21
IRITABILITAS OTOT DAN SARAF Laporan praktikum ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Hewan dan Manusia yang dibimbing oleh Bapak Abdul Ghafur dan Ibu Nursasi Handayani Oleh kelompok 5: Elfa Sa’diyah (130341614799) Erlinda Eri P. (130341614820) Indah Purwaningsih (130341603397) Santy Faiqotul H (130341603399) Shafura Nida (130341614821) Ulil Husna (110341421530) The Learning University UNIVERSITAS NEGERI MALANG

Iritabilitas Otot Dan Saraf

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tg

Citation preview

Page 1: Iritabilitas Otot Dan Saraf

IRITABILITAS OTOT DAN SARAF

Laporan praktikum ini disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Fisiologi Hewan dan

Manusia yang dibimbing oleh Bapak Abdul Ghafur dan Ibu Nursasi Handayani

Oleh kelompok 5:

Elfa Sa’diyah (130341614799)

Erlinda Eri P. (130341614820)

Indah Purwaningsih (130341603397)

Santy Faiqotul H (130341603399)

Shafura Nida (130341614821)

Ulil Husna (110341421530)

The Learning University

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

September 2014

Page 2: Iritabilitas Otot Dan Saraf

A. Tujuan

Praktikum ini bertujuan agar mahasiswa .

1. Mengetahui sifat iritabilitas otot dan saraf sebelum saraf diputus dari medula spinalis

2. Mengetahui sifat iritabilitas otot dan saraf setelah saraf diputus dari medula spinalis

B. Dasar Teori

Pada dasarnya semua sel memiliki sifat iritabilitas, artinya sel dapat menanggapi

(merespon) rangsangan yang sampai kepadanya. Sifat tersebut tampak masih sangat

menonjol pada sel otot dan sel saraf. Sel otot akan menunjukkan respon apabila padanya

diberikan rangsangan lewat saraf atau langsung pada otot. Respon yang ditunjukkan oleh sel

otot umumnya berupa kontraksi otot, sedangkan respon yang pada sel saraf tidak dapat

diamati, sebab berupa proses pembentukan potensial aksi yang kemudian dirambatkan berupa

impuls. Adanya respon sel saraf hanya dapat diamati pada efektornya (Campbell, 2004).

Sistem syaraf adalah sebuah sistem organ yang mengandung jaringan sel-sel khusus

yang disebut neuron yang mengkoordinasikan tindakan binatang dan mengirimkan sinyal

antara berbagai bagian tubuhnya. Pada kebanyakan hewan sistem saraf terdiri dari dua

bagian, pusat dan perifer. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang.

Sistem saraf perifer terdiri dari neuron sensorik, kelompok neuron yang disebut ganglia, dan

saraf menghubungkan mereka satu sama lain dan sistem saraf pusat. Daerah ini semua saling

berhubungan melalui jalur saraf yang kompleks (Kimbal, 1983).

Otot merupakan alat gerak aktif karena memiliki kemampuan berkontraksi. otot

memendek jika sedang berkontraksi dan memanjang jika berelaksasi. Kontraksi otot terjadi

jika otot sedang melakukan kegiatan, sedangkan relaksasi otot terjadi jika otot sedang

beristirahat.

Ada 4 sifat jaringan otot yaitu :

Kemampuan menegang, apabila otot mendapat rangsangan maka otot akan menegang

atau otot akan memendek . Pemendekan bisa mencapai 1/6 panjang semula bahkan

pada otot rangka mencapai 1/10 panjang semula

Kemampuan memanjang

Elastisitas atau kekenyalan. Setelah mengalami pemanjangan atau pengembangan,

otot dapat kembali pada bentuk dan ukuran semula

Page 3: Iritabilitas Otot Dan Saraf

Peka terhadap rangsangan (iritabilitas), otot mampu mengadakan tanggapan (respon)

apabila otot dirangsang.

