28
PENDAHULUAN Seiring berkembangnya kepentingan dalam pasar modal maka semakin kompleks jugalah permasalahan yang terjadi. Tak terkecuali munculnya transaksi afiliasi dan benturan kepentingan dalam transaksi dalam pasar modal. Dalam perekonomian modern adanya pasar modal dalam ekonomi suatu negara adalah suatu kebutuhan. Dimanapun di negara- negara yang ekonominya maju pasar modal yang berwujud dengan adanya bursa efek seperti juga adanya bank memainkan peranan penting dan telah menjadi suatu kebutuhan karena disanalah ekonomi menunjukkan aktivitasnya. Pasar Modal menjadi petunjuk bagaimana usahawan dan infestor berinteraksi dalam kegiatan ekonomi. Usahawan yang diwakili oleh perusahaan mencari modal dengan memasuki pasar modal sedangkan pemodal atau infestor menginvestasikan dananya juga dengan masuk ke pasar modal. Pasar modal telah menjadi ukuran berkembang dan menurunnya perekonomian suatu masyarakat. Kegiatan didalam pasar modal ditunjukkan oleh indeks yang setiap hari mengukur akitivitas ekonomi suatu negara secara keseluruhan. Para pejabat yang ingin menunjukkan bahwa mereka telah melakukan pengolahan ekonomi secara baik dengan senang menunjukkan bahwa keberhasilan mereka itu dapat dilihat dari makin meningkatnya indeks harga saham. Dengan melihat betapa pentingnya peran pasar modal dalam perekonomian suatu negara serta dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka pemerintah membuat aturan-aturan yang diharapkan memuat prinsip-prinsip keterbukaan, kepastian hukum dan perlindungan bagi pelaku pasar modal. Bahwa dalam rangka untuk mengawasi aktivita perdagangan pasar modal, era sebelum keluarnya Undang-undang No. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”), pemerintah membentuk Badan Pengawasan Pasar Modal atau yang biasa kita kenal dengan istilah BAPEPAM. BAPEPAM merupakan lembaga yang mempunyai kekuasaan sangat besar dan unik yang tidak hanya bertindak sebagai regulator tetapi juga mempunyai kekuasaan “kepolisian” sert9a dapat bertindak dan berwenang menggunakan kekuasaan yang sifatnya “Quasi yudicial”. 1

Isi (Halaman Ok)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Isi (Halaman Ok)

Citation preview

Page 1: Isi (Halaman Ok)

PENDAHULUAN

Seiring berkembangnya kepentingan dalam pasar modal maka semakin kompleks jugalah permasalahan yang terjadi. Tak terkecuali munculnya transaksi afiliasi dan benturan kepentingan dalam transaksi dalam pasar modal.

Dalam perekonomian modern adanya pasar modal dalam ekonomi suatu negara adalah suatu kebutuhan. Dimanapun di negara-negara yang ekonominya maju pasar modal yang berwujud dengan adanya bursa efek seperti juga adanya bank memainkan peranan penting dan telah menjadi suatu kebutuhan karena disanalah ekonomi menunjukkan aktivitasnya. Pasar Modal menjadi petunjuk bagaimana usahawan dan infestor berinteraksi dalam kegiatan ekonomi. Usahawan yang diwakili oleh perusahaan mencari modal dengan memasuki pasar modal sedangkan pemodal atau infestor menginvestasikan dananya juga dengan masuk ke pasar modal. Pasar modal telah menjadi ukuran berkembang dan menurunnya perekonomian suatu masyarakat. Kegiatan didalam pasar modal ditunjukkan oleh indeks yang setiap hari mengukur akitivitas ekonomi suatu negara secara keseluruhan. Para pejabat yang ingin menunjukkan bahwa mereka telah melakukan pengolahan ekonomi secara baik dengan senang menunjukkan bahwa keberhasilan mereka itu dapat dilihat dari makin meningkatnya indeks harga saham.

Dengan melihat betapa pentingnya peran pasar modal dalam perekonomian suatu negara serta dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi maka pemerintah membuat aturan-aturan yang diharapkan memuat prinsip-prinsip keterbukaan, kepastian hukum dan perlindungan bagi pelaku pasar modal.

Bahwa dalam rangka untuk mengawasi aktivita perdagangan pasar modal, era sebelum keluarnya Undang-undang No. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”), pemerintah membentuk Badan Pengawasan Pasar Modal atau yang biasa kita kenal dengan istilah BAPEPAM.

BAPEPAM merupakan lembaga yang mempunyai kekuasaan sangat besar dan unik yang tidak hanya bertindak sebagai regulator tetapi juga mempunyai kekuasaan “kepolisian” sert9a dapat bertindak dan berwenang menggunakan kekuasaan yang sifatnya “Quasi yudicial”.

Berdasarkan Undang-undang No 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal (dan selanjutnya disebut dengan Undang-undang Pasar Modal) disebutkan dalam Pasal 5 BAPEPAM diberikan kewenangan antara lain untuk :1. Memberikan izin kepada berbagai macam institusi yang diawasinya.2. Mewajibkan dan menerima pendaftaran bagi profesi yang bermaksud melakukan

kegiatan di Pasar Modal.3. Menetapkan persyaratan dan tata cara pencalonan direksi lembaga-lembaga di Pasar

Modal seperti Bursa Efek.4. Menetapkan persyaratan dan tata cara dilakukannya pernyataan pendaftaran untuk

memungkinkan dilakukannya penwaran umum efek (termasuk disini adalah menyatakan, menunda atau membatalkan efektifnya pernyataan pendaftaran).

5. Melakukan pemeriksaan dan penyidikan atas terjadinya pelanggaran atas undang-undang Pasar Modal, sehingga dengan kekuasaannya ini BAPEPAM merupakan “polisi” yang menegakkan hukum sebagai penyidik pegawai negeri (Vide : Pasal 101 ayat (2) Undang-Undang Pasar Modal).

1

Page 2: Isi (Halaman Ok)

6. Menghentikan dan memperbaiki serta mengambil langkah-langkah sehubungan dengan adanya iklan dan promosi yang berhubungan dengan kegiatan di Pasar Modal.

7. Membekukan atau membatalkan pencatatan efek di suatu bursa efek termasuk juga menghentikan perdagangan efek dan transaksi di suatu bursa.

8. Memeriksa keberatan-keberatan yang diajukan oleh pihak-pihak yang dikenakan sanksi oleh bursa dan lembaga-lembaga terkait dengan bursa seperti lembaga Kliring dan penjaminan serta lembaga penyimpanan dan penyelesaian, termasuk membatalkan dan menguatkan pengenaan sanksi tersebut.

9. Memberikan penjelasan lebih lanjut yang sifatnya teknis atas Undang-Undang Pasar Modal dan peraturan pelaksanaannya.

10. Menetapkan instrumen lain sebagai efek.

Bahwa tanggal 12 Desember 2008 Ketua BAPEPAM dan LK mengeluarkan Keputusan No. KEP-521/BL/2008 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu (dan selanjutnya disebut dengan “KEP 521”). Dasar pertimbangan dikeluarkannya keputusan tersebut salah satunya adalah untuk memastikan terpenuhinya prinsip keterbukaan, memberikan kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang saham khususnya pemegang saham independen berkaitan dengan transakasi yang mengandung benturan kepentingan dalam aktivitas pedagangan pasar modal.

