69
LEMBAR PENGESAHAN REFERAT TUMOR TONSIL Telah disetujui dan disahkan pada : Hari : Tanggal : Mengetahui , Dokter pembimbing Tumor Tonsil 1

Isi Refrat Tumor Tonsil

Embed Size (px)

DESCRIPTION

makalah

Citation preview

LEMBAR PENGESAHAN

REFERAT

TUMOR TONSIL

Telah disetujui dan disahkan pada :

Hari :

Tanggal :

Mengetahui ,

Dokter pembimbing

dr. Tutut Sriwiludjeng T.,Sp.THT

Tumor Tonsil 1

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................1

DAFTAR ISI ......................................................................................................................2

KATA PENGANTAR.........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN...................................................................................................4

BAB II ISI Tumor Tonsil....................................................................................................5

Definisi....................................................................................................................5

Anatomi...................................................................................................................5

Histologi Tonsil......................................................................................................13

Pemeriksaan Tonsil................................................................................................15

Klasifikasi...............................................................................................................17

Tumor Tonsil Jinak.....................................................................................17

Kista Tonsil.....................................................................................17

Papiloma Tonsil..............................................................................17

Polip Tonsil.....................................................................................18

Tumor Tonsil Ganas...................................................................................18

Karsinoma Tonsil...........................................................................18

Limfoma Tonsil..............................................................................27

Diagnosa Banding..................................................................................................37

Tonsilitis.....................................................................................................37

Abses Peritonsil..........................................................................................44

BAB III KESIMPULAN....................................................................................................47

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................48

Tumor Tonsil 2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas karunia-Nya kami dapat menyelesaikan

referat kami ini. Referat dengan judul “Tumor Tonsil” ini kami buat berdasarkan data yang kami

peroleh dari buku, internet dan juga kasus-kasus yang kami temukan selama kepaniteraan klinik

di SMF Telinga, Hidung dan Tenggorok.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kami

dalam penyusunan referat ini sehingga referat ini dapat selesai dengan baik dan juga kami

mengucapkan terima kasih kepada dr. Tutut Sriwiludjeng T.,Sp.THT selaku dosen pembimbing

kami yang telah membantu dan membimbing kami didalam menyelesaikan referat kami ini.

Kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan referat ini, sehingga kami

juga menerima kritik dan saran dari para pembaca sehingga bisa lebih membangun kami dalam

pengerjaan referat-referat lainnya .Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan

apabila ada kata-kata yang kurang berkenan kami memohon maaf yang sebesar-besarnya.

Mojokerto, 10 Juli 2013

Penulis

Tumor Tonsil 3

BAB I

PENDAHULUAN

Daerah orofaringeal dewasa ini banyak sekali ditemukan keadaan patologis baik yang

jinak maupun ganas. Didalam referat ini akan kita bahas lebih lanjut tentang jenis-jenis penyakit

yang ada pada daerah orofaringeal terutama kita akan lebih membahas tentang tumor tonsil.[9]

Penyakit tonsil dan adenoid merupakan masalah kesehatan yang sering terjadi dalam

masyarakat. Nyeri tenggorokan, infeksi saluran nafas atas dan penyakit telinga yang terkait

adalah keluhan yang paling sering ditemukan. Peranan tonsil dalam mekanisme pertahanan tubuh

masih diragukan meskipun fungsinya memproduksi sel-sel limfosit. [9]

Berdasarkan penelitian, ternyata tonsil memegang peranan penting dalam fase-fase awal

kehidupan, terhadap infeksi mukosa nasofaring dari udara pernafasan sebelum masuk kedalam

saluran nafas bagian bawah. Hasil penelitian, mengenai kadar antibodi tonsil menunjukkan

bahwa parenkim tonsil memegang peranan dalam memproduksi IgA, yang menyebabkan

jaringan lokal resisten terhadap organisme patogen. [9]

Sewaktu baru lahir tonsil secara histologis tidak mempunyai ‘centrum germinativum’,

biasanya berbentuk kecil. Setelah antibodi ibu habis, barulah mulai terjadi pembesaran tonsil dan

adenoid, yang pada permulaan kehidupan masa kanak-kanak dianggap normal dan dipakai

sebagai indeks aktifitas sistem imun. Pada waktu pubertas atau sebelum masa pubertas, terjadi

kemunduran fungsi tonsil yang disertai proses involusi. [9]

Memahami perkembangan embriologi rongga mulut dan faring memungkinkan dokter

mengerti patofisiologi dari berbagai kelainan kongenital yang terjadi didaerah tersebut. [9]

Tumor Tonsil 4

BAB II

ISI

2.1. Definisi

Tumor tonsil adalah neoplasma atau lesi padat yang terbentuk akibat pertumbuhan sel

tubuh yang tidak semestinya pada daerah tonsil. Penyakit tonsil dan adenoid merupakan masalah

kesehatan yang sering terjadi dalam masyarakat. Nyeri tenggorokan, infeksi saluran nafas atas

dan penyakit telinga yang terkait adalah keluhan yang paling sering ditemukan. Peranan tonsil

dalam mekanisme pertahanan tubuh masih diragukan meskipun fungsinya memproduksi sel-sel

limfosit. [9]

Berdasarkan penelitian, ternyata tonsil memegang peranan penting dalam fase-fase awal

kehidupan, terhadap infeksi mukosa nasofaring dari udara pernafasan sebelum masuk kedalam

saluran nafas bagian bawah. Hasil penelitian, mengenai kadar antibodi tonsil menunjukkan

bahwa parenkim tonsil memegang peranan dalam memproduksi IgA, yang menyebabkan

jaringan lokal resisten terhadap organisme patogen. [9]

Sewaktu baru lahir tonsil secara histologis tidak mempunyai ‘centrum germinativum’,

biasanya berbentuk kecil. Setelah antibodi ibu habis, barulah mulai terjadi pembesaran tonsil dan

adenoid, yang pada permulaan kehidupan masa kanak-kanak dianggap normal dan dipakai

sebagai indeks aktifitas sistem imun. Pada waktu pubertas atau sebelum masa pubertas, terjadi

kemunduran fungsi tonsil yang disertai proses involusi. [9]

2.2. Anatomi

Faring dibagi menjadi 3 bagian utama : nasofaring, orofaring, dan hipofaring. Sepertiga

bagian atas, atau nasofaring adalah bagian pernafasan dari faring dan tidak dapat bergerak

kecuali palatum mole bagian bawah. Bagian tengah faring disebut orofaring meluas dari batas

bawah palatum mole sampai permukaan lingual epiglotis. Pada bagian ini termasuk tonsil

palatina dengan arkusnya dan tonsil lingualis yang terletak pada dasar lidah. Bagian bawah

faring, dikenal dengan hipofaring atau laringofaring, menunjukkan daerah jalan nafas bagian atas

yang terpisah dari saluran pencernaan bagian atas. [1,4,6,7]

Pada referat kali ini kita hanya akan membahas tentang daerah orofaring khususnya

tonsil. Orofaring termasuk cincin jaringan limfoid yang sirkumferensial disebut cincin Waldeyer.

Bagian cincin yang lain termasuk jaringan limfoid dan tonsil palatina atau fausial, tonsil lingual,

Tumor Tonsil 5

dan folikel limfoid pada dinding posterior faring. Semuanya mempunyai struktur dasar yang

sama : massa limfoid ditunjang oleh kerangka retinakulum jaringan penyambung. Adenoid

(tonsil faringeal) mempunyai struktur limfoidnya tersusun dalam lipatan : tonsila palatina

mempunyai susunan limfoidnya sekitar pembentukan seperti kripta. Sistem kripta yang

kompleks dalam tonsila palatina mungkin bertanggung jawab pada kenyataan bahwa tonsil

palatina lebih sering terkena penyakit daripada komponen cincin limfoid lain. Kripta-kripta ini

lebih berlekuk-lekuk pada kutub atas tonsil, menjadi mudah tersumbat oleh partikel makanan,

mukous sel epitel yang terlepas, leukosit dan bakteri, dan tempat utama pertumbuhan bakteri

patogen . Selama peradangan akut, kripta dapat terisi dengan koagulum yang menyebabkan

gambaran folikular yang khas pada permukaan tonsil. [1,4,6,7]

Orofaring disebut juga mesofaring, batas-batasnya adalah:

Batas atas : Palatum mole

Batas bawah : Tepi atas epiglottis

Batas depan : Rongga mulut

Batas belakang : Vertebra servikal

Struktur yang terdapat dirongga orofaring adalah dinding posterior faring, tonsil palatina,

fosa tonsil serta arkus faring anterior dan posterior, uvula, tonsil lingual dan foramen sekum. [1,4,6,7]

