31
Interaksi Antara Imunitas dan Sistem Saraf Pada Nyeri Ke Ren and Ronald Dubner Department of Neural and Pain Sciences, Dental School & Program in Neuroscience, University of Maryland, Baltimore, Maryland, USA Abstrak Sel imun dan glia berinteraksi dengan neuron untuk mengubah sensitivitas rasa nyeri dan untuk memediasi transisi dari nyeri akut menjadi kronis. Pada respon cedera, sel-sel imun diaktifkan dan diedarkan melalui darah untuk kemudian didistribusikan ke tempat cedera. Sel-sel kekebalan tidak hanya memberi kontribusi bagi perlindungan kekebalan tetapi juga mensensitisasi nosiseptor perifer. Melalui sintesis dan pelepasan mediator inflamasi dan interaksi dengan neurotransmiter dan reseptornya, sel-sel imunitas, glia dan neuron membentuk jaringan terintegrasi yang mengkoordinasikan respon imun dan memoduasi jalur rangsangan nyeri. Sistem kekebalan tubuh juga mengurangi kepekaan untuk memproduksi imunitas turunan analgesik dan anti inflamasi atau agen proresolusi. Pemahaman yang lebih besar tentang peran sistem kekebalan tubuh dalam proses dan modulasi nyeri mengungkapkan target potensial bagi pengembangan obat analgesik dan peluang terapi baru dalam pengelolaan nyeri kronis. 1

Interaksi Antara Imunitas Dan Sistem Saraf Pada Nyeri

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Sel imun dan glia berinteraksi dengan neuron untuk mengubah sensitivitas rasa nyeri dan untuk memediasi transisi dari nyeri akut menjadi kronis. Pada respon cedera, sel-sel imun diaktifkan dan diedarkan melalui darah untuk kemudian didistribusikan ke tempat cedera. Sel-sel kekebalan tidak hanya memberi kontribusi bagi perlindungan kekebalan tetapi juga mensensitisasi nosiseptor perifer. Melalui sintesis dan pelepasan mediator inflamasi dan interaksi dengan neurotransmiter dan reseptornya, sel-sel imunitas, glia dan neuron membentuk jaringan terintegrasi yang mengkoordinasikan respon imun dan memoduasi jalur rangsangan nyeri. Sistem kekebalan tubuh juga mengurangi kepekaan untuk memproduksi imunitas turunan analgesik dan anti inflamasi atau agen proresolusi. Pemahaman yang lebih besar tentang peran sistem kekebalan tubuh dalam proses dan modulasi nyeri mengungkapkan target potensial bagi pengembangan obat analgesik dan peluang terapi baru dalam pengelolaan nyeri kronis.

Citation preview

Page 1: Interaksi Antara Imunitas Dan Sistem Saraf Pada Nyeri

Interaksi Antara Imunitas dan Sistem Saraf Pada Nyeri

Ke Ren and Ronald DubnerDepartment of Neural and Pain Sciences, Dental School & Program in Neuroscience, University of Maryland, Baltimore, Maryland, USA

Abstrak

Sel imun dan glia berinteraksi dengan neuron untuk mengubah sensitivitas

rasa nyeri dan untuk memediasi transisi dari nyeri akut menjadi kronis. Pada

respon cedera, sel-sel imun diaktifkan dan diedarkan melalui darah untuk

kemudian didistribusikan ke tempat cedera. Sel-sel kekebalan tidak hanya

memberi kontribusi bagi perlindungan kekebalan tetapi juga mensensitisasi

nosiseptor perifer. Melalui sintesis dan pelepasan mediator inflamasi dan interaksi

dengan neurotransmiter dan reseptornya, sel-sel imunitas, glia dan neuron

membentuk jaringan terintegrasi yang mengkoordinasikan respon imun dan

memoduasi jalur rangsangan nyeri. Sistem kekebalan tubuh juga mengurangi

kepekaan untuk memproduksi imunitas turunan analgesik dan anti inflamasi atau

agen proresolusi. Pemahaman yang lebih besar tentang peran sistem kekebalan

tubuh dalam proses dan modulasi nyeri mengungkapkan target potensial bagi

pengembangan obat analgesik dan peluang terapi baru dalam pengelolaan nyeri

kronis.

Pendahuluan

Cedera pada jaringan dan saraf menginisiasi respon inflamasi yang

bertujuan mengikat patogn, menghilangkan jaringan yang rusak dan melakukan

perbaikan. Sebagai salah satu dari lima tanda kardinal peradangan yaitu nyeri

(dolor) yang pada awalnya berfungsi sebagai pelindung dan bermanfat untuk

penyembuhan. Namun dalam kondisi tertentu, rasa sakit tetap ada dan menjadi

kronis bahkan setelah luka telah disembuhkan. Nyeri kronis mempengaruhi jutaan

orang dan sulit untuk dihilangkan. Mekanisme terjadinya nyeri kronis yang

muncul setelah cedera akut tetap tidak jelas.

1

Page 2: Interaksi Antara Imunitas Dan Sistem Saraf Pada Nyeri

Meskipun nyeri diproses dalam sistem saraf, sistem kekebalan tubuh,

astrosit dan mikroglia juga berkontribusi terhadap hipersensitivitas rasa nyeri

kronis1-6. Sebuah konsep yang muncul adalah bahwa sel-sel kekebalan, glia dan

neuron membentuk jarigan terpadu dimana aktivasi yang memodulasi respon

imun rangsangan jalur nyeri. Dalam cara yang analog dengan neuron, sel

kekebalan dan glia menunjukkan proses dinamis, aktivitas bergantung plastisitas

dan berkontribusi untuk terjadinya hipereksitabilitas saraf dalam jalur transmisi

nyeri. Setelah diaktifkan oleh cedera, kekebalan tubuh dan kekebalan sel-sel

seperti keratinosit dan sel endotel vaskuler juga mensintesis dan mensekresi

sitokin antiinflamasi, mediator proresolution lipid dan opioid peptida untuk

menekan nyeri7,8.

Inflamasi dan Sensitisasi nociceptor perifer

Setelah terjadi cedera, inflamasi dipicu oleh aktivasi imun bawaan dengan

pola pengenalan reseptor termasuk Toll-like receptors (TLRs) yang mengenali dan

mengikat patogen atau molekul endogen yang dilepaskan dari sel yang rusak,

seperti heat shock protein dan kelompok protein mobilitas tinggi9,10 (Gambar 1).

