55
BAB I TINJAUAN PUSTAKA GAGAL JANTUNG Gagal jantung adalah keadaan (kelainan) patofisiologis berupa sindroma klinik, diakibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memenuhi cardiac output (CO) yang cukup untuk melayani kebutuhan jaringan tubuh akan O 2 dan nutrisi lain meskipun tekanan pengisian (filling pressure atau volume diastolik) telah meningkat. Dalam keadaan normal jantung dapat memenuhi curah jantung yang cukup setiap waktu, pada gagal jantung ringan keluhan baru timbul pada beban fisik yang meningkat. Pada gagal jantung berat keluhan sudah timbul pada keadaan istirahat. Etiologi Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung kongenital maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan- keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan- keadaan seperti stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokardium dan kardiomiopati. Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, terdapat faktor-faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal bekerja sebagai pompa. Keadaan- 1

Isi Kasus CHF

Embed Size (px)

DESCRIPTION

CHF

Citation preview

BAB I TINJAUAN PUSTAKA

GAGAL JANTUNG

Gagal jantung adalah keadaan (kelainan) patofisiologis berupa sindroma klinik,

diakibatkan oleh ketidakmampuan jantung untuk memenuhi cardiac output (CO) yang cukup

untuk melayani kebutuhan jaringan tubuh akan O2 dan nutrisi lain meskipun tekanan

pengisian (filling pressure atau volume diastolik) telah meningkat.

Dalam keadaan normal jantung dapat memenuhi curah jantung yang cukup setiap waktu,

pada gagal jantung ringan keluhan baru timbul pada beban fisik yang meningkat. Pada gagal

jantung berat keluhan sudah timbul pada keadaan istirahat.

Etiologi

Gagal jantung adalah komplikasi tersering dari segala jenis penyakit jantung kongenital

maupun didapat. Mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung meliputi keadaan-

keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau menurunkan kontraktilitas

miokardium. Keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal meliputi regurgitasi aorta,

dan cacat septum ventrikel. Dan beban akhir meningkat pada keadaan-keadaan seperti

stenosis aorta dan hipertensi sistemik. Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark

miokardium dan kardiomiopati.

Selain ketiga mekanisme fisiologis yang menyebabkan gagal jantung, terdapat faktor-

faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan jantung gagal bekerja sebagai pompa.

Keadaan-keadaan seperti stenosis katup atrioventrikuluaris, perikarditis restriktif dan

tamponade jantung mengakibatkan gagal jantung melalui beberapa efek seperti gangguan

pada pengisian ventrikel dan ejeksi ventrikel.

I. Myocardial damage (kerusakan otot jantung)

a. Miokarditis

b. Kardiomiopati (kardiomiopati dilatasi)

c. Penyakit jantung koroner

II. Beban ventrikel yang bertambah

o Kelebihan beban tekanan (pressure overload)

- Hipertensi sistemik

- Koarktasio aorta

- Stenosis aorta

1

- Stenosis pulmonal

- Hipertensi pulmonal pada PPOK atau hipertensi pulmonal primer

o Kelebihan beban volume (volume overload)

- Regurgitasi mitral

- Regurgitasi aorta

- Ventricular septal defect (VSD)

- Atrial septal defect (ASD)

- Patent ductus arteriousus (PDA)

III. Restriksi dan Obstruksi pengisian ventrikel

o Stenosis mitral

o Stenosis tricuspid

o Tamponade jantung

o Kardiomiopati restriktif

o Perikarditis konstriktif

Gejala dan tanda

Manifestasi klinis gagal jantung harus dipertimbangkan relative terhadap derajat latihan

fisik yang menyebabkan timbulnya gejala. Berdasarkan keluhan terdapat klasifikasi

fungsional dari New York Heart Association (NHYA) biasanya digunakan untuk hubungan

antara awitan gejala dan derajat latihan fisik:

NYHA

Kelas I

Penderita dengan kelainan jantung tanpa pembatasan aktivitas fisik .

Aktivitas fisik sehari-hari tidak menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnea

atau angina.

NYHA

Kelas II

Penderia dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan ringan aktivitas

fisik . Merasa enak dengan istirahat. Aktivitas sehari-hari menyebabkan kelelahan,

palpitasi, dispnea atau angina.

NYHA

Kelas III

Penderia dengan kelainan jantung yang berakibat pembatasan berat aktivitas

fisik. Merasa enak dengan istirahat. Aktivitas yang kurang dari aktivitas sehari-

hari menimbulkan kelelahan, palpitasi, dispnea atau angina.

NYHA

Kelas IV

Penderita dengan kelainan jantung dengan akibat tidak mampu melakukan

aktivitas fisik apapun. Keluhan timbul meskipun saat istrihat.

2

Patofisiologi

Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung sebagai pompa untuk memenuhi

kebutuhan jaringan sehingga terjadi penurunan curah jantung (CO). Keadaan ini

menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi dengan tujuan mempertahankan fungsi

jantung menghadapi beban hemodinamik yang bertambah, baik volume maupun pressure

overload.

Kelainan intrinsik pada kontraktilitas miokardium pada gagal jantung akibat penyakit

jantung iskemik, menganggu kemampuan pengosongan ventrikel yang efektif. Kontraktilitas

ventrikel kiri yang menurun akan mengurangi volume sekuncup dan meningkatkan volume

residu ventrikel. Dengan meningkatnya volume akhir diastolic ventrikel (EDV) terjadi

peningkatan tekanan akhir diastolic ventrikel kiri (LVEDP). Derajat peningkatan tekanan

bergantung pada kelenturan ventrikel. Dengan meningkatnya LVEDP, akan terjadi

peningkatan tekanan atrium kiri (LAP) karena atrium dan ventrikel berhubungan langsung

selama diastole. Peningkatan LAP diteruskan ke belakang ke dalam pembuluh darah paru-

paru, meningkatakan tekanan kapiler dan vena paru-paru. Apabila tekanan hidrostatik

anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan onkotik pembuluh darah, akan terjadi transudasi

cairan ke dalam intertisial. Jika kecepatan transudasi cairan melebihi kecepatan drainase

limfatik, akan terjadi edema intertisial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan

cairan merembes ke dalam alveoli dan terjadilah edema paru.

Perkembangan dari edema dan kongesti sistemik atau paru dapat diperberat oleh

regurgitasi fungsional dari katup-katup tricuspid atau mitral secara bergantian. Regurgitasi

fungsional ini dapat disebabkan oleh dilatasi annulus katup atrioventrikularis atau perubahan

orientasi otot papilaris dan korda tendianae akibat dilatasi ruang.

Sebagai respon kompensatorik terhadap gagal jantung, ada tiga mekanisme primer yaitu

meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis, meningkatnya beban awal akibat aktivitas sistem

renin-angiontensin-aldosteron, dan hipertrofi ventrikel. Ketiga respon kompensatorik ini

mencerminkan usaha untuk mempertahankan curah jantung.

Aktivasi Sistem Renin-Angiontensin-Aldosteron (RAA)

Akibat CO yang menurun pada gagal jantung akan terjadi peningkatan sekresi renin yang

merangsang angiontensin II. Aktivitas sistem RAA untuk mempertahankan cairan,

keseimbangan elektrolit dan tekanan darah cukup. Aktivasi sistem RAA dimaksudkan untuk

mempertahankan cairan, keseimbangan atau balans elektrolit dan tekanan darah cukup.

