Upload
meyna-sulistyaningrum
View
133
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Islam Dan Lingkungan Hidup
Rabu, 19 Desember 2012 05:20:45 WIB
ISLAM DAN LINGKUNGAN HIDUP
OlehUstadz Abu Ihsan al-Atsari
Dien Islam yang kaffah ini telah melarang segala bentuk pengerusakan terhadap alam sekitar, baik pengerusakan secara langsung maupun tidak langsung. Kaum Muslimin, harus menjadi yang terdepan dalam menjaga dan melestarikan alam sekitar. Oleh karena itu, seyogyanya setiap Muslim memahami landasan-landasan pelestarian lingkungan hidup. Karena pelestarian lingkungan hidup merupakan tanggung jawab semua umat manusia sebagai pemikul amanah untuk menghuni bumi Allâh Azza wa Jalla ini.
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah melarang perbuatan merusak lingkungan hidup karena bisa membahayakan kehidupan manusia di muka bumi. Karena bumi yang kita tempati ini adalah milik Allâh dan kita hanya diamanahkan untuk menempatinya sampai pada batas waktu yang telah Allâh tetapkan. Oleh karena itu, manusia tidak boleh semena-mena mengeksplorasi alam tanpa memikirkan akibat yang muncul. Allâh berfirman :
�ك� �ل �ات� ت �ه� آي �وه�ا الل �ل �ت �ك� ن �ي �ح�ق� ع�ل �ال �ه� و�م�ا ب �ر�يد� الل �م�ا ي �م�ين� ظ�ل �ع�ال �ل ل
Artinya : “Kami bacakan ayat-ayat itu kepadamu dengan benar dan tiadalah Allâh berkehendak untuk menganiaya hamba-hambaNya.” [Ali Imrân/3:108]
Allah menciptakan alam ini bukan tanpa tujuan. Alam ini merupakan sarana bagi manusia untuk melaksanakan tugas pokok mereka yang merupakan tujuan diciptakan jin dan manusia. Alam adalah tempat beribadah hanya kepada Allâh semata. Allâh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
�ذ�ين� ون� ال �ر� �ذ�ك �ه� ي �ام�ا الل �ه�م� و�ع�ل�ى( و�ق�ع�ود�ا ق�ي �وب ن ون� ج� �ر� �ف�ك �ت م�او�ات� خ�ل�ق� ف�ي و�ي ر�ض� الس�� �ا و�األ� �ن ب �ق�ت� م�ا ر� ل ه�(ذ�ا خ�
�اط�ال� �ك� ب ان �ح� ب �ا س� �ار� ع�ذ�اب� ف�ق�ن الن
artinya : “(Yaitu) Orang-orang yang mengingat Allâh sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), "Ya Rabb kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” [Ali Imrân/3:191]
ISLAM DAN KELESTARIAN ALAM
Kerusakan alam dan lingkungan hidup yang kita saksikan sekarang ini merupakan akibat dari perbuatan umat manusia. Allâh menyebutkan dalam firmanNya :
اد� ظ�ه�ر� �ف�س� �ر� ف�ي ال �ب �ح�ر� ال �ب �م�ا و�ال �ت� ب ب �س� �د�ي ك �ي �اس� أ �ذ�يق�ه�م� الن �ي �ع�ض� ل �ذ�ي ب �وا ال ع�م�ل
�ه�م� �ع�ل ج�ع�ون� ل �ر� ي
artinya : “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supaya Allâh merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” [ar-Rûm/30:41]
Ibnu Katsîr rahimahullah mengatakan dalam tafsirnya, “Zaid bin Râfi’ berkata, 'Telah nampak kerusakan,' maksudnya hujan tidak turun di daratan yang mengakibatkan paceklik dan di lautan yang menimpa binatang-binatangnya.”
Mujâhid rahimahullah mengatakan, “Apabila orang zhâlim berkuasa lalu ia berbuat zhâlim dan kerusakan, maka Allâh Azza wa Jalla akan menahan hujan karenanya, hingga hancurlah persawahan dan anak keturunan. Sesungguhnya Allâh Subhanahu wa Ta’ala tidak menyukai kerusakan.” Kemudian Mujâhid rahimahullah membacakan ayat di atas.
Tapi, apakah kerusakan yang terjadi itu hanya disebabkan perbuatan manusia yang merusak lingkungan atau mengekplorasi alam semena-mena ataukah juga disebabkan kekufuran, syirik dan kemaksiatan yang mereka lakukan ? Jawabnya adalah kedua-duanya.
Ibnu Katsîr rahimahullah telah menjelaskan dalam tafsirnya: “Makna firman Allâh (yang artinya) “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia,” yaitu kekurangan buah-buahan dan tanam-tanaman disebabkan kemaksiatan. Abul ‘Aliyah berkata, “Barangsiapa berbuat maksiat kepada Allâh di muka bumi, berarti ia telah berbuat kerusakan padanya. Karena kebaikan bumi dan langit adalah dengan ketaatan. Oleh karena itu apabila nabi ‘Isa turun di akhir zaman, beliau akan berhukum dengan syariat yang suci ini pada masa tersebut. Beliau akan membunuh babi, mematahkan salib dan menghapus jizyah (upeti) sehingga tidak ada pilihan lain kecuali masuk Islam atau diperangi. Dan di zaman itu, tatkala Allâh telah membinasakan Dajjal dan para pengikutnya serta Ya’jûj dan Ma’jûj, maka dikatakanlah kepada bumi, “Keluarkanlah berkahmu.” Maka satu buah delima bisa dimakan oleh sekelompok besar manusia dan mereka bisa berteduh di bawah naungan kulitnya. Dan susu unta mampu mencukupi sekumpulan manusia. Semua itu tidak lain disebabkan berkah penerapan syariat Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam. Maka setiap kali keadilan ditegakkan, akan semakin banyaklah berkah dan kebaikan. Karena itulah disebutkan dalam hadits shahih, yang artinya, "Sesungguhnya apabila seorang yang jahat mati, niscaya para hamba, kota-kota, pepohonan dan binatang-binatang melata merasakan ketenangan.”[1]
Salah satu bukti bahwa Islam sangat memperhatikan lingkungan alam sekitar adalah perintah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk menyingkirkan gangguan dari jalan yang beliau jadikan sebagai salah satu cabang keimanan, perintah beliau untuk menanam pohon walaupun esok hari kiamat. Disamping kita telah menjaga kehidupan manusia di sekitar kita. Bukankah satu pohon adalah jatah untuk dua orang ?
Dalam hal ini pemerintah berhak memerintahkan rakyat untuk menanam pohon. al-Qurthubi berkata dalam tafsirnya, "Bercocok tanam termasuk fardhu kifâyah. Imam (penguasa) berkewajiban mendesak rakyatnya untuk bercocok tanam dan yang semakna dengan itu, seperti menanam pohon.”[2]
Bahkan untuk memotivasi umat beliau agar gemar menanam pohon beliau bersabda :
C م�ن� م�ا �م ل ا غ�ر�س� م�س� س� �ل� غ�ر� �ك �ه� ف�أ انG م�ن �س� �ن و� إ� �ةG أ �ال� د�اب �ان� إ �ه� ك �ه� ل ص�د�ق�ةG ب
Muslim mana saja yang menanam sebuah pohon lalu ada orang atau hewan yang memakan dari pohon tersebut, niscaya akan dituliskan baginya sebagai pahala sedekah.[3]
Bahkan pohon itu akan menjadi asset pahala baginya sesudah mati yang akan terus mengalirkan pahala baginya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
Gع� ب �ج�ر�ي س� �د� ي �لع�ب ه�ن� ل �ج�ر� �ر�ه� ف�ي ه�و� و� أ �ع�د� ق�ب �ه� ب �م� م�ن� : م�و�ت �م�ا ع�ل و� ع�ل� ى أ �ج�ر� ا أ �ه�ر� و� ن
� ا ح�ف�ر� أ �ر� �ئ و� ب� � غ�ر�س� أ �خ�ال ن
و�� �ى أ �ن ج�د�ا ب و� م�س�
� ث� أ و� م�ص�ح�ف�ا و�ر�� ك� أ �ر� �د�ا ت �غ�ف�ر� و�ل ت �س� ��ه� ي �ع�د� ل �ه� ب م�و�ت .
Tujuh perkara yang pahalanya akan terus mengalir bagi seorang hamba sesudah ia mati dan berada dalam kuburnya. (Tujuh itu adalah) orang yang mengajarkan ilmu, mengalirkan air, menggali sumur, menanam pohon kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf atau meninggalkan anak yang memohonkan ampunan untuknya sesudah ia mati.[4]
Menebang pohon, menggunduli hutan, membuang limbah ke sungai, membakar areal persawahan dan lain-lainnya sudah jelas termasuk perbuatan merusak alam yang bisa mendatangkan bencana bagi umat manusia. Banjir bandang, kabut asap, pemanasan global adalah beberapa diantara akibatnya. Namun sadarkah kita, bahwa kerusakan alam bukan hanya karena faktor-faktor riil seperti itu saja. Kekufuran, syirik dan kemaksiatan juga punya andil dalam memperparah kerusakan alam. Bukankah banjir besar yang melanda kaum Nuh Alaihissallam disebabkan kekufuran dan penolakan mereka terhadap dakwah Nuh Alaihissallam ? Bukankah bumi dibalikkan atas kaum Luth sehingga yang atas menjadi bawah dan yang bawah menjadi atas disebabkan kemaksiatan yang mereka lakukan ?
Sebaliknya, keimanan, ketaatan dan keadilan juga berperan bagi kebaikan dan keberkahan bumi.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Diantara pengaruh buruk perbuatan maksiat terhadap bumi adalah banyak terjadi gempa dan longsor di muka bumi serta terhapusnya berkah. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melewati kampung kaum Tsamûd, beliau melarang mereka (para sahabat) melewati kampung tersebut kecuali dengan menangis. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam juga melarang mereka meminum airnya, menimba sumur-sumurnya, hingga beliau memerintahkan agar menggunakan air yang mereka bawa untuk mengadon gandum. Karena maksiat kaum Tsamûd ini telah mempengaruhi air di sana. Sebagaimana halnya pengaruh dosa yang mengakibatkan berkurangnya hasil panen buah-buahan.
Imam Ahmad telah menyebutkan dalam Musnadnya, ia berkata, “Telah ditemukan dalam gudang milik Bani Umayyah sebutir gandum yang besarnya seperti sebutir kurma. Gandum itu ditemukan dalam sebuah kantung yang bertuliskan, “Biji gandum ini tumbuh pada masa keadilan ditegakkan.”
Kebanyakan musibah-musibah yang Allâh Azza wa Jalla timpakan atas manusia sekarang ini disebabkan perbuatan dosa yang mereka lakukan.
Sejumlah orang tua di padang pasir telah mengabarkan kepadaku bahwa mereka pernah mendapati buah-buah yang ukurannya jauh lebih besar daripada buah-buahan yang ada sekarang.”[5]
Barangkali ada yang bertanya apakah maksiat yang tidak ada sangkut pautnya dengan alam bisa juga merusak alam ? Jawabnya, ya bisa. Bukankah Hajar Aswad menghitam karena maksiat yang dilakukan oleh manusia ? Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
ل� �ز� و�د� الح�ج�ر� ن �س� �Zة� م�ن� األ ن د] الج� �ش� �اض�ا أ �ي �ج� م�ن� ب �ل �ه� ، الث و�د�ت �ا ف�س� �ي خ�ط�اي �ن آد�م� ب
Hajar Aswad turun dari surga lebih putih warnanya daripada salju, lalu menjadi hitam karena dosa-dosa anak Adam.[6]
Begitulah pengaruh dosa dan maksiat! Hajar Aswad yang turun dari surga dalam keadaan berwarna putih bersih lebih putih dari salju bisa menghitam karena dosa. Ini membuktikan bahwa dosa dan maksiat juga memberikan pengaruh pada perubahan yang terjadi pada alam sekitar.
