Upload
astrisi
View
245
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
1/25
BAB I
PENDAHULUAN
Persalinan merupakan proses dimana janin berpindah dari intrauterin ke
lingkungan ekstrauterin. Persalinan merupakan diagnosis klinik yang
didefinisikan sebagai permulaan dan menetapnya kontraksi yang bertujuan untuk
menghasilkan pendataran dan dilatasi serviks yang berkesinambungan. Induksi
persalinan merujuk dimana kontraksi uterus diawali secara medis sebelum
terjadinya partus spontan. Hasil dari induksi tergantung pada keadaan serviks.
Pada keadaan serviks tidak matang, jarang terjadi keberhasilan partus pervaginam.
Oleh sebab itu, pematangan serviks atau persiapan induksi harus dinilai sebelum
pemilihan terapi.1
Menurut British Columbia Reproductive Care Program, ada beberapa
indikasi induksi persalinan, antara lain kehamilan postterm, penyakit ibu (diabetes
melitus, hipertensi), pecah ketuban sebelum waktunya, kematian janin. Induksi
persalinan merupakan intervensi aktif dengan potensi risiko, baik ibu maupun
janin. Risikonya meliputi peningkatan risiko persalinan seksio sesaria, denyut
jantung janin abnormal, hiperstimulasi uterus, ruptur uteri, prolaps tali pusat,
intoksikasi ibu. Apabila induksi perasalinan dilakukan berdasarkan kepentingan
hidup janin, maka diharapkan janin sudah mampu hidup diluar kandungan sebagai
upaya untuk menyelamatkan janin dari pengaruh buruk apabila janin masih berada
di dalam kandungan.1
1
7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
2/25
BAB II
ILUSTRASI KASUS
Pasien Ny. SA, usia 20 tahun, G1P0A0 hamil 39 minggu, datang ke IGD
kebidanan Rumah Sakit Persahabatan dengan keluhan keluar air-air sejak 14 jam
sebelum masuk Rumah Sakit.
Pasien mengaku hamil 9 bulan. Hari pertama haid terakhir tanggal 15
Oktober 2012, taksiran persalinan tanggal 22 Juli 2013. Pasien melakukan
antenatal care secara teratur di Puskesmas sejak awal kehamilan. Pasien sudah
melakukan pemeriksaan USG satu kali di Puskesmas saat usia kehamilan 20
minggu, dan dikatakan tidak ada kelainan, janin dalam kondisi baik, dan air
ketuban cukup.
Sejak 14 jam sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh keluar air-air
seperti mengompol, 8 jam sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh keluar
lendir darah, pasien tidak mengeluh mulas - mulas, gerak janin aktif. Selama
kehamilan, pasien tidak mengeluh adanya keputihan, sakit kepala, pandangan
kabur, mual, muntah, gigi berlubang. Pasien menyangkal adanya riwayat
hipertensi, diabetes melitus, asma, alergi, penyakit jantung, dan penyakit paru.
Sedangkan di keluarga pasien tidak ada riwayat hipertensi, diabetes melitus, asma,
alergi, penyakit jantung, dan penyakit paru.
Pasien mulai menstruasi pertama kali saat usia 12 tahun, siklus teratur, lama
7 hari, ganti pembalut 3 kali dalam sehari, dan tidak ada keluhan saat menstruasi.
Pasien menikah satu kali bulan Mei tahun 2012. Pasien mengakui kehamilan saat
ini merupakan kehamilan yang pertama (G1P0A0), dan tidak menggunakan KB.
Pasien seorang ibu rumah tangga, sedangkan suaminya seorang buruh.Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran composmentis,
tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 96x/menit, pernapasan 20x/menit, suhu
36.5C. Pada pemeriksaan generalis didapatkan mata tidak anemis, sklera tidak
ikterik, bunyi jantung I-II reguler, tidak ada murmur, tidak ada gallop, paru suara
dasar vesikuler, tidak ada ronki, tidak ada wheezing, abdomen membuncit sesuai
kehamilan, kedua ekstermitas akral hangat.
2
7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
3/25
Pada pemeriksaan obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 32 cm, punggung kiri,
presentasi kepala 4/5, tidak terdapat his, denyut jantung janin 144 dpm, dan TBJ
klinis 2945 gram. Pada pemeriksaan genitalia, inspeksi didapatkan vulva dan
uretra tenang, inspekulo portio livid, ostium uteri eksternum terbuka, dan
pemeriksaan dalam vagina (vaginal touche) didapatkan portio kenyal, posterior,
tebal 3 cm, pembukaan 1, kepala Hodge I.
Pada pemeriksaan labratorium darah didapatkan leukosit 10.730 ribu/mm3, Hb
13,6 g/dL, eritrosit 4.29 juta/uL, trombosit 259000 ribu/mm3. Pemeriksaan USG
didapatkan janin presentasi kepala tunggal hidup, BPD 89,7mm, AC 303,5 mm,
FL 70,6 mm, ICA 7, TBJ 2630 gram, plasenta korpus posterior. Pada pemeriksaan
CTG menunjukkan CTGReassuringyaitu frekuensi dasar 140 dpm, variabilitas 5
- 25 dpm, akselerasi > 2x/10, tidak ada deselerasi, gerak janin >2x10, dan tidak
ada his.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang,
maka dapat didiagnosis G1 hamil 39 minggu janin presentasi kepala tunggal
hidup, ketuban pecah 8 jam, air ketuban berkurang, belum inpartu.
Pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan, dilakukan rencana diagnosis,
dan terapi. Untuk rencana diagnosis dilakukan observasi tanda - tanda vital, his,
dan denyut jantung janin setiap 30 menit. Pemeriksaan darah lengkap, gula darah
sewaktu, golongan darah, urin lengkap, pemeriksaan CTG. Untuk rencana terapi
adalah rencana terminasi kehamilan sesuai dengan Fungsi Dinamik Janin Plasenta
(FDJP). Apabila FDJP 6 dilakukan induksi pematangan serviks dengan
misoprostol 4 x 25 mcg pervaginam. Bila FDJP < 6 dilakukan operasi seksio
sesaria cito.
3
7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
4/25
7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
5/25
persalinan tersebut dapat menggunakan rumus Naegele (tanggal +7, bulan -3,
tahun +1) sehingga didapatkan usia kehamilan saat pemeriksaan 39 minggu
berdasarkan hari pertama haid terakhir. Pasien juga mengeluh keluar lendir dan
darah serta tidak mengeluh mulas - mulas, tetapi gerak janin aktif. Berdasarkan
anamnesis tersebut, keluhan utama pasien merupakan tanda-tanda ketuban
pecah, dan direncanakan terminasi kehamilan, namun pada pasien ini belum
terdapat tanda - tanda persalinan. Adanya ketuban pecah sebelum proses
persalinan merupakan salah satu indikasi untuk dilakukan induksi persalinan.
Oleh sebab itu, pasien harus segera dilakukan terminasi kehamilan.
Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum in
partu baik secara manipulatif ataupun medisional untuk merangsang timbulnya
kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Induksi persalinan adalah usaha
agar persalinan mulai berlangsung sebelum atau sesudah kehamilan cukup bulan
dengan jalan merangsang timbulnya his.1
Tujuan dilakukan induksi antara lain mengantisipasi hasil yang berlainan
sehubungan dengan kelanjutan kehamilan, menimbulkan aktivitas uterus yang
cukup untuk perubahan serviks dan penurunan janin tanpa menyebabkan
hiperstimulasi uterus atau komplikasi janin, dan terjadi pengalaman melahirkan
yang alami dan seaman mungkin dan memaksimalkan kepuasan ibu. Faktor -
faktor yang mempengaruhi induksi persalinan meliputi kedudukan bagian
terendah, penempatan (presentasi), kondisi serviks, paritas, umur kehamilan,
umur penderita, dan umur anak terkecil. 5
Ada beberapa cara induksi yang tujuannya untuk mengeluarkan
prostaglandin sehingga dapat merangsang kontraksi otot rahim, yaitu induksi
secara kimiawi atau medisional, induksi secara mekanik, dan induksi dengankombinasi kimiawi dan mekanik.
1. Induksi Secara Kimiawi/Medisional
a. Infus oksitosin 3,4,5,6,
Tujuan pemberian oksitosin adalah untuk mendapatkan kontraksi
uterus yang cukup untuk mematangkan serviks dan menurunkan kepala
fetus serta mencegah terjadinya hiperstimulasi uterus. Dawood (1995)
melaporkan sekitar 90% mencapai kontraksi uterus yang adekuat. Selama
5
7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
6/25
menggunakan oksitosin untuk induksi denyut jantung janin dan kontraksi
uterus perlu dimonitor seperti pada kehamilan resiko tinggi. Oksitosin
harus dihentikan jika kontraksi >5x/10 menit atau >7x/15 menit dan
berlangsung selama 60-90 detik, atau jika gambaran denyut jantung janin
non reassuring. Ketika oksitosin dihentikan, konsentrasinya dalam plasma
akan berkurang karena waktu paruhnya adalah 5 menit.3
Penggunaan oksitosin biasanya dihindari pada kasus dengan
malpresentasi, overdistensi uterus misalnya pada hidramnion, fetus yang
besar atau kehamilan multipel. Wanita dengan paritas tinggi biasanya tidak
diberikan oksitosin karena resiko terjadinya ruptur uterus lebih tinggi.3
Pemberian oksitosin dapat secara suntikan intramuskular, intravena,
infus tetes, dan secara bukal. Oksitosin 3 IU dilarutkan dalam cairan
isotonik 500 ml. Dosis dimulai dengan 0,5 - 1 mU/menit dan dinaikkan 1 -
2 mU/menit tiap 30 - 60 menit sampai tercapai kontraksi uterus yang
adekuat (3 - 4x/10 menit, dengan lama setiap kontraksi< 90 detik dengan
relaksasi 30 detik di antara kontraksi) atau sudah mencapai dosis maksimal
yaitu 20 mU/menit. Jika pemberian oksitosin lebih dari 20 mU/menit tidak
memberikan efek yang lebih baik, sebaliknya bisa menyebabkan
intoksikasi air dan hipotensi. Kemasan yang biasa dipakai adalah pitosin
dan sintosinon.
Adapun syarat pemberian infus oksitosin adalah terdapat tanda nyata
bahwa his mundur, tidak terdapat diproporsi fetopelvik atau tumor/benda
yang menghalanginya, janin letak kepala, janin dalam keadaan baik,
jangan diberikan pada ibu grande multipara, bekas seksio sesarea, dan
bekas miomektomia.Teknik drip oksitosin, sebagai berikut :
- Disiapkan cairan RL 500 cc yang diisi dengan 5 unit oksitosin.
