60
BAB I PENDAHULUAN Luka bakar berat adalah luka yang kompleks. Sejumlah fungsi organ tubuh mungkin ikut terpengaruh. Luka bakar bisa mempengaruhi otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah. Sistem pernapasan dapat juga rusak, kemungkinan adanya penyumbatan udara, gagal nafas dan henti nafas. Karena luka bakar mengenai kulit, maka luka tersebut dapat merusak keseimbangan cairan atau elektrolit normal tubuh, temperatur tubuh, pengaturan suhu tubuh, fungsi sendi, dan penampilan fisik. Sebagai tambahan terhadap kerusakan fisik yang disebabkan oleh luka bakar, pasien juga bisa menderita permasalahan psikologis dan emosional yang dimulai sejak peristiwa terjadi dan bisa bertahan / berlangsung untuk jangka waktu yang lama. 1 Luka bakar hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab morbiditas dan mortalitas pada anak. Di Amerika, lebih dari 2 juta orang mengalami luka bakar setiap tahun. Sekitar 700.000 dirawat di unit gawat darurat dan 50.000 membutuhkan perawatan di rumah sakit. Luka bakar menempati peringkat ketiga penyebab mortalitas di seluruh dunia. 1,2 Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan etiologi, kedalaman serta luasnya luka bakar yang menentukan 1

Isi Lapkas Anestesi koas

Embed Size (px)

DESCRIPTION

koas anessstesi dan bedah

Citation preview

Page 1: Isi Lapkas Anestesi koas

BAB I

PENDAHULUAN

Luka bakar berat adalah luka yang kompleks. Sejumlah fungsi organ tubuh

mungkin ikut terpengaruh. Luka bakar bisa mempengaruhi otot, tulang, saraf, dan

pembuluh darah. Sistem pernapasan dapat juga rusak, kemungkinan adanya

penyumbatan udara, gagal nafas dan henti nafas. Karena luka bakar mengenai

kulit, maka luka tersebut dapat merusak keseimbangan cairan atau elektrolit

normal tubuh, temperatur tubuh, pengaturan suhu tubuh, fungsi sendi, dan

penampilan fisik. Sebagai tambahan terhadap kerusakan fisik yang disebabkan

oleh luka bakar, pasien juga bisa menderita permasalahan psikologis dan

emosional yang dimulai sejak peristiwa terjadi dan bisa bertahan / berlangsung

untuk jangka waktu yang lama.1

Luka bakar hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab

morbiditas dan mortalitas pada anak. Di Amerika, lebih dari 2 juta orang

mengalami luka bakar setiap tahun. Sekitar 700.000 dirawat di unit gawat darurat

dan 50.000 membutuhkan perawatan di rumah sakit. Luka bakar menempati

peringkat ketiga penyebab mortalitas di seluruh dunia.1,2

Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan etiologi, kedalaman serta luasnya

luka bakar yang menentukan gejala klinis serta beratnya luka bakar.1,3 Luka bakar

menyebabkan terjadinya hipermetabolisme akibat stimulasi sitokin-sitokin

berlebihan yang menyebabkan meningkatnya respons stres akibat proses infeksi.

Proses inflamasi umumnya meningkat segera setelah trauma terjadi dan bertahan

sekitar 5 minggu paska trauma. Respons metabolisme yang terjadi diantaranya

peningkatan suhu, kebutuhan O2, glukosa serta peningkatan produksi CO2.

Komplikasi yang terjadi pada pasien luka bakar antara lain, gagal napas, syok dan

infeksi sistemik ke berbagai organ yang dapat menyebabkan kematian. Seringkali

pasien luka bakar mengalami syok akibat kehilangan banyak cairan atau sepsis,

sehingga diperlukan pemantauan hemodinamik ketat. Tatalaksana penanganan

luka bakar di ruang perawatan intensif harus bersifat holistik yang mencakup

tatalaksana jalan napas dan oksigenasi, resusitasi cairan, pemberian antibiotika,

1

Page 2: Isi Lapkas Anestesi koas

tatalaksana nutrisi, penanganan nyeri hingga perawatan luka untuk menurunkan

mortalitas.1,2

Pasien luka bakar memiliki keunikan baik dalam resusitasi, stres metabolik,

komplikasi dan luaran. Perawatan berkelanjutan sangat penting dalam menilai

infeksi, penyembuhan dan kemampuan untuk memberikan penanganan luka bakar

yang baik. Kebanyakan luka bakar hanya melibatkan kulit (jaringan epidermis

dan dermis), tapi jaringan yang lebih dalam seperti otot, tulang dan pembuluh

darah juga bisa terlibat. Luka bakar juga dapat mengalami komplikasi syok,

infeksi, disfungsi multiorgan, gangguan elektrolit dan gangguan pernapasan.

Pasien dengan kegagalan dua organ atau lebih memiliki nilai mortalitas sebesar

98%, sementara infeksi adalah penyebab 75% kematian dalam luka bakar.1,2

2

Page 3: Isi Lapkas Anestesi koas

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh kontak dengan suhu tinggi

seperti api, air panas, listrik, bahan kimia, dan radiasi. Luka ini dapat

menyebabkan kerusakkan jaringan. Cedera lain yang termasuk luka bakar adalah

sambaran petir, sengatan listrik, sinar X dan bahan korosif. Kerusakan kulit yang

terjadi tergantung pada tinggi suhu dan lama kontak. Suhu minimal untuk dapat

menghasilkan luka bakar adalah sekitar 44°C dengan kontak sekurang-kurangnya

5-6 jam. Suhu 65°C dengan kontak selama 2 detik sudah cukup menghasilkan

luka bakar. Kontak kulit dengan uap air panas selama 2 detik mengakibatkan suhu

kulit pada kedalaman 1 mm dapat mencapai suhu 47°C, air panas yang

mempunyai suhu 60°C yang kontak dengan kulit dalam waktu 10 detik akan

menyebabkan kehilangan sebagian ketebalan kulit dan diatas 70°C akan

menyebabkan kehilangan seluruh kulit. Temperatur air yang digunakan untuk

mandi adalah berkisar 36°C-42°C. Pelebaran kapiler dibawah kulit mulai terjadi

pada saat suhu mencapai 35°C selama 120 detik, vesikel terjadi pada suhu 53°C-

57°C selama kontak 30-120 detik.1,2,3

2.2. Klasifikasi Luka Bakar

Luka bakar diklasifikasikan berdasarkan 2 cara: sumber penyebab dan

derajat luka bakar.1,2,3,4,5

Berdasarkan sumber penyebab dibedakan atas:

Panas. Termasuk api, radiasi, atau pajanan panas dari api, uap dan

cairan panas serta benda – benda yang panas

Bahan kimia. Termasuk berbagai macam asam dan basa

Listrik. Termasuk didalamnya arus listrik dan sambaran petir

Cahaya. Luka bakar yang disebabkan oleh sumber cahaya yang kuat

atau cahaya ultra violet, juga termasuk sinar matahari

3

Page 4: Isi Lapkas Anestesi koas

Radiasi. Seperti radiasi nuklir, cahaya ultra violet juga termasuk salah

satu sumber penyebab luka bakar karena radiasi

Klasifikasi Berdasarkan Derajat Luka Bakar

1. Luka bakar derajat 1 (luka bakar superfisial). Luka bakar hanya terbatas pada

lapisan epidermis. Luka bakar derajat ini ditandai dengan kemerahan yang

biasanya akan sembuh tanpa jaringan parut dalam waktu 5 – 7 hari.

Gambar 1. Luka Bakar Derajat I

2. Luka bakar derajat 2 (luka bakar dermis)

Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis tetapi masih ada

elemen epitel yang tersisa, seperti sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar

keringat, dan folikel rambut. Dengan adanya sisa epitel yang sehat ini, luka

dapat sembuh sendiri dalam 10 – 21 hari. Oleh karena kerusakan kapiler dan

ujung saraf di dermis, luka derajat ini tampak lebih pucat dan lebih nyeri

dibandingkan luka bakar superfisial, karena adanya iritasi ujung saraf

sensorik. Juga timbul bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh

karena permeabilitas dindingnya meninggi.

Luka bakar derajat 2 dibedakan menjadi : a. Derajat dua dangkal dimana

kerusakan mengenai bagian superfisial dari dermis dan penyembuhan terjadi

secara spontan dalam 10- 14 hari. b. Derajat dua dalam dimana kerusakan

mengenai hampir seluruh bagian dermis. Bila kerusakan lebih dalam

mengenai dermis, subyektif dirasakan nyeri. Penyembuhan terjadi lebih lama

tergantung bagian dari dermis yang memiliki kemampuan reproduksi sel-sel

kulit (epitel, stratum germinativum, kelenjar keringat, kelenjar sebasea dan

4

Page 5: Isi Lapkas Anestesi koas

lain sebagainya) yang tersisa. Biasanya penyembuhan terjadi dalam waktu

lebih dari satu bulan.

