17
INTERPRETING TERRITORIAL LIMITS GEOGRAFI POLITIK Disusun Oleh: Abdul Hafizh 0806 453 762 Aulia Ayu Riandini Bulkia 0806 328 266 Avrie Yustianti 0806 328 272 Bagus Andriono 0806 328 285 Dimas Rahardjo 0806 328 386 Frida Tri Rahayu 0806 328 423 Imarotul Mufidah 0806 328 461 Karina Fauziah 0806 328 511 M. Baried Izhom 0806 328 562 Muhammad Wahid 0806 328 606 Satrio Nugroho 0806 454 014 Sigit 0806 454 020 Wahyuni 0806 328 833 DEPARTEMEN GEOGRAFI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA 2011

Interpreting Teritorial Limit

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Interpreting Teritorial Limit

INTERPRETING TERRITORIAL LIMITS

GEOGRAFI POLITIK

Disusun Oleh:

Abdul Hafizh 0806 453 762

Aulia Ayu Riandini Bulkia 0806 328 266

Avrie Yustianti 0806 328 272

Bagus Andriono 0806 328 285

Dimas Rahardjo 0806 328 386

Frida Tri Rahayu 0806 328 423

Imarotul Mufidah 0806 328 461

Karina Fauziah 0806 328 511

M. Baried Izhom 0806 328 562

Muhammad Wahid 0806 328 606

Satrio Nugroho 0806 454 014

Sigit 0806 454 020

Wahyuni 0806 328 833

DEPARTEMEN GEOGRAFI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS INDONESIA

2011

Page 2: Interpreting Teritorial Limit

DAFTAR ISI

Daftar Isi ~ ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1

1.2 Tujuan................................................................................................... 1

1.3 Metode Penelitian................................................................................. 2

1.4 Sistematika Penyajian........................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori Teritorial...................................................................................... 3

2.2 Batas Negara Sebagai Garis Pembagi.................................................. 5

2.3 Batas Negara sebagai Warisan Sejarah................................................ 7

BAB III GARIS BATAS TERITORIAL DI INDONESIA

3.1 Penerapan Teori Grafitasi.................................................................... 9

3.2 Penerapan Teori Garis Tengah........................................................... 11

3.3 Penerapa Teori Biologis..................................................................... 12

BAB IV KESIMPULAN.............................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 15

Page 3: Interpreting Teritorial Limit

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kawasan perbatasan memegang peranan penting dalam proses

pembangunan nasional. Kawasan perbatasan dalam perkembangannya berperan

sebagai beranda depan dari suatu yang merupakan cermin diri dan tolok ukur

pembangunan nasional. Kedudukannya yang strategis menjadikan pengembangan

kawasan perbatasan menjadi salah satu prioritas pembangunan nasional. Kawasan

ini juga dapat menjadi bukti eksistensi suatu negara bagi negara lain dan

mempunyai wilayah yang saling berbatasan. Jika dilihat dari sisi positifnya

kawasan perbatasan memiliki potensi yang sangat strategis dalam berhubungan

dengan negara-negara tetangga seperti kegiatan ekonomi, sosial, maupun budaya.

Namun jika dilihat dari sisi negatifnya, kawasan perbatasan rawan terjadi konflik

seperti dalam hal pemanfaatan sumberdaya alam, isu politik maupun kegiatan

ekonomi. Persoalan garis perbatasan, ketimpangan ekonomi dunia, globalisasi dan

penyebaran penyakit mematikan merupakan issu global sekaligus merupakan

tantangan bagi para geograf untuk memberikan berbagai alternatif pemecahannya.

Kawasan perbatasan tidak terlepas dari konsep batas wilayah atau teritori, dimana

konsep tersebut sebenarnya merupakan kunci bagi suatu negara untuk

menunjukkan eksistensi dirinya kepada dunia.

Makalah ini dibuat sebagai bentuk upaya mengetahui penentuan garis

batas dari Negara Indonesia dan beberapa permasalahan yang muncul di Kawasan

perbatasan sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Peter Haggett dalam

bukunya yang berjudul Geography: A Global Synthesis.

