27
Bab I PENDAHULUAN I. a. Latar Belakang Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4 - 4 cm, yaitu pada akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami migrasi ke bawah yang akhimya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, ia berbentuk sebagai duktus tiroglosus, yang berawal dari foramen sekum di basis lidah. Pada umumnya duktus ini akan menghilang pada usia dewasa, tetapi pada beberapa keadaan masih menetap. 1 Gambar 1. Kelenjar tiroid 1

Isi, Daftar Pustaka id

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Isi, Daftar Pustaka id

Bab I

PENDAHULUAN

I. a. Latar Belakang

Kelenjar tiroid mulai terbentuk pada janin berukuran 3,4 - 4 cm, yaitu pada

akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tiroid berasal dari lekukan faring antara

branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum, yang

kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami migrasi ke bawah yang

akhimya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, ia berbentuk sebagai duktus

tiroglosus, yang berawal dari foramen sekum di basis lidah. Pada umumnya duktus ini

akan menghilang pada usia dewasa, tetapi pada beberapa keadaan masih menetap.1

Gambar 1. Kelenjar tiroid

Dikutip dari: http://bigworld027.wordpress.com/2009/02/15/kelenjar-tiroid-dan-hubungannya-

dengan-yodium/

Kelenjar tiroid membuat, disamping hormon tiroid, juga tirokalsitonin, suatu

produk sel parafolikular. Hormon ini merupakan suatu polipeptida yang secara aktif

menurunkan kadar kalsium plasma dengan pengaruh langsung pada tulang, mencegah

resorpsi tulang. Hiperkalsemia merupakan rangsangan untuk mensekresi hormon

tersebut dan hipokalsemia menghambat sekresinya. Oleh karena itu, tampaknya

sekresi dikendalikan oleh mekanisme umpan balik negatif yang bekerja melalui kadar

1

Page 2: Isi, Daftar Pustaka id

kalsium plasma seperti kontrol sekresi hormon paratiroid, tetapi dalam arah yang

sebaliknya. Kelenjar tiroid mempunyai hubungan timbal balik tertentu dengan

hipofisis anterior. Hormon tirotropik (TSH) merangsang lepasnya tiroksin. Pengaruh

sekresi tiroid yag paling mencolok adalah pengaturan derajat metabolismenya.

Tiroksin meningkatka metabolisme sel dan karenanya mempengaruhi perkembangan,

diferensiasi dan pertumbuhan. Hipotiroidisme pada bayi mengakibatkan kretinisme;

hipofungsi pada orang dewasa menyebabkan miksedema. Gejala pada kedua keadaan

disebabkan suatu pengurangan dalam kecepatan metabolisme. Hipertiroidisme

menimbulkan aktivitas yang berlebih dan kadang-kadang dirumitkan dengan

terjadinya goiter eksoftalmik.2

I.b. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk menguraikan masalah Hipertiroid

ditinjau dari definisi, etiologi, epidemiologi, patogenesis; patofisiologi, gejala klinis,

diagnosis, diagnosis banding, komplikasi, penatalaksanaan dan prognosisnya.

2

Page 3: Isi, Daftar Pustaka id

Bab II

Tinjauan Pustaka

II. a. Definisi

Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid

yang hiperaktif. Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang

beredar dalam sirkulasi. Tlrotokslkosls dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu : a.

kelainan yang berhubungan dengan hipertiroidisme. b . kelainan yang tidak

berhubungan dengan hipertiroidisme. Dari kasus-kasus hipertiroidisme yang paling

banyak dan paling penting adalah penyakit Graves. Penyakit ini dapat ditemukan pada

semua golongan umur namun paling banyak pada dekade 3-5.3

II. b. Etiologi

lebih dari 90% hipertiroidisme adalah akibat penyakit Graves dan nodul tiroid

toksik.3

Tabel 1. Penyebab hipertiroidisme

Dikutip dari: Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, FKUI hal: 766

Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit otoimun, dimana

penyebabnya sampai sekarang belum diketahui dengan pasti. Penyakit ini mempunyai

3

Page 4: Isi, Daftar Pustaka id

predisposisi genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai hubungan keluarga

yang erat dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50% dari keluarga penderita

penyakit Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya. Penyakit ini

ditemukan 5 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi pada

semua umur. Angka kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40

tahun.4,5

II. c. Epidemiologi

Di Inggris prevalensi hipertiroidisme pada praktek umum adalah 25-30 kasus

dalam 10.000 wanita, sedang di rumah sakit di dapatkan 3 kasus dalam 10.000 pasien.

