12
WIROKUNING as healthy city 27 UD YOGJAKARTA IN CORPORATED malioboro . wiro - kuning . maguwoharjo UD yogyakarta in system healthy city system LATAR BELAKANG Paradigma yang berkembang saat ini adalah mengenai Abad Kota, abad dimana orang kini dominan untuk memilih tinggal di kota. Keberadaan magnet pusat pemerintahan, perekonomian, dan peradaban yang cenderung berada di pusat kota menjadi faktor penarik yang kuat disamping faktor pendorong seperti perkembangan desa yang lambat. Masyarakat dari luar kota berbondong-bondong pergi ke kota berharap akan dapat hidup sejahtera dengan bekerja di kota. Hal ini menyebabkan kota menjadi semakin padat dan pembangunan pun melebar ke segala arah. Pembangunan fungsi lahan baru di kota dan sekitarnya merupakan masalah yang dilematis, di satu sisi merupakan signal positif terhadap perkembangan ekonomi yang dinamis, namun di sisi lain memberi konstribusi pada buruknya perkembangan struktur kota dan sistem transportasinya (Jamal, 2013). Struktur ruang kota terencana mengalami banyak perkembangan dan perubahan sejalan dengan dibukanya banyak sistem jaringan jalan baru guna mengkoneksikan area aglomerasi dengan kota. Fenomena bottle neck pada jam – jam sibuk pagi dan sore hari pada ruas jalan menuju kota, padatnya jalan oleh kendaraan merupakan cerminan kondisi kota-kota besar kini. Pergerakan kendaraan dalam kota kini justru mengarah kepada perlambatan dan stagnasi berupa kemacetan (Jamal, 2013). Kota Yogyakarta sebagai salah satu kota bersejarah di Indonesia yang telah lama lahir dengan konsep penataan kota yang terencana. Dalam hal ini baik pemilihan lokasi hingga rencana rencana tata ruang semua terencana dengan baik. Civic center (CBD) yang dimilikinya berfungsi sebagai pusat berbagai macam kegiatan penduduk, baik sebagai pusat politik, spiritual, ekonomi, pertahanan, dan rekreasi (Spiro Kostof, 1992). Hal tersebut berdampak terhadap arus urbanisasi di Yogyakarta yang disebabkan oleh daya tarik yang dimiliki kota Yogyakarta seperti pusat kebudayaan, pusat pemerintahan, daerah pariwisata, dan kota pelajar yang senantiasa berkembang dari waktu ke waktu. Perkembangan secara terus-menerus ini mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan hidup di kawasan perkotaan dan di lingkungan permukiman warga, pencemaran udara yang semakin meningkat dengan semakin tingginya laju pertumbuhan kendaraan. Pada umumnya orang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi ketimbang kedaraan umum sebagai media transpotasi karena dinilai lebih praktis. Namun pada kenyataannya hal ini justru menyebabkan kemacetan di beberapa ruas di kota Yogyakarta. Pembangunan jalan - jalan baru dan flyover demi kelancaran sirkulasi kota, justru dijadikan peluang bagi pengguna kendaraan pribadi sebagai kesempatan untuk menurunkan kendaraanya ke jalan. Jalan yang seharusnya berfungsi sebagai sarana pemindah pergerakan manusia justru menjadi sarana pemindah kendaraan. Terjadi okupansi jalan yang berlebih sehingga menimbulkan kemacetan dan mengganggu fungsi kota. Lambat laun hal ini menimbulkan banyak kerugian baik secara fisik maupun material. Salah satu cara untuk menarik minat masyarakat kepada penggunaan fasilitas transportasi publik, oleh karena itu perlu diciptakan suasana pergerakan yang menyenangkan dan menjaga struktur ruang kota yang dikenal dengan konsep Transit ABSTRAK Koridor Wirokuning (Wirobrajan-Gedong Kuning) merupakan koridor yang memiliki potensi untuk berkembang dalam jangka waktu ke depan. Hal ini disebabkan karena koridor Wirokuning memiliki fasilitas publik dan infrastruktur penunjang yang beragam seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, pemerintahan, residensial, dan cagar budaya. Di kawasan KH Ahmad Dahlan saja sudah begitu banyak terdapat bangunan cagar budaya yaitu bangunan dengan arsitektur Cina namun masih kurang mendapat perhatian. Selain itu, wadah bagi pedestrian yang sudah tersedia namun masih jauh dari standar yang telah ditetapkan sehingga menimbulkan keengganan bagi masyarakat untuk melintasi koridor ini dengan berjalan kaki. Jika potensi-potensi ini dikembangkan, koridor Wirokuning dapat berpotensi menjadi koridor wisata. Melalui tulisan ini penulis mencoba untuk menganalisa infrastruktur dan fasilitas publik di koridor Wirokuning dengan menggunakan indikator healthy city dan menemukan sintesa atas permasalahan yang ada. INFRASTRUKTUR DI KORIDOR WIROKUNING DHIRA AYU LAKSMITA 12512183

INFRASTRUKTUR DI KORIDOR WIROKUNING

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Koridor Wirokuning (Wirobrajan-Gedong Kuning) merupakan koridor yang memiliki potensiuntuk berkembang dalam jangka waktu ke depan. Hal ini disebabkan karena koridor Wirokuningmemiliki fasilitas publik dan infrastruktur penunjang yang beragam seperti fasilitas pendidikan,kesehatan, pemerintahan, residensial, dan cagar budaya. Di kawasan KH Ahmad Dahlan saja sudahbegitu banyak terdapat bangunan cagar budaya yaitu bangunan dengan arsitektur Cina namun masihkurang mendapat perhatian. Selain itu, wadah bagi pedestrian yang sudah tersedia namun masih jauhdari standar yang telah ditetapkan sehingga menimbulkan keengganan bagi masyarakat untukmelintasi koridor ini dengan berjalan kaki. Jika potensi-potensi ini dikembangkan, koridorWirokuning dapat berpotensi menjadi koridor wisata. Melalui tulisan ini penulis mencoba untukmenganalisa infrastruktur dan fasilitas publik di koridor Wirokuning dengan menggunakan indikatorhealthy city dan menemukan sintesa atas permasalahan yang ada.