Lahirnya KEP 521 merupakan respon terhadap konflik kepentingan (conflict of interest) yang biasanya menguntungkan pihak-pihak tertentu karena adanya kolusi yang didasarkan pada kewenangan dan tidak transparannya proses pengambilan keputusan. Latar belakang budaya perusahaan yang berasal dari perusahaan keluarga yang membesar menjadi konglomerasi makin membuka kemungkinan terjadinya tindakan-tindakan yang mengandung konflik kepentingan. Perilaku kolutif seringkali terjadi di dunia bisnis yang mengakibatkan tumbuh, berkembang dan besarnya suatu perusahaan sebenarnya tidak ditopang oleh suatu tindakan yang benar. Perusahaan-perusahaan besar yang dulunya kuat ternyata hancur oleh sistem pengelolaan yang tidak baik.1

Yang dimaksud dengan Benturan Kepentingan dalam KEP 521 adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis Perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris, pemegang saham utama Perusahaan dalam suatu Transaksi yang dapat merugikan Perusahaan karena adanya penetapan harga yang tidak wajar, sedangkan Transaksi Yang Mengandung Benturan Kepentingan adalah Transaksi yang dilakukan oleh Perusahaan atau Perusahaan Terkendali dimana seorang direktur, komisaris, dan/atau pemegang saham utama mempunyai Benturan Kepentingan.

Terdapat 3 (tiga) elemen dalam conflict of interest, yaitu :2

1. Hadirnya kepentingan pribadi, yang dapat berupa kepentingan finansial, keluarga, istri dan anak. Permasalahan akan timbul ketika kepentingan pribadi ini berbenturan dengan elemen kedua.

2. Tanggung jawab sosial yaitu tugas yang dimiliki seseorang karena ia memiliki atau memegang “official capacity”. Sebagai profesional juga memiliki tanggung jawab offisial yaitu kewajiban terhadap klien, atasan atau lainnya. Kewajiban-kewajiban ini harus didahului daripada kepentingan pribadi.

1 M. Irsan Nasarudin, S.H., Indra Surya, S.H., LL.M., Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Edisi Pertama, Kencana, Jakarta, Februari 2004, h. 244.

2 Tri Harnowo, “Conflict of Interest dalam Praktek Perusahaan dan Profesional ,” PPH Newsletter Kajian Hukum Ekonomi dan Bisnis No. 49 (Juni 2002), hal 15.

2

Page 3: Isi (Halaman Ok)

3. Tanggung jawab profesional, yaitu obejective profesional judgement. Pandangan klien terhadap profesional adalah bahwa profesional itu dapat bersikap objektif dan independen. Obejective profesional judgement dapat berbenturan dengan kepentingan pribadi.

Kepentingan yang berbenturan ini kadangkala merupakan hal yang tidak dapat dihindarkan dan mungkin juga bukanlah hal yang harus dihindarkan atau tidak boleh dilakukan. Dalam transaksi yang mengandung benturan kepentingan tersebut yang terpenting adalah tercipta keadilan dalam pengambilan keputusan pada kondisi seperti itu.

Menurut Clark dan Kinder, tindakan yang melampaui kekuasaan ada dua tipe yaitu “those which exceed the corporation’s power and those which are contrary to the law”3, selain itu “jika terdapat pertentangan kepentingan ekonomis antara kepentingan perseroan dengan kepentingan direksi, komisaris atau pemegang saham utama, maka kepentingan perseroanlah yang harus didahulukan karena direksi atau organ perseroan lainnya tidak diperbolehkan mengambil kesempatan untuk memperoleh keuntungan untuk dirinya sendiri jika kesempatan itu sebenarnya dapat diberikan kepada perseroan”4.

Transaksi Yang Mengandung Benturan Kepentingan jika terlebih dahulu disetujui oleh para Pemegang Saham Independen atau wakil mereka yang diberi wewenang untuk itu dalam Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana diatur dalam peraturan ini. Persetujuan mengenai hal tersebut harus ditegaskan dalam bentuk akta notariil, maka Transaksi Yang Mengandung Benturan Kepentingan ini diperbolehkan, namun demikian ada Transaksi Yang Mengandung Benturan Kepentingan yang dikecualikan, antara lain adalah :1. Sudah ada sebelum Perusahaan dimaksud mengadakan Penawaran Umum perdana dan

hubungan ini serta sifat hubungan yang berlanjut, telah diungkapkan sepenuhnya dalam Prospektus Penawaran Umum perdana tersebut;

2. Hubungan dan jenis Transaksi berkelanjutan yang dimulai sesudah Penawaran Umum yang telah memenuhi peraturan ini, dengan ketentuan bahwa syarat dan kondisi Transaksi tidak menambah kerugian Perusahaan;

3. Transaksi penjualan yang dilakukan oleh Perusahaan melalui lelang terbuka; 4. Penggunaan setiap fasilitas yang diberikan oleh Perusahaan atau Perusahaan Terkendali

kepada komisaris, direktur, dan pemegang saham utama yang juga sebagai Karyawan yang langsung berhubungan dengan tanggung jawab mereka terhadap Perusahaan tersebut dan sesuai dengan kebijakan Perusahaan, serta telah disetujui Rapat Umum Pemegang Saham;

5. Transaksi antara Perusahaan baik dengan Karyawan, direksi atau komisaris Perusahaan tersebut maupun dengan Karyawan, direksi atau komisaris Perusahaan Terkendali, dan Transaksi antara Perusahaan Terkendali baik dengan Karyawan, direksi atau komisaris Perusahaan Terkendali tersebut maupun dengan Karyawan, direksi atau komisaris Perusahaan dengan persyaratan yang sama, sepanjang hal tersebut telah disetujui Rapat Umum Pemegang Saham. Dalam Transaksi tersebut termasuk pula manfaat yang diberikan oleh Perusahaan atau Perusahaan Terkendali kepada semua Karyawan, direksi atau komisaris dengan persyaratan yang sama, menurut kebijakan yang ditetapkan Perusahaan;

3 Lawrence S. Clark and Peter D. Kinder, Law and Regulation Environment, 3rd edition, McGraw-Hill Inc., New York, USA, 1991, h. 392.

4 Chatamarrasjid. Ais, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil) Kapita Selekta Hukum Perusahaan, cet 1, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000, h. 17.

3

Page 4: Isi (Halaman Ok)

6. Imbalan, termasuk gaji, iuran dana pensiun, dan/atau manfaat khusus yang diberikan kepada komisaris, direktur dan pemegang saham utama yang juga sebagai Karyawan, jika jumlah secara keseluruhan dari imbalan tersebut diungkapkan dalam laporan keuangan berkala;

7. Transaksi yang dilakukan oleh Perusahaan dengan nilai transaksi tidak melebihi 0,5% (nol koma lima per seratus) dari modal disetor sepanjang 0,5% (nol koma lima per seratus) dari modal disetor tersebut tidak lebih dari Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan/atau

8. Transaksi yang dilakukan oleh Perusahaan sebagai pelaksanaan peraturan perundang-undangan atau putusan pengadilan.

Bahwa terkait dengan adanya transaksi yang mengandung benturan kepentingan dalam aktivitas pasar modal, berdasarkan penelusuran yang dilakukan, dapat kami sampaikan beberapa contoh kasus yang pernah terjadi di Indonesia dalam bagian studi kasus jurnal ini.

4

Page 5: Isi (Halaman Ok)

LANDASAN TEORI

Menurut Dr. Imam Sjahputra, S.H., LLM., Pasar (market) merupakan sarana yang mempertemukan aktivitas pembeli dan penjual untuk sesuatu komoditas atau jasa, dalam aktivitas tersebut akan memicu timbulnya pembentukan harga sebagai akibat adanya kesesuaian antara permintaan dan penawaran.

