53
STUDI CROSS SECTIONAL PENYAKIT ISPA PADA BALITA BGM DI PUSKESMAS CEMPAKA BULAN JUNI 2005 OLEH : Leonardus S. Wibowo Mariya Ekawati Vony Tjandra Zeldi Ichsan PEMBIMBING : Dr. Ihya Ridlo Nizomy, M.Kes

ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

STUDI CROSS SECTIONAL PENYAKIT ISPA PADA BALITA BGM DI PUSKESMAS CEMPAKA

BULAN JUNI 2005

OLEH :

Leonardus S. Wibowo

Mariya Ekawati

Vony Tjandra

Zeldi Ichsan

PEMBIMBING :

Dr. Ihya Ridlo Nizomy, M.Kes

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATBAGIAN/LABORATORIUM IKM/PBL

FAKULTAS KEDOKTERAN

BANJARBARU

AGUSTUS 2005

Page 2: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 DATA DASAR

1.1.1 Keadaan Geografis

Puskesmas Cempaka terletak di kecamatan Cempaka, kota Banjarbaru,

Propinsi Kalimantan Selatan, tepatnya di Jalan Gubernur Mistar Cokrokusumo

Kompleks Perkantoran, Kelurahan Sungai Tiung, lebih kurang 7 Km dari ibukota

Banjarbaru.

Wilayah kerja puskesmas terletak pada ketinggian di atas 75 m dari

permukaan laut. Sebagian besar wilayah kecamatan Cempaka ditumbuhi ilalang

dan belukar, juga dijumpai persawahan dan perkebunan terutama di bagian

selatan, dan hutan yang banyak dijumpai di sebelah timur. Keadaan tanah di

wilayah kecamatan Cempaka sebagian besar terdiri dari tanah yang berbatu-batu

dan berpasir yang mengandung bahan galian tambang, seperti intan, emas,

batubara, koral, kerikil, pasir, dll. Sehingga di daerah ini dijumpai kegiatan

penambangan atau pendulangan intan.

Jumlah hujan tertinggi terjadi pada bulan maret, yaitu 425,7 mm,

sedangkan curah hujan terendah terjadi bulan september, yaitu 74,5 mm. Hari

hujan terendah terjadi pada bulan Agustus dan September, sedangkan jumlah hari

hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret dan Desember.

2

Page 3: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

Batas Wilayah kerja Puskesmas Cempaka adalah sebagai berikut :

1. Sebelah Utara : Kecamatan Banjarbaru Kota Banjarbaru.

2. Sebelah Selatan : Kecamatan Bati-bati Kabupaten Tanah Laut.

3. Sebelah Timur : Kecamatan Karang Intan Kabupaten Banjar.

4. Sebelah Barat : Kecamatan Landasan Ulin Kota Banjarbaru.

Luas Wilayah kerja Puskesmas Cempaka adalah 146,70 Km2 yang

meliputi empat Kelurahan yaitu :

1. Kelurahan Palam : 14,75 Km2

2. Kelurahan Bangkal : 29,8 Km2

3. Kelurahan Sungai Tiung : 21,5 Km2

4. Kelurahan Cempaka : 80,65 Km2

1.1.2 Data Demografi

Jumlah penduduk di Wilayah kerja Puskesmas Cempaka adalah 23.592

jiwa dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 6.511 KK. Jumlah penduduk

Kelurahan Palam sebanyak 2.694 jiwa, Kelurahan Bangkal sebanyak 3.263 jiwa,

Kelurahan Sungai Tiung sebanyak 6.572 jiwa, dan Kelurahan Cempaka sebanyak

11.063 jiwa.

3

Page 4: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

Tabel 1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

di Wilayah Kerja Puskesmas Cempaka Tahun 2004

NoKelompok

Umur

Jenis KelaminJumlahLaki-

lakiPerempuan

1 00-04 1.265 1250 2.5152 5 - 9 thn 1.425 1335 2.763 10-14 thn 1.265 1285 2.554 15-19 1.298 1058 2.3565 20-24 1.305 1233 2.5386 25-29 1.061 1160 2.2217 30-34 1.039 1008 2.0478 35-39 921 865 1.7869 40-44 791 704 1.49510 45-49 392 431 82311 50-54 427 443 87012 55-59 194 208 40213 60-64 273 296 56914 65-69 92 121 21315 70-74 125 133 25816 75+ 61 128 18917 TT - - -Jumlah 11.934 11.658 23.592

Sumber : Kecamatan Cempaka dalam Angka tahun 2004

4

Page 5: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

Grafik 1. Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin

di Wilayah Kerja Puskesmas Cempaka Tahun 2004

5

Page 6: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

Tabel 2. Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Wilayah Kerja

Puskesmas Cempaka Tahun 2004

No Mata Pencaharian Jumlah1 Petani Pemilik 27602 Petani penggarap 12903 Penyekop 1174 Pengusaha 55 Pengrajin 356 Buruh tambang 9587 Buruh bangunan 2708 Buruh Industri 299 PNS 19610 ABRI 125011 Pensiunan 250

Jumlah  Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Cempaka tahun 2004

Diagram 1.Distribusi Penduduk Menurut Mata Pencaharian di Wilayah Kerja

Puskesmas Cempaka Tahun 2004

6

Page 7: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

Tabel 3. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Pendidikan di Wilayah Kerja