Citation preview

Page 1: INFRASTRUKTUR DI KORIDOR WIROKUNING

WIRO

KUNING as healthy

city

27

UD

YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro -kuning . maguwoharjoUD

yo

gy

ak

art

a in

syst

em

he

alth

y c

ity

sy

ste

m

LATAR BELAKANG Paradigma yang berkembang saat ini adalah mengenai Abad Kota, abad dimana orang kini dominan untuk memilih tinggal di kota. Keberadaan magnet pusat pemerintahan, perekonomian, dan peradaban yang cenderung berada di pusat kota menjadi faktor penarik yang kuat disamping faktor pendorong seperti perkembangan desa yang lambat. Masyarakat dari luar kota berbondong-bondong pergi ke kota berharap akan dapat hidup sejahtera dengan bekerja di kota. Hal ini menyebabkan kota menjadi semakin padat dan pembangunan pun melebar ke segala arah. Pembangunan fungsi lahan baru di kota dan sekitarnya merupakan masalah yang dilematis, di satu sisi m e r u p a k a n s i g n a l p o s i t i f t e r h a d a p perkembangan ekonomi yang dinamis, namun di sisi lain memberi konstribusi pada buruknya perkembangan struktur kota dan sistem transportasinya (Jamal, 2013). Struktur ruang kota terencana mengalami banyak perkembangan dan perubahan sejalan dengan dibukanya banyak sistem jaringan jalan baru guna mengkoneksikan area aglomerasi dengan kota. Fenomena bottle neck pada jam – jam sibuk pagi dan sore hari pada ruas jalan menuju kota, padatnya jalan oleh kendaraan merupakan cerminan kondisi kota-kota besar kini. Pergerakan kendaraan dalam kota kini justru mengarah kepada perlambatan dan stagnasi berupa kemacetan (Jamal, 2013). Kota Yogyakarta sebagai salah satu kota bersejarah di Indonesia yang telah lama lahir dengan konsep penataan kota yang terencana. Dalam hal ini baik pemilihan lokasi hingga rencana rencana tata ruang semua terencana dengan baik. Civic center (CBD) yang dimilikinya berfungsi sebagai pusat berbagai

macam kegiatan penduduk, baik sebagai pusat politik, spiritual, ekonomi, pertahanan, dan rekreasi (Spiro Kostof, 1992). Hal tersebut berdampak terhadap arus urbanisasi di Yogyakarta yang disebabkan oleh daya tarik yang dimiliki kota Yogyakarta seperti pusat kebudayaan, pusat pemerintahan, daerah pariwisata, dan kota pelajar yang senantiasa be rkembang da r i wak tu ke wak tu . Perkembangan secara terus-menerus ini mengakibatkan menurunnya kual i tas lingkungan hidup di kawasan perkotaan dan di lingkungan permukiman warga, pencemaran udara yang semakin meningkat dengan semakin tingginya laju pertumbuhan kendaraan. Pada umumnya orang lebih memilih menggunakan kendaraan pribadi ketimbang kedaraan umum sebagai media transpotasi karena dinilai lebih praktis. Namun pada kenyataannya hal ini justru menyebabkan kemacetan di beberapa ruas di kota Yogyakarta. Pembangunan jalan - jalan baru dan flyover demi kelancaran sirkulasi kota, justru dijadikan peluang bagi pengguna kendaraan pribadi sebagai kesempatan untuk menurunkan kendaraanya ke jalan. Jalan yang seharusnya berfungsi sebagai sarana pemindah pergerakan manusia justru menjadi sarana pemindah kendaraan. Terjadi okupansi jalan yang berlebih sehingga menimbulkan kemacetan dan mengganggu fungsi kota. Lambat laun hal ini menimbulkan banyak kerugian baik secara fisik maupun material. Salah satu cara untuk menarik minat masyarakat kepada penggunaan fasilitas transportasi publik, oleh karena itu perlu diciptakan suasana pergerakan yang menyenangkan dan menjaga struktur ruang kota yang dikenal dengan konsep Transit

ABSTRAK

Koridor Wirokuning (Wirobrajan-Gedong Kuning) merupakan koridor yang memiliki potensi untuk berkembang dalam jangka waktu ke depan. Hal ini disebabkan karena koridor Wirokuning memiliki fasilitas publik dan infrastruktur penunjang yang beragam seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, pemerintahan, residensial, dan cagar budaya. Di kawasan KH Ahmad Dahlan saja sudah begitu banyak terdapat bangunan cagar budaya yaitu bangunan dengan arsitektur Cina namun masih kurang mendapat perhatian. Selain itu, wadah bagi pedestrian yang sudah tersedia namun masih jauh dari standar yang telah ditetapkan sehingga menimbulkan keengganan bagi masyarakat untuk melintasi koridor ini dengan berjalan kaki. Jika potensi-potensi ini dikembangkan, koridor Wirokuning dapat berpotensi menjadi koridor wisata. Melalui tulisan ini penulis mencoba untuk menganalisa infrastruktur dan fasilitas publik di koridor Wirokuning dengan menggunakan indikator healthy city dan menemukan sintesa atas permasalahan yang ada.

INFRASTRUKTUR DI KORIDOR WIROKUNINGDHIRA AYU LAKSMITA 12512183

Page 2: INFRASTRUKTUR DI KORIDOR WIROKUNING

WIRO

KUNING

as healthy

28

UD

YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro kuning . maguwoharjoUD

yo

gy

ak

arta

in sy

stem

he

alth

yc

ity

syste

m

city

Oriented Development (TOD). Banyak kota-kota di dunia mampu menyelesaikan permasalahan kota dan transportasinya melalui pengaplikasian system tranportasi massal dan TOD yang baik. Dalam menghubungkan fungsi-fungsi strategis dalam area TOD , Walkability adalah elemen kunci sukses efektivitas TOD yag sangat penting. Koridor Wirokuning (Wirobrajan-Gedong Kuning) merupakan salah satu contoh koridor dengan permasalahan infrastruktur yang kompleks khususnya dalam hal walkability. Ruas jalan yang sempit ditambah dengan banyaknya jumlah kendaraan pribadi yang melintas di koridor ini serta letak lampu APILL yang berdekatan menyebabkan sering terjadi kemacetan. Trotoar yang menjadi wadah bagi pedestrian beralih fungsi menjadi lahan sektor informal bagi PKL. Banyak kendaraan pribadi yang diparkir di bahu jalan sehingga menyebabkan ruas jalan menjadi sempit. Selain itu sarana utilitas jalan seperti rambu lalu lintas, lampu penerangan jalan, maupun vegetasi belum di ta ta dengan baik sehingga menimbulkan keengganan bagi masyarakat kota untuk menggunakan fasilitas di koridor ini. Di luar dari permasalahan tersebut, koridor Wirokuning merupakan koridor yang memiliki fungsi fasilitas publik yang beragam yaitu, pemerintahan, pendidikan, komersial, cagar budaya, residensial, dll. Namun sangat disayangkan beberapa dari fasilitas ini tidak dikembangkan dengan baik padahal memiliki potensi yang sangat besar bagi koridor Wirokuning ini. Sebagai contoh, Jogya sangat kaya dengan Benda Cagar Budaya, namun sangat kurang mendapat perhatian. Di Jalan KH Ahmad Dahlan banyak bangunan yang telah banyak mengalami perubahan. Padahal pada kawasan ini sangat banyak terdapat bangunan asli arsitektur China. Namun dalam perkembangannya, bangunan asli arsitektur China hanya tersisa beberapa saja, jika dikelola dengan baik kawasan ini bisa menjadi objek wisata. Pengunjung bisa menikmati keindahan bangunan asli arsitektur China di Kawasan Jogja. Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas maka yang menjadi pertanyaan besar adalah bagaimana kondisi infrastruktur di koridor Wirokuning khususnya kondisi walkability yang sesuai dengan TOD? Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi kondisi walkability di Wirokuning berbasis TOD? Fasilitas publik apa saja yang berpotensi

untuk dikembangkan pada koridor Wirokuning sehingga berpengaruh terhadap kondisi walkability? Bagaimana strategi meningkatkan potensi fasilitas publik di koridor Wirokuning dan walkability yang berbasis TOD?