Tonsila lingualis mempunyai kripta-kripta kecil yang tidak terlalu berlekuk-lekuk atau

bercabang dibandingkan dengan tonsila palatina. Hal yang sama pada adenoid, dan terdapat

kripta yang kurang jelas atau pembentukan celah dalam kumpulan limfoid lain dalam fosa

Rosenmuller dan dinding faring . [1,4,6,7]

Tumor Tonsil 6

Gambar 2.1. Anatomi Faring

Dinding Posterior Faring

Secara klinik dinding posterior faring penting karena ikut terlibat pada radang akut atau

radang kronik faring, abses retrofaring, serta gangguan otot-otot dibagian tersebut. Gangguan

otot posterior faring bersama-sama dengan otot palatum mole berhubungan dengan nervus vagus. [1,4,6,7]

Fossa Tonsil

Fossa tonsil dibatasi oleh arkus faring anterior dan posterior. Batas-batasnya adalah : [1,4,6,7]

Lateral : Musculus Konstriktor Faring Superior

Superior : Fossa Supra Tonsil

Fossa tonsil diliputi oleh fascia yang merupakan bagian dari fascia bukofaring dan disebut kapsul

yang sebenarnya bukan merupakan kapsul yang sebenarnya. [1,4,6,7]

Tumor Tonsil 7

Gambar 2.2. Fossa Tonsil

Tonsil

Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat

dengan kriptus di dalamnya. Terdapat tiga macam tonsil yang membentuk lingkaran yang

disebut cincin Waldeyer, yaitu : [1,4,6,7]

Tonsil Faringeal ( adenoid )

Tonsil Palatina ( Fausial )

Tonsil Lingual

Gambar 2.3. Macam-macam tonsil

Tumor Tonsil 8

Tonsil Faringeal

Tonsil faringeal adalah tonsil tunggal yang terdapat dibagian postero-superior faring.

Tonsil faringeal merupakan massa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang

sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu

segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun

mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Tonsil

faringeal tidak mempunyai kriptus dan terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan tonsil

faringeal di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat

meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada

masing-masing anak. Pada umumnya adenoid akan mencapai ukuran maksimal antara usia 3-7

tahun kemudian akan mengalami regresi. [1,4,6,7]

Gambar 2.4. Tonsil Faringeal

Tonsil Palatina

Tonsil palatina sering disebut sebagai tonsil saja. Terletak didalam fossa tonsil. Pada

kutub atas tonsil seringkali ditemukan celah intratonsil yang merupakan sisa kantong faring

kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah. Permukaan medial tonsil

Tumor Tonsil 9

bentuknya beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi

tonsil ialah epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Didalam kriptus biasanya ditemukan

leukosit, limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil

melekat pada fascia faring yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat

pada otot faring, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi. Tonsil mendapat darah

dari arteri palatina minor, arteri palatina ascenden, cabang tonsil arteri maksila eksterna, arteri

faring ascenden dan arteri lingualis dorsal. [1,4,6,7]

Gambar 2.5. Vaskularisasi Tonsil

Aliran getah bening

Aliran getah bening dari daerah tonsil akan menuju rangkaian getah bening servikal

profunda (deep jugular node) bagian superior di bawah muskulus sternokleidomastoideus,

selanjutnya ke kelenjar toraks dan akhirnya menuju duktus thorasikus. Tonsil hanya mempunyai

pembuluh getah bening eferen sedangkan pembuluh getah bening aferen tidak ada . [1,4,6,7]

Tumor Tonsil 10

Gambar 2.6. Kelenjar getah bening leher

Persarafan

Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus

glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves. [1,4,6,7]

Tumor Tonsil 11

Gambar 2.7. Persarafan Tonsil

Imunologi Tonsil

Tonsil merupakan jaringan limfoid yang mengandung sel limfosit. Limfosit B

membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40%

dan 3% lagi adalah sel plasma yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal.

Immunoglobulin (IgG, IgA, IgM, IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin

berakumulasi di jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4

area yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan pusat

germinal pada folikel limfoid. [1,4,6,7]

Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan

proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu 1)

menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif; 2) sebagai organ utama produksi

antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik. [1,4,6,7]

Gambar 2.8. Tonsil Palatina

Tonsil Lingual

Tonsil lingual terletak didasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum

glosoepiglotika. Digaris tengah, disebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada apeks,

yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkumvalata. Tempat ini kadang-kadang menunjukkan

penjalaran duktus tiroglosus dan secara khusus merupakan tempat penting bila ada massa tiroid

lingual atau kista duktus tiroglosus. [1,4,6,7]

Tumor Tonsil 12

Gambar 2.9. Tonsil Lingual

2.3. Histologi Tonsil

a. Tonsil Faringeal

Tonsil faringeal adalah tonsil tunggal yang terdapat dibagian postero-superior faring.

Tonsil ini ditutupi oleh epitel bertingkat silindris bersilia yang khas untuk epitel saluran

pernafasan dan daerah epitel berlapis. Tonsil faringeal terdiri atas lipatan mukosa dan

mengandung jaringan limfoid difus dan nodule. Tonsil ini tak memiliki kriptus dan

simpainya lebih tipis daripada simpai tonsil palatina. Hipertrofi tonsil faringeal akibat

radang menahun disebut adenoid.[3]

Gambar 2.10. Histologi Tonsil Faringeal

Tumor Tonsil 13

b. Tonsil Palatina

Kedua tonsil palatina terletak di dinding lateral faring. Dibawah epitel berlapis gepeng,

jaringan limfoid padat pada tonsil ini membentuk pita yang mengandung nodul limfoid,

umumnya dengan pusat germinal. Setiap tonsil memiliki 10-20 invaginasi epitel yang

masuk jauh kedalam parenkim, yang membentuk kriptus, dengan lumen yang membentuk

sel-sel epitel yang lepas, limfosit hidup dan yang sudah mati, serta bakteri. Kriptus

mungkin terlihat sebagai bintik-bintik purulen pada tonsilitis. Jaringan limfoid dipisahkan

dari struktur dibawahnya oleh suatu pita jaringan ikat padat, yaitu simpai tonsil. Simpai

ini biasanya bekerja sebagai sawar terhadap penyebaran infeksi tonsil. [3]

Gambar 2.11. Histologi Tonsil Palatina

c. Tonsil Lingual

Tonsil lingual lebih kecil dan lebih banyak daripada tonsil palatina atau tonsil faringeal.

Tonsil ini terletak didasar lidah dan ditutupi epitel berlapis gepeng. Setiap tonsil lingual

memiliki satu kriptus. [3]

Tumor Tonsil 14

Gambar 2.12. Histologi Tonsil Lingual

2.4. Pemeriksaan Tonsil

Pemeriksaan faring terbatas pada inspeksi. Untuk melihat palatum dan orofaring secara

memadai, pemeriksa biasanya harus menekan lidah dengan spatula lidah.[1,5]

Inspeksi Tonsil

o Pasien diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar, menjulurkan lidahnya dan

bernafas perlahan-lahan melalui mulutnya. Kadang-kadang membiarkan lidah

tetap berada didasar mulut akan membuatnya dapat dilihat dengan lebih baik.

o Pemeriksa memegang spatula lidah dengan tangan kanannya dan sumber cahaya

ditangan kirinya atau dapat melalui head lamp.

o Spatula lidah harus diletakkan pada sepertiga tengah lidah. Lidah ditekan dan

dibawa kedepan.

o Pemeriksa harus berhati-hati agar tidak menekan bibir bawah atau lidah pada gigi

dengan spatula lidah.

o Jika spatula lidah diletakkan terlalu anterior, bagian posterior lidah akan

membentuk gundukan, sehingga inspeksi menjadi sulit dan jika diletakkan terlalu

posterior maka akan timbul refleks muntah.

o Jika persiapan telah selesai periksalah ukuran tonsil apakah ada pembesaran

pada tonsil yang mungkin disebabkan oleh infeksi atau tumor. Pada infeksi tonsil

kronis kripta tonsil profunda mungin mengandung debris seperti keju. Apakah ada

Tumor Tonsil 15

membran diatas tonsil? Membran ini berkaitan dengan tonsilitis akut,

mononukleosis infeksiosa atau difteri. [1,5]

Gambar 2.13. Pemeriksaan Tonsil

Tabel 2.1. Klasifikasi Ukuran Tonsil [1,5]

Derajat 0 Tidak ada tonsil

Derajat 1

(Normal)

