42
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing -masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Bentuk kronis dari otitis media terbagi dua yaitu otitis media supuratif kronik dan otitis media dengan efusi (Djaafar, 2007 dan Laiwani, 2008). Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk. Gejala otitis media supuratif kronis antara lain otorea yang bersifat purulen atau mukoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia, tinitus, rasa penuh di telinga dan vertigo (Djaafar, 2007). Otitis media supuratif kronik adalah suatu infeksi kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret 1

Isi Otitis Media Kronik

Embed Size (px)

DESCRIPTION

OMK

Citation preview

PAGE 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga bagian tengah, tuba Eustachius, antrum mastoid dan sel-sel mastoid. Otitis media terbagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif. Masing -masing mempunyai bentuk akut dan kronis. Bentuk kronis dari otitis media terbagi dua yaitu otitis media supuratif kronik dan otitis media dengan efusi (Djaafar, 2007 dan Laiwani, 2008).

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan otitis media akut menjadi otitis media kronis yaitu terapi yang terlambat diberikan, terapi tidak adekuat, virulensi kuman yang tinggi, daya tahan tubuh yang rendah (gizi buruk) atau hygiene buruk. Gejala otitis media supuratif kronis antara lain otorea yang bersifat purulen atau mukoid, terjadi gangguan pendengaran, otalgia, tinitus, rasa penuh di telinga dan vertigo (Djaafar, 2007).

Otitis media supuratif kronik adalah suatu infeksi kronis telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan riwayat keluarnya sekret dari telinga lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau kental, bening atau berupa nanah Jenis otitis media supuratif kronis dapat terbagi 2 jenis, yaitu OMSK tipe benigna dan OMSK tipe maligna ((Djaafar, 2007 dan Helmi, 2001 dalam Batubara, 2014).

Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK) merupakan lanjutan dari episode initial otitis media akut dengan karakteristik adanya sekret persisten dari telinga tengah melalui perforasi membran timpani. Ini menjadi masalah penting untuk mengatasi ketulian yang kini menimpa negara berkembang (WHO, 2004 dalam Nora, 2011).

Otitis media dengan efusi atau otitis media serosa kronik (OME) adalah keadaan terdapatnya sekret nonpurulen di telinga tengah sedangkan membran timpani utuh di mana sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala-gejala pada telinga yang berlangsung lama (Djaafar, 2007).

Survei prevalensi di seluruh dunia yang walaupun masih bervariasi dalam hal definisi penyakit, metode sampling serta mutu metodologi, menunjukkan beban dunia akibat OMSK melibatkan 65-330 juta orang dengan telinga berair, 60% diantaranya (39-200 juta) mengalami gangguan pendengaran yang signifikan. Diperkirakan 28000 mengalami kematian dan kurang dari 2 juta orang mengalami kecacatan; 94% terdapat di negara berkembang (WHO, 2004 dalam Nora, 2011).

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ilmiah ini adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman penulis dan pembaca tentang Otitis Media Kronik. Selain itu, makalah ilmiah ini juga merupakan salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Program Pendidikan Profesi Dokter di Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan periode 2015. BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI TELINGATelinga adalah alat indra yang memiliki fungsi untuk mendengar suara yang ada di sekitar kita sehingga kita dapat mengetahui / mengidentifikasi apayang terjadi di sekitar kita tanpa harus melihatnya dengan mata kepala kita sendiri. Telinga terdiri atas tiga bagian yaitu bagian luar, bagian tengah dan bagian dalam. (Boeis, 1997).

Gambar 1. Anatomi Telinga

A. Telinga Luar

Telinga luar terdiri atas auricula dan meatus akustikus eksternus. Auricula/ pinna merupakan gabungan dari rawan yang diliputi kulit. mempunyai bentuk yang khas dan berfungsi mengumpulkan getaran udara, auricula terdiri atas lempeng tulang rawan elastis tipis yang ditutupi kulit. Auricula juga mempunyai otot intrinsic dan ekstrinsik, yang keduanya dipersarafi oleh N.facialis (Boeis, 1997).Auricula atau lebih dikenal dengan daun telinga membentuk suatu bentuk unik yang terdiri dari antihelix yang membentuk huruf Y, dengan bagian crux superior di sebelah kiri dari fossa triangularis, crux inferior pada sebelah kanan dari fossa triangularis, antitragus yang berada di bawah tragus, sulcus auricularis yang merupakan sebuah struktur depresif di belakang telinga di dekat kepala, concha berada di dekat saluran pendengaran, angulus conchalis yang merupakan sudut di belakang concha dengan sisi kepala, crushelix yang berada di atas tragus, cymba conchae merupakan ujung terdekat dari concha, meatus akustikus eksternus yang merupakan pintu masuk dari saluran pendengaran, fossa triangularis yang merupakan struktur depresif didekat anthelix, helix yang merupakan bagian terluar dari daun telinga, incisura anterior yang berada di antara tragus dan antitragus, serta lobus yang berada dibagian paling bawah dari daun telinga, dan tragus yang berada di depan meatus akustikus eksternus (Boeis, 1997).

Yang kedua adalah meatus akustikus eksternus atau dikenal juga dengan liang telinga luar. Meatus akustikus eksternus merupakan sebuah tabung berkelok yang menghubungkan auricula dengan membran timpani. Pada orang dewasa panjangnya lebih kurang 1 inchi atau kurang lebih 2,5 cm,dan dapat diluruskan untuk memasukkan otoskop dengan cara menarikauricula ke atas dan belakang. Pada anak kecil auricula ditarik lurus kebelakang, atau ke bawah dan belakang. Bagian meatus yang paling sempit adalah kira-kira 5 mm dari membran timpani (Boeis, 1997).

