105
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014 1 Konstribusi Penguasaan Teori Terhadap Kemampuan Keterampilan Siswa Pada Siswa Kursus Tata Kecantikan Rambut di DKI Jakarta Burhan Miftah 1 Abstract: The purpose of this research is to obtain empirical data about the relationship of learning outcomes in theory (mastery theory) towards student's skills in the basic classes of hair beauty courses in DKI Jakarta. The population of this research was students of the basic classes of hair beauty courses in DKI Jakarta, who had completed theoretical lessons and have completed or were completing practical lessons. The sample consisted of 133 persons which was taken by using cluster random sampling technique on 11 of hair beauty courses in DKI Jakarta. The instruments used to collect the data were; (1) a test to measure learning outcomes in theory (mastery theory), (2) and a rating scale to measure student's skills. The method used in this research was survey with simple regression and correlation technique to analyze the data obtained and t and F test were used to test the hypotheses at the level of significance α = 0.05 The result of simple correlation analysis reviewed that there is a significant correlation found between learning outcomes in theory and student's skills (r = 0.58), and a coefficient determination of 0.3329. Which means that 33.29 % of variance of student's skills is determinated by learning outcomes in theory. So that, contribution learning outcomes in theory (mastery theory) towards student's skills is 33.29 %. The result of simple regression analysis showed that learning outcomes in theory (mastery theory) could predict student,s skills with a regression equation of = 65.99 + 1.20 X. Kata kunci: Kontribusi penguasaan teori, keterampilan siswa Perkembangan industri dan pertumbuhan perusahaan-perusahaan menuntut tersedianya tenaga ahli yang mempunyai kemampuan untuk dapat menyelenggarakan kegiatan tertentu. Pendidikan formal pada umumnya tidak menghasilkan lulusan yang siap kerja, tetapi hanya lulusan yang siap latih. Oleh sebab itu, pendidikan nonformal juga merupakan jembatan antara pendidikan sekolah dan dunia kerja. Berbagai kursus dan bentuk latihan kerja lain memungkinkan lulusan sekolah-sekolah 1 Dr. Burhan Miftah, M.Pd., adalah Kabid PNFI Dinas Pendidikan Kabupaten Bondowos, E- mai l: [email protected]. Alamat: Jl. S Parman No, 21 RT 01 RW 01 Badean Bondowoso

Isi Jurnal Edisi Perdana (14-02-2014)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Semua isi di sini dapat dikutip. Tetapi tidak diperkenankan untuk menjiplak atau men-copy secara sebagai atau seluruhnya tanpa seijin Penanggungjawab Jurnal atau Penulisnya

Citation preview

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    1

    Konstribusi Penguasaan Teori

    Terhadap Kemampuan Keterampilan Siswa

    Pada Siswa Kursus Tata Kecantikan Rambut di DKI Jakarta

    Burhan Miftah1

    Abstract: The purpose of this research is to obtain empirical data about the

    relationship of learning outcomes in theory (mastery theory) towards student's

    skills in the basic classes of hair beauty courses in DKI Jakarta. The

    population of this research was students of the basic classes of hair beauty

    courses in DKI Jakarta, who had completed theoretical lessons and have

    completed or were completing practical lessons. The sample consisted of 133

    persons which was taken by using cluster random sampling technique on 11 of

    hair beauty courses in DKI Jakarta.

    The instruments used to collect the data were; (1) a test to measure learning

    outcomes in theory (mastery theory), (2) and a rating scale to measure student's

    skills. The method used in this research was survey with simple regression and

    correlation technique to analyze the data obtained and t and F test were used

    to test the hypotheses at the level of significance = 0.05 The result of simple correlation analysis reviewed that there is a significant

    correlation found between learning outcomes in theory and student's skills (r =

    0.58), and a coefficient determination of 0.3329. Which means that 33.29 % of

    variance of student's skills is determinated by learning outcomes in theory. So

    that, contribution learning outcomes in theory (mastery theory) towards

    student's skills is 33.29 %. The result of simple regression analysis showed that

    learning outcomes in theory (mastery theory) could predict student,s skills

    with a regression equation of = 65.99 + 1.20 X.

    Kata kunci: Kontribusi penguasaan teori, keterampilan siswa

    Perkembangan industri dan pertumbuhan perusahaan-perusahaan menuntut

    tersedianya tenaga ahli yang mempunyai kemampuan untuk dapat menyelenggarakan

    kegiatan tertentu. Pendidikan formal pada umumnya tidak menghasilkan lulusan

    yang siap kerja, tetapi hanya lulusan yang siap latih. Oleh sebab itu, pendidikan

    nonformal juga merupakan jembatan antara pendidikan sekolah dan dunia kerja.

    Berbagai kursus dan bentuk latihan kerja lain memungkinkan lulusan sekolah-sekolah

    1 Dr. Burhan Miftah, M.Pd., adalah Kabid PNFI Dinas Pendidikan Kabupaten Bondowos, E-mai l: [email protected]. Alamat: Jl. S Parman No, 21 RT 01 RW 01 Badean Bondowoso

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    2

    jenis tertentu memperoleh kemampuan kerja yang diperlukan di dunia kerja. Peluang

    amat luas tersedia di jalur pendidikan nonformal untuk memperoleh pendidikan yang

    tidak dapat diperoleh di jalur pendidikan formal melalui kursus, kelompok belajar dan

    pelatihan keterampilan.

    Salah satu jenis kursus yang populer di tengah masyarakat adalah kursus tata

    rias rambut. Tujuan kursus tata rias rambut menurut Direktorat Pendidikan Masyarakat

    adalah meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap warga belajar, agar mampu

    melaksanakan kegiatan tata rias rambut dalam rangka memperoleh kesempatan kerja

    sebagai bekal kehidupan dan penghidupannya. Dalam penyelenggaraan kursus tata rias

    rambut terdapat beberapa komponen yang saling kait-mengkait dan menunjang dalam

    pencapaian tujuan penyelenggaraan kursus. Komponen-komponen Kursus tata risa

    rambut adalah pamong kegiatan belajar, warga belajar (siswa), sumber belajar (guru),

    prasarana belajar, sarana belajar, dana, program kegiatan belajar (kurikulum), metode

    belajar, motivasi belajar, dan hasil belajar.

    Dalam kenyataan terdapat aneka ragam keberhasilan dalam penyelenggaraan

    kursus tata rias rambut, baik dilihat dari hasil belajar, maupun programnya.

    Keanekaragaman tersebut dipengaruhi oleh: keaneka-ragaman latar belakang siswa

    baik dari segi umur, pendidikan, inteligensi, kedudukan sosial maupun ekonominya,

    dan motivasi belajarnya, dan keanekaragaman, berbagai komponen program

    penyelenggaraan lainnya, seperti media, tenaga pendidik, proses belajar mengajar baik

    teori maupun praktik, sarana dan prasarana, alat bantu, dan lain-lain. Akan tetapi

    kurikulum yang dipergunakan dalam kursus tata rias rambut sama yaitu berpedoman

    pada kurikulum yang dikeluarkan oleh Depdikbud

    Pada kursus tata rias rambut aspek keterampilan (psikomotorik) merupakan

    aspek utama yang harus dikuasai oleh siswa, di samping aspek teori (kognitif)

    dan sikap (afektif). Hal ini sesuai dengan tujuan dari penyelenggaraan kursus tata rias

    rambut yang mementingkan aspek keterampilan siswa. Untuk mengukur hasil belajar

    pada kursus tata rias rambut baik pelajaran teori maupun keterampilan (psikomotorik)

    diadakan ujian atau uji kompetensi.

    Teori menurut Kerlinger adalah serangkaian konsep, sistematis tentang suatu

    fenomena. Curzon mengatakan bahwa teori adalah suatu sistem ide-ide (kognisi) yang

    berusaha menjelaskan sekelompok gejala. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat

    disimpulkan bahwa penguasaan teori berarti hasil belajar di ranah kognitif, berkenaan

    dengan hasil belajar di bidang pengetahuan dan kemampuan intelektual. Tujuan ranah

    kognitif bermaksud mengarahkan siswa untuk mengembangkan kemampuan

    intelektual, mulai dari mengingat kembali informasi-informasi yang didapat melalui

    pengalaman belajarnya sampai kemampuan menilai kejadian, peristiwa, dan pendapat

    melalui akalnya yang berupa konsep, definisi, prinsip-prinsip, dan proposisi yang

    saling berkaitan dan bertujuan untuk memberikan gambaran yang sistematis tentang

    apa yang dipelajari. Hasil belajar keterampilan menurut Aronson dan Bringgs adalah

    perilaku siswa yang dapat diamati dari cara siswa tersebut menunjukkan kemampuan

    yang telah dipelajarinya. Ranah psikomotorik berkenaan dengan kemampuan sesorang

    secara motorik. Hasil belajar psikomotorik menekankan pada otot dan motorik,

    manipulasi, atau obyek serta koordinasi neuromuskular. (Bloom dan kawan-kawan)

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    3

    Proses pengajaran keterampilan menurut Curzon adalah (a) menjelaskan

    kepada siswa tentang jenis, bentuk, dan signifikansi dari keterampilan yang akan

    diajarkan, (b) memformulasikan peranan dan aturan yang akan dilaksanakan dalam

    kegiatan yang akan ditampilkan hingga siswa memper oleh dasar-dasar teoritis, (c)

    menyajikan model kegiatan sehinngga esensi dan nilai peranan dan aturan itu dapat

    dikenal, (d) siswa berusaha melakukan tindakan sesuai dengan tugas dibawah

    bimbingan dan secara terus-menerus dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap tindakan

    yang keliru, (e) siswa dapat melakukan tugas secara sistematis, mandiri, dan tanpa

    bimbingan sehingga dapat membentuk kebiasaan.

    METODE PENELITIAN

    Pelaksanaan penelitian ini menggunakan metode survey, yaitu melakukan

    pengumpulan data pada siswa di lembaga kursus Tata Rias Rambut yang ada DKI

    Jakarta. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa Kursus Tata Rias Rambut

    Tingkat Dasar pada lembaga-lembaga kursus tata rias rambut di DKI Jakarta.

    Pengambilan sampel menggunakan Cluster Random Sampling.

    Untuk memperoleh data tentang penguasaan teori dan keterampilan,

    maka disusun instrumen sebagai berikut: (1) Tes penguasaan teori, data tentang hasil

    belajar teori digunakan Tes sebagaimana pendapat Gronlund dan Popham. Validitas

    butir dengan melakukan analisis butir soal yaitu mencari tingkat kesukaran dan daya

    pembeda. Tingkat kesukaran untuk melihat apakah soal tersebut untuk populasi

    penelitian, sedangkan daya pembeda digunakan untuk melihat apakah soal tersebut

    dapat membedakan antara yang menguasai materi dengan yang tidak. Hasil analisis

    butir soal untuk tingkat kesukaran diperoleh: Mudah 18 (30 %) butir, Sedang 28 (47

    %) butir, dan Sukar 14 (23 %) butir, sedangkan hasil perhitungan daya pembeda adalah

    layak dipakai 50 butir dan dibuang 10 butir. Reliabilitas instrumen tes ini digunakan

    rumus KR21, dinyatakan reliabel apabila perhitungan sama atau lebih dari 0,70 seperti

    yang disarankan Fraenkel & Wallen. Hasil perhitungan KR21= 0,71 sehingga dapat

    dikatakan reliabel.