Apabila manusia tidak segera kembali kepada agama Allâh Azza wa Jalla , kepada sunnah Nabi-Nya, maka berkah itu akan berganti menjadi musibah. Hujan yang sejatinya, Allâh turunkan untuk membawa keberkahan dimuka bumi, namun karena ulah manusia itu sendiri, hujan justru membawa berbagai bencana bagi manusia. Banjir, tanah longsor dan beragam bencana muncul saat musim hujan tiba. Bahkan di tempat-tempat yang biasanya tidak banjir sekarang menjadi langganan banjir !
Tidakkah manusia mau menyadarinya? Atau manusia terlalu egois memikirkan diri sendiri tanpa mau menyadari pentingnya menjaga alam sekitar yang bakal kita wariskan kepada generasi mendatang !?
Allâh Azza wa Jalla memberi manusia tanggung jawab untuk memakmurkan bumi ini, mengatur
kehidupan lingkungan hidup yang baik dan tertata. Dan Allâh Subhanahu wa Ta’ala akan menuntut tanggung jawab itu di akhirat kelak.
Oleh karena itu, kita sebagai umat muslim seharusnya memahami arti pentingnya menjaga kelestarian lingkungan hidup. Mereka punya kewajiban untuk melestarikan alam semesta.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :
د�وا و�ال� �ف�س� ر�ض� ف�ي ت� �ع�د� األ� ه�ا ب ح� �ص�ال� إ
Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya. [al-A’râf/7:56]
Ibnu Katsir rahimahullah menjelaskan ayat ini sebagai berikut, "Firman Allâh Azza wa Jalla (yang maknanya-red), 'Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya.' Allâh melarang tindakan perusakan dan hal-hal yang membahayakan alam, setelah dilakukan perbaikan atasnya. Sebab apabila berbagai macam urusan sudah berjalan dengan baik lalu setelah itu terjadi perusakan, maka hal itu lebih membahayakan umat manusia. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla melarang hal itu dan memerintahkan para hamba-Nya agar beribadah, berdoa, dan tunduk serta merendahkan diri kepada-Nya.”
Sesungguhnya dengan akal yang Allâh Azza wa Jalla anugerahkan, manusia lebihkan dari makhluk-makhluk lainnya. Kita lebih mulia dari hewan. Coba anda lihat, hewan saja memiliki kesadaran menjaga keseimbangan alam dan lingkungan hidup, lalu apakah kita selaku manusia justru menghancurkannya ? Janganlah kamu berbuat kerusakan sesudah Allâh memperbaikinya! Maka kita punya tanggung jawab besar untuk menjaga keseimbangan alam dan lingkungan hidup demi kesejahteraan hidup manusia di bumi ini. Bukankah Allâh Azza wa Jalla telah berfirman :
ض� ر�� �اه�ا و�األ� �ا م�د�د�ن �ن �ق�ي �ل و�اس�ي� ف�يه�ا و�أ �ا ر� �ن �ت �ب �ن �ل� م�ن� ف�يه�ا و�أ ءC ك ي� ونC ش� م�و�ز�
Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran. [al-Hijr/15:19]
Ya, semua sudah ada ukurannya, semua ada aturannya. Allâh Azza wa Jalla telah menciptakan semua itu dengan sangat detail dan teratur.
Ibnu Katsîr rahimahullah berkata, “Selanjutnya Allâh Azza wa Jalla menyebutkan bahwa Dia yang telah menciptakan bumi, membentangnya, menjadikannya luas dan terhampar, menjadikan gunung-gunung diatasnya yang berdiri tegak, lembah-lembah, tanah (dataran), pasir, dan berbagai tumbuh-tumbuhan dan buah-buahan yang sesuai. Ibnu ‘Abbâs Radhiyallahu anhu berkata tentang firman Allâh Azza wa Jalla “Segala sesuatu dengan ukuran” Mauzun artinya adalah diketahui ukurannya (proporsional dan seimbang). Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Sa’id bin Jubair, Ikrimah, Qatâdah dan ulama yang
lainnya. Di antara para ulama ada yang mengatakan, “maksudnya ukuran yang telah ditentukan.” Sedang Ibnu Zaid mengatakan, “Maksudnya yaitu dari setiap sesuatu yang ditimbang dan ditentukan ukurannya.”
Dalam ayat lain Allâh Subhanahu wa Ta'ala menjelaskan tentang siklus hidrologi yang menjadi salah satu elemen terpenting bagi kelangsungan kehidupan makhluk di muka bumi.
Allâh Azza wa Jalla berfirman:
�ه� �ذ�ي الل س�ل� ال �ر� �اح� ي ي �ير� الر� �ث �ا ف�ت اب ح� �س�ط�ه� س� �ب م�اء� ف�ي ف�ي �ف� الس� �ي اء� ك �ش� �ه� ي �ج�ع�ل ف�ا و�ي ى ك�س� �ر� �و�د�ق� ف�ت ج� ال �خ�ر� م�ن� ي�ه� ل �ذ�ا خ�ال� ص�اب� ف�إ
� �ه� أ اء� م�ن� ب �ش� �اد�ه� م�ن� ي ب �ذ�ا ع� ون� ه�م� إ ر� �ش� �ب ت �س� ي
Allah, Dialah yang mengirim angin, lalu angin itu menggerakkan awan dan Allâh membentangkannya di langit menurut yang dikehendaki-Nya, dan menjadikannya bergumpal-gumpal; lalu kamu Lihat hujan keluar dari celah-celahnya, maka apabila hujan itu turun mengenai hamba-hamba-Nya yang dikehendakiNya, tiba-tiba mereka menjadi gembira. [ar-Rûm/30:48].
Begitulah proses perubahan diciptakan untuk memelihara keberlanjutan (sustainability) bumi. Proses ini dikenal sebagai siklus hidrologi, mencakup proses evaporasi, kondensasi, hujan dan aliran air ke sungai, danau dan laut.
Kewajiban ini kita laksanakan dengan menjalankan syariat Allâh Azza wa Jalla di muka bumi, memakmurkannya dengan tauhid dan sunnah. Sembari terus menumbuhkan kesadaran bahwa kita tidak sendiri hidup di muka bumi. Ada makhluk-makhluk Allâh Subhanahu wa Ta’alaainnya selain kita di sekitar kita.
Dan juga dengan menjauhi kekafiran, syirik dan maksiat. Karena dosa dan maksiat akan mendorong manusia untuk merusak dan mengotori alam ini dengan noda-noda maksiat mereka. Mereka inilah inilah yang sebenarnya tidak memahami tujuan penciptaan alam semesta ini.
Referensi:1. al-Qur'ân al-Karîm.2. Umdatut Tafsîr Ibnu Katsîr.3. Tafsir ath-Thabari.4. al-Fawâid, Ibnul Qayyim.5. Shahîh al-Bukhâri.6. Shahîh Muslim.7. Riyadhus Shâlihîn, an-Nawawi.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIV/1431H/2010M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______Footnote[1]. HR Bukhâri (6512).[2]. Tafsîr al-Qurthubi (III/306).[3]. HR Bukhâri (6012).[4]. Dishahihkan oleh al-Albâni dalam Shahîh al-Jâmi’ (3602) dari Anas.[5]. al-Fawâid, hlm. 65.[6]. Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi (I/166), Ibnu Khuzaimah (I/271) dan dishahihkan oleh al-Albâni dalam Silsilatul Ahâdîtsis Shahîhah (2618).
Pendidikan Islam Berwawasan Lingkungan
1. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan Islam dalam arti luas adalah kehidupan dan kehidupan adalah pendidikan
Islam. Karena setiap apa yang kita alami sengaja atau tidak sengaja. Islam menganjurkan untuk
mengambil hikmah (pembelajaran) dari peristiwa atau pengalaman tersebut. Namun dalam arti
sempit pendidikan Islam adalah usaha sadar dan terencana yang sesuai dengan nilai-nilai Islam
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara. Dalam proses pendidikan mencakup menumbuhkan,
memelihara, memimpin, mengembangkan dan mempertanggung jawabkan secara sempurna
semua dimensi manusia baik materi seperti fisiknya, maupun immateri seperti akal, hati,
kehendak, dan kemauan yang dilakukan secara bertahap dan berkelanjutan serta fleksibel.
Dalam proses pendidikan Islam, pembelajar dipandang sebagai subjek sekaligus objek dalam
aktivitas tarbiyah. Demikian juga dalam proses pendidikan mencakup alih (transper) ilmu,
budaya, tradisi, nilai dan pembentukan kepribadian (Transpormatif).
Muhammad Athiyah memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam (al-Tarbiyah al-Islamiyah)
mempersiapkan manusia supaya hidup dengan sempurna dan berbahagia, mencintai tanah air,
tegap jasmaniyahnya; sempurna budi pekertinya (akhlaknya), teratur pikirannya, halus
perasaannya, manis tutur katanya baik dengan lisan atau tulisan.
2. Pengertian Lingkungan
Yang dimaksud dengan lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar tempat
hidup atau tempat tinggal kita. Ilmu yang khusus mempelajari tentang tempat tinggal ini disebut
ekologi. Ekologi berasal dari bahasa Yunani ”Oikos” yang berarti rumah atau tempat tinggal.
Setiap makhluk hidup akan sangat terpengaruh oleh lingkungan hidupnya, sebaliknya
makhluk hidup itu sendiri juga dapat mempengaruhi lingkungannya. Kalau diperhatikan suatu
lingkungan hidup selalu berdiri dari dua jenis, yaitu: a. Berbagai jenis makhluk hidup dan b)
benda-benda yang bukan makhluk hidup. Makhluk hidup dan lingkungannya itu mempunyai
hubungan sangat erat satu sama lain, saling mempengaruhi, sehingga merupakan satu kesatuan
fungsional yang disebut ”Ekosistem”. Oleh sebab itu, setiap individu di tuntut untuk bertanggung
jawab atas keharmonisan, kebersihan, keindahan dan keteraturan lingkungan ia tinggal, baik di
rumah maupun di luar rumah.
Pengertian lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar manusia yang
memengaruhi perkembangan kehidupan manusia baik langsung maupun tidak langsung.
Lingkungan bisa dibedakan menjadi lingkungan biotik dan abiotik. Jika kalian berada di sekolah,
lingkungan biotiknya berupa teman-teman sekolah, bapak ibu guru serta karyawan, dan semua
orang yang ada di sekolah, juga berbagai jenis tumbuhan yang ada di kebun sekolah serta
hewan-hewan yang ada di sekitarnya. Adapun lingkungan abiotik berupa udara, meja kursi,
papan tulis, gedung sekolah, dan berbagai macam benda mati yang ada di sekitar. Adapun
berdasarkan UU No. 23 Tahun 1997, lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua
benda dan kesatuan makhluk hidup termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang
melangsungkan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.
3. Pendidikan Islam Dan Hakikat Alam
Pendidikan merupakan suatu proses yang berkaitan dengan kegiatan mempersiapkan
dan mengembangkan seluruh peserta didik baik yang bersifat materi maupun immateri, serta
membentuk pandangannya terhadap alam, kehidupan, dirinya, masyarakat dan hubungannya
dengan kehidupan sesuai dengan nilai-nilai Islam. Seorang pendidik muslim tanpa kekokohan
nilai-nilai dasar (struktur ide) Islam yang dipeganginya, maka proses pendidikan bisa terputus
keterhubungan antara realitas dilapangan dan idealisme, antara konsep kenyataan, dan antara
keagamaan (teosentris), kemanusiaan (antroposentris) dan kealaman (kosmosentris). Pada hal
hubungan itu harus selalu integral, harmonis dan terus menerus.