Tonsil berada dibelakang pilar tonsilar ( yaitu struktur lunak yang menyokong

palatum lunak )

Derajat 2 Tonsil berada diantara pilar dan uvula

Derajat 3 Tonsil menyentuh uvula

Derajat 4 Satu atau kedua tonsil melebar hingga ke garis tengah orofaring

Gambar 2.14. Ukuran Tonsil

Tumor Tonsil 16

2.5.Klasifikasi

Tumor tonsil dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu tumor tonsil jinak dan tumor

tonsil ganas. Penting bagi kita untuk mengetahui jenis, cara mendiagnosa dan

penatalaksanaannya sehingga kita tidak terlambat dalam menerapi pasien sehingga dapat

meningkatkan prognosis dan angka harapan hidup.[9]

2..1. Tumor Tonsil Jinak

2.4.1.1. Kista Tonsil

Kista epitel tonsil merupakan jenis yang cukup sering. Permukaannya berkilau, halus dan

berwarna putih atau kekuningan. Kista ini tidak memberikan gejala apapun, akan tetapi kista

yang lebih besar akan menyebabkan suatu benjolan ditenggorokan dan mungkin perlu dioperasi.[9]

Gambar 2.15. Kista Tonsil

2.5.1.2. Papiloma Tonsil

Papiloma skuamosa biasanya terlihat menggantung dari pedicle uvula, tonsil atau pilar.

Tampak massa bergranular yang timbul dari pilar anterior pada bagian posteriornya. [9]

Gambar 2.16. Papiloma Tonsil

Tumor Tonsil 17

2.5.1.3. Polip Tonsil

Massa tonsil tersebut menunjukkan gambaran polip pada pemeriksaan histologi. [9]

Gambar 2.17. Polip Tonsil

2.5.2. Tumor Tonsil Ganas

2.5.2.1. Karsinoma Tonsil

Definisi

Karsinoma yang mengenai daerah tonsil. Karsinoma tonsil adalah keganasan

kepala dan leher kedua yang sering dijumpai setelah karsinoma laring di Amerika

Serikat.[1,2,5,6,8]

Epidemiologi

Kanker kepala dan leher ditemukan hanya 4% dari seluruh keganasan yang

ditemukan. Diperkirakan hampir 13.000 orang dari 41.000 penderita kanker kepala

dan leher di Amerika Serikat meninggal setiap tahunnya. Sedangkan di berbagai

negara lainnya, angka kematian akibat kanker kepala dan leher hampir sama disetiap

negara. Perbandingan angka penderita di negara barat adalah pria: wanita = 4:1

sedangkan di Indonesia pria : wanita hampir sama. [1,2,5,6,8]

Beberapa penelitian telah menilai perubahan angka kejadian kanker tonsil dari

waktu ke waktu. Frisch menggunakan program SEER untuk menilai adanya

perubahan dalam angka kejadian kanker tonsil antara tahun 1973-1995 dan

menemukan angka kejadian tiap tahun meningkat pada pria (2,7% pada kulit hitam

dan 1,9% pada kulit putih ), sementara tidak ada kenaikan serupa terlihat pada kanker

oral lainnya. Di Finlandia dilakukan juga penelitian secara nasional yang mencakup

Tumor Tonsil 18

seluruh penduduk dan ditemukan peningkatan 2 kali lipat pada kanker tonsil dalam 40

tahun terakhir pada laki-laki dan perempuan. [1,2,5,6,8]

Etiologi

o Perokok

Aktivasi Glutation S-transferase (GST) menjadi rusak sehingga mengurangi

kapasitas detoksikasi karsinogen tembakau. Merokok, panas yang

ditimbulkan, kandungan bahan, dan pupa merupakan faktor yang mengiritasi.

Semakin tinggi kandungan tar maka resikonya menjadi meningkat. [1,2,5,6,8]

o Peminum alkohol

Alkohol mengandung karsinogen atau prokarsinogen, termasuk kontaminan

dari nitrosamin dan uretan selain etanol. Etanol dimetabolisme oleh alkohol-

dehidrogenase dan oleh sitokrom P450 menjadi asetaldehid yang bersifat

karsinogen. Enzim metabolisme karsinogen berperan pada individu tertentu.

Alkohol dehidrogenase mengoksidasi etanol menjadi asetaldehid yang

sitotoksik dan menghasikan radikal bebas serta basa DNA hidroksilasi. [1,2,5,6,8]

o Pemakan sirih

Menyebabkan iritasi dari kontak langsung bahan karsinogen dengan membran

mukosa. [1,2,5,6,8]

o Iritasi lokal

Iritasi yang berulang pada daerah tonsil dapat meningkatkan resiko terkena

karsinoma tonsil dikarenakan infeksi yang terus menerus didaerah tersebut.[1,2,5,6,8]

o Suka minum panas

Menyebabkan iritasi dengan membran mukosa. [1,2,5,6,8]

o Infeksi

Kebanyakan disebabkan oleh Candida albicans dan virus. [1,2,5,6,8]

o Higienis mulut yang kurang dijaga

Dengan minimnya higiene mulut maka akan menyebabkan resiko infeksi yang

lebih tinggi karena kuman atau bakteri yang ada disana, keadaan gigi geligi

yang rusak juga dapat menyebabkan faktor resiko karena gigi geligi yang

rusak dapat menjadi sumber infeksi. [1,2,5,6,8]

Tumor Tonsil 19

o Defisiensi nutrisi atau besi

Kurangnya diet buah dan sayuran dapat menyebabkan karsinoma tonsil karena

pada buah dan sayuran didapatkan antioksidan yang mengikat molekul

berbahaya penyebab mutasi gen sehingga mencegah terjadinya kanker. [1,2,5,6,8]

o Paparan radiasi

Dengan adanya paparan radiasi dapat menyebabkan mutasi gen sehingga lebih

meningkatkan resiko terkena karsinoma tonsil. [1,2,5,6,8]

o Yang terbaru adalah adanya pengaruh virus Epstein-Barr (EBV) dan

HPV (Human Papilloma Virus ). [1,2,5,6,8]

Patogenesis

Unsur-unsur penyebab kanker (onkogen) dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok

besar yaitu energi radiasi, senyawa kimia dan virus.

o Energi Radiasi

Sinar ultraviolet, sinar X dan sinar gamma merupakan unsur mutagenik dan

karsinogenik. Radiasi dari ultraviolet dapat menyebabkan terbentuknya

dimmer pirimidin. Kerusakan pada DNA diperkirakan menjadi mekanisme

dasar timbulnya karsinogenitas akibat energi radiasi. Selain itu, sinar radiasi

menyebabkan terbentuknya radikal bebas didalam jaringan. Radikal bebas

yang terbentuk dapat berinteraksi dengan DNA dan makromolekul lainnya

sehingga terjadi kerusakan molekular. [1,2,5,6,8]

o Senyawa Kimia

Sejumlah besar senyawa kimia bersifat karsinogenik. Kontak dengan senyawa

kimia dapat terjadi akibat pekerjaan seseorang, makanan, atau gaya hidup.

Adanya interaksi senyawa kimia karsinogen dengan DNA dapat

mengakibatkan kerusakan pada DNA. Kerusakan ini ada yang masih dapat

diperbaiki dan ada yang tidak. Kerusakan pada DNA yang tidak dapat

diperbaiki dianggap sebagai penyebab timbulnya proses karsinogenesis.[1,2,5,6,8]

o Virus

Virus onkogenik mengandung DNA atau RNA sebagai genomnya. Adanya

infeksi virus pada suatu sel dapat mengakibatkan transformasi maligna, hanya

Tumor Tonsil 20

saja bagaimana protein virus dapat menyebabkan transformasi masih belum

diketahui secara pasti. [1,2,5,6,8]

Histopatologi

Asal dari struktur epithelial dan struktur limfoid. Kebanyakan berupa karsinoma sel

skuamosa. Karsinoma sel skuamosa timbul sebagai lesi ulseratif dengan ujung yang

nekrotik, biasanya dikelilingi oleh reaksi radang. Jika tumor tetap sebagai lesi

ulseratif, seringkali dikelilingi oleh daerah leukoplakia jenis pra maligna. Pada

awalnya tumor menyebar sepanjang permukaan mukosa, akhirnya meluas ke dalam

jaringan lunak di bawahnya. Secara patologi, tumor-tumor ini digolongkan

berdasarkan gambaran histologi yang dihubungkan dengan perjalanan klinis. Secara

sederhana, semua klasifikasi berkisar dari berdiferensiasi baik (tingkat keganasan

rendah) sampai berdiferensiasi buruk (tingkat keganasan tinggi). [1,2,5,6,8]

