Upload
william-limadhy
View
62
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
infeksi tuberkulosis paru pada anakmakalah pbl
Citation preview
Tinjauan Pustaka
Infeksi Tuberkulosis Paru
pada Anak
Nico Michael Muliawan
10-2010-194
2 Juli 2012
Mahasiswa Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6 Jakarta Barat 11510
Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
Email: [email protected]
Pendahuluan
Tuberkulosis (TB) bukan lagi merupakan pembunuh utama di Eropa, tetapi masih
merupakan masalah besar di negara berkembang. Insiden TB di Eropa terus menurun sebagai
akibat kondisi sosisal dan status gizi yang membaik, disertai munculnya kemoterapi yang
efektif. Saat ini sebagian besar anak yang menderita penyakit ini dikenali berdasarkan adanya
kontak dengan orang dewasa terinfeksi, yang mungkin asimptomatik.1
Namun sejak akhir tahun 1990-an, dilakukan deteksi terhadap beberapa penyakit yang
kembali muncul dan menjadi masalah (re-emerging disease), terutama di negara maju. Salah
satu di antaranya adalah TB. World health organization meperkirakan bahwa sepertiga
penduduk dunia (2 miliar orang) telah terinfeksi oleh M. tuberculosis, dengan angka tertinggi
di Afrika, Asia, dan Amerika Latin.2
1
Penyakit TB pada anak walaupun dikatakan merupakan “Self limited disease” atau
“Stable disease” sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan masyarakat terutama di
negara-negara berkembang. Indonesia merupakan negara dengan proporsi TB tertinggi nomor
tiga (3) setelah India (30%) dan Cina (15%), yaitu sebesar 10%. Angka kesakitan TB anak
merupakan parameter berhasil tidaknya pemberantasan TB di suatu daerah. Dan perlu diingat
pula bahwa TB anak merupakan penyakit sistemik.3
Penulisan makalah ini bertujuan untuk membahas lebih lanjut mengenai penyakit
infeksi tuberkulosis khususnya yang terjadi pada anak-anak, selain itu akan dibahas pula
penyakit lain yang miliki kemiripan dengan penyakit TB anak.
Anamnesis
Anamnesis yaitu suatu proses wawancara dua arah antara dokter dengan pasiennya
untuk menadapatkan informasi yang berguna untuk menegakkan diagnosis. Proses anamnesis
dapat dilakukan langsung dengan pasiennya langsung (autoanamnesis) ataupun kepada
orangtua atau orang terdekat yang mengerti mengenai keadaan pasien (alloanamnesis) bila
keadaan autoanamnesis tidak menungkinkan. Contohnya, pada anak anak yang belum dapat
diajak berkomunikasi secara verbal dengan baik, anamnesis dapat kita lakukan secara
alloanamnesis.
Hal hal yang perlu ditanyakan dalam proses anamnesis, diantaranya :
1. Identitas pasien : merupakan bagian terpenting dalam suatu proses anamnesis.
Identifikasi diperlukan untuk memastikan bahwa anak yang diperiksa adalah benar benar
anak yang dimaksud. Yang mencakup indentitas pasien adalah nama, umur, jenis
kelamin, nama orang tua, alamat, umur orang tua, pendidikan dan pekerjaan orang tua,
agama dan suku bangsa.
2. Riwayat penyakit:
a. Keluhan utama : dimulai dengan keluhan utama, yaitu keluhan atau gejala yang
menyebabkan pasien di bawa oleh orang tua berobat.
b. Riwayat perjalanan penyakit : pada riwayat perjalanan penyakit ini disusun cerita
yang kronologis, terperinci dan jelas mengenai keaadaan kesehatan pasien sejak
sebelum timbul keluhan sampai berobat. Riwayat pengobatan sebelumnya untuk
keluhan tersebut sebaiknya ditanyakan dengan lengkap mulai dari kapan berobat,
kepada siapa, serta obat apa saja yang telah diberikan dan bagaimana hasil
2
pengobatan tersebut adanya efek samping dan kemungkinan alergi. Pada dugaan
penyakit menular, misalnya Tuberculosis, perlu ditanyakan apakah disekitar tempat
tinggal terdapat orang lain yang menderita penyakit yang sama. Pada dugaan
penyakit keturunan seperti asma, perlu untuk ditanyakan atopi / alergi dalam
keluarga.
Pada umumnya, hal hal berikut perlu diketahui mengenai keluhan atau gejala:
Lama berlangsungnya gejala.
Bagaimana sifat gejala : mendadak, perlahan lahan, terus menerus, hilang
timbul, apakah berhubungan dengan waktu (pagi, siang, sore).
Untuk keluhan lokal harus dirinci lokalisasi dan sifatnya: menetap, menjalar,
menyebar, dan sifatnya, berpindah pindah.
Berat ringannya keluhan dan perkembangannya : apakah menetap, cenderung
bertambah berat atau berkurang.
Terdapatnya hal yang mendahului keluhan.
Apakah keluhan tersebut kali pertama dirasakan atau sudah pernah sebelumnya,
bila sudah pernah, dirinci apakan intensitas dan karakteristiknya sama atau
berbeda dan interval keluhan kelihan tersebut.
Apakah terdapat saudara sedarah, orang serumah atau sekeliling pasien yang
memiliki kelihan serupa.
Upaya yang telah dilakukan dan bagaimana hasilnya.
Demam : karakteristik demam yang perlu di tanyakan :
Lamanya demam berlangsung.
Apakah awitannya mendadak atau tidak.
Bagaimana pola demam : remiten, intermiten, atau continue.
Apakah disertai mengigil, kejang, kesadaran menurun, meracau,
mengigau.
Batuk : anamnesis batuk sebaiknya meliputi :
Berapa lama batuk berlangsung.
Apakah batuk sering kambuh atau berulang, dan waktu yang lebih
menonjol.
Sifat batuk : spasmodic, kering atau produktif (banyak dahak).
Perincian sifat dahak : kekentalan, warna, bau, serta adanya darah
pada dahak.
Keluhan lain yang menyertai : sesak napas, mengi, sianosis, muntah.
3
Anamnesis keluhan batuk sangat khas untuk diagnosis penyakit
tertentu, misalnya batuk pada pertusis yang bersifat spasmodic, non
produktif, panjang, diselingi whoop pada saat inspirasi dan sering diakhiri
dengan muntah.
Sianosis : sianosis dapat dijumpai pada penyakit respiratori yang berat atau
kronik
Apakah timbul warna biru pada bibir dan ujung-ujung jari.