- Cairan yang sudah mengandung 5 IU oksitosin dialirkan secara intravena
melalui aliran infus dengan jarum abocath no 18 G.
- Jarum abocath dipasang pada vena di bagian volar bawah.
- Tetesan dimulai dengan 8 mU permenit dinaikkan 4 mU setiap 30 menit.
Tetesan maksimal diperbolehkan sampai kadar oksitosin 30 - 40 mU.
6
7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
7/25
Bila sudah mencapai kadar ini kontraksi rahim tidak muncul juga, maka
berapapun kadar oksitosin yang diberikan tidak akan menimbulkan
kekuatan kontraksi. Sebaiknya infus oksitosin dihentikan.9
- Penderita dengan infus oksitosin harus diamati secara cermat untuk
kemungkinan timbulnya tetania uteri, tanda-tanda ruptur uteri, maupun
tanda-tanda gawat janin.
- Bila kontraksi rahim timbul secara teratur dan adekuat, maka kadar
tetesan oksitosin dipertahankan. Sebaliknya jika terjadi kontraksi rahim
yang sangat kuat, jumlah tetesan dapat dikurangi atau sementara
dihentikan.
- Infus oksitosin hendaknya dipertahankan sampai persalinan selesai, yaitu
sampai 1 jam sesudah lahirnya plasenta.
- Evaluasi kemajuan pembukaan servik dapat dilakukan dengan
pemeriksaan dalam bila his telah kuat dan adekuat. Pada waktu
pemberian infus oksitosin bila ternyata kemudian persalinan telah
berlangsung, maka infus oksitosin dilanjutkan sampai pembukaan
lengkap. Segera setelah kala II dimulai, maka tetesan infus oksitosin
dipertahankan dan ibu dipimpin mengejan atau dibimbing dengan
persalinan buatan sesuai dengan indikasi yang ada pada saat itu. Tetapi
bila sepanjang pemberian infus oksitosin timbul penyulit pada ibu dan
janin maka infus oksitosin harus segera dihentikan dan kehamilan segera
diselesaikan dengan seksio sesaria.
Jika masih tidak tercapai kontraksi uterus adekuat dengan
konsentrasi yang lebih tinggi tersebut maka pada multipgravida, induksi
dianggap gagal dan lakukan seksio sesaria, sedangkan pada primigravida,infus oksitosin dapat dinaikkan konsentrasinya yaitu :
- 10 Unit dalam 500 ml RL, 30 tetes permenit
- Naikkan jumlah tetesan dengan 10 tetes permenit setiap 30 menit
sampai tercapai kontraksi uterus adekuat.
- Jika sudah mencapai 60 tetes per menit, kontraksi uterus masih tidak
adekuat maka induksi dianggap gagal dan lakukan seksio sesaria.
Bahaya pemberian infus oksitosin, sebagai berikut :
7
7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
8/25
- Aktivitas miometrium yang sangat meningkat. Hiperkontraktilitas yang
timbul 5 menit atau lebih dapat menimbulkan tekanan intrauterin lebih
dari 25 mmHg dan hal ini akan mempengaruhi pengaliran O2 ke janin.
- Ruptur uteri terjadi pada grande multipara atau bekas seksio sesarea,
miomektomi, atau bila ada disproporsi fetopelvik.
- Intoksikasi air karena oksitosin dalam dosis 50 mU/menit bekerja
sebagai antidiuretika.
Seksio sesarea pada distosia disebabkan kelainan his dilakukan pada :
- Pembukaan tidak ada kemajuan
- Serviks yang sudah datar dan tipis menjadi tebal, bengkak, dan biru.
- Tidak ada kemajuan dalam pemberian oksitosin secara hati-hati.
- Air ketuban bercampur mekonium pada letak kepala dan denyut jantung
janin menjadi lambat.
- Mulai adanya febris, takikardi, preeklampsia.
Komplikasi yang dapat terjadi pada pemberian oksitosin adalah
Ibu
- Uterus hipertonik
- Ruptur uteri
- Hipotensi
- Intoksikasi air (antidiuretik)
- Perdarahan postpartum
- Kematian ibu
Janin
- Aspirasi mekonium
- APGAR SCORE kurang dari 7 pada 5 menit pertama- Kematian janin
b. Prostaglandin3,4,5,6
Dapat merangsang otot - otot polos termasuk otot - otot rahim.
Prostaglandin yang spesifik untuk merangsang otot rahim adalah PGE2 dan
PGF2 alpha. Dapat diberikan secara intravena, oral, vaginal, rektal dan
intra amnion. Keuntungan menggunakan sediaan vaginal, yaitu lebih
8
7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
9/25
mudah diberikan, mudah di pindahkan, sedikit kemungkinan diletakkan di
ekstra amnion, dan sedikit meyebabkan ketidaknyamanan pasien.
Efek prostaglandin E1 antara lain kontraksi miometrium, pada
serviks menyebabkan pemecahan kolagen dan deposit proteoglikan,
vasodilator, bronkodilator, dan efek motilitas GI dan sekresi. Keuntungan
menggunakan prostaglandin antara lain meningkatkan penerimaan pasien,
menurunkan angka persalinan operatif, kebutuhan berkurang untuk induksi
dengan oksitosin, dan dapat digunakan pada ketuban pecah dini.
