46
INTOKSIKASI KARBON MONOKSIDA I. PENDAHULUAN Karbon monoksida (CO) adalah salah satu jenis gas yang paling umum dan tersebar luas pada populasi udara. Karbon monoksida memiliki kepadatan yang sedikit lebih rendah dari pada udara. Dalam tubuh manusia, gas ini dapat bereaksi dengan hemoglobin yang akan membentuk karboksihemoglobin. Paparan karbon monoksida merupakan salah satu penyebab utama keracunan baik yang tidak disengaja maupun disengaja, dan hal itu menyebabkan beberapa kematian setiap tahunnya di Eropa dan Amerika Serikat. 1 Gas karbon monoksida (CO) tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak mengiritasi namun merupakan gas yang sangat toksik bagi tubuh. Karena sifat dan gejala klinis tersebut yang tidak khas, intoksikasi CO sulit dideteksi dan dapat menyerupai penyakit lain. Oleh karena itu, kejadian yang sebenarnya dari kasus intoksikasi karbon monoksida sering tidak diketahui dengan pasti. Suatu lingkungan dapat disebut telah terpapar karbon monoksida 1

Intoksikasi Co - Copy

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Intoksikasi Co - Copy

INTOKSIKASI KARBON MONOKSIDA

I. PENDAHULUAN

Karbon monoksida (CO) adalah salah satu jenis gas yang paling umum dan

tersebar luas pada populasi udara. Karbon monoksida memiliki kepadatan yang sedikit

lebih rendah dari pada udara. Dalam tubuh manusia, gas ini dapat bereaksi dengan

hemoglobin yang akan membentuk karboksihemoglobin. Paparan karbon monoksida

merupakan salah satu penyebab utama keracunan baik yang tidak disengaja maupun

disengaja, dan hal itu menyebabkan beberapa kematian setiap tahunnya di Eropa dan

Amerika Serikat.1

Gas karbon monoksida (CO) tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa, dan tidak

mengiritasi namun merupakan gas yang sangat toksik bagi tubuh. Karena sifat dan gejala

klinis tersebut yang tidak khas, intoksikasi CO sulit dideteksi dan dapat menyerupai

penyakit lain. Oleh karena itu, kejadian yang sebenarnya dari kasus intoksikasi karbon

monoksida sering tidak diketahui dengan pasti. Suatu lingkungan dapat disebut telah

terpapar karbon monoksida ketika lebih dari satu orang dan binatang yang terkena, setalah

ada peristiwa kebakaran, adanya perapian atau alat-alat pembakaran, atau dengan paparan

kerja, dan timbulnya gejala-gejala intoksikasi CO.1

A. Epidemiologi

Karbon monoksida (CO) adalah penyebab utama kematian akibat intoksikasi di

Amerika Serikat dan lebih dari setengah penyebab intoksikasi fatal lainnya di seluruh

dunia. Sekitar 40.000 kunjungan pasien pertahun di unit gawat darurat di Amerika Serikat

1

Page 2: Intoksikasi Co - Copy

yang berhubungan dengan kasus intoksikasi CO dengan angka kematian sekitar 500-600

orang pertahun yang terjadi pada tahun 1990an.1,2

Sekitar 25.000 kasus intoksikasi CO pertahun dilaporkan terjadi di Inggris.

Dengan angka kematian sekitar 50 orang pertahun dan 200 orang menderita cacat berat

akibat keracunan gas CO. Namun, di Singapura kasus intoksikasi gas CO jarang terjadi.1,2

Resiko kematian dapat terjadi pada pasien yang mengalami intoksikasi CO derajat

sedang sampai berat. Pada mereka yang menderita penyakit kardiovaskular, 37%

mengalami kerusakan miokard akut dan 38% meninggal dalam jangka waktu 7,6 tahun. Di

Amerika Serikat, angka kematian tiga kali lebih tinggi berdasarkan usia dan jenis

kelamin.1,2

Di Rumah Sakit Tan Tock Seng Singapura pernah dilaporkan terdapat 12 kasus

intoksikasi CO dalam 4 tahun (1999-2003). Di Indonesia belum didapatkan data laporan

kasus intoksikasi gas karbon monoksida yang terjadi setiap tahunnya.1

B. Sumber Karbon Monoksida

Karbon monoksida (CO) dapat ditemukan pada hasil pembakaran yang tidak

sempurna dari karbon dan bahan-bahan organik yang mengandung karbon. Dalam jumlah

yang kecil karbon monoksida juga diproduksi secara endogen.1,3

1. Sumber Endogen

Secara endogen karbon monoksida diproduksi dari hasil degradasi heme menjadi

pigmen empedu, hasil katalisasi dari oksigenasi heme. Jumlah karbon monoksida di dalam

darah berkisar 1-3% bagi yang bukan perokok dan 10-15% bagi perokok. Karbon

monoksida endogen yang dihasilkan ini berfungsi sebagai molekul yang terlibat dalam

beberapa fungsi seluler, seperti proses inflamasi, proliferasi, dan apoptosis. Gas ini juga

memiliki efek sitoprotektif termasuk induksi dari vasorelaksan, degradasi agregasi

trombosit, dan menghambat fenotip pro-inflamasi monosit dan makrofag. Karbon

2

Page 3: Intoksikasi Co - Copy

monoksida, seperti nitrit oksida, juga berfungsi sebagai neurotransmitter dalam sistem

saraf pusat (SSP).1

2. Sumber Eksogen

Jumlah karbon monoksida setiap tahunnya di dunia diperkirakan sekitar 2600 juta

ton, dimana sekitar 60% berasal dari kegiatan manusia dan sekitar 40% dari proses alami.

Emisi antropogenik manusia terutama berasal dari pembakaran tidak sempurna bahan

karbon. Proporsi terbesar dari emisi ini diproduksi pada knalpot kendaraan, terutama oleh

kendaraan bermotor dengan bahan bakar bensin, karena campuran bahan yang terbakar

mengandung bahan bakar yang lebih banyak daripada udara sehingga gas yang

dikeluarkan mengandung 3-7% CO.1,3

Sumber lainnya berasal dari berbagai proses industri, pembangkit listrik yang

menggunakan batubara, dan insinerator limbah. Emisi yang berasal dari petroleum sangat

meningkat selama beberapa tahun terakhir. Beberapa sumber nonbiologik dan biologik

tersebar alami, seperti tanaman, lautan dan oksidasi hidrokarbon.1 Gas alam jarang sekali

mengandung CO, tetapi pembakaran gas alam yang tidak sempurna tetap akan

menghasilkan CO. Pada kebakaran juga akan terbentuk CO. Selain itu, asap rokok dalam

orofaring juga menyebabkan konsentrasi CO yang diinhalasi sebesar 500 ppm.1,4

Pada alat pemanas air berbahan bakar gas, jelaga yang tidak dibersihkan pada

pipa air yang dibakar akan memudahkan terbentuknya produksi gas CO yang berlebihan.4