Gambar 2. Luka Bakar Derajat II

Gambar 3. Evaluasi luka bakar derajat 2 — 1 jam

Gambar 5 Evaluasi luka bakar derajat 2 —dua hari, lepuh tampak

Gambar 4 Evaluasi luka bakar derajat 2 – 1 hari

3. Luka bakar derajat 3.

Luka bakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit, mungkin subkutis,

atau organ yang lebih dalam. Oleh karena tidak ada lagi elemen epitel yang

hidup maka untuk mendapatkan kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit.

Koagulasi protein yang terjadi memberikan gambaran luka bakar berwarna

keputihan, tidak ada bula dan tidak nyeri.

Gambar 6. Luka Bakar Derajat III

5

Page 6: Isi Lapkas Anestesi koas

2.3. Luas Luka Bakar3,4,5,6,7

Penentuan luas luka bakar pada kulit adalah penting pada kasus-kasus

dimana kematian terjadi lambat oleh karena luas dan derajat luka bakar sangat

penting pengaruhnya terhadap prognosis dan manajemen pengobatannya. Untuk

perhitungan luas luka bakar secara tradisional dihitung dengan menggunakan

`Rule of Nines` dari Wallace. Dikatakan bahwa luka bakar yang terjadi dapat

diindikasikan sebagai presentasi dari total permukaan yang terlibat oleh karena

luka termal. Bila permukaan tubuh dihitung sebagai 100%, maka kepala adalah

9%, tiap – tiap ekstremitas bagian atas adalah 9%, dada bagian depan adalah 18%,

bagian belakang adalah 18%, tiap-tiap ekstremitas bagian bawah adalah 18% dan

leher 1%. Lihat gambar

Rumus tersebut tidak dapat digunakan pada anak dan bayi karena relatif

luas permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih

kecil. Oleh karena itu, digunakan `Rule of ten` untuk bayi dan `Rule of 10-15-20`

dari Lund and Browder untuk anak. Dasar presentasi yang digunakan dalam

rumus tersebut adalah luas telapak tangan dianggap seluas 1%.

Derajat dan luas luka bakar tergantung pada banyak faktor seperti jarak

korban dengan api, lamanya pajanan, bahkan pakaian yang digunakan korban

pada waktu terjadinya kebakaran. Komposisi pakaian dapat menentukan derajat

keparahan dan luasnya luka bakar. Kain katun murni akan mentransmisi lebih

banyak energi panas ke kulit dibandingkan dengan bahan katun polyester. Bahan

katun terbakar lebih cepat dan dapat menghasilkan luka bakar yang besar dan

dalam. Bila bahan yang dipakai kandungan poliesternya lebih banyak akan

menyebabkan luka bakar yang relatif ringan atau kurang berat. Bahan rajutan akan

menghasilkan daerah luka bakar yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan

6

Page 7: Isi Lapkas Anestesi koas

bahan pintalan. Sehingga dapat dikatakan bahwa bila bahan yang dipakai

bertambah berat maka daerah yang terbakar akan berkurang. Selain itu derajat

luka bakar akan berkurang bila pakaian yang dipakai korban ketat dan

mengelilingi tubuh.

Gambar 4. Perhitungan Luas Luka Bakar

0 – 1 th 5 th

15 th Dewasa

Tabel 2. Rule of Nines untuk Penatalaksanaan Luka Bakar Pada Permukaan

7

18

9 9

18 18

1414

14

9 9

18 18

1616

10

9 9

18 18

1818

9

9 9

18 18

18181

Page 8: Isi Lapkas Anestesi koas

Tubuh Struktur Anatomi Area Permukaan Kepala 9% Badan Depan 18% Punggung 18% Tiap Kaki 18% Tiap Lengan 9% Genitalia/perineum 1%

2.4. Patofisiologi Luka Bakar1,2,3,4,7,8

Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi, akan rusak dan

permeabilitasnya meningkat. Sel darah yang ada didalamnya ikut rusak sehingga

dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan

menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan

berkurangnya volume cairan intra vaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar

menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya

cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua, dan pengeluaran cairan

dari keropeng luka bakar derajat tiga.

Bila luas luka bakar <25%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh, masih

bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik

dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan

cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin yang berkurang. Pembengkakan

terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah 8 jam.

Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat

terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap, atau uap panas yang

terhisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan

nafas dengan gejala sesak nafas, takipnea, stridor, suara serak, dan dahak

berwarna gelap akibat jelaga.

Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon

monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat, sehingga hemoglobin tidak

mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung,

8

Page 9: Isi Lapkas Anestesi koas

pusing, mual dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila dari 60%

hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.

Setelah 12 – 24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi

mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini

ditandai dengan meningkatnya diuresis.

Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang

merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah

infeksi. Infeksi ini sulit untuk diatasi karena daerahnya tidak tercapai oleh

pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal pembuluh ini membawa

sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar

selain berasal dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran

atas dan kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini

biasanya sangat berbahaya karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap

berbagai macam antibiotik. Perubahan luka bakar derajat 2 menjadi derajat 3

akibat infeksi, dapat dicegah dengan mencegah infeksi.

Pada awalnya, infeksi biasanya disebabkan oleh kokus Gram positif yang

berasal dari kulit sendiri atau dari saluran nafas, tetapi kemudian dapat terjadi

invasi kuman Gream negatif. Peudomonas aeruginosa yang dapat menghasilkan

eksotoksin protease dan toksin lain yang berbahaya, terkenal sangat agresif dalam

invasinya pada luka bakar. Infeksi Pseudomonas dapat dilihat dari warna hijau

pada kasa penutup luka bakar. Kuman memproduksi enzim penghancur keropeng

yang bersama dengan eksudasi oleh jaringan granulasi membentuk nanah.

Infeksi ringan dan non invasif (tidak dalam) ditandai dengan keropeng

yang mudah terlepas dengan nanah yang banyak. Infeksi yang invasif ditandai

dengan perubahan jaringan di tepi keropeng yang kering dengan perubahan

jaringan di tepi keropeng yang mula-mula sehat menjadi nekrotik; akibatnya, luka

bakar yang mula-mula derajat 2 menjadi derajat 3. Infeksi kuman menimbulkan

vaskulitis pada pembuluh kapiler di jaringan yang terbakar dan menimbulkan

trombosis sehingga jaringan yang diperdarahinya mati.

Bila luka bakar di biopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan

kuman dan terlihat invasi kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar

9

Page 10: Isi Lapkas Anestesi koas

demikian disebut luka bakar septik. Bila penyebabnya kuman Gram positif,

seperti Staphylococcus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi penyebaran

kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus.

Syok septik dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyumbat di

darah.

Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat 2 dapat sembuh

dengan meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa

elemen epitel yang masih vital, misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel

kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar derajat 2 yang dalam

mungkin menimbulkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku, dan secara

estetik sangat jelek.

Luka bakar derajat 3 yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami

kontraktur. Bila ini terjadi dipersendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.

Pada luka bakar dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristaltik

usus menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi,

peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium.

Stress atau beban faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat

menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala

yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak

Curling. Yang di khawatirkan pada tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan

yang tampil sebagai hematemesis dan/atau melena.

Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga

keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena

eksudasi, metabolisme tinggi, dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang

rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase

ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu,

penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil dan berat badan menurun. Dengan

demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka

bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka bakar mengenai

wajah sehingga rusak berat, penderita mungkin menderita beban kejiwaan berat.

Jadi, prognosis luka bakar terutama ditentukan oleh luasnya luka bakar.

10

Page 11: Isi Lapkas Anestesi koas

2.5. Menentukan Keparahan Luka Bakar4,6,7,8

Sumber luka bakar. Luka bakar minor yang disebabkan oleh radiasi nuklir

lebih parah dibandingkan dengan suatu luka bakar termal. Luka bakar

yang disebabkan oleh bahan kimia adalah berbahaya sebab bahan kimia

mungkin masih terdapat pada kulit.

Bagian tubuh yang terbakar luka bakar yang terdapat pada wajah lebih

berbahaya sebab bisa mempengaruhi jalan nafas atau mata. Luka bakar

pada telapak tangan dan kaki juga membutuhkan perhatian khusus sebab

bisa membatasi pergerakan jari dan jari kaki.

