Upload
others
View
24
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
INTERAKSI SOSIAL ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
DI SEKOLAH INKLUSIF SDN 3 PRAYA KABUPATEN
LOMBOK TENGAH
TAHUN PELAJARAN 2017/2018.
Skripsi
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram untuk
melengkapi persyaratan mencapai gelar sarjana pendidikan
Oleh:
Baiq Ning Riska Hidayat
NIM: 151.146.157
JURUSAN PENDIDIKAN IPS-EKONOMI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
MATARAM
2018
INTERAKSI SOSIAL ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
DI SEKOLAH INKLUSIF SDN 3 PRAYA KABUPATEN
LOMBOK TENGAH
TAHUN PELAJARAN 2017/2018.
Oleh:
Baiq Ning Riska Hidayat
NIM: 151.146.157
JURUSAN PENDIDIKAN IPS-EKONOMI
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERITAS ISLAM NEGERI (UIN) MATARAM
MATARAM
2018
vii
MOTTO
الحاث خير عند ربك ثوابا وخير أ المال والبنون زينت الحياة الدنيا والباقياث الص م
Artinya : ”Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan”. (QS: Al-Kahfi Ayat: 46)1
1 Yayasan Penyelenggara Penerjemah al-Qur’an , Al Quran Tafsir Perkata dan Tajwid, Al-
Qur’an dan Terjemahanya: (Surabaya: Pustaka Al Fatih, 2013), hlm. 299.
viii
PERSEMBAHAN
Penulisan skripsi ini, banyak pihak yang membantu dan memberikan do’a,
bimbingan, dorongan dan motivasi yang begitu banyak baik moril maupun mteril.
Oleh karena itu, penulis haturkan banyak terimaksih kepada kedua orang tua
terkasih, L Muncar dan Baiq Saibun yang tiada henti-hentinya memberikan
dukungan moral, moril, serta materil dan doa yang tak terhigga dari awal hingga
akhir pendidikan ku. Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terimakasih yang
sebanyak-banyaknya kepada:
1. Kakaku yang terkasih (L. edy suparta, L. didik sukardi, L. Suparlan, baiq
dewi sartika) dan adekku satu-satunya Baiq Intan Safarin Hanni dan
seluruh keluarga besarku yang selalu memicu dan menjadi alasan
semangatku untuk terus berusaha menjadi yang terbaik
2. Keempat kaka iparku (L.Adnan ,syahrial zairani, Wulan Sari, dan Sugiana)
mereka yang selalu mendukung baik materi, doa dan jasa yang tak
terhingga hingga aku bisa menyelesaikan pendidikan strata satu ini.
3. Guru-guru dan dosen-dosenku yang dengan sabar dan ikhlas mendidik,
membimbing dan mengamalkan ilmunya untukku
4. Sahabat-sahabatku khususnya (Yeni Rusmalina, Siti Komala Dewi) yang
selalu menemani suka duka kita dan sayyida shofia yang tidak bosan-
bosannya memberikan motivasi.
5. Teman-teman seperjuanganku dipendidikan IPS Ekonomi kelas E
angkatan 2014, terimakasih untuk kebersamaan yang indah yang kita
ix
lewati bersama, semoga tali perasaudaraan kita tetap terjalin dan ilmu yang
kita dapatkan menjadi berkah.
6. Almamaterku Universitas Islam Negeri Mataram ( UIN ) Agama, Nusa
dan Bangsa.
x
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil alamin, sebagai insan yang beriman kami panjatkan puji
syukur kehadirat Allah SWT. Atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga
peneliti dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini sebagai suatu karya ilmiah.
Shalawat serta salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Nabi Besar
Muhammad SAW. Yang telah menuntun umat manusia menuju kehidupan yang
damai dan sejahtera.
Skripsi ini berjudul: “Interaksi Sosial Anak Berkebutuhan Khusus di
Sekolah Inklusif SDN 3 Praya Kabupaten Lombok Tengah Tahun Pelajaran
2017/2018”. Peneliti susun sebagai salah satu syarat dalam penyelesaian studi
strata satu (S1) pada program studi Pendidikan IPS-Ekonomi di Universitas Islam
Negeri Mataram (UIN).
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa setiap kerja dan karya manusia
tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan sesuai dengan kodratnya sebagai
mahluk yang tidak sempurna. Peneliti yakin bahwa karya ilmiah ini masih jauh
dari sempurna, hal ini semata-mata disebabkan karena keterbatasan kemampuan
peneliti, untuk itu peneliti mengharapkan kritik dan saran konstruktif sebagai
bahan perbaikan bagi karya ini. Di samping itu, peneliti menyadari pula bahwa
karya ilmiah ini tidak akan terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak, oleh
karena itu, melalui keaempatan ini peneliti menyampaikan ucapan terimakasih
yang setulus-tulusnya kepada yang terhormat:
1. Dr. H. M. Fachri, M.Pd selaku pembimbing I, Sarapudin ,MA selaku
pembimbing II yang telah berkenan membimbing dengan penuh
xi
keikhlasan dan kebijaksanaan meluangkan waktu, tenaga, dan pikirannya
dalam mengoreksi, membimbing dan mengarahkan penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Wildan, M.Pd dan Ahmad Zohdi M.Ag sebagai penguji yang telah
memberikan saran konstruktif bagi penyempurnaan skripsi ini
3. H. Ibnu Hizam, M.Pd selaku ketua jurusan dan Rahmat Akbar Kurniawan
M.Sc selaku sekertaris jurusan
4. Dr. Hj. Lubna, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan.
5. Bapak Rektor UIN Mataram beserta staf dan jajaran civitas akademik UIN
Mataram yang telah memberikan kemudahan-kemudahan kepada peneliti
dari awal penyusunan skripsi ini. Demikian juga kepada Bapak dan Ibu
Dosen yang telah memberikan arahan dengan berbagai disiplin ilmu yang
merupakan modal berharga bagi peneliti dalam menyusun skripsi ini.
6. Hj, Lale Wiratni S.Pd selaku Kepala sekolah dan staf sekolah inlusif SDN
3 Praya, serta seluruh guru dan siswa yang telah menjadi responden dalam
penelitian ini.
Semoga amal kebaikan dari berbagai pihak tersebut mendapat
pahala yang berlipat- ganda dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat
bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi para pembacanya. Amin yaa
rabbal ‘aalamiin!!
Mataram, 2018
Penulis,
Baiq Ning Riska Hidayat
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ........................................................................................ i
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii
HALAMAN PERSETUJUAN............................................................................ iii
NOTA DINAS ...................................................................................................... iv
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN ....................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. vi
HALAMAN MOTTO ......................................................................................... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN.......................................................................... viii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... xv
ABSTRAK ........................................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1 B. Rumusan Masalah ........................................................................ 6 C. Tujuan dan Manfaat ....................................................................... 7 D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian ......................................... 8 E. Telaah Pustaka .............................................................................. 9 F. Kerangka Teoritik ......................................................................... 12
1. Interaksi Sosial ....................................................................... 12 a. Interaksi Sosial Menurut Para Ahli ................................. 12 b. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial .................................... 14 c. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial ......................................... 16 d. Jenis-jenis Interaksi Sosial ................................................ 17
2. Anak Berkebutuhan Khusus ................................................... 17 a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus ........................... 17 b. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus .......................... 19
3. Interaksi Sosial Anak Berkebutuhan Khusus ......................... 23 a. Interaksi Sosial Lambat Belajar ....................................... 23 b. Interaksi Sosial Siswa Tunagrahita .................................. 26
4. Sekolah Anak Inklusif ............................................................ 27 a. Pengertian Sekolah Inklusif ............................................. 27 b. Pendidikan Inklusif .......................................................... 30
G. Metode Penelitian .......................................................................... 31 1. Pendekatan Penelitian ............................................................. 31 2. Kehadiran Peneliti .................................................................. 33 3. Lokasi Penelitian .................................................................... 33
xiii
4. Sumber Data ............................................................................ 34 5. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 35
a. Wawancara ....................................................................... 36 b. Observasi .......................................................................... 36 c. Dokumentasi ...................................................................... 37
6. Teknik Analis Data .................................................................. 38 a. Reduksi Data ............................................................... 39 b. Penyajian Data ............................................................. 39 c. Verifikasi Data ............................................................. 40
7. Kredibilitas Data ...................................................................... 42 a. Ketekunan Pengamatan ..................................................... 42 b. Triangulasi Data ................................................................ 43
H. Sistematika Pembahasan ............................................................... 43 BAB II PAPARAN DATA dan TEMUAN ....................................................... 45
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ............................................ 45 1. Indentitas Sekolah Inklusif SDN 3 Praya .............................. 45 2. Visi dan Misi .......................................................................... 46 3. Sarana dan Prasarana .............................................................. 47 4. Keadaan Siwa Inklusif SDN 3 Praya ...................................... 52 5. Keadaan Guru Sekolah Inklusif SDN 3 Praya ....................... 55
B. Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusif SDN 3 Praya ................................................................................. 57
C. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial Anak Berkebutuhan Khusus dengan Anak Normal Lainnya yang Berada di Lingkungan Sekolah Inklusif SDN 3 Praya ..................................................... 58 1. Interaksi Sosial Anak Tunagrita dalam Bentuk Kerjasama ... 58 2. Interaksi Sosial Anak Lambat Belajar dalam Bentuk
Kerjasama ............................................................................... 66 3. Interaksi Sosial Anak Berkebutuhan Khusus dalam
Bentuk Asimilai ..................................................................... 69 D. Kendala Interaksi Sosial Ana Berkebutuhan Khusus dalam
Proses Pembelajaran di Sekolah Inklusif SDN 3 Praya ............... 71
BAB III PEMBAHASAN .................................................................................. 75
A. Analisis Jenis Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusif SDN 3 Praya ................................................................................ 75
B. Analisis Bentuk Interaksi Sosial Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusif SDn 3 Praya ...................................................... 77
C. Analisis Kendala Interaksi Sosial Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah SDN 3 Praya ............................................................... 79
BAB IV PENUTUP ............................................................................................. 82
A. Kesimpulan .................................................................................. 82 B. Saran-saran .................................................................................. 84
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 86
LAMPIRAN
xvi
Interaksi Sosial Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Inklusif SDN 3
Praya Kabupaten Lombok Tengah Tahun Pelajaran 2017/2018
Abstrak
Oleh
Baiq Ning Riska Hidayat
Nim: 151.146.157
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasikan jenis anak
berkebutuhan khusus. Selain itu, peniltian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk
dan kendala interaksi sosial anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif SDN 3
Praya Kabupaten Lombok Tengah.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif deskriptif
dengan subjek penelitian meliputi empat siswa tungrahita, empat siswa lambat
belajar, lima guru kelas dan empat siswa normal lainnya.tekhnik pengumpulan
data yang digunakan yiatu observasi, dokumentasi dan wawancara guna
mendapatkan data-data yang konkret dan valid.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa anak berkebutuhan khusus
mampu menjalin interaksi sosial secara wajar dengan sesama siswa ABK,
temannya yang normal dan guru di sekolah. Meskipun demikian ada pula siswa
ABK yang mengalami kendala ketika melakukan interaksi sosial di sekolah.
Kata Kunci : interaksi sosial, sekolah inlusif, anak berkebutuhan khusus
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang, perorangan, antar kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Apabila dua orang bertemu ineraksi sosial dimulai pada saat itu.1
Manusia sebagai makhluk sosial senantiasa berinteraksi dengan orang
lain dikehidupan sehari-harinya. Interaksi yang terjalin disebabkan karena
adanya keberagaman perbedaan, kelebihan, kekurangan yang dimiliki
manusia. Setiap manusia memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing
ada yang terlahir dengan sempurna dan bisa melakukan interaksi tanpa adanya
hambatan dan ada pula manusia yang dilahirkan dengan memiliki kelainan
seperti dari segi fisik, mental dan sosialnya sehingga tumbuh kembangnya
kurang sempurna atau tidak normal seperti masyarakat lainnya. Ketidak
sempurnaan yang dimiliki manusia tersebut menyebabkan manusia memiliki
hambatan dalam melakukan interaksi sosial dengan masyarakat luas. Manusia
yang terlahir tidak normal atau memiliki kelainan biasanya dikenal dengan
sebutan anak berkebutuhan khusus. Dalam Efendi, Heward & Orlansky
menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah
Istilah penyimpangan secara eksplisit ditujukan kepada anak yang dianggap memiliki kelainanan penyimpan gan dari kondisi rata-rata
1Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada,
2012), hlm. 55
2
anak normal pada umumnya, dalam fisik, mental, maupun karakteristik prilaku sosialnya.2
Keterbatasan yang dimiliki anak berkebutuhan khusus dan
ketidakmampuan dalam melakukan penyesuaian sosial mengakibatkan anak
berkebutuhan khusus tidak mampu melakukan interaksi sosial secara wajar
seperti anak normal lainnya. Menurut Soekanto
Interaksi sosial sangat berguna untuk menelaah dan mempelajari berbagai masalah di dalam masyarakat. Interaksi sosial merupakan kunci dari semua kehidupan sosial karena tanpa interaksi sosial, tidak akan mungkin ada kehidupan bersama.3
Anak berkebutuhan khusus dianggap sebagai sosok yang tidak berdaya
dan perlu dikasihani. Hal inilah yang menjadikan anak berkebutuhan khusus
sering dikucilkan atau termaginalkan dari lingkungan sekitar. Anak
berkebutuhan khusus sering menerima perlakuan yang diskriminatif dari orang
lain. Bahkan untuk menerima pendidika mereka sangan sulit untuk
mendapatkannya. Beberapa sekolah regular tidak bisa menerima mereka
sebagai siswa. Alasannya di sekolah tersebut tidak memiliki fasilitas yang
memadai untuk membimbing anak berkebutuhan khusus. Terkadang sekolah
khusus letaknya jauh dari rumah mereka, sehingga banyak anak berkebutuhan
khusus yang tidak mengenyam pendidikan. Anak berkebutuhan khusus
sebagai warga negara Indonesia mempunyai hak dan kewajiban yang sama
dengan anak normal lainnya, termasuk berhak memperoleh pendidikan dan
belajar bersama anak normal di sekolah umum.
2 Efendi Mohammad, Psikologi Anak Berkelainan. ( Jakarta: PT Bumi Aksara.2006),
hlm.1. 3 Soekanto Soerjono, Sosiologi…, hlm. 58.
3
Melalui pendidikan inklusi, anak berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai satu komunitas.4
Anak berkebutuhan khusus perlu diberi kesempatan dan peluang yang
sama dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di
sekolah terdekat. Pendidikan inklusi diharapkan dapat memecahkan salah satu
persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus
selama ini. Karena tidak mungkin membangun sekolah luar biasa (SLB) di
setiap Kecamatan/Desa sebab memakan biaya yang sangat mahal dan waktu
yang cukup lama oleh sebab itulah perlu diadakan sekolah inklusi.
Diahwati menyatakan “sekolah dasar inklusi merupakan tempat
pendidikan bagi siswa pada tingkat dasar yang mengintegrasikan siswa
berkebutuhan khusus di dalam kelas reguler bersama dengan siswa lainnya.”5
Pendidikan inklusi sebenarnya merupakan model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak berkelainan atau berkebutuhan khusus di mana penyelenggaraannya dipadukan bersama anak normal dan bertempat di sekolah umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga bersangkutan.6
Dari uraian di atas dapat diungkapkan bahwa sekolah dasar inklusi
merupakan tempat pendidikan bagi siswa pada tingkat sekolah dasar yang
menggabungkan siswa berkebutuhan khusus dan siswa reguler dengan tujuan
untuk mengembangkan potensi dari masing-masing siswa. Sekolah dasar
4 Yolanda Elysa “Mengenal Pendidikan Inklusi, dalam http//www.ditplb.or.id, diakses 20
juli 2018, pukul 19.19. 5Diahwati Rina,” Keterampilan Sosial Siswa Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Dasar
Inklusi” ,Jurnal Pendidikan, Vol. 1, Nomor. 8, Agustus 2016, hlm. 1612. 6 Sukadari ”Peran Pendidikan Inklusi Bagi Anak Berkelainan” dalam
http//www.madina.com/artikel/sukadari, diakses 20 juli 2018, pukul 19.30.
4
inklusi memiliki manfaat tersendiri bagi siswa berkebutuhan khusus yang
berada di sekolah dasar inklusi dengan membangun relasi yang positif dan
bisa berinteraksi dengan anak normal lainnya layaknya anak pada umumnya.
Dalam Diahwati, Ormord menyatakan;
Penempatan siswa yang mengalami hambatan dalam kelas pendidikan umum dapat memberikan beberapa keuntungan, antara lain gambaran diri yang lebih positif, keterampilan sosial yang lebih baik, lebih sering berinteraksi dengan teman sebaya termasuk siswa reguler, perilaku yang lebih sesuai di kelas, prestasi akademik yang setara atau bahkan lebih tinggi dengan prestasi yang dicapai bila ditempatkan di kelas khusus.7
Berdasarkan uraian di atas, dapat diasumsikan bahwa layanan
pendidikan inklusif merupakan salah satu upaya yang efektif untuk
meningkatkan kemampuan interaksi sosial anak tunagrahita. Dengan adanya
layanan pendidikan inklusif anak berkebutuhan khusus dan anak normal dapat
bersosialisasi dan bekerja sama tanpa memandang kecacatan, kelemahan,
maupun kelebihan masing-masing. Dampak yang akan dirasakan oleh anak
berkebutuhan khusus itu sendiri, antara lain memiliki rasa kepercayaan diri
yang lebih tinggi karena diterima oleh lingkungan sosialnya serta
meningkatkan kemampuan diri dalam berinteraksi dengan orang lain yang
tergolong normal. Adapun dampak positif bagi anak normal, yaitu memiliki
rasa kepedulian dan sikap menghargai satu sama lain, terutama terhadap anak
berkebutuhan khusus.
Salah satu sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusif adalah
SDN 3 Praya. Berdasarkan hasil observasi peneliti pada tanggal 26 maret
2018. SDN 3 Praya ditunjuk secara lisan oleh Dinas Pendidikan Pemerintah 7 Diahwati Rina“ Keterampilan …,hlm. 1620.
5
Kabupaten Lombok Tengah untuk menyelenggarakan pendidikan inklusif.
Penunjukan secara lisan ini berdasarkan surat edaran Direktur Jenderal
Pendidikan Dasar dan Menengah Depdiknas Nomor 380/C.C6/MN/2003 pada
tanggal 20 Januari 2003 perihal pendidikan inklusif bahwa setiap
kabupaten/kota wajib menyelenggarakan pendidikan inklusif sekurang-
kurangnya empat sekolah yang terdiri dari SD, SMP, SMA, dan SMK.
SDN 3 Praya sudah mendapatkan pengakuan dari pemerintah, baik
pusat, provinsi, maupun kabupaten/kota, atas keberadaan SDN 3 Praya
sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif. Hal ini dibuktikan dengan
adanya berbagai macam fasilitas penunjang pendidikan anak berkebutuhan
khusus di SDN 3 Praya.
Berdasarakan hasil observasi awal dan informasi yang diperoleh
peniliti pada hari Senin tanggal 26 Maret 2018, peneliti menemukan sejumlah
anak berkebtuhan khusus (ABK) di sekolah inklusif SDN 3 Praya 1 sampai 5
disetiap kelas dari jumah 35 siswa disetiap kelas. Bentuk interaksi sosial
khususnya dalam berkomunikasi yang terjadi di siswa ABK dengan guru dan
siswa normal lainnya dalam proses pembelajaran maupun diluar kelas sangat
kurang aktif dengan teman-temanya maupun guru ini disebabkan karena
keterbatasan yang siswa ABK miliki baik secara fisik, mental dan sosialnya.