    Skala penilaian (rating scale). Skala penilaian (rating scale) yang digunakan

    untuk mendapatkan data tentang keterampilan sebagaimana disarankan Gronlund

    dan Popham. Lembar penilaian (rating scale) ini menggunakan skala penilaian 1

    s.d. 5 mulai dari tidak baik sampai dengan sangat baik. Untuk mengetahui validitas

    instrumen rating scale pengukur keterampilan ini menggunakan pendekatan content

    validity yaitu mengacu pada kurikulum kurikulum tata rias rambut tingkat dasar yang

    memiliki 5 aspek kemampuan/tugas belajar/kompetensi dasar dan 30 sub aspek

    kemampuan belajar/kompetensi. Di samping itu juga digunakan pendekatan face

    validity yaitu mengadakan kajian terhadap instrumen melalui sebuah forum diskusi

    dengan mengundang para penguji/guru tata rias rambut yang membahas, mengkritik,

    menambah atau mengurangi materi-materi yang ada dalam instrumen.

    Reliabilitas instrumen rating scale ini digunakan korelasi product moment

    dengan cara mengkorelasikan hasil penilaian penilai 1 dengan penilai 2. Dalam

    melaksanakan praktik menata/merias rambut setiap siswa dinilai oleh dua orang guru

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    4

    dengan menggunakan lembar penilaian. Instrumen ini dinyatakan reliabel apabila

    korelasi antara hasil penilaian dua orang tersebut mempunyai harga r-hitung > r tabel

    pada = 0,05. Hasil perhitungan rxy (r hitung) = 0,725, sedangkan r tabel pada taraf siginifikansi 0,05 dengan n= 32 r-tabel= 0,349. Dengan demikian, instrumen pengukur

    yang berbentuk lembaran penilaian keterampilan memenuhi persyaratan reliabilitas.

    Teknik analisis data: pertama, gambaran umum mengenai hasil penelitian

    diperoleh dari hasil analisis frekuensi masing-masing variabel. Deskripsi data tersebut

    meliputi penyebaran data dalam bentuk pengelompokan data, rata-rata hitung, median,

    modus, dan simpangan baku. Kedua, selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotesis.

    Pengujian hipotesis penelitian digunakan analisis regresi dan korelasi

    sederhana beserta uji keberartiannya. Digunakannya teknik tersebut karena analisis

    regresi menyangkut hubungan satu arah antara variabel bebas dengan variabel terikat.

    HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan, diperoleh dua macam

    data yang harus dianalisis, yaitu data tentang penguasaan teori (X), dan keterampilan

    siswa (Y). Data tersebut diperoleh melalui 2 macam instrumen penelitian yang

    meliputi tes untuk menjaring data Penguasaan teori, dan lembar penilaian (rating scale)

    untuk menjaring data hasil belajar dalam bentuk keterampilan. Sampel penelitian yang

    diambil secara acak berukuran 133 subyek dari keseluruhan siswa yang telah

    menyelesaikan pelajaran teori dan telah/sedang menyelesaikan pelajaran praktik pada

    kursus tata rias rambut tingkat dasar di DKI Jakarta. Setelah dilakukan pengecekan dan

    penskoran terhadap instrumen tersebut, maka diperoleh data mengenai penguasaan

    teori, dan keterampilan siswa kursus tata rias rambut tingkat dasar di DKI Jakarta dapat

    disajikan berikut ini.

    1. Data Penguasaan Yeori

    Data tentang penguasaan teori menunjukkan skor tertinggi adalah 48, skor

    terendah 21, nilai rata-rata 37, simpangan baku 4,98, modus 39, dan median 38.

    Tabel 1 Distribusi Frekuensi Skor Penguasaan Teori Siswa Kursus Tata Rias

    Rambut Tingkat dasar.

    Kelompok Penguasaan Teori Fabs frel.

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    19 - 22

    23 - 26

    27 - 30

    31 - 34

    35 - 38

    39 - 42

    43 - 46

    47 - 50

    1

    4

    10

    15

    47

    41

    13

    2

    1

    3

    7

    11

    35

    32

    9

    2

    133 100

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    5

    Apabila diperhatikan distribusi frekuensi dan histogram skor penguasaan teori,

    diketahui bahwa skor penguasaan teori ini kebanyakan menyebar pada kelas interval

    35-38 sebanyak 47 orang, dan kelas interval 39-42 sebanyak 41 orang.

    Gambar 1 Distribusi Frekuensi Skor Penguasaan Teori Siswa Kursus Tata Rias Rambut

    Tingkat Dasar.

    Penyebaran sebagian besar skor tersebut memperlihatkan bahwa prestasi siswa

    dalam penguasaan teori cukup memuaskan

    2 . Data tentang Keterampilan siswa.

    Data terahir yang didapat dalam penelitian ini adalah data tentang keterampilan

    siswa. Data ini terdiri atas skor tertinggi adalah 135, skor terendah adalah 87, nilai

    rata-rata 110, simpangan baku 10,37, modus 104, dan median 107, (lampiran D-3).

    Untuk memperjelas keterangan di atas distribusi frekuensi dan

    histogramnya dapat dilihat pada tabel 2 dan gambar 2 .

    Tabel 2 Distribusi Frekuensi Skor Keterampilan Siswa Kursus Tata rias Rambut

    tingkat Dasar.

    Kelompok Hasil Belajar

    Keterampilan

    fabs frel.

    1

    2

    3

    4

    5

    6

    7

    8

    85 - 91

    92 - 98

    99 - 105

    106 - 112

    113 - 119

    120 - 126

    127 - 133

    134 - 140

    2

    11

    32

    41

    20

    15

    8

    4

    2

    8

    24

    31

    15

    11

    6

    3

    133 100

    Memperhatikan distribusi frekuensi relatif dan histogramnya, dapat dijelaskan

    sebagian besar skor keterampilan siswa menyebar secara berturut-turut pada kelas

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    6

    interval 99-105 terdapat sebanyak 32 orang, kelas interval 106-112 sebanyak 41 orang,

    dan kelas interval 113-119 sebanyak 20 orang.

    Gambar 2 Histogram untuk Distribusi Frekuensi Skor Keterampilan Siswa Kursus

    Tata Rias Rambut Tingkat Dasar.

    Sama halnya dengan data sebelumnya, penyebaran sebagian besar skor

    keterampilan siswa pada kelas interval kelompok menengah tersebut memperlihatkan

    bahwa keterampilan siswa juga cukup memuaskan.

    Pengujian Hipotesis Penelitian

    Melalui analisis regresi sederhana Y atas X, diperoleh persamaan regresi = 65,99 + 1,20 X. Untuk mengetahui apakah persamaan regresi Y atas X signifikan

    atau tidak, maka perlu dilakukan pengujian signifikansinya dengan menggunakan uji

    F. Setelah diketahui signifikansi persamaan regresi Y atas X tersebut, juga perlu

    diketahui kelinearannya dengan menggunakan uji F pula.

    Tabel 3 Daftar Analisis Varians untuk Uji Signifikansi dan Kelinearan Regresi Y atas X Sumber varias dk JK KT Fi Ft

    Total 133 1632598 - - -

    Koefisien (a) 1 1620098 1620098 64,72 3,91

    Regresi (b/a) 1 4693 4693

    Sisa 131 9499 72,51

    Tuna Cocok 22 1494 41,52 0,57 1,59

    Galat 109 8005 72.77

    Berdasarkan analisis varians di atas untuk uji kelinearan regresi Y atas X

    diperoleh harga F-hitung sebesar 0,57. Daftar distribusi F (22,109) = 1,59 pada taraf

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    7

    nyata = 0,05. Dengan demikian F-hitung< F-tabel pada taraf nyata = 0,05, sehingga persamaan regresi Y atas X adalah linear.

    Selanjutnya analisis varians di atas untuk uji signifikansi persamaan

    regresi ini diperoleh harga F sebesar 64,72. Daftar distribusi F (1,131) = 3,91 pada taraf

    nyata = 0,05. Dengan demikian F-hitung > F-tabel pada taraf nyata = 0,05, sehingga hipotesis nol yang menyatakan bahwa koefesian arah regresi tidak signifikan

    ditolak. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa koefesien arah regresi =65,99+1,20X sangatlah signifikan. Dengan memperhatikan hasil-hasil di atas, dapatlah

    dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang berbunyi "terdapat hubungan antara

    penguasaan teori dengan keterampilan siswa", digunakanlah teknik korelasi Pearson

    Product Moment. Dari hasil perhitungan koefisien korelasi sederhana antara X2

    dengan Y diperoleh r = 0,58, besar koefesien determinasi r2 = 0,3329 atau kontribusi

    sebesar 33,29 %. Untuk mengetahui apakah koefesien korelasi ini signifikan atau tidak,

    maka perlu dilakukan pemeriksaan melalui uji t. Analisis statistik untuk uji ini

    menghasilkan harga t-hitung sebesar 8,08. Dari daftar distribusi t dengan dk = 131, pada

    taraf = 0,05 didapatkan harga t-tabel sebesar 1,96. Ternyata harga t-hitung > harga t-tabel pada taraf nyata = 0,05, sehingga dapat diambil kesimpulan adalah bahwa koefesien korelasi r = 0,58 signifikan.

    Hasil pengujian tersebut dapatlah dibuat kesimpulan bahwa "hubungan

    antara penguasaan teori dengan keterampilan siswa" signifikan. Hasil pengujian

    ini juga memperlihatkan adanya hubungan berbanding lurus antara penguasaan teori

    dengan keterampilan siswa. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa makin tinggi penguasaan

    teori seorang siswa, makin tinggi pula keterampilan siswa. Hal ini berarti 33,29 %

    meningkatnya atau menurunnya penguasaan teori dapat dijelaskan oleh keterampilan

    siswa melalui persamaan regresi linear sederhana = 65,99 + 1,20 X. Mengingat uji signifikansi regresi ini telah membuktikan bahwa persamaan

    regresi linear sederhana = 65,99 + 1,20 X adalah signifikan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa hasil belajar teori dapat memprediksi keterampilan siswa". Jadi,

    regresi Y atas X secara berarti dapat digunakan untuk memprediksi rata-rata

    keterampilan siswa (Y) apabila rata-rata penguasaan teori (X) diketahui.

    Hasil pengujian hipotesis bahwa terdapat hubungan positif antara penguasaan

    teori dengan keterampilan siswa, di peroleh r sebesar 0,58 dan koefesien determinasi r2

    = 0,3329. Dengan hasil pengujian ini dapat disimpulkan bahwa penguasaan teori

    memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keterampilan siswa sebesar 33,29 % dan

    selebihnya pengaruh dari faktor-faktor lain. Diduga faktor-faktor lain tersebut adalah

    kreativitas, bakat, minat, aspirasi kerja, motivasi kerja, banyaknya (frekuensi)

    latihan (praktik), kualitas dan kuantitas sumber-sumber belajar yang tersedia, kualitas

    dan kemampuan guru mengajar praktik (keterampilan), dan lain-lain yang tidak

    termasuk dalam penelitian ini. Dengan demikian besarnya koofisien determinasi

    tersebut menggambarkan keeratan hubungan antara penguasaan teori dengan

    keterampilan siswa telah dibuktikan dalam penelitian. Penemuan ini sejalan dengan apa

    yang dikemukakan Smith & Ragan dan Fitts seperti dikutip Curzon bahwa dalam

    mempelajari keterampilan ada 3 phase. Pertama, fase kognitif, selama fase permulaaan

    ini (kognitif), siswa memperoleh informasi verbal tentang prosedur dan tata cara

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    8

    setiap komponen dari keterampilan yang dipelajarinya. Kedua, fase assoasiasi, siswa

    mulai mempelajari secara fisik keterampilan itu, gerakan nyata diperlukan selama fase

    ini. Ketiga, fase otomatis, siswa melakukan praktik dan umpan balik, sehingga siswa

    mencapai kemajuan dari gerakan yang kasar (kaku) menjadi gerakan

    yang halus (terampil) . Sebagaimana dijelaskan di dalam kerangka teori dan kerangka

    berfikir bahwa penguasaan teori tak lain adalah hasil belajar di ranah kognitif,

    maka asumsi-asumsi yang menjelaskan adanya kaitan sangat erat antara hasil belajar

    teori dengan keterampilan siswa, hal ini sudah dibuktikan dalam penelitian.

