62
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendiks vermiformis, dan merupakan penyebab yang paling sering pada abdomen akut. Appendiks disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu sebenarnya adalah caecum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa fungsi apendiks sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali menimbulkan masalah kesehatan. Appendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki- laki maupun perempuan. Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun. Insidensinya meningkat pada pubertas dan mencapai puncaknya pada usia remaja dan pada usia 20 tahun. Insiden terbanyak appendisitis akut berada pada kelompok usia 20-40 tahun. Namun angka kejadian perforasi dari kasus apendisitis justru lebih sering terjadi pada kelompok usia <12 tahun dan >65 tahun. Diagnosis appendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya berdasarkan gambaran klinis. Keadaan ini menghasilkan angka appendiktomi negatif sebesar 20 % dan angka perforasi sebesar 20-30 %. Di Amerika Serikat terjadi penurunan jumlah kasus appendisitis dari 100 kasus menjadi 52 kasus setiap 1

Isi - Appendicitis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

refrat apendisitis

Citation preview

Page 1: Isi - Appendicitis

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendiks vermiformis,

dan merupakan penyebab yang paling sering pada abdomen akut. Appendiks

disebut juga umbai cacing. Istilah usus buntu yang selama ini dikenal dan

digunakan di masyarakat kurang tepat, karena yang merupakan usus buntu

sebenarnya adalah caecum. Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa

fungsi apendiks sebenarnya. Namun demikian, organ ini sering sekali

menimbulkan masalah kesehatan.

Appendisitis dapat mengenai semua umur, baik laki-laki maupun

perempuan. Namun lebih sering menyerang laki-laki berusia 10-30 tahun.

Insidensinya meningkat pada pubertas dan mencapai puncaknya pada usia remaja

dan pada usia 20 tahun. Insiden terbanyak appendisitis akut berada pada

kelompok usia 20-40 tahun. Namun angka kejadian perforasi dari kasus

apendisitis justru lebih sering terjadi pada kelompok usia <12 tahun dan >65

tahun. Diagnosis appendisitis akut pada anak tidak mudah ditegakkan hanya

berdasarkan gambaran klinis. Keadaan ini menghasilkan angka appendiktomi

negatif sebesar 20 % dan angka perforasi sebesar 20-30 %.

Di Amerika Serikat terjadi penurunan jumlah kasus appendisitis dari 100

kasus menjadi 52 kasus setiap 100.000 penduduk dari tahun 1985 - 2001. Keadaan

ini menambah komplikasi pascaoperasi, seperti adhesi, konsekuensi beban sosial-

ekonomi, kehilangan jumlah hari kerja, dan produktivitas. Berdasarkan US

Census Bureau, International Data Base tahun 2004, di benua Asia negara Cina

dan India masih menempati urutan pertama dan kedua insidensi terbanyak kasus

appendisitis akut, sedangkan Indonesia menempati urutan ketiga. Insiden

appendisitis akut di Indonesia masih sangat tinggi. Pada tahun 2004 terdapat

596.132 insiden dari 283.452.952 populasi masyarakat Indonesia.

Tingkat akurasi diagnosis appendisitis akut berkisar 76 - 92 %. Pemakaian

laparoskopi, ultrasonografi, dan Computed Tomography Scanning (CT-scan),

merupakan upaya untuk meningkatkan akurasi diagnosis appendisitis akut

1

Page 2: Isi - Appendicitis

maupun kronis. Beberapa pemeriksaan laboratorium dasar masih banyak

digunakan dalam diagnosis penunjang appendisitis akut. Jumlah sel leukosit, dan

hitung jenis neutrofil (differential count) adalah penanda yang sensitif bagi proses

inflamasi. Pemeriksaan ini sangat mudah, cepat, dan murah untuk Rumah Sakit di

daerah.

Tidak ada gejala dan tanda maupun tes diagnostik tunggal yang dapat

mengkonfirmasi diagnosis appendisitis secara akurat pada semua kasus. Telah

banyak upaya yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis yang tepat, salah

satunya adalah dengan skor Alvarado. Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat

sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala, tiga tanda dan dua temuan

laboratorium. Instrumen lain yang sering dipakai pada apendisitis akut anak

adalah klasifikasi klinikopatologi dari Cloud. Klasifikasi ini berdasarkan pada

temuan gejala klinis dan temuan durante operasi.

2

Page 3: Isi - Appendicitis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Appendisitis adalah infeksi bakterial pada appendiks vermiformis. karena

tersumbatnya lumen oleh fecalith (batu feces), hiperplasi jaringan limfoid, dan

cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama appendicitis. Erosi

membran mukosa appendiks dapat terjadi karena parasit seperti Entamoeba

histolytica, Trichuris trichiura, dan Enterobius vermikularis. Appendisitis akut

merupakan keadaan akut abdomen yang memerlukan pembedahan segera untuk

mencegah komplikasi yang lebih buruk. Jika telah terjadi perforasi, maka

komplikasi dapat terjadi seperti peritonitis umum, abses, dan komplikasi

pascaoperasi seperti fistula dan infeksi luka operasi.

Gambar 1. Appendisitis

2.2 ANATOMI DAN FISIOLOGI

Saluran pencernaan pada dasarnya adalah suatu saluran (tabung) dengan

panjang sekitar 30 kaki yang berjalan melalui mulut sampai ke anus. Saluran

pencernaan mencakup organ-organ berikut dari mulut, faring, esophagus,

lambung, usus halus (duodenum, jejunum, dan ileum), usus besar (caecum,

apendiks, kolon dan rectum) dan anus.

3

Page 4: Isi - Appendicitis

Gambar 2. Anatomi appendiks

Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm

(kisaran 3-15 cm), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian

proksimal dan melebar di bagian distal. Namun demikian, pada bayi apendiks

berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit pada ujungnya.

Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu.

Pada 65% kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan

apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks

penggantungnya. Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu

dibelakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon

asendens. Gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks. Persarafan

parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikut arteri mesenterika

superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari

nervus torakalis X. oleh karena itu, nyeri visceral pada apendisitis bermula di

sekitar umbilikus. Pendarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang

merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena

trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami ganggren.

4

Page 5: Isi - Appendicitis

Gambar 3. Vaskularisasi appendiks

Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu mukosa,

submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler) dan

serosa. Apendiks mungkin tidak terlihat karena adanya membran Jackson yang

merupakan lapisan peritoneum yang menyebar dari bagian lateral abdomen ke

ileum terminal, menutup caecum dan appendiks. Lapisan submukosa terdiri dari

jaringan ikat longgar dan jaringan elastis membentuk jaringan saraf, pembuluh

darah dan limfe. Antara Mukosa dan submukosa terdapat limfonodi. Mukosa

terdiri dari satu lapis collumnar epithelium dan terdiri dari kantong yang disebut

crypta lieberkuhn. Dinding dalam sama dan berhubungan dengan caecum (inner

circular layer). Dinding luar (outer longitudinal muscle) dilapisi oleh pertemuan

ketiga taenia colli pada pertemuan caecum dan apendiks. Taenia anterior

digunakan sebagai pegangan untuk mencari apendiks.

Menurut Wakeley (1997) lokasi appendiks adalah sebagai berikut:

retrosekal (65,28%), pelvikal (31,01%), subsekal (2,26%), preileal (1%) dan

postileal serta parakolika kanan (0,4%).

Letak basis appendiks berada pada posteromedial caecum pada pertemuan

ketiga taenia koli, kira-kira 1-2 cm di bawah ileum. Dari ketiga taenia tersebut

terutama taenia anterior yang digunakan sebagai penanda untuk mencari basis

appendiks. Basis apendiks terletak di fossa iliaka kanan, bila diproyeksikan ke

5

Page 6: Isi - Appendicitis

dinding abdomen, terletak di kuadran kanan bawah yang disebut dengan titik Mc

Burney.

Appendiks mempunyai lumen yang sempit, bentuknya seperti cacing, dan

apeksnya menempel pada caeum. Diameter lumen appendiks antara 0,5 - 15 mm.