Dalam setiap siswa ABK memiliki keterbatasan fisik, mental dan sosial
masing-masing dari setiap perbedaan keterbatasan yang dimiliki siswa ABK
berbeda pula cara mereka berinteraksi baik sesama siswa ABK maupun
dengan siswa normal lainnya salah satu contohnya seperti anak tunawicara
6
ketika dia berkomunikasi dengan teman-temanya dengan cara berbahasa
isyarat. Di sekolah inklusif ini siswa normal dan siswa ABK disatukan dalam
satu sekolah yang sama dan proses belajarnya di sama ratakan dengan anak
normal lainnya, kendati siswa ABK dan siswa normal lainnya di satukan
dalam satu kelas yang sama dan siswa ABK memiliki keterbatasan dalam
berinteraksi sosial kasus seperti bullying tidak pernah terjadi diantara anak
siswa normal dan siswa ABK.
Sesuai dengan bukti hasil wawancara peniliti dengan salah seorang
guru kelas V yaitu Ibu Zinnur Aini di sekolah SDN 3 Praya sekolah inklusif.
Menurutnya bentuk interaksi sosial yang terjadi di kalangan siswa ABK
sangat kurang.
Mereka berinteraksi hanya dengan sesama teman siswa ABK saja. Sesekali interakasi sosial dapat terjadi diantara siswa ABK dengan anak normal lainnya seperti bermain bersama ketika jam istirahat tapi interaksi sosial yang dapat terjadi tidak seintim interaksi anak normal sesama anak normalnnya. Hal ini disebabkan siswa yang normal kurang mengerti cara berinteraksi dengan siswa ABK dan selama ini belum ada bullying yang saya lihat.8
Dari pemaparan di atas peneliti tertarik mengangkat judul penelitian
yaitu interaksi sosial anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif SDN 3
Praya Kabupaten Lombok Tengah Tahun Pelajaran 2017/2018.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis-jenis anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif SDN 3
Praya Kabupaten Lombok Tengah Tahun Pelajaran 2017/2018 ?
8 Zinnur‟aini,Wawancara,Praya 26 Maret 2018
7
2. Bagaimana bentuk interaksi sosial anak berkebtuhan khusus dengan anak
normal lainnya yang berada di lingkungan sekolah inklusif SDN 3 Praya
Kabupaten Lombok Tengah Tahun Pelajaran 2017/2018 ?
3. Bagaimana kendala interaksi sosial anak berkebutuhan khusus dalam proses
pembelajaran di sekolah inklusif SDN 3 Praya Kabupaten Lombok Tengah
Tahun Pelajaran 2017/2018 ?
C. Tujuan dan Manfaat Penilitian
1. Tujuan penilitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah
a. Untuk mengetahui apa saja jenis-jenis anak berkebutuhan khusus di
sekolah inklusif SDN 3 Praya Kabupaten Lombok Tengah Tahun
Pelajaran 2017/2018 ?
b. Untuk bagaimana mengetahui bentuk interaksi sosial anak
berkebtuhan khusus yang berada pada lingkungan sekolah inklusif
SDN 3 Praya Kabupaten Lombok Tengah Tahun Pelajaran
2017/2018
c. Untuk bagaimana mengetahui kendala interaksi sosial anak
berkebutuhan khusus dalam proses pembelajaran di sekolah inklusif
SDN 3 Praya Kabupaten Lombok Tengah Tahun Pelajaran
2017/2018
2. Manfaat penilitian
Sesuai dengan tujuan penelitian di atas, maka manfaat dari kegiatan
penelitian ini adalah:
8
a. Secara teoritis, penelitian ini menambah khazanah ilmu pengetahuan
dalam bidang pendidikan dasar, khususnya tentang interaksi sosial anak
berkebutuhan khusus yang berada pada lingkungan sekolah inklusif.
b. Bagi penulis, penelitian ini dapat memberikan gambaran dan
pengetahuan tentang interaksi sosial anak berkebutuhan khusus yang
berada pada lingkungan sekolah inklusif.
c. Bagi guru, penelitian ini dapat meningkatkan motivasi untuk
menciptakan suasana sosial yang nyaman bagi semua anak, baik untuk
anak normal ataupun anak berkebutuhan khusus.
d. Bagi siswa, penelitian ini dapat memberikan informasi dan pemahaman
tentang karakteristik anak berkebutuhan khusus sehingga dapat
meningkatkan hubungan sosial antara anak normal dan anak
berkebutuhan khusus.
D. Ruang Lingkup dan Setting Penelitian
1. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penilitian adalah apa saja jenis-jenis anak
berkebutuhan khusus di sekolah inklusif SDN 3 Praya dan bagaimana
bentuk maupun kendala interaksi sosial anak berkebutuhan khusus di
sekolah inklusif SDN 3 Praya Kabupaten Lombok Tengah. Maka saya
selaku peniliti sangat tertarik untuk meniliti masalah yang terkait dengan
bagaimana interaksi sosial anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif
SDN 3 Praya.
9
2. Setting Penelitian
Setting penelitian merupakan latar alamiah (tempat atau lokasi)
penelitian dilakukan. Dimana lokasi atau sasaran penelitian ini yaitu di
Kelurahan Kauman Kecamatan Praya. Hal ini dikarenakan di Kelurahan
Kauman Kecamatan Praya terdapat sekolah inklusif yang dimana sekolah
tersebut adalah salah satu sekolah yang menyelenggarakan program
inklsusif yang diperuntukkan untuk anak berkebutuhan khusus dan anak
normal laiannya melaksanakan proses belajar di satu kelas yang sama.
E. Telaah Pustaka
Tujuan dilakukan penelaahan pustaka ini adalah untuk menegaskan
kebaruan, orisinalitas, dan urgensi penelitian bagi pengembangan keilmuan
terkait. Jadi pustaka yang diteliti harus memiliki signifikansi dan relevansi
dengan fokus penelitian. Dalam hal ini penulis mengetengahkan beberapa
hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya sebagai
berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Triyani pada tahun 2013 dengan judul
skripsi “Interaksi Sosial Anak Tunagrahita di SDN Kepuhan Bantul (SD
Inklusif) yang menjadi fokus penelitian ini adalah untuk mengetahui
interksi sosial anak tunagrahita di SDN kepuhan bantul (SD inklusif)
dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif penelitian ini
menyimpulkan : Anak tunagrahita di SDN Kepuhan, Bantul, mampu
melakukan interaksi sosial secara wajar di sekolah. Meskpiun demikian, ada
pula anak tunagrahita yang belum mampu melakukan interaksi sosial secara
10
wajar dengan sesama tunagrahita, anak normal, anak berkebutuhan khusus
lainnya, maupun guru di sekolah. Artinya, anak tunagrahita mengalami
hambatan ketika melakukan interaksi sosial. Adapun upaya yang telah
dilakukan oleh guru kelas untuk meningkatkan kemampuan interaksi sosial
anak tunagrahita yaitu mengatur tempat duduk siswa secara berkelompok
atau bentuk “U” meminta anak normal untuk mengajak anak tunagrahita
bermain bersama, dan memberikan nasihat kepada siswa secara klasikal.
Berdasarkan peneltian yang dilakukan oleh Triyani terdapat
persamaan dan perbedaan dengan peniliti yang dilakukan. Persamaannya
terletak pada subyek penelitian sama-sama mengkaji interkasi sosial anak
berkebetuhan khusus dan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif,
sedangkan perbedaanya penelitian sebelumnya hanya meneliti satu jenis
anak berkebutuhan khusus yaitu anak tunagrahita sedangkan penelitian yang
dilakukan sekarang meneliti semua jenis anak berkebutuhan khusus yang
ada di SDN 3 Praya.9
2. Selanjutnya penelitian yang dilakukan Yuli Tri Astuti pada tahun 2008
dengan judul skripsi “Pola Interaksi Sosial Anak Autis di Sekolah Khusus
Autis” penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif yang
hasil penelitiannya interkasi sosial anak autis berbeda-beda yaitu pada
subyek pertama masuk pada tahap the own agenda stage dan menyendiri,
subyek kedua termasuk pada the partner stage, subyek ketiga termasuk pada
empat tahap dan pasif tapi dengan caranya sendiri. Faktor-faktor yang
9Triyani 2013, ”Interaksi Sosial Anak Ttunagrahita di SDN Kepuhan bantul (SD Inklusif),
(skripsi, Fkip Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta, 2013), hlm. vii.
11
mempengaruhi interaksi anak autis antara lain peran orang tua, dimana
orang tua adalah orang terdekat dengan anak autis tersebut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Yuli Tri Astuti terdapat
persamaan yaitu sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif
dan perbedaanya terletak pada subyek dan lokasi penelitian. Penelitian
sebelumnya hanya mengkaji satu jenis anak berkebutuhan khusus yaitu anak
autis yang berlokasi di sekola khusus anak autis sedangkan peniliti yang
dilakukan sekarang meniliti semua jenis anak berkebutuhan khusus yang
berlokasi di sekolah inklusif SDN 3 praya10
3. Selanjutnya penilitian yang dilakukan oleh uswatun khasanah pada tahun
2011 dengan judul skripsi “Interaksi Sosial Anak Berkebutuhan Khusus di
Kelas Inklusi (Studi Interaksionisme Simbolik Mengenai Komunikasi Siswa
di SMKN 2 Malang” penlitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, jenis
intruksionisme simbolik dilakukan di SMKN 2 Malang dengan subjek siswa
ABK di kelas inklusi APH 1. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
kesamaan paham dalam berinteraksi di kelas inklusif terjadi ketika pengirim
pesan mengkomunikasikan obyek yang konkrit. Sedangkan perbedaan
paham dalam berinteraksi di kelas inklusi terjdi ketika pengirim pesan
mengkomunikasikan obyek yang abstrak. Kesalahpahaman terjadi dalam
interaksi sosial di kelas inklusi pada siswa ABK yang mempunyai
karakteristik sensitif dan spontan. Diterima atau ditolaknya siswa ABK di
kelas inklusif bukan karena kesalah pahaman yang terjadi dalam proses
10 Astuti Yuli Tri ”pola interaksi sosial anak autis di sekolah khusus autis, (skripsi,
Fakultas psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 2008), hlm.vi
12
berkomunikasi akan tetapi karena karakteristik masing-masing siswa ABK
yang pendiam, spontan, lucu, apa adanya cenderung bisa diterima dan
disenangi di kelas inklusif. Sedangkan siswa ABK yang sensitif, mudah
tersinggung, percaya diri yang berlebihan, suka berbohong, cenderung
kurang diterima dan dijauhi oleh teman kelas inklusif.
Berdasarkan penilitian yang dilakukan Uswatun Khasanah terdapat
persamaan dan perbedaan. Persamaanya adalah sama-sama mengkaji
interaksi sosial anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif sedangkan
perbedaanya terletak pada metode penilitian peniliti sebelumnya
menggunakan metode penilitian kualitatif jenis studi intruksionisme
simbolik sedangkan peniliti yang dilakukan sekarang menggunakan metode
penilitian kualitatif jenis deskriptif.11
F. Kerangka Teori
1. Interaksi Sosial
a. Interaksi Sosial Menurut Para Ahli
Menurut Soekanto interaksi sosial adalah sebagai berikut :
Cara-cara berhubungan yang dapat dilihat apabila para individu dan kelompok-kelompok saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada. Atau dengan perkataan lain, proses sosial diartikan sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi kehidupan bersama. 12
Sedangkan dalam Soekanto, Gillin dan Gillin berpendapat :
11 Hasanah Uswatun 2011, ”Interaksi Sosial Anak Berkebutuhan Khusus Di Kelas Inklusif
Studi Interaksonisme Simbolik Mengenai Komunikasi Siswa di SMKN 2 Malang ,(skripsi, Fkip, Universitas Negeri Malang, Malang, 2011), hlm. vii.
12 Soekanto Soerjono Sosiologi…, hlm. 55.
13
Interaksi sosial ialah hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia.13
Selanjutnya Thibaut dan Kelly mendefinisikan :
Interaksi sosial merupakan sebagai peristiwa saling mempengaruhi satu sama lain ketika dua orang atau lebih hadir bersama, mereka menciptakan suatu hasil satu sama lain, atau berkomunikasi satu sama lain.14 Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial
merupakan suatu hubungan timbal balik antara dua orang atau lebih, dan
masing-masing individu terlibat didalamnya memainkan peran secara
aktif dan hubungan tersebut bisa mempengaruhi, mengubah, dan
memperbaiki individu lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari tentunya
manusia selalu saling membutuhkan, hal ini karna manusia adalah
makhluk sosial. Interaksi sosial merupakan kunci rotasi semua kehidupan
sosial dengan tidak adanya komunikasi ataupun interaksi antara satu
sama lain maka tidak mungkin ada kehidupan bersama. Jika hanya fisik
yang saling berhadapan antara satu sama lain, tidak dapat mengasilkan
suatu bentuk kelompok sosial yang dapat saling berinteraksi. Maka dari
itu dapat disebutkan bahwa interaksi merupaka dasar dari suatu bentuk
proses sosial, maka kegiatan-kegiatan antar satu individu dengan yang
lain tidak dapat disebut interaksi.
13 Ibid., hlm.55
14 Ali Mohammad dan Asrori Mohammad ,Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik, (Jakarta : PT Bumi Aksara, 2011), hal.87.
14
b. Syarat Terjadinya Interaksi Sosial
Suatu interaksi sosial tidak akan terjadi apabila tidak memenuhi
dua syarat yaitu kontak sosial dan komunikasi Gillin dan Gillin
mengajukan dua syarat yang harus dipenuhi agar suatu interaksi sosial itu
mungkin terjadi interaksi yaitu “adanya kontak sosial (social contac) dan
komunikasi (communication).”15
Sedangkan kontak sosial ialah
hubungan antara satu orang atau lebih melalui percakapan dengan saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-msing dalam kehidupan msyarakat, konflik sosial pihak dengan pihak lainnya. Kontak tidak langsung maupun secara langsung adalah kontak sosial yang menggunakan alat sebagai perantara, misalnya melalui telepon, radio, surat, dan lain-lain.16 Kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk, 1) Antara orang perorang, 2) Antara orang-perorangan dengan suatu kelompok manusia atau
sebaliknya 3) Antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia
lainnya.17 Dalam kehidupan, manusia sering meakukan kontak dengan
orang lain. Hal ini tidak bisa dihindari oleh manusia, sebab manusia
merupakan makhluk sosial yang membutuhkan interaksi dengan
masyarakat lain. Wujud kontak tidak mesti harus terjadi persentuhan baik
itu secara fisik, namun juga dapat secara verbal atau berupa reaksi pasif
seperti symbol. Contoh dari kontak antara orang perorang, ialah kontak
dengan teman dan temannya. Sedangkan contoh dari kontak Antara
15 Anwar Yesmil dan Adang, Sosiologi Untuk Universitas, ( Bandung : PT Refika
Aditama, 2013), hlm.195. 16
Basrowi, Pengantar Sosiologi, ( Bogor : Ghalia Indonesia, 2005), hlm.140. 17 Ibid., hlm. 141
15
orang-perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya
adalah guru dengan muridnya di kelas, pemateri dengan peserta seminar
da lain sebagainya. Selanjutnya Antara suatu kelompok manusia dengan
kelompok manusia lainnya semisalnya tim sepak bola dalam turnamen,
pertandingan voli, perlombaan cerdas cermat dan lain-lain.
Syarat interaksi sosial yang kedua komunikasi adalah
Suatu proses saling memberikan tafsiran kepada atau dari prilaku pihak lain. Melalui tafsiran pada prilaku pihak lain, seseorang mewujudkan prilaku sebagai reaksi terhadap maksud atau peran yang ingin disampaikan oleh pihak lain. Dengan adanya komunikasi tersebut, sikap-sikap dan perasaan-perasaan suatu kelompok manusia atau orang perorangan dapat diketahui oleh kelompok-kelompok lain atau orang-orang lainnya. Hal itu kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya.18 Dari uraian di atas bisa diuraikan bahwa komunikasi hampir sama
dengan kontak sosial, adanya kontak belum tentu berarti komunikasi
telah terjadi. Komuniksi menuntut adanya pemahaman makna atas suatu
pesan dan tujuan bersama antara msing-masing pihak. Misalnya, orang
Lombok bertemu dan berjabat tangan dengan Kalimantan, lalu dia
berbicara dengan bahasa Lombok, padahal orang Kalimantan tersebut
sama sekali tidak mengerti bahasa Lombok. Dalam contoh tersebut,
kontak sebagai syarat pertama telah terjadi, tetapi komunikasi belum
terjadi karena kedua orang tersebut tidak saling mengerti dan interaksi
sosial pun tidak terjadi. Apabila dihubungkan dengan interaksi sosial,
kontak tanpa komunikasi tidak mempunyai arti.
18 Ibid., hlm. 143
16
c. Bentuk-Bentuk Interkasi Sosial
Soekanto menjelaskan bentuk-bentuk interaksi sosial adalah
“kerjasama, persaingan, akomodasi, dan bahkan dapat juga berbentuk
pertentangan atau pertikaian.”19 Gillin dan Gillin membagi proses sosial
menjadi dua yaitu “proses asosiatif dan proses disosiatif.”20
1. Prsoses asosiatif
a) Kerja sama merupakan suatu usaha bersama individu dengan individu atau kelompok-kelompok untuk mencapai beberapa tujuan.
b) Asimilasi ialah suatu proses dimana pihak-pihak yang berinteraksi mengidentifikasikan dirinya dengan kepentingan dan tujuan kelompok.
c) Akomodasi adalah suatu cara untuk menyelesaikan pertentangan tanpa mengahcurkan pihak lawan.21
2. Proses disosiatif ini dapat terbagi atas bentuk persaingan,
kontrovensi dan pertentangan.
a) Persaingan ialah suatu proses sosial dimana manusia melakukan persaingan mencari keuntungan melalui bidang kehidupan.
b) Kontroversi merupakan sikap mental yang tersembunyi terhadap orang-orang lain atau terhadap unsur-unsur kebudayaan golongan tertentu.
c) Pertentangan merupakan proses sosial dimana individu maupun kelompok berusaha memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai dengan ancaman dan kekerasan.22
Kedua bentuk pokok interaksi sosial yaitu asosiatif dan disosiatif
tidak merupakan suatu kesinambungan, dalam arti bahwa interaksi itu
tidak hanya dimulai dari kerja sama, kemudian menjadi persaingan dan
19 Soekanto Soerjono Sosiologi,…hlm. 65. 20
Ibid., hlm. 64. 21
Anwar Yesmil dan Adang, Sosiologi,… hlm.196. 22 Ibid ., hlm.196.
17
asimilasi sehingga akhirnya memuncak menjadi pertikaian. Akan tetapi,
tergantung pada situasi dan kondisi tertentu. Bisa jadi diawali dengan
persaingan kemudian asimilasi dan sebaliknya.
d. Jenis-Jenis Interaksi Sosial
“Dalam setiap interaksi seantiasa didalamnya mengimplikasikan
adanya komunikasi antar pribadi. Demikian pula sebaliknya, setiap
komunikasi antar pribadi senantiasa mengandung interaksi.”23 Atas dasar
itu dalam Ali, Shaw membedakan jenis interaksi menjadi tiga jenis.
1) Interaksi verbal ialah interaksi yang terjadi apabila dua orang atau lebih melakukan kontak satu sama lain dengan menggunakan alat-alat artikulasi. Proses terjadinya dalam bentuk saling tukar percakapan satu sama lain.
