39
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan –kebutuhan, baik kebutuhan material maupun spiritual. Kebutuhan itu bersumber dari dorongan-dorongan alamiah yang dimiliki setiap manusia semenjak dilahirkan. Lingkungan hidup merupakan sarana di mana manusia berada sekaligus menyediakan kemungkinan- kemungkinan untuk dapat mengembangkan kebutuhan-kebutuhan. Oleh karena itu, antara manusia dengan lingkungan hidup terdapat hubungan yang saling mempengaruhi. Hubungan-hubungan sosial yang terjadi secara dinamis yang menyangkut hubungan antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, atau kelompok dengan kelompok dan berhubungan satu dengan yang lain disebut dengan interaksi sosial (Gillin dan Gillin: 1954) Interaksi sosial adalah syarat utama bagi terjadinya aktifitas sosial dan hadirnya kenyataan sosial, kenyataan sosial didasarkan pada motivasi individu dan tindakan-tindakan sosialnya. Ketika berinteraksi seorang individu atau kelompok sosial sebenarnya tengah berusaha atau belajar bagaimana memahami tindakan sosial seorang individu atau kelompok sosial lain, perilaku sosial adalah hal yang dilakukan seorang 1 | Page

INTERAKSI SOSIAL MASYARAKAT INDONESIA DARI SEGI PSIKOLOGI UMUM

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Interaksi Sosial dan Masyakarat Indonesia dari segi Psikologi

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan –

kebutuhan, baik kebutuhan material maupun spiritual. Kebutuhan itu bersumber dari

dorongan-dorongan alamiah yang dimiliki setiap manusia semenjak dilahirkan.

Lingkungan hidup merupakan sarana di mana manusia berada sekaligus menyediakan

kemungkinan- kemungkinan untuk dapat mengembangkan kebutuhan-kebutuhan.

Oleh karena itu, antara manusia dengan lingkungan hidup terdapat hubungan

yang saling mempengaruhi. Hubungan-hubungan sosial yang terjadi secara dinamis

yang menyangkut hubungan antara individu dengan individu, individu dengan

kelompok, atau kelompok dengan kelompok dan berhubungan satu dengan yang lain

disebut dengan interaksi sosial (Gillin dan Gillin: 1954)

Interaksi sosial adalah syarat utama bagi terjadinya aktifitas sosial dan hadirnya

kenyataan sosial, kenyataan sosial didasarkan pada motivasi individu dan tindakan-tindakan

sosialnya. Ketika berinteraksi seorang individu atau kelompok sosial sebenarnya tengah

berusaha atau belajar bagaimana memahami tindakan sosial seorang individu atau kelompok

sosial lain, perilaku sosial adalah hal yang dilakukan seorang individu atau kelompok sosial

di dalam interaksi dan dalam situasi tertentu.

Interaksi sosial akan berjalan dengan tertib dan teratur dan anggota masyarakat bisa

berfungsi secara normal, yang diperlukan bukan hanya kemampuan untuk bertindak sesuai

dengan konteks sosialnya, tetapi juga memerlukan kemampuan untuk menilai secara objektif

perilaku pribadinya dipandang dari sudut social masyarakatnya.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari interaksi sosial dari berbagai ahli?

2. Apa saja syarat terjadinya interaksi sosial?

3. Apa saja faktor yang mempengaruhi terjadinya interaksi sosial

4. Bagaimana pola interaksi sosial?

5. Bagaimana bentuk dari interaksi sosial?

6. Bagaimana interaksi sosial dalam kehidupan bermasyatakat di Indonesia?

1 | P a g e

1.3. Tujuan Makalah

1. Untuk memenuhi tugas akhir UAS mata kuliah Psikologi Umum dengan dosen

pengampu Ibu Thoyyibatusarirah S.Psi, M.Si

2. Untuk memberikan pengetahuan serta belajar secara mendalam tentang materi

interaksi sosial

1.4. Manfaat Makalah

1. Memahami lebih mendalam tentang interaksi sosial

2. Mengetahui implementasi interaksi sosial pada kehidupan sehari-hari

3. Mengetahui penelitian tentang interaksi sosial.

1.5. Metode Makalah

1. Studi Kepustakaan

2 | P a g e

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Interaksi Sosial

Menurut Kimball Young dan Raymond, W. Mack, interaksi sosial adalah kunci dari semua

kehidupan sosial, oleh karena tanpa interaksi sosial, tak akan mungkin ada kehidupan

bersama. Dengan kata lain bahwa interaksi sosial merupakan intisari kehidupan sosial.

Artinya, kehidupan sosial dapat terwujud dalam berbagai bentuk pergaulan seseorang dengan

orang lain.

Gillin dan Gillin mendefinisikan interaksi sosial sebagai hubungan-hubungan sosial yang

dinamis yang menyangkut hubungan antara orang perorangan, antara kelompok-kelompok

manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.

Bertemunya orang-perorangan secara badaniah belaka tidak akan menghasilkan pergaulan

hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup scmacam itu baru akan terjadi apabila

orang-orang atau kelompok-kelompok manusia bekerjasama, saling berbicara, dan seterusnya

untuk mencapai suatu tujuan bersama.

2.2 Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis, menyangkut hubungan antara

individu, antara kelompok maupun antara individu dengan kelompok. Dua Syarat terjadinya

interaksi sosial :

a.       Adanya kontak sosial (social contact)

Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, yaitu antar individu, antar individu

dengan kelompok, antar kelompok. Selain itu, suatu kontak dapat pula bersifat langsung (face

to face) maupun tidak langsung atau sekunder. Yakni kontak sosial yang dilakukan melaui

perantara, seperti melalui telepon, orang lain, surat kabar, dan lain-lain. Kontak sosial yang

bersifat positif mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan yang bersifat negatif mengarah

pada suatu pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan suatu interaksi sosial.

b.      Adanya Komunikasi Sosial

3 | P a g e

yaitu seseorang memberi arti pada perilaku orang lain, perasaan-perassaan apa yang ingin

disampaikan orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap

perasaan yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Dengan adanya komunikasi tersebut,

sikap-sikap dan perasaan suatu kelompok manusia atau perseorangan dapat diketahui oleh

kelompok lain atau orang lainnya. Hal itu kemudian merupakan bahan untuk menentukan

reaksi apa yang dilakukannya.

Interaksi sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1)        Pelaku lebih dari satu orang

2)        Adanya komunikasi di antara pelaku

3)        Adanya tujuan mungkin sama atau tidak sama antar pelaku

2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi interaksi sosial

Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada berbagai faktor yang ada diluar

individu, seperti faktor imitasi, sugesti, identifikasi, dan simpati. Faktor-faktor tersebut

dapat bergerak sendiri-sendiri secara terpisah maupun dalam keadaan tergabung. Empat

faktor yang menjadi dasar proses interaksi sosial adalah sebagai berikut :

a.       Imitasi

Berarti meniru perilaku dan tindakan orang lain. Imitasi memiliki segi positif dan negatif,

dikatakan positif apabila suatu individu meniru perilaku individu lain yang baik sesuai nilai

dan norma masyarakat, dikatakan negatif ketika berlawanan dengan pernyataan diatas.

b.      Sugesti

Sugesti merupakan suatu proses dimana seorang individu menerima suatu cara  pandangan

tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu. Akibatnya, pihak yang dipengaruhi

akan tergerak mengikuti pandangan itu dan menerimanya secara sadar atau tidak sadar tanpa

berpikir panjang. Cepat atau lambatnya proses sugesti ini sangat tergantung pada usia,

kepribadian,  kemampuan intelektual, dan keadaan fisik seseorang.