Derajat luka bakar. Derajat luka bakar adalah penting untuk ditentukan

sebab bisa menyebabkan infeksi/peradangan jaringan yang terbakar dan

memudahkan invasi kuman ke sistem sirkulasi.

Luas daerah luka bakar. Adalah penting untuk mengetahui persentase dari

jumlah permukaan kulit yang terbakar. Tubuh orang dewasa dibagi

menjadi beberapa regio, masing-masing mewakili sembilan persen dari

total permukaan tubuh. Regio ini adalah kepala dan leher, masing-masing

ekstremitas bagian atas, dada, abdomen, punggung bagian atas, pantat dan

punggung bagian bawah, bagian depan dari masing-masing ekstremitas

bawah, dan bagian belakang dari masing-masing ektremitas bagian bawah.

Jumlahnya 99 persen. 1 persen sisanya adalah area genital. Pada bayi atau

anak kecil, persentase yang lebih besar ditempatkan pada kepala dan

batang tubuh.

Umur pasien. Ini sangat penting sebab anak-anak kecil dan orang tua pada

umumnya mempunyai reaksi yang lebih berat terhadap luka bakar dan

berbeda proses penyembuhannya.

Kondisi fisik dan mental sebelum terjadinya luka bakar. Pasien dengan

penyakit saluran pernapasan, kelainan jantung, diabetes atau penyakit

ginjal berada dalam bahaya yang lebih besar dibanding orang-orang yang

sehat.

11

Page 12: Isi Lapkas Anestesi koas

2.6. Berat Ringannya Luka Bakar8

Dibagi menjadi :

1. Berat = Parah

a. Luka bakar derajat II 25% atau lebih

b. Luka bakar derajat III 10% atau lebih

c. Luka bakar derajat III pada tangan, kaki dan muka

d.Terdapat komplikasi pada saluran nafas, jantung, patah tulang,

kerusakan soft tissue yang luas

2. Sedang

a. Luka bakar derajat II 15 – 25%

b. Luka bakar derajat III 2 – 10% kecuali pada muka, tangan dan kaki

3. Ringan

a. Luka bakar derajat II <15%

b. Luka bakat derajat III <2%

2.7. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Tingkat Keparahan Luka

Bakar4,6,7,8

Tingkat keparahan luka bakar dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :

Intensitas panas

Pada kebakaran rumah, biasanya suhu berada pada kisaran di bawah

1200 – 16000F

Durasi terpajan panas

Misalnya, kulit manusia dipanaskan sampai 450C selama 2 jam, maka

kulit akan menjadi hiperemis tanpa terjadi kerusakan epidermis, namun

bila durasi pajanan diperpanjang sampai 3 jam, akan terjadi kerusakan

total atau nekrosis pada epidermis.

Pada pelaksanaan pembakaran jenazah (kremasi) orang dewasa, alat yang

digunakan harus dipanaskan terlebih dahulu selama 1,5 jam dengan suhu

15000F

12

Page 13: Isi Lapkas Anestesi koas

2.8. Terapi

2.8.1. Manajemen akut (Clinical Practice)10

Tujuan:

Segera diidentifikasi kondisi yang mengancam kehidupan dan manajemen

kegawatdaruratan

dimulai.

1. Primary Survey10

A. Pemeliharaan Airway dengan kontrol tulang belakang leher

• Stabilisasi leher untuk suspek cervical spine injury.

• Hal ini penting untuk menjaga patensi jalan napas. Periksa saluran napas untuk

benda asing / edema. Jika pasien tidak dapat merespon perintah verbal, membuka

jalan napas dengan chin lift atau jaw trust.

• Minimumkan pergerakan cervical spine dan tidak pernah hiperfleksi atau

hiperekstensi kepala atau leher.

• Masukkan Guedel Airway jika patensi jalan napas terganggu. Pikirkan untuk

intubasi lebih awal.

B. Breathing dan Ventilasi10

• Berikan oksigen 100%

• Menilai dan memastikan bahwa ekspansi/gerakan dada memadai dan sama

bilateral

- Waspadalah kulit dalam melingkar atau dada ketebalan penuh luka bakar – nilai

apakah escharotomy diperlukan?

• Palpasi untuk krepitus dan patah tulang rusuk

• Lakukan auskultasi untuk napas suara bilateral

• Ventilasi via bag dan mask atau intubasi pasien jika perlu.

• Memantau laju pernapasan - berhati-hatilah jika <10 atau> 20 per menit.

• Nilai saturasi oksigen dengan pulsa oksimeter

• Pertimbangkan apakah terjadi keracunan karbon monoksida

13

Page 14: Isi Lapkas Anestesi koas

C. Circulation dengan Kontrol Perdarahan10

• Periksa untuk setiap perdarahan yang terlihat - berhenti dengan penekanan

langsung.

• Memantau dan mencatat nadi perifer untuk frekuensi, kekuatan (kuat, lemah)

dan irama,

• Nilai waktu pengisian kapiler, kembali normal dua detik. Jika memanjang

menunjukkan hipoperfusi karena hipotensi, hipovolemia

• sirkulasi perifer Monitor jika ada luka bakar hadir melingkar. Pertama

meningkatkan ekstremitas untuk mengurangi edema dan aliran darah bantuan

(Kagan & Smith 2000). Jika ini tidak terbukti efektif maka mungkin perlu untuk

melakukan escharotomy.

D. Disability: Status neurologis10

• Menetapkan tingkat kesadaran:

A - Alert

V - Respon terhadap rangsangan Vocal

P - Merespon rangsangan Menyakitkan

U - Merespons

• Periksa respon pupil terhadap cahaya untuk reaksi dan ukuran.

• Waspada terhadap kegelisahan dan penurunan tingkat kesadaran - hipoksemia,

CO

intoksikasi, shock, alkohol, obat-obatan dan analgesia yang mempengaruhi tingkat

kesadaran.

E. Exprosure dengan kontrol lingkungan10

• Lepaskan semua pakaian dan perhiasan.

• Jaga kehangatan pasien

• Hipotermia dapat memiliki efek merugikan pada pasien. Hal ini penting untuk

memastikan

14

Page 15: Isi Lapkas Anestesi koas

bahwa pasien tetap hangat, terutama selama periode bantuan pendinginan

pertama.

• Log roll pasien, menghapus lembar basah dan memeriksa permukaan posterior

untuk luka bakar dan luka lain.

2. Secondary Survey10

Melakukan survei sekunder yang komprehensif.

a. History

A - Allergies

M - Medications

P - Past Illnesses

L - Last Meal

E - Events/Environment related to injury

b. Mekanisme Cedera

- Kumpulkan informasi dari pasien atau orang lain sebagai berikut:

1. Tanggal dan waktu luka bakar, tanggal dan waktu terjadi pertama.

2. Sumber cedera dan lamanya waktu kontak.

3. Pakaian yang dikenakan.

4. Aktivitas pada saat luka bakar

5. Kecukupan pertolongan pertama.

C . Penilaian Head to toe

• menilai kembali A, B, C, D, E,

d. Tindakan lain

• Mencatat dan dokumen

• membuat hapusan luka bakar dan kirim ke mikrobiologi.

15

Page 16: Isi Lapkas Anestesi koas

2.8.2. Resusitasi Luka Bakar9,10,11

Resusitasi cairan merupakan tatalaksana utama pada saat fase awal

penanganan luka bakar terutama pada 24 jam pertama. Pemberian cairan yang

adekuat akan mencegah syok yang disebabkan karena kehilangan cairan

berlebihan pada luka bakar.

Luka bakar dapat menyebabkan berbagai perubahan parameter anatomis,

imunologis bahkan fisiologis tubuh. Luka bakar dapat menyebabkan hilangnya

cairan intravaskular melalui luka atau jaringan yang tidak mengalami cedera.