2) Interaksi fisik terjadi manakala dua orang atau lebih melakukan kontak dengan menggunakan bahasa-bahasa tubuh
3) Interaksi emosional ialah interaksi yang terjadi manakala individu melakukan kontak satu sama lain dengan melakukan curahan perasaan.24
2. Anak Berkebutuhan Khusus
a. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus
Dalam Nuraeni, Heward mengungkapkan anak berkebutuhan
adalah
Anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.25 Sedangkan The National Information Center For Children and
Youth With Disibilities ( NICHCY ) mendifinisikan
23 Ali Mohammad & Asrori Mohammad, Psikologi…, hlm.88. 24
Ibid,. hlm. 88. 25
Nuraeni , Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Purwokerto : UM Purwokerto Press, 2017), hlm.2.
18
Anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang membedakan mereka dari anak-anak normal pada umumnya.26
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa anak
berkebutuhan khusus ialah anak yang berbeda dengan anak-anak pada
umumnya. Anak berkebutuhan khusus dalam proses pertumbuhannya
tidak dengan modal fisik yang wajar, karenanya sangat wajar jika anak
berkebutuhan khusus terkadag cenderung memiliki sikap menghindar,
rendah diri, atau kadang agresif dan memiliki semangat belajar yang
lemah.
Anak berkebutuhan khusus memiliki perbedaan-perbedaan baik
perbedaan intraindividual yang signifikan dan mengalami kesulitan dalam
berinteraksi dengan lingkungan sehingga untuk mengembangkan
potensinya dibutuhkan pendidikan dan pengajaran. Berkebutuhan khusus
merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut anak-anak luar biasa
atau mengalami kelainan dalam konteks pendidikan. Memhami anak
berkebutuhan khusus berarti melihat perbedaan individu, baik perbedaan
fisik, emosi maupun itelektual dan perbedaan antar potensi yang ada pada
individu itu sendiri. Sedangkan dalam pendidikannya memerlukan
pelayanan yang spesifik, berbeda dengan dengan anak pada umumnya.
Anak dikatakan berkebutuhan khusus jika ada sesuatu yang kurang atau
bahkan lebih dalam dirinya.
26 Ibid., hlm.3.
19
b. Klasifikasi dan Jenis Anak Berkelainan (Berkebutuhan Khusus)
Setiap anak adalah unik. Dikatakan unik karena mereka tidaklah
sama ada anak yang tumbuh dan berkembang dengan normal dan ada
yang membutuhkan penanganan secara khusus. Anak yang
membutuhkan penanganan secara khusus ini dapat dikategorikan sebagai
anak berkebutuhan khusus. Namun untuk lebih jelasnya ada beberapa
klasifikasi anak berkebutuhan khusus.
Menurut klasifikasi dan jenis kelainan, anak berkebutuhan khusus
dikelompokkan kedalam kelainan fisik, kelainan mental, dan kelainan
karakteristik sosial.
1. Kelaianan fisik Kelainan fisik adalah kelainan yang terjadi pada satu
atau lebih organ tubuh tertentu. Akibat kelainan tersebut timbul suatu keadaan pada fungsi fisik tubuhnya tidak dapat menjalankan tugasnya secara normal tidak berfungsinya anggota fisik terjadi pada: a. alat fisik indra misalnya kelainan pada indra pendengaran
(tunarungu), kelainan pada indra penglihatan (tunanetra), kelainan pada fungsi organ bicara (tunawicar )
b. alat motorik tubuh, misalnya kelainan otot dan tulang (poliomyelitis) kelainan pada sistem saraf di otak yang berakibat gangguan pada fungsi motorik (cerebral palsy) kelainan anggota badan akibat pertumbuhan yang tidak sempurna misalnya lahir tanpa tangan/kaki, amputasi, dan lain-lain. Untuk kelainan pada alat motorik tubuh ini dikenal dalam kelompok tunadaksa.
2. Kelainan mental Anak berkebutuhan khusus dalam aspek mental adalah
anak yang memiliki penyimpangan kemampuan berpikir secara kritis, logis dalam menanggapi dunia sekitarnya. Kelainan pada aspek mental ini dapat menyebar kedua arah, yaitu kelainan mental dalam arti lebih (supernormal) dan kelainan mental dalam arti kurang (subnormal) kelainan mental dalam arti lebih atau anak unggul, menurut tingkatannya dikelompokkan menjadi tiga yaitu: Anak mampu belajar dengan cepat, anak berbakat dan anak genius
20
Karakteristik anak yang termasuk dalam katagori mampu belajar dengan cepat jika dengan hasil kecerdasan menunujukkan 110-120, anak berbakat jika indeks kecerdasannya berada pada rentang 120-140, dan anak sangat berbakat atau genius jika indeks kecerdasanya berada pada rentang di atas 140.
Anak yang berkelainan mental dalam arti kurang atau tunagrahita, yaitu anak yang diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasannya yang sedimikian rendahnya (di bawah normal) sehingga untuk meniti tugas perkembanganya memerlukan bantuan atau layanan secara khusus, termasuk di dalamnya kebutuhan program pendidikan dan bimbingannya. Kondisi tunagrahita dalam praktik kehidupan sehari-hari dikalangan awam seringkali disalah persepsikan, terutama bagi kelurga yang mempunyai anak tungrahita, yakni berharap dengan memasukan anak tungrahita ke dalam lembaga pendidikan, kelak anaknya dapat berkembang sebagaiman anak normal lainnya.
3. Kelainan perilaku sosial Menurut Amin dan Dwidjosumarto yang dikutip dalam
buku Mohammad Efendi kelainan prilaku atau tunalaras sosial adalah
Anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan untuk menyusaikan diri terhadap lingkungan, tata tertib, norma sosial dan lain-lain. Manifestasi dari mereka yang dikatagorikan dalam kelainan prilaku sosial ini, misalnya kompensasi berlebihan, sering bentrok dengan lingkungan, pelnggaran hokum/norma maupun kesopanan
Klasifikasi anak yang termasuk dalam kategori mengalami kelainan prilaku sosial diantaranya anak psychotic dan neurotic anak dengan gangguan emosi dan anak nakal ( delinquent ). Berdasarkan sumber terjadinya tindak kelainan prilaku sosial secara penggolongan dibedakan menjadi dua yaitu : a. Tunalaras emosi yaitu penyimpangan prilaku sosial yang
ekstrim sebagai bentuk gangguan emosi b. Tunalaras sosial yaitu penyimpangan prilaku sosial sebagai
bentuk kelainan dalam penyesuaian sosial karena bersifat fungsional.27
Pengelompokkan anak berkebutuhan khusus menurut Ilham
Gusmayadi.
27 Efendi Mohammad, Psikopedagogik …, hlm.4-10.
21
a. Anak Berkebutuhan Khusus Permanen yang Memiliki Kelainan
1) Anak tunanetra, yakni anak yang mengalami hambatan dalam penglihatan.
2) Anak tunarungu, yakni anak yang memiliki hambatan dalam pendengaran atau kehilangan pendengaran meliputi seluruh gradasi atau tingkatan baik ringan, sedang, berat dan sangat berat yang mengakibatkan pada gangguan komunikasi dan bahasa.
3) Anak tunawicara, yakni anak yang mengalami kesulitan bicara, yang bisa diakibatkan tidak/ kurang berfungsinya alat-alat bicara seperti rongga mulut, bibir, langit-langit, pita suara, dan sebagainya.
4) Anak tunagrahita, yakni anak yang memiliki intelegensi yang signifikan berada di bawah rata-rata dan disertai dengan ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa perkembangan.
5) Anak tunadaksa, yakni anak yang mengalami ganggguan gerak yang disebabkan oleh kelainan neuromuscular dan struktur tulang yang bersifat bawaan atau akibat kecelakaan, termasuk cerebral palsy, amputasi (amputi) polio, dan lumpuh.
6) Anak tunalaras, yakni anak yang mengalami gangguan dalam mengandalikan emosi dan perilaku atau control sosial. Anak tunalaras biasanya menunjukkan perilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya.
7) Anak berkesulitan belajar, yakni anak yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan dasar psikologis yang mencakup pemahaman dan penggunaan bahasa, berbicara dan menulis yang dapat mempengaruhi kemampuan berpikir, membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi, braininjury, disfungsi minimal otak, dyslexia, dan afasia perkembangan.
8) Anak lamban belajar (slow learner), yakni anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Anak mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi masih jauh lebih baik
9) Anak autis, yakni anak yang mengalami gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa, perilaku, komunikasi, dan interaksi sosial.
10) Anak dengan gangguan motorik, yakni anak yang memiliki hambatan berat dalam perkembangan koordinasi motorik, yang tidak disebabkan oleh retardasi mental, gangguan neurologis yang didapat maupun congenital.
22
11) Anak korban penyalagunaan narkoba, obat terlarang, dan zat aditif lainnya.
12) Anak tunaganda, yakni anak yang memiliki dua kelainan atau lebih.
13) Anak dengan kelainan lain, misalnya anak dengan gangguan konsentrasi dan gangguan hiperaktif.
b. Anak Berkebutuhan Khusus Kontemporer
Anak berkebutuhan khusus kontemporer adalah anak yang memiliki hambatan belajar dan perkembangan yang penyebabnya berasal dari luar dirinya yang bersifat temporer atau sementara sehingga memerlukan pendidikan layanan khusus.28
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas, dapat ditarik
kesimpulan bahwa klasifikasi siswa berkebutuhan khusus mencakup 1)
kelompok anak yang mengalami keterbelakangan mental, termasuk
diantaranya tunagrahita dan autistik; 2) ketidakmampuan belajar,
meliputi slow learner, siswa berkesulitan belajar, siswa mampu didik,
dan siswa mampu latih; 3) gangguan emosional, seperti tunalaras; 4)
kelainan fisik, meliputi tunanetra, tunarungu, tunadaksa, siswa dengan
gangguan motorik, dan tunawicara; 5) kelompok anak yang berbakat,
meliputi siswa genius dan gifted; 6) siswa yang menjadi korban
penyalahgunaan narkoba; serta 7) siswa tunaganda.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu
menunujukkan pada ketidakmampuan mental, emosi dan fisik. Anak
berkebutuhan khusus, sesungguhnya banyak sekali variasi dan derajat
28Gusmayadi Ilham”Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus”,dalam ilham
gusmayadi15.blogspot.com, diakses tanggal 21 juli 2018, pukul 01.26.
23
kelainan. Ini mencakup anak-anak yang mengalami kelainan fisik, mental
intelektual, sosial emosional, maupun masalah akademik. Anak
berkebutuhan khusus (ABK) sangatlah beragam keberagaman tersebut
dikarenakan ABK memiliki kekhususannya masing-masing. Disebutkan
melalui peraturan pemerintah No. 17 tahun 2010 pasal 129 ayat 3.
Klasifikasi ABK adalah terdiri dari; tunanetra, tunarungu, tunawicar, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, berkesulitan belajar, lamban belajar, autis, memilki gangguan motorik, menjadi korban penyalahgunaan narkoba, obat terlarang, dan zat adiktif lainnya.29
Maka dapat diketahui bahwa ABK bukan hanya anak yang
mengalami cacat fisik saja, anak yang memiliki kelemahan pada
intelektual dan sosialnya juga termasuk ABK.
3. Interaksi Sosial Anak Berkebutuhan Khusus
Siswa berkebutuhan khusus menunjukkan beberapa perilaku
dalam interaksi sosialnya siswa berkebutuhan khusus biasanya
menunjukkan kesulitannya dalam menemukan dan membangun
persahabatan di sekolah serta merasa berbeda dalam arti negatif. Pada
penelitian ini, kajian interaksi sosial siswa berkebutuhan khusus
difokuskan pada siswa lambat belajar (slow learner) dan siswa
tunagrahita.
a. Interaksi Sosial Anak Lambat Belajar
Manusia tidak pernah lepas dari kegiatan belajar sampai akhir
hayatnya, kegiatan belajar ini dialami oleh setiap individu dari anak-
anak sampai orang dewasa dalam berbagai jenis atau bentuk yang
29LV UTAMA,”Konsep Anak Berkebutuhan Khusus“, dalam http//www.eprints.umm.ac.id/artikel/utama01, diakses tanggal 30 april 2018, pukul 20.19.
24
sederhana sampai dengan kegiatan yang sulit. Aktifitas belajar bagi
setiap individu, tidak selamanya dapat berlangsung secara wajar.
Kadang-kadang lancar, kadang-kadang tidak, kadang-kaang dengan
cepat menangkap apa yang dipelajari, kadang-kadang terasa amat
sulit. Demikian pula yang sering dialami pada setiap anak didik
dalam kehidupan sehari-hari dalam kaitannya dengan aktifitas
belajar. Setiap individu memang tidak ada yang sama. Perbedaan
individu ini pulalah yang menyebakan perbedaan tingkah laku
dikalanagan anak didik, dalam keadaan ini dimana anak didik tidak
dapat belajar sebagaiman mestinya, itulah yang hal yang dialami oleh
anak lambat belajar.
Siswa lambat belajar (slow learner) menurut Dedy Kustawan
“dalam beberapa hal siswa lambat memiliki hambatan atau
keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan melakukan
adaptasi sosial Sifat sifat anak lambat belajar.”30 Sedangkan menurut
Rumini antara lain:
a. Di masyarakat dapat mempertahankan diri, bertingkah laku seperti anak normal, sehingga jarang yang mengetahui kalau mereka lambat belajar. Akibatnya mereka kurang mendapat bimbingan dari masyarakat, bahkan masyarakat meminta segala sesuatu yang lebih dari kemampuannya, sehingga menyebabkan anak menderita minco, malu depresi bahkan sampai dapat histeris.
b. Dengan bimbingan yang tepat, anak dapat bergaul dengan lancar.
c. Kurang dapat mengadakan kritik terhadap dirinya sendiri.
30Kusuma Heni „Identifikasi Inetraksi Sosial Siswa Berkebutuhan Khsusus Di SDN
Jlababan,Sentolo,Kulon Progo, (skrpsi,Universitas Negeri Yogyakarta, Yogyakarta,2016).hlm.25.
25
d. Lebih senang bercerita dan membicarakan hal-hal yang kongkrit daripada belajar.
Sedangkan Amir menjelaskan bahwa anak slow learner memiliki kemampuan interaksi sosial yang kurang baik. Mereka memilih jadi pemain pasif atau penonton saat bermain atau bahkan menarik diri. Namun, beberapa anak juga ada yang menunjukkan sifat humor. Saat bermain, anak-anak lambat belajar lebih senang bermain dengan anak-anak dibawah usianya. Mereka merasa lebih aman karena saat berkomunikasi dapat menggunakan bahasa yang sederhana.
Selanjutnya Triani menjelaskan bahwa siswa lambat belajar cepat marah dan meledak-ledak serta sensitive karena memiliki emosi yang kurang stabil. Jika ada hal yang membuatnya tertekan atau melakukan kesalahan, biasanya siswa lambat belajar cepat patah semangat. Anak lambat belajar mengalami beberapa hambatan dalam kegiatan berinteraksi seperti, a. merasa minder terhadap teman-temannya karena memiliki kemampuan belajar yang lamban dibandingkan anak normal seusianya; b. cenderung pemalu dan menarik diri dari lingkungan sosial; c. lamban menerima informasi karena memiliki keterbatasan berbahasa reseptif atau menerima dan ekspresif atau mengungkapkan; d. hasil belajar yang kurang optimal menyebabkan stres karena ketidakmampuan anak mencapai apa yang diharapkan; e. ketidakmampuan mengikuti pelajaran menyebabkan anak slow learner dapat membuat anak tinggal kelas; dan f. mendapat label yang kurang baik dari teman temannya.31
Kondisi tersebut dapat berpengaruh terhadap harga diri,
pendidikan, pekerjaaan, sosialisasi, atau atifitas kehidupan sehari-
sehari sepanjang kehidupan lambat belajar yang berhubungan dengan
perkembangan mencakup gangguan motorik dan persepsi, bahasa,
komunikasi dan penyesuaian sosial.
Anak lambat belajar adalah individu yang mengalami
gangguan dalam satu atau lebih proses psikologis dasar, disfungsi
31 Ibid,.hlm. 25
26
system saraf, pusat yang dimanifestasikan dalam kegagalan-
kegagalan yang nyata dalam pemahaman penggunaan pendengaran,
berbicara, membaca, mengeja, berpikir, menulis, berhitung dan
keterampilan sosialnya.
b. Interaksi Sosial Siswa Tunagrahita
The American association on mental deficyance (AAMD) memberikan justifikasi tentang anak tunagrahita dengan merajuk pada kecerdasan secara umum dibawah rata-rata. Dengan kecerdasan yang sedemikian rendah menyebabkan ana tunagrahita mengalami kesulitan dan penyesuaian soail pada setiap fase perkembangan nya. 32
Hallan & Kauffman menjelaskan berdasarkan kapabilitas kemampuan yang bisa dirujuk sebagai dasar pengembangan potensi, anak tunagrahita dapat dilasifikasikan menjadi (a) anak tunagrahita memiliki kemampuan untk dididik denag rentang IQ 50-75 (b) anak tunagrahita memiliki kemampuan untuk dilatih dengan rentang IQ 25-50 (c) anak tungrahita memiliki kemampuan untuk dirawat dengan rentang IQ 2-kebawah. 33
Sedangkan pengertian tunagrahita menurut Kemis dan Ati Rosnawati adalah kelainan yang meliputi fungsi intelektual umum di bawah rata-rata, yakni IQ 84 ke bawah sesuai tes. Selanjutnya dijelaskan bahwa perilaku anak tunagrahita yang dipandang ganjil dan aneh oleh orang lain cenderung akan dikucilkan dari pergaulan kelompok sebaya. Hal itu menyebabkan anak tunagrahita memiliki kecenderungan tidak mempunyai teman. Karakteristik sosial siswa tunagrahita sesuai tingkatannya menurut Mumpuniarti yakni sebagai berikut. 1. Tunagrahita ringan, mampu bergaul menyesuaikan di lingkungan yang tidak terbatas pada keluarga saja, namun ada yang mampu mandiri dalam masyarakat, mampu melakukan pekerjaan yang sederhana dan melakukan secara penuh sebagai orang dewasa. 2. Tunagrahita sedang, banyak yang memiliki sikap sosial kurang baik, rasa etisnya kurang dan nampak tidak mempunyai rasa terima kasih, rasa belas kasihan dan rasa keadilan.
32
Efendi Mohammad , Psikopedagogik …, hlm.5. 33 Ibid,. hlm.5.
27
3. Tunagrahita berat dan sangat berat, kontak dengan orang lain sangat terbatas, tidak mempunyai rasa kasih sayang, apatis terhadap sekitarnya serta hidup dan tingkah lakunya dikuasai oleh mekanisme gerakan yang berlangsung di luar kemampuan dan kesadarannya.34
Anak yang berkelainan mental dalam arti kurang atau
tunagrahita, yaitu anak yang diidentifikasi memiliki tingkat
kecerdasan yang sedemikian rendahnya (di bawah normal) sehingga
untuk proses perkembangannnya memerlukan bantuan atau layanan
secara khsusus, termasuk didalamnya kebutuhan progam pendidikan
dan bimbingan. Kondisi ketungrahitaan dalam praktik kehidupan
sehari-hari dikalangan awam sering kali disalah persepsikan,
terutama bagi keluarga yang memiliki anak tunagrahita yakni
berharap dengan memasukkan anaknya kedalam lemabaga
pendidikan kelak anaknya dapat berkembang sebagaimana anak
normal lainnya. Harapan semacam ini wajar saja karena mereka tidak
mengetahui karakteristik anak tunagrahita, perlu dipahami bahwa
kondisi tunagrahita tidak dapat disamakan dengan penyakit, atau
berhubungan dengan penyakit, tetapi keadaan tunagrahita suatu
kondisi sebagaiman yang ada.