Lapisan epitel lumen appendiks seperti pada epitel kolon tetapi kelenjar

intestinalnya lebih kecil daripada kolon. Appendiks mempunyai lapisan muskulus

dua lapis. Lapisan dalam berbentuk sirkuler yang merupakan kelanjutan dari

lapisan muskulus sekum, sedangkan lapisan luar berbentuk muskulus longitudinal

yang dibentuk oleh fusi dari 3 taenia koli diperbatasan antara sekum dan

appendiks. Appendiks vermiformis (umbai cacing) terletak pada puncak caecum,

pada pertemuan ke-3 tinea coli yaitu taenia libra, taenia omentalis, dan taenia

mesokolika

Appendiks disebut tonsil abdomen karena ditemukan banyak jaringan

limfoid. Jaringan limfoid pertama kali muncul pada appendiks sekitar dua minggu

setelah lahir, jumlahnya meningkat selama pubertas sampai puncaknya berjumlah

sekitar 200 folikel antara usia 12-20 tahun dan menetap saat dewasa. Setelah itu,

mengalami atropi dan menghilang pada usia 60 tahun.

Appendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir itu secara normal

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Imunoglobulin

sekretoar yang dihasilkan oleh Gut Associated Lymphoid Tissue (GALT) yang

terdapat disepanjang saluran cerna termasuk appendiks ialah Imunoglobulin A

(Ig-A). Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi yaitu

mengontrol proliferasi bakteri, netralisasi virus, serta mencegah penetrasi

enterotoksin dan antigen intestinal lainnya. Namun, pengangkatan appendiks tidak

mempengaruhi sistem imun tubuh sebab jumlah jaringan sedikit sekali jika

dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan seluruh tubuh.

2.3 ETIOLOGI & FAKTOR RESIKO

Penyebab belum diketahui secara pasti. Berikut ini adalah faktor-faktor

yang mempengaruhi :

2.3.1 Obstruksi

- Hiperplasi kelenjar getah bening (60%)

6

Page 7: Isi - Appendicitis

- Fekalit (35%), masa feses yang membatu

- Corpus alienum (4%), biji – bijian

- Striktur lumen (1%), kinking, karena mesoappendiks pendek, adesi.

2.3.2 Infeksi

Biasanya secara hematogen dari tempat lain, misalnya pneumonia,

tonsillitis, dsb. Jenis kuman yang sering menginfeksi antara lain E. Coli dan

Streptococcus.

Beberapa penelitian tentang faktor yang berperan dalam etiologi terjadinya

apendisitis akut diantaranya obstruksi lumen apendiks, obstruksi bagian distal

kolon, erosi mukosa, konstipasi dan diet rendah serat. Pada keadaan klinis, faktor

obstruksi ditemukan dalam 60 - 70% kasus, 60% obstruksi disebabkan oleh

hiperplasi kelenjar limfe submukosa, 35% disebabkan oleh fekalit, dan 5%

disebabkan oleh faktor obstruksi yang lain.

2.4 PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS

Appendiks juga berperan sebagai sistem imun pada sistem gastrointestinal.

Sekresi immunoglobulin diproduksi oleh Gut-Associated Lymphoid Tissues

(GALT) dan hasil sekresi yang dominan adalah IgA. Antibodi ini mengontrol

proliferasi bakteri, netralisasi virus, dan mencegah penetrasi enterotoksin dan

antigen intestinal lainnya. Tetapi peran apendiks sebagai sistem imun tidak begitu

penting. Hal ini dapat dibuktikan pada pengangkatan apendiks tidak terjadi efek

pada sistem imunologi.

Flora bakteri pada apendiks sama dengan di kolon, dengan ditemukannya

beragam bakteri aerobik dan anaerobik sehingga bakteri yang terlibat dalam

apendisitis sama dengan penyakit kolon lainnya. Penemuan kultur dari cairan

peritoneal biasanya negatif pada tahap apendisitis sederhana. Pada tahap

apendisitis supurativa, bakteri aerobik terutama Escherichia coli banyak

ditemukan. Ketika gejala memberat banyak organisme, termasuk Proteus,

Klebsiella, Streptococcus dan Pseudomonas dapat ditemukan. Sebagian besar

penderita apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforasi ditemukan bakteri

anaerobik terutama Bacteroides fragilis. Bakteri ini menginvasi mukosa,

7

Page 8: Isi - Appendicitis

submukosa, dan muskularis, yang menyebabkan oedem, hiperemis dan kongesti

lokal vaskuler, dan hiperplasi kelenjar limfe. Kadang-kadang terjadi trombosis

pada vasa dengan nekrosis dan perforasi.

Beberapa keadaan yang mengikuti setelah terjadi obstruksi yaitu: akumulasi

cairan intraluminal, peningkatan tekanan intraluminal, obstruksi sirkulasi vena,

stasis sirkulasi dan kongesti dinding apendiks, dan hipoksia jaringan, serta

terjadinya infeksi anaerob. Keadaan obstruksi berakibat terjadinya proses

inflamasi.

Obstruksi pada bagian distal kolon akan meningkatkan tekanan intralumen

sekum, sehingga sekresi lumen apendiks akan terhambat keluar, sehingga tekanan

intra lumen meningkat mengakibatkan gangguan drainage pada:

- Limfe

Terjadi oedem, jika terjadi invasi bakteri maka akan terjadi ulserasi mukosa

mengakibatkan terjadinya apendisitis akut.

- Vena

Terjadi trombus-iskemi dan invasi bakteri dapat mengakibatkan timbulnya

pus hingga menjadi apendisitis supuratif.

- Arteri

Terjadi nekrosis hingga invasi kuman dapat mengakibatkan terjadinya

apendisitis gangrenosa ataupun perforasi yang mengakibatkan terjadinya

peritonitis umum.

Konstipasi dapat menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal sekum,

yang dapat diikuti oleh obstruksi fungsional apendiks dan meningkatnya

pertumbuhan flora normal kolon. Penyebab utama konstipasi adalah diet rendah

serat. Diet rendah serat dapat menyebabkan feses memadat, lebih lengket dan

makin membesar, sehingga membutuhkan proses transit dalam kolon yang lebih

lama. Diet tinggi serat tidak hanya memperpendek waktu transit feses dalam

kolon, tetapi juga dapat mengubah kandungan bakteri.

Appendiks menghasilkan mukus 1-2 ml perhari. Mukus itu secara normal

dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya dialirkan ke sekum. Karena apendiks

merupakan suatu kantong yang buntu dengan lumen yang sempit dan secara

normal berisi bakteri, resiko stagnasi dari isi apendiks yang terinfeksi selalu ada.

8

Page 9: Isi - Appendicitis

Resiko ini akan bertambah hebat dengan adanya suatu mekanisme valvula pada

pangkal apendiks yang dikenal dengan valvula Gerlach.

Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh

hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat

peradangan sebelumnya, atau neoplasma.

Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian

proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa

apendiks yang distensi. Obstruksi tersebut mneyebabkan mucus yang diproduksi

mukosa mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak,

namun elastisitas dinding appendiks mempunyai keterbatasan sehingga

menyebabkan peningkatan intralumen. Kapasitas lumen apendiks normal hanya

sekitar 0,1 ml. Jika sekresi sekitar 0,5 dapat meningkatkan tekanan intalumen

sekitar 60 cmH20. Manusia merupakan salah satu dari sedikit binatang yang dapat

mengkompensasi peningkatan sekresi yang cukup tinggi sehingga menjadi

gangrene atau terjadi perforasi.

Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami

hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.

Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin

iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).

Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.

Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi waktu tersebut

dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.

Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal

tersebut akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan

menembus dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum

setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut

dengan appendisitis supuratif akut.

Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang

diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila

dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi appendisitis perforasi.

Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang

berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang

9

Page 10: Isi - Appendicitis

disebut infiltrate appendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi

abses atau menghilang.

Infiltrat appendikularis merupakan tahap patologi appendisitis yang

dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu

24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi

proses radang dengan menutup appendiks dengan omentum, usus halus, atau

adneksa sehingga terbentuk massa periappendikular. Didalamnya dapat terjadi

nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak

terbentuk abses, appendisitis akan sembuh dan massa periappendikular akan

menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.

Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang,

dinding appendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan

tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada

orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.

Kecepatan rentetan peristiwa tersebut tergantung pada virulensi

mikroorganisme, daya tahan tubuh, fibrosis pada dinding appendiks, omentum,

usus yang lain, peritoneum parietale dan juga organ lain seperti vesika urinaria,

uterus tuba, mencoba membatasi dan melokalisir proses peradangan ini. Bila

proses melokalisir ini belum selesai dan sudah terjadi perforasi maka akan timbul

peritonitis.