Sugesti dapat dibedakan atas tiga jenis, yaitu:

1. Sugesti kerumunan (crowd suggestion)

adalah penerimaan yang tidak didasarkan pada penalaran, melainkan karena keanggotaan

atau kerumunan.

2. Sugesti negatif (negative suggestion) ditujukan untuk menghasilkan tekanan-

4 | P a g e

tekanan atau pembatasan tertentu.

3. Sugesti prestise (prestige suggestion) adalah sugesti yang muncul sebagai akibat

adanya prestise orang lain.

c.       Identifikasi

Identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk

menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi merupakan bentuk lebih lanjut dari proses

imitasi dan proses sugesti yang pengaruhnya telah amat kuat. Orang lain yang menjadi

sasaran identifikasi dinamakan idola.

Sikap, prilaku, keyakinan, dan pola hidup yang menjadi idola akan melembaga bahkan

menjiwai para pelaku identifikasi, sehingga sangat berpengaruh terhadap pembentukan dan

perkembangan kepribadiannya.

d.      Simpati

Merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses

ini perasaan memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati

adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya.

2.4 Pola-pola Interaksi Sosial

Interaksi sosial merupakan suatu proses yang dapat memberikan pola interaksinya. Pola

interkasi sosial merupakan bentuk jalinan interaksi yang terjadi antara individu dengan

individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok yang bersifat dinamis

dan mempunyai pola tertentu. Pola interaksi sosial memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

1)      Didasarkan atas kedudukan sosial (status) dan peranannya.

2)      Merupakan suatu kegiatan yang terus berlanjut dan berakhir pada suatu titik yang

merupakan hasil dari kegiatan tadi.

3)      Mengandung dinamika. Artinya dalam proses interaksi sosial terdapat berbagai keadaan

nilai sosial yang diproses, baik yang mengarah pada kesempurnaan maupun kehancuran.

4)      Tidak mengenal waktu, tempat, dan keadaan tertentu.

Dari pola-pola tersebut, berdasarkan bentuknya, interaksi sosial dapat diklasifikasikan

menjadi tiga pola, yaitu:

5 | P a g e

1)      Pola interaksi individu dengan indiuidu

Dalam mekanismenya, interaksi ini dipengaruhi oleh pikiran dan perasaan yang 

mengakibatkan munculnya beberapa fenomena, seperti: jarak sosial, perasaan simpati dan

antipati, intensitas dan frekuensi interaksi.

2)      Pola ini merupakan bentuk hubungan antara individu dengan individu sebagai

anggota suatu kelompok yang menggambarkan mekanisme kegiatan kelompoknya. Dimana

setiap perilaku didasari kepentingan kelompok, diatur dengan tatacara yang ditentukan

kelompoknya, dan segala akibat dari hubungan merupakan tanggung jawab bersama.

3)      Pola interaksi kelompok dengan kelompok

Hubungan ini mempunyai ciri-ciri khusus berdasarkan pola yang tampak. Pola interaksi antar

kelompok dapat terjadi karena aspek etnis, ras, dan agama, termasuk juga di dalamnya

perbedaan jenis kelamin dan usia, institusi, partai, organisasi, dan lainnya.

2.5 Bentuk-bentuk interaksi sosial

Gillin dan gillin menggolongkan proses sosial yang muncul akibat dari adanya interaksi

sosial menjadi dua jenis, yakni proses yang mengarah pada terwujudnya persatuan dan

integrasi sosial (asosiatif) dan proses oposisi yang berarti cara berjuang untuk melawan

seseorang atau kelompok untuk mencapai tujuan tertentu (disosiatif).

1. Asosiaatif

Asosiatif merupakan bentuk interaksi yang akan mendorong terciptanya pola keteraturan

sosial. Berikut adalah bentuk-bentuk dari asosiatif :

a)      Kerja Sama (cooperation)

Suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok manusia untuk

mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama. Bentuk kerja sama tersebut

berkembang apabila orang dapat digerakan untuk mencapai suatu tujuan bersama dan

harus ada kesadaran bahwa tujuan tersebut di kemudian hari mempunyai manfaat bagi

semua. Juga harus ada iklim yang menyenangkan dalam pembagian kerja serta balas

jasa yang akan diterima. Dalam perkembangan selanjutnya, keahlian-keahlian tertentu

diperlukan bagi mereka yang bekerja sama supaya rencana kerja samanya dapat

terlaksana dengan baik.

b)     Akomodasi

Akomodasi (accomodation) dalam sosiologi memiliki dua pengertian, yaitu

menggambarkan suatu keadaan dan proses. Akomodasi yang menggambarkan suatu

6 | P a g e

keadaan berarti adanya keseimbangan interaksi sosial yang berkaitan dengan norma

dan nilai sosial yang berlaku dalam masyarakat. Sedangkan akomodasi sebagai suatu

proses menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan

yaitu usaha-usaha manusia untuk mencapai kestabilan.

Menurut Gillin dan Gillin, akomodasi adalah suatu perngertian yang digunakan oleh

para sosiolog untuk menggambarkan suatu proses dalam hubungan-hubungan sosial

yang sama artinya dengan adaptasi dalam biologi. Maksudnya, sebagai suatu proses

dimana orang atau kelompok manusia yang mulanya saling bertentangan,

mengadakan penyesuaian diri untuk mengatasi ketegangan-ketegangan. Akomodasi

merupakan suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan pihak

lawan sehingga lawan tidak kehilangan kepribadiannya.

Akomodasi mempunyai beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut:

1)      Koersi (coercion), yaitu bentuk akomodasi yang terjadi melalui pemaksaan

kehendak pihak tertentu terhadap pihak lain yang lebih lemah. Berarti, terjadi

penguasaan (dominasi) suatu kelompok atas pada kelompok yang lemah. Contoh:

dalam sistem perbudakan atau penjajahan.

2)      Kompromi (compromise), yaitu bentuk akomodasi ketika pihak-pihak yang

terlibat perselisihan saling mengurangi tuntutan agat tercapai suatu penyelesaian.

Sikap dasar untuk melaksanakan kompromi adalah semua pihak bersedia untuk

merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya. Contoh: Perjanjian antara

Indonesia dengan Malaysia tentang batas wilayah perairan.