Sejak kapan terlihatnya keadaan tersebut.
c. Riwayat penyakit yang pernah diderita : penyakit yang pernah diderita anak
sebelumnya sebaiknya diketahui, karena kemungkinan berhubungan dengan
penyakit sekarang, dan setidaknya memberikan informasi untuk membantu
pendekatan diagnosis dan tata laksana penyakit sekarang.
d. Riwayat kehamilan ibu : keadaan kesehatan ibu selama hamil perlu di tanyakan.
e. Riwayat kelahiran : riwayat kelahiran pasien harus ditanyakan dengan teliti,
termasuk tanggal, tempat kelahiran, siapa yang menolong, cara kelahiran
(spontan,ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, bedah sesar ) dan keadaan segera
setelah lahir. Masa kehamilan orang tua pasien perlu di tanyakan, apakah cukup
bulan, kurang bulan, ataukah lewat bulan. Nilai Apgar apabila mungkin juga
sebaiknya ditanyakan. apakah setelah lahir memerlukan perawatan yang lebih
lama dari bayi pad umumnya.
f. Riwayat makanan : dinilai apakah kualitas dan kuantitasnya adekuat, yaitu
memenuhi amgka kecukupoan gizi ( AKG ) yang dianjurkan.
g. Riwata imunisasi : status imunisasi ( umur saat diberikan, imunisasi dasar dan
ulangan ) harus ditanyakan secara rutin, khususnya BCG, DPT, Polio, Campak,
dan Hepatitis B.
h. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan : status pertumbuhan anak diketahui
dengan menyakan apakah anak tampak kurus, berat badan tidak naik bahkan turun
atau anak tampak semakin kurus. Sedangkan untuk status perkembangan anak di
gali dengan teliti patokan-patokan perkembangan di bidang motor halus, motor
kasar, social-personal dan bahasa adaptif, untuk mengetahui apakah terdapat
penyimpangan dari semua tahapan perkembangan.
i. Riwayat keluarga dan lingkungan : data keluarga di tanyakan untuk mendapatkan
gambaran keadaan pendidikan, social-ekonomi-budaya dan kesehatan keluarga
pasien.
4
Pemeriksaan Fisik
Dalam pemeriksaan fisik yang pertama harus dilihat adalah bagaimana keadaan
umum pasien saat datang ke tempat periksa, apakah masih terlihat sehat, sakit ringan, atau
sakit berat, lalu lihat juga tingkat kesadarannya . Pada pemeriksaan fisik paru yang perlu
dilakukan adalah:
1. Inspeksi
Penilaian pernapasan meliputi:
a. Frekuensi napas
Frekuensi napas bayi dan anak dibedakan berdasarkan usia. Frekuensi napas berkisar
30-60 kali permenit pada periode neonatal dan bertambah lambat sesuai dengan
pertambahan usia. Pada usia 6 tahun, frekuensi napas menjadi 20-25 kali permenit.
b. Irama dan keteraturan
Pada irama pernapasan dapat dinilai apakah pernapasan pasien teratur (regular) atau
tidak teratur (irregular).
c. Kedalaman
Kedalaman pernapasan adalah penilaian apakah pasien bernapas secara normal,
dangkal, atau dalam.
d. Tipe dan pola pernapasan.
Kelaianan pola pernapasan :
a. Takipnu : pernapasan yang cepat dan dangkal. Keadaan ini seringkali terlihat pada
pelbagai penyakit paru restriktif. Pada bayi dan anak kecil, hal ini merupakan tanda
dini gagal jantung.
b. Bradipnu : pernapasan lambat. Keadaan ini terdapat pada gangguan pusat pernapasan,
tekanan intracranial tinggi pengaruh obat sedatif, alkalosis atau keracunan.
c. Hiperpnu : pernapasan dalam. Terdapat pada keadaan asidosis, anoksia serta kelainan
susunan saraf pusat. Pernapasan Kussmaul adalah tipe pernapasan hiperpnu yang
selain pernapasan dalam juga cepat, ditemukan pada keadaan asidosis metabolik
seperti dehidrasi, hipoksia, dan keracunan salisilat.
d. Pernapasan Cheyne-stokes
Pada bayi baru lahir, terutama bayi premature, kadang-kadang terdapat pernapasan
tipe Cheyne-stokes yang ditandai oleh pernapasan cepat dan dalam, diikuti oleh
beberapa periode pernapasan yang lambat dan dangkal, serta periode apnu beberapa
5
saat. Pada pola ini dapat hilang setelah bayi berusia beberapa minggu. Keadaan
kerusakan otak (kedua sisi hemifer otak besar atau diensefalon), obat-obatan penekan
sistem pernapasan, gagal jantung dan uremia dapat juga menyebabkan timbulnya pola
pernapsan Cheyne-stokes.
e. Pernapasan Ataksik (Pernapasan Biot)
Tipe pernapasan Biot ditandai dengan irama yang sama sekali tidak teratur, dan
biasanya merupakan tanda terdapatnya penyakit susunan saraf pusat seperti ensefalitis
atau poliomyelitis bulbalis.
Pada inspeksi untuk melihat fungsi pernapasan, pemeriksa sebaiknya juga
memperhatikan warna mukosa bibir dan dasar kuku untuk melihat adanya pucat dan
sianosis. Kedua kondisi tersebut menandakan adanya penurunan oksigenasi dan
berhubungan dengan kadar penurunan kadar hemoglobin yang tersedia untuk transport
oksigen.
2. Palpasi
Palpasi pada pemeriksaan paru sangat bermanfaat untuk menegaskan penemuan-
penemuan pada inspeksi. Pada pemeriksaan palpasi, pemeriksa meraba simetri dinding
toraks, adanya nodul, nyeri tekan lokal dan pembesaran getah bening aksila, fosa
supraklavikularis dan fosa infraklavikularis. Pemerikasaan getah bening, jumlah dan
ukurannya dicantumkan pada hasil pemeriksaan.
Fremitus vocal merupakan salah satu pemeriksaan palpasi dengan merasakan sensasi
getaran pada seluruh dinding dada. Normalnya akan teraba getaran yang sama pada
kedua telapak tangan yang diletakkan pada kedua sisi dada dan punggung. Penurunan
fremitus vocal dapat menandakan adanya obstruksi saluran napas, hidrotoraks, efusi
pleura, atelektasis dan tumor. Fremitus vocal dapat dengan mudah diperiksa pada anak
yang sedang menangis atau anak yang sudah dapat berbicara.