KAJIAN PUSTAKA

Pengertian Infrastruktur Infrastruktur fisik dan sosial adalah dapat didefinisikan sebagai kebutuhan dasar fisik pengorganisasian sistem struktur yang diperlukan untuk jaminan ekonomi sektor publik dan sektor privat sebagai layanan dan fasilitas yang diperlukan agar perekonomian dapat berfungsi dengan baik. Istilah ini umumnya merujuk kepada hal infrastruktur teknis atau fisik yang mendukung jaringan struktur seperti fasilitas antara lain dapat berupa jalan, kereta api, air bersih, bandara, kanal, waduk, tanggul, pengelolahan limbah, perlistrikan, telekomunikasi, pelabuhan secara fungsional. Dalam beberapa pengertian, istilah infrastruktur termasuk pula infrastruktur sosial kebutuhan dasar seperti antara lain termasuk sekolah dan rumah sakit.

Enam kategori besar infrastruktur (Grigg):1. Kelompok jalan (jalan, jalan raya, jembatan);2. Kelompok pelayanan transportasi (transit, jalan rel, pelabuhan, bandar udara);3. Kelompok air (air bersih, air kotor, semua sistem air, termasuk jalan air);4. Kelompok manajemen limbah (sistem manajemen limbah padat);5. Kelompok bangunan dan fasilitas olahraga luar;6. Kelompok produksi dan distribusi energi (listrik dan gas);

Fasilitas fisik Infrastruktur (Grigg):1. Sistem penyediaan air bersih, termasuk dam, reservoir, transmisi, treatment, dan fasilitas distribusi;2. Sistem manajemen air limbah, termasuk pengumpulan, treatment, pembuangan, dan sistem pemakaian kembali;3. Fasilitas manajemen limbah padat;4. Fasilitas transportasi, termasuk jalan raya, jalan rel dan bandar udara. Termasuk di dalamnya adalah lampu, sinyal, dan fasilitas kontrol;5. Sistem transit publik;6. Sistem kelistrikan, termasuk produksi dan distribusi;

-

Page 3: INFRASTRUKTUR DI KORIDOR WIROKUNING

WIRO

KUNING as healthy

city

29

UD

YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro -kuning . maguwoharjoUD

yo

gy

ak

art

a in

syst

em

he

alth

y c

ity

sy

ste

m

7. Fasilitas pengolahan gas alam;8. Fasilitas pengaturan banjir, drainase, dan irigasi;9. Fasilitas navigasi dan lalu lintas/jalan air;10. Bangunan publik seperti sekolah, rumah sakit, kantor polisi, fasilitas pemadam kebakaran;11. Fasilitas perumahan;12. Taman, tempat bermain, dan fasilitas rekreasi, termasuk stadion.

Infrastruktur sendiri dapat dipilah menjadi tiga bagian besar sebagai berikut :

1. Infrastruktur keras ( physical hard infrastructure). Meliputi jalan raya dan kereta api , bandara, dermaga , pelabuhan dan saluran irigasi.2. Infrastruktur keras non-fisik (non-physical hard infrastructure). Berkaitan dengan fungsi utilitas umum seperti ketersediaan air bersih berikut instalasi pengolaan air dan jaringan pipa penya lu r ; pasokan l i s t r ik , j a r ingan telekomunikasi (telepon dan internet) dan pasokan energi mulai dari minyak bumi , biodesel dan gas berikut pipa distribusinya.3. Infrastruktur lunak (soft infrastructure). Biasa pula disebut kerangka institusional atau kelembagaan yang meliputi berbagai nilai (termasuk etos kerja), norma (khusunya yang telah dikembangkan dan dikodifikasikan menjadi peraturan hukum dan perundang-undangan) .serta kualitas pelayanan umum yang disediakan oleh berbagai pihak terkait, khususnya pemerintah .

Penyediaan InfrastrukturDasar Pertimbangan:1. Tipologi Kota (Besar, Sedang, Kecil) dalam sistem perkotaan regional/nasional2. Struktur Tata Ruang Kota3. Ketersediaan Lahan

Faktor Pertimbangan Penyediaan Prasarana JalanŸ Tipologi Kota (Besar, Sedang, Kecil)Ÿ Struktur Tata Ruang KotaŸ Ketersediaan Lahan Ratio luas lahan 5 % dari luas wilayahŸ Klasifikasi fungsi jalan Ratio panjang jalan / jumlah penduduk panjang 0,6 Km/ 1000 jiwa Secara global, kondisi penyediaan infrastruktur di Indonesia berada di peringkat

54 di bawah India, Iran, Vietnam, Thailand, Korea Selatan, Malaysia, Afrika Selatan dan lainnya. Baik untuk general infrastructure, electricity output, electricity consumption, dan logistic performance.

http://www.slideshare.net/sangnandar/program-infrastruktur- perkotaan

Kualitas dan Kuantitas Infrastruktur Wilayah Yogyakarta

Menururt simreg.bappenas.go.id, pembangunan ekonomi membutuhkan dukungan prasarana perhubungan yang baik khususnya mempelancar lalu lintas penduduk dan distribusi barang. Salah satu prasarana utama adalah jalan. Secara keseluruhan wilayah DI Yogyakarta dilayani oleh jaringan jalan sepanjang 4.592 km. Jika dilihat dari sisi kuantitas sebenarnya ketersediaan jaringan jalan di Yogyakarta cukup baik. Hal ini terlihat dari indikator kerapatan jalan, yang menunjukkan rasio panjang jalan dalam kilometer terhadap luas wilayah dalam kilometer persegi, dan dinyatakan dalam persen (Tabel 6). Angka kerapatan jalan (road density) di wilayah ini lebih jauh tinggi dari angka nasionaldan berada di peringkat 2 nasional.

Tingkat defisiensi infrastruktur wilayah dapat dianalisis dengan membandingkan tingkat pendapatan perkapita dan kerapatan jalan antarprovinsi di Indonesia. Hal ini didasarkan asumsi terdapat korelasi antara tingkat kerapatan jalan dan tingkat pendapatan perkapita dalam suatu perekonomian. Dengan menggunakan data seluruh provinsi di

Page 4: INFRASTRUKTUR DI KORIDOR WIROKUNING

WIRO

KUNING

as healthy

30

UD

UDy

og

ya

ka

rta in

syste

mh

ea

lthy

city

sy

stem

city

per kapita dan tingkat kerapatan jalan (Gambar 11). Semakin tinggi pendapatan per kapita suatu perekonomian, maka kerapatan jalannya cenderung semakin tinggi pula. Provinsi provinsi yang posisinya di bawah kurva linier tersebut berarti mengalami defisiensi infrastruktur jalan. Dengan menggunakan ukuran ini terlihat bahwa posisi DI Yogyakarta relatif lebih baik dibandingkan perekonomian dengan tingkat pendapatan per kapita yang sama. Dengan demikian panjang jalan bukanlah masalah utama bagi DI Yogyakarta.