Hakikat Alam (kosmosentris) sebagai asas pendidikan Islam, setiap muslim diarahkan
supaya punya pandangan terhadap jagat raya. Alam atau mikrokosmos adalah selain Tuhan dan
manusia merupakan bagian (mikrokosmos) dari alam mikrokosmos. Islam memandang alam ini
diciptakan Allah SWT, yang mempunyai keteraturan dan diciptakan dengan tujuan yang mulia
(QS. Al-Sajadah [32]:4 dan al-Zumar [39]: 62). Alam ini tunduk pada sunnah yang telah
diciptakan-Nya, berlangsung dengan penuh keteraturan, setiap unsur bergantung kepada unsur
lain sehingga menjadi sempurna, yang menurut konsep lain disebut sunnatullah. Setiap alam di
dunia ini mempunyai tujuan tertentu (QS. Al-Furqan [25]: 2). Alam diciptakan menurut ukuran
dan perencanaan yang matang (QS.al-Qamar [54]: 49 dan al-Mulk [67]:2-4).
Menurut Abud, bahwa karena keteraturan alam, saling kait mengait, dan saling
melengkapi antara yang satu dengan yang lainnya, mengharuskan manusia bekerjasama dalam
mewujudkan kehidupan yang bersifat umum dan mewujudkan manusia yang baik dengan
sikapnya yang khusus. Manusia merupakan dari alam dan tidak pernah melepaskan diri darinya
serta suatu kewajiban baginya untuk mempelajari, memahami dan mengenal rahasia alam ini.
Dengan adanya keteraturan alam dan saling kait mengait menurut Syaibani, menunjukan bahwa
di antara undang-undang natural yang menguasai perjalan alam ini ialah undang-undang kausal
(sebab akibat). Undang-undang kausal mempertalikan kejadian alam semacam urutan mata
rantai yang berentetan. Semuanya kait mengait.
Telah berjuta-juta tahun yang lalu Allah SWT telah menciptakan alam semesta,
termasuk bumi dan isinya, yaitu jauh sebelum manusia diciptakan. Dalam QS. Al-Baqarah: [2]
17, Allah SWT berfirman :
"Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, Maka
(cukuplah) dia Hanya mengatakan kepadanya: "Jadilah!" lalu jadilah ia". (Al-Baqarah: [2] 17)
Baru setelah itu, Allah SWT, mengumumkan rencana penciptaan manusia. Dalam QS.
Al-Baqarah: 30, Allah SWT, berfirman:
“Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi." mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan
menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan
mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui." (Al-Baqarah: [2] 30)
Setelah kelahiran manusia, muncul jenis-jenis baru tumbuh-tumbuhan dan hewan-
hewan yang disediakan untuk lingkungan hidup manusia agar sejahtera hidupnya. Lingkungan
itu perlu diolah dan dimanfaatkan manusia sebaik-baiknya, supaya sesuai dengan maksud Allah
menyediakan itu semua. Kita harus mencintai lingkungan, artinya memperlakukan bermacam
ragam benda, baik biotik (sumber alam yang dapat diperbaharui) maupun abiotik (sumber-
sumber yang tidak dapat diperbaharui), agar lingkungan hidup itu dapat berfungsi sebagaimana
mestinya sesuai dengan kodratnya masing-masing, sehingga terwujud kesejahteraan dan
kebahagian hidup manusia lahir dan batin.
Demikian pula Allah SWT, menjelaskan:
”Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang
sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa)
menghidupkan orang-orang yang Telah mati. dan dia Maha Kuasa atas segala sesuatu”. (QS.
Ar-Ruum: [30] 50)
Ayat ini menerangkan bahwa hidup ini adalah rahmat Allah dan bahwa bumi yang kini
menjadi tempat tinggal manusia sebelumnya adalah mati atau tandus, lalu di hidupkan Allah
dengan kekuasaannya. Begitupun ia menjadikan seluruh makhluk hidup di bumi ini untuk tumbuh
dan berkembang. Dan ia melengkapi segala sesuatu yang perlu bagi pertumbuhan dan
perkembangan itu, terutama karena ada air dan karbon (zat arang) yang menjadi pokok
pembinaan jasad-jasad mereka. Perhatikan firman Allah SWT dalam QS. Ar-Ruum [30] 24:
”Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya, dia memperlihatkan kepadamu kilat untuk
(menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan dia menurunkan hujan dari langit, lalu
menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya. Sesungguhnya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mempergunakan akalny”. (QS. Ar-Ruum: [30]
24)
Menurut Damanhuri Jamil (1985:89) melanjutkan hal diatas setelah lebih dari seribu juta
tahun, bumi kita ini (sudah membeku diterpa angin dan badai, ditimpa banjir besar, ditimpa angin
yang sangat. Goncangan-goncangan hebat yang berasal dari lapisan dalam paru bumi, berupa
gempa raya, dan gerakan-gerakan lain yang disebabkan oleh geothermal akhirnya
menyebabkan tingkat kematangan bagi bumi untuk melahirkan makhluk hidup. Lingkungan alam
sekitar punya peranan penting dalam pendidikan Islam. Karena lingkungan merupakan elemen
yang signifikan dalam pembentukan personalitas serta pencapaian keinginan-keinginan individu
dalam kerangka umum peradaban.
Terlepas dari semua itu, secara rasional manusia merupakan makhluk hidup yang
diciptakan belakangan, yaitu setelah berbagai fasilitas bagi kehidupannya tersedia dimuka bumi
ini. Oleh karena itu, manusia pasti di ciptakan setelah adanya binatang-binatang yang dagingnya
layak dikonsumsi. Binatang-binatang itu diciptakan setelah adanya tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-
tumbuhan itu diciptakan setelah adanya air dan air itu diturunkan untuk menghidupkan bumi
yang mati dan tandus itu.
Dari pemahaman inilah akan terbentuk suatu gambaran menyeluruh terhadap alam,
bahwa Tuhan menciptakan alam ini dengan maksud-maksud tertentu yang harus kita cari dan
teliti. Pencarian makna alam inilah yang melandasi setiap kegiatan penelitian ilmiah dan
pengembangan ilmu pengetahuan khusunya di dunia pendidikan Islam. Maka tidak ada dikotomi
dan pertentangan antara ilmu dan wahyu, antara IPTEK dan Agama, karena pada hakikatnya
keduanya akan mengantarkan kita kepada keyakinan akan keagungan Tuhan (Tauhid).
4. Manusia dan Lingkungannya
Lingkungan hidup yang Allah sediakan untuk kehidupan manusia meliputi seluruh langit
raya dengan bagian-bagiannya (langit, bumi, segala benda mati, dan makhluk hidup yang ada,
serta berbagai fenomena jagat raya lainnya yang multidimensional). Itu semua membuktikan
kekuasaan Allah yang tidak terbatas, juga menunjukan ilmu dan hikmah (kemaha bijaksanaan)-
Nya yang sangat sempurna dalam menciptakan jagat raya ini. Selain itu, Al-Quran menjelaskan
bahwa Allah SWT, menjadikan gunung sebagai pasak bumi dan sebagai stabilisator lapisan kulit
bumi.
Diantara fasilitas lingkungan hidup adalah air. Air merupakan kebutuhan pokok manusia
dan makhluk hidup lainnya sejak penggunaan paling kecil, seperti minum, masak, mencuci,
mandi dan sebagainya sampai pemanfaatan untuk pertanian, proyek perikanan, tempat rekreasi,
pembangunan waduk untuk pembangkit tenaga listrik, dan sebagai penangkal banjir. Beberapa
ayat Al-Qur’an tentang air dalam kehidupan manusia, diantaranya adalah berikut ini: QS.Al-
Waqiah [56]: 68-80, QS.Al-Baqarah [2]:22, QS.Az-Zumar [39]:21, QS.Yasin [36]: 33.
Air laut yang asin dimanfaatkan oleh manusia untuk jalur taransportasi antar pulau dan
benua. Selain itu air laut dapat pula dibuat garam, tempat mencari ikan dan didalamnya
terkandung kekayaan alam baik yang sudah ditemukan manusia maupun yang masih terpendam
sebagai harta karun. Firman Allah SWT. Di dalam QS. Al Furqaan [25]: 54, QS. Al Anbiyaa [21]:
30, QS. An Nuur [24]: 45.
Hutan berperan sebagai paru-paru dunia yang senantiasa memperbaharui oksigen serta
membersihkan udara, melindungi permukaan tanah sehingga mencegah terjadinya banjir dan
longsor, menyimpan air sebagai persediaan dimusim kemarau, dan perlindungan bagi satwa.
QS. An-Namal: 60, QS.Qaf: 7-9.
Hutan juga berperan sebagai pelindung banjir, longsor dan penyimpanan persediaan air
di pegunungan, kayu-kayu besar dan daun-daunya yang rimbun serta akar-akar yang menjalar
bersama semak-semak disekitarnya menampung air hujan yang selaru turun dipegunungan. Air
tersebut meresap kedalam tanah dan di sela-sela rimba, kemudian muncul air yang tetap bening
melalui kali dan terhimpun menjadi sungai. Sungai bermuara di laut-menguap dan menjadi hujan
kembali dan begitu sterusnya terjadi sirkulasi yang tak terputus-putusnya. Akan tetapi, betapa
buruknya dampak dari penebangan hutan semena-mena tanpa upaya untuk melestarikannya
atau meremajakan kembali. Tanah longsor, air terus-menerus keruh dan banjir besar sering tak
terkendali.
Barang-barang tambang, kekayaan alam ini berada diatas perut bumi, merupakan
cadangan energi yang luar biasa, seperti: batu bara, alumunium, besi mangan, emas, perak,
platina, timah, minyak bumi, gas alam dan lain sebagainya. Semakin lama tersimpan, barang-
barang tambang itu semakin tinggi kualitasnya. Hal ini sangat bermanfaat bagi kehidupan
manusia, seperti difirmankan Allah SWT :
”Dan kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat
bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa
yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya
Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (Al-Hadid [57]: 25)”
Laut dengan seluruh kekayaannya juga disediakan bagi manusia, sebagai tempat
tumbuh dan berkembangnya berbagai jenis tumbuhan dan ikan serta sumber kekayaan laut yang
sangat tinggi nilainnya.
Dengan pengetahuan geologi dan minerologi, sebagian dari isi bumi berhasil disingkap
dan dapat dinikmati oleh manusia. Beberapa sarjana muslim abad pertengahan telah menyusun
karangan dalam lapangan minerelogi, seperti Jabir dan Al-Kindi. Bahkan Ibnu sina yang terkenal
sebagai bapak kedokteran, sempat pula menulis tentang gunung-gunung, batu-batu dan barang
tambang, buku tersebut dipandang sebagai jalan dalam sejarah geologi.
Dalam surat An-Nahal [16]: 14, Allah SWT, berfirman:
”Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan
daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang
kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari
(keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur”. (An-Nahl [16]: 14)
Dengan demikian, nyatalah bahwa seluruh kekayaan dijagat raya ini adalah milik Allah
yang diperuntukan untuk manusia. Dalam menggunakan kekayaan alam itu hendaklah sehemat
dan secermat mungkin jangan menyia-nyiakan serta merusaknya karena kehidupan manusia
sangat terbatas, baik waktu maupun ruangnya.
5. Pencemaran Lingkungan
Polusi atau pencemaran adalah suatu keadaan dimana kondisi suatu habitat (tempat
dimana makhluk hidup itu berada) tidak murni lagi, karena pengaruh habitat tersebut.
Pencemaran lingkungan disebabkan berbagai hal, terutama disebabkan perbuatan dan tingkah
laku manusia yang tidak memperhatikan keserasian alam dan kelestariannya.