Semua fungsi dalam tubuh organisme diatur secara teliti, dikoordinasikan dengan

berbagai fungsi organ lainnya dan diintegrasikan sesuai dengan keinginan seluruh tubuh.

Baik sistem saraf maupun endokrin mengontrol berbagai proses dalam tubuh. Jika fungsi

organ dalam tubuh diperiksa akan dijumpai berbagai proses pengaturan yang bervariasi. Bila

respons yang cepat diperlukan, misalnya stimulasi otot rangka mata, saraf diperlukan karena

derajat konduksi yang cepat. Impuls saraf bisa berpindah dengan kecepatan beberapa ratus

kali/detik, jadi hanya beberapa milidetik diperlukan sebelum timbulnya efek.

C. Alat dan Bahan

Alat :

- Papan seksi - Pipet

- Seperangkat alat bedah - Baterai

- Batang gelas - Lampu spiritus

- Gelas arloji - Kabel

- Gelas piala 50 cc - Kertas hisap

Bahan :

- Katak hijau - Kapas

- Kristal NaCl - HCl 1%

- Larutan Ringer

D. Cara Kerja

Page 4: Iritabilitas Otot Dan Saraf

E. Data Pengamatan

Macam Perlakuan

Sebelum dipotong Setelah dipotong

Saraf Otot Saraf Otak

Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri Kanan Kiri

Dicubit

Saraf kanan - - + - - - + -

Saraf kiri - - - + - - - +

Otot gastronekmius kanan - - + - - - + -

Otot gastronekmius kiri - - - + - - - +

Disentuh Kaca Hangat

Saraf kanan - - + - - - + -

Saraf kiri - - - + - - - +

Otot gastronekmius kanan - - - - - - - -

Otot gastronekmius kiri - - - - - - - -

Ditetesi HCl 1%

Saraf kanan - - - - - - - -

Saraf kiri - - - - - - - -

Otot gastronekmius kanan - - - - - - - -

Otot gastronekmius kiri - - - - - - - -

Kristal NaCl

Otot gastronekmius kanan - - + - - - + -

Otot gastronekmius kiri - - - + - - - +

Saraf kanan - - + - - - + -

Saraf kiri - - - + - - - +

Disetrum

Otot gastronekmius kanan - - + - - - + -

Otot gastronekmius kiri - - - + - - - +

Saraf kanan - - + - - - + -

Saraf kiri - - - + - - - +

F. ANALISIS DATA

1. Rangsangan Mekanis

Page 5: Iritabilitas Otot Dan Saraf

Pada perlakuan yang pertama ini yaitu diberikan rangsangan mekanis dengan cara

dicubit pada saraf sebelah kanan, maka respon yang terjadi adalah pada otot sebelah

kanan sementara otot sebelah kiri, saraf sebelah kiri dan saraf kanan tidak terdapat

respon. Sedangkan setelah saraf dipotong dari medula spinalisdan diberi perlakuan

yang samapada saraf kanan, yang terjadi respon adalah otot sebelah kanan, sedangkan

otot sebelah kiri, saraf kanan dan saraf kiri tidak terdapat respon. Hal ini berlaku juga

pada perlakuan saat saraf sebelah kiri dicubit dan yang merespon hanya otot sebelah

kiri, sedangkan otot kanan, saraf kanan dan saraf kiri tidak merespon. Setelah saraf

dipotong dan dicubit saraf sebelah kiri, yang merespon juga hanya otot sebelah kiri, dan

yang lainnya tidak merespon.

Pada saat otot gastronekmius kanan dicubit, hanya otot sebelah kanan yang

merespon,setelah saraf dipotong dan otot gastronekmius kanan dicubit hanya otot

sebelah kanan yang merespon, sedangkan otot kiri, saraf kanan dan saraf kiri tidak

merespon. Pada perlakuan berikutnya yaitu saat otot gastronekmus kiri dicubit, hanya

otot sebelah kiri yang merespon, dan setelah saraf dipotong dan di beri perlakuan yang

sama pada otot gastronekmus kiri, yang merespon hanya otot sebelah kiri, otot kanan,

saraf kanan dan saraf kiri tidak merespon.

