Upload
tita-sistyaningrum
View
42
Download
3
Embed Size (px)
DESCRIPTION
fisio muntah
Citation preview
BAB I
DASAR TEORI
1.1 Dasar Teori
Beberapa fungsi penting tubuh yang terlibat dalam proses makan antara lain
pengunyahan, gerakan lidah, perasa, penelanan, san salvias. Selain bagian tubuh
yang berperan langsung pada proses makan, secara fisiologis beberapa organ juga
ikut berperan dalam menimbulkan keinginan dan selera makan yaitu : penglihatan,
pendengaran, penciuman dan keterlibatan susunan saraf pusat. Fungsi – fungsi ini
diatur mengikuti kerja N. Kranialis, yaitu :
No. Nervus N.C Ke- Fungsi
1. N. Trigeminus V
Mengatur proses mengunyah dan
menggigit, mengatur pergerakan
rahang ke lateral
2. N. Facialis VII
Mengukur reseptor rasa pada 2/3
anterior lidah, menginervasi kelenjar
saliva
3. N. Glossopharingeal IX
Mengatur sekresi saliva,proses
penelanan,sensasi pada faring tonsil,
palatum mole, bagian 1/3 posterior
lidah, mengatur reseptor rasa pada 1/3
posterior lidah, mengendalikan refleks
muntah
4. N. Vagus X Mengatur proses penelanan
5. N. Hypoglossal XI Mengatur gerakan lidah
1.1.1 Dasar Teori Pengunyahan/Mastikasi
Pengunyahan merupakan hasil kerja sama antara peredaran darah, otot
pengunyahan, saraf, tulang rahang, sendi temporo mandibula, jaringan lunal
rongga mulut, dan gigi-gigi. Adapun organ tubuh yang terlibat dalam proses
pengunyahan ini antara lain : bibir, pipi, lidah, palatum, gigi-gigi, kelenjar saliva,
faring dan laring. Pada umumnya, otot pengunyahan dipersarafi oleh cabang
1
motorik N. Trigeminus khususnya saraf mandibularis yang dikontrol oleh nukleus
di batang otak.
Pergerakan yg terkontrol dari mandibula dipergunakan dalam mengigit,
mengunyah, dan menelan makanan dan cairan, serta dalamberbicara. Aktivitas
yang terintegrasi dari otot rahang dalam meresponaktivitas dari neuron eferen
pada saraf motorik di pergerakan mandibular yang mengontrol hubungan antara
gigi rahang atas dan bawah. Pergerakan rahang adalah suatu pergerakan yang
terintegrasi dari lidah dan otot lain yang mengontrol area perioral, faring, dan
laring.Pergerakan otot rahang, terhubung pada midline. Pengontrolan ototrahang
bukan secara resiprokal seperti pergerakan limb, tapi terorganisir secara bilateral.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pembukaan dan penutupan rahang selama
penguyahan yang secara relatif merupakanpergerakan sederhana dengan
pengaturan pada limb sebagai penggerak. Bagaimanapun, pergerakan dalam
mastikasi adalah suatu yang kompleks dan tidak hanya berupa mekanisme
pergerakan menggerinda simple yang mana merupakan pengurangan ukuran
makanan. Selama mastikasi, makanan dikurangi ukurannya dan dicampur dengan
saliva sebagai tahap awal dari proses digesti.
Proses mengunyah disebabkan oleh refleks mengunyah yang berlangsung
secara terus menerus sebagaimana dijelaskan sebagai berikut :
1.kehadiran bolus dari makanan di mulut pertama kali menginsias irefleks
penghambat dari otot mastikasi yang membuat rahangbawah turun.
2.penurunan rahang ini selanjutnya menginisiasi reflaksmelonggarkan otot
rahang memimpin untuk mengembalikan kontraksi.
3.secara otomatis mengangkat rahang untuk menutup gigi, tetapi juga
menekan bolus lagi, melawan lining mulut, yang menghambat otot
rahang sekali lagi, membuat rahang turun dan mengganjal(rebound) di
lain waktu. Hal ini berulang terus menerus.
4.pengunyahan merupakan hal yang penting untuk mencerna
semuamakanan, khususnya untuk kebanyakan buah dan sayuran berserat
karena mereka memiliki membrane selulosa yang tidaktercerna di
2
sekeliling porsi nutrisi mereka yang harus dihancurkan sebelum makanan
dapat dicerna.
Pengunyahan juga membantu proses pencernaan makanan denganalasan
sebagai berikut:
enzim pencernaan bekerja hanya di permukaan partikel makanan,sehingga
tingkat pencernaan bergantung pada area permukaankeseluruhan yang
dibongkar oleh sekresi pencernaan.
Penghalusan makanan dalam konsistensi yang baik mencegahpenolakan
dari gastrointestinal tract dan meningkatkan kemudahanuntuk
mengosongkan makanan dari lambung ke usus kecil,kemudian berturut-
turut ke dalam semua segmen usus.
Selama pengunyahan, rahang akan bergerak berirama, membuka dan
menutup. Pengulangan pergerakan pengunyahan berisikan jumlah kunyahan dan
penelanan. Selama mastikasi karakteristik pengunyahan seseorang sangat
bergantung pada tingkatan penghancuran makanan. Urutan kunyah dapat dibagi
menjadi tiga periode. Pada tahap awal, makanan ditransportasikanke bagian
posterior gigi dimana ini merupakan penghancuran dalam periode reduksi.
