Inovasi Pendidikan Rasyid Ridha

Embed Size (px)

Citation preview

INOVASI PENDIDIKAN RASYID RIDHA

A. Sejarah Perkembangan Pemikiran Rasyid Ridha Nama lengkapnya Muhammad Rasyid bin Ali Ridha bin Syamsuddin bin Baha'uddin Al-Qalmuni Al-Husaini. Namun, dunia Islam lebih mengenalnya dengan nama Muhammad Rasyid Ridha. Ia lahir di daerah Qalamun (sebuah desa yang tidak jauh dari Kota Tripoli, Lebanon) pada 27 Jumadil Awal 1282 H bertepatan dengan tahun 1865 M. Dari namananya jelas bahwa beliau merupakan salah satu keturunan AhlulBait. Muhammad Rasyid Ridha dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan keluarga terhormat dan taat beragama. Dalam sebuah sumber dikatakan bahwa Rasyid Ridha masih memiliki pertalian darah dengan Husein bin Ali bin Abi Thalib, cucu Nabi Muhammad SAW. Semasa kecilnya, Rasyid Ridha dimasukkan oleh orang tuanya ke madrasah tradisional di desanya, Qalamun, untuk belajar membaca Alquran, belajar menulis, dan berhitung. Berbeda dengan anak-anak seusianya, Rasyid kecil lebih sering menghabiskan waktunya untuk belajar dan membaca buku daripada bermain, dan sejak kecil memang ia telah memiliki kecerdasan yang tinggi dan kecintaan terhadap ilmu pengetahuan. Setelah menyelesaikan belajar baca tulisnya, dalam usia sekitar 17 tahun, Rasyid Ridha melanjutkan studinya ke Madrasah AlWathaniyyah Al-Islamiyyah, yaitu sekolah milik pemerintah di Kota Tripoli. Sekolah ini merupakan sekolah yang tergolong modern yang didirikan dan diajarkan oleh Syaikh Husain Al-Jisr, seorang alim ulama yang gagasan dan pemikiran keagamaannya telah dipengaruhi oleh ide-ide modernisme. Di sini, Rasyid Ridha belajar pengetahuan agama dan bahasa Arab secara lebih mendalam. Selain itu, ia juga belajar ilmu bumi, ilmu berhitung, dan pengetahuan modern lain, seperti bahasa Prancis dan Turki. Kemudian dia melanjutkan studinya ke salah satu sekolah agama yang ada di Tripoli. Meskipun sudah pindah sekolah, tetapi hubungan

INOVASI PENDIDIKAN RASYID RIDHA

1

Ridha dengan guru utamanya saat di Madrasah Al-Wathaniyyah AlIslamiyyah terus berlanjut.

B. Dari Pemikiran Tasawuf Hingga Modernisme Rasyid Ridha Syaikh Rasyid menyebutkan bahwa yang membuatnya gandrung mempelajari tasawuf adalah pesona kitab Ihya Ulumud ad-Diin karya Imam al-Ghazali. Dia juga menyebutkan, ada temannya yang bernama Muhammad al-Husaini berhasil menjadi seorang sufi terselubung dalam tarekat Naqsyabandiyyah. Ia beranggapan dirinya telah mencapai tingkat mursyid sempurna. Oleh karena itu, Rasyid mengikuti tarekat

Naqsyabandiyyah ini melalui bimbingan Muhammad Husaini. Mengenai hal ini, beliau bertutur, Di sela-sela itu, aku melihat banyak sekali perkara-perkara rohani yang terjadi di luar kebiasaan, dan banyak kejadian itu, aku berupaya menafsirkannya namun sebagiannya tak berhasil aku ungkap, akan tetapi buah cita rasa yang tidak lazim ini tidak sama sekali menunjukkan bahwa seluruh tata cara ini tidak disyariatkan sebagiannya bernuansa bidah atau dibolehkan, sepertinya aku akan menelitinya kemudian. Rasyid Ridha menyebut kegiatannya menjalani wirid harian dalam tarekat Naqsyabandiyyah adalah dengan cara mengucapkan nama Al1ah di dalam hati, tanpa ucapan lisan sebanyak 5000 kali seraya membelalakkan kedua mata, menahan nafas sekuat daya dan mengikat hati dengan hati sang guru. Di kemudian hari jelas baginya semua itu bidah, ia menyebutkan hal tersebut dapat mencapai kesyirikan terselubung ketika seseorang mengikat hatinya dengan hati sang guru. Sebab dalam tuntutan tauhid, seorang hamba di dalam setiap ibadahnya harus menuju Allah semata, dengan lurus total dan tidak condong serta berserah diri kepadaNya dalam agama. Rasyid Ridha mulai mengembangkan gagasan modernisme Islam dikarenakan oleh pengaruh pemikiran kedua gurunya Jamaluddin al-