Hilangnya cairan umumnya terjadi dalam 24 jam pertama setelah cedera. Teknik

resusitasi cairan pada luka bakar terus mengalami perkembangan. Prinsip

resusitasi cairan luka bakar mengacu pada rumus Parkland yaitu :

4 cc/kg/luas permukaan tubuh + cairan rumatan

Cairan rumatan dapat digunakan dekstrosa 5% dalam ringer laktat yang

jumlahnya disesuaikan dengan berat badan :

≤10 Kg: 100 mL/kg

11-20 Kg: 1000 mL + (Berat badan – 10 Kg) x 50 mL

>20 Kg: 1500 mL + (Berat badan – 20 Kg) x 20 mL

Pemberian cairan ini diberikan 24 jam pertama, 50% diberikan 8 jam

pertama dan 50% diberikan 16 jam berikutnya. Formula ini telah digunakan

secara luas sejak 40 tahun yang lalu untuk terapi cairan pada luka bakar selama 24

jam pertama setelah trauma, namun penelitian terbaru mengatakan bahwa formula

Parkland tidak dapat memprediksi kehilangan cairan secara akurat khususnya

pada pasien dengan luka bakar luas, akibatnya pasien seringkali mendapatkan

jumlah cairan lebih sedikit dibandingkan seharusnya. Hal ini sesuai dengan

penelitian Cancio dkk yang melaporkan bahwa penggunaan formula Parkland

menyebabkan penurunan kebutuhan cairan pada 84% pasien. Penelitian ini juga

menyebutkan jumlah cairan yang diberikan pada pasien luka bakar tidak hanya

memperhatikan luas serta kedalaman luka, namun harus diperhatikan apakah

pasien ini membutuhkan bantuan ventilasi mekanik atau tidak karena diperkirakan

hal ini dapat meningkatkan kebutuhan cairan.10

16

Page 17: Isi Lapkas Anestesi koas

Metode lain resusitasi cairan dikembangkan oleh Baxter pada tahun 1979, ia

memberikan teknik resusitasi cairan pada 954 pasien luka bakar dengan

menggunakan formulasi cairan 3,7– 4,3 mL/Kg/total luas permukaan tubuh

(TLPT) dan didapatkan hasil sekitar 70% yaitu 438 dewasa dan 516 anak-anak

mengalami keluaran yang baik. Formulasi lain terapi cairan menurut gavelstron

menggunakan rumus

(5000 mL x LPT yang mengalami luka bakar) + (2000 mL x TLPT)

Protokol saat ini melanjutkan pemberian resusitasi cairan dengan

menggunakan formulasi 2– 4 mL/kgBB/TLPT selama 24 jam pertama. Setelah

pemberian terapi cairan, dilakukan pemantauan tanda kelebihan cairan yaitu

terdapatnya gangguan hemodinamik pasien seperti sesak napas, hepatomegali atau

terdapatnya ronkhi basah halus pada basal paru. Pemantauan ini kerap kali harus

dilakukan karena pemberian cairan berlebihan akan menyebabkan terjadinya

edema yang merupakan komplikasi akibat pemberian cairan resusitasi dan

berpotensi menimbulkan kompikasi misalnya abdominal compartement syndrome

dan edema paru.

Keterlambatan resusitasi meningkatkan mortalitas dan memperparah luka

bakar. Akses intravena dapat dilakukan perifer dengan luka yang kecil tetapi

memerlukan penempatan sentral untuk luka bakar yang lebih ari 20% TBSA.

Sebagian besar penelitian tidak mendapatkan peningkatan insidens edema

paru pada pasien yang mendapatkan cairan kristaloid. Holm dkk dalam

penelitiannya mengemukakan bahwa sebagian besar luka bakar tidak

memperlihatkan peningkatan permeabilitas kapiler paru setelah trauma, dan

insidens edema paru jarang terjadi sepanjang tekanan pengisian intravaskular

dipertahankan dalam batas normal. Berdasarkan tinjauan sistematik oleh

Schierhout dan Roberts dari 26 penelitian acak terkontrol dengan 1622 pasien

yang mendapatkan koloid atau kristaloid, mortalitas merupakan outcome utama

yang dinilai. Hasil yang didapat adalah, mortalitas pada pasien yang mendapat

cairan koloid lebih besar 4% dibanding yang mendapat kristaloid.

17

Page 18: Isi Lapkas Anestesi koas

Direkomendasikan cairan koloid dan atau cairan hipertonik sebaiknya dihindari

dalam 24 jam pertama setelah trauma luka bakar (level II B).

Koloid tidak memperlihatkan keuntungan dibanding kristaloid pada awal

resusitasi cairan pada pasien luka bakar dan bahkan memperburuk edema

formation pada awal awal terjadinya luka bakar. Hal ini oleh karena selama 8-24

jam setelah luka bakar terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga koloid

mengalami influx masuk ke dalam interstitium sehingga memperburuk edema.

Studi meta-analisis terakhir memperlihatkan mortalitas lebih tinggi pada pasien

yang mendapatkan albumin sebagai bagian resusitasi awal dengan 2,4 kali risiko

relatif mortalitas dibanding yang mendapatkan kristaloid.

2.8.3. Antibiotika yang sesuai9,11

Pasien luka bakar terutama luka bakar luas berpotensi mengalami infeksi

sekunder maupun sepsis sehingga berpotensi meningkatkan mortalitas. Penelitian

yang dilakukan di Amerika Serikat terhadap 175 pasien luka bakar luas dikatakan

bahwa infeksi berhubungan dengan disfungsi multiorgan yang dapat

menimbulkan kematian pada 36% pasien.

Infeksi sekunder pada luka bakar terutama disebabkan oleh bakteri gram

positif terutama stafilokokus yang berdomisili di kelenjar keringat dan folikel

rambut, perubahan kondisi akibat luka bakar akan mempercepat pertumbuhan

bakteri, sedangkan infeksi bakteri gram negatif umumnya disebabkan karena

translokasi dari kolon karena berkurangnya aliran darah mesenterika. Selain itu

kondisi pasien diperberat akibat penurunan respons limfosit T sitotoksik, maturasi

mieloid yang menyebabkan terganggunya aktivitas netrofil dan makrofag. Tujuan

penanganan luka adalah mempercepat epitelisasi sehingga dapat mengurangi

risiko infeksi sekunder. Sepsis seringkali menyertai luka bakar.

Menurut Centre for Disease Control (CDC), infeksi luka bakar adalah

keadaan apabila:

Terdapat perubahan kesadaran pasien yaitu menjadi

Tampak letargis, hipotermia, hipertermia maupun tanda-tanda syok

Perubahan pada luka yang terjadi misalnya warna maupun bau

18

Page 19: Isi Lapkas Anestesi koas

Pada pemeriksaan kultur jaringan positif mengandung mikroorganisme

Pemberian antibiotik profilaksis sebenarnya tidak dianjurkan, namun

antibiotik profilaksis dapat direkomendasikan pada keadaan:

- Pencegahan selulitis sehingga memerlukan antibiotika antistreptokokal

- Pemberian obat anti jamur oral atau enteral untuk mencegah kandidiasis

- Pemberian obat-obatan perioperatif

- Pemberian antibiotika spektrum luas pada keadaan syok sepsis

2.8.4. Dukungan Nutrisi9,10

Pada keadaan luka bakar terlebih pada luka bakar derajat luas, terjadi

hipermetabolisme akibat respons stres berlebihan. Hal ini akan mengakibatkan

pasien akan mengalami keadaan malnutrisi, dan lambatnya proses penyembuhan.

Keadaan hipermetabolisme dapat bertahan sekitar 12 bulan setelah cedera.

Keadaan ini berhubungan dengan luasnya luka bakar, dan berkaitan dengan stres

yang terjadi. Pada anak kebutuhan kalori mencakup 60%-70% karbohidrat, 15%-

20% lemak, sedangkan protein harus terpenuhi 2,5-4gram/kgbb/hari. Apabila

diberikan asupan berlebih dapat menyebabkan peningkatan produksi CO2 yang

dapat memperberat fungsi paru dan dapat meperlambat proses penyapihan

ventilator. Di samping itu pemberian karbohidrat berlebihan akan menyebabkan

disfungsi hepar, hiperglikemia sehingga dapat memicu dehidrasi akibat

meningkatnya diuresis. Pemantauan proses metabolisme dilakukan melalui

pemantauan kadar gula darah, albumin, elektrolit, fungsi hati dan ginjal.