Gambar 2.18.Karsinoma Sel Skuamosa Tonsil

Patofisiologi

Pada tahap awal terjadi inisiasi karena ada inisiator yang memulai pertumbuhan

sel yang abnormal. Inisiator ini dibawa oleh zat karsinogenik, bersamaan dengan atau

setelah inisiasi, terjadi proses promosi yang dipicu oleh promotor sehingga terbentuk

sel yang polimorfis dan anaplastik. Selanjutnya terjadi progesi yang ditandai dengan

invasi sel-sel ganas ke membran basalis. [1,2,5,6,8]

Faktor utama yang menyebabkan inisiasi keganasan adalah akibat

ketidakmampuan DNA untuk memperbaiki sistem yang mendeteksi adanya

Tumor Tonsil 21

transformasi sel akibat paparan onkogen . kerusakan pada DNA meliputi hilangnya

atau bertambahnya kromosom, penyusunan ulang kromosom dan penghapusan kode

kromosom. Penghapusan atau penggandaan bagian kromosom memungkinkan untuk

ditempati oleh onkogen atau gen supresor tumor sedangkan penyusunan ulang

kromosom dapat berubah menjadi aktivasi karsinogenik. [1,2,5,6,8]

Karsinoma biasanya mengenai daerah tonsil. Daerah ini meluas dari trigonum

retromolar termasuk arkus tonsila posterior dan anterior demikian juga dengan fosa

tonsilarnya sendiri. Tumor yang meluas ke inferior ke dasar lidah dan ke superior

pada palatum mole. [1,2,5,6,8]

Diagnosa

Anamnesa

o Awal

Gangguan menelan yaitu rasa tidak enak/sakit/perasaan menusuk

Kadang ada darah pada saliva

Nyeri menjalar pada telinga ( otalgia ) karena nyeri alih (referred pain)

Unilateral tetapi bisa juga bilateral

Merasa seperti ada benda asing

Rasa nyeri dilidah dan gangguan gerakan lidah [1,2,5,6,8]

o Lanjut

Trismus

Hipersalivasi

Foetor ex ore [1,2,5,6,8]

Gambar 2.19. Karsinoma Tonsil

Tumor Tonsil 22

Pemeriksaan Fisik Status Lokalis

a. Inspeksi ( Tonsil )

Pasien diminta untuk membuka mulutnya lebar-lebar, menjulurkan

lidahnya dan bernafas perlahan-lahan melalui mulutnya. Kadang-kadang

membiarkan lidah tetap berada didasar mulut akan membuatnya dapat

dilihat dengan lebih baik.

Pemeriksa memegang spatula lidah dengan tangan kanannya dan sumber

cahaya ditangan kirinya atau dapat melalui head lamp.

Spatula lidah harus diletakkan pada sepertiga tengah lidah. Lidah ditekan

dan dibawa kedepan.

Kemudian kita mulai menilai adanya pembesaran unilateral, bagaimana

keadaan permukaannya umumnya tidak rata dan adanya ulserasi atau

tidak. [1,2,5,6,8]

b. Palpasi ( leher )

o Posisi pasien duduk dan kepala pasien sedikit fleksi, kemudian lakukan

palpasi dengan jari tangan kiri dan kanan kita dari anterior maupun posterior .

o Nilailah apa teraba massa tumor ( letak, besar, konsistensi, fiksasi pada kulit

dan jaringan sekitarnya ) dan pembesaran kelenjar regional ( lokasi, ukuran

dan jumlah ). [1,2,5,6,8]

c. Laringoskopi Indirek

o Kita siapkan head lamp , cermin laring dan kasa.

o Pakailah head lamp. Pasien posisi duduk dan disuruh membuka mulut.

Cermin laring dipanaskan dengan menggunakan korek api ( sumber panas )

kemudian kita tekankan pada kulit tangan kita agar memastikan tidak terlalu

panas saat akan dimasukan kedalam mulut, suhu yang diharapkan adalah

hangat. Tujuan dipanaskan adalah agar tidak berembun sewaktu pasien

bernafas.

o Evaluasi dan umumnya ditemukan perluasan ke pangkal lidah, arkus anterior-

posterior. [1,2,5,6,8]

d. Pemeriksaan dengan jari telunjuk

Ada atau tidaknya fiksasi palatum atau lidah. [1,2,5,6,8]

Tumor Tonsil 23

e. Pemeriksaan Rhinoskopi posterior

o Menempatkan kaca kecil dalam orofaring dan permukaan kaca langsung

menghadap ke nasofaring.

o Sumber cahaya koaksial kembali diperlukan disini untuk mendapat iluminasi

dan visualisasi yang baik.

o Biasanya ditemukan adanya ekstensi ke nasofaring, permukaan atas palatum

mole. [1,2,5,6,8]

Pemeriksaan Penunjang

Biopsi ( diagnosis pasti )

Keganasan tonsil perlu diagnostik pasti dari patologi anatomi untuk memastikan

hal tersebut. Biopsi dilakukan pada massa tumor ( insisional ). [1,2,5,6,8]

Laboratorium

Disini kita lebih melihat pada fungsi hepar agar kita dapat mengetahui

kemungkinan riwayat minum alkohol. [1,2,5,6,8]

Radiologi

o CT scan leher dengan atau tanpa kontras untuk menilai metastasis luas tumor.

o CT scan thorax untuk menilai metastasis khususnya kedaerah paru-paru.

o MRI untuk menilai ukuran tumor dan invasi jaringan lunak. [1,2,5,6,8]

Panendoskopi

Panendoskopi merupakan tindakan operatif endoskopi untuk memastikan

diagnosa dan staging dan mengetahui adanya synchronous primary tumor,

meliputi laringoskopi direk, esofagoskopi dan trakeo-bronkoskopi. [1,2,5,6,8]

Test Human Papilloma Virus ( HPV )

NCCN guidline merekomendasikan test HPV untuk menilai prognosis.

Pemeriksaan dilakukan menggunakan metode quantitative reverse transcriptase

PCR ( QRT-PCR ). [1,2,5,6,8]

Test Epstein-Barr Virus (EBV)

Pemeriksaan serologi IgA anti EA (early antigen) dan igA anti VCA (capsid

antigen) untuk infeksi virus E-B. [1,2,5,6,8]

Tumor Tonsil 24

Staging

Staging karsinoma tonsil menurut America Joint Comimitee on Cancer (AJCC) edisi

ke-6. Klasifikasi meliputi ukuran tumor primer (T), kejadian, ukuran, jumlah, dan

lokasi metastase regional (N), kejadian metastase jauh atau tidak (M). [1,2,5,6,8]

Staging ukuran tumor karsinoma tonsil

Tx : tumor primer tidak dapat dinilai

T0 : tidak ada kejadian tumor primer

Tis : Karsinoma insitu

T1 : Diameter tumor ≤ 2 cm

T2 : Diameter tumor 2-4 cm

T3 : Diameter tumor > 4cm

T4a : Tumor meluas ke laring, otot-otot lidah yang lebih dalam atau ekstrinsik,

otot pterygoid medial, palatum durum atau mandibula.

T4b : Tumor meluas ke otot pterygoid lateral, lempeng pterygoid, nasofaring

lateral, basis crania atau arteri karotis.

Kejadian, ukuran, jumlah dan lokasi metastase regional

Nx : Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai

N0 : Tidak ada metastase ke kelenjar limfe regional

N1 : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter ≤ 3 cm

N2 : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter 3-6 cm;

ke kelenjar limfe regional multiple diameter < 6 cm, kelenjar limfe bilateral atau

kontralateral, diameter < 6cm

N2a : Metastase ke kelenjar limfe regional ipsilateral tunggal, diameter 3-6 cm

N2b : Metastase ke kelenjar limfe regional multiple, diameter < 6 cm

N2c : Metastase ke kelenjar limfe bilateral atau kontralateral, diameter < 6 cm

N3 : Metastase ke kelenjar limfe, diameter > 6 cm

Metastase jauh

Mx : Metastase jauh tidak dapat dinilai

M0 : Tidak ada metastase jauh

M1 : Terdapat metastase jauh

Tumor Tonsil 25

Tabel 2.2. TNM dan klasifikasi staging karsinoma tonsil

Stage 0 Tis N0 M0

Stage I T1 N0 M0

Stage II T2 N0 M0

Stage III T1,T2

T3

N1

N0,N1

M0

M0

Stage IVa T1,T2,T3

T4a

N2

N0,N1,N2

M0

M0

Stage IVb T4b

Any T

Any N

N3

M0

M0

Stage IVc Any T Any N M1

Penatalaksanaan

Prinsip terapi adalah pembedahan , radioterapi ataupun kombinasi keduanya maupun

kemoterapi. Pada dasarnya terapi didasarkan pada stadium tumor yaitu berdasarkan

ukuran tumor, ada atau tidaknya metastase ke kelenjar limfe, ketersediaan fasilitas

radioterapi atau bedah, keadaan umum pasien dan persetujuan pasien. [1,2,5,6,8]

1. Stadium I dan II

Dilakukan operasi ekstirpasi tumor dan diteruskan dengan radiasi.