3. Perkusi
6
Perkusi pada anak tidak boleh dilakukan terlalu keras karena anak-anak memiliki dinding
dada yang lebih tipis serta otot-otot yang masih kecil dibandingkan orang dewasa
sehingga menghasilkan suara perkusi yang lebih resonan.
Suara perkusi paru normal adalah sonor. Suara perkusi abnormal dapat berupa: redup
atau pekak dan hipersonor atau timpani. Suara perkusi redup atau pekak dapat dijumpai
pada keadaan normal (daerah scapula, diafragma, hati dan jantung) dan abnormal
(konsolidasi jaringan paru pada pneumonia lobaris, atelektasis, tumor dan cairan dalam
rongga pleura).
4. Auskultasi
Auskultasi paru dilakukan untuk mendeteksi suara napas dasar dan suara napas
tambahan. Auskultasi dilakukan di seluruh dada dan punggung, dimulai dari atas ke
bawah dan dibandingkan sisi kanan dan kiri. Suara napas pada anak terkesan lebih keras
dibandingkan pada orang dewasa mengingat tipisnya dinding dada pada anak. Penurunan
suara napas anak mengindikasikan adanya penurunan aktifitas pernapasan yang dapat
terjadi pada keadaan pneumonia, atelektasis, efusi pleura dan pneumotoraks. Peningkatan
suara napas dapat dijumpai pada pneumonia lobaris, asma dan emfisema.
a. Suara napas dasar adalah suara yang ditimbulkan akibat aliran udara yang melalui
saluran respiratori yang normal.
Suara napas vesikuler
Suara napas normal yang terjadi karena masuk dan keluarnya udara melalui jalan
napas. Normal, suara inspirasi akan terdengar lebih keras dan panjang
dibandingkan suara ekspirasi. Suara napas ini terdengar hampir di seluruh paru.
Suara napas bronkial
Karakteristik suara napas bronkial adalah terdengar inspirasi keras yang disusul
oleh ekspirasi yang lebih keras. Suara napas ini dapat terdengar normal pada
daerah bronkus besar kanan dan kiri, parasternal atas dan interskapular. Bila
pemeriksa mendapatkan suara napas bronkial pada tempat lain, berarti terdapat
konsolidasi yang luas seperti pada pneumonis lobaris.
Suara napas bronkovesikular
Merupakan kombinasi antara suara napas bronkial dan vesicular. Suara napas ini
sering terdengar saat auskultasi pada sela iga 1 dan 2.
Suara napas amforik
7
Suara napas ini menyerupai bunyi tiupan di atas mulut botol kosong dan dapat
terdengar pada kavitas. Suara napas amforik jarang dan sulit dijumpai pada anak
kecil.
b. Suara napas tambahan adalah suara yang ditimbulkan akibat aliran udara yang melalui
saluran napas respiratori yang abnormal, sehingga terjadi turbulensi.
Ronki basah (rales, crackles)
Suara napas tambahan berupa vibrasi terputus-putus (tidak kontinu) akibat getaran
yang disebabkan oleh adanya cairan dalam jalan napas dilalui udara. Ronki basah
dibedakan berdasarkan lokasi suara. Ronki basah halus berasal dari duktus
alveolus, bronkiolus dan bronkus kecil, sedangkan ronki basah kasar berasal dari
bronkus di luar jaringan paru.
Ronki kering (rhonchi)
Merupakan suara napas tambahan yang terjadi akibat udara melewati daerah yang
sempit baik akibat ekstraluminer seperti desakan tumor, maupun factor
intraluminer seperti spasme bronkus, edema, lender yang kental dan benda asing.
Suara napas ini lebih jelas terdengar pada fase ekpirasi. Wheezing atau mengi
adalah jenis ronki kering yang terdengar lebih nyaring/musical dibandingkan
dengan ronki kering lainnya.
Krepitasi
Merupakan suara membukanya alveoli. Penggunaan istilah krepitasi sudah jarang
dipakai.
Pleural friction rub
Suara yang terjadi karena gesekan antara pleura visceral dan parietal dengan fibrin
ditengahnya. Dapat terdengar pada fase ekpirasi dan inspirasi serta pada basal
posterior paru. Pleural friction rub didengar pada pasca efusi pleura.
Pemeriksaan Penunjang3-5
Setelah melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik apabila masih belum dapat
ditentukan atau ragu-ragu dalam mengambil diagnosis, maka harus dilakukan pemeriksaan
penunjang untuk lebih memastikan.
1. Test Tuberkulin
Tuberkulin adalah komponen protein kuman TB yang mempunyai sifat antigenik yang
kuat. Jika disuntikan secara intrakutan kepada seseorang yang telah terinfeksi TB (telah
8
ada kompleks primer dalam tubuhnya dan telah terbentuk imunitas seluler terhadap TB),
maka akan terjadi reaksi berupa indurasi di lokasi suntikan. Indurasi ini terjadi karena
vasodilatasi lokal, edema, endapan fibrin dan terakumulasinya sel-sel inflamasi di daerah
suntikan. Ukuran indurasi dan bentuk reaksi tuberkulin tidak dapat menentukan tingkat
aktivitas dan beratnya proses penyakit.
Uji tuberkulin merupakan alat diagnosis TB yang sudah sangat lama dikenal, tetapi
hingga saat ini masih mempunyai nilai diagnostik yang tinggi terutama pada anak,
dengan sensitivitas dan spesifisitas lebih dari 90%.
Ada 2 macam tuberkulin yang dipakai yaitu Old tuberkulin dan Purified protein derivate
(PPD) dengan cara Mantoux. Yaitu dengan menyuntikkan 0,1 ml tuberkulin PPD
intrakutan di volar lengan bawah. Reaksi dilihat 48 – 72 jam setelah penyuntikan. Uji
Tuberkulin positif menunjukkan adanya infeksi TB. Reaksi ini akan bertahan cukup lama
walaupun pasien sudah sembuh sehingga uji Tuberkulin tidak dapat digunakan untuk
memantau pengobatan.
Secara umum, hasil uji tuberkulin dengan diameter indurasi ≥ 10 mm dinyatakan positif
tanpa menghiraukan penyebabnya. Hasil positif ini sebagian besar disebabkan oleh
infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin disebabkan oleh imunisasi Bacille Calmette
Guerin (BCG) atau infeksi (BCG) atau infeksi Mycobacterium atipik.