II. PATOFISIOLOGI

Karbon monoksida (CO) cepat terikat dengan hemoglobin (Hb), yang kemudian

membentuk karboksihemoglobin (CO-Hb). Daya dukung oksigen darah menurun,

menyebabkan hipoksia jaringan. Senyawa CO-Hb berwarna merah muda terang, dan inilah

yang menjelaskan adanya gambaran "cherry-red" pada tubuh korban yang mengalami

intoksikasi CO.5

3

Page 4: Intoksikasi Co - Copy

CO berdifusi dari alveoli ke darah dalam kapiler paru pada membran kapiler

alveolar yang tersusun atas epitel paru, endotel kapiler, dan membran basal. CO diikat oleh

Hb pada kecepatan tinggi sehingga tekanan parsial CO di kapiler tetap sangat rendah. Oleh

karena itu, transfer CO adalah difusi terbatas (diffusion-limited). Afinitas hemoglobin

terhadap CO 210 kali dari afinitasnya terhadap O2. CO dapat dengan mudah memindahkan

oksigen yang terikat pada hemoglobin. Di sisi lain, CO-Hb yang sudah berikatan, sangat

sulit dan lambat untuk melepaskan CO. Oleh karena itu, HbO2 yang tersisa akan berkurang

kadarnya sehingga tampak pada kurva disosiasi HbO2 bergeser ke kiri yang menunjukkan

bahwa jumlah oksigen yang dilepaskan ke jaringan berkurang.5

Jumlah CO-Hb yang terbentuk tergantung pada lamanya paparan CO, konsentrasi

CO pada udara yang dihirup saat inspirasi, dan ventilasi alveolar. Meskipun CO bersifat

toksik bagi sitokrom, secara klinis dampak yang ditimbulkan tidak terlalu signifikan. Hal

ini disebabkan karena jumlah CO yang dibutuhkan untuk sifat toksik pada sitokrom adalah

1000 kali lebih tinggi dari kadar CO-Hb yang mematikan.5

CO terikat pada mioglobin intraseluler dalam miokard dan mengganggu suplai

oksigen ke mitokondria. Hal ini menimbulkan dampak buruk pada fosforilasi oksidatif dan

sumber energi otot jantung. Pasien dengan penyakit jantung, beresiko mengalami kematian

akibat timbulnya aritmia dan serangan jantung. Namun, nyeri dada sebagai gejala iskemik

miokard dapat terjadi meskipun tidak terdapat penyakit arteri koroner. Sebagai contoh, 2

minggu setelah terpapar CO dengan kadar 34% akibat kecelakaan, sekelompok tentara di

Swiss mengalami nyeri dada.5

Setelah paparan CO, serangan angina, aritmia, dan peningkatan kadar enzim

jantung sering terjadi. Hal ini menyebabkan terjadinya perubahan morfologi terutama

karena miokard mengikat CO lebih banyak daripada yang diikat oleh otot rangka. Lesi

ultramikroskopik dapat timbul, tetapi hipoksia jaringan dan toksisitas CO spesifik belum

4

Page 5: Intoksikasi Co - Copy

diketahui. Selain CO-Hb, ikatan CO terhadap sitokrom juga signifikan dan dianggap

berperan dalam menimbulkan toksisitas sel. Dari suatu gabungan penelitian ultra-struktural

dan sitokimia, telah didapatkan kemungkinan terjadinya diferensiasi antara keadaan toksik,

hipoksia, dan gabungan keduanya (toksik dan hipoksia). Hal ini ditandai dengan terjadinya

penurunan sitokrom oksidase dalam studi eksperimental yang menunjukkan adanya efek

toksik langsung akibat paparan CO. 5

Kerusakan miokard berupa iskemik yang ditunjukkan pada EKG dan

meningkatnya biomarker jantung ditemukan pada 37% dari 230 pasien dengan intoksikasi

CO derajat sedang sampai berat dengan 5% kematian yang terjadi di Rumah Sakit. Oleh

karena itu, pemeriksaan EKG dan enzim jantung serial harus dilakukan pada pasien yang

dirawat di rumah sakit karena intoksikasi CO. 5

Selain itu, terdapat mekanisme toksisitas lainnya akibat paparan CO. CO yang

menyebabkan hipoksia jaringan dapat diikuti oleh kegagalan reoksigenasi ke sistem saraf

pusat (SSP). Hiperoksigenasi memicu berkurangnya produksi oksigen, yang selanjutnya

dapat mengoksidasi protein esensial dan asam nukleat, yang mengakibatkan kegagalan

reperfusi. Selain itu, paparan CO telah terbukti menyebabkan peroksigenasi lipid, yaitu

degradasi asam lemak tak jenuh yang menyebabkan demielinasi lipid yang reversibel pada

SSP. Paparan CO juga menimbulkan stres oksidatif pada sel, dengan produksi oksigen

radikal yang dihasilkan dengan konversi dehidrogenase xanthine dari oksidase xanthine.

Nekrosis serat miokard digambarkan pada pasien berusia 26 tahun yang mengalami

intoksikasi CO akibat kecelakaan dan memiliki konsentrasi CO-Hb dalam darah sebesar

46,6%.5

Gangguan fungsi otak lebih banyak terjadi pada intoksikasi CO akut. Efek

neurologis lanjutan juga dapat terjadi. Hipoksia jaringan adalah hasil akhir dari intoksikasi

CO dengan berbagai agen fisik dan kimia yang menyertainya. Beberapa bagian otak peka

5

Page 6: Intoksikasi Co - Copy

terhadap hipoksia seperti korteks serebral, terutama lapisan kedua dan ketiga, white matter,

inti basal, dan sel-sel Purkinje serebellum. 5

Sifat dan distribusi lesi tergantung pada tingkat keparahan, paparan yang tiba-tiba

atau tidak, dan lamanya waktu kekurangan oksigen, serta mekanisme yang terjadi

(hipoksemia atau iskemia) bukan pada penyebabnya. Daerah dengan vaskularisasi yang

rendah dan daerah "watershed" antara dua sumber suplai darah, seperti globus pallidus,

mungkin lebih rentan, khususnya selama keadaan hipotensi.5

Keadaan neuropatologi akibat toksisitas CO telah dijelaskan dalam penelitian

postmortem. Pada kasus akut, berupa perdarahan peteki pada white matter yang

melibatkan corpus callosum. Dalam kasus yang sudah lebih dari 48 jam, terdapat nekrosis

multifokal pada globus pallidus, hipokampus, pars retikularis dari substantia nigra,

nekrosis laminar pada korteks, dan hilangnya sel Purkinje di otak kecil bersamaan dengan

timbulnya lesi pada white matter. Lesi pallidum khas, terdapat gambaran infark

makroskopik bilateral pada globus pallidus, biasanya asimetris, dan meluas ke bagian

anterior, superior, atau ke kapsula interna. Kadang-kadang, hanya nekrosis fokus linear

kecil yang ditemukan di persimpangan dari kapsula interna dan inti globus pallidus interna.