INOVASI PENDIDIKAN RASYID RIDHA

2

Afghani dan Muhammad Abduh. Ridha mempelajari kelemahankelemahan masyarakat muslim saat itu, dibandingkan masyarakat kolonialis Barat, dan menyimpulkan bahwa kelemahan tersebut antara lain kecenderungan umat untuk mengikuti tradisi secara buta (taqlid), minat yang berlebihan terhadap dunia sufi dan kemandegan pemikiran ulama yang mengakibatkan timbulnya kegagalan dalam mencapai kemajuan di bidang sains dan teknologi. Beliau berpendapat bahwa kelemahan ini dapat diatasi dengan kembali ke prinsip-prinsip dasar Islam dan melakukan ijtihad dalam menghadapi realita modern. Cita-cita yang ingin diwujudkan Rasyid Ridho saat itu, bukan saja membebaskan bangsa Arab dari kolonialisme Eropa, lebih dari itu untuk kembali mewujudkan keagungan peradaban Islam dengan menjadikan tatanan masyarakat Madinah di masa Nabi Muhammad dan para khalifah yang empat pada abad pertama hijriah sebagai model dan sumber otoritas. Tapi dalam perkembangannya, tidak sedikit pun cita-cita itu terwujud. Padahal dua pioner pemikir modern Islam, Muhammad Abduh dan Rasyid Ridho telah membuka jalan bagi terjadinya Islamic Renaissance dengan mengupayakan penyatuan modernitas Barat dengan tradisi Islam klasik pada fase kedua kebangkitan Islam Arab yang terjadi antara tahun 1870 hingga 1900. Abduh dan Ridho saat itu berupaya menafsirkan ulang Islam agar senantiasa sesuai dengan kehidupan modern. Peran dan kiprah Muhammad Abduh dalam mengangkat citra Islam dan kualitas umatnya dari keterpurukan memang tak kecil. Dialah seorang mujaddid dan mujtahid sekaligus, yang pada masanya, bukan saja mengalami tentangan internal maupun eksternal. Berkat upayanya, meski belum kelihatan. begitu maksimal, modernisme pemikirannya mulai

INOVASI PENDIDIKAN RASYID RIDHA

3

C. Inovasi Pendidikan Islam Rasyid Ridha Setelah melanjutkan studinya ke salah satu sekolah agama yang ada di Tripoli. Rasyid Ridha tetap menjalin hubungan dengan guru

utamanya saat di Madrasah Al-Wathaniyyah Al-Islamiyyah. Gurunya tersebut telah banyak berjasa dalam menumbuhkan semangat ilmiah dan ide pembaruan dalam diri Rasyid Ridha di kemudian hari. Di antara pikiran gurunya yang sangat berpengaruh adalah pernyataan bahwa satusatunya jalan yang harus ditempuh umat Islam untuk mencapai kemajuan adalah memadukan pendidikan agama dan pendidikan umum dengan metode modern. Hal tersebut didasari kenyataan sekolah-sekolah yang didirikan bangsa Eropa saat ini banyak diminati oleh para pelajar dari seluruh penjuru dunia, padahal tidak disajikan pelajaran agama di dalamnya. Selain menekuni pelajaran di sekolah tempat ia menimba ilmu, Rasyid Ridha juga rajin mengikuti beberapa perkembangan dunia Islam melalui surat kabar Al-'Urwah Al-Wusqo (sebuah surat kabar berbahasa Arab yang dikelola oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh, dan diterbitkan selama masa pengasingan mereka di Paris). Melalui surat kabar ini, Rasyid Ridha mengenal gagasan dua tokoh pembaru yang sangat dikaguminya, yaitu Jamaluddin Al-Afghani, seorang pemimpin pembaru dari Afghanistan, dan Muhammad Abduh, seorang pembaru dari Mesir. Ide-ide brilian yang dipublikasikan itu begitu berkesan dalam dirinya dan menimbulkan keinginan kuat untuk bergabung dan berguru pada kedua tokoh itu. Beliau benar-benar terpengaruh oleh kedua gurunya tersebut, sehingga akal dan pikirannya berubah bahwa segala perbuatan bidah harus dihindari, saat berguru pada Muhammad Abduh dan Al-afghani beliau mengkorelasikan keterkaitan antara ilmu agama dan modern serta mengupayakan tegaknya persatuan umat dalam upaya menggapai kemenangan.