Pada anak balita yang telah mendapat BCG, diameter indurasi 10-15 mm dinyatakan uji
tuberkulin positif, kemungkinan besar karena infeksi TB alamiah, tetapi masih mungkin
disebabkan oleh BCG-nya. Akan tetapi bila ukuran indurasi ≥ 15 mm, hasil positif ini
sangat mungkin karena infeksi TB alamiah. Jika membaca hasil tuberkulin pada anak
berusia lebih dari 5 tahun, faktor BCG dapat diabaikan. Apabila diameter indurasi 0-4
mm, dinyatakan uji tuberkulin negative. Diameter 5-9 mm dinyatakan positif meragukan.
Bila mendapatkan hasil meragukan, tes tuberkulin dapat diulang, namun untuk
menghindari efek booster tuberkulin, ulangan dilakukan 2 minggu kemudian, dan
penyuntikan dilakukan pada lokasi yang lain, minimal berjarak 2 cm.
Pada keadaan tertentu, yaitu tertekannya sistem imun (imunokompromais), maka cut off-
point hasil positif yang digunakan adalah ≥ 5 mm. keadaan imunokompromais ini dapat
ditemukan pada pasien dengan gizi buruk, infeksi HIV, keganasan, morbili, pertusis,
varisela, atau pasien-pasien yang mendapat imunosupresan jangka panjang (≥ 2 minggu).
9
Pada anak yang mengalami kontak erat dengan pasien TB dewasa aktif disertai BTA
positif, juga digunakan batas ≥ 5 mm.
Tuberkulosis pada anak tidak selalu bermanifestasi klinis secara jelas, sehingga perlu
dilakukan deteksi dini yaitu dengan uji tuberkulin. Pada anak yang tinggal di daerah
endemis TB uji tuberkulin perlu dilakukan secara rutin, bila hasilnya negatif dapat
diulang setiap tahun.
Uji tuberkulin positif dapat dijumpai pada keadaan sebagai berikut:
a. Infeksi TB alamiah
Infeksi TB tanpa sakit TB (infeksi TB laten)
Infeksi TB dan sakit TB
TB yang telah sembuh
b. Imunisasi BCG (infeksi TB buatan).
c. Infeksi mycobacterium atipik.
Uji tuberkulin negatif dapat dijumpai pada keadaan sebagai berikut:
a. Tidak ada infeksi TB.
b. Dalam masa inkubasi infeksi TB.
c. Anergi, yaitu keadaan penekanan sistem imun oleh berbagai keadaan, sehingga tubuh
tidak memberikan reaksi terhadap tuberkulin walaupun sebenarnya sudah terinfeksi
TB.
2. Laboratorium hematologi
Tidak banyak membantu. Laju endap darah meninggi pada keadaan aktif dan kronik.
Pada stadium akut bisa terjadi lekositosis dengan sel polimorfonuklear yang meningkat
selanjutnya limfositosis. Gambaran hematologi dapat membantu mengamati perjalanan
penyakitnya. Gambaran darah yang normal, tidak / belum dapat menyingkirkan diagnosis
tuberkulosis.
3. Radiologi
Gambaran foto thorax pada TB tidak khas, kelainan-kelainan radiologi pada TB dapat
juga dijumpai pada penyakit lain. Sebaliknya, foto thorax yang normal (tidak terdeteksi
secara radiologi) tidak dapat menyingkirkan diagnosis TB jika klinis dan pemeriksaan
penunjang lain mendukung. Dengan demikian, pemeriksaan foto thorax saja tidak dapat
digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran milier.
10
Secara umum, gambaran radiologi yang sugestif TB adalah sebagai berikut:
a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan/tanpa infiltrat.
b. Konsolidasi segmental/lobar.
c. Milier.
d. Kalsifikasi dengan infiltrat.
e. Atelektasis.
f. Kavitas.
g. Efusi pleura.
h. Tuberkuloma.
Foto thorax tidak cukup hanya dibuat secara antero-posterior (AP), tetapi harus disertai
dengan foto lateral, mengingat bahwa pembesaran KGB di daerah hilus biasanya lebih
jelas pada foto lateral.
4. Serologis
Hasil kurang memuaskan dan masih kontroversi, hasil tergantung dari :
a. Umur
b. Status imunisasi
c. Mycobacterium atypic
d. Tidak dapat membedakan infeksi dan sakit
5. Mikrobiologis
Diagnosis pasti ditegakkan bila ditemukan kuman TB pada pemeriksaan mikrobiologi.
Pemeriksaan mikrobiologi yang dilakukan terdiri dari dua macam, yaitu pemeriksaan
mikroskopis apusan langsung untuk menemukan BTA dan pemeriksaan biakan kuman
M. tuberculosis.
Namun pemeriksaan tersebut sulit dilakukan pada anak, karena sulitnya mendapatkan
specimen berupa sputum. Sebagai gantinya, dilakukan pemeriksaan bilas lambung
(gastric lavage) 3 hari berturut-turut, minimal 2 hari. Hasil pemeriksaan mikroskopik
langsung pada anak sebagian besar negatif, sedangkan hasil biakan M. tuberculosis
memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar 6-8 minggu. Saat ini ada pemeriksaan biakan
yang hasilnya diperoleh lebih cepat (1-3 mingg), yaitu pemeriksaan Bactec, tetapi
biayanya mahal dan secara teknologi lebih rumit.
Bisa juga dengan menggunakan PCR, akan tetapi terdapat beberapa kelemahan untuk
menerapkan pemeriksaan PCR sebagai pemeriksaan klinis rutin, yaitu tingginya variasi
tingkat sensitivitas pada pemeriksaan PCR di berbagai laboratorium, dan mudahnya
11
terjadi kontaminasi kuman/bagian dari kuman yang berasal dari pemeriksaan
sebelumnya, sehingga dapat menyebabkan positif palsu. Hasil positif pun tidak selalu
menunjukkan kuman yang aktif, karena kuman dorman atau persisten dapat terdeteksi
dengan pemeriksaan ini.
6. Pemeriksaan histopatologi
Jarang dilakukan pada anak, dilakukan dengan biopsi misalnya dari kelenjar limfe.
7. Pemeriksaan fungsi paru
Pada umumnya fungsi paru tak terganggu kecuali pada bronkhiektasis hebat.
Pemeriksaan ini perlu dilakukan pada TB anak yang memerlukan tindakan operatif.
8. Pemeriksaan terhadap sumber penularan
Dicari sumber infeksi baik dari keluarga maupun orang lain, dilakukan pemeriksaan
sputum, foto paru, pemeriksaan darah. Bila positif sebaiknya diisolasi untuk mengurangi
kontak dan dilakukan pengobatan.