Secara kualitas, terlihat bahwa lebih dari 80 persen panjang jalan di DI Yogyakarta memiliki permukaan beraspal (Tabel 7). Namun hanya 39 persen jalan negara dalam kondisi baik, sisanya dalam kondisi sedang dan rusak. Demikian pula kondisi jalan provinsi dan kabupaten, masing-masing hanya 51 persen dan 36 persen dalam kondisi baik. Tingginya tingkat kerusakan jalan ini tentu menjadi penghambat peningkatan p roduk t iv i t a s s ek to r pe r t an i an dan menimbulkan ekonomi biaya tinggi bagi pengembangan industri lokal dan jasa.

Infrastruktur lain yang mendorong produktivitas daerah adalah jaringan listrik. Konsumsi listrik di Di Yogyakarta termasuk rendah dan kurang dari rata-rata tingkat konsumsi listrik nasional sebesar 753,7 kWh (Gambar 11). Untuk mengukur defisiensi terhadap infrastruktur kelistrikan digunakan cara yang sama, yaitu dengan melihat korelasi antara pendapatan perkapita dan konsumsi listrik perkapita.

KONSEP KOTA SEHAT

Menurut Sari (2014), pendekatan Kota Sehat pertama kali dikembangkan di Eropa oleh WHO pada tahun 1980-an sebagai strategi menyongsong Ottawa-Charter. Konsep kab/kota sehat tidak hanya memfokuskan kepada pelayanan kesehatan yang lebih menekankan kondisi sehat dan sakit saja secara medis saja, tetapi kepada aspek menyeluruh yang mempengaruhi kesehatan masyarakat baik jasmani maupun rohani. Pada tahun 1996 WHO menetapkan hari kesehatan sedunia dengan tema “Healthy Cities For Better ,ife". Perkembangan gerakan kota sehat di setiap negara berbeda satu sama lain tergantung permasalahan yang ada dan tidak bisa diperbandingkan. Kesamaan konsep kota sehat diseluruh negara adalah berasal dari, oleh dan untuk masyarakat, sedangkan pemerintah hanya berperan sebagai fasilitator. Yang lebih unik dari konsep kota sehat ini adalah lebih mengutamakan pendekatan proses daripada target, tidak mempunyai batas waktu dan tidak ada status mati atau berhenti, berkembang secara dinamik dan sesuai dengan keinginan masyarakat yang di&apai se&ara bertahap. Kota Sehat adalah suatu kondisi kota yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni penduduk. Penyelenggaraannya dicapai melalui penerapan beberapa tatanan dengan kegiatan yang terintegrasi yang disepakati masyarakat dan pemer in tah daerah . Penyelenggaraan Kota Sehat adalah berbagai kegiatan untuk mewujudkan Kota Sehat, melalui pemberdayaan masyarakat dan forum yang difasilitasi oleh pemerintah kota. Forum adalah wadah bagi masyarakat untuk menyalurkan aspirasinya dan berpartisipasi. Forum Kota Sehat berperan untuk menentukan arah, prioritas, perencanaan pembangunan wilayahnya yang mengintegrasikan berbagai aspek, sehingga dapat mewujudkan wilayah yang bersih, nyaman, aman dan sehat untuk dihuni oleh warganya.

Pengembangan kawasan transit atau Transit Oriented Development (TOD).

Menurut Calthorpe dalam Raniasta (2015) TOD didefinisikan sebagai kawasan dengan tata guna lahan bercampur (mixed-use) dalam jarak tempuh rata-rata berjalan kaki sejauh ±2000 ft menuju fasilitas transit dan pusat komersial kawasan. Tata guna lahan pada

YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro kuning . maguwoharjo-

Page 5: INFRASTRUKTUR DI KORIDOR WIROKUNING

Core

http://2030palette.org/swatches/view/transit-oriented-development/transit-oriented-development-types

Center

http://2030palette.org/swatches/view/transit-oriented-development/transit-oriented-development-types

Village

http://2030palette.org/swatches/view/transit-oriented-development/transit-oriented-development-types

Destination

http://2030palette.org/swatches/view/transit-oriented-development/transit-oriented-development-types

kawasan TOD terdiri dari area permukiman campuran, pertokoan, perkantoran, ruang terbuka, dan fasilitas publik dalam lingkungan yang walkable, dan nyaman untuk bergerak baik dengan fasilitas transit, sepeda, berjalan kaki, maupun mobil. Pada kawasan beriklim tropis, termasuk kota Yogyakarta, standar kenyamanan berjalan kaki adalah area dalam radius 400-500 meter dengan jangkauan waktu +/-10 menit.

http://2030palette.org/swatches/view/transit-oriented-development/transit-oriented-development-types

Sebuah TOD yang terdiri dari mixed use, yang terdiri dari inti komersial dengan kepadatan yang tinggi dan area residensial dalam jarak berjalan dari sebuah stasiun transit. Area sekitarnya mengandung sebuah masa yang kritis orang-orang untuk mendukung stasiun transit dan area inti. Kegunaan publik dan taman yaitu harus berada di lokasi-lokasi kunci dalam masyarakat.

http://2030palette.org/swatches/view/transit-oriented-development/transit-oriented-development-types

Ketika TOD yang berbatasan dengan batas fisik atau dipisahkan oleh penghalang fisik di satu sisi, sebuah TOD 180 derajat dapat dikembangkan.

Tods direncanakan dan didistribusikan untuk memaksimalkan akses ke pusat-pusat k o m e r s i a l d a n p e k e r j a a n i n t i d a r i pengembangan lingkungan sekitarnya. Ada banyak jenis Tods yang menampung berbagai kegunaan dan moda transportasi. Berikut diagram dan tabel yang menggambarkan dan menjelaskan kualitas dan karakteristik empat jenis TOD - Core, Center, Village, and Destination::

WIRO

KUNING as healthy

city

31

UD

YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro -kuning . maguwoharjoUD

yo

gy

ak

art

a in

syst

em

he

alth

y c

ity

sy

ste

m

Page 6: INFRASTRUKTUR DI KORIDOR WIROKUNING

WIRO

KUNING

as healthy

32

UD

UDy

og

ya

ka

rta in

syste

mh

ea

lthy

city

sy

stem

city

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, penyediaan prasarana jaringan pejalan kaki berbasis TOD harus memperhatikan ketentuan sebagai berikut:1. Mempertimbangkan aspek keamanan,

kenyamanan, keindahan, dan kemudahan interaksi sosial bagi semua pejalan kaki termasuk pejalan kaki berkebutuhan khusus;

2. Sebaiknya diterapkan pada ¼ bahu jalan dan dapat diakses langsung oleh pejalan kaki;

3. Melayani pejalan kaki untuk dapat mencapai halte dengan jarak maksimal 400 meter atau dengan waktu tempuh maksimal 10 menit;

4. Memiliki hirarki penggunaan dengan mempertimbangkan volume pejalan kaki. Pada umumnya berawal dari satu titik ke titik lainnya seperti dari rumah ke kantor atau lokasi tujuan akhir dan sebaliknya;

5. Memiliki fasilitas untuk membantu mobilitas, seperti ramp pejalan kaki untuk memberikan kenyamanan dalam berjalan serta membantu pejalan kaki berkebutuhan khusus untuk dapat dengan mudah melintas;

6. Terhubung dengan prasarana jaringan pejalan kaki lain yang berseberangan melalui penyediaan penyeberangan sebidang, jembatan penyeberangan, atau terowongan penyeberangan;