2. Stadium III dan IV

Jika masih operable dilakukan operasi yang diikuti dengan kemoterapi dan

radiasi.

Operasi yang dilakukan berupa reseksi tumor dan jika perlu dapat dikombinasi

dengan diseksi leher radikal. [1,2,5,6,8]

Prognosis

Prognosis tergantung pada stadium tumor saat didiagnosis. Semakin lanjut

stadiumnya maka semakin jelek prognosisnya. Jika tumor sudah masuk ke dalam

jaringan, prognosis menjadi lebih jelek dan pada terapi sering harus diikuti dengan

diseksi leher. Survival rate selama 5 tahun pada pengobatan karsinoma tonsil

berdasarkan stadium tumor : [1,2,5,6,8]

o Stadium I : 80 %

Tumor Tonsil 26

o Stadium II : 70 %

o Stadium III : 40 %

o Stadium IV : 30%

2.5.2.2. Limfoma Tonsil

Limfoma tonsil sulit dibedakan dengan “undifferentiated” karsinoma dan limfoma

marker diperlukan untuk menegakkan diagnosis. Studi tersebut memerlukan sejumlah

besar jaringan yang dikirim dalam keadaan segar ( dalam normal saline, bukan dalam

larutan formaldehida ) kepada ahli patologi. Ini merupakan alasan mengapa setelah

tonsilektomi lebih baik diperiksa jaringannya. [1,2,5,6,8]

Limfoma merupakan jenis yang paling umum kedua pada keganasan tonsil.

Limfoma tonsil biasanya ditandai dengan massa submukosa dan pembesaran asimetris

pada salah satu tonsil. Bila terdapat limfadenopati, maka pembesaran kelenjar getah

bening diamati pada sisi yang sama. [1,2,5,6,8]

Definisi

Limfoma maligna adalah kelompok neoplasma maligna/ganas yang muncul dalam

kelenjar limfe atau jaringan limfoid ekstranodal yang ditandai dengan proliferasi atau

akumulasi sel-sel jaringan limfoid (limfosit, histiosit dengan pra-sel dan derivatnya).[1,2,5,6,8]

Gambar 2.20. Limfoma Maligna Tonsil

Epidemiologi

Dinegara maju, limfoma relatif jarang yaitu kira-kira 2% dari jumlah kanker yang

ada. Akan tetapi menurut laporan berbagai sentral patologi diIndonesia, tumor ini

merupakan terbanyak setelah kanker serviks uteri, payudara dan kulit. Limfoma

Tumor Tonsil 27

Hodgkin sering terjadi pada usia 20-40 tahun dan sesudah 50 tahun sedangkan

limfoma non-hodgkin sering terjadi pada usia tua dengan puncaknya pada usia diatas

60 tahun. [1,2,5,6,8]

Etiologi

Limfoma merupakan golongan gangguan limfoproliferatif. Penyebab pastinya belum

diketahui, tetapi dikaitkan dengan virus, khususnya Epstein Barr virus. Adanya

peningkatan insiden penderita limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin pada kelompok

penderita AIDS ( Acquired Immunodeficiency Syndrome ) pengidap virus HIV karena

inflamasi kronis karena penyakit autoimun, faktor lingkungan seperti pajanan bahan

kimia ( pestisida, herbisida, bahan kimia organik,dan lain-lain ) serta paparan radiasi,

dan kemungkinan faktor genetik. [1,2,5,6,8]

Klasifikasi

Dua kategori besar limfoma dilakukan atas dasar histopatologi mikroskopis dari

kelenjar limfe yang terlibat. Dibagi menjadi dua bagian besar yaitu Limfoma Hodgkin

dan Limfoma non-Hodgkin. Kelompok terakhir kemudian dibagi kedalam sarkoma

sel retikulum dan limfosarkoma. [1,2,5,6,8]

Limfoma Hodgkin dibagi lagi menjadi empat jenis yaitu Limfosit predominan,

sklerosis nodular, sel-sel campur, pengurangan limfosit. Limfoma non-hodgkin lebih

kompleks dan tergantung pada sifat-sifat morfologik maupun imunologik. Telah

dikembangkan tiga sistem. Rappaport yang membagi-bagi tumor kedalam limfositik

berdiferensiasi baik, limfositik berdiferensiasi buruk, histiosit-limfosit campuran, dan

berdiferensiasi buruk yang difus. [1,2,5,6,8]

Disamping klasifikasi ini ada juga jenis pengklasifikasian berdasarkan penilaian

klinik, radiologik, dan pembedahan yang lebih jauh membagi penyakit kedalam

stadium I sampai IV tergantung luasnya penyakit. [1,2,5,6,8]

Tabel 2.3. Klasifikasi Stadium Limfoma oleh Ann Arbor yang telah dimodifikasi

oleh Ostwell

Stadium I Mengenai daerah kelenjar getah bening tunggal (I) atau mengenai

organ atau daerah ekstralimfatik tunggal (IE)

Stadium II Terkenanya dua atau lebih kelenjar getah bening (jumlah disebutkan)

pada sisi diafragma yang sama (II) atau terkenanya organ

Tumor Tonsil 28

ektralimfatik lokal atau lebih kelenjar getah bening terletak pada sisi

diafragma yang sama (IIE)

Stadium III Terkenanya daerah kelenjar getah bening pada kedua sisi diafragma

(III), yang juag disertai terkenanya organ atau daerah ektralimfatik

lokal (IIIE), dengan terkenaya limpa (IIIS) atau keduanya (IIIE+S)

Stadium IV Terkenanya satu atau lebih organ ekstralimfatik yang difus atau

tersebar atau jaringan dengan atau tanpa disertai pembesaran kelenjar

getah bening

Setiap stadium dibagi lagi menjadi kategori 169A”dan “B”,”B” untuk mereka dengan

gejala-gejala umum yang ditegaskan dan “B” untuk mereka yang tanpa gejala

tersebut.

Gambar 2.21. Stadium Limfoma

Histopatologi

o Limfoma Hodgkin

Sediaan menunjukkan kelenjar getah bening dengan arsitektur tidak teratur.

Ciri khasnya adalah dengan ditemukannya sel datia Reed Sternberg, meskipun

terkadang tidak dijumpai. Sel lain yang juga merupakan ciri khas adalah sel

lakunar ( menyerupai sel datia Reed Sternberg, tetapi lebih kecil ) dan sel

mononuklear Hogkin. Sel Reed Sternberg mempunyai gambaran khas, tampak

besar dengan 2 inti yang saling berhadapan atau disebut mirror image, karena

Tumor Tonsil 29

letak kedua inti sel seperti bayangan objek pada cermin. Kadang-kadang

ditemukan sel tumor yang dikelilingi oleh zona halo dan nukleolus yang jelas

sehingga dinamakan owl eye. [1,2,5,6,8]

Gambar 2.22. Reed Sternberg Cell

Gambar 2.23. Owl Eye Cell

o Limfoma non-hodgkin

Tampak jaringan kelenjar limfe dengan arsitektur sudah tidak teratur,

menghilang dan sebagian besar sudah diganti oleh sel ganas yang bentuknya

lebih besar dari sel limfosit. Inti sel tampak hiperkromatik, pleomorfik dengan

nukleoli nyata. Mitosis biasanya terlihat jelas. [1,2,5,6,8]

Tumor Tonsil 30

Gambar 2.24. Limfoma non-Hodgkin

Patofisiologi

Ada empat kelompok gen yang menjadi sasaran kerusakan

genetik pada sel-sel tubuh manusia, termasuk sel-sel limfoid, yang

dapat menginduksi terjadinya keganasan. Gen-gen tersebut adalah

proto-onkogen, gen supresor tumor, gen yang mengatur apoptosis,

gen yang berperan dalam perbaikan DNA. [1,2,5,6,8]

Proto-onkogen merupakan gen seluler normal yang

mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi, gen ini dapat

bermutasi menjadi onkogen yang produknya dapat menyebabkan

transformasi neoplastik, sedangkan gen supresor tumor adalah gen

yang dapat menekan proliferasi sel (antionkogen). Normalnya,

kedua gen ini bekerja secara sinergis sehingga proses terjadinya

keganasan dapat dicegah. Namun, jika terjadi aktivasi proto-

onkogen menjadi onkogen serta terjadi inaktivasi gen supresor

tumor, maka suatu sel akan terus melakukan proliferasi tanpa henti. [1,2,5,6,8]

Gen lain yang berperan dalam terjadinya kanker yaitu gen yang

mengatur apoptosis dan gen yang mengatur perbaikan DNA jika

terjadi kerusakan. Gen yang mengatur apoptosis membuat suatu

sel mengalami kematian yang terprogram, sehingga sel tidak dapat

Tumor Tonsil 31

melakukan fungsinya lagi termasuk fungsi regenerasi. Jika gen ini

mengalami inaktivasi, maka sel-sel yang sudah tua dan seharusnya

sudah mati menjadi tetap hidup dan tetap bisa melaksanakan

fungsi regenerasinya, sehingga proliferasi sel menjadi berlebihan.