INOVASI PENDIDIKAN RASYID RIDHA

4

Keinginan untuk bertemu dengan Al-Afghani ternyata belum tercapai, karena tokoh ini lebih dahulu meninggal dunia. Namun, ketika Muhammad Abduh dibuang ke Beirut pada akhir 1882, Rasyid Ridha berkesempatan berdialog serta saling bertukar ide dengan Abduh. Pertemuan dan dialog dengan Muhammad Abduh semakin

menumbuhkan semangat juang dalam dirinya untuk melepaskan umat Islam dari belenggu keterbelakangan dan kebodohannya. Di Lebanon, Rasyid Ridha mencoba menerapkan ide-ide

pembaruan yang diperolehnya.

Namun, upayanya ini mendapat

tentangan dan tekanan politik dari Kerajaan Turki Usmani yang tidak menerima ide-ide pembaharuan yang dilontarkannya. Akibat semakin besarnya tentangan itu, akhirnya pada 1898, Rasyid Ridha pindah ke Mesir mengikuti gurunya, Muhammad Abduh, yang telah lama tinggal di sana. Di kota ini, Rasyid Ridha langsung menemui Muhammad Abduh dan menyatakan keinginannya untuk menjadi murid dan pengikut setia Abduh. Sejak saat itu, Rasyid Ridha merupakan sosok murid yang paling dekat dan setia kepada Abduh. Selain kedua gurunya tersebut, Rasyid Ridho banyak

terpengaruhinya oleh beberapa buku karya Syaikhul Islam, Ibnu Taimiyyah dan Muhammad bin Abdul Wahhab. Hal itu, mendongkrak produtivitasnya, setelah sebelumnya tenggelam dalam kubangan

kemalasan. Perbedaan pendapat di antara murid dan sang guru itu terus berlanjut, bahkan semakin tajam saat Rasyid berhijrah ke Mesir. Rasyid sangat mengingkari perbuatan para ahli tarekat Sufi itu. Sebab ia sudah melihat sendiri betapa kemungkaran dan bidah yang terjadi dalam berbagai kegiatan spritual tarekat-tarekat sufi. Setelah banyak membaca dan mendapatkan ilmu dari bacaannya terhadap buku-buku karya Syaikhul Islam, lbnu Taimiyyah dan muridnya, Ibn al-Qayyim, ditambah buku karya Ibn Hajar az-Zawaajir An Iqtiraaf a1-Kabaair, Rasyid terus

INOVASI PENDIDIKAN RASYID RIDHA

5

menentang tindakan para penyembah kuburan (Quburiyyun) dari kalangan aliran tasawuf dan lainnya. Di samping banyak memperdalam pengetahuan dan ide

pembaharuan, Rasyid Ridha pun mengusulkan kepada sang guru agar menerbitkan sebuah majalah yang akan menyiarkan ide-ide dan pemikiran mereka. Kemudian, sang guru dan muridnya ini menerbitkan sebuah majalah yang begitu terkenal, yaitu majalah Al-Manar. Penerbitan majalah ini bertujuan melanjutkan misi majalah yang sebelumnya, AlUrwah Al-Wusqa. Antara lain, menyebarkan ide-ide pembaharuan dalam bidang agama, sosial, dan ekonomi; memajukan umat Islam dan menjernihkan ajaran Islam dari segala paham yang menyimpang; serta membangkitkan semangat persatuan umat Islam dalam menghadapi berbagai intervensi dari luar. Dalam perjalanannya majalah ini banyak mendapat sambutan, karena ide-ide pembaharuan yang dilontarkan dalam setiap tulisannya. Setelah menerbitkan majalah Al-Manar, Rasyid Ridha juga masih sangat aktif menulis dan mengarang berbagai buku dan kitab. Rasyid Ridha pernah sempat mengajukan saran kepada gurunya agar menafsirkan kitab suci Al-Quran dengan penafsiran yang relevan dengan perkembangan zaman. Melalui kuliah tafsir yang rutin dilakukan di Universitas Al-Azhar, Rasyid Ridha selalu mencatat ide-ide