Adapun mengenai modal, Dr. Imam Sjahputra, S.H., LLM membedakannya menjadi :

1. Barang modal (capital goods) misalnya : tanah, gedung dan/atau mesin-mesin;2. Modal uang (fund/financial asset).

Berangkat dari pemahaman tersebut, Dr. Imam Sjahputra, S.H., LLM kemudian menterjemahkan hakekat Pasar Modal (capital market / securities market) sebagai sarana yang mempertemukan antara pihak yang memiliki dana (supplier of fund) dengan pihak yang membutuhkan dana (user of fund) untuk tujuan investasi5.

Di Indonesia, regulasi mengenai Pasar Modal dapat dilihat dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal yang mulai diberlakukan tanggal 1 Januari 1996. Dimana dalam Undang-Undang tersebut, pengertian Pasar Modal diatur dalam Pasal 1 Butir 13 Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal yang menyebutkan pengertian Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan Perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.

Bagi suatu perusahaan termasuk didalamnya perusahaan publik, pengerahan dana (fund raising) sangat penting untuk dilakukan, karena dengan fund raising perusahaan publik dapat melakukan ekspansi usaha, dapat menambah modal kerja dan dapat memperkuat struktur permodalan perusahaan termasuk untuk membayar hutang jangka pendek dan/atau jangka panjang.

Fund raising tersebut sesungguhnya dapat dilakukan melalui Pasar Modal dan dapat juga dilakukan melalui pasar uang. Namun ada perbedaannya, dimana menurut Dr. Imam Sjahputra, S.H., LLM., perbedaan diantara keduanya terletak pada6 :

1. Saat jatuh tempo (maturity).Dari segi jatuh tempo, dana yang diperjualbelikan di pasar uang ditujukan untuk penggunaan dana jangka pendek, sebaliknya di Pasar Modal penggunaan dana ditujukan untuk jangka menengah dan jangka panjang.

2. Jenis efek/instrumen yang diperdagangkan.Pada pasar uang memperjualbelikan surat berharga seperti SBI, Deposito, Wesel, Aksep dan Promes, sedang dalam Pasar Modal intsrumen yang diperdagangkan dalam bentuk “equity financing” yakni saham sebagai efek penyertaan modal dan “debt financing” yakni obligasi sebagai efek hutang.

3. Segi pengawasan.

5 Dr. Imam Syahputra, S.H., LLM., Pengantar Hukum Pasar Modal, Harvarindo 2012, Hal. 56. 6 Dr. Imam Syahputra, S.H., LLM., Pengantar Hukum Pasar Modal, Harvarindo 2012, Hal. 57.

5

Page 6: Isi (Halaman Ok)

Pasar uang secara tradisional berada di bawah pembinaan/pengawasan Bank Indonesia (BI) terhadap bank-bank umum, sedangkan Pasar Modal di bawah pengawasan Kementerian Keuangan cq BAPEPAM.

Salah satu prinsip yang berlaku dalam pasar modal adalah Prinsip Keterbukaan (Disclosure). Dimana prinsip tersebut merupakan syarat mutlak yang bersifat universal dalam bisnis pasar modal demi terciptanya suatu pasar modal yang wajar, teratur dan efisien.

Para pelaku pasar modal dituntut untuk menerapkan prinsip keterbukaan ini dengan harapan pemodal akan mendapatkan perlindungan yang optimal terhadap kemungkinan adanya praktek yang merugikan.

Pengertian Prinsip keterbukaan ini diatur dalam Pasal 1 Butir 25 Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal sebagai pedoman umum yang mensyaratkan emiten/perusahaan publik dan pihak lain yang tunduk pada undang-undang pasar modal, untuk menginformasikan seluruh informasi materiel kepada masyarakat dalam waktu yang tepat mengenai usahanya atau efeknya, yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal atau harga efek tersebut.

Yang dimaksud dengan informasi material adalah informasi ataupun fakta penting yang relevan mengenai peristiwa, kejadian atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada bursa efek dan/atau keputusan pemodal/calon pemodal atau pihak lain yang berkepentingan atas informasi atau fakta tersebut (Vide : Pasal 1 Butir 7 Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal).

Pada dasarnya Prinsip Keterbukaan (Disclosure) dimaksudkan untuk memastikan bahwa pemodal mengetahui dan memahami transaksi tersebut secara keseluruhan baik nilai maupun strukturnya dan pada akhirnya dapat melakukan penilaian atas transaksi tersebut7.

Pelaksanaan “keterbukaan” di Pasar Modal dilakukan melalui 3 tahapan, yaitu8 :1. Tahap pembukaan pada saat melakukan Penawaran Umum (primary market level).2. Tahap pembukaan setelah emiten mencatat dan memperdagangkan sahamnya dibursa

efek (secondary market level), yaitu emiten wajib menyampaikan secara terus menerus laporan berkala kepada otoritas pasar modal (continuously disclosure). Dalam hal dilakukan keterbukaan secara terus menerus (continuously disclosure) harus ada jaminan bahwa keterbukaan yang dilakukan haruslah mengandung unsur serentak (simultaneous), kecepatan (promptness) dan lengkap9.

3. Tahap keterbukaan karena terjadi peristiwa penting yang laporannya harus disampaikan secara tepat waktu kepada BAPEPAM dan Bursa Efek (timely disclosure), yakni peristiwa sebagaimana di rinci dalam Keputusan BAPEPAM No. 86 tahun 1996.

Tujuan dari adanya “keterbukaan” dalam transaksi di pasar modal adalah10 :1. Untuk secara umum memungkinkan investor mengetahui tindakan atau transaksi jenis

apa yang dilakukan serta besaran nilai dan manfaatnya.2. Untuk mengetahui kemungkinan adanya unsur benturan kepentingan yang dapat

mengakibatkan kerugian kepada pemegang saham lainnya dalam transaksi tersebut.

7 Hamud M. Balfas, S.H., LL.M, Hukum Pasar Modal, Tatanusa, Jakarta 2012, Hal. 241.8 Dr. Imam Syahputra, S.H., LLM., Pengantar Hukum Pasar Modal, Harvarindo 2012, Hal. 84.9 Hamud M. Balfas, S.H., LL.M, Hukum Pasar Modal, Tatanusa, Jakarta 2012, Hal. 242.10 Hamud M. Balfas, S.H., LL.M, Hukum Pasar Modal, Tatanusa, Jakarta 2012, Hal. 241.

6

Page 7: Isi (Halaman Ok)

3. Untuk mewajibkan perusahaan emiten untuk meminta persetujuan, misalnya dari Rapat Umum Pemegang Saham atau persetujuan pemegang saham independen.