    Hasil pengujian signifikansi telah membuktikan bahwa persamaan regresi

    linear sederhana = 65,99 + 1,20 X adalah signifikan, maka dapat digunakan untuk memprediksi rata-rata keterampilan siswa apabila rata-rata penguasaan teori sudah

    diketahui. Misalnya, bila seorang siswa memperoleh skor rata-rata penguasaan teori

    sebesar 42, maka skor rata-rata keterampilan siswa yang akan diperoleh dapat

    diprediksikan sebesar = 65,99 + 1,20 (42) = 116. Dengan demikian dapat

    disimpulkan bahwa bila sesorang memiliki hasil belajar teori yang tinggi, maka ia

    akan memiliki keterampilan siswa yang tinggi pula dan sebaliknya.

    KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil analisis statistik data yang telah dilakukan diperoleh; skor

    rata-rata Penguasaan teori siswa sebesar 37, dan skor rata-rata keterampilan sebesar

    10. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penguasaan teori, dan keterampilan

    siswa cukup memuaskan.

    Hasil analisis korelasi sederhana juga menunjukkan bahwa terdapat

    hubungan positif antara hasil belajar teori dengan keterampilan siswa kursus tata rias

    rambut (r = 0,58), dan koefisien determinasi 0,3329 atau sumbangannya (kontribusi)

    sebesar 33,29 %. Hal ini berarti bahwa meningkat dan menurunnya siswa kursus

    tata rias rambut dalam keterampilan 33,29 % dapat dijelaskan oleh penguasaan

    teori mereka. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa keterampilan siswa kursus

    tata rias rambut dipengaruhi faktor penguasaan teori mereka.

    Hasil analisis regresi sederhana menunjukkan bahwa penguasaan teori dapat

    memprediksi keterampilan siswa melalui persamaan regresi linear sederhana = 65,99 + 1,20 X, sehingga model regresi tersebut dapat digunakan untuk memprediksi rata-

    rata keterampilan siswa apabila rata-rata penguasaan teori sudah diketahui. Dengan

    demikian dapat disimpulkan bahwa bila sesorang memiliki penguasaan teori yang

    tinggi, maka ia akan memiliki keterampilan yang tinggi pula dan sebaliknya.

    DAFTAR RUJUKAN

    Aronson , Dennis T and Leslie J. Brings. Contribution of Gagne and Brings to A

    Prescriptive Models of Instruction, Instructional-design Theories and

    Models. An Overview of Their Current Status , ed. Charles M. Reigeluth.

    Hillsdale, N.J. : Lawrence Erbaum Associate, Publisher, 1983

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    9

    Bloom, Benjamin S. David R. Krathwohl, Bertram B. Masia. Taxonomy of Educational

    Objectives. The Classification of Educational Goals, Handbook I: Cognive

    Domain. London: Logman Group Ltd., 1964.

    ---------- Taxonomy of Educational Objectives. The Classification of Educational Goals,

    Handbook III: Pschomotoric Domain. London: Logman Group Ltd., 1964.

    Curzon, LB. Teaching in Further Education. An Outline of Principles and Practice,.

    London : Holt Education, 1985

    Dikmas, Buku Petunjuk Teknis Pelaksanaan Diklusemas

    Jenis Tata Rias Rambut, Jakarta: Ditjen PLS Depdikbud, 2002

    Fraenkel, Jack. R. & Norman. E. Wallen. How To Design and Evaluate Research In

    Education. New York : McGraw-Hill Inc, 1993.

    Gronlund, Norman E. Measurement and Evaluation in Teaching. New York

    : Macmillan Publishing Company, 1985

    Kerlinger , Fred N. Foundations of Behavioral Research (New York: Holt, Rinehart

    and Winston, 1986

    Popham. James W. Modern Educational Measurement. Englewood Cliffs, NJ:

    Prentice Hall, Inc, 1981

    Sudjana, Teknik Analisis Korelasi dan Regresi. Bandung: Tarsito, 1992

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    10

    Internalisasi Nilai Karakter Dalam

    Membangun Kultur Organisasi Pendidikan Studi Kasus pada Sekolah Tinggi Agama Islam Bondowoso

    Juharyanto2

    Abstract: This study describes charracters value integration in developing

    organizational culture in education which has got various significance changes

    in all aspect. This obviously can be seen from the lecturers professionalism programs, students output as well as the ongoing physical development. This is a qualitative research based on emic procedure through a case study design.

    The data is collected by observation, documentation, and deep interview

    techniques, and then analyzed through (1) data reduction, (2) data presentation,

    and (3) conclusion. From data analyzed, shows that the integration of

    charracters based on Islamic values in constructing organization culture in

    STAI shows more effective impact. The values involve: (1) love, (2) sincerity,

    (3) patient, (4) professional activities, (5) Gods Blessing, and (6) The awareness of previous history.

    Kata Kunci: Nilai-nilai karakter berbasis Islam; Kultur Organisasi

    Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk

    watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan

    bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia

    yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,

    berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta

    bertanggung jawab (UU No. 20 tahun 2003). Lima dari delapan tujuan yang

    dikehendaki oleh tujuan pendidikan nasional lebih dekat dengan nilai-nilai karakter.

    Terciptanya generasi masa depan yang berkarakter merupakan sebuah kewajiban yang

    harus dilakukan dan dikuatkan oleh semua lapisan dan institusi, khususnya pendidikan,

    lebih-lebih pendidikan berbasis agama Islam, dimana agama merupakan satu-satunya

    sumber (basis) utama nilai karakter yang secara universal diakui dan diyakini.

    Eksistensi pendidikan Islam dalam kancah pendidikan nasional di Indonesia

    memiliki urgensi yang sangat besar, utamanya sebagai pilar bagi bangunan pendidikan

    Islam secara keseluruhan. Pendidikan Islam memiliki misi sebagai center of excellent

    2 Dr. Juharyanto, MM., M.Pd. adalah pegawai Dinas Pendidikan Kabupaten Bondowoso, yang saat ini juga

    bertugas sebagai Pembina Pusat MBS pada Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar di Kementerian Pendidikan dan

    Kebudayaan Jakarta. Email: [email protected] / juharyanto.blogspot.com

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    11

    untuk menghasilkan generasi sujana yang bermanfaat bagi keseluruhan stakeholders

    (rahmatan lil alamiin). Pendidikan Islam, tidak saja berfungsi sebagai garda terdepan

    penegak tujuan pembangunan manusia, tetapi penyelamat bagi keseluruhan ciptaan

    Tuhan. Tentu bergantung pada kemampuan melakukan eksplorasi nilai-nilai karakter

    dan komitmen melakukan integrasi nilai-nilai tersebut ke dalam setiap denyut nadi

    sistem organisasi pendidikannya, sehingga membudaya ke dalam perilaku (budaya)

    organisasinya.

    Muatan pendidikan karakter secara psikologis mencakup dimensi moral

    reasoning, moral feeling, dan moral behaviour (Lickona:1991), atau dalam arti utuh

    sebagai morality yang mencakup moral judgment and moral behaviour baik yang

    bersifat prohibition-oriented morality maupun pro-social morality (Piager, 1967;

    Kohlberg; 1975; Eisenberg-Berg; 1981). Secara pedagogis, pendidikan karakter

    seyogyanya dikembangkan dengan menerapkan holistic approach, dengan pengertian

    bahwa Effective character education is not adding a program or set of programs. Rather it is a tranformation of the culture and life of the school (Berkowitz: ... dalam goodcharacter.com: 2010): Sementara itu Lickona (1992) menegaskan bahw: In character education, its clear we want our children are able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right-event in the

    face of pressure form without and temptation from within.

    Menurut Muhadjir (1988:22) nilai dapat dibagi menjadi dua, yaitu: nilai hirarki

    dan nilai instrumental. Nilai hirarki bersifat universal dan abadi, sedangkan nilai

    instrumental dapat bersifat lokal, pasang surut dan temporal. Milton dan Robbins

    (1996:31) membagi perangkat nilai menjadi dua bagian yaitu: (1) Nilai terminal,

    merujuk ke keadaan akhir eksistensi yang sangat diinginkan sebagai suatu tujuan yang

    ingin dicapai sesorang selama hidupnya; (2) Nilai instrumental, merujuk ke modus

    perilaku yang lebih disukai atau cara mencapai nilai-nilai terminal.

    Sistem nilai mendasar dari sebuah organisasi yang berdaya guna adalah nilai-

    nilai yang dibangun dan dikuatkan melalui bentuk kepemimpinan berbasis nilai yang

    kuat dan benar-benar dipraktekkan oleh pemimpin dengan bentuk keteladanan,

    sehingga mengikat seluruh sistem organisasi ke dalam satu homogenitas karakter yang

    menguatkan organisasi itu sendiri. Dalam hal ini pemimpin organisasi dapat

    memulainya dengan membuat visi yang dapat dipercaya kebenarannya oleh para

    anggota, mengkomunikasikan visi tersebut kesemua warga organisasi dan kemudian

    melembagakan visi tersebut melalui berbagai perilaku, ritual, upacara, dan simbol,

    begitu pula melalui sistem dan kebijakan organisasi (Wisnu dan Nurhasanah,

    2005:263). Pemimpin berbasis nilai karakter akan meraih kepercayaan dan rasa hormat

    dari seluruh anggota organisasinya tatkala pemimpin mampu secara kongkrit

    mendemonstrasikan adanya semangat, kegigihan, perjuangan dan berkorban dalam

    menjalankan nilai-nilai karakter organisasi. Seorang pemimpin dengan gaya dan

    perilakunya dapat menciptakan nilai-nilai, aturan-aturan kerja yang dipahami dan

    disepakati bersama serta mampu memengaruhi dan mengatur perilaku individu yang

    ada didalamnya sehingga nilai-nilai tersebut menjadi sebuah perilaku anutan bersama,

    yaitu yang disebut dengan budaya organisasi (Mohyi, 1999:199), yang berfungsi

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    12

    sebagai pengikat formal dan non formal perilaku pimpinan, dosen, dan staf administrasi

    dalam melaksanakan tugas sesuai dengan visi, misi, dan strategi organisasi pendidikan.

    Dalam hal ini, budaya organisasi mempunyai pengaruh penting terhadap

    motivasi (Anthony dan Darden, 1992: 67). Budaya organisasi dengan nilai karakter kuat

    diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, dan

    dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai perekat, dan dapat

    dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Upaya

    tersebut menjadikan organisasi lebih berkembang dan dapat dijadikan pembeda

    (karakteristik) dengan organisasi lainnya.

    Ahli antropologi pendidikan Theodore Brameld menyatakan bahwa pendidikan

    dan kebudayaan mempunyai hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan

    dengan suatu hal yang sama yaitu nilai-nilai. Sementara itu sistem nilai merupakan

    konsepsi-konsepsi hidup dalam alam pikiran sebagai warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap sangat bernilai dalam hidup (Koentjaraningrat, 1982:2), sedangkan perilaku merupakan fungsi interaksi orang dengan lingkungan (Owens,1991:178). Produk dari interaksi itu bisa berbentuk perilaku baik yang

    mendatangkan rasa aman, puas dan lain-lain dan perilaku buruk yang dapat

    mendatangkan rasa ketakutan, kebencian dan lain-lain. Dalam organisasi, menurut teori

    tersebut dapat berupa pemegang jabatan (Owens, 1991: 69), karyawan dan pelanggan (Robbins, 2002:17), dan keduanya berinteraksi dengan lingkungannya.