pembaharuan yang muncul dalam kuliah yang diberikan Muhammad Abduh. Selanjutnya, catatan-catatan itu disusun secara sistematis dan diserahkan kepada sang guru untuk diperiksa kembali. Selesai diperiksa dan mendapat pengesahan, barulah tulisan itu diterbitkan dalam majalah Al-Manar. Kumpulan tulisan mengenai tafsir yang termuat dalam majalah Al-Manar inilah yang kemudian dibukukan menjadi Tafsir Al-Manar. Pengajaran tafsir yang dilakukan Muhammad Abduh ini hanya sampai pada surah An-Nisa ayat 125, dan merupakan jilid ketiga dari seluruh Tafsir Al-Manar. Hal ini dikarenakan Muhammad Abduh telah dipanggil

INOVASI PENDIDIKAN RASYID RIDHA

6

kehadirat Allah SWT pada 1905, sebelum menyelesaikan penafsiran seluruh isi Al Quran. Maka, untuk melengkapi tafsir tersebut, Rasyid Ridha melanjutkan kajian tafsir sang guru hingga selesai. Ide-ide pembaharuan penting yang dikumandangkan Rasyid Ridha, antara lain, Di bidang agama, Rasyid Ridha mengatakan bahwa umat Islam lemah karena mereka tidak lagi mengamalkan ajaran-ajaran Islam yang murni seperti yang dipraktekkan pada masa Rasulullah SAW dan para sahabat. Melainkan ajaran-ajaran yang menyimpang dan lebih banyak bercampur dengan bid'ah dan khurafat. Ia menegaskan jika umat Islam ingin maju, mereka harus kembali berpegang kepada Alquran dan Sunah. Ia membedakan antara masalah peribadatan (yang berhubungan dengan Allah SWT) dan masalah muamalah (yang berhubungan dengan manusia). Menurutnya, masalah yang pertama, Alquran dan hadis harus dilaksanakan serta tidak berubah meskipun situasi masyarakat terus berubah dan berkembang. Sedangkan untuk hal kedua, dasar dan prinsipnya telah diberikan, seperti keadilan, persamaan, dan hal lain, namun pelaksanaan dasar-dasar itu diserahkan kepada manusia untuk menentukan dengan potensi akal pikiran dan melihat situasi dan kondisi yang dihadapi, sepanjang tidak menyimpang dari prinsip-prinsip dasar ajaran Islam. Inovasi bidang Pendidikan Rasyid Ridha ialah dalam hal pemikiran modernism pendidikan, arah pembaharuan pemikiran Rasyid Ridha tidak jauh berbeda dengan sang guru, Muhammad Abduh. Rasyid Ridha berpendapat bahwa umat Islam akan maju jika menguasai bidang ini. Oleh karenanya, dia banyak mengimbau dan mendorong umat Islam untuk menggunakan kekayaannya bagi pembangunan lembaga-lembaga pendidikan. Dalam bidang ini, Ridha pun berupaya memajukan ide pengembangan kurikulum dengan muatan ilmu agama dan umum. Dan sebagai bentuk kepeduliannya, ia mendirikan sekolah di Kairo pada 1912 yang diberi nama Madrasah Ad-Da'wah wa Al-Irsyad. Dalam bidang

INOVASI PENDIDIKAN RASYID RIDHA

7

politik,

Rasyid

Ridha

tertarik

dengan

ide

Ukhuwah

Islamiyah

(persaudaraan Islam). Sebab, ia banyak melihat penyebab kemunduran Islam, antara lain, karena perpecahan yang terjadi di kalangan mereka sendiri. Untuk itu, dia menyeru umat Islam agar bersatu kembali di bawah satu keyakinan, satu sistem moral, satu sistem pendidikan, dan tunduk dalam satu sistem hukum dalam satu kekuasaan yang berbentuk negara. Namun, negara yang diinginkannya bukan seperti konsep Barat, melainkan negara dalam bentuk khilafah (kekhalifahan) seperti pada masa Al-Khulafa ar-Rasyidin.