Di Amerika Serikat 3 kasus dalam 10.000 wanita. PrevalensI hipertiroidisme 10 Kali

lebih sering pada wanita dibanding pada pria. Pada wanita ditemukan 20-27 kasus

dalam l.000 wanita sedang pria 1- 5 per 1.000 pria. Data dari Whickham Survey pada

pemeriksaan penyaring kesehatan dengan m enggunakan F ree Thyroxine lndex (frat)

menunjukkan prevalensi hipertiroidisme pada masyarakat sebanyak 2 %.6

Sekitar 5 % dari semua penderita dengan hoprtiroid berumur dibaah 15 tahun.

Insiden puncak terjadi selama remaja. Untuk penyakit Graves telah mulai antara usia

6 minggu sampai usia 2 tahun pada anak yang lahir dari ibu tanpa riwayat

hipertiroidisme. Insiden sekitar 5 kali lebih tinggi pada anak perempuan dari pada

anak laki-laki. Sedangkan pada Hipertiroidisme neonatus terjadi pada hanya sekitar

2% dari bayi yang lahir dari ibu dengan riwayat penyakit Graves.7

Pada neonatus, hipertiroidisme merupakan kelainan klinik yang relatif jarang

ditemukan, diperkirakan angka kejadian hanya 1 dari 25.000 kehamilan. Kebanyakan

pasien dilahirkan dari ibu yang menderita penyakit graves aktif tetapi dapat juga

terjadi pada ibu dengan keadaan hipotiroid atau eutiroid karena tiroiditis autoimun,

pengobatan ablasi iodine radioaktif atau karena pembedahan.8

II.d. Patogenesis dan Patofisiologi

Penyebab hipertiroidisme sebagian besar adalah penyakit Graves, goiter

multinodular toksik dan mononodular toksik, Hipertiroidisme pada penyakit Graves

adalah akibat antibodi reseptor TSH yang merangsang aktivitas tiroid, sedang pada

goiter multinodular toksik ada hubungannya dengan autonomi tiroid itu sendiri 3

4

Page 5: Isi, Daftar Pustaka id

Pembesaran thimus, splenomegali, limfadenopati, infiltrasi kelenjar tiroid dan

jaringan retro orbita dengan limfosit dan sel plasma, dan limfositosis perifer

merupakan temuan-temuan yang penting pada penyakit Graves. Pada kelenjar tiroid,

sel T penolong ( helper) (CD4+) cenderung dominan pada aggregasi limfoid yang

padat; pada daerah densitas sel yang lebih rendah, sel T sitotoksik (CD8+) dominan.

Persentase limfosit B yang teraktifkan yang menginfiltrasi tiroid lebih tinggi daripada

dalam darah perifer. Kegagalan postulat sel T supresor memungkinkan ekspresi sel T

helper, yang disensitisasi terhadap antigen TSH, yang berinteraksi dengan sel Beta.

Sel-sel ini berdiferensiasi menjadi sel-sel plasma yang menghasilkan antibodi

perangsang reseptor-tirotropin (thyrotropin receptor-stimulnting antibody [TRSAb] ).

TRSAb melekat pada reseptor untuk TSH dan menstimulasi cAMP, analog dengan

TSH sendiri. Disampin TRSAb, antibodi penyekat reseptor tirotropin (tlryrotropin

receptor-blocking antibody [TRBAb]) dapatjuga diproduksi, dan perjalanan klinis

penyakit ini biasanya berkorelasi dengan rasio antara dua antibodi. Oftalmopati yang

terjadi pada penyakit Graves disebabkan oleh antibodi terhadap antigen yang dimiliki

bersama oleh otot mata dan tiroid. Antibodi yang melekat pada otot ekstraokuler dan

fibroblas orbita merangsang sintesis glikosaminoglikans oleh fibroblas orbita dan

menghasilkan pengaruh sitotoksik pada sel otot. Pada orang kulit putih, penyakit

Graves terkait dengan HLA-B8 dan HLA-DR3; yang kedua ini memiliki risiko relatif

7 kali terhadap penyakit Graves. Karenanya, adalah tidak mengherankan bahwa

penyakit Graves juga terkait dengan gangguan yang terkait dengan HLA-D3 lain

seperti penyakit Addison, diabetes mellitus tergantung-insulin miasterniagravis, dan

penyakit seliak. Lupus eritematosus sistemik, artritis reumatoid, vitilago, purpura

tombositopeni idiopatik, dan anemia pernisiosa telah diuraikan pada anak dengan

penyakit Graves. Pada kelompok keluarga, kaitan yang paling sering dengan penyakit