Tabel 2. Perhitungan kebutuhan kalori pada luka bakar adalah sebagai berikut11:

Usia (tahun) Kebutuhan kalori

0-1 2100 kkal/m2/LPT + 1000 kkal/m2/LPT

1-11 1800 kkal/m2/LPT + 1300/m2/LPT

12-18 1500 kkal/m2/LPT + 1500 kkal/m2/LPT

19

Page 20: Isi Lapkas Anestesi koas

Selain penatalaksanaan secara farmakologik, perawatan luka bakar juga

tak lepas dengan masalah nutrisi. Nutrisi bagi penderita luka bakar tak kalah

pentingnya dalam proses penyembuhan luka.(7)

Memperkirakan jumlah kebutuhan nutrisi pada pasien luka bakar sangat

penting dalam proses penyembuhan. Terdapat beberapa rumus untuk menghitung

kebutuhan nutrisi pasien kula bakar. Persamaan Harris-Benedict dibuat untuk

menghitung kebutuhan kalori orang dewasa sementara Galvaston digunakan pada

anak-anak. Rumus Curreri digunakan untuk menghitung kebutuhan kalori dewasa

dan anak-anak. Studi terbaru menunjukkan bahwa rumus ini cenderung bersifat

berlebihan (over estimate) sebesar kira – kira 150% dari kebutuhan kalori. Karena

tidak ada satupun rumus yang dapat memperhitungkan secara akurat berapa

banyak kalori yang dibutuhkan oleh pasien, adalah penting bagi dokter dan ahli

gizi untuk memonitor secara ketat kondisi nutrisi pasien.(7)

Kebutuhan protein pada umumnya meningkat daripada kebutuhan energi

dan tampaknya berhubungan dengan besarnya massa tubuh. Tubuh kehilangan

protein melalui luka dan karena hal ini tubuh meningkatkan kebutuhan kalori

untuk penyembuhan. Bagaimanapun juga mayoritas dari peningkatan kebutuhan

protein berasal dari adanya kerusakan otot dan terkait penggunaannya dalam

memproduksi energi. Memberikan indeks protein yang lebih tinggi tidak dapat

menghentikan proses perusakan ini akan tetapi protein penting untuk

menyediakan bahan untuk sintesis jaringan yang rusak atau hilang. Karbohidrat

merupakan penyuplai kalori terbesar pada kebanyakan kondisi terrmasuk stress

pada luka bakar. Memberikan kalori yang adekuat dari karbohidrat dapat

mengurangi penggunaan protein sebagai bahan bakar. Tubuh memecah

karbohidrat menjadi glukosa yang akan digunakan sebagai energi. Luka bakar

membutuhkan glukosa untuk energi dan tidak dapat menggunakan sumber energi

lain.(7)

Lemak dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan akan asam lemak esensial

dan juga sebagai sumber kalori. Rekomendasi umum memberikan 30% kalori

dalam bentuk lemak, dan jumlah ini bisa lebih besar jika diperlukan. Kekurangan

asupan lemak berimplikasi pada penurunan fungsi imun.(7)

20

Page 21: Isi Lapkas Anestesi koas

Kebanyakan institusi kesehatan mengetahui bahwa luka bakar

membutuhkan jumlah vitamin dan mineral yang lebih tinggi akan tetapi berapa

peningkatan kebutuhan ini belum dapat ditentukan. Beberapa vitamin yang

penting adalah vitamin C dan E bersama dengan zinc dapat membatasi kerusakan

oksidatif dan mempercepat penyembuhan luka.

Memberikan kalori dan zat gizi yang adekuat adalah tugas yang sangat

sulit pada pasien luka bakar terutama pada anak-anak. Adalah sangat penting bagi

para tenaga kesehatan untuk dapat memenuhi kebutuhan nutrisi pasien dalam

rangka meminimalisasi efek buruk dari kehilangan masa tubuh,dan malnutrisi

energi protein. Kegagalan memenuhi kebutuhan ini dapat bermanifestasi sebagai

penyembuhan luka yang tidak sempurna, balance nitrogen yang negatif,

penurunan BB dan penurunan fungsi kekebalan tubuh.

Penilaian status nutrisi awal sebaiknya dilakukan secepatnya setelah

masuk rumah sakit. Hal ini sangat penting agar pemberian makan yang adekuat

dapat diberikan dalam 24-48 jam pertama setelah pasien mengalami luka bakar.

Pengukuran berat badan dan tinggi badan yang akurat seperti sebelum luka bakar

terjadi yang dapat dilihat pada Tabel Standar Pertumbuhan Anak sangat

diperlukan untuk memperkirakan kebutuhan nutrisi pada anak.

2.8.5. Analgetik dan Sedatif9,10,11

Luka bakar dapat menimbulkan rasa nyeri terlebih lagi pada luka bakar

luas. Nyeri tersebut akan sangat mengganggu proses emosi dan fisiologi anak.

Sehingga diperlukan analgetika dan sedatif yang dapat mengontrol nyeri agar

anak menjadi nyaman. Derajat luka bakar akan menentukan nyeri yang

ditimbulkannya. Pada luka bakar superfisial, persyarafaan masih utuh sehingga

pergerakan maupun sentuhan akan sangat memicu rasa nyeri. Sedangkan luka

bakar luas dan dalam (deep partial thickness) beberapa persarafan bahkan hampir

seluruh saraf mengalami kerusakan, akibatnya pasien tidak begitu merasakan

rangsangan nyeri. Namun hal yang harus diperhatikan adalah apabila sekeliling

luka mengalami kemerahan yang dapat menimbulkan nyeri. Luka bakar jenis full

thickness, seluruh persarafan telah mengalami kerusakan, oleh sebab itu respons

21

Page 22: Isi Lapkas Anestesi koas

terhadap rasa nyeri sama sekali tidak ada, namun daerah sekeliling luka masih

berespons terhadap rangsang nyeri.

Seringkali anak yang mengalami luka bakar, rangsangan sekecil apapun

mampu menstimulasi pusat nyeri sehingga akan menimbulkan nyeri kronik dan

nyeri neuropatik. Nyeri neuropatik terjadi sekunder akibat kerusakan saraf. Hal ini

dapat menyebabkan kurangnya respons terhadap analgetika sehingga dibutuhkan

obat-obatan sedatif.14 Analgetika yang diberikan pada anak yang mengalami

nyeri akibat luka bakar adalah parasetamol dan anti inflamasi non steroid (AINS).

Namun bila dengan pengobatan oral masih tidak berespons, dapat diberikan obat

analgetika intravena.

Obat - obat analgetika sebaiknya memiliki persyaratan sebagai berikut:1

- Mudah diberikan

- Dapat ditoleransi dengan baik

- Memiliki onset kerja singkat namun memiliki efek samping minimal

Penanganan nyeri pada anak mencakup terapi farmakologik dan non

farmakologik. Terapi farmakologik dilakukan dengan pemberian analgetika

spesifik yaitu pemberian parasetamol asetaminofen obat Parasetamol adalah

derivat paraaminofenol yang dapat bekerja secara sentral dan perifer untuk

mengatasi rasa nyeri. Obat anti inflamasi non steroid memiliki sifat analgetika dan

antipiretik melalui hambatan sintesis prostaglandin dan tromboksan.

Opioid Memiliki efek analgetika melalui reseptor opioid sentral dan

perifer. Morfin memiliki efek sekitar 10 –20 menit setelah diberikan melalui jalur

intravena dengan dosis 0,1mg/Kg. Dosis morfin yang diberikan pada anak >5

tahun yaitu 20 mikrogram/Kg diberikan secara bolus dilanjutkan dengan titrasi 4-

8 mikrogram/kg/jam. Pada saat diberikan morfin, harus dilakukan pemantauan

pernapasan dan saturasi O2.

Oxycodone merupakan opioid semisintetis yang memiliki bioavailabilitas

lebih baik dibandingkan morfin. Oxycodone dapat diberikan dengan dosis

0,2mg/Kg secara per oral maupun intravena.

22

Page 23: Isi Lapkas Anestesi koas

Fentanyl merupakan analgetika narkotik dengan potensi lebih tinggi

dibandingkan dengan morfin. Memiliki kemampuan larut lemak yang tinggi dan

mula kerja cepat (1–2 menit). Durasi kerjanya mencapai 60 menit dan dosis yang

diberikan adalah 15–20 mikrogram/Kg.

Agonis a2 Adrenergic umumnya diberikan pada anak yang tidak

berespons terhadap pemberian analgetika. Dalam hal ini dapat digunakan klonidin

yang diberikan dengan cara menghambat jalur korda spinalis. Dosis yang

diberikan 1–3 mikrogram/Kg diberikan 3 kali sehari secara oral atau intravena.

2.8.6. Perawatan Luka9

Perawatan luka merupakan salah satu tatalaksana yang perlu diperhatikan

dalam penanganan luka bakar. Karena tidak jarang luka yang tidak dibersihkan

dengan baik dapat memicu infeksi sekunder. Cleansing dan debridement

merupakan tindakan rutin yang harus dilakukan. Bilas luka dapat menggunakan

sabun dan air bersih atau clorhexidin atau NaCl 0,9%. Setelah dibersihkan,

diberikan antibiotika topikal yang kemudian menutup luka dengan kasa steril

untuk mengurangi risiko infeksi sekunder. Antibiotik topikal dapat diberikan

sehari 2 kali sambil dilakukan ganti balutan.