Intoksikasi CO juga biasanya berdampak pada hipotalamus, dinding ventrikel ketiga,

talamus, striatum, dan batang otak. 5

Kerusakan mielin terjadi pada fokus perivaskular dalam korpus kallosum, kapsula

interna dan eksterna, serta optic tracts biasanya terlihat pada pasien koma yang meninggal

dalam waktu 1 minggu, dengan demielinasi periventrikular yang luas dan kerusakan

aksonal yang diamati pada keadaan koma yang lama menyebabkan pembentukan plak

demielinasi.5

6

Page 7: Intoksikasi Co - Copy

Gambar 1. Di paru-paru, CO berdifusi dengan cepat ke dalam darah dan menyebabkan cedera dan respon adaptif yang berlanjut setelah kadar CO-Hb telah kembali normal. CO menyebabkan hipoksemia melalui pembentukan CO-Hb dan pergeseran kurva disosiasi O2Hb ke kiri. CO mengikat protein heme seperti sitokrom c oksidase (CCO), merusak fungsi mitokondria, sehingga menyebabkan hipoksia. Hipoksia otak merangsang peningkatan kadar asam amino, meningkatkan kadar nitrit otak, dan menyebabkan kerusakan berikutnya. Hipoksia otak menyebabkan stres oksidatif, nekrosis, dan apoptosis, berkontribusi terhadap inflamasi dan cedera. CO juga menyebabkan inflamasi oleh peningkatan kadar heme sitosol dan heme oxygenase-1 (HO-1), yang mengakibatkan stres oksidatif intraseluler. CO mengikat protein heme trombosit, menyebabkan pelepasan NO. Kelebihan NO menghasilkan peroksinitrit (ONOO-), merusak fungsi mitokondria, yang memberikan kontribusi terhadap hipoksia. CO menyebabkan agregasi platelet-neutrofil dan degranulasi neutrofil, yang melibatkan pelepasan atau produksi dari myeloperoxidase (MPO), protease, dan oksigen reaktif yang menyebabkan stres oksidatif, peroksidasi lipid, dan apoptosis. Protease berinteraksi dengan xanthine dehidrogenase (XD) dalam sel endotel, membentuk xanthine oxidase (XO), yang menghambat mekanisme endogen terhadap stres oksidatif. Produk peroksidasi lipid terbentuk acak dengan protein dasar mielin, mengubah strukturnya, memicu respon kekebalan limfositik, meningkatkan aktivasi dan aktivitas mikroglia, dan menyebabkan efek neuropatologik. Akhirnya, CO menginduksi respon stres seluler seperti aktivasi hipoksia-inducible factor 1α (HIF-1α), yang dapat menginduksi regulasi gen. Regulasi gen ini dapat menjadi pelindung atau dapat mengakibatkan cedera. NMDA menandakan N-metil-D- aspartat, dan nNOS (neuronal sintase oksida).

Dikutip dari kepustakaan 6

7

Page 8: Intoksikasi Co - Copy

A. Ikatan dengan Hemoglobin

Patofisiologi dari keracunan karbon monoksida diawali dengan terjadinya

hipoksia jaringan akibat berubahnya oksihemoglobin menjadi karboksinhemoglobin yang

menghasilkan anemia relatif. Karbon monoksida berikatan dengan hemoglobin dengan

afinitas lebih dari 200 kali dibandingkan ikatan dengan oksigen. Hal ini menyebabkan

bergesernya kurva disosiasi oksigen-hemoglobin ke kiri, berkurangnya suplai oksigen ke

jaringan, dan menyebabkan terjadinya hipoksia jaringan.1,6

Jumlah CO-Hb yang terbentuk tergantung pada lamanya paparan CO, konsentrasi

CO di udara yang dihirup, dan ventilasi alveolar. Setelah ikatan karboksihemoglobin

terbentuk, maka dalam melepaskan ikatan heme dengan karbon monoksida membutuhkan

waktu yang lama.1,6

B. Toksisitas Seluler

Intoksikasi karbon monoksida lebih kompleks dan mekanisme toksisitasnya lebih

dari sekedar akibat terbentuknya CO-Hb. Hal ini didasarkan pada sebuah penelitian yang

menunjukkan bahwa anjing yang diberikan 13% gas CO meninggal dalam waktu 1 jam

setelah CO-Hb mencapai tingkat 54-90%. Sedangkan transfusi dengan darah yang

mengandung 80% CO-Hb pada anjing sehat tidak mengakibatkan efek toksik, meskipun

dihasilkan kadar CO-Hb 57-64%. Hal ini menunjukkan bahwa toksisitas CO tidak hanya

bergantung pada pembentukan senyawa CO-Hb.1,7

C. Ikatan Protein (Sitokrom, Mioglobin, Guanilil)

CO mengikat banyak heme yang mengandung protein selain hemoglobin,

termasuk sitokrom, mioglobin, dan adenilat guanilil. CO mengikat sitokrom secara in

vitro, dan pembongkaran metabolisme oksidatif melalui sitokrom oksidase yang dapat

menyebabkan terbentuknya radikal bebas.1

8

Page 9: Intoksikasi Co - Copy

Respirasi seluler juga terganggu melalui inaktivasi enzim mitokondria dan gangguan

transpor elektron dari radikal oksigen (peroksinitrit) yang diproduksi setelah paparan CO.

Metabolisme sel dihambat bahkan setelah normalisasi kadar CO-Hb. Hal ini yang dapat

menjelaskan dampak klinis yang berkepanjangan setelah tingkat CO-Hb menurun. CO

juga merangsang guanil siklase, yang meningkatkan siklik guanosin monofosfat sehingga

mengakibatkan vasodilatasi serebral, yang dihubungkan dengan hilangnya kesadaran pada

hewan percobaan intoksikasi CO.1

D. Nitric Oxide

Peran nitric oxide (NO) dan radikal bebas lainnya telah diteliti secara ekstensif

dalam mekanisme intoksikasi CO. Banyak penelitian pada hewan telah menunjukkan

vasodilatasi serebral setelah terpapar CO, yang berhubungan dengan kehilangan kesadaran

dan peningkatkan kadar NO. Temuan ini telah menimbulkan spekulasi bahwa kejadian

sinkop berhubungan dengan NO yang memediasi relaksasi pembuluh darah di otak dan

penurunan aliran darah. NO juga merupakan vasodilator perifer dan dapat menyebabkan

hipotensi sistemik, meskipun hal ini belum diteliti dalam mekanisme intoksikasi CO.

Adanya hipotensi sistemik pada intoksikasi CO berhubungan dengan tingkat keparahan

kerusakan otak, terutama pada daerah yang kaya perfusi yaitu, ganglia basalis, white

matter, dan hipokampus.1

Nitric oxide juga berperan penting dalam urutan kejadian yang berpuncak pada

kerusakan oksidatif pada otak, yang menimbulkan gejala sisa neurologis (DNS). NO dapat

mempengaruhi sensitivitas neutrofil pada endotel. Invasi neutrofil ke mikrovaskuler

tampaknya menyebabkan aktivasi xanthine oxidase, pembentukan radikal oksidatif,

kerusakan oksidatif, dan peroksidasi lipid pada otak, yang dianggap bertanggung jawab

untuk kejadian DNS.1

9

Page 10: Intoksikasi Co - Copy

Peroksidasi lipid pada otak setelah paparan CO tampaknya menjadi fenomena

reperfusi pasca iskemik yang dimediasi oleh perubahan dalam aliran darah otak dan

kerusakan radikal bebas oksidatif. Periode hipotensi dan penurunan kesadaran mungkin

berperan untuk terjadinya peroksidasi lipid. Meskipun urutan kejadian tidak diketahui,

penelitian pada sintesis NO inhibitor telah ditemukan sebagai penghambat vasodilatasi

serebral dan kerusakan oksidatif.1

Gambar 2. Skema patofisiologi intoksikasi karbon monoksida.