Graves adalah tiroiditis limfositik, hipotiroidisme autoimun, dan hipertiroidisme

neonatus. 2,3

Hipertiroidisme akibat dari sekresi berlebihan hormon tiroid dan, dengan

beberapa pengecualian adalah disebabkan oleh gondok toksik difus (penyaki Graves)

selama masa anak, Dua silsilah (Pedigree) besar hipertiroidisme nonautoimun

autosom dominan telah dilaporkan. Penderita ini menderita hiperplasia tiroid dengan

gondok dan penurunan kadar hormon perangsang tiroid (thyroid-stimulating hormone

(TSH)). Kedua keluarga mengalami mutasi garis benih reseptor TSH yang

5

Page 6: Isi, Daftar Pustaka id

menyebabkan pengaktifan (yaitu, pembesaran fungsi) mutasi utama. Berbagai

pengaktifan mutasi telah diidentifikasi pada beberapa kasus adenoma tiroid. Penyebab

hipertiroidisme jarang lain yang telah diamati pada anak meliputi gondok toksik

uninodular (penyakit Plummer), karsinoma tiroid yang hiperfungsi, tirotoksikosis

tidak wajar, tiroiditis subakut dan tiroiditis supuratif akut. Hipertiroidisme terjadi pada

beberapa penderita dengan sindrom McCune-Albright, yang terkait dengan adenoma

tiroid autonom. Penurunan TSH plasma menunjukkan bahwa hipertiroidisme bukan

berasal dari kelenjar pituitaria. Hipertiroidisme karena kelebihan sekresi thirotropin

adalah jarang dan, pada kebanyakan kasus isebabkan oleh ketidak tanggapan kelenjar

putuitari pesekekresi-TSH dilaporkan terjadi pada hanya orang dewasa. Pada bayi

yang lahir dari ibu dengan penyakit Graves, hipertiroidisme dapat terjadi sebagai

fenomen sementara atau sebagai penyakit Graves klasik selama periode neonatus.

Koriokarsinoma, mola hidatiformis pada orang dewasa tetapi belum dapat diketahui

sebagai penyebab pada anak 3,6

II.e. Gejala klinis

Perjalanan klinisnya pada anak adalah sangat bervariasi tetapi tidak seberat

(fulminan) seperti pada kebanyakan orang dewasa. Simtom berkembang secara

bertahap; interval yang biasa antara mulainya dan diagnosis adalah 6-12 bulan.

Tanda-tand yang paling awal pada anak dapat berupa gangguan emosional yang

disertai dengan hiperaktivitas motorik. Anak menjadi iritabel, mudah dirangsang, dan

mudah menangis karena kelabilan emosi. Tugas sekolahnya terganggu sebagai akibat

dari jangka perhatian yang singkat. Tremor jari-jari dapat diketahui jika lengannya

diekstensikan. Mungkin ada nafsu makan yang besar bersama dengan hilang atau

tidak adanya penambahan berat. Ukuran tiroid bervariasi. Ia mungkin hanya sedikit

membesar sehingga lepas dari deteksi pada mulanya, tetapi dengan pemeriksaan yang

teliti, gondok ditemukan pada hampir semua penderita. Eksoftalmos dapat diketahui.7

Pada kebanyakan penderita tetapi biasanya ringan. Melemahnya kelopak mata

atas sehingga mata tampak menurun, menggangguk onvergensi dan retraksi kelopak

mata atas serta mungkin akan jarang berkedip. Kulit halus dan memerah dengan

keringat berlebihan. Kelemahan otot adalah tidak lazim tetapi dapat cukup berat

sehingga mengakibatkan jatuh. Takikardia, palpitasi, dispnea, dan insufisiensi serta

pembesaran jantung menyebabkan ketidaknyamanan tatapi jarang membahayakan

6

Page 7: Isi, Daftar Pustaka id

kehidupan penderita. Fibrillasi atrium merupakan komplikasi yang jarang. Regurgitasi