Selain dari pada itu, penerapan dari prinsip Good Corporate Govermance pun menjadi sangat penting dan mutlak harus dipenuhi karena hal tersebut juga akan mempengaruhi iklim pasar modal dan masuknya investasi luar ke dalam negeri. Good Corporate Govermance atau tata kelola perusahaan yang baik jika dilihat dari keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-23/M-PM.PBUMN/2000 tentang pengembangan praktek Good Corporate Govermance dalam perusahaan perseroan (Persero), Good Corporate Govermance adalah prinsip korporasi yang sehat yang perlu diterapkan dalam pengelolaan perusahaan dan dilaksanakan semata-mata demi menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan.11

Konsep Good Corporate Govermance adalah konsep yang saatnya diimplementasikan dalam perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia, karena melalui konsep yang menyangkut struktur perseroan, yang terdiri dari unsur-unsur RUPS, Direksi, dan Komisaris dapat terjalin hubungan dan mekanisme kerja, pembagian tugas, kewenangan dan tanggung jawab yang harmonis, baik secara intern maupun ekstern dengan tujuan meningkatkan nilai perusahaan demi kepentingan shareholders dan stakeholders.12

Prinsip-prinsip pokok Good Corporate Govermance yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya praktik Good Corporate Govermance adalah :13

1. Transparansi (Transparancy)Kepercayaan investor dan efisiensi pasar sangat tergantung dari pengungkapan kinerja perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Agar bernilai di pasar modal global, informasi tersebut haruslah jelas, konsisten dan dapat diperbandingkan serta menggunakan standar akutansi yang diterima seluruh dunia. Dampak transaparansi dengan perusahaan dapat memperhitungkan dampak resiko bertransaski dengan perusahaan.

2. Akuntabilitas (Accountability)Hal tersebut merupakan salah satu solusi untuk menyelesaikan masalah agency problem antara Direksi dan pemegang saham. Akuntabilitas didasarkan pada sistem internal check and balance yang mencakuppraktek audit yang sehat. Akuntabilitas juga dapat dicapai melalui pengawasan efektif yang didasarkan pada keseimbangan kewenangan antara pemegang saham, komisaris dan direksi. Praktek audit yang sehat dan independen mutlak diperlukan untuk menunjang akuntabilitas perusahaan. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan mengefektifkan komite kredit.

3. Keadilan (Fairness)Keadilan meliputi kejelasan hak-hak pemegang saham untuk melindungi kepentingan pemegang saham, termasuk perlindungan terhadap pemegang saham mayoritas, dari kecurangan seperti praktek insider yang merugikan atau dari keputsan Dieksi atau pemegang saham mayoritas yang merugikan kepentingan pemegang saham secara kesuluruhan.

11 Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-23/M-PM.PBUMN/2000 tentang pengembangan praktek Good Corporate Govermance dalam perusahaan perseroan (Persero).

12 Misahardi Wilamarta, “Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance ,” (Disertasi Doktor Universitas Indonesia).

13 Sofyan A. Djalil, “Good Corporate Governance”, Jakarta, Maret 2000, hal. 5

7

Page 8: Isi (Halaman Ok)

4. Responsibilitas (Responsibility)Perusahaan memiliki tanggungjawa untuk patuh terhadap perundang-undangan yang berlaku termasuk ketentuan yang menhatur masalah lingkungan hidup, perlindungan konsumen, perpajakan, ketenagakerjaan, larangan monopoli, dan praktek persaingan yang tidak sehat dan peraturan lainnya yang mengatur kehidupan perusahaan dalam menjalankan aktivitas usaha.

Pada akhirnya, pasar modal yang kuat dan sehat dapat memberikan efek positif bagi pertumbuhan ekonomi nasional, hal tersebut menjadi alasan kenapa pasar modal mengambil peranan penting bagi suatu perkembangan negara. Adapun keuntungan dari sehat dan kuatnya pasar modal antara lain adalah14 :1. Pasar Modal dapat menciptakan sistem keuangan dan perekonomian negara secara lebih

stabil.2. Pasar Modal dapat membantu peningkatan pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja.3. Pasar Modal dapat meningkatkan efisiensi, dalam arti realokasi dana secara lebih efisien.4. Pasar Modal dapat membantu pula usaha meningkatkan “Democratic Capitalis”

(distribusi kepemilikan efek lebih meluas kepada publik).5. Pasar modal mempermudah adanya akses menuju modal internasional, dengan

melibatkan para pemodal asing dalam pasar domestik.

14 Dr. Imam Syahputra, S.H., LLM., Pengantar Hukum Pasar Modal, Harvarindo 2012, Hal. 60.

8

Page 9: Isi (Halaman Ok)

PENGERTIAN

Salah satu persoalan yang sangat rentan terhadap timbulnya ketidakadilan di Pasar Modal adalah adanya transaksi di Pasar Modal di mana para pelakunya menghadapi benturan kepentingan tertentu (conflict of interest).

Menurut peraturan yang khusus mengatur mengenai benturan kepentingan transaksi tertentu, yaitu Keputusan Ketua Bapepam dan Lembaga Keuangan No. KEP-521/BL/2008 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu (“KEP – 521”) yang dimaksud dengan Benturan Kepentingan adalah :

“Perbedaan antara kepentingan ekonomis Perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, Komisaris, pemegang saham utama perusahaan dalam suatu transaksi yang dapat merugikan perusahaan karena adanya penetapan harga yang tidak wajar”15.

Adapun yang dimaksud dengan transaksi yang mengandung benturan kepentingan adalah transaksi yang dilakukan oleh perusahaan atau perusahaan terkendali dimana seorang direktur, komisaris dan/atau pemegang saham utama mempunyai benturan kepentingan16.

Dengan demikian, transaksi dalam Pasar Modal, baru termasuk transaksi berbenturan kepentingan jika dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut17 :1. Adanya transaksi, yaitu suatu aktivitas atau kontrak dalam rangka memberikan dan/atau

mendapatkan pinjaman, memperoleh, melepaskan atau menggunakan aktiva, jasa atau efek suatu perusahaan atau perusahaan terkendali, atau mengadakan kontrak sehubungan dengan aktivitas tersebut;

2. Adanya benturan kepentingan (sebagaimana telah didevinisikan diatas);3. Benturan kepentingan tersebut adalah antara perusahaan dengan komisaris atau direktur

atau pemegang saham utama;4. Kepentingan yang berbenturan adalah kepentingan ekonomis.

Dengan terpenuhi unsur-unsur tersebut dalam suatu transaksi, maka pelaksanaan transaksi kemudian harus tunduk pada Pasal 82 ayat 2 Undang-Undang Pasar Modal Jo. Lampiran KEP – 521 Poin 3 huruf b, yang mengatur :

Pasal 82 ayat 2 UNDANG-UNDANG Pasar Modal :“Bapepam dapat mewajibkan Emiten atau Perusahaan Publik untuk memperoleh persetujuan mayoritas pemegang saham independen apabila Emiten atau Perusahaan Publik tersebut melakukan transaksi di mana kepentingan ekonomis Emiten atau Perusahaan Publik tersebut berbenturan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris, atau pemegang saham utama Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud”.

Lampiran KEP – 521 Poin 3 huruf b :

15 Lihat Lampiran KEP – 521 Poin 1 huruf e.16 Lihat Lampiran KEP – 521 Poin 3 huruf a.17 Munir Fuady, S.H., M.H., LLM., Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), Citra Aditya Bakti, Bandung

2003, hal. 190.

9

Page 10: Isi (Halaman Ok)

“Transaksi yang mengandung benturan kepentingan wajib terlebih dahulu disetujui oleh para pemegang saham independen atau wakil mereka yang diberi kewenangan untuk itu dalam Rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana diatur dalam peraturan ini, persetujuan mengenai “transaksi yang mempunyai benturan kepentingan” tersebut selanjutnya harus ditegaskan dalam bentuk akta notaril”.