Rangka sepertiga bagian luar meatus adalah kartilago elastis, dan dua pertiga bagian dalam adalah tulang yang dibentuk oleh lempeng timpani. Meatus dilapisi oleh kulit dan sepertiga luarnya mempunyai rambut, kelenjarsebasea, dan glandula seruminosa. Glandula seruminosa ini adalah modifikasi kelenjar keringat yang menghasilkan sekret lilin berwarna coklat kekuningan. Rambut dan lilin ini merupakan barier yang lengket, untuk mencegah masuknya benda asing (Boeis, 1997).B. Telinga Tengah

Telinga tengah adalah ruang berisi udara di dalam pars petrosa ossis temporalis yang dilapisi oleh membrana mukosa. Ruang ini berisi tulang-tulang pendengaran yang berfungsi meneruskan getaran membran timpani (gendang telinga) ke perilympha telinga dalam. Kavum timpani berbentukcelah sempit yang miring, dengan sumbu panjang terletak lebih kurang sejajardengan bidang membran timpani. Di depan, ruang ini berhubungan dengan nasopharing melalui tuba auditiva dan di belakang dengan antrum mastoid (Boeis, 1997).Telinga tengah mempunyai atap, lantai, dinding anterior, dinding posterior, dinding lateral, dan dinding medial, yaitu (Boeis, 1997):

Atap dibentuk oleh lempeng tipis tulang, yang disebut tegmen timpani,.

Lantai dibentuk di bawah oleh lempeng tipis tulang, yang mungkin tidak lengkap dan mungkin sebagian diganti oleh jaringan fibrosa. Lempeng ini memisahkan kavum timpani dari bulbus superior V. Jugularis interna.

Bagian bawah dinding anterior dibentuk oleh lempeng tipis tulang yang memisahkan kavum timpani dari A. Carotis interna.

Pada bagian atas dinding anterior terdapat muara dari dua buah saluran. Saluran yang lebih besar dan terletak lebih bawah menuju tuba auditiva, dan yang terletak lebih atas dan lebih kecil masukke dalam saluran untuk M. Tensor tympani. Septum tulang tipis, yang memisahkan saluran-saluran ini diperpanjang ke belakang pada dindingmedial, yang akan membentuk tonjolan mirip selat.

Di bagian atas dinding posterior terdapat sebuah lubang besar yang tidak beraturan, yaitu auditus antrum. Di bawah ini terdapat penonjolan yang berbentuk kerucut, sempit,kecil, disebut pyramis. Dari puncak pyramis ini keluar tendon M. Stapedius. Sebagian besar dinding lateral dibentuk oleh membran timpani.A. Membran TimpaniMembran timpani adalah membrana fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara. Membran ini terletak miring, menghadap ke bawah, depan, dan lateral. Permukaannya konkaf ke lateral. Pada dasar cekungannya terdapat lekukan kecil, yaitu umbo, yang terbentuk oleh ujung manubrium mallei. Bila membran terkena cahaya otoskop, bagian cekung ini menghasilkan refleks cahaya,yang memancar ke anterior dan inferior dari umbo (Boeis, 1997).Membran timpani berbentuk bulat dengan diameter lebih-kurang 1 cm. Pinggirnya tebal dan melekat di dalam alur pada tulang. Alur itu, yaitu sulcus timpanicus, di bagian atasnya berbentuk incisura. Dari sisi-sisi incisura ini berjalan dua plica, yaitu plica mallearis anterior dan posterior, yang menuju ke processus lateralis mallei. Daerah segitiga kecil pada membran timpani yang dibatasi oleh plika-plika tersebut lemas dan disebut pars flaccida. Bagian lainnya tegang disebut pars tensa. Manubrium mallei dilekatkan di bawah pada permukaan dalam membran timpani oleh membran mucosa. Membran tympani sangat peka terhadap nyeri dan permukaan luarnya dipersarafi oleh N.Auriculotemporalis dan Ramus Auricularis N. Vagus (Boeis, 1997). Dinding medial dibentuk oleh dinding lateral telinga dalam. Bagian terbesar dari dinding memperlihatkan penonjolan bulat, disebut promontorium, yang disebabkan oleh lengkung pertama cochlea yang ada dibawahnya. Di atas dan belakang promontorium terdapat fenestra vestibule yang berbentuk lonjong dan ditutupi oleh basis stapedis. Pada sisi medial fenestra terdapat perilympha scala vestibuli telinga dalam. Di bawah ujung posterior promontorium terdapat fenestra cochleae, yang berbentuk bulat dan ditutupi oleh membran timpani sekunder. Pada sisi medial dari fenestra ini terdapat perilympha ujung buntu scala timpani (Boeis, 1997). Tonjolan tulang berkembang dari dinding anterior yang meluas kebelakang pada dinding medial di atas promontorium dan di atas fenestra vestibuli. Tonjolan ini menyokong M. Tensor timpani. Ujung posteriornya melengkung ke atas dan membentuk takik, disebut processus cochleariformis.Di sekeliling takik ini tendo M. Tensor timpani membelok ke lateral untuksampai ke tempat insersionya yaitu manubrium mallei (Boeis, 1997).