3

Mekanisme pasti yang menyebabkan aktivasi sistem RAA pada gagal jantung masih

belum jelas. Namun, diperkirakan terdapat sejumlah faktor seperti rangsangan simpatis

adrenergik pada reseptor beta di dalam apparatus jukstaglomerulus, respon reseptor macula

densa terhadap perubahan pelepasan natrium ke tubulus distal (penurunan natrium

merangsang pelepasan renin), respon baroresptor terhadap perubahan volume dan tekanan

dalam sirkulasi (mekanisme baroreseptor pada aferen arteriola. Penurunan tekanan dalam

arteriole akan merangsang terbentuknya dan keluarnya renin dari JGA).

Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis

Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan merangsang respon simpatis

kompensatorik. Meningkatnya aktivitas adrenergic simpatis akan merangsang pengeluaran

katekolamin dari saraf-saraf adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan

kekuatan kontraksi akan meningkat untuk menambah curah jantung. Selain itu juga terjadi

vasokonstriksi arteri perifer untuk menstabilkan tekanan arteri dan redistribusi volume darah

dengan mengurangi aliran darah ke organ-organ yang metabolismenya rendah (misal kulit

dan ginjal) untuk mempertahankan perfusi ke jantung dan otak. Venokonstriksi akan

meningkatkan aliran balik vena ke sisi kanan jantung, untuk selanjutnya menambah kekuatan

kontraksi.

Kadar katekolamin dalam darah akan meningkat pada gagal jantung, terutama saat

latihan. Jantung akan semakin bergantung dengan katekolamin yang beredar dalam darah

4

untuk mempertahankan kerja ventrikel. Namun pada akhirnya respon miokardium terhadap

rangsangan simpatis akan menurun, katekolamin akan berkurang pengaruhnya terhadap kerja

ventrikel.

Pada permulaan gagal jantung (ringan) aktivitas sistem adrenergic dapat mempertahankan

CO dengan cara kontraktilitas yang meningkat dan kenaikan denyut jantung. Pada gagal

jantung lebih berat terjadi vasokonstriksi akibat sistem simpatis dan pengaruh angiotensin II

dengan maksud mempertahankan tekanan darah dan redistribusi CO. Pada gagal jantung yang

makin berat (NYHA kelas IV) terjadi peningkatan afterload yang berlebihan akibat

vasokonstriksi dengan akibat penurunan curah jantung.

Hipertrofi Ventrikel

Respon kompensatorik terakhir pada gagal jantung adalah hipertrofi miokardium atau

bertambah tebal dinding. Hipertrofi meningkatakan jumlah sarkomer dalam sel-sel

miokardium, sarkomer dapat bertambah secara parallel atau serial bergantung pada jenis

beban hemodinamik yang mengakibatkan gagal jantung. Sebagai contoh, suatu beban

tekanan yang ditimbulkan stenosis aorta akan disertai dengan meningkatnya ketebalan

dinding tanpa penambahan ukuran ruang dalam. Respon miokardium terhadap beban volume

seperti pada regurgitasi aorta, ditandai dengan dilatasi dan bertambahnya ketebalan dinding.

Kombinasi ini diduga terjadi akibat bertambahnya jumlah sarkomer yang tersusun secara

serial. Kedua pola hipertrofi ini disebut hipertrofi konsentris akibat beban tekanan dan

eksentris akibat beban volume. Apapun susunan pasti sarkomernya, hipertrofi miokardium

akan meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium.

5

Derajat gagal jantung kongestif

6

Pembagian gagal jantung secara deskriptif

1. Gagal jantung kongestif (CHF)

Komplikasi utama dari semua penyakit jantung adalah gagal jantung, yaitu kelainan

patofisiologis dimana fungsi jantung yang abnormal merupakan penyebab jantung gagal

memenuhi kebutuhan metabolism jaringan meskipun tekanan pengisian ventrikel sudah

bertambah. Gagal jantung kongestif merupakan sindroma klinis ditandai oleh adanya

keluhan dan penemuan kilinis akibat fungsi ventrikel kiri yang abnormal, regulasi

neurohormonal disertai intoleransi terhadap beban fisik, retensi cairan dan menyebabkan

umur pendek. Suatu diagnosis yang pasti dari gagal jantung kongestif memerlukan 2

kriteria mayor atau 1 kriteria mayor + 2 minor yang terjadi bersamaan. Dibawah ini

adalah criteria diagnosis CHF kiri dan kanan menuruf Framingham :

7

2. Forward and backward failure

backward failure, bahwa ventrikel gagal memompa darah sehingga darah terkumpul

dan tekanan atrium naik, tekanan sistem vena yang bermuara ke dalam atrium juga naik,

sehingga volume akhir siastolic meningkat. Teori backward failure merupakan reaksi

mekanisme kompensasi pada gagal jantung yaitu hokum jantung starling dimana distensi

ventrikel membantu mempertahankan CO. menurut konsep ini, tekanan diastolic ventrikel

kiri, atrium kiri, vena-vena pulmonalis berakibat ”backward transmission of pressure”

dan menyebabkan hipertensi pulmonal yang pada akhirnya berakibat gagal jantung kanan.

Seringkali vasokonstriksi pulmonal merupakan salah satu penyebab hipertensi pulomonal.

Tanda khas backward failure adalah kongesti paru dan edema yang menunjukan aliran

balik darah akibat gagal ventrikel.

Forward failure, terjadi secara stimultan sewaktu jantung gagal memompa darah

dalam jumlah adekuat ke jaringan karena volume sekuncup semakin lama semakin

sedikit. Manifestasi dari forward failure adalah akibat perfusi organ-organ vital menurun :

otak (mental confusion), otot skeletal (kelemahan), ginjal (retensi Na dan H2O).

3. Gagal jantung sistolik dan diastolik

Gagal jantung dapat diakibatkan oleh fungsi sistolik yaitu ketidakmampuan ventrikel

untuk kontraksi secara normal dan memompakan darah atau akibat fungsi diastolic

dimana kemampuan ventrikel untuk menerima darah dari atrium berkurang disebabkan

kemampuan relaksasi berkurang.

Manifestasi dari gagal jantung sistolik berhubungan dengan CO yang tidak adekuat

dengan lemah, letih, pengurangan toleransi latihan dan gejala lain dari hipoperfusi. Gagal

jantung sistolik ditandai oleh bertambahnya volume akhir diastolic yang mula-mula dapat

mencukupi stroke volume, tetapi kemudian disusul dengan ejection fraction yang

menurun.

Gagal jantung diastolic ditandai oleh meningkatnya tekanan pengisian pada ventrikel

kanan atau kiri. Gagal jantung diastolic biasanya ditemukan pada pasien gagal jantung

dengan ejeksi fraksinya >50 %. Gagal jantung diastolic dapat disebabkan oleh

meningkatnya resistensi aliran ventrikel dan pengurangan kapasitas diastolic ventrikel

(perikarditis konstriktif dan restriktif, hipertensi, dan kardiomiopati hipertrofi), gangguan

relaksasi ventrikel (iskemia miokard akut) dan fibrosis miokard dan infiltrate

(kardiomiopati restrifktif). Gagal jantung diastolic biasanya terjadi lebih sering pada

perempuan, terutama wanita tua dengan hipertensi.