7. Terhubung dengan tempat pergantian moda transportasi seperti halte atau shelter kendaraan umum;

8. Disesuaikan dengan kebutuhan;9. Memenuhi standar penyediaan pelayanan

prasarana jaringan pejalan kaki yang bervariasi sesuai dengan ukuran dan dimensi berdasarkan tingkat v o l u m e pergerakan di ruang pejalan kaki;

10. Mempertimbangkan tipologi jalur pejalan kaki sesuai dengan peruntukan ruang;

11. Menyediakan rambu dan marka yang menyatakan peringatan/petunjuk bagi pengguna jalan jika berpotongan dengan jalur lalu lintas kendaraan;

12. Mempunyai jarak pandang yang bebas ke semua arah, kecuali terowongan; dan memperhatikan peruntukan bagi pejalan kaki berkebutuhan khusus dalam perencanaan teknis lebar lajur dan spesifikasi teknik.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, jalur untuk pejalan kaki harus memperhatika ketentuan sebagai berikut :Ÿ Lebar jalur pejalan kaki bergantung pada

i n t e n s i t a s p e n g g u n a a n n y a u n t u k perhitungan lebar efektifnya. Jalur pejalan kaki ini setidaknya berukuran lebar 1,8 hingga 3,0 meter atau lebih untuk memenuhi tingkat pelayanan yang diinginkan dalam kawasan yang memiliki intensitas pejalan kaki yang tinggi. Lebar minimum untuk kawasan pertokoan dan perdagangan yaitu 2 meter. Kondisi ini dibuat untuk memberikan kesempatan bagi para pejalan kaki yang berjalan berdampingan atau bagi pejalan kaki yang berjalan berlawanan arah satu sama lain.

Ÿ Jalur yang digunakan untuk pejalan kaki di jalan lokal dan jalan kolektor adalah 1,2 meter, sedangkan jalan arteri adalah 1,8 meter. Ruang tambahan diperlukan untuktempat pemberhentian dan halte bus dengan luas 1,5 meter X 2,4 meter.

Ÿ Jalur pejalan kaki tidak boleh kurang dari 1,2 meter yang merupakan lebar minimumyang dibutuhkan untuk orang yang membawa seekor anjing, pengguna alat bantujalan, dan para pejalan kaki.

Ÿ Jalur pejalan kaki memiliki perbedaan ketinggian dengan jalur kendaraan bermotor. Perbedaan tinggi maksimal antara jalur p e j a l a n k a k i d e n g a n j a l u r kendaraanbermotor adalah 20 centimeter.

Jalur Bagian Depan GedungŸ Jarak minimum setidaknya berjarak 0,75

meter dari jarak sisi gedung atau tergantung pada penggunaan area ini.

Ÿ Bagi orang yang memiliki keterbatasan indera penglihatan dapat menggunakan suara dari gedung yang berdekatan sebagai orientasi, atau bagi tuna netra pengguna tongkat dapat berjalan dengan jarak antara 0,3 meterhingga 1,2 meter dari bangunan.

Jalur Perabot JalanŸ Jalur perabot jalan ini berfungsi sebagai

tempat untuk meletakkan berbagai elemen perabot jalan (hidran air, kios, box telepon umum, bangku taman, penanda, dan lainlain).

Ÿ Lebar minimal jalur perabot jalan ini paling sedikit 0,6 meter.

Ÿ Jika jalur perabot jalan dimanfaatkan sebagai jalur hijau yang berfungsi sebagai

YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro kuning . maguwoharjo-

Page 7: INFRASTRUKTUR DI KORIDOR WIROKUNING

SMAN 6 YK

SMPN 8 YK

SMPN 1 YK

SMPN 5 YK

SMPN 6 YK

SMAN 11 YK

SMK 2&3 YK

SMAMUH 1

YK

SMAN 4 YK

UGM

UNY

UIIPASCA

UIIEKONOMI

ISI

UMY

SMAN 1 YK

SMAN 2 YK

SMAN 3 YK

SMAN 5 YK

SMAN 7 YK

SMAN 8 YK

SMPN 3 YK

SMAN 10 YK

SMPN 2 YK

SMPN 7 YKSMPN

11 YK

SMPN 9 YK

SMPN 10 YK

SMPN 14 YKSMPN

12 YK

UII

Stasiun Lempu-yangan

Stasiun Tugu

StasiunMaguwo

Bandar UdaraAdisutjipto

HalteAdisutjipto

HalteMaguwo

HaltePrambanan

HalteKalasan

Halte 1Alfa

Halte 2Alfa

Halte 1Makro

Halte 2Makro

Halte 1UPN

Halte 2UPN

Halte 1 Kentungan

Halte Condongcatur

Halte 2 Kentungan

Halte 2 Monjali

Halte 1 Monjali

Halte Jombor

Halte 1Jetis

Halte 2Jetis

Halte 2UGM Halte 1

UGM

Halte 1UNY

Halte 2UNY

Halte 1Panti RapihHalte 2

Panti RapihHalte 1

Cik Ditiro Halte 2Cik Ditiro

Halte 1Sudirman

Halte 2Sudirman

Halte 1Mangkubumi

Halte 2Mangkubumi

Halte 1Samsat

Halte 2Samsat

Halte 1MalioboroHalte 2

Malioboro

Halte 3Malioboro

HalteBethesda

HalteKridosono

HalteSumoharjo

Halte 1Batas Kota

Halte 2Batas Kota

Halte 1Ambarukmo

Halte 2Ambarukmo

Halte 1Janti

Halte 2Janti

Halte 1JEC

Halte 2JEC

Halte 1Gembira Loka

Halte 2Gembira Loka

Halte 1SGM

Halte 2SGM

Halte 1Kusumanegara

Halte 2Kusumanegara

Halte 2Mandala Krida

Halte 1Mandala Krida

Halte 1Suronatan

Halte 2Suronatan

Halte 1Senopati

Halte 2SenopatiHalte

Gondomanan HaltePurawisata

Halte 1Museum Perjuangan

Halte 2Museum Perjuangan

Halte 1Pugeran

Halte 2Pugeran

Halte 1Sorosutan

Halte 2Sorosutan

Halte Gedongkuning

Halte Basen

Halte 1 Diklat PU

Halte 2 Diklat PU

Halte 1 Kotagede

Halte 2 Kotagede

Halte Giwangan

Halte 1Kedaulatan Rakyat

Halte 2Kedaulatan Rakyat

TerminalJombor

TerminalCondongcatur

TerminalGiwangan

DATAData yang dikumpulkan berupa data tentang jumlah persebaran penduduk, fasilitas transportasi, sebaran bangunan komersial, sebaran kantor pemerintahan, dan sebaran bangunan pendidikan / sekolah.