Puskesmas Cempaka Tahun 2004

No Kelurahan

Tingkat Pendidikan

JumlahTdk tamat SD

Tamat SD-SLTP

Tamat SLTA keatas

1 Palam 97 585 95 27902 Bangkal 362 469 118 19953 Sei Tiung 775 1136 84 9494 Cempaka 824 1560 406 777

Jumlah2.058 3750 703 651131,61% 57,59% 10,80%  100%

Sumber : Laporan Hasil Pendataan Keluarga Kecamatan Cempaka tahun 2004

Grafik 2. Distribusi Penduduk Menurut Jenis Pendidikan di Wilayah Kerja

Puskesmas Cempaka Tahun 2004

7

Page 8: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

Tabel 4. Data 10 Jenis Penyakit Terbanyak Puskesmas Cempaka Tahun 2004

No Jenis Penyakit Jumlah Kasus

1 Infeksi akut lain Pada Saluran Pernapasan atas (1302) 4738

2 Penyakit lain pada saluran pernapasan bagian atas (22) 2954

3 Tekanan Darah Tinggi (12) 1293

4 Penyakit pada sistem otot dan jaringan pengikat (21) 1972

5 Penyakit Kulit Alergi (2002) 742

6 Ginggivitis dan periodental (1503) 733

7 Penyakit Pulpa dan jaringan periapikal (1502) 731

8 Asma (1403) 649

9 Penyakit lain pada Saluran Pernapasan Akut (1303) 631

10 Diare (102) 603

Sumber : Laporan Tahunan Puskesmas Cempaka tahun 2004

Grafik 3. Data 10 Jenis Penyakit Terbanyak Puskesmas Cempaka Tahun 2004

8

Page 9: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

Tabel 5.Data Hasil Penemuan Penderita Program P2 ISPA Puskesmas Cempaka

Tahun 2004

NO BULANPENEMUAN PENDERITA

NON PNEMONI PNEMONIBayi 1 - 4 Th Jumlah Bayi 1 - 4 Th Jumlah

1 Januari 50 93 143 8 16 242 Pebruari 61 131 192 11 11 223 Maret 91 167 258 12 25 374 April 72 112 184 14 22 365 Mei 52 102 154 8 6 146 Juni 56 101 157 6 4 107 Juli 60 145 205 11 22 338 Agustus 83 165 248 5 24 299 September 44 152 196 2 11 1310 Oktober 64 191 255 1 10 1111 Nopember 43 103 146 3 6 912 Desember 68 170 238 2 9 11

TOTAL 744 1632 2376 83 166 249

1.2 Latar Belakang

Tujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber

daya manusia yang dilakukan secara berkelanjutan. Berdasarkan visi

pembangunan nasional melalui pembangunan kesehatan yang ingin dicapai untuk

mewujudkan Indonesia sehat 2010. Visi pembangunan gizi adalah mewujudkan

keluarga mandiri sadar gizi untuk mencapai status gizi keluarga yang optimal.2

Masukan gizi telah terbukti merupakan salah satu faktor penting yang

berpengaruh dalam pembangunan dan pembentukan kualitas sumber daya

manusia. Peningkatan kualitas hidup masyarakat akan berhasil dengan baik

apabila dilakukan sedini mungkin, yaitu dengan memberikan perhatian kepada

gizi balita.2

9

Page 10: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

Masalah gizi di Indonesia masih merupakan masalah yang cukup berat.

Pada hakekatnya berpangkal pada keadaan ekonomi yang kurang dan kurangnya

pengetahuan tentang nilai gizi dari makanan-makanan yang ada. Makanan yang

sehat harus memenuhi syarat kualitas maupun kuantitas, disamping jangan

mengandung zat-zat/organisme-organisme yang dapat menimbulkan penyakit.

Masalah gizi juga timbul karena perilaku gizi seseorang yang salah, yaitu

ketidakseimbangan antara konsumsi gizi dan kecukupan gizinya. Bila konsumsi

selalu kurang dari kecukupan gizinya, maka seseorang menderita gizi kurang.

Sebaliknya, jika konsumsi melebihi kecukupan gizinya maka yang bersangkutan

akan menderita gizi lebih. Jumlah kebutuhan makanan tidaklah sama pada setiap

orang. Hal ini tergantung pada umur, jenis kelamin, tinggi dan berat badan, jenis

pekerjaan dan keadaan kesehatan orang itu sendiri.3

Anak usia dibawah lima tahun merupakan kelompok umur yang rawan

gizi dan rawan penyakit. Kelompok ini yang merupakan kelompok umur yang

paling menderita akibat gizi, dan jumlahnya dalam populasi besar.3

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui.

Infeksi berat dapat memperjelek keadaan gizi melalui gangguan masukan

makanannya dan meninggikan kehilangan zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya

malnutrisi walaupun ringan berpengaruh negatif terhadap daya tahan tubuh

terhadap infeksi. Kedua-duanya bekerja sinergistik maka malnutrisi bersama-sama

dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar dibandingkan dengan

dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi secara sendiri-sendiri. Akibat gizi

kurang sistem imunitas dan antibodi berkurang, sehingga orang mudah terserang

10

Page 11: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

infeksi seperti pilek, batuk, dan diare. Pada anak-anak hal ini dapat membawa

kematian.4,5

Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan masalah

kesehatan masyarakat di Indonesia. Hal ini tampak dari hasil Survey Kesehatan

Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 yang menunjukkan bahwa proporsi kematian

bayi akibat ISPA masih 29,5 %. Artinya dari 100 bayi yang meninggal 30 di

antaranya meninggal karena ISPA.2

Berdasarkan data profil kesehatan Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan

Selatan, prevalensi total di propinsi Kalimantan Selatan pada tahun 1999 sebesar

17,48 % dan pada tahun 2000 turun menjadi 10,43 %, pada tahun 2001 terjadi

peningkatan prevalensi gizi kurang pada balita total menjadi 12,5 %. Penemuan

jumlah kasus bayi, batita dan balita di bawah garis merah (BGM) melalui program

penimbangan bulanan tahun 2002 oleh Dinas Kota Banjarmasin berjumlah 5326

balita. Dari data rekapitulasi hasil penimbangan balita di Puskesmas Cempaka

periode Januari sampai Maret 2005, ditemukan kasus BGM (kasus baru dan lama)

6 orang bayi, 31 orang batita dan 20 orang balita. Di Puskesmas Cempaka pada

tahun 2004 penyakit ISPA menduduki peringkat pertama dari 10 penyakit

terbanyak. Jumlahnya mencapai 2376 balita. Pada periode bulan Januari sampai

Juni tahun 2005 sebanyak 1090 balita.

Berdasarkan data tersebut, jumlah balita BGM dan penderita ISPA pada

balita di puskesmas Cempaka cukup tinggi. Namun belum diketahui apakah balita

BGM yang ada tersebut berhubungan dengan penyakit ISPA. Dengan demikian

penelitian ini dilakukan guna membuktikan adanya hubungan balita BGM dengan

11

Page 12: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

penyakit ISPA serta membuktikan apakah balita BGM merupakan faktor risiko

penyakit ISPA pada balita di Puskesmas Cempaka bulan Juni 2005.

1.3 Rumusan Penelitian

Apakah terdapat hubungan antara balita BGM dengan penyakit ISPA dan

apakah BGM itu merupakan faktor risiko penyakit ISPA pada balita di Puskesmas

Cempaka bulan Juni 2005.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidak hubungan antara

balita BGM dengan penyakit ISPA dan untuk membuktikan apakah balita BGM

benar-benar merupakan faktor risiko terhadap terjadinya penyakit ISPA di

Puskesmas Cempaka bulan Juni 2005.

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan atau informasi

kepada masyarakat tentang hubungan antara balita BGM dengan penyakit ISPA,

dan bahwa balita BGM merupakan salah satu faktor risiko yang menyebabkan

terjadinya penyakit ISPA. Diharapkan pula dapat berguna bagi perkembangan

ilmu pengetahuan umumnya dan ilmu gizi pada khususnya, serta dapat menjadi

data ilmiah bagi penelitian selanjutnya.

12

Page 13: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

BAB II

KERANGKA TEORI

2.1 Kerangka Teori

2.1.1 Pengertian Dasar Mengenai Gizi Anak

Istilah gizi di Indonesia baru mulai dikenal sekitar tahun 1956 sebagai

terjemahan dari “nutrion”.5 Kata gizi berasal dari bahasa Arab “ghidza” dibaca

gizi. Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang dikonsumsi

secara normal melalui proses digesti, absorbsi, transportasi, penyimpanan,

metabolisme, dan pengeluaran zat-zat yang tidak digunakan untuk

mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,

serta menghasilkan energi.6 Nutrien ialah zat penyusun bahan makanan yang

diperlukan oleh tubuh untuk metabolisme, yaitu air, protein, lemak, karbohidrat,

vitamin dan mineral.5 Bahan makanan ialah hasil produksi pertanian, perikanan

dan peternakan. Beberapa jenis makanan dapat langsung dimakan sebagai

makanan, misalnya buah-buahan, susu, telur dan lain-lain.8

Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, merupakan salah satu

faktor primer yang menyebabkan masalah gizi kurang.5 Melaksanakan pemberian

makan yang sebaik-baiknya kepada bayi dan anak, bertujuan sebagai berikut :8

1. Memberikan nutrien yang cukup untuk kebutuhan; memelihara kesehatan

dan memulihkan bila sakit, melaksanakan berbagai jenis aktifitas,

pertumbuhan dan perkembangan jasmani serta psikomotor.

13

Page 14: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

2. Mendidik kebiasaan yang baik tenteng memakan, menyukai dan

menentukan makanan yang diperlukan.

Makanan untuk bayi sehat terdiri dari:8

1. Makanan utama yaitu air susu ibu (ASI): jika ASI sama sekali tidak ada

dapat diberikan makanan buatan sebagai penggantinya.

2. Makanan pelengkap terdiri dari buah-buahan, biskuit, makanan padat bayi

yaitu bubur susu, nasi tim atau makanan lain yang sejenis

2.1.2 Gizi Status Gizi

Status gizi (nutrition status) merupakan ekspresi dari keseimbangan dalam

bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel

tertentu. Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Status

gizi baik atau status gizi optimal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi

yang digunakan secara efesien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik,

perkembangan otak, kemempuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat

setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan

satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh

memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek

toksik atau membahayakan. Baik pada status gizi kurang, maupun status gizi lebih

terjadi gangguan gizi.7,9

Status gizi memiliki pengertian status gizi anak atau seseorang pada suatu

saat yang didasarkan pada kategori dan indikator yang digunakan. Di bawah ini

adalah kategori status gizi menurut indikator yang digunakan dan batas-batasnya,

yang merupakan hasil kesepakatan nasional pakar gizi di Bogor bulan Januari

14

Page 15: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

2000 dan di Semarang bulan Mei 2000, yang tercantum dalam Edaran Dirjen Bina

Kesehatan Masyarakat Nomor : KM.03.02.1.4.1298, tanggal 31 Juli 2000 tentang

Kartu Menuju Sehat (KMS) Balita, Pemantauan Status Gizi (PSG) dan

Pemantauan Konsumsi Gizi (PKG).9

Tabel 6. Baku Antropometri Menurut Standar WHO-NCHS.9

Indikator Status Gizi Keterangan

Berat Badan menurut Umur

(BB/U)