3)      Arbitrasi (arbitration), yaitu bentuk akomodasi apabila pihak-pihak yang

berselisih tidak sanggup mencapai kompromi sendiri, sehingga dilakukan melalui

pihak ketiga. Pihak ketiga di sini dapat ditunjuk oleh dua belah pihak atau oleh suatu

badan yang dianggap berwenang. Contoh: pertentangan antara karyawan dan

pengusaha, diselesaikan melalui serikat buruh serta Departemen Tenaga Kerja sebagai

pihak ketiga.

4)      Mediasi (mediation), yaitu suatu bentuk akomodasi yang hampir sama dengan

arbitrasi. Namun, pihak ketiga yang bertindak sebagai penengah bersikap netral dan

tidak mempunyai wewenang untuk memberi keputusan-keputusan penyelesaian

perselisihan antara kedua belah pihak. Contoh: mediasi pemerintah RI untuk

mendamaikan faksi-faksi yang berselisih di Kamboja. RI hanya menjadi fasilitator,

7 | P a g e

sedangkan keputusan mau berdamai atau tidak tergantung niat baik masing-masing

faksi yang bertikai.

5)      Konsiliasi (conciliation), yaitu bentuk akomodasi untuk mempertemukan

keinginan-keinginan dari pihak-pihak yang bertikai untuk tercapainya kesepakatan

bersama. Konsiliasi bersifat lebih lunak dan membuka kesempatan kepada pihak-

pihak yang bertikai untuk mengadakan asimilasi. Contoh: panitia tetap penyelesaian

masalah ketenagakerjaan mengundang perusahaan dan perwakilan karyawan untuk

menyelesaikan pemogokan.

6)      Toleransi (toleration), yaitu bentuk akomodasi yang terjadi tanpa persetujuan

yang resmi. Kadang-kadang toleransi terjadi secara tidak sadar dan tanpa

direncanakan karena adanya keinginan-keinginan untuk sedapat mungkin

menghindarkan diri dari perselisihan yang saling menrugikan kedua belah pihak.

Contoh: umat yang tidak berpuasa pada bulan Ramadhan, tidak makan di sembarang

tempat.

7)      Stalemate, yaitu bentuk akomodasi ketika kelompok yang bertikai mempunyai

kekuatan yang seimbang. Lalu keduanya sadar bahwa tidak mungkin lagi untuk maju

atau mundur, sehingga per-tentangan atau ketegangan antara keduanya akan berhenti

dengan sendirinya. Contoh: pcrsaingan antara Blok Barat dan Blok Timur Eropa

berhenti dengan sendirinya tanpa ada pihak yang kalah ataupun menang.

8)      Ajudikasi (adjudication), yaitu penyelesain masalah atau sengketa melalui

pengadilan atau jalur hukum. Contoh: Persengketaan tanah warisan yang diselesaikan

di pengadilan.

9)      Displacement, yaitu bentuk akomodasi yang merupakan untuk mengakhiri

suatu pertentangan dengan cara mengalihkan perhatian pada objek bersama. Contoh:

adanya persengketaan Indonesia-Australia tentang batas ZEE berakhir setelah

dilakukan pembagian eksplorasi dan eksploitasi minyak bumi di Cclah Timor.

Persengketaan

yang terjadi karena keberadaan sumberdaya alam, dan bukan ZEE.

10)  Konversi, yaitu bentuk akomodasi dalam menyelesaikan konflik dimana salah

satu pihak bersedia mengalah dan mau menerima pendirian pihak lain. Contoh: dua

keluarga besar bermusuhan karena perbedaan prinsip, tetapi karena anak mereka

saling menjalin cinta yang tidak mungkin dipisahkan, sikap permusuhan pun luluh

dan bersedia saling menerima pertunangan anak-anaknya.

c)      Asimilasi

8 | P a g e

Asimilasi (assimilation) berarti proses penyesuaian sifat-sifat asli yang dimiliki

dengan Sifat-sifat lingkungan sekitar. Gillin dan Gillin menjelaskan bahwa suatu

proses sosial dikategorikan pada asimilasi apabila mempunyai ciri-ciri sebagai

berikut.

1)      Berkurangnya perbedaan karena adanya usaha-usaha untuk mengurangi dan

menghilangkan perbedaan antara orang atau kelompok.

2)      Mempererat kesatuan tindakan, sikap, dan perasaan dengan memperhatikan

kepentingan serta tujuan bersama.

3)      Setiap orang sebagai kelompok melakukan interaksi secara langsung dan

intensif secara terus-menerus.

4)      Setiap individu melakukan identifikasi diri dengan kepentingan bersama.

Artinya, menyesuaikan kemauannya dengan kemauan kelompok. Demikian pula

antara kelompok yang satu dengan kelompok lain, sehingga perbedaan-perbedaan

yang ada akan hilang atau melebur menjadi satu.

Asimilasi merupakan proses sosial tahap lanjut atau tahap penyempurnaan. Artinya,

asimilasi terjadi setelah melalui tahap kerjasama dan akomodasi. Asimilasi dapat

terbentuk apabila terdapat tiga persyaratan berikut :

1)      Terdapat sejumlah kelompok yang memiliki kebudayaan berbeda.

2)      Terjadi pergaulan antar individu atau kelompok secara intensif dalam waktu

yang relatif lama.

3)      Kebudayaan masing-masing kelompok tersebut saling berubah dan

menyesuaikan diri.

d)     Akulturasi

Akulturasi (acculturation) adalah berpadunya unsur-unsur kebudayaan yang berbeda

dan membentuk suatu kebudayaan baru, tanpa menghilangkan kepribadian

kebudayaannya yang asli.

Lamanya proses akulturasi sangat tergantung pada persepsi masyarakat setempat

terhadap budaya luar yang masuk. Akulturasi bisa terjadi dalam waktu yang relatif

lama apabila masuknya melalui proses pemaksaaan. Sebaliknya, apabila masuknya

melalui proses damai, akulturasi tersebut akan relatif lebih cepat. Contoh: Candi

9 | P a g e

Borobudur merupakan  perpaduan kebudayaan India dengan kebudayaan Indonesia;

musik Melayu bertemu dengan musik Spanyol menghasilkan musik keroncong.

2. Disosiatif

Walaupun proses sosial ini kurang mendorong terciptanya keteraturan sosial. Bahkan

cenderung ke arah oposisi yang berarti cara yang bententangan dengan seseorang ataupun

kelompok untuk mencapai tujuan tertentu. Walau demikian, ada juga manfaatnya demi

tercipta suatu keteraturan sosial. Proses disosiatif dapat dibedakan ke dalam empat bentuk

sebagai berikut :

1)      Persaingan

Persaingan (Competition) merupakan suatu proses sosial ketika berbagai pihak saling

berlomba dan berbuat sesuatu untuk mencapai tujuan tertentu. Persaingan terjadi

apabila beberapa pihak menginginkan sesuatu yang jumlahnya sangat terbatas atau

sesuatu yang menjadi pusat perhatian umum. Contoh: dalam sepakbola dikenal istilah

fair play. Hasil dari suatu persaingan akan diterima dengan kepala dingin oleh

berbagai pihak yang bersaing, tanpa ada rasa dendam. Karena sejak awal, masing—

masing pihak telah menyadari akan ada yang menang dan kalah. Persaingan memiliki

beberapa fungsi sebagai berikut :

a.       Menyalurkan keinginan individu atau kelompok yang sama-sama menuntut

dipenuhi, padahal sulit dipenuhi semuanya secara serentak.

b.      Menyalurkan kepentingan serta nilai-nilai dalam masyarakat, terutama yang

menimbulkan konflik.

c.       Menyeleksi individu yang pantas memperoleh status dan peran yang sesuai

dengan kemampuannya.