    Denison (2000:42) menyatakan bahwa kultur dapat memengaruhi kinerja

    organisasi, model budaya organisasi tersebut didasarkan pada sifat-sifat budaya yaitu

    involvement, consistency, adaptability dan mission. Wijanarko (2006:63) menyatakan

    nilai dan norma mengendalikan perilaku anggota organisasi, sehingga budaya

    organisasi akan membentuk pola perilaku tertentu anggotanya.

    Dalam pengamatan penulis, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) At Taqwa

    Bondowoso akhir-akhir ini menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan. Penulis

    berasumsi bahwa perkembangan tersebut disebabkan oleh sistem nilai karakter yang

    diterapkan dalam rangka membangun sebuah budaya organisasi, khususnya berbasis

    nilai-nilai karakter berbasis Islam, yang dikembangkan ke dalam visi dan misi lembaga.

    Membangun dan mengembangkan visi dan misi berarti membangun dan

    mengembangkan budaya yang berisi nilai-nilai budaya yang dapat mendukung

    terwujudnya visi dan misi tersebut. Dan tentunya dibarengi dengan perubahan sikap,

    nilai, persepsi, dan motivasi tinggi seluruh civitas akademikanya.

    Selama ini aktivitas kampus sebagai tradisi yang dibangun adalah merupakan

    implementasi nilai-nilai karakter yang dinternalisasi ke dalam budaya akademik, hal ini

    tercermin dengan banyaknya kegiatan-kegiatan pengembangan yang bersifat ilmiah dan

    professional mulai dari pengembangan SDM baik yang bersifa in-service training

    maupun pre sevice training, sampai kepada menjalin hubungan kerjasama dengan

    institusi internal dan eksternal sebagai wujud dari kepekaan kampus terhadap

    lingkungan sosial organisasi.

    Sedangkan aktivitas lain yang merupakan tradisi kampus sebagai implementasi

    dari budaya mahad tercermin pada kegiatan shalat berjamaah, kultum harian, istighotsah, khotmil Quran, pengajian kitab kuning yang menambah suasana kampus

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    13

    menjadi sangat agamis dan sarat dengan nilai-nilai karakter berbasis Islam. Melalui

    mahad diharapkan berkembang suasana batin yang lebih halus yang kemudian melahirkan budaya berbasis nilai karakter (Islam).

    METODE

    Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan

    fenomenologi. Dalam bidang pendidikan, penelitian kualitatif seringkali disebut dengan

    penelitian naturalistik. Dengan jenis tersebut, internalisasi nilai karakter dalam

    membangun kultur organisasi pendidikan di STAI At Taqwa diamati dalam

    keutuhannya dan sebagaimana terjadi secara alamiah (natural) di lokasi penelitian.

    Penelitian ini tergolong dalam pendekatan fenomenologis. Peneliti bertujuan

    untuk memahami fenomena-fenomena yang terjadi secara emic dalam subyek

    penelitian, dimana peneliti akan mendeskripsikan hasil penelitian yang berupa kata-kata

    yang diperoleh selama mengadakan pengamatan dan wawancara dengan sejumlah

    informan.

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Verstehen, peneliti

    dapat memahami konsep-konsep, pandangan-pandangan, nilai-nilai, ide-ide dan norma-

    norma yang menjadi karakter utama dalam membangun budaya organisasi di STAI At

    Taqwa, sehingga tidak terjadi kekeliruan penafsiran atas makna obyek yang diteliti.

    Penelitian ini juga menggunakan rancangan studi kasus melalui tahapan pra

    lapangan, tahap kegiatan lapangan dan penelitian yang sesungguhnya.

    Penelitian ini berusaha menganalisa tentang proses dan dampak dari

    internalisasi nilai-nilai karakter dalam membangun kultur organisasi di Sekolah Tinggi

    Agama Islam At Taqwa Bondowoso.

    Beberapa pertimbangan penetapan lokasi penelitian, antara lain; keunikan

    masalah sangat menonjol sehingga sangat menarik untuk diteliti, kehidupan akademis

    yang terlihat dinamis serta adanya kerjasama dengan mahad sebagai ciri khusus yang pada umumnya tidak dimiliki Perguruan Tinggi Agama Islam lainnya. Lokasi penelitian

    mudah dijangkau. Disamping itu peneliti telah mengikuti perkembangan Sekolah

    Tinggi Agama Islam At Taqwa Bondowoso sejak awal pendiriannya.

    Sebagai instrumen kunci, peneliti berusaha melakukan pertemuan dengan

    seluruh civitas akademika STAI At Taqwa secara langsung dengan subyek penelitian,

    sekaligus melakukan observasi lapangan secara terus-menerus guna mengumpulkan

    keseluruhan data yang dibutuhkan secara utuh. Proses penetapan subyek penelitian

    menggunakan metode purposive sampling dengan teknik: extreme or deviant sampling,

    Intensity sampling, Maximum variety sampling, dan Critical cases sampling. Dan

    penentuan informan berikutnya menggunakan teknik Snowball Sampling.

    Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan tiga pendekatan, yaitu: (a)

    pengamatan berperan serta, (b) Wawancara mendalam dan (c) dokumentasi. Sedangkan

    untuk mengecek keabsahan data peneliti melakukan uji kredibilitas, transferabilitas,

    dependabilitas, dan konfirmabititas.

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    14

    HASIL dan PEMBAHASAN

    Internalisasi Nilai-nilai karakter berbasis Islam di STAI At Taqwa Bondowoso.

    Salah satu aspek yang ditekankan dalam proses internalisasi nilai-nilai karakter

    berbasis Islam yang ada di STAI At Taqwa Bondowoso dalam proses pengembangan

    kultur organisasi Perguruan Tinggi Islam adalah nilai profesionalitas dan kesadaran.

    Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Rokeach dalam (Toha, 1996) yang menyatakan

    bahwa nilai merupakan suatu tipe kepercayaan yang ada di dalam ruang lingkup sistem

    kepercayaan dimana seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau

    mengenai suatu yang pantas atau tidak pantas dilakukan.

    Hal ini yang menjadi aspek prioritas dalam pendidikan di STAI At Taqwa,

    yaitu penanaman nilai-nilai pendidikan yang selalu berupaya untuk mendewasan

    manusia secara utuh. Seperti yang katakan oleh Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah

    tuntunan didalam tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan yaitu

    menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai

    manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan

    setinggi-tingginya. (Suwarno, 1985:2)

    Karenanya pengertian pendidikan menurut Islam adalah keseluruhan

    pengertian yang terkandung didalam istilah ta'lim (mencakup pengetahuan teoritis serta

    ketrampilan yang dibutuhkan dalam berprilaku sehari-hari), tarbiyah (menyampaikan

    sedikit demi sedikit sehingga sempurna) dan ta'dib (usaha agar orang mengenali dan

    mengakui tempat Tuhan dalam kehidupan ini).

    Penanaman nilai-nilai karakter berbasis Islam di STAI At Taqwa Bondowoso

    terlihat pada upaya menggerakkan kemampuan civitas akademika dalam berperilaku

    yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Artinya pendidikan agama harus disikapi

    bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama saja, melainkan dapat

    membentuk sikap dan kepribadian warga kampus.

    Dalam proses internalisasi nilai-nilai karakter berbasis Islam ternyata

    berpengaruh terhadap perkembangan kultur organisasi STAI At Taqwa yang berakibat

    terjadinya perubahan perilaku dan cara pandang warga kampus sebagai komunitas

    intelektual. Terlebih lagi dengan adanya kerjasama dengan pesantren disekitar kampus

    mahasiswa harus mengikuti keseluruhan proses pendidikan pesantren. Suasana religi di

    STAI At Taqwa Bondowoso mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan ini memiliki

    khas pendidikan yang mengacu pada nilai-nilai karakter berbasis Islam yang diterapkan.

    Inovasi Kultur Organisasi di STAI At Taqwa Bondowoso

    Bentuk konkrit inovasi kultur organisasi di STAI At Taqwa adalah munculnya

    kesadaran akan pentingnya keterlibatan pondok pesantren dalam menguatkan nilai-nilai

    karakter berbasis Islam pada mahasiswa, bahkan juga untuk menampung mahasiswa

    mengabdi di pondok pesantren tersebut.

    Pelaksanaan kerja sama dengan berbagai pondok pesantren pun tampaknya

    perlu mendapat perhatian yang lebih serius dari pihak pengelola. Khususnya ketegasan

    pembagian peran dan definisi koordinasi antar keduanya, mulai dari bentuk

    koordinasinya, sistem monitoring dan evaluasinya, serta kejelasan bangunan karakter

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    15

    dan nilai-nilai integratif dari internalisasi nilai karakter yang dikehendaki.

    Menurut Mulkhan, belum tersusun sebuah konsep ilmu integral ilmiah yang

    mampu mengatasi dikotomi ilmu umum dan ilmu agama itu sendiri. Dan jika tetap

    dipaksakan, bisa saja mengakibatkan ambivalensi pada peserta didik yang akan

    berpengaruh terhadap perkembangan jiwanya. Selain integrasi tersebut semakin

    menambah berat beban peserta didik, akibat lebih lanjut adalah pengembangan

    kemampuan peserta didik dalam menguasai ilmu akan terkesan lebih lambat dan hasil

    belajar pun cenderung rendah (over load). Akhirnya, out-put yang dihasilkan lembaga

    pendidikan Islam akan dipandang "rendah kualitasnya" dan kualitasnya dianggap di

    bawah lembaga-lembaga pendidikan non keislaman. (Mulkan, 2002:188)

    Kemampuan Membangun Kultur Organisasi dengan Internalisasi Karakter

    Berbasis Nilai Islam

    Bila didasarkan permasalahan budaya organisasi yang dikaji di atas, maka

    budaya perguruan tinggi dan keberhasilan perguruan tinggi dalam rangka pencapaian

    tujuan mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebagaimana dikemukakan oleh Kotter

    dan Heskett (1992: 6), dan Moeljono (2003: 102). Kotter dan Heskett menempatkan

    budaya organisasi diurutan pertama dari faktor-faktor yang menetukan perilaku

    manajemen, yaitu: (1) budaya organisasi, (2) struktur, system, rencana, kebijakan

    formal (3) kepemimpinan, dan yang ke (4) lingkungan yang teratur dan bersaing.

    Penempatan budaya organisasi diurutan pertama menunjukkan bahwa budaya dapat

    mengkondisikan faktor-faktor diurutan berikutnya.

    Sementara itu Moeljono (2003: 1002) dalam penelitiannya membuktikan

    bahwa budaya organisasi berpengaruh pada produktivitas pelayanan terhadap

    pelanggan. Dari dua penelitian tersebut diatas menunjukkan bahwa budaya organisasi

    mempunyai hubungan yang erat dengan keberhasilan suatu organisasi/ lembaga

    pendidikan.

    Dalam proses internalisasi nilai-nilai karakter berbasis Islam di STAI, konsep

    keterpaduan agama dan ilmu yang dibangun bukanlah semata-mata pada tataran

    kurikulum atau kerangka keilmuan semata, melainkan pada tataran perilaku warga

    kampus yang akan terbentuk sebagai budaya. Untuk selalu berkembang secara terus

    menerus, budaya harus dimiliki oleh seluruh komponen dalam organisasi Slater (2001).