9. Uji interferon
Uji IFN-ϒ didasarkan adanya pelepasan sitokin inflamasi yang dihasilkan oleh sel
limfosit T yang sebelumnya telah tersensitisasi antigen M. tuberculosis. Pada uji IFN-ϒ,
limfosit darah tepi distimulasi secara in-vitro dan kadar IFN-ϒ yang dihasilkan oleh sel
limfosit T tersensitisasi diukur dengan cara ELISA. Hasil pemeriksaan ini ternyata
sampai saat ini belum dapat membedakan infeksi saja atau ada penyakit.
Diagnosis
Berdasarkan kasus yang ada diagnosis kerja yang bisa ditegakkan adalah
kemungkinan adanya infeksi tuberculosis pada anak tersebut. Diagnosis kerja TB pada anak
dibuat berdasarkan adanya kontak terutama dengan pasien TB dewasa aktif/baru, kumpulan
gejala dan tanda klinis, uji tuberkulin, dan gambaran sugestif pada foto thorax. Meskipun
demikian, sumber penularan/kontak tidak selalu dapat teridentifikasi, sehingga analisis yang
seksama terhadap semua data klinis sangat diperlukan.4
Diagnosis pasti TB dapat ditegakkan apabila ditemukannya M. tuberculosis pada
pemeriksaan sputum, bilas lambung, cairan serebrospinal (CSS), cairan pleura, atau biopsi
jaringan. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti desebabkan oleh dua hal, yaitu
sedikitnya jumlah kuman dan sulitnya pengambilan specimen (sputum).4
12
Kesulitan menegakkan diagnosis TB pada anak menyebabkan banyak usaha membuat
pedoman diagnosis dengan sistem skoring dan alur diagnosis. Perhatikan tabel 1 dan gambar
1.6
Tabel 1. Sistem Skoring Diagnosis Tuberkulosis Anak
Parameter 0 1 2 3
Kontak TB Tidak jelas Laporan
keluarga, BTA
(-) atau tidak tahu
Kavitas (+), BTA
tidak jelas
BTA (+)
Uji Tuberkulin Negatif Positif (≥ 10 mm
atau ≥ 5 mm
pada keadaan
imunosupresi)
Berat
badan/keadaan
gizi
BB/TB < 90%
atau BB/U < 80%
Klinis buruk atau
BB/TB < 70%
atau BB/U < 60%
Demam tanpa
sebab yang jelas
≥ 2 minggu
Batuk ≥ 3 minggu
Pembesaran
kelenjar limfe
kolli, aksila,
inguinal
≥ 1 cm, jumlah >
1, tidak nyeri
Pembengkakan
tulang/sendi
panggul, lutut,
phalanx
Ada
pembengkakan
Foto rontgen
thorax
Normal/tidak
jelas
Infiltrat
Pembesaran
kelenjar
Konsolidasi
segmental/
lobar
Kalsifikasi +
infiltrat
Pembesaran
kelenjar +
infiltrat
13
Atelektasis
Catatan:
Diagnosis dengan sistem scoring ditegakkan oleh dokter.
Jika dijumpai skrofuloderma, langsung di diagnosis tuberkulosis.
Berat badan dinilai saat datang.
Demam dan batuk tidak ada respons terhadap terapi sesuai baku.
Foto rontgen thorax bukan alat diagnosis utama pada TB anak.
Semua anak dengan reaksi cepat BCG harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.
Didiagnosis TB jika skor ≥ 6 (skor maksimal 14). Cut off-point ini masih bersifat
tentative/sementara, nilai definitif menunggu hasil penelitian yang masih dilaksanakan.
Gambar 1. Alur Deteksi Dini dan Rujukan TB Anak (sumber:
http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-xgdt286.htm)
Namun penyakit dengan gejala klinis seperti pada kasus tidak menutup kemungkinan
terjadinya penyakit lain selain tuberculosis pada anak. Jadi sebagai dokter harus bisa
14
menentukan penyakit-penyakit lain yang memiliki gejala klinis serupa untuk membandingkan
mana yang lebih dekat dan mengarah sesuai dengan keluhan pasien. Diagnosis banding dari
tuberkulosis pada anak, adalah:7-11
1. Demam Tifoid
Merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan
gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan
gangguan kesadaran.
a. Etiologi
Penyebab demam tifoid adalah Salmonella typhi, basil gram negatif, bergerak dengan
rambut getar, dan tidak berspora. Mempunyai dua atau lebih bentuk antigen H.
Kuman ini umumnya bukan peragi laktosa, dan sifat ini digunakan pada pemilihan
awal dalam laboratorium mikrobiologi klinis. Mempunyai sekurang-kurangnya 3
macam antigen yaitu antigen O (somatik, terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida),
antigen H (flagella) dan antigen Vi. Dala serum penderita terdapat zat anti (agglutinin)
terhadap ketiga antigen tersebut.
b. Epidemiologi
Di Indonesia terdapat dalam keadaan endemik. Penderita anak yang ditemukan
biasanya berumur diatas satu tahun, sebagian besar berumur 5 tahun.
c. Patogenesis
Usus kecil bagian atas merupakan tempat invasi yang utama. Monosit
memfagositosis, tetapi tidak membunuh basi pada awal infeksi, dan mereka membawa
organism dari darah ke kelenjar getah bening mesenterika dan retikuloendotelial lain
tempat bakteri berproliferasi sehingga menghasilkan radang pada kelenjar getah
bening, hati, dan limpa. Septikemia sekunder tersebar dari tempat ini dan biasanya
lama, menginvasi organ-organ lain. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin
sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.
d. Manifestasi klinis
Gejala demam tifoid pada anak umumnya lebih ringan daripada dewasa. Masa
inkubasi rata-rata 10-20 hari, yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi dari makanan,
sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi melalui minuman. Selama masa
inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu,
nyeri kepala, pusing, dan tidak bersemangat. Selanjutnya akan timbul:
Demam
15
Pada kasus-kasus yang khas, demam berlangsung 3 minggu. Bersifat febris remiten
dan suhu tidak terlalu tinggi. Selama minggu pertama, suhu tubuh meningkat setiap
hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam
hari. Pada minggu kedua, penderita terus dalam keadaan demam. Dalam minggu
ketiga suhu badan menurun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
Gangguan saluran pencernaan, pada mulut napas berbau tidak sedap, bibir kering
dan pecah-pecah, lidah ditutupi selaput putih kotor (coated tongue), ujung dan
tepinya kemerahan. Pada abdomen mungkin ada keadaan kembung. Terdapat
splenohepatomegali dan nyeri pada perabaan. Biasanya terdapat konstipasi, akan
tetapi mungkin saja normal bahkan bisa terjadi diare.