Sedangkan kerugian menggunakan prostaglandin yaitu hiperstimulasi,
CVS events, nausea, vomiting, diare.
Salah satu prostaglandin adalah misoprostol merupakan PGE1
sintetis, analog yang ditemukan aman dan tidak mahal untuk pematangan
serviks, oleh FDA sejak tahun 1985 misoprostol diindikasikan untuk
mencegah ulkus lambung akibat kegunaan obat antiinflamasi nun steroid,
meskipun tidak satupun indikasi obstetri diakui oleh Food and Drug
Administration namun pemakalah off-label dapat dibenarkan dalam
kondisi tertentu. Misoprostol meningkatkan sensitivitas miometrium
terhadap oksitosin dan dapat mengakselerasi gap junction sehingga terjadi
kontraksi uterus yang terkoordinasi, pada servis misoprostol menyebabkan
peningkatan aktivitas kolagenase dan mengubah komposisi proteoglikan
sehingga menyebabkan pelembutan dan penipisan servis.
Misoprostol pervaginam dosis tunggal aman untuk menyebabkan
kontraksi uterus, pada usia kehamilan diatas 24 minggu dosis biasanya
adalah 25 g setiap 6 jam. Jika menggunakan dosis yang lebih tinggi dari
dosis tersebut, akan terjadi rangsangan uterus berlebihan sehingga dapatmenyebabkan terjadinya ruptur teri atau gawat janin.
Teknik penggunaan misoprostol vagina adalah sebagai berikut :
- Masukkan seperempat tablet misoprostol intravagina, tanpa
menggunakan gel apapun (gel dapat mencegah tablet melarut).
- Pasien harus tetap berbaring selama 30 menit.
9
7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
10/25
- Monitor denyut jantung janin dan aktivitas uterus secara kontinyu selama
minimal 3 jam setelah pemberian misoprostol sebelum pasien boleh
bergerak.
- Apabila dibutuhkan tambahan oksitosin (pitosin), direkomendasikan
interval minimal 4 jam setelah dosis misoprostol terakhir.
- Tidak direkomendasikan pematangan serviks pada pasien - pasien yang
memiliki skar uterus.
Penelitian yang dilakukan Ezechi dik dan Ed Aquino, dkk (2003)
membandingkan pemakaian misoprostol intra vaginam dengan infus
oksitosin untuk pematangan serviks dan induksi persalinan. Didapatkan
bahwa misoprostol membutuhkan waktu lebih singkat untuk menimbulkan
kontraksi dan waktu sampai lahir. Misoprostol ini efektif dan juga lebih
aman daripada oksitosin pada ketuban pecah dini serta efektif dalam
pembukaan serviks
Efek samping misoprostol yang sering terjadi setelah pemakaian
antara lain, mual, muntah, diare, kramp perut, demam, serta menggigil.
Induksi Secara Mekanik
a. Melepaskan selaput ketuban (stripping of the membrane )
Caranya jari masuk ke dalam kanalis servikalis selaput ketuban yang
melekat dilepaskan dari dinding uterus sekitar ostium uteri internum. Cara
ini akan lebih berhasil bila serviks terbuka dan kepala sudah turun.
Dianggap bahwa dengan bersamaan dengan turunnya kepala dan lepasnya
selaput ketuban maka selaput ini akan lebih menonjol dan karenanya akan
menekan pleksus Frankenhauser yang akan merangsang timbulnya his
dan terbukanya serviks.
10
7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
11/25
Gambar 1. Membebaskan selaput ketuban [ diunduh dari :
http://seohwanheefls.wordpress.com/category/tindakan-rujukan/ tanggal
27/07/2013
Stripping of the membranes dapat meningkatkan aktivitas fosfolipase
A2 dan prostaglandin F2a (PGF2 a) dan menyebabkan dilatasi serviks
secara mekanis yang melepaskan prostaglandin. Stripping pada selaput
ketuban dilakukan dengan memasukkan jari melalui ostium uteri internum
dan menggerakkannya pada arah sirkuler untuk melepaskan kutub inferior
selaput ketuban dari segmen bawah rahim. Risiko dari teknik ini meliputi
infeksi, perdarahan, dan pecah ketuban spontan serta ketidaknyamanan
pasien. Telaah Cochrane menyimpulkan bahwa stripping of the membrane
saja tidak menghasilkan manfaat klinis yang penting, tapi apabila
digunakan sebagai pelengkap, tampaknya berhubungan dengan kebutuhan
dosis oksitosin rata-rata yang lebih rendah dan peningkatan rasio
persalinan normal pervaginam.
Komplikasi pada tindakan tersebut adalaha. Ibu
Kegagalan persalinan, hiperstimulasi uterus dengan kompresi pada janin,
meningkatkan risiko seksio sesarea, perdarahan, pecah ketuban spontan,
infeksi intrapartum, ketidaknyaman pasien.
b. Janin
Gawat janin serta dapat menyebabkan kompresi tali pusat
11
http://seohwanheefls.wordpress.com/category/tindakan-rujukan/http://seohwanheefls.wordpress.com/category/tindakan-rujukan/7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
12/25
b. Memecahkan ketuban (amniotomi)
Diduga bahwa amniotomi meningkatkan produksi atau
menyebabkan pelepasan prostaglandin secara lokal. Risiko yang
berhubungan dengan prosedur ini meliputi tali pusat menumbung atau
kompresi tali pusat, infeksi maternal atau neonatus, deselerasi denyut
jantung janin, perdarahan dari plasenta previa atau plasenta letak rendah
dan kemungkinan luka pada janin.