4. Sekolah Inklusif
a. Pengertian Sekolah Inklusif
Setiap manusia memiliki hak dan kewajiban yang sama dalam
kehidupan termasuk memperoleh pelayanan pendidikan. Hak untuk dapat
34 Ibid.,hlm.26
28
memperoleh pendidikan melekat pada semua orang termasuk anak
berkebutuhan khusus. Pemikiran inilah yang menginspirasi bahwa
penyandang cacat atau anak luar biasa berhak mendapat pelayanan
pendidikan seperti halnya anak-anak umumnya dan hidup bersama dalam
situasi sosial yang alamiah. Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar
manusia, karena dengan pendidikan manusia memperoleh ilmu
pengetahuan, nilai, sikap, serta keterampilan sehingga manusia dapat
menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih martabat. Melalui
pendidikan sumber daya manusia dapat ditingkatkan, sehingga memiliki
kemampuan dan keterampilan untuk membawa bangsa kearah yang lebih
baik. karena itu negara memiliki kewajiban untuk memberikan pelayanan
pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa terkecuali
termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan.
Sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab 2 IV pasal 5 ayat 1 dinyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan yang bermutu, dalam hal ini termasuk didalamnya adalah anak yang berkebutuhan khusus (ABK). Sistem Pendidikan Inklusi memberikan kesempatan belajar pada anak-anak berkebutuhan khusus bersama dengan anak-anak pada umumnya, sehingga mereka dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan nyata sehari-hari.35
Sistem pendidikan inklusi yang menciptakan interaksi saling asah,
saling asih, dan saling asuh adalah solusi yang tepat untuk mmbantu
anak-anak berkebutuhan khusus. Sistem pendidikan inklusi juga sangat
35Googleweblagiht.com=http://id..wikipedia.org/wiki/anak_berkebutuhan_khusus&hl=id-ld
di kutip pada tanggal 31 maret 2018.
29
bersesuaian dengan falsafah bangsa indonesia, yakni pengakuan hakiki
mengenai individual difference.36
Tamatan SLB tidak mudah diterima oleh masyarakat, hal ini
antara lain disebabkan oleh penyelenggaraan pendidikan yang terpisah
dari anak-anak pada umumnya sehingga kurang sosialisasi. Dengan
adanya Sekolah Penyelenggara Pendidikan ini akan dapat memberikan
kesempatan seluas-luasnya bagi anak berkebutuhan khusus untuk belajar
di sekolah umum yang dekat dengan tempat tinggalnya, dan diharapkan
upaya menuntaskan wajib belajar yang di dalamnya termasuk anak
berkebutuhan khusus akan dapat terlaksana.
Menurut Jhon W.Santrock inklusi adalah “Mendidik seorang anak
dengan kebutuhan pendidikan khusus secara penuh waktu di kelas
regular.”37 Sedangkan sekolah inklusif dalam Nur‟eni, Stainback
menungkapkan bahwa “sekolah inklusi adalah sekolah yang
menyelenggarakan pendidikan inklusif yang menampung semua murid di
kelas yang sama.”38
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa sekolah
inklusif ini menyediakan program pendidikan yang layak, bermutu,yang
disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap murid khususnya
anak berkebutuhan khusus maupun bantuan dan dukungan yang dapat
diberikan oleh para guru, agar anak-anak berhasil dalam lingkungan
36 Bagaskorowati Riana, Anak Beresiko, (Bogor : Ghalia Indonesia, 2010), hlm.11. 37
Santrock Jhon W, perkembangan anak, terj. Mila rachmawati, (Erlangga, 2007), cet. Ke-7, hlm.259.
38 Nuraeni , psikolog..., hlm.16.
30
inklusif, pemerintah siap mengubah dan menyesuaikan system, lingkungan
dan aktifitas yang berkaitan dengan semua orang serta mempertimbangkan
kebutuhan semua orang bukan lagi anak yang menyandang kecacatan yang
harus menyesuaikan diri agar cocok dengan keadaan yang ada.
b. Pendidikan Inklusif
Secara filosofis kata inklusi pada dasarnya mengandung prinsip
kesamaan atau keadailan dan persamaan hak. Dalam Nur‟aeni Sapon
Shein menyatakan “pendidikan inklusi adalah sistem layanan pendidikan
yang mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah-sekolah
terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya.”39
UU No 20 Tahun 2003, pasal 1 ayat 1 menyatakan pendidikan
inklusif adalah bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menyatukan
anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak normal pada umumnya
untuk belajar. Secara umum pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi pribadinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlaq mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat,
bangsa dan Negara. Oleh sebab itu inti dari pendidikan inklusi adalah hak
azasi manusia atas pendidikan. Suatu konsekuensi logis dari hak ini adalah
semua anak mempunyai hak untuk menerima pendidikan yang tidak
mendiskriminasikan dengan kecacatan, etnis, agama, bahasa, jenis
39 Ibid., hlm.16.
31
kelamin, kemampuan dan lain-lain. Tujuan praktis yang ingin dicapai
dalam pendidikan ini meliputi tujuan langsung oleh anak, oleh guru, oleh
orang tua dan oleh masyarakat.
G. Metode Penelitian
Metode penelitian merupakan sebuah cara atau prosedur yang akan
digunakan oleh seorang peneliti dalam mengumpulkan data dan informasi
dalam sebuah penelitian. Dalam penelitian ini Peneliti menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan deskriptif kerena dalam
penelitian ini ingin menggambarkan secara nyata mengenai keadaan yang
sebenarnya terjadi di masyarakat. dalam Bogdan dan Taylor, Moleong
menjelaskan “pendekatan kualitatif sebagai prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis dan lisan dari orang-
orang dan perilaku yang diamati.”40
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan dalam penelitian adalah sebuah rencana atau desain dari sebuah penelitian. Pendekatan dan jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan kualitatif, penelitian kualitatif adalah penelitian yang menekankan pada quality atau hal yang terpenting dari sifat suatu barang atau jasa. Hal terpenting dari suatu barang atau jasa berupa kejadian, fenomena, dan gejala sosial adalah makna dibalik kejadian tersebut yang dapat dijadikan pelajaran berharga bagi suatu pengembangan konsep teori.41
Sedangkan jenis penelitian ini bersifat deskriptif. Menurut Riyanto
penelitian deskriptif adalah, “penelitian yang diarahkan untuk memberikan
40 Moleong, Metode Penelitian Kualitataif(Bandung : PT Remaja Rosdakarya,2010)
hal.4 41Satori Djam‟an dan Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif(Bandung:
Alfabeta 2014) hal.22
32
gejala-gejala, fakta-fakta, atau kejadian-kejadian secara sistematis dan
akurat, mengenai sifat-sifat popolasi atau daerah tertentu”.42 Dengan
demikian pendekatan kualitatif deskriptif adalah pendekatan yang
mendeskripsikan semua hasil penelitian secara sistematis dan akurat
mengenai data yang diperoleh di lapangan.
Tujuan dari penelitian deskriptif adalah untuk membentuk deskripsi gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Selain itu penelitian ini digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna. Makna adalah data yang sebanarnya, yaitu data yang pasti yang merupakan suatu nilai di balik data yang tampak.43
Mengingat penelitian ini ingin mengetahui secara mendalam
interaksi sosial anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif SDN 3 praya
kabupaten Lombok tengah.
2. Kehadiran Peneliti
Kehadiran peneliti merupakan hal yang harus ada dalam suatu penelitian kualitatif dimana kehadiran peneliti merupakan instrument yang utama, tujuan peneliti secara langsung ke lokasi penelitian untuk mengumpulkan semua data yang diperlukan dalam penelitian. Karena dalam penelitian kualitatif harus mengenal betul responden yang memberikan data.44
Sesuai dengan penelitian kualitatif, yaitu salah satunya adalah
penelitian sebagai instrument kunci.45. Tujuan utama penelitian dilapangan
adalah untuk mendapatkan data dan informasi yang dibutuhkan yang
berkenaan dengan masalah yang akan diteliti. Berkenaan dengan hal
tersebut, dalam mengumpulkan data peneliti menciptakan hubungan sosial
42 Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan (Surabaya: SIC, 2001), hlm. 23. 43 Sugiono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: ALFABET, 2010), hlm. 2. 44 Ibid., hlm. 6. 45 Ibid., hlm. 1.
33
yang akrab dengan responden yang menjadi sumber data, agar data yang
diperoleh betul-betul valid.
Dalam hal ini peneliti sebagai pengumpul data berusaha semaksimal
mungkin mengumpulkan data, keabsahan data ini diperoleh baik dari hasil
observasi, wawancara, dan dokumentasi selama proses penelitian. Dengan
demikian Peneliti ikut berperan serta dalam penelitian ini agar mendapatkan
data yang lengkap dan valid di lapangan. Maka kehadiran peneliti
dilapangan sangat mutlak dilakukan oleh peneliti sendiri. Dalam penelitian
ini kedudukan peneliti adalah sebagai pengamat biasa, dimana peneliti tidak
ikut masuk langsung kedalam kehidupan objek peneliti.
Adapaun hal-hal yang dilakukan peneliti dalam penelitian ini adalah:
a. Meminta izin pada pihak yang berwenang dan orang-orang yang terkait
yang akan dijadikan obyek penelitian.
b. Mengadakan penelitian untuk mencari data yang terkait dengan
permasalahan yang diteliti. Dalam hal ini akan dilakukan observasi,
wawancara dan dokumentasi dengan subyek penelitian.
c. Mengumpulkan data-data tersebut untuk dianalisis.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di sekolah inklusif SDN 3 Praya kabupaten
Lombok tengah karena sekolah ini salah satu lembaga yang
memprogramkan pendidikan inklusif bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
34
4. Sumber Data
Sebelum menentukan sumber data apa saja yang akan dipakai dalam
penelitian ini, maka perlu ditegaskan dulu apa saja yang termasuk sumber
data. Lofland and Lofland mengatakan, “data utama dalam penelitian
kualitatif ialah kata-kata, dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen dan lain-lain”.46 Yang dimaksud dengan kata-kata dan
tindakan dalam hal ini adalah kata-kata dan tindakan dari orang-orang yang
diamati atau diwawancarai merupakan sember data utama.
Sumber data dalam penelitian adalah subyek asal data dapat
diperoleh. Sumber data merupakan faktor penting yang menjadi
pertimbangan dalam menentukan metode penulisan data.47 Jenis-jenis
penelitian dibedakan berdasarkan jenis data yang diperlukan secara umum
dibagi menjadi dua, yaitu penelitian primer dan penelitian sekunder.48
a. Data Primer
Penelitian primer membutuhkan data atau informasi dari sumber
pertama, biasanya kita sebut dengan responden. Data atau informasi
diperoleh melalui observasi dan wawancara. Adapun yang menjadi
objek dalam penelitian ini adalah
1) Guru, alasan peneliti memilih guru sebagai sumber data
disebabkan karena guru adalah yang paling mengetahui keadaan
46 Moleong, Metodologi Penelitian, hlm. 157.
47 Mamang Sangadji Etta dan Sopiah, Metodologi Penelitian (Yogyakarta: CV Andi, 2010), hlm. 169.
48 Jonathan Sarwono, Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif (Yogyakarta:Graha
Ilmu,2006) hal.16
35
atau situasi yang terjadi dilingkungan sekolah inklusif diantaranya
guru kelas dua sampai kelas empat dan guru khusus inklusif
2) Siswa siswi anak berkebutuhan khusus maupun anak normal
lainnya, alasan peneliti memilih siswa siswi tersebut adalah objek
kajian dalam penilitian ini. Diantaranya ialah siswa ABK dari
kelas dua sampai empat dua siswa ABK dan satu siswa normal
dari empat kelas tersebut yaitu delapan anak berkebutuhan khusus
dan empat anak normal lainnya.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data-data yang didapat dari sumber bacaan
dan berbagai macam sumber lainnya yang terdiri dari surat-surat
pribadi, buku harian, sampai dokumen-dokumen resmi dari berbagai
istansi pemerintah. Data sekunder juga dapat berupa majalah, bulletin
publikasi dari berbagai organisasi, lampiran-lampiran dari badan-badan
resmi seperti kementrian-kementrian, hasil-hasil studi, tesis, hasil
survey, dan sebagainya.
5. Teknik Pengumpulan Data
Data yang dihimpun dalam penelitian ini merupakan bagian yang
amat penting dalam suatu penelitian yang bersifat alamiah. Untuk kegiatan
peneitian tentunya diperlukan suatu cara yang dapat digunakan dalam
mengumpulkan data. Penggunaan teknik dan alat pengumpul data yang
tepat memungkinkan dapat memperoleh data yang obyektif.
“Pengumpulan data dapat dilakukan dengan berbagai setting, berbagai
36
sumber, dan berbagai cara.”49 Pengumpulan data dalam mengetahui
interaksi sosial anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif SDN 3 Praya
kabupaten Lombok tengah tahun pelajaran 2017/2018.
a. Wawancara
Wawancara merupakan tekhnik pengumpulan data yang sering
digunakan dalam penelitian kualitatif. Melaksanakan tekhnik wawancara
berarti melakukan interaksi komunikasi atau percakapan antara
pewanwancara (interviewer) dan terwawancara (interviewee). Jenis
wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah wawancara tidak
terstruktur. Jenis wawancara tidak terstrukur adalah “wawancara yang
bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang
telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya.
Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garis-garis besar
permasalahan yang akan ditanyakan (terbuka atau bebas)”.50 Metode ini
digunakan untuk mengumpulkan data melalui wawancara dengan guru
dan siswa siswi yang ada di sekolah inklusif SDN 3 praya. Tujuan dari
wawancara ini bertujuan untuk mengumpulkan data mengenai bentuk
interaksi sosial anak berkebutuhan khusus yang ada di sekolah inklusif
SDN 3 praya.
b. Observasi
Kegiatan observasi meliputi melakukan pencatatan secara
sistematik kejadian-kejadian, perilaku, obyek-obyek yang dilihat dan hal-
49 Sugiono, Memahami…hlm. 62.
50 Ibid,. hlm. 140
37
hal lain yang diperlukan dalam mendukung penelitian yang sedang
dilakukan pada tahap awal observasi dilakukan secara umum, peneliti
mengumpulkan data atau informasi sebanyak mungkin. Tahap
selanjutnya peneliti harus melakukan observasi yang terfokus, “yaitu
mulai menyempitkan data atau informasi yang diperlukan sehingga
peneliti dapat menemukan pola-pola perilaku dan hubungan yang terus
menerus terjadi. Jika hal itu sudah ditemukan, maka peneliti dapat
menemukan tema-tema yang akan diteliti.”51 Penelitian ini menggunakan
teknik pengamatan terbuka, “yakni peranan pengamat diketahui oleh
umum dan memungkinkan disponsori oleh para subjek.”52 Observasi ini
bertujuan untuk mengumpulkan data-data yang berkaitan dengan
interaksi sosial yang ditunjukkan siswa berkebutuhan khusus di SDN 3
Praya, Kabupaten Lombok Tengah tahun pelajaran 2015/ 2016..
c. Dokumentasi
Dokumentasi adalah data yang bersumber dari dokumen-dokumen
sebagai laporan tertulis dari peristiwa-peristiwa yang isinya terdiri dari
penjelasan-penjelasan dan pemikiran-pemikiran, peristiwa itu tertulis
dengan kesadaran dan kesengajaan untuk menyiapkan atau meneruskan
keterangan–keterangan peristiwa dan bila perlu dilengkapi dengan
lampiran dokumentasi penelitian.53 Dokumentasi digunakan untuk
memperoleh data mengenai interaksi sosial siswa berkebutuhan khusus di
SDN 3 Praya. Dokumen yang akan digunakan dalam penelitian ini antara
51 Sarwono Jonathan, Metode,… hlm.22 52
Moleong J Lexy , Metodologi Penelitian, hlm. 177. 53ibid,. hlm. 135.
38
lain Foto-foto siswa ABK, guru dan anak normal lainnya ketika
berinteraksi sosial di lingkugan Sekolah Inklusif SDN 3 Praya serta
keterangan asesmen subjek, serta dokumen lainnya yang mendukung
objek penelitian.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini adalah proses mencari dan
menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara,
catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke
dalam kategori, menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa.
Menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan
dipelajari ,dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri
sendiri dan orang lain.54
Menurut Bogdan dan Taylor menyebutkan bahwa:
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan bahan-bahan lain., sehingga dapat mudah difahami, dan temuanya dapat dinformasikan kepada orang lain.55
Sedangkan menurut Miles and Huberman, mengemukakan bahwa:
Aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data yaitu data reduction, data dispalay, dan conclusiondrawing/ verification.56
54 Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitataif Dan R&D( Bandung: Alfabeta,2011 )
hal.244 55 Ibid, hal.244 56 Ibid, hal. 244
39
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga langkah dalam
analisis data sesuai dengan yang dikemukakan oleh Miles and Huberman
yaitu :
a. Reduksi Data ( Data Reduction )
“Reduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang penting,
dicari tema dan polanya.”57 Dari lokasi penelitian, data lapangan
dituangkan dalam uraian laporan yang lengkap dan terinci. Data dan
laporan kemudian direduksi, dirangkum, dan kemudian dipilih-pilih hal
yang pokok. Reduksi data dilakukan terus menerus selama proses
penelitian berlangsung. Pada tahap ini setelah data dipilih kemudian
disederhanakan, data yang tidak diperlukan disortir agar memberi
kemudahan dalam penampilan, penyajian, serta untuk menarik
kesimpulan sementara.
Tahap reduksi data ini merupakan tahap kedua dari model analisis
data dari Miles dan Huberman setelah sebelumnya peneliti melakukan
pengumpulan data di lapangan. Pada tahap ini, peneliti akan memilih dan
memilah data-data yang diperoleh di lapangan, karena data yang
didapatkan di lapangan sangat banyak dan beraneka ragam dan
membuang hal yang tidak penting dalam isi penelitian yang diangkat.
b. Penyajian data (Data Display)
Setelah data dikumpulkan dan dipilih, maka langkah selanjutnya
adalah mendisplay data (menyajikan data). Dalam penelitian kualitatif
57 Ibid., hlm. 92.
40
penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan,
hubungan antara kategori, flowchart dan sejenisnya.58 Dalam hal ini
Miles dan Huberman menyatakan “yang paling sering digunakan untuk
menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang
bersifat naratif”.59
Penyajian data (display data) dimaksudkan agar lebih
mempermudah bagi peneliti untuk dapat melihat gambaran secara
keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari data penelitian. Dalam
penyajian data peneliti menggunakan penyajian data menggunakan teks
yang bersifat naratif agar data-data tersebut dapat dipahami dan
dimengerti. Hal ini mempermudah pengorganisasian data ke dalam suatu
bentuk tertentu sehingga kelihatan jelas. Data-data tersebut kemudian
dipilih-pilih dan disisikan untuk disortir menurut kelompoknya dan
disusun sesuai dengan kategori yang sejenis untuk ditampilkan agar
selaras dengan permasalahan yang dihadapi, termasuk kesimpulan-
kesimpulan sementara diperoleh pada waktu data direduksi.
c. Verification (Conclusion Drawing)
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung
pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal, didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
58 Ibid., hlm. 95. 59 Ibid., hlm. 95.
41
konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka
kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.60
Proses analisis ini dilakukan dengan tahapan-tahapan reduksi data,
penyajian data, dan verifikasi data. Reduksi data ini dimana peneliti
memilih dan memilah data-data yang diperoleh melalui kegiatan penelitian
sesuai dengan masalah yang diangkat dalam penelitian. Penyajian data
adalah kegiatan menyusun dan menata data temuan setelah melakukan
reduksi data. Menyusun data tersebut menjadi kalimat yang memberi
makna dan dapat menjawab simpulan dari berbagai temuan yang telah
didata dan disusun dalam penyajian data.