Gangguan kesadaran, umumnya kesadaran menurun yaitu apatis sampai somnolen.
e. Pemeriksaan penunjang
Uji widal, dilakukan untuk deteksi antibody terhadap kuman S. typhi.
Uji Tubex®, uji ini mendeteksi antibody anti S. typhi O9 pada serum pasien.
f. Penatalaksanaan
Istirahat dan perawatan, dengan tujuan mencegah komplikasi dan mempercepat
penyembuhan.
Diet dan terapi penunjang.
Pemberian antimikroba (kloramfenikol: 100mg/kgBB/hari, tiamfenikol).
2. Malaria
Malaria merupakan penyakit yang dapat bersifat akut maupun kronis, yang disebabkan
oleh protozoa genus Plasmodium dan ditandai dengan panas, anemia, dan splenomegali.
Dalam genus Plasmodium terdapat 4 spesies yang dapat menyerang manusia, yaitu:
a. Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana.
b. Plasmodium falciparum, penyebab malaria tropika.
c. Plasmodium malariae, penyebab malaria malariae.
d. Plasmodium ovale, penyebab malaria ovale. Perhatikan gambar 2.
Manifestasi klinis yang khas pada malaria adalah serangan demam yang terdiri dari 3
stadium yaitu menggigil, puncak demam, dan berkeringan banyak lalu suhu menurun.
Serangan demam dapat berbeda-beda sesuai dengan spesies penyebab penyakit malaria
ini. Selain itu penyakit malaria bisa mengalami kekambuhan, dan dapat bersifat:
a. Rekrudesensi (short term relapse) yaitu timbul karena parasit malaria dalam eritrosit
menjadi banyak. Timbul beberap minggu setelah penyakit sembuh.
16
b. Rekuren (long term relapse) karena parasit siklus ekso-eritrosit masuk ke dalam darah
dan menjadi banyak. Biasanya timbul kira-kira 6 bulan setelah penyakit sembuh.
Dapat juga timbul anemia karena:
a. Eritrosit yang diserang akan hancur pada saat sporulasi.
b. Derajat fagositosis RES meningkat, sehingga akibatnya banyak eritrosit yang hancur.
Etiologi
Tuberkulosis disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, suatu organism aerob
yang tumbuh lambat dengan struktur dinding sel kompleks yang mengandung asam mikolat,
suatu asam lemak 70-80 karbon, dan arabinogalaktan yang terikat pada asam muramat.
Kandungan lipid yang tertinggi menyebabkan organism bersifat “tahan asam” pada
pewarnaan Ziehl-Nelseen atau Kinyoun Gabbet yang digunakan untuk mengindentifikasi
organisme ini. M. tuberculosis dapat dibedakan dengan mikobakteri lain dengan tidak adanya
pigmentasi, dengan angka pertumbuhan lambat, dengan waktu penggandaan 24-36 jam, dan
dengan penggunaan probe DNA spesifik.5, 7
Epidemiologi
Di seluruh dunia, TB merupakan penyebab utama morbiditas dan diperkirakan oleh
WHO menyebabkan sekitar 3 juta kematian per tahun, terutama pada negara berkembang dan
pada populasi yang umumnya terdapat infeksi HIV. Reservoir tuberculosis adalah lansia,
imigran (Asia, Afrika, dan Amerika Latin), tuna wisma, dan pasen AIDS. Tuberkulosis lebih
sering pada masyarakat semiindustri yang penuh sesak dan di antara orang-orang miskin.
Infeksi pada anak terjadi sesudah inhalasi droplet pernapasan yang terkontaminasi (dari batuk
atau bersin) dari sekresi saluran napas yang terinfeksi berat. Infeksi pada anak khususnya
merupakan akibat dari kontak erat yang lama dengan individu yang memiliki sputum positif,
aktif, berkaverna, dan tidak diobati. Masa inkubasi dari infeksi sampai terjadinya uji kulit
tuberkulin positif adalah 2-6 minggu.5,7,8,12
Tuberculosis masih merupakan penyakit yang sangat luas didapatkan di Negara yang sedang berkembang seperti Indonesia, baik pada anak maupun orang dewasa yang juga dapat menjadi sumber infeksi . menurut penyelidikan WHO dan unicef didaerah Yogyakarta 0,6% penduduk menderita tuberculosis dengan basil tuberculosis positif didalam sputumnya dengan perberdaan prevalensi antara dikota dan didesa masing-masing 0,5-0,8% dan 0,3-0,4% . uji tuberculin ada 50% penduduk menunjukan hasil positif dengan perincian berdasarkan golongan umur sebagai berikut :5
17
1-6 tahun : 25,9%
7-14 tahun : 42,4%
15 tahun keatas : 58,6%
Patogenesis
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya
yang sangat kecil (< 5µm), kuman TB dalam droplet yang terhirup dapat mencapai alveolus.
Pada sebagian kasus, kuman TB dapat dihancurkan seluruhnya oleh mekanisme imunologis
nonspesifik, sehingga tidak terjadi respons imunologis spesifik. Akan tetapi, pada sebagian
kasus lainnya, tidak seluruhnya dapat dihancurkan. Pada individu yang tidak dapat
menghancurkan seluruh kuman, makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB yang
sebagian besar dihancurkan. Akan tetapi, sebagian kecil kuman TB yang tidak dapat
dihancurkan akan terus berkembang biak di dalam makrofag dan akhirnya menyebabkan lisis
makrofag. Selanjutnya, kuman TB membentuk lesi di tempat tersebut, yang dinamakan fokus
primer Ghon.7,8,13
Dari fokus primer Ghon, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer.
Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di
kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau
tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika
fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Gabungan
antara fokus primer, limfangitis, dan limfadenitis dinamakan kompleks primer (primary
complex).7,8,13
Waktu yang diperlukan dari masuknya kuman TB sampai terbentuknya kompleks
primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi. Masa inkubasi bervariasi selama 2-12
minggu, biasanya berlangsung selama 4-8 minggu. Selama masa inkubasi tersebut, kuman
berkembang biak hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk
merangsang respons imunitas selular.