Namun demikian, ada beberapa transaksi yang berbenturan kepentingan yang tidak terkena ketentuan persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 82 ayat 2 Undang-Undang Pasar Modal Jo. Lampiran KEP – 521 Poin 3 huruf b tersebut, yaitu18 : 1. Sudah ada sebelum Perusahaan dimaksud mengadakan Penawaran Umum perdana dan

hubungan ini serta sifat hubungan yang berlanjut, telah diungkapkan sepenuhnya dalam Prospektus Penawaran Umum perdana tersebut;

2. Hubungan dan jenis Transaksi berkelanjutan yang dimulai sesudah Penawaran Umum yang telah memenuhi peraturan ini, dengan ketentuan bahwa syarat dan kondisi Transaksi tidak menambah kerugian Perusahaan;

3. Transaksi penjualan yang dilakukan oleh Perusahaan melalui lelang terbuka;4. Penggunaan setiap fasilitas yang diberikan oleh Perusahaan atau Perusahaan Terkendali

kepada komisaris, direktur, dan pemegang saham utama yang juga sebagai Karyawan yang langsung berhubungan dengan tanggung jawab mereka terhadap Perusahaan tersebut dan sesuai dengan kebijakan Perusahaan, serta telah disetujui Rapat Umum Pemegang Saham;

5. Transaksi antara Perusahaan baik dengan Karyawan, direksi atau komisaris Perusahaan tersebut maupun dengan Karyawan, direksi atau komisaris Perusahaan Terkendali, dan Transaksi antara Perusahaan Terkendali baik dengan Karyawan, direksi atau komisaris Perusahaan Terkendali tersebut maupun dengan Karyawan, direksi atau komisarisPerusahaan dengan persyaratan yang sama, sepanjang hal tersebut telah disetujui Rapat Umum Pemegang Saham. Dalam Transaksi tersebut termasuk pula manfaat yang diberikan oleh Perusahaan atau Perusahaan Terkendali kepada semua Karyawan, direksi atau komisaris dengan persyaratan yang sama, menurut kebijakan yang ditetapkan Perusahaan;

6. Imbalan, termasuk gaji, iuran dana pensiun, dan/atau manfaat khusus yang diberikan kepada komisaris, direktur dan pemegang saham utama yang juga sebagai Karyawan, jika jumlah secara keseluruhan dari imbalan tersebut diungkapkan dalam laporan keuangan berkala;

7. Transaksi yang dilakukan oleh Perusahaan dengan nilai transaksi tidak melebihi 0,5% (nol koma lima per seratus) dari modal disetor sepanjang 0,5% (nol koma lima per seratus) dari modal disetor tersebut tidak lebih dari Rp.5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah); dan/atau

8. Transaksi yang dilakukan oleh Perusahaan sebagai pelaksanaan peraturan perundang-undangan atau putusan pengadilan.

Ada kemungkinan suatu akuisisi, penyertaan dan divestasi merupakan juga transaksi

yang berbenturan kepentingan. Apabila terjadi transaksi akuisisi, penyertaan dan divestasi yang mengandung unsur benturan kepentingan dan tidak termasuk transaksi yang dikecualikan sebagaimana dijelaskan diatas, maka disamping harus memenuhi ketentuan-ketentuan tentang transaksi berbenturan kepentingan pada umumnya, pelaksanaan akusisi, penyertaan dan divestasi tersebut harus pula memenuhi syarat-syarat sebegai berikut 19:

18 Lihat KEP – 521 Poin 3 huruf c. 19 Munir Fuady, S.H., M.H., LLM., Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), Citra Aditya Bakti, Bandung

2003, hal. 194.

10

Page 11: Isi (Halaman Ok)

1. Pihak penilai independen.Harus menunjukkan pihak independen untuk melaksanakan penilaian serta memberikan pendapat tentang kewajaran dari transaksi akusisi, penyertaan atau divestasi.

2. Pengumuman tentang akan dilaksanakan rapat umum pemegang saham yang akan membahas akusisi, penyertaan atau divestasi yang berbenturan kepentingan harus juga mencakup informasi-informasi sebagai berikut :a. Adanya rencana perusahaan untuk melakukan akuisisi, penyertaan dan divestasi;b. Adanya data perusahaan yang akan diakuisisi, yang menerima penyertaan atau

divestasi yang antara lain mencakup :- Bidang usaha; dan- Ikhtisar data keuangan penting.

c. Adanya kejelasan tentang tempat dan alamat yang dapat dihubungi oleh para pemegang saham jika mereka ingin memperoleh informasi mengenai perusahaan yang akan diakuisisi, yang menerima penyertaan dan divestasi.

3. Laporan keuangan perusahaan target.Terdapat laporan keuangan perusahaan yang diakuisisi, menerima pernyataan atau divestasi yang telah diaudit untuk dua tahun terkahir. Jika lamanya pendirian perusahaan yang diakuisisi, menerima penyertaan atau divestasi masih kurang dari dua tahun, maka laporan keuangan tersebut dapat disesuaikan dengan waktu berdirinya. Dalam hal saat keputusan akusisi, menerima penyertaan atau divestasi yang ditentukan dapam rapat umum pemegang saham perusahaan sudah lebih dari 180 hari sejak tanggal laporan keuangan terakhir, maka laporan keuangan interim dari perusahaan yang diakuisisi, menerima penyertaan atau divestasi harus diaudit.

4. Pengungkapan informasi material.Transaksi akusisi, penyertaan atau divestasi haruslah disetujui oleh rapat umum pemegang saham. Pada saat rapat umum pemegang saham tersebut, oleh komisaris dan direktur perusahaan terbuka haruslah dibuat pernyataan bahwa informasi material telah diungkapkan dan informasi tersebut tidak menyesatkan. Pernyataan dari komisaris dab direksi tersebut harus disampaikan kepada BAPEPAM paling lambat pada hari kerja kedua setelah keputusan diambil.

Sebagaimana telah disebutkan diatas, transaksi yang mengandung benturan kepentingan wajib terlebih dahulu disetujui oleh para pemegang saham independen atau wakil mereka yang diberi kewenangan untuk itu dalam Rapat Umum Pemegang Saham. KEP – 521 mengatur mengenai rapat umum pemegang saham ini. Dalam Lampiran KEP – 521 Poin 3 disebutkan pengumuman mengenai rapat umum pemegang saham untuk menyetujui suatu transaksi yang mempunyai benturan kepentingan harus meliputi informasi antara sebagai berikut :

1. Uraian mengenai transaksi sekurang-kurangnya :a. Objek transaksi yang bersangkutan;b. Nilai transaksi yang bersangkutan;c. Nama pihak-pihak yang mengadakan transaksi dan hubungan mereka dengan

perusahaan yang bersangkutan.

11

Page 12: Isi (Halaman Ok)

d. Sifat dari benturan kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan dalam transaksi tersebut.

2. Ringkasan laporan penilai, paling kurang meliputi informasi :a. Identitas pihak;b. Objek penilaian;c. Tujuan penilaian;d. Asumsi;e. Pendekatan dan prosedure penilaian;f. Kesimpulan nilai.