Selanjutnya bolus akan dibentuk selama final periode yaitu sebelum penelanan.
Pergerakan rahang pada ketiga periode inidapat berbeda tergantung pada bentuk
makanan dan spesiesnya. Selamaperiode reduksi terdapat fase opening, fast-
opening dan slow-opening. Pada periode sebelum penelanan terdapat tiga fase
selama rahang membuka dan dua fase selama rahang menutup. Selama penelanan
lidah memainkan peran yang penting di dalam mengontrol pergerakan makanan
dan pembentukan menjadi bolus. Untuk makanan yang dihancurkan, diposisikan
oleh lidah pada konjugasi dengan otot buccinators pada pipi diantara oklusal
permukaan gigi. Makanan yang padat dan cair ditransportasikan di dalam rongga
mulut oleh lidah. Selama fase slow-opening pada pengunyahan, lidah bergerak ke
depan dan memperluas permukaan makanan. Tulang hyoid dan badan lidah
kembali tertarik selama fase fast-opening dan fase-closing, membuat gelombang
yang dapat memindahkan makanan ke bagian posterior pada ronggamulut. Ketika
makanan sudah mencapai bagian posterior rongga mulut,akan berpindah ke
3
belakang di bawah soft palate oleh aksi menekan dari lidah. Lidah amat penting
dalam pengumpulan dan penyortiran makanan yang bisa ditelan, sementara
mengembalikan lagi makanan yang masihdalam potongan besar ke bagian oklusal
untuk pereduksian lebih lanjut.Sedikit yang mengetahui mengenai mekanisme
mendasar mengenai pengontrolan lidah selama terjadinya aktivitas ini.
1.1.2 Dasar Teori Penelanan
Menelan merupakan salah satu bagian dari proses makan. Menurut kamus
deglutasi atau deglutition diterjemahkan sebagaiproses memasukkan makanan
kedalam tubuh melalui mulut “the processof taking food into the body through the
mouth”.
Proses menelan merupakan suatu proses yang kompleks, yangmemerlukan
setiap organ yang berperan harus bekerja secara terintegrasi dan
berkesinambungan. Dalam proses menelan ini diperlukan kerjasama yang baik
dari 6 syaraf cranial, 4 syaraf servikal dan lebih dari 30 pasang otot menelan.
Pada proses menelan terjadi pemindahan bolus makanan darirongga mulut
ke dalam lambung. Secara klinis terjadinya gangguan pada deglutasi disebut
disfagia yaitu terjadi kegagalan memindahkan bolus makanan dari rongga mulut
sampai ke lambung.
Proses menelan dapat dibagi menjadi 3 fase yaitu fase volunter, fase
faringeal dan fase esophageal.
1. Fase Volunter
Makanan ditelan secara sadar. Makanan ditekan atau didorong ke bagian
belakang mulut oleh tekanan lidah yang bergerak ke atas dan ke belakang
terhadap palatum sehingga lidah memaksa bolus makanan masuk ke dalam
orofaring. Proses menelan pada fase ini seluruhnya atau hampir seluruhnya terjadi
secara otomatis dan biasanya tidak dapat dihentikan. Pada fase ini secara garis
besar bekerja saraf karanial N.V.2 dan N.V.3 sebagai serabut afferen (sensorik)
dan N.V, N.VII, N.IX, N.X, N.XI, N.XIIsebagai serabut efferen (motorik).
4
2. Fase Faringeal
Setelah makanan didorong ke belakang mulut, ia merangsang daerah
reseptor menelan yang semuanya terletak disekitar orofaring, khususnya tonsila.
Selanjutnya impuls berjalan ke batang otak untuk memulai serangkaian kontraksi
otot faring dengan jalan sebagai berikut:
1. Palatum molled didorong ke atas menutup nares posterior, untuk
mencegah refluks makanan ke rongga hidung
2. Arkus palato-faringeus pada tiap sisi faring tertarik ke tengah untuk
saling mendekati hingga membentuk celah sagital sebagai jalan masuk
makanan ke posterior faring.
3. Pita suara laring menjadi berdekatan dan epiglotis terdorong ke
belakang ke atas pintu superior laring. Kedua efek ini mencegah
masuknya makanan ke dalam trakea.
4. Seluruh laring ditarik ke bawah dan ke depan oleh otot-otot yang
melekat pada os.hyoid. pergerakan ini meregangkan pintu esophagus.
5. Bagian atas esophagus berelaksasi sehingga memungkinkan makanan
berjalan dari posterior faring ke dalam esophagus bagian atas. Pada
saat menelan sfingter tetap berkontraksi secara tonik dengan kuat
untuk mencegah udara masuk ke dalam esophagus saat bernafas.
6. Pada saat laring terangkat dan sfingter esophagus atas relaksasi, m.
Konstriktor faring superior berkontraksi sehingga menimbulkan
gelombang peristaltik dengan cepat yang berjalan ke bawah melewati
otot-otot faring dan masuk ke esophagus serta mendorong makanan
masuk ke esophagus bagian bawah.