2. Rangsangan Termis

Pada perlakuan yang kedua ini adalah memberikan rangsangan termis pada katak

dengan cara menyentuh saraf kanan dengan batang gelas hangat, dan yang terjadi

respon hanyalah otot sebelah kanan, setelah saraf kiri dipotong dan saraf kanan di

sentuhkan batang gelas, yang merespon hanya otot sebelah kanan, otot kiri tidak

merespon. Selanjtnya batang gelas disentuhkan pada saraf kiri dan yang merespon

hanya otot sebelah kiri, begitu pula setelah saraf kiri dipotong dan batang gelas

disentuhkan pada saraf kiri yang merespon hanya otot kiri saja.

Pada perlakuan berikutnya batang gelas hangat disentuhkan pada otot

gastronekmus kanan, baik otot sebelah kanan maupun kiri tidak merespon. Setelah saraf

dipotong dan batang gelas disentuhkan pada gastronekmus kanan, juga tidak ada yang

merespon. Hal tersebut terjadi juga pada saat otot gastronekmus kiri sebelum dan

setelah saraf kiri dipotong dan disentuhkan pada batang gelas hanga tidak terjadi respon

sama sekali.

3. Rangsangan Kimia

Page 6: Iritabilitas Otot Dan Saraf

Perlakuan berikutnya adalah memberikan rangsangan kimia pada katak dengan

cara meneteskan satu sampai dua tetes HCl 1% pada saraf sebelah kanan, saraf sebelah

kiri, otot gastronekmus kanan dan otot gastronekmus kiri secara bergantian baik

sebelum dan sesudah saraf kiri dipotong tidak ada yang merespon atau tidak terjadi

gerakan sama sekali.

4. Rangsangan Osmotik

Pada perlakuan rangsangan osmotik dengan menggunakan NaCl yang

dibubuhkan pada saraf sebelah kanan, baik sebelum dan sesudah saraf kiri dipotong

yang mengalami respon adalah otot sebelah kanan sedangkan otot sebelah kiri tidak

merespon sama sekali. Kemudian saat NaCl dibubuhkan pada saraf sebelah kiri, baik

sebelum dan sesudah saraf kiri dipotong yang dapat merespon hanyalah otot sebelah

kiri. Hal ini terjadi juga pada saat NaCl dibubuhkan pada otot gastronekmus kanan,

yang menerima respon baik sebelum dan sesudah otot saraf kiri dipotong adalah otot

sebelah kanan. Saat NaCl dibubuhkan pada otot gastronekmus kiri yang merespon baik

sebelum atau sesudah dipotong saraf kirinya adalah otot kiri.

5. Rangsangan Listrik

Perlakuan terakhir menggunakan rangsangan listrik, yaitu dengan cara

menyetrum katak. Pada saat otot gastronekmus kanan disetrum baik sebelum maupun

sesudah saraf kiri dipotong yang dapat merespon hanya otot kanan. Sedangkan pada

saat otot gastronekmus kiri di setrum, yang dapat merespon baik sebelum maupun

sesudah saraf kiri dipotong adalah otot sebelah kiri, otok sebelah kanan tidak ditemukan

terjadi pergerakan atau respon. Lalu saat saraf kanan disetrum, baik sebelum atau

sesudah otot saraf kiri dipotong yang dapat menerima respon hanyaotot sebelah kanan,

otot kiri tidak merespon, akan tetapi pada saat saraf kiri disetrum, baik sebelum dan

sesudah saraf kiri dipotong yang dapat menerima respon hanya otot kiri saja, sedangkan

otot kanan tidak mengalami pergerakan atau respon sama sekali.