Dikutip dari kepustakaan 1

10

Page 11: Intoksikasi Co - Copy

III. MANIFESTASI KLINIK

Manifestasi klinik dari intoksikasi CO sangat tidak spesifik dan sama seperti

gejala-gejala penyakit pada umumnya, khususnya gejala pada sistem saraf pusat dan

kardiovaskuler, dan organ-organ yang sangat membutuhkan oksigen, karena pada

intoksikasi CO menunjukkan tanda-tanda hipoksia.5,6

Gambar 3. Dalam tubuh manusia, terdapat sejumlah kecil karbon monoksida dan berperan penting untuk berbagai fungsi fisiologis termasuk untuk proses neurotransmisi. Paparan eksogen untuk jumlah karbon monoksida diatas kadar normal dapat menyebabkan respon adaptasi atau respon proteksi, namun paparan kadar yang lebih tinggi dapat menyebabkan efek toksik. Paparan toksik dapat menyebabkan inflamasi, diikuti dengan hipoksia, meskipun masih terdapat hal yang masih belum dimengerti terkait dengan rentang paparan karbon monoksida dimana inflamasi dapat terjadi (seperti yang terindikasi dalam garis yang ditebalkan). Tanda-tanda dan gejala intoksikasi sangat bervariasi, tergantung tingkat paparan, durasi, dan akutnya paparan.

Dikutip dari kepustakaan 6

Sekitar 50% orang yang terpapar oleh karbon monoksida menunjukkan gejala

kelemahan badan, mual, muntah, bingung, dan takipneu. Gejala lain juga menunjukkan

seperti adanya nyeri perut, penglihatan kabur sampai hilangnya kesadaran. Namun gejala

klinis dari intoksikasi CO ini dapat dibagi berdasarkan gejala yang ditemukan pada pasien

setelah terpapar karbon monoksida tersebut.6,7

11

Page 12: Intoksikasi Co - Copy

A. Intoksikasi Akut

Manifestasi klinik dari intoksikasi CO biasanya terjadi kebingungan, sakit kepala

ringan, dan gejala-gejala akibat kelainan kardiovaskuler dan susunan saraf pusat. Gejala

akut pada sistem saraf pusat akibat intoksikasi CO berupa nyeri kepala ringan dan

kebingungan, namun jika terjadi peningkatan konsentrasi dan lama paparan dari CO dapat

memperberat gejala, tergantung dari organ yang sangat membutuhkan oksigen. Gejala akut

yang menunjukkan adanya gangguan fungsi sistem kardiovaskuler berupa hipotensi,

aritmia, iskemia, infark, dan cardiac arrest.1

Gejala klinis dari intoksikasi akut CO sendiri dibagi menjadi tiga gejala, yaitu

gejala yang ringan, sedang dan berat (Tabel 1).1

Tabel 1 . Manifestasi Klinis yang Berhubungan dengan Intoksikasi CO

Paparan CO Tanda dan gejala

Ringan(5-15%)

Sakit kepalaMualMuntahPusing

Sedang(15-25%)

Pandangan kaburKebingunganNyeri dadaDispnaeuTakipneauLemahTakikardi

Berat(> 25%)

RhabdomiolysisPalpitasiAritmiaHipotensiIskemik miokardCardiac arrestRespiratori arrestEdema pulmonum non cardiogenicKejangKoma

Dikutip dari kepustakaan 1 dan 8

12

Page 13: Intoksikasi Co - Copy

Kematian tersering akibat intoksikasi CO adalah aritmia, sedangkan hipotensi

terjadi akibat kerusakan dari miokard akibat hipoksik-iskemia, vasodilatasi perifer dan atau

keduanya yang menetap setelah gangguan neurologi dan metabolisme.1

Intoksikasi CO juga menyebabkan rhabdomyolisis dan gagal ginjal akut sebagai

efek toksik langsung pada sel otot skelet. Lesi kulit berbentuk blister, edema paru non

kardiogenik dilaporkan pada paparan CO yang berat dan lama.1

B. Intoksikasi Lanjutan (Delayed)

Efek dari paparan karbon monoksida tidak selalu langsung terlihat atau juga dapat

terjadi gejala yang timbul setelah masa pemulihan berupa gejala sisa. Gejala sisa dari efek

neurologi sering dilaporkan berupa delayed neurogical sequele (DNS) berupa gangguan

pada sistem saraf pusat dan gangguan psikiatri dari pasien setelah paparan CO berupa

kehilangan memori, kebingungan, ataksia, kejang, inkontinensia urin/alvi, emosi yang

labil, disorientasi waktu dan tempat, halusinasi, perkinson, kebutaan akibat gangguan

sistem saraf pusat, psikosis, dan gangguan gerak maupun berjalan.1

Gejala dari DNS sendiri yang terjadi setelah masa pemulihan atau hilangnya gejala

akut dari intoksikasi CO yang biasa disebut lucid interval. Lucid interval sendiri tejadi

pada 2-40 hari. Dan pada pasien yang dirawat sekitar 75% terjadi pemulihan sampai 1

tahun. Frekuensi DNS tersering terjadi pada pasien yang berumur lebih dari 30 tahun dan

memberat pada umur yang lebih tua 50 – 79 tahun.1,7

Insidensi dari DNS sulit ditegakkan karena DNS memiliki gejala subklinis atau

gejala yang sama dengan penyakit yang lain sehingga sering salah terdiagnosis,

diperkirakan terdapat paling banyak 47% pasien yang terpapar oleh CO mendapat gejala

DNS melalui pemeriksaan neuropsiatrik. Selain untuk mendiagnosis, pemeriksaan

neuropsikiatrik juga dapat digunakan sebagai monitor atau pemantauan perjalanan

penyakit akibat intoksikasi CO.1

13

Page 14: Intoksikasi Co - Copy

C. Intoksikasi Kronik

Gejala kronis dari paparan karbon monoksida terjadi akibat paparan CO yang

lama di tempat kerja. Biasanya memiliki gejala yang bervariasi namun sama seperti gejala

lainya berupa sakit kepala, anoreksia, apati, insomnia, dan gangguan sikap personal. Selain

itu, paparan CO yang lama juga dapat mempercepat terjadinya aterosklerosis dan faktor

resiko lainnya seperti polisitimia vera dan juga cardiomegaly yang menyerupai gejala

hipoksia kronik sekunder.1

IV. DIAGNOSIS

Pada pasien yang datang ke unit gawat darurat dengan gejala winter flu like

syndrome harus dicurigai terpapar oleh karbon monoksida sekitar 3–24%. Riwayat dari

paparan CO juga harus dibuktikan dari riwayat lingkungan, aktivitas, atau penggunaan alat

yang menghasilkan CO sehingga dapat memberikan paparan CO kepada manusia.1

Untuk menegakkan diagnosis, selain gejala klinis yang ditimbulkan oleh paparan

CO, sangat perlu dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menentukan tingginya paparan