Pencemaran-pencemaran itu dapat berupa:
a. Pencemaran Tanah
Pencemaran tanah disebabkan berbagai hal, seperti sampah-sampah plastik, kaleng-kaleng,
rongsokan kendaraan yang sudah tua. Plastik tidak hancur oleh proses pelapukan dan besi-besi
tua menimbulkan karat, sehingga tanah tidak bisa ditumbuhi tumbuh-tumbuhan. Pemupukan
yang terlalu banyak, tidak menurut aturan yang telah ditentukan, menyebabkan juga polusi
tanah. Tanah pertanian menjadi kering dan keras, karena jumlah garam yang sangat besar akan
menyerap air tanah.
b. Pencemaran Udara
Pencemaran udara disebabkan oleh asap yang keluar dari pabrik-pabrik dan kendaraan
bermotor. Makin besar jumlah penduduk, makin berkembanglah pendirian pabrik-pabrik untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia, tetapi bersamaan dengan itu muncullah suatu keadaan
polusi udara yang mengganggu pernapasan dan menimbulkan penyakit pada alat-alat
pernapasan, asma, bronchitis, dan sebagainya. Pencemaran ini ditambah dan diperburuk oleh
jumlah besar asap motor yang dibuang oleh knalpot-knalpot kendaraan bermotor. Hal ini
disebabkan banyak gas yang membahayakan yang memenuhi udara, seperti karbon monoksida
dan partikel-partikel halus dari timah hitam.
c. Pencemaran Air
Sebagaiman diketahui bahwa manusia amat membutuhkan air. Meskipun permukaan
bumi ini penuh dengan air, namun sering menjadi masalah dalam memperoleh air bersih. Hal ini
lebih dirasakan setelah meledaknya jumlah penduduk yang mendiami bumi.
Air bukan saja dibutuhkan manusia, melaikan juga oleh semua makhluk hidup. Karena
itu perlu kesadaran manusia untuk memelihara air jangan sampai kotor, lebih-lebih jika dapat
mengganggu kesehatan.
Polusi air dapat terjadi karena penggunaan zat-zat kimia yang berlebihan, seperti
pengunaan DDT, endrin, yang melebihi dosis yang telah ditentukan. Pencemaran air juga dapat
terjadi disebabkan ia mengandung sampah kimia dari pabrik-pabrik sebagai bahan pencuci yang
dibuang ke sungai-sungai.
d. Pencemaran Suara
Suara juga bisa tercemar, karena kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan.
Pencemaran suara terutama dirasakan di kota-kota, yaitu adanya suara dari pabrik-pabrik,
kendaraan bermotor, kapal terbang dan sebagainya.
Suara yang terlalu bising mengganggu ketenangan, dapat menimbulkan gangguan jasmaniah
dan rohaniah, misalnya gangguan jantung, kelenjar-kelenjar, pernapasan, gangguan saraf,
perasaan gelisah dan lain sebagainya.
6. Upaya Pendidikan Islam Dalam Melestarikan Lingkungan
Upaya pendidikan Islam dalam melestarikan lingkungan yakni dengan menerapkan
kurikulum pendidikan Islam berwawasan lingkungan kepada setiap peserta didik, dengan
penanaman pengetahuan dan sikap agar bisa mencintai dan memelihara lingkungan secara baik
serta mampu berinteraksi dengan lingkungan sekitar secara manusiawi.
Pendidikan Islam yang berfalsafatkan Al-Qur’an sebagai sumber utamanya, menjadikan
Al-Quran sebagai sumber utama penyusunan Kurikulum. Pendidikan Islam adalah suatu proses
edukatif yang mengarah kepada pembentukan akhlak atau kepribadian. Pendidikan berintikan
interaksi antara pendidik dengan peserta didik dalam upaya membantu peserta didik menguasai
tujuan-tujuan pendidikan.
Manusia secara kodrati sudah mempunyai rasa cinta lingkungan sejak awal. Ada potensi
yang terpendam dalam tiap-tiap diri kita untuk memelihara dan menjaga keseimbangan
lingkungan secara etis.
Dengan itu, diharapkan peserta didik terlatih untuk berinteraksi dengan lingkungan
secara etis. Nilai utama yang di usung dari pendidikan Islam berwawasan lingkungan ini adalah
tumbuh rasa cinta, senang untuk memelihara lingkungan sekitar, sehingga menjadi karakter
peserta didik yang sadar akan pentingnya melestarikan lingkungan.
7. Kesimpulan/Analisis
Manusia yang diberi anugrah cipta, rasa dan karsa, yang merupakan syarat syahnya
sebagi khalifah diberi wewenang dan hak untuk memanfaatkan alam bagi kebutuhan hidupnya.
Namun penempatan ini tidak boleh berlebih-lebihan apalagi merusak ekosistem. Hak ini
dinamakan sebagai hak isti’mar, yaitu untuk mengolah sumber daya alam untuk memakmurkan
makhluk hidup tetapi pengolahahan itu harus didasarkan pada rasa tanggung jawab yakni rasa
tanggung jawab kepada kemanusiaan, karena rusaknya alam akan berakibat bencana dan
malapetaka bagi kehidupan kita semua, begitu juga tanggung jawab kepada Tuhan yang telah
memberikan hak dan tanggung jawab itu. Sebagaimana dijelaskan dalam QS. Hud: 61.
Selain sebagai sarana pemenuhan kebutuhan hidup, alam atau teknologi juga
merupakan ayat Tuhan yang harus dipahami sebagaimana kita memahami Al-Qur’an. Dari
pemahaman itulah akan terwujud keimanan yang mantap kepada Tuhan dan kemantapan diri
sebagai manusia yang harus menyebarkan kedamaian di muka bumi. Dari pemahaman inilah
akan terbentuk suatu gambaran menyeluruh terhadap alam, bahwa Tuhan menciptakan alam ini
dengan maksud-maksud tertentu yang harus kita cari dan teliti. Pencarian makna alam inilah
yang melandasi setiap kegiatan penelitian ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan
khusunya di dunia pendidikan Islam. Maka tidak ada dikotomi dan pertentangan antara ilmu dan
wahyu, antara IPTEK dan Agama, karena pada hakikatnya keduanya akan mengantarkan kita
kepada keyakinan akan keagungan Tuhan (Tauhid).
Makalah Islam dan LingkunganBAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan yang baru dan termasuk yang penting untuk masa sekarang adalah pendidikan
lingkungan. Pendidikan tersebut berkenaan dengan kepentingan lingkungan di sekitar manusia dan menjaga berbagai unsurnya yang dapat mendatangkan ancaman kehancuran, pencemaran, atau perusakan.
Pendidikan lingkungan telah diajarkan oleh Rasululloh SAW kepada para sahabatnya. Abu Darda ra pernah mengatakan bahwa di tempat belajar yang diasuh oleh Rasululloh SAW telah diajarkan pentingnya bercocok tanam, dan menanam pepohonan, serta pentingnya usaha mengubah tanah yang tandus menjadi kebun yang subur. Perbuatan tersebut akan mendatangkan pahala yang besar disisi Alloh SWT dan bekerja untuk memakmurkan bumi merupakan amal ibadah kepada Alloh SWT.
Pendidikan lingkungan yang diajarkan oleh Rasullloh SAW berdasarkan wahyu, sehingga banyak kita jumpai ayat-ayat ilmiah Al-Qur’an yang membahas tentang lingkungan. Pesan-pesan Al-Qur’an mengenai lingkungan sangat jelas dan prospektif.
Oleh karena itu, dalam makalah ini penyusun akan mencoba membahas secara luas mengenai al-qur’an dan lingkungan, karena al-qur’an telah menjelaskan tentang pentingnya menjaga lingkungan dengan meletakkan dasar dan prinsipnya secara global.
B. Rumusan Masalah
1. Apa sebenarnya lingkungan dan bagaimana kondisinya pada saat ini?
2. Bagaimana pandangan Al-Qur’an yang berkaitan dengan lingkungan?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kondisi Lingkungan Pada Masa Ini
Masalah lingkungan hidup dewasa ini telah menjadi isu global karena menyangkut berbagai sektor dan berbagai kepentingan umat manusia. Hal ini terbukti dengan munculnya isu-isu kerusakan lingkungan yang semakin santer terdengar. Diantaranya isu efek rumah kaca, lapisan ozon yang menipis, kenaiakan suhu udara, mencairnya es di kutub, dll. Mungkin sebagian besar orang baru menyadari dan merasakan akan dampak tingkah lakunya di masa lampau yang terlalu berlebihan mengeksploitasi alam secara berlebihan.
Kerusakan lingkungan yang terjadi saat ini bisa dikatakan telah menyebar di berbagai belahan dunia. Khususnya Indonesia yang memiliki potensi alam yang sangat melimpah. Dengan potensi alam yang sedemikian melimpahnya telah membuat orang-orang berusaha untuk mengolah secara maksimal. Bahkan potensi alam tersebutdapat menarik masuk investor-investor asing untuk berbisnis di negeri ini. Dengan adanya potensi yang begitu melimpahnya memang kita akui dapat membantu memajukan perekonomian negara, tapi di sisi lain keadaan ini dapat membuat orang untuk mengeksploitasinya secara maksimal untuk kepentingan pribadi. Inilah yang kita takutkan, akan banyak pengusaha yang bergerak disektor pengolahan lingkungan yang tidak mengindahkan prinsip pembangunan berkelanjutan.
Mungkin saat ini kita tidak sadar bahwa sebenarnya kita telah terbawa oleh sistem kapitalisme. Kapitalisme telah memperhadapkan umat manusia kepada problem kerusakan sumber daya alam dan lingkungan. Di dorong motif kepentingan diri (self-interest), kebebasan (fredom), dan kompetisi tak bermoral, rezim kapitalisme telah berhasil mendudukan alam sebagai objek eksploitasi tanpa batas.[1] Perubahan sistem ekonomi dengan adanya liberalisasi perdagangan telah disinyalir turut mempercepat kerusakan dan pencemaran di bumi. Dalam perdagangan bebas, pakar ekonomi akan selalu bangga dan optimis terhadap pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dengan ini mengindikasikan
adanya peningkatan kapasitas penggunaan sumber daya alam. Peningkatan pengolahan sumber daya alam tentunya dapat memunculkan kerusakan lingkungan. Tentunya keruskan itu kelak akan menjadi sumber bencana alam akibat ulah manusia.
Timbulnya kerusakan alam atau lingkungan hidup sebagian besar adalah hasil perbuatan manusia. Karena manusialah yang diberi tanggung jawab sebagai khalifah di bumi. Manusia mempunyai daya inisiatif dan kreatif, sedangkan makhluk-makhluk lainnya tidak memiikinya. Kebudayaan manusia makin lama makin maju sesuai dengan perkembangan dan kemajuan ilmu pengtahuan dan teknologi. Sejalan dengan kemajuan tersebut, perkembangann persenjataan dan alat perusak lingkungan makin maju pula. Kerusakan lingkungan diperparah lagi dengan banyaknya kendaraan bermotor, dan pabrik-pabrik yang menimbulkan pencemaran udara atau polusi. Pencemaran tersebut membahayakan keselamatan hidup manusia dan kehidupan sekelilingnya. Limbah-limbah pabrik sering kali dibuang seenaknya ke sungai yang akhirnya bermuara ke laut. Demikian pula kapal-kapal tanker yang membawa minyak sering mengalami kebocoran, sehinggga minyaknya tumpah ke laut. Akibatnya, air sungai dan laut beracun yang menyebabkan mati atau tercemarnya ikan dengan zat beracun.
Indonesia adalah salah satu negara yang paling sering dilanda bencana karena ulah masyarakatnya. Sungguh ironis ketika Indonesia yang memiliki penduduk mayoritas umat Islam telah mencatat sejarah kehancuran alamnya[2], seperti bencana banjir bandang, tanah longsor, kekringan, dll. Pemerintah yang diharapkan dapat memberikan jalan keluar dari persoalan ini malah mengeluarkan kebijakan yang aneh.[3] Padahal dalam Al-Qur’an banyak terdapat ayat-ayat yang membahas lingkungan dan cara memanfaatkannya. Apakah umat Islam mayoritas saat ini telah meninggalkan agamanya dan melupakan sumber ajarannya. Apakah mayoritas muslim saat ini telah menjadi orang-orang yang hedonis dan materialistik. Inilah yang menjadi masalah kita bersama sebagai umat Islam.