Pada teori sumbatan dikatakan bahwa terjadinya appendisitis diawali adanya

sumbatan dari lumen appendiks. Apendisitis yang berhubungan dengan obstruksi

yang disebabkan hiperplasia jaringan limfoid submukosa disebutkan lebih banyak

terjadi pada anak-anak, sementara obstruksi karena fekalit atau benda asing lebih

banyak ditemukan pada orang dewasa. Adanya fekalit dihubungkan dengan

hebatnya perjalanan penyakitnya. Bila terdapat fekalit (appendikolit) pada pasien-

pasien dengan gejala akut kemungkinan apendiks telah mengalami komplikasi

yaitu gangren.

Bila terjadi infeksi, bakteri enteral memegang peranan yang penting. Pada

penderita muda yang memiliki jaringan limfoid yang banyak, maka akan terjadi

reaksi radang dan selanjutnya jaringan limfoid akan berproliferasi sehingga

mengakibatkan penyumbatan lumen apendiks.

10

Page 11: Isi - Appendicitis

Pada teori konstipasi dapat dikatakan bahwa konstipasi sebagai penyebab

dan mungkin pula sebagai akibat dari apendisitis. Penggunaan yang berlebihan

dan terus menerus dari laksatif pada kasus konstipasi akan memberikan kerugian

karena hal tersebut akan merubah suasana flora usus dan akan menyebabkan

terjadinya keadaan hiperemia usus yang merupakan permulaan dari proses

inflamasi. Bila sakit perut yang dialami disebabkan apendisitis maka pemberian

purgative akan merangsang peristaltik yang merupakan predisposisi untuk

terjadinya perforasi dan peritonitis.

2.5 KLASIFIKASI APENDISITIS

2.5.1 Appendisitis akut tanpa komplikasi (cataral appendisitis)

Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan submukosa saja. Appendiks

kadang tampak normal, atau hanya hiperemia saja. Bila appendiks tersebut

dibuka, maka akan tampak mukosa yang menebal, oedema dan kemerahan.

Kondisi ini disebabkan invasi bakteri dari jaringan limfoid ke dalam dinding

appendiks. Karena lumen appendiks tak tersumbat, maka hal ini hanya

menyebabkan peradangan biasa (simple appendicitis) ataupun dapat menjadi

appendisitis supuratif jikaterjadi infeksi dari bakteri piogenik .

Bila jaringan limfoid di dinding apendiks mengalami oedema, maka akan

mengakibatkan obstruksi lumen apendiks, yang akan mempengaruhi vaskularisasi

sehingga terjadi gangren, atau hanya mengalami perforasi (mikroskopis), dalam

hal ini serosa menjadi kasar dan dilapisi eksudat fibrin post apendisitis akut,

kadang-kadang terbentuk adesi yang mengakibatkan kinking, dan kejadian ini bisa

membentuk sumbatan pula.

2.5.2 Appendisitis akut dengan komplikasi

Komplikasi dapat berupa peritonitis, infiltrat, atau abses periapendikular.

Merupakan apendisitis yang berbahaya, karena appendiks menjadi lingkaran

tertutup yang berisi fecal material, yang telah mengalami dekomposisi. Perubahan

setelah terjadinya surnbatan lumen appendiks tergantung dari isi sumbatan. Bila

lumen appendiks kosong, appendiks hanya mengalami distensi yang berisi cairan

mukus dan terbentuklah mucocele. Sedangkan bakteria penyebab biasanya

11

Page 12: Isi - Appendicitis

merupakan flora normal lumen usus berupa bakteri aerob (gram positif dan atau

gram negatif) dan anaerob.

Appendiks yang telah menjadi gangren dapat mengalami perforasi ataupun

ruptur. Bila kondisi penderita baik, maka perforasi tersebut akan dikompensasi

dengan proses pembentukan dinding oleh jaringan sekitar, misal omentum dan

jaringan viscera lain, terjadilah infiltrat (mass), atau proses pustulasi yang

mengakibatkan abses periapendiks.

2.5.3 Apendisitis Periapendikular

Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang

kemudian disertai adanya massa periapendikular.

2.5.4 Klasifikasi Klinikopatologi Cloud

Klasifikasi appendisitis pada anak yang sampai saat ini banyak dianut

adalah klasifikasi yang berdasarkan pada stadium klinikopatologis dari Cloud,

klasifikasi ini berdasarkan pada temuan gejala klinis dan temuan durante operasi :

- Appendisitis Simpel (grade I): Stadium ini meliputi appendisitis dengan

apendiks tampak normal atau hiperemi ringan dan edema, belum tampak

adatya eksudat serosa.

- Appendisitis Supurativa (grade Il): Sering didapatkan adanya obstruksi,

apendiks dan mesoapendiks tampak edema, kongesti pembuluh darah,

mungkin didapatkan adanya petekhie dan terbentuk eksudat fibrinopurulen

pada serosa serta terjadi kenaikan jumlah cairan peritoneal. Pada stadium ini

mungkin bisa tampak jelas adanya proses walling off oleh omentum, usus

dan mesenterium didekatnya.

- Appendisitis Gangrenosa (grade III): Selain didapatkan tanda-tanda supurasi

didapatkan juga adanya dinding appendiks yang berwarna keunguan,

kecoklatan atau merah kehitaman (area gangren). Pada stadium ini sudah

terjadi adanya mikroperforasi, kenaikan cairan peritoneal yang purulen

dengan bau busuk.

12

Page 13: Isi - Appendicitis

- Appendisitis Ruptur (grade IV): Sudah tampak dengan jelas adanya ruptur

appendiks, umumnya sepanjang antimesenterium dan dekat pada letak

obstruksi. Cairan peritoneal sangat purulen dan berbau busuk.

- Appendisitis Abses (grade V): Sebagian apendiks mungkin sudah hancur,

abses terbentuk disekitar appendiks yang rupture biasanya di fossa iliaka

kanan, lateral dari sekum, retrosekal, subsekal atau seluruh rongga pelvis

bahkan mungkin seluruh rongga abdomen.

Menurut klasifikasi klinikopatologi Cloud, apendisitis akut grade I dan II

belum terjadi perforasi (apendisitis simpel) sedangkan apendisitis akut grade III,

IV, dan V telah terjadi perforasi (apendisitis komplikata).

2.6 DIAGNOSIS

2.6.1 ANAMNESIS

Variasi pada posisi appendiks, usia pasien, dan derajat inflamasi menjadikan

presentasi klinis dari appendisitis menjadi tidak konsisten.

Gejala utama appendisitis akut adalah nyeri abdomen. Pada mulanya terjadi

nyeri visceral, yaitu nyeri yang sifatnya hilang timbul tumpul dengan sifat nyeri

ringan sampai berat, kadang-kadang disertai dengan kram intermiten. Hal tersebut

timbul oleh karena apendiks dan usus halus mempunyai persarafan yang sama,

maka nyeri visceral itu akan dirasakan mula-mula di daerah epigastrium dan

periumbilikal. Nyeri abdomen yang ditimbulkan oleh karena adanya

hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi, distensi dari lumen apendiks ataupun

karena tarikan dinding appendiks yang mengalami peradangan. Apabila telah

terjadi inflamasi (>6 jam), nyeri akan beralih dan menetap di kuadran kanan

bawah. Pada keadaan tersebut sudah terjadi nyeri somatik yang berarti sudah

terjadi rangsangan pada peritoneum parietal dengan sifat nyeri yang lebih tajam,

terlokalisir, serta nyeri akan lebih hebat bila batuk ataupun berjalan. Pasien

biasanya lebih menyukai posisi supine dengan paha kanan ditarik ke atas, karena

suatu gerakan akan meningkatkan nyeri.

Muntah merupakan rangsangan viseral akibat aktivasi n.vagus. Anoreksia,

nausea dan vomitus yang timbul beberapa jam sesudahnya, merupakan kelanjutan

13

Page 14: Isi - Appendicitis

dari rasa nyeri yang timbul saat permulaan. Keadaan anoreksia hampir selalu ada

pada setiap penderita appendisitis akut, bila hal ini tidak ada maka diagnosis

appendisitis akut perlu dipertanyakan. Hampir 75% penderita disertai dengan

vomitus, namun jarang berlanjut menjadi berat dan kebanyakan vomitus hanya

sekali atau dua kali. Gejala disuria juga timbul apabila peradangan appendiks

dekat dengan vesika urinaria. Penderita appendisitis akut juga mengeluh obstipasi

sebelum datangnya rasa nyeri dan beberapa penderita mengalami diare, hal

tersebut timbul biasanya pada letak appendiks pelvikal yang merangsang daerah

rektum. Obstipasi dapat pula terjadi karena penderita takut mengejan.