Tujuan utama perawatan luka adalah mencegah infeksi dan melindungi

luka terhadap terjadinya infeksi sekunder. Bula yang terbentuk apabila berukuran

<2cm dapat dibiarkan tetap utuh, sedangkan bula yang besar harus dipecahkan

kemudian dilakukan debridement. Pasien luka bakar yang dirawat umumnya

dilakukan skin graft dalam 1–5 hari setelah trauma. Tindakan ini terbukti dapat

mengurangi risiko sepsis.

23

Page 24: Isi Lapkas Anestesi koas

BAB 3

LAPORAN KASUS

3.1. Anamnesis

Identitas Pribadi

Nama :Abimayu

Jenis Kelamin :Laki-laki

Usia :44 tahun

Suku Bangsa :Jawa

Agama :Islam

Alamat :Dusun VI Jl. Pata Bakung Diski Sumber Melati Diski

Sunggal

Status :Menikah

Pekerjaan : Wiraswasta

Tanggal Masuk :12 September 2014

Berat Badan : 70 Kg

3.2. Riwayat Perjalanan Penyakit

Keluhan Utama : Luka bakar di sekitar wajah, tangan kanan dan kiri, leher,

dan kaki kanan

Telaah : Hal ini dialami pasien sejak ± 4 jam sebelum masuk

Rumah Sakit H. Adam Malik. Hal ini terjadi ketika pasien

sedang meniram minyak lampu pada kayu untuk memasak

dan pasien memasak diruangan terbuka. Api menyambar

dan mengenai pasien. Demam (-), muntah (-), batuk (-).

Pasien sebelumnya telah mendapat perawatan di Rumah

Sakit lain kemudian di rujuk ke RSUP H. Adam Malik.

RPO : IVFD RL 2 fls

RPT : -

24

Page 25: Isi Lapkas Anestesi koas

Kronologis Waktu Kejadian

3.3. Primary Survey

Primary Survey Diagnosis Tatalaksana Hasil JamAirwayClear, gurgling (-), snoring (-), C-spine stabil. crowing (-), smoke inhalation (-)

Clear - Airway clear19.32

BreathingGerakan dada simetris, respiratory rate: 20 x/i, suara pernafasan: vesikuler, suara tambahan: (-), SaO2 : 99%

Adekuat O2 2 L/menit nasal canule

Breathing: 20x/menit, SaO2: 99%

19.33

CirculationCRT <3”, akral teraba hangat, merah, dan kering, frekuensi nadi 78

Stabil

Terpasang double IV line No.18G dengan Ringer Laktat tetes cepat

CRT <2”, akral hangat, merah,

19.34

25

Tanggal 12 September 2014Pukul 18.30 WIB

Masuk IGD RSUP H. Adam Malik

Diagnosis : Flame burn grade IIA-IIB

25%

Tanggal 12 September 2014

Masuk Klinik Diski Deli Serdang

Tanggal 12 September 2014Pukul 19.30 WIB

Konsul Anastesi, acc tindakan anstesi pukul 20.30

WIB

Tanggal 13 September 2014Pukul 01.00

Tindakan Debridement pukul 01.30

Page 26: Isi Lapkas Anestesi koas

x/i, tekanan/volume kuat/cukup, tekanan darah 130/80 mmHgUOP: kateter (+)

(Sesuai perhitungan resusitasi luka bakar)

Inj Ketorolac 30 mgInj Ceftriaxon 1 gr

Kateter terpasang

dan kering, HR 72 x/menit, T/V cukup, BP: 120/70 mmHg, UOP: 50 ml dalam 1 jam, warna kuning jernih

DisabilityKesadaran: alert (GCS 15), pupil isokor, kanan = kiri, diameter 3mm/3mm, RC (+/+)

Compos mentis - - 19.35

ExposureOedem (-), fraktur (-) Flame burn (+) Wajah, leher, ekstremitas atas kanan dan kiri, dan bawah kanan

Flame burn (+) 25% grade IIA-IIB

- Menutup bagian tubuh yang terbakar dengan kasa steril yang dibasahkan

- 19.36

3.4. Secondary survey

Secondary survey Diagnosis Tatalaksana Hasil JamAirway, BreathingClear, gurgling (-), snoring (-), crowing (-), SP: vesikuler, ST: (-), RR: 20 x/menit, SaO2= 99%Riwayat asma/sesak/alergi/batuk : -/-/-/-

Clear O2 2 liter/menit Nasal canul

SaO2 : 99%

BloodCRT <2 detik, akral Terpasang double

26

Page 27: Isi Lapkas Anestesi koas

teraba hangat, merah, dan kering, frekuensi nadi 72x/i, tekanan/ volume kuat dan cukup, tekanan darah 130/80 mmHg

StabilIV line No.18G dengan RL 20gtt/i

Kateter terpasang

Sirkulasi stabil

BrainSensorium: compos mentis, GCS 15 (E4M6V5), Pupil isokor, kanan = kiri, diameter: 3mm/3mm, RC (+/+)

Compos mentis - -

BladderUOP (+), volume 50 cc/jam, kateter terpasang

Normal - -

BowelAbdomen soepel, peristaltik (+) MMT pkl 12.00 WIB

Normal - -

BoneOedem (-), fraktur (-), Flame burn (+)

Flame burn Tutup bagian tubuh yang terkena luka bakar dengan kasa steril basah

-

Pemeriksaan Fisik (head to toe) :

K/L : Flame burn 5% grade IIA-IIB

Thorax-Abdomen : dbn

Ekremitas Superior : Flame burn 14% grade IIA-IIB

Ekremitas Inferior : Flame burn 5% grade II-IIB

Hasil Laboratorium

- Darah Lengkap

Hb/Ht/Leu/Tro: 16,10/43,8/13,43.103/137.103

- HST

PT/APTT/TT : 13,9(13,9)/30,7(36,7)/16,8(17,0)

27

Page 28: Isi Lapkas Anestesi koas

INR :1,00

- KGD ad Random : 94,5

- RFT : Ureum/Creatinine : 12,7/0,82

- Elektrolit : Na/K/Cl : 139/3,7/112

- Albumin: 3,1

Foto Thorax

Kesan : Cor dan pulmo tidak ditemukan kelainan

EKG

28

Page 29: Isi Lapkas Anestesi koas

Kesan: Normo EKG

3.5. Diagnosis fungsional : Flame burn 25% grade IIA- IIB

3.6. Penatalaksanaan di Ruang Resusitasi IGD

- Puasakan pasien sebelum dilaksanakan operasi

- O2 2L/ menit via nasal canul

- IVFD double line bore besar 18G

Rumus Baxter = 4 x BB x % Luka Bakar

= 4 x 70 x 25

= 7.000 cc/24 jam

8 jam I = ½ resusitasi cairan + maintenance

= ½ 7.000 + 8(4.10 + 2.10 + 50)

= 4.380 cc/8 jam = 548 cc/jam = 183 tetes/menit

16 jam II = ½ resusitasi cairan + maintenance

= ½ 7.000 + 16 (4.10 + 2.10 + 50)

= 5.260 cc/16 jam = 327 cc/jam = 109 tetes/menit

- Inj. Ceftriakson 1 gr/12 jam

- Inj. Ketorolac 30 mg/ 8 jam

- Inj ATS 3000 IU

- Tutup bagian tubuh yang terkena luka bakar dengan kasa steril basah

- Rencana operasi Debridement

3.7 Tindakan dan Follow UpInduksi Anestesi • Siapkan ganjal bahu

• Oksigenasi dengan O2 2 L/menit via nasal canul

• Premedikasi dengan inj Midazolam 3,0 mg + SA 0,25 mg

• Induksi dengan Ketamin 70 mg nystagmus (+)

• Maintenance dengan inj. Ketamin 30 mg/ 15-20 menit

Durante Operasi Debridement

29

Page 30: Isi Lapkas Anestesi koas

• Lama operasi : ± 60 menit

• TD : 113-150 / 75-86 mmHg

• HR : 71-89x/i

• SpO2 : 99%

• Pre op: RL 1000 cc

• Durante op : RL 500 cc

• Perdarahan 50 cc

• Maintenance + penguapan: (2+4)x 70= 420 cc/jam

• UOP 90 cc/ jam, warna kuning jernih

Post Operasi • Bed rest, head up 30o

• IVFD RL 20 gtt/mnt

• O2 2L/menit via nasal canule

• Diet MSS/ MB jika peristaltik (+) dan pasien sadar penuh

• Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam/ iv

• Inj Ketorolac 30mg/8 jam/ iv

Pemeriksaan Post Operasi :