5
Impuls saraf pada fase faringeal dihantarkan dari daerah daerah tersebut
melalui bagian sensoris N. Trigeminus dan N. Glosofaringeus menuju ke formasio
retikularis medula oblongata bagian bawha pons sebagai pusat penelanan, yang
erat hubunganya dengan traktur solitarius sebagai penerima impuls sensoris dari
mulut. Selanjtnya, impuls sensoris dari pusat menelan ke faring dan bagian atas
esophagus dihantarkan melalui saraf kranial ke V, IX, X dan XII serta beberapa
nervus servicalis superior.
Bolus dengan viskositas yang tinggi akan memperlambat fasefaringeal,
meningkatkan waktu gelombang peristaltik dan memperpanjangwaktu pembukaan
sfingter esofagus bagian atas. Bertambahnya volumebolus menyebabkan lebih
cepatnya waktu pergerakan pangkal lidah,pergerakan palatum mole dan
pergerakan laring serta pembukaan sfingter esofagus bagian atas. Waktu
Pharyngeal transit juga bertambah sesuaidengan umur.
Kecepatan gelombang peristaltik faring rata-rata 12 cm/detik. Mc.Connel
dalam penelitiannya melihat adanya 2 sistem pompa yang bekerja yaitu
1.Oropharyngeal propulsion pomp (OOP) adalah tekanan yangditimbulkan tenaga
lidah 2/3 depan yang mendorong bolus keorofaring yang disertai tenaga kontraksi
dari m.konstriktor faring.
6
2.Hypopharyngeal suction pomp (HSP) adalah merupakan tekanannegatif akibat
terangkatnya laring ke atas menjauhi dindingposterior faring, sehingga bolus
terisap ke arah sfingter esofagusbagian atas. Sfingter esofagus bagian atas
dibentuk oleh m.konstriktor faring inferior, m.krikofaring dan serabut
ototlongitudinal esofagus bagian superior.
3. Fase Esofageal
Fungsi utama esophagus yaitu menghantarkan makanan dari faring ke
lambung. Sfingter bagian bawah esophagus berelaksasi setelah melakukan
gelombang peristaltik dan memungkinkan makanan terdorong ke dalam lambung.
Sfingter kemudian berkontraksi untuk mencegah regurgitasi (refluks) isi lambung
ke dalam esophagus. Gelombang peristaltik esophagus hampir seluruhnya
dikontrol oleh refleks vagus, yang merupakan sebagian dari keseluruhan
mekanisme menelan. Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung kira-kira
dalam waktu 5 sampai 10 detik. Refleks ini dihantarkan melalui serat aferen vagus
dari esophagus ke medula oblongata dan kembali ke esofagus melalui serat eferen
vagus.
Fase ini terdiri dari beberapa tahapan :
1. Dimulai dengan terjadinya relaksasi m.kriko faring.
Gelombangperistaltik primer terjadi akibat kontraksi otot longitudinal dan
ototsirkuler dinding esofagus bagian proksimal. Gelombang
peristaltikpertama ini akan diikuti oleh gelombang peristaltik kedua
yangmerupakan respons akibat regangan dinding esofagus.
2. Gerakan peristaltik tengah esofagus dipengaruhi oleh serabut saraf
pleksus mienterikus yang terletak diantara otot longitudinal dan
ototsirkuler dinding esofagus dan gelombang ini bergerak seterusnyasecara
teratur menuju ke distal esofagus.
Cairan biasanya turun akibat gaya berat dan makanan padat turunkarena
gerak peristaltik dan berlangsung selama 8-20 detik. Esophagal transit time
bertambah pada lansia akibat dari berkurangnya tonus otot-otot rongga mulut
untuk merangsang gelombang peristaltik primer.
7
1.1.3 Dasar Teori Refleks Muntah
Refleks muntah (gagging refleks) dianggap suatu mekanisme fisiologis
tubuh untuk melindungi tubuh terhadap benda asing atau bahan-bahan yang
berbahaya bagi tubuh, masuk ke dalam tubuh melalui faring, laring atau trakea.
Sumber refleks muntah secara fisiologis dapat diklasifikasikan dalam dua
kelompok yaitu :
1. Somatik (stimulasi saraf sensoris berasal dari kontak langsung pada
area sensitif yang disebut trigger zone, mis: sikat gigi, makanan,
meletakkan benda di dalam rongga mulut)
2. Psikogenik ( distimulasi di pusat otak yang lebih tinggi tanpa
stimulasi secara langsung, mis: penglihatan, bau, suara, perawatan
kedokteran gigi).
Letak trigger area pada setiap individu dilaporkan tidak sama / sangat
spesifik. Pada beberapa orang trigger zone dapat ditemukan di bagian lateral lidah,
posterior palatum, dinding posterior faring, dan lain-lain. Impuls saraf rangsangan
ini akan diteruskan ke otak melalui N. Glosso-faringeus, dan motoriknya akan
dibawa kembali oleh N. Vagus. Selain tempat tersebut, (gagging refleks) dapat
juga disebabkan karena hidung tersumbat, gangguan saluran pencernaan, perokok
berat, gigi tiruan, variasi anatomi dari palatum molle, perubahan posisi tubuh yang
sangat cepat dan atau pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan.