3. Tanggal, waktu dan tempat diselenggarakannya rapat umum pemegang saham;4. Keterangan tentang rapat umum pemegang saham selanjutnya yang direncanakan akan

diselenggarakan jika korum kehadiran pemegang saham independen yang disyaratkan tidak diperoleh dalam rapat pertama, pernyataan tentang persyaratan pemberian suara dalam rencana transaksi tersebut dan pemberian suara setuju yang disyaratkan dalam setiap rapat sesuai dengan peraturan ini;

5. Penjelasan pertimbangan dan alasan dilakukannya transaksi tersebut, dibandingkan dengan apabila dilakukan transaksi lain yang sejenis yang tidak mengandung benturan kepentingan;

6. Rencana perusahaan, data perusahaan dan informasi lain yang dipersyaratkan sebagaimana diatur dalam huruf (h) dan huruf (i) Poin 3 Lampiran KEP – 521 ;

7. Pernyataan dewan komisaris dan direksi yang menyatakan bahwa semua informasi material telah diungkapkan dan informasi tersebut tidak menyesatkan;

8. Ringkasan laporan tenaga ahli atau konsultan independen jika dianggap perlu oleh BAPEPAM dan LK.

Munir fuady menjelaskan bahwa rapat umum pemegang saham untuk menyetujui transaksi berbenturan kepentingan agak berbeda dengan rapat umum pemegang saham untuk kegiatan lain pada umumnya. Yang harus menyetujui dilaksanakannya transaksi yang berbenturan kepentingan dalam rapat umum pemegang saham adalah pemegang saham independen, jika transaksi yang berbenturan kepentingan yang wajib disetujui oleh rapat umum pemegang saham ternyata tidak mendapatkan persetujuan dari mayoritas pemegang saham independen maka rencana transaksi tersebut tidak dapat diajukan kembali dlam jangka waktu 12 bulan sejak tanggal keputusan penolakan. Inilah yang menjadi ciri khasnya jika dibandingkan dengan rapat-rapat umum pemegang saham untuk kepentingan-kepentingan lainnya20.

Terkait dengan sanksi yang diberikan apabila parsyaratan persetujuan dalam transaksi berbenturan kepentingan tidak dipenuhi, maka BAPEPAM dan LK berwenang mengenakan sanksi terhadap setiap pelanggaran yang dilakukan, termasuk kepada pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran tersebut.

Merujuk pada Undang-Undang Pasar Modal, setiap pelanggaran yang dilakukan terkait dengan persetujuan atas transaksi berbenturan kepentingan tidak dikenakan sanksi pidana, sepanjang tidak memenuhi pasal-pasal pidana sebagaimana disebutkan dalam Undang-Undang Pasar Modal, maka sanksi yang dapat diberikan BAPEMAN dan LK adalah sanksi administratif dan/atau denda21.

20 Munir Fuady, S.H., M.H., LLM., Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), Citra Aditya Bakti, Bandung 2003, hal. 196.

21 Lihat Lampiran KEP – 521 Poin 4.

12

Page 13: Isi (Halaman Ok)

STUDI KASUS

Mengenai Transaksi Yang Mengandung Benturan Kepentingan mendapat pengaturan secara eksplisit dalam Pasal 82 ayat (2) Undang-undang Pasar Modal. Pengaturan sebagaimana dimaksud merupakan salah satu manivestasi dari pelaksanaan prinsip GCG khusunya pemberian perlindungan hukum bagi pemegang saham minoritas. Berkaitan dengan hal tersebut fungsi pengawasan terhadap bidang pasar modal oleh BAPEPAM juga diharapkan mampu turut mewujudkan pemegang saham independen/minoritas.

Beberapa contoh kasus di bidang pasar modal yang ditengarai sebagai transaksi yang mengandung benturan kepentingan yaitu :

A. PT. MATAHARI DEPARTMENT STORE, Tbk (MDS) :

Berawal dari transaksi penjualan 90,7 % saham Matahari Department Store (MDS) kepada Meadow Asia Company Limited (MAC) oleh PT Matahari Putra Prima Tbk (MPP). Dalam kasus tersebut pihak MPP telah menandatangai perjanjian penjualan saham sebagaimana dimaksud pada akhir bulan Februari 2010 dengan nilai transaksi sebesar Rp 7,16 triliun.

Transaksi yang mengandung benturan kepentingan (conflict of interest) mendapatkan pengaturan secara ekspliit dalam hukum pasar modal Indonesia. Transaksi benturan kepentingan diatur dalam Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal (Undang-Undangpm).[8] Pasal 82 ayat (2) Undang-Undang Pasar Modal menentukan bahwa Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) dapat mewajibkan emiten atau persahaan publik untuk memperoleh mayoritas pemegang saham independent apabila emiten atau perusahaan publik melakukan transaksi dimana kepentingan ekonomis emiten atau perusahaan publik tersebut berbenturan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris atau pemegang saham utama emiten atau pemegang saham dimaksud. Berkaitan dengan penjualan saham MDS oleh MPP kepada MAC, pada hari Jumat tanggal 9 April 2010 pihak menejemen MPP telah mendapat persetujuan dari RUPS sehingga secara yuridis MAC sebagai perusahaan joint venture anatara CVC dengan MPP telah berdiri sekaligus berkedudukan sebagai pemgeng saham pengendali dari MDS.

Kembali pada bahasan mengenai transaksi yang mengandung benturan kepentingan, transaksi ini diatur secara lebih tegas dalam Peraturan Bapepam No.IX.E.1 sebagaimana telah diperbarui dengan Keputusan Ketua Bapepam LK No: Kep-412/BL/2009. Berdasakan Pasal 1 huruf e peraturan tersebut, benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentngan ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi anggota direksi, anggota dewan komisaris atau pemegang saham utama yang dapat merugikan perusahaan dimaksud.

Apabila fakta yang terdapat dalam transaksi penjualan saham Matahari Departement Store (MDS) dihubungkan dengan pengertian benturan kepentingan sebagaimana tecantum dalam kedua peraturan tersebut maka terdapat beberapa hal yang dapat ditengarai sebagai indikasi terjadinya transaks benturan kepentingan pada penjualan saham MDS. Ada pun beberapa hal yang dimaksud adalah sebagai berikut:

13

Page 14: Isi (Halaman Ok)

1. Transaksi penjualan saham Matahari Departement Store (MDS) diawali dengan langkah PT Matahari Putra Prima tbk dan CVC, sebuah perusahaan pengelolan dana internasional yang berasal dari Luxemburg untuk membentuk sebuah perusahaan patunga (joint venture) bernama Meadow Asia Company (MAC). Dalam perjanjian joint venture tersebut disepakati bahwa CVC akan menguasai 80% saham MDS sementara MPP akan menguasai 20% saham. Lalu keduanya menandatangani perjanjian pada blan Februari 2010. Secara lebih rinci dalam perjanjian itu disebutkan bahwa MAC akan membeli 90,7 % saham MDS yang merupakan milik MPP. Transaksi ini menjadi semakin rumit karena terdapat pinjaman dari MPP kepada CVC sebesar Rp 2,25 triliun yang nantinya kan digunakan oleh MAC untuk membeli saham MDS.[10] Berdasarkan fakta ini dapat diketahui bahwa MPP selaku pemegang saham pengendali atas MDS memiliki kepentingan tersendiri yaitu menjadi salah satu pemegang saham dari MAC yang notabene adalah perusahaan hasil joint venture antara MPP dengan CVC Capital. Indikasi terjadinya benturan kepentingan dalam transaksi ini semakin terlihat ketika pihak MPP justru mencarikan dana pinjaman bagi MAC dalam rangka pembelian MDS.