Syarat memecahkan ketuban adalah serviks sudah matang atau skor
pelvis di atas 5, pembukaan kira - kira 4 - 5 cm, kepala sudah memasuki
pintu atas panggul, biasanya setelah 1 - 2 jam amniotomi diharapkan his
akan timbul dan menjadi lebih kuat.
Adapun cara amniotomi adalah sebagai berikut :
- Dilakukan pemeriksaan pelvis untuk mengevaluasi serviks dan posisi
bagian terbawah janin.
- Denyut jantung janin diperiksa (direkam) sebelum dan setelah prosedur
tindakan dilakukan.
- Bagian terbawah janin harus sudah masuk panggul.
- Membran yang menutupi kepala janin dilepaskan dengan jari pemeriksa.
- Alat setengah kocher (cervical hook) dimasukkan melalui muara serviks
dengan cara meluncur melalui tangan dan jari (sisi pengait mengarah ke
tangan pemeriksa).
- Selaput ketuban digores atau dikait untuk memecahkan ketuban.
- Keadaan cairan amnion diperiksa (jernih, berdarah, tebal atau tipis,
mekonium).
12
7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
13/25
Gambar 2. Amniotomi [ diunduh dari :
http://seohwanheefls.wordpress.com/category/tindakan-rujukan/ tanggal
27/07/2013]
Komplikasi
Ibu
Infeksi intrapartum, perdarahan dari plasenta previa atau plasenta letak
rendah, robekan jalan lahir
Janin
- Gawat janin, infeksi intrapartum, deselerasi denyut jantung janin, luka
pada janin
c. Dilatasi serviks uteriDilatasi serviks uteri dapat dikerjakan dengan memakai gagang
laminaria atau dilatator Hegar. Dilatator higroskopik menyerap
endoserviks dan cairan pada jaringan lokal, menyebabkan alat tersebut
membesar dalam endoserviks dan memberikan tekanan mekanis yang
terkontrol. Produk yang tersedia meliputi dilator osmotik alamiah
(misalnya Laminaria japonicum) dan dilatator osmotik sintetis (misalnya
Lamicel). Keuntungan utama dalam menggunakan dilatator higroskopik
13
http://seohwanheefls.wordpress.com/category/tindakan-rujukan/http://seohwanheefls.wordpress.com/category/tindakan-rujukan/7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
14/25
ini meliputi penempatan pasien rawat jalan dan tidak dibutuhkan
pengawasan denyut jantung janin. Laminaria umumnya digunakan sebagai
metode standar pematangan serviks sebelum dilatasi dan kuretase.
Teknik pemasangan dilatator higroskopik sebagai berikut :
- Perineum dan vagina dibersihkan dengan antiseptik.
- Gunakan pemeriksaan spekulum yang steril untuk melihat serviks, dilator
dimasukkan ke dalam endoservik, dengan ekornya diletakkan pada
vagina.
- Dilatator secara progresif dimasukkan sampai endoservik penuh.
- Jumlah dilatator yang digunakan dicatat dalam rekam medis.
- Kassa steril diletakkan dalam vagina untuk menjaga posisi dilatator
Gambar 3. Pemasangan Laminaria [ diunduh dari :
http://seohwanheefls.wordpress.com/category/tindakan-rujukan/ tanggal
27/07/2013]
Keterangan gambar :
1. Pemasangan laminaria didalam kanalis servikalis
2. Laminaria mengembang
14
http://seohwanheefls.wordpress.com/category/tindakan-rujukan/http://seohwanheefls.wordpress.com/category/tindakan-rujukan/7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
15/25
7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
16/25
Gambar 4. Pemasangan Balon kateter [ diunduh dari
http://seohwanheefls.wordpress.com/category/tindakan-rujukan/ tanggal
27/07/2013]
Komplikasi
a. Ibu
- Perdarahan
- Ketuban pecah
- Infeksi intrapartum
- Ketidaknyaman pasien
b. Janin
- Gawat janin, infeksi intrapartum,
2. Induksi Secara Kimiawi dan Mekanik5
Memakai cara kombinasi antara cara kimiawi diikuti dengan cara
mekanik, misalnya amniotomi dengan pemberian oksitosin drip atau
pemecahan ketuban dengan pemberian prostaglandin peroral.
Pada umumnya cara kombinasi akan lebih berhasil. Kalau induksi
persalinan gagal sedangkan ketuban sudah pecah dan pembukaan serviks
tidak memenuhi syarat untuk persalinan secara pervaginam, maka dilakukan
seksio sesaria.
16
http://seohwanheefls.wordpress.com/category/tindakan-rujukan/http://seohwanheefls.wordpress.com/category/tindakan-rujukan/7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
17/25
Indikasi induksi persalinan dibagi berdasarkan indikasi ibu dan janin
sebagai berikut :
1. Indikasi Ibu
- Ibu hamil tidak merasakan adanya kontraksi atau his. Meskipun
kehamilannya sudah memasuki tanggal perkiraan lahir bahkan lebih
(sembilan bulan lewat).