2)      Kontravensi

Kontravensi (contravension) merupakan proses sosial yang ditandai adanya

ketidakpuasan, ketidakpastian, keraguan, penolakan, dan penyangkalan terhadap

kepribadian seseorang atau kelompok yang tidak diungkapkan secara terbuka.

Kontravcnsi adalah sikap menentang secara tersembunyi, agar tidak sampai terjadi

perselisihan secara terbuka. Penyebab kontravensi antara lain perbedaan pendirian

antara kalangan tertentu dengan kalangan lain dalam masyarakat, atau bisa juga

10 | P a g e

dengan pendirian masyarakat. Perang dingin merupakan kontravensi karena tujuannya

membuat lawan tidak tenang atau resah. Dalam hal ini, lawan tidak diserang secara

fisik, melainkan secara psikologis.

Menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker, terdapat lima bentuk

kontravensi sebagai berikut :

a.       Kontravensi umum, contoh: penolakan, perlawanan, protes, gangguan,

mengancam pihak lawan.

b.      Kontravensi sederhana, contoh: menyangkal pernyataan orang di depan umum,

memaki melalui Surat selebaran, atau mencerca.

c.       Kontravensi intensif, contoh: penghasutan, penyebaran desas-desus, memfitnah.

d.      Kontravensi rahasia, contoh: pembocoran rahasia, khianat, subversi.

e.       Kontravensi taktis, contoh: mengejutkan pihak lawan, provokasi, dan

intimidasi.

3)      Pertikaian

Pertikaian merupakan proses sosial bentuk lanjut dari kontravensi. Sebab,

perselisihan sudah bersifat terbuka. Pertikaian terjadi karena semakin tajamnya

perbedaan antara kalangan tertentu dalam masyarakat. Semakin tajam perbedaan

mengakibatkan amarah dan rasa benci yang mendorong tindakan untuk melukai,

menghancurkan atau menyerang pihak lain. Pertikaian jelas sekali mengarah pada

disintegrasi antar individu maupun kelompok. 

4)      Konflik

Pertentangan atau konflik (conflict) adalah suatu perjuangan individu atau

kelompok sosial untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan

yang disertai ancaman dan kekerasan. Pengertian konflik yang paling sederhana

adalah saling memukul (configere). Namun, konflik tidak hanya berwujud

pertentangan fisik semata. Dalam definisi yang lebih luas, konflik diartikan sebagai

suatu proses sosial antara dua pihak atau lebih, di mana pihak yang satu berusaha

menyingkirkan pihak lain dengan cara menghancurkan atau membuatnya tidak

berdaya.

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya konflik adalah sebagai berikut :

11 | P a g e

a.       Perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan.

b.      Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadi-pribadi

yang berbeda pula.

c.       Perbedaan kepentingan antara individu dan kelompok, diantaranya

menyangkut bidang ekonomi, politik, dan sosial.

d.      Perubahan-perubahan nilai yang cepat dan mendadak dalam masyarakat.

Konflik kadang-kadang diperlukan dalam suatu kelompok atau organisasi

sosial. Adanya pertentangan dalam suatu kelompok atau organisasi sosial merupakan

hal biasa. Apabila dari pertentangan tersebut dapat dihasilkan kesepakatan, maka akan

terwujud integrasi yang lebih erat dari sebelumnya. Konflik juga akan membawa

akibat positif asalkan masalah yang dipertentangkan dan kalangan yang bertentangan

memang konstruktif. Artinya, konflik itu sama-sama dilandasi kepentingan

menjadikan masyarakat lebih baik..

Hasil dan akibat suatu konflik adalah sebagai berikut :

a.       Meningkatkan solidaritas sesama anggota kelompok yang mengalai konflik

dengan kelompok lain.

b.      Keretakan hubungun antara anggota kelompok, misalnya akibat konflik

antarsuku.

c.       Perubahan kepribadian pada individu, misalnya adanya rasa benci dan

saling curiga akibat perang.

d.      Kerusakan harta benda dan hilangnya nyawa manusia.

e.       Dominasi bahkan penaklukan salah satu pihak yang terlibat dalam konflik

2.6 Interaksi Sosial Dalam Masyarakat Indonesia

Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk kurang lebih 250.000.000 jiwa dengan

banyak pulau. Tentu untuk dapat bertahan hidup masyarakat indonesia melakukan interaksi

sosial. Interaksi sosial. Ada banyak macam-macam jurnal penelitian yang meneliti interaksi

sosial mulai dari interaksi multi etnis hingga interaksi antara transmigran dengan penduduk

lokal. Saya akan membahas beberapa penelitian jurnal yang telah saya baca. Diantaranya :

1 Interaksi sosial dalam masyarakat multi etnis

Berdasarkan jurnal yang dibuat oleh Asrul Muslim dari UIN Alaudin Makassar

tentang interaksi sosial masyarakat multi etnis menyatakan bahwa Masyarakat

12 | P a g e

Indonesia yang terdiri dari berbagai budaya, secara logis akan mengalami berbagai

permasalahan, di antara permasalah tersebut adalah terjadinya silang budaya, apakah

antara sesama budaya lokal maupun dengan budaya yang datang dari luar. Di abad ke-

21 ini, yang dikenal dengan era trasnparansi atau era lintasbatas (globalisasi) yang

ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah berdampak pada

perubahan perilaku sosial masyarakat. Sebagai konsekuensi logis dari kemajuan dan

perkembangan IPTEK tersebut, batas-batas territorial antar negara, kesukuan,

kepercayaan, kebudayaan yang dulu dianggap sebagai hambatan dalam berinteraksi

kini menjadi lenyap dan menjadi sebuah keniscayaan yang dihadapi. Akibat hilangnya

batas-batas tersebut orang merasa lebih mudah dalam melakukan interaksi baik

regional maupun nasional bahkan internasional, baik personal maupun kelompok.

Salah satu konsekuensi logis era globalisasi dalam kenyataan sosial adalah silang

kebudayaan antara satu kebudayaan dengan kebudayaan lain, yang pada gilirannya

berdampak kepada persentuhan antar budaya. Nilai-nilai yang terkandung dalam

kebudayaan menjadi acuan sikap dan perilaku manusia sebagai makhluk individual

yang tidak terlepas dari kaitannya pada kehidupan masyarakat dengan orientasi

kebudayaannya yang khas, sehingga baik pelestarian maupun pengembangan nilai-

nilai budaya merupakan proses yang bermatra individual, sosial dan cultural

sekaligus. Dalam kenyataan persentuhan nilai-nilai budaya sebagai manifestasi

dinamika kebudayaan tidak selamanya berjalan secara mulus. Permasalahan silang

budaya dalam masyarakat majemuk (heterogen) dan jamak (pluralisti) Sebagai

Upaya Menjembatani Permasalahan Silang Budaya,

Interaksi Sosial dalam Masyarakat Multietnis seringkali bersumber dari masalah interaksi

antar masyarakat, kesenjangan tingkat pengetahuan, status sosial, geografis, adat kebiasaan

dapat merupakan kendala bagi tercapainya suatu konsensus yang perlu disepakati dan

selanjutnya ditaati secara luas. Ditambah lagi dengan posisi Indonesia sebagai negara

berkembang, akan selalu mengalami perubahan yang pesat dalam berbagai aspek kehidupan.