Gizi Lebih

Gizi Baik

Gizi Kurang

Gizi Buruk

2 SD

-2 SD sampai +2 SD

< -2 SD sampai –3 SD

< -3 SD

Tinggi Badan menurut Umur

(TB/U)

Normal

Pendek

-2 SD sampai + 2 SD

< -2 SD

Berat Badan menurut Tinggi

Badan (BB/TB)

Gemuk

Normal

Kurus

Kurus sekali

2 SD

-2 SD sampai +2 SD

< -2 SD sampai –3 SD

< -3 SD

2.1.3 Pemantauan Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan indikator perkembangan status gizi karena

pertumbuhan merupakan salah satu produk dari keadaan keseimbangan antara

asupan dan kebutuhan zat gizi (status Gizi). Pementauan pertumbuhan merupakan

suatu kegiatan yang dilakukan secara terus menerus (berkesinambungan) dan

teratur. Dengan pemantauan pertumbuhan, setiap ada gangguan keseimbangan

15

Page 16: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

gizi panda seorang anak akan dapat diketahui secara dini melalui perubahan

pertumbuhannya. Dengan diketahuinya gangguan gizi secara dini maka tindakan

penanggulangannya dapat dilakukan dengan segera, sehingga keadaan gizi yang

memburuk dapat dicegah. Maka pemantauan pertumbuhan merupakan kegiatan

penting dalam rangka kewaspadaan gizi.9

Oleh karena itu kegiatan pemantauan pertumbuhan mempunyai tiga tujuan

penting, yaitu :9

1. Mencegah memburuknya keadaan gizi

2. Upaya meningkatkan keadaan gizi

3. Mempertahankan keadaan gizi yang baik.

Pada dasarnya semua informasi atau data yang diperlukan untuk

pemantauan pertumbuhan balita, bersumber dari data berat badan hasil

penimbangan balita bulanan yang diisikan ke dalam KMS untuk dinilai naik (N)

ate tidaknya (T). Tiga bagian kegiatan penting dalam pemantauan pertumbuhan

adalah :9

1. Ada kegiatan penimbangan yang dilakukan terus menerus secara teratur

2. Ada kegiatan mengisikan data berat badan anak ke dalam KMS

3. Ada penilaian naik ate turunnya berat badan anak sesuai dengan arah garis

pertumbuhannya.

Data yang digunakan untuk pemantauan pertumbuhan adalah :

N, T : Balita yang ditimbang 2 bulan berturut-turut dan garis pertumbuhan

panda KMS naik (N) ate tidak naik (T)

D : Jumlah balita yang ditimbang

16

Page 17: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

O : Balita yang tidak ditimbang bulan sebelumnya

B : Anak yang baru pertama kali ditimbang panda bulan ini

BGM : Balita yang berat badannya di bawah garis merah panda KMS

Gambar 1. Mekanisme Pemeriksaan Lanjut Balita BGM5

2.1.4 Gangguan Gizi

Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder. Faktor primer

adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas dan atau kualitas

yang disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan,kurang baiknya distribusi

17

BGM

Ukur kembali panjang/tinggi dan berat badan

Periksa tanda-tanda klinis kwashiorkor/Marasmus

BB/TB < -3 SD ? Ya Tidak

Tidak ada Ya

Gizi Buruk

Bukan Gizi Buruk

Page 18: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

pangan, kemiskinan, kurangnya pengetahuan masyarakat tentang gizi, kebiasaan

makan yang salah. Faktor sekunder meliputi faktor yang menyebabkan zat-zat gizi

tidak sampai di sel-sel pencernaan, seperti gigi-geligi yang tidak baik, kelainan

struktur saluran cerna dan kekurangan enzim.9

A. Akibat Gizi Kurang pada Proses Tubuh

Akibat kurang gizi terhadap proses tubuh bergantung panda zat-zat apa

yang kurang. Kekurangan gizi seczrz umum (makanan kurang dalam kuantitas

dan kualitas) menyebabkan gangguan panda proses-proses :5

a. Pertumbuhan

Anak-anak tidak tumbuh menurut potensialnya. Protein digunakan sebagai

zat pembakar, sehingga otot-otot menjadi lembek dan rambut mudah rontok.

b. Produksi tenaga

Kekurangan energi berasal dari makanan, menyebabkan seseorang

kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja dan melakukan aktivitas. Orang

menjadi malas, merasa lemah dan produktivitas kerja menurun.

c. Pertahanan tubuh

Daya tahan terhadap tekanan ate stress menurun. Sistem imunitas dan

antibody berkurang, sehingga orang mudah terserang infeksi seperti pilek,

batuk, dan diare. Panda anak-anak hal ini dapat membawa kematian.

d. Struktur dan Fungsi Otak

Kurang gizi panda usia muda dapat berpengaruh terhadap perkembangan

mental, dengan demikian kemampuan berpikir. Otak mencapai bentuk

maksimal panda usia dua tahun.

18

Page 19: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

e. Perilaku

Baik anak-anak maupun orang dewasa yang kurang gizi menunjukkan

perilaku tidak tenang. Mereka mudah tersinggung, cengeng dan apatis.