G. Pembahasan

Pada praktikum kali ini tentang iritabilitas otot dan saraf, dilakukan percobaan dengan

menggunakan katak untuk mengetahui bagaimana sel otot dan saraf dalam menanggapi

rangsangan. Rangsangan adalah perubahan keadaan luar yang dalam organisme misalnya sel

otot dapat menimbulkan reaksi yang bersifat spesifik (anonim,2012). Dalam pelaksanaannya

Page 7: Iritabilitas Otot Dan Saraf

dilakukan lima jenis rangsangan. Mulai dari rangsangan mekanik, rangsangan termik,

rangsangan kimia, rangsangan osmotis dan rangsangan listrik.

Pada dasarnya semua sel memiliki iritabilitas, artinya sel dapat menanggapi (merespon)

rangsangan yang sampai kepadanya. Sifat tersebut tampak masih sangat menonjol pada sel

otot dan sel saraf. Sel otot akan menunjukan respon apabila diberikan rangsangan lewat saraf

atau langsung pada otot. Respon yang ditunjukkan oleh sel otot umumnya berupa kontraksi

otot, sedangkan respon yang ada pada sel saraf tidak dapat diamati, sebab berupa proses

pembentukan potensial aksi yang kemudian dirambatkan berupa impuls. Adanya respon sel

saraf hanya dapat diamati pada efektorna. Lintasan impuls saraf dari reseptor sampai efektor

disebut lengkung refleks ( Haryono, 2010).

Sistem saraf dalam tubuh sangat berperan dalam iritabilitas. Iritabilitas memungkinkan

makhluk hidup dapat menyesuaikan diri dan menanggapi perubahan lingkungan yang terjadi.

Jadi iritabilitas adalah kemampuan suatu makhluk hidup untuk menanggapi rangsangan. Sifat

Iritabilitas kemampuan otot merupakan kemampuan otot untuk memberi tanggapan atau

merespon stimulus yang mengenainya baik langsung maupun melewati saraf . sifat iritabilitas

ini dapat melemah, misalnya otot dalam keadaan lelah akibat pemberian rangsang yang terus

menerus, dan dapat meningkat apabila otot dalam kondisi optimum, yaitu cukup energy dan

oksigen (Soewolo,1999).

Pada praktikum ini menggunakan katak yang sudah diambil serabut saraf iskhiadikus

dan otot gastroknemius. Serabut otot dan saraf tersebut harus dalam keadaan segar, oleh

karena itu harus selalu dibasahi oleh larutan ringer. Terdapat dua keadaan yang berbeda, yaitu

katak sebelum saraf iskhiadikus diputuskan dari medula spinalis dan katak setelah saraf

iskhiadikus diputuskan dari medula spinalis. Pembahasannya adalah sebagai berikut.

1. Sebelum saraf iskhiadikus diputuskan dari medulla spinalis

a. Rangsangan mekanis

Rangsangan yang pertama adalah rangsangan mekanis. Saat mencubit saraf

iskhiadikus kanan terlihat bahwa otot gastroknemius kanan berdenyut sedangkan tidak

terlihat perubahan dan pergerakan dari saraf iskhiadikus. Demikian pula saat mencubit

saraf iskhiadikus bagian kiri, otot gastroknemius kiri berdenyut dan tidak terlihat

perubahan atau pergerakan dari saraf iskhiadikus. Rangsangan mekanis juga dilakukan

pada otot gastroknemius sebelah kanan dengan cara mencubitnya. Hasil pengamatan

menunjukkan bahwa otot gastroknemius kanan terlihat berdenyut (berkontraksi) dan

tidak terjadi perubahan pada saraf iskhiadikus. Demikian pula saat mencubit otot

gastroknemius kiri.

Page 8: Iritabilitas Otot Dan Saraf

b. Rangsangan termis

Pengamatan selanjutnya dilakukan dengan memberikan rangsangan termis

dengan cara menghangatkan batang gelas dengan dilewatkan pada pembakar bunsen.