    Untuk itu individu dalam sebuah organisasi harus menjadi manusia pembelajar

    sehingga memudahkan organisasi untuk selalu melakukan perubahan dan mampu

    melakukan perkembangan.

    Karena itu dengan proses internalisasi nilai-nilai karakter berbasis Islam yang

    ada di STAI At Taqwa Bondowoso tampil lebih menjadi pusat keunggulan pendidikan Islami sebagai proses internalisasi moralitas. Hal tersebut relevan dengan pernyataan Puspoprodjo (1999) bahwa moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang

    menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah. Moralitas mencakup pengertian

    tentang baik buruknya perbuatan manusia.

    Keterkaitan dengan penanaman nilai-nilai karakter berbasis Islam juga

    dikemukakan oleh Harun Nasution, bahwa kemerosotan akhlak disebabkan

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    16

    kesalahpahaman dalam interpretasi pendidikan agama. Di sana ada perbedaan antara

    pengajaran agama dan pendidikan agama. Pengajaran agama bertujuan

    mentransformasikan pengetahuan agama (akidah, fikih, ibadah) kepada anak didik,

    akibatnya agama sebagai wacana dan khazanah intelektual belaka. Adapun pendidikan

    agama bertujuan untuk menghasilkan manusia yang berjiwa agama dan mengamalkan

    ajaran agamanya.

    Maka sebagai solusi dibutuhkan beberapa hal: (1) Keteladanan atau

    komunikasi perilaku yang profesional secara riil perlu diutamakan agar dapat

    mengaktualisasikan nilai-nilai karakter yang disepakati; (2) Kegiatan profesional yang

    religius para pendidik diharapkan mampu mensosialisasikan nilai-nilai karakter berbasis

    Islam yang tercermin dalam tindakan rutinitas peserta didik; (3) Perlu peningkatan

    pemahaman nilai-nilai karakter berbasis Islam dan diaktualisasikan di lembaga

    pendidikan; (4) Kejelasan dan ketegasan batas kerjasama dengan pondok pesantren atau

    instansi lain, sangat diperlukan, termasuk jabaran tugas dan kepersertaannya.

    Sistem nilai mendasar di lembaga pendidikan STAI At Taqwa yang berdaya

    guna adalah nilai-nilai yang dibangun dan dikuatkan melalui bentuk kepemimpinan

    berbasis nilai yang kuat dan benar-benar dipraktekkan oleh pemimpin dengan bentuk

    keteladanan.

    Dari penjelasan di atas diketahui bahwa karakteristik kepemimpinan

    mempunyai hubungan yang erat terhadap perilaku bawahan. Disamping itu pemahaman

    nilai-nilai karakter berbasis Islam tidak timbul dengan sendirinya, salah satunya adalah

    sejauh mana gaya kepemimpinan yang dilakukan dapat diterima anggota dalam

    organisasi. Dasar yang dapat menjelaskan hubungan model kepemimpinan dengan

    budaya organisasi yaitu: semangat kerja sama (profesionalitas dan kesabaran) dan

    saling memahami (kecintaan, kesadaran sejarah dan hidayah Tuhan) adalah refleksi dan

    sikap pribadi maupun sikap kelompok terhadap organisasi.

    Aspek keterbukaan antara pimpinan dan anggotanya sangat dominan dalam

    membangun kultur organisasi. Hal ini akan menumbuhkan saling kepercayaan dan

    kecintaan antar anggota organisasi, karena komitmen atau loyalitas dalam organisasi

    dapat dipakai sebagai dasar penentuan kebijakan organisasi guna meningkatkan kualitas

    budaya dan pencapaian tujuan.

    PENUTUP

    Kesimpulan

    1. Bahwa upaya internalisasi nilai-nilai karakter berbasis Islam yang ada di Sekolah

    Tinggi Agama Islam At Taqwa Bondowoso dalam proses pengembangan kultur

    organisasi Perguruan Tinggi Islam lebih mengutamakan suasana: (1) Kegiatan

    professional, (2) Ikhlas, (3) Kesabaran (4), Kecintaan (5) Petunjuk dari Tuhan yang

    Maha Kuasa dan (6) Kesadaran sejarah. Oleh karenanya seorang pemimpin harus

    menjadikan dirinya suri teladan (uswah) dan memberikan dorongan dan

    menanamkan sifat keihlasan dan tanggung jawab yang kemudian akan menjadikan

    dirinya untuk memiliki etos kerja yang tinggi. Di samping itu dalam proses

    pengembangan kultur organisasi memiliki karakteristik seperti: (1) Berkualitas dan

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    17

    sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang semakin dinamis (2) Berpenampilan

    modern (3) Memiliki leadership dan menegerial yang kokoh (4) Memiliki daya

    dukung yang memadai, baik berupa SDM dan daya pendukung pendidikan lainnya.

    (5) Dikenal masyarakat luas tentang orientasi pendidikannya. Untuk mengarahkan

    pada kondisi lembaga setidaknya ada tiga hal yang harus dikembangkan sekaligus

    diperkokoh: (1) Pengembangan leadership (2) Kurikulum dan (3) kultur

    pendidikan yang sebenarnya.

    2. Cara yang digunakan dalam menanamkan nilai-nilai karakter berbasis Islam adalah

    menanamkan sikap perilaku dan motivasi dalam belajar dan mengajar yang secara

    totalitas mengikuti pola menajemen Islami. Di samping itu aspek yang menjadi

    sasaran pembaharuan memiliki karakter antara lain: 1, Mengutamakan

    profesionalisme, 2. Bersifat fleksibel, 3. Mengambil keputusan oleh semua, 4.

    Perencanaan disusun secara matang dan terukur, 5. Informasi selalu didistribusikan

    secara luas, 6. Kompetisi diusahakan berkembang secara luas dan sehat, 7. Proaktif

    dan berani mengambil resiko, 8. Berpegang teguh pada visi dan misi, dan 8)

    konsistensi terhadap nilai karakter yang disepakati.

    3. Proses pegembangan kultur organisasi STAI At Taqwa dimulai dari penciptaan

    kondisi kerja yang professional yang kemudian merangsang tumbuhnya budaya

    organisasi, yaitu budaya malu, disiplin, kerja keras yang didasari oleh nilai-nilai

    karakter berbasis Islam, sebab amal atau kerja keras yang diyakini dengan rasa

    keihlasan dan menganggap sebagai suatu hidayah akan terus dikerjakan dan

    disikapi yang kemudian membentuk suatu budaya dalam kehidupan sehari-hari.

    Saran

    1. Parameter internalisasi nilai-nilai karakter berbasis Islam yang memunculkan terobosan inovatif dan tidak hanya sebatas konseptual dan simbolis sehingga perlu

    dikembangkan dan diaktualisasikan oleh civitas akademika agar kualitas

    pendidikan dan kepribadian warga kampus semakin baik dan Islami.

    2. Kebijakan yang diberlakukan diharapkan lebih dilihat dan difahami secara detail

    untuk menjadi kekuatan penggerak lembaga pendidikan yang inovatif.

    3. Perlu pula bagi pihak pimpinan memberikan reward bagi mahasiswa maupun staf

    pengajar yang menjunjung tinggi profesionalisme, dan sebaliknya bagi warga

    kampus yang melakukan kesalahan atau sengaja melanggar aturan maka wajib

    diambil tindakan tegas.

    DAFTAR RUJUKAN

    Anthony, RN. dan Darden, John. 1992, Sistem Pengendalian Manajemen, yang dialih

    bahasakan oleh Ir. Agus Maulana, Binapura Aksara.

    Denison, D: 2000. Organizational culture: Can it be a key lever for driving

    organizational change?" in S. Cartwright and C. Cooper. (Eds.) The Handbook of

    Organizational Culture. London: John Wiley & Sons.

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    18

    Eisenberg, N. 1986. Altruistic emotion, cognition and behavior. Hillsdale, NJ: Erlbaum.

    Koentjaraningrat, 1989a, Kebudayaan, Mentalitas, dan Pengembangan, Jakarta:

    Gramedia

    Kohlberg, L. 1984. The Psychology of Moral Development. San Francisco, CA: Harper

    & Row.

    Kotter dan Heskett , 1992, Peranan Budaya Terhadap Kinerja Dalam Perusahaan

    (Corporate Culture And Performance).

    Lickona, T. (1992). Educating for Character. How Our Schools Can Teach Respect and

    Responsibility. NY: Bantam Doubleday.

    Mochyi, A,1999, Teori dan Perilaku Organisasi, Malang: UMM Press.

    Muhadjir.N.,1988, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jogjakarta: Rake Sarasin

    Muhadjir.N.,1993,Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.

    Owens, R. G., 1987, Organizational Behavior in Education, Thir edition New

    Englewood Cliffs: Prentice-Hall, Inc.

    Piaget,J. ,1967, The Moral Development of the Child. New York: Collier.

    Rachmad, E., 2005, Budaya Kerja Perguruan Tinggi Swasta Studi Kasus di Universitas

    Dieng Malang, Disertasi tidak dipublikasikan.

    Rahardjo, M., (editor) 2006. Quo Vadis Pendidikan Islam, Pembacaan Realitas

    Pendidikan Islam, Sosial dan Keagamaan, UIN Malang Press.

    Robbins, S. P., 1996, Perilaku Organisasi Konsep Kontroversi Aplikasi, Jilid 2. Jakarta:

    Prenhallindo.

    Schwartz, S.H. 1977. Normative influences on altruism, in: L. BERKOWITZ (Ed.)

    Advances in Experimental Social Psychology 10. New York, Academic Press.

    Wijanarko, H., 2006, Slogan (online), http://ww, Jakarta consulting.com/art-01-45.htm

    the Jakarta Consulting Group Partner In The Jakarta Consulting Group All Right

    Reserved, diakses tgl 26 Agustus 2011.

    Wisnu UR, Dicky dan Nurhasanah, S., 2005, Teori Organisasi Struktur dan Desain,

    Malang: UMM Press.

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    19

    Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Profesionalisme Guru

    SD Daerah Terpencil Kabupaten Gunung Mas

    Provinsi Kalimantan Tengah

    Piter Joko Nugroho3

    Abstract: The study was aimed at: 1) testing and describing the composition of

    the factors influencing the professionalism of the elementary school teachers,

    and 2) finding out and analyzing the factor (s) most influential to the

    professionalism of the elementary school teachers remote areas. The sample of the study comprised 103 elementary school teachers working at the remote

    areas in Gunung Mas Regency. The data were collected by using quistionnaire

    and the analysis was conducted through descriptive, exploratory factors, and

    multiple linier regression analysis, followed by F-test and t-test. The results of

    the study were: 1) the composition of factors significantly influences the

    teachers professionalism at the remote areas of Gunung Mas Regency includes

    training, academic qualification, principal leadership, and the

    prosperity/compensation; 2) Training is the most influential factor for the

    professionalism, that is (t=2.820, B= .317, and = .006 (p

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    20

    pemerataan pada daerah pelosok sehingga terjadi perluasan dan pemerataan pendidikan

    secara nasional. Konsep pemerataan dalam pendidikan sendiri tidak bersifat tetap.

    Belum ada satu konsep pun yang dapat dipakai sebagai dasar untuk perencanaan

    kebijakan dalam segala keadaan. Coleman (1996) lebih menekankan mengenai

    pentingnya pemerataan keefektifan unsur-unsur yang diperlukan untuk belajar di

    sekolah. Unsur yang dianggap utama adalah karakteristik siswa, fasilitas, kurikulum,

    dan guru. Lebih lanjut Lynch (2000) menjelaskan bahwa kesetaraan dalam pendidikan

    secara umum dipandang sebagai masalah membagi pendidikan yang terkait dengan

    peningkatan sumber daya yang lebih sama atau adil. (Lynch, 2000), secara keseluruhan

    (Education for All).