B. Akibat Gizi Lebih pada Proses Tubuh

Gizi lebih menyebabkan kegemukan ate obesitas. Kelebihan energi yang

dikonsumsi disimpan dalam jaringan dalam bentuk lemak. Kegemukan

merupakan salah satu factor risiko dalam terjadinya berbagai penyakit degeneratif,

seperti hipertensi, penyakit-penyakit diabetes, jantung koroner, hati dan kantung

empedu.5

2.1.5 Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

Penyakit ISPA merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak. Episode

penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan sebanyak 3-6 kali

pertahun. Sebagai kelompok penyakit, ISPA merupakan salah satu penyebab

utama kunjungan pasien di sarana kesehatan. Sebanyak 40 – 60% kunjungan

berobat di puskesmas dan 15% - 30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan

dan rawat inap rumah sakit disebabkan oleh ISPA.10

Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit infeksi akut yang

menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung

(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya,

seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura.10

Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, virus, dan rikectsia.

Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus Streptococcus,

Staphylococcus, Pneumococcus, Hemofilus, Bordetella, dan Korinebakterium.

19

Page 20: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

Virus penyabab ISPA antara lain adalah golongan Myxovirus, Adenovirus,

Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpes virus.9 Gejala klinis penyakit

ISPA adalah batuk, pilek, dengan atau tanpa demam. Bila telah terjadi komplikasi

pneumoni terdapat gejala berupa napas cepat dan tarikan dinding dada ke

dalam 10.

2.1.6 Dampak Malnutrisi Terhadap Infeksi

Menurunnya status gizi berakibat menurunnya imunitas penderita terhadap

berbagai infeksi. Tubuh memiliki tiga macam pertahanan untuk menolak infeksi:

a) melalui sel (imunitas selular), b) melalui cairan (imunitas humoral), dan c)

aktivitas leukosit polimorfonukleus.4

Imunitas Seluler

Telah lama diketahui bahwa pada penderita KEP didapat kelenjar timus

dan tonsil yang atrofik, mengurangnya jumlah T-limfosit yang berkorelasi dengan

imunitas seluler. Oleh menurunnya imunitas seluler maka invasi kuman gram

negatif atau kuman-kuman yang biasanya tidak begitu virulen sering

menyebabkan kematian penderita KEP berat.4

Imunitas Humoral

Fagositosis mempunyai peranan yang penting dalam pertahanan tubuh

terhadap berbagai macam infeksi, walaupun beberapa kuman dapat

menghindarinya. Bergabungnya komplemen dengan antibodi dapat memperbesar

efisiensi fagositosis dan aktivitas membunuhnya. Stitayah Sirisinta tahun 1975

telah memeriksa kadar imunoglobulin penderita-penderita KEP dan hasilnya

20

Page 21: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

menunjukkan bahwa kadar Ig G, Ig A, Ig M, dan Ig D tidak menurun, bahkan

kadar Ig A dan Ig D meninggi. Pada infeksi berat kadar imunoglobulin lebih

tinggi dibandingkan dengan infeksi ringan, mereka berasumsi bahwa sintesis

antibodi terhadap antigen pada KEP tidak terganggu. Akan tetapi berhasilnya

antibodi dalam menunaikan tugasnya tergantung pada kerja sama dengan

komponen humoral lain yang diberi nama komplemen. Maka walaupun terdapat

kadar antibodi tinggi, jika terdapat gangguan pada sistem komplemen, infeksi

lebih mudah terjadi. Pda penderita KEP kadar komplemen-komplemen serum ini

lebih rendah, terkecuali C4, jika dibandingkan dengan anak sehat. Dari

penyelidikan ini dapat diambil kesimpulan bahwa walaupun kadar imunoglobulin

pada KEP tidak menurun, bahkan meninggi, pada KEP terdapat gangguan

imunitas humoral yang disebabkan oleh menurunnya komplemen protein.4

Aktivitas Leukosit Polimorfonukleus

Leukosit bertugas untuk manfagositir kuman sebelum membunuhnya.

Pada penderita KEP aktivitas leukosit untuk memfagositir maupun membunuh

kuman menurun.4

BAB III

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESA

3.1 Landarasn Teori

Menurunnya status gizi berakibat menurunnya imunitas penderita terhadap

berbagai infeksi. Tubuh memiliki tiga macam pertahanan untuk menolak infeksi:

21

Page 22: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

a) melalui sel (imunitas selular), b) melalui cairan (imunitas humoral), dan c)

aktivitas leukosit polimorfonukleus.4

Imunitas Seluler

Telah lama diketahui bahwa pada penderita KEP didapat kelenjar timus

dan tonsil yang atrofik, mengurangnya jumlah T-limfosit yang berkorelasi dengan

imunitas seluler. Oleh menurunnya imunitas seluler maka invasi kuman gram

negatif atau kuman-kuman yang biasanya tidak begitu virulen sering

menyebabkan kematian penderita KEP berat.4

Imunitas Humoral

Fagositosis mempunyai peranan yang penting dalam pertahanan tubuh

terhadap berbagai macam infeksi, walaupun beberapa kuman dapat

menghindarinya. Bergabungnya komplemen dengan antibodi dapat memperbesar

efisiensi fagositosis dan aktivitas membunuhnya. Stitayah Sirisinta tahun 1975

telah memeriksa kadar imunoglobulin penderita-penderita KEP dan hasilnya

menunjukkan bahwa kadar Ig G, Ig A, Ig M, dan Ig D tidak menurun, bahkan

kadar Ig A dan Ig D meninggi. Pada infeksi berat kadar imunoglobulin lebih

tinggi dibandingkan dengan infeksi ringan, mereka berasumsi bahwa sintesis

antibodi terhadap antigen pada KEP tidak terganggu. Akan tetapi berhasilnya

antibodi dalam menunaikan tugasnya tergantung pada kerja sama dengan

komponen humoral lain yang diberi nama komplemen. Maka walaupun terdapat

kadar antibodi tinggi, jika terdapat gangguan pada sistem komplemen, infeksi

lebih mudah terjadi. Pda penderita KEP kadar komplemen-komplemen serum ini

lebih rendah, terkecuali C4, jika dibandingkan dengan anak sehat. Dari

22

Page 23: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

penyelidikan ini dapat diambil kesimpulan bahwa walaupun kadar imunoglobulin

pada KEP tidak menurun, bahkan meninggi, pada KEP terdapat gangguan

imunitas humoral yang disebabkan oleh menurunnya komplemen protein.4

Aktivitas Leukosit Polimorfonukleus

Leukosit bertugas untuk manfagositir kuman sebelum membunuhnya.