Mungkin selama ini manusia terlau jumawa dengan kemampuan yang mereka miliki untuk mengolah lingkungan yang ada. Padahal seharusnya manusia sebagai makhluk yang dimulyakan dengan akal, seharusnya mampu berbuat apapun asalkan dalam memegang amanah dan tanggung jawab dalam mengolah bumi. Dominasi manusia terhadap alam memang menjdai suatu fitrah. Kelebihan karunia yang diberikan Allah SWT , tersirat dalam kalamnya :
“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam , Kami angkut mereka di daratn dan di alautan, Kami beri merka rezeki yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahluk yang telah Kami ciptakan “ (Q.SS Al-Isra’ (17);(70)
Keutamaan yang sempurna dari kebanyakan mahluk lain ialah karunia akal yang dimiliki manusia. Dengan akal fikirannya, manusia mampu menaklukan segala apa yang ada di alam untuk keperluan dirinya. Dengan adanya kenikmatan akal yang luar biasa terebut menjadi sangat berbahaya jika pada akhirnya mereka tidak menjadi khalifah yang amanah. Parahnya, keadaan seperti inilah yang sekarang sedang terjadi.
Dapat disimpulkan bahwa kerusakan yang terjadi saat ini merupakan akibat dari keserakahan manusia yang memilih cara pintas mengeksploitasi lingkungannya secara habis-habisan atau besar-besaran. Oleh karena itu, sejak awal Allah telah memperingatkan adanya akibat ulah manusia tersebut yaitu sebagai motivasi, Allah manjanjikan kebahagiaan akhirat bagi orang yang tidak berbuat kerusakan. Seharunya umat islam menjaga lingkungannya sesuai dengan firman Allah SWT :
“Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di muka bumi sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepadanya rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”( QS Al-Araf: 56 )
Seharusnya kita sebagai umat Islam kembali kepada ajaran Al-qur’an dalam hal mengolah lingkungan.Supaya kita dapat lebih bijak dan bertanggung jawab. Sehingga nantinya dengan sendirinya akan lahirlah prinsip pembangunan berkelanjutan atau pembangunan berwawasan lingkungan
A. Pandangan Al-Qur’an yang Berkaitan Dengan Lingkungan
Al-Qur’an sebagai kitab suci agama Islam di dalamnya banyak terangkum ayat-ayat yang membahas mengenai lingkungan, seperti perintah untuk menjaga lingkungan, larangan untuk merusaknya, dll. Seperti yang akan di bahas berikut ini.
b.1 Alam Adalah Kenyataan yang Sebenarnya
Allah telah menciptakan alam raya ini dengan sebenarnya. Alam semesta yang indah ini adalah benar-benar hadir dan sekaligus merupakan salah satu bukti keagungan penciptanya. Allah juga telah menciptakan hukum-hukumnya yang berlaku umum yang menunjukkan ke Maha Kuasaan-Nya dan Keesaan-Nya. Langit dan bumi serta segala isinya diciptakan Allah secara serasi dan teratur.[1] Allah berfirman dalam Al-Qur’an :
“Dan Dialah yang menciptakan langit dan bumi dengan (tujuan) yang benar dan (Dialah juga) pada masa (hendak menjadikan sesuatu) berfirman : "Jadilah", lalu terjadilah ia. Firman-Nya itu adalah benar dan bagi-Nyalah kuasa pemerintahan pada hari ditiupkan sangkakala. Dia yang mengetahui segala yang ghaib dan yang nyata dan Dialah Yang Maha Bijaksana, lagi Maha mendalam pengetahuan-Nya.” (QS. Al-An’am : 73)
Jadi alam raya ini dalam pandangan Islam merupakan kenyataan yang sebenarnya. Pandangan ini berbeda dengan penganut aliran Idelisme yang menyatakan bahwa alam tidak mempunyai eksistensi yang rill dan obyektif, melainkan semu, palsu, ilusi, dan maya, atau sekedar emanasi[1] atau pancaran dari dunia lain yang kongkrit yang disebut dunia ideal.
“Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya tanpa hikmah. Yang demikian itu adalah anggapan orang-orang kafir, maka celakalah orang-orang kafir itu karena mereka akan masuk neraka.” (QS. As-Shadd : 27)
Pandangan Islam juga berbeda dengan penganut aliran materialism. Aliran materialism memang menyatakan bahwa alam ini benar-benar ada, riil, dan obyektif. Namun eksistensi alam ini dalam dugaan aliran materialism adalah ada dengan sendirinya.[1] Sedangkan menurut pandangan Islam, alam raya ini diciptakan oleh Allah atau Tuhan YME. Allah yang menciptakan sekaligus memelihara alam ini serta mengatur segala urusannya.
“Katakanlah : “Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada Yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya? (Yang bersifat) demikian itulah Tuhan semesta alam. Dan Dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni) nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya. Kemudian Dia menuju langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi: “Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa”. Keduanya menjawab: “Kami datang dengan suka hati”. Maka Dia menjadikannya tujuh langit dalam dua masa dan Dia mewahyukan pada tiap-tiap langit urusannya. Dan Kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami memeliharanya dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS. Fusshilat : 10-12)
Pada ayat-ayat diatas Allah mengemukakan bukti-bukti kekuasaan dan ke-Esaan-Nya dalam menciptakan langit dan bumi, menghiasi langit dengan bintang-bintang yang tak
terhingga banyaknya. Dia mengetahui segala sesuatu, tidak sesuatupun yang luput dari pengetahuan-Nya itulah Tuhan yang berhak disembah. Tuhan yang menciptakan, menguasai , mengatur, memelihara kelangsungan adanya dan yang menentukan akhir keadaan semseta ini.
b.2 Tanggung Jawab Manusia terhadap Lingkungan
Manusia adalah makhluk hidup yang diciptakan oleh Allah SWT, untuk tinggal di bumi, beraktifitas dan berinteraksi dengan lingkungannya dengan masa dan relung waktu terbatas. Firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah : 36
“Lalu keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan semula dan Kami berfirman: "Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan."
“...dan bagimu ada tempat kediaman di bumi, kesenangan hidup sampai waktu yang ditentukan.”
Kediaman di muka bumi diberikan Allah kepada manusia sebagai suatu amanah. Maka manusia wajib memeliharanya sebagai suatu amanah. Manusia telah diberitahu oleh Allah bahwa mereka akan hidup dalam batas waktu tertentu. Oleh karena itu manusia dilarang keras berbuat kerusakan.
Dengan kedudukan manusia sebagai khalifah di muka bumi ini, sebenarnya manusia telah diberi tanggung jawab besar, yaitu diserahi bumi ini dengan segala isinya.
“Dialah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi unutk kamu, dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu”. Q.S. Al-Baqarah :29
Dalam ayat tersebut ditegaskan bahwa Allah telah menganugrahkan karunia yang besar kepada manusia, menciptakan langit dan bumi untuk manusia, untuk diambil manfaatnya, sehingga manusia dapat menjaga kelangsungan hidupnya dengan menjaga alam dan agar manusia berbakti kepada Allah penciptanya,kepada keluarga, dan masyarakat.
Apa yang telah ditegaskan Allah dalam dalam firman-firman-Nya di atas adalah untuk mengingatkan manusia agar bersyukur. Karena walaupun manusia diciptakan melebihi makhluk lainnya, manusia tidak mampu memenuhi keperluannya sendiri tanpa bahan-bahan yang disediakan. Hal ini perlu disadari oleh manusia, sebab tanpa memiliki rasa dan sikap syukur kepada Allah, maka manusia cenderung akan merusak.
Dalam konteks mensyukuri nikmat Allah atas segala sesuatu yang ada di alam ini untuk manusia, menjaga kelestarian alam bagi umat Islam merupakan upaya untuk menjaga limpahan nikmat Allah secara berksinambungan. Sebaliknya, membuat keruskan di muka bumi,akan mengakibatkan
timbulnya bencana terhadap manusia. Allah sendiri membenci orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi. Firman Allah :
“Dan carilah pada apa yang telah dianugrahkan Allah kepadamu(kebahagiaan)negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari ( kenikmatan ) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain ) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Q.S Al-Qashas :77)
Begitu juga dalam mencari nafkah dan rezeki di atas muka bumi, Allah telah menggariskan suatu akhlaq dimana perbuatan pemaksaan dan kecurangan terhadap alam sangat dicela. Kenikamatan dunia dan akherat dapat dikejar secara seimbang tanpa meninggalkan perbuatan baik dan menghindarkan kerusakan dimuka bumi. Hal ini dikarenakan dapat berakibat pada terjadinya bencana, yang kebanyakan disebabkan perbuatan manusia yang merusak alam.
Islam meberikan pandangan yang lugas bahwa semua yang ada di bumi merupakan karunia yang harus dipelihara agar semua yang ada menjadi stabil dan terpelihara. Allah telah memberian karunia yang besar kepada semua mahluk dengan menciptakn gunung, mengembangbiakan segala jenis binatang dan menurunkan partikel hujan dari langit agar segala tumbuhan dapat berkembang dengan baik. Sebagaimana dengan Firman Allah SWT QS. Luqman : 10
“Dia meciptakan langit tanpa tiang yang kamu melihatnyadan Dia meletakan gunung (di permukaan) bumi supaya bumi itu tidak menggoyangkan kamu; dan Dia memperkembangbiakan padanya segala macam jenis binatang. Dan kami turunkan air hujan dari langit, lalu Kami tumbuhkn padanya segala macam tumbuh-tumbuhan yang baik”.
Tanggung jawab manusia menjaga kelangsungan makhluk itulah kiranya yang mendasari Nabi Muhammad SAW untuk mencadangkan lahan-lahan yang masih asli. Rasulullah SAW pernah mengumumkan kapada pengikutnya tentang suatu daerah sebagai suatu kawasan yang tidak boleh digarap. Kawasan lindung itu, dalam syariat dikenal dengan istilah hima[1]. Rasululloh mencadangkan hima semata-mata untuk menjaga ekosistem suatu tempat agar dapat terpenuhi kelestarian makhluk yang hidup di dalamnya. Oleh karena itu kita hendaknya mencontoh Rasulullah SAW dalam menjaga kelestarian lingkungan.
Melihat banyaknya kandungan Al-Qur’an yang membahas perintah menjaga lingkungan, hendaknya kita sebagi umat Islam mau menyadari dan merenungkan apa yang terdapat dalam Al-Qur’an. Semoga dengan tumbuhnya kesadaran umat Islam dalam beragama khusunya tentang perintah menjaga keseimbangan alam dapat mengontrol pengolahan sumber daya alam yang ada dengan bijak.
b.3 Tidak Membuat Kerusakan Lingkungan
Timbulnya kerusakan alam atau lingkungan hidup merupakan akibat perbuatan manusia. Karena manusia yang diberi tanggungjawab sebagai khalifah di bumi telah menyallahgunakan amanah. Manusia mempunyai daya inisiatif dan kreatif, sedangkan makhluk-makhluk lainnya tidak memilikinya.
Kelebihan manusia yang disalahgunakan mengakibatkan kerusakan lingkungan yang semakin bertambah parah. Kelalaian dan dominasi manusia terhadap alam dan pengolahan lingkungan yang tidak beraturan membuat segala unsur harmoni dan sesuatu yang tumbuh alami berubah menjadi kacau dan sering berakhir dengan bencana.