    Dalam rangka proses peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah

    diperlukan guru yang mampu merubah status quo terutama dalam peningkatan mutu

    pendidikan di sekolah dasar yang bergantung kepada tingkat profesionalisme guru

    (Bafadal, 2003); lebih-lebih guru yang unggul (the excellent teacher) merupakan

    critical resources in any excellent teaching learning activities (Shapero, 1985).

    Walaupun masih diperlukan kajian terus-menerus, berbagai upaya telah

    ditempuh oleh pemerintah baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah melalui

    stakeholders terkait dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru baik melalui

    pemberian kesempatan mengikuti non job training dan in service training,

    menyediakan program pembinaan yang teratur, menyiapkan forum akademik,

    disamping kegiatan supervisi dan masih banyak lagi kegiatan lainnya (Mulyasa, 2012;

    Gaffar, 1989).

    Kabupaten Gunung Mas adalah salah satu kabupaten pemekaran yang ada di

    provinsi Kalimantan Tengah dengan luas wilayah 10.804 km dan jumlah penduduk

    96.838 jiwa (Sensus, 2010). Perbandingan luas wilayah dengan jumlah penduduk yang

    masih dapat dikatakan relatif sedikit dengan penyebaran penduduk yang belum merata

    pada kantong-kantong pemukiman penduduk yang terpisah satu dengan lainnya karena

    berbagai faktor antara lain beratnya kondisi geografis karena terbatasnya infrastruktur

    jalan, tentu saja membuat pelaksanaan pembangunan termasuk pembangunan dalam

    bidang pendidikan masih jauh dari yang diharapkan. Dalam laporan Tahunan Dinas

    Pendidikan Kabupaten Gunung Mas tahun 2010 teridentifikasi beberapa permasalahan

    pendidikan yang ada pada kabupaten baru ini, dan yang paling menonjol adalah

    berkaitan dengan belum meratanya akses pendidikan dan juga kualitas tenaga pendidik,

    terutama untuk daerah-daerah terpencil. Belum meratanya akses pendidikan dan upaya

    peningkatan mutu tenaga pendidik ini memunculkan beberapa permasalahan-

    permasalahan yang berhubungan dengan rendahnya profesionalisme dari tenaga

    pendidik (guru), selain juga keterbatasan sarana dan prasarana sekolah yang belum

    memadai, serta yang paling mendasar adalah belum efektif dan tepat sasarannya

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    21

    kegiatan-kegiatan yang mengarah pada pengembangan profesionalisme guru yang

    bertugas di daerah pedalaman. (Laporan Tahunan Disdik Kabupaten Gunung Mas,

    2010)

    Villegas-Reimers (2003:141) menyarankan bahwa pengembangan profesional

    guru harus dianggap sebagai proses jangka panjang, yang dimulai dengan persiapan

    awal dan hanya berakhir ketika guru pensiun dari profesinya. Akan tetapi, sayangnya

    banyak pendidik, administrator dan para peneliti kurang berminat melakukan penelitian

    pada konteks daerah terpencil padahal konteks keterpencilan tersebut merupakan

    kendala nyata yang perlu diatasi. (Howley dan Howley, 2000)

    Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menguji dan menjelaskan komposisi faktor-

    faktor yang mempengaruhi profesionalisme guru SD daerah terpencil daratan

    pedalaman kabupaten Gunung Mas provinsi Kalimantan Tengah, dan 2) Mengetahui

    dan menganalisis faktor yang paling mempengaruhi (penentu) profesionalisme guru SD

    daerah terpencil daratan pedalaman kabupaten Gunung Mas provinsi Kalimantan

    Tengah. Hasil penelitian ini diharapkan akan memperoleh data tentang komposisi

    faktor-faktor yang mempengaruhi profesionalisme guru SD daerah terpencil sehingga

    akan diketahui faktor yang paling mempengaruhi (penentu) profesionalisme guru SD

    daerah terpencil daratan pedalaman kabupaten Gunung Mas Provinsi Kalimantan

    Tengah, yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak

    pengambil kebijakan dalam memformulasikan kebijakan terkait dengan pengembangan

    profesionalisme guru SD daerah tepencil, disamping pula dapat menjadi sajian data

    awal/rujukan bagi peneliti berikutnya dalam mengembangkan sebuah penelitian model

    pengembangan profesionalisme guru SD daerah terpencil daratan pedalaman yang

    efektif dan tepat sasaran untuk kedepannya nanti.

    METODE

    Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatori dengan pendekatan kuantitatif

    yang dilakukan dengan menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui

    pengujian hipotesa. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis

    faktor eksploratori dan analisis regresi berganda yang dilanjutkan dengan uji F dan uji t.

    Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah guru-guru SD yang bertugas di daerah

    terpencil daratan pedalaman kabupaten Gunung Mas provinsi Kalimantan Tengah

    sebanyak 103 orang guru, yang kemudian dijadikan sebagai sampel jenuh karena

    seluruh anggota populasi dijadikan sampel. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan

    menggunakan metode survey, yaitu pengambilan data melalui kuisioner dari responden.

    Penyusunan kuisioner tersebut tentu beranjak dari ruang lingkup variabel yang diteliti

    dimana variabel-variabel tersebut merupakan kegiatan yang pernah dan sedang

    dirasakan oleh para guru SD yang bertugas di daerah terpencil daratan pedalaman

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    22

    kabupaten Gunung Mas provinsi Kalimantan Tengah dalam meningkatkan

    profesionalisme mereka. Variabel tersebut meliputi: training/pelatihan, kualifikasi

    akademik, supervisi akademik, kepemimpinan kepala sekolah, motivasi,

    kesejahteraan/kompensasi, dan kegiatan KKG/MGMP. Kuisioner yang digunakan untuk

    menjaring data dalam penelitian ini adalah berupa daftar pertanyaan tertutup, dengan

    menggunakan skala Likert.

    Uji validitas instrumen penelitian dengan menggunakan teknik korelasi

    Product Moment. Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan memasukkan data

    yang sudah diolah ke dalam program SPSS 20 for windows dengan dasar pijakan rumus

    korelasi Pearson Product Moment. Sedangkan untuk menguji tingkat reliabilitas dalam

    penelitian ini menggunakan rumus Alpha Cronbach. Teknik analisis data diperlukan

    dalam penelitian untuk menyusun dan mengintepretasikan data kuantitatif yang sudah

    diperoleh, meliputi: a) analisis deskriptif untuk mendeskripsikan distribusi jawaban

    responden berdasarkan kuisioner yang disebarkan yaitu untuk melihat variabel

    training/pelatihan, kualifikasi akademik, supervisi akademik, kepemimpinan kepala

    sekolah, motivasi, kesejahteraan/kompensasi, dan KKG/MGMP; b) analisis faktor

    digunakan untuk menentukan suatu kelompok variabel yang layak disebut sebagai

    faktor dengan kriteria berdasarkan besarnya prosentase varian yang lebih besar atau

    sama dengan 5%. Untuk mengetahui peranan masing-masing variabel di dalam suatu

    faktor dapat ditentukan dari besarnya factor loading dari variabel yang bersangkutan,

    loading dengan nilai terbesar berarti mempunyai peranan utama pada variabel tersebut,

    yang dilakukan dengan langkah melakukan uji interdependensi variabel-variabel dan

    ekstraksi faktor; dan c) analisis regresi berganda yang kemudian dilanjutkan dengan uji

    hipotesis dengan menggunakan uji F dan uji t.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    Hasil

    Statistik Deskriptif Variabel Penelitian

    Statistik deskriptif akan memberikan gambaran hasil pengamatan atas jawaban

    responden pada delapan variabel yang diteliti.

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    23

    Tabel 1. Statistik Deskritif Variabel Penelitian

    Variabel Rata-

    rata

    Rata-rata butir dibawah rata-rata

    variabel Rata-rata butir diatas rata-rata variabel

    Y.Profesionalisme

    Guru

    2.51 (4) Guru memiliki komitmen

    dan tanggung jawab yang

    tinggi dalam melaksanakan

    tugas

    (1) Guru dapat mengidentifikasi

    permasalahan dalam tugas

    (2) Guru dapat memecahkan berbagai

    macam persoalan yang dihadapi

    dalam tugas

    (3) Guru dapat merumuskan konsep

    dalam pelaksanaan tugas

    X1.Training/pelati

    han

    3.94 (1) In House Training

    (6) Pendidikan Lanjut

    (7) Diskusi Pendidikan

    (9) Workshop pengembangan

    silabus

    (10) Penelitian Tindakan Kelas

    (11) Membuat Media

    Pembelajaran

    (2) Program Magang

    (3) Kursus Singkat

    (4) Pelatihan

    (5) Pembinaan Internal

    (8) Seminar Pendidikan

    (12) Membuat karya teknologi

    X2.Kualifikasi

    Akademik

    2.53 (2) Latar belakang kualifikasi

    akademik

    (1) Kualifikasi akademik

    X3.Supervisi

    Akademik

    3.41 (3) Kepala sekolah

    menjelaskan strategi

    pembelajaran

    (4) Kepala sekolah

    mengaplikasikan teknik

    pembelajaran pada saat

    melaksanakan pengawasan

    (5) Kepala sekolah

    menjelaskan fungsi RPP

    (7) Kepala sekolah

    memfasilitasi guru

    melaksanakan proses

    pembalajaran di kelas

    (1) Kepala sekolah menjelaskan isi

    kurikulum setiap mata pelajaran

    (2) Kepala sekolah menjelaskan teknik

    penyusunan silabus mata pelajaran

    (6) Kepala sekolah menjelaskan

    karakteristik pembelajaran di luar

    kelas

    (8) Kepala sekolah menunjukkan

    kepada guru bagaimana

    menggunakan media pembelajaran

    X4.Kepemimpina

    n Kepala

    Sekolah

    2.37 (1) Kepala sekolah berkata

    jujur dan berlaku adil

    terhadap guru

    (2) Kepala sekolah memberi

    contoh dalam bekerja dan

    bertindak

    (3) Kepala sekolah bersikap

    arif dan bijaksana terhadap

    guru yang melakukan

    pelanggaran

    (4) Kepala sekolah selalu

    melibatkan guru dalam

    berbagai kegiatan

    (5) Kepala sekolah menumbuhkan rasa

    percaya diri guru bahwa ia

    mempunyai potensi kerja yang

    tinggi

    (6) Kepala sekolah menghargai guru

    sebagai rekan kerja

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    24

    Variabel Rata-

    rata

    Rata-rata butir dibawah rata-rata

    variabel Rata-rata butir diatas rata-rata variabel

    X5.Motivasi 1.83 (2) Guru melaksanakan tugas

    dengan target yang jelas

    (3) Guru memiliki tujuan yang

    jelas dan menantang

    (5) Guru menyenangi

    pekerjaannya

    (6) Guru termotivasi untuk

    lebih giat dalam bekerja

    (7) Guru mengutamakan

    prestasi dalam bekerja

    (1) Guru melaksanakan tanggung

    jawabnya dalam pelaksanaan tugas

    sehari-hari

    (4) Guru berharap imbalan

    X6.Kesejahteraan/

    Kompensasi

    3.33 (1) Tunjangan / tahun

    (2) Mendapatkan standard gaji

    guru / tahun

    (3) Insentif / tahun

    (4) Kompensasi cocok dengan gaji /

    tahun

    (5) Pengakuan / penghargaan prestasi

    (6) Peluang mengembangkan karir

    X7.KKG/MGMP 2.08 (3) Meningkatkan pengelolaan

    proses pembelajaran yang

    aktif, kreatif, dan

    menyenangkan

    (1) Membantu guru dalam mengatasi

    masalah dan kesulitan yang dihadapi

    guru dalam tugas

    (2) Meningkatkan pemahaman,

    keilmuan, keterampilan serta

    pengembangan sikap profesional

    berdasarkan kekeluargaan dan saling

    mengisi (sharing)

    Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nomor butir

    Berdasarkan gambaran di atas hasil pengamatan pada variabel penelitian

    memberikan nilai rata-rata pada kisaran 1,83 3,94. Deskripsi ini menjelaskan bahwa

    faktor-faktor penentu profesionalisme guru memang belum optimal dilakukan atau

    didapatkan para guru. Beberapa variabel dengan nilai rata-rata tergolong rendah (di

    bawah 3) antara lain: profesionalisme guru, kualifikasi akademik, kepemimpinan kepala

    sekolah, motivasi dan KKG/MGMP. Sedangkan variabel dengan nilai rata-rata

    tergolong tinggi (di atas 3) antara lain: training/pelatihan, supervisi akademik dan

    kesejahteraan/kompensasi.