2. Pihak menejemen MPP memberikan penjelasan kepada publik mengenai rencana alokasi dana hasil penjualan MDS. Berdasarkan penjelasa tersebut, dana hasil penjualan akan digunakan sebagai pembayaran utang sebesar Rp 3,4 triliun sementara sisanya dialokasikan untuk pembagian deviden dan pengembangan bisnis hypermart. Dalam hal ini, MPP selaku pemegang saham pengendali MDS jelas memiliki kepentingan sendiri dalam rangka melunasi utang obligasinya yang telah jatu tempo. Selain itu dalam transaksi ini MPP dapat dikatakan sebagai pihak yang paling mendapat keuntungan sementara bagi pemegang saham indepen/minoritas transaksi ini memang memberikan keuntungan berupa peningkatan deviden namun perlu dicermati secara lebih mendalam bahwa peningkatan jumlah deviden hanya merupakankeuntungan yang bersifat jangka pendek sementara penjualan MDS oleh MPP berpotensi besar menurunkan kinerja MPP dalam jangka penjang yang pada akhirnya dapat merugikan perusahaan. Anggapan ini semakin diperkuat dengan fakta bahwa MDs merupakan bidang usaha terbesar yang memberikan pemasukan sekitar 40 % bagi kas MPP. Berdasarkan pada beberapa fakta sebagaimana tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa penjualan mayoritas saham MDS oleh MPP terindikasi sebagai transaksi yang mengandung benturan. Benturan kepentingan yang dimaksud dalam hal ini adalah benturan kepentingan antara PT Matahari Putra Prima (MPP) selaku pemegang saham pengendali atas MDS dengan para pemegang saham minoritas. Dalam kaitannya dengan hal ini pemegang saham independen adalah pemgeng saham publik atau pemegang saham minoritas yang harus mendapatkan perlindungan hukum.

Lebih lanjut, mengenai modus transaksi yang mengandung benturan kepentingan diatur dalam Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1. Menurut peraturan ini transaksi yang mengandung benturan kepentingan adalah transaksi perusahaan public atau emiten berupa:1. Penggabungan saham, pembelian saham, peleburan usaha atau pembentukan usaha

patungan2. Perolehan kontrak penting3. Pembelian atau kerugian penjualan aktiva yang material4. Pengajuan tawaran untuk pembelian efek perusahaan lain5. Memberi pinjaman  kepada perusahaan lain dimana direktur, komisaris. Atau

pemegang saham pengendali merupakan pemegang saham, direktur atau komisaris

14

Page 15: Isi (Halaman Ok)

6. Memperoleh pinjaman dari perusahaan lain dimana pemegang saham utama, direktur, komisaris menjadi pemegang saham, direktur, atau komisaris

7. Melepaskan aktiva perusahaan public kepada perusahaan lain dimana pemegang saham utama, direktur, komisaris menjadi pemegang saham, direktur atau komisaris

8. Mengalihkan aktiva kepada pihaklain yangmana turut berperan dalam transaksi tersebut pemegang saham utama, komisaris atau direksi dari perusahaan public atau emiten

9. Memakai jasa perusahaan dimana pemegang pemegang saham utama, direksi, komisaris dari perusahaan public menjadi pemeang saham, direktur atau komisaris.

10. Membeli saham perseroan lain dimana pemegang saham pemegang saham utama, komisaris atau direksi menjadi pemegang saham atau anggota direksi atau komisaris

11. Melakukan penyertaan pada perusahaan lain. Perusahaan melakukan penyertaan kepada perusahaan lain yangmana pemegang saham utama, direksi atau komisaris menjadi pemgang saham, direksi atau komisaris pada perusahaa yang menerima penyertaan

12. Menggunakan fasilitas pada peruahaan pubilk oleh perusahaan lain baik  afiliasi atau bukan. Perusahaan publik memberikan jasa penggunaan fasilitas kepada perusahaan lain yang mana pemegang saham utama, direksi atau komisaris menjadipemgang saham, direksi atau komisaris pada perusahaan yang menggunakan fasilitas tersebut.

13. Perusahaan menggunakan fasilitas perusahaan lain. Perusahaan publik menggunakan fasilitas perusahaan lain yang mana pemegang saham utama, komisaris atau direksi perusahaan publik merupakan pemegang saham, direksi atau komisaris dari pemberi fasilitas.

14. Dan transaksi lain yang terindikasi adanya benturan kepentingan.

Berdasarkan pada modus atau kriteria suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan sebagaimana tersebut di atas, maka transaksi enjualan 90,7% saham Matahari Departement Store oleh Matahari Putra Prima kepada CVC Capital melalui Meadow Asia Company (MAC) dapat dikatakan sebaai transaksi yang mengandung benturan kepentingan karena alasan-alasan sebagai berikut:

1. Transaksi penjualan saham Matahari Department Store sebelumnya diawali dengan transaksi pembentukan usaha patungan (joint venture). Transaksi penjualan saham Matahri Department Store didahului dengan langkah PT Matahari Putra Prima Tbk yang mengadakan perjanjian dengan CVC Capital untuk membentuk sebuah perusahaan patungan dengan nama Meadow Asia Company Limited. Dalam perjanjian tersebut disepakati bahwa CVC akan menguasai 80 % saham sementara MPP akan memiliki 20 % saham. Dalam perjanjian ini disebutkan juga bahwa Meadow akan membeli 90,7% saham PT Matahari Department Store yang merupakan milik PT Matahari Putra Prima.Transaksi ini menjadi semakin rumit karena terdapat pinjaman dari MPP kepada MAC sebesar Rp 3,25 triliun untuk membeli MDS. Dengan demikian, jelaslah bahwa transaksi penjualan saham Matahari Department Store memenuhi kriteria sebagai transaksi yang mengandung benturan kepentingan yaitu pembentukan usaha patungan dalam pendirian MAC yang nantinya MPP sebagai pemegang saham pengendali atas MDS akan turut serta berkedudukan sebagai pemegang 20% saham pada MAC. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Bapepam LK No.IX.E.1

15

Page 16: Isi (Halaman Ok)

2. Nilai penjualan saham MDS mencapai Rp 7,16 triliun namun justru dana pembelian sejumlah tersebut tidak sepenuhnya berasal dari CVC melainkan justru ada yang berasal dari MPP sendiri. Sebesar Rp 3,25 triliun mendapat pinjaman dari Bank Cimb Niaga dan Standard Chartered Bank melalui MPP sebagai peminjam. Peminjaman itu dilakukan dengan menjaminkan 98% saham yang nantinya baru akan dimiliki oleh MAC. Bentuk transaksi ini dalam istilah pasar modal dikenal sebagai transaksi laveraged buyout, yaitu melakukan akuisisi dengan cara meminjam uang dari bank.[15] Berdasarkan fakta tersebut maka transaksi penjualan saham MDS memenuhi kriteria sebagai transaksi yang mengandung benturan kepentingan. Dikatakan sebagai transaksi yang mengandung benturan kepentingan karena pihak Matahari Putra Prima meminjamkan kembalai dana yang diperolehnya dari kredit Bank Cimb Niaga dan Standard Chartered kepada MAC untuk membeli MDS dimana MPP sendiri nantinya akan berkedudukan sebagai salah satu pemegang saham (sebesar 20%) dari keseluruhan saham MAC.  Terlepas dari peminjaman dana yang dilakukan oleh MPP, besar kemungkinan masih terdapat fakta lain dibalik transaksi rumit ini belum diketahui oleh publik yang menurut pendapat pribadi penulis fakta sebagaimana dimaksud terindikasi kuat menunjukkan adanya suatu benturan kepentingan.

3. PT Matahari Putra Prima Tbk (MPP) melakukan pelepasan aktiva sebesar 90,7% saham kepada PT Meadow Asia Company (MAC) dimana MPP nantinya merupakan pemegang 20% saham MAC. Fakta ketiga ini juga memenuhi kualivikasi sebagai suatu transaksi yang mengandung benturan kepentingan sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Bapepam LK No.IX.E.1 ayat 2 huruf g dan h.

B. PT. SIWANI TRIMITRA, Tbk

Beberapa transaksi yang mengandung benturan kepentingan terutama adanya kepentingan Direksi, Komisaris atau Pemegang Saham Utama, seperti pada kasus PT. Siwani Trimitra Tbk.