CO terhadap tubuh sehingga penanganan yang tepat dapat diberikan.1,2

A. Pemeriksaan Kadar Karboksi-Hemoglobin (CO-Hb)

Kadar serum CO-Hb dalam darah pasien yang dicurigai terpapar CO harus

diperiksa, pada orang yang tidak merokok kadar CO-Hb normalnya < 2% dan pada

perokok berkisar 5-13%. Kadar CO-Hb yang rendah < 15% menimbulkan gejala klinis

yang ringan. Dan jika kadar CO-Hb meningkat bahkan sampai > 60% dapat memberikan

prognosis yang buruk.1,2

Kadar CO-Hb tidak hanya tergantung pada banyaknya kadar CO namun juga

lamanya paparan CO terhadap tubuh. Tubuh dapat mentoleransi kadar CO-Hb sebesar

2,5%. Sebagaimana menurut WHO, paparan CO terhadap tubuh harus sesuai kadar dan

14

Page 15: Intoksikasi Co - Copy

waktu paparannya agar aman bagi tubuh yaitu 87.1 ppm (100 mg/m3) selama 15 menit,

52,3 ppm (60mg/m3) selama 30 menit, 26,1 ppm (30 mg/m3) selama 60 menit, dan 8,7 ppm

(10 mg/m3) selama 8 menit. Paparan yang melebihi 100 ppm dan dalam waktu yang lama

sangat berbahaya bagi tubuh.1

B. Pemeriksaan Pulse Oksimetri

Saat ini para dokter sepakat dengan kewaspadaan menggunakan pulse oxymetry

pada pasien yang dicurigai keracunan karbon monoksida karena merupakan metode

kolometrik, metode ini tidak dapat diandalkan sebagai metode diagnosa intoksikasi CO

sebab tidak dapat membedakan oksihemoglobin dan CO-Hb.1,2

C. Pemeriksaan Neuropsikometrik

Neuropsikometrik tes merupakan perkembangan pemeriksaan yang dapat

menggambarkan kemampuan kogntif seseorang yang biasanya sangat buruk atau memiliki

nilai yang kurang pada pasien dengan intoksikasi CO. Namun demikian, buruk atau

kurangnya nilai hasil tes neuropsikometrik ini tidak bisa dipastikan bahwa orang tersebut

mengalami keracunan CO, karena intoksikasi CO hanya salah satu penyebab dari berbagai

penyebab penurunan fungsi kognitif.1

D. CT-SCAN

Gambaran pada CT scan orang yang terpapar CO berat menunjukkan gambaran

hipoksisa serebri sekunder, iskemia, dan hipotensi yang disebabkan oleh paparan CO.

Temuan gambaran hipodens pada globus pallidus (gambar 4), substansia nigra, ganglia

basalis, hipokampus, dan korteks serebri berhubungan dengan aliran darah lokal di tempat

yang mengalami lesi, asidosis metabolik, dan hipotensi akibat hipoksia setelah intoksikasi.

Namun lesi yang terjadi bukan merupakan gambaran patognomonis karena gejala ini sama

dengan gejala stroke ataupun gejala hipoksia lainnya akibat oklusi pembulu darah.1

15

Page 16: Intoksikasi Co - Copy

Gambar 4. Lesi hipodens bilateral globus pallidus

pada pasien dengan intoksikasi CO

Dikutip dari kepustakaan 1

E. MRI

Pada gambaran MRI sama seperti tanda atau gambaran hipoksia pada jaringan

otak berupa lesi simetris pada white matter, lesi predominan pada paraventikuler, ganglia

basalis, hipokampus, dan dari jaringan yang hipoksia. Jika terjadi abnormalitas pada

neuroimaging dapat menjadi hasil yang buruk dan disfungsi neurologis yang irreversible.1

F. Tes Diagnostik Lainnya

Pemeriksaan lainnya untuk mendiagnosis intoksikasi CO tergantung dari gejala

klinisnya yang termasuk dari pemeriksaan analisa gas darah, elektrolit, cardiac marker,

kadar urea dan nitrogen dalam darah (BUN), kreatinin, kreatin fosfokinase, EKG, ECG

yang menunjukkkan tanda-tanda hipoksia, asidosis metabolik, metabolisme seluler yang

terhambat, dan ketergantungan metabolisme organ terhadap sel yang berhubungan dengan

16

Page 17: Intoksikasi Co - Copy

paparan dan kadar CO pada pasien yang dicurigai intoksikasi CO. Walaupun gambaran ini

tidak pasti mengalami intoksikasi CO.1,2

V. PENATALAKSANAAN

Berdasarkan susunan kimia dan patofisiologinya, antidotum natural dari CO

adalah oksigen. Prinsip dari penatalaksanaan dari keracunan CO adalah memberikan

suplementasi oksigen dan penanganan suportif yang agresif berupa airway management,

dan stabilisasi dari status kardiovaskuler.1,6

Terapi hiperbarik oksigen (HBTO) dianggap efektif untuk penanganan dari

intoksikasi karbon monoksida karena dapat mengeliminasi kadar CO dalam darah yang

berikatan kuat dengan hemoglobin. Selain mampu menurunkan ikatan CO dengan

hemoglobin HBOT juga dapat menurunkan ikatan CO dengan sitikrom yaitu hemeprotein

yang berpengaruh terhadap metabolisme intraseluler sehingga menimimalkan kerusakan

tingkat sel dan mengurangi pelepasan radikal bebas. Penggunaan HBOT juga dilaporkan

dapat menurunkan DNS. Namun HBOT tidak digunakan secara universal dan tidak bebas

dari resiko penggunaannya sebagai terapi intoksikasi CO, dan masih menjadi perdebatan.1,6

Adapun indikasi terapi hiperbarik oksigen pada kasus intoksikasi CO yaitu:8

1. Segera berikan O2 bertekanan tinggi jika:

a. Kadar CO-Hb > 25% (dari pemeriksaan dengan CO-oksimetri)

b. Kadar CO-Hb > 15% (pada ibu hamil)

2. Terjadi sinkop, kejang, koma, dan lateralisasi

3. Hasil pemeriksaan EKG ditemukan: Iskemik miokard, PVC/ setiap tachidisritmia.

4. Setelah penanganan awal (O2 100% diperlukan setiap 2-4 jam) terdapat gejala

neurologis yang menetap seperti sakit kepala, pusing, kebingungan, dan ataksia.8

VI. ASPEK KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

17

Page 18: Intoksikasi Co - Copy

A. Kematian Akibat Intoksikasi CO dari Gas Buangan Kendaraan (Exhaust)

Setelah trauma inhalasi akibat kebakaran, sumber kedua intoksikasi karbon

monoksida dalam kematian adalah menghirup asap knalpot mobil. Sebagian besar

kematian tersebut merupakan kasus bunuh diri, tapi kematian akibat kecelakaan juga

sering terjadi. Hal ini terjadi khususnya pada kendaraan yang sudah tua, dimana

pengendara mengalami kematian ketika mobil telah terjebak dalam cuaca buruk seperti

terjebak dalam salju pada negara-negara maju.9

Kematian akibat kecelakaan jarang terjadi ketika mesin mobil dijalankan dan

dibiarkan berada dalam garasi untuk memanaskan mesin mobil sebelum digunakan,

sementara pada saat yang bersamaan pemilik mobil kembali masuk ke dalam rumah.