TLRs diekspresikan dalam sel-el kekebalan termasuk monosit atau makrofag dan

sel dendritik serta sel kekebalan terkait seperti keratinosit. Pengikatan TLRs

diikuti oleh aktivasi sinyal nuclear factor-kB (NF-kB) dan pelepasan sitokin

inflamasi. Sel kekebalan tubuh, sel mast dan makrofag juga aktif dalam beberapa

menit dari cedera dan mengeluarkan sitokin proinflamasi, kemokin, efektor dari

kaskade komplemen (C3A dan C5a) dan vasodilator, termasuk amina vasoaktif

dan bradikinin. Neutrofil, monosit dan limfosit T menempati dinding pembuluh

darah, ekstravasasi dan menumpuk di lokasi cedera. Sel-sel kekebalan

berkontribusi dalam sensitisasi nociceptif perifer dengan melepaskan faktor

terlarut dan berinteraksi langsung dengan nociceptor.

Interaksi antara sel imunitas dan nociceptor

Sel mast merupakan granula-granula sel kekebalan yang terdapat dalam

mukosa dan jaringan ikat dan ditemukan dekat dengan kapiler. Sel mast turut

2

Page 3: Interaksi Antara Imunitas Dan Sistem Saraf Pada Nyeri

berperan dalam pertahanan host dan reaksi alergi pada proses degranulasi dalam

beberapa menit reaksi inflamasi sehingga terjadi pelepasan mediator histamin,

bradikinin dan lain-lain yang berperan terhadap vasodilatasi11.

Penelitian terbaru oleh Folgueras dkk12 menunjukkan bahwa degranulasi

sel mast membutuhkan interaksi langsung antara sel mast dan ujung-ujung saraf

perifer yang dimediasi adhesi molekul N-cadherin tergantung kalsium (Gambar

1). N-cadherin diekspresikan ke dalam sel mast dan neuron sensorik primer dan

dibelah oleh metaloproteinase MT5-MMP (MMP-24) yang diekspresikan oleh

neurons13. Ekspresi dari N-cadherin meningkat pada MT5-MMP dan ini

menimbulkan peningkatan interaksi antara sel mast dan saraf terminal,

degranulasi sel mast serta meningkatkan sensitivitas nyeri thermal (hiperalgesia

termal). Menariknya, MT5-MMP pada penelitian tikus mutan tidak

mengembangkan inflamasi thermal hiperalgesia. Hal ini mungkin karena sebagian

dipakai untuk pencegahan degranulasi sel mast dalam tidak adanya penekanan

dari interaksi sel mast dan syaraf terminal oleh MT5-MMP12.

Sel mast yang ditemukan dekat neuron nociceptif primer dan berperan

dalam senitisasi nociceptor dalam sejumlah konteks. Injeksi senyawa 48/80

secretagogue memacu degranulasi sel mast di dura dan menyebabkan eksitasi

nociceptor meningeal14. Degranulasi sel mast juga memberikan kontribusi

terhadap onset cepat faktor pertumbuhan saraf-diinduksi hiperalgesia thermal15.

Nyeri panggul yang terkait dengan cystitis neurogenik dieliminasi pada tikus yang

kekurangan sel mast. Meskipun temuan ini meunjukkan bahwa terjadi senitisasi

sel mast nociceptor perifer, tidak jelas mediator kimia mana yang berasal dari sel

mast yang penting untuk efek ini. Histamin memiliki peran peting dalam

memediasi sel mast-diinduksi aktivasi nociceptor16, 17, namun yang mengejutkan

tumor necrosis alfa (TNF-α) tampaknya tidak diperlukan bagi sel mast-tergantung

nyeri panggul16.

Makrofag berasal dari monosit yang bersirkulasi dan dipertahankan oleh

proliferasi lokal dan maturasi terjadi setelah proses diapedesis. Migrasi monosit

yang direkrut ke tempat cedera dan matang dalam beberapa jam berfungsi

meningkatkan jumlah makrofag pada daerah radang dalam beberapa hari sampai

3

Page 4: Interaksi Antara Imunitas Dan Sistem Saraf Pada Nyeri

minggu. Produk makrofag menjadi bersifat fagositik beberapa saat setelah

terjadinya cedera.

Jumlah makrofag meningkat pada tempat cedera saraf (seperti ditunjukkan

oleh peingkatan pewarnaan untuk ED1 (pada tikus homolog dengan CD 68

mausia))18,19 dan menghubungkannya dengan perkembangan alodinia mekanik

(nyeri yang disebabkan oleh stimulus yang tidak berbahaya) setelah cedera saraf18.

Perekrutan makrofag setelah cedera saraf dimediasi oleh beberapa sitokin

inflamasi. TNF-α yang dilepaskan dari sel schwann segera setelah cedera saraf

menginduksi MMP-9. Pada gilirannya, MMP-9 mempromosikan migrasi

makrofag ke tempat cedera melalui sawar darah-otak20,21 (Gambar 1). Interleukin

15 (IL-15) yang bertindak pada sel B dan mempromosikan proliferasi sel T

diregulasi di dalam persarafan beberapa jam setelah cedera. Injeksi intreneural IL-

15 ke dalam saraf menginduksi infiltrasi makrofag dan sel T ke saraf, efek yang

diblokir oleh antibodi IL-15 dan oleh ganglioside 9-O-Ac GD 1b (nerostatin),

sebuah modulator IL-15 yang mengikat IL-15 dengan afinitas tinggi22. TNF-α

seperti IL-15 dapat mengaktifkan MMP-9 (Gabar 1). Pada peran nociceptif

mereka, TNF-α menginduksi sensitisasi nociceptor perifer24 dan injeksi

intraplantarIL-15 menginduksi hiperalgesia mekanik25.

Setelah terjadi proses perekrutan dan aktivasi, makrofag berkontribusi

pada sensetisasi nociceptor dengan melepaskan beberapa mediator terlarut.

Ekspresi dari protein kemokin makrofag inflammatory protein-1α (MIP-1α) dan

reseptornya CCR1 dan CCR5 meningkat pada makrofag dan sel schwann setelah

ligasi parsial dari skiatik saraf dan berkontribusi teradap perkembangan nyeri

neuropatik26.

Deplesi sirkulasi monosit dan makrofag oleh liposom-encapsulated

clodronate mengurangi sebagian hiperalgesia suhu dan mekanik 19,27 tanpa

mengubah alodinia mekanik28 dalam model nyeri neuropatik. Meskipun hal ini

menunjukkan bahwa makrofag hanya memiliki peran kecil dalam nyeri

neuropatik, perlu diperhatikan dalam interpretasi hasil ini bahwa clodronate tidak

efektif mengurangi jumah makrofag29. Makrofag memiliki peran penting dalam

infiltrasi leukosit polimorfonuklear dan peradangan akut seperti yang ditunjukkan

4

Page 5: Interaksi Antara Imunitas Dan Sistem Saraf Pada Nyeri

dalam kondisi ablasi makrofag30. Strategi ini dapat digunakan untuk memperjelas

peranan makrofag pada nyeri kronis.