Pada penderita KEP aktivitas leukosit untuk memfagositir maupun membunuh

kuman menurun.4

Secara singkat landasan teori diatas dapat digambarkan sebagai berikut :

23

Status Gizi (BGM)

Imunitas Tubuh

Imunitas Selular

Imunitas Humoral

Aktivitas leukosit PMN

Kelenjar timus dan tonsil atrofi

Komplemen Protein

Aktivitas Leukosit

Page 24: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

3.2 Hipotesis

Terdapat hubungan antara balita BGM dengan penyakit ISPA dan BGM

merupakan faktor risiko penyakit ISPA pada balita di Puskesmas Cempaka bulan

Juni 2005.

BAB IV

METODOLOGI

.

4.1 Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah data balita yang berkunjung ke poli umum

puskesmas Cempaka bulan Juni 2005.

Kriteria inklusi dari tesponden :

1. Data register balita usia 0 - 4 tahun di poli umum di Puskesmas Cempaka

bulan Juni 2005.

2. Data lengkap berisi umur, berat badan dan diagnosa penyakit.

3. Data balita dihitung berdasarkan kasus bukan berdasarkan jumlah

kunjungan.

24

Mudah terjadi infeksi

Page 25: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

Kriteria eksklusi dari responden :

1. Data register balita usia diatas 4 tahun di poli umum Puskesmas

Cempaka.

2. Data tidak lengkap.

4.2 Alat dan Prasarana Penelitian

Alat yang digunakan adalah data register dan status balita usia 0 – 4 tahun

yang ada di poli umum puskesmas Cempaka pada bulan Juni 2005 dan Kartu

Menuju Sehat (KMS).

4.3 Variabel-Variabel Penelitian

4.3.1 Variabel Bebas (Independent Variable)

Variabel bebas pada penelitian ini adalah balita BGM bulan Juni 2005.

4.3.2 Variabel Terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat pada penelitian ini adalah balita penderita ISPA bulan

Juni 2005.

4.3.3 Variabel Pengganggu

Variabel pengganggu pada penelitian ini adalah tingkat sosial ekonomi,

pendidikan, lingkungan, ketelitian dalam pencatatan serta pengambilan

data.

4.4 Definisi Operasional

1. Balita adalah Anak yang berusia 0 - 4 tahun

25

Page 26: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

2. Berat badan merupakan ukuran indeks gizi dan pertumbuhan tubuh dari

responden.

3. BGM adalah Balita yang berat badannya di bawah garis merah pada KMS

pada catatan terakhir.

4. ISPA adalah penyakit infeksi akut yang menyerang salah satu bagian dan

atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga

alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan adneksanya, seperti sinus,

rongga telinga tengah dan pleura.

5. BGM (+), ISPA (+) adalah : Balita yang berat badannya di bawah garis

merah pada KMS, yang diperoleh dari hasil pengukuran berat badan

berdasarkan umur yang dicocokkan pada KMS. Serta data balita penderita

ISPA yang berkunjung ke puskesmas Cempaka bulan Juni 2005.

6. BGM (+), ISPA (-) adalah : Balita yang berat badannya di bawah garis

merah pada KMS, yang diperoleh dari hasil pengukuran berat badan

berdasarkan umur yang dicocokkan pada KMS. Serta data balita selain

penderita ISPA yang berkunjung ke puskesmas Cempaka bulan Juni 2005.

7. BGM (-), ISPA (+) adalah : Balita yang berat badannya di atas garis

merah pada KMS, yang diperoleh dari hasil pengukuran berat badan

berdasarkan umur yang dicocokkan pada KMS. Serta data balita penderita

ISPA yang berkunjung ke puskesmas Cempaka bulan Juni 2005.

8. BGM (-), ISPA (-) adalah : Balita yang berat badannya di atas garis

merah pada KMS, yang diperoleh dari hasil pengukuran berat badan

26

Page 27: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

berdasarkan umur yang dicocokkan pada KMS. Serta data balita selain

penderita ISPA yang berkunjung ke puskesmas Cempaka bulan Juni 2005.

9. Rasio prevalens adalah perbandingan antara prevalens penyakit (efek)

pada kelompok dengan risiko dengan prevalens efek pada kelompok tanpa

risiko. Interpretasinya :

- Bila nilai rasio prevalens = 1 berarti variabel yang diduga merupakan

faktor risiko tersebut tidak ada pengaruhnya untuk terjadinya efek,

dengan kata lain bersifat netral.

- Bila nilai rasio prevalens > 1, maka berarti variabel tersebut

merupakan faktor risiko untuk timbulnya penyakit tertentu.

- Bila nilai rasio prevalens < 1, berarti faktor yang diteliti tersebut justru

mengurangi kejadian penyakit, dengan kata lain variabel yang diteliti

tersebut merupakan faktor protektif.