Berdasarkan hal tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, analisis
data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang
diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi,
dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori, menjabarkan
kedalam unit-unit, sehingga mudah dipahami oleh orang lain.
Dalam analisis data ini peneliti menggunakan analisa data kualitatif
Bogdan dan Biklen yaitu analisis diskriptif kualitatif, upaya yang
dilakukan peneliti dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan
data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,
mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat
60 Ibid,. hlm.252
42
diceritakan kepada orang lain.61 Dalam penelitian ini, data yang akan
diperoleh adalah data tentang bentuk interaksi sosial anak berkebutuhan
khusus di sekolah inklusif SDN 3 Praya kabupaten Lombok Tengah.
7. Kredibilitas Data
Untuk meyakinkan bahwa data hasil penelitian yang diperoleh
dilokasi penelitian benar-benar dapat dipercaya maka penelitian ini
menggunakan.
a. Ketekunan Pengamatan
Ketekunan pengamatan berarti melakukan pengamatan secara
lebih cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka
kepastian data dapat direkam secara pasti dan sistematis. Selain itu,
meningkatkan ketekunan bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-
unsur dalam situasi yang sangat relevan dengan persoalan atau isu yang
sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal yang lebih
rinci.
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data pengamatan
terbuka, yakni peranan pengamat diketahui oleh umum dan
memungkinkan disponsori oleh para subjek.62 Hal ini dilakukan untuk
mengetahui “bagaimana bentuk interaksi sosial anaka berkebutuhan
khusus di sekolah inklusif SDN 3 Praya kabupaten Lombok Tengah
Tahun Pelajaran 2017/2018”.
61Ibid, hal.18 62 Moleong J Lexy, Metodologi…hlm. 177.
43
b. Tringulasi
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai
waktu.63 Triangulasi dilakukan dengan sumber data dan penelitian atau
pengamat lain. Teknik triangulasi yang digunakan adalah teknik
pemeriksaan yang memanfaatkan penggunaan sumber (wawancara, dan
triangulasi) dengan sumber berarti membandingkan dengan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu
dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.
Triangulasi yang digunakan dalam pemeriksaan data ini adalah
menggunakan triangulasi sumber dan triangulasi tehnik. Triangulasi
sumber peneliti mengecek data yang diperoleh dari kepala sekolah dan
guru-guru di sekolah inklusif SDN 3 Praya Sedangkan triangulasi tehnik
yaitu peneliti mengecek data kepada sumber yang sama yaitu kepala
sekolah dan guru-guru yang ada di sekolah inklusif SDN 3 Praya dengan
teknik yang berbeda sehingga memperoleh data yang sama.
H. Sistematika Pembahasan
Skripsi ini terdiri dari empat bab yang tersusun dengan sistematika
sebagai berikut: Bagian awal skripsi, isinya meliputi halaman sampul,
halaman judul, persetujuan pembimbing, nota dinas pembimbing,
pernyataan keaslian skripsi, pengesahan dewan penguji, halaman moto,
halaman persembahan, dan kata pengantar. Bagian isi skripsi terdiri dari:
63 Sugiyono, Metode…hlm. 372
44
Bab I pendahuluan, yang mengemukakan mengenai konteks
penelitian, fokus penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup
dan seting penelitian, telaah pustakan, kajian teori, metode penelitian, dan
sistematika pembahasan. Bab II paparan data dan temuan, yang berisi
tentang paparan data dan temuan di lapangan selama proses penelitian
dilakukan. Bab III pembahasan, berisi pembahasan hasil temuan data dan
fakta di lapangan yang dikuatkan dengan teori. dan yang terakhir Bab IV
penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan saran.
45
BAB II
PAPARAN DAN TEMUAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
1. Identitas Sekolah Inklusif SDN 3 Praya
Penelitian dilaksanakan di SDN 3 Praya yang beralamatkan di Jl.
Lombok No.1, Kelurahan Kauaman, Kec. Praya, Kab. Lombok Tengah.
Dengan nomor Telepon (0370) 654493, Kode Pos: 83511. Kemudian
dapat pula di akses melalui website: http://sd3praya.wordpress.com dan
email: [email protected] lokasi SDN 3 Praya sangat strategis
yaitu tepat di jantung Kota Praya seluas 3.368 m2 dengan posisi sekolah
berada di lintang 8.723278780567636, bujur 116.28942489624023 dan
ketinggian mencapai 105 m2.130. Sekolah SDN 3 Praya merupakan
lembaga pendidikan dasar yang berdiri di tanah atas kepemilikan
pemerintah pusat lembaga pendidikan ini salah satu sekolah dasar yang
menerapkan pendidikan inklusif dari 12 sekolah dasar inklusif yang ada di
Lombok Tengah. Sesuai tanggal SK pendiriannya sekolah ini berdiri pada
tahun 1980 bulan November tanggal 12 sampai saat ini SDN 3 Praya telah
mengalami banyak kemajuan dan di kenal oleh masyarakat sebagai salah
satu sekolah sekolah dasar favorit, dan di percaya oleh Dinas Kabupaten
Lombok Tengah pada tahun 2008 SDN 3 Praya untuk melaksanakan
program inklusif.
Sekolah ini sebagai salah satu sekolah yang ditunjuk untuk
menangani, menerima dan mengajarkan anak berkebutuhan khusus atau
46
dikenal dengan sekolah Inklusif yaitu sekolah yang didalamnya terdapat anak
berkebutuhan khusus dan anak normal dalam satu kelas formal ataupun kelas
khusus berbeda, sejak saat itu SDN 3 Praya mulai menerima siswa
berkebutuhan khusus dengan berbagai kondisi diantaranya autis, slow
learner, dan tunagrahita. 64
2. Visi dan misi
a. Visi
1. Mengembangkan peserta didik menjadi pribadi yang berwawasan
2. IPTEK dan IMTAQ luhur perilaku serta mencintai seni budaya
3. Mengembangkan peserta didik menjadi pribadi yang berwawasan
b. Misi
1. Memupuk rasa kekeluargaan antar warga sekolah.
2. Meningkatkan kemampuan dasar siswa (baca, tulis, hitung).
meningkatkan keimanan dan ketaqwaaan melalui kegiatan
keagamaan.
3. Menanamkan budi pekertiluhur dan sikapcinta tanah air dan budaya.
4. Meningkatkan professional guru. membudayakan gemar membaca
melalui pemanfaatan perpustakaan.
5. Menciptakan lingkungan sekolah yang berwawasan wiyata mandala.
6. Mempelajari perkembanganteknologi terbaru.65
64 Dokumentasi: Data sekolah inklusif SDN 3 Praya Lombok tengah dikutiptanggal 3 Juni
2018. 65
Dokumentasi: Data sekolah inklusif SDN 3 Praya Lombok tengah dikutiptanggal 3 Juni 2018.
47
3. Sarana dan Prasarana
Sebagai penunjang aktifitas belajar mengajar di sekolah maka
diperlukan adanya sarana dan prasarana yang menunjang. Hal ini
dikarenakan kegiatan belajar mengajar tidak akan sepenuhnya berhasil jika
hanya mengandalkan dari seorang guru saja tanpa adanya sarana dan
prasarana yang memadai.
SDN 3 Praya memiliki berbagai macam fasilitas sarana dan
prasarana yang mana ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas uot put
siswa. Dari hasil observasi peniliti menemukan berbagai macam sarana
dan prasarana yang mana hasil observasi ini sebagai berikut :
Tabel 4.1 Keadaaan Prasarana Sekolah Inklusif SDN 3 Praya
Tahun Pelajaran 2017/2018.66
No. Jenis Prasarana Kepemilikan Status Jumlah
1 Ruang TU Milik Layak 1
2 Gedung Laboratorium Milik Layak 1
3 Gedung Perpustakaan Milik Layak 1
4 Kamar mandi/WC Guru Milik Layak 1
5
kamar Mandi/WC Guru Perempuan
Milik Layak 1
6
kamar Mandi/WC Siswa laki-laki
Milik Layak 1
7
kamar Mandi/WC Siswa perempuan
Milik Layak 2
8 Ruang Guru Milik Layak 1
9 Ruang Kelas 1 Milik Layak 1
10 Ruang Kelas 2 Milik Layak 1
11 Ruang Kelas 3 Milik Layak 1
12 Ruang Kelas 4 Milik Layak 1
13 Ruang Kelas 5 Milik Layak 1
66 Ibid.
48
14 Ruang Kelas 6 Milik Layak 1
15 Ruang Multimedia Milik Layak 1
16 Ruang UKS Milik Layak 1
17 Rumah Dinas Guru Milik Layak 1
18 Rumah Dinas Kepsek Milik Layak 1
19 Rumah Dinas Penjaga Milik Layak 1
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa prasarana yang cukup
lengkap dan memadai di sekolah SDN 3 Praya sudah bisa menunjang
maupun mendukung proses belajar mengajar yang efektif.
Tabel 4.2 Keadaaan Sarana Sekolah Inklusif SDN 3 Praya Tahun
Pelajaran 2017/2018.67
No Jenis Sarana Letak Kepemilikan Status Jumlah
1 Meja Guru Rumah Dinas Kepsek Milik Tidak layak 1 2 Lemari Rumah Dinas Kepsek Milik Tidak layak 1 3 Tempat Sampah Rumah Dinas Kepsek Milik Tidak layak 1 4 Jam Dinding Rumah Dinas Kepsek Milik Tidak layak 1 5 Meja Guru Rumah Dinas penjaga Milik Layak 1 6 Kursi Guru Rumah Dinas penjaga Milik Layak 1 7 Tempat Tidur UKS Rumah Dinas penjaga Milik Layak 1 8 Meja Siswa Ruang Kelas 3 Milik Layak 34 9 Kursi Siswa Ruang Kelas 3 Milik Layak 34 10 Meja Guru Ruang Kelas 3 Milik Layak 1 11 Kursi Guru Ruang Kelas 3 Milik Layak 1 12 Papan Tulis Ruang Kelas 3 Milik Layak 1 13 Lemari Ruang Kelas 3 Milik Layak 1 14 Tempat Sampah Ruang Kelas 3 Milik Tidak layak 1 15 Papan Tulis Gedung Perpustakaan Milik Tidak layak 1 16 Rak Buku Gedung Perpustakaan Milik Layak 4 17 Kursi Baca Gedung Perpustakaan Milik Layak 10 18 Meja Guru Ruang Guru Milik Layak 7 19 Kursi Guru Ruang Guru Milik Layak 7 20 Lemari Ruang Guru Milik Layak 1
67
Dokumentasi: Data sekolah inklusif SDN 3 Praya Lombok tengah dikutiptanggal 3 Juni 2018.
49
21 Papan Panjang Ruang Guru Milik Layak 1 22 Jam Dinding Ruang Guru Milik Layak 1 23 Rak Buku Ruang Guru Milik Layak 1
24 Penanda Waktu (Bell Sekolah) Ruang Guru Milik Layak 1
25 Tempat Tidur UKS Ruang UKS Milik Layak 1 26 Lemari UKS Ruang UKS Milik Layak 1 27 Meja UKS Ruang UKS Milik Layak 1 28 Kursi UKS Ruang UKS Milik Layak 1 29 Perlengkapan P3K Ruang UKS Milik Layak 1 30 Meja Siswa Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 110 31 Kursi Siswa Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 110 32 Meja Guru Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 7 33 Kursi Guru Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 7 34 Meja TU Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 1 35 Kursi TU Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 1 36 Papan Tulis Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 6 37 Papan Tulis Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 6 38 Lemari Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 6 39 Lemari Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 6 40 Komputer TU Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 1 41 Printer TU Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 2 42 Mesin Ketik Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 2 43 Foto Copy Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Tidak Layak 1 44 Komputer Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 11
45 Rak hasil karya peserta didik Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 1
46 Papan Panjang Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 6 47 Tempat Sampah Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 6 48 Jam Dinding Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 1 49 Kotak kontak Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 1 50 Rak Buku Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 1 51 Papan Pajang Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 1 52 Meja Siswa Ruang Kelas 6 Milik Layak 36 53 Kursi Siswa Ruang Kelas 6 Milik Layak 36 54 Meja Guru Ruang Kelas 6 Milik Layak 1 55 Kursi Guru Ruang Kelas 6 Milik Layak 1 56 Papan Tulis Ruang Kelas 6 Milik Layak 1 57 Lemari Ruang Kelas 6 Milik Layak 1 58 Tempat Sampah Ruang Kelas 6 Milik Layak 1 59 Meja Siswa Ruang Kelas 5 Milik Layak 110
50
60 Kursi Siswa Ruang Kelas 5 Milik Layak 110 61 Meja Guru Ruang Kelas 5 Milik Layak 7 62 Kursi Guru Ruang Kelas 5 Milik Layak 7 63 Meja TU Ruang Kelas 5 Milik Layak 1 64 Kursi TU Ruang Kelas 5 Milik Layak 1 65 Papan Tulis Ruang Kelas 5 Milik Layak 6 66 Lemari Ruang Kelas 5 Milik Layak 6 67 Printer TU Ruang Kelas 5 Milik Layak 1 68 Komputer Ruang Kelas 5 Milik Layak 10 69 Printer Ruang Kelas 5 Milik Layak 1 70 Tempat Sampah Ruang Kelas 5 Milik Layak 6 71 Jam Dinding Ruang Kelas 5 Milik Layak 1 72 Rak Buku Ruang Kelas 5 Milik Layak 6 73 Papan pengumuman Ruang Kelas 5 Milik Layak 2 74 Kursi Pimpinan Ruang Kelas 5 Milik Layak 1 75 Meja Pimpinan Ruang Kelas 5 Milik Layak 1 76 Kursi dan Meja Tamu Ruang Kelas 5 Milik Layak 1
77 Penanda Waktu (Bell Sekolah) Ruang Kelas 5 Milik Layak 1
78 Tempat Tidur UKS Ruang Kelas 5 Milik Layak 1 79 Meja UKS Ruang Kelas 5 Milik Layak 1 80 Kursi UKS Ruang Kelas 5 Milik Layak 1 81 Papan Pajang Ruang Kelas 5 Milik Layak 1 82 Meja Siswa Ruang Multimedia Milik Layak 11 83 Kursi Siswa Ruang Multimedia Milik Layak 11 84 Meja Guru Ruang Multimedia Milik Layak 2 85 Kursi Guru Ruang Multimedia Milik Layak 11 86 Lemari Ruang Multimedia Milik Layak 2 87 Foto Copy Ruang Multimedia Milik Tidak Layak 1 88 Komputer Ruang Multimedia Milik Layak 11 89 Printer Ruang Multimedia Milik Layak 1 90 Meja Multimedia Ruang Multimedia Milik Layak 11 91 Filling Cabinet Ruang Multimedia Milik Layak 1 92 Meja Siswa Ruang Kelas 4 Milik Layak 36 93 Kursi Siswa Ruang Kelas 4 Milik Layak 36 94 Meja Guru Ruang Kelas 4 Milik Layak 1 95 Kursi Guru Ruang Kelas 4 Milik Layak 1 96 Papan Tulis Ruang Kelas 4 Milik Layak 1 97 Lemari Ruang Kelas 4 Milik Layak 1 98 Tempat Sampah Ruang Kelas 4 Milik Layak 1 99 Meja TU Ruang TU Milik Layak 1
51
100 Kursi TU Ruang TU Milik Layak 1 101 Lemari Ruang TU Milik Layak 0 102 Komputer TU Ruang TU Milik Layak 11 103 Printer TU Ruang TU Milik Layak 1 104 Foto Copy Ruang TU Milik Tidak Layak 1 105 Jam Dinding Ruang TU Milik Layak 1 106 Rak Buku Ruang TU Milik Layak 1
107 Penanda Waktu (Bell Sekolah) Ruang TU Milik Layak 1
108 Kursi Siswa Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 27 109 Meja Guru Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 1 110 Kursi Guru Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 1 111 Papan Tulis Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 1 112 Lemari Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 1 113 Tempat Sampah Ruang Kelas 1 dan 2 Milik Layak 1 114 Meja Siswa Gedung Laboratorium Milik Layak 10 115 Kursi Siswa Gedung Laboratorium Milik Layak 10 116 Meja Guru Gedung Laboratorium Milik Layak 3 117 Kursi Guru Gedung Laboratorium Milik Layak 7 118 Lemari Gedung Laboratorium Milik Layak 2 119 Foto Copy Gedung Laboratorium Milik Tidak Layak 1 120 Komputer Gedung Laboratorium Milik Layak 10 121 Printer Gedung Laboratorium Milik Tidak Layak 1 122 Meja Multimedia Gedung Laboratorium Milik Layak 11 123 Simbol Kenegaraan Gedung Laboratorium Milik Layak 1
Tabel di atas menjelaskan keadaan sarana yang ada di sekolah
inklusif SDN 3 Praya keberadaaan berbagai macam sarana tersebut dapat
menunjang proses belajar mengajar di sekolah tersebut. Data menunjukkan
keadaan sarana yang lengkap sdan sudah bisa mendukung proses belajar
mengajar yang efektif.
4. Keadaan siswa Sekolah Inklusif SDN 3 Praya
Siswa adalah salah satu komponen dalam pengajaran disamping
faktor, tujuan dan metode pengajaran sebagai salah satu komponen maka
52
dapat dikatakan bahwa murid adalah komponen yang terpenting diantara
komponen lainnya, karena tanpa adanya murid sesungguhnya tidak akan
terjadi proses pengajaran. Adapun jumlah siswa SDN 3 Praya adalah 184
siswa Adapun anak yang teridentifikasi sebagai ABK berjumlah 27 siswa.
Jumlah ABK tersebut tersebar di setiap rombongan belajar dengan rincian
sebagai beriku.
Tabel 4.3 Jumlah Siswa Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Sekolah Inklusif SDN 3 Praya Tahun Pelajaran 2017/2018.68
Dilihat dari data di atas setiap tahun jumlah peserta didik di
sekolah inkluif SDN 3 praya kadang mengalami peningkatan dan
penurunan.
68
Dokumentasi: Data sekolah sekolah inklusif SDN 3 Praya Lombok tengah dikutiptanggal 3 Juni 2018.
No
Tingkat
pendidikan
Laki
Perempuan
Jumlah
1 Tingkat kelas satu 15 12 27
2 Tingkat kelas dua 18 17 35
3 Tingkat kelas tiga 15 8 23
4 Tingkat kelas
empat
14 17 31
5 Tingkat kelas lima 16 16 32
6 Tingkat kelas
enam
21 15 36
Total 99 85 184
53
Tabel 4.4 Jumlah Siswa Berdasarkan Agama di sekolah Inklusif
SDN 3 Praya 2017/2018.69
Tabel di atas menunjukkan bahwa siswa siswi yang ada di sekolah
inklusif SDN 3 Praya tidak hanya beragama islam tapi adanya agama
hindu dan Kristen menunjukkan keragaman agama yang ada di sekolah
tersebut.
Tabel 4.5 jumlah peserta didik berkebutuhan khusus sekolah inklusif SDN 3
Tahun Pelajaran Praya 2017/2018.70
No. Nama L/P Kelas Keterangan Jumlah
1 Naufal Amjar L ii Tuna Grahita
69 Dokumentasi: Data sekolah inklusif SDN 3 Praya Lombok tengah dikutiptanggal 3 Juni
2018. 70
Dokumentasi: Data sekolah inklusif SDN 3 Praya Lombok tengah dikutiptanggal 3 Juni 2018.