Mekanisme reffleks muntah dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Pada tahap awal dari iritasi gastro intestinal atau distensi yang berlebihan,
akan terjadi gerakan anti peristaltis (beberapa menit sebelum muntah)
2. Anti-peristaltis dapat dimulai dari ileum dan bergerak naik ke duodenum
dan lambung dengan kecepatan 2-3 cm/detik dalam waktu 3-5 menit.
3. Kemudian pada saat bagian atas traktus gastrointestinal, terutama
duodenum, menjadi sangat meregang, peragangan ini menjadi faktor
pencetus yang menimbulkan tindakan muntah.
4. Pada saat muntah, kontraksi intrinsik kuat terjadi pada duodenum maupun
pada lambung, bersama dengan relaksasi sebagian dari sfingter esophagus
bagian bawah, sehingga membuat muntahan mulai bergerak ke esophagus.
8
Selanjutnya kontaksi otot-otot abdomen akan mendorong muntahan
keluar.
5. Distensi berlebihan atau adanya iritasi duodenum menyebabkan suatu
rangsangan khusus yang kuat untuk muntah, baik oleh saraf aferen vagal
maupun saraf simpatis ke pusat muntah bilateral di medula. Reaksi
motoris ini otomatis akan menimbulkan efek muntah. Impuls-impuls
motorik yang menyebabkan muntah ditransmisikan dari pusat muntah
melalui saraf kranialis V,VII,IX,X, dan XII ke traktus gastro-intestinal
bagian atas dan melalui saraf spinalis ke diafragma dan otot abdomen
6. Kemudian datang kontraksi yang kuat dibawah diafragma bersama dengan
rangsangan kontraksi semua otot dinding abdomen. Keadaan ini memeras
perut diantara diafragma dan otot-otot abdomen, membentuk suatu
tekanan intragastik sampai ke batas yang lebih tinggi. Akhirnya, sfingter
esophagus bagian bawah berelaksasi secara lengkap, membuat
pengeluaran isi lambung ke atas melalui esofagus
7. Ketika reaksi muntah terjadi, timbul beberapa efek yang terjadi di dalam
rongga mulut yaitu bernafas dalam, naiknya tulang lidah dan laring untuk
menarik sfingter esophagus bagian atas hingga terbuka, penutupan glotis,
pengangkatan palatum molle untuk menutup nares posterior.
Cara mencegah refleks muntah yaitu dengan diberikanya es balok, karena
es balok memiliki suhu rendah sehingga dapat menghambat kerja saraf untuk
menyampaikan rangsang menuju pusat muntah, sehingga sensitifitas pasien dapat
berurang. Selain itu, beberapa cara dapat juga digunakan untuk menekan efek
gagging refleks antara lain relaksasi,mengalihkan perhatian, metode desensitisasi,
terapi psikologis dan perilaku, anastesi lokal, sedasi, general anestesi, terapi obat-
obatan, hipnotik dan akupuntur.
1.1.4 Koordinasi Gerakan Lidah
Lidah merupakan organ stomatognati berotot yang dilapisi oleh mukosa
yang memiliki reseptor pengecap. Lidah memiliki kemampuan untuk bergerak ke
9
segala arah. Selain memiliki fungsi sebagai alat pengecap, lidah juga membantu
proses pengunyahan makanan.
.
10
BAB II
HASIL PENGAMATAN DAN JAWABAN PERTANYAAN
2.1 Tabel Hasil Pengamatan
2.1.1 Pengunyahan
2.1.1.1 Kekuatan Gigit Maksimal
Jenis kelamin
orang cobaGigi
Kedalaman gigit
Kanan(mm) Kiri(mm)
♀
Insisiv pertama 3 3
Kaninus 4 4
Molar pertama 3 4
♂
Insisiv pertama 3 3
Kaninus 4 4
Molar pertama 5 4
2.1.1.2 Efisiensi Kunyah
Perhitungan efisiensi kunyah
Pengunyahan 20 kali
Berat sisa makanan : 40 gr – 30 gr = 10 gr
Efisiensi kunyah : 10/9 x 100% = 111,1%
Pengunyahan 15 kali
Berat sisa makanan : 45 gr – 30 gr = 15 gr
Efisiensi kunyah : 15/9 x 100% = 166,67%
Pengunyahan 10 kali
Berat sisa makanan : 50 gr – 30 gr = 20 gr
Efisiensi kunyah : 20/9 x 100% = 222,22 gr
11
Jenis kelamin
orang coba
Efisiensi kunyah
20 kali 15 kali 10 kali
♀ 111,11 % 166,67 % 222,22 %
2.1.1.3 Kelelahan pada Otot Wajah
Jenis kelamin orang coba Waktu kunyah (awal kunyah – lelah)
♀ 7 menit – 350 kali pengunyahan
2.1.1.4 Gerakkan Lidah Pada Saat Pengunyahan
Jenis
kelamin
orang coba
Posisi lidah BentukUkuran
(normal/tdk)Warna Tekstur
♀
Relaksasi Normal Normal Pink
keputihan kasar
Anterior Normal NormalPink
keputihanKasar
Lateral Normal Normal pinkAgak
Kasar
Posterior Normal NormalPink
keputihan
Kasar
sekali
Mengunyah Normal normalPink
keputihankasar
12
2.1.2 Pemeriksaan Proses Menelan
2.1.2.1 Pemeriksaan Palpasi pada Saat Menelan
Jenis kelamin orang coba Pola gerakan