Batang gelas tersebut disentuhkan pada saraf iskhiadikus sebelah kanan dan terlihat

bahwa otot gastroknemius kanan berdenyut dan saraf iskhiadikus tidak menunjukkan

respon terhadap rangsangan tersebut. Sedangkan saat rangsangan termis diberikan pada

otot gastroknemius kanan, otot tersebut berkontraksi sedangkan otot kiri tetap diam.

Dan saat batang gelas disentuhkan pada otot gastroknemius kiri terdapat rangsangan

pada otot gastroknemius kiri (bergerak) tetapi pada saraf iskhiadikus sama sekali tidak

terjadi perubahan (diam).

c. Rangsangan kimia

Perlakuan ketiga yaitu rangsangan kimia yaitu dengan meneteskan 2 tetes HCl

1% ke saraf iskhhiaditus sebelah kanan dan kiri terlihat, otot dari gastroknemius kanan

dan kiri tidak menunjukkan respon. selanjutnya rangsangan kimia diberikan pada otot

gastroknemius kanan dan kiri terlihat otot gastroknemius kanan dan kiri tidak

menunjukkan respon

Berdasarkan hal tersebut maka hal ini tidak sesuai dengan teori yang

menyebutkan bahwa sel otot akan menunjukkan respon apabila padanya diberikan

rangsangan lewat saraf atau langsung pada otot. Respon yang ditunjukkan oleh sel otot

umumnya berupa kontraksi otot, sedangkan respon yang pada sel saraf tidak dapat

diamati, sebab berupa proses pembentukan potensial aksi yang kemudian dirambatkan

berupa impuls. Adanya respon sel saraf hanya dapat diamati pada efektornya

(Susilowati dkk, 2000). Impuls saraf merupakan gerakan potensial listrik yang

berlangsung cepat sehingga disebut potensial aksi (Subianto, 1994). Ketika impuls

masuk dalam suatu membran maka beda potensial dari membran tersebut berubah. Jika

impuls yang diberikan melampaui ambang batas maka impuls saraf tersebut dapat

diteruskan sehingga akan memberikan respon berupa kontraksi otot pada katak. Tidak

terjadinya respon pada otot gastroknemius kanan dan kiri katak ini kemungkinan karena

konsentrasi dari HCl yang rendah, sehingga respon yang diberikan sangat kecil sekali,

sehingga tidak terlihat dengan jelas.

Seperti telah disebutkan sebelumnya, lintasan  impuls saraf dari reseptor sampai

efektor disebut lengkung refleks. Lintasan tersebut adalah sebagai berikut: reseptor →

saraf sensorik → saraf pusat → (otak dan sumsum tulang belakang) → saraf motorik →

Page 9: Iritabilitas Otot Dan Saraf

efektor. Berdasarkan praktikum tersebut maka saraf pusat yang mengendalikan refleks

adalah sumsum tulang belakang. Karena otak pada katak tersebut sudah tidak ada.

Perlakuan yang diberikan tersebut berpengaruh terhadap kecepatan respon katak.

Karena semakin besar stimulus yang diberikan maka impulsnya akan semakin besar.

d. rangsangan osmotik

Pada perlakuan selanjutnya adalah memberikan rangsangan secara osmotik.

Rangsangan osmotik ini diberikan dengan cara membubuhkan NaCl pada saraf

iskhiadikus baik kanan maupun kiri dan juga otot gastroknemius baik kanan maupun

kiri. Berdasarkan analisis data didapatkan hasil yang memberikan respon hanya otot

gastroknemius ketika saraf iskhiadiskus dibubuhi oleh NaCl bubuk. Sedangkan pada

saat NaCl dibubuhkan pada otot gastroknemius, hasil yang ditunjukkan adalah tidak

ada respon yang ditunjukkan oleh saraf iskhiadiskus. Hal ini sesuai dengan teori yang

menyebutkan bahwa sel otot akan menunjukkan respon apabila padanya diberikan

rangsangan lewat saraf atau langsung pada otot. Respon yang ditunjukkan oleh sel otot

umumnya berupa kontraksi otot, sedangkan respon yang pada sel saraf tidak dapat

diamati, sebab berupa proses pembentukan potensial aksi yang kemudian dirambatkan

berupa impuls. Adanya respon sel saraf hanya dapat diamati pada efektornya

(Susilowati dkk, 2000). Sehingga respon yang dihasilkan oleh saraf iskhiadiskus tidak

begitu terlihat oleh mata telanjang.