Dalam firman Allah Q.S Ar-Ruum ayat 41. Sesungguhnya Allah telah menetapkan dan menggambarkan akibat dari kedurhakaan manusia terhadap syariat. Manusia hanya bisa menguras dan menggali isi bumi saja tanpa memperhatikan dampaknya. Maka terjadilah bencana dan kerusakan di atas muka bumi. Padahal semua itu, menurut Yang Maha Kuasa, adalah akibat dari tangan-tangan manusia itu sendiri:
“Telah tampak kerusakan di darat dan dilaut disebabkan perbuatan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).(QS.Ar-Rum : 41 )
Kerusakan yang terjadi sebagai akibat keserakahan manusia, ini disebabkan manusia mempertaruhkan hawa nafsunya, tidak mempedulikan tuntunan Allah. Sebagaimana dengan yang terkandung dalam Firman Allah SWT :
“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung sebagian yang lain. Jika kamu (hai para muslimin) tidak melaksanakn apa yang telah diperintahkan Allah itu , niscaya akn terjadi ke kekacuan di muka bumi dan kerusakan yang besar”. Q.S Al-Anfal 73
Orang-orang yang berbuat kerusakan dapat digolongkan sebagai orang-orang munafik atau fasik, sesuai dengan Firman Allah :
“Dan bila dikatakan kepada mereka “ Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”,merka menjawab:”sesungguhnya kami orang yang mengdakan perbaikan”. Ingatlah sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat kerusakan, tetapi mereka tidak sadar”. Q.S Al-Baqarah 11-12
Apabila mereka diperingatkan mereka akan membantah bahkan menganggap dirinya yang membawa kebaikan. Apabila diajak untuk kembali ke jalan kebenaran merka tidak mendengarnya dan mengabaikannya. Hal ini terbukti dengan kokohnya perusahaan-perusahaan asing yang berada disektor
pengolahan alam dari tekanan pemerintah karena terjerat persoalan perusakan lingkungan.[1] Persoalan-persoalan tersebut juga terdapat dalam Firman Allah Surat Al-Baqarah ayat 6-7 :
“Sesungguhnya orang-orang kafir, sama saja bagi mereka, kamu beri peringatan atau tidak kamu beri peringatan mereka tidak akan beriman”. (Ayat 6)
“Allah telah mengunci mata hati dan pendengaran mereka dan penglihatan merekaditutup. Dan bagi merka siksa yang amat berat”. (Ayat 7)
Sesungguhnya Allah telah melarang manusia membuat kerusakan di muka bumi ini. Seperti yang terdapat dalam Firman Allah di bawah ini:
“......... Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah Tuhan memperbaikinya” Q.S Al-A’raf:85
Kerusakan yang terjadi selama ini tidak lain karena manusia telah diperbudak oleh sistem yang kapitaldan juga tumbuhnya sifat materalistik hedonistik, sehingga berusaha sebisa mungkin mengeksploitsi alam secara maksimal dengan tidak mengindahkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Hal ini karena manusia terlalu berorientasi pada keuntungan semata. Dalam ayat lain, Allah memberi tuntunan agar manusia tidak menuruti orang yang membuat kerusakan.
“Dan janganlah kamu mentaati perintah orang-orang yang melewati batas, yang membuat kerusakan di muka bumi bumi dan tidak mengadakan perbaikan”.( Q.S. Asy-Syu’ara 151-152).
Sebagai motivasi, Allah telah menjajikan kebahagiaan akhirat bagi orang yang tidak berbuat kerusakan atau bahkan melarang orang berbuat kerusakan.
“Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan di muka bumi, dan kesudahan yang baik itu adalah bagi orang yang bertakwa”. Q.S. Al-Baqarah : 83
Demikianlah tuntunlah Allah bagaimana seharusnya kita bersikap terhadap lingkungan hidup kita. Dan Allah telah menjanjikan pahala yang tiada taranya bagi kita yang senantiasa memelihara dan melestarikan lingkungan hidup serta tidak selalu membuat kerusakan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Seperti yang telah dijelaskan diatas, bahwasanya itu semua menjadi alasan mengapa Alloh menyebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur’an tentang pentingnya lingkungan hidup dan cara-cara Islami dalam mengelola dunia ini.
Kualitas sebagai indikator pembangunan dan ajaran Islam sebagai teknologi untuk mengelola dunia jelas merupakan pesan strategis dari Alloh SWT untuk diwujudkan dengan sungguh-sungguh oleh setiap muslim.
Adanya bencana lebih karena manusia melakukan ekspliotasi berdasarkan kemauan hawa nafsunya untuk memperoleh keuntungan yang sebanyak-banyaknya tanpa memikirkan bencana yang ditimbulkannya. Manusia tersebut tidak mempunyai pengetahuan mengenai ekosistem dan memandang baik perbuatannya yang salah tersebut tanpa pengetahuan, dalam Al-Qur’an disebutkan sebagai manusia yang dzalim. Sebagaimana Allah mengingatkan :
“Tetapi orang-orang yang zalim, mengikuti hawa nafsunya tanpa ilmu pengetahuan, maka siapakah yang akan menunjuki orang yang telah disesatkan Allah? Dan tiadalah bagi mereka seorang penolong pun”. (Q.S Ar-Rum 30:29)
Bahaya yang diakibatkan menurutkan kehendak nafsu sangat jelas dampaknya pada kehancuran bumi. Hal ini dapat berupa ekspliotasi yang berlebihan dan tidak memepertimbangkan daya dukung lingkungan,pemborosan, menguras sesuatu yang tidak penting dan tidak efisien, bermewah-mewahan dalam konsumsi dan gaya hidup dan seterusnya.Manusia yang melakukan cara seperti itu tentu mengelola bumi tanpa landasan dan petunjuk Al-Khalik sesuai dengan apa yang diisyaratkan kepadanya selaku hamba Tuhan. Syariat adalah fitrah di mana bumi hanya dapat diatur dengan ilmu syariatnya tersebut. Bila sesuatu menyalahi fitrah, maka akibatnya dapat terjadi kefatalan.Tanpa standar nilai-nilai syariat tersebut, manusia cenderung melihat kebenaran menurut hawa nafsu.
A. Saran
Islam mengajarkan agar umat manusia senantiasa menjaga lingkungan. Hal ini seringkali tercermin dalam beberapa pelaksanaan ibadah, seperti ketika menunaikan ibadah haji. Dalam haji, umat
Islam dilarang menebang pohon-pohon dan membunuh binatang. Apabila larangan itu dilanggar maka ia berdosa dan diharuskan membayar denda (dam). Lebih dari itu Allah SWT melarang manusia berbuat kerusakan di muka bumi.
Hendaknya kita sebagai umat Islam kembali kepada ajaran agama kita dalam mengolah lingkungan. Dengan adanya hal tersebut, seharusnya manusia menjadi lebih bijak dalam mengolah lingkungannya. Sehingga nantinya diharapkan apabila dalam kegiatan pengolahan lingkungan akan tumbuh pemahaman pembangunan berwawasan lingkungan maupun spirit pembangunan berkelanjutan.
Hal diatas bukan tidak mungkin akan terealisasikan. Asalkan manusia mau kembali kepada ajaran agama yang utuh dan dapat memahaminya. Sehingga nantinya akan tumbuh kesadaran umat manusia dalam mengelola lingkungannnya. Sangat jelas dalam Al-Qur’an terdapat begitu banyaknya ayat-ayat yang membahasprosedur pengolahan alam yang bijak,perintah untuk tidak berbuat kerusakan di muka bumi,dll.
Sungguh beruntung umat Islam memiliki kitab suci seperti Al-Qur’an. Kitab suci ini begitu luas cangkupan pembahsannya terlebih persoalan tentang pengolahan alam. Kami percaya jika umat Islam mau kembali kepada agamanya dengan membuka, memahami apa yang ada di Al-Qur’an pasti kehidupa di muka bumi ini akan lebih teratur dan tertata dengan baik.
Daftar Pustaka
Bidhawy, Zakiyuddin. 2007. Islam Melawan Kapitalisme. Magelang : Resist Book
Fachrudin, M. 2005. Konservasi Alam dalam Islam. Jakarta : Buku Obor
Harahap, Adnan.1997. Islam dan Lingkungan . Jakarta : Fatma Press
Prasetyo, Eko. 2008. Minggir! Waktunya Gerakan Muda Memimpin!.Yogyakarta : Resist Book
Situs :
KBBI dalam Jaringan
Etika Lingkungan dalam Islam (Fiqh Lingkungan)Posted on March 8, 2012
Allah SWT telah menciptakan bumi ini dalam keadaan
seimbang, alam yang indah, binatang dan tanaman yang bermacam-macam
dan semua itu Allah SWT ciptakan untuk kesinambungan kehidupan manusia
di bumi ini. Ketika pertama kali Allah SWT menciptakan kakek manusia Nabi
Adam AS, bumi dalam keadaan sangat ideal untuk mendukung kehidupan
manusia di bumi ini. Namun keidealan ini makin lama makin berkurang
seiring bertambahnya jumlah manusia di muka bumi ini dan sikap beberapa
orang yang suka berbuat onar di muka bumi inilah yang membuat bumi ini
tidak lagi ideal untuk ditinggali.
Etika Lingkungan
Seiring berkembangnya zaman, manusia terus berusaha untuk
menyelesaikan permasalahan yang terjadi di alam ini. Etika Lingkungan atau
Etika Ekologi muncul sebagai solusi untuk menyelesaikan permasalahan
antara manusia dengan alam dan memberikan solusi bagaimana seharusnya
manusia bersikap terhadap alam. Ketika mengikuti program magister Teknik
Geologi, penulis diwajibkan untuk mengambil mata kuliah EMS
(Environmental Management System ISO 14000) pada semester pertama
dan Environmental Ethic pada semester kedua. Dalam mata kuliah
Environmental Ethic diajarkan tentang etika-etika lingkungan dan filosofi
lingkungan. Hampir semua etika lingkungan yang diajarkan sesuai dengan
pemahaman “Barat”.
Di dunia “Barat” muncul beberapa pemahaman etika lingkungan seperti
etika lingkungan yang bersifat antroposentrik dimana manusia menjadi
pusat dari ekologi dan segalanya bertindak atas demi keuntungan dan
kepentingan manusia serta lingkungan harus dipelihara kelestariannya
karena akan mendukung keberlangsungan kehidupan manusia. Faham etika
lingkungan lain yang juga muncul adalah faham biosentrik dimana
kebijakan-kebijakan yang diambil terhadap lingkungan/alam berdasarkan
kepentingan kehidupan yang ada di alam tersebut, apabila suatu kebijakan
merugikan segala sesuatu yang hidup di alam maka kebijakan tersebut
harus dibatalkan. Pemahaman ketiga juga sering dibahas dalam filsafat etika
lingkungan adalah faham ekoposentrik, dimana kebijakan yang diambil
terhadap lingkungan berdasarkan kepentingan ekologi atau segala yang
berada di dalam lingkungan tersebut. Selain tiga pemahaman tersebut,
masih banyak pemahaman atau mazhab etika lingkungan lain.
Kefahaman etika lingkungan dalam perspektif “Barat” seperti yang
dijelaskan di atas kadang kala gagal apabila diterapkan di negara yang
mayoritas penduduknya beragama islam. Padahal islam secara implisit
menyatakan bahwa menjaga lingkungan itu wajib hukumnya. Pemberian
pemahaman yang benar tentang pelestarian lingkungan berdasarkan islam
harus terus dilakukan. Etika lingkungan dalam pandangan islam bisa menjadi
salah satu solusi yang sangat bagus apabila diterapkan di negara-negara
yang mayoritas penduduknya beragama islam, apalagi kalau hukum-hukum
Fiqih Lingkungan bisa diimplimentasikan dalam sebuah peraturan
pemerintah daerah atau bagi masyarakat Aceh mengenalnya dengan nama
Qanun.
Fiqh Lingkungan (Fiqh Al-Bi’ah)
Dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 26-27 Allah SWT berfirman yang
artinya “(yaitu) orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah
perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada
mereka) untuk menghubungkannya dan berbuat kerusakan di muka bumi.
Mereka itulah orang-orang yang rugi”. Firman Allah SWT tersebut sangat
jelas mengatakan bahwa orang-orang yang merugi merupakan orang-orang
melanggar perjanjian Allah SWT dan berbuat kerusakan di muka bumi.
Berbuat kerusakan di muka bumi bisa didefinisikan sebagai perusakan
lingkungan dengan penebangan pohon yang ilegal (illegal logging), buang
sampah sembarangan, perburuan liar dan beberapa kegiatan yang merusak
lingkungan.