mitral mungkin akibat dari disfungsi otot papillaris, merupakan penyebab bising

sistolik apeks yang ada pada beberapa penderita. Tekanan darah sistolik dan tekanan

nadi meningkat. Banyak temuan pada penyakit Graves akibat dari hiperaktivitas

sistem syaraf simpatis.3,7

Tabel 2. Gambaran Klinis Hipertiroidisme

Dikutip dari: Buku Ajar Ilmi Penyakit Dalam, FKUI hal: 768

7

Page 8: Isi, Daftar Pustaka id

II. f. Diagnosis

Gambar 2. Algoritma Diagnosis hipertiroidsme pasien Rawat Jalan

Dikutip Dari: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, FKUI hal: 769

Kadar laboraturium; Kadar tiroksin (T4), triideotironin (T3), T4 bebas dan

bebas serum meningkat .Pada berapa penderita, kadar T3 dapat lebih meningkat dari

pada T4.' KadarT SH yang diukur dengan pemeriksaan sensitif diitekan dibawah

kadar normal. Antibodi tiroid peroksidase yang didurigakan; Kebanyakan penderita

yang baru saja didiagnnsis peyaktt Graves-nya memiliki antibodi perangsang-reseptor

TSH yang dapat diukur, dan hilangnya meramalkan penyembuhan penyakit.6

Pemeriksaan antibodi reseptor-TSH jarang dibutuhkanu untuk diagnosis atau

manajemen penyakit Graves, Radioyodium adalah dengan cepat dan teratur secara

difus terkonsentrasi dalam tiroid, tetapi pemeriksaan ini jarang diperlukan.7

8

Page 9: Isi, Daftar Pustaka id

Pemeriksaan laboratorium Kelainan laboratorium pada keadaan

hipertiroidisme dapat dilihat pada skema dibawah ini :

Gambar 3. Skema Kalainan Labaoraturium pada Keadaan Hipertiroidisme

Dikutip dari : http://internisjournal.blogspot.com/2009/02/penyakit-graves.html

Autoantibodi tiroid , TgAb dan TPO Ab dapat dijumpai baik pada penyakit Graves

maupun tiroiditis Hashimoto , namun TSH-R Ab (stim) lebih spesifik pada penyakit

Graves. Pemeriksaan ini berguna pada pasien dalam keadaan apathetic hyperthyroid

atau pada eksoftamos unilateral tanpa tanda-tanda klinis dan laboratorium yang jelas.9

Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Graves dan

hipertiroidisme umumnya, perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada hubungan

(axis) antara kelenjar hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan normal, kadar

hormon tiroid perifer, seperti L-tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-3) berada dalam

keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormone (TSH). Artinya, bila T-3 dan

T-4 rendah, maka produksi TSH akan meningkat dan sebaliknya ketika kadar hormon

tiroid tinggi, maka produksi TSH akan menurun. Pada penyakit Graves, adanya

antibodi terhadap reseptor TSH di membran sel folikel tiroid, menyebabkan

perangsangan produksi hormon tiroid secara terus menerus, sehingga kadar hormon

9

Page 10: Isi, Daftar Pustaka id

tiroid menjadi tinggi. Kadar hormon tiroid yang tinggi ini menekan produksi TSH di

kelenjar hipofisis, sehingga kadar TSH menjadi rendah dan bahkan kadang-kadang

tidak terdeteksi. Pemeriksaan TSH generasi kedua merupakan pemeriksaan penyaring

paling sensitif terhadap hipertiroidisme, oleh karena itu disebut TSH sensitive (TSHs),

karena dapat mendeteksi kadar TSH sampai angka mendekati 0,05mIU/L. Untuk

konfirmasi diagnostik, dapat diperiksa kadar T-4 bebas (free T-4/FT-4).4,10,11

II. g. Diagnosis Banding

Peningkatan kadar T4 bebas dan T4 dalam kaitannya dengan kadar TSH yang

menurun biasanya dapat dijadikan diagnostik. Adanya TRSAb menegakan penyebab

adanya penyakit graves. Kebanyakan Hipertirosemia lain jarang ada tetapi dapat

menyebabkan kesalahan diagnosis. Penderita dengan peningkatan kadar globulin

pengikat tiroksin atau hipertirosinemia disalbuminemik familial memiliki kadar TSH