Neutrofil merupakan leukosit polimorfonuklear dengan jumlah melimpah.

Migrasi neutrofil terkait dengan nyeri inflamasi31,32. Dalam satu jam pertama dari

onset peradangan, neutrofil bermigrasi melalui endotel pembuluh darah dan

menumpuk di lokasi cedera. Saraf terminal mempengaruhi rekruitmen neutrofil

melalui inflamasi neurogenik yang juga disebut peradangan steril karena tidak ada

patogen yang terlibat. Selama terjadi peradangan neurogenik, neuron aferen

primer menghasilkan impuls-impuls yang menyebar melalui terminal saraf

sekitarnya, hal ini menyebabkan pelepasan substansi P neuropeptida vasoaktif dan

calsitonin gen-related protein (CGRP) di cabang-cabang erifer (Gambar 1). IL-1

juga dapat mengikat saraf terminal dan menyebabkan pelepasan substansi P dan

migrasi dari leukosit polimorfonuklear7,33. Khususnya degranulasi sel mast juga

difasilitasi oleh substansi P dan CGRP34. Interaksi sinergis neuroimun dimana

beberapa mediator terlarut dapat memperkuat tanggapan dan meningkatkan

perekrutan sel, memfasilitasi sensitisasi dan munculnya keadaan nyeri kronis.

Dengan pengeluaran endopeptidase netral, enzim yang mengontrol inflamasi

neurogenik baik inflamasi neurogenik dan nyeri neuropatik dapat ditingkatkan

pada tikus35 (Gambar 1).

Limfosit berkontribusi terhadap sensitisasi nociceptor perifer, tetapi data

mengenai kontribusi limfosit kurang meyakinkan dibandingkan sel-sel kekebalan

lainnya. Sel T melakukan infiltrasi skiatik saraf dan serabut ganglion dorsalis

(DRG) stelah cedera saraf18,36. Hiperalgesia dan alodinia disebabkan oleh cedera

saraf nyata dilemahkan atau dihilangkan pada hewan pengerat yang kekurangan

sel T37-39 dan imunosupresan rapamycin melemahkan nyeri neuropatik pada tikus,

sebagian karena efek pada sel T40. Diantara subset sel T, tipe 1 dan 2 sel T helper

(TH1 dan TH2) telah terbukti memiliki peran yang bebeda dalam nyeri

neuropatik. Sel-sel TH1 memfasilitasi periaku nyeri neuropatik dengan

melepaskan sitokin pro-inflamasi (IL-2 dan interferon-y (IFNy)), sedangkan sel-

sel TH2 menghambat dengan melepaskan sitokin anti inflamasi (IL-4, IL-10 dan

IL-13)37. Perlu dicatat bahwa konsentrasi IL-17 di sumsum tulang belakang tikus

5

Page 6: Interaksi Antara Imunitas Dan Sistem Saraf Pada Nyeri

meningkat setelah cedera saraf38. Meskipun sel Natural Killer (NK) direkrut ke

saraf siatik yang terluka pada tikus, NK cell tampakya tidak terlibat dalam nyeri

neuropatik karena tidak ada perbedaan jumlah sel NK antara alodinia dan

nonalodinia pada tikus18. Sel B juga tidak menunjukkan perubahan pada manusia

dengan nyeri kronis41,42 dan tampaknya tidak berkontribusi pada perkembangan

nyeri neuropatik pada tikus38,39.

Sistem komplemen merupakan bagian penting dari sistem pertahanan

bawaan43. Efektor kaskade komplemen menyerang mikroba, mengaktifkan sel

mast dan basofil serta mengaktifkan kemotaksis leukosit. Protein tersebut secara

normal hadir dalam pembuluh darah tetapi bisa bocor keluar untuk jaringan yang

meradang. Sistem komplemen juga memiliki peran dalam inflamasi hiperalgesia

dan nyeri neuropatik31,41-46. C5a, suatu anafilatoksin merupakan efektor penting

dari kaskade komplemen dan mengikat reseptor C5aR1 menjadi neutrofil atraktan

kuat. Injeksi C5a dan C3A ke dalam tikus atau tikus menginduksi perilaku

hiperalgesia31,46,47, sedangkan PMX53, suatu antagonis reseptor C5a menekan hal

tersebut31,48. Zymosan-hasil rekruitmen diinduksi neutrofil dihambat oleh PMX53

dan C5a-menginduksi hiperalgesia berkurang dalam neutrofil pada deplesi tikus31.

Komponen-komponen komplemen juga memiliki efek langsung pada

nociceptor. Penerapan C5a atau C3A untuk saraf perifer ex vivo sensitif C fiber

nociceptor46. Efek ini mungkin dimediasi oleh efek langsung dari ikatan reseptor

C5a, mRNA sebagai reseptor C5a diekspresikan dalam neuron sensori primer46.

Meskipun pengamatan ini menunjukkan bahwa protein komplemen memiliki efek

paralel pada sel imun dan nociceptor, satu skenario yang masuk akal adalah

bahwa aktivasi nociceptor C oleh fragmen komplemen menyebabkan inflamasi

neurogenik, yang memfasilitasi migrasi neutrofil dan hiperalgesia (Gambar 1).

C5a juga terlibat dalam nyeri neuropatik, seperti mengaktifkan mikroglia tulang

belakang pada nyeri neuropatik dan melengkapi blokade kaskade komplemen di

sumsum tulang belakang membalikkan hubungan nyeri neuropatik. Meskipun C5a

memiliki peran dalam hipersensitivitas nyeri, pembentukan membran kompleks,

produk akhir dari kaskade komplemen untuk lisis sel tampaknya tidak

berkontribusi pada nyeri neuropatik49.

6

Page 7: Interaksi Antara Imunitas Dan Sistem Saraf Pada Nyeri

Interaksi Ganglia Sensoris

Serabut saraf perifer dan badan sel pada DRG dan di-relay di ganglion

terminal terkait cedera input aferen primer ke funiculus dorsalis medula spinalis.