- Induksi juga dapat dilakukan dengan alasan kesehatan ibu, misalnya si ibu
menderita tekanan darah tinggi, terkena infeksi serius, atau menderita
diabetes melitus.
- Membran ketuban pecah sebelum ada tanda-tanda awal persalinan.
- Plasenta keluar lebih dahulu sebelum bayi.
2. Indikasi Janin
- Post maturitas.
- Ketuban pecah dini.
-Intra Uterin Fetal Death (IUFD).
- Kelainan kongenital, contohnya anensefalus.
- Gangguan pertumbuhan janin.
- Kematian intra uterine berulang/membakat.
- Polyhidramnion.
Indikasi induksi persalinan berdasarkan tingkat kebutuhan penanganan,
antara lain :5
1. Indikasi Darurat
- Hipertensi gestasional yang berat.
- Diduga komplikasi janin yang akut.
- PJT (IUGR) yang berat.- Penyakit maternal yang bermakna dan tidak respon dengan pengobatan.
- APH yang bermakna dan Korioamnionitis.
2. Indikasi Segera (Urgent)
- KPD saat aterm atau dekat aterm.
- PJT tanpa bukti adanya komplikasi akut.
- DM yang tidak terkontrol.
- Penyakit iso-imun saat aterm atau dekat aterm.
17
7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
18/25
3. Indikasi Tidak Segera (Non Urgent)
- Kehamilan post-term.
- DM terkontrol baik.
- Kematian intrauterin pada kehamilan sebelumnya.
- Kematian janin.
- Problem logistik (persalinan cepat, jarak ke rumah sakit).
Adapun kontra indikasi dalam induksi persalinan, yaitu :
1. Kontra Indikasi Mutlak
- CPD (cehalopelvic disproportion).
- Tumor jalan lahir.
- Plasenta previa totalis.
- Bekas perlukaan dinding rahim oleh karena bedah sesar, miomektomi.
- Ibu yang mempunyai penyakit jantung berat.
- Primigravida dengan letak lintang dan letak sungsang (presentasi bahu).
- Gawat janin ataufetal distress.
- Presentasi muka atau dahi.
- Ruptur uteri iminen.
2. Kontra Indikasi Relatif
- Grande multipara.
- Gemeli.
- Overdistensi rahim misalnya pada hidramnion.
- Insufisiensi plasenta.
- Prematuritas.
Adapun risiko induksi persalinan yang mungkin terjadi diantaranya : 4-5
1. Adanya kontraksi rahim yang berlebihan.2. Gawat janin (stress pada bayi)..
3. Dapat merobek bekas jahitan operasiseksio sesaria.
4. Emboli.
Untuk mendukung diagnosis maka diperlukan pemeriksaan. Pada
pemeriksaan fisik, dan status generalis didapatkan tanda - tanda vital dalam
batas normal, dan tidak ada kelainan. Pemeriksaan obstetri didapatkan tinggi
fundus uteri 33 cm, punggung kiri, presentasi kepala 4/5, tidak ada his, denyut
18
7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
19/25
jantung janin 148 dpm, dan TBJ klinis 3200 gram. Pemeriksaan genitalia,
inspeksi didapatkan vulva uretra tenang, tidak ada perdarahan, inspekulo portio
livid, ostium uteri eksternum tertutup, pemeriksaan dalam vagina (vaginal
touche) didapatkan portio kenyal, posterior, tebal 3 cm, tidak ada pembukaan,
kepala Hodge I.
Selain itu, pemeriksaan dalam vagina (vaginal touche) menunjukkan
bahwa serviks belum matang. Hal ini sesuai dengan penilaianPelvic Score yang
digunakan untuk menentukan serviks sudah matang atau belum. Portio kenyal
score 0, arah posterior score 0, ketebalan 3 cm score 0, belum ada pembukaan
score 0, posisi Hodge I score 1. Sehingga dapat dikatakan bahwa serviks masih
belum matang. Selain itu, selaput ketuban masih intak yang menunjukkan
ketuban belum pecah.
Tingkat kematangan serviks merupakan faktor penentu keberhasilan
tindakan induksi persalinan. Tingkat kematangan serviks dapat ditentukan secara
kuantitatif dengan Bishop Score atau Pelvic Score. Di Rumah Sakit
Persahabatan, lebih sering menggunakan Pelvic Score. Dikatakan serviksa
sudah matang apabila nilai Pelvic Score > 5, dimana sudah dapat dilakukan
induksi persalinan.
Tabel 1. PenilaianPelvic Score
Faktor ServiksPelvic Score
0 1 2
Konsistensi Kenyal Lunak
Arah Porsio Posterior Axial Anterior
Tebal 3 2 1
Pembukaan Tertutup 1 - 2 m > 3 cm
Penurunan
Kepala
H I-II H II-III
Sumber : SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Tabel 2. Penilaian Bishop Score
19
7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
20/25
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan obstetri dapat disimpulkan
bahwa pasien mengalami ketuban pecah dini dan belum terdapat tanda-tanda
inpartu, yaitu ada pembukaan 1, serviks belum mendatar, serta belum adanya his
yang adekuat dan teratur, adanya bloody show.