dan T4 bebas normal. Jika nodul tiroid dapat diraba, atau jika T3 sangat meningkat,

nodul tiroid fungsional perlu dipertimbangkan; pemeriksaan radionuklid dapat

dijadikan alat diagnosis. Jika pubertas prekoks, displasia fibrosa polikistik, atau ada

pigmentasi cafe-au-lait, mungkin gangguan tiroid autonom sindrom McCune-Albright

ada. Penderita dengan ketidak tanggapan hormon tiroid menyeluruh memiliki kadar

T4 bebas normal atau meningkat, tetapi kadar TSHnya meningkat atau normal, dan

mereka harus dibedakan dengan tumor pitiutari pensekresi-TSH yang memiliki kadar

TSH rantai alfa serumyang meningkat. Bila hipertireksemia disebabkan oleh hormon

tiroid eksogen, kadar T4 bebas dan TSH sama seperti kadar yang ditemukan pada

penyakit Graves, tetapi kadar tiroglobulin sangat rendah, meskipun pada penderita

penyakit Graves, kadarnya meningkat.7

II. h. Komplikasi

“Badai” atau “Krisis” tiroid merupakan bentuk hipertiroidisme yang

dimanifestasi oleh mulainya yang akut, hipertermi, dan takikardia berat serta

kegelisahan. Mungkin ada penjelekan cepat sampai menjadi delirium, koma, dan

kematian. Hipertirodisme “apatis” atau tersembunyi merupakan jenis hipertiroidisme

lain yang ditandai dengan kelesuhan, apatis, dan kombinasi kedua bentuk dapat juga

terjadi. Komplek gejala ini jarang pada anak.7

10

Page 11: Isi, Daftar Pustaka id

Krisis tiroid (Thyroid storm) Merupakan eksaserbasi akut dari semua gejala

tirotoksikosis yang berat sehingga dapat mengancam kehidupan penderita.

Faktor pencetus terjadinya krisis tiroid pada penderita tirotoksikosis antara lain :

- Tindakan operatif, baik tiroidektomi maupun operasi pada organ lain

- Terapi yodium radioaktif

- Persalinan pada penderita hamil dengan tirotoksikosis yang tidak diobati secara

adekuat.

- Stress yang berat akibat penyakit-penyakit seperti diabetes, trauma, infeksi akut,

alergi obat yang berat atau infark miokard. Manifestasi klinis dari krisis tiroid dapat

berupa tanda-tanda hipermetabolisme berat dan respons adrenergik yang hebat, yaitu

meliputi :

- Demam tinggi, dimana suhu meningkat dari 38°C sampai mencapai 41°C disertai

dengan flushing dan hiperhidrosis.

- Takhikardi hebat , atrial fibrilasi sampai payah jantung.

- Gejala-gejala neurologik seperti agitasi, gelisah, delirium sampai koma.

- Gejala-gejala saluran cerna berupa mual, muntah,diare dan ikterus.

Terjadinya krisis tiroid diduga akibat pelepasan yang akut dari simpanan hormon

tiroid didalam kelenjar tiroid. Namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa kadar

T4 dan T3 didalam serum penderita dengan krisis tiroid tidak lebih tinggi

dibandingkan dengan kadarnya pada penderita tirotoksikosis tanpa krisis tiroid. Juga

tidak ada bukti yang kuat bahwa krisis tiroid terjadi akibat peningkatan produksi

triiodothyronine yang hebat. Dari beberapa studi terbukti bahwa pada krisis tiroid

terjadi peningkatan jumlah reseptor terhadap katekolamin, sehingga jantung dan

jaringan syaraf lebih sensitif terhadap katekolamin yang ada didalam sirkulasi.4

Hipertiroidisme dapat mengakibatkan komplikasi mencapai 0,2% dari seluruh

kehamilan dan jika tidak terkontrol dengan baik dapat memicu terjadinya krisis

tirotoksikosis, kelahiran prematur atau kematian intrauterin. Selain itu hipertiroidisme

dapat juga menimbulkan preeklampsi pada kehamilan, gagal tumbuh janin, kegagalan

jantung kongestif, tirotoksikosis pada neonatus dan bayi dengan berat badan lahir