Badan sel DRG dan ganglion trigeminal neuron dikelilingi oeh sel satelit glia

kecil (SGC). Seperti halnya astrosit di CNS, SGC dihubungkan dengan gap

junction dan mendukung neuron DRG dengan memberi nutrisi dan buffer ion

ekstraseluler pada neurotransmiter. Diperkirakan 15000 Major Histocompabilitas

Complex II-sel positif kemungkinan makrofag ditemukan di tiap-tiap segmen

lumbar DRG dan memberikan perlindungan imun. Makrofag dan sel T menyerang

DRG setelah terjadinya cedera saraf. Makrofag kemudian secara bertahap

bergerak melalui sel satelit dan bermigrasi lebih dekat dengan neuronal soma

(Gambar 2). Makrofag ini akhirnya membentuk cincin perineuronal di bawah sel

satelit di sekitar neuron sedang sampai besar setelah konstriksi saraf skiatik36,51.

Hampir berlawanan dari sel satelit dan neuron interaksi melalui sinyal parakrin,

sebuah mekanisme penting pada DRG yang mendasari sensitisasi perifer6.

Bukti baru telah muncul tentang bagaimana interaksi ini mempromosikan

transisi menuju proses nyeri kronis. Sel satelit di dalam DRG menunjukkan

peningkatan pasangan gap junction setelah injeksi Complete Freund’s Adjuvant

(CFA) melalui telapak kaki, sebuah efek paralel pengurangan ambang rasa

nyeri52,53. Pada ganglion trigeminal, injeksi pelacak retrograde True Blue ke dalam

kapsula temporomandibular joint menyebabkan akumulasi zat pewarna dalam

SGC setelah injeksi capsaicin ke temporomandibular joint. Yang terpenting di

sini, tidak ada pasangan gap junction diantara neuron DRG maupun antara SGC

pada ketiadaan stimulasi yang berbahaya. Dengan demikian, peningkatan

komunikasi antara SGC dan antara neuron dan SGC setelah stimulasi saraf perifer

meningkatkan rangsangan neuron dan meningkatkan input aferen primer.

Peningkatan komunikasi juga dapat menyebar melaui neuron sekitar dan SGC.

Thalokoti dkk menunjukkan bahwa aktivasi saraf sensori yang menginervasi

daerah mandibula menyebabkan nyeri yang berhubungan dengan perubahan

seluler tidak hanya di dalam neuron dan SGC daerah mandibula tetapi juga daerah

maksila dan opthalmica dari ganglion trigeminal. Lintasan eksitasi di dalam

7

Page 8: Interaksi Antara Imunitas Dan Sistem Saraf Pada Nyeri

ganglion sensoris menyediakan mekanisme nyeri ekstrateritori yang terjadi di luar

dermatom letak cedera.

SGC juga dapat mempengaruhi rangsangan saraf melalui pengurangan

penyangga kalium (Gambar 2a). Homeostatasis kalium ekstraseluler

mempengaruhi rangsangan saraf. Saat kalium ekstraseluler meningkat, nilai

ambang aktivasi diturunkan dan rangsangan saraf meningkat. SGC, tetapi bukan

neuron pada ganglia terminalismengekspresikan kanal K+ ke dalam Kir4.1, yang

memiliki peran penting dalam penyangga konsentrasi K+ dalam ganglion56.

Sepuluh hari setelah cedera dari saraf infraorbital, waktu dimana nyeri neuropatik

berkembang, ekspresi Kir4.1 dikuranngi oleh 40% ganglion trgeminal. Penutupan

Kir4.1 pada ganglion rigeminal oleh small interfering RNA (siRNA) juga cukup

untuk menginduksi mekanisme hipersensitivitas pada korespendensi perifer yang

sesuai57.

Sebuah lengkung sinyal timbal balik parakrin antara neuron dan SGC pada

ganglion terminal pada ganglion trigeminal juga memberi kontribusi untuk

sensitisasi nociceptor (Gambar 2b). Pelepasan CGRP oleh neuron meginduksi

produksi IL-1β dalam SGC. IL-1β, tetapi tidak IFN-y atau TNF-α, meningkatkan

produksi prostaglandin E2 (PGE2) dengan mengaktifkan siklooksigenase-2

(COX2) jalur di SGC. Nitrat oksida (NO) yang dihasilkan dalam neuron ganglion

trigeminal juga menginduksi produksi PGE2, mungkin dengan aktivasi COX1.

PGE2 pada gilirannya merangsang produksi CGRP di neuron ganglion trigeminal,

melengkapi jalur feedback positif (Gambar 2). Meskipun feedback dapat

meningkatkan sensitisasi nociceptor, penelitian lebih lanjut diperlukan untuk

menjelaskan apakah peningkatan hipersensitivitas nyeri ini meningkat secara in

vivo.

Akumulasi sitokin pro dan anti inflamasi dan kemokin di DRG setelah

cedera juga memberikan kontribusi terhadap sensitisasi neuron sensorik. TNF-α,

IL-1β, IL-10 dan kemokin beberapa diregulasi dalam DRG setelah cedera. TNF-α

juga diangkut secara retrograd ke DRG60. Kemoatraktan Monosit Kemokin

Protein-1 (MCP-1, atau CCL2) dan CCR2 reseptor juga diregulasi di neuron DRG

dalam model nyeri neuropatik61,62. Sitokin dan kemokin ini bertindak pada

8

Page 9: Interaksi Antara Imunitas Dan Sistem Saraf Pada Nyeri

reseptor masing-masing pada neuron DRG dengan potensi kopling reseptor

transient (TRP) dan saluran natrium, menghasilkan pembuangan ektopik dan

meningkatkan masukan aferen primer ke cornu dorsalis spinalis (Gambar 2c).

Efek Inhibisi sel imun pada nyeri

Setelah cedera, sistem kekebalan tubuh juga melepaskan faktor-faktor

yang mendorong pemulihan jaringan, menekan peradangan dan mengurangi rasa

sakit. Leukosit dan keratinosit melepaskan opioid, terutama β-endorfin setelah

cedera7,63,64. Penelitian terbaru menunjukkan bahwa endomorfin diekspresikan di

sel T, makrofag dan fibrobal dari jaringan sinovial penderita dengan osteoarthritis

dan rheumatoid arthritis65. Inflamasi meinmbulkan peepasan kemokin seperti

CXCL1 dan CXCL2 tidak hanya memfasilitasi perekrutan leukosit tetapi juga

menginduksi pelepasan opioid peptida dari migrasi leukosit7. Aktivasi dari

reseptor endotelin-B juga dapat memicu pelepasan β-endorfin dari keratinosit63.

Sistem purinergic negatif perifer mengatur respon imun dan nyeri.