e. Rangsangan listrik

Perlakuan yang terakhir adalah menggunakan rangsangan listrik, yang

mekanismenya adalah menyentuhkan kabel yang dihubungkan dengan baterai pada

saraf iskhiadikus baik kanan maupun kiri dan juga otot gastroknemius baik kanan serta

kiri. Berdasarkan analisis data hasil yang ditunjukkan yang bergerak / memberikan

respon hanya pada otot gastroknemius saja sedangkan pada saraf iskhiadiskus tidak

terlihat adanya respon. Hal tersebut sesuai dengan teori yang menyebutkan bahwa sel

otot akan menunjukkan respon apabila pada sel otot tersebut diberikan rangsang baik

rangsangan yang diberikan melalui sarf atau yang langsung pada otot. Respon yang

ditunjukkan oleh sel otot berupa kontraksi otot, sedangkan respon yang ditunjukkan

oleh sel saraf tidak dapat diamati karena respon yang dihasilkan biasanya hanya berupa

potensial aksi yang kemudian dirambatkan dalam bentuk impuls. Adanya respon dari

sel saraf hanya dapat diamati pada efektornya (Susilowati dkk,2000).

Page 10: Iritabilitas Otot Dan Saraf

2. Katak sesudah saraf iskhiadikus diputuskan dari medula spinalis

Sebelum dilakukan pengulangan kelima rangsangan seperti di atas, salah satu saraf

ishkiadikus dari katak bagian kiri diputuskan dari medula spinalis, sedangkan saraf kanan

tidak.

a. Rangsangan mekanik

Rangsangan mekanik dilakukan dengan mencubit pelan pada saraf iskhiadikus

bagian kiri yang telah diputus dari medula spinalis. Hasilnya, tidak terdapat respon

pada bagian saraf, namun terdapat respon pada otot gastronekmius kiri. Hal ini juga

terjadi ketika rangsangan di pindah posisikan ke saraf iskhiadikus kanan yang masih

menyambung dengan medula spinalis. Hasilnya terdapat respon pada otot

gastronekmius kanan.

Selanjutnya, rangsangan mekanik dilakukan pada bagian otot gastroknemius yang

dirangsang baik bagian kanan maupun kiri. Pada saat pemberian rangsangan mekanis

berupa cubitan pelan pada otot gastroknemius sebelah kiri yang saraf iskhiadikusnya

telah diputus dari medula spinalis, terdapat respon baik bagian saraf maupun ototnya,

ketika rangsangan berupa cubitan pelan diberikan pada otot gastroknemius bagian

kanan yang saraf iskhiadikusnya masih tersambung dengan medula spinalis juga

terdapat respon dari otot gastroknemius yang diberi stimulus. Dan saraf tidak

mengalami respon apapun.

Hasil dari praktikum ini bisa dihubungkan berdasarkan teori bahwa saraf

iskhiadikus merupakan saraf perifer yang kinerjanya diperlukan adanya medula

spinalis. Sudah seharusnya saraf iskhiadikus bagian kanan yang masih terhubung

dengan medula spinalis menunjukkan adanya respon ketika diberi rangsangan berupa

gerakan otot gastroknemiusnya. Namun, pada saraf iskhiadiskus kiri seharusnya tidak

terdapat respon karena saraf kiri sudah diputus dari medula spinalis. Hal ini terjadi

karena beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhinya diantaranya adalah masih

terdapatnya enegy yang terdapat pada saraf ishkiadikus.