1.2 Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui konsep batas

teritorial wilayah yang kemudian dikaitkan dengan batas wilayah yang ada di

Indonesia.

Page 4: Interpreting Teritorial Limit

2

1.3 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah

dengan melakukan studi literatur dari berbagai sumber.

1.4 Sistematika Penyajian

Makalah ini terdiri dari empat bagian yaitu pendahuluan, tinjauan pustaka,

hasil dan pembahasan, dan kesimpulan. Bagian pendahuluan berisi latar belakang,

tujuan, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Bagian tinjauan pustaka

berisi kajian tentang konsep batas wilayah. Bagian pembahasan berisi analisis

mengenai batas wilayah yang ada di Indonesia dikaitkan dengan teori batas

wilayah. Pada bagian penutup berisi kesimpulan.

Page 5: Interpreting Teritorial Limit

3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Teritorial

Pada awalnya, sebuah negara (states) akan memunculkan begitu banyak

kajian yang berhubungan dengan wilayah dan batas wilayah. Batas wilayah atau

teritori ini sebenarnya merupakan kunci bagi suatu negara untuk menunjukkan

eksistensi dirinya kepada dunia. Baik dalam hal kekuatan politik, militer, ekonomi

maupun sosial-budaya. Batas wilayah tidak hanya sebagai batas fisik yang dapat

dinyatakan dalam satuan lintang dan bujur, namun lebih dari itu batas wilayah

memiliki dimensi sosial-budaya, politik, ekonomi, dan lain-lain.

Dalam bukunya Geography : A Global Synthesis, Peter Hagget menulis,

“Teritori akan dipertahankan secara agresif terhadap binatang-binatang yang

lain yang sejenis – terkadang dengan cara berkelahi, tapi biasanya melalui

tampilan-tampilan ritual yang tinggi. Dengan catatan terdapat perbedaan pada

mereka dan terjadinya teritori yang overlap yang mana keduannya merupakan

spesies yang sama dan hidup berkelompok. Spesies burung yang hidup

berkelompok dalam koloni-koloni dan teritori-teritori merupakan spesies yang

semuanya berkoloni”. Kemudian, ” Bagaimana teritori terjadi? Dua alasan yang

paling banyak muncul yaitu pertama adalah teritori membantu mengatur

kepadatan populasi dan dengan demikian dapat mempertahankan keseimbangan

ekologi dalam hal pasokan makanan. Hewan-hewan yang tidak bisa

mengamankan teritorinya untuk mereka sendiri akan dipaksa untuk berpindah

dan kelaparan. Kedua, teritori memastikan bahwa anggota terkuat dari populasi

merupakan salah satu yang berkembang biak dan mengabadikan kelompoknya.

Karena hewan akan memaksa keluar untuk anggota dari populasi yang lebih

lemah atau tidak bisa berkembang biak.” Sedangkan dalam keterangan lain, Peter

Hagget menyampaikan tentang terbentuknya teritori yang mirip dengan

pembentukan batas wilayah kegiatan ekonomi yang dikemukakan Christaller,

“Teritori poligon dibentuk dengan cara seperti ini disebut Dirichlet polygon

ditemukan oleh matematikawan Jerman yang mempelajari sifat geometrik di abad

Page 6: Interpreting Teritorial Limit

4

terakhir. Yang terpenting adalah sisi lain dari poligon sebagai garis tengahnya,

ditarik pada sudut yang tepat menuju garis yang menggabungkan tanah pertanian

pada titik setengahnya.”

Berdasarkan uraian diatas, Peter Hagget menjelaskan lebih lanjut bahwa

terdapat dua teori yang berkembang mengenai pembentukan suatu negara,

khususnya yang menekankan pada asal mula terbentuknya batas wilayah (teritori).