rendah serta peningkatan angka kematian perinatal.8

11

Page 12: Isi, Daftar Pustaka id

II. i. Penatalaksanaan

Kebanyakan ahli endokrinologi anak menyarankan terapi medis bukannya

tiroidektomi subtotal atau radioyodium. Dua obat thionamid yang paling banyak

digunakan adalah propilthiourasil (PTU) dan methimazol (Tapazole).7

Methimazols setidaknya 10 Kali labih kuat daripada PTU atas dasar berat

badan dan memiliki waktu paruh serum jauh lebih lama (6-8 jam vs 0,5 jarn); PTU

harus diberikan 3 kali sehari, tetapi methimazol dapat diberikan sekali sehari, PTU

adalah ikatan protein yang kuat dan memiliki kemampuan melewati plasenta dan

memasuki air susu lebih sedikit; secara teoritis, PTU merupakan obat pilihan selama

hamil dan ibu yang menyusui. PTU, lebih daripada metimazol, menghambat konversi

ekstra tiroid T4 ke T3; ini dapat bermanfaat pada pengobatan tirotoksikosis neonatus.9

Reaksi toksik terjadi pada kedua obat; kebanyakan ringan, tetapi beberapa

mengancam jiwa. Reaksi ini tidak dapat diramalkan dan dapat terjadi setelah terapi

berapapun lamanya. Bukti semakin bertambah bahwa reaksi ini mungkin lebih

sedikitp ada penderita yang diobati dengan methimazol. Leukopenia sementara

(<4.000/mm3) adalah biasa; leukopenia ini tidak bergejala dan bukan tanda adanya

agranulositosis, dan biasanya bukan alasan untuk menghentikan pengobatan. Ruam

urtikaria sementara adalah lazim. Ini dapat ditangani dengan menghentikan terapi

sementara dan memulai lagi obat antitiroid selang sehari. Reaksi yang paling berat

adalah bersifat hipersensitif dan meliputi agranulositosis, hepatitis, kegagalan hati,

sindrom seperti-lupus, glomerulonefritis, dan vaikulitis yang melibatkan kulit dan

organ lain. Meskipun jarang, reaksii ini telah dilaporkan pada kedua obat, dan

mungkin yang terbaik adalah mengobati penderita hipersensitif yang tidak biasa ini

dengan radioyodium atau tiroidektomi. Kasus-kasus defek kulit kongenital (aplasia

kulit) telah ditemukan pada bayi yang pada kehidupan janin terpajan pada

methimazol, tetapi hubungan ini tidak tampak merupakan hubungan yang kuat.7

Dosis awal PTU adalah 5-l0mg/kg/24jam diberikan 3 kali sehari, dan dosis

methimazol adalah 0,5-1,0 mg/kg/24 jam diberikan sekali atau dua kali sehari. Dosis

awal yang lebih kecil harus digunakan pada masa anak awal. Pengawasan yang

cermat diperlukan setelah pengobatan dimulai. Kenaikan kadar TSH serum diatas

normal menunjukkan pengobatan berlebihan dan menyebabkan ukuran gondok

12

Page 13: Isi, Daftar Pustaka id

bertambah. Respon klinis menjadi tanpak dalan 2-3 minggu, dan pengendalian yang

cukup nyata dalam 1-3 bulan. Dosisnya diturunkan sampai kadar minimal yang

diperlukan-untuk mempertahankan keadaan eutiroid. Terapi obat mungkin diperlukan

selarna 6 tahun atau lebih karena nampaknya ada kecepatan penyembuhan sekitar

25% setiap 2 tahun. Jika terjadi kumat, biasanya akan tampak dalam 3 bulan dan

harnpir selalu terjadi dalam 6 bulan setelah terapi dihentikan. Terapi dapat diulang

pada kasus yang kumat . Penderita yang berusia diatas 13 tahun, laki-laki, dan mereka

yang dengan gondok kecil dan kadar T3 meningkat sedang nampak sembuh lebih

awal.3,7

Agen penyekat beta-adrenergik seperti propranolol (0,5-2,0 Mg/kg/24 jam.

diberikan tiga kali sehari) merupakan tambahan yang bernanfaat dalam manajemen

penderita yang sangat toksik. Hormon tiroid memperkuat kerja katekolamin, yang

meliputi takikardi, tremor, keringat berlebihan, kelopak mata menggandul, dan

terbelalak. Gejala-gejala ini hilang dengan penggunaanp ropranolol, namun, tidak

mengubah fungsi tiroid atau eksoftalmos. Operasi atau pengobatan radio yodium

terindikasi bila kerja sama untuk manajemen medik tidak mungkin atau bila trial

manajemen medik yang cukup gagal menghasilkan penyembuhan permanen.