Interaksi sosial yang terjadi secara dinamis dalam proses tawar menawar bisa mewujudkan

perubahan tata nilai yang tampil sekedar sebagai pergeseran (shift) antar nilai, atau

peresengketaan (conflict) antar nilai atau bahkan dapat berupa benturan (clash) antar nilai

tersebut. Apapun bentuk dan perwujudan dari permasalahan silang budaya, harus dapat

dipandu dan dikendalikan, atau paling tidak diupayakan adanya mekanisme yang dapat

menjembatani permasalahan ini. Sebuah tujuan yang ingin dicapai tidaklah mudah seperti

13 | P a g e

membalikkan telapak tangan, namun apapun jenis dan bentuk tujuan tersebut, dalam proses

pencapaiannya pasti akan ada kendala/rintangan yang menghambat. Berikut ini, beberapa

bentuk permasalahan yang dapat memicu konflik dalam interaksi sosial adalah:

1. Etnosentrisme

Etnosentrisme secara formal didefinisikan sebagai pandangan bahwa kelompok sendiri

adalah pusat segalanya dan kelompok lain akan selalu dibandingkan dan dinilai sesuai

dengan standar kelompok sendiri. Etnosentrisme merupakan sebuah kecenderungan

menghakimi nilai, adat istiadat, perilaku atau aspek-aspek budaya lain yaitu menggunakan

kelompok sendiri dan adat istiadat kita sendiri sebagai standar bagi semua penilaian.

Etnosentrisme membuat kebudayaan diri sebagai patokan dalam mengukur baik buruknya,

atau tinggi rendahnya dan benar atau ganjilnya kebudayaan lain dalam proporsi

kemiripannya dengan kebudayaan sendiri, adanya. kesetiakawanan yang kuat dan tanpa

kritik pada kelompok etnis atau bangsa sendiri disertai dengan prasangka terhadap kelompok

etnis dan bangsa yang lain. Orang-orang yang berkepribadian etnosentris cenderung berasal

dari kelompok masyarakat yang mempunyai banyak keterbatasan baik dalam pengetahuan,

pengalaman, maupun komunikasi, sehingga sangat mudah terprofokasi. Perlu pula dipahami

bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia masih berada pada berbagai keterbatasan

tersebut. Masyarakat Indonesia yang majemuk yang terdiri dari berbagai budaya, pada satu

sisi, karena adanya berbagai kegiatan dan pranata khusus di mana setiap kultur merupakan

sumber nilai yang memungkinkan terpeliharanya kondisi kemapanan dalam kehidupan

masyarakat pendukungnya, setiap masyarakat pendukung kebudayaan (culture bearers)

cenderung kebudayaannya sebagai kerangka acuan bagi perikehidupannya yang sekaligus

untuk mengukuhkan jati diri sebagai kebersamaan yang berciri khas, sehingga perbedaan

antar kebudayaan, justru bermanfaat dalam mempertahankan dasar identitas diri dan

integrasi sosial. Namun ternyata pada sisi lain justru yang muncul adalah sikap eksklusif

yang tidak mau mengakui eksistensi budaya lain. Menurut Alo Liliweri bahwa kalau ingin

komunikasi antarbudaya menjadi sukses maka hendakla kita mengakui dan menerima

perbedaan budaya sebagaimana adanya dan bukan sebagaimana yang kita kehendaki.

Memang tidak ada alasan untuk mengklaim apalagi menolak kahadiran berbagai budaya

yang berbeda, karena memang keberagaman tersebut adalah sebuah keniscayaan.

2. Misunderstanding of culture values

14 | P a g e

Secara sosiologis, manusia terdiri dari berbagai etnis dan budaya yang saling berbeda dan

mengikatkan dirinya antara satu dengan lainnya. Suatu bangsa terdiri dari berbagai suku-suku

yang beraneka ragam, masyarakat terdiri dari keluarga-keluarga yang berlainan, keluarga itu

sendiri terdiri dari individu-individu yang tidak sama. Semuanya menunjukkan adanya

perbedaan, keragaman dan keunikan, namun tetap dalam suatu persatuan. Perbedaan-

perbedaan individu melebur menjadi satu kesatuan keluaraga, keluarga melebur menjadi satu

ikatan sosial, keanekaan suku-suku terangkum dalam satu bangsa dan masyarakat dunia.

Keseluruhan parsialitas tersebut adalah bagian dari pluralitas. Pluralitas dan keragaman antar

suku, bangsa, agama dan budaya dalam pemahaman kerangkan kesatuan manusia

menciptakan sikap-sikap moderat bagi setiap individu, itu pada satu sisi, namun pada sisi lain

akan memunculkan gesekan-gesekan yang pada akhirnya melahirkan sikap egosentrisme

yang berimplikasi pada penolakan terhadap budaya lain dengan klaim budaya sendiri sebagai

standar, dengan memaksakan nilai-nilai budayanya sebagai acuan terhadap budaya lain.

Mengacungkan jari tengah bagi orang Amerika adalah suatu penghinaan, namun bagi orang

Indonesia, hal tersebut adalah biasa-biasa saja. Kalau hal tersebut bagi orang Indonesia

sebagai sesuatu yang wajar saat berada di Amerika, maka kemudian yang akan terjadi sebuah

penolakan karena orang Amerika merasa terhina. Menurut Hafied Cangara dalam bukunya

pengantar ilmu komunikasi bahwa penggunaan bahasa merupakan salah satu indikator yang

sering menghambat jalannya komunikasi. Karena bahasa yang digunakan terlalu banyak

menggunakan jargon bahasa asing sehingga sulit dimengerti oleh khalayak tertentu. Di

samping itu, latar belakang budaya sering menyebabkan salah persepsi terhadap simbol-

simbol bahasa yang digunakan.21 Tidak bisa dipungkiri, masyarakat Indonesia sebagai

masyarakat plural dengan sejumlah ragam bahasa yang berbeda. Perbedaan-perbedaan bahasa

tersebut sering menjadi indikator terjadinya misunderstanding antar budaya satu dengan

budaya yang lain. Mabbuse adalah sebuah istilah dalam bahasa Sidrap yang sering digunakan

kepada orang yang dipersilahkan makan. Namun bagi orang Bone, istilah tersebut memiliki

konotasi yang merendahkan harga diri bahkan dianggap sebagai sebuah pelecehan.