Reseptor purinergic terdiri dari pasangan G protein P2Y dan reseptor P dan

gerbang ligan family P2X. Reseptor P1 diaktifkan oleh ATP, ADP dan UTP,

sedangkan reseptor P2X hanya diaktifkan ATP. Kerika mengikat reseptor P@Y,

ATPyS secara perlahan menghidroisis analog ATP, menghambat sekresi TNF-α

dan CCL2 dan meningkatkan pelepasan IL-10 setelah aktivasi TLR di monosit

manusia67. Dalam P2X7R, DRG dalam sel satelit secara tonis menghambat

ekspresi P2X3R di neuron oleh aktivasi neuronal P2Y1Rs melalui ATP asal SGC

yang mencegah perkembangan nyeri inflamai pada tikus (Gambar 2d).

Terdapat beberapa kelas mediator lipid, termasuk lipoxins, resolvins, dan

neuroprotectins69 yang diproduksi oleh neutrofil, sel endotel vaskuler dan sel imun

lain saat diaktivasi. Mediator lipid ini secara aktif mendorong resolusi inflamasi.

Lipoxins menekan nyeri inflamasi70. Resolvins diturunkan secara endogen dari

omega 3 essensial asam lemak tak jenuh ganda. Dua jenis resolvins, D dan E telah

teridentifikasi. Resolvins D1 (RvD1) menghambat produksi IL-1B di mikroglia

dan RvD2 mencegah migrasi neutrofil ke tempat inflamasi dengan menghambat

interaksi leukosit-endothelial in vivo69,71. Efek analgesik resolvins tidak terbatas

9

Page 10: Interaksi Antara Imunitas Dan Sistem Saraf Pada Nyeri

pada efek antiinflamasi. Baik RvE1 dan RvD1 mengurangi hiperalgesia pada

formalin, carragenan dan model CFA pada nyeri inflamasi. RvE1 juga

menghambat alodinia mekanik, potensiasi reseptor NMDA yang diinduksi TNF-

α8.

Respon SSP pada Cedera Perifer

Respon glia central pada cedera perifer

Glia menunjukkan peningkatan aktivitas pada proses jalur multiple sebagai

respon terhadap cedera perifer. Aktivasi sinyal diteruskan ke otak oleh aktivasi

imun perifer dan melalui input saraf aferen, sitokin sirkulasi dan aktivitas sel

imun. Pada beberapa model hewan, nyeri inflamasi, penyuntikan formalin,

zymosan atau carrageenan ke dalam tumit menginduksi glia spinalis (sebagai

pengaruh peningkatan ekspresi CD11b, ionisasi kalsium terikat molekul (Iba1),

glia fibrillary acid protein (GFAP) atan kalsium S100 terikat protein an efek

hiperalgesia. Terdapat hasil yang berbeda yang telah diteliti setelah injeksi CFA.

Beberapa kelompok dilaporkan mengaktivasi glia spinal, dan kelompok lain tidak.

Aktivasi glia dilakukan penelitian pada cedera jaringan dalam pada otot,

persendian, saraf perifer maupun viscera dengan tergantung waktu yang tetap dan

hiperaktivitas glia somatopic berhubungan dengan cedera inflamasi dan nyeri. Hal

ini menunjukkan bahwa aktivasi glia lebih sensitif daripada cedera jaringan

dalam. Insisi kulit, model nyeri post operatif diinduksi cedera jaringan kutaneus

memproduksi lebih banyak efek yang lebih lemah pada ekspresi marker glia

daripada cedera saraf spinal. Penemuan ini secara klinik berhubungan karena

kebanyakan kondisi nyeri inflamasi mempengaruhi jaringan dalam maupun organ.

Modulator glia yang didesain untuk menghambat aktivasi glia mencegah

hiperalgesia persisten dan yang penting nilai ambang dasar nyeri biasanya tidak

berpengaruh oleh inhibitor glia yang menunjukkan bahwa glia secara selektif

mendorong sensitisasi setelah cedera.

10

Page 11: Interaksi Antara Imunitas Dan Sistem Saraf Pada Nyeri

Peran input saraf afferent

Peningkatan input afferent primer tidak hanya mengaktivasi neuro

polisinaps pada cornu dorsalis spinalis dan nukleus trigeminal spinalis tetapi juga

dapat mengubah aktivitas glial centralis. Bloking koduksi saraf perifer

meniadakan inflamasi otot masseter diinduksi regulasi GFAP pada nukleus

trigeminal spinalis yang menunjukkan bahwa aktivasi glial centralis pada respon

inflamasi perifer tergantung input saraf77,78. Stimulasi elektrik pada saraf skiatik

tikus maupun radix dorsalis pada stimulasi mengeluarkan CX3CL1 (fractalkine),

meningkatkan aktivasi microglial (ditaksir imunoreaktivitas Iba1) pada cornu

dorsalis spinalis dan meningkatkan sensitivitas nyeri95,96. Namun tidak semua

bentuk input nociceptif meningkatkan fungsi glial. Cedera akut jaringan pada

iritasi minyak mustard tidak meningkatkan aktivasi glial (ditaksir

imunoreaktivitas OX-42 dan GFAP) pada medula spinalis yang menunjukkan

bahwa respon glial secara selektif memiliki bentuk yang berbeda pada input

afferent primer. Pada cedera inflamasi, input mendukung dari jaringan perifer,

secara khusus pada otot dalam, persendian dan viscera seperti mengaktivasi glia.

Sinyal imun perifer ke otak

Diantara prototipe sitokin proinflamasi, IL-6 berfungsi menyampaikan

pesan sinyal imun perifer ke SSP. Pada 3 jam setelah induksi inflamasi

carrageenan pada tikus, kadar IL-6 dalam darah meningkat, namun tidak bagi IL-

1β maupun TNF-α. Peningkatan IL-6 sirkulasi dihubungkan dengan aktivitas

induksi COX-2 dan pelepasan PGE2 pada sel endothelial vaskular pada otak

(yang mengekspresikan reseptor IL-6)98,99. Respons ini dilemahkan oleh antibodi

IL-6 dan netralisasi IL-6 melemahkan hiperalgesia inflamasi79.

Infitrasi sel imun ke dalam SSP memfasilitasi induksi nyeri kronik.