Selain itu, gagalnya gen yang mengatur perbaikan DNA dalam

memperbaiki kerusakan DNA akan menginduksi terjadinya mutasi

sel normal menjadi sel kanker. [1,2,5,6,8]

Gambar 2.25. Skema Patofisiologi Terjadinya Keganasan

Diagnosis

Anamnesa

o Pembengkakan kelenjar getah bening. Pada Limfoma Hodgkin 80% terdapat

pada kelenjar getah bening leher, kelenjar ini multiple, tidak nyeri dan bebas.

Tumor Tonsil 32

Pada Limfoma non-Hodgkin dapat tumbuh pada kelompok kelenjar getah

bening lain misalnya pada traktus digestivus atau pada organ-organ parenkim.

o Demam

o Gatal-gatal

o Berat badan menurun lebih dari 10% tanpa diketahui penyebabnya

o Nafsu makan menurun

o Daya kerja menurun

o Kadang-kadang disertai sesak nafas

o Nyeri setelah mendapat asupan alkohol (15-20%)

o Pola perluasan limfoma Hodgkin sistematis secara sentripetal dan relatif lebih

lambat sedangkan pola perluasan pada limfoma non-Hodgkin tidak sistematis

dan relatif lebih cepat bermetastase ketempat yang jauh [1,2,5,6,8]

Pemeriksaan fisik

o Palpasi kelenjar getah bening terutama disupraklavikula, aksila dan inguinal.

o Hepar dan lien mungkin teraba membesar. [1,2,5,6,8]

Pemeriksaan penunjang

o Darah Lengkap

o Alkali Fosfat, SGOT dan SGPT untuk melihat adanya keterlibatan hati.

o FNAB ( Fine Needle Aspiration Biopsi )

Ciri khas Limfoma Hodgkin adalah populasi Limfosit, Pleomorfik dan

adanya sel Reed Sternberg. Apabila sel Reed Sternberg sulit ditemukan

adanya sel Hodgkin berinti satu atau dua yang berukuran besar dapat

dipertimbangkan sebagai parameter sitologi Limfoma Hodgkin. Penyulit

diagnosis Sitologi biopsi aspirasi pada Limfoma non-Hodgkin adalah kurang

sensitif dalam membedakan Limfoma non-Hodgkin yang hanya mempunyai

subtipe difus, sitologi, biopsi aspirasi dapat dipergunakan sebagai diagnosis

definitif.

Apabila ditemukan sitologi negatif dan tidak sesuai dengan gambaran

klinis maka sebaiknya kita menggunakan biopsi insisi atau eksisi.

Histopatologi biopsi tumor sangat penting, selain untuk diagnosis juga

Tumor Tonsil 33

identifikasi subtipe histopatologi walaupun sitologi biopsi aspirasi jelas

limfoma Hodgkin ataupun limfoma non-Hodgkin.

o Radiologi

Foto Thorax

Untuk mencari kalau ada perluasan mediastinal atau pleural.

Limfangiografi

Untuk mengetahui pembesaran kelenjar limfe tetapi sebaiknya

tindakan awal kita tetap menggunakan CT-Scan terlebih dahulu jika

negatif baru kita menggunakan limfangiografi karena kadang-kadang

terdapat struktur kelenjar getah bening yang abnormal yang tidak

dapat dilihat dengan CT-Scan sehingga kita menggunakan

limfangiografi.

USG

Untuk mencari kalau ada perluasan ke hati.

CT-Scan

Untuk mencari kalau ada perluasan ke mediastinal atau pleural. [1,2,5,6,8]

Penatalaksanaan

a. Pembedahan

Pembedahan hanya dilakukan untuk mendukung proses

penegakan diagnosis melalui surgical biopsy. [1,2,5,6,8]

b. Radioterapi

Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam

pengobatan limfoma, terutama limfoma hodgkin di mana

penyebaran penyakit ini lebih sulit untuk diprediksi. Beberapa

jenis radioterapi yang tersedia telah banyak digunakan untuk

mengobati limfoma hodgkin seperti radioimunoterapi dan

radioisotop. Radioimunoterapi menggunakan antibodi

monoclonal seperti CD20 dan CD22 untuk melawan antigen

spesifik dari limfoma secara langsung, sedangkan radioisotop

Tumor Tonsil 34

menggunakan 131Iodine atau 90Yttrium untuk irradiasi sel-sel

tumor secara selektif. Teknik radiasi yang digunakan didasarkan

pada stadium limfoma itu sendiri, yaitu: [1,2,5,6,8]

Untuk stadium I dan II secara mantel radikal

Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi

Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation

Untuk stadium IV secara total body irradiation

Gambar 2.26. Berbagai macam teknik radiasi

c. Kemoterapi

Untuk stadium I dan II dapat pula diberi kemoterapi pre radiasi atau pasca radiasi.

Kemoterapi yang dipakai adalah kombinasi: [1,2,5,6,8]

COP ( Untuk Limfoma non-Hodgkin)

o Cyclophosphamide 800 mg/m2 hari I

o Oncovin 1,4 mg/m2 IV hari I

o Prednison 60 mg/m2 hari I-VII lalu tappering off

MOPP ( Untuk Limfoma Hodgkin )

o Nitrogrn Mustrad 6 mg/m2 hari I-VIII

o Oncovin 1,4mg/m2 hari I-VIII

o Prednison 60 mg/m2 hari I-XIV

o Procarbazin 100 mg/m2 hari I-XIV

d. Imunoterapi

Tumor Tonsil 35

Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-α, di mana interferon-α

berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun akibat pemberian

kemoterapi. [1,2,5,6,8]

Komplikasi

Ada dua jenis komplikasi yang dapat terjadi pada penderita limfoma maligna, yaitu

komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dan komplikasi karena

penggunaan kemoterapi. Komplikasi karena pertumbuhan kanker itu sendiri dapat

berupa pansitopenia, perdarahan, infeksi, kelainan pada jantung, kelainan pada paru-

paru, sindrom vena cava superior, kompresi pada spinal cord, kelainan neurologis,

obstruksi hingga perdarahan pada traktus gastrointestinal, nyeri, dan leukositosis jika

penyakit sudah memasuki tahap leukemia. Sedangkan komplikasi akibat penggunaan

kemoterapi dapat berupa pansitopenia, mual dan muntah, infeksi, kelelahan,

neuropati, dehidrasi setelah diare atau muntah, toksisitas jantung akibat penggunaan

doksorubisin, kanker sekunder, dan sindrom lisis tumor. [1,2,5,6,8]

Prognosis

Menurut The International Prognostic Score, prognosis limfoma hodgkin ditentukan

oleh beberapa faktor di bawah ini, antara lain: [1,2,5,6,8]

Serum albumin < 4 g/dL

Hemoglobin < 10.5 g/dL

Jenis kelamin laki-laki

Stadium IV

Usia 45 tahun ke atas

Jumlah sel darah putih > 15,000/mm3

Jumlah limfosit < 600/mm3 atau < 8% dari total jumlah sel darah putih

Jika pasien memiliki 0-1 faktor di atas maka harapan hidupnya mencapai 90%,

sedangkan pasien dengan 4 atau lebih faktor-faktor di atas angka harapan hidupnya

hanya 59%. [1,2,5,6,8]

Sedangkan untuk limfoma non-hodgkin, faktor yang mempengaruhi prognosisnya

antara lain: [1,2,5,6,8]

Usia (>60 tahun)

Ann Arbor stage (III-IV)

Tumor Tonsil 36

Hemoglobin (<12 g/dL)