Pertama, Teori Biologis yang mengibaratkan perkembangan teritorial dari suatu

wilayah yang dihuni sekelompok manusia seperti pembentukkan teritorial yang

dibentuk dalam dunia hewan. Teori ini menekankan, teritorial dibentuk oleh

sekelompok individu yang menjadi koloni-koloni dan berusaha mengamankan

daerahnya untuk memastikan bahwa setiap anggota koloni mendapatkan ruang

gerak dan sumber makanan yang rata dan adil. Sehingga, anggota koloni yang

tidak dapat bertahan dengan persaingan akan mati dengan sendirinya akibat

kelapran. Teori ini dapat berlaku pada suatu wilayah yang relatif terpencil atau

masih belum tersentuh peradaban yang maju. Misalnya, pembentukan wilayah

kekuasaan dan teritorial antara suku-suku lokal di pedalaman Papua.

Kedua, Teori Model Garis Tengah yang menjelaskan bahwa teritorial

dibentuk oleh pertemuan garis batas antara lingkaran-lingkaran geometrik. Teori

ini mirip dengan teori perkembangan ekonomi yang diungkapakan Christaller.

Artinya, teori ini mempunyai kemiripan dalam hal pembentukan batas-batas

wilayah, jika dalam teori ekonomi Christaller terbentuknya wilayah-wilayah

kegiatan ekonomi sedangkan dalam teori teritorial merupakan pembentukan batas

wilayah secara politik dalam lingkup Negara (states). Teori ini mungkin dapat

berlaku pada wilayah yang sudah terbagi-bagi menjadi bagian-bagian sesuai

fungsi dan kepemilikannya. Misalnya, suatu daerah dengan mayoritas penggunaan

lahan pertania akan cenderung membentuk teritorial sendiri, membatasi dengan

teritori lain misal perkebunan atau hutan. Tentu saja, pembentukan teritorial ini

memerlukan kesadaran manusia yang tinggi akan pentingnya penentuan batas

wilayah, untuk menunjukkan eksistensi keberadaan mereka.

Page 7: Interpreting Teritorial Limit

5

Gambar.1. Sketsa Teori Ekonomi Christaller (Aleksander, 1963)

2.2. Batas Negara Sebagai Garis Pembagi

Keberagaman dari area pertanian dimana ada petani dengan area pertanian

yang luas dan ada pula yang kecil, ada yang memiliki lebih banyak menghasilkan

produk dari yang lain dan sebagainya. Sehingga apa yang dapat dilakukan oleh

seorang geographer dalam menggabungkan pengaruh-pengaruh dari gejala-gejala

tersebut ke dalam sebuah model territorial?

Peter Hagget menyampaikan bahwa salah satu pendekatan yang digunakan

dalam menggambarkan model territorial suatu gejala adalah dengan menggunakan

model gravitasi (gravity model). Melalui gravity model ini kita dapat

memperkirakan batas-batas antara satu objek dengan objek lainnya. Contohnya

kita dapat memperkirakan garis batas antara dua pusat pasar dengan menggunakan

gravity model dengan rumus:

Page 8: Interpreting Teritorial Limit

6

Keterangan:

B2 = Break point (Jarak antara dua kota/ pusat/pasar)

M1dan M2 = Ukuran kota/pusat/pasar

D12 = Jarak antara M1 dan M2

Peter Hagget memberikan contoh kasus ketika kita memiliki dua lahan

pertanian dengan ukuran yang sama, maka kita akan dapat memperkirakan batas

antara keduanya yaitu berada di tengah keduanya (jarak keduanya dibagi dua

sama luas). Namun jika salah satunya lebih besar dari yang lain maka batas antara

keduanya mengalami pergesaran dari semula berada tepat ditengah sekarang

mengalami pergesaran ke arah lahan pertanian yang lebih kecil.

Menurut Peter Hagget, Gravity model juga bisa digunakan untuk sebuah

model kompetisi seperti yang telah dilakukan oleh para ahli ekonomi regional

dengan sudut pandang lain yaitu bagaimana ruang dapat dibagi-bagi ke dalam

teritori-teritori. Contohnya pada kasus pertama yaitu area teritori antara 2

pedagang dimana pedagang pertama dan kedua sama-sama memproduksi barang

yang sama dengan biaya produksi yang sama. Maka proporsi ruang keduany

adalah sama Proporsi ruang tersebut mempengaruhi harga barang yang dijual

dimana harga barang antara kedua pedagang adalah sama. Harga ini berdasarkan

dari kerucut hasil pertemuan dua kurva yang terbentuk dari batas antara dua

pedagang.