- Bila nilai rasio prevalens mencakup angka 1, maka berarti pada

populasi yang diwakili oleh sampel tersebut mungkin nilai

prevalensnya = 1, sehingga belum dapat disimpulkan bahwa faktor

tersebut merupakan faktor risiko.

4.5 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara observasional analitik dengan

menggunakan metode cross-sectional.

4.6 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan sesuai dengan prosedur berikut ini :

27

Page 28: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

a. Pengumpulan Data

Data diambil dari register harian poli umum dan status bulan Juni 2005

yang ada di bagian pendaftaran di puskesmas Cempaka.

b. Pencatatan Data

Data dicatat dengan cara sebagai berikut :

- Mencatat data penderita ISPA pada balita dan umur dalam satuan

bulan yang diperoleh dari buku register harian poli umum

puskesmas Cempaka pada bulan Juni 2005.

- Mencari status yang ada di bagian pendaftaran di puskesmas

Cempaka.

- Mencatat berat badan yang ada pada status tersebut dalam satuan

kilogram

- Melihat dan mencatat berat badan berdasarkan umur pada KMS

apakah berada di bawah garis merah atau di atas garis merah.

4.7 Analisa Data

Setelah data dari status diperoleh, data tersebut kemudian dikumpulkan

dan diolah. Data yang sudah diolah kemudian dianalisis untuk mencari hubungan

antara balita BGM dengan penyakit ISPA. Analisa data ini dengan menggunakan

uji Chi-square pada tahap kepercayaan 95%. Kemudian dilakukan studi cross

sectional untuk memperoleh rasio prevalens dengan menggunakan rumus sebagai

berikut :

Efek Jumlah

28

Page 29: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

Ya Tidak

Faktor

Risiko

Ya A B A + B

Tidak C D C + D

Keterangan :

A = subjek dengan faktor risiko yang mengalami efek

B = subjek dengan faktor risiko yang tidak mengalami efek

C = subjek tanpa faktor risiko yang mengalami efek

D = subjek tanpa faktor risiko yang tidak mengalami efek

Rumus Ratio Prevalens :

RP = A / (A+B) : C/ (C+D)

Keterangan :

A / (A+B) = proporsi (prevalens) subjek yang mempunyai faktor risiko yang

mengalami efek, sedangkan

C/ (C+D) = proporsi (prevalens) subjek tanpa faktor risiko yang mengalami

efek.

4.8 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Cempaka pada bulan

Agustus 2005.

29

Page 30: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

BAB V

JADWAL KEGIATAN

Tabel 7. Jadwal Kegiatan

No Keterangan

Minggu

VII VIII IX X

1 Penyusunan Proposal

2 Persiapan Lapangan

3Pengumpulan, Pengolahan dan Analisa

Data

4 Penyusunan Laporan

5 Presentasi

30

Page 31: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

BAB VI

HASIL DAN PEMBAHASAN

6.1 Hasil

Dari hasil analisa data balita yang berkunjung ke poli anak di puskesmas

Sungai Jingah pada bulan September - Nopember 2005 yang memenuhi kriteria

inklusi adalah 752 balita.

Berdasarkan data hasil penelitian, maka data bayi dan balita penderita

ISPA dan Gizi kurang/buruk pada bulan September – Nopember 2005 dapat

dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 8.Data balita penderita ISPA di puskesmas Sungai Jingah pada bulan

September – Nopember 2005.

No Keterangan Jumlah Prosentase

1 Balita penderita ISPA 168 22,34 %

2 Balita yang tidak menderita ISPA 584 77,66 %

Jumlah 752 100 %

31

Page 32: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

Tabel 9. Data balita gizi kurang dan buruk di puskesmas Sungai Jingah pada

bulan September – Nopember 2005.

No Keterangan Jumlah Prosentase

1 Balita gizi kurang- buruk 216 28,72 %

2 Balita yang tidak gizi kurang – buruk 536 71,28%

Jumlah 752 100 %

Tabel 10. Data balita penderita ISPA dan balita gizi kurang- buruk pada bulan

September – Nopember 2005.

ISPAJUMLAHPOSITIP

(+)NEGATIP

(-)

GIZI KURANG-

BURUK

POSITIP(+)

50 166 216

NEGATIP(-)

118 418 536

JUMLAH 168 584 752

Tabel 11. Hasil Perhitungan Chi-square Hubungan Penyakit ISPA dengan balita

Gizi kurang-buruk

Hubungan dengan balita BGMHubungan

X2 Survei X2 Tabel

Penyakit ISPA 0,113 3,84 Tidak bermakna

Tabel 11 di atas menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan yang tidak

bermakna antara balita gizi kurang -buruk dengan penyakit ISPA.

32

Page 33: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

Hasil perhitungan ratio prevalens adalah sebesar 1,05 hal ini

menunjukkan bahwa balita gizi kurang- buruk belum dapat disimpulkan sebagai

faktor risiko terhadap terjadinya penyakit ISPA.

6.2 Pembahasan

Pada umumnya infeksi yang sering menyerang pada balita adalah infeksi

saluran pernapasan akut yang sering dikenal dengan ISPA.

Pada penelitian ini ditetapkan subjek penelitian adalah balita yang datang

ke poli anak puskesmas Sungai Jingah pada bulan September - Nopemberr 2005

yang tercatat pada register dan status di puskesmas Sungai Jingah sebanyak 752

yang memenuhi syarat, yaitu data balita yang berusia 0 – 4 tahun yang datang ke

puskesmas pada bulan September – Nopember 2005, data lengkap berisi berat

badan dan umur.