Migrasi sel imun ke SSP terjadi secara selektif. Sebuah subpopulasi neutrofil yang

mengekspresikan kalsium terikat protein S100A8 dan S100A9 bermigrasi ke

medula spinalis setelah inflamasi tumit dan akumulasi intraluminal serta

perivaskular100. Sel T CD4+ berinfiltrasi ke dalam medula spinalis setelah

transeksi saraf spinal L539. Makrofag tidak terdeteksi pada medula spinalis satelah

11

Page 12: Interaksi Antara Imunitas Dan Sistem Saraf Pada Nyeri

inflamasi tumit dan transeksi saraf spinal L5. Namun, setelah ligasi saraf skiatik

parsial, makrofag perifer maupun invasi monosit ke dalam medula spinalis dan

berdiferensiasi menjadi sel dengan fenotip mikroglial, menunjukkan bahwa

pengangkutan sel imun melalui darah membuat kontribusi langsung ke respon

glial di dalam SSP.

Masih belum jelas bahwa permeabilitas sawar darah-otak dan sawar darah-

medula spinalis diubah setelah cedera jaringan maupun cedera saraf memfasilitasi

migrasi sel mun dan mediator inflamasi ke dalam SSP. Infiltrasi sel imun ke

dalam SSP diinisiasi oleh sinyal kemotaksis. C5a diaktifkan pada mikroglia spinal

setelah cedera saraf dan induksi kecil A2 (SCYA2), CCL2 dan adhesi molekul-1

leukosit endotelial secara substasial diaktifkan ke plexus choroideus pada respon

inflamasi tumit. Netralisasi CCL2 pada medula spinalis meniadakan infiltrasi

monosit maupun makrofag setelah cedera saraf101.

Aktivasi Neuron dan Glia Pada Nyeri Kronik

Persinyalan Neuron ke Glia

Neurotransmiter, neuromdulator dan mediatro inflamasi dilepaskan dari

ujug saraf afferen primer ke dalam medulla spinalis61,106. CCL2 diperbesar, vesikel

inti tebal pada neuron DRG yang menunjukkan bahwa substansi tersebut dapat

dilepaskan dengan cara yang sama seperti neurotransmiter6. Saat impuls saraf

sampai, neural dan mediator imun seperti glutamat, ATP, substansi P< CGRP,

brain derived neurotropic factor (BDNP), IL-6 dan CCL2 dilepaskan. Hal ini

terjadi pada reseptor di ujung saraf post sinaps dan pada mikroglia dan astrosit,

mengatur aktivitas glial (Gambar 3). Hal ini menjadi topik pada beberapa

penelitian terkini1-6,107.

Neuron dapat meregulasi aktivitas mikroglia melalui jalur seluler multiple.

Penelitian terkini menjelaskan jalur sinyal spesifik mikroglia yang dihubungkan

melalui neuregulin-1 (NRG-1), faktor pertumbuhan dan diferensiasi yang

dilepaskan dari ujung saraf afferent primer dari mikroglia spinal dan berikatan

dengan reseptor tirosinase kinase crbB2 pada mikroglia. Hal ini memacu aktivasi

mikroglia spinalis, pelepasan sitokin proinflamasi (termasuk IL-1β), kemotaksis

12

Page 13: Interaksi Antara Imunitas Dan Sistem Saraf Pada Nyeri

dan perkembangan hipersensitivitas nyeri (gambar 3a). Yang menarik, mikroglia

TLR4 bertindak atipik yaitu pada reseptor opioid nonstereoselektif. Morfin terikat

dengan domain yang sama dengan TLR4 sebagai lipopolisakarida dan

menginduksi pelepasan sitokin proinflamasi dari glia. Hal ini memungkinkan

bahwa tambahan preparat analgesik, opioid endogen secara lagsung menstimulasi

aktivitas mikroglial. Aktivasi jalur transduser siyal Janus kinase dan aktivator

transkripsi-3 (JAK-STAT3) di mikroglia oleh IL-6 menunjukkan alodinia stelah

cedera saraf. Namun efek mikroglia mungkin dimediasi oleh neoron, karena

reseptor IL-6 diekspresikan berlimpah pada neuron98,99,100.

Hal ini menjadi bukti bahwa mikroglia terlibat dalam menekan nyeri.

Pasangan reseptor G protein kinase 2 (GRK 2) mengekspresikan regulator negatif

pada pasangan reseptor G protein. Tikus yang mengekspresikan GRK2 yang

mengalami penurunan 50% (Grk2+/-) menunjukkan peningkatan dan

perpanjangan hiperalgesia setelah induksi inflamasi careegenan pada tumit yang

menunjukkan bahwa GRK2 menekan hiperalgesia inflamasi. Penekanan selektif

GRK2 pada mikroglia dan makrofag meningkatkan durasi hieralgesia112. Hasil

tersebut menunjukkan bahwa GRK2 pada mikroglia maupun makrofag mengatur

durasi hiperalgesia inflamasi (Gambar 3a).

Aktivasi astrosit dimodulasi oleh aktivitas neuronal setelah cedera

perifer76. Inhibisi aktivitas neuronal menurunkan ekspresi GFAP pada medula

spinalis setelah cedera saraf113. Garrison dkk menunjukkan bahwa cedera saraf

diinduksi regulasi GFAP tergantung oleh aktivitas reseptor NMDA, secara

langsung diatur oleh input sinapti glutamatergic115,116. Pada potongan preparat

medullary ex vivo, aplikasi substansi P maupun CGRP menginduksi peningkatan

GFAP pada kompleks trigeminal spinalis, walaupun hal tersebut masih belum

jelas apakah merupakan efek langsung dari pengikatan astrosit. Lebih jauh lagi,

pada peniadaan reseptor k-opioid atau ligan endorfin dynorphin, cedera saraf

diinduksi GFAP pada cornu dorsalis spinalis dihilangkan, yang menunjukkan

bahwa sinyal opioid juga dapat memodulasi aktivasi astrosit. Pada aktivasi,

beberapa sinyal pada astrosit dimediasi oleh NF-kB, c-un N-terminal kinase-1

13

Page 14: Interaksi Antara Imunitas Dan Sistem Saraf Pada Nyeri

(JNK-1) dan penghambat jaringan metalloproteinase (TIMPs) mempengaruhi

perkembangan hiperalgesia (Gambar 3c).

Interaksi Glia-Sitokin-Neuron

Baik mikroglia maupun astrosit melepaskan substansi yang mempengaruhi

aktivitas neuronal. Aktivasi mikroglia melepaskan beberapa mediator yang

bekerja pada neuron dan nociceptor sensitif4,123-123. Satu contoh interaksi timbal

baik antara mikroglia dan neuron melibatkan kemokin CXCL1 (Gambar 3a).

CX3CL1 diekspresikan pada neuron sensorik primer dan neuron cornu dorsalis.