Tiroidektomi subtotal, suatu prosedur yang agak aman, dilakukan hanya setelah

penderita sampai pada keadaane6,7,9

Keadaan eutiroid. Hal ini dapat disempurnakan denganp PTU atau methimazol

selama 2-3 bulan. Setelah keadaan eutiroid telah dicapai, 5 tetes larutan jenuh kalium

iodidal/24jam ditambahkan pada ramuan selama 2 minggu sebelum operasi untuk

mengurangi vaskularitas kelenjar. Komplikasi penanganan bedah jarang dan termasuk

hipoparatiroidisme (sementara atau permanen) dan paralisis plika vokalis. Insiden

hipertiroidisme sisa atau berulang atau hipotiroidisme tergantung pada luasnya

pembedahan. Beberapa dokter menyarankan tiroidektomi hampir-total. Insiden

berulang akan rendah, tetapi insiden hipotiroidisme dapat melebihi 50%.9

Radio yodium telah terbukti efektif, terapi pertama atau selang sehari secara

relatif aman untuk penyakit Graves pada anak. Prapengobatan dengan obat-obat

antitiroid tidak diperlukan; jika penderita sedang meminumnya, obat harus dihentikan

5 hari sebelum pengobatan radio yodium. Kebanyakan anak menjadi eutiroid setelah

satu dosis (88% pada satu penelitian), tetapi beberapa mungkin memerlukan dosis

13

Page 14: Isi, Daftar Pustaka id

pengobatan kedua atau ketiga. Karena pengaruh pengobatan penuh tidak selesai

dalam 2-3 bulan, terapi tambahan dengan antaagonis beta- adrenergik

direkomendasikan. Meskipun ada kekhawatiran tertadap onkogen radiasi dan cedera

genetik, tindak lanjut anak yang diobati selama 40 tatrun tidak menunjukkan tanda-

tanda ini. Risiko adenoma benigna mungkin meningkat (0,6- 1,9 pada suatu

penelitian). Konsekuensi utama radio yodium adalah hipotiroidisme, yang terjadi pada

I0-25% penderita setelah tahun pertama dan pada sekitar 3% per tahun sesudahnya.7

Oftalmopati berkurang secara bertahap dan biasanya tidak tergantung dari

hipertiroidisme. Oftalmopati berat mungkin memerlukan pengobatan dengan

prednison. Untuk kasus hipertiroid congenital, Pengobatan terdiri dari pemberian

larutan Lugol secara (l tetes setiap 8 jam) dan PTU (5-10 mg/kg/24 jam. Diberikan

setiap 8 jam). Bila keadaan tirotoksik berat, terapi cairan parenteral propranolol (2

mg/kg/24 jam, secara oral terbagi dalam 3 dosis), dan kortikosteroid mungkin

terindikasi. Bila propranolol digunakan selama kehamilan untuk mengobati

tirotoksikosis, ia melewati plasenta dan dapat menyebabkan depresi pernapasan pada

bayi baru lahir. Jika terjadi kegagalan jantung, digitalisasi terindikasi. Setelah keadaan

eutiroid tercapai, hanya diperlukan pengobatan PTU. Dosisnya harus secara bertahap

dikurangi untuk rrempertahankan bayi tetap eutiroid. Kebanyakan mengurang pada

usia 3-4 bulan. Kadang-kadang, hipertiroidisme neonatus tidak mengurang tetapi

berlanjut ke masa anak. Penderita ini mungkin memiliki riwayat hipertiroidisme

keluarga yang mengesankan tetapi antibodi Perangsangn TSH tidak ada. Maturasi

tulang lanjut, mikroscfali, dan retardasi mental terjadi bila pengobatan terlambat.

Baru-baru ini telah diketahui bahwa anak dengan penyakit ini mengalami mutasi

gena.reseptor-TSH(I StlR). Mutasi garis-gena pada gena TSHR mengakibatkan

aktivasi konstitutif reseptor. Pengobatan terus-menerus dan cukup diperlu kan untuk

mencegah konsekuensi yang ireversibel.7

II. j. Prognosis

Hipertiroid yang bersifat permanen dan biasanya terjadi pada orang dewasa.