Dalam Al-Qur’an kata “ardzy” yang berarti bumi sangat sering sekali
disebutkan dalam berbagai pengertian dan pemahaman. Untuk melindungi
kehidupan manusia dan lingkungan, hukum syari’ah islam akan menjadi
sumber pedoman kehidupan termasuk di dalamnya nilai etika dan hukum
terhadap lingkungan. Etika dan hukum islam yang membahas tentang
lingkungan dikenal dengan istilah Fiqih Lingkungan (Fiqh Al-Bi’ah). Apabila
kita kembali ke pelajaran fiqih waktu SD/MIN dulu, Bab Pertama yang
dipelajari dalam ilmu fiqih adalah Bab Taharrah (bersuci). Dari sini kita
sebenarnya sudah bisa mengambil kesimpulan bahwa bersuci adalah inti
dari ajaran Islam dan kesucian akan sangat sulit diwujudkan apabila keadaan
sekitar kita tidak bersih. Secara tersirat dalam Bab Taharrah sebenarnya
sudah ada anjuran bagi kita umat muslim untuk menjadikan lingkungan
sekitar kita bersih dengan cara tidak merusak lingkungan sehingga
keharusan kita umat islam untuk bersuci sebelum melaksanakan ibadah bisa
terpenuhi.
Selain keharusan manusia untuk suci dalam melaksanakan ibadah, Allah
juga telah mengangkat manusia sebagai khalifah (pemimpin) atau pemimpin
di bumi ini. Ketika manusia diangkat menjadi pemimpin di bumi maka sudah
pasti segala sesuatu yang berlangsung di bumi menjadi tanggung jawab
manusia. Hilangnya keseimbangan alam dan kehidupan biologinya menjadi
tanggungjawab manusia. Prof. Mustafa Abu Sway, pada tahun 1998 pernah
menulis tentang Towards an Islamic Jurisprudence of the Environment (Fiqh
al-Bi’ah fil-Islam), memasukkan khalifah sebagai kategori pertama antara
hubungan manusia dengan lingkungan. Oleh karena itu, manusia wajib
hukumnya menjaga alam dan segala yang ada di dalamnya. Apabila kita
kaitkan dengan etika “Barat” yang penulis jelaskan sebelumnya maka etika
lingkungan dalam pandangan islam berbentuk etika ekoposentrik, dimana
manusia bertindak berdasarkan kepentingan lingkugan dan ekologi.
Fiqh Lingkungan dalam bentuk Qanun Pelindungan Lingkungan perlu segera
diterapkan di bumi Aceh, Pemerintah Aceh perlu segera membuat Qanun
tersebut dan mensosialisasikan kepada masyarakat. Penulis sangat yakin
apabila Qanun Pelindungan Lingkungan rampung, maka masyarakat Aceh
sangat menta’atinya karena dasar pembuatan Qanun tersebut adalah Al-
Qur’an dan Hadist. Hal lain yang perlu dilakukan adalah sosialisasi Fiqh
Lingkungan kepada para Dai-dai. Bisa dibayangkan apabila para dai dan
penceramah secara terus menerus menyampaikan kepada masyarakat
tentang pentingnya menjaga lingkungan menurut hukum islam maka
InsyaAllah masyarakat akan langsung tersadarkan, karena penyampaian
secara agama akan membuat orang langsung berpikir surga atau neraka.
BAB IPENDAHULUAN
Permasalahan lingkungan yang kini dihadapi umat manusia umumnya disebabkan
oleh dua hal. Pertama, karena kejadian alam sebagai peristiwa yang harus terjadi
sebagai proses dinamika alam itu sendiri. Kedua, bentuk kejadian di atas
mengakibatkan ketidakseimbangan pada ekosistem dan ketidaknyamanan
kehidupan makhluk hidup baik manusia, flora maupun fauna. Ketidakseimbangan
dan ketidaknyamanan tersebut dapat dikatakan sebagai bencana. Ali Yafie
menyebutnya sebagai kerusakan lingkungan hidup, yang bentuk-bentuknya berupa
pencemaran air,pencemaran tanah, krisis keanekaragaman hayati (biological
diversity), kerusakan hutan, kekeringan dan krisis air bersih, pertambangan dan
kerusakan lingkungan, pencemaran udara, banjir lumpur dan sebagainya.
Kerusakan hutan sebagai salah satu bentuk kerusakan lingkungan hidup adalah
ketidakseimbangan yang terjadi dalam ekosistem hutan. Ada dua jenis kerusakan
kerusakan hutan yang mungkin terjadi, yaitu gangguan alam dan akibat dari
perbuatan tangan manusia. Gangguan alam contohnya longsor, hama dan penyakit,
dempa bumi, kebakaran, dan gelombang pasang air laut. Adapun gangguan akibat
dari perbuatan tangan manusia ialah jenis gangguan yang disebabkan oleh aktivitas
manusia, yaitu kebakaran yang disengaja atau karena kelalaian, penebanagan,
perladangan, pemukiman, industri, pencemaran dan lain-lain.
Akibat dari kerusakan hutan ini adalah semakin rentannya wilayah Indonesia dari
bencana banjir, tanah longsor dan kekeringan. Di samping itu Indonesia juga akan
kehilangan keanekaragaman hayati (biological diversity) seperti spesies mamalia,
reptil, amfibi, burung, ikan, dan lain-lain. Makhluk hidup di muka bumi akan
kekurangan oksigen karena kerusakan hutan yang merupakan paru-paru dunia.
Kehidupan dunia akan terganggu karena hutan Indonesia hanya sedikit dapat
menyerap karbon yang berbahaya bagi makhluk hidup. Akibat dari kerusakan hutan
dirasakan paling berat oleh penduduk yang bermata pencaharian langsung dari
hutan yaitu sekitar 6 juta orang dan sebanyak 3,4 juta diantaranya bekerja di sektor
swasta kehutanan. Bila diasumsikan bahwa setiap tenaga kerja sektor kehutanan
menanggung minimal 3 orang, maka usaha sektor kehutanan telah menjadi
gantungan hidup 24 juta orang. Belum termasuk penyerapan tenaga musiman,
yang terserap pada program Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan
(GERHAN) yang setiap tahunnya mencapai sekitar 23,9 juta orang.
Dari sekian banyak persoalan kerusakan lingkungan hidup , ternyata peran manusia
sangat besar dalam menciptakan kerusakan tersebut dan manusialah yang banyak
menanggung akibatnya. Lalu bagaimana Islam memandang peran manusia dalam
mengelola lingkungan hidup ini? Inilah yang akan dibahas dalam tulisan makalah
ini.
BAB IIPEMBAHASAN
A. Pandangan Islam Terhadap Manusia
1. Hakekat dan Martabat Manusia
Manusia adlah ciptaan Allah yang sangat menarik dan misterius, dikatakan
menarik karena manusia sebagai subjek dan objek kajian yang tiada hentinya
khususnya oleh para ilmuan dari dahulu, sekarang dan seterusnya. Dikatakan
misterius karena semakin dikaji semakin terungkap betapa banyak hal-hal yang
mengenai manusia yang belum terungkap.
Manusia adalah paling baiknya mahluk yang diciptakan oleh Allah S.W.T dari pada
mahuluk ciptaan Allah lainnya. Seperti yang disebutkan dalam Al-quran Surat At-tin
ayat 4:
Artinya: “ Sesungguhnya kami telah menjadikan manusia dalam bentuk yang
sebaik-baiknya”.
Dan bahkan manusia itu lebih tinggi derajatnya dari pada malaikat yang selalu
tunduk kepada Allah S.W.T dikarenakan ilmu yang dimiliki oleh manusia itu sendiri
bahkan malaikatpun besujud kepada Adam kecuali iblis, teapi disisi lain Allah
menyebutkan dalam Al-quran manusia itu lebih rendah kedudukannya dari pada
hewan ternak. Allah berfirman:
Artinya “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan
dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk
memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak
dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat
Allah). Mereka itu se bagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka
itulah orang-orang yang lalai.” (QS Al-A’raf 179).
2. Kelebihan manusia dari pada mahluk ciptaan Allah yang lain.
Disini tidak akan menjelaskan secara keseluruhan mengenai kelebihan manusia tapi
paling tidak tulisan ini akan menjadi sebuah renungan bagi kita semua untuk lebih
bertaqwa kepada Allah S.W.T. Diantara kelebihan manusia adalah:
• Manusia adalah ciptaan Allah yang sepurna seperti yang disebutkan di atas.
• Manusia diciptkan oleh Allah di muka bumi sebagai khalifahnya untuk mengurusi
dunia dan isinya agar diurus dengan sebaik-baiknya dengan akal dan pemikiranya
yang melahirkan ilmu pengetahuan dan tehnologi.
• Manusia diberikan akal dan hawa nafsu sehingga manusia mempunyai kendak untuk
melakukan sesuatu atau tidak.
• Berakhlaq. Cirri utama manusia dengan mahluk lain adalah dengan ahklaqnya, karena
dalam islam kedudukan ahklaq itu sangat penting. Dalam Al-quran disebutkan
bahwa rasul itu diutus untuk menyempurnakan Akhlaq manusia.
3. Proses kejadian manusia dalam Al-quran.
Al-quran mengungkapkan proses kejadian manusia sangat ringkas seperti yang
tercantum dalam Al-quran suarat Al-mu’miniun; 12-14 dan 15-16, Al-Hajj; 5, An-
nahl; 78,
Diciptakan dari sari pati tabah, kemudian menjadi
Segumpal darah (Alaqah) di proses
Kami jadikan segumpal daging (Mudhgah)
Tulang belulang (‘Idhamah)
Dibungkus dengan daging (Lahman)
Mahkluk yang (berbentuk) lain (janin)
Di tiupkan roh oleh Allah pada hari yang ke-120 usia kandung
Lalu lahirlah sebagai bayi (QS Al-Hajj; 5)
Dijadikan pendengaran, penglihatan dan hati (QS An-nahl; 78)
Tumbuh anak-anak, lalu dewasa, tua (pikun) (QS Al-Hajj; 5)
Kemudian mati (QS Al-mu’miniun; 15)
Dibangkitkan (dari kubur) di hari kiamat (QS Al-mu’miniun; 16)
Dari penjelasan mengenai proses terciptanya manusia, Ali Syari’ati, seorang
sejarawan dan sosiologi islam, yang dikutip oleh Daud Ali, mengemukakan
pendapatnya berupa interpretasi tentang hakikat penciptaan manusia, menurut
beliau ada simbolisme dari penciptaan manusia dari tanah dan ruh (ciptaan) Allah.
Manusia mempunyai dua dimensi (bidmensional): dimensi ketuhanan dan
dimensi kerendahan atau kehinaan. Berbeda dengan mahkluk lain yang hanya
mempunya satu dimensi (Unidimonsional).
B. Pandangan Islam tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam pandanagn Islam, manusia ialah makhluk terbaik diantara semua ciptaan
Tuhan dan berani memegang tanggungjawab mengelola bumi, maka semua yang
ada di bumi diserahkan untuk manusia. Oleh karena itu manusia diangkat menjadi
khalifah di muka bumi. Sebagai makhluk terbaik, manusia diberikan beberapa
kelebihan diantara makhluk ciptaan-Nya, yaitu kemuliaan, diberikan fasilitas di
daratan dan lautan, mendapat rizki dari yang baik-baik, dan kelebihan yang
sempurna atas makhluk lainnya.
Bumi dan semua isi yang berada didalamnya diciptakan Allah untuk manusia,
segala yang manusia inginkan berupa apa saja yang ada di langit dan bumi.
Daratan dan lautan serta sungai-sungai, matahari dan bulan, malam dan siang,
tanaman dan buah-buahan, binatang melata dan binatang ternak.
Sebagai khalifah di bumi, manusia diperintahkan beribadah kepada-Nya dan
diperintah berbuat kebajikan dan dilarang berbuat kerusakan. Selain konsep
berbuat kebajikan terhadap lingkungan yang disajikan Al-Qur’an seperti dipaparkan
di atas, Rasulullah SAW memberikan teladan untuk mempraktekkannya dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat diperhatikan dari Hadist-Hadist Nabi, seperti
Hadist tentang pujian Allah kepada orang yang menyingkirkan duri dari jalan; dan
bahkan Allah akan mengampuni dosanya, menyingkirkan gangguan dari jalan ialah
sedekah, sebagian dari iman,dan merupakan perbuatan baik.