CX3CL1 secara normal berlabuh pada membran sel dengan lapisan musin yang

dapat diikiat dengan aktivitas protease. Pada stimulasi afferent primer protease

lisosomal sistein cathepsin S dilepaskan dari mikroglia dan mengikat CX3CL1

yang berlokasi di permukaan neuron cornu dorsalis. CX3CL1 mengubah aktivasi

receptor CX3CR1 pada mikroglia yang mengatur fosforilasi p38 MAPK pada

mikroglia. Contoh lain melibatkan sinyal prurinergik. ATP yang dapat diturunkan

dari berbagai sumber termasuk ujung-ujung saraf, menginduksi pelepasan BDNF

dari mikroglia dengan mengaktivasi P2X4R. BDNF dari mikroglia mengikat

reseptor TrkB pada neuron dan menginduksi pertukaran gradien anion klorida

pada cornu dorsalis neuron nociceptif. Peningkatan eksitabilitas lamina I neuron

nociceptif melalui reseptor GABAA dimediasi depolarisasi.

Hubungan kedekatan dengan neuron, astrosit berada pada posisi yang unik

yang berinteraksi dengan neuron pada regulasi aktivitas sinaptik. Pelepasan

glutamat pada ujung ujung saraf perifer mengaktivasi reseptor glutamat

metabotropic pada astrosit yang menningkatkan mbilisasi Ca2+ pada astrosit. Hal

ini memicu pelepasan dari astrosit pada mediator, termasuk glutamat, p-serine dan

ATP yang memodulasi aktivitas neuronal. Reseptor NMDA memiliki peran

penting pada sinaptik plastisitas dan nyeri persisten. P-serine bekerja pada

reseptor sinaptik NMDA dimana astrosit glutamat berikatan dengan reseptor

ekstrasinaps NMDA. Transporter astrosit glutamat (GLT-1) menahan pelepasan

glutamat ke dalam inaps untuk mencegah aktivasi berlebihan pada reseptor

glutamat post sinaps. Namun, GLT-1 bekerja setelah cedera dan pertukaran

14

Page 15: Interaksi Antara Imunitas Dan Sistem Saraf Pada Nyeri

glutamat-glutamin antara astrosit dan neuron diubah. Perebahan pada sinaps

homeostasis glutamat memacu peningkatan eksitabilitas cornu dorsalis dan

berperan dalam perkembangan nyeri persisten4,132,133.

Dari begitu banyak sel imun maupun turunan mediator glia yang

dihubungkan dengan hipersensitivitas nyeri, IL-1β merupakan sitokin kunci yang

memdulasi mikroglia, astrosit dan neuron. ATP menginduksi pelepasan IL-1β dari

mikroglia pada potongan medula spinalis yang memerlukan reseptor P2X7.

Induksi ATP melepaskan IL-1β memerlukan TLR primer dari lipopolisakarida,

yang menunjukkan bahwa hal ini hanya terjadi saat cedera. Pelepasan IL-1β juga

dimediasi oleh sinya CX3CL1 dan mengaktivasi p38 MAPK di mikrogia. IL-1β

juga secara selektif bekerja pada astrosit di medula spinalis, nukleus trigeminal

spinalis dan medula ventromedial rostral pada model nyeri kanker, inflamasi dan

cedera saraf, yang menunjukkan bahwa astrosit dapat bekerja sebagai sumber

alternatif dari sitokin proinflamasi. Setelah cedera saraf spinal, pro- IL-1β

dipotong oleh MMP-9 di mikroglia dan MMP-2 di astrosit, namun tidak oleh

sistein protease caspase-1, sebuah enzim kunci yang bertanggungjawab untuk

produksi dan pemtangan IL-1β. IL-1β juga menjadi pesan penting antara glia dan

neuron. Reseptor IL-1 colocalizes dengan reseptor NMDA pada neuron. Aktivasi

reseptor IL-1 memfasilitasi fosforilasasi eseptor NMDA, induksi berubayeri

persisten juga h pada kekuatan sinapsis dan menghasilkan efek hiperalgesia.

Namun, peran IL-1β pada nyeri persisten juga melibatkan mekanisme reseptor

NMDA independent139.

TNF-α bekerja pada jalur nyeri setelah cedera dan disekresi oleh imunitas

an sel glial. TNF-α menginduksi fosforilasi JNK1 dan mengaktivasi NF-kB pada

astrosit, mempengaruhi pelepasan CCL2. CCL2 kemudian bekerja pada reseptor

CR2 pada neuron dan berinteraksi ositif dengan NMDA neuronal dan reseptor

AMPA. Pada medulla ventromedial rostral, yang bertanggungjawab terhadap

penurunan modulasi nyeri, TNF-α diinduksi setelah cedera saraf dan memfasilitasi

fosforilasi reseptor NMDA. TNF-α juga menstimulasi fosforilasi subunit GluA1

pada reseptor AMPA dan berada pada membran neuron cornu dorsalis140.

15

Page 16: Interaksi Antara Imunitas Dan Sistem Saraf Pada Nyeri

Penemuan ini menguatjan pandangan bahwa glia asal sitokin proinflamasi

berinteraksi dengan eksitasi reseptor asam amino.

IL-18, sebuah sitokin inflamasi dari family IL-1 bekerja sebagai pengantar

pesan antara mikroglia dan astrosit. Setelah cedera saraf spinal, IL-18 aktif pada

mikroglia dan reseptornya IL-18R bekerja secara selktif pada astrosit pada medula

spinalis. Sinyal IL-18 mempengaruhi aktivasi NF-kB di astrosit dan

mengembangkan nyeri neuropatik pada tikus. IL-18 juga berkontribusi

memfasilitasi penurunan nyeri di batang otak. Aktivasi reseptor 5-HT3 spinal

meningkatkan hipersensitivitas nyeri dengan mekanisme yang melibatkan IL-18,

mikroglia dan astrosit.

Peluang Terapi

Pengetahuan mendalam mengenai peran berbagai tipe sel dan mediator

terlarut pada nyeri membuka peluang perkembangan target analgesik potensial.

Penemuan penelitian preklinik belum dapat diterapkan ke dalam pengaturan

klinik. Di sini kita mendikusikan beberapa perkembangan terkini dalam target

sitokin, kemokin, resolvin dan modulator glial sebagai agen analgesik.