Pada kasus kedua, barang yang dijual oleh kedua pedagang adalah sama

sedangkan biaya produksi yang dikeluarkan berbeda antara pedagang pertama dan

kedua. Biaya produksi yang dikeluarkan oleh pedagang kedua lebih besar dari

pada pedagang pertama. Sehingga, interseksi/ titik pertemuan antara dua kerucut

membentuk sebuah kurva dan batas yang membentuk sebuah hiperbola.

Sedangkan kasus ketiga adalah kebalikan dari kasus dua dimana biaya produksi

yang dikeluarkan sama sedangkan jenis barang yang dijual antara pedagang

pertama dan kedua berbeda. Sehingga membentuk garis batas seperti sebuah

lingkaran dimana area pedagang kedua juga masuk dalam wilayah teritori

Page 9: Interpreting Teritorial Limit

7

pedagang pertama (pedagang pertama memiliki area teritori yang sangat luas).

Jadi, struktur formal dari model dapat menggabungkan variasi gejala yang lebih

kompleks dari biaya produksi dan transportasi.

Sejauh ini kita telah menganalogikan bentuk spasial dari teritori manusia

dan binatang. Adapun tujuan dari mengetahui bentuk teritoria dalah berperan

dalam mengontrol kepadatan penduduk, mengatur area dengan membatasi

penggunaan sumberdaya dan sebagainya. Namun pastinya, tidak semua grup

pertanian dapat dibagi-bagi ke dalam teritori-teritori jika jumlah petani yang

berpotensi meningkat.

2.3. Batas Negara sebagai warisan sejarah

Peter Hagget menyampaikan bahwa, “Apa yang membedakan teritori atau

batas wilayah antara manusia dengan hewan? Perbedaan paling utama adalah

batas wilayah manusia lebih permanen dibandingkan dengan hewan. Ketika kita

berada dalam kondisi wilayah yang tidak stabil, seperti pasar dengan banyak

pedagang, kita dapat memperkirakan batas dengan baik disesuaikan dengan

kekuatan pembentuknya. Ketika salah satu penjual menurunkan harga dagangan

di bawah harga pedagang yang lain, dapat diperkirakan kepadatan teritori di

sekitar pedagang tersebut akan meningkat. Keadaan ini bisa menjadi batas yang

legal apabila kekuatan tersebut bertahan lama. Namun batas yang sudah

ditetapkan secara hukum dapat bertahan lama setelah kekuatan yang

membentuknya berubah.”

Selain itu, “Batas internasional menunjukkan kekuatan politik dalam

pembentukannya. Batas wilayah saat ini antara Korea Utara dan Korea Selatan

tergantung pada situasi militer sejak 1953. Perbedaan segmen batas negara

berbeda pada tiap periode. Di Amerika Serikat, batas antara Maine dan Kanada

terjadi pada 1782 tahun yang lalu, sedangkan Arizona dengan Mexico terjadi

sejak tahun 1853. Gambar 17.5 menunjukkan sejauh mana batas wilayah suatu

negara di Afrika Tropis yang disahkan oleh ekspansi Kolonial Eropa dan

lahirnya budaya saat ini dan realita ekonomi.”

Page 10: Interpreting Teritorial Limit

8

Gambar. 2. Batas Negara dan Kelompok Enis

Kemudian Peter Hagget menyimpulkan bahwa, “Sebuah batas wilayah

juga berkembang pada hewan tertentu selain manusia, hal ini juga penting

sebagai control pupulasi dan selektivitas dalam perkembanbiakan. Wilayah

dengan bentuk spasial yang sama yang timbul dalam komunitas manusia,

walaupun mereka memiliki tujuan yang sama masih menjadi bahan perdebatan.