♀Terjadi gerakan naik turun pada leher
atas
2.1.2.2 Pengaruh Peningkatan Sekresi Saliva terhadap Penelanan
Perlakuan Respon orang coba
Dengan pemijatan Terasa lebih mudah
Tanpa pemijatan Terasa lebih susah
Kemudahan menelan : perlakuan dengan pemijatan selama 15 kali pengunyahan,
bolus makanan terasa lebih lunak sehingga lebih mudah ditelan
2.1.2.3 Pengaruh Jenis Makanan Terhadap Penelanan
Jenis kelamin
orang coba
Kemudahan menelan dan respon oran coba
1 : 0,5 1 : 1 1 : 2 1 : 3
♀ -
Sulit (+++)
agak serat,
kecepatan
mengunyah
lambat
Mudah (++)
Makanan
tertelan
setelah
dikunyah ± 9x
Sangat mudah
(+)Makanan
tertelan
setelah
dikunyah ± 5x
13
2.1.3 Prosedur Percobaan Refleks (Gagging Reflexs)
2.1.3.1 Pengaruh Suhu Sentuhan Terhadap Refleks Muntah
Lokasi Sentuhan Suhu
Panas Dingin
Ujung lidah - - -
Dorsal lidah ++ + -
Lateral kiri - - -
Lateral kanan - - -
Anterior - - -
Posterior ++ + -
Posterior palatum + - -
Uvula +++ +++ +++
Tonsil +++ +++ +++
Faring atas (jika
bisa)Tidak bisa
Yang paling
sensitif adalah :
Uvula
dan
Tonsil
Uvula dan
Tonsil
Uvula dan
tonsil
Ket :
- : tidak terjadi refleks muntah
+ : Ada keinginan refleks muntah
++ : sangat terangsang untuk muntah
+++ : Sudah akan muntah
14
2.1.3.2 Pengaruh Rasa Pahit Terhadap Refleks Muntah
Lokasi Respon
UvulaSangat ingin muntah, terjadi salivasi ± 30 detik, setelah berkumur
dan minum tetap terasa ingin muntah
Tonsil
Sangat lebih ingin muntah, terjadi salivasi ± 15 detik, terjadi
lakrimasi, setelah kumur dan minum masih terasa ingin muntah
serta isi perut bergejolak
2.2 PERTANYAAN DAN JAWABAN
(1) Apakah ada perbedaan permukaan rongga mulut antara laki – laki dan
perempuan ? Jelaskan mengapa ?
Jawab : Ya. Ada perbedaan permukaan rongga mulut antara laki-laki
dan perempuan. Perbedaan ini terdiri dari perbedaan lengkung rahang
dimana bentuk rahang laki-laki lebih besar dari pada perempuan selain
itu kebiasaan laki-laki tertawa terlalu lebar juga mempengaruhi lebar
dari permukaan rongga mulut tersebut. lengkung rahang dipengaruhi
oleh faktor lokal baik oleh gigi geligi yang menyusun lengkung gigi itu
sendiri, hubungan antar gigi, maupun dengan gigi antagonisnya.
Lengkung rahang merefleksikan gabungan antara ukuran gigi, lidah,
bibir, dan fungsi dinding otot pipi.
(2) Apakah ada perbedaan kekuatan gigit maksimal laki-laki dan perempuan
? Jelaskan mengapa ?
Jawab : Ada, namun sangat tipis. Berdasarkan percobaan yang telah
dilakukan, kekuatan laki-laki dan perempuan hampir sama namun laki-
laki sedikit lebih kuat dari pada perempuan. Hal ini terjadi karena otot
pengunyahan pada laki-laki lebih kuat dari pada perempuan.
(3) Mengapa makanan ada yang mudah ditelan dan ada yang sukar ?
Jelaskan mengapa?
15
Jawab : karena otot-otot pengunyahan, gigi dan organ-organ yang
terlibat dalam proses pengunyahan hingga penelanan menyesuaikan
kerjanya dengan struktur makanan (bolus). Makanan yang dimakan
banyak yang berbeda baik bentuk dan kandungan air dalam makanan
tersebut. Makanan yang bentuknya kasar dan mengandung sedikit
kandungan air akan sukar ditelan. Sedangkan makanan yang bentuknya
halus dan mengandung banyak air akan lebih mudah ditelan.
(4) Mengapa rasa pahit dapat merangsang refleks muntah ?
Jawab : karena rasa pahit merupakan salah satu perangsang rasa muntah
dimana rasa pahit ini merangsang impuls saraf sensorik yang diteruskan
ke otak melalui N. Glossofaringeus, setelah mencapai otak rangsangan
motoriknya akan dibawa kembali oleh N.vagus untuk memberi refleks
muntah, dimana di dalam rongga mulut terdapat saraf motorik maupun
sensorik yang keduanya saling bekerja sama.. Hal inilah yang memberi
refleks muntah pada seseorang yang merasakan rasa pahit di dalam
rongga mulut.
16
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Pengunyahan
3.1.1 Kekuatan Gigit Maksimal
Pada praktikum kali ini, kami meletakkan balok malam pada gigi orang
coba yang akan di uji, setelah itu instruksikan kepada orang coba untuk
menggingit balok tersebut dengan maksimal kemudian mengukur kedalaman gigit
tersebut menggunakan jangka. Praktikum ini kami menggunakan orang coba
dengan jenis kelamin perempuan dan laki-laki.