Setelah terjadi kompleks primer, imunitas selular tubuh terhadap TB terbentuk, yang
dapat diketahui dengan adanya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu uji
tuberkulin positif. Pada sebagian besar individu dengan sistem imun yang baik, saat sistem
imun selular berkembang, proliferasi kuman TB berhenti. Akan tetapi, sejumlah kecil kuman
18
TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas selular telah terbentuk, kuman TB baru
yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan oleh imunitas selular spesifik
(cellular mediated immunity, CMI).13
Setelah imunitas selular terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya akan
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah terjadi
nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan
enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan
paru. Kuman TB dapat tetapi hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini,
tetapi tidak menimbulkan gejala sakit TB.13
Manifestasi Klinis
Patogenesis TB sangat komples, sehingga manifestasi klinis TB sangat bervariasi dan
bergantung pada beberapa faktor. Faktor yang berperan adalah kuman TB, penjamu, serta
interaksi antar keduanya. Faktor kuman bergantung pada jumlah dan virulensi kuman,
sedangkan faktor pejamu bergantung pada usia, dan kompetensi imun serta kerentanan
pajama pada awak terjadinya infeksi. Anak kecil seringkali tidak menunjukkan gejala
walaupun sudah tampak pembesaran kelenjar hilus pada foto thorax. Manifestasi klinis TB
terbagi menjadi dua, yaitu manifestasi sistemik dan manifestasi spesifik organ/lokal.5,7,8,13
Ada beberapa kalsifikasi tuberkulosis:5,7,8
1. Tuberkulosis primer yang merupakan kompleks primer serta komplikasinya.
2. Tuberkulosis pascaprimer:
a. Re-infeksi endogen (karena daya tahan tubuh turun, kuman yang indolen aktif
kembali).
b. Re-infeksi eksogen.
Gejala umum pada TB anak adalah sebagai berikut:13
1. Demam lama (≥ 2 minggu) dan/atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan demam
tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain), yang dapat disertai dengan keringat
malam. Demam umumnya tidak terlalu tinggi.
2. Batuk lama > 3 minggu, dan sebab lain telah disingkirkan.
19
3. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas, atau tidak naik dalam 1 bulan dengan
penanganan gizi yang adekuat.
4. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik
dengan adekuat (failure to thrive).
5. Lesu atau malaise.
6. Diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku diare.
Manifestasi klinis spesifik organ/lokal bergantung pada organ yang terkena, misalnya
kelenjar limfe, susunan saraf pusat (SSP), kulit, dan tulang.
Komplikasi
Pada pembentukan kompleks primer dapat menimbulkan komplikasi. Komplikasi
yang terjadi dapat disebabkan oleh fokus di paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer
di paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika terjadi
perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencari dan keluar melalui bronkus sehingga
meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).13
Kelenjar limfe hilus atau paratrakeal yang mulanya berukuran normal pada awal
infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut, sehingga bronkus dapat
terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal menimbulkan hiperinflasi
di segmen distal paru melalui mekanisme ventil (ball-valve mechanism). Obstruksi total dapat
menyebabkan atelektasis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis perkijuan dapat
merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga menyebabkan TB endobronkial
atau membentuk fistula. Massa kiju dapat menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus
sehingga menyebabkan gabungan pneumonitis dan atelektasis, yang sering disebut sebagai
lesi segmental kolaps-konsolidasi.13
Penatalaksanaan
1. Medikamentosa3,5,8,12,14
Tujuan pengobatan TB anak adalah :
a. Menurunkan / membunuh kuman dengan cepat.
b. Sterilisasi kuman untuk mencegah relaps dengan jalan pengobatan.
Pengobatan TB dibagi menjadi dua fase, yaitu:
Fase intensif (2 bulan) : mengeradikasi kuman dengan 3 macam obat : Isoniazid
(INH), Rifampisim dan Pirazinamid (PZA).
20
Fase pemeliharaan (4 bulan atau lebih) : akan memberikan efek sterilisasi untuk
mencegah terjadinya relaps, menggunakan 2 macam obat yaitu Isoniazid (INH) dan
Rifampisin.
c. Mencegah terjadinya resistensi kuman TB.
Prinsip pengobatan TB pada anak:
a. Kombinasi lebih dari satu macam obat. Hal ini untuk mencegah terjadinya resistensi
terhadap obat.
b. Jangka panjang, teratur, dan tidak terputus. Hal ini merupakan masalah kadar
kepatuhan pasien.
c. Obat diberikan secara teratur tiap hari, bertujuan untuk mengurangi ketidakteraturan
menelan obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak ditelan setiap hari.
Pada keadaan TB berat, baik pulmonal maupun ekstrapulmonal pada fase intensif
diberikan minimal 4 macam obat (rifampisin, isoniazid, pirazinamid, dan etambutol atau
streptomisin). Pada fase lanjutan diberikan rifampisin dan isoniazid selama 10 bulan.
Perhatikan tabel 2.
Tabel 2. Obat yang Sering Digunakan pada TB Anak
Obat Sediaan Dosis
(mg/kg BB)
Dosis
maksimum
Efek samping
INH Tablet 100 mg
Tablet 300 mg
Sirup 10 mg/ml
5 – 15 mg 300 mg Hepatitis,
neuritis perifer
hipersensitif
Rifampicim Kapsul/ kaplet
150,300,450,600
Sirup 20 mg/ml
10 - 15 600 mg Urine/sekret
merah hepatitis,
mual flulike
reaktion
Pirazinamid Tablet 500 mg 25 – 35 2 g Hepatitis
hipersensitif
Etambuzol Tablet 500 mg 15 – 20 2,5 g Neurilis optika
ggn visus /warna
ggn saluran
cerna
21
Streptomisin Injeksi 15 - 40 1 g Ototoksis
nefrotokis
Pemberian kortikosteroid:
Sebagai anti inflamasi digunakan predison oral dengan dosis 1 – 2 mg /kgBB/kari, dibagi
dalam 3 dosis, maksimal 60 mg dalam 1 hari. Lama pemberian 2-4 minggu kemudian
dilakukan tapering off selama 1-2 minggu.
a. Indikasi pemberian :
Tuberkulosis milier.
Meningitis tuberculosis.
Pleuritis tuberkulosis dengan efusi.
Sebaiknya pasien control setiap bulan untuk menilai perkembangan hasil terapi
memantau timbulnya efek samping obat. Evaluasi dilakukan setelah 2 bulan menjalani
terapi, dengan berbagai cara, yaitu evaluasi klinis, evaluasi radiologis, dan pemeriksaan
LED.
2. Non medikamentosa8,12,14
a. Pendekatan DOTS
Salah satu upaya untuk meningkatkan keteraturan pasien meminum obatnya adalah
dengan melakukan pengawasan langsung terhadap pengobatan (directly observed
treatment). Directly observed treatment shortcourse adalah strategi yang telah
direkomendasikan oleh WHO dalam pelaksanaan program penanggulangan TB, dan
telah dilaksanakan di Indonesia sejak tahun 1995.