Gambar 2. Membran Timpani B. Tulang-Tulang PendengaranDi bagian dalam rongga ini terdapat 3 jenis tulang pendengaran yaitu tulang maleus, inkus dan stapes. Ketiga tulang ini merupakan tulang kompaktanpa rongga sumsum tulang. Malleus adalah tulang pendengaran terbesar, dan terdiri atas caput, collum, processus longum atau manubrium, sebuah processus anterior dan processus lateralis. Caput mallei berbentuk bulat dan bersendi di posteriordengan incus. Collum mallei adalah bagian sempit di bawah caput. Manubrium mallei berjalan ke bawah dan belakang dan melekat dengan erat pada permukaan medial membran timpani. Manubrium ini dapat dilihat melalui membran timpani pada pemeriksaan dengan otoskop. Processus anterior adalah tonjolan tulang kecil yang dihubungkan dengan dinding anterior cavum timpani oleh sebuah ligamen. Processus lateralis menonjol ke lateral dan melekat pada plica mallearis anterior dan posterior membrane timpani (Boeis, 1997). Incus mempunyai corpus yang besar dan dua crus. Corpus incudis berbentuk bulat dan bersendi di anterior dengan caput mallei. Crus longumberjalan ke bawah di belakang dan sejajar dengan manubrium mallei. Ujung bawahnya melengkung ke medial dan bersendi dengan caput stapedis. Bayangannya pada membrana tympani kadangkadang dapat dilihat pada pemeriksaan dengan otoskop. Crus breve menonjol ke belakang dan dilekatkan pada dinding posterior cavum tympani oleh sebuah ligamen. Stapes mempunyai caput, collum, dua lengan, dan sebuah basis. Caput stapedis kecil dan bersendi dengan crus longum incudis. Collum berukuran sempit dan merupakan tempat insersio M. Stapedius. Kedua lengan berjalan divergen dari collum dan melekat pada basis yang lonjong. Pinggir basis dilekatkan pada pinggir fenestra vestibuli oleh sebuah cincin fibrosa, yang disebut ligamentum annulare (Boeis, 1997).

C. Otot-Otot Telinga TengahAda 2 otot kecil yang berhubungan dengan ketiga tulang pendengaran. M. Tensor timpani terletak dalam saluran di atas tuba auditiva, tendonnya berjalan mula-mula ke arah posterior kemudian mengait sekeliling sebuah tonjol tulang kecil untuk melintasi rongga timpani dari dinding medial ke lateral untukberinsersi ke dalam gagang maleus. Tendo M. Stapedius berjalan dari tonjolan tulang berbentuk piramid dalam dinding posterior dan berjalan anterior untukberinsersi ke dalam leher stapes. Otot-otot ini berfungsi protektif dengan cara meredam getaran-getaran berfrekuensi tinggi (Boeis, 1997).D. Tuba Eustachius

Tuba eustachius terbentang dari dinding anterior kavum timpani kebawah, depan, dan medial sampai ke nasopharynx. Sepertiga bagian posterior-nya adalah tulang dan dua pertiga bagian anteriornya adalah cartilago. Tuba berhubungan dengan nasopharynx dengan berjalan melalui pinggir atas M. Constrictor pharynges superior. Tuba berfungsi menyeimbangkan tekanan udara di dalam cavum timpani dengan nasopharing (Boeis, 1997).E. Antrum MastoidAntrum mastoid terletak di belakang kavum timpani di dalam pars petrosa ossis temporalis, dan berhubungan dengan telinga tengah melaluia uditus ad antrum, diameter auditus ad antrum lebih kurang 1 cm. Dinding anterior berhubungan dengan telinga tengah dan berisi auditusad antrum, dinding posterior memisahkan antrum dari sinus sigmoideus dancerebellum. Dinding lateral tebalnya 1,5 cm dan membentuk dasar trigonum suprameatus. Dinding medial berhubungan dengan kanalis semicircularis posterior. Dinding superior merupakan lempeng tipis tulang, yaitu tegmen timpani, yang berhubungan dengan meningen pada fossa kranii media dan lobus temporalis cerebri. Dinding inferior berlubang-lubang, menghubungkan antrum dengan cellulae mastoideae (Boeis, 1997).C. Telinga Dalam

Telinga dalam terletak di dalam pars petrosa ossis temporalis, medial terhadap telinga tengah dan terdiri atas (1) telinga dalam osseus, tersusun darisejumlah rongga di dalam tulang; dan (2) telinga dalam membranaceus, tersusun dari sejumlah saccus dan ductus membranosa di dalam telinga dalam osseus (Boeis, 1997).