Berdasarkan hasil percobaan yang telah dilakukan yaitu dengan menggigit
balok malam, didapatkan bahwa pada regio kanan untuk orang coba perempuan
dan laki-laki pada gigi insisiv dan caninus didapatkan hasil yang sama, yaitu
sedalam 3 mm dan 4 mm. Namun untuk gigi molar pertama didapatkan hasil yang
berbeda antara perempuan dan laki-laki,pada perempuan kedalam gigitnya 3 mm
sedangkan laki-laki 5 mm. Pada regio kiri untuk gigi insisiv dan caninus pada
orang coba perempuan dan laki-laki juga mendapatkan hasil yang sama yaitu
sedalam 3 mm dan 4 mm. Kedalam gigit orang coba perempuan untuk gigi molar
pertama yaitu 3 mm sedangkan pada laki-laki 4 mm.
Data tersebut menunjukan bahwa orang coba laki-laki mempunyai
kedalaman gigit lebih dalam dari pada perempuan. Hal ini membuktikan bahwa
kekuatan gigit maksimal antara laki-laki dan perempuan adalah beda. Salah satu
sumber mengatakan bahwa, hal ini disebabkan karena perbedaan ukuran gigi baik
laki-laki dan perempuan. Ukuran gigi laki-laki lebih besar daripada ukuran gigi
perempuan. Selain itu otot pengunyahan pada laki-laki juga lebih kuat dari pada
pada perempuan sehingga dapat mempengaruhi kekuatan gigit maksimal setiap
individu.
3.1.2 Efisiensi Kunyah
17
Percobaan kali ini orang coba diinstruksikan untuk mengunyah nasi
sebanyak 20 kali kunyahan dengan kecepata x/detik. Nasi yang dikunyah adalah
nasi putih dengan rasio 1:1. Setelah itu keluarkan dari mulut dan letakkan di atas
saringan dilanjutkan dengan berkumur dengan aqua 15 ml. Air yang dikumur
dikeluarkan di atas sarinngan selanjutnya saringan disiram dengan air yang
mengalir sebanyak 1 gelas.
Dari percobaan yang telah kami lakukan didapatkan hasil efisiensi kunyah.
Berat sisa makanan yang telah dikunyah sama dengan jumlah sisa makanan dan
saringan dikurangi berat saringan. Dari sini akan didapatkan hasil efisiensi
dikunyah dengan cara membagi hasil berat sisa makanan tadi dengan berat nasi
dikali 100%. Pada pengunyahan 20 kali berat sisa makanan adalah 10 gr sehingga
didapat efisiensi pengunyahan sebesar 111,11 %. Pengunyahan selanjutnya yaitu
dilakukan sebanyak 15 kali dengan berat sisa makanan 15 gr dan efisiensi sebesar
166,67 %. Pengunyah ke tiga dilakukan sebanyak 10 kali. Berat sisa makanan 20
gr dan efisiensi yang didapat sebesar 222,22 %.
Dari hasil tadi menunjukan bahwa semakin sedikit dilakukan pengunyahan
maka tingkat efisien kunyah semakin besar. Semakin besar efisiensi kunyah
berarti molekul makanan hasil pengunyahan semakin buruk yang ditunjukan
dengan bentuk dari hasil kunyahan tidak sehalus pada pengunyahan yang
dilakukan sebanyak 20 kali. Memperhatikan penguyahan pada saat memakan
sangat penting karena bila mengunyah dengan benar kita akan memproduksi lebih
banyak saliva atau cairan ludah. Saat mengunyah, nutrisi dan vitamin yang
terdapat di dalam makanan akan keluar dan bercampur dengan cairan ludah. Hal
ini membantu tubuh untuk mendapatkan energi tambahan.
Cara mengunyah yang benar juga memperbaiki system pencernaan. Hal ini
disebabkan karena cairan ludah dapat membantu menghancurkan partikel
makanan sehingga mempermudah saluran pencernaan untuk menyerap nutrisi
makanan. Enzim yang terkandung di dalam cairan ludah, yang diproduksi akibat
mengunyah dengan benar, juga berfungsi untuk memecah karbohidrat dan lemak.
Saat mengunyah dengan benar, cairan ludah juga membantu melawan
pembentukan plak gigi dan bau mulut. Karbonathidrogen yang terdapat pada
18
cairan ludah akan menetralisir pembentuk plak gigi. Selain itu cairan ludah juga
membunuh bakteri dan membersihkan sisa makanan yang terdapat di sekitar gigi.
3.1.3 Kelelahan pada Otot Wajah
Pada percobaan ini orang coba diinstruksikan untuk mengunyah permen
karet dengan kecepatan x/detik hingga otot mulut terasa benar-benar letih (terasa
kaku). Setelah itu dilakukan penghitungan,pencatatan waktu serta jumlah
kunyahan yang diperlukan sejak kunyahan awal hingga terasa benar-benar letih.
Dari percobaan ini didapatkan hasil bahwa waktu orang coba untuk
mengunyah permen karet sampai benar-benar letih dan otot terasa kaku yaitu 7
menit dengan 350 kali pengunyahan.