NO Agama Laki Perempuan Jumlah
1 Islam 94 79 173 2 Kristen 1 1 2 3 Katholik 0 0 0 4 Hindu 4 5 9 5 Budha 0 0 0 6 Konghucu 0 0 0 7 Lainnya 0 0 0 Total 99 85 184
54
2 Bq. Ganis P ii Lambat Belajar 2 ABK
3 Alfin Rosadi L iii Tuna Grahita
5 ABK 4 Bayu Riski Atala L iii Tuna Grahita
5 Balyan Hisyam L iii Tuna Grahita
6 Dini Oktafia S. P iii Lambat Belajar
7 Hadrian Imran P. L iii Tuna Grahita
8 Bq. Ratu Bilqis P iv Tuna Grahita 5 ABK
9 Hairin Apria Laduri P iv Lambat Belajar
10 Jonathan Wibowo L iv Lambat Belajar
11 Nabil Zhalipunnas L iv Lambat Belajar
12 Muh. Azizuan L iv Cacat Fisik
13 Nabil Zaidan Makarim L v Lambat Belajar 5 ABK
14 Assyifalitya Shabita Pramudya
P v Tuna Grahita
15 Genta Arkhan Jiyad L v Tuna Grahita
16 M. Kaisya Nabhani L v Lambat Belajar
17 Abbril Lyanti Maulana Mihrarizky
L v Lambat Belajar
18 Rediva Aura Cahyani P vi Tuna Grahita 3 ABK
19 Hilalia Nisrina Andini P vi Tuna Grahita
20 Muh. Rizki L vi Tuna Grahita
Jumlah siswa di SDN 3 Praya 184 siswa. Adapun anak yang
teridentifikasi sebagai Anak berkebutuhan khusus berjumlah 20 siswa
yaitu 14 siswa laki-laki dan 6 siswa perempuan dan jumlah ABK tersebut
55
tersebar di setiap rombongan belajar yaitu 11 siswa Tunagrahita, 7 siswa
lambat belajar, 2 siswa cacat fisik. Dari 20 siswa tersebut, peneliti hanya
melakukan penelitian terhadap 8 siswa berkebutuhan khusus, yakni 4
siswa lambat belajar dan 4 siswa tungrahita. Peneliti tidak melakukan
penelitian terhadap siswa kelas I karena siswa yang bersangkutan tidak ada
yang berstatus ABK. Satu siswa yang tercatat sebagai siswa cacat lambat
belajar di kelas lima tidak masuk dalam subjek penelitian karena pihak
sekolah telah memutuskan bahwa siswa yang bersangkutan sudah mampu
mengikuti pembelajaran selayaknya siswa rata rata sehingga tidak
dianggap sebagai siswa berkebutuhan khusus. Peneliti tidak melakukan
penelitian di kelas VI karena siswa kelas VI sedang menjalani bimbingan
belajar intensif untuk mempersiapkan ujian nasional.
5. Keadaan guru sekolah inklusif SDN 3 Praya
Salah satu syarat mutlak dalam proses belajar mengajar disuatu
lembaga pendidikan yaitu guru dan para pendukung pelaksanaan
(karyawan). Peranan guru sebagai pembimbing siswa sangat berperan
penting dalam upaya mendidik dan membimbing siswa. Karena itu sudah
selayaknya guru memiliki potensi lebih tinggi dari pada siswanya dalam
bidang segala hal. Adapun guru Sekolah Inklusif SDN 3 Praya berjumlah
10 tenaga pendidik. Salah satu guru sudah meninggal yaitu guru khusus
inklusif dan menurut hasil observasi peniliti untuk guru khusus inklusi
tersebut tidak ada penggantinya sampe saat ini. Untuk lebih detailnya
56
keadaan guru di sekolah inklusif SDN 3 Praya dapat dilihat pada tabel
dibawah ini:
Tabel 4.6 Daftar Nama Guru dan Pegawai Sekolah Inklusif SDN 3
Praya Tahun Pelajaran 2017/2018.71
No. Nama Jenjang Status
kepegawaian
Jenis PTK
1 Hj. Lale wiratni
S.Pd
S1 PNS / Kepala
sekolah
Guru kelas
2 Baiq erpina
hariani S.Pd
S1 Guru honorer Guru kelas
3 Huriah S.Pd S1 PNS Guru kelas
4 Husniati S.Pd S1 PNS Guru kelas
5
Sahwan S.Pd
S1 PNS Guru olaharaga,
jasmani dan
kesehatan
6 Selamet riadi
S.Pd
S1 Guru honorer Guru kelas
7 Siti safyan lestari
S.Pd
S1 Guru honorer Guru PAI
8 Zin nur‟aini S.Pd S1 PNS Guru kelas
9 Baiq sumarni
S.Pd ( Alhm )
S1 PNS Guru khusus
inklusif
10 Syahrial zairani S.HI
SI Tenaga honor
sekolah
Tenaga administrsi
sekolah
11 Jumadil SMP Penjaga sekolah Penjaga sekolah
71
Dokumentasi: Data sekolah inklusif SDN 3 Praya Lombok tengah dikutip tanggal 3 Juni 2018.
57
Berdasarkan tabel di atas, maka dapat diketahui bahwa guru di
sekolah inklusif SDN 3 Praya adalah sarjana pendidikan dan pembagian
tugas mengajarpun sesuai dengan spesifikasi keilmuan masing-masing
guru. Untuk guru khusus inklusif yaitu Ibu Sumarni sudah meninggal
dunia sejak bulan februari 2018 saat penelitian berlangsung pihak dari
sekolah SDN 3 Praya belum mendapatkan pengganti dari guru khusus
inklusif tersebut.
B. Jenis-Jenis Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusif SDN 3 Praya
Sekolah SDN 3 Praya adalah salah satu lembaga pendidikan yang
melaksanakan program inklusif di Kabupaten Lombok Tengah yang dimana
di sekolah inklusif ini peserta didik yang normal dan anak berkebutuhan
khusus di satukan didalam satu kelas yang sama dengan mata pelajaran yang
sama dengan metode pengajaran yang sama dan memakai kurikulum yang
sama dengan peserta didik normal lainnya. Jumlah siswa di SDN 3 Praya
berjumlah 184 siswa yang dimana siswa laki-laki berjumlah 99 dan siswa
perempuannya berjumlah 85 diantara siswa yang berjumlah 184 terdapat
siswa yang teridentifikasi sebagai siswa berkebutuhan khusus berjumlah 20
siswa. Siswa ABK ini tersebar disetiap rombongan belajar kecuali di kelas
satu karena menurut penuturan Kepala Sekolah SDN 3 Praya untuk tahun
pelajaran 2017/2018 siswa di sekolah ini tidak yang teridentifikasikan sebagai
anak berkebutuhan khusus.
Jenis ABK yang ada di sekolah inklusif SDN 3 Praya ini adalah tiga
jenis katagori yaitu tunagrahita, cacat fisik dan lambat belajar. Siswa yang
58
termasuk katagori tunagrahita berjumlah 11 orang dan 7 siswa lambat belajar
dan 2 anak cacat fisik. Siswa ABK ini berjumlah satu sampai lima dari 20
sampai 35 siswa disetiap kelas data ini dibenarkan oleh kepala sekolah SDN 3
Praya langsung yaitu Ibu Hj. Lale Wiratni beliau mengatakan
Tahun ini jumlah siswa ABK berjumlah 20 orang ini tersebar dari kelas dua sampai kelas enam dan jumlah ini cukup sedikit dari tahun-tahun sebelumnya.72
Menurut ibu Hj. Lale data jumlah anak berkebutuhan khusus cukup
sedikit dibanding tahun-tahun sebelumnya yang mencapai lebih 20 siswa. Ini
membuktikan bahwa tahun ini jumlah dari siswa ABK mengalami penurunan
dan jenis siswa ABK tahun ini hanya tiga katagori tidak seperti tahun-tahun
sebelumnya yang sampai ada empat sampai lima jenis ABK seperti
tunawicara dan tunadaksa.
C. Interaksi Sosial Anak Berkebutuhan Khusus dengan Anak Normal
Lainnya yang Berada di Sekolah Inklusif SDN 3 Praya
1. Interaksi Sosial Anak Tunagrahita Dalam Bentuk Kerjasama
Bentuk interaksi sosial yang terjadi antara anak berkebutuhan
khusus dan anak normal yang terjadi dilingkungan sekolah inklusif dapat
dipat dipaparkan sebagai berikut.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan wali
kelas dua yaitu Bapak Selamat menyatakan bahwa
Kerjasama sangat penting dalam interaksi khususnya pada proses pembelajaran, antara siswa normal dengan anak
72 Ibu Hj.Lale Wiratni. Wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 5Juni 2018.
59
berkebutuhan khusus melakukan kerjasama seperti saat menyelesaikan tugas kelompok. 73
Sedikit berbeda dengan pendapat wali kelas tiga Ibu Huriah
menjelaskan
Kerjasama memang penting terlebih di sekolah inklusif seperti SDN 3 praya ini karena siswa ABK dan anak normal bersama dalam satu sekolah yang sama kerjasama bukan hanya penting dalam proses belajar saja akan tetapi di luar kelas juga penting.74
Sedangkan wali kelas lima yaitu Ibu Zin Nuraini berpendapat bahwa
Ya, kerja sama memang penting menuju keperluan kita bersama terlebih lagi di sekolah inklusif tempat saya mengajar ini.
Pada dasarnya anak tunagrahita menunjukkan interaksi sosial yang
berbeda-beda. Fakta di lapangan menunjukkan bahwa ada anak tunagrahita
yang bisa berinteraksi dengan guru dan teman-temannya, namun ada pula
anak tunagrahita yang mengalami hambatan ketika berinteraksi dengan
teman-temannya maupun gurunya. Seperti di kelas dua terdapat satu anak
tunagrahita dengan inisial nama NA. NA adalah satu-satunya siswa di
kelas dua yang memiliki kelainan tunagrahita. Kendati satu-satunya anak
berkelainan di kelasnya NA memiliki rasa percaya diri yang tinggi ketika
berinteraksi dengan teman-temannya, baik teman yang normal maupun
yang berkebutuhan khusus.
Sesuai hasil wawancara peniliti dengan guru kelas dua yaitu Bapak
Selamet beliau menjelaskan bahwa
73
Bapak Selamat, Wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 5 Juni 2018. 74 Ibu Huriah, Wawancara, 5 Juni 2018.
60
NA bisa berinteraksi dengan saya dan teman-teman seperti anak normal dia cukup berani dan bisa mengikuti semua kegiatan kelas.75
NA bisa bermain dan berkomunikasi dengan teman-teman tanpa
mengalami kesulitan. Dia tidak malu ataupun takut ketika berhadapan
dengan teman-temannya. Diperjelas dengan hasil wawancara peniliti
dengan NA
ndak kak, saya ndak mengalami kesulitan apapun.76
Artinya, NA tidak mengalami kesulitan ketika berinteraksi dengan
guru, teman-temanya yang normal maupun anak berkebutuhan khusus
lainnya. Misalnya, ketika NA ragu dengan jawaban dia sendiri, NA tidak
takut maupun malu bertanya kepada guru kelas dan ketika NA dalam
diskusi kelompok dengan teman kelasnya NA cukup percaya diri
menyumbangkan ide-ide untuk membantu menyelesaikan tugas yang
diberikan oleh gurunya. Ini di buktikan dengan hasil wawancara peniliti
dengan Bapak Selamet
NA cukup aktif ketika ikut berdiskusi dengan teman-temannya tapi tergantung dari mood belajarnya juga kalok lagi bosan mau bilang berkali-kali dia tidak akan respon.77
Dipertegaskan lagi dengan hasil wawancara peniliti dengan anak
normal yang ada di kelas dua yaitu Fiona “
ya kak, pernah saya satu kelompok dengan NA dia cukup membantu dalam diskusi kita walaupun kadang-kadang jawabannya salah.78
75 Bapak Selamat, Wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 5 Juni 2018. 76
NA, Wawancara, 10 Juni 2018. 77
Bapak selamat, Wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 5 Juni 2018. 78 Fiona, Wawancara, 10 Juni 2018.
61
NA mampu berinteraksi cukup baik dengan guru dan teman-teman
kelas lainnya, walaupun NA memiliki keterbatasan tidak seperti teman-
temannya yang normal itu tidak menghambat dirinya untuk tampil percaya
diri. Ketika di luar jam pelajaran NA dikenal cukup aktif bermain dengan
teman-temannya NA tidak pernah tinggal diam dia selalu ikut bergabung
dalam kelompok bermain. Terlihat ketika jam istirahat berlangsung NA
diajak ke kantin sekolah bersama oleh teman-temannya sesuai dengan
hasil wawancara peneliti dengan teman kelas NA yaitu, Fahmi Yasir
Saya senang bermain dengan NA kak, dia seru koq.79
Dan Faizh Rosyad
Dia nyambung di ajak ngomong kak, saya senang ngajak dia bermain bersama.80
Dari hasil wawancara di atas dapat disimpulkan bahwa NA mampu
berinteraksi denga cukup aktif baik di dalam kelas ketika proses belajar
berlangsung maupun di luar jam pelajaran.
Rombongan belajar di kelas tiga yang teridentifikasi tunagrahita
berjumlah 4 siswa mereka AR, BRA,BN dan HI. Peniliti hanya mengkaji
satu siswa tungrahita yaitu BN, BN mempunyai sifat pendiam ketika di
dalam kelas, BN selalu duduk di kursinya dan jarang berinteraksi dengan
teman. BN mengalami kesulitan ketika berinteraksi dengan teman-teman
yang normal, sesama tunagrahita maupun anak berkebutuhan khusus jenis
lainnya. BN tidak paham dengan maksud pembicaraan teman-temannya.
79
Fahmi, Wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 10 Juni 2018. 80 Faizh, Wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 10 Juni 2018.
62
Akhirnya, BN tidak mampu menanggapi maksud pembicaraan teman-
temannya dengan tepat. Tanggapan yang disampaikan BN, tidak sesuai
atau tidak menjawab pertanyaan temannya. Akibatnya, teman-teman
sekelas sering menertawakan BN. Ini sesuai dengan hasil wawancara
peniliti dengan guru kelasnya yaitu Ibu Huriah
BN kadang-kadang kesulitan ketika berinteraksi dengan orang lain, BN kurang peka dengan omongan orang lain terhadap dia. Dan untuk tugas kelompok BN sama sekali tiak bisa mengerjakan tugas secara berkelompok. 81
Diperjelas lagi dengan hasil wawancara peneliti dengan teman
kelas BN yaitu Alfi :
Kalok BN orangnya agak aneh sering tidak nyambung kalok saya bertanya. Pernah satu kali satu kelompok dengan BN, dia hanya diam tidak ikut mengerjakan.82
Dari hasil pemaparan teman dan guru kelas BN bisa dasumsikan
bahwa BN hanya dekat dan akrab dengan teman sebangkunya. Selain itu,
BN jarang berinteraksi dengan guru kelasnya. Akan tetapi, ketika guru
bertanya sesuatu, BN kadang bisa menjawab dengan tepat tapi ketika
menyelesaikan tugas kelompok BN lebih banyak diam dan mengamati
teman-temannya. BN jarang ikut bergabung dan bermain dengan teman-
teman yang lain ketika jam istirahat. BN kurang aktif dalam berinteraksi
dengan teman sekelas lainnya.
Di kelas empat dan lima terdapat 3 anak tunagrahita, yaitu satu dari
kelas empat dan 2 dari kelas lima tetapi peneliti meneliti satu dari masing-
masing kelas yaitu BQ dari kelas empat dan GA kelas lima. Tidak jauh
81 Ibu Huriah, wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 11 Juni 2018.
82 Alfi, wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 11 Juni 2018.
63
berbeda dengan BN, BQ cenderung takut dan kurang percaya diri ketika
teman-teman yang lain sedang bermain, BQ jarang bermain di luar kelas
ketika jam istirahat. Dia lebih senang berada di kelas bersama teman yang
duduk semeja dengan dia. BQ lebih banyak pendiam ketika di kelas,
cenderung menarik diri dari perhatian teman temannya dan lebih senang
menyendiri, kalaupun keluar kelas nanti BQ tidak jarang menghabiskan
waktu istirahat sendiri.
Ketika peneliti mewawancara guru kelasnya yaitu Ibu Husniati
beliau mengatakan
Kalau dengan teman sebangku, BQ akrab. Tapi dengan teman yang lain, dia kurang akrab dengan gurupun dia kesulitan berinteraksi, hanya diam saja, cara saya berinteraksi dengan BQ saya dekati dia baru saya berbicara suara BQ sangat pelan mbak. 83
Teman kelasnya juga mengatakan yaitu Hilwa
biasa aja kak, tapi kadang lucu dia sering tidak nyambung kalok diajak ngobrol BQ juga jarang maen sama kita.84
Ketika BQ mengerjakan tugas kelompok dengan teman-temanya
dia jarang ikut mengerjakan tugas tersebut, sesuai hasil wawancara peneliti
dengan BQ sendiri ia mengatakan
saya ikut teman saya kak, saya gak bisa mengerjakannya.85
BQ salah satu siswa ABK yang mendapatkan perhatian lebih dari
guru kelasnya. Tidak jarang BQ diajak berkomunikasi lebih sering dari
83
Ibu Husniati, wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 12 Juni 2018. 84 Hilwa, wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 12 Juni 2018. 85 BQ, wawancara, 12 Juni 2018.
64
pada siswa ABK di kelas tiga karena BQ cenderung pasif dalam
berinteraksi.
Berbeda dengan BQ, GA lebih percaya diri lebih senang bermain
dengan teman-temannya. GA tidak takut ataupun minder dia tidak
mengalami kesulitan ketika berinteraksi dengan guru dan anak
berkebutuhan khusus jenis lainnya. Dia bisa bergaul, bermain, dan
berkomunikasi dengan teman-temannya tanpa rasa malu. Mempunyai rasa
percaya diri yang tinggi. Dia tidak takut ataupun minder ketika bergabung
bersama teman-temannya yang lain. Hanya saja, GA sering tidak bisa
mengendalikan emosinya. Dia sering marah-marah bila mengahadapi
masalah. Misalnya, ketika mendapat tugas dari guru. Guru kelasnya
mengatakan yaitu Ibu Zin Nuraini selaku wali kelas lima
kalau dulu, GA sering memukul temannya,sering marah-marah dan bicaranya kasar. Kalau sekarang sudah lebih baik sikapnya.86
GA bisa marah karena jumlah tugas yang diberikan oleh gurunya
terlalu banya dan kadang GA lupa tidak membawa penghapus pensil dan
ingin meminjam temannya, tetapi temannya tidak meminjamkan, GA akan
marah-marah dan berusaha memukul temannya tersebut. Dibuktikan
dengan hasil wawancara peneliti dengan teman kelas GA yaitu M.afghan
menurutnya
saya jarang berbicara dengan GA, saya kurang suka dengan dia, GA kasar orangnya suka marah-marah gak jelas.87
86
Ibu zinnuraini, wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 12 Juni 2018. 87 M Afgan, wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 12 Juni 2018.