b. Rangsangan Termis

Rangsangan termis dilakukan dengan menyentuh pelan saraf iskhiadikus sebelah

kiri dengan batang gelas hangat yang sudah diputus dari medula spinalis. Hasilnya,

tidak terdapat respon pada bagian saraf namun terdapat gerakan pada otot

gastronekmius kiri. Hal ini juga terjadi ketika batang gelas hangat diberikan pada saraf

iskhiadikus kanan yang masih menyambung dengan medula spinalis. Tidak terdapat

Page 11: Iritabilitas Otot Dan Saraf

respon dari saraf namun terjadi gerakan pada otot gastronekmius kanan. Hal ini

disebabkan karena saraf yang menanggapi respon mengalami penurunan fungsi karena

adanya perlakuan sebelumnya namun masih terdapat energy yang cukup pada saraf

untuk melakukan reaksi berupa gerkan pada otot gastronekmius.

Selanjutnya, rangsangan termis dilakukan pada bagian otot gastroknemius dengan

menggunakan batang gelas hangat yaitu pada bagian otot gastroknemius yang

dirangsang baik bagian kiri maupun kanan. Pada saat pemberian rangsangan termis

pada otot gastroknemius sebelah kiri yang saraf iskhiadikusnya telah diputus dari

medula spinalis, tidak terdapat respon baik bagian saraf maupun ototnya. Begitu pula

ketika rangsangan dilakukan pada otot gastroknemius dengan menggunakan batang

gelas hangat pada bagian kanan yang saraf iskhiadikusnya masih tersambung dengan

medula spinalis tidak terdapat respon berupa gerakan dari otot gastroknemius kanan

yang diberi stimulus maupun sarafnya. Hal tersebut bisa terjadi karena kemungkinan

panas kaca tidak terlalu panas sehingga otot tidak memberi respon berupa gerakan.

c. Rangsangan kimia

Perlakuan selanjutmnya dilakukan dengan meneteskan HCl 1 % pada otot

gastroknemius dan saraf iskhiadikus sebelah kiri dan kanan , rangsangan kimia tidak

menunjukkan pengaruh apapun terhadap otot dan saraf sebelah kiri dan kanan. Hasil

dari praktikum ini bisa dihubungkan berdasarkan teori bahwa saraf iskhiadikus

merupakan saraf perifer yang kinerjanya diperlukan adanya medula spinalis. Sehingga

pada saraf yang sudah diputus tidak menunujukkan kontraksi apapun pada otot

gastonekmius, tetapi Seharusnya saraf iskhiadikus bagia kanan yang masih terhubung

dengan medula spinalis menunjukkan adanya respont ketika diberi rangsangan berupa

gerakan otot gastroknemiusnya. Hal ini terjadi karena beberapa faktor. Dimungkinkan

salah satu faktor yang mempengaruhinya adalah konsentrasi dari HCl yang rendah,

sehingga respon yang diberikan sangat kecil sekali, sehingga tidak terlihat dengan jelas

d. Rangsangan osmotik

Pada perlakuan selanjutnya adalah memberikan rangsangan secara osmotik.

Rangsangan osmotik ini diberikan dengan cara membubuhkan NaCl pada saraf

iskhiadikus baik kanan maupun kiri dan juga otot gastroknemius baik kanan maupun

kiri. Berdasarkan analisis data didapatkan hasil yang memberikan respon hanya otot

gastroknemius ketika saraf iskhiadiskus dibubuhi oleh NaCl bubuk. Sedangkan pada

Page 12: Iritabilitas Otot Dan Saraf

saat NaCl dibubuhkan pada otot gastroknemius, hasil yang ditunjukkan adalah tidak

ada respon yang ditunjukkan oleh saraf iskhiadiskus. Hasil praktikum ini kurang sesuai