B1: Airway clear, SP: vesikuler, ST: (-), RR 26x/i, SaO2: 99%

B2: Akral: H/M/K, TD: 151/84 mmHg, HR: 88x/i, t/v cukup/kuat

B3: Sens: CM, RC +/+, pupil isokor kanan=kiri

B4: UOP (+), volume 70 cc/jam, warna kuning jernih

B5: Abdomen: soepel, peristaltik (+)

B6: Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+) tertutup verban

30

Page 31: Isi Lapkas Anestesi koas

3.6. Follow up:

Tgl S O A PHasil

Pemeriksaan Laboratorium

13-14/09/2014

Nyeri luka bakar (+)

B1: Airway clear, SP: vesikuler, ST: (-), SaO2: 99%B2: Akral: H/M/K, TD: 120/70 mmHg, HR: 81x/i, t/v cukup/kuatB3: Sens: CM, RC +/+, pupil isokor kanan=kiriB4: UOP (+), volume 60 cc/jam, warna kuning jernihB5: Abdomen: soepel, peristaltik (+)B6: Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+) tertutup verban

Post Debridement d/t Flame burn grade IIA-IIB 25%

- Tirah baring- IVFD RL 10

gtt/i- Inj. Ceftriaxone

1 gr/12 jam- Inj. Ketorolac

30 mg/8 jam- Inj. Ranitidin 50

mg/ 12 jam

15/09/2014

- B1: Airway clear, SP: vesikuler, ST: (-), SaO2: 99%B2: Akral: H/M/K, TD: 110/80, HR: 82x/i, t/v cukup/kuatB3: Sens: CM, RC +/+, pupil isokor kanan=kiriB4: UOP (+), volume 60 cc/jam, warna kuning jernihB5: Abdomen: soepel, peristaltik (+)

Post op. Debridement d/t Flame burn grade IIA-IIB 25%

- Tirah baring- IVFD Ringer

Fundin 20 gtt/i- Inj. Cefazoline 1

gr/12 jam- Inj. Ketorolac

30 mg/8 jam- Inj. Ranitidin 50

mg/ 12 jam

31

Page 32: Isi Lapkas Anestesi koas

B6: Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+) tertutup verban

16/09/2014

- B1: Airway clear, SP: vesikuler, ST: (-), SaO2: 99%B2: Akral: H/M/K, TD: 120/70, HR: 84x/i, t/v cukup/kuatB3: Sens: CM, RC +/+, pupil isokor kanan=kiriB4: UOP (+), volume 1,41 cc/kg/jam, warna kuning jernihB5: Abdomen: soepel, peristaltik (+)B6: Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+) tertutup verban

Post op. Debridement d/t Flame burn grade IIA-IIB 25%

- Tirah baring- IVFD Ringer

Fundin 20 gtt/i- Inj. Cefazoline 1

gr/12 jam- Inj. Ketorolac

30 mg/8 jam- Inj. Ranitidin 50

mg/ 12 jam- Diet MBTKTP- Mobilisasi

miring kanan kiri per 2 jam

- Rencana debridement hari ini, konsul anastesi, SIA, puasa

17/09/2014

Demam

B1: Airway clear, SP: vesikuler, ST: (-), SaO2: 99%B2: Akral: H/M/K, TD: 120/80, HR: 78x/i, t/v cukup/kuatB3: Sens: CM, RC +/+, pupil isokor kanan=kiriB4: UOP (+), volume 1,41 cc/kg/jam, warna kuning jernihB5: Abdomen:

Post op. Debridement d/t Flame burn grade IIA-IIB 25%

- Tirah baring- IVFD Ringer

Fundin 20 gtt/i- Inj. Cefazoline 1

gr/12 jam- Inj. Ketorolac

30 mg/8 jam- Inj. Ranitidin 50

mg/ 12 jam- Diet MBTKTP- Mobilisasi

miring kanan kiri per 2 jam

Hb:13,6Ht:39Leu:8,28Trombosit: 124

Elektrolit Na/K/Cl: 130/3,7/103

Albumin: 1,9

32

Page 33: Isi Lapkas Anestesi koas

soepel, peristaltik (+)B6: Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+) tertutup verban

18/09/2014

- B1: Airway clear, SP: vesikuler, ST: (-), SaO2: 99%B2: Akral: H/M/K, TD: 110/80, HR: 90x/i, t/v cukup/kuatB3: Sens: CM, RC +/+, pupil isokor kanan=kiriB4: UOP (+), volume 1,41 cc/kg/jam, warna kuning jernihB5: Abdomen: soepel, peristaltik (+)B6: Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+) tertutup verban

Post op. Debridement d/t Flame burn grade IIA-IIB 25% + Hipoalbumin

- Tirah baring- IVFD Ringer

Fundin 20 gtt/i- Inj. Cefazoline 1

gr/12 jam- Inj. Ketorolac

30 mg/8 jam- Inj. Ranitidin 50

mg/ 12 jam- Diet MBTKTP

ekstra putih telur 10 butir/hari

- Mobilisasi miring kanan kiri per 2 jam

- Koreksi albumin (3-1,9) x 0,8 x 70 = 61,6 3 fls plasbumin 20% 1 fls plasbumin 20% / hari

R/ Konsul gizi untuk penambahan putih telur

33

Page 34: Isi Lapkas Anestesi koas

19-20/09/2014

- B1: Airway clear, SP: vesikuler, ST: (-), SaO2: 99%B2: Akral: H/M/K, TD: 120/70 mmHg, HR: 88x/i, t/v cukup/kuatB3: Sens: CM, RC +/+, pupil isokor kanan=kiriB4: UOP (+), volume 60 cc/jam, warna kuning jernihB5: Abdomen: soepel, peristaltik (+)B6: Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+) tertutup verban

Post Debridement d/t Flame burn grade IIA-IIB 25%

- Tirah baring- IVFD RL 10

gtt/i- Inj. Ceftriaxone

1 gr/12 jam- Inj. Ketorolac

50 mg/8 jam- Inj. Ranitidin 50

mg/ 12 jam- Diet MBTKTP

ekstra putih telur 10 butir/hari

- Mobilisasi miring kanan kiri per 2 jam

- Inf. Plasbumin 20% (H2,3)

21/09/2014

- B1: Airway clear, SP: vesikuler, ST: (-), SaO2: 99%B2: Akral: H/M/K, TD: 110/80, HR: 82x/i, t/v cukup/kuatB3: Sens: CM, RC +/+, pupil isokor kanan=kiriB4: UOP (+), volume 60 cc/jam, warna kuning jernihB5: Abdomen: soepel, peristaltik (+)B6: Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+) tertutup verban

Post op. Debridement d/t Flame burn grade IIA-IIB 25%

- Tirah baring- IVFD Ringer

Fundin 20 gtt/i- Inj. Cefazoline 1

gr/12 jam- Inj. Ketorolac

30 mg/8 jam- Inj. Ranitidin 50

mg/ 12 jam- Diet MBTKTP

ekstra putih telur 10 butir/hari

- Mobilisasi miring kanan kiri per 2 jam

Hb:12,9Ht:37,7Leu:11,21Trombosit: 280

Elektrolit Na/K/Cl: 132/5,2/103

Albumin: 2,9

34

Page 35: Isi Lapkas Anestesi koas

22/09/2014

- B1: Airway clear, SP: vesikuler, ST: (-), SaO2: 99%B2: Akral: H/M/K, TD: 110/70 mmHg, HR: 88x/i, t/v cukup/kuatB3: Sens: CM, RC +/+, pupil isokor kanan=kiriB4: UOP (+), volume 60 cc/jam, warna kuning jernihB5: Abdomen: soepel, peristaltik (+)B6: Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+) tertutup verban

Post Debridement d/t Flame burn grade IIA-IIB 25%

- Tirah baring- IVFD RL 10

gtt/i- Inj. Ceftriaxone

1 gr/12 jam- Inj. Ketorolac

50 mg/8 jam- Inj. Ranitidin 50

mg/ 12 jam- Diet MBTKTP

ekstra putih telur 10 butir/hari

- Mobilisasi miring kanan kiri per 2 jam

R/ Debridement

23/09/2014

- B1: Airway clear, SP: vesikuler, ST: (-), SaO2: 99%B2: Akral: H/M/K, TD: 110/80, HR: 82x/i, t/v cukup/kuatB3: Sens: CM, RC +/+, pupil isokor kanan=kiriB4: UOP (+), volume 60 cc/jam, warna kuning jernihB5: Abdomen: soepel, peristaltik (+)B6: Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+) tertutup verban

Post op. Debridement d/t Flame burn grade IIA-IIB 25%

- Tirah baring- IVFD Ringer

Fundin 20 gtt/i- Inj. Cefazoline 1

gr/12 jam- Inj. Ranitidin 50

mg/ 12 jam

PAPS

35

Page 36: Isi Lapkas Anestesi koas

BAB 4

DISKUSI DAN KESIMPULAN

Seorang pasien laki-laki, 44 tahun, 70 kg, datang dengan keluhan luka

bakar disekitar wajah, tangan kanan kiri, leher, dan kaki kanan. Hal ini dialami

pasien sejak ± 4 jam sebelum masuk Rumah Sakit H. Adam Malik. Hal ini terjadi

ketika pasien sedang menyiram minyak lampu pada kayu untuk memasak dan

pasien memasak diruangan terbuka. Api menyambar dan mengenai pasien.

Demam (-), muntah (-), batuk (-). Pasien sebelumnya telah mendapat perawatan di

Klinik lain kemudian dirujuk ke RSUP H. Adam Malik Medan.

Dilakukan Primary Survey, Airway Clear, gurgling (-), snoring (-),

crowing (-), C- Spine stabil, smoke inhalation (-) Breathing Gerakan dada

simetris, respiratory rate: 20 x/i, , suara pernafasan: vesikuler, suara tambahan:

(-), SaO2 : 99% Circulation CRT <3 detik, akral teraba hangat, merah, dan kering,

frekuensi nadi 78 x/i, tekanan/volume kuat dan cukup, tekanan darah 130/80

mmHg, Disability Kesadaran: alert (GCS 15), Pupil isokor, kanan = kiri,

diameter: 3mm/3mm, RC (+/+) Exposure Oedem (-), fraktur (-), Flame burn (+)

wajah , ekstremitas atas kanan, dan bawah kanan.

Pada pasien ini dijumpai luas luka sebesar 25 % yakni pada daerah wajah,

ekstremitas atas kanan dan kiri, dan bawah kanan. Bila dinilai dengan kriteria dari

ABA, maka pasien ini termasuk luka bakar tipe major. Maka penanganan tipe ini

memerlukan perawatan intensif dan monitoring yang ketat. Dilakukan kanulasi vena

sentral, untuk jalur intravena dan monitoring pemberian cairan serta menilai balans

cairan.

Resusitasi di rumah sakit sebelumnya tidak diketahui. Sehingga dilakukan

resusitasi cairan pada pasien ini. Hal ini didapatkan dengan menilai kebutuhan

resusitasi berdasarkan perhitungan Parkland.

Rumus Baxter = 4 x BB x % Luka Bakar

= 4 x 70 x 25

= 7.000 cc/24 jam

36

Page 37: Isi Lapkas Anestesi koas

8 jam I = ½ resusitasi cairan + maintenance

= ½ 7.000 + 8(4.10 + 2.10 + 50)

= 4.380 cc/8 jam = 548 cc/jam = 183 tetes/menit

16 jam II = ½ resusitasi cairan + maintenance

= ½ 7.000 + 16 (4.10 + 2.10 + 50)

= 5.260 cc/16 jam = 327 cc/jam = 109 tetes/menit

Penggunaan cairan kristaloid (ringer laktat) pada kasus ini sesuai dalam

buku Panduan Tatalaksana Terapi Cairan Perioperatif (IDSAI-2009),

direkomendasikan: Kristaloid saat ini merupakan cairan yang terpilih dan paling

sering digunakan untuk resusitasi cairan cairan awal pada pasien luka bakar (level

I B).

Sebagian besar penelitian tidak mendapatkan peningkatan insidens edema

paru pada pasien yang mendapatkan cairan kristaloid. Holm dkk dalam

penelitiannya mengemukakan bahwa sebagian besar luka bakar tidak

memperlihatkan peningkatan permeabilitas kapiler paru setelah trauma, dan

insidens edema paru jarang terjadi sepanjang tekanan pengisian intravaskular

dipertahankan dalam batas normal. Berdasarkan tinjauan sistematik oleh

Schierhout dan Roberts dari 26 penelitian acak terkontrol dengan 1622 pasien

yang mendapatkan koloid atau kristaloid, mortalitas merupakan outcome utama

yang dinilai. Hasil yang didapat adalah, mortalitas pada pasien yang mendapat

cairan koloid lebih besar 4% dibanding yang mendapat kristaloid.9,11

Direkomendasikan cairan koloid dan atau cairan hipertonik sebaiknya

dihindari dalam 24 jam pertama setelah trauma luka bakar (level II B). Koloid

tidak memperlihatkan keuntungan dibanding kristaloid pada awal resusitasi cairan

pada pasien luka bakar dan bahkan memperburuk edema formation pada awal

awal terjadinya luka bakar. Hal ini oleh karena selama 8-24 jam setelah luka bakar

terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga koloid mengalami influx

masuk ke dalam interstitium sehingga memperburuk edema. Studi meta-analisis

terakhir memperlihatkan mortalitas lebih tinggi pada pasien yang mendapatkan

albumin sebagai bagian resusitasi awal dengan 2,4 kali risiko relatif mortalitas

dibanding yang mendapatkan kristaloid.9,10

37

Page 38: Isi Lapkas Anestesi koas

Pasien luka bakar kehilangan barier terhadap invasi mikroorganisme dari

lingkungan yang akan berakibat terjadinya pelepasan mediator inflamasi. Gejala

yang tampak bisa terjadi kenaikan suhu tubuh (38,5oC), takikardi, takipnea pada

pasien dengan luka bakar yang luas. Paparan kuman terus menerus dari

lingkungan mengakibatkan kenaikan yang signifikan dari leukosit. Perawatan

bersama dengan tim bedah di ruangan ICU serta penjadwalan tindakan operasi

debridement tiap dua hari untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan sumber

infeksi serta memperbaiki jaringan-jaringan yang rusak diharapkan akan

meningkatkan luaran pasien. Pada kasus ini debridement dilakukan segera untuk

menghilangkan sumber infeksi. Dan direncanakan debribedement 2-3 hari sekali.

Pasien juga dilakukan kultur pada hapusan luka bakar dan didapatkan

bakteri E.coli yang sensitif terhadap Meropenem.

Penanganan nyeri dilakukan dengan pendekatan multimodal

meperidin/fentanil dan parasetamol atau NSAID intravena. Penanganan nyeri

menjadi sangat penting oleh karena bila tidak ditanggulangi dengan benar akan

memperberat keadaan penyakit.

Untuk manajemen dukungan nutrisi pada pasien luka bakar maka ada

beberapa hal yang harus diingat yakni bahwa nutrisi enteral harus sesegera

mungkin diberikan untuk mengaktifkan aliran darah splanknik, dan aliran darah

gastrointestinal agar tidak terjadi atropi dan mencegah terjadinya translokasi

bakteri yang sering sekali timbul pada pasien luka bakar. Bila nutrisi enteral tidak

dapat mencukupi kebutuhan pasien ini maka harus diperlukan tambahan dari

nutrisi parenteral.

38

Page 39: Isi Lapkas Anestesi koas

DAFTAR PUSTAKA

1. Walls M. Thermal Burns. Rosen’s Emergency Medicine 7th

Edition.2010.Mosby:758-66.

2. Andrew R, Singer. Burns-General Management. Oxford Handbook of

Critical Care 2nd Edition.2005.Oxford Univeersity Press Inc:512-3.

3. Children of Fire. Burn. Diunduh dari http://www.firechildren.org.

Diakses 14 September 2014.

4. Update on the Critical Care Management of Severe Burns. Diunduh

dari http://jcm.sagepuh.com. Diakses 14 September 2014.

5. Plantz S, William Gossman. Burns. Mergency Medicine 5th

Edition.2008.Mc Graw Hill:170-1.

6. Recent Advances in the Management of Burns. Diunduh dari

http://www.fraser.com. Diakses 14 September 2014.

7. Pittaway AJ. Managing Paediatric Burns Anaesthesia Tutorial of the

Week 78. 2007. Diunduh dari http://www.totw.anaesthesiologists.org.

Diakses 14 September 2014.

8. 8. Harbin K, Teressa E. Norris. Anesthetic Management of Patients

With Major Burn Injury. 2012. Diunduh dari

http://www.aana.com/aanajournalonline. Diakses 14 September 2014.

9. Arifin H. Pengelolahan Infeksi Pada Pasien Luka Bakar di Unit

Perawatan Infeksi. Jurnal Kedokteran Terapi Intensif. Vol.2 No.3 April

2012.

10. Clinical Practice Guidelines: Burn Patien Management. ACI

Statewide Burn Injury Service 2011.

11. Dzulfikar. Penanganan Luka Bakar di Ruang Perawatan Intensif

Anak. Jurnal Kedokteran Terapi Intensif.Vol 2.No.3 April 2012

39