Variasi lokasi anatomi appendiks akan menjelaskan keluhan nyeri somatik

yang beragam. Sebagai contoh appendiks yang panjang dengan ujung yang

mengalami inflamasi di kuadran kiri bawah akan menyebabkan nyeri di daerah

tersebut, nyeri kuadran kanan bawah secara klasik ada bila appendiks yang

meradang terletak di anterior, appendiks retrosekal akan menyebabkan nyeri

flank area atau punggung, appendiks pelvikal akan menyebabkan nyeri pada

suprapubik dan appendiks retroileal bias menyebabkan nyeri testikuler, mungkin

karena iritasi pada arteri spermatika dan ureter. Urutan kejadian gejala

mempunyai kemaknaan diagnosis banding yang besar, lebih dari 95% appendisitis

akut, anoreksia merupakan gejala pertama, diikuti oleh nyeri abdomen dan baru

diikuti oleh vomitus.

Peningkatan temperatur jarang lebih dari 1oC, yaitu antara 37,50 - 38.50C.

Frekuensi nadi normal atau sedikit meninggi. Adanya perubahan atau peninggian

yang besar menunjukkan telah terjadi komplikasi seperti perforasi atau diagnosis

lain yang perlu diperhatikan.

Adanya hiperestesi pada daerah yang diinervasi oleh n. spinalis T10, T11,

Tl2, meskipun bukan penyerta yang konstan tetapi sering didapatkan pada

appendisitis akut.

14

Page 15: Isi - Appendicitis

2.6.2 PEMERIKSAAN FISIK

Kesalahan membuat diagnosis dapat terjadi kalau apendiks terletak pada

tempat yang bukan tempat biasanya yaitu kuadran kanan bawah.

a. Inspeksi

Penderita berjalan membungkuk sambil memegangi perutnya yang sakit.

Perut kembung bila terjadi perforasi, penonjolan perut kanan bawah terlihat pada

appendikuler abses. Pasien tidur miring ke sisi yang sakit sambil melakukan fleksi

pada sendi paha, karena setiap ekstensi meningkatkan nyeri.

b. Palpasi

Palpasi dinding abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit

tekanan, dimulai dari tempat yang jauh dari lokasi nyeri, kemudian secara

perlahan-lahan mendekati daerah kuadran kanan bawah. Status lokalis abdomen

kuadran kanan bawah, antara lain:

- Nyeri tekan Mc. Burney

Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan maksimal pada kuadran kanan

bawah atau titik Mc.Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis. Oleh

Mc.Burney titik ini dinyatakan terletak antara 1,5 - 2 inchi dari spina iliaca

anterior superior (SIAS) pada garis lurus yang ditarik dari SIAS ke

umbilikus.

- Rebound tenderness

Nyeri lepas adalah rasa nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat

tekanan secara tiba-tiba dilepaskan setelah sebelumnya dilakukan

penekanan yang perlahan dan dalam di titik Mc. Burney karena rangsangan

atau iritasi peritoneum.

- Defans muskuler

Defans muskuler adalah nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang

menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale pada m.Rektus

abdominis. Tahanan muskuler terhadap palpasi abdomen sejajar dengan

derajat proses peradangan, yang pada awalnya terjadi secara volunter seiring

dengan peningkatan iritasi peritoneal terjadi peningkatan spamus otot,

sehingga kemudian terjadi secara involunter.

15

Page 16: Isi - Appendicitis

- Rovsing sign

Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila

dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah. Hal ini dikarenakan

tekanan merangsang peristaltik dan udara usus, sehingga menggerakan

peritoneum sekitar appendik yang meradang (iritasi peritoneal).

- Psoas sign

Iritasi muskuler ditunjukkan oleh adanya psoas sign dan obturator sign.

Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh

peradangan yang terjadi pada apendiks letak retrocaecal.

Ada 2 cara pemeriksaan :

1. Aktif: Pasien posisi supine, tungkai kanan lurus ditahan pemeriksa,

pasien diminta memfleksikan articulatio coxae kanan, dikatakan

positif jika menimbulkan nyeri perut kanan bawah.

2. Pasif: Pasien miring kekiri, paha kanan dihiper-ekstensikan oleh

pemeriksa, dikatakan positif jika timbul nyeri perut kanan bawah.

- Obturator Sign

Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut

difleksikan kemudian dirotasikan kearah dalam dan luar secara pasif, hal

tersebut menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah

hipogastrium.

c. Perkusi

Nyeri ketok abdomen positif

d. Auskultasi

Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis.

Peristaltik biasanya normal, tetapi jika sudah terjadi peritonitis generalisata akibat

appendisitis perforata maka bunyi usus menurun ataupun tidak terdengar bunyi

peristaltik usus.

e. Rectal Toucher

Nyeri tekan pada arah jam 9 sampai 12

16

Page 17: Isi - Appendicitis

2.6.3 GEJALA DAN TANDA PADA KOMPLIKASI APPENDISITIS

a. Perforasi

Terjadi pada 20% penderita terutama usia lanjut. Perforasi appendiks paling

sering terjadi di distal obstruksi lumen appendiks sepanjang tepi antimesenterium.

Oleh sebab itu pada perforasi appendiks jarang didapatkan gambaran udara bebas

ekstralumen pada pemeriksaan foto polos abdomen.

Appendiks yang mengalami gangren atau perforasi lebih sering terjadi

dengan gejaladan tanda sebagai berikut:

- Gejala progresif dengan durasi lebih dari 36 jam. Rasa nyeri bertambah

hebat dan mulai dirasakan menyebar.

- Demam tinggi > 38,50C

- Leukositosis (leukosit > 14.000)

- Dehidrasi dan asidosis

- Distensi

- Menghilangnya bising usus

- Nyeri tekan kuadran kanan bawah

- Rebound tenderness sign

- Rovsing sign

b. Peritonitis

Peritonitis lokal merupakan akibat dari mikroperforasi dari appendisitis

yang telah mengalami gangren. Sedangkan peritonitis umum merupakan

kelanjutan dari peritonitis lokal tersebut. Bertambahnya rasa nyeri, defans

muskuler yang meluas, distensi abdomen, bahkan ileus paralitik merupakan

gejala-gejala peritonitis umum. Bila demam makin tinggi dan timbul gejala-gejala

sepsis menunjukkan peritonitis yang makin berat.

c. Abses atau Infiltrat

Riwayat klasik apendisitis akut, yang diikuti dengan adanya massa yang

nyeri di region iliaka kanan dan disertai demam, mengarahkan diagnosis ke massa

atau abses apendikuler. Penegakan diagnosis didukung dengan pemeriksaan fisik

maupun penunjang. Kadang keadaan ini sulit dibedakan dengan karsinoma

17

Page 18: Isi - Appendicitis

caecum, penyakit Crohn, amuboma dan Lymphoma maligna intra abdomen. Perlu

juga disingkirkan kemungkinan aktinomikosis intestinal, enteritis tuberkulosa, dan

kelainan ginekolog seperti Kehamilan Ektopik Terganggu (KET), Adneksitis dan

Kista Ovarium terpuntir . Kunci diagnosis biasanya terletak pada anamnesis yang

khas.

2.6.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

2.6.4.1 LABORATORIUM

Pada pasien dengan appendisitis akut, 70-90% menunjukkan peningkatan

jumlah leukosit terutama neutrofil (shift to the left), walaupun hal ini tidak

spesifik untuk appendisitis.

Pada pasien dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik

appendisitis akut, akan ditemukan adanya leukositosis 11.000-14.000/mm3. Jika

jumlah leukosit >18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan

peritonitis. Namun beberapa penderita dengan apendisitis akut terkadang memiliki

jumlah leukosit dan granulosit normal.

Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan

menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen. Urinalisa

sangat penting pada pasien dengan keluhan nyeri abdomen untuk menentukan

atau menyingkirkan kemungkinan infeksi saluran kencing. Apendisitis yang

menempel pada ureter atau vesika urinaria, pada pemeriksaan urinalisis dapat

ditemukan jumlah sel leukosit 10-15 sel/lapangan pandang.

2.6.4.2 SISTEM SKOR ALVARADO

Skor Alvarado adalah sistem skoring sederhana yang bisa dilakukan

dengan mudah, cepat, dan kurang invasif. Alfredo Alvarado tahun 1986 membuat

sistem skor yang didasarkan pada tiga gejala, tiga tanda dan dua temuan

laboratorium. Klasifikasi ini berdasarkan pada temuan pra operasi dan untuk

menilai derajat keparahan apendisitis.