dengan teori yang menyebutkan bahwa saraf iskhiadikus merupakan saraf perifer yang

kinerjanya diperlukan adanya medula spinalis. Seharusnya saraf iskhiadikus bagian

kanan yang masih terhubung dengan medula spinalis menunjukkan adanya respon

ketika diberi rangsangan berupa gerakan otot gastroknemiusnya. Hal ini terjadi karena

beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhinya diantaranya adalah kadar stimulus

yang kurang atau bisa disebabkan juga karena kurang tepat pada saat pemberian

perlakuan pada bagian tertentu. Besarnya rangsangan yang diberikan pada saraf

iskhiadikus pada perlakuan pertama akan mempengaruhi kontraksi otot gastroknemius.

Sedangkan saraf iskhiadikus yang sudah terputus dengan medula spinalis, maka saraf

tersebut tidak berkinerja lagi.

e. Rangsangan listrik

Perlakuan yang terakhir adalah menggunakan rangsangan listrik, yang

mekanismenya adalah menyentuhkan kabel yang dihubungkan dengan baterai pada

saraf -saraf iskhiadikus baik kanan maupun kiri dan juga otot gastroknemius baik kanan

serta kiri. Berdasarkan analisis data hasil yang ditunjukkan yang bergerak /

memberikan respon hanya pada otot gastroknemius saja sedangkan pada saraf

iskhiadiskus tidak terlihat adanya respon. Hasil praktikum ini kurang sesuai dengan

teori yang menyebutkan bahwa saraf iskhiadikus merupakan saraf perifer yang

kinerjanya diperlukan adanya medula spinalis. Seharusnya saraf iskhiadikus bagian kiri

yang sudah idak terhubung dengan medula spinalis tidak menunjukkan adanya respon

ketika diberi rangsangan berupa gerakan otot gastroknemiusnya. Hal ini terjadi karena

beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhinya diantaranya adalah masih terdapatnya

energy pada saraf. Besarnya rangsangan yang diberikan pada saraf iskhiadikus pada

perlakuan pertama akan mempengaruhi kontraksi otot gastroknemius.

H. Kesimpulan

Saat saraf dan otot masih terhubung pada medulla spinalis, hampir semua saraf dan otot

masih dapat melakukan iritabilitas (menanggapi rangsangan). Jika saraf yang diberikan

rangsang maka respon kontraksi kedua otot dapat diamati. Namun, jika otot yang

Page 13: Iritabilitas Otot Dan Saraf

diberikan rangsangan maka respon saraf tidak bisa terlihat karena berupa proses

pembentukan potensial aksi.

Sifat iritabilitas otot dan saraf sesudah diputus dari medula spinalis akan mengalami

penurunan atau tidak akan menanggapi rangsangan yang diberikan karena tidak adanya

medula spinalis sebagai pusat pengendali gerak otot tubuh dan refleks spinalis serta

refleks tungkai.

I. Daftar pustaka

Anonim.2012.Anatomi Fisiologi Sistem Saraf. (Online)

(http://staff.unila.ac.id/gnugroho/files/ 2012/11/Anatomi-Fisiologi-Sistem-Saraf.pdf)(diakses

3 februari 2013)

Campbell. 2004. Biologi Edisi Kelima Jilid III. Jakarta: Erlangga.

Haryono,setyo.2010.JaringanHewan.(Online)(http://ktp09004.files.wordpress.com/2010/03/

jaringan-hewan.pdf) (diakses 5 februari 2013)

John,W Kimball. 1983. Biologi jilid 1. Jakarta : Erlangga

Soewolo. 1999. Pengantar Fisiologi Hewan. Malang : Proyek pengembangan guru sekolah

menengah.

Subiyanto. 1994. Fisiologi Hewan. Malang :Universitas Negeri Malang

Susilowati, Soewolo, Istantie A. 2000. Petunjuk Praktikum Fisiologi Hewan. Malang :

Universitas Negeri Malang.