Setelah kenormalan fungsi tiroid tercapai dengan obat-obat antitiroid,

direkomendasikan untuk menggunakan iodin radioaktif sebagai terapi definitifnya 4,11.

14

Page 15: Isi, Daftar Pustaka id

Pertumbuhan hormon tiroid kemungkinan akan terus bertambah perlahan-

lahan selama diterapi dengan obat-obat antitiroid. Namun prognosisnya akan jauh

lebih baik setelah diterapi dengan iodin radioaktif.

15

Page 16: Isi, Daftar Pustaka id

Bab III

Kesimpulan

Hipertiroidisme adalah tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar tiroid

yang hiperaktif. Tirotoksikosis ialah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid yang

beredar dalam sirkulasi. Tlrotokslkosls dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu : a.

kelainan yang berhubungan dengan hipertiroidisme. b . kelainan yang tidak

berhubungan dengan hipertiroidisme.

Sekitar 5 % dari semua penderita dengan hoprtiroid berumur dibaah 15 tahun.

Insiden puncak terjadi selama remaja. Perjalanan klinisnya pada anak adalah sangat

bervariasi tetapi tidak seberat (fulminan) seperti pada kebanyakan orang dewasa.

Simtom berkembang secara bertahap; interval yang biasa antara mulainya dan

diagnosis adalah 6-12 bulan.

Tanda-tanda yang paling awal pada anak dapat berupa gangguan emosional

yang disertai dengan hiperaktivitas motorik. Anak menjadi iritabel, mudah

dirangsang, dan mudah menangis karena kelabilan emosi. Tugas sekolahnya

terganggu sebagai akibat dari jangka perhatian yang singkat. Tremor jari-jari dapat

diketahui jika lengannya diekstensikan. Mungkin ada nafsu makan yang besar

bersama dengan hilang atau tidak adanya penambahan berat.

Kebanyakan ahli endokrinologi anak menyarankan terapi medis bukannya

tiroidektomi subtotal atau radioyodium

16

Page 17: Isi, Daftar Pustaka id

Daftar Pustaka

1. Djokomoeljanto R. Kelenjar Tiroid, Hipotiroidisme, dan Hipertiroidisme.

dalam : Aru WS., editor. Buku Ajar Ilmu Peyakit Dalam, edisi IV ,jilid III.

Jakarta : FKUI ; 2006. hal 1933-1943.

2. Lesson, Thomas S. Sistem Endokrin. dalam: Tambajong, J (ed.). Buku Ajar

Histologi. Jakarta : EGC ; 1996. hal 464-466.

3. Sumual, A. Hipertirodisme. dalam: Sjaifoellah, N (ed), Buku Ajar Ilmu

penyakit Dalam, jilid I, Edisi III, Jakarta : FKUI ; 1996. hal 766-772

4. Shahab A, 2002, Penyakit Graves (Struma Diffusa Toksik) Diagnosis dan

Penatalaksanaannya. Dalam : Bulletin PIKKI : Seri Endokrinologi-

Metabolisme, Edisi Juli 2002, Jakarta : PIKKI; 2002 : hal 9-18

5. Stein JH, . Panduan Klinik Ilmu Penyakit Dalam, alih bahasa Nugroho E,

Edisi 3, Jakarta : EGC, 2000 : hal 606 – 630

6. Tunbridge WMG . The epidemiology of thyroid disease. In Ingbar SH,

Braverman LE (Eds): Werner'sT he Thyroid.A Fundamental and Clinical Text,

5th ed. Philadetphia : JB Lippincott Company, 1986:625-3

7. Angelo MD. Hipertiroidisme, dalam : Samik W (ed), Nelson Ilmu Kesehatan

anak, edisi15, Jakarta : EGC, 2000 : hal 1950-523-4

8. Mansjoer A, et all, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Edisi 3, Media

Aesculapius, Jakarta : FKUI, 1999 : hal 594-598

9. Franklyn JA. Hipertiroidisme. Medicine International 1993; 6:164-9

10. Price A.S. & Wilson M.L., Patofisiologi Proses-Proses Penyakit, Alih Bahasa

Anugerah P., Edisi 4, Jakarta : EGC, 1995 : hal 1049 – 1058, 1070 – 1080

11. Subekti, I, Makalah Simposium Current Diagnostic and Treatment

Pengelolaan Praktis Penyakit Graves, Jakarta : FKUI, 2001 : hal 1-5

17