Berdasarkan skoring terhadap faktor risiko yang digunakan dalam sistem

skor Alvarado maka dapat diasumsikan bahwa semakin lengkap gejala, tanda dan

pemeriksaan laboratorium yang muncul atau keberadaannya positif maka skor

18

Page 19: Isi - Appendicitis

Alvarado akan semakin mendekati 10, dan ini mengarahkan kepada apendisitis

akut atau apendisitis perforasi. Demikian pula sebaliknya jika semakin tidak

lengkap maka skor Alvarado semakin mendekati 1, ini mengarahkan kepada

apendisitis kronis atau bukan apendisitis. Alvarado merekomendasikan untuk

melakukan operasi pada semua pasien dengan skor ≥ 7 dan melakukan observasi

untuk pasien dengan skor 5 atau 6.

Tabel 1. Skor Alvarado untuk diagnosis apendisitis akut:

Gejala dan tanda Skor

Nyeri berpindah 1

Anoreksia 1

Mual-muntah 1

Nyeri fossa iliaka kanan 2

Rebound tenderness 1

Peningkatan suhu tubuh 1

Leukositosis > 10.000 sel/mm3 2

Shift to the left (persentase neutrofil > 75%) 1

2.7 PENCITRAAN RADIOLOGI APENDISITIS

Banyak pasien dengan gejala klinis yang khas dilakukan operasi segera

tanpa pemeriksaan radiologis. Pemeriksaan radiologi dilakukan pada pasien

dengan keadaan klinis tak jelas. atau menampilkan komplikasi.

2.7.1 FOTO POLOS ABDOMEN (SINAR-X)

Saat ini foto polos abdomen dianggap tidak spesifik dan tidak

direkomendasikan kecuali ada kelainan yang membutuhkan pemeriksaan foto

polos abdomen (seperti perforasi, obstruksi usus atau batu utereter). Kurang dari

50% pasien dengan apendisitis akan menampakkan tanda spesifik apensisitis pada

foto polos abdomen. Temuan spesifik pada foto polos abdomen adalah adanya

apendikolith. Apendikolith terkalsifikasi tercatat pada ± 1/5 sampai 1/3 pada anak-

anak dan kurang lebih 10% pada dewasa. Apendikolith tarnpak soliter, oval,

densitas kalsifikasi pada kuadran bawah kanan, ukurannya dapat mencapai 2 cm.

terkadang dapat berbentuk shell like atau laminated.

19

Page 20: Isi - Appendicitis

Temuan lain adalah ketidakjelasan otot psoas kanan, colon cut off sign,

distensi/dilatasi terisolasi pada loop terminal ileum, caecum, dan kolon asenden

(kurang sering) dengan air fluid level. Atoni dinamakan Ileus sekal, hasil dari

iritasi peritoneurn dengan edema lokal dan retensi cairan. Terutama dengan

apendiks retrosekal, edema dinding sekum dapat menyebabkan penebalan haustra

danthumbprinting. Atoni usus biasa terjadi apabila sudah teriadi abses atau

perkembangan dari peritonitis mengikuti perforasi. Udara yang mengisi apendiks

dapat terlihat pada apendisitis, temuan ini sangat mendukung inflamasi.

Perforasi dari appendiks jarang menyebabkan pneumoperitoneum. karena

appendiks biasanya obliterasi dan sisi yang terinflamasi terlokalisir dengan reaksi

peritoneum. Apabila terjadi perforasi appendiks atau perisekal abses dapat terlihat

gambaran gelembung udara atau kumpulan gelembung udara kecil. Pada perforasi

inkomplet berhubungan dengan kumpulan cairan perikolom, dapat menyebabkan

terpisahnya kolon asenden dari dinding lateral abdomen atau dengan deformitas

dinding lateral kolon asenden.

Tanda dari apendisitis akut:

Kalsifikasi apendiks (0,5-6cm), Sentinel loop-pelebaran ileum atonik

berisi air fluid level. Dilatasi caecum Preperitoneal fat line yang melebar dan /

kabur. Kaburnya region kanan bawah, mengacu pada cairan dan edema. Skolisis

konkaf ke kanan. Massa kuadran bawah kanan yang mendesak sekum. Kaburnya

batas muskulus psoas kanan (tidak khas) Udara pada apendiks (tidak khas).

20

Page 21: Isi - Appendicitis

Gambar 4. Foto polos abdomen tampak apendikolith (panah)

2.7.2 APPENDIKOGRAFI

Appendikografi adalah Teknik pemeriksaan radiologi untuk

memvisualisasikan appediks dengan menggunakan kontras media positif barium

sulfat . Dapat dilakukan secara oral dan anal.

Apendikografi secara oral dilakukan dengan cara pemberian kontras BaSO4

serbuk halus yang diencerkan dengan perbandingan 1:3 dan diminum sebelum

pemeriksaan kurang lebih 8-10 jam untuk anak-anak atau 10-12 jam untuk

dewasa, hasil apendikogram diexpertise oleh dokter spesialis radiologi.

Temuan appendikografi pada appendisitis:

- Non filling appendiks

- Irregularitas nodularitas dari appendiks yang memberikan gambaran

edema mukosa yang disebabkan oleh karena inflamasi akut.

- Efek massa pada sekum serta usus halus yang berdekatan

21

Page 22: Isi - Appendicitis

Gambar 5. Appendikografi tampak apendiks normal

2.7.3 ULTRASONOGRAFI (USG)

Pemeriksaan radiologi yang sekarang dianggap mempunyai akurasi tinggi,

bersifat non invasif, relatif murah, tidak mempunyai efek radiasi, aman terutama

pada anak-anak dan wanita hamil untuk diagnosis appendisitis adalah

pemeriksaan ultrasonografi (USG). Tetapi kenyataannya pemeriksaan USG ini

mempunyai beberapa kekurangan karena nilai diagnostiknya sangat dipengaruhi

oleh pemeriksa maupun kondisi pasien.

Beberapa hal yang mempengaruhi nilai diagnostik USG diantaranya:

ketrampilan pemeriksa, sulit dilakukan pada pasien dengan abdominal pain yang

luas karena kesakitan bila transducer diletakkan pada permukaan abdomen,

letak/posisi appendix yang bervariasi pada setiap orang sehingga membutuhkan

teknik khusus untuk pemeriksaan USG, pemeriksaan terbatas pada pasien dengan

udara usus yang prominent dan pasien obese. Kekurangan pemeriksaan USG

seperti ini menyebabkan nilai diagnostik USG menjadi rendah.

Teknik kompresi bertahap pada pemeriksaan sonografi dari apendiks

dijelaskan oleh Julien Puylaert pada 1986. Menggunakan probe minimal 7 MHz

pada titik nyeri maksimum pada region iliaka kanan, tekanan ditingkatkan secara

bertahap mencapai area dimana terjadi pendesakan usus halus. Apendiks dapat

terlihat diatas muskulus psoas. Teknik graded kompresi dengan Adjuvant teknik

pemeriksaan USG dependent operator yaitu: Teknik manual posterior, teknik

kompresi bertahap ke arah atas, teknik perubahan posisi Left Oblique Lateral

Decubitus, penggunaan transducer konveks frekuensi rendah (terutama untuk

22

Page 23: Isi - Appendicitis

orang yang obese dan wanita hamil), kombinasi USG gray scale dengan CDU

dapat meningkatkan nilai akurasi diagnostik appendicitis (sensitifitas, spesifisitas

dan akurasi hampir 99%).

Beberapa teknik Adjuvant tersebut yang mempunyai nilai diagnostik

tertinggi adalah teknik kompresi manual posterior, sedang yang terendah adalah

teknik perubahan posisi tubuh (Left Oblique Lateral Decubitus). Gambaran

ultrasonografi pada apendisitis non perforasi yaitu: diameter apendiks > 6 mm,

non compressible, aperistaltik, peningkatan aliran darah pada pemeriksaan CDU

di daerah appendix, dinding  yang hipoechoic dengan tebal > 2 mm, fecolith atau

cairan yang terlokalisir. Gambaran pada apendisitis perforasi yaitu target sign

dan  struktur tubular (blind ending) dengan adanya lapisan dinding yang hilang

(inhomogen),  cairan bebas perivesical atau pericaecal .