Kepadatan penduduk paling tinggi terdapat di pusat Kota Yogyakarta. Untuk itu perlu adanya penyebaran ke kawasan dengan kepadatan penduduk yang rendah. Jumlah penduduk di Propinsi Yogyakarta mencapai 3.594.854 jiwa dengan jumlah penduduk paling banyak yaitu terdapat di Kabupaten Sleman mencapai 1.141.684 jiwa. (Sumber : Daerah Istimewa Dalam Angka 2014)

Yogyakarta memiliki beberapa fasilitas transportasi umum yaitu Trans Jogja yang tersebar di Kota Yogyakarta, 3 buah terminal yaitu Terminal Giwangan, Terminal Jombor dan Terminal Condong Catur, 3 buah stasiun yaitu Stasiun Tugu, Stasiun Lempuyangan dan Stasiun Maguwo, dan 1 buah bandar udara yaitu Adi Sutjipto. Jumlah kendaraan bermotor di Yogyakarta mencapai 1.702.332 sampai Maret 2014. (Sumber : Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA) DIY)

Sebaran bangunan pemerintahan terdapat di Kota Yogyakarta yaitu di kawasan Malioboro, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul.

KEPADATAN PENDUDUK

penyangga yang ditanami dengan pohon dan tanaman hias maka lebar minimalnya 1,50 meter. Jalur ini disebut jalur hijau karena dominasi elemen lansekapnya adalah tanaman yang pada umumnya berwarna hijau.

Ÿ Jalur perabot jalan memiliki perbedaan ketinggian dengan jalur pejalan kaki. Perbedaan tinggi maksimal antara jalur perabot jalan dengan jalur pejalan kaki adalah 15 centimeter.

Menurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat , tempat perhent ian kendaraan penumpang umum (TPKPU) terdiri dari halte dan tempat perhentian bus. Penentuan jarak antara halte dan/atau TPB dapat dilihat pada tabel berikut :

WIRO

KUNING as healthy

city

33

UD

YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro -kuning . maguwoharjoUD

yo

gy

ak

art

a in

syst

em

he

alth

y c

ity

sy

ste

m

FASILITAS TRANSPORTASI

SEBARAN PENDIDIKAN

Page 8: INFRASTRUKTUR DI KORIDOR WIROKUNING

Hotel Inna Garuda

Hotel IbisMalioboro

Mall

Hotel Mutiara

Pasar BeringharjoPasar Sore

Pasar Senthir

Benteng Vredeburg

Hotel Cavinton

Pasar Serangan

Pasar Klitikan Hotel Melia Purosani

Toko Progo

Hotel Grand ZuriHotel BhinnekaHotel Batik Hotel Arjuna

Hotel Harper Hotel 101

Pasar Kranggan

Hotel Phoenix

Hotel Santika

Hotel POPHotel Trim 3 Hotel Citra Dream

Paparons Pizza

Mc Donald

Wisma Hartono

Pizza Hut

Toko Buku Gramedia

Galeria Mall

Hotel Grand Aston

Pasar Demangan

Yogyakarta Plaza Hotel

Giant Supermarket

Mirota PasarayaSuperindoIndogrosir

Jogja City Mall

Borobudur Plaza

Pasar Tajem

Superindo

Hotel WillisPasar Sentul

Jogjatronik

Ross In Hotel

Winotosastro Garden Hotel

Hotel Matahari

SuperindoPasar Hewan

Empire XXILippo Mall

Hotel Saphir

Ambarukmo PlazaHotel Royal Ambarukmo

Hotel Paku MasHotel Sriwedari

Museum Affandi

Pasar Pingit

Superindo

Giant Supermarket

Lotte Mart

Inside Condotel

Bangunan komersial mayoritas banyak terdapat di pusat kota Yogyakarta yaitu Malioboro dan sekitarnya sehingga terjadi kepadatan di kawasan Malioboro. Oleh karena itu perlu adanya pemerataan di kawasan yang belum berkembang.

GEDUNGAGUNG

PEMDADIY

DINASPARIWISATA

DPRDDIY

BALAIKOTA

YK

DINASPERHUBUNGAN,

KOMUNIKASI,INFORMATIKA

DINASKESEHATAN

DINASPERINDUSTRIAN

DANPERDAGANGAN

DINASKIMPRASWIL

DINASPU

DINASPUP-ESDM

BNN

DINASKESENIAN

DINASPERIZINAN

KANTORBPN

BAPPEDABANTUL

BLHBANTUL

BKKPPKBBANTUL

SEBARAN KANTOR PEMERINTAHAN

WIRO

KUNING

as healthy

34

UD

UD

city

YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro kuning . maguwoharjo-

SEBARAN KOMERSIAL

ANALISIS

Sebaran bangunan pemerintahan terdapat di Kota Yogyakarta yaitu di kawasan Malioboro, Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul.

Latar belakang Kota Yogyakarta sebagai kota pelajar menyebabkan Kampus UII dan UGM memiliki magnet yang kuat bagi perkembangan kawasan di sekitarnya. Adanya perkembangan pemukiman teratur yang didominasi oleh kaum menengah ke atas serta adanya industri pasar sehingga untuk kawasan Ringroad bagian utara berpotensi untuk menjadi kawasan Hi-Tech.

TemonSentoloGamping

KlatenPrambananSolo

UII

UGM

Fast Medium Low

1

23

yo

gy

ak

arta

in sy

stem

he

alth

yc

ity

syste

m

Page 9: INFRASTRUKTUR DI KORIDOR WIROKUNING

UD

TemonSentoloGamping

KlatenPrambananSolo

UII

UGM

1. KAWASAN MAGUWOHARJA Pada kawasan ini terdapat pemukiman teratur sebagai pengembangan dari stadion Maguwoharjo, Candi Gebang, dan Embung Tambakboyo. Sehingga kawasan ini akan berpotensi untuk dikembangkan sebagai satellite city dengan indikator sustainable city.

2. KAWASAN MALIOBORO Kawasan Malioboro merupakan pusat dari Kota Yogyakarta dan merupakan area perdagangan serta kawasan pariwisata sehingga kawasan berpotensi untuk menjadi tourism city dengan indikator liveable city.

3. KAWASAN WIRO-KUNING

Koridor Wirokuning merupakan salah satu koridor yang memiliki berbagai macam fungsi bangunan diantaranya bangunan pemerintahan, cagar budaya, komersial, pendidikan, dll. Sehingga untuk kedepannya koridor ini dapat berkembang menjadi kawasan historical dengan indikator healthy city.

FAST STORYFast Story dilatarbelakangi atas keinginan untuk menciptakan kesan cepat dalam sebuah perjalanan. Ringroad yang berfungsi sebagai jalur untuk mengurangi kemacetan dan kepadatan yang ada di pusat kota dapat dikategorikan sebagai fast strory karena pada umumnya pengendara kendaraan bemotor akan melaju dengan cepat pada saat berada di Ringroad. Selain itu, fast story berfungsi sebagai penghubung antara old city dengan new city.

MEDIUM STORYMedium Story dilatarbelakangi atas keinginan untuk menciptakan kesan tidak cepat dan juga tidak lambat pada suatu kawasan. Jalan Solo yang merupakan penghubung antara area luar dan dalam Yogyakarta dan merupakan area komersial dapat dijadikan sebagai kawasan medium story. Banyaknya bangunan perbelanjaan akan membuat pengunjung berjalan santai untuk menikmati suasana yang ada di kawasan tersebut.