Semakin lama kecepatan orang coba dalam mengunyah semakin
melambat, hal ini dikarenakan pengunyahan jika dilakukan terus menerus akan
menyebabkan otot wajah mengalami kelelahan. Perlambatan tersebut menandakan
bahwa orang coba mengalami kelelahan pada otot wajah dimana otot wajah
tersebut merupakan otot yang berperan penting pada saat pengunyahan.
Kelelahan pada otot wajah ini menyebabkan penurunan performa kerja
atau meningkatnya tingkat kesalahan sebagai akibat dari waktu kerja yang
berlebihan. Selain itu, kelelahan pada otot wajah ini dapat mengurangi hampir
seluruh kemampuan fisik termasuk kekuatan, kecepatan, kecepatan reaksi,
koordinasi, dan keseimbangan.
3.1.4 Gerakan Lidah Pada Saat Pengunyahan
Percobaan ini juga dilakukan dengan mengunyah permen karet dengan
perlahan. Namun sebelumnya orang coba diinstruksikan untuk menggerakan lidah
ke anterior, lateral dan ujung lidah ke bagian paling posterior, lateral, dan ujung
lidah ke bagian paling posterior dari palatina. Praktikum ini dilakukan untuk
mengetahui bentuk, ukuran, warna dan tekstur lidah pada saat relaksasi, lidah
pada posisi anterior, lateral, posterior, dan pada saat mengunyah.
Dari percobaan ini didapatkan bahwa pada posisi relaksasi bentuk lidah
normal, begitu juga ukuranya normal dengan warna pink keputihan dan tekstur
19
kasar. Pada posisi anterior didapatkan hasil yang sama seperti pada posisi
relaksasi, yaitu bentuk dan ukuran yang normal dengan warna pink keputihan dan
tekstur kasar. Pada posisi ini seharusnya lidah mengalami perbedaan dari posisi
relaksasi karena posisi lidah yang mengalami sedikit kontraksi. Posisi selanjutnya
yaitu posisi lateral dimana pada bentuk dan ukuran didapatkan hasil yang norma
dengan warna merah muda dan tekstur agak kasar, terjadi kontraksi yang kuat
pada lidah saat posisi ini. Pada posisi posterior, bentuk ukuran serta warna lidah
sama seperti posisi sebelumnya, namun pada tekstur lidah menjadi kasar sekali.
Pada posisi mengunyah didapatkan bentuk ukuran serta warna yang masih tetap
sama dengan tekstur kasar. Pada saat mengunyah lidah bergerak dari dekster ke
sinister, ketika memindahkan makanan lidah bergerak ke atas ke arah palatum
untuk mendorong makanan ke oklusal gigi.
3.2 Pemeriksaan Proses Menelan
3.2.1 Pemeriksaan Palpasi pada Saat Menelan
Percobaan berikutnya yaitu pemeriksaan palpasi pada saat menelan. Pada
percobaan ini orang coba diinstruksikan untuk minum kemudian dilakukan
inspeksi dan palpasi pada leher bagian atas serta mengamati pola gerakan yang
terjadi.
Berdasarkan hasil yang didapat, terjadi gerakan naik turun pada leher atas.
Hal ini karena pada fase ini minuman ataupun makanan didorong ke bagian
belakang mulut oleh tekanan lidah ke atas dan belakang terhadap palatum
sehingga lidah memaksa bolus masuk ke orofaring.
3.2.2 Pengaruh Peningkatan Sekresi Saliva terhadap Penelanan
Pada percobaan ini orang coba diinstruksikan mengunyah nasi dengan rasio
1:1. Pijatlah bagian pipi sambil terus mengunyah sebanyak 15 kali, kemudian
instruksikan untuk menelan. Ulangi lagi namun tanpa pemijatan.
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa
pengunyahan yang dilakukan dengan pemijatan terasa lebih mudah ditelan.
Sedangkan pengunyahan yang dilakukan tanpa menelan terasa lebih sulit untuk
20
ditelan. Kemudahan menelan ini terjadi karena perlakuan dengan pemijatan
selama 15 kali pengunyahan, menyebabkan bolus makanan terasa lebih lunak
sehingga lebih mudah ditelan.
Pemberian pijatan di sekitar kelenjar parotis memiliki efek fisiologis
meningkatkan sekresi saliva yang berdampak pada peningkatan fungsi sekresi
sehingga memberikan kemudahan dalam proses penelanan makanan di dalam
rongga mulut.
Saliva memiliki beberapa fungsi, yaitu melicinkan dan membasahi rongga
mulut sehingga membantu proses mengunyah dan menelan makanan, membasahi
dan melembutkan makanan menjadi bahan setengah cair ataupun cair sehingga
mudah ditelan dan dirasakan serta membantu proses pencernaan makanan melalui
aktivitas enzim ptyalin dan lipase ludah.
3.2.3 Pengaruh Jenis Makanan Terhadap Penelanan
Percobaan ini dilakukan dengan cara orang coba mengunyah nasi putih
dengan kemudian menelanya. Namun dengan nasi yang rasionya berbeda yaitu
1:1, 1:2, dan 1:3.