Beberapa operator berpengalaman menuntut menemukan apendiks normal,

tetapi kebanyakan operator sulit terlihat. Meskipun diagnosis dapat ditegakkan

ketika apendiks abnormal terlihat, apendisitis tidak dapat disingkirkan ketika

apendiks tidak dapat ditemukan. Bagaimanapun, ada beberapa kondisi yang

menyerupai apendisitis secara klinis dan dapat didiagnosis dengan sonografi perut

dan pelvis. Seperti yang sering pada kelainan ginekologis, hal tersebut perlu

dipikirkan pada wanita muda dengan curiga apendisitis. Sonografi juga

direkomendasikan pada anak-anak dan wanita hamil pada kondisi ini.

Dari 62 penelitian retrospektif dengan curiga apendisitis yang mendapatkan

apendiktomi. Bendeek dkk menemukan bahwa menguntungkan melakukan

pencitraan sebelum operasi terutama pada wanita. Hal ini dibuktikan dengan

didapatkannya hasil yang signifikan secara statistic untuk menghindari

appendiktomi negative pada kasus nyeri perut kanan bawah. CT scan dan

sonografi untuk pasien apendisitis. Pada beberapa institusi mereka memilih

pemeriksaan sonografi untuk pasien kurus, dan CT-Scan untuk pasien yang

gemuk3Apendiks normal kompresibel dengan tebal dinding sama atau kurang dari

3 mm. Jefrry dkk menyimpulkan bahwa ukuran apendiks dapat membedakan

apendiks normal dari apendiks dengan inflamasi akut. Pemeriksaan color Doppler

juga memberikan peranan, memperlihatkan hyperemia pada dinding pada

apendisistis akut terinflamasi.

23

Page 24: Isi - Appendicitis

Inflamasi dari apendiks yang terletak dalam pelvis sejati dapat terlihat pada

sken suprapubis. Sesuai dengan pengalaman. Hal ini lebih sering dijumpai pada

wanita, kemungkinan berkaitan dengan luasnya pelvis, dan presentasi sering

menyerupai penyakit inflamasi pelvis. Kelainan ini dapat diperiksa secara optimal

dengan pemeriksaan sonografi transvaginal karena apendiks berkaitan erat dengan

uterus dan atau ovarium. Gambaran sonografi diperlukan untuk penegakkan

diagnosis, meskipun gambaran apendiks timbul dari dasar sekum mustahil untuk

ditemukan dan kompresi tak dapat dilakukan. Meskipun demikian identifikasi

ujung buntu dari apendiks dengan peningkatan diameter, distensi lumen,.

Inflamasi lemak sekitar nyata. Jika terjadi rupture dari apendiks dalam pelvis

dapat teridenttifikasi terlebih dahulu pada sonografi. Identifikasi abses pelvis

tanpa identifikasi apendiks dapat mengakibatkan kecurigaan lain dari sumber

inflamasi pelvis.

Beberapa penelitian mendokumentasikan bahwa sonografi mempunyai

sensitivitas 85-90% dan spesifisitas 92-96%. Sedangkan pada anak-anak

sensitivitas 85%-95% dan spesifitas 47-96%. Pada kasus dengan perforasi

sensitivitas 35% dan spesifitas 98%. Meskipun sensitivitas dari sonografi untuk

diagnosis apendisitis menurun dengan adanya perforasi, namun secara statistic

gembarannya berkaitan dengan adanya cairan terlokalisasi pada

perisekal,phlegmon atau abses, lemak perisekal atau periapendiks yang prominen,

dan hilangnya gambaran melingkar dari lapisan submukosa dari apendiks.

Tanda apendisitis akut pada sonografi.

- Indentifikasi apendiks

- Struktur tubuler dengan ujung buntu pada titik nyeri

- Non-kompresibel

- Diameter 6 mm atau lebih

- Tidak adanya peristaltic

- Apendikolith dengan bayangan akustik

- Ekogenesitas tinggi non-kompersibel disekitar lemak

- Cairan disekitar lesi atau abses

- Edema dan ujung sekun

24

Page 25: Isi - Appendicitis

- Gambaran sonografi dari perforasi apendiks

- Cairan perisekal terlokalisir

- Phelgmon

- Abses

- Lemak perisekal yang prominen

- Hilangnya gambaran melingkar dari lapisan submukosa

Gambaran sonografi dari tahapan apendisitis

Apendisitis supuratif: Pada potongan longitudinal tampak apendiks

teriflamasi aperistaltik, tidak terkompresi, ujung buntu, struktur tubuler dengan

dinding berlapis dari dasar sekum . Pada potongan transeval, apendiks abnormal

sering dengan gambaran target dan diameter luar lebih dari 6 mm pada kuadran

perut kanan bawah. Perlu dipikirkan tebal dinding apendiks lebih dari 3 mm

dievaluasi sebagai suatu keadaan patologis.

Apendisitis gangrene : Hilangnya ekogenitas lapisan submukosa dinding

apendiks baik secara fokal maupun umum dan ekogenesitas lemak yang

prominen.

Apendisitis perforasi: Dapat tidak tampak pada region perut kanan bawah

irregularitas dan kerusakan kontur apendiks dengan adanya cairan periapendiks

dan lemak perisekal yang prominen dapat didiagnosis sebagai perforasi.

Gelembung udara dalam kumpulan cairan pada kasus perforasi sebagai hasil dari

terbentuknya udara dari organisme. Perforasi local dari ujung apendiks juga

memperlihatkan kantung udara pada lokasi perforasi .

Phlegmon peripendiks dan abses : Phlegmon tampak sebagai kumpulan

cairan, yang dilingkupi oleh omentum majus yang berdekatan dan loop usus

halus. Abses tampak sebagai massa hipoekoik berdekatan dengan sekum atau

apendiks.

25

Page 26: Isi - Appendicitis

Gambar 6. USG Appendiks normal

Gambar 7. USG Apendisitis ;Tampak penebalan pada dinding apendiks

Gambar 8. USG Apendisitis dengan apendikholik (tanda panah)

26

Page 27: Isi - Appendicitis

Gambar 9. USG Apendisitis dengan apendikholik

Gambar 10. USG Apendisitis dengan apendikholik

Gambar 11. USG Apendisitis dengan apendikholik

27

Page 28: Isi - Appendicitis

Gambar 12. USG Apendisitis dengan apendikholik

Gambar 13. USG Apendisitis dengan apendikholik

Gambar 14. USG Apendisitis dengan apendikholik

28

Page 29: Isi - Appendicitis

Gambar 15. USG Apendisitis dengan apendikholik, adanya inflamasi di

mesentrikun dan berisi cairan

Gambar 16. USG appendisitis kronis

29

Page 30: Isi - Appendicitis

Gambar 17. USG Appendisitis Perforasi

Gambar 18. USG Appendisitis Perforasi

Gambar 19. USG Appendisitis Perforasi

30

Page 31: Isi - Appendicitis

Gambar 20. USG Appendisitis Perforasi

Gambar 21. USG Appendisitis Perforasi

Sonography of ruptured appendix. Sonography of the right iliac fossa reveals 1)

distended swollen appendix containing hypoechoic (purulent) fluid with 2)

anechoic (fluid) collection anterior to the appendix, with 3)echogenic material

(possibly phlegmon) within the fluid. 4) There is evidence of rupture of the

proximal part of the appendicular wall. These ultrasound images suggest rupture

or perforation of the acutely inflamed appendix. These sonographic images were

taken with a Toshiba Xario ultrasound machine, courtesy of Dr. Gunjan Puri,

Surat, India.

31

Page 32: Isi - Appendicitis

2.7.4 SONOGRAFI COLOUR DOPPLER

Sonografi Colour Doppler bermanfaat sebagai evaluasi inflamasi dari

saluran cerna

Appendiks normal sering terlihat hyperemia ringan pada sonografi

Doppler. Pada appendiks terinflamasi tampak peningkatan aliran dibangdingkan

dengan normal, dan pewarnaan melingkar dari dinding appendik merupakan

appendisitis akut. Penelitian Patriquin dkk, nilai resistive index (RI) diukur pada

aliran diastolic akhir dan signal (RI = 9.85-1.00). Pada appendisitis akut tak tak

terkomplikasi alirannya tinggi (RI = 0.40-0.77) ; mean 0,54

Gambar 22. SCD Apendisitis supuratif. Apendiks terinflamasi (panah) dengan

pewarnaan melingkar, indikasi kuat apendisitis

Gambar 23 . SCD Appendisitis akut

32

Page 33: Isi - Appendicitis

Gambar 24. SCD Appendisitis. Tampak Peningkatan vaskular pada appendisitis

Gambar 25. Oblique section Power Doppler image

Gambar 26. Cross section (transverse section)- Markedly vascular appendiks

33

Page 34: Isi - Appendicitis

2.7.5 CT-SCAN

CT-Scan sekarang dipertimbangkan sebagai pemeriksaan diagnostik paling

akurat untuk meyingkirkan appendisitis. Telah dilaporkan keakuratan diagnosis

CT-Scan rata-rata antara 93% dan 98 % dengan sensitifitas 90-98% dan spesifitas

83-98%; diagnosis alternative 48% - 80% Variasi dari tehnik CT-Scan pada

pasien dengan kecurigaan appendisitis dapat dievaluasi dengan beberapa tehnik,

termasuk CT-Scan perut dan pelvis dengan atau tanpa kontras , CT-Scan

konvensional dan helical, CT-Scan penuh dan terbatas pada abdominopelvik, dan

kombinasi bervariasi materi kontras.

