap danjelas. Alamat korespondensi, nomor telepon, nomorfacsimile, dan alamat e-mail.

8. Ucapan terima kasih. Ucapan terima kasih hanya untukpara profesional yang membantu penyusunan naskah,termasuk pemberi dukungan teknis, dana dan dukunganumum dari suatu institusi.

9. Daftar pustaka. Daftar pustaka ditulis sesuai denganaturan penulisan Vancouver, diberi nomor urut sesuaidengan pemunculan dalam keseluruhan teks ditulis secarasuper script. Jumlah daftar pustaka minimal 10 referensi.Bila pengarang lebih dari 6 orang, maka disebutkan 6nama pengarang kemudian baru at al/dkk. Bila kurangdari 6 orang maka disebutkan semua nama pengarangnya.- Jurnal: Hendarto H, Gray S. Surgical and non surgical

intervation for speech rehabilitation in Parkinsondisease. Med J Indonesia 2000; 9 (3): 168-74.

- Buku: Lavelle CLB. Dental plaque. In: Applied OralPhysiology, 2nd ed. London: Wright. 1988:93-5.

- Book Section: Shklar G, Carranza FA. The HistoricalBackground of Periodontology. In: Carranza's ClinicalPeriodontology (Newman MG, Takei HH, KlokkevoldPR, Carranza FA, eds), 10th ed. St. Louis: SaundersElsevier, 2006: 1-32.

- Website : Almas K. The antimicrobial effects of sevendifferent types of Asian chewing sticks. Available inhttp://www.santetropicale.com/resume/49604.pdfAccessed on April, 2004.

10. Artikel dikirim sebanyak 1 (satu) eksemplar, dalambentuk hard dan soft copy, tuliskan nama file dan programyang digunakan, kirimkan paling lambat 2 (dua) bulansebelum bulan penerbitan kepada:Ketua Dewan PenyuntingCakradonya Dental Journal (CDJ)Fakultas Kedokteran Gigi -UnsyiahDarussalam Banda Aceh 23211Telp/fax. 0651-7551843

11. Kepastian pemuatan atau penolakan artikel akandiberitahukan melalui email. Penulis yang artikelnyadimuat akan mendapat bukti pemuatan sebanyak 1 (satu)eksemplar. Artikel yang tidak dimuat tidak akandikembalikan kecuali atas permintaan penulis.

Page 69: ISSN: 2085-546X