Akhirnya, kita telah mencatat kualitas pelembagaan yang khas pada wilayah

manusia secara tegas sesuai dengan karakter biologis mereka. Ini adalah tipe

teritori ketiga yang akan menjadi perhatian dalam pembahasan selanjutnya.”

Page 11: Interpreting Teritorial Limit

9

BAB III

GARIS BATAS TERITORIAL DI INDONESIA

3.1 Penerapan Teori Gravitasi

Wilayah “perbatasan” Indonesia dengan Papua New Guinea (PNG)

merupakan contoh yang paling nyata didalam pembentukan batas wilayah

(teritori) berdasarkan teori gravitasi. Penduduk daerah perbatasan baik di Papua

maupun PNG merupakan “satu keluarga besar”, yakni termasuk rumpun ras

Melanosoid sehingga penduduknya memiliki banyak kesamaan yang dapat dilihat

dari berbagai sudut pandang, baik fisik, suku, bahasa, maupun budaya. Namun,

dalam perjalanan sejarah mereka telah terpisah, oleh karena berlakunya konsep

politik, berupa sebuah negara yang berbeda. Sementara itu, karena mereka masih

melanggengkan hubungan kekerabatan etnis, maka muncul persoalan batas

kultural (biologis) yang berbeda dengan konsep batas negara. Karena itu banyak

dijumpai kasus, batas kultural yang dimiliki oleh kekuasaan, suku, klan tertentu

untuk lebih dihormati, dibandingkan dengan batas kekuasaan yang dimiliki oleh

garis batas wilayah sebuah negara yang lainnya, secara tidak langsung masyarakat

sekitar perbatasan tidak begitu menganggap adanya batas negara. Hal ini dapat

dilihat dari masyarakat yang tinggal di wilayah Indonesia juga seringkali memiliki

tanah ulayat yang merupakan lahan garapan yang berada di wilayah PNG,

demikian juga sebaliknya masyarakat yang tinggal di PNG setiap hari bercocok

tanam di lahan di wilayah Indonesia. Pengaruh sumberdaya alam yang ada di

sepanjang perbatasan sebagian besar adalah hutan yang sulit dijangkau dengan

kendaraan biasa dan memakan waktu yang lama untuk mencapainya serta Kondisi

masyarakat di sepanjang perbatasan umumnya masih miskin dan tertinggal serta

kurang mendapat perhatian dari aparat pemerintah daerah maupun pusat juga

memberikan kontribusi besar maraknya pelintas batas negara tersebut

Jika dilihat dari batas negara yang dibentuk secara politik, Provinsi Irian

Jaya terletak di kawasan paling timur dari Negara Indonesia yang berbatasan

langsung dengan Negara Papua New Guinea (PNG). Wilayah tingkat II di

Page 12: Interpreting Teritorial Limit

10

Provinsi Irian Jaya yang berbatasan langsung dengan PNG meliputi Kotamadya

Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Merauke, dan Kabupaten Jayawijaya.

Wilayah perbatasan darat RI – PNG tersebut memanjang dari utara ke selatan

memotong tengah pulau Papua sepanjang kurang lebih 760 km. Garis batas ini

ditetapkan melalui perjanjian antara Pemerintah Belanda dan Inggris pada pada

tanggal 16 Mei 1895. Perjanjian ini menetapkan bahwa garis batas antara

kekuasaan Belanda dan Inggris di New Guinea adalah mengikuti garis lurus 141°

Bujur Timur dari titik perbatasan di sebelah utara sampai bertemu dengan Sungai

Fly. Kemudian batas mengikuti aliran Sungai Fly terus ke selatan sampai dengan

titik pada garis 141° 1’ 47,9” Bujur Timur. Dari titik inilah selanjutnya ditarik

lurus ke selatan mengikuti garis bujur tersebut, dengan menetapkan garis batas

yang hampir semuanya mengikuti garis lurus bujur timur. Petetapan garis batas ini