LOW STORYSlow Story dilatarbelakangi atas keinginan untuk menciptakan kesan lambat pada suatu kawasan. Area pada slow story terbentuk atas berbagai area penting seperti area cagar budaya, komersial, pemerintahan, pendidikan, dll. Area ini akan menjadi area dengan tema budaya dan perbelanjaan sehingga suasana yang tercipta pada daerah tersebut adalah Dramatical Story sehingga orang dapat menikmati area Malioboro, Keraton seta Koridor Wirokuning dengan santai dan nyaman.

WIRO

KUNING as healthy

city

35

YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro -kuning . maguwoharjoUD

yo

gy

ak

art

a in

syst

em

he

alth

y c

ity

sy

ste

m

Page 10: INFRASTRUKTUR DI KORIDOR WIROKUNING

JL. Sultan Agung

JL. M

ayor

Sur

yoto

mo

JL. B

rigje

n K

atam

so

JL. G

ajah

Mad

a

JL. B

inta

ran

Kul

on

JL. B

inta

ran

Wet

an

JL. T

aman

Sis

wa

JL. S

uryo

Pra

noto

CV Kondang

Jaya

JL. H

OS

Cok

roam

inot

o

JL. Laksamana Raden Eddy Martadinata

JL. Profesor Doktor Ki Amri Yahya

JL. P

rofe

sor D

okto

r Ki A

mri

Yahy

a

JL. L

etje

n S

upra

pto

JL. K

yai H

aji W

ahid

Has

yim

JL. Kyai Haji Ahmad Dahlan

JL. B

haya

ngka

ra

JL. M

argo

mul

yo

JL. T

rikor

a

JL. Panembahan Senopati

JL. Kusumanegara JL. Wonocatur

JL. S

ri W

edan

i

JL. B

atik

an

JL. M

ngun

sark

oro

JL. K

enar

i

JL. K

erto

JL. T

imoh

o

JL. M

ilira

n

JL. C

enda

na

JL. K

apas

JL. S

ukon

andi

JL. K

ukilo

JL. S

awit

JL. G

ajah

Mad

a

JL. G

laga

hsar

i

JL. V

eter

an

JL. K

ebun

Ray

a

JL. G

edon

g K

Uni

ngJL

. Ged

ong

KU

ning

A B C D E F

ANALISIS KORIDOR WIROKUNING

WALKER LINE

INDIKATORMenurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum standar jalur pejalan kaki setidaknya berukuran lebar 1,8 hingga 3,0 meter atau lebih untuk memenuhi tingkat pelayanan yang diinginkan dalam kawasan yang memiliki intensitas pejalan kaki yang tinggi. Selain itu memeiliki jarak minimum jalur depan bangunan setidaknya berjarak 0,75 meter dari jarak sisi gedung. Dan jalur perabot jalan minimal 0,6 meter.

ANALISA

TRANSIT

INDIKATORMenurut Direktur Jenderal Perhubungan Darat jarak antar halte bis danTPB adalah sebagai berikut :

WIRO

KUNING

as healthy

36

UD

UD

city

YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro kuning . maguwoharjo-

yo

gy

ak

arta

in sy

stem

he

alth

yc

ity

syste

m

1

2

3

48

9

JL. Sultan Agung

JL. M

ayor

Sur

yoto

mo

JL. B

rigje

n K

atam

so

JL. G

ajah

Mad

a

JL. B

inta

ran

Kul

on

JL. B

inta

ran

Wet

an

JL. T

aman

Sis

wa

JL. S

uryo

Pra

noto

CV Kondang

Jaya

JL. H

OS

Cok

roam

inot

o

JL. Laksamana Raden Eddy Martadinata

JL. Profesor Doktor Ki Amri Yahya

JL. P

rofe

sor D

okto

r Ki A

mri

Yahy

a

JL. L

etje

n S

upra

pto

JL. K

yai H

aji W

ahid

Has

yim

JL. Kyai Haji Ahmad Dahlan

JL. B

haya

ngka

ra

JL. M

argo

mul

yo

JL. T

rikor

a

JL. Panembahan Senopati

JL. Kusumanegara JL. Wonocatur

JL. S

ri W

edan

i

JL. B

atik

an

JL. M

ngun

sark

oro

JL. K

enar

i

JL. K

erto

JL. T

imoh

o

JL. M

ilira

n

JL. C

enda

na

JL. K

apas

JL. S

ukon

andi

JL. K

ukilo

JL. S

awit

JL. G

ajah

Mad

a

JL. G

laga

hsar

i

JL. V

eter

an

JL. K

ebun

Ray

a

JL. G

edon

g K

Uni

ngJL

. Ged

ong

KU

ning

76

5

ZONA

Lebar Jalur TrotoarJalur Bagian

Depan GedungJalur Perabot

Jalan Utara

12

3

4

5

6

7

8

9

< 1,8 meter < 1,8 meter < 1,8 meter < 1,8 meter

< 1,8 meter < 1,8 meter

< 1,8 meter < 1,8 meter

< 1,8 meter < 1,8 meter

± 1,8 meter < 1,8 meter

< 1,8 meter < 1,8 meter

< 1,8 meter < 1,8 meter

< 1,8 meter < 1,8 meter

--

-

-

-

-

-

-

-

--

-

-

-

-

-

Selatan Keterangan

- Banyak terdapat parkir liar.- Banyak terdapat parkir liar dan okupasi trotoar oleh PKL.- Banyak terdapat parkir liar dan okupasi trotoar oleh PKL.- Banyak terdapat parkir liar dan okupasi trotoar oleh PKL.- Banyak terdapat parkir liar dan okupasi trotoar oleh PKL.- Banyak terdapat parkir liar dan okupasi trotoar oleh PKL.- Banyak terdapat parkir liar dan okupasi trotoar oleh PKL.- Banyak terdapat parkir liar dan okupasi trotoar oleh PKL.- Banyak terdapat parkir liar dan okupasi trotoar oleh PKL.

A B - = ±780 meter - tidak sesuai standar - = ±750 meter - B C tidak sesuai standar - = ±600 meter - C D tidak sesuai standar - = ± 780 meter - D E tidak sesuai standar - = ± 780 meteE F r - tidak sesuai standar

ANALISAJarak antar halte Trans Jogja :

Page 11: INFRASTRUKTUR DI KORIDOR WIROKUNING

JL. Sultan Agung

JL. M

ayor

Sur

yoto

mo

JL. B

rigje

n K

atam

so

JL. G

ajah

Mad

a

JL. B

inta

ran

Kul

on

JL. B

inta

ran

Wet

an

JL. T

aman

Sis

wa

JL. S

uryo

Pra

noto

CV Kondang

Jaya

JL. H

OS

Cok

roam

inot

o JL. Laksamana Raden Eddy Martadinata

JL. Profesor Doktor Ki Amri Yahya

JL. P

rofe

sor D

okto

r Ki A

mri

Yahy

a

JL. L

etje

n S

upra

pto

JL. K

yai H

aji W

ahid

Has

yim

JL. Kyai Haji Ahmad Dahlan

JL. B

haya

ngka

ra

JL. M

argo

mul

yo

JL. T

rikor

a

JL. Panembahan Senopati

JL. Kusumanegara JL. Wonocatur

JL. S

ri W

edan

i

JL. B

atik

an

JL. M

ngun

sark

oro

JL. K

enar

i

JL. K

erto

JL. T

imoh

o

JL. M

ilira

n

JL. C

enda

na

JL. K

apas

JL. S

ukon

andi

JL. K

ukilo

JL. S

awit

JL. G

ajah

Mad

a

JL. G

laga

hsar

i

JL. V

eter

an

JL. K

ebun

Ray

a

JL. G

edon

g K

Uni

ngJL

. Ged

ong

KU

ning

STREET SCAPE

Sarana jaringan pejalan kaki terbagi menjadi :1. Jalur hijau ditempatkan pada jalur amenitas dengan lebar 150 centimeter.2. Lampu penerangan terletak di luar ruang bebas jalur pejalan kaki dengan jarak antarlampu

penerangan yaitu 10 meter dengan tinggi maksimal 4 meter.3. Tempat duduk terletak di luar ruang bebas jalur pejalan kaki dengan jarak antartempat duduk yaitu