Kebocoran karbon monoksida dari knalpot dapat masuk ke dalam rumah dan dapat

menewaskan pemilik rumah jika berlangsung dalam waktu yang lama. Terdapat beberapa

kasus seseorang melakukan bunuh diri dengan mengurung diri di garasi dengan

menjalankan mesin mobil dan pada saat yang sama, secara tidak sengaja juga membunuh

penghuni rumah lainnya.9

Jumlah CO yang dihasilkan oleh mesin berbahan bakar bensin tergantung pada

beberapa faktor, termasuk mesin pengendali kecepatan, perbandingan udara dengan bahan

bakar, rasio kompresi, dan adanya konverter katalis. Sebelum pengenalan catalytic

converter, mesin bisa menghasilkan 7% CO, sedangkan mesin yang sama di dalam

kendaraan yang berjalan jauh dengan kecepatan 60 mph, dengan karburator yang dibuat

lebih efisien, menghasilkan kurang dari 0,5% CO.9

Waktu bertahan hidup dalam kondisi udara yang sangat jenuh akibat karbon

monoksida sangat pendek. Pada suatu kasus bunuh diri, korban meninggalkan tape

recorder yang merekam suara kematiannya. Atas dasar ini, dapat diketahui dalam jangka

waktu berapa lama orang itu dapat bertahan.9

18

Page 19: Intoksikasi Co - Copy

Kasus di atas terjadi pada seorang laki-laki usia 36 tahun yang ditemukan duduk

di dalam mobil, dengan mesin yang sedang hidup dan selang karet yang berasal dari

knalpot melalui jendela belakang mobil. Kadar karboksihemoglobin dalam darah adalah

70%. Tape recorder berada di kursi bagian depan. Pada rekaman itu, almarhum terdengar

untuk memulai menyalakan mesin mobil. Selama 20 menit berbagai suara terdengar,

setelah itu terhenti, meskipun rekaman itu terus berjalan. Rekonstruksi adegan

memungkinkan pemantauan terus menerus dari penumpukan karbon monoksida di dalam

mobil. Setelah mesin telah berjalan 1 menit, persen saturasi karbon monoksida di atmosfer

adalah 0,2%. Pada 5 menit selajutnnya mencapai 1,5%, 6 menit 1,7% , 7 menit 2,2%, 9

menit 2,5%, 13 menit 3,7% , dan lebih dari 4% dalam jangka waktu 17 menit.9

B. Dekomposisi pada Intoksikasi CO

Kadar karbon monoksida dalam darah dan cairan tubuh rongga tubuh yang sudah

membusuk tergantung pada tingkat karbon monoksida darah sebelum terjadinya kematian.

Mereka tidak diproduksi pada pembentukan karbon monoksida post-mortem melalui

dekomposisi hemoglobin, mioglobin, dan zat lainnya.9

Kadar karboksihemoglobin dalam darah tidak nyata diubah selama dekomposisi

post-mortem, dengan nilai tidak lebih dari 6% ditentukan pada anjing yang terendam

dalam air laut selama empat hari. Mereka juga menemukan bahwa kadar

karboksihemoglobin dalam darah tidak berbeda secara signifikan dari COHb yang

terkadung dalam cairan pada rongga dada.9

C. Penentuan Kasus Bunuh Diri atau Kecelakaan Akibat Intoksikasi CO

Dalam kasus bunuh diri dengan memanfaatkan toksisitas CO, diagnosis sering

ditegakkan pada tempat kejadian. Korban biasanya akan ditemukan di garasi atau di dalam

mobil dengan kunci yang masih terpasang. Sumber CO biasanya berasal dari pipa atau

selang yang dihubungkan dari knalpot ke dalam ruang kendaraan.9

19

Page 20: Intoksikasi Co - Copy

Sedangkan kematian yang disebabkan akibat kecelakaan oleh intoksikasi karbon

monoksida biasanya tidak diketahui di tempat kejadian. Seseorang mungkin akan

ditemukan tewas dalam mobil yang terparkir dengan kunci yang masih terpasang.6

Seorang penyidik, bagaimanapun, bisa keliru dan menganggap bahwa penyebab

kematian adalah karena penyakit jantung. Bila lebih dari satu orang ditemukan tewas

dalam sebuah mobil dengan mesin masih hidup, hampir pasti, kematian disebabkan oleh

CO. Jika lebih dari satu orang ditemukan tewas dalam sebuah rumah, atau satu orang

tewas dan lainnya koma, tanpa bukti adanya trauma, penyebab utama yang harus dicurigai

adalah akibat intoksikasi karbon monoksida yang disebabkan oleh rusaknya alat pemanas

ruangan.9

Kadang-kadang orang akan mencoba untuk membuat tampilan kasus bunuh diri

seperti kecelakaan. Mereka akan ditemukan di garasi, dengan pintu tertutup, kunci masih

terpasang, kap terbuka, dan terdapat alat-alat mobil di sekitarnya agar diharapkan bahwa

korban tersebut meninggal oleh asap knalpot sewaktu memperbaiki kendaraan. Kasus

seperti itu, bagaimanapun merupakan kasus bunuh diri. Hal ini karena, jika seseorang

menghidupkan mobil di garasi dengan keadaan tertutup, maka dalam waktu 2-3 menit

udara dalam garasi akan sangat berbahaya, sehingga dapat dengan cepat mengiritasi sistem

pernapasan.9

D. Kadar CO yang Berbahaya Dalam Tubuh

Kadar karboksihemoglobin orang yang meninggal karena keracunan CO dapat

sangat bervariasi, tergantung pada sumber CO, keadaan sekitar di tempat kejadian, dan

tingkat kesehatan seseorang (ada tidaknya penyakit bawaan yang diderita). Pada orang tua,

dan orang-orang yang menderita penyakit berat, seperti penyakit arteri koroner atau

penyakit paru obstruktif kronik, saturasi serendah 20-30% bisa berakibat fatal.9

20

Page 21: Intoksikasi Co - Copy

Tingkat karboksihemoglobin dalam kebakaran rumah rata-rata 57%, dengan kadar

karbon monoksida dari 30 atau 40%. Sebaliknya, pada orang meninggal akibat menghirup

asap knalpot, memiliki kadar CO-Hb tertinggi >70% dan kadar CO-Hb rata-rata 79%.

Kadar CO-Hb rendah pada orang yang meninggal akibat menghirup asap knalpot dapat

ditemukan jika mobil berhenti berjalan setelah korban berada dalam koma tetapi terus

bernapas, dimana secara bertahap akan menurunkan konsentrasi karboksihemoglobin.9

Tabel 2. Gejala Intoksikasi CO yang berkaitan dengan Kadar COHb dalam darah

%COHb Gejala-gejala

0-10 Tidak ada keluhan maupun gejala.