Pada pemeriksaan labratorium darah didapatkan leukosit 10.730
ribu/mm3, Hb 13,6 g/dL, eritrosit 4.29 juta/uL, trombosit 259000 ribu/mm3.
Pemeriksaan USG didapatkan janin presentasi kepala tunggal hidup, BPD
89,7mm, AC 303,5 mm, FL 70,6 mm, ICA 7, TBJ 2630 gram, plasenta korpus
posterior. Pada pemeriksaan CTG tidak didapatkan tanda - tanda gawat janin.
Pada pasien ini didiagnosis dengan G1 hamil 39 minggu janin presentasi
kepala tunggal hidup, ketuban pecah 8 jam, air ketuban berkurang, belum
inpartu, pasien direncanakan untuk partus pervaginam, dan sebelumnya
dilakukan induksi pematangan serviks dengan misoprostol. Selama proses
pematangan serviks, pasien selalu diobservasi tanda - tanda vital, his, denyut
jantung janin setiap jam. Dan ketika pasien mendapatkan his yang adekuat dan
teratur dilakukan CTG.
Pada pasien ini dilakukan penatalaksanaan, dilakukan rencana diagnosis,
dan terapi. Untuk rencana diagnosis dilakukan observasi tanda - tanda vital, his,
dan denyut jantung janin, pemeriksaan darah lengkap, gula darah sewaktu, urin
lengkap, pemeriksaan CTG. Untuk rencana terapi adalah rencana partus
pervaginam . Apabila CTG reasurring dilakukan induksi pematangan serviks
20
7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
21/25
dengan misoprostol 4 x 25 mcg pervaginam dan bila CTG non-reasurring
dilakukan operasi seksio sesaria cito.
Misoprostol dapat diberikan secara oral, sublingual, vaginal maupun
rectal. Pada semua pemberian, absorbsi terjadi sangat cepat diberikan secara oral
mencapai konsentrasi puncak setelah 12 menit, waktu paruh 20-30 menit.
Misoprostol yang diberikan melalui vagina atau sublingual membutuhkan waktu
lebih lama untuk bekerja, nilai puncak setelah 60 menit, tetapi efeknya lebih
menetap. Jika misoprostol diberikan pervaginam, maka efek pada saluran
reproduksi akan meningkat, sedangkan di saluran cerna akan menurun. Jika
misoprostol diletakkan di forniks posterior vagina, konsentrasi asam misoprostol
di dalam plasma mencapai puncak setelah dua jam, dan menurun secara
perlahan. Pemberian misoprostol melalui vagina akan menimbulkan konsentrasi
asam misoprostol dalam plasma secara perlahan meningkat, dan nilai puncak
lebih rendah bila dibandingkan pemberian secara oral, tetapi secara keseluruhan
pengaruh obat lebih tinggi. Berikut ini adalah tabel yang membandingkan
berbagai rute pemberian misoprostol dilihat dari onset dan lamanya reaksi.1
Tabel 3. Onset, dan lamanya reaksi berdasarkan pemberian misoprostol
Pemberian Onset Reaksi Lama ReaksiOral 8 menit 2 jam
Sublingual 11 menit 3 jam
Vaginal 20 menit 4 jam
Rectal 100 menit 4 jam
Secara umum, pemberian dosis misoprostol pada kehamilan trimester
pertama, kedua, ketiga, dan penanganan perdarahan pasca persalinan yang
direkomendasikan oleh Weeks A Gynecology Obstetrics (2007) sebagai berikut :
21
7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
22/25
Bagan 1. Pemberian dosis misoprostol pada kehamilan trimester pertama, kedua,
ketiga, dan penanganan perdarahan pasca persalinan
Sumber : Weeks A, Faundes A. Misoprostol in Obstetrics and Gynecology. Int J
Gynaecol Obstet, 2007.
Misoprostol vagina dosis tunggal aman untuk merangsang kontraksi uterus
di berbagai usia kehamilan. Untuk kehamilan trimester I dosis aman adalah 800
g selama 24 jam, kehamilan trimester II dosis aman adalah 200 g selama 12
jam, dan kehamilan trimester III dosis aman adalah 25 g setiap 6 jam. Jika
menggunakan dosis yang lebih tinggi dari dosis di atas, akan terjadi rangsangan
uterus yang berkebihan sehingga dapat menyebabkan terjadinya ruptur uteri atau
gawat janin.
Pasien dilakukan pemasangan misoprostol 25 mcg yang pertama sejak
tanggal 16 Juli 2013 pukul 15.00, kemudian setiap 6 jam dilakukan penilaian
ulang terhadap keadaan umum, dan pemeriksaan obstetri. Pemberian
misoprostol dilakukan sampai tiga kali sampai ada kemajuan yang signifikan
dari pemberian misoprostol. Pada pemberian misoprostol yang ketiga tanggal 17
Juli 2013 pukul 03.00, pasien belum mengeluhkan mulas, keluar air, lendir,
maupun darah, namum pada pemeriksaan dalam didapatkan sudah pembukaan 1
cm yang menunjukkan PK I Laten, serviks belum matang, belum inpartu.