D. Pengaruh Pemikiran Rasyid Ridha di Indonesia Di Indonesia, pemikiran Abduh dan Rasyid Ridha banyak mempengaruhi perjalanan dan patron ormas Islam, Muhammadiyah, di mana banyak persamaan antara keduanya. Di antara warisan

intelektualnya adalah Risalah al-Tauhid. Sedangkan Tafsir Al Manar merupakan kumpulan pidato-pidato, pikiran-pikiran, dan ceramahceramahnya yang ditulis oleh muridnya, syeikh Mohammad Rasyid Ridha. Dari pemikiran yang diusung oleh Muhammad Abduh telah berimplikasi positif bagi tumbuhnya pembaharuan yang dipelopori oleh KH.M.Dahlan pendiri organisasi Muhammadiyah pada tahun 1912 M. Sejarawan muslim Indonesia, Deliar Noor menggolongkan

pemikiran Muhammad Abduh telah siap menjadi penyaring dalam mengadaptasi metode-metode Barat di dalam kultur dan aktivitas Muhammadiyah. Bahkan Muhammadiyah tidak sungkan mengadopsi sistem dan teknik pendidikan modern dengan kurikulum perpaduan antara subyek agama dengan mata pelajaran umum. Mereka telah melangkah lebih jauh dengan mendirikan sekolah-sekolah belanda semacam MULO PLUS, HIS dan AM PLUS pada saat itu. Dalam konteks inilah Muhammadiyah termasuk gerakan reformis modern dalam tataran

INOVASI PENDIDIKAN RASYID RIDHA

8

praktis yang terilhami dari ide Muhammad Abduh dan muridnya Rosyid Ridha. Karya-karya yang dihasilkan semasa hidup Rasyid Ridha pun cukup banyak. Antara lain, Tarikh Al-Ustadz Al-Imama Asy-Syaikh 'Abduh (Sejarah Hidup Imam Syaikh Muhammad Abduh), Nida' Li Al-Jins Al-Latif (Panggilan terhadap Kaum Wanita), Al-Wahyu Muhammad (Wahyu Allah yang diturunkan kepada Muhammad SAW), Yusr Al-Islam wa Usul AtTasyri' Al-'Am (Kemudahan Agama Islam dan dasar-dasar umum penetapan hukum Islam), Al-Khilafah wa Al-Imamah Al-Uzma

(Kekhalifahan dan Imam-imam besar), Muhawarah Al-Muslih wa AlMuqallid (dialog antara kaum pembaharu dan konservatif), Zikra AlMaulid An-Nabawiy (Peringatan Kelahiran Nabi Muhammad SAW), dan Haquq Al-Mar'ah As-Salihah (hak-hak wanita Muslim).

INOVASI PENDIDIKAN RASYID RIDHA

9

DAFTAR PUSTAKA

Munim Madjid, Tarikh Al-Hadharoh Al-Islamiyyah fi Al-Ushur Al-Wustho, (Cetakan keempat. Maktabah Al-Anhal Al-Mishriyyah, Kairo-Mesir, 1978). Hourani, Albert, alih bahasa, Pemikiran Liberal di Dunia Arab, (Bandung: Penerbit Mizan 2004: xxii). Sukidi Mulyadi, artikel Defisit Demokrasi di Dunia Islam, dalam Islam Negara dan Civil Society, Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer, (Jakarta: Paramadina, 2005: 229). Nurcholish Madjid, Khazanah Intelektual Islam, (Jakarta: Bintang Bulan, 1994) Asep Gunawan. Artikulasi Islam Kultural. Jakarta,. PT RajaGrafindo Persada, 2004. Ahmad Sobandi. Islam dan Tantangan Zaman. Bandung. Pustaka Hidayah, 1996. Jalaluddin Rahmad. Jejak Pemimpin Pembaharuan Sampai Guru Bangsa. Yogyakarta. Pustaka Pelajar, 2001. Maryam Jamilah. Islam dan Modernisme. Surabaya. Usaha Nasional, tt. Deliar Noor. Gerakan Modernis Islam di Indonesia. Jakarta. Pustaka LP3ES Indonesia, 1996 Abdul Sani, Perkembangan Modern dalam Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1998), hal. 49.

INOVASI PENDIDIKAN RASYID RIDHA

10