Berdasarkan data yang ada, pada bulan September – Nopember 2005

jumlah balita penderita ISPA yang datang ke poli umum puskesmas Cempaka

sebanyak 168 balita, kurang lebih 22,34% dari semua jumlah balita yang datang

ke poli anak puskesmas Sungai Jingah pada bulan September - Nopember 2005.

Sedangkan yang selain penderita ISPA ada 584 balita (77,60 %) . Balita gizi

kurang - buruk yang datang ke poli anak puskesmas Sungai Jingah adalah 216

balita hanya 28,72 % dari semua balita yang berkunjung pada bulan September -

Nopember 2005. Sedangkan jumlah balita yang tidak gizi kurang – buruk

sebanyak 536 balita (71,28 %).

Untuk mengetahui hubungan antara balita gizi kurang –buruk dengan

penyakit ISPA digunakan analisis uji Chi square. Dari hasil analisis tersebut

33

Page 34: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

didapatkan hasil bahwa X2 kurang dari X2 tabel pada tingkat kepercayaan 95%

yang berarti H0 diterima sehingga terdapat hubungan yang tidak bermakna secara

signifikan (p < 0,05) antara balita gizi kurang- buruk dengan penyakit ISPA.

Hal ini kemungkinan disebabkan karena gizi kurang - buruk merupakan suatu

keadaan kronis sedangkan ISPA merupakan suatu keadaan akut, sehingga pada

saat dilakukan penelitian kemungkinan balita gizi kurang - buruk tidak sedang

menderita ISPA .

Jumlah balita gizi kurang- buruk yang menderita ISPA pada penelitian ini

sebanyak 50 balita. Hal ini kemungkinan terjadi secara kebetulan, karena salah

satu kelemahan pada studi cross sectional adalah sulit untuk menentukan sebab

dan akibat karena pengambilan data risiko dan efek dilakukan pada saat yang

bersamaan (temporal relationship tidak jelas). Akibatnya sering tidak mungkin

ditentukan mana yang sebab dan mana akibat.

Pada data perhitungan ratio prevalens terdapat jumlah balita gizi kurang -

buruk sebanyak 216 balita, 50 diantaranya menderita ISPA. (prevalens penyakit

ISPA pada balita BGM = 50 / 216 = 0,231). Terdapat 536 balita yang tidak gizi

kurang - buruk, 118 di antaranya menderita ISPA ( prevalens penyakit ISPA pada

balita yang tidak gizi kurang - buruk = 118 /536 = 0,220).Maka ratio prevalens

diperoleh hasil sebesar 1,05. Ini berarti balita gizi kurang - buruk belum dapat

disimpulkan sebagai faktor risiko terhadap terjadinya penyakit ISPA. Hal ini

kemungkinan disebabkan karena balita gizi kurang - buruk dan penyakit ISPA

dinilai hanya satu kali saja sehingga tidak dapat diketahui seberapa jauh balita gizi

kurang – buruk menyebabkan ISPA. Untuk itu perlu dilakukan penelitian secara

34

Page 35: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

retrospective dengan mengidentifikasi subyek dengan efek sebagai kelompok

kontrol, dan mencari subjek yang tidak mengalami efek (kelompok kasusl). Faktor

risiko yang diteliti ditelusuri retrospektif pada kedua kelompok, kemudian

dibandingkan.11

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh

kesimpulan bahwa tidak terdapat hubungan yang bermakna antara balita gizi

kurang - buruk dengan penyakit ISPA pada bulan September - Nopember 2005 di

puskesmas Sungai Jingah, sehingga balita gizi kurang - buruk masih meragukan

sebagai faktor resiko penyakit ISPA.

7.2 Saran

Untuk perbaikan dan penyempurnaan penelitian yang akan datang,

peneliti menyarankan agar dilakukan penelitian secara retrospektif untuk mencari

hubungan seberapa jauh balita gizi kurang-buruk mempengaruhi penyakit ISPA,

selain itu dilakukan juga penelitian terhadap faktor lain yang juga mempengaruhi

35

Page 36: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

terjadinya penyakit ISPA seperti faktor lingkungan, tingkat sosial ekonomi dan

pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. Laporan Tahunan Puskesmas Cempaka Tahun 2004. Dinas Kesehatan Kota Banjarbaru 2005

2. Anonim. Perbaikan Gizi Makro. Depkes RI. Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. Direktorat Gizi Masyarakat

3. Depkes RI. Pesan Dasar Gizi Seimbang, Jakarta 1995

4. Pudjiadi Solihin.Ilmu Gizi Klinis pada Anak. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Jakarta 1990.

5. Almatsier Sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta 2001.

6. Suprajasa IDN, Bahri B & Fajar I Penilaian Status Gizi Malang : Depkes RI, pusat pendidikan tenaga kerja kesehatan. Akademi Gizi Malang, 2000

7. Jahari AB. Antropometri Sebagai Indikator Status Gizi. Gizi Indonesia, 1998

8. Hasan R, Alatas H, ed. Pneumonia. Dalam : Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak Jilid 2. Bagian FKUI, Jakarta ; 2000 : 1228-1233

36

Page 37: ISPA pada Bayi dan BAlita - Cross Sectional Study

9. Anonim. Pemantauan Pertumbuhan Balita, Departemen Kesehatan RI,

Jakarta 2002

10. Anonim. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut Departemen Kesehatan RI. Jakarta 2002.

11. Sastroasmoro,S. Dasar –Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Bagian Ilmu Kesehatan Anak. FKUI, Jakarta ; 1995

37