Gambar 3. Telinga DalamA. Telinga Dalam OsseusTelinga dalam osseus terdiri atas tiga bagian: vestibulum, canalis semicircularis, dan cochlea. Ketiganya merupakan rongga-rongga yang terletak di dalam substantia kompakta tulang, dan dilapisi oleh endosteum serta berisi cairan bening, yaitu perilympha, yang di dalamnya terdapat labyrinthus membranaceus (Boeis, 1997).Vestibulum, merupakan bagian tengah telinga dalam osseus, terletakposterior terhadap cochlea dan anterior terhadap canalis semicircularis. Pada dinding lateralnya terdapat fenestra vestibuli yang ditutupi oleh basis stapedis dan ligamentum annularenya, dan fenestra cochleae yang ditutupi olehmembran timpani sekunder. Di dalam vestibulum terdapat sacculus dan utriculus telinga dalam membranaceus (Boeis, 1997).Ketiga canalis semicircularis, yaitu canalis semicircularis superior,posterior, dan lateral bermuara ke bagian posterior vetibulum. Setiap canalis mempunyai sebuah pelebaran di ujungnya disebut ampulla. Canalis bermuarake dalam vestibulum melalui lima lubang, salah satunya dipergunakanbersama oleh dua canalis. Di dalam canalis terdapat ductus semicircularis. Canalis semicircularis superior terletak vertikal dan terletak tegak lurus terhadap sumbu panjang os petrosa. Canalis semicircularis posterior juga vertikal, tetapi terletak sejajar dengan sumbu panjang os petrosa. Canalis semicircularis lateralis terletak horizontal pada dinding medial aditus adantrum, di atas canalis nervi facialis (Boeis, 1997).Koklea berbentuk seperti rumah siput, dan bermuara ke dalam bagian anterior vestibulum. Umumnya terdiri atas satu pilar sentral, modiolus cochleae, dan modiolus ini dikelilingi tabung tulang yang sempit sebanyak dua setengah putaran. Setiap putaran berikutnya mempunyai radius yang lebihkecil sehingga bangunan keseluruhannya berbentuk kerucut. Apex menghadap anterolateral dan basisnya ke posteromedial. Putaran basal pertama dari koklea inilah yang tampak sebagai promontorium pada dinding medial telinga tengah (Boeis, 1997).Modiolus mempunyai basis yang lebar, terletak pada dasar meatus acusticus internus. Modiolus ditembus oleh cabang-cabang N. Cochlearis. Pinggir spiral, yaitu lamina spiralis, mengelilingi modiolus dan menonjol kedalam canalis dan membagi canalis ini. Membran basilaris terbentang dari pinggir bebas lamina spiralis sampai ke dinding luar tulang, sehingga membelah canalis cochlearis menjadi scala vestibuli di sebelah atas dan scala timpani di sebelah bawah. Perilympha di dalam scala vestibuli dipisahkan dari cavum timpani oleh basis stapedis dan ligamentum annulare pada fenestra vestibuli. Perilympha di dalam scala tympani dipisahkan dari cavum timpani oleh membrana tympani secundaria pada fenestra cochleae (Boeis, 1997).B. Telinga Dalam MembranaceusTelinga dalam membranaceus terletak di dalam telinga dalam osseus,dan berisi endolympha dan dikelilingi oleh perilympha. Telinga dalam membranaceus terdiri atas utriculus dan sacculus, yang terdapat di dalam vestibulum osseus; tiga ductus semicircularis, yang terletak di dalam canalis semicircularis osseus; dan ductus cochlearis yang terletak di dalam cochlea. Struktur-struktur ini saling berhubungan dengan bebas (Boeis, 1997).

Utriculus adalah yang terbesar dari dua buah saccus vestibuli yang ada,dan dihubungkan tidak langsung dengan sacculus dan ductus endolymphaticus oleh ductus utriculosaccularis. Sacculus berbentuk bulat dan berhubungan dengan utriculus, seperti sudah dijelaskan di atas. Ductus endolymphaticus, setelah bergabung dengan ductus utriculo saccularis akan berakhir di dalam kantung buntu kecil, yaitu saccus endolymphaticus. Saccus ini terletak di bawah duramater pada permukaan posterior pars petrosa ossis temporalis. Pada dinding utriculus dan sacculus terdapat receptor sensorik khususyang peka terhadap orientasi kepala akibat gaya berat atau tenaga percepatan lain (Boeis, 1997).Ductus semicircularis meskipun diameternya jauh lebih kecil dari kanalis semisirkularis, mempunyai konfigurasi yang sama. Ketiganya tersusun tegak lurus satu terhadap lainnya, sehingga ketiga bidang terwakili. Setiap kali kepala mulai atau berhenti bergerak, atau bila kecepatan gerak kepala bertambah atau berkurang, kecepatan gerak endolympha di dalam ductus semicircularis akan berubah sehubungan dengan hal tersebut terhadap dinding duktus semicircularis. Perubahan ini dideteksi oleh reseptor sensorik di dalam ampula duktus semicircularis (Boeis, 1997).

Duktus koklearis berbentuk segitiga pada potongan melintang dan berhubungan dengan sakulus melalui ductus reuniens. Epitel sangat khusus yang terletak di atas membrana basilaris membentuk organ Corti (organspiralis) dan mengandung reseptor-reseptor sensorik untuk pendengaran (Boeis, 1997).2.2 OTITIS MEDIA KRONIKBerdasarkan Laiwani (2008), otitis media kronik terbagi dua yaitu otitis media supuratif kronik dan otitis media dengan efusi.

2.2.1 Otitis Media Supuratif Kronik

2.2.1.1 Definisi

Otitis media supuratif kronik (OMSK) atau radang telinga tengah menahun atau yang biasa disebut congek adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin serous, mukous atau purulen (Aboet, 2007).

2.2.1.2 Epidemiologi

Insiden OMSK ini bervariasi pada setiap negara. Secara umum, insiden OMSk dipengaruhi oleh ras dan faktor sosioekonomi. Misalnya, OMSK lebih sering djumpai pada orang Eskimo dan Indian Amerika, anak-anak aborgin Australia dan orang kulit hitam di Afrika Selatan. Walaupun demikian, lebih dari 90% beban dunia akibat OMSK ini dipikul oleh Negara-negara di Asia Tenggara, daerah Pasifik Barat, Afrika, dan beberapa daerah minoritas di Pasifik. Kehidupan sosial ekonomi yang rendah, lingkungan kumuh dan status kesehatan serta gizi yang jelek merupakan faktor yang menjadi dasar untuk meningkatnya prevalensi OMSK pada negara yang sedang berkembang (Aboet, 2007).Prevalensi OMSK di negara berkembang berkisar antara 5 10%, sedangkan di negara maju 0,5 2%. Diperkirakan sekitar 10 juta penduduk Indonesia menderita OMSK. Survei Nasional Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 1994 1996 menunjukkan prevalensi OMSK antara 2,10 5,2% (Utami, 2010).Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan 25% dari pasien-pasien yang berobat di poliklinik THT rumah sakit di Indonesia (Aboet, 2007).2.2.1.3 Etiologi

Kejadian OMSK hampir selalu dimulai dengan otitis media berulang pada anak, jarang dimulai setelah dewasa. Faktor infeksi biasanya berasal dari nasofaring (adenoiditis, tonsilitis, rinitis, sinusitis), mencapai telinga tengah melalui tuba Eustachius. Fungsi tuba Eustachius yang abnormal merupakan faktor predisposisi yang dijumpai pada anak dengan cleft palate dan downs syndrom. Faktor host yang berkaitan dengan insiden OMSK yang relatif tinggi adalah defisiensi imun sistemik. Penyebab OMSK antara lain (Kumar, 1996 dalam Nora, 2011):