tidak mempertimbangkan kondisi topografis di lapangan. Di bagian utara daerah

perbatasan berada wilayah pegunungan dengan kondisi medan yang sangat sulit

dijangkau. Berbeda dengan perbatasan bagian selatan kondisi topografisnya cukup

landai, datar dan berawa. Daerah perbatasan yang termasuk dalam wilayah

adminstratif berbeda antara Indonesia dan PNG. Dalam kesepakatan yang dibuat

antara RI dan PNG, disepakati bahwa daerah perbatasan di dalam wilayah PNG

terdiri dari Census Division, sedangkan daerah perbatasan di dalam wilayah

Indonesia terdiri dari kampung-kampung (setingkat desa) dan kelurahan-

kelurahan. Konsep batas teritorial yang ada dipahami antara penduduk yang ada di

wilayah perbatasan tersebut jauh berbeda dengan konsep perbatasan yang

diberlakukan oleh NKRI, dimana di Paupa, suku lah yang menentukan batas

teritorial yang ada yakni sesuai dengan konsep model gravitasi, dimana suku yang

kuat akan mempengaruhi suku-suku disekitarnya yang lemah, sehingga suku yang

kuat tersebut berhak mengatur batas teritorial. Oleh karena itu banyak terjadi

pelintas batas negara, hal ini dikarenakan batas teritorial suku yang ada di wilayah

Indonesia mencapai wilayah PNG, begitu pula sebaliknya. Sebagai contohnya

tanah adat orang Wutung (PNG) pimpinan Ondoafi Stanis Tanfa ternyata batas

tanah adatnya dari Wutung hingga Muara Tami (Indonesia), sejauh 4 kilometer

dari batas negara. Sehingga wilayah tersebut banyak orang Wutung yang

melakukan kegiatan pertanian seperti penanaman tanaman musiman atau mencari

Page 13: Interpreting Teritorial Limit

11

hasil hutan. Oleh karena itu perlu ditekankan pada pemerintah agar melakukan

sosialisasi atas pemahaman tentang konsep garis batas yang berlaku di Indonesia.

3.2 Penerapan Teori Garis Tengah

Penentuan batas landas kontinen merupakan contoh yang nyata dari teori

garis tengah. Landas kontinen adalah dasar lautan baik dari segi geologi, maupun

morfologi merupakan kelanjutan dari kontinen benua, dimana laut yang ada

diatasnya merupakan lautan dangkal (kedalaman <150 meter). Jarak Batas landas

kontinen dari garis dasar berbeda-beda di setiap wilayah, namun jarak terjauh

adalah 200 mil dari garis batas. Jika terdapat dua negara ataupun lebih yang

menguasai lautan diatas landas kontinen maka batas antara negara-negara itu

ditarik sama jauhnya dari garis dasar masing-masing. Kasus ini seperti batas

kontinen yang ada di Indonesia.

Berikut ini ssjarah penentuan batas landas kontinen Negara Kesatuan

Republik Indonesia (NKRI) dengan negara-negara sahabat dengan semangat good

neighboorhood policy atau semangat kebijakan negara bertetangga yang baik di

antaranya dengan negara sahabat Malaysia, Thailand, Australia dan India.