65
Sedangkan temannya yang lain mengungkapkan yaitu keysha
biasa aja kak, seperti teman-teman yang lain GA itu anakanya kadang baik kadang nakal tapi saya sudah biasa dengan sikap GA kak, saya tidak takut dengan GA.88
Dalam berinteraksi dengan guru, GA juga tidak mengalami
kesulitan. Hanya saja, bahasa yang digunakan GA kadang tidak sopan
ketika berinteraksi dengan guru. Dalam hal mengerjakan tugas kelompok
GA lebih suka sendiri dia tidak suka menyelesaikan tugas bersama teman-
temannya yang lain ketika peneliti melakukan wawancara dengan GA ia
mengatakan
Saya tidak suka mengerjakan tugas brsama kelompok kak, kalau teman-teman mengerjakan tugas kelompok, saya ikut bergabung dengan mereka tapi saya tidak ikut mengerjakan. Kadang-kadang saya main kertas atau pensil.89
Dari hasil wawancara di atas bisa diungkapakan bahwa
keterbatasan yang dimiliki GA tidak menjadi hambatan untuk berinteraksi
dengan teman-temannya di kelas walupun GA kadag tidak bisa
mengendalikan emosinya. GA mampu berbaur dengan anak normal
lainnya dia cukup percaya diri dan aktif dalam berinteraksi.
2. Interaksi Sosial Anak Lambat Belajar Dalam Bentuk Kerjasama
Bentuk interkasi sosial yang terjadi antara peserta didik srkebutuhan
khusus yaitu anak lambat belajar dan peserta didik normal dapat di uraikan
sebagai berikut. Hasil observasi menunjukkan bahwa BG cenderung
88
keysha, wawancara, 12 Juni 2018. 89
GA, wawancara, 12 Juni 2018.
66
pendiam saat berada dalam kelompok diskusi. BG tidak menyumbangkan
ide-ide namun bekerja sesuai kemampuannya. Sesuai penuturan gurunya
Bapak Selamet
kalau BG kurang memperhatikan ketika di kelas,sehingga saya lebih sering mengingatkan dia.90
Beberapa teman BG kadang-kadang menegur BG karena dianggap
tidak membantu. Salah satu teman sekelompok BG pernah yaitu Naila
berkata
BG sering usil kak, banyak maen-maennya dari pada ikut belajar.91
BG cenderung mengajak bercanda siswa lain saat berada dalam
kelompok diskusi sehingga siswa lain menjadi tidak fokus. Beberapa siswa
mencoba menegur terhadap sikap BG saat berada dalam kelompok diskusi
tapi BG jarang medengarkan kata teman-temannya.
Di kelas tiga DO satu-satunya siswa lambat belajar dari 5 siswa
ABK lainnya. DO sangat pasif saat berada dalam kelompok diskusi. DO
hanya diam dan tidak mau membantu teman-temannya mengerjakan tugas
kelompok. Namun teman-temanya hanya mendiamkan. DO cenderung
menunggu keputusan dari teman-teman satu kelompoknya dan tidak
memberikan ide-ide untuk menyelesaikan tugas. Meski demikian teman-
temannya tidak mempermasalahkan keberadaan DO dalam kelompok dan
tidak pula memberikan kritik atau teguran terhadap DO. Menurut hasil
wawancara peneliti dengan guru kelasnya Ibu Huriah
90
Bapak Selamat, Wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 13 Juni 2018. 91 Herma, Wawancara, 13 Juni 2018.
67
DO banyak diam kalau saya tanya sesuatu dia hanya diam atau tersenyum, dengan saya saja sulit dia berinteraksi begitu juga dengan teman-temannya.92
Hampir sependapat dengan teaman sekelas DO yaitu Nayla
DO jarang mngerjan tugas dari bu guru kak,tapi dia ananknya baik walaupun DO banyak diam jarang ngomong.93
DO lebih pendiam dan tidak mau ikut bekerja. Tidak jauh beda
dengan interaksi yang terjadi di laur kelas DO lebih senang meyendiri
mengamati teman-temannya bermain walaupun kadang ada yang mengajak
ikut bergabung, DO lebih banyak menghabiskan waktunya di dalam kelas
dan hanya sesekali ikut bermain di luar.
Selanjutnya JW adalah siswa ABK lambat belajar di kelas empat dan
MN satu dari dua siswa lambat belajar di kelas lima mereka memiliki
karakter yang hampir sama. Keduanya lebih senang mengajak siswa lain
bercanda saat berada dalam kelompok diskusi. Menurut dari hasil
wawancara peniliti dengan MN
Saya lebih senang mengerjakan tugas sendiri.94
Hasil wawancara dengan guru kelasnya yaitu Ibu Husniati
Saya rasa MN cukup percaya diri bermain dengan teman-temanya, tapi ketika sedang dalam kelompok diskusi MN jarang ikut mengerjakan tugasnya walaupun MN ikut bergabung dalam kelompok diskusi dia hanya medengarkan tidak ikut menyelesaikan tugas yang saya berikan.95
Hasil observasi dan wawancara di atas semakin menunjukan bahwa
MN belum mampu berkerjasama dalam mengerjakan tugas yang diberikan
92 Ibu Huriah, Wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 13 Juni 2018. 93Nayla, Wawancara, 13 Juni 2018. 94
MN, Wawancara, 13 Juni 2018. 95 Ibu husniati, wawancara, sekolah inklusif, 13 juni 2018
68
oleh gurunya tapi MN siswa lambat belajar yang cukup interaktif dalam
berinteraksi di kelas maupun di luar jam pelajaran MN tidak jarang ikut
bermain dengan teman-temannya yang lain.
Sedangkan bedanya JW memberikan kontribusi pemikirannya untuk
menyelesaikan tugas yang mudah walaupun kadang jawabannya salah dan
sering tidak nyambung ini disebabkan karena keterbatasan yang dimiliki
JW. Sikap siswa lain terhadap MN dan JW biasanya teman kelmpoknya
mengajak untuk menyelesaikan tugas bersama. Ketika berinterksi di luar
kelas juga JW hampir tidak ada bedanya dengan teman-teman normal
lainnya, sesuai dari hasil wawancara peneliti dengan teman bermain JW
dia biasa aja, walupun kadang kita yang banyak ngomong dari pada JW.96
Artinya MN dan JW mengalami kesulitan ketika menyelesaikan
tugas bersama dengan teman-temannya kendati memiliki keterbtasan dalam
menerima pelajaran MN dan JW cukup bisa berinteraksi dengan peserta
didik lainnya mereka tidak cenderung pasif ketika berinteraksi dengan guru
maupun teman-temanya.
3. Interaksi Sosial Anak Berekebutuhan Khsusu dalam Bentuk Asimilasi
Bentuk asimilasi siswa berkebutuhan khusus dan peserta didik
normal lainnya pada interaksi sosial sehari-hari yang terjadi di sekolah
inklusif SDN 3 praya cukup aktif dan baik. Berdasarkan hasil observasi
yang dilakukan peneliti terhadap proses asimilasi siswa berkebutuhan
96 Anang, Wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 13 Juni 2018.
69
khusus dengan peserta didik normal lainnya pada proses pembelajaran,
peneliti melihat peserta didik normal berusaha menghilangkan perbedaan-
perbedaan diantara mereka dengan siswa ABK. Pada saat guru menunjuk
siswa ABK untuk menyambung membaca teks cerita, saat itu siswa ABK
terlihat nampak kebingungan, kemudian peserta didik normal yang lain
berusaha membantu dengan menyebutkan halaman dan paragraf ke berapa
yang harus dibaca oleh siswa ABK, ada pula peserta didik normal lainnya
yang menunjukkan langsung posisi atau letak kalimat yang harus dibaca
oleh siswa ABK. Observasi ini di perkuat juga dengan hasil wawancara
peneliti dengan guru kelas dua yaitu Bapak Selamet
Kalau di kelas saya mereka biasa aja, anak-anak normal bisa memaklumi teman-temannya yang punya kelainan ini dan itu. 97
Dipertegaskan lagi oleh guru kelas tiga yaitu Ibu Huriah
Sikap siswa ABK sejauh ini baik ketika mereka bermain juga teman-temanya yang normal bersikap baik terhadap siswa ABK.98
Berbeda dengan hasil wawancara peniliti dengan guru kelas lima
sikap teman-temannya terhadap siswa ABK sebenarnya biasa saja tapi kadang peserta didik normal kesal dengan sikap salah satu siswa ABK tungrahita dikelas ini yaitu GA karna kadang GA suka marah-marah gak jelas, tetapi saya kasih pengertian untuk teman-temannya yang lain kalok sifat GA memang begitu.99
Dari hasil wawancara di atas dapat di simpulkan bahwa peserta didik
normal tidak mempermasalahkan keberadaan siswa ABK mereka belajar
97
Bapak Selamat, Wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 5 Juni 2018. 98
Ibu Huriah, wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 11 Juni 2018. 99 Ibu Zinnuraini, wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 12 Juni 2018.
70
bersama di kelas regular yang sama makan bersama di satu kantin sekolah
dan juga dengan menghabiskan waktu istirahat dengan bermain bersama
tanpa ada yang merasa bebrbeda diantara mereka walaupun masih ada siswa
ABK yang pasif atau kurang aktif dalam bergaul dengan teman-temannnya
yang lain. Untuk memperkuat hasil observasi peneliti juga melakukan
wawancara dengan peseta didik normal lainya yaitu Fiona dikelas dua
saya senang dengan keberadaan mereka kak.100
Naya di kelas tiga
biasa aja kak, saya juga jarang bermain dengan mereka.101
Selanjutnya Anang di kelas empat
suka-suka aja kak, saya tidak masalah bermain dengan teman-teman yang ABK.102
Dan Abdiya di kelas lima
biasa aja kak, dengan keberadaan mereka, mereka juga orang-orangnya baik walaupun kadang ada yang nyeselin. 103
Proses asimilasi bukan hanya berusaha dilakukan oleh peserta didik
normal, tetapi juga oleh guru. Peneliti melihat guru berusaha menghilangkan
perbedaan antara peserta didik normal dengan siswa ABK. Guru membantu
dan mengajarkan peserta didik normal untuk belajar menerima dan
menghargai siswa ABK. Hal ini dapat dilihat, pada saat proses pembelajaran
para peserta didik normal tidak merasa canggung dan risih dengan
keberadaan siswa ABK, mereka menerima selayaknya teman-teman normal
100 Fiona, Wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 10 Juni 2018 101
Nayla, Wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya 13 Juni 2018. 102
Anang, wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya 13 juni 2018. 103 M Afgan, wawancar, 12 Juni 2018.
71
lainnya pada selama proses pembelajaran berlangsung. Peneliti melihat tak
sekalipun diantara peserta didik normal mengejek atau merendahkan siswa
ABK.
D. Kendala Interaksi Sosial Anak Berkebutuhan Khusus dalam Proses
Pembelajaran di Sekolah Inklusif SDN 3 Praya
Kendala interaksi sosial yang dialami anak berkebutuhan khusus
dalam berinteraksi sehari-hari di sekolah SDN 3 Praya berbeda-beda seperti
yang dialami oleh anak tunagrahita NA dan BG anak lambat belajar di kelas
dua, mereka mampu berinteraksi dengan baik dan untuk NA sudah mampu
bekerjasama dalam kelmpok diskusi sesuai dengan hasil wawancara peneliti
dengan guru kelas dua Bapak Selamet
NA bisa meneriman pelajaran yang saya berikan dan cukup berani dalam bergaul dengan teman-temanya,sedangkan BG kalau saya dekati secara individual, dia lebih penurut.104
NA mampu berinteraksi dengan baik dan bisa ikut mengerjakan tugas
kelompok dengan teman-temannya sedangkan BG dikenal baik dalam
berinteraksi sehari-hari dengan teman-temannya tapi BG lebih senang
bermain ketika jam pelajaran berlagsung.
Di kelas tiga terdapat siswa ABK yaitu BN anak tungrahita dan DO
anak lambat belajar mereka mengalami kendala interaksi hampir sama.
Ketika jam istirahat mereka lebih banyak menghabiskan waktu sendiri BN
maupun DO sangat pasif dalam berinteraksi mereka lebih senang mengamati
teman-temanya yang sedang bermain, sesekali guru mengahampiri mereka
104 Bapak Selamet, wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 13 Juni 2018.
72
untuk diajak berkomunikasi lebih sering dari pada anak berkebutuhan khusus
lainnya ini bertujuan untuk melatih mereka agar lebih percaya diri. Dari hasil
observasi dan wawancara yang di peroleh peniliti BN adalah salah satu siswa
ABK yang sering ditemani pengasuhnya ketika didalam kelas, menurut gru
kelasnya ketika BN masih di kelas satu sampe dua BN jarang sekali hampir
tidak pernah mau melakukan perintah gurunya BN hanya mendengarkan
pengasuh yang menemaninya, dia cenderung takut dengan orangyang baru
dikenalnya. Ini sesuai dengan hasil wawancara peniliti dengan guru kelasnya,
Kadang saya mendekati mereka untuk berinteraksi,untuk BN cenderung pendiam dan banyak melamun. BN salah satu siswa yang sering ditemani pengasuhnya di sekolah dia malu dan takut bertemu dengan orang baru. sedangkan DO, ketika berniteraksi dengan teman yang kurab akrab dengannya dia lebih banyak diam dan takut tetapi dengan sebangkunya dia akrab dan nyambung.105
Dari pernyataan guru kelasnya di atas dapat disimpulkan bahwa
kendala interaksi sosial yang dialami BN dan DO cenderung menarik diri dari
perhatian teman-temanya, pasif dan kurang percaya diri ini disebabkan oleh
keterbatasan yang dimiliki. Kendati seperti itu siswa normal lainnya tidak
terlalu mempermasalahkan mereka.
Selanjutnya di kelas empat terdapat BQ anak yang teridentifikasi
tunagrahita dan JW anak lambat belajar. BQ siswa ABK yang
cukupmengalami hambatan atau kendala ketika berinteraksi dengan guru
maupun teman-temannya sedangkan JW dia lebih aktif dan cukup berani
berinteraksi dengan teman-temannya. Ketika jam istirahta berlangsung BQ
105 Ibu Huriah, wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 13 Juni 2018.
73
memilih diam dikelas walaupun kadang ikut bergabung dengan teman-
temanya tetapi BQ lebih banyak menyimak dan diam dia lebih arkrab dengan
teman sebangkunya saja. Berbeda dengan JW anak yang teridentifaksi
sebagai alah satu anak lambat belajar JW lebih aktif dan senang ikut bermain
dengan teman-temannya JW mampu berinteraksi hampir layaknya siswa
normal lainya. Menurut penuturan guru kelasnya Ibu Husniati
BQ sangat pendiam dan takut dengan orang yang baru dikenal dulu semasih BQ kelas satu sampe dua dia sering ditemani pengasuhnya di dalam kelas tapi sekarang sudah tidak lagi, untuk JW dia cukup bisa menerima pelajaran dengan baik dan dia tidak malu untuk bertanya ketika dia tidak paham. 106
Dari pemaparan di atas bisa ditarik kesimpulan JW dan BQ siswa
ABK yang mengalami kendala interaksi sosial yang berbeda, BQ yang lebih
pasif dan takut ketika berinteraksi sedangkan JW yang lebih percaya diri dan
berani ketika berinteraksi dengan guru maupun teman-temannya
GA dan MN adalah dua dari beberapa anak berkebutuhan khusus yang
berada di kelas lima yang diman GA mengalami keterbatasan tunagrahita dan
MN terkatagorikan sebagai anak lambat belajar. GA dan MN hampir tidak
mengalami kendala ketika berinteraksi denga teman-temannya, tetapi GA
ketika berinteraksi dengan teman-temanya kadang terlalu keras dan tidak
jarang menimbulkan pertengkaran dan GA sering berbicara kasar dan
membuat teman kelasnya kesal dan kadang menjauhinya sedangkan MN
salah satu siswa ABK yang berinteraksi cukup interaktif dengan teman-teman
sesama siswa ABK maupun siswa normal dan guru kelasnya. Interaksi yang
106 Ibu Husniati, wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 13 Juni 2018.
74
mereka lakukan tidak hanya di kelas di luar jam pelajaranpun mereka
berinteraksi cukup aktif dan berani. Ini diperjelas dengan hasil wawancara
peneliti dengan guru kelas lima Ibu Zin Nuraini
GA memang sering marah-marah dan kesal sendiri dan jarang dia ikut mengerjakan tugas kelompok bersama sedangkan MN lebih aktif dan cukup bisa menerima pelajaran walaupun saya sering menejelaskan pelajaran berulang-ulang.107
Setiap siswa ABK yang berada di sekolah SDN 3 Praya mengalami
kendala yang berbeda-beda ketika melakukan interaksi dengan teman-
temannya yang normal, berkebutuhan khusus maupun gurunya ini tidak dari
keterbatasan yang mereka miliki.
BAB III
PEMBAHASAN
1. Jenis Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Inklusif SDN 3 Praya
SDN 3 Praya adalah lembaga pendidikan yang melaksanakan program
inklusif yang dimana setiap sekolah yang mengadakan program inklusif pasti
107 Ibu Zin Nuraini, wawancara, sekolah iklusif SDN 3 Praya, 13 Juni 2018.
75
terdapat anak berkebutuhan khusus di sekolah tersebut. Jenis anak
berkebutuhan khusus yang sekolah di SDN 3 Praya ada jenis yaitu tunagrahita,
cacat fisik dan lambat belajar.
Anak tunagrahita termasuk anak yang mengalami kelainan mental ini
sesuai dengan teori yang di kemukakan oleh mohammad fendy bahwa Anak
yang berkelainan mental dalam arti kurang atau tunagrahita, yaitu anak yang
diidentifikasi memiliki tingkat kecerdasannya yang sedimikian rendahnya (di
bawah normal) sehingga untuk meniti tugas perkembanganya memerlukan
bantuan atau layanan secara khusus .108 Anak tunagrahita termasuk klasifikasi
kelaianan mental yang bersifat permanen hal ini di jelaskan oleh Ilham
Gusmayadi “bahwa anak tunagrahita adalah yakni anak yang memiliki
intelegensi yang signifikan berada di bawah rata-rata dan disertai dengan
ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku yang muncul dalam masa
perkembangan.”109
Anak lambat belajar adalah salah satu jenis anak berkebutuhan khusus
yang ada di sekolah inklusif SDN 3 Praya. Anak lambat belajar adalah anak
yang termasuk dalam katagori memiliki kelainan mental ini sesuai dengan
definisi yang dikemukan oleh Nuraeni “bahwa anak lambat belajar adalah
individu yang memiliki gangguan pada satu atau lebih kemampuan berfikir,
membaca, berhitung, berbicara yang disebabkan karena gangguan persepsi.”110
Anak lambat belajar juga termasuk dalam kelainan permanen dan salah satu
108 Mohammad Efendi, psikopedagogik …, hlm.9. 109Ilham gusmayadi,”jenis-jenis anak berkebutuhan khusus”,dalam ilham
gusmayadi15.blogspot.com, diakses tanggal 21 juli 2018, pukul 01.26. 110 Nuraeni , psikolog..., hlm.117.
76
cirri-ciri anak lambat belajar adalah “cenderung pemalu dan menarik diri
lingkungan sosial.”111 Anak yang berprestasi rendah umumnya ditemui di
sekolah, karena mereka pada umumnya tidak mampu menguasai bidang studi
tertentu yang diprogramkan oleh guru berdasarkan kurikulum yang berlaku.