direncanakan dilakukan pemberian misoprostol keempat pukul 09.00. Namun,
saat penilaian ulang pukul 09.00, pasien mengeluhkan mulas semakin sering,
gerak janin aktif, dan pemeriksaan dalam vagina didapatkan portio tipis,
22
7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
23/25
pembukaan 6 cm,tidak ada selaput ketuban, presentasi kepala, H I-II. Karena
sudah menunjukkan PK I Aktif dengan pembukaan 6 cm, maka dilakukan
penilaian ulang 3 jam kemudian yaitu pukul 12.00. Saat pukul 11.15, pasien
mengeluhkan bahwa ingin meneran, dan pemeriksaan dalam vagina didapatkan
pembukaan lengkap, tidak ada selaput ketuban, presentasi kepala, H III-IV,
UUK anterior. Oleh sebab itu, pukul 11.30 pasien dilakukan pimpinan meneran
saat kepala crowning, dan asuhan kala II. Saat itu, pasien dilakukan episiotomi
untuk memperluas jalan lahir, kemudian lahir bayi perempuan berat 2900 gram
dengan panjang 49 cm, APGAR SCORE9/10, dan dilakukan injeksi oksitosi 10
IU/IM, serta dilakukan peregangan tali pusat terkendali. Pukul 11.40, plasenta
lahir lengkap, melakukan masase fundus uteri, kontraksi baik, ada perdarahan
aktif dari tempat episiotomi, memasang IUD, eksplorasi jalan lahir didapatkan
Ruptur Grade IIIA dilakukan perineorafi, dan perineum dijahit baik. Pukul
15.00, pasien sudah dapat buang air kecil spontan, nyeri luka jahitan, dan
pemeriksaan obstetri didapatkan tinggi fundus uteri 2 jari di bawah pusat, dan
kontraksi baik.
Untuk penatalaksanaan diberikan terapi non medikamentosa, dan
medikamentosa. Terapi non medikamentosa meliputi mobilisasi aktif, motivasi
ASI, diet tinggi karbohidrat tinggi protein, dan hyegene vulva perineum.
Sedangkan medikamentosa diberikan Co Amoxiclav 2 x 625 mg, Asam
Mefenamat 3 x 500 mg, dan Nonemi 1 x 1 tablet. Pada follow up hari
berikutnya, didapatkan bahwa hemodinamik stabil.
23
7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
24/25
BAB III
PENUTUP
Induksi persalinan adalah suatu tindakan terhadap ibu hamil yang belum in
partu baik secara manipulatif ataupun medisional untuk merangsang timbulnya
kontraksi rahim sehingga terjadi persalinan. Tujuan melakukan induksi antara lain
mengantisipasi hasil yang berlainan sehubungan dengan kelanjutan kehamilan,
untuk menimbulkan aktivitas uterus yang cukup untuk perubahan serviks dan
penurunan janin tanpa menyebabkan hiperstimulasi uterus atau komplikasi janin,
agar terjadi pengalaman melahirkan yang alami dan seaman mungkin dan
memaksimalkan kepuasan ibu. Faktor - faktor yang mempengaruhi induksi
persalinan diantaranya adalah kedudukan bagian terendah, penempatan
(presentasi), kondisi serviks, paritas, umur penderita dan umur anak terkecil, dan
umur kehamilan.
Untuk dapat melakukan induksi persalinan perlu dipenuhi beberapa kondisi
seperti serviks uteri sudah matang, yakni serviks sudah mendatar dan menipis dan
sudah dapat dilalui oleh sedikitnya 1 jari, serta sumbu serviks mengarah ke depan,
tidak ada disproporsi sefalopelvik (CPD), tidak terdapat kelainan letak janin yang
tidak dapat dibetulkan, kepala janin sudah mulai turun ke dalam rongga panggul.
24
7/27/2019 INDUKSI PERSALINAN_As3
25/25
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. edisi ke-3. Cetakan VIII. 2006. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka
2. Gary CF, dkk. Induksi Persalinan dalam Obstetri Williams Edisi 21. Hal.
Jakarta: EGC. 2006
3. Ludmir J, Sehdev HM. Anatomy and physiology of the uterine cervix. Clin
Obstet Gynecol 2000; 43:433-9.
4. Kevin P.Hanretty. Induction of Labour in Obstetrics Illustrated page : 252-56
Churchill Livingstone. 2003
5. Alan H. DeCherney, MD Lauren Nathan, MD T. Murphy Goodwin, MD Neri
Laufer, MD. Chapter 10. The Course & Conduct of Normal Labor &
Delivery .Current Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology. The
McGraw-Hill Companies. 2006
6. WHO Recommendations for Induction of Labour. Diunduh pada : dari
http://www.whqlibdoc.who.int/publications/2011/9789241501156_eng.pdf
tanggal 25 Juli 2013
7. ALARM International, fourth edition. http://www.glowm.com/pdf/AIP
%20Chap20%20Induction.pdf
8. The Cochrane Collaboration, and published in The Cochrane Library, 2009, June 3.
http://www.thecochranelibrary.com
http://www.whqlibdoc.who.int/publications/2011/9789241501156_eng.pdfhttp://www.glowm.com/pdf/AIP%20Chap20%20Induction.pdfhttp://www.glowm.com/pdf/AIP%20Chap20%20Induction.pdfhttp://www.whqlibdoc.who.int/publications/2011/9789241501156_eng.pdfhttp://www.glowm.com/pdf/AIP%20Chap20%20Induction.pdfhttp://www.glowm.com/pdf/AIP%20Chap20%20Induction.pdf