10 meter. Tempat duduk dibuat dengan dimensi lebar 0,4-0,5 meter dan panjang 1,5 meter.4. Pagar pengaman dibuat dengan tinggi 0,9 meter.5. Tempat sampah terletak di luar ruang bebas jalur pejalan kaki dengan jarak antartempat sampah

yaitu 20 meter.6. Marka, perambuan, dan papan informasi terletak di luar ruang bebas jalur pejalan kaki, pada titik

interaksi sosial, dan pada jalur pejalan kaki dengan arus padat.7. Halte/shelter bus dan lapak tunggu terletak di luar ruang bebas jalur pejalan kaki dengan jarak

antarhalte/shelter bus dan lapak tunggu pada radius 300 meter dan pada titik potensial kawasan.8. Telepon umum terletak di luar ruang bebas jalur pejalan kaki dengan jarak antartelepon umum pada

radius 300 meter dan pada titik potensial kawasan. ANALISA Pada koridor Wirokuning hampir seluruh ruas pejalan kaki di sisi bangunan tidak memiliki jalur bagian depan gedung dan jalur perabotan jalan. Pada umumnya pada bagian depan gedung langsung m e n g a r a h k e trotoar. Lebar trotoar juga kurang memenuhi standar yaitu > 1,8 meter. Dan tidak semua jalan memiliki jalur perabotan jalan, padahal jalur ini sangat penting sebagai area peletakan infrastruktur jalan. Di beberapa zona belum terdapat tempat duduk, tempat sampah, telpon umum dan lain-lain sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Terlihat pada jalan tidak terdapat jalur perabotan sehingga infrastruktur kawasan seperti lampu tidak tertata dengan baik. Selain itu tidak ada jalur depan bangunan dan trotoar yang sempit.

WALKER LINE

Fasilitas untuk pejalan kaki di koridor ini perlu disesuaikan kembali dalam hal tingkat kenyamanan ruang gerak. Perlu adanya jalur pejalan kaki yang sesuai dengan standarnya serta jalur perabot jalan untuk infrastruktur jalan sehingga akan memberikan kenyamanan bagi pengguna jalan. Pohon eksisting yang ada di site tetap dipertahankan keberadaannya serta merelokasi para pedagang kaki lima ke area yang sesuai untuk berdagang.TRANSIT

Fasilitas untuk area transit seperti halte Trans Jogja ini perlu disesuaikan kembali dalam hal standar jarak antar halte. Halte Trans Jogja di koridor ini masih belum sesuai dengan standar yang ada (lebih dari 400 meter antar halte). Hal ini dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi pengguna Trans Jogja karena mereka harus berjalan jauh untuk mencapai halte dan membutuhkan waktu yang lama. STREET SCAPE

Fasilitas untuk koridor Wirokuning masih kurang memadai . Banyak trotoar yang belum didesain sesuai dengan standar sehingga belum memberikan kenyamanan bagi pejalan kaki. Infrastruktur yang terdapat d koridor ini juga tidak tertata dengan rapi akibat tidak adanya jalur perabotan jalan.SINTESA

Perlu dilakukan penataan pada koridor Wirokuning untuk menciptakan kenyamanan bagi pedestrian karena pedestrian menjadi tujuan utama pada koridor ini karena memiliki lebih beragam potensi yang masih dapat berkembang dalam jangka waktu yang panjang. Rencana untuk pengembangan koridor ini adalah membuat suasana Dramatical Story dengan menciptakan suasana lambat sehingga pengunjung dapat menikmati suasana di koridor ini dengan menghidupkan kembali bangunan-bangunan historical yang sudah lama tidak terpakai tetapi memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan.

WIRO

KUNING as healthy

city

37

YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wiro -kuning . maguwoharjoUD

yo

gy

ak

art

a in

syst

em

he

alth

y c

ity

sy

ste

m

Page 12: INFRASTRUKTUR DI KORIDOR WIROKUNING

WIRO

KUNING

as healthy

38

UD

YOGJAKARTA IN CORPORATEDmalioboro . wirokuning . maguwoharjoUD

yo

gy

ak

arta

in sy

stem

he

alth

yc

ity

syste

m

city

DAFTAR PUSTAKA

Gusti, S. (2014). Membangun Sistem Penyediaan Infrestruktur Perkotaan. http://www.slideshare.net/sangnandar/program-infrastruktur- perkotaan. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2015.

Jamal, L.Z. (2013). WALKABILITY PADA KAWASAN BERBASIS TRANSIT ORIENTED D E V E L O P M E N T S T U D I K A S U S : K AWA S A N S TA S I U N L E M P U YA N G A N . http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=66238. Diakses pada tanggal 15 Oktober 2015.

Kostof, Spiro, 1992, The City Assembled: Elements of Urban Form through History, Little Brown, Boston 1992; second printing Thames & Hudson New York 2005.

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 03/PRT/M/2014 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN, PENYEDIAAN, DAN PEMANFAATAN PRASARANA DAN SARANA JARINGAN PEJALAN KAKI DI KAWASAN PERKOTAAN

PEDOMAN TEKNIS PEREKAYASANAAN TEMPAT PERHENTIAN KENDARAAN PENUMPANG UMUM DIREKTUR JENDERAL PERHUBUNGAN DARAT

Raniasta, Y.S. (2015). PENGEMBANGAN KAWASAN STASIUN TUGU YOGYAKARTA BERBASIS T R A N S I T D E N G A N P E N D E K A T A N A K S E S I B I L I T A S . https://www.academia.edu/13600036/Pengembangan_Kawasan_Stasiun_Tugu_Berbasis_Transit_dengan_Pendekatan_Aksesibilitas. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2015.

Sari, I. (2014). KONSEP KOTA SEHAT. http://www.scribd.com/doc/217929767/Konsep-Kota-Sehat#scribd. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2015.

https://id.wikipedia.org/wiki/Infrastruktur. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2015.

https://www.academia.edu/7350296/4_INFRASTRUKTUR_DALAM_PENGEMBANGAN_WILAYAH. Diakses pada tanggal 18 Oktober 2015.

http://simreg.bappenas.go.id/document/Publikasi/DokPub/04.%20Anprov%20D.I%20Yogyakarta.pdf. Diakses pada tangga l 18 Oktober 2015.