Tabel. 2 Perbandingan Sonografi dan CT dalam mendiagnosis apendisitis

sonografi Ct- scanSensitifitas 85 % 90 – 100 %Spesifitas 92 % 95 – 100 %penggunaan Evaluasi pasien dengan kecurigaan

diagnosis apendisitisEvaluasi pasien dengan kecurigaan apendisitis

keuntungan AmanRelatif lebih murahDapat menyingkirkan penyakit pelvis Pada wanitaLebih baik pengguaan padaAnak- anak

Lebih akuratLebih baik mengidentifikasi plegmon dan absesLebih baik mengidentifikasi apendiks normal

Kerugian Ketergantugan operator secara tehknik pemeriksaan tidak adekuat terhadap gasnyeri

Harga lebih mahalEfek radiasi pegionPenggunaan kontras

Tanda CT-Scan dari apendiks termasuk ukuran diameter apendiks lebih dari

6mm, kegagalan apendiks terisi dengan kontra oral atau udara untuk mencapai

ujungnya, apendikolith dan penyangatan dari dinding dengan kontras intravena.

Disekelilingnya dapat ditemukan perubahan inflamasi, termasuk peningkatan

atenuasi lemak, cairan, inflamasiphlegm on, penebalan sekum, abses , gas

intraluminal dan pembesaran limfe. Terkadang lumen dari sekum dapat dilihat

sebagai tunjuk bagian apendiks terbuka yang terobstruksi.

34

Page 35: Isi - Appendicitis

Dalam Gambar 28. CT- Scan aksial tampak inflamasi perisekum ( panah ) dan

cairan bebas minimal pasien dengan rupture apendiks akut(atas). CT-Scan aksial

apendiks terinflamas dengan apendikolith ( panah ) dan cairan periappendesial

dan perisekum(bawah).

2.7.6 MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI)

MRI juga dipergunakan untuk mendiagnosis appendisitis, namun demikian

MRI mempunyai keterbatasan dalam mendeteksi appendikolith. Pada pemberian

kontras tampak penyangatan dari dinding appendiks yang terinflamasi

mengindikasikan appendisitis.

MRI dengan kontras gadoliniumfat-suppressed merupakan pemeriksaan

sensitive (97%) dan akurat (95%) dalam mendeteksi appendisitis bagaimanapun

pemeriksaan ini tidak rutin dipergunakan. MRI tanpa kontras juga dipergunakan

dalam mendeteksi appendisitis dengan akurasi 100%. Berdasarkan penelitian

Hormann dan Incesu dkk MRI tanpa kontras ditemukan lebih memadai sebagai

modalitas pencitraan.

35

Page 36: Isi - Appendicitis

Gambar 29. MRI Appendisitis

2.8 DIAGNOSIS BANDING

a. Gastroenteritis

b. Limfedenitis Mesenterika

c. Demam Dengue

d. Infeksi Panggul

e. Gangguan alat kelamin perempuan

f. Kehamilan di luar kandungan

g. Divertikulosis Meckel

h. Ulkus Peptikum yang Perforasi

i. Batu Ureter

2.9 PENATALAKSANAAN

2.9.1 Tindakan Umum

Pada apendisitis akut dengan komplikasi berupa peritonitis karena

perforasi menuntut tindakan yang lebih intensif. Pasien memerlukan perawatan

intensif sekurang-kurangnya 4-6 jam sebelum dilakukan pembedahan. Pipa

nasogastrik dipasang untuk mengosongkan lambung agar mengurangi distensi

abdomen dan mencegah muntah dan pasien dipuasakan.

Jika pasien dalam keadaan syok hipovolemik akibat dehidrasi ataupun

sepsis maka diberikan cairan ringer laktat 20 mg/kgBB secara intravena,

36

Page 37: Isi - Appendicitis

kemudian diikuti dengan pemberian plasma atau darah sesuai indikasi. Setelah

pemberian cairan intravena sebaiknya dievaluasi kembali kebutuhan dan

kekurangan cairan, serta pantau output urin.

Pada anak, dipersiapkan untuk operasi dalam waktu 2-3 hari saja. Pasien

dewasa dengan massa periapendikular yang terpancang dengan pendindingan

sempurna, dianjurkan untuk dirawat dahulu dan diberi antibiotik sambil diawasi

suhu tubuh, ukuran massa, serta luasnya peritonitis. Bila sudah tidak ada demam,

massa periapendikular hilang, dan leukosit normal, penderita boleh pulang dan

appendiktomi elektif dapat dikerjakan 2-3 bulan kemudian agar perdarahan akibat

perlengketan dapat ditekan sekecil mungkin.

Terapi sementara untuk 8-12 minggu adalah konservatif saja. Pada anak

kecil, wanita hamil, dan penderita usia lanjut, jika secara konservatif tidak

membaik atau berkembang menjadi abses, dianjurkan operasi secepatnya.

Untuk menurunkan demam diberikan antipiretik. Jika suhu di atas 380C

pada saat masuk rumah sakit, kompres alkohol dan sedasi diindikasikan untuk

mengontrol demam. Berikan pula analgesik dan antiemetik parenteral untuk

kenyamanan pasien. Tetapi tidak dianjurkan pemberian analgetik pada pasien

dengan akut abdomen yang penyebabnya belum diketahui karena dapat

mengaburkan penegakkan diagnosis. Berikan pula antibiotik intravena pada

pasien yang menunjukkan tanda-tanda sepsis dan pada pasien yang akan

menjalani prosedur pembedahan laparotomi.

2.9.2 Appendektomi

Bila diagnosis klinis sudah jelas maka tindakan paling tepat adalah

apendektomi dan merupakan satu-satunya pilihan terbaik. Penundaan

apendektomi sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau

perforasi. Insidensi appendiks normal yang dilakukan pembedahan sekitar 20%.

Apendektomi dapat dicapai melalui insisi Mc Burney.

Indikasi dari apendektomi antara lain:

1. Appendisitis akut (apendektomi Chaud)

2. Appendisitis kronis (apendektomi Froid)

3. Peri-appendikular infiltrat dalam stadium tenang (a-Froid)

37

Page 38: Isi - Appendicitis

4. Appendiks terbawa pada laparotomi operasi kandung empedu

5. Appendisitis perforasi

2.9.3 Terapi medikamentosa

Antibiotika sebelum pembedahan diberikan pada semua pasien dengan

appendisitis. Antibiotika profilaksis mengurangi insidensi komplikasi infeksi

apendisitis. Pemberian antibiotika dihentikan setelah 24 jam selesai pembedahan.

Antibiotika berspektrum luas diberikan secepatnya sebelum ada biakan kuman.

Pemberian antibiotika untuk infeksi anaerob sangat berguna untuk kasus-kasus

perforasi apendisitis. Antibiotika diberikan selama 5 hari setelah pembedahan atau

melihat kondisi klinis penderita.

Kombinasi antibiotika yang efektif melawan bakteri aerob dan anaerob

spektrum luas diberikan sebelum dan sesudah pembedahan. Kombinasi ampisilin

(100 mg/kgBB), gentamisin (7,5 mg/kgBB) dan klindamisin (40 mg/kgBB) dalam

dosis terbagi selama 24 jam cukup efektif untuk mengontrol sepsis dan

menghilangkan komplikasi apendisitis perforasi. Metronidazol aktif terhadap

bakteri gram negatif dan didistribusikan dengan baik ke cairan tubuh dan jaringan.

2.10 KOMPLIKASI

Bila tidak ditangani dengan baik maka appendisitis akut dapat mengalami

perforasi dan berlanjut menjadi peritonitis lokal maupun umum. Komplikasi yang

paling sering terjadi adalah perforasi baik berupa perforasi bebas maupun

perforasi pada bagian apendiks yang telah mengalami pendindingan (Walling off)

sehingga berupa massa yang terdiri dari kumpulan mesoapendiks, appendiks,

sekum dan lengkung usus yang disebut sebagai massa periapendikuler.