Di samping itu Rasulullah melarang merusak lingkungan mulai dari perbuatan yang
sangat kecil dan remeh seperti melarang membuang kotoran (manusia) di bawah
pohon yang sedang berbuah, di aliran sungai, di tengah jalan, atau di tempat orang
berteduh. Rasulullah juga sangat peduli terhadap kelestarian satwa, sebagaimana
diceritakan dalam Hadist riwayat Abu Dawud. Rasulullah pernah menegur salah
seorang sahabatnya yang pada saat perjalanan, mereka mengambil anak burung
yang berada di sarangnya. Karena anaknya dibawa oleh salah seorang dari
rombongan Rasulullah tersebut, maka sang induk terpaksa mengikuti terus kemana
rombongan itu berjalan. Melihat yang demikian, Rasulullah lalu menegur
sahabatnya tersebut dengan mengatakan ”siapakah yang telah menyusahkan induk
burung ini dan mengambil anaknya? Kembalikan anak burung tersebut kepada
induknya!”.
C. Kewajiban Manusia dalam Pelestarian Lingkungan Hidup Menurut Islam
Dalam berinteraksi dan mengelola alam serta lingkungan hidup itu, manusia
mengemban tiga amanat dari Allah. Pertama, Al-intifa’. Allah mempersilahkan
kepada umat manusia untuk mengambil manfaat dan mendayagunakan hasil alam
dengan sebaik-baiknya demi kemakmuran dan kemaslahatan artinya manusia
diberi kebebasan baik mengelola atau hanya sebatas mengambil manfaat terhadap
lingkungan yang selagi tidak merusak terhadap lingkungan tersebut. Kedua, Al-
i’tibar. Manusia dituntut untuk senantiasa memikirkan dan menggali rahasia di
balik ciptaan Allah seraya dapat mengambil pelajaran dari berbagai kejadian dan
peristiwa alam agar supaya bertambahan ketaqwaannya kepada Allah
S.W.T Berfikirlah tentang ciptaan Allah, dan jangan berfikir tentang zat Allah.
Ketiga, Al-islah. Manusia diwajibkan untuk terus menjaga dan memelihara
kelestarian lingkungan itu untuk kelansungan hidup baik untuk dirinya ataupun
mahkluk lain, karena masa depan lingkungan itu tergantung bagaimana manusia
itu mengelolanya.
C. Agar manusia menjadi pelaku aktif dalam mengolah lingkungan serta
melestarikannya
Perhatikan surat Ar Ruum ayat 9 dibawah ini :
Artinya : Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan
memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum
mereka? orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah
mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah
mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan
membawa bukti-bukti yang nyata. Maka Allah sekali-kali tidak berlaku zalim kepada
mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri.
Pesan yang disampaikan dalam surat Ar Ruum ayat 9 di atas menggambarkan agar
manusia tidak mengeksploitasi sumber daya alam secara berlebihan yang
dikwatirkan terjadinya kerusakan serta kepunahan sumber daya alam, sehingga
tidak memberikan sisa sedikitpun untuk generasi mendatang. Untuk itu Islam
mewajibkan agar manusia menjadi pelaku aktif dalam mengolah lingkungan serta
melestarikannya.Mengolah serta melestarikan lingkungan tercermin secara
sederhana dari tempat tinggal (rumah) seorang muslim. Rasulullah SAW
menegaskan dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Thabrani :
Artinya ”Dari Abu Hurairah : jagalah kebersihan dengan segala usaha yang mampu
kamu lakukan. Sesungguhnya Allah menegakkan Islam di atas prinsip kebersihan.
Dan tidak akan masuk syurga, kecuali orang-orang yang bersih” . (HR. Thabrani).
Dari Hadits di atas memberikan pengertian bahwa manusia tidak boleh kikir untuk
membiayai diri dan lingkungan secara wajar untuk menjaga kebersihan agar
kesehatan diri dan keluarga/masyarakat kita terpelihara.Demikian pula,
mengusahakan penghijauan di sekitar tempat tinggal dengan menanamkan
pepohonan yang bermanfaat untuk kepentingan ekonomi dan kesehatan,
disamping juga dapat memelihara peredaran suara yang kita hisap agar selalu
bersih, bebas dari pencemaran
.Dalam sebuah Hadits disebutkan :”Tiga hal yang menjernihkan pandangan, yaitu
menyaksikan pandangan pada yang hijau lagi asri, dan pada air yang mengalir
serta pada wajah yang rupawan (HR. Ahmad)
D. Manusia tidak berbuat kerusakan terhadap lingkungan
Di dalam surat Ar Ruum ayat 41 Allah SWT memperingatkan bahwa terjadinya
kerusakan di darat dan di laut akibat ulah manusia.
Artinya : Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan
tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).
Serta surat Al Qashash ayat 77 menjelaskan sebagai berikut
Artinya : Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.
Firman Allah SWT di dalam surat Ar Ruum ayat 41 dan surat Al Qashash ayat 77
menekankan agar manusia berlaku ramah terhadap lingkungan (environmental
friendly) dan tidak berbuat kerusakan di muka bumi ini. Dalam sebuah Hadits yang
diriwayatkan oleh Anas, dijelaskan bahwa :
”Rasulullah ketika berwudhu’ dengan (takaran air sebanyak) satu mud dan mandi
(dengan takaran air sebanyak) satu sha’ sampai lima mud” (HR. Muttafaq ’alaih).
Satu mud sama dengan 1 1/3 liter menurut orang Hijaz dan 2 liter menurut orang
Irak (lihat Lisanul Arab Jilid 3 hal 400). Padahal hasil penelitian yang dilakukan oleh
Syahputra (2003) membuktikan bahwa rata-rata orang berwudhu’ sebanyak 5 liter.
Hal ini membuktikan bahwa manusia sekarang cenderung mengekploitasi sumber
daya air secara berlebihan, atau dengan kata lain, setiap manusia menghambur-
hamburkan air sebanyak 3 sampai 3 2/3 liter setiap orangnya setiap kali mereka
berwudhu’. Dalam Hadits lain yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwa Nabi
pernah bersabda :
”Hati-hatilah terhadap dua macam kutukan; sahabat yang mendengar bertanya :
Apakah dua hal itu ya Rasulullah ? Nabi menjawab : yaitu orang yang membuang
hajat ditengah jalan atau di tempat orang yang berteduh” Di dalam Hadits lainnya
ditambah denganmembuang hajat di tempat sumber air.
Dari keterangan di atas, jelaslah aturan-aturan agama Islam yang menganjurkan
untuk menjaga kebersihan dan lingkungan. Semua larangan tersebut dimaksudkan
untuk mencegah agar tidak mencelakakan orang lain, sehingga terhindar dari
musibah yang menimpahnya.Islam memberikan panduan yang cukup jelas bahwa
sumber daya alam merupakan daya dukung bagi kehidupan manusia, sebab fakta
spritual menunjukkan bahwa terjadinya bencana alam seperti banjir, longsor, serta
bencana alam lainnya lebih banyak didominasi oleh aktifitas manusia. Allah SWT
Telah memberikan fasilitas daya dukung lingkungan bagi kehidupan manusia. Oleh
karena itu, secara yuridis fiqhiyah berpeluang dinyatakan bahwa dalam perspektif
hukum Islam status hukum pelestarian lingkungan hukumnya adalah wajib
(Abdillah, 2005 : 11-12).
E. KONTEMPLASI BAGI UMAT ISLAM
Secara ekologis pelestarian lingkungan merupakan keniscayaan ekologis yang tidak
dapat ditawar oleh siapapun dan kapanpun. Oleh karena itu, pelestarian lingkungan
tidak boleh tidak harus dilakukan oleh manusia. Sedangkan secara spiritual fiqhiyah
Islamiyah Allah SWT memiliki kepedulian ekologis yang paripurna. Paling tidak dua
pendekatan ini memberikan keseimbangan pola pikir bahwa lingkungan yang baik
berupa sumber daya alam yang melimpah yang diberikan Allah SWT kepada
manusia tidak akan lestari dan pulih (recovery) apabila tidak ada campur tangan
manusia. Hal ini diingatkan oleh Allah dalam Surat Ar Ra’d ayat 11 :
Artinya : Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga
mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
Umat Islam selalu berkeyakinan untuk tidak terperosok pada kesalahan yang kedua
kalinya. Kejadian yang sangat dasyat yang kita alami akhir-akhir ini, sebut saja
bencana alam Tsunami misalnya, pencemaran udara, pencemaran air dan tanah,
serta sikap rakus pengusaha dengan menebang habis hutan tropis melalui aktifitas
illegal logging, serta sederet bentuk kerusakan lingkungan hidup lainnya, haruslah
menjadi pelajaran yang sangat berharga. Hal ini ditegaskan oleh dalam firmanNya
di dalam surat
Al-Hasyr ayat 2 :
”Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang
mempunyai pandangan”
Bersikaplah menjadi pelaku aktif dalam mengolah lingkungan serta
melestarikannya, tidak berbuat kerusakan terhadap lingkungan, dan selalu
membiasakan diri bersikap ramah terhadap lingkungan
BAB IIIPENUTUP
Kesimpulan
Manusia sebagai khalifah di muka bumi ini harus bertindak sosial dengan
cara memanfaatkan alam dan lingkungan untuk menyempurnakan serta
meningkatkan kesejahteraan hidupnya demi kelangsungan hidup sejenisnya.
Manusia mempunyai pengaruh penting dalam kelangsungan ekosistem serta
habitat manusia itu sendiri, tindakan-tindakan yang diambil atau kebijakan-
kebijakan tentang hubungan dengan lingkungan akan berpengaruh bagi lingkungan
dan manusia itu sendiri.
Kemampuan kita untuk menyadari hal tersebut akan menentukan bagaimana
hubungan kita sebagai manusia dan lingkungan kita. Hal ini memerlukan
pembiasaan diri yang dapat membuat kita menyadari hubungan manusia dengan
lingkungan seperti yang telah dituntunkan dalam agama islam. Manusia memiliki
tugas untuk menjaga lingkungan demi menjaga kelansungan hidup manusia itu
sendiri dimasa akan datang.
DAFTAR PUSTAKA4. Abdullah, Amin, Jurnal Filsafat dan Teologi: Hak Asasi Manusia Tantangan Bagi
Agama, (Yogyakarta: Kanisius, 1998)
5. Caputo, D. Jhon, Agama Cinta Agama Masa Depan, (Bandung : Mizan, 2003)
6. DuBois, Brenda dan Karla Krogsrud Miley, Social Work: An Empowering
Profession, (Boston: Allyn and Bacon, 1992)
7. Gellner, Ernest, Muslim Society, (Cambridge University Press, 1981)
8. Giddens, Anthony, Konsekwensi-Konsekwensi Modernitas, (Yogyakarta:Kreasi
Wacana, 2005)
9. IISEP, CIDA, Islam Dakwah dan Kesejahteraan Sosial, (Yogyakarta:Jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam (PMI) Fak. Dakwah UIN SUKA, 2005)
10. Ife, Jim, Community Development: Creating Community Alternatives,Vision,
Analysis and Practice, (Longman, Australia, 1995)
11. Abdillah, M. 2005. Fikih Lingkungan. UPP AMP YKPN, Yogyakarta.
12. Harahap, A, dkk. 1997. Islam dan Lingkungan Hidup. Penerbit Yayasan Swarna
Bhumy, Jakarta.
13. Kahar, M.A., 1996. Almanak Lingkungan Hidup Indonesia 1995/1996. Kantor
Menteri Negara Lingkungan Hidup, Jakarta.
14. Kementerian Lingkungan Hidup, 2002. Himpunan Peraturan Perundang-
undangan dibidang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pengendalian Dampak
Lingkungan.Jakarta.
15. Shihab, M. Quraish, 1996. Wawasan Al-Qu’an, Mizan. Bandung.
16. Syahputra, B. 2003. Pola Pemanfaatan air di Kecamatan Kalasan, Sleman,
17. Yogyakarta. Tesis. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta