24
Iritable Bowel Syndrome Pendahuluan Irritable bowel syndrome (IBS) adalah suatu penyakit fungsional gastrointestinal (termasuk fungsional dispepsia) dan mempunyai sifat kronis yang ditandai oleh nyeri atau sensasi tidak nyaman pada abdomen, fibromyalgia, nyeri panggul kronis, interstitial cystitis, kembung dan perubahan kebiasaan buang air besar adalah salah satu sindrom yang paling umum dilihat dalam pencernaan dan penyedia perawatan primer, dengan prevalensi di seluruh dunia dari 10 sampai 15%. (4,6) Perubahan psikologis dan fisiologis adalah hal yang mendasari penyakit ini dalam mempengaruhi regulasi system gastrointestinal, persepsi visceral dan integritas mukosa. Onset IBS tidak di pengaruhi oleh faktor psikologis karena IBS bukan kelainan psikiatrik atau psikologis, tetapi faktor psikologis dapat berperan penting dalam persistensi dan berat keluhan abdomen. (1,4) Dengan tanpa adanya penyebab organ terdeteksi, IBS disebut sebagai gangguan fungsional, dan dapat di definisikan oleh kriteria diagnostic berdasarkan manifestasi klinis yang dikenal sebagai “Kriteria Rome” yang terdiri dari Rome i, Rome ii, Rome iii dan terdapat pula kriteria Manning. (1,6) Epidemiologi Prevalensi IBS di dunia menurut Emeran A.Mayer tahun 2008 menunujukkan sekitar 10 – 15 % masyarakat di dunia terkena IBS.

Irritable bowel synadrome.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

Page 1: Irritable bowel synadrome.docx

Iritable Bowel Syndrome

Pendahuluan

Irritable bowel syndrome (IBS) adalah suatu penyakit fungsional gastrointestinal

(termasuk fungsional dispepsia) dan mempunyai sifat kronis yang ditandai oleh nyeri atau

sensasi tidak nyaman pada abdomen, fibromyalgia, nyeri panggul kronis, interstitial cystitis,

kembung dan perubahan kebiasaan buang air besar adalah salah satu sindrom yang paling umum

dilihat dalam pencernaan dan penyedia perawatan primer, dengan prevalensi di seluruh dunia

dari 10 sampai 15%. (4,6)

Perubahan psikologis dan fisiologis adalah hal yang mendasari penyakit ini dalam

mempengaruhi regulasi system gastrointestinal, persepsi visceral dan integritas mukosa. Onset

IBS tidak di pengaruhi oleh faktor psikologis karena IBS bukan kelainan psikiatrik atau

psikologis, tetapi faktor psikologis dapat berperan penting dalam persistensi dan berat keluhan

abdomen. (1,4)

Dengan tanpa adanya penyebab organ terdeteksi, IBS disebut sebagai gangguan fungsional, dan

dapat di definisikan oleh kriteria diagnostic berdasarkan manifestasi klinis yang dikenal sebagai

“Kriteria Rome” yang terdiri dari Rome i, Rome ii, Rome iii dan terdapat pula kriteria Manning.

(1,6)

Epidemiologi

Prevalensi IBS di dunia menurut Emeran A.Mayer tahun 2008 menunujukkan sekitar 10

– 15 % masyarakat di dunia terkena IBS. Hanya 25-50% masyarakat dengan gejala nyeri perut

(sedang-berat) mencari perawatan medis. IBS terutama terjadi antara usia 15 dan 65. Presentasi

pertama pasien ke dokter biasanya dalam kelompok usia 30-50 tahun (6,7).

Gejala IBS (atau gejala gastrointestinal fungsional terkait lainnya) sering pada masa

kanak-kanak; estimasi prevalensi IBS pada anak-anak adalah mirip dengan orang dewasa. Rasio

perempuan-pria adalah 2: 1 di sebagian besar sampel berdasarkan populasi dan lebih tinggi di

antara orang-orang yang mencari perawatan kesehatan. Gejala-gejala seperti IBS berkembang di

sekitar 10% dari pasien dewasa setelah infeksi enterik bakteri atau virus(6).

Prevalensi IBS meningkat di negara-negara di kawasan Asia-Pasifik, terutama di negara-

negara dengan ekonomi berkembang. Perkiraan prevalensi IBS (menggunakan kriteria diagnostik

Page 2: Irritable bowel synadrome.docx

Roma II) bervariasi di kawasan Asia-Pasifik. Prevalensi dilaporkan termasuk 0,82% di Beijing,

5,7% di Cina selatan, 6,6% di Hong Kong, 8,6% di Singapura, 14% di Pakistan, dan 22,1% di

Taiwan. Sebuah penelitian di Cina menemukan bahwa prevalensi IBS seperti yang didefinisikan

oleh kriteria Roma III di klinik rawat jalan adalah 15,9% (7).

Klasifikasi

Berdasarkan kriteria Rome iii dan karakteristik feses pasien IBS dapat di klasifikasikan menjadi

(7):

IBS dengan Diare (IBS-D)

- Feses lembek/cair ≥25% waktu dan feses padat/bergumpal <25% waktu

- Lebih umum ditemui pada laki-laki

- Ditemukan pada satu pertiga kasus

IBS dengan konstipasi (IBS-C)

- Feses padat/bergumpal ≥25% dan feses lembek/cair <25% waktu

- Lebih umum ditemui pada wanita

- Ditemukan pada satu pertiga kasus

IBS dengan campuran kebiasaan buang air besar atau pola siklik (IBS-M)

- Feses padat/bergumpal dan lembek/cair ≥25% waktu

- Ditemukan pada satu pertiga kasus

Berdasarkan gejala klinisnya klasifikasi lain dapat di gunakan (7):

Berdasarkan gejala:

- IBS predominan disfungsi usus

- IBS predominan nyeri

- IBS predominan kembung

Berdasarkan faktor pencetus:

- Post-infectious (PI-IBS)

- Food-induced

- Berhubungan dengan stress

Etiologi dan Patofisiologi

Page 3: Irritable bowel synadrome.docx

Banyak faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya IBS seperti riwayat

keluarga ,gangguan motilitas, abnormalitas neurotransmitter, intoleransi makanan, faktor

psikososial, hipersensitivitas visceral dan pasca infeksi usus (1,5)

a. Riwayat keluarga dan genetik

Dokter telah lama menyadari bahwa riwayat keluarga IBS adalah nilai dalam

menegakkan diagnosa. Adanya IBS dalam keluarga tak bisa lepas dengan adanya riwayat

keluarga. Keluarga terutama yg langsung contohnya ayah, ibu, adik, maupun kakak

mempunyai resiko 2 kali lebih besar terkena IBS jika di keluarganya mempunyai riwayat

IBS sebelumnya. Namun beberapa penelitian tidak bsa menbedakan antara pengaruh

genetik dan faktor lingkungan (5).

Sedangkan peran faktor genetic pada IBS ditunjukkan pada beberapa penelitian.

Anggota keluarga yang terkena IBS mempunyai keluhan gastrointestinal yang sama. IBS

lebih rentan pada kembar monozigot daripada kembar dizigot. Hal ini di karenakan

karena adanya gangguan regulasi akibat polimorfisme genetic pada SERT (Serotonin

Reuptake Transporter) yang merupakan peran genetik penting dalam IBS (1)

b. Ganguan motilitas Gastrointestinal

Perubahan motilitas lambung

Perubahan motilitas lambung pada sebagian pasien IBS yaitu terjadinya

pengosongan lambung yang tertuda, terutama zat padat. Ini terutama terlihat pada

pasien dengan konstipasi atau mereka yang mempunyai gejala dispepsia.

Terganggunya pengosongan lambung berkorelasi dengan kurangnya peningkatan

postprandial di electrogastrography (EGG) amplitudo (r = 0,8; p, 0,005).

Selanjutnya, emosi seperti marah dapat menekan kontraktilitas antrum.

Kelainan motilitas usus kecil

Sementara berbagai kelainan aktivitas motorik usus kecil telah dibuktikan di IBS

dalam kondisi studi, tidak ada tanda khusus untuk kondisi tersebut. Gangguan

motorik usus kecil dilaporkan meliputi: peningkatan frekuensi dan durasi

kontraksi usus, peningkatan frekuensi migrating motor complex (MMC),

kontraksi duodenum dan jejunum, dan respon motorik berlebihan terhadapt

makanan yang di konsumsi, distensi ileum, dan cholecystokinin (CCK) (5).

c. Ketidakseimbangan Neurotransmitter

Page 4: Irritable bowel synadrome.docx

Neurotransmitter yang sangat penting yaitu serotonin yang dapat mengakibatkan

gangguan psikis maupun gangguain gastrointestinal. Lokasi serotonin 5% pada susunan

saraf pusat dan paling banyak pada saluran cerna yaitu sekitar 95% pada sel

enterokromaffin, saraf, selmast dan sel otot polos. Serotonin sangat penting dalam

perannya yaitu mengatur sekresi, motilitas dan keadaan sensori pada saluran cerna

melalui aktivasi sejumlah reseptor pada saluran cerna.

Sedangkan neurotransmitter lain yang memiliki peran penting contohnya,

calcitonin gene-related peptide acethylcoline, substance P, pituitary adenylate cyclase-

activating polypeptide, nitric oxide dan vasoactive intestinal peptide. Neurotransmitter ini

menghubungkan antara kontaktilitas usus, sensitivitas visceral, system saraf usus dan

system saraf pusat.

Sel enterosit mempunyai peranan penting dalam mengatur keseimbangan

serotonin yaitu dengan membuangnya dari ruangan interstitial melalui aksi SERT

(Serotonin Reuptake Transporter). Peningkatan pelepasan mediator contohnya nitrit

oxide, interleukin, histamine dan protesase menstimulasi system saraf enteric, dan dapat

menyebabkan gangguan motilitas, sekresi serta hiperalgesia system saluran cerna. (5)

(3)

d. Intoleransi makanan

Intoleransi makanan didefinisikan sebagai gejala yang berkaitan dengan asupan

makanan, dengan atau tanpa temuan obyektif, dilaporkan oleh 25% -65% dari pasien-

pasien dengan IBS. Hal ini telah dikaitkan dengan mekanisme imunologi, alergi, racun

dan kejiwaan.

Page 5: Irritable bowel synadrome.docx

Usus diatur dan dikendalikan oleh neuropeptide yang memediasi perubahan

motilitas dan fungsi usus. Pasien IBS menunjukkan peningkatan motilitas sigmoid dan

peningkatan makanan yang menginduksi sekresi serotonin. (2)

e. Faktor psikososial

Fungsi motor pada usus halus dan kolon di pengaruhi oleh faktor psikologis , baik

pada orang normal maupun pasien IBS. Sekitar 60% pasien pada pusat rujukan memiliki

gejala psikiatri seperti somatisasi, depresi dan cemas. Dan pasien dengan diagnose IBS

lebih sering memiliki gejala ini (1).

f. Hipersensitivitas visceral

Sakit perut dan ketidaknyamanan menyebabkan morbiditas yang cukup besar

pada pasien IBS dan merupakan komponen penting dari kriteria diagnostik. Sekitar dua

pertiga dari pasien menunjukkan peningkatan sensitivitas nyeri pada stimulasi usus,

sebuah fenomena yang dikenal sebagai hipersensitivitas visceral. Hipersensitivitas

visceral diduga memainkan peran penting dalam pengembangan rasa sakit kronis dan

ketidaknyamanan pada pasien IBS (5).

Hipersensitivitas visceral disebabkan oleh kombinasi faktor-faktor yang melibatkan

sensitifitas dari sensitisasi perifer dan central (5).

Sensitisasi Perifer

Selama cedera jaringan dan peradangan, nociceptor terminal perifer terkena

mediator imun dan inflamasi seperti prostaglandin, leukotrien, serotonin,

histamin, sitokin, faktor neurotropik, dan metabolit reaktif. Mediator inflamasi ini

bekerja pada terminal nociceptor, yang mengarah ke aktivasi jalur sinyal

intraseluler, yang mengakibatkan upregulate sensitivitas dan rangsangan.

Fenomena ini telah disebut sensitisasi perifer. Sensitisasi perifer diyakini

menyebabkan hipersensitivitas nyeri di lokasi cedera atau peradangan, juga

dikenal sebagai hiperalgesia primer (peningkatan sensitivitas terhadap rangsangan

yang menyakitkan) dan allodynia (nyeri abnormal yang disebabkan oleh stimulus

yang biasanya tidak menimbulkan nyeri)

Sensitisasi sentral

Konsekuensi sekunder dari sensitisasi perifer adalah pengembangan wilayah

hipersensitivitas pada jaringan terluka sekitarnya (sekunder hiperalgesia /

Page 6: Irritable bowel synadrome.docx

allodynia). Fenomena ini terjadi karena peningkatan rangsangan dan bidang

reseptif dari neuron spinal dan hasil dalam perekrutan dan amplifikasi masukan

baik non-nociceptive dan nociceptive dari jaringan sehat yang berdekatan

g. Pasca infeksi usus

Sekitar 3-35% pasien IBS mendapatkan gejala yang muncul dalam waktu 6-12

bulan setelah terjadinya infeksi system gastrointestinal. Secaraa khusus di temukan sel-

sel inflamasi mukosa terutama sel mast di beberapa bagian duodenum dan kolon,

mengakibatkan peningkatan pelepasan mediator (nitric oxide, interleukin, histamin, dan

protease) yang akan menstimulasi sistem saraf enterik; mediator yang dikeluarkan

menyebabkan gangguan motilitas, sekresi serta hiperalgesia sistem gastrointestinal (4).

h. Absorbsi buruk karbohidrat dan serat/fiber

Pemicu gejala IBS pada pasien dengan bahan makanan tertentu telah dikaitkan

dengan FODMAPs (Fermentable Oligo-, Di- and Monosaccharides and Polyols) dan

asupan FODMAPs dihipotesiskan menjadi salah satu faktor untuk etiologi IBS.

FODMAPs adalah Karbohidrat rantai pendek yang tidak dapat diserap oleh usus dan

terdapat pada makanan seperti, gandum, buah buahan, kacang-kacangan,sayur-sayuran.

FODMAPs telah ditemukan untuk memicu gejala gastrointestinal pada IBS, dan diet

rendah-FODMAPs mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

Manifestasi Klinis

IBS biasanya mempunyai gejala klinis yang bervariasi diantaranya nyeri perut, kembung

dan rasa tidak nyaman di perut. Gejala lain yang biasanya menyertai seperti perubahan defekasi

dapat berupa diare, konstipasi atau diare yang diikuti dengan konstipasi. Diare terjadi dengan

karakteristik feses yang lunak dengan volume yang bervariasi. Konstipasi dapat terjadi beberapa

hari sampai bulan dengan diselingi diare atau defekasi yang normal.

Keluhan yang biasa di derita pasien yaitu perut terasa kembung dengan produksi gas

yang berlebihan dan melar, feses disertai mukus, keinginan defekasi yang tidak dapat di tahan

dan perasaan defekasi tidak sempurna. Gejala dapat hilang setelah beberapa bulan dan kemudian

kambuh kembali pada beberapa orang dan dapat juga mengalami perburukan gejala (1).

Page 7: Irritable bowel synadrome.docx

Penegakan Diagnosis

Diagnosis IBS berdasarkan atas kriteria gejala yang mempertimbangkan atas demografi

dari pasien seperti umur, jenis kelamin maupun ras dan menyingkirkan penyakit organ (1).

I. Anamnesis

Keluhan

- Deskripsi Nyeri

- Nyeri Konstan

- Gangguan Defekasi

Faktor psikologis

Faktor keluarga

Faktor diet

Faktor presipitasi dan eksaserbasi

Tanda bahaya

II. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik tidak banyak menunjukkan abnormalitas, pemeriksaan tanda

sistemik harus diikuti juga dengan pemeriksaan abdomen. pasien diminta untuk

menunjukkan area nyerinya. Nyeri visceral jarang terlokalisir, jika terlokalisir merupakan

nyerti atipikal dan sebaiknya dipertimbangkan diagnose banding IBS (4).

Pemeriksaan abdomen meliputi: Ispeksi, auskultas, palpasi perkusi dan digital rectal

examination

III. Pemeriksaan penunjang

Page 8: Irritable bowel synadrome.docx

Kaskade penegakan diagnose IBS menurut WGO,2009 (7):

Level 1

Riwayat, physical examination, exclusion of alarm symptoms, pertimbangan psikologik

faktor

Full blood count (FBC), erythrocyte sedimentation rate (ESR) or C-reactive protein

(CRP), stool studies (white blood cells, ova, parasites, occult blood)

Thyroid function, tissue transglutaminase (TTG) antibody

Colonoscopy and biopsy*

Fecal inflammation marker (e.g., calprotectin)

Level 2

Riwayat, physical examination, exclusion of alarm symptoms, pertimbangan psikologik

faktor

FBC, ESR or CRP, stool studies, thyroid function

Sigmoidoscopy*

Level 3

Riwayat, physical examination, exclusion of alarm symptoms, pertimbangan psikologik

faktor

FBC, ESR, and stool examination

Catatan: Di negara-negara "kaya", tidak semua pasien perlu bahkan orang-orang dengan

gejala dan tanda-tanda alarm dan mereka yang berusia lebih dari 50. Kebutuhan

investigasi dan sigmoidoskopi dan kolonoskopi, juga harus ditentukan oleh karakteristik

pasien (menyajikan fitur, usia, dll) dan lokasi geografis (yaitu, apakah atau tidak di

daerah prevalensi tinggi penyakit radang usus, penyakit celiac, kanker usus besar, atau

Page 9: Irritable bowel synadrome.docx

Penegakan diagnose berdasarkan Guideline

Saat ini beberapa kriteria diagnose untuk IBS diantaranya kriteria manning, Kriteria Rome I , II,

dan III (1,6)

Kriteria Manning Feces cair pada saat nyeri

Frekuensi BAB bertambah pada saat

nyeri

Nyeri kurang setelah BAB

Tampak abdomen distensi

Gejala tambahan yang sering muncul :

Lendir saat BAB

Perasaan tidak lampias pada saat BAB

Kriteria Rome II Sedikitnya 12 minggu atau lebih (tidak harus

berurutan) selama 12 bulan terakhir dengan

rasa nyeri atau tidak nyaman di abdomen,

disertai dengan adanya 2 dari 3 hal berikut :

Nyeri hilang dengan defekasi

Awal kejadian dihubungkan dengan

perubahan frekuensi defekasi

Awal kejadian dihubungkan dengan

adanya perubahan feses

Gejala lain :

o Ketidaknormalan frekuensi defekasi

o Kelainan bentuk feses

o Ketidaknormalan proses defekasi (harus

Catatan: Di negara-negara "kaya", tidak semua pasien perlu bahkan orang-orang dengan

gejala dan tanda-tanda alarm dan mereka yang berusia lebih dari 50. Kebutuhan

investigasi dan sigmoidoskopi dan kolonoskopi, juga harus ditentukan oleh karakteristik

pasien (menyajikan fitur, usia, dll) dan lokasi geografis (yaitu, apakah atau tidak di

daerah prevalensi tinggi penyakit radang usus, penyakit celiac, kanker usus besar, atau

Page 10: Irritable bowel synadrome.docx

dengan mengejan , inkontinensia defekasi,

atau rasa defekasi tidak tuntas)

- Adanya mukus/lender

- Kembung

Kriteria Rome III Nyeri perut atau rasa tidak nyaman setidaknya

3 hari perbulan dalam 3 buan terakhir

dihubungkan dengan 2 atau lebih hal berikut:

1. Membaik dengan defekasi

2. Onset dihubungkan dengan perubahan

pada frekuensi kotoran

3. Onset dihubngkan dengan perubahan

pada bentuk feses.

Kriteria terpenuhi selama 3 bulan terakhir

dengan onset gejala setidaknya 6 bulan

sebelum diagnose.

Menurut pedoman klinis saat ini, IBS umumnya dapat didiagnosis tanpa tes tambahan di

luar, pemeriksaan fisik umum, dan studi laboratorium rutin (tidak termasuk kolonoskopi) pada

pasien yang memiliki gejala yang memenuhi kriteria Roma dan yang tidak memiliki warning

sign. Warning sign seperti penurunan berat badan, perdarahan per rektal, gejala nokturnal,

riwayat keluarga dengan kanker, pemakaian antibiotik dan onset gejala setelah umur 50 tahun.

Pada pasien yang memenuhi kriteria Roma dan tidak memiliki warning sign, diagnosis

diferensial meliputi celiac sprue, kolitis mikroskopik dan kolagen dan penyakit atipikal Crohn

untuk pasien dengan IBS-D, dan Konstipasi Kronis (tanpa nyeri) bagi mereka dengan IBS-C

(1,6).

Page 11: Irritable bowel synadrome.docx

Terapi dan tatalaksana

NON-FARMAKOLOGI

Pasien harus mendapatkan infromasi yang mendalam terhadap penyakit dan perjalanan

penyakit yang dialaminya. Tujuan terapi IBS adalah mengurangi gejala sehingga meningkatkan

Page 12: Irritable bowel synadrome.docx

kualitas hidup. Salah satu terapi terpenting dalam terapi non famakologi adalah dengan mengatur

pola diet pada pasien IBS yang penyebab utamanya adalah intoleransi makanan dan lain-lain,

contohnya (2):

i. Intoleransi Laktosa

Banyak pasien yang mengalami intoleransi terhadap produk susu tetapi tidak

mengalami defisiensi laktosa. Susu mempunyai banyak substansi yang dapat di

stimulasi oleh saluran cerna contohnya laktosa, lemak,glukosa dan immunogenic

properties contohnya protein dan immunoglobulin. Pencegahannya dengan

mengecek komposisi dari susu tersebut. Breath hydrogen testing dapat

mengidentifikasi intoleransi laktosa.

Tabel 1 mengacu pada sumber lengkap susu tetapi tidak sepenuhnya berasal dari susu dan

produk-produk terkait. Daftar tabel 2 menyarankan makanan alternative non diary milk

II. Absorbsi buruk karbohidrat dan serat/fiber

Dengan menghindari makanan tinggi FODMAPs dan makan makanan rendah

FODMAPs (2,3)

Page 13: Irritable bowel synadrome.docx

Berikut ini rekomendasi pola makan berdasarkan beberapa panduan (4):

• Mengurangi proses inflamasi saluran gastrointestinal dengan menghindari stimulan

allergen atau zat kimia seperti benzoat, alkohol, metilxantin, dan kafein yang memicu

keluarnya mediator inflamasi

• Makan tiga kali dalam sehari, tidak mengkonsumsi makanan olahan, makan makanan

segar yang mengandung biji-bijian, serat, vitamin dua hingga tiga kali sehari.

• Pasien IBS dan defi siensi lactase harus menghindari produk mengandung susu. Pasien

yang kembung dan peningkatan gas (flatus) harus menghindari makanan seperti kacang,

bawang, wortel, pisang. Direkomendasikan makanan yang mengandung vinegar,mustard,

tomat.

• Membatasi konsumsi makanan tinggi lemak, dan meningkatkan aktivitas fisik

III. Psikososial

Terapi yang bertujuan untuk meringankan gejala stress. Hipnosis, biofeedback, dan

psikoterapi dapat membantu mengurangi tingkat ansietas, terapi fisik seperti masase

dan akupunktur pada beberapa penelitian dapat mengurangi gejala dan tanda

emosional (4).

FARMAKOLOGI

I. Antispasmodik

Page 14: Irritable bowel synadrome.docx

Antikolinergik terbukti dapat menurunkan gejala kram perut yang terkait spasme

intestinal. Agen ini lebih efektif sebagai profilaksis nyerir perut akibat spasme dan

mekanisme kerjanya menghambat reflex gastrokolik. Di berikan 30 menit

sebelum makan untuk mencapai kosentrasi optimal sebelum nyeri timbul.

Alkaloid belladonna memiliki efek antispasmodik namun efek sampingnya

xerostomia, retensi urine, pandangan kabur, dan sedasi. Beberapa ahli

berpendapat bahwa penggunaan antikolinergik sintetik, seperti disiklomin dan

hiosin yang memiliki efek samping lebih minimal. Muscle relaxant (mebeverin

dan pinaverium) dan Calcium Channel Blocker (kolpermin dan minyak

peppermint) juga dapat menjadi pilihan.

II. Antidepresan

(tricyclic antidepressant, TCA) dan (selective serotonin reuptake inhibitor, SSRI)

dapat digunakan sebagai terapi IBS karena efek hiperalgesianya. Pada pasien IBS-

D, penggunaan TCA imipramine memperlambat migrasi pada jejunum dan

memberikan efek inhibisi motorik.SSRI paroxetine/fluoxetine mempercepat

transit makanan orocaecal, sangat berguna pada pasien dengan gejala utama

konstipasi. Efikasi TCA dan SSRI pada terapi IBS hasilnya efektif mengatasi

gejala IBS.

III. Probiotik

Mekanisme kerja probiotik pada IBS belum sepenuhnya diketahui. Salah satu

hipotesis menyatakan kerapatan epitel intestinal mencegah bakteri patogen

melakukan infasi di usus; perubahan mikroflora intestinal dapat berdampak pada

fungsi motorik dan sekretorik intestinal; dan menjadi signal epitel lumen usus

untuk memodulasi peningkatan imunitas dan inflamasi usus. Bifidobacteria dan

spesies Lactobacilli memperbaiki gejala IBS.

IV. Manajemen IBS dengan kembung

Pada pasien IBS-C gejala kembung sering di temukan. Kemungkinan mekanisme

kembung meliputi masalah psikososial, kelemahan otot abdominal, relaksasi

paradoksal otot abdomen, dan perubahan sensitivitas visceral (4).

Page 15: Irritable bowel synadrome.docx

V. Manajemen IBS-C (Predominan Konstipasi)

Pada pasien IBS-C diet tinggi serat sangat di rekomendasikan. Konsumsi serat 12

gram/ hari efektif mengurangi keluhan. Namun, konsumsi serat juga dapat

meningkatkan kejadian kembung.

• Laksatif osmotik sering digunakan untuk konstipasi, penggunaan jangka

panjang terbukti aman dan efektif.

• Magnesium, fosfat, dan emolien mengandung polietilen glikol juga

efisien.

• Anti depresan efektif mengatasi nyeri abdomen.

• SSRI menstimulasi sekresi endorfin endogen dan memblokade ambilan

norepinefrin yang memicu berkurangnya sensasi nyeri.

Pada IBS-C SSRI (misal fluoksetin 20 mg/hari) dapat membantu mengatasi

keluhan nyeri perut. Sertralin 100 mg/hari dapat mengatasi depresi. Penggunaan

imipramine dan amitriptilin pada IBS-C harus diawasi ketat. Tegaserod

merupakan agonis reseptor 5-HT4 pada penelitian klinis dilaporkan mengurangi

gejala umum pasien IBS, namun tegaserod meningkatkan risiko ischemic heart

disease, sehingga sejak Juli 2007 hanya diresepkan pada wanita <55 tahun yang

menderita IBS-C tanpa gejala klinis penyakit kardiovaskular (4).

Page 16: Irritable bowel synadrome.docx

VI. Manajemen IBS-D (Predominan Diare)

Diare secara umum diatasi oleh golongan obat anti diare. Konsumsi antidiare

dosis rendah (misalnya loperamide setiap pagi) terbukti efektif pada sebagian

pasien. Antidepresan efektif mengontrol nyeri abdomen dan mengatasi keluhan

diare pada IBS. TCA dapat meningkatkan waktu transit di kolon lewat stimulasi

efek antikolinergik yangdapat berguna pada pasien diare. Probiotik dapat

diberikan pada IBS-D (4).

Kesimpulan

IBS merupakan kelainan fungsional gastrointestinal yang ditandai dengan nyeri

perut, rasa tidak nyaman pada perut dan perubahan frekuensi BAB mempunyai

berbagai macam etiologi yang belum di ketahui secara pasti yang kemungkinan

berhubungan dengan perubahan motilitas usus, intoleransi makanan,

hipersensitivitas visceral, infeksi dan lain lain. Terapi IBS biasanya paling banyak

dikaitkan dengan pola diet dibandingkan dengan farmakologis dikarenakan

etiologinya.