8

4. Gagal jantung low-output dan high-output

Gagal jantung output rendah terjadi sekunder dari penyakit jantung iskemik,

hipertensi, kardiomiopati dilatasi, penyakit pericardial dan valvular. Gagal jantung output

tinggi terjadi pada pasien dengan pengurangan resistensi vaskular sistemik seperti

anemia, kehamilan, fistula AV, beri-beri dan hipertiroid. Pada praktisi klinik, gagal

jantung output rendah atau tinggi selalu tidak dapat dibedakan.

5. Gagal jantung akut dan kronik

Manifestasi klinis tergantung dari perjalanan penyakit dari gagal jantung tersebut.

Gagal jantung akut :

Seorang individu normal yang tiba-tiba (secara akut) terjadi kelainan anatomi atau fungsi

jantung.

- MCI massif akut

- Blok jantung dengan rata-rata ventrikel lambat (<35/menit)

- Takiaritmia dengan rata ventrikel sangat cepat (>180/menit)

- Rupture katup akibat endokarditis infektif

- Embolus paru

Gagal jantung kronik khas pada pasien dengan kardiomiopati dilatasi atau penyakit

jantung multivalvular. Kongesti vaskular biasanya pada gagal jantung kronik.

9

6. Gagal jantung kanan dan kiri

Gagal Jantung Kiri

Dispnea on Effort (DOE)

Sering kali terjadi dan merupakan keluhan dini dari gagal jantung kiri. Pada

sebagian penderita terdapat kongesti pulmonum, tetapi tidak mengeluh DOE, hal ini

disebabkan mereka secara gradual tanpa disadari banyak berdiam diri di tempat tidur.

Orthopnea

Penderita dengan ortopnea mengeluh sesak napas pada posisi tiduran dan

berkurang pada posisi tegak. Menghilangnya/berkurangnya sesak napas pada posisi

tegak akibat dari venous return yang menurun dan menurunnya tekanan hidrostatik

pada bagian atas paru sehinggamenambah kapasitas vital paru. Orthopnea tidak saja

hanya pada gagal jantung, tetapi juga pada penyakit paru kronik.

Paroksismal Nocturnal Dispnea (PND)

Penderita dengan PND mengeluh mendadak bangun tidurnya setelah beberapa

jam tidur. Serangan PND biasanya terjadi pada malam hari. Bronco spasme akibat

kongesti pada mukosa dan udema interstisial menekan bronkus, menambah kesukaran

ventilasi dan napas. Adanya wheezing maka hilang segera setelah duduk, PND

memerlukan sekitar 30 menit sebelum sesak hilang. Episode PND biasanya sangat

mengejutkan penderita sehingga takut untuk kembali meskipun keluhan hilang.

Pathogenesis PND

1. Pada posisi baring terjadi resorpsi cairan intertisial pada tempat bagian bawah

tubuh (ekstremitas bawah).

2. Venous return meningkat pada LV failure, menyebabkan tekanan kapiler paru

meningkat dan terjadi udema alveoli.

3. Menurunnya pengaruh adrenergic terhadap fungsi ventrikel selama tidur.

4. Depresi pusat napas selama tidur memegang peranan.

10

Udema Pulmonum Akut

Adalah bentuk yang berat dari asma kardiale akibat peningkatan yang berat

tekanan kapiler paru diikuti transudasi, udema alveoli (di dalam alveoli terdapat

cairan) diikuti oleh sesak napas yang berat, ronki basah kasar seluruh paru, mungkin

terjadi pecahnya kapiler alveoli dan terjadi frothy sputum. Apabila tidak mendapat

pertolongan segera, udema pulmonum akut dapat berakibat fatal.

Fatique & Weakness

Keluhan ini tidak spesifik tetapi merupakan keluhan umum pada gagal jantung

karena kekurangan perfusi pada otot skeletal. Kapasitas latihan menurun akibat

jantung tidak mampu menaikkan CO sesuai kebutuhan sehingga otot skeletal

kekurangan O2 . Penyebab lain kelelahan hipokaliemia akibat diuretika, intoksikasi

digitalis atau gagal jantung menjadi progress. Mungkin terjadi hipotensi postural

akibat dieresis yang terlalu banyak.

Keluhan Gastrointestinal

Penderita dengan gagal jantung mungkin mengeluh anoreksia, nausea, muntah,

distensi abdomen, rasa penuh sesudah makan, sakit perut. Keluhan ini mungkin akibat

melebarnya vena akibat kongesti pada mukosa gastro intestinal atau akibat intoksikasi

digitalis.

Keluhan Serebral

Pada gagal jantung berat terutama pada usia lanjut yang biasa disertai arterio

sklerosis serebral, terjadi penurunan perfusi serebral, hipoksemia, kemungkinan

confusion, daya ingat berkurang, kurang konsentrasi, sakit kepala, insomnia, ansietas.

Nocturia merupakan salah satu penyebab insomnia.

Nocturia

Merupakan ekskresi ginjal yang bertambah pada posisi baring, berawal dari

udema yang terjadi pada siang hari. Cairan udema masuk ke intravaskuler, menambah

venous return, CO dan dieresis pada malam hari.

11

Tanda klinis Gagal Jantung Kiri

Keadaan fisik secara keseluruhan harus dievaluasi, penderita mungkin Nampak

letih akibat CO rendah yang kronik. Sesak napas / napas cepat mungkin karena

kongesti paru. Dapat terjadi pada penderita yang sudah dikenal dengan gagl jantung

yang kemudian menjadi berat (MCI, iskemia, penyakit jantung katup berat, hipertensi,

rupture korda tendinae, takiaritmia dapat mendasari timbulnya udema paru akut tanpa

diketahui gagal jantung sebelumnya). Orthopnea, rasa takut, gelisah, pucat dan

berkeringat.

Kulit menjadi sianosis, dingin, lembab dan basah. Frekuensi napas 30-40x/menit

dapat dalam atau dangkal, otot bantu napas terpakai, retraksi daerah supraclavicular,

dilatasi alae nasi. Batuk, wheezing, sputum berbuih dan kemerahan akibat kapiler

paru pecah. Nadi cepat, apabila lambat harus dicurigai block jantung.

EKG

Menunjukkan keadaan yang mendasari gagal jantung kiri antara lain AF dengan

QRS rate yang cepat, pembesaran ruang jantung : LAH dan LVH. Biasanya EKG

lebih sensitive disbanding foto toraks, tetapi disbanding ekokardiografi 2 dimensi,

kurang sensitive dalam hal menunjukkkan hipertrofi. Kadang-kadang EKG normal

dan menunjukkan kelainan minimal, tetapi pada ekogramnya menunjukkan concentric

hypertrophy pada LV misalnya pada hipertensi dan AS. Apabila dilatasi lebih

dominan terhadap hipertrofi, foto toraks menunjukkan kardiomegali, EKG mungkin

menunjukkan sedikit kelainan.

Foto Toraks

Foto PA dan lateral dapat memberikan informasi akan adanya gagal jantung.

A. Bayangan jantung (heart shadow)

Biasanya abnormal, terjadi pembesaran bayangan jantung akibat hipertrofi

atau dilatasi temapat ruang-ruang jantung yang sakit.

B. Kongesti pulmonal

Pada gagal jantung kiri atau meningkatnya tekanan LA, misalnya pada MS,

terdapat kongesti V.pulmonalis, gambaran tersebut tampak pada tekanan LA

20-25 mmHg. Hal yang sama juga terjadi pada cabang-cabang A.pulmonaris,

pada gagal jantung kiri resistensi cabang-cabang A.pulmonalis pada lobus atas

paru dimana resistensi lebih rendah.

12

C. Efusi pleura

Pada gagal jantung kronik disertai tekanan vena yang meningkat mungkin

akan tampak efusi pleuramkecil/sedikit pada kanan maupun kiri. Efusi pleura

yang besar biasanya disebabkan oleh gagal jantung kanan.

D. Kalsifikasi

Kalsifikasi mungkin pada katup mitral, aorta atau pericardium.

E. Aorta

Apabila aorta dilatasi, kemungkinan akibat hipertensi, AS (post stenotic

dilatation), AR dan aneurisma aorta.

Ekokardiografi

- Spesifik dan sensitif untuk menilai meningkatnya massa ventrikel (hipertrofi

ventrikel)

- Menetapkan adanya dilatasi dan hipokinetik menyeluruh atau segmental,

biasanya terlihat pada gagal jantung sistolik.

- Menetapkan gagal jantung diastolic yang biasanya terdapat pada hipertrofi

ventrikel.

- Menentukan regurgitasi maupun stenosis dengan Doppler.

Gagal Jantung Kanan

Gagal jantung kanan biasanya sekunder akibat gagal jantung kiri yang kronik.

Tetapi gagal jantung kanan dapat berdiri sendiri. penyebab lain dari gagal jantung

kanan adalah stenosis mitral berat disertai hipertensi pulmonal, stenosis pulmonal, kor

pulmonal kronik, hipertensi pulmonal primer, regurgitasi tricuspid, stenosis tricuspid.

Keluhan Gagal Jantung Kanan

- Keluhan dominan pada gagal jantung kanan adalah akibat kongesti vena sistemik,

berbeda dengan gagal jantung kiri dimana keluhan akibat kongesti vena pulmonal.

- Fatigue akibat CO yang menurun

- Edema. Edema pada pergelangan kaki apabila penderita masih berjalan ke sana

kemari. Edema pada sacral bila penderita dalam posisi baring.

- Hepatomegali kongestif. Hepatomegali peregangan kapsula hepatic penyebab rasa

sakit pada kuadran kanan atas seperti kolesistitis.

13

- Anoreksia. Bendungan hepar dan kenaikan tekanan vena menyebabkan anoreksia,

kembung, dan keluhan non spesifik lain.

Tanda Klinis Gagal Jantung Kanan

- Ditemukan penyebab atau penyakit yang mendasari gagal jantung kanan, misalnya

stenosis mitral.

- RVH dapat ditemukan berdasarkan adanya kuat angkat pada parasternal kiri

bawah pada palpasi. Terdengar S3 atau S4 gallop yang berasal dari RV akibat

gagal jantung kanan.

- Murmur, dilatasi ventrikel kanan disertai regurgitasi pulmonal dan regurgitasi

ventrikel.

- Terdapat tanda-tanda penyakit paru kronik sebagai penyebab gagal jantung kanan,

terdengar ronki, wheezing kronik, ekspirasi yang memanjang, tanda-tanda

bronchitis kronik.

- JVP yang meningkat

- Refluks hepatojugular

Tekanan vena akan meningkat apabila kuadran kanan atas abdomen ditekan,

venous return meningkat, tekanan atrium kanan meningkat, dapat dilihat pada

permukaan darah dalam v.jugalaris yang meningkat.

- Pitting edema pada tungkai bawah atau pergelangan kaki dan sacral

- Asites, selain terdapat pada gagal jantung kanan, juga terdapat pada perikarditis

konstriktif dan tamponade jantung.

- Hidrotoraks (efusi pleura dan pericardial)

Biasanya didapatkan pada CHF. Lebih sering terdapat pada gagal jantung

biventricular daripada gagal jantung kiri saja, lebih sering terjadi pada kavum

pleura kanan daripada kiri. Cairan juga mungkin terdapat pada kavum perikard.

- EKG :

o RVH : menunjukan hipertensi pulmonal pada stenosis mitral

o RAD (right axis deviation) : terdapat pada RVH

o Gelombang P : gelombang P runcing dan tinggi menunjukan RAH pada

PPOK dan atau kor pulmonal kronik.

14

DIAGNOSIS

Spektrum pasien yang dapat dicurigai memiliki gagal jantung dari asimptomatik tetapi

resiko tinggi untuk gagal jantung (misalnya pasien dengan penyalahgunaan alkohol atau

penyakit arteri koroner, hipertensi, DM, terpapar obat kardiotoksik, atau riwayat keluarga

dari kardiomiopati).

Riwayat penyakit yang lengkap dan pemeriksaan fisik merupakan langkah pertama

pada evaluasi abnormalitas struktural atau penyebab dari perkembangan gagal jantung.

Meskipun riwayat dan pemeriksaan fisik dapat menjadi tanda yang penting tentang

abnormalitas jantung. Identifikasi dari abnormalitas struktural yang memicu untuk gagal

jantung umumnya membutuhkan pencitraan invasif maupun non-invasif dari struktur jantung.

EKG

Gambaran EKG pada penderita gagal jantung kongestif tergantung pada penyakit

dasar. Akan tetapi pada gagal jantung kongestif akut, karena selalu terjadi iskemik dan

gangguan fungsi konduksi ventrikel maka hampir semua EKG dapat ditemukan gambaran

takikardia, left-bundle-branch-block dan perubahan segmen ST dan gelombang T.

FOTO TORAKS

Pada foto toraks, sering ditemukan pembesaran jantung, dan tanda-tanda bendungan

paru. Kardiomegali biasanya adanya peningkatan dari cardiothoracic ratio (CTR) lebih dari

50% pada gambaran posteroanterior. Pasien dengan predominan disfungsi diastolic dapat

mempunyai ukuran jantung yang normal, salah satu menjadi petanda untuk membedakan

disfungsi sistolik vs diastolic. Apabila telah terjadi edema paru, dapat ditemukan gambaran

kabut di daerah perihiller, penebalan interlobar fissure (kerleys line). Sedangkan pada kasus

yang berat dapat ditemukan efusi pleura.

15

LABORATORIUM

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik untuk gagal jantung

kongestif.Kelainan hasil pemeriksaan laboratorium tergantung dari penyakit dasar dan

komplikasi yang terjadi. Terjadi perubahan-perubahan khas pada kimia darah, misalnya

perubahan cairan dan elektrolit dalam serum. Yang khas adalah adanya hiponatremia, kadar

kalium dapat normal atau menurun akibat terapi diuretic. Hiperkalemia dapat terjadi pada

tahap lanjut dari gagal jantung karena gangguan ginjal. Ketika adanya kongesti hati, serum

transminase dan bilirubin dapat menjadi meningkat dan adanya jaundice. Jika hepatomegali

kongestif kronik, sirosis jantung dapat terjadi dan menyebabkan hipoalbunemia, hipoglikemia

dan peningkatan waktu protrombin.

EKOKARDIOGRAFI

Ekokardiografi dua-dimensi dengan Doppler adalah rekomendasi tinggi untuk semua

pasien dengan gagal jantung. Pemeriksaan ini membantu penilaian dari ukuran ventrikel kiri,

massa dan fungsi. Karena tidak biasanya pasien memiliki lebih dari satu abnormalitas jantung

yang mempengaruhi perkembangan dari gagal jantung, echocardiography memberikan nilai

tambahan dengan penilaian kuantitatif dari dimensi, geometry, ketebalan dan pergerakan dari

ventrikel kanan dan kiri. Serta penilaian kualitatif dari atria, pericardium, struktup katup dan

vaskular.

16

PENATALAKSANAAN

Usaha pertama dalam penanggulangan gagal jantung kongestif ialah mengatasi

sindrom gagal jantung. Kemudian mengobati factor presipitasi seperti aritmia, anemia,

tiroksikosis, stress, infeksi, infeksi, dan lain-lain, dan memperbaiki penyakit penyebab serta

mencegah komplikasi seperti trombo-emboli.

Pengobatan nonfarmakologik seperti : memperbaiki oksigenasi jaringan, membatasi

kegiatan fisik sesuai beratnya keluhan, dan diet rendah garam, cukup kalori dan protein.

Kesemuanya ini memegang peranan penting dalam penanggulangan gagal jantung kongestif

kronis.

Berdasarkan patofisiologis yang telah diuraikan di atas, konsep terapi farmakologis

saat ini ditujukan terutama pada :

1. Menurunkan afterload dengan ACE-inhibitor, atau antagonis kalsium.

2. Meningkatkan kontraktilitas jantung melalui pemberian digitalis atau ibopamin.

3. Menurunkan preload melalui pemberian nitrat atau diuretik. Diuretik juga dipakai

sebagai obat untuk mengatasi retensi cairan badan.

ACE inhibitor

Efek dari ACE inhibitor :

1. Dilatasi arteriol

2. Mengurangi aktivitas simpatis dan produksi noradrenalin

3. Penurunan aldosteron

4. Anti hipertrofi dan anti remodeling pada miokard

Kontraindikasi ACE-inh : renal stenosis, aorta stenosis yang berat, kardiomiopati

hipertrofi dan restriktif, carotid stenosis yang berat, gagal ginjal yang berat, angina,

anemia berat, kehamilan dan laktasi.

Angiotensin II receptor blocker

Pada penderita dengan intoleran dengan ACE-inh dapat digunakan sebagai pengganti

dengan akibat blockade pada RAS.

Digoksin

Mekanisme kerja digoksin : menambah kontraktilitas miokard baik baik kecepatan

pada gagal jantung maupun pada jantung normal, efek elektrofisiologi dan vasokonstriksi.

17

Pada pemakaian digoksin sensitivitas digoksin dapat meningkat sehingga diperlukan

penyesuaian dosis, gagal ginjal, usia lanjut, hipokalemia, hipoksemia, asidosis, MCI akut,

hipomagnesemia, hipercalsemia.

Indikasi penggunaan digoksin :

1. AF dengan ripid respond an tidak terkontrol pada gagal jantung

2. Gagal jantung dengan kemampuan kontraksi yang menurun, S3, ronkhi basah

pada basal dan kemudian menyeluruh.

3. Kegagalan pengobatan dengan diuretika dan vasodilator akibat hipotensi

4. Gagal jantung sistolik NYHA kelas II, III, IV.

Pemakaian digoksin terbatas pada :

1. IMA kecuali gagal jantung tidak dapat terkontrol dengan diuretika, nitrat dan

dopamine.

2. AV block

3. MS dengan irama sinus

4. Hipertrofi obstruktif kardiomiopati

5. SSS (sick sinus sindrom)

6. Kor pulmonal kecuali disertai F rapid respon

Simpatomimetikamin

1. Dopamin

Merupakan precursor dari norepinefrin alamiah. Dopamine dapat meningkatkan

SVR sedangkan CO mungkin tidak bertambah meskipun terdapat efek inotropik.

Oleh karena itu penderita dengan prefer vascular disease harus diwaspadai

kemungkinan pada pemberian dopamine. Pada pasien dengan hipotensi yang berat

peningkatan LV filling pressure (LVFP) ringan sedang dopamine bersifat

vasokontriktor, mungkin lebih superior disbanding dobutamin. Kenaikan renal

blood flow tidak terjadi pada dosis tinggi dengan maksud untuk menaikkan

tekanan darah karena vasokonstriktif perifer.

2. Dobutamin

Suatu katekolamin sintetik. Bekerja terhadap reseptor beta-1, beta-2, dan alfa.

Menurunkan perifer vascular resistensi, CO dapat meningkat pada gagal jantung

berat mungkin / diharapkan tidak menyebabkan penurunan atrial.

3. Ibopamin

Merupakan agonis dopamine, diberikan secara oral, mempunyai efek baik

terhadap neurohumoral dan memperbaiki hemodinamik.

18

Diuretika

Salah satu cara menanggulangi gagal jantung adalah mengurangi resisten garam dan

air yaitu dengan diet rendah lemak dan pemberian diuretika. Sebaiknya dengan

pemberian diuretika yang berlebihan dapat menyebabkan CO menurun, hipotensi

ortostatik, kemunduran fungsi ginjal.

19

PROGNOSIS

Mortalitas pada pasien dengan gagal jantung cukup tinggi (20-60%) dan berkaitan

dengan derajat keparahannya. Data Firmingham yang dikumpulkan sebelum penggunaan

vasodilator untuk gagal jantung dikelompokkan bersama, dan lebih dari 60% pada NYHA

klas IV. Kematian terjadi karena gagal jantung progresif atau secara mendadak (diduga

karena aritmia) dengan frekuensi kurang lebih sama. Sejumlah faktor yang berkaitan dengan

prognosis gagal jantung :

Klinis : semakin buruk gejala pasein, kapasitas aktivitas dan gambaran klinis, maka

prognosisnya semakin buruk.

Hemodinamika : semakin rendah indeks jantung, isi sekuncup dan fraksi ejeksi,

prognosisnya semakin buruk.

Biokimia : terdapat hubungan terbalik yang kuat antara norepinefrin, renin,

vasopressin dan peptide natriuretik. Hiponatremnia dikaitkan dengan prognosis yang

lebih buruk.

Aritmia : fokus ektopi ventrikel yang sering atau takikardia ventrikel pada

pengawasan EKG menandakan prognosis yang buruk atau apakah aritmia merupakan

penyebab kematian.

20

BAB II

LAPORAN KASUS

II.1 Waktu Pengambilan Data

A. Pasien masuk IRNA tanggal : 14 November 2009, Pukul 09.00 WIB

B. Pengambilan data pasien : 21 Novemver 2009

II.2 Identitas Pasien

A. No.Rekam Medik : 00957751

B. Nama : Tn. K

C. Usia : 56 tahun

D. Jenis kelamin : Laki-laki

E. Agama : Islam

F. Alamat : Jl. Gandaria I no.69 Gandaria Utara-Jakarta

Selatan RT 09 RW 08

G. Pendidikan terakhir : SMA

H. Pekerjaan : Pedagang

I. Status pernikahan : Menikah

J. Suku : Jawa

K. Bangsa : Indonesia

II.3 Anamnesis

A. Keluhan Utama :

Sesak napas sejak 3 hari sebelum masuk Rumah Sakit (SMRS).

B. Riwayat penyakit sekarang :

Tn.K, 56 tahun, datang dengan sesak napas sejak 3 hari SMRS. Sesak napas

tiba-tiba saja, biasanya muncul pada saat mau makan. Sesak diperingan dengan

posisi tiduran dengan 4 bantal. Bila sesak, pasien juga menggunakan oksigen yang

pernah dikasi oleh dokter sebelumnya dan sesak berkurang.

Pasien juga mengeluhkan perut terasa keras, kencang, begah, setelah sesak

napas. Perut tidak sakit, ada mual, tidak ada muntah, setelah diurut hilang sendiri.

21

Selain itu, pasien juga mengeluhkan kaki bengkak hilang timbul sejak 2

minggu SMRS. Tidak sakit, tidak ada trauma sebelumnya, sering timbul saat

duduk.

Pasien juga pernah merasa berdebar-debar. Bila berjalan-jalan di dalam

rumah , pasien mudah capek.

Pasien juga kadang-kadang suka batuk hilang timbul. Batuk ada dahak

sedikit berwarna bening.

Tidak ada keluhan nyeri dada. Buang air besar biasa 1 kali sehari. Buang air kecil

sedikit.

C. Riwayat Penyakit Dahulu :

Hipertensi +, diabetes mellitus +, riwayat penyakit jantung +, pernah

dirawat dengan keluhan yang sama, dan masih dalam pengobatan jantung. Pasien

tidak tahu nama obatnya. Asma, alergi makanan, dan alergi obat disangkal.

D. Riwayat Penyakit Keluarga :

Pasien tidak mengetahui apakah ada keluarga yang memiliki

hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, maupun asma.

E. Riwayat kebiasaan dan sosial :

Berhenti merokok kira-kira 1 tahun yang lalu.

Merokok sejak remaja. Bisa menghabiskan satu setengah kotak rokok. Tidak

minum alkohol. Senang makan goreng-gorengan.

22

II.4. Pemeriksaan Fisik

A. Status generalis

a. Keadaan umum : Sakit sedang

b. Kesadaran : Compos mentis

c. Tinggi badan : 160 cm

d. Berat badan : 59 kg

e. BMI : 23,04

f. Status gizi : BB lebih

B. Tanda vital

a. Tekanan darah : 130/90mmHg

b. Frekuensi nadi : 92 kali / menit

c. Frekuensi napas : 19 kali / menit

d. Suhu : 35,8 0 celcius

C. Kulit

a. Warna : sawo matang

b. Jaringan parut : Tidak ada

c. Pigmentasi : Tidak ada

d. Suhu raba : Hangat

e. Lembab / kering : Lembab

f. Turgor :

g. Ikterus : Tidak ada

h. Edema : edema pada kedua tungkai bawah

D. Kepala : Normochepali, rambut tersebar merata, tidak

mudah dicabut.

E. Mata :

Pemeriksaan Kanan Kiri

Konjungtiva anemis (-) (-)

Sklera ikterik (-) (-)

Arcus senilis (-) (-)

F. Hidung : Deformitas (-)

G. Leher : Tekanan vena jugularis , KGB tidak teraba

membesar.

H. Paru

23

Pemeriksaan Kanan Kiri

Inspeksi depan Tidak tampak retraksi sela

iga

Tidak tampak retraksi sela

iga

Inspeksi belakang Tidak dilakukan karena

pasien sesak bila posisi

duduk

Tidak dilakukan karena

pasien sesak bila posisi

duduk

Palpasi depan Fremitus raba simetris Fremitus raba simetris

Palpasi belakang Tidak dilakukan karena

pasien sesak bila posisi

duduk

Tidak dilakukan karena

pasien sesak bila posisi

duduk

Perkusi depan Sonor Sonor

Perkusi belakang Sonor Sonor

Auskultasi depan

Suara napas vesikuler

Rhoncii (+) pada lapang

paru atas

Wheezing (-)

Suara napas vesikuler

Rhoncii (-)

Wheezing (-)

Auskultasi

belakang

Tidak dilakukan karena

pasien sesak bila posisi

duduk

Tidak dilakukan karena

pasien sesak bila posisi

duduk

I. Jantung

a. Inspeksi :

b. Palpasi : Iktus kordis teraba

c. Perkusi :

Batas paru-hati : ICS 7 garis midklavikula dextra

Batas paru-lambung : ICS 6 garis axilla anterior sinistra

Batas pinggang jantung : ICS 3 garis parasternal dextra

Batas jantung kanan : ICS 4 garis parasternal dextra

Batas jantung-kiri : ICS 4 garis midklavikula agak ke

lateral

d. Auskultasi : S I dan II regular, murmur (-), gallop (-)

J. Abdomen

a. Inspeksi : Tampak datar, supel

24

b. Palpasi : Nyeri tekan (-), hepatosplenomegali (-)

c. Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)

d. Auskultasi : Bising usus (+) N

K. Ekstremitas

Pemeriksaan Kanan Kiri

Atas

Akral hangat

Clubbing finger (-)

Edema (-)

Akral hangat

Clubbing finger (-)

Edema (-)

BawahAkral hangat

Edema (+) pitting

Akral hangat

Edema (+) pitting

II.5. Pemeriksaan Penunjang

A. Pemeriksaan laboratorium (tahun 2009)

Pemeriksaan14-11-2009

(14:04:04)

14-11-2009

(09:50 PM)

15-11-2009

(2:55 AM)

16-11-2009

(08:02 PM)

Nilai rujukan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 11,8 g/dl 13,2-17,3

Hematokrit 35% 33-45

Leukosit 9100/uL 5000-10000

Trombosit 183.000/uL 150rb-440rb

Eritrosit 3,75 jt/uL 4,4 jt-5,9 jt

LED

VER/HER/KHER/RDW

VER 93,9 fl 80-100

HER 31,5 pg 26-34

KHER 33,5 g/dl 32-36

RDW 15,1 % 11.5-14.5

HITUNG JENIS

25

Neutrofil 82% 50-70

Limfosit 16% 20-40

Monosit 3% 2-8

KIMIA KLINIK

FUNGSI HATI

SGOT 26 U/I 20 U/I 0-34

SGPT 18 U/I 12 U/I 0-40

Protein total 6,25 g/dl 6,00-8,00

Albumin 3,19 g/dl 3,4-4,8

Globulin 3,06 g/dl 2,5-3,0

Bilirubin total 0,25 mg/dl 0-1

Bilirubin direk 0,06 mg/dl <0,2

Bilirubin indirek 0,19 mg/dl <0,6

Fosfatase alkali 79 IU/L 30-140

FUNGSI GINJAL

Ureum darah 51 mg/dl 50 mg/dl 20-40

Kreatinin darah 0,7 mg/dl 0,6 mg/dl 0,6-1,5

Asam urat darah 8,6 mg/dl <7

DIABETES

GLUKOSA

Gula darah sewaktu 140 70-140

Glukosa puasa 116 mg/dl 80-100

Gula darah 2 jam pp 143 mg/dl 80-145

JANTUNG

CK 93 U/I 95 U/I 134 U/I 61 U/I ≤ 175

CK-MB 29 U/I 27 U/I 27 U/I 25 U/I 7-25

LDH471 U/I

(37’C)

456 U/I

(37’C)415 U/I

140-300

Troponin T 0,03-0,1 <0,03

26

ng/ml

ELEKTROLIT

Natrium 141 mmol/l 142 mmol/l 135-147

Kalium 4,3 mmol/l 3,84 mmol/l 3,10-5,10

Klorida 103 mmol/l 104 mmol/l 95-108

LEMAK

Trigliserida 67 mg/dl <150

Kolesterol total 123 mg/dl <200

Kolesterol HDL 40 mg/dl 28-63

Kolesterol LDL 70 mg/dl <130

B. Pemeriksaan rontgent thorax

Mediastinum superior melebar (aorta elongasi)

CTR : 6 + 14 x 100 % = 68 %

29

Foto dibuat dengan posisi pasien supine

Kesan: jantung membesar ke kiri dan sedikit ke kanan

27

Paru :

1. Terdapat perselubungan hemitoraks kanan dengan penebalan fissura minor

2. Corakan bronkovaskular meningkat dan terdapat perselubungan sinus costofrenikus kanan

3. Vascular suprahiller bertambah

4. Tulang-tulang dan soft tissue baik

Kesan: kardiomegali dengan elongasi aorta. Gambaran bendungan paru dengan efusi pleura kanan.

c. Pemeriksaan EKG

Hasil EKG (14 November 2009 pkl. 10:45)

28

Hasil EKG ( 17 November 2009 pkl 07:30 WIB)

Interpretasi EKG tgl 14 Feb 2009:

Irama: AFNR

HR= 90 kali/menit

Axis = normal

Gelombang P = fibrilatori

Interval PR = normal

Kompleks QRS = melebar dan terdapat morfologi rsr

ST elevasi tidak ada

ST depresi di I, II, III, aVf, V2-V6

Q patologis tidak ada

29

T inverted tidak ada

Kesan: AFNR, RBBB, dan infark di inferior dan posterolateral

II.6 Diagnosis

Gagal jantung kongestif

NSTEMI

AFNR

RBBB

Hipertensi

DM tipe 2 terkontrol

II.7 Diagnosis banding

II.8 Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan serial EKG

b. Pemeriksaan serial enzim jantung

c. Pemeriksaan sputum

Penatalaksanaan

A. Non medikamentosa

- Tirah baring

- Melakukan pola hidup sehat

B. Medikamentosa

- Clopidogrel 1x 75 mg

30

- Cedocard 3x 10 mg

- Captopril 2 X 12,5 mg

- Digoxin 1 x 0,25 mg

- Simvastatin 1 x 10 mg

- Suplemen KCl 1x1

- Laxadin

- Alprazolam 2 x 0,25 mg

- Gluchopage 1 x 500 mg

II.10. Prognosis

A. Ad vitam : Dubia ad bonam

B. Ad fungtionam : Dubia ad bonam

C. Ad sanationam : Dubia ad bonam

BAB III

FOLLOW UP

III.1. DATA AWAL (14 November 2009)

Subjective Sesak napas terus menerus 3 hari yang lalu, bengkak di kedua kaki

31

lebih kurang 1 minggu

Objective a. Keadaan Umum : Sakit Sedang

b. Kesadaran : Kompos Mentis

c. Tanda vital

Tekanan darah : 150/90 mmHg

Nadi : 80 kali / menit

Pernapasan : 28 kali / menit

d. Mata : CA -/-, SI -/-

e. Leher :

KGB tidak teraba membesar

JVP meningkat

f. Cor : S I, II irregular, murmur (-), gallop (-)

g. Pulmo : suara napas vesikuler, wheezing (-/-), rhoncii (-/-)

h. Abdomen: datar, supel, BU (+), NT(+)

i. Ekstremitas

Akral hangat : +/+

Edema : -/-

+/+

Assessment ACS STEMI+RBBB+AFNR+CHF+DM tipe 2 GD terkontrol

Planning a. Non medikamentosa

Tirah baring

b. Medikamentosa

Glucophage 500 mg

Furosemid 1 x 20 mg

Digoxin 1x 0,25

Ascardia 1 x 80 gr

Magtral 3 x 1 (1 tab = 10 mg)

Spironolaktone 1 x 2 (1 tab =25 mg)

Gluvance 1 x1 mg

III.2. Follow Up (18 November 2009)

Subjective batuk (+), sesak (-), perut kembung (+), pusing-pusing (+)

Objective a. Keadaan Umum : Sakit sedang

b. Kesadaran : Kompos mentis

32

c. Tanda vital

TD : 130 / 90 mmHg

Nadi : 84 kali / menit

Pernapasan : 26 kali / menit

Suhu : 36,70 celcius

d. Mata : CA -/-, SI -/-

e. Leher :

KGB tidak teraba membesar

JVP tidak meningkat

f. Cor : S I, II regular, murmur (-), gallop (-)

g. Pulmo : suara napas vesikuler, wheezing (-/-), rhoncii (-/-)

h. Abdomen: buncit, tegang, hati limpa titak teraba massa, Nyeri

tekan (-), asites (+)

i. Ekstremitas

Akral hangat : +/+

+/+

Edema : +/+

+/+

Assessment ACS NSTEMI, AFNR

RBBB

CHF

DM tipe 2

Planning a. Non medikamentosa

Tirah baring

Melakukan pola hidup sehat

b. Medikamentosa

CPG 1 x 75 mg

Cedocard 3 x 10 mg

Captopril 3 x 12,5 mg

Digoksin 1x1/2

Simvastatin 1 x 10 mg

Laxadin 1 x 1 c

Suplemen Kalium 1x1

33

Lasix 2 x 1 amp

Alprazolam 2 x 0,25 mg

Glucophage 1x 500 mg

III.3. Follow Up (19 November 2009)

Subjective Batuk(+), sesak(+), perut kembung(+), nyeri pada perut(+)

Objective a. Keadaan Umum : Sakit sedang

b. Kesadaran : Kompos mentis

c. Tanda vital

TD : 130 / 80 mmHg

Nadi : 80 kali / menit

Pernapasan : 24 kali / menit

Suhu : 36,7 0 celcius

d. Mata : CA -/-, SI -/-

e. Leher :

KGB tidak teraba membesar

JVP tidak meningkat

f. Cor : S I, II irregular, murmur (-), gallop (-)

g. Pulmo : Suara napas vesikuler, wheezing (-), rhoncii (-)

h. Abdomen : buncit, tegang (+), hati limpa tidak teraba massa,

nyeri tekan (+)

i. Ekstremitas

Akral hangat : +/+

+/+

Edema : +/+

+/+

Assessment ACS NSTEMI

AFNR

CHF

RBBB

DM tipe 2

Dispepsia

Planning a. Non medikamentosa

34

Tirah baring

Melakukan pola hidup sehat

b. Medikamentosa

CPG 1 x 75 mg

Cedocard 3 x 10 mg

Captopril 3 x 12,5 mg

Digoksin 1 x ½

Simvastatin 1 x 10 mg

Laxadin 1 x 1c

Suplemen kalium 1x1

Lasix 2 x 1 amp

Alprazolam 2 x 0,25 mg

Glucophage 1 x 500 mg

Omeprazole 1 x 20 mg

Neciblok 3 x 1C

III. 4. Follow Up (20 November 2009)

Subjective sesak(+), perut begah (-)

Objective a. Keadaan Umum : Sakit sedang

b. Kesadaran : Kompos Mentis

c. Tanda vital

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 68 kali / menit

Pernapasan : 26 kali / menit

Suhu : 36,7 0 celcius

d. Mata : CA -/-, SI -/-

35

e. Leher :

KGB tidak teraba membesar

JVP tidak meningkat

f. Cor : S I, II irregular, murmur (-), gallop (-)

g. Pulmo : suara napas vesikuler, wheezing (-/-), rhoncii (+/-)

h. Abdomen : buncit, nyeri tekan (-), hati limpa tidak teraba,

bising usus (+) normal

i. Ekstremitas

Akral hangat : +/+

+/+

Edema : +/+

+/+

Assessment ACS NSTEMI

CHF

AFNR

RBBB

DM tipe 2

Dyspepsia

Planning a. Non medikamentosa

Tirah baring

b. Medikamentosa

CPG 1 x 75 mg

Cedocard 3 x 10 mg

Captopril 3 x 12,5 mg

Digoksin 1 x ½

Simvastatin 1 x 10 mg

Laxadin 1 x 1c

Suplemen kalium 1x1

Lasix 2 x 1 amp

Alprazolam 2 x 0,25 mg

Glucophage 1 x 500 mg

Omeprazole 1 x 20 mg

Neciblok 3 x 1c

36

Echo

III.5 Follow Up (21 November 2009)

Subjective sesak(+), perut begah (-)

Objective a. Keadaan Umum : Sakit sedang

b. Kesadaran : Kompos Mentis

c. Tanda vital

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 72 kali / menit

Pernapasan : 24 kali / menit

Suhu : 36,5 0 celcius

d. Mata : CA -/-, SI -/-

e. Leher :

KGB tidak teraba membesar

JVP tidak meningkat

f. Cor : S I, II irregular, murmur (-), gallop (-)

g. Pulmo : suara napas vesikuler, wheezing (-/-), rhoncii (+/-)

h. Abdomen : buncit, nyeri tekan (-), hati limpa tidak teraba,

bising usus (+) normal

i. Ekstremitas

Akral hangat : +/+

+/+

Edema : -/-

+/+

Assessment ACS NSTEMI

CHF

AFNR

RBBB

DM tipe 2

Dyspepsia

Planning a. Non medikamentosa

Tirah baring

b. Medikamentosa

37

CPG 1 x 75 mg

Cedocard 3 x 10 mg

Captopril 3 x 12,5 mg

Digoksin 1 x ½

Simvastatin 1 x 10 mg

Laxadin 1 x 1c

Suplemen kalium 1x1

Lasix 2 x 1 amp

Alprazolam 2 x 0,25 mg

Glucophage 1 x 500 mg

Omeprazole 1 x 1 amp

Neciblok 3 x 1c

Echo

III.6 Follow up (22 November 2009)

Subjective Pusing berputar(+), mual(+), muntah(+)air, BAK dan BAB lancar,

BAB lembek jadi tidak menyebabkan pasien mengedan

Objective a. Keadaan Umum : Sakit sedang

b. Kesadaran : Kompos Mentis

c. Tanda vital

Tekanan darah : 90/70 mmHg

Nadi : 72 kali / menit

Pernapasan : 24 kali / menit

Suhu : 36,5 0 celcius

d. Mata : CA -/-, SI -/-

e. Leher :

38

KGB tidak teraba membesar

JVP tidak meningkat

f. Cor : S I, II irregular, murmur (-), gallop (-)

g. Pulmo : suara napas vesikuler, wheezing (-/-), rhoncii (+/-)

h. Abdomen : buncit, nyeri tekan (+), hati limpa tidak teraba,

bising usus (+) normal

i. Ekstremitas

Akral hangat : dingin

Edema : -/-

+/+

GDS stelah minum glucophage= 130 mg/dl

Assessment ACS NSTEMI

CHF

AFNR

RBBB

CAP dd/TB paru infeksi sekunder

DM tipe 2, gula darah belum terkontrol

Dispepsia

Planning a. Rencana diagnostik: DPL serial, sputum BTA 3X, gram,

MOR, kultur, HBA1c

KGHD

Konsul mata

b. Non medikamentosa

Tirah baring

Diet DM 2300 kkal

c.Medikamentosa

CPG 1 x 75 mg

Cedocard 3 x 10 mg

Ceftriaxone 1 x 2 gr

Azytromicin 1x 500 mg

Captopril 3 x 12,5 mg

Digoksin 1 x ½

39

Simvastatin 1 x 10 mg

Laxadin 3cI

Suplemen kalium 1x1

Lasix 2 x 1 amp

Alprazolam 2 x 0,25 mg

Glucophage 1 x 500 mg

Omeprazole 1 x 40 mg iv

Neciblok 3 x 1c

Ondanseptron (8mg) 3 x 1 amp

Inhalasi V:B:NS= 1:1:1/6jam

DAFTAR PUSTAKA

1. Braunwald, Eugene.Heart Failure in Harrison's Principles of Internal Medicine.16th

ed. 2005.pg 1376-1378.

2. Kumar, Abbas, Fausto. Pathologic Basis Of Disease. Seven edition. Philadelphia.

Elseviers Saunders. 2005.

3. Karim, sukri. EKG dan penanggulangan beberapa penyakit jantung untuk dokter

umum. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006.

4. Wilson, Lorrain, dkk. Pathophysiology : Clinical Concepts of Disease Process.

Edition 6 Volume 2. Michigan : 2002.

5. Hunt SA et al. ACC/AHA Guidelines for the evaluation and management of chronic

heart failure in the adult: executive summary. A report of the American College of

Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines

40

(Committee to Revise the 1995 Guidelines for the Evaluation and Management of

Heart Failure). J Am Coll Cardiol. 2001 Dec;38(7): 2101–13. [PMID: 11738322]

6. Swedberg K et al. Guidelines for the diagnosis and treatment of chronic heart failure:

executive summary (update 2005): The Task Force for the Diagnosis and Treatment

of Chronic Heart Failure of the European Society of Cardiology. Eur Heart J. 2005

Jun;26(11):1115–40. [PMID: 15901669]

7. Masud, ibnu. Dasar-dasar fisiologi kardiovascular.Jakarta: EGC.1989.hal 25-7

8. Fuster V. Alexabder R.W. Heart Failure.11 ed. 2004.

9. Brauwald. A Textbook of Cardiovasculary Medicine.

10. http://www.who.int/cardiovascular_diseases/en/2005

11. Hunt SA et al. ACC/AHA 2005 guideline update for the diagnosis and treatment of

chronic heart failure in the adult. Circulation. 2005 Sep 20;112(12):e154–235.

41