PT. Siwani Trimitra, PT. Siwani Makmur dan PT.Cibercity merupakan tiga perusahaan yang saling terafiliasi. Ketiga perusahaan dimiliki oleh L&M Investment Group Singapura, dengan masing - masing kepemilikan 75 persen di Siwani Trimitra, sekitar 19 persen di Siwani Makmur, dan 39 persen di Cibercity. Selain itu, ketiga perusahaan tersebut dipimpin Edward S. Soeryadjaja, anak William Soeryadjaja, pendiri PT. Astra International Tbk. Analis perusahaan sekuritas lokal mengatakan otoritas pasar modal harus memeriksa transaksi penjualan obligasi yang dapat dipertukarkan (exchangeable bond) oleh Siwani Trimitra kepada Siwani Makmur dengan opsi kepada Siwani Makmur untuk menjual kembali atau konversi utang menjadi saham atas PT. Pandanwangi Sekartaji yang dimiliki Siwani Trimitra. Kendati opini hukum (Legal Opinion) yang dilakukan pihak independen menyebutkan tidak ada benturan kepentingan, namun dalam prakteknya diduga mengandung benturan kepentingan. Dalam laporan keuangan Siwani Makmur 2000, nilai obligasi yang dibeli Siwani Makmur itu hanya US$ 350.000. Namun pada awal 2001 nilai obligasi tersebut bertambah menjadi US$ 650.000. Indikasi benturan kepentingan makin kuat bila melihat adanya uang muka dari Siwani Makmur kepada PT. Cybercity yang jumlahnya cukup material, mencapai 22 persen dari aset Siwani Makmur

16

Page 17: Isi (Halaman Ok)

C. PT. MEDCO ENERGI INTERNASIONAL, Tbk ( “PT. MEI”) :

Pada pokoknya kasus ini terkait dengan adanya persoalan hutang-piutang antara PT. MEI dengan pihak afiliasinya yaitu PT. Medco Duta (DUTA), PT. Medco Intidinamika (INTI) dan PT. Medco Central Asia (MCA).

Dalam laporan keuangan PT. MEI pertanggal 31 Desember 1999, BAPEPAM menemukan adanya transaksi benturan kepentingan PT. MEI tekait dengan adanya laporan keuangan yang menerangkan PT. MEI memiliki transaksi pemberian pinjaman dengan DUTA, INTI dan MCA yang ketiganya merupakan afiliasi dari PT. MEI sebesar Rp. 728.027.891.000,-.

Piutang kepada DUTA dan INTI berasal dari intercompany account transaction sementara piutang kepada MCA berasal dari setoran jaminan yang kemudian direfleksikan menjadi piutang.

Berdasarkan penulusuran yang dilakukan BAPEPAM, transaksi-transaksi tersebut ternyata dilakukan tanpa ada persetujuan dari pemegang saham independen yang mana hal tersebut bertentangan dengan KEP – 521 Pasal 3 poin (b) yang menyebutkan :

“Transaksi yang mengandung Benturan Kepentingan wajib terlebih dahulu disetujui oleh para Pemegang Saham Independen atau wakil mereka yang diberi wewenang untuk itu dalam rapat Umum Pemegang Saham sebagaimana diatur dalam peraturan ini. Persetujuan tersebut harus ditegaskan dalam bentuk akta notariil”.

Bahwa akibat dari peristiwa tersebut PT. MEI kemudian dikenakan sanksi administratif sebesar Rp. 500.000.000,- yang harus disetor ke kas negara, selain itu managemen (Direksi dan Komisaris) PT. MEI diwajibkan juga untuk membayar sejumlah Rp. 250.000.000,-.

Selain dikenakan denda administratif, PT. MEI diwajibkan juga untuk melakukan RUPS dengan salah satu agendanya adalah pemberitahuan kepada pemegang saham independen mengenai telah terjadinya transaksi pemberian pinjaman kepada pihak yang memiliki hubungan istimewa (afiliasi).

17

Page 18: Isi (Halaman Ok)

KESIMPULAN

1. Bahwa mengenai transaksi yang mengandung benturan kepentingan diatur dalam Undang-Undang Pasar Modal dan Keputusan No. KEP-521/BL/2008 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu.

2. Bahwa yang dimaksud dengan benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis Perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris, pemegang saham utama Perusahaan dalam suatu Transaksi yang dapat merugikan Perusahaan karena adanya penetapan harga yang tidak wajar.

3. Dalam kasus Matahari Departement Store, PT. Matahari Putra Prima Tbk (MPP) melakukan pelepasan aktiva sebesar 90,7% saham kepada PT Meadow Asia Company (MAC) dimana MPP nantinya merupakan pemegang 20% saham MAC. Sehingga fakta tersebut masuk dalam kualifikasi transaksi yang mengandung benturan kepentingan sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Bapepam LK.

4. Dalam kasus MEDCO Energi Internasional Tbk ( “PT. MEI”) pemberian pinjaman kepada perusahaan afiliasinya tanpa persetujuan pemegang saham independen adalah merupakan transaksi yang mengandung benturan kepentingan sehingga melanggar Pasal 3 huruf (b) Peraturan No. IX.E.I yang merupakan lampiran dari Keputusan No. KEP-521/BL/2008 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu khususnya.

5. Dalam Kasus PT. SIWANI TRIMITRA, benturan kepentingan terjadi karena pemegang saham utama merupakan afiliasi dari ketiga perusahaan yang melakukan transaksi jual beli obligasi sehingga masuk kualifikasi transaksi yang mengandung benturan kepentingan sebagaimana ditentukan dalam Peraturan Bapepam LK.

18

Page 19: Isi (Halaman Ok)

DAFTAR PUSTAKA

A. Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia, Undang-undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal

________________, Undang-undang Republik Indonesia No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

________________, Undang-undang Republik Indonesia, No. 21 tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan

________________, Keputusan Ketua Bapepam No. KEP-521/BL/2008 tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu.

________________, Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan Badan Usaha Milik Negara Nomor Kep-23/M-PM.PBUMN/2000 tentang pengembangan praktek Good Corporate Govermance dalam perusahaan perseroan (Persero).

B. Buku-Buku

A. Djalil, Sofyan, “Good Corporate Governance”, Jakarta, 2000.

Chatamarrasjid. Ais, Menyingkap Tabir Perseroan (Piercing The Corporate Veil) Kapita Selekta Hukum Perusahaan, cet 1, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2000.

Fuady, Munir, Pasar Modal Modern (Tinjauan Hukum), Citra Aditya Bakti, Bandung 2003.

Harnowo, Tri, “Conflict of Interest dalam Praktek Perusahaan dan Profesional ,” PPH Newsletter Kajian Hukum Ekonomi dan Bisnis No. 49 (Juni 2002).

Lawrence S. Clark and Peter D. Kinder, Law and Regulation Environment, 3rd edition, McGraw-Hill Inc., New York, USA, 1991.

M. Balfas, Hamud, Hukum Pasar Modal, Tatanusa, Jakarta, 2012.

M. Irsan Nasarudin, S.H., Indra Surya, S.H., LL.M., Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, Edisi Pertama, Kencana, Jakarta, Februari 2004

Syahputra, Imam, Pengantar Hukum Pasar Modal, Harvarindo, 2012.

C. Referensi Lainnya

Wilamarta, Misahardi, “Hak Pemegang Saham Minoritas Dalam Rangka Good Corporate Governance,” (Disertasi Doktor Universitas Indonesia).

19