10-20Rasa berat di kepala, sakit kepala, pelebaran pembuluh darah subkutan, dispneu, dan gangguan koordinasi.

20-30 Sakit kepala, berdenyut pada pelipis, dan emosional.

30-40Sakit kepala hebat, lemah, dizziness, pandangan jadi kabur, mausea, muntah-muntah.

40-50 Sinkop, nadi dan pernapasan menjadi cepat.

50-60Sinkop, nadi dan pernapasan menjadi cepat, koma, kejang yang intermitten.

60-70 Koma, kejang yang intermitten, depresi jantung, dan pernapasan.

70-80Nadi lemah, pernapasan lambat, kegagalan pernapasan, dan meninggal dalam beberapa jam.

80-90 Meninggal dalam waktu kurang dari satu jam.>90 Meninggal dalam beberapa menit.

Dikutip dari kepustakaan 9

Waktu paruh karbon monoksida, menghirup udara ruangan di permukaan laut,

adalah sekitar 4-6 jam. Terapi oksigen akan mengurangi eliminasi waktu paruh, tergantung

pada konsentrasi oksigen yang diberikan. Waktu paruh eliminasi dengan terapi oksigen

disingkat menjadi 40-80 menit pernapasan oksigen 100% pada 1 atm, dan 15-30 menit

pernapasan oksigen hiperbarik. Jika seseorang mencapai ruang gawat darurat dalam

keadaan hidup, pulse oksimetri tidak dapat diandalkan untuk menilai secara akurat

21

Page 22: Intoksikasi Co - Copy

oksigenasi, karena tidak dapat membedakan karboksihemoglobin dari oksihemoglobin

pada panjang gelombang yang biasa digunakan.9

E. Tanda-Tanda Intoksikasi CO Pada Autopsi

Temuan otopsi pada kematian akibat intoksikasi CO cukup khas. Pada ras

Kaukasoid, gambaran pertama yang dapat dilihat pada tubuh korban adalah bahwa orang

tersebut terlihat sangat sehat. Warna merah muda pada kulit disebabkan oleh pewarnaan

jaringan oleh karboksihemoglobin, yang memiliki penampilan cherry-red atau merah

muda terang. Cherry-red livor mortis menunjukkan diagnosis intoksikasi CO bahkan

sebelum proses otopsi dimulai. Namun demikian, harus diketahui bahwa warna ini dapat

disamarkan atau dibiaskan oleh paparan tubuh yang lama terhadap lingkungan dingin (baik

di tempat kejadian atau dalam pendingan kamar mayat) atau pada kasus-kasus keracunan

sianida. Pada orang-orang berkulit hitam, warna merah muda terang menonjol pada

konjungtiva, nailbeds, dan mukosa bibir.9

Gambar 5. Warna merah muda (cherry-red) pada kulit disebabkan oleh pewarnaan jaringan oleh karboksihemoglobin, yang memiliki penampilan cherry-red atau merah muda terang.

Dikutip dari kepustakaan 10

22

Page 23: Intoksikasi Co - Copy

Pada pemeriksaan organ dalam, otot-otot dan organ dalam akan berwarna merah

cerah. Warna pada organ tersebut tetap bertahan meskipun jaringan dipindahkan dan

ditempatkan dalam larutan formalin (formaldehida). Begitupun dengan pengawetan juga

tidak akan mengubah warna organ tersebut. Darah yang diambil dari pembuluh darah juga

akan memiliki warna yang khas seperti ini.9

Pada beberapa orang, intoksikasi karboksihemoglobin tidak langsung

menyebabkan kematian. Dalam kasus tersebut, jika produksi karbon monoksida berhenti

setelah timbulnya koma, individu akan secara bertahap menghilangkan karbon monoksida

dari tubuh, meskipun kerusakan irreversibel telah terjadi. Dengan demikian, dapat

ditemukan orang-orang yang meninggal akibat keracunan karboksihemoglobin memiliki

kadar karboksihemoglobin yang rendah atau bahkan negatif pada otopsi. Diagnosis

tersebut dibuat atas dasar penyelidikan. Sebagai contoh, seorang pria ditemukan tewas di

sebuah mobil yang diparkir. Tidak ada kunci mobil yang masih terpasang dan tangki

bensin kosong. Sebuah otopsi dan analisis toksikologi lengkap gagal untuk

mengungkapkan penyebab kematian.9

Karbon monoksida dapat masuk dari ibu ke darah janin. Konsentrasi

karboksihemoglobin (COHb) pada janin tergantung pada kadar hemoglobin dan CO ibu.

CO-Hb akhir janin adalah 10% lebih tinggi dari kadar CO-Hb ibu. Karbon monoksida

dapat menghasilkan kematian intrauterin meskipun ibu mungkin tetap bertahan hidup.9

Otak adalah organ yang paling sensitif terhadap karbon monoksida. Jika kematian

tidak terjadi segera, kerusakan bagian-bagian otak dapat meningkat dalam hitungan jam

dan hari. Karbon monoksida menghasilkan kerusakan selektif pada gray matter. Nekrosis

bilateral dari globus pallidus merupakan lesi paling khas, meskipun bagian lain yang

terkena dampak termasuk korteks serebral, hippokampus, otak kecil, dan substantia nigra.9

23

Page 24: Intoksikasi Co - Copy

Lesi dalam globus pallidus, sebenarnya tidak spesifik dan dapat dilihat juga pada overdosis

narkoba.9

Gejala sisa neurologis yang disebabkan oleh intoksikasi CO dapat berkembang

selama fase akut. Dalam situasi ini, setelah jangka waktu asimtomatik, pasien dapat

mengalami sakit kepala parah, demam, kaku kuduk, dan gejala neuropsikiatri. Kebutaan

kortikal sementara dan cacat memori yang umum. Selain itu, bisa ada afasia, apati,

disorientasi, halusinasi, inkontinensia, gerakan lambat, dan kekakuan otot. Gejala sisa

permanen intoksikasi CO seperti demensia, sindrom amnestik, psikosis, kelumpuhan,

korea, kebutaan kortikal, neuropati perifer, dan inkontinensia.9

Dalam sebuah penelitian, 11,8 % dari individu yang membutuhkan rawat inap

akibat intoksikasi karbon monoksida memiliki gejala sisa berupa kerusakan dan gangguan

neurologis. Hampir semua menunjukkan gangguan mental, dengan mayoritas memiliki

inkontinensia dan gangguan gaya berjalan. Usia rata-rata dari orang-orang yang

menunjukkan gejala sisa lebih tua daripada kelompok rumah sakit secara keseluruhan.

Sebuah lucid interval 2-4 minggu biasanya mendahului terjadinya gejala sisa neurologis.