Jumlah area limfonodi yang terkena (>4)

Serum LDH (meningkat)

Dikelompokkan menjadi tiga kelompok resiko, yaitu resiko rendah (memiliki 0-1

faktor di atas), resiko menengah (memiliki 2 faktor di atas), dan resiko buruk

(memiliki 3 atau lebih faktor di atas). [1,2,5,6,8]

2.6. Diagnosa Banding

2.6.1.Tonsilitis

Definisi

Tonsilitis merupakan suatu peradangan pada tonsil yang disebabkan karena bakteri atau

virus, prosesnya bisa akut maupun kronis. [1,2,5,6,8]

Etiologi

Penyebab tonsilitis menurut (Firman S, 2006) dan (Soepardi, Effiaty Arsyad,dkk, 2007)

adalah infeksi kuman Streptococcus beta hemolyticus, Streptococcus viridans, dan

Streptococcus pyogenes. Dapat juga disebabkan oleh infeksi virus. [1,2,5,6,8]

Patofisiologi

Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut. Tonsil berperan

sebagai filter, menyelimuti organisme yang berbahaya tersebut. Hal ini akan memicu

tubuh untuk membentuk antibodi terhadap infeksi yang akan datang. [1,2,5,6,8]

Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila epitel terkikis maka jaringan limfoid

superficial mengadakan reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit

poli morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak

kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel

yang terlepas, suatu tonsilitis akut dengan detritus disebut tonsilitis falikularis, bila

bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsilitis lakunaris. Tonsilitis

dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga menjadi parah. Pasien hanya

mengeluh merasa sakit tenggorokannya sehingga berhenti makan. [1,2,5,6,8]

Tonsilitis dapat menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar

getah bening melemah didalam daerah sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot,

Tumor Tonsil 37

kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit pada telinga. Sekresi

yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan, belakang tenggorokan akan

terasa mengental. Hal-hal yang tidak menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah

72 jam. Bila bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membrane semu

(Pseudomembran), sedangkan pada tonsilitis kronik terjadi karena proses radang berulang

maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga pada proses penyembuhan,

jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang

antara kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini meluas

sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan dengan jaringan sekitar

fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe

submandibula. [1,2,5,6,8]

Klasifikasi

a. Tonsilitis Akut

o Tonsilitis viral

Tonsilitis dimana gejalanya lebih menyerupai commond cold yang disertai rasa

nyeri tenggorok. Penyebab yang paling sering adalah virus Epstein Barr.

Hemofilus influenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjadi

infeksi virus coxschakie, maka pada pemeriksaan rongga mulut akan tampak luka-

luka kecil pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri dirasakan pasien. [1,2,5,6,8]

o Tonsilitis bakterial

Radang akut tonsil dapat disebabkan kuman grup A Streptokokus, β

hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pneumokokus,

Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes. Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel

jaringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit

polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsillitis akut dengan

detritus yang jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini

menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris. [1,2,5,6,8]

Tumor Tonsil 38

Gambar 2.27. Perbedaan Tonsilitis Bakteri dan Virus

b. Tonsilitis Membranosa

o Tonsilitis difteri

Tonsilitis difteri merupakan tonsilitis yang disebabkan kuman Corynebacterium

diphteriae. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak-anak berusia kurang dari

10 tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-5 tahun. [1,2,5,6,8]

Gambar 2.28. Tonsilitis Difteri

o Angina Plaut Vincent ( Tonsilitis Ulseronekrotik )

Tumor Tonsil 39

Tonsilitis yang disebabkan karena bakteri spirochaeta atau treponema yang

didapatkan pada penderita dengan higiene mulut yang kurang dan defisiensi

vitamin C. [1,2,5,6,8]

Gambar 2.29. Angina Plaut Vincent ( Tonsilitis Ulseronekrotik )

c. Tonsilitis Kronik

Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa

jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik, dan

pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. [1,2,5,6,8]

Gambar 2.30. Tonsilitis Kronik

Diagnosis

o Anamnesa

Gejala yang ditemukan pada umumnya adalah :

Nyeri tenggorokan

Tumor Tonsil 40

Disfagia bahkan pada derajat yang berat pasien sulit dan menolak makan

dan minum melalui mulut

Suhu badan meningkat terutama pada tonsillitis akut

Kadang-kadang ditemukan otalgia [1,2,5,6,8]

o Pemeriksaan Fisik

Tonsilitis akut ( Virus dan Bakteri )

Tonsil tampak membesar dan meradang ( hiperemia ) dan tampak

bercak-bercak dan kadang-kadang diliputi oleh eksudat. Eksudat

mungkin berwarna keabu-abuan atau kekuningan. Eksudat ini

dapat berkumpul dan membentuk membrane dan pada beberapa

kasus dapat terjadi nekrosis jaringan lokal. [1,2,5,6,8]

Tonsililitis Difteri

Tampak pseudomembran faring abu-abu yang khas dan dapat

meluas sampai dengan tonsil dan faring posterior ke palatum mole,

hipofaring, dan laring serta dapat menyebabkan obstruksi nafas.[1,2,5,6,8]

Angina Plaut Vincent ( Tonsilitis Ulseronekrotik )

Kedua tonsila palatina menunjukkan ulserasi yang ditutupi oleh

pseudomembran fibrinopurulen abu-abu kotor. [1,2,5,6,8]

Tonsilitis kronik

Tonsil tampak membesar dengan adanya hipertrofi jaringan parut.

Sebagian kripta tampak mengalami stenosis, tapi eksudat yang

seringkali purulen dapat diperlihatkan dari kripta-kripta tersebut.

Tetapi dapat pula ditemukan tonsil yang kecil dan biasanya

membuat lekukan dimana tepinya hiperemis dan terdapat sejumlah

kecil sekret purulen yang tipis, seringkali dapat diperlihatkan dari

kripta. [1,2,5,6,8]

o Pemeriksaan Penunjang

Tumor Tonsil 41

Laboratorium

Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan jenis bakteri, pemeriksaan

jumlah leukosit dan hitung jenisnya, serta laju endap darah. [1,2,5,6,8]

Kultur

Untuk memastikan jenis patogennya. [1,2,5,6,8]

Komplikasi

1. Abses peritonsil

Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan palatum mole, abses ini

terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan biasanya disebabkan oleh streptococcus

group A . [1,2,5,6,8]

2. Otitis media akut

Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba auditorius (eustachii) dan

dapat mengakibatkan otitis media yang dapat mengarah pada ruptur spontan gendang

telinga. [1,2,5,6,8]

3. Mastoiditis akut

Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan infeksi ke dalam sel-sel

mastoid. [1,2,5,6,8]

4. Laringitis

Merupakan proses peradangan dari membran mukosa yang membentuk laring.

Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang disebabkan bisa karena virus, bakteri,

lingkungan, maupun karena alergi. [1,2,5,6,8]

5. Sinusitis

Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satu atau lebih dari

sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau ruangan berisi udara dari

dinding yang terdiri dari membran mukosa. [1,2,5,6,8]

6. Rhinitis

Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal dan

nasofaring. [1,2,5,6,8]

Penatalaksanaan

o Tonsilitis Viral

Tumor Tonsil 42

Istirahat, minum cukup, analgetika dan antivirus diberikan jika gejala

berat. [1,2,5,6,8]

o Tonsilitis Bakterial

Antibiotika spektrum luas seperti penisilin, eritromisin, antipiretik dan

obat kumur yang mengandung disinfektan. [1,2,5,6,8]

o Tonsilitis Difteri

Anti Difteri Serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur,

dengan dosis 20.000-100.000 unit tergantung dari umur dan beratnya

penyakit.

Antibiotika Penisilin atau Eritromisin 25-50 mg/KgBB dibagi dalam 3

dosis selama 14 hari.

Kortikosteroid 1,2mg/KgBB/hari.

Antipiretik untuk simptomatik.

Isolasi karena menular.

Istirahat ditempat tidur selama 2-3 minggu. [1,2,5,6,8]

o Angina Plaut Vincent ( Tonsilitis Ulseronekrotik )

Antibiotika spektrum luas selama 1 minggu, memperbaiki higiene mulut,

vitamin C dan vitamin B kompleks. [1,2,5,6,8]

o Tonsilitis Kronik

Terapi lokal ditujukan pada higiene mulut dengan berkumur atau obat

hisap. [1,2,5,6,8]

Pada semua kasus tonsilitis ada indikasi untuk dilakukan tonsilektomi. Menurut the American

Academy of Otolaryngology-Head and Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun

1995, indikasi tonsilektomi adalah : [1,2,5,6,8]

o Serangan tonsillitis lebih dari tiga kali pertahun walaupun telah mendapatkan

terapi yang adekuat.

o Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan gangguan

pertumbuhan orofasial.

o Sumbatan jalan nafas yang berupa hipertrofi tonsil dengan sumbatan jalan nafas,

sleep apnea, gangguan menelan, gangguan berbicara dan kor pulmonale.