Perbedaan-perbedaan semacam ini, di sisi lain sebagai khasanah dan kekayaan budaya yang

dimiliki Indonesia, namun pada sisi lain, merupakan boomerang akan lahirnya disintegrasi

sosial. Pertanyaan kemudian yang muncul, apakah keragaman dan perbedaan tersebut mesti

dihilangkan, kemudian mengacu pada satu budaya yang harus diikuti oleh budaya-budaya

yang berbeda tersebut?. Tentunya hal tersebut tidak mungkin bahkan mustahil terjadi. Oleh

karena itu, dituntut sebuah kearifan dalam berbudaya yang mengedepankan nilai toleransi dan

menghargai serta mengakui keberadaan budaya mereka. Di samping itu, pengetahuan akan

15 | P a g e

budaya-budaya lokal sangat penting agar dapat tercipta keharmonisan dalam keberagaman

berbudaya.

3. Stereotip

Stereotip merupakan keyakinan yang terlalu menggenalisir, disederhanakan, atau dilebih-

lebihkan terhadap kelompok etnis tertentu. Stereotip adalah mengidentifikasi individu pada

basis anggota kelompok tertentu, dan menilai diri individu tersebut. Berdasarkan

pemahaman stereotip di atas, Maka ketika kita melakukan kontak antarbudaya dengan

seseorang, pada dasarnya kita sedang berkomunikasi dengan identitas etnis dari individu

tersebut. Persoalan besar yang terjadi dalam komunikasi antarbudaya adalah apabila orang

yang berbeda latar belakang etnis memfokuskan secara destruktif stereotip negatif yang

mereka pegang masing-masing yang dinyatakan sebagai kepribadian tertentu. Orang-orang

Australia meng-streotip-kan orang Indonesia, bahwa orangorang Indonesia rata-rata,

dianggap orang-orang yang menarik, ramah, menyenangkan dan sopan, sering terlalu sopan,

tetapi lamban, tidak efisien dan tak dapat diandalkan. Sebaliknya orang-orang Indonesia

melihat rata-rata orang Australia sebagai kaya, gaduh dan kasar, agak kurang ajar, sering

tidak ramah, agresif dan tidak bermoral.

4. Prasangka

Penghambat komunikasi antarbudaya lainnya adalah prasangka. Prasangka akan selalu

merujuk pada pendapat atau penilaian seseorang sebelum kenal dengan orang tersebut.

Prasangka merupakan resistensi atau penolakan terhdap semua bukti yang akan

menggesernya. Kita cenderung menjadi emosional ketika prasangka terancam oleh hal-hal

yang bersifat kontradiktif. Prasangka merupakan sikap yang tidak beralasan terhadap

outgroup yang didasarkan pada komparasi dengan ingroup seseorang. Biasanya, prasangkan

diekspresikan melalui komunikasi. Prasangka merupakan jenis dari kebutuhan cultural. Ia

menghalangi kita untuk melihat realitas secara akurat.25 Endang Poerwanti dalam sebuah

tulisannya menyebutkan berbagai permasalahan dihadapi dalam silang budaya pada

masyarakat Indonesia adalah: a. Rendahnya tingkat pengetahuan, pengalaman, dan

jangkauan komunikasi sebagian masyarakat yang dapat mengakibatkan rendahnya daya

tangkal terhadap budaya asing yang negatif, dan keterbatasan dalam menyerap serta

mengembangkan nilai-nilai baru yang positif, sekaligus mudah sekali terprofokasi dengan

isu-isu yang dianggap mengancam eksistensinya. b. Kurang maksimalnya media komunikasi

dalam memerankan fungsinya sebagai mediator dan korektor informasi. c. Paradigma

16 | P a g e

pendidikan yang lebih menekankan pengembangan intelektual dengan mengabaikan

pengembangan kecerdasan emosional, pembentukan sikap moral, dan penanaman nilai

budaya. Manusia terbuai kegiatan dan pembangunan yang pragmatis, yang memberikan

manfaat materiil yang lebih mudah teramati dan terukur, sehingga seringkali sangsi formal

lebih ditakuti daripada sangsi moral. Sejalan dengan berbagai kendala yang ada, maka upaya

penyelesaian permasalahan silang budaya dapat dilakukan dengan: Pertama; dapat

dilakukan dengan membangun kehidupan multi kultural yang sehat; dilakukan dengan

meningkatkan toleransi dan apresiasi antarbudaya yang dapat diawali dengan peningkatan

tingkat pengetahuan masyarakat tentang kebhinekaan budaya, dengan berbagai model

pengenalan ciri khas budaya tertentu, terutama psikologi masyarakat yaitu pemahaman pola

perilaku khusus masyarakatnya. Kedua; peningkatan peran media komunikasi, untuk

melakukan sensor secara substantif yang berperan sebagai korektor terhadap penyimpangan

norma sosial yang dominan, dengan melancarkan tekanan korektif terhadap subsistem yang

mungkin keluar dari keseimbangan fungsional. Pengungkapan skandal atau perbuatan yang

merugikan kepentingan umum dan melecehkan nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh

masyarakat, harus disiarkan dengan fungsi sebagai pemeliharaan kestabilan. Sedang kontrol

secara distributif, berfungsi memelihara keseimbangan sistem secara selektif dengan

berbagai ragam teknik-teknik penyebaran maupun penyaringan informasi, yang mungkin

dapat mengundang kemelut dalam masyarakat atau menimbulkan perpecahan. Karena itu,

komunikasi dituntut untuk dapat menampilkan berbagai informasi yang bersifat apresiatif

terhadap budaya masyarakat lain. Ketiga strategi pendidikan yang berbasis budaya, dapat

menjadi pilihan karena pendidikan berbasis adat tidak akan melepaskan diri dari prinsip

bahwa manusia adalah faktor utama, sehingga manusia harus selalu merupakan subyek

sekaligus tujuan dalam setiap langkah dan upaya perubahan. Nilai-nilai budaya tradisional

dapat terinternalisasi dalam proses pendidikan baik di lingkungan keluarga, pendidikan

formal maupun non formal. Khususnya pendidikan di sekolah diperlukan adanya paradigma

baru yang dapat menyajikan model dan strategi pembelajaran yang dapat menseimbangkan

proses homonisasi dan humanisasi yang lebih menekankan manusia sebagai makhluk sosial

yang mempunyai otonomi moral dan kedaulatan budaya, sehingga terbentuk manusia yang

bisa mengelola konflik, dan menghargai kemajemukan, serta dapat tegar terhadap arus

perubahan dengan memperetajam sence of belonging, self of integrity, sense of participation

dan sense of responcibility sebagai benteng terhadap pengaruh faktor eksternal tersebut,

transformasi budaya harus dipandu secara pelan-pelan, bukan merupakan revolusi yang

dipaksakan.