Aspek Edukasi dan Sosial Ekonomi
Pengobatan TB tidak lepas dari masalah sosioekonomi, karena pengobatan TB
memerlukan kesinambungan pengobatan dalam jangka waktu yang cukup lama, maka biaya
yang diperlukan cukup besar. Selain itu, perlu penangan gizi yang baik, meliputi kecukupan
asupan makanan, vitamin, dan mikronutrien. Tanpa penangan gizi yang baik, pengobatan saja
tidak akan mencapai hasil yang optimal. Edukasi ditujukan kepada pasien dan keluarganya
agar mengetahui mengenai TB. Pasien TB anak tidak perlu diisolasi karena sebagian besar
TB pada anak tidak menular kepada orang di sekitarnya. Aktifitas fisik pasien TB anak tidak
perlu dibatasi, kecuali pada TB berat.14
22
Pencegahan
Pencegahan tuberculosis anak meliputi:3,5,8,14
1. Perlindungan terhadap sumber penularan. Prioritas pengobatan sekarang ditujukan
terhadap orang dewasa. Akan tetapi TB anak yang tidak mendapat pengobatan akhirnya
menjadi TB dewasa dan akan menjadi sumber penularan.
2. Vaksinasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin) merupakan strain M. bovis yang dilemahkan.
Diberikan pada usia sebelum 2 bulan. Dosis untuk bayi sebesar 0,05 ml dan untuk anak
0,10 ml, diberikan secara intrakutan di daerah inserti otot deltoid kanan. Bila BCG
diberikan > 3 bulan sebaiknya dilakukan uji tuberkulin dulu.
3. Kemoprofilaksis
a. Primer, untuk mencegah terjadinya infeksi TB. Diberikan isoniazid dengan dosis 5-10
mg/kgBB/hari dengan dosis tunggal. Dapat diberikan pada anak yang kontak dengan
TB menular, terutama dengan BTA sputum positif, tetapi belum terinfeksi (uji
tuberkulin negatif). Obat diberikan selama 6 bulan, jika tetap negatif profilaksis tetap
dilanjutkan hingga 6 bulan. Pada akhir bulan keenam apabila hasil tuberkulin masih
negatif profilaksis boleh dihentikan.
b. Sekunder, untuk mencegah berkembangnya infeksi menjadi sakit TB. Lama
pemberian profilaksis 6-12 bulan.
c. Pengobatan terhadap infeksi dan penemuan sumber penularan.
d. Pencegahan terhadap menghebatnya penyakit dengan diagnosis dini.
e. Penyuluhan dan pendidikan kesehatan.
Prognosis
Dipengaruhi oleh banyak factor seperti umur anak, berapa lama telah mendapat
infeksi, luasnya lesi, keadaan gizi, keadaan sosial ekonomi keluarga, diagnosis dini,
pengobatan adekuat dan adanya infeksi lain seperti morbili, pertusis, diare yang berulang dan
lain-lain.8
Kesimpulan
23
Tuberculosis pada anak disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Untuk mendiagnosis penyakit ini pada anak tidaklah mudah, memerlukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang tepat untuk mendiagnosiskannya.
Pengobatan pada pasien TB merupakan pengobatan jangka panjang karena ini
diperlukan kedisiplinan dan ketekukan pasien dalam menjalani pengobatan. Selain itu yang
tidak kalah penting adalah menjaga gizi anak agar tetap baik, dan memberi asupan gizi yang
adekuat. Apabila gizi pasien buruk, pengobatan tidak akan berjalan optimal. Pemberantasan
TB akan berhasil baik bila secara simultan disertai perbaikan sosial ekonomi masyarakat.
Daftar Pustaka
1. David H, Johnston DI. Dasar-dasar pediatri. Edisi ke-3. Jakarta: EGC, 2008,h.101.
2. Kartasasmita CB, Basir D. Tuberkulosis epidemiologi. Dalam: Rahajoe NN, Supriyanto
B, Setyanto DB. Buku ajar respirologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2008.h.162.
3. Sunarjo D. Tuberculosis pada anak. Edisi 2007. Diunduh dari http://rsud.patikab.go.id/?
page=download&file=TBC.doc&id=6, 28 Juni 2012.
4. Rahajoe NN, Setyanto DB. Diagnosis tuberkulosis pada anak. Dalam: Rahajoe NN,
Supriyanto B, Setyanto DB. Buku ajar respirologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI,
2008.h.194-207.
5. Starke JR. Tuberkulosis. Dalam: Behrman RE, Kliegman RM, Arvin AM. Ilmu
kesehatan anak nelson volume 2. Edisi ke-15. Jakarta: EGC, 2000.h.1028-42.
6. Seriawati L, Makmuri MS, Asih RS. Tuberkulosis. Edisi 2006. Diunduh dari
http://www.pediatrik.com/isi03.php?
page=html&hkategori=pdt&direktori=pdt&filepdf=0&pdf=&html=07110-
xgdt286.htm, 28 Juni 2012.
7. Behrman RE, Kliegman RM. Esensi pediatric nelson. Jakarta: EGC, 2010.h.431-6, 445-
7.
8. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Buku
kuliah ilmu kesehatan anak jilid 2. Jakarta: Penerbit FKUI, 2000.h.593-7, 655-7, 573-
83.
9. Keusch GT. Salmonelosis. Dalam: Isselbacher KJ. Harrison prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-13. Jakarta: EGC, 1999.h. 755-8.
10. Widodo D. Demam tifoid. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: Interna
Publishing, 2009.h.2797-801.
24
11. Harijanto PN. Malaria. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M,
Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid III. Edisi ke-5. Jakarta: Interna
Publishing, 2009.h.2813-19.
12. Daniel TM. Tuberkulosis. Dalam: Isselbacher KJ. Harrison prinsip-prinsip ilmu
penyakit dalam. Edisi ke-13. Jakarta: EGC, 1999.h.799-808.
13. Rahajoe NN. Setyanto DB. Patogenesis dan perjalanan alamiah. Dalam: Rahajoe NN,
Supriyanto B, Setyanto DB. Buku ajar respirologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI,
2008.h.169-70.
14. Rahajoe NN, Setiawati L. Tatalaksana TB. Dalam: Rahajoe NN, Supriyanto B, Setyanto
DB. Buku ajar respirologi. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2008.h.214-26.
25