Tumor Tonsil 43

o Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang tidak

berhasil hilang dengan pengobatan.

o Tonsillitis berulang yang disebabkan oleh bakteri grup A streptococcus ß

hemoliticus.

o Hipertrofi tonsil yang dicurigai adanya keganasan.

o Otitis media efusa/otitis media supuratif.

Gambar 2.31. Tonsilekomi

Abses Peritonsil ( Quinsy )

Definisi

Abses peritonsil adalah penimbunan nanah didaerah sekitar tonsil. [1,2,5,6,8]

Gambar 2.32. Abses Peritonsil

Etiologi

Tumor Tonsil 44

Proses ini terjadi sebagai komplikasi tonsilitis akut atau infeksi yang bersumber dari

kelenjar mukus Weber dikutub atas tonsil. Biasanya kuman penyebab sama dengan

penyebab tonsilitis, dapat ditemukan kuman aerob dan anaerob. [1,2,5,6,8]

Patologi

Daerah superior dan lateral fosa tonsilaris merupakan jaringan ikat longgar, oleh

karena itu infiltrasi supurasi ke ruang potensial peritonsil tersering menempati daerah ini,

sehingga tampak palatum mole membengkak. Hal ini menyebabkan edema palatum mole

pada sisi yang terkena dan pendorongan uvula melewati garis tengah. Pembengkakan

meluas kejaringan lunak sekitarnya menyebabkan rasa nyeri telan dan trismus. Walaupun

sangat jarang,abses peritonsil dapat terbentuk dibagian inferior. [1,2,5,6,8]

Pada stadium permulaan ( stadium infiltrat), selain pembengkakan tampak

permukaannya hiperemis. Bila proses berlanjut terjadi supurasi sehingga daerah tersebut

lebih lunak. Pembengkakan peritonsil akan mendorong tonsil dan uvula kearah

kontralateral. Bila proses berlangsung terus peradangan jaringan disekitarnya akan

menyebabkan iritasi pada Musculus pterygoid interna sehingga timbul trismus. [1,2,5,6,8]

Abses dapat pecah secara spontan sehingga mungkin dapat menyebabkan aspirasi

ke paru. [1,2,5,6,8]

Patofisiologi

Pada tonsillitis akut kuman menembus kapsul tonsil sehingga menyebabkan radang pada

jaringan ikat peritonsil sehingga terbentuk infiltrate terjadi supurasi sehingga menjadi

abses peritonsil. Biasanya unilateral dan banyak terdapat pada pasien dewasa. [1,2,5,6,8]

Diagnosis

Anamnesa

o Nyeri tenggorok hebat unilateral, spontan dan gangguan menelan

o Nyeri telinga, rinolalia, minum keluar lewat hidung

o Trismus, ptialismus

o Lidah kotor, foetor ex ore ( mulut berbau )

o Pembesaran kelenjar leher, nyeri tekan kadang-kadang sampai dengan tortikolis.

[1,2,5,6,8]

Pemeriksaan Fisik

Tumor Tonsil 45

o Kadang-kadang sukar memeriksa seluruh faring, karena trismus. Palatum mole

tampak membengkak dan menonjol ke depan, dapat teraba fluktuasi. Uvula

bengkak dan terdorong kesisi kontralateral. Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin

banyak detritus dan terdorong kearah tengah, depan dan bawah. [1,2,5,6,8]

Pemeriksaan Penunjang

o Laboratorium

Darah lengkap, elektrolit, dan kultur darah. Yang merupakan “gold standar” untuk

mendiagnosa abses peritonsilar adalah dengan mengumpulkan pus dari abses

menggunakan aspirasi jarum. [1,2,5,6,8]

o Radiologi

Posisi anteroposterior hanya menunjukkan “distorsi” dari jaringan tapi tidak

berguna untuk menentuan pasti lokasi abses. [1,2,5,6,8]

o CT scan

Pada tonsil dapat terlihat daerah yang hipodens yang menandakan adanya cairan

pada tonsil yang terkena disamping itu juga dapat dilihat pembesaran yang

asimetris pada tonsil. Pemeriksaan ini dapat membantu untuk rencana operasi.[1,2,5,6,8]

o Ultrasonografi

Simple dan noninvasif dan dapat membantu dalam membedakan antara selulitis

dan awal dari abses. Pemeriksaan ini juga bisa menentukan pilihan yang lebih

terarah sebelum melakukan operasi dan drainase secara pasti. [1,2,5,6,8]

Komplikasi

o Abses pecah spontan dapat mengakibatkan perdarahan, aspirasi paru atau piemia.

o Penjalaran infeksi dan abses kedaerah parafaring sehingga terjadi abses

parafaring. Pada penjalaran selanjutnya masuk ke mediastinum sehingga terjadi

mediastinitis.

o Bila terjadi penjalaran ke daerah intracranial dapat mengakibatkan thrombus sinus

kavernosus, meningitis dan abses otak. [1,2,5,6,8]

Penatalaksanaan

Tumor Tonsil 46

o Pada stadium infiltrasi, diberikan antibiotika golongan penisilin atau klindamisin

dan obat simptomatik. Juga perlu kumur-kumur dengan cairan hangat dan

kompres dingin pada leher.

o Jika terbentuk abses memerlukan pembedahan drainase, baik dengan teknik

aspirasi jarum atau dengan teknik insisi dan drainase. Tempat insisi adalah daerah

yang paling menonjol dan lunak atau pada pertengahan garis yang

menghubungkan dasar uvula dengan geraham atas terakhir pada sisi yang sakit.

o Kemudian pasien dianjurkan untuk operasi tonsilektomi. Pada umumnya

tonsilektomi dilakukan sesudah infeksi tenang yaitu 2-3 minggu sesudah drainase

abses. [1,2,5,6,8]

Gambar 2.33. Insisi Abses Peritonsil

BAB III

KESIMPULAN

Daerah orofaringeal dewasa ini banyak sekali ditemukan keadaan patologis baik yang

jinak maupun ganas. Penyakit tonsil dan adenoid merupakan masalah kesehatan yang sering

terjadi dalam masyarakat. Nyeri tenggorokan, infeksi saluran nafas atas dan penyakit telinga

yang terkait adalah keluhan yang paling sering ditemukan. Peranan tonsil dalam mekanisme

pertahanan tubuh masih diragukan meskipun fungsinya memproduksi sel-sel limfosit.

Tumor tonsil dewasa ini banyak ditemukan dengan berbagai macam penyebab dan dapat

mengenai usia berapapun. Semakin awal ditemukan maka prognosanys akan lebih baik.

Pada prinsipnya dalam menegakan diagnosa kita membutuhkan anamnesa yang baik,

pemeriksaan fisik yang tepat dan pemeriksaan penunjang yang sesuai. Penanganan dari masing-

masing tumor tonsil bervariasi tergantung jenis dan stadiumnya.

Tumor Tonsil 47

DAFTAR PUSTAKA

1. Adams, George, dkk. 1997. BOEIS BUKU AJAR PENYAKIT THT edisi 6. Jakarta: Penerbit

buku kedokteran EGC.

2. Ballenger JJ. Otorhinolaryngology. 1996. Head and Neck Surgery 15th. Philadelphia :

Williams & Wilkins

3. Carlos,Luiz Junqueira .2007.Histologi Dasar edisi 10. Jakarta: Penerbit buku kedokteran

EGC

4. Faiz O, Moffat D. 2004. At a glance anatomi. Jakarta: Erlangga

5. Mulyarjo, Kentjono Widodo Ario, dkk. 2005. Pedoman Diagnosis dan Terapi Bag/SMF

Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, dan Tenggorokan Edisi III. Surabaya : RS Dr. Soetomo

FK Universitas Airlangga

Tumor Tonsil 48

6. Roezin, averdi dan marlinda adham. 2010. Buku ajar ilmu kesehatan THT Kepala & Leher

Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

7. Snell, Richard S. 2006. Buku Anantomi Klinik Edisi VI. Jakarta: EGC

8. W. Desen. 2007. Tumor kepala dan leher Buku ajar onkologiklinis Edisi II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI

9. Permata, mega dkk. 2012. Makalah tumor Tonsil. Jakarta: RSUD Karawang FK Trisakti.

Tumor Tonsil 49