    Analisis Faktor Eksploratori

    Analisis faktor konfirmatori dilakukan dengan tujuan untuk mengenali struktur

    data yang ada dalam masing-masing variabel. Deskripsi setiap variabel akan djelaskan

    dari hasil ekstraksi item-item menjadi beberapa komponen penjelas keragaman.

    Training/pelatihan

    Pengukuran training/pelatihan yang dilakukan dengan 12 butir item dapat

    diekstrak menjadi 4 komponen penting. Seluruh data training telah memenuhi syarat,

    nilai KMO sebesar 0,747 (lebih besar dari 0,50) menerangkan bahwa ada

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    25

    interdependensi antar butir yang terukur. Hasil ekstraksi menerangkan bahwa

    keragaman penilaian terhadap training/pelatihan lebih banyak dijelaskan oleh

    komponen diklat kependidikan (32,516%). Komponen lain yang turut menjelaskan

    training adalah studi lanjut (11,020%), kursus (10,050%) dan media pembelajaran

    (9,334%). Ekstraksi menjadi 4 komponen ini mampu menjelaskan informasi yang

    terkandung dalam training sebesar 62,92%. Training/pelatihan yang dinilai baik oleh

    para guru adalah training/pelatihan yang mampu memberikan konten diklat

    kependidikan secara optimal.

    Kualifikasi Akademik

    Pengukuran kualifikasi akademik yang dilakukan dengan 2 butir item diekstrak

    menjadi 1 komponen penting. Seluruh data kualifikasi akademik telah memenuhi

    syarat, nilai KMO sebesar 0,500 (lebih besar dari 0,50) menerangkan bahwa ada

    interdependensi antar butir yang terukur. Hasil ekstraksi menerangkan bahwa

    keragaman penilaian terhadap kualifikasi akademik dijelaskan oleh komponen

    kualifikasi akademik dan latar belakangnya (79,046%). Secara substansi, kualifikasi

    akademik yang dinilai baik oleh para guru adalah berpendidikan tinggi dan mempunyai

    latar belakang yang cocok dengan ilmu kependidikan.

    Supervisi Akademik

    Pengukuran supervisi akademik yang dilakukan dengan 8 butir item dapat

    diekstrak menjadi 1 komponen penting. Seluruh data supervisi akademik telah

    memenuhi syarat, nilai KMO sebesar 0,908 (lebih besar dari 0,50) menerangkan bahwa

    ada interdependensi antar butir yang terukur. Hasil ekstraksi menerangkan bahwa

    keragaman penilaian terhadap supervisi akademik lebih banyak dijelaskan oleh isi

    kurikulum, fungsi RPP, aplikasi teknik pembelajaran dan strategi pembelajaran.

    Ekstraksi menjadi satu komponen ini mampu menjelaskan informasi yang terkandung

    dalam supervisi akademik sebesar 68,235%. Secara substansi, supervisi akademik yang

    dinilai baik oleh para guru adalah supervisi akademik yang mengawasi secara optimal

    pelaksanaan isi kurikulum, fungsi RPP, penerapan teknik dan strategi pembelajaran.

    Kepemimpinan Kepala Sekolah

    Pengukuran kepemimpinan kepala sekolah yang dilakukan dengan 6 butir item

    dapat diekstrak menjadi 2 komponen penting. Seluruh data kepemimpinan kepala

    sekolah telah memenuhi syarat, nilai KMO sebesar 0,747 (lebih besar dari 0,50)

    menerangkan bahwa ada interdependensi antar butir yang terukur. Hasil ekstraksi

    menerangkan bahwa keragaman penilaian terhadap kepemimpinan kepala sekolah lebih

    banyak dijelaskan oleh komponen pelaksanaan gaya kepemimpinan partisipatif

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    26

    (47,625%). Komponen lain yang turut menjelaskan kepemimpinan kepala sekolah

    adalah pemberian keteladanan dan penghargaan (16,671%). Ekstraksi menjadi 2

    komponen ini mampu menjelaskan informasi yang terkandung dalam kepemimpinan

    kepala sekolah sebesar 62,92%. Substansinya, kepemimpinan kepala sekolah yang baik

    adalah kepala sekolah lebih banyak menerapkan gaya kepemimpinan partisipatif,

    keteladanan dan memberikan penghargaan bagi guru yang berprestasi.

    Motivasi

    Pengukuran motivasi yang dilakukan dengan 7 butir item dapat diekstrak

    menjadi 2 komponen penting. Seluruh data motivasi telah memenuhi syarat, nilai KMO

    sebesar 0,660 (lebih besar dari 0,50) menerangkan bahwa ada interdependensi antar

    butir yang terukur. Hasil ekstraksi menerangkan bahwa keragaman penilaian terhadap

    motivasi lebih banyak dijelaskan oleh komponen kesukaan pada pekerjaan (38,633%).

    Komponen lain yang turut menjelaskan motivasi adalah mengenal pekerjaan

    (21,434%). Ekstraksi menjadi 2 komponen ini mampu menjelaskan informasi yang

    terkandung dalam motivasi sebesar 60,067%. Secara substansi, guru yang bermotivasi

    baik adalah para guru yang menyukai dan mengenal pekerjaan sebagai guru.

    Kesejahteraan/kompensasi

    Pengukuran kesejahteraan/kompensasi yang dilakukan dengan 6 butir item

    dapat diekstrak menjadi 2 komponen penting. Seluruh data kesejahteraan/kompensasi

    telah memenuhi syarat, nilai KMO sebesar 0,725 (lebih besar dari 0,50) menerangkan

    bahwa ada interdependensi antar butir yang terukur. Hasil ekstraksi menerangkan

    bahwa keragaman penilaian terhadap kesejahteraan/kompensasi lebih banyak dijelaskan

    oleh komponen kompensasi finansial (41,380%). Komponen lain yang turut

    menjelaskan kesejahteraan / kompensasi adalah kompensasi non finansial (17,573%).

    Ekstraksi menjadi 2 komponen ini mampu menjelaskan informasi yang terkandung

    dalam kesejahteraan/kompensasi sebesar 58,952%. Kesejahteraan/kompensasi yang

    baik adalah kompensasi finansial berupa gaji dan tunjangan sesuai standar.

    Kegiatan KKG/MGMP

    Pengukuran kegiatan KKG/MGMP yang dilakukan dengan 3 butir item dapat

    diekstrak menjadi 1 komponen penting. Seluruh data kegiatan KKG/MGMP telah

    memenuhi syarat, nilai KMO sebesar 0,751 (lebih besar dari 0,50) menerangkan bahwa

    ada interdependensi antar butir yang terukur. Hasil ekstraksi menerangkan bahwa

    keragaman penilaian terhadap kegiatan KKG/MGMP dijelaskan oleh komponen

    pengembangan profesi guru (87,652%). Substansi, kegiatan KKG/MGMP yang baik

    adalah kegiatan KKG/MGMP yang mampu meningkatkan pengembangan profesi guru.

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    27

    Profesionalisme guru

    Pengukuran profesionalisme guru yang dilakukan dengan 4 butir item dapat

    diekstrak menjadi satu komponen penting. Seluruh data profesionalisme guru telah

    memenuhi syarat, nilai KMO sebesar 0,747 (lebih besar dari 0,50) menerangkan bahwa

    ada interdependensi antar butir yang terukur. Hasil ekstraksi menerangkan bahwa

    keragaman penilaian terhadap profesionalisme guru dijelaskan oleh komponen guru

    sebagai problem solver (68,991%). Secara substansi, profesionalisme guru yang baik

    adalah guru mampu memainkan peran sebagai problem solver.

    Analisis Regresi

    Hasil Pengujian Asumsi pada Analisis Regresi

    Penaksiran koefisien regresi pada analisis ini menggunakan metode kuadrat

    terkecil (ordinary least square). Asumsi yang mendasari pada analisis regresi antara

    lain: tidak terjadi multikolinier, tidak terjadi heteroskedastisitas dan nilai residual

    berdistribusi normal. Berikut merupakan penjelasan hasil pengujian ketiga asumsi

    tersebut. Hasil pemeriksaan terhadap asumsi tidak terjadi multikolinier dilakukan

    dengan menghitung nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada variabel bebas. Gujarati

    (1995) berpendapat bahwa sebuah variabel bebas akan dianggap memiliki

    multikolinieritas yang tinggi dengan satu atau beberapa variabel bebas lainnya jika nilai

    VIF > 10. Dari hasil perhitungan disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas

    karena seluruh nilai VIF kurang dari 10.

    Pembuktian bahwa nilai residual (error) menyebar normal merupakan salah satu

    indikasi persamaan regresi yang diperoleh adalah cukup baik. Pembuktian kenormalan

    nilai residual dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Dari hasil

    perhitungan diperoleh nilai Zhitung sebesar 0,829 yang lebih kecil dari Ztabel = 1,96 dan p-

    value = 0,498 yang lebih besar dari = 0,05.

    Gambar 1. P-P Plot Uji Kenormalan Data Residual

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    28

    Uji normalitas dilakukan dengan memperhatikan diagram pencar P-P plot.

    Pemeriksaan distribusi normal pada data residual dengan menggunakan P-P plot

    ditunjukkan dengan hasil pencaran data yang akan membentuk satu garis lurus

    diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika

    distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya

    akan mengikuti garis diagonalnya. Pada gambar diatas tampak bahwa pencaran data

    telah mendekati garis lurus.

    Asumsi selanjutnya adalah pemeriksaan terhadap tidak terjadinya

    heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas akan mengakibatkan penaksiran koefisien-

    koefisien regresi menjadi tidak efisien. Hasil penaksiran akan menjadi kurang dari

    semestinya. Heteroskedastisitas bertentangan dengan salah satu asumsi dasar analisis

    jalur, yaitu bahwa variasi residual adalah sama untuk semua pengamatan atau disebut

    homoskedastisitas. Prosedur uji yang digunakan untuk mendeteksi gejala

    heteroskedastisitas adalah dengan uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan

    meregresikan nilai mutlak residual terhadap seluruh variabel bebas. Jika nilai p-value

    pada hasil uji-t terhadap koefisien regresi lebih besar dari =0,05, maka dapat dikatakan

    bahwa tidak terjadi gejala heteroskedastisitas pada nilai residual. Hasil yang

    ditunjukkan Tabel 2, dapat ditarik kesimpulan bahwa asumsi tidak terjadi

    heteroskedastisitas dapat terpenuhi.

    Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Heteroskedastisitas

    Variabel Koefisien

    regresi p-value Kesimpulan

    X1.Training 0.042 0.567 Tidak terjadi heteroskedastisitas

    X2.Kualifikasi Akademik -0.039 0.238 Tidak terjadi heteroskedastisitas

    X3.Supervisi Akademik 0.018 0.637 Tidak terjadi heteroskedastisitas

    X4.Kepemimpinan Kepada Sekolah 0.023 0.671 Tidak terjadi heteroskedastisitas

    X5.Motivasi -0.037 0.419 Tidak terjadi heteroskedastisitas

    X6.Kesejahteraan / Kompensasi 0.024 0.563 Tidak terjadi heteroskedastisitas

    X7.KKG/MGMP -0.055 0.056 Tidak terjadi heteroskedastisitas

    Hasil Perhitungan Koefisien Regresi

    Analisis regresi berganda digunakan untuk menggambarkan bentuk pengaruh

    antara variabel independen (bebas) terhadap variabel dependen (terikat). Hal-hal

    penting dalam analisis regresi antara lain: persamaan regresi, koefisien determinasi

    terkorelasi (R2-adj), hasil uji-F dan uji-t. Dari persamaan regresi diketahui bahwa

    variabel terikat profesionalisme guru (Y) nilainya akan diprediksi oleh kedelapan

    variabel bebas. Koefisien regresi pada seluruh variabel bertanda positif, hal ini bisa

    dimaknai bahwa semua unsur berpengaruh positif terhadap profesionalisme guru.

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    29

    Tabel 3. Hasil Perhitungan Regresi

    Variabel Koef.

    Regresi Beta T P-value Keterangan

    X1.Training 0.413 0.317 2.820 0.006 Signifikan

    X2.Kualifikasi Akademik 0.186 0.227 2.840 0.006 Signifikan

    X3.Supervisi Akademik 0.013 0.018 0.175 0.862 Tidak Signifikan

    X4.Kepemimpinan Kepada Sekolah 0.287 0.222 2.605 0.011 Signifikan

    X5.Motivasi 0.014 0.013 0.158 0.875 Tidak Signifikan

    X6.Kesejahteraan / Kompensasi 0.202 0.226 2.420 0.017 Signifikan

    X7.KKG/MGMP 0.009 0.013 0.157 0.875 Tidak Signifikan

    R = 0,680

    Adjusted R2 = 0,422

    R2 = 0,534

    F hitung = 11,648

    P-value = 0,000

    Berdasarkan hasil perhitungan analisis regresi pada Tabel 3 di atas, dapat

    diperoleh persamaan regresi dengan standardized coefficient (beta) sebagai berikut:

    Y = 0,317 X1 + 0,227 X2 + 0,018 X3 + 0,222 X4 + 0,013 X5 + 0,226 X6

    + 0,013 X7; R2 = 53,4%

    Gambar 2. Pengaruh Langsung Faktor Penentu Profesionalisme Guru

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    30

    Koefiesien Determinasi

    Koefisien determinasi (R2) merupakan salah satu nilai yang dijadikan ukuran

    kelayakan (goodness of fit), dengan melihat besarnya presentase pengaruh semua

    variabel independen terhadap variabel dependen, dapat diketahui seberapa baik model

    persamaan regresi yang digunakan. Koefisien determinasi (R2) mengukur proporsi

    (bagian) atau prosentase total variasi dalam Y yang dijelaskan oleh model regresi.

    Koefisien determinasi atau R2 mempunyai besaran yang batasnya adalah 0 R2 1.

    suatu R2 sebesar 1 berarti suatu kecocokan sempurna, sedangkan R

    2 yang bernilai nol

    tidak ada hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel yang menjelaskan.

    Berdasarkan perhitungan dapat diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar

    0,534, artinya kemampuan persamaan regresi dalam memprediksi nilai variabel terikat

    adalah 53,4%. Lebih lanjut nilai 53,4% menunjukkan bahwa kontribusi gabungan dari

    seluruh variabel bebas untuk menjelaskan profesionalisme guru (Y) adalah 53,4%

    sedangkan sisanya 46,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.

    Hasil Uji F

    Pada Tabel 3 di atas menjelaskan hasil pengujian secara simultan pengaruh dari

    kedua variabel bebas terhadap profesionalisme guru. Pada bagian uji F diperoleh nilai

    Fhitung = 11,648 dan p-value = 0,000. Hasil uji ini menjelaskan bahwa secara simultan

    diperoleh adanya pengaruh yang signifikan (p

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    31

    Pengaruh secara parsial variabel supervisi akademik terhadap profesionalisme

    guru adalah tidak signifikan. Variabel supervisi akademik dengan koefisien beta sebesar

    0,018 berpengaruh tidak signifikan terhadap profesionalisme guru. Hal ini terbukti dari

    nilai t-hitung = 0,175 dan p-value = 0,862 (p>0,05), maka secara statistik koefisien

    regresi dari supervisi akademik terhadap profesionalisme guru adalah tidak signifikan.

    Peranan supervisi akademik bagi guru tidak dapat menjelaskan meningkatnya

    profesionalisme guru.

    Pengaruh secara parsial variabel kepemimpinan kepala sekolah terhadap

    profesionalisme guru adalah signifikan. Variabel kepemimpinan kepala sekolah dengan

    koefisien beta sebesar 0,222 berpengaruh signifikan terhadap profesionalisme guru. Hal

    ini terbukti dari nilai t-hitung = 2,605 dan p-value = 0,011 (p0,05), maka secara statistik koefisien regresi dari

    motivasi terhadap profesionalisme guru adalah tidak signifikan. Peranan motivasi bagi

    guru tidak dapat menjelaskan meningkatnya profesionalisme guru.

    Pengaruh parsial variabel kesejahteraan/kompensasi terhadap profesionalisme

    guru adalah signifikan. Variabel kesejahteraan/kompensasi dengan koefisien beta

    sebesar 0,226 berpengaruh signifikan terhadap profesionalisme guru. Hal ini terbukti

    dari nilai t-hitung = 2,420 dan p-value = 0,017 (p0,05), maka secara statistik koefisien regresi dari

    kegiatan KKG/MGMP terhadap profesionalisme guru adalah tidak signifikan. Peranan

    kegiatan KKG/MGMP bagi guru tidak dapat menjelaskan meningkatnya

    profesionalisme guru.

    Pembahasan

    Berdasarkan hasil analisis faktor eksploratori dan analisis regresi berganda yang

    dilanjutkan dengan uji hipotesis menggunakan uji F dan uji t, diketahui bahwa dari

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    32

    ketujuh faktor hanya empat faktor yang secara signifikan mempengaruhi

    profesionalisme guru SD daerah terpencil daratan pedalaman kabupaten Gunung Mas

    provinsi Kalimantan Tengah.

    Pengukuran training/pelatihan yang dilakukan dengan 12 butir item dapat

    diekstrak menjadi 4 komponen penting. Seluruh data training telah memenuhi syarat,

    nilai KMO sebesar 0,747 (lebih besar dari 0,50) menerangkan bahwa ada

    interdependensi antar butir yang terukur. Hasil ekstraksi menerangkan bahwa

    keragaman penilaian terhadap training/pelatihan lebih banyak dijelaskan oleh

    komponen diklat kependidikan (32,516%). Komponen lain yang turut menjelaskan

    training adalah studi lanjut (11,020%), kursus (10,050%) dan media pembelajaran

    (9,334%). Ekstraksi menjadi 4 komponen ini mampu menjelaskan informasi yang

    terkandung dalam training sebesar 62,92%. Secara substansi, training/pelatihan yang

    dinilai baik oleh para guru adalah training/pelatihan yang mampu memberikan konten

    diklat kependidikan secara optimal.Variabel training/pelatihan dengan koefisien beta

    sebesar 0,317 berpengaruh signifikan terhadap profesionalisme guru. Hal ini terbukti

    dari nilai t-hitung = 2,820 dan p-value = 0,006 (p

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    33

    dianggap paling mendasar untuk kualitas seorang guru adalah latar belakang

    pendidikannya. Windham (1988:27) menyatakan bahwa: the characteristics of

    teachers that form the basis for the commonly used indicators of teachers quality are:

    formal education attaintment, teacher training attainment, age/experience,

    attrition/turnover, specialization, ethnic/nationality, subject/mastery, verbal ability,

    attitudes, teacher availability measures. Lebih lanjut Windham (1988:27)

    menambahkan bahwa ada dua karakteristik yang diperlukan untuk mempersiapkan diri

    menjadi seorang guru. Dua hal tersebut adalah kualifikasi akademik dan training untuk

    guru. Sagala (2010) mendefinisikan kualifikasi akademik guru sebagai persyaratan

    minimal mengenai tingkat pendidikan formal dan keahlian/keilmuan, pangkat golongan,

    jabatan, masa kerja, dan usia yang harus dipenuhi. Sedangkan kualifikasi akademik

    adalah ijasah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen

    sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.

    Kualifikasi akademik merupakan suatu hal yang sangat penting dan untuk disebut

    sebagai guru profesional maka persyaratan tersebut merupakan suatu hal yang mutlak

    adanya. Surya (2010:69) menambahkan bahwa syarat kualifikasi akademik seorang

    guru dalam Undang-undang Guru dan Dosen yaitu minimal lulusan S-1 atau Diploma

    IV dan adanya aturan kualifikasi akademik tersebut merupakan suatu upaya untuk

    mewujudkan profesionalisme guru.

    Pengukuran kepemimpinan kepala sekolah yang dilakukan dengan 6 butir item

    dapat diekstrak menjadi 2 komponen penting. Seluruh data kepemimpinan kepala

    sekolah telah memenuhi syarat, nilai KMO sebesar 0,747 (lebih besar dari 0,50)

    menerangkan bahwa ada interdependensi antar butir yang terukur. Hasil ekstraksi

    menerangkan bahwa keragaman penilaian terhadap kepemimpinan kepala sekolah lebih

    banyak dijelaskan oleh komponen pelaksanaan gaya kepemimpinan partisipatif

    (47,625%). Komponen lain yang turut menjelaskan kepemimpinan kepala sekolah

    adalah pemberian keteladanan dan penghargaan (16,671%). Ekstraksi menjadi 2

    komponen ini mampu menjelaskan informasi yang terkandung dalam kepemimpinan

    kepala sekolah sebesar 62,92%. Secara substansi, kepemimpinan kepala sekolah yang

    dinilai baik oleh para guru adalah kepala sekolah lebih banyak menerapkan gaya

    kepemimpinan partisipatif, keteladanan dan memberikan penghargaan bagi guru yang

    berprestasi. Variabel kepemimpinan kepala sekolah dengan koefisien beta sebesar 0,222

    berpengaruh signifikan terhadap profesionalisme guru. Hal ini terbukti dari nilai t-

    hitung = 2,605 dan p-value = 0,011 (p

  • JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014

    34

    pemimpin merupakan faktor yang mempengaruhi terhadap suatu organisasi karena akan

    membawa ke arah mana organisasi tersebut menuju. Pemimpin yang baik memberi

    contoh yang baik, berkomunikasi secara jelas, memperlakukan karyawan secara adil,

    menetapkan tujuan dengan jelas dan menyampaikannya kepada karyawan, serta

    memantau perkembangan karyawannya). Goleman (2000:9) juga menjelaskan bahwa

    seorang pemimpin tidak hanya membimbing dan menuntun, tetapi juga