17 | P a g e

Menurut Dr. H. M. Arfah Shiddiq, ada dua model untuk menciptakan suasana damai

dalam keberagaman budaya, sehingga orang yang berbeda tersebut dapat bersatu

membangun negara secara kuat, yaitu:

1. Dengan menyeragamkan dan menghilangkan perbedaan yang ada baik dari segi budaya,

agama, nilai, dan lain-lain. Mereka tidak diterima adanya perbedaan. Itulah yang dilakukan

Uni Soviet dan Yugoslavia zaman dulu. Hasilnya adalah bubar, karena perbedaan tidak dapat

dihilangkan. Demikian pula yang pernah dialami bangsa Indonesia pada era Orde Baru.

Menghilangkan perbedaan yang memang sudah ada sejak lahir adalah suatu pemaksaan yang

melawan hak azasi manusia, maka tidak dapat bertahan lama.

2. Menerima perbedaan, mengakui, dan menghargainya. Dengan saling menerima, orang

yang berbeda itu bahkan dapat saling melengkapi dan saling membantu. Dalam model kedua

ini, setiap orang diakui dan cirri khas tiap kelompok diakui, bahkan dikembangkan. Oleh

karena itu, sangat penting kearifan budaya dan semangat multietnik, sikap saling menerima,

menghargai nilai budaya dan keyakinan yang berbeda.

2. Interaksi Antara Masyarakat Etnis China Dan Pribumi

Bila kita melihat jurnal penelitian yang dilakukan oleh Erika Revida dari Universitas

Sumatera Utara menyatakan bahwa Interaksi sosial antara etnik Cina dengan masyarakat

pribumi di Kota Medan Sumatera Utara masih mendapat hambatan psikologis dan

sosiologis. Prasangka-prasangka yang terjadi dalam kedua kelompok ini dapat berkurang

apabila batas-batas sosial yang menghambat terwujudnya hubungan baik apabila ada suatu

arena interaksi yang dapat mengakomodasi sikap-sikap yang tidak bersahabat. Hal ini dapat

dilakukan pada tingkat kelurahan seperti menyambut hari kemerdekaan, gotong-royong,

karang taruna, dan kegiatan olah raga yang melibatkan semua golongan etnik atau bila

memungkinkan melakukan perkawinan campur antara etnik Cina dengan pribumi yang

seagama. Kegiatan tersebut mungkin dapat menjembatani sikap-sikap yang tidak bersahabat

sehingga dapat lebih lunak.

18 | P a g e

3 Interaksi Pasca Konflik Horizontal antara Islam dan Kristen di Halmahera

Utara yang diteliti oleh mahasiswa pasca sarjan FISIP Universitas Hasanudin

Makassar menyatakan bahwa :

1. Masyarakat Kecamatan Tobelo Utara pra konflik horisontal adalah suatu

masyarakat yang memiliki nilai-nilai budaya yang sangat tinggi, dan sangat di

taati oleh warganya (Komunitas Islam-Kristen), masyarakat yang cinta damai,

terbukti bahwa mereka hidup secara berdampingan antara satu denga yang

lain,dengan tidak melihat dari suku dan agama, karena pada prinsipnya mereka

berpegang pada hubungan persaudaraan yang dikat oleh adat. Proses Terjadinya

Konflik Horisontal di Halmahera Utara dan meluas sampai di Kecamatan Tobelo

Utara bersumber dari :

a. Masalah Ekonomi dan Politik.

Masalah ini bermula dari Konsekwensi keluarnya PP Nomor 42 Tahun 1999

Tentang Pemindahan Kecamatan Makian Pulau ke Dataran Halmahera (Malifut)

yang telah menjadi pemicu konflik. Karena dengan Peraturan tersebut, maka

terjadi perebutan Wilayah antara Suku Makian yang beragama Islam dan Suku

Kao yang beragama Kristen

b. Isu Sara,

sebenarnya bukan rahasia umum lagi karena dari berbagai catatan dan sejarah,

maka di tarik suatu benang merah bahwa sumber utama konflik di Halmahera

Utara 1999/2000 adalah isu agama. Namun isu agama seakan dibungkus secara

rapi dengan berbagai macam isu, seperti kebijakan pembentukan Kecematan

Malifut, isu perebutan kursi Gubernur, Isu Perebutan Sumber Daya Alam, isu

penempatan Ibu Kota Propinsi dan masih banyak lagi isu yang berkembang

sehingga menjadi di agnosa analisis untuk memahami akar penyebab konflik

tersebut. Namun isu agama adalah merupakan isu sentral yang terjadi ketika

Konflik Horisontal yang terjadi di Halmahera Utara secara umum dan Kecamatan

Tobelo Utara khususnya

.

2. Interaksi Sosial Pasca Konflik Horisontalal

a. Bahwa Interaksi Sosial Pasca Konflik Horisontal antar komunitas

IslamKristen di Kecamatan Tobelo Utara Kabupaten Halmahera Utara, secara

19 | P a g e

umum relatif sudah kondusif, hubungan antara sesama warga masyarakat terutama

kedua komunitas (Islam-Kristen).sudah berjalan dengan baik. Kondisi ini di

dukung oleh Pemerintah Daerah, Tokoh adat, Tokoh agama yang telah melakukan

sosialisasi sekaligus melaksanakan berbagai kegiatan yang bertujuan untuk lebih

mempersatukan hubungan yang pernah terputus akaibat konflik horisontal.

b. Bahwa Nilai-nilai kebudayaan yakni Kerja sama (Adat babari) telah

mengalami perubahan, dimana nilai-nilai tersebut tidak ada lagi dilakukan antar

komunitas, tetapi masih berlaku pada satu komunitas saja

c. Bahwa pola hubungan sosial mulai renggang, ini dapat dilihat dari tidak

saling mengunjungi lagi pada hari-hari raya besar (Natal, Tahun Baru, dan Idul

Fitri), begitu juga pada hajatan-hajatan sosial (Perkawinan, kematian dan lainnya),

kalaupun ada yang adatang pada hajatan-hajatan tersebut hanyalah keluarga dekat

saja.

d. Terjadi suatu perubahan Sosial terutama pada kehidupan struktur sosial

pada kedua komunitas (Islam Kristen) yaitu pada nilai-nilai adat babari/kerja sama

dan pola interaksi sosialnya.

4 Interaksi Sosial Antara Transmigran Dengan Penduduk Lokal

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Cicik Fitriani mengenai interaksi

sosial antara masyarakat jawa yang notabenenya adalah pendatang dengan

masyarakat lokal di Parigi Moutong menghasilkan :

Interaksi sosial transmigran Jawa dengan masyarakat lokal menimbulkan dua

proses yaitu proses asosiatif dan disosiatif. Pada proses asosiatif interaksi sosial yang

terjadi

1) kerjasama dalam bentuk hubungan kerja saling tolong menolong, gotong

royong.

2) asimilasi

yaitu adanya toleransi dan terjadinya perkawinan campuran (antar suku)

3) komunikasi.

20 | P a g e

Sedangkan pada proses disosiatif bentuk interaksi yang terjadi yaitu hampir

tidak pernah terjadi konflik fisik yang terjadi hanyalah konflik non fisik seperti

perbedaan pendapat yang terjadi dalam suatu musyawarah yang dilakukan.

Dampak positif dari interaksi sosial transmigran Jawa dengan masyarakat

lokal yaitu bertambahnya keanekaragaman budaya dan meningkatkan kebersamaan.