Tiga-perempat dari pasien sembuh dalam waktu satu tahun, meskipun beberapa orang

menunjukkan kerusakan neurologis ringan yang menetap.9

Telah ditunjukkan bahwa beberapa sel, misalnya, sel piramidal CAI di

hippokampus, dapat berfungsi kembali setelah terpapar karbon monoksida. Hipotesis yang

dianut bahwa timbulnya gejala sisa disebabkan oleh terjadinya kegagalam reperfusi pasca

iskemik dan efek CO pada endotel pembuluh darah dan oksigen radikal yang dimediasi

oleh oksigen otak dari proses reoksigenasi.9

24

Page 25: Intoksikasi Co - Copy

1. Intoksikasi Akut

Gambaran makroskopik yang khas adalah darah dan bagian otak yang berwarna

merah terang pada otopsi (Gambar 6-a), bahkan setelah difiksasi dalam formalin (Gambar

6-b dan c).11

Dalam kasus kongesti masif, ekstravasasi juga dapat terjadi. Jika intoksikasi akut

tetap berlangsung, perubahan yang terjadi mirip dengan yang terlihat dalam iskemia yang

luas berupa nekrosis laminar kortikal, hilangnya sel saraf dalam pembentukan

hippocampus, hilangnya sel Purkinje, dan nekrosis white matter. Nekrosis globus pallidus

bilateral (Gambar 6-d) dan pars reticulata dari substantsia nigra merupakan perubahan non-

spesifik. White matter deterioration dalam leukoensefalopati multifokal adalah sekuele

morfologi pada gambaran lanjutan pada intoksikasi CO.11

Gambar 6. Intoksikasi karbon monoksida. Intoksikasi akut: gambaran bright redness (merah terang) pada duramater. (a) Gambaran pada autopsi permukaan otak setelah fiksasi dengan formalin. (b) Tampak edema pada otak; dan (c) gambaran merah muda pada potongan frontal. (d) Pada intoksikasi kronik: tampak nekrosis globus pallidus bilateral yang ditunjukkan dengan lingkaran hitam.

Dikutip dari kepustakaan 11

25

Page 26: Intoksikasi Co - Copy

2. Paparan Lanjutan (Intermittent Exposure)

Gambaran morfologi ditandai dengan fokus konfluens pada demielinasi dengan

pembengkakan oligodendrosit dan proliferasi astrosit. Demielinasi dengan distribusi

merata dan batas yang tidak jelas menyerupai pola leukoensefalopati multifokal; dimana

terdapat spektrum yang kontinyu sampai berakhirnya proses demielinasi ("Grinker’s

disease" atau “Grinker’s myelinopathy"). Edema white matter terjadi disertai dengan

penurunan tekanan darah dan peningkatan asidosis.11

3. Intoksikasi Kronik

Paparan CO dengan kadar yang rendah dapat menyebabkan sakit kepala dan mual.

Tanda afinitas CO terhadap Hb ditambah dengan resultan menurunkan ekspirasi CO yang

dihasilkan pada akumulasi dari CO-Hb dalam darah, yang dapat dihasilkan selama berhari-

hari sampai berminggu-minggu yang tidak terdeteksi sampai timbul keluhan dan akhirnya

menyebabkan kematian. Seperti yang dijelaskan sebelumnya hipoksia-hipotensi dan

iskemik akibat nekrosis dan kerusakan pada white matter lebih mendominasi pada fase

ini.11

F. Aspek Medikolegal Pada Kasus Intoksikasi CO

Berdasarkan tujuannya, pemeriksaan forensik pada kasus keracunan dapat dibagi

dalam dua kelompok, yaitu untuk mencari penyebab kematian dan untuk mengetahui

bagaimana suatu peristiwa dapat terjadi. Dengan demikian pada tujuan pertama dari

pemeriksaan atas diri korban diharapkan dapat ditemukan racun atau obat dalam dosis

mematikan.12

Sedangkan pada tujuan kedua bermaksud untuk membuat suatu rekaan rekonstruksi

atas peristiwa yang terjadi, sampai sejauh mana racun atau obat tersebut berperan sehingga

suatu peristiwa dapat terjadi. Mengenai racun diatur dalam Pasal 133 (1) KUHAP yang

berbunyi: Dalam hal penyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban

26

Page 27: Intoksikasi Co - Copy

baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak

pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kepada ahli kedokteran

kehakiman atau dokter dan atau ahli lainnya; pengertian atau batasan dari racun itu sendiri

tidak dijelaskan, dengan demikian dipakai pengertian racun yang telah disepakati oleh para

ahli.12

27

Page 28: Intoksikasi Co - Copy

DAFTAR PUSTAKA

1. Kao, L., et al. 2004. Carbon Monoxide Poisoning. Emerg. Med Clin N Am. Department of Emergency Medicine, Indiana University School of Medicine. Indiana: USA. Elsevier: Saunders.

2. Rajiah, K., et al. 2011. Clinical Manifestation, Effects, Diagnosis, Monitoring of Carbon Monoxide Poisoning and Toxicity. African Journal of Pharmacy and Pharmacology Vol. 5 (2). Page: 259-264.

3. Cope, W.G. 2004. Exposure Classes, Toxicants in Air, Water, Soil, Domestic and Occupational Settings in: A Textbook of Modern Toxicology. Third Edition. Edited By Ernest Hodgson. Department of Environmental and Biochemical Toxicology North Carolina State University. Page: 34-7; 287.

4. Budiyanto, A., dkk. 1997. Keracunan Karbon Monoksida, dalam buku: Ilmu Kedokteran Forensik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: UI Press.

5. Prockop, L.D., et al. 2007. Carbon Monoxide Intoxication. An Update Review. Department of Neurology, College of Medicine, University of South Florida, USA. Journal of Neurological Sciences 262 (2007) 122-130: Elsevier.

6. Weaver, L.K., et al. 2009. Carbon Monoxide Poisoning. Department of Hyperbaric Medicine, University of Utah, School of Medicine and Department of Hyperbaric Medicine, Intermountain Medical Center, Murray, Utah. N Engl J Med 2009; 360: 1217-25.

7. Iqbal, S., et al. 2012. A Review of Disaster-Related Carbon Monoxide Poisoning: Surveillance, Epidemiology, and Oppurtinities for Prevention. American Journal of Public Health. Vol. 102, No.10: Oktober 2012.

8. Diaz, J. 2006. Carbon Monoxide (CO) Poisoning in Chapter 22: Industrial Exposure;

in Text Book: Color Atlas and Human Poisoning and Envenoming. USA: CRC Press.

Page: 405-406.

9. DiMaio, V.J., et al. 2001. Forensic Pathology – 2end ed. Practical Aspects of Criminal and Forensic Investigation. USA: CRC Press LLC. Page: 385-394.

10. Dix, J., et al. 2000. Thermal Injuries in Text Book: Color Atlas of Forensic Pathology. USA: CRC Press LLC. Page: 115-123.

11. Oehmichen, M., et al. 2006. Forensic Neuropathology and Associated Neurology. Germany: Springer-Verlag Berlin Heldelberg. Page: 347-351.

12. Idries, A.M. 1997. Keracunan dalam Buku: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, edisi

1. Jakarta: Binarupa Aksara. Halaman: 329-331.

28

Page 29: Intoksikasi Co - Copy

LAMPIRAN REFERENSI

29