1. Perjanjian RI dan Malaysia

­ Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di Selat

Malaka dan laut Cina Selatan

­ Ditandatangai tanggal 27 oktober 1969

­ Berlaku mulai 7 November 1969

2. Perjanjian Republik Indonesia dengan Thailand

­ Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di Selat

Malaka dan laut andaman

­ Ditandatangai tanggal 17 Desember 1971

­ Berlaku mulai 7 April 1972

Page 14: Interpreting Teritorial Limit

12

3. Perjanjian Republik Indonesia dengan Malaysia dan Thailand

­ Penetapan garis batas landas kontinen bagian utara

­ Ditandatangai tanggal 21 Desember 1971

­ Berlaku mulai 16 Juli 1973

4. Perjanjian RI dengan Australia

­ Penetapan atas batas dasar laut di Laut Arafuru, di depan pantai

selatan Pulau Papua / Irian serta di depan Pantau Utara Irian /

Papua

­ Ditandatangai tanggal 18 Mei 1971

­ Berlaku mulai 19 November 1973

5. Perjanjian RI dengan Australia (Tambahan Perjanjian Sebelumnya)

­ Penetapan atas batas-batas dasar laut di daerah wilayah Laut Timor

dan Laut Arafuru

­ Ditandatangai tanggal 18 Mei 1971

­ Berlaku mulai 9 Oktober 1972

6. Perjanjian RI dengan India

­ Penetapan garis batas landas kontinen kedua negara di wilayah

Sumatera / Sumatra dengan Kepulauan Nikobar / Nicobar

­ Ditandatangai tanggal 8 Agustus 1974

­ Berlaku mulai 8 Agustus 1974

Namun yang perlu ditekankan adalah kewenangan atau hak sebuah negara

dalam wilayah landas kontinen adalah dalam hal memanfaatkan sumberdaya alam

yang terdapat didalam batas kontinen tersebut, tetapi dengan kewajiaban untuk

tidak menggangu lalu lintas internasional.

3.3 Penerapan Teori Biologis

Pada dasarnya teori biologis berpandangan bahwa pembentukan batas

teritorial suatu negara layaknya pembentukan batas teritori yang terjadi di dunia

hewan atau alam bebas. Contoh dari penerapan teori ini adalah di suku Baduy

Page 15: Interpreting Teritorial Limit

13

dalam. Suku yang berada di Desa Kanekes, Kabupaten Lebak, Provisi banten ini,

dapat disebut sebagai miniatur sebuah negara. Hal ini disebabkan mereka

mempunyai sebuah pereturan yang mengatur kehidupan mereka dan memiliki

pemimpin dalam suku mereka. Mereka mengatur hidupnya serta batas-batas

wilayahnya berdasarkan aturan yang dibuat oleh kepala suku yang disebut

Pupuhu. Seorang Pupuhu menentukan garis batas teritori berdasarkan banyaknya

penduduk yang ia pimpin, dimana asalkan daerah tersebut masih dapat

memberikan mereka sumber-sumber makanan, mereka tdak akan meperluas

wilayah kekuasaanya.

Page 16: Interpreting Teritorial Limit

14

BAB IV

KESIMPULAN

Batas teritorial merupakan suatu bahasan yang mencakup unsur-unsur fisik

wilayah, sosial budaya, ekonomi, dan politik. Konsep penentuan batas teritorial

dari suatu negara dapat mengacu dari teori pembentukan batas teritorial, yaitu

teori biologis, teori garis tengah, dan teori model gravitasi. Ketiga teori tersebut

memaparkan proses terbentuknya batas teritorial berdasarkan faktor-faktor yang

berpengaruh dan sudut pandang yang berebeda. Teori biologis berpandangan

bahwa pembentukan batas teritorial suatu negara layaknya pembentukan batas

teritori yang terjadi di dunia hewan atau alam bebas. Sedangkan teori garis tengah

memiliki sudut pandang bahwa batas teritorial dibentuk oleh pertemuan garis-

garis yang saling berpotongan layaknya pembentukan wilayah aktifitas

perkembangan ekonomi yang dikemukan oleh Christaller, seperti yang terlihat

pada penentuan garis landas kontinen yang ada di Indonesia. Kemudian teori

model gravitasi mempunyai pandangan bahwa pembentukan batas teritorial

ditentukan oleh pengaruh dari dua kekuatan negara seperti yang terlihat pada

pemahaman mengenai garis perbatasan di kalangan masyarakat perbatasan

Indonesia dengan PNG.

Page 17: Interpreting Teritorial Limit

15

DAFTAR PUSTAKA

Haggett, P. 2001. Geography A Global Synthesis. Prentice Hall. New York.

Hayati, dkk. 2007. Geografi Politik. Refika Adiatama. Bandung.

Karim, Muhammad. 2009. Eksisitensi Pulau-Pulau Kecil di Kawasan Perbatasan

Negara. Pusat Kajian Pembangunan Kelautan dan Maritim. Jakarta.

Sandy. 1996. Geografi Regional Republik Indonesia. Indograph Bakti. Jakarta.

http://www.bakosurtanal.go.id/bakosurtanal/batas-landas-kontinen-indonesia-

bertambah-seluas-4-209-kilometer-persegi