1. Lingkungan. Hubungan penderita OMSK dan faktor sosial ekonomi belum jelas, tetapi mempunyai hubungan erat antara penderita dengan OMSK dan sosioekonomi, di mana kelompok sosioekonomi rendah memiliki insiden yang lebih tinggi. Tetapi sudah hampir dipastikan hal ini berhubungan dengan kesehatan secara umum, diet, tempat tinggal yang padat.2. Genetik. Faktor genetik masih diperdebatkan sampai saat ini, terutama apakah insiden OMSK berhubungan dengan luasnya sel mastoid yang dikaitkan sebagai faktor genetik. Sistem sel-sel udara mastoid lebih kecil pada penderita otitis media, tapi belum diketahui apakah hal ini primer atau sekunder.

3. Otitis media sebelumnya. Secara umum dikatakan otitis media kronis merupakan kelanjutan dari otitis media akut dan atau otitis media dengan efusi, tetapi tidak diketahui faktor apa yang menyebabkan satu telinga dan bukan yang lainnya berkembang menjadi kronis.

4. Infeksi. Bakteri yang diisolasi dari mukopus atau mukosa telinga tengah hampir tidak bervariasi pada otitis media kronik yang aktif menunjukkan bahwa metode kultur yang digunakan adalah tepat. Organisme yang terutama dijumpai adalah Gram- negatif, flora tipe-usus, dan beberapa organisme lainnya.

5. Infeksi saluran nafas atas. Banyak penderita mengeluh sekret telinga sesudah terjadi infeksi saluran nafas atas. Infeksi virus dapat mempengaruhi mukosa telinga tengah menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh terhadap organisme yang secara normal berada dalam telinga tengah, sehingga memudahkan pertumbuhan bakteri.

6. Autoimun. Penderita dengan penyakit autoimun akan memiliki insiden lebih besar terhadap otitis media kronis.

7. Alergi. Penderita alergi mempunyai insiden otitis media kronis yang lebih tinggi dibanding yang bukan alergi. Yang menarik adalah dijumpainya sebagian penderita yang alergi terhadap antibiotik tetes telinga atau bakteri atau toksin-toksinnya, namun hal ini belum terbukti kemungkinannya.

8. Gangguan fungsi tuba eustasius. Pada otitis kronis aktif, dimana tuba eustachius sering tersumbat oleh edema tetapi apakah hal ini merupakan fenomena primer atau sekunder masih belum diketahui. Pada telinga yang inaktif berbagai metode telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi tuba eustachius dan umumnya menyatakan bahwa tuba tidak mungkin mengembalikan tekanan negatif menjadi normal.2.2.1.4 Patogenesis

Banyak penelitian pada hewan percobaan dan preparat tulang temporal menemukan bahwa adanya disfungsi tuba Eustachius, yaitu suatu saluran yang menghubungkan rongga di belakang hidung (nasofaring) dengan telinga tengah (kavum timpani), merupakan penyebab utama terjadinya radang telinga tengah ini (otitis media) (Aboet, 2007).

Pada keadaan normal, muara tuba Eustachius berada dalam keadaan tertutup dan akan membuka bila kita menelan. Tuba Eustachius ini berfungsi untuk menyeimbangkan tekanan udara telinga tengah dengan tekanan udara luar (tekanan udara atmosfer). Fungsi tuba yang belum sempurna, tuba yang pendek, penampang relatif besar pada anak dan posisi tuba yang datar menjelaskan mengapa suatu infeksi saluran nafas atas pada anak akan lebih mudah menjalar ke telinga tengan sehingga lebih sering menimbulkan otitis media daripada dewasa (Aboet, 2007).

Pada anak dengan infeksi saluran nafas atas, bakteri menyebar dari nasofaring melalui tuba Eustachius ke telinga tengah yang menyebabkan terjadinya infeksi dari telinga tengah. Pada saat ini terjadi respon imun di telinga tengah. Mediator peradangan yang dihasilkan oleh sel-sel imun infiltrat, seperti netrofil, monosit, dan leukosit serta sel lokal seperti keratinosit dan sel mastosit akibat proses infeksi tersebut akan menambah permiabilitas pembuluh darah dan menambah pengeluaran sekret di telinga tengah selain itu, adanya peningkatan beberapa kadar sitokin kemotaktik yang dihasilkan mukosa telinga tengah karena stimulasi bakteri menyebabkan terjadinya akumulasi sel-sel peradangan pada telinga tengah (Aboet, 2007).Mukosa telinga tengah mengalami hyperplasia, mukosa berubah bentuk dari satu lapisan, epitel skuamosa sederhana, menjadi pseudostratified respiratory epithelium dengan banyak lapisan sel di antara sel tambahan terserbut. Epitel respirasi ini mempunyai banyak sel goblet dan sel yang bersilia, mempunyai stroma yang banyak serta pembuluh darah. Penyembuhan otitis medua ditandai dengan hilangnya sel-sel tambahan ersebut dan kembali ke bentuk lapisan epitel skuamosa (Aboet, 2007).

Terjadinya OMSK disebabkan oleh keadaan mukosa telinga tengah yang tidak normal atau tidak kembali normal setelah proses peradangan akut telinga tengah, keadaan tuba Eustachius yang tertutup dan adanya penyakit telinga pada waktu bayi (Aboet, 2007).