Sitoki anti inflamasi dan penghambat sitokin

Kineret (anakira, Amgen), sebuah reseptor antagonis IL-1 rekombinan

manusia, dan dua penghambat inhibitor, Enbrel (etanercept, Pfizer dan Amgen)

dan Remicade (infliximab, Centoco), menghambat nyeri dihubungkan dengan

rheumatoid arthritis dan kondisi inflamasi lainnya142. Arcalyst (rilonacept,

Regeneron) mengikat IL-1α dan IL-1β dengan afinitas tinggi dan menunjukkan

harapan pada perawatan inflamasi. Obat dengan fusi protein yang terdiri atas

domain ekstraseluler dan protein asesoris pada reseptor terlarut IL-1. Sebagai

penghambat I-1, rilonacept memiliki keuntungan lebih dari reseptor IL-1

monomer, dimana ikatan IL-1 dengan afinitas rendah dan pada beberapa kasus

dapat bekerja sebagai antagonis. Rilonacept mensupresi hiperalgesia dan inflamasi

pada model arthritis yang diinduksi dengan kristal monosodium urat ke dalam

sendi ankle tikus. Pada penelitian awal yang melibatkan 10 pasien dengan gout

16

Page 17: Interaksi Antara Imunitas Dan Sistem Saraf Pada Nyeri

arthritis kronik aktif, rilonacept secara signifikan mengurangi nyeri setelah

pemberian injeksi subkutaneus dan ditoleransi secara baik143.

IL-10 sebuah sitokin antiinflamasi yag disekresi oleh monosit dan sel

TH2, membalik nyeri neuropatik pada penelitian hewan145. Untuk meningkatkan

pengiriman dan meningkatkan efek durai, formulasi baru didesain yang terdiri

atas penyandian plasmid DNA IL-10 enkapsulated (pDNA-IL-10) dengan

mikropartikel PLGA (polylactic-co-glycolic-acid), sebuah polimer degradasi

sistesis. Formulasi ini memperbolehkan pelepasan lambat IL-10 dan

meningkatkan produksi IL-10 dibandingkan dengan unenkapsulated pDNA-IL-10.

Pada model yang melibatkan konstriksi kronik pada saraf skiatik, injeksi

intratekal dari mikropartikel tersebut menghilangkan mekanisme alodinia untuk

lebih dari 70 hari setelah pemberian tunggal. Mikropartikel PLGA juga dapat

menginduksi penarikan makrofag dan menstimulasi aktivitas fagositik, sehigga

penelitian lebih lanjut masih diperlukan untuk menjelaskan mekanisme ketepatan

aksi tersebut.

Resolvins Proresolusi

Keperluan terapi resolvins sebagai agen analgesik yang menguntungkan

menjadi topik yang menarik. Salah satu keuntungan dari mediator lipid ini ialah

bahwa resolvins bekerja dengan mensupresi proses inflamasi dan dengan

menghambat mekanisme plastisitas sinaptik yang melibatkan transisi nyeri kronik.

Fungsi lain manfaat yang diinginkan dari resolvins ialah resolvins tidak

mempengaruhi nilai ambang dasar nyeri namun menekan cedera yang

menginduksi nyeri pada penelitian preklinik. Sebaliknya, dengan agen

antiinfamasi luas, meditor lipid proresolusi tidak mengubah respon pertahanan

inflamasi dan tidak meningkatkan risiko infeksi.

Antagonis Reseptor Komplemen

PMX53, sebuah pencampuran hexapeptida siklik, ialah antagonis reseptor

komplemen C5a dan menghambat hiperalgesia inflamsi pada penelitian preklinik

tanpa mengubah nilai ambang dasar nyeri. Namun, pada penelitian double blind,

17

Page 18: Interaksi Antara Imunitas Dan Sistem Saraf Pada Nyeri

penelitian klinik dengan pacebo pada individu dengan rheumatoid arthritis,

PMX53 tidak mengurangi inflamasi sinovial. Kelemahan PMX53 pada pasien

tersebut terhadap nyeri tidak ditentukan.

Modulator Glial

Sebuah keterangan penelitian preklinik mendukung peran glia terhadap

perkembangan nyeri kronik. Yang paling umum pada penggunaan modulator glial

termasuk minosiklin (tetrasiklin semisintetik), fluorocitrate (sel toxin metabolik),

propentofylline (derivat xantin dan penghambat fosfodiesterase) methionine

sulfoximine (penghambat astroglial glutamin sintetase) dan Mac-1-saporin

(reseptor CD11b dan konjugasi saporine; sistem target advanced). Diantara agen-

agen tersebut, minosiklin digunakan secara klinik sebagai antibiotik dan

pentofylline biasa digunakan dalam percobaan klinik untuk penyakit Alzheimer.

Efek analgesik potensial dari modulator glial tersebut pada pasien belum

ditetapkan. AV411 (ibudilast, Avigen/Medicinova) sebuah penghambat lial dan

penghambat aktivitas fosfodiesterase, mempotensiai analgesik opioid pada tikus

dan pada fase 2 percobaan klinik (NCT00576277) menunjukkan harapan pada

perawatan nyeri neuropatik. Konsentrasi plasma AV411 dihubungkan dengan

penurunan nyeri dan obat-obatan ditoleransi secara baik.

Kesimpulan

Kini kita sepenuhnya meyadari pentingnya interaksi antara imunitas dan

sistem saraf pada nyeri. Sel imun tubuh bawaan berespon terhadap cedera dengan

respon inflamasi yang mengaktivasi jalur nyeri. Mediator terlarut dilepaskan oleh

imunitas dan sel glia bekerja pada nociceptor, meningkatkan kekuatan sinaps dan

mengubah sensitivitas nyeri. Setelah aktivasi sel imun perifer dan nociceptor,

respon nyeri akut awal, apabila dikurangi dapat berkembang ke dalam nyeri

kronik patologis.

Terdapat jarak krusial pada pengetahuan kita. Peran aktivasi imun bawaan

pada nyeri agak jelas, namun masih sedikit pengetahuan terhadap peran sitem

imun didapat pada kondisi inflamasi kronik dan kontribusinya terhadap nyeri

18

Page 19: Interaksi Antara Imunitas Dan Sistem Saraf Pada Nyeri

kronik. Lebih jauh lagi, kebanyakan penelitian dilakukan hanya terbatas pada fase

protektif nyeri dihubungkan dengan cedera awal. Model hewan terkini terbatas

pada respon inflamasi akut dan hiperalgesia singkat yang terbatas waktu. Model

yang lebih baik diperlukan untuk menjelaskan kontribusi sel imun pada nyeri

kronik dan peran mereka dalam menjaga keadaan nyeri kronik. Penelitian lebih

lanjut mengenai keterlibatan sel imun dan glia pada nyeri mungkin dapat

mengidentifikasi target ide dan penghambat yang lebih selektif.

19