Perubahan demi perubahan dalam berbagai bentuk kehidupan masyarakat terus

terjadi. Program pembangunan mulai ditingkatkan, dibidang pendidikan dibangunnya

sekolah-sekolah dan memberi peluang makin berkembangnya pembangunan

diberbagai bidang. Pertemuan etnik antara transmigran Jawa dan masyarakat lokal

tidaklah menimbulkan perbedaan dan dampak negatif yang berarti. Pertemuan

masyarakat dan budaya yang berbeda ini oleh suatu kesadaran untuk menciptakan

suasana hubungan sosial yang harmonis, saling menghargai dan mengakui keberadaan

masing masing etnik.

5 Interaksi Sosial antara Transmigran Spontan Dengan Penduduk Lokal

Setelah tadi melihat hasil jurnal penelitian dari Cicik Fitriani tentang interaksi

sosial antara transmigran dan penduduk lokal di Parigi Moutong kali ini saya akan

mengambil kesimpulan dari jurnal penelitian yang dilakukan oleh Indah Lestari

dari FISIP UNSRI yang meneliti tentang interaksi antara penduduk lokal di

Bangka Barat dengan Transmigran Spontan, hasilnya yaitu :

Interaksi sosial yang terjalin antara transmigran spontan dengan penduduk asli

dimulai dengan menjalin kontak dan komunikasi. Dari adanya kontak dan komunikasi

tersebut, interaksi sosial berjalan secara harmonis, yang diwujudkan dengan menjalin

kerja sama dalam berbagai bidang, saling menghormati, dan saling menghargai serta

adanya asimilasi. Interaksi sosial yang mereka jalin sudah cukup lama, sehingga

masing-masing individu sudah bisa menyesuaikan diri dengan lingkungan terutama

dengan adat-istiadat penduduk asli maupun dengan adat-istiadat transmigran spontan.

Faktor yang mendorong interaksi sosial transmigran spontan dengan penduduk

asli yaitu dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidup, dorongan untuk

mempertahankan hidup, dorongan untuk melakukan komunikasi dengan sesama,

simpati dan empati. Sedangkan faktor penghambat interaksi sosial transmigran

spontan dengan penduduk asli yaitu tutur kata yang membuat orang lain tersinggung,

dan etnosentrisme. Dengan demikian, interaksi sosial antara transmigran spontan

21 | P a g e

dengan penduduk asli masih terjalin dalam hubungan yang baik. Mereka tidak pernah

terlibat dalam sebuah persaingan atau konflik. Mereka menganggap dua hal ini adalah

sebuah motivasi untuk menjalin interaksi sosial lebih baik lagi.

22 | P a g e

BAB 3

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN :

Interaksi Sosial adalah bertemunya orang-perorangan secara badaniah belaka tidak

akan menghasilkan pergaulan hidup dalam suatu kelompok sosial. Pergaulan hidup scmacam

itu baru akan terjadi apabila orang-orang atau kelompok-kelompok manusia bekerjasama,

saling berbicara, dan seterusnya untuk mencapai suatu tujuan bersama.

Syarat terjadinya interaksi sosial ada 2 yaitu adanya kontak sosial dan adanya

komuikasi sosial antar individu. Sementara itu imitasi, sugesti, identifikasi dan empati

menjadi 4 faktor penting terjadinya sebuah interaksi sosial. Ada 3 pola dalam interaksi sosial

yaitu pola antara individu dengan individu, pola antara individu dengan individu dengan

kapasistas mereka sebagai sebuah anggota kelompok dan pola antara kelompok dengan

kelompok.

Ada 2 bentuk dalam interaksi sosial yaitu asosiatif dan disasosiatif. Asosiatif terbagi

menjadi 4 cara yaitu kerjasama, akomodasi dengan berbagai bentuk, asimilasi dan akulturasi.

Sedangkan disasosiatif memiliki 4 cara juga yaitu bentuk persaingan, kontravensi, pertikaian

dan konflik.

Di dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia banyak terjadi interaksi sosial baik

itu antar etnis maupun antara kelas sosial. Ada 4 penyebab konflik didalam interaksi sosial

yaitu etnosentrisme, missunderstanding of cultural values, stereotipe dan prasangaka

khususnya prasangka buruk. Untuk meminimalisir konflik dalam interaksi sosial antar

masyarakat ada 2 hal yang penting yang harus dilakukan oleh masyarakat yaitu

menyeragamkan dan menghilangkan perbedaan serta menerima dan menghargai perbedaan

yang ada agar terciptanya sebuah hubungan yang baik dan interaksi sosial yang berhasil serta

baik.

23 | P a g e

3.2 SARAN :

Dalam kehidupan manusia di dunia ini tidak akan lepas dari kehidupan masyarakat,

maka kita sebagai manusia yang hidup bermasyarakat harus menyadari bahwa kita hidup

tidak mungkin sendirian.

Untuk itu marilah kita menjadi warga masyarakat yang baik dengan berinteraksi antar

individu dengan individu lain, antar individu dengan kelompok, bahkan kelompok dengan

kelompok agar terjalin persatuan dan kesatuan dalam kehidupan masyarakat dengan

meminimalisir segala konflik dan prasangka buruk serta menghargai segala perbedaan yang

ada.

24 | P a g e

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta.

Asrul, Muslim. 2013. Interaksi Sosial Dalam Masyarakat Multi Etnis. Jurnal Diskursus Islam.

1. 158-168. http://www.uin-alauddin.ac.id/download-Jurnal%20Diskursus%20Islam%20Vol

%201%20No%203%20Desember%202013.158-168.pdf

Erika, Revida. 2006. Interaksi Sosial Masyarakat Etnik Cina Dengan Masyarakat Pribumi Di

Kota Medan Sumatera Utara. Jurnal USU. 1. 23-27.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/15293/1/har-sep2006-%20%284%29.pdf

Amrul, Djana. Marie E, Pandu. HM, Darwis. 2011. Interaksi Sosial Pasca Konflik Horizontal

(Studi Kasus Pada Komunitas Islam-Kristen di Kecamatan Tobelo Utara Kabupaten

Halmahera Utara). Jurnal Pasca Sarjana UNHAS. 1. 1-15.

http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/160053a460ba1bc56fb243d7d5e16cd1.pdf

Cicik, Fitriani. 2014. Interaksi Sosial Transmigran Jawa Dengan Masyarakat Lokal di Desa

Kayu Agung Kecamatan Mopaga Kabupaten Parigi Moutong. Jurnal FKIP UNTAD. 1. 1-13

E-Journal Geo-Tadulako UNTAD.

Indah, Lestari. 2013. Interaksi Sosial Transmigran Spontan Dengan Penduduk Asli di

Kelurahan Sungai Daeng, Kecamatan Muntok, Kabupaten Bangka Barat. Jurnal Tugas Akhir

FISIP UNSRI. 3. 1-11.

http://www.akademik.unsri.ac.id/paper3/download/paper/TA_07091002056.pdf

25 | P a g e