2.2.1.5 Klasifikasi

OMSK dapat dibagi atas 2 tipe yaitu (Ballenger, 1997 dalam Nora, 2011 dan Djaafar, 2007) :

1. Tipe tubotimpani = tipe jinak = tipe aman = tipe rhinogenPenyakit tubotimpani ditandai oleh adanya perforasi sentral atau pars tensa dan gejala klinik yang bervariasi dari luas dan keparahan penyakit. Beberapa faktor lain yang mempengaruhi keadaan ini terutama patensi tuba eustachius, infeksi saluran nafas atas, pertahanan mukosa terhadap infeksi yang gagal pada pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah, di samping itu campuran bakteri aerob dan anaerob, luas dan derajat perubahan mukosa, serta migrasi sekunder dari epitel skuamous. Berdasarkan aktivitas sekret yang keluar terbagi atas:

a. OMSK Aktif. OMSK aktif adalah OMSK dengan sekret yang keluar dari kavum timpani secara aktif. Biasanya didahului oleh perluasan infeksi saluran nafas atas melalui tuba eutachius, atau setelah berenang di mana kuman masuk melalui liang telinga luar. Sekret bervariasi dari mukoid sampai mukopurulen. Ukuran perforasi bervariasi dan jarang ditemukan polip yang besar pada liang telinga luas. Perluasan infeksi ke sel-sel mastoid mengakibatkan penyebaran yang luas dan penyakit mukosa yang menetap harus dicurigai bila tindakan konservatif gagal untuk mengontrol infeksi.

b. OMSK Tenang. OMSK tenang adalah yang keadaan kavum timpaninya terloihat basah atau kering dengan mukosa telinga tengah yang pucat. Gejala yang dijumpai berupa tuli konduktif ringan. Gejala lain yang dijumpai seperti vertigo, tinitus, dan atau suatu rasa penuh dalam telinga.

2. Tipe atikoantral = tipe ganas = tipe tidak aman = tipe tulangPada tipe ini ditemukan adanya kolesteatom dan berbahaya. Penyakit atikoantral lebih sering mengenai pars flasida dan khasnya dengan terbentuknya kantong retraksi yang mana bertumpuknya keratin sampai menghasilkan kolesteatom. Kolesteatom adalah suatu massa amorf, konsistensi seperti mentega, berwarna putih, terdiri dari lapisan epitel bertatah yang telah nekrotis. Kolesteatom dapat dibagi atas 2 tipe yaitu kolesteatom kongenital dan kolesteatom didapat.

a. Kolesteatom kongenital. Kolesteatoma kongenital ayng terbentuk pada masa embrionik dan ditemukan pada telinga dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi. Lokasi koleteatoma biasanya di kavum timpani, daerah petrosus mastoid atau di cerebellopontin angle. Kriteria untuk mendiagnosa kolesteatom kongenital adalah:

1. Berkembang dibelakang dari membran timpani yang masih utuh.2. Tidak ada riwayat otitis media sebelumnya.3. Pada mulanya dari jaringan embrional dari epitel skuamous atau dari epitel undiferential yang berubah menjadi epitel skuamous selama perkembangan. b. Kolesteatom didapat.1. Primary acquired cholesteatoma.

Kolesteatoma yang terbentuk tanpa didahului oleh perforasi membran timpani. Koleteatoma timbul akibat terjadi proses invaginasi dari membran timpani pars flaksida karena adanya tekanan negative di telinga tengah akibat gangguan tuba (teori invaginasi).

2. Secondary acquired cholesteatoma.

Kolesteatoma terbentuk setelah adanya perforasi membrane timoani. Kolesteatom terbentuk sebagai akibat dari masuknya epitel kulit dari liang telinga atau dari pinggir perforasi membrane timpani ke telinga tengah (teori migrasi) atau terjadi akibat metaplasia mukosa kavum timpani karena iritasi infeksi yang berlangsung lama (teori metaplasia).

Adapun bentuk perforasi membran timpani adalah:

1. Perforasi sentral

Lokasi pada pars tensa, bisa antero-inferior, postero-inferior dan postero-superior, kadang-kadang sub total.

2. Perforasi marginal

Terdapat pada pinggir membran timpani dengan adanya erosi dari anulus fibrosus. Perforasi marginal yang sangat besar digambarkan sebagai perforasi total. Perforasi pada pinggir postero-superior berhubungan dengan kolesteatom.

3. Perforasi atik

Terjadi pada pars flasida, berhubungan dengan primary acquired cholesteatoma.2.2.1.6 DiagnosisDiagnosis OMSK ditegakkan dengan cara:

1. Anamnesis

Gejala yang paling sering dijumpai adalah (Helmi, 1990 dalam Nora, 2011):

a. Telinga berair

Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Meningkatnya jumlah sekret dapat disebabkan infeksi saluran nafas atas atau kontaminasi dari liang telinga luar setelah mandi atau berenang. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Sekret yang sangat bau, berwarna kuning abu-abu kotor memberi kesan kolesteatoma dan produk degenerasinya. Dapat terlihat keping-keping kecil, berwarna putih, mengkilap. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis.

b. Gangguan pendengaran

Ini tergantung dari derajat kerusakan tulang-tulang pendengaran. Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Gangguan pendengaran mungkin ringan sekalipun proses patologi sangat hebat, karena daerah yang sakit ataupun kolesteatom, dapat menghambat bunyi dengan efektif ke fenestra ovalis. Bila tidak dijumpai kolesteatom, tuli konduktif kurang dari 20 db ini ditandai bahwa rantai tulang pendengaran masih baik. Kerusakan dan fiksasi dari rantai tulang pendengaran menghasilkan penurunan pendengaran lebih dari 30 db. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah.

Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat karena putusnya rantai tulang pendengaran, tetapi sering kali juga kolesteatom bertindak sebagai penghantar suara sehingga ambang pendengaran yang didapat harus diinterpretasikan secara hati-hati. Penurunan fungsi kohlea biasanya terjadi perlahan-lahan dengan berulangnya infeksi karena penetrasi toksin melalui jendela bulat (foramen rotundum) atau fistel labirin tanpa terjadinya labirinitis supuratif. Bila terjadinya labirinitis supuratif akan terjadi tuli saraf berat, hantaran tulang dapat menggambarkan sisa fungsi kokhlea.

c. Otalgia

Nyeri tidak lazim dikeluhkan penderita OMSK, dan bila ada merupakan suatu tanda yang serius. Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri telinga mungkin ada tetapi mungkin oleh adanya otitis eksterna sekunder. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.

d. Vertigo

Vertigo pada penderita OMSK merupakan gejala yang serius lainnya. Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum.

2. Pemeriksaan otoskopi

Pemeriksaan otoskopi akan menunjukkan adanya dan etak perforasi. Dari perforasi dapat dinilai mukosa telinga tengah. (Aboet, 2007)3. Pemeriksaan audiologiPada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga tengah (Boesoirie S, 2007 dalam Nora, 2011).4. Pemeriksaan radiologi Pemeriksaan radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai diagnostiknya terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil dengan pneumatisasi lebih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah (Ballenger JJ, 1997 dalam Nora, 2011):

a. Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari dura atau sinus lateral.

b. Proyeksi Mayer atau Owen, diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur.

c. Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna, vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat kolesteatom.

d. Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior menunjukan adanya penyakit mastoid.

5. Pemeriksaan bakteriologi Walapun perkembangan dari OMSK merupakan lanjutan dari mulainya infeksi akut, bakteriologi yang ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan yang ditemukan pada otitis media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai pada OMSK adalah E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp. Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal dari hidung, sinus parasanal, adenoid atau faring. Dalam hal ini penyebab biasanya adalah pneumokokus, streptokokus, atau hemofilius influenza. Tetapi pada OMSK keadaan ini agak berbeda. Karena adanya perforasi membran timpani, infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi. (Ballenger JJ, 1997 dalam Nora, 2011)2.2.1.7 PenatalaksanaanPrinsip terapi OMSK tipe aman ialah konservatif atau dengan medikamentosa. Bila sekret keluar terus-menerus, maka diberikan obat pencuci telinga, berupa larutan H2O2 3% selama 3-5 hari. Setelah sekret berkurang, maka terapi dilanjutkan dengan memberikan obat tetes telinga yang mengandung antibiotika dan kortikosteroid. (Djaafar, 2007)Bila sekret telah kering, tetapi perforasi masih ada setelah diobservasi selama 2 bulan, maka idealnya dilakukan miringoplasti atau timpanoplasti. Operasi ini bertujuan untuk menghentikan infeksi secara permanen, memeperbaiki membran timani yang perforasi, mencegah terjadinya komplikasi atau kerusakan pendengaran yang lebih berat, serta memperbaiki pendengaran. (Djaafar, 2007)Pengobatan yang tepat untuk OMSK maligna adalah operasi. Pengobatan konservatif dengan medikamentosa hanyalah merupakan terapi sementara sebelum dilakukan pembedahan. Bila terdapat abses subperiosteal, maka insisi abses sebaiknya dilakukan tersendiri sebelum kemudian dilakukan mastoidektomi. Ada beberapa jenis pembedahan atau teknik operasi yang dapat dilakukan pada OMSK dengan mastoiditis kronis, baik tipe benigna atau maligna, antara lain mastoidektomi sederhana (simple mastoidectomy), mastoidektomi radikal, mastoidektomi radikal dengan modifikasi, miringoplasti, timpanoplasti dan pendekatan ganda timpanoplasti (Combined approach tympanoplasty). (Djaafar, 2007)2.2.1.8 Komplikasi

Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk menjadi serius karena komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat menyebabkan kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada kelainan patologik yang menyebabkan otorea. Biasanya komplikasi didapatkan pada pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan komplikasi. Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom. Adam dkk mengemukakan klasifikasi sebagai berikut:i. Komplikasi di telinga tengah yaitu perforasi persisten, erosi tulang pendengaran dan paralisis nervus fasial.

ii. Komplikasi telinga dalam yaitu fistel labirin, labirinitis supuratif dan tuli saraf (sensorineural).

iii. Komplikasi ekstradural yaitu abses ekstradural, trombosis sinus lateralis dan petrositis.

iv. Komplikasi ke susunan saraf pusat yaitu meningitis, abses otak dan hidrosefalus otitis (Helmi, 1997 dalam Nora, 2011)

2.2.2 OTITIS MEDIA DENGAN EFUSI2.2.2.1 Definisi

Otitis media dengan efusi atau otitis media serosa kronik (OME) adalah keadaan terdapatnya sekret nonpurulen di telinga tengah sedangkan membran timpani utuh di mana sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala-gejala pada telinga yang berlangsung lama (Djaafar, 2007).