“Ada sebagian besar dari mereka mempunyai nilai pelajaran sangat rendah
ditandai pula dengan tes IQ berada dibawah rerata normal, golongan ini disebut
anak lambat belajar” 112
Kelainan fisik yang dimiliki anak berkebutuhan khusus yang ada di
sekolah SDN 3 Praya adalah katagori kelainan fisik tunadaksa sesuai dengan
teori yang diungkapkan Efendy
tunadaksa adalah anak berkebutuhan khusus yang memiliki kelainan pada sistem saraf di otak yang berakibat gangguan pada fungsi motorik (cerebral palsy) kelainan anggota badan akibat pertumbuhan yang tidak sempurna misalnya lahir tanpa tangan/kaki, amputasi, dan lain-lain. Untuk kelainan pada alat motorik tubuh ini dikenal dalam kelompok tunadaksa. 113
Anak tunadaksa yang dimiliki anak berkebutuhan khusus di SDN 3
Praya memiliki kelaianan motorik tangan. Yang dimana kelaianan motorik
ini termasuk tunadaksa neurologis. “Tunadakasa neourologis adalah anak
yang mengalami kelainan pada fungsi anggota tubuh.”114
2. Interaksi Sosial Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusif SDN 3
Praya
111 Heni Kusuma „identifikasi...hlm.25. 112 T. Sutjihati Somantri, Psikologi Anak Luar Biasa, Bandung: Refika Aditama, 2007, cet II
hlm. 196 113
Mohammad Efendi, psikopedagogik …, hlm.8. 114 Ibid., hlm.8.
77
Berdasarkan hasil penelitian terhadap empat anak tunagrahita dan
empat anak siswa lambat belajar terlihat bahwa setiap anak tunagrahita dan
siswa lambat belajar menunjukkan interaksi sosial yang berbeda-beda. Hasil
penelitian terhadap anak tunagrahita menunjukkan bahwa ada anak tunagrahita
yang mampu melakukan interaksi sosial di sekolah tanpa mengalami hambatan,
akan tetapi ada pula anak tunagrahita yang mengalami hambatan ketika
melakukan interaksi sosial. Adapun hasil penelitian terhadap siswa lambat
belajar menunjukkan bahwa ada anak yang mampu melakukan interaksi sosial,
tetapi ada pula lambat belajar yang mengalami hambatan ketika melakukan
interaksi sosial di sekolah.
Bentuk interkasi sosial yang dilakukan NA dan BG di kelas dua baik
didalam kelas maupun diluar kelas cukup aktif dan layaknya anak-anak normal
dalam melakukan interaksi sosial. Teori yang di kemukan Soekanto “kontak
sosial dan komunikasi merupakan syarat terjadinya interaksi sosial.”115
interaksi yang dilakukan NA dan BG sudah mampu berinteraksi secara wajar
berarti NA dan BG bisa melakukan penyesuaian sosial di sekolah.
Hasil penelitian terhadap anak berkebutuhan khusus BN dan DO bentuk
interaksi yang dilakukan BN dan DO kurang aktif dan cenderung menarik diri
dari lingkungan. Mereka hanya akrab dengan teman sebangku dan sangat
pemalu dengan orang yang baru dikenal. Sesuai dengan ciri-ciri anak lambat
belajar yang dikemukan oleh Triani bahwa “mereka sering merasa minder,
115 Soerjono Soekanto sosiologi,…hlm. 58.
78
cenderung pemalu dan menarik diri dari lingkungan sosial.”116 Jenis interaksi
sosial yang dilakukan BN dan DO didukung oleh teori dalam buku Ali, Nichols
menjelaskan “jenis interaksi dyadic terjdi manakala ada dua saja orang yang
terlibat didalmnya.”117
BN dan DO siswa ABK yang mengalami jenis kelainan yang berbeda akan
tetapi bentuk interkasi sosial yang dilakukan mereka hampir sama yaitu
cenderung pasif dan kurang percaya diri.
Di kelas empat peneliti melakukan penelitian terhadap BQ yang
teridentifikasi anak tunagrahita dan JW anak lambat belajar BQ yang jarang
aktif berinteraksi dan sulit melakukan penyesuaian sosial terhadap lingkungan
sekolahnya ini bertolak belakang dengan teori yang sampaikan Suparno
“bahwa anak tunagrahita mampu melakukan penyesuain sosial dilingkungan
yang lebih luas.118
Sedangkan JW anak berkebutuhan khusus berjenis lambat belajar tetapi
JW bisa menyesuaikan diri dengan lingkungannya JW sudah mampu
berinteraksi dengan baik sedangkan menurut teori Nani Triani dan Amir
menjelaskan bahwa anak slow learner (lambat belajar) memiliki kemampuan
interaksi sosial yang kurang baik. “Mereka memilih jadi pemain pasif atau
penonton saat bermain atau bahkan menarik diri.”119 Teori ini tidak sesuai
dengan interaksi sosial yang dilakukan JW yang cenderung aktif dan berani.
116 Heni Kusuma „identifikasi...hlm.26. 117
Mohammad Ali, psikologi …, hlm.88. 118
Triyani, interaksi ...,hlm.59. 119 Heni Kusuma „identifikasi...hlm.26.
79
GA dan MN adalah anak berkebutuhan khusus yang termasuk siswa
ABK yang aktif berinteraksi dengan teman-teman normal maupun gurunya.
Kendati GA dan MN hampir tidak memiliki kendala ketika berinteraksi akan
tetapi GA kadang tidak bisa mengendalikan emosinya sehingga tidak jarang
menimbulkan pertengkaran dengan teman kelasnya ini disebabkan kadang
karena GA tidak dikasih meminjam sesuatu yang diinginkannya sesuai dengan
proses sosial disosiatif bentuk pertikaian teori yang dikemukan Soekanto yaitu
“pertikaian timbul karna tujuan yang diinginkan tidak tercapai dan perbedaan
yang ada anatar individu.”120 MN siswa ABK yang mengalami keterbatsan
lambat belajar kendati memiliki keterbtasan MN sangat aktif berinteraksi di
sekolahnya.
3. Kendala interaksi Sosial Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Inklusif
SDN 3 Praya
Setiap siswa ABK di sekolah inklusif SDN 3 Praya mengalami kendala
interaksi sosial yang berbeda-beda seperti yang dialami oleh anak tunagrahita
NA dan BG anak lambat belajar di kelas dua, mereka mampu berinteraksi
dengan baik dan sudah mampu bekerjasama dalam kelmpok diskusi NA dan
BG hampir tidak mengalami kendala ketika berinterkasi dengan teman-teman
kelas maupun gurunya. Bentuk interaksi yang dilakukan NA dan BG sesuai
dengan teori dalam Soekanto, Kimball Young dan Raymond W. Mack
menjelaskan “proses sosial asosiatif yang berbentuk kerja sama yaitu suatu
120 Soerjono Soekanto sosiologi,…hlm. 91.
80
usaha bersama antara orang perorang atau kelmpok manusia untuk mencapai
satu atau beberapa tujuan.”121
Di kelas tiga terdapat BN anak tungrahita dan DO anak lambat belajar
mereka mengalami kendala interaksi hampir sama. Ketika ada jam istirahat
mereka lebih banyak menghabiskan waktu sendiri BN maupun DO sangat pasif
dalam berinteraksi mereka lebih senang mengamati teman-temanya yang
sedang bermain. Hasil penelitian terhadap kedua siswa ABK tersebut didukung
oleh teori yang disampaikan oleh Somantri tentang karakteristik umum anak
tunagrahita
Ada tiga karakteristik yang dimiliki oleh anak tunagrahita, salah satunya adalah keterbatasan sosial. Anak tunagrahita tidak mampu memikul tanggung jawab sosial. Keterbatasan sosial yang terjadi pada mengakibatkan kesulitan berinteraksi dengan teman-teman maupun guru di sekolah.122
Ketika teman-teman kelasnya mngerjakan tugas kelompok BN dan DO
lebih banyak diam tidak ikut membantu ataupun bertanya apa yang mereka
tidak pahami. Mereka sangat pemalu dan cenderung diam BN dan DO hanya
akrab dengan teman sebamgkunya
Bisa diasumsikan bahwa kendala interaksi sosial yang dialami BN dan
DO cenderung menarik diri dari perhatian teman-temanya, pasif dan kurang
percaya diri ini disebabkan oleh keterbatasan yang dimiliki. Kendati seperti itu
siswa normal lainnya tidak terlalu mempermasalahkan keadaan keduanya.
121 Ibid,. hlm. 65 122
Stjihati, Somantri, Hj, T. Psikologi Anak Luar Biasa, ( Bandung : refika aditama,
2007), hlm.105-106.
81
Selanjutnya di kelas empat terdapat siswa ABK yaitu BQ anak yang
teridentifikasi tunagrahita dan JW anak lambat belajar. BQ siswa ABK yang
mengalami hambatan atau kendala ketika berinteraksi dengan guru maupun
teman-temannya sedangkan JW dia lebih aktif dan cukup berani berinteraksi
dengan teman-temannya. Ketika jam istirahta berlangsung BQ memilih diam
dikelas walaupun kadang ikut bergabung dengan teman-temanya tetapi BQ
lebih banyak menyimak dan diam dia lebih akrab dengan teman sebangkunya
saja. Berbeda dengan JW anak yang teridentifaksi sebagai alah satu anak
lambat belajar JW lebih aktif dan senang ikut bermain dengan teman-temannya
JW mampu berinteraksi hampir layaknya siswa normal lainya. JW hampir
tidak mengalami kendala ketika beriteraksi dengan teman sesame siswa ABK
siswa normal maupun guru kelasnya.
Peneliti mengkaji dua siswa ABK di kelas lima yaitu GA dan MN.
Dimana GA mengalami keterbatasan tunagrahita dan MN dikatagorikan
sebagai anak lambat belajar. GA dan MN hampir tidak mengalami kendala
ketika berinteraksi denga teman-temannya, tetapi GA sering menimbulakan
keributan di kelas sedangkan MN salah satu siswa ABK yang berinteraksi
cukup percaya diri ketika briteraksi dengan sesama siswa ABK maupun siswa
normal dan guru kelasnya. Interaksi yang mereka lakukan tidak hanya di kelas
di luar jam pelajaranpun mereka berinteraksi cukup aktif dan berani.
Setiap siswa ABK mengalami kendala yang berbeda-beda ketika
melakukan interaksi dengan teman-teman dan gurunya ini karena tidak lepas
dari keterbatasan yang dialami mereka.
82
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak tunagrahita dan lambat belajar yang mampu menjalin interaksi
sosial secara wajar di sekolah berarti anak tersebut mampu melakukan
penyesuaian sosial di sekolah. Sementara itu, anak tunagrahita dan lambat
belajar yang tidak mampu melakukan interaksi sosial secara wajar,
teridentifikasi mengalami hambatan yang berbeda-beda. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya, maka kesimpulan
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Jenis-jenis anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif SDN 3 Praya
Dari data yang didapatkan di SDN 3 Praya jenis siswa ABK yang ada
di sekolah inklusif SDN 3 Praya adalah ada tiga jenis yaitu tungrahita,
lambat belajar, dan cacat fisik. Jumlah siswa ABK tersebut tersebar di setiap
kelas kecuali kelas satu karena di kelas satu tidak ada siswa teridentifikasi
anak berkebutuhan khusus. Jumlah siswa ABK tersebut berjumlah 20 siswa
dan dari 20 siswa ABK perempuan berjumlah 6 perempuan dan 14 laki-laki
dan siswa tunagrahita berjumlah 11 siswa, 7 siswa lambat belajar dan 2
siswa cacat fisik.
2. Bentuk- bentuk interaksi sosial anak berkebutuhan khusus di sekolah
inklusif di SDN 3 Praya.
a) Anak tunagrahita dan lambat belajar di SDN 3 praya, mampu
melakukan interaksi sosial secara wajar dengan sesama tunagrahita dan
83
lambat belajar. Artinya, anak tunagrahita dan lamabat belajar mampu
menjalin kontak sosial dan komunikasi dengan sesama tunagrahita dan
lamabat belajar tanpa mengalami hambatan.
b) Anak tunagrahita dan lambat belajar mampu melakukan interaksi sosial
secara wajar dengan temannya yang normal. Bentuk interaksi sosial
yang terjadi antara anak tunagrahita, lambat belajar dengan anak normal
yaitu kerja sama. Kerja sama antara anak tunagrahita, lambat belajar
dengan anak normal tersirat dalam kegiatan yang dilakukan secara
bersama-sama, misalnya pada permainan sepak bola, bola kasti, lompat
dan tali, Tanpa adanya kerja sama, permainan yang dilakukan tidak
dapat berjalan dengan lancar.
c) Anak tunagrahita dan lambat belajar mampu menjalin interaksi sosial
dengan guru di sekolah. Interaksi sosial antara anak tunagrahita, lambat
belajar dengan gurunya di sekolah menghasilkan suatu komunikasi
yang positif. Artinya, anak tunagrahita dan lambat belajar mampu
berkomunikasi secara wajar dengan gurunya. Ketika guru berbicara
atau berkomunikasi dengan anak tunagrahita maupun lambat belajar,
sang anak mampu memberikan tanggapan yang tepat. Pada uraian
pertama hingga kedua, dijelaskan bahwa anak tunagrahita dan lambat
belajar di SDN 3 Praya mampu melakukan interaksi sosial secara wajar
di sekolah.
84
3. Kendala interaksi sosial anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif SDN
3 Praya
Dari hasil penilitian menunjukkan ada anak berkebutuhan khsusus yang
mampu berinteraksi sosial secara wajar ada pula anak tunagrahita dan
lambat belajar yang belum mampu melakukan interaksi sosial secara wajar
dengan sesama tunagrahita, anak normal, anak berkebutuhan khusus
lainnya, maupun guru di sekolah. Artinya, anak tunagrahita dan mengalami
hambatan ketika melakukan interaksi sosial. kendala yang dialami oleh anak
tunagrahita antara lain: (1) cara berbicara yang kurang sopan; (2) tidak mau
bekerja sama dalam kelompok; (3) tidak mampu mengendalikan emosi; dan
(4) cenderung pendiam.
Sedangkan kendala yang dialami oleh anak lambat belajar adalah
sebagai berikut: (1) tidak mau bekerja sama dalam kelompok; (2) cenderung
menarik diri; (3) tidak mampu menanggapi pembicaraan teman maupun
guru dengan tepat; (4) cenderung takut dengan teman yang lawan jenis; dan
(5) cenderung pendiam.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka saran dalam penelitian ini sebagai
berikut.
1. Guru hendaknya menciptakan lingkungan kelas yang aksesibel bagi semua
siswa, supaya antara siswa tunagrahita, anak normal, anak berkebutuhan
khusus lainnya, dan guru dapat saling mengenal, memahami, dan saling
bekerja sama. Lingkungan kelas yang aksesibel,misalnya posisi tempat
85
duduk siswa yang berpindah-pindah secara teratur, mengatur tempat duduk
secara berkelompok, menggunakan metode pembelajaran yang kooperatif
dan menyenangkan bagi siswa.
2. Guru sebaiknya menggunakan teknik yang bervariasi untuk menanamkan
rasa etis kepada siswa. Misalnya, guru menyampaikan sebuah cerita yang
mengandung nilai kebaikan dan keburukan; membiasakan siswa
memberikan salam kepada guru; bersikap hangat, sabar, terbuka, dan
memiliki pandangan yang positif terhadap perbedaan individual anak.
3. Guru perlu memahami hambatan yang dialami oleh setiap siswa ABK dalam
melakukan interaksi sosial di sekolah. Dengan demikian, guru dapat
melakukan upaya yang terencana untuk mengurangi hambatan yang dialami
oleh anak tunagrahita.
4. Guru perlu menjalin komunikasi yang baik dengan orang tua siswa
tunagrahita. Dengan adanya komunikasi tersebut, guru dapat melakukan
upaya yang lebih terencana dan tepat sasaran dalam rangka meningkatkan
kemampuan interaksi sosial anak tunagrahita dan anak lambat belajar
86
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, yesmil, dan Adang. Sosiologi Untuk Universitas. Bandung: PT Refika Aditama, 2013.
Astuti, Tri, Yuli. ”pola interaksi sosial anak autis di sekolah khusus autis”.
Skripsi, Fakultas psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2008. Ali, Mohammad, dan Asrori, Mohammad. Psikologi Remaja Perkembangan
Peserta Didik. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2011. Basrowi. Pengantar Sosiologi. Bogor: Ghalia Indonesia, 2005.
Bagaskorowati, Riana. Anak Beresiko. Bogor: Ghalia Indonesia, 2010.
Diahwati, Rina “ keterampilan sosial siswa berkebutuhan khusus di sekolah dasar
inklusi “,Jurnal Pendidikan, Vol. 1, Nomor. 8, Agustus 2016, hlm. 1612.
Efendi, Mohammad. Pengantar psikopedagogik anak berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006.
Gusmayadi, Ilham. jenis-jenis anak berkebutuhan khusus”,dalam ilham
gusmayadi15.blogspot.com, diakses tanggal 21 juli 2018. Hasanah, Usawatun”Interaksi Sosial Anak berkebutuhan khusus di kelas inklusif
studi interaksonisme simbolik mengenai komunikasi siswa di SMKN 2 malang. Skripsi, Fkip Universitas Negeri Malang. 2011.
Hj, T, Stjihati, Somantri, , Psikologi anak luar biasa. Bandung : refika aditama,
2007.
Kusuma, Heni identifikasi inetraksi sosial siswa berkebutuhan khsusus di SDN jlababan,sentolo,kulon progo, Yogyakarta,2016.
Lv Utama. “Konsep Anak Berkebutuhan Khusus”, dalam
http//www.eprints.umm.ac.id/artikel/utam01. Diakses tanggal 30 april 2018.
Moleong, Lexy, J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
RosdaKarya, 2011. Mengenal Pendidikan Inklusi, dalam http//www.ditplb.or.id, Diakses 20 juli 2018.
87
Narwoko, J, Dwi dan Suyanto, Bagong. Sosiologi Teks Pengantar Dan Terapan. Jakarta: Prenada Media Group, 2004.
Nura‟eni. Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Purwokerto: UM Purwokerto Press, 2017.
Riyanto, Metodologi Penelitian Pendidikan Surabaya: SIC, 2001.
Satori, Djam‟an dan Aan, Komariah Metodologi Penelitian Kualitatif Bandung: Alfabeta 2014
Sangadji, Etta, Mamang dan Sopiah. Metodologi penelitian. Yogyakarta: CV
Andi, 2010. Santrock, Jhon, W. Perkembangan Anak. : Erlangga, 2007.
Sarwono, Jonathan. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif .Yogyakarta:Graha Ilmu,2006.
Soekanto, Soekanto. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012.
Sugiono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2016. Sugiono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2010.
Triyani. ”Interaksi Sosial Anak Ttunagrahita di SDN Kepuhan bantul (SD Inklusif). Skripsi, Fkip Universitas Negeri Yogyakarta. 2013.
BQ salah satu anak tungrahita di kelas empat lebih memilih duduk sendiri di jam istirahat. Dia tidak ikut bermain dengan teman-temanya yang lain
Salah satu anak tunagrahita NA kelas dua sedang berinterkasi dengan salah satu teman kelasnya di ajm istirahat
BN salah satu anak tunagrahita di kelas tiga tampak duduk paling belakang dia lebih memilih sendiri ketika teman-temanya mengerjakan tugas kelompok
GA anak tungrahita di kelas lima ( GA yang memakai peci putih) sedang berinteraksi dengan guru dan teman-temannya
Wawancara dengan salah satu anak lambat belajar yaitu JW di kelas empat
Salah satu anak lambat belajar MN ikut bergabung dengan teman yang lain di jam istirahat berlangsung
Salah satu anak lambat belajar DO di kelas tiga memilih duduk sendiri tidak ikut bergabung dengan teman yang lain
BG salah satu anak lambat belajar di kelas dua ketika di dalam kelas.
Suasana belajar di sekolah inklusif SDN 3 Praya
LAMPIRAN-LAMPIRAN