Terjadinya massa periappendikuler bila appendisitis gangrenosa atau

mikroperforasi ditutupi pendindingan oleh omentum dan lengkung usus. Pada

massa periappendikuler yang pendindingannya belum sempurna, dapat terjadi

penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum saat terjadi perforasi, akibatnya

akan terjadi peritonitis umum.

Komplikasi lain yang cukup berbahaya adalah pylephlebitis, yaitu

trombophlebitis supurativa pada sistem vena porta akibat perluasan infeksi

38

Page 39: Isi - Appendicitis

appendisitis. Gejalanya berupa menggigil, demam tinggi, ikterik ringan dan abses

hepatik.

Komplikasi yang terjadi setelah pembedahan apendisitis diantaranya adalah

infeksi. Infeksi setelah pembedahan sering terjadi pada apendisitis perforasi atau

gangrenosa. Meskipun infeksi bisa terjadi di sejumlah lokasi, infeksi yang terletak

di lokasi pembedahan adalah yang paling sering, yaitu pada luka subkutan dan

dalam rongga abdominal. Insidensi kedua komplikasi ini bervariasi tergantung

pada derajat apendisitis, umur penderita, kondisi fisiologis dan tipe penutupan

luka. Obstruksi intestinal bisa terjadi setelah pembedahan pada kasus appendisitis,

hal ini disebabkan oleh abses, phlegmon intraperitoneal atau adhesi. Infertilitas

dapat terjadi pada perempuan dengan appendisitis perforasi.

Komplikasi lain, di antaranya:

- Nekrosis dinding appendiks

- Perforasi dinding appendiks dan pus masuk ke kavum peritonii

- General peritonitis

- Periappendikular infiltrat atau Phlegmon atau Periappendicular abses

- Sepsis

- Appendisitis kronis

39

Page 40: Isi - Appendicitis

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Appendisitis adalah peradangan yang terjadi pada appendiks vermiformis,

dan merupakan penyebab yang paling sering pada abdomen akut. Bila tidak

ditangani dengan baik maka appendisitis akut dapat mengalami perforasi dan

berlanjut menjadi peritonitis lokal maupun umum.

Pemeriksaan radiologi yang sekarang dianggap mempunyai akurasi tinggi,

bersifat non invasif, relatif murah, tidak mempunyai efek radiasi, aman terutama

pada anak-anak dan wanita hamil untuk diagnosis appendisitis adalah

pemeriksaan ultrasonografi (USG).

Apendisitis perforasi pada USG tampak pada region perut kanan bawah

irregularitas dan kerusakan kontur appendiks dengan adanya cairan periapendiks

dan lemak perisekal yang prominen dapat didiagnosis sebagai perforasi.

Gelembung udara dalam kumpulan cairan pada kasus perforasi sebagai hasil dari

terbentuknya udara dari organisme. Perforasi local dari ujung apendiks juga

memperlihatkan kantung udara pada lokasi perforasi .

40

Page 41: Isi - Appendicitis

DAFTAR PUSTAKA

1. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 1999. Principles of Surgery sevent

edition. Mc-Graw Hill a Division of The McGraw-Hill Companies.

Enigma an Enigma Electronic Publication.

2. Anonim, . Ilmu Bedah dan Teknik Operasi. Bratajaya Fakultas Kedokteran

UNAIR. Surabaya.

3. Lugo,. V.H., 2004. Periappendiceal Mass. Pediatric Surgery Update.

Vol.23 No.03 September 2004.

4. Sedlak M, Wagner OJ, Wild B, Papagrigoriades S, Exadaktylos AK. Is

there still a role for rectal examination in suspected appendicitis in

adults?. Am J Emerg Med. Mar 2008;26(3):359-60. 

5. Shakhatreh HS. The accuracy of C-reactive protein in the diagnosis of

acute appendicitis compared with that of clinical diagnosis. Med

Arh. 2000;54(2):109-10.

6. Yang HR, Wang YC, Chung PK, Chen WK, Jeng LB, Chen

RJ. Laboratory tests in patients with acute appendicitis. ANZ J Surg. Jan-

Feb 2006;76(1-2):71-4. 

7. Reksoprodjo, S., dkk.1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Bagian Bedah

Staf Pengajar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Bina Rupa

Aksara. Jakarta.

8. Hardin, M., 1999. Acute Appendisitis :Review and Update. The American

Academy of Family Physicians. Texas A&M University Health Science

Center, Temple, Texas

9. Tundidor Bermudez AM, Amado Dieguez JA, Montes de Oca Mastrapa

JL. Urological manifestations of acute appendicitis. Arch Esp

Urol. Apr 2005;58(3):207-12.

41

Page 42: Isi - Appendicitis

10. Harswick C, Uyenishi AA, Kordick MF, Chan SB. Clinical guidelines,

computed tomography scan, and negative appendectomies: a case

series. Am J Emerg Med. Jan 2006;24(1):68-72

11. Malone AJ Jr, Wolf CR, Malmed AS, Melliere BF. Diagnosis of acute

appendicitis: value of unenhanced CT. AJR Am J

Roentgenol. Apr 1993;160(4):763-6. 

12. Poortman P, Oostvogel HJ, Bosma E, Lohle PN, Cuesta MA, de Lange-de

Klerk ES, et al. Improving diagnosis of acute appendicitis: results of a

diagnostic pathway with standard use of ultrasonography followed by

selective use of CT. J Am Coll Surg. Mar 2009;208(3):434-41. 

13. Tzanakis NE, Efstathiou SP, Danulidis K, et al. A new approach to

accurate diagnosis of acute appendicitis. World J

Surg. Sep 2005;29(9):1151-6, discussion 1157. 

14. Alvarado A. A practical score for the early diagnosis of acute

appendicitis. Ann Emerg Med. May 1986;15(5):557-64. 

15. Eriksson S, Granstrom L. Randomized controlled trial of appendicectomy

versus antibiotic therapy for acute appendicitis. Br J

Surg. Feb 1995;82(2):166-9. 

16. Bickell NA, Aufses AH, Rojas M. How time affects the risk of rupture in

appendicitis. J Am Coll Surg. Mar 2006;202(3):401-6.

17. Abou-Nukta F, Bakhos C, Arroyo K, et al. Effects of delaying

appendectomy for acute appendicitis for 12 to 24 hours. Arch

Surg. May 2006;141(5):504-6; discussioin 506-7. 

18. Liang MK, Lo HG, Marks JL. Stump appendicitis: a comprehensive

review of literature. Am Surg. Feb 2006;72(2):162-6.

42

Page 43: Isi - Appendicitis

19. Liberman MA, Greason KL, Frame S, et al. Single-dose cefotetan or

cefoxitin versus multiple-dose cefoxitin as prophylaxis in patients

undergoing appendectomy for acute nonperforated appendicitis. J Am Coll

Surg. Jan 1995;180(1):77-80. 

20. Lin HF, Wu JM, Tseng LM, et al. Laparoscopic versus open

appendectomy for perforated appendicitis. J Gastrointest

Surg. Jun 2006;10(6):906-10.

21. Orr RK, Porter D, Hartman D. Ultrasonography to evaluate adults for

appendicitis: decision making based on meta-analysis and probabilistic

reasoning. Acad Emerg Med. Jul 1995;2(7):644-50. 

22. Rao PM, Rhea JT, Rao JA, et al. Plain abdominal radiography in clinically

suspected appendicitis: diagnostic yield, resource use, and comparison

with CT. Am J Emerg Med. Jul 1999;17(4):325-8. 

23. Schwerk WB, Wichtrup B, Rothmund M, et al. Ultrasonography in the

diagnosis of acute appendicitis: a prospective

study. Gastroenterology. Sep 1989;97(3):630-9. 

24. Thomas SH, Silen W. Effect on diagnostic efficiency of analgesia for

undifferentiated abdominal pain. Br J Surg. Jan 2003;90(1):5-9.

25. Webster DP, Schneider CN, Cheche S, et al. Differentiating acute

appendicitis from pelvic inflammatory disease in women of childbearing

age. Am J Emerg Med. Nov 1993;11(6):569-72. 

26. Kalesaran, Laurens. Diagnosis Sistem Skoring pada appendicitis akut.

Undip Semarang. Nov 1996

43