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa pada
nasi yang dengan rasio 1:1 orang coba mengalami kesulitan saat menelan, terasa
agak serat dan kecepatan mengunyahpun lambat. Pada nasi selanjutnya yaitu
dengan rasio 1:2 pada kunyahan kurang lebih 9 kali sudah bisa ditelan. Jenis nasi
yang terakhir yaitu nasi dengan rasio 1:3 sangat mudah ditelan yaitu kurang lebih
pada kunyahan ke 5.
Pada nasi pertama orang coba mengalami kesulitan untuk menelan, hal ini
disebabkan karena tekstur pada nasi pertama kasar sehingga lidah bekerja lebih
keras dalam menekan makanan ke bagian belakang mulut. Sedangkan pada nasi
kedua dan ketiga tekstur nasi lebih lembut sehingga lidah lebih mudah dalam
menekan makanan.
21
3.3 Prosedur Percobaan Refleks (Gagging Reflexs)
3.3.1 Pengaruh Suhu dan Sentuhan Terhadap Refleks Muntah
Percobaan berikutnya yaitu pengaruh suhu dan sentuhan terhadap refleks
muntah. Kemudian lakukan sentuhan kemudian dilanjutkan berkumur dengan air
es lalu air hangat dengan jeda waktu 10 menit. Lakukan sentuhan dengan spatel
lidah dari kayu pada beberapa bagian lidah yaitu pada ujung lidah, dorsal lidah,
lateral kiri dan kanan lidah, bagian anterior dan posterior lidah, posterior palatum,
uvula, tonsil, faring bagian atas. Kemudian amati pada bagian mana yang paling
sensitif terhadap gagging refleks.
Berdasarkan dari percobaan yang telah dilakukan, terlihat pada tabel bahwa
lokasi yang paling sensitiv pada orang coba yaitu pada lokasi uvula dan tonsil. Hal
ini dikarenakan adanya benda tertentu atau benda asing yang menyentuh area
pencetus muntah atau trigger zone sehingga merangsang untuk muntah. Pada
uvula dan tonsil saat dilakukan percobaan respon yang di dapat yaitu sudah akan
muntah. Trigger zone merupakan daerah sensitive yang berada ronggamulut yang
akan memicu gagging refleks. Apabila trigger zone tersentuh oleh benda asing
tentu akan menyebabkan refleks muntah. Trigger zone pada setiap individu
berbeda-beda.
Sama seperti pada percobaan sentuhan, pada percobaan suhu juga
didapatkan hasil bahwa daerah yang sensitif terhadap suhu panas dan dingin yaitu
pada daerah uvula dan tonsil. Namun ada perbedaan dari respon orang coba
terhadap suhu panas dengan suhu dingin. Pada suhu dingin didapatkan hasil
bahwa rata-rata respon menurun pada lokasi-lokasi lidah, hal ini dikarenakan suhu
dingin dapat menghambat kerja syaraf untuk menyampaikan rangsang menuju
pusat muntah, sehingga sensitifitas muntah pada orang coba dapat berkurang.
Berbeda dengan respon pada suhu tinggi atau panas, suhu tinggi dapat
mempercepat kerja syaraf untuk menyampaikan rangsangan menuju pusat muntah
sehingga sensitivitasnya lebih tinggi.
22
3.3.2 Pengaruh Rasa Pahit Terhadap Refleks Muntah
Percobaan kali ini adalah pengaruh rasa pahit terhadap refleks muntah.
Orang coba diinstruksikan untuk duduk tenang kemudian teteskan pada bagian
lidah yang paling sensitif terhadap gagging refleks dengan menggunakan obat
(rasa pahit) pada siring.
Berdasarkan hasil percobaan didapatkan bahwa pada lokasi uvula saat
ditetesi dengan obat (rasa pahit) respon orang coba sangat ingin muntah, selain itu
juga terjadi salivasi kurang lebih 30 detik, setelah berkumur dan minum tetap
terasa ingin muntah. Sama seperti pada uvula, pada tonsil juga memberikan
respon sangat ingin muntah, terjadi salivasi dan lakrimasi.
Pemberian obat dengan rasa pahit ini dapat memicu muntah. Hal ini
dikarenakan rasa pahit rasa pahit merangsang saraf sensorik yang ada pada rongga
mulut dan kemudian diteruskan ke otak melalui N.Glossofaringeus dan kemudian
rangsangan motoriknya dibawa kembali oleh N.Vagus untuk memberi refleks
muntah.
23
BAB IV
KESIMPULAN
Dari percobaan yang telah kita lakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. Fungsi penting tubuh yang terlibat dalam proses makan antara lain
pengunyahan, gerakan lidah, perasa, penelanan dan salvias.
2. Pengunyahan merupakan hasil kerja sama antara peredaran darah, otot
pengunyahan, saraf, tulang rahang, TMJ, jaringan lunak RM, gigi yang
dipersarafi oleh cabang motorik N. Trigeminus.
3. Penelanan merupakan salah satu bagian dari proses makan yang terdiri
dari 3 fase, yaitu fase volunter, fase faringeal dan fase esofageal.
4. Refleks muntah merupakan mekanisme fisiologis tubuh untuk melindungi
tubuh terhadap benda asing yang masuk ke dalam tubuh melalui faring,
laring atau trakea yang dapat bersumber dari somatik dan psikogenik.
24
DAFTAR PUSTAKA
Guyton & Hall. 2011. Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC
25