2.2.2.2 EpidemiologiOtitis media serosa kronik lebih sering terjadi pada anak-anak , sedangkan otitis media serosa akut lebih sering terjadi pada orang dewasa. Otitis media serosa unilateral pada orang dewasa tanpa penyebab yang jelas harus selalu dipikirkan kemungkinan adanya karsinoma nasofaring. Diperkirakan satu dari lima anak yang berumur sekitar dua tahun akan terinfeksi glue ear. Glue ear sering terjadi pada musim dingin (Boeis, 1997). 2.2.2.3 PatofisiologiDalam kondisi normal, mukosa telinga tengah terus-menerus mengeluarkan lendir, yang dihapus oleh mukosiliar transportasi ke nasofaring melalui tuba eustachius. Sebagai akibatnya, faktor yang mengakibatkan kelebihan produksi lendir, gangguan dari pemberisihan lendir, atau keduanya dapat menyebabkan pembentukan efusi telinga tengah. Kedua infeksi virus dan bakteri dapat menyebabkan peningkatan produksi dan viskositas sekresi dari telinga tengah mukosa. Infeksi juga menyebabkan edema inflamasi pada mukosa, yang dapat menghalangi tuba eustachius. Kelumpuhan sementara silia oleh eksotoksin bakteri lanjut menghambat pembersihan efusi. Penelitian bakteriologis telah menunjukkan bahwa bakteri secara umum bertanggung jawab untuk OME yang berasal dari sekitar setengah dari efusi kronis. Fakta bahwa tidak semua pasien dengan OME memiliki riwayat infeksi menunjukkan bahwa mekanisme lain yang terlibat dalam pembentukan efusi telinga tengah. Penelitian eksperimental telah menegaskan bahwa kegagalan pembukaan tuba eustachius dapat mengakibatkan efusi telinga tengah. Karena gas secara konstan diserap ke dalam mikrosirkulasi dari mukosa telinga tengah, tekanan negatif berkembang di celah telinga tengah jika tuba eustachius diblokir. Tekanan negatif ini menghasilkan transudasi cairan ke dalam celah telinga tengah. Fakta bahwa efusi telinga tengah dapat berkembang sebagai akibat dari barotrauma (misalnya, scuba diving) mendukung teori ini untuk patogenesis efusi telinga tengah. Alergi juga telah terlibat dalam patogenesis OME; Namun, bukti yang mendukung teori ini kurang. Paparan perokok pasif juga mungkin berkontribusi terhadap disfungsi silia dan karenanya untuk OME. Ada viskositas optimal lendir di mana transportasi mukosiliar yang efektif terjadi. Jika lendir terbentuk dalam efusi telinga tengah adalah terlalu serosa atau terlalu berlendir, maka silia akan dapat membersihkan secara efisien (Laiwani, 2008).2.2.2.4 DiagnosaGejala umum daripada OME adalah pendengaran yang berkurang. Perasaan tuli pada otitis media serosa kronik lebih menonjol (40-50 dB), oleh karena adanya sekret kental atau glue ear. Pada anak-anak yang berumur 5-8 tahun keadaan ini sering diketahui secara kebetulan waktu dilakukan pemeriksaan THT atau dilakukan uji pendengaran (Djaafar, 2007 dan Laiwani, 2008).Pada otoskopi terlihat membran timpani utuh, retraksi, suram, kuning kemerahan atau kebu-abuan. Jika membran timpani adalah translusen, air-fluid level atau gelembung udara kecil di dalam efusi telinga tengah dapat dilihat (Djaafar, 2007 dan Laiwani, 2008).2.2.2.5 PenatalaksanaanPengobatan yang harus dilakukan adalah mengeluarkan sekret dengan miringitomi dan memasang pipa ventilasi (Grommet). Pada kasus yang masih baru pemberian dekongestan tetes hidung serta kombinasi anti histamin-dekongestan per oral kadang-kadang bias berhasil. Sebahagian ahli menganjurkan pengobatan medikamentosa selama 3 bulan, bila tidak berhasil baru dilakukan tindakan operasi (Djaafar, 2007). 2.2.2.6 Prognosis

Ada penurunan tajam dalam prevalensi OME pada anak-anak lebih dari 7 tahun, yang mencerminkan perbaikan fungsi tuba eustachius dan pematangan sistem kekebalan tubuh (Laiwani, 2008).BAB III

KESIMPULAN

Otitis media kronik terbagi dua yaitu otitis media supuratif kronik dan otitis media dengan efusi. Otitis media supuratif kronik adalah radang kronis telinga tengah dengan adanya lubang (perforasi) pada gendang telinga (membran timpani) dan riwayat keluarnya cairan (sekret) dari telinga (otorea) lebih dari 2 bulan, baik terus menerus atau hilang timbul. Otitis media dengan efusi adalah keadaan terdapatnya sekret nonpurulen di telinga tengah sedangkan membran timpani utuh di mana sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan gejala-gejala pada telinga yang berlangsung lama.Diagnosa otitis media kronik dapat ditegakkan dengan anamnesa di mana ditemukan gejala otorea, pendengaran berkurang, rasa nyeri di telinga disertai dengan prosedur diagnostik berupa pemeriksaan otoskopi, pemeriksaaan audiologi dan radiologi. Penatalaksanaan pada otitis media kronik dapat berupa konservatif atau medikamentosa dan operasi.

DAFTAR PUSTAKA

Aboet, Askaroellah. 2007. Radang Telinga Tengah Menahun. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.Batubara, Muhammad Akbar. 2014. Karakteristik Penderita Otitis Media Supuratif Kronik di RSUP. H. Adam Malik Medan pada Tahun 2012. Fakutas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Djaafar, Zainul A., Helmi., Restuti, Ratna D.,. 2007. Otitis Media dalam Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Higler, Boies Adam. 1997. Buku Ajar Penyakit Telinga Hidung Tenggorok edisi 6. EGC:Jakarta.

Laiwani, Anil K. 2008. CURRENT Diagnosis & Treatment in OTOLARYNGOLOGY-HEAD & NECK SURGERY. Mc Graw Hill:New York.

Nora, Balqhis. 2011. Gambaran Otitis Media Supuratif Kronik di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2008. Fakutas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Utami, Tutie Ferika., Sudarman, Kartono., Rianto, Bambang., Christianto, Anton. 2010. Rinitis Alergi Sebagai Faktor Risiko Otitis Media Supuratif Kronik. Departemen Telinga Hidung dan Tenggorok, Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/RS Dr. Sardjito Yogyakarta